· Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat...

46
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ------ KONSTITUSI DAN KEBHINNEKAAN 1 Oleh: Jimly Asshiddiqie 2 A. KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME, DAN KEBHINNEKAAN Dari sisi istilah dan perkembangan gagasannya, konstitusi (constitution) dapat dipahami meliputi dua konsepsi. Pertama, konstitusi sebagai the natural 1 Bahan disampaikan pada acara Seminar “Masa Depan Kebhinnekaan dan Konstitusionalisme di Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Solusi”. Diselenggarakan oleh International Center for Islam and Pluralism. Jakarta, 22 Juli 2008. 2 Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 1

Transcript of  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat...

Page 1:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

------

KONSTITUSI DAN KEBHINNEKAAN1

Oleh: Jimly Asshiddiqie2

A. KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME, DAN KEBHINNEKAAN

Dari sisi istilah dan perkembangan

gagasannya, konstitusi (constitution) dapat

dipahami meliputi dua konsepsi. Pertama, konstitusi

sebagai the natural frame of the state yang dapat

ditarik ke belakang terkait dengan pengertian

politeia dalam tradisi Yunani Kuno. Kedua,

konstitusi dalam arti jus publicum regni, yaitu the

1 Bahan disampaikan pada acara Seminar “Masa Depan Kebhinnekaan dan Konstitusionalisme di Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Solusi”. Diselenggarakan oleh International Center for Islam and Pluralism. Jakarta, 22 Juli 2008.2 Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

1

Page 2:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

public law of the realm. Cicero3 dapat disebut

sebagai sarjana pertama yang menggunakan

perkataan constitutio dalam pengertian kedua ini,

seperti tergambar dalam bukunya “De Res Publica”.

Di lingkungan Kerajaan Romawi, perkataan

constitutio dalam bentuk latinnya juga dipakai

sebagai istilah teknis untuk menyebut the acts of

legislation by the emperor. Menurut Cicero, “This

constitution (haec constitution) has a great measure

of equability without which men can hardly remain

free for any length of time”. Selanjutnya dikatakan

oleh Cicero “now that opinion of Cato becomes

more certain, that the constitution of the republic

(consitutionem rei publicae) is the work of no single

time or of no single man.”

Dari pendapat Cato tersebut dapat dipahami

bahwa konstitusi republik bukanlah hasil kerja satu

waktu ataupun satu orang, melainkan kerja kolektif

dan akumulatif. Oleh karena itu, dari sudut

etimologi, konsep klasik mengenai konstitusi dan

konstitusionalisme dapat ditelusuri lebih mendalam

3 Lihat R.N. Berki, The History of Political Thought: A Short Introduction, (London: J.J.Dent and Sons, Everyman’s University Library, 1988), hal. 74.

2

Page 3:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

dalam perkembangan pengertian dan penggunaan

perkataan politeia dalam bahasa Yunani dan

perkataan constitutio dalam bahasa Latin, serta

hubungan di antara keduanya satu sama lain di se-

panjang sejarah pemikiran maupun pengalaman

praktik kehidupan kenegaraan dan hukum.

Perkembangan-perkembangan demikian itulah

yang pada akhirnya mengantarkan umat manusia

pada pengertian kata constitution itu dalam bahasa

Inggris modern. Dalam Oxford Dictionary, perkataan

constitution dikaitkan dengan beberapa arti, yaitu:

“… the act of establishing or of ordaining, or the

ordinance or regulation so established”. Selain itu,

kata constitution juga diartikan sebagai pembuatan

atau penyusunan yang menentukan hakikat sesuatu

(the “make” or composition which determines the

nature of anything) yang dalam hal ini adalah entitas

suatu negara.

Dalam pengertiannya yang demikian itu, kon-

stitusi selalu dianggap “mendahului” dan “menga-

tasi” pemerintahan dan segala keputusan serta

peraturan lainnya. A Constitution, kata Thomas

Paine, “is not the act of a government but of the

3

Page 4:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

people constituting a government”.4 Konstitusi

disebut mendahului, bukan karena urutan waktunya,

melainkan dalam sifatnya yang superior dan

kewenangannya untuk mengikat. Oleh sebab itu,

Charles Howard McIlwain menjelaskan:

In fact, the traditional notion of constitutionalism before the late eighteenth century was of a set of principles embodied in the institutions of a nation and neither external to these nor in existence prior to them.5

Oleh karena itu, konstitusi dan

konstitusionalisme selalu dilihat sebagai

seperangkat prinsip-prinsip yang tercermin dalam

kelembagaan suatu bangsa dan tidak ada yang

mengatasinya dari luar serta tidak ada pula yang

mendahuluinya. Berlakunya suatu konstitusi

sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan

atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan

yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu

menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber

legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Hal inilah

yang disebut oleh para ahli sebagai constituent 4 Charles Howard McIlwain, Constitutionalism: Ancient and Modern, (Ithaca, New York: Cornell University Press, 1966), hal. 20.5 Ibid., hal. 12.

