thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM...

36
EVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Mayfuza Husein 20111030235

Transcript of thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM...

Page 1: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

EVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD

RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh:

Mayfuza Husein20111030235

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKITPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2014

Page 2: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

LEMBAR PENGESAHAN

EVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD

RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Disusun Oleh:

Mayfuza Husein20111030235

Disetujui,

Dosen Pembimbing I

D r . Elsye Maria Rosa, SKM., M.Kep.

Dosen Pembimbing II

dr. Arlina Dewi, M.Kes., A.A.K.

Tanggal ..............................

Tanggal …………………..

Page 3: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

INTISARI

EVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD

RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

EVALUATION OF COMPLIANCE MANAGEMENTPATIENTS AGAINST ACUTE CORONARY SYNDROME IN THE PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL HOSPITAL'S EMERGENCY DEPARTMENT

Mayfuza Husein, Arlina Dewi, Elsye Maria RosaProgram Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pasca Sarjana,

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARILatar belakang: Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu keadaan

gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard yang membutuhkan tindakan medis secepatnya. Keterlambatan dalam penanganan kasus SKA dapat mengakibatkan kematian. Agar penatalaksanaan pasien SKA berlangsung secara optimal sesuai dengan pedoman atau standar terapi yang telah ditetapkan, perlu adanya suatu sistem atau mekanisme yang secara terus menerus memonitor dan memantau terapi obat yang diterima pasien. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kepatuhan, kesiapan tim, kelengkapan status rekam medis, standar, masalah, rekomendasi penyelesaian masalah, dan keselamatan pasien dalam penatalaksanaan pasien SKA di IGD.

Metode: jenis penelitian ini adalah studi kasus. Populasi adalah 2 orang dokter IGD dan 27 sampel data rekam medis IGD dengan diagnosis SKA. Persepsi responden diukur dengan pertanyaan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.

Hasil: kepatuhan dalam penatalaksanaan sudah baik, Kesiapan tim medis didukung dokter dan perawat yang sudah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan sudah baik, dengan mengacu pada standar ACLS. Ketidakterisian status rekam medis masih menjadi temuan audit. Keterlambatan penanganan terjadi karena kamar bangsal penuh, pasien/keluarga menolak dirawat dan dirujuk, dan belum ada standar pelayanan SKA yang dibuat sesuai kebijakan RS, beberapa masalah ini berkaitan dengan keselamatan pasien.

Kesimpulan: perlunya kebijakan sistem yang sesuai untuk penatalaksanaan SKA. Selain penanganan di rumah sakit keluarga diberikan edukasi mengenai gejala SKA ini.

Page 4: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

Kata kunci : kepatuhan, Sindrom Koroner Akut (SKA), Instalasi Gawat Darurat (IGD), keterlambatan

ABSTRACT

Background : Acute Coronary Syndrome (ACS) is a state of emergency cardiac with clinical manifestations is uncomfortable feeling or pain in the chest or other symptoms due to myocardial ischemia, so it is a medical emergency that requires immediate action. Delays in handling cases of ACS can result in death. The treatment and ongoing management of ACS patients optimally in accordance with the guidelines or standard therapy has been established, the need for a system or mechanisms that continuously monitor and monitor drug therapy received by patients. This study aimed to evaluate compliance, team readiness, completeness status of medical records, standards, issues, and resolution recommendations, and patient safety in the management of ACS patients in emergency department (ED).

Methods: This study is a case study. The population is 2 ER doctors and 27 samples of ER medical records with a diagnosis of ACS. Respondents perceptions measured by interview questions. Analysis of the data used is qualitative analysis.

Results: Adherence to have good management, medical readiness teams supported doctors and nurses who already have good emergency training, with reference to standard ACLS. The emptiness status of medical record audit findings still. The delay occurred because the handling room full ward, patient/family refuses treated and referenced, and there is no standard of care ACS made at the discretion of the hospital, some of the issues related to patient safety.

Conclusion: the need for policy management system suitable for ACS. In addition to handling family at the hospital are given education about the symptoms of the ACS.

Keywords: compliance, Acute Coronary Syndrome (ACS), Emergency

Department (ED), delay.

Page 5: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan Penyakit Jantung Koroner (PJK)

yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara

tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. 1

Angka kematian di negara maju/industri masih cukup tinggi yaitu 30%

terjadi pada 2 jam pertama perawatan, namun setelah ada pelayanan Coronary

Care Unit (CCU) mulai tahun 1960 angka kematian turun menjadi 20% dan

selanjutnya dengan penggunaan terapi trombolitik pada tahun 1980 angka

kematian menurun menjadi 10% dan kematian mendadak dapat merupakan

manifestasi pertama dari IMA.2

Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS,

Non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI, atau ST elevation myocardial

infarction/STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan

manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau

gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI

harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi

iskemia dan aritmia. 1

Keterlambatan dalam penanganan kasus SKA ini dapat mengakibatkan

kematian. Penelitian di Negara Eropa menemukan kematian akibat serangan

jantung digambarkan 10% untuk tiap jamnya dari keterlambatan antara waktu

pasien atau keluarga memanggil ambulans dan waktu pasien ditangani di rumah

sakit.3

RSU PKU Muhammadiyah Bantul adalah RS swasta tipe C bersertifikat

ISO 9001:2000. Pada studi pendahuluan dilakukan wawancara kepada dokter dan

perawat di IGD RS PKU Muhammadiyah Bantul pada 2 November s/d 8

November 2013. Dari wawancara tersebut diperoleh bahwa banyak pasien yang

datang berobat untuk kasus sindrom koroner akut ini, dimana pasien berhasil

ditangani atau dilanjutkan perawatan di ruang perawatan intensif maupun yang

tidak dapat ditangani di RS tersebut selanjutnya segera dirujuk ke RS yang lebih

kompeten menangani kasus ini. Untuk penanganan kasus kegawatdaruratan

sindrom koroner akut ini tim dokter dan perawat sudah dilatih dan pelatihannya

Page 6: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

dilakukan berkesinambungan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.

