digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI DI SASANA HANDRAWINA KERATON SURAKARTA HADININGRAT (Suatu Kajian Etnolinguistik) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh RINA TRI RATNA C 0106043 JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

Page 1: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI

DI SASANA HANDRAWINA

KERATON SURAKARTA HADININGRAT

(Suatu Kajian Etnolinguistik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

RINA TRI RATNA

C 0106043

JURUSAN SASTRA DAERAH

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Rina Tri Ratna

Nim : C0106043

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Istilah-istilah Sesaji

Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat

(Kajian Etnolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak

dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi

tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh

dari skripsi tersebut.

Surakarta, 11 Juli 2011

Yang membuat pernyataan,

Rina Tri Ratna

Page 5: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Dosa terbesar adalah ketakutan

Rekreasi terbaik adalah belajar

Kesulitan terberat adalah keputusan

Guru terbaik adalah pengalaman

Modal terbesar adalah percaya diri

(Sayyidina Ali bin Abu Tholib ra)

Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil.

Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki

(Mahatma Ghandi)

Page 6: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

Bapak yang selalu menemani dan menyayangiku

(Alm) Ibu yang selalu kukenang di dalam kalbu

Suamiku tercinta, terima kasih atas kasih sayang dan motivasinya

Kedua kakakku yang aku banggakan

Page 7: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Istilah-istilah Sesaji

Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat

(Suatu Kajian Etnolinguistik). Penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir dan

sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra

Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini penulis

sadari masih banyak hambatan atau kesulitan yang dihadapi maupun yang bersifat

teoretik atau praktis. Dengan bekal keyakinan yang kuat dan usaha yang tulus

serta adanya dukungan dari berbagai pihak, segala hambatan dan kesulitan dapat

teratasi. Oleh karena itu, dengan kesadaran dan kerendahan hati yang tulus, dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan fasilitas

dan perizinan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan semestinya.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., dan pendahulunya Drs. Imam Sutarjo, M.Hum.,

selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi.

Page 8: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan dan

Koordinator Bidang Linguistik Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

ilmunya serta kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah

berkenan membimbing penulis dengan penuh perhatian dan

kebijaksanaanya, serta selalu membantu penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

5. Prof. Dr. Drs. H. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing kedua dan

Pembimbing Akademik yang telah berkenan untuk mencurahkan

perhatian, memberikan bekal ilmu selama studi di Jurusan Sastra Daerah

dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah, terima kasih atas

kesabarannya dalam menyampaikan ilmunya dari semester awal sampai

penulisan skripsi selesai.

7. Bapak, kedua kakakku dan suamiku tercinta terima kasih atas kasih

sayang, doa, motivasi, dan selalu memberi dorongan semangat supaya

cepat menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Sastra Dearah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret angkatan 2006, untuk kebersamaanya selama ini.

9. K.P.G.H. Puger dan K.P. Winarnokusumo yang telah banyak memberikan

informasi tentang sesaji dengan sabar kepada penulis, semoga Allah

membalas kebaikannya.

Page 9: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

10. Ibu Nanik Winarni Swaminarso dan ibu Suryo Samtono selaku Nyai

Gondorasan yang telah bersedia memberikan banyak informasi tentang

sesaji dan memberikan izin penulis untuk memotret istilah-istilah sesaji

wilujengan Nagari di Sasana Handrawina KSH objek penelitian ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas

semua bantuannya dalam penyelesaian skripsi saya.

Penulis menyadari bahwa penulis belum bisa membalas kebaikan-

kebaikan Anda, semoga Allah SWT. yang membalas semua amal kebaikan Anda.

Amin. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sadari masih jauh dari sempurna,

masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu. Oleh karena itu, penulis

berharap, kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penyusun secara pribadi

atau pada pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

Rina Tri Ratna

Page 10: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

JUDUL . ........................................................................................................... i

PERSETUJUAN ....................................................................................... ...... ii

PENGESAHAN ........................................................................................ ...... iii

PERNYATAAN ....................................................................................... ....... iv

MOTTO ................................................................................................... ....... v

PERSEMBAHAN ..................................................................................... ...... vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

DAFTAR ISI . .................................................................................................. x

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. xiii

ABSTRAK . ..................................................................................................... xvi

SARI PATHI .................................................................................................... xvii

ABSTRACT ............................................................................................. ....... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Pembatasan Masalah ............................................................................ 5

C. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6

E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

1. Manfaat Teoretis .......................................................................... 6

2. Manfaat Praktis ............................................................................ 7

Page 11: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 7

BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ............................ 9

A. Landasan Teori ..................................................................................... 9

1. Istilah ............................................................................................. 9

2. Sesaji ............................................................................................. 10

3. Wilujengan Nagari ........................................................................ 11

4. Sasana Handrawina ....................................................................... 12

5. Keraton Surakarta Hadiningrat ..................................................... 12

6. Bentuk ........................................................................................... 14

a. Monomorfemis ....................................................................... 14

b. Polimorfemis .......................................................................... 14

1. Pengimbuhan / afiksasi ................................................... 14

2. Pengulangan / reduplikasi .............................................. 15

3. Pemajemukan / komposisi ............................................. 15

a. Frasa ....................................................................................... 14

7. Makna ............................................................................................ 16

8. Asal Mula Pengertian Etnolinguistik ............................................ 17

9. Kajian Etnolinguistik .................................................................... 18

10. Masyarakat Bahasa ....................................................................... 19

B. Kerangka Pikir ..................................................................................... 20

BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 22

A. Sifat Penelitian ..................................................................................... 22

B. Lokasi Penelitian .................................................................................. 23

Page 12: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

C. Data dan Sumber Data ......................................................................... 23

D. Alat Penelitian ...................................................................................... 24

E. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 25

F. Metode Analisis Data ........................................................................... 25

1. Metode Distribusional ................................................................... 26

2. Metode Padan ................................................................................ 29

G. Metode Penyajian Analisis Data ......................................................... 31

BAB IV. ANALISIS DATA ............................................................................ 33

A. Bentuk Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat ........................................ 33

1. Monomorfemis .............................................................................. 33

2. Polimorfemis ................................................................................ 35

3. Frasa .............................................................................................. 37

B. Makna Leksikal Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat. ....................................... 42

C. Makna Kultural Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat ........................................ 73

BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 91

A. Simpulan .............................................................................................. 91

B. Saran ..................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94

LAMPIRAN ............................................................................................. ....... 97

Page 13: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

A. Daftar Singkatan

dsb : dan sebagainya

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

K.G.P.H. : Kanjeng Gusti Pangeran Harya

K.P. : Kanjeng Pangeran

K.R.T. : Kanjeng Raden Tumenggung

KSH : Keraton Surakarta Hadiningrat

lsp : lan sakpanunggalane

SWT : Subhana Wata‟ala

YME : Yang Maha Esa

B. Daftar Lambang

1. Lambang Fonetis

[a] : [ar|G] dalam areng „areng‟

[O] : [rOjO] dalam raja „raja‟

[b] : [biru] dalam biru „biru‟

[D] : [D|le] dalam dhele „kedelai‟

[e] : [lele] dalam lele „jenis ikan‟

[|] : [|nTI?] dalam enthik „umbi‟

[E] : [katEs] dalam kates „pepaya‟

Page 14: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

[g] : [g|DaG] dalam gedhang „pisang‟

[h] : [hawUk] dalam hawuk-hawuk „jenis sesaji‟

[i] : [ir|ng] dalam ireng „hitam‟

[I] : [kripI?] dalam kripik „keripik‟

[j] : [j|naG] dalam jenang „bubur‟

[k] : [k|mbaG] dalam kembang „bunga‟

[?] : [g|cO?] dalam gecok „jenis sesaji‟

[l] : [lele] dalam lele „jenis ikan‟

[m] : [mihun] dalam mihun „mihun‟

[G] : [j|naG] dalam jenang „bubur‟

[ñ] : [m|~nan] dalam menyan „kemenyan‟

[p] : [p|c|l] dalam pecel „nama makanan‟

[s] : [srabi] dalam srabi „nama makanan‟

[t] : [tump|G] dalam tumpeng „tumpeng‟

[T] : [inTIl] dalam inthil „jenis sesaji‟

[u] : [uwi] dalam uwi „uwi‟

[U] : [krupU?] dalam krupuk „kerupuk‟

[w] : [Dakowan] dalam dhakoan „jenis sesaji‟

Page 15: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

2. Lambang Lain

„...‟ : mengapit terjemahan

“...” : mengapit kutipan

+ : proses penggabungan

[ ] : mengapit bentuk fonetis

→ : menjadi....

- : sebagai penghubung sufiks/atêr-atêr dipun- dengan kata yang

berawalan huruf konsonan y dan g

( ) : mengapit keterangan

/ : menyatakan atau

Page 16: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

ABSTRAK

Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di

Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat (Suatu Kajian

Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (I) Bagaimanakah

bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH?, (2)

Bagaimanakah makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH?, (3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji

wilujengan nagari tersebut?.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk istilah-istilah sesaji

wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. (2) Menjelaskan makna leksikal

istilah-istilah sesaji wilujengan nagari. (3) Menjelaskan makna kultural istilah-

istilah sesaji wilujengan nagari.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif yaitu mendeskripsikan data kebahasaan yang berkaitan dengan bentuk,

makna leksikal, dan makna kultural, kemudian dianalisis berdasarkan bentuk,

makna leksikal, dan makna kultural.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak

yaitu metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode

simak yang digunakan adalah metode simak libat cakap, adapun teknik dasar yang

dipakai adalah teknik sadap, dan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam,

kerja sama dengan informan atau wawancara, dan teknik catat.

Data pada penelitian ini berupa istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di

Sasana Handrawina KSH. Jenis data yang digunakan adalah data lisan. Data lisan

sebagai data utama, sumber data lisan berasal dari informan. Pada analisis data

menggunakan metode distribusional dan metode padan.

Hasil penelitian dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina

KSH ini memiliki istilah sejumlah 49 buah, yang dapat dikelompokkan menjadi

bentuk monomorfemis berjumlah 15 buah yaitu: apem, areng, enthik, gecok,

jeruk, kates, kocor, menyan, mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik.

Terdapat bentuk polimorfemis 9 buah yaitu: bekakak wong, enten-enten, dhakoan,

gedhang raja, hawuk-hawuk, jangan menir, jongkong inthil, kolak kencana, pecel

pitik. Berupa frasa berjumlah 25 buah yaitu dhele ireng, gula Jawa, jajanan

pasar, jenang abang putih, jenang blawah, jenang elang, jenang grendul, jenang

katul, jenang pati, jenang sengkala, jenang sungsum, kembang kinang, ketan

biru, ketan warni-warni, krupuk abang, lele urip, pitik urip, sambel goreng, sega

Page 17: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

golong, sega jagung, sega wuduk ingkung tempe kripik, tumpeng janganan,

tumpeng megana,dan tumpeng ropoh.

SARI PATHI

Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sajèn Wilujêngan Nagari wontên

Sasana Handrawina Kêraton Surakarta Hadiningrat (Sawijining Panalitèn

Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pêrkawis ingkang dipuntaliti wontên ing panalitèn mênika (1) kados pundi

wujudipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari wontên Sasana Handrawina

KSH? (2) kados pundi makna lèksikalipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari

wontên Sasana Handrawina KSH? (3) kados pundi makna kulturalipun istilah-

istilah sajèn wilujêngan nagari kasêbut?

Ancasipun panalitèn punika kanggé: (1) ngandharakên wujud ing istilah-

istilah sajèn wilujêngan nagari ing Sasana Handrawina KSH. (2) ngandharakên

makna lèksikalipun istilah-istilah sajèn wilujêngan nagari. (3) ngandharakên

makna kulturalipun istilah-istilah sajen wilujêngan nagari.

Métodê ingkang dipun-ginakakên wontên panalitèn mênika métodê

déskriptif kualitatif inggih mênika ngandharakên bukti basa ingkang wontên

gêgayutan kaliyan wujud, makna lèksikal, lan makna kultural, saklajêngipun

dipunanalisis miturut wujud, makna lèksikal, lan makna kultural.

Data wontên ing panalitèn mênika awujud istilah-istilah sajèn wilujêngan

nagari wontên Sasana Handrawina KSH. Jinising data ingkang dipun-ginakakên

inggih mênika data lisan. Data lisan mênika data utama, sumber data lisan

mênika saking informan. Wontênipun analisis data mênika migunakakên métodê

distribusional lan métodê padan.

Asiling panalitèn wontên upacara wilujêngan nagari wontên Sasana

Handrawina KSH mênika nggadhahi istilah gunggungipun 49 iji, sagêd

kagolongakên monomorfèmis gunggungipun 15 iji inggih mênika: apêm, arêng,

ênthik, gêcok, jêruk, katès, kocor, mênyan, mihun, pohung, salak, srabi, télo, uwi,

wajik. Awujud polimorfèmis 9 iji inggih mênika: bêkakak wong, êntèn-êntèn,

dhakoan, gêdhang raja, hawuk-hawuk, jangan mênir, jongkong inthil, kolak

kêncana, pêcêl pitik. Awujud frasa gunggungipun 25 iji inggih mênika: dhêlé

irêng, gula Jawa, jajanan pasar, jênang abang putih, jênang blawah, jênang

êlang, jênang grêndul, jênang katul, jênang pati, jênang sêngkala, jênang

sungsum, kêmbang kinang, kêtan biru, kêtan warni-warni, krupuk abang, lélé

urip, pitik urip, sambêl gorèng, sêga golong, sêga jagung, sêga wuduk ingkung

témpé kripik, tumpêng janganan, tumpêng mêgana, lan tumpêng ropoh.

Page 18: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

ABSTRACT

Rina Tri Ratna. C0106043. 2011. Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di

Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat (A Etnolinguistik Study).

Thesis: Javanese Language and Literatur Faculty of Letters and Arts, Sebelas

Maret University Surakarta.

The problems discussed in this study, namely (1) How of terms in the

Sasana village wilujengan offerings Handrawina KSH?, (2) How were the

meaning of lexical terms in Sasana village wilujengan offerings Handrawina

KSH?, (3) How were the meaning of the term cultural wilujengan Nagari-term

offerings that?.

The purpose of this study were (1) Describe the terms of the offering in

Nagari wilujengan Sasana Handrawina KSH. (2) Explain the meaning of lexical

terms wilujengan nagari offerings. (3) Explain the meaning of cultural terms

wilujengan nagari offerings.

The method used in this study is a qualitative descriptive method that is

describing data relating to the forms of linguistic, lexical meaning, and cultural

meaning, and then analyzed based on form, lexical meaning, and cultural

meaning.

Methods of data collection in this study using methods refer to the method

of collecting data by listening to language use. Consider the method used is the

method refer to capably involved, as for the basic technique used is the technique

of tapping, and subsequent techniques using recording techniques, working with

informants or interviews, and technical notes.

The data in this study the terms of the offering in Nagari wilujengan

Sasana Handrawina KSH. Types of data used is oral data. Oral data as primary

data, the source data comes from oral informants. In the analysis of data using

distributional methods and matching methods.

The results in the ceremony at the Sasana village wilujengan Handrawina

KSH has a term some 49 pieces, which can be grouped into the shape of 15 fruit

monomorfemis namely: apem, areng, enthik, gecok, jeruk, kates, kocor, menyan,

mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik. There are 9 pieces that form

polimorfemis: bekakak wong, enten-enten, dhakoan, gedhang raja, hawuk-hawuk,

jangan menir, jongkong inthil, kolak kencana, pecel pitik. Form of the phrase

amounted to 25 pieces of dhele ireng, gula Jawa, jajanan pasar, jenang abang

putih, jenang blawah, jenang elang, jenang grendul, jenang katul, jenang pati,

jenang sengkala, jenang sungsum, kembang kinang, ketan biru, ketan warni-

warni, krupuk abang, lele urip, pitik urip, sambel goreng, sega golong, sega

jagung, sega wuduk ingkung tempe kripik, tumpeng janganan, tumpeng

megana,dan tumpeng ropoh.

