bppbapmaros.kkp.go.id · pada bagian-bagian antenulla, hepato pankreas, usus, midgut, uropoda, otot...

7
219 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\ Samuel Lante, Andi Tenriulo, dan Andi Parenrengi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Aplikasi transgenik pada larva udang windu, Penaeus monodon diharapkan dapat memperbaiki karakterkarakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan laju pertumbuhan dan daya tahan tubuh udang terhadap penyakit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas larva udang windu hasil transgenik pmAV dan tanpa transgenik pmAV. Perlakuan yang diujicobakan adalah (1) larva udang windu transgenik pmAV, (2) larva udang windu tanpa transgenik pmAV (kontrol positif), dan (3) larva udang windu tanpa transgenik pmAV+larutan transgenik (kontrol negatif). Setelah mencapai stadia PL-12, larva tersebut diuji vitalitas dengan: a) uji pengeringan larva (3, 6, dan 9 menit), b) uji perendaman larva dalam air tawar (5, 10, dan 15 menit), dan c) uji perendaman larva dalam formalin (150, 175, dan 200 mg/ L masing-masing selama 30 menit). Pengamatan secara morfologi dilakukan pada bagian-bagian antenulla, hepato pankreas, usus, midgut, uropoda, otot ekor, khromatopor, penempelan, dan kondisi larva dengan menggunakan mikrosokop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji pengeringan larva (3 dan 6 menit), persentase larva normal tertinggi didapatkan pada larva udang transgenik pmAV, menyusul larva udang tanpa transgenik pmAV, dan terendah larva udang tanpa pmAV + tanpa larutan transgenik, namun uji pengeringan larva selama 9 menit diperoleh persentase larva normal tertinggi pada larva transgenik pmAV, disusul larva tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik, dan terendah larva tanpa trasngenik pmAV. Pada uji perendaman larva dalam air tawar diperoleh persentase larva normal tertinggi pada larva udang windu transgenik pmAV, disusul larva udang windu tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik, dan terendah larva udang tanpa transgenik pmAV. Pada uji perendaman larva dalam formalin menghasilkan persentase larva normal udang transgenik pmAV lebih tinggi daripada persentase larva normal kedua larva tanpa transgenik pmAV (larva udang tanpa transgenik pmAV dan larva udang tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik), tetapi antar kedua perlakuan menghasilkan persentase larva normal yang relatif sama. Pengamatan morfologi larva menunjukkan nilai performa tertinggi didapatkan pada larva udang transgenic pmAV (91) disusul larva tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik (87,0), dan terendah larva udang tanpa transgenik pmAV (79,5). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa larva udang windu hasil transgenic pmAV menghasilkan performa larva (PL-12) lebih baik daripada performa larva udang tanpa transgenic pmAV dan larva udang tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik. KATA KUNCI: performa, vitalitas, morfologi, larva udang windu transgenik PENDAHULUAN Salah satu kendala perkembangan budidaya udang windu adalah kematian udang akibat penyakitwhite spot syndrome virus (WSSV). Kasus penyakit virus WSSV tidak hanya terjadi di Indonesia (Atmomarsono, 2004), tetapi juga di negara lain seperti India (Sathish et al., 2004; Rout et al., 2005), dan Cina (Zhan et al., 2004). Upaya pengendalian penyakit pada udang windu bisa dilakukan melalui peningkatan resistensi terhadap patogen melalui transfer gen antivirus PmAV pada embrio udang windu atau dikenal dengan udang windu transgenik (Parenrengi, 2010). Produksi benih udang windu transgenik pmAV telah dirintis oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros. Hasil uji tantang benih udang windu transgenik memperlihatkan daya tahan yang tinggi terhadap infeksi virus WSSV daripada larva udang tanpa transgenik (Khoo, 2000). Namun informasi performa kualitas benih udang windu transgenik seperti uji vitalitas dan morfologi yang dihasilkan masih terbatas. Karena itu, uji ketahanan benih udang windu transgenik dan benih udang windu tanpa transgenik baik secara fisik (pengeringan dan perendaman air tawar), maupun kimiawi (perendaman dengan formalin), dan secara morfologi perlu dilakukan. Performa larva udang windu transgenik dan tanpa transgenik ... (Samuel Lante) 220 Haryanti et al. (2003) Page 8 of 37 Page 1 of 7

Transcript of bppbapmaros.kkp.go.id · pada bagian-bagian antenulla, hepato pankreas, usus, midgut, uropoda, otot...