Sementara itu, data masing-masing kasus dari sindrom koroner akut ini belum

dapat dipastikan.

Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul khususnya di IGD belum ada

peraturan resmi tertulis yang baru sebagai acuan standar penanganan pasien

sindrom koroner akut, Standar Pelayanan Medik (SPM) terakhir tahun 2007 yang

belum diperbaharui hingga sekarang.

Berbagai pedoman dan standar terapi telah dibuat untuk penatalaksanaan

penderita SKA. Agar standar dan strategi pengobatan serta penatalaksanaan

pasien SKA berlangsung secara optimal, efektif dan efisien sesuai dengan

pedoman atau standar terapi yang telah ditetapkan, maka perlu adanya suatu

sistem dan/atau mekanisme yang secara terus menerus memonitor dan memantau

terapi obat yang diterima pasien.1

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kepatuhan, kesiapan tim,

kelengkapan status rekam medis, standar, masalah, rekomendasi penyelesaian

masalah, dan keselamatan pasien dalam penatalaksanaan SKA terhadap pasien di

IGD RSU PKU Muhammadiyah Bantul.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode kualitatif

terhadap kepatuhan penatalaksanaan sindrom koroner akut terhadap pasien di IGD

RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Aspek kualitatif diteliti dengan studi kasus

dilakukan wawancara.

Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian adalah 2 orang dokter pelaksana IGD di RSU PKU

Muhammadiyah Bantul. Penelitian dilaksanakan di IGD pada bulan Februari

2014.

Page 7: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

Populasi, Sampel, dan Sampling

Sampel penelitian adalah 27 data rekam medis dengan diagnosis sindrom

koroner akut sejak 1 Desember 2012 sampai dengan 31 November 2013.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian kualitatif ini adalah

status rekam medis dengan diagnosis SKA dan lembar pertanyaan yang akan

diajukan pada saat wawancara dengan responden.

Analisis Data

Metode kualitatif yang dilakukan melalui wawancara langsung kepada

responden. Wawancara masing-masing terhadap 2 responden yaitu dokter

manager IGD dan dokter IGD pelaksana. Hasil dari wawancara ini adalah

kesiapan tim, kelengkapan status rekam medis, standar yang digunakan, masalah,

rekomendasi penyelesaian masalah, dan keselamatan pasien dalam

penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut di IGD RSU PKU Muhammadiyah

Bantul.

HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum RSU PKU Muhammadiyah Bantul

RS milik Pimpinan Pusat Muhammadiyahini didirikan pada 1 Maret 1966

berawal dari sebuah Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin (BP/RB), RS Khusus

Ibu dan Anak (1995),dan resmi menjadi RSU tipe C (2001). RS yang bertempat di

Jalan Jendral Sudirman no. 124 Bantul ini telah memiliki 126 tempat tidur, 13

orang dokter umum, 52 orang dokter spesialis, 5 orang dokter gigi, dengan jumlah

karyawan tetap 328, karyawan kontrak 49, PKWT 49. Terdapat 6 jenis pelayanan

24 jam, 15 poliklinik, 6 pelayanan penunjang, serta 9 pelayanan lain. 4

2. Profil IGD RSU PKU Muhammadiyah Bantul

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU PKU Muhammadiyah Bantul

merupakan pintu utama penerimaan pasien gawat darurat. Instalasi ini memiliki

13 orang dokter umum dan 16 orang perawat terlatih. Semua dokter dan perawat

tersebut sudah memiliki kompetensi dalam penanganan kasus kegawatdaruratan

Page 8: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

dibuktikan dengan sertifikat ACLS dan PPGD. IGD memiliki 6 ruang tindakan,

yang terdiri dari 3 ruang tindakan, 1 ruang reassessment, dan 1 ruang resusitasi.

3. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, responden dari penelitian ini terdiri dari 2

orang dokter IGD yaitu 1 dokter laki-laki dan 1 dokter perempuan. Usia

responden terletak pada kelompok rentang umur 31 – 35 tahun dengan 1 orang

dokter dan kelompok dengan rentang umur 35 – 40 tahun 1 orang dokter, artinya

dilihat dari usia dokter umum di IGD sudah banyak pengalaman.

Berdasarkan karakteristik jabatan semua responden adalah dokter IGD

pelaksana. Ditinjau dari data lama kerja, responden berada pada kelompok kerja 1

– 5 tahun, artinya masa kerja dokter masih tergolong baru dan kelompok 5 – 10

tahun, artinya sudah banyak pengalaman. Lama kerja ini juga menunjukkan

pengalaman dokter IGD, semakin lama bekerja berarti semakin banyak

pengalaman dokter tersebut.

4. Karakterisktik Sampel

Kebutuhan untuk sampel diambil dari status rekam medis IGD dengan

diagnosis sindrom koroner akut, baik yang unstable angina, infark miokard akut

dengan segmen ST (STEMI), dan infark miokard akut tanpa segmen ST

(NSTEMI). Dari status rekam medis tersebut diperoleh 27 kasus dengan diagnosis

SKA, selama rentang waktu 31 Desember 2012 – 30 November 2013 yang

ditangani oleh dokter umum di IGD.

