· Web viewTidak ada paksaan bagi masyarakat tersebut untuk harus mengetahui kesenian ini. Gambar...

132
TEKNIK PERMAINAN SARUNE PAKPAK OLEH BAPAK KERTA SITAKAR SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA: TUMPAL H.F.M. SARAGIH NIM: 070707021 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

Transcript of  · Web viewTidak ada paksaan bagi masyarakat tersebut untuk harus mengetahui kesenian ini. Gambar...

TEKNIK PERMAINAN SARUNE PAKPAK OLEH

BAPAK KERTA SITAKAR

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H

NAMA: TUMPAL H.F.M. SARAGIH

NIM: 070707021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2013

TEKNIK PERMAINAN SARUNE PAKPAK OLEH

BAPAK KERTA SITAKAR

OLEH:

NAMA: TUMPAL H.F.M. SARAGIH

NIM: 070707021

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Kumalo Tarigan, M.A.

NIP 196512211991031001 NIP 195812131986011002

Skripsi ini diajukan kepada Paniti Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,

untuk melengkapi salah satui syarat Ujian Sarjana Seni

dalam bidang disiplin Etnomuskologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2013

ii

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin

Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya< Universitas Sumatera Utara,

Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs, Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

3.Drs. Kumalo Tarigan, M.A.

4. Drs. Fadlin, M.A.

5. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.

iii

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

NIP 196512211991031001

iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Sumatera Utara adalah salah satu dari 34 provinsi yang terdapat di

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara ini, secara

administratif pemerintahan terdiri dari 33 kabupaten dan kota. Sumatera Utara

adalah wilayah yang merupakan gabungan dari Regensi Tapanuli dan Sumatera

Timur, sewaktu pendudukan Hindia Belanda.

Secara etnikitas, Sumatera Utara terdiri dari tiga kelompok besar,

berdasarkan asal-usulnya. Yang pertama adalah kelompok-kelompok etnik

setempat yang terdiri dari: Karo, Pakpak (atau kadang disebut juga Pakpak-

Dairi), Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, Nias, dan

Melayu. Yang kedua adalah kelompok-kelompok etnik migran Nusantara,

seperti: Aceh Rayeuk, Tamiang, Simeulue, Alas, gayo, Minangkabau, Banjar,

Sunda, jawa,, Bugis, Bali, dan lain-lainnya. Kelompok-kelompok etnik yang

ketiga adalah para migran Dunia, seperti: Hokkian, Khek, Kwong Fu, Hakka,

Kwantung, Tamil, Punjabi, Benggali, Hindustani, Arab, Anglosakson, dan lain-

lainnya.

Pada masa sekarang ini Sumatera Utara merupakan provinsi terpadat

penduduknya di Pulau Sumatera yaitu lebih dari 13 juta. Komposisi

penduduknya yang heterogen ini tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan

ekonomi, terutama perkebunan. Hingga akhirnya membuat kompsisi

penduduknya beranekaragam, baik itu dari suku bangsa, agama, budaya, bahasa,

dan lain-lainnya. Setiap kelompok etnik ini dalam konteks Sumatera Utara,

1

selain menguatkan identitas kelompoknya, juga harus berinteraksi secara sisial

dengan kelompok etnik dan agama, serta budaya lainnya. Untuk itu diperlukan

sikap dan penghayatan toleransi dalam kebhinnekaan dan ketunggalikaan.

Demikian juga yang terjadi di kalangan etnik Pakpak.

Kelompok orang-orang yang disebut Pakpak, yang wilayah budaya

induknya berada di kawasan Dairi, Pakpak Bharat, dan sekitarnya, merupakan

salah satu kelompok etnik setempat Provinsi Sumatera Utara. Etnik Pakpak

memiliki unsurt-unsur kebudayaan yang beraneka ragam, khas, dan menjadi ciri

khas dan identitas kelompoknya. Salah satu dari unsur kebudayaannya adalah

seni musik.

Musik Pakpak termasuk musik tradisi yang fungsional di tengah arus

globalisasi. Musik ini jika didengar langsung sangat akrab di telinga

pendengarnya. Dalam realitasnya musik tradisi Pakpak kurang dikenal di

kalangan masyarakat Sumatera Utara. Hal ini diakibatkan tidak ada sarana

pendukung atau media yang memperkenalkan tradisi Pakpak tersebut kepada

masyarakat luas.

Namun demikian, di Desa Suka Ramai kecamatan Pakpak Bharat

terdapat sebuah sanggar yang khusus melestarikan budaya Pakpak terkhusus dari

segi musiknya. Sanggar inilah yang selalu diundang untuk tampil diacara

pemerintah kota maupun pemerintah daerah setempat. Hal ini yang membuat

musik Pakpak dapat mempertahankan keberadaannya pada masyarakat luas.

Adapun alat-alat musik yang terdapat dalam kebudayaan Pakpak, di

antaranya adalah sebagai berikut: 1. sarune, 2. gendrang, 3. gong, 4. kalondang,

5. hasapi, 6. balobat, 7. gotci, dan lain-lain. Alat-alat musik ini ada yang

2

disajikan secara solo, namun ada pula yang disajikan dalam ensambel, dan juga

mengiringi nyanyian-nyaian tradisional Pakpak.

Pada umumnya penyajian musik Pakpak diadakan pada acara adat dan

ritual. Namun pada saat upacara besar misalnya pada saat acara ritual harus

menggunakan sarune. Dapat dikatakan bahwa sarune memiliki peranan penting

dalam ensambel musik Pakpak, karena peran dan simbol sosial yang terkandung

di dalam alat musik ini di tengah-tengah kebudayaan Pakpak.

Sarune Pakpak sudah tergolong langka, dan juga sangat sulit menemukan

pemainnya yang dapat memainkannya. Kelangkaan ini diakibatkat karena

dahulu orang-orang tua suku Pakpak tidak secara tegas dan memeberikan

motivasi penuh kepada setiap keturunannya untuk belajar musik Pakpak.

Mempelajari musik Pakpak biasanya dilakukan secara kelisanan.

Pembelajaran yang dilakukan masih mengunakan sistem otodidak. Artinya

setiap orang yang mau belajar musik tersebut maka orang tersebut harus

berhubungan langsung kepada orang yang memang mahir memainkan alat musik

tersebut. SAetiap orang yang mau belajar harus mendatangi, berdialog, dan

mungkin saja harus mengikuti aturan- aturan ritual dari alat musik itu sendiri.

Menurut penulis sendiri, alat musik sarune Pakpak akan mengalami

“kepunahan” jika tidak ada lagi yang bisa memainkannya apalagi menjelaskan

apa itu sarune Pakpak. Hal ini juga akan mengakibatkan pudarnya ciri khas dari

budaya musik Pakpak. Selain itu, idak menutup kemungkinan akan

menghilangkan jati diri Pakpak. Apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi saat ini, dimana alat musik Barat telah ambil bagian dalam

ensambel musik tradisi. Seperti contoh alat musik keyboard yang dapat

berfungsi ganda yang dapat memainkan ritem dan melodi secara bersamaan dan

3

dengan didukung oleh kecanggihan program maka keyboard dapat menghasilkan

suara yang mirip dengan suara sarune. Jika kita tidak memberi perhatian

terhadap fenomena ini, maka tidak menutup kemungkinan sarune yang dahulu

dianggap sakral dari segi musikalnya akan menjadi alat musik yang biasa-biasa

saja.

Sangatlah ironis jika seorang manusia kehilangan jati dirinya, begitu juga

dengan kebudayaan. Seperti yang sering kita dengarkan bahwa bangsa yang

besar adalah bangsa yang menghargai budanya. Atas kesadaran inilah penulis

membuat tulisan tentang kebudayaan Pakpak, khususnya teknik permainan

sarune..

Dalam tulisan ini, saya memfokuskan untuk membahas tentang teknik

dalam memainkan alat musik sarune Pakpak dan cara pembuatannya. Untuk itu

saya mimilih beberapa masyarakat Pakpak yang berprofesi sebagai pemusik

Pakpak dan menjadikannya sebagai sebagai informan pangkal yang dapat

membantu saya dalam mengkaji teknik permainan dan pembuatan sarune

Pakpak. Penulis berharap dengan penelitian dan tulisan yang dibuat dapat

memperkaya wawasan penulis dan pembaca tentang budaya Pakpak. Selain itu

penulis berharap pembaca dapat mengerti cara memainkan sarune Pakpak.

Untuk mendukung skripsi ini tentang sarune, penulis mencari informasi

tentang sarune kepada informan pangkal yaitu Bapak Pandapotan Solin. Beliau

adalah ketua di Sanggar Nina Nola yang memusatkan perhatian dan kegiatannya

pada kebudayaan tradisi Pakpak.

Selain memimpin sanggar, beliau juga mahir dalam memainkan alat

musik Pakpak begitu juga dengan membuatnya. Hampir seluruh alat musik yang

ada di sanggar tersebut adalah hasil karya beliau kecuali sarune Pakpak. Dari

4

hasil perbincangan dengan beliau, maka didapat informasi bahwa ada seorang

pemain sarune yang telah lanjut usia. Menurut beliau, pemain sarune tersebut

adalah pemain sarune satu-satunya yang masih hidup. Berdasarkan informasi

inilah yang menjadi awal penelitian penulis dalam mengumpulkan informasi-

informasi tentang sarune Pakpak.

Dengan latar belakang sarune Pakpak dalam kebudayaan seperti itu,

maka sangatlah tepat apabila dikaji teknik permainannya yang langka itu dikaji

memalui disiplin etnomusikologi. Disiplin ini adalah yang penulis pelajari

selama beberapa tahun belakangan ini, tepatnya sebagai mahasiswa

Etnomusikologi angkatah tahun 2007. Penulis juga memiliki minat utama

terhadap praktik pertunjukan musik, yang diajarkan di institusi Etnomusikologi,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.

Etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam

konteks kebudayaan manusia (Merriam, 1964). Artinya jika seorang ahli

etnomusikologi mengkaji musik, maka ia akan selalu melihatnya dalam

perspektif kebudayaan di mana musik itu hidup, tumbuh, dan berkembang.

Musik bukan hanya fenomena bunyi yang dihasilkan manusia, tetapi musik

adalah bahagian dari fenomena manusia yang menghasilkan musik tersebut.

mengkaji musik dalam kebudayaan berarti juga mengkaji eksistensi manusia

yang menghasilkan musik tersebut. Tujuan akhir seorang etnomusikolog bukan

mengkaji musik sebagai bunyi dengan hukum-hukum internalnya sendiri, tetapi

adalah mengkaji manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu

memiliki jati diri atau identitas yang khas.

Sama halnya dengan ilmu-ilmu lain di dunia ilmu pengetahuan,

etnomusikologi memiliki wilayah atau jangkauan pengkajian. Seorang

5

etnomusikolog mestilah paham tentang wilayah penyelidikan etnomusikologi.

Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di lapangan, pada hakekatnya

ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam arti yang luas. Maka sebuah

penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti perekaman suara musik, atau

masalah peran sosial pemusik di dalam masyarakat. Jikalau suatu penelitian

diarahkan kepada kajian mendalam di suatu daerah penelitian, dan jika peneliti

menganggap studi etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari aspek

lisan, tetapi juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling

tidak ada enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian etnomusikologi

(Merriam 1964).

Yang pertama adalah kebudayaan material musik. Wilayah ini meliputi

kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yyang

biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu

pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala

atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi,

metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan

masalah teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alat musik, masih

ada sejumlah masalah analisis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian

lapangan etnomusikologi. Di antaranya adalah apakah terdapat konsep untuk

memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu

masyarakat? Adakah alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik

yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik?

Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu

pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik

6

tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia,

upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?

Nilai ekonomi alat musik juga penting dikaji dalam etnomusikologi.

Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat

musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses

pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual

dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik

merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas.

Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki

perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akkan tetapi

untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi

lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik

mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di

dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi

petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik.

Kategori kedua adalah kajian tentang teks nyanyian. Kajian ini meliputi

kajian teks sebagai peristiwa linguistik, hubungan linguistik dengan suara musik,

dan berbagai masalah isi yang dikandung oleh teks tersebut. Masalah hubungan

antara teks dengan musik telah banyak diteliti di dalam etnomusikologi karena

memberi manfaat yang jelas. Namun hingga kini belum pernah dilakukan kajian

yang menggunakan linguistik modern dan teknik-teknik etnomusikologis.

Teks nyanyian mengekspresikan perilaku kebahasaan yang dapat dianalisis

dari sudut struktur dan isi. Bahasa teks nyanyian cenderung mempunyai

perbedaan sifat dengan ungkapan harian, dan kadangkala, seperti pada nama-

nama pujian, atau bunyi pertanda gendang, teks tersebut merupakan bahasa

7

“rahasia” yang hanya diketahui sekelompok tertentu saja dari masyarakatnya.