4

Page 5:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

power yang merupakan kewenangan yang berada

di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.6

Dalam hubungan dengan pengertian consti-

tuent power tersebut di atas, muncul pula penger-

tian constituent act. Konstitusi adalah constituent

act, bukan produk peraturan legislatif yang biasa

(ordinary legislative act). Constituent power

mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului

organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk

berdasarkan konstitusi itu. Seperti dikatakan oleh

Bryce (1901), konstitusi tertulis merupakan:

The instrument in which a constitution is embodied proceeds from a source different from that whence spring other laws, is regulated in a different way, and exerts a sovereign force. It is enacted not by the ordinary legislative authority but by some higher and specially empowered body. When any of its provisions conflict with the provisions of the ordinary law, it prevails and the ordinary law must give way.7

Oleh karena itu, dasar keberadaan dan

kedudukan konstitusi adalah kesepakatan umum 6 Lihat misalnya Brian Thomson, Textbook on Constitutional and Administrative Law, edisi ke-3, (London: Blackstone Press Ltd., 1997), hal. 5.7 J. Bryce, Studies in History and Jurisprudence, Vol. 1, (Oxford: Clarendon Press, 1901), hal. 151.

5

Page 6:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

atau persetujuan bersama (general consensus)

seluruh rakyat mengenai bangunan yang diidealkan

berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu

diperlukan oleh warga masyarakat politik agar

kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau

dipromosikan melalui pembentukan dan

penggunaan mekanisme yang disebut negara.8 Kata

kuncinya adalah konsensus atau general

agreement.

Jika negara-bangsa yang didirikan

disandarkan pada prinsip kedaulatan rakyat dan

ditujukan kepada seluruh bangsa yang terdiri atas

beragam suku, budaya, dan agama, maka

mekanisme demokrasi menjadi satu-satunya pilihan

dalam proses pembentukan kesepakatan bersama.

Hal ini karena dalam demokrasi mengutamakan

adanya dan pentingnya pluralisme dalam

masyarakat.9 Di sisi lain, demokrasi tidak mungkin

8 William G. Andrews, misalnya, dalam bukunya Constitutions and Constitutionalism 3rd edition, menyatakan: “The members of a political community have, bu definition, common interests which they seek to promote or protect through the creation and use of the compulsory political mechanisms we call the State”, (New Jersey: Van Nostrand Company, 1968), hal. 9.9 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 257.

6

Page 7:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

terwujud jika disertai absolutisme dan sikap mau

benar sendiri. Demokrasi mengharuskan sikap

saling percaya (mutual trust) dan saling menghargai

(mutual respect) antara warga masyarakat di bawah

tujuan yang lebih besar, yaitu kemaslahatan

umum.10

Proses kompromi yang didasari sikap saling

percaya (mutual trust) dan saling menghargai

(mutual respect) dalam kontrak sosial menentukan

cita-cita nasional dan prinsip-prinsip kehidupan

berbangsa dan penyelenggaraan negara. Kontrak

sosial tersebutlah yang mengikat seluruh bangsa

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam

bentuk konstitusi. Oleh karena itu, konstitusi

sebagai bentuk kesepakatan bersama

merefleksikan kebhinnekaan yang dipersatukan

dalam suatu ikatan kebangsaan dan kenegaraan.

Jika kebhinnekaan tersebut tidak dijamin dan tidak

diakui keberadaannya, tentu tidak tercapai

kesepakatan bersama dan tidak dapat hidup

sebagai satu bangsa dan satu negara.

10 Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Universitas Paramadina Jakarta dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2003), hal. 98-99.