Tabel 1Karakteristik jenis kelamin pasien dengan diagnosis SKA di IGD

Kasus SKA Laki-laki Perempuan

Angina tidak stabil 3 3

Infark Miokard Akut (STEMI dan NSTEMI) 16 5

Total 19 8

Page 9: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

Dari tabel 1 diperoleh jumlah pasien IGD dengan kasus SKA ada 27 kasus

yang terdiri dari diagnosa angina tidak stabil 3 kasus ditemukan pada pasien laki-

laki dan 3 kasus ditemukan pada pasien perempuan. Sementara itu kasus dengan

diagnosa infark miokard akut termasuk didalamnya STEMI dan NSTEMI terdapat

16 kasus pada pasien laki-laki dan 5 kasus pada pasien perempuan.

Tabel 2Karakteristik kelengkapan status rekam medis IGD dengan diagnosa SKA

Nama ItemTotal Persentase Identifikasi

Lengkap % Tidak lengkap %

Identitas pasien 0 0 27 100

Tanggal periksa 26 96,30 1 3,70

Jam datang 27 100 0 0

Jam penatalaksanaan 24 88,89 3 11,11

Jaminan (Askes, Jamkes, Umum) 12 44,44 15 55,56

Keadaan umum 20 74,07 7 25,93

Vital sign 18 66,67 9 33,33

ABCD 23 85,19 4 14,81

Kondisi 26 96,30 1 3,70

Anamnesis 27 100 0 0

Pemeriksaan Fisik 9 33,33 18 66,67

Diagnosis 27 100 0 0

Penunjang Lab/Rad 27 100 0 0

Terapi 26 96,30 1 3,70

Tindaklanjut :

1 3,70

Dirawat 20 74,07

Dirujuk 2 7,41

Dipulangkan/menolak 2 7,41

Meninggal 2 7,41

Jam keluar 2 7,41 25 92,59

Page 10: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

Nama dan TTD Dokter IGD 26 96,30 1 3,70

Rata-rata Kelengkapan 20 75,38 7 24,62

Berdasarkan tabel 2 tampak ketidaklengkapan pengisian berkas rekam

medis pasien, terdapat ketidaklengkapan identifikasi pasien secara keseluruhan

sebanyak 100 %. Padahal pengisian identitas ini sudah dibantu oleh petugas

rekam medis. Item dari identitas pasien tersebut seperti ketidaklengkapan nama

pasien, alamat, nomer rekam medis, usia, dan jenis kelamin.

Dari tabel 2 juga diperoleh persentase ketidaklengkapan review laporan

penting yang paling tinggi adalah 92,59% pada item jam keluar, berikutnya

ditemukan ketidaklengkapan pada item pemeriksaan fisik sebanyak 66,67%.

Untuk item lain yang menjadi perhatian ketidaklengkapan adalah jaminan dan

vital sign, berturut-turut 55,56% dan 33,33%. Padahal dalam penanganan kasus

SKA pada penelitian ini pengisian item pemeriksaan fisik dan vital sign

merupakan data yang sangat penting dalam penentuan penanganan terapi yang

akan diberikan. Untuk ketidaklengkapan terendah ada pada item jam datang,

anamnesis, diagnosa, dan pemeriksaan penunjang dengan masing-masing

persentase 0%.

Selain itu ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis pada komponen

autentifikasi sebanyak 3,70% pada item nama dan tandatangan dokter. Dalam hal

ini ketidaklengkapan pada penulisan nama dan tandatangan dokter sangat sedikit,

artinya kedisiplinan dokter sudah baik.

Secara keseluruhan bahwa untuk kelengkapan penulisan status rekam medis

IGD untuk kasus SKA sebesar 75,38% itu cukup baik namun perlu peningkatan

lagi seperti kelengkapan identitas pasien, jam penatalaksanaan, jaminan, keadaan

umum, vital sign, pemeriksaan fisik, dan jam keluar karena data-data yang kurang

lengkap tersebut dapat mempengaruhi tindakan apa yang akan diberikan pada

pasien untuk pengobatan selanjutnya.

Page 11: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

5. Kepatuhan dalam penatalaksanaan SKA

Tabel 3Kepatuhan dalam penatalaksanaan SKA

No

Kriteria SKA

Diagnosa Tindak lanjut Patuh/TidakNyeri dada

tipikal EKG Biokimia (Troponin T)

1 + - - Chest pain susp APTS Dirawat Patuh

2 + NSR - Chest pain Dirawat Patuh

3 + ST elevasi + Chest pain dd APTS, STEMI Dirawat Patuh

4 + ST elevasi, ST depresi + Chest pain dd STEMI,

Hipertensi Gr IIMenolak dirawat Patuh

5 + - - Chest discomfort dd APTS, AP

Menolak dirawat

Patuh

6 + Sinus Bradikardi - Susp. APTS Dirawat Patuh

7 + STEMI - STEMI inferior Dirawat Patuh

8 + STEMI + Obs. Chest pain ec AMI Dirawat Patuh

9 + ST elevasi, bradikardi -

Chest pain, DyspneuObs. Bradikardi, STEMI

Inferior

Dirujuk karena kamar penuh

Patuh

10 + - + Obs. Chest pain dd STEMI, NSTEMI

Dirawat ICU

Patuh

11 + NSTEMI - NSTEMI Anteroseptal Dirawat Patuh

12 + - - Obs. Chest pain dd AMI Dirawat Patuh

13 + STEMI - Chest pain Dirawat Patuh

14 + STEMI - STEMI Anteroseptal Dirujuk RSSP

Patuh

15 + ST elevasi - AMI Dirawat ICU

Patuh

Page 12: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

16 + ST elevasi + AMI anteroseptal Dirawat ICU

Patuh

17 + ST elevasi, STEMI inferior - Chest pain dd STEMI

inferior Dirawat Patuh

Lanjutan tabel 3Kepatuhan dalam penatalaksanaan SKA

No

Kriteria SKA

Diagnosa Tindak lanjut Patuh/TidakNyeri dada

tipikal EKG Biokimia (Troponin T)

