digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id
Transcript of digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI
DI SASANA HANDRAWINA
KERATON SURAKARTA HADININGRAT
(Suatu Kajian Etnolinguistik)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
RINA TRI RATNA
C 0106043
JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Rina Tri Ratna
Nim : C0106043
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Istilah-istilah Sesaji
Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat
(Kajian Etnolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak
dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi
tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, 11 Juli 2011
Yang membuat pernyataan,
Rina Tri Ratna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Dosa terbesar adalah ketakutan
Rekreasi terbaik adalah belajar
Kesulitan terberat adalah keputusan
Guru terbaik adalah pengalaman
Modal terbesar adalah percaya diri
(Sayyidina Ali bin Abu Tholib ra)
Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil.
Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki
(Mahatma Ghandi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Bapak yang selalu menemani dan menyayangiku
(Alm) Ibu yang selalu kukenang di dalam kalbu
Suamiku tercinta, terima kasih atas kasih sayang dan motivasinya
Kedua kakakku yang aku banggakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Istilah-istilah Sesaji
Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat
(Suatu Kajian Etnolinguistik). Penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir dan
sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra
Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini penulis
sadari masih banyak hambatan atau kesulitan yang dihadapi maupun yang bersifat
teoretik atau praktis. Dengan bekal keyakinan yang kuat dan usaha yang tulus
serta adanya dukungan dari berbagai pihak, segala hambatan dan kesulitan dapat
teratasi. Oleh karena itu, dengan kesadaran dan kerendahan hati yang tulus, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.
1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan fasilitas
dan perizinan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan semestinya.
2. Drs. Supardjo, M.Hum., dan pendahulunya Drs. Imam Sutarjo, M.Hum.,
selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan dan
Koordinator Bidang Linguistik Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
ilmunya serta kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah
berkenan membimbing penulis dengan penuh perhatian dan
kebijaksanaanya, serta selalu membantu penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
5. Prof. Dr. Drs. H. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing kedua dan
Pembimbing Akademik yang telah berkenan untuk mencurahkan
perhatian, memberikan bekal ilmu selama studi di Jurusan Sastra Daerah
dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah, terima kasih atas
kesabarannya dalam menyampaikan ilmunya dari semester awal sampai
penulisan skripsi selesai.
7. Bapak, kedua kakakku dan suamiku tercinta terima kasih atas kasih
sayang, doa, motivasi, dan selalu memberi dorongan semangat supaya
cepat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Sastra Dearah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret angkatan 2006, untuk kebersamaanya selama ini.
9. K.P.G.H. Puger dan K.P. Winarnokusumo yang telah banyak memberikan
informasi tentang sesaji dengan sabar kepada penulis, semoga Allah
membalas kebaikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
10. Ibu Nanik Winarni Swaminarso dan ibu Suryo Samtono selaku Nyai
Gondorasan yang telah bersedia memberikan banyak informasi tentang
sesaji dan memberikan izin penulis untuk memotret istilah-istilah sesaji
wilujengan Nagari di Sasana Handrawina KSH objek penelitian ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
semua bantuannya dalam penyelesaian skripsi saya.
Penulis menyadari bahwa penulis belum bisa membalas kebaikan-
kebaikan Anda, semoga Allah SWT. yang membalas semua amal kebaikan Anda.
Amin. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sadari masih jauh dari sempurna,
masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu. Oleh karena itu, penulis
berharap, kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penyusun secara pribadi
atau pada pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
Rina Tri Ratna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
JUDUL . ........................................................................................................... i
PERSETUJUAN ....................................................................................... ...... ii
PENGESAHAN ........................................................................................ ...... iii
PERNYATAAN ....................................................................................... ....... iv
MOTTO ................................................................................................... ....... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................... ...... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI . .................................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. xiii
ABSTRAK . ..................................................................................................... xvi
SARI PATHI .................................................................................................... xvii
ABSTRACT ............................................................................................. ....... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ............................................................................ 5
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
1. Manfaat Teoretis .......................................................................... 6
2. Manfaat Praktis ............................................................................ 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 7
BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ............................ 9
A. Landasan Teori ..................................................................................... 9
1. Istilah ............................................................................................. 9
2. Sesaji ............................................................................................. 10
3. Wilujengan Nagari ........................................................................ 11
4. Sasana Handrawina ....................................................................... 12
5. Keraton Surakarta Hadiningrat ..................................................... 12
6. Bentuk ........................................................................................... 14
a. Monomorfemis ....................................................................... 14
b. Polimorfemis .......................................................................... 14
1. Pengimbuhan / afiksasi ................................................... 14
2. Pengulangan / reduplikasi .............................................. 15
3. Pemajemukan / komposisi ............................................. 15
a. Frasa ....................................................................................... 14
7. Makna ............................................................................................ 16
8. Asal Mula Pengertian Etnolinguistik ............................................ 17
9. Kajian Etnolinguistik .................................................................... 18
10. Masyarakat Bahasa ....................................................................... 19
B. Kerangka Pikir ..................................................................................... 20
BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 22
A. Sifat Penelitian ..................................................................................... 22
B. Lokasi Penelitian .................................................................................. 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
C. Data dan Sumber Data ......................................................................... 23
D. Alat Penelitian ...................................................................................... 24
E. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 25
F. Metode Analisis Data ........................................................................... 25
1. Metode Distribusional ................................................................... 26
2. Metode Padan ................................................................................ 29
G. Metode Penyajian Analisis Data ......................................................... 31
BAB IV. ANALISIS DATA ............................................................................ 33
A. Bentuk Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana
Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat ........................................ 33
1. Monomorfemis .............................................................................. 33
2. Polimorfemis ................................................................................ 35
3. Frasa .............................................................................................. 37
B. Makna Leksikal Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana
Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat. ....................................... 42
C. Makna Kultural Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana
Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat ........................................ 73
BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 91
A. Simpulan .............................................................................................. 91
B. Saran ..................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94
LAMPIRAN ............................................................................................. ....... 97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
A. Daftar Singkatan
dsb : dan sebagainya
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
K.G.P.H. : Kanjeng Gusti Pangeran Harya
K.P. : Kanjeng Pangeran
K.R.T. : Kanjeng Raden Tumenggung
KSH : Keraton Surakarta Hadiningrat
lsp : lan sakpanunggalane
SWT : Subhana Wata‟ala
YME : Yang Maha Esa
B. Daftar Lambang
1. Lambang Fonetis
[a] : [ar|G] dalam areng „areng‟
[O] : [rOjO] dalam raja „raja‟
[b] : [biru] dalam biru „biru‟
[D] : [D|le] dalam dhele „kedelai‟
[e] : [lele] dalam lele „jenis ikan‟
[|] : [|nTI?] dalam enthik „umbi‟
[E] : [katEs] dalam kates „pepaya‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
[g] : [g|DaG] dalam gedhang „pisang‟
[h] : [hawUk] dalam hawuk-hawuk „jenis sesaji‟
[i] : [ir|ng] dalam ireng „hitam‟
[I] : [kripI?] dalam kripik „keripik‟
[j] : [j|naG] dalam jenang „bubur‟
[k] : [k|mbaG] dalam kembang „bunga‟
[?] : [g|cO?] dalam gecok „jenis sesaji‟
[l] : [lele] dalam lele „jenis ikan‟
[m] : [mihun] dalam mihun „mihun‟
[G] : [j|naG] dalam jenang „bubur‟
[ñ] : [m|~nan] dalam menyan „kemenyan‟
[p] : [p|c|l] dalam pecel „nama makanan‟
[s] : [srabi] dalam srabi „nama makanan‟
[t] : [tump|G] dalam tumpeng „tumpeng‟
[T] : [inTIl] dalam inthil „jenis sesaji‟
[u] : [uwi] dalam uwi „uwi‟
[U] : [krupU?] dalam krupuk „kerupuk‟
[w] : [Dakowan] dalam dhakoan „jenis sesaji‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
2. Lambang Lain
„...‟ : mengapit terjemahan
“...” : mengapit kutipan
+ : proses penggabungan
[ ] : mengapit bentuk fonetis
→ : menjadi....
- : sebagai penghubung sufiks/atêr-atêr dipun- dengan kata yang
berawalan huruf konsonan y dan g
( ) : mengapit keterangan
/ : menyatakan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRAK
Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di
Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat (Suatu Kajian
Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (I) Bagaimanakah
bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH?, (2)
Bagaimanakah makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH?, (3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji
wilujengan nagari tersebut?.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk istilah-istilah sesaji
wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. (2) Menjelaskan makna leksikal
istilah-istilah sesaji wilujengan nagari. (3) Menjelaskan makna kultural istilah-
istilah sesaji wilujengan nagari.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif yaitu mendeskripsikan data kebahasaan yang berkaitan dengan bentuk,
makna leksikal, dan makna kultural, kemudian dianalisis berdasarkan bentuk,
makna leksikal, dan makna kultural.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak
yaitu metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode
simak yang digunakan adalah metode simak libat cakap, adapun teknik dasar yang
dipakai adalah teknik sadap, dan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam,
kerja sama dengan informan atau wawancara, dan teknik catat.
Data pada penelitian ini berupa istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di
Sasana Handrawina KSH. Jenis data yang digunakan adalah data lisan. Data lisan
sebagai data utama, sumber data lisan berasal dari informan. Pada analisis data
menggunakan metode distribusional dan metode padan.
Hasil penelitian dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina
KSH ini memiliki istilah sejumlah 49 buah, yang dapat dikelompokkan menjadi
bentuk monomorfemis berjumlah 15 buah yaitu: apem, areng, enthik, gecok,
jeruk, kates, kocor, menyan, mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik.
Terdapat bentuk polimorfemis 9 buah yaitu: bekakak wong, enten-enten, dhakoan,
gedhang raja, hawuk-hawuk, jangan menir, jongkong inthil, kolak kencana, pecel
pitik. Berupa frasa berjumlah 25 buah yaitu dhele ireng, gula Jawa, jajanan
pasar, jenang abang putih, jenang blawah, jenang elang, jenang grendul, jenang
katul, jenang pati, jenang sengkala, jenang sungsum, kembang kinang, ketan
biru, ketan warni-warni, krupuk abang, lele urip, pitik urip, sambel goreng, sega
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
golong, sega jagung, sega wuduk ingkung tempe kripik, tumpeng janganan,
tumpeng megana,dan tumpeng ropoh.
SARI PATHI
Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sajèn Wilujêngan Nagari wontên
Sasana Handrawina Kêraton Surakarta Hadiningrat (Sawijining Panalitèn
Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pêrkawis ingkang dipuntaliti wontên ing panalitèn mênika (1) kados pundi
wujudipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari wontên Sasana Handrawina
KSH? (2) kados pundi makna lèksikalipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari
wontên Sasana Handrawina KSH? (3) kados pundi makna kulturalipun istilah-
istilah sajèn wilujêngan nagari kasêbut?
Ancasipun panalitèn punika kanggé: (1) ngandharakên wujud ing istilah-
istilah sajèn wilujêngan nagari ing Sasana Handrawina KSH. (2) ngandharakên
makna lèksikalipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari. (3) ngandharakên
makna kulturalipun istilah-istilah sajen wilujêngan nagari.
Métodê ingkang dipun-ginakakên wontên panalitèn mênika métodê
déskriptif kualitatif inggih mênika ngandharakên bukti basa ingkang wontên
gêgayutan kaliyan wujud, makna lèksikal, lan makna kultural, saklajêngipun
dipunanalisis miturut wujud, makna lèksikal, lan makna kultural.
Data wontên ing panalitèn mênika awujud istilah-istilah sajèn wilujêngan
nagari wontên Sasana Handrawina KSH. Jinising data ingkang dipun-ginakakên
inggih mênika data lisan. Data lisan mênika data utama, sumber data lisan
mênika saking informan. Wontênipun analisis data mênika migunakakên métodê
distribusional lan métodê padan.
Asiling panalitèn wontên upacara wilujêngan nagari wontên Sasana
Handrawina KSH mênika nggadhahi istilah gunggungipun 49 iji, sagêd
kagolongakên monomorfèmis gunggungipun 15 iji inggih mênika: apêm, arêng,
ênthik, gêcok, jêruk, katès, kocor, mênyan, mihun, pohung, salak, srabi, télo, uwi,
wajik. Awujud polimorfèmis 9 iji inggih mênika: bêkakak wong, êntèn-êntèn,
dhakoan, gêdhang raja, hawuk-hawuk, jangan mênir, jongkong inthil, kolak
kêncana, pêcêl pitik. Awujud frasa gunggungipun 25 iji inggih mênika: dhêlé
irêng, gula Jawa, jajanan pasar, jênang abang putih, jênang blawah, jênang
êlang, jênang grêndul, jênang katul, jênang pati, jênang sêngkala, jênang
sungsum, kêmbang kinang, kêtan biru, kêtan warni-warni, krupuk abang, lélé
urip, pitik urip, sambêl gorèng, sêga golong, sêga jagung, sêga wuduk ingkung
témpé kripik, tumpêng janganan, tumpêng mêgana, lan tumpêng ropoh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
ABSTRACT
Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di
Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat (A Etnolinguistik Study).
Thesis: Javanese Language and Literatur Faculty of Letters and Arts, Sebelas
Maret University Surakarta.
The problems discussed in this study, namely (1) How of terms in the
Sasana village wilujengan offerings Handrawina KSH?, (2) How were the
meaning of lexical terms in Sasana village wilujengan offerings Handrawina
KSH?, (3) How were the meaning of the term cultural wilujengan Nagari-term
offerings that?.
The purpose of this study were (1) Describe the terms of the offering in
Nagari wilujengan Sasana Handrawina KSH. (2) Explain the meaning of lexical
terms wilujengan nagari offerings. (3) Explain the meaning of cultural terms
wilujengan nagari offerings.
The method used in this study is a qualitative descriptive method that is
describing data relating to the forms of linguistic, lexical meaning, and cultural
meaning, and then analyzed based on form, lexical meaning, and cultural
meaning.
Methods of data collection in this study using methods refer to the method
of collecting data by listening to language use. Consider the method used is the
method refer to capably involved, as for the basic technique used is the technique
of tapping, and subsequent techniques using recording techniques, working with
informants or interviews, and technical notes.
The data in this study the terms of the offering in Nagari wilujengan
Sasana Handrawina KSH. Types of data used is oral data. Oral data as primary
data, the source data comes from oral informants. In the analysis of data using
distributional methods and matching methods.
The results in the ceremony at the Sasana village wilujengan Handrawina
KSH has a term some 49 pieces, which can be grouped into the shape of 15 fruit
monomorfemis namely: apem, areng, enthik, gecok, jeruk, kates, kocor, menyan,
mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik. There are 9 pieces that form
polimorfemis: bekakak wong, enten-enten, dhakoan, gedhang raja, hawuk-hawuk,
jangan menir, jongkong inthil, kolak kencana, pecel pitik. Form of the phrase
amounted to 25 pieces of dhele ireng, gula Jawa, jajanan pasar, jenang abang
putih, jenang blawah, jenang elang, jenang grendul, jenang katul, jenang pati,
jenang sengkala, jenang sungsum, kembang kinang, ketan biru, ketan warni-
warni, krupuk abang, lele urip, pitik urip, sambel goreng, sega golong, sega
jagung, sega wuduk ingkung tempe kripik, tumpeng janganan, tumpeng
megana,dan tumpeng ropoh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI
DI SASANA HANDRAWINA
KERATON SURAKARTA HADININGRAT
(Suatu Kajian Etnolinguistik)
Rina Tri Ratna1
Drs. Y. Suwanto, M.Hum.2 Prof. Dr. Drs. H. Sumarlam, M.S.