219 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DANTANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\

Samuel Lante, Andi Tenriulo, dan Andi ParenrengiBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Aplikasi transgenik pada larva udang windu, Penaeus monodon diharapkan dapat memperbaiki karakterkarakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan laju pertumbuhan dan daya tahan tubuh udang terhadap penyakit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas larva udang windu hasil transgenik pmAV dan tanpa transgenik pmAV. Perlakuan yang diujicobakan adalah (1) larva udang windu transgenik pmAV, (2) larva udang windu tanpa transgenik pmAV (kontrol positif), dan (3) larva udang windu tanpa transgenik pmAV+larutan transgenik (kontrol negatif). Setelah mencapai stadia PL-12, larva tersebut diuji vitalitas dengan: a) uji pengeringan larva (3, 6, dan 9 menit), b) uji perendaman larva dalam air tawar (5, 10, dan 15 menit), dan c) uji perendaman larva dalam formalin (150, 175, dan 200 mg/ L masing-masing selama 30 menit). Pengamatan secara morfologi dilakukan pada bagian-bagian antenulla, hepato pankreas, usus, midgut, uropoda, otot ekor, khromatopor, penempelan, dan kondisi larva dengan menggunakan mikrosokop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji pengeringan larva (3 dan 6 menit), persentase larva normal tertinggi didapatkan pada larva udang transgenik pmAV, menyusul larva udang tanpa transgenik pmAV, dan terendah larva udang tanpa pmAV + tanpa larutan transgenik, namun uji pengeringan larva selama 9 menit diperoleh persentase larva normal tertinggi pada larva transgenik pmAV, disusul larva tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik, dan terendah larva tanpa trasngenik pmAV. Pada uji perendaman larva dalam air tawar diperoleh persentase larva normal tertinggi pada larva udang windu transgenik pmAV, disusul larva udang windu tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik, dan terendah larva udang tanpa transgenik pmAV. Pada uji perendaman larva dalam formalin menghasilkan persentase larva normal udang transgenik pmAV lebih tinggi daripada persentase larva normal kedua larva tanpa transgenik pmAV (larva udang tanpa transgenik pmAV dan larva udang tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik), tetapi antar kedua perlakuan menghasilkan persentase larva normal yang relatif sama. Pengamatan morfologi larva menunjukkan nilai performa tertinggi didapatkan pada larva udang transgenic pmAV (91) disusul larva tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik (87,0), dan terendah larva udang tanpa transgenik pmAV (79,5). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa larva udang windu hasil transgenic pmAV menghasilkan performa larva (PL-12) lebih baik daripada performa larva udang tanpa transgenic pmAV dan larva udang tanpa transgenik pmAV + larutan transgenik.

KATA KUNCI: performa, vitalitas, morfologi, larva udang windu transgenik

PENDAHULUAN

Salah satu kendala perkembangan budidaya udang windu adalah kematian udang akibat penyakitwhite spot syndrome virus (WSSV). Kasus penyakit virus WSSV tidak hanya terjadi di Indonesia (Atmomarsono, 2004), tetapi juga di negara lain seperti India (Sathish et al., 2004; Rout et al., 2005), dan Cina (Zhan et al., 2004). Upaya pengendalian penyakit pada udang windu bisa dilakukan melalui peningkatan resistensi terhadap patogen melalui transfer gen antivirus PmAV pada embrio udang windu atau dikenal dengan udang windu transgenik (Parenrengi, 2010). Produksi benih udang windu transgenik pmAV telah dirintis oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros. Hasil uji tantang benih udang windu transgenik memperlihatkan daya tahan yang tinggi terhadap infeksi virus WSSV daripada larva udang tanpa transgenik (Khoo, 2000). Namun informasi performa kualitas benih udang windu transgenik seperti uji vitalitas dan morfologi yang dihasilkan masih terbatas. Karena itu, uji ketahanan benih udang windu transgenik dan benih udang windu tanpa transgenik baik secara fisik (pengeringan dan perendaman air tawar), maupun kimiawi(perendaman dengan formalin), dan secara morfologi perlu dilakukan. Performa larva udang windu transgenik dan tanpa transgenik ... (Samuel Lante) 220 Haryanti et al. (2003)

