repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/.../handle/123456789/1692/Isi.docx · Web...

124
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah berupa jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah. Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dikenal dengan perguruan tinggi. Hal ini disinggung dalam Abbas (2008:89) Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus mampu membina mahasiswa menjadi insan yang berguna bagi bangsa dan negara seperti yang dikemukakan oleh Uchjana (1990:108) bahwa untuk menimba suatu bangsa agar menjadi bangsa yang cerdas yaitu dengan menanamkan ilmu pengetahuan pada benak manusia-manusianya. Perguruan tinggi

Transcript of repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/.../handle/123456789/1692/Isi.docx · Web...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah

berupa jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah. Lembaga yang

menyelenggarakan pendidikan tinggi dikenal dengan perguruan tinggi. Hal ini

disinggung dalam Abbas (2008:89)

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Perguruan tinggi harus mampu membina mahasiswa menjadi insan yang

berguna bagi bangsa dan negara seperti yang dikemukakan oleh Uchjana

(1990:108) bahwa untuk menimba suatu bangsa agar menjadi bangsa yang

cerdas yaitu dengan menanamkan ilmu pengetahuan pada benak manusia-

manusianya. Perguruan tinggi menjadi salah satu kunci dalam rangka

mencerdaskan pemuda-pemudi bangsa.

Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang melahirkan

sumberdaya manusia dalam mengisi pembangunan bangsa. Seperti yang

dikemukakan Abbas (2008:89) bahwa:

Pertama, sumberdaya berkualitas sangat ditentukan oleh kualitas perguruan tinggi. Kedua, terdapat sejumlah asumsi bahwa lulusan perguruan tinggi cenderung memiliki kualitas rendah, terutama dari lulusan perguruan tinggi di daerah. Hal ini ditandai dengan banyaknya lulusan perguruan tinggi yang tidak mampu bersaing untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya pada perguruan

2

tinggi. Ketiga, sumber daya yang dimiliki perguruan tinggi belum dimanfaatkan secara optimal, padahal ada perguruan tinggi tertentu yang memiliki sumber daya yang agak memadahi. Bila sumber daya tersebut dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal, maka akan meningkat pula kualitas perguruan tinggi tersebut.

Sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Abbas (2008:89), maka untuk

meningkatkan kualitas perguruan tinggi secara optimal, hal-hal yang harus

diperhatikan adalah pengelolaan dan pengembangan sumber daya yang ada.

Salah satu sumber daya yang berada dalam ruang lingkup perguruan tinggi yang

harus dikelola dan dikembangkan secara berkesinambungan yakni sumber daya

manusia (Dosen), karena dosen merupakan salah satu sumber pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan yang akan berbagi dengan mahasiswa di lingkup

perguruan tinggi.

Komunikasi mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari. termasuk

diantaranya komunikasi dalam bidang pendidikan. Dalam Muhammad (2007:1)

dikatakan bahwa dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan

satu sama lain. Begitulah gambaran yang harus terjalin antara mahasiswa dan

dosen di dalam ruang kuliah.

Dosen merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) perguruan tinggi yang

memiliki peran yang sangat sentral dan strategis dalam seluruh aktivitas di

perguruan tinggi. Kualitas dosen akan sangat menentukan tinggi rendahnya

kualitas suatu perguruan tinggi. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan UU

Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, dan Permen Nomor

42 Tahun 2007 tentang sertifikasi dosen, dosen harus memiliki strata pendidikan

minimal satu tingkat lebih tinggi dari para mahasiswa yang diajarinya. Ini

3

menunjukkan bahwa dosen seharusnya memiliki kemampuan lebih tinggi

daripada mahasiswa.

Kemampuan dan keahlian dosen itu harus terus diasah dan

dikembangkan oleh perguruan tinggi dari waktu ke waktu, agar dosen sebagai

pilar perguruan tinggi selalu memiliki keunggulan kompetitif dan kualitas demi

tercapainya tujuan perguruan tinggi. Peningkatan kualitas dosen di perguruan

tinggi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara, diantaranya dengan

memberikan program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan,

memperbaiki metode dan strategi pengembangan dosen melalui pemenuhan

kompetensi sesuai bidangnya yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan

budaya kerja yang positif.

Dengan demikian dosen yang ada diharapkan mampu berkarya dan

selalu siap untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan serta mampu

memberikan kontribusi terhadap tercapainya visi, misi dan tujuan perguruan

tinggi. Pada dasarnya, dosen dan guru hanya berbeda dalam hal tempat

mengajar. Dosen mengajar di perguruan tinggi sedangkan guru mengajar di

sekolah. Menurut Eugene T. Maliski dalam Abdurrahman (1994:58)

berpendapat bahwa guru dengan tugas utamanya mengajar atau mentransfer

suatu nilai kepada siswa. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Eugene T. Maliski

di atas bahwa dosen juga tugas utamanya yaitu mengajar.

Pengertian mengajar pada saat ini tak lagi sama seperti yang

dimaksudkan pada puluhan tahun yang lalu. Berikut dikemukakan oleh

Mustaqim (2008:91) bahwa:

4

Secara Global mengajar bisa dibedakan menjadi:a. Mengajar menurut paham lama:Pengajar senantiasa menyampaikan dan memompakan informasi / fakta-fakta agar dikuasai siswa, siswa sendiri hanya menerima / pasif.b. Mengajar menurut paham baru:Pengajar sebagai pengelola, pengatur, peracik lingkungan berupa tujuan, metode dan alat dengan siswa, siswa harus aktif.

Dari perbandingan pengertian mengajar di atas maka yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah mengajar menurut paham baru. Dosen juga sebagai

fasilitator mahasiswa dalam belajar.

Namun, tak sedikit dosen hanya memiliki kepintaran tunggal, yaitu

hanya sekedar menguasai mata kuliah mereka saja. Padahal harapannya, dosen

harus mampu menguasai mata kuliah dalam bidangnya dan juga harus mampu

menyalurkan ilmu tersebut secara efektif kepada mahasiswa. Untuk mencapai

harapan tersebut, yang perlu diciptakan adalah komunikasi efektif antara

mahasiswa dan dosen. Mengajar berjam-jam di dalam kelas tak akan berguna

apabila tak ada persamaan pemahaman materi. Seharusnya pemahaman dosen

sebagai komunikator sama dengan pemahaman mahasiswa sebagai komunikan.

Jadi, dosen dalam mengajar harus memiliki kompetensi komunikasi.

Kompetensi komunikasi dosen dalam mengajar tidak dapat diamati dari

satu sisi yaitu dari latar belakang pendidikannya saja tetapi juga tak terlepas dari

penilaian langsung dari mahasiswa. Mahasiswa sebagai teman pelaku

komunikasi dosen menjadi penentu apakah pesan-pesan yang disampaikan

dosen dalam pembelajaran dapat diterima atau tidak. Apakah kemampuan dosen

5

dalam melaksanakan tugasnya menyampaikan ilmunya kepada mahasiswa

sudah tercapai atau tidak.

Penelitian ini diadakan di Unhas dengan pertimbangan bahwa

Universitas Hasanuddin merupakan Universitas terbesar di kawasan Indonesia

bagian timur. Universitas Hasanuddin sudah tentu menjadi rujukan utama bagi

seluruh kampus yang ada di kawasan Indonesia timur. Dalam Universitas

Hasanuddin (2011:8), Universitas hasanuddin harus mampu mencetak

mahasiswa yang memiliki integritas, inovatif, katalitik dan arif .

Unhas merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi Indonesia (PTI) yang

ada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang menuju ke dalam world class

university. Ini membuktikan bahwa, kualitas yang dimiliki oleh Universitas

Hasanuddin patut diperhitungkan khususnya di Indonesia.

(http://pangerankarya.blogspot.com/2011/01/unhas-menuju-world-class-

univercity.html)

Unhas telah mengubah sistem pembelajaran dari Teacher Centered

Learning (TCL) menjadi Student Centered Learning (SCL). Sistem

pembelajaran Student Centered Learning (SCL) ini menuntut mahasiswa aktif

sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Namun, dalam pelaksanaannya,

mahasiswa tetap membutuhkan dosen dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, Unhas seharusnya memiliki keunggulan dalam hal

tenaga pengajar (dosen) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya

khususnya dosen yang memiliki kompetensi komunikasi.

6

Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas, penulis merasa perlu mengkaji

lebih jauh ke dalam bentuk penelitian yang berjudul :

“ TANGGAPAN MAHASISWA UNHAS TERHADAP KOMPETENSI

KOMUNIKASI DOSEN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI

UNIVERSITAS HASANUDDIN ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggapan mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi

dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin?

2. Komponen apa yang paling kurang dan paling tinggi dari kompetensi

komunikasi dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas

Hasanuddin?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan Penelitian ini, yakni:

1. Untuk mengetahui tanggapan mahasiswa Unhas terhadap kompetensi

komunikasi dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas

Hasanuddin.

2. Untuk mengetahui komponen apa saja yang paling kurang dan paling tinggi

dari kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar mengajar di

Universitas Hasanuddin.

7

Adapun kegunaan dari dilakukannya penelitian ini:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini berguna untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan

keilmuan komunikasi khususnya komunikasi dalam ranah pendidikan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai

kompetensi komunikasi dalam ranah pendidikan. Penelitian ini juga bisa

menjadi rujukan bagi Universitas Hasanuddin untuk menilai kompetensi

komunikasi dosen Unhas dalam proses belajar mengajar.

Selain itu, juga sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana

pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Hasanuddin.

D. Kerangka Konseptual

Mahasiswa Universitas Hasanuddin berjumlah 23.357 orang sesuai

dengan data rekapitulasi mahasiswa Unhas yang aktif pada semester awal tahun

ajaran 2011/2012. Mahasiswa tersebut merupakan generasi muda yang akan

membawa kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dari sekarang.

Walaupun di sebutkan dalam Universitas Hasanuddin (2011: 35) BAB I pasal

27 tentang penyelenggaraan pembelajaran bahwa penyelenggaraan

pembelajaran wajib mengacu pada Garis Besar Rancangan Pembelajaran

(GBRP) dan Unit Tugas Mahasiswa (UTM) yang mengutamakan peran aktif

mahasiswa belajar (Student Centred Learning) namun mahasiswa tak bisa lepas

oleh peran serta dosen.

8

Dosen adalah Tenaga pendidik pada perguruan tinggi yang khusus

diangkat dengan tugas utama mengajar. Dosen juga disebutkan bahwa pengajar

di tingkat pendidikan tinggi dan yang di sekolah disebut sebagai guru. Seperti

yang tercantum dalam peraturan akademik Unhas pada pasal 1 ayat 20 bahwa

dosen Unhas adalah pendidik profesional dan ilmuan Unhas dengan tujuan

utama memfasilitasi: transformasi, pengembangan dan penyebarluasan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan

pengabdian kepada masyarakat. Dalam Abdurrahman (1994:14) dinyatakan

bahwa salah satu tindak didik dari pendidik adalah mengajar (proses transfer

suatu nilai) kepada peserta didik, sehingga peserta didik dengan aktivitasnya

sendiri dapat mengalami perubahan positif. Jadi salah satu tugas dosen yang

paling penting adalah mengajar.

Menurut Smith dalam Djamaluddin (1994:166), mengajar merupakan

suatu sistem tindakan yang diharapkan menjadi penyebab terjadinya

belajar.Sesuai dengan pengertian tersebut bahwa belajar merupakan hal yang

diharapkan dalam mengajar, maka yang perlu diutamakan adalah mengajar yang

tepat. Ketepatan mengajar akan menghasilkan proses belajar yang baik pula.

Mengajar yang tepat tak pernah lepas dari kemampuan menyampaikan pesan.

Sebagaimana disampaikan Naim (2011:112) bahwa pada dasarnya seorang guru

adalah seorang komunikator. Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam

kelas merupakan proses komunikasi.

Uchjana (1990:15) menyatakan bahwa dalam komunikasi kelompok

kecil seperti seminar, kuliah, ceramah, brifing, lokakarya, forum, atau

9

simposium, umpan balik yang diperlukan oleh komunikator ialah yang bersifat

verbal karena komunikasinya ditujukan kepada kognisi komunikan; jadi

permasalahannya mengerti atau tidak, menyetujui atau tidak, menerima atau

tidak, dan lain-lain yang kesemuanya harus dinyatakan dengan kata-kata.

Dalam konteks komunikasi pendidikan, guru memenuhi segala prasyarat

komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pelajaran. Jika tidak, proses

pembelajaran akan sulit mencapai hasil maksimal. Untuk mendapatkan hasil

yang maksimal dalam mengajar, dosen dituntut memiliki kompetensi

komunikasi.

Naim (2011:99) menyatakan communication competence (kompetensi

komunikasi) adalah kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang

cocok dan efektif bagi situasi tertentu. Teori ini dikemukakan oleh Brian H.