3
ABSTRAK
2011. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni
Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (I)
Bagaimanakah bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di
Sasana Handrawina KSH?, (2) Bagaimanakah makna leksikal
istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina
KSH?, (3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji
wilujengan nagari tersebut?.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk istilah-
istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. (2)
Menjelaskan makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari.
(3) Menjelaskan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan
nagari.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data kebahasaan yang
berkaitan dengan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural,
kemudian dianalisis berdasarkan bentuk, makna leksikal, dan
makna kultural.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode simak yaitu metode pengumpulan data dengan menyimak
penggunaan bahasa. Metode simak yang digunakan adalah metode
simak libat cakap, adapun teknik dasar yang dipakai adalah teknik
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106041
2 Dosen Pembimbing I
3 Dosen Pembimbing II
sadap, dan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam, kerja
sama dengan informan atau wawancara, dan teknik catat.
Data pada penelitian ini berupa istilah-istilah sesaji wilujengan
nagari di Sasana Handrawina KSH. Jenis data yang digunakan
adalah data lisan. Data lisan sebagai data utama, sumber data lisan
berasal dari informan. Pada analisis data menggunakan metode
distribusional dan metode padan.
Hasil penelitian dalam upacara wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH ini memiliki istilah sejumlah 49 buah, yang
dapat dikelompokkan menjadi bentuk monomorfemis berjumlah 15
buah yaitu: apem, areng, enthik, gecok, jeruk, kates, kocor,
menyan, mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik. Terdapat
bentuk polimorfemis 9 buah yaitu: bekakak wong, enten-enten,
dhakoan, gedhang raja, hawuk-hawuk, jangan menir, jongkong
inthil, kolak kencana, pecel pitik. Berupa frasa berjumlah 25 buah
yaitu dhele ireng, gula Jawa, jajanan pasar, jenang abang putih,
jenang blawah, jenang elang, jenang grendul, jenang katul, jenang
pati, jenang sengkala, jenang sungsum, kembang kinang, ketan
biru, ketan warni-warni, krupuk abang, lele urip, pitik urip, sambel
goreng, sega golong, sega jagung, sega wuduk ingkung tempe
kripik, tumpeng janganan, tumpeng megana,dan tumpeng ropoh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting yang tidak dapat
dipisahkan dengan manusia, karena dalam kesehariannya manusia menggunakan
bahasa untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan bahasa kita dapat
mengetahui kebudayaan suatu daerah. Bahasa juga mencerminkan kebudayaan
suatu daerah, karena bahasa mempengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia.
Hubungan antara pemakai bahasa dan pola kebahasaan tercermin dalam
istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Kebudayaan
Jawa merupakan peradaban orang Jawa yang berakar dari Keraton. Pengaruh
budaya Keraton Surakarta terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya masih
sangat kuat hingga sekarang. Salah satu wujud pengaruh kebudayaan tersebut
adalah upacara wilujengan nagari KSH. Dalam upacara itu terdapat istilah-istilah
sesaji, sehingga masalah ini menarik untuk dikaji secara etnolinguistik.
Etnolinguistik merupakan perpaduan antara etnologi dan linguistik,
sehingga dengan mempelajari etnolinguistik kita dapat mengetahui hubungan
antara kebudayan dengan masalah bahasa. Istilah „etnolinguistik‟ berasal dari kata
„etnologi‟ berarti ilmu yang mempelajari tentang suku-suku tertentu dan
„linguistik‟ berarti ilmu yang mengkaji seluk beluk bahasa keseharian manusia
disebut dengan ilmu bahasa yang lahir karena adanya penggabungan antara
pendekatan yang bisa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini antropologi bahasa)
(Sudaryanto, 1996: 6).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Etnolinguistik (ethnolinguistics) mengandung dua pengertian yaitu (1)
cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat
pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan (bidang ini juga disebut
linguistik antropologi); (2) cabang linguistik antropologi yang menyelidiki
hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa; salah satu aspek
etnolinguistik yang sangat menonjol adalah masalah relativitas bahasa (Harimurti
Kridalaksana, 1983: 42). Berdasarkan pengertian tersebut mengandung dua unsur
yang saling berhubungan yaitu bahasa dan budaya masyarakat.
KSH merupakan pusat dan sumber kebudayaan Jawa. KSH disebut
Keraton Kasunanan Surakarta, didirikan oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng
Susuhunan Paku Buwono II pada tanggal 17 Sura tahun Je 1670 atau bertepatan
17 Februari 1745, hari Rabu. Adapun tanggal berdirinya Keraton Surakarta
Hadiningrat ini diambil dari ”kepindahan” Keraton Kartasura ke Desa Sala pada
hari Rabu tanggal 17 bulan Sura tahun Je 1670, sinengkalan ”KOMBUL ING
PUDYA KAPYARSI ING NATA” (tahun 1670 Jawa) atau tanggal 17 Pebruari
1745 (Sri Winarti, 2002: 23). KSH sampai saat ini masih dihormati
keberadaannya oleh masyarakat Jawa.
Sampai saat ini masih banyak sekali upacara-upacara adat KSH yang
masih dilaksanakan. Upacara-upacara adat KSH ini menjadi tradisi setiap
tahunnya yang masih sangat sakral. Masyarakat Jawa percaya bahwa upacara-
upacara adat yang dilakukan oleh KSH pasti akan membawa berkah tersendiri
bagi mereka. Upacara tradisional yang masih dilaksanakan hingga sekarang antara
lain suran, grebeg sekaten, jamasan Nyai Setomi, jamasan pusaka-pusaka, dan
wilujengan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Upacara adat yang masih dilaksanakan oleh KSH yaitu upacara
wilujengan. Salah satu upacara yang sampai sekarang masih di laksanakan yaitu
upacara wilujengan nagari KSH. Upacara wilujengan nagari KSH merupakan
peringatan perpindahan Keraton Kasunanan dari Kartasura ke Sala, sekaligus
sebagai hari jadi Kota Sala. Peringatan ini jatuh pada setiap tanggal 17 Februari,
sesuai dengan waktu pindahnya Keraton Kasunanan ke Sala. Namun dari pihak
keraton upacara wilujengan tidak dilaksanakan pada setiap tanggal 17 Februari
karena pihak Keraton menggunakan kalender Jawa yang berpatokan pada
peredaran bulan. Pada tahun ini upacara wilujengan nagari KSH dilaksanakan
pada tanggal 3 Januari 2010, yang digelar di Sasana Handrawina kompleks KSH.
Upacara wilujengan nagari KSH wujud selamatan memohon kepada Sang
Pencipta dan menghormati seorang tokoh yang telah berjasa akan keberadaan
KSH agar KSH selalu diberi keselamatan untuk dilindungi dari segala hal yang
tidak benar, dengan diadakan wilujengan diharapkan akan terjadi keselamatan
yang terus-menerus. Sebagai sarana untuk memohon kepada Sang Pencipta dan
menghormati seorang tokoh yang telah berjasa akan keberadaan KSH maka
disiapkan sesaji-sesaji untuk upacara wilujengan tersebut. Dalam upacara
wilujengan nagari KSH isinya tentang cerita perpindahan Keraton dan doa
selamatan (K.P.G.H. Puger, 1 Februari 2010).
Upacara wilujengan nagari KSH merupakan salah satu upacara adat di
KSH sangat perlu untuk dilestarikan, agar generasi muda sekarang ini mengetahui
dan mengenal tradisi yang dimiliki masyarakat Jawa. Upacara wilujengan nagari
Keraton merupakan bentuk selamatan atas perpindahan dari Kartasura ke Sala.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Dari hasil pencarian peneliti sampai sekarang ini belum ada penulis yang
meneliti mengenai istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina
KSH. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian
etnolinguistik yang dipakai penulis sebagai contoh menganalisis tentang bentuk,
makna dan menambah pengetahuan tentang teori etnolinguistik adalah sebagai
berikut.
Hidha Watari, 2008, dalam skripsi yang berjudul “Istilah Unsur-Unsur
Sesaji dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Gondang Kabupaten Sragen” yang
mengkaji tentang bentuk dan makna dari Istilah-istilah sesaji dalam Tradisi Bersih
Desa di Desa Gondang Kabupaten Sragen.
Andina Dyah Sitaresmi, 2009, dalam skripsi yang berjudul “Istilah
Perlengkapan Sesaji Jamasan Nyai Setomi di Siti Hinggil Keraton Surakarta
Hadiningrat” yang mengkaji tentang bentuk, makna leksikal dan makna kultural
istilah perlengkapan sesaji jamasan Nyai Sentomi di Siti Hinggil Keraton Surkarta
Hadiningrat.
Destria Anindita Puspitasari, 2010, dalam skripsi yang berjudul “Istilah-
Istilah dalam Upacara Tingkeban Adat Jawa di Kota Surakarta” yang
mengkaji tentang bentuk, makna dan nilai etik dari istilah-istilah dalam upacara
Tingkeban Adat Jawa di Kota Surakarta.
Dengan pendekatan etnolinguistik penulis mengambil judul: Istilah-Istilah
Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.
Adapun alasannya adalah sebagai berikut:
1) Istilah sesaji upacara wilujengan nagari KSH ini belum pernah diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2) Istilah sesaji upacara wilujengan nagari KSH ini perlu diketahui sejarah
dan perkembangannya, sehingga masyarakat awam dapat mengenal
upacara tradisi ini.
3) Sesaji yang digunakan dalam upacara wilujengan nagari KSH ini memiliki
makna tersendiri.
B. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian yang berjudul “Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari
di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat” ini dikaji menggunakan
teori etnolinguistik. Untuk mempermudah penelitian tidak melebar dari
permasalahan yang ada maka permasalahan dibatasi pada masalah bentuk, makna
leksikal, dan makna kultural. Bentuk meliputi macam-macam sesaji apa saja.
Makna di sini terdiri dari makna leksikal dan makna kultural dari istilah-istilah
sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH? (Masalah ini diteliti untuk mendeskripsikan istilah-istilah
sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH, ada yang berbentuk
monomorfemis, polimorfemis, dan frasa).
2) Bagaimanakah makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di
Sasana Handrawina KSH? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan istilah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH yang memiliki
makna leksikal).
3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di
Sasana Handrawina KSH? (Masalah ini dikaji untuk menjelaskan istilah-
istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH yang memiliki
makna kultural).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH.
2) Menjelaskan makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH.
3) Menjelaskan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH.
E. Manfaat Penulisan
Kontribusi dan berbagai manfaat dari penulisan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Secara teoretis
Secara teoretis penelitian yang berjudul Istilah-istilah Sesaji
Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat
ini diharapkan bermanfaat untuk menambah khazanah penelitian di bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
budaya daerah dalam rangka memperkaya khasanah budaya nasional dan
dapat memberikan manfaat untuk melengkapi teori etnolinguistik jawa.
2) Secara praktis
a) Penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
tentang pengetahuan bentuk dari makna leksikal dan makna kultural
khususnya pada istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH.
b) Mendukung program pemerintah dalam kaitannya dengan
mengembangkan nilai budaya Indonesia guna memperkuat kepribadian
bangsa.
c) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk
para peneliti selanjutnya.
d) Bentuk pendokumentasi budaya Jawa dalam bentuk tulisan.
Pendokumentasian istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH dilakukan supaya dapat terus diketahui oleh generasi
mendatang. Oleh karena itu, pendokumentasian adalah langkah awal
terpenting dalam setiap usaha-usaha pelestarian unsur-unsur
kebudayaan yang diperkirakan sudah akan punah.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori, menjelaskan istilah, sesaji, wilujengan nagari,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
sasana handrawina, keraton surakarta hadiningrat, bentuk, makna, asal mula
pengertian etnolinguistik, kajian etnolinguistik, masyarakat bahasa dan kerangka
pikir.
Bab III Metode Penelitian, berisi sifat penelitian, lokasi penelitian, data
dan sumber data, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisi data,
dan metode penyajian analisis data.
Bab IV Analisis, berupa bentuk dan makna istilah-istilah unsur sesaji
dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.
Bab V Penutup, terdiri atas simpulan dan saran.
Pada bagian akhir disajikan daftar pustaka dan lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Landasan Teori
Landasan teori adalah dasar atau landasan yang bersifat teoretis yang
relevan dengan pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Landasan
teori digunakan sebagai kerangka pikir untuk mendekati permasalahan dan bekal
untuk menganalisis obyek kajian.
1. Istilah
Istilah adalah perkataan yang khusus mengandung arti yang tertentu di
lingkungan suatu ilmu pengetahuan, pekerjaan atau kesenian (Poerwadarminta,
1976: 388). Istilah adalah suatu kata atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan makna, konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu (Hasan Alwi, 2002: 390).
Menurut Harimurti Kridalaksana, istilah adalah kata atau gabungan kata
yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang
khas dalam bidang tertentu.(1983: 67)
Istilah yaitu tembung (tetembungan) sing mengku teges, kaanan, sipat lan
mirunggan ing babagan tartamtu ‘kata yang mengandung makna, keadaan, sifat
dan sehingga yang sesuai pada bagian tertentu’ (Prawiraatmojo, 1993: 287).
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Sesaji
Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen atau sesaji memiliki nilai
sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Acara sakral ini
dilakukan untuk ngalap berkah ‘mencari berkah’ di tempat-tempat tertentu yang
diyakini keramat atau diberikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki
kekuatan ghaib, semacam keris, trisula, dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat
duniawi.
Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai
"bisikan ghaib" yang diterima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan
sebagainya. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang
biasa diberi sesaji lalu pada suatu saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak
memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).
(http://ghuroba.blogsome.com/2008/01/27/ritual-sesaji-sesajian-sesajen-adakah-
dalam-islam/)
Sajen atau sesaji adalah makanan (buah-buahan dan sebagainya) disajikan
kepada makhluk halus dan sebagainya. Saji atau bersaji adalah
mempersembahkan sajian berupa makanan dan benda lain dalam upacara
keagamaan yang dilakukukan secara simbolik dengan tujuan berkomunikasi
dengan kekuatan gaib, sedangkan sejian berupa makanan, buah-buahan dan
sebagainya yang dipersembahkan pada kekuatan-kekuatan gaib dalam upacara
bersaji (Hasan Alwi, 2002: 979).
Menurut Suwardi Endraswara, sesaji merupakan wacana simbol yang
digunakan sebagai sarana untuk ‘negoisasi’ spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini
dilakukan agar makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak mengganggu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada roh halus, diharapkan roh
tersebut akan jinak dan mau membantu hidup manusia (2006: 247).
Sesaji wilujengan yang ada di KSH merupakan adat atau tradisi
berdasarkan uwoh pangolahing budi ‘hasil tindakan budi manusia’. Oleh karena
itu, sesaji wilujengan dikalangan keraton itu berdasarkan budaya Jawa atau adat
leluhur. Kepercayaan masyarakat Jawa khususnya KSH bahwa kehidupan silih
berganti seperti cokro manggilingan selalu berputar yang telah digariskan Yang
Maha Pencipta, sebagai makhluk ciptaan Tuhan kiranya tidak dapat menghindar.
