karyatulisilmiah.com · Web viewDalam makalah ini penulis hanya memaparkan permasalah dalam...

31
MAKALAH WAWASAN PENDIDIKAN DASAR Tentang “ETIKA PENDIDIKAN PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR” Disusun oleh : AZIZAH RAMADHANI (147855024) HENDRA PRASETIA (147855166) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA PROGRAM PASCASARJANA

Transcript of karyatulisilmiah.com · Web viewDalam makalah ini penulis hanya memaparkan permasalah dalam...

MAKALAH WAWASAN PENDIDIKAN DASAR

Tentang

“ETIKA PENDIDIKAN PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR”

Disusun oleh :

AZIZAH RAMADHANI (147855024)

HENDRA PRASETIA (147855166)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

PROGRAM PASCASARJANA

PRODI DIKDAS

2014

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, ridho, dan hidayah-

Nya, serta sholawat dan salam kepada junjungan kita semua Nabi Muhammad SAW,

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Etika Pendidikan Pada

Jenjang Pendidikan Dasar”.

Makalah berjudul “Etika Pendidikan Pada Jenjang Pendidikan Dasar” ini

merupakan karya tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Pendidikan Dasar.

Dalam makalah ini penulis hanya memaparkan permasalah dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara dalam lingkup Wawasan Pendidikan Dasar.

Besar harapan penulis, makalah ini dapat memberi tambahan wawasan dalam

pembelajaran Wawasan Pendidikan Dasar. Keberhasilan makalah ini tentu saja tidak terlepas

dari berbagai pihak yang ikut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ucapan terima kasih dan penghargaan, penulis ucapkan kepada segenap pihak yang telah

membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, saran

dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Namun demikian, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 5 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………............................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ….…………………………..………………………. 3

A. Makna Etika Pendidikan .................................................................... 3

B. Makna Pendidikan Dasar .............................................................. 6

C. Etika Pendidikan Pada Jenjang pendidikan Dasar ......................... 7

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 16

Kesimpulan ............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hak untuk memperoleh pendidikan di negeri ini, yaitu negara Republik Indonesia.

dijamin oleh konstitusi sesuai yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1, yang

berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”. Berdasarkan pasal tersebut

jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan

utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.

Berkaitan dengan itu, tujuan dari diselenggarakannya sistem Pendidikan Nasional,

yaitu pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan tujuan

tersebut dibutuhkan berbagai aspek komponen yang menunjang terselenggaranya pendidikan

nasional agar berjalan dengan baik, salahsatunya yaitu etika pendidikan. Etika pendidikan

dipandang sebagai sesuatu hal yang penting, utamanya dalam terselenggaranya pendidikan

yang berkualitas dan berkeadilan yang dapat dirasakan seluruh segenap masayarakat.

Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari satu

aspek saja, akan tetapi juga dari berbagai aspek juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini

etika pendidikan adalah pedomannya. Tanpa pedoman yang baik dalam penyelenggaraan

pembelajaran, maka tujuan pendidikan nasional untuk proses pembentukan manusia

seutuhnya, kebijakan dalam pembaharuan pendidikan secanggih apapun akan berakhir sia-sia

dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal.

Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku

(akhlak). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di

pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian. Etika pendidikan diperlukan

agar pelaksanaan dari pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar. etika pendidikan

diperlukan disetiap jenjang pendidikan. Tidak hanya pada tataran jenjang pendidikan

menengah dan tinggi, etika pendidikan pun juga diperlukan pada jenjang pendidikan dasar.

Berdasarkan uraian di atas, makalah ini disusun dan dibuat untuk membahas

bagaimana etika pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Uraian dalam

makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-

undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap

pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1 . Apa yang dimaksud dengan Etika pendidikan?

2 . Bagaimana etika pendidikan yang berlangsung pada jenjang Pendidikan Dasar!

BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Etika Pendidikan

Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak

atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah

seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai

perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.

