sarafambarawa.files.wordpress.com file · Web viewGerakan pada kaki kanan berupa menghentak dan...
Transcript of sarafambarawa.files.wordpress.com file · Web viewGerakan pada kaki kanan berupa menghentak dan...
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny.Sutimah
No RM : 148466 – 2018
Tanggal Lahir : 13 April 1945
Status : Swasta
Alamat : Getaskombang 1/5 Jati Runggo Pringapus, Kab Semarang
Umur : 73 Tahun
Pendidikan : SD
Status Marital : Janda
Cara Bayar : BPJS PBI
Bangsal : teratai
Tanggal Masuk: 30 Mei 2018 pukul 19.54
Tanggal Keluar: 4 Juni 2018 pukul 16.00
B. Data Dasar
Diperoleh dari autoanamnesis dengan pasien pada hari Rabu, 1 Juni 2018 pukul 14.00
dibangsal teratai
C. Keluhan Utama :
Tangan dan kaki kanan bergerak tak terkontrol
D. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tangan dan kaki kanan bergerak tidak terkontrol dan tidak normal sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan timbul tiba-tiba pagi hari, saat pasien
bangun dari tidurnya. Gerakan pada tangan dan kaki timbul secara bersamaan dan
mengenai satu sisi yaitu pada sebelah kanan. Gerakan dari tangan kanan berupa
menghentak, dan melempar lengan kanan dan menekuk siku dan pergelangan tangan.
1
Gerakan pada kaki kanan berupa menghentak dan melempar ke dalam dan menekuk
lutut kaki. Awalnya, gerakan hilang timbul, namun pada 4 hari SMRS, gerakan
berlangsung secara terus menerus setiap ±15 kali per menit. Gerakan pada tangan
cenderung lebih sering dan kuat dibanding pada kaki.
Gerakan tak terkontrol aktif saat pasien beraktifitas, mengganggu aktifitas
pasien namun pasien tetap masih bisa mencari rumput, masih bisa membopong
keranjang berisi rumput dan memberi pakan ternaknya. Gerakan mereda saat pasien
tidur. Pasien juga mengeluh merasa pegal-pegal oleh karena gerakan tak terkontrol
dari tangan dan kaki pasien tersebut. Keluhan pegal terutama dirasakan pada tengkuk
pasien, dan mulai timbul sejak 3 hari SMRS. Keluhan pegal dirasakan terus menerus,
dan bertambah setiap harinya.
Pasien tidak mengeluhkan adanya kelemahan, kesemutan, terasa panas, atau
kebas pada kaki ataupun tangan. Pasien tidak mengeluhkan adanya penurunan nafsu
makan, demam, mual, muntah, batuk pilek. Pasien tidak mengeluhkan adanya
penurunan berat badan, nyeri kepala, pusing berputar, penurunan kesadaran ataupun
kejang. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Keluhan pasien yang memberat dan mengganggu aktifitasnya membuat
keluarga pasien membawa pasien ke IGD RSUD Ambarawa. Saat anamnesis di IGD
RSUD Ambarawa, pasien mengeluhkan gerakan tak terkontrol pada tangan dan kaki
kanannya, dan pegal pada tengkuknya.
E. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki tekanan darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, namun tidak rutin
meminum obat darah tinggi.
Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Riwayat kelainan autoimun disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat gangguan fungsi ginjal disangkal
Riwayat gangguan fungsi hati disangkal
2
Riwayat stroke disangkal
Riwayat kejang disangkal
Riwayat penurunan kesadaran sebelumnya disangkal
Riwayat gangguan psikis disangkal
Riwayat penyakit paru disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat kelemahan anggota gerak sebelumnya disangkal
Riwayat tumor disangkal
F. Riwayat pengobatan
Pasien belum berobat mengenai keluhan saat ini
Pasien tidak rutin meminum obat darah tinggi
Riwayat pengobatan jiwa disangkal
Riwayat pengobatan kortikosteroid disangkal
Riwayat pengobatan penyakit kronik disangkal
G. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat hipertensi pada keluarga : ayah pasien diakui
Riwayat stroke pada keluarga disangkal
Riwayat diabetes mellitus pada keluarga ayah pasien diakui
Riwayat gangguan faal ginjal disangkal
Riwayat gangguan faal hati disangkal
Riwayat gangguan jiwa disangkal
H. Riwayat pribadi dan sosial
Pasien bekerja mencari rumput dan berternak
Riwayat merokok disangkal
Riwayat meminum alcohol disangkal
Pasien tidak pernah berolah raga
3
Pasien suka mengonsumsi makanan dengan penyedap rasa
Pasien tinggal bersama anak dan cucunya, kesan ekonomi kurang
I. Anamnesis system
System cerebrospinal : nyeri kepala (-) pusing berputar (-) pingsan (-) kejang (-)
muntah (-)
System kardiovaskular : tidak ada keluhan
System respiratori : tidak ada keluhan
System gastrointestinal : tidak ada keluhan
System neuromuskuler : gerakan abnormal dan tak terkontrol pada tangan dan kaki
kanan, tengkuk terasa pegal
System urogenital : tidak ada keluhan
System integument : tidak ada keluhan
J. Resume anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Pasien 73 tahun dating ke IGD
RSUD Ambarawa dengan keluhan gerakan tak terkontrol dan tidak normal pada
tangan dan kaki kanan. Keluhan disertai pegal-pegal pada tengkuk. Keluhan mulai
timbul sejak 1 minggu SMRS dan memberat tiap harinya. Hal inilah yang menjadikan
sebagai alasan keluarga pasien membawa pasien ke IGD RSUD Ambarawa.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, tidak rutin
meminum obat hipertensi. Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa
sebelumnya, begitu juga dengan keluarga pasien. Pasien belum berobat mengenai
penyakitnya in sebelumnya.
