dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra...

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam (sebagai Din) dalam integritasnya dengan kesusastraan, bahkan juga telah menunjuk dirinya dengan tegas sebagai ide sentral. Hubungan antara sastra dan Islam menjadi ideologis sifatnya. Al-Qur’an sebagai kitab suci diyakini oleh kaum muslim sebagai karya sastra tertinggi yang tanpa keraguan akan kebenaran isi atau ajaran didalamnya. Dari apa yang terdapat dan terkandung di dalam Al-Qur’an tersebut maka tak ayal bila Al-Qur’an sangat mempengaruhi budaya dan sejumlah besar kesusastraan umat muslim. Cukup pentingnya kesusastraan dalam sisi kebudayaan manusia tersebut dapat dijumpai pada kehidupan masyarakat jawa. Sastra dalam masyarakat jawa memiliki peranan cukup penting dalam pembangunan peradaban. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat jawa. Bahkan bagi pendukung kesusastraan jawa pada jaman kerajaan- kerajaan jawa kuno di daerah pedalaman, sastra diposisikan lebih tinggi dibanding posisi agama yang diposisikan dalam urutan nomor dua. B. Rumusan Masalah

Transcript of dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra...

Page 1: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Islam (sebagai Din) dalam integritasnya dengan kesusastraan, bahkan juga telah

menunjuk dirinya dengan tegas sebagai ide sentral. Hubungan antara sastra dan Islam

menjadi ideologis sifatnya. Al-Qur’an sebagai kitab suci diyakini oleh kaum muslim

sebagai karya sastra tertinggi yang tanpa keraguan akan kebenaran isi atau ajaran

didalamnya. Dari apa yang terdapat dan terkandung di dalam Al-Qur’an tersebut maka

tak ayal bila Al-Qur’an sangat mempengaruhi budaya dan sejumlah besar kesusastraan

umat muslim.

Cukup pentingnya kesusastraan dalam sisi kebudayaan manusia tersebut dapat

dijumpai pada kehidupan masyarakat jawa. Sastra dalam masyarakat jawa memiliki

peranan cukup penting dalam pembangunan peradaban. Hal ini dapat dilihat dari

banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan

peradaban masyarakat jawa. Bahkan bagi pendukung kesusastraan jawa pada jaman

kerajaan-kerajaan jawa kuno di daerah pedalaman, sastra diposisikan lebih tinggi

dibanding posisi agama yang diposisikan dalam urutan nomor dua.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dan Fungsi Sastra ?

2. Bagaimana Perkembangan Sastra Pada Masa Demak, Pajang , dan Mataram ?

3. Bagaimana Periode Perkembangan Sastra Jawa Pada Masa Modern, Baru, Pertengahan dan Kuno?

4. Bagaimana Sastra dalam Kebudayaan Jawa dan Islam ?

5. Apa Contoh Karya Sastra Jawa ?6. Bagaimana Keterkaitan Islam dengan Karya Sastra Jawa ?7. Bagaimana Perkembangan Sastra Jawa (keraton dan pesantren)?

Page 2: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengetian dan Fungsi Sastra

Sastra ialah karya tulis yang, jika dibandingkan dengan karya tulis yang lain,  memiliki

berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan

ungkapannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah sastra atau

karya sastra : prosa atau puisi. Dengan membaca karya sastra, kita akan memeroleh

”sesuatu” yang dapat memerkaya wawasan dan/atat meningkatkan harkat hidup. Dengan

kata lain, dalam karya sastra ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Robert Frost

menyebutkan, sastra ialah pertunjukan dalam kata. Ini berkaitan dengan seni. Jadi, dapat

pula dikatakan bahwa sastra itu pada hakikatnya adalah pertunjukan dalam kata-kata.

Fungsi sastra ialah mengungkap sebuah keindahan, nialai manfaat dan nilai moralitas.

Suatu karya sastra diaktakan memiliki keindahan karena sastra yang diungkap melalaui

prosa, puisi, ataupun drama. Suatu karya yang dapat dinikmati oleh pembacanya,

pendengar ataupun penontonnya. Dengan demikian karya sastra dikatakan baik dari

tingkat respon pembaca, pendengar, dan penonton. Jika sebuah karya sastra rendah

tentunya akan menjadikan bosan pendengar, pembaca, dan juga penontonnya. Berbeda

dengan karya sastra yang mutunya baik. Ia akan selalu mendapatkan perhatian dari

pendengar, penontonnya.