Etika menurut Franz Magnis Suseno (1989) adalah pemikiran sistematis tentang

moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu

pengertian yang leih mendasar dan kritis.

Menurut Solomon, Etika ialah studi tentang cara penerapan hal yang baik bagi

hidup manusia yang menurut Solomon, 1984:2, mencakup dua aspek:

1.   Disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya.

2.  Nilai-nilai hidup nyata dan hukum tingkah laku manusia yang menopang nilai-nilai

tersebut.

Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi

pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.

Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan

buruk tentang perbuatan dan tingkah laku (akhlak). Jadi, Etika membicarakan tingkah

laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai

suatu hasil penilaian.

Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis, tidak memberikan

ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan

pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika bisa memiliki banyak arti dan tentu saja

arti tersebut saling erkaitan, yaitu : etika bisa dijelaskan sebagai cara pandang manusia

atau sekelompok manusia terhadap dua hal yaitu aik dan buruk; etika merupakan ilmu

dalam mempertimbangkan perbuatan manusia, sehingga bisa dinilai baik atau buruknya;

etika adalah ilmu untuk mengkaji berbagai norma yang ada dalam masyarakat; dan etika

merupakan pegangan nilai yang universal atau umum bagi suatu masyarakat. Pada

dasarnya etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu:

a) ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral,

b) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau perilaku menggambarkan

nilai etis dan moralitas,

c) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tika adalah niilai-nilai atau kelompok dalam

mengatur tingkah lakunya.

Etika : ilmu yang mencari orientasi. Salah satu kebutuhan manusia yang paling

fundamental adalah orientasi. Sebelum kita dapat melakukan sesuatu apapun kita harus

mencari orientasi dulu. Kita harus tahu dimana kita berada, dan kearah mana kita harus

bergerak untuk memulai tujuan kita. Tanpa orientasi kita tidak tidak tahu arah dan merasa

terancam. Etika juga bisa membantu kita untuk mencari orientasi, dengan Tujuan agar

kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap beragai pihak yang menetapkan

bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita

harus bersikap.

Etika dan ajaran moral. Sumber langsung ajaran moral bagi kita adalah berbagai

orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, pemuka masyarakat

dan agama, adapun sumber dasar ajaran-ajaran itu adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran

agama-agama atau ideologi-ideologi tertentu.

Makna atau arti etika lebih mengarah pada tindakan yang sadar dan disengaja.

Istilah etika ditinjau dari segi makna atau arti, hampir sama dengan moral, tetapi dalam

pemakaian ilmiah, moral biasanya hanya menyangkut kebaikan atau keburukan secara

lahiriah atau kelihatan dari apa yang sebenarnya terjadi. Jadi etika adalah suatu perbuatan

yang dilakukan dengan sengaja sebagai hasil yang tegas berdasarkan analisa dan akal

budi yang menyangkut pemikiran sistematik tentang kelakuan, motivasi dan keadaan

batin yang menyadarinya.

Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan filsafat atau

pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.

Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Etika dan ajaran moral tidak berada

ditingkat yang sama. Jadi etika kurang dan lebih dari ajaran moral. Kurang karena etika

tidak berwenang untuk menetapkan, apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak.

Wewenang itu di klaim oleh berbagai pihak yang memberikan ajaran moral. Lebih,

karena etika berusaha untuk mengerti mengapa atau atas dasar apa kita harus hidup

menurut norma – norma tertentu.

Guna etika setiap orang perlu bermoralitas, tetapi tidak setiap orang perlu

beretika, karena etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang dihasilkannya

secara langsung bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan

kritis. Ada empat alasan mengapa etika pada zaman kita semakin perlu :

•    Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik juga dalam bidang

moralitas. Setiap hari kita bertemu orang – orang dari suku, daerah, dan agama yang

berbeda – beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi.

•    Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding.

Perubahan itu terjadi di bawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi

kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi.