Dalam teks nyanyian, bahasa yang digunakan sering lebih elastis dibandingkan

dengan bahasa sehari-hari, dan bahasa tersebut tidak hanya mengungkapkan

proses kejiwaan seperti pengendoran tekanan, akan tetapi juga informasi tentang

sifat yang tidak mudah diungkapkan. Dengan alasan yang sama, teks nyanyian

sering mengungkapkan nilai-nilai yang dalam dan tujuan-tujuan yang hanya

boleh dinyatakan dalam keadaan terpaksa di dalam ungkapan sehari-hari. Hal ini

selanjutnya dapat mengarahkan kepada kepekaan terhadap simbol yang

mengandung etos dari suatu kebudayaan, atau terhadap suatu jenis generalisasi

karakter nasional. Pemahaman mengenai perilaku ideal dan nyata sering dapat

diungkap mellaluiteks nyanyian, dan akhirnya teks juga digunakan sebagai

catatan sejarah bagi kelompok tertentu, sebagai cara-cara untuk menanamkan

nilai-nilai, dan sebagai cara untuk membudayakan generasi muda.

Aspek ketiga adalah meliputi kategori-kategori musik yang dibuat oleh

peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di

dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang

diklasifikasikan utuk menyertakan contoh-contoh akurat dari semua jenis musik

di dalam situasi-situasi pertunjukan yang direncanakan dan dipertunjukkan

sebenarnya.

Pemain musik atau musisi dapat menjadi sasaran keempat bagi

etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi

pemusik. Apakah seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untuk menjadi

pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik? Bagaimana

metode latihannya, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan

kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang

8

teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau

apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja

pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan

kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin

saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi

dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada

sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak

dianggap sebagai spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat

berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali

tidak mendapat bayaran.

Wilayah studi kelima adalah mengenai penggunaan dan fungsi musik

dalam hubungannya dengan aspek budaya lain. Informasi yang kita dapatkan,

menunjukkan bahwa didalam hubungan dengan penggunaan, musik meliputi

semua aspek masyarakat; sebagai perilaku manusia, musik dihubungkan secara

sinkronik dengan perilaku lainnya, termasuk religi, drama tari, organisasi sosial,

ekonomi, struktur politik, dan berbagai aspek lainnya. Dalam mengadakan studi

tentangmusik, peneliti dipaksa untuk mengadakan pendekatan budaya secara

lengkap dalam mencari hubungan musik, dan di dalam maknanya yang dalam, ia

mengetahui bahwa musik mencerminkan kebudayaan, sedangkan musik menjadi

bagiannya.

Fungsi musik di dalam masyarakat merupakan objek penyelidikan lain

dari penyelidikan tentang penggunaan tersebut, karena penelitiannya diarahkan

kepada masalah-masalah yang jauh lebih dalam. Telah dinyatakan bahwa salah

satu fungsi utama musik adalah untuk membantu mengintegrasikan masyarakat,

suatu proses yang secara kontinu dilakukan di dalam kehidupan manusia.

9

Fungsi lain adalah untuk melepaskan tekanan-tekanan jiwa. Perbedaan antara

penggunaan dan fungsi musik belum banyak dibicarakan di dalam

etnomusikologi, dan studi-studi pada wilayah yang luas cenderung untuk

memusatkan kepada masalah pertama dan mengenyampingkan masalah yang

kedua. Studi-studi tentang fungsi jauh lebih menarik di antara keduanya, oleh

karena studi tersebuts eharusnya mengarahkan kepada pengertian yanglebih

dalam tentang mengapa musik merupakan suatu gejala universal dii dalam

masyarakat.

Akhirnya, keenam, peneliti lapangan dapat mempelajari musik sebagai

aktivitas kreatif di dalam kebudayaan. Yang penting di sini adalah tahap-tahap

dari studi musik yang memusatkan pada konsep-konsep musik yangdigunakan di

dalam masyarakat yang sedang diteliti. Yang mendasari semua pertanyaan

adalah berbagai masalah perbedaan yang dibuat oleh pemusik dan bukan

pemusik di antara apa yang dianggap musik dan bbukan musik, merupakan

sasaran yang baru mendapatkan sedikit perhatian di dalam etnomusikologi. Apa

sumber-sumber musik itu? Apakah musik disusun hanya melalui perantaraan

bantuan dan persetujuan manusia super, atau apakah musik merupakan gejala-

gejala manusia biasa? Bagaimana nyanyian-nyanyian baru muncul? Apabila

penyusun musik mempunyai status tinggidi dalam masyarakat, bagaimana ia

menyusun musik, dan bagaimana pendapatnya tentang proses penyusunan

musik? Ukuran-ukuran kemampuan di dalam pertunjukan adalah penting sekali

karena melalui pengertian ukuran ini peneliti dapat melihat musik yang baik dan

buruk serta dapat melihatnya dengan cara-cara yang digunakan di dalam

masyarakat. Masalah-masalah ini mengarahkan kepada evaluasi rakyatnya dan

evaluasi analitis dari suatu teori tentang musik di dalam masyarakat tersebut;

10

juga mengarahkan kepada berbagai masalah khusus di mana bentuk

divisualisasikan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasikan, dan terhadap

apakah aspek-aspek bentuk seperti interval musik atau pola-pola ritme inti

khusus digunakan di dalam pemikiran pemusik dan bukan pemusik.

Kajian terhadap teknik bermain sarune Pakpak, sesuai dengan penjabaran

Merriam tentang wilayah studi etnomusikologi adalah berada pada aspek

keempat yaitu dalam tema pemusik. Dalam kaitan ini tentu saja bagaimana

keadaan pemain sarune yaitu Bapak Kerta Sitakar, sebagai pemain sarune

Pakpak yang “langka.” Penelitian ini, sesuai dengan arahan Merriam di atas,

adalah mengenai aspek-aspek lebih lanjut di bawah tema musisi.

Di antaranya adalah apakah Bapak Kerta Sitakar dipaksa oleh

masyarakatnya (yaitu etnik Pakpak) untuk menjadi pemusik, atau sebaliknya ia

memilih sendiri karirnya sebagai pemusik yaitu pemain sarune? Lebih jauh

bagaimana metode latihan Bapak Kerta Sitakar, apakah sebagai pemain musik

potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah Bapak Kerta

Sitakar mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan sarune

Pakpak dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu

tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya?

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang kemudian penulis dalami dalam penelitian

lapangan.

Dengan latar belakang keberadaan sarune, Bapak Sitakar sebagai

pemainnya, dan disiplin etnomusikologi sebagai dasar dalam mengkaji

permainan sarune Bapak Sitakar, maka penelitian ini diberi judul: “Teknik

Bermain Sarune pakpak oleh Bapak Kerta Sitakar.” Fokus kajian ini adalah pada

teknik yang dilakukannya secara etnosains, yaitu menurut ilmu yang didapatinya

11

secara emik dari guru-guru terdahukkunya, dan pengalamannya sebagai pemain

sarune Pakpak.

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan dalam penelitian ini ditentukan agar tidak meluas

dan melebar. Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian

ini adalah: bagaimana teknik memainkan sarune Pakpak oleh Bapak Kerta

Sitakar? Pokok masalah ini akan dibantu oleh dekripsi sia itu Bapak Kerta

Sitakar, bagaiman ia memperoleh teknik permainan itu, apakah ada gurunya

yang khusus, atau ia belajar sendiri secara otodidak, atau bagaimana masyarakat

Pakpak secara umum memandang belaiau sebagai pemusik, dan aspek-aspek

sejenis.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Penelitian yang akan dilakukan penulis merupakan salah satu kajian

yang dilatarbelakangi oleh disiplin etnomusikologi. Jika kita menelaah arti dari

etnomusikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan suatu suku

bangsa yang dilihat dari aspek musikalnya, maka penulis menjadikan arti

tersebut menjadi landasan penelitian dalam mencapai tujuan dari penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah yang utama untuk

mendapatkan pengetahuan secara emik (pendapat informan kunci) sekitar teknik

bermain sarune Pakpak yang dipertunjukkan oleh Bapak Kerta Sitakar.

12

1.3.2 Manfaat

Penelitian ini bermanfaat sebagai usaha untuk menambah wawasan

tentang kebudayaan suku Pakpak. Manfaat lainnya yang dapat diperoleh dalam

penelitian ini antara lain sebagai suatu pengetahuan dan informasi bagi

mahasisiwa yang akan mendalami penelitian tentang Pakpak. Sebagai bahan

acuan dalam penulisan yang berikutnya tentang musik Pakpak.

Selain itu, diharapkan dari penelitian ini para pembaca dapat mengetahui

bagaimana teknik permainan sarune Pakpak. Dalam hal ini penulis melakukan

penelitian untuk mengetahui teknik memainkan sarune Pakpak sesuai dengan

judul skripsi ini.

Selanjutnya, tulisan ini dapat menjadi dokumentasi dalam bentuk karya

tulis guna menambah referensi di Departemen Etnomusikologi, tentang musik

Pakpak. Juga sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperolah penulis selama

mengikuti pendidikan di Departemen Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep Mely G.Tan, dalam Koentjaraningrat (1985:21) mengatakan

konsep merupakan suatu defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau

gejala. Konsep juga merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep

menentukan variabel-variabel yang di inginkan untuk menemukan hubungan

empiris dan dikemukakan lagi oleh Mardalis yang mengatakan bahwa konsep

adalah suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu

dirumuskan (2003:46).

13

Adapun konsep yang penulis perlu jelaskan dalam konteks penelitian ini

adalah tentang: (a) teknik, (b) permainan, dan (c) sarune Pakpak. Dalam Kamus

Besar bahasa Indonesia (1988) dijelaskan bahwa yang dimasud dengan teknik

adalah cara. Istilah ini adalah unsure serapan yang berasal dari bahasa Inggris.

Teknik dalam bermain sarune Pakpak ini mencakup bagaimana meniupnya,

menghasilkan nada-nada, improvisasi, permainan lagu, dan hal-hal sejenis.

Selanjutnya yang dimaksud dengan permainan dalam tulisan ini adalah

penyajian sarune Pakpak dalam pertunjukan yang didasari oleh nilai-nilai

penyajiannya secara tradisional, yaitu turun temurun dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Penyajian yang dimaksud adalah mengutamakan penyajian

bunyi musik, yang juga disertai dengan penyajian visualnya.

Selanjutnya yang dimaksud dengan sarune Pakpak, adalah mengacu

kepada kebberadaan alat musik ini di tengah-tengah kebudayaan Pakpak. Sarune

Pakpak adalah salah satu alat musik tradisional dalam kebudayaan Pakpak, yang

masuk ke dalam kategori musik tiup. Alat musik ini berdasarkan pendekatan

etnomusikologi dapat diklasifikasikan sebagai aerofon, berlidah ganda, jenis

shawm.

1.4.2 Teori

Koentjaraningrat (1973:10) mengatakan bahwa teori adalah alat yang

terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang

serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Teori adalah

landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah

rujukan utama dalam memecahkan maslaah penelitian di dalam ilmu

pengetahuan. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis

14

menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Adapun teori yang menjadi landasan penulis dalam melakukan tulisan ini

adalah dengan menggunakan teori etnosain (ethnoscience). Yang dimaksud teori

etnosains dalam skripsi ini adalah mengutip pendapat Ihromi (1980) yang

menyatakan bahwa teori etnosains adalah teori yang mendasarkan kajian dengan

p0engungkapan yang dilakukan oleh informan atau masyarakat pendukungnya.

Analisis etnosains ini sebaiknya tidak begitu mengelaborasikan pendapat-

pendapat sepihak dari peneliti, tanpa memperhatian pengetahuan yang terdapat

di balik pemikiran masyarakat pendukung kebudayaan yang diteliti tersebut.

Sebagai tambahan teori, penulis memakai pendekatan teori klasifikasi

alat-alat musik yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu

tentang sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar bunyi

utama. Sistem pengklasifikasian ini dibagi menjadi empat bagian yaitu:

1. Idiofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan

oleh badan alat musik itu sendiri,

2. Aerofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan

oleh udara,

3. Membranofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya

dihasilkan oleh kulit atau membrane, dan

4. Kordofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya

dihasilkan oleh senar atau dawai.

Dari teori di atas maka penulis menklasifikasikan sarune Pakpak

termasuk kedalam klasifikasi alat musik aerofon karena sarune merupakan alat

15

musik yang materi penghasil bunyinya dihasilkan oleh hembusan ataupun tiupan

udara dari mulut pemainnya.

1.5 Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian perlu dibuat metode yang bertujuan sebagai cara

yang akan ditempuh peneliti sebelum ataupun saat berapa di lapangan

penelitiannya. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis juga memerlukan beberapa

metode yang dapat mendukung pembuatan karya tulis ini. Dari berbagai metode

yang dicetuskan oleh beberapa ahli, maka penulis mendapatkan beberapa ahli

yang mencetuskan metode yang berhungan dengan penelitian ini.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan

kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk

kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan

dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau

participant observation (M. Sitorus 2003).

Menurut Nettl (1964:62-64) yaitu terdapat dua hal yang sangat esensial

untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin ilmu etnomusikologi yaitu

kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan

mencakup pengamatan awal, dokumentasi foto, audio, atau audiovisual. Selain

itu juga mencakup wawancara dengan para informan, perekaman wawancara,

penyebaran kuesioner, dan hal-hal sejenis. Dalam penelitian laboratorium

termasuklah analisis data, transkripsi bunyi musik, transkripsi wawancara,

penulisan laporan penelitian, dan hal-hal sejenis.

