W.'·nomor 111/pmi

10
. . . . W . MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGA N NOMOR 111/PMI<.03/2009 TENTANG TATA CARA PENGURA NGA N ATAU PENGHAP USAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGU NAN, SURAT TAGIH AN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNA N, SURAT KETET APAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, ATAU SURAT TAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR DENGA N RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN, Menimbang a. bahwa berdasar kan ketentuan Pasa! 23 Undang-Undang No mor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan ketentuan Pasa! 27 A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perol ehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undan g-Undang Nomor 20 Tahun 2000 menyatakan bahwa terh adap ketentuan yang tidak di atur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana te!ah diu bah den gan Undang-Unda ng Nomor 12 Tahun 1994 dan Undan g-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak ata s Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dcngan Undang-Undang Nornor 20 Tahun 2000 berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Um um dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; b. bahwa berdasarkan pada pertimbangan huru f a, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undan g-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Un da ng-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan scbagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Und ang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menet apkan Peratu ran Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengurangan atau Pengh apu san Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perol ehan Hak atas Tanah dan B angun an, d an Pen gurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan B angunan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tan ah dan Ban gunan, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar;

Transcript of W.'·nomor 111/pmi

Page 1: W.'·nomor 111/pmi

....

W.'·~

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINANPERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 111/PMI<.03/2009

TENTANG

TATA CARA PENGURANGA N ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAKBUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUANPAJAK TERUTANG, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN,

SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SURAT KETETAPAN BEAPEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, ATAU SURAT TAGIHAN BEA

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR

DENGA N RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTER! KEUANGAN,

Menimbang a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasa! 23 Undang-Undang Nomor 12Tahun 1985 tentang Pajak Bum i dan Bangunan sebagaimana telahdiu bah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan ketentuanPasa! 27A Undang-Und ang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubahdengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 menyatakan bahwaterhadap ketentuan yang tidak diatur da lam Unda ng-Undang Nomor12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagai mana te!ahdiu bah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 danUndang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dcnganUnd ang-Undang Nornor 20 Tahun 2000 berlaku ketentuan dalamUndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 ten tang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali d iubah terakhirdengan Unda ng-Undang Nomor 16 Tahun 2009;

b. bahwa berdasarkan pada pertimbangan huruf a, dan dalam rangkamelaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakansebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan ketentuan Pasal 23Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata CaraPelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan BerdasarkanUndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan scbaga imana telah beberapa kali diubah terakhirdengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkanPeraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengurangan atauPenghapusan Sanksi Administras i Pajak Bumi dan Bangunan dan BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atauPembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Sura t KetetapanPajak Pajak Bumi Dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi danBangunan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan, yang Tidak Benar;

Page 2: W.'·nomor 111/pmi

Menginga t

MENTERI KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 fentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara RepublikInd onesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi danBangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Unda ng Nomor 12Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor62, Tam bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hakatas Tanah da n Bangunan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3688), sebagaimana teIah diubah denganUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3988);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata CaraPelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan BerdasarkanUndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan sebagaimana teIah beberapa kali diubah terakhirdengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran NegaraRepubIik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4797);

5. Keputusan Presiden Nomor 20jP Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARAPENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASIPAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATASTANAH DAN BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAUPEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG, SURATKETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SURATTAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SURATKETETAPAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DANBANGUNAN, ATAU SURAT TAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATASTANAH DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR.

Page 3: W.'·nomor 111/pmi

', ' ..

MENTER! KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:1. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut

dengan Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telahdiubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

2. Unda ng-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yangselanjutnya disebut dengan Undang-Undang BPHTB adalahUndang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah denganUnd ang-Undang Nomor 20 Tahun 2000.

3. Surat Pemberitahuan Pajak Teru tang yang selanju tnya disebutdengan SPPT adal ah surat yang digunakan oleh Direktorat [enderalPajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepadaWajib Pajak.

4. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnyadisebut dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Und ang PBB.