Spitzberg dan William R. Cupach pada tahun 1984. Model yang sering

digunakan untuk menjelaskan kompetensi ini adalah model komponen yang

meliputi tiga komponen, yaitu 1) motivasi (motivation); 2) pengetahuan

(knowledge); 3) keahlian (skill). Secara sederhana, motivasi maksudnya adalah

memiliki hasrat untuk berkomunikasi dengan membawa sifat-sifat seorang yang

ahli di bidangnya, pengetahuan diartikan sebagai pemilihan perilaku apa yang

terbaik digunakan untuk situasi tertentu. Sedangkan keahlian maksudnya adalah

kemampuan mengaplikasikan perilaku tadi pada situasi yang sama.

Kompetensi komunikasi dosen berupa 3 komponen yang disebutkan di

atas, diantaranya motivasi, pengetahuan dan keahlian / keterampilan. Motivasi

merupakan kesadaran yang dimiliki seorang dosen dalam menjalankan tugas

10

dan tanggung jawabnya sebagai seorang dosen. Pengetahuan dosen berupa

penguasaan materi yang dimilikinya. Materi pembelajaran yang sesuai dengan

bidang keahliannya. Keahlian dosen berupa kemampuan menyampaikan pesan

kepada mahasiswa. Kemampuan tersebut bukan hanya berupa bentuk ceramah

tetapi juga kemampuan dosen menggunakan metode belajar dalam kelas yang

membuat mahasiswa nyaman penerimaan materi. Kemampuan dosen tak hanya

dapat dilihat dari tingkat pendidikannya saja tapi juga dilihat dari kompetensi

komunikasi yang dimiliki dalam mengajar hingga terjadi komunikasi efektif.

Peneliti menambahkan indikator selain dari 3 komponen kompetensi

komunikasi seperti yang disebutkan di atas. Komponen yang dimaksud adalah

sikap. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/Sikap), Sikap adalah pernyataan

evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Diperkuat oleh pernyataan

Berkowitz dalam Jurusan Ilmu Komunikasi (2008:60) bahwa sikap adalah

suatu respons yang evaluatif, dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan

perubahan yang disebabkan oleh interaksi sesorang dengan lingkungannya. Jadi,

sikap dalam penelitian ini merupakan kemampuan evaluatif dosen yang

didapatkan dari pengetahuannya.

Secara khusus, kompetensi komunikasi terdiri dari komponen-komponen

yang membentuknya. Komponen tersebut yang pertama adalah form yaitu

bentuk komunikasi yang dilakukan oleh komunikator untuk menyampaikan

pesan. Kedua, content adalah isi pesan yang disampaikan oleh komunikator

kepada komunikan. Ketiga, relationship adalah hubungan yang terjadi setelah

pengiriman pesan oleh komunikator kepada komunikan. Nah, inilah yang

Stimulus Organism:PerhatianPengertianPenerimaan

Response

11

menjadi indikator dalam penelitian ini sebagai komponen komunikasi pada

khususnya.

Pada penyusunan kerangka teori dalam penelitian ini, peneliti juga

memasukkan teori Stimulus-Organism-Response (S-O-R). Menurut teori ini,

efek yang ditimbulkan merupakan reaksi khusus, sehingga seseorang dapat

mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi

komunikan. Adapun unsur dalam model ini adalah a) Pesan (Stimulus); b)

Komunikan (Organism); c) Efek (Response).

Gambar 1.1Teori S-O-R

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin

diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari

komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti, ini dijelaskan dalam

Uchjana Effendy (2000:254).

Adapun kerangka teori pada penelitian ini dapat dilihat pada skema

kerangka konseptual di bawah ini:

Dosen

Kompetensi Komunikasi Dosen:FormContentRelationship

Mahasiswa

Faktor InternalFaktor Eksternal

Tanggapan:Sangat kurang berkompetensiKurang berkompetensiRagu-raguBerkompetensiSangat berkompetensi

12

Gambar 1.2Kerangka Konseptual

Dari kerangka konseptual di atas, maka sangat jelas bahwa dosen dan

mahasiswa melakukan interaksi berupa proses belajar. Kemudian, mahasiswa

akan memberikan tanggapan terhadap kompetensi komunikasi dosen.

Tanggapan tersebut tak lepas dari pengaruh dari faktor-faktor eksternal dari

mahasiswa dan faktor internal dari mahasiswa. Dari proses tanggapan tersebut

akan mengkategorikan sangat kurang berkompetensi (1%-20%), kurang

berkompetensi (21%-40%), ragu-ragu (41%-60%), berkompetensi (61%-80%)

dan sangat berkompetensi (81%-100%).

13

E. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan untuk memudahkan batasan pengukuran

dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Kompetensi komunikasi

Kompetensi komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang cocok dan efektif

dalam mngajar sehingga terjadi komunikasi efektif.

2. Form

Dalam penelitian ini, form adalah bentuk komunikasi yang diterapkan oleh

dosen saat mengajar di dalam kelas untuk menyampaikan materi

pembelajaran.

3. Content

Dalam penelitian ini, content yang dimaksud adalah isi pesan yang

disampaikan dosen pada proses pembelajaran di dalam kelas.

4. Relationship

Dalam penelitian ini, relationship yang dimaksudkan adalah hubungan yang

terbangun antara dosen dan mahasiswa pada proses pembelajaran di dalam

kelas.

5. Keterampilan Komunikasi

Dalam penelitian ini, keterampilan komunikasi adalah kemampuan dosen

mengungkap pesan (materi) secara efektif kepada mahasiswa.

14

6. Mengajar

Dalam penelitian ini, mengajar adalah kegiatan menyalurkan ilmu dari

dosen ke mahasiswa.

7. Dosen

Dosen adalah tenaga pendidik pada perguruan tinggi yang khusus diangkat

dengan tugas utama mengajar. Dosen yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah dosen Universitas Hasanuddin

8. Mahasiswa

Dalam penelitian ini, mahasiswa yang dimaksud adalah peserta didik yang

menempuh pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin

9. Universitas Hasanuddin

Universitas Hasanuddin adalah universitas terbesar di kawasan Indonesia

timur yang terletak di Jln. Perintis Kemerdekaan KM.10 Makassar.

10. Tanggapan

Dalam penelitian ini, tanggapan adalah pernyataan subjektif mahasiswa

Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam mengajar di

Universitas Hasanuddin.

Tanggapan ini diberi nilai:

1. Sangat kurang berkompetensi (0% – 20%)

2. Kurang berkompetensi (21% - 40%)

3. Ragu-ragu (41% - 60%)

4. Berkompetensi (61% - 80%)

5. Sangat berkompetensi (81% - 100%)

15

11. Metode Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih dua bulan, yakni

pada bulan Januari hingga Maret tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan di

Universitas Hasanuddin dengan pertimbangan bahwa Universitas Hasanuddin

merupakan Universitas terbesar di Indonesia bagian timur dan merupakan satu-

satunya universitas yang berasal dari kawan timur Indonesia yang menuju

World Class University.

2. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, lebih jauh

menggunakan survei deskriptif.

3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Universitas

Hasanuddin yang berjumlah 23.357 orang sesuai dengan data rekapitulasi

mahasiswa unhas yang aktif pada semester awal tahun ajaran 2011/2012.

Pada penentuan sampel, penelitian ini menggunakan metode penarikan

sampel dengan probability sampling, lebih lanjut teknik penarikan sampel

berupa sampel berstrata proporsional. Adapun penentuan besaran sampel

menggunakan rumus Stephen Isaac & Willian B. Michael yakni sebagai berikut:

16

Gambar 1.3Rumus Stephen Isaac & Willian B. Michael

Dari gambar 1.3 diatas maka penarikan sampel berjumlah 344 responden.

Jumlah sampel perfakultas di Universitas Hasanuddin adalah:

1. Fakultas Ekonomi : 2054/23357 x 344 = 30,3 = 30

2. Fakultas Hukum : 2131/23357 x 344= 31,4 = 32

3. Fakultas Kedokteran : 2916/23357 x 344 = 42,9 = 43

17

4. Fakultas Teknik : 4151/23357 x 344 = 61,1 = 61

5. Fakultas Isipol : 1630/23357 x 344 = 24,0 = 24

6. Fakultas Sastra : 1826/23357 x 344 = 26,9 = 27

7. Fakultas Pertanian : 1526/23357 x 344 = 22,5 = 23

8. Fakultas MIPA : 1377/23357 x 344 = 20,3 = 20

9. Fakultas Peternakan : 770/23357 x 344 = 11,3 = 11

10. Fakultas Kedokteran Gigi : 696/23357 x 344 = 10,3 = 10

11. Fakultas Kesehatan Masyarakat : 1569/23357 x 344 = 23,1 = 23

12. Ilmu Kelautan dan Perikanan : 1037/23357 x 344 = 15,3 = 15

13. Kehutanan : 706/23357 x 344 = 10,4 = 11

14. Farmasi : 968/23357 x 344 = 14,3 = 14

4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data dari data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung dan

pengumpulan kuesioner yang telah dijawab oleh responden. Instrumen

penelitian yaitu kuesioner yang sebelumnya dibagikan kepada responden dan

diisi sesuai data yang sebenarnya. Setelah pengisian data tersebut, instrumen

penelitian dikumpul. Jenis data penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer terdiri dari data observasi langsung di lapangan dan dari

instrumen penelitian berupa kuesioner. Data sekunder berupa referensi dari

buku, majalah, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

18

5. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara periset berada di luar dari objek

penelitian dan menjaga prinsip objektif dan analisis datanya menggunakan uji

statistik.

Data yang diperoleh dari kuesioner yang telah terkumpul akan dianalisis

secara statistik dengan menggunakan tabel distribusi yang kemudian dijabarkan

secara deskriptif. Penelitian ini memanfaatkan softwar SPSS dalam pengolahan

data.

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Walaupun komunikasi menjadi bagian tidak terpisahkan dari

kehidupan manusia, hakikat komunikasi ternyata tidak mudah untuk

dirumuskan. Para ahli komunikasi memiliki definisi berbeda antara satu

dan yang lainnya. Perbedaan rumusan ini disebabkan oleh beragam faktor,

baik faktor pendidikan, politik, budaya, sosial maupun faktor lainnya.

Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia,

dimana yang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang kepada

orang lain, dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya

(Uchjana, 1993:28).

Pengertian komunikasi secara epistemologis, menurut Wilbur

Schramm (Rosmawati, 2010: 14) berasal dari bahasa Latin

“Communicatio” (Pemberitahuan, pemberian bagian, pertukaran, ikut

ambil bagian, pergaulan, persatuan, peran serta atau kerja sama). Asal

katanya sendiri dari kata “communis” yang berarti “common” (bersifat

umum, sama atau bersama-sama). Sedangkan kata kerjanya

“communicare” yang berarti berdialog, berunding atau bermusyawarah.

Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu

pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.

20

Pengertian komunikasi yang demikian sangat terbatas, karena

komunikasi menyangkut banyak tahap, sehingga sifatnya tidak statis akan

tetapi dinamis, yaitu bergerak atau berkembang dari satu tahap ke tahap

lainnya. Kerena itu, sebuah kegiatan komunikasi disebut sebagai sebuah

“proses komunikasi”. Komunikasi juga mengacu pada tingkatan, baik oleh

satu orang ataupun lebih, yang mengirim atau menerima pesan yang

terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu,

mempunyai penguruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan

umpan balik.

Saat ini, definisi komunikasi sangat beragam dan berkembang.

Seperti yang tercatat dalam Cangara (2010:18) bahwa Menurut catatan

yang dibuat oleh Dance dan Larson dalam Miller (2005:3) bahwa sampai

tahun 1976 telah ada 126 definisi komunikasi”. Hingga tahun 1976 sudah

mencapai 126 definisi apalagi hingga saat ini. Menurut Katherine Miller

dalam West (2011:4) bahwa terdapat begitu banyak konseptualisasi

mengenai komunikasi, dan konseptualisasi ini telah mengalami banyak

perubahan dalam tahun-tahun terakhir ini.

Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah

menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa

semua kegiatan komunikasi bersifat persuasif. Beberapa definisi yang

sesuai dengan konsep ini adalah sebagai berikut:

21

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner:

“Komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan

sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar,

figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang

biasanya disebut komunikasi.”

Theodore M.Newcomb:

“Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi

terdiri dari rangsangan yang didiskriminatif, dari sumber kepada

penerima.”

Carl I.Hovland:

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)

menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk

mengubah perilaku orang lain (komunikate).”

Gerald R. Miller

“Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan

kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku

penerima.”

Everett M. Rogers:

“Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber

kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah

tingkah laku mereka.”

22

Raymond S. Ross:

“Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih dan

mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu

pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang

serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.”