Page 19: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ISTILAH-ISTILAH SESAJI WILUJENGAN NAGARI

DI SASANA HANDRAWINA

KERATON SURAKARTA HADININGRAT

(Suatu Kajian Etnolinguistik)

Rina Tri Ratna1

Drs. Y. Suwanto, M.Hum.2 Prof. Dr. Drs. H. Sumarlam, M.S.

3

ABSTRAK

2011. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (I)

Bagaimanakah bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di

Sasana Handrawina KSH?, (2) Bagaimanakah makna leksikal

istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina

KSH?, (3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji

wilujengan nagari tersebut?.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk istilah-

istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. (2)

Menjelaskan makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari.

(3) Menjelaskan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan

nagari.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data kebahasaan yang

berkaitan dengan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural,

kemudian dianalisis berdasarkan bentuk, makna leksikal, dan

makna kultural.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

metode simak yaitu metode pengumpulan data dengan menyimak

penggunaan bahasa. Metode simak yang digunakan adalah metode

simak libat cakap, adapun teknik dasar yang dipakai adalah teknik

1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106041

2 Dosen Pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

sadap, dan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam, kerja

sama dengan informan atau wawancara, dan teknik catat.

Data pada penelitian ini berupa istilah-istilah sesaji wilujengan

nagari di Sasana Handrawina KSH. Jenis data yang digunakan

adalah data lisan. Data lisan sebagai data utama, sumber data lisan

berasal dari informan. Pada analisis data menggunakan metode

distribusional dan metode padan.

Hasil penelitian dalam upacara wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH ini memiliki istilah sejumlah 49 buah, yang

dapat dikelompokkan menjadi bentuk monomorfemis berjumlah 15

buah yaitu: apem, areng, enthik, gecok, jeruk, kates, kocor,

menyan, mihun, pohung, salak, srabi, telo, uwi, wajik. Terdapat

bentuk polimorfemis 9 buah yaitu: bekakak wong, enten-enten,

dhakoan, gedhang raja, hawuk-hawuk, jangan menir, jongkong

inthil, kolak kencana, pecel pitik. Berupa frasa berjumlah 25 buah

yaitu dhele ireng, gula Jawa, jajanan pasar, jenang abang putih,

jenang blawah, jenang elang, jenang grendul, jenang katul, jenang

pati, jenang sengkala, jenang sungsum, kembang kinang, ketan

biru, ketan warni-warni, krupuk abang, lele urip, pitik urip, sambel

goreng, sega golong, sega jagung, sega wuduk ingkung tempe

kripik, tumpeng janganan, tumpeng megana,dan tumpeng ropoh.

Page 20: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting yang tidak dapat

dipisahkan dengan manusia, karena dalam kesehariannya manusia menggunakan

bahasa untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan bahasa kita dapat

mengetahui kebudayaan suatu daerah. Bahasa juga mencerminkan kebudayaan

suatu daerah, karena bahasa mempengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia.

Hubungan antara pemakai bahasa dan pola kebahasaan tercermin dalam

istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Kebudayaan

Jawa merupakan peradaban orang Jawa yang berakar dari Keraton. Pengaruh

budaya Keraton Surakarta terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya masih

sangat kuat hingga sekarang. Salah satu wujud pengaruh kebudayaan tersebut

adalah upacara wilujengan nagari KSH. Dalam upacara itu terdapat istilah-istilah

sesaji, sehingga masalah ini menarik untuk dikaji secara etnolinguistik.

Etnolinguistik merupakan perpaduan antara etnologi dan linguistik,

sehingga dengan mempelajari etnolinguistik kita dapat mengetahui hubungan

antara kebudayan dengan masalah bahasa. Istilah „etnolinguistik‟ berasal dari kata

„etnologi‟ berarti ilmu yang mempelajari tentang suku-suku tertentu dan

„linguistik‟ berarti ilmu yang mengkaji seluk beluk bahasa keseharian manusia

disebut dengan ilmu bahasa yang lahir karena adanya penggabungan antara

pendekatan yang bisa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini antropologi bahasa)

(Sudaryanto, 1996: 6).

1

Page 21: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Etnolinguistik (ethnolinguistics) mengandung dua pengertian yaitu (1)

cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat

pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan (bidang ini juga disebut

linguistik antropologi); (2) cabang linguistik antropologi yang menyelidiki

hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa; salah satu aspek

etnolinguistik yang sangat menonjol adalah masalah relativitas bahasa (Harimurti

Kridalaksana, 1983: 42). Berdasarkan pengertian tersebut mengandung dua unsur

yang saling berhubungan yaitu bahasa dan budaya masyarakat.

KSH merupakan pusat dan sumber kebudayaan Jawa. KSH disebut

Keraton Kasunanan Surakarta, didirikan oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng

Susuhunan Paku Buwono II pada tanggal 17 Sura tahun Je 1670 atau bertepatan

17 Februari 1745, hari Rabu. Adapun tanggal berdirinya Keraton Surakarta

Hadiningrat ini diambil dari ”kepindahan” Keraton Kartasura ke Desa Sala pada

hari Rabu tanggal 17 bulan Sura tahun Je 1670, sinengkalan ”KOMBUL ING

PUDYA KAPYARSI ING NATA” (tahun 1670 Jawa) atau tanggal 17 Pebruari

1745 (Sri Winarti, 2002: 23). KSH sampai saat ini masih dihormati

keberadaannya oleh masyarakat Jawa.

Sampai saat ini masih banyak sekali upacara-upacara adat KSH yang

masih dilaksanakan. Upacara-upacara adat KSH ini menjadi tradisi setiap

tahunnya yang masih sangat sakral. Masyarakat Jawa percaya bahwa upacara-

upacara adat yang dilakukan oleh KSH pasti akan membawa berkah tersendiri

bagi mereka. Upacara tradisional yang masih dilaksanakan hingga sekarang antara

lain suran, grebeg sekaten, jamasan Nyai Setomi, jamasan pusaka-pusaka, dan

wilujengan.

Page 22: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Upacara adat yang masih dilaksanakan oleh KSH yaitu upacara

wilujengan. Salah satu upacara yang sampai sekarang masih di laksanakan yaitu

upacara wilujengan nagari KSH. Upacara wilujengan nagari KSH merupakan

peringatan perpindahan Keraton Kasunanan dari Kartasura ke Sala, sekaligus

sebagai hari jadi Kota Sala. Peringatan ini jatuh pada setiap tanggal 17 Februari,

sesuai dengan waktu pindahnya Keraton Kasunanan ke Sala. Namun dari pihak

keraton upacara wilujengan tidak dilaksanakan pada setiap tanggal 17 Februari

karena pihak Keraton menggunakan kalender Jawa yang berpatokan pada

peredaran bulan. Pada tahun ini upacara wilujengan nagari KSH dilaksanakan

pada tanggal 3 Januari 2010, yang digelar di Sasana Handrawina kompleks KSH.

Upacara wilujengan nagari KSH wujud selamatan memohon kepada Sang

Pencipta dan menghormati seorang tokoh yang telah berjasa akan keberadaan

KSH agar KSH selalu diberi keselamatan untuk dilindungi dari segala hal yang

tidak benar, dengan diadakan wilujengan diharapkan akan terjadi keselamatan

yang terus-menerus. Sebagai sarana untuk memohon kepada Sang Pencipta dan

menghormati seorang tokoh yang telah berjasa akan keberadaan KSH maka

disiapkan sesaji-sesaji untuk upacara wilujengan tersebut. Dalam upacara

wilujengan nagari KSH isinya tentang cerita perpindahan Keraton dan doa

selamatan (K.P.G.H. Puger, 1 Februari 2010).

Upacara wilujengan nagari KSH merupakan salah satu upacara adat di

KSH sangat perlu untuk dilestarikan, agar generasi muda sekarang ini mengetahui

dan mengenal tradisi yang dimiliki masyarakat Jawa. Upacara wilujengan nagari

Keraton merupakan bentuk selamatan atas perpindahan dari Kartasura ke Sala.

Page 23: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Dari hasil pencarian peneliti sampai sekarang ini belum ada penulis yang

meneliti mengenai istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina

KSH. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian

etnolinguistik yang dipakai penulis sebagai contoh menganalisis tentang bentuk,

makna dan menambah pengetahuan tentang teori etnolinguistik adalah sebagai

berikut.

Hidha Watari, 2008, dalam skripsi yang berjudul “Istilah Unsur-Unsur

Sesaji dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Gondang Kabupaten Sragen” yang

mengkaji tentang bentuk dan makna dari Istilah-istilah sesaji dalam Tradisi Bersih

Desa di Desa Gondang Kabupaten Sragen.

Andina Dyah Sitaresmi, 2009, dalam skripsi yang berjudul “Istilah

Perlengkapan Sesaji Jamasan Nyai Setomi di Siti Hinggil Keraton Surakarta

Hadiningrat” yang mengkaji tentang bentuk, makna leksikal dan makna kultural

istilah perlengkapan sesaji jamasan Nyai Sentomi di Siti Hinggil Keraton Surkarta

Hadiningrat.

Destria Anindita Puspitasari, 2010, dalam skripsi yang berjudul “Istilah-

Istilah dalam Upacara Tingkeban Adat Jawa di Kota Surakarta” yang

mengkaji tentang bentuk, makna dan nilai etik dari istilah-istilah dalam upacara

Tingkeban Adat Jawa di Kota Surakarta.

Dengan pendekatan etnolinguistik penulis mengambil judul: Istilah-Istilah

Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

Adapun alasannya adalah sebagai berikut:

1) Istilah sesaji upacara wilujengan nagari KSH ini belum pernah diteliti.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

2) Istilah sesaji upacara wilujengan nagari KSH ini perlu diketahui sejarah

dan perkembangannya, sehingga masyarakat awam dapat mengenal

upacara tradisi ini.

3) Sesaji yang digunakan dalam upacara wilujengan nagari KSH ini memiliki

makna tersendiri.

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian yang berjudul “Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari

di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat” ini dikaji menggunakan

teori etnolinguistik. Untuk mempermudah penelitian tidak melebar dari

permasalahan yang ada maka permasalahan dibatasi pada masalah bentuk, makna

leksikal, dan makna kultural. Bentuk meliputi macam-macam sesaji apa saja.

Makna di sini terdiri dari makna leksikal dan makna kultural dari istilah-istilah

sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH? (Masalah ini diteliti untuk mendeskripsikan istilah-istilah

sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH, ada yang berbentuk

monomorfemis, polimorfemis, dan frasa).

2) Bagaimanakah makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di

Sasana Handrawina KSH? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan istilah-

Page 25: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH yang memiliki

makna leksikal).

3) Bagaimanakah makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di

Sasana Handrawina KSH? (Masalah ini dikaji untuk menjelaskan istilah-

istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH yang memiliki

makna kultural).

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH.

2) Menjelaskan makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH.

3) Menjelaskan makna kultural istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH.

E. Manfaat Penulisan

Kontribusi dan berbagai manfaat dari penulisan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1) Secara teoretis

Secara teoretis penelitian yang berjudul Istilah-istilah Sesaji

Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat

ini diharapkan bermanfaat untuk menambah khazanah penelitian di bidang

Page 26: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

budaya daerah dalam rangka memperkaya khasanah budaya nasional dan

dapat memberikan manfaat untuk melengkapi teori etnolinguistik jawa.

2) Secara praktis

a) Penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

tentang pengetahuan bentuk dari makna leksikal dan makna kultural

khususnya pada istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH.

b) Mendukung program pemerintah dalam kaitannya dengan

mengembangkan nilai budaya Indonesia guna memperkuat kepribadian

bangsa.

c) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk

para peneliti selanjutnya.

d) Bentuk pendokumentasi budaya Jawa dalam bentuk tulisan.

Pendokumentasian istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH dilakukan supaya dapat terus diketahui oleh generasi

mendatang. Oleh karena itu, pendokumentasian adalah langkah awal

terpenting dalam setiap usaha-usaha pelestarian unsur-unsur

kebudayaan yang diperkirakan sudah akan punah.

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II Landasan Teori, menjelaskan istilah, sesaji, wilujengan nagari,

Page 27: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

sasana handrawina, keraton surakarta hadiningrat, bentuk, makna, asal mula

pengertian etnolinguistik, kajian etnolinguistik, masyarakat bahasa dan kerangka

pikir.

Bab III Metode Penelitian, berisi sifat penelitian, lokasi penelitian, data

dan sumber data, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisi data,

dan metode penyajian analisis data.

Bab IV Analisis, berupa bentuk dan makna istilah-istilah unsur sesaji

dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

Bab V Penutup, terdiri atas simpulan dan saran.

Pada bagian akhir disajikan daftar pustaka dan lampiran.

Page 28: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Landasan Teori

Landasan teori adalah dasar atau landasan yang bersifat teoretis yang

relevan dengan pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Landasan

teori digunakan sebagai kerangka pikir untuk mendekati permasalahan dan bekal

untuk menganalisis obyek kajian.

1. Istilah

Istilah adalah perkataan yang khusus mengandung arti yang tertentu di

lingkungan suatu ilmu pengetahuan, pekerjaan atau kesenian (Poerwadarminta,

1976: 388). Istilah adalah suatu kata atau gabungan kata yang dengan cermat

mengungkapkan makna, konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam

bidang tertentu (Hasan Alwi, 2002: 390).

Menurut Harimurti Kridalaksana, istilah adalah kata atau gabungan kata

yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang

khas dalam bidang tertentu.(1983: 67)

Istilah yaitu tembung (tetembungan) sing mengku teges, kaanan, sipat lan

mirunggan ing babagan tartamtu ‘kata yang mengandung makna, keadaan, sifat

dan sehingga yang sesuai pada bagian tertentu’ (Prawiraatmojo, 1993: 287).

9

Page 29: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

2. Sesaji

Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen atau sesaji memiliki nilai

sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Acara sakral ini

dilakukan untuk ngalap berkah ‘mencari berkah’ di tempat-tempat tertentu yang

diyakini keramat atau diberikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki

kekuatan ghaib, semacam keris, trisula, dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat

duniawi.

Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai

"bisikan ghaib" yang diterima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan

sebagainya. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang

biasa diberi sesaji lalu pada suatu saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak

memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).

(http://ghuroba.blogsome.com/2008/01/27/ritual-sesaji-sesajian-sesajen-adakah-

dalam-islam/)

Sajen atau sesaji adalah makanan (buah-buahan dan sebagainya) disajikan

kepada makhluk halus dan sebagainya. Saji atau bersaji adalah

mempersembahkan sajian berupa makanan dan benda lain dalam upacara

keagamaan yang dilakukukan secara simbolik dengan tujuan berkomunikasi

dengan kekuatan gaib, sedangkan sejian berupa makanan, buah-buahan dan

sebagainya yang dipersembahkan pada kekuatan-kekuatan gaib dalam upacara

bersaji (Hasan Alwi, 2002: 979).

Menurut Suwardi Endraswara, sesaji merupakan wacana simbol yang

digunakan sebagai sarana untuk ‘negoisasi’ spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini

dilakukan agar makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak mengganggu.

Page 30: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada roh halus, diharapkan roh

tersebut akan jinak dan mau membantu hidup manusia (2006: 247).

Sesaji wilujengan yang ada di KSH merupakan adat atau tradisi

berdasarkan uwoh pangolahing budi ‘hasil tindakan budi manusia’. Oleh karena

itu, sesaji wilujengan dikalangan keraton itu berdasarkan budaya Jawa atau adat

leluhur. Kepercayaan masyarakat Jawa khususnya KSH bahwa kehidupan silih

berganti seperti cokro manggilingan selalu berputar yang telah digariskan Yang

Maha Pencipta, sebagai makhluk ciptaan Tuhan kiranya tidak dapat menghindar.

Namun demikian, manusia sebagai makhluk berakal dan berbudi diberi wewenang

untuk berusaha yang tertuju pada karahayon ‘ketrentraman’ dan kawilujengan

‘keselamatan’ dengan menempuh cara lahir dan batin, antara lain dengan

mengadakan sesaji wilujengan (Gusti Puger, April 2011).