Yang terpenting mengenai fungsi karya sastra menurut Edgart Allan yaitu memiliki nilai

hiburan dan nilai dikdatik, dapat juga bernilai hiburan dan mengajarkan pesan moral.

Namun dalam jawa kuno sastra dituangkan pada dinding candi. Pada zaman dahulu

munculah karya-karya sastra bersifat ensiklopedis seperti Serat Jatiswara dan Serat

Centhini. Para penulis 'ensiklopedia' ini rupanya ingin mengumpulkan dan melestarikan

semua ilmu yang (masih) ada di pulau Jawa, sebab karya-karya sastra ini mengandung

banyak pengetahuan dari masa yang lebih lampau, yaitu masa sastra Jawa Kuna.

Gaya bahasa pada masa-masa awal masih mirip dengan Bahasa Jawa Tengahan. Setelah

tahun ~ 1650, bahasa Jawa gaya Surakarta menjadi semakin dominan. Setelah masa ini,

Page 3: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

ada pula renaisans Sastra Jawa Kuna. Kitab-kitab kuna yang bernapaskan agama Hindu-

Buddha mulai dipelajari lagi dan digubah dalam bahasa Jawa Baru.

B. Perkembangan Sastra pada Masa Demak, Pajang , dan Mataram

1. Periode Masuknya Islam sampai Kerajaan Demak

Simuh menjelaskan proses masuknya Islam di jawa pada zaman Demak sebagai

berikut:

“penyebaran agama Islam di jawa harus berhadapan dengan dua jenis lingkungan

budaya, yaitu lingkungan budaya istana (Majapahit) yang telah menjadi canggih

dengan mengolah unsur-unsur Hinduisme; dan budaya pedesaan (wong cilik) yang

tetap hidup dalam kegelapan animism-dinamisme, dan hanya lapisan kulitnya saja

terpengaruh Hinduisme. Dari perjalanan sejarah pengalaman di jawa Nampak bahwa

Islam sulit diterima dan menembus lingkungan budaya jawa istana yang telah canggih

dan halus itu. Bahkan dalam cerita babad tanah jawa diterangkan bahwa Raja

Majapahit menolak tidak mau menerima agama baru. Dan bila raja tidak mau atau

menolak, tentu tidak akan mudah Islam masuk ke dalam lingkungan istana. Dalam

keadaan demikian nampaknya para penyebar agama Islam lebih menekankan

kegiatannya dalam lingkungan masyarakat pedesaan, terutama di daerah-daerah

pesisiran dan pedesaan ini Islam diterima secara penuh oleh masyarakat pedesaan

sebagai peningkatan budaya intelektual mereka”.

Jika diperhatikan maka proses peneyebaran Islam zaman Demak ini berhadapan

dengan berbagai entitas budaya antara lain, lapis masyarakat awam masih kental

dengan animisme, dinamisme. Pada lapisan istana telah menyerap ajaran Hindu dan

Budha. Jadi realitas masih menunjukan bahwa kepercayaan lama masih tetap lekat

dalam masyarakat jawa. Berdirinya dan berkembangnya kesultanan Demak

menyebabkan para priyayi Jawa semisal dalam sastra babad tanah jawa diceritakan;

2. Periode Kerajaan Pajang

Perkembangan sastra pada zaman Pajang merupakan perkembangan yang tak bisa

dipisahkan dari zaman Demak. Namun cukup sulit untuk mengidentifikasi secara

mandiri periode kerajaan.Walaupun ada informasi-informasi yang tidak secara tegas

menunjukan masalah tersebut. Satu karya sastra yang banyak dianggap berasal dari

Page 4: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

zaman ini adalah Serat Nitisruti.Poerbatjaraka memasukan serat ini ke

dalam Kepustakaan Jawa zaman Islam. Dia memang tidak membagi antara Demak

dengan Pajang.

Ada satu hal yang menarik periode Pajang ini yaitu, bahwa kerajaan ini

merupakan peralihan awal dari kerajaan Demak yang di pesisir dan bercorak

pesisiran kepada daerah pedalaman, yang bercorak pedalaman.

3. Periode Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram berkuasa sejak tahun 1575 atau sekitar 4 Abad lebih. Sampai

sekarang, Perkembangan yang cukup mencolok adalah pasca perjanjian Gianti

dimana kerajaan Mataram terbelah menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan

Kesultanan Yogyakarta. Perkembangan berikutnya Kerajaan Kasunanan Surakarta

tidak lama berselang dari perjanjian Gianti, juga terbelah pula menjadi dua yakni

Kraton Surakarta dengan gelar Pakubuwana dan Kraton Mangkunegaran dengan gelar

khusus Mangkunegara. Sementara itu, Kesultanan Yogyakarta yang di beri gelar

Hamengkubewana dan Kadipaten Pakualaman dengan gelar Pakualam.

