01 BAB I

29
BAB I PENDAHULUAN Setiap orang dalam hidupnya pasti menghadapi berbagai macam persoalan, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar. Mulai dari lahir sampai meninggal dunia, berbagai masalah akan muncul silih berganti. Kadang, karena bertumpuknya berbagai masalah, dan tidak ada solusinya, bahkan semakin bertambah dan bertambah, seseorang dapat mengalami titik jenuh dan menjadi stres. Keadaan stres tersebut kadang ada yang disadari dan ada yang tidak disadari, bergantung dari respon yang ditimbulkan. Stres adalah respon tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003).

description

oral medicine

Transcript of 01 BAB I

BAB IPENDAHULUAN

Setiap orang dalam hidupnya pasti menghadapi berbagai macam persoalan, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar. Mulai dari lahir sampai meninggal dunia, berbagai masalah akan muncul silih berganti. Kadang, karena bertumpuknya berbagai masalah, dan tidak ada solusinya, bahkan semakin bertambah dan bertambah, seseorang dapat mengalami titik jenuh dan menjadi stres. Keadaan stres tersebut kadang ada yang disadari dan ada yang tidak disadari, bergantung dari respon yang ditimbulkan.

Stres adalah respon tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003).

Penyebab stres bisa bermacam-macam, bisa dari fisik, biologis maupun dari interaksi dengan lingkungan sekitar. Stres yang berasal dari fisik bisa berupa suara yang bising, udara yang panas, dan lain-lain. Stres yang berasal dari biologi erat kaitannya dengan diri sendiri, seperti karena tekanan yang berlebihan, cemas, maupun karena penyakit. Stres yang berasal dari lingkungan dipengaruhi oleh interaksi antara seseorang dengan lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun pekerjaan.

Stres sangat berpengaruh terhadap aktivitas seseorang. Ketika mengalami stres yang berkepanjangan, tubuh seseorang akan mengalami gangguan. Dalam keadaan seimbang, tubuh seseorang dapat merespon segala sesuatu dengan baik. Akan tetapi ketika terjadi stres, tubuh seseorang akan mengalami gangguan sehingga berpengaruh terhadap homeostasis tubuh, mempengaruhi sistem imun, dan pada akhirnya akan jatuh sakit.Ketika sistem imun tubuh mengalami gangguan, beberapa penyakit akan dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Beberapa penyakit tersebut kadang muncul dan bermanifestasi di dalam rongga mulut, karena keadaan tubuh secara umum akan mempunyai dampak di dalam rongga mulut. Salah satu keadaan yang sering muncul adalah serostomia, yaitu keadaan mulut kering dikarenakan berkurangnya aliran saliva dalam rongga mulut. Keadaan serostomia yang terus menerus dapat mengakibatkan efek lain dalam rongga mulut, seperti gampang terluka karena iritasi, mudah terjadi ulcer, gingivitis, periodontitis, karies gigi maupun infeksi jamur candida. Penanganan terhadap pasien serostomia harus segera dilakukan dengan memperhatikan penyebab utama penyakit, sehingga keadaan rongga mulut menjadi lebih sehat dan pasien dapat tercukupi asupan makanannya.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres

2.1.1 Definisi stres

Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (AAT Sriati, 2007). Definisi ini didapat melalui tinjauan terhadap definisi stres menurut beberapa ahli seperti Julie K (2005), WHO (2003), Morgan & King (1986).

Stres merupakan bagan kunci dalam suatu penelitian mengenai kesehatan. Stres pada dasarnya dipusatkan pada dua komponen utama dari stres, yaitu stresor yang diartikan sebagai kondisi lingkungan dan reaksi seseorang terhadap stres. Sebuah penelitian empiris berdasarkan pada teknik model persamaan struktur menemukan bahwa pengalaman stres paling diwakili dengan baik oleh dua faktor gagasan dari stres. Faktor pertama adalah kondisi lingkungan dan faktor kedua adalah kombinasi dari penaksiran stres dan respon emosional.20Terdapat banyak definisi mengenai stres. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena dari lingkungan luar rangsangan sakit, kebisingan, percekcokan dengan orang lain dalam hal ini, stres dianggap sebagai variable independent. Stres juga dapat dianggap sebagai respon seseorang menimbulkan perasaan simpatik, pelepasan dari catecalamines atau cortisol, kecemasan (anxiety), amarah, terhadap orang lain dalam hal ini stres bertindak sebagai variable dependent. Selain itu Sandin, 1999, mengungkapkan stres juga dapat dilihat sebagai suatu interaksi (transaksi) antara inidividu dan lingkungan sebuah proses.212.1.2 Sumber stres