Harold Lasswell:

(Cara yang baik untuk menggabarkan komunikasi adalah dengan

menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) who say what in which channel

to whom with what effect? Atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa

kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?

Dari berbagai definisi atau pengertian di atas, diketahui paling tidak ada 3

aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan komunikasi, yaitu

(Rosmawati, 2010:20):

a. Bahwa komunikasi harus dipandang sebagai sebuah proses.

b. Menyangkut aspek manusia dan bukan manusia.

c. Aspek informasi atau keterangan, yaitu segala sesuatu yang

mempunyai arti dan kegunaan.

2. Proses Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam Rosmawaty (2010:20),

proses komunikasi adalah berlangsungnya penyampaian ide, informasi,

opini, kepercayaan, perasaan, dan sebagainya oleh komunikator kepada

komunikan dengan menggunakan lambang, misalnya bahasa, gambar,

warna, dan sebagainya yang merupakan isyarat. Untuk melihat tentang

23

proses komunikasi dalam suatu kegiatan komunikasi, menurut B. Aubrey

Fisher dapat menggunakan 4 perspektif, yaitu: (a) Perspektif Mekanistik,

(b) Perspektif Psikologis, (c) Perspektif Interaksional, (d) Perspektif

Pragmatis.

Adapun yang dimaksud “Perspektif” menurut B. Aubrey Fisher,

yaitu suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang

menjadi pokok persoalan. Dalam hal ini, karena perspektifnya adalah

perspektif komunikasi, maka ilmu yang digunakan sebagai sudut pandang

adalah ilmu komunikasi.

Berikut 4 perspektif komunikasi untuk melihat proses

komunikasi menurut Fisher dalam Rosmawaty (2010:20-23)

a. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistik

Proses ini dapat dilihat dari awal berlangsung, yaitu tepat ketika

komunikator megoperkan atau melemparkan sebuah pesan, baik

dengan bibir (lisan), tulisan atau bahasa tubuh (isyarat) dan pesan itu

sampai ditangkap oleh komunikan. Termasuk juga proses ketika

komunikan menangkap pesan itu, baik dengan indera telinga atau

dengan indera mata dan sebagainya.

1. Proses komunikasi secara primer, dengan menggunakan bahasa

verbal dan nonverbal.

2. Proses komunikasi secara sekunder, dengan menggunakan alat

atau sarana sebagai media setelah memakai bahasa verbal /

24

nonverbal sebagai media pertama, contoh dengan media cetak

dan media elektronik.

3. Proses komunikasi secara linear, lawan dari komunikasi dua

arah (dialogis), yaitu hanya satu arah.

4. Proses komunikasi secara sirkular (bulat, bundar, atau keliling),

adanya feedback atau umpan balik.

b. Proses komunikasi dalam perspektif psikologis

Proses dalam diri sendiri (komunikator) ketika berniat akan

menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya

terjadi suatu proses. Proses ini terjadi dalam diri komunikator juga

komunikan, yaitu proses komunikasi interpersonal atau berpikir, yang

dimulai dari proses selekivitas (dimana individu mencari informasi,

menangkap, menyimpan dan mengolah informasi tersebut).

c. Proses komunikasi dalam perspektif interaksional

Perspektif interaksional lebih menekankan keagungan dan nilai

individu di atas segala pengaruh yang lainnya. Perspektif ini berasumsi

bahwa di dalam diri setiap manusia pasti terdapat esensi kebudayaan,

rasa ingin saling berhubungan dan bermasyarakat, dan adanya buah

pikiran, yang mana semua unsur ini mempengaruhi tiap bentuk

interaksi sosial manusia yang dimulai dan berakhir dengan

mempertimbangkan diri sebagai manusia. Inilah yang menjadi karakter

utama dari perspektif interaksional dalam melihat sebuah proses

komunikasi.

25

d. Proses komunikasi dalam perspektif pragmatis

Memahami komunikasi dalam perspektif pragmatis berarti

mencari pola-pola interaksinya. Perspektif ini menjelaskan bahwa

sebuah proses komunikasi lebih merupakan sebuah pola interaksi yang

dapat dipengaruhi oleh perubahan. Artinya, sebuah proses komunikasi

untuk setiap sistem sosial tidaklah sama semuanya. Adapun yang

menjadi komponen khas dalam komunikasi menurut perspektif

pragmatis dimulai dengan perilaku orang-orang yang terlibat dalam

kegiatan komunikasi tersebut, khususnya berpusat pada perilaku

komunikator sebagai komponen fundamental komunikasi

antarmanusia. Menurut perspektif pragmatis, komunikasi dan perilaku

sesungguhnya sama (sinonim). Karena itu, satuan komunikasi yang

paling fundamental adalah tindakan perilaku atau tindakan yang

dijalankan secara verbal atau nonverbal oleh seorang peserta dalam

sebuah peristiwa komunikasi. Karakter sistem komunikasi yang sedang

berjalan adalah pola interaksi, fase dan siklus. Meskipun sepanjang

suatu periode waktu lama, pola karakter interaksi dan fase-fasenya

dapat saja berubah, baik karena disebabkan adanya perubahan

lingkungan ataupun perubahan struktur dalam sistem tersebut.

Menurut Uchjana (2009:11), proses komunikasi terbagi menjadi dua

tahap yaitu secara primer dan secara sekunder.

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian

pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan

26

menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media

primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar,

warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu

“menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian

pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau

sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media

pertama. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film,

dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam

komunikasi.

3. Komponen-komponen Komunikasi

Komponen-komponen atau unsur-unsur komunikasi dalam

sebuah proses komunikasi adalah komponen atau unsur yang membuat

komunikasi dapat berlangsung. Setiap komponen dalam keberadaannya

saling mempengaruhi, artinya apabila salah satu unsur atau kompunen ada

yang terganggu atau mengalami hambatan, maka proses komunikasi akan

terganggu. Akibatnya komunikasi tidak akan efektif dan tidak akan

menghasilkan dampak sebagaimana yang diharapkan.

Saat ini dikenal ada 8 komponen atau unsur komunikasi yaitu:

1. Source atau sumber atau encoder

2. Communicator atau komunikator atau encoder atau sender atau

pengirim pesan

27

3. Communican atau komunikan atau audience atau khalayak atau

decoder atau receiver atau sasaran atau penerima pesan.

4. Message atau pesan atau content atau sinyal atau stimulus atau

berita atau informasi atau kode atau isyarat

5. Channel atua media atau saluran atau sarana atau alat

6. Effect atau pengaruh atau dampak

7. Feedback atau umpan balik atau tanggapan

8. Noice atau gangguan atau hambatan

B. Komunikasi Pendidikan

1. Pengertian Komunikasi Pendidikan

Secara sederhana, komunikasi pendidikan dapat diartikan sebagai

komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan. Dengan demikian,

komunikasi pendidikan adalah proses perjalanan pesan atau informasi

yang merambah bidang atau peristiwa-peristiwa pendidikan. Di sini,

komunikasi tidak lagi bebas atau netral, tetapi dikendalikan dan

dikondisikan untuk tujuan-tujuan pendidikan (Yusuf, 2010:30). Proses

pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, penyampaian

pesan dari pengantar kepada penerima. Pesan yang disampaikan berupa isi

/ ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi, baik verbal

(kata-kata dan tulisan) maupun non-verbal. Proses ini dinamakan

encoding. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa

dinamakan decoding.

28

Komunikasi pendidikan dapat dilihat dari sisi filosofis, yakni

upaya yang dilakukan oleh pendidik dalam mengembangkan kesadaran

peserta didik untuk memahami keberadaan diriny sendiri, lingkungan

alam dan Tuhan. Sehingga muncul kesadaran dirinya untuk apa dia hidup,

apa tujuan hidupnya dan akan berakhir dengan cara apa. Kesadaran ini

akan menuntutnya untuk mencari cara-cara bagaimana peserta didik dapat

menjalani hidup dengan baik. Komunikasi pendidikan sebagai tehnik akan

memunculkan seni komunikasi, bagaimana pendidik menuangkan

gagasannyalewat bahasa verbal yang mampu memunculkan seni

komunikasi, bagaimana pendidik menuangkan gagasannya lewat bahasa

verbal yang mampu memunculkan minat dan motivasi belajar, bukan

hanya sekedar menyampikan informasi intelektual.

2. Pentingnya Komunikasi Pendidikan

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Pertama, dunia

pendidikan membutuhkan sebuah pemahaman yang komprehensif,

holistik, mendasar, dan sistematis tentang pemahaman komunikasi dalam

proses pembelajaran. Tanpa ruh komunikasi yang baik, pendidikan akan

kehilangan cara dan orientasi dalam membangun kualitas output yang

diharapkan. Dalam konteks ini, komunikasi pendidikan bisa disejajarkan

pentingnya dengan motodologi pengajaran, manajemen pendidikan, dan

lain-lainya. Bisa dibayangkan bahwa hampir 80 persen aktivitas guru

maupun dosen di ruang kelas adalah kegiatan komunikasi, baik verbal

maupun nonverbal. Oleh karenanya, hasil buruk penerimaan materi oleh

29

para siswa belum tentu karena guru atau dosennya kurang menguasai

materi, tetapi sangat mungkin justru karena metode komunikasi mereka

yang kurang baik di depan para siswa atau mahasiswa.

Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat

penting kedudukannya. Bahkan ini sangat besar peranannya dalam

menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan.

Didalam pelaksanaan pendidikan formal (pendidikan melalui

sekolah), tampak jelas adanya peran komunikasi yang sangat menonjol.

Proses belajar mengajarnya sebagian besar terjadi karena proses

komunikasi, baik komunikasi yang berlangsung secara intra persona

maupun secara antar persona. Oleh karena itu, penting bagi kita menjadi

trampil berkomunikasi, dan mengetahui prinsip-prisip komunikasi baik

didalam pendidikan maupun dimasyarakat.

3. Kompetensi Komunikasi

“Komunikasi adalah sejauh mana tujuan komunikator yang

dicapai melalui interaksi yang efektif dan tepat.", Menurut Dr Lane dalam

(http://www.uky.edu/˜dr.lane/capstone/commcomp.htm).

Dalam

(http://en.wikipedia.org/wiki/Communicative_competence), Kompetensi

komunikasi adalah istilah dalam linguistik yang mengacu pada

pengetahuan tata bahasa pengguna bahasa dalam sintaksis, morfologi,

fonologi dan sejenisnya, serta pengetahuan sosial tentang bagaimana dan

kapan menggunakan ujaran dengan tepat.

30

Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia sangat

membutuhkan komunikasi. Seperti yang dikatakan oleh Fisher dalam

Arifin (1988:20) bahwa tidak ada persoalan sosial dari waktu ke waktu

yang tidak melibatkan komunikasi. Justru itu dari waktu ke waktu manusia

dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut

komunikasi yang “lebih banyak” ataupun yang “lebih baik”. Namun, tidak

hanya sekedar berkomunikasi saja tapi saat ini sangat diharapkan manusia

memiliki kompetensi komunikasi agar komunikasi yang terjalin yaitu

komunikasi efektif.

Salah satu yang menujang terjadinya komunikasi efektif yaitu

kemampuan komunikator. Menurut Aristoteles dalam Arifin (1988:76)

bahwa komunikator harus membina ethosnya di dalam komunikasinya

sendiri. Adapun komponen ethos tersebut adalah competence, integrity,

good will.

Komunikan akan menentukan apakah mereka percaya bahwa

komunikator memiliki kualitas tersebut. Tugas komunikator ialah

membimbing komunikan untuk percaya bahwa ia adalah orang yang

berkemampuan dalam subjek yang ditanganinya.

Canary dan Cody dalam memberikan enam kriteria untuk

menilai kompetensi yang meliputi:

(http://www.uky.edu/˜dr.lane/capstone/commcomp.htm):

1. Kemampuan beradaptasi (fleksibilitas)

2. Percakapan Keterlibatan

31

3. Percakapan Manajemen

4. Empati

5. Efektivitas

6. Kelayakan

Adapun unsur-unsur kompetensi komunikasi tersebut diatas

seperti yang dikumukakan oleh Canari dan Cody terangkum dalam tiga

kategori, yaitu:

a. Form

Bentuk (Form) ini adalah bentuk komunikasi yang

dilakukan pada saat berkomunikasi. Dalam penelitian ini,

komunikator adalah dosen dan komunikan adalah mahasiswa.

Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator

untuk sampai ke komunikan. Terdapat dua jalan agar pesan

komunikator sampai ke komunikannya, yaitu tanpa media yang

berlangsung face to face atau dengan menggunakan media. Unsur

utama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan

alat perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja.

(Vardiansyah, 2004:24)

b. Content

Content merupakan isi pesan yang disampaikan oleh

komunikator kepada komunikan. Dalam penelitian ini,

komunikator adalah dosen dan komunikan adalah mahasiswa.