Kerajaan Mataram hampir  seluruh masanya selalu mendapat pengaruh politik

VOC. Pengaruh VOC terhadap kerajaan jawa semakin besar dan memuncak sejak

disetujuinya Perjanjian Gianti pada tahun 1755 yang membagi kerajaan Mataram

menjadi dua, yakni Surakarta dan Yogyakarta. Kenyataan itu ditandai dengan adanya

penurunan derajat dan martabat raja, yang semula derajat Sunan dan Sultan sejajar

dengan raja Belanda, diturunkan menjadi seorang bawahan yang harus memberi

hormat kepada Belanda. Oleh karena itu, raja Belanda tidak berada di jawa, maka

yang harus di hormati oleh para raja di jawa adalah Gubernur Jendral, di kota

kerajaan adalah Residen, dan di pedesaan adalah Gubernur.

Pada masa-masa berikutnya pengaruh Islam dalam budaya dan sastra Jawa

disertai juga oleh munculnya  cerita-cerita lama yang bersumber dari Negara Islam

atau cerita-cerita dari Arab. Poerbatjaraka menjelaskan bahwa cerita dari arab itu

sebelum masuk ke Jawa telah berkembang di tanah Melayu. Dengan demikian bahwa

cerita-cerita Arab itu telah mengalami modifikasi di tanah Melayu sebelum di sadur

ke dalam sastra Jawa.Karya sastra Arab yang di sadur ke dalam sastra Jawa itu masih

tampak berdekatan dengan naskah aslinya, misalnya, Koja Jahan yang mengambil

Page 5: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

latar kerajaan Mesir. Cerita Arab yang menjadi sumber itu mengalami modifikasi ke

sastra Jawa yang terkenal ialah cerita Amir Hamzah. Cerita Amir Hamzah menjadi

sumber atau acuan cerita Menak dalam satra Jawa, yakni cerita yang merambu

budaya Islam, antara lain, Serat Kanda (zaman Kartasura), Kitab Rengganis, dan

kitab Anbiya. Karya-karya sastra Jawa yang muncul ketika itu dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu: karya sastra asli yang berbentuk tembang, dan karya sastra

saduran atau bangunan. Karya saduran atau bangunan itu bersumber dari karya sastra

Jawa kuno atau kitab-kitab parwa. Karya sastra kuno itu banyak di ubah kembali

dalam bentuk tembang macapat.

C. Periode Perkembangan Sastra Jawa pada Masaa Modern, Baru, Pertengahan dan Kuno. 1. Sastra Jawa Modern muncul setelah pengaruh penjajah Belanda dan

semakin terasa di Pulau Jawa sejak abad ke19 Masehi. Para cendekiawan Belanda memberi saran para pujangga Jawa untuk menulis cerita atau kisah mirip orang Barat dan tidak selalu berdasarkan mitologi, cerita wayang, dan sebagainya.Maka, lalu muncullah karya sastra seperti di Dunia Barat; esai, roman, novel, dan sebagainya.Genre yang cukup populer adalah tentang perjalanan. Gaya bahasa pada masa ini masih mirip dengan Bahasa Jawa Baru.Perbedaan utamanya ialah semakin banyak digunakannya kata-kata Melayu, dan juga kata-kata Belanda. Pada masa ini (tahun 1839, oleh Taco Roorda) juga diciptakan huruf cetak berdasarkan aksara Jawa gaya Surakarta untuk Bahasa Jawa, yang kemudian menjadi standar di pulau Jawa.

