0-Baguskeragaan Dan Sistem Penunjang Keputusan

228
KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUH- MAJALENGKA Oleh: ANNASTIA LOHJAYANTI F34102072 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of 0-Baguskeragaan Dan Sistem Penunjang Keputusan

KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI

PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUH-

MAJALENGKA

Oleh:

ANNASTIA LOHJAYANTI

F34102072

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI

PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUH-

MAJALENGKA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANNASTIA LOHJAYANTI

F34102072

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Annastia Lohjayanti. F34102072. Keragaan dan Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jati Tujuh-Majalengka. Di bawah bimbingan Bapak Marimin dan Bapak Andes Ismayana. 2007.

RINGKASAN

Keberadaan industri gula di Indonesia memegang peranan penting bagi masyarakat Indonesia dan sektor industri lainnya karena gula merupakan salah satu komponen penting yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan juga diperlukan sebagai bahan baku bagi industri lain seperti makanan serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Kebutuhan gula terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2001, impor gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri. Harga impor yang relatif murah telah mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula (PG) atau firms untuk bertahan dalam Industri Gula Nasional (IGN).

Masalah utama dari industri gula adalah adanya inefisiensi dari industri gula, yaitu pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah mengalami masa yang aus dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari pabrik itu juga rendah dan tidak cukup baik. Ketiga, dari sisi organisasi BUMN yang relatif lamban kinerjanya, tidak ada inovasi manajemen dan inovasi produksi yang makin baik. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kelancaran dan efisiensi proses produksi yang akan berpengaruh terhadap kualitas produk akhir serta stasiun proses mana dalam kegiatan produksi gula tersebut yang potensial untuk dikendalikan. Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini dirancang dan dikembangkan di PT Pabrik Gula Jatujuh dalam suatu paket program komputer. Sistem yang dirancang untuk para stake holder dalam industri gula ini dikembangkan dengan nama SWEETCON.PROSION.

Paket program SWEETCON.PROSION tersusun atas 4 bagian utama, yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Basis Dialog. SWEETCON.PROSION terdiri dari empat model, yaitu model komponen kritis proses, model kemampuan proses, model efisiensi proses produksi, dan model SPK pengendalian proses produksi.

Perhitungan kemampuan proses dengan menggunakan deviasi maksimal sebesar ±10 persen dan diverifikasi dari data Pabrik Gula Jati Tujuh, didapatkan deviasi stasiun gilingan sebesar 1,53 persen, pemurnian sebesar 8,40 persen, penguapan sebesar 0 persen, kristalisasi sebesar 0 persen, dan putaran sebesar 6,26 persen. Hasil tersebut menunjukkan kinerja masing-masing tahapan proses sudah baik dan dalam keadaan terkendali. Model komponen kritis mempunyai keluaran yaitu mesin gilingan yang merupakan komponen paling kritis dengan nilai ECR yang di dapat sebesar 81,49 persen, kemudian mesin penguapan 79,69 persen, mesin kristalisasi 76,59 persen, mesin pemurnian 75,79 persen, dan mesin putaran dengan nilai ECR sebesar 72,64 persen.

Model efisiensi memiliki keluaran efisiensi absolut dan relatif. Pengukuran efisiensi relatif menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analisys). Keluaran yang dihasilkan oleh model efisiensi relatif per indikator didapatkan indikator siklus energi (43,45 persen) dan lingkungan produk akhir (57,97 persen) tidak efisien secara relatif sedangkan indikator siklus bahan baku, pengoperasian peralatan statis, dan masukan telah efisien secara relatif dengan nilai efisiensi sebesar 100 persen. Perhitungan efisiensi absolut menunjukkan bahwa siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis sudah memiliki tingkat efisiensi teknis yang baik karena mendekati 100 persen, yaitu masing-masing bernilai 95,56 persen dan 89,67 persen, sedangkan siklus energi, lingkungan produk akhir dan masukan tidak efisien secara teknis dengan nilai efisiensi teknis masing-masing sebesar 41,52 persen, 31,90 persen, dan 43,24 persen. Begitu pula dengan perhitungan efisiensi ekonomis didapatkan efisiensi siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis telah efisien dengan masing-masing nilai sebesar 100 persen dan 99,91 persen, sedangkan siklus energi, lingkungan produk akhir dan masukan tidak efisien dengan nilai efisiensi masing-masing sebesar 0 persen, 27,24 persen, dan 0 persen.

Penyusunan hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierarchy Process) didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi terkendalinya suatu proses produksi gula kristal antara lain mesin dan peralatan (0,306), kemampuan proses (0,291), SDM (0,179), manajemen (0,129), dan faktor eksternal (0,095). Nilai kepentingan mesin dan peralatan dilihat dari nilai ECR masing-masing peralatan (model komponen kritis) dan nilai kepentingan kemampuan proses dilihat dari keluaran model kemampuan proses, sedangkan untuk pembobotan faktor SDM, manajemen, dan eksternal dilakukan oleh pakar yang berkompeten di bidang pergulaan. Hasil pembobotan menunjukkan bahwa stasiun gilingan (0,308) merupakan tahapan proses yang paling kritis sehingga hendaknya para pengambil keputusan dalam proses produksi gula lebih meningkatkan pengawasan dan melakukan tindakan pengendalian pada stasiun gilingan, kemudian stasiun pemurnian (0,239), penguapan (0,216), masakan (0,148), dan putaran (0,089). Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh perusahaan pada stasiun gilingan adalah memperhatikan kualitas bahan baku yang akan masuk proses dan melakukan kegiatan perawatan dan perbaikan mesin gilingan yang lebih baik.

Kata kunci : gula, pengendalian proses, kemampuan proses, efisiensi,

Equipment Critically Rating, Analitical Hierarchy Proses, Data Envelopment Analysis.

Annastia Lohjayanti. F34102072. Performance and Decision Support System of Sugarcane Process Control in PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jatitujuh-Majalengka. Under supervision of Marimin and Andes Ismayana. 2007.

SUMMARY

Sugarcane industry is the one of the most important for Indonesian people and other industrial because of sugar is one of the most important thing for human needed, and also used as part material for other industrial such as foods, and food processing and preservation industry. Needs of sugar is increasing every year together with rise of people growth. In 2001, sugar impor reach 1,5 million tons sugar or about 50 percent of all domestic consumption. High level of import and low international sugar price had been causing position of most sugar manufacture or firms is difficult to survive on national sugarcane industrial.

Main problem in sugar industrial is inefficiency of canesugar industry itself, caused by the machines and equipments getting old and unreliable. The second is performance of sugarcane manufacte is low, and the third is BUMN performs so slowly and there is no better production management innovation. Based on that situation, this research’s objections are to evaluate and measuring capability in each step of process, identify critical component points on sugarcane processing production efficiency measurement in PG Jatitujuh, and formulating and gives decision support system recommendation of sugarcane production control. This decision support system named SWEETCON.PROSION is designed for sugar manufacturing stake holders and developed to give convenience of monitoring process production and choose which process have to controlled, also helps installation manager to arrange maintenance schedule.

SWEETCON.PROSION program package consist of four main models are model base management system, database management system, and dialogue management system that integrated on central processing system. Model base management system on SWEETCON.PROSION was developed with Microsoft Visual Basic 6.0 which consist of process performance data, equipment weight and criteria data, technical data input, technical data output, economical data input, econimical data output, and process control weight and criteria data.

Process performance measurement using deviation limit ±10 percent and verificated with primary data of PG Jatitujuh, then the result is deviation of milling station is 1,53 percent; purification (8,40 percent); evaporation (0 percent); cristallisation (0 percent) and sentrifugation (6,26 percent). It shows that each station performs good and under controlled. Output of critical component model is machines of which station most critical and analized by ECR (Equipment Critically Rating) methods. The result is milling station as the most critical component by the value 81,49; followed by evaporation (79,69); cristallisation (76,59); purification (75,80); and sentrifugation (72,64).

Efficiency model has output are absolute and relative efficiency. The measurement using DEA (Data Envelopment Analysis) methods which the output shows that energy cycle efficiency (43,45 percent) and final product environment

efficiency (57,97 percent) is inefficient relatively, but material cycle efficiency, equipment static operating efficiency, and input is efficient relatively (100 percent). Analysis of absolute efficiency shows that material cycle efficiency and equipment static operating efficiencyin good efficiency technically by each value is 95,56 percent and 89,67 percent, but energy cycle efficiency (41,52 percent), product environment efficiency (31,90 percent) and input efficiency (43,24 percent) is not efficient. Same result for economical absolute efficiency which material cycle efficiency (100 percent) and equipment static operating efficiency (99,91 percent) in good efficiency, but energy cycle efficiency (0 percent), product environment efficiency (27,24 percent) and input efficiency (0 percent) is not efficient.

Decision support system of sugarcane process control developed using AHP (Analitical Hierarchy Process) and shows that sugarcane processing affect by factors are equipment (0,306), process performance (0,291), human resource development (0,179), management (0,129), and externally factors (0,095). Weight value given by the expert persons for the hierarchy shows that milling station (0,308) is the most critical step base on the biggest weight it got, so that stake holders need to give more attention and making decision to control the milling station, followed by purification (0,239); evaporation (0,216), crystallisation (0,148), and the last is sentrifugation (0,089).

Keywords : sugarcane, process control, process capability, EquipmentCritically Rating, Analitical Hierarchy Process, Data Envelopment Analysis.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI

PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUH-

MAJALENGKA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANNASTIA LOHJAYANTI

F34102072

Dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1984

Di Banyuwangi

Tanggal Lulus : 1 Februari 2007

Disetujui,

Bogor, Februari 2007

Prof. Dr. Ir Marimin, MSc

Dosen Pembimbing I

Ir. Andes Ismayana, MT

Dosen Pembimbing II

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

“Keragaan dan Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi

Gula Kristal di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jatitujuh-Majalengka”

Adalah hasil karya asli sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,

kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 1 Februari 2007

Yang Membuat Pernyataan,

Annastia Lohjayanti

F34102072

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 16

Oktober 1984 dari ayah yang bernama Soewarno dan ibu

yang bernama Dwi Karsi Ridarwati, sebagai anak kedua dari

tiga bersaudara. Dunia pendidikan pertama kali ditempuh

pada tahun 1990 di SD Negeri Kapatihan I Banyuwangi dan

tamat pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SLTP

Negeri 1 Banyuwangi dan lulus pada tahun 1999. Tahun

1999-2000, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah umum yaitu

SMU Negeri 1 Glagah Banyuwangi. Tahun 2002 setelah menamatkan pendidikan

SMU, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 melalui jalur

USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa sekolah menengah pertama, penulis aktif dalam kegiatan

pramuka SLTP Negeri 1 Banyuwangi dan menjadi Sekretaris pada Organisasi

Siswa Intra Sekolah (OSIS), sedangkan pada sekolah menengah umum, penulis

aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah sebagai sekretaris pada SMU Negeri 1

Glagah Banyuwangi. Selama perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam himpunan

profesi yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian)

sebagai pengurus biro Infokom pada periode kepengurusan 2003-2004.

Penulis seringkali mengikuti seminar dan pelatihan, seperti Stadium

General Success Story Alumni Teknologi Industri Pertanian tahun 2003, seminar

Total Quality Management (An Introduction and Application to Total Quality

Management ) pada tahun 2004, seminar plus Linux Diskless System + Internet

Murah pada tahun 2004, seminar Six Sigma (Sig Sigma Application in Bussiness

Strategy) pada tahun 2005, seminar dan pelatihan PR Professional pada tahun

2005.

Pada masa perkuliahan, penulis melakukan praktek lapangan di PT.

Rajawali I Unit Pabrik Gula Krebet Baru II Bululawang, Malang pada tahun 2005

dengan topik “Aspek Manajemen Kualitas (Quality Control dan Quality

Assurance) di PT. Pabrik Gula Krebet Baru II Bululawang-Malang”.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdullillah, penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas

limpahan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula

Kristal Di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jatitujuh-Majalengka”. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang

dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2006.

Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak pihak

yang telah ikut membantu hingga laporan ini dapat terselesaikan. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik I dan

Ir. Andes Ismayana, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik II yang

telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku dosen penguji, atas masukan yang telah

diberikan dalam penyempurnaan skripsi.

3. Bapak Suyudhi, Budi Hariyanto, MT, Metrika Sarmadan atas bantuan dan

bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di PT. Pabrik Gula

Jati Tujuh-Majalengka, Bapak Hadi dan seluruh staff dan karyawan PG

Jati Tujuh atas bantuan dan kerjasamanya.

4. Ibundaku tercinta Dwi Karsi Ridarwati dan Papa Soewarno sumber

inspirasi dan semangatku yang tiada henti mencurahkan doa, perhatian,

kasih sayang, bimbingan dan semua yang terbaik bagi penulis baik selama

penelitian maupun dalam keseharian.

5. Kakakku Hayuningtyas M dan De’ Aini Suri tercinta yang selalu menjadi

saudara sekandung, sahabat, motivator, dan reminder terbaik yang

kumiliki.

6. Mas “Aan” Suliyantono “Joko” atas semangat, perhatian dan kasih

sayangnya baik sebelum, selama, dan sesudah penulis menyusun skripsi.

7. Keluarga keduaku: Ma’ku Nita + Abang Billy, Adinda Nia Agustina, and

all PURI 9-ers (Genta, Amie, Wulan, Ajenk, Indri, Esy, Memey, Dina,

Suci, Liza, Dyu, Tamie, Ijul). Makasih banget buat kecerewetannya.

8. Juwi buat bantuan bimbingannya`dan semangatnya, Lutfi,` Eny dan Indra

‘Monyonk’ sebagai teman seperjuangan.

9. Arin ‘Si Jack’ buat kebersamaan, kegilaan, penderitaan, dan semuanya

dari awal menginjakkan kaki di IPB hingga SKL ditangan.

10. Fifi dan Parlan sebagai teman seperjuangan PL di PG Krebet Baru (Don’t

ever forget it, Guys;)).

11. Candra, Fariz, Nyit-nyit buat persahabatan, keceriaan dan segala

bantuannya selama ini serta semua teman-teman TIN 39 atas kebersamaan,

persahabatan, dorongan dan kerjasamanya.

12. Mba’ Wina dan Mba’ Desi Jatitujuh atas bantuan tempat tinggal dan

akomodasinya.

13. Seluruh teman dan pihak yang telah membantu dan memberikan semangat

kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI .....................................................................................................

DAFTAR TABEL .............................................................................................

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

I. PENDAHULUAN ................................................................................... A. LATAR BELAKANG ....................................................................... B. TUJUAN ............................................................................................ C. RUANG LINGKUP .......................................................................... D. OUTPUT DAN MANFAAT .............................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

A. TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) .............................. B. PROSES PENGOLAHAN GULA KRISTAL .................................. C. KOMPONEN KRITIS PROSES ....................................................... D. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN ............................................ E. EFISIENSI PROSES PRODUKSI .................................................... F. DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) ...................................... G. ANALITICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ................................. H. PENELITIAN TERDAHULU ..........................................................

III. METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................

A. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. B. PENDEKATAN SISTEM .................................................................

1. Analisis Kebutuhan ..................................................................... 2. Formulasi Permasalahan .............................................................. 3. Identifikasi Sistem .......................................................................

C. TATA LAKSANA ........................................................................... 1. Sumber dan Cara Pengumpulan Data .......................................... 2. Pengolahan Data .......................................................................... 3. Perancangan Sistem ..................................................................... 4. Implementasi dan Verifikasi ........................................................

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ................................................

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN .................. B. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN........... C. PRODUK DAN TEKNOLOGI PROSES ......................................... D. SARANA DAN PRASARANA PRODUKSI GULA KRISTAL

PUTIH ...............................................................................................

vi

viii

x

xi

1 1 3 3 4

5

6 7

11 16 17 24 27 29

31

31 33 35 36 36 37 37 38 46 47

48

48 48 50

53

V. PEMODELAN SISTEM .........................................................................

A. KONFIGURASI MODEL ................................................................. B. RANCANGAN GLOBAL SISTEM ................................................. C. KERANGKA MODEL .....................................................................

1. Sistem Manajemen Terpusat ....................................................... 2. Sistem Manajemen Basis Data .................................................... 3. Sistem Manajemen Basis Model ................................................. 4. Sistem Manajemen Basis Dialog .................................................

D. IMPLEMENTASI SISTEM .............................................................. E. VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM ........................................

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................

A. PENGUKURAN KEMAMPUAN (KINERJA) PROSES PRODUKSI ......................................................................................

B. PENENTUAN KOMPONEN KRITIS PENDUKUNG PROSES .... C. PENGUKURAN EFISIENSI PRODUKSI ....................................... D. PENYUSUNAN HIRARKI SISTEM PENUNJANG

KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL ..........................................................................................

E. IMPLIKASI MANAJERIAL ............................................................

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................

A. KESIMPULAN ................................................................................. B. SARAN ..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

LAMPIRAN ......................................................................................................

58

58 61 64 64 64 66 68 68 72

75

75 84 90

107 119

122

122 123 125

127

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10.

Tabel 11.

Tabel 12.

Tabel 13.

Tabel 14.

Tabel 15.

Tabel 16.

Tabel 17.

Tabel 18.

Tabel 19.

Tabel 20.

Tabel 21.

Tabel 22.

Tabel 23.

Tabel 24.

Tabel 25.

Komposisi Tebu Masak dan Niranya ………...............................

Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku .................

Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan .......................................

Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian ..........................................

Parameter Kinerja Stasiun Penguapan ..........................................

Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi ..........................................

Parameter Kinerja Stasiun Putaran ................................................

Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, pendinginan dan

penyaringan ……………………………………………………...

Parameter Kinerja Produk .............................................................

Skala Komparasi ...........................................................................

Kualitas Gula Kristal Putih …………….......................................

Persyaratan kapur tohor .................................................................

Perangkat lunak pengembang SWEETCON.PROSION ...............

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Gilingan ................................

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Pemurnian .............................

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Penguapan ............................

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Masakan ................................

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Putaran ..................................

Hasil Perhitungan ECR Mesin dan Peralatan Proses

Analisis Usahatani Tanaman PC, teknologi standar PTPN ...........

Data yang diperlukan untuk input efisiensi teknis siklus bahan

baku ...............................................................................................

Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan

baku ……………………………………………………………...

Efisiensi teknis siklus bahan baku .................................................

Pemakaian energi untuk proses produksi ......................................

Pemakaian energi total perusahaan ...............................................

6

7

7

8

9

9

10

10

11

41

50

54

70

78

79

81

82

83

87

91

93

93

94

95

96

Tabel 26.

Tabel 27.

Tabel 28.

Tabel 29.

Tabel 30.

Tabel 31.

Tabel 32.

Tabel 33.

Tabel 34.

Tabel 35.

Tabel 36.

Tabel 37.

Tabel 38.

Tabel 39.

Tabel 40.

Tabel 41.

Tabel 42.

Tabel 43.

Efisiensi teknis siklus energi .........................................................

Perhitungan biaya energi proses produksi .....................................

Perhitungan biaya total energi yang dipakai perusahaan ..............

Tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan ........................

Biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual ...........

Efisiensi ekonomis siklus energi ...................................................

Perhitungan sisa bahan baku produk .............................................

Efisiensi teknis lingkungan produk akhir ......................................

Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir ................................

Perhitungan efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis ..........

Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis ....

Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input ...

Efisiensi teknis masukan ...............................................................

Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi ekonomis

masukan …………………………………………………………

Efisiensi ekonomis masukan .........................................................

Efisiensi relatif per indikator ........................................................

Susunan Prioritas Faktor ...............................................................

Susunan Prioritas Kriteria Faktor ..................................................

96

97

97

97

98

98

99

99

100

101

102

102

103

103

103

106

112

114

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.

Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

Struktur Hirarki Equipment Critically Rating .............................

Struktur Dasar Sistem Penunjang Keputusan (Kroenke, 1989) ...

Dua-belas Indikator Efisiensi .......................................................

Efisiensi Frontier dari Dua Input .................................................

Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993) ................

Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................

Diagram Input-Output Sistem Penunjang Keputusan

Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ................................

Struktur Pengolahan Data ECR ...................................................

Konfigurasi model paket program SWEETCON.PROSION ......

Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION ............

DFD Level 0 SWEETCON.PROSION .......................................

DFD Level 1 SWEETCON.PROSION .......................................

Tampilan Splash Screen SWEETCON.PROSION ......................

Tampilan Form Login SWEETCON.PROSION ........................

Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Gilingan .............

Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Pemurnian ...........

Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Penguapan ..........

Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Masakan ..............

Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Putaran ................

Tampilan Model Komponen Kritis ..............................................

Tampilan Model Efisiensi Produksi Absolut ...............................

Tampilan Model Efisiensi Produksi Relatif ................................

Diagram Sebab Akibat Pengendalian Proses Produksi Gula

Kristal ...........................................................................................

Tampilan Model Pengendalian Proses Menu Pembobotan

Alternatif .....................................................................................

Hirarki Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

15

17

20

25

28

34

37

40

57

59

62

63

70

71

77

79

80

82

83

85

104

107

109

111

115

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Lampiran 10.

Lampiran 11.

Lampiran 12.

Lampiran 13.

Lampiran 14.

Lampiran 15.

Lampiran 16.

Lampiran 17.

Struktur Organisasi PG Jatitujuh ..............................................

Neraca Massa Proses Produksi Gula PG Jatitujuh ....................

Skema Pohon Industri Tanaman Tebu .......................................

Perkembangan Produksi Tahunan PG Jatitujuh Periode Tahun

1999-2005 ..................................................................................

Mesin dan Peralatan Produksi Pengolahan Gula di PG.

Jatitujuh ………………………………………………………..

Skema Umum Proses Produksi Gula (Moerdokusumo, 1993) ..

Syarat Gula Kristal Putih (SNI – 2001) .....................................

Program PG Jatitujuh Akselerasi Tahun 2004-2007 .................

Konsumsi Energi di PG. Jatitujuh .............................................

Sasaran PG Jatitujuh Tahun 2006 ..............................................

Rencana Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Tahun 2006 .........

Data untuk perhitungan efisiensi teknis (basis : tahun 2006) ....

Tampilan Hasil Pengolahan Data Kemampuan Proses .............

Hasil Penilaian Kekritisan Komponen Dengan ECR …………

Kuesioner AHP Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal …

Kuesioner ECR Proses Produksi Gula Kristal ...........................

Petunjuk Penggunaan SWEETCON.PROSION ………………

128

129

130

131

132

133

138

139

140

141

142

143

144

154

158

164

173

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberadaan industri gula di Indonesia memegang peranan penting bagi

masyarakat Indonesia dan sektor industri lainnya karena gula merupakan salah

satu komponen penting yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan juga

diperlukan bahan baku bagi industri lain seperti industri tepung, makanan,

serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Pada tahun 2001, impor

gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri.

Kini Indonesia telah menjadi negara pengimpor gula terpenting di dunia

setelah Rusia. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah

mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula (PG) atau firms untuk bertahan

dalam Industri Gula Nasional (IGN), apalagi untuk berkembang (Sawit, et.al,

2003).

Produktivitas gula di Jawa cenderung terus merosot. Hal ini diakibatkan

sejalan dengan waktu, mesin-mesin pabrik gula makin tua dan makin turun

kinerjanya. Sementara itu, sekitar 80 persen jumlah PG (dari 59 buah PG aktif

di seluruh Indonesia tahun 2002) dan sekitar 64 persen areal tebu berada di

pulau Jawa. Sebagian besar (53 persen) pabrik gula di Jawa didominasi oleh

PG-PG dengan kapasitas giling kecil (kurang dari 3.000 ton tebu per hari;

TCD), 44 persen berkapasitas giling antara 3.000-6.000 TCD, dan hanya 3

persen yang berkapasitas giling lebih dari 6.000 TCD. Sekitar 68 persen dari

jumlah PG yang ada telah berumur lebih dari 75 tahun (umumnya berskala

kecil) serta kurang mendapat perawatan secara memadai. Kondisi ini

menyebabkan tingkat efisiensi yang rendah (dilihat dari unit biaya produksi

per kg gula). Biaya produksi gula per unit pada PG berskala kecil jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan PG berskala besar atau bermesin relatif baru.

Bertolak belakang dari Indonesia, industri gula di negara lain makin lama

makin menunjukkan kinerja yang baik, terutama di Thailand, Amerika Latin,

China, dan India. Hal ini berdampak gula Indonesia tidak mampu bersaing

dengan gula impor terutama dari sisi harga.

Permasalahan inefisiensi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang

meliputi teknis dan manajemen. Pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah

mengalami masa yang aus dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari

pabrik itu juga rendah dan tidak cukup baik. Ketiga, dari sisi organisasi

BUMN yang relatif lamban kinerjanya, tidak ada inovasi manajemen dan

inovasi produksi yang makin baik.

Produktivitas gula yang dihasilkan PG-PG di luar Jawa relatif lebih

tinggi dan cenderung terus meningkat. Keadaan ini khususnya terjadi pada

PG-PG yang dikelola oleh swasta dengan penguasaan lahan HGU yang cukup

memadai. Sebagian besar (75 persen) dari PG-PG tersebut berskala lebih besar

dari 3.000 TCD serta berumur relatif muda (terbanyak dibangun pada tahun

1980-an atau setelahnya) sehingga teknologi yang digunakan relatif lebih

mutakhir. Berdasarkan penelitian Cahyadi (2005) terhadap kinerja beberapa

pabrik gula di Jawa yang mewakili pabrik gula skala kecil, sedang dan besar

yaitu PG. Candi Baru, PG. Lestari, dan PG. Ngadirejo masing-masing

menunjukkan kinerja sebesar 12.99 persen, 14.79 persen, dan 12.14 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pabrik-pabrik tersebut kurang baik.

PG Jatitujuh merupakan salah satu unit kegiatan yang berada dibawah

manajemen PT. RNI (Rajawali Nusantara Inddonesia). PG Jatitujuh memiliki

kapasitas produksi ± 4000 TCD dan memiliki lahan berstatus HGU yang

cukup luas, sehingga dimana pabrik gula dengan penerapan pola pengelolaan

budidaya dan penggilingan dalam satu manajemen yang sama sangat

berpotensi dalam peningkatan efisiensinya. Program akselerasi peningkatan

produksi gula dari sisi PG perlu terus dilakukan, untuk itu harus dilakukan

peningkatan kinerja dan efisiensi PG melalui rehabilitasi dan peningkatan

teknologi pabrik, optimalisasi kapasitas giling, serta pengurangan jam berhenti

giling (overall recovery).

Secara umum proses pembuatan gula dari bahan baku tebu dilakukan

melalui berbagai tahapan kegiatan proses. Tahapan-tahapan tersebut antara

lain stasiun gilingan, pemurnian, penguapan, masakan atau kristalisasi, dan

stasiun putaran. Pada setiap tahapan kegiatan proses dihasilkan produk utama

sekaligus produk sampingnya. Kelancaran proses dapat berjalan dengan lancar

dukungan sebuah sistem yang dapat menjaga agar proses dapat selalu

mencapai parameter-parameter yang telah ditetapkan, kapasitas produksi

tercapai, dan proses dapat berjalan tepat waktu. Hal-hal tersebut dapat dicapai

apabila diketahui dimana titik-titik kritis dalam proses yang perlu mendapat

perhatian lebih selama proses berjalan agar apabila terjadi pergeseran keadaan

terkendali atau penyimpangan dapat segera dilakukan tindakan pengendalian

dan perbaikan sehingga proses dapat kembali ke keadaan yang terkendali.

Oleh karena itu evaluasi keragaan PG Jatitujuh perlu dilakukan untuk

dapat melihat sejauh mana efektivitas kegiatan-kegiatan program yang ada.

Dengan adanya evaluasi keragaan ini diharapkan dapat menjawab beberapa

permasalahan yang mungkin terjadi pada pabrik gula terkait dengan

kebijakan-kebijakan perusahaan yang ada. Untuk lebih memudahkan

mengendalikan kegiatan proses produksi yang terdapat pada pabrik gula,

diperlukan juga sistem penunjang keputusan pengendalian proses agar

pelaksanaan kegiatan menjadi lebih optimal. Hal ini didasarkan juga pada

penelitian Cahyadi (2005) terhadap kinerja beberapa pabrik gula di Jawa yang

mewakili pabrik gula skala kecil, sedang dan besar yaitu PG. Candi Baru, PG.

Lestari, dan PG. Ngadirejo masing-masing menunjukkan kinerja sebesar 12.99

persen, 14.79 persen, dan 12.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja

pabrik-pabrik tersebut kurang baik.

B. TUJUAN

Tujuan pengkajian masalah khusus ini adalah:

1. Mengevaluasi proses dan mengukur kinerja/kemampuan setiap proses.

2. Mengidentifikasi titik-titik kritis komponen yang berada didalam proses

pengolahan gula kristal

3. Mengetahui tingkat efisiensi produksi Pabrik Gula Jati Tujuh

4. Memformulasikan dan merekomendasikan sistem penunjang keputusan

pengendalian proses produksi gula kristal putih.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini secara lebih rinci adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel dari tiap-tiap tahapan kritis dalam proses yang

kemudian dipantau dengan metode Statistical Process Control

2. Mengidentifikasi faktor dan titik kritis komponen pendukung proses

melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dan menggunakan metode

Equipment Critically Rating (ECR)

3. Mengukur tingkat efisiensi produksi gula kristal putih yang didasarkan

pada beberapa indikator yang sesuai dengan kondisi perusahaan dengan

menggunakan metode Data Envelopment Analysis

4. Merancang dan memformulasikan sistem penunjang keputusan

pengendalian proses produksi gula kristal melalui metode Analitical

Hierarchy Process (AHP).

D. OUTPUT DAN MANFAAT

Penelitian yang dilakukan menghasilkan output berupa suatu perangkat

lunak yang bernama SWEETCON.PROSION dan dokumen sistem penunjang

keputusan pengendalian proses produksi gula kristal di Pabrik Gula Jati Tujuh.

Formulasi sistem tersebut diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatkan kinerja/kemampuan masing-masing tahapan proses

produksi di Pabrik Gula Jati Tujuh.

2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.

3. Perusahaan dapat memantau kegiatan produksi dan segera mengambil

keputusan untuk melakukan tindakan stasiun produksi mana yang perlu

dikendalikan.

4. Sistem penunjang keputusan pengendalian produksi gula kristal dapat

diterapkan pada Pabrik Gula Jati Tujuh.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN TEBU

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman

setahun yang termasuk famili Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa

pada 39o LU-35o Ls dengan suhu rata-rata 21oC. Tebu dapat ditanam dari

dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas

permukaan laut. Di daerah pegunungan yang suhu udaranya rendah, tanaman

tebu lambat tumbuh dan rendemennya rendah (Sudiatso, 1982). Menurut

Indriani dan Sumiarsih (1992), suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman

tebu berkisar antara 24oC-30oC, terutama di dataran rendah dengan

amplitudo tidak lebih dari 6oC, dengan beda suhu antara siang dan malam

tidak lebih dari 10oC.

Tanaman tebu atau Saccharum officinarum L termasuk kedalam

keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai dengan ujung

batangnya mengandung nira dengan kadar mencapai 20 persen. Nira inilah

yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Disamping itu tebu juga

digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula merah (Anonymous, 1994).

Proses terbentuknya gula rendemen gula tebu yaitu berjalan dari ruas ke ruas

dan tingkat kemasakannya tergantung dari umur ruas. Ruas bagian bawah

lebih tua sehingga kandungan gulanya lebih banyak jika dibandingkan

dengan ruas bagian atas. Tanaman tebu dikatakan sudah optimal jika kadar

gula di sepanjang batang tebu seragam kecuali beberapa ruas bagian pucuk

(Supriyadi, 1983).

Gula yang ada pada batang tebu merupakan hasil kerja (sintesa) dari

tanaman tebu itu sendiri yang hasilnya dari berbagai unsur yang berinteraksi

yaitu unsur air, CO2 di udara dan sinar matahari. Ketiga unsur akan

berinteraksi membentuk heksosa dan pada fase pemasakan heksosa tersebut

akan disintesa menjadi sukrosa. Tebu mengandung berbagai komponen

antara lain serabut, air dan sukrosa. Sebelum diolah, tebu harus digiling

terlebih dahulu hingga dihasilkan nira. Prosentase komponen tebu masak dan

niranya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Tebu Masak dan Niranya

Komponen Tebu Nira

Air (%)

Gula (%)

Serat (%)

Bukan Gula (potasium, sulfat, chlorida,

calsium, phospat, besi, carbonat,as

amino, protein, gum, wax, fat, starch) (%)

Kotoran (%)

70-80

8-12

10-16

2-3

70-90

7-10

2-3

0.1-0.5

Sumber: Direktorat Teknologi, RNI (2005)

B. PROSES PENGOLAHAN GULA KRISTAL

Proses pengolahan tebu menjadi gula pasir terbagi atas tiga tingkatan

yaitu mengeluarkan air gula (nira) dari batang tebu, membersihkan air gula

dari kotoran-kotoran dan mengentalkan air gula sehingga menjadi gula

(Gautara dan Wijandi, 1973).

Secara umum tahapan proses dalam pembuatan gula pasir adalah

sebagai berikut:

1. Penimbangan bahan baku

Bahan baku tebu diangkut dari kebun dengan truk, sesampai di pabrik

akan ditimbang dan dipindahkan ke lori (kereta pengangkut tebu) menuju

meja tebu sebagai tempat dimulainya perlakuan pendahuluan pengolahan

kristal gula (Anonymous, 1984). Menurut Soerjadi (1985), bahan baku

tebu dari lori dibawa ke meja tebu dan tebu tersebut akan mengalami

perlakuan pendahuluan berupa pengupasan dan pencacahan menjadi

fraksi yang lebih kecil. Perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk

mempermudah pengeluaran nira saat pemerahan nira di stasiun gilingan.

Tabel 2. Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku

PARAMETER STANDAR

SYARAT NILAI Satuan Tingkat kemasakan tebu - 24-40 % Jumlah bahan pengotor (trash) ≤ 5 % Kesegaran tebu ≤ 24 jam Pol tebu ≤ 12 % Kadar nira tebu ≥ 80 % Kemurnian nira perahan pertama ≥ 85 %

Sumber: Cahyadi (2005)

2. Penggilingan

Tebu yang bentuknya kecil-kecil tersebut kemudian mengalami

penggilingan. Penggilingan ini dimaksudkan untuk mengambil nira

mentah dari batang tebu dan memisahkannya dari ampas (Soerjadi,

1985). Menurut Rianggoro dan Daryanto (1984), hasil pemerahan tiap

gilingan berbeda, semakin ke balakang semakin kecil hasilnya, karena

nira yang terperah sebagian ada pada bagian parensia yang dengan

penekanan sedikit saja akan terperah dengan %brix terbesar, sedangkan

untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis.

Tabel 3. Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan

PARAMETER

STANDAR

SYARAT NILAI

Satuan PG. Kecil

PG. Sedang

PG. Besar

Kadar sabut - 14-16 % Tingkat Pencacahan (Preparation Index)

> 90 %

Fibre Loading = 200 g/dm2 Imbibisi % sabut ≥ 200 % Persentase nira mentah tebu ≥ 100 %

Persentase ekstraksi nira > 96 %

Kapasitas giling ≥ 1500 3000 4500 TCD Sumber: Cahyadi (2005)

3. Pemurnian

Tujuan pemurnian adalah untuk membuang sebanyak-banyaknya zat

bukan gula sehingga diperoleh nira yang jernih dan mengusahakan agar

kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal (Sartono,

1988). Pemurnian dengan susu kapur dilakukan dalam peti defekator

(bejana yang berfungsi untuk mencampurkan susu kapur dengan nira

mentah) dengan pH 10. Sebelum dialirkan ke dalam peti defekator, nira

mentah dipanaskan pada suhu 75o. Setelah reaksi akan terbentuk endapan

Ca-phospat. Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan gas SO2 dalam peti

sulfitasi sampai pH 7,2. Hasil reaksi berupa endapan CaSO3 yang akan

menyelubungi endapan Ca-phospat sehingga akan menghasilkan endapan

yang kompak dan porous sehingga mudah ditapis. Hasil akhir pemurnian

nira encer dengan kotorannya melalui metode pengendapan dalam peti

pengendap (Rianggoro dan Daryanto, 1984).

Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian

PARAMETER STANDAR

SYARAT NILAI Satuan Turbidity nira ≤ 50 ppm Kadar CaO dalam nira ≤= 80 ppm Jumlah bahan pengasingan bukan gula ≤ 14 %

Persentase pol blotong ≤ 2 % Persentase blotong terhadap tebu ≤ 3 %

Sumber: Cahyadi (2005)

4. Penguapan

Tujuan dari pengendapan adalah untuk memekatkan nira encer,

sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (64oBe)

(Anonymous, 1984). Pada proses penguapan terkadang terjadi adanya

pergerakan akibat dari kurang sempurnanya proses pemurnian.

Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk memperbaiki proses

(Anonymous, 1984).

Tabel 5. Parameter Kinerja Stasiun Penguapan

PARAMETER STANDAR

SYARAT NILAI Satuan Tingkat kekentalan nira ≥ 65 %brix Warna nira kental ≤ Kuning

kecoklatan

Suhu nira jernih ≥ 100 oC Sumber: Cahyadi (2005)

5. Kristalisasi

Kristalisasi adalah proses peningkatan kejenuhan nira dan

pembentukan kristal. Tujuan kristalisasi adalah untuk mendapatkan gula

kristal sebanyak mungkin secara mudah, sederhana dan ekonomis.

Kristalisasi menghasilkan kristal gula dan tetes dalam bentuk campuran

yang dapat dipisahkan di stasiun putaran (Martoharsono, 1997).

Tabel 6. Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi

PARAMETER STANDAR

SYARAT NILAI Satuan Kekentalan masakan - 93-94 % brix Tingkat kemurnian masakan ≥ 85 % Purity drop - 10-15 % Kerataan kristal rata Ukuran kristal - 0.8-1.1 mm

Sumber: Cahyadi (2005)

6. Putaran

Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya

(stroop) menggunakan proses sentrifugasi dalam saringan sehingga

massa akan terlempar. Kristal akan tertahan pada dinding saringan dan

cairan akan menembus lubang saringan. Masing-masing masakan diputar

dalam alat putaran yang berbeda (Soerjadi, 1985).

Tabel 7. Parameter Kinerja Stasiun Putaran

PARAMETER STANDAR

SYARAT NILAI Satuan Kadar air ≤ 1 % brix Warna putih Ukuran kristal - 0.8-1.1 mm

Sumber: Cahyadi (2005)

7. Pengeringan, pendinginan dan pengemasan

Dalam alat pengering dan pendingin gula terdapat penghisap debu

gula untuk kemudian ditangkap dan dilebur kembali. Seteleh dingin dan

kering, gula disaring untuk memisahkan antara gula halus, gula kasar dan

gula produk. Gula halus dan gula kasar akan dilebur kembali sedangkan

gula produk akan ditimbang dan dikemas (Sartono, 1988). Pengemasan

adalah usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan

dengan menggunakan wadah (Soerjadi, 1985). Gula produk ditimbang

dengan timbangan curah dengan skala yang sudah diatur untuk berat

bersihnya, dan langsung masuk ke karung dan dijahit secara otomatis.

Selanjutnya gula produk dibawa ke gudang yang memenuhi syarat untuk

disimpan dan didistribusikan ke konsumen (Anonymous, 1984).

Tabel 8. Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, pendinginan dan penyaringan

PARAMETER STANDAR

SYARAT NILAI Satuan Kadar air gula sentrifugal ≤ 1 %

Suhu gula sebelum masuk karung ≤ 40 oC

Berat gula per karung = 50 kg Kemasan

Karung plastik, inner bag

Sumber: Cahyadi (2005)

8. Produk

Agar dapat dikonsumsi secara lengsung, gula harus memenuhi syarat

SNI gula yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa parameter

penilaian kinerja produk ditampilkan dalam tabel 9.

Tabel 9. Parameter Kinerja Produk

PARAMETER STANDAR

SYARAT NILAI Satuan

GKP 1 GKP 2 GKP 3 Warna kristal ≥ 70 65 60 % Warna larutan (ICUMSA), IU

≤ 250 350 450 IU

Besar jenis butir - 0.8-1.2 0.8-1.2 0.8-1.2 % b/b Susut pengeringan ≤ 0.1 0.15 0.2 mm b/b Polarisasi (oZ, 20, oC)

≥ 99.6 99.5 99.4 % b/b

Gula reduksi ≤ 0.1 0.15 0.2 % b/b Abu kondukiviti ≤ 0.1 0.15 0.2 TCD Zat tidak larut ≤ 5 5 5 derajat Belerang dioksida (SO2)

≤ 30 30 30 mg/kg

Timbal (Pb) ≤ 2 2 2 mg/kg Tembaga (Cu) ≤ 2 2 2 mg/kg Arsen (As) ≤ 1 1 1 mg/kg

C. KOMPONEN KRITIS PROSES

Krisis adalah suatu titik balik untuk menjadi lebih baik atau menjadi

lebih buruk dan merupakan saat yang menentukan. Krisis dapat pula

didefinisikan sebagai suatu saat yang tidak stabil dimana perubahan

mendasar sering terjadi. Hasil positif atau negatif yang terjadi merupakan

probabilitas yang cenderung berulang (Fink, 1986). Selanjutnya Fink (1986)

menambahkan bahwa perusahaan yang dapat membuat perencanaan untuk

suatu keadaan yang kritis maka sebenarnya perusahaan itu selangkah lebih

maju dalam memanfaatkan kesempatan keadaan kritis tersebut dibandingkan

perusahaan yang tidak mempersiapkan perencanaan kritis.