Namun demikian, manusia sebagai makhluk berakal dan berbudi diberi wewenang
untuk berusaha yang tertuju pada karahayon ‘ketrentraman’ dan kawilujengan
‘keselamatan’ dengan menempuh cara lahir dan batin, antara lain dengan
mengadakan sesaji wilujengan (Gusti Puger, April 2011).
3. Wilujengan Nagari
Dalam Kamus Ungah-Ungguh Basa Jawa, wilujengan atau slametan
adalah pengetan tumrap tiyang ingkang sampun tilar donya mawi upacara tradisi
lan agami ‘peringatan untuk orang yang sudah meninggal dunia menurut upacara
adat atau agama’ (Haryana H. dan Th. Supriya, 2001: 406). Menurut hasil
wawancara dari K.P.G.H. Puger, wilujengan nagari adalah selametan negara,
berbeda dengan syukuran, karena wilujengn ini sifatnya memohon keselamatn
untuk dilindungi dari segala marabahaya. Dengan diadakan wilujengan nagari
yang diujudkan sesaji-sesaji dengan tujuan memohon kepada Tuhan YME agar
diberi keselamatan yang terus menerus dan agar dengan ujud sesaji tadi mendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
berkah wilujeng karena daya kekuatan halus yang disebut prabawa ‘keluhuran’ (1
Februari 2010).
Dalam upacara wilujengan nagari KSH isinya tentang cerita perpindahan
KSH dan doa selamatan. Upacara wilujengan nagari KSH dipimpin oleh K.P.G.H.
Puger kemudian dibacakan cerita tentang perpindahan keraton oleh K.P.
Winarnokusumo setelah itu dibacakan doa oleh K.R.T. Pujosetiyodipuro. Setelah
upacara selesai sesaji yang bisa dimakan akan dibagikan dan dimakan bersama-
sama guna merapatkan tali persaudaraan (Winarnokusumo, April 2011).
4. Sasana Handrawina
Secara etimologi Sasana Handrawina berarti sasana ‘enggon’ dan
handrawina ‘perjamuan makan’, jadi Sasana Handrawina berarti tempat
perjamuan makan. Sasana Handrawina sering digunakan untuk tempat menjamu
tamu agung keraton. Pada tahun 1985 KSH pernah mengalami musibah
kebakaran, bangunan sasana handrawina termasuk bangunan yang ikut terbakar.
Bangunan-bangunan yang terbakar dulu kini telah berdiri kembali seperti sebelum
mengalami musibah. Sasana Handrawina dominan dengan warna ungu yang
berarti bangkit, yaitu bangkit dari musibah yang pernah dialami. Sasana
Handrawina adalah salah satu bangunan yang digunakan untuk upacara
wilujengan nagari KSH.
5. Keraton Surakarta Hadiningrat
KSH atau disebut Keraton Kasunanan Surakarta, didirikan oleh Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II pada tanggal 17 Sura tahun Je 1670
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
atau bertepatan 17 Februari 1745, hari Rabu. Adapun tanggal berdirinya KSH ini
diambil dari ”kepindahan” Keraton Kartasura ke Desa Sala pada hari Rabu
tanggal 17 bulan Sura tahun Je 1670 atau tanggal 17 Februari 1745. (Sri Winarti,
2002: 23). KSH adalah penerus Keraton Kartasura. Keraton Kartasura merupakan
penerus Keraton Mataram. Dengan demikian, KSH merupakan kelanjutan dinasti
Mataram.
Keraton merupakan tempat bertemunya barang agal (kasar) dan barang
halus, barang dapat diraba maupun yang tidak dapat diraba, yang kelihatan oleh
mata ataupun yang tidak kelihatan oleh mata. Menurut kepercayaan masyarakat
Jawa khususnya KSH. Keraton dijaga oleh badan-badan halus dari empat penjuru,
yang disebut keblat papat lima pancer yaitu : dari penjuru timur dijaga oleh
Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu, dari penjuru selatan dijaga oleh
Kanjeng Ratu Kidul, yang bernama Kanjeng Ratu Kencanasari, bertahta di
Sakadomas bale kencana laut selatan (Nyai Rara Kidul adalah sebutan para
pengawal), dari penjuru barat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton bertahta di Gunung
Merapi dan Merbabu, dari penjuru utara Kanjeng Ratu Bathari Kalayuwati
bertahta di Sentra Ganda Mayit hutan Krendawahana.
KSH masih sangat percaya apabila mereka menjaga hubungan
makrokosmo dan mikrokosmo maka keselamatan pasti selalu menyertai. Oleh
sebab itu KSH selalu menggelar ritual-ritual khusus untuk menghormati arwah
leluhur yang berada di empat penjuru tersebut dengan memberikan sesaji khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
6. Bentuk
a. Monomorfemis
Monomorfemis adalah kata bermorfem satu. Monomorfemis
(monomorphemic) terjadi dari satu morfem, morfem merupakan satu bahasa
terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian yang
lebih kecil misalnya (ter-) (di-) (Harimurti Kridalaksana, 2001:148). Menurut
Djako Kentjono, satu atau lebih morfem akan menyusun sebuah kata, kata
dalam hal ini satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata bermorfem satu
disebut kata monomorfemis dengan ciri dapat berdiri sendiri, mempunyai
makna dan berkatagori jelas, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu
disebut kata polimorfemis. Penggolongan berdasarkan jumlah morfem yang
menyusun kata (1982: 44-45).
b. Polimorfemis
Polimorfemis adalah kata yang bermorfem lebih dari satu.
Polimorfemis merupakan kata yang telah mengalami proses morfologis.
Proses morfologis sediri meliputi:
1) Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau
bentuk dasar. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat,
yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata (Abdul
Chaer, 2007: 177). Kata yang berafiks dapat dibagi atas kata-kata yang
mengandung prefiks, infiks, sufiks dan konfiks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Pengulangan bunyi atau reduplikasi
Pengulangan bunyi atau reduplikasi adalah proses dari hasil
pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonetis atau gramatikal (Harimurti
Kridalaksana, 1983: 143). Menurut Abdul Chaer reduplikasi adalah proses
morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara
sebagian (parsial), maupun dengan pengubahan bunyi (2007: 182-183).
3) Kata majemuk
Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk
satu kesatuan arti (Gorys Keraf, 1984: 124). Menurut Harimurti Kridalaksana
kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus
sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal dan semantik yang
khusus, menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut
membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan kata majemuk
(2001: 99).
Ciri-ciri kata majemuk yaitu komposisi yang memiliki makna
baru/memiliki satu makna, kata majemuk tidak dapat disela dengan unsur
lain, dan salah satu/kedua komponen kata majemuk berupa morfem dasar
terikat (Abdul Chaer, 2007: 224).
c. Frasa
Frasa adalah suatu konstruksi yang tediri dari dua kata atau lebih
yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan ini dapat menimbulkan suatu
maksud baru yang sebelumnya tidak ada. (Gorys Keraf, 1984: 139). Menurut
Djoko Kentjono, frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya
menjadi pembentuk klausa (1982: 57).
Frasa seperti kata, frasa dapat berdiri sendiri. Frasa yang mempunyai
distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah
satu dari unsurnya, disebut frasa endosentrik, dan frasa yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya disebut frasa
eksosentrik (Ramlan, 2001: 142).
Ciri frasa adalah terdiri dari dua kata atau lebih, dapat diisi unsur
apapun dan tidak mengubah makna, tidak memiliki makna baru melainkan
makna sintaktik, dapat diuraikan menurut komponen pembentuknya,
mempunyai unsur pusat inti dan unsur pendamping sebagai modifatornya
(Abdul Chaer, 2007: 224). Contoh bentuk frasa sega golong mempunyai
unsur pusat inti yaitu sego sebagai inti frasa sedangkan golong sebagai atribut
7. Makna
Menurut Fatimah Djajasudarma pengertian sence ’makna’ dibedakan dari
meaning ’arti’ di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada di antara
unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Makna dapat dianalisis
melalui struktur dalam pemahaman tataran bahasa (fonologi, morfologi,
sintaksis). Makna dapat diteliti melalui fungsi dalam pemahaman fungsi hubungan
antara unsur. Dengan demikian, kita mengenal makna leksikal dan makna kultural
(1993:4)
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda,
peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal adalah makna kata-kata yang dapat berdiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sendiri, baik dalam bentuk tuturan maupun dalam bentuk dasar (Fatimah, 1999:
13). Menurut Gorys Keraf bermacam-macam lambang bunyi ujaran dari gejala-
gajala sekitar kita biasanya dikumpulkan dalam sebuah buku, dengan diberi
penjelasan-penjelasan mengenai hubungan antara bentuk dan gejala-gejala
tersebut. Buku-buku semacam ini disebut leksikon. Sebab itu arti dari kata yang
sesuai dengan apa yang kita jumpai dalam leksikon disebut makna leksikal (1984:
130).
Makna leksikal yaitu makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda,
peristiwa dan lain-lain. Makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari
penggunanya atau konteksnya (Harimurti Kridalaksana, 2001: 133). Makna
kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya
dengan budaya tertentu (Wahid Abdullah, 1999: 3). Makna kultural ini muncul
dengan adanya pola kepercayaan dari setiap daerah akan pemberian keselamatan
dan kemakmuran.
8. Asal Mula Pengertian Etnolinguistik
Koentjaraningrat dalam Beberapa Pokok Antropologi Sosial
mengemukakan definisi etnolinguistik yaitu suatu ilmu bagian yang pada asal
mulanya erat bersangkutan dengan ilmu antropologi, obyek penelitiannya berupa
kata-kata, pelukisan-pelukisan dari ciri-ciri, pelukisan-pelukisan tentang tata
bahasa dari bahasa-bahasa lokal yang tersebar di berbagai tempat di muka bumi,
terkumpul bersama-sama dengan bahan tentang unsur kebudayaan suatu suku
bangsa (Koentjaraningrat, 1992: 2). Definisi lain menurut Sudaryanto,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Etnolinguistik adalah ilmu yang meneliti seluk beluk hubungan aneka pemakaian
bahasa dengan pola pikir kebudayaan (Sudaryanto, 1996: 7).
Istilah etnolinguistik juga ada yang menyebut sebagai Antropologi
linguistik yaitu subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan
budaya dan pranata budaya manusia atau juga penggunaan cara-cara linguistik
dalam penyelidikan antropologi budaya (Abdul Chaer, 2003: 16).
Istilah etnolinguistik yaitu berasal dari kata etnologi dan linguistik yang
lahir karena penggabungan antara pendekatan etnologi dengan pendekatan
linguistik. Atas dasar inilah, Ahimsa membagi kajian etnolinguistik dalam dua
golongan, yaitu kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan
kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik (Shri Ahimsa, 1997:
5).
Dalam penelitian ini, istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH pada awalnya dianalisis dari segi sesajinya. Kemudian
dianalisis dari segi budaya, yaitu berupa makna kultural dan leksikal yang
terkandung. Dengan demikian, kajian ini termasuk dalam golongan kajian
etnologi yang memberi sumbangan bagi linguistik. Kajian tentang bahasa
dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam kebudayaan suatu masyarakat yang
tersimpan, maka diperlukan bahasa untuk mengungkapkannya.
9. Kajian Etnolinguistik
Kajian etnolinguistik dibagi menjadi dua yaitu (1) kajian linguistik yang
memberi sumbangan bagi etnologi dan (2) kajian etnologi yang memberi
sumbangan bagi linguistik. Etnologi adalah cabang dari antropologi kebudayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
yang mempelajari kebudayaan manusia dengan mengadakan pendekatan
perbandingan dari kebudayaan-kebudayaan secara individual yang terdapat di
muka bumi (Harsojo, 1967: 24).
Bahasa sangat erat kaitanya dengan budaya masyarakat yang memiliki
bahasa tersebut. Seorang ahli bahasa tidak mampu menggali berbagai dimensi
semantis dari suatu kata, karena ini memerlukan penelitian lapangan dengan
waktu yang cukup lama. Dalam konteks inilah para ahli etnologi dapat memberi
sumbangan pada linguistik (Shri Ahimsa, 1997: 9).
10. Masyarakat Bahasa
Masyarakat adalah kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat-istiadat yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat, 1990: 146-147). Menurut Poerwadarminta (1976: 636)
masyarakat merupakan pergaulan hidup, sehimpunan orang yang hidup bersama
di suatu tempat dengan ikatan-ikatan atau aturan tertentu. Dapat dikatakan bahwa
masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama untuk
berinteraksi dalam suatu aturan yang bersifat kontinyu.
Masyarakat yang menggunakan bahasa yang relatif sama dari penilaian
yang sama terhadap norma-norma serta pemakaian bahasa yang dipergunakan
dalam suatu masyarakat itu, dapat dikatakan dengan masyarakat bahasa.
Masyarakat bahasa (speech community) adalah kelompok yang mempunyai
bahasa yang sama atau yang merasa termasuk dalam kelompok itu, atau yang
berpegang pada bahasa yang sama (KBBI, 2002: 721). Masyarakat bahasa adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama (Abdul Chaer,
2003: 59-60).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat bahasa
adalah masyarakat yang hidup berdampingan dan menggunakan bahasa yg sama
dalam komunikasi atau setidak-tidaknya dapat dipahami antara satu dan lainnya.
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini menguraikan tentang istilah sesaji
dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Sumber utama
informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat KSH sekaligus pelaku upacara
wilujengan nagari KSH. Dalam istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH terdapat bentuk dan makna serta perkembangannya dalam
masyarakat. Bentuk berupa monomorfemis, polimorfemis, dan frasa, sedangkan
makna dapat dijabarkan menjadi makna leksikal, dan kultural. Makna leksikal
adalah makna dasar istilah tersebut, atau makna yang muncul dari proses
gramatikal, sedangkan makna kultural adalah makna yang ada pada masyarakat
atau makna yang dimiliki oleh masyarakat yang ada hubungannya dengan
kebudayaan.
Dari pembahasan istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Keterkaitan
tersebut dapat dilihat dari bagan sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Bagan 1
Kerangka Pikir
Istilah-istiah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina
Keraton Surakarta Hadiningrat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih
dalam melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mendekati, mengamati,
menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimukti Kridalaksana, 2001:
136).
Dalam metode penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu jenis penelitian,
data, sumber data, populasi, sampel, metode pengumpulan data, metode analisis
data, dan metode penyajian analisis data.
A. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang
mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat,
wacana, gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tape (Edi
Subroto, 1992: 7).
Istilah deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara
sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.
Penelitian kualitatif data yang terkumpulkan berbentuk kata-kata atau gambar-
gambar bukan angka-angka yang selanjutnya diolah secara cermat dengan
menggunakan pengkartuan data, sehingga menghasilkan penafsiran yamg kuat
dan objektif.
Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa dalam penelitian ini data
yang tercatat berwujud kata-kata dan hasilnya juga dalam bentuk kata-kata,
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
sehingga penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan data kebahasaan yang ada
dalam Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton
Surakarta Hadiningrat, baik yang diperoleh melalui teknik wawancara ataupun
teknik pustaka. Dalam memperoleh data melalui studi lapangan dan studi pustaka
dengan menelaah semua sumber yang berkaitan dengan objek penelitian.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau objek penelitian. Lokasi penelitian
yang berjudul “Istilah-Istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana
Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat” adalah di KSH. Penulis
mengambil lokasi ini sebagai lokasi objek penelitian karena KSH merupakan
pusat kebudayaan Jawa, yang masih sangat kental dengan spiritualnya. Hingga
sekarang upacara-upacara adat pun masih dilakukan dan dijunjung tinggi. Tetapi
dengan berjalannya waktu kebudayaan yang telah ada semakin terlupakan oleh
generasi muda sekarang ini. Oleh karena itu, penulis ingin ikut melestarikan
kebuadayaan Jawa yang hampir hilang tersebut.
