0 Alat Musik Tradisional Jepang

20
ALAT MUSIK TRADISIONAL JEPANG DISUSUN OLEH : Hafid Abdullah Wahyudi (14) XI IPA-3 UPTD SMAN 1 BOYOLANGU Jl. Ki Mangun Sarkoro, Beji, Boyolangu

description

alat musik jepang

Transcript of 0 Alat Musik Tradisional Jepang

Page 1: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

ALAT MUSIK TRADISIONAL

JEPANG

DISUSUN OLEH :

Hafid Abdullah Wahyudi (14)XI IPA-3

UPTD SMAN 1 BOYOLANGU

Jl. Ki Mangun Sarkoro, Beji, Boyolangu

2012/2013

Page 2: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

TAIKO

Kata taiko (太鼓) berarti "drum besar" dalam bahasa Jepang. Di luar

Jepang, kata ini digunakan untuk merujuk kepada berbagai jenis drum Jepang

(和太鼓, 'wa-daiko', "drum Jepang", dalam bahasa Jepang) dan kepada bentuk

seni yang relatif belakangan dalam bentuk ansambel menabuh drum (kadang-

kadang lebih khusus disebut, "kumi-daiko" (組太鼓).

| 2

Page 3: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

Pertunjukan pembuatan drum Taiko

Jenis-jenis taiko

Nagado-daiko (長胴太鼓, taiko yang berbadan panjang) terdiri atas dua

potong kulit sapi yang dibentangkan di atas sebuah kerangka kayu (biasanya

diukir dari satu potong kayu, kini sering dibuat dari sisa-sisa sebuah gentong

kayu) dan diregangkan. Kepala dari tsukeshime-daiko (付締め太鼓, seringkali

disingkat menjadi, "shime-daiko" atau "shime" saja) dibentangkan di atas

cincin-cincin besi dan dijepit di sekitar badan yang lebih kecil. Tali tsukeshime-

daiko ditarik hingga ketat sebelum digunakan setiap kalinya. Okedo-daiko (桶

胴太鼓, taiko berbadan gentong, seringkali disingkat menjadi "okedo" atau

"oke") dapat dipasang di atas sebuah dudukan dan dimainkan seperti taiko

lainnya, tapi biasanya digantungkan melintang ke bahu sehingga si pemain

drum dapat berjalan dan sekaligus juga memainkannya. Taiko Jepang lainnya

mencakup uchiwa-daiko (内輪太鼓、 taiko kipas), hira-daiko (平太鼓, taiko

| 3

Page 4: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

datar), o-daiko (大太鼓, taiko besar), dan serangkaian instrumen tabuh lainnya

dalam ansambel tradisional Jepang noh, gagaku, dan kabuki.

Drum Taiko raksasa, dengan panjang 240cm, diameter maksimumnya 240cm, dan beratnya 3 ton. Dibuat dari satu potong kayu dari pohon yang berusia 1200 tahun

Drum okedo-daiko merentang dari yang kecil dan mudah dibawa, hingga

drum yang paling besar dari semua drum Jepang. Berbeda dengan nagado, drum

ini dapat dibuat dalam berbagai ukuran, namun TIDAK dalam segala ukuran

mengingat konstruksi kayu stavenya. Wilayah Aomori terkenal akan festival

Nebuta. Di sini okedo besar dimainkan oleh banyak orang sambil dibawa

dengan kereta sepanjang jalan. Okedo mempunyai penopang betta-nya sendiri

yang diciptakan oleh Hayashi Eitetsu.

Selain itu, seperti nagado-daiko, okedo mempunyai suara pinggiran, yang

disebut "ka." Namun, ketika memainkan pinggiran sebuah okedo, penting bagi

pemain untuk memukul hanya bagian yang palin luar dari cincin metalnya dan

| 4

Page 5: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

bukan pinggiran dari tubuh drum itu sendiri. Kayu tipis dan ringan dari okedo

khususnya mudah penyok dan akan cepat menurun kondisinya bila dipukul.

Penggunaan taiko dalam perang

Di Jepang pada masa feodal, taiko sering digunakan untuk memotivasi

pasukan, menolong menentukan langkah barisan, dan mengatur perintah atau

pengumuman. Menjelang atau pada saat memasuki pertempuran, taiko yaku

(penabuh drum) bertanggung jawab untuk menentukan langkah barisan,

biasanya dengan enam langkah untuk setiap pukulan drum (ketukan-2-3-4-5-6,

ketukan-2-3-4-5-6).