18 + ST elevasi Obs. Chest pain dd SKA Dirawat Patuh

19 + Lead II + Obs. Dyspneu dd SKA Dirawat ICU

Patuh

20 Sesak (+) STEMI + Edema pulmo, AMI Dirawat Patuh

21 Tidak sadar - - Gagal napas, Gagal

jantung Meninggal Patuh

22 + STEMI - STEMI Dirawat Patuh

23 + - - Obs. Chest pain dd cardial, non cardial Dirawat Patuh

24 + SVT -SVT, Ischaemic high lateral/anteroseptal,

CHFDirawat Patuh

25 + - + STEMI, HHD, Syok kardiogenik

Dirawat ICU

Patuh

26 Perut mbesesek - - Susp. SKA dd STEMI,

NSTEMI Dirawat Patuh

27 Tidak sadar - - Penurunan kesadaran

Cardiac arrest Meninggal Patuh

Dari tabel 3 diagnosa SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat

berdasarkan 2 dari 3 kriteria yaitu nyeri dada tipikal, gambaran EKG, dan evaluasi

biokimia dari enzim jantung dalam hal ini Troponin T. Setelah kriteria tersebut

diketahui diagnosis dapat ditegakkan dan segera dilakukan tindak lanjut

penanganan terhadap pasien. Dari data diperoleh 20 pasien dilakukan rawat inap

baik di bangsal maupun ICU, 2 pasien dirujuk dengan alasan kamar penuh, 2

Page 13: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

pasien menolak dirawat, dan 2 pasien meninggal setibanya di IGD dalam kondisi

tidak sadar.

6. Kesiapan tim dan penatalaksanaan SKA

Tabel 4Kesiapan tim dan penatalaksanaan SKA

Pertanyaan Responden 1 Responden 2

Kesiapan tim dan penatalaksanaan SKA

Sumber Daya Manusia, Alat, dan Obat-obatan sudah baik

Sumber Daya Manusia, Alat, dan Obat-obatan sudah baik

Berdasarkan dari hasil wawancara terhadap responden diperoleh data bahwa

untuk sumber daya manusia, alat, dan obat-obatan di IGD sudah lengkap, baik

sesuai standar.

7. Kelengkapan status rekam medis dengan diagnosa SKA

Tabel 5Kelengkapan status rekam medis dengan diagnosa SKA

Pertanyaan Responden 1 Responden 2Kelengkapan status rekam medis dengan

diagnosa SKA Belum lengkap Belum lengkap

Dari hasil wawancara dan data rekam medis diperoleh penulisan status

rekam medis yang kurang lengkap pengisiannya.

8. Masalah dalam penatalaksanaan SKA

Tabel 6Masalah dalam penatalaksanaan SKA

Pertanyaan Responden 1 Responden 2

Masalah dalam penatalaksanaan SKA

1. Pasien Jamkesmas 1. Pasien Jaminan 2. Kamar penuh. 2. Kamar penuh3.Keluarga menolak

dirujuk

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh seringnya yang menjadi masalah

dalam penatalaksanaan SKA terjadi pada pasien dengan jaminana, pada perawatan

Page 14: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

lanjutan dikarenakan kamar di bangsal penuh dan pasien/keluarga pasien yang

menolak untuk dirujuk.

9. Standar penatalaksanaan kasus SKA

Tabel 7Standar penatalaksanaan kasus SKA

Pertanyaan Responden 1 Responden 2

Standar penatalaksanaan

kasus SKA

1. Standar Pelayanan Medis (SPM) 2007

1.Standar Pelayanan Medis (SPM) 2007

2. Panduan Praktek Klinis (PPK) belum ada

2. PPK resmi belum ada,

3. Standar penatalaksanaan dari RS belum ada

3. SPM belum direvisi

4. Algoritma ACLS 4. Algoritma ACLS

Dari hasil wawancara diperoleh standar resmi yang digunakan dalam

penatalaksanaan SKA adalah Standar Pelayanan Medis (SPM) 2007 yang belum

direvisi hingga sekarang. Selama ini menggunakan standar algoritma ACLS,

karena Panduan Praktek Klinis belum tertulis resmi. Standar penatalaksanaan

SKA di RSU PKU Muhammadiyah Bantul belum ada.

10. Rekomendasi untuk mengatasi masalah dalam penatalaksanaan kasus SKA

Tabel 8Rekomendasi untuk mengatasi masalah dalam penatalaksanaan kasus SKA

Pertanyaan Responden 1 Responden 2

Rekomendasi untuk mengatasi delay in

treatment pada kasus SKA

1. Audit pengisian status rekam medis.

1. PPK resmi

2. SPM resmi

Berdasarkan tabel 8 rekomendasi yang disampaikan responden dalam

mengatasi masalah yaitu adanya audit mengenai pengisian status rekam medis.

