02 Pedoman RDTR KabKota 211210-Edit 25 Jan 2011

download 02 Pedoman RDTR KabKota 211210-Edit 25 Jan 2011

of 49

description

pedoman

Transcript of 02 Pedoman RDTR KabKota 211210-Edit 25 Jan 2011

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan tujuan yang tertuang di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota, dan sesuai amanat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah daerah perlu menyusun rencana rinci tata ruang kabupaten/kota yang merupakan perangkat operasionalisasi dari RTRW kabupaten/kota. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota tersebut merupakan penjabaran RTRW kabupaten/kota yang dapat berupa rencana detail tata ruang (RDTR) kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota disusun apabila: a) RTRW kabupaten/kota belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan b). RTRW kabupaten/kota mencakup wilayah perencanaan yang luas, dan skala peta dalam RTRW tersebut memerlukan pendetailan sebelum dioperasionalkan. Sebagai acuan bagi semua pihak terkait penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dan sejalan dengan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten/kota disusun dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, sedangkan Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten/Kota disusun terpisah dari pedoman ini. 1.2 Maksud dan Tujuan Pedoman ini disusun dengan maksud untuk memberikan acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota, maupun para pemangku kepentingan lainnya dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah untuk mewujudkan RDTR kabupaten/kota yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 1.3 Ruang Lingkup Pedoman Ruang lingkup pedoman ini terdriri atas: a. materi RDTR kabupaten/kota; b. proses dan prosedur penyusunan RDTR kabupaten/kota; dan c. penetapan RDTR kabupaten/kota. 1.4 Istilah dan Definisi Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah hasil studi mengenai

    dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan;

  • 2

    b. Bagian dari wilayah kabupaten/kota adalah satu kesatuan wilayah dari kabupaten/kota yang bersangkutan yang merupakan wilayah yang terbentuk secara fungsional dan administratif dalam rangka pencapaian daya guna pelayanan fasilitas umum kabupaten/kota;

    c. Bangunan adalah suatu perwujudan arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia;

    d. Blok adalah bidang tanah yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh rencana jalan lingkungan atau sejenisnya sesuai dengan rencana kabupaten/kota;

    e. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya;

    f. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;

    g. Fasilitas sosial dan fasilitas umum adalah fasilitas penunjang lingkungan yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/kota dan/atau swasta, mencakup fasilitas perbelanjaan/pasar, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas rekreasi dan olah raga, ruang hijau kabupaten/kota, tempat pembuangan akhir, tempat pengelolaan sampah dan limbah, pemakaman umum, musium, gedung seni-budaya dan lain-lain;

    h. Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam rencana kabupaten/kota;

    i. Garis Sempadan Jalan (GSJ) adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana kabupaten/kota;

    j. Intensitas ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan tiap bagian kawasan kabupaten/kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kabupaten/kota;

    k. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

    l. Kabupaten/kota adalah wilayah otonomi daerah yang dikepalai oleh Bupati/Walikota, yang merupakan bagian langsung dari wilayah provinsi dan terdiri atas beberapa kecamatan;

    m. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya; n. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

    dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;

    o. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan;

    p. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;

    q. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan;

    r. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan;

    s. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan;

  • 3

    t. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    u. Koefisien Tapak Besmen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    v. Lingkungan adalah bagian dari wilayah kabupaten/kota yang merupakan kesatuan ruang untuk suatu kehidupan dan penghidupan tertentu dalam suatu sistem pengembangan kabupaten/kota secara keseluruhan;

    w. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain;

    x. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum;

    y. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang;

    z. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya;

    aa. Pemerintah daerah adalah Bupati/walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

    bb. Pemerintah pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    cc. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

    dd. Pengaturan zonasi adalah ketentuan tentang persyaratan pemanfaatan ruang sektoral dan ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;

    ee. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang; ff. Penggunaan lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang ditetapkan

    pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau persil; gg. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak

    dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang;

    hh. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;

    ii. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang;

    jj. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkabupaten/kotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung penghidupan dan kehidupan;

    kk. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;

    ll. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budi daya;

    mm. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;

    nn. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; oo. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota adalah rencana tata ruang yang

    memuat kebijakan dan penetapan Pemerintahan Kabupaten/kota mengenai lokasi kawasan-kawasan yang harus dilindungi di wilayah darat dan/atau wilayah laut, lokasi

  • 4

    pengembangan kawasan budidaya, termasuk di dalamnya kawasan-kawasan produksi dan kawasan permukiman, sistem prasarana transportasi, fasilitas dan utilitas umum, serta kawasan-kawasan di wilayah darat dan wilayah laut yang diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu rencana;

    pp. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya;

    qq. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan;

    rr. Ruang manfaat jalan (Rumaja) adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya;

    ss. Ruang milik jalan (Rumija) adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan;

    tt. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) adalah ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggaraan jalan;

    uu. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam;

    vv. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah ruang-ruang dalam kabupaten/kota dalam bentuk area/kawasan maupun memanjang/jalur yang menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kabupaten/kota dan tidak didominasi tanaman;

    ww. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 245kV;

    xx. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 35 kV sampai dengan 245 kV;

    yy. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional;

    zz. Utilitas umum adalah kelengkapan sarana pelayanan lingkungan yang memungkinkan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mencakup sistem penyediaan air bersih, sistem drainase air hujan, sistem pembuangan limbah, sistem persampahan, sistem penyediaan energi listrik, sistem jaringan gas, sistem telekomunikasi dan lain-lain;

    aaa. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional;

    bbb. Wilayah perencanaan adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan/perlu disusun rencana rincinya dalam hal ini RDTR kabupaten/kota sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan.

    ccc. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik; ddd. Zonasi adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi

    dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain.

  • 5

    1.5 Acuan Normatif Pedoman ini disusun berdasarkan: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan

    Hayati; c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; e. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; f. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara; g. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan; h. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; i. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air; j. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

    undangan; k. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; l. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; m. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; n. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; o. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

    Pulau-pulau Kecil; p. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; q. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; r. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; s. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; t. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; u. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; v. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup; w. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya; x. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; y. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; z. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; aa. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan

    Kawasan Pelestarian Alam; bb. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

    Lingkungan; cc. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk

    Penataan Ruang Wilayah; dd. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

    Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; ee. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan

    atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; ff. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan

    Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan; gg. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; hh. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan

    Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; ii. Peraturan Pemeritah Nomor 60 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan

    Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; jj. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; kk. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi; ll. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;

  • 6

    mm. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

    nn. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air; oo. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; pp. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

    Ruang; qq. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di

    Suaka Margasatwa, Taman nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman wisata Alam; rr. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran

    Masyarakat dalam Penataan Ruang; ss. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengelolaan

    Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum; tt. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

    Kawasan Lindung; uu. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan

    Tanah bagi Kawasan Industri; vv. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara

    Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; ww. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan

    Nasional di Bidang Pertanahan; xx. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2009 tentang Koordinasi

    Penataan Ruang Nasional. 1.6 Kedudukan RDTR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Permen Pekerjaan Umum Nomor: 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, rencana umum tata ruang (RUTR) merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif, yang dalam operasionalisasinya memerlukan rencana rinci tata ruang. Dalam operasionalisasi tersebut, rencana rinci tata ruang dilengkapi dengan peraturan zonasi sebagai salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai rencana tata ruang. RTR kawasan strategis kabupaten/kota dapat merupakan rencana tata ruang yang memiliki kedalaman skala yang sama dengan RDTR atau lebih rinci dari RDTR kabupaten/kota. Pada umumnya dalam pengembangan wilayah didasarkan oleh rencana spasial dalam bentuk RTRW dan rencana pembangunan yang berbentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan rencana tahunan. Kedudukan RDTR kabupaten/kota dalam sistem penataan ruang dan sistem perencanaan pembangunan dapat dilihat pada Gambar 1.1. RDTR merupakan penjabaran dari RTRW ke dalam rencana pengaturan pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik mengikat dan bersifat operasional. RDTR berfungsi sebagai instrumen perwujudan ruang khususnya sebagai acuan dalam pemberian advise planning dalam pengaturan bangunan setempat dan RTBL.

  • 7

    Gambar 1.1 Kedudukan RDTR Kabupaten/Kota dalam Sistem Penataan Ruang dan

    Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

    1.7 Fungsi dan Manfaat RDTR Fungsi RDTR kabupaten/kota adalah sebagai: a. acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang kabupaten/kota; b. acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota; c. acuan dalam penerbitan izin lokasi pembangunan dan izin pelaksanaan pembangunan; d. acuan dalam penyusunan dan sinkronisasi program pembangunan sektoral dan daerah; e. dasar penetapan lokasi investasi oleh pemerintah dan swasta atau masyarakat; f. acuan dalam penyusunan peraturan zonasi; g. acuan dalam penyusunan RTBL; h. acuan dalam administrasi pertanahan; dan i. kendali mutu produk RTRW kabupaten/kota.