7

Page 8:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

Di sinilah dapat dilihat peran konstitusi sebagai

pemersatu bangsa dengan cara mengakui dan

melindungi kebhinnekaan. Konstitusi menjamin hak

setiap orang memiliki pandangan berdasarkan

keyakinan masing-masing, sama halnya dengan

setiap kelompok, suku, atau agama yang memiliki

hak kolektif untuk mengembangkan keragaman

sesuai dengan sistem nilai dan kepercayaannya.

Namun dalam interaksi kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara yang melibatkan

keseluruhan komponen bangsa, konstitusi yang

telah disepakati bersama menjadi acuan utama dan

pertama.

Konsensus yang diwujudkan dalam kontitusi

dapat dipahami substansinya sebagai substansi

paham konstitusionalisme yang meliputi tiga hal,

yaitu:11

1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government).

2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau

11 Ibid., hal.12-13.8

Page 9:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

penyelenggaraan negara (the basis of government).

3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).

Kesepakatan (consensus) pertama, yaitu

berkenaan dengan cita-cita bersama sangat

menentukan tegaknya konstitusi dan konsti-

tusionalisme di suatu negara. Karena cita-cita

bersama itulah yang pada puncak abstraksinya

paling mungkin mencerminkan kesamaan-

kesamaan kepentingan di antara sesama warga

masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup

di tengah pluralisme atau kemajemukan. Oleh

karena itu, di suatu masyarakat untuk menjamin ke-

bersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara,

diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau

cita-cita bersama yang biasa juga disebut sebagai

falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara)

yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan

common platforms atau kalimatun sawa’ di antara

9

Page 10:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

sesama warga masyarakat dalam konteks

kehidupan bernegara.

Kesepakatan kedua adalah kesepakatan

bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan

hukum dan konstitusi. Kesepakatan atau konsensus

kedua ini juga sangat prinsipil, karena dalam setiap

negara harus ada keyakinan bersama bahwa

apapun yang hendak dilakukan dalam konteks pe-

nyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas

rule of the game yang ditentukan bersama. Bahkan

di Amerika Serikat istilah ini dikembangkan menjadi

jargon, yaitu “The Rule of Law, and not of Man”

untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah

yang sesungguhnya memerintah atau memimpin

dalam suatu negara, bukan manusia atau orang.

Istilah “The Rule of Law” jelas berbeda dari

istilah “The Rule by Law”. Dalam istilah terakhir ini,

kedudukan hukum (law) digambarkan hanya

sekedar bersifat instrumentalis atau alat, sedangkan

kepemimpinan tetap berada di tangan orang atau

manusia, yaitu “The Rule of Man by Law”.

Sedangkan prinsip “The Rule of Law” mensyaratkan

bahwa kekuasaan dalam negara berpuncak pada

10

Page 11:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

konstitusi. Dari sinilah dikenal istilah constitutional

state yang merupakan salah satu ciri penting negara

demokrasi modern. Karena itu, kesepakatan tentang

sistem aturan sangat penting sehingga konstitusi

sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam

memutuskan segala sesuatu yang harus didasarkan

atas hukum. Tanpa ada konsensus semacam itu,

konstitusi tidak akan berguna, karena ia akan

sekedar berfungsi sebagai kertas dokumen yang

mati, hanya bernilai semantik dan tidak berfungsi

atau tidak dapat difungsikan sebagaimana

mestinya.

Kesepakatan ketiga adalah berkenaan dengan

(a) bangunan organ negara dan prosedur-prosedur

yang mengatur kekuasaannya, (b) hubungan-

hubungan antar organ negara itu satu sama lain,

serta (c) hubungan antara organ-organ negara itu

dengan warga negara. Kesepakatan-kesepakatan

yang dirumuskan dalam dokumen konstitusi

tersebut harus menjadi pedoman bersama dalam

jangka panjang. Oleh karena itu, para perancang

dan perumus konstitusi tidak seharusnya

11

Page 12:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

membayangkan, bahwa naskah konstitusi itu akan

sering diubah dalam waktu dekat.