Page 15: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

SPM atau kebijakan resmi mengisi rekam medis secara lengkap dan jelas. Selain

itu terkait dengan sistem juga, diharapkan adanya PPK resmi dalam memberikan

tindakan yang terbaik untuk pasien sesuai peraturan yang berlaku di RS.

11. Keselamatan Pasien pada penatalaksanaan kasus SKA

Table 9Keselamatan Pasien pada penatalaksanaan kasus SKA

Pertanyaan Responden 1 Responden 2

Keselamatan Pasien pada penatalaksanaan

kasus SKA

1. Jika initial treatment termasuk patient safety

1. Jika PPK dan SPM tidak dilaksanakan menyalahi patient safety

2. Kamar penuh belum tentu patient safety

3. Terlambat merujuk termasuk patient safety

Pada tabel 9 dari wawancara jika kesalahan pada saat initial treatment dan

terlambat merujuk pasien termasuk dalam kesalahan keselamatan pasien.

Peraturan PPK dan SPM yang sudah ada tetapi tidak dilaksanakan juga menyalahi

keselamatan pasien. kesalahan yang disebabkan karena kamar bangsal penuh

belum bisa dikaitkan dengan kesalahan keselamatan pasien.

PEMBAHASAN

1. Kepatuhan penatalaksanaan terhadap pasien SKA

Menurut kriteria WHO, diagnosis IMA ditegakkan bila ada 2 dari 3 keadaan

ini, nyeri dada tipikal (angina), perubahan EKG, dan peningkatan serum kardiak

(biokimia). Angina Pektoris (AP) yang timbul pada IMA biasanya timbul lebih

lama, lebih berat, tidak hilang dengan cara biasa dilakukan. Angina pada IMA

biasanya timbul lebih lama >15 menit, lebih berat, tidak hilang dengan cara yang

biasa dilakukan pasien untuk mengatasi/menghilangkan AP, atau tidak hilang

dengan pemakaian nitrogliserin berulang sampai 2 tablet sublingual dalam 10

Page 16: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

menit. Semua keseluruhan rasa tidak enak di dada khususnya pada pasien resiko

tinggi, perlu dilakukan evaluasi. Pasien-pasien usia lanjut, diabetik dan wanita

sering menampilkan keluhan berbeda, yaitu tidak klasik AP, bahkan dapat tanpa

gejala AP. STEMI adalah IMA dengan gambaran elevasi ST dan non STEMI

yaitu IMA tanpa elevasi ST.5

Pada data yang diperoleh untuk tindak lanjut penanganan SKA, dari 27

pasien yang terdiagnosis SKA, 20 pasien dirawat di ICU dan bangsal, 2 pasien

dirujuk, 2 pasien dipulangkan/menolak dirawat, dan 2 pasien meninggal. Hal ini

menandakan bahwa kepatuhan penanganan SKA di IGD cukup baik, namun

masih ada beberapa masalah penundaan disebabkan oleh kamar rawat inap sedang

penuh sehingga pasien harus dirujuk. Pada pasien yang dipulangkan dan menolak

dirawat, disebabkan kondisi pasien yang tidak memerlukan rawat inap tetapi

disarankan segera kembali kontrol ke dokter ahli jika obat yang dikonsumsi telah

habis atau keluhan belum berkurang. Untuk pasien yang meninggal disebabkan

pasien datang sudah dalam keadaan tidak sadar dan meninggal dalam perjalanan

ke IGD.

2. Kesiapan tim dalam penatalaksanaan SKA

Pada prinsipnnya penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah

koroner dengan trombolitik untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard,

membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung.

Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di

rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan kemampuan yang

harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis pasien.

Tenggang waktu antara mulai keluhan, diagnosis dini sampai dengan mulai terapi

reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi infark miokard akut harus

dimulai sedini mungkin, reperfusi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.1

Tim medis di IGD termasuk semua dokter dan perawat telah memiliki

kompetensi begitu juga triase, obat-obatan dan peralatan penunjang lain seperti

monitor, EKG, dll sudah sesuai standar dalam penatalaksanaan pasien dengan

sindrom koroner akut. Hal ini didukung dengan dokter yang telah memiliki

Page 17: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

sertifikat pelatihan ACLS (Advance Cardiac Life Support) dan perawat yang

telah mengikuti pelatihan PPGD (Pelatihan Penanganan Gawat Darurat), karena

diharapkan selalu update dalam penatalaksanaan sindrom koroner akut. Dalam hal

ini tampak penatalaksanaan kasus SKA di IGD RSU PKU Muhammadiyah Bantul

sudah baik.

Pada wawancara diperoleh bahwa tim medis sangat tanggap terhadap pasien

yang datang dengan keluhan nyeri dada. Prinsipnya siapapun yang menemukan

pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada khas segera bertindak

memasang oksigen dan EKG, jika pada saat itu dokter sedang menangani pasien

lain dan selanjutnya perawat harus langsung melaporkan kepada dokter.