    Manfaat RDTR kabupaten/kota adalah sebagai: a. arahan lokasi dari berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi maupun

    lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu; b. alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan

    pembangunan fisik kabupaten/kota baik yang dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat;

    c. upaya penetapan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan

    d. dasar bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program penanganan dan pengembangan kawasan dan lingkungan, yaitu RTBL atau rencana lain yang sejenis.

    RENCANA PEMBANGUNAN

    RENCANA UMUM TATA RUANG

    RENCANA RINCI TATA RUANG

    RPJP Nasional

    RPJM Nasional

    RPJP Provinsi

    RPJM Provinsi

    RPJP Kabupaten/Kota

    RPJP Kabupaten/Kota

    RTRW Nasional

    RTRW Provinsi

    RTRW Kabupaten

    RTR Pulau

    RTR Kawasan Strategis Nasional

    RTR Kawasan Strategis Provinsi

    RDTR Kabupaten

    RTR Kawasan StrategisKabupaten

    RTRW KotaRDTR Kota

    RTR Kawasan Strategis Kota

  • 8

    BAB II MATERI MUATAN RDTR KABUPATEN/KOTA

    Materi muatan RDTR kabupaten/kota meliputi lingkup wilayah RDTR, masa berlaku RDTR, jangka waktu penyusunan RDTR, muatan RDTR, dan format penyajian RDTR. 2.1 Lingkup Wilayah RDTR Kabupaten/kota Lingkup wilayah RDTR kabupaten/kota merupakan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun rencana detail tata ruangnya sesuai dengan amanat pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Bagian dari wilayah kabupaten yang akan disusun rencana detail tata ruangnya dapat merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis kabupaten. Bagian dari wilayah kota yang akan disusun rencana detail tata ruangnya dapat merupakan kawasan strategis kota. a. Lingkup wilayah RDTR kabupaten dapat berupa:

    1) kawasan strategis kabupaten yang perlu disusun rencana detail tata ruangnya; dan/atau

    2) kawasan perkotaan yang terdapat dalam wilayah kabupaten.

    Lingkup wilayah RDTR kabupaten dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Lingkup Wilayah RDTR Kabupaten

    a KABUPATEN X

    Kawasan Strategis

    b Kawasan Perkotaan

    Kecamatan A

    KABUPATEN X

    Kecamatan B

    Kecamatan C

    Kecamatan D

    Kecamatan A

    Kecamatan B

    Kecamatan C

    Kecamatan D

  • 9

    b. Lingkup wilayah RDTR kota dapat ditetapkan berdasarkan:

    1) batas administrasi: a) kecamatan; atau b) seluruh wilayah kota. Lingkup wilayah RDTR kota berdasarkan batas administrasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

    Gambar 2.2 Lingkup Wilayah RDTR Kota Berdasarkan Batas Administrasi

    2) fungsi kawasan: a) bagian dari wilayah kota; atau b) kawasan strategis kota.

    Lingkup wilayah RDTR kota berdasarkan fungsi kawasan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

    Kecamatan A

    Kecamatan D

    Kecamatan B

    Kecamatan C

    Kecamatan

    a

    KOTA X

    KOTA Y

    Seluruh Wilayah Kota

    b

  • 10

    Gambar 2.3 Lingkup Wilayah RDTR Kota Berdasarkan Fungsi Kawasan

    2.2 Masa Berlaku RDTR RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. RDTR dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR kabupaten/kota dapat dilakukan kurang dari 5 (lima) tahun dalam hal: a. terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota terkait dengan perubahan kebijakan dan

    strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah; dan b. terjadi dinamika internal yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar

    antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar dan pemekaran wilayah sehingga RTRW kabupaten/kota juga perlu ditinjau kembali.

    Jika RTRW baru sudah ditetapkan, maka RDTR tidak berlaku lagi atau perlu disusun RDTR baru sesuai RTRW baru tersebut. Peninjauan kembali dan revisi RDTR kabupaten/kota dilakukan bukan untuk pemutihan terhadap penyimpangan pemanfaatan ruang. 2.3 Jangka Waktu Penyusunan RDTR RDTR kabupaten/kota disusun dalam jangka waktu 18 (delapan belas) bulan. Jangka waktu proses penetapan tidak diatur dalam pedoman penyusunan RDTR ini.

    BWK II

    Kawasan Strategis 1 Kawasan

    Strategis 2

    a

    Bagian dari Wilayah Kota

    (BWK)

    b Kawasan Strategis

    BWK IV

    BWK III

    BWK I

  • 11

    RDTR harus sudah ditetapkan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak penetapan RTRW kabupaten/kota. 2.4 Muatan RDTR Kabupaten/Kota Muatan yang diatur dalam RDTR kabupaten/kota meliputi: a. Tujuan Tujuan penataan ruang merupakan nilai, kualitas, dan kinerja yang akan dicapai untuk

    merealisasikan kebijakan dan strategi operasional penataan ruang yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota untuk wilayah perencanaan tersebut.

    Tujuan penataan ruang wilayah perencanaan di wilayah kabupaten maupun kota berfungsi: 1) sebagai arah perwujudan ruang; 2) sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi operasional penataan

    ruang; 3) memberikan arah bagi penyusunan program pembangunan; dan 4) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Perumusan tujuan penataan ruang wilayah perencanaan didasarkan pada tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang RTRW kabupaten/kota, karakteristik, serta isu strategis pada wilayah perencanaan tersebut. Tujuan penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria: 1) mempertimbangkan keseimbangan dan keserasian antar bagian-bagian dari

    wilayah kabupaten/kota; 2) mempertimbangkan fungsi dan peran wilayah perencanaan; 3) tidak bertentangan dengan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang

    bersangkutan; 4) jelas dan dapat dicapai sesuai jangka waktu perencanaan; 5) mempertimbangkan potensi investasi; 6) mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan; 7) mempertimbangkan kesiapan dan peran masyarakat untuk turut serta dalam

    pembangunan; dan 8) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

    b. Kebijakan Kebijakan penataan ruang merupakan arah tindakan yang ditetapkan untuk mencapai

    tujuan penataan ruang bagi wilayah perencanaan yang tidak terlepas dalam suatu sistem perkotaan.

    Apabila kebijakan RTRW kabupaten/kota tidak secara spesifik diperuntukan pada wilayah perencanaan, maka perlu disusun kebijakan tersendiri dengan tetap mengacu pada tujuan wilayah kabupaten/kota dalam RTRW maupun tujuan penataan ruang wilayah perencanaan.

    1) Kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan ini berfungsi sebagai:

    a) dasar untuk merumuskan strategi penataan ruang di wilayah perencanaan; b) dasar untuk merumuskan rencana struktur dan rencana pola ruang di wilayah

    perencanaan;

  • 12

    c) arah bagi penyusunan program utama dalam RDTR kabupaten/kota; dan d) dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

    2) Kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:

    a) tujuan, karakteristik, kapasitas sumber daya di wilayah perencanaan; dan b) ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    3) Kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:

    a) menjabarkan kebijakan penataan ruang dalam RTRW kabupaten/kota yang berlaku pada wilayah perencanaan bersangkutan;

    b) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan; c) mampu menjawab isu-isu strategis dan permasalahan; dan d) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    c. Strategi

    Strategi penataan ruang merupakan penjabaran setiap kebijakan penataan ruang wilayah perencanaan ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan di wilayah perencanaan. 1) Strategi penataan ruang wilayah perencanaan berfungsi sebagai:

    a) dasar untuk penyusunan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang di wilayah perencanaan;

    b) arah dalam penyusunan program pembangunan sektoral; dan c) dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Strategi penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan kebijakan, kapasitas sumber daya, daya dukung wilayah perencanaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    2) Strategi penataan ruang wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:

    a) memiliki keterkaitan logis dengan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, bagian dari wilayah kabupaten/kota lainnya, dan kawasan strategis yang berada di kabupaten/kota tersebut;

    b) tidak bertentangan dengan tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang tertuang dalam RTRW kabupaten/kota;

    c) jelas dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan secara efisien dan efektif;

    d) harus dapat dijabarkan secara keruangan dalam rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah perencanaan; dan

    e) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. d. Rencana Struktur Ruang

    Rencana struktur ruang dalam RDTR kabupaten/kota merupakan pendetailan dari rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang direncanakan berdasarkan kebutuhan dan skala pelayanan fungsi kawasan pada wilayah perencanaan menurut lokasi dan jenisnya. 1) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan berfungsi sebagai:

    a) pembentuk sistem pelayanan dan pergerakan di dalam wilayah perencanaan; b) dasar perletakan jaringan dan rencana pembangunan prasarana, sarana, dan

    utilitas dalam wilayah perencanaan sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan

  • 13

    c) dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan sejenisnya.