Menurut salah satu catatan sejarah (Gunji Yoshu), sembilan rangkai dari

lima ketukan berarti memanggil sekutu ke medan tempur, sementara sembilan

rangkai dari tiga ketukan, yang dipercepat tiga atau empat kalinya, adalah

panggilan untuk maju dan mengejar lawan.

| 5

Page 6: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

SHAMISEN

Shamisen atau samisen (三味線?) adalah alat musik dawai asal Jepang

yang memiliki tiga senar, dan dipetik menggunakan sejenis pick yang disebut

bachi.

Di dunia musik Jepang abad modern (kinsei hōgaku) seperti genre jiuta

dan sōkyoku (sankyoku), shamisen dikenal sebagai san-gen (三弦, 三絃?, tiga

senar), sedangkan di daerah Okinawa dikenal dengan sebutan sanshin (三線?).

Bentuk

Badan shamisen (disebut dō) dibuat dari kayu, berbentuk segiempat

dengan keempat sudut yang sedikit melengkung. Bagian depan dan belakang

dilapisi kulit hewan yang berfungsi memperkeras suara senar. Kulit pelapis

shamisen adalah kulit bagian perut kucing betina yang belum pernah kawin.

Sedangkan shamisen kualitas biasa dibuat dari kulit bagian punggung dari

| 6

Page 7: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

anjing. Shamisen yang dibuat kulit imitasi memiliki kualitas suara yang tidak

bagus sehingga kurang populer.

Panjang shamisen hampir sama dengan gitar tapi leher (sao) lebih

langsing dan tanpa fret. Leher shamisen ada yang terdiri dari 3 bagian agar

mudah dibawa-bawa dan disimpan. Leher shamisen yang utuh dan tidak bisa

dilepas-lepas disebut leher nobezao.

Sutra merupakan bahan baku senar untuk shamisen. Tsugaru-jamisen

yang berasal dari daerah Tsugaru ada yang memakai senar dari serat nilon atau

tetoron. Senar secara berurutan dari kiri ke kanan (dari senar yang paling tebal)

disebut sebagai ichi no ito (senar pertama), ni no ito (senar kedua), dan san no

ito (senar ketiga).

Jenis

Secara garis besar, shamisen terdiri dari 3 jenis berdasarkan ukuran leher:

Hosozao (leher sempit), Nakazao (leher sedang), dan Futozao (leher besar).

Selain itu, jenis shamisen dikelompokkan berdasarkan nama kesenian:

Nagauta shamisen, berleher langsing, dipetik dengan pick besar dari

gading gajah, dan dipakai pada pertunjukan kabuki

Gidayū shamisen, berleher besar dan tebal, dan digunakan sebagai

pengiring jōruri

Tokiwazu-bushi shamisen, berleher sedang

Kiyomoto shamisen, berleher sedang.

Jiuta shamisen, berleher sedang, dipetik dengan pick yang disebut

Tsuyamabachi dari bahan gading gajah. Shamisen jenis ini sering disebut

sankyoku, dimainkan bersama koto, kokyū, dan shakuhachi.

Shinnai shamisen, berleher sedang, dipetik dengan menggunakan kuku

jari.

| 7

Page 8: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

Yanagawa shamisen (Kyō-shamisen), berleher lebih langsing dari

Hosozao, merupakan model shamisen yang paling tua

Tsugaru-jamisen, berleher lebar dan tebal, digunakan untuk lagu daerah

yang disebut Tsugaru-minyō, dan dipetik menggunakan bachi yang

berukuran lebih kecil dan dibuat dari tempurung kura-kura.

Shanshin asal Kepulauan Ryūkyū, digunakan di prefektur Okinawa dan

bagian paling ujung prefektur Kagoshima. Shanshin dibuat dari kulit ular

sanca asal Indonesia, leher shamisen dipernis dengan urushi, serta dipetik

tidak memakai bachi, melainkan dengan pick dari tanduk kerbau.

Gottan, asal Prefektur Kagoshima, dibuat seluruhnya dari kayu dan tidak

memakai kulit hewan.

Sejarah

Dalam penggolongan alat musik, shamisen termasuk alat musik petik

serupa lute dengan leher (neck) yang disambung ke badan. Di seluruh dunia

terdapat banyak sekali berjenis-jenis alat musik serupa lute, mulai dari gitar,

sitar, hingga ukulele. Kebudayaan Mesir kuno mengenal alat petik bersenar tiga

yang di Persia berkembang menjadi setaru atau sitar ("se" berarti "tiga" dan

"taru" berarti "senar"). Di Tiongkok, alat musik serupa sitar yang dibuat dengan

pelapis kulit ular disebut sanshen (sanxian). Perdagangan antara Kerajaan

Ryūkyū dan Fuzhou memperkenalkan alat musik sanshen yang kemudian di

Okinawa disebut sanshin.