C. Data dan Sumber Data
Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1990: 3). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan. Data dalam penelitian ini adalah
istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.
Sumber data adalah si penghasil atau si pencipta bahasa yang sekaligus
tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud, biasa disebut dengan
nara sumber (Sudaryanto, 1990: 35). Sumber data lisan dalam penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
berasal dari informan berupa tuturan dari informan yang mengandung istilah-
istilah sesaji dalam upacara wilujengan nagari KSH, adapun kriteria informan
yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut.
1. Penutur asli bahasa Jawa
2. Penduduk asli daerah setempat
3. Memahami bahasa dan budaya Jawa
4. Berumur 60-70 tahun dan belum pikun
5. Memiliki alat ucap yang lengkap
6. Alat pendengaran yang normal
Adapun informan yang dimaksud adalah :
1. K.G.P.H. Puger (56) selaku pemimpin upacara wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH.
2. K.P. Winarnokusumo (62) selaku pelaksana upacara wilujengan nagari KSH.
3. Ibu Nanik Winarni Swaminarso (70) selaku juru masak sesaji di pawon
Gondorasan KSH.
4. Ibu Suryo Samtono (70) selaku juru masak sesaji di pawon Gondorasan KSH.
D. Alat Penelitian
Alat penelitian merupakan alat utama dan alat bantu. Alat utama yaitu
penelitian itu sendiri yang terjun langsung dalam upacara wilujengan nagari di
Sasana Handrawina KSH. Sedangkan alat bantu yang digunakan adalah bolpoint,
kertas, mp4, kamera, dan komputer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
E. Metode Pengumpulan Data
Metode merupakan cara mendekati, menganaisis, dan menjelaskan suatu
fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak yaitu pengumpulan data
dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Teknik dasarnya
adalah teknik sadap yaitu dengan menyadap penggunaan bahasa dari objek
penelitian yaitu berupa sesajen dalam berbahasa Jawa. Teknik sadap dilakukan
dengan segenap kemampuan dan pikiran menyadap pemakaian bahasa di
masyarakat. Teknik lanjutannya adalah sebagai berikut.
1) Teknik rekam, yaitu merekam wawancara dengan informan guna memperoleh
kelengkapan data yang diperlukan.
2) Teknik catat, dengan mencatat hasil wawancara kemudian mengolahnya
secara selektif guna melengkapi data.
3) Teknik kerjasama dengan informan atau wawancara yaitu dengan
mewawancarai informan penutur asli yang berkemampuan memberi
informasi kebahasaan yang dikehendaki oleh peneliti yang direncanakan
dengan pertanyaan agar terarah sesuai dengan tujuan penelitian.
F. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode ditribusional dan
metode padan, kedua metode ini digunalan dalam upaya menemukan kaidah
dalam tahap analisis data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
1. Metode Distribusional
Metode distribusional adalah metode analisis data yang penentunya unsur
dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode ini
digunakan untuk menganalisis bentuk dari istilah-istilah sesaji wilujengan nagari
di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.
Teknik yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), yaitu
teknik yang digunakan untuk membagi satuan yang langsung membentuk satuan
lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Teknik ini digunakan untuk
membagi unsur langsung bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana
Handrawina KSH, apakah berbentuk monomorfemis, polimorfemis, atau frasa.
Bentuk monomorfemis
1) apem [ap|m]
2) areng [ar|G]
3) enthik [|nTI?]
4) gecok [g|cO?]
5) jeruk [j|rU?]
6) kates [katEs]
7) kocor [kOcOr]
8) menyan [m|~nan]
9) mihun [mihun]
10) pohung [pohUG]
11) salak [sala?]
12) srabi [srabi]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
13) tela [telO]
14) uwi [uwi]
15) wajik [wajI?]
Kata-kata tersebut merupakan bentuk monomorfemis karena merupakan bentuk
satuan gramatikal yang terkecil yang sudah tidak bisa diuraikan lagi.
Bentuk polimorfemis
1. bekakak wong [b|kaka? wOG]
2. enten-enten [|ntEn-|ntEn]
3. dhakoan [Dakowan]
4. gedhang raja [g|DaG rOjO]
5. hawuk-hawuk [hawUk-hawUk]
6. jangan menir [jaGan m|nIr]
7. jongkong inthil [jOGkOG inTIl]
8. kolak kencana [kola? k|ncOnO]
9. pecel pitik [p|c|l pitI?]
Kata-kata tersebut merupakan bentuk polimorfemis karena merupakan proses
morfologis yang berupa rangkaian morfem.
Bentuk frasa
1. dhele ireng [D|le ir|G]
2. gula Jawa [gulO jOwO]
3. jajanan pasar [jajanan pasar]
4. jenang abang putih [j|naG abaG putIh]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
5. jenang blawoh [j|naG blawOh]
6. jenang elang [j|naG |laG]
7. jenang grendul [j|naG gr|ndUl]
8. jenang katul [j|naG katUl]
9. jenang pati [j|naG pati]
10. jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]
11. jenang sungsum [j|naG suGsUm]
12. kembang kinang [k|mbaG kinaG]
13. ketan biru [k|tan biru]
14. ketan warni-warni [k|tan warni warni]
15. krupuk abang [krupU? abaG]
16. lele urip [lele urIp]
17. pitik urip [pitI? urIp]
18. sambel goreng [samb|l gorEG]
19. sega golong [s|gO gOlOG]
20. sega jagung [s|gO jagUG]
21. sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG]
22. tempe kripik [tempe kripI?]
23. tumpeng janganan [tump|G jaGanan]
24. tumpeng megana [tump|G m|gOnO]
25. tumpeng ropoh [tump|G rOpOh]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Kata-kata tersebut merupakan bentuk frasa karena tidak melampaui batas fungsi
unsur klausa.
2. Metode Padan
Metode padan adalah metode analisis data yang penentunya di luar,
terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan
(Sudaryanto, 1993: 13). Berdasarkan alat penentunya metode padan dibedakan
menjadi lima subjenis, yaitu:
a. Referensial yaitu metode yang alat penentunya ialah kenyataan
yang ditunjukkan oleh bahasa atau referent bahasa. Ditunjukan dengan
berupa gambar yang dimaksud.
b. Fonetis artikulatoris dengan alat penentu organ pembentuk bahasa
atau organ bicara. Ditunjukkan dengan transkripsi fonetis dari kata yang
dimaksud.
c. Translasional alat penentunya bahasa lain atau langue lain. Ditunjukan
dengan glos atau arti dari kata yang dimaksud.
d. Ortografis yaitu metode dengan alat penentunya perekam dan
pengawet bahasa yaitu tulisan. Ditunjukkan dengan tulisan dari kata yang
dimaksud.
e. Pragmatis yaitu metode yang alat penentunya saling menjadi mitra
bicara yaitu informan dalam penerapannya tidak disertakan.
Metode padan tersebut digunakan untuk menganalisis makna. Dalam
penelitian ini analisis data bersifat kontekstual yaitu analisis data dengan
mempertimbangkan konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
yaitu mengenai istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina
KSH.
Adapun penerapan kedua metode tersebut sebagai berikut:
1) Gedhang Raja [g|DaG rOjO] berkategori nomina
gedhang ’pisang’ + raja ’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu jenis
pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan
baunya harum’.
Makna leksikal dari gedhang raja adalah salah satu jenis pisang yang
berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum.
Gedhang raja disebut juga gedhang ayu, di atas gedhang raja ditumpangi
kinang atau suruh ayu. Gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH
ini berjumlah setangkep ‘menjadi satu tertutup rapat’
Makna kultural dari gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH
ditunjukan kepada leluhur yang berjasa atas berdirinya KSH yang telah
meninggal dunia, bentuk gedhang raja yang rapi beruntun juga memiliki
makna bahwa diharapkan masyarakat dapat hidup rukun dan runtut seperti
pisang raja dan dalam menjalani kehidupan bisa selalu bahagia seperti raja,
dan sifat raja yang baik adalah berwibawa, arif, bijaksana, adil dan bisa
menjadi tauladan rakyatnya. Gedhang raja merupakan rajanya pisang
karena mempunyai rasa yang paling enak diantara pisang-pisang yang lain.
Gedhang raja sebagai rajanya pisang sering dianalogikan dengan raja
manusia, gedhang raja melambangkan suatu kekuasaan yang tinggi,
kewibawaan, keluhuran, dan kemuliaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Jumlah gedhang raja adalah setangkep ini sebagai lambang bahwa sebagai
manusia kita harus klop antara pekerjaan dengan penyuwunan.
2) ketan warni-warni [k|tan warni warni] berkategori nomina
ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni
‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, kuning,
hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah bermacam-
macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan putih.
Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang terbuat dari
beras ketan yang diberi warna merah, hijau, kuning, dan putih.
Makna kultural dari ketan warni-warni adalah melambangkan empat sifat
dasar manusia yaitu amarah, aluamah, sufiah, dan mutmainah. Merah
melambangkan amarah yang berarti kemarahan, hijau melambangkan
aluamah yang berarti malas, kuning melambangkan sufiah yang berarti
asmara, dan putih melambangkan mutmainah yang melambangkan
kesucian.
G. Metode Penyajian Analisis Data
Metode penyajian analisis data menggunakan metode deskriptif dan
informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan
fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada
penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1992 :62).
Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang
menggunakan kata-kata yang sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode
informal dalam penelitian agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
hasil penelitian. Metode formal yaitu metode penelitian data dengan
menggunakan dokumen tentang data yang dipergunakan sebagai lampiran dan
juga dalam analisis data. Lampiran tersebut dapat berupa gambar-gambar, bagan,
tabel, grafik dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB IV
ANALISIS DATA
Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka analisis data
akan dideskripsikan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural istilah-istilah
sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.
Adapun uraiannya sebagai berikut.
A. Bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina
Keraton Surakarta Hadiningrat.
Berdsarkan hasil analisis data ditemukan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan
nagari di Sasana Handrawina KSH berupa monomorfemis dan polimorfemis.
1. Monomorfemis
Monomorfemis merupakan bentuk satuan gramatikal yang terkecil yang
sudah tidak bisa diuraikan lagi, yang merupakan kata dasar. Adapun istilah
yang termasuk monomorfemis sebagi berikut:
( 1 ) apem [ap|m] berkategori nomina
Apem merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras,
santan, dan gula yang dibentuk bulat agak pipih
( 2 ) areng [ar|G] berkategori nomina
Areng merupakan hasil dari kayu yang dibakar yang digunakan untuk
perapian di tungku.
( 3 ) enthik [|nTI?] berkategori nomina
Enthik merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
( 4 ) gecok [g|cO?] berkategori nomina
Gecok merupakan salah satu jenis sesaji yang terbuat dari ulam
mentah, bawang putih, bawang merah, terasi, cabai, kunir, dan juga
santan yang dicampur menjadi satu.
( 5 ) jeruk [j|rU?] berkategori nomina
Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang mempunyai rasa
manis yang daging buahnya biasanya berwarna oranye dan banyak
mengandung vitamin C.
( 6 ) kates [katEs] berkategori nomina
Kates merupakan salah satu jenis buah-buahan yang rasanya manis
kulit buahnya bewarna hijau kekuningan yang termasuk pala
gumantung.
( 7 ) kocor [kOcOr] berkategori nomina
Kocor merupakan srabi yang diberi juruh yang terbuat dari santan dan
gula jawa
( 8 ) menyan [m|~nan] berkategori nomina
Menyan merupakan dupa yang dibuat dari tumbuhan, cara
penggunaannya dengan dibakar.
( 9 ) mihun [mihun] berkategori nomina
Mihun merupakan jenis makanan mie yang lembut
( 10 ) pohung [pohUG] berkategori nomina
Pohung merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala
kependhem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
( 11 ) salak [sala?] berkategori nomina
Salak merupakan salah satu jenis buah-buahan yang daging buahnya
berwarna putih mempunyai rasa manis sedikit asam agak sepet yang
kulit buahnya berwarna coklat bersisik agak tajam.
( 12 ) srabi [srabi] berkategori nomina
Srabi merupkan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan,
dan gula jawa, yang dibentuk bulat agak pipih
( 13 ) tela [telO] berkategori nomina
Tela merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem
( 14 ) uwi [uwi] berkategori nomina
Uwi merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem
( 15 ) wajik [wajI?] berkategori nomina
Wajik merupakan jenis makanan yang terbuat dari hasil olahan beras
ketan yang direbus kemudian dicampur dengan gula jawa dan kelapa
2. Polimorfemis
Bentuk polimorfemis meliputi (1) afiksasi, (2) pengulangan atau reduplikasi,
dan (3) kata majemuk. Adapun kata-kata yang termasuk dalam
polimorfemisadalah sebagai berikut:
2.1 Afiksasi
( 16 ) dhakoan [Dakowan] berkategori nomina
Dhakoan merupakan salah satu jenis sesaji yang terbuat dari dhele
yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya.
