uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil...

20
1 MITIGASI BENCANA WILAYAH PESISIR BERBASIS PENGELOLAAN EKOSISTEM Oleh Andrias Koko (NPM.E2A010010) ABSTRAK Kawasan pesisir merupakan daerah transisi antara darat dan laut yang rawan terjadi bencana dengan air laut sebagai agen yang bekerja (working agents) seperti: tsunami, gelombang tinggi, banjir pasang surut, sedimentasi dan erosi pantai. Kelemahan pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah tidak mensinergikan pengelolaan dampak bencana dan resiko terhadap ekosistem. Upaya yang paling mungkin dilakukan adalah dengan mengembangkan teknik mitigasi bencana. Aktifitas mitigasi bencana sesungguhnya adalah upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya bencana, atau mengurangi efek dari bencana yang tidak dapat dicegah kejadiannya. Pendekatan mitigasi bencana berbasis pengelolaan ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir (misalnya mangrove dan terumbu karang) penting untuk dilakukan. Kata kunci: mitigasi, pesisir,dan ekosistem PENDAHULUAN Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling banyak kita temui didaerah pesisir adalah kerusakan akibat gempa bumi, tsunami, banjir pasang surut, sedimentasi, dan abrasi. Gempa bumi sering terjadi di kawasan pesisir dan sekitar pulau- pulau kecil, bahkan episentrumnya seringkali berpusat di wilayah laut (Kawaroe, 2004). Posisi Indonesia yang

Transcript of uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil...

Page 1: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

1

MITIGASI BENCANA WILAYAH PESISIRBERBASIS PENGELOLAAN EKOSISTEM

OlehAndrias Koko (NPM.E2A010010)

ABSTRAK

Kawasan pesisir merupakan daerah transisi antara darat dan laut yang rawan terjadi bencana dengan air laut sebagai agen yang bekerja (working agents) seperti: tsunami, gelombang tinggi, banjir pasang surut, sedimentasi dan erosi pantai. Kelemahan pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah tidak mensinergikan pengelolaan dampak bencana dan resiko terhadap ekosistem. Upaya yang paling mungkin dilakukan adalah dengan mengembangkan teknik mitigasi bencana. Aktifitas mitigasi bencana sesungguhnya adalah upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya bencana, atau mengurangi efek dari bencana yang tidak dapat dicegah kejadiannya. Pendekatan mitigasi bencana berbasis pengelolaan ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir (misalnya mangrove dan terumbu karang) penting untuk dilakukan.

Kata kunci: mitigasi, pesisir,dan ekosistem

PENDAHULUAN

Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat

berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling banyak kita temui didaerah

pesisir adalah kerusakan akibat gempa bumi, tsunami, banjir pasang surut,

sedimentasi, dan abrasi. Gempa bumi sering terjadi di kawasan pesisir dan sekitar

pulau-pulau kecil, bahkan episentrumnya seringkali berpusat di wilayah laut

(Kawaroe, 2004). Posisi Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng

tektonik dunia yaitu: Lempeng Australia di selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian

barat dan Lempeng Samudra Pasifik di bagian timur, menjadikan Indonesia rawan

terkena gempa bumi.

Secara umum kerusakan yang terjadi akibat bencana tidak sedikit.

Disamping kerusakan bangunan fisik, ekosistem pesisir pun menjadi rusak berat.

Masalah sedimentasi dan abrasi dirasakan sangat mengganggu aktivitas

pengembangan dan pemanfaatan wilayah pesisir. Misalnya dengan adanya konversi

Page 2: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

2

lahan hutan bakau menjadi tambak tanpa pertimbangan yang tepat pada gilirannya

akan memicu laju sedimentasi dan abrasi secara tidak terkendali. Besarnya potensi

bencana jika tidak disertai dengan tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam

mengantisipasi potensi bencana akan berakibat pada besarnya jumlah korban jiwa

dan kerusakan yang terjadi di wilayah pesisir. Kurangnya perencanaan yang

berbasis mitigasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut

(Anonim, 2008). 

Kerusakan lingkungan pesisir akibat bencana dapat diminimalisasi dengan

berbagai cara. Salah satunya dengan melakukan upaya mitigasi bencana berbasis

pengelolaan ekosistem dan sumberdaya yang ada dikawasan lingkungan pesisir

yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk mengatasi degradasi lingkungan

pesisir yang terus berlangsung. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah

yang sistematis dan menyeluruh sebelum dilakukan pengembangan dan

pemanfaatan dalam skala yang lebih luas.

