006 NAUTIKA

36
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai alat transportasi yang efisien kapal memiliki banyak kelebihan. Dimana kapal dapat mengangkut muatan dalam jumlah yang banyak dibanding menggunakan alat transportasi yang lain. Pada kapa-kapal general cargo banyak yang dibuat dapat melakukan kegiatan bongkar muat sendiri. Kapal dilengkapi dengan alat bongkar muat / ship’s crane untuk melakukan kegiatan bongkar muat terutama di Pelabuhan yang minim fasilitas bongkar muat . Salah satu hal terpenting adalah kapal yang memiliki peralatan bongkar muat atau lazim disebut dengan ship’s crane harus selalu dalam keadaan siap untuk melakukan kegiatan bongkar muat, yang tentunya harus ditunjang dengan kesiapan dari alat bongkar muat itu sendiri. Pada saat kapal melakukan kegiatan bongkar dan muat penulis sering menjumpai permasalahan berupa kerusakan tiba-tiba pada alat-alat bongkar muat / ship’s crane yang tidak terawat. Salah satu faktor timbulnya kecelakaan yang terjadi di atas kapal yang sering penulis jumpai adalah kecelakaan yang disebabkan kerusakan alat bongkar muat yang ada di kapal. Perawatan alat bongkar muat yang tidak berkesinambungan menjadi pemicu utama timbulnya kerusakan alat yang berakibat pada kecelakaan yang menimpa crew kapal atau pada tenaga kerja bongkar muat kapal yang terjadi pada saat kapal sedang melakukan kegiatan bongkar muat. Terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang diakibatkan kurangnya perawatan alat bongkar muat akan berpengaruh pada kelancaran operasioal kapal, yang antara lain menimbulkan : 1. Keterlambatan waktu tiba di pelabuhan berikutnya 2. Biaya operasional bertambah besar

description

Upaya Mengoptimalkan Perawatan Ship’s Crane Di MV. Alvorada

Transcript of 006 NAUTIKA

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Sebagai alat transportasi yang efisien kapal memiliki banyak

    kelebihan. Dimana kapal dapat mengangkut muatan dalam jumlah

    yang banyak dibanding menggunakan alat transportasi yang lain.

    Pada kapa-kapal general cargo banyak yang dibuat dapat melakukan

    kegiatan bongkar muat sendiri. Kapal dilengkapi dengan alat bongkar

    muat / ships crane untuk melakukan kegiatan bongkar muat terutama

    di Pelabuhan yang minim fasilitas bongkar muat . Salah satu hal

    terpenting adalah kapal yang memiliki peralatan bongkar muat atau

    lazim disebut dengan ships crane harus selalu dalam keadaan siap

    untuk melakukan kegiatan bongkar muat, yang tentunya harus

    ditunjang dengan kesiapan dari alat bongkar muat itu sendiri. Pada saat kapal melakukan kegiatan bongkar dan muat penulis

    sering menjumpai permasalahan berupa kerusakan tiba-tiba pada

    alat-alat bongkar muat / ships crane yang tidak terawat. Salah satu faktor timbulnya kecelakaan yang terjadi di atas kapal

    yang sering penulis jumpai adalah kecelakaan yang disebabkan

    kerusakan alat bongkar muat yang ada di kapal. Perawatan alat

    bongkar muat yang tidak berkesinambungan menjadi pemicu utama

    timbulnya kerusakan alat yang berakibat pada kecelakaan yang

    menimpa crew kapal atau pada tenaga kerja bongkar muat kapal yang

    terjadi pada saat kapal sedang melakukan kegiatan bongkar muat.

    Terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang diakibatkan kurangnya

    perawatan alat bongkar muat akan berpengaruh pada kelancaran

    operasioal kapal, yang antara lain menimbulkan :

    1. Keterlambatan waktu tiba di pelabuhan berikutnya

    2. Biaya operasional bertambah besar

  • 2

    3. Image yang negatif / kekecewaan dari konsumen

    4. Konsumen berpaling ke perusahaan lain

    Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis berusaha

    memberikan pemahaman pentingnya perawatan alat bongkar muat,

    maka penulis terdorong untuk menulis makalah ini dengan judul :

    UPAYA MENGOPTIMALKAN PERAWATAN SHIPS CRANE DI MV.ALVORADA

    B. Maksud dan Tujuan

    1. Untuk menganalisa adanya keterkaitan antara kerusakan Ships

    Crane yang bisa menimbulkan kecelakaan kerja dengan

    perawatan alat-alat bongkar muat tersebut. 2. Untuk menganalisa solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi

    tingkat kecelakaan kerja yang diakibatkan kurangnya perawatan

    peralatan Ships Crane di atas kapal MV. Alvorada.

    C. Ruang Lingkup Karena begitu luasnya permasalahan ini maka lingkup bahasan

    dalam penulisan makalah ini dibatasi pada upaya meningkatkan

    Perawatan Ships Crane di MV. Alvorada, yang dipengaruhi

    penyediaan suku cadang/sparepart alat bongkar muat dari

    perusahaan yang kurang, menjadi kendala lain yang ikut berperan

    menambah kerusakan Ships Crane.

    D. Metode Penulisan

    Dalam penulisan makalah ini ,penulis dalam menganalisis data

    dengan menggunakan metode Deskriptif Kualitatif yaitu penelitian

    yang terbatas pada usaha mengungkapkan / membeberkan fakta saja

  • 3

    dengan menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang

    berdasarkan landasan teori / kepustakaan saja.

    Untuk penyusunan makalah ini, secara garis besar penulis

    menjabarkan makalah ini dalam beberapa bab sebagai berikut :

    1. BAB I : PENDAHULUAN

    Dalam Bab ini dibahas latar belakang, maksud dan

    tujuan, ruang lingkup dan metode penulisan.

    2. BAB II : FAKTA DAN PERMASALAHAN

    Dalam Bab ini dibahas mengenai objek penelitian dan

    fakta kondisi. Objek penelitian menceritakan tentang

    data data kapal, muatan kapal dan rute pelayaran

    serta pengawakan kapal. Fakta kondisi menceritakan

    tentang kejadian kejadian di atas kapal selama penulis

    berlayar di kapal tersebut.

    3. BAB III : PEMBAHASAN

    Dalam Bab ini dibahas mengenai landasan teori,

    analaisa penyebab dan pemecahan masalah. ........

    4. BAB IV : PENUTUP

    Dalam Bab ini dibahas mengenai Kesimpulan dan

    Saran-Saran.

  • 4

    BAB II FAKTA DAN PERMASALAHAN

    A. FAKTA

    1. Obyek Penelitian.

    MV. Alvorada adalah jenis kapal general cargo yang berarti

    kapal yang sepenuhnya mengangkut bermacam jenis cargo, yang

    melayani rute Japan, China, Taiwan, Vietnam, Thailand,

    Indonesia. MV. Alvorada dijadikan objek dalam penulisan makalah

    ini, yang berjudul UPAYA MENGOPTIMALKAN PERAWATAN

    SHIPS CRANE DI MV.ALVORADA MV. Alvorada adalah kapal berbendera Panama yang

    mempunyai panjang 115 Mtr, Lebar 20 Mtr, Maximum draft 8.971

    Mtr, DWT 11.663 ton, berat kotor 8716 ton, berat bersih 3785 ton.

    Kapal ini dibangun pada tahun 2008 dan diluncurkan pada tanggal

    13 Juli 2010 di galangan kapal Kegoya Dock Co Ltd,Japan.

    Nama panggilan: 3AYA3, Port Register: Panama, Klas

    Klasifikasi:NK, Hold Capacity no.1 :9464.56 m3, no:2 9442.37 m3, Main Engine:The Hanshin Diesel Work B&W 6S5MC-160,Max

    output Bhp/Rpm:4200 Kw( 5710 PS)X 170 RPM.

    Mesin bantu Engine Yanmar 2 set. Mempunyai Crane 2 ,satu crane Swl 30 t,TwinCrane:60 t,Tipe

    hatch cover:Mac Gregror,Owner:Masashima Shipping Limited

    SA,Manajemen:CSL Maritime SA Tokyo Branch. Di awaki oleh

    orang indonesia semua 16 orang. Adapun fakta kondisi yang terjadi di atas kapal MV.Alvorada

    adalah sebagai berikut :

  • 5

    a. Perusahaan Kurang Memperhatikan Kebutuhan Suku Cadang dari Ships Crane.