2.2 Pengulangan atau reduplikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
( 17 ) enten-enten [|ntEn-|ntEn] berkategori nomina
Enten-enten merupakan jenis makanan yang terbuat dari kelapa parut
dan gula jawa
Enten-enten merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar ‘enten’
( 18 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk] berkategori nomina
Hawuk-hawuk adalah kelapa muda yang diparut yang diberi garam
Hawuk-hawuk merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar
‘hawuk’
2.3 Kata Majemuk
( 19 ) bekakak wong [b|kaka? wOG] berkategori nomina
bekakak ‘bekakak’ + wong ‘orang’ → bekakak wong ‘sesaji yang
berbentuk sepasang manusia’
( 20 ) gedhang raja [g|DaG rOjO] berkategori nomina
gedhang ’pisang’ + raja ’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu
jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa
manis, dan baunya harum’
( 21 ) jangan menir [jaGan m|nIr] berkategori nomina
jangan ‘sayur’ + menir ‘menir’ → jangan menir ‘jenis sesaji yang
dibuat dari labu yang dipotong dadu kemudian dikukus’
( 22 ) jongkong inthil [jOGkOG inTIl] berkategori nomina
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
jongkong ‘jongkong’ + inthil ‘inthil’ → jongkong inthil ‘makanan
yang terbuat dari parutan singkong dan nasi putih yang dicampur
parutan kelapa dan garam’
( 23 ) kolak kencana [kola? k|ncOnO] berkategori nomina
kolak ‘kolak’ + kencana ‘emas’ → kolak kencana ‘merupakan
makanan yang terbuat dari santan yang dicampur gula jawa dan diberi
pisang’
( 24 ) pecel pitik [p|c|l pitI?] berkategori nomina
pecel ‘pecel’ + pitik ‘ayam’ → pecel pitik ‘sesaji yang terdiri dari
kecambah yang masih mentah diberi daun sledri dan di atasnya diberi
bumbu yang dibuat dari cabai merah dihaluskan’
3. Frasa
( 25 ) dhele ireng [D|le ir|G] berkategori nomina
dhele ‘kedelai’ + ireng ‘hitam’ → dele ireng ‘jenis kedelai yang kulit
buahnya bewarna hitam’
( 26 ) gula Jawa [gulO jOwO] berkategori nomina
gula ‘gula’ + Jawa ‘Jawa’ → gula Jawa ‘jenis gula yang dibuat dari
aren’
( 27 ) jajanan pasar [jajanan pasar] berkategori nomina
Jajanan pasar merupakan makanan kecil yang biasa dibeli di pasar
jajan ‘membeli’ + sufiks –an + pasar → jajanan pasar ’makanan
kecil yang biasa dibeli di pasar’
( 28 ) jenang abang putih [j|naG abaG putIh] berkategori nomina
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
jenang ‘bubur’ + abang putih ‘merah putih’ → jenang abang putih
‘bubur yang berwarna merah dan putih’
( 29 ) jenang blawoh [j|naG blawOh] berkategori nomina
jenang ‘bubur’ + blawoh ‘blawah’ → jenang blawoh ‘bubur yang
terbuat dari tepung beras yang dimasak menggunakan santan dan
diberi garam secukupnya, kemudian di atasnya diberi gula jawa’
( 30 ) jenang elang [j|naG |laG] berkategori nomina
jenang ‘bubur’ + elang ‘elang’ → jenang elang ‘bubur yang terbuat
dari tepung gandum yang dimasak menggunakan air kelapa dan diberi
garam secukupnya’
( 31 ) jenang grendul [j|naG gr|ndUl] berkategori nomina
jenang ‘bubur’ + grendul ‘’ → jenang grendul ‘bubur yang terbuat
dari tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya’
( 32 ) jenang katul [j|naG katUl] berkategori nomina
jenang ‘bubur’ + katul ‘katul’ → jenang katul ‘bubur yang terbuat
dari katul yang dimasak diberi garam secukupnya’
( 33 ) jenang pathi [j|naG paTi] berkategori nomina
jenang ‘bubur’ + pathi ‘pati’ → jenang pati ‘bubur yang terbuat dari
tepung pati yang dimasak yang diberi garam secukupnya’
( 34 ) jenang sengkala [j|naG s|GkOlO] berkategori nomina
jenang ‘bubur’ + sengkala ‘sengkala’ → jenang sengkala ‘bubur yang
berwarna putih terbuat dari tepung beras dicampur santan yang
sebagian diberi warna hijau, merah, kuning dan hitam’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
( 35 ) jenang sungsum [j|naG suGsUm] berkategori nomina
jenang ‘bubur’ + sungsum ‘sungsum’ → jenang sungsum ‘bubur yang
berwarna putih terbuat dari tepung beras yang dicampur santan’
( 36 ) kembang kinang [k|mbaG kinaG] berkategori nomina
kembang ‘bunga’ + kinang ‘kinang’ →kembang kinang ‘bunga
mawar, melati, dan kenanga yang dijadikan satu dengan daun sirih
yang digulung yang terdiri dari kapur, gambir, dan tembakau’
( 37 ) ketan biru [k|tan biru] berkategori nomina
ketan ‘ketan’ + biru ‘biru’ → ketan biru ‘ketan yang berwarna biru’
( 38 ) ketan warni-warni [k|tan warni warni] berkategori nomina
ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni
‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah,
kuning, hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah
bermacam-macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan
putih.
Warni-warni merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar warni
‘warna’
( 39 ) krupuk abang [krupU? abaG] berkategori nomina
krupuk ‘kerupuk’ + abang ‘merah’ → krupuk abang ‘salah satu jenis
kerupuk yang berwarna merah’
( 40 ) lele urip [lele urIp] berkategori nomina
lele ‘lele’ + urip ‘hidup’ → lele urip ‘merupakan jenis ikan yang
masih dalam keadaan hidup’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
( 41 ) pitik urip [pitI? urIp] berkategori nomina
pitik ‘ayam’ + urip ‘hidup’ → pitik urip ‘ayam yang masih hidup’
( 42 ) sambel goreng [samb|l gorEG] berkategori nomina
sambel ‘sambel’ + goreng ‘goreng’ → sambel goreng ‘merupakan
salah satu jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang
digoreng kemudian dicampur dengan kuah yang bersantan yang diberi
bumbu cabai merah dan bumbu dapur’
( 43 ) sega golong [s|gO gOlOG] berkategori nomina
sega ‘nasi’ + golong ‘golong’ → sega golong ‘nasi putih yang
dibentuk bulat menggunakan tangan’
( 44 ) sego jagung [s|gO jagUG] berkategori nomina
sego ‘nasi’ + jagung ‘jagung’ → sego jagung ‘jagung yang ditumbuk
kemudian dikukus’
( 45 ) sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG] berkategori nomina
sega wuduk ‘nasi gurih’ + ingkung ‘ingkung’ → sega wudug ingkung
‘nasi gurih yang diletakkan di atas tebok dan diberi ayam utuh’
( 46 ) tempe kripik [tempe kripI?] berkategori nomina
tempe ‘tempe’ + kripik ‘keripik’ → tempe kripik ‘jenis keripik yang
dibuat dari tempe’
( 47 ) tumpeng janganan [tump|G jaGanan] berkategori nomina
Tumpeng ‘tumpeng’ + jangan ‘sayur’ + sufiks –an → tumpeng
janganan ‘nasi putih yang berbentuk kerucut yang di bawahnya diberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
janganan ‘sayuran’ dan di dalam tumpeng diberi telur yang sudah
direbus’
( 48 ) tumpeng megana [tump|G m|gOnO] berkategori nomina
tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + megana ‘megana’ →
tumpeng megana ‘nasi putih berbentuk kerucut yang diberi sayuran
pada bagian tengahnya’
( 49 ) tumpeng ropoh [tump|G rOpOh] berkategori nomina
tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + ropoh ‘ropoh’ → tumpeng
ropoh ‘nasi putih yang berbentuk kerucut dan di bawahnya melingkar
delapan uter ‘daun pisang yang dibentuk bulat’ yang isinya terdiri dari
empat uter janganan yang masing-masing di tengah uter diberi telur
satu dan empet uter yang masing-masing uter berisi tela, pohung,
gedhang, jongkong, dan apem’
B. Makna Leksikal Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana
Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
( 1 ) apem [ap|m]
Makna leksikal dari apem adalah arané panganan sing digawé
saka glepung beras dicampur santen, gula, ragi, wujudé saèmper
srabi ‘nama makanan yang dibuat dari tepung beras dicampur santan,
gula, ragi, bentuknya seperti srabi’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 25).
( 2 ) areng [ar|G]
Makna leksikal dari areng adalah obong-obongan kayu sing nganti
dadi ireng (adaté kanggo gegenèn ing anglo) ‘bakar-bakaran kayu
sampai menjadi hitam’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :27). Dalam proses
pembakaran areng membutuhkan waktu beberapa minggu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
biasanya pembakaran dilakukan didalam lubang yang ditutup
dedaunan. Areng dalam wilujengan nagari KSH diletakkan di anglo.
Anglo adalah tungku kecil yang terbuat dari tanah liat.
( 3 ) bekakak wong [b|kaka? wOG]
Bekakak adalah kéwan, wong, lsp sing dianggo sajèn ‘hewan,
manusia, dan sebagainya yang dipakai untuk sesaji’ (Kamus Basa
Jawa, 2001 :56). Makna leksikal dari bekakak wong adalah sesaji yang
berbentuk sepasang manusia. Bekakak wong terbuat dari tepung terigu
dan air yang dicampur menjadi sebuah adonan kemudian dibentuk
menjadi sepasang manusia yaitu pria dan wanita. Sedangkan untuk
pewarnaan bagian tubuh menggunakan teres yang dicampurkan pada
sebagian adonan tepung terigu (Nanik, Maret 2010).
( 4 ) dhakoan [Dakowan]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Makna leksikal dari dhakoan adalah sesaji yang terbuat dari dhele
yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya. Dhakoan dalam
sesaji wilujengan nagari KSH diletakkan di atas sega jagung (Nanik,
Maret 2010).
( 5 ) dhele ireng [D|le ir|G]
Menurut Kamus Basa Jawa, dhele adalah kedelai (2001 :151).
Makna leksikal dari dhele ireng adalah jenis kedelai yang kulit
buahnya bewarna hitam. Dhele ireng dalam sesaji wilujengan nagari
KSH ini cara memasaknya hanya digarang di wajan/penggorengan
yang terbuat dari tanah liat (Nanik, Maret 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
( 6 ) enten-enten [|ntEn-|ntEn]
Makna leksikal dari enten-enten adalah aranè panganan sing
digawé saka klapa lan gula ‘nama makanan yang dibuat dari kelapa
dan gula’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 192). Gula yang digunakan untuk
membuat enten-enten adalah gula Jawa.
( 7 ) enthik [|nTI?]
Enthik adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem.
Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang
biasanya berfungsi sebagai bahan makanan pengganti beras. Palawija
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala kependhem, pala rambat, dan pala
gumantung. Pala kependhem adalah jenis umbi-umbian yang buahnya
tertimbun tanah. Pala kesimpar adalah jenis umbi-umbian yang
buahnya merambat. Pala gumantung adalah tumbuhan yang buahnya
terlihat di luar. Menurut Purwadi enthik adalah umbi (2004 :114).
Dalam Kamus Basa Jawa, enthik adalah panging empu (2001 :192).
Makna leksikal dari enthik adalah salah satu jenis pala kependhem
yang kulitnya berwarna coklat keabu-abuan, yang daging buahnya
berwarna putih. Yang mempunyai kandungan karbohidrat sebagai
pengganti energi. Enthik dalam sesaji wilujengan nagari Keraton
Suakarta Hadiningrat ini cara memasaknya hanya dengan direbus.
( 8 ) gecok [g|cO?]
Makna leksikal dari gecok adalah salah satu jenis sesaji yang
terbuat dari ulam mentah, bawang putih, bawang merah, terasi, cabai,
kunir, dan juga santan, yang dicampur menjadi satu. Gecok ini cara
membuatnya tidak perlu dimasak dengan api, hanya dengan dicampur
saja (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa gecok adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
arané lelawuhan sing digawé cacahan iwak ‘nama lauk yang dibuat
dari daging yang dicincang’ (2001: 221).
( 9 ) gedhang raja [g|DaG rOjO]
Makna leksikal dari gedhang raja adalah salah satu jenis pisang
yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan
baunya harum. Gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini
berjumlah setangkep ‘menjadi satu tertutup rapat’ (Nanik, Maret
2010). Gedhang raja disebut juga gedhang ayu, di atas gedhang raja
ditumpangi kembang kinang. Dalam Kamus Jawa-Indonesia Populer,
gedhang ayu adalah pisang yang masih utuh untuk kenduri (2004
:123).
( 10 ) gula Jawa [gulO jOwO]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Makna leksikal dari gula Jawa adalah gula sing digawé kilanging
legèn ‘gula yang dibuat dari legen’ (Kamus Unggah-ungguh Basa
Jawa, 2001: 153). Dalam Kamus Basa Jawa, gula Jawa adalah gula
sing digawé kilanging krambil ‘gula yang dibuat dari kelapa’ (2001
:296). Dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini disisir halus (Nanik,
Maret 2010).
( 11 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk]
Makna leksikal dari hawuk-hawuk adalah kelapa muda yang
diparut kemudian diberi garam secukupnya (Nanik, Maret 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Parut adalah alat untuk mengukur kelapa, keju, wortel dsb dibuat dari
papan, logam, dsb berpaku kawat banyak (KBBI :832).
( 12 ) jajanan pasar [jajanan pasar]
Makna leksikal dari jajanan pasar adalah pepanganan tukon pasar
‘makanan yang dibeli dari pasar’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 292).
( 13 ) jangan menir [jaGan m|nIr]
Jangan adalah lelawuhan ngganggo ampas lan duduh ‘lauk yang
ada sayuran dan kuah’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :296). Makna leksikal
jangan menir adalah sayur yang dibuat dari labu yang dipotong dadu
kemudian dikukus tidak menggunakan bumbu. Jangan menir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
diletakkan dalam takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’
(Nanik, Maret 2010).
( 14 ) jenang abang putih [j|naG abaG putIh]
Makna leksikal dari jenang abang putih adalah bubur yang terbuat
dari beras dicampur santan dan garam secukupnya, kemudian diberi
warna merah dan putih. Jenang abang putih dalam sesaji wilujengan
nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun
pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 15 ) jenang blawoh [j|naG blawOh]
Makna leksikal dari jenang blawoh adalah bubur yang terbuat dari
tepung beras yang dicampur santan dan diberi garam secukupnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
kemudian di atasnya diberi gula jawa. Jenang blawoh dalam sesaji
wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang
dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 16 ) jenang elang [j|naG |laG]
Makna leksikal dari jenang elang adalah bubur yang terbuat dari
tepung gandum yang dimasak menggunakan air kelapa dan diberi
garam secukupnya. Jenang elang dalam sesaji wilujengan nagari KSH
ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’
(Nanik, Maret 2010).
( 17 ) jenang grendul [j|naG gr|ndUl]
Makna leksikal dari jenang grendul adalah bubur yang terbuat dari
tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya. Jenang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
grendul dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir
‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 18 ) jenang katul [j|naG katUl]
Makna leksikal dari jenang katul adalah bubur yang terbuat dari
katul dan diberi garam secukupnya. Jenang katul dalam sesaji
wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang
dibuat dari daun pisang’ kemudian diberi parutan kelapa dan taburan
gula Jawa di atasnya (Nanik, Maret 2010).
( 19 ) jenang pathi [j|naG paTi]
Makna leksikal dari jenang pati adalah bubur yang terbuat dari
tepung pati yang dimasak dan diberi garam secukupnya. Jenang pathi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir
‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 20 ) jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]
Makna leksikal dari jenang sengkala adalah bubur yang berwarna
dasar putih terbuat dari tepung beras dicampur santan dan garam
secukupnya, yang di atasnya diberi taburan warna hijau, merah,
kuning dan hitam berbentuk garis-garis. Untuk pewarnaan hijau,
merah, dan kuning menggunakan teres sedangkan untuk warna hitam
menggunakan areng yang dihaluskan. Jenang sengkala dalam sesaji
wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang
dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 21 ) jenang sungsum [j|naG suGsUm]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Makna leksikal dari jenang sungsum adalah bubur yang berwarna
putih terbuat dari tepung beras yang dicampur santan. Jenang
sungsum dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada
takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 22 ) jeruk [j|rU?]
Makna leksikal dari jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan
yang mempunyai rasa manis yang daging buahnya biasanya berwarna
oranye dan banyak mengandung vitamin C. Dalam Kamus Basa Jawa
jeruk adalah arane tetuwuhan sing wohé bunder dumadi saka ijira,
jinise warna-warna, kayata keprok, siyem, bali, pecel, gulung, lsp
(2001 :313).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
( 23 ) jongkong intil [jOGkOG inTIl]
Dalam Kamus Basa Jawa, jongkong adalah arané panganan saka
téla kaspa diparut utawa glepung beras diwungkusi, diwènèhi gula
tengahé ‘nama makanan dari ketela kaspa diparut atau tepung beras
yang dibungkus, diberi gula pada tengahnya’ (2001 :321). Makna
leksikal dari jongkong inthil adalah makanan yang dibuat dari
singkong diparut dicampur parutan kelapa kemudian diisi gula Jawa
dan nasi yang dimasak dengan garam dan parutan kelapa. Jongkong
adalah makanan yang terbuat dari singkong yang diparut dicampur
dengan parutan kelapa, dan gula Jawa. Adonan dibentuk bulat dan di
tengahnya diberi gula Jawa, setelah itu dibungkus daun pisang yang
bentuk atasnya mengerucut kemudian dikukus. Intil adalah makanan
yang terbuat dari nasi yang dicampur dengan parutan kelapa dan
garam secukupnya kemudian dikukus (Nanik, Maret 2010).
