rechtsvinding.bphn.go.id · Web viewKetika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola...

8
RechtsVinding Online Hukum Sepakbola Dalam Perspektif Hukum Nasional Oleh: Eko Noer Kristiyanto * Naskah diterima: 18 Februari 2015; disetujui: 10 Maret 2015 Kajian terkait hukum olahraga bisa jadi masih belum terlalu familiar di Indonesia, padahal kajian ini menjadi kajian populer dan serius di banyak negara, perkembangan olahraga sebagai industri dan gaya hidup menjadikan olahraga berkembang lebih menjadi sekedar upaya untuk menyehatkan tubuh namun juga merambah dunia industri, penyiaran, dll, semua itu tentunya memiliki konsekuensi yang mayoritas beririsan dengan hukum. Banyak aspek hukum terkait olahraga (baca:sepakbola), mengapa sepakbola? Selain karena olahraga ini yang paling memiliki pengaruh di dunia, harus diakui juga bahwa sepakbola adalah olahraga yang memiliki banyak persinggungan dengan hukum, dari mulai aspek perdata, pidana, hingga administrasi. Berbicara hukum (sepakbola) maka kita pun sering mendengar istilah rule of game atau laws of the game sebagai suatu prinsip kekhususan di mana sepak bola memiliki aturan mainnya sendiri, sayangnya pengusung prinsip lex specialistt ini seringkali kebablasan dan keliru menempatkan suatu persoalan sehingga merasa segala sesuatu terkait sepakbola selalu bebas dari hukum dan aturan lain selain statuta FIFA, federasi dsb, apakah benar demikian? PERSINGGUNGAN HUKUM Ketika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola (FIFA) dengan sistem hukum nasional (serta internasional) sebenarnya berlaku dalam banyak hal, yang perlu diperhatikan adalah peranan Negara yang diharapkan “turun tangan” bukan “campur tangan”. Sehingga masing- masing pihak harus memahami otoritas dan yurisdiksinya, misalkan saja jika terjadi insiden dalam lapangan sepakbola maka otoritas mutlak ada di tangan wasit, polisi

Transcript of rechtsvinding.bphn.go.id · Web viewKetika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola...

Page 1: rechtsvinding.bphn.go.id · Web viewKetika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola (FIFA) dengan sistem hukum nasional (serta internasional) sebenarnya berlaku dalam banyak

RechtsVinding Online

Hukum Sepakbola Dalam Perspektif Hukum NasionalOleh:

Eko Noer Kristiyanto*

Naskah diterima: 18 Februari 2015; disetujui: 10 Maret 2015

Kajian terkait hukum olahraga bisa jadi masih belum terlalu familiar di Indonesia, padahal kajian ini menjadi kajian populer dan serius di banyak negara, perkembangan olahraga sebagai industri dan gaya hidup menjadikan olahraga berkembang lebih menjadi sekedar upaya untuk menyehatkan tubuh namun juga merambah dunia industri, penyiaran, dll, semua itu tentunya memiliki konsekuensi yang mayoritas beririsan dengan hukum. Banyak aspek hukum terkait olahraga (baca:sepakbola), mengapa sepakbola? Selain karena olahraga ini yang paling memiliki pengaruh di dunia, harus diakui juga bahwa sepakbola adalah olahraga yang memiliki banyak persinggungan dengan hukum, dari mulai aspek perdata, pidana, hingga administrasi.

Berbicara hukum (sepakbola) maka kita pun sering mendengar istilah rule of game atau laws of the game sebagai suatu prinsip kekhususan di mana sepak bola memiliki aturan mainnya sendiri, sayangnya pengusung prinsip lex specialistt ini seringkali kebablasan dan keliru menempatkan suatu persoalan sehingga merasa segala sesuatu terkait sepakbola selalu bebas dari hukum dan aturan lain selain statuta FIFA, federasi dsb, apakah benar demikian?

