01.Sanksi Pidana UU an Konsumen

4
 Efektivitas UU Perlindungan Konsumen UU Perlindungan Konsumen bertu juan (Pasal 3): a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;  b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam  berusaha; f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha  produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Selain dari tujuan di atas, UU Perlindungan Konsumen juga menyatakan secara tegas hak dan kewajiban konsumen maupun produsen (pelaku usaha) (Pasal 4 s.d. 7), perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha (Pasal 8 s.d. 17), ketentuan pencantuman klausula baku (Pasal 18), dan tanggung jawab pelaku (Pasal 19 s.d. 28) Dalam rangka tercapainya tujuan tersebut dan memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, UU Perlindungan Konsumen menggunakan tiga sistem pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar, yaitu: sistem sanksi hukum perdata, sistem sanksi hukum administrasi, dan sistem sanksi hukum pidana. Sistem sanksi hukum perdata sebagaimana yang diatur oleh pasal 45 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana bagi  pelaku sesuai yang diatur dalam UU, baik KUHP maupun UU lainnya yang mengatur sanksi pidana. Pasal 46 dengan jelas menyatakan pihak-pihak yang dapat mengajukan

Transcript of 01.Sanksi Pidana UU an Konsumen

5/8/2018 01.Sanksi Pidana UU an Konsumen - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/01sanksi-pidana-uu-an-konsumen 1/4

 

Efektivitas UU Perlindungan Konsumen

UU Perlindungan Konsumen bertujuan (Pasal 3):a.  meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk 

melindungi diri;

 b.  mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari

ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c.  meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d.  menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian

hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e.  menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

 berusaha;

f.  meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

  produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.

Selain dari tujuan di atas, UU Perlindungan Konsumen juga menyatakan secara tegas hak 

dan kewajiban konsumen maupun produsen (pelaku usaha) (Pasal 4 s.d. 7), perbuatan

yang dilarang bagi pelaku usaha (Pasal 8 s.d. 17), ketentuan pencantuman klausula baku

(Pasal 18), dan tanggung jawab pelaku (Pasal 19 s.d. 28)

Dalam rangka tercapainya tujuan tersebut dan memberikan perlindungan hukum terhadap

konsumen, UU Perlindungan Konsumen menggunakan tiga sistem pemberian sanksi

kepada pihak-pihak yang melanggar, yaitu: sistem sanksi hukum perdata, sistem sanksi

hukum administrasi, dan sistem sanksi hukum pidana. Sistem sanksi hukum perdata

sebagaimana yang diatur oleh pasal 45 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana bagi

  pelaku sesuai yang diatur dalam UU, baik KUHP maupun UU lainnya yang mengatur 

sanksi pidana. Pasal 46 dengan jelas menyatakan pihak-pihak yang dapat mengajukan

5/8/2018 01.Sanksi Pidana UU an Konsumen - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/01sanksi-pidana-uu-an-konsumen 2/4

 

gugatan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam melakukan

kegiatannya, antara lain:

a.  seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

 b.  kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c.  lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,

yaitu: berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya

menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah

untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya;

d.   pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi

atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban

yang tidak sedikit.

Penerapan untuk sanksi hukum administrasi berupa sanksi administrasi dalam bentuk 

ganti rugi berupa uang yang dijatuhkan/ditetapkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) (Pasal 60). Kewenangan badan tersebut hanya terbatas pada

 pelanggaran pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, pasal 20, pasal 25 dan pasal 26.

Sementara untuk sanksi hukum pidana melalui prosedur penyelidikan, penyidikan,

  penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sanksi pidana tersebut sebagaimana

diatur dalam pasal 61, pasal 62 dan pasal 63. Untuk melakukan penyidikan terhadap

 pelanggaran oleh pelaku usaha terhadap undang-undang ini dilakukan oleh Pejabat Polisi

  Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil dengan

wewenang:

a.  melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan

dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

 b. 

melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukum yang didugamelakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

c.  meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan

dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

d.  melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan

dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

5/8/2018 01.Sanksi Pidana UU an Konsumen - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/01sanksi-pidana-uu-an-konsumen 3/4

 

e.  melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta

melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan

 bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

f.  meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana

di bidang perlindungan konsumen.

Dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen sesuai Pasal 65 setahun

setelah diundangkan (20 April 2000), seharusnya pelaku usaha mengindahkan larangan-

larangan yang dapat dikenai sanksi perdata, sanksi administrasi dan sanksi pidana. Badan

maupun pejabat yang berwenang melakukan proses pemeriksaan terhadap pelanggaran

 peraturan perundangan ini juga harus proaktif, agar pelaku usaha tidak melakukan atau

mengulangi perbuatan yang dapat merugikan kmonsumen.

Pertanyaan-pertanyaan muncul dari berlakunya UU ini adalah:

-  mengapa masyarakat tidak mengetahui akan hak dan kewajiban mereka, padahal

UU ini mengamanatkan kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional untuk 

mensosialisasikannya (Pasal 34).

-  mengapa sampai saat ini masih banyak pelaku usaha yang melanggar larangan-

larangan UU ini.

Praktek-praktek yang masih sering terjadi adalah pencantuman kalusul ³Barang yang

sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan´ dan pencantuman klausula baku

tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman klausula

tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8

tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti,

³barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan´ automatis batal demi

hukum. Tetapi dalam prakteknya pelaku usaha tetap menolak pengembalian barang yang

dibeli oleh konsumen.

Selain hal tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan

cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya

sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11

5/8/2018 01.Sanksi Pidana UU an Konsumen - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/01sanksi-pidana-uu-an-konsumen 4/4

 

huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2

(dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.

Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tidak tahu atau

  pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia usaha terlalu banyak sebenarnya para pelaku

usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan

kepentingan konsumen. Selama ini yang menyuarakan pelanggaran oleh pelaku usaha

untuk melindungi konsumen hanya dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI).

Sudah seharusnya Badan, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun aparat hukum yang

  berwenang bahu membahu dalam mensosialisasikan dan menerapkan Undang-Undang

ini. ³Kurang pedulinya´ pihak-pihak terkait dengan UU ini mengakibatkan UU

Perlindungan Konsumen ini menjadi tidak efektif.