K. Diagnosis sementara
Diagnosis klinik : gerakan abnormal dan tak terkontrol pada tangan dan kaki
kanan, pegal pada tengkuk
Diagnosis topis : hemisfer sinistra
Diagnosis etiologi : susp hemiballismus dd chorea dd atetosis
4
L. Diskusi pertama
Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluh terdapat gerakan tidak normal dan
tak terkontrol pada tangan dan kaki kanannya. Gerakan tidak normal, tak terkontrol
dan mereda saat pasien tidur merupakan ciri dari gerakan involunter. Gerakan
involunter disebabkan oleh adanya gangguan pada sirkuit pyramidal dan
ekstrapiramidal.1 Pasien mengeluh gerakan muncul tiba-tiba saat pagi hari, dapat
mengarahkan gerakan involunter tersebut bersifat akut, dan dapat disebabkan oleh
gangguan vascular.2 Namun membutuhkan pemeriksaan lanjutan. Gerakan pada
tangan dan kaki timbul secara bersamaan dan mengenai satu sisi yaitu pada sebelah
kanan. Gerakan dari tangan kanan berupa menghentak, dan melempar bahu kanan dan
menekuk siku dan pergelangan tangan. Gerakan pada kaki kanan berupa menghentak
dan melempar ke dalam dan menekuk lutut kaki. Gerakan involunter pada tangan dan
kaki bisa didapatkan pada ballismus, chorea dan atetosis. Gerakan melempar pada
tangan dan kaki yang mengenai satu sisi, dapat menguatkan diagnosis
hemiballismus.3 Gerakan involunter tersebut awalnya hilang timbul lalu memberat,
mengarahkan bahwa gerakan involunter bersifat progresif. Pasien juga mengeluhkan
tengkuk pegal dan lemas sejak 3 hari SMRS, gerakan involunter berupa gerakan
spontan melempar melibatkan otot-otot proksimal dapat menguras tenaga pasien.4
Pasien tidak mengeluhkan adanya kelemahan, kesemutan, terasa panas atau kebas
pada kaki ataupun tangan mengarahkan bahwa keluhan pasien tidak mengakibatkan
plegia, parastesi, baik pada ekstremitas dan tubuh lain (otot muka). Pasien tidak
mengeluhkan adanya penurunan nafsu makan, demam, mual muntah, batuk pilek
mengarahkan bahwa keluhan pasien bukan disebabkan karena ada infeksi yang
menyebabkan gerakan involunter (contoh Meningitis TB dengan atau tanpa
tuberculoma, cerebral toxoplasma ataupun Cysticercosis) namun diperlukan
pemeriksan lab ataupun penunjang untuk menguatkan bahwa keluhan bukan
disebabkan infeksi meningitis. Pasien tidak mengeluhkan adanya penurunan berat
5
badan, nyeri kepala, pusing berputar, penurunan kesadaran ataupun kejang,
mengarahkan keluhan pasien bukan dikarenakan adanya keganasaan dan infeksi.5
Dari riwayat penyakit dahulu pasien memiliki faktor resiko hipertensi yang
dapat mempengaruhi keadaan vascular pada pasien. Hipertensi dapat menyebabkan
gangguan cerebrovascular.3 Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya mengarahkan bahwa penyakit bukan merupakan penyakit bawaan dari
kecil ataupun bersifat kronik. Riwayat kelainan autoimun, diabetes mellitus gangguan
fungsi ginjal hati disangkal mengarahkan keluhan pasien bukan karena faktor resiko
penyakit diatas. Riwayat pengobatan hipertensi tidak terkontrol. Riwayat berobat jiwa
dan kortikosteroid disangkal mengarahkan keluhan bukan disebabkan karena obat
tersebut. Riwayat penyakit keluarga pada keluarga tidak ada yang mengalami keluhan
serupa, menandakan bahwa keluhan pasien bukan merupakan penyakit herediter.
Pada keluarga didapatkan faktor resiko yang disebabkan metabolic yaitu hipertensi
dan DM. riwayat pribadi dan social pasien tidak meminum alcohol atau merokok
yang dapat menjadi faktor resiko keluhan pasien, pasien suka mengonsumsi makanan
dengan penyedap rasa merupakan faktor resiko hipertensi. 5
J. Patomekanisme Gerakan Involunter
Sistem piramidal terutama untuk gerakan volunter sedang sistem
ekstrapiramidal menentukan landasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan
volunter yang terampil dan mahir.
Sistem ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap gerakan volunter berupa
pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls motorik yang menyangkut tonus
otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan diwujudkan. 1
Sistem ekstrapiramidal terdiri atas: 1). Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8;
2). Inti-inti subkortikal ganglia- basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus
palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis; 3).
Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan 4). Serebelum. Inti-inti tersebut
saling berhubungan melalui jalur jalur khusus yang membentuk tiga lintasan
lingkaran (sirkuit). 1
6
Sedangkan sistem piramidal, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur
kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor neuron
(LMN). Impuls motor dan ekstrapiramidal sebelum diteruskan ke LMN akan
mengalami pengolahan di berbagai inti ganglia basalis dan korteks serebelum
sehingga telah siap sebagai impuls motorik/pengendali bagi setiap gerakan yang akan
diwujudkan impuls motoric P. Keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam membangkitkan setiap gerakan volunter yang sempuma. 1
Ada 3 jalur sirkuit untuk pengolahan impuls motorik tersebut:
1) Sirkuit pertama
Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti
melewati korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis,
korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis
talami, korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis. Peranan sirkuit ini
memberikan FEEDBACK kepada korteks piramidalis & ekstrapiramidalis
yang berasal dari korteks serebellum.