2. Sastra Jawa Baru kurang-lebih muncul setelah masuknya agama Islam di pulau Jawa dari Demak antara abad ke 15 dan 16 Masehi. Dengan masuknya agama Islam, orang Jawa mendapatkan ilham baru dalam menulis karya sastra mereka.Maka, pada masa-masa awal, zaman Sastra Jawa Baru, banyak pula digubah karya-karya sastra mengenai agama Islam.Suluk Malang Sumirang adalah salah satu yang terpenting.Kemudian pada masa ini muncul pula karya-

Page 6: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

karya sastra bersifat ensiklopedis seperti Serat Jatiswara dan Serat Centhini.Para penulis 'ensiklopedia' ini rupanya ingin mengumpulkan dan melestarikan semua ilmu yang (masih) ada di pulau Jawa, sebab karya-karya sastra ini mengandung banyak pengetahuan dari masa yang lebih lampau, yaitu masa sastra Jawa Kuno.Gaya bahasa pada masa-masa awal masih mirip dengan Bahasa Jawa Tengahan. Setelah tahun ~ 1650, bahasa Jawa gaya Surakarta menjadi semakin dominan. Setelah masa ini, ada pula renaisans Sastra Jawa Kuna.Kitab-kitab kuna yang bernapaskan agama Hindu-Buddha mulai dipelajari lagi dan digubah dalam bahasa Jawa Baru.Sebuah jenis karya yang khusus adalah babad, yang menceritakan sejarah.Jenis ini juga didapati pada Sastra Jawa-Bali.

3. Sastra Jawa PertengahanSastra Jawa Pertengahan muncul di Kerajaan Majapahit, mulai

dari abad ke-13 sampai kira-kira abad ke-16.Setelah ini, sastra Jawa Tengahan diteruskan di Bali menjadi Sastra Jawa-Bali.Pada masa ini muncul karya-karya puisi yang berdasarkan metrum Jawa atau Indonesia asli.Karya-karya ini disebut kidung.

4. Sastra Jawa Kuno Istilah sastra Jawa Kuno agak sedikit rancu. Istilah ini bisa berarti

sastra dalam bahasa Jawa sebelum masuknya pengaruh Islam atau pembagian yang lebih halus lagi: sastra Jawa yang terlama. Jadi merupakan sastra Jawa sebelum masa sastra Jawa Pertengahan.Sastra Jawa Pertengahan adalah masa transisi antara sastra Jawa Kuno dan sastra Jawa Baru.Di dalam artikel ini, pengertian terakhir inilah yang dipakai.atau seringkali dieja sebagai Sastra Jawa Kuna meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna pada periode kurang-lebih ditulis dari abad ke-9 sampai abad ke-14 Masehi, dimulai dengan Prasasti Sukabumi. Karya sastra ini ditulis baik dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin).Karya-karya ini mencakup genre seperti sajak wiracarita,

Page 7: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

undang-undang hukum, kronik (babad), dan kitab-kitab keagamaan.Sastra Jawa Kuno diwariskan dalam bentuk manuskrip dan prasasti.Manuskrip-manuskrip yang memuat teks Jawa Kuno jumlahnya sampai ribuan sementara prasasti-prasasti ada puluhan dan bahkan ratusan jumlahnya.Meski di sini harus diberi catatan bahwa tidak semua prasasti memuat teks kesusastraan.

Karya-karya sastra Jawa penting yang ditulis pada periode ini termasuk Candakarana, Kakawin Ramayana dan terjemahan Mahabharata dalam bahasa Jawa Kuno.Karya sastra Jawa Kuno sebagian besar terlestarikan di Bali dan ditulis pada naskah-naskah manuskrip lontar. Walau sebagian besar sastra Jawa Kuno terlestarikan di Bali, di Jawa dan Madura ada pula sastra Jawa Kuno yang terlestarikan.Bahkan di Jawa terdapat pula teks-teks Jawa Kuno yang tidak dikenal di Bali.

D. Sastra dalam Kebudayaan Jawa dan Islam

Kehidupan sastra jawa telah berlangsung sangat panjang, yaitu sejak zaman sastra jawa kuno sampai sastra jawa modern. Dan dalam perjalanan yang sangat panjang itu telah diwarnai dengan berbagai macam karya sastra yang beragam, pengaruh budaya luar terhadap sastra jawa juga telah menentukan bentuk dan struktur karya sastra yang muncul, setiap muncul suatu pengaruh (misal dari budaya asing) yang baru selalu diikuti dengan unsur-unsur sastra jawa yang tampak berbeda dari karya sastra sebelumnya, walaupun munculnya pengaruh baru itu tidak seketika tampak. Artinya pengaruh budaya luar yang baru diterima itu memeberikan corak tersendiri, dan khas tehadap karya-karya sastra yang muncul semenjak masuknya pengaruh budaya tersebut.1

Dalam proses penyebaran islam di jawa terdapat berbagai pendekatan tentang bagaimana cara yang ditempuh agar nilai-nilai