Penilaian awal seorang pasien dengan nyeri dada akut atau gejala lainnya

yang mengarah pada sindrom koroner akut dilakukan rekam jantung EKG 12 lead

dan hasilnya diinterpretasikan oleh dokter yang kompeten membaca EKG dan

penanganan darurat dilakukan dalam <10 menit. Penanganan cepat dilakukan saat

pertama kali pasien datang, monitor Airway breathing circulation, memasang

EKG 12 lead, mengecek vital sign, memasang oksigen, infus dan memberikan

obat-obatan yang diperlukan untuk mengurangi nyeri dada, anamnesa riwayat

penyakit dan pemeriksaan fisik secara cepat, jika ditemukan ST elevasi, segera

menginformasikan rumah sakit secara dini dan check list terapi fibrinolitik.6

Keuntungan terbanyak terlihat pada mereka yang mendapat pengobatan

segera setelah onset gejala muncul. Sebuah analisa penelitian dimana pasien

diacak untuk trombolisis pre dan dalam rumah sakit menunjukkan bahwa

menyelamatkan satu jam mengurangi kematian secara signifikan, tetapi pada

penelitian yang relatif kecil gagal menunjukkan besarnya keuntungan yang pasti.

Pada pengamatan terhadap fibrinolitik didapat penurunan yang progresif sekitar 1

– 6 kematian tiap jam penundaan per 1000 pasien yang diobati.2

3. Kelengkapan status rekam medis dalam penatalaksanaan SKA

Berdasarkan hasil penelusuran rekam medis beserta wawancara ditemukan

ketidaklengkapan status rekam medis yang masih menjadi temuan dalam audit

rumah sakit, seperti identitas pasien, jam pelaksanaan, keadaan umum, vital sign,

pemeriksaan fisik, dan jam keluar yang wajib diisi dokter masih sering kosong.

Page 18: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

Pada item vital sign dan jam keluar beberapa tidak lengkap dikarenakan alasan

terburu-buru, padahal vital sign adalah item paling penting sebagai data untuk

menentukan tindakan apa yang dapat dilakukan berikutnya berdasarkan vital sign

tersebut. Pada anamnesa jarang ditulis secara detail karena dokter hanya menulis

point-point yang mendukung keluhan pasien, yang terpenting keluhan utama dan

onset gejala seringnya beberapa informasi sudah ditanyakan namun tidak ditulis

oleh dokter termasuk juga pada kasus SKA ini. Penulisan tindakan dan terapi

yang dilakukan dalam ≤ 10 menit, terapi reperfusi door-to-needle 30 menit, dan

door-to-baloon 90 menit untuk penanganan SKA berikut jam pemberiannya

belum ada kebijakan RS yang mengatur hal tersebut. Penanda mulainya waktu

pelaksanaan terapi hanya ada pada item jam pelaksanaan pada status rekam medis.

Pada kenyataannya yang menjadi perhatian adalah status rekam medis

dengan kasus label kuning dan label merah belum lengkap padahal untuk kasus-

kasus ini diperlukan data-data akurat yang harus dituliskan. Pada kasus-kasus

dengan label ini segera dilakukan tindakan pertolongan pertama dan penulisan

yang dilakukan hanya secukupnya sesuai prosedur, yang paling penting jam

tindakan lebih rinci ditulis di lembar monitoring hal ini berlaku pada pasien SKA

dengan label merah.

Rekam medis yang tidak lengkap tidak cukup memberikan informasi untuk

pengobatan selanjutnya ketika pasien datang kembali ke sarana pelayanan

kesehatan tersebut. Ketidakterisian pada rekam medis dapat disebabkan oleh

banyak faktor, karena dokter lebih mengutamakan memberikan pelayanan,

banyaknya pasien sehingga dokter berusaha untuk memberikan pelayanan dengan

cepat, dokter masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk lebih

memastikan diagnosis yang lebih spesifik, kesibukan dokter, terbatasnya jumlah

dokter, kurangnya kerjasama antar perawat dan petugas rekam medis, dokter

kurang peduli terhadap rekam medis.

Pernyataan ini didukung oleh teori yang mengatakan bahwa hasil analisa

berkas rekam medis menentukan peringkat suatu unit atau sarana kesehatan.

Apabila hasil analisa dari sebagian besar berkas rekam medis baik dapat

disimpulkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah baik, berarti

Page 19: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

unit atau sarana pelayanan kesehatan tersebut termasuk unit atau sarana pelayanan

kesehatan yang mutu pelayanan kesehatannya adalah baik.7

4. Standar penatalaksanaan SKA

Penanganan pertama sampai pemberian obat lini pertama kasus SKA di IGD

sudah sesuai standar. Selama ini dalam penatalaksanaannya dokter mengacu pada

algoritme ACLS. Di rumah sakit SPM tentang SKA tersedia edisi tahun 2007,

belum ada revisi lagi padahal seharusnya SPM direvisi setiap 5 tahun sekali sesuai

dengan perkembangan ilmu kedokteran. PPK dan standar pelayanan SKA yang

sesuai dengan RS ini juga belum ada. Ketidaklengkapan standar pelayanan ini

membuat dilema dokter, khususnya untuk pelayanan terhadap pasien jaminan atau

BPJS misal pasien dengan nyeri dada khas, tetapi hasil dari EKG masih ragu-ragu

apakah ini suatu serangan SKA ingin dilakukan pemeriksaan laboratorium

Troponin T tetapi pasien menggunakan syarat jaminan tersebut. Sedangkan

troponin T juga jika ini serangan pertama hasilnya cenderung negatif, jika pasien

dipulangkan ada kekhawatiran kondisi bertambah parah, namun jika dirawat

diagnosisnya belum pasti dan pasien selama di bangsal hanya diterapi simptomatis

dulu.