• Gangguan feedback lintasan ini timbul :
– Ataksia
– Dismetria
– Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung.1
7
2). Sirkuit kedua
Menghubungkan korteks area 4S & area 6 dengan korteks motorik
piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus,
nucleus ventrolateralis talami. Tujuan pengelolaan impuls piramidalis &
ekstrapiramidalis untuk mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis
& ekstrapiramidakis, agar gerakan volunteer yang bangkit memiliki
ketangkasan yang sesuai. Gangguan pada substansia nigra menimbulkan:
– Tremor sewaktu istrahat
– Gejala-gejala motorik lain
• Sering ditemukan pada sindroma Parkinson 1
8
3)Sirkuit ketiga
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S
untuk diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus &
nucleus ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls
oleh nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks
piramidalis & ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas
INHIBISI. sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada
nucleus Luysii. 1
Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka timbul
gerakan involunter (gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) seperti
Khorea dan Atetosis .Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus
pallidus. Balismus akibat lesi di Nukleus Luysii.1
9
K. Jenis-Jenis Gerakan Involunter
1. TREMOR
Tremor adalah gerakan osilatorik (repetitif dalam suatu ekuilibrium) ritmis
yang involunter, dihasilkan oleh otot-otot yang kerjanya berlawanan satu sama lain
(resiprokal). Keterlibatan otot agonis dan antagonis membedakan tremor dari klonus
(klonik). Secara umum tremor dibagi menjadi tremor normal (fisiologis) dan tremor
abnormal (patologis).
a) Tremor fisiologis merupakan fenomena normal yang dapat terjadi dalam keadaan
terjaga atau selama fase tertentu selama tidur. Frekuensinya berkisar 8-13 Hz (10
Hz), dan lebih rendah pada orang tua dan anak-anak. Tremor ini dihasilkan oleh
getaran pasif akibat aktivitas mekanik jantung (balistocardiogram). Sifat tremor
10
sangat halus dan tidak dapat dilihat secara kasat mata. Tremor fisiologis dapat
ditingkatkan oleh kondisi emosi (takut, cemas) dan latihan fisik.
b) Tremor patologis memiliki ciri: disebabkan oleh hal-hal yang bersifat patologis,
paling sering melibatkan otot-otot distal ekstremitas (khususnya jari dan telapak
tangan), lalu otot-otot proksimal, kepala, lidah, rahang dan korda vokalis.
Frekuensiya 4-7 Hz. Dengan bantuan EMG, tremor patologis dapat
diklasifikasikan berdasarkan kekerapannya, hubungan dengan postur dan gerakan
volunter, pola bacaan EMG pada otot yang bekerja berlawanan, serta respons
terhadap pemberian obat tertentu.
Tremor Postural dan Aksi (Postural and Action tremor)
Tremor Postural dan Aksi (kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi
ketika tubuh dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu
terutama untuk menjaga postural dan melawan gravitasi. Untuk mempertahankan
11
posisi tersebut dibutuhkan kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini dapat muncul
pada gerakan aktif dan meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi. Tremor
menghilang apabila ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang
bekerja diaktifkan. Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis
pada neuron motorik yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot yang
berlawanan, tidak seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya.
Tremor postural/aksi ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe:
Tremor fisiologis yang meningkat (enhanced physiological tremor). Frekuensi
sama dengan tremor fisiologis (10 Hz) dengan amplitudo lebih besar. Timbul
apabila dalam keadaan takut, cemas (ansietas), gangguan metabolik
(hipertiroid, hiperkortisol, hipoglikemik), feokromositoma, latihan fisik
berlebih, penarikan alkohol/sedatif lainnya, efek toksik lithium, asam
nikotinat, xantin (kopi, teh, aminofilin, cola), dan kortikosteroid. Bersifat
transien dan dapat dipicul oleh injeksi epinefrin atau obat β-adrenergik
(isoproterenol). Diduga akibat aktifitas reseptor β-adrenergik tremorgenik
Tremor pada alkoholik. Tremor ini terjadi pada penarikan alkohol dan obat
sedatif (benzodiazepin, barbiturat) setelah penggunaan yg cukup lama.
Tremor esensial/familial. Ini adalah tremor tersering, frekuensi 4-8 Hz dengan
amplitudo bervariasi dan tidak berhubungan dengan masalah neurologis
(“esensial”). Tremor ini sering muncul pada anggota keluarga tertentu,
mengisyaratkan adanya karakteristik ”familial”. Penyebab tremor esensial
belum diketahui, diduga cerebelum berperan melalui jaras kortiko-talamo-
cerebellar.
Tremor polineuropatik, tremor ini terjadi pada pasien dengan kelainan
demielinisasi dan polineuropati paraproteinemik. Karakteristik berupa tremor
esensial kasar dan memburuk jika pasien diminta memegang dengan jarinya.
Tremor Parkinson
12
Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat ledakan
aktifitas yang berganti-gantian (alternating) otot-otot yang bekerja
berlawanan.Tremor pada awalnya hanya mengenai otot-otot distal asimetris. Pada
penyakit Parkinson, tremor mungkin hanya satu-satunya gejala (tanpa disertai
akinesia, rigiditas, dan mask-like facies), walaupun tremor dapat juga muncul
belakangan setelah gejala lainnya. Ciri khas tremor terjadi pada salah satu/kedua
lengan bawah dan sangat jarang pada kaki, rahang, bibir dan lidah, terjadi jika lengan
dalam sikap istirahat (resting tremors) dan menghilang sejenak pada saat pindah
sikap atau lengan ditopang dengan mantap.
Bentuk dari tremor Parkinson ini adalah fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi jari
tangan, pronasi-supinasi lengan bawah. Pada kaki terjadi gerakan fleksi-ekstensi
lutut, pada rahang berupa gerakan membuka-menutup, pada kelopak terjadi gerakan
berkedip-kedip dan pada lidah berupa gerakan keluar-masuk.