3. Wilujengan Nagari

Dalam Kamus Ungah-Ungguh Basa Jawa, wilujengan atau slametan

adalah pengetan tumrap tiyang ingkang sampun tilar donya mawi upacara tradisi

lan agami ‘peringatan untuk orang yang sudah meninggal dunia menurut upacara

adat atau agama’ (Haryana H. dan Th. Supriya, 2001: 406). Menurut hasil

wawancara dari K.P.G.H. Puger, wilujengan nagari adalah selametan negara,

berbeda dengan syukuran, karena wilujengn ini sifatnya memohon keselamatn

untuk dilindungi dari segala marabahaya. Dengan diadakan wilujengan nagari

yang diujudkan sesaji-sesaji dengan tujuan memohon kepada Tuhan YME agar

diberi keselamatan yang terus menerus dan agar dengan ujud sesaji tadi mendapat

Page 31: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

berkah wilujeng karena daya kekuatan halus yang disebut prabawa ‘keluhuran’ (1

Februari 2010).

Dalam upacara wilujengan nagari KSH isinya tentang cerita perpindahan

KSH dan doa selamatan. Upacara wilujengan nagari KSH dipimpin oleh K.P.G.H.

Puger kemudian dibacakan cerita tentang perpindahan keraton oleh K.P.

Winarnokusumo setelah itu dibacakan doa oleh K.R.T. Pujosetiyodipuro. Setelah

upacara selesai sesaji yang bisa dimakan akan dibagikan dan dimakan bersama-

sama guna merapatkan tali persaudaraan (Winarnokusumo, April 2011).

4. Sasana Handrawina

Secara etimologi Sasana Handrawina berarti sasana ‘enggon’ dan

handrawina ‘perjamuan makan’, jadi Sasana Handrawina berarti tempat

perjamuan makan. Sasana Handrawina sering digunakan untuk tempat menjamu

tamu agung keraton. Pada tahun 1985 KSH pernah mengalami musibah

kebakaran, bangunan sasana handrawina termasuk bangunan yang ikut terbakar.

Bangunan-bangunan yang terbakar dulu kini telah berdiri kembali seperti sebelum

mengalami musibah. Sasana Handrawina dominan dengan warna ungu yang

berarti bangkit, yaitu bangkit dari musibah yang pernah dialami. Sasana

Handrawina adalah salah satu bangunan yang digunakan untuk upacara

wilujengan nagari KSH.

5. Keraton Surakarta Hadiningrat

KSH atau disebut Keraton Kasunanan Surakarta, didirikan oleh Ingkang

Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II pada tanggal 17 Sura tahun Je 1670

Page 32: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

atau bertepatan 17 Februari 1745, hari Rabu. Adapun tanggal berdirinya KSH ini

diambil dari ”kepindahan” Keraton Kartasura ke Desa Sala pada hari Rabu

tanggal 17 bulan Sura tahun Je 1670 atau tanggal 17 Februari 1745. (Sri Winarti,

2002: 23). KSH adalah penerus Keraton Kartasura. Keraton Kartasura merupakan

penerus Keraton Mataram. Dengan demikian, KSH merupakan kelanjutan dinasti

Mataram.

Keraton merupakan tempat bertemunya barang agal (kasar) dan barang

halus, barang dapat diraba maupun yang tidak dapat diraba, yang kelihatan oleh

mata ataupun yang tidak kelihatan oleh mata. Menurut kepercayaan masyarakat

Jawa khususnya KSH. Keraton dijaga oleh badan-badan halus dari empat penjuru,

yang disebut keblat papat lima pancer yaitu : dari penjuru timur dijaga oleh

Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu, dari penjuru selatan dijaga oleh

Kanjeng Ratu Kidul, yang bernama Kanjeng Ratu Kencanasari, bertahta di

Sakadomas bale kencana laut selatan (Nyai Rara Kidul adalah sebutan para

pengawal), dari penjuru barat Kanjeng Ratu Sekar Kedaton bertahta di Gunung

Merapi dan Merbabu, dari penjuru utara Kanjeng Ratu Bathari Kalayuwati

bertahta di Sentra Ganda Mayit hutan Krendawahana.

KSH masih sangat percaya apabila mereka menjaga hubungan

makrokosmo dan mikrokosmo maka keselamatan pasti selalu menyertai. Oleh

sebab itu KSH selalu menggelar ritual-ritual khusus untuk menghormati arwah

leluhur yang berada di empat penjuru tersebut dengan memberikan sesaji khusus.

Page 33: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

6. Bentuk

a. Monomorfemis

Monomorfemis adalah kata bermorfem satu. Monomorfemis

(monomorphemic) terjadi dari satu morfem, morfem merupakan satu bahasa

terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian yang

lebih kecil misalnya (ter-) (di-) (Harimurti Kridalaksana, 2001:148). Menurut

Djako Kentjono, satu atau lebih morfem akan menyusun sebuah kata, kata

dalam hal ini satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata bermorfem satu

disebut kata monomorfemis dengan ciri dapat berdiri sendiri, mempunyai

makna dan berkatagori jelas, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu

disebut kata polimorfemis. Penggolongan berdasarkan jumlah morfem yang

menyusun kata (1982: 44-45).

b. Polimorfemis

Polimorfemis adalah kata yang bermorfem lebih dari satu.

Polimorfemis merupakan kata yang telah mengalami proses morfologis.

Proses morfologis sediri meliputi:

1) Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau

bentuk dasar. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat,

yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata (Abdul

Chaer, 2007: 177). Kata yang berafiks dapat dibagi atas kata-kata yang

mengandung prefiks, infiks, sufiks dan konfiks.

Page 34: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

2) Pengulangan bunyi atau reduplikasi

Pengulangan bunyi atau reduplikasi adalah proses dari hasil

pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonetis atau gramatikal (Harimurti

Kridalaksana, 1983: 143). Menurut Abdul Chaer reduplikasi adalah proses

morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara

sebagian (parsial), maupun dengan pengubahan bunyi (2007: 182-183).

3) Kata majemuk

Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk

satu kesatuan arti (Gorys Keraf, 1984: 124). Menurut Harimurti Kridalaksana

kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus

sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal dan semantik yang

khusus, menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut

membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan kata majemuk

(2001: 99).

Ciri-ciri kata majemuk yaitu komposisi yang memiliki makna

baru/memiliki satu makna, kata majemuk tidak dapat disela dengan unsur

lain, dan salah satu/kedua komponen kata majemuk berupa morfem dasar

terikat (Abdul Chaer, 2007: 224).

c. Frasa

Frasa adalah suatu konstruksi yang tediri dari dua kata atau lebih

yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan ini dapat menimbulkan suatu

maksud baru yang sebelumnya tidak ada. (Gorys Keraf, 1984: 139). Menurut

Djoko Kentjono, frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau

Page 35: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya

menjadi pembentuk klausa (1982: 57).

Frasa seperti kata, frasa dapat berdiri sendiri. Frasa yang mempunyai

distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah

satu dari unsurnya, disebut frasa endosentrik, dan frasa yang tidak

mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya disebut frasa

eksosentrik (Ramlan, 2001: 142).

Ciri frasa adalah terdiri dari dua kata atau lebih, dapat diisi unsur

apapun dan tidak mengubah makna, tidak memiliki makna baru melainkan

makna sintaktik, dapat diuraikan menurut komponen pembentuknya,

mempunyai unsur pusat inti dan unsur pendamping sebagai modifatornya

(Abdul Chaer, 2007: 224). Contoh bentuk frasa sega golong mempunyai

unsur pusat inti yaitu sego sebagai inti frasa sedangkan golong sebagai atribut

7. Makna

Menurut Fatimah Djajasudarma pengertian sence ’makna’ dibedakan dari

meaning ’arti’ di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada di antara

unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Makna dapat dianalisis

melalui struktur dalam pemahaman tataran bahasa (fonologi, morfologi,

sintaksis). Makna dapat diteliti melalui fungsi dalam pemahaman fungsi hubungan

antara unsur. Dengan demikian, kita mengenal makna leksikal dan makna kultural

(1993:4)

Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda,

peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal adalah makna kata-kata yang dapat berdiri

Page 36: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

sendiri, baik dalam bentuk tuturan maupun dalam bentuk dasar (Fatimah, 1999:

13). Menurut Gorys Keraf bermacam-macam lambang bunyi ujaran dari gejala-

gajala sekitar kita biasanya dikumpulkan dalam sebuah buku, dengan diberi

penjelasan-penjelasan mengenai hubungan antara bentuk dan gejala-gejala

tersebut. Buku-buku semacam ini disebut leksikon. Sebab itu arti dari kata yang

sesuai dengan apa yang kita jumpai dalam leksikon disebut makna leksikal (1984:

130).

Makna leksikal yaitu makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda,

peristiwa dan lain-lain. Makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari

penggunanya atau konteksnya (Harimurti Kridalaksana, 2001: 133). Makna

kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya

dengan budaya tertentu (Wahid Abdullah, 1999: 3). Makna kultural ini muncul

dengan adanya pola kepercayaan dari setiap daerah akan pemberian keselamatan

dan kemakmuran.

8. Asal Mula Pengertian Etnolinguistik

Koentjaraningrat dalam Beberapa Pokok Antropologi Sosial

mengemukakan definisi etnolinguistik yaitu suatu ilmu bagian yang pada asal

mulanya erat bersangkutan dengan ilmu antropologi, obyek penelitiannya berupa

kata-kata, pelukisan-pelukisan dari ciri-ciri, pelukisan-pelukisan tentang tata

bahasa dari bahasa-bahasa lokal yang tersebar di berbagai tempat di muka bumi,

terkumpul bersama-sama dengan bahan tentang unsur kebudayaan suatu suku

bangsa (Koentjaraningrat, 1992: 2). Definisi lain menurut Sudaryanto,

Page 37: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Etnolinguistik adalah ilmu yang meneliti seluk beluk hubungan aneka pemakaian

bahasa dengan pola pikir kebudayaan (Sudaryanto, 1996: 7).

Istilah etnolinguistik juga ada yang menyebut sebagai Antropologi

linguistik yaitu subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan

budaya dan pranata budaya manusia atau juga penggunaan cara-cara linguistik

dalam penyelidikan antropologi budaya (Abdul Chaer, 2003: 16).

Istilah etnolinguistik yaitu berasal dari kata etnologi dan linguistik yang

lahir karena penggabungan antara pendekatan etnologi dengan pendekatan

linguistik. Atas dasar inilah, Ahimsa membagi kajian etnolinguistik dalam dua

golongan, yaitu kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan

kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik (Shri Ahimsa, 1997:

5).

Dalam penelitian ini, istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH pada awalnya dianalisis dari segi sesajinya. Kemudian

dianalisis dari segi budaya, yaitu berupa makna kultural dan leksikal yang

terkandung. Dengan demikian, kajian ini termasuk dalam golongan kajian

etnologi yang memberi sumbangan bagi linguistik. Kajian tentang bahasa

dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam kebudayaan suatu masyarakat yang

tersimpan, maka diperlukan bahasa untuk mengungkapkannya.

9. Kajian Etnolinguistik

Kajian etnolinguistik dibagi menjadi dua yaitu (1) kajian linguistik yang

memberi sumbangan bagi etnologi dan (2) kajian etnologi yang memberi

sumbangan bagi linguistik. Etnologi adalah cabang dari antropologi kebudayaan

Page 38: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

yang mempelajari kebudayaan manusia dengan mengadakan pendekatan

perbandingan dari kebudayaan-kebudayaan secara individual yang terdapat di

muka bumi (Harsojo, 1967: 24).

Bahasa sangat erat kaitanya dengan budaya masyarakat yang memiliki

bahasa tersebut. Seorang ahli bahasa tidak mampu menggali berbagai dimensi

semantis dari suatu kata, karena ini memerlukan penelitian lapangan dengan

waktu yang cukup lama. Dalam konteks inilah para ahli etnologi dapat memberi

sumbangan pada linguistik (Shri Ahimsa, 1997: 9).

10. Masyarakat Bahasa

Masyarakat adalah kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem

adat-istiadat yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama

(Koentjaraningrat, 1990: 146-147). Menurut Poerwadarminta (1976: 636)

masyarakat merupakan pergaulan hidup, sehimpunan orang yang hidup bersama

di suatu tempat dengan ikatan-ikatan atau aturan tertentu. Dapat dikatakan bahwa

masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama untuk

berinteraksi dalam suatu aturan yang bersifat kontinyu.

Masyarakat yang menggunakan bahasa yang relatif sama dari penilaian

yang sama terhadap norma-norma serta pemakaian bahasa yang dipergunakan

dalam suatu masyarakat itu, dapat dikatakan dengan masyarakat bahasa.

Masyarakat bahasa (speech community) adalah kelompok yang mempunyai

bahasa yang sama atau yang merasa termasuk dalam kelompok itu, atau yang

berpegang pada bahasa yang sama (KBBI, 2002: 721). Masyarakat bahasa adalah

Page 39: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama (Abdul Chaer,

2003: 59-60).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat bahasa

adalah masyarakat yang hidup berdampingan dan menggunakan bahasa yg sama

dalam komunikasi atau setidak-tidaknya dapat dipahami antara satu dan lainnya.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini menguraikan tentang istilah sesaji

dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH. Sumber utama

informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat KSH sekaligus pelaku upacara

wilujengan nagari KSH. Dalam istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH terdapat bentuk dan makna serta perkembangannya dalam

masyarakat. Bentuk berupa monomorfemis, polimorfemis, dan frasa, sedangkan

makna dapat dijabarkan menjadi makna leksikal, dan kultural. Makna leksikal

adalah makna dasar istilah tersebut, atau makna yang muncul dari proses

gramatikal, sedangkan makna kultural adalah makna yang ada pada masyarakat

atau makna yang dimiliki oleh masyarakat yang ada hubungannya dengan

kebudayaan.

Dari pembahasan istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Keterkaitan

tersebut dapat dilihat dari bagan sebagai berikut.

Page 40: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Bagan 1

Kerangka Pikir

Istilah-istiah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina

Keraton Surakarta Hadiningrat

Page 41: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih

dalam melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mendekati, mengamati,

menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimukti Kridalaksana, 2001:

136).

Dalam metode penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu jenis penelitian,

data, sumber data, populasi, sampel, metode pengumpulan data, metode analisis

data, dan metode penyajian analisis data.

A. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat,

wacana, gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tape (Edi

Subroto, 1992: 7).

Istilah deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara

sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.

Penelitian kualitatif data yang terkumpulkan berbentuk kata-kata atau gambar-

gambar bukan angka-angka yang selanjutnya diolah secara cermat dengan

menggunakan pengkartuan data, sehingga menghasilkan penafsiran yamg kuat

dan objektif.

Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa dalam penelitian ini data

yang tercatat berwujud kata-kata dan hasilnya juga dalam bentuk kata-kata,

22

Page 42: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

sehingga penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan data kebahasaan yang ada

dalam Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana Handrawina Keraton

Surakarta Hadiningrat, baik yang diperoleh melalui teknik wawancara ataupun

teknik pustaka. Dalam memperoleh data melalui studi lapangan dan studi pustaka

dengan menelaah semua sumber yang berkaitan dengan objek penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau objek penelitian. Lokasi penelitian

yang berjudul “Istilah-Istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat” adalah di KSH. Penulis

mengambil lokasi ini sebagai lokasi objek penelitian karena KSH merupakan

pusat kebudayaan Jawa, yang masih sangat kental dengan spiritualnya. Hingga

sekarang upacara-upacara adat pun masih dilakukan dan dijunjung tinggi. Tetapi

dengan berjalannya waktu kebudayaan yang telah ada semakin terlupakan oleh

generasi muda sekarang ini. Oleh karena itu, penulis ingin ikut melestarikan

kebuadayaan Jawa yang hampir hilang tersebut.

C. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1990: 3). Jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan. Data dalam penelitian ini adalah

istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

Sumber data adalah si penghasil atau si pencipta bahasa yang sekaligus

tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud, biasa disebut dengan

nara sumber (Sudaryanto, 1990: 35). Sumber data lisan dalam penelitian ini

Page 43: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

berasal dari informan berupa tuturan dari informan yang mengandung istilah-

istilah sesaji dalam upacara wilujengan nagari KSH, adapun kriteria informan

yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut.

1. Penutur asli bahasa Jawa

2. Penduduk asli daerah setempat

3. Memahami bahasa dan budaya Jawa

4. Berumur 60-70 tahun dan belum pikun

5. Memiliki alat ucap yang lengkap

6. Alat pendengaran yang normal

Adapun informan yang dimaksud adalah :

1. K.G.P.H. Puger (56) selaku pemimpin upacara wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH.

2. K.P. Winarnokusumo (62) selaku pelaksana upacara wilujengan nagari KSH.

3. Ibu Nanik Winarni Swaminarso (70) selaku juru masak sesaji di pawon

Gondorasan KSH.

4. Ibu Suryo Samtono (70) selaku juru masak sesaji di pawon Gondorasan KSH.

D. Alat Penelitian

Alat penelitian merupakan alat utama dan alat bantu. Alat utama yaitu

penelitian itu sendiri yang terjun langsung dalam upacara wilujengan nagari di

Sasana Handrawina KSH. Sedangkan alat bantu yang digunakan adalah bolpoint,

kertas, mp4, kamera, dan komputer.

Page 44: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

E. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, menganaisis, dan menjelaskan suatu

fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak yaitu pengumpulan data

dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Teknik dasarnya

adalah teknik sadap yaitu dengan menyadap penggunaan bahasa dari objek

penelitian yaitu berupa sesajen dalam berbahasa Jawa. Teknik sadap dilakukan

dengan segenap kemampuan dan pikiran menyadap pemakaian bahasa di

masyarakat. Teknik lanjutannya adalah sebagai berikut.

1) Teknik rekam, yaitu merekam wawancara dengan informan guna memperoleh

kelengkapan data yang diperlukan.

2) Teknik catat, dengan mencatat hasil wawancara kemudian mengolahnya

secara selektif guna melengkapi data.

3) Teknik kerjasama dengan informan atau wawancara yaitu dengan

mewawancarai informan penutur asli yang berkemampuan memberi

informasi kebahasaan yang dikehendaki oleh peneliti yang direncanakan

dengan pertanyaan agar terarah sesuai dengan tujuan penelitian.

F. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode ditribusional dan

metode padan, kedua metode ini digunalan dalam upaya menemukan kaidah

dalam tahap analisis data.

Page 45: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

1. Metode Distribusional

Metode distribusional adalah metode analisis data yang penentunya unsur

dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode ini

digunakan untuk menganalisis bentuk dari istilah-istilah sesaji wilujengan nagari

di Sasana Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

Teknik yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), yaitu

teknik yang digunakan untuk membagi satuan yang langsung membentuk satuan

lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Teknik ini digunakan untuk

membagi unsur langsung bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana

Handrawina KSH, apakah berbentuk monomorfemis, polimorfemis, atau frasa.

Bentuk monomorfemis

1) apem [ap|m]

2) areng [ar|G]

3) enthik [|nTI?]

4) gecok [g|cO?]

5) jeruk [j|rU?]

6) kates [katEs]

7) kocor [kOcOr]

8) menyan [m|~nan]

9) mihun [mihun]

10) pohung [pohUG]

11) salak [sala?]

12) srabi [srabi]

Page 46: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

13) tela [telO]

14) uwi [uwi]

15) wajik [wajI?]

Kata-kata tersebut merupakan bentuk monomorfemis karena merupakan bentuk

satuan gramatikal yang terkecil yang sudah tidak bisa diuraikan lagi.

Bentuk polimorfemis

1. bekakak wong [b|kaka? wOG]

2. enten-enten [|ntEn-|ntEn]

3. dhakoan [Dakowan]

4. gedhang raja [g|DaG rOjO]

5. hawuk-hawuk [hawUk-hawUk]

6. jangan menir [jaGan m|nIr]

7. jongkong inthil [jOGkOG inTIl]

8. kolak kencana [kola? k|ncOnO]

9. pecel pitik [p|c|l pitI?]

Kata-kata tersebut merupakan bentuk polimorfemis karena merupakan proses

morfologis yang berupa rangkaian morfem.

Bentuk frasa

1. dhele ireng [D|le ir|G]

2. gula Jawa [gulO jOwO]

3. jajanan pasar [jajanan pasar]

4. jenang abang putih [j|naG abaG putIh]

Page 47: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

5. jenang blawoh [j|naG blawOh]

6. jenang elang [j|naG |laG]

7. jenang grendul [j|naG gr|ndUl]

8. jenang katul [j|naG katUl]

9. jenang pati [j|naG pati]

10. jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]

11. jenang sungsum [j|naG suGsUm]

12. kembang kinang [k|mbaG kinaG]

13. ketan biru [k|tan biru]

14. ketan warni-warni [k|tan warni warni]

15. krupuk abang [krupU? abaG]

16. lele urip [lele urIp]

17. pitik urip [pitI? urIp]

18. sambel goreng [samb|l gorEG]

19. sega golong [s|gO gOlOG]

20. sega jagung [s|gO jagUG]

21. sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG]

22. tempe kripik [tempe kripI?]

23. tumpeng janganan [tump|G jaGanan]

24. tumpeng megana [tump|G m|gOnO]

25. tumpeng ropoh [tump|G rOpOh]

Page 48: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Kata-kata tersebut merupakan bentuk frasa karena tidak melampaui batas fungsi

unsur klausa.

2. Metode Padan

Metode padan adalah metode analisis data yang penentunya di luar,

terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan

(Sudaryanto, 1993: 13). Berdasarkan alat penentunya metode padan dibedakan

menjadi lima subjenis, yaitu:

a. Referensial yaitu metode yang alat penentunya ialah kenyataan

yang ditunjukkan oleh bahasa atau referent bahasa. Ditunjukan dengan

berupa gambar yang dimaksud.

b. Fonetis artikulatoris dengan alat penentu organ pembentuk bahasa

atau organ bicara. Ditunjukkan dengan transkripsi fonetis dari kata yang

dimaksud.

c. Translasional alat penentunya bahasa lain atau langue lain. Ditunjukan

dengan glos atau arti dari kata yang dimaksud.

d. Ortografis yaitu metode dengan alat penentunya perekam dan

pengawet bahasa yaitu tulisan. Ditunjukkan dengan tulisan dari kata yang

dimaksud.

e. Pragmatis yaitu metode yang alat penentunya saling menjadi mitra

bicara yaitu informan dalam penerapannya tidak disertakan.

Metode padan tersebut digunakan untuk menganalisis makna. Dalam

penelitian ini analisis data bersifat kontekstual yaitu analisis data dengan

mempertimbangkan konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa

Page 49: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

yaitu mengenai istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina

KSH.

Adapun penerapan kedua metode tersebut sebagai berikut:

1) Gedhang Raja [g|DaG rOjO] berkategori nomina

gedhang ’pisang’ + raja ’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu jenis

pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan

baunya harum’.

Makna leksikal dari gedhang raja adalah salah satu jenis pisang yang

berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan baunya harum.

Gedhang raja disebut juga gedhang ayu, di atas gedhang raja ditumpangi

kinang atau suruh ayu. Gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH

ini berjumlah setangkep ‘menjadi satu tertutup rapat’

Makna kultural dari gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH

ditunjukan kepada leluhur yang berjasa atas berdirinya KSH yang telah

meninggal dunia, bentuk gedhang raja yang rapi beruntun juga memiliki

makna bahwa diharapkan masyarakat dapat hidup rukun dan runtut seperti

pisang raja dan dalam menjalani kehidupan bisa selalu bahagia seperti raja,

dan sifat raja yang baik adalah berwibawa, arif, bijaksana, adil dan bisa

menjadi tauladan rakyatnya. Gedhang raja merupakan rajanya pisang

karena mempunyai rasa yang paling enak diantara pisang-pisang yang lain.

Gedhang raja sebagai rajanya pisang sering dianalogikan dengan raja

manusia, gedhang raja melambangkan suatu kekuasaan yang tinggi,

kewibawaan, keluhuran, dan kemuliaan.

Page 50: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Jumlah gedhang raja adalah setangkep ini sebagai lambang bahwa sebagai

manusia kita harus klop antara pekerjaan dengan penyuwunan.

2) ketan warni-warni [k|tan warni warni] berkategori nomina

ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni

‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, kuning,

hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah bermacam-

macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan putih.

Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang terbuat dari

beras ketan yang diberi warna merah, hijau, kuning, dan putih.

Makna kultural dari ketan warni-warni adalah melambangkan empat sifat

dasar manusia yaitu amarah, aluamah, sufiah, dan mutmainah. Merah

melambangkan amarah yang berarti kemarahan, hijau melambangkan

aluamah yang berarti malas, kuning melambangkan sufiah yang berarti

asmara, dan putih melambangkan mutmainah yang melambangkan

kesucian.

G. Metode Penyajian Analisis Data

Metode penyajian analisis data menggunakan metode deskriptif dan

informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan

fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada

penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1992 :62).

Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang

menggunakan kata-kata yang sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode

informal dalam penelitian agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap

Page 51: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

hasil penelitian. Metode formal yaitu metode penelitian data dengan

menggunakan dokumen tentang data yang dipergunakan sebagai lampiran dan

juga dalam analisis data. Lampiran tersebut dapat berupa gambar-gambar, bagan,

tabel, grafik dan sebagainya.

Page 52: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

BAB IV

ANALISIS DATA

Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka analisis data

akan dideskripsikan bentuk, makna leksikal, dan makna kultural istilah-istilah

sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH.

Adapun uraiannya sebagai berikut.

A. Bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan nagari di Sasana Handrawina

Keraton Surakarta Hadiningrat.

Berdsarkan hasil analisis data ditemukan bentuk istilah-istilah sesaji wilujengan

nagari di Sasana Handrawina KSH berupa monomorfemis dan polimorfemis.

1. Monomorfemis

Monomorfemis merupakan bentuk satuan gramatikal yang terkecil yang

sudah tidak bisa diuraikan lagi, yang merupakan kata dasar. Adapun istilah

yang termasuk monomorfemis sebagi berikut:

( 1 ) apem [ap|m] berkategori nomina

Apem merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras,

santan, dan gula yang dibentuk bulat agak pipih

( 2 ) areng [ar|G] berkategori nomina

Areng merupakan hasil dari kayu yang dibakar yang digunakan untuk

perapian di tungku.

( 3 ) enthik [|nTI?] berkategori nomina

Enthik merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem

33

Page 53: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

( 4 ) gecok [g|cO?] berkategori nomina

Gecok merupakan salah satu jenis sesaji yang terbuat dari ulam

mentah, bawang putih, bawang merah, terasi, cabai, kunir, dan juga

santan yang dicampur menjadi satu.

( 5 ) jeruk [j|rU?] berkategori nomina

Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang mempunyai rasa

manis yang daging buahnya biasanya berwarna oranye dan banyak

mengandung vitamin C.

( 6 ) kates [katEs] berkategori nomina

Kates merupakan salah satu jenis buah-buahan yang rasanya manis

kulit buahnya bewarna hijau kekuningan yang termasuk pala

gumantung.

( 7 ) kocor [kOcOr] berkategori nomina

Kocor merupakan srabi yang diberi juruh yang terbuat dari santan dan

gula jawa

( 8 ) menyan [m|~nan] berkategori nomina

Menyan merupakan dupa yang dibuat dari tumbuhan, cara

penggunaannya dengan dibakar.

( 9 ) mihun [mihun] berkategori nomina

Mihun merupakan jenis makanan mie yang lembut

( 10 ) pohung [pohUG] berkategori nomina

Pohung merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala

kependhem

Page 54: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

( 11 ) salak [sala?] berkategori nomina

Salak merupakan salah satu jenis buah-buahan yang daging buahnya

berwarna putih mempunyai rasa manis sedikit asam agak sepet yang

kulit buahnya berwarna coklat bersisik agak tajam.

( 12 ) srabi [srabi] berkategori nomina

Srabi merupkan jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan,

dan gula jawa, yang dibentuk bulat agak pipih

( 13 ) tela [telO] berkategori nomina

Tela merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem

( 14 ) uwi [uwi] berkategori nomina

Uwi merupakan salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem

( 15 ) wajik [wajI?] berkategori nomina

Wajik merupakan jenis makanan yang terbuat dari hasil olahan beras

ketan yang direbus kemudian dicampur dengan gula jawa dan kelapa

2. Polimorfemis

Bentuk polimorfemis meliputi (1) afiksasi, (2) pengulangan atau reduplikasi,

dan (3) kata majemuk. Adapun kata-kata yang termasuk dalam

polimorfemisadalah sebagai berikut:

2.1 Afiksasi

( 16 ) dhakoan [Dakowan] berkategori nomina

Dhakoan merupakan salah satu jenis sesaji yang terbuat dari dhele

yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya.

2.2 Pengulangan atau reduplikasi

Page 55: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

( 17 ) enten-enten [|ntEn-|ntEn] berkategori nomina

Enten-enten merupakan jenis makanan yang terbuat dari kelapa parut

dan gula jawa

Enten-enten merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar ‘enten’

( 18 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk] berkategori nomina

Hawuk-hawuk adalah kelapa muda yang diparut yang diberi garam

Hawuk-hawuk merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar

‘hawuk’

2.3 Kata Majemuk

( 19 ) bekakak wong [b|kaka? wOG] berkategori nomina

bekakak ‘bekakak’ + wong ‘orang’ → bekakak wong ‘sesaji yang

berbentuk sepasang manusia’

( 20 ) gedhang raja [g|DaG rOjO] berkategori nomina

gedhang ’pisang’ + raja ’raja’ → pisang raja ’merupakan salah satu

jenis pisang yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa

manis, dan baunya harum’

( 21 ) jangan menir [jaGan m|nIr] berkategori nomina

jangan ‘sayur’ + menir ‘menir’ → jangan menir ‘jenis sesaji yang

dibuat dari labu yang dipotong dadu kemudian dikukus’

( 22 ) jongkong inthil [jOGkOG inTIl] berkategori nomina

Page 56: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

jongkong ‘jongkong’ + inthil ‘inthil’ → jongkong inthil ‘makanan

yang terbuat dari parutan singkong dan nasi putih yang dicampur

parutan kelapa dan garam’

( 23 ) kolak kencana [kola? k|ncOnO] berkategori nomina

kolak ‘kolak’ + kencana ‘emas’ → kolak kencana ‘merupakan

makanan yang terbuat dari santan yang dicampur gula jawa dan diberi

pisang’

( 24 ) pecel pitik [p|c|l pitI?] berkategori nomina

pecel ‘pecel’ + pitik ‘ayam’ → pecel pitik ‘sesaji yang terdiri dari

kecambah yang masih mentah diberi daun sledri dan di atasnya diberi

bumbu yang dibuat dari cabai merah dihaluskan’

3. Frasa

( 25 ) dhele ireng [D|le ir|G] berkategori nomina

dhele ‘kedelai’ + ireng ‘hitam’ → dele ireng ‘jenis kedelai yang kulit

buahnya bewarna hitam’

( 26 ) gula Jawa [gulO jOwO] berkategori nomina

gula ‘gula’ + Jawa ‘Jawa’ → gula Jawa ‘jenis gula yang dibuat dari

aren’

( 27 ) jajanan pasar [jajanan pasar] berkategori nomina

Jajanan pasar merupakan makanan kecil yang biasa dibeli di pasar

jajan ‘membeli’ + sufiks –an + pasar → jajanan pasar ’makanan

kecil yang biasa dibeli di pasar’

( 28 ) jenang abang putih [j|naG abaG putIh] berkategori nomina

Page 57: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

jenang ‘bubur’ + abang putih ‘merah putih’ → jenang abang putih

‘bubur yang berwarna merah dan putih’