Berdasarkan penelitian oleh Siegel dan Lane, 1982, mengungkapkan banyak dari remaja bahkan tidak puas dengan penampilan fisik mereka. Wang dan Ko, 1999, mengemukakan bahwa perempuan lebih mudah merasa kecewa daripada laki-laki, sebagian besar karena mereka khawatir terhadap penampilan fisik mereka. Berdasarkan penelitian Lan, 2003, mengungkapkan bahwa gejala fisiologis seperti sakit kepala merupakan tanda dari mental overload (membebani mental sampai melampaui batas). Tanda-tanda lain seperti keletihan, depresi, kecemasan (anxiety), ketidakpuasan terhadap diri sendiri, perubahan dalam kebiasaan tidur, dan penaikan/penurunan berat badan yang drastic. Feng, 1992, juga menjelaskan bahwa penetapan cita-cita (hasil akhir) yang tinggi, menjadi perfeksionis, dan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, dan degradasi diri akan menyebabkan terjadinya stres dan berakhirkan depresi.22

Berdasarkan penelitian Liu dan Chen, 1997, keluarga dengan konflik yang terus menerus dikarakteristikkan dengan komunikasi yang buruk antara orang tua dengan anak dan kurangnya dalamnya perngertian terhadap harapan masing-masing. Orang tua yang totaliter jarang menunjukkan perhatian mereka pada anak-anaknya. Liu dan Chen, 1997, juga mengungkapkan bahwa kendali atau hukuman yang orang tua bebankan hanya akan menambah stres psikologis pada anak mereka.22

Chiang, 1995, mengemukakan bahwa sekolah adalah salah satu dari sumber utama stres bagi remaja. Stres bisa berasal dari tugas yang terlalu banyak, ketidakpuasan terhadap prestasi sekolah, persiapan sebelum ujian, kurangnya ketertarikan terhadap suatu mata pelajaran tertentu, dan hukuman dari guru. Biasanya, orang tua sangat khawatir dengan prestasi dan kelakuan moral dari anak mereka. Liu dan Chen, 1997, mengungkapkan bahwa orang tua berharap anak mereka tidak hanya hormat pada guru mereka dan mengikuti norma-norma moral, tetapi juga menjadi orang-orang terkemuka di masa depan. Berdasarkan penelitian Cheng, 1999, stres yang berasal dari harapan guru, orang tua, dan diri sendiri yang tinggi biasanya menjadi penderitaan yang mendalam bagi siswa yang belajar di sekolah.22

Kebanyakan remaja terburu-buru dalam membangun hubungan dengan lawan jenis. Berdasarkan penelitian Wang dan Ko, 1999, mengungkapkan bahwa bagaimanapun juga, membangun hubungan heteroseksual merupakan tantangan dan juga stresor bagi remaja. Selain itu faktor sosial juga berpengaruh. Berdasarkan penelitian Feng, 1992, stres timbul bukan hanya pada lingkungan yang rumit dan kompetitif, tetapi juga pada lingkungan yang monoton dan kurang stimuli.22