PERSINGGUNGAN HUKUMKetika ditanya persinggungan antara

sistem hukum sepakbola (FIFA) dengan sistem hukum nasional (serta internasional)

sebenarnya berlaku dalam banyak hal, yang perlu diperhatikan adalah peranan Negara yang diharapkan “turun tangan” bukan “campur tangan”. Sehingga masing-masing pihak harus memahami otoritas dan yurisdiksinya, misalkan saja jika terjadi insiden dalam lapangan sepakbola maka otoritas mutlak ada di tangan wasit, polisi bahkan presiden pun tak berhak mengintervensinya, ketika insiden kericuhan mulai meluas di luar area stadion dan menjadi ancaman masyarakat serta menjurus kriminal murni yang dilakukan suporter maka saat itulah hukum negara berlaku, terkait hal ini ada beberapa hal yang memenuhi unsur delik pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang biasa dilakukan oleh para suporter sepakbola di Indonesia, ada beberapa tindak pidana kejahatan yang berkaitan langsung dengan terjadinya kerusuhan supporter sepakbola. Pertama adalah tindak pidana tentang penghancuran atau perusakan barang yang diatur dalam Bab XXVII buku kedua KUHP, mengenai hal ini, semua dapat kita lihat saat terjadinya kerusuhan sepakbola baik didalam stadion maupun luar stadion, bukti-buktinya pun jelas dan terekam dalam berbagai dokumentasi, pembakaran serta perusakan fasilitas umum dan kendaraan-kendaraan pribadi menjadi hal yang dapat dipastikan akan selalu mengikuti saat terjadi kerusuhan sepakbola.

Page 2: rechtsvinding.bphn.go.id · Web viewKetika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola (FIFA) dengan sistem hukum nasional (serta internasional) sebenarnya berlaku dalam banyak

RechtsVinding Online

Kedua adalah tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Bab XX buku kedua KUHP, dan tindak pidana yang satu ini akan semakin nyata saat melibatkan dua kelompok suporter yang berbeda, bahkan aksi-aksi penganiayaan dalam kerusuhan sepakbola tidak jarang pula harus menelan korban jiwa. Selain itu beberapa hal lain yang dilakukan para suporter dan terjadi sebelum atau sesudah kerusuhan pun dapat pula dijerat dengan hukum pidana, yaitu saat para oknum suporter mengonsumsi obat-obatan terlarang untuk membuat mereka lebih “terbang” saat beraksi mendukung tim kesayangannya.

Selain tindak kejahatan, bentuk pelanggaran pun biasa mereka lakukan saat menuju ataupun pulang dari stadion. Dalam hal ini adalah tindak pidana pelanggaran lalu-lintas. Kita akan sangat mudah menjumpai pemandangan suporter yang mengemudikan motor ugal-ugalan, tidak menggunakan helm, berboncengan motor lebih dari tiga orang dll.

Maka di mana peran para penegak hukum saat tindakan-tindakan “khas” suporter sepakbola ini telah nyata-nyata termasuk kategori pidana dan kriminal murni?

Relatif jarang kita dengar berita penuntutan secara konvensional bagi pelaku tindak pidana dalam sebuah pertandingan sepakbola, yaitu tuntutan jaksa, proses peradilan dipengadilan umum hingga jatuhnya vonis. Sebuah kekeliruan telah terjadi, kejahatan-kejahatan dan pelanggaran yang terjadi dalam ranah pertandingan sepakbola dianggap berbeda

cara penanganannnya dengan penanganan tindak pidana di luar sepakbola, padahal kita memiliki hukum acara yang harus dilaksanakan untuk menegakkan hukum pidana.

Kejahatan di luar lapangan yang berhubungan dengan sepakbola (dan bersinggungan dengan hukum negara) pun terkadang tak mendapat konsekuensi hukum yang jelas, jika suatu kasus dalam federasi berhasil terbongkar yang terjadi kemudian hanyalah sanksi administratif dikalangan intern organisasi PSSI itu sendiri yaitu berupa pemecatan, skorsing dsb. Padahal yang namanya suap adalah termasuk kejahatan pidana, dan siapapun pelakunya haruslah berhadapan dengan hukum.