1 Suyono, Budaya Jawa Moderat, Yogyakarta: LKIS, 2007, hlm 34

Page 8: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

islam diserap menjadi bagian dari budaya jawa. salah satu pendekataya adalah dengan Islamisasi Kultur Jawa. Melalui pendekatan ini budaya jawa diupayakan agar tampak bercorak islam, dengan begitu masysarakat akan lebih mudah dalam memahami dan mengenal islam, dan itu salah satunya adalah dengan menyelipkan nilai-nilai islami dalam sastra-sastra jawa (tembang jawa). Dalam kehidupan keberagamaan, kecenderungan untuk mengakomodasikan islam dengan budaya jawa setempat merupakan salah satu bentuk strategi dalam menyebarkan nilai-nilai islami.     

E. Contoh karya sastra jawa Jawa karya sastra yang paling tua adalah puisi (lama) yang lazim

disebut mantra. Setelah itu muncul parikan dan syair/wangsalan, yang di Jawa dikenal dengan ‘macapat’.  Selain mantra, karya sastra yang berbentuk puisi (puisi lama) yang dikenal di Indonesia adalah pantun dan syair. Jenis-jenis puisi lama lainnya adalah gurindam, talibun, tersina dan sebagainya yang memiliki struktur yang prinsip-prinsipnya sama dengan struktur pantun dan syair.

Dalam tradisi jawa, karya sastra yang menyerupai pantun dan syair adalah parikan dan wangsalan.Parikan merupakan puisi berupa pantun model jawa, yang hanya ada saran bunyi pada dua baris yang lazim disebut sampiran. Sementara itu, wangsalan berupa dua baris pertama tidak hanya merupakan saran bunyi, tetapi merupakan teka-teki yang akan terjawab pada unsur-unsur isinya,contohnya :Wangsalan :

Jenang sela (apu)Wader kali sesonderan (sepat)Apuran to Yen wonten lepat kawula

Wangsalan sendiri memiliki banyak macamnya, diantaranya yaitu yang menjadi satu dalam sebuah tembang Sinom  : 

Jamang wakul kamandaka

Page 9: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

Kawengku ing jinem wangiKayu malang munggen wanganSun wota sabudinekiRoning kacang wak mamiYen tan panggih sira nglayungoya mijil sing wiyatRoning pisang leash ing witEdanira tan waras dening usadaParikan : Tjengkir wungu , wungune ketiban ndaru.Wis pestimu, kowe pisah karo aku

Contoh karya-karya sastra pujangga yang menggunakan puisi jawa baru :

1.   Karya-karya sastra Sri Mangkunegara IV (serat-serat piwulang)a. Serat warganya (1784), memakai tembang dandanggula, berisi 10 bait.b. Serat wirawiyata, memakai tembang sinom (42 bait) dan

tembang pangkur (14 bait)c. Serat sriyatna, memakai tembang dhandanggula (15 bait)d. Serat nayakawara, memakai tembang pangkur (21 bait) dan

tembang pangkur (12bait)e. Serat paliatma (1793), memakai tembang mijil (11 bait) dan

tembang pucung (11 bait)f. Serta seloka tama (1799), memakai tembang mijil (31 bait)g.Serat dharmalaksita (1807), memakai tembang dhandanggula (12

bait), tembangkinanthi (18 bait) dan tembang mijil (8 bait)h. Tembang triparma, memakai tembang dhandanggula (7 bait) dan

tembang kinanthi (7 bait)i. Serat wedhatama, memakai tembang pucung (15 bait), gambuh

(25 bait), pangkur(14 bait) dan sinom (18 bait).2. Karya-karya sastra R. Ngb. Ranggawarsita (tak-terkenal) :

Page 10: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

a. Serat katalida, memakai tembang sinom (2 bait)b. Serat sabjati, memakai tembang megathruh (19 bait)c. Serat sandhatama, memakai tembang gambuh (22 bait)d. Serat wedharaga, memakai tembang gambuh (38 bait)

3.  Karya sastra Susuhunan Pakubuwana IV :Sastra wulangeh, yang memakai tembang-tembang

dhandanggula (18 bait), kinanthi(16 bait), gambuh (17bait), pangkur (17 bait), maskumambang (34 bait), megatruh(17 bait), druma (12 bait), wirangrong (27 bait), pucung (23 bait), asmaradhana (28 bait), sinom (33 bait) dan girisa (12 bait).2                

F. Keterkaitan Islam dengan karya Sastra Jawa

Islam mewarnai dan menjiwai karya-karya sastra Jawa baru. Sedangkan puisi ( tembang /sekar macapat ) dipakai untuk sarana memberikan berbagai petunjuk/ nasehat yang secara substansial merupakan petujuk / nasehat yang bersumber pada ajaran Islam. Hal ini terjadi karena para pujangga tersebut jelas beragama Islam.