Salah satu strategi untuk mengidentifikasi kekritisan komponen yang

menunjang dalam suatu proses produksi adalah dengan prtimbangan multi

kriteria adalah Equipment Critically Rating (ECR). ECR ini bertujuan untuk

menentukan kekritisan dari alat (equipment) yang dipakai dalam proses

produksi dengan memperhatikan kriteria-kriteria yang berhubungan dengan

strategi persediaan komponen. Keluaran dari ECR adalah tingkat kekritisan

dari mesin atau komponen. Tingkat kekritisan tersebut dapat digolongkan

dalam 4 golongan yaitu Vital, Essential, Support, dan Operational yang

disingkat dengan VESO.

Definisi dari kekritisan equipment dalam suatu sistem produksi

adalah sebagai berikut:

Ukuran untuk dapat mengetahui perbedaan relatif pentingnya peranan

suatu equipment terhadap equipment lain dalam suatu proses produksi.

Menyatakan tingkat besarnya konsekuensi yang akan diterima terhadap

kriteria yang disetujui apabila equipment tersebut mengalami kerusakan

Penggolongan komponen berdasarkan tingkat kekritisannya ke dalam

VESO yang artinya:

1. Vital

Merupakan komponen yang dipergunakan untuk proses utama, vital

terhadap operasi komersial dan keselamatan petugas. Bila komponen

tersebut rusak akan menyebebkan mesin tersebut shutdown, mempunyai

high cost, atau plant/personal safety tidak terjamin. Komponen ini

memerlukan frekuensi monitoring yang tinggi secara periodik. Peralatan

yang termasuk kategori ini adalah semua peralatan proses utama yang

apabila rusak akan langsung mengakibatkan kehilangan produksi dan

penalty cost.

2. Essential

Adalah komponen yang dipergunakan dalam proses atau essential

terhadap operasi komersial. Bila komponen tersebut rusak akan

menyebebkan pengurangan produksi dan mempunyai high replacement

cost. Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring tinggi secara

periodik. Peralatan yang termasuk ketegori ini adalah peralatan proses

dan peralatan auxilary, yang pada umumnya mempunyai unit cadangan

dan apabila rusak tidak langsung mengakibatkan kehilangan produksi,

akan tetapi kerusakan yang berkepanjangan (lebih dari 24 jam) akan

mengakibatkan kehilangan produksi dan pinalty cost.

3. Support

Adalah komponen yang digunakan dalam proses dan memerlukan

periodic monitoring. Bila komponen rusak, tidak akan berpengaruh

terhadap operasi komersial dan safety. Semua peralatan proses lainnya

dan peralatan penunjang kehidupan yang apabila rusak lebih dari 72 jam

baru mempengaruhi kondisi kehidupan masuk dalam kategori support.

4. Operating

Adalah semua komponen yang tidak termasuk kategori 1,2 dan 3 dan

tidak memerlukan periodic monitoring secara rutin. Bila komponen

tersebut rusak, tidak berpengaruh terhadap keselamatan dan operasi

komersial. Semua peralatan non industri dan peralatan penunjang

kehidupan yang tidak termasuk klasifikasi tersebut di atas, termasuk

kategori operasional.

Untuk menentukan faktor-faktor kritis berdasarkan penggolongannya

(VESO) dipengaruhi oleh aspek-aspek yang harus dipertimbangkan

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Aspek-aspek yang sesuai dengan

kriterianya adalah sebagai berikut:

1. Safety: penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang di-handle,

yang mempunyai akibat pada plant safety dan personal safety bila

komponen tersebut rusak

2. Life support : penilaian terhadap komponen berdasarkan kegunaan

komponen tersebut pada plant safety dan personal safety, bila terjadi

kerusakan mengakibatkan tidak terjaminnya plant safety dan personal

safety.

3. Commercial : penilaian terhadap komponen berdasarkan fungsi

komponen tersebut dalam proses produksi bila terjadi kerusakan akan

mengakibatkan gangguan produksi sehingga menimbulkan penalty cost.

4. Sparing Philosophy : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia

tidaknya spare komponen terhadap yang sewaktu-waktu diperlukan

langsung dapat dioperasikan untuk menunjang 100% kapasitas produksi.

5. Mean Down Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan lama

waktu overhaul.

6. Spare Part Lead Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan waktu

yang dibutuhkan dalam pengadaan spare part dari komponen tersebut

untuk keperluan perbaikan/overhaul baik dilihat dari manufacturing time

maupun proses logistik.

7. Reliability : penilaian terhadap komponen berdasarkan keandalan (sering

atau tidaknya komponen rusak sewaktu dioperasikan)

8. Direct Maintenance Cost : penilaian terhadap komponen berdasarkan

harga penawaran langsung dari komponen tersebut.

9. Applicability of Condition Monitoring Technique : penilaian terhadap

komponen berdasarkan kemudahan, ketelitian, dan jumlah/ jenis data

atau informasi yang dapat diperolah dari komponen guna keperluan

pemeriksaan kondisi

10. Vendor availability : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia

tidaknya dukungan pemasok yang sewaktu-waktu diperlukan dapat

membantu untuk mengatasi problem teknis dari komponen tersebut bila

diperlukan.

11. Design Maturity : penilaian terhadap komponen berdasarkan teknologi

disain (rancang bangun) ataupun jaminan disain dari komponen tersebut

sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi dalam mengoperasikan dan

memeliharanya.

Gambar 1. Struktur Hirarki Equipment Critically Rating (Tingkat Kekritisan

Peralatan)

EQUIPMENT CRITICALLY

RATING

- Penyebab Ledakan - Penyebab kenaikan

temperatur - Penyebab kenaikan

tegangan - Penyebab tertimpa/berat - Merusak bagian lain - Penyebab adanya racun

- Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

- Pengaruh terhadap produksi

- Kebutuhan akan Vendor

- Kelengkapan data - Severity kondisi Operasi - Reliability

- Lama waktu Pemesanan

- Lokasi equipment - Fasilitas monitoring - Parameter monitoring - Gangguan terhadap

operasi - Akurasi data - Keahlian petugas

SAFETY

Life Support

Commercial

KEANDALAN

Vendor Availability

Spare Part Lead Time

Applicability of Condition Monitoring Technique

HIRARKI EQUIPMENT

CRITICALLY RATING

D. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah

pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat

untuk mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang

menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil

keputusan sebagai penggunanya. SPK dimaksudkan untuk memaparkan

secara terinci elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang dalam proses

pengambilan keputusan.

Dalam suatu proses pengambilan keputusan, perusahaan akan

menghadapi kesulitan dengan adanya alternatif-alternatif pilihan sebagai

landasan untuk tindakan yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut menuntut

perusahaan untuk tahu dan mengerti tentang masalah yang dihadapi,

alternatif-alternatif yang ada, dan kriteria untuk mengukur atau

membandingkan setiap alternatif guna mendapatkan alternatif yang terbaik.

Sebuah cara penggambaran atau biasa disebut model diperlukan bagi sebuah

perusahaan untuk melihat gambaran masalah tersebut secara menyeluruh

(Assauri, 1999).

Eriyatno (1998), menambahkan bahwa landasan utama dalam

pengembangan SPK adalah konsepsi model. Konsepsi model ini

menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam

penunjang keputusan, yaitu: (a) pengambil keputusan atau pengguna, (b)

model dan (c) data. Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah

sistem manajemen. Masukan dan keluaran untuk pengguna dikelola oleh

sebuah manajemen dialog, untuk pelaksanaan perintah model dikelola oleh

manajemen basis model dan data dikelola dengan baik oleh manajemen basis

data. Selain mengelola data dari SPK, manajemen basis data juga

mengakomodasikan masukan data dari sumber luar sebagai pertimbangan

untuk pengambilan keputusan, seperti data organisasi, data ekonomi dan lain

sebagainya (Kroenke, 1989). Sebuah struktur dasar SPK dapat dilihat pada

Gambar 2.

Eriyatno (1998) menambahkan, bahwa Sistem Manajemen Dialog

adalah satu-satunya subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna yang

berfungsi untuk menerima input dan memberikan output yang dikehendaki

pengguna.

Manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model

untuk mengkomputasi pangambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas

yang tergabung dalam pemodelan SPK, seperti pembuatan model,

implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model

(Eriyatno, 1998).

E. EFISIENSI PROSES PRODUKSI

Setiap manajer ataun pimpinan organisasi selalu berkepentingan dan

memiliki tanggung jawab langsung dalam meningkatkan kinerja

(performance) organisasi yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mengukur

kinerja organisasi (performance measurement) merupakan salah satu

Basis Model

Manajemen Basis Model

Manajemen Basis Data

Manajemen Dialog

Basis Data

Pelayanan Data Eksternal

Pengguna

Sistem Penunjang Keputusan

Gambar 2. Struktur Dasar Sistem Penunjang Keputusan (Kroenke, 1989)

prasyarat bagi manajer agar dapat memobilisasi sumber daya secara efektif

untuk meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinannya. Pengukuran

kinerja dapat memberi arah pada keputusan strategis yang menyangkut

perkembangan suatu organisasi di masa yang akan datang (Makmun, 2002).

Efisiensi adalah salah satu parameter kinerja yang secara teoritis

merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah

organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input

yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran

efisiensi dilakukan, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi bagaimana

mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada,

atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output

tertentu. Hasil identifikasi alokasi input dan output dapat digunakan untuk

analisis penyebab rendahnya tingkat efisiensi (Muliaman et al., 2003).

Tingkat efisiensi dapat diukur secara teknis dan ekonomis. Efisiensi

secara teknis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah

tertentu digunakan kombinasi input yang terkecil dalam satuan fisik.

Efisiensi secara ekonomis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output

dalam jumlah tertentu digunakan biaya terendah (Lipsey, 1987).

Dalam teknis pengukuran kinerja, Saputra (2003) menyatakan bahwa

efisiensi merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk

menentukan kinerja suatu unit kegiatan ekonomi. Efisiensi pada dasarnya

adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya untuk

mencapai tujuan organisasi. Manfaat dari pengukuran efisiensi adalah

sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mengidentifikasi

faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi dan untuk

melakukan analisis-analisis yang memiliki implikasi kebijakan guna

memperbaiki tingkat efisiensi unit kegiatan ekonomi yang bersangkutan.

Menurut Kast (1985), kinerja suatu sistem atau suatu perusahaan

dapat ditinjau dari dimensi luaran sistem yang meliputi, efektifitas, efisiensi

dan kepuasan. Efektifitas berkaitan dengan kinerja dalam pencapaian tujuan,

efisiensi berkaitan dengan penggunaan sumber dan kepuasan berkaitan

dengan penghargaan atas jerih payah partisipasi anggota organisasi.

Permasalahan industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu:

(1) inefisiensi di tingkat usaha tani; (2) inefisiensi di tingkat PG; (3) belum

efektifnya kebijakan pemerintah guna mendorong perkembangan industri

gula Indonesia; dan (4) industri dan perdagangan gula di pasar internasional

yang sangat distortif dimana hanya beberapa negara yang menguasai pangsa

pasar gula internasional dan memberlakukan tarif impor yang rendah.

Masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas dan

rendemen. Rendahnya kualitas bahan baku tebu mempunyai kontribusi

sekitar 60-75% terhadap rendahnya rendemen, sedangkan sisanya adalah

pengaruh inefisiensi pabrik.

Kondisi pabrik gula, terutama yang ada di Jawa yang umumnya sudah

tua, merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya rendemen.

Ketersediaan jumlah bahan baku yang merupakan faktor penting dalam

efisiensi pabrik, semakin terbatas sehingga PG sering mengalami kesulitan

untuk mencapai kapasitas minimum (minimum hari giling) (Lembaga Riset

Perkebunan Indonesia, 2005).

Salah satu sebab rendahnya daya saing industri gula dalam negeri

adalah inefisiensi pabrik-pabrik gula yang ada. Disamping itu permasalahan

kritis yang perlu dipecahkan dalam pabrik gula untuk meningkatkan efisiensi

pabrik adalah tingginya waktu break-down yang disebabkan lemahnya

koordinasi antar stasiun produksi serta kurang optimumnya proses karena

tidak adanya sistem monitoring dan kontrol (http:// www. iptek. net. id/ ind/

jurnal/ jurnal_idx. php?doc= VIII.IIB.10.htm). Faktor inefisiensi yang

bersumber dari faktor manajemen juga memberi kontribusi terhadap

inefisiensi di tingkat PG.

Barbiroli (1996) membedakan efisiensi perusahaan atas efisiensi

teknis dan ekonomis. Kajian ini dikhususkan mengukur tingkat efisiensi

proses, produksi yang berkaitan dengan penggunaan bahan baku, energi,

waktu, penampakan kualitas, dan keperdulian terhadap lingkungan. Untuk

mempermudah mengaudit dan mengevaluasi tingkat efisiensi tersebut

Barbiroli mengajukan 12 indikator efisiensi teknis dan ekonomis.Barbiroli

(1996) memperkenalkan pengukuran efisiensi proses produksi dengan

menggunakan dua belas indikator dengan memperhatikan aspek teknis dan

ekonomisnya. Keseluruhan indikator amat penting untuk diperhatikan demi

kesuksesan aktivitas produksi. Barbiroli (1996) mengukur efisiensi dari dua

belas indikator baik secara teknis dan ekonomis, secara terpisah-pisah

(efisiensi per indikator), secara kelompok (efisiensi per kelompok indikator)

dan secara keseluruhan yaitu efisiensi keseluruhan indikator dengan

mengambil nilai rata-ratanya. Semua pengukuran ini dihitung dengan rasio

dan terpisah-pisah dalam aspek teknis dan aspek ekonomis. Dua belas

indikator Barbiroli ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 . Dua-belas Indikator Efisiensi

Seperti yang tersaji pada Gambar 3, indikator Barbiroli terdiri dari

dua belas pengukuran efisiensi, yaitu :

1. Efisiensi Siklus Bahan Baku

Efisiensi teknis bahan baku merupakan rasio antara “jumlah bahan

baku yang terkandung dalam produk jadi” dan “jumlah bahan baku tanpa

air yang masuk proses”. Efisiensi ekonomisnya merupakan perbandingan

antara “biaya tambahan bahan baku ditambah biaya untuk meng-upgrade

bahan baku yang tidak digunakan dalam proses” dengan “nilai bahan baku

Efisiensi Masukan

Efisiensi Kualitas Produk Absolut

Efisiensi Kualitas Produk Konstan

Efisiensi Volume Produk

Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran

Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis

Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis

Efisiensi Siklus Bahan Baku Efisiensi Siklus Energi

Efisiensi Lingkungan Produk Akhir

Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses

Efisiensi Lingkungan Siklus Energi

yang termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang

terkandung dalam produk”.

2. Efisiensi Siklus Energi

Efisiensi siklus energi menghitung tingkat efisiensi dari energi yang

digunakan di perusahaan. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara

“jumlah total konsumsi energi yang digunakan perusahaan” dengan

“jumlah total energi terpakai untuk proses produksi”. Efisiensi

ekonomisnya merupakan rasio antara “biaya tambahan untuk energi

karena nilai konversi aktual” dengan “nilai energi yang benar-benar

digunakan dalam proses”.

3. Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses

Efisiensi lingkungan keseluruhan proses terdiri atas efisiensi teknis dan

efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara jumlah

total bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi tercemar yang tidak

dibuang ke lingkungan” dengan “jumlah total bahan baku dan bahan

campuran yang berpotensi tercemar dan tidak diubah ke dalam produk”.

Efisiensi ekonomisnya didefinisikan sebagai rasio antara “total biaya

untuk mengurangi potensi yang hilang dari bahan baku dan bahan

campuran yang berpotensi polusi yang digunakan dalam proses dan tidak

diubah ke dalam produk” dengan “nilai bahan baku yang benar-benar

dimasukkan ke dalam produk”.

4. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir

Efisiensi lingkungan produk akhir terdiri atas efisiensi teknis dan

efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara “jumlah

sisa bahan baku yang tidak dibuang ke lingkungan” dengan “jumlah bahan

baku yang terkandung dalam produk” dan efisiensi ekonomisnya

didefinisikan sebagai rasio antara “biaya untuk mengurangi bahan baku

yang dibuang ke lingkungan” dengan “nilai bahan baku dalam produk”.

5. Efisiensi Lingkungan Siklus Energi

Efisiensi teknis dari efisiensi lingkungan siklus energi adalah rasio

antara “jumlah total dari limbah kimiawi dan fisik yang tidak dibuang ke

lingkungan selama siklus energi dari proses” dengan “jumlah total

maksimum dari limbah kimiawi dan fisik selama siklus energi dari

proses”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “total biaya untuk

meminimisasi potensi yang hilang dari limbah yang dihasilkan dalam

siklus energi” dengan “nilai dari energi yang benar-benar digunakan dalam

proses”.

6. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis

Efisiensi pengoperasian peralatan statis mengukur tingkat efisiensi dari

mesin dan peralatan statis yang digunakan di dalam proses produksi

ditinjau dari aspek teknis maupun dari aspek ekonomis. Efisiensi teknisnya

adalah rasio antara “selisih dari waktu kerja potensial peralatan dengan

waktu henti peralatan” dengan “total waktu kerja potensial peralatan”.

Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya tambahan karena adanya

waktu henti” dengan “biaya produksi (pengoperasian)”.

7. Efisiensi Volume Produk

Nilai efisiensi teknis volume produk akhir didapatkan dari

perbandingan antara “jumlah produk yang dijual” sebagai output teknis

dengan “jumlah maksimum produk yang dihasilkan” sebagai input teknis.

Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “nilai maksimum

produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual”

dengan “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan”.

8. Efisiensi Masukan

Nilai efisiensi teknis dari efisiensi masukan didefinisikan sebagai rasio

antara “jumlah optimal lead time per kg dari produk” dengan “total lead

time aktual per unit produk yang diukur untuk kondisi normal”. Efisiensi

ekonomisnya adalah perbandingan antara “biaya produksi aktual per kg

dikurangi biaya produksi optimal per kg” dengan “biaya produksi optimal

per kg”.

9. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis

Nilai efisiensi teknis dari efisiensi pengoperasian peralatan dinamis

adalah rasio antara “total waktu kerja peralatan dikurangi total down time

setelah ada produk baru tanpa modifikasi struktur proses” dengan “total

waktu kerja peralatan”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya

amortisasi per unit untuk produk baru” dengan “rata-rata biaya amortisasi

per unit untuk produk lama”.

10. Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran

Nilai Efisiensi teknis dari efisiensi keanekaragaman produk campuran

merupakan rasio antara “jumlah produk baru yang didapat dari kombinasi

input tanpa modifikasi struktur proses” dengan “jumlah produk yang

didapat dari proses”. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara “biaya

produksi per unit rata-rata untuk produk baru yang didapat dari kombinasi

input tanpa modifikasi struktur proses” dengan “biaya produksi per unit

rata-rata untuk produk campuran gabungan”.

11. Efisiensi Volume Produk

Nilai efisiensi teknis volume produk akhir didapatkan dari

perbandingan antara “jumlah produk yang dijual” sebagai output teknis

dengan “jumlah maksimum produk yang dihasilkan” sebagai input teknis.

Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara “nilai maksimum

produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual”

dengan “nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan”.

12. Efisiensi Kualitas Produk Absolut

Efisiensi ini didapatkan dari penguraian kinerja secara global, diukur

dengan merangkai beberapa faktor kinerja. Efisiensi teknisnya adalah

rasio antara “selisih jumlah produk yang memenuhi standar dengan jumlah

produk gagal” dengan “produk yang memenuhi standar”. Efisiensi

ekonomisnya merupakan rasio dari “selisih biaya produksi aktual per unit

dengan biaya produksi optimal per unit” dengan “rata-rata biaya produksi

per unit”.

Nilai-nilai efisiensi teknis akan semakin baik apabila nilainya

mendekati satu. Efisiensi ekonomis akan semakin baik apabila nilai yang

didapatkan mendekati nol.

Penelitian hanya menggunakan delapan indikator dari kedua belas

indikator tersebut. Indikator-indikator yang digunakan sudah disesuaikan

dengan lingkup penelitian. Delapan indikator tersebut adalah efisiensi siklus

material, efisiensi siklus energi, efisiensi lingkungan produk akhir, efisiensi

kualitas produk absolut, efisiensi kualitas produk konstan, efisiensi

pengoperasian peralatan statis, efisiensi volume produk dan efisiensi

masukan.

F. DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Salah satu metode yang dikembangkan dalam upaya pengukuran

produktivitas perusahaan atau unit kerja tertentu adalah Data Envelopment

Analysis (DEA). Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Charnes et al.

(1978) dan merupakan metode pengukuran produktivitas dengan fungsi

produksi secara non parametrik (Joro et al., 1998).

Metode Data Envelopment Analysis (DEA) diciptakan sebagai alat

evaluasi kinerja suatu aktivitas di sebuah unit entitas. Secara sederhana

pengukuran dinyatakan dengan rasio: input/output yang merupakan satuan

pengukuran produktivitas yang bisa dinyatakan secara parsial (misalnya:

output per jam kerja ataupun output per pekerja, dengan output adalah

penjualan, profit, dsb) ataupun secara total (melibatkan semua output dan

input suatu entitas ke dalam pengukuran) yang dapat membantu

menunjukkan faktor input (output) apa yang paling berpengaruh dalam

menghasilkan suatu output (penggunaan suatu input). Hanya saja perluasan

pengukuran produktivitas dari parsial ke total akan membawa kesulitan

dalam memilih input dan output apa yang harus disertakan dan bagaimana

pembobotannya (Cooper et.al, 2002).

Data Envelopment Analysis (DEA) adalah teknik perhitungan

berdasarkan program linear untuk mengukur performasi relatif unit-unit

terorganisasi dimana kehadiran input dan output majemuk menyulitkan

perbandingan (Emrouzenad, 1999). Metodologi DEA merupakan sebuah

metode non parametrik yang menggunakan model program linier untuk

menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang

dibandingkan. DEA diperkenalkan pertama kali oleh Charnes,Cooper, dan

Rhodes (CCR) pada tahun 1978. Hasil perhitungan metode ini disebut

sebagai nilai efisiensi relatif (Siswandi et al., 2004).

Metode DEA diciptakan sebagai alat evaluasi kinerja suatu aktivitas

di sebuah unit entitas. Secara sederhana pengukuran dinyatakan dengan rasio

antara output dan input yang merupakan satuan pengukuran produktivitas

yang bisa dinyatakan secara parsial ataupun secara total melibatkan semua

input dan output suatu entitas kedalam pengukuran yang dapat membantu

menunjukkan faktor input (output) yang paling berpengaruh terhadap suatu

entitas kedalam pengukuran. Pengukuran ini dapat membantu menunjukan

faktor input (output) yang paling berpengaruh dalam menghasilkan suatu

output (penggunaan suatu input) (Siswandi et al., 2004).

Produk atau organisasi yang akan diukur efisiensi relatifnya disebut

sebagai Unit Pengambil Keputusan (UPK) yang diukur dengan

membandingkan input dan output yang digunakan dengan sebuah titik yang

terdapat pada garis frontir efisien (efficient frontier). Garis frontir efisien ini

mengelilingi atau menutupi (envelop) data dari organisasi yang bersangkutan,

dari sinilah nama DEA diambil. Garis frontir efisien ini diperoleh dari

hubungan unit yang relatif efisien (lihat garis Q-Q' pada Gambar 4).

Gambar 4 . Efisiensi Frontier dari Dua Input

UPK yang berada pada garis ini dianggap memiliki efisiensi sebesar

satu, sedangkan unit yang berada di bawah garis frontir efisien memiliki

efisiensi lebih kecil dari satu. Berbeda dengan pendekatan parametrik yang

menekankan pada optimisasi persamaan regresi (single regression) pada

masing-masing UPK, metode DEA yang menggunakan pendekatan non

parametrik menekankan pada optimisasi pengukuran kinerja untuk masing-

masing UPK (Siswandi et al., 2004). Formulasi matematis metode DEA

dapat dilihat pada persamaan 1 di bawah ini.

A B

C E

D

X1

X2

0

A B

C E

D

X1

X2

0

Q

Q’

Envelopment Frontier

Metode DEA Titik awal

a

k

)1..(..........==∑

1=

1=

inputofsumWeighted

outputofsumWeighted

XV

YUhj m

iijij

s

rrjrj

Keterangan :

m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah UPK (indikator)

hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n

Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r

Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i

Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k

Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k

Misalkan ada n UPK yang akan dievaluasi, maka setiap UPK memberikan

nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk menghasilkan s output,

efisiensi dari UPK ke-j , hj diukur dengan index rasio dimana Xij adalah nilai

positif input ke-i UPK j (i=1,2,..m) dan Yrj adalah nilai ouput ke-r UPKj

(r=1,2,.. s).

Menurut Anderson (2000), beberapa keunggulan dari metode DEA

adalah :

1. DEA dapat digunakan untuk mengevaluasi model dengan input majemuk

(multiple input) dan output majemuk (multiple output).

2. Tidak dibutuhkan asumsi yang menghubungkan antara input dengan

output.

3. Input dan output yang digunakan dapat memiliki unit pengukuran yang

sangat berbeda.

Sebaliknya, keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh metode DEA adalah:

1. Gangguan seperti error pengukuran dapat menyebabkan permasalahan

yang sangat signifikan.

2. DEA tidak dapat menggambarkan efisiensi absolut.

3. Pengujian hipotesis statistik sulit untuk dilakukan karena DEA

merupakan teknik non parametrik.

G. ANALITICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Analitical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu pendekatan analisis

yang bertujuan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak

mempunyai struktur. Analisis ini biasanya diterapkan untuk memecahkan

masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), maupun masalah-masalah yang

memerlukan pendapat (judgement), AHP banyak digunakan pada

pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi

sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi yang dimiliki pihak yang

terlibat (aktor) dalam situasi konflik (Saaty, 1993).

AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak

terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata

dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan tiap variabel diberi nilai

numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif

dibandingkan dengan variabel lain. Saaty (1993) menambahkan, AHP

merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan

pendekatan sistem, dimana pengembil keputusan berusaha memahami suatu

kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil

keputusan. Dalam penerapannya, disarankan sedapat mungkin menghindari

adanya penyederhanaan seperti dengan membuat asumsi-asumsi, dengan

tujuan dapat diperoleh model-model yang kuantitatif.

Menurut Marimin (2004), AHP memungkinkan pengguna untuk

memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif

majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan

perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Semua elemen

dikelompokkan secara logika dan diperingatkan secara konsisten sesuai

dengan suatu kriteria yang logis.

Hirarki merupakan abstraksi hubungan dan pengaruh antara elemen-

elemen dalam struktur pada keseluruhan ssitem yang dipelajari. Abstraksi

merupakan bentuk hubungan antara elemen yang menggambarkan sistem

secara keseluruhan. Dalam praktek tidak ada prosedur baku yang digunakan

untuk menyusun hirarki. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan

mempelajari literatur mengenai sistem yang dipelajari atau melakukan

diskusi dengan orang yang berhubungan dengan sistem. Hirarki dari metode

ini dibagi menjadi fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif, seperti terlihat

pada Gambar 5.

v

Gambar 5. Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993)

Saaty (1993), menambahkan bahwa tahapan-tahapan proses dalam

PHA adalah mengidentifikasi, memahami dan menilai interaksi-interaksi dari

sistem yang ada. Penilaian dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan

terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan

dengan menggunakan nilai skala pengukuran yang dapat membedakan setiap

pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan transformasi

dalam bentuk pendapat (kualitatif) kedalam bentuk nilai angka (kuantitatif).

Tingkat kesahihan (validitas) pendapat tergantung pada konsistensi dan

akurasi pendapat.

Keuntungan digunakannya hirarki dalam pemecahan masalah

menurut Saaty (1993) adalah sebagai berikut:

a. Hirarki mewakili suatu sistem yang dapat menerangkan bagaimana

prioritas pada level di bawahnya.

Fokus

Faktor

Aktor

Tujuan

Alternatif

Sasaran utama

Faktor yang terlibat

Pelaku yang terlibat

Tujuan dari pelaku

Alternatif penyelesaian

b. Hirarki memberikan informasi rinci mengenai struktur dan fungsi dari

sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai

aktor dan tujuan pada level yang lebih tinggi.

c. Sistem akan menjadi lebih efisien jika disusun dalam bentuk hirarki

dibandingkan dalam bentuk lain

d. Bersifat stabil dan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur

yang telah tersusun baik tidask akan mengganggu penampilannya.

H. PENELITIAN TERDAHULU

Natalia (2002), melakukan penelitian dengan analisis manajemen

mutu terpadu pada perusahaan agroindustri gula cair PT Puncak Gunung

Mas, Ciracas, Jakarta Timur. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini

adalah PT PGM mempunyai masalah utama yaitu mutu produk dengan sub

penyebab yang paling mempengaruhi adalah kualitas material untuk

penyebab material, staf dan operator untuk penyebab SDM, dan produktivitas

untuk penyebab mesin. Alternatif perbaikan yang perlu untuk segera

dilakukan adalah perbaikan manajemen terutama sistem adaministrasi dan

informasi dalam manajemen, selain itu teamwork atau kerjasama tim di PT

PGM juga masih harus diperbaiki.

Trisyulianti (2003), melakukan penelitian tentang desain sistem pakar

untuk interpretasi bagan kendali mutu pakan. BKM pakan ditujukan untuk

melihat apakah kondisi proses dalam keadaan terkendali atau tidak

terkendali. Karakteristik mutu yang dijadikan parameter adalah suhu.

Pengawasan mutu proses pakan meliputi rangkaian proses pakan dari mulai

penggilingan, pencampuran, pembuatan pellet, pendinginan, pembuatan

butiran, sampai pengemasan. Sistem pakar akan memanggil data base dan

menghitung batas pengendali atas dan batas pengendali bawah, kemudian

setiap titik penerimaan contoh dipanggil untuk dibuat bagan kendali mutu.

Sistem ahli akan merekomendasikan tindakan yang harus dilakukan

operator/supervisor.

Abduh (1999), meneliti tentang aplikasi model program sasaran pada

optimasi produksi gula di pabrik gula Takalar, Sulawesi Selatan. Tujuan

penelitian ini adalah menganalisis kegiatan produksi gula dilanjutkan dengan

merancangbangun model optimasi yang merepresentasikan keadaan di

lapangan dengan memperhatikan kendala bahan baku, tenaga kerja, tenaga

kerja tebang, sarana angkutan, kapasitas pabrik giling, ketersediaan biaya,

dan lahan. Pendekatan permasalahan dilakukan dengan metode pendekatan

berencana (planned approach), sedangkan perancangan model optimasi

menggunakan kaidah program sasaran linear. Dari hasil pengolahan model

optimasi produksi gula diketahui bahwa pada pemenuhan prioritas kedua

sebagian besar kendala-kendala sasaran dapat tercapai.

Juwita (2006), melakukan penelitian dengan judul Kajian Strategi

Peningkatan Kualitas Proses dan Produk Teh di PT. Perkebunan Nusantara

VIII Gunung Mas Cisarua Bogor. Penelitian dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana menurunnya kinerja proses dan mesin/peralatan sebagai faktor

penyebab rendahnya kualitas teh. Pemodelan sistem dirancang dengan

menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan DEA for Windows. Efisien

relatif per indikator menghasilkan keluaran bahwa indikator siklus bahan

baku, pengoperasian peralatan statis dan volume produk akhir masih belum

efisien secara relatif. Efisiensi relatif per kelompok indikator menghasilkan

keluaran bahwa kelompok indikator peralatan dan kelompok indikator

produk masih belum efisien secara relatif. Efisiensi mesin dan peralatan

keseluruhan menghasilkan keluaran nilai efisiensi yang masih berada di

bawah standar tingkat dunia.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Kajian pengawasan kegiatan produksi pada industri gula kristal ini

dilakukan untuk mengembangkan suatu model Sistem Penunjang Keputusan

yang akan membantu para pengambil keputusan (desicion maker) dalam

melakukan pengendalian proses produksi secara efektif dan efisien.

Proses produksi merupakan aspek yang sangat penting untuk

diperhatikan dalam pembuatan suatu produk. Keberhasilan masing-masing

tahapan proses akan mempengaruhi keberhasilan proses secara keseluruhan.

Untuk mencapai keberhasilan proses pengolahan gula secara menyeluruh,

maka perlu diketahui faktor yang berpengaruh pada masing-masing tahapan

proses dan dilakukan tindakan pengendalian apabila dalam proses tersebut ada

kondisi yang tidak sesuai dengan parameter yang diharapkan oleh perusahaan

untuk mengembalikan proses pada kondisi yang ideal. Kualitas proses

produksi yang baik akan menyebabkan produk yang dihasilkan juga

berkualitas baik. Kualitas merupakan salah satu faktor yang juga penting yang

harus dipertimbangkan untuk mengantisipasi tuntutan konsumen dan

persaingan pasar yang semakin ketat.

Sistem penunjang keputusan merupakan salah satu usaha yang dapat

diterapkan untuk mempertahankan kelancaran proses produksi, efisiensi

sumberdaya yang digunakan, dan juga untuk mempertahankan kualitas produk

yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Perancangan sistem penunjang keputusan akan memberikan informasi dan

keluaran bagi para pengambil keputusan tentang kondisi faktor-faktor

pendukung proses dan dapat segera dilakukan tindakan apabila dalam proses

tersebut menunjukkan adanya penyimpangan atau tak terkendali.

Dalam perancangan sistem ini, dimulai dengan analisis faktor-faktor yang

berpengaruh dalam proses, yaitu dengan menilai kemampuan proses itu

sendiri. Penilaian kemampuan (kinerja proses) dilakukan dengan memantau

hasil proses pada setiap stasiun kerja berdasarkan parameter kinerja proses

yang diterapkan pada perusahaan. Hasil pemantauan proses yang didapat

dibandingkan dengan spesifikasi yang ingin dicapai perusahaan sehingga

dapat diketahui seberapa besar penyimpangan dan variasi yang ada dalam

masing-masing stasiun proses. Apabila suatu stasiun mengalami

penyimpangan yang melebihi batas spesifikasi atau memiliki tingkat

variabilitas yang tinggi akan dapat menyebabkan proses-proses selanjutnya

juga mengalami penyimpangan. Kegiatan pemantauan proses akan lebih

efektif bila menggunakan teknik-teknik statistika seperti diagram pengendali

dan menggunakan teknik akurasi yaitu dengan memperbolehkan terjadinya

penyimpangan sebesar ±10%.

Selain kemampuan proses, faktor yang juga memegang peranan penting

dalam mendukung kelancaran proses adalah kondisi mesin dan peralatan.

Kondisi mesin dan peralatan yang baik akan dapat memperkecil tingkat

kerusakan dan dapat menekan jam henti dalam pabrik. Kerusakan mesin dapat

diantisipasi dengan mengetahui kekritisan mesin dan peralatan sehingga para

pengambil keputusan dapat menyusun jadwal perawatan dan perbaikan secara

periodik baik selama masa giling ataupun di luar masa giling. Perhitungan

mesin kritis didasarkan pada pendapat para pakar atau pihak yang

berkompeten dalam bidang tersebut untuk pembobotan kriteria dan

indikatornya serta didukung oleh data yang didapat tentang kerusakan dan jam

henti selama masa giling. Identifikasi terhadap titik-titik kritis komponen

pendukung proses tersebut menggunakan metode ECR (Equipment Critically

Rating).

Kegiatan proses produksi dapat berjalan apabila didukung oleh sumber

daya yang memadai. Ketersediaan sumber daya tersebut juga harus diatur

penggunaannya agar proses produksi dapat optimal dalam semua segi. Tingkat

efisiensi penggunaan sumber daya perlu dievaluasi agar perusahaan dapat

memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan produktivitasnya. Aspek-aspek

yang diukur untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi ini menggunakan

metode Data Envelopment Analysis dan melibatkan beberapa indikator yang

terdapat pada indikator Barbiroli yang juga disesuaikan dengan kondisi

perusahaan.

Pemodelan terakhir dari sistem ini adalah penyusunan hirarki

pengambilan keputusan pengendalian proses produksi. Metode AHP

diterapkan untuk menentukan tahapan kritis mana dalam proses yang harus

dikendalikan dan diperbaiki berdasarkan pembobotan faktor dan kriteria

terbesar yang dilakukan oleh pakar gula. Faktor dan kriteria yang digunakan

berdasarkan model perhitungan sebelumnya yang ditambah faktor pendukung

kualitatif dan diberi penilaian secara kuantitatif. Kerangka konseptual

penelitian terdapat pada Gambar 6.

B. PENDEKATAN SISTEM

Sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam

keadaan yang saling berhubungan untuk tujuan yang sama. Pendekatan sistem

merupakan metoda pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi dan

analisis kebutuhan serta diakhiri dengan hasil berupa sistem operasi yang

efektif dan efisien (Eriyatno, 1999).

Marimin (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan sistem

adalah penerapan sistem ilmiah dan manajemen. Dengan cara ini hendak

diketahui fator-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu

organisasi atau sistem. Metode ilmiah dapat menghindarkan menejemen

mengambil kesimpulan-kesimpulan yang sederhana dan simplisitis searah oleh

suatu masalah disebabkan oleh pengertian yang lebih luas mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk

memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan

atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin dan terorganisir, penggunaan

model matematika, mampu berfikir secara kualitatif, penggunaan teknik

simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan komputer. Pendekatan

sistem dengan menggunakan model yaitu suatu abstraksi keadaan nyata atau

penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem

(Eriyatno, 1999).

Teknik Akurasi

ECR

Penilaian Kriteria Utama

Penilaian Indikator

Komponen

Pembobotan Kriteria dan Alternatif

Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

AHP Perumusan SPK Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal Putih

Evaluasi Konsistensi

Penentuan Prioritas

Pemodelan, implementasi, verifikasi, evaluasi sistem

Perbandingan berpasangan

Penyusunan Hirarki AHP

Identifikasi Atribut Pengendalian Proses

Penentuan Topik dan Tujuan Penelitian

Identifikasi faktor pendukung pengendalian proses

Perhitungan efisiensi tiap

indikator

Indikator Barbiroli

Teknik Akurasi DEA

Pengumpulan data mesin produksi

Identifikasi Faktor Kritis

Mesin

Pemantauan proses

Penilaian Setiap Tahapan/stasiun

Proses

Pengukuran penyimpangan

proses

Bagan Kendali

Pairwise comparison

Pengumpulan data input-output indikator

efisiensi produksi

Pemilihan indikator efisiensi

1. Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu

sistem. Analisis ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru

kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan

yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan selalu mengangkut interaksi antara

respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya

sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil survei, pendapat ahli, observasi

lapangan dan sebagainya (Marimin, 2004). Identifikasi kebutuhan dari

Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

adalah sebagai berikut:

a. Bagian produksi

1) Bahan baku bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan

perusahaan

2) Biaya pengendalian proses relatif rendah

3) Kelancaran dan kestabilan proses produksi

4) Proses yang menyimpang dapat segera dikendalikan

5) Kontinuitas suplai bahan baku

6) Proses berjalan tepat waktu dan jam henti dapat diminimalkan

b. Bagian pengendalian mutu

1) Sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien

2) Mutu bahan baku dan produk sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan

3) Biaya pengendalian mutu relatif rendah

4) Meningkatnya jaminan kualitas dan keamanan gula

c. Operator/karyawan

1) Mengetahui tahapan-tahapan dalam proses yang kritis

2) Hanya memberi perhatian lebih pada tahapan proses yang kritis

3) Bekerja lebih efektif dan efisien

Gambar 6. Kerangka Konseptual Penelitian

d. Bagian Maintenance

1) Mengetahui komponen-komponen pendukung proses yang kritis

2) Memperkirakan saat-saat perawatan dan perbaikan suatu komponen

3) Membuat jadwal pemeliharaan komponen pendukung proses

2. Formulasi Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian kualitas sektor pasca

panen produk gula kristal adalah sistem pengolahan yang diterapkan saat

ini belum optimal, sedangkan produk gula kristal mempunyai sifat yang

mudah rusak. Beberapa permasalahan yang ada pada sistem pengendalian

proses produksi gula kristal antara lain adanya variasi yang besar pada

setiap tahapan proses, pengambilan keputusan yang lambat dan belum

diterapkannya statistika pengendalian mutu proses produksi.

Model sistem pengendalian proses produksi yang akan dirancang,

diharapkan dapat membantu menerapkan sistem pengendalian proses

produksi secara keseluruhan dan membantu pengambilan keputusan secara

efektif dan efisien dalam biaya yang harus dikeluarkan.

3. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara

pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari

masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan

tersebut (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem bertujuan untuk memberi

gambaran terhadap sistem yang dikaji. Diagram yang digunakan dalam

identifikasi sistem adalah dalam bentuk diagram input output seperti yang

terlihat pada gambar 7.