5. Sural Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjulnyadisebut dengan STP PBB adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang PBB.

6. Sura t Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanKurang Bayar yang selanjutnya disebut dengan SKBKB adalah suratketetapan yang menentukan besarnya jumJah BPI-ITB yang terut ang,jumJah kekura ngan pembaya ran pokok BPHTB, besarnya sanksiadministrasi, dan jumJah yang masih harus dibayar.

7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanKurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disebut dengan SKBKBTadalah sural ketetapan yang menentukan tambahan alas jumlahBPHTByang telah ditetapkan .

8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan LebihBayar yang selanjutnya disebut dengan SKBLB adalah suratketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran BPHTBkarena jumJah BPHTB yang telah dibayar lebih besar daripadaBPHTByang seharusnya terutang.

9. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihilyang selanjutnya disebut dengan 5KBN adalah surat ketetapan yangmenentukan jumlah BPHTB yang terutang sarna besarnya denganjumJah BPHTB yang dibayar.

10. Sura t Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yangselanjutnya disebut dengan 5TB adalah surat untuk melakukantagihan BPHTB dan/ atau sanksi administrasi beru pa bungadanyatau denda.

Page 4: W.'·nomor 111/pmi

'.

MENTERI KEUANGANREPUBUK INDONESIA

11. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPPPratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang menerbitkanSPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, dari/ atauSTB.

Pasal 2

Direktu r Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan WajibPajak dapat:

a. mengurangkan atau menghapuska n sanksi adminis tras i PBB danBPHTB berupa bunga, denda, da n kenaikan yang dikenakan karenakekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak;dan / atau

b. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB,SKBKBT,SKBLB, SKBN, atau STB, yang tidak benar.

Pasal3

(1) Pengurangan atau penghapusan sanksi administras i sebagai manadimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat dilakukan terhadap sanksiadministrasi yang tercantum dalam:

a. SKP PBB;

b. STP PBB;

c. SKBKB;

d. SKBKBT; atau

e. STB.

(2) Pengurangan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB,SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapatdilakukan dalam hal:

a. terd apat ke tidakbenara n atas:

1) luas objek pajak bumi dan/ atau bangunan;

2) Nilai Jual Objek Pajak bumi dan/ ata u bangunan; dan/ atau

3) penafsiran peraturan perundang-undangan PBB,

pada SPPT, SKP PBB, atau STP PBB;

b. terdapat ketidakbenaran atas:

1) Nilai Perolehan Objek Pajak; dan / atau

2) penafsiran peraturan perundang-undangan BPHTB,

pad a SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, ata u STB.

(3) Pembatalan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB,SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 huruf b dapatd ilakukan apabila SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT,SKBLB, SKBN, atau STB tersebut seharusnya tid ak diterbitkan .

Page 5: W.'·nomor 111/pmi

MENTERI KEUANGANREPUBUK INDONESIA

Pasal4

(1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus memenuhipersyaratan :

a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SKP PBB, STP PBB, SKBKB,SKBKBT, atau STB;

b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia denganmencantumkan besarnya sanksi administrasi yang dimohonkanpengurangan atau penghapusan disertai alasan yang mendukungpermohonannya;

c. diajukan kepad a Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPPPratama;

d. dilampiri fotokopi SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau STB,yang dimohonkan pengurangan atau penghapusan sanksiadministras i;

e. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, mengajukan keberatannamun tidak dapat dip ertimbangkan, atau mengajukan keberatan

.kemudian mencabut keberatannya, atas SKP PBB, SKBKB, atauSKBKBT, dalam hal yang diajukan permohonan penguranganatau penghapusan adalah sanksi administras i yang tercantu mdalam SKP PBB, SKBKB, atau SKBKBT;

f. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, mengajukan keberatannamun tidak dapat dip ertimbangkan, atau mengajuka n keberatankemudian mencabut keberatannya, atas SPPT atau SKP PBB yangterkait dengan STP PBB, dalam hal yang diajukan permohonanpengurangan atau penghapusan ad alah sanksi administrasi yangtercantum dalam STP PBB;

g. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayaryang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi yangtercantum dalam SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau STB;dan

h. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalamhal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajakberlaku ketentuan sebagai berikut:

