repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi,...

22
1

Transcript of repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi,...

Page 1: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

1

Page 2: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

2

Page 3: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

3

Page 4: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

4

Page 5: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

5

Page 6: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

6

BAB I

PENDAHULUAN

Patologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Patologi meliputi

kejadian penyakit secara alami serta perubahan morfologi dan fungsional dalam

jaringan tubuh selama sakit. Hasil akhir dari mempelajari patologi bagi klinikus adalah

mendiagnosis dan penanganan terhadap penyakit. Untuk memperoleh diagnosis

penyakit melalui patologi, maka perlu dipelajari perkembangan, struktur dan fungsi

normal jaringan tubuh. Untuk itu ilmu yang perlu dipelajari antara lain embriologi,

anatomi, histologi, genetika, farmakologi, biokimia dan fisiologi. Untuk mempelajari

bagaimana agen infeksi menyebabkan penyakit, maka perlu dipelajari virology,

bakteriologi, parasitologi dan toksikologi. Dengan mempelajari bidang-bidang ilmu

tersebut, maka suatu penyakit dapat ditangani, dicegah dan ditentukan tingkat

kesembuhannya atau prognosis. Prognosis meliputi tiga yaitu fausta, dubius atau

infausta. Prognosis fausta artinya suatu penyakit dapat disembuhkan; dubius artinya

kesembuhan diragukan; sedangkan infausta artinya suatu penyakit dipastikan tidak

dapat disembuhkan.

Jika suatu hewan sakit, maka dipastikan ada bagian tubuh yang tidak berfungsi

semestinya. Kegagalan fungsi organ tubuh tersebut bagi klinikus dan patologist akan

dipelajari untuk menemukan penyebabnya dan sekaligus penanganannya. Tetapi pada

hewan yang mengalami kematian tiba-tiba dimana tanpa diketahui sakit secara klinis,

maka bidang patologi dapat menelusurinya. Patologi adalah ilmu yang mempelajari

penyakit secara molekuler, biokimia, aspek fungsional dan morfologi dari penyakit

dalam cairan tubuh, sel, jaringan dan organ tubuh, sehingga berdasarkan jenis gangguan

ini, suatu penyebab penyakit dapat ditelusuri.

Ada beberapa batasan digunakan dalam penjelasan penyakit secara patologi

antara lain tanda klinis, lesi (jejas), etiologi, patogenesis, diagnosis dan prognosis. Jika

ada hewan yang diare, maka sulit ditelusuri secara langsung melalui menanyakan

makanan apa yang telah dimakannya seperti halnya pada manusia. Untuk menelusuri

penyebab diare pada hewan adalah dengan memeriksa lesi atau jejas terutama pada

Page 7: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

7

mukosa usus. Berdasarkan lesi tersebut ditelusuri penyebabnya sesuai karakteristik dari

agen infeksi (etiologi).

Patologi mempelajari kejadian dan bagaimana terjadi suatu penyakit.

Kejadiannya adalah lesi yang terjadi dan teramati. Sedangkan ’bagaimana terjadi’

merupakan patogenesis atau perjalanan penyakit dari mulai masuk dalam tubuh dan

perkembangannya sampai menimbulkan penyakit. Mempelajari patologi melibatkan

istilah-istilah atau bahasa baru yang bertujuan untuk mendefenisikan lesi-lesi dengan

patogenesisnya dan etiologinya. Hal ini merupakan pemahaman suatu teori patologi

untuk mengkomunikasikan suatu lesi. Secara praktis seorang pathologist harus mampu

menguraikan lesi-lesi, mengenali proses penyakit dan menjelaskan bagaimana lesi

tersebut terjadi. Semua ini memerlukan pengalaman dalam praktek, pemaparan

spesimen dan kemampuan memecahkan masalah. Pelatihan teknik pemeriksaan lesi

yang ditunjang dengan pengetahuan patogenesis penyakit, prosedur diagnostik, dan

interpretasi lesi-lesi yang ada, maka diagnosis dan prognosis suatu penyakit dapat

ditegakkan secara akurat.

Penggunaan istilah pada patologi hendaknya tepat untuk menghindari

kebingungan. Pada patologi umum kebanyakan digunakan diagnosis morfologis pada

lesi-lesi jaringan. Lesi makroskopis dijelaskan dengan disertai keterangan tentang

lokasi, warna, ukuran, bentuk, konsistensi dan penampakan pada bidang sayatan. Lesi

juga perlu penjelasan kuantifikasi dengan pengukuran yang tajam dengan batasan

umum seperti ringan, sedang atau berat. Uraian mikroskopis perlu orientasi dari

komponen lesi.