32

Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. Untuk membuatnya

konkret agar dapat dikirim dan diterima oleh komunikan, manusia

dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambang komunikasi

berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan.

Pesan disampaikan komunikator kepada komunikan untuk

mewujudkan motif komunikasi: apa yang dipikir dan dirasakan.

Karena itu, pesan didefinisikan sebagai segala sesuatu, verbal

maupun nonverbal, yang disampaikan komunikator kepada

komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya

(Vardiansyah, 2004:23-24).

c. Relationship

Relationship merupakan hubungan baik yang terjalin

antara komunikan dan komunikator. Dalam penelitian ini,

komunikator adalah dosen dan komunikan adalah mahasiswa.

Dalam Uchjana (2009:8), Salah satu tujuan komunikasi

yaitu perubahan sosial. Dalam hal ini sudah termasuk hubungan

yang terjalin antara komunikator dan komunikan. Harapan ketika

terjadi komunikasi adalah terbentuknya hubungan yang semakin

akrab. Hubungan yang akrab juga akan menghasilkan keterbukaan.

LambangKomunikas

i

Denotatif

Konotattif

Cara Penyajian

Struktur Penyajian

Nonverbal:SuaraMimikGerak-gerik

Verbal:Bahasa Lisan

Bahasa Tulisan

Bentuk

Pesan

Makna

Pesan

PenyajianPesan

Pesan

33

Gambar 2.1Dimensi Pesan

C. Tanggapan

1. Pengertian Tanggapan

Menurut Rakhmat dalam Muhajirah (2010:21) bahwa tanggapan

adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh

dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Rakhmat

kemudian menambahkan bahwa persepsi ialah memberikan makna pada

stimuli inderawi (sensor stimuli), persepsi memberikan makna pada

sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata

lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi.

Tanggapan adalah hasil yang ingin dicapai dari sebuah proses

komunikasi. Dalam proses penyampaian pesan dari komunikator kepada

komunikan, umpan balik akan terjadi dalam bentuk tanggapan sebagai

akibat dari stimulus yang ditransmisikan. Hal ini akan mempermudah

proses pemahaman jika tanggapan yang muncul memiliki kesamaan

34

kerangka berpikir yaitu kesamaan pengalaman dan pengetahuan antara

komunikator dan komunikan.

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam muhajirah

(2010:22)umpan balik terbagi atas dua yaitu umpan balik verbal yaitu

tanggapan komunikan yang dinyatakan dengan lisan dan umpan balik

nonverbal yaitu tanggapan yang dinyatakan bukan dengan kata.

Namun, sebuah persepsi tak akan muncul, jika alat indera

manusia tidak diberi rangsangan terlebih dahulu. Seringkali manusia

diberikan rangsangan yang sama namun tanggapannya berbeda-beda. Hal

ini dikarenakan tak ada satu pun manusia di dunia yang persis sama

dengan manusia lain, baik itu dari segi kemampuan alat indera, ataupun

dari pengalaman sosial yang didapat dari lingkungan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan

Dalam menghadapi stimulus, Rahmat dalam Muhajirah

(2010:22) menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam memberikan tanggapan, diantaranya adalah perhatian.

Sebuah tanggapan tidak akan terjadi begitu saja bila tidak adanya

perhatian. Sedangkan perhatian adalah proses mental ketika stimuli

menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.

Dalam memberikan persepsi, terdapat faktor-faktor eksternal dan

internal yang mempengaruhi perhatian, diantaranya:

35

a. Gerakan

Seperti organisme lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek

yang bergerak. Manusia lebih senang melihat objek yang bergerak

daripada yang diam.

b. Intensitas

Suatu rangsangan yang intensitasnya menonjol juga akan menarik

perhatian. Manusia akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol

daripada stimuli yang lain.

c. Kontras

Hal-hal yang menarik lebih dari biasanya akan menarik perhatian.

d. Kebaruan (Novelty)

Hal-hal yang baru, yang menarik, yang luar biasa, yang berbeda, akan

menarik perhatian.

e. Perulangan

Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi,

akan menarik perhatian. Di sini, unsur “familiarity” (yang sudah

dikenal) berpadu dengan unsur “novelty” (yang baru dikenal).

Perulangan juga mengandung unsur sugesti: mempengaruhi bawah

sadar.

Faktor Internal penarik perhatian:

a. Faktor Biologis

Kondisi biologis seperti sedang lapar atau tidak akan mempengaruhi

orang dalam memberikan perhatian.

36

b. Faktor-faktor Sosiologis

Motif sosiogenis seperti sikap, kebiasaan dan kemauan akan

mempengaruhi apa yang kita perhatikan.

c. Faktor-faktor Sosial Budaya

Isu seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

peranan, status sosial, pengalaman masa lalu, kebiasaan.

d. Faktor Psikologis

Kemauan, keinginan, motivasi, pengharapan, dan sebagainya yang

mempengaruhi perhatian.

3. Proses terjadinya tanggapan

Tanggapan sering diistilahkan sebagai bayangan seseorang

terhadap suatu hal. Bayangan tersebut merupakan proses pengamatan

sistem indera dalam bentuk kesadaran terhadap situasi dan kondisi. Dalam

proses pengamatan itulah terjadi gambaran di dalam jiwa individu. Hasil

pengamatan itu mengalami endapan dan proses selanjutnya, ia tidak akan

hilang begitu saja tetapi tersimpan dalam jiwa individu dan

membayangkan kembali atau mengungkapkan gambaran-gambaran yang

terjadi disaat melakukan pengamatan yang berupa presentase, maka

didalam menanggapi atau membayangkan adalah represestase.

Pada umumnya gambaran yang terjadi pada pengamatan lebih

jelas jika dibandingkan dengan gambaran pada tanggapan.

37

Adapun perbedaan antara pengamatan dan tanggapan yang

diungkapkan menurut Achmad dalam Maswati (2009:40) adalah:

a. Pengamatan dibutuhkan adanya sasaran atau objek yang akan

menimbulkan gambaran pengamatan. Dengan demikian seperti

gambaran yang akan terjadi lebih jelas, lebih terang dari tanggapan.

b. Tanggapan tidak dibutuhkan adanya objek atau sasaran sehingga mau

tidak mau gambarannya akan kurang jelas.

c. Oleh karena itu pengamatan terikat pada objek maka pengamatan

terikat pula pada waktu dan tempat. Kita mengamati sesuatu pada

tempat tertentu dan pada waktu tertentu pula sebab keduanya yang

mengikat objek yang diamatinya. Tetapi lain halnya dengan tanggapan

yang dapat terlepas dari soal waktu dan tempat. Ini berarti manusia

dapat menanggapi dan membayangkan sesuatu setiap saat dan setiap

waktu tanpa terlibat waktu dan tempat, karena tidak terikat oleh objek

secara konkrit. Tanpa adanya objek kita dapat menanggapi atau

membayangkan apa yang kita inginkan.

d. Pernyataan merupakan fungsi yang bersifat sensorik sedangkan

tanggapan bersifat imajinatif.

e. Pengamatan langsung secara stimuli itu bekerja dan tertuju kepadanya

sedangkan tanggapan selama tertuju pada bayangan itu seperti yang

dikemukakan di atas bahwa tanggapan itu terbentuk di saat proses

membayangkan menjadi pusat perhatian. Adapun definisi perhatian

(Attention) yang dikemukakan Anderson yaitu perhatian adalah proses

38

mental ketika stimuliatau rangkaian stimuli menonjol dalam kesadaran

pada saat stimuli lainnya melemah.

Dengan demikian perhatian akan timbul ketika alat-alat indera

terkena ransangan yang secara sadar individu bersangkutan akan

mengkonsentrasikan diri dengan alat indera yang terkena rangsangan

tersebut.

D. Teori

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki rasa dan otak

untuk menerima dan mengolah berbagai rangsangan yang datang dari

berbagai melalui mata dan telinga. Rangsangan ini akan masuk ke dalam hati

kemudian diteruskan melalui sistem syaraf ke otak untuk diolah. Hasil

olahan akan dipengaruhi oleh sifat dasar manusia. Positif atau negatif

tergantung dari output. Kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar

diharapkan mampu mengubah perilaku

1. Teori S-O-R (Stimulus Organism Response Theory)

Teori S-O-R sebagai singkatan Stimulus – Organism - Response.

Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan merupakan reaksi khusus,

sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian

antara pesan dan reaksi komunikan.

Jadi unsur dalam model ini adalah:

a. Pesan (stimulus)

b. Komunikan (Organism)

c. Efek (Response)

39

Prof. Dr Mar’at dalam bukunya “sikap manusia, Perubahan serta

Pengurkurannya, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kalley yang

menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel

penting, yaitu:

a. Perhatian

b. Pengertian

c. Penerimaan

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan

mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada

perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti

(Uchjana Effendy, 2000:254).

2. Kompetensi Komunikasi (communication competence)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Brian H.Spitzberg dan

William R. Cupach pada tahun 1984. Kompetensi komunikasi adalah

suatu kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang cocok dan

efektif bagi situasi tertentu. Model yang sering digunakan untuk

menjelaskan kompetensi adalah model komponen yang meliputi tiga

komponen, yaitu: pengetahuan (Knowledge), Keahlian (Skill), motivasi

(motivation).

Model komponen dalam teori kompetensi komunikasi ini

mensyaratkan agar komunikator harus (1) memahami kemampuan

komunikasi praktis yang sesuai dengan situasi; (2) memiliki kemampuan

40

untuk mengungkapkan komunikasi secara aplikatif; dan (3) berkeinginan

untuk berkomunikasi dengan efektif sesuai dengan karakter yang sesuai.

Sebenarnya teori ini lebih merupakan seperangkat penjelasan

mengenai proses komunikasi secara efektif antara dua orang. Penulis

memilih tiga indikator dalam ilmu komunikasi untuk mengukur

kompetensi komunikasi dosen dan mahasiswa yaitu form, content dan

relationship. Tiga komponen form, content, relationship menjadi tolak

ukur dalam penelitian ini dan juga memperhatikan faktor-faktor internal

dan eksternal dalam memberikan tanggapan.

41

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Unhas

Mengawali berdirinya Universitas Hasanuddin secara resmi pada

tahun 1956, di kota Makassar pada tahun 1947 telah berdiri Fakultas

Ekonomi yang merupakan cabang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

(UI) Jakarta berdasarkan keputusan Letnan Jendral Gubernur Pemerintah

Hindia Belanda Nomor 127 tanggal 23 Juli 1947. Karena ketidakpastian

yang berlarut-larut dan kekacauan di Makassar dan sekitarnya maka fakultas

yang dipimpin oleh Drs L.A. Enthoven (Direktur) ini dibekukan dan baru

dibuka kembali sebagai cabang Fakultas Ekonomi UI pada 7 Oktober 1953

dibawah pimpinan Prof. Drs. G.H.M Riekerk. Fakultas Ekonomi benar-benar

hidup sebagai cikal bakal Universitas Hasanuddin setelah dipimpin acting

ketua Prof. Drs. Wolhoff dan sekretarisnya Drs. Muhammad Baga dan pada

tanggal 1 September 1956 sampai diresmikannya Universitas Hasanuddin

pada tanggal 10 September 1956.

Di saat terjadinya stagnasi Fakultas Ekonomi di akhir tahun

1950, Nurdin Sahadat, Prof. Drs. G.J. Wolhoff, Mr. Tjia Kok Tjiang, J.E.

Tatengkeng dan kawan-kawan mempersiapkan pendirian Fakultas Hukum

swasta. Jerih payah mereka melahirkan Balai Perguruan Tinggi

Sawerigading yang di bawah ketuanya Prof. Drs. G.J Wolhoff tetap berusaha

mewujudkan universitas negeri samapai terbentuknya Panitia Pejuang

42

Universitas Negeri di bulan Maret 1950. Jalan yang ditempuh untuk

mewujudkan universitas didahului dengan membuka Fakultas Hukum dan

Pengetahuan Masyarakat cabang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI)

yang resmi didirikan tanggal 3 Maret 1952 dengan Dekan pertama Prof. Mr.

Djokosoetono yang juga sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia (UI). Dilandasi semangat karja yang tinggi, kemandirian dan

pengabdian, Fakultas Hukum yang dipimpin Prof. Dr. Mr. C. De Heern dan

Dilanjutkan Prof. Drs. G.H.M. Riekerk, dalam kurun waktu empat tahun

mampu memisahkan diri dari Universitas Indonesia (UI) dengan keluarnya

PP no. 23 tahun 1956 tertanggal 10 September 1956.

Langkah usaha Yayasan Balai Perguruan Tinggi Sawerigading

untuk membentuk Fakultas Kedokteran terwujud dengan tercapainya

kesepakatan antara pihak Yayasan dengan Kementerian PP dan K yang

ditetapkan dalam rapat Dewan Menteri tanggal 22 Oktober 1953.