Page 8 of 37

Page 1 of 7

menyatakan bahwa pengujian secara fisik dan kimiawi biasa digunakan sebagai indikator kualitas benih udang windu. Selanjutnya Haryanti et al. (2002) telah melakukan uji vitalitas larva udang windu yang dipelihara dengan inokulasi bakteri Alteromonas sp. BY-9 dalam pakan alami, pakan buatan mikroenkapsulasi, dan dalam bentuk sel segar. Hasil uji secara fisikmenunjukkan bahwa larva udang menerima respons pengeringan selama lima menit di atas kertas saring dengan sintasan masing-masing 87%, 80%, dan 93% dengan tingkat stress hanya berkisar 7%- 13%. Mangampa et al. (2001) menyatakan bahwa salah satu cara uji kualitas benih udang windu adalah metode skrining yaitu dengan melakukan perendaman benur ke dalam larutan formalin 200 mg/L selama 30 menit. Selanjutnya Haryanti et al. (2002) melakukan perendaman benih udang windu dalam formalin konsentrasi 100 mg/L selama lima menit, hasil uji menunjukkan bahwa benih dapat merespons dengan baik dengan sintasan berkisar 87%-93% dan tingkat stress yang rendah. Sedangkan Lante et al. (2007) mengemukakan bahwa benih udang biru, Litopenaeus stylirostris memperlihatkan kondisi udang secara visual normal pada perendaman formalin konsentrasi 200 mg/L selama 30 menit dengan sintasan mencapai 100%. Berdasarkan informasi di atas maka dilakukan penelitian performa PL-12 udang windu transgenik dan tanpa transgenik pasca uji vitalitas dan morfologi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas benih udang windu transgenik dan tanpa transgenic yang dipelihara secara terkontrol di Instalasi Pembenihan Udang Windu, Barru. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai informasi uji kualitas benih udang transgenik di masa yang akan datang.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Instalasi Perbenihan Udang Windu Desa Lawallu Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Larva udang windu diperoleh dari penetasan: 1) telur yang ditransveksi Penaeus monodon antivirus (pmAV), 2) telur tanpa transveksi pmAV (kontrol positif), dan 3) telur tanpa transveksi pmAV + larutan transveksi (kontrol negatif), kemudian larva tersebut didesinfeksi dengan 100 mg/L iodine selama 10 menit masing-masing dipelihara dalam bak satu ton. Selama pemeliharaan larva diberi pakan alami Chaetoceros ceratosporum dengan kepadatan awal 5.000 sel/mL dan secara bertahap ditingkatkan hingga 35.000 sel/mL, serta pakan buatan komersial. Pada stadia PL diberikan Artemia salina dengan kepadatan 5nauplii/ekor. Setelah mencapai PL-12, larva tersebut diuji vitalitas dengan: 1) uji pengeringan larva (3, 6, dan 9 menit masing-masing tiga ulangan, 2) uji perendaman dalam air (5, 10, dan 15 menit, masing-masing tiga ulangan, dan 3) uji perendaman dalam formalin (150, 175, dan 200 mg/L, masing-masing tiga ulangan selama 30 menit). Jumlah individu setiap wadah adalah 15 ekor. Setelah uji pengeringan larva, perendaman larva di air tawar, dan perendaman larva dalam formalin selesai, maka larva udang dikembalikan pada air laut normal kemudian diamati dan dicatat respons larva secara normal, stres, dan mati pada tiap-tiap perlakuan. Pengamatan morfologi larva dengan menggunakan PL-12 masing-masing perlakuan. Jumlah sampel setiap perlakuan adalah 10 ekor. Pengamatan dilakukan dengan menempatkan PL satu per satu padaobjek gelas kemudian secara teratur pengamatan morfologi dilakukan pada bagian-bagian: antenulla, hepato pankreas, usus depan, usus belakang (midgut), ekor kipas (uropoda), otot ekor, kromatofor, penempelan, dan kondisi larva (stress) dengan menggunakan mikroskop. Parameter morfologi dan bobot nilai yang diterapkan dalam penelitian ini bahwa larva yang penampakan secara morfologi baik dan sehat diberi kode positif (+) dan secara morfologi kurang baik dan tidak sehat atau lemah diberi kode negatif (-). Data uji vitalitas dan morfologi PL udang windu transgenik disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, serta dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Performa benih udang windu PL-12 hasil penetasan telur transgenik pmAV, tanpa transgenik pmAV (kontrol positif), dan telur tanpa transgenik pmAV + tanpa larutan transgenik (kontrol negatif) dengan uji pengeringan disajikan pada Tabel 1. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa semakin lama pengeringan benih dilakukan maka respons benih normal semakin menurun, sebaliknya respons benih yang stress semakin meningkat. Hasil pengamatan ini