Berbagai tipe abnormalitas atau lesi yang terjadi dikelompokkan sesuai dengan

tujuan yang dipelajari. Dalam patologi umum, kategori yang umum dipelajari adalah

lesi-lesi yang berkaitan dengan degenerasi dan nekrosis sel, gangguan sirkulasi,

peradangan dan kesembuhan, gangguan pertumbuhan, neoplasma, patologi imun dan

hubungan inang-parasit dalam menimbulkan penyakit. Sedangkan pada patologi

sistemik biasanya menyangkut penyakit spesifik dari sistem organ diantaranya sistem

pencernaan, respirasi, urinaria, tulang dan otot, dan syaraf.

Patologist atau ahli patologi adalah orang yang mengabdikan dirinya untuk

mempelajari proses penyakit. Patologist bekerja secara prinsip pada mekanisme

Page 8: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

8

patogenesis penyakit, sering pada level biokimia maupun morfologi. Praktisi patologist

bekerja pada tujuan diagnosa penyakit dan melakukan autopsi (nekropsi) dan

menginterpretasi hasil nekropsi maupun biopsi. Tujuannya adalah menemukan,

memberi nama dan menginterpretasikan lesi pada jaringan yang diperiksa. Sangat

sering patologist mengobservasi penyakit yang alami sebagai kunci dalam proses

penentuan patogenesis dari lesi suatu penyakit. Patologist berusaha membuat diagnosis,

mungkin morfologik (penamaan lesi), etiologik (penamaan penyebab), atau defenitif

(penamaan penyakit spesifik). Contoh, lesi kataral enteritis, disebabkan oleh

Escherichia coli, nama penyakitnya Colibasilosis. Contoh lain: lesi granulomatous

enteritis, disebabkan oleh Mycobacterium paratuberculosis, nama penyakitnya Johne’s

disease. Sering tidak mungkin menentukan penyebab penyakit secara spesifik, sehingga

patologist mencatat dan menguraikan lesi morfologis dan kemudian

menginterpretasikan apa yang terjadi.

Peran utama veteriner (kedokteran hewan) adalah diagnosis, penanganan,

pencegahan dan kontrol terhadap penyakit hewan dalam upaya mengurangi kerugian

ekonomi masyarakat. Kunci dari fungsi ini adalah diagnosis. Kunci diagnosis adalah

kemampuan mengenali lesi pada hewan mati maupun sakit, memahami patogenesis dan

dari hal-hal tersebut dapat dibuat kesimpulan dan rekomendasi untuk pengobatan,

kontrol dan pencegahan. Pemilik hewan mengharapkan diagnosis serta interpretasi dari

konskuensi penyakit terhadap kelompok ternak yang lain. Prognosis dapat ditetapkan

jika patogenesis penyakit diketahui. Para klinikus akan tepat dapat melakukan terapi

jika diagnosis serta prognosis telah dipastikan berdasarkan patogenesis yang pasti.

Diagnosis dan prognosis menghendaki pengenalan lesi dengan patogenesisnya yang

komprehensif. Sehingga patologi sering disebut benar-benar sebagai ujung tombak dari

bidang kedokteran, baik kedokteran manusia maupun kedokteran hewan.

Page 9: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

9

BAB II

DEGENERASI DAN NEKROSIS

Patologi adalah ilmu yang mempelajari proses terjadinya penyakit (patogenesis)

berdasarkan lesi-lesi/ jejas yang ada pada sel/jaringan hewan/manusia sehingga dapat

dijelaskan sebab-sebab sakit atau kematiannya. Lesi/jejas yang dimaksud meliputi

perubahan fungsi dan morfologis sel/jaringan baik dari aspek anatomis, histologis,

patofisiologis dan manifestasi klinis yang dapat diamati. Oleh karena itu, mempelajari

patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia,

fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

sel/jaringan mengalami sakit apabila tidak tahu bagaimana normalnya.

Patognomonis adalah lesi yang khas/menciri, sehingga dapat dipastikan penyakitnya.

Contoh : lesi negri`s bodies pada hipocampus/otak anjing → rabies

Perdarahan ptekie pada proventrikulus ayam → ND

DEGENERASI

Degenerasi adalah perubahan morfologi dan fungsi sel/jaringan yang bersifat

reversibel (sel/jaringan sakit).

Sel Normal

.

.

Degenerasi (Sakit) Nekrosis (Mati)

Page 10: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

10

Lesi degenerasi diberi akhiran `osis` pada nama jaringan yang mengalami degenerasi.

Contoh : Nefrosis (nefron = ginjal), hepatosis (hepar)

Lesi degenerasi secara umum diamati meliputi membran sel, sitoplasma dan inti

(nukleus). Apakah membran sel berlipat, mengkerut atau tegang/membengkak,

tergantung jenis degenerasi. Sitoplasma yang dimana organel-organel berlokasi,

sedapat mungkin diamati perubahannya. Inti sel diamati warna, bentuk dan

keberadaannya (di tepi sel atau di tengah-tengah).

Jenis-jenis degenerasi :

1. Degenerasi parenkimatosa (clowdy swelling)

Degenerasi parenkimatosa umumnya terjadi pada organ yang terdiri dari sel-sel

parenkim (hati, ginjal) ditandai pembengkakan sel, sehingga secara keseluruhan

organ membengkak. Penyebabnya : mekanik, anoksia, toksik, peroksidasi lipid,

karena infeksi viral, bakterial dan respon kekebalan berlebihan.