KONSEPSI BENCANA

Bencana mempunyai definisi yang bermacam-macam. Ongkosongo (2004)

mendefinisikan bencana sebagai sebuah dampak kegiatan yang memberikan efek

negatif terhadap manusia. UU No 27 Tahun 2007 menjelaskan secara umum

bencana pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau

karena perbuatan orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik

dan atau hayati pesisir yang mengakibatkan korban jiwa, harta,

dan kerusakan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Berbagai bencana yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia dalam

beberapa kurun waktu terakhir ini telah melahirkan kebijakan baru dalam konteks

Page 3: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

3

manajemen bencana. Dalam lingkaran manajemen bencana terdapat tiga komponen

besar yang dilakukan yaitu kegiatan prabencana, tanggap darurat saat terjadi

bencana dan kegiatan pasca bencana. Jika selama ini manajemen bencana lebih

menitikberatkan pada aspek penanganan tanggap darurat dan pasca bencana yang

ternyata terdapat banyak kelemahan, maka ke depannya manajemen bencana lebih

menitikberatkan kegiatan prabencana yaitu kegiatan mitigasi bencana dalam

kerangka mengurangi risiko dan dampak bencana (Zakaria, 2009).

Gambar 1. Siklus Manajemen Bencana

Beberapa bentuk kerusakan yang kemudian di kategorikan sebagai bencana

di wilayah pesisir menurut Mihardja (2004) adalah: pencemaran, kerusakan hutan

mangrove, kerusakan terumbu karang dan lamun, abrasi, perubahan tata guna

lahan, algae blooming, kematian ikan. Penyebab kerusakan tersebut adalah:

penebangan hutan mangrove, pengeboman ikan di sekitar karang, buangan limbah

di kawasan perairan, pembangunan yang menyebabkan degradasi lingkungan,

Bencana alam.

UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana pasal 35d dan 39

mengamanatkan pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan

pembangunan. UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang penjelasan pasal 5

ayat (2) menjelaskan penataan ruang harus memasukkan kawasan rawan bencana,

Page 4: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

4

lebih lanjut UU No. 27 tahun 2007 pasal 7 ayat 3 mengamanatkan Pemerintah

Daerah wajib menyusun perencanaan zonasi wilayah pesisir yang berbasis mitigasi

bencana.

PRINSIP MITIGASI UNTUK WILAYAH PESISIR

Mitigasi bencana merupakan proses mengupayakan berbagai tindakan

preventif dalam penanggulangan bencana, karena kegiatan ini dilakukan sebelum

terjadinya bencana yang dimaksudkan agar dampak yang ditimbulkan dapat

dikurangi (Nurhasanah dan Aprizal, 2007). Masyarakat sangat besar perannya

dalam penanggulangan bencana sehingga perlu ditingkatkan kesadaran, kepedulian

dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta kedisiplinannya

terhadap peraturan yang ada. Selain itu juga perlu dipikirkan penerapan

pengelolaan pesisir terpadu (integrated coastal management) untuk mitigasi

bencana. Pendekatan ini ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya dan daya

dukung lingkungan suatu wilayah pesisir yang mencakup suatu kesatuan dalam

perencanaan, penggunaan lahan, pemeliharaan, kontrol, evaluasi, rehabilitasi,

pembangunan dan konservasi lingkungan pesisir (Pratikto, 2004).

Aktifitas mitigasi bencana sesungguhnya adalah upaya untuk

mengeliminasi kemungkinan terjadinya bencana, atau mengurangi efek dari

bencana yang tidak dapat dicegah kejadiannya (Warfield, tanpa tahun). Selanjutnya

disebutkan bahwa efektifitas tindakan mitigasi bencana tergantung pada

ketersediaan informasi tentang bencana, resiko keadaan darurat (emergency risks),

dan tindakan tanggapan (counter measures) yang diambil. Mitigasi bukanlah

sebuah strategi akhir, namun diperlukan agar resiko yang ada dapat diminimalisir.