Page 9 of 37

Page 2 of 7

relatif sama dengan hasil penelitian Haryanti et al. (2003) yang menyatakan bahwa tingkat stress semakin meningkat dengan meningkatnya.

221 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Tabel 1. Vitalitas benih udang windu, Penaeus monodon hasil transgenik, tanpa transgenik pmAV (kontrol positif), dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik (kontrol negatif) melalui ujipengeringan

Waktu `(menit)

Larva udang windutransgenik pmAV (Penaeus

monodon AntiVirus)

Normal (%) Stres (%) Mati (%)

Larva udang windutanpa transgenik pmAV/

tanpa plasmid DNA(kontrol positif)

Normal (%) Stres (%) Mati (%)

Larva udang windu tanpaplasmid DNA + larutan

transgenik (kontrol negatif )

Normal (%) Stres (%) Mati (%)

3 67 ± 6 33 ± 6 0,0 ± 0 63 ± 6 37 ± 6 0,0 ± 0 62 ± 10 38 ± 10 0,0 ± 06 51± 8 49 ± 8 0,0 ± 0 37 ± 6 57 ± 6 6,7 ± 6 33 ± 6 67 ± 5 0,0 ± 09 38 ± 7 62 ± 4 0,0 ± 0 3,3 ± 6 97 ± 6 0,0 ± 0 10 ± 10 83 ± 6 6,7 ± 12

lama pengeringan. Keadaan stress benih udang windu sebagian besar pulih kembali setelah benih diadaptasikan dalam air laut dan diaerasi, tetapi ada pula benih udang yang mengalami kematian yaitu PL udang windu tanpa transgenik (6,7%) selama enam menit dan PL udang windu tanpa plasmid DNA + larutan transgenik (6,7%) selama sembilan menit setelah adaptasi karena daya tahan benih menurun. Kualitas benih udang windu PL-12 hasil penetasan telur dengan transgenik pmAV, tanpa transgenic pmAV (kontrol positif), dan telur tanpa transgenik pmAV + tanpa larutan transveksi (kontrol negatif) melalui uji perendaman air tawar disajikan pada Tabel 2. Pengujian perendaman air tawar menunjukkan bahwa kualitas benih udang windu yang diperoleh dari hasil transgenik pasca uji vitalitas perendaman dengan air tawar selama 5-15 menit lebih baik daripada benih PL yang diperoleh dengan tanpa transgenik dan tanpa plasmid + larutan transgenik. Hasil penelitian ini relatif sama dengan hasil pengujian (Trismawanti et al., 2013) yang mendapatkan sintasan yang relatif tinggi PL- 15 udang windu transgenik (89,3%) dan udang non-transgenik (82,7%) dengan perendaman air tawar selama 15 menit. Hasil penelitian yang berbeda diduga disebabkan stadia PL udang yang digunakan berbeda. Stadia PL udang windu yang digunakan pada penelitian ini adalah PL-12. Stadia PL udang windu yang berukuran lebih besar memiliki daya tahan tubuh lebih kuat terhadap faktor lingkungan fisik dibandingkan stadia PL udang yang lebih kecil. Uji perendaman dengan formalin menunjukkan bahwa dengan konsentrasi perendaman formalin meningkat maka