1) surat permohonan harus dilampiri dengan Surat KuasaKhusus untuk:

a) Wajib Pajak badan; ataub) Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang tidak atau

kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksiadministras i lebih banyak da ri Rp2.000.000,OO (dua jutarupiah);

U l- _

Page 6: W.'·nomor 111/pmi

·"

MENTERI KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

2) harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orangpr ibadi dengan pajak yang tidak atau kurang dibayar yangmenjadi dasar penghitungan sanksi administrasi palingbanyak Rp2.000.000,OO (dua juta rupiah) .

(2) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasiyang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud padaayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tida k dapatdipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kuasa nyadiberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalamjangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitu ng sejak perm ohonantersebut d iterima.

Pasal5

(1) Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB,SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebaga imana dimaksud dalamPasal 2 huruf b harus memenuhi persyaratan:

a. 1 (satu) permohonan un tuk 1 (satu) SPPT, SKP PBB, STP PBB,SKBKB,SKBKBT, SKB LB, SKBN, atau 5TB;

b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia denganmencantumkan besarnya ketetapan yang dimohonkanpengurangan disertai alasan yang mendukung perm ohonannya;

c. diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPPPratama;

d. d ilampiri asli SPPT, SKP PBB, 5TP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB,SKBN, atau 5TB, yang dimohonkan pengurangan;

e. Wajib Pajak tidak mengajukan kebera tan atau mengajukankeberatan namun tidak dapat dipertimbangkan, atas SPPT, SKPPBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN, dalam hal yangdiajukan permohonan pengurangan adalah SPPT, SKP PBB,SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN;

f. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atau mengajukankeberatan namun tidak dapat dipertimbangkan, atas SPPT atauSKP PBB yang terkait dengan 5TP PBB, dalam hal yang diajukanpermohonan pengurangan adalah 5TP PBB; dan

g. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dala mhal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajakberlaku ketentuan sebagai berikut:1) surat permohonan hams dilampiri dengan Sura t Kuasa

Khusu s untuk :a) Wajib Pajak badan; ataub) Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus

dibayar lebih banyak dari Rp2.000.000,OO (dua juta ru piah);. 2) surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk

Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harusdibayar paling banyak Rp2.000.000,oO (dua juta rupiah) .

Page 7: W.'·nomor 111/pmi

!

MENTERIKEUANGANREPUBLIK INDONESIA

(2) Wajib Pajak yang mengajukan keberatan kemudian mencabu tkeberatannya tersebut, tidak termasuk pengertian Wajib Pajak yangtidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf e dan huruf f.

(3) Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB,SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB yang tidak memenuhi persyaratansebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap bukan sebaga ipermohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepadaWajib Pajak atau kuasan ya diberitahukan secara tertulis d isertaialasan yang mendasari dalam jangka waktu palin g lama 1 (satu)bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima.

Pasal6

(1) Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT,SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurufb diajukan secara perseorangan. kecuali untuk SPPT dapat jugadiajukan secara kolektif.

(2) Permohonan pembatalan yang diajukan secara perseorangansebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKI' PBB, STP PBB,SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB;

b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia denganmencantumkan alasan yang mendukung permohonannya;

c. diajukan kepad a Direktur [enderal Pajak dan disampaikan ke KPPPratama;

d. dilampiri asli SPPT, SKP PBB, 5TP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB,SKBN, atau 5TB, yang dimohonkan pembatalan; dan

e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalamhal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajakberiaku ketentuan sebagai berikut:1) surat permohonan harus dilampiri dengan Surat Kuasa

Khusus untuk:

a) Wajib Pajak badan; ataub) Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih haru s

dibayar lebih banyak dari Rp2.000.000,oO (dua juta rupiah);

2) surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untukWajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harusdibayar paling banyak Rp2.000.000,OO (dua juta rupiah).