    Spare Part ( suku cadang ) untuk peralatan bongkar muat

    sangat dibutuhkan oleh kapal,demi kelancaran bongkar muat.

    Kapal ini dilengkapi dengan 2 buah crane juga spreader untuk

    penggabungan crane dengan SWL 60 tons dalam keadaan

    siap diopersikan. Hal ini apabila tidak ditanggapi secara serius

    maka dapat mengakibatkan kendala dalam keselamatan kerja

    dan proses perawatan Ships Crane .

    Pengawas dari perusahaan yang menangani kapal

    tersebut menyadari pentingnya spare part untuk alat alat

    bongkar muat serta menanggapi laporan-laporan mengenai

    kekurangan peralatan keselamatan kerja, seperti: kaca mata

    pengaman (Safety Goggles), topi pengaman (Safety Helmet),

    sepatu pengaman (Safety Shoes), sabuk pengaman (Safety

    Belt) dan alat-alat keselamatan kerja lainnya yang wajib

    digunakan untuk melakukan jenis-jenis pekerjaan tertentu

    meskipun alat-alat keselamatan itu sudah diminta oleh perwira

    kapal dalam hal ini adalah Mualim I, hal ini karena kapal

    beroperasi diwilayah Indonesia yang selalu melaksanakan

    kegiatan pemuatan di luar muara atau laut bebas, sedangkan

    penerimaan spare part hanya di wilayah Jepang.

    b. Penyelesaian Pekerjaan oleh ABK Sebagai contoh, Wire rope Hoiting crane no.1 sebagian

    sudah ada yang putus dalam satu strand 1-2 line jarak rata

    rata 5 meter juga terpelintir pada ujungnya, hal ini sangat

    berbahaya apabila pada saat kegiatan bongkar muat wire rope

    saling bergesekan dalam waktu yang lama akan aus, maka

    mualim.I memutuskan untuk mengganti wire rope Hoisting

    untuk menghindari kemungkinan terjadi kecelakaan kerja anak

  • 6

    buah kapal maupun buruh di atas kapal dan tertundanya

    keberankatan kapal.

    2. Fakta Kondisi

    a. Anak Buah Kapal Bekerja dengan Peralatan yang Kurang Lengkap.

    Dalam 2 (dua ) kasus kecelakaan kerja yang terjadi di

    atas kapal MV.Alvorada yang penulis amati hal itu disebabkan

    karena pekerjaan dilaksanakan oleh Anak Buah Kapal yang

    bekerja tidak melengkapi diri dengan peralatan keselamatan,

    bahkan sampai tidak memperdulikan keselamatan kerja serta

    kelihatan bingung pada waktu menghadapi suatu pekerjaan. Sebagian dari Anak Buah Kapal tersebut juga sampai

    tidak menyadari bahwa betapa berat dan berbahayanya

    bekerja di atas kapal bila tidak memperhatikan keselamatan

    kerja apalagi tidak menguasai pekerjaan itu dengan baik.

    Untuk bisa memperhatikan keselamatan kerja tersebut maka

    di sini Anak Buah Kapal memerlukan pemahaman secara

    benar tentang tugas yang diberikan kepadanya.

    Penulis juga sering menemukan ABK yang tidak

    memakai peralatan kerja yang sesuai dengan standar

    keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Kalau

    tidak segera di atasi, maka hal ini tentu saja akan

    membahayakan dirinya sendiri dan juga orang lain.

    b. Kecelakaan yang Disebabkan oleh Ships Crane.

    Dari semua data yang penulis kumpulkan selama

    bekerja atau bertugas di atas kapal MV. Alvorada, kecelakaan

    kerja yang terjadi tersebut bermacam-macam penyebab dan

  • 7

    bentuknya yang banyak penulis temukan di lapangan. Oleh

    karena itu maka penulis dalam makalah ini mencoba untuk

    menuangkan beberapa bagian yang penulis anggap perlu dan

    penting. Contoh kasus kerja Anak Buah Kapal tersebut dan

    kerusakan alat bongkar / muat antara lain adalah sebagai

    berikut:

    1) Pada tanggal 18 Agustus 2012, di saat kapal sedang

    mengadakan bongkar di pelabuhan Port Kelang Malaysia

    terjadilah hal hal yang tak diinginkan yaitu handle remote

    cargo runner crane no.2 tidak berfungsi baik untuk

    menghibob atau mengarea tetapi mesin crane masih

    hidup sehingga tidak terjadi kecelakan pada ABK dan

    buruh maupun cargo jatuh, hal tersebut sebetulnya sudah

    dilaporkan pada waktu internal audit dan harus diganti,

    PCB (Piranti Ciruit Board) pada sistem remot handle crane

    no.2 khususnya handle cargo runner namun permintaan

    dari kapal belum dipenuhi oleh pihak perusahaan.

    2) Pada tanggal 11 September 2012, pada saat kapal dalam

    perjalanan dari Oska(Jepang) ke Siam Seaport (Thailand)

    Mualim I memerintahkan kepada Bosun untuk memberi

    grease cargo wire untuk perawatan rutin, dalam pekerjaan

    ini Anak Buah Kapal baik juru mudi maupun kelasi

    tanganya mengalami perdarahan karena memakai sarung

    tangan kain (safety cotton glove) yang seharusnya

    memakai sarung tangan combinasi, hal ini disebabkan

    karena wire cargo tersebut beberapa uratnya ada yang

    sudah putus tetapi belum bisa diganti baru, karena

    permintaan dari pihak kapal belum bisa disupply / dikirim

    oleh bagian logistik perusahan.

  • 8

    c. Sistim Seleksi atau Penerimaan Anak Buah kapal yang Baru Kurang Berjalan dengan Baik.

    1) Kurangnya sosialisasi / familirisasi anak buah kapal

    tentang prosedur pekerjaan yang berkaitan dengan

    perawatan Ships Crane dikarenakan kurangnya

    pengalaman kerja anak buah kapal tersebut. 2) Prosedur penerimaan anak buah kapal belum memenuhi

    ketentuan serta persyaratan yang ditetapkan yaitu tentang

    seleksi anak buah kapal yang akan bekerja harus memiliki

    pengalaman, sertifikat-sertifikat serta pengetahuan yang

    memadai.

    B. PERMASALAHAN

    1. Identifikasi Masalah

    a. Suku cadang Tidak Cukup Tersedia Di Kapal

    Berbagai spare part atau suku cadang untuk crane di

    kapal antara lain : wire rope, sheave ( piringan block ), lower

    cargo runner block ( rumah piringan block ), shackle, hook, as

    piringan block seharusnya tersedia lengkap di kapal, tetapi

    yang penulis temukan suku cadang tersebut sangat minim

    jumlahnya, bahkan pada suku cadang lower cargo runner ,

    sheave, shackle, hook dan as piringan block sama sekali tidak

    tersedia di kapal, yang tersedia untuk Crane no.1 hanyalah

    wire rope untuk luffing dan slewing, hal ini tentunya akan

    menghambat kelancaran operasi bongkar muat kapal, dalam

    keadaan salah satu suku cadang tersebut rusak, maka

    perbaikan Crane no.1 tidak dapat langsung dikerjakan. Akibat

    lain adalah keterlambatan dalam bongkar muat dan

    keterlambatan keberangkatan kapal walaupun tidak terjadi

  • 9

    kecelakaan pada ABK dan buruh bongkar muat tetapi

    kehilangan waktu untuk membalik wire rope cargo runner

    Crane no.1 sheave adalah salah satu contoh kendala yang

    diakibatkan kurangnya perawatan komponen crane hal ini

    adalah wire rope cargo runner yang tidak diganti selama 2.5-

    tahun karena jarang dipergunakan. Penggantian wire rope

    yang rusak tidak bisa langsung dilaksanakan karena

    ketiadaan suku cadang tersebut, perlu menunggu sampai

    dipelabuhan Jepang pengiriman Spare Part hanya di wilayah

    Jepang untuk menghindari keterlambatan maka kegiatan

    bongkar muat dibantu oleh Forklift untuk memindah muatan ke

    posisi yang dapat dijangkau oleh Crane no. 2 yang tentunya

    memerlukan biaya untuk menyewa Forklif selama dalam

    proses perbaikan. Untuk mengatasi hal seperti ini maka

    mualim.I mengambil keputusan untuk membalik wire cargo

    yang terpelintir dengan demikian kegiatan bongkar muat

    kembali normal kembali dan tidak terjadi kecelakaan baik

    ABK kapal maupun buruh bongkar muat.

    b. Kurangnya Pengawasan Terhadap Komponen Ships Crane.