    2) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:

    a) rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota dalam RTRW kabupaten/kota; b) kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah perencanaan di kabupaten/kota; c) kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi wilayah perencanaan; d) analisis daya dukung prasarana dan utilitas serta daya tampung lingkungan

    hidup; e) analisis sistem pelayanan dan pergerakan sesuai fungsi dan peran kawasan di

    wilayah perencanaan; dan f) ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

    3) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan merupakan subsistem yang terintegrasi dengan sistem di dalam wilayah kabupaten/kota secara keseluruhan yang dirumuskan dengan kriteria:

    a) memperhatikan rencana struktur ruang bagian dari wilayah kabupaten/kota

    lainnya atau wilayah administrasi kabupaten/kota sekitarnya yang berbatasan; b) menjamin keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana,

    sarana, dan utilitas dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah perencanaan;

    c) mengakomodasi kebutuhan pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas wilayah perencanaan yang saling terkait menjadi satu kesatuan sistem; dan

    d) mengakomodasi kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di dalam struktur ruang wilayah perencanaan yang saling terkait menjadi satu kesatuan sistem.

    4) Rencana struktur ruang wilayah perencanaan diwujudkan dalam:

    a) Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota/kawasan perkotaan tergantung delineasi wilayah perencanaan, sehingga dapat berupa: (1) pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota

    Pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota adalah pusat pelayanan ekonomi (perdagangan/jasa, perindustrian), sosial (kesehatan, pendidikan, peribadatan), dan/atau administrasi (perkantoran/pemerintahan) yang melayani seluruh wilayah kabupaten/kota dan/atau regional. Sistem pusat pelayanan ini muncul dalam rencana struktur ruang apabila RTRW kabupaten/kota menempatkan sistem pusat pelayanan tersebut dalam wilayah perencanaan.

    (2) subpusat pelayanan kawasan perkotaan/kota Subpusat pelayanan kawasan perkotaan/kota adalah pusat pelayanan ekonomi (perdagangan/jasa, perindustrian), sosial (kesehatan, pendidikan, peribadatan), dan/atau administrasi (perkantoran/pemerintahan) yang melayani bagian dari wilayah kabupaten/kota.

    (3) pusat lingkungan

    Pusat lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi (perdagangan/jasa, perindustrian), sosial (kesehatan, pendidikan, peribadatan), dan/atau administrasi (perkantoran/pemerintahan) untuk skala pelayanan lingkungan.

  • 14

    Sistem pusat-pusat pelayanan tersebut memuat:

    (1) rencana persebaran penduduk, meliputi:

    (a) distribusi kepadatan penduduk per blok perencanaan. (b) daya tampung dan daya dukung blok perencanaan.

    (2) rencana sistem pelayanan dan skala pelayanan. Tingkat kedalaman materi yang diatur dalam rencana ini adalah distribusi pusat-pusat pelayanan kegiatan kawasan perkotaan/kota yang dirinci hingga pusat pelayanan lingkungan permukiman yang berada dalam wilayah perencanaan.

    Sistem pusat-pusat pelayanan untuk RDTR kabupaten baik untuk kawasan perkotaan maupun kawasan strategis, mengikuti sistem pusat-pusat pelayanan yang ada dalam RTRW kabupaten tersebut. Apabila wilayah perencanaan melebihi satu wilayah administrasi (kecamatan), maka perlu penetapan pusat-pusat pelayanan baru sebagai pembentuk struktur ruang kawasan perkotaan atau kawasan strategis tersebut. Untuk sistem pusat-pusat pelayanan pada wilayah perencanaan RDTR kota mengikuti sistem pusat pelayanan yang ada di dalam RTRW kota.

    Rencana sistem pelayanan dan skala pelayanan kota, dirumuskan berdasarkan kriteria: (1) Mengikuti struktur RTRW yang ada di kota; (2) Menyesuaikan dengan pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah

    perencanaan tersebut.

    b) Rencana Sistem Jaringan Pergerakan Materi yang diatur dalam rencana sistem jaringan pergerakan dalam RDTR meliputi rencana yang mengatur sistem jaringan jalan, angkutan kereta api, angkutan laut, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, angkutan udara, dan prasarana penunjangnya.

    Pengelompokan materi yang diatur dalam rencana sistem jaringan pergerakan adalah sebagai berikut: (1) sistem jaringan jalan meliputi seluruh sistem primer (arteri, kolektor, lokal,

    lingkungan) dan jaringan sekunder (arteri, kolektor, lokal, lingkungan), yang terdiri atas: (a) sistem jaringan jalan tol yang melalui kawasan perkotaan/kota

    termasuk gerbang (masuk dan keluar) tol; (b) sistem jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder; (c) sistem jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder; (d) sistem jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder; (e) sistem jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder; (f) ketentuan jumlah lajur dan bagian-bagian jalan (ruang manfaat jalan,

    ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan); (g) terminal barang dan terminal orang/penumpang sesuai ketentuan yang

    berlaku (terminal tipe A, B dan C hingga pangkalan angkutan umum); (h) halte dan tempat pemberhentian moda transportasi umum; dan (i) parkir.

  • 15

    (2) sistem jaringan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda, meliputi:

    (a) pola sirkulasi pejalan kaki dan jenis ruang pejalan kaki; dan (b) pola sirkulasi sepeda.

    (3) sistem jaringan kereta api, meliputi:

    (a) sistem jaringan/jalur kereta api antar kota; (b) sistem jaringan/jalur kereta api komuter (MRT); (c) sistem jaringan kereta ringan (light rail); (d) stasiun kereta api; dan (e) sarana pendukungnya (depo atau balai jasa).

    (4) angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, meliputi:

    (a) terminal angkutan sungai, danau dan penyeberangan; (b) jalur pelayaran sungai; (c) dermaga.

    (5) angkutan laut, meliputi:

    (a) pelabuhan laut: (b) dermaga; (c) terminal; dan (d) fasilitas penunjang lainnya.

    (6) angkutan udara, mencakup rencana pembangunan dan pengembangan bandar udara dengan mempertimbangkan fungsi jaringan transportasi udara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Rencana pembangunan dan pengembangan ini dapat berupa bandar udara pusat penyebaran primer, pusat penyebaran sekunder, dan pusat penyebaran tersier beserta sarana pendukungnya dengan mempertimbangkan:

    (a) lapangan terbang; (b) ruang udara di sekitar bandar udara yang ditetapkan sebagai jalur

    penerbangan sesuai ketentuan yang berlaku; (c) bandar udara berada di wilayah perencanaan; (d) ruang udara di atas bandara yang dipergunakan langsung untuk

    kegiatan bandar udara (ketentuan keselamatan yang ditetapkan dalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP)). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.4;

    (e) Ruang udara di atas bandara tersebut digambarkan ke dalam zona-zona sebagai berikut:

    i. zona permukaan horisontal dalam; ii. zona permukaan pendekatan dan lepas landas; dan iii. zona permukaan horisontal luar.

    (f) penentuan KKOP mengikuti ketentuan dalam Kepmen Perhubungan

    Nomor KM 49 Tahun 2000; dan (g) ketentuan-ketentuan untuk masing-masing zona sesuai KKOP tersebut

    digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan ketentuan dalam tata guna lahan dan zonasi.

  • 16

    Gambar 2.4 Pengaturan KKOP

    c) Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

    Rencana sistem jaringan prasarana lainnya meliputi sistem jaringan prasarana yang membentuk struktur ruang di wilayah perencanaan, selain sistem jaringan pergerakan. Kedalaman materi sistem jaringan prasarana lainnya pada wilayah perencanaan mencakup:

    (1) rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan, meliputi:

    (a) pembangkit listrik (skala besar maupun mikro) di wilayah perencanaan; (b) penjabaran jaringan pipa minyak dan gas bumi, di wilayah perencanaan (jika

    ada); (c) penjabaran jaringan transmisi tenaga listrik SUTUT, SUTET, dan SUTT di

    wilayah perencanaan (jika ada); (d) kebutuhan penyediaan listrik (tegangan menengah hingga gardu distribusi),

    termasuk penyediaan:

  • 17

    i. bangunan pembangkit; ii. gardu induk tegangan ekstra tinggi; iii. gardu induk; dan iv. gardu distribusi.

    (e) jalur-jalur distribusi energi kelistrikan, gardu induk distribusi, dan sistem

    distribusi; dan (f) rencana sistem alternatif sumber daya lainnya seperti migas, panas bumi,

    dan tenaga surya, termasuk:

    i. pabrik gas; ii. seluruh jaringan gas.

    (2) rencana sistem jaringan telekomunikasi, meliputi:

    (a) rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan

    telepon fixed line dan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon; (b) kebutuhan penyediaan telekomunikasi (hingga jaringan kabel sekunder),

    termasuk penyediaan:

    i. stasiun telepon otomat; ii. rumah kabel dan kabupaten/kotak pembagi; iii. jaringan kabel sekunder; iv. jaringan telepon seluler; dan v. stasiun transmisi tv-kabel.