Pemahaman terkait otoritas dan kewenangan masing-masing tak hanya dalam konteks pidana namun juga aspek lain dimana sesungguhnya sepakbola pun tak dapat berjalan sendiri tanpa tunduk kepada hukum positif yang berlaku, semisal pembentukan klub profesional yang harus berbentuk Perseroan Terbatas, terkait Hak Kekayaan Intelektual, terkait perizinan, terkait izin pemain asing, terkait kewajiban pajak para pelaku sepakbola, dsb.

UU SKN Terbitnya Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) sesungguhnya layak diapresiasi karena untuk pertamanya kalinya sepanjang sejarah bangsa telah lahir produk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang tentang olahraga. Namun apresiasi tentunya tak meniadakan

* Penulis adalah Peneliti Hukum di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, ex.media officer PT. PERSIB Bandung Bermartabat, ex.produser program sepakbola KOMPAStv JABAR

Page 3: rechtsvinding.bphn.go.id · Web viewKetika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola (FIFA) dengan sistem hukum nasional (serta internasional) sebenarnya berlaku dalam banyak

RechtsVinding Online

kritik, masih banyak kelemahan terkait UU SKN ini, beberapa diantaranya adalah kritik dari Hinca Pandjaitan yang mengatakan bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan secara sadar dan tegas menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia melakukan intervensi (dalam artian negatif) atas penyelenggaraan kompetisi sepakbola profesional di Indonesia.

Tak hanya Hinca, dalam seminar lain bertajuk “Pembangunan Olahraga Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia” yang digagas oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, salah seorang narasumber yang merupakan Profesor Hukum Olahraga dan Peneliti Asser Insitute Belanda untuk bidang kajian hukum olahraga, Ben van Roumpey mengatakan bahwa banyak hal yang tak jelas dalam UU itu. Namun, ketika ia mencoba melihat ‘penjelasan’, disebut ‘cukup jelas’. Ben mengatakan “Ada banyak yang hilang dari yang seharusnya diatur dalam UU Olahraga”. Ben menjelaskan bahwa UU itu bertujuan untuk menciptakan good governance dalam penyelenggaraan olahraga nasional. Namun UU SKN itu tak menjelaskan bagaimana para pemangku kepentingan bertindak untuk mencapai cita-cita good governance itu. Lebih lanjut Ben mengatakan bahwa untuk olahraga besar yang komersil seperti sepakbola memang diarahkan kepada kemandirian utamanya dalam pendanaan, dilain pihak negara tetap harus melindungi dan menjamin olahraga-olahraga yang tak terlalu banyak peminatnya.

Walau UU SKN dikritik habis-habisan oleh mayoritas pelaku sepakbola yang merasa negara telah melakukan intervensi, namun ada juga pasal yang “dimanfaatkan” oleh klub

sepakbola yang tetap mengandalkan dana APBD untuk membiayai kiprahnya di liga profesional, pasal yang dimaksud adalah ketentuan yang menyatakan bahwa olahraga merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, dan ini diartikan termasuk pembiayaan klub sepakbola profesional melalui APBD, padahal sesuai dengan pernyataan Ben yang menghendaki good governance, juga kehendak federasi serta PT.Liga yang mendorong klub berbadan hukum perseroan terbatas maka sesungguhnya klub sepakbola profesional tetap harus mandiri secara pendanaan dan tidak mengandalkan dana APBD, terkecuali aspek-aspek sepakbola yang berkaitan dengan pembinaan dan menjadi ranah garapan pemerintah. Terlebih dalam praktik pengelolaan keuangan terkait pendanaan klub sepakbola yang dialokasikan melalui pos hibah dan bansos APBD seringkali bermasalah dan sarat dengan penyimpangan dan ketidak patutan.