Tremor Intention (Ataxic)
Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan
gerakan aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung hidung dengan jari
telunjuk). Ciri khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat mendekati
target yang dituju. Disebut “ataxic” karena disertai oleh ataxia cerebellar. Tremor
menghilang pada saat tungkai tidak bekerja atau pada saat fase inisiasi memulai
gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab tremor ini adalah kelainan pada cerebelum (lesi
di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan koneksinya, terutama pada pedunkulus
cerebelar superior.
Tremor lainnya:
- Tremor Palatal merupakan merupakan gerakan involunter, cepat dan ritmis
daripada palatum mole. Ada dua jenis tremor palatal: tremor palatal essensial dan
tremor palatal simtomatis. Pada tremor palatal essensial terjadi aktivasi dari m.
Tensor veli palatini tanpa ada penyebab patologis, menimbulkan bunyi klik dan
berkurang pada saat tidur. Sedangkan tremor palatal simtomatis melibatkan m.
13
Levator veli palatini dan terdapat lesi batang otak yang mempengaruhi jaras dentata-
olivari. Frekuensi: 26-420 kali permenit (tremor essensial) dan 107-164 kali permenit
(tremor simtomatis).
- Tremor histerikal, terjadi pada pasien dengan gangguan histeria. Selain tremor
gejala lainnya: rasa berat di tungkai, kram, sulit bernapas, palpitasi, rasa tercekik,
berteriak seperti “kesakitan”, penurunan kesadaran, dll. Penyebabnya adalah stress. 6
2. KHOREA
Kata khorea berasal dari Yunani yang berarti menari. Chorea adalah gerakan
di luar kesadaran yang cepat, menyentak, pendek dan berulang-ulang yang dimulai
satu bagian tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak terduga, dan seringkali secara
terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya.
Khorea biasanya melibatkan tangan, kaki, dan muka. Gerakan menyentak
kelihatannya mengalir dari satu otot ke otot berikutnya dan mungkin kelihatannya
seperti menari. Gerak-gerik mungkin bergabung secara tak terlihat ke dalam
perbuatan dengan tujuan atau semi-tujuan, kadang-kadang membuat chorea sukar
untuk dikenali.
Penyebabnya antara lain: penyakit Huntington, koera Sydenham (komplikasi
demam reumatik), SLE, pil kontrasepsi oral, hiperviskositas, tirotoksikosis,dan
sindrom antifosfolipid. Korea kadang terjadi pada usia lanjut tanpa alasan yang jelas
dan terutama mengenai otot di dalam dan di sekitar mulut. Khorea ini juga bisa
menyerang wanita hamil pada 3 bulan pertama kehamilannya, tetapi akan menghilang
tanpa pengobatan segera setelah persalinan.
Dalam klinik dibedakan 3 jenis gerakan koreatik :
1) Korea mayor (Korea Huntington)
Merupakan salah satu gejala klinik penyakit Huntington. Penyakit ini bersifat
herediter yang diturunkan secara autosom dominan, akibat degenerasi ganglia basalis
terutama pada inti kaudatus yang bersifat menahun progresif. Lebih sering pada orang
14
dewasa di atas umur 30 tahun, sangat jarang pada anak. Sekitar 1—5% terdapat pada
anak di atas umur 3 tahun (juvenile type). Pada tipe juvenilis, 75% dengan riwayat
keluarga positif yakni ayahnya. Manisfestasi klinik lain berupa kekakuan, bradikinesi,
kejang dan retardasi intelektual. Tidak ada pengobatan khusus. Prognosis jelek.
kematian biasanya terjadi 3—10 tahun sesudah timbul gejala klinik.
2) Korea minor
Sering disebut korea Sydenham, St Vitus dance atau korea akuisita.
Patogenesisnya masih belum jelas, diduga berhubungan dengan infeksi reumatik
sebab 75% kasus menunjukkan riwayat demam rematik. Sangat mungkin reaksi
antigen-antibodi pasca infeksi streptokok betahemolitikus grup A yang berperan.
Selain pada demam rematik, korea ini dapat juga bermanifestasi pada
ensefalitis/ensefalopati dan intoksikasi obat. Kira-kira 80% kasus terdapat pada usia 5
—15 tahun, perempuan: lelaki = 2—3 : 1. Gejala klinik berupa gerakan-gerakan
koreatik pada tangan/lengan menyerupai gerakan tangan seorang penari/pemain
piano, adakalanya pada kaki/tungkai dan muka. Perjalanan penyakit bervariasi, dapat
sembuh spontan dalam 2—3 bulan tetapi dapat pula sampai setahun. Tidak ada
pengobatan khusus selain sedativa.
3)Korea Iatrogenik
Jenis korea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang pada umunya
obat yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau disebut obat antipsikosis seperti
haloperidol dan fenotiazin. Korea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehingga
disebut hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti
membanting-bantingkan diri, maka istilahnya ialah hemibalismus. 7
3. ATESOSIS
Atetosis berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih
lambat dan melibatkan otot bagian distal, dan cenderung menyebar ke proksimal.
Atetosis banyak dijumpai pada penyakit yang melibatkan ganglia basal. Athetosis
15
adalah aliran gerakan yang lambat, mengalir, menggeliat di luar kesadaran. Biasanya
pada kaki dan tangan.
Khorea dan atetosis bisa terjadi secara bersamaan, dan disebut koreoatetosis.
Korea dan atetosis bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa
terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea dan
atetosis memiliki kelainan pada ganglia basalisnya di otak. Penyakit yang seringkali
menyebabkan korea dan atetosis adalah penyakit Huntington.