Perubahan makroskopik yang dapat diamati adalah pembengkakan organ/

jaringan hati dan ginjal. Ketidak seimbangan osmotik intra dan ekstrasel

diakibatkan oleh gangguan `sodium pump`. Na (sodium) merupakan mineral

intrasel dan K merupakan ekstrasel.

2. Degenarasi melemak

Degenerasi melemak (fatty degeneration) merupakan akumulasi lemak dalam

sitoplasma sel. Biasanya terjadi dalam sel-sel parenkimatosa, misalnya sel hepar

(fatty liver), tubulus ginjal, myocard dan lain-lain. Pada pewarnaan hematoksilin

eosin (HE), lemak yang hilang akibat proses dehidrasi dengan alkohol akan

terbentuk vacuola-vacuola sehingga sering disebut degenerasi vacuola. Lemak

dalam sitoplasma sel dapat mendesak inti sel ke pinggir yang tampak pada

pemeriksaan mikroskopik. Penyebabnya antara lain : gangguan hepatosit (diet,

toksik) sehingga tidak terbentuk lipoprotein. Lipoprotein adalah lemak terikat

protein yang merupakan bentuk molekul yang dapat keluar sel. Penyebab

lainnya adalah blokade asam lemak dan penyerapan lemak dari usus yang

berlebihan.

Page 11: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

11

Contoh degenerasi melemak antara lain : diabetes mellitus pada anjing dan

ketosis pada sapi.

Perlu dibedakan dengan istilah infiltrasi lemak (fatty replecament atau

steatosis), yaitu akumulasi lemak di luar sel, sehingga dapat menyebabkan

organ/jaringan mengalami atrofi.

1. Degenerasi hidrofik

Degenerasi hidrofik (balooning degeneration), merupakan akumulasi molekul

air dalam sitoplasma sel. Biasanya banyak terjadi pada sel-sel epitel.

Penyebabnya sama dengan degenerasi melemak, sehingga sering kejadiannya

bersama-sama pada sel-sel parenkim. Bedanya adalah inti sel pada degenerasi

hidrofik tetap di tengah-tengah, sedangkan degenerasi melemak inti sel ke

pinggir. Hal ini diduga disebabkan oleh daya kohesi molekul lemak lebih kuat

dari pada molekul air, sehingga mampu mendesak inti sel ke pinggir. Pada

pewarnaan HE juga tampak terjadi vacuola-vacuola dalam sitoplasma sel,

sehingga secara umum vacuolisasi degenerasi melemak dan hidrofik disebut

degenerasi vacuola.

2. Degenerasi hyalin

Degenerasi hyalin merupakan akumulasi protein yang ditandai dengan massa

eosinofilik halus terutama di jaringan ikat atau membrana basalis. Khusus pada

ginjal, koagulasi protein dalam tubulus ginjal disebut hyaline casts

3. Degenerasi fibrinoid

Degenerasi fibrinoid merupakan akumulasi protein berupa benang-benang fibrin

yang tidak beraturan, eosinofilik, yang sering ditemukan pada dinding

pembuluh darah. Degenerasi fibrinoid banyak ditemukan pada lesi akut imunologis

seperti reaksi Arthus, kadang-kadang pada tumor sel-sel mast.

4. Degenerasi amiloid (amiloidosis)

Degenerasi amiloid merupakan akumulasi glikoprotein, tidak beraturan,

eosinofilik terutama pada membrana basalis pembuluh darah, glomerulus ginjal,

sinusoid liver dan sekitar folikel limpa.

5. Gout

Page 12: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

12

Gout adalah istilah dari adanya akumulasi asam urat dan kristal urat terutama

pada ruang sendi atau membrana serosa seperti pleura, peritoneum dan tubulus

ginjal. Biasanya terjadi pada bangsa unggas dan juga manusia. Bentuk

persendian disebut dengan articular gout dan bentuk membrana serosa disebut

visceral gout. Penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme purin.

6. Calcifikasi

Calcifikasi adalah penumpukan garam Ca pada jaringan lunak. Ada 2 tipe

calcifikasi yaitu distrofik dan metastatik. Distrofik calcifikasi adalah akibat

adanya degenerasi atau nekrosis sel sebelumnya. Metastatik calcifikasi adalah

akibat tingginya Ca serum yang biasanya karena hiperparathyroidisme.

NEKROSIS

Nekrosis adalah kematian sel/jaringan yang akibat proses degenerasi yang ireversibel.

Sedangkan proses diantara sel sakit (degenerasi) dengan kematian sel (nekrosis) disebut

dengan nekrobiosis. Nekrosis diperkirakan teamati 6-8 jam setelah kematian sel.

Proses kepucatan dilaporkan lebih awal terjadi dari pada perubahan mikroskopik.