•    Ketiga, tidak mengherankan bahwa proses perubahan sosial budaya dan moral yang

kita alami ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk menawarkan ideologi –

ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk

menghadapi ideologi – ideologi itu dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk

penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing emosi.

•    Keempat, etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak menentukan

dasar kemaantapan mereka dalam iman keercayaan mereka, dilain pihak sekaligus

mau berpartisipasi dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan

masyarakat yang sedang berubah.

Metode etika Ada suatu cara pendekatan yang dituntut dalam semua semua aliran

yang pantas disebut etika, ialah pendekatan kritis. Etika paada hakikatnya mengamati

realitas moral secara kritis. Etika menuntut pertanggung jawaban dan mau

menyingkapkan kerancuan. Etika tidak membiarkan pendapat – pendapat moral begitu

saja melainkan menuntut agar pendapat – pendapat moral dikemukakan

pertanggungjawaban. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.

B. Makna Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun

pertama masa sekolah anak-anak. Pendidikan dasar menjadi dasar bagi jenjang

pendidikan menengah. Periode pendidikan dasar ini adalah selama 6 tahun. Di akhir masa

pendidikan dasar, para siswa diharuskan mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN).

Kelulusan UN menjadi syarat untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat

selanjutnya (SMP/MTs).

Sekolah dasar (disingkat SD; bahasa Inggris: Elementary School) adalah jenjang

paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6

tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Saat ini murid kelas 6 diwajibkan mengikuti

Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan sekolah

dasar dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama (atau sederajat).

Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun.

Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti

pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah

pertama (atau sederajat) 3 tahun. Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun

swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah

dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen

Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota.

Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam

bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan

unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

Pada masa penjajahan Belanda, sekolah menengah tingkat atas disebut sebagai

Europeesche Lagere School (ELS). Setelahnya, pada masa penjajahan Jepang, disebut dengan

Sekolah Rakyat (SR). Setelah Indonesia merdeka, SR berubah menjadi Sekolah Dasar (SD) pada

tanggal 13 Maret 1946.

Budaya pada jenjang Sekolah dasar Sekolah dasar negeri di Indonesia umumnya

menggunakan seragam putih merah untuk hari hari biasa, seragam coklat untuk

pramuka/hari tertentu, dan pada sekolah-sekolah tertentu menggunakan seragam putih-

putih untuk upacara bendera. Upacara bendera dilaksanakan setiap hari Senin pagi

sebelum dimulai pelajaran.

Pengelolaan Pendidikan dasar di Indonesia pada dasarnya dibedakan menjadi dua

yaitu yang dikelola oleh pemerintah biasanya disebut Sekolah Dasar Negeri dan

Madrasah Ibtidaiyah Negeri sedang yang kedua dikelola oleh masyarakat biasanya

disebut Sekolah Dasar Swasta dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta. SD dibawah lingkup

Kemendikbud sedang MI dibawah lingkup Kemenag. disamping itu ada pula sekolah

dasar dibawah lingkup Kemendikbud berciri khas agama dengan sebutan Sekolah Dasar

Islam atau Sekolah Dasar Kristen,dll.

C. Etika Pendidikan Pada Jenjang Pendidikan Dasar

Etika pendidikan menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai cita-cita luhur

tersebut, pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha dalam peningkatan

kualitas pendidikan yang tentu saja sebagian dari peningkatan kualitas itu sudah kita

rasakan bersama namun masih kurang optimal.

Dalam sejarah pendidikan Indonesia, pola serta metode yang dijalankan umumnya

menganut serta mengadopsi akar budaya bangsa kita yakni mengedepankan output anak

didik yang sopan santun, pintar, berkhlak yang disebut juga etika. Tapi kenyataannya kita

dihadapkan pada pergeseran nilai yang menggamarkan adanya pandangan yang berbeda

tentang nilai-nilai yang dianut oleh generasi sebelumnya dengan generasi penerusnya.