2.1.3 Stres pada mahasiswa kedokteran gigi

Dalam beberapa penelitian sebelumnya ditemukan bahwa tingkat stres pada mahasiswa kedokteran gigi cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Khalid, 2000, prevalensi stres pada dokter gigi di Malaysia sebesar 89,7%. Berdasarkan penelitian Peker dkk, 2009, dan Polychronopoulou dan Divaris, 2010, tingkat stres yang tinggi pada dokter gigi dimulai sejak sekolah di kedokteran gigi dan memiliki manifestasi yang berbeda tergantung lama pembelajarannya. Berdasarkan penelitian Gotter dkk, 2008, Schmitter dkk, 2008, dan Murphy dkk, 2009, menunjukkan bahwa tingkat stres pada mahasiswa kedokteran gigi lebih tinggi dibandingkan mahasiswa kedokteran. Ada pula penelitian yang menemukan bahwa tingkat stres lebih tinggi pada mahasiswa klinik daripada mahasiswa preklinik. Berdasarkan penelitian Polychronopoulou dan Divaris, 2005, mengemukakan bahwa sumber stres pada mahasiswa kedokteran gigi berasal dari banyaknya kuliah, ujian dan peringkat, kurangnya kepercayaan diri akan menjadi dokter gigi yang sukses, melengkapi syarat kelulusan, kurangnya waktu untuk mengerjakan tugas sekolah, dan kurangnya waktu santai. Berdasarkan penelitian Alzahem dkk., 2010, mengungkapkan bahwa sumber stres pada mahasisiwa kedokteran gigi berasal dari lima faktor, antara lain faktor lingkungan hidup, faktor personal, faktor lingkungan pembelajaran, faktor akademik, dan faktor klinik.9,10,232.1.4 Mekanisme stres

Empat variabel psikologik yang mempengaruhi mekanisme respons stres:

1) Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang mengurangi intensitas respons stres.

2) Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.

3) Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.

4) Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres.

Secara fisiologi, situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight (Nasution I. K., 2007).

2.2 Pengaruh stres dalam rongga mulut

Pada rongga mulut stress akan menekan aliran saliva dan meningkatkan pembentukan dental plak. Stress emosional akan memodifikasi ph dari saliva dan komposisi kimianya seperti adanya sekresi dari IgA (Reeners M, 2007 ).Ig A mempunyai peranan salah satunya sebagai imunitas mukosa. Bila sekresi dari IgA ini terganggu atau adanya suatu kelainan maka imunitas dari mukosa akan terganggu, sehingga bakteri pathogen yang seharusnya bisa ditekan oleh imunolglobulin ini akan meningkat patogenitasnya oleh karena tidak ada yang menekan efek dari toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Selain itu juga dental plak merupakan pangkalan dari bakteri, dengan adanya pangkalan ini , toksin dari bakteri akan bermuara disini dan akan semakin mengiritasi jaringan periodontal.Hal ini juga diperparah oleh keadaan seseorang yang mengalami stress yang melupakan kebersihan rongga mulutnya.

Stress dihubungkan juga oleh suatu hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal yaitu kortisol. Kortek adrenal juga menghasilkan glukokortikoid dan mineralokortikoid. Dalam jangka pendek, hormon kortisol ini bermanfaat untuk memobilisasi cadangan energy sehingga efek dari stress yang merusak jaringan bisa diminimalkan. Hormone kortisol diatur oleh hypothalamus dan glandula ptiutary.Peningkatatan hormone kortisol dalam jangka panjang mempunyai efek yang merugikan.

Axtelius pada tahun 1998 menunjukkan adanya peranan kortisol pada cairan crevicular gingival yang menunjukkan bahwa konsentrasi kortisol pada cairan crevicular adalah lebih tinggi pada seseorang yang menunjukkan depresi.

Hubungan penyakit periodontal terhadap stress dikemukakan oleh Page et all ( 1983) yang menggambarkan periodontitis aggressive sebagai penyakit yang mempunyai hubungan dengan psiko sosial dan hilangnya nafsu makan. Pada tahun 1996, monteira da silva menunjukkan bahwa seseorang dengan Agresive periodontitis lebih tertekan dan secara sosial terisolasi dibandingkan dengan orang yang normal.

Stress psikologi merangsang juga pada otak, pada tahap ini coping yang tidak adaptive menguatkan stimulasi otak dan coping adaptive akan menghambatnya.