Kerja lapangan yang dimaksud yaitu meliputi pemilihan informan yang

memiliki informasi cukup banyak tentang objek penelitian, pendekatan internal

16

maupun eksternal dalam arti melakukan pendekatan dengan cara membaur

dengan masyarakat pendukung dari objek penelitian, pengumpulan data baik

melalui dokumentasi ataupun wawancara sedangkan keja laboratorium adalah

mengolah data yang didapat dari penelitian lapangan untuk dianalisa sehingga

memperoleh hipotesa dan juga dapat menyimpulkan hasil penelitian.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian sangat berhubungan dalam memperoleh data.

Untuk itu lokasi penelitian harus sesuai dengan tujuan penelitian dan juga dapat

mewakili keseluruhan wilayah dari objek penelitian.

Maka penulis menentukan lokasi penelitian didesa sukaramai kecamatan

Raja kabupaten Pakpak Bharat dikarenakan bahwa desa tersebut merupakan

tempat informan berada dan juga memiliki beberapa informasi yang dibutuhkan

dan juga didesa tersebut merupakan domisili pemusik tradisi Pakpak.

1.7 Pemilihan Informan

1.7.1 Informan Kunci

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu menentukan

informan pangkal yang memiliki informasi tentang apa dan siapa saja yang

memiliki infomasi lainnya untuk keperluan penelitian. Dari beberapa

narasumber ataupun informan yang didapat dari informan pangkal maka penulis

menentukan informan kunci. Menurut penulis informan pangkal yang menjadi

awal informasi tentang sarune Pakpak ini ialah bapak Kerta Sitakar, yang

kemudian dari hasil perbincangan itulah sehingga penulis mendapatkan

17

informasi tentang keberadaan pemain sarune Pakpak dan menjadikan nya

sebagai informan kunci.

Informan kunci inilah yang diharapkan dapat memberikan kontribusi

pamahaman tentang budaya Pakpak. Pemahaman dan data tersebut berguna

sebagai referensi penulis dalam membahas masalah yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini.

1.7.2 Informan Tambahan

Informan tambahan adalah segala sesuatu baik manusia ataupun benda

yang dapat memberikan informasi tambahan tentang objek penelitian. Informasi

yang didapat dari informan tambahan dapat menambahkan referensi data bagi

penulis. Didalam masa observasi penulis tidak banyak memperoleh keterangan

tentang sarune dari informan tambahan, hak ini mungkin disebabkan masih

sedikit masyarakat yang tahu tentang sarune Pakpak.

1.8 Studi Kepustakaan

Penulis melakukan studi kepustakaan yaitu dengan menelaah sejumlah

buku tentang budaya Pakpak. Selain itu penulis juga membaca artikel-artikel

tentang Pakpak yang diperoleh dari beberapa penulis skripsi tentang Pakpak

terdahulu. Dari beberapa buku inilah penulis menggali informasi awal tentang

masyarakat Pakpak. Informasi tersebut akan menjadi awal pengetahuan penulis

dalam mempelajari budaya tersebut, juga digunakan sebagai bahan referensi

dalam penulisan skripsi.

18

1.9 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan berarti dalam mengumpulkan data peneliti langsung

mendatangi objek penelitian. Adapun macam-macam penelitian lapangan

tersebut adalah sebagai berikut.

1.9.1 Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan

data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan

penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai

alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman,

mulut dan kulit (Burhan Bungin,2007:115).

Untuk itulah penulis langsung mendatangi daerah Pakpak bharat dan

melakukan interaksi kepada narasumber maupun masyarakat yang ada disana.

1.9.2 Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat

yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir, 1988:

234). Wawancara merupakan suatu proses interaksi yang dilakukan dengan cara

berdialog. Wawancara tidak dapat dilakukan hanya kepada 1 narasumber untuk

itu penulis berinisiatif melakukan wawancara kepada beberapa orang penatua

dan pemusik Pakpak lainnya guna mendapat “koherensi” informasi.dengan

melakukan wawancara kepada beberapa orang tersebut penulis dapat

menyimpulkan tentang kebenaran informasi yang diberikan oleh informan kunci.

19

Metode wawancara yang digunakan penulis adalah metode wawancara

berstruktur, tidak berstruktur. Sebelum melakukan wawancara penulis membuat

“draft” pertanyaan. Pertanyaan inilah yang akan disampaikan penulis kepada

narasumber. Saat memberikan pertanyaan ini, infoman kunci yaitu bapak Kerta

Sikatar menjawab sekaligus menjelaskan secara detail pertanyaan yang penulis

berikan. Begitu juga dengan informan tambahan, beliau juga menjelaskan dan

menambahi penjelasan dari bapak kerta sikatar.

Untuk selanjutnya penulis akan mengadakan penelitian langsung dengan

informan kunci tanpa didampingi informan pangkal dan diharapkan penulis

dapat menggali lebih banyak lagi tentang biografi dan kehidupan sang informan

kunci.

1.9.3 Perekaman atau Dokumentasi

Untuk mendokmentasikan penelitian,penulis mengunakan kamera digital,

handycam dan debuah laptop. Alat ini berguna untuk meliput wawancara dan

merekam kejadian pada saat penelitian yang meliputi pertunjukan musik team

musik sanggar nina nola, permainan sarune dan mendokumentasikannya.

1.9.4 Analisis Laboratorium

Seluruh data dan informasi yang didapat selama penelitian diolah dan

saring dalam kerja laboratorium sehingga menghasilkan data yang sesuai objek

penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang digunakan dalam penulisan ini

adalah data yang sesuai dengan disiplin ilmu Etnomusikologi. Setelah data

dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah proses analisis data.

20

Analisis data yang penulis lakukan adalah mentranskripsi dan

menganalisis melodi sarune yang disajikan oleh Bapak Kerta Sitakar. Selain itu

adalah memindahkan foto dari kamera ke dalam format computer. Foto-foto ini

dimasukkan ke dalam bahagian kajian penelitian ini. Selanjutnya adalah

menguraikan data-data lapangan, ke dalam bentuk tulisan, yang secara umum

adalah menggunakan bahasa Indonesia.

21

BAB II

MASYARAKAT DAN SENI BUDAYA

DAERAH PENELITIAN

2.1 Wilayah-wilayah Pakpak

Secara geografis Pakpak Bharat terletak sekitar 30 km dari pusat Kota

Sidikalang. Suku Pakpak merupakan salah satu bagian dari suku Batak.

Masyarakat Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di

Sumatera Utara.

Gambar 2.1

Peta Provinsi Sumatera Utara

Secara tradisonal wilayah komunitasnya disebut Tanoh Pakpak. Tanoh

Pakpak terbagi atas 5 (lima) sub wilayah, yaitu: (1) Simsim, daerah Kabupaten

22

Pakpak Bharat, (2) Keppas, daerah Kabupaten Dairi, (3) Pegagan, daerah

Kabupaten Dairi, khusus Kecamatan Sumbul, (4) Kelasen, daerah Tapanuli

Utara, khusus Kecamatan Parlilitan dan Kabupaten Tapanuli Tengah di

Kecamatan Manduamas, (5) Boang, daerah Aceh Singkil Dalam administrasi

pemerintahan Republik Indonesia, yakni Kabupaten Pakpak Bharat, Dairi,

Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Kabupaten Singkil (Provinsi Aceh).

Daerah yang penduduknya homogeny orang Pakpak hanyalah Kabupaten

Pakpak Bharat. Namun demikian, secara geografi wilayah atau hak ulayat secara

tradisonal yang disebut Tanoh Pakpak tersebut sebenarnya tidak terpisah satu

sama lain karena satu sama lain berbatasan langsung walaupun hanya bagian-

bagian kecil dari wilayah kabupaten tertentu, kecuali Kabupaten Pakpak Bharat

dan Dairi yang merupakan sentra utama orang Pakpak. Kesatuan komunitas

terkecil yang umum dikenal hingga saat ini disebut lebuh dan Kuta. Lebuh

merupakan bagian dari kuta yang dihuni oleh klen kecil. Sementara kuta adalah

gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klen besar (marga) tertentu.

Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap

sebagai penduduk asli, sementara marga lain dikategorikan sebagai pendatang.

2.2 Sistem Mata Pencaharian

Secara umum, sistem mata pencaharian masyarakat Pakpak adalah

sebagai perkemenjen (orang yang mencari kemenyan). Sebagian ada juga yang

bercocok tanam. Namum setelah Pakpak Bharat terpisah dari wilayah

pemerintahan kabupaten Dairi maka Pakpak Bharat mulai membentuk instansi-

instansi pemerintahan kabupaten sendiri yang mempekerjakan sebagian besar

masyarakat Pakpak bharat sebagai pegawai pemerintahan kabupaten.

23

2.3. Sistem Kekerabatan

Seperti halnya etnik lain di dunia, etnik Pakpak juga juga memiliki adat

istiadat yang khas, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok etnik lainnya.

Unsur sistem kekerabatan ini adalah sebagai berikut. 1. Marga dan Sulang

Silima Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu

kelompok kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik

melalui garis laki-laki (patrilineal) maupun perempuan (matrilineal). Marga pada

masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya

nilai budaya yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur

kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan

eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar

marganya.bila terjadi perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi

hukum berupa pengucilan, cemoohan, dan malah pengusiran, karena melanggar

adat yang berlaku.

Struktur sosial yang dikenal dan dijunjung tinggi oleh masyarakat

Pakpak dikenal dengan sebutan Sulang Silima dengan unsur berru, dengan

sebeltek atau sinina dan puang atau kula-kula. Seseorang Pakpak dengan

struktur sulang silima umumnya paham atau dapat menentukan kedudukan dan

peranannya sesuai konteks. Dengan demikian sama seperti halnya marga, di

dalamnya terdapat sejumlah hak dan kewajiban yang mengatur hubungan atau

unsur tersebut. Misalnya upacara perkawinan jelas kelihatan perbedaan hak dan

kewajiban dari masing-masing unsur sulang silima. 2. Upacara Sepanjang

Lingkaran Hidup dan Upacara Lainnya Berbagai jenis upacara selalu dijumpai

dispanjang lingkaran hidup manusia pada hampir semua kelompok suku bangsa

24

sesuai dengan perkembangan biologi manusia itu sendiri. Tidak terkecuali

kelompok yang sudah menganut agama-agama besar maupun yang belum selalu

tidak terlepas dengan berbagai upacara-upacara tersebut. Suatu kelompok

mengganggap masa balita merupakan masa yang paling berbahaya, yang lainnya

menganggap lebih berbahaya pada masa menjelang dewasa yang lainnya lagi

mengganggap lebih berbahaya pada masa mati. Untuk itu masa-masa tersebut

perlu diantisipasi dengan melakukan berbagai upacara.

Suku Pakpak mengenal system kekerabatan yang berbeda-beda yang

digunakan untuk mengelompokkan dan memanggil anggota

kerabatnya.perbedaan ini berhubungan erat dengn berbedanya peranan dan

kedudukan masing-masing anggota kerabat dalam kelompok kerabatnya.

Seorang individu mengelompokkan, menyebut dan memanggil kerabat sesuai

dengan hak dan kewajiban yang diembannya. Selain itu dalam berinteraksi

dengan para kerabat dikenal berbagai aturan dan nilai agar seseorang anggota

kerabat dikategorikan beradat. Aturan dan nilai tersebut menjadi pengetahuan

dan dijadikan pola dalam berinteraksi. Akibatnya ada interaksi yang harus

bersikap sungkan dan tidak sungkan (akrab, bebas). Konsep atau pola yang

digunakan sebagai acuan adat sopan santun adalah:

1. Ego adalah seorang individu yang dijadikan sebagai pusat orientasi atau

perhatian dalam melihat istilah kekerabatan. Ego biasa seseorang yang

berkedudukan sebagai anak, ayah atau kakek. Dalam konteks kekerabatan

Pakpak ego adalah seorang laki-laki, karena kelompok kerabat dihitung

berdasarkan patrilineal.

2. Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan terkecil yang terdiri dari ayah, ibu

dan anak-anak yang belum kawin.

25

3. Sinina adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari saudara sepupu, paman

dan bibi pararel baik yang semarga (sebeltek) maupun yang tidak semarga

(pemerre maupun sebe;tek inang)

4. Berru adalah kelompok kerabat pihak penerima gadis. Atau kelompok kerabat

dari pihak saudara perempuan ego, atau kelompok kerabat dari anak

perempuan ego.

5. Puang adalah kelompok kerabat pemberi gadis. Atau kelompok kerabat dari

pihak nenek, ibu atau istri dan istri anak laki-laki ego. Istilah Kekerabatan

dari sudut pemakaiannya dapat dikategorikan pada dua system yaitu sebutan

dan sapaan. Sebutan artinya bagaimana seseorang menyebut kerabatnya bila

dipertanyakan pada pihak ketiga. Sedang sapaan bagaimana seseorang

menyapa anggota kerabatnya bila bertemu atau memanggil secara bila

bertatap muka. No Sebutan Sapaan Keterangan 1 2 3 4 5 6 dll Bapa Inang

Kaka Dedahen Turang Mpung, Poli Bapa Nang, nange Nama, kaka Nama,

Nama, turang Pung, poli Ayah Ibu Abang Adik (laki-laki dan perempuan)

Kakak (adik Perempuan) Kakek Dalam system kekerabatan suku Pakpak,

kedudukan anak laki-laki lebih tinggi disbanding dengan anak perempuan.