Secara makroskopik sel/jaringan yang mengalami nekrosis ditandai kepucatan, jaringan

melunak dan tampak ada demarkasi (pembatas) dengan jaringan yang sehat. Nekrosis

juga harus dibedakan dengan autolisis yaitu adanya sel-sel hidup di sekitar jaringan

nekrosis. Sehingga tidaklah tepat ada nekrosis yang bersifat difusa, tetapi nekrosis

mungkin bersifat fokal (satu fokus) atau multifokal (banyak fokus). Pusat-pusat (fokus)

tersebut merupakan upaya jaringan untuk melokalisasi agen infeksi (virus, bakteri dan

parasit) atau zat toksik penyebab nekrosis. Biasanya di sekitar sel/jaringan yang

mengalami nekrosis selalu disertai sel-sel radang, karena sel-sel mati merupakan benda

asing bagi tubuh.

Ada 3 ciri-ciri utama dari sel atau jaringan yang mengalami nekrosis yaitu

1. Piknosis : inti gelap (hiperkromatik) dan mengecil

2. Karyorheksis : inti mengalami pecah-pecah

Page 13: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

13

3. Karyolisis : inti hilang atau hanya ada hollow dan kromatin hilang

Tetapi dalam pemeriksaan histopatologis kasus-kasus lapangan, akan teramati adanya

berbagai tahap dari ciri-ciri nekrosis tersebut.

Nekrosis dibedakan atas 3 tipe yaitu nekrosis koagulatif, liquafaktif dan caseosa.

Nekrosis koagulatif ditandai dengan masih dikenalinya struktur sel/jaringan baik secara

makroskopik maupun mikroskopik. Biasanya disebabkan oleh snoksia akut seperti

obstruksi aliran darah atau karena toksin dengan toksisitas yang sangat akut. Nekrosis

liquafaktif adalah nekrosis yang ditandai dengan adanya massa cair atau semipadat

pada sel/jaringan tersebut. Nekrosis ini biasanya cepat dapat dieleminir oleh makrofag

melalui sistem limfatik. Nekrosis kaseosa atau nekrosis mengeju (seperti keju), ditandai

dengan hilangnya struktur sel, inti gelap, ada debris di sitoplasma serta gumpalan darah

dan kalsifikasi. Biasanya nekrosis ini menandakan adanya kerusakan lokal yang parah

baik oleh agen infeksi maupun toksin.

Nekrosis pada jaringan merupakan lesi yang umum pada penyakit infark yang umum

terjadi pada ginjal dan jantung. Infeksi bakteri Fusiformis necrophorus khas dapat

menimbulkan nekrosis, seperti abses liver dan rumenitis pada sapi, difteri pada pedet

dan nekrotik stomatitis pada babi.

Nekrosis lemak

Tipe nekrosis ini terjadi pada ruang abdomen atau dibawah kulit. Penampakannya

adalah : bidang sayatan yang keras dan berwarna putih dan sering seperti peradangan

atau fibrosis yang disertai makrofag atau sel raksasa.

Gangren

Jika pada jaringan nekrotik ditumbuhi bakteri saprofit, maka terjadilah gangren

(gangrene = necrosis + putrefication)..Gangren kering biasanya terjadi pada kulit

dimana sedikit ada cairan dan mudah diuapkan. Gangren basah biasanya berwarna

hitam karena mengandung bekuan darah dan gas. Biasanya terjadi pada daerah organ

dalam seperti usus dan paru-paru.

Autolisis

Page 14: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

14

Autolisis adalah peristiwa mencerna sendiri oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh

sel/jaringan setelah kematian sel. Terdapat variasi kecepatan diantara jaringan untuk

proses autolisis akibat kandungan enzim proteolitiknya. Hepar, pankreas dan ginjal

relatif lebih cepat mengalami autolisis dari pada jaringan otot.

Pigmentasi yang Patologis

Pigmentasi dibedakan atas pigmentasi eksogenus dan endogenus. Pigmentasi

eksogenus yang paling umum dikenal ada 2 yeitu : pneumoconiosis dan anthracosis.

Pneumoconiosis adalah pigmentasi akibat inhalasi debu organik atau mineral pada

paru-paru. Biasanya terjadi pada pekerja pabrik, sehingga akan mengganggu fungsi

pernafasan dan bahkan menimbulkan fibrosis paru-paru. Anthracosis merupakan

pigmentasi akibat inhalasi senyawa karbon. Ini lebih sering terjadi pada hewan anjing,

yang dapat menyebabkan gangguan respirasi dan menurunkan respon makrofag

alveolar.

Pigmentasi endogenus antara lain : melanin, lipida, dan derivat hemoglogin +

porphirin. Melanin merupakan pigmen normal yang dibuat oleh melanboblas dan

melanosit. Tetapi lokasi yang lain dari normal seperti pada pleura, meninges atau

jantung, merupakan patologis yang disebut melanosis. Sedangkan tumor melanoblas

dan melanosit yang disebut melanoma, sering terjadi pada hewan.