Mengingat kedudukan konstitusi sebagai

kesepakatan nasional yang mempersatukan

bangsa, maka konstitusi oleh Thomas Paine

dikatakan bahwa konstitusi juga berfungsi sebagai

“a national symbol”.12 Konstitusi dapat berfungsi

sebagai pengganti raja dalam kaitannya dengan

fungsi-fungsi yang bersifat seremonial dan fungsi

pemersatu bangsa seperti yang biasanya dikaitkan

dengan fungsi kepala negara. Karena itu, konstitusi

juga memiliki fungsi lain, yaitu sebagai kepala

negara simbolik dan sebagai kitab suci dari suatu

agama civil atau syari’at negara (civil religion).13

Sebagai kepala negara simbolik, konstitusi

berfungsi sebagai; (i) simbol persatuan (symbol of

unity), (ii) lambang identitas dan keagungan

nasional suatu bangsa (majesty of the nation), dan

atau (iii) puncak atau pusat kekhidmatan upacara

(center of ceremony). Sedangkan sebagai kitab suci

simbolik (symbolic civil religion), konstitusi berfungsi

12 Ibid, hal. 24.13 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 29-30.

12

Page 13:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

sebagai; (i) dokumen pengendali (tool of political,

social, and economic control), dan (ii) dokumen

perekayasa dan bahkan pembaruan ke arah masa

depan (tool of political, social and economic

engineering and reform).

Sementara itu, dalam fungsinya sebagai

dokumen civil religion14, konstitusi dapat difungsikan

sebagai sarana pengendalian atau sarana

perekayasaan dan pembaruan. Konstitusi dapat

pula difungsikan sebagai sarana kontrol politik,

sosial dan/atau ekonomi di masa sekarang, dan

sebagai sarana perekayasaan politik, sosial

dan/atau ekonomi menuju masa depan.

Perkembangan konstitusionalisme dalam

praktik kehidupan bernegara berdasarkan konstitusi

dan mengakui dan melindungi kebhinnekaan sendiri

telah dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada

masa pemerintahannya di Madinah, telah disusun

dan ditandatangani persetujuan atau perjanjian

bersama di antara kelompok-kelompok penduduk

kota Madinah untuk bersama-sama membangun

struktur kehidupan bersama yang di kemudian hari 14 Istilah ini dikembangkan dari Sanford Levinson dalam Constitutional Faith, (Princeton: Princeton University Press, 1990).

13

Page 14:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

berkembang menjadi kehidupan kenegaraan dalam

pengertian modern sekarang. Naskah persetujuan

bersama itulah yang selanjutnya dikenal sebagai

Piagam Madinah (Madinah Charter).

Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai

piagam tertulis pertama dalam sejarah umat

manusia yang dapat dibandingkan dengan penger-

tian konstitusi dalam arti modern. Piagam ini dibuat

atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad

SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah

tak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke

Yastrib, nama kota Madinah sebelumnya, pada

tahun 622 M. Para ahli menyebut Piagam Madinah

tersebut dengan berbagai macam istilah yang

berlainan satu sama lain.15

Para pihak yang mengikatkan diri atau terikat

dalam Piagam Madinah yang berisi perjanjian

masyarakat Madinah (social contract) tahun 622 M 15 Banyak sarjana yang menggambarkan Piagam Madinah itu sebagai Konstitusi seperti dipahami dewasa ini. Beberapa diantaranya lihat Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: UI-Press, 1995); Dahlan Thaib dkk., Teori Konstitusi dan Hukum Konstitusi, cet. kelima, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005). Lihat juga Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsio-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, cet. kedua, (Jakarta: Kencana, 2004).

14

Page 15:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

ini ada tiga belas kelompok komunitas yang secara

eksplisit disebut dalam teks Piagam. Ketiga belas

komunitas itu adalah (i) kaum Mukminin dan

Muslimin Muhajirin dari suku Quraisy Mekkah, (ii)

Kaum Mukminin dan Muslimin dari Yatsrib, (iii)

Kaum Yahudi dari Banu ‘Awf, (iv) Kaum Yahudi dari

Banu Sa’idah, (v) Kaum Yahudi dari Banu al-Hars,

(vi) Banu Jusyam, (vii) Kaum Yahudi dari Banu Al-

Najjar, (viii) Kaum Yahudi dari Banu ‘Amr ibn ‘Awf,

(ix) Banu al-Nabit, (x) Banu al-‘Aws, (xi) Kaum

Yahudi dari Banu Sa’labah, (xii) Suku Jafnah dari

Banu Sa’labah, dan (xiii) Banu Syuthaybah.