    (c) rencana sistem saluran telepon seperti sistem saluran telepon otomat,

    rumah kabel dan kabupaten/kotak pembagi, jaringan kabel sekunder; (d) rencana sistem televisi kabel seperti stasiun transmisi dan jaringan kabel

    distribusi; (e) infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara telekomunikasi termasuk

    menara Base Transceiver Station (BTS); dan (f) rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.

    (3) rencana sistem jaringan sumber daya air, meliputi:

    (a) sistem jaringan sumber daya air lintas negara, lintas provinsi, dan lintas

    kabupaten/kota; (b) wilayah sungai, waduk, situ, dan embung; (c) sistem jaringan irigasi yang berfungsi mendukung kegiatan pertanian (jika

    ada); (d) sistem jaringan air baku untuk air bersih dan mata air, terdiri atas:

    i. bangunan pengambil air baku; ii. seluruh pipa transmisi air baku instalasi produksi; iii. seluruh pipa transmisi air bersih; iv. bak penampung; dan v. pipa distribusi sekunder/distribusi hingga blok peruntukan.

    (e) sistem distribusi air bersih; dan (f) sistem pengendalian banjir.

    (4) rencana infrastruktur wilayah perencanaan, meliputi:

  • 18

    (a) rencana kebutuhan dan sistem penyediaan air minum, terdiri atas:

    i. volume air minum yang dibutuhkan; ii. sistem penyediaan air minum bagian dari wilayah kabupaten/kota

    mencakup sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan;

    iii. bangunan pengambil air baku; iv. seluruh pipa transmisi air baku instalasi produksi; v. seluruh pipa transmisi air minum; vi. bak penampung; dan vii. pipa distribusi sekunder/distribusi hingga blok peruntukan.

    (b) rencana kebutuhan penyediaan sistem penanganan dan pengelolaan air

    kotor/limbah, terdiri atas:

    i. sistem air pembuangan yang terdiri atas sistem pembuangan air limbah (sewage) termasuk sistem pengolahan berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan sistem pembuangan air buangan rumah tangga (sewerage) baik individual maupun komunal;

    ii. seluruh saluran pembuangan; iii. bangunan pengolahan; iv. waduk/bak penampungan; dan v. instalasi tambahan untuk air limbah yang mengandung Bahan

    Berbahaya dan Beracun (B3). Instalasi ini digunakan untuk membersihkan air limbah tersebut sebelum masuk ke jaringan air buangan di wilayah perencanaan.

    (c) rencana kebutuhan dan sistem persampahan, terdiri atas:

    i. kebutuhan penyediaan sistem penanganan dan pengelolaan sampah; ii. tempat penampungan sampah sementara (TPS komunal); iii. tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) jika ada pada wilayah

    perencanaan serta bangunan pengolahan sampah; dan iv. sistem pembuangan dan pengelolaan persampahan di wilayah

    perencanaan.

    (d) rencana kebutuhan dan sistem drainase, terdiri atas:

    i. kebutuhan penyediaan sistem drainase; ii. rencana jaringan primer, sekunder, dan tersier yang berfungsi untuk

    mengalirkan limpasan air hujan (storm water) dan air permukaan lainnya untuk menghindari genangan air di wilayah perencanaan; dan

    iii. waduk atau kolam penampungan (jika ada) serta kriteria teknisnya.

    (e) rencana jalur evakuasi bencana i. jalur evakuasi bencana (escape way) untuk skala kabupaten/kota,

    kawasan, maupun lingkungan dan direncanakan untuk segala jenis bencana yang mungkin terjadi;

    ii. jalur evakuasi bencana dapat dengan memanfaatkan jaringan jalan yang sudah ada dengan memperhatikan kapasitas jalan.

    (5) penyediaan prasarana dan sarana lainnya.

    Prasarana dan sarana lainnya dapat direncanakan melalui penyediaan dan pemanfaatannya disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan wilayah perencanaan.

  • 19

    Rencana struktur ruang di wilayah perencanaan digambarkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) peta rencana struktur ruang memuat:

    a) sistem pusat-pusat pelayanan (pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota, sub-

    pusat pelayanan kawasan perkotaan/kota, dan pusat pelayanan lingkungan kawasan perkotaan/kota) dan sistem prasarana harus digambarkan pada satu lembar peta wilayah perencanaan secara utuh;

    b) jaringan jalan yang berada dalam wilayah perencanaan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan jalan primer hingga sekunder yang melalui wilayah perencanaan;

    c) sistem prasarana wilayah lainnya digambarkan pada satu lembar peta wilayah perencanaan secara utuh dan dapat digambarkan masing-masing pada peta tersendiri; dan

    d) sistem jaringan prasarana jalan harus digambarkan mengikuti terase jalan yang sebenarnya.

    2) rencana struktur ruang wilayah perencanaan digambarkan dengan ketelitian peta skala minimum 1:5.000 dan untuk wilayah perencanaan yang memiliki wilayah pesisir dan laut dapat dilengkapi dengan peta batimetri yang menggambarkan kontur laut; dan

    3) penggambaran peta rencana struktur ruang bagian dari wilayah kabupaten/kota harus mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang ditentukan oleh instansi yang berwenang dan mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait lainnya.

    Ilustrasi peta rencana struktur ruang di wilayah perencanaan dapat dilihat pada Gambar 2.5, Gambar 2.6, Gambar 2.7, Gambar 2.8, Gambar 2.9, Gambar 2.10.

  • 20

    Gambar 2.5 Ilustrasi Peta Struktur Ruang RDTR

    Ilustrasi Peta Struktur

  • 21

    Gambar 2.6 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Jalan

  • 22

    Gambar 2.7 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Air Bersih

  • 23

    Gambar 2.8 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Air Limbah

  • 24

    Gambar 2.9 Ilustrasi Peta Rencana Jaringan Listrik

  • 25

    Gambar 2.10 Ilustrasi Peta Rencana Sistem Persampahan

  • 26

    e. Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang di wilayah perencanaan yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya. 1) Rencana pola ruang berfungsi:

    (1) sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat

    serta kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah perencanaan; (2) sebagai pendetailan pola ruang dalam RTRW kabupaten/kota dengan

    memperhatikan keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang; (3) sebagai dasar penyusunan program jangka menengah lima tahunan untuk 20

    (dua puluh) tahun; dan (4) sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang.

    2) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:

    a) kebijakan dan strategi penataan ruang; b) daya dukung prasarana dan utilitas dalam blok dan daya tampung lingkungan

    hidup wilayah perencanaan dimaksud; c) kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan

    lingkungan; dan d) ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

    3) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:

    a) merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota; b) memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan; c) memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah perencanaan; d) memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah

    perencanaan; e) menyediakan RTH minimal 30% (20% RTH publik dan 10% RTH privat) dari

    luas wilayah perencanaan; f) menyediakan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi

    masyarakat kabupaten/kota; g) menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal; h) menyediakan ruang untuk evakuasi bencana berupa tempat evakuasi awal

    (melting point) dan tempat evakuasi akhir baik dalam skala kabupaten/kota, sub bagian wilayah kabupaten/kota, maupun lingkungan untuk segala jenis bencana yang mungkin terjadi; dan

    i) dapat diwujudkan dalam jangka waktu perencanaan sesuai kondisi wilayah perencanaan.

    4) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan memuat:

    a) Klasifikasi Pola Ruang Klasifikasi pola ruang terdiri atas: (1) kawasan lindung setempat; (2) ruang terbuka hijau; (3) ruang terbuka non hijau; (4) kawasan perumahan; (5) kawasan perdagangan dan jasa; (6) kawasan perkantoran dan pemerintahan; (7) kawasan industri; (8) kawasan pariwisata; (9) kawasan pelabuhan dan bandar udara;

  • 27

    (10) kawasan khusus; (11) kawasan cadangan pengembangan. Rencana pola ruang tersebut di atas dapat dilengkapi dengan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum wilayah perencanaan, antara lain: fasilitas perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, ibadah, ruang terbuka (RTH dan RTNH), ruang evakuasi bencana, dan ruang untuk kegiatan sektor informal, berdasarkan lokasi, jenis dan skala pelayanan, kebutuhan, dan pemanfaatan lain dari fasilitas tersebut.

    b) Pendelineasian Berdasarkan Hirarki Ruang

    Pendelineasian berdasarkan hirarki ruang meliputi: (1) pendelineasian untuk skala kawasan dalam wilayah perencanaan,

    dilakukan dengan mempertimbangkan: (a) morfologi kawasan terdelineasi; (b) keserasian dan keterpaduan fungsi kawasan lainnya; dan/atau (c) jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan bagian dari

    wilayah kabupaten/kota atau kawasan yang terdelineasi.