Pigmentasi lipid antara lain ceroid dan lipofuscin, berasal dari oksidasi dan

polimerisasi dari lemak tak jenuh. Ceroid dapat ditemukan pada makrofag yang berada

pada jaringan nekrosis, sedangkan lipofuscin dapat ditemukan dalam sitoplasma sel

parenkim terinfeksi. Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan terbentuknya lipofuscin

Pigmentasi derivat hemoglobin dan porphyrin antara lain : hemoglobin berlebihan;

hemosiderin akibat zat besi atau ferritin; hematin; bilirubin; Jaundice/icterus.

Pigmentasi tersebut sering mengacaukan diagnosa penyakit jika tidak terdapat lesi yang

bermakna.

Page 15: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

15

Bab VII

HUBUNGAN INANG PARASIT

7.1. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Penyakit Infesius

Pada dasarnya mikroorganisme dan parasit dapat hidup dalam tubuh inang

sebagai bentuk simbiosis. Ada tiga kategori simbiosis yang terjadi yaitu mutualisme,

komensalisme dan parasitisme. Simbiosis mutualisme adalah kerjasama antara dua

jenis mahluk hidup yang saling menguntungkan. Simbiosis komensalisme adalah

kerjasama antara dua mahluk hidup yang satu pihak diuntungkan, tetapi pihak lain tidak

dirugikan. Simbiosis parasitisme adalah keadaan dua mahluk hidup yang satu dirugikan

oleh pihak lainnya. Simbiosis parasitisme inilah yang disebut sebagai bagian dari

mekanisme penyakit.

Karakteristik parasitisme adalah kemampuan untuk mengeksploitasi inangnya

sebagai sumber makanan dalam hidupnya. Beberapa faktor harus diketahui dalam

kaitan dengan parasitisme. Parasit masuk berusaha tidak merusak sel inang, dapat

memperbanyak diri, melepaskan diri untuk mencari sel atau inang lainnya. Tanpa

kemampuan tersebut parasit tidak akan mampu bertahan dan ada kemungkinan

bertahan dengan cara beradaptasi dan berevolusi.

Penyakit infeksius terjadi dari interaksi agen infeksi dengan inang dan

lingkungan tertentu. Oleh karena itu ketiga faktor tersebut harus dipahami interaksinya

dalam berbagai keadaan masing-masing.

7.1.1. Faktor Inang

Faktor inang yang berperan dalam interaksi terjadinya penyakit infeksius

adalah daya tahan atau resistensinya yang meliputi 4 tipe yaitu genetik, umur,

kekebalan dan nutrisi. Resistensi genetik atau resistensi alami adalah keadaan dimana

inang dimasuki oleh agen infeksi tetapi agen infeksi tidak dapat bertahan hidup atau

tidak menimbulkan penyakit. Contohnya: virus hog cholera menyebabkan penyakit

pada babi, tetapi tidak pada spesies hewan yang lain.

Resistensi umur berarti berkaitan dengan umur inang. Contohnya: ada agen

infeksi yang hanya menyerang inang muda atau hanya dewasa saja. Hal ini dapat dilihat

Page 16: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

16

dari gejala klinis penyakit maupun bentuk lesi yang timbul pada pemeriksaan

morfopatologis.

Resistensi karena kekebalan (imunitas) biasanya terjadi jika inang terpapar agen

infeksi sebelumnya, baik secara buatan (imunisasi) maupun secara alami. Sering

kekebalan tidak bisa mencegah terjadinya infeksi jika agen penyakit tertentu

melampaui daya tahan tubuh. Hal ini diakibatkan oleh variasi virulensi mikroorganisme

sangat bervariasi dari yang rendah sampai tinggi. Jika agen infeksi yang virulensinya

tinggi menyerang, maka lesi berat dapat terjadi pada inang. Sebaliknya tidak timbul

penyakit jika agen infeksi dengan virulensi rendah yang menyerang, tetapi justru dapat

menimbulkan respon kekebalan terhadap paparan agen infeksi berikutnya. Keadaan

inilah sering digunakan sebagai dasar pembuatan vaksin dari agen infeksi yang

dilemahkan atau agen infeksi homolog yang lebih lemah virulensinya. Contoh: vaksin

penyakit Jembrana pernah dibuat dari virus bovine immunofeficiency virus (BIV) yang

bersifat lentogenik dibandingkan virus Jembrana.

Resistensi karena faktor makanan sangat nyata berperan dimana makanan yang

bergizi akan menimbulkan daya tahan tubuh yang lebih baik. Defisiensi zat makanan

tertentu sering menyebabkan kepekaan hewan terhadap penyakit. Tetapi hal ini sangat

bervariasi karena ada interaksi antara zat makanan tertentu, spesies inang, dan

perbedaan virulensi agen infeksi.