(3) Perrnohonan pembatalan untuk SPPT yang diajukan secara kolektifsebagairnana dimaksud pada ayat (1) harus mernenuhi persyaratan:a. 1 (satu) perrnohonan untuk beberapa SPPT Tahun Pajak yang

sarna dengan pajak yang terutang untuk setiap SPPT palingbanyak Rp200.000,oo (dua ratus ribu rupiah);

Page 8: W.'·nomor 111/pmi

MENTERI KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

b. diajukan secara tertuli s dalam' bahasa Indonesia denganmengemukakan alasan yang mendukung permohonannya;

c. diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPPPratama;

d . dilampiri asli SPPT yang dimohonkan pembatalan; dan

e. diajukan melalu i Kepala Desa/Lurah setempat.

(4) Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT,SKBLB, SKBN, atau STB secara perseorangan yang tidak memenuhipersyaratan sebagaimana dimaksud pad a aya t (2), dianggap bukansebagai permohonan sehingga tidak dapat dip ertimbangkan dankepada Wajib Pajak atau kuasanya dib eritahukan secara tertulisdisertai alasan yang mendasari dal am jangka waktu paling lama1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima.

(5) Permohonan pemba talan SPPT secara kolektif yang tidak memenuhipersyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diangga p bukansebagai permohonan sehingga tidak dapat dip ertimbangkan dankepad a Kepala Desa/ Lurah setempat diberitahukan secara tertulisdisertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima.

Pasal7

(1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasisebagaima na dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan permohonanpengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB,SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebaga imana dimaksud dalamPasal 2 huruf b, dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak2 (dua) kali.

(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan ked ua, permohonantersebut hams diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat keputusan DirekturJend eral Pajak atas permohonan yang pertama.

(3) Permohonan kedua sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) harusmemenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 aya t(1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 aya t (2), atau Pasal 6 ayat (3).

(4) Permohonan kedua yang diajukan melampaui jangka waktusebagaimana dimaksud pada aya t (2), dianggap bukan sebagaipermohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepadaWajib Pajak atau kuasanya diberi tahukan secara tertulis dise rtaialasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)bulan terhitung sejak permohonan tersebu t diterima.

Page 9: W.'·nomor 111/pmi

.~

r

MENTERI KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

Pasal 8

(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)bulan sejak tanggal perrnohonan diterima, harus member i suatukeputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2.

(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada aya t (1) telahterlampaui dan Direktu r [enderal Pajak tidak memberi suatukeputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan danDirektur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan sesua i denganpermohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.

Pasal9

(1) Keputusan Direktur Jend eral Pajak atas:a. permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a; danb. permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB,

SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dala mPasal 2 huruf b,

dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolakpermohonan Wajib Pajak.

(2) Keputusan Direktur Jendera l Pajak atas permohonan pembatalanSPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STBsebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huru f b, dapat berupamengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak.

(3) Atas permintaan tertulis da ri Wajib Pajak, Direktu r [enderal Pajakharus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadidasar untuk menolak atau mengabulkan sebagia n pcrmohonan WajibPajak sebagaimana d imaksud pada aya t (1) atau menolakpermohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada aya t (2).

Pasal10

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaianpermohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administras i PBBdan BPHTB, dan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, STPPBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB, yang tidak benar, diaturdengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasalll

Peraturan Menteri Keuangan ini mul ai berlaku . pad a tangga ldiundangkan.

Page 10: W.'·nomor 111/pmi

.. .,: .. ...

MENTERIKEUANGAN 'REPUBLIK INDONESIA

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam BeritaNegara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 17 Juni 2009

MENTERl KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDR AWATI

Diundangkan di JakartaPadatanggaI 17 Juni 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.

AND! MATTALATTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 147Salinansesuai dengan aslinya,Kepala Biro Umum ~-"I>l' JoWl-. -1IFEt~'~~

b. , w--: ----.."q-

'an T. t . arlemen ~

*' BIRO UMUM *