    (2) pendelineasian untuk skala lingkungan, dilakukan dengan mempertimbangkan: (a) karakteristik lingkungan terdelineasi; dan/atau (b) pengaruh kontekstual dari kawasan dan lingkungan sekitar.

    (3) pembagian blok

    Pembagian blok dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah persil lahan maksimal untuk setiap blok.

    Gambar 2.11 Ilustrasi Hirarki Ruang

    Lingkungan (terdiri atas beberapa Blok)

    Blok

    Kawasan I

    Kawasan II

    Kawasan III

    RTH

    Blok Blok

    Blok

    Blok

    Blok

    Blok

    Blok

    Blok

    Blok

    Blok

    Blok

    Lingkungan

    Persil

  • 28

    Ketentuan penggambaran peta rencana pola ruang adalah sebagai berikut:

    1) rencana pola ruang bagian dari wilayah kabupaten/kota digambarkan dengan tingkat ketelitian peta skala minimum 1:5.000 dan mengikuti ketentuan sistem informasi geografis yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;

    2) cakupan rencana pola ruang bagian wilayah kabupaten/kota meliputi ruang darat dan ruang laut dengan batasan 4 (empat) mil laut diukur dari garis pantai di wilayah kabupaten/kota atau sampai batas negara yang disepakati secara internasional apabila kabupaten/kota terkait berbatasan laut dengan negara lain;

    3) rencana pola ruang bagian wilayah kabupaten/kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar peta yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau mengikuti ketentuan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Untuk wilayah kabupaten/kota yang memiliki wilayah pesisir dan kelautan perlu dilengkapi dengan peta batimetri (yang menggambarkan kontur laut) skala 1:5.000;

    4) penggambaran rencana pola ruang bagian wilayah kabupaten/kota harus mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang, antara lain memuat sistem jaringan prasarana utama dan sungai;

    5) penggambaran rencana pola ruang wilayah perencanaan harus mengikuti peraturan perundang-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang;

    6) rencana pola ruang untuk ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi wilayah kabupaten/kota diatur lebih lanjut dengan pedoman tersendiri.

    Untuk lebih jelas, ilustrasi peta pola ruang RDTR (keseluruhan) dan salah satu bagiannya dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan 2.13.

  • 29

    Gambar 2.12 Ilustrasi Peta Pola Ruang RDTR (Keseluruhan)

  • 30

    Gambar 2.13 Ilustrasi Peta Pola Ruang RDTR (Salah Satu Bagian-Bagian 17)

  • 31

    f. Rencana Tata Massa Bangunan Rencana tata massa bangunan merupakan ilustrasi massa bangunan dalam wilayah perencanaan yang digambarkan dengan kedalaman sampai dengan skala blok. Rencana tata massa bangunan berfungsi sebagai arahan atau alat kendali untuk mengatur ketinggian bangunan dan bentuk massa bangunan. Pengaturan massa bangunan dilakukan dengan memperhatikan: 1) kualitas visual dalam mewujudkan estetika ruang; 2) pentingnya elemen pembentuk karakter dan citra ruang; 3) keseimbangan wilayah perencanaan dengan lingkungan sekitarnya; 4) keseimbangan terhadap daya dukung lingkungan; 5) kelestarian ekologis. Rencana tata massa bangunan diwujudkan melalui pengaturan amplop bangunan dalam skala blok. Komponen pembentuk amplop bangunan terdiri atas: 1) Rencana GSB.

    Rencana GSB pada setiap peruntukan dan setiap penggal jalan meliputi sempadan muka bangunan, sempadan pagar, sempadan samping dan sempadan belakang.

    Sempadan bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, kenyamanan (perlindungan atas kebisingan, ancaman kesehatan dan keselamatan), dan penyediaan RTH minimal untuk masing-masing blok.

    2) tinggi bangunan, dengan memperhatikan ketentuan tinggi bangunan maksimal dan

    koefisien lantai bangunan (KLB); dan 3) sky exposure, dengan memperhatikan kebutuhan pencahayaan langsung dari sinar

    matahari terhadap bangunan yang ada disekitarnya dan ruang terbuka.

    Rencana amplop bangunan dalam RDTR harus mampu memberikan ilustrasi amplop bangunan pada setiap blok peruntukan. Ilustrasi elemen pembentuk tata massa bangunan, ilustrasi ketentuan pembangunan dan amplop bangunan, contoh rencana tata massa bangunan yang diwujudkan dalam 3 dimensi, dan contoh ilustrasi 3 dimensi massa bangunan/amplop bangunan, dapat dilihat pada Gambar 2.14, Gambar 2.15, Gambar 2.16, dan Gambar 2.17.

  • 32

    Gambar 2.14 Elemen Pembentuk Tata Massa Bangunan

    Gambar 2.15 Ilustrasi Ketentuan Pembangunan dan Amplop Bangunan untuk Blok

    a: Ruang Milik Jalan (Rumija)b: Garis Sempadan Bangunan (GSB depan)c: kedalaman persild: Jarak Bebas Belakang (GSB belakang)e: Jarak Bebas Samping (GSB samping)f : muka persil

    g: ketinggian bangunanh: luas lantai dasari: Koef isien Dasar Hijau (KDH)j: luas lantai totalk: luas persil (muka persil x kedalaman persil)

    Jumlah Lantai Maksimal (lt) KLB: Koefisien Lantai Bangunan KDB: Koefisien Dasar Bangunan (%) Maksimal

  • 33

    Gambar 2.16

    Contoh Rencana Tata Massa Bangu nan yang Diwujudkan dalam 3 Dimensi

    Gambar 2.17 Contoh Ilustrasi 3 Dimensi Massa Bangunan/Amplop Bangunan

    Pelabuhan

    Rumah susun 30 lt

    Landmark

    Kapling 3 lt

    Kapling 40 lt

    Kapling 30 lt

    Kapling 15 lt

    Kapling 30 lt

    Kapling 40 lt

    Kapling 20 lt

    Kapling 25 lt

    Landmark

    Kapling 60 lt

    Kapling 30 - 40 lt

    1

    2

    3

    4

  • 34

    g. Penetapan Lokasi Penanganan Kawasan dan Bangunan

    Dalam RDTR kabupaten/kota, perlu ditetapkan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan untuk disusun ke dalam rencana yang lebih teknis seperti RTBL, rencana revitalisasi/peremajaan, maupun rencana pembangunan yang lebih rinci lainnya (Lampiran 4). Objek penanganan bangunan meliputi: 1) bangunan hunian 2) bangunan bukan hunian, seperti:

    - gardu, pos jaga; - media reklame luar ruangan; - menara telekomunikasi; - stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU); - tetenger atau tengaran (landmark); - anjungan tunai mandiri (ATM); - ruang terbuka; - jalur pejalan kaki; - dan lainnya.

    Contoh rencana penanganan kawasan dan bangunan dapat dilihat pada lampiran 5.

    h. Rencana Pemanfaatan Ruang Rencana pemanfaatan ruang dalam RDTR kabupaten/kota merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam bentuk program penataan ruang/pengembangan untuk wilayah perencanaan dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan sebagaimana diatur dalam pedoman ini. 1) Rencana pemanfaatan ruang berfungsi sebagai:

    a) dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman penataan ruang/pengembangan kabupaten/kota;

    b) arahan untuk sektor dalam penyusunan program; c) sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5 (lima)

    tahunan maupun penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan

    d) sebagai acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.

    2) Rencana pemanfaatan ruang disusun berdasarkan:

    a) rencana struktur ruang dan rencana pola ruang; b) ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan; c) kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan d) prioritas pengembangan dalam wilayah perencanaan dan pentahapan rencana

    pelaksanaan program sesuai dengan RPJP Daerah maupun RPJM Daerah.

    3) Rencana pemanfaatan ruang disusun dengan kriteria:

    a) mendukung perwujudan rencana struktur dan rencana pola ruang di wilayah perencanaan serta mendukung perwujudan pengembangan kawasan strategis kabupaten/kota;

    b) mendukung program penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

  • 35

    c) realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan;

    d) konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam jangka waktu tahunan maupun antarlima tahunan; dan

    e) terjaganya sinkronisasi antarprogram dalam satu kerangka program terpadu pengembangan wilayah kabupaten/kota.

    4) Program dalam rencana pemanfaatan ruang dalam dokumen RDTR kabupaten/kota

    minimum harus memuat:

    a) Program Pemanfaatan Ruang, merupakan program-program pengembangan wilayah perencanaan yang diindikasikan memiliki bobot tingkat kepentingan atau diprioritaskan untuk mewujudkan rencana struktur dan rencana pola ruang di wilayah perencanaan sesuai tujuan penataan ruang wilayah perencanaan.