7.1.2. Faktor Agen

Faktor agen infeksi yang mempengaruhi terjadinya infeksi adalah virulensi, tropisme,

dan kemampuan menyebar atau bertahan pada inang. Faktor virulensi yang meliputi

kemampuan masuk dan menimbulkan lesi dalam tubuh inang, sangat bervariasi dari

yang ringan sampai yang fatal.

Tropisme adalah faktor kesukaan agen untuk menyerang pada jaringan tertentu,

dimana hal ini berkaitan dengan reseptor. Contoh: virus rabies memiliki tropisme di

neuron atau jaringan syaraf. Contoh lain: plasenta kaya akan eritritol yaitu gula 4

karbon yang dapat digunakan pertumbuhan mikroorganisme, sehingga perkembangan

mikroorganisme akan membunuh sel-sel plasenta inang maupun fetusnya. Umumnya

Page 17: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

17

tropisme agen infeksi diketahui berdasarkan lesi dimana ditemukan. Berdasarkan

gambaran lesi ini pula dapat dijelaskan patogenesis dari beberapa penyakit.

Persistensi agen infeksi untuk menimbulkan penyakit sangat berkaitan dengan

karakteristik agen infeksi. Agen infeksi yang bersifat intraseluler lebih persisten

dibandingkan dengan yang ekstraseluler. Agen infeksi intraseluler umumnya terhindar

dari respon imun dan pembinuhan oleh sel inang. Virus rabies tidak tahan pada

lingkungan luar. Tetapi clostridial dan anthrax, dapat membentuk spora untuk waktu

tertentu pada lingkungan luar. Penyebaran agen infeksi dari satu hewan ke hewan lain

sering menentukan tingkat masalah yang akan ditimbulkan. Fakto-faktor suhu dan

kelembaban sangat berkaitan dengan penyebaran agen infeksi secara aerosol.

Penyakit klinik sebagai hasil abnormalitas fungsi dan perubahan morfologis

ditandai dengan rasa sakit, tidak nyaman, stres, dan pada hewan juga ditandai dengan

penurunan/hilang nafsu makan, diare, dan pernafasan yang berat. Penyakit kilinis

umumnya dimulai dari akut sampai kronis. Sedangkan penyakit yang tidak

menunjukkan penyakit secara klinis, tetapi terjadi penurunan produksi, sering

dikategorikan penyakit subklinis. Hewan diketahui sakit apabila dilakukan pemeriksaan

secara detail.

Infeksi laten sering dikelirukan dengan penyakit subklinis. Infeksi laten disebut

sebagai karier yang tidak tampak. Ekskreta dari jenis hewan ini banyak mengandung

agen patogen, walaupun hewannya sendiri tidak sakit, tetapi dapat bersifat fatal bagi

hewan lain. Contoh: virus malignan catarrhal fever (MCF) pada rusa hutan (wildebeest)

bersifat infeksi laten, tetapi pada sapi sangat bersifat fatal. Secara umum infeksi

subklinis maupun infeksi laten dapat menyebabkan penyakit klinis apabila kondisi

lingkungan atau status kekebalan inang tidak menguntungkan.

7.1.3. Lingkungan

Faktor lingkungan sering sebagai faktor pemicu dari penyakit terutama pada hewan

dengan sistem peternakan intensif. Faktor lingkungan paling sering menyebabkan

infeksi subklinis dan laten berubah menjadi penyakit klinis mulai dari yang akut sampai

kronis. Kandang yang kotor dan amonia yang tinggi, sering menyebabkan gangguan

Page 18: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

18

pernafasan dan meningkatkan infeksi saluran pernafasan seperti mycoplasmosis.

Populasi yang padat pada pedet dan anak babi yang disertai temperatur serta

kelembaban, dapat meningkatkan penyakit pneumonia.

Perubahan musim sering menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit, akibat

timbulnya stres. Stres merupakan faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh

hewan terhadap agen infeksi. Perubahan musim baik dari kemarau ke musim hujan atau

sebaliknya, akan mempengaruhi temperatur dan kelembaban. Keadaan ini

menyebabkan terjadinya perubahan karakter agen infeksi, sehingga timbul penyakit

klinis. Oleh karena itu sering peternak memberikan makanan penguat pada masa-masa

perubahan musim.

7.2. Patogenesis Penyakit

7.2.1. Bakterial

Penyakit bakterial akut biasanya terjadi dari akumulasi mikroorganisme yang

masuk melalui kulit, pencernaan, pernafasan atau urogenital. Spesies bakteri bervariasi

dalam jumlahnya untuk menimbulkan penyakit. Pasteurella haemolitica pada domba

dan Actinobacillus equuli pada kuda memerlukan jumlah yang banyak untuk

menyebabkan sakit dan kematian inangnya, tetapi beberapa Clostridium tetani dapat

bersifat fatal.

Penyakit bakterial kronis terjadi jika agen infeksi berada dalam tubuh inang

dalam waktu lama dan menyebabkan lesi lokal. Penyakit dapat berasal dari lesi

peradangan granulomatous atau abses besar. Beberapa agen infeksi dapat berada pada

mukosa sebagai iritan yang tidak mudah untuk diatasi.