( 24 ) kates [katEs]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Makna leksikal dari kates merupakan salah satu jenis buah-buahan
yang rasanya manis kulit buahnya bewarna hijau kekuningan yang
termasuk pala gumantung. Dalam Kamus Basa Jawa, katès adalah téla
gantung (2001 :345).
( 25 ) kembang kinang [k|mbaG kinaG]
Dalam Kamus Basa Jawa, kembang adalah bunga (2001 :201),
kinang adalah campuran gambir, sirih (2001 :218). Makna leksikal
dari kembang kinang adalah bunga mawar, melati, dan kenanga yang
dijadikan satu dengan daun sirih yang digulung yang terdiri dari
kapur, gambir, dan tembakau (Nanik, Maret 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
( 26 ) ketan biru [k|tan biru]
Makna leksikal dari ketan biru adalah makanan yang terbuat dari
olahan beras ketan yang berwarna biru. Untuk pewarnaan biru
menggunakan teres (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa,
ketan adalah araning beras/sega sing pliket banget (sok digawé jadah,
lemper, wajik, lsp) ‘nama beras/nasi yang sangat lengket biasa untuk
membuat jadah, lemper, wajik dan sebagainya’ (2001 :381). Biru
adalah warna kaya déné warnané langit ‘warna seperti warnanya
langit’ (2001 :65).
( 27) ketan warni-warni [k|tan warni warni]
Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang
terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, kuning, hijau, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
putih (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, ketan adalah
araning beras/sega sing pliket banget (sok digawé jadah, lemper,
wajik, lsp) ‘nama beras/nasi yang sangat lengket biasa untuk membuat
jadah, lemper, wajik dan sebagainya’ (2001 :381). Warni-warni adalah
beda-beda warnané ‘lain-lain warnanya’ (2001 :842).
( 28 ) kocor [kOcOr]
Makna leksikal dari kocor adalah srabi yang diberi juruh yang
terbuat dari santan dan gula Jawa. Srabi adalah jenis makanan yang
terbuat dari tepung beras, santan, dan gula Jawa, yang diaduk menjadi
satu adonan kemudian digoreng tanpa menggunakan minyak dibentuk
bulat agak pipih. Kocor dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini
diletakkan pada takir ‘mangkuk yang terbuat dari daun pisang’
(Nanik, Maret 2010). Menurut Poerwadarminta kocor adalah apem
kang dicelup ing juruh ‘apem yang dimasukan dalam juruh’ (1939:
247).
( 29 ) kolak kencana [kola? k|ncOnO]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Makna leksikal dari kolak kencana adalah makanan yang terbuat
dari santan yang dicampur gula Jawa dan diberi pisang. Kolak
kencana dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini menggunakan jenis
pisang raja (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, kolak
adalah saèmper kluwa sing digawé saka gedhang, téla pendhem lsp
(2001 :406).
( 30 ) krupuk abang [krupU? abaG]
Makna leksikal dari krupuk abang adalah salah satu jenis kerupuk
yang berwarna merah (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa,
krupuk adalah arané lawuh (panganan) goréngan sing digawé
glepung dicampur urang lsp ‘nama makanan atau gorengan yang
dibuat dari tepung dicampur udang dan sebagainya’ (2001 :426).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
( 31 ) lele urip [lele urIp]
Makna leksikal dari lele urip adalah merupakan binatang bertulang
belakang yang hidup di air, yang umumnya bernafas dengan insang.
Lele urip dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini berjumlah dua ekor
atau sepasang yang diletakkan di dalam kendil ‘alat yang digunakan
untuk menanak nasi yang terbuat dari tanah liat’ (Nanik, Maret 2010).
Dalam Kamus Basa Jawa lele adalah araning iwak kali sing ora duwé
sisik tur mawa patil ‘nama ikan yang berasal dari sungai yang tidak
mempunyai sisik tetapi mempunyai patil’ (2001: 455)
( 32 ) menyan [m|~nan]
Makna leksikal dari menyan adalah kemenyan ‘dupa dari tumbuhan
styrax benzoin yang harum baunya ketika dibakar’ (KBBI, :539).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Selama upacara wilujengan nagari KSH berlangsung areng dan
menyan dibakar sehingga berasap dan berbau harum (Nanik, Maret
2010)
( 33 ) mihun [mihun]
Menurut Kamus Basa Jawa, mihun yaiku arane olah-olahan sing
digawe aska gandum wujude saemper cacing ‘mihun adalah nama
makanan yang dibuat dari gandum yang bentuknya seperti cacing’
(2001: 40). Makna leksikal dari mihun adalah jenis makanan mie yang
lembut. Ada beberapa jenis mie, mie yang berukuran paling kecil
disebut dengan mihun. Cara membuat mihun dalam sesaji wilujengan
nagari KSH ini dengan ditumis menggunakan bumbu dapur dan diberi
kecap sehingga berwarna coklat kemudian diletakkan pada takir
‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 34 ) pecel pitik [p|c|l pitI?]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Makna leksikal dari pecel pitik adalah sesaji yang terdiri dari
kecambah diberi daun sledri dan di atasnya diberi bumbu yang dibuat
dari cabai merah dihaluskan kemudian diletakkan dalam takir
‘mangkok yang dibuat dadi daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).
( 35 ) pitik urip [pitI? urIp]
Makna leksikal dari pitik urip adalah ayam yang masih hidup. Pitik
urip dalam sesaji wilujengan nagari KSH adalah pitik Jawa ‘ayam
Jawa’(Nanik, Maret 2010). Menurut Poerwadarminta pitik adalah
bangsana kéwan kang mawa soewiwi ‘jenisnya hewan yang
mempunyai sayap’ (1939: 494).
( 36 ) pohung [pohUG]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Pohung adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem.
Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang
biasanya berfungsi sebagai bahan makanan pengganti beras. Palawija
dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala kependhem, pala kemengser dan
pala gumantung. Pala kependhem adalah jenis umbi-umbian yang
buahnya tertimbun tanah. Pala kemengser adalah jenis umbi-umbian
yang buahnya merambat. Pala gumantung adalah tumbuhan yang
buahnya terlihat di luar.
Makna leksikal dari pohung adalah salah satu jenis pala
kependhem yang kulitnya berwarna coklat keungu-unguan, yang
daging buahnya berwarna putih. Biasanya pada jaman dahulu
digunakan sebagai pengganti nasi karena memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi. Pohung dalam sesaji wilujengan nagari KSH
ini cara memasaknya hanya dengan direbus (Nanik, Maret 2010).
Dalam Kamus Unggah-Ungguh Basa Jawa, pohung adalah ketela/ ubi
(2004 :473).
( 37 ) salak [sala?]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Makna leksikal dari salak adalah salah satu jenis buah-buahan
yang daging buahnya berwarna putih mempunyai rasa manis sedikit
asam agak sepet yang kulit buahnya berwarna coklat bersisik agak
tajam. Dalam Kamus Basa Jawa, salak adalah arané wit sing klebu
jinise palem, wohé ndaging putih, wijiné atos soklat semu ireng, kulité
soklat nyisik rada landhep ‘nama pohon yang termasuk jenis palem,
buahnya tebal putih, bijinya keras berwarna coklat agak hitam,
kulitnya berwarna coklat bersisik agak tajam’(2001 :686).
( 38 ) sambel goreng [samb|l gorEG]
Makna leksikal dari sambel goreng adalah merupakan salah satu
jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang digoreng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
kemudian dicampur dengan kuah yang bersantan yang diberi bumbu
cabai merah dan bumbu dapur. Sambel goreng dalam upacara
wilujengan nagari KSH ini berupa sambel goreng ati (Nanik, Maret
2010). Dalam Kamus Basa Jawa, sambel goreng adalah bangsa
lelawuhan sing digawé saka lombok, uyah, bawang lsp diuleg dadi siji
‘jenis lauk yang dibuat dari cabai, garam, bawang dan sebagainya
kemudian dihaluskan menjadi satu’(2001 :692).
( 39 ) sega golong [s|gO gOlOG]
Dalam kamus Basa Jawa sega golong adalah sega diglindhingi
(padha bal kasti) kanggo slametan (2001: 707). Makna leksikal dari
sego golong adalah nasi putih yang dibentuk bulat menggunakan
tangan (Nanik, Maret 2010).
( 40 ) sego jagung [s|gO jagUG]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Dalam Kamus Basa Jawa sega jagung adalah jagung sing diliwet
utawa diedang ‘jagung yang dimasak/dikukus’ (2001: 707). Makna
leksikal dari sega jagung adalah jagung yang ditumbuk kemudian
dikukus (Nanik, Maret 2010).
( 41 ) sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG]
Makna leksikal dari sega wuduk ingkung dalam sesaji wilujengan
nagari KSH adalah sesaji yang terdiri dari nasi gurih dan ingkung.
Dalam Kamus Basa Jawa, sega wudug adalah sega sing dibumboni
uyah, salam, santen (rasane wis gureh) ‘nasi yang diberi bumbu
garam, daun salam, santan (rasanya gurih) (2001 :707). Sega wuduk
ini cara membuatnya beras dimasak dicampur dengan santan, daun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
salam, dan garam secukupnya kemudian didang ‘dikukus’. Ingkung
ini adalah ayam yang masih utuh belum dipotong kemudian direbus
(Nanik, Maret 2010).
( 42 ) srabi [srabi]
Dalam Kamus Basa Jawa srabi adalah (1) bangsané apem nanging
ora nganggo ragi ‘sejenis apem tetapi tidak pakai ragi’, (2) apem
gurih ‘apem gurih’ (2001: 736). Makna leksikal dari srabi adalah jenis
makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula jawa, yang
diaduk menjadi satu adonan kemudian diolah di nanangan dibentuk
bulat agak pipih. Nanangan adalah wajan/penggorengan dari tanah liat
yang digunakan untuk menggoreng tanpa menggunakan minyak
(Nanik, Maret 2010).
( 43 ) tela [telO]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Makna leksikal dari tela adalah salah satu jenis dari palawija yaitu
pala kependhem. Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan
umbi-umbian, yang biasanya berfungsi sebagai bahan makanan
pengganti beras. Palawija dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala
kependhem, pala kemengser dan pala gumantung. Pala kependhem
adalah jenis umbi-umbian yang buahnya tertimbun tanah. Pala
kemengser adalah jenis umbi-umbian yang buahnya merambat. Pala
gumantung adalah tumbuhan yang buahnya terlihat di luar.
Makna leksikal dari tela adalah salah satu jenis pala kependhem
yang terdiri dari tiga jenis tela yang dilihat dari daging buahnya yaitu
tela ungu, tela putih, dan tela kuning, kulit buahnya berwarna coklat
rasanya manis. Tela mempunyai kandungan karbohidrat sebagai
pengganti energi dan kaya akan serat. Dalam Jawa-Indonesia Populer,
tela adalah ketela, pohung (2004 :554).
Tela dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini tidak ditentukan jenis
dari warna daging dan kulit buahnya. Cara memasaknya hanya dengan
direbus (Nanik, Maret 2010).
( 44 ) tempe kripik [tempe kripI?]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Makna leksikal tempe kripik adalah jenis keripik yang dibuat dari
tempe. Cara membuatnya tempe dipotong tipis-tipis dimasukkan pada
adonan tepung kemudian digoreng sampai kering (Nanik, Maret
2010). Dalam Kamus Basa Jawa, tempe adalah arané lawuh sing
digawé saka dhele dirageni lsp ‘nama lauk yang dibuat dari kedelai yg
diberi ragi dan sebagainya’ (2001 :769), kripik adalah keripik (Kamus
Jawa-Indonesia Populer, 2004 :235).
( 45 ) tumpeng janganan [tump|G jaGanan]
Makna leksikal dari tumpeng janganan adalah nasi putih yang
berbentuk kerucut yang di bawahnya diberi janganan ‘sayuran’ dan di
dalam tumpeng diberi telur yang sudah direbus (Nanik, Maret 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng adalah sega diwangun
kukusan/pasungan (dianggo slametan) (2001 :772), janganan adalah
(1) gegodhongan sing kena dijangan ‘dedaunan yang bisa di sayur’
(2) gudhangan ‘sayuran’(2001 :296)
( 46 ) tumpeng megana [tump|G m|gOnO]
Makna leksikal dari tumpeng megana adalah nasi putih berbentuk
kerucut yang diberi sayuran pada bagian tengahnya (Nanik, Maret
2010). Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng megana adalah sega sing
digawé tumpeng gedhe (jinisé sega gurih) ‘nasi yang dibentuk
tumpeng besar’ (2001 :772).
( 47 ) tumpeng ropoh [tump|G rOpOh]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Makna leksikal dari tumpeng ropoh adalah nasi putih yang
berbentuk kerucut dan di bawahnya melingkar delapan uter ‘daun
pisang yang dibentuk bulat’ yang isinya terdiri dari empat uter
janganan yang masing-masing di tengah uter diberi telur satu dan
empet uter yang masing-masing uter berisi tela, pohung, gedhang,
jongkong, dan apem. Semua diletakkan menjadi satu dalam tebok
‘tampah kecil yang terbut dari anyaman bambu’ (Nanik, Maret 2010).
Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng adalah sega diwangun
kukusan/pasungan (dianggo slametan) (2001 :772), ropoh adalah
pager mawa erèn, rerèncèkan, lsp (2001 :676).
( 48 ) uwi [uwi]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Makna leksikal dari uwi adalah salah satu jenis dari palawija yaitu
pala kependhem. Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan
umbi-umbian, yang biasanya berfungsi sebagai bahan makanan
pengganti beras. Palawija dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala
kependhem, pala kemengser dan pala gumantung. Pala kependhem
adalah jenis umbi-umbian yang buahnya tertimbun tanah. Pala
kemengser adalah jenis umbi-umbian yang buahnya merambat. Pala
gumantung adalah tumbuhan yang buahnya terlihat di luar.
Makna leksikal dari uwi adalah salah satu jenis pala kependhem
yang kulitnya berwarna coklat keungu-unguan, yang daging buahnya
berwarna ungu rasanya gurih agak manis. Yang mempunyai
kandungan karbohidrat sebagai pengganti energi. Uwi dalam sesaji
wilujengan nagari KSH ini cara memasaknya hanya dengan direbus
(Nanik, Maret 2010). Dalam Basa Jawa, tela adalah araning pala
kependhem mrambat, godhongé amba kaya jantung/jari, oyodé dadi
isi (uwi) ‘jenise pala kependem yang merambat, daunya lebar seperti
jantung atau jari, akarnya menjadi uwi’(2001 :832).
( 49 ) wajik [wajI?]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Dalam Kamus Basa Jawa wajik adalah arané panganan sing
digawé saka ketan lan gula Jawa ‘nama makanan yang dibuat dari
ketan dan gula Jawa’(2001: 837). Makna leksikal dari wajik adalah
jenis makanan yang terbuat dari hasil olahan beras ketan yang
kemudian dicampur dengan gula jawa dan santan yang diolah hingga
menyatu dan mengental menjadi satu (Nanik, Maret 2010).