    Program pemanfaatan ruang ini sekurang-kurangnya memuat kelompok program sebagai berikut:

    (1) program perwujudan rencana struktur di wilayah perencanaan, meliputi:

    (a) perwujudan pusat pelayanan kegiatan di wilayah perencanaan; dan (b) perwujudan sistem jaringan prasarana untuk wilayah perencanaan,

    yang mencakup pula sistem prasarana nasional dan wilayah/regional di dalam wilayah perencanaan: i. perwujudan sistem jaringan transportasi di wilayah perencanaan,

    yang meliputi sistem prasarana transportasi darat, udara, dan air; ii. perwujudan sistem jaringan sumber daya air; iii. perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan; iv. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi; v. perwujudan sistem persampahan, sanitasi dan drainase; dan vi. perwujudan sistem jaringan lainnya sesuai kebutuhan wilayah

    perencanaan.

    (2) perwujudan rencana pola ruang di wilayah perencanaan, meliputi:

    (a) perwujudan kawasan lindung atau zona lindung pada wilayah perencanaan; dan

    (b) perwujudan kawasan budi daya atau zona budi daya pada wilayah perencanaan, meliputi:

    i. perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di

    wilayah perencanaan; ii. perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang untuk setiap jenis pola

    ruang (zona) jika peraturan zonasi terpisah dari dokumen RDTR; iii. perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan (jika

    peraturan zonasi terpisah dari dokumen RDTR); dan iv. perwujudan tata massa bangunan (jika peraturan zonasi terpisah

    dari dokumen RDTR).

    (3) perwujudan rencana penanganan kawasan dan bangunan pada wilayah perencanaan, meliputi:

    (a) perwujudan penyediaan ruang untuk sektor informal dan ketentuan

    kegiatan sektor informal; (b) perwujudan penyediaan RTH publik (20%) dan RTH privat (10%); (c) perwujudan penyediaan RTNH; dan

  • 36

    (d) perwujudan penanganan kawasan dan bangunan.

    b) Lokasi, tempat dimana usulan program akan dilaksanakan. c) Besaran, merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan program

    utama pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan. d) Sumber Pendanaan, yang dapat berasal dari APBD kabupaten/kota, APBD

    provinsi, APBN, swasta, dan/atau masyarakat. e) Instansi Pelaksana, yang merupakan pihak-pihak pelaksana program utama

    yang meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintahan), swasta, serta masyarakat.

    f) Waktu dan Tahapan Pelaksanaan. Usulan program direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Penyusunan program utama disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 tahunan RPJP Daerah Kabupaten/kota.

    Matrik susunan tipikal program utama dalam RDTR kabupaten/kota, dapat dilihat pada Lampiran 6 pedoman ini.

    i. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

    RDTR kabupaten/kota merupakan dasar penyusunan RTBL dan rencana sejenis lainnya, sebagai zona-zona yang pada RDTR adalah zona yang penanganannya diprioritaskan. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang yang dimuat dalam RDTR kabupaten/kota terdiri dari: 1) Pengaturan zonasi

    Pengaturan zonasi memuat ketentuan dalam bentuk narasi (zoning text) yang merujuk pada peta zonasi (zoning map), yaitu peta yang sama dengan peta pola ruang. Jika dalam waktu dekat pemerintah daerah kabupaten/kota belum akan menerbitkan ketetapan tentang peraturan zonasi, maka muatan RDTR harus memuat setidak-tidaknya ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

    a) Klasifikasi dan kode zona untuk kawasan lindung dan budidaya.

    Pemilihan kode jenis pola ruang atau kode zona didasarkan pada pertimbangan kemudahan identitas jenis guna lahan dan sinergi dengan kode zona dalam ketentuan umum peraturan zonasi dalam RTRW kabupaten/kota.

    Pembagian zona terdiri atas perumahan, komersial, industri, fasilitas pelayanan, kawasan khusus, pertanian, pariwisata, transportasi (pelabuhan, bandara), RTH-RTNH, campuran, kawasan hutan dan kawasan lindung.

    Untuk wilayah kabupaten, pembagian zona disusun dengan rentang kodefikasi

    yang lebih luas dan berbeda dengan wilayah kota mengingat di kawasan perkotaan tersebut masih terdapat wilayah yang bersifat perdesaan.

    Contoh daftar klasifikasi guna lahan/zona/pola ruang dan kode zonanya dapat dilihat pada Lampiran 1.

    b) Sifat penggunaan ruang (kegiatan) yang boleh, tidak boleh maupun boleh bersyarat, atau terbatas pada setiap jenis peruntukan ruang/zona perumahan,

  • 37

    komersial, industri, fasilitas (pelayanan), kawasan khusus, pertanian, pariwisata, transportasi, ruang terbuka (RTH dan RTNH), kawasan hutan. Contoh matriks pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Lampiran 7. Sedangkan contoh resume ketentuan teknis untuk zona perumahan, komersial, industri, fasilitas pelayanan, kawasan khusus, pertanian, pariwisata, transportasi (pelabuhan, bandara), RTH-RTNH, campuran, kawasan hutan, dan kawasan lindung dapat dilihat pada Lampiran 3.

    c) Persyaratan penggunaan ruang. Meliputi ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan yang mendukung berfungsinya zona secara optimal seperti utilitas, RTH, ruang pejalan kaki, papan reklame, menara telekomunikasi. Ketentuan ini bertujuan untuk meminimalkan dampak eksternalitas dari pemanfaatan ruang, menjamin kelayakan fungsi/zona.

    d) Karakteristik lahan yang dapat dibangun. Meliputi kesesuaian terhadap fungsi kawasan, daya dukung dan daya tampung lahan, status kepemilikan dan penguasaan,

    e) Sempadan terhadap jalan dan bangunan publik. Meliputi pengaturan lokasi zona berada, sempadan terhadap jalan (GSB, ruang milik jalan, ruang pengawasan jalan), dan sempadan terhadap bangunan publik.

    f) Jarak bebas antar bangunan. Meliputi jarak bebas samping kanan, kiri, dan belakang bangunan dalam satu blok.

    g) Ketentuan arsitektural.

    Meliputi pengaturan gaya arsitektur bangunan serta aturan tampilan yang berlaku.

    h) Ketentuan tentang pemagaran.

    Meliputi pengaturan terhadap keselamatan lalu lintas, jarak pandang, pengawasan terhadap ruang publik.

    i) Ruang parkir. Merupakan pemenuhan ketentuan ruang yang dibutuhkan untuk parkir kendaraan pada masing-masing zona.

    j) Ruang terbuka hijau. Merupakan ketentuan tentang kebutuhan RTH untuk masing-masing zona.

    k) Ruang terbuka non hijau. Merupakan ketentuan tentang kebutuhan RTNH untuk masing-masing zona.

    l) Ketentuan perubahan.

    m) Ketentuan khusus lainnya.

    n) Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana, KKOP, dan kawasan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

  • 38

    Ketentuan ini terkait dengan kearifan lokal dan ketentuan teknis dari masing-masing sektor.

    o) Ketentuan yang dibutuhkan untuk mengendalikan penggunaan lahan campuran dan sektor informal. Ketentuan ini untuk menjaga dan memelihara konsistensi fungsi kawasan dan zona agar tidak terganggu oleh kemungkinan adanya kegiatan lain yang muncul di dalam kawasan dan zona.

    p) Ketentuan yang dibutuhkan untuk mengendalikan pertumbuhan gedung bertingkat. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan terutama daya dukung lahan dan untuk menjaga kenyamanan dan estetika lingkungan.

    q) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan, meliputi: (1) ketentuan KDB;

    Penetapan besar KDB maksimum didasarkan pada pertimbangan, antara lain: (a) tingkat pengisian/peresapan air (water recharge) = KDH minimum; (b) besar pengaliran air (kapasitas drainase); (c) jenis penggunaan lahan; (d) harga lahan.

    (2) ketentuan KLB;

    Penetapan besar KLB maksimum didasarkan pada pertimbangan, antara lain: (a) harga lahan; (b) ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan); (c) dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan; (d) ekonomi dan pembiayaan.

    (3) ketentuan KDH;

    Penetapan besar KDH minimum didasarkan pada pertimbangan, antara lain: (a) tingkat pengisian/peresapan air (water recharge); (b) besar pengaliran air (kapasitas drainase); (c) rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dan lain-lain).

    (4) ketentuan tinggi bangunan.

    Penetapan kepadatan bangunan, KDB, KLB dan KDH serta tinggi bangunan terutama didasarkan pada daya dukung fisik lahan dan daya dukung prasarana (terutama kapasitas jalan) dan utilitas wilayah perencanaan. Untuk lebih jelas, contoh penetapan tinggi bangunan berdasarkan pertimbangan sky exposure plane dan Angle of Light Obstruction (ALO) dapat dilihat pada Gambar 2.18 dan contoh perhitungan intensitas pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Lampiran 2.