Berdasarkan ketetapan tersebut dibentuklah Panitia Persiapan Fakultas

Kedokteran di Makassar yang diketuai Syamsuddin Daeng Mangawing

dengan Muhammad Rasyid Daeng Sirua sebagai sekretaris dan anggota-

anggotanya yaitu J.E. Tatengkeng, Andi Patiwiri dan Sampara Daeng Lili.

Pada tanggal 28 Januari 1956, Menteri P dan K Prof. Mr. R. Soewandi

meresmikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin seiring dengan

diresmikannya Universitas Hasanuddin pada tanggal 10 September 1956.

Perjuangan dan tekad masyarakat Sulawesi Selatan untuk

melahirkan putra bangsa yang berpengalaman teknik mencapai

43

keberhasilannya ketika menteri P dan K RI mengeluarkan SK No. 88130/S

tertanggal 8 September 1960 perihal peresmian Fakultas Teknik Universitas

Hasanuddin yang diketuai Ir. J.Pongrekun dan Sekretarisnya Ir. Ramli

Cambari Saka dengan tiga departemen Sipil, mesin, dan perkapalan. Pada

tahun 1963 menyusul terbentuk Departemen Elektronika dan Arsitektur dan

lengkaplah Fakultas Teknik sebagai fakultas yang ke-4.

Mendahului SK menteri PP dan K tanggal 3 Desember 1960 No.

102248/UU/1960 perihal Pembentukan Fakultas Sastra Universitas

Hasanuddin, telah terjadi “peleburan” beberapa unit Program Kursus B.1 dari

Yayasan Perguruan Tinggi Makassar ke Universitas Hasanuddin. Yayasan

yang diketuai oleh Syamsuddin Daeng Mangawing beranggotakan antara lain

Prof. G.J. Wolhoff ini adalah pecahan Universitas Sawerigading yang

dipimpin oleh Nurdin Sahadat. Peristiwa “peleburan” Program kursus B.1

Paedagogik, Sastra timur dan Sastra Barat ke UNHAS pada tanggal 2

Nopember 1959 tersebut menjadi cikal bakal Fakultas Sastra yang secara

resmi terbentuk sesuai SK menteri PP dan K tanggal 3 Nopember 1960.

Menyusul “kelahiran” Fakultas Sastra, lahirlah Fakultas yang ke-

6 yakni Fakultas Sosial dan Politik sesuai dengan SK Menteri P & K

tertanggal 30 Januari 1961 No. A. 4692/U.U.41961, berlaku mulai 1 Februari

1961. Pada awalnya Fakultas ini merupakan Perguruan Tinggi Swasta yang

bernama Fakultas Tata Praja Universitas 17 Agustus 1945 yang didirikan

oleh Mr. Tjia Kok Tjiang yang kelak setelah penegeriannya menjadi

pimpinan fakultas didampingi Mr. Sukamto sebagai sekretaris. Pada tanggal

44

15 Nopember 1962 Mr.Sukamto diangkat sebagai Dekan dan Abdullah Amu

menjadi Sekretaris.

Di masa kepemimpinan Rektor A. Amiruddin berdasarkan SK

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0266/Q/1977 tanggal 16 Juli 1977

Fakultas Sastra diintegrasikan ke dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Budaya bersama Fakultas Ilmu Sosial Politik dan Fakultas Ekonomi. Hal

yang sama juga terjadi antara Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA yang

diintegrasikan menjadi Fakultas Sains dan Teknologi terkecuali Fakultas

Hukum yang tidak “rela” berintegrasi dengan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial

Budaya. Bersela enam tahun kemudian yakni pada tahun 1983

pengintegrasian ini dicabut dengan keluarnya PP No. 5 Tahun 1980 yang

disusul dengan SK Presiden RI No.68 Tahun 1982.

Melalui kerjasama dengan IPB Bogor dan atas permintaan

Rektor Prof. Arnold Mononutu terbentuklah Panitia Persiapan Pendirian

Fakultas Pertanian yang beranggotakan Prof. Dr. A. Azis Ressang, Dosen

Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan lr Fachrudin, asisten Ahli Fakultas

Pertanian IPB. Kerjasama Prof. Ressang dkk dengan Fakultas Pertanian

Universitas Indonesia dan IPB membuahkan SK Menteri PTIP RI Prof. Dr.

lr. Toyib Hadiwidjaya tertanggal 17 Agustus 1962 dan secara resmi Fakultas

Pertanian menjadi fakultas yang ke-7 dalam lingkungan Universitas

Hasanuddin.

Gubernur Andi Pangerang Petta Rani dalam rapat tanggal 11

Maret 1963 menunjuk lr. Aminuddin Ressang sebagai ketua sub - panitia

45

kerja Pembentukan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) resmi

terbentuk berdasar surat kawat Menteri PTIP tanggal 8 Agustus 1963 No. 59

1 BM/PTIP/63 disusul SK Menteri No. 102 Tahun 1963 berlaku Tanggal 17

Agustus 1963.

Pada tahun 1963 dibentuk Panitia Pendiri Fakultas Kedokteran

Hewan dan Peternakan di Makassar yang diketuai Syamsuddin Dg

Mangawing dengan anggota Andi Pangerang Petta Rani, Drh. A. Dahlan dan

Andi Patiwiri. Pada tanggal 10 Oktober 1963 berdiri Fakultas Kedokteran

Hewan dan Peternakan (FKHP) yang berstatus swasta didekani oleh Drh.

Achmad Dahlan dengan Pembantu Dekan I, II masing - masing Drh. Muh.

Gaus Siregar dan Andi Baso Ronda, B. Agr.Sc. Terhitung mulai tanggal 1

Mei 1964 fakultas swasta tersebut dinegerikan menjadi Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin meialui SK Menteri PTIP No. 37 11964 Tanggal 4

Mei 1964.

Pendidikan Dokter Gigi berdiri pada tanggal 23 Januari 1969

sebagai hasil kerjasama antara Universitas dengan TNI - AL sebagai hasif

rintisan Laksamana Mursalim Dg Mamanggun, S.H. , Rektor Unhas

Let.Kolonel Dr. M. Natsir Said, S.H. serta Drg. Halima Dg Sikati dan diberi

nama Institut Kedokteran Gigi Yos Sudarso. Pada tahun 1970 lnstitut ini

resmi menjadi Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dan

selanjutnya menjadi Fakultas Kedokteran Gigi Unhas pada tahun 1983.

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) didirikan pada tangggal 5

Nopember 1982 yang pada awalnya menerima mahasiswa tamatan Diploma

46

Tiga Kesehatan dan nanti pada tahun 1987 FKM Unhas menerima tamatan

SMA. FKM merupakan fakultas yang ke-11 dalam lingkungan Unhas.

Sebagai realisasi dari pengembangan Pola Ilmiah Pokok (PIP)

yang menjadi rujukan orientasi lembaga pendidikan tinggi di Indonesia,

maka pada tahun 1988 UNHAS secara resmi membuka program Studi Ilmu

Kelautan dengan SK Dirjen Dikti No.19/Dikti/Kep/1988, tanggal 16 Juni

1988. Pada awalnya karena belum ada wadah yang tepat program tersebut

berstatus lintas fakultas dan langsung dibawahi rektor. Mengingat sifatnya

yang berorientasi kelautan, program ini pada akhirnya dibentuk menjadi

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan dengan menggabungkan jurusan

Perikanan ke dalamnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

No.036/0/1996, tanggal 29 Januari 1996.

Pada Dies Natalis yang ke - 25, 17 September 1981 Presiden RI

Soeharto meresmikan Kampus Tamalanrea yang pada awalnya dirancang

oleh Paddock Inc., Massachustts, AS dan dibangun oleh OD 205, Belanda

yang bekerjasama dengan PT. Sangkuriang Bandung di atas tanah seluas 220

Ha.

Sejak dikeluarkannya SK Menteri PP dan K No. 3369/S Tanggal 1 1 Juni

1956 terhitung mulai 1 September 1956 dan dengan PP No. 23 Tanggal 8

September 1956, Lembaran Negara No. 39 Tahun 1956 yang secara resmi

dibuka oleh Wakil Presiden RI Drs. Moh. Hatta pada tangggal 10 September

1956, UNHAS pernah dipimpin oleh sejumlah Rektor yaitu:

1. Prof. Mr.A.G. Pringgodigdo 1956 - 1957

47

2. Prof. Mr. K.R.M.T. Djokomarsaid 1957 - 1960

3. Prof. Arnold Mononutu 1960 - 1965

4. Let. Kol. Dr. M. Natsir Said, S.H. 1965 - 1969

5. Prof. Dr. A. Hafid 1969 - 1973

6. Prof. Dr. Ahmad Amiruddin 1973 - 1982

7. Prof. Dr. A. Hasan Walinono 1982 - 1984

8. Prof. Dr. Ir. Fachruddin 1984 - 1989

9. Prof. Dr. Basri Hasanuddin, M.A 1989 - 1997

10. Prof. Dr.Ir. Radi A. Gany 1997 - 2006

11. Prof. Dr.dr. Idrus A. Paturusi, Sp.BO 2006 – Sekarang

B. Visi, Misi dan Nilai

Visi

Pusat Unggulan Dalam Pengembangan Insani, Ilmu

Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya Berbasis Benua Maritim

Indonesia.

Rumusan visi ini mengandung makna adanya kebersamaan tekad seluruh

sivitas akademika untuk menempatkan Unhas sebagai entitas akademik yang

tidak sebatas memfasilitasi, tetapi menstimulasi lahirnya segenap potensi,

proses, dan karya terbaik dalam pengembangan insani, ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan budaya berbasis benua maritim Indonesia.

Dalam konsep benua maritim Indonesia seluruh program studi

memiliki kebebasan dan peluang yang sama untuk berkonribusi dalam

pengembangan IPTEKSBUD. Hal ini sejalan dengan konsep benua maritim

48

yang memiliki makna sebagai satu kesatuan alamiah antara darat, laut, dan

dirgantara di atasnya, tertata secara unik yang menampilkan ciri-ciri benua

dengan karakteristik yang khas dari sudut pandang iklim dan cuaca

(klimatologi dan meteorologi), keadaan airnya (oseanografi), tatanan kerak

bumi (geologi), keragaman biota (biologi), serta tatanan sosial budayanya

(antropologi), yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Misi

3. Menyediakan lingkungan belajar berkualitas untuk mengembangkan

kapasitas pembelajar yang inovatif dan proaktif. Makna yang terkandung

dalam rumusan misi ini adalah bahwa di dalam menyelenggarakan

dharma pendidikan Unhas sepunuhnya menggunakan pendekatan

learning sehingga peran Unhas semestinya menyediakan limgkungan

belajar yang berkualitas dan kondusif bagi sivitas akademika Unhas guna

mengembangkan kapasitasnya. Misi ini juga mengandung makna bahwa

di dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, kontennya

dikembangkan berdasarkan hasil kegiatan penelitian (dharma 2), serta

memelihara relevansi isinya dengan kebutuhan masyarakat berdasarkan

hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat (dharma 3).

4. Melestarikan, mengembangkan, menemukan dan menciptakan ilmu

pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Makna rumusan misi yang

kedua, menekankan perlunya Unhas untuk melestarika IPTEKS baik

dalam bentuk pembelajaran kepada peserta didik (pembelajaran berbasis

49

riset) maupun publikasi (buku dan jurnal) kepada masyarakat luas. Misi

ini juga mengandung makna bahwa di dalam melakukan kegiatan

penelitian dan pengembangan untuk memajukan ipteks senantiasa

didiseminasikan melalui kegiatan pembelajaran (dharma 1), dan

dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui bidang

pengabdian kepada masyarakat (dharma 2).

5. Menerapkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan

budaya bagi kemaslahatan Benua Maritim Indonesia. Makna yang

terkandung dalam rumusan misi ini adalah bahwa melakukan kegiatan

pengabdian kepada masyarakat juga ditujukan untuk memelihara

relevansi materi pembelajaran (dharma 1), dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat melalui penerapan dan pemanfaatan ipteks

beserta penemuan dan pengembangannya yang dihasilkan dalam kegiatan

penelitian dan pengembangan (dharma 2).

Nilai

Dalam melaksanakan kegiatan tri dharma, seluruh sivitas

akademika Unhas perlu dilandasi dan dijiwai oleh sistem sistem tata nilai

yang disepakati bersama yang merupakan pencerminan dari jati diri Unhas.

oleh karena itu, rumusan nilai-nilai Unhas mengacu kepada 2 (dua) tatanan

nilai yaitu (1) nilai akademik yang merupakan sumber budaya akademik

pada setiap perguruan tinggi pada umumnya, dan (2) tatanan nilai yang

berkembang dalam wilayah benua maritim Indonesia pada umumnya dan

50

masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya. Atas dasar kedua acuan

tersebut, maka tatanan nilai Unhas dirumuskan sebagai berikut:

1. Integritas: mewakili jujur, berani, bertanggung jawab dan teguh dalam

pendirian.