Secara keseluruhan, Piagam Madinah tersebut

berisi 47 pasal. Pasal 1, misalnya, menegaskan

prinsip persatuan dengan menyatakan: “Innahum

ummatan wahidatan min duuni al-naas”

(Sesungguhnya mereka adalah ummat yang satu,

lain dari (komunitas) manusia yang lain).16 Dalam

Pasal 44 ditegaskan bahwa “Mereka (para

pendukung piagam) bahu membahu dalam meng-

hadapi penyerang atas kota Yatsrib (Madinah)”.

Dalam Pasal 24 dinyatakan “Kaum Yahudi memikul

16 Ibid., hal. 47.15

Page 16:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

biaya bersama kamu mukminin selama dalam

peperangan”. Pasal 25 menegaskan bahwa “Kaum

Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan

kaum mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka,

dan bagi kamu mukminin agama mereka. Juga

(kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri

mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan yang

jahat. Hal demikian akan merusak diri dan

keluarganya sendiri.” Jaminan persamaan dan

persatuan dalam keragaman tersebut demikian

indah dirumuskan dalam Piagam ini, sehingga

dalam menghadapi musuh yang mungkin akan

menyerang kota Madinah, setiap warga kota di-

tentukan harus saling bahu membahu.

Dalam hubungannya dengan perbedaan

keimanan dan amalan keagamaan, jelas ditentukan

adanya kebebasan beragama. Bagi orang Yahudi

sesuai dengan agama mereka, dan bagi kaum

mukminin sesuai dengan agama mereka pula.

Prinsip kebersamaan ini bahkan lebih tegas dari

rumusan al-Quran mengenai prinsip lakum diinukum

walya diin (bagimu agamamu, dan bagiku agamaku)

yang menggunakan perkataan “aku” atau “kami”

16

Page 17:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

versus “kamu”. Dalam piagam digunakan perkataan

mereka, baik bagi orang Yahudi maupun bagi

kalangan mukminin dalam jarak yang sama dengan

Nabi.

Selanjutnya, pasal terakhir, yaitu Pasal 47

berisi ketentuan penutup yang dalam bahasa

Indonesianya adalah:

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang yang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan taqwa. (tertanda Muhammad Rasulullah SAW).17

Dapat dikatakan bahwa lahirnya Piagam

Madinah pada abad ke 7 M itu merupakan inovasi

yang paling penting selama abad-abad pertengahan

yang memulai suatu tradisi baru adanya perjanjian

bersama di antara kelompok-kelompok masyarakat

untuk bernegara dengan naskah perjanjian yang

dituangkan dalam bentuk yang tertulis. Piagam

Madinah ini dapat disebut sebagai konstitusi tetulis

pertama dalam sejarah umat manusia, meskipun

dalam pengertiannya sebagai konstitusi modern

17 Ibid., hal. 57.17

Page 18:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

yang dikenal dewasa ini, Konstitusi Amerika Serikat

tahun 1787-lah yang pada umumnya dianggap

sebagai konstitusi tertulis pertama. Peristiwa

penandatangan Piagam Madinah itu dicatat oleh

banyak ahli sebagai perkembangan yang paling

modern di zamannya, sehingga mempengaruhi

berbagai tradisi kenegaraan yang berkembang di

kawasan yang dipengaruhi oleh peradaban Islam di

kemudian hari. Bahkan pada masa setelah Nabi

Muhammad SAW wafat, kepemimpinan dilanjutkan

oleh empat khalifah pertama yang biasa dikenal

dengan sebutan Khalifatu al-Rasyidin, yaitu

Abubakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, dan

Ali ibn Abi Thalib.

B. KEBHINNEKAAN DALAM UUD 1945Bangsa Indonesia adalah bangsa yang

majemuk. Dari sudut bahasa saja, Indonesia

memiliki tidak kurang dari 665 bahasa daerah.

Bahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa

budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan

sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi

geografis, bangsa Indonesia juga sangat plural,

18

Page 19:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

terdiri lebih dari 17.000 ribu pulau dengan

keragaman suku dari sisi antropologis. Indonesia

sendiri berada di tengah pergaulan dunia (the cross

road), semua pengaruh kebudayaan besar, semua

pengaruh agama besar, semua pengaruh

peradaban besar dunia berpartisipasi dan berebut

pengaruh di Indonesia.