  • 39

    Gambar 2.18

    Contoh Penetapan Tinggi Bangunan Berdasarkan Pertimbangan Sky Exposure Plane dan Angle of Light Obstruction (ALO)

    Dalam kondisi pemerintah daerah berkeinginan menyusun perda peraturan zonasi terpisah dari perda RDTR, maka muatan peraturan zonasi (zoning text) harus disusun secara lengkap sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan zonasi. Peraturan zonasi dalam RDTR merupakan zoning map yang akan melengkapi peraturan zonasi yang berdiri sendiri tersebut (penetapannya pun terpisah). Zoning map ini yang merupakan gambaran area dimana zoning text akan diberlakukan. Ketentuan lebih lanjut mengenai peraturan zonasi dan ketentuan peraturan peralihannya diatur dalam Pedoman Penyusunan Peraturan Zonasi.

    A B Angle of Light Obstruction (ALO)

    Sky Exposure Plane

  • 40

    Gambar 2.19 Gambar Zoning

  • 41

    2) Perizinan Perizinan merupakan pemberian izin untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ruang sebagai tempat melakukan kegiatan-kegiatan dalam skala blok yang sesuai dengan peruntukan dan ketentuan ruang dalam RDTR. Mekanisme perizinan dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang dan untuk menghambat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

    Materi yang diatur dalam ketentuan perizinan pemanfaatan ruang RDTR kabupaten/kota meliputi:

    b) Jenis perizinan pemanfaatan ruang yang akan diterapkan, antara lain:

    Perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan (Izin Lokasi, Izin Peruntukan

    Penggunaan Tanah/IPPT, Izin Penggunaan Bangunan/IPB); Perizinan terkait konstruksi (Izin Mendirikan Bangunan/IMB); Perizinan terkait lingkungan (Rencana Pemantauan Lingkungan dan

    Rencana Pengelolaan Lingkungan; Izin Gangguan/ HO); Perizinan khusus (pengambilan air tanah, dan lain-lain).

    c) Kelembagaan perizinan

    Menjelaskan lembaga tingkat wilayah kabupaten/kota yang mengatur

    tentang penerbitan izin.

    d) Mekanisme (proses dan prosedur) perizinan, meliputi:

    Mekanisme administrasi, mencakup persyaratan perizinan dan koordinasi antar kelembagaan;

    mekanisme teknis terkait substansi.

    e) Pengawasan dan penertiban perizinan Materi yang diatur meliputi:

    (1) Mekanisme pengawasan dan penertiban. (2) Tindakan penertiban berdasarkan antara lain:

    Pemanfatan ruang yang tidak sesuai dengan fungsi ruang; Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi intensitas

    pemanfaatan ruang menyimpang; Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi tidak sesuai

    dengan ketentuan teknis pemanfaatan ruang (intensitas, tata massa dan lain-lain);

    Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi bentuk pemanfaatan ruang menyimpang.

    3) Insentif dan Disinsentif

    Ketentuan pemberian insentif merupakan ketentuan yang mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang yang sesuai

    dengan RDTR kabupaten/kota; dan b) katalisator atau pemacu perwujudan pemanfaatan ruang.

  • 42

    Ketentuan pemberian disinsentif merupakan ketentuan yang mengatur tentang pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang. Ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan

    yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; b) katalisator atau pemacu perwujudan pemanfaatan ruang sesuai tujuan dari

    RDTR kabupaten/kota.

    Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif disusun berdasarkan: a) Rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah perencanaan; b) ketentuan umum peraturan zonasi; dan c) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. Materi yang diatur dalam ketentuan insentif dan disinsentif ini meliputi: a) Bentuk atau jenis insentif dan disinsentif baik untuk pemerintah daerah,

    masyarakat umum baik perorangan, investor maupun lembaga lainnya; dan b) mekanisme pemberian dan penetapan jenis dan besaran insentif dan disinsentif.

    Ketentuan ini dapat diatur secara terpisah dalam peraturan daerah wilayah kabupaten/kota.

    4) Pengenaan sanksi Ketentuan pengenaan sanksi merupakan ketentuan sanksi administratif yang akan dikenakan kepada pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang. Ketentuan sanksi berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi

    pemanfataan ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi; dan

    b) penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

    Ketentuan pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan: a) Hasil pengawasan penataan ruang; b) tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang dan peraturan zonasi; dan c) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

    Materi yang diatur dalam ketentuan sanksi meliputi: a) Jenis pelanggaran pemanfaatan ruang; b) bentuk sanksi; c) kelembagaan terkait penilaian pelanggaran, penetapan dan pelaksanaan sanksi; d) mekanisme (proses dan prosedur) pengenaan sanksi, mencakup:

    mekanisme administrasi: syarat proses dan prosedur penjatuhan sanksi, pentahapan penjatuhan sanksi, dan kelembagaan;

    mekanisme teknis yang terkait evaluasi kesesuaian rencana penggunaan lahan dengan RDTR dan peraturan zonasi.

  • 43

    2.5 Format Penyajian RDTR Kabupaten/kota Dokumen RDTR kabupaten/kota disajikan dalam dokumen sebagai berikut: a. Naskah Teknis RDTR kabupaten/kota yang terdiri atas:

    1) Buku Data dan Analisis yang dilengkapi peta-peta; 2) Buku Rencana yang disajikan dalam format A4. Sistematika penyajian buku RDTR

    kabupaten/kota dapat dilihat dalam Lampiran 8; 3) Album Peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal 1: 5.000 dalam

    format A1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem informasi geografis (GIS) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ketentuan album peta dapat dilihat pada Lampiran 9.

    b. Naskah Akademis merupakan pertanggungjawaban secara akademik mengenai perancangan perda RDTR kabupaten/kota yang mengkaji secara mendalam dasar-dasar teknis detail tata ruang kabupaten/kota, ekonomi, sosiologis, budaya, lingkungan, yuridis, dan filosofis yang akan diatur dalam perda RDTR kabupaten/kota. Penyusunan naskah akademis mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2004.

    Struktur penulisan naskah akademis untuk penyusunan raperda RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 10.

    c. Naskah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang RDTR kabupaten/kota, yang

    terdiri atas:

    1) Raperda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas dan disajikan dalam format A4; dan

    2) Lampiran yang terdiri atas peta rencana detail struktur ruang, peta rencana detail pola ruang yang disajikan dalam format A4 atau A3, serta tabel indikasi program utama.

  • 44

    BAB III PROSES DAN PROSEDUR PENYUSUNAN

    RDTR KABUPATEN/KOTA Prosedur penyusunan RDTR kabupaten/kota meliputi proses penyusunan rencana, pelibatan masyarakat dan pembahasan rancangan RDTR. 3.1 Proses Penyusunan RDTR Proses penyusunan RDTR kabupaten/kota mencakup kegiatan pra persiapan penyusunan, persiapan penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data dan perumusan konsepsi rencana. a. Pra persiapan penyusunan

    Pra persiapan penyusunan rencana terdiri atas: 1) penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK); 2) metodologi yang digunakan; 3) penganggaran kegiatan penyusunan RDTR kabupaten/kota.

    b. Persiapan penyusunan

    Persiapan penyusunan rencana terdiri atas: 1) persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap TOR/KAK penyiapan anggaran

    biaya; 2) kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR kabupaten/kota sebelumnya dan

    melakukan kajian awal RTRW kabupaten/kota dan kebijakan lainnya; 3) persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik

    analisis rinci, rencana rinci dan penyiapan rencana survei. c. Pengumpulan Data

    Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah perencanaan dan penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah perencanaan, harus dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dapat meliputi: 1) Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran

    angket, temu wicara, wawancara orang perorang dan lain sebagainya; 2) Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah perencanaan secara langsung

    melalui kunjungan ke semua bagian dari wilayah kabupaten/kota.

    Pengumpulan data sekurang-kurangnya meliputi: 1) Data wilayah administrasi; 2) Data fisiografis; 3) Data kependudukan; 4) Data ekonomi dan keuangan; 5) Data ketersediaan prasarana dan sarana ; 6) Data peruntukan ruang; 7) Data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan; 8) Data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata massa

    bangunan);

  • 45

    9) Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan, penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala peta minimal 1:5.000.

    Seperti halnya dalam penyusunan RTRW kabupaten/kota, tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan. Dengan data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan apa yang terjadi pada bagian dari wilayah kabupaten/kota. Jenis data yang digunakan untuk penyusunan RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 11.

    d. Pengolahan Data

    Pengolahan data untuk penyusunan RDTR kabupaten/kota meliputi: 1) Analisis karakteristik wilayah, meliputi:

    a) kedudukan dan peran bagian dari wilayah kabupaten/kota dalam wilayah yang

    lebih luas (kabupaten/kota); b) keterkaitan antarwilayah kabupaten/kota dan antara bagian dari wilayah

    kabupaten/kota; c) keterkaitan antarkomponen ruang di wilayah perencanaan; d) karakteristik fisik bagian dari wilayah kabupaten/kota; e) karakteristik sosial kependudukan; f) karakteristik perekonomian; g) kemampuan keuangan daerah.