( 29 ) jenang blawoh [j|naG blawOh] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + blawoh ‘blawah’ → jenang blawoh ‘bubur yang

terbuat dari tepung beras yang dimasak menggunakan santan dan

diberi garam secukupnya, kemudian di atasnya diberi gula jawa’

( 30 ) jenang elang [j|naG |laG] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + elang ‘elang’ → jenang elang ‘bubur yang terbuat

dari tepung gandum yang dimasak menggunakan air kelapa dan diberi

garam secukupnya’

( 31 ) jenang grendul [j|naG gr|ndUl] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + grendul ‘’ → jenang grendul ‘bubur yang terbuat

dari tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya’

( 32 ) jenang katul [j|naG katUl] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + katul ‘katul’ → jenang katul ‘bubur yang terbuat

dari katul yang dimasak diberi garam secukupnya’

( 33 ) jenang pathi [j|naG paTi] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + pathi ‘pati’ → jenang pati ‘bubur yang terbuat dari

tepung pati yang dimasak yang diberi garam secukupnya’

( 34 ) jenang sengkala [j|naG s|GkOlO] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + sengkala ‘sengkala’ → jenang sengkala ‘bubur yang

berwarna putih terbuat dari tepung beras dicampur santan yang

sebagian diberi warna hijau, merah, kuning dan hitam’

Page 58: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

( 35 ) jenang sungsum [j|naG suGsUm] berkategori nomina

jenang ‘bubur’ + sungsum ‘sungsum’ → jenang sungsum ‘bubur yang

berwarna putih terbuat dari tepung beras yang dicampur santan’

( 36 ) kembang kinang [k|mbaG kinaG] berkategori nomina

kembang ‘bunga’ + kinang ‘kinang’ →kembang kinang ‘bunga

mawar, melati, dan kenanga yang dijadikan satu dengan daun sirih

yang digulung yang terdiri dari kapur, gambir, dan tembakau’

( 37 ) ketan biru [k|tan biru] berkategori nomina

ketan ‘ketan’ + biru ‘biru’ → ketan biru ‘ketan yang berwarna biru’

( 38 ) ketan warni-warni [k|tan warni warni] berkategori nomina

ketan ‘ketan’ + warni-warni ‘warna-warni’ → ketan warni-warni

‘makanan yang terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah,

kuning, hijau, dan putih’. Yang dimaksud warni-warni disini adalah

bermacam-macam warna ketan yaitu warna merah, kuning, hijau, dan

putih.

Warni-warni merupakan bentuk reduplikasi dari bentuk dasar warni

‘warna’

( 39 ) krupuk abang [krupU? abaG] berkategori nomina

krupuk ‘kerupuk’ + abang ‘merah’ → krupuk abang ‘salah satu jenis

kerupuk yang berwarna merah’

( 40 ) lele urip [lele urIp] berkategori nomina

lele ‘lele’ + urip ‘hidup’ → lele urip ‘merupakan jenis ikan yang

masih dalam keadaan hidup’

Page 59: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

( 41 ) pitik urip [pitI? urIp] berkategori nomina

pitik ‘ayam’ + urip ‘hidup’ → pitik urip ‘ayam yang masih hidup’

( 42 ) sambel goreng [samb|l gorEG] berkategori nomina

sambel ‘sambel’ + goreng ‘goreng’ → sambel goreng ‘merupakan

salah satu jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang

digoreng kemudian dicampur dengan kuah yang bersantan yang diberi

bumbu cabai merah dan bumbu dapur’

( 43 ) sega golong [s|gO gOlOG] berkategori nomina

sega ‘nasi’ + golong ‘golong’ → sega golong ‘nasi putih yang

dibentuk bulat menggunakan tangan’

( 44 ) sego jagung [s|gO jagUG] berkategori nomina

sego ‘nasi’ + jagung ‘jagung’ → sego jagung ‘jagung yang ditumbuk

kemudian dikukus’

( 45 ) sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG] berkategori nomina

sega wuduk ‘nasi gurih’ + ingkung ‘ingkung’ → sega wudug ingkung

‘nasi gurih yang diletakkan di atas tebok dan diberi ayam utuh’

( 46 ) tempe kripik [tempe kripI?] berkategori nomina

tempe ‘tempe’ + kripik ‘keripik’ → tempe kripik ‘jenis keripik yang

dibuat dari tempe’

( 47 ) tumpeng janganan [tump|G jaGanan] berkategori nomina

Tumpeng ‘tumpeng’ + jangan ‘sayur’ + sufiks –an → tumpeng

janganan ‘nasi putih yang berbentuk kerucut yang di bawahnya diberi

Page 60: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

janganan ‘sayuran’ dan di dalam tumpeng diberi telur yang sudah

direbus’

( 48 ) tumpeng megana [tump|G m|gOnO] berkategori nomina

tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + megana ‘megana’ →

tumpeng megana ‘nasi putih berbentuk kerucut yang diberi sayuran

pada bagian tengahnya’

( 49 ) tumpeng ropoh [tump|G rOpOh] berkategori nomina

tumpeng ‘nasi putih berbentuk kerucut’ + ropoh ‘ropoh’ → tumpeng

ropoh ‘nasi putih yang berbentuk kerucut dan di bawahnya melingkar

delapan uter ‘daun pisang yang dibentuk bulat’ yang isinya terdiri dari

empat uter janganan yang masing-masing di tengah uter diberi telur

satu dan empet uter yang masing-masing uter berisi tela, pohung,

gedhang, jongkong, dan apem’

B. Makna Leksikal Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

Page 61: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

( 1 ) apem [ap|m]

Makna leksikal dari apem adalah arané panganan sing digawé

saka glepung beras dicampur santen, gula, ragi, wujudé saèmper

srabi ‘nama makanan yang dibuat dari tepung beras dicampur santan,

gula, ragi, bentuknya seperti srabi’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 25).

( 2 ) areng [ar|G]

Makna leksikal dari areng adalah obong-obongan kayu sing nganti

dadi ireng (adaté kanggo gegenèn ing anglo) ‘bakar-bakaran kayu

sampai menjadi hitam’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :27). Dalam proses

pembakaran areng membutuhkan waktu beberapa minggu dan

Page 62: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

biasanya pembakaran dilakukan didalam lubang yang ditutup

dedaunan. Areng dalam wilujengan nagari KSH diletakkan di anglo.

Anglo adalah tungku kecil yang terbuat dari tanah liat.

( 3 ) bekakak wong [b|kaka? wOG]

Bekakak adalah kéwan, wong, lsp sing dianggo sajèn ‘hewan,

manusia, dan sebagainya yang dipakai untuk sesaji’ (Kamus Basa

Jawa, 2001 :56). Makna leksikal dari bekakak wong adalah sesaji yang

berbentuk sepasang manusia. Bekakak wong terbuat dari tepung terigu

dan air yang dicampur menjadi sebuah adonan kemudian dibentuk

menjadi sepasang manusia yaitu pria dan wanita. Sedangkan untuk

pewarnaan bagian tubuh menggunakan teres yang dicampurkan pada

sebagian adonan tepung terigu (Nanik, Maret 2010).

( 4 ) dhakoan [Dakowan]

Page 63: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Makna leksikal dari dhakoan adalah sesaji yang terbuat dari dhele

yang direbus kemudian dihilangkan kulit buahnya. Dhakoan dalam

sesaji wilujengan nagari KSH diletakkan di atas sega jagung (Nanik,

Maret 2010).

( 5 ) dhele ireng [D|le ir|G]

Menurut Kamus Basa Jawa, dhele adalah kedelai (2001 :151).

Makna leksikal dari dhele ireng adalah jenis kedelai yang kulit

buahnya bewarna hitam. Dhele ireng dalam sesaji wilujengan nagari

KSH ini cara memasaknya hanya digarang di wajan/penggorengan

yang terbuat dari tanah liat (Nanik, Maret 2010).

Page 64: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

( 6 ) enten-enten [|ntEn-|ntEn]

Makna leksikal dari enten-enten adalah aranè panganan sing

digawé saka klapa lan gula ‘nama makanan yang dibuat dari kelapa

dan gula’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 192). Gula yang digunakan untuk

membuat enten-enten adalah gula Jawa.

( 7 ) enthik [|nTI?]

Enthik adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem.

Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang

biasanya berfungsi sebagai bahan makanan pengganti beras. Palawija

Page 65: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala kependhem, pala rambat, dan pala

gumantung. Pala kependhem adalah jenis umbi-umbian yang buahnya

tertimbun tanah. Pala kesimpar adalah jenis umbi-umbian yang

buahnya merambat. Pala gumantung adalah tumbuhan yang buahnya

terlihat di luar. Menurut Purwadi enthik adalah umbi (2004 :114).

Dalam Kamus Basa Jawa, enthik adalah panging empu (2001 :192).

Makna leksikal dari enthik adalah salah satu jenis pala kependhem

yang kulitnya berwarna coklat keabu-abuan, yang daging buahnya

berwarna putih. Yang mempunyai kandungan karbohidrat sebagai

pengganti energi. Enthik dalam sesaji wilujengan nagari Keraton

Suakarta Hadiningrat ini cara memasaknya hanya dengan direbus.

( 8 ) gecok [g|cO?]

Makna leksikal dari gecok adalah salah satu jenis sesaji yang

terbuat dari ulam mentah, bawang putih, bawang merah, terasi, cabai,

kunir, dan juga santan, yang dicampur menjadi satu. Gecok ini cara

membuatnya tidak perlu dimasak dengan api, hanya dengan dicampur

saja (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa gecok adalah

Page 66: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

arané lelawuhan sing digawé cacahan iwak ‘nama lauk yang dibuat

dari daging yang dicincang’ (2001: 221).

( 9 ) gedhang raja [g|DaG rOjO]

Makna leksikal dari gedhang raja adalah salah satu jenis pisang

yang berwarna kuning, besar, panjang, memiliki rasa manis, dan

baunya harum. Gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini

berjumlah setangkep ‘menjadi satu tertutup rapat’ (Nanik, Maret

2010). Gedhang raja disebut juga gedhang ayu, di atas gedhang raja

ditumpangi kembang kinang. Dalam Kamus Jawa-Indonesia Populer,

gedhang ayu adalah pisang yang masih utuh untuk kenduri (2004

:123).

( 10 ) gula Jawa [gulO jOwO]

Page 67: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Makna leksikal dari gula Jawa adalah gula sing digawé kilanging

legèn ‘gula yang dibuat dari legen’ (Kamus Unggah-ungguh Basa

Jawa, 2001: 153). Dalam Kamus Basa Jawa, gula Jawa adalah gula

sing digawé kilanging krambil ‘gula yang dibuat dari kelapa’ (2001

:296). Dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini disisir halus (Nanik,

Maret 2010).

( 11 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk]

Makna leksikal dari hawuk-hawuk adalah kelapa muda yang

diparut kemudian diberi garam secukupnya (Nanik, Maret 2010).

Page 68: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Parut adalah alat untuk mengukur kelapa, keju, wortel dsb dibuat dari

papan, logam, dsb berpaku kawat banyak (KBBI :832).

( 12 ) jajanan pasar [jajanan pasar]

Makna leksikal dari jajanan pasar adalah pepanganan tukon pasar

‘makanan yang dibeli dari pasar’ (Kamus Basa Jawa, 2001: 292).

( 13 ) jangan menir [jaGan m|nIr]

Jangan adalah lelawuhan ngganggo ampas lan duduh ‘lauk yang

ada sayuran dan kuah’ (Kamus Basa Jawa, 2001 :296). Makna leksikal

jangan menir adalah sayur yang dibuat dari labu yang dipotong dadu

kemudian dikukus tidak menggunakan bumbu. Jangan menir

Page 69: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

diletakkan dalam takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’

(Nanik, Maret 2010).

( 14 ) jenang abang putih [j|naG abaG putIh]

Makna leksikal dari jenang abang putih adalah bubur yang terbuat

dari beras dicampur santan dan garam secukupnya, kemudian diberi

warna merah dan putih. Jenang abang putih dalam sesaji wilujengan

nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun

pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 15 ) jenang blawoh [j|naG blawOh]

Makna leksikal dari jenang blawoh adalah bubur yang terbuat dari

tepung beras yang dicampur santan dan diberi garam secukupnya,

Page 70: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

kemudian di atasnya diberi gula jawa. Jenang blawoh dalam sesaji

wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang

dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 16 ) jenang elang [j|naG |laG]

Makna leksikal dari jenang elang adalah bubur yang terbuat dari

tepung gandum yang dimasak menggunakan air kelapa dan diberi

garam secukupnya. Jenang elang dalam sesaji wilujengan nagari KSH

ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’

(Nanik, Maret 2010).

( 17 ) jenang grendul [j|naG gr|ndUl]

Makna leksikal dari jenang grendul adalah bubur yang terbuat dari

tepung ketan yang dimasak diberi garam dan gula secukupnya. Jenang

Page 71: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

grendul dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir

‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 18 ) jenang katul [j|naG katUl]

Makna leksikal dari jenang katul adalah bubur yang terbuat dari

katul dan diberi garam secukupnya. Jenang katul dalam sesaji

wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang

dibuat dari daun pisang’ kemudian diberi parutan kelapa dan taburan

gula Jawa di atasnya (Nanik, Maret 2010).

( 19 ) jenang pathi [j|naG paTi]

Makna leksikal dari jenang pati adalah bubur yang terbuat dari

tepung pati yang dimasak dan diberi garam secukupnya. Jenang pathi

Page 72: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir

‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 20 ) jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]

Makna leksikal dari jenang sengkala adalah bubur yang berwarna

dasar putih terbuat dari tepung beras dicampur santan dan garam

secukupnya, yang di atasnya diberi taburan warna hijau, merah,

kuning dan hitam berbentuk garis-garis. Untuk pewarnaan hijau,

merah, dan kuning menggunakan teres sedangkan untuk warna hitam

menggunakan areng yang dihaluskan. Jenang sengkala dalam sesaji

wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada takir ‘mangkuk yang

dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 21 ) jenang sungsum [j|naG suGsUm]

Page 73: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Makna leksikal dari jenang sungsum adalah bubur yang berwarna

putih terbuat dari tepung beras yang dicampur santan. Jenang

sungsum dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini diletakkan pada

takir ‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 22 ) jeruk [j|rU?]

Makna leksikal dari jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan

yang mempunyai rasa manis yang daging buahnya biasanya berwarna

oranye dan banyak mengandung vitamin C. Dalam Kamus Basa Jawa

jeruk adalah arane tetuwuhan sing wohé bunder dumadi saka ijira,

jinise warna-warna, kayata keprok, siyem, bali, pecel, gulung, lsp

(2001 :313).

Page 74: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

( 23 ) jongkong intil [jOGkOG inTIl]

Dalam Kamus Basa Jawa, jongkong adalah arané panganan saka

téla kaspa diparut utawa glepung beras diwungkusi, diwènèhi gula

tengahé ‘nama makanan dari ketela kaspa diparut atau tepung beras

yang dibungkus, diberi gula pada tengahnya’ (2001 :321). Makna

leksikal dari jongkong inthil adalah makanan yang dibuat dari

singkong diparut dicampur parutan kelapa kemudian diisi gula Jawa

dan nasi yang dimasak dengan garam dan parutan kelapa. Jongkong

adalah makanan yang terbuat dari singkong yang diparut dicampur

dengan parutan kelapa, dan gula Jawa. Adonan dibentuk bulat dan di

tengahnya diberi gula Jawa, setelah itu dibungkus daun pisang yang

bentuk atasnya mengerucut kemudian dikukus. Intil adalah makanan

yang terbuat dari nasi yang dicampur dengan parutan kelapa dan

garam secukupnya kemudian dikukus (Nanik, Maret 2010).

( 24 ) kates [katEs]

Page 75: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Makna leksikal dari kates merupakan salah satu jenis buah-buahan

yang rasanya manis kulit buahnya bewarna hijau kekuningan yang

termasuk pala gumantung. Dalam Kamus Basa Jawa, katès adalah téla

gantung (2001 :345).