2.3 Serostomia

Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Selain itu terdapat beberapa kelenjar bukalis yang kecil. Sekresi saliva normalnya berkisar antara 800 sampai 1500 ml per hari, dan rata-ratanya sekitar 1000ml per hari.1,8Saliva mengandung dua tipe sekresi protein utama yaitu:sekresi serosa yang mengandung ptyalin (-amilase) yaitu enzim untuk memecah karbohidrat, dan sekresi mucus yang mengandung mucin berguna sebagai lubrikasi dan proteksi permukaan. 1,8Hampir seluruh sekresi kelenjar parotis bersifat serosa, dan pada kelenjar mandibula dan sublingual bersifat serosa dan mukus. Kelenjar bukal hanya mensekresikan tipe mukus. Saliva memiliki pH antara 6 dan 7, nilai yang baik untuk aktivitas ptyalin. 1,8Saliva mengandung ion potasium dan bikarbonat dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, konsentrasi ion sodium dan klorida beberapa kali lebih rendah pada saliva daripada dalam plasma. 1,8

Kelenjar submandibula memiliki duktus acini dan salivary. Sekresi saliva berjalan melalui dua tahap: tahap pertama dengan duktus acini dan tahap kedua dengan duktus salivary. Acini mensekresikan sekresi primer yang mengandung ptyalin dan/atau mucin dalam bentuk ion-ion dengan konsentrasi yang tidak jauh berbeda dari cairan ekstraseluler. Ketika sekresi primer mengalir melalui duktus, dua proses transpor aktif mengambil peran dalam memodifikasi komposisi ion dari saliva. 1,8Pertama, ion sodium diabsorbsi dari semua duktus salivarius dan ion potasium disekresikan secara aktif sebagai pengganti sodium. Oleh karena itu, konsentrasi ion sodium menjadi menurun, dan konsentrasi ion potasium meningkat. Disamping itu, terdapat penyerapan ulang sisa sodium pada sekresi potasium. Hal ini menyebabkan negativitas elektrik sebesar 70 mV dalam duktus salivarius dan mengubah ion klorida untuk diabsorbsi ulang secara pasif. Oleh karena itu, konsentrasi ion klorida dalam cairan saliva menjadi rendah, selaras dengan menurunnya konsentrasi ion sodium dalam duktus. 1,8Kedua, ion bikarbonat disekresikan oleh epitel duktus ke dalam lumen duktus. Hal ini terjadi sebagian oleh pertukaran pasif bikarbonat dengan ion klorida, dan sebagian lagi oleh proses sekresi aktif. Proses transport tersebut menghasilkan konsentrasi ion sodium dan klorida dalam saliva hanya sekitar masing-masing 15mEq/L, kira-kira sepertujuh sampai sepersepuluh dari konsentrasinya dalma plasma. Sebaliknya, konsentrasi ion potasium sekitar 30 mEq/L, tujuh kali lebih besar daripada dalam plasma, dan konsentrasi ion bikarbonat sekitar 50 sampai 70 mEq/L, kira-kira dua sampai tiga kali lebih besar daripada dalam plasma. 1,8Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinu, bahkan tanpa adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjarsaliva. Sekresi basal ini penting untuk menjaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu. 1,8Selain sekresi yang bersifat konstan dan sedikit tersebut, sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda yaitu refleks saliva sederhana atau tidak terkondisi dan refleks saliva didapat atau terkondisi. 1,8Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi) terjadi sewaktu kemoreseptor atau reseptor tekanan di dalam rongga mulut berespons terhadap adanya makanan. Sewaktu diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serat saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Kelenjar saliva diatur oleh sinyal saraf parasimpatetik dari nukleus superior dan inferior batang otak. 1,8