Hal ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain : Pertama, karena anak

laki-laki berperan sebagai penerus keturunan marga atau klen (patrilineal)

Kedua, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab keluarga (fakta di

lapangan relative) Ketiga, laki-laki berperan sebagai ahli waris utama

peninggalan harta pusaka Keempat, laki-laki berperan sebagai pelaksana

utama dalam setiap aktifitas adat. Anak perempuan walaupun memakai nama

marga ayahnya, namun setelah kawin ikut suami dan anak-anak yang

dilahirkannya memakai marga lain sesuai dengan marga suaminya bukan

26

marga ayahnya. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki

cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya (silsilahnya).

Akibatnya sering kali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga

memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan

dengan kelompok kerabat yang lebih luas. Walaupun tidak identik dengan

Pakpak secara keseluruhan, dari segi pembagian kerja, keluarga-keluarga

Pakpak di Pedesaan maupun di perkotaan masih cenderung terikat dengan

budaya, yang membedakan pekerjaan laki-laki dan perempuan. Perempuan

yang identik dengan pekerjaan di sekitar rumah tangga, sedangkan suami

sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah yang berperan di luar rumah

tangga.

2.5 Agama Masyarakat Pakpak

Agama merupakan suatu sistem kepercayaan yang dianut oleh

sekelompok atau komunitas yang berguna sebagai sarana mediasi antara

kelompok tersebut dengan penciptanya (yang dipercayai sebagai nenek

moyang). Pada zaman dahulu masyarakat Pakpak mengenal sistem kepercayaan

animisme (suatu sistem kepercayaan kepada nenek moyang). Sebelum masuknya

agama (Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu), masyarakat Pakpak mengenal

sistem kepercayaan yang disebut dengan Pambi. Kepercayaan ini merupakan

suatu aliran kepercayaan Pakpak zaman dulu yang mengatur tentang

kebudayaannya, dalam hal ini Pambi sangat berperan penting sebagai pengatur

interaksi manusia dengan roh-roh nenek moyang. Dapat dikatakan bahwa Pambi

adalag agama asli suku Pakpak dan masyarakat yang menganut sistem Pambi

disebut masyarakat Pambi. Namun karena adanya penyebaran agama yang

27

dilakukan oleh misionaris ataupun pedagang-pedagang Arab maka sebagian

besar masyarakat Pakpak kini sudah memeluk agama sekuler. Saat ini agama

Pambi sudah mulai sedikit tergeser kedudukannya.

Pada umumnya didaerah tempat penelitian, masyarakat sekitarnya

mayoritas memeluk agama Islam dan sebagian lagi ada yang menganut agama

Kristen. Ini dapat kita lihat jika pergi kelokasi penelitian, kita dapat melihat

mushola (tempat ibadah agama islam) kecil lebih banyak jumlahnya dari pada

tempat ibadah agama lainnya.

Wilayah Pakpak yang masih memeluk agama Pambi sebagian besar

mendiami wilayah Pakpak boang, tepatnya yang berada di sekitar wilayah Aceh-

Subussalam. Tidak dapat ditentukan berapa persentase jumlah penduduk yang

masih memeluknya saat ini namun menurut informasi yang didapat, aktivitas

agama PAMBI masih sering dilakukan baik secara adat maupun ritual.

Diwilayah Pakpak sendiri sebelum terjadinya pemekaran wilayah

terdapat sebuah gereja yaitu Gereja kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD),

disinilah tempat beribadahnya masyarakat Pakpak yang memeluk agama kristen.

2.6. Organisasi

Organisasi yang terdapat didaerah Pakpak antara lain adalah IKPPI

(Ikatan Keluarga Pakpak Indonesia), ini merupakan organisasi kepemudaan

khususnya bagi pemuda Pakpak. GAMKI kedua organisasi tersebut sangat

dikenal ditingkat kabupaten sedangkan ditingkat kecamatan dan desa terdapat

beberapa serikat kelompok tani yang didirikan hampir dis etiap desa.

28

2.7 Kesenian

Dalam masyarakat Pakpak terdapat ensambel musik yang sering

dilakukan dalam upacara adat maupun sehari-hari. Ensambel ini desebut

ensambel “oning-oningan”. Namun ada juga musik yang dilakukan oleh

perorangan ataupun individu itu sendiri sebagai alat penghibur dirinya. Adapun

musik yang dikenal oleh masyarakat Pakpak adalah sebagai berikut.

2.7.1 Musik Vokal

Musik vocal dalam masyarakat Pakpak adalah nyanyian tanpa teks, dapat

dikatakan teks yang dinyanyikan adalah suasana hati individu sendiri. Musik ini

sering dimainkan oleh perkemenjen dengan cara menyanyikan lagu yang sedih

sambil memukul batang pohon kemenyan. Nyanyian ini disebut dengan istilah

odong-odong.

2.7.2 Musik Instrumen

Musik instrumen Pakpak dikenal dengan istilah oning-oningan dan

genderang sisibah. Dalam ensambel oning-oningan terdapat beberapa instrumen

antara lain kalondang, kecapi, balobat, gendrang sipitu sedangkan dalam

ensambel genderang sisibah instrumen yang digunakan yaitu sarune, balobat,

kalondang, gendrang sisibah (susunan 9 buah gendang) dan gong. Gendrang

sisibah biasa dimainkan pada saat acara ritual atau sering disebut kerja njahat

dan kerja mbaik. Berikut adalah penjabaran tentang instrumen ensambel musik

Pakpak.

29

1. Gendrang

Merupakan susunan dari bilah kayu yang memiliki membran sebagai

materi penghasi suaranya ( drum chime ) yang disusun berurutan dari mulai

yang terkecil hingga yang terbedar, digantung pada 1 buah kayu panjang dan 2

buah kayu bersiku sebagai penopangnya. Umumnya terdapat 1 bilah kayu

panjang yang digunakan sebagai tempat gambar ornamen Pakpak.

Gambar 2.1:

Seperangkat Genderang Sisibah Pakpak

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

2. Kalondang

Merupakan susunan dari 8 bilah kayu yang telah distem sehingga setiap

bilah dapat menghasilkan nada. Fungsi utama musical alat musik kalondang ini

adalah membawakan melodi, baik secara solo atau untuk iringan.

30

Gambar 2.2:

Kalondang dengan Delapan Bilahan

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

3. Gong

Merupakan alat musik yang terbuat dari besi kuningan yang ditempah berbentuk

bulat dan ada tonjolan ditengah diameternya. Berikut ini adalah gambar gong.

31

Gambar 2.3:

Gong yang Ditempatkan di Rak

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

4. Sarune

Merupakan alat musik tiup yang terbuat dari kayu. Materi penghasil suaranya

adalah dari reed yang ditiup. Berikut ini adalah gambar sarune.

32

Gambar 2.4:

Sarune Pakpak

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

5..Balobat

Merupakan alat musik tiup yang terbuat dari kayu. Termasuk alat

musik yang dapat diklasifikasikan ke dalam golongan rekorder dengan lima

lubang nada. Gambar balobat itu adalah sebagai berikut.

33

Gambar 2.5:

Balobat dengan Lima Lubang Nada

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

2.7.3 Sarune Pakpak dalam Ensambel Musik Pakpak

Sarune merupakan salah instrumen musik Pakpak yang termasuk dalam

ensambel gendrang Pakpak. Sarune berfungsi sebagai pembawa melodi dalam

ensambel tersebut.

34

Gambar 2.6:

Sarune Pakpak dalam Ensambel

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Dalam siklus permainannya, setiap awal lagu diawali oleh tabuhan

gendrang (gendrang silima,gendrang sipitu,gendarang sisibah) dan gong

kemudian sarune. Menurut panjelasan bapak kerta sitakar, alasan mengapa

sarune dimainkan setelah gendrang dan gong adalah sarune harus dibunyikan

setelah gendrang dan gong bulat(bunyi yang dihasilkan ...? hal ini disebabkan

karena jika gendrang tidak dimainkan pada ritemnya dan gong tidak

mengeluarkan suara yang baik maka pemain sarune akan kesulitan untuk

memulai memainkan melodinya.

Penggunaan sarune dalam acara perkawinan adalah sebagai alat

pengiring tari atau tortor. Umumnya setiap akan memulai musik, pemain

sarune memberitahukan kepada pemusik lainnya lagu yang akan dimainkan.

Adapun lagu-lagu yang biasa dimainkan adalah sebagai berikut.35

1. Ende-ende Tutu,

2. Gendang Raja,

3. Ende-ende Imbolu, dan

4. Perkotek Manuk I Lebuh.

Lagu-lagu ini lah yang biasa dimainkan dalam pesta perkawinan. Lagu ini

merupakan lagu riang dapat digolongkan sebagai lagu yang memiliki tempo

cepat sekitar 130 MM, karena acara perkawinan merupakan acara kebahagian

maka lagu-lagu yang dimainkan juga bersifat riang.

Dalam permainannya ensambelnya, musik Pakpak memiliki lagu

penutup. Lagu ini merupakan susunan nada yang dibuat pemusik Pakpak sebagai

isyarat bahwa musik akan berhenti.musik dapat berhenti jika pembawa acara

memberi isyarat bahwa tortor telah selesai, dan pemain sarune langsung

berinisiatif membuat lagu penutup lalu diikuti pemain lainnya.

Dalam setiap rangkaian upacara adat yang diiringi oleh sarune terdapat

tahapan-tahapan lagu yang akan diamainkan. Pada saat upacara akan dimulai

maka lagu yang dimainkan adalah Gendang Raja. Inilah yang merupakan

lagu/gendang pembuka dalam setiap upacara adat. Sebelum lagu ini dimainkan

maka setiap orang yang menghadiri upacara tersebut harus berada di luar arena

tempat upacara diadakan, jika upacara dilakukan dihalaman maka hadirin hanya

bisa duduk ditempat duduk ataupun tikar namun jika upacara dilakukan didalam

gedung ataupun balai maka para hadirin wajib berada diluar gedung ataupun

balai.

Untuk memulai upacara, maka raja perhata (master of ceremonial) yang

ditugaskan sebagai pengatur jalannya upacara menyerukan kepada pemusik agar

36

pemusik memainkan Gendang Raja sambil berjalan ke arah pemusik raja

perhata memberikan napuran (seperangkat bahan pembuat sirih).

Gambar 2.7:

Raja Parhata Menyalami Pemusik

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Setelah napuran diberikan maka pemusik memainkan gendang raja, kemudian

hadirin diperbolehkan masuk kedalam ruangan dan setelah para hadirin sudah

memasuki ruangan maka pemain sarune memberi aba-aba ataupun isyarat

sebagai penghabisan (ending) lagu gendang raja.

2.8 Tari

37

Dalam kesenian tradisional Pakpak terdapat juga seni tari. Gambar

dibawah ini merupakan tarian yang dilakukan oleh remaja putri diamati dengan

seksama maka gerakan tarian hampir menyerupai gerakan tarian burung. Nama

tari ini biasanya disebut tari :Taktak Garogaro”. Tarian ini merupakan tarian

sukacita.

Gambar 2.8:

Salah Satu Visual Tatak Garo-garo

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

2.9 Seni Beladiri

38

Beladiri merupakan salah satu kesenian yang terdapat dimasyarakat

Pakpak. Disamping untuk menjaga nilai estetika budaya, kesenian ini juga

berguna sebagai alat untuk mempertahankan ataupun membeli diri dari bahaya.

Tidak ada paksaan bagi masyarakat tersebut untuk harus mengetahui kesenian

ini.

Gambar 2.9:

Salah Satu Visual Seni Beladiri

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

2.10 Permainan Sarune Secara Solo39

Sarune juga dapat dimainkan secara solo tanpa ada pengiring instrumen

musik lainnya.. Lagu-lagu yang dimainkan seperti layaknya bersenandung.

Masyarakat Pakpak umumnya memainkan sarune saat berada dihutan yang

tujuannya untuk menghilangkan rasa kesepian dan lelah. Pemain sarune

biasanya dimainkan sebagai ungkapan perasaan sipemain. Adapaun lagu yang

biasa dimainkan adalah sebagai berikut.

1. Tangis Berru Ikan,

2. Tangis Berru Manik,

3. Ende-ende Tutu Kere, dan

4. Tangis-tangisen Menci

Jika perasaan si pemain sarune sedang sedih maka lagu-lagu yang dimainkan

memiliki awal kata pada judulnya adalah “tangis”, sedangkan jika lagu yang

dimainkan merupakan ungkapan perasaan bahagia maka kata diawal judul

adalah ende.

Kebanyakan lagu-lagu yang dimainkan oleh pemain sarune dalam suatu

ensambel merupakan lagu-lagu yang diciptakan pada saat sarune dimainkan

sacara solo. Ini merupakan hasil karya dan kreativitas seniman tradisi

masyarakat Pakpak.