    Pada umumnya kerusakan komponen crane kapal

    salah satunya diakibatkan kurangnya pengawasan baik oleh

    bagian dek untuk komponen luar atau yang dapat dilihat dari

    luar yang meliputi : wire rope, sheave, lower cargo runner

    block, shackle, hook, dan lain-lain, sedangkan komponen

    mesin crane adalah menjadi tanggung jawab engine

    departemen. Kerusakan komponen crane secara tiba-tiba

    adalah akibat yang timbul dari kurangnya pengawasan pada

    tiap komponen alat bongkar muat. Pada banyak kasus penulis

  • 10

    sering menjumpai kili-kili hook lower cargo runner block tidak

    berfungsi dengan baik atau tidak berputar dengan lancar yang

    mengakibatkan wire rope cargo runner terpelintir dan terjadi

    gesekan antara wire dengan wire juga gesekan antara wire

    rope dengan sheave block yang mengakibatkan terjadi ke

    ausan pada wire rope dan sheave bolck. Komponen-

    komponen dari crane yang tidak pernah ada penggantian

    dalam tempo yang lama atau bertahun-tahun ini akibat dari

    kurangnya pengawasan. Dari beberapa kasus yang penulis

    jumpai kerusakan komponen pada bagian crane sering

    menimbulkan kecelakaan yang menimpa anak buah kapal

    maupun tenaga kerja bongkar muat / TKBM, apalagi sebagian

    besar tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan

    Indonesia kurang memiliki kesadaran dalam memakai alat

    pelindung diri, sehingga mengakibatkan kecelakaan yang

    sebenarnya dapat dihindari jika memakai alat pelindung diri.

    Tugas pengawasan komponen bagian luar dari crane berada

    pada bagian dek dalam hal ini Mualim satu, yang dalam

    pelaksanaanya dilakukan oleh Bosun serta ABK dek. Mualim

    satu dituntut agar dapat melaksanakan fungsi pengawasan

    crane dengan sebaik-baiknya, sehingga dalam

    pengoperasiannya diharapkan tidak akan mengakibatkan

    rusaknya crane secara tiba-tiba, yang berakibat pada

    kecelakaan, atau keterlambatan kegiatan bongkar muat.

    c. Kurangnya Perawatan Ships Crane dengan Baik Dan Terencana.

    Salah satu kendala perawatan alat-alat bongkar muat

    atau crane kapal yang penulis sering jumpai di MV.Alvorada

    adalah kurang teraturnya pemberian grease pada komponen

  • 11

    crane kapal. Pada wire rope kurangnya grease akan

    mengakibatkan wire rope kering dan berkarat, sehingga dalam

    tempo yang singkat wire rope akan berserabut akibat gesekan

    yang keras karena wire rope tidak licin oleh grease dan

    berbahaya jika tetap dipakai. Pada sheave / piringan block

    yang kering atau tidak dilapisi grease terutama pada bagian

    yang bersentuhan dengan poros akan menyebabkan poros

    cepat aus dan rusaknya sisi-sisi pinggiran sheave itu sendiri.

    Sedangkan pada shackle jika tidak dilapisi grease maka akan

    menimbulkan korosi pada bagian ulirnya. Selain kurangnya

    grease pada komponen-komponen crane, penulis juga sering

    menjumpai komponen-komponen crane dan pada rumah

    operator serta ruangan winches dalam keadaan kotor dan licin

    , ini akan berbahaya bagi keselamatan operator crane

    maupun crew kapal.

    d. Rendahnya Keterampilan Crew Kapal Dalam Merawat Ships Crane.

    Pada banyak kejadian kerusakan Ships Crane penulis

    menjumpai crew kapal baik Mualim, Masinis, maupun ABK

    yang belum terampil dalam menggunakan crane kapal namun

    tetap mencoba menggunakan crane tanpa didampingi oleh

    crew lain yang sudah berpengalaman ini mengakibatkan

    kerusakan pada sebagian besar terjadi pada mesinnya.

    Kecerobohan pada penggunaan tombol-tombol dan handle-

    handle di dalam rumah operator akan berakibat fatal yakni

    crane tidak dapat difungsikan. Pada umumnya crane-crane di

    kapal sekarang sudah dilengkapi dengan limit sensor untuk

    membatasi berat beban yang bisa diangkat ( safety working

    load ), jika muatan yang diangkat crane kapal melebihi SWL

  • 12

    maka alarm akan berbunyi dan lampu indikator akan menyala,

    serta jib crane / boom tidak dapat diturunkan lagi. Pada

    banyak kejadian crew yang belum tahu tidak menekan tombol

    limit sensor ini sehingga bila crane mengangkat beban yang

    melebihi SWL alarmnya tidak akan berbunyi dan akan tetap

    berusaha mengangkat muatan yang pada akhirnya crane

    akan berhenti mengangkat yang menunjukan sudah tidak

    berfungsi / rusak. Di pelabuhan-pelabuhan kecil utamanya

    daerah timur Indonesia masih banyak dijumpai operator crane

    kapal dari perusahaan bongkar muat yang juga kurang

    terampil dalam menggunakan crane, sehingga tampak dari

    cara mengoperasikan crane yang terlihat kasar, ini akan

    berakibat pada terancamnya keselamatan baik anak buah

    kapal atau tenaga kerja bongkar muat yang berada di

    bawahnya. Keterampilan yang minim dari anak buah kapal

    maupun operator crane dari perusahaan bongkar muat juga

    sering mengakibatkan kerusakan pada komponen-komponen

    crane yang lain diantaranya patahnya shackle yang

    menghubungkan rumah piringan block dengan mast / tiang jib

    kapal akibat dari hentakan yang kasar operator crane.

    Banyaknya muatan yang rusak, berlubang dan sobek pada

    saat kegiatan bongkar muat adalah akibat dari terbenturnya

    muatan dengan bagian-bagian kapal atau dengan muatan

    yang lain pada saat muatan diangkat, yang sebagian besar

    diakibatkan karena operator yang kurang terampil dalam

    mengoperasikan crane kapal.

    e. Kurang Terencanaya Sistem Administrasi Perawatan Ships Crane diatas Kapal.

  • 13

    Buku perawatan crane yang diterbitkan oleh biro

    klasifikasi yang nota bene adalah tugas mualim satu sering

    terabaikan, pencatatan pada setiap kegiatan pengawasan

    serta perawatan crane baik perawatan rutin berupa pemberian

    grease, pembersihan rumah crane, dan yang tidak kalah

    pentingnya adalah pencatatan waktu kapan wire rope diganti,

    atau sheave block diganti, kapan pinion / roda bergerigi

    diturunkan ke darat untuk diganti atau hanya sekadar diservis,

    kapan dilakukan penggantian rumah piringan block, dan

    kapan poros block diganti . Pada saat serah terima jabatan

    dengan mualim satu yang lama penulis mendapati buku

    perawatan crane tidak rutin dicatat, baik tanggal kapan

    dilakukan pengawasan, perawatan rutin crane maupun

    penggantian dari komponen-komponen crane kapal. Hal ini

    memunculkan keraguan pada diri penulus apakah betul

    selama ini diadakan perawatan crane secara rutin di atas

    kapal. Hal ini akan menimbulkan ketidak percayaan dari

    surveyor mengenai kondisi crane kapal yang tidak tercatat

    pengawasan serta perawatannya dalam buku perawatan

    crane. Pada saat NK datang ke kapal untuk melakukan

    pengecekan kondisi crane kapal, menanyakan buku

    perawatan crane dan ternyata pada beberapa bagian tidak

    terisi, ini mengakibatkan timbulnya komplain. Pencatatan buku

    perawatan crane yang tidak rutin akan menimbulkan

    terlupakannya pengawasan serta perawatan crane akibat

    tidak adanya catatan kapan terakhir dilakukan kegiatan

    tersebut, fungsi buku perawatan crane juga sebagai

    pengingat.

    f. Kurang Maksimalnya Pengetahuan Mekanik Ships Crane di atas Kapal.