Gambar 7. Diagram Input-Output Sistem Penunjang Keputusan

Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

C. TATA LAKSANA

1. Sumber dan Cara Pengumpulan Data

Pengambilan data akan dilakukan di PT Rajawali II Unit PG Jatitujuh,

Cirebon pada bagian produksi dan pengendalian mutu. Dilakukan dengan

cara wawancara dengan pihak-pihak terkait yang berkompeten dan ahli

Input Lingkungan

- Standar Nasional Indonesia - Peraturan pemerintah - Keadaan sosial ekonomi - Kebijaksanaan pabrik

Input Tak Terkendali

- Harga bahan baku - Harga bahan pembantu - Kontinuitas bahan baku - Mutu bahan baku - Kondisi mesin dan peralatan

Output Dikehendaki

- Proses berjalan lancar - Produk seragam dan berkualitas tinggi - Biaya mutu optimal - Kepuasan dan kepercayaan konsumen - Efisiensi dan efektifitas pengendalian

kualitas proses produksi

Input Terkendali

- Teknik dan metode statistika pengendalian proses

- Spesifikasi mutu proses yang diharapkan

- Sumberdaya manusia - Peralatan pengendalian proses

Sistem Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

MANAJEMEN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI

Output Tak Dikehendaki

- Tingkat kecacatan tinggi - Biaya penggantian produk cacat tinggi - Kapasitas produksi menurun - Kinerja proses rendah - Jam henti banyak

dalam industri pengolahan gula kristal putih (expert survey) dan melalui

pengamatan langsung di lapangan pada saat proses produksi berlangsung.

2. Pengolahan Data

a. Pemantauan Proses

Pemantauan proses dilakukan pada masing-masing stasiun produksi

dengan menggunakan data parameter-parameter proses yang digunakan

oleh perusahaan. Data yang telah diperoleh dianalisa dengan teknik

pengendalian kualitas statistika yang berupa bagan kendali dan diagram

kapabilitas. Dengan menggunakan diagram kendali dapat diketahui

variabilitas pada proses dan besar penyimpangannya dari batas-batas

kendali. Setelah diketahui rata-rata proses dan tingkat variasinya

kemudian dihitung menggunakan teknik akurasi, dimana akurasi dapat

didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average)

dengan nilai standar (true value) (Besterfield,1990). Akurasi dihitung

menggunakan persamaan:

Dimana :

A = Akurasi

X = Rata-rata hasil pengukuran

S = Standar pabrikasi

Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan

persamaan berikut:

Dimana :

Amax = Akurasi maksimum

VS = Variasi standar yang masih dapat diterima (%)

S = Standar pabrikasi

Persentase variasi yang digunakan adalah 10%. Nilai 10%

merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima

(acceptable) dalam dunia industri (Cahyadi, 2005). Dalam implementasi,

A = X - S

Amax = ±VS%*S

standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi kondisi kinerja

aktivitas atau proses adalah nilai persentase dari variasi (penyimpangan).

Justifikasi terkendali atau tidaknya suatu proses dihitung berdasarkan

nilai rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas yang terdapat dalam

stasiun tersebut. Persentase variasi aktivitas dihitung menggunakan:

Dimana :

%Vact = Persentase variasi aktivitas

X act = Rata-rata hasil pengukuran varisi aktivitas

S = Standar aktivitas

Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan

sebagai berikut:

Dimana:

%Vst = Persentase variasi stasiun produksi

iactV = Persentase variasi aktivitas yang ke-i

n = Jumlah aktivitas

b. Penentuan faktor dan titik-titik kritis komponen

Penentuan kekritisan komponen pendukung proses menggunakan

pendapat beberapa pakar internal peruasahaan. Dalam proses penilaian

kekritisan komponen ini disebarkan kuesioner kepada bagian pabrikasi

dan instalasi yang berkompeten sebanyak tiga orang. Dalam kuesioner

tersebut para pakar memberikan bobot untuk masing-masing indikator

dan kriteria kekritisan masing-masing mesin dan peralatan stasiun

proses. Identifikasi komponen kritis pendukung proses menggunakan

metode Equipment Critically Rating (ECR). Selain dari pembobotan

%Vact = ( X act – S) x 100% S

%Vst = n

Vn

iacti

∑1=%

para pakar juga digunakan data dari perusahaan untuk kerusakan atau

jem henti selama proses produksi.

Gambar 8. Struktur Pengolahan Data ECR

Struktur pengolahan data ECR seperti gambar diatas menunjukkan setiap

indikator dijumlahkan dalam satu kriteria, kemudian dikalikan dengan

bobot kriteria yang dimilikinya. Jumlah nilai dari masing-masing kriteria

tersebut merupakan nilai ECR komponen.

Secara matematika prosedur tersebut digambarkan sebagai berikut:

ECR = i

K

ii xNb∑

1=

bi = Bobot masing-masing kriteria

Ni = nilai kriteria berdasarkan indikator-indikatornya

= i

n

i xDI∑

Di = Bobot setiap indikator

c. Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Analisis AHP dimulai dengan melakukan penilaian pendapat

berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari responden

terkait.adapun tahapan analisa data adalah sebagai berikut (Saaty, 1993):

1) Identifikasi sistem, yaitu mendefinisikan permasalahan dan rinci

pemecahan yang didinginkan, yang dilakukan dengan studi pustaka,

yaitu mempelajari beberapa dokumen terutama yang berkaitan dengan

perencanaan.

ECR

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3

Bobot

Kriteria

Indikator

Nilai ECR

2) Penyusunan hirarki. Dalam penyusunan hirarki atau struktur

keputusan dilakukan dengan mengelompokkan elemen-elemen sistem

yang diperoleh berdasarkan studi pustaka dan dipadukan dengan

kondisi nyata di lapangan ke dalam suatu abstraksi sistem hirarki

keputusan.

3) Komparasi berpasangan. Mengembangkan pengaruh relatif setiap

elemen yang relevan terhadap masing-masing tujuan pada setiap level

hirarki. Penilaian dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi

berpasangan (pairwise comparison) dengan memberikan bobot

numerik serta membandingkan elemen satu dengan lainnya. Dalam

menentukan tingkat kepentingan (bobot), penilaian pendapat

(judgement) dilakukan dengan menggunakan fungsi berfikir yang

dikombinasikan dengan intuisi, perasaan dan penginderaan. Adapun

nilai dan definisi skala komparasi tersebut seperti tercantum pada

Tabel 10.

Tabel 10. Skala Komparasi (Saaty,1993) Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Sumbangan dua elemen sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya

5 Elemen yang satu lebih esensial atau bersifat lebih penting, menonjol dibanding elemen lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya (menunjukkan sifat sangat penting yang menonjol)

Satu elemen dengan kuat menyokong, dominasinya tampak dalam kenyataan

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding dengan lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2; 4; 6; 8 Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Nilai Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan nilai i.

Jika C1, C2, ..., Cn merupakan elemen- elemen suatu level dalam

hirarki, maka apabila C1 dibandingkan dengan Cj didefinisikan

sebagai nilai yang mengidentifikasikan besarnya kepentingan

(kekuatan) C1 terhadap Cj. Nilai aij=1/aij merupakan perbandingan

kebalikannya. Nilai-nilai diatas akan membentuk matriks segi n (A)

untuk i,j = 1, 2, 3, ..., n. Matriks tersebut adalah sebagai berikut:

A = (aij) =

4) Matriks Pendapat Gabungan. Merupakan susunan matriks beru yang

elemen-elemennya (gij) berasal dari rata-rata geometrik elemen

matriks pendapat individu (aij) yang rasio konsistensinya (CR)

memenuhi syarat. Formulasi rata-rata geometrik:

Gij = m π aij (k)

Dimana:

m = jumlah responden

gij = elemen matriks pendapat gabungan individu pada baris ke-i,

kolom ke-j

aij (k) = elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i,

kolom ke-j untuk matriks pendapat individu dengan CR yang

memenuhi persyaratan ke-k

k = 1,2, ..., n

n = jumlah matriks pendapat individu (responden dengan CR

memenuhi syarat)

5) Pengolahan Horisontal, digunakan untuk menyusun prioritas elemen-

elemen keputusan pada setiap tingkat hirarki keputusan. Pengolahan

horisontal dapat dilakukan dalam lima tahap:

C1 C2 ... Cn

C1 1 a12 ... a1n

C2 1/ a12 1 ... A2a

... ... ... ... ...

Cn 1/ a1n 1/a2n ... 1

a. perkalian baris (z) dengan menggunakan rumus:

VE – Z4 = n π aij (ij = 1...n)

b. perhitungan vektor prioritas atau vektor cirri (eigen vector) dengan

rumus: VPI = VEI

∑VE dimana VPI adalah elemen vektor prioritas ke-I; I = 1,2, ..., n

c. perhitungan nilai eigen maksimum (λmax) dengan rumus

VA = (aij) x VP, dengan VA = (VAI)

VB = VA

VP dengan VB = (VP j)

λmax = 1/n ∑VB untuk I = 1,2, ..., n

VA = VB = vektor antara

d. perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus:

CI = λmax – n

N - 1

e. perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus:

CR = CI

RI dimana RI = Random Indeks (Indeks Acak)

Nilai rasio konsistensi (CR) < 0,1 merupakan nilai dengan tingkat

konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

d. Perhitungan Efisiensi

Penelitian hanya menggunakan enam indikator efisiensi proses

produksi dari dua belas indikator Barbiroli. Pemilihan indikator ini

dilakukan berdasarkan atas penyesuaian dengan ruang lingkup penelitian

dan kondisi proses di perusahaan. Delapan indikator Barbiroli tersebut

adalah Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE),

Efisiensi Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi

Lingkungan Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency :

FPEE), Efisiensi Kualitas Absolut Produk (Product Absolute Quality

Efficiency : PAQE), Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment

Static Operating Efficiency : ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input

Efficiency : IE). Analisis efisiensi pada penelitian kali ini dibagi menjadi

dua macam, yaitu efisiensi absolut dan efisiensi relatif.

i. Perhitungan Efisiensi Absolut

Perhitungan efisiensi absolut menggunakan dua persamaan, yaitu :

Efisiensi absolut teknis = output teknis......... (1) input teknis Efisiensi absolut ekonomis = output ekonomis... (2) input ekonomis

ii. Perhitungan Efisiensi Relatif Menggunakan Analisis DEA

DEA merupakan suatu analisis yang didesain secara spesifik

untuk mengukur efisiensi relatif dari suatu unit produksi dalam

kondisi terdapat banyak output maupun banyak input yang biasanya

sulit disiasati oleh teknik analisis pengukuran efisiensi rasio maupun

analisis regresi. Efisiensi dalam DEA dinyatakan sebagai rasio antara

total output tertimbang dan total input tertimbang (Charnes et al,

1994).

Setiap unit pengambil keputusan (UPK) diasumsikan bebas untuk

menentukan bobot bagi setiap variabel-variabel output maupun input

yang ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan,

yaitu:

a. bobot tidak boleh negatif

b. bobot harus bersifat universal atau tidak menghasilkan indikator

efisiensi di atas normal atau lebih besar dari satu nilai bilamana

dipakai UPK yang lainnya.

Model matematis DEA untuk suatu UPK dapat dirumuskan

kedalam suatu program linear fraksional dengan menjadikan bobot

input dan output dari UPK bersangkutan sebagai variabel keputusan.

Misalkan ada n UPK yang akan dievaluasi, maka setiap UPK

memberikan nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk

menghasilkan s output, efisiensi dari UPK ke-j , hj diukur dengan

index rasio dimana Xij adalah nilai positif input ke-i UPK j (i=1,2,..m)

dan Yrj adalah nilai ouput ke-r UPKj (r=1,2,.. s). Formulasi

matematis metode DEA dapat dilihat pada persamaan 1 di bawah ini.

maksimumkan input of sumWeightedoutput of sumWeighted

XV

YUhj m

iijij

s

rrjrj

==

=

=

1

1 …..(1)

Keterangan :

m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah indikator

hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n

Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r

Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i

Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k

Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k

dengan kendala :

=

=m

iijij

s

rrjrj

XV

YU

1

1 ≤1 .....(2)

dan batas non negatif

Urj ≥ 0 dan Vij ≥ 0, r = 1....s dan i = 1...m .....(3)

Persamaan (1) berbentuk fraksional yang akan bernilai maksimum

jika :

∑=

=s

rrjrjYUhj

1 maksimumkan (0 ≤ hj ≤ 1) dan .....(4)

∑=

m

iijij XV

1 .....(5)

sedangkan persamaan (2) dalam bentuk linear akan menjadi :

=

=m

iijij

s

rrjrj

XV

YU

1

1 ≤ 1

∑=

s

irjrjYU

1 ≤ ∑

=

m

iijij XV

1 .....(6)

∑=

s

irjrjYU

1- ∑

=

m

iijij XV

1 ≤ 0 .....(7)

Selanjutnya, masing-masing program linear fraksional yang

dirumuskan dalam (1), (2) dan (3) dapat ditransformasikan ke

dalam sebuah program linear (Sutapa dan Rahardjo, 2001), yaitu :

Maksimumkan ∑=

=s

rrjrjYUhj

1

.....(4)

dengan kendala :

∑=

m

iijij XV

1

= 1 .....(5)

∑=

s

irjrjYU

1

- ∑=

m

iijij XV

1

≤ 0 j = 1...n .....(7)

dan batas non negatif

Urj ≥ 0 dan Vrj ≥ 0, r = 1...s dan i = 1...m .....(8)

Program linear yang dirumuskan dalam persamaan (4), (5), (7)

dan (8) kemudian dipecahkan dengan menggunakan metode

simpleks untuk mendapatkan solusi optimal berupa nilai efisiensi

relatif UPKr. Nilai-nilai parameter yang berupa jumlah output dan

input dari masing-masing UPK untuk kemudian dapat langsung

dimasukkan ke dalam model tanpa harus memiliki satuan yang

sama.

Setiap UPK akan membutuhkan satu program linear seperti (4)

dan (7). Program linear untuk masing-masing UPK pada dasarnya

adalah sama, perbedaannya hanya terletak pada koefisien fungsi

tujuan (4) dan koefisien fungsi kendala (5).

Analisis DEA untuk kemudian akan menghasilkan solusi

optimal untuk setiap program linear dari masing-masing UPK.

Suatu UPK dikatakan efisien secara relatif apabila nilai nilai

efisiensinya 100 %. Apabila nilai efisiensinya kurang dari 100 %

maka nilai UPK bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif.

3. Perancangan Sistem

Perancangan sistem didasarkan pada sistem yang dikaji, meliputi

perancangan sistem basis data dan basis model menggunakan data flow

diagram sebagai rancangan sistem global.

4. Implementasi dan Verifikasi

Pada tahap ini, hasil rancangan serta basis pengetahuan

diimplementasikan ke dalam suatu bentuk perangkat lunak komputer.

Pengembangan model dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft

Visual Basic 6.0 dan Microsoft Front Page untuk pengembangan sistem

manajemen basis data. Selain menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0,

analisis model juga mempergunakan DEA for Windows, untuk melakukan

analisis efisiensi relatif produksi, Minitab13.3 untuk analisa kemampuan

proses, dan Expert Choice 2000 untuk analisa komponen kritis dan

pengendalian proses produksi.

Model yang telah terbentuk dalam sistem yang dibuat dilakukan

verifikasi dan validasi dengan menggunakan data aktual untuk mengetahui

apakah model tersebut cukup layak digunakan dan dapat memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan.

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A.  SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN  

Sejarah dari pendirian Pabrik Gula Jatitujuh dimulai dengan adanya

kerjasama antara pemerintah Republik Indinesia dan Bank Dunia dalam

membentuk Indonesian Sugar Study (ISS), programnya yaitu mencari areal

baru yang berorientasi pada lahan kering.

Pabrik Gula Jatitujuh diresmikan pada tanggal 5 September 1980 oleh

Presiden Republik Indonesia Bapak Soeharto. Berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 10 tahun 1981 tanggal 1 April 1981, PNP XIV dirubah

satatusnya menjadi PT. Perkebunan XIV Persero dimana Pabrik Gula Jatitujuh

bernaung dibawahnya.

Perkembangan pabrik dilaksanakan dari Maret 1976 sampai Septemner

1978 dengan kontraktor Perancis (Fives Cail Babcock). Tujuan dari pendirian

pabrik adalah:

1. Meningkatkan produksi gula guna memenuhi kebutuhan konsumen dalam

negeri.

2. Menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar pabrik gula,

sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi dan meningkatkan taraf hidup

masyarakat tersebut.

3. Meningkatkan pendapatan negara dari sektor non-migas.

4. Menggunakan kembali bekas tanah hutan yang tidak produktif.

Pabrik Gula Jatitujuh terletak di desa Sumber, Kecamatan Jatitujuh,

Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Pabrik ini berjarak ± 77 km dari

Kodya Cirebon (± 7 20 km dari Jatibarang) dan ± 32 km dari Kodya

Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka.

B.  STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN 

Struktur organisasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting

pada suatu perusahaan. Adanya struktur organisasi dapat diketahui dengan

jelas kedudukan (pemisahan tanggung jawab) dan hubungan antar bagian satu

dengan bagian yang lainnya, serta dapat diharapkan terjalin kerjasama yang

baik dalam menjalankan visi dan misi perusahaan.

Pabrik Gula Jatitujuh dipimpin oleh seorang general Manajer yang

bertanggung jawab kepada Direksi. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya,

seorang general Manajer dibantu oleh:

1. Kepala Bagian Sumberdaya Manusia dan Umum. Disebut juga Kepala

Bagian Administratur.

2. Kepala Bagian Tanaman. Bertanggung jawab kepada General Manajer di

bidang tanaman.

3. Kepala Bagian Pabrikasi. Bertanggung jawab kepada General Manajer

dalam bidang pabrikasi.

4. Kepala Bagian Instalasi. Bertanggung jawab dalam pengoperasian alat dan

mesin yang digunakan dalam proses produksi.

5. Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan (TUK).

Dalam pengoperasian Pabrik Gula Jatitujuh memperkerjakan sejumlah

karyawan. Karyawan tersebut diklasifikasikan berdasarkan waktu

penggunaan, sebagai berikut:

1. Karyawan Tetap / Staff

2. Karyawan Bulanan dan Non Staff

3. Karyawan Musiman

4. Karyawan Harian

Pada musim giling karyawan bagian pabrikasi dan instalasi bekerja

selama 24 jam dengan pergantian jam kerja sebagai berikut:

Pagi : 07.00 – 15.00

Siang : 15.00 – 23.00

Malam : 23.00 – 07.00

Sedangkan pada waktu bukan musim giling, karyawan tersebut masuk

pada jam kerja pagi. Untuk karyawan bagian Tanaman dan bagian Tata Usaha

dan Keuangan (TUK) masuk setiap hari, kecuali hari Minggu dan hari libur

pada jam kerja pagi.

C. PRODUK DAN TEKNOLOGI PROSES 

PG. Jatitujuh merupakan industri yang mengolah bahan baku tebu untuk

menghasilkan produk tunggal berupa gula kristal putih (SHS). Gula produk ini

dapat langsung dikonsumsi oleh masyarakat maupun digunakan sebagai bahan

baku oleh industri lain, karena itu mutu gula harus dijaga dengan baik. Mutu

gula yang baik dipengaruhi oleh mutu bahan baku dan proses yang selalu

terjaga agar sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tujuan dari

analisa tersebut adalah untuk mengetahui kualitas produk gula yang didapat

yaitu gula SHS atau produk gula kristal putih kualitas 1 dan untuk

menganalisa tentang kelayakan gula untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat

secara langsung kualitas gula ditentukan oleh P3GI (Pusat Penelitian

Perkebunan Gula Indonesia) yang berada di Pasuruan (Marpaung, 2005).

Tabel 11. Kualitas Gula Kristal Putih

Kriteria Satuan Syarat Pol % Min 99.8 Daya Hantar Listrik derajat Min 80 Faktor Cuci Min 0.70 Gula Reduksi % Min 0.11 Kejernihan % Min 66.5 Kejenuhan % Min 14.4 Nilai Remisi Direduksi Min 59.3 Besar Butiran mm 0.8 – 1.1

Sebelum menghasilkan produk berupa gula kristal putih atau SHS

tersebut, terlebih dahulu bahan baku diolah dengan melalui beberapa tahapan

proses produksi. Tahapan produksi yang dilalui mulai dari bahan baku masuk

pabrik hingga menjadi produk adalah stasiun gilingan, stasiun pemurnian,

stasiun penguapan, stasiun masakan, dan stasiun putaran.

Bahan baku tebu masuk ke dalam proses pertama kali melalui stasiun

gilingan yang sebelumnya melewati stasiun persiapan. Stasiun gilingan

bertujuan untuk memisahkan nira dari tebu semaksimal mungkin dengan

teknik pemerahan yang seefisien mungkin dan kehilangan nira dalam ampas

sekecil mungkin. Di PG. Jatitujuh proses penggilingan menggunakan 4 unit

gilingan.

Nira yang keluar dari stasiun gilingan terdiri dari brix dan air, yang

kemudian menuju stasiun pemurnian. Tujuan dari proses pemurnian adalah

untuk memisahkan unsur bukan gula selai air dari nira mentah dengan cara

yang seefisien mungkin dan menjaga kehilangan gula sekecil mungkin.

Melalui cara ini diusahakan untuk menghilangkan kotoran dalam nira mentah

sebanyak mungkin tanpa adanya kerusakan dari sukrosa. Sistem pemurnian

yang dipakai di PG. Jatitujuh adalah sulfitasi alkalis ganda dengan adanya

penambahan gas SO2 sebanyak dua kali, yaitu di bejana sulfitasi nira mentah

dan di bejana sulfitasi nira kental. Di PG. Jatitujuh, proses sulfitasi

menggunakan dua cara yaitu ventury dan blower. Hasil dari stasiun pemurnian

adalah nira encer dan hasil samping berupa blotong. Blotong ditampung ke

truk-truk pabrik dan digunakan sebagai pupuk.

Setelah dari stasiun pemurnian, nira encer menuju ke stasiun penguapan

dimana proses yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan air dari

suatu bahan. Dalam stasiun ini diharapkan air dihilangkan hingga kadarnya

dalam nira hanya tinggal 30-35 %. Proses penguapan menyebabkan nira

menjadi kental dan pekat, mendekati konsentrasi jenuhnya. Dalam melakukan

efisiensi proses penguapan, PG. Jatitujuh menggunakan 5 buah badan penguap

dan terdapat 1 badan penguap yang tidak dioperasikan sebagai cadangan. Hal-

hal yang harus diperhatikan dalam proses penguapan adalah bahwa proses

penguapan berlangsung singkat dan mempunyai kecepatan penguapan yang

tinggi. Keadaan seperti ini akan menjaga agar tidak terjadi kerusakan sukrosa.

Dari stasiun penguapan, nira masuk ke untreated syrup tank, lalu

dipanaskan di juice heater untuk mempersiapkan nira sebelum masuk ke

reaktor pemroses. Di dalam reaktor pemroses yang bersuhu 75-80 oC, nira

dicampur dengan asam phospat dan susu kapur. Kemudian nira hasil reaksi

diumpankan ke aerator yang berfungsi untuk menambahkan udara ke dalam

nira hasil reaksi tersebut supaya buih dan kotoran mengambang.

Nira kental yang dihasilkan stasiun penguapan menuju ke stasiun

masakan yang berfungsi untuk mengambil sukrosa dalam bentuk kristal yang

sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya serta mencegah

terjadinya kerusakan maupun kehilangan sukrosa baik oleh mikroorganisme,

suhu, pH, serta lamanya proses. Proses pemasakan dilakukan pada suatu alat

yang disebut pan masakan dengan menggunakan tekanan hampa. PG Jatitujuh

mengunakan sistem masakan ACD, dimana kristal A digunakan sebagai

produk, sedangkan kristal C dan D sebagai pemasukan bibit.

Proses masakan menghasilkan satu massa campuran antara kristal gula

dan larutan jenuh dengan sukrosa. Sehingga untuk mendapatkan kristal yang

murni maka campuran antara kristal gula dan larutan jenuh harus dipisahkan

dengan cara penyaringan menggunakan gaya sentrifugal. Stasiun puteran

bertujuan untuk memisahkan kristal gula dan larutan gula yang terdapat pada

masequite. Proses pemutaran masequite dari masakan A dan masakan D

dilakukan sebanyak 2 kali, sedangkan untuk masakan C dilakukan 1 kali.

Proses pemutaran pertama terhadap masequite A diperoleh stroop A dan

gula A. gula A (kristal) kemudian dicuci dengan air agar mudah dipompa ke

puteran kedua. Pada proses pemutaran kedua ini dihasilkan klare A dan gula

SHS I (gula produk). Masequite C pada proses pemutarannya menghasilkan

stroop C dan gula C (kristal). Sedangkan proses pemutaran yang pertama

terhadap masequite D akan diperoleh stroop D (biasa dikenal sebagai tetes

atau molases) dan gula D1 (kristal) yang kemudian ditambah air bersuhu 50 oC untuk dipompakan ke putaran kedua. Pada proses pemutaran kedua ini

akan dihasilkan klare D dan gula D2 (kristal).

Gula produk SHS yang berasal dari puteran SHS masih dalam keadaan

panas dan basah, sehingga diperlukan suatu alat untuk mengeringkan dan juga

mendinginkan gula tersebut yang berada pada stasiun penyelesaian. Tujuan

dari stasiun penyelesaian ini adalah menghasilkan Gula Kristal Putih I (SHS I)

yang siap jual dalam keadaan kering, memiliki ukuran seragam sebagai gula

produk (0,8-1,1 mm) dan dikemas dalam tempat yang aman dari kerusakan.

Setelah keluar dari puteran SHS, gula kristal yang masih basah trun ke talang

goyang yang selanjutnya dibawa ke gedung pengeringan gula.

Kristal gula yang keluar dari alat pengering dialirkan ke pipa pendingin.

Pipa pendingin berakhir di corong alat pengering yang menuju ayakan getar.

Gula yang telah kering tersebut kemudian disaring berdasarkan perbedaan

ukuran bahan pada ayakan getar yang memakai 2 tingkat ayakan. Dua tingkat

ayakan dalam proses penyaringan ini terdiri dari saringan gula produk dan

saringan gula halus yang ukurannya berbeda.

Gula yang tidak tersaring pada saringan gula produk disebut gula krikilan

(gula kasar). Sedangkan gula yang tidak tersarimg pada saringan gula halus

disebut gula produk dan yang tersaring disebut gula halus. Gula krikilan dan

gula halus ditampung dan dilebur lagi untuk dijadikan gula produk. Gula

produk diisikan ke karung plastik dengan bobot kemasan sebesar 50 kg

dimana terdapat 2 lapis kemasan yang dipakai, yaitu berupa kantung plastik

bening sebagai kemasan primer yang berada di dalam karung plastik sebagai

kemasan sekunder. Setelah itu karung dijahit dan dikirim ke gudang.

D. SARANA DAN PRASARANA PRODUKSI GULA KRISTAL PUTIH 

a. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan di PG. Jatitujuh adalah tebu.

Keberhasilan pengusahaan tanaman tebu banyak dipengaruhi oleh kualitas

bibit tebu, yaitu murni, bebas dari hama penyakit, segar dan mempunyai

daya kecambah dan kecepatan tumbuh yang tinggi. PG. Jatitujuh

menggunakan varietas tanaman tebu yang mempunyai mutu yang bagus

yang telah direkomendasikan oleh P3GI Pasuruan. Tanaman tebu yang

digunakan terdiri dari 2 golongan utama, yaitu Plant cane (PC) dan

Ratoon cane (RC). Plant cane merupakan penanaman tanaman tebu baru

dengan menggunakan bibit baru yang mengandung sukrosa tinggi,

sedangkan ratoon merupakan generasi tebu yang tumbuh dari sisa pangkal

tebu yang telah ditebang setelah melalui proses pengepresan, biasanya

untuk ratoon ini diambil keprasan satu sampai tiga kali. Hal ini bertujuan

untuk menghindari adanya penyakit pada tanaman dan karena pada

tanaman ratoon satu sampai tiga tersebut masih mengandung sukrosa

tinggi.

b. Bahan Pembantu

• Kapur Tohor

Kapur tohor dalam proses pembuatan gula berfungsi sebagai bahan

pembantu pada proses pemurnian nira yang bersifat asam, sehingga

harus dinetralkan dengan basa. Selain itu penambahan kapur

dimaksudkan untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel

kotoran, karena sifatnya mengabsorbsi kotoran tersebut. Penambahan

kapur dalam bentuk emulsi Ca(OH)2 dengan kekentalan 7 oBe

(Baume) (Hugot, 1986).

Tabel 12. Persyaratan kapur tohor

Analisa berdasarkan berat kering Komposisi (%) Tidak larut dalam HCl 2 Asam Silikat 2 Oksida besi dan aluminium 2 Kalsium Oksida 85 – 90 Magnesium Oksida 2 Sulfat (SO42-) 2

Sumber: BP3G (Badan Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula)

• Belerang

Belerang digunakan sebagai zat pembantu pada stasiun pemurnian

dan penguapan. Syarat-syarat belerang yang baik adalah kadar abu

maksimal 0.1 %, kadar lengas 0.5 %, kadar arsen 0.05 %, kadar

bituminus 0.1 % dan kadar belerang 99.5 %. Belerang sebelum

digunakan, terlebih dahulu diproses dalam bentuk gas SO2.

S(p) + O2 (g) SO2(g)

Pada proses pemurnian, gas SO2 ini dibutuhkan untuk menetralkan

kebasaan nira setelah ditambahkan susu kapur, dari pH 9.5 menjadi 7.2.

sedangkan pada proses penguapan ditambahkan SO2 untuk

memucatkan warna nira kental dan merubah pH dari 7.2 menjadi 5.5.

• Flokulan

Flokulan merupakan zat pembantu pengendapan nira, dimana

flokulan tersebut menarik kotoran-kotoran yang ada dalam nira,

menjadi bentuk flok-flok kotoran. Flokulan yang digunakan di pabrik

gula salah satunya adalah super flok AP 110.

• Phospat

Phospat digunakan untuk membantu proses pemurnian nira, serta

untuk melunakan kerak yang mungkin terbentuk pada badan

penguapan. Phospat (P2O5) yang digunakan yaitu dari TSP dan asam

phospat. Phospat (P2O5) dalam TSP akan diikat oleh unsur logam Al,

Mn dan Fe yang terdapat dalam batang tebu. Zat ini akan terus terbawa

walaupun telah digiling dan terus terkandung dalam nira

c. Sarana Penunjang

Sarana penunjang dalam proses produksi adalah fasilitas yang

diperlukan untuk memperlancar jalannya proses produksi. PG. Jatitujuh

memiliki beberapa sarana penunjang yang sangat mendukung dalam

proses produksi, antara lain:

• Stasiun Boiler

Stasiun boiler merupakan sumber energi uap yang akan digunakan

untuk menggerakkan mesin-mesin pabrik. PG. Jatitujuh terdapat 3 unit

boiler, 2 unit buatan Fives Cail Babcock (FBC) Perancis, dan satu unit

yang lain buatan Hitachi, Jepang. Kapasitas uap yang dihasilkan tiap

boiler adalah 55 ton/jam.

Sumber panas pada boiler berasal dari tungku, bahan bakar dari

tungku ada 2 jenis, yaitu bahan bakar minyak (BBM) atau bagase

(ampas tebu). BBM digunakan hanya pada saat tidak ada bagase karena

dirasa cukup mahal. BBM yang digunakan adalah jenis IDO

(International Diesel Oil). Bila ampas telah tersedia maka bahan bakar

yang digunakan adalah bagase, hal ini bertujuan untuk mengurangi

biaya operasional. Uap yang dihasilkan oleh boiler kemudian disalurkan

ke stasiun penggilingan, turbin uap penghasil energi listrik, unigrator,

dan lain-lain.

• Stasiun Water Treatment

o Bagian Penyedia Air untuk Proses

Kebutuhan air dipenuhi dari sumber air sungai Cimanuk. Air dari

sungai Cimanuk disedot dengan memakai 4 buah pompa dengan

debit 3 m3/menit tiap pompa. Air yang dihasilkan sebagian besar

(93–95 %) digunakan dalam proses produksi, memenuhi kebutuhan

karyawan dan kantor. Sedangkan sisanya dilairkan ke bejana softener

yang ditambah dengan resin, kemudian digunakan sebagai air pengisi

boiler. Penambahan resin bertujuan untuk menghilangkan kesadahan

yang dapat menimbulkan kerak pada boiler.

o Bagian Daur Ulang Air Jatuhan

Daur ulang air ini bertujuan untuk menurunkan suhu air. Air

jatuhan adalah air hasil pengembunan dari kondensor, evaporator,

dan masakan. Air ini tidak mengandung gula dan bersuhu 46 oC. air

ini dipompa melalui pipa air jatuhan ke cooling tower (bangunan

pendingin) yang memiliki 6 buah kipas raksasa penghembus udara,

yang berfungsi untuk mendinginkan air. Kemudian air dijatuhkan

seperti air terjun , melewati hembusan udara dari kipas-kipas itu. Air

yang telah didinginkan bersuhu 39 oC kemudian dipompa oleh

pompa injeksi menuju stasiun masakan, pemurnian dan evaporator

sebagai air injeksi.

• Stasiun Instrument Listrik

Stasiun ini merupakan stasiun penyedia energi listrik. Energi listrik

yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap. PG. Jatitujuh

memiliki 2 buah generator pembangkit listrik dengan tegangan 6000

volt/generator. Uap kering yang digunakan untuk menggerakan

generator berasal dari stasiun boiler. Energi listrik yang dihasilkan

digunakan untuk menggerakan pompa, motor listrik, penerangan, dan

lain-lain. Pembangkit listrik tenaga uap ini digunakan selama musim

giling, sedangkan pada waktu tidak giling menggunakan pembangkit

listrik tenaga diesel. Energi listrik dari pembangkit diesel ini digunakan

untuk penerangan pabrik dan perumahan karyawan.

• Stasiun Besali

Stasiun ini berfungsi untuk memperbaiki alat-alat, pompa, dan

mesin-mesin pabrik yang mengalami kerusakan agar proses produksi

berjalan dengan lancar. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan adalah

pemotongan, pelubangan, pengelasan, dan membentuk besi dengan

spesifikasi alat yang diharapkan.

V. PEMODELAN SISTEM

A. KONFIGURASI MODEL

Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula

Kristal ini dirancang dan dikembangkan di PT Pabrik Gula Jatujuh dalam

suatu paket program komputer yang diberi nama SWEETCON.PROSION.

Konfigurasi model SWEETCON.PROSION ini dibuat dan dirancang sesuai

dengan struktur dasar Sistem Penunjang Keputusan, sedangkan pada rancang

bangun model terdapat rumusan formulasi matematis.

Gambar 9. Konfigurasi model paket program SWEETCON.PROSION

SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA

Data Input Efisiensi Teknis

Data Kemampuan Proses

Data Output Efisiensi Teknis

Data Input Efisiensi Ekonomis

Data Output Efisiensi Ekonomis

Data Bobot dan Kriteria Pengendalian Proses

Model SPK Pengendalian Proses Produksi

SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL

Model Komponen Kritis Proses

Model Efisiensi Proses Produksi

Sub Model Efisiensi Absolut

Sub Model Efisiensi Relatif

Model Kemampuan Proses

SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

SISTEM MANAJEMEN DIALOG

Pengguna

Data Bobot dan kriteria Mesin dan Peralatan

Paket program SWEETCON.PROSION tersusun atas 4 bagian utama,

yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem

Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Basis Dialog seperti yang

terlihat pada gambar 9. Sistem Pengolahan Terpusat merupakan sistem yang

mengatur interaksi antara komponen sistem yang terintegrasi dalam program,

yaitu sistem manajemen basis data dengan sistem manajemen basis dialog

dan sistem manajemen basis model. Pusat pengolahan menerima sinyal dari

sistem manejemen dialog yang bersifat interaktif dengan pengguna. Sistem

pengolahan terpusat didesain menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dalam

pengaturan desain grafis agar tampilan lebih menarik dan komunikatif.

Selain itu paket program SWEETCON.PROSION juga menyediakan fasilitas

bantuan apabila pengguna mengalami kesulitan pada saat penggunaan

program.

Sistem manajemen basis model SWEETCON.PROSION dirancang

menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0, Minitab 13.0

dan DEA for Windows. Minitab 13.0 merupakan aplikasi yang digunakan

untuk analisa data menggunakan diagram pengendali dan capability diagram,

sedangkan DEA for Windows digunakan untuk input dan perhitungan

efisiensi produksi secara relatif.

Model yang dirancang dalam SWEETCON.PROSION saling

berhubungan dan digambarkan dalam diagram alir deskriptif. Diagram alir

deskriptif menggambarkan secara keseluruhan hubungan antar model-model

yang terdapat di dalam sistem baik secara langsung maupun tak langsung.

Diagram alir deskriptif SWEETCON.PROSION dapat dilihat pada Gambar

10.

Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION

Mulai

A B

A

Input data Mesin dan Peralatan: • Jenis komponen • Bobot, kriteria dan subkriteria

mesin

Perhitungan menggunakan ECR

Output: Mesin dan Peralatan Kritis

B

Input Data Kemampuan Proses: • Nama Stasiun • Data Briks, Hk, pol

Analisis menggunakan Diagram Kendali

Proses

Output: Proses Kritis

B

Input data Efisiensi Perusahaan: • Input Teknis • Input Ekonomis • Output Teknis • Output Ekonomis

Perhitungan Efisiensi Absolut

Perhitungan Efisiensi Relatif

Output: 1. Efisiensi absolut

teknis 2. Efisiensi absolut

ekonomis

Output: Efisiensi relatif per

indikator

Input: • Elemen-elemen faktor • Elemen-elemen sub faktor • Alternatif pengendalian

Penentuan prioritas tiap elemen dengan metode AHP

Output: Bobot masing-masing elemen faktor untuk alternatif pengendalian proses produksi

Selesai

Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION (Lanjutan)

B. RANCANGAN GLOBAL SISTEM

Rancang bangun secara umum memberikan gambaran secara umum

kepada pengguna tentang sistem. Rancang bangun secara umum merupakan

persiapan dari rancang bangun secara terinci dan mengidentifikasi elemen-

elemen sistem informasi yang akan didesain. Teknik rancang bangun secara

umum yang digunakan dalam rancang bangun Sistem Penunjang Keputusan

Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal dibuat dengan bantuan program

Power Designer Process Analyst yang berbentuk Data Flow Diagram (DFD)

yang menggunakan beberapa simbol, yaitu:

1

Prcs_1

* Process (proses)

Simbol proses ini digunakan untuk penerimaan data, mengubah dan

menghasilkan sesuatu

1 Stor_2

Data Store

Data Store digunakan untuk menyimpan data di dalam sistem

Entt_3

External Entity

External Entity digunakan sebagai sumber data yang digunakan pada

model

Flow_4 Data Flow (Aliran Data)

Data Flow digunakan untuk perpindahan data antar komponen dalam

sistem.

Diagram arus data (data flow diagram/DFD) digunakan untuk

menggambarkan suatu sistem secara logika tanpa melihat lingkungan fisik

data tersebut mengalir atau lingkungan fisik dimana data tersebut disimpan.

DFD menggambarkan arus data secara terstruktur serta merupakan

dokumentasi yang baik di dalam sistem. Aliran informasi keseluruhan sistem

digambarkan oleh DFD. DFD level 0 pada Sistem Penunjang Keputusan

Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal (Gambar 11) menggambarkan

garis besar hubungan antara pelaku dan pengguna sistem yang terdiri dari

Kepala Bagian Pabrikasi, Kepala Bagian Instalasi, Kepala Bagian TUK,

Kepala Bagian SDM, Pemerintah, dan juga para pakar ataupun auditor yang

terlibat dalam industri pergulaan.

Data Keuangan

Data Jenis dan Jumlah Karyawan

_

_

_

Kebijakan 1

SWEETCON_PROSION

Pakar

Kepala Bagian Pabrikasi

Kepala Bagian Instalasi

Manajer SDM

Pemerintah

Kepala Bagian TUK

Data Pemantauan ProsesData Parameter ProsesData input teknisData Output Teknis

Data Mesin dan Peralatan ProsesData Atribut Komponen Proses

Pembobotan Faktor ProsesPembobotan KomponenPembobotan Sistem Pengendalian Proses

Gambar 11. DFD Level 0 SWEETCON.PROSION

Proses yang digambarkan dalam DFD level 0 selanjutnya diperinci

untuk mengetahui proses-proses yang terjadi di dalam sistem

SWEETCON.PROSION yaitu digambarkan pada DFD level 1 yang dapat

dilihat pada Gambar 12. Proses yang terjadi pada aliran DFD level 1 terdiri

dari dua puluh proses. Berdasarkan aliran data tersebut sudah cukup

menggambarkan keseluruhan proses yang terjadi pada model sistem

SWEETCON.PROSION.

Data keuangan

Data Jenis dan Jumlah Karyawan

Hasil perhitungan efisiensi produksi relatif

Hasil perhitungan efisiensi produksi absolut

Data dan Parameter Proses

Kebijakan

Data Mesin dan Peralatan

Pembobotan Faktor dan Kriteria ProsesAlternatif pengendalian

PairwiseAHP

Bobot kriteria

Pairwise vertikal

Bobot faktor

kriteria tiap faktor

pairwise horisontal

Mesin peralatan proses

pembobotan

ECR

kualifikasi

Deviasi prosesSPC

briks_pol_HK

Pemerintah

Pakar

Kepala Bagian

Pabrikasi

Kepala Bagian Instalasi

Manajer SDM

1

Pemantauan proses

*

4

Identifikasi komponen kritis

*

2Perhitungan

batas keragaman proses *

3Penilaian

kemampuan proses *

1 Hasil penilaian kemampuan stasiun proses

5Penentuan

kriteria penilaian *

6Penentuan indikator

komponen *

7Penilaian kekritisan komponen *

2Hasil penilaian komponen kritis

8

Identifikasi faktor pendukung kekritisan

proses*

9

Pembobotan faktor

*

10

Penentuan kriteria faktor

*

5 Hasil bobot faktor tiap stasiun

11

Pembobotan kriteria faktor

*

6 Hasil bobot kriteria faktor

12

Penyusunan hirarki SPK

*

13Pemilihan alternatif

pengendalian *

7 Hasil pemilihan pengendalian stasiun proses

14Penentuan

atribut efisiensi produksi *

15

Perhitungan efisiensi absolut

*

16

Perhitungan efisiensi relatif

*

Input&output eff ekonomisInput&output eff teknis

Input&output eff ekonomisInput&output eff teknis

8 Hasil perhitungan efisiensi produksi absolut

9 Hasil perhitungan efisiensi produksi

Kabag TUK

Gambar 12. DFD Level 1 SWEETCON.PROSION

C. KERANGKA MODEL

1. Sistem Pengolahan Terpusat

Sistem pengolahan terpusat merupakan program utama dari sistem

SWEETCON.PROSION yang dirancang untuk mengelola dan mengatur

seluruh bagian atau komponen sistem yang terintegrasi dalam program.