Aspek lain yang memiliki pengaruh kuat dalam

kehidupan bermasyarakat adalah keragaman

agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Walaupun mayoritas masyarakat Indonesia

memeluk agama Islam, namun terdapat pula

masyarakat yang menganut agama, Kristen,

Protestan, Hindu, Budha, Khonghucu, bahkan juga

terdapat masyarakat yang menganut kepercayaan

adat yang tidak dapat dimasukkan ke dalam

kategori agama besar tersebut di atas.

Kebhinnekaan juga merupakan konsekuensi dari

aspek manusia sebagai makhluk yang “berpikir”,

“bekerja”, dan “berpengharapan”. Sebagai makhluk

yang memiliki cita-cita, eksistensi manusia berada

sepanjang “masa kini” dan “masa depan”. Maka

manusia selalu melakukan perubahan secara kreatif

19

Page 20:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

dan berbeda-beda. Karenanya pula manusia

mempunyai kebebasan untuk bertindak dan memilih

(freedom of will and choice).18

Kebhinnekaan bangsa Indonesia adalah suatu

kenyataan. Bahkan kebhinnekaan tersebut

merupakan kekayaan sebagai karunia Tuhan yang

telah menyatakan bahwa manusia diciptakan

bergolongan-golongan agar saling kenal-mengenal.

Karena itu, organisasi negara yang didirikan harus

mengakomodasi keseluruhan perbedaan-perbedaan

tersebut menjadi suatu persatuan tanpa harus

memaksakan adanya kesatuan. Jika tidak ada

mampu mengkamodasikan keragaman dalam satu

ikatan bersama, mustahil dapat diorganisasikan

sebagai satu bangsa dan satu negara. Akan muncul

pertentangan antara satu budaya dengan budaya

lainnya atau antara satu agama dengan agama

lainnya.

Oleh karena itu gagasan negara bangsa

(nation state) yang dikemukakan para pendiri

bangsa Indonesia bukanlah konsep negara bangsa 18 Mukti Ali, Butir-Butir Manusia Ditinjau dari Segi Agama, dalam Darmanto JT dan Sudharto PH, Mencari Konsep Manusia Indonesia: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1986), hal. 175-177.

20

Page 21:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

yang semata-mata mendasarkan diri pada

persamaan ras, bahasa, dan, agama. Negara

bangsa adalah gagasan tentang negara yang

didirikan untuk seluruh bangsa. Konsep “negara

bangsa” adalah negara yang didirikan berdasarkan

kesepakatan bersama yang menghasilkan

hubungan kontraktual dan transaksional terbuka

antara pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan

untuk kepentingan seluruh rakyat.

Para pendiri bangsa telah menyadari perlunya

menjaga dan melindungi kebhinnekaan bangsa. Hal

itu dapat dilihat dari tujuan nasional yang

dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 yang

merupakan kesepakatan bersama tentang tujuan

atau cita-cita bersama (the general goals of society

or general acceptance of the same philosophy of

government) sebagai dasar konstitusionalisme

Indonesia. Salah satu tujuan nasional adalah

“melindungi segenap bangsa Indonesia”. Kata

“segenap” menunjukkan bahwa bangsa Indonesia

terdiri dari berbagai suku, ras, agama, dan

perbedaan lain, yang semuanya harus dilindungi.

21

Page 22:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

Selain itu, para pendiri bangsa juga telah

menyepakati falsafah kenegaraan yang berfungsi

sebagai common platforms atau kalimatun sawa’ di

antara sesama warga masyarakat dalam konteks

kehidupan bernegara. Prinsip dasar tersebut adalah

Pancasila yang meliputi lima dasar, yaitu (i) ke-

Tuhanan Yang Maha Esa, (ii) Kemanusiaan Yang

Adil dan Beradab, (iii) Persatuan Indonesia, (iv)

Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat

Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/

Perwakilan, dan (v) Keadilan Sosial bagi Seluruh

Rakyat Indonesia.

Sebelum Perubahan UUD 1945, ketentuan

yang terkait dengan perlindungan terhadap

kebhinnekaan tertuang dalam jaminan terhadap

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut

agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 29 Ayat (2)

UUD 1945 sebelum perubahan). Selain itu dalam

Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan juga terdapat

pengakuan terhadap lebih kurang 250 zelfbesturende

landchappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di

Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga

22

Page 23:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu

mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat

dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Selain

itu juga dinyakan bahwa Negara Republik Indonesia

menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa

tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai

daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul

daerah tersebut.