Di akhir abad ke-16, sanshin yang dibawa kapal dagang asal Ryūkyū

diperkenalkan ke penduduk kota Sakai. Shamisen tertua yang masih ada

sekarang adalah shamisen bernama Yodo hasil karya pengrajin di Kyoto.

Shamisen ini khusus dibuat atas perintah Toyotomi Hideyoshi untuk

dihadiahkan kepada sang istri Yodo-dono. Shamisen Yodo mempunyai bentuk

yang tidak jauh berbeda dengan shamisen yang ada sekarang.

| 8

Page 9: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

Perkembangan sanshin asal luar negeri menjadi shamisen tidak lepas dari

peran pemusik tunanetra asal perkumpulan tunanetra Tōdōza. Sanshin yang

dimainkan dengan pick berbentuk kuku dari tanduk kerbau berkembang

menjadi shamisen yang dipetik dengan bachi yang digunakan untuk memetik

alat musik biwa. Bunyi shamisen yang lebih garing ternyata lebih disenangi

orang dibandingkan bunyi biwa yang terkesan berat dan serius.

Salah satu pemusik tunanetra bernama Ishimura Kengyō berjasa

mengembangkan teknik permainan hingga shamisen digemari rakyat banyak. Di

awal zaman Edo, Ishimura Kengyō mempelopori genre musik yang

menggunakan shamisen dan dikenal sebagai Jiuta. Secara garis besar musik

shamisen dibagi menjadi dua jenis, Utaimono (pengiring lagu) dan Katarimono

| 9

Page 10: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

SHAKUHACHI

Model SHAKUHACHI (seruling Jepang) yang dikenal masyarakat saat

ini disebut “FUKESHAKUHACHI”, berasal dari zaman pertengahan era

KAMAKURA. Pada zaman tersebut seorang biksu ZEN bernama Kakushin,

belajar di negeri Cina dan mempelajari lagu SHAKUHACHI untuk

menyampaikan ajaran FUKE, guru agama Budha aliran ZEN. Kakushin

mempelajarinya dari seorang guru Cina, CHOSHIN, dan membawa pulang lagu

dan alat musiknya ke Jepang. Sejak itu SHAKUHACHI digunakan sebagai alat

penyebaran agama oleh biksu-biksu aliran HOTTOHA RINZAISHU, salah satu

bagian dari aliran ZEN. Dari sejarah ini juga bisa diketahui bahwa semua lagu

klasik SHAKUHACHI yang disebut “SHAKUHACHI KOTEN HONKYOKU

(lagu klasik khusus SHAKUHACHI)” memuat ajaran agama Budha Zen.

Ukuran panjang FUKE-CHAKUHACHI adalah kurang-lebih 54cm atau dalam

satuan ukuran tradisional Jepang,1 SHAKU 8 SUN. Namun akhir-akhir ini

ukuran panjang SHAKUHACHI bervariasi dan nada dasar ditentukan

berdasarkan ukuran panjang tersebut.

| 10

Page 11: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

SHAKUHACHI dibuat dari bambu, di bagian dekat akar, dengan

diameter 3.5cm-4,0cm. Ada 5 lubang, 4 di bagian depan dan 1 di bagian

belakang. Sisi dalam SHAKUHACHI digosok sampai halus, bahkan belakangan

ini bagian dalamnya diolesi SHU-URUSHI (bahan pewarna alam berwarna

merah) atau KURO-URUSHI (bahan pewarna alam yang berwarna hitam), agar

menghasilkan suara yang halus dan indah. Dulu, bagian mulut SHAKUHACHI

dipotong menyerong, tetapi sekarang pada bagian mulut dipasangi tanduk rusa

atau kerbau supaya lebih kokoh. SHAKUHACHI merupakan seruling yang

dapat menghasilkan warna suara yang bervariasi dan nada suara yang paling

sensitif di antara seruling tradisional Jepang, baik seruling tiup samping

(horizontal) maupun seruling tiup depan (vertikal). Oleh karena ciri khas itu

SHAKUHACHI mempunyai posisi tersendiri di dalam alat musik tradisional

Jepang.

| 11

Page 12: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

KOTO

KOTO adalah alat musik yang menyerupai kecapi di Indonesia,

disebutkan masuk ke Jepang sejak abad ke-7. Di masa itu, KOTO dimainkan

sebagai salah satu bagian musik Istana. Formasi KOTO yang dimainkan sebagai

alat musik tunggal, tanpa iringan alat musik lain, menjadi populer di masyarakat

sejak abad 17. Pada abad 17 lahir maestro KOTO dan pencipta

“HACHIDAN”(delapan babak)”dan “MIDARE” (lagu berirama lepas)

YATSUHASHI KENGYO. Ia menciptakan pakem dasar untuk SOKYOKU

(lagu-lagu KOTO).