( 25 ) kembang kinang [k|mbaG kinaG]

Dalam Kamus Basa Jawa, kembang adalah bunga (2001 :201),

kinang adalah campuran gambir, sirih (2001 :218). Makna leksikal

dari kembang kinang adalah bunga mawar, melati, dan kenanga yang

dijadikan satu dengan daun sirih yang digulung yang terdiri dari

kapur, gambir, dan tembakau (Nanik, Maret 2010).

Page 76: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

( 26 ) ketan biru [k|tan biru]

Makna leksikal dari ketan biru adalah makanan yang terbuat dari

olahan beras ketan yang berwarna biru. Untuk pewarnaan biru

menggunakan teres (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa,

ketan adalah araning beras/sega sing pliket banget (sok digawé jadah,

lemper, wajik, lsp) ‘nama beras/nasi yang sangat lengket biasa untuk

membuat jadah, lemper, wajik dan sebagainya’ (2001 :381). Biru

adalah warna kaya déné warnané langit ‘warna seperti warnanya

langit’ (2001 :65).

( 27) ketan warni-warni [k|tan warni warni]

Makna leksikal dari ketan warni-warni adalah makanan yang

terbuat dari beras ketan yang diberi warna merah, kuning, hijau, dan

Page 77: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

putih (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, ketan adalah

araning beras/sega sing pliket banget (sok digawé jadah, lemper,

wajik, lsp) ‘nama beras/nasi yang sangat lengket biasa untuk membuat

jadah, lemper, wajik dan sebagainya’ (2001 :381). Warni-warni adalah

beda-beda warnané ‘lain-lain warnanya’ (2001 :842).

( 28 ) kocor [kOcOr]

Makna leksikal dari kocor adalah srabi yang diberi juruh yang

terbuat dari santan dan gula Jawa. Srabi adalah jenis makanan yang

terbuat dari tepung beras, santan, dan gula Jawa, yang diaduk menjadi

satu adonan kemudian digoreng tanpa menggunakan minyak dibentuk

bulat agak pipih. Kocor dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini

diletakkan pada takir ‘mangkuk yang terbuat dari daun pisang’

(Nanik, Maret 2010). Menurut Poerwadarminta kocor adalah apem

kang dicelup ing juruh ‘apem yang dimasukan dalam juruh’ (1939:

247).

( 29 ) kolak kencana [kola? k|ncOnO]

Page 78: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Makna leksikal dari kolak kencana adalah makanan yang terbuat

dari santan yang dicampur gula Jawa dan diberi pisang. Kolak

kencana dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini menggunakan jenis

pisang raja (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa, kolak

adalah saèmper kluwa sing digawé saka gedhang, téla pendhem lsp

(2001 :406).

( 30 ) krupuk abang [krupU? abaG]

Makna leksikal dari krupuk abang adalah salah satu jenis kerupuk

yang berwarna merah (Nanik, Maret 2010). Dalam Kamus Basa Jawa,

krupuk adalah arané lawuh (panganan) goréngan sing digawé

glepung dicampur urang lsp ‘nama makanan atau gorengan yang

dibuat dari tepung dicampur udang dan sebagainya’ (2001 :426).

Page 79: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

( 31 ) lele urip [lele urIp]

Makna leksikal dari lele urip adalah merupakan binatang bertulang

belakang yang hidup di air, yang umumnya bernafas dengan insang.

Lele urip dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini berjumlah dua ekor

atau sepasang yang diletakkan di dalam kendil ‘alat yang digunakan

untuk menanak nasi yang terbuat dari tanah liat’ (Nanik, Maret 2010).

Dalam Kamus Basa Jawa lele adalah araning iwak kali sing ora duwé

sisik tur mawa patil ‘nama ikan yang berasal dari sungai yang tidak

mempunyai sisik tetapi mempunyai patil’ (2001: 455)

( 32 ) menyan [m|~nan]

Makna leksikal dari menyan adalah kemenyan ‘dupa dari tumbuhan

styrax benzoin yang harum baunya ketika dibakar’ (KBBI, :539).

Page 80: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Selama upacara wilujengan nagari KSH berlangsung areng dan

menyan dibakar sehingga berasap dan berbau harum (Nanik, Maret

2010)

( 33 ) mihun [mihun]

Menurut Kamus Basa Jawa, mihun yaiku arane olah-olahan sing

digawe aska gandum wujude saemper cacing ‘mihun adalah nama

makanan yang dibuat dari gandum yang bentuknya seperti cacing’

(2001: 40). Makna leksikal dari mihun adalah jenis makanan mie yang

lembut. Ada beberapa jenis mie, mie yang berukuran paling kecil

disebut dengan mihun. Cara membuat mihun dalam sesaji wilujengan

nagari KSH ini dengan ditumis menggunakan bumbu dapur dan diberi

kecap sehingga berwarna coklat kemudian diletakkan pada takir

‘mangkuk yang dibuat dari daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 34 ) pecel pitik [p|c|l pitI?]

Page 81: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Makna leksikal dari pecel pitik adalah sesaji yang terdiri dari

kecambah diberi daun sledri dan di atasnya diberi bumbu yang dibuat

dari cabai merah dihaluskan kemudian diletakkan dalam takir

‘mangkok yang dibuat dadi daun pisang’ (Nanik, Maret 2010).

( 35 ) pitik urip [pitI? urIp]

Makna leksikal dari pitik urip adalah ayam yang masih hidup. Pitik

urip dalam sesaji wilujengan nagari KSH adalah pitik Jawa ‘ayam

Jawa’(Nanik, Maret 2010). Menurut Poerwadarminta pitik adalah

bangsana kéwan kang mawa soewiwi ‘jenisnya hewan yang

mempunyai sayap’ (1939: 494).

( 36 ) pohung [pohUG]

Page 82: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Pohung adalah salah satu jenis dari palawija yaitu pala kependhem.

Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan umbi-umbian, yang

biasanya berfungsi sebagai bahan makanan pengganti beras. Palawija

dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala kependhem, pala kemengser dan

pala gumantung. Pala kependhem adalah jenis umbi-umbian yang

buahnya tertimbun tanah. Pala kemengser adalah jenis umbi-umbian

yang buahnya merambat. Pala gumantung adalah tumbuhan yang

buahnya terlihat di luar.

Makna leksikal dari pohung adalah salah satu jenis pala

kependhem yang kulitnya berwarna coklat keungu-unguan, yang

daging buahnya berwarna putih. Biasanya pada jaman dahulu

digunakan sebagai pengganti nasi karena memiliki kandungan

karbohidrat yang tinggi. Pohung dalam sesaji wilujengan nagari KSH

ini cara memasaknya hanya dengan direbus (Nanik, Maret 2010).

Dalam Kamus Unggah-Ungguh Basa Jawa, pohung adalah ketela/ ubi

(2004 :473).

( 37 ) salak [sala?]

Page 83: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Makna leksikal dari salak adalah salah satu jenis buah-buahan

yang daging buahnya berwarna putih mempunyai rasa manis sedikit

asam agak sepet yang kulit buahnya berwarna coklat bersisik agak

tajam. Dalam Kamus Basa Jawa, salak adalah arané wit sing klebu

jinise palem, wohé ndaging putih, wijiné atos soklat semu ireng, kulité

soklat nyisik rada landhep ‘nama pohon yang termasuk jenis palem,

buahnya tebal putih, bijinya keras berwarna coklat agak hitam,

kulitnya berwarna coklat bersisik agak tajam’(2001 :686).

( 38 ) sambel goreng [samb|l gorEG]

Makna leksikal dari sambel goreng adalah merupakan salah satu

jenis sayur yang terbuat dari kentang, krecek, atau ati yang digoreng

Page 84: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

kemudian dicampur dengan kuah yang bersantan yang diberi bumbu

cabai merah dan bumbu dapur. Sambel goreng dalam upacara

wilujengan nagari KSH ini berupa sambel goreng ati (Nanik, Maret

2010). Dalam Kamus Basa Jawa, sambel goreng adalah bangsa

lelawuhan sing digawé saka lombok, uyah, bawang lsp diuleg dadi siji

‘jenis lauk yang dibuat dari cabai, garam, bawang dan sebagainya

kemudian dihaluskan menjadi satu’(2001 :692).

( 39 ) sega golong [s|gO gOlOG]

Dalam kamus Basa Jawa sega golong adalah sega diglindhingi

(padha bal kasti) kanggo slametan (2001: 707). Makna leksikal dari

sego golong adalah nasi putih yang dibentuk bulat menggunakan

tangan (Nanik, Maret 2010).

( 40 ) sego jagung [s|gO jagUG]

Page 85: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Dalam Kamus Basa Jawa sega jagung adalah jagung sing diliwet

utawa diedang ‘jagung yang dimasak/dikukus’ (2001: 707). Makna

leksikal dari sega jagung adalah jagung yang ditumbuk kemudian

dikukus (Nanik, Maret 2010).

( 41 ) sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG]

Makna leksikal dari sega wuduk ingkung dalam sesaji wilujengan

nagari KSH adalah sesaji yang terdiri dari nasi gurih dan ingkung.

Dalam Kamus Basa Jawa, sega wudug adalah sega sing dibumboni

uyah, salam, santen (rasane wis gureh) ‘nasi yang diberi bumbu

garam, daun salam, santan (rasanya gurih) (2001 :707). Sega wuduk

ini cara membuatnya beras dimasak dicampur dengan santan, daun

Page 86: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

salam, dan garam secukupnya kemudian didang ‘dikukus’. Ingkung

ini adalah ayam yang masih utuh belum dipotong kemudian direbus

(Nanik, Maret 2010).

( 42 ) srabi [srabi]

Dalam Kamus Basa Jawa srabi adalah (1) bangsané apem nanging

ora nganggo ragi ‘sejenis apem tetapi tidak pakai ragi’, (2) apem

gurih ‘apem gurih’ (2001: 736). Makna leksikal dari srabi adalah jenis

makanan yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula jawa, yang

diaduk menjadi satu adonan kemudian diolah di nanangan dibentuk

bulat agak pipih. Nanangan adalah wajan/penggorengan dari tanah liat

yang digunakan untuk menggoreng tanpa menggunakan minyak

(Nanik, Maret 2010).

( 43 ) tela [telO]

Page 87: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Makna leksikal dari tela adalah salah satu jenis dari palawija yaitu

pala kependhem. Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan

umbi-umbian, yang biasanya berfungsi sebagai bahan makanan

pengganti beras. Palawija dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala

kependhem, pala kemengser dan pala gumantung. Pala kependhem

adalah jenis umbi-umbian yang buahnya tertimbun tanah. Pala

kemengser adalah jenis umbi-umbian yang buahnya merambat. Pala

gumantung adalah tumbuhan yang buahnya terlihat di luar.

Makna leksikal dari tela adalah salah satu jenis pala kependhem

yang terdiri dari tiga jenis tela yang dilihat dari daging buahnya yaitu

tela ungu, tela putih, dan tela kuning, kulit buahnya berwarna coklat

rasanya manis. Tela mempunyai kandungan karbohidrat sebagai

pengganti energi dan kaya akan serat. Dalam Jawa-Indonesia Populer,

tela adalah ketela, pohung (2004 :554).

Tela dalam sesaji wilujengan nagari KSH ini tidak ditentukan jenis

dari warna daging dan kulit buahnya. Cara memasaknya hanya dengan

direbus (Nanik, Maret 2010).

( 44 ) tempe kripik [tempe kripI?]

Page 88: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Makna leksikal tempe kripik adalah jenis keripik yang dibuat dari

tempe. Cara membuatnya tempe dipotong tipis-tipis dimasukkan pada

adonan tepung kemudian digoreng sampai kering (Nanik, Maret

2010). Dalam Kamus Basa Jawa, tempe adalah arané lawuh sing

digawé saka dhele dirageni lsp ‘nama lauk yang dibuat dari kedelai yg

diberi ragi dan sebagainya’ (2001 :769), kripik adalah keripik (Kamus

Jawa-Indonesia Populer, 2004 :235).

( 45 ) tumpeng janganan [tump|G jaGanan]

Makna leksikal dari tumpeng janganan adalah nasi putih yang

berbentuk kerucut yang di bawahnya diberi janganan ‘sayuran’ dan di

dalam tumpeng diberi telur yang sudah direbus (Nanik, Maret 2010).

Page 89: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng adalah sega diwangun

kukusan/pasungan (dianggo slametan) (2001 :772), janganan adalah

(1) gegodhongan sing kena dijangan ‘dedaunan yang bisa di sayur’

(2) gudhangan ‘sayuran’(2001 :296)

( 46 ) tumpeng megana [tump|G m|gOnO]

Makna leksikal dari tumpeng megana adalah nasi putih berbentuk

kerucut yang diberi sayuran pada bagian tengahnya (Nanik, Maret

2010). Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng megana adalah sega sing

digawé tumpeng gedhe (jinisé sega gurih) ‘nasi yang dibentuk

tumpeng besar’ (2001 :772).

( 47 ) tumpeng ropoh [tump|G rOpOh]

Page 90: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Makna leksikal dari tumpeng ropoh adalah nasi putih yang

berbentuk kerucut dan di bawahnya melingkar delapan uter ‘daun

pisang yang dibentuk bulat’ yang isinya terdiri dari empat uter

janganan yang masing-masing di tengah uter diberi telur satu dan

empet uter yang masing-masing uter berisi tela, pohung, gedhang,

jongkong, dan apem. Semua diletakkan menjadi satu dalam tebok

‘tampah kecil yang terbut dari anyaman bambu’ (Nanik, Maret 2010).

Dalam Kamus Basa Jawa, tumpeng adalah sega diwangun

kukusan/pasungan (dianggo slametan) (2001 :772), ropoh adalah

pager mawa erèn, rerèncèkan, lsp (2001 :676).

( 48 ) uwi [uwi]

Page 91: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Makna leksikal dari uwi adalah salah satu jenis dari palawija yaitu

pala kependhem. Palawija adalah salah satu jenis tumbuh-tumbuhan

umbi-umbian, yang biasanya berfungsi sebagai bahan makanan

pengganti beras. Palawija dibagi menjadi tiga jenis yaitu pala

kependhem, pala kemengser dan pala gumantung. Pala kependhem

adalah jenis umbi-umbian yang buahnya tertimbun tanah. Pala

kemengser adalah jenis umbi-umbian yang buahnya merambat. Pala

gumantung adalah tumbuhan yang buahnya terlihat di luar.

Makna leksikal dari uwi adalah salah satu jenis pala kependhem

yang kulitnya berwarna coklat keungu-unguan, yang daging buahnya

berwarna ungu rasanya gurih agak manis. Yang mempunyai

kandungan karbohidrat sebagai pengganti energi. Uwi dalam sesaji

wilujengan nagari KSH ini cara memasaknya hanya dengan direbus

(Nanik, Maret 2010). Dalam Basa Jawa, tela adalah araning pala

kependhem mrambat, godhongé amba kaya jantung/jari, oyodé dadi

isi (uwi) ‘jenise pala kependem yang merambat, daunya lebar seperti

jantung atau jari, akarnya menjadi uwi’(2001 :832).

( 49 ) wajik [wajI?]

Page 92: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Dalam Kamus Basa Jawa wajik adalah arané panganan sing

digawé saka ketan lan gula Jawa ‘nama makanan yang dibuat dari

ketan dan gula Jawa’(2001: 837). Makna leksikal dari wajik adalah

jenis makanan yang terbuat dari hasil olahan beras ketan yang

kemudian dicampur dengan gula jawa dan santan yang diolah hingga

menyatu dan mengental menjadi satu (Nanik, Maret 2010).

C. Makna Kultural Istilah-istilah Sesaji Wilujengan Nagari di Sasana

Handrawina Keraton Surakarta Hadiningrat.

Dalam makna leksikal istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH ini

tidak semua memiliki makna kultural, adapun makna kulturalnya sebagai

berikut.