C. Makna Kultural Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana
Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.
Dalam makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH ini
tidak semua memiliki makna kultural, adapun makna kulturalnya sebagai
berikut.
( 1 ) apem [ap|m]
Makna kultural apem adalah mohon ampunan. Dengan diadakan
wilujengan nagari KSH ini dengan maksud keraton memohonkan
ampun atas masyarakatnya kepada Sang Pencipta yaitu Tuhan YME
(Gusti Puger, April 2011).
( 2 ) areng [ar|G]
Areng ini digunakan untuk bahan bakar. Dalam upacara wilujengan
nagari KSH areng dinyalakan kemudian ditaburi menyan sehingga
membuat suasana menjadi wangi, wangi ini menciptakan suasana
yang lebih khusuk atau sakral. Makna kultural dari areng adalah
diharapkan agar kepareng ‘dikabulkan’ permohonannya, permohonan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
agar KSH diparingi ‘diberi’ keslamatan terus seperti membumbung
tingginya asap dari areng itu (Gusti Puger, Apri 2011).
( 3 ) bekakak wong [b|kaka? wOG]
Makna kultural dari bekakak wong adalah melambangkan lingga
dan yoni. Manusia diciptakan Tuhan YME dengan dua jenis yaitu pria
dan wanita, dengan diciptakan pria dan wanita ini untuk melahirkan
keturunan-keturunan yang akan mewarisi sifat dan kebudayaan
mereka dan juga meneruskan kehidupan yang telah ada.
Lingga dan yoni diabadikan pada Candi Cetha dan Candi Sukuh di
lereng Gunung Lawu. Sesaji bekakak wong ini dipersembahkan
kepada Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu yang
dipercaya untuk menjaga KSH dari penjuru timur. Jenis sesaji yang
dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu adalah sesaji sega
jagung, dhakoan, dan bekakak wong (Winarnokusumo, April 2011).
( 4 ) dhakoan [Dakowan]
Sesaji dhakoan ini dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu
bertahta di Gunung Lawu yang dipercaya untuk menjaga KSH dari
penjuru timur. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng
Sunan Lawu adalah sesaji sega jagung, dhakoan, dan bekakak wong
(Winarnokusumo, April 2011).
( 5 ) dhele ireng [D|le ir|G]
Makna kultural dari dhele ireng adalah melambangkan
kesempurnaan dan kelanggengan. Warna ireng ‘hitam’ ini merupakan
warna yang dominan, dikatakan dominan karena beberapa warna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
apapun bila dicampur menjadi satu hasilnya adalah warna hitam yang
melambangkan kelanggengan. Dhele ini bentuknya bulat kecil-kecil
dan keras ini melambangkan kesempurnaan. Ini diharapkan bahwa
masyarakat Jawa bisa seperti dhele ireng walaupun kecil ireng ‘hitam’
tetapi sempurna dan bisa hidup langgeng (Gusti Puger, April 2011).
( 6 ) enten-enten [|ntEn-|ntEn]
Enten-enten merupakan sesaji dari kelapa yang diparut diberi gula
Jawa. Setiap satu parutan kelapa ini diibaratkan satu abdi dalem. KSH
bisa seperti sekarang ini tidak lepas karena jasa para abdi dalem.
Makna kultural dari enten-enten adalah melambangkan kekuatan para
abdi dalem KSH yang telah mengabdikan diri kepada KSH
(Winarnokusumo, April 2011).
( 7 ) enthik [|nTI?]
Makna kultural dari enthik adalah simbol perputaran kehidupan.
Manusia hidup di dunia ini diibaratkan cakra manggilingan ’selalu
berputar seperti roda’ kadang di bawah seperti enthik pala kependhem
kadang di tengah seperti pala kemengser, di atas seperti pala
gumantung (Gusti Puger, April 2011).
( 8 ) gecok [g|cO?]
Gecok merupakan sesaji yang tidak bisa langsung dimakan karena
sesaji ini tidak diolah, gecok berasal dari bahan–bahan yang mentah
ini melambangkan belum sah atau belum hak karena masih mentah.
Makna kultural dari gecok adalah bahwa semua yang belum hak kita
itu tidak boleh diambil (Gusti Puger, April 2011). Gecok ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Batari Kalayuwati di
Sentra Ganda Mayit di hutan Krendawahana, yang dipercaya untuk
menjaga KSH dari arah utara. Jenis sesaji yang dipersembahkan
kepada Batari Kalayuwati adalah sesaji gecok dan lele urip
(Winarnokusumo, April 2011).
( 9 ) gedhang raja [g|DaG rOjO]
Makna kultural dari gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari
KSH ditunjukan kepada leluhur yang berjasa atas berdirinya KSH
yang telah meninggal dunia, yaitu: Ingkang Sinuhun Kanjeng
Susuhunan Paku Buwana II. Bentuk gedhang raja yang rapi beruntun
juga memiliki makna bahwa diharapkan masyarakat dapat hidup
rukun, runtut seperti pisang raja dan dalam menjalani kehidupan bisa
selalu bahagia seperti raja, bisa bersifat seperti raja yang berwibawa,
arif, bijaksana, adil, dan bisa menjadi tauladan (Winarnokusumo, April
2011).
Gedhang raja merupakan rajanya pisang karena mempunyai rasa
yang paling enak diantara pisang-pisang yang lain. Gedhang raja
melambangkan suatu kekuasaan yang tinggi, kewibawaan, keluhuran,
dan kemuliaan tetapi aja krumaja ‘jangan meninggikan diri’. Jumlah
gedhang raja dalam wilujengan nagari KSH adalah setangkep ini
sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus saling memahami dan
menghormati (Gusti Puger, April 2011).
( 10 ) gula Jawa [gulO jOwO]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Makna kultural gula Jawa adalah melambangkan kekuatan. Gula
Jawa itu rasanya manis bila dimakan menjadi energi untuk tubuh,
dengan memakan gula Jawa ini para abdi dalem yang bekerja
mempunyai kekuatan atau tenaga (Winarnokusumo, April 2011).
( 11 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk]
Makna kultural dari hawuk-hawuk adalah melambangkan
pengapdian. Hawuk-hawuk kelapa yang dikupas kulitnya kemudian
diparut dan dibei garam sedikit, hawuk-hawuk itu putih besih ini
diibaratkan ketulusan para abdi dalem KSH yang mengabdikan diri
pada KSH, tidak mencampurkan urusan pribadi dan pakarti
sepenuhnya mengabdikan diri pada KSH (Gusti Puger, April 2011).
( 12 ) jajanan pasar [jajanan pasar]
Makna kultural dari jajanan pasar adalah simbol rasa syukur
kepada Tuhan YME atas keanekaragaman hidup manusia. Jajanan
pasar ini merupakan keanekaragaman hasil bumi, bermacam-macam
yang dijual dipasar ini mengibaratkan keanekaragaman hidup di
dunia. Oleh karena itu kita harus bersyukur atas segala karunia Tuhan
YME (Winarnokusumo, April 2011).
( 13 ) jangan menir [jaGan m|nIr]
Sesaji jangan menir ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu
Sekar Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang
dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang
dipersembhkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
sega golong, pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April
2011).
( 14 ) jenang abang putih [j|naG abaG putIh]
Makna kultural dari jenang abang putih adalah melambangkan
bapa-biyung. Warna abang ‘merah’ ini melambangkan biyung ‘ibu’
sedangkan putih ini melambangkan bapa ‘bapak’ (Winarnokusumo,
April 2011).
( 15 ) jenang blawoh [j|naG blawOh]
Makna kultural dari jenang blawoh adalah melambangkan
masyarakat Jawa harus bisa menampung bebagai macam persoalan
yang dihadapi. Dengan banyak masalah yang dihadapi kita harus
berusaha sekuat tenaga seperti gula Jawa dalam jenang blawoh, tidak
cepat putus asa dan menyerahkan pada Tuhan YME (Winarnokusumo,
April 2011).
( 16 ) jenang elang [j|naG |laG]
Jenang elang dibuat dari tepung ketan dan air kelapa, air kelapa ini
melambangkan kesucian. Masyarakat KSH selalu berfikir bahwa air
kelapa adalah air suci. Jenang elang mempunyai makna kultural
bahwa di dunia ini tidak ada yang suci kecuali Tuhan YME
(Winarnokusumo, April 2011).
( 17 ) jenang grendul [j|naG gr|ndUl]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Jenang itu sangat lembut, halus, dan lumer ini diibaratkan seperti
kehidupan yang berjalan mulus tanpa cobaan, sedangkan grendul itu
diibaratkan grenjelan atau cobaan dalam kehidupan. Antara jenang
dengan grendul itu telah menyatu bahwa dalam kehidupan itu sangat
rentang sekali dengan masalah atau cobaan-cobaan hidup.
Makna kultural dari jenang grendul adalah bahwa dalam menjalani
kehidupan itu tidak mulus saja tetapi dalam kehidupan juga ada
masalah atau cobaan-cobaan yang akan dihadapi, ini diharapkan agar
keluarga Keraton bisa selalu menyatu dalam mengatasi dan
menyelesaikan segala masalah apapun yang ada di dalam Keraton
agar KSH selalu rukun dan damai (Winarnokusumo, April 2011).
( 18 ) jenang katul [j|naG katUl]
Makna kultural dari jenang katul adalah bahwa sebagai makhluk
ciptaan Tuhan YME yang hidup bermasyarakat harus memiliki sifat
bijaksana. Sesuai yang dilambangkan jenang katul yang lunak dan
tidak keras. Sehingga kita sebagai makhluk sosial harus selalu lunak
(bijaksana) dalam menyikapi segala hal yang terjadi disekitar kita
(Gusti Puger, April 2011).
( 19 ) jenang pathi [j|naG paTi]
Makna kultural dari jenang pathi dalam sesaji wilujengan nagari
KSH adalah simbol dari inti permasalahan. Masyarakat Jawa
diharapkan untuk bisa mengambil inti dari permasalah yang ada tidak
cepat putus asa dalam menjalani kehidupan (Gusti Puger, April 2011).
( 20 ) jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Makna kultural jenang sengkala adalah permohonan agar
disingkirkan dari halangan dan tidak banyak gangguan. KSH
mengakui adanya umat lain disamping manusia yang bisa diajak untuk
kerja sama bisa saling membantu tidak mengganggu, agar masyarakat
Jawa dan KSH selalu temtram dan damai (Winarnokusumo, April
2011).
( 21 ) jenang sungsum [j|naG suGsUm]
Makna kultural dari jenang sungsum adalah tamba kesel ‘obat
capek’. Adat kebiasaan KSH setelah bekerja keras adalah memakan
jenang sungsum. Dengan memakan jenang sungsum diharapkan agar
tulang sungsum dari para abdi dalem KSH kembali kuat. Pada upacara
wilujengan nagari KSH ini membutukan tenaga yang cukup besar
sehingga selesai upacara, jenang sungsum dibagikan untuk para abdi
dalem agar kekuatanya kembali pulih (Winarnokusumo, April 2011).
( 22 ) jeruk [j|rU?]
Makna kultural dari jeruk adalah melambangkan bahwa di dunia
ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang
asam. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan pasti tersimpan
hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-buahan (jeruk,
salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat kepada Tuhan
YME (Winarnokusumo, April 2011).
( 23 ) jongkong inthil [jOGkOG inTIl]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Jongkong memiliki rasa manis sedangkan inthil tidak manis.
Makna kultural dari jongkong inthil adalah melambangkan bahwa
kehidupan di dunia ini tidak hanya manis saja (bahagia) tetapi juga
ada tidak bahagia yang diibaratkan jongkong inthil yang keduanya
saling melengkapi dan mewarnai kehidupan manusia
(Winarnokusumo, April 2011).
( 24 ) kates [katEs]
Makna kultural dari kates adalah melambangkan bahwa di dunia
ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang
asam. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan pasti tersimpan
hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-buahan (jeruk,
salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat kepada Tuhan
YME (Winarnokusumo, April 2011).
( 25 ) kembang kinang [k|mbaG kinaG]
Kembang ini melambangkan ketulusan pikiran yang suci seperti
indahnya warna yang dipancarkan dari kembang. Kinang ini
melambangkan kesatuan dari beberapa unsur yang memberi banyak
manfaat, rasa pahit-getir diharapkan supaya orang peduli turut
memperhatikan orang yang menderita. Makna kultural dari kembang
kinang adalah ketulusan yang suci untuk peduli dan menolong orang
lain (Winarnokusumo, April 2011).
( 26 ) ketan biru [k|tan biru]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Makna kultural dari ketan biru adalah ini melambangkan
penghormatan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Ketan biru ini
dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Kanjeng Ratu Kidul
yang bertahta di Sakadomas bale kencana laut selatan, yang dipercaya
untuk menjaga KSH dari arah selatan. Jenis sesaji yang
dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kencana Sari adalah sesaji
sega wuduk ingkung, dan ketan biru (Winarnokusumo, April 2011).
( 27 ) ketan warni-warni [k|tan warni warni]
Makna kultural dari ketan warni-warni adalah melambangkan
empat sifat dasar pada manusia yaitu amarah, aluamah, sufiah, dan
mutmainah. Merah melambangkan amarah yang berarti kemarahan,
hijau melambangkan aluamah yang berarti malas, kuning
melambangkan sufiah yang berarti asmara, dan putih melambangkan
mutmainah yang melambangkan kesucian (Winarnokusumo, April
2011).
( 28 ) kocor [kOcOr]
Kocor adalah srabi yang diberi juruh, jumlah srabi yang dua
tangkep ‘menyatu menjadi rapat’ ini melambangkan kita harus klop
antara pekerjaan dengan permohonan/penyuwunan. Dengan rasa juruh
yang manis ini diibaratkan tenaga yang dimiliki digunakan untuk
bekerja. Makna kultural dari kocor adalah pemohonan agar
permohonan/penyuwunan kita yang diimbangi dengan usaha bekerja
dapat terkabulkan seperti yang kita inginkan (Winarnokusumo, April
2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
( 29 ) kolak kencana [kola? k|ncOnO]
Makna kultural dari kolak kencana adalah bahwa yang
dianugrahkan Tuhan YME bisa diolah bermacam-macam bentuk dan
bisa bermanfaat. Semua yang dianugrahkan Tuhan YME untuk
diterima dimanfatkan dan dipelihara (Winarnokusumo, April 2011).
( 30 ) krupuk abang [krupU? abaG]
Makna kultural dari krupuk abang adalah melambangkan dalam
menjalani kehidupan masyarakat Jawa diharapkan jangan mudah
putus asa seperti krupuk yang renyah dan semangat seperti warna
merah dalam krupuk (Winarnokusumo, April 2011).
( 31 ) lele urip [lele urIp]
Lele urip ini melambangkan urip-uripan, makhluk hidup itu ada di
dua tempat yaitu di darat dan di laut. Lele urip ini sebagai lambang
urip-uripan yang hidup di air. Yang digunakan dalam sesaji
wilujengan nagari KSH ini adalah lele karena lele merupakan ikan
yang bisa tahan hidup di dalam air yang dalam kedaan apapun,
berjumlah dua ini melambangkan bahwa manusia ini diciptakan
berpasang-pasangan. Lele urip ini diletakkan di dalam kendil (Gusti
Puger, April 2011).