Sistem pengolahan terpusat juga merupakan modul utama yang berfungsi

mengendalikan antarmuka pengguna (user interface), mengendalikan data

ke modul sistem manajemen basis data dan mengendalikan analisis

kuantitatif pada setiap submodel pada paket program

SWEETCON.PROSION. Pada intinya, sistem pengolahan terpusat

berfungsi untuk mengintegrasikan sistem manajemen basis data, sistem

manajemen basis model, dan sistem manajemen basis dialog, dengan cara

mengolah sinyal dari satu sistem dengan sistem lainnya sehingga dapt

berinteraksi secara timbal balik. Perintah-perintah atau input dari

pengguna akan ditransformasikan dan dikeluarkan dalam bentuk (output)

yang diinginkan oleh pengguna.

2. Sistem Manajemen Basis Data

Sistem manajemen basis data merupakan suatu kesatuan sistem

yang berfungsi sebagai pusat penyimpanan, pengolahan, pemasukan data

dan pemanggilan data apabila diperlukan, baik yang berupa data empirik

yang di-input oleh pengguna (data dinamis), maupun data-data penunjang

yang berfungsi sebagai informasi bagi pengguna (data statis). Sistem

manajemen basis data pada program SWEETCON.PROSION terdiri dari

tujuh basis data, yaitu data kemampuan proses, data bobot dan kriteria

mesin dan peralatan, data input efisiensi teknis, data output efisiensi

teknis, data input efisiensi ekonomis, data output efisiensi ekonomis, dan

data bobot dan kriteria pengendalian proses.

Basis data kemampuan proses terdiri dari data briks, pol, dan HK

dari masing-masing proses, yang nantinya dianalisa menggunakan diagram

pengendali sehingga didapatkan proses mana yang paling banyak terdapat

penyimpangan. Proses yang paling banyak terdapat penyimpangan itulah

yang bobotnya besar. Bobot yang didapat dari data kemampuan proses ini

merupakan salah satu kriteria dalam basis data untuk pengendalian proses.

Basis data bobot dan kriteria mesin dan peralatan juga sama

dengan data kemampuan proses, yaitu nantinya menghasilkan bobot yang

akan digunakan sebagai salah satu kriteria dalam basis data bobot dan

kriteria pengendalian proses. Pada basis data bobot dan kriteria mesin dan

peralatan terdiri dari input bobot dari kriteria keamanan, life support,

commercial, keandalan (realibility), vendor availability, spare part lead

time, Applicability of Condition Monitoring Technique, mean down time,

jam henti, dan kapasitas. Beberapa kriteria tersebut ada yang terbagi lagi

menjadi beberapa sub kriteria dengan input bobotnya masing-masing.

Basis data input efisiensi teknis, data output efisiensi teknis, data

input efisiensi ekonomis, dan data output efisiensi ekonomis digunakan

untuk pengukuran kinerja perusahaan. Dari input dan output secara teknis

tersebut didapatkan hasil efisiensi kinerja perusahaan secara absolut

maupun secara relatif. Indikator yang digunakan dalam pengukuran

efisiensi didasarkan pada duabelas indikator Barbiroli, tetapi yang

digunakan pada penelitian ini hanya lima indikator yang pemilihannya

disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Kelima indikator tersebut adalah

Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi

Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan

Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE), Efisiensi

Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency :

ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE).

Basis data bobot dan kriteria pengendalian proses merupakan basis

data yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data dari beberapa pakar yang

nantinya dianalisis menggunakan metode AHP. Kriteria yang digunakan

untuk menyusun hirarki sistem penunjang keputusan pengendalian proses

produksi gula kristal ini diantaranya berasal dari data pembobotan model

kemampuan proses dan model komponen kritis yang ditambah dengan

hasil pembobotan beberapa kriteria lain yaitu SDM, manajemen, dan

eksternal.

3. Sistem Manajemen Basis Model

Sistem manajemen basis model merupakan keterkaitan antar model

yang berfungsi untuk menganalisa data yang terdapat pada basis data

dengan tujuan sebagai penunjang keputusan dalam sistem penunjang

keputusan pengendalian proses produksi gula kristal. Sistem manajemen

basis model yang terdapat dalam SWEETCON.PROSION terdiri dari

empat model, yaitu:

a) Model komponen kritis proses

Model komponen kritis proses ini merupakan suatu model yang

digunakan untuk menganalisis dari beberapa kriteria dan subkriteria

mesin dan peralatan yang kemudian dibobotkan sehingga didapatkan

mesin dan peralatan yang paling kritis dan itu merupakan komponen

dari proses yang potensial untuk dikendalikan. Analisis komponen

(mesin dan peralatan) kritis ini menggunakan metode Equipment

Critically Rating (ECR).

Selain untuk mengetahui komponen yang paling kritis dalam

proses, hasil analisa ini juga digunakan untuk model SPK

pengendalian proses produksi sebagai salah satu kriteria yang nantinya

dibandingkan dengan kriteria yang lain sesuai dengan pendapat para

pakar.

b) Model kemampuan proses

Model kemampuan proses ini merupakan model yang berguna

untuk mengetahui kondisi selama proses. Model ini berasal dari data

kemampuan proses yang mencakup data briks, pol dan HK dari tiap-

tiap tahapan proses. Data-data tersebut kemudian dianalisa

menggunakan diagram pengendali, sehingga didapatkan proses mana

yang mengalami penyimpangan paling banyak, maka proses itulah

yang perlu untuk dikendalikan.

Sama seperti model komponen kritis proses, model kemampuan

proses ini nantinya digunakan sebagai salah satu kriteria dalam model

SPK pengendalian proses produksi yang akan dibandingkan dengan

kriteria-kriteria lainnya.

c) Model Efisiensi Proses Produksi

i. Sub Model Efisiensi Absolut

Sub model efisiensi absolut akan menghasilkan dua macam

efisiensi, yaitu efisiensi absolut teknis dan efisiensi absolut

ekonomis. Nilai perhitungan efisiensi ini akan menunjukkan

kinerja perusahaan dari segi efisiensi secara absolut berdasarkan

indikator Barbiroli. Input data pada sub model efisiensi absolut

adalah data input teknis, data input ekonomis, data output teknis,

dan data output ekonomis. Aplikasi program yang yang digunakan

untuk sub model efisiensi absolut adalah Microsoft Visual Basic

6.0.

ii. Sub Model Efisiensi Relatif

Sub model efisiensi relatif digunakan untuk menghitung nilai

efisiensi relatif dari setiap indikator yang digunakan pada sub

model efisiensi absolut dengan menggunakan metode Data

Envelopment Analysis. Data yang digunakan sebagai input adalah

data input teknis, data input ekonomis, data output teknis, dan data

output ekonomis. Pengolahan data pada sub model efisiensi relatif

ini menggunakan bantuan aplikasi program DEA for Windows yang

terintegrasi di dalam sistem penunjang keputusan

SWEETCON.PROSION.

d) Model SPK Pengendalian Proses Produksi

Model SPK pengendalian proses produksi merupakan model

yang dirancang untuk para pengambil keputusan dalam menentukan

tahapan proses mana yang paling kritis dan potensial untuk

dikendalikan pada kegiatan pengolahan gula kristal putih di PT Pabrik

Gula Jatitujuh. Model ini yang diolah menggunakan metode Analitical

Hierarchy Process (AHP) dan dengan bantuan aplikasi program

Expert Choice 2000. Pada model SPK pengendalian proses produksi

akan dihasilkan tingkat prioritas dari faktor-faktor yang berpengaruh

dalam proses, sub faktor yang mendukung, dan alternatif proses yang

potensial untuk dikendalikan.

4. Sistem Manajemen Basis Dialog

Sistem manajemen basis dialog merupakan suatu fasilitas

penghubung yang dapat mengatur interaksi Sistem Pengolahan Terpusat

dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Fungsi utama dari

sistem ini adalah menerima input dan memberikan feedback berupa output

yang dikehendaki oleh pengguna. Sistem manajemen basis dialog pada

paket program SWEETCON.PROSION menyediakan fasilitas-fasilitas

pilihan yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mempermudah dialog

antara model dengan pengguna.

D. IMPLEMENTASI SISTEM

Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

(SWEETCON.PROSION) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk

memberikan informasi kepada para pengambil keputusan dalam proses

produksi gula. Berdasarkan faktor dan kriteria yang terdapat dalam proses

yang berpengaruh terhadap kelancaran dan efisiensi proses, akan membantu

para pengambil keputusan tersebut untuk memantau jalannya proses dan

menentukan (memutuskan) proses mana yang perlu atau tidak perlu mendapat

pengendalian.

Implementasi merupakan suatu tahap persiapan sistem agar dapat

dioperasikan dan juga merupakan tahap pembuatan perangkat lunak.

Pengembangan paket program SWEETCON.PROSION diimplementasikan

dengan menggunakan beberapa program aplikasi pengembang utama, aplikasi

alat utama dan aplikasi pengembang bantu. Aplikasi yang digunakan dalam

pengembangan SWEETCON.PROSION beserta kegunaannya dapat dilihat

pada Tabel 13.

Tabel 13. Perangkat lunak pengembang SWEETCON.PROSION

Perangkat Lunak Kegunaan Keterangan

Microsoft Visual Basic 6.0 Pengembang sistem dan basis data Pengembang utama

Minitab 13.0 Statistical Process Control Alat analisa utama

Expert Choice 2000 Pengembangan Analitical Hierarchy Process Alat utama

Microsoft FrontPage Pembuatan tampilan dan informasi sistem Alat Bantu

DEA for Windows Basis data dan Pengembang sistem Alat utama

Installshield Express 4.0 Membuat file package Pengembang utama

Pengembangan SWEETCON.PROSION diimplementasikan dalam

sebuah perangkat lunak Microsoft Visual Basic 6.0 yang menghasilkan sebuah

file proyek dengan ekstensi file*.vbp. Dalam satu file ekstensi terdapat

beberapa file form dengan ekstensi *.frx. File proyek dapat dijalankan dengan

melakukan kompilasi sehingga terbentuk file bereksistensi *.exe. File proyek

yang telah dikompilasi bernama SWEETCON.exe.

Sistem ini memiliki beberapa fasilitas tambahan di luar sistem yaitu

integrasi dengan program aplikasi Minitab 13.0, Expert Choice 2000 dan DEA

for Windows. Sistem manajemen basis data dibuat dengan menggunakan

Microsoft Excell yang diintegrasikan dengan Microsoft Visual Basic 6.0.

Sistem yang dirancang bersifat stand alone yaitu hanya dapat dibuka pada

komputer yang telah memiliki instalasi Microsoft Visual Basic 6.0, Minitab

13.0, Expert Choice 2000 dan DEA for Windows. Sistem manajemen basis

data terintegrasi di dalam program Microsoft Visual Basic 6.0 dan disimpan

dalam file berekstensi *effabs, dan *eatp.

SWEETCON.PROSION dirancang sebagai program aplikasi untuk

Windows versi 32 bit, artinya SWEETCON.PROSION diharapkan dapat

dioperasikan pada sistem operasi Windows 98 hingga Windows 2000. Sistem

operasi Windows dipilih karena sistem operasi ini telah sangat luas

pemakaiannya pada komputer PC dibandingkan dengan sistem operasi

lainnya, misalnya OS-2, Linux, UNIX dan sebagainya. Selama tahap

pengembangan, SWEETCON.PROSION diimplementasikan pada komputer

PC dengan sistem operasi Windows XP Professional version 2002, processor

AMD Athlon dan memori 256 MbRAM.

SWEETCON.PROSION dapat digunakan dengan terlebih dahulu

melakukan instalasi dengan menggunakan fasilitas SWEETCON.PROSION

package. Program instalasi dibuat dengan menggunakan Installshield Express

4.0. Program SWEETCON.PROSION dimulai dengan munculnya splash

screen yang terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Tampilan Splash Screen SWEETCON.PROSION

Setelah tampilan splash screen muncul, kemudian masuk ke form login

dimana sistem akan memeriksa identitas pengguna yaitu dengan cara mengisi

user ID dan password seperti yang diilustrasikan pada Gambar 14. Password

harus diisi secara benar untuk dapat masuk ke dalam menu utama dan

memiliki otoritas penuh terhadap perangkat lunak. Setelah login pada

pemeriksaan identitas utama akan muncul tampilan berupa pilihan tombol

navigasi yang berisi menu-menu yang dapat diakses berupa menu informasi,

kemampuan proses, komponen kritis, efisiensi produksi, dan pengendalian

proses.

Menu informasi dibangun dengan mengintegrasikan program Microsoft

FrontPage. Pada menu ini hanya berisikan informasi awal tentang menu-menu

yang lain dan proses umum produksi gula. Menu kemampuan proses

merupakan model yang diintegrasikan dengan program Minitab 13.0 yang

digunakan untuk memantau variabilitas dan penyimpangan proses, sehingga

nantinya didapat suatu kesimpulan apakah stasiun proses yang dinilai dalam

keadaan terkendali atau tidak.

Gambar 14. Tampilan Form Login SWEETCON.PROSION

Menu komponen kritis merupakan model yang diintegrasikan dengan

program Expert Choice 2000 untuk proses pembobotan awal, sehingga pada

akhirnya model ini akan menampilkan nilai kritis masing-masing mesin dan

peralatan stasiun proses. Menu efisiensi diintegrasikan dengan program DEA

for Windows dimana apabila dimasukkan input dan output secara teknis dan

akonomis akan dihasilkan nilai efisiensi sesuai dengan indikator yang akan

dinilai sehingga para pengambil keputusan dapat memutuskan input atau

output mana yang perlu dikurangi atau ditambahkan untuk meningkatkan

efisiensi produksi. Menu yang terakhir adalah model pengendalian proses

yaitu penyusunan hirarki berdasarkan faktor dan kriteria yang telah

dibobotkan sehingga didapatkan stasiun proses yang paling kritis adalah

stasiun yang perlu mendapat perhatian lebih dan potensial untuk dikendalikan.

E. VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM

Verifikasi sistem bertujuan untuk mengetahui apakah model-model yang

terdapat pada SWEETCON. PROSION telah memenuhi kriteria yang

ditetapkan dan dapat digunakan oleh para pengambil keputusan untuk

menentukan proses manakah yang perlu dikendalikan. Verifikasi juga

bertujuan untuk menjadikan sistem lebih sempurna, stabil dan bebas dari

kesalahan yang dapat mengganggu suatu proses dalam sistem. Untuk mencari

kesalahan pada fungsi yang salah atau hilang, setiap keluaran yang dihasilkan

oleh SWEETCON. PROSION diperiksa apakah sesuai dengan masukan yang

didapatkannya.

SWEETCON.PROSION terdiri dari empat buah model utama, yaitu

model kemampuan proses, model komponen kritis, model efisiensi produksi

dan model pengendalian proses dimana model-model yang telah terbentuk

dalam program komputer tersebut diuji dengan menggunakan data aktual

untuk mengetahui kelayakan model dalam penggunaannya oleh user.

Verifikasi model kemampuan proses dilakukan dengan menggunakan

data rata-rata hasil produksi 15 harian PG Jatitujuh, model komponen kritis

diverifikasi dengan data pembobotan kriteria dan indikator mesin dan

peralatan yang telah dilakukan oleh pakar pada PG Jatitujuh. Verifikasi model

efisiensi produksi menggunakan data yang diperoleh dari bagian pabrikasi dan

TUK PG Jatitujuh, sedangkan model pengendalian proses diverifikasi dengan

hasil penilaian secara perbandingan berpasangan oleh lima pakar yang

berkompeten dalam industri gula. Hasil verifikasi masing-masing model

menunjukkan bahwa model-model tersebut dapat diterapkan sesuai dengan

kegunaan masing-masing model.

Kekurangan yang terdapat pada SWEETCON.PROSION adalah data

yang terdapat pada program Minitab 13.0 yang telah diintegrasikan dengan

model kemampuan proses tidak dapat langsung terintegrasi dengan submenu

resume kemampuan proses, sehingga pengguna harus memasukkan lagi data

rata-rata proses untuk mengetahui apakah proses terkendali atau tidak. Begitu

juga dengan model komponen kritis, bobot yang didapatkan dari rata-rata

pendapat pakar harus dimasukkan lagi pada submenu ECR keseluruhan dan

untuk masing-masing proses.

Pada model efisiensi juga masih terdapat ketidaksempurnaan, yaitu data-

data yang diperlukan untuk menyusun input atau output teknis dan ekonomis

harus diolah terlebih dahulu secara manual, baru setelah didapat input dan

output teknis dimasukkan dalam program akan dihasilkan keluaran berupa

tingkat efisiensi untuk masing-masing indikator. Selain itu data harus di

masukkan sebanyak dua kali masing-masing untuk perhitungan efisiensi

produksi secara absolut dan efisiensi produksi secara relatif karena submenu

efisiensi absolut belum terintegrasi dengan submenu efisiensi relatif.

Validasi terhadap sistem dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

kemampuan suatu alat ukur (instrumen) untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur dimana ukuran tersebut memprediksikan kriteria yang relevan secara

andal (apakah kriteria tersebut sudah jelas). Dalam melakukan validasi atau

yang biasa disebut pengukuran validitas juga perlu memperhatikan bahwa

pengujian tersebut dilakukan secara cukup tepat dan tidak ragu-ragu apa yang

akan diamati (harus ada definisi operasional mengenai variable yang diukur).

Validasi pada SWEETCON.PROSION bertujuan untuk mengetahui

apakah sistem dan model-model yang terdapat di dalamnya dapat dikatakan

sahih atau layak dipergunakan oleh user sasaran. Pengujian validitas

SWEETCON.PROSION terhadap model-model didapatkan bahwa dengan

meng-input data-data yang diperlukan pada tiap model akan didapat keluaran

yang sesuai dengan yang dimaksud.

Validasi model kemampuan proses dilakukan dengan menginput data

produksi akan didapatkan keluaran yaitu besarnya variasi proses dan besarnya

penyimpangan yang terjadi pada tiap proses sehingga dapat diputuskan apakah

proses tersebut berada dalam keadaan terkendali atau tidak terkendali. Model

komponen kritis memberikan keluaran bobot dan nilai kekritisan komponen

yang sebelumnya telah dibobotkan secara perbandingan berpasangan oleh

pada pakar dengan rentang bobot antara 0 sampai dengan 1, sehingga keluaran

nilai kritis yang didapatkan harus sesuai dengan teori yaitu dengan nilai

terkecil 0 dan terbesar adalah 100.

Model efisiensi memberikan keluaran berupa besar tingkat efisiensi

produksi secara absolut dan relatif dengan nilai efisiensi antara 0 persen

hingga 100 persen; dan model pengendalian proses divalidasi dengan

memasukkan bobot yang telah diberikan oleh para pakar sehingga

keluarannya berupa konsistensi hasil perbadingan berpasangan dan

terbentuknya hirarki pembobotan faktor dan alternatif pengendalian proses.

Dengan demikian, model SWEETCON.PROSION dapat dikatakan valid

karena dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan masing-masing

model.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN KEMAMPUAN (KINERJA) PROSES PRODUKSI

Menurut Adiyatna dan Marimin (2001), sebagai sistem terbuka kegiatan

agroindustri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi sumber daya manusia (SDM), mesin, peralatan, teknologi, aset dan

modal perusahaan, sedangkan faktor eksternal antara lain meliputi pasar,

pemasok, pemerintah, lembaga keuangan, pesaing, dan investor.

Kinerja suatu sistem atau suatu perusahaan dapat ditinjau dari dimensi

luaran sistem yang meliputi efektifitas, efisiensi, dan kepuasan. Efektifitas

berkaitan dengan kinerja dalam pencapaian tujuan, efisiensi berkaitan dengan

penggunaan sumber dan kepuasan berkaitan dengan penghargaan atas jerih

payah partisipasi anggota organisasi (Kast, 1985).

Setiap tahap pengolahan ini harus selalu dikendalikan supaya benar,

karena setiap tahap pengolahan ini berperan dalam menentukan mutu dan

keamanan produk yang dihasilkan. Proses produksi gula perlu dikendalikan

untuk menghasilkan produk berupa gula kristal yang bermutu dan aman

dikonsumsi.

Kapabilitas proses didefinisikan sebagai kemampuan proses untuk

memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Process Capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan

proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang

ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan pelanggan

(http://groups.yahoo.com/group/kasma1).

Pengukuran kemampuan proses merupakan salah satu bagian dari

tahapan pengendalian produksi yang dilakukan oleh setiap operator dan

bagian analisa. Pengendalian proses produksi ini dilakukan pada beberapa titik

di setiap lini produksi. Analisa kemampuan atau kinerja proses ini dilakukan

dengan bantuan program komputer Minitab 13.0 yaitu dengan melihat

keragaman data selama proses sesuai batas-batas dan standar deviasi yang

berlaku.

Teknik analisis yang digunakan untuk memantau proses adalah dengan

melihat variasi data selama proses menggunakan batas kendali x dan s serta

diagram kapabilitas, sedangkan untuk mengukur besarnya penyimpangan

proses dari spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah dengan

menggunakan teknik akurasi. Pembuatan digram kendali dan kapabilitas

menggunakan sub grup sebesar 15 karena melihat dalam satu periode giling

terdiri dari 15 hari. Analisis dimulai pada level parameter dan kemudian level

stasiun proses. Nilai toleransi penyimpangan maksimum yang digunakan

adalah sebesar 10 persen. Jika besar penyimpangan (deviasi) suatu parameter

proses terhadap standar lebih kecil atau sama dengan ±10 persen maka kinerja

parameter proses tersebut berada dalam keadaan “TERKENDALI”, dan

sebaliknya jika besar penyimpangan (deviasi) suatu parameter proses terhadap

standar lebih besar dari 10 persen maka kinerja parameter tersebut berada

dalam keadaan “TIDAK TERKENDALI”. Apabila proses menunjukkan

keadaan terkendali maka para pengambil keputusan dapat tetap melanjutkan

proses menuju ke stasiun yang selanjutnya, sebaliknya apabila proses

menunjukkan keadaan tidak terkendali maka para pengambil keputusan harus

mengambil tindakan dengan melakukan evaluasi lebih mendalam pada stasiun

proses karena terdapat ketidakefisienan dalam proses karena kondisi tidak

terkendali pada salah satu stasiun proses akan menyebabkan proses

selanjutnya juga mengalami kondisi tak terkendali.

1) Stasiun Gilingan

Gambar 15. adalah tampilan model Kemampuan Proses pada aplikasi

program SWEETCON.PROSION dimana bila dipilih salah satu indikator

yang akan dinilai, akan langsung terintegrasi dengan program Minitab

13.0 yang dapat menganalisa data kemampuan proses tersebut.

Kinerja stasiun gilingan secara umum menunjukkan bahwa stasiun

gilingan berada dalam keadaan terkendali dengan besar deviasi 1,53

persen maka tingkat efisiensinya sebesar 98,47 persen. Tabel 14.

menunjukkan bahwa semua parameter proses memenuhi standar

spesifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan, tetapi bila dilihat dari deviasi

menurut rata-rata proses terdapat parameter yang menyimpang jauh dari

rata-rata yaitu parameter imbibisi%sabut. Adanya deviasi rata-rata proses

yang cukup besar berarti rentang atau variasi kadar imbibisi%sabut pada

stasiun gilingan besar. Imbibisi%sabut merupakan perbandingan antara

kadar sabut dan kadar air imbibisi yang ditambahkan. Variasi yang besar

menunjukkan bahwa terdapat pembubuhan air imbibisi yang tidak merata

antara saat penggilingan yang satu dengan yang lain. Hal ini perlu

mendapat perhatian bagi para pengambil keputusan karena apabila kadar

sabut kecil maka menunjukkan bahwa jumlah air imbibisi yang

ditambahkan lebih besar sehingga nantinya dapat menyebabkan kadar air

proses juga lebih tinggi.

Gambar 15. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Gilingan

Kinerja gilingan terutama dapat dilihat dari tingkat ekstraksi gula

yang dihasilkan, karena stasiun gilingan merupakan tahap dimana tebu

yang mengandung nira ditekan dan diperas sedapat mungkin sehingga

kadar nira yang tertinggal di ampas nilainya sangat kecil. Semakin besar

tingkat ekstraksi oleh rol-rol gilingan, berarti kinerja stasiun gilingan

semakin baik. Tingkat ekstraksi gula selama pemantauan berdasarkan data

analisa selama proses masih di bawah standar, tetapi para pengambil

keputusan tidak perlu melakukan tindakan pengendalian karena besar

penyimpangannya masih berada dalam batas ±10 persen. Tingkat ekstraksi

ini diambil dari nilai HPG yaitu kuosien ekstraksi pol nira mentah per 100

pol dalam tebu digiling. Walaupun belum sesuai standar, tetapi angka

pengawasan dan pengendalian proses lainnya yaitu briks, pol, dan HK nira

mentah tercapai serta kadar sabut yang tidak melebihi standar. Dapat

disimpulkan bahwa stasiun gilingan memiliki kinerja yang baik.

Tabel 14. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Gilingan

Parameter Kinerja Satuan Nilai Standar

Deviasi (menurut rata-rata)

Deviasi (sesuai

spesifikasi) Keterangan

- Briks nira mentah

- Pol nira mentah

- HK nira mentah

- Kadar sabut - Imbibisi %

sabut - Nm%tebu - Ekstraksi

gula - HPB Jumlah - Kapasitas

giling

%

%

% %

% %

% %

TCD

12,72

9,77

76,7715,43

191,7496,37

94,3891,75

4019,46

≥12

≥9

72 14-16

≥200 ≥100

>96 >90

≥4000

0,55

0,43

1,50 1,02

18,88 3,04

0,53 0,87

0,67

6,00

8,56

6,62 0,00

(4,13) (3,63)

(1,69) 0,00

0,00

Terkendali

Terkendali

Terkendali Terkendali

Terkendali Terkendali

Terkendali Terkendali

Terkendali

Rata-Rata 3,05 Kesimpulan 1,53 Terkendali

Kehilangan terbesar pada stasiun gilingan adalah terikut ampas,

apalagi bila kadar kotorannya di atas 3 persen (pucuk, sogolan, daduk,

tanah), karena akan menurunkan ekstraksi gilingan. Untuk itu digunakan

angka parameter HPB Total (Hasil Bagi Pemerahan Brik) yang pada

stasiun gilingan ini didapatkan nilai sebesar 91,75. Angka minimum

adalah 90 persen, hal itu berarti pada stasiun gilingan tidak banyak gula

yang terikut ampas. Adanya nilai deviasi yang berada dalam kurung yang

juga berarti negatif, bukan berarti besar deviasinya negatif, tetapi hanya

untuk menunjukkan bahwa rata-rata yang dihasilkan berada di bawah

standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

2) Stasiun Pemurnian

Penilaian kinerja proses pada stasiun pemurnian menggunakan model

seperti yang ditampilkan pada Gambar 16. Hasil penilaiannya terdapat

pada Tabel 15. dimana didasarkan pada beberapa indikator kinerja stasiun

pemurnian. Penilaian kinerja stasiun pemurnian menunjukkan tingkat

efisiensi stasiun pemurnian cukup baik yaitu sebesar 91.6 persen, tetapi

para pengambil keputusan harus memberikan perhatian lebih pada proses

pemurnian sebelum meneruskan proses menuju stasiun penguapan

mengingat tingkat penyimpangan proses yang hampir mendekati 10

persen.

Gambar 16. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Pemurnian

Tabel 15. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Pemurnian

Parameter Kinerja Satuan Nilai Standar Deviasi

(menurut rata-rata)

Deviasi (sesuai

spesifikasi) Keterangan

- Briks nira encer - Pol nira encer - HK nira encer - Pol blotong - Turbidity - Blotong%tebu

% % % %

Ppm %

12,92 10,18 78,85

1,96 4,03

12 ≥9 ≥74 ≤2 ≤3

0,53 0,41 1,51 0,35 0,13

7,67

0 0 0

34,33

Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali

Tidak Terkendali Rata-Rata 0,59 Kesimpulan 8,40 Terkendali

Tahap pemurnian dihasilkan limbah yang berupa blotong, tetapi

seringkali masih terdapat kandungan gula dalam blotong tersebut. Pol

blotong menunjukkan kadar gula yang masih terkandung dalam blotong,

tapi kandungannya masih memenuhi standar dimana batas maksimumnya

sebesar 2. Blotong % tebu adalah perbandingan antara blotong yang

dihasilkan dengan tebu yang masuk, dimana pada proses ini ternyata kadar

blotong % tebunya melebihi batas maksimal dengan penyimpangan yang

sangat besar. Dengan banyaknya blotong yang dikandung berarti tebu

yang masuk proses masih mengandung banyak kotoran. Kinerja proses

pemurnian dinilai cukup bagus karena angka brik, pol dan HK nira encer

semuanya memenuhi standar yang berarti juga tidak perlu dilakukan

tindakan pengendalian. Para pengambil keputusan diharapkan segera

mengevaluasi kinerja mesin pemurnian karena hal ini berarti pula efek

pemurnian yang diterapkan belum efektif walaupun kadar pol dan HK

memenuhi standar. Hal ini ditunjukkan juga dengan penyimpangan briks

nira encer yang besar yang berarti bahan terlarutnya cukup banyak.

3) Stasiun Penguapan

Gambar 17. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Penguapan

Tabel 16. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Penguapan

Parameter Kinerja Satuan Nilai Standar Deviasi

(menurut rata-rata)

Deviasi (sesuai

spesifikasi) Keterangan

- Briks nira kental - Pol nira kental - HK nira kental - Nira kental

% % % oC

51,97 43,35 80,00

106,25

≤65 ≤52

75-80 ≥100

3,87 3,04 1,51 0,71

0,00 0,00 0,00 0,00

Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali

Rata-Rata 2,28 Kesimpulan 0,00 Terkendali

Hasil dari stasiun penguapan adalah nira kental. Kadar air yang

terdapat pada nira encer sebelum masuk stasiun penguapan adalah sebesar

87,08 persen, dan nira kental memiliki kadar air sebesar 48,03 persen.

Efek dari proses penguapan berhasil menguapkan air sebesar 55 persen.

Apabila menurut standar, seharusnya proses penguapan dapat menguapkan

air sebesar 60-70 persen air dalam nira encer. Hal ini menunjukkan bahwa

konstruksi dari pan-pan penguap kurang efektif. Walaupun demikian,

kinerja dari stasiun penguapan sudah efisien sebesar 100 persen melihat

semua parameter standar stasiun penguapan tidak ada yang mengalami

penyimpangan sehingga tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian oleh

para pengambil keputusan dan proses dapat tetap dilanjutkan ke proses

masakan. Apabila konstruksi pan-pan penguap bekerja lebih efektif akan

dapat meringankan kerja stasiun masakan.

4) Stasiun Masakan

Stasiun masakan bertugas untuk mengubah nira kental yang berasal

dari stasiun penguapan menjadi kristal gula melalui sistem pemasakan.

Pabrik gula Jati Tujuh memiliki sistem masakan A, C, D yang artinya

menghasilkan gula A, gula C, dan gula D. Dari ketiga jenis gula yang

terbentuk tersebut, yang akan menjadi gula produk (SHS) hanya gula A,

maka itu dalam analisa kemampuan stasiun masakan diatas, hanya diambil

parameter dari masakan A. Data analisa tersebut menunjukkan bahwa

stasiun masakan sudah baik kinerjanya yaitu dengan efisiensi sebesar 100

persen. Kinerja stasiun penguapan yang sudah baik akan memberi

informasi pada para pengambil keputusan bahwa stasiun masakan tidak

perlu mendapat tindakan pengendalian dan proses dapat tetap dilanjutkan

ke stasiun putaran.

Gambar 18. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Masakan

Tabel 17. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Masakan

Parameter Kinerja Satuan Nilai Standar Deviasi

(menurut rata-rata)

Deviasi (sesuai

spesifikasi) Keterangan

- Briks masakan A - Pol masakan A - HK masakan A - Purity drop

% % %

93,0080,4086,3313,09

93-94 ≥79 ≥85

10-15

0,41 1,77 2,12

0,00 0,00 0,00 0,00

Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali

Rata-Rata 2,28 Kesimpulan 0,00 Terkendali

5) Stasiun Putaran

Stasiun putaran berbeda dari stasiun lainnya karena stasiun terakhir

selama proses dalam pabrik ini memiliki indikator kinerja dan keluaran

paling banyak. Hasil penilaian kinerja stasiun putaran dapat dilihat pada

Tabel 18. Dari stasiun putaran dihasilkan larutan-larutan yaitu stroop A,C

dan D; klare SHS dan klare III; gula A, C, D1, dan D2; gula SHS IA; tetes;

dan leburan, tetapi tidak semua keluaran tersebut yang digunakan sebagai

indikator kinerja stasiun putaran. Indikator yang penting pada stasiun

masakan antara lain adalah performance dari gula SHS yang merupakan

gula produk, stroop A, dan tetes yang merupakan hasil samping dari

keseluruhan proses selain ampas dan blotong.

Gambar 19. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Putaran

Tabel 18. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Putaran

Parameter Kinerja Satuan Nilai Standar Deviasi

(menurut rata-rata)

Deviasi (sesuai

spesifikasi) Keterangan

- Briks gula A - Pol gula A - HK gula A - Kadar air - Briks Stroop A - Pol Stroop A - HK Stroop A - Briks tetes - Pol tetes - HK tetes - Tetes%tebu

% % % % % % % % % % %

99,6498,8699,23

0,3680,3858,8873,2490,2230,0633,32

3,8

99,97 99,85 99,88 ≤1,00

83 54

65-70 ≥80

28-30 30-33 ≤2,5

0,00 0,7

0,00 0,24 1,75 1,51 2,09 1,25 0,68 0,56 1,2

(0,33) (0,99) (0,65)

0 (3,16) 9,04 4,63

0 7,36 0,97 52

Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali Terkendali

Tidak Terkendali Rata-Rata 2,28 Kesimpulan 6,26 Terkendali

Analisis kinerja stasiun putaran menunjukkan bahwa stasiun putaran

memiliki efisiensi sebesar 93,74 persen yang ditunjukkan pula dengan

hasil briks, pol, dan HK gula A yang akan menjadi produk telah memenuhi

standar. Walaupun demikian, para pengambil keputusan perlu

memperhatikan hasil samping pada stasiun putaran terutama yang

mengalami penyimpangan cukup besar.

Pemantauan stasiun putaran menggunakan metode stastitikal terhadap

stroop dan tetes menunjukkan bahwa indikator-indikatornya masih berada

dalam kendali. Walaupun demikian, dari analisa tersebut penyimpangan

yang terjadi pada produk samping cukup besar, bahkan analisa tetes%tebu

menunjukkan hasil yang melebihi batas maksimal, yaitu sebesar 52 persen

dari batas maksimal adalah 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa prosentase

hasil samping dari bahan baku cukup besar diduga karena kadar kotoran

atau bukan gula yang terikut dalam proses cukup banyak. Banyaknya gula

yang terikut pada tetes (pol tetes) juga menunjukkan terdapat

ketidakefisienan stasiun putaran karena seharusnya gula produk yang

dihasilkan dapat lebih banyak apabila kehilangan gula yang terikut dalam

hasil samping dapat ditekan.

B. PENENTUAN KOMPONEN KRITIS PENDUKUNG PROSES

Banyak kendala yang dialami sejumlah PG, selain terpuruknya harga

gula juga kurangnya bahan baku gula dari tebu produksi petani, menciutnya

lahan tebu, serta mesin-mesin PG yang usianya sudah tua (Roeswanto, 2006).

Di dalam industri pengolahan ada tahap-tahap yang dianggap sangat

penting yang menentukan kelancaran proses produksi dan berdampak pada

mutu produk yang dihasilkan. Tahap-tahap ini dianggap tahap atau proses

kritis. Tahap ini disebut tahap kritis karena jika tidak terdapat komponen-

komponen pendukung yang memadai, proses tidak akan berjalan berjalan

dengan lancar, kapasitas produksi tidak tercapai, dan penggunaan sumberdaya

tidak maksimal atau dapat dikatakan proses tidak efisien. Dengan perkataan

lain, tahap kritis adalah tahap pengolahan yang dapat menentukan kelancaran

dan pencapaian mutu proses serta penggunaan komponen pendukung secara

maksimal sehingga dapat menurunkan resiko pemborosan sumberdaya sampai

batas aman secara teknis dan ekonomis.

Survei di beberapa perusahaan industri baik lokal maupun asing

menyebutkan sekitar 80 persen yang menjadi tolak ukur keberhasilan dan

daya tahan perusahaan adalah peningkatan efisiensi, efektifitas, dan

produktifitas yang optimal dari perusahaan dalam hal pengalokasian sumber

daya. Pengalokasian sumber daya menjadi hal yang sangat penting, salah satu

bentuk aplikasi dari hal tersebut adalah penggunaan fasilitas–fasilitas

pendukung proses produksi yang ada untuk menyelesaikan suatu job

(pekerjaan) dengan suatu prosesor (mesin) (Hendra dan Maseleno, 2004).

Gambar 20. Tampilan Model Komponen Kritis

Model penentuan komponen kritis proses menggunakan metode

Equipment Critically Rating dimana para pakar memberikan bobot penilaian

pada masing-masing kriteria dan indikator pada setiap mesin dan peralatan

masing-masing proses. Bobot yang didapatkan tersebut menunjukkan tingkat

kekritisan mesin dan peralatan baik dalam suatu stasiun proses maupun antar

stasiun proses. Selain menggunakan bobot yang diberikan oleh para pakar,

penilaian komponen kritis ini juga menggunakan data primer yang berasal dari

musim giling sebelumnya. Apabila pada masing-masing stasiun diketahui

kriteria yang paling kritisnya, hal tersebut dapat menjadi dasar para pengambil

keputusan dalam menyusun jadwal pemeliharaan dan perbaikan mesin dan

peralatan baik diluar masa giling maupun dalam masa giling.

Terjadwalnya kegiatan perawatan mesin dan peralatan akan dapat

menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses, dan

dapat segera cepat melakukan tindakan pengendalian mesin apabila terjadi

penghentian proses karena telah dipersiapkan komponen-komponen

pendukung untuk segala kemungkinan kerusakan yang terjadi pada mesin dan

peralatan berdasarkan bobot yang telah dipertimbangkan oleh para pengambil

keputusan.

Langkah pertama dilakukan pembobotan terhadap kriteria-kriteria yang

diberikan yang mempengaruhi kekritisan komponen, untuk itu diperlukan

langkah-langkah pendahuluan yaitu menentukan orang yang dianggap ahli dan

berkompeten untuk memberikan penilaian. Pada penentuan kompnen kritis di

PG Jatitujuh menggunakan pihak bagian pabrikasi dan instalasi yang

berkompeten untuk mengisi kuesioner yang berkaitan dengan penilaian mesin

dan peralatan kritis seperti yang ada pada Lampiran 16. Selanjutnya dicari

data pendukung pengambilan keputusan kekritisan komponen, seperti data

kerusakan komponen dan data jam henti.

Untuk melihat kecocokan model, dilihat data apa saja yang

memungkinkan untuk didapatkan atau disediakan oleh perusahaan. Langkah

selanjutnya adalah penambahan bobot indikator pada kriteria yang memiliki

lebih dari satu indikator. Ini dilakukan untuk menyeimbangkan pengaruh dari

perbedaan jumlah indikator. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kriteria

utama dan indikator yang mengikutinya. Pembobotan kriteria utama dilakukan

dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yaitu dengan

perbandingan berpasangan.

Setelah pembobotan kriteria dengan metode AHP dilakukan,

selanjutnya adalah tahap pembobotan indikator komponen yang dimaksudkan

untuk menyeimbangkan pengaruh dari perbedaan jumlah indikator pada

masing-masing kriteria. Dengan demikian diharapkan bahwa perbedaan dari

tingkat kekritisan akan ditentukan oleh bobot dari kriteria-kriteria yang

digunakan. Level dibawah kriteria adalah indikator komponen yang

merupakan penilaian terhadap keadaan mesin dan fungsi-fungsinya secara

lebih spesifik.

Cara memberikan penilaian pada indikator adalah secara kuantitatif atau

berdasarkan jumlah kondisi yang terjadi yang kemudian dibagi menjadi

peringkat-peringkat yang merupakan bobot dari masing-masing indikator.

Nilai yang diberikan menunjukkan tingkat kemungkinan terjadinya kondisi

yang dimaksud untuk tiap komponen. Misalnya bila nilainya 0 maka kondisi

tersebut tidak mungkin terjadi, tetapi bila nilainya 100 maka kondisi itu sangat

mungkin terjadi.