  • 14

    Pada beberapa kejadian kerusakan crane yang

    menyangkut kelistrikan, bahwa Ships Crane memiliki sistem

    electric-hydraulik, crane tidak dapat digerakan sering penulis

    alami di kapal, pada kebanyakan kejadian masinis di kapal

    kurang memahami perbaikan crane yang menyangkut

    masalah kelistrikan. Kerusakan dilaporkan ke kantor pusat

    dan teknisi dari maker atau electrician dikirim. Masalah yang

    muncul adalah waktu kedatangan electrician yang terkadang

    memakan waktu yang lama. Ini berakibat pada terhambatnya

    kegiatan bongkar muat. Kerusakan crane karena kelistrikan

    juga membahayakan pada keselamatan crew kapal dan

    tenaga kerja bongkar muat serta keselamatan pengoperasian

    kapal. Pada kejadian terbakarnya Piranti Ciruit Board ( PCB )

    penggerak hoist pada crane no. 2 di MV.Alvorada di

    Pelabuhan Port Klang, hoist crane tidak dapat di hibob atau di

    area. Kerusaan ini tidak menimbulkan kecelakaan kerja,

    hanya berakibat pada keterlambatan waktu operasional

    bongkar muat. Kerusakan dapat segera di atasi setelah

    datangnya teknisi listrik dari maker Japan. Pada umumnya di

    kapal-kapal yang menggunakan crane sendiri dalam operasi

    bongkar muat selalu dilengkapi dengan electrician, namun

    penulis menjumpai di kapal tidak terdapat electrician, padahal

    teknisi ini sangat penting peranannya dalam perbaikan crane

    kapal yang menyangkut kelistrikan. Kondisi pada lampu-lampu

    tombol pengoperasian crane yang tidak menyala berakibat

    pada kerusakan crane yang muncul karena ketidaktahuan

    operator. Hal ini dapat diminimalisasi jika semua lampu

    indikator dan lampu tombol menyala. Lampu-lampu

    penerangan crane yang padam tidak menunjang pada

    keselamatan pengoperasian bongkar muat kapal.

  • 15

    Kebutuhan electrician di kapal terutama dalam

    penanganan kerusakan crane kapal karena sistem listrik

    tidak dapat diabaikan. Ketika masinis di kapal tidak dapat

    menangani kerusakan dan electrician tidak ada di kapal,

    akan berakibat pada terhentinya kegiatan bongkar muat.

    Pada pelabuhan-pelabuhan yang sangat padat jadwal

    masuk dan keluar kapalnya seperti pelabuhan Portklang

    Malaysia, kerusakan crane yang tidak segera ditangani

    menimbulkan keterlambatan kepada kapal-kapal. Waktu

    yang digunakan selama perbaikan crane akan menambah

    biaya operasional tidak langsung kapal yakni biaya

    dermaga, biaya pembayaran tenaga kerja bongkar muat

    yang ditambah shift kerjanya, serta biaya sewa crane darat

    dalam hal perbaikan tidak dapat langsung diselesaikan

    karena sparepart yang belum tersedia di kapal. Dalam satu

    kasus ini kapal tidak terjadi kelambatan atau klaim dari pihak

    penerima barang ataupun dari perusahaan buruh bongkar

    muat karena kegiatan bongkar muat tidak terhenti yaitu

    dengan memutar crane no.1 ke posisi no.2 maka kegiatan

    bongkar muat berjalan dengan lancar sambil diadakan

    perbaikan oleh teknisi electrician dari maker Japan.

    Pada saat anak buah kapal yang baru naik selalu

    diberikan pelatihan pengenalan alat-alat kerja yang modern

    dan semua peralatan untuk navigasi dan juga letak dari alat-

    alat tersebut beserta jumlah dan cara pemakaiannya.

    Dimana untuk setiap minggunya selalu diadakan latihan-

    latihan yang berhubungan dengan keselamatan kerja dalam

    merawat kapal sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan

    oleh perusahaan. Tetapi dalam penerapannya sebagian dari

    anak buah kapal terlihat tidak melaksanakannya dengan

    serius dan terkesan lamban yang dapat mengakibatkan

  • 16

    adanya komplain dari pihak pencharter dan juga tidak

    sesuai dengan peraturan perusahaan yang sudah dibuat

    untuk dilaksanakan

    Pada waktu kapal dalam perjalanan dari Kobe ke

    Maptaphut , pada waktu itu anak buah kapal ditugaskan

    untuk merawat alat alat bongkar / muat. Pada saat itu

    sangat terlihat sebagian anak buah kapal kurang

    mengetahui dalam pengenalan peralatan kapal yang baru,

    dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, tugas dan

    tanggung jawabnya pada pekerjaan perawatan itu, sehingga

    tidak dapat terlaksana dengan baik

    2.Penentuan Masalah Utama. a.Suku cadang tidak cukup tersedia di kapal. b.Rendahnya ketrampilan anak buah kapal dalam merawat Ships Crane.

  • 17

    BAB III PEMBAHASAN

    A. Landasan Teori

    Berdasarkan isi dari ISM Code tertuang tanggung jawab dan

    otoritas perusahaan terdapat penunjukan Nahkoda sebagai orang

    yang di beri wewenang melaksanakan implementasi dan pengawasan

    serta tanggung jawab. Tercapainya keselamatan kerja di atas kapal

    tidak mutlak dibebankan kepada Nahkoda saja sebagai pemimpin di

    atas kapal tapi juga sangat ditentukan oleh tindakan dan sikap

    perusahaan untuk menjalankan serta melakukan kewajibannya seperti

    yang tertuang dalam aturan enam (Code 6) Manajemen Keselamatan

    Internasional (ISM Code) tentang Sumber Daya dan personil, yaitu :

    1. Perusahaan harus memastikan bahwa Nahkoda mendapatkan

    dukungan sepenuhnya sehingga tugasnya dapat dilaksanakan

    dengan baik. ( Code 6.1 )

    2. Perusahaan harus memastikan bahwa setiap kapal telah diawaki

    oleh anak buah kapal yang memenuhi syarat dan bersertifikat

    serta memenuhi persyaratan medis secara nasional maupun

    internasional. ( Code 6.2 )

    3. Perusahaan harus menyusun prosedur yang memastikan personil

    baru atau personil yang baru di pindahkan ketugas baru yang

    berhubungan dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan

    diberikan pembiasaan yang cukup terhadap tugas-tugasnya.

    Petunjuk penting yang perlu di siapkan sebelum berlayar harus

    segera disampaikan. ( Code 6.3 )

    4. Perusahaan harus memastikan bahwa seluruh personil yang

    terlibat dalam SMS perusahaan memiliki pengertian yang cukup

  • 18

    atas aturan dan peraturan, code serta garis panduan yang

    bersangkutan. ( Code 6.4 )

    5. Perusahaan harus menyusun prosedur agar semua awak kapal

    menerima informasi yang berkaitan dengan SMS dalam bahasa

    lapangan atau bahasa yang mudah di mengerti oleh mereka.

    (Code 6.6 )

    B. Analisis Penyebab 1. Suku Cadang Tidak Secara Rutin Dikirim Ke Kapal.

    a.Perencanaan Permintaaan Suku Cadang Belum di Buat.

    Mengingat kapal-kapal yang berbendera Panama

    menggunakan macam-macam merk dari berbagai negara dan lagi

    umumnya mesin / peralatan tersebut telah berumur 5 tahun lebih.

    Sedang persediaan suku cadang yang dipersiapkan oleh

    produsen adalah produk paling tua berumur 5 tahun. Para

    produsen peralatan tersebut sedikit sekali yang mempunyai

    perwakilan di Indonesia. Perwakilan yang ada di Indonesia jarang

    sekali menyediakan suku cadangnya, dengan alasan

    peredarannya tidak menentu, karena Plan Maintenence System

    belum / tidak berjalan semestinya. Perwakilan tersebut praktis

    hanya menjalankan admnistrasi saja, bila ada pesanan sehingga

    pesanan suku cadang akan memerlukan waktu yang lama.

    Sedangkan suku cadang dari peralatan yang diproduksi lebih dari

    5 tahun yang lalu harus permintaan khusus. Dengan sendirinya

    harga suku cadang tersebut dari produsen sudah cukup mahal.