Page 10 of 37

Page 3 of 7

respons PL udang windu transgenik normal dan udang tanpa transgenik normal semakin menurun, sebaliknya respons PL udang windu stress ketiga perlakuan semakin meningkat (Tabel 3). Namun baik PL udang windu transgenik stress dan benih tanpa transgenik setelah dikembalikan di air laut, benih kembali normal, sehingga sintasan PL udang windu transgenic sama dengan PL udang windu tanpa transgenik ketiga perlakuan (100%). Respons udang windu normal transgenik dan tanpa transgenik dengan perendaman formalin pada konsentrasi 200 mg/L selama. jbjjkmv

Tabel 2. Vitalitas benih udang windu, Penaeus monodon hasil transgenik, tanpa transgenik pmAV (kontrol positif), dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik (kontrol negatif) dengan ujiperendaman dalam air tawar

Waktu(menit) Larva udang winduTransgenik pmAV (Penaeus

monodon AntiVirus)Normal (%) Stres (%) Mati (%)

Larva udang windu tanpatransgenik pmAV/tanpaplasmid DNA (kontrol

positif)

Normal (%) Stres (%) Mati (%)

Larva udang windu tanpaplasmid DNA ± larutan

transgenik (kontrol negatif )

Normal (%) Stres (%) Mati (%)

5 53 ± 6 47 ± 6 0,0 ± 0 40 ± 10 60 ± 10 0,0 ± 0 53 ± 7 47 ± 7 0,0 ± 010 37 ± 21 64 ± 21 0,0 ± 0 0,0 ± 0 97 ± 6 3 ± 6 22 ± 10 78 ± 10 0,0 ± 0

15 10 ± 10 90 ± 10 0,0 ± 0 0,0 ± 0 97 ± 10 3 ± 11 11 ± 5 89 ± 14 0,0 ± 0

Performa larva udang windu transgenik dan tanpa transgenik ... (Samuel Lante) 222

Tabel 3. Vitalitas benih udang windu, Penaeus monodon hasil trangenik, tanpa transgenik pmAV (kontrol positif), dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik (kontrol negatif) melaluiperendaman formalin (formaldehide)

Dosis(mg/L)

Larva udang windutransgenik pmAV

(transfer gen antivirus)` `

Normal (%) Stres (%) Mati (%)

Larva udang windu tanpatransgenik pmAV/ tanpa

plasmid DNA (kontrol positif)`

Normal (%) Stres (%) Mati (%)

Larva udang windu tanpa

Page 11 of 37

Page 4 of 7

plasmid DNA ± larutantransgenik (kontrol negatif )

`Normal (%) Stres (%) Mati (%)

150 82 ± 4 18 ± 4 0,0 ± 0 63 ± 6 37 ± 6 0,0 ± 0 63 ± 15 37 ± 15 0,0 ± 0175 71 ± 4 29 ± 4 0,0 ± 0 47 ± 6 53 ± 6 0,0 ± 0 53 ± 6 47 ± 6 0,0 ± 0