Data pembobotan indikator kemudian dipecah kedalam data komponen

dan disusun berdasarkan kriteria yang berhubungan. Data tersebut kemudian

diolah dengan rumus ECR, yaitu:

ECR = i

k

ii Nb ×∑

1=

dimana:

bi = bobot masing-masing kriteria

Ni = nilai kriteria berdasarkan indikator-indikatornya

Ni = i

n

ii DI ×∑

1=, dimana Ii = ukuran setiap indikator

Di = bobot setiap indikator

Tabel 19. Hasil Perhitungan ECR Mesin dan Peralatan Proses

No. Kriteria Bobot

Gilingan Pemurnian Penguapan Masakan Putaran

1 Keamanan 0,0900 0,0740 0,0810 0,0840 0,0850

2 Life Support 0,0750 0,0640 0,0720 0,0730 0,0780

3 Commercial 0,0980 0,1010 0,1040 0,1050 0,1030 4 Keandalan 0,1220 0,1490 0,1300 0,1300 0,1300 5 Vendor Availability 0,1030 0,1130 0,1110 0,1030 0,1110

6 Spare part lead time 0,0890 0,0760 0,0860 0,0840 0,0920

7 Applicability of condition monitoring technique 0,1310 0,1400 0,1230 0,1250 0,1290

8 Mean down time 0,1020 0,0980 0,0980 0,0960 0,0950 9 Jam henti 0,0709 0,0600 0,0750 0,0710 0,0550 10 Kapasitas 0,1100 0,1260 0,1210 0,1290 0,1210

Nilai ECR Total 81,49 75,80 79,69 76,59 72,64

1) Mesin Stasiun Gilingan

Hasil perhitungan menggunakan metode ECR menunjukkan bahwa

mesin dan peralatan stasiun gilingan adalah yang paling kritis

dibandingkan dengan mesin dan peralatan pada stasiun lainnya sesuai

dengan nilai kritis yang didapatkan yaitu sebesar 81,49. Kriteria terbesar

yang merupakan faktor pendukung kekritisan mesin gilingan adalah dari

segi applicability of condition monitoring technique (0,1310) seperti yang

terlihat pada Tabel 19. Kedua adalah kriteria keandalan mesin sendiri

memiliki bobot sebesar 0,1220; kemudian kriteria kapasitas yaitu besarnya

kapasitas giling akan mempengaruhi kecepatan dan efisiensi stasiun

gilingan dengan bobot sebesar 0,1100. Kemudian diikuti oleh faktor-faktor

lainnya. Hal ini juga didukung oleh jumlah jam henti pada musim giling

tahun 2006 oleh jumlah jam henti mesin gilingan yang paling tinggi

dibandingkan dengan stasiun lainnya, yang menunjukkan tingkat

kerusakan mesin dan peralatan proses paling tinggi. Selain ditentukan oleh

masing-masing bobot kriteria, kekritisan komponen juga dipengaruhi oleh

bobot dari indikator masing-masing kriteria yang secara lebih rinci dapat

dilihat pada Lampiran 14.

2) Mesin Stasiun Pemurnian

Stasiun pemurnian memiliki nilai ECR total komponen sebesar 75,80

dengan bobot terbesar dihasilkan oleh faktor keandalan dengan bobot

sebesar 0,1490 yaitu yang paling menyebabkan kekritisan mesin dan

peralatan pemurnian. Faktor kedua yang mendukung kekritisan komponen

pemurnian adalah applicability of condition monitoring technique dengan

bobot sebesar 0,1400; kemudian faktor kapasitas dalam posisi ke tiga

dengan bobot sebesar 0,1260 yang kemudian diikuti oleh faktor-faktor

lainnya.

3) Mesin Stasiun Penguapan

Stasiun penguapan yang hanya terdiri dari pan-pan penguap memiliki

faktor penyebab kekritisan utama yaitu keandalan dengan bobot sebesar

0,1300. Faktor pendukung kekritisan komponen penguapan yang kedua

dengan bobot yang tidak berbeda jauh (0,1230) adalah applicability of

condition monitoring technique; sedangkan faktor ketiga dengan bobot

sebesar 0,1210 adalah kapasitas dari pan-pan penguap sendiri dimana

seringkali terjadi jam henti yang disebabkan oleh pan-pan penguap yang

isinya terlalu penuh.

4) Mesin Stasiun Masakan

Sama seperti stasiun penguapan, faktor terbesar yang menyebabkan

kekritisan komponen stasiun masakan atau kristalisasi seperti yang terlihat

pada Gambar 21. adalah keandalan dengan bobot sebesar 0,1300. Faktor

ke dua adalah kapasitas stasiun masakan dengan bobot sebesar 0,1290.

Faktor applicability of condition monitoring technique merupakan

pendukung ke tiga dalam kekritisan komponen stasiun masakan dengan

bobot sebesar 0,1230 yang kemudian diikuti oleh kriteria lainnya.

5) Mesin Stasiun Putaran

Tabel 19. menunjukkan hasil perhitungan ECR untuk komponen

stasiun putaran dimana faktor pendukung pertama adalah keandalan

dengan bobot sebesar 0,1300. Faktor ke dua adalah applicability of

condition monitoring technique dengan bobot sebesar 0,1290. Faktor ke

tiga adalah kapasitas komponen dengan bobot sebesar 0,1210 kemudian

diikuti oleh kriteria-kriteria lainnya.

6) ECR Total

Pada hasil akhir perhitungan komponen kritis, didapatkan nilai ECR

total masing-masing komponen dan dari perhitungan tersebut diketahui

bahwa komponen pendukung proses produksi yang paling kritis adalah

stasiun gilingan dengan nilai ECR total sebesar 81,49. Komponen kritis ke

dua adalah stasiun penguapan dengan nilai ECR total sebesar 79,69

kemudian berturut-turut stasiun kristalisasi (masakan) dengan nilai ECR

total sebesar 72,05; stasiun pemurnian dengan nilai ECR total sebesar

71,30; dan yang terakhir adalah stasiun sentrifugasi (putaran) yang

memiliki nilai ECR total sebesar 70,55. Semakin banyak jam henti mesin

atau komponen suatu stasiun, akan semakin kritis komponen tersebut.

Untuk itu tujuan utama perhitungan komponen kritis ini adalah agar

perusahaan dapat mengetahui komponen mana yang paling kritis dan

dapat memperbaiki sistem pemeliharaan dan perawatan komponen

pendukung proses baik di luar masa giling maupun selama masa giling.

C. PENGUKURAN EFISIENSI PRODUKSI

Tingkat produktivitas adalah merupakan kinerja dari suatu unit produksi

atau dikenal dengan sebutan Decision Management Unit (DMU) dalam

meminimumkan input yang digunakan untuk menghasilkan suatu output

dalam suatu wilayah. Tingkat produktivitas adalah konsep mikro yang

mengukur kinerja antar input dan output suatu proses produksi yang akan

digunakan dalam meneliti tingkat efisiensi proses produksi gula kristal.

Pengukuruan kinerja suatu proses produksi dalam sektor industri

manufakturing pada kurun waktu tertentu dapat menjadi indikator kemampuan

perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan menentukan pertumbuhan

produksi dalam perusahaan tersebut. Aktivitas sebuah perusahaan menunjukan

tentang kemampuan perusahaan itu dalam menggunakan dana-dananya secara

efektif dan menunjukan seberapa cepat perputaran dari dana-dana perusahaan

itu.

DEA mempunyai beberapa keuntungan relatif dibandingkan dengan

teknik parametrik. Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit

yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari

penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan

utama dalam aplikasi manajerial. (Epstein and Henderson, 1989). Selain itu,

DEA tidak memerlukan spesifikasi yang lengkap dari bentuk fungsi yang

menunjukkan hubungan produksi dan distribusi dari observasi. Selain itu

pendekatan parametrik sangat tergantung pada asumsi mengenai data produksi

dan distribusi.

Usahatani tebu termasuk usahatani yang memerlukan biaya yang relatif

bervariasi, bergantung lokasi dan tingkat penerapan teknik budidaya. Untuk

tanaman baru (PC), biaya usahatani adalah sekitar Rp. 12,2 - Rp. 16,3 juta per

ha. Secara lebih spesifik, analisis usahatani tanaman PC dengan menggunakan

teknologi yang standar diterapkan di PTPN disajikan pada Tabel 20. Sumber

biaya terbesar ada pada komponen pengolahan tanah dan pemeliharaan (28,5

persen), sewa lahan (28,5 persen), dan tebang angkut (20 persen). Total biaya

untuk tanaman PC mencapai sekitar Rp. 15,775 juta/ha.

Tabel 20. Analisis Usahatani Tanaman PC, teknologi standar PTPN

Uraian Nilai (Rp) Proporsi (%) Biaya Pengolahan tanah dan pemeliharaan Bibit Pupuk Herbisida Tebang angkut Bunga kredit Sewa lahan Total biaya

4.500.0001.700.000

810.000245.000

3.150.000870.600

4.500.00015.775.600

28,510,8

5,11,6

20,05,5

28,5100,0

Nilai produksi gula 28.500.000 Penerimaan petani (66%) 18.810.000 B/C Ratio 1,19

Asumsi : 1000 kw tebu, rendemen 7,5%, harga Rp.3.800/kg Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id

Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk melaksanakan strategi

restrukturisasi industri gula adalah peningkatan efisiensi teknis dan efisiensi

ekonomis pabrik-pabrik gula, terutama di Jawa. Menurut Arifin, prioritas

peningkatan efisiensi didasarkan pada analisis ekonomi dan simulasi efisiensi

teknis dan efisiensi ekonomis terhadap pabrik gula biasanya menggunakan

kriteria berikut efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis adalah

perbandingan antara produktivitas hablur yang dicapai oleh pabrik gula

(dalam ton per hektar) dengan produktivitas hablur minimal yang secara teknis

dapat dicapai oleh petani dan pabrik gula pada lahan sawah atau lahan kering

sebesar 6 ton per hektar. Kriteria efisiensi ekonomis adalah perbandingan

antara harga paritas impor sampai tingkat pabrik gula dan biaya produksi rata-

rata pada setiap pabrik gula (http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm).

Penelitian ini hanya menggunakan lima indikator efisiensi proses

produksi dari dua belas indikator Barbiroli. Pemilihan indikator ini dilakukan

berdasarkan atas penyesuaian dengan ruang lingkup penelitian dan kondisi

proses produksi di perusahaan. Lima indikator Barbiroli tersebut adalah

Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi

Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan Produk

Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE), Efisiensi

Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency :

ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE). Pengukuran ini

dilakukan pada musim giling periode tahun 2006.

Limbah yang dihasilkan oleh PT Jati Tujuh antara lain ampas, pucuk

daun dan blotong, tetes, serta air buangan pabrik.. Pucuk daun dimanfaatkan

untuk pakan ternak, ampas digunakan sebagai bahan bakar pada boiler atau

dijual agar dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk lain seperti kertas,

pupuk, dan media tumbuh tanaman. Blotong digunakan sebagai pupuk organik

bagi lahan perkebunan tebu, tetes ditampung pada tangki yang nantinya dijual

kepada pihak lain untuk digunakan sebagai bahan baku penyedap masakan

MSG, sumber pupuk, campuran makanan ternak, dan bahan pembuatan

alkohol/spiritus. Air buangan pabrik ditangan oleh unit pengolahan limbah

yang juga terdapat di area pabrik hingga netral dan dapat digunakan untuk air

siraman tanaman pada tanaman tebu. Hal ini berarti PT Jati Tujuh tidak

menghasilkan limbah atau bahan pencemar yang dapat membahayakan

lingkungan sekitar sehingga indikator Efisiensi Lingkungan Keseluruhan

Proses (Process Overall Environmental Efficiency : POEE) dan Efisiensi

Lingkungan Siklus Energi (Energy Cycle Environmental Efficiency : ECEE)

tidak digunakan dalam penelitian.

Selain itu, mesin dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan

gula kristal putih adalah mesin serta peralatan statis yang hanya menghasilkan

satu macam produk saja, sehingga indikator Efisiensi Pengoperasian Peralatan

Dinamis (Equipment Dynamic Operating Efficiency : EDOE) tidak

dimasukkan ke dalam analisis efisiensi produksi gula karena mesin dan

peralatan tidak dimodifikasi untuk menghasilkan produk lain selain gula

kristal putih. Indikator Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran (Product

Mix Variability Efficiency : PMVE) juga tidak digunakan karena struktur

proses produksi yang dianalisis hanya menghasilkan satu macam produk saja,

yaitu gula kristal putih atau SHS.

1. Efisiensi Absolut Proses Produksi

a. Efisiensi Siklus Bahan baku

1) Efisiensi teknis siklus bahan baku

Bahan baku yang masuk ke dalam proses adalah batang tebu.

Tebu yang masuk ke dalam proses produksi per periode pada

musim giling tahun 2006 adalah sebanyak 522.386,3 ton. Bahan

baku tersebut memiliki rata-rata kadar air sebesar 26,16 persen,

sehingga jumlah tebu apabila tanpa air adalah sebesar 73,84

persen dari jumlah keseluruhan, yaitu sebesar 385.730,04 ton.

Jumlah ini merupakan jumlah yang digunakan sebagai input

teknis bagi indikator efisiensi siklus bahan baku.

Jumlah produk gula kristal yang dihasilkan pada tahun 2006

adalah sebesar 37.974,21 ton dengan rata-rata kadar air sebesar

0,03 persen. Bahan baku yang terkandung dalam produk jadi

adalah sebesar 99,97 persen dari produk gula yang dihasilkan,

yaitu sebesar 37.962,82 ton. Jumlah ini merupakan output teknis

bagi indikator efisiensi siklus bahan baku. Rincian data dan

perhitungan dapat dilihat pada Tabel 21. di bawah ini.

Tabel 21. Data yang diperlukan untuk input efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter Nilai jumlah bahan baku yang masuk proses (berat hablu dalam ton tebu)

53.662,5

rata-rata kadar air tebu (%) 25,97 jumlah bahan baku tanpa air (ton) 39726,35

Tabel 22. Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter Nilai jumlah produk gula kristal yang keluar proses (ton) 37.974,21 rata-rata kadar air produk gula kristal (%) 0,03 jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi (ton)

37.962,82

Tabel 23. Efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter Nilai Input (ton) 39726,35

Output (ton) 37.962,82 Efisiensi (%) 95,56

Hasil perhitungan efisiensi absolut teknis siklus bahan baku

adalah sebesar 95,56 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan memiliki efisiensi siklus bahan baku yang secara

teknis sudah baik karena mendekati nilai 100 persen.

2) Efisiensi ekonomis siklus bahan baku

Output ekonomis untuk perhitungan efisiensi ekonomis siklus

bahan baku adalah biaya tambahan bahan baku ditambah biaya

untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan dalam

proses. Input ekonomisnya terdiri dari nilai bahan baku yang

termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang

terkandung dalam produk samping.

• Biaya tambahan untuk bahan baku karena tingkat konversi

aktual = biaya total bahan baku x tingkat bahan baku yang

tidak digunakan.

• Biaya untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan

dalam proses.

• Nilai bahan baku yang termasuk dalam produk = biaya total

bahan baku x jumlah gula kristal yang diproduksi. Biaya total

bahan baku terdiri dari biaya pemeliharaan tanaman

menghasilkan, biaya panen dan pengangkutan dan biaya

pembelian hasil tanaman.

• Nilai bahan baku yang terkandung dalam produk samping =

jumlah produk samping yang dihasilkan x nilai produk

samping (dari bahan baku yang dikandung).

Bahan baku yang berupa tebu seluruhnya digunakan dalam

proses produksi, sehingga tidak ada biaya tambahan untuk meng-

up-grade bahan baku. Dengan demikian, nilai efisiensi ekonomis

yang didapatkan adalah 100 persen. Nilai ini menunjukkan

bahwa pengalokasian biaya dalam proses pengolahan bahan baku

di perusahaan sudah baik.

b. Efisiensi Siklus Energi

1) Efisiensi teknis siklus energi

Energi yang digunakan oleh perusahaan terdiri atas energi

listrik, bahan bakar solar, IDO (International Diesel Oil) dam

ampas. Energi listrik digunakan untuk keperluan produksi,

perkantoran, administrasi, dan perumahan. Bahan bakar solar

digunakan untuk generator, turbin dan keperluan transportasi,

sedangkan IDO digunakan untuk bahan bakar dari mesin pada

proses.

Energi yang digunakan untuk proses produksi terdiri atas

bahan bakar solar dan bahan bakar IDO, ditambah ampas untuk

bahan bakar boiler, sedangkan energi yang digunakan untuk

kebutuhan perusahaan seperti untuk penerangan, administrasi, dan

lain-lain terdiri bahan bakar solar. Jenis-jenis sumber energi

tersebut mempunyai satuan perhitungan yang berbeda, sehingga

diperlukan perhitungan konversi ke dalam satuan yang sama.

Rincian data dan perhitungan secara lebih jelas dapat dilihat pada

Tabel 24, 25 dan 26.

Tabel 24. Pemakaian energi untuk proses produksi

Output Solar (kg) KIDO (ton) Ampas (ton) Jumlah Energi 250 218.562 168.099,4 Jumlah Energi (kcal) 2.477.217,19 1.863.629.697,35 36.123.384,36 TEP (kcal) 1.902.230.298,90

Keterangan :

KLP = konsumsi listrik untuk proses produksi

KIDO = konsumsi IDO untuk proses produksi

TEP = total energi terpakai untuk proses produksi

Tabel 25. Pemakaian energi total perusahaan

Input KSP (liter) KIDO (ton) Ampas (ton) Jumlah Energi 311.851,95 218.562 168.099,4 Jumlah Energi (kcal) 2.681.926.778,11 1.863.629.697,35 36.123.384,36 TEPrsh (kcal) 4.581.679.859,83

Keterangan :

KSP = konsumsi solar perusahaan

KIDO = konsumsi IDO perusahaan

Ampas = konsumsi ampas

TEP = total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan

Tabel 26. Efisiensi teknis siklus energi

Parameter Nilai Input (kcal) 4.581.679.859,83

Output (kcal) 1.902.230.298,90 Efisiensi (%) 41,52

Setelah di dapatkan nilai total pemakaian energi untuk proses

produksi dan total pemakaian energi keseluruhan perusahaan,

maka di dapatkan nilai efisiensi teknis siklus energi. Hasil

perhitungan efisiensi absolut teknis siklus energi adalah sebesar

41,52 persen atau jauh dari 100 persen. Hasil perhitungan

efisiensi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa penggunaan

sumberdaya energi di perusahaan belum efisien untuk keperluan

proses produksi dibandingkan dengan alokasi sumberdaya energi

terutama bahan bakar solar untuk keperluan yang lain seperti

perkantoran, administrasi, ataupun perumahan.

2) Efisiensi ekonomis siklus energi

Data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan efisiensi

ekonomis siklus energi adalah nilai energi yang benar-benar

digunakan dalam proses sebagai input ekonomis dan biaya

tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual sebagai output

ekonomis. Biaya total untuk energi proses produksi didapatkan

dari penjumlahan biaya bahan bakar IDO, solar, dan ampas.

Demikian juga dengan biaya energi keseluruhan yang dikeluarkan

perusahaan merupakan penjumlahan dari biaya bahan bakar solar,

biaya bahan bakar IDO dan ampas. Rincian data dan perhitungan

secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 27 hingga 31.

Tabel 27. Perhitungan biaya energi proses produksi

Jenis Biaya Nilai Biaya Solar (Rp) 1.540.699 Biaya IDO (Rp) 999.846.000 Biaya Ampas (Rp) 58.069.000 Total Biaya (Rp) 1.059.455.699

Tabel 28. Perhitungan biaya total energi yang dipakai perusahaan

Jenis Biaya Nilai Biaya Solar (Rp) 1.923.419.000 Biaya IDO (Rp) 999.846.000 Biaya Ampas (Rp) 58.069.000 Total Biaya (Rp) 2.981.334.000

Tabel 29. Tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

Parameter Nilai TEP (KWH) 1.902.230.298,90 TEPrsh (KWH) 4.581.679.859,83 tedk (%) 58,48

Keterangan :

TEP = total energi terpakai untuk proses produksi

TEPrsh = total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan

perusahaan

tedk =

=

tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

Dari perbandingan penggunaan energi untuk proses produksi

dengan konsumsi energi total perusahaan didapatkan tingkat

energy yang tidak digunakan oleh perusahaan, yaitu sebesar 58,48

1 - TEP . TEPrsh

1 - TEP_ TEPrsh

persen dari keseluruhan sumber energi yang telah dialokasikan

oleh perusahaan. Kemudian dilakukan perhitungan untuk

mengetahui besar biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan karena adanya nilai konversi aktual seperti pada Tabel

30.

Tabel 30. Biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual

Parameter Nilai Biaya total energi perusahaan (Rp) 2.981.334.000,00 tedk (%) 58,48 BTEKA (Rp) 1.743.538.248,34

Keterangan :

tedk = tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

BTEKA = biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi

aktual

Tabel 31. Efisiensi ekonomis siklus energi

Parameter Nilai Input (Rp) 2.981.334.000 x 41,52%

Output (Rp) 1.743.538.248,34 Inefisiensi (%) 1,41

Setelah didapatkan besarnya biaya tambahan, baru dapat

dihitung besarnya efisiensi ekonomis perusahaan dalam indikator

siklus energi dengan membandingkan antara biaya tambahan

yang dikeluarkan perusahaan karena nilai konversi aktual dengan

biaya untuk memenuhi kebutuhan energi pada proses produksi.

Dari hasil perhitungan efisiensi ekonomis, didapatkan nilai

inefisiensi sebesar 1,41 persen yang berarti tingkat efisiensinya

sebesar 99,59 persen. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa

pengeluaran perusahaan dari segi ekonomis untuk memenuhi

kebutuhan energi proses produksi sudah efisien karena sebagian

besar finansial dialokasikan untuk keperluan proses produksi.

c. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir

1) Efisiensi teknis lingkungan produk akhir

Input teknis dari efisiensi teknis lingkungan produk akhir

adalah jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk,

sedangkan output teknisnya adalah sisa bahan baku yang tidak

dibuang ke lingkungan. Sisa bahan baku produk ini adalah

berupa ampas, tetes dan blotong tetapi yang dibuang ke

lingkungan adalah blotong dan tetes karena ampas digunakan

sebagai bahan baku boiler. Sisa bahan baku proses tersebut

jumlahnya kandungannya pada produk sebesar 12.110,14 ton.

Rincian data dan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 32 dan 33.

Tabel 32. Perhitungan sisa bahan baku produk

Parameter Nilai Jumlah bahan baku masuk proses (ton) 522.386,3 Jumlah bahan baku tanpa air (ton) 386.722,58 Jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi (ton)

37.962,82

Sisa bahan baku yang terkandung dalam produk (ton)

12.110,14

Tabel 33. Efisiensi teknis lingkungan produk akhir

Parameter Nilai Input (kg) 37.962,82

Output (kg) 12.110,14 Efisiensi (%) 31,90

Efisiensi teknis lingkungan produk akhir didapatkan dengan

cara membandingkan nilai bahan baku produk yang tidak dibuang

ke lingkungan dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam

produk. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efisiensi teknis

lingkungan produk akhir sebesar 31,90 persen. Nilai efisiensi

tersebut masih kecil, yang berarti bahwa proses produksi banyak

membentuk hasil samping yang berupa ampas, blotong, dan tetes

tersebut. Tetapi limbah atau hasil samping tersebut tidak

berbahaya dan tidak mencemari lingkungan, bahkan dapat

digunakan untuk bahan pendukung kelancaran proses produksi

ataupun sebagai bahan baku produk lain. Apabila dilihat dari

rendemen produk yang dihasilkan, sudah sangat efisien.

2) Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir

Nilai efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir didapatkan

dari perbandingan antara biaya untuk mengurangi bahan baku

yang dibuang ke lingkungan sebagai output ekonomis dengan

nilai bahan baku dalam produk sebagai input ekonomis. Nilai

bahan baku dalam produk didefinisikan sebagai berikut :

Nilai bahan baku dalam produk = biaya total untuk pengadaan

bahan baku x tingkat konversi

Biaya total untuk pengadaan bahan baku terdiri atas biaya panen

dan pengangkutan bahan baku tebu, sedangkan tingkat konversi

adalah sebesar 100 persen karena seluruh bahan baku digunakan

di dalam proses produksi.

Biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke

lingkungan terdiri atas biaya untuk pemeliharaan tanaman tebu

seperti pemupukan, penyemprotan hama dan peremajaan;

sedangkan nilai bahan baku dalam produk terdiri atas biaya panen

dan pengangkutan bahan baku tebu. Perhitungan efisiensi dapat

dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir

Parameter Nilai Input (Rp) 22.403.669.000

Output (Rp) 163.000.191.000 Inefisiensi (%) 73

Hasil perhitungan inefisiensi ekonomis menunjukkan nilai

sebesar 73 persen. Nilai perhitungan inefisiensi ekonomis yang

lebih dari 50 persen menunjukkan bahwa perusahaan belum

efisien dalam mengalokasikan (meminimisasi) biaya untuk

menangani limbah yang dihasilkan.

d. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis

1) Efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis

Input teknis dari efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis

adalah total waktu kerja potensial peralatan, sedangkan output

teknisnya merupakan selisih dari waktu kerja potensial peralatan

dengan waktu henti peralatan. Pengoperasian peralatan statis yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah mesin dan peralatan yang

digunakan untuk melakukan proses produksi gula kristal putih

dari mulai gilingan hingga sentrifugasi.

Waktu kerja standar yang telah ditentukan oleh perusahaan

adalah selama delapan jam kerja untuk masing-masing shift

dimana pekerja terbagi dalam tiga, namun lama waktu kerja

sebenarnya dari mesin dan peralatan produksi di pabrik

tergantung dari jumlah bahan baku yang dihasilkan oleh kebun.

Rincian waktu kerja secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35. Perhitungan efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis

Parameter (jam) Nilai 1. Waktu kerja optimal peralatan (jam/hari): (input) 24 2. Waktu kerja aktual peralatan (jam/hari): (output) 21,52 3. Waktu Henti peralatan 1,86 Efisiensi (%) 92,25

Perhitungan efisiensi tersebut menunjukkan bahwa

pengoperasian peralatan yang dilakukan masih belum sesuai

antara pemakaian optimal dan pemakaian aktual, sehingga nilai

efisiensi tidak mencapai 100 persen. Namun, sekalipun nilainya

tidak mencapai 100 persen, tingkat efisiensinya cukup tinggi yaitu

sebesar 92,25 persen.

2) Efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis

Efisiensi ekonomis peralatan statis didefinisikan sebagai rasio

antara biaya tambahan karena adanya waktu henti sebagai output

ekonomis dengan biaya produksi (pengoperasian) sebagi input

ekonomis. Biaya tambahan dalam perhitungan didapatkan dari

perkalian antara waktu henti, gaji pekerja per jam dan jumlah

pekerja. Perhitungan disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36. Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis

Parameter Nilai Waktu henti (jam) 218,92 Gaji pekerja per hari (Rp) 10.824,59 Gaji pekerja per jam (Rp) 1.353,07 Jumlah pekerja @shift (orang) 81 Biaya tambahan (Rp) (output) 23.993.420 Biaya pengoperasian (Rp) (input) 27.637.202.000 Efisiensi (%) 0,087

Nilai efisiensi ekonomis peralatan statis menunjukkan tingkat

efisiensi sebesar 0,087 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa

secara ekonomis perusahaan sudah sangat efisien.

e. Efisiensi Masukan

1) Efisiensi teknis masukan

Nilai efisiensi teknis masukan didapatkan dari perbandingan

antara jumlah optimal lead time per kg dari produk sebagai output

teknis dengan total lead time aktual per kg dari produk sebagai

input teknis. Lead time optimal per kg didapatkan dari hasil

pembagian antara lead time selama satu periode dengan jumlah

produksi optimal, sedangkan lead time aktual per kg didapatkan

dari hasil pembagian antara lead time selama satu periode dengan

jumlah produksi aktual. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 37

dan 38.

Tabel 37. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input

Parameter Nilai Jumlah produksi optimal (ton/hari) 8791,2 Jumlah produksi aktual (ton/hari) 3898,53 Lead time selama satu periode (jam) 0,006 Lead time optimal per ton (menit) 0,16 Lead time aktual per ton (menit) 0,37

Keterangan :

Perhitungan lead time selama satu periode mempertimbangkan :

1 periode = 15-16 hari

1 hari = 24 jam kerja

Tabel 38. Efisiensi teknis masukan

Parameter Nilai Input (menit) 0,37

Output (menit) 0,16 Efisiensi (%) 43

Nilai efisiensi teknis pada musim giling tahun 2006 yaitu

sebesar 43 persen, yang menunjukkan bahwa proses produksi

memiliki efisiensi lead time yang masih rendah.

2) Efisiensi ekonomis masukan

Efisiensi ekonomis masukan didapatkan dengan cara

membandingkan output ekonomis dengan input ekonomis. Input

ekonomis adalah biaya produksi optimal per kg, sedangkan output

ekonomis merupakan selisih antara biaya produksi aktual per kg

dengan biaya produksi optimal per kg. Rincian data dan

perhitungan disajikan pada tabel 39 dan 40.

Tabel 39. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi ekonomis masukan

Parameter Nilai Biaya produksi optimal per ton (Rp) 13.642,22 Biaya produksi aktual per ton (Rp) 30.763,29

Tabel 40. Efisiensi ekonomis masukan Parameter Nilai

Input (Rp) 13.642,22 Output (Rp) 17.121,07 Efisiensi (%) 125,5

Nilai efisiensi ekonomis masukan perusahaan sebesar 125,5

persen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat tidak

efisien dalam hal ini, sebab dari perhitungan didapat perbedaan

yang mencolok antara biaya produksi aktual dengan biya produksi

optimal, dimana biaya produksi aktual jauh lebih besar dibanding

biaya produksi optimal.

Gambar 21. Tampilan Model Efisiensi Produksi Absolut

Dari seluruh hasil pengukuran efisiensi produksi diatas dapat

digunakan sebagai dasar oleh para pengambil keputusan dalam perusahaan

bahwa empat dari lima indikator perlu dikaji ulang input-input yang

digunakan agar dapat menghasilkan output yang optimal baik secara teknis

maupun ekonomis, dimana hanya indikator efisiensi siklus energi yang

pemanfaatan sumberdayanya paling efisien secara teknis tetapi tidak

secara ekonomis sedangkan indikator efisiensi masukan menunjukkan

hasil tidak efisien secara teknis dan paling tidak efisien secara ekonomis.

2. Efisiensi Relatif Proses Produksi

Melalui analisis DEA, dilakukan pengukuran efisiensi relatif dari

setiap indikator. Pada penelitian ini dilakukan dua macam pengukuran

efisiensi relatif, yaitu efisiensi relatif masing-masing indikator dan

efisiensi relatif kelompok indikator. Perhitungan yang dilakukan pada

setiap indikator atau UPK memiliki dua buah input dan dua buah output

yang dipandang dari aspek teknis dan aspek ekonomis.

Efisiensi relatif diukur menggunakan 12 indikator seperti yang tertera

pada Gambar 3, sehingga pengukuran efisiensi relatif masing-masing

indikator terdiri dari 12 UPK dengan dua input dan dua output untuk

masing-masing UPK. Selanjutnya, data dari nilai-nilai input dan output

dimasukkan ke dalam rumusan DEA yang berupa programa linier (4)-(7).

Pengukuran efisiensi relatif setiap indikator dapat dirumuskan sebagai

berikut :

m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah

UPK (indikator) yaitu 12

Ek = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...12

Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r, r = 1 (aspek teknis),

r = 2 (aspek ekonomis)

Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i, i = 1 (aspek teknis), i =

2 (aspek ekonomis)

Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k

Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k

Persamaan yang sama seperti (4)-(7) dalam rumusan DEA digunakan

pula untuk melakukan pengukuran efisiensi relatif per kelompok indikator.

Pengukuran dirumuskan sebagai berikut :

m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah

UPK (kelompok indikator) yaitu 6

Ek = efisiensi relatif dari kelompok indikator ke k, k = 1...6

Ur = bobot tertimbang dan output kelompok indikator ke r, r = 1

(aspek teknis), r = 2 (aspek ekonomis)

Vi = bobot tertimbang dari input kelompok indikator ke i, i = 1 (aspek

teknis), i = 2 (aspek ekonomis)

Yrk = jumlah atau nilai output r pada kelompok indikator ke k,

merupakan total jumlah output dari semua indikator dalam satu

kelompok indikator r.

Xrk = jumlah atau nilai input i pada kelompok indikator ke k,

merupakan jumlah keseluruhan input dari semua indikator dalam satu

kelompok indikator i.

Suatu UPK dikatakan efisien secara relatif apabila nilai efisiensinya

100 persen. Apabila nilai nya tidak mencapai 100 persen, maka UPK

bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif.

Tabel 41. Efisiensi relatif per indikator

Indikator Efisiensi Relatif (%)

Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE) 100

Efisiensi Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE) 43,45

Efisiensi Lingkungan Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE) 57,97

Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency : ESOE) 100

Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE). 100

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Data Envelopment

Analysis, didapatkan nilai efisiensi relatif dari setiap indikator proses

produksi seperti yang ditampilkan pada Tabel 41.

Gambar 22. Tampilan Model Efisiensi Produksi Relatif

Pada Tabel 41. menunjukkan bahwa terdapat tiga indikator efisiensi

dalam proses produksi yang telah efisien secara relatif yaitu efisiensi

siklus bahan baku, efisiensi pengoperasian peralatan statis, dan efisiensi

masukan sedangkan efisiensi siklus energi dan efisiensi lingkungan produk

akhir tidak efisien secara relatif. Aplikasi program

SWEETCON.PROSION untuk model efisiensi produksi relatif merupakan

model yang diintegrasikan dengan software DEA for Windows dan tidak

bersatu dengan model efisiensi absolut. Hasil analisa efisiensi produksi

relatif dapat dilihat pada Gambar 22.

Indikator siklus energi menunjukkan inefisiensi karena apabila ditinjau

secara teknis alokasi energi terutama bahan bakar solar penggunaannya

belum efisien karena lebih banyak yang dialokasikan untuk penggunaan

diluar proses produksi. Walaupun demikian, secara ekonomis siklus energi

telah dapat dikatakan efisien karena perbandingan antara biaya tambahan

yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk energi karena adanya

konversi aktual nilainya kecil (mendekati nol persen).

Indikator lingkungan produk akhir juga belum efisien secara relatif.

Hal ini dapat dilihat dari ketidakefisienan secara teknis, yaitu sisa bahan

baku yang terkandung dalam produk jumlahnya masih sedikit

dibandingkan dengan jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk

jadi. Dengan adanya ketidakefisienan secara teknis, menyebabkan efisiensi

ekonomis juga tidak tercapai karena biaya yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan untuk menangani`atau mengurangi bahan baku yang terbuang

ke lingkungan cukup besar.

D. PENYUSUNAN HIRARKI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL

Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu priosedur logis dan

kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan

keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan.

Dengan kata lain, cara untuk membuat model suatu keputusan yang

memungkinkan dilakukannya pemeriksaan da pengujian (Mangkusubroto dan

Trisnadi, 1987)

Dalam melakukan analisa bagi persoalan keputusan, tahap awal yang

perlu dilakukan adalah mengungkapkan tujuan berkenaan dengan apa yang

ingin dicapai oleh pengambil keputusan. Pada penyusunan hirarki SPK

Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini yang merupakan fokus atau

tujuan pengambilan keputusan adalah identifikasi faktor pengendalian proses

produksi.

Pengendalian proses dalam sistem penunjang keputusan pengendalian

proses produksi gula kristal mencakup seluruh faktor yang berdampak

terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil dan

kondisi lingkungan proses. Faktor dalam kasus ini dapat disebut juga sebagai

kriteria dalam pengambilan keputusan secara umum. Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam kriteria antara lain:

• lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan

tersebut;

• operasional, sehingga dapat digunakan dalam analisa;

• tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang; dan

• minimum, agar lebih mudah mengkomprehensifkan persoalan.

Pada studi kasus pengendalian proses di PT Pabrik Gula Jati Tujuh,

dididentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran dan

tercapainya kualitas selama proses produksi yang dimulai dari stasiun gilingan

hingga stasiun putaran. Faktor-faktor pendukung tersebut terbagi menjadi

lima macam, yaitu mesin dan peralatan; kemampuan proses; sumber daya

manusia; manajemen; dan faktor eksternal. Untuk mengidentifikasi

keterkaitan faktor-faktor tersebut digambarkan pada Gambar 24.

Faktor-faktor pendukung utama yang berpengaruh terhadap proses akan

bertindak sebagai cabang/tulang dari garis horisontal utama. Cabang atau

tulang dari diagram tulang ikan akan diisi oleh kriteria faktor. Diagram sebab

akibat selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah model struktur hirarki.

Seluruh bobot yang dihasilkan dari pengolahan menggunakan metode

Analitical Hierarchy Process (AHP) ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu

persentase dari keseluruhan faktor yang dibobotkan.

Model struktur hirarki pada sistem penunjang keputusan ini terdiri dari

empat tingkat dimana tingkat pertama adalah fokus, yaitu identifikasi faktor

pengendalian proses produksi Pabrik Gula Jati Tujuh. Tingkat ke dua adalah

Gambar 23. Diagram Sebab Akibat Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

faktor pendukung proses produksi gula kristal putih yaitu mesin dan peralatan;

kemampuan proses; SDM; manajemen; dan faktor eksternal.

Tingkat tiga merupakan penjabaran dari tingkat dua atau disebut kriteria

faktor, yang terdiri dari kriteria yang berbeda-beda untuk masing-masing

faktor. Faktor mesin dan peralatan didukung oleh sepuluh kriteria, yaitu (1)

keamanan, (2) life support, (3) commercial, (4) keandalan, (5) vendor

availability, (6) spare part lead time, (7) applicability of condition monitoring

technique, (8) mean down time, (9) jam henti, (10) kapasitas.

Faktor kemampuan proses ditunjukkan oleh brik, pol dan HK dari

masing masing tahapan proses, sedangkan faktor SDM terdiri dari

ketrampilan; pengetahuan; pengalaman; kedisiplinan; dan tanggung jawab dari

para personel yang terlibat selama proses produksi berjalan. Faktor

manajemen memiliki kriteria kebijakan dan tujuan mutu; SOP (standar

operasional prosedur) yang baku; dan fasilitas produksi, sedangkan faktor

eksternal terdiri dari kriteria kebijakan pemerintah; daya tawar petani yang

tinggi; dan daya saing produk impor.

Masing-masing stasiun terdiri dari proses-proses yang berbeda, dan

proses produksi gula kristal putih berjalan secara kontinyu. Secara berurutan

proses pembentukan gula kristal dimulai dari stasiun gilingan, kemudian

pemurnian, penguapan, kristalisasi, dan yang terakhir putaran. Walaupun

kuantitas dan kualitas gula kristal sebesar 60-75 persen ditentukan oleh

kualitas bahan baku tebu, tetapi sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik

untuk menekan kehilangan gula agar dihasilkan rendemen yang tinggi.

Apabila pada salah satu proses terdapat kondisi yang tidak sesuai dengan

parameter yang ditetapkan, hal itu berarti proses berada dalam keadaan tidak

terkendali yang dapat menyebabkan keseluruhan proses terhenti. Struktur

hirarki identifikasi faktor pengendalian proses produksi gula PG Jati Tujuh

dan pembobotannya dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Tampilan Model Hirarki Pengendalian Proses

Berdasarkan studi pustaka dan penelitian terdahulu, didapatkan faktor-

faktor utama pendukung agar proses produksi gula kristal terjaga kelancaran

dan kualitasnya yaitu mesin dan peralatan, kemampuan proses, SDM,

manajemen, dan faktor eksternal. Sumber informasi untuk penyusunan hirarki

pengendalian proses produksi ini didapatkan dari data empiris dan informasi

dari ahli. Data empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dari

perusahaan yang dapat digunakan untuk menaksir distribusi kemungkinan

munculnya suatu kejadian. Dalam hal ini data empiris digunakan untuk

pembobotan nilai pada faktor atau kriteria kemampuan proses, yaitu data yang

penying adalah data briks, pol, dan HK walaupun pada model penilaian

kemampuan proses sebelumnya banyak parameter proses yang digunakan.

Dalam beberapa hal, karena terbatasnya pengetahuan, waktu, dan lain-

lain, data empiris sulit sekali diperoleh. Dalam keadaan seperti ini maka satu-

satunya sumber informasi adalah pendapat atau pandangan subyektif dari ahli

atau orang yang lebih mengetahui tentang kondisi tersebut. Informasi dari ahli

digunakan dalam pengisian kuesioner. Kuesioner yang diberikan kepada para

pakar gula dan beberapa pihak perusahaan yang berkompeten dimana dalam

hal ini terdiri dari 5 (lima) pakar industri gula. Pengisian kuesioner diperoleh

bobot dan prioritas setiap faktor seperti tercantum pada Tabel 42.

Tabel 42. Susunan Prioritas Faktor

Faktor Bobot Prioritas

Mesin dan peralatan 0,359 1 Kemampuan proses 0,272 2 SDM 0,174 3 Manajemen 0,121 4 Eksternal 0,074 5 Rasio Inkonsistensi 0.02

Faktor utama yang paling berpengaruh terhadap terkendalinya proses

produksi gula kristal di Pabrik Gula Jati Tujuh adalah mesin dan peralatan

dengan bobot sebesar 0,359. Kondisi sebagian besar pabrik gula yang ada di

Jawa sangat tua, yang berarti bahwa mesin-mesin yang digunakan untuk

proses produksi juga banyak yang sudah aus sehingga kinerja mesin tersebut

makin rendah. Hal ini seringkali menyebabkan kerusakan pada mesin dan

peralatan pada saat kegiatan produksi berlangsung. Apabila kerusakan yang

terjadi dalam kondisi yang parah, maka dengan terpaksa proses produksi

terhenti atau dihentikan guna proses perbaikan mesin dan peralatan yang rusak

tersebut. Itulah mengapa mesin merupakan faktor utama yang paling

berpengaruh terhadap kelancaran proses. Selain kerusakan, turunnya kinerja

mesin atau peralatan ditunjukkan oleh ketidakefisienan pada tahap-tahap

proses yang dapat menyebabkan kehilangan gula semakin besar dan pada

akhir proses rendemen yang dihasilkan juga rendah.