    Peraturan pemerintah secara tertulis tentang suku cadang

    kapal sangat membantu perusahaan pelayaran, dan mudah sekali

    pengurusannya. Tetapi kenyataannya adalah lain sekali, di

  • 19

    lapangan akan terdapat invisible cost yang tinggi. Adakalanya

    semua dokumen sudah lengkap tapi dengan alasan tertentu yang

    sulit dimengerti barang belum dapat diterima oleh pemesan, ini

    juga merupakan kelambatan untuk perbaikan crane kapal. Dari

    akibat sulitnya pengurusan di lapangan dan beratnya invisible

    cost. Penyebab lain dari suku cadang tidak dikirim secara rutin ke

    kapal menurut analisa penulis adalah :

    i)Kurangnya komunikasi antara pihak kapal dan pengawas di

    darat.

    ii)Kurangnya kontrol pihak pengawas di darat.

    Hal-hal di atas adalah salah satu penyebab tidak rutinnya

    suku cadang dikirim ke kapal.

    b.Sulitnya Menyediakan Suku Cadang yang Asli .

    Peralatan Ships Crane memerlukan perawatan yang lebih

    insentif ,sesuai dengan pengalaman yang penulis alami bahkan

    semakin tua umur barang perawatan yang diperlukan makin

    banyak ,sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar.

    Dalam perawatan tersebut kemungkinan besar ada penggantian

    bagian-bagian yang sudah tidak layak pakai.

    Sehubungan dengan proses penggantian suku cadang ,kendala

    yang dialami yaitu suku cadang untuk crane terbatas yang ada di

    atas kapal.Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain mahalnya

    harga suku cadang serta sulitnya mencari suku cadang crane

    yang asli dengan harga yang relatif murah.

    Meskipun permintaan suku cadang dari kapal dikirimkan ke kantor

    setiap trip,tetapi pada kenyataan pengiriman suku cadang yang

    diminta dari kapal selalu mengalami keterlambatan .

    Dengan terbatasnya suku cadang yang asli ini mengakibatkan

    proses perawatan yang seharusnya dapat berjalan sesuai dengan

  • 20

    rencana perawatan berkala menjadi terkendala,ataupun awak

    kapal hanya bisa melakukan perawatan biasa tanpa ada

    penggantian bagian yang seharusnya sudah diganti.

    2.Rendahnya Ketrampilan Anak Buah Kapal dalam Merawat Ships Crane. a.Anak Buah Kapal tidak Mendapatkan Pelatihan dan Pendidikan yang Memadai.

    MV.Alvorada adalah kapal berbendera Panama semua buku

    petunjuknya adalah berbahasa inggris ,sedangkan anak buah

    kapal kurang menguasai bahasa inggris sehingga kurang dapat

    mengartikan petunjuk-petunjuk dan keterangan yang ditulis dalam

    buku manual mengoperasikan crane yang ada di kantor kapal(

    Ship Office ) yang mudah untuk dibaca oleh semua anak buah

    kapal.

    Karena anak buah kapal kurang mengerti dalam menggunakan

    bahasa inggris ditambah dengan tidak pernah membaca dan

    belajar buku-buku mengenai cara mengoperasikan Ships Crane

    sangat kurang.

    Kurangnya familiarisasi prosedur perawatan terencana (PMS) juga

    sangat dipengaruhi jalannya perawatan dan pengoperasian kapal.

    b.Rendahnya Tingkat Disiplin Kerja Anak Buah Kapal.

    Merubah kebiasaan seseorang tidaklah mudah dan bahkan

    memang sulit .Meskipun demikian untuk dapat menciptakan dan

    mewujudkan kedisiplinan kerja dalam semua aspek ,maka setiap

    anak buah kapal harus memahami akan pentingnya Ships Crane.

    Rendahnya tingkat disiplin anak buah kapal dalam hal

    pengawasan dan perawatan Ships Crane lebih mengacu kepada

  • 21

    keengganan serta kekhawatiran sebagian besar anak buah kapal

    dalam melaksanakan pekerjaan ini disebabkna oleh:

    i)Kurang kesadaran anak buah kapal akan pentingnya perawatan

    Ships Crane .

    ii)Tingkat bahaya yang tinggi untuk melakukan kegiatan perawatan

    Shipn Crane.

    C. Analisis Pemecahan Masalah

    1. Suku Cadang Tidak Cukup Tersedia di Kapal.

    a. Membuat Perencanaan Pengadaan Suku Cadang.

    Di dalam sistem pemeliharaan dan perawatan alat-alat di

    kapal, pihak kapal saja tidak akan bisa menanangani sendiri

    permasalahan yang ada. Komunikasi antara pihak kapal dan

    pengawas ( superintendent ) di perusahaan adalah sangat

    penting. Dalam hal ini pihak kapal harus aktif melaporkan setiap

    kondisi dan perawatan serta perbaikan-perbaikan setiap alat-alat

    khsusnya mengenai alat-alat bongkar muat yang telah dilakukan

    pihak kapal. Pengawas di perusahaan juga harus tanggap dan

    bergerak cepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang

    dilaporkan dari kapal terutama menyangkut permintaan suku

    cadang, teknisi darat, serta hal-hal lain yang tidak bisa dikerjakan

    oleh Anak Buah Kapal. Mengenai masalah komunikasi antara

    pihak kapal dan kantor perusahaan. Masalah-masalah

    komunikasi mungkin lebih sulit di pelayaran dari pada sektor

    industri lain. Pertama-tama dengan adanya hambatan yang

    disebabkan oleh pemisahan geografis unit-unit perusahaan yang

    tersebar ke semua penjuru dunia. Kedua, adanya hambatan

  • 22

    yang disebabkan oleh ketatnya hirarki jenjang-jenjang jabatan di

    atas kapal. Lebih hebat lagi dari kedua hambatan tersebut

    adalah adanya kesenjangan antara kantor pusat dan kapal-

    kapal. Di sini penulis akan menyoroti hambatan komunikasi yang

    ketiga. Kesenjangan antara pegawai darat di perusahaan

    dengan perwira di kapal sering terjadi. Pegawai-pegawai di darat

    karena kedekatannya dengan manajemen / direksi merasa

    mengetahui apa yang terjadi, mereka merasa bahwa mereka

    adalah bagian dari perusahaan dan mereka loyal terhadap

    perusahaan. Para perwira atau krew kapal yang jauh dari

    manajemen / direksi, tidak mengetahui apa yang sedang terjadi,

    mereka tidak menyatukan diri dengan perusahaan. Pegawai

    darat biasanya mengetahui apa yang sedang terjadi dalam

    perusahaan sedangkan perwira di kapal tidak. Seringkali suatu

    diskusi antara pegawai darat dan perwira kapal berakhir dengan

    perwira kapal menggerutu Pegawai darat berfikir dia adalah

    perusahaan, apabila semua yang dilakukan pegawai darat,

    menyebutkan beberapa fakta tentang masa depan yang tidak

    diketahui sama sekali oleh perwira kapal. Apakah para pelaut

    benar-benar mengetahui dimana kedudukan mereka di

    perusahaan pelayaran ? kebanyakan jawabannya negatif, tetapi

    hal ini bukan berarti bahwa tidak satupun yang dapat dilakukan

    untuk memperbaiki situasi. Banyak cara yang dapat diambil

    untuk memperbaiki komunikasi antara kapal dengan darat, dan

    sejauh ini cara yang paling efektif adalah menugaskan staf kapal

    untuk bekerja di kantor perusahaan di darat. Apabila ini

    merupakan pandangan yang benar, maka dapat difikirkan untuk

    saling menukar karyawan / staf mantan staf di laut, untuk

    mempermudah komunikasi kedua belah pihak.

    Meskipun hanya dengan pendidikan dan pengalaman

    yang dimiliki, seorang perwira dek dapat dikerjakan sebagai

  • 23

    karyawan pembukuan muatan, kemungkinan sebagai petugas

    pemasaran ( freight canvasser ), di semua seksi departemen

    operasi misalnya pembangunan baru, reparasi-reparasi,

    penunjukan, latihan, korespondensi kapal, di departemen

    klaim, di departemen gudang penyimpanan dan departemen

    penelitian. Perwira mesin dapat dipekerjakan disemua seksi

    dari departemen operasi yang berkaitan dengan aspek-aspek

    teknik kapal, di departemen gudang penyimpanan, dan

    departemen penelitian. Penggunaan sebanyak mungkin pelaut

    untuk bekerja di kantor perusahaan pelayaran dianjurkan,

    untuk menjembatani jurang pemisah antara kedua kelompok.