1. Etika Pendidik/Guru

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara

tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi

profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa

yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional

memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik

akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses

pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga

pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani

masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan

dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional

guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode

etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan

kosasi, 1994:34-35).

Kode Etik Guru Indonesia

Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia

Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai

bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang

berhasilnya proses belajar mengajar.5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat

sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.

Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru

melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas

bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan

perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan

Nasonal.

Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh

karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam

bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai

contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum

1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah

lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. etika guru diantaranya:

1. Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

2. Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik

3. Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan

4. Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja

Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan

pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan

peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut

dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat

memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti

membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila.

Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat

padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri

handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin.

Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.

Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada

pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan

diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru

adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan.

Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi

kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang

guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya,

seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan

moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus

dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai

pendapat orang lain.

Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya.

Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah

prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi

hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai

seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan

peserta didik.

Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa.

Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan

profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran

memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran

mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan

peserta didik (Kartadinata, 2004:4).

Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan

sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi

dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.

Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang

manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik

tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru

dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan

intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik,

baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan.

Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang

mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat

dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.

Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional ,

guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar

dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan

kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat.

Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan

masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh

sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan

mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan

meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik

Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan

dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.

Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah

sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus

(Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak.

Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala

dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan

menanganinya.

Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara

yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan

lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya.

Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.

Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan

meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh

lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara

optimal.

Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan

lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh

jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu

memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai

dengan Visi Pendidikan Nasional.

Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai

fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita

sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas

yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik.

Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.

Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi

pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar

yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya

dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara

menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah,

masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.

Untuk melihat sikap batin maupun perbuatan lahir dibutuhkan suatu alat, yakni

ukuran moral berdasarkan pengalaman dan pengamatan, kiranya dapat kita katakan

bahwa sekurang-kurangnya kita mengenal adanya dua ukuran yang berbeda, yakni ukuran

yang ada dalam hati kita dan ukuran yang dipakai oleh orang lain waktu mereka menilai

diri kita.

2.     Perkembangan Moral Anak

Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda

dengan anak didunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan

moral manusia diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi dan harapan

yang dicita-cita oleh komunitas manusia itu sendiri. Masalah yang paling penting

dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita sebagai

seorang guru atau orang tua agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita arahkan

menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya.

Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan yang sesuai dengan tingkat dan

pemahaman mereka.

3.     Pengaruh lingkungan dan kemajuan IPTEK bagi Anak Didik

Baik buruknya sikap, perbuatan dan perilaku seorang anak yaitu siswa banyak

didapatkan dari lingkungan. Pengaruh yang didapatnya biasanya tidak berasal dari diri

sendiri melainkan dari lingkungan. Perilaku seorang anak didapat dari efek

lingkungan yang tidak sehat dan kurang mendukung, baik itu pada lingkungan

keluarganya, lingkungan sekitar tempat tinggalnya, maupun juga lingkungan di

sekolahnya. Untuk itu diperlukan lingkungan yang sehat dan mendukung dalam

menumbuhkembangkan sikap, perilaku dan karakter yang memiliki etika. Lingkungan

berpengaruh besar dalam mempengaruhi seorang anak memiliki etika yang baik.

Untuk itu semua komponen harus menyediakan lingkungan yang baik dan sehat

dalam mempersiapkan anak memiliki etika yang baik, yaitu keluarganya, kepala

sekolah di sekolahnya, pejabat yang berwenang di lingkungan tempat tinggalnya.

Perkembangan teknologi semakin masyarakat di kalangan anak didik. Hal ini

merupakan suatu kebanggaan bagi orang itu, karena punya anak yang tidak

ketinggalan zaman. Orang tua menyadari akan pentingnya HP bagi anaknya dengan

berbagai alasan. Sehingga HP, dewasa ini bukan barang  mewah lagi atau bukan

kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer. HP dipergunakan untuk hal-hal

pelayanan, transaksi bisnis dan promosi.