2.11 Peristiwa Terjadinya Sarune Pakpak

Berdasarkan pendapat para informan, terjadinya sarune dalam

kebudayaan pakpak mengalami proses yang panjang, sesuai dengan kultur

agraris. Bertani ataupun bercocok tanam merupakan salah satu mata pencaharian

masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sampai sekarang. Dari antara sekian

banyak cara bertani tersebut, salah satu di antaranya adalah menanam padi

40

darat. Menanam padi darat merupakan cara bertani yang dipakai oleh

masyarakat Pakpak dengan cara berpindah-pindah lahan. Biasanya lahan yang

digunakan adalah daerah perbukitan ataupun lereng-lereng gunung. Pemilihan

lahan ini didasarkan karena tanah diperbukitan ataupun lereng-lereng gunung

banyak mengandung humus yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Lahan

pertanian ini dapat bertahan hingga 2 sampai 3 kali panen. Kemudian untuk

penanaman selanjutnya berpindah dan mencari lahan yang baru. Namun,

biasanya masyarakat Pakpak memanfaatkan lahan yang lama sebagai tempat

untuk menanam pohon kopi, kemenyan, dan karet.

Sistem panen padi darat pada zaman dulu dikerjakan secara gotong-

royong. Sehingga jika musim panen tiba, maka daerah pemukiman masyarakat

pasti sepi dan tak jarang pulu masyarakat tersebut lebuh memilih untuk

bermalam di ladangnya.

Dari sistem kerja gotong-royong inilah awal mula terpikirkannya untuk

menciptakan alat musik tradisional Pakpak yaitu sarune. Karena begitu ramai

dan bergembiranya masyarakat mengerjakan panen maka di sela-sela waktu

istirahat untuk menghilangkan rasa lelah diciptakanlah sesuatu yang

menghasilkan bunyi-bunyian dari batang padi yang dalam bahasa Pakpak

disebut nggala page. Batang padi yang berfungsi sebagai alat musik ini dibentuk

sedemikian rupa kemudian ditiup sehingga menimbulkan suara nyaring dan

merdu. Materi penghasil bunyi pada alat musik nggala page pada masyarakat

Pakpak disebut juga pit. Masyarakat Pakpak meyakini bahwa ketika “pit”

berbunyi dengan sendirinya burung-burung camar (garo-garo dalam bahsa

Pakpak) akan menari-nari dengan riang, seolah-olah ikut bersukaria atas panen

tersebut.

41

Namun samakin lama masyarakat Pakpak melihat bahwa suara pit dapat

membuat hujan turun. Ini menurut kepercayaan masyarakat Pakpak dahulu kala.

Dampaknya dapat mengganggu proses pemanenan. Akhirnya dicarilah sejenis

kayu hutan untuk dijadikan sebagai alat musik tardisional yang dapat

mengeluarkan bunyi seperti suara pit.

Dari sekian banyak jenis kayu dihutan namun kayu siraja junjung bukit

yang merupakan pilihan utama sebagai bahan baku alat musik sarune Pakpak

ini. Kayu ini tumbuh di hutan lebat pada umumnya dan pohonnya tidak terlalu

besar serta tidak berserat kasar.

Menurut kepercayaan masyarakat Pakpak terdahulu, untuk menebang

atau mengambil kayu ini harus memenuhi persyaratan antara lain diuraikan

sebagai berikut. (a) Gatap penter, yaitu merupakan sehelai daun sirih yang

masih segar dan ruas- ruasnya saling bertemu. (b) Gatap i krimpit, yaitu

beberapa helai (biasanya 7 helai) daun sirih kemudian dipincuk menjadi 7 pincuk

kemudian setiap helai diisi dengan kapur, pinang yang dibelah kecil, kemiri, dan

sebiji lada hitam. (c) Beras banu, yaitu salah satu jenis beras dari butiran padi

yang dihasilkan oleh para petani di kawasan Pakpak.

42

BAB III

BIOGRAFI RINGKAS

BAPAK KERTA SITAKAR

Seperti sudah disinggung pada Bab I, dalam studi etnomusikologi, untuk

mengkaji teknik permainan alat-alat musik tertentu di seluruh dunia, maka hal

itu terkait secara langsung dengan pemusik atau musisi. Artinya studi tentang

teknik bermain alat musik juga adalah setudi tentang pemusik itu sendiri.

Sesuai dengan arahan Merriam, maka dalam mengkaji permainan alat

musik sarune Pakpak ini, penulis memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

Apakah Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak dipaksa oleh masyarakat

Pakpak untuk menjadi pemain sarune, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemain

sarune? Bagaimana metode latihan yang dilakukan Bapak Kerta Sitakar, apakah

sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri;

apakah Bapak Kerta Sitakar mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan

alat musik sarunenya dari orang lain, atau apakah Bapak Kerta Sitakar menjalani latihan

yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja gurunya, dan bagaimanakah metode

mengajarnya?

Bergerak dari aspek-aspek musisi di atas, maka terlebih dahulu penulis

paparkan tentang aspek biografi Bapak Kerta Sitakar. Hal ini penting dilakukan dalam

rangka pemahaman kita terhadap latar belakang budayanya dan teknik-teknik

permainan sarune Pakpak yang disajikannya, yang menjadi fokus kajian penulis dalam

skripsi sarjana ini.

43

Gambar 3.1:

Bapak Kerta Sitakar

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

3.1 Pengalaman Waktu Kecil

Bapak kerta Sitakar lahir di Dusun Mbereng kecamatan Kerajaan

Kabupaten Pakpak Bharat desa Kuta Meriah tahun 1946. Saat ityu masu=ih

tegabung ke dalam Provinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Teuku

Mohammad Hasan (lihar Budi Agustono dkk. 2013). Orangtuanya merupakan

seorang petani sekaligus pemain sarune (pemain musik tradisional Pakpak).

Ibunya adalah seorang petani. Bapak Kerta Sitakar menjalani masa kecilnya

44

untuk membantu orangtuanya bertani. Beliau sempat mengecap pendidikan

sekolah dasar di desa tempat tinggalnya.

Kadangkala ayahnya membawa beliau untuk ikut menemani ayahnya

bermain musik. Pertama kali beliau dibawa ayahnya ketika berumur 8 tahun.

Dari situlah beliau merasa tertarik dengan alat musik sarune. Terkadang ketika

ayahnya memainkan sarune di rumah, Beliau mengemukakan, “Kalau dimaikan

sarune ini kayaknya kena keperasaanku” kata Bapak Kerta Sitakar. Beliau

mengatakan bahwa ayahnya tidak mau mengajarkannya cara memainkan sarune

secara detail. Alasannya karena ayahnya menganggap bahwa Kerta Sitakar

masih terlalu kecil. Beliau hanya bisa mendengar dan melihat sarune ketika

ayahnya memainkan, namun karena ketertarikannya belia belajar sendiri ketika

ayahnya sedang tidak di rumah.

Dengan demikian, ia mengandalkan permainan alat musik sarune ini

dengan cara kelisanan, melihat, mendengar, dan menirukannya. Kemudian

secara diam-diam latihan sendiri tanpa adanya guru yang formal.

Awalnya dia mengalami kesulitan ketika akan meniup sarune “tak bisa

ku embus sarune, payah kali” cetuh beliau. Penasaran untuk mengetahui

bagaimana cara meniup sarune, tanpa diajak pun beliau mengajukan diri untuk

ikut menemani ayahnya bermain musik.

Pada saat ayahnya bermain musik, biasanya kerta sitakar selalu duduk di

samping ayahnya “duduk aku disamping bapak kalau dia main musik, kalau ga

main akulah yang memegang sarunenya”. Karena sering melihat ayahnya

memainkan sarune dan kegigihannya belajar sendiri, akhirnya beliau dapat

memiankan sarune tersebut.

45

3.2 Pendidikan

Pendidikan musical yang dialami oleh Bapak Kerta Sitakar lebih banyak

diperolehnya dari pengalaman berkesenian. Dari pengalaman ini ia banyak

bergaul dengan sesame musisi Pakpak. Begitu pula dengan para pemusik

Sumatera Utara di berbagai peristiwa seni. Pendidikan Kerta Sitakar secara

formal adalah sempat mengecap pendidikan sekolah dasar di desa tempat beliau

tinggal. Beliau menyelesaikan pendidikan hanya sampai kelas 3 Sekolah Dasar.

Dengan tingkat pendidikan yang seperti itu, ia mampu membaca dan menulis

dalam huruf latin.

3.3 Pengalaman Saat Dewasa

Pada tahun 1963, beliau memfokuskan diri sebagai pemain sarune

komersial. Acara yang pertama kali diikutinya adalah pada saat upacara

kematian (kerja njahat) di Desa Perpulungan. Bayaran yang diterimanya berupa

2 liter beras, uang senilai Rp 5.-, dan sebuah tikar anyaman.

Menjalani hidup sebagai pemusik dikatakan beliau adalah cukup untuk

menghidupi dan membantu perekonomian keluarganya. Beliau juga sering

diundang untuk mengiringi acara muisk di kantor Pemerintah Kabupaten Pakpak

Bharat. Dari mulai diberi upah Rp 5 pada tahun 1963 Sampai sekarang beliau

mendapatkan penghasilan sekitar Rp 200.000, setiap melakukan pertunjukan,

khususnya sebagai pemain sarune Pakpak..

Sampai pada tahun 2002, beliau masih menjalani rutinitas sebagai

pemusik tradisional Pakpak khususnya bermain sarune. Namun karena faktor

usia beliau tidak lagi bisa menjadi pemusik komersial. Di samping itu peranan

sarune saat ini, berangsur-angsur digantikan oleh alat musik balobat. Hal ini

46

diakibatkan karena begitu banyaknya orang yang dapat memainkan balobat.

Akibatnya setiap grup musik tradisional Pakpak di daerah itupun menjadikan

balobat sebagai pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak.

Hal yang paling membuat Bapak Kerta Sitakar tidak lagi memainkan

sarunenya adalah karena sarune yang dimiliknya sudah tua. Juga karena

ketidaksengajaan cucunya yang mengakibatkan sarunenya pecah. Sarune ini

merupak pemberian ayah beliau jadi mengetahui sarunenya rusak membuat

perasaan beliau sedih.

Menurut penuturan beliau, bahwa sarune yang dimilikinya ini

merupakan sarune asli Pakpak zaman dulu. Jika kita bandingkan dengan sarune

yang dibuat saat ini memang sangat berbeda dari segi bahan dan bentuknya.

3.4 Pemain Profesional

Pemain profesional dapat diartikan yaitu seseorang (dalam hal ini

pemusik) yang ahli di bidangnya dan dapat memperoleh royalti ataupun upah

dari hasil kinerjanya. Bapak karta mulai dikenal sebagai peniup sarune Pakpak

pada tahun 1980an (wawancara dengan Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2012).

Ketika itu Bapak Kerta Sitakar bergabung dengan sebuah grup musik

Pakpak, dari sinilah beliau dikenal sebagai pemain sarune. Saat itu grup musik

tersebut cukup terkenal di kalangan kesenian Pakpak. Dengan status sebagai

pemusik, beliau sering dipanggil dan bergabung dengan seniman-seniman

Pakpak lainnya.

Salah satu keuntungan yang didapat oleh beliau setelah bergabung adalah

beliau sering tampil diberbagai event kebudayaan. Karena sering tampil di

berbagai acara, akhirnya beliau semakin dikenal di kalangan pemusik tradisi

47

Pakpak. Hal ini menambah pemasukan beliau dari segi keuangan karena di

setiap kali acara yang diiringinya, beliau mendapatkan upah (wawancara dengan

Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2011).

Hingga pada masuknya instrumen barat seperti keyboard, musik tradisi

mulai kehilangan pamornya terkhusus alat musik sarune. Karena pada saat itu

dan sampai sekarang setiap grup musik menggantikan peranan sarune dengan

menggunakan lobat sehingga Bapak Kerta Sitakar pun mulai kehilangan sumber

pemasukan keuangannya dan lambat-laun beralih menjadi petani di desanya.

3.5 Cara Belajar Sarune

Pembelajaran sarune yang dilakukan Kerta Sitakar merupakan

pembelajaran yang dilakukan dengan cara otodidak dan berdasar kepada tradisi

kelisanan. Artinya pembelajar dilakukan secara tidak formal, tidak memiliki

pelatih hanya belajar sendiri dengan cara mendengar, melihat, dan

menirukannya. Menurut sejarahnya pada masyarakat Pakpak tidak ada

pembelajaran yang diberikan orangtua kepada generasi di bawahnya. Hal ini

disebabkan karena belajar seni dimasyarakat Pakpak hanya boleh dilakukan oleh

orang yang telah mendapatkan ”nampuren” atau karunia dari roh-roh nenek

moyang. Nampuren ada yang didapat sejak dilahirkan dan juga dengan meminta

langsung kepada roh dengan media ritual. Mungkin hal ini juga yang menjadi

alasan orangtua kerta sitakar tidak mau mengajarinya bermain sarune.