    Beberapa perusahaan telah menggunakan sejumlah

    perwira kapalnya di kantor mereka di darat tetapi metode-

    metode pemilihan berbeda. Pada suatu perusahaan tertentu,

    semua perwira di kapalnya diminta untuk menyatakan

    pilihannya mereka sehubungan dengan tugas di darat, dan

    keinginan mereka itu sepanjang memungkinkan dijadikan

    pertimbangan dalam penempatan orang-orang tersebut. Pada

    perusahaan lain, semua lowongan jabatan di darat diiklankan

    dalam majalah perusahaan dan lamaran diminta dari setiap

    pegawai laut yang berminat untuk melamar. Masing-masing

    cara mempunyai kebaikannya sendiri-sendiri dan seyogyanya

    digunakan salah satunya.

    Cara yang efektif untuk menjembatani jurang pemisah

    antara pegawai laut dan pegawai darat dengan kata lain untuk

    memperlancar komunikasi antara kedua belah pihak dan

    untuk memberikan gambaran pada staf kapal tentang praktek

    pekerjaan perusahaan adalah dengan mengadakan

    musyawarah perusahaan atau kursus-kursus singkat. Banyak

    perusahaan yang mengadakan kursus-kursus dalam jabatan

    ini pada umumnya. Berupa kursus satu atau dua minggu yang

  • 24

    diikuti oleh perwiraperwira kapal saja, yang diisi ceramah dari

    manajer-manajer perusahaan yang handal, atau dengan

    diskusi-diskusi yang biasanya berlangsung tiga atau empat

    hari lamanya dan diikuti oleh pegawai laut dan pegawai darat

    dengan jumlah yang sama. Ceramah diberikan dan diadakan

    diskusi tentang aspek-aspek pelayaran dan perkantoran yang

    berkaitan dengan operasi perusahaan. Keuntungan besar dari

    tipe diskusi semacam ini adalah staf dari seluruh seksi-seksi di

    perusahaan saling mengenal masing-masing dan mereka

    lebih mendalami tentang masalah masing-masing. Tipe ketiga

    dari dikusi adalah lebih menyerupai suatu pertemuan sehari.

    Diskusi ini mempunyai keuntungan yang memungkinkan

    manajemen perusahaan menempatkan permasalahan-

    permasalahan mereka dan kebijakan yang akan datang dari

    perusahaan ke perwakilan gabungan pegawai laut yang

    dibandingkan bila hanya beberapa perwira kapal senior yang

    mengikuti diskusi tipe kesatu maupun kedua seperti tersebut

    di atas. Sebaliknya kerugian dari tipe diskusi ini adalah

    beberapa butir kepentingan hanya dapat dicakup secara

    ringkas. Satu hari dalam sebulan disisihkan untuk diskusi

    semacam ini dan semua perwira kapal yang sedang cuti

    diundang ke kantor pusat pada saat tersebut.

    .

    b. Meningkatkan Komunikasi antara Pihak Kapal dengan Superintendent Mengenai Suku Cadang.

    Selain komunikasi antara perwira kapal dan pegawai di

    darat yang sudah penulis ungkapkan di atas, kontrol

    pengawas / superintedent atau manajer di kantor tidak bisa

    diabaikan. Seringkali perwiraperwira di kapal terutama

    perwira-perwira yang baru kesulitan dalam menyelesaikan

  • 25

    pekerjaan perawatan dan perbaikan. Dengan adanya kontrol

    pengawas ke kapal secara rutin, para perwira dapat

    mengkonsultasikan halhal yang menjadi hambatan dalam

    proses perawatan dan perbaikan, prioritas kerja mana yang

    harus dilakukan, prosedur permintaan suku cadang, dan

    sistem perawatan standar yang diterapkan di perusahaan.

    Manajemen Kapal dijelaskan arti pentingnya kontrol

    pengawas atau manajer terhadap kapalkapal yang

    dikelolanya. Hal ini berlaku baik bagi mereka yang di kapal

    maupun di darat. Walaupun pihak kapal selalu melaporkan

    setiap kegiatan pekerjaan perawatan yang sudah dan sedang

    dilakukan.

    Tidak peduli bagaimanapun bagusnya sistem

    pelaporan, seorang manajer perlu untuk melihat sendiri apa

    yang sedang terjadi. Hal ini berlaku untuk setiap manajer

    dalam pelayaran. Dari waktu ke waktu para manajer

    mendatangi lokasi pekerjaan dan berbincang dengan pegawai

    yang terlibat. Kunjungan semacam itu merupakan pelengkap

    dari mekanisme kontrol yang lain. Kunjungankunjungan ini

    tidak bisa dijadikan ukuran, tetapi walaupun demikian

    memberikan pemahaman kepada manajer tentang pekerjaan

    yang dilakukan dan yang paling penting, pengertian pegawai

    yang terlibat di dalamnya. Juga akan melihat dan mendengar

    langsung apaapa kekurangan yang bisa menghambat

    kegiatan perawatan dan perbaikan, misalnya suku cadang,

    karena dengan langsung mengetahui kekurangan suku

    cadang, manajer dapat langsung mengusahakan pengadaan

    suku cadang tersebut. Pihak kapal tidak perlu susahsusah

    untuk mengirim surat atau email permintaan suku cadang

    yang terkadang surat terselip di kantor, atau email yang tidak

    dibuka. Kendala kendala semacam ini akan dapat dikikis

  • 26

    apabila para pengawas secara rutin datang ke kapal untuk

    memantau secara langsung program kerja yang menjadi

    standar perusahaan atau pekerjaan perbaikan terhadap alat

    alat yang rusak. Proses permintaan suku cadang alatalat

    khusunya alatalat bongkar muat sampai barang tersebut

    dikirim ke kapal yang penulis alami begitu rumit ; alasan belum

    diterima pemintaan tersebut, atau belum ditandatanganinya

    permintaan tersebut oleh shipmanajer dan oleh bagian logistik

    sebagai tanda disetujuinya permintaan suku cadang itu

    menjadi alasan klasik setiap penulis menanyakan kapan

    barang atau suku cadang akan dikirim ke kapal. Dengan

    adanya kontrol rutin pengawas atau manajer datang ke kapal

    akan mengurangi kelambatan pasokan suku cadang alatalat

    bongkar muat serta pengawas dapat memastikan setiap

    perawatan alat-alat di kapal berjalan dengan

    berkesinambungan.

    2. Rendahnya Ketrampilan Anak Buah Kapal dalam Merawat Ships Crane.

    a. Diadakan Pendidikan dan Pelatihan di atas Kapal.

    Para anak buah kapal baru ( nol pengalaman ) yang

    diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk

    melaksanakan tugas-tugas pekerjaan mereka.

    Bahkan para anak buah yang sudah berpengalaman pun perlu

    belajar dan menyesuaikan dengan kondisi kapal ,orang-

    orangnya ,kebijaksanaanya,dan prosedur-prosedurnya.

    Mereka juga memerlukan latihan dan pengembangan lebih

    lanjut untuk mengerjakan tugas-tugasnya secara baik.

  • 27

    Ada dua tujuan utama program pendidikan dan latihan anak

    buah kapal.Pertama adalah pendidikan dan latihan untuk

    menutup gap antara kecakapan dan kemampuan anak buah

    kapal dengan permintaan jabatan.Kedua adalah program-

    program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi

    dan efektifitas kerja anak buah kapal dalam mencapai sasaran

    kerja yang telah diterapkan.Meskipun usaha-usaha tersebut

    memakan waktu ,tetapi akan mengurangi perputaran tenaga

    kerja dan membuat anak buah kapal menjadi lebih produktif.

    Lebih lanjut pendidikan dan latihan membantu mereka dalam

    menghindarkan diri dari ketertinggalan dan dapat

    melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.

    Pengertian pendidikan dan latihan adalah berbeda.Pendidikan

    adalah untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan baru yang

    akan meningkatkan prestasi kerja mereka.Latihan dimasudkan

    untuk memperbaiki penguasaan ketrampilan dan teknik

    pelaksanaan kerja tertentu ,rinci dan rutin.Latihan menyiapkan

    para anak buah kapal untuk melakukan pekerjaan sekarang .