( 1 ) apem [ap|m]

Makna kultural apem adalah mohon ampunan. Dengan diadakan

wilujengan nagari KSH ini dengan maksud keraton memohonkan

ampun atas masyarakatnya kepada Sang Pencipta yaitu Tuhan YME

(Gusti Puger, April 2011).

( 2 ) areng [ar|G]

Areng ini digunakan untuk bahan bakar. Dalam upacara wilujengan

nagari KSH areng dinyalakan kemudian ditaburi menyan sehingga

membuat suasana menjadi wangi, wangi ini menciptakan suasana

yang lebih khusuk atau sakral. Makna kultural dari areng adalah

diharapkan agar kepareng ‘dikabulkan’ permohonannya, permohonan

Page 93: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

agar KSH diparingi ‘diberi’ keslamatan terus seperti membumbung

tingginya asap dari areng itu (Gusti Puger, Apri 2011).

( 3 ) bekakak wong [b|kaka? wOG]

Makna kultural dari bekakak wong adalah melambangkan lingga

dan yoni. Manusia diciptakan Tuhan YME dengan dua jenis yaitu pria

dan wanita, dengan diciptakan pria dan wanita ini untuk melahirkan

keturunan-keturunan yang akan mewarisi sifat dan kebudayaan

mereka dan juga meneruskan kehidupan yang telah ada.

Lingga dan yoni diabadikan pada Candi Cetha dan Candi Sukuh di

lereng Gunung Lawu. Sesaji bekakak wong ini dipersembahkan

kepada Kanjeng Sunan Lawu bertahta di Gunung Lawu yang

dipercaya untuk menjaga KSH dari penjuru timur. Jenis sesaji yang

dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu adalah sesaji sega

jagung, dhakoan, dan bekakak wong (Winarnokusumo, April 2011).

( 4 ) dhakoan [Dakowan]

Sesaji dhakoan ini dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan Lawu

bertahta di Gunung Lawu yang dipercaya untuk menjaga KSH dari

penjuru timur. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng

Sunan Lawu adalah sesaji sega jagung, dhakoan, dan bekakak wong

(Winarnokusumo, April 2011).

( 5 ) dhele ireng [D|le ir|G]

Makna kultural dari dhele ireng adalah melambangkan

kesempurnaan dan kelanggengan. Warna ireng ‘hitam’ ini merupakan

warna yang dominan, dikatakan dominan karena beberapa warna

Page 94: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

apapun bila dicampur menjadi satu hasilnya adalah warna hitam yang

melambangkan kelanggengan. Dhele ini bentuknya bulat kecil-kecil

dan keras ini melambangkan kesempurnaan. Ini diharapkan bahwa

masyarakat Jawa bisa seperti dhele ireng walaupun kecil ireng ‘hitam’

tetapi sempurna dan bisa hidup langgeng (Gusti Puger, April 2011).

( 6 ) enten-enten [|ntEn-|ntEn]

Enten-enten merupakan sesaji dari kelapa yang diparut diberi gula

Jawa. Setiap satu parutan kelapa ini diibaratkan satu abdi dalem. KSH

bisa seperti sekarang ini tidak lepas karena jasa para abdi dalem.

Makna kultural dari enten-enten adalah melambangkan kekuatan para

abdi dalem KSH yang telah mengabdikan diri kepada KSH

(Winarnokusumo, April 2011).

( 7 ) enthik [|nTI?]

Makna kultural dari enthik adalah simbol perputaran kehidupan.

Manusia hidup di dunia ini diibaratkan cakra manggilingan ’selalu

berputar seperti roda’ kadang di bawah seperti enthik pala kependhem

kadang di tengah seperti pala kemengser, di atas seperti pala

gumantung (Gusti Puger, April 2011).

( 8 ) gecok [g|cO?]

Gecok merupakan sesaji yang tidak bisa langsung dimakan karena

sesaji ini tidak diolah, gecok berasal dari bahan–bahan yang mentah

ini melambangkan belum sah atau belum hak karena masih mentah.

Makna kultural dari gecok adalah bahwa semua yang belum hak kita

itu tidak boleh diambil (Gusti Puger, April 2011). Gecok ini

Page 95: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Batari Kalayuwati di

Sentra Ganda Mayit di hutan Krendawahana, yang dipercaya untuk

menjaga KSH dari arah utara. Jenis sesaji yang dipersembahkan

kepada Batari Kalayuwati adalah sesaji gecok dan lele urip

(Winarnokusumo, April 2011).

( 9 ) gedhang raja [g|DaG rOjO]

Makna kultural dari gedhang raja dalam sesaji wilujengan nagari

KSH ditunjukan kepada leluhur yang berjasa atas berdirinya KSH

yang telah meninggal dunia, yaitu: Ingkang Sinuhun Kanjeng

Susuhunan Paku Buwana II. Bentuk gedhang raja yang rapi beruntun

juga memiliki makna bahwa diharapkan masyarakat dapat hidup

rukun, runtut seperti pisang raja dan dalam menjalani kehidupan bisa

selalu bahagia seperti raja, bisa bersifat seperti raja yang berwibawa,

arif, bijaksana, adil, dan bisa menjadi tauladan (Winarnokusumo, April

2011).

Gedhang raja merupakan rajanya pisang karena mempunyai rasa

yang paling enak diantara pisang-pisang yang lain. Gedhang raja

melambangkan suatu kekuasaan yang tinggi, kewibawaan, keluhuran,

dan kemuliaan tetapi aja krumaja ‘jangan meninggikan diri’. Jumlah

gedhang raja dalam wilujengan nagari KSH adalah setangkep ini

sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus saling memahami dan

menghormati (Gusti Puger, April 2011).

( 10 ) gula Jawa [gulO jOwO]

Page 96: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Makna kultural gula Jawa adalah melambangkan kekuatan. Gula

Jawa itu rasanya manis bila dimakan menjadi energi untuk tubuh,

dengan memakan gula Jawa ini para abdi dalem yang bekerja

mempunyai kekuatan atau tenaga (Winarnokusumo, April 2011).

( 11 ) hawuk-hawuk [hawUk-hawUk]

Makna kultural dari hawuk-hawuk adalah melambangkan

pengapdian. Hawuk-hawuk kelapa yang dikupas kulitnya kemudian

diparut dan dibei garam sedikit, hawuk-hawuk itu putih besih ini

diibaratkan ketulusan para abdi dalem KSH yang mengabdikan diri

pada KSH, tidak mencampurkan urusan pribadi dan pakarti

sepenuhnya mengabdikan diri pada KSH (Gusti Puger, April 2011).

( 12 ) jajanan pasar [jajanan pasar]

Makna kultural dari jajanan pasar adalah simbol rasa syukur

kepada Tuhan YME atas keanekaragaman hidup manusia. Jajanan

pasar ini merupakan keanekaragaman hasil bumi, bermacam-macam

yang dijual dipasar ini mengibaratkan keanekaragaman hidup di

dunia. Oleh karena itu kita harus bersyukur atas segala karunia Tuhan

YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 13 ) jangan menir [jaGan m|nIr]

Sesaji jangan menir ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu

Sekar Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang

dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang

dipersembhkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji

Page 97: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

sega golong, pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April

2011).

( 14 ) jenang abang putih [j|naG abaG putIh]

Makna kultural dari jenang abang putih adalah melambangkan

bapa-biyung. Warna abang ‘merah’ ini melambangkan biyung ‘ibu’

sedangkan putih ini melambangkan bapa ‘bapak’ (Winarnokusumo,

April 2011).

( 15 ) jenang blawoh [j|naG blawOh]

Makna kultural dari jenang blawoh adalah melambangkan

masyarakat Jawa harus bisa menampung bebagai macam persoalan

yang dihadapi. Dengan banyak masalah yang dihadapi kita harus

berusaha sekuat tenaga seperti gula Jawa dalam jenang blawoh, tidak

cepat putus asa dan menyerahkan pada Tuhan YME (Winarnokusumo,

April 2011).

( 16 ) jenang elang [j|naG |laG]

Jenang elang dibuat dari tepung ketan dan air kelapa, air kelapa ini

melambangkan kesucian. Masyarakat KSH selalu berfikir bahwa air

kelapa adalah air suci. Jenang elang mempunyai makna kultural

bahwa di dunia ini tidak ada yang suci kecuali Tuhan YME

(Winarnokusumo, April 2011).

( 17 ) jenang grendul [j|naG gr|ndUl]

Page 98: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Jenang itu sangat lembut, halus, dan lumer ini diibaratkan seperti

kehidupan yang berjalan mulus tanpa cobaan, sedangkan grendul itu

diibaratkan grenjelan atau cobaan dalam kehidupan. Antara jenang

dengan grendul itu telah menyatu bahwa dalam kehidupan itu sangat

rentang sekali dengan masalah atau cobaan-cobaan hidup.

Makna kultural dari jenang grendul adalah bahwa dalam menjalani

kehidupan itu tidak mulus saja tetapi dalam kehidupan juga ada

masalah atau cobaan-cobaan yang akan dihadapi, ini diharapkan agar

keluarga Keraton bisa selalu menyatu dalam mengatasi dan

menyelesaikan segala masalah apapun yang ada di dalam Keraton

agar KSH selalu rukun dan damai (Winarnokusumo, April 2011).

( 18 ) jenang katul [j|naG katUl]

Makna kultural dari jenang katul adalah bahwa sebagai makhluk

ciptaan Tuhan YME yang hidup bermasyarakat harus memiliki sifat

bijaksana. Sesuai yang dilambangkan jenang katul yang lunak dan

tidak keras. Sehingga kita sebagai makhluk sosial harus selalu lunak

(bijaksana) dalam menyikapi segala hal yang terjadi disekitar kita

(Gusti Puger, April 2011).

( 19 ) jenang pathi [j|naG paTi]

Makna kultural dari jenang pathi dalam sesaji wilujengan nagari

KSH adalah simbol dari inti permasalahan. Masyarakat Jawa

diharapkan untuk bisa mengambil inti dari permasalah yang ada tidak

cepat putus asa dalam menjalani kehidupan (Gusti Puger, April 2011).

( 20 ) jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]

Page 99: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Makna kultural jenang sengkala adalah permohonan agar

disingkirkan dari halangan dan tidak banyak gangguan. KSH

mengakui adanya umat lain disamping manusia yang bisa diajak untuk

kerja sama bisa saling membantu tidak mengganggu, agar masyarakat

Jawa dan KSH selalu temtram dan damai (Winarnokusumo, April

2011).

( 21 ) jenang sungsum [j|naG suGsUm]

Makna kultural dari jenang sungsum adalah tamba kesel ‘obat

capek’. Adat kebiasaan KSH setelah bekerja keras adalah memakan

jenang sungsum. Dengan memakan jenang sungsum diharapkan agar

tulang sungsum dari para abdi dalem KSH kembali kuat. Pada upacara

wilujengan nagari KSH ini membutukan tenaga yang cukup besar

sehingga selesai upacara, jenang sungsum dibagikan untuk para abdi

dalem agar kekuatanya kembali pulih (Winarnokusumo, April 2011).

( 22 ) jeruk [j|rU?]

Makna kultural dari jeruk adalah melambangkan bahwa di dunia

ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang

asam. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan pasti tersimpan

hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-buahan (jeruk,

salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat kepada Tuhan

YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 23 ) jongkong inthil [jOGkOG inTIl]

Page 100: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Jongkong memiliki rasa manis sedangkan inthil tidak manis.

Makna kultural dari jongkong inthil adalah melambangkan bahwa

kehidupan di dunia ini tidak hanya manis saja (bahagia) tetapi juga

ada tidak bahagia yang diibaratkan jongkong inthil yang keduanya

saling melengkapi dan mewarnai kehidupan manusia

(Winarnokusumo, April 2011).

( 24 ) kates [katEs]

Makna kultural dari kates adalah melambangkan bahwa di dunia

ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang

asam. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan pasti tersimpan

hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-buahan (jeruk,

salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat kepada Tuhan

YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 25 ) kembang kinang [k|mbaG kinaG]

Kembang ini melambangkan ketulusan pikiran yang suci seperti

indahnya warna yang dipancarkan dari kembang. Kinang ini

melambangkan kesatuan dari beberapa unsur yang memberi banyak

manfaat, rasa pahit-getir diharapkan supaya orang peduli turut

memperhatikan orang yang menderita. Makna kultural dari kembang

kinang adalah ketulusan yang suci untuk peduli dan menolong orang

lain (Winarnokusumo, April 2011).

( 26 ) ketan biru [k|tan biru]

Page 101: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Makna kultural dari ketan biru adalah ini melambangkan

penghormatan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Ketan biru ini

dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Kanjeng Ratu Kidul

yang bertahta di Sakadomas bale kencana laut selatan, yang dipercaya

untuk menjaga KSH dari arah selatan. Jenis sesaji yang

dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kencana Sari adalah sesaji

sega wuduk ingkung, dan ketan biru (Winarnokusumo, April 2011).

( 27 ) ketan warni-warni [k|tan warni warni]

Makna kultural dari ketan warni-warni adalah melambangkan

empat sifat dasar pada manusia yaitu amarah, aluamah, sufiah, dan

mutmainah. Merah melambangkan amarah yang berarti kemarahan,

hijau melambangkan aluamah yang berarti malas, kuning

melambangkan sufiah yang berarti asmara, dan putih melambangkan

mutmainah yang melambangkan kesucian (Winarnokusumo, April

2011).

( 28 ) kocor [kOcOr]

Kocor adalah srabi yang diberi juruh, jumlah srabi yang dua

tangkep ‘menyatu menjadi rapat’ ini melambangkan kita harus klop

antara pekerjaan dengan permohonan/penyuwunan. Dengan rasa juruh

yang manis ini diibaratkan tenaga yang dimiliki digunakan untuk

bekerja. Makna kultural dari kocor adalah pemohonan agar

permohonan/penyuwunan kita yang diimbangi dengan usaha bekerja

dapat terkabulkan seperti yang kita inginkan (Winarnokusumo, April

2011).

Page 102: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

( 29 ) kolak kencana [kola? k|ncOnO]

Makna kultural dari kolak kencana adalah bahwa yang

dianugrahkan Tuhan YME bisa diolah bermacam-macam bentuk dan

bisa bermanfaat. Semua yang dianugrahkan Tuhan YME untuk

diterima dimanfatkan dan dipelihara (Winarnokusumo, April 2011).

( 30 ) krupuk abang [krupU? abaG]

Makna kultural dari krupuk abang adalah melambangkan dalam

menjalani kehidupan masyarakat Jawa diharapkan jangan mudah

putus asa seperti krupuk yang renyah dan semangat seperti warna

merah dalam krupuk (Winarnokusumo, April 2011).

( 31 ) lele urip [lele urIp]

Lele urip ini melambangkan urip-uripan, makhluk hidup itu ada di

dua tempat yaitu di darat dan di laut. Lele urip ini sebagai lambang

urip-uripan yang hidup di air. Yang digunakan dalam sesaji

wilujengan nagari KSH ini adalah lele karena lele merupakan ikan

yang bisa tahan hidup di dalam air yang dalam kedaan apapun,

berjumlah dua ini melambangkan bahwa manusia ini diciptakan

berpasang-pasangan. Lele urip ini diletakkan di dalam kendil (Gusti

Puger, April 2011).

Lele urip ini dipersembahkan sebagai bentuk imbalan untuk Batari

Kalayuwati di Sentra Ganda Mayit di hutan Krendawahana, yang

dipercaya untuk menjaga KSH dari arah utara. Jenis sesaji yang

dipersembahkan kepada Batari Kalayuwati adalah sesaji gecok dan

lele urip (Winarnokusumo, April 2011).

Page 103: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

( 32 ) menyan [m|~nan]

Makna kultural dari menyan adalah (1) melambangkan wewangian

untuk menghormati arwah leluhur yang berjasa dalam berdirinya KSH

dan arwah leluhur yang menjaga KSH dari empat penjuru. (2) sebagai

perantara yang menghubugkan antara pemuja dan yang dipuja, juga

pembasmi roh jahat dan sebagai saksi upacara (Gusti Puger, April

2011).