    2) Analisis potensi dan masalah pengembangan wilayah perencanaan, meliputi:

    a) analisis pusat-pusat pelayanan; b) analisis kebutuhan ruang; dan c) analisis perubahan pemanfaatan ruang.

    3) Analisis daya dukung dan daya tampung (termasuk prasarana/infrastruktur dan

    utilitas) dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) wilayah perencanaan, meliputi: a) karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologi wilayah, dan

    sebagainya); b) potensi rawan bencana alam (longsor, banjir, tsunami dan bencana alam

    geologi); c) potensi sumberdaya alam (mineral, batubara, migas, panas bumi dan air

    tanah); d) kesesuaian penggunaan lahan; dan e) kesesuaian intensitas pemanfaatan ruang dengan daya dukung fisik dan daya

    dukung prasarana/infrastruktur dan utilitas pada blok/wilayah perencanaan.

    4) Analisis kualitas kinerja kawasan dan bangunan. Keluaran dari pengolahan data ini setidaknya adalah: a) potensi dan masalah pengembangan di wilayah perencanaan; b) peluang dan tantangan pengembangan; c) kecenderungan perkembangan; d) perkiraan kebutuhan pengembangan di wilayah perencanaan; e) intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung

    (termasuk prasarana/infrastruktur maupun utilitas);

  • 46

    f) teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan dan bangunan. Rincian analisis penyusunan RDTR kabupaten/kota, karakteristik wilayah perencanaan, dan pengaruhnya terhadap RDTR, serta analisis berdasarkan perumusan substansi RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 12, 13, dan 14.

    e. Perumusan Konsepsi RDTR Kabupaten/kota

    Perumusan konsepsi rencana detail dilakukan dengan: 1) mengacu pada RTRW kabupaten/kota; 2) mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; 3) memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) kabupaten/kota

    dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kabupaten/kota.

    Konsep RDTR kabupaten/kota dilakukan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah, yang berisi: 1) Rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah

    kabupaten/kota; dan 2) konsep pengembangan wilayah kabupaten/kota.

    Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar perumusan RDTR kabupaten/kota. Hasil kegiatan perumusan konsepsi rencana detail yang berupa RDTR kabupaten/kota terdiri atas: 1) Tujuan penataan ruang wilayah perencanaan; 2) kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah perencanaan; 3) rencana struktur ruang wilayah perencanaan; 4) rencana pola ruang wilayah perencanaan; 5) rencana penanganan kawasan dan bangunan; 6) rencana pemanfaatan ruang; dan 7) ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Keterkaitan substansi RTRW kabupaten/kota dan RDTR kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 15. 3.2 Pelibatan Peran Masyarakat Pelibatan masyarakat dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota dilakukan pada tahapan: a. Pada tahap persiapan, pemerintah telah melibatkan masyarakat secara pasif dengan

    pemberitaan mengenai informasi penataan ruang melalui (misalnya):

    1) Media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); 2) brosur, leaflet, flyers, surat edaran, buletin, jurnal, buku; 3) kegiatan pameran, pemasangan poster, pamflet, papan pengumuman, billboard; 4) kegiatan kebudayaan (misal: pagelaran wayang dengan menyisipkan informasi

    yang ingin disampaikan di dalamnya); 5) multimedia (video, VCD, DVD); 6) website; 7) ruang pamer atau pusat informasi; dan/atau 8) pertemuan terbuka dengan masyarakat/kelompok masyarakat.

  • 47

    b. Pada tahap pengumpulan data, peran masyarakat/organisasi masyarakat akan lebih aktif dalam bentuk: 1) pemberian data dan informasi kewilayahan yang diketahui/dimiliki datanya; 2) pendataan untuk kepentingan penatan ruang yang diperlukan; 3) pemberian masukan, aspirasi, dan opini awal usulan rencana penataan ruang; dan 4) identifikasi potensi dan masalah penataan ruang. Media yang digunakan untuk mendapatkan infomasi/masukan dapat melalui: 1) Kabupaten/kotak aduan; 2) pengisian kuesioner, wawancara; 3) website, surat elektronik, form aduan, polling, telepon, pesan singkat/SMS; 4) pertemuan terbuka atau public hearings; 5) kegiatan workshop, focus group disscussion (FGD); 6) penyelenggaraan konferensi; dan/atau 7) ruang pamer atau pusat informasi.

    c. Pada tahap perumusan konsepsi RDTR kabupaten/kota, masyarakat terlibat secara

    aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya.

    Pada kondisi keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang telah

    lebih aktif, maka dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota dapat memanfaatkan lembaga/forum yang telah ada seperti:

    1) satuan kerja (task force/technical advisory committee); 2) steering committee; 3) forum delegasi; dan/atau 4) forum pertemuan antar pemangku kepentingan.

    Asosiasi profesi terkait dengan penataan ruang serta perguruan tinggi dapat dilibatkan dalam setiap tahapan penyusunan RDTR kabupaten/kota.

    Tahapan dan keterlibatan pihak-pihak dalam penyusunan RDTR kabupaten/kota dapat dilihat dalam Lampiran 16. 3.3 Pembahasan Rancangan RDTR Pembahasan raperda ini dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan baik legislatif maupun eksekutif. Masyarakat, asosiasi profesi terkait dengan tata ruang dan perguruan tinggi dapat berperan dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap raperda tentang RDTR kabupaten/kota melalui: a. Media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); b. website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RDTR

    kabupaten/kota; c. surat terbuka di media massa; d. kelompok kerja (working group/public advisory group); dan/atau e. diskusi/temu warga (public hearings/meetings), konsultasi publik, workshops, charrettes,

    seminar, konferensi, dan panel.

  • 48

    BAB IV PENETAPAN RDTR KABUPATEN/KOTA

    4.1 Jangka Waktu Penetapan RDTR RDTR kabupaten/kota harus sudah ditetapkan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak penetapan RTRW kabupaten/kota. Jangka waktu penyusunan dan penetapan RDTR kabupaten/kota paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak penyusunan RDTR dan tidak melebihi masa berakhirnya rencana rinci tata ruang yang lama.

    Gambar 4.1 Jangka Waktu Penyusunan RDTR Kabupaten/Kota

    4.2 Kelengkapan Materi untuk Penetapan RDTR Kabupaten/kota Sesuai pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, RDTR kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/kota melalui suatu Program Legislasi Daerah yang membutuhkan 3 (tiga) buah dokumen, yaitu: a. Naskah Teknis (Laporan RDTR kabupaten/kota); b. Naskah Akademik; dan c. Naskah Raperda. 4.3 Prosedur Penetapan Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota terlebih dahulu harus Prosedur penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota adalah sebagai berikut: a. Pengajuan rancangan peraturan daerah tentang RDTR kabupaten/kota dari

    Bupati/Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota; b. Penyampaian rancangan peraturan daerah tentang RDTR kabupaten/kota kepada

    Menteri (persetujuan substansi dapat didekonsentrasikan kepada Gubernur) untuk memperoleh persetujuan substansi dengan disertai rekomendasi Gubernur;

    c. Persetujuan bersama rancangan peraturan daerah tentang RDTR kabupaten/kota antara Bupati/Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota dengan mengacu hasil persetujuan substansi Menteri;

    d. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota kepada Gubernur untuk evaluasi; dan

    e. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota oleh bupati/walikota.

  • 49

    Skematik tata cara pembahasan Raperda atas prakarasa pemerintah daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 dapat dilihat pada Gambar 4.2.

    Gambar 4.2 Tata Cara Pembahasan Raperda atas Prakarasa Pemerintah Daerah

    Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004

    Raperda beserta naskahakademis disertai surat

    pengantar dari Kepala Daerah

    Gubernur

    Rekomendasi Gubernur

    Menteri (dapatdidekonsentrasikan pada

    Gubernur

    Persetujuan substansi

    Pimpinan DPRD

    Dibagikan kepada anggotaRapat Paripurna pada masasidang yang bersangkutan

    Badan Musyawarah menunjukalat kelengkapan yang akan

    membahas

    Penyampaian sambutan KDH terhadap pengambilan keputusan

    Pengambilan keputusan dalamrapat paripurna

    Pembahasan dalam RapatKomisi/gabungan komisi atau panitia

    khusus dengan KDH/pejabat yang ditunjuk

    Jawaban KDH terhadappemandangan umum fraksi

    Pemandangan umum fraksi-fraksi

    Penjelasan KDH dalam rapatparipurna tentang penyampaian

    raperda

    TINGKATIV

    TINGKATIII

    TINGKATII

    TINGKATI