Gambar 4. System parasimpatik sekresi saliva

Nukleus salivatori terletak pada pertemuan medula dan pons, serta dikeluarkan oleh stimulus pengecapan dan taktil dari lidah dan bagian lain dalam rongga mulut dan faring. Banyak stimulus taktil, khususnya rasa asam, menghasilkan sekresi saliva yang banyak, umumnya 8 sampai 20 kali lebih besar dari sekresi dalam keadaan sadar (basal awake). Beberapa stimulus taktil, seperti adanya benda halus dalam mulut (misalnya: kelereng), meningkatkan sekresi saliva, dan sebaliknya benda kasar biasanya menurunkan sekresi saliva dan seringnya menghambat sekresinya. 1,8Salivasi juga dapat distimulasi atau dihambat oleh sinyal saraf yang datang dari sistem saraf pusat. Sebagai contohnya, jika seseorang mencium atau memakan makanan yang disukainya, salivasi akan lebih banyak daripada ketika dihadapkan pada makanan yang tidak disukai. Daerah persepsi nafsu makan di otak, yang sebagian mengatur efek ini, terletak di samping pusat parasimpatetik dari anterior hipotalamus, dan berfungsi untuk merespon sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman pada korteks serebral atau amigdala. 1,8Salivasi juga hadir dalam merespon refleks dari lambung dan usus kecil, khususnya ketika makanan yang mengiritasi ditelan atau ketika seseorang merasa mual karena kelainan gastrointestinal. Ketika saliva ditelan, makan akan membantu menghilangkan faktor-faktor yang mengiritasi traktus gastrointestinal dengan melapisi atau menetralisi substansi iritan. 1,8Stimulasi simpatetik juga dapat meningkatkan salivasi dalam jumlah yang sedikit, dibandingkan dengan parasimpatetik. Saraf simpatetik berasal dari ganglia cervical superior dan berjalan sepanjang permukaan dinding pembuluh darah menuju kelenjar saliva. 1,8Faktor sekunder yang juga mempengaruhi sekresi saliva adalah suplai darah ke kelenjar saliva karena sekeresi selalu membutuhkan nutrisi adekuat dari darah. Sinyal saraf parasimpatetik yang menginduksi salivasi juga mendilatasi pembuluh darah. Sebagai tambahannya, proses salivasi itu sendiri secara langsung mendilatasi pembuluh darah, yang sekaligus menyediakan nutrisi bagi sel-sel sekretori di kelenjar saliva. Sebagian efek vasodilator ini disebabkan oleh kallikrein yang disekresikan oleh sel-sel saliva yang diaktivasi, yang akan bertindak sebagai enzim untuk memecah salah satu protein darah, alpha2-globulin, untuk membentuk bradykinin, vasodilator kuat. 1,8Gerakan-gerakan gigi mendorong sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi terhadap reseptor tekanan yang terdapat di mulut. Pada refleks saliva didapat/terkondisi, pengeluaran saliva terjadi tanpa rangsangan oral. Hanya berpikir,melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui refleks ini. 1,8Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui saraf-sarafotonom yang mempersarafi kelenjar saliva. Tidak seperti sistem saraf otonom di tempat lain, respon simpatis dan parasimpatis di kelenjar saliva tidak salingbertentangan. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis, keduanyameningkatkan sekresi saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yangberperan berbeda. Rangsangan parasimpatis, yang berperan dominan dalamsekresi saliva, menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dankaya enzim. Stimulasi simpatis, menghasilkan volume saliva yangjauh lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukus. Karena rangsangansimpatis menyebabkan sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebihkering daripada biasanya selama sistem simpatis dominan, misalnyapada keadaan stress. 1,8Jalur saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaran saliva terutamadikontrol oleh sinyal saraf parasimpatis sepanjang jalan dari nukleus salivatoriussuperior dan inferior batang otak. Obyek-obyek laindalam mulut dapat menggerakkan refleks saliva dengan menstimulasi reseptoryang dipantau oleh nervus trigeminal (V) atau inervasi pada lidah dipantau olehnervus kranial VII, IX, atau X. Stimulasi parasimpatis akan mempercepat sekresipada semua kelenjar saliva, sehingga menghasilkan produksi saliva dalam jumlahbanyak. 1,8Berkurangnya aliran saliva seringkali menyebabkan peningkatan karies gigi dan patologi mulut lainnya. Salah satu fungsi utama dari saliva adalah menjaga kesehatan mulut dengan membatasi pembentukan asam dari fermentasi bakteri. Produksi asam dipercaya dapat mengetsa email, yang merupakan tahap awal dalam perkembangan karies gigi. 1,8Peran penting saliva dalam menjaga integritas mulut dan jaringan gigi adalah kontrol dari pH mulut. Jika mungkin untuk mengukur pH plak setelah kumur-kumur dengan larutan sukrosa. Jika akses saliva ke plak dihalangi ada penurunan dramatis dari pH plak, sementara aliran saliva bebas ke plak menyebabkan sedikit perubahan dalam pH plak. Oleh karena itu, saliva, mampu mencegah proses pengasaman plak. 1,8Sejumlah komponen saliva dapat membantu kemampuan saliva untuk mengontrol pH mulut, komponen terpenting yaitu bikarbonat. Konsentrasi bikarbonat dalam saliva meningkat seiring meningkatnya aliran dan pH saliva . Saliva yang dihasilkan oleh kelenjar parotid pada keadaan istirahat memiliki pH sebesar 5,82 dan konsentrasi bikarbonat sebesar 0,6 mEq/L, sementara bila jumlah aliran saliva meningkat, pH meningkat sampai 7,67 dan konsentrasi bikarbonat meningkat sampai hampir 30mEq/L. Walaupun komponen saliva lain bisa membantu mengontrol pH mulut, sejauh ini bikarbonat merupakan faktor utama, karena hilangnya bikarbonat akan mengurangi kapasitas buffering dari saliva sampai level sangat rendah. Peningkatan daya buffering saliva penting untuk meningkatkan aliran saliva. Hal ini berlangsung di bawah keadaan normal pada proses makan, karena mikroorganisme mulut diberikan substrat untuk berfermentasi dan pH mulut menjadi rendah. Jika aliran saliva minimal, seperti pada saat tidur, dayabuffering saliva terbatas. Oleh karena itu penting untuk menghilangkan debris makanan dari mulut untuk meminimalisasi suplai substrat bagi mikroorganisme dan meminimalisasi turunnya pH mulut. 1,85.1 Hipofungsi kelenjar saliva Digunakan untuk istilah bagi gejala subjektif dan tanda objektif dari mulut kering. Xerostomia menjelaskan perasaan subjektif dari kekeringan mulut sehari-hari, yang sering menggangu fungsi oral seperti penelanan dan bicara, demikian juga kesehatan keseluruhan yang berhubungan dengan kualitas hidup. Hiposalivasi adalah istilah berdasarkan pengukuran objektif dari produksi saliva, menggambarkan kondisi dimana laju aliran saliva berkurang secara abnormal. Xerostomia bisa muncul tanpa memenuhi kriteria pasien untuk diagnosis hiposalivasi dan hiposalivasi dapat tanpa gejala, walaupun xerostomia paling sering dihubungkan dengan laju aliran saliva.