Puisi Jawa baru ( tembang /sekar macapat ) ini berbarengan dengan munculnya Islam dijawa , yaitu setelah kejatuhan kerajaan Majapahit yang Hindu. Tembang-tembang macapat yang merupakan puisi Jawa baru yang terungkap dalam karya sastra, oleh para pujangga dipakai untuk menyampaikan berbagai ide mereka . tembang macapat memiliki sifat –sifat ekspresif –imajinatif , konotatif dan terjelma dalam struktur fisik/ batin secara terpadu. sifat yang demikian merupakan persyaratan sebuah puisi yang memiliki nilai sastra yang berkualiualitas.

Maksud dari keterkaitan antara Islam dengan karya-karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang bersifat imperatife moral. Artinya 2 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: PT.

Dunia Pustaka Jaya, 1981), hlm. 375-376.

Page 11: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

keterkaitan itu menunjukan warna keseluruhan / corak yang mendominasi karya-karya sastra Jawa baru antara lain masalah jihad, masalah ketauhitan, masalah moral dan perilaku yang baik dan sebagainya. Dengan kata lain Islam mewarnai dan menjiwai karya-karya sastra. Istilah Interelasi Islam di Jawakan sedangkan Jawa di Islamkan. Walaupun demikian, warna Islam terlihat sekali dalam subtansinya, yaitu :

1. Unsur ketauhidan ( upaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa )

2. Unsur kebajikan ( upaya memberikan petunjuk / nasihat kepada siapapun ( petunjuk agar berbuat kebajikan dan petunjuk untuk tidak berbuat tercela)3

Perkembangan Sastra Hasil Interelasi Islam dan JawaMaksud dari keterkaitan islam dengan karya sastra jawa adalah

keterkaitan yang bersifat imperatif (memberi komando) moral, dan mewarnai. Islam mewarnai dan menjiwai karya-karya sastra jawa baru, sedangkan bentuk seperti puisi (tambang / sekar macapat) dipakai untuk sarana memberikan berbagai petunjuk yang secara substansial merupakan nasehat yang bersumber pada ajaran islam. Bentuk puisi jawa yang dipakai dalam membuat karya-karya sastra para pujangga keraton surakarta adalah puisi jawa yang memiliki sisi keislaman yaitu seperti; mijil, kinanthi, pucung, sinom, asmaradana, dhandanggulo, pangkur, maskumambang, durma, gambuh, dan megatruh.

Kehidupan sastra jawa sudah ada sejak zaman kuno sampai dengan zaman modern, dan sastra jawa kuno tidak dapat di pisahkan dengan munculnya pengaruh budaya asing, seperti halnya pengaruh Hindu, Budha, Islam dan Barat. Karya sastra jawa tidak terlepas dari

3 Darori Amin, 2002, Islam & Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media, hal. 147-148

Page 12: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

kehidupan dan peran penguasa pemerintah, dan sastra jawa selalu hadir dalam lingkungan istana dan atas dasar lisensi raja. Maksud dari keterkaitan islam dengan karya sastra jawa adalah ketekaitan yang bersifat imperatif (memberi komando) moral, dan mewarnai. Islam mewarnai dan menjiwai karya-karya satra jawa baru, sedangkan bentuk seperti puisi (tambang / sekar macapat) diapakai untuk sarana memberikan berbagai petunjuk yang secara substansial merupakan nasehat yang bersumber pada ajaran islam. Dan karna proses islamisasi itu sendiri memakan waktu cukup lama, sehingga tidak dapat di pungkiri adanya pengaruh sisi keislaman pada aspek sastra masyarakat pada adaerah tersebut, dan juga adanya nilai-nilai yang terkandung dalam sastra tersebut, seperti nilai agama, nilai etika dan nilai sosial. Begitu juga dengan sastra yang ada pada masa kerajaan demak, Pajang kemudian mataram. Dalam kerajaan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan adanya pengaruh dari islam..karna memang kerajaan-kerajaan tersebut dengan latar belakang kerajaan islam.

G. Perkembangan Sastra Jawa (keraton dan pesantren)

Dalam perkembangan sastra Jawa terdapat penggolongan hasil karya sastra.