    Bagi anak buah kapal yang baru perlu diadakan program

    orientasi .Program orientasi memperkenalkan anak buah

    kapal baru dengan peranan atau kedudukan mereka dengan

    pekerjaannya dengan para anak buah kapal yang lama.

    Program orientasi akan menurunkan perasaan asing,cemas

    dan khawatir para anak buah kapal yang baru.

    Mereka dapat merasa sebagai bagian organisasi secara lebih

    cepat.Mereka lebih terjamin atau aman dan lebih

    diperhatikan.Dengan tingkat kecemasan yang rendah mereka

    akan lebih dapat mempelajari tugas-tugas dengan lebih baik.

    Program orientasi mempercepat proses sosialisasi dan

    penerimaan anak buah kapal baru dalam kelompok kerja.

  • 28

    Meskipun anak buah kapal yang baru telah menjalani

    orientasi yang baik, mereka jarang melaksanakan pekerjaan

    yang memuaskan.Mereka harus dilatih dan dikembangkan

    dalam bidang tugas-tugas mereka. Begitu pula anak buah

    kapal lama yang telah berpengalaman memerlukan juga

    latihan-latihan untuk mengurangi atau menghilangkan

    kebiasaan yang kurang baik.Pendidikan dan latihan

    mempunyai berbagai manfaat jangka panjang yang membantu

    anak buah kapal untuk bertanggung jawab lebih besar diwaktu

    yang akan datang.Program latihan tidak hanya penting untuk

    individu tetapi juga organisasi dan hubungan manusiawi

    dalam kelompok kerja,bahkan bagi negara.Lathan dapat juga

    digunakan apabila tingkat kecelakaan atau pemborosan

    tinggi,semangat kerja dan motivasi rendah atau masalah-

    masalah operasional lainnya.

    Program berupaya untuk mengajarkan berbagai

    ketrampilan tertentu,menyampaikan pengetahuan yang

    dibutuhkan atau mengubah sikap.Agar program efektif,prinsip-

    prinsip belajar harus diperhatikan.Prinsip-prinsip ini adalah

    bahwa program bersifat partisipasif,relevan,pengulangan dan

    memberikan umpan balik mengenai kemajuan peserta latihan.

    Semakin terpenuhi prinsip-prinsip tersebut latihan akan

    semakin efektif.Disamping itu perancanaan program juga

    perlu menyadari perbedaan individual,karena pada

    hakekatnya para anak buah kapal mempunyai

    kemampuan,sifat yang berbeda antara yang satu dengan

    yang lainnya.

    Metode latihan yang digunakan dalam proses pelatihan

    terhadap anak buah kapal adalah mecoba metode

    praktis,anak buak kapal dilatih langsung oleh seseorang yang

    berpengalaman seperti seorang Mualim atau Bosun.Berbagai

  • 29

    bentuk teknik yang digunakan dalam praktek adalah sebagai

    berikut:

    1)Latihan Instruksi Pekerjaan.

    Petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung

    pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk para anak

    buah kapal tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka.

    2)Coaching .

    Atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

    anak buah kapal dalam pelaksanaan kerja rutin mereka.

    3)Penugasan Sementara.

    Penempatan anak buah kapal pada posisi tertentu untuk

    jangka waktu yang ditetapkan.Anak buah kapal terlibat dalam

    pemecahan masalah- masalah organisasional nyata.

    4)Vestibule Training .

    Program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal

    kapal.

    5)Latihan Sensitivitas.

    Anak buah kapal belajar menjadi lebih sensitive ( peka )

    terhadap perasaan orang lain dan lingkungan,Latihan ini juga

    berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi

    tanggung jawab pekerjaan.Oleh karena itu program

    pendidikan dan latihan harus bersifat kontinyu .

    Pengembangan sumber daya manusia jangka panjang adalah

    aspek yang semakin penting dalam organisasi .Melalui

    pengembangan anak buah kapal yang ada sekarang akan

    mengurangi ketergantungan perusahaan pada penarikan

    tenaga kerja yang baru.Bila para anak buah kapal

    dikembangkan secara tepat ,promosi dan tranfer lebih

    mungkin dipenuhi terlebih dahulu secara internal dan juga

    menunjukan kepada anak buah kapal bahwa mereka

  • 30

    mempunyai kesempatan berkarier.Manfaat pengembangan

    juga akan dirasakan perusahaan melalui peningkatan

    kontinuitas operasi-operasi dan semakin besar rasa

    keterikatan anak buah kapal terhadap perusahaan .

    b. Meningkatkan Kedisiplinan Anak Buah Kapal. Menciptakan tenaga kerja untuk dikapal khususnya

    anak buah kapal yang mempunyai disiplin tinggi,merupakan

    faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan.

    Bagaimanapun profesionalnya atau tingginya sumber daya

    manusianya kalau tidak diiringi dengan kedisiplinan yang tinggi

    ,maka hasilnya tidak akan memuaskan. Disiplin yang baik adalah bukan disiplin yang timbul karena

    paksaan ,melainkan timbul dari kesadaran akan tanggung jawab

    .Rasa tanggung jawab dari pada anak buah kapal yang bekerja

    di atas kapal.Oleh karena itu dapat dibayangkan bagaimana

    akan terwujudnya disiplin dari anak buah kapal apabila

    pembagian kerja tidak baik.

    Beberapa upaya untuk menjadikan anak buah kapal

    agar mempunyai disiplin antara lain sebagai berikut:

    1.Meningkatkan Kesadaran Anak Buah Kapal akan Peraturan yang Berlaku.

    Peraturan adalah pedoman atau pegangan para anak

    buah kapal untuk melaksanakan kewajibannya,sehinga abk

    harus mengerti dan sadar akan peraturan tersebut,agar tugas-

    tugas yang dibebankan dapat diselesaikan dengan penuh

    rasa tanggung jawab dan penuh kesadaran.Untuk

  • 31

    meningkatkan kesadaran tersebut perlu dilaksanakan

    ,pengarahan dari pimpinan di atas kapal.

    2.Meningkatkan Pendidikan Anak Buah Kapal. Pendidikan sangat menentukan kepintaran dan kepandaian

    seseorang Meningkatkan pendidikan dapat ditempuh dengan

    berbagai macam cara diantaranya melalui :

    a)Pendidikan Formal.

    Pendidikan formal bagi para anak buah kapal adalah profesi

    dibidang kelautan sehingga harus melalui pendidikan khusus

    atau pendidikan secara resmi.

    b)Pendidikan informal.

    Selain pendidikan formal perlu adanya pendidikan informal

    untuk mendukung kelancaran pekerjaan yang dilakukan dia atas

    kapal sehari-hari seperti :

    c)Kursus bahasa inggris .

    Kursus bahasa inggris perlu bagi para anak buah kapal untuk

    meningkatkan komunikasi dan menbaca buku manual yang

    berbahasa inggris di atas kapal.

    3.Memberikan Jaminan Keselamatan Dan Keamanan.

    Para anak buah kapal yang bekerja di atas kapal ada

    beberapa pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi adalah

    melumasi wire Ships Crane,pekerjaan ini tentu berhubungan

    dengan resiko bahaya maupun terhadap jiwanya sendiri,oleh

    karena itu anak buah kapal harus di asuransikan karena

    merupakan jaminan keamanan bagi para anak buah kapal

    dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.Dengan adanya

    asuransi maka para anak buah kapal dapat lebih tenang

  • 32

    ,aman,tidak merasa ragu-ragu sehingga semangat kerja

    meningkat dan penuh percaya diri.

    4.Meningkatkan Kesejahteraan.

    Meningkatkan kesejahteraan dapat dari :

    a)Gaji.

    Gaji pokok biasanya telah ditetapklan oleh perusahaan

    pelayaran sehingga untuk peningkatan gaji ini dapat

    ditingkatkan dengan tunjangan kemahalan .Hal ini tentunya

    disesuaikan dengan kemampuan perusahaan karena

    menyangkut semua gaji para anak buah kapal yang bekerja di

    atas kapal tersebut.

    b)Meningkatkan Premi ( Insentif )

    c)Perusahaan menjamin biaya pengobatan.

    Perusahaan pelayaran sedapat mungkin berusaha untuk

    dapat mengganti semua biaya pengobatan yang diterima oleh

    anak buah kapal yang sedang berobat.

    Sehingga anak buah kapal tidak merasa terbebani sehingga

    bekerja dengan tenang ,tentram dan bekerja dengan baik .