Gerakan atetotik ditemukan pada beberapa penyakit:
1) Kelumpuhan otak (cerebral palsy)
Biasanya dijumpai pada anak terutama bayi baru lahir akibat kerusakan otak
non-progresif yang terjadi intrauterin,waktu lahir atau segera sesudah lahir.
Kelumpuhan otak yang disertai gerakan atetotik/koreo-atetotik termasuk kelumpuhan
otak tipe subkortikal, akibat lesi pada komponen ganglia basalis. Tipe ini meliputi 5
—15% kasus kelumpuhan otak.
Terdapat 2 faktor perinatal sebagai penyebab utama kelumpuhan otak tipe subkortikal
ialah hiperbilirubinemia (kern ikterus) dan asfiksi berat.
Gejala klinik biasanya baru tampak sesudah umur 18 bulan. Dapat ditemukan
gerakan atetotik, koreo-atetotik maupun jenis GI fainnya bergantung pada lokasi
kerusakan. Pengobatan hanya simtomatik dan suportif.
2) Sindrom Lesch-Nyhan
Kelainan ini sangat jarang dijumpai,ditandai oleh gerakan koreoatetotik
bilateral, retardasi mental, mutilasi diri dan hiperurikemia. Etiologi belum diketahui;
dihubungkan dengan defisiensi ensim hipoksantin-guanin fosforibosil transferase
pada eritrosit, fibroblast dan ganglia basalis. Merupakan penyakit herediter yang
diturunkan secara sex-linked resesif_pada kromosom X sehingga hanya terdapat pada
anak lelaki.
Gerakan atetotik mulai timbul pada umur 6—8 bulan, kemudian diikuti
gerakan koreo-atetotik dan pada usia di atas 2 tahun sudah dapat ditemukan sindrom
16
yang lengkap. Pengobatan dengan alopurinol 8 mg/kgBB sehari dalam tiga kali
pemberian. Prognosis jelek.
3) Penyakit Hallervorden-Spatz
Kelainan degeneratif pada substansi nigra dan globus palidus yang herediter
dan diturunkan secara autosom resesif. Etiologi tidak diketahui, diduga ada hubungan
dengan deposisi pigmen yang mengandung zat besi pada kedua daerah tersebut.
Namun tidak jelas adanya gangguan metabolisme zat besi yang menyertainya.
Penyakit ini jarang dijumpai.
Gejala klinik biasanya manifes pada umur 8-10 tahun berupa gerakan atetotik,
kekakuan pada lengan/tungkai dan retardasi mental yang progresif. Kadang-kadang
timbul kejang. Perjalanan penyakit lambat progresif. Tidak ada pengobatan,
prognosis jelek, biasanya meninggal dalam 5-20 tahun. 8
4. HEMIBALISMUS
Hemiballismus merupakan suatu gerakan involunter yang bangkit berulang-
ulang, menyerupai gerakan volunter pada waktu melempar atau mengayunkan
sesuatu akibat kontraksi otot-otot proksimal. Gerakan ini berlangsung terus menerus,
hanya berhenti waktu tidur sehingga sangat melelahkan. Bila mengenai kedua sisi
tubuh disebut balismus. Gangguan pada inti Luys akan membangkitkan
hemibalismus. Hemiballismus mempengaruhi satu sisi badan. Lengan terkena lebih
sering daripada kaki. Biasanya disebabkan oleh stroke yang mempengaruhi bidang
kecil tepat di bawah basal ganglia yang disebut nukleus subthalamic. Dalam klinik
dapat dijumpai hemibalismus sebagai gejala penyakit tertentu misalnya kelumpuhan
otāk tipe subkortikal bersama gerakan involunter lainnya. Kontralateral terhadap lesi.
Etiologi
Berdasarkan laporan jurnal neurologi yang didapatkan bahwa terdapat 23
pasien pasien dengan hemiballismus dan 2 diantaranya adalah biballismus. Iskemik
dan pendarahan stroke adalah penyebab terbanyak dari kebanyakan pasien tersebut.
17
Penyebab lainnya adalah ensefalitis, Sydenhams chorea, systemic lupus
erithematosus, basal ganglia kalsifikasi, hiperglikemia non ketotik, dan tuberous
sclerosis.3
Gerakan involunter di atas dapat timbul juga karena obat-obat.4 penyebab
paling umum adalah stroke atau tumor.5
Namun secara garis besar, penyebab dari ballismus adalah :
1. Vaskular causes
a. infark yang mempengaruhi inti subtalamus dan jaringannya
b. transient insufisiensi vaskuler yang melibatkan sirkulasi anterior
dan posterior
c. malformasi arteriovenous
d. venous angioma
e. subdural hematoma
2. Tumor otak
a. kista glioma dan kista lainnya
b. tumor otak metastase
3. Infeksi dan penyakit post infeksi
a. Meningitis TB dengan atau tanpa tuberculoma
b. Khorea sydenham
c. AIDS dengan cerebral toxoplasma
d. Cysticercosis
4. Iatrogenik
a. kontrasepsi oral
b. komplikasi bedah dari stereitactic thalamotomy dan pallidotomi
c. transient dari penyakit parkinson
5. Gangguan autoimun
a. systemik lupus erithematosus
6. Metabolik
a. Hyperglikemia
7. Penyakit degenerativ
18
a. multiple system atrophy
b. tuberous sclerosis
8. Miscellaneous
a, Multiple sclerois
b. trauma kepala.7
Epidemiologi
Sangat jarang pada masa bayi dan kanak-kanak. Pada usia ini, beberapa
reumatic chorea balismus telah dilaporkan. Ballismus juga dapat bilateral karena lesi
vaskular, infeksi, atau tumor dari tubuh subthalamic atau inti berekor yang
merupakan lesi umum dalam kasus-kasus orang dewasa.5
Gejala klinis
Gambaran klinis merupakan suatu gerakan involunter yang bangkit berulang-
ulang, menyerupai gerakan volunter pada waktu melempar atau mengayunkan
sesuatu akibat kontraksi otot-otot proksimal Gerakan ini melibatkan otot-otot
proksimal dan dapat menguras tenaga penderita.5
Defisit khas : lesi ganglia basalis dapat menimbulkan gangguan gerakan
kompleks dan berbagai jenis gangguan kognitif tergantung pada lokasi dan luasnya.