2. Inovatif: merupakan kombinasi dari kreatif, berorientasi mutu, mandiri

dan kepeloporan.

3. Katalitik: mewakili sifat berani, keteguhan hati, dedikatif dan kompetitif.

4. Arif: manifestasi kepatutan, adil dan beradab, holistik dan asimilatif.

C. Struktur Organisasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. No.

0206/0/1995, struktur organisasi Universitas Hasanuddin terdiri atas

komponen-komponen berikut ini:

1. Rektor dan Pembantu Rektor

2. Senat

3. Dewan Penyantun

4. Biro Administrasi

5. Program Pascasarjana

6. Fakultas-fakultas

7. Lembaga-lembaga

8. Unit-unit Pelaksana tugas

ProgramPascasarjana

Program StudiPusat Penggajian

Pusat Pengembangan

Pusat Penelitian

Rektor

Pembantu RektorSenat Dewan Penyantun

Biro Administrasi

LP LPM LKPPUPT

Fakultas-fakultas

Jurusan

Program Studi

Laboratorium

51

Struktur organisasi ini secara skematik disajikan pada gambar berikut:

Gambar 3.1Struktur Organisasi Universitas Hasanuddin

D. Tujuan Strategis Unhas

1. Membaiknya sistem pembelajaran Unhas berstandar internasional dengan

menggunakan metode Student Centered Learning.

2. Terselenggaranya riset berkualitas internasional.

3. Terwujudnya komitmen tanggung jawab sosial universitas.

52

4. Terbangunnya organisasi dan manajemen yang efektif dan efisien untuk

mencapai tujuan tridharma.

E. Lambang UNHAS

ARTI LAMBANG UNHAS

1. Ayam jantan, tegak di atas benteng kekukuhan tempat berpijak, membawa

serta pada dirinya simbol-simbol kemauan keras, kebebasan berfikir,

berjiwa besar untuk mencapai keseluruhan ilmu pengetahuan, kebahagian

dan kesentosaan hidup dalam mengabdi kepada kejayaan nusa dan bangsa.

2. Unsur-unsur Lambang

Ayam jantan melambangkan sifat dan pribadi Sultan Hasanuddin yang

mencerminkan sikap intelek, berjiwa besar dan militan dalam bergerak ke

arah kemajuan.

Pohon Lontar, lambang ilmu pengetahuan tentang keserbagunaan manfaat

yang diberikannya kepada umat manusia untuk kesejahteraan lahir batin.

Benteng, mengingatkan kejayaan bahari tempat UNHAS berdiri. Benteng-

benteng Somba Opu, Ujungpandang, dan Tallo melindungi kota

53

Makassar, mendorong tekad patriotik dan dinamik untuk berjasa kepada

tanah air.

Buah Padi dan Daun Kelapa, menggugah semangat untuk hidup makin

berisi kian merunduk, dan keunggulan berdiri tegak menghadang badai

dan taufan, seperti pohon kelapa yang menghiasi persada tanah air.

3. Unsur-unsur warna

Kuning, melambangkan kedewasaan, kemuliaan, dan kesatriaan.

Hijau, melambangkan kesuburan dan harapan.

Putih, melambangkan garis-garis kesucian, ketulusan, dan keapikan.

Merah, melambangkan semangat dan cinta kepada tanah air.

Hitam, melambangkan kedalaman ilmu pengetahuan dan kebulatan tekad

untuk mencapai pribadi yang utuh.

4. Konstruksi

Harpa atau kecapi, terukir ragam hias Indonesia, mewakili kehidupan

artistik Nusantara, untuk pembinaan seni budaya dan keluhuran bangsa

dan tanah air Indonesia.

F. Gambaran Umum Proses Belajar Mengajar di UNHAS

Universitas Hasanuddin merupakan Universitas terkemuka di

Indonesia kawasan timur. Kuliah rutin yang dilaksanakan oleh UNHAS

secara umum yaitu mulai hari senin hingga jumat. Proses pembelajaran mulai

pukul 07.30 hingga 16.00. Untuk mata kuliah umum hingga pukul 17.00.

Setiap hari setidaknya ada empat atau lima mata kuliah.

54

Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh dosen ada beberapa,

termasuk di antaranya Teacher Centered Learning (TCL) dan Student

Centred Learning (SCL). Walaupun UNHAS telah menganut sistem

pembelajaran SCL namun dalam proses pelaksanaan di dalam kelas masih

ada yang menggunakan TCL.

Proses pembelajaran TCL yaitu dosen dan mahasiswa berada di

dalam kelas yaitu dosen di depan menerangkan materi pembelajaran. Inilah

yang disebut sebagai metode ceramah. Biasanya mahasiswa dianjurkan

membeli buku yang sama agar dosen mudah dalam menjelaskan materi

pembelajaran. Selain itu, ada pula dosen yang hanya menyebutkan pokok-

pokok pembahasan yang akan dibahas untuk mata kuliah tersebut jadi

mahasiswa bebas memilih buku yang akan dibeli. Selain memberi materi,

dosen terkadang memberikan kuis di akhir waktu pembelajaran. Kuis yang

diberikan berupa tulisan maupun lisan.

Proses pembelajaran SCL yaitu mahasiswa sebagai sumber

informasi. Dosen hanya sebatas pendamping dan pengarah pembelajaran.

Pertemuan pertama mata kuliah disampaikan Garis Besar Rancangan

Pembelajaran (GBRP) yang akan menjadi materi pembelajaran selama satu

semester ke depan. Mahasiswa diharuskan memiliki refernsi sebelum point

dari GBRP tersebut dibahas bersama di dalam kelas. Metode SCL ini ada

beberapa kategori dintaranya metode diskusi. Metode diskusi ini berupa

pembagian kelompok lalu tiap kelompok memiliki satu point di dalam GBRP

untuk dipresentasikan. Jadi selain kelompok tersebut lah yang menjadi

55

audience dan yang akan bertanya seputar materi yang didiskusikan. Juga ada

metode internet yaitu pemberian tugas melalui internet. Selain diskusi di

dalam kelas, ada pula dosen yang memanfatkan internet untuk forum diskusi.

Memanfaatkan jejaring social facebook untuk membuat forum diskusi.

Dosen membuat grup di facebook lalu menentukan waktu untuk online

bersama. Dosen memberikan statement lalu meminta mahasiswa untuk

menaggapi dan membentuk diskusi.

56

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Sebagaimana telah dikemukakan diawal dan sesuai dengan

judulnya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan

mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam proses

belajar mengajar di Universitas Hasanuddin dan komponen apa yang paling

kurang dan paling tinggi dari kompetensi komunikasi dosen dalam proses

belajar mengajar di Universitas Hasanuddin. Penulis memilih mahasiswa

Unhas sebagai objek pengukuran tanggapan berdasarkan pengkategorian

seperti yang dibahas pada bab 1.

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universitas

Hasanuddin Makassar dan jumlah responden yang menjadi sampel didapat

dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel Isaac dan Michael

yang berjumlah 344 responden. Untuk lebih jelasnya, maka hasil penelitian

ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

1. Identitas Responden

1.1 Jenis Kelamin

Tabel 4.1Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

N = 344Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 154 44.8

Perempuan 190 55.2

Total 344 100

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

57

Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa responden perempuan

berada pada persentase tertinggi yaitu sebanyak 190 responden (55,2%),

kemudian responden laki-laki sebanyak 154 responden (44,8%).

1.2 Umur

Tabel 4.2Distribusi Responden Berdasarkan Umur

N = 344Umur Frekuensi Persentase

≤ 19 tahun 74 21.5

20 – 21 tahun 184 53.5

22 – 23 tahun 76 22.1

24 – 25 tahun 8 2.3

≥ 26 tahun 2 0.6

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa responden yang berumur

20-21 tahun berada pada persentase tertinggi yaitu sebanyak 184

responden (53,5%), kemudian responden yang berumur 22-23 tahun

sebanyak 76 responden (22,1%). Responden berumur ≤ 19 tahun berjumlah

74 responden (21,5%) dan yang berumur 24 – 25 tahun berjumlah 8

responden (2,3%) serta responden yang berumur ≥ 26 tahun sebanyak 2

responden (0,6%).

1. 3 Fakultas

Tabel 4.3Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas

N=344Fakultas Frekuensi Persentase

Ekonomi   30 8.7 Hukum  32 9.3

58

Fakultas Frekuensi Persentase Kedokteran  43 12.5

 Teknik  61 17.7 Ilmu Sosial dan Ilmu Politik  24 7.0

 Ilmu Budaya  27 7.8 Pertanian  23 6.7

 Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam  20 5.8 Peternakan  11 3.2

 Kedokteran Gigi  10 2.9 Kesehatan Masyarakat  23 6.7

 Ilmu Kelautan dan Ilmu Perikanan  15 4.4Kehutanan   11 3.2

 Farmasi  14 4.1Total 344  100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.3 Diatas menunjukkan bahwa persentase responden

terbesar adalah mahasiswa fakultas teknik dengan jumlah 61 responden

(17,7%), dan kemudian responden yang berasal dari fakultas kedokteran

dengan jumlah 43 responden (12,5%). Responden dari fakultas ilmu

budaya berjumlah 27 responden (7,8%) lalu responden dari fakultas ilmu

sosial dan ilmu politik berjumlah 24 responden (7,0%). Disusul responden

dari fakultas pertanian sebanyak 23 responden (6,7%) dan responden dari

fakultas kesehatan masyarakat sebanyak 23 responden (6,7%).

Selanjutnya responden dari fakultas matematika dan ilmu pengetahuan

alam sebanyak 20 responden (5,8%) dan responden dari fakultas ilmu

kelautan dan ilmu perikanan yang berjumlah 15 responden (4,4%).

Responden dari fakultas farmasi berjumlah 14 responden (4,1%) disusul

responden dari fakultas peternakan yang berjumlah 11 responden (3,2%)

dan dari fakultas kehutanan juga berjumlah 11 responden (3,2%).

59

1.4 Angkatan

Tabel 4.4Distribusi Responden Berdasarkan Angkatan

N=344Angkatan Frekuensi Persentase

2011 35 10.2

2010 68 19.8

2009 109 31.7

2008 103 29.9

2007 25 7.3

2006 2 0.6

2005 2 0.6

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.4 Diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah

responden angkatan 2009 dengan jumlah 109 responden (31,7%). Disusul

responden angkatan 2008 dengan jumlah 103 responden (29.9%).

Responden angkatan 2010 berjumlah 68 responden (19,8%) dan

responden angkatan angkatan 2011 berjumlah 35 responden (10,2%).

Selanjutnya responden angkatan 2007 berjumlah 25 responden (7,3%) dan

angkatan 2006 berjumlah 2 responden (0,6%) serta responden angkatan

2005 juga berjumlah 2 responden (0,6%).

60

2. Tanggapan Mahasiswa Unhas terhadap Kompetensi Komunikasi

Dosen

2.1 Metode Mengajar

Tabel 4.5Distribusi Responden Berdasarkan Metode Mengajar

N=344Metode yang digunakan Dosen Frekuensi Persentase

Ceramah 55 16.0Diskusi 47 13.7

Alat Bantu Media 42 12.2Student Centre Learning (SCL) 151 43.9

Ceramah, Diskusi 8 2.3Ceramah, Diskusi, Alat Bantu 4 1.2

Ceramah, Diskusi, Alat Bantu, SCL 5 1.5Diskusi, Alat Bantu Media 6 1.7

Diskusi, Alat Bantu Media, SCL 8 2.3Alat Bantu Media, SCL 4 1.2

Ceramah, Alat Bantu Media 4 1.2Ceramah, SCL 2 0.6

Ceramah, Alat Bantu Media, SCL 1 0.3Diskusi, SCL 4 1.2

Ceramah, Diskusi, SCL 3 0.9Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar metode

mengajar yang digunakan dosen dalam proses belajar adalah Student

Centre Learning (SCL) dengan jumlah 151 responden (43,9%).

Berikutnya metode ceramah dengan jumlah 55 responden (16,0%).

61

2.2 Kemudahan Bahasa Verbal

Tabel 4.6Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Bahasa Verbal

N = 344Kemudahan Bahasa Verbal Frekuensi Persentase

Sangat Tidak Mudah 6 1.7

Tidak Mudah 16 4.7

Ragu-ragu 19 5.5

Mudah 251 73.0

Sangat Mudah 52 15.1

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.6 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang menyatakan dosen mengajar dengan menggunakan

bahasa verbal yang mudah dimengerti oleh mahasiswa yaitu sebanyak 251

responden (73,0%), lalu sebanyak 52 responden (15,1%) menyatakan

sangat mudah.