( 33 ) mihun [mihun]

Makna kultural dari mihun adalah bahwa yang dianugrahkan

Tuhan YME bisa diolah bermacam-macam bentuk dan bisa

bermanfaat. Semua yang dianugrahkan Tuhan YME untuk diterima

dimanfatkan dan dipelihara (Winarnokusumo, April 2011).

( 34 ) pecel pitik [p|c|l pitI?]

Sesaji pecel pitik ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar

Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang

dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang

dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji

sega golong, pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April

2011).

( 35 ) pitik urip [pitI? urIp]

Makna kultural dari pitik urip adalah melambangkan pasaban.

Pasaban yang dimaksud adalah mengerti akan waktu, bangun pagi

untuk mencari makan. Dengan disimbolkan pitik urip ini diharapkan

masyarakat KSH bisa seperti ayam yang bisa mengerti akan waktu

Page 104: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

dan tidak mudah puas dalam mengais rizky layaknya ayam yang tidak

pernah lelah mengais makanan (Gusti Puger, April 2011).

( 36 ) pohung [pohUG]

Makna kultural dari pohung adalah salah (1) melambangkan

kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan

manusian yang seperti cakra manggilingan’selalu berputar seperti

roda’ kadang di bawah seperti pohung pala kependhem kadang di

tengah seperti pala kemengser, kadang di atas seperti pala gumantung

(Gusti Puger, April 2011).

( 37 ) salak [sala?]

Makna kultural dari salak adalah melambangkan bahwa di dunia

ini kehidupannya tidak seindah yang kita kira, kadang manis, kadang

asam dan kadang sepet. Sebaliknya di balik cobaan yang kita dapatkan

pasti tersimpan hikmah yang besar. Maka dengan diujudkan buah-

buahan (jeruk, salak, kates, dan gedhang) ini kita akan selalu ingat

kepada Tuhan YME (Winarnokusumo, April 2011).

( 38 ) sambel goreng [samb|l gorEG]

Sambel goreng pada sesaji wilujengan nagari Keraton Surakarta

Hadiningrat ini adalah sambel goreng ati. Ati disambel goreng

menjadi enak, pedas, manis dan gurih. Sambel goreng ini

mengibaratkat bahwa dalam menjalani kehidupan ini tidak selalu enak

ada duka dan bahagia. Namun masalah seberat apapun yang sedang

Page 105: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

dihadapi dalam hidup diharapkan masyarakat bisa menyelesaikanya

dengan menggunakan hati dan pikiran yang baik (Winarnokusumo,

April 2011).

( 39 ) sega golong [s|gO gOlOG]

Sega golong adalah sega yang dibentuk bulat, bulat ini

melambangkan bersatu. Makna kultural dari sega golong adalah

bahwa keraton sudah sepakat dan bersatu mempunyai tekat yang bulat

seperti ‘golong’ untuk pindah dari Kartasura ke Surakarta. Sega

golong dalam sesaji wilujengan nagari ini berjumlah 17, jumlah 17 ini

melambangkan tanggal berdirinya KSH yang diambil dari kepindahan

Keraton Kartasura ke Surakarta.

Sesaji sega golong ini dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Sekar

Kedaton yang bertahta di Gunung Merapi dan Merbabu yang

dipercaya untuk menjaga keraton dari penjuru barat. Jenis sesaji yang

dipersembhkan kepada Kanjeng Ratu Sekar Kedaton ini adalah sesaji

sega golong, pecel pitik dan jangan menir (Winarnokusumo, April

2011).

( 40 ) sego jagung [s|gO jagUG]

Sesaji sega jagung ini dipersembahkan kepada Kanjeng Sunan

Lawu bertahta di Gunung Lawu yang dipercayai menjaga keraton dari

penjuru timur. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng

Sunan Lawu adalah sesaji sega jagung, dhakoan, dan bekakak wong

(Winarnokusumo, April 2011).

( 41 ) sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG]

Page 106: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Makna kultural dari sega wuduk ingkung dalam sesaji wilujengan

nagari KSH adalah bahwa kita harus menyucikan diri dan

mendekatkan diri kepada Tuhan YME karena di hadapan Tuhan kita

tidak berdaya. Sega wuduk ini melambangkan kesucian, ingkung

adalah ini melambangkan bahwa manusia di hadapan Tuhan YME

tidak berdaya, supaya mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan tidak

sombong (Gusti Puger, April 2011).

Sega wuduk ingkung ini dipersembahkan sebagai bentuk imbalan

untuk Kanjeng Ratu Kidul, yang bernama Kanjeng Ratu Kencana

Sari, bertahta di Sakadomas bale kencana laut selatan (Nyai Rara

Kidul adalah sebutan para pengawal) yang dipercaya untuk menjaga

KSH dari penjuru selatan. Jenis sesaji yang dipersembahkan kepada

Kanjeng Ratu Kencana Sari adalah sesaji sega wuduk ingkung dan

ketan biru (Winarnokusumo, April 2011).

( 42 ) srabi [srabi]

srabi adalah jenis makanan yang terbuat dari tepung beras, santan,

dan gula jawa, yang diaduk menjadi satu adonan kemudian digoreng

tanpa menggunakan minyak dan dibentuk bulat agak pipih (Nanik,

Maret 2010).

( 43 ) tela [telO]

Makna kultural dari tela adalah salah (1) melambangkan

kemakmuran dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan

manusian yang seperti cakra manggilingan’selalu berputar seperti

roda’ kadang di bawah seperti tela pala kependhem kadang di tengah

Page 107: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

seperti pala kemengser, kadang di atas seperti pala gumantung (Gusti

Puger, April 2011).

( 44 ) tempe kripik [tempe kripI?]

Makna kultural dari tempe kripik adalah melambangkan ketegaran.

Seberat apapun cobaan hidup diharapkan masyarakat Keraton bisa

tegar dan semangat seperti kemripike ‘renyahnya’ tempe (Gusti Puger,

April 2011).

( 45 ) tumpeng janganan [tump|G jaGanan]

Makna kultural dari tumpeng janganan adalah melambangkan

keslamatan dan kesuburan. Tumpeng janganan diletakkan di atas

tebok, tebok ini diibaratkan sebagai dunia atau alam manusia, tumpeng

itu putih mengibaratkan hati terbuka, tulus, dan suci. Tumpeng

mengerucut ke atas ini mengibaratkan bahwa kita menyembah hanya

pada Tuhan YME dengan meluhurkan nama Tuhan YME kemudian

baru memohon satu permohonan yang diujudkan janganan. Janganan

ini maknanya keselamatan dan kesuburan. Permohonan agar dengan

harapan pindah ke Surakarta ini selamat sejahtera sampai turun

temurun (Winarnokusumo, April 2011).

( 46 ) tumpeng megana [tump|G m|gOnO]

Tumpeng itu bentuk kerucut, ini melambangkan bahwa sebagai

manusia hendaklah kita selalu berdoa memohon kepada Sang Pencipta

yang telah menciptakan kita. Tumpeng megana di tengah-tengahnya

terdapat sayur-sayuran. Sayuran melambangkan kekayaan alam atau

rejeki yang diberikan oleh Tuhan YME. Sayuran berada di tengah-

Page 108: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

tengah tumpeng itu melambangkan bahwa kita harus selalu berusaha

dan tawakal.

Makna kultural dari tumpeng megana adalah bahwa kita sebagai

manusia hendaknya selalu berusaha dan tawakal untuk mendapatkan

rejeki dari Tuhan YME dan kita selalu memohon kepada Sang

Pencipta agar apa yang kita inginkan dapat tercapai (Winarnokusumo,

April 2011).

( 47 ) tumpeng ropoh [tump|G rOpOh]

Tumpeng ropoh ini terdiri dari nasi tumpeng, janganan, telur, tela,

pohung, gedhang, jongkong, dan apem. Semua diletakkan menjadi

satu dalam tebok ‘tampah kecil yang dibuat dari anyaman bambu’.

Tumpeng ropoh ini melambangkan rasa syukur atas nikmat yang

diberikan oleh Tuhan YME baik dalam bentuk apapun dan juga untuk

ngawekani ‘mengusahakan’ makhluk yang tidak terlihat. Karena

masyarakat Jawa itu percaya bahwa kita hidup tidak sendrian baik

yang terlihat ataupun yang tidak terlihat hidup saling berdampingan

(Winarnokusumo, April 2011).

( 48 ) uwi [uwi]

Makna kultural dari uwi adalah (1) melambangkan kemakmuran

dan kekayaan alam (2) sebagai simbol kehidupan manusian yang

seperti cakra manggilingan’selalu berputar seperti roda’ kadang di

bawah seperti uwi pala kependhem kadang di tengah seperti pala

kemengser, kadang di atas seperti pala gumantung (Gusti Puger, April

2011).

Page 109: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

( 49 ) wajik [wajI?]

Makna kultural dari wajik dalam sesaji wilujengan nagari KSH

adalah sebagai perlambang keterikatan Keraton dengan masyarakat

setempat. Keraton merupakan pusat dari kebudayaan kota Sala maka

masyarakat mempunyai keterikatan dengan KSH (Winarnokusumo,

April 2011).

Page 110: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut.

1. Dalam upacara wilujengan nagari di Sasana Handrawina KSH ini

memiliki istilah sejumlah 49 buah, istilah-istilah tersebut

dikelompokkan menjadi bentuk monomorfemis yang berjumlah 15

buah yaitu: apem [ap|m], areng [ar|G], enthik [|nTI?], gecok [g|cO?],

jeruk [j|rU?], kates [katEs], kocor [kOcOr], menyan [m|~nan], mihun

[mihun], pohung [pohUG], salak [sala?], srabi [srabi], tela [telO], uwi

[uwi], wajik [wajI?]. Bentuk polomorfemis berjumlah 9 buah yaitu:

bekakak wong [b|kaka? wOG], enten-enten [|ntEn-|ntEn], dhakoan

[Dakowan], gedhang raja [g|DaG rOjO], hawuk-hawuk [hawUk-

hawUk], jangan menir [jaGan m|nIr], jongkong inthil [jOGkOG inTIl],

kolak kencana [kola? k|ncOnO], pecel pitik [p|c|l pitI?], sedangkan

bentuk frasa berjumlah 25 buah yaitu: dhele ireng [D|le ir|G], gula

Jawa [gulO jOwO], jajanan pasar [jajanan pasar], jenang abang

putih [j|naG abaG putIh], jenang blawoh [j|naG blawOh], jenang elang

[j|naG |laG], jenang grendul [j|naG gr|ndUl], jenang katul [j|naG

katUl], jenang pati [j|naG pati], jenang sengkala [j|naG s|GkOlO],

91

Page 111: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

jenang sungsum [j|naG suGsUm], kembang kinang [k|mbaG kinaG],

ketan biru [k|tan biru], ketan warni-warni [k|tan warni warni],

krupuk abang [krupU? abaG], lele urip [lele urIp], pitik urip [pitI? urIp],

sambel goreng [samb|l gorEG], sega golong [s|gO gOlOG], sega jagung

[s|gO jagUG], tempe kripik [tempe kripI?], tumpeng janganan [tump|G

jaGanan], tumpeng megana [tump|G m|gOnO], tumpeng ropoh

[tump|G rOpOh], sega wuduk ingkung [s|gO wudU? iGkUG].

2. Istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH.mengandung makna

leksikal. Penentu makna leksikal tersebut berdasarkan pada istilah-

istilah sesaji wilujengan nagari KSH yang dipakai oleh masyarakat

KSH.

3. Istilah-istilah sesaji wilujengan nagari KSH mengandung makna

kultural. Makna kultural pada istilah-istilah sesaji wilujengan nagari

KSH ini ditentukan oleh budaya masyarakat KSH.

Page 112: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

B. Saran

Penelitian ini hanya mengkaji bentuk, makna leksikal, dan makna kultural

istilh-istilah sesaji wilujengan nagari KSH saja, sehingga masih membutuhkan

penelitian lebih lanjut dengan kajian yg berbeda oleh peneliti selanjutnya.

Bagi pihak KSH hendaknya memperhatikan pembuat sesaji-sesaji (Nyai

Gondorasan) upacara adat KSH yang sudah semakin tua dan hingga saat ini

mereka belum tahu siapa yang akan meneruskan atau menggantikan untuk

membuat sesaji-sesaji tersebut. Alangkah baiknya bila hal tersebut diperhatikan

sedini mungkin dan ditindaklanjuti agar kedepanya dapat memudahkan

masyarakat umum untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang sesaji yang ada di

KSH.

Page 113: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Abdul Chaer. 2007. Linguistik Umum (cetakan ke-3). Jakarta: Rineka Cipta.

Andina Dyah Sitaresmi. 2009. “Skripsi: Istilah Perlengkapan Sesaji Jamasan

Nyai Sentomi Di Siti Hinggil Keraton Surakarta Hadiningrat”.

Surakarta: Fakultas Sastra Dan Seni Rupa.

Destria Anindita Puspitasari. 2010. “Skripsi: Istilah-istilah Dalam Upacara

Tingkeban Adat Jawa Di Kota Surakarta”. Surakarta: Fakultas Sastra

Dan Seni Rupa.

Djoko Kentjono. 1982. Dasar-dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra

Universitas Indonesia.

Edi Subroto. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta

: Sebelas Maret University Press.

Fatimah Djaja Sudarma. 1993. Semantik I Pengantar Ke Arah Ilmu Makna.

Bandung: PT. Ereseo.

. . 1999. Semantik II Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:

PT. Ereseo.

Gorys Keraf. 1984. Tata bahasa indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.

Harimurti Kridalaksana. 1983. Kamus Linguistik (edisi ke-2). Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

. . 2001. Kamus Linguistik (edisi ke-3). Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Page 114: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Hasan Alwi. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke-3). Jakarta: Balai

Pustaka.

Harsojo. 1967. Pengantar Antropologi. Bandung: Binacipta.

Haryana Harjawiyana dan Th. Supriya. 2001. Kamus Unggah-Ungguh Basa

Jawa. Yogyakarta: Kanisius.

Hidha Watari. 2008. “Skripsi: Istilah Unsur-Unsur Sesaji Dalam Tradisi Bersih

Desa di Desa Gondang, Kabupaten Sragen”. Surakarta: Fakultas

Sastra Dan Seni Rupa.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian

Rakyat.

Purwadi. 2004. Kamus Jawa-Indonesia Populer. Yogyakarta: Staff Media Abadi.

Prawiroatmojo, S. 1993. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarat: C.V. Haji

Masagung.

Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: P.M.

Balai Pustaka.

Ramlan. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.

Shri Ahimsa Putra.1997. Etnolinguistik : Beberapa Bentuk Kajian (makalah).

Yogyakarta : Balai Penelitian Bahasa, Surakarta : Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Sri Winarti. 2002. Sekilas Sejarah Keraton Surakarta. Sukoharjo: C.V.

Cendrawasih.

Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 115: digilib.uns.ac.id/Istilah...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

. 1992. Metode Linguistik (cetakan ketiga). Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press.

. 1996. Linguistik: Identitasnya, Cara Penanganan Objeknya dan

Hasil Kajiannya. Yogyakarta: Yayasan Ekawya bekerja sama dengan

Duta Wacana: Gadjah Mada University Press.

Suwardi Endraswara. 2006. Mistik Kejawen Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme

dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi.

Tim Penyusun Balai Bahasa Yokyakarta. 2001. Kamus Basa Jawa (Bausastra

Jawa). Yogyakarta: Kanisius.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi

ke-3). Jakarta: Balai Bahasa.

Wahid Abdullah. 1999. Laporan Penelitian Dasar: Bahasa Jawa Dialek

Masyarakat Samin di Kabupaten Blora. Surakarta: Fakultas Sastra

dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret didanai oleh Dirjen Dikti.

Http://bppsdis.wordpress.com/2009/12/10/keraton-surakarta-hadiningrat/.

Http://ghuroba.blogsome.com/2008/01/27/ritual-sesaji-sesajian-sesajen-adakah-

dalam-islam/.