Menurut pengakuan beliau, teknik bermain sarune didapatnya karena

sering mengikuti ayahnya jika sedang bermain sarune baik pada saat ada acara

adat maupun ketika ayahnya memainkan sarune di saat waktu luang. Ayahnya

tidak mengijinkan beliau untuk memainkan sarune itu sebabnya beliau belajar

48

ketika ayahnya sedang tidak memainkan sarune dan tidak sedang berada di

rumah. Namun seperti kata pepatah sepandai-pandainya tupai melompat pasti

jatuh jua yang artinya sepandai-pandainya kita menyimpan rahasia pasti sekali

waktu ketahuan juga. Inilah yang dialami beliau, pada akhirnya ayahnya pun

tahu jika beliau sering belajar sarune tanpa sepengetahuannya. Sejak saat itu

ayahnya mengajarinya sedikit tentang bermain sarune. Adapun yang diajari

ayahnya yaitu teknik polinama atau sirkular brithing (tiupan sirkuler) dan

beberapa lagu yang biasa dimainkan ketika acara adat.

Menutut beliau, yang paling sulit dari sarune adalah mempelajari teknik

polinama. Butuh waktu yang cukup lama untuk dapat menguasai teknik

polinama karena jika tidak bisa menguasai teknik ini, maka seseorang tersebut

belum bisa dikatakan sebagai pemain sarune. Bapak Kerta Sitakar biasanya

belajar sarune ketika malam hari. Biasanya durasi yang dibutuhnya untuk

belajar sekitar 2 sampai 3 jam sehari.

Selaras dengan arahan Alan P. Merriam (1964), maka dalam

menganalisis Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak ini dapat

disimpulkan sebagai berikut.

(a) Bapak Kerta Sitakar dalam menjalani profesinya sebagai pemain

musik sarune Pakpak adalah atas kemauannya sendiri, tidak dipaksa

oleh orang tuanya yang juga seniman, apalagi oleh masyarakatnya.

Sepenuhnya kinerja beliau sebagai pemain sarune Pakpak adalah

panggilan hati nurani, minat utama, dan tentu saja faktor bakat

(talenta) yang diperoleh dari ayahnya.

(b) Metode latihannya adalah mengandalkan intuisi secara otodidak dan

kelisanan. Artinya ia mengasah kemampuan bermain sarune Pakpak

49

berdasarkan pengalaman melihat, mendengar, dan menirukan. Selain

itu ia pun sadar akan bakat seninya ini merupakan bahagian dari

nampuren yaitu karunia seni dari roh-roh nenek moyang beliau. Ia

menjadi motivasi penting dalam kinerja beliau sebagai pemain

sarune Pakpak. Berdasarkan aspek-aspek inilah beliau terus-menerus

mengasah kemampuan bermusiknya terutama dalam memainkan alat

musik yang paling dicintainya yaitu sarune Pakpak. Selain itu ia

belajar awalnya secara diam-diam tanpa diketahui oleh ayahnya.

Namun setelah diketahui ayahnya, ia juga diajari oleh ayahnya dalam

memainkan alat musik ini. Namun demikian, menurut pengakuannya,

secara mendasar keahlian bermain sarune diasahnya melalui sistem

otodidak dan kelisanan.

(c) Untuk melancarkan dan mengolah kemampuan musikalnya, Bapak

Kerta Sitakar memerlukan dan mengisi waktu latihan dua sampai tiga

jam setiap harinya. menurut penjelasan beliau, waktu latihan ini bila

perlu ditambah jika ada job-job baru yang mengharuskan beliau

latihan bersama dengan seniman-seniman musik dan tari lainnya,

baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, atau provinsi. Jadwal

latihan disesuaikan dengan kehendak orang yang memimpin proyek

kesenian tersebut.

50

BAB IV

ANALISIS TEKNIK PERMAINAN

Pada Bab IV ini penulis akan mengkaji teknik-teknik permainan sarune

Pakpak yang disajikan oleh Bapak Kerta Sitakar. Pendekatan utama dalam

proses kerja di bahagian ini adalah pendekatan emik berdasar kepada teori

etnosains. Analisis teknik difokuskan kepada teknik tradisional yang diterapkan

oleh Bapak Kerta Sitakar.

4.1 Teknik Pernapasan/ Teknik Meniup

Berdasarkan penjelasan Bapak Kerta Sitakar, dalam memainkan sarune

Pakpak, Ada 4 jenis teknik pernapasan yaitu: (a) teknik pernafasan perut, (b)

teknik pernafasan dada, (c) teknik pernafasan pundak, dan (d) teknik pernafasan

gabungan (perut, dada, dan pundak). Keempat teknik ini dapat dideskripsikan

sebagai berikut.

4.1.1 Teknik Pernapasan Perut

Mulailah menarik nafas dan biarkan udara masuk sedalam mungkin ke

dalam perut, sehingga perut menjadi menggembung. Perhatikan perut anda.

Saat menarik nafas, perut akan menggembung dan saat menghembuskan nafas,

perut mengempis. Kebiasaan yang sering tidak kita sadari adalah pada saat

menarik nafas, justru perut mengempis. Sebaliknya pada saat menghembuskan

nafas, perut menggembung. Pada gilirannya cara bernafas yang salah seperti ini

akan membebani banyak sekali organ dalam tubuh, sehingga kita lebih rentan

terhadap penyakit. Lakukan teknik ini dengan posisi duduk tegak, bukan berdiri

51

atau tiduran. Anda bisa melakukannya dengan duduk di atas kursi atau duduk

bersila di lantai. Lakukan teknik ini beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.2 Teknik Pernapasan Dada

Caranya sama dengan Nafas Utama Perut. Hanya perhatian Anda

arahkan ke bagian dada. Pada saat menarik nafas, dada mengembang dan saat

menghembuskan, dada mengempis. Perhatikan bahwa posisi latihan dan istirahat

tetap sama, yaitu duduk tegak, bukan berdiri atau lainnya. Lakukan teknik ini

beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.3 Teknik Pernapasan Pundak

Caranya sama seperti nafas perut dan dada. Kali ini arahkan perhatian

Anda ke pundak. Saat menarik nafas, bawalah udara sampai ke bagian pundak

atau dada atas sehingga pundak akan naik. Saat menghembuskan nafas pundak

turun kembali ke posisi biasa. Posisi latihan ini juga sama dengan latihan nafas

perut dan dada. Anda boleh duduk di kursi atau duduk bersila di lantai. Yang

penting anda melakukannya dengan duduk tegak, bukan dengan berdiri.

4.1.4 Teknik Pernapasan Gabungan (Perut, Dada dan Pundak)

Tariklah nafas sedalam mungkin, perut menggembung. Dada

mengembang dan pundak naik tanpa ditahan. Kemudian hembuskan nafas, perut

mengempis, dada dan pundak kembali ke posisi semula.

52

Dari keempat teknik pernapasan di atas, teknik yang sering dipakai

dalam permainan sarune adalah teknik pernapasan perut. Alasannya adalah

pernafasan perut ini lebih banyak udara yang didapatkan sehingga memudahkan

untuk bermain.

Sebagai awal, mulailah dengan hanya meniup reed pada sarune (ini akan

mempermudah menguasai untuk membunyikan suara sarune, karena jika

langsung menghembus sarune kemungkinan suara tidak akan bunyi). Masukkan

reed kedalam mulut kemudian jepit reed dengan bibir, posisikan reed ditengah

bibir.

53

Gambar 4.1:

Permainan Sarune Pakpak dengan Teknik Pernafasan Gabungan

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Kemudian hembuskan udara dengan menggunakan teknik pernapasan perut.

Reed (lidah sarune) akan mengeluarkan suara jika bergetar, getaran ini

dihasilkan dari tiupan udara yang melewati rongga reed, maka usahakan antara

reed atas dan reed bawah terdapat rongga untuk aliran udara.

54

Dalam peniupan sarune dikenal juga teknik polinama atau cirkular

breathing yang artinya sirkulasi udara tidak berhenti. Inilah salah satu yang

menjadi karakteristik sarune Pakpak. Cara untuk menguasai teknik ini, yaitu:

1. Lakukan peniupan selama durasi 4 ketuk, kemudian 8 ketuk kalau bisa

lakukan sampai 24 ketuk,

2. Hembuskan udara dari perut hingga sampai keluar mulut secara perlahan-

lahan tanpa terputus,

3. Pada saat menghembus, simpan udara didalam mulut, ini akan membuat

rongga mulut mengembang,

4. Pada saat yang bersamaan, hirup udara dari hidung, dan

5. Hiruplah udara ketika udara yang didalam mulut hampir habis.

Langkah ini akan mempermudah untuk menguasai teknik polinama

tersebut dan untuk menguasainya dibutuhkan konsentrasi dan kesabaran. Untuk

pemula lakukan cara ini dengan menggunakan sedotan atau pipet. Caranya

adalah dengan menyediakan sebuah sedotan kecil, sebuah gelas yang berisi air

(ukuran air kira-kira 1/5 dari gelas). Masukkan sedotan ke dalam gelas yang

berisi air tersebut kemudian hembuskan udara dari mulut hingga menimbulkan

gelembung air (gunakan 5 langkah diatas untuk mempelajari teknik polinama).

Tetap dingat bahwa ketika dilakukannyanya teknik polinama, reed harus tetap

bergetar.

Setelah teknik ini sudah dikuasai, kemudian sambungkan kembali reed

pada badan sarune. Lakukan kembali peniupan sama seperti melakukan tiupan

ketika reed dilepas. Peganglah sarune dengan menggunakan jari kemudian tutup

semua lubang nada pada sarune, jika suara sarune belum berbunyi maka bukalah

lubang nada yang ada kemudian tiup sekuat-kuatnya, jika dengan cara ini sarune

55

dapat berbunyi kemudian tutup kembali lubang nada. Lakukan secara berulang-

ulang sampai sarune dapat berbunyi walaupun lubang nadanya tertutup.

4.2 Teknik Penjarian

Teknik penjarian (fingering) berguna untuk menghasilkan nada. Sarune

memiliki 7 buah lubang nada yang masing-masing lubangnya ditutup oleh jari

tangan. Pada umumnya telapak tangan manusia memiliki 5 jari-jari dan setiap

jari memiliki 3 ruas. Untuk menutup lubang nada sarune hanya diperlukan 4 jari

kiri dan 4 jari kanan dan ruas jari yang digunakan adalah ruas jari yang paling

atas.

Jari telunjuk, jari tengah, jari manis pada tangan kiri berfungsi untuk

menutup 3 lubang nada pada bagian atas-depan sarune dan ibu jari berfungsi

untuk menutup lubang nada pada bagian belakang sarune.

Jari telunjuk, jari tengah, jari manis pada tangan kanan berfungsi untuk

menutup lubang nada bagian bawah-depan sedangkan ibu jari kiri berfungsi

sebagai penutup lubang nada disisi belakang sarune dan ibu jari kanan berfungsi

sebagai penopang sarune pada bagian bawah sisi belakang.

56

Gambar 4.2:

Teknik Penjarian

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Perlu diperhatikan bahwa lubang nada harus benar-benar tertutup oleh

ruas jari, karena jika tidak tertutup rapat maka nada yang dihasilkan akan fals

(out of tune). Dalam teknik penjarian sarune juga terdapat teknik urgut, teknik

ini merupakan cara yang digunakan untuk menbuat nada-nada thrill

sebagaimana yang lazim digunakan dalam teori musik Barat (terdapat 3 not 1/8

dalam 1 ketuk).

57

4.3 Teknik Penghasilan Nada

Untuk menghasilkan nada, diperlukan perpaduan antara teknik

pernapasan dengan teknik penjarian. Tanpa menguasai teknik ini maka akan

sangat sulit untuk membuat bunyi suara sarune. Jika udara yang ditiupkan

berlebihan maka nada akan melengking atau false ataupun jika jari-jari tangan

tidak menutup rapat lubang nada, maka sarune juga tidak akan berbunyi.

4.3.1 Teknik Menghasilkan Nada Do (Dasar)

Gambar 4.2:

Teknik Mengasilkan Nada Do

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

58

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir

bawah, pegang dan angkat sarune dengan jari-jari, sambil menutup semua

lubang nada pada sarune lalu hembuskan sarune sampai menghasilkan bunyi.

Untuk tahap awal anda akan mengalami kesulitan untuk membunyikan sarune.

Untuk mempermudahnya maka angkat semua jari yang ada di atas lubang nada

kemudian hembuskan, Setelah sarune berbunyi maka tutup kembali lubang nada

lalu hembuskan sarune Lakukan berkali-kali sampai sarune dapat berbunyi

ketika lubang nada tertutup semua). Jika sudah berhasil maka untuk

membunyikan nada berikutnya anda tidak akan mengalami kesulitan.

Karena ini merupakan nada paling rendah, maka jangan terlalu kuat

dalam menjepit reed sarune. Berikan rongga yang sedikit lebih besar. Ini akan

mempermudah menghasilkan nada tersebut.

59

4.3.2 Teknik Menghasilkan Nada Re

Gambar 4.3:

Teknik Mengasilkan Nada Re

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

60

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut, antara bibir atas dan bibir

bawah. Sealnanjutnya pegang dan angkat sarune dengan menggunakan jari

sambil menutup semua lubang nada kemudian lepaskan jari manis kanan agar

lubang nada paling bawah terbuka. Lalu tiupkan udara melalui reed sarune

hingga sarune menghasilkan suara.