Secara umum, pasien yang mengeluhkan kekeringan mulut pada saat laju aliran saliva tidak terstimulasi (istirahat) normal sekitar 50%. Penurunan laju saliva yang besar berarti ada lebih dari satu kelenjar saliva yang terpengaruh. Gelaja umum yang paling sering yang terkait dengan tanda xerostomia dan hiposalivasi diringkas dalam Tabel 2. Selama masa kanak-kanak, laju sekresi saliva meningkat seiring pertambahan usia, dan tingkat dewasa dicapai paling lambat pada usia 14-16 tahun. Pada anak-anak hiposalivasi adalah kondisi yang tidak biasa, sedangkan pada populasi sebelumnya jauh lebih umum memiliki prevalensi kenaikan penyakit sistemik dan asupan medikasi.

Pengobatan dan menyebabkan keluhan kekeringan mulut dan mempengaruhi laju aliran saliva dan komposisi saliva. Kehadiran penyakit sistemik menjadi penyebab umum gangguan sekresi saliva dan perubahan komposisi saliva (Tabel 3). Penyakit autoimun Sjgrens syndrome, yang memiliki prevalensi sebesar 3% dan mempengaruhi wanita dalam rentang usia 40-60 tahun adalah contoh yang paling menonjol.Tabel 1.Gejala Oral dan Tanda Kekeringan Mulut (Xerostomia dan Hiposalivasi)

Tabel 2. Beberapa Penyebab Hipofungsi Kelenjar Saliva yang Menyebabkan Laju Aliran Saliva Rendah dan Perubahan Komposisi Saliva

Pasien dengan hipofungsi kelenjar saliva menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya karies gigi dan infeksi rongga mulut. Perawatan pencegahan intensif untuk karies gigi disesuaikan dengan kebutuhan individu. Konsep kunci dari manajemen pencegahan dental termasuk intruksi kebersihan rongga mulut (oral hygiene instructions)untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut dan secara rutin diperiksa setiap 3 bulan, termasuk kontrol plak, instruksi diet dan saran, dan aplikasi topikal flour untuk mengurangi aktivitas karies dan memelihara gigi geligi.