Faktor yang menempati urusan penting ke dua adalah kemampuan

proses itu sendiri (0,272). Kemampuan masing-masing tahapan/stasiun proses

dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan perusahaan untuk menciptakan

keadaan proses yang selalu terkendali sehingga nantinya juga berdampak pada

gula kualitas produk gula kristal yang dihasilkan. Peringkat ketiga adalah

faktor SDM (0,174) yang merupakan faktor yang sangat penting bagi

kelangsungan kegiatan perusahaan. Sumber daya manusia yang berkualitas

adalah hal yang sangat diperlukan oleh perusahaan. Namun hal yang idak

boleh dilupakan adalah bahwa terkadang sumber daya manusia malah

mendatangkan kendala yang menyebabkan proses produksi menjadi tidak

terkendali.

Peringkat keempat adalah faktor manajemen (0,121) dan ke lima adalah

eksternal (0,074) yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap

proses. Manajemen mempunyai perngaruh yang cukup penting karena tanpa

adanya campur tangan manajemen perusahaan tidak akan dapat mencapai visi

dan misi yang diinginkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi proses

produksi karena akan menentukan langkah yang diambil oleh pihak

manajemen untuk meningkatkan kualitas proses agar dapat bersaing dengan

industri perusahaan lain.

Pengolahan vertikal dilakukan untuk masing-masing kriteria pada

masing-masing faktor pendukung proses seperti ditunjukkan pada Tabel 43.

Mesin dan peralatan mempunyai sepuluh kriteria, yaitu (1) keamanan

(0,0300), (2) life support (0,0202), (3) commercial (0,319), (4) keandalan

(0,0550), (5) vendor availability (0,0312), (6) spare part lead time (0,0332),

(7) applicability of condition monitoring technique (0,0405), (8) mean down

time (0,0330), (9) jam henti (0,0250), (10) kapasitas (0,0595).

Kriteria faktor untuk faktor kemampuan proses adalah briks, pol, dan

HK. Ketiga kriteria tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama, yaitu

dengan bobot masing-masing sebesar 0,0906. Pihak pabrik Gula Jati Tujuh

menilai bahwa menilai bahwa briks, pol, dan HK adalah hal yang sangat

penting untuk diperhatikan secara periodik, sehingga perusahaan berusaha

untuk selalu memantau kadar briks, pol, dan HK pada setiap proses agar

apabila terjadi perubahan atau kondisi yang tidak sesuai dengan standar proses

dapat segera dilakukan tindakan pengendalian.

Faktor SDM yang memiliki lima kriteria menunjukkan kriteria

kedisiplinan yang memegang peranan paling penting dengan bobot sebesar

0,0578, kemudian disusul oleh kriteria tanggung jawab dengan bobot sebesar

0,0403, ketrampilan dengan bobot sebesar 0,0263, pengalaman dengan bobot

sebesar 0,0411, dan yang terakhir adalah kriteria pengetahuan dengan bobot

sebesar 0,0246.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang juga penting dalam

mendukung kelancaran proses produksi, karena segala kegiatan pemantauan

dan pengendalian selama proses dilakukan oleh manusia. Hasil pembobotan

tersebut menunjukkan bahwa perusahaan justru tidak mementingkan

pengetahuan seperti perusahaan atau industri lain yang dalam pemilihan

karyawannya sangat memperhatikan tingkat pengetahuan. Hal ini dikarenakan

pekerjaan yang dilakukan selama proses merupakan pekerjaan yang hanya

perlu modal pelatihan dan kebanyakan karyawan yang bekerja selama musim

giling sudah berpengalaman bekerja bertahun-tahun dan turun temurun.

Pekerjaan yang dilakukan mencakup pemantauan, analisa, dan dokumentasi

data secara periodik yang dicatat selama proses produksi untuk kemudian

dilaporkan pada bagian produksi yang lebih tinggi. Itulah mengapa

pengetahuan tidak terlalu penting bagi karyawan yang bekerja selama proses

produksi berlangsung.

Tabel 43. Susunan Prioritas Kriteria Faktor

Faktor Kriteria Faktor Bobot Prioritas Rasio Inkonsistensi

Mesin dan peralatan

Keamanan 0,0300 1

0,05

Life Support 0,0202 2 Commercial 0,0319 4 Keandalan 0,0550 3 Vendor Availability 0,0312 8 Spare Part Lead Time 0,0332 6 Applicability of Condition Monitoring Technique 0,0405 5

Mean Down Time 0,0330 7 Jam henti 0,0250 9 Kapasitas 0,0595 10

Kemampuan Proses

Briks 0,0906 1 0,00 Pol 0,0906 1

HK 0,0906 1

SDM

Ketrampilan 0,0263 2

0,03 Pengetahuan 0,0246 5 Pengalaman 0,0249 4 Kedisiplinan 0,0578 1 Tanggung jawab 0,0403 3

Manajemen Kebijakan dan tujuan mutu 0,0349 1

0,01 SOP yang baku 0,0315 2 Fasilitas proses 0,0542 3

Eksternal

Kebijakan pemerintah 0,0309 1

0,02 Daya tawar petani yang tinggi 0,0223 2

Daya saing produk impor 0,0208 3

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 25. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.308)

Proses Pemurnian

(0.239)

Proses Kristalisasi

(0.148)

Proses Sentrifugasi

(0.089)

Proses Penguapan

(0.216)

- Keamanan (0.0300) - Life Support (0.0202) - Commercial (0.0319) - Keandalan (0.0550) - Vendor availability

(0.0312) - Spare Part Lead Time

(0.0332) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0405)

- Mean Down Time (0.0330)

- Jam henti (0.0250) - Kapasitas (0.0595)

- Briks (0.0906) - Pol (0. 0906) - HK (0. 0906)

- Ketrampilan (0.0263)

- Pengetahuan (0.0246)

- Pengalaman (0.0249)

- Kedisiplinan (0.0578)

- Tanggung jawab (0.0403)

- Kebijakan pemerintah (0.0309)

- Daya tawar petani tinggi (0.0223)

- Daya saing perusahaan lain (0.0208)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.349)

- SOP yang baku (0.0315)

- Fasilitas proses (0.0542)

Mesin & Peralatan 0.359

Kemampuan Proses 0.272

SDM 0.174

Manajemen 0.121

Eksternal 0.074

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Fokus

Alternatif Pengendalian

Faktor

Kriteria Faktor

Proses Pra pengolahan & Penggilingan

(0.214)

Proses Pemurnian

(0.194)

Proses Kristalisasi

(0.208)

Proses Sentrifugasi

(0.183)

Proses Penguapan

(0.202)

- Keamanan (0.0534) - Life Support (0.0434) - Commercial (0.022) - Keandalan (0.034) - Vendor availability

(0.0179) - Spare Part Lead Time

(0.0199) - Applicability of Condition

Monitoring Technique (0.0216)

- Mean Down Time (0.0187)

- Jam henti (0.016) - Kapasitas (0.0158)

- Briks (0.0819) - Pol (0.0819) - HK (0.0819)

- Ketrampilan (0.0506)

- Pengetahuan (0.0385)

- Pengalaman (0.0411)

- Kedisiplinan (0.0658)

- Tanggung jawab (0.0459)

- Kebijakan pemerintah (0.033)

- Daya tawar petani tinggi (0.0164)

- Daya saing perusahaan lain (0.0156)

- Kebijakan dan tujuan mutu (0.0892)

- SOP yang baku (0.0491)

- Fasilitas proses (0.0456)

Mesin & Peralatan 0.263

Kemampuan Proses 0.246

SDM 0.242

Manajemen 0.184

Eksternal 0.065

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses Produksi

Gambar 32. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Kedisiplinan menjadi kriteria yang paling penting, diduga karena proses

produksi gula kristal merupakan proses yang kompleks dan berjalan secara

kontinyu sehingga setiap tahapan prosesnya harus diperhatikan dengan

seksama. Seperti yang diungkapkan oleh bagian pabrikasi Pabrik Gula Jati

Tujuh bahwa hal yang paling penting untuk diperhatikan selama proses pada

dasarnya menyangkut tiga hal utama, yaitu waktu, suhu dan pH (kadar

keasaman). Selain kedisiplinan, ketrampilan dan tanggungjawab serta

pengalaman dari para operator juga merupakan kriteria yang menentukan

kondisi proses. Tenaga yang terampil akan cepat tanggap dalam mengerjakan

tugasnya selama proses yang apabila didukung dengan rasa tanggung jawab

maka dia tidak akan melalaikan tugas dan melakukan pekerjaan dengan

sungguh-sungguh sesuai dengan bidangnya.

Faktor manajemen dan eksternal masing-masing memiliki tiga

kriteria. Peringkat pertama pada faktor manajemen adalah fasilitas proses

dengan bobot sebesar 0,0542 kemudian diikuti oleh kebijakan dan tujuan mutu

dengan bobot sebesar 0,0349; dan yang terakhir adalah SOP yang baku

dengan bobot sebesar 0,0315. Manajemen memberi kontribusi terhadap

efisien tidaknya suatu pabrik gula. Seperti yang diungkapkan Ketua Umum

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil, industri gula

belum efisien karena manajemen kurang baik dan teknologi masih lemah.

Kebanyakan pabrik gula memiliki karakter manajemen yang merupakan

kombinasi antara gaya feodalistik dipadu dengan paternalistik badan usaha

milik negara, dengan demikian akan makin mempersulit upaya revitalisasi dan

restrukturisasi industri gula dalam negeri (http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm).

Kebijakan dan tujuan mutu yang ingin dicapai oleh manajemen

perusahaan akan mengatur segala sesuatu yang menyangkut kegiatan

produksi, sehingga arah yang ingin dicapai perusahaan jelas kemudian

didukung oleh adanya SOP yang baku maka proses harus sedapat mungkin

berjalan sesuai dengan yang tercantum dalam SOP. Fasilitas proses juga

merupakan dukungan manajemen untuk mencapai tujuan mutu proses dan

produk yang dikehendaki.

Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah di peringkat pertama

dengan bobot sebesar 0,309; peringkat kedua adalah kriteria daya tawar petani

yang tinggi dengan bobot sebesar 0,0223; dan yang terakhir adalah daya saing

produk impor dengan bobot sebesar 0,0208. Kebijakan pemerintah merupakan

hal yang juga penting untuk diperhatikan karena hal tersebut merupakan

dukungan dan peraturan bagi kelangsungan dan kemajuan industri gula pada

umumnya, sehingga perusahaan dapat melakukan penyesuaian terhadap

kebijakan yang berlaku. Daya tawar petani yang tinggi akan mempengaruhi

proses produksi gula kristal karena apabila harga yang ditawarkan oleh petani

terlalu tinggi, perusahaan harus mengeluarkan anggaran lebih untuk memasok

bahan baku. Apabila tidak memasok tebu petani kemungkinan kegiatan

produksi produksi akan tersendat-sendat karena aliran bahan baku tidak

lancar. Ditambah pula apabila rendemen tebu petani yang rendah akan

menyebabkan perusahaan berusaha lebih keras selama proses untuk

mempertahankan rendemen dan menekan kehilangan selama proses. Tetapi

pada Pabrik Gula Jati Tujuh peran petani hanya sebagai pendukung, karena

sebagian besar bahan baku adalah dari kebun milik perusahaan sendiri (HGU).

Di pasar internasional, Indonesia merupakan salah satu negara importer

gula terbesar. Adanya daya saing produk impor yang didukung dengan

kebijakan pemerintah membuat perusahaan terpacu untuk selalu

meningkatkan kinerjanya. Untuk itu di hilir diperlukan pengembangan

teknologi pengolahan tebu menjadi gula yang lebih efisien dan bermutu baik,

sehingga diharapkan gula nasional dapat bersaing dengan gula impor baik

dipasar dalam negeri maupun global.

Hasil pembobotan pada tingkat terakhir hirarki identifikasi faktor

pengendalian proses produksi Pabrik Gula Jati Tujuh menunjukkan dari

berbagai faktor yang telah dibobotkan secara pairwise (berpasangan), stasiun

gilingan adalah tahapan yang harus segera mendapat perhatian dan

pengendalian dengan bobot sebesar 0,308; kemudian berturut-turut diikuti

oleh stasiun pemurnian dengan bobot sebesar 0,239; stasiun penguapan

dengan bobot sebesar 0,216; stasiun kristalisasi dengan bobot sebesar 0,148;

dan stasiun sentrifugasi dengan bobot sebesar 0,089.

Pada stasiun gilingan faktor paling penting untuk mendapat perhatian

adalah dari segi SDM-nya terlebih dahulu yaitu dengan bobot sebesar 0,342

yang kemudian diikuti oleh faktor mesin dan peralatan dengan bobot sebesar

0,331; faktor kemampuan proses dengan bobot sebesar 0,154; faktor

manajemen dengan bobot sebesar 0,121; dan faktor eksternal dengan bobot

sebesar 0,054. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keadaan proses di

stasiun gilingan yang tidak terkontrol disebabkan oleh SDM yang kurang baik

dalam bekerja. Kondisi mesin dan peralatan juga tergolong kritis, sesuai

dengan perhitungan komponen kritis dengan menggunakan ECR pada bahasan

sebelumya. Setelah mesin dan peralatan, kemampuan atau kinerja proses pada

stasiun gilingan yang diperhatikan. Tetapi dari hasil analisa kemampuan

proses sebelumnya menunjukkan kinerja briks, pol, HK nira mentah yang

merupakan keluaran stasiun gilingan memenuhi standar sehingga tidak perlu

dikendalikan. Faktor manajemen dan eksternal adalah dua hal terakhir yang

harus diperhatikan pada stasiun gilingan apabila performance atau kinerja

gilingan menunjukkan keadaan tidak terkendali.

Stasiun pemurnian mendapat posisi ke dua untuk dikendalikan, dan hal

yang paling penting mendapat perhatian adalah faktor mesin dan peralatan

dengan bobot sebesar 0,471; kemudian faktor kemampuan proses dengan

bobot sebesar 0,257; SDM dengan bobot sebesar 0,145; manajemen dengan

bobot sebesar 0,084; dan faktor eksternal dengan bobot sebesar 0,043.

Keseluruhan hirarki sistem penunjang keputusan pengendalian gula

kristal menunjukkan bobot kriteria mana yang paling penting diperhatikan

oleh para pengambil keputusan manajerial untuk meningkatkan produktivitas

dan efisiensi keseluruhan proses produksi yang didukung oleh adanya setiap

model yang menampilkan analisis lebih mendalam bagi setiap kriteria. Hirarki

pengendalian proses juga menunjukkan tingkat kepentingan faktor-faktor yang

mempengaruhi terkendalinya suatu proses yang tidak dapat diukur secara

kuantitatif seperti faktor SDM, manajemen, dan eksternal, tetapi dengan

adanya pembobotan faktor tersebut oleh pakar maka dapat ditentukan

seberapa besar pengaruhnya terhadap kelangsungan proses.

Hasil identikasi keragaan PG Jatitujuh secara keseluruhan menunjukkan

bahwa PG Jatitujuh secara umum memiliki kinerja yang cukup baik bila

dibandingkan dengan pabrik gula lainnya di Jawa, dilihat dari keluaran yang

dihasilkan, walaupun masih terdapat ketidakefisienan dalam beberapa aspek.

Hal ini didukung dengan fasilitas yang dimiliki oleh PG Jatitujuh yang

memiliki lahan HGU yang cukup luas didukung dengan kebijakan manajemen

yang baik sehingga dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki

semaksimal mungkin untuk keperluan proses produksi. Tersedianya lahan

HGU akan menjaga kontinuitas bahan baku dan kewenangan perusahaan

dalam mengatur strategi di tingkat usahatani guna meningkatkan rendemen

yang ingin dicapai, sedangkan kebanyakan pabrik gula di Indonesia bahan

bakunya masih berasal dari petani dimana kualitas dan kontinuitas bahan

bakunya tidak terjamin. Demikian halnya pada aspek mesin dan peralatan

dimana umumnya pabrik gula di Indonesia berusia cukup tua sehingga

kinerjanya tidak lagi bagus, tetapi dengan manajemen yang baik maka secara

bertahap dilakukan perawatan dan penggantian mesin dan peralatan dengan

yang baru apabila mesin dan peralatan tersebut sudah benar-benar tidak dapat

berfungsi secara efisien.

B. IMPLIKASI MANAJERIAL

Sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal

(SWEETCON.PROSION) ini diharapkan dapat membantu dan mempermudah

dalam pemantauan kegiatan proses produksi gula kristal baik dari

kemampuan/kinerja proses masing-masing stasiun maupun dari mesin dan

peralatan masing-masing stasiun. Informasi yang dihasilkan oleh sistem

penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal berguna bagi

pihak perusahaan terutama bagi bagian pabrikasi dan instalasi. Bagi Pabrik

Gula Jati Tujuh, informasi hasil keluaran model pada SWEETCON.PROSION

berguna bagi General Manajer, kepala pabrikasi, dan kepala bagian instalasi

dalam memantau proses yang terjadi pada setiap stasiun serta dapat segera

melakukan tindakan pengendalian apabila dalam proses terlihat adanya

penyimpangan atau bagi pihak instalasi dapat segera mempersiapkan suku

cadang ataupun peralatan pendukung dan segera melakukan tindakan

perbaikan apabila terjadi kerusakan pada mesin dan peralatan produksi.

Dengan terkendalinya semua kegiatan proses produksi maka akan dapat

mencapai tujuan kualitas produk akhir yang diinginkan oleh perusahaan.

Model kemampuan proses merupakan memberikan input yang berupa

parameter atau indikator penting pada tiap proses dan keluaran yang

memberikan keputusan bagi pihak pabrik perlu atau tidaknya dilakukan

tindakan perbaikan. Pabrik Gula Jati Tujuh selama ini hanya melakukan

kegiatan monitoring secara manual dan periodik. Selain itu dokumentasi data

yang selama ini dilakukan belum terorganisir dengan baik. Dengan adanya

model penilaian kemampuan/kinerja proses ini dapat memberikan informasi

secara cepat bagi pihak pabrikasi dan dapat dilakukan evaluasi dengan hanya

membuka data yang telah tersimpan dengan mudah.

Mesin dan peralatan merupakan faktor yang juga penting bagi kelancaran

proses produksi. Model komponen kritis memberikan informasi mesin dan

peralatan dari stasiun mana yang dinilai paling kritis. Melalui model ini dapat

dilakukan perencanaan persediaan suku cadang atau pemantauan lebih pada

mesin dan peralatan yang dinilai kritis. Apabila salah satu mesin dan peralatan

kritis dapat menyebabkan seluruh proses produksi terhenti sehingga target

produksi tidak tercapai dan dapat dikatakan bahwa proses tidak berjalan secara

efisien. Dengan adanya model ini juga diharapkan bagian instalasi dan

produksi dapat merancang program perawatan mesin dan peralatan baik di

luar masa giling maupun dalam masa giling

Model efisiensi produksi memberikan suatu kemudahan bagi perusahaan

untuk menganalisa keefisienan perusahaan baik secara teknis maupun secara

ekonomis. Efisiensi produksi yang dinilai oleh model ini berdasarkan pada

lima indikator yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Keluaran dari model

ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan kegiatan peningkatan produktivitas

atau kinerja bagi perusahaan. Selain itu, model efisiensi produksi dapat

dijadikan rekomendasi bagi periode giling selanjutnya.

Model pengendalian proses merupakan integrasi dari model kemampuan

proses dan model komponen proses dengan ditambah faktor-faktor lain

pendukung proses. Model yang menggunakan metode AHP ini dapat selalu di-

up grade apabila salah satu faktor pendukung proses produksi mengalami

perubahan prioritas atau tingkat kepentingan bagi manajemen perusahaan.

Dari keseluruhan tingkat prioritas yang didapat, maka perusahaan dapat

mengambil keputusan tahapan produksi mana yang dinilai paling kritis kritis

berdasarkan faktor-faktor pendukungnya sehingga pihak perusahaan dapat

meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas demi kemajuan

perusahaan.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Proses produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mesin dan

peralatan produksi, kemampuan masing-masing tahapan proses, SDM,

manajemen, dan faktor eksternal. Sistem penunjang keputusan

pengendalian proses produksi gula kristal dirancang dengan nama

SWEETCON.PROSION yang terdiri dari empat model yaitu kemampuan

proses, komponen kritis, efisiensi produksi, dan pengendalian produksi.

2. Model kemampuan proses merupakan memberikan input yang berupa

parameter atau indikator penting pada tiap proses dan keluaran yang

memberikan keputusan bagi pihak pabrik perlu atau tidaknya dilakukan

tindakan perbaikan pengendalian. Hasil penilaian kemampuan atau kinerja

proses menunjukkan bahwa secara umum setiap stasiun memiliki kinerja

yang baik dan tidak ada yang perlu mendapat tindakan pengendalian.

3. Perhitungan komponen kritis proses menggunakan metode ECR

(Equipment Critically Rating) dimana mesin dan peralatan yang memiliki

nilai tertinggi merupakan komponen paling kritis untuk diperhatikan dan

diintensifkan perawatannya. Hasil perhitungan ECR total didapatkan

komponen pendukung proses yang paling kritis adalah mesin gilingan

dengan nilai sebesar 81,49 diikuti dengan mesin penguapan (79,69),

kristalisasi (76,59), pemurnian (75,80), dan yang paling tidak kritis adalah

mesin putaran (72,64).

4. Hasil perhitungan efisiensi absolut didapatkan hasil siklus energi,

lingkungan produk akhir dan masukan belum efisien secara teknis dengan

masing-masing tingkat efisiensi sebesar 41,52 persen, 31,90 persen, dan

43,24 persen. Sedangkan dari segi ekonomis siklus energi inefisien

sebesar 140,86 persen, lingkungan produk akhir inefisien sebesar 72,76

persen, dan masukan inefisien sebesar 125,5 persen

5. Hasil perhitungan efisiensi relatif antar indikator menunjukkan indikator

siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis telah efisien secara

relatif, sedangkan indikator siklus energi dan lingkungan produk akhir

tidak efisien secara relatif.

6. Sistem penunjang keputusan yang dimulai dengan mengidentifikasi faktor-

faktor yang mempengaruhi proses. Dari pembobotan kriteria

menggunakan metode AHP didapatkan bahwa mesin dan peralatan

memiliki bobot paling tinggi yang mempengaruhi efisiensi dan kinerja

proses produksi, kemudian faktor kemampuan proses, SDM, manajemen,

dan eksternal. Dari keseluruhan analisa masing-masing faktor pendukung

proses, didapatkan bahwa gilingan merupakan stasiun yang harus

dikendalikan karena merupakan yang paling kritis berdasarkan hasil

pembobotannya yaitu sebesar 0,308.

B. SARAN

Penelitian ini menyarankan babarapa hal sebagai berikut:

1. Perusahaan hendaknya lebih memperhatikan faktor-faktor pendukung

proses yang digunakan dalam sistem ini yaitu mesin dan peralatan,

kemampuan proses, SDM, manajemen, dan faktor eksternal yang saling

berkaitan satu sama lain.

2. Sistem monitoring dan dokumentasi data perlu lebih terinci dan dilakukan

evaluasi secara periodik agar mengetahui variasi dan kinerja dari masing-

masing stasiun proses dan dengan sistem yang terintegrasi ini dapat

membantu penyimpanan data tersebut karena menggunakan metode

Stastistical Process Control yang selama ini sudah dinilai cukup efektif

dalam mengukur kinerja proses produksi.

3. Hendaknya perusahaan mempergunakan ECR untuk monitoring mesin dan

peralatan pendukung proses seperti yang terdapat pada sistem

SWEETCON.PROSION ini karena sangat fleksibel, dinamis dan dapat

digunakan sebagai dasar untuk merencanakan program penjadwalan

perawatan mesin sehingga jam henti pada proses produksi dapat ditekan.

4. Kelancaran dan efisiensi pada proses produksi gula kristal perlu

melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses dan hendaknya

peningkatan kualitas SDM diperlukan untuk menuingkatkan produktivitas

dan tujuan pabrik gula.

5. Aplikasi SWEETCON.PROSION perlu dievaluasi lebih lanjut dan

disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi nyata

di perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran dan

peningkatan kinerja proses produksi yang digunakan dalam paket program

SWEETCON.PROSION harus selalu di-up date dan dikembangkan agar

sesuai dengan kondisi mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Abduh.Abduh, M. 1999. Aplikasi Model Program Sasaran pada Optimasi Produksi Gula di Pabrik Gula Takalar Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB

Adiyatna dan Marimin. 2001. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XII No.I.

__________. 1994. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya, Jakarta

Ariani, D. W. 1999.Manajemen Kualitas. Andi Offset, Jakarta

Assauri. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Barbiroli, R. 1996. New Indicators for Measuring The Manifold Aspects of Technical and Economics Efficiency of Production Processes and Technologies. J. Tech-Inovation Vol 16 (9): 191:203

Cahyadi. 2005. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Charnes, A. W. W. Cooper dan Rhodes. 1978. Measuring The Efficiency of Decision Making Units. J. Operation Research Vol. 2: 429-444

Charnes, A. W. W, A. Y. Lewin dan L. M. Seiford. 1994. Data Envelopment Analysis : Theory, Methodology and Application. Kluwer Academic Publishers, Boston.

Emrouzenad, A. 1999. Tutorial in DEA. http://www.DEAZone.com

Eriyatno. 1998. Analisa Sistem Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press, Bogor

Fink, S. 1986. Crisis Management, Planning for Inevitable. American Management Association. New York, USA

Gautara dan Wijandi. 1973. Dasar Pengolahan Gula I dan II. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor

Hendra dan Maseleno. 2004. http://www.ies.eepis-its.edu/ies2004paper/48.pdf

Juwita.Juwita, M. 2006. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Proses dan Produk Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Cisarua Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kroenke, D. 1989. Management Information System. McGraw-Hill, New York Lipsey, R. 1987. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Kedelapan. Jilid I. Erlangga,

Jakarta.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo, Jakarta

Martoharsono, S. 1997. Pengolahan Tebu Menjadi Gula. Yayasan Pembina Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Masyhuri dan Rahayu,L. W. 2004. Neraca Gula tahun 2004 dan Proyeksi tahun 2005. UGM, Yogyakarta

Muliaman D. H., W. Santoso, D. Ilyas dan E. Mardanugraha. 2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Penggunaan Metode Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA), Riset Bank Indonesia Jakarta. http://www.bi.go.id/web/id/Riset+Survey+Dan+Publikasi/Riset/Riset+Terkait+sistem+Keuangan/Penggunaan+Metode+Nonparametrik+Data+Envelopment+Analysis+(DEA).htm

Natalia. 2002. Analisis Manajemen Mutu Terpadu pada Perusahaan Agroindustri Gula Cair PT Puncak Gunung Mas, Ciracas, Jakarta Timur. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB

PTP XXI-XXII (Persero). 1984. Uraian Cara Pengolahan Tebu Menjadi Gula Kristal. PTP XXI-XXII (Persero), Surabaya

Rianggoro dan Daryanto. 1984. Proses Pembuatan Gula dan Ketel Uap. Tarsito, Bandung

Saaty,Saaty. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dan Situasi yang Komplek. Terjemahan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Saputra, A dan P. Mahardika. 2003. Analisis Kinerja Pemerintah Daerah: Suatu Pendekatan dengan Mempergunakan Data Envelopment Analysis di Seluruh Daerah Kota dan Kabupaten di Propinsi Bali. J. Ekonomi Vol. 7(2): 159-172

Sartono. 1988. Pengantar Metode Pengawasan Pabrik Gula. Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta

Soerjadi. 1985. Alat Pengolahan Pabrik gula. Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta

Sudiatso. 1988. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB Press, Bogor

Supranto, J. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. UI Press, Jakarta

Supriyadi. 1983. Rendemen Tebu dan Liku-liku Permasalahannya. Kanisius, Yogyakarta

Trisyulianti. 2003. Desain Sistem Pakar untuk Interpretasi Bagan Kendali Mutu Pakan. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB

http://groups.yahoo.com/group/kasma1, 2005 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm) http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm http:// www. iptek. net. id/ ind/ jurnal/ jurnal_idx. php?doc= VIII.IIB.10.htm

LAMPIRAN

STRUKTUR ORGANISASI KARYAWAN PIMPINAN PT. PG RAJAWALI II

UNIT PG JATITUJUHTAHUN 2005

Kepala Tanaman I

Kepala Unit

DIREKSI PT. PG RAJAWALI II

GENERAL MANAGER

Kepala Tanaman IIKepala Tanaman II

HTO/SKK HTO/SKK

Kabag Mekanisasi

Kep. Tebang/Angkut

Kep. BST

Kabag TU & K Kabag SDM & Umum Kabag Instalasi Kabag Pabrikasi

Kasie keuanganKasie AkuntansiKep. Gd. MaterialKep. Gd. Hasil

Kasie SDM & Umum Staf Instalasi Staf Pabrikasi Staf Tanaman Staf Tanaman Staf Mekanisasi

Staf Tebang/Angkut

Staf BST

Lam

piran 1. Struktur Organisasi PG

Jatitujuh

Tebu

100 ton tebu

Brix 12,73 %pol 9,07 %pH 5,6

PemotongTebu

36 ma ta pisa u600 rpm

UnigratorTebu 10 cm

72 m ata pisau600 rpm

Gilingan

Ca ca hantebu 3 - 5 cm

Air Im bibisi

23,16 ton

GULA SHS

Ampas33,76 tonbrix 3,78 %pol 2,42 %

Nira menta h 89,04 ton

Brix 12,86 %pol 9,26 %HK 72,0 %pH 5,6

Pemurnian I Blotong

4,03 tonpol 2,20 %

Nira jernih 84,50 tonbrix 13,05 %pol 9,66 %HK 74,0 %pH 7,6

Masakan danPutaran

Penguapan Air

66,26 ton

Nira kental 18,24 tonbrix 60,47 %pol 45,67 %HK 75,5 %pH 6,5

Pemurnian IIBrix 57,97 %pol 44,57 %HK 76,9 %pH 5,7

Molasses

6,27 tonbrix 99,97 %pol 99,86 %pol 99,9 %

3,85 tonbrix 92,30 %pol 30,40 %HK 32,9 %

Lam

piran 2. Neraca M

assa Proses Produksi Gula PG

Jatitujuh

Lam

piran 3. Skema Pohon Industri T

anaman T

ebu

Lampiran 4. Perkembangan Produksi Tahunan PG Jatitujuh Periode Tahun 1999-2005

PERKEMBANGAN PRODUKSI TAHUNANPG JATITUJUH PERIODE TAHUN 1999-2005

0

20

40

60

80

TAHUN

Luas 8.088 8.911 8.042 6.834 7.275 7.575

Tebu ton/Ha 67.7 59.5 35.2 62.5 71.4 73.5

Rendemen 5.17 4.94 6.46 7.4 7.6 7.8

Gula (ton) 28.406 26.266 18.325 31.701 39.587 43.221

Gula ton/ha 3.51 2.95 2.28 4.64 5.45 5.73

Tebu (Juta ku) 5.47802 5.3012 2.828142 4.271106 5.196486 5.56762

2000 2001 2002 2003 2004 2005

No Nama Alat / Mesin Tempat Pemakaian Fungsi Keterangan

1 Meja Tebu Stasiun Pendahuluan Menerina tebu hasil tebang angkut dan membawa tebu yang digiling ke dalam cane carrier secara konstan agar pembebanan pada alat-alat di stasiun gilingan juga konstan

Jumlah 2 buah (memenuhi sistem FIFO), kemiringan 20o. Panjang 12 m, lebar 8 m. Dilengkapi leveler/perata. Kecepatan gerak 160 m/s

2 Cane Carrier Stasiun Pendahuluan Mengangkut tebu dari meja tebu ke pisau tebu dan unigrator untuk dicacah

Panjang 41 m, tinggi 2,134 m, kecepatan gerak 0-0,3 m/s (dapat diatur), memiliki 300 lembar lempeng pembawa tebu

3 Pisau Tebu Stasiun Pendahuluan Memotong/memperkecil tebu menjadi bagian-bagian yang lebih pendek agar memudahkan proses selanjutnya di unigrator

Jumlah 36 mata pisau dala 1 silinder. Ukuran tiap mata pisau 56 x 17,8 x 1,6 cm (panjang, lebar, tebal). Merek FCB France.

4 Unigrator Stasiun Pendahuluan Menghancurkan potongan-potongan batang tebu menjadi bentuk serabut sehingga memperbesar luas permukaan agar diperoleh pemerahan nira sebanyak-banyaknya

Terdiri dari 72 buah palu dari bahan block casting dengan kecepatan putar tinggi (600 rpm)

5 Leveler (Perata Tebu Halus)

Stasiun Pendahuluan Meratakan tebu agar tidak melebihi batas yang diizinkan sehingga pemasukan tebu ke gilingan menjadi teratur

Memiliki 30 tangan perata, bekerja berlawanan arah aliran tebu

6 Belt Conveyor Stasiun Pendahuluan Mengangkut/membawa hasil pencacahan ke stasiun gilingan dari unigrator

Memiliki kemiringan 10o, gaya gesek yang besar dan anti korosi, terbuat dari bahan karet

7 Gilingan (4-Three Roller Mill)

Stasiun Gilingan Memerah nira dalam tebu (sabut tebu) sebanyak-banyaknya melalui proses penekanan

Jumlah alat 4 buah terdiri dari 3 baterai/unit. Tiap unit gilingan terdiri dari 3 roll, yaitu roll atas (d=980 mm, p=2140 mm) yang berputar berlawanan arah dengan roll depan (d=980 mm, p=2134 mm) dan roll belakang (d=1033 mm, p=2134 mm). Terdapat pula roll pengisi untuk membantu proses. Pada tiap gilingan terdapat alur V untuk mempertinggi efek pemerahan serta tempat mengalirnya nira hasil perahan.

8 Turbin Gilingan Stasiun Gilingan Menggerakkan gilingan Jumlah 1 unit per unit gilingan, memakai tenaga uap dengan suhu 340o C

9 Hydraulic Gilingan Stasiun Gilingan Menekan atau mengatur penekanan gilingan terhadap sabut tebu

Mengakibatkan roll gilingan bergerak naik turun berdasarkan dari ketebalan sabut yang masuk ke gilingan

10 Elektromotor gilingan Stasiun Gilingan Menggerakkan gilingan Jumlah 2 unit pada gilingan I dan IV, menggunakan tenaga listrik, menggerakkan roll belakang.

Lam

piran 5. Mesin dan Peralatan Produksi Pengolahan G

ula di PG. Jatitujuh

11 Intermediate Belt Conveyor

Stasiun Gilingan membawa ampas yang telah diperah dari unit gilingan satu ke unit gilingan yang lain

Memiliki ukuran panjang 4 m dan lebar 2,2 m dengan kemiringan 15o

12 Cush-Cush Elevator Stasiun Gilingan Menyaring nira mentah dari gilingan I, II, III, IV agar nira yang diperoleh tidak mengandung ampas yang terbawa pada waktu proses penggilingan (terjatuh bersama nira lewat sela-sela roll gilingan)

Panjang bagian datar 12 m dan panjang bagian miring 7 m dengan sudut kemiringan 45o

13 Timbangan Nira Mentah Stasiun Pemurnian Untuk mengetahui data jumlah nira mentah yang dihasilkan dari proses penggilingan setiap jam

Ukuran 170 x 160 x 210 cm (p x l x t). Kapasitas timbang 5000kg/siklus. Merek Avery Weiller tipe Servo Duplex

14 Pemanas Nira Stasiun Pemurnian Mempercepat reaksi-reaksi pada larutan nira (pada pemanas I), mematikan jasad renik danmenyempurnakan reaksi pengendapan (pada pemanas II),dan menyiapkan suhu yang tepat sebelum masuk ke evaporator (pada pemanas III)

Memiliki 3 tipe pemanas, yaitu pemanas nira I (suhu pemanasan 70-75o C), pemanas nira II (suhu pemanasan 100-105o C), pemanas nira III (suhu pemanasan 110-115o C)

15 Defekator Stasiun Pemurnian Mencampur nira mentah dengan susu kapur hingga nira menjadi basa (tidak terlalu asam) dan kotoran-kotoran yang ada dalam nira dapat diikat oleh pencampuran yang homogen

Jumlah 2 buah dengan waktu proses 5 menit pada defekator I dan kurang dari 1 menit pada defekator II

16 Bejana Sulfitasi Stasiun Pemurnian Mencanpurkan nira kapur dengan SO2 sehomogen mungkin hingga pH 7,2-7,4 atau pH yang dikehendaki (pada bejana sulfitasi nira mentah) serta untuk memucatkan warna nira kental dengan cara mencampurkan gar SO2 dengan nira kental (pada bejana sulfitasi nira kental)

Terdiri dari 2 jenis alat dengan 2 sistem yang berbeda, yaitu system blower dan system verntury. Diameter alat = 2,5 m

17 Profloc Tower Stasiun Pemurnian Menghilangkan udara/gas yang tidak terembunkan yang terlarut dalam nira agar tidak mengganggu proses pengendapan

Dilengkapi ruangan ampas halus. Tinggi alat 6 meter, dengan kapasitas 6,5 m3. pada alat ini ditambahkan flokulan untuk membantu proses pengendapan

18 Clarifier/Bejana Pengendap

Stasiun Pemurnian Memisahkan endapan dan jernihan (nira jernih) berdasarkan perbedaan densitas antara endapan dan jernihan

Jumlah 2 buah dengan kapasitas masing-masing 250 m3 dengan sistem kontinu. Merupakan alat pemisah sistem padatan – cairan dengan prinsip pengendapan

19 Rotary Vacuum Filter (RVF) / Penapis Nira Kotor

Stasiun Pemurnian Memisahkan/menapis kotoran dari nira menghasilkan nira jernih dan blotong secara kontinu dengan memakai prinsip penyaringan

Bagian utama dari alat ini terdiri dari suatu silinder yang berputar (tromol) dan dilapisi dengan saringan halus yang terbuat dari stainless steel dengan jumlah lubang 625 per m2 dengan diameter 0,5 mm. Silinder dari RVF terbagi menjadi 24 segmen yang dihubungkan dengan instalasi vakumtinggi (40-45 CmHg) dan vakum rendah (10-15 CmHg). Alat ini dilengkapi dengan pipa pemberi air panas, bak penampung nira kotor, dan skraper karet

20 Bagacillo Mixer Stasiun Pemurnian Mencampur nira kotor dengan ampas halus sebagai persiapan sebelum masuk ke RVF

-

21 Juice Syrup Purification (JSP)

Stasiun Pemurnian Memisahkan kotoran yang berbentuk buih (akibat penambahan udara) dari nira kental yang keluar dari evaporator sebelum dilakukan proses kristalisasi

Memiliki perlengkapan tambahan berupa aerator, pemanas nira (Juice Heater), reaktor pemroses, dan tanki bahan penunjang. Metode pemisahan kotoran yang dilakukan adalah metode floating (pengapungan). JSP dapat pula memproduksi nira yang dapat menghasilkan gula rafinasi (gula industri) dengan menambahkan flokulan kation

22 Evaporator / badan penguap

Stasiun penguapan Menguapkan air yang dikandung oleh nira jernih sehingga nira berubah menjadi nira kental

Total evaporator yang dimiliki PG Jatitujuh sejumlah 6 buah, 1 diantaranya telah rusak sehingga hanya 5 yang beroperasi. Dari 5 evaporator yang dapat beroperasi, setiap harinya digunakan 4 evaporator (quadruple effect), sedangkan 1 buah sisanya dibersihkan secara bergantian. Luas pemanas adalah 1600 m2 (pada evaporator 2, 3, dan 4) dan 1000 m2 (pada evaporator 5 dan 6)

23 Kondensor Stasiun penguapan Mengembunkan uap menjadi air kembali dengan cara menurunkan titik didih nira sehingga kecepatan penguapan tinggi

Tinggi alat 4050 mm dengan diameter sebesar 6000 mm

24 Penangkap nira Stasiun penguapan dan pemasakan

Memisahkan sebagian kecil nira yang ikut teruapkan bersama air agar tidak perusak peralatan dan menurunkan produksi nira

-

25 Pan masakan Stasiun pemasakan Mengkristalkan zat gula yang terkandung dalam nira kental dengan cara menaikkan konsentrasi nira kental serhingga sebagian besar sukrosa dipisahkan menjadi kristal gula dan cairan

Terdapat 6 buah pan masakan dengan luas pemanas sebesar 330 m2 per pan. Volume per pan masakan adalah 55 m3 dengan panjang pipa pemanas 460 mm berjumlah 1300 batang pipa.Dari 6 pan pemasakan yang ada, terdiri dari buah pan pemasak A, 1 pan pemasak C, 1 pan pemasak D, dan 1 pan pemasak C/D

26 Palung pendingin Stasiun pemasakan Menampung dan mendinginkan masakan yang turun dari pan masakan dan sebagai tempat terjadinya proses kristalisasi lanjutan akibat dari pendinginan suhu