5. Masalah dalam penatalaksanaan SKA

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa masalah pelayanan pasien

SKA, sering terjadi pada perawatan lanjutan saat keluar dari IGD yang disebabkan

oleh kamar di bangsal penuh jadi pasien-pasien dari IGD seharusnya bisa

langsung dirawat dibangsal menjadi terkendala, sedangkan IGD juga tidak

menyediakan tempat untuk transit pasien. Untuk pasien dengan jaminan dan

BPJS, jika diagnosis SKA belum pasti dapat ditegakkan maka pasien hanya

mendapatkan terapi simptomatis misal ISDN dan analgetik dulu sampai diagnosis

SKA pasti ditegakkan. Hal ini kadang membingungkan dokter karena disisi lain

dokter ingin memberikan yang terbaik untuk pasien namun sistem mempunyai

kebijakan sendiri, sehingga dapat menyebabkan penundaan penanganan pasien

dalam hal mendiagnosis kasus tersebut.

Dari wawancara juga didapatkan pasien/keluarga pasien menolak dirawat di

ICCU atau dirujuk. Banyak pasien yang mengalami keterlambatan pengobatan

Page 20: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

untuk penyakit akut atau kondisi yang mengancam karena masalah biaya

perawatan ini berhubungan dengan pola pengambilan keputusan seseorang dalam

penentuan pengobatan pasien.

Keterlambatan waktu antara onset nyeri dada dan inisiasi terapi reperfusi

dapat terdiri atas 3 kali penundaan, yaitu penundaan keputusan pasien ke rumah

sakit (1,5 sampai 3 jam), penundaan transportasi pra-rumah sakit (30 sampai 130

menit), dan penundaan penanganan di rumah sakit. Selain itu, banyak ditemukan

kasus IMA akut pada awalnya dirawat di rumah sakit daerah yang tidak tersedia

sarana kateterisasi dan kemudian ditransfer ke pusat pelayanan medis tersier untuk

intervensi mekanis. Hal ini menunjukkan bahwa sistem rujukan dapat

memperpanjang jeda waktu pasien untuk segera mendapatkan terapi reperfusi.8

Terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan yang dilakukan di layanan kesehatan

awal sebelum ke IGD dengan interval keterlambatan datang pasien nyeri dada kardiak

iskemik.9

6. Rekomendasi dalam penyelesaian masalah pada penatalaksanaan SKA

Beberapa faktor yang mempengaruhi penatalaksanaan SKA di IGD:

a. Pasien

Pasien dengan kecurigaan adanya serangan jantung harus

mendapatkan diagnosis yang cepat, penyembuhan nyerinya, resusitasi dan

terapi reperfusi jika diperlukan, untuk itu harus dirawat oleh staf yang

terlatih dan berpengalaman di unit jantung yang modern. Pasien dan

keluarganya harus paham, mengenali dan bereaksi cepat bila ada serangan

jantung lagi.

b. Dokter Ahli Kardiologi

Ahli kardiologi harus yakin bahwa ada sistem yang optimal untuk

rawat jantung di rumah sakit mereka. Hal ini termasuk pelatihan yang

memadai dari personel ambulans dan dokter lini pertama, pengaturan yang

efisien mengenai diagnosis dan perawatan infark miokard di unit gawat

darurat, dan pengaturan untuk pemberian trombolitik. Pencatatan harus

dibuat secara baik, sejak awal perawatan dan pemberian trombolisis (cato-

needle time) dan sejak dari masuknya ke rumah sakit sampai trombolisis

Page 21: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

diberikan (door-to-needle time). Catatan harus dibuat untuk terapi

pencegahan sekunder bagi mereka yang selamat dari infark miokard

definitif.

c. Dokter Umum

Dokter umum merupakan titik pertama dalam kontak terhadap

penderita yang dicurigai mengalami infark miokard, harus bisa bertindak

dengan cepat atau membuat persiapan untuk melakukan defibrilasi dan

trombolisis secara efektif. Mereka sebaiknya terlibat dalam program lokal

penanganan kedaruratan jantung.

d. Pemegang kebijaksanaan

Mereka harus mendorong pelatihan masyarakat untuk penanganan

dasar dan personel ambulans dalam Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut (BHD

dan BHL). Mereka harus mengatur suatu sistem yang optimal untuk

perawatan pasien yang mengalami henti jantung dan infark miokard, dengan

mengkoordinasikan aktivitas pelayanan ambulans, dokter umum, dan

pelayanan rumah sakit. Mereka juga sebaiknya memastikan bahwa unit

gawat darurat mempunyai protokol yang baik untuk penanganan pasien

yang dicurigai mengalami infark miokard serta tenaga terlatih yang tersedia

setiap saat. Dan sebaiknya disediakan tempat tidur yang sesuai untuk

perawatan infark miokard. Dokter yang terlatih mengenai kardiologi harus

selalu ada. Dan harus diselenggarakan rehabilitasi pasien sepulang dari

rumah sakit setelah infark miokard. Harus dipastikan bahwa tersedia

fasilitas di rumah sakit mereka atau daerah untuk managemen lebih lanjut

dan penanganan komplikasi infark miokard, atau bila tidak ada, harus diatur

hubungan dengan pusat kesehatan yang lain.

Adanya SPM, PPK, atau kebijakan yang mengatur penatalaksanaan

SKA yang sesuai dengan standar kesiapan rumah sakit dan perbaikan dari

sistem pelayanan seperti pada pasien jaminan karena hal-hal seperti itu

tanpa disadari menjadi penyebab delay dalam penanganan pasien SKA

Page 22: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

selanjutnya. Demi tercapainya pelayanan yang lebih baik lagi, dilakukan

audit medik terhadap kelengkapan pengisian status rekam medis pasien

dimana disitu terdapat banyak informasi penting terhadap kelanjutan

penanganan pada pasien di kemudian hari.