Page 5: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

5

Menurut Ongkosongo (2004) ternyata daerah pantai, pesisir dan pulau-

pulau kecil merupakan bagian yang dinamik, karena berhubungan dengan kondisi

lingkungan yang juga dinamik. Dinamika tersebut dapat terjadi karena gerakan

massa air, serta akibat bencana alam yang sering terjadi di wilayah lepas pantai

seperti gempa, banjir pasang, dan angin besar. Tahapan untuk melakukan deteksi,

mitigasi dan pencegahan degradasi akibat bencana dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan akar masalah penyebab degradasi, komponen utama yang

menjadi pokok pendeteksi, satuan upaya deteksi dan tindakan umum deteksi

bencana. Menurut Clarks (1996) prinsip mitigasi bencana di suatu wilayah

mencakup:

1. Peningkatan antisipasi kerusakan adalah bentuk mitigasi yang menunjukkan

‘peningkatan penanganan’ kerusakan sederhana dari sebuah ekosistem.

2. Mereduksi dampak adalah sebuah model dari mitigasi untuk mengurangi

dampak kegiatan pengerukan dan penambangan pasir demi melindungi habitat

pemijahan dan menghindari gangguan terhadap benih dan sumberdaya

3. Kompensasi juga salah satu bentuk dari mitigasi yang berimplikasi pada upaya

untuk melindungi agar tidak ada sumberdaya yang hilang. Seperti

perlindungan waduk.

4. Replacement sebagai sebuah bentuk melindungi sumberdaya dengan

memanfaatkan ruang yang ada kemudian melakukan relokasi keruang lainnya.

URGENSI MITIGASI EKOSISTEM

Secara nasional, kelestarian lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil

diupayakan terlindungi dari dampak negatif kegiatan pembangunan. Selain itu,

perbaikan kualitas ekosistem terus dilakukan seperti tertuang melalui Program

Page 6: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

6

Mitra Bahari Indonesia (Sea Partnership Program). Terkait dengan upaya tersebut,

mitigasi kerusakan lingkungan pesisir merupakan salah satu aspek keseimbangan

yang harus dicapai. Hal ini penting karena kegiatan pemanfaatan sumberdaya dan

ekosistem wilayah pesisir akan rusak apabila tidak terdapat konsep dan langkah

untuk antisipasi terjadinya kerusakan.

kerusakan di wilayah pesisir dapat diakibatkan oleh alam (seperti tsunami,

gempa, abrasi, dan banjir) atau dampak aktivitas manusia. Kerusakan tersebut tentu

saja akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit seperti investasi yang telah

ditanam, kegagalan budidaya, menurunnya produksi, perbaikan sarana-prasarana

produksi, dan pemulihan kerusakan sumberdaya pesisir. Hal ini semestinya dapat

diminimalisasikan seandainya semua pihak mempunyai pemahaman dan informasi

yang jelas tentang mitigasi kerusakan lingkungan di wilayah pesisir.

Dampak kerusakan lingkungan pesisir ini perlu disadari urgensinya. Hal ini

dikarenakan:

Sebagian besar dari kota-kota metropolitan di Indonesia terletak di wilayah

pesisir

Sumberdaya penting, khususnya hayati dan jasa lingkungan terletak di pesisir

Sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

relatif lebih terbelakang dalam hal ekonomi dan sarana-prasarana sosial

sehingga kerusakan lingkungan pesisir akan memperburuk kondisi tersebut.

UPAYA MITIGASI KERUSAKAN DI WILAYAH PESISIR

Upaya mitigasi kerusakan di wilayah pesisir dapat dilakukan melalui upaya

struktural dan non struktural:

Page 7: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

7

a. Upaya Struktural.

Bentuknya berupa pembangunan infrastruktur seperti rumah, jalan, dan sarana

prasarana budidaya yang lebih terpadu dan bersifat antisipatif terhadap

kemungkinan bencana. Upaya mitigasi bencana tsunami, misalnya, secara

structural (upaya teknis yang bertujuan untuk meredam/mengurangi energi

gelombang tsunami yang menjalar ke kawasan pantai) dapat dibedakan menjadi

dua kelompok, yaitu (i) alami, seperti penanaman hutan mangrove di sepanjang

kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang; (ii) buatan, seperti

pembangunan pemecah gelombang (seawall, breakwater, Groin) sejajar pantai

untuk menahan tsunami, memperkuat desain bangunan dan infrastruktur.

b. Upaya Non Struktural

Upaya mitigasi bencana nonstruktural dalam menangani bencana tsunami

adalah upaya nonteknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang

kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun

upaya lainnya: kebijakan tentang tata guna lahan kawasan pantai yang rawan

bencana; kebijaksanaan tentang standarisasi bangunan serta infrastruktur sarana

dan prasarana; kebijakan tentang eksplorasi dan kegiatan perekonomian masyarakat

kawasan pantai; pelatihan dan simulasi mitigasi bencana tsunami, misalnya;

penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana; pengembangan sistem

peringatan dini adanya bahaya bencana. Menurut Pratikto (2004), jika sistem

peringatan dini (early warning system) yang berupa informasi tsunami dan gempa

bumi pada sistem pengamatan dapat berjalan dengan baik maka dampak korban

jiwa dapat diminimalisasi.