    5.Meningkatkan Adanya Rasa Memiliki Perusahaan

    Untuk meningkatkan adanya rasa kepemilikan

    perusahaan,menggerakan anak buah kapal yang mempunyai

    kedisiplinan yang tinggi ,tetapi juga tergantung adanya tata

    hubungan atau komunikasi yang baik.

    Untuk terwujudnya tata hubungan atau komunikasi yang baik

    antara atasan dan bawahan maka perlu adanya saling

    pengertian.Atasan mengerti terhadap keinginan ,perasaan dan

    pikiran-pikiran bawahannya dan juga bawahan mengerti akan

    maksud atasannya.

  • 33

    6.Memberikan Sangsi Kepada Anak Buah Kapal yang Bekerja Tidak Disiplin. Mualim satu tidak ragu-ragu memberi sangsi kepada anak

    buah kapal yang bekerja tidak disiplin di atas kapal.

  • 34

    BAB V PENUTUP

    A.Kesimpulan

    Dari apa yang penulis uraikan pada bab-bab terdahulu maka

    penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu :

    1. Upaya mengoptimalkan perawatan Ships Crane di MV.Alvorada

    di pengaruhi oleh suku cadang tidak cukup tersedia di atas kapal

    dan rendahnya ketrampilan anak buah kapal dalam merawat

    Ships Crane.

    2. Suku cadang Ships Crane tidak cukup tersedia di kapal

    disebabkan oleh suku cadang tidak secara rutin dikirim ke kapal

    dan sulitnya menyediakan suku cadang yang asli.

    3. Rendahnya ketrampilan anak buah kapal dalam merawat Ships

    Crane disebabkan oleh anak buah kapal tidak mendapatkan

    pelatihan dan pendidikan yang memadai dan rendahnya tingkat

    disiplin kerja anak buah kapal.

    4. Suku cadang Ships Crane tidak cukup tersedia di kapal dapat di

    atasi dengan cara membuat perencanaan suku cadang dan

    meningkatkan komunikasi antara pihak kapal dengan

    superintendent mengenai suku cadang.

    5. Rendahnya ketrampilan anak buah kapal dalam merawat Ships

    Crane dapat di atasi dengan cara diadakannya pendidikan dan

    pelatihan di atas kapal dan meningkatkan kedisiplinan anak buah

    kapal.

  • 35

    B.Saran-saran

    Untuk menuju kearah yang lebih baik maka penulis

    menyarankan beberapa hal yaitu:

    1. Nakhoda sebagai pimpinan di atas kapal seharusnya menciptakan

    iklim koordinasi kerja sama yang dinamis diantara anak buah

    kapal .Sehingga masing-masing anak buah kapal lebih

    bertanggung jawab atas tugas dan pekerjaaannya serta

    menyadari pentingnya perawatan Ships Crane di atas kapal.

    2. Pihak perusahaan agar segera menganalisa informasi kebutuhan

    suku cadang di atas kapal,kemudian mengambil tindakan tepat

    untuk menjamin ketersediaan suku cadang yang sesuai dan asli

    dengan daftar permohonan barang.

    3. Guna peningkatan produktifitas yang memadai dan kemajuan

    perusahaan maka kepada pihak perusahaan agar memiliki

    progran pengembangan sumber daya manusia sehingga anak

    buah kapal mempunyai kesempatan baik untuk memiliki wawasan

    yang lebih luas dan kenaikan jenjang karir.

    4. Perusahaan terus mengadakan pengawasan yang seksama

    terhadap manajemen perawatan kapal yang dilaksanakan

    berdasarkan PMS sehingga proses perawatan Ships Crane dapat

    dilaksanakan dengan optimal.

    5. Perusahaan pelayaran mengirim suku cadang yang diminta oleh

    pihak kapal sehingga perawatan Ships Crane dapat dilaksanakan

    sesuai dengan PMS dan terencana.

  • 36

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soewedo Hananto Prof. Capt. M.Mar & Engkos Kosasih,SE,MM (2007), Manajemen Perusahaan Pelayaran, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

    2.Jatim Rozaimi, (2003), Kodifikasi Manajemen Keselamatan Internasional (ISM Code), Yayasan Bina Citra Samudra, Jakarta.

    3.Danuasmoro Goenawan ( 2003 ), Manajemen Perawatan, Penerbit: Yayasan Bina Citra Samudra,Jakarta.

    4.Manajemen Dan Perbaikan , Penerbit :NSOS ( 2006 )

    5.Watoro Judosastro (2006), Perawatan Dan Perbaikan Kapal Laut ( P2KL) BP3IP,Jakarta

    PENDAHULUANA. Latar BelakangSebagai alat transportasi yang efisien kapal memiliki banyak kelebihan. Dimana kapal dapat mengangkut muatan dalam jumlah yang banyak dibanding menggunakan alat transportasi yang lain. Pada kapa-kapal general cargo banyak yang dibuat dapat melakukan k...Pada saat kapal melakukan kegiatan bongkar dan muat penulis sering menjumpai permasalahan berupa kerusakan tiba-tiba pada alat-alat bongkar muat / ships crane yang tidak terawat.Salah satu faktor timbulnya kecelakaan yang terjadi di atas kapal yang sering penulis jumpai adalah kecelakaan yang disebabkan kerusakan alat bongkar muat yang ada di kapal. Perawatan alat bongkar muat yang tidak berkesinambungan menjadi pemicu utama ...B. Maksud dan Tujuan1. Untuk menganalisa adanya keterkaitan antara kerusakan Ships Crane yang bisa menimbulkan kecelakaan kerja dengan perawatan alat-alat bongkar muat tersebut.2. Untuk menganalisa solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja yang diakibatkan kurangnya perawatan peralatan Ships Crane di atas kapal MV. Alvorada.C. Ruang LingkupKarena begitu luasnya permasalahan ini maka lingkup bahasan dalam penulisan makalah ini dibatasi pada upaya meningkatkan Perawatan Ships Crane di MV. Alvorada, yang dipengaruhi penyediaan suku cadang/sparepart alat bongkar muat dari perusahaan yang k...

    D. Metode PenulisanDalam penulisan makalah ini ,penulis dalam menganalisis data dengan menggunakan metode Deskriptif Kualitatif yaitu penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan / membeberkan fakta saja dengan menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang berdasa...Untuk penyusunan makalah ini, secara garis besar penulis menjabarkan makalah ini dalam beberapa bab sebagai berikut :1. BAB I : PENDAHULUAN2. BAB II : FAKTA DAN PERMASALAHAN3. BAB III : PEMBAHASAN4. BAB IV : PENUTUPBAB II

    A. FAKTA1. Obyek Penelitian.MV. Alvorada adalah jenis kapal general cargo yang berarti kapal yang sepenuhnya mengangkut bermacam jenis cargo, yang melayani rute Japan, China, Taiwan, Vietnam, Thailand, Indonesia. MV. Alvorada dijadikan objek dalam penulisan makalah ini, yang ber...MV. Alvorada adalah kapal berbendera Panama yang mempunyai panjang 115 Mtr, Lebar 20 Mtr, Maximum draft 8.971 Mtr, DWT 11.663 ton, berat kotor 8716 ton, berat bersih 3785 ton. Kapal ini dibangun pada tahun 2008 dan diluncurkan pada tanggal 13 Juli 201...Nama panggilan: 3AYA3, Port Register: Panama, Klas Klasifikasi:NK, Hold Capacity no.1 :9464.56 m3, no:2 9442.37 m3,Main Engine:The Hanshin Diesel Work B&W 6S5MC-160,Max output Bhp/Rpm:4200 Kw( 5710 PS)X 170 RPM.Mesin bantu Engine Yanmar 2 set.Mempunyai Crane 2 ,satu crane Swl 30 t,TwinCrane:60 t,Tipe hatch cover:Mac Gregror,Owner:Masashima Shipping Limited SA,Manajemen:CSL Maritime SA Tokyo Branch. Di awaki oleh orang indonesia semua 16 orang.Adapun fakta kondisi yang terjadi di atas kapal MV.Alvorada adalah sebagai berikut :2. Fakta KondisiB. PERMASALAHAN2.Penentuan Masalah Utama.a.Suku cadang tidak cukup tersedia di kapal.b.Rendahnya ketrampilan anak buah kapal dalammerawat Ships Crane.