Gangguan klinis yang melibatkan ganglia basalia dapat terlihat sebagai defisiensi
pergerakan (hipokinesia) atau gerakan berlebihan (hiperkinesia, korea, atetotis,
balismus).3
Diagnosis
Gerakan-gerakan melemparkan sering diperlihatkan oleh pasien, yang
menjatuhkan sesuatu dari tangan mereka atau kerusakan ditempatkan dekat obyek.
cedera diri adalah umum, dan pemeriksaan sering mengungkapkan beberapa memar
dan lecet. tambahan tanda dan gejala tergantung pada penyebab, lokasi, dan luasnya
lesi, yang biasanya dalam nukleus subthalamic kontralateral dan striatum.5
Transaminase, creatine kinase dan enzim lainnya nyata meningkat bertepatan
dengan aktivitas balistik maksimal, namun kembali ke kisaran normal setelah
gangguan gerakan membaik.5
19
Penatalaksanaan
Pengobatan pilihan pertama untuk ballismus adalah obat untuk mengatur
dopamin dan zat lainnya yang berperan dalam proses mengontrol gerakan dan emosi.
Karena gangguan ini hanya sementara, operasi hanya dilakukan jika gangguan ini
terjadi selama 2 sampai 3 bulan, atau gangguan gerakan tersebut meguras tenaga
pasien secara berlebihan dengan menggunakan operasi stereotactic.5
Neuroleptic telah menjadi pengobatan untuk hemiballismus.5 Namun, sekitar
16% dari pasien yang terkena gagal merespon obat ini atau lainnya antidopaminergic
atau clonazepam, rata-rata keterlambatan respon dalam satu seri adalah 15 hari. Obat
alternatif yang diberikan adalah setraline, setraline ditargetkan untuk mengobati
inkontinensia emosional.5 Pengobatan dengan setraline untuk haloperidol dengan
cepat dan dengan efek samping yang lebih ringan (efek parkinson atau tardive
dyskinesia), atau bisa memberikan alternatif untuk pasien yang mekanisme ballismus
nya membuat gangguan pada aktivitas serotonik. 5
Prognosis
Untuk perawatan saat ini dan mayoritas pasien masuk ke remisi spontan. Bagi
mereka yang tidak masuk ke remisi, gejala hemiballismus umumnya dapat dikontrol
dengan baik dengan obat-obatan.4
5. TIC’
Tic adalah istilah Prancis yang sesuai dengan standar internasional. Tic
merupakan suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot setempat,
sejenak namun berkal-kali dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk majemuk.
Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan ‘tic diberi tambahan
sesuai dengan lokasi kontraksi otot stempat. Dengan demikian dikenal istilah tic
facals, yang mengenai otot-otot wajah, otot orbikularis oris, dan tic orbikularis okuli.
Dalam hal ini, otot yang berkontarksi secara involunter adalah otot orbikularis oris,
orbikularis okuli dan zigomatikus mayor atau otot fasial lainnya.6
20
Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang
terkoordinir , berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang
sinergistik.
Gerakan tik ini dibedakan menjadi 3 macam:
a. Tik Fonik
Gerakan otot penggerak pita suara yang mana suara yang diproduksi berubah-
ubah karena pasien berusaha memindahkan udara nafasnya melalui mulut, kadang
sengau karena melewati hidung sehingga gerakan tik ini disebut juga tik verbal.
b. Tik motorik sederhana
Tik ini biasanya terjadi tiba-tiba, singkat, gerakan berarti yang biasanya hanya
melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, kepala menyentak, atau
mengangkat bahu. Selain itu, dapat beragam tak bertujuan dan mungkin termasuk
gerakan-gerakan seperti tangan bertepuk tangan, leher peregangan, gerakan mulut,
kepala, lengan atau kaki tersentak, dan meringis wajah.
c. Tik motorik komplek
Tik motor komplek biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih
lama. Mereka mungkin melibatkan sekelompok gerakan dan muncul terkoordinasi.
Contohnya menarik-narik baju, menyentuh orang, menyentuh benda-benda,
ekopraksia/gerakan latah dan koprolalia/ngomong jorok.
Tik fonik yang bersifat komplek dapat jatuh ke dalam gerakan tik motor
komplek berbagai seri (kategori), termasuk echolalia (mengulangi kata-kata hanya
diucapkan oleh orang lain), palilalia (mengulangi seseorang kata-kata sebelumnya
diucapkan sendiri), lexilalia (mengulangi kata-kata setelah membaca mereka), dan
coprolalia (ucapan spontan sosial pantas atau tabu kata atau frase).
Tik motor komplek jarang terlihat berdiri sendiri kadang dicetuskan denagn
tik yang sederhana.6
6. MIOKLONUS
Merupakan aktivasi sekelompok otot yang menyebabkan gerak singkat,
eksplosif seperti “tersengat listrik”, sering mengenai seluruh ekstremitas. Sentakan
21
mioklonus sekali terjadi bisa mengenai seluruh otot, seperti yang sering terjadi ketika
kita mulai tertidur. Mioklonus juga bisa terbatas pada satu tangan, sekumpulan otot di
lengan bagian atas atau tungkai atau bahkan pada sekelompok otot wajah.