Page 8: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

8

Gambar 2. Sistem peringatan dini pada mitigasi bencana tsunami

Penerapan pengelolaan pesisir terpadu (integrated coastal management)

untuk mitigasi bencana memerlukan keterpaduan dan dukungan baik dari aspek

kelembagaan maupun IPTEK yang berwawasan lingkungan. Mitigasi dan antisipasi

perlu dilakukan terkait dengan satuan manusianya. Misalnya, masyarakat yang

tinggal berdekatan dengan kawasan bencana perlu mengambil langkah berjaga-jaga

untuk menghadapi bencana tersebut. Rumah dan bangunan lainnya dibuat dengan

model tahan gempa. Penduduk di kawasan bencana juga perlu memiliki alat-alat

“darurat gempa” seperti lampu senter, obat-obatan, dan lain-lain. Mereka juga perlu

mengetahui apa yang harus diperbuat saat menghadapi bencana. Misalnya, saat

terjadi air surut sejauh 2 km maka jangan ke pantai. Sebab, hal ini salah satu tanda

tsunami.

MINIMALISASI DAMPAK BERBASIS EKOSISTEM

Upaya minimalisasi dan mitigasi bencana dapat dilakukan melalui

pendekatan terhadap ekosistem. Ekosistem yang erat kaitannya dan perannya dalam

mitigasi bencana di pesisir adalah terumbu karang, lamun dan mangrove. Terumbu

Karang terutama jenis soft koral yang termasuk sebagai biota pesisir dan laut

Page 9: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

9

daerah dataran pantai mampu menahan laju air sebesar 0,041 m. Dengan

kemampuan ini, maka koral selain memiliki tingkat produktivitas yang tinggi juga

berpotensi sebagai media untuk menahan gerak dan lajunya gelombang (Weber,

1993). Fenomena tsunami, badai dan berbagai bentuk masukan dari darat juga

dapat di toleransi oleh terumbu karang secara baik.

Gambar 3. Mangrove Sebagai Pelindung Bagi Wilayah Pesisir

Model mitigasi lingkungan yang dapat diterapkan dalam rangka mengatasi

abrasi adalah dengan melalui penanaman kembali hutan mangrove dilokasi-lokasi

yang sesuai setelah mempertimbangkan kondisi lingkungan setempat. Namun,

secara umum model mitigasi dengan cara ini mengikuti tahapan sebagai berikut:

(1) Survei kondisi bio-fisik lingkungan dan penentuan lokasi percontohan

Kegiatan ini ditujukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang

mendukung maupun yang tak mendukung dilakukannya penanaman mangrove

dan gambaran kondisi bio-fisik lingkungan.

(2) Partisipasi masyarakat

Dengan pembentukan kelompok masyarakat peduli mangrove Pembentukan

kelompok ini dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan keterlibatan

masyarakat dalam program Mitigasi Lingkungan.

Page 10: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

10

(3) Penanaman mangrove

Sebelum penanaman mangrove dilakukan maka dibuat terlebih dahulu alat

penahan ombak (APO) agar pertumbuhan mangrove terlindung dari hantaman

gelombang.

Gambar 4. Penanaman Kembali Pohon Mangrove

(4) Pemeliharaan Terumbu Karang.

Terumbu karang menjadi penting dalam antisipasi bencana akibat kerusakan

yang di timbulkan oleh gelombang pasang.

(5) Melakukan Pemugaran Daerah pantai.

Langkah mitigasi yang bersifat cepat, tapi tidak mampu bertahan lama adalah

dengan melakukan pemugaran di sekitar bagian pantai yang sangat beresiko.