KONTRIBUSI HUKUM NEGARA UNTUK “HUKUM” SEPAKBOLA

Berkaca kepada insiden-insiden ketidakpahaman aparat terkait lex specialist dalam sepakbola seperti penangkapan pemain yang berkelahi di lapangan kita seringkali menganggap negara selalu menjadi penghambat dan tak mungkin memberi kontribusi positif dalam sepakbola, padahal ketika peran itu dijalankan dengan tepat maka sesungguhnya hukum konvensional dapat memberi corak positif dalam regulasi sepakbola dan berlaku secara universal. Terkadang kita selalu memperhadapkan dan memberi sekat antara ranah sepakbola dan hukum negara. Dalam beberapa hal itu cukup tepat karena terkait yurisdiksi sepakbola dan lex specialist, namun tanpa kita sadari bahwa sesungguhnya hukum negara pun dapat berkontribusi positif (atau negatif bagi pihak yang merasa dirugikan)

Page 4: rechtsvinding.bphn.go.id · Web viewKetika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola (FIFA) dengan sistem hukum nasional (serta internasional) sebenarnya berlaku dalam banyak

RechtsVinding Online

saat “mengintervensi” ranah sepakbola. Dengan kekuatannya yang mengikat siapapun yang berada di bawah yurisdiksinya, tak terkecuali para pelaku sepakbola, hukum sebenarnya bisa berperan sebagai alat rekayasa dalam praktik sepakbola.

Dalam konteks ini yang paling fenomenal karena membuat perubahan besar dalam dunia sepakbola tentulah munculnya aturan Bosman (Bosman ruling). Jean Marc Bosman bukanlah pemain hebat ataupun memiliki karir istimewa, namun dia telah melakukan sebuah revolusi dalam sepakbola. Langkah hukumnya telah mengubah struktur transfer pemain secara radikal. Saat itu (menjelang akhir 80-an) Bosman ingin hengkang dari klub lamanya di belgia, namun ketika itu tidak dikenal status free transfer, sehingga seorang pemain yang ingin pindah klub nasibnya tetap bergantung kepada klub walau masa kontraknya telah habis. Kemudian Bosman melakukan langkah hukum dengan menggugat klubnya ini ke pengadilan. Setelah melalui proses yang cukup panjang, puncaknya adalah pada tahun 1995 ketika mahkamah Uni Eropa memenangkan gugatannya, maka sejak itu pula setiap pemain yang telah habis kontraknya berhak menentukan masa depannya sendiri.

Lalu apa dampaknya terhadap wajah sepakbola? Sungguh besar, karena sejak saat itu klub lama tak berhak lagi mendapat fee dari klub baru pemain saat si pemain kontraknya habis. Daya tawar pemain sepakbola pun menjadi lebih tinggi, hal yang bertolak belakang ketika aturan Bosman belum berlaku.

Hal inilah yang memicu nilai transfer gila-gilaan. Percayalah, harga seorang Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo tak akan menyentuh angka 1 trilliun andai aturan

Bosman tak ada. Tak hanya kepada pemain, dalam jangka panjang eksesnya dirasakan klub, aktivitas transfer dengan nilai gila-gilaan tak ayal membuat keuangan klub terganggu, bahkan klub-klub besar pun sebenarnya terkena dampak serius aturan Bosman ini.

Putusan Mahkamah Uni Eropa itu tak hanya menyentuh regulasi transfer semata, putusan itu mengenyampingkan status pemain asing-non asing bagi pemain yang bermain di sesama negara Uni-Eropa, sehingga setiap pemain yang berpaspor Uni Eropa tidak dianggap pemain asing ketika dia bermain di negara manapun yang tergabung dalam Uni-Eropa. Akibatnya adalah klub di Italia bisa menurunkan 11 pemain non-Italia di lapangan, ataupun satu klub liga Inggris sah saja memainkan 11 pemain non-Inggris di lapangan (asalkan 11 pemain itu memiliki paspor Uni-Eropa). Ekses lebih jauh tentu akan berdampak kepada pembunuhan potensi lokal negara yang bersangkutan, sistem pembinaan pemain yang terganggu dsb,. Inilah yang kini sudah dirasakan oleh Inggris yang timnasnya semakin melempem sejak Liga Inggris yang gemerlap itu justru didominasi oleh talenta-talenta non-Inggris.