4.3.3 Teknik Menghasilkan Nada Fi

Gambar 4.4:

Teknik Mengasilkan Nada Fi

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

61

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir

bawah. Pegang dan angkat sarune dengan jari-jari, sambil menutup semua

lubang nada lepaskan jari manis dan jari tengah kanan, sehingga 2 lubang nada

terbuka. Kemudian hembuskan udara melalui reed hingga sarune menghasilkan

bunyi.

4.3.4 Menghasilkan Nada Sol

Gambar 4.5:

Teknik Mengasilkan Nada Sol

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

62

Posisikan reed dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir bawah,

pegang dan angkat sarune dengan jari-jari kemudian tutup lubang nada dengan

menggunakan jari. Lalu lepas kan jari manis, jari tengah, jari telunjuk (bagian

tangan kanan), namun jari telunjuk tidak dilepaskan secara sepenuhnya (hanya

terbuka sebagian) dan sisanya masih ditutup oleh jari telunjuk. Teknik ini

berfungsi juga sebagai penghasil nada setengah (kromatik) untuk setiap lubang

nada. Kemudian hembuskan udara melalui reed sarune hingga menghasilkan

bunyi.

Pada penjarian ini, khusus untuk jari telunjuk kanan harus tetap berada di

sisi badan sarune, hal ini berguna untuk menambah daya menahan bagian bawah

sarune. Tidak diperlukan kekuatan tenaga, hanya filling sipemain dalam

merasakan dan mendengar nada yang dibunyikan. Jika lubang nada dibuka

secara berlebihan, maka nada yang dihasilkanpun akan false.

63

4.3.5 Menghasilkan Nada Si

Gambar 4.6:

Teknik Mengasilkan Nada Si

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

64

Posisikan reed pada bagian tengah mulut diantara bibir atas dan bibir

bawah. Tutup semua lubang nada dengan menggunakan jari-jari tangan.

Kemudian buka lubang nada dengan cara melepaskan jari manis, jari tengah

tangan kanan tetapi khusus untuk jari telunjuk pada bagian kanan lubangg nada

tidak dibuka total. Hanya setengah lubang nadanya saja, lalu lepaskan jari manis

kiri, lalu hembuskan udara melalui reed sarune.

4.3.6Menghasilkan Nada Do (Oktaf)

Gambar 4.7:

Teknik Mengasilkan Nada Do (Oktaf)

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

65

Posisikan reed ditengah mulut antara bibir atas dengan bibir bawah, lalu

tutup semua lubang nada, kemudian lepaskan semua penutup lubang nada

sehingga yang tetap berada dibadan sarune adalah ibu jari kanan, jari telunjuk

kiri dan ibu jari kanan. Jari telunjuk kiri diposisikan disisi kiri badan sarune,

tepat disisi lubang nadanya.

Untuk penjarian ini diperlukan latihan yang lebih baik lagi, hal ini

disebabkan karena pada saat membunyikan nada ini, penopang badan sarune

hanya menggunakan 3jari yaitu, ibu jari kiri, jari telunjuk kanan dan ibu jari

kanan. Jika tidak mahir, maka bagian sarune antara badan sarune dengan reed

akan terlepas, hal ini adalah kejadian yang sangat fatal jika terjadi saat memain

alat musik tersebut.

Oleh sebab itu, diperlukanlah kulit ataupun badan si pemain untuk

menopang bagian bawah sarune. Karena sarune merupakan alat musik yang

bagian- bagiannya disusun dan dirangkaikan antara sisi lubang udara yang satu

dengan yang lain nya tanpa ada perekat ataupun lem maka sangat

memungkinkan bagian rangkaian sarune tersebut akan lepas. Untuk itulah

diperlukan badan ataupun kulit tersebut. Biasanya bagian tubuh yang sering

digunakan sebagai penopang adalah bagian betis kaki ataupun bagian samping

telapak kaki.

4.4 Sistem Pelarasan (Pengragamenken)

Pelarasan ataupun penyeteman dalam bahasa Pakpak disebut dengan

istilah pengragamenken. Pada dasarnya istilah ini menyangkut kualitas bunyi

dari sarune itu sendiri, dalam arti bunyi yg dihasilkan harus sempurna dan cukup

baik menurut perasaan dan naluri musikal pemainnya melalui rangkaian melodi

66

pengragamenken. Apabila kualitas bunyi yang diinginkan belum tercapai dan

sesuai dengan rasa musikal pemainnya maka ada tiga hal yang dianggap sebagai

penyebabnya, yaitu sambungan masing-masing bagian sarune, lubang nada yang

tidak sesuai, dan faktor pit (lidah) sarune.

Tentang sambungan masing-masing sarune dapat menyebabkan kualitas

suara tidak baik adalah dikarenakan kurang padatnya masing-masing bagian dari

organ-organ sarune yang mengakibatkan kebocoran udara dari bagian-bagian

yang tidak semestinya berfungsi sebagai saluran udara.

Menyangkut perbandingan lubang nada sarune dengan badan sarune juga

dapat mempengaruhi kualitas bunyi dari alat musik sarune. Apaabila lubang

nadanya terlalu kecil maka lubang nada tersebut harus diperbesar hingga dicapai

kualitas yang diinginkan. Sedangkan pembuatan jarak lubang nada yang salah

dalam pembuatannya atau lubang nada yang terlalu besar maka jalan satu-

satunya yang harus dilakukan adalah dengan mengganti sarune tersebut dengan

sarune lain yang sesuai dengan kualitas bunyi dan rasa musikaln pemainnya.

Yang peling sering terjadi menyangkut kualitas suara sarune adalah yang

diakibatkan oleh pit (lidah) sarune. Perubahan kualitas bunyi dapat terjadi

apabila lidahnya terlalu kering ataupun terlalu basah oleh air ludah pemainnya.

Apabila terlalu basah maka pemainnya akan berusaha mengurangi kadar airnya

dengan menjepit sarune pada kedua bibir pemainnya dan mencobanya hingga

tercapai bunyi yang dinginkan. Sedangkan pit yang terlalu kering akan

ditempelkan pada lidah pemainnya dan menyulurkan air ludahnya sendiri untuk

membasahi pit sarune tersebut. Selanjutnya lidah sarune (pit) kembali dijepitkan

pada kedua bibir pemainnya untuk mengurangi kadar air yang berlebihan pada

67

pit. Namun demikian pada kenyataannya pemain sarune seringkali memeriksa

pit sarune secara fisik.

Dalam hal melodi pengragamenken ini seorang pemain sarune selalu

memainkan sebuah lagu. Baik lagu dalam konteks pertunjukan ataupun dalam

konteks pengungkapan perasaan. Melodi tersebut adalah merupakan free meter

(meter bebas) yang secara khusus hanya dimainkan dalam proses

pengragamenken. Dalam arti, melodi ini tidak dimainkan dalam bentuk repertoar

karena bisa dikatakan bersifat asal-asal saja.

68

BAB V

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS

5.1 Transkripsi

Transkripsi adalah suatu proses pemvisualisasikan bunyi musikal pada

notasi (Nettl 1964:98). Pada proses transkripsi sampel lagu ataupun melodi,

penulis mengacu pada tulisan Nettl yang mengemukakan bahwa notasi deskriptif

bertujuan untuk mencatat secara terperinci bagian-bagian musik yang disajikan.

Secara umum transkripsi dilakukan dengan menggunakan notasi balok,

dengan alasan hasil transkripsi dapat dipahami oleh para pembaca sampai

lingkup internasional. Alasan mengapa penulis tidak memakai atau

menggunakan notasi angka adalah karena jika menggunakan notasi angka kontur

(garis lintasan melodi) dan tinggi rendahnya suatu nada tidak nampak secara

eksplisit.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pentranskripsian ini, antara

lain, sebagai berikut.

1. Nada-nada ditulis didalam wilayah garis paranada (staff notation) yang terdiri

dari lima garis horizontal ditambah garis bantu diatas jika nada yang

digunakan lebih tinggi dari 1 oktaf dan garis bantu bawah jika nada yang

digunakan lebih rendah 1 oktaf.

69

Contoh :

2. Kunci (clef) ang dipergunakan adalah kunci G, karena wilayah nada (ambitus)

yang dimainkan berkisar diantara tanda kunci ini.

Contoh:

3. Komposisi repertoar yang disajikan sebagai sampel dalam analisis teknik

permainan sarune digunakan dengan nada dasar 1 mol (1b), karena sarune

yang digunakan memiliki nada dasar F=do

Contoh:

4. Tanda birama yang ditulis hanya pada awal birama disebelah kanan kunci G

yang berlaku untuk semua baris. Tanda birama ini digunakan untuk

mengidentifikasi segmen ritmik berdasarkan aksen kuat yang pada umumnya

menggunakan meter 4/4.

Contoh:

70

5. Transkripsi tidak ditulis dengan menggunakan tanda ulang ||: :||, gunanya

untuk melihat sejauh mana bunyi yang dihasilkan dalam memyelesaikan satu

repertoar musik. Dalam Etnomusikologi teknik ini sering disebut dengan

comparative score (perbandingan notasi).

6. Untuk satu tangga nada yang diperpanjang, tetapi harus ditulis dengan dua not

atau lebih namun sebenarnya mencerminkan satu nada, maka ditulis dengan

tanda suspensi.

Contoh:

5.2 Analisis

Analisis merupakan suatu rangkaian kerja yang lebih lanjut dalam

mengolah hasil trenskripsi, yaitu suatu kerja untuk memilah atau menguraikan

bagian-bagian dari hasil transkripsi yang kemudian dideskripsikan hubungannya

diantara tiap-tiap bagiannya (Nettl,1964:131). Dalam menganalisis melodi

berikut penulis mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Malm (1977:8)

yaitu metode weight scale (penghitungan bobot tangga nada) dengan

memperhatikan beberapa karakteristik yaitu tangga nada, nada dasar, wilayah

nada, distribusi nada, interval yang dipakai, pola-pola kadens, formula melodi

dan kantur.

5.2.1 Tangga Nada

Wilayah suara pada sarune dapat dibedakan berdasarkan besar-kecilnya

tiupan udara (hembusan napas) dan juga kekuatan daya jepit reed sarune. Jika

71

hembusan udara terlalu banyak dan jepitan reed sedikit dilonggarkan maka nada

yang dihasilkan berkisar diantara nada rendah sebaliknya jika tiupan udara

sedikit dan jepitan reed terlalau dijepit maka nada yang dihasilkan berkisar

diantara nada tinggi.

Secara umum interval nada yang dihasilkan adalah 1,5 oktaf dalam

tangga nada diatonis. Untuk menghailkan nada dalam otaf pertama dilakukan

dengan cara meniup lembut, sedangkan untuk menghasilkan nada oktaf kedua

dilakukan dengan meniup lebih keras.

Pada dasarnya sarune Pakpak mempunyai tonika dari nada yang paling

rendah (semua lobang nada ditutup dengan jari). Nada tersebut menjadi nada

awal untuk menghasilkan nada-nada dalam tangga nada diatonis. Apabila sarune

ketika semua lubang nada ditutup menghasilkan nada “bes” dalam nada piano,

maka dasar tangga nada sarune tersebut adalah “F”.

Alasan penulis menyebutkan bahwa tangga nada sarune sama dengan

tangga nada diatonis adalah karena nada-nada yang dihasilkan setiap lubang

nada mendekati interval yang terdapat dalam konsep tangga nada diatonis Barat.

Hal tersebut dibuktikan dengan penyesuaian nada-nada sarune dengan piano.

5.2.2 Nada Dasar

Menurut Nettl (1964:147) ada tujuh pendekatan yang dapat dilakukan

untuk menemukan nada dasar:

1. Melihat nada yang paling sering dipakai,

2. Melihat nada yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar,

3. Melihat nada awal atau nada akhir komposisi yang dianggap mempunyai

fungsi penting dalam tonalitas,

72

4. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting

5. Interval-interval yang terdapat diantara nada kadang-kadang sebagai

patokan,

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada, dan

7. Pengenalan yang akrab dengan pengalaman gaya musik.

Dalam hal ini lagu yang dimainkan dalam repertoar adalah menggunakan sarune

dengan nada dasar mutlak “bes”, apabila disusun berderet naik maka nada-nada

yang terdapat pada sarune adalah :

Bes C F G A Bes

Interval : 2M 4aug 2M 2M 2m

5.2.3 Wilayah Nada

Penentuan wilayah nada dalam lagu diambil berdasarkan ambitus suara

yang terdengar secara alami ditentukan oleh sumber penghasil bunyi itu sendiri,

yaitu dengan melihat nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi

yang dibawakan instrumen sarune sebagai pembawa melodi utama. Satuan yang

digunakan adalah sitem penghitungan frekuensi nada yang ditemukan oleh Ellis

dalam Malm (1977:35) yanitu penentuan nada yang berjarak 1 laras sama

dengan 200 cent dan nada yang berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.