Pasca Perubahan UUD 1945, jaminan terhadap

kebhinnekaan semakin jelas dan kuat, baik berupa hak

individu, hak kolektif, maupun terhadap satuan

pemerintahan. Ketentuan UUD 1945 yang menjamin

kebhinnekaan dalam bentuk hak individu diantaranya

adalah Pasal 28E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 28I Ayat

(2); dan Pasal 29 Ayat (2). Pasal 28E Ayat (1) menjamin

hak setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat

menurut agamanya. Pasal 28E Ayat (2) menyatakan

bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini

kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai

dengan hati nuraninya. Pasal 28E Ayat (3) menjamin hak

setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat. Pasal 28I Ayat (2) secara tegas

menyatakan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari

23

Page 24:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun

dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap

perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” Sedangkan

Pasal 29 Ayat (2) juga memberikan jaminan terhadap

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut

agamanya dan kepercayaannya itu.

Khusus untuk kemerdekaan beragama dan

beribadat, adalah jaminan terhadap kebhinnekaan dalam

hal bergama. Hal itu ditegaskan dalam dua ketentuan,

yaitu Pasal 28E Ayat (1) dan Pasal 29 Ayat (2) UUD

1945. Bahkan, dalam Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945

ditegaskan bahwa hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, serta hak beragama merupakan hak asasi yang

tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Di samping jaminan kebhinnekaan berupa hak

individu, UUD 1945 juga memberikan jaminan terhadap

hak kolektif baik sebagai suatu komunitas masyarakat

maupun sebagai satuan pemerintahan. Pasal 28C Ayat

(2) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak

untuk memajukan diri dalam memperjuangkan haknya

secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa,

dan negaranya. Negara juga mengakui dan menghormati

24

Page 25:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-

hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 18B Ayat (2) UUD

1945). Sedangkan pengakuan terhadap kebhinnekaan

satuan pemerintahan dijamin dalam Pasal 18B Ayat (1)

UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui

dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah

yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Kekhususan

dan keistimewaan tersebut terkait dengan struktur dan

sistem pemerintahan serta masyarakatnya yang dapat

dipengaruhi oleh latar belakang sejarah, kondisi

geografis, maupun ajaran agama tertentu.

Berbagai ketentuan UUD 1945, terutama tentang

hak asasi manusia dan hak kolektif masyarakat tersebut

harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa dan

seluruh penyelenggara negara. Pengakuan keragaman

dalam bangsa Indonesia dalam UUD 1945 merupakan

landasan konstitusional dalam pembuatan kebijakan dan

tindakan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, jika

terdapat produk hukum atau kebijakan yang mengingkari

keragaman bangsa Indonesia, maka produk hukum dan

kebijakan tersebut dapat dinyatakan inkonstitusional.

25

Page 26:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

C. TANTANGAN PELAKSANAAN KONSTITUSI DAN KEBHINNEKAAN

Upaya menjamin kebhinnekaan dan mewujudkan

konstitusionalisme adalah bagian integral dari upaya

pelaksanaan UUD 1945. Hal itu membutuhkan

pemahaman dari seluruh rakyat dan segenap

penyelenggara yang mengarah pada budaya sadar

berkonstitusi. Pemahaman dalam hal itu tidak hanya

berupa pengetahuan tentang ketentuan-ketentuan dasar

yang ada dalam UUD 1945 tetapi juga pemahaman

terhadap latar belakang filosofis berupa prinsip-prinsip

dasar yang menjiwai seluruh ketentuan dalam UUD 1945,

termasuk jaminan dan perlindungan terhadap

kebhinnekaan Indonesia.

Di dalam budaya sadar berkonstitusi juga

terkandung maksud ketaatan kepada aturan hukum

sebagai aturan main (rule of the game) dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Segenap komponen bangsa

harus bertindak sesuai dengan aturan yang ditetapkan,

serta apabila timbul permasalahan atau sengketa, harus

diselesaikan melalui mekanisme hukum. Budaya

mematuhi aturan hukum merupakan salah satu ciri utama

26

Page 27:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

masyarakat beradab. Hal ini juga berlaku dalam konteks

menjalankan kebebasan beragama. Tanpa adanya

kesadaran mematuhi rambu-rambu permainan dan

mekanisme penyelesaian sengketa, persatuan sebagai

satu bangsa dan satu negara akan menghadapi

ancaman.