7. Keselamatan pasien dalam penatalaksanaan SKA

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi

assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan

risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan

tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan

yang seharusnya dilakukan. Peningkatan mutu pelayanan medis di rumah sakit

merupakan faktor penting dalam pengembangan layanan rumah sakit, layanan

medis adalah indikator penting kinerja layanan rumah sakit. Mutu layanan medis

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan keselamatan pasien.10

Jika terjadi kekeliruan pada saat initial treatment termasuk menyalahi

keselamatan pasien karena itu dibutuhkan dokter yang dapat mengenali gejala

SKA secara dini dengan tindakan cepat dan tepat, seperti halnya keterlambatan

dalam mendiagnosis awal suatu SKA. Pada wawancara dikatakan bahwa kamar

penuh belum tentu suatu kesalahan keselamatan pasien, padahal dengan adanya

kamar penuh penanganan lanjutan pasien yang seharusnya dapat dilakukan

dengan segera menjadi tertunda dalam waktu yang tidak dapat dipastikan. Dengan

begitu keterlambatan merujuk pasien pun berkaitan dalam hal ini, yang

seharusnya pasien dapat langsung diterapi lanjutan tetapi dengan adanya kamar

penuh petugas harus menghubungi rumah sakit yang menjadi tempat rujukan lain

yang dapat menangani pasien tersebut dan dalam rentang waktu tersebut

keterlambatan sudah terjadi. Kejadian-kejadian seperti ini termasuk menyalahi

keselamatan pasien tetapi belum disadari oleh petugas medis dan masih

Page 23: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

menganggap hal yang wajar dikarenakan keterbatasan kemampuan rumah sakit

dalam memberikan pelayanan.

Jika PPK dan SPM sudah ada menjadi standar pelayanan SKA, peraturan

tersebut harus ditaati oleh dokter dan petugas lainnya. Ketidaksesuaian atau tidak

melakukan tindakan berdasarkan peraturan tersebut merupakan suatu kesalahan

dalam keselamatan pasien. Peraturan itu dibuat sebagai acuan atau pedoman

dalam penatalaksanaan kasus terhadap pasien dimana telah sesuai dengan

kesiapan rumah sakit tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

kepatuhan dalam penatalaksanaan SKA di IGD sudah baik, begitu pula dengan

kesiapan tim medis yang sudah kompeten dalam tindakan penanganannya.

Kelengkapan status rekam medis masih menjadi temuan dalam audit rumah sakit,

selain itu pencatatan waktu berjalannya penanganan tidak ditemukan data karena

belum ada kebijakan yang mengatur kelengkapan data tersebut di status rekam

medis pasien. Penatalaksanaan kasus SKA mengacu pada algoritma ACLS, RS

memiliki SPM tahun 2007 yang belum revisi. Masalah dalam penatalaksanaan

SKA pada perawatan lanjutan saat keluar dari IGD dimana ini disebabkan oleh

kamar di bangsal penuh, kebijakan terhadap pasien dengan jaminan, dan

pengambilan keputusan dalam penentuan pengobatan pasien seperti penolakan

pasien/keluarga pasien untuk persetujuan dirawat dan dirujuk. Untuk menangani

masalah ini adalah adanya audit medis dalam kelengkapan status rekam medis,

edukasi terhadap pasien/keluarga terhadap pentingnya pengananan reperfusi

segera jika diindikasikan, adanya kebijakan resmi yang mengatur standar

penatalaksanaan SKA di IGD, baik SPM, PPK, atau kebijakan lain yang sesuai

dengan sistem pelayanan RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Keterlambatan

merujuk pasien yang diakibatkan kamar penuh merupakan kesalahan dalam

keselamatan pasien. Adanya standar pelayanan yang sesuai dengan sistem RS

Page 24: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37522.doc · Web viewEVALUASI KEPATUHAN DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

merupakan cara untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien dengan

menjunjung keselamatan pasien saat dilakukan tindakan.

KEPUSTAKAAN

1. Depkes R.I, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Jakarta.

2. Sargowo, D 2008, Management Of Acute Coronary Syndrome. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Malang.

3. JAMA, 2010, Journal Of The American Medical Association: Death From Heart Attack Rise With Delays In Care, Diakses Dari http://consumer.healthday.com/cardiovascular-and-health-information-20/misc-stroke-related-heart-news-360/death-from-heart-attack-rise-delays-in-care-642182.html pada 17 oktober 2013

4. RSU, 2012, Profil RSU PKU Muhammadiyah Bantul, Yogyakarta5. GELS, 2012, General Emergency Life Support (GELS), RSUP Dr. Sardjito

Jogjakarta, Yogyakarta6. Australian Commision On Safety And Quality In Health Care, 2013,

Consultation Draft: Clinical Care Standard For Acute Coronary Syndrome, ACSQHC, Sydney

7. Azwar, A 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Bina Aksara Rupa, Jakarta.

8. Huber, et al 2005, Prehospital Reperfusion Therapy: A Strategy To Improve Therapeutic Outcome In Patients With St-Elevation Myocardial Infarction, Eur Heart J.

9. Cahyaningsih, Dwi 2012, Hubungan Faktor Prehospital Dengan Interval Keterlambatan Pada Pasien Nyeri Dada Kardiak Iskemik Yang Datang Ke Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang, FK Universitas Brawijaya Malang, Malang.

10. Depkes R.I, 2006, Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Jakarta.