Lele urip ini dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Batari
Kalayuwati di Sentra Ganda Mayit di hutan Krendawahana, yang
dipercaya untuk menjaga KSH dari arah utara. Jenis sesaji yang
dipersembahkan kepada Batari Kalayuwati adalah sesaji gecok dan
lele urip (Winarnokusumo, April 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
( 32 ) menyan [m|~nan]
Makna kultural dari menyan adalah (1) melambangkan wewangian
untuk menghormati arwah leluhur yang berjasa dalam berdirinya KSH
dan arwah leluhur yang menjaga KSH dari empat penjuru. (2) sebagai
perantara yang menghubugkan antara pemuja dan yang dipuja, juga
pembasmi roh jahat dan sebagai saksi upacara (Gusti Puger, April
2011).
( 33 ) mihun [mihun]
Makna kultural dari mihun adalah bahwa yang dianugrahkan
Tuhan YME bisa diolah bermacam-macam bentuk dan bisa
bermanfaat. Semua yang dianugrahkan Tuhan YME untuk diterima
dimanfatkan dan dipelihara (Winarnokusumo, April 2011).
( 34 ) pecel pitik [p|c|l pitI?]
Sesaji pecel pitik ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar
Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang
dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang
dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji
sega golong, pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April
2011).
( 35 ) pitik urip [pitI? urIp]
Makna kultural dari pitik urip adalah melambangkan pasaban.
Pasaban yang dimaksud adalah mengerti akan waktu, bangun pagi
untuk mencari makan. Dengan disimbolkan pitik urip ini diharapkan
masyarakat KSH bisa seperti ayam yang bisa mengerti akan waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
dan tidak mudah puas dalam mengais rizky layaknya ayam yang tidak
pernah lelah mengais makanan (Gusti Puger, April 2011).
( 36 ) pohung [pohUG]
Makna kultural dari pohung adalah salah (1) melambangkan
kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan
manusian yang seperti cakra manggilingan’selalu berputar seperti
roda’ kadang di bawah seperti pohung pala kependhem kadang di
tengah seperti pala kemengser, kadang di atas seperti pala gumantung
(Gusti Puger, April 2011).
( 37 ) salak [sala?]
Makna kultural dari salak adalah melambangkan bahwa di dunia
ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang
asam dan kadang sepet. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan
pasti tersimpan hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-
buahan (jeruk, salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat
kepada Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).
( 38 ) sambel goreng [samb|l gorEG]
Sambel goreng pada sesaji wilujengan nagari Keraton Surakarta
Hadiningrat ini adalah sambel goreng ati. Ati disambel goreng
menjadi enak, pedas, manis dan gurih. Sambel goreng ini
mengibaratkat bahwa dalam menjalani kehidupan ini tidak selalu enak
ada duka dan bahagia. Namun masalah seberat apapun yang sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
dihadapi dalam hidup diharapkan masyarakat bisa menyelesaikanya
dengan menggunakan hati dan pikiran yang baik (Winarnokusumo,
April 2011).
( 39 ) sega golong [s|gO gOlOG]
Sega golong adalah sega yang dibentuk bulat, bulat ini
melambangkan bersatu. Makna kultural dari sega golong adalah
bahwa keraton sudah sepakat dan bersatu mempunyai tekat yang bulat
seperti ‘golong’ untuk pindah dari Kartasura ke Surakarta. Sega
golong dalam sesaji wilujengan nagari ini berjumlah 17, jumlah 17 ini
melambangkan tanggal berdirinya KSH yang diambil dari kepindahan
Keraton Kartasura ke Surakarta.
Sesaji sega golong ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar
Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang
dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang
dipersembhkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji
sega golong, pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April
2011).
( 40 ) sego jagung [s|gO jagUG]
Sesaji sega jagung ini dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan
Lawu bertahta di Gunung Lawu yang dipercayai menjaga keraton dari
penjuru timur. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng
Sunan Lawu adalah sesaji sega jagung, dhakoan, dan bekakak wong
(Winarnokusumo, April 2011).
( 41 ) sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Makna kultural dari sega wuduk ingkung dalam sesaji wilujengan
nagari KSH adalah bahwa kita harus menyucikan diri dan
mendekatkan diri kepada Tuhan YME karena di hadapan Tuhan kita
tidak berdaya. Sega wuduk ini melambangkan kesucian, ingkung
adalah ini melambangkan bahwa manusia di hadapan Tuhan YME
tidak berdaya, supaya mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan tidak
sombong (Gusti Puger, April 2011).
Sega wuduk ingkung ini dipersembahkan sebagai bentuk imbalan
untuk Kanjeng Ratu Kidul, yang bernama Kanjeng Ratu Kencana
Sari, bertahta di Sakadomas bale kencana laut selatan (Nyai Rara
Kidul adalah sebutan para pengawal) yang dipercaya untuk menjaga
KSH dari penjuru selatan. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada
Kanjeng Ratu Kencana Sari adalah sesaji sega wuduk ingkung dan
ketan biru (Winarnokusumo, April 2011).
( 42 ) srabi [srabi]
srabi adalah jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan,
dan gula jawa, yang diaduk menjadi satu adonan kemudian digoreng
tanpa menggunakan minyak dan dibentuk bulat agak pipih (Nanik,
Maret 2010).
( 43 ) tela [telO]
Makna kultural dari tela adalah salah (1) melambangkan
kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan
manusian yang seperti cakra manggilingan’selalu berputar seperti
roda’ kadang di bawah seperti tela pala kependhem kadang di tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
seperti pala kemengser, kadang di atas seperti pala gumantung (Gusti
Puger, April 2011).
( 44 ) tempe kripik [tempe kripI?]
Makna kultural dari tempe kripik adalah melambangkan ketegaran.
Seberat apapun cobaan hidup diharapkan masyarakat Keraton bisa
tegar dan semangat seperti kemripike ‘renyahnya’ tempe (Gusti Puger,
April 2011).
( 45 ) tumpeng janganan [tump|G jaGanan]
Makna kultural dari tumpeng janganan adalah melambangkan
keslamatan dan kesuburan. Tumpeng janganan diletakkan di atas
tebok, tebok ini diibaratkan sebagai dunia atau alam manusia, tumpeng
itu putih mengibaratkan hati terbuka, tulus, dan suci. Tumpeng
mengerucut ke atas ini mengibaratkan bahwa kita menyembah hanya
pada Tuhan YME dengan meluhurkan nama Tuhan YME kemudian
baru memohon satu permohonan yang diujudkan janganan. Janganan
ini maknanya keselamatan dan kesuburan. Permohonan agar dengan
harapan pindah ke Surakarta ini selamat sejahtera sampai turun
temurun (Winarnokusumo, April 2011).
( 46 ) tumpeng megana [tump|G m|gOnO]
Tumpeng itu bentuk kerucut, ini melambangkan bahwa sebagai
manusia hendaklah kita selalu berdoa memohon kepada Sang Pencipta
yang telah menciptakan kita. Tumpeng megana di tengah-tengahnya
terdapat sayur-sayuran. Sayuran melambangkan kekayaan alam atau
rejeki yang diberikan oleh Tuhan YME. Sayuran berada di tengah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
tengah tumpeng itu melambangkan bahwa kita harus selalu berusaha
dan tawakal.
Makna kultural dari tumpeng megana adalah bahwa kita sebagai
manusia hendaknya selalu berusaha dan tawakal untuk mendapatkan
rejeki dari Tuhan YME dan kita selalu memohon kepada Sang
Pencipta agar apa yang kita inginkan dapat tercapai (Winarnokusumo,
April 2011).
( 47 ) tumpeng ropoh [tump|G rOpOh]
Tumpeng ropoh ini terdiri dari nasi tumpeng, janganan, telur, tela,
pohung, gedhang, jongkong, dan apem. Semua diletakkan menjadi
satu dalam tebok ‘tampah kecil yang dibuat dari anyaman bambu’.
Tumpeng ropoh ini melambangkan rasa syukur atas nikmat yang
diberikan oleh Tuhan YME baik dalam bentuk apapun dan juga untuk
ngawekani ‘mengusahakan’ makhluk yang tidak terlihat. Karena
masyarakat Jawa itu percaya bahwa kita hidup tidak sendrian baik
yang terlihat ataupun yang tidak terlihat hidup saling berdampingan
(Winarnokusumo, April 2011).
( 48 ) uwi [uwi]
Makna kultural dari uwi adalah (1) melambangkan kemakmuran
dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan manusian yang
seperti cakra manggilingan’selalu berputar seperti roda’ kadang di
bawah seperti uwi pala kependhem kadang di tengah seperti pala
kemengser, kadang di atas seperti pala gumantung (Gusti Puger, April
2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
( 49 ) wajik [wajI?]
Makna kultural dari wajik dalam sesaji wilujengan nagari KSH
adalah sebagai perlambang keterikatan Keraton dengan masyarakat
setempat. Keraton merupakan pusat dari kebudayaan kota Sala maka
masyarakat mempunyai keterikatan dengan KSH (Winarnokusumo,
April 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH ini
memiliki istilah sejumlah 49 buah, istilah-istilah tersebut
dikelompokkan menjadi bentuk monomorfemis yang berjumlah 15
buah yaitu: apem [ap|m], areng [ar|G], enthik [|nTI?], gecok [g|cO?],
jeruk [j|rU?], kates [katEs], kocor [kOcOr], menyan [m|~nan], mihun
[mihun], pohung [pohUG], salak [sala?], srabi [srabi], tela [telO], uwi
[uwi], wajik [wajI?]. Bentuk polomorfemis berjumlah 9 buah yaitu:
bekakak wong [b|kaka? wOG], enten-enten [|ntEn-|ntEn], dhakoan
[Dakowan], gedhang raja [g|DaG rOjO], hawuk-hawuk [hawUk-
hawUk], jangan menir [jaGan m|nIr], jongkong inthil [jOGkOG inTIl],
kolak kencana [kola? k|ncOnO], pecel pitik [p|c|l pitI?], sedangkan
bentuk frasa berjumlah 25 buah yaitu: dhele ireng [D|le ir|G], gula
Jawa [gulO jOwO], jajanan pasar [jajanan pasar], jenang abang
putih [j|naG abaG putIh], jenang blawoh [j|naG blawOh], jenang elang
[j|naG |laG], jenang grendul [j|naG gr|ndUl], jenang katul [j|naG
katUl], jenang pati [j|naG pati], jenang sengkala [j|naG s|GkOlO],
91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
jenang sungsum [j|naG suGsUm], kembang kinang [k|mbaG kinaG],
ketan biru [k|tan biru], ketan warni-warni [k|tan warni warni],
krupuk abang [krupU? abaG], lele urip [lele urIp], pitik urip [pitI? urIp],
sambel goreng [samb|l gorEG], sega golong [s|gO gOlOG], sega jagung
[s|gO jagUG], tempe kripik [tempe kripI?], tumpeng janganan [tump|G
jaGanan], tumpeng megana [tump|G m|gOnO], tumpeng ropoh
[tump|G rOpOh], sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG].
2. Istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH.mengandung makna
leksikal. Penentu makna leksikal tersebut berdasarkan pada istilah-
istilah sesaji wilujengan nagari KSH yang dipakai oleh masyarakat
KSH.
3. Istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH mengandung makna
kultural. Makna kultural pada istilah-istilah sesaji wilujengan nagari
KSH ini ditentukan oleh budaya masyarakat KSH.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
B. Saran
Penelitian ini hanya mengkaji bentuk, makna leksikal, dan makna kultural
istilh-istilah sesaji wilujengan nagari KSH saja, sehingga masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut dengan kajian yg berbeda oleh peneliti selanjutnya.
Bagi pihak KSH hendaknya memperhatikan pembuat sesaji-sesaji (Nyai
Gondorasan) upacara adat KSH yang sudah semakin tua dan hingga saat ini
mereka belum tahu siapa yang akan meneruskan atau menggantikan untuk
membuat sesaji-sesaji tersebut. Alangkah baiknya bila hal tersebut diperhatikan
sedini mungkin dan ditindaklanjuti agar kedepanya dapat memudahkan
masyarakat umum untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang sesaji yang ada di
KSH.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Abdul Chaer. 2007. Linguistik Umum (cetakan ke-3). Jakarta: Rineka Cipta.
Andina Dyah Sitaresmi. 2009. “Skripsi: Istilah Perlengkapan Sesaji Jamasan
Nyai Sentomi Di Siti Hinggil Keraton Surakarta Hadiningrat”.
Surakarta: Fakultas Sastra Dan Seni Rupa.
Destria Anindita Puspitasari. 2010. “Skripsi: Istilah-istilah Dalam Upacara
Tingkeban Adat Jawa Di Kota Surakarta”. Surakarta: Fakultas Sastra
Dan Seni Rupa.
Djoko Kentjono. 1982. Dasar-dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.
Edi Subroto. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta
: Sebelas Maret University Press.
Fatimah Djaja Sudarma. 1993. Semantik I Pengantar Ke Arah Ilmu Makna.
Bandung: PT. Ereseo.
. . 1999. Semantik II Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
PT. Ereseo.
Gorys Keraf. 1984. Tata bahasa indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.
Harimurti Kridalaksana. 1983. Kamus Linguistik (edisi ke-2). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
. . 2001. Kamus Linguistik (edisi ke-3). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Hasan Alwi. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke-3). Jakarta: Balai
Pustaka.
Harsojo. 1967. Pengantar Antropologi. Bandung: Binacipta.
Haryana Harjawiyana dan Th. Supriya. 2001. Kamus Unggah-Ungguh Basa
Jawa. Yogyakarta: Kanisius.
Hidha Watari. 2008. “Skripsi: Istilah Unsur-Unsur Sesaji Dalam Tradisi Bersih
Desa di Desa Gondang, Kabupaten Sragen”. Surakarta: Fakultas
Sastra Dan Seni Rupa.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian
Rakyat.
Purwadi. 2004. Kamus Jawa-Indonesia Populer. Yogyakarta: Staff Media Abadi.
Prawiroatmojo, S. 1993. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarat: C.V. Haji
Masagung.
Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: P.M.
Balai Pustaka.
Ramlan. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Shri Ahimsa Putra.1997. Etnolinguistik : Beberapa Bentuk Kajian (makalah).
Yogyakarta : Balai Penelitian Bahasa, Surakarta : Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Sri Winarti. 2002. Sekilas Sejarah Keraton Surakarta. Sukoharjo: C.V.
Cendrawasih.
Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
. 1992. Metode Linguistik (cetakan ketiga). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
. 1996. Linguistik: Identitasnya, Cara Penanganan Objeknya dan
Hasil Kajiannya. Yogyakarta: Yayasan Ekawya bekerja sama dengan
Duta Wacana: Gadjah Mada University Press.
Suwardi Endraswara. 2006. Mistik Kejawen Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme
dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Tim Penyusun Balai Bahasa Yokyakarta. 2001. Kamus Basa Jawa (Bausastra
Jawa). Yogyakarta: Kanisius.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi
ke-3). Jakarta: Balai Bahasa.
Wahid Abdullah. 1999. Laporan Penelitian Dasar: Bahasa Jawa Dialek
Masyarakat Samin di Kabupaten Blora. Surakarta: Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret didanai oleh Dirjen Dikti.
Http://bppsdis.wordpress.com/2009/12/10/keraton-surakarta-hadiningrat/.
Http://ghuroba.blogsome.com/2008/01/27/ritual-sesaji-sesajian-sesajen-adakah-
dalam-islam/.