Penyebabnya banyak sekali seperti dari penyakit vascular, obat-obatan dan
ganguan metabolic, dan penyakit neurodegenerative seperti enselopati spongioform. 7
7. DISKINESIA TARDIF
Diskinesia sendiri ialah pergerakan yang tidak disadari. Tardif ialah efek dari
pemakaian obat. Sehingga diskinesia tardif adalah gerakan berulang- ulang dan tidak
disadari yang merupakan efek samping jangka panjang dari obat antipsikotik
khususnya pada orang sakit jiwa.
Gambaran klinis diskinesia tardif yaitu berulang-ulang, involunter dan
gerakan yang tidak ada tujuannya. Selain menyeringai, menjulur-julurkani lidah,
bergetar, melipat dan mengerutkan bibir serta mengedipkan mata secara cepat.
Pergerakan cepat dari ekstremitras dan jari-jari juga muncul pada beberapa penderita.
Hal yang membedakannya dengan parkinson disease ialah pergerakan dari
ekstremitasnya. Pada parkinson disease, pasien kesulitan untuk bergerak tetapi pada
pasien diskinesia tardif tidak ada kesulitan untuk bergerak.
Mekanisme diskinesia tardif karena proses antagonisme dopamin di jalur
antara lokasi substansia nigra dan korpus striatum. Terutama kalau yang terkena
proses antagonisasi dopaminpada reseptor D2 menyebabkan efek lepas obat dan
menimbulkan gerakan ini.8
8. DISTONIA
Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus
menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang
abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa
mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher) atau
seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanak-
22
kanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan. Beberapa penderita lainnya
baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau pada awal masa dewasa.
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa
baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika
penderita merasa lelah. Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara. Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya
setelah olah raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi
semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:
Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu
Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.
Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.
Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:
Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans atau
DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan,
biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara progresif.
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.
Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering
ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala,
sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa
tertarik ke depan atau ke belakang.
Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita
pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai
secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar 10-20%
23
penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.
Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan mata.
Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata biasanya
terkena. \
Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah dan
leher.
Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara
dan menelan.
Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan proses
berbicara. Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang
menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas. 8
L. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik tanggal 30 Mei 2018
Status Generalis :
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif. GCS 15
Tekanan darah : 154/90 mmHg
Nadi : 111 x / menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,8oC
SpO2 : 99%
Status Internus :
KGB : Leher, aksila dan inguinal tidak membesar
Leher : JVP 5-2 CmH20
24
Thorak : Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Corpus Vertebrae :
Inspeksi : Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
2. Tanda rangsangan meningeal :
- Kaku kuduk (-)
- Brudzinsky I (-)
- Brudzinsky II (-)
- Kernig (-)
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- muntah proyektil (-)
- sakit kepala progresif (-)
4. Nn Kranialis :
- N I : penciuman baik
- N II : reflek cahaya +/+
25
- N III, IV, VI : pupil bulat, diameter 3 mm, gerakan bola mata bebas ke
segala arah
- N V : bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan
ke kanan
- N VII : bisa menutup mata, mengangkat alis : simetris
- N VIII : fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada
- N IX, X : arcus faring simetris, uvula di tengah, refleks muntah (+),
perasaan 1/3 lidah baik
- N XI : bisa mengangkat bahu dan bisa melihat kiri dan kanan
- N XII : lidah tidak ada deviasi
5. Motorik : 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Tonus : hipertonus eutonus
Hipertonus eutonus
Trofi : eutrofi
6. Sensorik
- Eksteroseptif : rasa raba, tekan dan nyeri baik
- Proprioseptif : rasa getar dan posisi sendi baik
7. Fungsi otonom : BAK dan BAB tidak ada keluhan
8. Reflek fisiologis : Reflek biceps, Reflek triceps, Reflek KPR dalam batas
normal
9. Reflek patologis : Reflek Hoffman Trommer -/-, Reflek Babinsky Group -/-
M. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11,4 gr%
Leukosit : 51.000/mm3
Trombosit : 401.000/mm3
Ht : 34 %
GDP : 97 mg/dL
GDJPP : 95 mg/dL
26
SGOT : 20 IU/L
SGPT : 17IU/L
Ureum : 45,5 mg/dl
Kreatinin : 0.75 mg/dl
HDL Direct : 38mg/dL