Pada dasarnya musik tradisional Jepang memiliki 5 tangga nada, kurang 2

tangga nada dibandingkan dengan musik barat yang mempunyai 7 tangga nada

“do re mi fa so la si”. Namun, musik Jepang tradisional juga menyerap beragam

tangga nada lainnya sehingga menghasilkan irama yang sangat berbelit. Dasar-

dasar musik istana atau musik aristokrat diciptakan dengan menggunakan nada

“do re mi so la” atau “re mi so la si”. Cara ini disebut “YO-ONKAI” yang

| 12

Page 13: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

memiliki nada yang relatif riang. Sedangkan YATSUHASHI KENGYO

membuat “HIRAJOSHI” atau nada datar yang di dalam tangga nadanya

menggunakan “mi fa la si do” yang di antaranya ada semitone sebagai nada

dasar. Nada ini disebut “IN-ONKAI” yang lebih sendu dan menggugah emosi

sehingga masyarakat Jepang di jaman itu kerap terharu mendengarkan nada ini.

Setelah YATSUHASHI KENGYO memperkenalkan “HIRAJOSHI”,

SOKYOKU sangat berkembang dan dicintai sehingga diakui sebagai musik

rakyat Jepang.

YATSUHASHI KENGYO bisa disebut sebagai pencipta SOKYOKU dan

meninggal dunia pada tahun 1685. Jika kita menengok ke negara barat, Bach,

yang dikenal sebagai pencipta musik barat lahir pada tahun saat YATSUHASHI

KENGYO meninggal.

 

Seputar alat musik KOTO

Bagian badan terbuat dari “KIRI” atau kayu paulownia yang dilubangi

bagian dalamnya. KOTO memiliki 13 dawai. Karena KOTO menggunakan 5

tangga nada maka dengan 13 dawai biasanya KOTO dapat menghasilkan sekitar

2.5 oktaf. Antara bagian badan dan dawai ada “JI” sebagai penyangga dawai.

Jika “JI’ digeser maka hasil suara pun berubah. Mengatur nada (tuning), yang

merupakan persiapan dasar untuk permainan Koto, juga dilakukan dengan

menggeser posisi “JI”. Selain “HIRAJOSHI”, ada berbagai aturan nada(tuning)

yang dikembangkan dari “HIRAJOSHI”.

Dengan menggunakan tangan kiri yang menekan dan menarik dawai,

tangga nada dapat berubah atau pun menghasilkan suara bernuansa vibrato.

Pada awalnya dawai dibuat dari sutera, tetapi zaman sekarang dawai juga

menggunakan bahan lain seperti bahan sintetis. Pemain dapat menggunakan

| 13

Page 14: 0 Alat Musik Tradisional Jepang

“TSUME” atau kuku palsu untuk 3 jari di tangan kanan. Pada dasarnya KOTO

dimainkan dengan menggunakan “TSUME” yang terkadang digunakan pada

jari lain atau pun pada jari-jari di tangan kiri. Di dalam lagu SOKYOKU

terkadang ada juga suara nyanyian.

KOTO memang dimainkan bukan untuk mengiringi nyanyian, tetapi

suara nyanyian juga dianggap sebagai salah satu jenis alat musik. Dalam artian,

alat musik dan suara sama-sama dianggap berperan penting untuk menghasilkan

musik. Di Jepang, sejak zaman dahulu hingga saat ini KOTO sering diibaratkan

sebagai “RYU” atau “Naga” sehingga bagian-bagian alat musik ini juga

dinamai “RYUKAKU” (tanduk Naga), “RYUKOU” (mulut Naga), “RYUBI”

(ekor Naga), dll. Di berbagai negara di Asia, naga dihormati seperti dewa dan

dianggap sebagai mahluk mitos spiritual tinggi. Dengan demikian bisa

dibayangkan bila KOTO juga sangat dicintai oleh masyarakat Jepang.

| 14