Patogenisitas suatu agen infeksi berhubungan dengan kemampuannya : 1).

masuk ke tubuh inang dengan cara bertahan dan penetrasi ke membran mukosa; 2).

multiplikasi secara in vivo; 3). Menghambat atau menghindari stimulasi pertahanan

inang; 4). Menyebabkan kerusakan pada inang. Virulensi berarti tingkat patogeneisitas.

Sering patogenisitas agen infeksi hilang jika berada dalam biakan (kultur) karena

mikroorganisme tidak sama pertumbuhannya antara in vivo dan in vitro. Agen infeksi

Page 19: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

19

sering menghasilkan agressin untuk membantu menghancurkan sistem pertahanan

inang. Bakteri menimbulkan penyakit dengan menyerang epitel permukaan dan dengan

toksinnya (Escherichia coli enterotoxigenik).

7.2.2. Virus

Dalam menimbulkan penyakit, virus dapat dengan jalan: 1). Sitolisis; 2). Bertahan

dalam tubuh inang; 3). Berintegrasi dengan genom inang. Penyakit mungkin bersifat

lokal atau umum, tergantung pada penyebaran dan virulensinya.

Efek sitolitik berasal dari kerusakan sel inang yang menyertai pendewasaan

virus di intrasel dan pelepasan virus infektif untuk menginfeksi dan merusak sel lebih

banyak. Lesi yang timbul meliputi kerusakan morfologi dan fungsional sel sesuai

dengan sel targetnya.

Infeksi tipe status menyelinap (steady state type) khas pada infeksi viral RNA

dimana sel bertahan dan terus memproduksi virus dengan budding. Virus dapat

menyebar dari sel ke sel tanpa ke lingkungan luar dari inang. Oleh karena itu

pembunuhan sel terus terjadi dalam hambatan oleh interferon.

Infeksi viral akut sering menghasilkan lekopenia, sehingga menyebabkan

nekrosis dalam folikel limfoid. Salah satu penyebab nekrosis mungkin efek sitolitik

langsung akibat replikasi virus atau akibat toksisitas. Penyebab lain leukopenia adalah

pelepasan kortikosteroid endogenus akibat penyakit klinis yang berat. Nekrosis folikel

limfoid dapat menyebabkan stimulasi antigenik dan siklus aktivitas limfosit pada

respon imun.

Infeksi integrasi khas pada virus onkogenik. Masa inkubasi biasanya bulanan

atau tahunan, dan penyakitnya bersifat kronis yang fatal. Virus berada karena integrasi

atau tertutup oleh antibodi. Contoh virus ini adalah virus Visna dan Scrapie pada

domba da musang.

Efek awal virus dalam sel dimana adanya perubahan sitopatik dengan gambaran

bentuk dan fungsi membran dan organel sel. Virus mengambil alih produksi protein

Page 20: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

20

untuk dirinya. Massa untuk terbentuknya virus baru berkumpul dalam sel, kadang-

kadang dalam bentuk inclusion bodi.

Ada banyak contoh bahwa infeksi virus adalah akibat adanya reseptor spesifik

yang mengijinkan virus menyerang dan masuk ke dalam sel. Inang merespon infeksi

virus dengan cara fagositosis virus dan sel terinfeksi virus, memproduksi interferon,

antibodi humoral dan imunitas seluler.

Beberapa contoh afinitas jaringan spesifik untuk penyakit viral. Coronavirus

penyebab trnsmisible gastroenteritis (TGE) pada babi menyerang seluruh epitel villous,

sehingga villous mengalami atrofi; rotavirus pada diare anak sapi menyerang setengah

bagian atas villus, rotavirus epidemik diare pada mencit menyerang ujung villus;

parvovirus panleukopenia kucing menyerang epitelium cripta.

7.2.3. Parasiter

Agen parasit umumnya menyebabkan penyakit dengan kerusakan lokal sel atau

jaringan, dengan efeknya pada sirkulasi darah, dengan efek bentukan ruang parasit, dan

kompetisi memperoleh makanan. Perusakan lokal diantaranya akibat koksidiosis, atau

migrasi nematoda. Infeksi Strongylus sp. pada kuda adalah contoh dimana sebagian

siklus hidupnya dapat menyebabkan trombosis sebagian besar pembuluh darah dan

infark sebagian usus yang bersifat fatal. Protozoa darah dapat menyebabkan

mikrotrombi serta koagulasi intravaskuler. Kista cacing pita dapat membentuk ruang di

daerah vital atau nematoda yang menyumbat lumen. Parasit-parasit dalam pencernaan

mengisap darah atau menurunkan pertumbuhan hewan karena kurangnya suplai

makanan.

Secara umum penyebab gangguan adalah jumlah parasit yang menginfeksi.