Perkembangan teknologi semakin  meningkat, fungsi HP semakin meluas

bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga dipergunakan dalam urusan lain

seperti : SMS, MP3, video, kamera, record, sehingga HP menjadi multimedia. Siapa

tak tertarik olehnya.

Keberhasilan HP menggoroti pikiran orang tidak disadari imperialisme budaya

pun merajalela. Kini HP adalah sukunya anak didik. Hampir semua anak didik

mengantungi HP. Mereka merasa PD dengan HP dan seolah-olah menyatakan dirinya

“saya orang modern, saya orang teknologi”. Budaya tradisional semakin jauh

ketinggalan oleh gaya hidup mewah.

Etika oleh filsafat Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk

menunjuk filsafat moral. Secara etimologi berarti adat, kebiasaan. Untuk kasus di atas

pengertian etika secara etimologi nampaknya belum cukup, maka ada penjelasan lain

yang lebih koperensif tentang pengertian etika yaitu:

1.      Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

2.      Kumpulan asas atau nilai moral (kode etik)

3.      Ilmu tentang yang baik atau buruk.

Kalau berorientasi pada teori belajar hakekat belajar adalah adanya perubahan

tingkah laku. Pengalaman siswa bagian dari proses pembelajaran, kemampuan

menggunakan HP juga bagian dari pembelajaran. Tetapi perubahan tingkah laku atau

perilaku yang bagaimana yang diinginkan dalam pendidikan? Untuk itu menjawabnya

adalah etika, etika moral seorang siswa. Jadi tujuan pendidikan atau pembelajaran

yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang beretika.

4.    Pendekatan dan Metode dalam Penanaman Nilai Moral Kepada Anak.

Metode dan pendekatan seringkali digunakan secara bergantian, bahkan

keduanya seringkali dikaburkan atau disamakan dalam penggunaannya. Keduanya

sebenarnya memiliki sedikit perbedaan yang bisa dijadikan untuk memberikan

penegasan bahwa kedua istilah tersebut memang berbeda. Menurut Kamus Umum

Bahasa Indonesia karangan W. J. S. Poerwadarminta edisi III (2007:275) pendekatan

memiliki arti hal yang (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan. Sedangkan

menurut Kamus Bahasa Inggris arti pendekatan adalah jalan untuk melakukan sesuatu

(John M. Echols, 2002:35). Dari dua arti tersebut dapat dipahami bahwa pendekatan

setidaknya mengandung unsur sebagai suatu kegiatan yang meliputi: proses

perjalanan waktu, upaya untuk mencapai sesuatu dan dapat pula memiliki ciri sebagai

sebuah jalan untuk melakukan sesuatu. Terkait dengan hal tersebut di atas, tepat

kiranya sebagai pendidik ataupun orang tua memahami bahwa untuk menyampaikan

sesuatu pesan pendidikan diperlukan pemahaman tentang bagaimana agar pesan itu

dapat sampai dengan baik dan diterima dengan sempurna oleh anak didik. Untuk

mencapai ketersampaian pesan kepada anak didik tentunya seorang pendidik atau

orang tua harus memiliki ataupun memilih keterampilan untuk menggunakan

pendekatan yang sesuai dengan pola pikir dan perkembangan psikologi anak.

5.    Pengaruh Pendidikan Etika Terhadap Anak Didik

Menurut pendapat Akhmad Sudrajad, pengaruh pendidikan etika terhadap

anak didik, dengan pendidikan etika dapat memungkinkan anak didik:

1.      Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.

2.      Menghargai keanekaragaman

3.      Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kredit, inovatif dan bijaksana.

4.      Menunjukkan kemampuan menganalisis, memecahkan masalah dan dalam

kehidupan secara bermatabat.

5.      Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab dan bijaksana.

6.      Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dalam negara Kesatuan Republik Indonesia dengan saling menghargai.

7.      Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis dengan

bahasanya dan bakatnya dengan penuh sopan santun.