200 53 ± 21 47 ± 21 0,0 ± 0 27 ± 6 73 ± 6 0,0 ± 0 47 ± 0 53 ± 0 0,0 ± 0

30 menit pada penelitian ini relatif sama dengan respons (sintasan) PL udang windu transgenic (100%), namun berbeda dengan respons sintasan udang windu non-transgenik (97,3%) yang dilaporkan Trismawanti et al. (2013). Hasil pengamatan kualitas PL udang windu transgenic pmAV dan tanpa transgenik pmAV (control positif), serta tanpa plasmid DNA + larutan transgenik (kontrol negatif) berdasarkan pada penilaian morfologi disajikan pada Tabel 4. Hasil penilaian menunjukkan bahwa benih udang windu transgenic pmAV memberikan nilai yang tinggi dibandingkan dengan PL udang windu tanpa transgenik, dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik. Pada PL udang windu transgenik pmAV secara morfologi menunjukkan nilai (91,0) lebih tinggi daripada nilai PL udang windu tanpa transgenik pmAV (79,5), dan PL udang windu tanpa plasmid DNA + larutan transgenik (87,0). Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa performa morfologi PL udang windu dapat mengekspresikan kesehatan dan kualitas benih udang windu dari ketiga perlakuan. Performa PL udang windu transgenik pmAVberdasarkan kriteria tingkat stres menunjukkan bahwa respons stres PL udang windu transgenic lebih rendah dari pada respons stres benih PL udang windu tanpa transgenik pmAV, dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik sehingga menghasilkan nilai moorfologi PL transgenik lebih tinggi (15) daripada PL udang windu tanpa transgenik pmAV dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenic dengan nilai yang sama (13,5). Selanjutnya penilaian morfologi terhadap penempelan jamur pada permukaan kulit PL udang transgenik pmAV relatif lebihsedikit daripada penempelan jamur pada PL udang windu tanpa transgenik pmAV dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik. Demikian pula penampakan uropoda PL udang windutransgenik pmAV lebih terbuka baik daripada penampakan uropoda PL udang windu tanpa transgenik pmAV, namun relatif sama dengan PL udang windu tanpa plasmid DNA + larutan transgenik. Hal yang sama pada penilaian morfologi hepato pankreas PL udang windu transgenik pmAV lebih baik daripada PL udang windu tanpa transgenik pmAV, namun relatif sama dengan PL udang windu tanpa transgenik + larutan transgenik (Tabel 4). Penilaian morfologi PL udang windu transgenik pmAV pada penelitian ini lebih tinggi daripada penilaian morfologi benih udang, Penaeus semisulcatus yaitu 90,2 yang selama pemeliharaannyadiaplikasikan bakteri Alteromonas sp. BY-9 dan PL benih udang tanpa aplikasi bakteri Alteromonas sp. By-9 (82,6). Penilaian morfologi PL udang windu transgenik pmAV juga lebih tinggi dari nilai morfologi benih udang, Penaeus merguiensis dan benih udang L. vannameiselama pemeliharaan larva dengan aplikasi bakteri Alteromonas sp. By-9 masing-masing (79,8) dan (84,2). Demikian pula penilaian morfologi PL udang windu tanpa transgenik dan PL udang windu tanpa plasmid DNA + larutan transgenik lebih tinggi dari nilai morfologi benih udang Penaeus merguiensis, selama pemeliharan larva tanpa aplikasi bakteri Alteromonas sp. By-9 (67,5), (Haryanti et al., 2003). Hal ini menunjukkan bahwa penilaian morfologi benih udang windu hasil transgenik pmAV lebih baik daripada benih udang windu tanpa tarnsgenik pmAV dan benih udang tanpa transgenik + larutan tansgenik, hal ini disebabkan karena pemberian pmAV dapat meningkatkan kekebalan dalam tubuh udang terhadap serangan penyakit dari luar tubuh seperti lingkungan. Kualitas benih udang juga ditentukan oleh manajemen lingkungan dalam pembenihan. Peranan lingkungan pemeliharaan berkorelasi positif terhadap laju pertumbuhan dan vitalitas udang. Hal ini sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya

Page 12 of 37

Page 5 of 7

223 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Tabel 4. Kualitas benih udang windu, Penaeus monodon hasil transgenik, tanpa transgenik pmAV, dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik pasca penilaian morfologi

Parameter/pengamatan

Larva udang windutransgenik pmAV

(transfer gen antivirus)

Larva udang windutanpa transgenik pmAV

(kontrol positif)

Larva udang windutanpa plasmid DNA + larutantransgenik (kontrol negatif )

Antenulla 5 4.5 4.5HepatoPancreas 18 14 18Usus 10 10 9Midgut 14 15 13.5Uropoda 4.5 4 4.5Otot eko 8 9 9Chromatofor 1.5 3.5 3Penempelan 15 6 12Stres 15 13.5 13.5Total (%) 91 ± 9,77 79,5 ± 8,83 87 ± 9,67

variabilitas ukuran udang, (Arced & Moss, 2000; Atwood et al., 2003). Oleh karena itu, penerapan manajemen pembenihan udang yang baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan performa PL udang windu.