LDL Chol : 117,8 mg/dL
Chol : 181 mg/dL
TG : 126 mg/dL
Na : 139 mmol/L
K : 4 mmol/L
Cl : 104 mmol/L
N. EKG
tidak bisa lakukan, pasien bergerak terus
O. Diagnosis Akhir :
Diagnosis Klinis : hemiballismus dextra
Diagnosis Topik : sistem ekstrapiramidal hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : vascular dd infeksi intrakranial dd SOP
Diagnosis Tambahan : hipertensi stage I
P. Diskusi kedua
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik, gerakan yang ditemukan pada
pasien merupakan gerakan involunter, yang berulang-ulang, seperti melempar, karena
bergeraknya otot proksimal, dan ditemukan pada satu sisi. Lebih mengarahkan pada
diagnosis hemiballismus.3 Pada chorea, ditemukan gerakan di luar kesadaran yang
cepat, menyentak, pendek dan berulang-ulang yang dimulai satu bagian tubuh secara
terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya terlihay mengalir dari otot satu ke
berikutnya seperti menari. Khorea biasanya melibatkan tangan, kaki, dan muka. Pada
athetosis gerakan lebih lambat dan melibatkan otot bagian distal, dan cenderung
27
menyebar ke proksimal. basal.7 Athetosis adalah aliran gerakan yang lambat,
mengalir, menggeliat di luar kesadaran. Biasanya pada kaki dan tangan. Pada
pemeriksaan penunjang tidak didapatkan kadar leukosit yang tinggi sebagai penanda
infeksi. Tidak didapatkan kadar gula darah yang tinggi, sebagai salah satu faktor
resiko metabolic tersering pada hemibalismus. Ditemukan tekanan darah yang tinggi
yaitu 154/90 yang merupakan hipertensi stage 1 menurut JNC 7, dimana hipertensi
sendiri dapat merupakan faktor resiko untuk penyakit cerebrovascular.3
Q. Rencana Pemeriksaan Tambahan
Brain CT Scan
R. Terapi
Umum :
Bed rest
IVFD asering 20 tpm
Inj Piracetam 2x3 gr
Inj Ranitidin 2x1 A
Inj Meticobalamin 1x1 A
PO Depacote ER 2x1
PO THP 2x1
PO Haloperidol 2x5 mg
S. Follow Up
31 Mei 2018
Follow up hari perawatan kedua
S : tangan dan kaki kanan bergerak sendiri tidak terkontrol, tengkuk pegal
O : GCS 15
TD : 110/80
N : 80
S : 36
28
RR : 20
Pemeriksaan motoric
Kekuatan Motorik : 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Tonus : hipertonus eutonus
Hipertonus eutonus
Trofi : eutrofi
A : hemiballismus dd chorea
P : IVFD asering 20 tpm
Inj Piracetam 2x3 gr
Inj ranitidine 2x1 A
Inj citicolin 2x500mg
Follow up hari perawatan ke 3 1 Juni 2018
S : tangan dan kaki kanan bergerak sudah berkurang, tengkuk masih terasa pegal
O : GCS 15
TD : 110/80
N : 80
S : 36
RR : 24
Kekuatan Motorik : 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Tonus : hipertonus eutonus
Hipertonus eutonus
Trofi : eutrofi
A : hemiballismus dd chorea
P : IVFD asering 20 tpm
Inj Piracetam 2x3 gr
Inj ranitidine 2x1 A
Inj citicolin 2x500 mg
29
Inj ranitidine 2x1 A
Inj meticobalamin 1x1 A
PO Depacote ER 2x1
PO THP 2x1
PO Haloperidol 2x5 mg
Follow up hari perawatan ke 4 2 juni 2018
S : tangan dan kaki kanan bergerak sudah berkurang, tengkuk masih terasa pegal
O : GCS 15
TD : 130/70
N : 80
S : 36,3
RR : 22
Kekuatan Motorik : 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Tonus : hipertonus eutonus
Hipertonus eutonus
Trofi : eutrofi
A : hemiballismus dd chorea
P : IVFD asering 20 tpm
Inj Piracetam 2x3 gr
Inj ranitidine 2x1 A
Inj citicolin 2x500 mg
Inj ranitidine 2x1 A
Inj meticobalamin 1x1 A
PO Depacote ER 2x1
PO THP 2x1
PO Haloperidol 2x5 mg
Follow up hari perawatan ke 5 3 juni 2018
30
S : tangan dan kaki kanan bergerak sudah berkurang
O : GCS 15
TD : 130/80
N : 85
S : 35,8
RR : 23
Kekuatan Motorik : 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Tonus : hipertonus eutonus
Hipertonus eutonus
Trofi : eutrofi
A : hemiballismus dd chorea
P : IVFD asering 20 tpm
Inj Piracetam 2x3 gr
Inj ranitidine 2x1 A
Inj citicolin 2x500 mg
Inj ranitidine 2x1 A
Inj meticobalamin 1x1 A
PO Depacote ER 2x1
PO THP 2x1
PO Haloperidol 2x5 mg
Follow up hari perawatan ke 6 4 Juni 2018
S : tangan dan kaki kanan bergerak tak terkontrol minimal. Pasien dinyatakan
membaik, dan diijinkan pulang
O : GCS 15
TD : 110/70
N : 70
S : 36,3
RR : 20
31
Kekuatan Motorik : 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Tonus : hipertonus eutonus
Hipertonus eutonus
Trofi : eutrofi
A : hemiballismus dd chorea
P : PO Piracetam 2x1200 mg
PO Clopidogrel 1x75 mg
PO Haloperidol 2x5 mg
PO ranitidine 2x1 A
PO Depacote ER 2x1
32
TINJAUAN PUSTAKA
1. Prof.DR.dr.S.M.Lumbantobing.Neuorologi Klinik,Pemeriksaan Fisik dan
Mental.Jakarta : FKUI.
2. http://neurosurgery.ucla.edu/ballism Tanggal 2 April 2016 hari sabtu pukul
20.21.
3. Baehr Mathias, Frotscher Michael, Diagnosis Topik Neurologi DUUS,
Penerbit buku kedokteran : EGC, Hal : 301, 304.
4. Perhimpunan dokter spesialis saraf indonesia, Buku Ajar NEUROLOGI
KLINIS, Cetakan kelima : April 2011, penerbit : Gajdjah mada university
press.
5. Buruma OJS, Lakke JPWF (1986) Ballism. In: Vinken PJ, Bruyn GW,
Klawans HL (eds) Handbook of clinical neurology, vol 5 (49), Elsevier,
Amsterdam.
6. Lees Al Parkinson's Disease and other Involuntary Movements Disorders.
Medicine International (1) 1983 : 1516—21.
7. Mahar Mardjono dan Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar, Jakarta PT Dian
Rakyat. 1978 : hal. 4—10, 42—49.
8. Cermin Dunia Kedokteran No. 52, 1988
9. Fernandez-alvarez Emilio, Aicardi Jean, Movement Disorders in Children,
Cambridge University Press, 16 Jan 2001.
10. George bradley Walter, Neurology in Clinical Practise: Principles of diagnosis and management, Volume 1, Taylor & Francis, 2004.
33