Beberapa dasar pijakan digunakan untuk menentukan periodisasi sastra Jawa, antara lain

berkaitan dengan kurun waktu, yaitu sastra Jawa kuno, Jawa baru, dan Jawa modern.

Adapun yang berdasar pada kerajaan yaitu sastra zaman Hindu, zaman Majapahit, zaman

Islam, zaman Mataram dan sesudah Mataram.

Pigeaud (1967:4-5) membuat periodisasi sastra Jawa berdasar pengaruh

kebudayaan. Periode pertama, adalah pra islam (900-1500 M). pada periode ini

manuskrip-manuskrip Jawa kuno sebagian besar ditulis di Jawa Timur. Yang paling besar

pengaruhnya pada periode ini adalah kebudayaan India. Dari perkembangan kebudayaan

Jawa ditemukan bukti bahwa kebudayaan Hindu sangat besar peranannya dalam

pembentukan sastra Jawa kuno, mulai dari pengenalan huruf (ha na ca ra ka) sampai

pada sastra keagamaan, seperti Mahabarata dan Ramayana yang mengandung ajaran

moral.

Page 13: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

Periode kedua, adalah periode Jawa-Bali. Pada periode ini sastra Jawa berada

pada lingkup pengaruh raja Hindu di Bali. Sastra Jawa dipelihara dan dilestarikan di Bali

oleh orang-orang Hindu Majapahit yang lari ke Bali karena tidak mau memeluk Islam.

Usaha ini didukung oleh raja-raja Bali sehingga kesusastraan Jawa berkembang menjadi

kesusastraan Jawa-Bali. Kebudayaan Jawa kuno dan Bali kuno yang banyak dipengaruhi

kebudayaan India bergabung dalam bentuk budaya Jawa-Bali.

Periode ketiga, adalah era sastra pesisiran. Daerah-daerah pesisir utara Jawa yang

menjadi pusat perdagangan, seperti Surabaya, Gresik, Jepara, Demak, Cirebon dan

Banten, merupakan pusat munculnya sastra Jawa pesisiran. Sastra pesisiran

menampakkan adanya pengaruh Islam terhadap sastra Jawa, seperti terlihat dalam kitab-

kitab suluk. Kandungan sastra pesisiran sebagian mengambil dari sastra Melayu dan

Arab. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari jaringan penyebaran Islam di Jawa melalui jalur

perdagangan dan tasawuf yang sangat dekat dengan perkembangan sastra Melayu.

Dengan demikian, konsep-konsep “martabat tujuh” yang dikembangkan oleh Hamzah

Fansuri banyak diadopsi dalam sastra pesisiran.

Periode keempat, adalah terjadinya renaisans dalam sastra Jawa klasik, yang

berpusat di Keraton Surakarta abad 18 dan 19. Bahasa “krama” adalah mode “ budaya

istana sentris” yang berbau feudal dan merupakan salah satu ciri sastra Jawa masa

tesebut. Dari periode-periode perkembangan sastra Jawa dapat diketahui bahwa unsur-

unsur Hindu dan Islam turut membentuk perjalanan sastra Jawa. Dalam

perkembangannya pujangga-pujangga keraton aktif dalam karya sastranya untuk tujuan

politik keraton. Sementara itu kalangan rakyat banyak mengembangkan sastra yang

bernuansa religius untuk kepentingan pengenalan ajaran Islam.

Sastra Jawa yang Berpusat di Keraton

Pada saat kekuasaan politik keraton mulai lemah, maka kesusastraan Jawa mulai

subur, hal ini telah mulai semenjak Kerajaan Mataram berada di bawah pemerintahan

Sultan Agung. Setelah mengalami kegagalan menaklukkan Kompeni di Batavia, Sultan

Agung membangun kewibawaan kerajaan melalui seni budaya. Diantaranya dengan

menciptakan karya sastra seperti sastra gending, serat suluk dan babad. Selain itu juga

Page 14: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

mengganti tahun Saka dengan tahun Jawa yang mengambil perhitungan komariah seperti

tahun hijriah.dikembangkan pula bahasa Jawa “krama” untuk menciptakan social

distance guna membangn strata sosial, dan raja ditempatkan pada strata paling tinggi

(Moeljanto, 1994:45).

Salah satu ciri sastra keraton zaman Mataram dan Surakarta adalah adanya ajaran

manunggaling kawula Gusti yang digulirkan melalui sastra seperti wirid dan primbon.