2.3 Penggunaan Komunikasi Non Verbal

Tabel 4.7Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Komunikasi Non Verbal

N = 344Penggunaan Bahasa Non

VerbalFrekuensi Persentase

Sangat Tidak Bagus 9 2.6

Kurang Bagus 30 8.7

Ragu-ragu 18 5.2

Bagus 250 72.7

Sangat Bagus 37 10.8

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

62

Tabel 4.7 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang menyatakan bentuk komunikasi non verbal dosen dalam

proses belajar di dalam kelas adalah bagus yakni 250 responden (72,7%),

lalu sebanyak 37 responden (10,8%) menyatakan sangat bagus. 30

responden (8,7%) menyatakan kurang bagus dan yang menyatakan ragu-

ragu berjumlah 18 responden (5,2%). Selanjutnya yang menyatakan

sangat tidak bagus adalah 9 responden (2,6%).

2.4 Penguasaan MateriTabel 4.8

Distribusi Responden Berdasarkan Penguasaan MateriN = 344

Penguasaan Materi Frekuensi Persentase

Sangat Tidak Menguasai 6 1.7

Tidak Menguasai 14 4.1

Ragu-ragu 15 4.4

Menguasai 201 58.4

Sangat Menguasai 108 31.4

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.8 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang menyatakan dosen menguasai materi pembelajaran dalam

proses belajar di dalam kelas yakni 201 responden (58,4%), lalu sebanyak

108 responden (31,4%) menyatakan sangat menguasai. Responden yang

memilih ragu-ragu berjumlah 15 responden (4,4%). Selanjutnya 14

responden (4,1%) menyatakan tidak menguasai dan 6 responden (1,7%)

menyatakan sangat tidak menguasai.

63

2.5 Kerelevanan MateriTabel 4.9

Distribusi Responden Berdasarkan Kerelevanan MateriN = 344

Kerelevanan Materi Frekuensi Persentase

Sangat Tidak Relevan 5 1.5

Tidak Relevan 13 3.8

Ragu-ragu 18 5.2

Relevan 242 70.3

Sangat Relevan 66 19.2

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.9 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang menyatakan materi yang disampaikan dosen relevan

dengan topik pembahasan mata kuliah yang bersangkutan yakni 242

responden (70,3%), lalu sebanyak 66 responden (19,2%) menyatakan

sangat relevan. Responden yang memilih ragu-ragu sebanyak 18

responden (5,2%) dan 13 responden (3,8%) memilih tidak relevan.

Selanjutnya responden yang memilih sangat tidak relevan berjumlah 5

responden (1,5%).

2.6 Isi Pesan (materi) aktualTabel 4.10

Distribusi Responden Berdasarkan Isi Pesan (materi)N = 344

Isi Pesan (Materi) Frekuensi Persentase

Sangat Kurang Bagus 6 1.7

Kurang Bagus 22 6.4

Ragu-ragu 19 5.5

Bagus 244 70.9

Sangat Bagus 53 15.4

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

64

Tabel 4.10 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang menyatakan isi pesan (materi) aktual yang disampaikan

dosen dalam proses belajar mengajar di dalam kelas adalah bagus yakni

244 responden (70,9%), lalu sebanyak 53 responden (15,4%) menyatakan

sangat bagus. 22 responden (6,4%) menyatakan kurang bagus, 19

responden (5,5%) menyatakan ragu-ragu. Kemudian 6 responden (1,7%)

menyatakan sangat kurang bagus.

2.7 Ketersediaan Waktu Dosen untuk Berkonsultasi

Tabel 4.11Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Waktu Dosen untuk

BerkonsultasiN = 344

Ketersediaan Waktu Frekuensi Persentase

Sangat Tidak Bersedia 6 1.7

Tidak Bersedia 11 3.2

Ragu-ragu 16 4.7

Bersedia 214 62.2

Sangat Bersedia 97 28.2

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.11 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang dosen memiliki ketersediaan waktu untuk berkonsultasi

untuk mahasiswa yakni 214 responden (62,2%), lalu sebanyak 97

responden (28,2%) menyatakan sangat bersedia. Kemudian disusul ragu-

ragu dengan jumlah 16 responden (4,7%). Selanjutnya yang tidak bersedia

yaitu 11 responden (3,2%) dan 6 responden (1,7%) menyatakan sangat

tidak bersedia.

65

2.8 Kenyamanan Mengikuti Perkuliahan

Tabel 4.12Distribusi Responden Berdasarkan Kenyamanan Mengikuti Perkuliahan

N = 344Kenyamanan Mengikuti Kuliah Frekuensi Persentase

Sangat Tidak Nyaman 8 2.3

Tidak Nyaman 28 8.1

Ragu-ragu 39 11.3

Nyaman 225 65.4

Sangat Nyaman 44 12.8

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

Tabel 4.12 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang merasa nyaman mengikuti perkuliahan dari dosen yakni

225 responden (65,4%), lalu sebanyak 44 responden (12,8%) menyatakan

sangat nyaman. Kemudian disusul ragu-ragu dengan jumlah 39 responden

(11,3%). Selanjutnya yang tidak nyaman yaitu 28 responden (8,1%) dan 8

responden (2,3%) menyatakan sangat tidak nyaman.

2.9 Jarak Dosen dengan Mahasiswa

Tabel 4.13Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Dosen dengan Mahasiswa

N = 344Keakraban dengan Dosen Frekuensi Persentase

Sangat Tidak Akrab 12 3.5

Tidak Akrab 44 12.8

Ragu-ragu 58 16.9

Akrab 186 54.1

Sangat Akrab 44 12.8

Total 344 100.0

Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012

66

Tabel 4.13 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah

responden yang merasa akrab dengan dosen yakni 186 responden

(54,1%), lalu sebanyak 58 responden (16,9%) menyatakan ragu-ragu,

tidak akrab sebanyak 44 responden (12,8%) sama halnya dengan sangat

akrab yang berjumlah 44 responden (12,8%). Kemudian disusul sangat

tidak akrab dengan jumlah 12 responden (3,5%).

B. Pembahasan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan

mahasiswa unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam proses

belajar di Universitas Hasanuddin dan komponen kompetensi komunikasi

apa yang paling tinggi dan terendah dari kompetensi komunikasi dosen

Unhas dan proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin.

Dalam penelitian ini, tanggapan dibutuhkan untuk mengetahui

seberapa berkompeten dan kurang berkompetennya dosen dalam proses

belajar di Universitas Hasanuddin. Sebagaimana universitas ini dianggap

sebagai universitas terkemuka di kawasan Indonesia bagian timur. Dalam

penelitian ini, penilaian dosen ditinjau dari sudut pandang mahasiswa jadi

dosen tak dinilai dari tingkat pendidikan terakhirnya namun yang dinilai

adalah kompetensinya menyampaikan materi pada proses belajar. Sesuai

dengan yang dijelaskan di atas, maka yang memberikan tanggapan adalah

mahasiswa Universitas Hasanuddin.

67

Berikut secara mendetail pembahasan mengenai tanggapan

mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam proses

belajar di Universitas Hasanuddin.

A. Identitas Responden

1. Jenis Kelamin (dapat dilihat pada tabel 4.1) dari 344 responden, 190

diantaranya adalah responden berjenis kelamin perempuan.

2. Umur (dapat dilihat pada tabel 4.2) sebanyak 184 responden dari 344

responden adalah responden yang berumur 20-21 tahun.

3. Fakultas (dapat dilihat pada tabel 4.3) 61 responden berasal dari

fakultas Teknik. Ini dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah

mahasiswa tiap fakultas. Jadi, semakin banyak jumlah mahasiswa tiap

fakultas maka semakin banyak pula responden dari fakultas tersebut.

4. Angkatan (dapat dilihat pada tabel 4.4) 109 responden angkatan 2009 .

dan angkatan 2006 serta 2005 masing-masing hanya berjumlah 2 orang.

Ini dikarenakan banyaknya angkatan tersebut yang telah menyelesaikan

studi S1-nya.

B. Tanggapan Mahasiswa Unhas terhadap Kompetensi Komunikasi Dosen

Form

1. Metode Mengajar (dapat dilihat pada tabel 4.5) kebanyakan

responden yaitu 151 responden menyatakan bahwa Student Centred

Learning (SCL) adalah metode yang paling banyak digunakan oleh

dosen. Ini sesuai dengan program penyelenggaraan pembelajaran Unhas

yang mengacu pada (Garis Besar Rancangan Pembelajaran) GBRP dan

68

Unit Tugas Mahasiswa (UTM) yang mengutamakan peran aktif

mahasiswa belajar. Namun, Student Centred Learning tidak sepenuhnya

berjalan lancar. Metode ini juga bisa mendukung mahasiswa yang malas.

Mahasiswa malas kadang-kadang hanya menyalin tugas dan tidak mampu

bekerja sendiri. Ada pula responden yang menyatakan bahwa dosen

menjelaskan dengan menggunakan metode ceramah. Ini merupakan

metode klasik yang masih digunakan saat ini. Kebanyakan mahasiswa

menyukai metode ini terutama mahasiswa di bagian eksakta. Kedua

metode yang dilakukan tersebut diatas ada baiknya didukung oleh

menggunakan media seperti LCD pada saat perkuliahan khususnya

metode ceramah dan penggunaan internet yang sangat mendukung

metode SCL. Tak hanya itu, metode mengajar dengan cara diskusi juga

tak jarang digunakan oleh dosen. Metode ini juga memiliki kelemahan.

Dosen membagi materi kepada setiap kelompok lalu kelompok tersebut

yang akan membawakan materi yang telah dibagikan. Yang menjadi

masalah, terkadang mahasiswa hanya menguasai materi yang dibawakan.

Materi yang dibawakan oleh kelompok lain tidak dipelajari lagi dan tidak

diperhatikan dengan baik. Metode belajar yang diterapkan dosen pada

dasarnya semua baik namun dalam pelaksaannya masih kurang efektif.

2. Kemudahan Bahasa Verbal (dapat dilihat pada tabel 4.6) kebanyakan

responden menyatakan bahwa dosen mengajar menggunakan bahasa

verbal yang mudah dimengerti oleh mahasiswa. Komponen form yang

kedua ini yaitu kemudahan bahasa verbal yang digunakan dosen pada

69

proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin dikatakan

berkompetensi karena hampir semua dosen menggunakan bahasa

Indonesia pada saat mengajar di dalam kelas.

3. Penggunaan Komunikasi Non Verbal (dapat dilihat pada tabel 4.7)

kebanyakan responden menyatakan penggunaan komunikasi non verbal

dosen dalam proses belajar di dalam kelas adalah bagus. Ini menunjukkan

bahwa dosen berkompetensi dalam hal penggunaan bahasa non verbal

pada saat mengajar di dalam kelas. Bahasa non verbal yang dimaksud

adalah seperti isyarat intonasi suara, ruang (spasi, wilayah dan jarak),

pergerakan dan penampilan. Dosen yang memiliki suara lantang dengan

intonasi yang jelas akan mendapat perhatian lebih dari mahasiswa.

Content

1. Penguasaan Materi (dapat dilihat pada tabel 4.8) secara keseluruhan

menyatakan dosen menguasai materi pembelajaran dalam proses

pembelajaran di dalam kelas. Namun, adapula dosen yang tidak terlalu

menguasai materi pembelajaran saat mengajar. Mahasiswa menanggapi

hal yang demikian dikarenakan dosen hanya membaca materi saat

mengajar dan ketika menjelaskan kembali, penjelasan tersebut tidak

selaras dengan apa yang dibacakan. Namun, kebanyakan dosen mampu

menguasai meteri pembelajaran yang akan disampaikan kepada

mahasiswa.

2. Kerelevanan Materi (dapat dilihat pada tabel 4.9) 190 responden

menyatakan bahwa materi yang disampaikan dosen relevan dengan topik

70

pembahasan mata kuliah yang bersangkutan. Bisa dikatakan dosen

berkompetensi dalam hal menyampaikan materi yang relevan dengan

pokok pembahasan materi pada saat perkuliahan berlangsung. Namun,

ada pula dosen menyajikan pesan yang tidak relevan dengan mata kuliah

yang bersangkutan. Ini berkaitan dengan penguasaan materi yang dibahas

diatas karena apabila dosen tak menguasai materi, maka yang dilakukan

adalah bercerita yang tidak relevan dengan mata kuliah. Dosen sejenis ini

persentasinya hanya sedikit seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.9 di

atas.

3. Isi Pesan (Materi) aktual (dapat dilihat pada tabel 4.10) kebanyakan

responden yaitu 244 responden menyatakan bahwa materi pembelajaran

yang disampaikan dosen dalam proses belajar di dalam kelas bersifat

aktual. Ini ditinjau dari keseluruhan materi yang disampaikan oleh dosen

kepada mahasiswa. Pada umumnya menyatakan bahwa pesan yang

disampaikan dosen tersebut bagus dan bisa diterima oleh mahasiswa. Isi

pesan yang dimaksudkan di sini adalah materi pembelajaran yang bersifat

aktual dan mengandung unsure kebaruan.