Oleh karena itulah harus ada upaya secara terus-

menerus untuk membangun budaya sadar berkonstitusi.

Budaya sadar berkonstitusi tercipta tidak hanya sekedar

mengetahui norma dasar dalam konstitusi. Lebih dari itu,

juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan

menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tantangan lain yang dihadapi adalah munculnya

polarisasi dalam masyarakat karena proses demokratisasi

yang telah kita jalani. Di samping telah mampu

membentuk kelompok-kelompok masyarakat sipil yang

tidak saja memiliki pemahaman terhadap prinsip

kebhinnekaan dan konstitusionalisme, tetapi juga

mendedikasikan hidupnya untuk melindungi

kebhinnekaan, juga terdapat kutub kelompok yang

cenderung eksklusif. Bahkan, kelompok ini mencurigai

prinsip pluralisme sebagai bagian dari gagasan HAM

27

Page 28:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

adalah bagian dari budaya barat yang individual-liberal.

Kelompok ini tidak hanya berada di tingkat lokal, tetapi

juga memiliki jaringan antar negara.

Eklusivitas kelompok tersebut didorong oleh

keyakinan atas kebenaran yang dianut. Eklusivitas

tersebut mendorong tindakan yang tidak toleran terhadap

kelompok lain dan senantiasa mengupayakan agar setiap

aspek kehidupan berbangsa dan bernegara diatur

berdasarkan kebenaran yang diyakininya. Jika hal itu

dilakukan dengan cara-cara demokratis, tentu tidak

menimbulkan persoalan. Namun adakalanya hal itu

dilakukan dengan cara kekerasan dan pemaksaan

kehendak terhadap kelompok lain.

Terhadap kekerasan yang dilakukan tentu harus

ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Di

sinilah letak peran negara yang utama. Tetapi terhadap

keyakinan dan pikiran yang eksklusif, tentu tidak dapat

dilakukan pelarangan, karena hal itu dengan sendirinya

menyalahi prinsip kebhinnekaan dan demokrasi. Yang

harus dikedepankan adalah dialog yang mengedepankan

prinsip kebaikan bersama, bukan memaksakan

kebenaran masing-masing.

28

Page 29:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

Proses dialog tersebut hanya dapat terlaksana jika

antar kelompok dalam masyarakat menjadikan

kesepakatan bersama untuk hidup sebagai satu bangsa

dan satu negara sebagai titik berangkat, bukan dari

keyakinan kebenaran masing-masing. Oleh karena itu,

gagasan konstitusi sebagai kitab suci dari suatu agama

civil atau syari’at negara (civil religion) perlu

ditransformasikan dan dikembangkan lebih lanjut. Hal ini

tentu tidak sekadar menjadi tanggungjawab negara, tetapi

tanggungjawab seluruh warga negara, termasuk

organisasi keagamaan yang memiliki otoritas terhadap

ummatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sukardja. Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: UI-Press, 1995.

Berki, R.N. The History of Political Thought: A Short Introduction. London: J.J.Dent and Sons, Everyman’s University Library, 1988.

29

Page 30:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

Bryce, J. Studies in History and Jurisprudence. Vol. 1. Oxford: Clarendon Press, 1901.

Dahlan Thaib dkk. Teori Konstitusi dan Hukum Konstitusi. Cet. Kelima. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.

Darmanto JT dan Sudharto PH. Mencari Konsep Manusia Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1986.

Jimly Asshiddiqie. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Cetakan Kedua. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.

Jimly Asshiddiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.

Levinson, Sanford. Constitutional Faith. Princeton: Princeton University Press, 1990.

McIlwain, Charles Howard. Constitutionalism: Ancient and Modern. Ithaca, New York: Cornell University Press, 1966.

Nurcholish Madjid. Indonesia Kita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Universitas Paramadina Jakarta dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2003.

Tahir Azhary. Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsio-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Cet. Kedua. Jakarta: Kencana, 2004.

30

Page 31:  · Web viewBahasa mencerminkan cara berpikir, cita rasa budaya dan tentu ada kaitan dengan adat dan sistem hukum adat yang berbeda-beda. Dari sisi geografis, bangsa Indonesia juga

Thomson, Brian. Textbook on Constitutional and Administrative Law. Edisi ke-3. London: Blackstone Press Ltd., 1997.

31