Kecepatan putaran pengaduk sebesar 5 rpm

27 Low Grade Centrifugal Stasiun putaran Memisahkan gula dari zat – zat yang tidak dapat dijadikan kristal lagi (tetes) secara terus menerus (kontinue) dari masakan D

Berjumlah 7 unit (5 unit untuk masakan D1 (putaran pertama) dan 2 unit untuk masakan D2 (putaran kedua)). Kecepatan putaran adalah 1900 rpm dengan sudut basket 300. kapasitas 4-8 ton/jam

28 High Grade Centrifugal Stasiun putaran Memisahkan masakan A menjadi gula A dan stroop A (putaran 1) atau klare A (putaran 2) serta memisahkan masakan C menjadi gula C dan steoop C

Alat ini bekerja secara diskontinue / batch yang membutuhkan waktu untuk pengisian gula dan penyekrapan. Alat yang digunakan untuk putaran jenis ini sebanyak 7 unit (2 unit untuk masakan C, 3 unit untuk masakan A, dan 2 unit untuk SHS). Kapasitas alat adalah sebesar 22 ton/jam

29 Talang goyang Stasiun penyelesaian Menampung dan menghantar gula SHS basah - 30 Sugar Elevator Conveyor Stasiun penyelesaian Mengangkut gula SHS yang masih basah dari

talang goyang ke pengering gula Ukuran 98 x 0,4 m (p x l). Bahan karet

31 Rotary Dryer and Cooler Stasiun penyelesaian Meneringkan dan mendinginkan gula SHS Terdiri dari 6 silinder pengering dan 6 silinder pendingin 32 Blower Stasiun penyelesaian Menghembuskan udara panas agar gula cepat

kering -

33 Cyclone Separator Stasiun penyelesaian Menangkap debu gula kering lalu dengan penyemprotan air di dalam, debu jatuh ke tangki leburan

Berbentuk huruf U (silinder vertikal)

34 Sugar Malter Stasiun penyelesaian Tenpat krikilan dan gula halus disatukan untuk dilebur kembali ke masakan D2

-

35 Ayakan getar (Vibrating Screen)

Stasiun penyelesaian Menyaring gula SHS sehingga diperoleh gula produk / standar, sedangkan sisanya berupa gula halus / debu dan gula krikil

Terdiri dari 3 tingkat ayakan dengan 2 jenis saringan

36 Belt Conveyor 1 Stasiun penyelesaian Membawa gula produk dari hasil ayakan getar ke bucket elevator

Bahan karet

37 Silinde magnet (Magnetic Drum)

Stasiun penyelesaian Memisahkan dan menagkap logam – logam kecil yang terbawa oleh gula produk

Prinsip pemisahan kotoran dengan magnet

38 Dry Sugar Bucket Elevator Stasiun penyelesaian Memindahkan gula yang dibawa oleh belt conveyor 1 ke penampung gula / hopper secara vertikal

Pemindah berbentuk mangkuk - mangkuk

39 Sugar Conveyor to Hopper Stasiun penyelesaian Membagi gula kering yang dibawa oleh bucket elevator ke hopper kiri, tengah dan kanan

Bahan karet

40 Sugar Hopper Stasiun penyelesaian Menampung gula seberlum ditimbang dan dikemas Kapasitas 180 ton, terbagi dalam 3 bagian badan 41 Weighting and Bagging

Machine Stasiun penyelesaian Menimbang gula yang dimasukkan ke karung (per

50 kg) dan menjahit karung gula yang telah dimasukkan gula produk SHS yang dilapis plasti sebelumnya

Terdiri dari timbangan dan mesin jahit karung, masing – masing berjumlah 3 buah

42 Carrier Gula Stasiun penyelesaian Membawa gula produk dalam karung ke mesin jahit sampai ke belt conveyor II

-

43 Belt Conveyor II Stasiun penyelesaian Membawa karung gula produk yang telah dijahit untuk disimpan di gudang gula

-

Lampiran 6. Skema Umum Proses Produksi Gula (Moerdokusumo, 1993)

TEBU

PENGGILINGAN

PEMURNIAN

PEMASAKAN

KRISTALISASI

GULA PASIR

AMPAS(BAGASSE)

BLOTONG(FILTER CAKE)

TETES(MOLASSES)

KEHILANGAN GULA

NIRA MENTAH

NIRA JERNIH

NIRA KENTAL

Lampiran 7. Syarat Gula Kristal Putih (SNI – 2001)

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

GKP 1 GKP 2 GKP 3

Warna kristal

Warna larutan

Besar Jenis Butir

Susut

pengeringan

Polarisasi ( 20oC)

Gula pereduksi

Abu konduktivity

Bahan asing

tidak larut

Bahan tambahan

makanan (SO2)

Cemaran logam:

• Timbal (Pb)

• Tembaga

(Cu)

• Arsen (As)

%

IU

mm

% b/b

%b/b

%b/b

derajat

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

Min, 70

Maks, 250

0,8 – 1,2

Maks, 0,1

Min, 99,6

Maks, 0,10

Maks, 0,10

Maks, 5

Maks, 30

Maks, 2,0

Maks, 2,0

Maks, 1,0

Min, 65

Maks, 350

0,8 – 1,2

Maks, 0,15

Min, 99,5

Maks, 0,15

Maks, 0,15

Maks, 5

Maks, 30

Maks, 2,0

Maks, 2,0

Maks, 1,0

Min, 60

Maks,450

0,8 – 1,2

Maks, 0,2

Min, 99,4

Maks, 0,20

Maks, 0,20

Maks, 5

Maks, 30

Maks, 2,0

Maks, 2,0

Maks, 1,0

Lampiran 8. Program PG Jatitujuh Akselerasi Tahun 2004-2007

Uraian Tahun Giling

2004 2005 2006 2007 2008

Luas (Ha) 7150 7450 7800 8000 8200

Tebu (Ton/Ha) 675 700 725 750 775

Jumlah Tebu (Ku) 4826250 5215000 5655000 6000000 6355000

Rendemen (%) 7,60 7,70 7,85 8.00 8,10

Hablur (Ku/Ha) 51,3 53,9 56,91 60 62,78

Jumlah Hablur (Ku) 366795 401555 443918 480000 514755

Gula/Ha (Ku/Ha) 51,45 54,06 57,08 60,18 62,96

Jumlah Gula (Ku) 367895 402760 445249 481440 516299

Kap. Giling (TTH)

Inclusive 3800 3900 4350 4500 4500

Exclusive 4000 4200 4800 5000 5000Jumlah Hari Giling (hr) 127 134 130 133 141

Lampiran 9. Konsumsi Energi di PG. Jatitujuh Tabel Konsumsi Uap di PG. Jatitujuh

Stasiun

Masukan Uap Baru

Masukan Uap Bekas

Total Uap

Kg uap / ton tebu

MJ / Kg gula

Kg uap / ton tebu

MJ / Kg gula

MJ / Kg gula

%

Turbin Generator 378,76 18,29 - - 18,29 34,34Turbin Gilingan 401,31 19,38 - - 19,38 36,39Turbin Air Pengisi Ketel

53,54 2,58 - - 2,58 4,84

Pemurnian - - 69,21 3,34 3,34 6,27 Penguapan - - 146,99 7,10 7,10 13,33Masakan - - 42,06 2,03 2,03 3,81 Putaran - - 11,18 0,54 0,54 1,01 Total 833,61 40,25 269,44 13,01 53,26 100 Output Ketel Uap

944,06 kg uap/ ton tebu giling

Tabel Konsumsi Energi Listrik Pada Proses Produksi Gula

Stasiun Masukan Energi (MJ/kg gula tebu)

Persentase

Stasiun Gilingan 0,11989 12,03 Stasiun Pemurnian 0,01969 1,98 Stasiun Penguapan 0,23944 24,03 Stasiun Masakan 0,01435 1,44 Stasiun Putaran dan Palung Pendingin 0,26331 26,42 Stasiun Pengering dan Pengemasan 0,02383 2,39 Stasiun Ketel Uap 0,23830 23,91 Unit Pengolahan Air 0,07499 7,52 Penerangan 1,35671 x 10-6 1,36 x 10-6 Total 0,99644 100

Lampiran 10. Sasaran PG Jatitujuh Tahun 2006

No Uraian Sat Real 2004

Real 2005

AP/Sasaran2006

1. 2. 3.

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12

Kapasitas giling Inclusif Kapasitas giling Exclusif

Jam berhenti giling : - Luar Pabrik (A)

- Dalam Pabrik (B)Pemakaian Residu

HPB I HPB Total

HPG HPG 12,5

PSHK % Pol Ampas

Bahan kering ampas Uap % tebu

TonTonJamJamJamLtr % % % % % % % %

3.755,4 4.171,7

11,50

170,25 1.652.300

60,87 91,56 92,56 94,77 95,22 2,02

49,40 0,67

3.387,1 3.888,4

136,50 366,92

2.240.988 59,84 89,42 90,42 92,65 95,28 2,54

49,10 0,65

4300 4400

4% 6%

1.140.000 61.11 91.79 92.81 95.11 95.11 ≤ 2.0 ≥ 50 0.65

Lampiran 11. Rencana Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Tahun 2006

Rencana bobot dan Beban Pekerjaan Pemeliharaan Tahun 2006 PG Jatitujuh

Stasiun %

Ketelan Gilingan Pemurnian Penguapan Masakan Pendingin Puteran Besali Listrik & Instrumen

18.30 36.86 4.87 10.04 4.78 3.78 7.57 1.66 21.55

Upaya Peningkatan Sasaran Produksi Th 2006 Bagian Instalasi PG

Jatitujuh

URAIAN ACTION PLAN SARANA PENDUKUNG1. Mengoperasikan

pabrik sebagai kapasitas rencana

- Mengupayakan keajegan gil 3A (Ajeg, Antep, Anteng)

- Optimalisasi operasional truk tipper + side carrier

2. Menekan jam berhenti gil ≤ 6%

- Optimalisasi perawatan + maintenance dlm pabrik

- Peremajaan/replacement

mesin/alat yg sudah aus/rusak karena pemakaian

- Optimalisasi preventive

maintenance

- Pembuatan kartu perbaikan dan perawatan alat & mesin u/ masing-masing unit alt/mesin

- Penyempurnaan beberapa peralatan seperti : belt cane shradded conveyor, bagasse belt conveyor, auto water level control boiler, pemasangan auto syncrone pd alternator

- Penyediaan suku cadang alat/mesin-mesin kritis

3. Minimal pemakaian BBM/IDO dgn sasaran 0,15 lt/kw tebu

- Optimalisasi kinerja gil dgn pol ampas ≤ 2 dan bhn kering ampas ≥50

- Penyediaan uap sesuai

kebutuhan & pd tekanan kerja 26 kg/cm2, 350 oC

- Diupayakan operasional full bagasse

- Penggantian accumulator unit gil 4 telah dilaksanakan & rekondisi linner, piston hydraulic gil 4 unit (8 buah)

- Penanganan serius perangkat bagasse handling di bagasse storage

- Tersedianya stok ampas ball sebanyak 30 ribu ball yang layak pakai setara dengan 138.157 lt IDO/residu

Lampiran 12. Data untuk perhitungan efisiensi teknis (basis : tahun 2006)

Jenis Data yang Diperlukan Untuk Perhitungan Efisiensi Teknis Nilai

Satuan

Jumlah bahan baku yang masuk proses 522.386,3 ton Rata-rata kadar air tebu 26,16 % Jumlah produk gula yang keluar proses 37.974,21 ton Rata-rata kadar air produk 0,03 % Konsumsi listrik untuk proses produksi 1.064.827.748,49 Kkal Konsumsi solar 250 kg Konsumsi IDO (International Diesel Oil) 218.562 ton Konsumsi ampas 172.702,8 ton Konsumsi listrik perusahaan 1.064.827.748 Kkal Konsumsi solar perusahaan 49.396.133,74 Kkal Waktu kerja optimal peralatan proses 24 jam Waktu kerja peralatan aktual proses 21,52 jam Waktu henti 1,86 jam

Data untuk perhitungan efisiensi ekonomis (basis : tahun 2006)

Jenis Data yang Diperlukan Untuk Perhitungan Efisiensi Ekonomis Nilai

Satuan

Biaya Listrik proses produksi 1.921.878.302,33 Rp Biaya Ampas 58.069.000 Rp Biaya IDO proses produksi 999.846.000 Rp Biaya Listrik yang dipakai perusahaan 656.395.290 Rp Biaya Solar yang dipakai perusahaan 1.540.697,67 Rp Total energi terpakai untuk proses produksi

2.930.657.328,39 Kkal

Total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan 2.977.470.142

Kkal

Biaya untuk pemeliharaan tanaman 2.526.680.633 Rp Biaya panen dan pengangkutan bahan baku

22.403.669.000 Rp

Biaya produksi aktual per ton 30763,29 Rp Biaya produksi optimal per ton 13642,22 Rp Waktu henti 218,92 Jam Gaji pekerja per hari 10.824,59 Rp Jumlah pekerja @shift 81 orang Biaya pengoperasian 27.637.202.000 Rp Biaya produksi optimal per kg 8.366,57 Rp Biaya produksi aktual per kg 13.650,02 Rp Sumber : PG Jatitujuh, Majalengka

Lampiran 13. Tampilan Hasil Pengolahan Data Kemampuan Proses

11.0 11.5 12.0 12.5 13.0 13.5 14.0 14.5

LSL USLTarget

Process Capability Analysis for C1

USLTargetLSLMeanSample NStDev (Within)StDev (Overall)

CpCPUCPLCpk

Cpm

PpPPUPPLPpk

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

13.10012.00012.35012.724

1150.4385770.549672

0.290.290.280.28

0.14

0.230.230.230.23

200000.00200000.00400000.00

196896.56195634.32392530.88

248123.84246973.65495097.48

Process Data

Potential (Within) Capability

Overall Capability Observed Performance Exp. "Within" Performance Exp. "Overall" Performance

Within

Overall

Gambar 1.Briks Nira Mentah

8.5 9.0 9.5 10.0 10.5 11.0

LSL USLTarget

Process Capability Analysis for C1

USLTargetLSLMeanSample NStDev (Within)StDev (Overall)

CpCPUCPLCpk

Cpm

PpPPUPPLPpk

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

10.1100 9.0000 9.4400 9.7670

1150.3127470.433915

0.360.370.350.35

0.13

0.260.260.250.25

234782.61200000.00434782.61

147847.12136409.67284256.79

225513.25214653.52440166.76

Process Data

Potential (Within) Capability

Overall Capability Observed Performance Exp. "Within" Performance Exp. "Overall" Performance

Within

Overall

Gambar 2.Pol Nira Mentah

828078767472

TargetUSLLSL

Process Capability Analysis for C1

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PpkPPLPPUPp

Cpm

CpkCPLCPUCp

StDev (Overall)StDev (Within)Sample NMeanLSLTargetUSL

555977.27278095.37277881.89

178346.12 89290.36 89055.76

600000.00313043.48286956.52

0.200.200.200.20

0.19

0.450.450.450.45

1.502990.65757

11576.765575.880077.000077.6500

Exp. "Overall" PerformanceExp. "Within" PerformanceObserved PerformanceOverall Capability

Potential (Within) Capability

Process Data

Within

Overall

Gambar 3.HK Nira Mentah

11 12 13 14 15 16 17 18 19

LSL USLTarget

Process Capability Analysis for C1

USLTargetLSLMeanSample NStDev (Within)StDev (Overall)

CpCPUCPLCpk

Cpm

PpPPUPPLPpk

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

PPM < LSLPPM > USLPPM Total

16.510016.000014.350015.4287

1150.758561.02250

0.470.480.470.47

0.31

0.350.350.350.35

182608.70139130.43321739.13

77508.88 77010.94

154519.82

145721.82145139.16290860.98

Process Data

Potential (Within) Capability

Overall Capability Observed Performance Exp. "Within" Performance Exp. "Overall" Performance

Within

Overall

Gambar 4. Sabut%tebu

9695949392

TargetUSLLSL

Process Capability Analysis for C1

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PpkPPLPPUPp

Cpm

CpkCPLCPUCp

StDev (Overall)StDev (Within)Sample NMeanLSLTargetUSL

515579.20259350.78256228.42

383143.65193340.44189803.22

347826.09208695.65139130.43

0.220.220.220.22

0.07

0.290.290.290.29

0.5306200.395580

11594.377694.030096.000094.7200

Exp. "Overall" PerformanceExp. "Within" PerformanceObserved PerformanceOverall Capability

Potential (Within) Capability

Process Data

Within

Overall

Gambar 5. Ekstraksi Gilingan (HPG)

270250230210190170150

Target USLLSL

Process Capability Analysis for C1

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PPM TotalPPM > USLPPM < LSL

PpkPPLPPUPp

Cpm

CpkCPLCPUCp

StDev (Overall)StDev (Within)Sample NMeanLSLTargetUSL

270408.97135172.95135236.02

209086.94104513.49104573.44

269565.22147826.09121739.13

0.370.370.370.37

0.34

0.420.420.420.42

18.877216.5634

115191.742170.940200.000212.550

Exp. "Overall" PerformanceExp. "Within" PerformanceObserved PerformanceOverall Capability

Potential (Within) Capability

Process Data

Within

Overall

Gambar 6. Imbibisi%sabut

Gambar 7. Kapasitas Giling

Gambar 8. Nira mentah%tebu

Gambar 9. Briks Masakan A

Gambar 10. HK Masakan A

Gambar 11. Pol Masakan A

Gambar 12. Blotong%tebu

Gambar 13. Briks Nira Encer

Gambar 14. HK Nira Encer

Gambar 15. Pol Blotong

Gambar 16. Pol Nira Encer

Gambar 17. Briks Nira Kental

Gambar 18. Pol Nira Kental

Gambar 19. HK Nira Kental

Gambar 20.Briks Tetes

Gambar 21. Briks Gula

Gambar 22. HK Gula A

Gambar 23. Briks Stroop

Gambar 24. HK Stroop

Gambar 25. HK Tetes

Gambar 26. Pol Gula A

Gambar 27.Pol Stroop

Gambar 28. Pol tetes

Gambar 29. Tetes%tebu

Lampiran 14. Hasil Penilaian Kekritisan Komponen Dengan ECR

Jenis Komponen : Mesin Proses Gilingan

No. KRITERIA BOBOT

KRITERIA KOMPONEN BOBOT

INDIKATOR NILAI

INDIKATOR PERKALIAN INDIKATOR

KETERANGAN

1 Keamanan

0.0900

Ledakan 0.1300 75 9.75 8.03

Temperatur 0.1300 100 13.00

Tegangan 0.1700 75 12.75

Berat 0.2400 100 24.00

Merusak bagian lain 0.2000 100 20.00

Racun 0.1300 75 9.75

89.25

2

Life Support 0.0750

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

1 50 50 3.75

50

3 Commercial 0.0980

Pengaruh terhadap produksi

1 100 100 9.80

100 4

Keandalan 0.1220

Kelengkapan data 0.4500 75 33.75 9.15 Severity 0.1900 75 14.25

Reliability 0.3600 75 27

75

5 Vendor Availability

0.1030 Kebutuhan akan Vendor

1 75 75 7.72 75

6 Spare Part Lead Time

0.0890 Lama waktu Pemesanan

1 50 50 4.45

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

0.1310

Lokasi equipment 0.1500 100 15 13.10 Fasilitas monitoring 0.1500 100 15 Parameter monitoring 0.1900 100 19 Gangguan terhadap operasi

0.1300 100 13

Akurasi data 0.1900 100 19 Keahlian petugas 0.1900 100 19

100 8 Mean Down Time

0.1020 Lama Overhaul 1 100 100 10.20 100

9 Jam henti 0.0709

Banyak/lamanya jam henti

1 54.18 54.18 4.28

54.18 10 Kapasitas

0.1100 Besarnya kapasitas komponen tiap proses

1 100 100 11.00

100 81.49

Jenis Komponen : Mesin Proses Pemurnian

No. KRITERIA

BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR

KETERANGAN

1 Keamanan

0.0740

Ledakan 0.2930 50 14.65 4.71

Temperatur 0.2640 50 13.20

Tegangan 0.1620 50 8.10

Berat 0.0910 50 4.55

Merusak bagian lain 0.2270 75 17.03

Racun 0.1230 50 6.15

63.68

2

Life Support 0.0640

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

1 75 75 4.80

75

3 Commercial 0.1010

Pengaruh terhadap produksi

1 75 75 7.58

75 4

Keandalan

0.1490 Kelengkapan data 0.3710 75 27.82 11.17 Severity 0.3500 75 26.25

Reliability 0.2790 75 20.93

75

5 Vendor Availability

0.1130 Kebutuhan akan Vendor

1 75 75 8.47 75

6 Spare Part Lead Time

0.0760

Lama waktu Pemesanan

1 75 75 5.70

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

0.1400 Lokasi equipment 0.1200 75 9.00 13.14 Fasilitas monitoring 0.1260 75 9.45 Parameter monitoring 0.1460 100 14.60 Gangguan terhadap operasi

0.1570 100 15.70

Akurasi data 0.2730 100 27.30 Keahlian petugas 0.1780 100 17.80 93.85

8 Mean Down Time 0.0980 Lama Overhaul 1 75 75 7.35 75

9 Jam henti 0.0600 Banyak/lamanya jam henti

1 4.50 4.50 0.27

4.50 10 Kapasitas

0.1260 Besarnya kapasitas komponen tiap proses

1 100 100 12.60

100 75.80

Jenis Komponen : Mesin Proses Penguapan

No. KRITERIA

BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR

KETERANGAN

1 Keamanan

0.0810

Ledakan 0.0870 25 2.17 3.80

Temperatur 0.2210 50 11.05

Tegangan 0.1230 50 6.15

Berat 0.2140 75 16.05

Merusak bagian lain 0.2660 25 6.65

Racun 0.0890 50 4.90

46.98

2

Life Support

0.0720

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

1 50 50 3.60

50

3 Commercial 0.1040

Pengaruh terhadap produksi

1 100 100 10.40

100 4

Keandalan

0.1300

Kelengkapan data 0.4210 100 42.10 12.03

Severity 0.3010 75 22.57

Reliability 0.2790 100 27.90

92.58

5 Vendor Availability

0.1110

Kebutuhan akan Vendor

1 75 75 75 8.32

6 Spare Part Lead Time

0.0860 Lama waktu Pemesanan

1 75 75 6.45

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

0.1230 Lokasi equipment 0.1170 100 11.70 10.69 Fasilitas monitoring 0.1300 50 6.60 Parameter monitoring 0.1290 50 6.45 Gangguan terhadap operasi

0.1580 100 15.80

Akurasi data 0.1700 100 17.00 Keahlian petugas 0.2950 100 29.50 86.95

8 Mean Down Time 0.0980 Lama Overhaul 1 100 100 9.80 100

9 Jam henti 0.0750 Banyak/lamanya jam henti

1 33.08 33.08 2.48

33.08 10 Kapasitas 0.1210 Besarnya kapasitas

komponen tiap proses 1 100 100 12.10

100 79.69

Jenis Komponen : Mesin Proses Masakan

No. KRITERIA

BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR

KETERANGAN

1 Keamanan

0.0840

Ledakan 0.0990 75 2.48 3.20

Temperatur 0.1630 50 8.15

Tegangan 0.1150 50 5.75

Berat 0.2450 50 12.25

Merusak bagian lain 0.2890 25 7.22

Racun 0.0890 25 2.23

38.08

2

Life Support 0.0730

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

1 100 100 7.30

100

3 Commercial 0.1050

Pengaruh terhadap produksi

1 75 75 7.88

75 4

Keandalan 0.1300

Kelengkapan data 0.2880 75 21.60 9.75 Severity 0.4090 75 30.67

Reliability 0.3030 75 22.72

75

5 Vendor Availability

0.1030 Kebutuhan akan Vendor

1 75 75 7.72 75

6 Spare Part Lead Time

0.0840 Lama waktu Pemesanan 1 75 75 6.30

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

0.1250

Lokasi equipment 0.1560 75 11.70 11.16 Fasilitas monitoring 0.1100 100 11.00 Parameter monitoring 0.1000 75 7.50 Gangguan terhadap operasi

0.1280 100 12.80

Akurasi data 0.1730 75 12.98 Keahlian petugas 0.3330 100 33.30 89.28

8 Mean Down Time 0.0960

Lama Overhaul 1 100 100 9.60 100

9 Jam henti 0.0710

Banyak/lamanya jam henti

1 11 11 0.78

11 10 Kapasitas

0.1290 Besarnya kapasitas komponen tiap proses

1 100 100 12.90

100 76.59

Jenis Komponen : Mesin Proses Putaran

No. KRITERIA BOBOT

KRITERIA KOMPONEN BOBOT

INDIKATORNILAI

INDIKATORPERKALIAN INDIKATOR

KETERANGAN

1 Keamanan

0.0850

Ledakan 0.2830 25 7.07 4.37

Temperatur 0.0960 75 7.20

Tegangan 0.1190 75 8.92

Berat 0.2080 75 15.60

Merusak bagian lain 0.3410 25 8.53

Racun 0.820 50 4.10

5.42

2

Life Support 0.0780

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

1 100 100 7.80

100

3 Commercial 0.1030

Pengaruh terhadap produksi

1 75 75 7.72

75 4

Keandalan

0.1300 Kelengkapan data 0.2360 50 11.80 9.86 Severity 0.4910 75 36.83

Reliability 0.2720 100 27.20

75.83

5 Vendor Availability

0.1110 Kebutuhan akan Vendor

1 75 75 8.32 75

6 Spare Part Lead Time

0.0920 Lama waktu Pemesanan 1 75 75 6.90

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

0.1290 Lokasi equipment 0.1290 75 9.68 8.44 Fasilitas monitoring 0.1550 75 11.63 Parameter monitoring 0.1150 50 5.75 Gangguan terhadap operasi

0.1160 50 5.80

Akurasi data 0.1500 50 7.50 Keahlian petugas 0.3340 75 25.05 65.40

8 Mean Down Time 0.0950 Lama Overhaul 1 75 75 7.13 75

9 Jam henti 0.0550 Banyak/lamanya jam henti

1 0.00 0.00 0.00

0.00 10 Kapasitas 0.1210 Besarnya kapasitas

komponen tiap proses 1 100 100 12.10

100 72.64

PENGGUNAAN PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL

Tanggal Pengisian

Nama Responden

Pekerjaan/Jabatan

No Telp.

Tanda Tangan

: .................................................

: .................................................

: .................................................

: .................................................

:

..................................................

Dilakukan Oleh:

Annastia Lohjayanti

F34102072

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

PETUNJUK PENGISIAN

I. UMUM 1. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan Kuesioner 2. Berikan penilaian terhadap hirarki perumusan sistem penunjang keputusan

pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara mengisi lembar pengisian 3. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kepentingan/peran

komponen dalam satu level hirarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.

4. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia. II. SKALA PENILAIAN

Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut: Intensitas

Kepentingan Definisi

1 A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B

1/3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A) 5 A jelas lebih penting dari B

1/5 Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A) 7 A sangat jelas lebih penting dari B

1/7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A) 9 A mutlak lebih penting dari B

1/9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A) 2; 4; 6; 8 atau

1/2, 1/4, 1/6, 1/8 Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan

Contoh Pengisian: Misalkan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi tidak terkendalinya proses produksi gula kristal yaitu faktor X, Y, dan Z. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut:

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

X Y Z X 1 3 (a) 1/3 (b)

Y 1 ½ (c)

Z 1 Keterangan : Nilai pada (a) : Faktor X sedikit lebih penting dari Y Nilai pada (b) : Faktor Z sedikit lebih penting dari X Nilai pada (c) : Faktor Z antara sama penting dengan lebih penting dibanding faktor

Y

Matriks Pendapat (Kuesioner) Individu Identifikasi Permasalahan dan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal PT. Jatitujuh

I. Dalam proses produksi gula kristal terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam

menjaga terkendali atau tidaknya suatu proses. Pembandingan dan penentuan bobot prioritas kriteria faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mesin dan peralatan 2. Kemampuan Proses 3. Sumber Daya Manusia 4. Manajemen 5. Eksternal Di antara faktor pendukung proses produksi tersebut di atas, bandingkan tingkat kontribusinya terhadap Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal di PG. Jatitujuh.

FAKTOR

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Mesin dan Peralatan

Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal

Mesin dan Peralatan 1 ... ... ... ... Kemampuan Proses 1 ... ... ... SDM 1 ... ... Manajemen 1 ... Eksternal 1

II. Pembandingan dan penentuan bobot prioritas subkriteria faktor yang mempengaruhi

proses produksi atas mesin dan peralatan, bahan baku, SDM, manajemen, dan bahan pembantu. 1. Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari mesin dan peralatan

a. Keamanan (safety) : penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang di-handle, yang mempunyai akibat pada plant safety dan personal safety bila komponen tersebut rusak

b. Life Support : penilaian terhadap komponen berdasarkan kegunaan komponen tersebut pada plant safety dan personal safety, bila terjadi kerusakan mengakibatkan tidak terjaminnya plant safety dan personal safety

c. Commercial : penilaian terhadap komponen berdasarkan fungsi komponen tersebut dalam proses produksi bila terjadi kerusakan akan mengakibatkan gangguan produksi sehingga menimbulkan penalty cost.

d. Keandalan (reliability) : penilaian terhadap komponen berdasarkan keandalan (sering atau tidaknya komponen rusak sewaktu dioperasikan)

e. Vendor Availability : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia tidaknya dukungan pemasok yang sewaktu-waktu diperlukan dapat membantu untuk mengatasi problem teknis dari komponen tersebut bila diperlukan.

f. Spare Part Lead Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan waktu yang dibutuhkan dalam pengadaan spare part dari komponen tersebut untuk keperluan perbaikan/overhaul baik dilihat dari manufacturing time maupun proses logistik.

g. Applicability of Condition Monitoring Technique : penilaian terhadap komponen berdasarkan kemudahan, ketelitian, dan jumlah/ jenis data atau informasi yang dapat diperoleh dari komponen guna keperluan pemeriksaan kondisi

h. Mean down time : penilaian terhadap komponen berdasarkan lamanya overhaul akibat terjadinya kerusakan komponen

i. Jam henti : penilaian terhadap komponen berdasarkan lamanya jam henti yang terjadi akibat kerusakan komponen

j. Kapasitas : penilaian terhadap komponen berdasarkan besarnya kapasitas komponen

SUBKRITERIA FAKTOR DARI MESIN DAN PERALATAN

Elemen Faktor A

Elemen Faktor B

Keamanan

Life Support Commercial Keandal

an

Vendor Availabi

lity

Spare Part Lead Time

Applicability of Condition Monitoring Technique

Mean Down Time

Jam henti

Kapasitas

Keamanan 1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... Life Support 1 ... ... ... ... ... ... ... ... Commercial 1 ... ... ... ... ... ... ... Keandalan 1 ... ... ... ... ... ... Vendor Availability 1 ... ... ... ... ...

Spare Part Lead Time 1 ... ... ... ...

Applicability of Condition Monitoring Technique

1 ... ... ...

Mean Down Time 1 ... ...

Jam henti 1 Kapasitas 1

2. Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari kemampuan proses a. Briks b. Pol c. HK

SUBKRITERIA FAKTOR DARI KEMAMPUAN PROSES

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Briks Pol HK Briks 1 ... ... Pol 1 ... HK 1

3. Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari sumber daya

manusia a. Ketrampilan b. Pengetahuan c. Pengalaman d. Kedisiplinan e. Tanggung Jawab

SUBKRITERIA FAKTOR DARI SUMBER DAYA MANUSIA

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Ketrampilan Pengetahuan Pengalaman Kedisiplinan Tanggung Jawab

Ketrampilan 1 ... ... ... ... Pengetahuan 1 ... ... ... Pengalaman 1 ... ... Kedisiplinan 1 ... Tanggung Jawab 1

4. Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari manajemen

a. Kebijakan dan tujuan mutu

b. SOP yang baku c. Fasilitas Proses

SUBKRITERIA FAKTOR DARI MANAJEMEN

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Kebijakan dan tujuan mutu SOP yang baku Fasilitas Proses

Kebijakan dan tujuan mutu 1 ... ...

SOP yang baku 1 ... Fasilitas Proses 1

5. Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari segi eksternal

a. Kebijakan pemerintah b. Daya tawar petani tinggi c. Daya saing produk impor

SUBKRITERIA FAKTOR DARI EKSTERNAL

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Kebijakan pemerintah

Daya tawar petani tinggi

Daya saing Produk Impor

Kebijakan pemerintah 1 ... ...

Daya tawar petani tinggi 1 ...

Daya saing Produk Impor 1

III. Terdapat beberapa alternatif tahapan proses produksi yang harus dikendalikan

sehubungan dengan tujuan-tujuan diatas, yaitu: 1. Pengendalian Stasiun Penggilingan 2. Pengendalian Stasiun Pemurnian 3. Pengendalian Stasiun Penguapan 4. Pengendalian Stasiun Kristalisasi 5. Pengendalian Stasiun Sentrifugasi Dari alternatif pengendalian tujuan yang ingin dicapai, bandingkan tingkat kepentingan masing-masing alternatif pengendalian dalam tahapan proses produksi gula kristal.

ALTERNATIF PENGENDALIAN

a. Pengendalian Stasiun Penggilingan

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Mesin dan Peralatan

Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal

Mesin dan Peralatan 1 ... ... ... ...

Kemampuan Proses 1 ... ... ...

SDM 1 ... ... Manajemen 1 ... Eksternal 1

b. Pengendalian Stasiun Pemurnian

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Mesin dan Peralatan

Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal

Mesin dan Peralatan 1 ... ... ... ...

Kemampuan 1 ... ... ...

Proses SDM 1 ... ... Manajemen 1 ... Eksternal 1

c. Pengendalian Stasiun Penguapan

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Mesin dan Peralatan

Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal

Mesin dan Peralatan 1 ... ... ... ...

Kemampuan Proses 1 ... ... ...

SDM 1 ... ... Manajemen 1 ... Eksternal 1

d. Pengendalian Kristalisasi

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Mesin dan Peralatan

Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal

Mesin dan Peralatan 1 ... ... ... ...

Kemampuan Proses 1 ... ... ...

SDM 1 ... ... Manajemen 1 ... Eksternal 1

e. Pengendalian Sentrifugasi

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Mesin dan Peralatan

Kemampuan Proses SDM Manajemen Eksternal

Mesin dan Peralatan 1 ... ... ... ...

Kemampuan Proses 1 ... ... ...

SDM 1 ... ... Manajemen 1 ... Eksternal 1

Lampiran 17. Kuesioner ECR Proses Produksi Gula Kristal

KUESIONER

PENGGUNAAN PROSES HIRARKI EQUIPMENT

CRITICALLY RATING DALAM SISTEM PENUNJANG

KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA

KRISTAL DI PT JATITUJUH-MAJALENGKA

Tanggal Pengisian

Nama Responden

Pekerjaan Responden

Jabatan

Tanda Tangan

: .................................................

: .................................................

: .................................................

: .................................................

:

..................................................

Dilakukan Oleh:

Annastia Lohjayanti

F34102072

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

PETUNJUK PENGISIAN

III. UMUM 5. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan

Kuesioner 6. Berikan penilaian terhadap komponen kritis pendukung

pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara mengisi lembar pengisian

7. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kepentingan/peran komponen dalam satu level yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.

8. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.

IV. SKALA PENILAIAN

Definisi dari skala yang digunakan adalah dengan memberikan penilaian menggunakan skala terukur, yaitu dari 1 – 9 dengan keterangan sebagai berikut: Misal:

Skala Keterangan

1 Sangat tidak aman

Sangat merugikan

Sangat lama

dll. : : : : : : : :

9 Sangat aman Tidak merugikan sama

sekali

Tidak lama

EQUIPMENT CRITICALLY

RATING

- Penyebab Ledakan - Penyebab kenaikan

temperatur - Penyebab kenaikan

tegangan - Penyebab tertimpa/berat - Merusak bagian lain - Penyebab adanya racun

- Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

- Pengaruh terhadap produksi

- Ketersediaan akan Vendor

- Kelengkapan data - Severity kondisi Operasi - Reliability

- Lama waktu Pemesanan

- Lokasi equipment - Fasilitas monitoring - Parameter monitoring - Gangguan terhadap

operasi - Akurasi data - Keahlian petugas

SAFETY

Life Support

Commercial

KEANDALAN

Vendor Availability

Spare Part Lead Time

Applicability of Condition Monitoring Technique

HIRARKI EQUIPMENT

CRITICALLY RATING

Mean Down Time

Jam Henti

Kapasitas

- Lama Overhaul

- Banyak/lamanya jam henti

- Besarnya kapasitas komponen tiap proses

TABEL PERBANDINGAN KRITERIA-KRITERIA ECR

i. Keamanan Indikator Nilai

Penyebab Ledakan ... Penyebab kenaikan temperatur ... Penyebab kenaikan tegangan ...

Penyebab tertimpa/berat ... Merusak bagian lain dalam proses ...

Penyebab adanya racun ... Ket penilaian:

1 : tidak menyebabkan ledakan/ kenaikan temperatur/ kenaikan : tegangan/ tertimpa/ berat/ kerusakan bagian lain/ racun : : 9 : sangat berpengaruh dalam menyebabkan ledakan/ kenaikan temperatur/

kenaikan tegangan/ tertimpa/ berat/ kerusakan bagian lain/ racun

ii. Keandalan Indikator Nilai

Kelengkapan data ... Severity (kerumitan) kondisi Operasi ...

Reliability ... Ket penilaian:

1 : data sangat lengkap / kondisi operasi tidak rumit/ tidak andal : : : 9 : data tidak lengkap / kondisi operasi sangat rumit/ sangat andal

iii. Applicability of Condition Monitoring Technique

Indikator Nilai Lokasi equipment ...

Fasilitas monitoring ... Parameter monitoring ...

Gangguan terhadap operasi ... Akurasi data ...

Keahlian petugas ... Ket penilaian:

1 : lokasi sangat bagus /strategis untuk monitoring / fasilitas sangat banyak / parameter sangat baik / gangguan tidak ada / data sangat akurat /petugas sangat ahli

: : :

9 : lokasi tidak bagus /strategis untuk monitoring / fasilitas tidak tersedia / parameter tidak baik / gangguan sangat banyak / data tidak akurat /petugas tidak ahli

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal : Jenis Komponen : Mesin Proses Gilingan

No. KRITERIA BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR KETERANGAN

1 Keamanan Ledakan

Temperatur

Tegangan

Berat

Merusak bagian lain

Racun

2 Life Support

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

3 Commercial

Pengaruh terhadap produksi

4

Keandalan

Kelengkapan data

Severity

kondisi Operasi Reliability

5 Vendor Availability

Kebutuhan akan Vendor

6 Spare Part Lead Time

Lama waktu Pemesanan

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

Lokasi equipment

Fasilitas monitoring

Parameter monitoring

Gangguan terhadap operasi

Akurasi data

Keahlian petugas

8 Mean Down Time

Lama Overhaul

9 Jam henti Banyak/lamanya jam henti

10 Kapasitas Besarnya kapasitas komponen tiap proses

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal : Jenis Komponen : Mesin Proses Pemurnian

No. KRITERIA BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR KETERANGAN

1 Keamanan Ledakan

Temperatur

Tegangan

Berat

Merusak bagian lain

Racun

2 Life Support

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

3 Commercial

Pengaruh terhadap produksi

4

Keandalan

Kelengkapan data

Severity

kondisi Operasi Reliability

5 Vendor Availability

Kebutuhan akan Vendor

6 Spare Part Lead Time

Lama waktu Pemesanan

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

Lokasi equipment

Fasilitas monitoring

Parameter monitoring

Gangguan terhadap operasi

Akurasi data

Keahlian petugas

8 Mean Down Time

Lama Overhaul

9 Jam henti Banyak/lamanya jam henti

10 Kapasitas Besarnya kapasitas komponen tiap proses

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal : Jenis Komponen : Mesin Proses Evaporasi (Penguapan)

No. KRITERIA BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR KETERANGAN

1 Keamanan Ledakan

Temperatur

Tegangan

Berat

Merusak bagian lain

Racun

2 Life Support

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

3 Commercial

Pengaruh terhadap produksi

4

Keandalan

Kelengkapan data

Severity

kondisi Operasi Reliability

5 Vendor Availability

Kebutuhan akan Vendor

6 Spare Part Lead Time

Lama waktu Pemesanan

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

Lokasi equipment

Fasilitas monitoring

Parameter monitoring

Gangguan terhadap operasi

Akurasi data

Keahlian petugas

8 Mean Down Time

Lama Overhaul

9 Jam henti Banyak/lamanya jam henti

10 Kapasitas Besarnya kapasitas komponen tiap proses

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal : Jenis Komponen : Mesin Proses Kristalisasi (Masakan)

No. KRITERIA BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR

KETERANGAN

1 Keamanan Ledakan

Temperatur

Tegangan

Berat

Merusak bagian lain

Racun

2

Life Support

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

3 Commercial

Pengaruh terhadap produksi

4

Keandalan

Kelengkapan data

Severity

kondisi Operasi

Reliability

5 Vendor Availability

Kebutuhan akan Vendor

6 Spare Part Lead Time

Lama waktu Pemesanan

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

Lokasi equipment

Fasilitas monitoring

Parameter monitoring

Gangguan terhadap operasi

Akurasi data

Keahlian petugas

8 Mean Down Time

Lama Overhaul

9 Jam henti Banyak/lamanya jam henti

10 Kapasitas Besarnya kapasitas komponen tiap proses

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen Tanggal : Jenis Komponen : Mesin Proses Sentrifugasi (Putaran)

No. KRITERIA BOBOT KRITERIA

KOMPONEN BOBOT INDIKATOR

NILAI INDIKATOR

PERKALIAN INDIKATOR KETERANGAN

1 Keamanan Ledakan

Temperatur

Tegangan

Berat

Merusak bagian lain

Racun

2 Life Support

Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik

3 Commercial Pengaruh terhadap produksi

4

Keandalan

Kelengkapan data

Severity

kondisi Operasi Reliability

5 Vendor Availability

Kebutuhan akan Vendor

6 Spare Part Lead Time

Lama waktu Pemesanan

7

Applicability of Condition Monitoring Technique

Lokasi equipment

Fasilitas monitoring

Parameter monitoring

Gangguan terhadap operasi

Akurasi data

Keahlian petugas

8 Mean Down Time

Lama Overhaul

9 Jam henti Banyak/lamanya jam henti

10 Kapasitas Besarnya kapasitas komponen tiap proses

Lampiran 18. Petunjuk Penggunaan SWEETCON.PROSION

1. Tentang Program: Program SWEETCON.PROSION dikembangkan untuk mengkaji keragaan suatu pabrik gula dan sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula Kristal. SWEETCON.PROSION dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 dan DEA for Windows. Basis data yang dikembangkan terintegrasi dengan program-program lain seperti Minitab 13.0, Microsoft Frontpage, dan Expert Choice 2000.