Selain aturan Bosman, masih banyak contoh lain yang dampaknya memang tak seheboh Bosman. misal saja langkah politik suatu negara yang meratifikasi suatu ketentuan Internasional berdampak ketentuan itu diakui dan berlaku secara hukum nasional. Contoh nyatanya adalah langkah hukum Bambang Pamungkas yang menggugat eks klubnya, Persija Jakarta, ke pengadilan umum bahkan sebenarnya itu sah saja jika menggugat hingga ke pengadilan hubungan industrial — sepanjang sengketa sepakbola di Indonesia tak memiliki ketentuan lex specialist terkait

Page 5: rechtsvinding.bphn.go.id · Web viewKetika ditanya persinggungan antara sistem hukum sepakbola (FIFA) dengan sistem hukum nasional (serta internasional) sebenarnya berlaku dalam banyak

RechtsVinding Online

penyelesaian perdata. Masalahnya Indonesia telah meratifikasi deklarasi ILO (International Labour Organization), sehingga seluruh pekerja (jika diibaratkan pemain adalah pihak yang bekerja untuk klub sebagai perusahaan) berhak mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak hukumnya sesuai dengan ketentuan yang diratifikasi itu. Andai suatu saat ada putusan terkait kasus Bepe, maka tentulah dapat dijadikan preseden dan yurisprudensi untuk kasus-kasus lain.

Contoh-contoh di atas adalah sedikit kenyataan bahwa tak selamanya elit sepakbola negeri ini layak dibenarkan kekeraskepalaannya ketika berhadapan dengan hukum Negara, tak selamanya pula para elit sepakbola negeri ini pantas berlindung di balik keiistimewaan sepakbola yang memiliki yurisdiksi khusus, karena diluar rule of game, ada persinggungan-persinggungan antara ranah sepakbola dan Negara yang harus disikapi dengan nurani dan itikad baik, contoh nyata dapat kita lihat dalam kasus-kasus di Eropa. Calciopolli di Italia, misalnya. Justru FIGC (Federasi Sepakbola Italia) lah yang membiarkan penyidik umum memasuki wilayahnya dan membantu membuka akses untuk membongkar kasus ini, ini semua tentang nurani dan kesungguhan dalam law inforcement.

Terlebih jika kita berbicara dalam tataran filosofis mengenai sepakbola menurut tujuan FIFA dan tujuan negara yang dapat kita lihat dalam konstitusi. Sri

Soemantri menegaskan bahwa salah satu materi muatan konstitusi, yaitu adanya jaminan terhadap hak-hak asasi dan warga negara. Dalam banyak hal kita dapat mengatakan bahwa sepakbola adalah hak warga Negara, namun lebih jauh lagi sebenarnya sepakbola berkaitan dengan tujuan negara yaitu memajukan kesejahteraan umum serta turut dalam perdamaian dunia, kedua tujuan negara ini berkaitan dengan tujuan FIFA yang menjadikan sepakbola professional sebagai tools-nya.

Melihat kenyataan di atas maka hukum sepakbola dan hukum nasional seharusnya bersifat saling melengkapi dan saling mendukung. Studi-studi terkait hukum (olahraga) sepakbola akan terus berkembang dan menjadi strategis karena sepakbola akan semakin kompleks dibalik kesederhanaan cara bermainnya, tentu hal ini akan memiliki implikasi persinggungan dengan berbagai regulasi nasional, sehingga pengintegrasian hukum olahraga dalam sistem hukum nasional sangat penting, namun yang perlu diingat bahwa selain hal-hal yang bersinggungan dengan hukum nasional, sepakbola pun memiliki laws of game yang tak bisa diganggu gugat sama sekali dan dimasuki oleh negara. Namun jangan pula karena keistimewaan tersebut maka para pelaku sepakbola salah kaprah menempatkan aspek mana yang masuk lex sportivo dan aspek mana yang masuk lex ludica (laws of game).