Relationship

1. Ketersediaan Waktu Dosen untuk Berkonsultasi (dapat dilihat pada

tabel 4.11) kebanyak responden menyatakan bahwa dosen memberikan

katersediaan waktu kepada mahasiswa untuk berkonsultasi. Dosen bisa

meluangkan waktu untuk mahasiswa apabila mahasiswa ingin

menanyakan materi yang kurang jelas di dalam kelas. Namun, ada pula

71

dosen yang tidak memiliki ketersediaan waktu untuk mahasiswa apabila

ingin berkonsultasi mengenai materi pembelajaran.

2. Kenyamanan Mengikuti Perkuliahan (dapat dilihat pada tabel 4.12)

kebanyakan menyatakan bahwa mahasiswa merasa nyaman mengikuti

perkuliahan dari dosen. Ini berarti bahwa dosen mampu menarik

perhatian mahasiswa dan menjadikan mahasiswa nyaman belajar di

dalam kelas. Dosen berkompetensi pasti mampu menilai kondisi

psikologis mahasiswa dan bisa membuat suasana kelas selalu nyaman.

3. Keakraban dengan Dosen (dapat dilihat pada tabel 4.13) kebanyakan

responden yaitu 186 responden menyatakan bahwa responden merasa

akrab dengan dosen. Ini menunjukkan bahwa dosen mampu membuat

konsep serius tapi akrab. Tapi ada pula yang tidak setuju, ini

menunjukkan bahwa ada dosen yang sangat ditakuti dan sangat tidak

akrab dengan mahasiswa.

Model S-O-R merupakan pijakan teoritis dalam penelitian ini,

menjadikan kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar sebagai

stimulus. Dengan pengkatogorian penilaian seperti form, content,

relationship. Perhatian, pengertian, dan penerimaan dari responden dalam hal

ini mahasiswa Universitas Hasanuddin sebagai organism.

Dalam pemberian tanggapan, tiap responden memiliki cara

masing-masing. Seseorang akan mempersepsi sesuatu ketika ia

memperhatikan hal tersebut. Perhatian timbul ketika salah satu alat indra

menonjol dan mengesampingkan stimulus yang timbul dari alat indra

72

lainnya. Ada beberapa faktor eksternal yang turut mempengaruhi perhatian

sesorang, seperti:

1. Intensitas

Intensitas, hal ini dapat dilihat dari intensitas bertemu dosen

dengan mahasiswa sekali seminggu dengan mata kuliah yang sama. Hal

ini juga bisa dilihat dari ketersediaan waktu dosen untuk berkonsultasi

dengan mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa

setuju apabila dikatakan bahwa dosen memiliki waktu apabila mahasiswa

ingin berkonsultasi.

2. Ukuran

Ukuran, hal ini umumnya dapat dilihat dari metode belajar yang

digunakan dosen. Kebanyakan responden menyatakan bahwa metode

yang paling banyak diaplikasikan dosen adalah Student Centre Learning

(SCL). Ini menunjukkan bahwa metode yang dipakai oleh Unhas ini telah

terlaksana meskipun efek yang diharapkan dari metode ini belum

maksimal karena masih adanya kendala-kendala.

3. Kontras

Kontras, merupakan sesuatu yang unik dan luar biasa yang biasa

ditampilkan oleh dosen. Hal ini dapat dilihat dari penilaian responden

mengenai bahasa verbal yang terlontar dari dosen pada proses belajar

mengajar di dalam kelas. Bahasa verbal ini merupakan kata-kata yang

terlontarkan dari dosen pada proses pembelajaran.

73

4. Gerakan

Sesuatu yang bergerak dapat lebih menarik dari pada statis. Dalam hal

ini, yang termasuk dalam gerakan adalah komunikasi non verbal dosen

pada proses belajar mengajar di dalam kelas. Komunikasi yang

dimaksudkan di sini adalah isyarat, intonasi suara, ruang (spasi, wilayah

dan jarak), pergerakan dan penampilan. Jarak yang terjalin antara dosen

dengan mahasiswa, kecepatan berbicara, besar dan kecilnya volume suara

dosen, dan jenis pakaian pada saat mengajar juga menjadi bagian yang

mempengaruhi tanggapan mahasiswa mengenai kompetensi komunikasi

dosen.

5. Pengulangan

Sesuatu yang sering mengalami pengulangan akan menarik perhatian,

tetapi jika terlalu sering akan mengalami kejenuhan. Hal ini dapat dilihat

pada kerelevanan materi pembelajaran. Materi pembelajaran pada

minggu lalu selalu relevan dengan materi pada pertemuan selanjutnya.

Dan untuk mengefektifkan maka sebaiknya selalu mengulang sedikit

untuk merefresh kembali materi yang telah disampaikan pada pertemuan

lalu.

6. Keakraban

Komunikasi akan berlangsung efektif jika ada unsur keakraban antara

komunikan dan komunikator. Dalam hal ini, keakraban dapat dilihat pada

jarak antara dosen dengan mahasiswa. Memastikan mahasiswa nyaman

74

dalam perkuliahan. Relationship antara dosen dan mahasiswa terbangun

dengan baik

7. Novelty

Sesuatu yang baru. Sama halnya dengan gerakan, sesuatu yang baru dan

berbeda bisa menarik perhatian. Dalam hal ini, dapat dilihat mengenai

content yang aktual dan mengandung kebaharuan. Dosen mampu

memberikan informasi kepada mahasiswa.

Dan beberapa faktor internal yang mempengaruhi perhatian, seperti:

1. Kebutuhan Psikologis

Adalah hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan kebutuhan.

Tiap responden menyatakan bahwa mereka hanya akan memperhatikan

rangsangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka saat itu. Setiap

manusia membutuhkan lingkungan sosial dan kebutuhan akan

pendidikan. Maka dri itu aktifitas utama di perguruan tinggi adalah

proses belajar mengajar. Jadi, sudah sewajarnya mahasiswa dan dosen

melaksanakan kegiatan tersebut yaitu proses belajar mengajar.

2. Latar Belakang, Pengalaman, dan Kepribadian

Ini bisa berupa pengalaman responden mengenai jenis-jenis dosen yang

ditemui pada proses pembelajaran. Ada dosen yang mampu

menggunakan metode mengajar yang dipilihnya dan ada pula yang tidak

mampu. Maka dari itu, responden punya pengetahuan mengenai kedua

jenis dosen tersebut.

75

3. Sikap, Kepercayaan Umum, dan Kepercayaan

Responden memiliki kepercayaan tertentu terhadap suatu hal. Punya

kecenderungan memperhatikan hal-hal kecil. Jadi, terkadang apa yang

dinilai positif oleh seorang responden, belum tentu mendapat penilaian

yang sama oleh responden lain. Responden yang ikhlas menerima

kenyataan dirinya akan cepat menyerap sesuatu disbanding dengan

responden yang kurang ikhlas menerima kenyataan dirinya. Karena

ketika seorang responden bersikap realistis dengan keadaannya, maka

mereka dapat dengan mudah menerima suatu informasi dan lebih terbuka

dengan bentuk-bentuk pengetahuan baru termasuk yang disampaikan

dosen pada proses pembelajaran.

Dalam model S-O-R (Stymulus Organism Response),

menganalogikan bahwa stimulus tertentu yang menerpa organisme akan

melahirkan respons tertentu pula. Perubahan sikap yang terjadi adalah hasil

dari respons, termasuk bahaimana dalam hal ini responden (mahasiswa

Universitas Hasanuddin) memberikan tanggapan positif atau negatif terhadap

kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar di Universitas

Hasanuddin.

Secara keseluruhan data hasil penelitian yang mencakup

penilaian dari seluruh responden mengenai kompetensi komunikasi dosen,

dilihat dan dihimpun dari komponen kompetensi komunikasi yaitu form,

content, relationship, mendapat tanggapan yang positif.

76

Tanggapan mahasiswa Unhas mengenai form dosen Unhas dalam

proses belajar mengajar secara keseluruhan dengan menggabungkan antara

metode belajar (tabel 4.5), kemudahan bahasa verbal (tabel 4.6), dan

penggunaan komunikasi non verbal (tabel 4.7) adalah berkompetensi dengan

persentasi 63,2%.

Tanggapan mahasiswa Unhas mengenai content yang

disampaikan dosen Unhas dalam proses belajar mengajar di Unhas secara

keseluruhan dengan menggabungkan antara penguasaan materi (tabel 4.8),

kerelevanan materi (tabel 4.9), isi pesan (tabel 4.10) adalah berkompetensi

dengan persentase 66, 53 %.

Tanggapan mahasiswa Unhas mengenai relationship antara

dosen dan mahasiswa secara keseluruhan dengan menggabungkan antara

ketersediaan waktu untuk berkonsultasi (tabel 4.11), kenyamanan mengikuti

perkuliahan (tabel 4.12), dan jarak dosen dengan mahasiswa (tabel 4.13)

adalah berkompetensi dengan persentase 60,56 %.

Dilihat dari tabel 4.8 hingga 4.16 secara keseluruhan

menunjukkan bahwa dari ketiga komponen komunikasi dosen yaitu form,

content, relationship,dalam proses belajar mengajar di Universitas

Hasanuddin yaitu berkompetensi dengan persentase 63,43 %.

Apabila ketiga komponen kompetensi komunikasi dosen ini

dibandingkan, maka yang komponen yang paling tinggi adalah content.

Sedangkan komponen yang kurang adalah relationship.

77

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian, kesimpulan ini dimaksudkan untuk menjawab

pertanyaan pada rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Tanggapan mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen

dalam proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin, menunjukkan

bahwa mayoritas responden menyatakan berkompetensi.

2. Komponen kompetensi komunikasi dosen yang paling tinggi adalah

content dan komponen kompetensi komunikasi yang paling kurang

adalah relationship.

B. SARAN

Dari penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran, yaitu:

1. Perlunya peningkatan kompetensi komunikasi dosen dalam proses

belajar mengajar yang menyangkut 3 komponen kompetensi komunikasi

yaitu form, content, relationship. Sesuai dengan kesimpulan di atas,

ketiga komponen tersebut berada pada tataran berkompetensi dengan

persentase form 63,20%, persentase content 66,53 % dan persentase

relationship 60,56 %. Ini menunjukkan bahwa walaupun kompetensi

komunikasi dosen unhas berada pada tataran berkompetensi, namun

persentasenya menunjukkan bahwa belum maksimal.

78

2. Dalam sistem pembelajaran Student Centre Learning (SCL) atau

Constructive Based Learning (CBL) sebaiknya yang dominan adalah

komponen relationship namun hasil penelitian menunjukkan bahwa

komponen yang paling rendah adalah komponen relationship dengan

persentase 60,56 %.

79

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahhrizal. 2008. Manajemen Perguruan Tinggi. Jakarta: Prenada Media Group

Abdurrahman. 1994. Pengelolaan Pengajaran. Ujung Pandang: C.V Bintang Selatan

Arifin, Anwar. 1988. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: Rajawali Press

Djamaluddin, Dedy dan Yosal Iriantara. 1994. Komunikasi Persuasif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Jurusan Ilmu Komunikasi. 2005. Pedoman Penyusunan Skripsi. Makassar: Hasanuddin University Press

Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi : Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Maswati. 2009. Tanggapan Siswa SMA islam athirah terhadap film-film religi yang diputar di bioskop kota makassar. Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Muhajirah. 2010. Tanggapan Santriwati Pesantren Pondok Madinah Makassar terhadap film perempuan berkalung sorban. Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Naim, Ngainun. 2011. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia.

80

Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Rosmawaty. 2010. Mengenal Ilmu Komunikasi:Metacommunicator is Ubiquitous. Jakarta: Widya Padjadjaran.

Singarimbun, Masri. & Sofian Effendi (Editor). 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta

Uchjana Effendy, Onong. 1990. Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek. Bandung: PT Rosdakarya

----------. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti

----------. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

----------. 2009. Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Universitas Hasanuddin. 2011. Buku Pedoman Universitas Hasanuddin. Makassar: Universitas Hasanuddin

Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi:Pendekatan Taksonomi Konseptual. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia

West, Richard & Lynn H. Turner. 2011. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis

dan Aplikasi. Jakarta: Salmeba Humanika

Yusuf, Pawit M. 2010. Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara

81

RUJUKAN LAIN

http://pangerankarya.blogspot.com/2011/01/unhas-menuju-world-class

univercity.html. Diakses 15 Januari 2012 pukul 17.59 WITA

http://id.wikipedia.org/wiki/Sikap. Diakses 16 Januari 2012 pukul 06.38 WITA

http://www.uky.edu/~drlane/capstone/commcomp.htm 10 april 2012: 07:22

WITA

http://en.wikipedia.org/wiki/Communicative_competence 10 april 2012: 07.00

WITA

82

LAMPIRAN