2. Persyaratan Instalasi: Software:

Microsoft Visual Basic 6.0 DEA for Windows Minitab 13.0 Microsoft Frontpage Expert Choice 2000

Hardware:

Satu unit PC dengan minimal RAM 128 MB Monitor dengan resolusi 1024x768 pixels Sistem operasi Microsoft Windows 98/Windows 2000/Windows ME/Windows

XP CD room dengan kecepatan 52x Ruang kosong pada hardisk sebesar 5 MB

3. Instalasi program

Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam proses instalasi SWEETCON.PROSION Untuk melakukan prosedur instalasi disediakan sebuah CD yang berisi 3 (tiga) buah file, diantaranya: Sweetcon.cab, setup.exe, dan setup.lst. Berikut adalah beberapa tahapan prosedur instalasi SWEETCON.PROSION:

Hapus Versi Sebelumnya Instalasi tidak dapat menghapus secara otomatis aplikasi SWEETCON.PROSION yang telah terinstal pada waktu sebelumnya. Lakukan penghapusan jika sebelumnya anda telah meng-instal Aplikasi SWEETCON.PROSION sesuai prosedur Menghapus Aplikasi SWEETCON.PROSION dari Windows.

Jalankan File Instalasi

Jalankan file instalasi SWEETCON.PROSION dengan meng-klik ganda setup.exe pada direktori / drive dimana file ini ditempatkan. Ikuti semua petunjuk yang ditayangkan pada proses selanjutnya, biasanya pengguna hanya melakukan persetujuan dengan menekan tombol [Enter] pada setiap dialog yang ditampilkan.

Update File System (Jika Diperlukan) Untuk kasus tertentu terkadang sistem operasi harus melakukan prosedur updating file system terlebih dahulu sebelum proses instalasi dilanjutkan. Tetapi jangan khawatir, konfigurasi ini dilakukan secara otomatis, dan instalasi akan meminta windows untuk di-restart sebelum progres dilanjutkan. Setujui permintaan ini dengan menekan tombol [Enter], windows secara otomatis akan melakukan booting ulang, jika tidak - lakukan booting ulang secara manual. Ulangi lagi prosedur instalasi dari awal.

Instalasi Selesai Jika proses instalasi berjalan dengan lancar, windows akan membuat program group baru dengan nama SWEETCON.PROSION. Untuk mengaktifkannya, klik shortcut pada Start|Programs|Sweetcon.Prosion System Files|Sweetcon.Prosion System Files.

4. Penggunaan Program a. Program SWEETCON.PROSION dimulai dengan munculnya loading

splash sebagai berikut:

b. Setelah tampilan loading splash, untuk masuk kedalam menu utama program maka harus terlebih dahulu mengisi password seperti tampilan berikut:

c. Model Informasi Model informasi berisikan informasi statis tentang proses umum produksi gula, beserta mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses.

d. Model Kemampuan Proses Model kemampuan proses digunakan untuk menilai kinerja masing-masing proses, yaitu dengan melihat besar variasi dan penyimpangannya. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengklik menu model Komponen Kritis sehingga akan keluar tampilan seperti berikut:

Kemudian dipilih pada submenu yaitu salah satu stasiun proses yang akan dinilai, misalnya pada stasiun gilingan akan muncul pilihan model yang dapat dipilih. Misalkan dipilih model untuk menilai HK nira mentah, kemudian tekan tombol ‘klik disini untuk melanjutkan’ sehingga muncul tampilan seperti berikut:

Lalu dimasukkan data 15 harian yang akan dievaluasi pada kolom pertama dan dipilih menu “Stat” → “Control charts” → “X-bar – R” yang akan muncul dialog box seperti berikut:

Untuk mengisinya, dipilih ‘Single column’ dan diisi dengan kolom yang berisi data, yaitu ‘C1’, kemudian isi besar subgroup. Karena pada penilaiannya menggunakan data 15 harian, maka diisi dengan ‘15’ pada ‘Subgroup size’, kemudian tekan tombol ‘Estimate’ sehingga muncul tampilan seperti :

Diklik pada button ‘Subgroup size’ dan diisi dengan ’15’ lalu tekan ‘OK’. Setelah kembali pada dialog box yang pertama, tekan ‘OK’ lagi sehingga muncul tampilan seperti:

Dari gambar dapat dilihat tingkat variasi dan tren data yang terbentuk dari stasiun tersebut. Untuk melihat besar deviasi terhadap rata-rata proses, dipilih menu ‘’“Stat” → “Quality tools” → “Capability analysis (Normal)” sehingga muncul tampilan:

Kemudian diisi lagi kolom yang terdapat data yang akan dinilai, yaitu ‘C1’ dan ‘Subgroup size’ sebesar ‘15’. Setelah itu diisi batas bawah (Lower spec) dan batas atas (upper spec) yang didapatkan pada diagram-X sebelumnya, kemudian klik ‘Options’ yang akan muncul tampilan seperti berikut:

Apabila pada perusahaan terdapat taget yang ingin dicapai, maka pada ‘target’ diisi dengan angka yang ditetapkan perusahaan, kemudian besar sigma yang digunakan, apakah 3-sigma atau 6-sigma dan klik ‘OK’. Setelah kembali pada dialog box sebelumnya, klik ‘OK’ sehingga muncul grafik seperti berikut:

Dari gambar dapat dilihat besar deviasi rata-rata proses dan kondisi proses diantara target.

Setelah rata-rata proses dan deviasi didapatkan, program tersebut ditutup untuk kembali pada menu utama model kemampuan proses pada

SWEETCON.PROSION. Kemudian dipilih submenu resume, yang akan muncul tampilan berikut:

Pada resume, kemudian dimasukkan masing-masing rata-rata proses yang telah dinilai sebelumnya pada kolom yang berwarna kuning, sehingga secara otomatis pula sistem dapat menilai apakah proses tersebut terkendali atau tidak. Apabila terkendali maka proses dapat dilanjutkan, tetapi bila tidak terkendali maka para pengambil keputusan dapat melakukan tindakan untuk mengatasinya.

e. Model Komponen Kritis

Model komponen kritis digunakan untuk menilai kekritisan komponen (mesin dan peralatan) pendukung setiap stasiun proses. Diawali dengan memilih menu model komponen kritis dan akan keluar tampilan seperti berikut:

Kemudian dapat dipilih model yang akan dibobotkan berdasarkan kuesioner yang telah diberi pembobotan oleh pakar ysng juga telah dirata-ratakan. Misalkan dipilih ‘ECR Mesin’ lalu tekan ‘klik disini untuk melanjutkan’ dan akan muncul tampilan berikut:

Setelah dialog box muncul, isikan goal atau tujuan pembobotan dan klik ‘OK’. Untuk membuat cabang-cabang dari goal tersebut adalah dengan mengklik kanan pada goal dan pilih ‘edit node’, begitu juga node-node dibawahnya.

Setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan dengan mengklik pada

gambar sehingga muncul tampilan dibawah ini. Kemudian isikan masing-masing bobot. Apabila yang berwarna hitam adalah suatu angka ‘x’ maka yang berwarna merah adalah ‘1/x’. dari tabel juga dapat dilihat nilai inkonsistensinya.

Setelah dilakukan pembobotan pada masing-masing kriteria dan alternatifnya, maka muncul tampilan akhir hasil pembobotan rata-rata pakar seperti berikut:

Program pembobotan tersebut ditutup, kemudian kembali ke menu model komponen kritis pada SWEETCON.PROSION dan dipilih submenu ‘ECR Keseluruhan’ sehingga muncul tampilan berikut:

Pada submenu ini terdapat tabel pembobotan kriteria, bobot indikator, dan nilai indikator yang kesemuanya telah diberikan oleh pakar. Untuk pembobotan kriteria dan indikator sebelumnya telah dianalisa pada submodel ‘Kritis Proses’ sebelumnya. Secara otomatis hasil perhitungan didapatkan nilai ECR pada masing-masing komponen maupun resume yang merupakan nilai kekritisan semua komponen.

f. Model Efisiensi Produksi Model efisiensi proses produksi digunakan untuk melakukan perhitungan efisiensi absolut dan efisiensi relatif proses produksi dengan menggunakan indikator Barbiroli. 1) Model efisiensi absolut

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengklik menu efisiensi produksi kemudian mengklik menu indikator. Tambahkan satu persatu indikator yang akan digunakan lalu lanjutkan dengan menekan tombol [Enter]. Tampilan akan terlihat seperti berikut:

Tambahkan aspek-aspek yang akan digunakan di dalam analisa yang dilanjutkan dengan mengklik menu aspek lalu dilanjutkan dengan menekan tombol [Enter]. Tampilan yang terlihat adalah:

Nilai input dari setiap aspek yang digunakan untuk masing-masing indikator dimasukkan dengan mengklik menu input. Nilai yang dimasukkan tidak boleh bernilai negatif. Tampilannya adalah sebagai berikut:

Nilai output dari setiap aspek yang digunakan untuk masing-masing indikator dimasukkan dengan cara mengklik menu output. Nilai yang dimasukkan tidak boleh bernilai negatif. Tampilannya adalah sebagai berikut:

2) Model efisiensi Relatif

Model efisiensi relatif merupakan suatu analisis yang didesain secara spesifik untuk mengukur efisiensi relatif dari suatu unit produksi dalam kondisi terdapat banyak output maupun banyak input. Untuk

melakukan analisis efisiensi relatif, klik menu Efisiensi Relatif yang akan terlihat tampilan seperti berikut:

Selanjutnya mengklik tombol ‘klik disini untuk melanjutkan’. Program DEA for Windows akan terpanggil pada program SWEETCON.PROSION.

Data dimasukkan dengan mengklik menu edit, kemudian pilih insert column dan insert row. Jumlah tabel dapat diatur sesuai dengan kebutuhan data. Lalu data dimasukkan kedalam baris dan kolom yang sudah terbentuk.

Klik menu run dilanjutkan mengklik tombol select IO untuk menentukan data yang bertindak sebagai input dan output lalu dipilih select unit untuk menentukanindikator-indikator yang digunakan. Setelah itu diklik tombol run dilanjutkan dengan execute. Pilih jenis tabel dan keluaran yang diinginkan dan sesuaikan pengaturan lainnya dilanjutkan dengan menekan tombol OK sehingga hasil perhitungan efisiensi relative akan muncul seperti tampilan berikut:

g. Model Pengendalian Proses Aplikasi model Pengendalian Proses menggunakan metode AHP dengan penilaian fuzzy dalam rentang 1 (satu) sampai 9 (sembilan). Menu model pengendalian proses dibagi lagi kedalam dua submenu, yaitu pembobotan kriteria dan pembobotan alternatif yang keduanya dianalisa menggunakan metode yang sama. Aplikasi model menggunakan proses hirarki analisa memiliki 2 (dua) bagian panel dialog utama yaitu area struktur jaringan yang merupakan halaman muka dan matriks pendapat pakar. Disamping itu model ini dilengkapi dengan panel resume analisis serta beberapa tombol perintah yang terdapat pada masing-masing panel. Visualisasi halaman utama model AHP dapat dilihat dilihat pada tampilan berikut:

Hirarki/layer

Grup elemen

Elemen

Area struktur jaringan

Konektor

Informasi hasil analisis

Kumpulan tombol perintah

Informasi dokumen aktif

Area struktur jaringan digunakan untuk menentukan struktur jaringan dalam permasalahan yang dianalisa. Pada halaman ini pengguna dapat melakukan penambahan atau penghapusan terhadap hirarki/ layer, grup/sub layer, elemen, dan jaringan/koneksi antar elemen. Di samping itu pengguna juga dapat melakukan bebera hal yang berkaitan dengan dokumentasi diantaranya: membuat dokumen (permasalahan) baru; membuka dokumen yang tersimpan pada media; menyimpan dokumen aktif ke dalam bentuk file; mengatur ukuran kertas/kanvas; transfer struktur jaringan ke memori dalam bentuk bitmap; menampilkan matriks pendapat; melakukan agregasi vertical; dan menampilkan fasilitas bantuan ini.

Secara hirarkis area struktur jaringan merupakan kumpulan dari satu atau lebih layer/hirarki. Setiap layer/hirarki terdiri dari beberapa grup/sub layer/slab yang masing – masing merupakan kesatuan dari beberapa elemen. Sementara itu jaringan/koneksi merupakan hubungan keterkaitan antara satu elemen dengan elemen lainnya pada layer/hirarki yang berbeda. Sebuah elemen yang memiliki jaringan/koneksi kepada elemen lain pada layer/hirarki di atasnya memberikan arti bahwa elemen tersebut mempengaruhi. Sebaliknya jika elemen tersebut memiliki jaringan/koneksi kepada elemen pada layer/hirarki di bawahnya, elemen ini dipengaruhi.

Operasi Pada Layer/Hirarki

Layer atau hirarki merupakan kumpulan grub/sub layer, dengan demikian sebelum pengguna melakukan operasi editing terhadap grup/sub layer terlebih dahulu perlu dibuat sebuah layer/hirarki. Menambahkan layer/hirarki pada area struktur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan perintah ‘Tambahkan layer baru’. Arahkan pointer pada tombol yang terletak pada kumpulan tombol perintah (bagian kanan atas aplikasi), kemudian klik tombol ini – sebuah layer/hirarki baru akan dibuat dan ditempatkan pada posisi paling kanan setelah layer terakhir dibuat.

Ada beberapa operasi yang dapat dilakukan pada layer/hirarki yang dibuat diantaranya mengganti deskripsi layer/hirarki, menghapus layer yang bersangkutan, menambahkan grup/sub layer, dan mengatur posisi anggotanya (grup/sub layer). Semua pilihan operasi ini dapat diakses dengan meng-klik tombol pada layer. Visualisasi layer/hirarki beserta beberapa pilihan operasi yang dapat digunakan diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Layer/hirarki dan beberapa pilihan operasinya.

Mengganti deskripsi layer/hirarki Desksipsi layer/hirarki dapat diganti sesuai kebutuhan seperti tujuan, aktor, faktor, strategi dan seterusnya. Untuk mengganti deskripsi layer/hirarki, aktifkan menu pilihan layer/hirarki dengan meng-klik tombol pada layer, kemudian pilih perintah ‘Edit Keterangan Layer Ini’. Sekali perintah ini dijalankan, judul layer akan berubah menjadi mode edit. Gantilah keterangan layer/hirarki sesuai keperluan kemudian diakhiri dengan menekan [Enter] untuk menyetujui perubahan. Untuk membatalkannya, tekan tombol [Esc] pada keyboard. Persiapan mengganti deskripsi layer/hirarki juga dapat diaktifkan dengan meng-klik ganda judul layer/hirarki yang bersangkutan.

Menghapus layer/hirarki Layer/hirarki dapat dihapus jika layer/hirarki ini tidak diperlukan. Klik tombol pada layer, kemudian pilih perintah ‘Hapus Layer Ini’. Perlu diketahui bahwa penghapusan layer akan mengakibatkan semua grup/sub layer beserta elemen – elemen yang ada pada layer/hirarki ini akan dihapus. Di samping itu penghapusan ini tidak dapat dibatalkan, karena itu yakinkan terlebih dahulu sebelum melakukan operasi ini.

Menambahkan grup/sub layer pada layer/hirarki Grup/sub layer dapat ditambahkan melalui operasi ‘Tambahkan Grup/Sub Layer’ pada menu pilihan layer. Arahkan pointer pada tombol

, kemudian klik tombol ini untuk menampilkan menu pilihan layer. Pilihlah perintah yang bersesuaian untuk menambahkan.

Mengatur posisi grup secara otomatis Posisi grup/sub layer yang terdapat pada sebuah layer/hirarki dapat disusun secara otomatis. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan meng-klik perintah ‘Susun Kembali Posisi Semua Grup’ yang ada pada menu pilihan layer.

Klik di sini untuk menampilkan menu utama

Keterangan layer/hirarki

Mengganti deskripsi/keterangan layer/hirarki Menghapus layer

Menambahkan grup/sub layer baru

Menyusun posisi grup/sub layer secara otomatis

Operasi Pada Grup/Sub Layer Grup/sub layer yang merupakan anggota dari sebuah layer diartikan sebagai kumpulan elemen – elemen. Dengan demikian penambahan elemen tidak dapat dilakukan sebelum grup/sub layer-nya dibuat. Pembuatan grup/sub layer dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah dijelaskan pada bagian operasi pada layer/hirarki.

Ada beberapa operasi dasar yang dapat dilakukan pada grup/sub layer ini di antaranya mengganti deskripsi/keterangan sub layer, menghapus grup, menambahkan elemen pada grup, dan mengkopi grup beserta elemen – elemennya ke memori. Operasi – operasi ini dapat diakses dengan meng-klik tombol pada grup/sub layer.

Gambar 3. Visualisasi grup/sub layer beserta pilihan operasinya.

Mengganti deskripsi grup/sub layer Deskripsi atau keterangan dari sebuah grup dapat diganti sesuai kebutuhan. Aktifkan pilihan grup/sub layer dengan mengklik tombol pada grup/sub layer, kemudian pilih ‘Edit Keterangan Grup/Sub Layer Ini’. Sekali perintah ini dijalankan, judul grup/sub layer berubah menjadi mode edit. Gantilah deskripsi/keterangan sesuai keperluan kemudian tekan [Enter] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan.

Menghapus grup/sub layer Grup/sub layer dapat dihapus jika tidak dipergunakan dalam analisa. Aktifkan pilihan operasi grup/sub layer dengan meng-klik tombol pada grup/sub layer, kemudian klik – perintah ‘Hapus Grup/sub Layer Ini’. Perlu diketahui bahwa kegiatan ini tidak dapat dibatalkan. Di samping itu penghapusan grup/sub layer mengakibatkan semua elemen yang ada pada grup/sub layer ini juga dihapus. Dengan demikian yakinkan terlebih dahulu sebelum melakukan operasi ini.

Menambahkan elemen pada grup Elemen pada grup/sub layer dapat ditambahkan melalui operasi ‘Tambahkan Elemen Pada Grup/Sub Layer Ini’ pada menu pilihan

Klik di sini untuk menampilkan pilihan grup/sub layer

Keterangan grup/sub layer

Mengganti deskripsi/keterangan grup/sub layer Menghapus grup/sub layer Menambahkan elemen pada grup Mengkopi gambar grup & elemennya ke memori

grup/sub layer. Arahkan pointer di atas tombol pada grup/sub layer, kemudian klik tombol ini untuk menampilkan menu pilihan grup/sub layer. Pilihlah perintah yang bersesuaian untuk menambahkan.

Mengkopi tampilan grup Sebuah grup beserta elemen – elemennya dapat dikopi ke memori untuk kemudian digunakan pada aplikasi windows lainnya dalam bentuk bitmap. Klik tombol pada grup/sub layer untuk mengaktifkan pilihan operasi grup/sub layer – kemudian gunakan perintah ‘Kopi Grup Ini Ke Memori’. Sekali perintah ini dijalankan, visualisasi grup beserta elemen – elemennya tersimpan di memori. Gunakan operasi ‘Paste’ pada aplikasi dimana laporan anda dibuat untuk menempelkan gambar ini.

Operasi pada Elemen dan Jaringannya Secara taksis elemen merupakan entitas akhir dalam arsitektur jaringan AHP. Elemen – elemen berkumpul dalam sebuah grup/sub layer dan grup/sub layer ini berkumpul dalam sebuah layer/hirarki. Elemen juga merupakan objek terpenting dalam jaringan AHP, karena jaringan AHP pada prinsipnya menghubungkan elemen – elemen ini tanpa memperhatikan grup/sub layer atau layer/hirarki-nya.

Beberapa operasi dasar yang dapat dilakukan terhadap sebuah elemen di antaranya mengganti deskripsi/keterangan elemen, menghapus elemen, menambahkan dan menghapus koneksi, menampilkan matriks pendapat, dan memilih warna teks dan warna konektor. Penambahan elemen dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur pada bagian operasi pada grup/sub layer.

Gambar 4. Visualisasi pilihan operasi pada objek elemen.

Mengganti deskripsi elemen Deskripsi atau keterangan elemen dapat diganti sesuai keperluan analisa. Aktifkan pilihan operasi elemen dengan meng-klik kanan elemen tersebut

Klik kanan area elemen ini untuk menampilkan pilihan operasi elemen

Keterangan grup/sub layer

Mengganti deskripsi/keterangan elemen Menghapus elemen Menambahkan elemen yang dipengaruhi Menambahkan elemen yang mempengaruhi Menghapus elemen yang dipengaruhi Menghapus elemen yang mempengaruhi

kemudian klik perintah ‘Edit Keterangan Elemen Ini’. Pada dialog yang ditampilkan, silahkan ganti deskripsi/keterangan elemen tersebut, kemudian tekan [Enter] atau klik [OK] untuk melanjutkan dan tekan [Esc] atau klik [Cancel] untuk membatalkan. Untuk meyakinkan hasil editing anda, arahkan kembali pointer ke wilayah elemen tersebut, tunggu beberapa saat sampai ditayangkan informasi singkat mengenai elemen ini.

Gambar 5. Visualisasi dialog editing deskripsi/keterangan elemen.

Menghapus elemen Sebuah elemen dapat dihapus apabila tidak diperlukan dalam jaringan AHP. Menghapus elemen dapat dilakukan dengan menggunakan perintah yang disediakan pada menu pilihan elemen. Klik-kanan elemen yang akan dihapus, kemudian klik perintah ‘Hapus Elemen Ini’. Perlu diketahui bahwa perintah ini tidak dapat dibatalkan, yakinkan terlebih dahulu bahwa elemen tersebut betul – betul akan di hapus. Operasi penghapusan elemen secara otomatis akan menghapus semua konektor yang terhubung dengan elemen yang bersangkutan.

Menambah koneksi elemen Koneksi antar elemen dapat dibuat dengan memberikan perintah ‘Tambahkan koneksi dari elemen...’ atau ‘Tambahkan koneksi ke elemen...’. Kedua perintah ini terdapat pada menu pilihan elemen. Aktifkan menu pilihan elemen dengan cara meng-klik kanan elemennya, kemudian klik perintah yang bersesuaian. Perintah ‘Tambahkan koneksi dari elemen...’ artinya menambahkan elemen – elemen yang dipengaruhi, dan perintah ‘Tambahkan koneksi ke elemen...’ berarti menambahkan elemen – elemen yang mempengaruhi elemen tersebut. Koneksi antar elemen ditandai dengan adanya sebuah garis penghubung atara dua elemen tersebut.

Penambahan konektor antar elemen juga dapat dilakukan dengan cara melakukan operasi drag – drop. Seretlah elemen yang dipengaruhi ke elemen lain yang mempengaruhinya. Jika berhasil / diperbolehkan, konektor akan dibuat.

Menghapus koneksi antar elemen Koneksi antara dua elemen dapat dihapus apabila tidak diperlukan. Aktifkan menu pilihan operasi elemen dengan cara meng-klik kanan salah satu elemen yang berhubungan kemudian klik perintah yang bersesuaian. Untuk menghapus koneksi ke elemen sebelumnya (elemen yang dipengaruhi) gunakan perintah ‘Hapus Koneksi dari Elemen…’ dan untuk menghapus koneksi ke elemen berikutnya (elemen yang mempengaruhi) gunakan perintah ‘Hapus Koneksi Ke Elemen…’.

Perlu diketahui bahwa penghapusan konektor ini akan menghapus beberapa data penilaian pakar pada matriks pendapat karena matriks pendapat sebetulnya dibuat berdasarkan koneksi yang terbentuk antara beberapa elemen. Di samping itu operasi ini tidak dapat dibatalkan, karena itu yakinkan terlebih dahulu jika anda akan menghapusnya.

Menampilkan matriks pendapat Untuk menampilkan matriks pendapat pakar yang mempengaruhi sebuah elemen, pengguna dapat menggunakan perintah yang disediakan pada menu pilihan operasi elemen. Klik – kanan elemen tersebut kemudian pilih perintah ‘Tampilkan Matriks Pendapat Pakar Terhadap Elemen x’, x adalah elemen anda pilih. Petunjuk operasional pada matriks pendapat pakar dibahas khusus pada bagian Matriks Pendapat Pakar.

Mengatur warna teks dan konektor Warna teks pada elemen dan warna konektor antar elemen dapat diganti sesuai selera pengguna. Perintah – perintah ini disediakan pada menu pilihan operasi elemen yang dapat ditayangkan dengan meng-klik kanan elemen yang bersangkutan.

Untuk mengganti warna teks pada elemen, gunakan perintah ‘Memilih Warna Huruf dan Konektor|Pilih Warna Huruf...’. Pada dialog yang ditampilkan, pilihlah warna sesuai selera kemudian klik [OK] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Jika dialog pilihan warna teks ini disetujui maka warna teks akan berubah sesuai pilihan anda.

Warna konektor juga dapat diganti sesuai selera pengguna. Klik kanan elemen yang merupakan awal koneksi kemudian gunakan perintah ‘Memilih Warna Huruf dan Konektor|Pilih Warna Konektor...’. Pada dialog yang ditampilkan pilihlah warna sesuai selera kemudian klik [OK] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Jika dialog pilihan warna ini disetujui, maka semua konektor yang berasal dari elemen ini (menuju elemen – elemen pada layer/hirarki yang lebih tinggi) warnanya akan diganti sesuai pilihan pengguna.

Gambar 6. Dialog Pilihan Warna Teks dan Konektor.

Panel Resume Analisis Panel resume analisis digunakan sebagai panel hasil agregasi pendapat pakar secara vertikal. Panel ini terletak pada bagian kanan aplikasi seperti tampak pada Gambar 7.

Ada dua perintah yang dapat digunakan oleh pengguna pada panel resume analisis ini yaitu mengkopi resume ke memori dan menutup resume analisis. Panel resume analisis hanya dapat dimunculkan sesaat setelah proses agregasi selesai dilakukan, karena itu jika panel ini

tidak tampak maka lakukan proses agregasi.

Hasil pengolahan AHP yang ditayangkan pada panel resume analisis dapat dikopi ke memori dalam bentuk bitmap untuk keperluan reporting. Arahkan pointer menuju tombol kemudian klik tombol ini, resume analisis akan disimpan dalam memori. Gunakan operasi ‘Paste’ pada aplikasi reporting anda (Microsoft Word misalnya) untuk menempelkan gambar resume ini. Resume analisis dapat dihilangkan apabila tidak diperlukan (misalnya area struktur jaringan terlalu kecil). Klik tombol

pada panel resume analisis untuk menghilangkannya.

Matriks Pendapat Pakar Matriks pendapat pakar merupakan lembar pengisian pendapat pakar mengenai pengaruh elemen – elemen terhadap elemen lainnya yang berada pada hirarki yang lebih tinggi. Penilaian ini mencerminkan

Klik di sini untuk melanjutkan

Klik di sini untuk membatalkan

Pilihlah salah satu warna yang tersedia pada dialog ini

Klik di sini untuk menampilkan warna lainnya

Kopi resume ke memori

Tutup panel resume

Gambar 7. Visualisasi PanelResume Analisis.

kekuatan perbandingan kekuatan 2 (dua) buah elemen terhadap elemen lain yang dipengaruhinya, karena itu dialog pendapat pakar disajikan dalam bentuk matriks.

Gambar 8. Visualisasi Matriks Pendapat Pakar.

Halaman matriks pendapat pakar terdiri dari dua bagian utama yaitu matriks pendapat individu dan matriks pendapat agregat. Matriks pendapat individu adalah matriks pendapat dimana pengguna dapat melakukan input data berdasarkan hasil pengamatan. Matriks pendapat individu terletak pada bagian kiri layar dan terdiri dari satu atau lebih matriks yang disediakan untuk satu atau lebih responden. Di sisi lain (sebelah kanan) terdapat sebuah matriks pendapat yang merupakan matriks pendapat agregat.

Menambah dan Menghapus Matriks Pendapat Secara default model AHP menyediakan sebuah matriks yakni untuk seorang responden/pakar. Akan tetapi pakar/responden ini dapat ditambah atau dikurangi sesuai keperluan.

Untuk menambahkan responden, arahkan pointer pada tombol yang terletak di sebelah kanan atas halaman matriks pendapat. Klik tombol ini – sebuah matriks baru ditambahkan dengan nama responden/pakar yang secara default diberikan inisial R. Gantilah informasi responden/pakar ini sesuai keperluan dengan menggunakan prosedur mengganti informasi responden.

Untuk menghapus pendapat pakar, gunakan perintah ‘Hapus Matriks Pendapat Ini’. Arahkan pointer di atas tombol yang terdapat pada baris terbawah matriks pendapat yang bersangkutan. Klik tombol ini – pendapat pakar akan dihapus. Perlu diketahui bahwa perintah ini tidak dapat dibatalkan, yakinkan terlebih dahulu sebelum anda menghapusnya.

Informasi mengenai elemen yang berpengaruh

Pendapat Agregat dari Keseluruhan Pakar

Informasi Konsistensi Pendapat

Kopi pendapat ke memori

Kopi semua pendapat ke memori

Tambahkan responden baru

Tutup matriks pendapat

Informasi Pakar

Mengganti Informasi Responden Informasi responden dapat diganti sesuai keperluan pengguna. Klik ganda pada area informasi responden kemudian masukan informasi responden sesuai keperluan. Tekan [Enter] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Catatan : Dianjurkan untuk memberikan informasi responden yang unik dan singkat untuk menghindari kemungkinan konfliknya variabel dalam sistem.

Mengkopi Pendapat ke Memori Pendapat pakar dapat dikopi ke memori windows dalam bentuk bitmap. Fasilitas ini dirancang khusus untuk keperluan reporting atau dokumentasi lainnya. Untuk mengkopi pendapat masing – masing pakar, arahkan pointer pada tombol ‘Kopi matriks pendapat ke memori’ yang terdapat pada baris terbawah matriks pendapat yang bersangkutan. Klik tombol ini, pendapat akan disimpan dalam memori untuk kemudian digunakan pada aplikasi windows lainnya. Untuk mengkopi semua pendapat sekaligus, gunakan tombol kopi yang terdapat pada bagian kanan atas halaman matriks pendapat.

Melakukan Prosedur Agregasi Horisontal Agregasi horisontal merupakan serangkaian prosedur iteratif untuk menghasilkan vektor yang stasioner (lamda maksimum). Prosedur ini pada prinsipnya melibatkan operasi perkalian matriks berulang sehingga menghasilkan nilai vektor dalam ketelitian 4 (empat) desimal. Klik tombol pada matriks pendapat untuk melakukan prosedur agregasi. Hasil perhitungannya ditayangkan dalam kolom vektor. Perintah ini juga melibatkan perhitungan agregat dari pendapat – pendapat pakar dengan menggunakan rata – rata geometris, hasilnya ditayangkan pada matriks pendapat agregat (matriks pendapat yang ditempatkan pada bagian kanan halaman).

Matriks Pendapat dan Vektor Prioritas Pengisian matriks pendapat terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu pengisian pendapat dengan membandingkan masing – masing elemen (non direct) dan pengisian secara langsung (direct). Pengisian pendapat non direct dilakukan dengan cara membandingkan kekuatan pengaruh antar elemen pada baris terhadap elemen – elemen pada kolom. Apabila pengaruh elemen baris lebih besar dari pada pada kolom maka nilai yang diberikan adalah x, sebaliknya jika elemen kolom lebih besar daripada elemen baris maka nilai yang diberikan adalah 1/x. x didefinisikan sebagai tingkat kekuatan pengaruh yang nilainya antara 1 dan 9.

Untuk pengisian pendapat non direct, arahkan pointer pada tombol pada sel yang diperbandingkan, kemudian klik tombol ini. Pada menu

penilaian yang muncul disediakan beberapa pilihan nilai, klik salah satu

Klik tombol ini untuk menampilkan pilihan nilai

Aktifkan ceklis ini jika pendapat direct

Klik ganda di kolom ini untuk penilaian direct

perintah sesuai penilaian pakar terhadap sel tersebut. Tidak semua sel diperbolehkan untuk diisi karena secara beberapa sel akan diisi secara otomatis. Untuk diagonal utama misalnya secara otomatis akan diberi nilai 1 (satu) dan untuk diagonal yang berlawanan akan diberi nilai inversi dari data masukan.

Gambar 9. Visualisasi Penilaian Matriks Pendapat Pakar

Pendapat direct dimaksudkan untuk mengisi pendapat pakar secara langsung tanpa membandingkan antara elemen – elemennya. Dengan demikian penilaian kekuatan diberikan secara langsung oleh pengguna dengan memasukan nilai numerik. Perhitungan vektor untuk pendapat direct disini cukup sederhana yaitu dengan membuat proporsi dari nilai totalnya.

Untuk penilaian direct dari sebuah elemen dapat dilakukan dengan cara meng-klik ganda kolom ‘Direct’ pada baris yang bersesuaian dengan elemennya. Masukkan penilaian sesuai pengamatan kemudian tekan [Enter] untuk melanjutkan atau [Esc] untuk membatalkan.

Menutup Halaman Matriks Pendapat Menutup halaman matriks pendapat pakar untuk kembali ke halaman utama dapat dilakukan dengan cara mengklik tombol sebelah kanan halaman matriks pendapat. Arahkan pointer pada tombol tersebut, kemudian lakukan klik kiri pada mouse anda.

Informasi Elemen – Elemen Yang Berpengaruh Informasi elemen pada baris dan kolom yang ditampilkan hanya berupa nomor elemen dan bukan informasi elemen sebenarnya. Informasi elemen – elemen ini diletakan pada bagian bawah kanan atau setelah matriks pendapat agregat.

Interpretasi Pendapat Direct dan Non Direct Bagaimana pendapat direct dan non direct digunakan dalam pengolahan vertikal ?. Pada agregasi/pengolahan vertikal pendapat yang diperhitungkan adalah pendapat geometris dari keseluruhan pakar. Pendapat ini tergantung dari opsi yang ditetapkan pengguna pada saat pengisian matriks pendapat. Jika semua opsi ‘Direct?’ yang ada pada

Petunjuk teknis penggunaan Lakukan agregasi pengolahan Menambahkan layer/hirarki baruSetting ukuran halaman/kanvasMengkopi struktur jaringan ke Menyimpan dokumen aktifMembuka dokumen…Membuat dokumen baru

matriks pendapat diaktifkan, maka nilai yang diagregasi adalah nilai – nilai direct-nya. Sementara jika salah satu dari pendapat opsi ‘Direct ?’ dimatikan maka agregasi yang dilakukan adalah agregasi terhadap penilaian non – direct. Dengan demikian agregasi direct pada proses pengolahan vertikal ini hanya dilakukan apabila semua opsi ‘Direct ?’ pada matriks pendapat diaktifkan.

Tombol Perintah Utama Pada halaman utama aplikasi ini disediakan sebuah kumpulan tombol perintah yang diletakkan pada bagian kanan atas aplikasi. Kumpulan tombol perintah ini dirancang untuk beberapa kepentingan diantaranya utilitas dokumentasi, setting halaman/kanvas, menambahkan layer/hirarki, melakukan agregasi vertikal, dan menampilkan petunjuk teknis penggunaan aplikasi. Berikut adalah visualisasi dan keterangan singkat mengenai kumpulan tombol perintah utama.

Gambar 10. Kumpulan tombol perintah utama

Membuat Dokumen Baru Membuat dokumen baru merupakan perintah yang dapat digunakan untuk mengosongkan lembar kerja dan membuat struktur jaringan yang betul – betul baru. Arahkan pointer di atas tombol yang terdapat pada kumpulan tombol perintah, kemudian klik tombol ini – lembar kerja/area struktur jaringan akan dikosongkan dan database baru akan dibuat.

Membuka Dokumen Aplikasi model Analisis Hirarki Proses menyediakan fasilitas untuk membuka dokumen yang sebelumya telah tersimpan dalam media penyimpan seperti hard disk, floppy disk, flash disk, dan sejenisnya. Klik tombol (membuka dokumen) yang terdapat pada kumpulan tombol perintah utama – kemudian pengguna diminta untuk menentukan nama dokumen yang akan dibuka. Silahkan tentukan lokasi dimana dokumen tersebut diletakkan kemudian klik [Open] atau tekan [Enter] untuk melanjutkan. Untuk membatalkan, klik tombol [Cancel] atau tekan [Esc]

pada keyboard. Semua dokumen Analisis Hirarki Proses secara default disimpan dalam file berekstensi *.eatp. Visualisasi Dialog pembukaan dokumen dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Visualisasi dialog membuka dokumen

Menyimpan dokumen aktif Ada kemungkinan pengguna tidak dapat melanjutkan pekerjaan karena satu dan lain hal sementara simulasi atau bahkan entri data belum selesai. Dalam kondisi ini pengguna dapan menunda pekerjaan tersebut kemudian dilanjutkan pada kesempatan lain. Simpanlah dokumen tersebut dalam bentuk file. Klik tombol (Menimpan dokumen aktif) yang terletak pada kumpulan tombol perintah utama. Jika dokumen yang sedang aktif belum memiliki nama dokumen, maka dialog permintaan nama dokumen akan ditampilkan. Tetapkan lokasi dan nama dokumen pada dialog tersebut, kemudian klik [OK] atau tekan [Enter] untuk melanjutkan dan klik [OK] atau tekan [Esc] untuk membatalkan. Jika dokumen tersebut sudah mempunyai nama file, sistem tidak lagi meminta nama dokumen.

Pilih lokasi file di sini

Klik nama file yang akan dibuka

Klik di sini untuk melanjutkan

Klik di sini untuk membatalkan

Gambar 12. Dialog menyimpan dokumen

Kopi ke memori Untuk keperluan laporan mengenai struktur jaringan dan vektor – vektornya, pengguna dapat menggunakan fasilitas kopi struktur jaringan ke memori. Perintah ini digunakan untuk mengkopi struktur jaringan ke memori untuk kemudian ditempelkan pada aplikasi pelaporan lain seperti Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsoft Powerpoint, dan sejenisnya. Klik tombol yang bertanda yang diletakkan pada kumpulan tombol perintah utama, struktur jaringan beserta vektor – vektornya otomatis tersimpan di memori dalam bentuk bitmap. Gunakan fasilitas Paste pada aplikasi pelaporan anda untuk menempelkan struktur jaringan ini.

Setting ukuran halaman/kanvas Ukuran kertas/halaman/lembar kerja struktur jaringan dapat diubah sesuai keperluan. Gunakan perintah (Setting ukuran kertas/kanvas), kemudian pada dialog yang ditampilkan silahkan pilih jenis kertas sesuai keinginan anda. Jika jenis kertas tidak tersedia, pengguna dapat menentukan ukuran kertas secara manual dalam satuan cm. untuk menyetujui perubahan ukuran kertas/kanvas, klik [Lanjut] atau tekan [Enter], dan untuk membatalkannya klik [Batal] atau tekan [Esc] pada keyboard.

Gambar 13. Visualisasi pilihan ukuran kertas

Pilih lokasi file di sini

Tuliskan nama file di sini

Klik di sini untuk melanjutkan

Klik di sini untuk membatalkan

Klik di sini untuk melanjutkanKlik di sini untuk membatalkan

Ceklis ini menunjukkan bahwa dimensi horisontal ditukar dengan vertikal dan sebaliknya

Menambahkan layer/hirarki baru Tombol berikutnya yang disediakan pada kumpulan tombol perintah adalah tombol yang dapat digunakan untuk menambahkan layer/hirarki baru ( ). Klik tombol tersebut jika anda ingin menambahkan layer/hirarki baru, sebuah layer baru akan dibuat dan ditempatkan pada kolom paling kanan dalam struktur jaringan.

Melakukan prosedur agregasi vertikal Agregasi vertikal merupakan prosedur yang digunakan untuk menghitung nilai–nilai vektor semua elemen yang terlibat dalam analisis. Untuk melakukan prosedur agregasi vertikal, model AHP menyediakan sebuah tombol yang ditempatkan pada kumpulan tombol perintah utama. Arahkan pointer pada tombol yang bertanda , kemudian klik tombol ini. Silahkan tunggu beberapa saat lamanya sampai pointer berubah dalam posisi normal dan informasi vektor semua elemen telah ditampilkan.

Menampilkan petunjuk teknis penggunaan aplikasi Untuk menampilkan petunjuk teknis penggunaan model, pengguna dapat meng-klik tombol perintah yang bertanda pada kumpulan tombol perintah utama. Petunjuk penggunaan ini akan ditampilkan pada aplikasi windows help.