Selain mengandung ajaran mistik, ungkapan tersebut mengandung muatan politis. Ajaran

itu dimaksudkan untuk memperkuat status quo raja yang digambarkan sebagai ”dewa

yang ngejawantah” yang menguasai segala yang ada, termasuk harta manusia, sehingga

rakyat adalah milik raja yang harus tunduk pada perintah-perintahnya.

Untuk mensosialisasikan ideologi dan tujuan-tujuan politiknya yang terkandung

dalam sastra, dikembangkan pula budaya pelantunan naskah di linkungan rakyat ataupun

keraton. Sampai abad ke-19 pelantunan naskah itu masih ditemukan. Sering kali

pelantunan naskah itu dilakukan pada peristiwa tertentu, seperti peristiwa kelahiran anak

atau untuk berjaga-jaga dari gangguan kejahatan sepanjang malam (Nancy Florida,

1955:12-15).

Melalui pelantunan naskah itu, pihak keraton dapat menyebarlauaskan karya

sastra yang memuat ajaran-ajaran moral dan mistik sebagai upaya membentuk opini

masyarakat agar pandangan tentang keluhuran jasa dan tradisi kerajaan tetap melekat di

hati rakyat, walaupun secara lahiriah keraton telah kehilangan kekuasaannya di bidang

politik dan ekonimi akibat dominai penjajah.

Sastra Pesantren

Bentuk sastra ini berkembang di masyarakat santri dengan ciri isiny terikat pada

syariat. Diantara hasil sastra pesantren terlihat Suluk Sunan Bonang, yang memuat ajaran-

ajaran Sunan Bonang. Isi buku itu diantaranya mengajak kepada para muridnya

berpegang pada ajaran tasawuf yang benar, seperti yang digariskan oleh al-Ghazali.

Dalam perkembangannya, sastra pesantren yang tumbuh dari lingkungan

masyarakat sendiri, banyak diadopsi oleh pujangga keraton. Tampaknya hal itu dimulai

Page 15: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

pada masa Kerajaan Demak, yang merupakan masa peralihan dari budaya Hindu-Budha

ke budaya Islam setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Banyak pujangga keraton yang

berpindah ke Demak untuk mencari pekerjaan. Terjadinya interaksi antara pujangga

tersebut dengan para santri membawa pula kontak “budaya istana” yang bersifat Hindu

Kejawen dengan “budaya pesantren” yang islami. Ketertarikan pujangga keraton

terhadap nilai-nilai luhur yang terdapat dalam sastra pesantren melahirkan naskah-naskah

Jawa yang mengungkapkan ajaran Islam, tetapi bernuansa Jawa.

Dari hubungan budaya itu, terlihat bahwa di satu sisi sastra keraton juga

bersumber pada sastra pesantren. Berkembangnya sastra di pesantren didukung pula oleh

pelantunan naskah yang sudah membudaya di lingkungan masyarakat pesantren.

Sebagian pujangga Keraton Surakarta, seperti Yasadipura I, Yasadipura II, dan

Ranggawarsita adalah santri-santri yang menjadi pujangga keraton dan pernah

mendapatkan pendidikan pesantren dalam waktu yang cukup lama. Dari pesantren itu

pula mereka mengenal karya-karya sastra Jawa, Arab, dan Melayu yang sangat

bermanfaat bagi pengembangan kemampuan mereka sebagai pujangga keraton.

Page 16: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sastra sendiri merupakan suatu keindahan atau dapat dikatakan suatu karya

tertulis yang mampu menghanyutkan suasana sang pembaca, pendengar, dan juga

penonoton menjadi terlena. Pada hakekatnya interelasi islam dan sastra jawa sangat

berkaitan, dikarenakan dalam sastra jawa sendiri meliputi ajaran moral dan lain

sebagainya yang juga diajarkan pada agama islam. Hal tersebut ditemu pada sastra

yang menjadi tembang macapat. Sastra jawa yang digunakan salah satunya adalah

sastra atau puisi dari sang pujangga.

B. Kritik dan Saran

Demikianlah pemaparan makalah mengenai sastra jawa dengan islam, kami yakin

akan adanya kekurangan. Sehingga kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang

akan dapat membangun kita kedepan. Meski jauh dari kesempurnaan namun, kami

harap dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Page 17: dinafamalia.files.wordpress.com€¦ · Web viewHal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Darori Amin, 2002, Islam & Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981

Suyono, Budaya Jawa Moderat, Yogyakarta: LKIS, 2007