Pada pasien dengan laju aliran saliva rendah, efek menguntungkan dari flour pada gigi adalah memperpanjang efek pembersihan. Selama makan, pasien hiposalivasi disarankan untuk minum sedikit-sedikit dan setelah makan, mulut harus dibilas benar-benar dengan air. Stimulasi gustatory budpengunyahan dengan penggunaan makanan manis bebas gula atau permen karet sedikit gula, untuk menstimulasi peningkatan sekresi saliva.

5.2 Sialolithiasis (batu kelenjar saliva)

Sialolith adalah bentuk organik yang terkalsifikasi pada system sekretatis di glandula saliva mayor. Penyebab bentuk sialolith masih belum diketahui. Struktur sialolith yaitu kristal yang sebagian besar terdiri dari hydroksiapatit. Prevalensi sialolith bervariasi menurut lokasinya yaitu kelenja submandibular (80-90%), parotid (5-15%) dan sublingual (2-15%).Pasien dengan sialolithiasis mempunyai tanda-tanda akut, sakit dan bengkak yang hilang timbul.sialolith memghambat saluran sehinga stimulasi saliva meningkat dan output menurun. Komplikasi dari sialolith yaitu sialadenitis, duktus dilatasi dan duktus striktus.

5.3 Chronic Sclerosing Sialadenitis

Penyakit infeksi pada glandula saliva submandibular yang disebabkan oleh hasil proses imun oleh intraductal agents. Sialadenitis merupakan infeksi bakteri pada kelenjar ludah biasa terjadi karena obstruksi batu atau hiposeksresi ludah. Tanda tanda di pasien yaitu pembesaran, sakit, dapat terjadi unilateral atau bilateral di glandula saliva submandibular.

5.4 Mumps

Infeksi akut virus yang disebabkan oleh ribonucleic acid (RNA). Mumps dapat ditularkan langsung dengan droplet saliva. Vaksinasi MMR (measles-mumps-rubella) pada anak anak direkomendasi untuk mencegah penularan dari mumps. Mumps ditandai dengan inflamasi glandula salivarius yang membesar, sakit di preaucular, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kasus terbanyak melibatkan glandula parotis dan glandula submandibula(10%). Glandula saliva tiba-tiba membengkak dan sakit bila dipalpasi.

5.5 Sjogrens SyndromeSjogren sindrom suatu penyakit kronik autoimun yang ditandai dengan oral simptom dan keringnya okular, disfungsi eksokrin dan infiltrasi limfositik, destruksi glandula eksokrin. Etiologi sjogren sindrom tidak diketahui dan tidak ada pengobatannya. Sjogren sindrom suatu gangguan sistemik dan kekeringan (dryness) dapat berakibat di area mukosa (hidung, tenggorokan, trachea,vagina) dan kulit dan terlibat di banyak sistem organ (tiroid, paru-paru, ginjal).

Pasien dengan sjogren sindrom mengalami juga arthralgias, myalgia, neuropati periferal, dan kelainan kulit. Keluhan pasien yaitu kering dimulut sehingga sulit mengunyah, menelan dan berbicara tanpa cairan tambahan. Mukosa terasa sakit dan sesitif terhadap rasa pedas dan panas. Pasien yang mengalami kekeringan biasanya menderita pecah-pecah di bibir dan angular cheilitis. Gambaran intra oralnya menunjukkan keadaan yang pucat dan kering.

DAFTRA PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21565/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2778/Bab1-Bab5.docx?sequence=2http://drgdondy.blogspot.com/2009/06/pengaruh-stress-terhadap-kesehatan-gigi.html