Faktor virulensi dan respon imun yang timbul akibat infeksi parasit tidak sebaik pada

infeksi bakteri dan virus. Parasit lebih baik dari agen infeksi lain dari aspek daya

bertahan dalam tubuh inang tanpa menyebabkan terbunuhnya inang. Trichinella adalah

contoh parasit yang mampu mengambil alih sel inang tanpa membunuh tetapi

mengkonversi fungsi sel sekitarnya sebagai miliknya. Penyakit kompleks imun sangat

nyata terjadi pada kasus malaria, trypanosomiasis, dan schistosomiasis. Mekanisme

imun dipicu pelepasan histamin dalam mukosa pencernaan dan dapat mengusir

Page 21: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

21

nematoda dari usus. Kematian hewan akibat parasit umunya jika terjadi kehilangan

darah inang, seperti pada kasus Haemonchus sp. dan Ancylostomum sp. Infeksi

Ostertagia sp. merupakan contoh ntuk mempelajari patogenesis dan menggambarkan

parasit dapat mengganggu fungsi lambung. Larva stadium 3 masuk ke kelenjar mukosa

lambung, dimana dia berkembang menjadi dewasa. Perkembangannya sekitar 10 hari

dan bertahan sampai 6 minggu. Lesi yang timbul pada pada mukosa lambung berupa

hiperplasia epitel kelenjar mukosa disertai kehilangan deferensiasi sel parietal yang

mengatur keasaman lambung. Keadaan ini menyebabkan pH lambung meningkat,

pepsinogen tidak dapat dikonversi menjadi pepsin, bakteri meningkat, dan hancurnya

hubungan antar sel. Perubahan ini menyebabkan diare, anoreksia dan kehilangan berat

badan.

7.2.4. Jamur

Agen jamur dapat menyebabkan penyakit dengan 3 cara yaitu: 1). Invasi

jaringan hidup oleh jamur, 2). Alergi akibat kontak atau hipersensitivitas antigen jamur,

dan 3). Toksisitas akibat makanan yang mengandung jamur. Kasus infeksi kronis

disebabkan oleh agen jamur yang persisten diantaranya blastomycosis atau

histoplasmosis. Banyak infeksi jamur bersifat oportunistik seperti aspergillosis pada

kantung hawa burung.

Penyakit alergi yang terkenal disebabkan oleh jamur adalah paru-paru peternak

yang hipersensitivitas dengan Micropolyspora faent yang banyak terdapat pada hay

basi. Penyakitnya dapat menyerang orang maupun ternak sapinya.

Aflatoksin terjadi akibat pertumbuhan Aspergillus flavus dan A.parasiticus,

yang berpotensi hepatotoksin. Jagung basi dapat beracun pada babi yang disebabkan

oleh spesies Fusarium. Eksema pada muka domba-domba di New Zealand bersifat

hepatotoksin akibat fotosensitivitas karena makan spora Sporidesmium bakeri.

7.2.5. Toksin

Agen toksik menyebabkan penyakit oleh kontak langsung atau absorbsi dan serangan

pada jaringan yang mudah kena. Kontak langsung oleh toksin kuat akan menyebabkan

degenerasi atau nekrosis atau kombinasi keduanya. Sedangkan absorpsi terjadi melalui

kulit, saluran nafas, dan pencernaan. Toksin memiliki predileksi pada jaringan atau

Page 22: repositori.unud.ac.id · patologi harus kuat bidang ilmu-ilmu tersebut, yaitu : anatomi, histologi, biokimia, fisiologi, diagnosa klinik dan yang lainnya. Sangat mustahil dapat menentukan

22

organ tertentu. Toksin dapat menyebabkan gangguan akut maupun kronis yang

mulanya mengganggu pengaturan metabolisme sampai nekrosis sel. Biasanya efek

toksin tergantung pada dosis, jaringan terkena dan sensitivitas spesies.

Metabolisme senyawa toksin adalah enzimatik dan terjadi dalam 2 fase. Fase I

adalah reaksi yang melibatkan senyawa toksik seperti oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.

Fase II melibatkan sintesis dan sering disebut konyugasi. Toksin yang kuat sering

langsung dapat ke fase II. Metabolisme senyawa asing terjadi pada retikulum

endoplasma hepatosit oleh oksidase melalui hidroksilasi atau oksigenasi. Beberapa

senyawa mungkin dimetabolisme di usus oleh flora normal pencernaan.

Senyawa toksik diekskresi dalam urine baik dalam bentuk asli atau hasil

metabolisme fase I atau II. Proporsi masing-masing ekskresi tergantung faktor-faktor

susunan kimia senyawa, dosis, rute pemberian, spesies, strain, umur, seks, diet dan

lingkungan.

Efek toksik banyak yang menimbulkan lesi yang minimal. Oleh karena itu

diagnosis morfologi kasus toksisitas biasanya dilihat juga sejarah penyakitnya.

DAFTAR BACAAN

Thomson, R.G. 1978. General Veterinary Pathology. W.B.Saunders CoKumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L. 2002. Robbins Basic Pathology. 7thEd.SaundersConstantinides, P. 1993. General Pathobiology. Appleton and Lange