5.2.4 Distribusi (Jumlah Pemakaian) Nada

Salah satu hal penting dalam analisis melodi adalah melihat distribusi

(jumlah pemakaian) nada. Melalui jumlah itu, dapat diketahui peranan atau

73

tingkat esensi dalam lagu tesebut, sepeti halnya dalam penentuan nada dasar,

nada pokok dan nada-nada pendukung dalam komposisi tersebut.

Nada dasar biasanya ditulis dengan Not utuh, nada penting lainnya ditulis

dengan nada setengah, nada yang biasa dipakai sebagai not seperempat, not

seperdelapan, dan seterusnya sebagai hiasan.

5.2.5 Interval

Interval adalah jarak antara nada yang satu dengan nada yang berikutnya

dalam tangga nada sarune pakpak adalah:

Bes C E F A Bes

Dengan pola interval yaitu secunda mayor, terts mayor, secunda minor, terts

mayor, secunda minor.

5.2.6 Karakteristik Bunyi Melodis Sarune

Karakteristik bunyi melodi yang dimaksud pada bagian ini adalah ciri-

ciri khas yang merupakan kebiasaan dalam penggarapan melodi suatu lagu pada

instrumen sarune. Semakin banyak karakteristik melodis sarune yang sesuai

dengan sifat lagu yang dapat dimainkan pada instrumen sarune maka semakin

baik pula teknik permainan yang sekaligus memberikan nuansa artistik pada

lagu yang sedang dimainkan.

Namun demikian, jika memasukkan karateristik bunyi melodis yang

berlebihan pada sebuah lagu terlebih karakteristik yang tidak sesuai dengan sifat

lagu maka akan menggangu dan mengakibatkan suatu permainan menjadi tidak

enak didengar. Oleh sebab itu, seorang pemain sarune harus dapat menanggapi

dengan cermat dan juga harus memahami sifat lagu yang akan dimainkan

74

(wawancara dengan bapak pandapotan solin dan bapak kerta sitakar, 23-02-

2013).

Beberapa karateristik bunyi melodis dari instrumen sarune yang

diperoleh penulis selama penelitian adalah : Cerrp merdatas, merginoling,

merdatas dan mengragam.

5.2.6.1 Cerrp Merdatas

Cerrp merdatas adalah istilah yang dipakai dalam permainan sarune

dengan teknik penggarapan melodi yang dimulai dari nada terendah sebelum

bertahan pada nada tinggi. Penggarapan dengan teknik ini haruslah dilaksanakan

yang cukup besar. Apabila nada tinggi yang ingin dicapai tersebut memiliki

durasi ritmis yang kecil maka pemasukan teknik cerrp merdatas ini kurang lazim

(skripsi sarjana anna rosita, 1996). Oleh sebab itu diperlukan penguasaan yang

baik dari seorang pemain sarune terhadap lagu yang dimainkan serta

kemahirannya dalam menghasilkan nada-nada sarune.

5.2.6.2 Merginoling

Secara harfiah istilah mergoling dalam bahasa Pakpak sama artinya

dengan berguling dalam bahasa Indonesia. Dalam permainan sarune istilah ini

digunakan untuk permainan melodi yang cenderung turun secara bergelombang.

Proses penggarapannya selalu dimulai dari nada tertinggi kemudian berangsur-

angsur turun secara bergelombang hingga nada terendah.

75

5.2.6.3 Merdatas

Merdatas adalah istilah yang dipakai untuk nada yang tinggi dan ditahan

dengan melakukan beberapa variasi nada dengan melangkah naik-turun.

Langkah-langkah nada-nada tersebut umumnya mempunyai jarak yang kecil

yaitu sebagai nada variasi dari nada yang dimaksudkan. Pada umumnya

merdatas ini hanya dipakai untuk nada tinggi dengan durasi ritmis yang besar.

Walaupun dalam permainanya nada tinggi tersebut boleh saja dimainkan dengan

cara menahan secara panjang, namun untuk memberikan efek yang khas serta

untuk menambah artistiknya para pemain sarune pada umumnya akan

melakukan teknik ini dalam permainannya.

5.2.6.4 Menragam

Dalam bahasa Indonesia menragam dapat diartikan pemberian unsure

ornamentasi (improvisasi) pada permainan sarune. Menragam adalah beberapa

nada lain diantara dua nada yang sama yang memiliki nilai durasi yang cukup

besar atau pada satu nada dengan durasi ritmis yang besar. Nada-nada yang

merupakan ornamentasi tersebut bervariasi antara melangkah dan melompat,

naik ataupun turun.

\

76

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dalam tulisan ini dapat

disimpulkan bahwa teknik permainan sarune Pakpak memiliki beberapa proses

untuk tiap tahapan belajarnya. Setiap teknik yang dipakai memerlukan perhatian

khusus untuk para pembaca atau siapapun yang ingin mempelajarinya.

Teknik permainan sarune yang disajikan oleh Bapak kerta Sitakar adalah

teknik permainan tradisi. teknik yang menonjol adalah pernafasan polinama

(circular breathing). Selain itu adalah teknik peniupan, berupa pernafasan bahu,

dada, perut, dan gabungan. Di sisi lain teknik meniup pada pit juga menjadi sarat

untuk menghasilkan bunyi sarune Pakpak. Penjarian untuk menghasilkan nada-

nada (do, re, fi, sol, si, dan do tinggi) juga menjadi tekknik penting dalam

memainkan sarune Pakpak ini. Permainan jari pada setiap lubang nada dan

menghafal lagu akan tetapi ada aspek lain yang merupakan factor pendukung

yaitu perasaan dan latar belakang sifat lagu.

Berkenean dengan perasaan, seorang pemain sarune haruslah dapat

merasakan bahwa bunyi-bunyi sarune yang dimainkan secara melodis adalah

merupakan ungkapan perasaan dari penyajinya atau pihak pelaksana suatu

upacara. Apabila sarune dimainkan secara solo sebagai ungkapan perasaan

penyajinya, terlebuh dahulu si pemain harus memikirkan perasaan penyajinya.

Dari uraian-uraian bab-bab terdahulu penulis merangkum bahwa sarune

dalam kebudayaan musikal Pakpak Bharat adalah salah satu alat musik tiup yang

77

dalam penyajiannya dapat secara tunggal maupun sacara ensambel. Dari

kedudukan diatas maka alat musik ini dikelompokkan dalam masyarakat ke

dalam oning-oningen (instrument tunggal) dan gotci (ensambel instrument).

Sebagai instrumen tunggal, alat musik ini berfungsi untuk menghibur diri

sendiri pemain. Selain itu juga untuk orang lain yang sedang dilanda kesusahan

serta sebagai alat untuk merayu melalui bunyi melodis yang dihasilkan.

Dalam perkembangannya saat ini, sarune mulai kehilangan eksisitensinya

sebagai alat musik tradisional masyarakat Pakpak. Sarune Pakpak mulai tergeser

fungsinya sebagai alat musik pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak

digantikan dengan alat musik lobat. Selain itu pengaruh masuknya instrumen

modern seperti keyboard juga turut ambil bagian dalam penggeseran nilai

musikal sarune tersebut. Namun jauh sebelum masuknya teknologi pergeseran

peran sarune disebabkan oleh munculnya alat musik tiup lobat (alat musik

Pakpak) sebagai pembawa melodi utama dalam ensambel musik Pakpak.

Dari hasil penelitian dan berdasarkan tulisan ini, penulis menyimpulkan

bahwa sarune Pakpak hampir memiliki persamaan dengan sarune Toba,

Simalungun yang ada disumater utara baik dari segi teknik permainan dan dari

segi aspek musikalnya.

Yang membuat sarune ini sedikit berbeda dengan sarune etnis lainnya

adalah karena sarune Pakpak dapat dimainkan pada setiap kesempatan baik

dalam upacara adat maupun dikehidupan sehari-hari. Jika didalam upacara adat

sarune mempunyai peran sebagai leader (pimpinan dalam ensambel), didalam

kehidupan sehari-hari khususnya kehidupan pribadi sarune berfungsi sebagai

78

alat yang dapat mengungkapkan perasaan sipemain. Jika pemain sedang

mengalami kesedihan, pemain tersebut dapat memainkan sarunenya dengan

lagu-lagu bernuansa lambat dan jika si pemain sedang merasa bahagia maka

sipemain membunyikan sarunenya dengan lagu-lagu riang tanpa mengenal

tempat.

6.2 Saran

Pergeseran peran sarune ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan

kepunahan instrumen tersebut. Penulis menyarankan kepada instansi

pemerintahan maupun instansi yang berkecimpung di dalam bidang seni agar

mencari ataupun menciptakan metode yang dapat menyelamatkan sarune ini dari

kepunahannya.

Selain itu, dalam rangka melestarikan kebudayaan sarune dalam

kebudayaan Pakpak, diperlukan strategi pemungsiannya di dalam kebudayaan.

Salah satu di antaranya adalah perlunya dilakukan workshop atau bengkel

pelatihan sarune, ternmasuk menggunakan tenaga Bapak kerta Sitakar. Ini

dilakukan agar alat musik tersebut tidak tercerabut dari kebudayaannya.

Di samping itu, dalam rangka melestarikan keberadaan sarune Pakpak

ini, perlu juga diproduksi alat musik ini oleh para pembuatnya, yang dapat

diberdayakan untuk para pemain sarune, atau juga unutk kepentingan dunia

kepariwisataan. karena dalam alat musik ini juga terkandung nilai-nilai ekonomis

dan budaya sekali gus.

79

Secara umum pula perlu dilakukan pendidikan seni di tingkat Sekolah

Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah menengah Atas di Kabupaten

Pakpak Bharat dan Dairi, dengan muatan studi musik etnik Pakpak, baik itu

ensambel genderang sisibah, sipitu-pitu, sidua-dua, nyanyian-nyaian Pakpak

seperti enden, nangen, orih-orih, dan lainnya. Ini akan menumbuhkan kecintaan

generasi muda kepada tradisi nenek moyangnya. Selain itu akan memperkuat

identitas etnik Pakpak, dalam rangka menyongsong globalisasi. Bagaimanapun

bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai warisan tradisinya.

80

Daftar Pustaka

Becker, Judith and Alton Becker. 1981. “A Musical Icon: Power and Meaning in Javanese Gamelan Music”. In Steiner, Wendy. The Sign in Music and Literature. Austin: University of Texas Press.

Blacking, John. 1974. How Musical is Man? Seattle: University of Washington Press.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hood, Mantle, 1982. The Ethnomusicology. Ohio: The Kent State University Press

Hornbostel, Erich M. von dan Curt Sach, 1961. Clasification of Musical Instrument. Translate from original by Anthoni Baines and Klausss P. Wachmann.

Ihromi, T.O., 1985. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor.

Koentjaraningrat 1973. Metode Wawancara Dalam Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat 1976. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. PT. Gramedia

Koentjaraningrat 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Khasima, Susumu. Asia performing Art. (Terjemahan Rizaldi Siagian, 1986).

Meriam, Alan P 1964. Antropology of Music. Blomington, Indiana, University Press.

Meuraxa, Dada, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar.

Nettl, B 1964. Theory and Method In Ethnomusicology. New York Free Press of Glencoe

81

Rosita, Anna 1996. Deskripsi Organologi Sarune Pakpak-Dairi. Skripsi Sarjana Etnomusikologi

Simbolon, Pardon 2012. Kajian Organologis Gandang sikambang Buatan Bapak Chairil siregar Didesa Jago-jago, Tapanuli tengah. Skripsi Sarjana Etnomusikologi

Sirait, Frendy 2009. Instrumen Sulim Pada Ensambel Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan: Kajian Organologis, Teknik Permainan dan Ciri Musikal. Skripsi Sarjana Etnomusikologi.

Tan, Mely G., 1985. “Metode Penelitian.” Dalam Koentjaraningrat (ed.) Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

82

Daftar Informan

Nama : Mardi Boang Manalu

Umur : 20 tahun

Pekerjaan : Pemusik

Alamat : Desa Sukaramai kec. Kerajaan

Nama : Pandapotan Solin

Umur : 45 tahun

Pekerjaan : pemain musik Pakpak dan wiraswasta

Alamat : Desa Sukaramai kec Kerajaan

Nama : Mahangga Surung Solin

Umur : 20 tahun

Pekerjaan : pemain musik pakpak dan mahasiswa

Alamat : Jl Jamin Ginting Pasar V Padang Bulan Medan

Nama : Kerta Sitakar

Umur : 77 tahun

Pekerjaan : pemain sarune Pakpak dan petani

Alamat : Mbereng Kec Kerajaan

Nama : Sampe Berutu

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : seniman musik tradisi pakpak dan wiraswasta

Alamat : Jalan Pemuda Kab Sidikalang

83

Nama : Bima Manik

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Event Organizer musik Pakpak

Alamat : Jl Darussalam Medan

Nama : Benni Siagian

Umur : 28 tahun

Pekerjaan : pekerja entertaiment

Alamat : Jalan Lintas Sidikalang kab. Dairi

84

Melodi Lagu Anak Berruyang dimainkan pada sarune Pakpak oleh Bapak Karta Sitakar

(direkam oleh: Tumpal Saragih tanggal 23 Februari 2013 di Desa Mbereng Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat)

transkripsi: Tumpal Saragih dibantu David Andartua

85