Hutan mangrove juga menjadi salah satu komponen yang mampu

menghambat laju gelombang laut menuju darat. Beberapa daerah di timur sumatera

seperti di Lampung Timur, Sumatera Selatan, Riau mengalami tekanan gelombang

yang kuat saat musim timur. Namun berkat adanya mangrove lokasi tersebut relatif

tahan terhadap abrasi pantai. Makin tebal mangrove yang ada di kawasan tersebut,

maka makin tinggi juga kekuatan untuk menahan laju pergerakan gelombang, arus,

dan sedimen. Pratikto (2004) mengatakan, ekosistem mangrove juga dapat menjadi

pelindung secara alami dari bahaya tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan di

Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan adanya ekosistem

Page 11: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

11

mangrove telah mereduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340, dan perubahan energi

gelombang sebesar (E) = 19635,26 joule. Kehadiran sistem pertahanan pantai

alamiah dapat mengurangi kekuatan gelombang tsunami yang melanda ke daratan,

sehingga dapat mempersempit luas areal yang terganggu. Pengamatan di Taman

Nasional Yala dan Bundala di Sri Lanka menunjukkan bahwa terumbu karang,

mangrove, bukit pasir dan berbagai ekosistem lain seperti rawa gambut dapat

memberikan perlindungan terhadap daratan pesisir dari gelombang tsunami dengan

mengurangi energi gelombang tsunami (Setyawan,2008) .

KESIMPULAN

Menghadapi bencana yang datang secara tiba-tiba diperlukan sikap waspada berupa

deteksi bencana dan mitigasi. Pengelolaan ekosistem amat penting untuk

mewujudkan kelestarian lingkungan, selain itu juga berguna untuk mitigasi

bencana. Mitigasi bencana ditujukan untuk meminimalkan dampak yang diterima

manusia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Prof. Ir. Urip Santoso, S.IKom, M.Sc,

Ph.D yang telah memberikan pengarahan atas penulisan karya ilmiah telaah

pustaka ini dan Yar Johan S.Pi, M.Si yang telah meberikan masukan dalam

pembuatan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mihardja, A., 2004. Mitigasi Bencana Tsunami. Diunduh dari http://geocity. com. [Akses: 20 Agustus 2010]

Anonim, 2008. Kerangka Acuan Lomba Penyusunan Zonasi (Tata Ruang) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Berbasis Mitigasi Bencana Universitas Regional Se-Jawa, Bali dan Kalimantan. Diunduh dari

Page 12: uwityangyoyo.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya bencana. Bencana yang paling

12

(http://pw.geo.ugm.ac.id/download/TorMitigasiBencanaUGM.doc.) [Akses: 20 agustus 2010]

Clarks, J. R. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publisher. 693 p

Kawaroe, M., Indra J., Mulia P., dan Kukuh N., 2004. Mitigasi Ekologi Wilayah Pesisir Lampung Timur. Makalah Pada Konas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. Balikpapan.

Nurhasanah, A.,dan Aprizal, 2007. Mitigasi Bencana Kawasan Pesisir. Coastal Hazard - Indonesia. Diunduh dari http://radarlampung.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=4665&Itemid=31[Akses: 20 agustus 2010]

Ongkosongo, O., 2004. Perubahan Lingkungan di Wilayah Pesisir. Stuktur Fisik dan Dinamik Pesisir. Makalah Workshop: Deteksi, Mitigasi dan Pencegahan Degradasi Lingkungan Pesisir dan Laut Indonesia.

Pratikto, W. A., 2004. Mitigasi Bencana Tsunami, Artikel Republika, 31 Desember 2004.

Setyawan, W. B., 2008. Menghadapi Ancaman Bahaya Geologi di Wilayah Pesisir. Prosiding Seminar Nasional Ilmu Kebumian 2008, Jurusan Teknik Geologi FT UGM, Yogyakarta. Diunduh dari http://wahyuancol.wordpress.com20080603mitigasi-bahaya-geologi-wilayah-pesisir.html [Akses: 22 September 2010]

UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI

UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara RI

UU No. 27 Tahun 2007. Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Lembaran Negara RI

Warfield, C., tanpa tahun, The Disaster Management Cycle. Diunduh dari http://www.grdc.org/uem/disaster/1-dm_cycle.html. [Akses: 22 September 2010]

Weber, P., 1993. Abandond Seas Reversing the Decline of The Oceans.

Zakaria, A., 2009. Laporan Pengabdian pada Masyarakat: Sosialisasi Renstra Mitigasi Bencana Kota Bandar Lampung di Kelurahan Susunan Baru. Universitas Lampung. 22 hal. Diunduh dariwww/http.blog.unila.ac.id.ahmadzakariafiles201001mitigasi.pdf [Akses: 20 agustus 2010]