KESIMPULAN

Larva udang windu hasil transgenik pmAV memberikan performa lebih baik dibandingkan dengan larva udang windu tanpa transgenik pmAV pasca uji vitalitas larva dengan pengeringan, perendaman air tawar, dan perendaman formalin yang diekspresikan larva udang windu secara normal dan stress. Pengamatan morfologi larva udang windu hasil transgenik pmAV menghasilkan nilai lebih tinggi N (91,0) daripada nilai morfologi larva udang windu tanpa transgenik pmAV (79,5 ) dan tanpa plasmid DNA + larutan transgenik (87,0).

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya karya tulis ilmiah ini kami mengucapan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik dari teknisi instalasi pembenihan udang windu Barru selama penelitian berlangsung.

DAFTAR ACUAN

Arce, S.M., & Moss, S.M. (2000). Correlation between two size classes of Pacific White Shrimp Litopenaeus vannamei and its potential implications for selective breeding program. Journal of the World Aquaculture Society, 31(1), 119-122.

Page 13 of 37

Page 6 of 7

Atmomarsono, M. (2004). Pengelolaan kesehatan udang windu, Penaeus monodon di tambak. Akua Indonesiana, 5, 73-78.Atwood, H.L., Young, S.P., Tomasso, J.R., & Browdy, C.L. (2003). Survival and growth of Pacific White Shrimp Litopenaeus vannamei postlarvae in low salinity and mixed-salt environments. Journal of the World Aquaculture Society, 34(4), 518-523.Haryanti, Permana, G.N., Sembiring, S.B.M., Giri, N.A., & Sugama, K. (2002). Penggunaan bakteri probiotik, Alteromonas sp. BY-9 dalam pemeliharaan larva udang melalui pakan alami dan buatan, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 8(5), 55-66.Haryanti, Permana, I G.N., Sembiring, S.B.M., Sugama, K., & Murtini, J.T. (2003). Penerapan bakteri, Alteromonas sp. BY-9 awetan untuk produksi benih udang windu, Penaeus monodon. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 9(2), 47-55.Haryanti, Sembiring, S.B.M., Permana, I G.N., Wardana, K., & Muzaki, A. (2003). Pembenihan Penaeus semisulcatus/Penaeus merguiensis serta pemantapan teknik pembenihan Litopenaeus vannamei melalui kontrol biologi. 17 hlm.

Performa larva udang windu transgenik dan tanpa transgenik ... (Samuel Lante) 224

Khoo, H.W. (2000). Transgenesis and its applications in aquaculture. Asian Fish Sci., 8, 1-25.Lante, S., Astrima, & Jawaq, I. (2007). Pengaruh lama perendaman formalin terhadap tingkat kerusakan organ insang udang biru, Litopenaeus stylirostris. Prosiding Seminar Nasional Kelautan III. “Pembangunan Kelautan Berbasis IPTEK Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir” Universitas Hangtuah. Surabaya, hlm. 57-61. Mangampa, M., Tjaronge, M., Burhanuddin, Lante, S., Muslimin, Hidayat, S., & Hendrajat, E. (2001). Penerapan sistem skrining benur udang windu, Penaeus monodon Fab. mendukung standarisasi benih udang. Disajikan pada Temu Konsultasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros. 6 hlm. Parenrengi, A. (2010). Peningkatan resistensi udang windu (Penaeus monodon) terhadap penyakit White Spot Syndrome Virus melalui transfer gen Penaeus monodon Antivital. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Rout, N., Citarasu, T., Ravindran, R., & Murugan, V. (2005). Transcriptional and translation expression profile of a white spot syndrome viral (WSSV) gene in different organs of infected shrimp. Aquaculture, 245, 31-38.Sathish, S., Selvakkumar, C., Hameed, A.S.S., & Narayanan, R.B. (2004). 18-kd protein as a marker to detect WSSV infection in shrimp. Aquaculture, 238, 39-50.Trismawanti, I., Nawang, A., & Tenriulo, A. (2013). Performa larva udang windu, Penaeus monodon melalui uji vitalitas. Laporan hasil penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Maros, 6 hlm.Zhan, W., Wang, X., Chen, J., Xing, J., & Fukuda, H. (2004). Elimination of shrimp endogenous alkaline phosphatase immunoassays for the detection of white spot syndrome virus (WSSV). Aquaculture, 239, 15-21.

Page 14 of 37

Page 7 of 7