8.      Menguasai pengetahuan yang diperlukan dengan penuh arif dan bijaksana.

Dari pernyataan tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa pendidikan etika

besar pengaruhnya terhadap anak didik, termasuk pencapaian  keberhasilan dalam

hidupnya anak didik.

6.     Pengembangan Etika dan Moral Siswa

Dalam kehidupan manusia seorang pendidik mempunyai adil pada proses

pembentukan karakter. Guru memiliki makna “dipercaya dan dicontoh”. Secara tidak

langsung juga memberikan pendidikan karakter pada peserta didiknya. Oleh karena

itu, profil guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang membawa peserta didiknya

kearah karakter atau etika yang kuat atau baik.

Makna di atas, dapat memberikan persepsi mengenai makna dari guru itu

sendiri. Sebagai guru dituntut untuk profesional memberikan makna bagi sarjana

pendidikan yang akan menjadi penopang estafet mendidik anak bangsa untuk

memberikan suatu realita contoh dari diri mereka. Jika moral dan etika buruk, maka

buruk juga sikap guru di mata anak didiknya dan terkadang anak didik menjadikan

panutan dalam kehidupan sehari-hari mereka, untuk mencapai etika dan moral yang

baik kepada siswa. Sudah selayaknya guru yang profesional mampu

mengkontruksikan kembali perencanan pendidikan yang dilakukan kepada anak didik

untuk mendapatkan apresiasi yang baik dari anak didik. Maka terlebih dahulu guru

membenahi moral dan etika mereka dihadapan anak didik dan bukan menjadikan

moral dan etika sebagai topeng. Karena jika etika dan moral hanya dijadikan sebagai

topeng. Maka suatu saat etika dan moral buruk kembali dan merusak tatanan

sebelumnya sehingga menjadikan topeng baik menjadi topeng buruk.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian makalah ini dapat disimpulkan, bahwa etika pendidikan pada

jenjang Pendidikan dasar dapat terwujud dengan baik, jika semua komponen melaksanakan

dengan semestinya, yaitu:

1. Etika pendidikan dapat terlaksana dengan baik apabila pelaksanaannya ditunjang

dengan etika dari Pendidik (Guru) yang mempunyai kode etik sesuai dengan profesi

keguruan yaitu memiliki moral, perilaku, dan karakter yang baik serta professional

dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dan 4 kompetensi

pendidik dan pengajar.

2. Karakter, psikologis dan moral anak didik yang harus dimengerti dan dipahami oleh

pendidik.

3. Pendekatan dan Metode dalam Penanaman Nilai Moral Kepada peserta didik dalam hal

ini yaitu siswa.

4. Komponen pendukung yaitu keluarga dan lingkungan yang sehat dan mendukung,

penting agar etika pendidikan dapat berjalan dengan baik dan terlaksana dengan

maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik Oemar. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:

Bumi Aksara.

Harris. 2006. “Etika Profesi”. Diakses Tanggal 9 September 2014 tersedia pada http://www.DuniaGuru.com/index.php?option=com.konten&task=view&id=303&itemid49

http://pendidikanmoraldanetika.blogspot.com/

http://www.wikipedia.org/pendidikan dasar.

Ikbal Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kahar Mansyur. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: rineka Cipta.

Kartadinata. 2004. “Senja Kala Profesi Guru”. Diakses Tanggal 3 Desember 2007 tersedia pada http://www.Pikiran.com/cetak/1104/24/0802.htm

Magnis Suseno, Frans. 1987. “Etika Dasar”. Yogyakarta: Kanisius

Nurhadi dkk., 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurzaman. 2005. “Tingkatkan Mutu Siswa Lewat Profesional Guru”. Diakses Tanggal 3 Desember 2007 tersedia pada http://www.Pikiran-rakyat.com/index.php?option=com.conten&task=view&id=162&itemid36.

Soejipto dan Raflis kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Syafruddin Nurdin. 2005. Guru Profesional dan implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching.