ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada...

100
RINGKASAN DISERTASI FAKTOR-FAKTOR PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TAHUN 2008-2018 PENDEKATAN PANEL DATA (STUDI KASUS 20 PROVINSI DI INDONESIA) OLEH : AGUS TRI BASUKI NIM : T401408015 PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI MINAT EKONOMI PEMBANGUNAN PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2020

Transcript of ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada...

Page 1: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

1

RINGKASAN DISERTASI

FAKTOR-FAKTOR PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI

DAERAH TAHUN 2008-2018 PENDEKATAN PANEL DATA

(STUDI KASUS 20 PROVINSI DI INDONESIA)

OLEH :

AGUS TRI BASUKI

NIM : T401408015

PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI

MINAT EKONOMI PEMBANGUNAN

PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020

Page 2: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

ii

Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi

Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar Doktor Ilmu Ekonomi dan Bisnis di Bidang Ilmu Ekonomi

Dewan Penguji

1 Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M. S. Ketua

2 Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D Sekretaris

3 Prof. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons). PhD.,Ak. Anggota

4 Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak. Anggota

5 Prof. Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP Anggota

6 Dr. A.M. Soesilo, M.Sc. Anggota

7 Dr. Mulyanro, ME. Anggota

8 Dr. Suryanto, SE., M.Si. Anggota

9 Tri Mulyaningsih, SE., M.Si., P.hD. Anggota

10 Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. Anggota

Page 3: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

karunia dan ridho-NYA, sehingga disertasi dengan judul “FAKTOR PENENTU

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TAHUN 2008-2018 DENGAN

PENDEKATAN PANEL (STUDI KASUS 20 PROVINSI DI INDONESIA) ” ini dapat

diselesaikan. Disertasi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Doktor (Dr) dalam bidang keahlian Ekonomi Pembangunan pada Program Doktor Ilmu

Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP. atas bimbingan, arahan dan waktu

yang telah diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi selama menjadi promotor. 2. Bapak Dr. AM. Soesilo, M.Sc atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah

diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi selama menjadi ko-promotor.

3. Bapak Dr. Mulyanto, M.E atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah

diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi selama menjadi ko-promotor. 4. Bapak Prof. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com(Hons), Ph.D.Ak. selaku Dekan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selalu

memberikan motivasi kepada mahasiswa S3 untuk segera menyelesaikan disertasinya.

5. Ibu Prof. Dr. Rahmawati, Ak. selaku ketua Program Doktor Ilmu Ekonomi FEB

UNS dan juga sebagai dosen penguji, atas masukan yang telah diberkannya sehingga disertasi menjadi lebih sempurna.

6. Bapak Prof. Dr. Edy Suandi Hamid selaku penguji eksternal dan telah banyak

memberi masukan dalam menyelesaikan disertasi ini.

7. Ibu Tri Mulyaningsih. SE., M.Si., Ph.D selaku dosen penguji dan telah banyak membantu proses perbaikan disertasi ini.

8. Bapak Dr. Suryanto. SE., M.Si. selaku dosen penguji dan telah banyak membantu

proses perbaikan disertasi ini. 9. Seluruh Dosen Program Doktor Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dan memfasilitasi

penyelesaian disertasi ini.

11. Bapak Dr. Nano Prawoto, SE, M.Si. selaku Wakil Rektor Bidang Sumberdaya

Manusia Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak meluangkan waktu dan motivasi untuk membantu disertasi ini.

12. Bapak Rizal Yaya, SE., M.Sc. Ph.d., AK selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis yang selalu memberikan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan disertasi ini.

13. Bapak Dr. Imamudin Yuliadi, SE, M.Si. selaku Kepala Program Studi Ilmu

Ekonomi FEB UMY yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu

disertasi ini. 14. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan FEB UMY yang telah banyak memberikan

motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu disertasi

ini. 15. Almarhum Ayahanda Sujatmin dan Almarhumah Ibunda Surtilah, serta Bapak

mertua Bapak H. Ngadi dan Ibu Hj. Basyariah atas segala dukungan dan doanya.

16. Istri saya tercinta Sri Pujiati, SE., atas segala motivasi, perhatian dan doa nya serta kesabaran menunggu di rumah selama beberapa waktu. Dan Ananda

Page 4: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

iv

tercinta Apt. Riandita Gusnanda, S.Fam., dan Refai Putra, Pandu Perdana Putra dan Gusdinda Ramadhanti Putri yang selalu memberi semangat untuk dapat

menyelesaikan S3.

17. Kakak-kakak dan adik-adikku yang saya cintai dan saya banggakan.

18. Rekan rekan mahasiswa PDIE angkatan 8 yang selalu memotivasi untuk segera menyelesaikan S3.

Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau, penulis

menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangan dan pengembangan lanjut agar benar benar bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

agar disertasi ini lebih sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan

penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap disertasi ini memberikan manfaat bagi kita semua

terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan bidang ekonomi regional dan ekonomi

pembangunan.

Surakarta, 15 September 2020

Agus Tri Basuki

Page 5: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

v

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Lembar Pengesahan Pernyataan Orisinalitas Disertasi

Abstrak

Ringkasan Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………..……… 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………..…………… 12 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………….……… 13

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………… 14

BAB II TELAAH PUSTAKA, PENGEMBANGAN HIPOTESIS DAN KERANGKA

KONSEPTUAL PENELITIAN

A. Kajian Pustaka ……………………………………………………….. 15

1. Otonomi Daerah ………………………………………………….. 15

2. Desentralisasi Fiskal ……………………………………………… 16 3. Pengeluran Negara ………………………………………………... 18

4. Teori Pertumbuhan Pendekatan Klasik …………………………... 20

5. Teori Pertumbuhan Pendekatan Keynes …………………………. 21 6. Teori Pertumbuhan Pendekatan Neo Keynes …………..………… 21

7. Teori Pertumbuhan Pendekatan Neo Klasik ……………………… 22

8. Teori Pertumbuhan Pendekatan Sosial Budaya …………………… 23

9. Teori Pertumbuhan Pendekatan Strukturalisme …………………… 24 10. Teori Tahapan Linear WW Rostow …………………………….. 25

B. Teori Mengenai Tata Hubungan Variabel Yang Diteliti ……………

1. Pengaruh Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi …… 26 a. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan terhadap

Pertumbuhan Ekonomi…………………….………………..

26

b. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi …………………………………………

27

c. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah untuk Pertanian terhadap

Pertumbuhan Ekonomi …………………………………………

28

d. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah untuk Perikanan dan Kelautan terhadap Pertumbuhan Ekonomi ……………………

29

2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 30

3. Pengaruh Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi …………… 31 4. Pengaruh Penduduk Miskin terhadap Pertumbuhan Ekonomi …… 33

5. Pengaruh Investasi Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi 34

6. Pengaruh Opini BPK terhadap Pertumbuhan Ekonomi ………….. 35

7. Pengaruh Status Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi ……… 36 C. Penurunan Hipotesis ……………………………………..……… 37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu ……………………………………………..…… 42 B. Tipe Penelitian ……………………………………………………..… 42

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……………………… 42

D. Teknis Analisis Data ………………………………………………… 45 1. Model Regresi Data Panel ……………………………………… 45

Page 6: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

vi

2. Metode Estimasi Model Regresi Panel ………………………… 46 a. Model Regresi Panel Statis …………………………………… 47

b. Metode Estimasi Model Regresi Panel Dinamis (Panel VECM) 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Panel Statis …………………………………………………….… 57 B. Regresi Panel Dinamis …….. ………………………….……………… 67

1. Impul Response Function (IRF) ……………..…………………… 76

2. Variance Decomposition. ……………….…………………………. 79 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN

REKOMENDASI

A. Kesimpulan ……………………………………………………….…. 80 B. Implikasi Kebijakan ………………………………………………….. 81

C. Keterbatasan dan Saran ……………………………………………… 82

Daftar Pustaka

Lampiran

Page 7: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

vii

FAKTOR-FAKTOR PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

TAHUN 2008-2018 PENDEKATAN PANEL DATA

(STUDI KASUS 20 PROVINSI DI INDONESIA)

Abstrak

Masalah perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah yang dihadapi Indonesia sangat berbeda

dalam suatu daerah dengan daerah lainnya. Wilayah Indonesia bagian timur lebih tertinggal dibandingkan dengan wilayah Indonesia tengah maupun dengan wilayah Indonesia barat. Terjadinya fenomena

ketimpangan hasil pembangunan tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti perbedaan belanja

pembangunan, besarnya dana perimbangan, jumlah penduduk, besarnya investasi yang ada di daerah dan sumber daya alam yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak belanja pemerintah

daerah, variabel makro ekonomi, opini Badan Pemeriksa Keuangan dan status daerah kaya minyak terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah pendekatan panel statis

dan panel dinamis (panel VECM). Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data dari tahun 2008 hingga 2018 di 20 provinsi yang memiliki data lengkap dari 34 provinsi di Indonesia.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang (panel VECM) belanja pendidikan,

belanja pertanian, Dana Alokasi Umum, jumlah penduduk, dan investasi asing terbukti memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan belanja kesehatan, belanja perikanan dan

kelauatan, dan jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil

penelitian dengan panel statis belanja pendidikan, pertanian, perikanan dan kelautan dan investasi asing

langsung memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, sedangan Dana Alolasi Umum memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel dummy untuk opini Badan Pemeriksa

Keuangan, dan status daerah terbukti memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Temuan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan belanja daerah (belanja pendidikan, kesehatan, pertanian dan kelautan) yang selama ini dilakukan pemerintah daerah walaupun memiliki pengaruh dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi (panel statis) tetapi belum efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan belanja daerah yang telah terjadi pada setiap tahun belum cukup mampu mendongkrak pertumbuhan perekonomian daerah. Besaran belanja daerah merupakan salah satu pekerjaan rumah yang

harus diprioritaskan oleh pemerintah daerah sebab banyak harapan yang terdapat di dalam belanja daerah

tersebut untuk menyelesaikan beragam permasalahan. Penggunaan alokasi belanja daerah untuk pendidikan

dan kesehatan dan dana perimbangan (DAU) oleh pemerintah daerah seharusnya sesuai dengan harapan masyarakat. Setiap daerah harus menggunakan anggaran sesuai dengan Mandatory spending, yaitu alokasi

belanja atau pengeluaran daerah harus sesuai dan memenuhi persyaratan undang-undang yang ditentukan.

Pemerintah memastikan bahwa anggaran negara dialokasikan lebih maksimum untuk mengatasi ketimpangan dalam memperoleh kesempatan pada sektor pendidikan dan kesehatan melalui peningkatan

pelayanan infrastruktur publik.

Kata Kunci : desentralisasi, panel statis, panel dinamik, pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiscal

Page 8: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

viii

FACTORS AFFECTING REGIONAL ECONOMIC GROWTH

THE PANEL DATA APPROACH, 2008-2018

(CASE STUDY 20 PROVINCES IN INDONESIA)

Abstract

The problem of differences in economic growth between regions facing Indonesia is very different from one region to another. Eastern Indonesia is lagging behind the central and western regions of Indonesia.

The phenomenon of inequality in development results can be caused by many factors such as differences in

development spending, the size of the balance fund, the population, the amount of investment in the region

and the natural resources it owns. This study aims to examine the effect of local government spending, macroeconomic variables, BPK opinions, and the status of oil-rich regions on regional economic growth.

The method used in this analysis is the static panel and dynamic panel (VECM panel) approach. The data

used in this study uses data from 2008 to 2018 in 20 provinces which have complete data from 34 provinces in Indonesia.

The results of this study indicate that in the long term (VECM panel) education spending,

agricultural spending, General Allocation Funds, total population, and foreign investment are proven to have a positive effect on regional economic growth, while health spending, fisheries and fishing spending, and the

number of poor people has a negative influence on economic growth. The results of research with a static

panel spending on education, agriculture, fisheries and marine and foreign direct investment have a positive

effect on regional economic growth, while the General Allocation Fund has a negative effect on economic growth. Dummy variables for the Supreme Audit Agency's opinion and regional status are proven to have a

positive effect on regional economic growth. These findings indicate that regional spending policies

(spending on education, health, agriculture and maritime affairs) that have been carried out by regional governments although they have had an influence in driving economic growth (static panel) have not been

effective in promoting economic growth.

The increase in regional spending that occurs every year is not sufficient to stimulate regional

economic growth. The amount of regional expenditure is one of the homeworks that must be prioritized by the regional government because there are many hopes contained in regional spending to solve various

problems. The use of regional expenditure allocations for education and health as well as balancing funds

(DAU) by local governments must be in accordance with community expectations. Each region is obliged to use the budget in accordance with its mandatory expenditure, namely the allocation of expenditure or

regional expenditure must be in accordance with and in accordance with the provisions of laws and

regulations. The government ensures that the APBN is allocated more optimally to overcome inequalities in obtaining opportunities in the education and health sectors by improving public infrastructure services.

Keywords: decentralization, static panel, dynamic panel, economic growth, fiscal policy

Page 9: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi sebelum tahun 1970-an hanya diukur dari tingkat pertumbuhan

Produk Domestik Bruto (PDB), baik secara keseluruhan maupun secara perkapita (Meier & Rauch,

1995). Pengalaman negara-negara ketiga tahun 1960-an, banyak negara dunia ketiga berhasil

mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya. Indikator ekonomi tidak hanya pertumbuhan ekonomi, tetapi harus dilihat dari faktor-

faktor lain dalam mengukur pembangunan ekonomi melalui langkah-langkah seperti Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) yang terlihat pada PDB perkapita, indeks kebahagiaan, tetapi juga statistik seperti standar keaksaraan dan perawatan kesehatan. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi

para ekonom menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengukur pendapatan total

setiap orang dalam perekonomian. PDB mengukur output barang dan jasa total suatu negara dan

pendapatan totalnya (Mankiw, 2003). Untuk menghargai pentingnya PDB, negara hanya perlu melihat sekilas data internasional, dan dibandingkan dengan negara-negara lain yang lebih miskin. Negara

dengan tingkat PDB perkapita yang tinggi memiliki kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan

dengan negara yang yang memiliki PDB perkapita yang lebih rendah. PDB yang besar tidak menjamin kebahagiaan seluruh penduduk suatu negara, tetapi mungkin merupakan resep kebahagiaan

terbaik yang ditawarkan oleh para ahli makroekonomi. Tabel 1.1 menunjukkan Produk Domestik

Bruto dan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 hingga tahun 2018. PDB Indonesia tahun 2018 adalah satu setengah kali lebih besar dari tahun 2010 atau PDB tahun 2018 meningkat 150 persen dari PDB

tahun 2010. PDB perkapita tahun 2018 mengalami peningkatan kesejahteraan 1,36 kali dibandingkan

PDB perkapita tahun 2010.

Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Tahun 2010 – 2018

Tahun PDB

(Milyar Rupiah)

Pertumbuhan

ekonomi Penduduk PDB/kapita

2010 6.864.133,1 237.641.326 28.884.425

2011 7.287.635,3 6,17 240.873.248 30.255.063

2012 7.727.083,4 6,03 244.149.124 31.649.032

2013 8.156.497,8 5,56 247.469.552 32.959.601

2014 8.564.866,6 5,01 250.835.138 34.145.402

2015 8.982.517,1 4,88 254.246.496 35.329.954

2016 9.434.613,4 5,03 257.704.248 36.610.236

2017 9.912.928,1 5,07 261.209.026 37.950.174

2018 10.425.397,3 5,17 264.761.469 39.376.565

Sumber : Biro Pusat Statistik (berbagai terbitan)

Pengamatan Adolf Wagner terhadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada

abad 19 menunjukkan aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap PDB dengan mengemukakan suatu

teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap

PDB. Peningkatan pengeluaran pemerintah bersifat relatif atau absolut oleh Musgrave (1959) dinyatakan sebagai “Adolf Wagner Failed to Specify”. Relatif yang berarti dinyatakan dengan

persentase dari PDB dan atau dibandingkan dengan sektor swasta (Soetrisno, 1981). Di Indonesia,

APBN sebagai instrumen utama kebijakan fiskal memainkan peranan penting mendorong pencapaian

target-target pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan salah satu fungsi APBN sebagai alat menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Untuk itu, kebijakan fiskal

1

Page 10: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

2

senantiasa diarahkan untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja,

pengurangan kemiskinan, namun dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Tabel 1.2.

Pengaruh antara Pengeluaran Pemerintah dengan PDB ADHK 2010

(Milyar Rupiah)

Tahun

Belanja

Pemerintah

(BP)

Perubahan

(%) PDB

Perubahan

(%)

Rasio Belanja

Pemerintah

terhadap

PDB (%)

Elatisitas1

1 2 3 4 5 6 7

2011 1.294.999 - 7.287.635 17,77 -

2012 1.491.410 15,17 7.741.655 6,23 19,26 0,41

2013 1.650.564 10,67 8.189.122 5,78 20,16 0,54

2014 1.777.183 7,67 8.600.216 5,02 20,66 0,65

2015 1.984.100 11,64 9.012.167 4,79 22,02 0,41

2016 2.095.700 5,62 9.433.034 4,67 22,22 0,83

2017 2.276.479 8,63 9.911.289 5,07 22,97 0,59

2018 2.497.297 9,70 10.423.703 5,17 23,96 0,53

Sumber : BPS 2012, 2014, 2017 (data diolah) 1 Elastisitas dihitung dengan formula perbandingan persentase perubahan PDB dibagi dengan persentase perubahan belanja pemerintah.

Pengaruh antara belanja pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan

angka elastisitas (Tabel 1.2.). Angka elastisitas menunjukkan seberapa besar pengaruh perubahan pengeluaran pemerintah akan berpengaruh terhadap perubahan Pendapatan Domestik Bruto (Mangkoesoebroto, 2001). Menurut Wagner meningkatnya pengeluaran pemerintah disebabkan

karena meningkatnya fungsi pembangunan, artinya semakin besar pengeluaran pemerintah dapat mendorong laju pembangunan ekonomi suatu negara. Berdasarkan perhitungan angka elastisitas tahun

2012 hingga 2018 dapat diduga peningkatan belanja pemerintah dapat meningkatkan Produk

Domestik Bruto tetapi setelah tahun 2016 tambahan peningkatan semakin menurun, dan apabila pemerintah tidak memperbaiki program-program pembangunan berdampak pada peningkatan

tambahan pengeluaran pemerintah menyebabkan rendahnya pertumbuhan Produk Domestik Bruto

(Hemming, et al. 2002).

Desentralisasi dan otonomi daerah pada hakikatnya bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Teori tentang desentralisasi yang

utama adalah bahwa desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi pemerintah dalam mengalokasikan

sumber daya yang dimilikinya. Menurut Hayek (1945) dan Musgrave (1959) kebijakan dalam mengalokasikan pengeluaran pemerintah untuk pelayanan publik akan lebih efisien bila diambil oleh

pemerintah daerah yang dekat dengan masyarakat dan memiliki kontrol geografis paling minimal

karena disebabkan oleh beberapa faktor (Azwar, dkk. 1999), yaitu: Pertama, pemerintah lokal lebih

mengetahui kebutuhan masyarakatnya. Kedua, keputusan pemerintah lokal lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam

penggunaan dana yang berasal dari masyarakat. Ketiga, persaingan antar daerah dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal dalam meningkatkan inovasinya dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.

Implementasi desentralisasi dan otonomi daerah terkait erat dengan bagaimana masing-masing

daerah dapat mengelola perekonomian daerah menjadi lebih makmur dan mandiri. Pengertian mandiri disini adalah daerah tidak tergantung pada pusat, sehingga daerah dapat melaksanakan kebijakan-

kebijakan yang didasarkan pada keunggulan komparatif masing-masing daerah. Prinsip ini

mengandung arti bahwa perekonomian daerah dilaksanakan atas prinsip efisiensi dan economics of

Page 11: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

3

scale. Hubungan interdependensi antar daerah menjadi semakin erat, karena akan terjadi saling

ketergantungan antar daerah. Masing-masing daerah akan memproduksi barang dan jasa sesuai

potensi ekonomi dan keunggulan komparatif yang dimiliki masing-masing daerah. Kemandirian ekonomi daerah juga harus dilihat dari aspek kemampuan dan keleluasaan daerah dalam melakukan

proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan implementasi desentralisasi yang berkaitan dengan

UU No 23 Tahun 2014.

Tabel 1.3. menunjukkan hubungan antara anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, kesehatan, pertanian dan kelautan dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara pengeluaran

anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, kesehatan, pertanian dan kelautan dengan

pertumbuhan ekonomi dinyatakan dengan elastisitas. Elastisitas adalah perbandingan perubahan proporsional dari anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, kesehatan, pertanian dan kelautan

dengan perubahan PDRB. Dengan kata lain, elastisitas mengukur seberapa besar besar kepekaan atau

reaksi anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, kesehatan, pertanian dan kelautan terhadap

perubahan PDRB. Nilai elastisitas anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, kesehatan, pertanian dan

kelautan dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh Daerah Khusus Ibukota Jakarta (3,6),

Nusa Tenggara Timur (1,21), Bali (0,43), Kalimantan Utara (0,28) dan Jambi (0,21). Nilai elastisitas anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, kesehatan, pertanian dan kelautan dengan

pertumbuhan ekonomi terendah dicapai oleh Kalimantas Selatan (-0,18), Papua Barat (-0,16), Nusa

Tenggara Barat (-0,03), Jawa Barat (0,02) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (0,03). Nilai elastisitas tahun 2016-2018 rata-rata nasional 0,16, menurun dibandingkan dengan tahun 2013-2016 (0,18).

Hasil ini menunjukan bahwa anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, kesehatan,

pertanian dan kelautan memiliki peran mendorong pertumbuhan ekonomi di sebagian besar provinsi

yang ada di Indonesia, sedangkan 3 provinsi memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu: Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Papua

Barat.

Page 12: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

4

Tabel 1.3.

Anggaran Pemerintah Daerah dan PDRB di 34 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2018 (2010=100)

No Provinsi

Anggaran Pendidikan, Kesehatan,

Pertanian dan Kelautan

(Milyar Rupiah)

PDRB

(Milyar Rupiah) Elastisitas

2010 2013 2016 2018 2010 2013 2016 2018 2010 -

2013

2013 -

2016

2016 -

2018 Keterangan

1 Aceh 2.068 2.578 4.412 6.724 101.545 111.756 116.374 126.824 0,41 0,06 0,17 Menurun

2 Sumatera Utara 617 820 2.273 6.200 331.085 398.727 463.775 512.766 0,62 0,09 0,06 Menurun

3 Sumatera Barat 498 699 1.950 3.092 105.018 125.941 148.134 164.034 0,49 0,10 0,18 Menurun

4 Riau 1.010 1.367 2.885 4.069 388.578 436.188 458.769 482.158 0,35 0,05 0,12 Menurun

5 Jambi 440 620 1.577 2.285 90.618 111.766 130.501 142.968 0,57 0,11 0,21 Menurun

6 Sumatera Selatan 1.092 667 1.462 2.416 194.013 232.175 266.857 298.570 -0,51 0,13 0,18 Meningkat

7 Bengkulu 286 479 613 1.247 28.353 34.326 40.077 44.171 0,31 0,60 0,10 Menurun

8 Lampung 485 832 1.500 3.429 150.561 180.620 209.794 232.208 0,28 0,20 0,08 Menurun

9 Kep. Bangka Bel. 169 231 384 1.103 35.562 42.191 47.848 52.215 0,51 0,20 0,05 Menurun

10 Kepulauan Riau 362 667 994 1.494 111.224 137.264 162.853 173.684 0,28 0,38 0,13 Menurun

11 DKI Jakarta 8.368 16.590 24.812 25.691 1.075.183 1.296.695 1.539.917 1.736.291 0,21 0,38 3,60 Meningkat

12 Jawa Barat 1.376 1.565 2.213 14.845 906.686 1.093.544 1.275.619 1.419.689 1,49 0,40 0,02 Menurun

13 Jawa Tengah 1.258 1.936 3.446 8.828 623.225 726.655 849.099 941.164 0,31 0,22 0,07 Menurun

14 DI Yogyakarta 250 457 390 1.945 64.679 75.627 87.686 98.024 0,20 -1,09 0,03 Menurun

15 Jawa Timur 1.812 3.322 6.303 15.105 990.649 1.192.790 1.405.564 1.563.769 0,24 0,20 0,08 Menurun

16 Banten 415 734 2.837 4.099 271.465 331.099 387.835 434.015 0,29 0,06 0,27 Menurun

17 Bali 340 1.029 1.897 2.436 93.749 114.104 137.296 154.110 0,11 0,24 0,43 Meningkat

18 Nusa Tengr Barat 253 402 1.116 2.549 70.123 69.767 94.524 90.391 -0,01 0,20 -0,03 Menurun

19 Nusa Tengr Timur 298 392 2.525 2.744 43.847 51.505 59.678 65.945 0,55 0,03 1,21 Meningkat

20 Kalimantan Barat 382 625 1.465 2.480 86.066 101.980 118.183 130.589 0,29 0,12 0,15 Menurun

21 Kalimantan Tengah 422 473 1.062 1.794 56.531 69.411 83.900 94.601 1,90 0,17 0,18 Menurun

22 Kalimantan Selatan 680 1.276 1.983 833 85.305 101.851 115.744 128.093 0,22 0,25 -0,18 Menurun

Page 13: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

5

No Provinsi

Anggaran Pendidikan, Kesehatan,

Pertanian dan Kelautan

(Milyar Rupiah)

PDRB

(Milyar Rupiah) Elastisitas

2010 2013 2016 2018 2010 2013 2016 2018 2010 -

2013

2013 -

2016

2016 -

2018 Keterangan

23 Kalimantan Timur 1.185 2.060 2.264 2.986 418.212 438.533 439.004 464.823 0,07 0,01 0,18 Meningkat

24 Kalimantan Utara - - 595 882 - - 51.065 57.837 - - 0,28 -

25 Sulawesi Utara 202 345 1.013 1.724 51.721 62.423 74.765 84.259 0,29 0,10 0,18 Menurun

26 Sulawesi Tengah 246 541 837 1.976 51.752 68.219 91.015 103.593 0,26 0,61 0,10 Menurun

27 Sulawesi Selatan 387 710 2.787 5.236 171.741 217.589 269.401 309.202 0,32 0,08 0,17 Menurun

28 Sulawesi Tenggara 290 320 874 1.913 48.401 64.269 77.746 88.329 3,15 0,12 0,11 Menurun

29 Gorontalo 114 270 424 871 15.476 19.368 23.507 26.721 0,18 0,38 0,13 Menurun

30 Sulawesi Barat 113 201 221 685 17.184 22.227 27.525 31.111 0,38 2,43 0,06 Menurun

31 Maluku 278 354 867 1.808 18.429 22.101 26.284 29.467 0,74 0,13 0,11 Menurun

32 Maluku Utara 123 189 262 1.029 14.984 18.209 21.557 25.050 0,41 0,47 0,06 Menurun

33 Papua Barat 231 257 3.590 1.167 41.362 47.694 54.711 60.464 1,36 0,01 -0,16 Menurun

34 Papua 796 1.052 2.249 4.433 110.808 117.119 142.225 159.790 0,18 0,19 0,13 Menurun

Jumlah 26.842 44.057 84.081 140.115 6.864.133 8.133.731 9.498.833 10.526.928 0,29* 0,18* 0,16* Menurun

Sumber : Subdit Data Keuangan Daerah, Direktorat EPIKD tahun 2010-2018, BPS (data diolah).

Keterangan : * nilai elastisitas

Lanjutan Tabel 1.5.

Page 14: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

6

Teori klasik yang membahas pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh peran

pemerintah adalah Teori Klasik Keynes. Teori ini beranggapan bahwa campur tangan pemerintah

dalam ekonomi menentukan pembangunan ekonomi dapat berjalan maksimal. Implikasi pandangan Keynes adalah bahwa untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang stabil diperlukan

peranan pemerintah dalam pengelolaan perekonomian. Ekonom lain, Adolf Wagner, menyatakan

bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat.

Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19 (Mangkoesoebroto, 2002). Hasilnya terbukti

menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian mengalami kecenderungan yang

semakin meningkat. Kecenderungan ini oleh Wagner disebut dengan hukum selalu meningkatnya peranan pemerintah (law of ever increasing state activity).

Tabel 1.4. menunjukkan perbandingan elastisitas, indek pembangunan manusia dan

kontribusi penanaman modal asing di provinsi yang melimpah SDA dan provinsi kurang SDA

tahun 2010-2018. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 4618 K/80/MEM/2016 dan penghasil SDA Minyak Bumi di atas 5 juta perbarel, daerah yang memiliki SDA minyak bumi

diatas 5 juta perbarel adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung,

Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua Barat. Rata-rata nilai elastisitas di provinsi yang memiliki

SDA minyak bumi di atas 5 juta perbarel sebesar 0,315, rata-rata nilai IPM sebesar 70,29, dan

kontribusi penanaman modal asing rata-rata sebesar 3,15 persen. Rata-rata nilai elastisitas di provinsi yang memiliki SDA minyak bumi kurang dari 5 juta perbarel sebesar 0,41, rata-rata nilai

IPM sebesar 70,46, dan kontribusi penanaman modal asing rata-rata sebesar 2,78 persen.

Hasil ini menunjukan provinsi kaya SDA akan menarik investor asing untuk menanamkan

modalnya, hal ini ditunjukkan dengan kontribusi rata-rata penanaman modal asing lebih besar di provinsi kaya SDA dibandingkan dengan provinsi kurang kaya SDA. Peningkatan penaman

modal asing akan meningkatkan output dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Perbandingan

nilai IPM di provinsi kaya SDA lebih rendah dibandingan provinsi kurang kaya SDA yaitu rerata IPM 70,29 lebih kecil dibandingkan IPM 70,46. Hal ini menunjukkan bahwa provinsi yang

memiliki SDA berlimpah cenderung memiliki kemampuan sumberdaya manusia yang lebih

rendah dibandingkan dengan daerah yang kurang SDA atau sering disebut paradox kelimpahan. Paradoks kelimpahan atau kutukan sumber daya (Brunnschweiler & Bulte, 2008) mengacu pada

kegagalan banyak negara atau daerah kaya sumber daya untuk mendapatkan manfaat penuh dari

kekayaan sumber daya alam, dan bagi pemerintah di negara atau daerah tersebut untuk merespon

secara efektif kebutuhan kesejahteraan publik melalui belanja publik. Negara atau daerah kaya sumber daya cenderung memiliki tingkat konflik dan otoritarianisme yang lebih tinggi, dan

tingkat stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, dibandingkan dengan

negara tetangga yang tidak kaya sumber daya. Fenomena ini mirip dengan yang disebut dengan Dutch disease (Corden, 1984). Dutch

disease adalah fenomena di bidang perekonomian yang merujuk pada akibat yang biasanya

ditimbulkan oleh berlimpahnya sumber daya alam di suatu negara. Istilah ini dikemukakan pertama

kali pada tahun 1977, yang merujuk pada menurunnya pertumbuhan di sektor perindustrian secara drastis akibat ditemukannya sumber gas alam yang berlimpah di Belanda. Model ekonomi yang

menjelaskan mengenai fenomena ini kemudian dikembangkan oleh W. Max Corden and J. Peter

Neary pada tahun 1982. Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, di mana kekayaan sumber daya alam secara teoretis akan menunjang pertumbuhan

ekonomi yang pesat. Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut justru sangat bertentangan

karena negara-negara di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya sering kali merupakan negara dengan tingkat ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan negara yang cenderung memiliki sumber

pendapatan besar dari hasil bumi memiliki kestabilan ekonomi sosial yang lebih rendah daripada

negara-negara yang bergerak di sektor industri dan jasa. Di samping itu, negara yang kaya akan

sumber daya alam juga cenderung belum memiliki teknologi yang memadai dalam mengolahnya.

Page 15: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

7

Tabel 1.4.

Elastisitas, IPM dan Kontribusi FDI di Provinsi Kaya SDA dan Provinsi Kurang SDA Tahun 2010-2018

No Provinsi

Elastisitas

IPM Kontribusi

FDI Provinsi

Elastisitas

IPM Kontribusi

FDI 2010-

2013

2013-

2016

2016-

2018

2010-

2013

2013-

2016

2016-

2018

1 Aceh 0,41 0,06 0,17 71,2 0,24 Sumatera Barat 0,49 0,10 0,18 71,7 0,62

2 Sumatera Utara 0,62 0,09 0,06 71,2 4,19 Bengkulu 0,31 0,60 0,10 70,6 3,68

3 Riau 0,35 0,05 0,12 72,4 3,52 Kep. Bangka Bel. 0,51 0,20 0,05 70,7 0,47

4 Jambi 0,57 0,11 0,21 70,7 2,84 DKI Jakarta 0,21 0,74 0,54 80,5 16,57

5 Sumatera Selatan -0,51 0,13 0,18 69,4 0,35 DI Yogyakarta 0,20 -1,09 0,03 79,5 8,10

6 Lampung 0,28 0,2 0,08 69 0,16 Banten 0,29 0,06 0,27 72 4,55

7 Kepulauan Riau 0,28 0,38 0,13 74,8 0,45 Bali 0,11 0,24 0,43 74,8 3,42

8 Jawa Barat 1,49 0,4 0,02 71,3 19,02

Nusa Tenggara

Barat -0,01 0,20 -0,03 67,3 0,86

9 Jawa Tengah 0,31 0,22 0,07 71,1 9,65 Nusa Teng Timur 0,55 0,03 1,21 64,4 0,34

10 Jawa Timur 0,24 0,2 0,08 70,8 0,28 Kalimantan Barat 0,29 0,12 0,15 67 1,68

11 Kalimantan Tengah 1,9 0,17 0,18 70,4 2,32 Kalimantan Selatan 0,22 0,25 -0,18 70,2 0,44

12 Kalimantan Utara 0,28 70,6 0,23 Kalimantan Timur 0,07 0,01 0,18 75,8 2,00

13 Sulawesi Tengah 0,26 0,61 0,1 68,9 0,14 Sulawesi Utara 0,29 0,10 0,18 72,2 1,01

14 Maluku 0,74 0,13 0,11 68,9 0,03 Sulawesi Selatan 0,32 0,08 0,17 70,9 2,29

15 Papua Barat 1,36 0,01 -0,16 63,7 3,86 Sulawesi Tenggara 3,15 0,12 0,11 70,6 2,11

16 Gorontalo 0,18 0,38 0,13 67,7 0,08

17 Sulawesi Barat 0,38 2,43 0,06 65,1 2,30

18 Maluku Utara 0,41 0,47 0,06 67,8 1,24

19 Papua 0,18 0,19 0,13 60,1 0,98

Rerata 0,29 0,18 0,16 70,29 3,15 Rerata 0,47 0,12 0,23 70,46 2,78

Sumber : Subdit Data Keuangan Daerah, Direktorat EPIKD tahun 2010-2018, BPS (data diolah).

Page 16: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

8

Berdasarkan fenomena di atas maka perlu diidentifikasi faktor-faktor pendorong pertumbuhan

ekonomi di suatu daerah, yaitu salah satunya melalui peran kebijakan fiskal melalui belanja pemerintah.

Kebijakan fiskal yang lazim dilakukan pemerintahan daerah adalah penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun sesuai dengan

kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD ini

berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan

kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi (Bastian, 2006).

Pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian suatu

wilayah (sarana prasarana pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain-lainnya) akan mengakibatkan peningkatan aktivitas ekonomi dan mendorong (+) pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000). Penelitian

tentang pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh Amusa &

Oyinlola (2019) dengan judul “The effectiveness of government expenditure on economic growth in Botswana”. Penelitianya menguji hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di

Botswana selama periode 1985-2016. Temuan empiris menunjukkan bahwa pengeluaran agregat

memiliki efek negatif dalam jangka pendek dan memiliki efek positif dalam jangka panjang terhadap

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan penelitian Dudzevičiūtė, et al. (2018) dengan judul “Government expenditure and economic growth in the European Union countries”. Hasil penelitiannya memberikan

bukti baru tentang dampak pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Uni

Eropa untuk periode 1994-2012. Ada hubungan positif (+) untuk beberapa negara UE (Portugal dan Inggris), sedangkan terjadi hubungan negatif (-) untuk negara-negara lain (Austria, Finlandia, Italia dan

Swedia) atau bahkan tidak signifikan (?) (Belgia, Prancis, Yunani, Irlandia, Irlandia, Luksemburg,

Belanda dan Spanyol). Penelitian mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk pendidikan terhadap

pertumbuhan ekonomi dilakukan Besarria, et al. (2018) dengan judul “Effects of income inequality on the

economic growth of Brazilian states”. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ketidaksetaraan dalam

pendapatan dan tingkat pendidikan adalah penentu utama tingkat pertumbuhan yang berbeda di antara negara-negara Brasil. Peningkatan lama sekolah secara positif (+) mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, ketimpangan pendapatan berpengaruh negatif terhadap indikator ini. Penelitian lainnya yang

dilakukan Perović & Golem (2019) dengan judul “Government Expenditures Composition and Growth In Eu15: A Dynamic Heterogeneous Approach. Regional Science Inquiry”. Hasil penelitiaanya

menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran agregat yang tinggi merupakan penghambat (-) pertumbuhan

ekonomi di negara maju, sementara item pengeluaran pemerintah yang paling penting adalah pengeluaran

sektor pendidikan. Penelitian mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap

pertumbuhan ekonomi dilakukan Naidu & Chand (2013) dengan judul “Does central government health

expenditure and medical technology advancement determine economic growth rates in the Pacific island countries?”. Penelitian ini menemukan bahwa pengeluaran kesehatan memiliki dampak signifikan pada

tingkat pertumbuhan ekonomi PICs. Studi ini juga menemukan bahwa tingkat kontemporer penggunaan

teknologi medis canggih di PICs relatif rendah dibandingkan dengan total populasi negara. Jika PIC perlu mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah PIC perlu meningkatkan pengeluarannya

di sektor kesehatan. Dokter yang baik dan berkualitas perlu dipekerjakan dan pendidikan kedokteran

harus dibuat lebih kompetitif. Peningkatan layanan kesehatan di PIC akan mengurangi angka kematian,

meningkatkan kesehatan per kapita dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi nasional wilayah Oseania. Penelitian Mohapatra (2017) dengan judul “Economic growth, public expenditure on health and IMR in

India”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PDB untuk Granger menyebabkan pengeluaran publik

untuk kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, tetapi pengeluaran publik untuk kesehatan hanya menyebabkan PDB dalam jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek pengeluaran

publik untuk kesehatan (?) tidak mempengaruhi PDB.

Page 17: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

9

Penelitian mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk pertanian terhadap

pertumbuhan ekonomi dilakukan Xu, et al. (2011) dengan judul “Impacts of agricultural public spending

on Chinese food economy: A general equilibrium approach”. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model keseimbangan umum (DCGE) yang dapat dihitung secara dinamis untuk menganalisis dampak

ekonomi dari berbagai jenis pengeluaran publik di Tiongkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengeluaran publik memiliki dampak signifikan pada produksi pangan, harga, dan perdagangan.

Meningkatnya pengeluaran publik untuk penelitian dan pengembangan pertanian, irigasi, dan subsidi pertanian juga berdampak kecil (+) pada sektor-sektor lain seperti industri, layanan, dan pertumbuhan

PDB. Penelitian Armas, dkk (2012) menyelidiki dampak belanja publik di sektor pertanian terhadap

pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia. Hasil penelitiannya menyimpulkan belanja publik untuk pertanian dan irigasi selama periode 1976-2006 memiliki dampak positif (+) pada pertumbuhan

pertanian. Sementara belanja publik untuk subsidi pupuk memiliki efek negatif (-) terhadap pertumbuhan

ekonomi. Penelitian lain tentang pengaruh pengeluaran pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan Oyinbo, et al. (2013) dengan judul “Agricultural budgetary allocation and economic growth in

Nigeria: implications for agricultural transformation in Nigeria”. Penelitiannya menganalisis pengaruh

antara alokasi anggaran pertanian dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Hasil penelitiannya

menyimpulkan belanja pertanian tidak memiliki pengaruh (?) terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria dalam jangka panjang.

Penelitian mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan

terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan Huda, dkk (2015). Penelitian yang dilakukannya menganalisis peran subsektor perikanan dalam perekonomian daerah di Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitiannya

menyimpulkan pembangunan perikanan secara on-farm berhubungan nyata dengan jumlah tenaga kerja

dan besarnya anggaran pembangunan bidang kelautan dan perikanan mempengaruhi (+) output perikanan dan kelautan sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Penilitian lain yang dilakukan Novianti,

dkk. (2014) menganalisis dampak pengeluaran Infrasruktur (pelabuhan) dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitiannya menyimpulkan peningkatan pengeluaran pemerintah bidang

kelautan (Infrastruktur kemaritiman) dapat meningkatkan (+) pertumbuhan ekonomi. Dalam literatur standar tentang desentralisasi dan federalisme fiskal, alokasi dana menjadi sangat

penting, dan secara implisit diasumsikan bahwa dana yang dialokasikan secara otomatis mencapai

penerima manfaat yang dituju (Bardhan, 2002). Asumsi ini perlu secara drastis memenuhi syarat di negara-negara berkembang, di mana perhatian harus diberikan pada insentif dan perangkat khusus untuk

memeriksa korupsi birokrasi, dan dengan demikian efektivitas yang berbeda dari mekanisme tersebut di

bawah sentralisasi dan desentralisasi menjadi penting. Kebijakan fiskal melalui dana perimbangan juga

menjadi penentu pertumbuhan ekonomi daerah. Dana perimbangan juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN, yang

dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014, dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (Bagian Daerah), Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana

yang harus dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada setiap provinsi/kabupaten/kota yang ada di

Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD yang digunakan untuk dana

pembangunan, dan tidak boleh diprioritaskan untuk pengeluaran rutin.

Penelitian mengenai pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pertumbuhan ekonomi

dilakukan Purbadharmaja, er al. (2019) dengan judul “The implications of fiscal decentralization and budget governance on economic capacity and community welfare”. Hasil penelitiannya menyimpulkan

desentralisasi fiskal tidak selalu mengarah pada manajemen anggaran yang lebih baik. Keberhasilan

desentralisasi fiskal dapat ditemukan dalam kualitas anggaran daerah dan kualitas manajemen anggaran. Alokasi anggaran daerah untuk peningkatan layanan publik dan pengembangan infrastruktur akan

meningkatkan kapasitas ekonomi daerah. Peningkatan kapasitas ekonomi regional mendorong

peningkatan (+) kesejahteraan masyarakat. Penelitian lain yang dilakukan Thimmaiah (2000)

Page 18: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

10

menganalisis peran desentralisasi dalam mendorong pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dalam

lingkungan ekonomi yang diliberalisasi di India. Hasil penelitian menyimpulkan pengeluaran

desentralisasi belum memberikan kontribusi yang signifikan (?) untuk meningkatkan tingkat pendapatan di India.

Menurut Solow (Mankiw, 2003) model pertumbuhan menunjukkan bagaimana, tabungan,

pertumbuhan populasi, dan kemajuan mempengaruhi tingkat ouput perekonomian serta pertumbuhan

sepanjang waktu. Perkembangan penduduk menurut solow menjadi faktor yang mempengaruhi output perekonomian. Pertambahan penduduk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi jika pertambahan

penduduk dari masa ke masa diikuti dengan peningkatan pendidikan sebelum menjadi tenaga kerja yang

trampil dan terdidik, sehingga penduduk menjadi tenaga kerja yang memiliki daya saing tinggi dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000). Agar harapan tersebut

dapat terwujud, pemerintah daerah bersama masyarakat harus bersama-sama mengambil inisiatif

membangun daerah. Pemerintah daerah harus mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada di daerah untuk kemakmuran seluruh masyarakat dan mendorong perekonomian untuk maju dan

berkembang.

Penelitian yang dilakukan Joseph, et al. (2015) bertujuan menyelidiki potensi peningkatan

penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Nigeria. Hasil penelitian menyimpulkan pertumbuhan penduduk tidak memiliki dampak signifikan (?) terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria.

Penelitian lainnya mengenai pengaruh antara jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan

Rahman, et al. (2017) dengan judul The effects of population growth, environmental quality and trade openness on economic growth. Penelitiannya mengeksplorasi efek dari pertumbuhan populasi, kualitas

lingkungan dan keterbukaan perdagangan pada pertumbuhan ekonomi negara maju dan berkembang.

Hasil penelitiannya menyimpulkan pertumbuhan populasi memiliki efek positif (+) pada pertumbuhan ekonomi di tiga negara berkembang dan hubungan searah dari Pertumbuhan Populasi ke pertumbuhan

ekonomi.

Di lain pihak, penelitian Doran (2012) dengan judul “Analysis of the interdependence of

demographic factors, labour effort and economic growth in Ireland”. Penelitian ini menganalisis hubungan sebab akibat antara perubahan demografis di Irlandia dan upaya tenaga kerja dan pembangunan

ekonomi. Hasil penelitian menyimpulkan peningkatan rasio ketergantungan usia tua dapat mengurangi (-)

output ekonomi. Hasil ini memberikan wawasan tentang bagaimana perubahan demografi masyarakat Irlandia dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi masa depan. Penelitian lain yang dilakukan Banik

& Bhaumik (2006) menyoroti efek ganda dari perubahan demografis dan emigrasi kaum muda terhadap

pertumbuhan ekonomi di negara Karibia. Hasil penelitiannya menyimpulkan aspek negatif (-) lebih

penting daripada aspek positif karena meningkatnya rasio ketergantungan dan juga dapat mewakili migrasi keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan produksi. Sedangkan penelitian dilakukan

oleh Canning & Fink (2010) yang menyimpulkan populasi yang menua akan cenderung menurunkan

partisipasi angkatan kerja dan tingkat tabungan, sehingga meningkatkan kekhawatiran tentang perlambatan (-) pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Selain faktor diatas, faktor penduduk miskin juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi. Kemiskinan membuat kaum miskin tidak punya akses terhadap sumber daya, dan tidak punya peluang berinvestasi sehingga akan memperlambat (-) pertumbuhan ekonomi perkapita (Todaro, 2000).

Penelitian Škare & Družeta (2016) dengan judul “Poverty and economic growth: a review”. Pertumbuhan

itu sendiri mungkin tidak tahan lama dan berkelanjutan, karena itu penting untuk mendasarkan strategi

pengentasan kemiskinan pada pertumbuhan ekonomi yang cepat namun berkelanjutan. Tantangan terpenting bagi pembuat kebijakan adalah memastikan pra-kondisi kelembagaan dan menggabungkan

kebijakan pro-pertumbuhan dan pro-miskin yang akan memungkinkan kaum miskin untuk berpartisipasi

dalam peluang dan berkontribusi untuk pertumbuhan di masa depan. Penelitian ini mewakili kontribusi sederhana analisis saling ketergantungan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, dan dapat berfungsi

sebagai dasar untuk penelitian masa depan. Penelitian lainnya, seperti Hassan, et al. (2015) yang meneliti

kekuatan pendorong utama yang mempengaruhi pola emisi karbon jangka pendek dan jangka panjang

Page 19: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

11

karena perubahan dalam pertumbuhan, ketimpangan dan segitiga kemiskinan di Pakistan selama periode

1980-2011. Hasil penelitiannya menyimpulkan kemiskinan adalah faktor utama yang berkontribusi

terhadap degradasi lahan karena memaksa jutaan orang menghancurkan sumber daya yang ada di sekitar mereka hanya untuk bertahan hidup. Dalam jangka pendek ada pengaruh negatif (-) antara kemiskinan

dengan pertumbuhan ekonomi, sedangkan dalam jangka panjang tidak ada hubungan (?) antara

kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi.

Penanaman modal asing dianggap merupakan sesuatu yang dapat mengisi celah yang ada antara tabungan yang dihimpun dari dalam negeri, cadangan devisa, penerimaan pemerintah dan keahlian di satu

pihak dan jumlah yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran pembangunan di pihak lain (Todaro, 2000).

Penelitian mengenai pengaruh antara investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan Anetor (2020) dengan judul “Financial development threshold, private capital inflows and economic growth”.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara arus masuk modal swasta, pengembangan

keuangan dan pertumbuhan ekonomi di 28 negara Afrika sub-Sahara (SSA) antara periode 1995 dan 2017. Hasil penelitiannya menyimpulkan investasi asing langsung memiliki dampak negatif (-) dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara SSA. Penelitian Hossain & Hossain (2012) dengan

judul “Empirical Relationship between Foreign Direct Investment and Economic Output in South Asian

Countries: A study on Bangladesh, Pakistan and India”. Hasil penelitiannya menyimpulkan tidak ada ko-integrasi (?) antara FDI dan PDB dalam jangka panjang dan pendek di Bangladesh dan India. Namun, ada

ko-integrasi (+) di antara keduanya dalam jangka pendek dan panjang di Pakistan. Sebaliknya, hasil

Granger Causality menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas (?) antara GDP dan FDI untuk Bangladesh dan hubungan searah ditemukan untuk Pakistan dan India, yang berarti FDI menyebabkan (+)

output ekonomi di Pakistan.

International Monetary Fund dalam pertemuan Interim Committee (1996), mengidentifikasi perbaikan tata kelola yang baik dalam semua aspeknya, termasuk memastikan supremasi hukum,

meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas sektor publik, dan memberantas korupsi sebagai kunci efisiensi

dan pertumbuhan ekonomi (Basu, 2002). Menurut IMF salah satu poin dari pertemuan adalah

akuntabilitas sektor publik sebagai kunci efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan

dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi

amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002). Pengawasan merupakan hal penting dalam upaya untuk menjamin suatu kegiatan terlaksana sesuai

dengan rencana yang ingin dicapai. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen. Pengawasan

adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang

sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk

mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya

telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan (Kadarman, 2001). Pengawasan merupakan rangkaian kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan

kebijakan. Pengawasan dilakukan untuk menjamin semua kebijakan program dan kegiatan yang

dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengawasan dilakukan untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah disusun dapat berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis.

Teori stewardship berasumsi bahwa manusia pada hakikatnya bertindak dengan penuh

tanggungjawab, dapat dipercaya, berintegritas tinggi dan memiliki kejujuran. Manajemen melaksanakan

tindakan sebaik-baiknya untuk kebutuhan stakeholder yaitu: rakyat, pemegang saham, penanam modal, dan kreditur (Donaldson & Davis, 1991). Manajemen dalam suatu organisasi dicerminkan sebagai good

steward yang melaksanakan tugas dari atasannya secara penuh tanggungjawab. Hubungan teori

stewardship dengan penelitian ini yaitu prinsip bahwa pemerintah sebagai manajer merasa mempunyai tanggungjawab dalam pengelolaan keuangan dan pengalokaisan sumber daya yang ada dengan cara lebih

bijaksana dan berhati-hati untuk kepentingan masyarakat luas. Pemerintah wajib memberikan laporan

pertanggungwajaban dalam APBD kepada rakyat dalam bentuk LKPD yang telah diaudit oleh BPK.

Page 20: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

12

Penelitian yang dilakukan Aikins (2011) yang berjudul “An examination of government internal

audits' role in improving financial performance” menyimpukan bahwa secara umum auditor pemerintah

daerah lebih banyak melakukan audit di wilayah operasional yang berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran fiskal. Selain itu, pekerjaan auditor secara signifikan mempengaruhi kinerja keuangan

pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan pengendalian

internal dan efisiensi operasi. Peningkatan kinerja keuangan daerah akan berdampak (+) pada

pembangunan ekonomi. Penelitian lain yang dilakan oleh Din, et al. (2017) dengan judul “The follow up of auditing results, accountability of financial reporting and mediating effect of financial loss rate: an

empirical study in Indonesian local governments”. Hasil penelitiaanya menyimpulkan bahwa tindak lanjut

investigasi keuangan mengurangi tingkat kerugian keuangan sehingga meningkatkan akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah dan meningkatkan (+) kinerja keuangan pemerintah daerah.

Sedangkan penelitian Muda, et al (2018) dengan judul “Factors of quality of financial report of

local government in Indonesia” menyimpulkan hasil penelitian menunjukkan pengaruh sistem informasi akuntansi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dan pengendalian intern tidak

berpengaruh (?) terhadap kualitas laporan keuangan. Penelitian lainnya Sutopo, dkk (2017) dengan judul

“E-government, audit opinion, and performance of local government administration in Indonesia”

menyimpulkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa e-government memiliki hubungan positif dengan kinerja penyelenggara pemerintahan daerah. Ini didukung oleh asosiasi positif antara dimensi e-

government dengan kinerja. Opini audit juga berhubungan positif dengan kinerja seperti yang diharapkan.

Hasil ini menunjukkan bahwa e-government dan opini audit dapat digunakan sebagai indikator kinerja penyelenggara pemerintahan daerah.

Model hubungan antar variabel (pertumbuhan ekonomi, belanja daerah, dana perimbangan dan

variable mkkro) baik persamaan tunggal maupun persamaan berganda, pada umumnya disusun berdasarkan suatu teori ekonomi yang melandasi adanya hubungan antar variabel yang digunakan dalam

sistem persamaan tersebut. Kenyataannya seringkali teori ekonomi tidak mampu memberikan penjelasan

mengenai kondisi dinamis yang terjadi antara variabel ekonomi yang ada dan munculnya fenomena

ekonomi baru. VECM yang dikenalkan Sims merupakan metode estimasi yang menjawab kondisi ketidakmampuan teori ekonomi dalam menjelaskan hubungan antar variabel ekonomi dengan sebuah

model nonstruktural atau model tidak teoritis (model ateoritis). Dengan sifatnya yang tidak bergantung

pada suatu teori ekonomi tertentu, maka dalam model VECM perlu ditentukan (Nachrowi, 2006): variabel yang saling berinteraksi (menyebabkan) yang perlu dimasukkan dalam sistem persamaan. Banyaknya

variabel jeda (lag) yang perlu diikutsertakan dalam model yang diharapkan dapat menangkap keterkaitan

antar variabel dalam sistem persamaan.

Berdasarkan fenomena dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diuraikan diatas, maka menarik untuk menganalisis faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi di beberapa provinsi di

wilayah Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan peranan kebijakan fiskal: (1) belanja

pendidikan; (2) belanja kesehatan; (3) belanja pertanian; (4) belanja perikanan dan kelautan; (5) dana alokasi umum; variabel makro seperti: (6) jumlah penduduk; (7) penduduk miskin; (9) Investasi Asing

Langsung; dan (9) opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD); serta (10) status

daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia, sehingga dapat menciptakan efektivitas dan keselarasan dalam pembangunan ekonomi daerah, serta terciptanya good governance.

B. Rumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dan beberapa penelitian

terdahulu, maka perumusan masalah tentang pengaruh pengeluaran publik, ekonomi makro dan opini

BPK (Kualitas Kelembagaan) terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2008-2018 di 20 provinsi di Indonesia adalah :

1. Apakah pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pengeluaran

pemerintah yang dimaksud adalah :

Page 21: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

13

a. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian yang dilakukan Besarria, et al. (2018) dan

Perović & Golem (2019) dapat dirumuskan: apakah pengeluaran pemerintah untuk pendidikan

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. b. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian Naidu & Chand (2013) dan Mohapatra

(2017) dapat dirumuskan: apakah pengeluaran pemerintah untuk kesehatan berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah.

c. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian Xu, et al. (2011) dan Armas, et al. (2012) dapat dirumuskan: apakah pengeluaran untuk pertanian berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi daerah.

d. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian Huda, dkk (2015) dan Novianti, dkk. (2014) dapat dirumuskan: apakah pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

2. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian Purbadharmaja, dkk. (2019) dan Thimmaiah, (2000) dapat dirumuskan: apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi wilayah.

3. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian Rahman, at al. (2017) dan Doran, (2012)

dapat dirumuskan: apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 4. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian Škare & Družeta (2016) dan Hassan, at al.

(2015) dapat dirumuskan: apakah jumlah orang miskin berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah. 5. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian yang dilakukan Anetor (2020) dan Hossain &

Hossain (2012) dapat dirumuskan: apakah penanaman modal asing berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah. 6. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelian yang dilakukan Din, et al. (2017) dan Aikins

(2011), serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 pada Penjelasan Pasal 16 ayat (1) dapat

dirumuskan: apakah opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 7. Berdasarkan uraian latar belakang dan Keputusan Menteri ESDM No 4618 K/80/MEM/2016 tentang

provinsi penghasil SDA Minyak Bumi di atas 5 juta perbarel dapat dirumuskan: apakah status daerah

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tentang pengaruh komposisi belanja pemerintah, ekonomi makro dan opini

BPK terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tahun 2008-2018 di 20 provinsi di Indonesia sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Belanja

pemerintah yang dimaksud : a. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah.

b. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah untuk kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

c. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah untuk pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah.

d. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah untuk perikanan dan kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

2. Menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

3. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 4. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk miskin terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

5. Menganalisis pengaruh penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Page 22: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

14

6. Menganalisis pengaruh Opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

7. Menganalisis pengaruh status daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan beberapa kegunaan atau manfaat sebagai berikut :

1. Secara umum memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang peran kebijakan fiskal (belanja pemerintah daerah), dana bagi hasil, jumlah penduduk dan penduduk miskin, serta investasi

asing dalam pembangunan ekonomi daerah. Melalui koefisien hasil regresi menunjukkan nilai

apakah kebijakan fiskal (belanja pemerintah) yang diberlakukan sudah efektif atau belum, sehingga dapat menjadi bahan diskusi untuk pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah.

2. Secara teoritis menjadi bahan referensi untuk pengembangan keilmuan khususnya dalam bidang

ekonomi makro dan perencanaan pembangunan ekonomi daerah, dan dapat menjadi acuan/referensi bagi penelitian-penelitian sejenis dimasa yang akan datang.

3. Secara praktis menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pemerintah di

bidang kebijakan fiskal dan perencanaan pembangunan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan

masalah pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan fiskal, jumlah penduduk, penduduk miskin, investasi dan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan status daerah dalam

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah.

Page 23: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

15

BAB II

TELAAH PUSTAKA, PENGEMBANGAN HIPOTESIS DAN KERANGKA

KONSEPTUAL PENELITIAN

A. Kajian Pustaka

Pengkajian pustaka yang digunakan dibagi dalam dua kajian yaitu pendekatan teori dan

penelitian terdahulu. Pendekatan teori meliputi teori pertumbuhan pendekatan Klasik, pendekatan

Keynes, pendekatan Neo-Keynes, pendekatan Neo-Klasik, pendekatan Strukturalis, tahapan linear WW Rostow.

1. Otonomi Daerah

Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan seperti itu wajar dan memiliki dua alasan. Pertama, intervensi

pemerintah pusat yang terlalu besar di masa yang lalu telah menimbulkan masalah rendahnya

kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan

demokrasi di daerah (Mardiasmo, 1999). Arahan dan statutory requirement yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati sehingga

pemerintah daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai

alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikeluarkan untuk menggantikan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan. dan tuntutan pernyelenggaraan pemerintahan daerah. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah disempurnakan sebanyak dua

kali. Penyempurnaan yang pertama dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Serangkaian UU Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan-perubahannya tersebut menyebutkan adanya perubahan susunan dan kewenangan pemerintahan daerah. Seusunan

pemerintahan daerah menurut UU ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah

kebupaten, dan DPRD. Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD

provinsi. Adapun pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota

dan DPRD kabupaten/kota.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan

otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (Mardiasmo, 2002), yaitu: meningkatkan kualitas dan

kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat

untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Undang-Undang No 23 tahun 2014 akan berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah.

Hal ini berkaitan erat dengan konsep otonomi dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasan, kewenangan dan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menentukan

penggunaan dana untuk melaksanakan urusan-urusan daerahnya. Untuk membiayai pelaksanaan asas

desentralisasi maka pembiayaan kegiatan-kegiatan tersebut bersumber dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Sumber-sumber pokok keuangan daerah terdiri dari Pendapatan Asli

Daerah dan Dana Perimbangan akan berimplikasi pada struktur dan proporsi pengeluaran pada

APBN dan penerimaan pada APBD.

15

Page 24: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

16

2. Desentralisasi Fiskal

Konsep desentralisasi yang diberlakukan di Indonesia telah memberikan implikasi yang

sangat mendasar terutama menyangkut kebijakan fiskal dan kebijakan administrasi negara. Desentralisasi didefinisikan sebagai transfer perencanaan, pengambilan keputusan dan atau

kewenangan administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi pusat di daerah, unit administrasi

lokal, organisasi semi otonomi dan perusahaan, pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah

(Rondinelli & Cheema, 1983). Perbedaan konsep desentralisasi ditentukan terutama berdasarkan tingkat kewenangan untuk perencanaan, memutuskan dan mengelola kewenangan yang ditransfer

oleh pemerintah pusat dan besaran otonomi yang diterima untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.

Sementara itu filosofi desentralisasi yang bermakna devolusi menurut pengertian Rondinelli, menguraikan substansi kewenangan, khususnya di Indonesia dengan rincian sebagai berikut:

a. Kewenangan absolut (distinctive); hanya dimiliki pusat yaitu pertahanan keamanan, agama,

moneter, peradilan dan politik luar negeri. b. Kewenangan bersama (concurrent) dikerjakan bersama antara pemerintah pusat, provinsi dan

kabupeten/kota. Kewenangan concurrent ada yang bersifat wajib (obligatory) dan ada yang

bersifat optional (core competence). Kewenangan wajib harus diikuti oleh Standar Pelayanan

Minimal. Menurut teori ekonomi publik, fungsi ekonomi pemerintah terdiri dari 3 fungsi yaitu

(Musgrave, 1984):

a. Fungsi Alokasi Melalui fungsi alokasi, maka APBN terutama sisi pengeluaran ditujukan untuk sektor-sektor

pembangunan. Misalnya untuk dekade sekarang, masalah pengangguran menjadi sangat penting

sehingga menjadi muatan normatif dalam UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Fungsi alokasi tidak hanya ditujukan untuk masalah pengangguran saja tetapi juga untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, maka porsi anggaran untuk pembangunan infrastruktur harus mendapatkan

prioritas utama. Hal ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave

dalam Mangkoesoebroto (2002) yang menyatakan bahwa pada tahap awal pembangunan ekonomi seharusnya belanja pemerintah menyediakan infrastruktur seperti pendidikan, kesehatan,

infrastruktur transportasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, pada tahap ini persentase investasi

pemerintah sangat besar. Pada tahap intermediate pembangunan ekonomi yang ditandai dengan belanja pemerintah yang difokuskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi agar dapat lepas

landas. Dengan demikian investasi pemerintah tetap diperlukan guna mendukung guna

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada tahap ini, investasi swasta telah tumbuh sehingga peran

dan kontribusi swasta dalam pembangunan relatif lebih besar dari pada tahap pertama.

b. Fungsi Distribusi

Melalui fungsi distribusi, komponen pengeluaran dalam anggaran mempunyai dimensi

pemerataan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, pengeluaran untuk membangun infrastruktur ekonomi seperti jalan, bendungan, dan lain-lain, akan memberikan manfaat kepada

semua pihak. Atau, pembukaan daerah terisolasi akan cenderung menguatkan terms of trade

kelompok masyarakat terpencil. Manfaat marjinal tindakan ini yang terbesar biasanya akan dinikmati oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah dibandingkan mereka

yang berpenghasilan tinggi, dimana yang terakhir ini sebelumnya telah memiliki akses (meskipun

terbatas). Peran distribusi APBN berkaitan juga derhadap usaha untuk memperbaiki kegagalan

mekanisme pasar (market failure) dalam mengangkat kelompok masyarakat yang berpendapatan bawah dan memperbaiki distribusi pendapatan. Fungsi ini berjalan secara paralel dengan aspek

penerimaan dimana dengan sistem pajak yang progresif akan memberikan beban pajak yang fair

sesuai dengan pendapatan yang diterima oleh masing-masing kelompok pendapatan dan kemudian disalurkan melalui pengeluaran pemerintah. Distribusi juga dilakukan untuk pembangunan daerah

tertinggal. Saat ini Indonesia menghadapi pembangunan yang tidak merata sehingga masih banyak

daerah yang tertinggal. Fungsi distribusi juga akan menunjukkan bahwa APBN merupakan produk

Page 25: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

17

kebijakan pemerintah yang bersifat politis. Adanya pengeluaran untuk subsidi adalah salah satu

contohnya. Walaupun secara teori subsidi baik BBM maupun non BBM merupakan distorsi di dalam

perekonomian, namun pemerintah tetap menganggarkannya di dalam APBN. Hal ini diyakini tidak hanya sebagai upaya untuk melindungi kelompok masyarakat miskin dalam mempertahankan tingkat

konsumsinya namun juga untuk meredam terjadinya konflik sosial di tengah-tengah masyarakat.

Dalam prakteknya fungsi tersebut menjadi bagian dari penyusunan APBN. Fungsi ini juga menjadi

bagian dari politik anggaran. Menurut Wang, et al. (2018) dalam penelitian yang berjudul The impacts of transportation

infrastructure on sustainable development: emerging trends and challenges, menyimpulkan

Infrastruktur transportasi memiliki dampak yang sangat besar pada pembangunan berkelanjutan. Temuan studi ini memberikan pemahaman mendalam kepada para peneliti dan praktisi tentang

dampak infrastruktur transportasi terhadap pembangunan berkelanjutan melalui ekspresi visual.

Peneliti lainnya Ansar, et al (2016) dengan judul penelitiannya Does infrastructure investment lead to economic growth or economic fragility? Evidence from China mengungkap mitos kembar bahwa

infrastruktur menciptakan nilai ekonomi, dan China memiliki keunggulan tersendiri dalam

penyampaiannya. Jauh dari menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, investasi infrastruktur pada

umumnya gagal memberikan pengembalian positif yang disesuaikan dengan risiko. Selain itu, rekam jejak China dalam menyediakan infrastruktur tidak lebih baik dari rekam jejak negara demokrasi

yang kaya. Berinvestasi dalam proyek-proyek yang tidak produktif pada awalnya menghasilkan

ledakan, selama konstruksi sedang berlangsung, diikuti oleh kegagalan, ketika manfaat yang diperkirakan gagal terwujud dan itu menjadi penghambat ekonomi. Di mana investasi dibiayai oleh

utang, investasi berlebihan dalam proyek-proyek yang tidak produktif menghasilkan penumpukan

utang, ekspansi moneter, ketidakstabilan di pasar keuangan, dan kerapuhan ekonomi. Hasilnya investasi infrastruktur yang tidak dikelola dengan baik adalah penjelasan utama yang memunculkan

masalah ekonomi dan keuangan di China.

c. Fungsi Stabilisasi Melalui fungsi stabilisasi, APBN sebagai alat stabilisasi perekonomian agar berjalan dalam

kapasitasnya. Jika perekonomian dalam keadaan lesu maka peran pemerintah melakukan intervensi

dengan menambah pengeluaran, atau sebaliknya jika perekonomian terlalu panas atau pada saat permintaan aggregat domestik tumbuh di atas kemampuan sektor penawaran untuk tumbuh, maka

peran pemerintah melakukan kebijakan fiskal ketat. Dalam stabilisasi tersebut pada dasarnya dilihat

dari dua hal, yaitu alat pengendali inflasi dan penstabil pertumbuhan ekonomi. Kedua hal ini pada

dasarnya memiliki hubungan yang sangat erat. APBN juga dapat mengurangi dampak inflasioner dengan melakukan sterilisasi anggaran, yaitu meningkatkan simpanan pemerintah pada Bank

Indonesia atau mempercepat pembayaran beban utang luar negeri. Dengan demikian dalam

penetapan APBN, mengacu kepada UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, Bank Indonesia memberikan pendapat dan

pertimbangan kepada Pemerintah mengenai RAPBN (Pasal 54 Ayat 2). Praktek tujuan APBN

terhadap stabilisasi ini, misalnya dilakukan oleh Kabinet Ampera yang dibentuk dalam bulan Juli 1966 dengan tujuan pokoknya adalah meningkatkan taraf hidup rakyat banyak terutama dalam

bidang sandang dan pangan, dimana dalam melaksanakan program stabilisasi ekonomi

(pengendalian inflasi) dan program rehabilitasi (pemulihan produksi) dipakai skala prioritas, yang

salah satunya adalah pengendalian inflasi. Penelitian yang dilakukan Mauro & Zilinsky (2015) dengan judul Fiscal Tightening and

Economic Growth: Exploring Cross-Country Correlations. Policy Brief, menyimpulkan

penghematan dibentuk oleh plot sebar sederhana yang dimaksudkan untuk menggambarkan dampak negatif yang besar dari penghematan fiskal pada pertumbuhan ekonomi. Hasilnya mengungkapkan

gambaran yang beragam, memberikan dukungan parsial pada gagasan bahwa pilihan fiskal dan

pertumbuhan output terkait secara empiris. Peneliti lain Attinasi & Klemm (2016) menganalisis

Page 26: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

18

dampak kebijakan fiskal diskresioner terhadap pertumbuhan ekonomi untuk sampel 18 negara Uni

Eropa selama periode 1998-2011. Dengan menggunakan teknik data panel statis dan dinamis,

ditemukan bahwa konsolidasi fiskal dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, meskipun beberapa kategori anggaran tertentu tidak ditemukan signifikan secara statistik.

Secara umum, hasil tersebut juga menunjukkan bahwa penyesuaian berbasis pengeluaran cenderung

tidak terlalu berbahaya dibandingkan penyesuaian berbasis pendapatan. Di antara pemotongan

pengeluaran, pengurangan investasi dan konsumsi pemerintah terbukti mengurangi pertumbuhan. Penelitian Ali, et al. (2010) yang berjudul The effects of fiscal policy on economic growth:

empirical evidences based on time series data from Pakistan menyelidiki efektivitas kebijakan fiskal

dan dampaknya terhadap kegiatan ekonomi makro di Pakistan selama periode 1972–2008. Dengan menggunakan model Auto Regressive Distribute Lag (ARDL), hasil penelitiaanya menemukan

bahwa defisit fiskal secara keseluruhan memberikan efek negatif pada pertumbuhan ekonomi dalam

jangka panjang. Dengan demikian, kontraksi fiskal ekspansif terjadi di Pakistan. Untuk memperkirakan dinamika jangka pendek, menggunakan Mekanisme Koreksi Kesalahan (ECM).

Dalam jangka pendek, defisit fiskal secara keseluruhan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Studi tersebut merekomendasikan bahwa defisit anggaran harus berada di kisaran sempit 3

hingga 4 persen dari PDB. Di luar batas ini, defisit anggaran yang tidak berkelanjutan dapat menimbulkan biaya makroekonomi yang tidak diinginkan dan tujuan makroekonomi pemerintah

seperti inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai.

Konsep desentralisasi fiskal dengan demikian seperti dirumuskan oleh De Mello (2000) adalah dimaksudkan untuk memindahkan atau menyerahkan sumber-sumber pendapatan dan faktor-

faktor pengeluaran ke daerah dengan mengurangi birokrasi pemerintahan. Dengan membawa

pemerintah lebih dekat ke masyarakat, desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong efisiensi sektor publik, juga akuntabilitas publik dan transparansi dalam dalam penyediaan jasa publik serta

pembuatan keputusan yang transparan dan demokratis. Berbagai kajian dampak desentralisasi

terhadap perekonomian dan public services delivery dapat dijelaskan dalam kerangka teori fiscal

federalism. Teori ini dibagi dalam dua perspektif, yaitu teori tradisional atau teori generasi pertama (First Generation Theories) dan teori perspektif baru atau teori generasi kedua (Second Generation

Theories).

3. Pengeluaran Negara

Menurut Chandler dan Plano (1988) kebijakan publik adalah pemanfaatan secara strategis

terhadap segala sumber daya untuk menyelesaikan masalah dimasyarakat dan atau pemerintah dan

dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah. Sedangkan Carl Frederich (1977) kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang atau kelompok, atau pemerintah

dalam suatu lingkungan tertentu dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan publik dapat kita

simpulkan sebagai tindakan untuk mencapai tujuan bernegara yang merupakan kepentingan publik. Oleh karena itu, ruang lingkup kebijakan publik diantaranya adalah bagaimana pemerintah

mengelola segala aspek yang berkaitan dengan mobilisasi sumber daya keuangannya dan bagaimana

melakukan pengelolaan pemanfaatan melalui kebijakan belanja negara. Kebijakan belanja negara yang merupakan bagian kebijakan publik, secara umum dapat kita klasifikasikan menjadi 3 jenis.

Yaitu :

a. Kebijakan Umum Ekstratif, adalah kebijakan penyerapan sumber daya yang ada dimasyarakat.

Seperti; pemungutan pajak dan tarif, iuran dan retribusi dari masyarakat, dan pengolahan sumber alam yang terkadung dalam wilayah negara.

b. Kebijakan Umum Distributif adalah pelaksanaan kebijakan distribusi dan alokasi berbagai

sumber daya kepada masyrakat. Distribusi dalam kebijakan ini berarti membagikan secara relatif merata kepada semua anggota masyarakat, sedangkan alokasi berarti yang mendapat cenderung

kelompok atau sektor masyarakat tertentu sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan atau

sesuai dengan situasi yang dihadapi pada suatu kurun waktu

Page 27: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

19

c. Kebijakan Umum Regulatif, merupakan pengaturan perilaku anggota masyarakat. Kebijakan

umum yang bersifat regulatif adalah peraturan dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh warga

masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan negara. Peningkatan Pengeluaran Pemerintah dari waktu ke waktu akan selalu mengalami peningkatan,

hal ini diakibatkan karena terjadi perubahan atau gejolak ekonomi, sosial, dan politik. Berikut ini

tokoh-tokoh ekonomi yang membahas peran pemerintan yang selalu mengalami peningkatan:

a. Rostow dan Musgrave Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan

tahap-tahap pembangunan ekonomi dalam Negara. Tahap awal perkembangan pembangunan

ekonomi peran pemerintah sangat besar terutama dalam penyediaan sarana prasarana, misalnya sarana pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Tahap berikutnya adalah tahap menengah peran

investasi swasta menjadi lebih besar tetapi masih diperlukan peran pemerintah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di samping peran pemerintah menjadi semakin besar. Peran pemerintah yang semakin besar karena terjadi kegagalan pasar (market failure) akibat peran swasta yang besar dan

juga kewajiban pemerintah menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang besar dengan

kualitas yang lebih baik karena pertumbuhan dan tuntutan kesejahteraan semakin tinggi

(Suparmoko, 1987). Hubungan antarsektor bersifat lebih rumit, misalnya kebijakan pembangunan ekonomi yang dilakukan dengan meningkatkan sektor industri, dengan banyaknya industri akan

menyebabkan akibat negatif berupa pencemaran lingkungan yang merugikan masyarakat banyak,

keadaan ini menuntut keterlibatan pemerintah untuk mengurangi aspek negatif tersebut juga menjadi mediator atas tuntutan buruh untuk kenaikan upah. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi,

aktivitas pemerintah mulai beralih dari penyediaan sarana prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas

sosial, misalnya program pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin, pelayanan kesehatan lansia.

b. Adolf Wagner

Pengamatan Adolf Wagner di beberapa negara Eropa, AS, dan Jepang pada abad XIX tentang

perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP, hasil pengamatannya disebut hukum semakin meningkatnya kegiatan pemerintah (law of ever increasing

state activity). Jadi, apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran

pemerintah juga akan meningkat (Suparmoko, 1987). Dalam pertumbuhan ekonomi, hubungan antarpelaku ekonomi, yaitu antarindustri dengan industri, industri dengan masyarakat akan semakin

kompleks sehingga perlu peran pemerintah yang lebih besar baik dalam bentuk pengaturan maupun

sebagai fasilitator di mana hal ini akan menyebabkan pengeluaran pemerintah menjadi semakin

besar pula.

c. Peacock dan Wiseman

Teorinya Peacock dan Wiseman didasarkan pada asumsi bahwa ada kecenderungan tindakan pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya tetapi pada sisi lain akan mengakibatkan beban

masyarakat dalam bentuk pajak menjadi lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah

tersebut (Suparmoko, 1987). Sementara menurut Peacock dan Wiseman ada titik toleransi pajak yaitu suatu tingkat di mana masyarakat dapat memahami besarnya pemungutan pajak yang

dibebankan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Adanya titik toleransi pajak ini merupakan

penghambat bagi pemerintah untuk terus menaikkan pemungutan pajak. Tercapainya perkembangan

ekonomi akan menyebabkan pemungutan pajak menjadi semakin besar walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak, adanya kenaikan penerimaan pajak ini akan menyebabkan pengeluaran

pemerintah meningkat pula. Akan tetapi, apabila kondisi tersebut terganggu oleh gejolak sosial,

misalnya karena perang maka pemerintah akan lebih memperbesar pengeluarannya untuk membiayai kegiatan baru tersebut yaitu dengan menaikkan tarif pajak. Namun, kebijakan pemerintah menaikkan

penerimaan dari sektor pajak melalui kenaikan tarif akan mengurangi dana swasta yang seharusnya

digunakan untuk konsumsi dan investasi sehingga tingkat investasi dan konsumsi masyarakat

Page 28: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

20

menjadi turun. Keadaan ini disebut dengan efek pengalihan (displacement effect), yaitu karena

adanya gejolak sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Di

samping itu, untuk membiayai penanganan gejolak sosial atau perang pemerintah tidak hanya mengandalkan penerimaannya dari sektor pajak tetapi sering menutupnya melalui pinjaman. Apabila

gejolak sosial atau perang telah dapat diatasi sehingga tercipta suasana aman maka pemerintah tidak

lagi memerlukan dana untuk membiayai perang sehingga seharusnya pemerintah akan menurunkan

tarif pajak pada suatu tingkat sebelum perang tersebut terjadi. Namun, pemerintah tidak melakukan kebijakan penurunan tarif karena pemerintah masih memerlukan dana untuk membayar utang. Jadi,

adanya peningkatan pengeluaran pemerintah pada saat perang telah selesai selain karena

peningkatan GNP juga karena ada kewajiban untuk mengembalikan utang beserta bunganya di samping ada kegiatan baru dari pemerintah setelah perang usai, kondisi ini disebut efek inspektasi

(inspection effect). Pada tahap terakhir setelah adanya gejolak sosial tersebut akan menyebabkan

terkonsentrasinya kegiatan baru di tangan pemerintah yang sebelumnya sebagian dari kegiatan tersebut ditangani oleh swasta. Kondisi ini disebut dengan efek konsentrasi (concentration effect).

Jadi, menurut Peacock dan Wiseman adanya ketiga efek tersebut, yaitu efek pengalihan, efek

inspeksi, dan efek konsentrasi akan menyebabkan bertambahnya kegiatan pemerintah dan

pengeluaran pemerintah.

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Pendekatan Klasik

Pemikiran kaum Klasik berpangkal tolak dari pengertian fungsi produksi, yaitu mengenai hubungan persamaan antara hasil produksi dengan kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi (Djojohadikusumo, 1994). Total produksi Klasik dinyatakan dalam rumus Y=f(K,L,

R,T) dimana K adalah jumlah modal (Capital), L adalah tenaga kerja (Labor), R adalah tanah (sumber daya alam dalam arti luas) dan T adalah Tehnologi.

Analisis mazhab Klasik berpusat pada proses akumulasi dalam arti pembentukan modal

secara kumulatif (modal fisik maupun modal dana). Proses akumulasi terlaksana karena adanya

surplus dalam ekonomi masyarakat yang tersedia untuk investasi. Pokok pemikiran mazhab ini bahwa perkembangan ekonomi bisa berlanjut, namun akan mengalami kendala dan batasan yang

berkenaan dengan kecenderungan menurunnya imbalan jasa bagi peranan modal maupun peranan

tenaga kerja, dua faktor yang bersifat variabel dalam fungsi produksi. Perkembangan ekonomi yang dimaksud, adalah perkembangan ekonomi akan menuju keadaan yang bersifat stasioner (stationary

state).

Teori pendekatan Klasik meliputi teori mengenai apa yang dikemukakan oleh Adam Smith,

David Ricardo dan Robert Malthus. Adam Smith (1869) melalui bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations menyatakan variabel penentu proses produksi suatu negara

dalam menghasilkan output total ada 3, yaitu: (i) sumber daya alam yang tersedia; (ii) sumber daya

manusia; dan (iii) stok barang kapital yang ada. Sumber daya alam yang tersedia merupakan bahan baku utama dalam proses produksi suatu negara, jika sumber daya alam telah terkuras habis maka

proses produksi akan terhenti dan pertumbuhan ekonomi juga akan berhenti. Sumber daya manusia

dalam arti angkatan kerja, tenaga kerja merupakan input dalam proses produksi dan berperan aktif dalam proses pertumbuhan ekonomi. Jumlah dan kualitas akan sangat menentukan dalam proses

produksi, sedangkan stok kapital memegang peran yang sangat penting dalam menentukan cepat

lambatnya proses pertumbuhan output (Djojohadikusumo, 1994).

David Ricardo (1821) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditentukan oleh: (i) sumber daya alam (dalam hal ini tanah); (ii) perkembangan jumlah penduduk; dan

(iii) peran tehnologi. David Ricardo membagi masyarakat ekonomi menjadi 3 golongan masyarakat

yaitu golongan kapitalis, golongan buruh dan golongan tuan tanah. Golongan kapitalis adalah golongan yang memimpin proses produksi dan memegang peranan yang sangat menentukan dalam

mencari keuntungan dan menginvestasikan kembali dalam bentuk akumulasi kapital. Golongan

kapitalis sangat tergantung pada golongan buruh dan golongan ini terbesar dalam masyarakat,

Page 29: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

21

sedangkan golongan tuan tanah, mereka hanya menerima dari golongan kapitalis atas areal tanah

yang disewa (Arsyad, 2004: 58; Hakim, 2002: 68).

Malthus (1817) berpendapat bahwa ada 2 faktor penentu produksi di sektor pertanian, yaitu: (i) faktor ekonomi (tanah, tenaga kerja, modal dan organisasi); dan (ii) faktor non-ekonomi (keamanan

dan kekayaan, konstitusi dan hukum yang pasti, kerja keras, jujur dan disiplin). Faktor-faktor

ekonomi yang sangat menentukan adalah faktor akumulasi modal, tanpa akumulasi modal yang

diinvestasikan maka proses produksi akan terhenti (Hakim, 2002). Pengusaha dapat menyediakan tabungan untuk akumulasi modal dengan cara menyisihkan keuntungan dan bukannya penghematan

konsumsi para pelaku ekonomi (non pengusaha), karena dampak dari penghematan konsumsi justru

menurunkan permintaan efektif dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

5. Teori Pertumbuhan Pendekatan Keynes

Menurut Keynes, situasi makro suatu perekonomian ditentukan oleh apa yang terjadi dengan permintaan agregat masyarakat apabila permintaan agregat melebihi penawaran agregat (atau output

yang dihasilkan) dalam periode tersebut, maka akan terjadi situasi “kekurangan produksi”. Pada

periode berikutnya output akan naik atau harga akan naik, atau keduanya terjadi bersama-sama.

Apabila permintaan agregat lebih kecil daripada penawaran agregat, maka situasi ―kelebihan produksi akan terjadi. Pada periode berikutnya output akan turun atau harga akan turun, atau

keduanya terjadi bersama-sama.

Inti dari kebijakan makro Keynes adalah bagaimana pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat (dengan demikian, mempengaruhi situasi makro), agar mendekati posisi Full Employment-

nya. Permintaan agregat adalah seluruh jumlah uang yang dibelanjakan oleh seluruh lapisan

masyarakat untuk membeli barang dan jasa dalam satu tahun. Dalam perekonomian tertutup permintaan agregat terdiri dari 3 unsur: a) Pengeluaran Konsumsi oleh Rumah Tangga (C); b)

Pengeluaran Investasi oleh Perusahaan (I); c) Pengeluaran Pemerintah (G). Pemerintah bisa

mempengaruhi permintaan agregat secara langsung melalui pengeluaran pemerintah dan secara tidak

langsung terhadap pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi. Apabila dirumuskan adalah sebagai berikut:

Z = C+ I + G …………………………………..…………………. (2.0)

Masing-masing unsur permintaan agregat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berbeda. Pengeluaran konsumsi tergantung pada pendapatan yang diterima oleh Rumah Tangga dan

kecenderungan berkonsumsinya (propincity to consume). Pengeluaran investasi ditentukan oleh

keuntungan yang diharapkan (marginal efficiency of capital) dan biaya dana (tingkat bunga).

Pengeluaran pemerintah ditentukan oleh proses politik yang kompleks dan dalam teori makro dianggap eksogen. Perubahan dari unsur-unsur permintaan agregat (pengeluaran konsumsi,

pengeluaran investasi dan pengeluaran pemerintah) mempengaruhi tingkat permintaan agregat

melalui proses berantai atau proses multiplier. Menurut pendapat Keynes peranan atau campur tangan pemerintah masih sangat diperlukan

yaitu apabila perekonomian sepenuhnya diatur olah kegiatan di pasar bebas, bukan saja perekonomian

tidak selalu mencapai tingkat kesempatan kerja penuh tetapi juga kestabilan kegiatan ekonomi tidak dapat diwujudkan. Akan tetapi fluktuasi kegiatan ekonomi yang lebar dari satu periode ke periode

lainnya dan ini akan menimbulkan implikasi yang serius kepada kesempatan kerja dan pengangguran

dan tingkat harga.

6. Teori Pertumbuhan Pendekatan Neo-Keynes

Proses pertumbuhan ekonomi menurut pandangan kaum Neo-Keynes diwakilkan oleh teori Roy

F. Harrod (1939) dan Evsey D. Domar (1946). Pola pendekatan Harrod terhadap proses pertumbuhan menunjukkan ciri-ciri pokok pada kerangka analisis Keynes (1936). Perhatian Keynes berkisar pada

tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) termasuk pada penggunaan kapasitas

produksi yang terpasang. Persoalan ini sekarang dipersoalkan oleh Harrod (Djojohadikusumo, 1994)

Page 30: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

22

yaitu dalam kondisi seperti apa persyaratan yang dipenuhi dalam proses pertumbuhan yang

berlangsung dalam ekuilibrium yang stabil.

Pokok perhatian Harrod berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat berlangsung secara terus-menerus dalam pola keadaan ekuilibrium yang stabil. Harrod memaparkan 2 konsep pengertian

perihal laju pertumbuhan yang menjadi kunci gagasannya, yaitu: (i) laju pertumbuhan produksi dan

pendapatan pada tingkat yang dianggap memadai dari sudut para pengusaha; (ii) laju pertumbuhan

produksi dan pendapatan ditentukan oleh kondisi dasar yang menyangkut bertambahnya angkatan kerja karena bertambahnya jumlah penduduk, dan meningkatnya produktivitas kerja karena kemajuan

tehnologi. Menurut Harrod pertumbuhan ekonomi yang kontinyu dalam kondisi full employment

dapat terjadi apabila dipenuhi 2 syarat tersebut (Djoyohadikusumo, 1994; Hakim, 2002; Todaro, 2000; Sukirno, 2006).

Gagasan Domar berpangkal pada berlakunya asas investment multiplier. Laju pertumbuhan

pada permintaan efektif langsung dihadapkan kepada pertumbuhan dan kapasitas produksi. Dalam model Domar diungkapkan bahwa pertumbuhan pada permintaan adalah sama dengan pertambahan

investasi (I) dikalikan dengan multiplier (1/s). Angka multiplier atau sering disebut dengan angka

pengganda diperoleh dengan cara mengalikan 1/s, dan simbul s adalah propensity to save.

Pertumbuhan kapasitas produksi adalah sama dengan investasi (I) dibagi oleh capital-output rasio (k), sehingga pertumbuhan permintaan adalah sama dengan pertumbuhan kapasitas produksi :

∆I/I = s/k ………………………………………………………………. 2.1.

Laju pertumbuhan dalam persamaan Domar dianggap sebagai laju pertumbuhan yang kritis (critical rate of growth) yang hampir mirip dengan warranted rate of growth dalam model Harrod.

Jika investasi melebihi laju pertumbuhan maka penyimpangan tersebut menyebabkan ∆I/I (yang

sama dengan pertumbuhan permintaan) akan lebih meningkat secara nisbi dibandingakan dengan s/k (pertumbuhan pada kapasitas produksi): ∆I/I > s/k. Keadaan ini akan membawa investasi dalam

jumlah besar. Selaras dengan gagasan Harrod, jika karena ada sesuatu hal yang menyebabkan laju

pertumbuhan investasi menyimpang dari laju kritis s/k, laju pertumbuhan pada kapasitas produksi,

maka penyimpangan itu cenderung berlangsung terus sehingga diperlukan intervensi kebijakan pemerintah, jika kecenderungan penyimpangan ingin dikembalikan pada jalur ekuilibrium

(Djoyohadikusumo, 1994; Hakim, 2002; Todaro, 2000).

7. Teori Pertumbuhan Pendekatan Neo Klasik

Pembahasan tentang teori Neo-Klasik mengenai pertumbuhan ekonomi dibatasi pada pokok-

pokok pemikiran yang dikembangkan oleh Robert M. Solow (1957), Nicholas Kaldor (1955) dan

Simon Kuznet (1934). Model yang dikembangkan Solow terdapat adanya kemungkinan perubahan pada tingkat bunga maupun tingkat upah. Proses pertumbuhan dilihat sebagai suatu proses yang

berlangsung dengan perimbangan-perimbangan variabel diantara faktor-faktor produksi. Harga-harga

faktor produksi adalah fleksibel sehingga ada kemungkinan substitusi di antara faktor-faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi. Dalam keadaan di mana jumlah tenaga kerja melebihi pasok

modal, harga tenaga kerja (tingkat upah) akan menurun secara nisbi terhadap harga modal (tingkat

bunga). Sebaliknya jika pertambahan modal melampaui pertambahan jumlah tenaga kerja, maka tingkat upah akan meningkat. Dengan adanya perubahan pada harga faktor-faktor produksi dan

melalui substitusi satu jenis faktor produksi oleh jenis faktor produksi lainnya, hal itu satu sama lain

dapat membatasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dari ekuilibrium pertumbuhan. Oleh sebab

itu tidaklah tepat bila seakan-akan dalam proses pertumbuhan terkandung unsur ketidakstabilan sebagaimana ditonjolkan dalam instability theorm Harrod (Djoyohadikusumo, 1994: 44).

Pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output perekonomian menurut Solow dipengaruhi oleh

tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi. Tabungan merupakan instrumen yang dipengaruhi oleh kebijakan fiskal (penerimaan pajak dan belanja negara mempengaruhi tabungan

nasional). Secara tidak langsung kebijakan fiskal ikut mengambil peran dalam pertumbuhan ekonomi.

Keputusan-keputusan pemerintah mengenai kebijakan fiskal yang ditempuh suatu negara dapat

Page 31: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

23

mengubah ouput dalam perekonomian, baik bertambah maupun berkurang. Penurunan pajak (Tax)

maupun peningkatan belanja pemerintah (Government Expenditure) memiliki multiplier effect

terhadap pendapatan suatu negara. Pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi. Kenaikan belanja pemerintah menyebabkan meningkatnya pendapatan, kemudian

meningkatkan konsumsi, yang selanjutnya meningkatkan pendapatan, kemudian meningkatkan

konsumsi dan seterusnya.

Kaldor (1955) berpendapat bahwa suatu teori adalah ulasan analisis yang sifatnya sangat sederhana tentang proses ekonomi yang majemuk. Dalam perkembangan pemikiran Kaldor mengenai

masalah pertumbuhan, perhatiannya semakin ditujukan kepada masalah-masalah konkret yang

berjalan dalam masa yang panjang, sekitar lima puluh tahun atau lebih. Dalam hubungan ini, Kaldor semakin menjauhi pola pendekatan yang mengandalkan metodologi berdasarkan model-model

ekonomi makro. Pandangan Kaldor tentang proses pertumbuhan jangka panjang diarahkan pada

pertumbuhan sektoral yang mencakup sektor produksi komoditi primer dan sektor skunder (industri dan konstruksi). Kegiatan di sektor tersier (jasa-jasa) oleh Kaldor dianggap sebagai fungsi dari

perkembangan industri (Djoyohadikusumo, 1994: 48).

Kaldor berpendapat bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja secara berkesinambungan

memerlukan investasi yang berkenaan dengan mekanisme teknik produksi. Hal ini berarti bertambahnya modal per tenaga kerja. Pertumbuhan industri dalam jangka panjang ditandai oleh

meningkatnya hasil produksi per tenaga (labour productivity) maupun meningkatnya modal per

tenaga kerja (capital-labour productivity). Akan tetapi, perubahan pada capital-output ratio (nisbah modal terhadap hasil produksi) tidak begitu menonjol. Kaldor menekankan bahwa investasi bukan

menjadi sebab bagi pertumbuhan produksi, melainkan sebaliknya pertumbuhan produksi yang

memungkinkan pengerahan investasi (Djojohadikusumo, 1994). Pandangan Kuznets mengenai kegiatan ekonomi masyarakat berpangkal pada kerangka

perhitungan nasional dengan penjabarannya tentang unsur-unsur komponen dalam pendapatan

nasional. Kuznets berhasil memberi substansi secara empiris kualitatif terhadap pengertian-pengertian

pokok dalam kerangka analisis Keynes seperti mengenai hubungan antara konsumsi–tabungan–investasi–pendapatan dalam tata susunan ekonomi secara keseluruhan (Djojohadikusumo, 1994: 53).

Dalam pandangan Kuznets era pertumbuhan tidak hanya ditandai dengan peran industri

manufaktur dan konstruksi, melainkan juga modernisasi teknologi bidang pertanian dan bidang produksi primer pada umumnya, serta meningkatkan peranan pemasaran dan teknologi komunikasi.

Perkembangan tersebut akan menyebabkan pola kegiatan ekonomi modern melintasi batas-batas antar

negara dan sebagai konsekuensi logis dari proses pertumbuhan perekonomian dunia berada pada

tahap interdepensi dan globalisasi yang masih terus berlangsung (Suryana, 2000: 65). Teori pertumbuhan Solow (Solow growth model) menjelaskan bagaimana perekonomian

berproduksi dan menggunakan outputnya pada suatu waktu tertentu. Analisis ini bersifat statis tentang

sebuah tinjauan sekilas tentang perekonomian. Untuk menjelaskan mengapa pendapatan nasional tumbuh dan mengapa sebagian perekonomian tumbuh lebih cepat ketimbang lainnya. Maka analisis

harus diperluas agar mampu menjelaskan perubahan-perubahan dalam perekonomian sepanjang

waktu. Model pertumbuhan Solow dapat dikembangkan dengan menunjukan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan tehnologi mempengaruhi tingkat output perekonomian serta

pertumbuhan sepanjang waktu (Mankiw, 2003).

8. Teori Pertumbuhan Pendekatan Sosial Budaya Para ahli sosial berpendapat bahwa perilaku tata sosial budaya di masyarakat lebih penting

peranannya dibandingkan dengan perilaku ekonomi masayarakatnya. Dalam ulasan ini akan dikaji

pandangan Everett E. Hagen (1963), JH. Boeke (1953), Clifford Geerz (1976) dan Bert F. Hoselitz (1955).

Hagen (1963) berpendapat bahwa faktor kekuatan yang paling penting untuk menggerakan

masyarakat negara berkembang dari stagnasi ekonomi kearah proses pembangunan adalah perubahan

Page 32: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

24

pada tata pola sosial budayanya (Djojohadikusumo, 1994; 66). Perubahan utama dalam pembangunan

ekonomi terletak secara internal pada faktor-faktor yang melekat pada tata susunan masyarakat dan

dalam tubuh masyarakat itu sendiri, bukan pada sejumlah faktor eksternal. Jika nilai-nilai budaya dan perilaku masyarakat itu sendiri berubah maka akan berdampak pada perubahan ekonomi yang

ditandai dengan akumulasi modal dan kemajuan teknologi.

Gagasan pokok Boeke (1953) adalah masyarakat bumiputra di negara-negara Afrika dan

Amerika latin masih dalam tahap prakapitalisme, yaitu mereka bekerja hanya untuk memenuhi

kebutuhan sendiri dan keluarga (Djojohadikusumo, 1994: 68). Pemikiran Boeke dikenal dengan teori

dualisme ekonomi. Menurut pandangan Boeke masyarakat timur (negara Afrika dan Amerika Latin)

kebutuhan masyarakatnya masih bersifat terbatas dan bersifat sederhana, hal ini langsung akan

mempengaruhi masalah penawaran barang, permintaan dan pembentukan harga. Dalam kajian ekonomi jika terjadi peningkatan permintaan akan suatu barang maka akan mendorong kenaikan

harga, dan pada akhirnya akan meningkatkan penawaran barang dengan cara meningkatkan produksi

barang dan jasa. Kondisi ini sangat berlainan dengan yang terjadi di masyarakat timur, terbatasnya kebutuhan dan produksi yang tidak efisien mengakibatkan kenaikan harga yang diikuti berkurangnya

penawaran barang. Gejala ini oleh Boeke disebut backward sloping curve of supply.

Pandangan Geertz (1976) tentang kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat desa hampir

mirip dengan pandangan Boeke (Djojohadikusumo, 1994: 78). Geertz melakukan pengamatan di

pulau Jawa dan menyimpulkan ada kemungkinan perubahan tata susunan nilai-nilai budaya

masyarakat desa di pulau Jawa dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi nasyarakatnya.

Kerangka pemikiran Geertz pada hakikatnya merupakan suatu varian dari saran pendapat Boeke

mengenai kegiatan ekonomi yang meluas (karena penduduk bertambah) namun tetap bersifat statis. Perkembangan masyarakat pedesaan di Jawa yang diamati oleh Geertz menunjukkan pola dan sifat

yang berbeda sekali, dibandingkan dengan apa yang lazim dianggap sebagai perkembangan yang

bersifat evolusi. Hal ini berkaitan dengan budaya yang kokoh dalam masyarakat Jawa yang bersifat kaku dan sulit untuk dilakukan perubahan. Akibatnya tidak mungkin terjadi suatu evolusi kearah

kemajuan ekonomi dalam arti modern. Geertz juga mengakui ada kemungkinan perkembangan

ekonomi dapat mempengaruhi pola dan arah perkembangan budaya dan tata nilai. Hoselitz (1955) berpendapat bahwa serangkaian faktor sosial dan budaya sangat mempengaruhi

pola dan arah pembangunan ekonomi. Secara eksplisit bahwa segi sosial budaya dan segi ekonomi

harus dilihat sebagai proses interaksi dalam perkembangan keadaan (Djojohadikusumo, 1994; 80).

Dalam tiap masyarakat selalu ada kemungkinan untuk mencapai kemajuan melalui usaha pembangunan. Mengenai faktor sosial dapat dibedakan yang bersifat tradisional dan rasional. Dalam

hubungannya dengan konsep tradisional mengandung implikasi bahwa pola kegiatannya tidak efisien

berdasarkan teknologi sederhana dan menghalangi inovasi. Tradisional seolah-olah menutup kemungkinan perubahan. Pelajaran dan kajian tentang transformasi masyarakat dari satu tingkat

ekonomi ke tingkat ekonomi yang lebih tinggi, dapat dianggap sebagai studi tentang dinamika

perubahan masyarakat (dynamics of social change).

9. Teori Pertumbuhan Pendekatan Strukturalisme

Pembangunan ekonomi sebagai transisi yang ditandai oleh suatu transformasi mengandung

perubahan yang mendasar pada struktur ekonomi, ini disebut dengan perubahan strukturalis. Secara umum transformasi lazim ditandai oleh peralihan dan pergeseran dari kegiatan di sektor produksi

primer ke sektor produksi skunder maupun ke sektor tersier. Dalam ulasan ini dikaji pandangan W.

Arthur Lewis (1954), Rosensteins-Rodan (1943), Alberth Hirschman (1973), dan Hans W. Singer (1975) mengenai proses pembangunan sebagai suatu transformasi.

Kerangka analisis dan garis pemikiran Lewis (1954) pada hakikatnya berawal pada alam

pikiran mazhab Klasik dan sebagian juga Neo Klasik (Djojohadikusumo, 1994: 94; Arsyad, 2004: 93,

Sukirno, 2006: 279). Menurut Lewis proses pembangunan berarti suatu ekspansi dari sektor tradisional ke sektor modern, yang diikuti proses integrasi dalam pasar tenaga kerja dari sektor

Page 33: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

25

pertanian ke sektor industri sampai tidak tersedia kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian.

Berkenaan dengan asumsi tentang angkatan kerja yang dianggap sebagai faktor homogen dan tidak

mempunyai ketrampilan di sektor pertanian. Angkatan kerja yang homogen dan tidak trampil itu dianggap bisa bergerak dan beralih yang tiada batasnya. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga

kerja mengandung sifat elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari

sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern, sedangkan ekspansi sektor

modern seakan-akan ditentukan oleh faktor eksogen, yaitu karena perubahan selera konsumen, atau karena langkah kebijakan pemerintah, ataupun karena perubahan pasar internasional. Selain itu,

menurut Arthur Lewis akumulasi modal bersumber pada tabungan yang disisihkan dari laba yang

disalurkan kembali sebagai investasi yang produktif. Pandangan Rosensteins-Rodan (1943) sudah menyangkut segi strategi dalam pelaksanaan

pembangunan. Pandangannya diawali pada keadaan stagnasi dalam perekonomian negara-negara

berkembang (Djojohadikusumo, 1994: 98). Stagnasi yang dimaksud berkaitan dengan sejumlah lingkaran-lingkaran yang tiada berujung pangkal. Salah satu di antaranya ialah bahwa pasar barang

dan jasa sangat tidak sempurna, disebabkan penjual lebih sedikit dibandingkan dengan pembelinya.

Kenyataan itu berakibat bahwa pasar untuk investasi juga tidak sempurna disebabkan tingginya

permintaan investasi dan tinggingya resiko tingkat bunga. Investasi tidak hanya mengandung resiko usaha, melainkan juga dihadapkan kepada ketidakpastian (uncertainties). Dalam keadaan demikian,

usaha-usaha yang terpencar dan terpecah-pecah dalam produksi barang konsumsi maupun barang

modal tidak akan berdaya untuk membawa masyarakat dari keadaan stagnasi menuju kepada suatu perkembangan yang bisa berlanjut dengan kekuatan sendiri. Oleh sebab itu diperlukan usaha investasi

pada skala besar yang harus dilakukan secara bersama-sama di berbagai bidang dan ragam kegiatan

yang dapat saling melengkapi. Satu sama lain merupakan faktor pendorong yang amat kuat (Big Push) untuk mengatasi hambatan dan rintangan yang terkandung dalam stagnasi ekonomi dan untuk

membawa sistem ekonomi sebagai keseluruhan ke arah perkembangan yang semakin maju.

Hirschman (1973) berpendapat sebaiknya ditempuh suatu strategi pembangunan yang tidak

berimbang (strategy of unbalanced growth). Dalam kenyataannya, di negara-negara yang sedang berkembang sudah diselenggarakan sejumlah investasi yang berasal dari masa lampau. Akan tetapi

investasi tersebut terbatas pada beberapa sektor. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan di

sektor lainnya (Djojohadikusumo, 1994; 103). Investasi potensial dari sudut pendanaan justru terletak di sektor yang sudah maju yang sudah dilakukan sejumlah investasi. Sektor maju ini sebaiknya dibina

dan hasil dari investasi ini diarahkan untuk prioritas-prioritas yang terletak di sektor-sektor lainya

sehingga ketimpangan dan ketidakseimbangan dalam ekonomi masyarakat dapat teratasi. Dengan

kata lain diperlukan strategi investasi yang tidak perlu dilaksanakan bersamaan secara berimbang di berbagai bidang yang dianggap komplementer.

Singer (1975) berpendapat bahwa 80% penduduk dan angkatan kerja pada masyarakat suatu

negara terbelakang masih mengandalkan nafkahnya dari sektor primer (pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan). Transformasi masyarakat ini menuju transformasi ke ekonomi yang

lebih maju ditandai dengan semakin berkurangnya jumlah penduduk dan angkatan kerja dari 80%

yang menggantungkan sektor primer menjadi dibawah 15% (Djojohadikusumo, 1994; 105). Tingkat produktivitas dan pendapatan masyarakat yang rendah di sektor pertanian

menunjukkan sebagian besar pendapatan masyarakat digunakan untuk kebutuhan pangan, dan jika

masih tersisa akan digunakan untuk kebutuhan dasar lainnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa

negara-negara yang sedang berkembang merupakan negara yang sebagian besar masyarakatnya mengandalkan dari pengekspor komoditas pertanian (primer) dan pengimpor produksi untuk sektor

industri (skunder) dan jasa untuk sektor tersier.

10. Teori Tahapan Linear WW Rostow

Teori tahapan linear ini pada mulanya merupakan artikel Rostow yang dimuat dalam

Economics Journal (Maret 1956) dan kemudian dikembangkannya lebih lanjut dalam bukunya yang

Page 34: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

26

berjudul The Stages of Economic Growth (1960). Menurut pengklasifikasian Todaro (2000), teori

Rostow dikelompokan ke dalam jenjang linear.

Rostow (1960) berpendapat bahwa proses pembangunan ekonomi suatu negara dapat dibedakan menjadi 5 tahapan (Sukirno, 2006: 169; Suryana, 2000: 60; Todaro, 2003, Hakim, 2002: 89), yaitu:

(i) masyarakat tradisional; (ii) prasyarat tinggal landas; (iii) tinggal landas; (iv) menuju kedewasaan;

dan (v) masa konsumsi tinggi. Dasar pembedaan tahap pembangunan ekonomi menjadi 5 tahap

tersebut adalah karakteristik, perubahan keadaan ekonomi, sosial dan politik yang terjadi. Jadi pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern

merupakan proses yang multi-dimensional. Pembangunan ekonomi bukan hanya berarti perubahan

struktur ekonomi suatu negara yang ditunjukan oleh menurunnya peranan sektor pertanian dan meningkatnya sektor industri jasa. Teori ini berpendapat bahwa negara-negara maju seluruhnya

melampaui tahapan tinggal landas menuju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan

berlangsung secara otomatis. Sebaliknya negara-negara berkembang atau yang masih terbelakang, pada umumnya berada dalam tahapan masyarakat tradisional atau tahapan prasyarat tinggal landas.

Negara perlu merumuskan serangkaian aturan pembangunan menuju tinggal landas untuk bergerak

menuju proses ke pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkelanjutan.

B. Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

1. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Belanja pemerintah daerah yang digunakan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian suatu wilayah (pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan dan kelautan) akan mengakibatkan peningkatan

aktivitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

a. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah untuk Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Daerah

Penyediaan fasilitas pendidikan dasar merupakan prioritas utama bagi semua negara-negara

berkembang. Sebagian besar negara berkembang bagian terbesar anggaran pemerintahnya

dialokasikan ke sektor pendidikan (Todaro, 2000). Peran pendidikan dalam pembangunan berpangkal dari pendapat bahwa pendidikan merupakan prasyarat untuk meningkatkan martabat

manusia. Melalui pendidikan masyarakat mendapatkan kesempatan untuk membina

kemampuannya dan mengatur kehidupan ekonominya secara baik. Perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan berarti membuka kesempatan ekonomis untuk mengupayakan perbaikan

dan kemajuan kehidupan masyarakat. Selama ini pemerintahan negara-negara berkembang

memberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas namun dalam arti kuantitatif.

Jalur pendidikan formal yang sudah diperluas belum juga menunjukkan hasil yang diharapkan. Jika diukur dengan serangkaian masalah yang dihadapi negara berkembang, pengangguran yang

terjadi cenderung meningkat dengan bertambahnya angkatan kerja yang ketrampilannya terbatas.

Pertambahan penduduk mengakibatkan bertambahnya tempat belajar, tetapi tidak dibarengi dengan peningkatan struktur pendidikan dan kurikulum yang menghasilkan lulusan yang siap

kerja, sehingga pendidikan pelatihan informal menjadi semakin penting.

Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan dalam perpotongan Keynes dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan sebesar

∆GEduc meningkatkan pengeluaran daerah yang direncanakan sebesar ∆Y untuk semua tingkat

pendapatan. Keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, dan pendapatan daerah meningkat dari Y1 ke Y2.

Gambar 2.1. ini menunjukkan bahwa kenaikan dalam belanja pemerintah daerah untuk

pendidikan mendorong adanya kenaikan dalam pendapatan daerah yang lebih besar. Yaitu, ∆Y

adalah lebih besar dari ∆GEduc. Rasio ∆Y/∆GEduc disebut pengganda belanja pemerintah

daerah untuk pendidikan (regional government purchase multiplier), rasio ini menyatakan

Page 35: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

27

seberapa besar pendapatan daerah meningkat yang diakibatkan kenaikan dalam belanja

pemerintah daerah untuk pendidikan.

Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa pengganda belanja pemerintah daerah untuk pendidikan bernilai positip atau kenaikan belanja pendidikan menyebabkan kenaikan

pendapatan.

Pengeluaran, E

Pengeluaran Aktual

E2=Y2 B ∆GEduc

E1=Y1 ∆Y A

∆Y

0 Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Sumber : Mankiw, 2003: hal. 257 (dikembangkan)

Gambar 2.1.

Kenaikan Belanja Pendidikan Terhadap Perekonomian Daerah

b. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah untuk Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Daerah

Dewasa ini di banyak negara berkembang masih dirasakan kurang adanya pelayanan kesehatan masyarakat (secara kuantitatif dan kualitatif) beserta persebaran jaringannya.

Pengeluaran anggaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan masyarakat masih serba terbatas

dibandingkan dengan pengeluaran anggaran negara-negara maju di bidang kesehatan. Jumlah dokter dan rumah sakit yang masih sedikit, baik secara absolut maupun sebagai nisbah terhadap

jumlah penduduk. Di satu sisi rumah sakit swasta hanya dapat diandalkan oleh kalangan

masyarakat yang mampu (Todaro, 2000).

Akhir-akhir ini nampak jelas bahwa para pakar ilmu ekonomi pembangunan mulai kurang berminat untuk memberikan perhatian pada upaya industrialisasi secara cepat. Nampaknya

mereka menyadari bahwa daerah pedesaan pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya

sama sekali tidak bersifat pasif, dan jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan pada kedudukan yang

sebenarnya, yakni sebagai unsur atau elemen unggulan yang sangat penting, dinamis dan bahkan

sangat menentukan dalam strategi-strategi pembangunan secara keseluruhan (Todaro, 2000). Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan dalam perpotongan Keynes dapat

dijelaskan dalam Gambar 2.2. Kenaikan belanja pemerintah dalam kesehatan sebesar ∆GHealth

meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar ∆Y untuk semua tingkat pendapatan.

Keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, dan pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2. Grafik ini menunjukkan bahwa kenaikan dalam belanja pemerintah daerah untuk kesehatan

mendorong adanya kenaikan dalam pendapatan daerah. Yaitu, ∆Y adalah lebih besar dari

Pengeluaran Yang

Direncanakan

Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan menggeser pengeluaran yang

direncanakan ke atas

Page 36: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

28

∆GHealth. Rasio ∆Y/∆GHealth disebut pengganda belanja pemerintah daerah untuk kesehatan

(regional government purchase multiplier), rasio ini menyatakan seberapa besar pendapatan

daerah meningkat yang diakibatkan kenaikan dalam belanja pemerintah daerah untuk kesehatan. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa pengganda belanja pemerintah daerah untuk

kesehatan bernilai positip atau kenaikan belanja pendidikan menyebabkan kenaikan pendapatan.

Pengeluaran, E

Pengeluaran Aktual

E2=Y2 B ∆GHealth

E1=Y1 ∆Y A

∆Y

0 Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Sumber : Mankiw, 2003: hal. 257 (dikembangkan)

Gambar 2.2.

Kenaikan Belanja Kesehatan Terhadap perekonomian

c. Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan bidang pertanian di negara sedang berkembang sangat tergantung pada

penyediaan jaringan-jaringan pelayanan pendukung yang luas disertai dengan kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang harga atas input dan output adalah merupakan syarat penting

yang harus dipenuhi demi terselenggaranya kemajuan dalam sektor pertanian dalam mendukung

program pembangunan. Pembangunan sektor pertanian (dibuktikan dengan program-program pemerintah yang pro-petani) harus menjadi prioritas pembangunan di Indonesia, tidak hanya

karena sebagian besar penduduk tinggal di pedesaan, tetapi juga karena terpusatnya

pengangguran di pedesaan harus segera dicarikan langkah penyelesaiannya guna memperbaiki kualitas hidup pedesaan. Keseimbangan kesempatan kerja bagi daerah pedesaan dan daerah

perkotaan benar-benar tercipta, maka negara-negara berkembang akan mengalami langkah besar

menuju kepada realisasi makna pembangunan yang paling hakiki.

Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pertanian dalam perpotongan Keynes dapat dijelaskan dalam Gambar 2.3. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pertanian sebesar

∆GAgric meningkatkan pengeluaran daerah yang direncanakan sebesar ∆Y untuk semua tingkat

pendapatan. Keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, dan pendapatan daerah meningkat dari Y1 ke Y2. Kebijakan menaikkan belanja pemerintah daerah untuk pertanian memiliki

dampak terhadap pendapatan daerah.

Grafik ini menunjukkan bahwa kenaikan dalam belanja pemerintah daerah untuk pertanian

mendorong adanya kenaikan dalam pendapatan daerah. Yaitu, ∆Y adalah lebih besar dari

∆GAgric. Rasio ∆Y/∆GAgric disebut pengganda belanja pemerintah daerah untuk pertanian

Pengeluaran Yang

Direncanakan

Kenaikan belanja pemerintah daerah kesehatan menggeser pengeluaran daerah yang

direncanakan ke atas

Page 37: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

29

(regional government purchase multiplier), rasio ini menyatakan seberapa besar pendapatan

daerah meningkat yang diakibatkan kenaikan dalam belanja pemerintah daerah untuk pertanian.

Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa pengganda belanja pemerintah daerah untuk pendidikan bernilai positip atau kenaikan belanja pertanian menyebabkan kenaikan pendapatan.

Pengeluaran, E

Pengeluaran Aktual

E2=Y2 B ∆GAgric

E1=Y1 ∆Y A

∆Y

0 Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Sumber : Mankiw, 2003: hal. 257 (dikembangkan)

Gambar 2.3.

Kenaikan Belanja Pertanian Terhadap Perekonomian Daerah

d. Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Perikanan dan Kelautan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Belanja pemerintah termasuk kedalam kebijakan fiskal. Perubahan pengeluaran pemerintah

akan mengubah keseimbangan jangka pendek perekonomian nasional. Perubahan fiskal akan

memengaruhi pengeluaran yang direncanakan dan menggeser kurva IS. Model IS-LM

menunjukkan bagaimana pergeseran dalam kurva IS ini mempengaruhi pendapatan nasional (Mankiw, 2003).

Indonesia adalah negara yang sepertiga luas wilayah dikelilingi lautan. Luas daratan

NKRI adalah 1.910.931,32 km² (Kemendagri, Mei 2010) dan luas lautan = 3.544.743,9 km² (UNCLOS 1982) terdiri dari: luas laut teritorial = 284.210,90 km², luas Zona Ekonomi Ekslusif =

2.981.211,00 km² dan Luas Laut 12 Mil = 279.322,00 km². Dua pertiga wilayah Indonesia

dikelilingi oleh perairan, sehingga peran dari pengeluaran pemerintah untuk pengembangan infrastruktur kemaritiman dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan belanja perikanan dan kelautan dalam perpotongan Keynes dapat dijelaskan

dalam Gambar 2.5. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan sebesar

∆GMarine meningkatkan pengeluaran daerah yang direncanakan sebesar ∆Y untuk semua tingkat pendapatan. Keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, dan pendapatan meningkat dari Y1 ke

Y2.

Grafik Gambar 2.4. ini menunjukkan bahwa kenaikan dalam belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan mendorong adanya kenaikan dalam pendapatan daerah. Yaitu, ∆Y

adalah lebih besar dari ∆GMarine. Rasio ∆Y/∆GMarine disebut pengganda belanja pemerintah

daerah untuk perikanan dan kelautan (regional government purchase multiplier), rasio ini

Pengeluaran Yang

Direncanakan

Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pertanian menggeser pengeluaran daerah

yang direncanakan ke atas

Page 38: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

30

menyatakan seberapa besar pendapatan daerah meningkat yang diakibatkan kenaikan dalam

belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan. Implikasi dari perpotongan Keynesian

adalah bahwa pengganda belanja pemerintah daerah untuk pendidikan bernilai positip atau kenaikan belanja pendidikan menyebabkan kenaikan pendapatan.

Pengeluaran, E

Pengeluaran Aktual

E2=Y2 B ∆GMarine

E1=Y1 ∆Y A

∆Y

0 Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Sumber : Mankiw, 2003: hal. 257 (dikembangkan)

Gambar 2.4. Kenaikan Belanja Perikanan dan Kelautan Terhadap perekonomian

2. Paranan Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi Penetapan alokasi dana perimbangan di Indonesia dilakukan dalam rangka penerapan prinsip

desentralisasi fiskal. Sistem alokasi ini ditetapkan dengan Undang-Undang No 25 tahun 1999 yang

kemudian direvisi dengan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah. Dana perimbangan dialokasikan dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk Dana Alokasi Umum (DAU)

dialokasikan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah sehingga kemampuan wilayah

untuk mengelola dan membangunan daerah menjadi relatif merata. Dana perimbangan merupakan dana yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk

memenuhi suatu keperluan daerah yang bersifat khusus, seperti pembangunan infrastruktur atau

sarana penunjang pertumbuhan wilayah tersebut. Seperti yang diketahui tujuan dari dana perimbangan sendiri yaitu untuk kesejahteraan masyarakat, untuk menghilangkan kesenjangan

(Kesenjangan fiskal adalah kesenjangan kondisi perekonomian pemerintah yang dapat diubah

dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah) antara pemerintah pusat dengn

pemerintah daerah, untuk menjalankan desentralisasi dari pemerintah pusat demi pelaksanaan otonomi daerah, dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanakan otonomi

daerah.

DAU bertujuan untuk menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan potensi daerah yang dimiliki, sehingga daerah dapat

membelanjakan dana tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan daerahnya yang akan mendorong

pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Secara nasional, penyusunan besaran DAU nasional sebesar 26 persen dari PDN Neto yang

ditetapkan dalam APBN pada hakikatnya mengacu kepada UU Nomor 33/2004 dengan

Pengeluaran Yang

Direncanakan

Kenaikan belanja pemerintah

daerah perikanan dan kelautan

menggeser pengeluaran

daerah yang direncanakan ke atas

Page 39: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

31

penyesuaian dan langkah-langkah kebijakan sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi.

Terkait dengan hal tersebut, rumusan formula perhitungan DAU tersebut dalam perkembangannya

mengalami penyesuaian dan langkah-langkah kebijakan. DAU dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan formula DAU yang berdasarkan

Alokasi Dasar dan Celah Fiskal dengan proporsi pembagian DAU untuk daerah provinsi dan

kabupaten/kota masing-masing sebesar 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen)

dari besaran DAU secara nasional. Formula DAU dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan: DAU = alokasi DAU per daerah

AD = alokasi DAU berdasar Alokasi Dasar

CF = alokasi DAU berdasar Celah Fiskal Alokasi Dasar dihitung berdasarkan data jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dan

besaran belanja gaji PNSD dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan lain terkait dengan

penggajian. Sementara itu, Celah Fiskal merupakan selisih antara Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas

Fiskal. DAU diharapkan menjadi tambahan modal dalam rangka menciptakan pemanfaatan yang

lebih baik. Sebagai contoh, jika dana dialokasikan untuk kepentingan pembangunan, misal

infrastruktur atau layanan dasar (pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan sebagainya) atau upaya perluasan lapangan pekerjaan, maka hal ini akan memiliki dampak yang

besar bagi masyarakat dengan tersedianya pelayanan publik yang lebih baik maupun mengurangi

pengangguran dengan penyerapan tenaga kerja di sejumlah sentra-sentra lapangan kerja yang berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Dengan demikian, DAU menjadi penting bagi

suatu daerah sebagai salah satu pendapatan daerah yang dapat digunakan sebagai modal untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi.

3. Pengaruh Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Peningkatan jumlah penduduk mempengaruhi berbagai aspek seperti pembangunan

ekonomi di negara-negara di berbagai belahan di dunia. Pembangunan ekonomi akibat pertumbuhan penduduk ini memberi dampak yang berbeda-beda terhadap negara maju dan negara

terbelakang. Pertumbuhan penduduk di negara maju memberikan dampak yang positif. Sebagai

contoh pertambahan penduduk Eropa Barat yang dapat mempercepat proses industrialisasi.

Pertumbuhan penduduk membantu ekonomi negara tersebut karena mereka sudah makmur, mempunyai modal melimpah, sedangkan mereka kekurangan tenaga buruh. Kurva penawaran

buruh pada sektor industri bersifat elastis sehingga tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi

justru akan menaikkan produktivitas. Akan tetapi, pada negara berkembang pertumbuhan penduduk memberikan dampak yang menghambat pembangunan ekonomi karena kondisi yang

berlaku sangatlah berbeda dengan kondisi pada negara maju. Ekonomi pada negara terbelakang,

modal-modal di negara tersebut juga kurang, sedangkan buruhnya melimpah. Pertumbuhan penduduk yang cepat memperberat tekanan pada lahan dan mengakibatkan pengangguran.

Pertumbuhan penduduk di negara ini cenderung mengalihkan pengeluaran negara dari aktiva

produktif ke kurang produktif, sehingga mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi.

Perkembangan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun faktor penghambat pembangunan ekonomi. Pertambahan penduduk akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi

jika pertambahan penduduk dari masa ke masa diikuti dengan peningkatan pendidikan, sehingga

menjadikan tenaga kerja yang memiliki daya saing yang tinggi dan pada akhirnya akan berdampak pada pendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pertambahan penduduk akan menghambat

pertumbuhan ekonomi apabila tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas perkerja akan

menimbulkan pengangguran. Pertambahan penduduk tidak akan menaikan produksi secara

DAU = AD + CF

Page 40: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

32

signifikan, karena jumlah pengangguran meningkat terus dan menjadi bertambah serius.

Disamping itu rendahnya produktivitas tenaga kerja menyebabkan perkembangan produktivitas

sektor pertanian menjadi rendah. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan perkapita (Todaro, 2000). Pertambahan penduduk yang cepat menimbulkan permasalahan (semakin

meningkatnya masalah sosial dan kriminalitas) bagi kesejahteraan umat manusia di penjuru dunia.

(δ+n2)k (δ+n1)k

Sf(k)

0 k2* k1* Modal per pekerja, k

Sumber : Mankiw, 2003:hal. 196

Gambar 2.5.

Dampak Pertumbuhan Populasi terhadap Tingkat Pertumbuhan

Model solow dasar menunjukkan bahwa alokasi modal, dengan sendirinya tidak bisa

menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan: tingkat tabungan yang tinggi menyebabkan

pertumbuhan yang tinggi secara temporer, tetapi perekonomian pada akhirnya mendelakati kondisi mapan di mana modal dan output konstan. Untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan model Solow harus diperluas dengan menambahkan pertumbuhan populasi dalam

model (Mankiw, 2003). Pertumbuhan populasi membedakan model Solow dalam tiga cara. Pertama, pertumbuhan

populasi mempermudah menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam kondisi mapan

dengan pertumbuhan populasi, modal per pekerja dan output per pekerja adalah konstan. Jumlah pekerja bertambah pada tingkat n, modal total dan output total juga harus bertambah pada tingkat

n. Dengan demikian, meskipun tidak dapat menjelaskan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam

standar kehidupan, pertumbuhan populasi akan membantu menjelaskan pertumbuhan output total

yang berkelanjutan. Kedua, pertumbuhan populasi memberi penjelasan tentang mengapa sebagian negara kaya

dan sebagian lain miskin. Perhatikan dampak kenaikan populasi pada Gambar 2.5. Gambar 2.5

menunjukkan bahwa kenaikan tingkat pertumbuhan populasi dari n1 ke n2 mengurangi tingkat modal per pekerja pada kondisi mapan dari k1* ke k2* lebih rendah, dank arena y* = f(k*), maka

tingkat ouput per pekerja y* juga lebih rendah. Jadi model Solow memprediksi bahwa negara-

negara dengan pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan memiliki tingkat GDP perkapita yang

lebih rendah.

Kenaikan tingkat Pertumbuhan Populasi

Menurunkan

persedian modal

pada kondisi mapan

Investasi, Investasi

Pulang Pokok

Page 41: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

33

Ketiga, pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria menentukan tingkat modal Kaidah

Emas (memaksimalkan konsumsi).

c = y – i Karena output pada kondisi mapan adalah f(k*) dan investasi pada kondisi mapan adalah (δ+n)k*,

maka persamaan konsumsi dapat ditulis kembali sebagai berikut :

c* = f(k*) – (δ+n)k*

Dengan menggunakan argumen ini, maka MPK = δ + n1. Dalam kondisi mapan Kaidah Emas, produk marjinal modal setelah terdepresiasi sama dengan tingkat pertumbuhan populasi.

4. Pengaruh Penduduk Miskin terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kemiskinan definisikan sebagai ketidakmampuan masayarakat dalam memenuhi standar

hidup minimal. Pengertian ini dijelasakn oleh oleh World Bank. Namun ditahun 2004, World Bank

memaparkan kembali secara lebih detail definisi kemiskinan yaitu “Kemiskinan adalah menunjukkan bahwa seseorang itu tidak mampu untuk makan. Kemiskinan adalah ketiadaan

tempat tinggal. Kemiskinan adalah sakit dan tidak memiliki kemampuan untuk memeriksa ke

dokter. Kemiskinan adalah tidak dapat bersekolah dan tidak mengetahui cara membaca.

Kemiskinan adalah ketika sesorang memeiliki kekhawatiran yang tinggi terhadap kehidupan dimasa datang akibat tidak memiliki pekerjaan. Kemiskinan adalah adanya penyakit yang

menyebabnya hilangnya nyawa seorang anak dimana penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya air

yang bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, ketiadaaan keterwakilan dan kebebasan”. Definisi kemiskinan yang dijelasakan oleh BPS adalah definisi kemiskinan yang

digunakan sebagai tolak ukur kemiskinan secara nasional di Indonesia. Definisi ini menerapkan

pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dengan tujuan agar kemiskinan dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, baik

kebutuhan dasar makanan (2100 kcal/cap/hari) ataupun kebutuhan dasar bukan makanan.

BPS berpendapat bahwa komponen kebutuhan disusun susuai daerah perkotaan dan

pedesaan yang terdiri atas kebutuhan pangan dan bukan pangan yang yang sesuai dengan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Adapun jenis pangan yang diperhitungkan sebagai

kebutuhan dasar adalah padi-padian dan hasil-hasilnya, ubi-ubian dan hasil-hasilnya, ikan dan

hasil-hasil ikan lainnya, daging, telur, susu dan hasil dari susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, konsumsi lainnya, makanan yang sudah jadi, minuman yang mengandung alkohol,

tembakau, dan sirih. Sedangkan jenis kebutuahan dasar bukan pangan adalah perumahan, bahan

bakar, penerangan, dan air; barang-barang dan jasa; pakaian, alas kaki, dan tutup kepala; barang-

barang yang tahan lama; keperluan pesta dan upacara. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan melalui serangkaian kebijakan dan rencana yang

langsung terarah kepada penduduk miskin akan berdampak pada perbaikan kesejahteraan

penduduk miskin (Todaro, 2000). Todaro berpendapat pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk

mempercepat pertumbuhan, dengan demikian kebijakan untuk mengurangi kemiskinan berdampak

pada laju pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan membuat kaum miskin tidak punya akses terhadap sumber daya, dan tidak punya peluang berinvestasi sehingga akan memperlambat pertumbuhan

pendapatan perkapita. Kebijakan penurunan kemiskinan secara masal akan menciptakan stabilitas

sosial dan memperluas partisipasi publik dalam proses pertumbuhan ekonomi.

Berbagai kebijakan pembangunan ekonomi dirumuskan dengan melibatkan peran seluruh elemen penduduk dalam proses pertumbuhan ekonomi, termasuk penduduk miskin. Peningkatan

peran serta penduduk miskin dapat dilakukan dengan lebih memberdayakan penduduk miskin

melalui perbaikan sumber daya manusia dan peningkatan akses terhadap sumber daya faktor produksi.

Page 42: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

34

5. Pengaruh Investasi Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting, karena persediaan

modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan, yaitu investasi dan depresiasi (Mankiw, 2003).

Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal ini

menyebabkan persedian modal bertambah. Depesiasi mengacu pada penggunaan modal, hal ini

menyebabkan persediaan modal berkurang. Perhatikan persamaan berikut ini : I = sf(k).

c

y

i i

0 Modal per pekerja, k

Sumber : Mankiw, 2003:hal. 178 Gambar 2.6.

Output, Konsumsi dan Investasi

Persamaan ini mengaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan akumulasi modal

baru i. Gambar 2.6 menunjukkan hubungan untuk setiap nilai k, jumlah output ditentukan oleh fungsi produksi f(k), dan alokasi output itu di antara konsumsi dan investasi ditentukan oleh

tingkat tabungan s. Tingkat tabungan s menentukan alokasi output di antara konsumsi dan

investasi. Untuk setiap tingkat modal k, output adalah f (k), investasi adalah sf(k), dan konsumsi adalah f(k) – sf(k).

Secara lebih terperinci tujuan penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia diatur

dalam pasal 3 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang menyebutkan bahwa

tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain untuk : a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional

b. Menciptakan lapangan kerja

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional

e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional

f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang

berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ouput per

pekerja, Y

Ouput, f(k)

Investasi, sf(k) Konsumsi

per pekerja

Investasi per

pekerja

Output per pekerja

Page 43: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

35

Berdasarkan pasal 3 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang

menyebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal adalah untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi.

6. Pengaruh Opini BPK terhadap Pertumbuhan Ekonomi

IMF dalam pertemuan Interim Committee (1996), mengidentifikasi peningkatan tata kelola

yang baik dalam semua aspeknya, termasuk memastikan supremasi hukum, meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas sektor publik, dan memberantas korupsi sebagai kunci untuk efisiensi

dan pertumbuhan ekonomi (Basu, 2002). Keterlibatan IMF dalam mewujudkan tata pemerintahan

yang baik dapat dilihat dalam dua bidang berikut: a. Meningkatkan pengelolaan sumber daya publik dengan mencakup lembaga-lembaga sektor

publik (misalnya, perbendaharaan, bank sentral, perusahaan publik, layanan sipil, dan fungsi

statistik resmi), termasuk prosedur administrasi (misalnya, pengendalian pengeluaran, pengelolaan anggaran, dan pengumpulan pendapatan).

b. Mendukung pengembangan dan pemeliharaan lingkungan ekonomi dan peraturan yang

transparan dan stabil yang kondusif bagi kegiatan sektor swasta yang efisien (misalnya,

sistem harga, rezim pertukaran dan perdagangan, serta sistem perbankan dan peraturan terkait).

Salah satu poin penting dari pertemuan Interim Committee (1996) adalah pengelolaan

sumber daya publik dengan mencakup lembaga-lembaga sektor publik yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan anggaran. Keberhasilan otonomi daerah didukung tiga aspek

penting didalamnya yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan (Mardiasmo. 2002:213).

Ketiga aspek tersebut pada dasarnya berbeda baik secara konsep maupun aplikasinya. Pengawasan pada dasarnya mengacu kepada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak

diluar eksekutif yaitu masyarakat dan DPRD dalam mengawasi kinerja Pemerintahan.

Pengendalian atau control yaitu mekanisme yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam menjamin

terlaksananya sistem dan kebijakan untuk mencapai tujuan organisasi. Upaya pengendalian ini sama dengan pemeriksaan (audit) yang merupakan kegiatan pihak tertentu secara independen dan

memiliki kompetensi profesional dalam memeriksa hasil kinerja pemerintah.

Sistem informasi dan akuntansi serta mekanisme pemantauan birokrat publik menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 pada Penjelasan Pasal 16 ayat (1) dilakukan melalui

pemberian opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Dari segi hubungannya antara pemeriksa

dengan yang diperiksa pengawasan ini dapat berbentuk pengawasan interen dan eksteren

(Bohari,1992:32). Pengawasan terhadap keuangan dapat dikatakan interen jika antara pengawas dan yang diawasi mempunyai hirarki atau masih ada hubungan pekerjaan pada tatanan

eksekutif, seperti Inspektorat baik Insfektorat wilayah Provinsi maupun wilayah Kabupaten

/Kota. Pengawasan dikatakan ekstern jika antara pengawas dengan yang diawasi tidak mempunyai

hubungan hirarki atau berada diluar eksekutif, dapat diartikan bahwa pengawasan yang

secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan badan yang bertugas mengawasi dan memeriksa

keuangan negara yang terlepas dari eksekutif. Selain itu pengawasn yang dilakukan oleh DPRD

juga merupakan pengawasan ektern, karena DPRD merupakan lembaga diluar eksekutif yang

diposisikan sebagai mitra kerja Kepala Daerah. Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruh tahap pada penyusunan dan

pelaporan PKAPB. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi

saja (Mardiasmo, 2001). Pengawasan yang dilakukan oleh Pimpinan dimulai pada saat proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggunganjawaban APBD. Alamsyah (1997)

menyebutkan bahwa tujuan adanya pengawasan APBD adalah untuk : (1) menjaga agar anggaran

yang disusun benar-benar dijalankan, (2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai dengan

Page 44: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

36

anggaran yang digariskan, dan (3) menjaga agar pelaksanaan APBD benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan.

Implikasi atas pengelolaan keuangan Negara/daerah dapat mencerminkan kinerja institusi dalam memanfaatkan dana untuk mencapai tujuan organisasinya. Musgrave & Musgrave (1989)

mengkategorikan kebutuhan publik dalam produk-produk pelayanan umum antara lain pelayanan

barang, pelayanan jasa, keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Oleh karena sifatnya adalah unit

kerja publik, maka entitas yang menjadi obyek pemeriksaan adalah berkaian dengan belanja untuk menghasilkan pelayanan dan produk untuk memenuhi kebutuhan publik. Dalam konteks

inilah proses manajemen pengawasan dan pemeriksaan atas alokasi belanja diperlukan untuk

mendeteksi kebenarannya. Stewardship theory didefinisikan sebagai suatu situasi dimana manager tidak mempunyai

kepentingan pribadi tetapi mementingkan principal. (Donaldson dan Davis, 1991). Teori

stewardship berasumsi bahwa manusia pada hakikatnya bertindak dengan penuh tanggungjawab, dapat dipercaya, berintegritas tinggi dan memiliki kejujuran. Manajemen melaksanakan tindakan

sebaik-baiknya untuk kebutuhan stakeholder yaitu: rakyat, pemegang saham, penanam modal, dan

kreditur. Manajemen dalam suatu organisasi dicerminkan sebagai good steward yang

melaksanakan tugas dari atasannya secara penuh tanggungjawab. Hubungan teori stewardship dengan penelitian ini yaitu prinsip bahwa pemerintah sebagai manajer merasa mempunyai

tanggungjawab dalam pengelolaan keuangan dan pengalokaisan sumber daya yang ada dengan

cara lebih bijaksana dan berhati-hati untuk kepentingan masyarakat luas. Pemerintah wajib memberikan laporan pertanggungwajaban dalam APBD kepada rakyat dalam bentuk LKPD yang

telah diaudit oleh BPK. LKPD dibuat oleh pemerintah daerah akan bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkannya yang nantinya akan digunakan untuk pengambilan keputusan. Kinerja pemerintah daerah akan dinilai dalam laporan pertanggungjawaban dalam realisasi APBD serta

opini LKPD yang diperoleh pemerintah daerah.

7. Pengaruh Status Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, di

mana kekayaan sumber daya alam secara teoretis akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pendapat ini didukung oleh Pemikiran kaum Klasik, yaitu mengenai hubungan persamaan

antara hasil produksi dengan kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

(Djojohadikusumo, 1994). Total produksi Klasik dinyatakan dalam rumus Y=f(K, L, R, T) dimana

K adalah jumlah modal (Capital), L adalah tenaga kerja (Labor), R adalah tanah (sumber daya alam dalam arti luas) dan T adalah Tehnologi. Menurut kaum Klasik fungsi produksi sangat

tergantung dari R atau sumber daya alam dalam arti luas. Semakin besar R maka total produksi

akan semakin besar. Demikian juga dengan daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, akan meningkatkan pendapatan asli daerah yang semakin meningkat melalui bagi hasil

pemerintah pusat dengan daerah. Meningkatnya bagi hasil dengan daerah, akan meningkatan

kemampuan finasial dalam mengelola belanja daerah dan mengakibatkan peningktan kapasitas ekonomi daerah yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pada

kenyataannya hal tersebut justru sangat bertentangan karena negara-negara di dunia yang kaya

akan sumber daya alamnya sering kali merupakan negara dengan tingkat ekonomi yang rendah.

Hal ini disebabkan negara yang cenderung memiliki sumber pendapatan besar dari hasil bumi memiliki kestabilan ekonomi sosial yang lebih rendah daripada negara-negara yang bergerak di

sektor industri dan jasa. Di samping itu, negara yang kaya akan sumber daya alam juga cenderung

belum memiliki teknologi yang memadai dalam mengolahnya. Korupsi, perang saudara, lemahnya pemerintahan dan demokrasi juga menjadi faktor penghambat dari perkembangan perekonomian

negara-negara tersebut.

Page 45: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

37

Penemuan paradoks tentang hubungan negatif antara sektor sumber daya yang cukup besar

dan pertumbuhan ekonomi telah menarik perhatian luas dari akademisi, pembuat kebijakan dan

organisasi internasional. Mekanisme penyebab utama yang menghubungkan sumber daya dengan kinerja yang buruk biasanya dihipotesiskan sebagai kebijaksanaan eksekutif atas sewa sumber

daya. Menurut pandangan ini, banyaknya uang sewa memungkinkan politisi petahana untuk

mempertahankan dukungan dan mengkonsolidasikan basis kekuatan mereka melalui represi,

perlindungan yang dilembagakan (termasuk pengeluaran besar-besaran untuk pekerjaan layanan publik). Karena kebijakan semacam itu kemungkinan tidak akan mendorong pertumbuhan

ekonomi, maka tidak mengherankan jika kinerja ekonomi dan politik tidak independen. Hal itu

dikuatkan dengan pengamatan dari negara-negara tertentu di dunia berkembang, tidak diragukan lagi telah menambah daya tarik hipotesis kutukan sumber daya (Brunnschweiler & Bulte, 2008).

Ada beberapa penelitian yang mencoba mengidentifikasi alasan di balik kutukan sumber

daya di ekonomi negara kaya minyak. Alasan utama yang ditunjukkan dalam literatur dapat dikelompokkan menjadi enam kategori (Coutinho, 2011) : (i) penyakit Belanda; (ii) kemerosotan

pemerintahan; (iii) investasi berlebihan dalam modal fisik; (iv) kurangnya investasi dalam modal

manusia; (v) pasar keuangan yang belum berkembang; dan (vi) peningkatan volatilitas ekonomi

makro. Salah satu penyebab kutukan sumber daya adalah penyakit Belanda (Dutch disease).

Penyakit Belanda adalah fenomena di bidang perekonomian yang merujuk pada akibat yang

biasanya ditimbulkan oleh berlimpahnya sumber daya alam di suatu negara. Penelitian Richard Auty menyimpulkan sejak 1960-an, negara-negara miskin sumber daya telah mengungguli negara-

negara kaya sumber daya dibandingkan dengan selisih yang cukup besar. Auty telah

mempertimbangkan indikator pertumbuhan ekonomi terutama pada ekspor. Pendapatnya kutukan ini menjadi penghambat pembangunan dengan menimbulkan apa yang disebutnya Dutch Disease,

yaitu kemerosotan di sektor ekonomi lain yang menyertai masuknya pendapatan dari ekspor

minyak (Otaha, 2012). Ketergantungan pada pendapatan sumber daya alam (minyak) membuat

perekonomian nasional rentan terhadap harga yang dipatok. Ketergantungan minyak dan ketidakstabilan harga minyak di pasar internasional menyebabkan masalah yang signifikan dalam

perencanaan fiskal, menurunkan kualitas belanja publik, dan menyebabkan bencana keuangan

ketika harga minyak jatuh. Namun, ketika harga minyak jatuh, anggaran fiskal mengalami defisit, negara-negara mulai mengambil pinjaman dengan memanfaatkan cadangan mereka, dan berbaris

tanpa hambatan ke dalam utang (Auty, 2004).

C. Penurunan Hipotesis Dari uraian penelitian terdahulu dapat diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Belanja pemerintah diduga memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah,

melalui : a. Teori yang membahas pengaruh anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi adalah

teorinya kebijakan fiskal. Perubahan pengeluaran pemerintah akan mengubah

keseimbangan jangka pendek perekonomian nasional. Perubahan fiskal akan memengaruhi pengeluaran yang direncanakan dan menggeser kurva IS. Model IS-LM

menunjukkan bagaimana pergeseran (peningkatan) dalam kurva IS ini mempengaruhi

(meningkatkan) pendapatan nasional (Mankiw, 2003). Penelitian mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk pendidikan

terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan Iqbal & Zahid (1998), Li & Liang (2010) dan

Murova & Khan (2017). Penelitian Iqbal & Zahid (1998) menguji efek dari beberapa

variabel ekonomi makro kunci pada pertumbuhan ekonomi Pakistan. Penelitiannya menyimpulkan bukti kuantitatif menunjukkan bahwa pendidikan dasar menjadi

prasyarat penting (+) untuk mempercepat pertumbuhan. Penelitian Li & Liang (2010)

menguji secara empiris sumber-sumber pertumbuhan ekonomi berdasarkan model

Page 46: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

38

Mankiw, Romer, dan Weil yang diperluas yang mempertimbangkan modal manusia

dalam bentuk kesehatan dan pendidikan untuk sekelompok ekonomi Asia Timur

termasuk Cina. Penelitiaanya menyimpulkan mampak dari anggaran kesehatan dan pendidikan secara statistik signifikan mempengaruhi (+) pertumbuhan ekonomi.

Penelitian Murova & Khan (2017) menganalisis efisiensi investasi publik dan

dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di AS. Hasil penelitiaanya ada hubungan

yang sangat signifikan dan positif (+) antara pengeluaran untuk pendidikan dengan produk domestik bruto (PDB). Hipotesis yang dapat diturunkan dari teori dan penelitian

terdahulu adalah :

H1 :

Belanja pemerintah untuk pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi

b. Teori yang membahas pengaruh anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi adalah teorinya kebijakan fiskal. Keynesian theory of growth mengilustrasikan bahwa dalam

kebijakan fiskal, baik pajak maupun belanja pemerintah memiliki dampak terhadap

aggregate output. Dimana belanja pemerintah memiliki dampak langsung terhadap aggregate output, sebaliknya pajak memiliki dampak tidak langsung. Penelitian

mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap

pertumbuhan ekonomi dilakukan Naidu & Chand (2013), Murova & Khan (2017), Silva,

et al. (2018), Akingba, et al. (2018) dan Pereira, et al. (2019). Mereka menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk kesehatan memiliki pengaruh positip terhadap

pembangunan ekonomi. Penelitian ini juga didukung penelian Li & Liang (2010). Hasil

penelitiannya menyimpulkan pengeluaran untuk kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi lebih kuat daripada dampak pengeluaran untuk pendidikan. Tampaknya lebih

masuk akal bagi para pembuat kebijakan di Asia Timur untuk berinvestasi lebih banyak

di bidang kesehatan daripada sumber daya manusia pendidikan. Hipotesis yang dapat diturunkan dari teori dan penelitian terdahulu adalah : H1 :

Belanja pemerintah untuk kesehatan memiliki pengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi

c. Teori yang membahas pengaruh anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi adalah

teorinya kebijakan fiskal. Keynesian theory of growth mengilustrasikan bahwa dalam

kebijakan fiskal, baik pajak maupun belanja pemerintah memiliki dampak terhadap aggregate output. Dimana belanja pemerintah memiliki dampak langsung terhadap

aggregate output, sebaliknya pajak memiliki dampak tidak langsung. penelitian

mengenai pengaruh antara belanja pemerintah untuk pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai unsur penunjang. Pembangunan bidang pertanian diartikan

dengan transformasi struktural dari perekonomian yang bertumpu pada kegiatan

pertanian menjadi perekonomian industri barang dan jasa, sehingga peranan pemerintah

sangat dibutuhkan terutama dalam mendorong aktivitas di bidang pertanian melalui penyediaan sarana dan prasarana pertanian (seperti irigasi, pupuk dan bibit). Hasil

penelitian mengenai pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk pertanian terhadap

pertumbuhan ekonomi dilakukan Xu, et al. (2011), Hasil penelitiannya menyimpulkan pengeluaran pemerintah bidang pertanian memiliki dampak (+) terhadap pertumbuhan

ekonomi dalam jangka panjang. Hipotesis yang dapat diturunkan :

H1 :

Belanja pemerintah untuk pertanian memiliki pengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi

d. Teori yang membahas pengaruh anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi adalah

teorinya kebijakan fiskal. Keynesian theory of growth mengilustrasikan bahwa dalam

Page 47: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

39

kebijakan fiskal, baik pajak maupun belanja pemerintah memiliki dampak terhadap

aggregate output. Dimana belanja pemerintah memiliki dampak langsung terhadap

aggregate output, sebaliknya pajak memiliki dampak tidak langsung. penelitian mengenai pengaruh antara belanja pemerintah bidang perikanan dan kelautan terhadap

pertumbuhan ekonomi dilakukan Huda, dkk. (2015), Novianti, dkk. (2014), dan

Agustine, dkk. (2013). Penelitian Huda dkk menyimpulkan anggaran kelautan dan

perikanan memiliki pengaruh positif (+) terhadap peningkatan PDRB (sektor perikanan) di Jawa Timur. Penelitian Novianti dkk menyimpulkan Peningkatan Pengeluaran

pemerintah bidang kelautan dapat meningkatkan (+) pertumbuhan ekonomi melakukan

peningkatan infrastruktur kelautan. Penelitian Agustine dkk menyimpulkan anggaran kelautan dan perikanan dapat mendorong (+) pendapatan masyarakat di Indonesia.

Penelitian mengenai pengaruh antara belanja pemerintah untuk bidang perikanan dan

kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan Huda, dkk. (2015), Novianti, dkk. (2014), dan Agustine, dkk. (2013) menyimpulkan belanja pemerintah yang di alokasikan

untuk pembangunan kelautan dapat mendorong (+) perumbuhan ekonomi. Hipotesis

yang dapat diturunkan:

H1 :

Belanja pemerintah untuk kelautan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi

2. Teori yang membahas pengaruh dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi adalah teorinya kebijakan fiskal. Keynesian theory of growth mengilustrasikan bahwa dalam

kebijakan fiskal, baik pajak maupun belanja pemerintah maupun dana bagi hasil (DAU)

memiliki dampak terhadap aggregate output. Dimana DAU yang digunakan untuk belanja daerah memiliki dampak langsung terhadap aggregate output. Penelitian mengenai pengaruh

antara DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan Malik, et al. (2006), Ezcurra &

Rodríguez (2011) dan Purbadharmaja, dkk. (2019) menyimpulkan dana perimbangan di beberapa negara dapat mendorong (+) pertumbuhan ekonomi. Penelitian Malik, et al. (2006)

memberikan teori dan bukti tentang hubungan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan

ekonomi di Pakistan tahun 1984-2012. Penelitian Ezcurra & Rodríguez (2011) menganalisis

hubungan antara tingkat desentralisasi pengeluaran perlindungan sosial dan pertumbuhan ekonomi untuk dua puluh negara OECD selama periode 1990-2005. Hasil penelitian

menyimpulkan dana desentralisasi berkorelasi positif (+) dengan pertumbuhan ekonomi di

negara-negara yang termasuk dalam sampel, yang konsisten dengan argumen teoretis yang menekankan pada perolehan efisiensi yang diperoleh dari proses desentralisasi. Hipotesis

yang dapat diturunkan :

H1 :

Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi

3. Pertumbuhan populasi membedakan model Solow dalam tiga cara. Pertama, pertumbuhan

populasi mempermudah menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam kondisi

mapan dengan pertumbuhan populasi, modal per pekerja dan output per pekerja adalah konstan. Jumlah pekerja bertambah pada tingkat n, modal total dan output total juga harus

bertambah pada tingkat n. Dengan demikian, meskipun tidak dapat menjelaskan pertumbuhan

yang berkelanjutan dalam standar kehidupan, pertumbuhan populasi akan membantu menjelaskan pertumbuhan output total yang berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan Merrick (2002), Prettner (2013), Rahman, et al. (2017) dan Ibhagui

(2020) menyimpulkan bahwa pertambahan penduduk memiliki pengaruh positif (+) terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Merrick (2002) menganalisis potensial dari pertumbuhan

populasi yang lebih lambat tergantung pada waktu dan intensitas perubahan demografis,

status ekonomi dan sosial perempuan, dan jenis dan fokus kebijakan ekonomi di negara-

Page 48: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

40

negara yang mengalami perubahan demografis. Hasil penelitiannya menyimpulkan transisi

demografis telah mempromosikan (+) pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan

melalui apa yang disebut dividen demografis. Penelitian Tsen & Furuoka (2005) menyelidiki hubungan antara populasi dan pertumbuhan ekonomi di negara Asia. Hasil penelitiaanya Ada

dua arah Granger kausalitas antara populasi dan pertumbuhan ekonomi untuk Jepang, Korea,

dan Thailand. Untuk Cina, Singapura, dan Filipina, populasi yang ditemukan di Granger

menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan bukan sebaliknya. Hipotesis yang dapat diturunkan adalah:

H1 :

Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi

4. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan melalui serangkaian kebijakan dan rencana yang

langsung terarah kepada penduduk miskin akan berdampak pada perbaikan kesejahteraan

penduduk miskin (Todaro, 2000). Todaro berpendapat pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan

untuk mempercepat pertumbuhan, dengan demikian kebijakan untuk mengurangi kemiskinan

berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan membuat kaum miskin tidak punya akses terhadap sumber daya, dan tidak punya peluang berinvestasi sehingga akan

memperlambat pertumbuhan pendapatan perkapita. Kebijakan penurunan kemiskinan secara

masal akan menciptakan stabilitas sosial dan memperluas partisipasi publik dalam proses

pertumbuhan ekonomi. Penelitian mengenai pengaruh penduduk miskin terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan

Yusuf, et al. (2014), Mariyanti & Mahfudz (2016) dan Akanbi (2017). Mereka

menyimpulkan jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif (-) dengan pertumbuhan ekonomi, artinya jika jumlah penduduk miskin meningkat, maka mengakibatkan penurunan

pertumbuhan ekonomi. Penelitian Yusuf, et al. (2014) meneliti hubungan sebab akibat antara

korupsi, pengurangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria, dengan tujuan mengidentifikasi hubungan simultan antara korupsi, pengurangan kemiskinan dan

pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Hasil penelitiannya menyimpulkan Korupsi dan faktor

pertumbuhan ekonomi menyebabkan kemiskinan di Nigeria. Hasilnya juga menunjukkan

bahwa pertumbuhan ekonomi menyebabkan korupsi dalam jangka pendek dan menengah, dan korupsi bersama-sama dengan kemiskinan mempengaruhi (-) pertumbuhan ekonomi.

Hipotesis yang dapat diturunkan :

H1 :

Jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi

5. Argumen yang mendukung penanaman modal asing sebagai pendorong laju pertumbuhan

ekonomi sebagian besar berasal dari pendapat Neo-Klasik tradisional. Menurut analisis ini penanaman modal asing dianggap merupakan sesuatu yang dapat mengisi celah yang ada

antara tabungan yang dihimpun dari dalam negeri, cadangan devisa, penerimaan pemerintah

dan keahlian di satu pihak dan jumlah yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran

pembangunan di pihak lain (Todaro, 2000). penelitian mengenai pengaruh antara investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan Metwally (2004), Hoang, et al. (2010),

Freckleton, et al. (2012), Arısoy (2012), Chaudhry, et al. (2013) dan Lau & Yip (2019)

menyimpulkan penanaman modal asing memiliki pengaruh positif (+) terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peranannya di dalam mengisi kekurangan sumberdaya antara investasi yang

ditargetkan dengan tabungan dalam negeri yang dapat di mobilisasi. Penelitian Metwally, M.

(2004) menguji proses interaksi antara investasi asing langsung (FDI), ekspor dan pertumbuhan ekonomi di tiga negara Timur Tengah. Hasil penelitiannya menyimpulkan ada

efek umpan balik dalam hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan aliran modal di semua

negara sampel. Arus masuk modal asing yang lebih besar (+) mengarah pada pertumbuhan

Page 49: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

41

ekspor barang dan jasa, dan akhirnya berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

Penelitian Hoang, et al. (2010) menganalisis efek dari investasi asing langsung (FDI) pada

pertumbuhan ekonomi di enam puluh satu provinsi Vietnam pada tahun 1995-2006. Hasil penelitiannya ada efek FDI yang kuat dan positif (+) terhadap pertumbuhan ekonomi di

Vietnam sebagai saluran untuk meningkatkan persediaan modal. Hipotesis yang dapat

diturunkan: H1 :

Investasi Asing memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi

6. IMF dalam pertemuan Interim Committee (1996), mengidentifikasi peningkatan tata kelola

yang baik dalam semua aspeknya, termasuk memastikan supremasi hukum, meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas sektor publik, dan memberantas korupsi sebagai kunci untuk

efisiensi dan pertumbuhan ekonomi (Basu, 2002). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang

disajikan dalam laporan keuangan, dan berdampak (+) terhadap perumbuhan ekonomi.

Hubungan teori stewardship dengan penelitian ini yaitu prinsip bahwa pemerintah sebagai manajer merasa mempunyai tanggungjawab dalam pengelolaan keuangan dan pengalokaisan

sumber daya yang ada dengan cara lebih bijaksana dan berhati-hati untuk kepentingan

masyarakat luas. Pemerintah wajib memberikan laporan pertanggungwajaban dalam APBD

kepada rakyat dalam bentuk LKPD yang telah diaudit oleh BPK. LKPD dibuat oleh pemerintah daerah akan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya yang nantinya akan

digunakan untuk pengambilan keputusan. Kinerja pemerintah daerah akan dinilai dalam

laporan pertanggungjawaban dalam realisasi APBD serta opini LKPD yang diperoleh pemerintah daerah. Hipotesis yang dapat diturunkan :

H1 :

Opini BPK terhadap LKPD memiliki pengaruh positif pertumbuhan ekonomi

7. Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, di mana

kekayaan sumber daya alam secara teoretis akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pendapat ini didukung oleh Pemikiran kaum Klasik, yaitu mengenai hubungan

persamaan antara hasil produksi dengan kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi (Djojohadikusumo, 1994). Total produksi Klasik dinyatakan dalam rumus

Y=f(K, L, R, T) dimana K adalah jumlah modal (Capital), L adalah tenaga kerja (Labor), R adalah tanah (sumber daya alam dalam arti luas) dan T adalah Tehnologi. Menurut kaum

Klasik fungsi produksi sangat tergantung dari R atau sumber daya alam dalam arti luas.

Semakin besar R maka total produksi akan semakin besar. Demikian juga dengan daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, akan meningkatkan pendapatan asli daerah

yang semakin meningkat melalui bagi hasil pemerintah pusat dengan daerah. Meningkatnya

bagi hasil dengan daerah, akan meningkatan kemampuan finasial dalam mengelola belanja

daerah dan mengakibatkan peningktan kapasitas ekonomi daerah yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori dan Keputusan Menteri ESDM No

4618 K/80/MEM/2016 dan penghasil SDA Minyak Bumi di atas 5 juta perbarel, status daerah

memiliki pengaruh (+) terhadap pertumbuhan ekonomi. Hipotesis yang dapat diturunkan : H1 :

Status Daerah memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi

Page 50: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

42

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah proses atau cara ilmiah untuk mendapatkan data yang akan

digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan regresi data panel. Bab ini akan membahas tipe penelitian, definisi operasional, teknis analisis data, regresi panel statis dan

regresi panel dinamis.

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menggunakan data sampel 20 dari 34

provinsi yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dan cross section dari

tahun 2008 sampai dengan 2018. Tahun 2008 dipilih sebagai awal tahun pengamatan karena pada tahun tersebut terjadi krisis ekonomi jilid II dan mulai tertatanya laporan data realisasi belanja

daerah yang dipublikasikan Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Tahun 2018 dipilih sebagai

tahun berakhirnya pengamatan karena alasan teknis, yaitu data yang update pada saat ini adalah tahun 2018. Alasan digunakan 20 provinsi sebagai sampel penelitian ini karena dari 34 provinsi yang

ada di Indonesia (59% dari total provinsi yang ada di Indonesia), hanya 20 provinsi yang memiliki

data lengkap dari tahun 2008 hingga 2018, sedangkan 14 provinsi lainnya data tersedia tapi tidak

lengkap.

B. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan pendekatan regresi linear. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan

fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan Penelitian Kuantitatif adalah mengembangkan dan

menggunakan model-model matematis, teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena yang terjadi.

Metode penelitian kuantitatif menurut pandangan Sugiyono (2012: 8) yaitu: metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Ekonometrikan

adalah salah satu bagian dari penelitian kuantitatif yang menggunakan alat utama regresi linear.

Ekonometrika merupakan suatu ilmu yang menganalisis fenomena ekonomi dengan menggunakan teori ekonomi, matematika, dan statistika, dan teori ekonomi tersebut dirumuskan

melalui hubungan matematika dan diterapkan pada data untuk dianalisis menggunakan metode

statistika (Gujarati, 2003). Alat utama yang digunakan dalam ekonometrika adalah regresi linear.

Regresi linear (Gujarati, 2003) diartikan sebagai suatu analisis tentang ketergantungan suatu variabel kepada variabel lain yaitu variabel bebas dalam rangka membuat estimasi atau prediksi dari nilai

rata-rata variabel tergantung dengan diketahuinya nilai variabel bebas.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.1.

Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Keterangan

1 Pertumbuhan

Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi adalah

perubahan (kenaikan atau penurunan)

PDRB yang dalam studi ini diukur

Lanjutan Tabel 3.1.

42

Page 51: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

43

No Variabel Definisi Operasional Keterangan

dengan logaritma terhadap PDRB

(Gujarati, 2003, hal 176) atau dengan

melakukan turunan pertamanya dari PDRB (Δ PDRB)

2 a. Belanja

Pemerintah untuk

pendidikan

Belanja Pemerintah untuk pendidikan

adalah anggaran fungsi pendidikan mencerminkan upaya pemerintah dalam

memberikan pelayanan kepada

masyarakat dalam bidang pendidikan.

Belanja pemerintah untuk

pendidikan didekati dengan jumlah belanja

pembangunan untuk sektor

pendidikan pada Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah tahun 2008-2018 menurut

fungsi pendidikan. Variabel

tersebut dihitung dalam satuan Milyar Rupiah.

b. Belanja

Pemerintah

untuk Kesehatan

Belanja Pemerintah untuk Kesehatan

adalah anggaran fungsi kesehatan

mencerminkan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat dalam bidang kesehatan dan

pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

Belanja pemerintah untuk

pendidikan didekati dengan

jumlah belanja pembangunan untuk sektor

kesehatan pada Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah tahun 2008-2018 menurut

fungsi kesehatan. Variabel

tersebut dihitung dalam

satuan Milyar Rupiah.

c. Belanja

Pemerintah

untuk pertanian

Belanja Pemerintah untuk pertanian

adalah anggaran fungsi pertanian

mencerminkan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat dalam bidang pertanian.

Belanja pemerintah untuk

pertanian didekati dengan

jumlah belanja pembangunan untuk sektor

pertanian pada Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah

tahun 2008-2018 menurut fungsi pertanian. Variabel

tersebut dihitung dalam

satuan Milyar Rupiah.

d. Belanja

Pemerintah

untuk

perikanan dan kelautan

Belanja Pemerintah untuk perikanan

dan kelautan adalah anggaran fungsi

perikanan dan kelautan mencerminkan

upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam

bidang perikanan dan kelautan.

Belanja pemerintah untuk

perikanan dan kelautan

didekati dengan jumlah

belanja pembangunan untuk sektor perikanan dan

kelautan pada Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah tahun 2008-2018 menurut

fungsi perikanan dan

kelautan. Variabel tersebut dihitung dalam satuan

Milyar Rupiah.

3 Dana Alokasi

Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah

salah satu transfer dana Pemerintah

DAU = Alokasi Dasar (AD)

+ Celah Fiskal (CF) AD =

Lanjutan Tabel 3.1.

Page 52: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

44

No Variabel Definisi Operasional Keterangan

kepada pemerintah daerah yang

bersumber dari pendapatan APBN, yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk mendanai kebutuha daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi dan dinyatakan satuan Milyar Rupiah.

Proyeksi Belanja Gaji

Pegawai Negeri Sipil Daerah

(PNSD) dalam setahun kedepan. CF = Kebutuhan

Fiskal (KbF) - Kapasitas

Fiskal (KpF)

4 Jumlah Populasi Jumlah Populasi adalah semua orang

yang berdomisili di wilayah geografis

Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili

kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan

untuk menetap (definisi menurut BPS Republik Indonesia), dinyatakan dalam

satuan orang

5 Jumlah

Penduduk Miskin

Jumlah penduduk miskin (Pov) adalah

jumlah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan

dibawah garis kemiskinan (GK)

provinsi, dinyatakan dalam satuan orang

6 Penanaman

Modal Asing

Penanaman Modal Asing (PMA) adalah

realisasi kegiatan menanam modal

untuk melakukan usaha di wilayah

Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing

baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya, maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri

dan dinyatakan dalam Milyar Rupiah.

7 Dummy Opini

BPK

Opini BPK merupakan pernyataan

profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang

disajikan dalam laporan keuangan.

Opini yang diberikan BPK 1. Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP)

2. Wajar Tanpa Pengecualian

Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP)

3. Wajar Dengan Pengecualian

(WDP), 4. Tidak Wajar (TW)

5. Tidak Memberikan Pendapat

(TMP)

Dalam regresi panel statis

diberi angka 1 dan 0. (Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP) dan Wajar Tanpa

Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-

DPP) dengan skor 1, Wajar

Dengan Pengecualian

(WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan

Pendapat (TMP) dengan

skor 0). Dalam panel dinamis

dummy untuk opini BPK

tidak bisa menjadi variabel karena tidak memiliki Δ

8 Dummy Status

Daerah

Skor Daerah adalah klasifikasi daerah

berdasarkan Keputusan Menteri ESDM

No 4618 K/80/MEM/2016

Dalam regresi panel statis

diberi angka 1 dan 0.

(Wajar Tanpa Pengecualian

Lanjutan Tabel 3.1.

Page 53: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

45

No Variabel Definisi Operasional Keterangan

(WTP) dan Wajar Tanpa

Pengecualian Dengan

Paragraf Penjelas (WTP-DPP) dengan skor 1, Wajar

Dengan Pengecualian

(WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan

Pendapat (TMP) dengan

skor 0). Dalam panel dinamis

dummy status daerah tidak

bisa menjadi variabel karena

tidak memiliki Δ

D. Teknis Analisis Data

Alasan penelitian ini menggunakan model panel statis dan panel dinamik tersebut adalah;

pertama ingin melihat pengaruh langsung antara variabel bebas terhadap variabel terikat, pengaruh ini bisa dilihat dari hasil regresi panel statis; kedua, karena ketergantungan suatu variabel terikat

atas variabel–variabel bebas jarang yang bersifat seketika. Selang waktu tersebut dinamakan lag

(Gujarati, 2003:657). Melalui regresi model statis terhadap variabel-variabel yang saling berhubungan, akan didapat parameter estimasi jangka panjang (model dinamis) yang mendorong

terjadinya dinamika jangka pendek yang lebih kompleks ke dalam residualnya. Dengan demikian

penggabungan model regresi panel statis dan regresi panel dinamis lebih memberikan informasi yang lengkap dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi daerah.

1. Model Regresi Data Panel Sesuai dengan uraian teknis analisis data maka persamaan regresi yang tepat

digunakan dalam disertasi ini adalah regresi data panel. Fungsi PDRB adalah sebagai berikut ini

( 3.1):

PDRBti = f(Educti, Healthti, Agricti, Marineti, DAUti, Popti, Povt, FDIti, Opnti, Status) ……………………………………..……….. 3.1.

Dari fungsi PDRB (3.1) dapat dijabarkan persamaan matematika sebagai berikut :

PDRBti = β0 + β1Educti + β2Healthti + β3Agricti + β4 Marineti + β5 DAUti + β6Popti + β7Povti + β8FDIti + β9 DOpnti+ β10 DStatus + εt

……………………………………………..…....…..…….. 3.2.

Keterangan :

PDRB : Produk Domestik Regional Bruto Educ : Belanja Pemerintah Untuk Pendidikan

Health : Belanja Pemerintah Untuk Kesehatan

Agric : Belanja Pemerintah untuk Pertanian Marine : Belanja Pemerintah Untuk Kelautan dan Perikanan

DAU : Dana Alokasi Umum

Pop : Jumlah Penduduk

Pov : Jumlah Penduduk Miskin FDI : Investasi Asing

DOpn : Dummy untuk Opini BPK terhadap Laparon Pertangungjawaban

Keuangan Daerah DStatus : Dummy untuk variabel Status

β (1…2) : Koefisien regresi (angka elastisitas) masing-masing variabel

Lanjutan Tabel 3.1.

Lanjutan Tabel 3.1.

Page 54: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

46

independen

ε : Error term

t : Waktu i : Wilayah

Persamaan 3.2 di atas, dapat digunakan untuk mencari koefisien regresi yang

menunjukkan angka elastisitas yaitu nilai β. Nilai koefisien regresi β dapat diartikan perubahan persentase variabel bebas akan mempengaruhi perubahan prosentase variabel terikat. Koefisien

regresi ini dapat dicari dengan melakukan log (Gujarati, 2003 : 168) terhadap semua variabel

kecuali variabel yang nilainya persen atau pecahan (perubahan dalam prosen). Variabel PDRB dalam persamaan tersebut dijadikan dalam bentuk logaritma, dan hasil persamaan 3.3 regresi

untuk log PDRB akan menghasilkan arti pertumbuhan ekonomi. Koefisien yang ingin dicari

adalah nilai elastisitas, maka model regresi dirubah dengan model double log, sehingga log(PDRBti) dapat diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi. Model panel statis yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan model double log (persamaan 3.3).

Log(PDRBti) = β0 + β1log(Educti) + β2log(Healthti ) + β3log(Agricti) + β4log(Marineti) + β5log(DAUti) + β6log(Popti) + β7Log(Povti) + β8log(FDIti) + β9DOpnti +

β10DStatusti + εt ………. 3.3.

Selanjutnya model panel dinamis sebagai berikut (persamaan 3.4). Δ PDRBti = β0 + β1ΔPDRBt-1i + β2ΔPDRBt-2i + β3ΔEduct-1i + β4 ΔEduct-2i + β5 ΔHealtht-1i

+ β6ΔHealtht-2i + β7ΔAgrict-1i + β8ΔAgrict-2i + β9ΔMarinet-1i + β10ΔMarinet-2i

+ β11ΔDAUt-1i + β12ΔDAUt-2i + β13ΔPopt-1i + β14ΔPopt-2i + β15ΔPovt-1i + β16ΔPovt-2i + β17ΔFDIt-1i + β18 ΔFDIt-2i + εt

………………...………………..……. 3.4.

Keterangan :

Δ : First Different (data turunan pertama) 1t : Lag 1

2t : Lag 2

Persamaan 3.4 untuk variabel dummy tidak bisa dimasukan ke dalam persamaan, karena syarat

untuk panel VECM seluruh variabel harus lolos dalam stasioner pada turunan pertama. Variabel

dummy berisi angka 0 dan 1, dummy tidak memiliki nilai turunan sehingga jika dalam

persamaan panel VECM dimasukan dummy program eviews tidak bisa menyelesaikan.

2. Metode Estimasi Model Regresi Panel

Tahapan analisis data panel sebagai berikut (Gambar 3.1). Tahapan yang harus dilakukan untuk melakukan regresi dengan model panel statis dan model panel dinamis ditunjukan dalam

Gambar 3.1. Metode estimasi data panel statis harus melalui tiga pendekatan (Greene, 2003)

pengujian pemilihan model (uji Chow, uji Hausman dan uji LM), dan jika pengujian dengan uji Chow dan uji Hausman sudah konsinten menolak hipotesis nol maka uji LM tidak perlu

dilakukan. Setelah model terpilih (common effect, fixed effect atau random effect), kemudian

dilakukan pengujian asumsi klasik (Gambar 3.1 tentang panel statis).

Untuk tahap pengujian regresi panel dinamik melalui pengujian : uji akar unit; uji penentuan panjang lag, uji stabilitas, uji kointegrasi, uji kausalitas Grangger, regresi model

VECM, impulse respon function dan variance decomposition (Gambar 3.1. tentang Model Panel

Dinamis).

a. Model Regresi Panel Statis

Page 55: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

47

Metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel tahapan analisisnya

dapat dilakukan sebagai berikut:

Gambar 3.1

Tahapan Analisis Data Panel

1. Belanja Pemerintah Daerah a. Belanja Pendidikan b. Belanja Kesehatan c. Belanja Pertanian d. Belanja Perikanan dan Kelautan

2. Dana Alokasi Umum 3. Jumlah Penduduk 4. Jumlah Penduduk Miskin 5. Penanaman Modal Asing 6. Dummy Opini BPK

7. Dummy Status Daerah

Page 56: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

48

1) Model Yang Dihasilkan

Regresi data panel akan dihasilkan model sebagai berikut :

a) Common Effects Model Model common effects merupakan pendekatan data panel yang paling sederhana.

Model ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu, sehingga diasumsikan

bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Model ini hanya

mengkombinasikan data time series dan cross section dalam bentuk pool, mengestimasinya menggunakan pendekatan kuadrat terkecil/pooled least square (Gujarati, 2003 ; 637;

Greene, 2003: 285). Persamaan regresi dalam model common effects dapat ditulis seperti

dalam persamaan 3.5. Log(PDRBti) = α + β1log(Educit) + β2log(Healthit) + β3log(Agricit) + β4log(Marineit)

+ β5log(DAUit) + β6log(Popit) + β7log(Povit) + β8log(FDIit) +

β9DOpnti + β10DStatusti + εit ………. 3.5. Keterangan :

i : Aceh, Sumut …… Papua (20 Provinsi)

t : 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018

Dimana i menunjukkan cross section (individu) dan t menunjukkan periode waktunya. Asumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, proses estimasi secara

terpisah untuk setiap unit cross section dapat dilakukan.

b) Fixed Effects Model

Model Fixed effects mengasumsikan bahwa terdapat efek yang berbeda antar

individu. Perbedaan itu dapat diakomodasi melalui perbedaan pada intersepnya. Model fixed effects, setiap individu merupakan parameter yang tidak diketahui dan akan diestimasi

dengan menggunakan teknik variabel dummy yang dapat ditulis sebagai berikut (Gujarati,

2003; Greene, 2003: 285). Persamaan regresi dalam model fixed effects dapat ditulis seperti

dalam persamaan 3.6. Log(PDRBti) = (α + iαit) + β1log(Educit) + β2log(Healthit) + β3log(Agricit) +

β4log(Marineit) + β5log(DAUit) + β6log(Popit) + β7log(Povit) +

β8FDIit) + β9DOpnti + β10DStatusti + εit ................... 3.6.

nPDRB

PDRB

PRDR

log

............

log

log

2

1

=

....+

i

ii

00

...

0

......

000

n

....

2

1

+

pnnn

p

p

DStatusDStatusDStatus

HealthHealthHealth

EducEducEduc

21

22212

12111

....

log

....

log

....

log

logloglog

n

....

2

1

+

n

...

2

1

Teknik analisis seperti diatas dinamakan Least Square Dummy Variabel (LSDV). Selain

diterapkan untuk efek tiap individu, LSDV ini juga dapat mengakomodasi efek waktu yang

besifat sistemik. Hal ini dapat dilakukan melalui penambahan variabel dummy waktu di

dalam model.

c) Random Effects Model

Berbeda dengan fixed effects model, efek spesifik dari masing-masing individu diperlakukan sebagai bagian dari komponen error yang bersifat acak dan tidak berkorelasi

dengan variabel penjelas yang teramati, model seperti ini dinamakan random effects model

(REM). Model ini sering disebut juga dengan error component model (ECM) (Greene, 2003: 285). Persamaan model random effects dapat dituliskan seperti persamaan 3.7.

Log(PDRBt) = α + β1log(Educit) + β2log(Healthit) + β3log(Agricit) + β4log(Marineit)

+ β5log(DAUit) + β6log(Popit) + β7log(Povit) + β8log(FDIit) + β9DOpnti

+ β10DStatusti + wit …………….…. 3.7.

Page 57: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

49

Keterangan :

i : Aceh, Sumut …… Papua

t : 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018 wit : εit + u1 ; E (wit) = 0; E (wit

2)= α2 + αu2;

E(wit,wjt-1) : 0; i ‡ j; E (ui,εit)= 0;

E(εi,εis) : E (εit,εjt)= E (εit,εjs)=0

Komponen error walaupun wt bersifat homoskedastik, tetapi terdapat korelasi antara wt dan wit-s (equicorrelation), yakni seperti persamaan 3.8.

Corr (wit, wi(t-1)) = αu2/( α2 + αu

2) ……………………………….…………….….. 3.8.

Metode OLS tidak bisa digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien bagi model random effects. Metode yang tepat untuk mengestimasi model random effects adalah

Generalized Least Squares (GLS) dengan asumsi homokedastik dan tidak ada cross-

sectional correlation (Gujarati, 2003).

2) Pemilihan Model Terbaik

Untuk memilih model yang paling tepat digunakan dalam mengelola data panel, terdapat

beberapa pengujian yang dapat dilakukan yakni:

a) Uji Chow (Radundant Test)

Uji Chow adalah pengujian untuk menentukan model Fixed Effet atau Random Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis

dalam uji chow adalah:

H0 : Common Effect Model atau pooled OLS H1 : Fixed Effect

Jika hasil uji Chow menunjukkan nilai probablitas cross section F statistic dibawah

0,05 maka Ho ditolak dan model fixed effect lebih tepat digunakan. Sebaliknya jika

hasil uji Chow menunjukkan nilai probablitas cross section F statistic di atas 0,05 maka Ho diterima dan model common effect lebih tepat digunakan.

b) Uji Hausman Uji Hausman (Greene, 2003: 303). dapat didefinisikan sebagai pengujian

statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling

tepat digunakan. Pengujian uji Hausman dilakukan dengan hipotesis berikut:

H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model

Jika hasil uji Hausman menunjukkan nilai probablitas Chi-Sq. Statistic dibawah 0,05

maka Ho ditolak dan model fixed effect lebih tepat digunakan. Sebaliknya jika hasil uji Hausman menunjukkan nilai probablitas Chi-Sq. Statistic di atas 0,05 maka Ho

diterima dan model random effect lebih tepat digunakan.

c) Uji Lagrange Multiplier

Uji Lagrange Multiplier dilakukan jika uji Chow memilih common effect dan Uji

Hausman memilih random effect, tetapi jika uji Chow dan uji Hasman konsisten

menerima model fixed effect adalah model terbaik, maka uji LM tidak perlu dilakukan. Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik daripada metode Common

Effect digunakan uji Lagrange Multiplier (Greene, 2003: 298). Hipotesis dalam uji LM

sebagai berikut : H0 : Common Effect Model

H1 : Random Effect Model

Page 58: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

50

Jika nilai Prob. Breusch-Pagan (BP) lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak, dengan kata

lain model yang cocok adalah Random Effect Model.

3) Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam regresi linier dengan pendekatan Ordinary

Least Squared (OLS) meliputi uji normalitas. uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji

multikolinieritas Walaupun demikian, tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada setiap model regresi linier dengan pendekatan OLS. Uji asumsi klasik dilakukan untuk

model terpilih berdasarkan hasil uji pemilihan model.

a) Uji Normalitas Uji normalitas pada dasarnya tidak merupakan syarat BLUE (Best Linier Unbias

Estimator) dan beberapa pendapat tidak mengharuskan syarat ini sebagai sesuatu

yang wajib dipenuhi. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunkan uji Jarque-Berra (uji J-B).

b) Uji Autokorelasi

Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara anggota serangkaian observasi.

Jika model mempunyai korelasi, parameter yang diestimasi menjadi bias dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien. Dalam penelitian

ini, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model digunakan uji

Lagrange Multiplier (LM). c) Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah adanya hubungan linier antara variabel independen di

dalam model regresi. Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinieritas pada model, peneliti menggunakan metode parsial antar variabel independen. Rule of

thumb dari metode ini adalah jika koefisien korelasi cukup tinggi di atas 0,85 maka

diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif

rendah maka duga model tidak mengandung unsur multikolinieritas (Ajija dan Dyah, 2011).

d) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan masalah regresi yang faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama atau variannya tidak konstan. Hal ini akan

memunculkan berbagai permasalahan yaitu penaksir OLS yang bias, varian dari

koefisien OLS akan salah. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode dengan

uji Glejser untuk mendeteksi ada tidaknya heteroske-dastisitas dalam model regresi.

b. Metode Estimasi Model Regresi Panel Dinamis (Panel VECM) Ahli ekonometrika modern menunjukkan metode untuk membangun model

relasional di antara variabel-variabel ekonomi dengan cara yang tidak struktural, yaitu model

autoregresif vektor (VAR) dan model koreksi kesalahan vektor (VEC). Model VAR dibuat berdasarkan sifat statistik data. Dalam model VAR, setiap variabel endogen dalam sistem

dianggap sebagai nilai lag semua variabel endogen dalam sistem; dengan demikian model

autoregresif univariat digeneralisasi ke model autoregresif "vektor" yang terdiri dari variabel

deret waktu multivariat. Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan model VAR ke bidang ekonomi dan mempromosikan aplikasi luas dalam analisis dinamis sistem ekonomi.

Engle dan Granger menggabungkan model kointegrasi dan koreksi kesalahan, untuk

membentuk model koreksi kesalahan jejak. Selama ada hubungan kointegrasi antara variabel, model koreksi kesalahan dapat diturunkan dari model lag terdistribusi autoregresif. Setiap

persamaan dalam model VAR adalah model lag terdistribusi autoregresif. Oleh karena itu,

dapat dianggap bahwa model VEC adalah model VAR dengan kendala kointegrasi. Karena

Page 59: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

51

ada hubungan kointegrasi dalam model VEC, ketika ada sejumlah besar fluktuasi dinamis

jangka pendek, ekspresi VEC dapat membatasi perilaku jangka panjang dari variabel endogen

dan menjadi konvergen dengan hubungan kointegrasi mereka (Zou, 2018).

Diasumsikan sebagai deret waktu stokastik, t=1,2,3,…T,

dan setiap masing-masing dipengaruhi oleh deret

waktu eksogen dimensi-d ; maka model VAR dapat ditetapkan

sebagai berikut:

………………………………………………………………….….. (3.9)

Jika tidak dipengaruhi oleh deret waktu eksogen dimensi-d ;

maka model rumus VAR (3.9) dapat ditulis sebagai berikut:

……………………………………………………………….. (3.10)

Dengan transformasi kointegrasi formula (3.10), kita bisa mendapatkannya

………………………… (3.11) Dimana

…………………………………. (3.12)

Jika Yt memiliki hubungan kointegrasi, maka dan rumus (3.11) dapat ditulis

sebagai berikut:

…………… (3.13)

adalah istilah koreksi kesalahan, yang mencerminkan hubungan

ekuilibrium jangka panjang antara variabel, dan rumus di atas dapat ditulis sebagai berikut:

………….. (3.14) Formula (3.14) adalah model koreksi kesalahan vektor (VECM), di mana setiap

persamaan adalah model koreksi kesalahan.

Page 60: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

52

Matrik Model Panel VECM

∆PDRB

β1.1

β2.1 β4.1 β6.1 β8.1 β10.1 β12.1 β14.1 β16.1 β18.1

∆PDRB(-1)

∆POP

β1.2

β2.2 β4.2 β6.2 β8.2 β10.2 β12.2 β14.2 β16.2 β18.2

∆POP(-1)

∆POV

β1.3

β2.3 β4.3 β6.3 β8.3 β10.3 β12.3 β14.3 β16.3 β18.3

∆POV(-1)

∆DAU

β1.4

β2.4 β4.4 β6.4 β8.4 β10.4 β12.4 β14.4 β16.4 β18.4

∆DAU(-1)

∆EDUC = β1.5 Ecm(-1) + β2.5 β4.5 β6.5 β8.5 β10.5 β12.5 β14.5 β16.5 β18.5 x ∆EDUC(-1)

∆HEALTH

β1.6

β2.6 β4.6 β6.6 β8.6 β10.6 β12.6 β14.6 β16.6 β18.6

∆HEALTH(-1)

∆AGRIC

β1.7

β2.7 β4.7 β6.7 β8.7 β10.7 β12.7 β14.7 β16.7 β18.7

∆AGRIC(-1)

∆MARINE

β1.8

β2.8 β4.8 β6.8 β8.8 β10.8 β12.8 β14.8 β16.8 β18.8

∆MARINE(-1)

∆FDI

β1.9

β2.9 β4.9 β6.9 β8.9 β10.9 β12.9 β14.9 β16.9 β18.9

∆FDI(-1)

β3.1 β5.1 β7.1 β9.1 β11.1 β13.1 β15.1 β17.1 β19.1

∆PDRB(-2)

β3.2 β5.2 β7.2 β9.2 β11.2 β13.2 β15.2 β17.2 β19.2

∆POP(-2)

β3.3 β5.3 β7.3 β9.3 β11.3 β13.3 β15.3 β17.3 β19.3

∆POV(-2)

β3.4 β5.4 β7.4 β9.4 β11.4 β13.4 β15.4 β17.4 β19.4

∆DAU(-2)

+ β3.5 β5.5 β7.5 β9.5 β11.5 β13.5 β15.5 β17.5 β19.5 x ∆EDUC(-2)

β3.6 β5.6 β7.6 β9.6 β11.6 β13.6 β15.6 β17.6 β19.6

∆HEALTH(-2)

β3.7 β5.7 β7.7 β9.7 β11.7 β13.7 β15.7 β17.7 β19.7

∆AGRIC(-2)

β3.8 β5.8 β7.8 β9.8 β11.8 β13.8 β15.8 β17.8 β19.8

∆MARINE(-2)

β3.9 β5.9 β7.9 β9.9 β11.9 β13.9 β15.9 β17.9 β19.9

∆FDI(-2)

Page 61: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

53

Model Panel VECM dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

dinamis antara variabel pertumbuhan ekonomi terhadap belanja daerah (pendidikan,

kesehatan, pertanian dan perikanan dan kelautan), dana perimbangan, dan variabel makroekonomi, yaitu jumlah penduduk, penduduk miskin dan investasi. Kedelapan variabel

endogen tersebut diperlakukan dalam sistem sebagai fungsi dari nilai lag dari variabel-

variabel endogen dimaksud. Selanjutnya, variabel endogen yang akan digunakan dalam

sistem persamaan Panel VECM pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Yt = [∆PDRB, Educ, Healt, Agric, Marine, DAU, Pop, Pov, FDI]-1 ……. (3.15)

dimana:

∆PDRB = Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan PDRB Riil (atas dasar Harga Konstan Tahun 2010)

Educ = Belanja daerah untuk pendidikan

Health = Belanja daerah untuk kesehatan Agric = Belanja daerah untuk pertanian

Marine = Belanja daerah untuk perikanan dan kelautan

DAU = Dana Alokasi Umum

Pop = Jumlah penduduk Pov = Jumlah penduduk miskin

FDI = Investasi asing langsung

Persamaan model panel VECM untuk ∆PDRBt sebagai berikut :

∆PDRBt = β1.1 ecm(-1) + β2.1 ∆PDRB(-1) + β3.1 ∆PDRB(-2) + β4.1 ∆Educ(-1) + β5.1

∆Educ(-2) + β6.1 ∆Healt(-1) + β7.1 ∆Health(-2) + β8.1 ∆Agric(-1) + β9.1

∆Agric(-2) + β10.1 ∆Marine(-1) + β11.1 ∆Marine(-2) + β12.1 ∆DAU(-1) + β13.1

∆DAU(-2) + β14.1 ∆Pop(-1) + β15.1 ∆Pop(-2) + β16.1 ∆Pov(-1) + β17.1 ∆Pov(-

2) + β18.1 ∆FDI(-1) + β19.1 ∆FDI(-2) + β20.1+ μt

………………………………………………. (3.16)

Langkah untuk mendapatkan hasil yang tepat dengan menggunakan prosedur

standar. Langkah-langkah berikut pada prosedur Panel VECM adalah sebagai berikut: (i) uji akar unit; (ii) penentuan panjang lag optimum; (iii) uji stabilitas; (iv) uji kointegrasi; (v) uji

kausalitas Grangrer; (vi) model koreksi kesalahan vektor panel (VECM); (vii) fungsi respon

impulse; dan (viii) Impulse Response Function (IRF). Rincian langkah tersebut dijelaskan

sebagai berikut (Gujarati, 2003; Widarjono, 2009):

1) Uji Akar Unit

Uji akar unit unit (unit roots test) dapat dikategorikan sebagai "generasi pertama" atau "generasi kedua". Tes yang paling menonjol dari tes akar unit generasi pertama adalah

tes Levin-Lin-Chu (LLC) dan tes Im-Pesaran-Shin (IPS). Pada dasarnya, pengujian ini

merupakan perluasan dari uji akar unit Dickey-Fuller (ADF) yang diperkuat secara tradisional untuk pemodelan rangkaian waktu univariat dengan asumsi independensi individual cross-

sectional (Greene, 2003: 636). Tes Levin, Lin, dan Chu (LLC) mengasumsikan bahwa ada

proses uji unit akar bersama yang umum sehingga identik di lintas penampang. Pengujian ini

dilakukan untuk mengetahui adanya akar unit pada data.

Page 62: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

54

jika γ = 0 berarti ɸ=1, maka yt mempunyai akar unit atau yt tidak stasioner. Jadi dibentuk

sistematika uji hipotesis untuk mengetahui keberadaan akar unit sebagai berikut:

H0: γ = 0 (terdapat akar unit sehingga data tidak stasioner) H1: γ < 0 (tidak terdapat akar unit sehingga data stasioner)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik ADF dengan nilai kritikal pada

selang kepercayaan = 5%

2) Penentuan Panjang Lag Optimum

Penetapan lag optimal sangat penting karena variabel independen yang digunakan

tidak lain adalah lag dari variabel dependennya. Pemilihan orde lag dapat menggunakan informasi kriteria Akaike Information Criterion (AIC) dengan persamaan :

dan Schwarz Criterion (SC) dengan persamaan

dimana |Σ | adalah determinan dari residual varian atau kovarian matriks, N adalah jumlah

parameter yang diestimasi, dan T adalah jumlah observasi. Adapun dari hasil yang didapat, semakin banyak jumlah lag yang dipergunakan maka semakin banyak jumlah parameter yang

harus diestimasi dan semakin kecil derajat kebebasannya, sedangkan semakin sedikit jumlah

lag yang dipergunakan maka semakin sedikit jumlah parameter yang harus diestimasi dan semakin besar derajat kebebasannya yang dapat mengakibatkan model mengalami miss

spesification (Enders, 2004).

3) Uji Stabilitas Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh,

karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan

tidak stabil (VECM), maka Impulse Response Function dan Variance Decomposition menjadi tidak valid. Uji stabilitas model dilakukan untuk melihat kestabilan model VAR yang telah

didapat. Model VAR dikatakan stabil jika seluruh root-nya memiliki modulus dengan nilai

lebih kecil dari satu. Berikut ini merupakan uraian dari Lütkepohl (2005) dimana model VAR(p) dapat dituliskan:

Jika mekanisme dimulai misalnya saat t=1, maka kita akan mendapatkan:

Oleh karenanya, vektor (Y1, … , Yt) ditentukan oleh (Y0, Y1, … , Yt) dan distribusi bersama

dari (Y1, … , Yt) ditentukan oleh distribusi bersama dari (Y0, Y1, … , Yt). Dari persamaan VAR(1) maka didapatkan:

Page 63: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

55

Apabila semua nilai eigen dari memiliki modulus < 1, maka model merupakan proses stokastik yang didefinisikan dengan:

Oleh karena itu, persamaan Yt stabil jika:

4) Uji kointegrasi

Uji kointegrasi panel memberikan hasil yang lebih dapat diandalkan dalam menguji

kointegrasi dibandingkan dengan tes individual (Gujarati, 2003). Uji kointegrasi panel

didasarkan pada pengujian akar unit residual dari regresi OLS-wise, atau biasa disebut "uji kointegrasi" Engle-Granger (Greene, 2003: 449). Tes Engle-Granger (EG) berasal dari

gagasan dasar model kointegrasi, di mana dua rangkaian waktu non-stasioner dikelompokkan

jika ada beberapa kombinasi linear stasioner di antara keduanya. Akibatnya, begitu hipotesis nol dikointegrasi, residu dari kombinasi linier stasionernya juga tidak bergerak. Prosedur EG

memerlukan dua tahap: estimasi regresi OLS statis untuk mendapatkan residu, dan kemudian

memaksakan beberapa pengujian akar unit ke residu (tidak harus ADF).

Kepentingan yang luas dan tersedianya data panel telah menyebabkan penekanan pada perluasan berbagai uji statistik terhadap data panel. Literatur terbaru berfokus pada tes

kointegrasi dalam setting panel. E-Views dapat menghitung salah satu jenis uji kointegrasi

panel berikut menurut Pedroni (2004), Kao (1999) dan uji tipe Fisher dengan menggunakan metodologi Johansen yang mendasari (Maddala & Wu 1999). Tes Pedroni dan Kao

didasarkan pada tes kointegrasi berbasis dua langkah (residual-based) Engle-Granger (1987).

Uji Fisher menggunakan uji Johansen gabungan. Uji kointegrasi Engle-Granger (1987) didasarkan pada penilaian residu regresi

palsu dengan menggunakan I (1) variabel. Jika variabel dikelompokkan maka residu harus I

(0). Di sisi lain, jika variabel tidak dikelompokkan maka residu akan menjadi I (1). Pedroni

(2004) dan Kao (1999) memperluas kerangka Engle-Granger untuk menguji kointegrasi dengan melibatkan data panel. Tes Kao mengikuti pendekatan dasar yang sama seperti tes

Pedroni, namun menentukan penampang dengan penyadapan spesifik dan koefisien homogen

pada regresor tahap pertama.

5) Uji Kausalitas Grangger

Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula dari ketidaktahuan keterpengaruhan

antar variabel. Jika ada dua variabel y dan z, maka apakah y menyebabkan z atau z

menyebabkan y atau berlaku keduanya atau tidak ada hubungan keduanya. Variabel y

menyebabkan variabel z artinya berapa banyak nilai z pada periode sekarang dapat dijelaskan oleh nilai z pada periode sebelumnya dan nilai y pada periode sebelumnya. Uji kausalitas

dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya metode Granger’s Causality (Hurlin &

Venet, 2001) dan Error Correction Model Causality.

Page 64: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

56

6) Model Koreksi Kesalahan Vektor Panel (VECM)

Semua variabel yang telah memenuhi stasioner pada turunan pertama dan telah

melewati uji kointegrasi dapat dilanjutkankan regresi panel model koreksi kesalahan vektor dinamis (VECM).

7) Impulse Response Function (IRF)

IRF (Greene, 2003: 593) dapat menjelaskan respon satu variabel terhadap kejutan

dari variabel lain. Jadi pengaruh syok satu variabel karena variabel lain bisa dijelaskan dengan jelas. Hasil IRF menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan dari satu variabel

untuk merespon yang lain. Fungsi response terhadap shock atau guncangan berfungsi untuk

melihat respon dinamika setiap variabel apabila ada suatu guncangan tertentu sebesar satu standard error. Respon inilah yang menunjukkan adanya pengaruh dari suatu shock variabel

bebas terhadap variabel terikat. Jika gambar impulse response menunjukkan pergerakan yang

semakin mendekati titik keseimbangan (convergence) atau kembali ke keseimbangan sebelumnya, ini berarti respon suatu variabel akibat suatu guncangan (shock) makin lama

akan menghilang sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen terhadap

variabel tersebut.

8) Variance Decomposition (VD)

Prediksi varians dekomposisi adalah alat yang menonjol dalam menafsirkan model

rangkaian waktu multivariat linier dan non linier bersama dengan respons impuls (Lanne & Nyberg 2014). Variasi dekomposisi bertujuan untuk memperkirakan kontribusi masing-

masing variabel karena adanya perubahan pada sistem.

Variance decomposition atau disebut juga forecast error variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel

yang diestimasi menjadi komponen-komponen shock atau menjadi variabel inovasi, dengan

asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi. Kemudian, variance

decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode

yang akan datang.

c. Interpretasi Hasil Regresi Panel Statis dan Panel Dinamis

Hasil analisis melalui regresi model statis hanya akan memperoleh koefisien regresi

tahun 2008 hingga 2018, dan tidak bisa memperoleh koefisien jangka pendek maupun jangka

panjang. Koefisien jangka pendek dan jangka panjang akan didapat dengan menggunakan model dinamis. Dengan model dinamis selain memperoleh koefisien jangka pendek dan jangka panjang,

akan diperoleh kontribusi variabel bebas terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang

(25 tahun) sehingga dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan ekonomi daerah ke depan. Penggunaan 25 tahun mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang provinsi dan

menjadi acuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (5 tahun). Penggunaan model regresi

panel statis dan regresi panel dinamis akan memberikan informasi yang lebih lengkap dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi daerah jangka panjang.

Page 65: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

57

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini akan diawali pembahasan dengan penyelesaian analisis data panel statis dan data

panel dinamis (Panel VECM). Setelah seluruh tahapan dalam penyelesaian analisis data panel statis

dan panel dinamis memenuhi seluruh kriteria, maka dilanjutkan dengan interpretasi hasil regresi dan temuan dari penelitian.

A. Data Panel Statis

Berdasarkan hasil uji Chow dan Hausman, model Fixed effect adalah model yang dipilih. Berikut ini hasil analisis pendekatan regresi panel model Fixed Effect :

Log(PDRBti) = 0,972 log(POP)P*** – 0,062 log(POV) – 0,169 Log(DAU) ***+ 0,071

log(EDUC)*** + 0,007 log(HEALTH) + 0,04 log(AGRIC)** + 0,032 log(MARINE)** + 0,057 log(FDI)*** + 0,059 DOPINI*** + 0,290

DSTATUS*** + 16,661

Keterangan : *** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

Interpretasi hasil perhitungan model fixed effect adalah sebagai sebagai berikut :

1. Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Belanja pemerintah daerah untuk pendidikan memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk

pengeluaran pendidikan sebesar 0,0711. Koefisen ini menunjukkan bahwa kenaikan anggaran

pendidikan sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0711%, dengan asumsi faktor selain pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dianggap tetap. Anggaran pendidikan

memiliki pengaruh positip tetapi nilai koefisiennya kecil atau untuk menaikan 1% pertumbuhan

dibutuhkan tambahan anggaran pendidikan 14% (diperoleh dari 1% dibagi 0,0711% atau

14,05%). Setiap tahun biaya pendidikan di Indonesia meningkat rata-rata 15% atau anggaran

pendidikan menjadi penyumbang inflasi di Indonesia. Peningkatan anggaran pendidikan di awali

tahun 2005 dengan munculnya undang-undang guru dan dosen yaitu Undang-undang No 14 tahun 2005. Undang-undang No 14 tahun 2005 menyebutkan bahwa guru dan dosen yang telah

tersertifikasi berhak memperoleh tunjangan sebesar gaji pokok. Peningkatan kesejahteraan guru

dan dosen belum diimbangi dengan peningkatan kualitas guru dan dosen, dan akibatnya peningkatan anggaran pendidikan melalui tunjangan profesi guru dan dosen belum optimal

meningkatkan kualitas guru dan murid. Pada tahun 2010 anggarannya baru untuk profesi guru

dan dosen sebesar Rp 10 triliunan, sementara pada 2017 sudah mencapai lebih dari Rp 50

triliunan dan sempat naik hingga Rp 70 triliun setahun sebelumnya (dialog publik Persatuan Guru Republik Indonesia bersama Menkeu dan Mendikbud yang diselenggarakan di Gedung Guru

Indonesia, Jakarta (10/7/2018)). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Iqbal & Zahid

(1998), Li & Liang (2010) dan Murova & Khan (2017). Mereka menyimpulkan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian belanja pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah ini, mendukung teori Keyns, Rostow dan Musgrave dan teori Neo Klasik.

Teori Keynes peran pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat, agar mendekati posisi Full Employment-nya. Permintaan agregat adalah seluruh jumlah uang yang dibelanjakan

oleh seluruh lapisan masyarakat untuk membeli barang dan jasa dalam satu tahun. Dalam

perekonomian tertutup permintaan agregat terdiri dari 3 unsur: a) Pengeluaran Konsumsi oleh Rumah Tangga (C); b) Pengeluaran Investasi oleh Perusahaan (I); c) Pengeluaran Pemerintah

57

Page 66: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

58

(G). Pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat secara langsung melalui pengeluaran

pemerintah dan secara tidak langsung terhadap pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi.

Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi dalam Negara. Tahap awal perkembangan pembangunan

ekonomi peran pemerintah sangat besar terutama dalam penyediaan sarana prasarana, misalnya

sarana pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Tahap berikutnya adalah tahap menengah peran

investasi swasta menjadi lebih besar tetapi masih diperlukan peran pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di samping peran pemerintah menjadi semakin besar.

Peningkatan output perekonomian menurut Solow (Neo Klasik) dipengaruhi oleh

tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi. Tabungan merupakan instrumen yang dipengaruhi oleh kebijakan fiskal (penerimaan pajak dan belanja negara mempengaruhi tabungan

nasional). Secara tidak langsung kebijakan fiskal ikut mengambil peran dalam pertumbuhan

ekonomi. Untuk meningkatkan agar belanja pemerintah daerah di bidang pendidikan mendorong

pertumbuhan ekonomi, maka pemerintahan membuat kebijakan penggunaan anggaran belanja

pendidikan dengan Mandatory spending. Mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran

negara yang sudah diatur oleh undang-undang. Tujuan mandatory spending ini adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah. Mandatory spending dalam tata

kelola keuangan pemerintah daerah untuk alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBD

sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1).

2. Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Belanja pemerintah daerah untuk kesehatan tidak memiliki pengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai t hitung yang rendah. Budaya menjaga

kesehatan di Indonesia masih rendah, sehingga jumlah penduduk yang menggunakan fasilitas

rumah sakit semakin meningkat. Peningkatan penduduk yang menggunakan fasilitas kesehatan belum bisa ditutupi dengan anggaran pemerintah daerah untuk kesehatan. Peningkatan anggaran

kesehatan belum diimbangi dengan budaya menjaga kesehatan, sehingga menimbulkan pola

hidup kurang sehat dan menyebabkan produktivitas belum maksimal. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Mohapatra (2017). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PDB untuk

Granger menyebabkan pengeluaran publik untuk kesehatan baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang. Pengeluaran publik untuk kesehatan (?) tidak menyebabkan PDB dalam jangka

pendek. Secara teori hasil penelitian ini dapat dijelaskan dengan gambar 4.1. Gambar tersebut

menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggeser kurva IS dari IS1

ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan agregat dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggeser kurva IS ke kanan untuk setiap

tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Jika P2 > P1 dan Y1/P1 = Y2/P2, maka

peningkatan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan tidak mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Page 67: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

59

Gambar 4.1

Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Kesehatan

Menggeser Permintaan Agregat

Hasil penelitian ini mendukung teori pandangan Australia. Dalam bukunya Market

Theory and the Price System, Kirzner membuat kesimpulannya tentang gangguan di pasar dengan

sangat jelas. Dia menyatakan Interferensi dengan jaringan dan kekuatan yang dijalin melalui

proses pasar membatasi upaya peserta untuk mengoordinasikan aktivitas mereka melalui mesin dengan efisiensi yang luar biasa. Analisis proses pasar dapat memperjelas biaya yang terlibat

melalui campur tangan tersebut, sehingga memungkinkan bagi pelaku pasar untuk memutuskan,

melalui proses politik, sejauh mana mereka bersedia untuk mengesampingkan mesin efisiensi mereka demi tujuan khusus. Kirzner merasa intervensi pemerintah ke pasar tidak pernah bisa

dibenarkan atas dasar peningkatan efisiensi. Ini konsisten dengan pandangan Austria tentang

efisiensi dan diterima secara umum oleh ekonom Austria kontemporer. Kirzner menyiratkan

bahwa mungkin ada pembenaran untuk intervensi pemerintah atas dasar efisiensi. Dalam kenyataan biaya berobat di Indonesia sangat tinggi dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah

saat ini. Salah satu pemicu mahalnya biaya berobat adalah pengenaan pajak bagi alat kesehatan

yang cukup mahal. Sampai saat ini hampir semua alat kesehatan masih termasuk dalam kategori barang mewah. Konsekuensinya adalah transaksi alat-alat ini otomatis akan dikenakan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang ujung-ujungnya mengerek tarif biaya berobat.

Menurut Kirzner intervensi pemerintah ke pasar tidak pernah bisa dibenarkan atas dasar peningkatan inefisiensi.

Adanya titik toleransi pajak ini merupakan penghambat bagi pemerintah untuk terus

menaikkan pemungutan pajak. Tercapainya perkembangan ekonomi akan menyebabkan

pemungutan pajak menjadi semakin besar walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak, adanya kenaikan penerimaan pajak alat kesehatan ini akan menyebabkan pengeluaran pemerintah

untuk belanja kesehatan meningkat pula. Akan tetapi, apabila kondisi tersebut terganggu oleh

LM1

AD2

AD1

Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Tingkat Harga

Meningkatkan Permintaan

Agregate pada tingkat

harga berapapun

Pendapatan, output, Y

IS1(P=P1

)

IS2(P=P2

)

P2

P1

Y1 Y2

Tingkat Bunga Kenaikan

Belanja Daerah

Kesehatan

Daerah

Sumber : Mankiw, 2003

Page 68: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

60

gejolak sosial, misalnya karena wabah penyakit maka pemerintah akan lebih memperbesar

pengeluarannya untuk membiayai kegiatan baru tersebut yaitu dengan menaikkan tarif pajak.

Kebijakan pemerintah menaikkan penerimaan dari sektor pajak melalui kenaikan tarif akan mengurangi dana swasta yang seharusnya digunakan untuk konsumsi dan investasi sehingga

tingkat investasi dan konsumsi masyarakat di bidang kesehatan menjadi turun. Keadaan ini

disebut dengan efek pengalihan (displacement effect), yaitu karena adanya gejolak sosial

menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.

3. Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengeluaran pemerintah daerah untuk pertanian memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk

pengeluaran untuk pertanian sebesar 0,04. Koefisen ini menunjukkan bahwa kenaikan anggaran

pertanian sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,04%, dengan asumsi faktor selain pengeluaran pemerintah untuk pertanian dianggap tetap. Walaupun anggaran

pertanian memiliki pengaruh positip tetapi nilai koefisiennya kecil atau untuk menaikan 1%

pertumbuhan dibutuhkan tambahan anggaran pertanian 25% (diperoleh dari 1% dibagi 0,04%

atau 24,9%). Karakteristik petani di Indonesia adalah lahannya kecil sehingga petani lebih banyak

bercocok tanam secara individu. Dampak dari cara bercocok tanam yang lebih banyak dilakukan

secara pribadi bukan kelompok menyebabkan anggaran pendampingan petani menjadi besar dibandingkan dengan berkelompok. Para petani kecil lokasinya tidak berkelompok sehingga sulit

memenuhi permintaan akan kebutuhan, serta risiko yang ditanggungnya sangat besar.

Anggaran pertanian Indonesia sangat kecil, hanya 1% (Anggaran sebesar itu juga digunakan sebagian besar untuk membayar gaji para PNS) dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(Trubus News, 26 September 2017). Padahal di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,

anggaran pertaniannya begitu besar mencapai 20%-40% dari APBN. Dengan anggaran yang kecil

tersebut, maka pengembangan sektor pertanian sangat sulit dilakukan. Akibatnya, cita-cita menciptakan ketahanan pangan di Tanah Air akan sulit dilakukan. Hasil ini sesuai dengan

penelitian Xu, et al. (2011) dan Armas, et al. (2012). Mereka menyimpulkan pengeluaran

pemerintah bidang pertanian memiliki dampak (+) terhadap pertumbuhan ekonomi.

4. Pengaruh Belanja Perikanan dan Kelautan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengeluaran pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan memiliki pengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan sebesar 0,032. Koefisien regresi ini

menunjukkan bahwa kenaikan anggaran perikanan dan kelautan sebesar 1% akan mendorong

pertumbuhan ekonomi sebesar 0,032%, dengan asumsi faktor selain pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan dianggap tetap. Walaupun anggaran perikanan dan kelautan

memiliki pengaruh positip, tetapi nilai koefisiennya kecil atau untuk menaikan 1% pertumbuhan

ekonomi dibutuhkan tambahan anggaran pertanian sebesar 31% (diperoleh dari 1%/0.032395 yaitu 30,86%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Huda, dkk. (2015), Novianti,

dkk. (2014) dan Agustine, et al. (2013). Mereka menyimpulkan pengeluaran pemerintah yang

dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi.

5. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Bagi hasil pemerintah pusat terhadap daerah yang diwujudkan dalam bentuk dana alokasi umum yang digunakan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk dana

Page 69: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

61

alokasi umum sebesar -0.169. Koefisen regresi ini menunjukkan bahwa kenaikan anggaran dana

alokasi umum sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,169% dengan

asumsi faktor lain selain Dana Alokasi Umum dianggap tetap. Pengaruh negatif antara dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi dapat terjadi karena implementasinya, Dana

Alokasi Umum banyak terserap di belanja pegawai menjadi hal yang krusial di daerah. Karena

urgensi dari belanja tidak sejalan dengan pembangunan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan

tuntutan yang ada. Pemberian DAU untuk gaji pegawai tidak sejalan perampingan pegawai sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga mengurangi kapasitas belanja pembangunan dan pada

akhirnya berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi.

Permasalahan utama dalam DAU adalah pemerintah pusat tidak berhak mencampuri penggunaan DAU oleh daerah/kota dengan proporsi adalah 26% dari penerimaan dalam negeri

kemudian 10% diserap oleh propinsi dan 90% untuk seluruh kabupaten/kota. Dana Alokasi

Umum (DAU) menurut UU no 23 tahun 2014 bertujuan mengurangi atau menutup fiscal gap daerah, sehingga daerah mampu memenuhi kebutuhan berdasar prioritas tertentu, dan mendorong

kemajuan suatu daerah.

Dalam struktur I-Account APBN, DAU merupakan jenis transfer dalam kelompok Dana

Transfer Umum (DTU). Melalui UU No. 15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018, Pemerintah mengarahkan penggunaan DTU minimal sebesar 25% untuk belanja infrastruktur daerah yang

langsung terkait dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi dalam

rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar daerah. Pada tahun 2017 dari 508 daerah yang telah

menyampaikan laporan keuangan, 229 daerah (20 Provinsi, 209 kab/kota) telah melaporkan

penggunaan DTU lebih dari 25% untuk belanja infrastruktur daerah. 313 daerah (14 Provinsi, 299 kab/kota) telah melaporkan penggunaan DTU kurang dari 25% untuk belanja infrastruktur

daerah. Dari total daerah yang telah melaporkan laporan keuangannya 61,6% penggunaan

anggaran untuk infrastruktur kurang dari 25%. Pada tahun 2018 dari 534 daerah yang telah

menyampaikan laporan keuangan. 246 daerah (21 Provinsi, 225 kab/kota) melaporkan penggunaan DTU lebih dari 25% untuk belanja infrastruktur daerah. 288 daerah (11 Provinsi, 277

kab/kota) melaporkan penggunaan DTU kurang dari 25% untuk belanja infrastruktur daerah. Dari

total daerah yang telah melaporkan laporan keuangannya 54% penggunaan anggaran untuk infrastruktur kurang dari 25%. Penggunaan DAU yang tidak tepat atau tidak untuk prioritas

belanja infrastruktur daerah berakibat pada target pembangunan daerah tidak dapat optimal.

Target pembangunan yang tidak optimal berdampak pada meningkatkan kesempatan kerja,

mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar daerah tidak terpenuhi.

Selain itu, sampel provinsi yang digunakan dalam penelitian ini 11 dari 20 provinsi

(55%) adalah provinsi yang kaya sumber daya minyak yang dihasilkan diatas 5 juta barel menurut Keputusan Menteri ESDM No 4618 K/80/MEM/2016. DAU merupakan dana perimbangan yang

memiliki tujuan utama adalah pengurangan kesenjangan fiskal antar daerah. Dalam UU 23/2014

telah dinyatakan dengan tegas bahwa DAU dibagikan dengan formula yang didasarkan atas alokasi dasar dan kesenjangan fiskal. Alokasi dasar ditetapkan terutama berdasarkan besarnya

belanja pegawai, sedangkan kesenjangan fiskal dihitung dari selish antara kebutuhan fiskal dan

kapasitas fiskal. Bagi daerah yang kesenjangannya fiskal kecil akan memperoleh DAU yang kecil

pula, karena 55% sampel provinsi dengan status daerah kaya sehingga mendapatkan DAU yang kecil sehingga dalam jangka pendek peranan DAU dalam pertumbuhan ekonomi belum sesuai

dengan yang diharapkan.

DAU merupakan komponen utama dalam pembiayaan otonomi daerah, sehingga perlu dilakukan pengawasan penggunaan pembiayaan melalui DAU. Lebih dari 80% DAU digunakan

untuk belanja pegawai dan sisanya diserahkan kepada daerah untuk digunakan dengan

persetujuan DPRD. (Kompas, 26 Nop 2001). Atas dasar itu, maka komponen terbesar DAU

Page 70: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

62

dialokasikan untuk pembayaran gaji dan tunjangan PNS (pegawai negeri sipil) di daerah. Hasil ini

sesuai dengan penelitian penelitian Astria (2014) di Sumatera Selatan hasil penelitiannya

menyimpulkan Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif (-) terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Model penyebab berkumulatif. Teori tidak

percaya pemerataan pembangunan antar daerah akan dapat dicapai dengan sendirinya

berdasarkan mekanisme pasar. Menurut model ini, ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi melalaui program pemerintah. Apabila hanya diserahkan pada mekanisme

pasar, maka ketimpangan regional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan proses

pembangunan. Hasil ini juga mendukung teori Musgrave (1959) dan Oates (1972) lebih menekankan pentingnya revenue dan expenditure assignment antar level pemerintahan. Teori ini

menjelaskan bagaimana desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap perilaku pemerintah daerah.

Jika pemerintah daerah mempunyai kewenangan membuat peraturan tentang ekonomi lokal, maka campur tangan pemerintah pusat dalam perekonomian daerah dibatasi. Keterkaitan yang

erat antara penerimaan daerah dengan pengeluaran daerah juga menjadi insentif bagi pemerintah

daerah dalam meningkatkan kemakmuran ekonomi daerah.

Dalam konteks keuangan publik, hasil penelitian ini mendukung pemerintah daerah mempunyai informasi yang lebih baik dibanding pemerintah pusat tentang kondisi daerah

masing-masing, sehingga pemerintah daerah akan lebih baik dalam pengambilan keputusan

penyediaan barang dan jasa publik dibanding penyediaan hal tersebut oleh pemerintah pusat. Keadaan ini disebut allocative efficiency. Dana Perimbangan untuk mendukung kebutuhan

pendanaan pelayanan publik di daerah harung menggunakan konsep Value for Money, serta

memerangi korupsi dan penyalahgunaan. DAU bersifat final untuk memberikan kepastian pendanaan bagi APBD dan penggunaan 25 persen untuk belanja infrastruktur daerah.

6. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan persamaan 4.4 koefisien regresi untuk jumlah penduduk sebesar 0,972 artinya

kenaikan jumlah penduduk sebesar 1% akan menaikan pertumbuhan ekonomi daerah sebesar

0,972% dengan asumsi faktor selain jumlah peduduk dianggap tetap. Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi dan ini sesuai dengan teori Klasik (David

Ricardo) bahwa salah satu pendorong perumbuhan ekonomi adalah perkembangan jumlah

penduduk.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian dilakukan Ibhagui (2020), Rahman, et al. (2017) dan Doran (2012), mereka menyimpulkan penambahan penduduk mendorong

pertumbuhan ekonomi, atau penambahan penduduk berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan Model pertumbuhan Solow dan David Ricardo.

Menurut Solow dan David Ricardo pertumbuhan populasi, dan kemajuan tehnologi

mempengaruhi tingkat output perekonomian serta pertumbuhan sepanjang waktu. Pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan kemajuan teknologi berdampak pada perumbuhan ekonomi.

Hasil ini juga sesuai dengan teori Harrod. Harot memaparkan laju pertumbuhan produksi dan

pendapatan ditentukan oleh kondisi dasar yang menyangkut bertambahnya angkatan kerja karena

bertambahnya jumlah penduduk, dan meningkatnya produktivitas kerja karena kemajuan tehnologi. Peningkatan jumlah penduduk akan menambah angkatan kerja, jika peningkatan

angkatan kerja dibarengi dengan peningkatan produktivitas berdampak padapertumbuhan

ekonomi. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang mengoptimalkan

manfaat sumber daya alam dan manusia dengan pembangunan. Pembangunan berkelanjutan

diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa tujuan pembangunan

Page 71: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

63

berkelanjutan adalah mengentaskan kemiskinan, menghilangkan dampak kelaparan, kehidupan

sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, dan masih banyak lainnya. Dalam buku Ekologi

Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan (2016) karya Oekan Abdullah, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, peran penduduk sangat penting. Hal ini karena peran

penduduk adalah sebagai subyek dan obyek dari pembangunan berkelanjutan.

7. Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jumlah penduduk miskin tidak memiliki pengaruh (-) terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan persamaan 4.4 jumlah penduduk miskin tidak memiliki pengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi, artinya kenaikan jumlah penduduk miskin tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Jumlah penduduk miskin menjadi salah satu penghambat

pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hassan, et al. (2015) yang menyatakan tidak ada pengaruh (?) antara kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi Pakistan

selama periode 1980-2011.

Menurut Škare & Družeta (2016) penting untuk mendasarkan strategi pengentasan

kemiskinan pada pertumbuhan ekonomi yang cepat namun berkelanjutan, ketika jutaan orang masih hidup dalam kemiskinan, tantangan terpenting bagi pembuat kebijakan adalah memastikan

pra-kondisi kelembagaan dan menggabungkan kebijakan pro-pertumbuhan dan pro-miskin yang

akan memungkinkan kaum miskin untuk berpartisipasi dalam peluang dan berkontribusi untuk pertumbuhan di masa depan.

Untuk meningkatkan peran penduduk miskin dalam berperan dalam pembangunan, maka

pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus meningkatkan relevansi arah kebijakan, program dan alokasi anggaran pemerintah daerah terhadap kebutuhan intervensi penanggulangan

kemiskinan. Meningkatkan konsolidasi belanja anggaran pemerintah daerah dengan anggaran

pemerintah pusat, dan antar anggaran pemerintah darah untuk penanggulangan kemiskinan.

Melakukan pemberdayaan penduduk miskin melalui program pemberdayaan kelompok masyarakat miskin dengan pemberian modal usaha melalui program bantuan langsung

pemberdayaan sosial untuk mengelola usaha ekonomi produktif dan bantuan kredit usaha rakyat

dengan bunga pinjaman rendah.

8. Pengaruh Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Penanaman modal asing lansung memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan

ekonomi, hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk penanaman modal asing langsung sebesar 0,057. Koefisen regresi ini menunjukkan bahwa kenaikan penanaman

modal asing langsung sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,057%,

dengan asumsi faktor selain penanaman modal asing dianggap tetap. Walaupun penanaman modal asing langsung memiliki pengaruh positip tetapi koefisiennya kecil atau untuk menaikan

1% pertumbuhan dibutuhkan tambahan penanaman modal asing langsung sebesar 17,5% (17,5%

diperoleh dari 1% dibagi 0,057%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Pandangan Rosensteins-Rodan. Usaha-usaha yang

terpencar dan terpecah-pecah dalam produksi barang konsumsi maupun barang modal tidak akan

berdaya untuk membawa masyarakat dari keadaan stagnasi menuju kepada suatu perkembangan

yang bisa berlanjut dengan kekuatan sendiri. Oleh sebab itu diperlukan usaha investasi pada skala besar yang harus dilakukan secara bersama-sama di berbagai bidang dan ragam kegiatan yang

dapat saling melengkapi. Satu sama lain merupakan faktor pendorong yang amat kuat (Big Push)

untuk mengatasi hambatan dan rintangan yang terkandung dalam stagnasi ekonomi dan untuk membawa sistem ekonomi sebagai keseluruhan ke arah perkembangan yang semakin maju.

Hasil ini juga sesuai dengan teori Hirschman (1973). Hirschman berpendapat sebaiknya

ditempuh suatu strategi pembangunan yang tidak berimbang (strategy of unbalanced growth).

Page 72: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

64

Investasi potensial dari sudut pendanaan justru terletak di sektor yang sudah maju yang sudah

dilakukan sejumlah investasi. Sektor maju ini sebaiknya dibina dan hasil dari investasi ini

diarahkan untuk prioritas-prioritas yang terletak di sektor-sektor lainya sehingga ketimpangan dan ketidakseimbangan dalam ekonomi masyarakat dapat teratasi.

Hasil ini juga sesuai dengan Teori Lokasi. Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki

tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari

sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan lokasi berbagai macam kegiatan baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2018; Sjafrizal, 2012). Analisis ini dapat dikembangkan untuk

melihat bagaimana suatu lokasi yang memiliki potensi dan daya tarik mempengaruhi orang untuk

mendatangi wilayah yang memiliki potensi tersebut. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat bagaimana suatu lokasi yang memiliki potensi dan daya tarik mempengaruhi orang untuk

mendatangi wilayah yang memiliki potensi tersebut.

Hasil ini juga sesuai dengan George H. Bort (1960) dengan mendasarkan analisisnya pada teori ekonomi ekonomi Neo-Klasik. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan sangat

ditentukan oleh kemampuan wilayah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya.

Kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang

bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas modal antar daerah. Hasil ini juga sesuai dengan teori Kutub Pertumbuhan. Teori ini berpendapat bahwa

strategi pembangunan ekonomi harus memfokuskan investasi pada sektor tertentu yaitu kutub

pertumbuhan, atau sektor-sektor yang mendorong pembangunan ekonomi daerah. Tiang pertumbuhan biasanya merupakan industri dasar inti ekonomi regional. Idenya adalah bahwa

ketika kutub ini mulai meluas, hubungan ditempa ke sektor lain ketika.

Untuk mendorong agar investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Sejak tahun 2014 Investasi kawasan NKRI diarahkan mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi

Khusus. KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi dengan manfaat

perekonomian tertentu. Tujuan utama pengembangan KEK adalah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan peningkatan daya saing bangsa. KEK

dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan

geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Kehadiran KEK

diharapkan membangun kemampuan dan daya saing ekonomi pada level nasional melalui

industri- industri dan pariwisata bernilai tambah dan berantai nilai.

9. Pengaruh Opini BPK terhadap LKPD terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tanda positip ini menunjukkan bahwa tingginya peringkat opini Badan Pemeriksa Keuangan akan mendorong pertumbuhan ekonomi,

dan peningkatan pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan perbaikan perilaku korupsi di

lingkungan pemerintah dan masyarakat. Gambar 4.24 menunjukkan jumlah provinsi berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Nilai koefisien dalam regresi untuk dummy opini BPK sebesar

0,058, artinya daerah yang memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengeualian (WTP) memiliki nilai

konstanta (nilai kostanta dalam regresi ditambah 0,058 atau bertambah 1,14 Milyar Rupiah) yang

lebih besar dibandingkan Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan Aikins (2011) dan Din, et

al. (2017) yang menyimpukan bahwa secara umum auditor pemerintah daerah lebih banyak

melakukan audit di wilayah operasional yang berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran fiskal. Selain itu, pekerjaan auditor secara signifikan mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah

daerah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan pengendalian internal

Page 73: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

65

dan efisiensi operasi. Peningkatan kinerja keuangan daerah akan berdampak (+) pada

pembangunan ekonomi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori pertumbuhan social budaya. Perubahan utama dalam pembangunan ekonomi terletak secara internal pada faktor-faktor yang melekat pada tata

susunan masyarakat dan dalam tubuh masyarakat itu sendiri, bukan pada sejumlah faktor

eksternal. Jika nilai-nilai budaya dan perilaku masyarakat itu sendiri berubah maka akan

berdampak pada perubahan ekonomi yang ditandai dengan akumulasi modal dan kemajuan teknologi.

Hasil penelitian ini juga sesuai teori Hoselitz (1955). Hoselitz berpendapat bahwa

serangkaian faktor sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola dan arah pembangunan ekonomi. Secara eksplisit bahwa segi sosial budaya dan segi ekonomi harus dilihat sebagai proses

interaksi dalam perkembangan keadaan. Dalam tiap masyarakat selalu ada kemungkinan untuk

mencapai kemajuan melalui usaha pembangunan. Mengenai faktor sosial dapat dibedakan yang bersifat tradisional dan rasional. Dalam hubungannya dengan konsep tradisional mengandung

implikasi bahwa pola kegiatannya tidak efisien berdasarkan teknologi sederhana dan menghalangi

inovasi. Tradisional seolah-olah menutup kemungkinan perubahan. Pelajaran dan kajian tentang

transformasi masyarakat dari satu tingkat ekonomi ke tingkat ekonomi yang lebih tinggi, dapat dianggap sebagai studi tentang dinamika perubahan masyarakat (dynamics of social change).

Hasil ini juga sesuai dengan Teori Polarisasi. Para pendukung teori polarisasi

berpendapat bahwa bukan hanya faktor ekonomi, tetapi juga faktor sosial, budaya dan kelembagaan yang menjelaskan mengapa beberapa daerah makmur sementara yang lain miskin.

Pendekatan Kelembagaan yang Tertanam menyatakan pendorong pembangunan daerah terlihat

bergantung pada proses integrasi yang kompleks terkait dengan proses yang agak lebih lunak yang berkaitan dengan dinamika lingkungan regional yang mencakup modal sosial, kepercayaan,

loyalitas dan wilayah belajar, hubungan kekuasaan dan kontrol dalam organisasi, dan efisiensi

dan budaya organisasi, norma dan aturan

Pelaksanakan anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah secara transparan, akuntabel dan bebas dari korupsi, memerlukan fungsi pengawasan intern yang handal dan sistem

pengendalian intern yang memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut Presiden RI menerbitkan

Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Peningkatkan kehandalan penyelenggaraan fungsi pengawasan intern dan kualitas

sistem pengendalian intern dilakukan melalui penyempurnaan organisasi Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Penyempurnaan organisasi BPKP melalui Perpres tersebut

meliputi kedudukan, tugas, fungsi, serta organisasi dan tata kerjanya. Untuk meningkatkan peran Opini BPK dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, maka

perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Perlu adanya sinergi antara lembaga audit negara (BPK), penegak hukum dan inspektorat terkait potensi kerugian negara dalam penggunaan anggaran pembangunan daerah.

b. Perlu adanya pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat daerah untuk meminimalisir

terjadinya penyelewengan anggaran di daerah. Selain itu, perlu adanya pengawasan dari Pemerintah Pusat untuk mengawasi penyaluran dana alokasi umum sehingga potensi

kerugian yang dialami oleh negara dan masyarakat dapat diminimalisir.

c. Penegak hukum perlu menggali bukti lain yang mengarah pada keterlibatan korporasi dan pejabat daerah dalam kejahatan penyelewengan anggaran daerah.

10. Pengaruh Status Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Opini status daerah memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tanda positip ini menunjukkan bahwa semakin kaya suatu daerah (memiliki sumber daya alam yang

Page 74: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

66

melimpah berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 4618 K/80/MEM/2016 dan penghasil SDA

Minyak Bumi di atas 5 juta perbarel ) akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien

dalam regresi untuk dummy status daerah sebesar 0.289611, artinya daerah yang memperoleh predikat daerah yang kaya akan sumber daya alam yang berlimpah memiliki nilai konstanta (nilai

kostanta dalam regresi ditambah 0.289611 atau bertambah 1,95 Milyar Rupiah) yang lebih besar

dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki sumber daya alam yang berlimpah.

Berdasarkan Tabel 4.1 tentang perkembangan PDRB tahun 2008 dan 2018 di beberapa provinsi yang kaya sumber daya alam dan beberapa provinsi yang minim sumber daya alam, dapat

lihat rata-rata perubahan produk domestik regional bruto provinsi yang kaya dengan sumber daya

alam (rata-rata perubahan pertahun 57.297 milyar rupiah) lebih besar dibandingan dengan yang minim sumber daya alam (rata-rata perubahan pertahun 40.598 milyar rupiah).

Tabel 4.1

Perkembangan PDRB Tahun 2008-2018

Provinsi Kaya SDA Provinsi Minim SDA

Provinsi PDRB (Milyar)

Δ Provinsi PDRB (Milyar)

Δ 2008 2018 2008 2018

1. N Aceh D 97.706 126.853 29.148 10. SumBar 89.850 163.981 74.130

2. Riau 376.699 482.451 105.752 11. Bengkulu 24.483 44.180 19.697

3. Jambi 78.273 142.989 64.715 12. D I Y 56.225 98.023 41.798

4. SumSel. 170.095 298.550 128.454 13. SulUt 43.051 84.273 41.222

5. KalSel. 75.916 128.115 52.199 14. NTB 53.304 90.329 37.025

6. KalTim. 435.134 464.939 29.804 15. NTT 38.207 66.009 27.802

7. SulTeng. 36.311 103.697 67.387 16. Papua 89.135 159.732 70.597

8. Maluku 15.612 29.464 13.851 17. MalUt 12.539 25.049 12.510

9. PaBar 36.095 60.458 24.363

Total 1.323.849 1.839.534 515.674 Total 406.794 731.577 324.782

Rerata Perubahan 57,29 Rerata Perubahan 40,59

Sumber : Lampiran 2 Kebijakan desentralisasi memerlukan sumber pendanaan bagi masing-masing daerah,

terutama provinsi/kabupaten/kota. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah dalam konteks

otonomi akan terlaksana dengan optimal apabila diikuti dengan pemberian pendapatan yang

cukup. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah memiliki potensi penerimaan daerah (Pendapatan Asli Daerah dan kebijakan transfer pusat dan daerah) lebih besar

dibandingkan dengan daerah yang minim sumber daya alam. Pemerintah daerah akan memiliki

keleluasaan dalam menyikapi aspirasi masyarakat dan mengakomodasi prioritas pembangunan daerah sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan, pelayanan umum, dan pertumbuhan

ekonomi (Dirjen Keuangan Daerah, 2013). Pengalokasian belanja dengan baik dari sumber-

sumber pendapatan daerah menjadi hal yang sangat krusial dalam mencapai tujuan organisasi (Bastian, 2006).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori pendekatan Klasik, yaitu Adam Smith (1869),

David Ricardo (1821), Malthus. Menurut Adam Smith (1869) melalui bukunya An Inquiry Into the

Nature and Causes of the Wealth of Nations menyatakan variabel penentu proses produksi suatu negara dalam menghasilkan output total ada 3, yaitu: (i) sumber daya alam yang tersedia; (ii)

sumber daya manusia; dan (iii) stok barang kapital yang ada. Sumber daya alam yang tersedia

merupakan bahan baku utama dalam proses produksi suatu negara, jika sumber daya alam telah terkuras habis maka proses produksi akan terhenti dan pertumbuhan ekonomi juga akan berhenti.

Page 75: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

67

Pendapat David Ricardo bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditentukan oleh: (i)

sumber daya alam (dalam hal ini tanah); (ii) perkembangan jumlah penduduk; dan (iii) peran

tehnologi. Menurut Malthus pandangan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang dari

segi institusional yang bersifat sosiologis-ekonomis. Dalam masyarakat di negara-negara maju,

termasuk kalangan cendekiawan sering terdapat pandangan seolah-olah keterbelakangan dan

stagnasi ekonomi di belahan dunia lain (Amerika latin, Afrika dan Asia) disebabkan oleh perilaku masyarakatnya tidak optimal dalam berusaha karena kondisi sumber daya alam sangat

menguntungkan dan memudahkan kehidupan manusia.

Pengelolaan sumber daya alam seharusnya berorientasi untuk mengatasi kerusakan lingkungan dan memulihkan kerugian negara akibat investasi yang merusak. Hal tersebut tidak

cukup hanya dengan memberikan sanksi administrasi berupa denda, namun mesti ada ancaman

pidana yang mampu memberi efek jera bagi perusahaan perusak. Pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya alam (SDA) yang ada untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sebagai

bentuk keberpihakan Pemerintah kepada kepentingan masyarakat. Hal tersebut merupakan

perwujudan amanah Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dimana bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat,

dimana kekayaan sumber daya alam secara teoretis akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut justru sangat bertentangan karena negara-

negara di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya sering kali merupakan negara dengan

tingkat ekonomi yang rendah. Kasus ini dalam bidang ekonomi sering pula disebut Dutch disease. Hal ini disebabkan negara yang cenderung memiliki sumber pendapatan besar dari hasil bumi

memiliki kestabilan ekonomi sosial yang lebih rendah daripada negara-negara yang bergerak di

sektor industri dan jasa. Di samping itu, negara yang kaya akan sumber daya alam juga cenderung

tidak memiliki teknologi yang memadai dalam mengolahnya dan rentan dengan korupsi. Permasalahan tersebut adat diatasi dengan pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi

dan penyokongan ekonomi ke bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan

akuntabilitas dalam pemberdayaan sumber daya alam.

B. Regresi Panel Dinamis

Jika semua variabel telah memenuhi stasioner pada turunan pertama, telah melewati uji lag

optimum, uji stabilitas, dan uji kointegrasi dapat dilanjutkan dengan regresi model koreksi kesalahan vektor dinamis (Panel VECM). Model untuk Panel VECM tidak menggunakan model logaritma,

karena model dengan logaritma tidak memenuhi uji kointergrasi. Sehingga untuk memenuhi semua

persyaratan model Panel VECM digunakan model tanpa log (tetapi hasil regresi juga menunjukkan perubahan). Hasil regresi data panel dinamis (P VECM) disajikan dalam Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.

Dalam jangka pendek (Tabel 4.2) pertumbuhan ekonomi daerah (perubahan PDRB)

dipengaruhi secara negatif (-) oleh perubahan anggaran pendidikan tahun lalu, perubahan anggaran pendidikan 2 tahun lalu, perubahan anggaran pertanian tahun lalu, perubahan anggaran pertanian 2

tahun lalu, perubahan DAU tahun lalu, perubahan DAU 2 tahun lalu, perubahan penduduk miskin 2

tahun lalu, dan perubahan investasi asing tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi daerah (perubahan

PDRB) dipengaruhi secara positif (+) oleh perubahan PDRB 2 tahun lalu, perubahan anggaran kesehatan tahun lalu, perubahan anggaran kesehatan 2 tahun lalu, perubahan anggaran kelautan tahun

lalu, perubahan anggaran kelautan 2 tahun lalu, dan perubahan populasi 2 tahun lalu,

Koefisien untuk perubahan anggaran pendidikan tahun lalu sebesar -8,4048 dalam jangka pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa

dicari dengan rumus sebagai berikut -8,4048 x (130.233.266.301/8.354.121.893.132) diperoleh angka

elastisitas -0,131, artinya jika terjadi perubahan peningkatan anggaran pendidikan sebesar 1 persen,

Page 76: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

68

maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,131 persen dengan asumsi faktor

lain dianggap tetap. Realisasi anggaran pendidikan yang sudah sesuai dengan amanat undang-undang,

yakni 20 persen dari total anggaran negara harus dioptimalkan terlebih dahulu. anggaran pendidikan terbagi dalam belanja pemerintah pusat sebesar 33,7 persen, transfer ke daerah dan dana desa sebesar

Rp 63 persen. belanja pusat ternyata bukan berarti hanya untuk Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemdikbud) melainkan juga terdistribusi sebagai dana fungsi pendidikan 20

kementerian serta untuk Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP). Dari 20 kementerian/lembaga yang mendapatkan alokasi anggaran pendidikan, Kementerian Agama

memperoleh alokasi terbesar, yaitu 35 persen, disusul oleh Kemristekdikti sebesar 26,97 persen, dan

Kemdikbud sebesar 26,77 persen. Selebihnya sekitar 12 persen tersebar di sejumlah kementerian dan Badan Tenaga Nuklir Nasional serta Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kemdikbud yang

mengurus pendidikan dasar dan menengah serta Kemristekdikti untuk pendidikan tinggi,

mendapatkan anggaran yang justru lebih kecil dari Kementerian Agama. Anggaran negara bukan hanya terfokus pada pemenuhan besaran angka melainkan juga ketepatan dan efektivitas penempatan

anggaran. Perlu dilihat lagi apakah anggaran yang besar sesuai dengan hasil yang diharapkan, atau

justru sebaliknya. Sedangkan di Kemdikbud sendiri perlu juga dilihat lebih detail sejauh mana

anggaran menjangkau persoalan yang perlu mendapatkan prioritas penanganan. Bank Pembangunan Asia alias Asian Development Bank (ADB) menyebut anggaran

pendidikan Indonesia tidak efisien. Pasalnya, 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) yang dialokasikan untuk sektor pendidikan hanya berdampak 3,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sylwester (2000), hasil

penelitianya menyimpulkan belanja publik untuk pendidikan tidak memiliki pengaruh secara

langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi memiliki memiliki pengaruh negatif (-) secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.

Koefisien untuk perubahan anggaran pendidikan tahun lalu sebesar 352,5 dalam jangka

panjang (lihat Tabel 4.3), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka

elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut 352,5 x (130.233.266.301,861/1,79878E+14) diperoleh angka elastisitas 0,255, artinya jika terjadi perubahan peningkatan belanja pendidikan

sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,255 persen

dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Perubahan pengeluaran pemerintah daerah untuk pendidikan memiliki pengaruh positip terhadap perubahan PDRB dalam jangka panjang, hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Iqbal & Zahid (1998), Li & Liang (2010) dan

Murova & Khan (2017) yang menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk pendidikan

memiliki pengaruh positip (+) terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh positif jangka panjang antara belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah dapat dijelaskan secara teori seperti pada Gambar 4.2. Model IS-LM

dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat harga mempengaruhi ekuilibrium dalam model IS-LM (Mankiw, 2003). Dengan model IS-LM untuk

menjelaskan jangka panjang, kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan menyebabkan

kenaikan/penurunan PDRB. Gambar 4.2 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan

menggeser kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan agregat

dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan menggeser kurva IS ke

kanan untuk setiap tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Jika P2 > P1 maka akan diperoleh Y1/P1 < Y2/P2, maka peningkatan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan mendorong

pertambahan pendapatan daerah dan Jika Y2/P2 < Y1/P1, maka peningkatan belanja pemerintah daerah

untuk pendidikan mengakibatkan penurunan pendapatan daerah. Sekolah gratis bukan sesuatu yang harus diminta masyarakat karena itu sudah menjadi hak.

Di era Presiden Jokowi dicanangkan program Wajib Belajar 12 tahun hingga SMA. Menurut

Undang-Undang anggaran untuk pendidikan 20 persen dari APBN, sehingga beban untuk biaya

Page 77: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

69

pendidikan menjadi berkurang dan dapat dialokasikan untuk kebutuhan lainnya. Peningkatan belanja

daerah untuk pendidikan akan meningkatkan IS dan mendorong permintaan agregat dan pada

akhirnya akan mendorong peningkatan pendapatan daerah. Dalam jangka pendek, koefisien untuk perubahan anggaran kesehatan tahun lalu sebesar 8,40.

Nilai koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa kita cari dengan

rumus sebagai berikut 8,40 x (74.627.707.682/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas

perubahan anggaran kesehatan lag satu terhadap perubahan PDRB sebesar 0,075, artinya jika terjadi perubahan peningkatan anggaran kesehatan sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan

peningkatan PDRB sebesar 0,0751 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Dalam jangka

pendek terjadi pengaruh yang positif antara anggaran kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Li & Liang (2010), Naidu & Chand (2013), Murova

& Khan (2017), Silva, et al. (2018), Akingba, et al. (2018) dan Pereira, et al. (2019).

Gambar 4.2 Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Pendidikan Menggeser Permintaan Agregat

Koefisien untuk perubahan anggaran kesehatan tahun lalu sebesar -500,94 dalam jangka panjang (lihat Tabel 4.3), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka

elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -500,94 x (74.627.707.682/1.79878E+14)

diperoleh angka elastisitas perubahan anggaran kesehatan lag satu terhadap perubahan PDRB sebesar

-0,21, artinya jika terjadi perubahan peningkatan anggaran kesehatan sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,21 persen dengan asumsi faktor lain dianggap

tetap. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah pusat diwajibkan

mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sedangkan pemda sebesar 10 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

(APBD).

Dalam kenyataannya banyak daerah tidak mentaati Undang-Undang tersebut yang mengakibatkan persoalan baru deficit pengelolaan dana kesehatan melalui pengelolaan BPJS.

Sehingga awal tahun 2020 pemerintah mengeluarkan peraturan menaikan tariff asuransi BPJS 100%,

LM1

AD2

AD1

Y1 Y2 Pendapatan,

output, Y

Tingkat Harga

Meningkatkan Permintaan

Agregate pada tingkat

harga berapapun

Pendapatan,

output, Y

IS1(P=P1

)

IS2(P=P2

)

P2

P1

Y1 Y2

Tingkat Bunga Kenaikan

Belanja Daerah

Pendidikan

Sumber : Mankiw, 2003: hal. 276

Page 78: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

70

hal ini menyebabkan biaya kesehatan menjadi mahal. Dalam jangka panjang pemerintah dan

masyarakat harus menyadari bahwa biaya kesehatan sangat mahal, dan anggaran pemerintah tidak

bisa mengatasi persoalan mahalnya biaya kesehatan di Indonesia. Jika dalam satu keluarga ada yang menderita penyakit yang serius, mereka dalam satu keluarga akan berjuang bersama-sama untuk

mengatasinya. Berapapun biaya akan dipikul bersama-sama, sehingga akan menimbulkan beban

ekonomi.

Pengaruh negatif jangka panjang antara belanja pemerintah untuk kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dapat dijelaskan secara teori seperti pada Gambar 4.3. Model IS-LM

dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat harga

mempengaruhi ekuilibrium dalam model IS-LM (Mankiw, 2003). Dengan model IS-LM untuk menjelaskan jangka panjang, kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menyebabkan

kenaikan/penurunan PDRB.

Gambar 4.3 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggesesr kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan agregat dari AD1 ke

AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggesr kurva IS ke kanan untuk setiap

tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Jika P2 > P1 maka akan diperoleh Y1/P1 <

Y2/P2 maka peningkatan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan mendorong pertambahan pendapatan dan Jika Y2/P2 < Y1/P1 maka peningkatan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan

mengakibatkan penurunan pendapatan daerah.

Gambar 4.3 Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Kesehatan Menggeser Permintaan Agregat

Dalam jangka panjang peningkatan belanja daerah untuk kesehatan belum bisa memenuhi

kebutuhan kesehatan seluruh masyarakat. Semakin lengkap sarana dan prasarana kesehatan akan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)

menjelaskan selalu ada peningkatan tarif di rumah sakit swasta di Indonesia. Itu terjadi karena

mengikuti laju inflasi. Selain itu, perkembangan teknologi juga mempengaruhi biaya berobat di rumah sakit. Dalam jangka panjang kesehatan menjadi sangat mahal atau sering muncul pernyataan

LM1

AD2

AD1

Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Tingkat Harga

Meningkatkan Permintaan

Agregate pada tingkat

harga berapapun

Pendapatan, output, Y

IS1(P=P1

)

IS2(P=P2

)

P2

P1

Y1 Y2

Tingkat Bunga Kenaikan

Belanja Daerah

Kesehatan

Daerah

Sumber : Mankiw, 2003: hal.276

Page 79: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

71

orang miskin tidak boleh jatuh sakit. Apabila dalam keluarga miskin ada salah satu anggotanya

terkena penyakit serius menyebabkan semakin menjadi miskin.

Koefisien untuk perubahan anggaran pertanian tahun lalu sebesar -19,9732 dalam jangka pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa

dicari dengan rumus sebagai berikut -19,9732 x (17.307.035.863/8.354.121.893.132) diperoleh angka

elastisitas -0,0414, artinya jika terjadi perubahan peningkatan anggaran pertanian sebesar 1 persen,

maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,0414 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Alokasi anggaran untuk sektor pertanian di Indonesia yang rendah dan sektor ini

didominasi tenaga kerja yang sangat besar, sehingga mengakibatkan produkvitas sektor pertanin

menjadi rendah dalam jangka pendek. Subsidi untuk para petani di Indonesia sebagian besar melalui subsidi pupuk. Hasil ini sesuai penelitian yang dilakukan Armas, et al. (2012) menyimpulkan belanja

publik sector pertanian untuk subsidi pupuk memiliki efek negatif (-) terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Gambar 4.4

Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Pertanian Menggeser Permintaan Agregat

Koefisien untuk perubahan anggaran pertanian tahun lalu sebesar 1.335,73 dalam jangka

panjang (lihat Tabel 4.3), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka

elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut 1.335.735 x (17.307.035.863/1.79878E+14)

diperoleh angka elastisitas 0,1285, artinya jika terjadi perubahan peningkatan anggaran pertanian sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,1285 persen

dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Xu, et al.

(2011) dan Armas, et al. (2012), mereka menyimpulkan bahwa anggaran pertanian dapat mendorong (+) pertumbuhan ekonomi.

Gambar 4.4 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pertanian menggeseser

kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan agregat dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggesr kurva IS ke kanan untuk setiap

tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Peningkatan belanja pemerintah daerah

LM1

AD2

AD1

Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Tingkat Harga

Meningkatkan Permintaan

Agregate pada tingkat

harga berapapun

Pendapatan, output, Y

IS1(P=P1

)

IS2(P=P2

)

P2

P1

Y1 Y2

Tingkat Bunga Kenaikan

Belanja Daerah

Kesehatan

Daerah

Sumber : Mankiw, 2003:hal 276

Page 80: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

72

untuk pertanian mendorong pertambahan pendapatan karena Y2/P2 > Y1/P1. Rendahnya angka inflasi

pangan, menunjukkan ketersediaan yang cukup karena produksi bahan makanan hasil pertanian yang

terus meningkat (Detik Finance). Tabel 4.2

Hasil Regesi Panel VECM Jangka Pendek

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

CointEq1 0,0158 0,0017 9,2080*** 0,0000

D(PDRB(-1)) -0,0537 0,0711 -0,7546 0,4506

D(PDRB(-2)) -0,1348 0,0739 -1,8232* 0,0685

D(POP(-1)) 5.633.429. 3.624.403. 1,5543 0,1204

D(POP(-2)) 6.579.552. 3.608.949. 1,8231* 0,0685

D(POV(-1)) -13.783.958 8.791.049. -1,5679 0,1171

D(POV(-2)) -27.123.811 8.044.174. -3,3718*** 0,0008

D(DAU(-1)) -7,527143 2,7311 -2,7560*** 0,0059

D(DAU(-2)) -17,9278 5,1914 -3,4533*** 0,0006

D(EDUC(-1)) -8,4048 1,6213 -5,1837*** 0,0000

D(EDUC(-2)) -9,8241 1,7594 -5,5837*** 0,0000

D(HEALTH(-1)) 8,4027 2,5498 3,2954*** 0,0010

D(HEALTH(-2)) 9,1373 3,4181 2,6732*** 0,0076

D(AGRIC(-1)) -19,9732 6,8735 -2,9058*** 0,0037

D(AGRIC(-2)) -24,3246 7,7906 -3,1222*** 0,0018

D(MARINE(-1)) 28,86055 12,2201 2,3617** 0,0183

D(MARINE(-2)) 26,04508 14,6782 1,7744* 0,0762

D(FDI(-1)) -0,160558 0,0842 -1,9055* 0,0569

D(FDI(-2)) 0,063539 0,0934 0,6797 0,4968

C 11.492.910 1.483.790 7,7456*** 0,0000

Sumber : Lampiran 13

Keterangan : [ ] t hitung *** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

Matrik Panel VECM sebagai berikut :

Koefisien untuk perubahan anggaran perikanan dan kelautan tahun lalu sebesar 28,860 dalam

jangka pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas

Page 81: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

73

bisa dicari dengan rumus sebagai berikut 28,860 x (12.473.339.513/8.354.121.893.132) diperoleh

angka elastisitas 0,043, artinya jika terjadi perubahan peningkatan anggaran perikanan dan kelautan

sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,043 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Hasil ini didukung oleh penelitian mengenai pengaruh

antara pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi yang

dilakukan Huda, et al. (2015), Novianti, dkk. (2014), dan Agustine, et al. (2013), mereka

menyimpulkan pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Koefisien untuk perubahan anggaran perikanan dan kelautan tahun lalu sebesar -2,424 dalam

jangka panjang, dan dari hasil koefisien tersebut dapat kita cari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa kita cari dengan rumus sebagai berikut -2.424.264 x (12.473.339.513/1.79878E+14) diperoleh

angka elastisitas -0,168, artinya jika terjadi perubahan peningkatan anggaran perikanan dan kelautan

sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,043 persen dalam jangka panjang dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.

Gambar 4.5 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan

menggeseser kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan agregat

dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan menggesr kurva IS ke kanan untuk setiap tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Peningkatan

belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan mengakibatkan penurunan pendapatan

karena Y2/P2 < Y1/P1. Luas Indonesia dua pertiga wilayahnya terdiri perairan, tetapi sarana dan prasana untuk sektor ini masih sangat minim, sehingga menyebabkan mahalnya biaya logistik sektor

kelautan. Biaya pengiriman logistik dari Makassar ke Surabaya mencapai Rp20 juta per kontainer 20

feet, sementara Surabaya ke Singapura dan Jepang masing-masing hanya Rp2,8 juta dan Rp4,2 juta per kontainer 20 feet (Tirto.id).

Gambar 4.5 Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Perikanan dan Kelautan

Menggeser Permintaan Agregat

LM1

AD2

AD1

Y1 Y2 Pendapatan, output, Y

Tingkat Harga

Meningkatkan Permintaan

Agregate pada tingkat

harga berapapun

Pendapatan, output, Y

IS1(P=P1

)

IS2(P=P2

)

P2

P1

Y1 Y2

Tingkat Bunga Kenaikan

Belanja Daerah

Kesehatan

Daerah

Sumber : Mankiw, 2003: hal. 276

Page 82: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

74

Koefisien untuk perubahan Dana Alokasi Umum tahun lalu sebesar -7,527 dalam jangka

pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa

dicari dengan rumus sebagai berikut -7,527 x (182.428.382.845/8.354.121.893,132) diperoleh angka elastisitas -,1644, artinya jika terjadi perubahan peningkatan Dana alokasi Umum sebesar 1 persen,

maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,1644 persen dengan asumsi faktor

lain dianggap tetap. Dalam jangka pendek penggunaan DAU 80% digunakan untuk membayar gaji

PNS, sehingga peningkatan DAU belum tentu meningkatkan dana pembangunan. Dalam jangka pendek Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, hasil ini

didukung hasil penelitian Astria (2014) yang menyimpulkan Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh

negatif (-) terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan. Koefisien untuk perubahan DAU tahun lalu sebesar 674,9 dalam jangka panjang (lihat Tabel

4.3), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa dicari

dengan rumus sebagai berikut 674,921x (182.428.382.845,99/1.79878E+14) diperoleh angka elastisitas 0,6845, artinya jika terjadi perubahan peningkatan Dana alokasi Umum sebesar 1 persen,

maka akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,6845 persen dalam jangka

panjang dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Malik, et al. (2006), Ezcurra & Rodríguez (2011) dan Purbadharmaja, dkk. (2019) yang

menyimpulkan Dana Alokasi Umum di beberapa provinsi di Indonesia dapat mendorong (+)

pertumbuhan ekonomi. Koefisien untuk perubahan populasi dua tahun lalu sebesar 6.579.552 dalam jangka pendek,

dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bias dicari dengan

rumus sebagai berikut 6.579.552 x (143.707.4246 dibagi 8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas 0,097, artinya jika terjadi perubahan peningkatan populasi sebesar 1 persen, maka akan

mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,097 persen dengan asumsi faktor lain

dianggap tetap.

Sedangkan koefisien untuk perubahan populasi tahun lalu sebesar 1,010+E10 dalam jangka panjang (lihat Tabel 4.3), dan dari hasil koefisien tersebut dapat kita cari angka elastisitasnya. Angka

elastisitas bisa kita cari dengan rumus sebagai berikut 10,100,000,000 x (143.707.4246/1.79878E+14)

diperoleh angka sebesar 8,069, artinya jika terjadi perubahan peningkatan populasi sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 8,07 persen dengan asumsi faktor

lain dianggap tetap. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ibhagui (2020), Rahman (2017),

Doran (2012) dan Banik & Bhaumik (2006) menyimpulkan populasi akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Koefisien untuk perubahan penduduk miskin 2 tahun lalu sebesar -27.123.811 dalam jangka

pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa

dicari dengan rumus sebagai berikut -27.123.811 x (22.272/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas -0,0367, artinya jika terjadi perubahan peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 1

persen, maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,0367 persen dengan asumsi

faktor lain dianggap tetap. Koefisien untuk perubahan penduduk miskin tahun lalu sebesar -4,48 dalam jangka panjang,

dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa dicari dengan

rumus sebagai berikut -448.000.000 x (22 841/1.79.878E+14) diperoleh angka elastisitas -0,0569,

artinya jika terjadi perubahan peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,0569 persen dalam jangka panjang dengan

asumsi faktor lain dianggap tetap. Hasil ini didukung penelitian Yusuf, et al. (2014), Mariyanti &

Mahfudz (2016) dan Akanbi (2017) yang menyimpulkan bahwa jumlah penduduk miskin memiliki

pengaruh negatif (-) dengan perubahan PDRB, artinya jika jumlah penduduk miskin meningkat, maka mengakibatkan penurunan PDRB.

Page 83: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

75

Koefisien untuk perubahan penanama modal asing sebesar -0,1605 dalam jangka pendek, dan

dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa dicari dengan

rumus sebagai berikut -0,1605 x (1.472.217.219.937/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas – 0,0283, artinya jika terjadi perubahan peningkatan penanaman modal asing sebesar 1 persen, maka

akan mengakibatkan perubahan penurunan PDRB sebesar 0,0283 persen dengan asumsi faktor lain

dianggap tetap.

Tabel 4.3 Hasil Regesi Panel VECM Jangka Panjang

Variabel Keterangan Coefficient Std. Error t-Statistic

PDRB(-1) Produk Domestik Regional

Bruto Tahun lalu 1,000000

POP(-1) Populasi Tahun Lalu 1,01E+08 (1,4E+07) [ 7,37237]***

POV(-1) Penduduk Miskin Tahun Lalu -4,48E+08 (7,7E+07) [-5,85147]***

DAU(-1) Dana Alokasi Umum Tahun Lalu

674,9212 (80,7839) [ 8,35465]***

EDUC(-1) Anggaran Pendidikan Tahun

Lalu 352,5057 (149,463) [ 2,35849]***

HEALTH(-1) Anggaran Kesehatan Tahun Lalu

-500,9480 (114,021) [-4,39348]***

AGRIC(-1) Anggaran Pertanian Tahun Lalu 1.335,735 (392,921) [ 3,39950]***

MARINE(-1) Anggaran Perikanan dan

kelautan Tahun Lalu -2.424,264 (994,845) [-2,43683]***

FDI(-1) Investasi Asing Tahun Lalu 8,281930 (3,16916) [ 2,61329]***

C Konstanta -1,14E+09

Sumber : Lampiran 12

Keterangan : [ ] t hitung *** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

Dalam jangka pendek investasi asing langsung memiliki pengaruh negatif (-) terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah, hasil ini didukung penelitian Anetor (2020) yang menyimpulkan bahwa interaksi investasi asing langsung memiliki efek negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di 28 negara Afrika sub-Sahara (SSA) antara periode 1995 dan 2017.

Dalam jangka panjang koefisien untuk perubahan penanaman modal asing tahun lalu sebesar

8,28 dalam jangka panjang (lihat Tabel 4.3), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya. Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut 8,2819 x

(472.217.219.937/1.79878E+14) diperoleh angka elastisitas 0,067, artinya jika terjadi perubahan

peningkatan penanaman modal asing sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,067 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Hasil ini didukung

penelitian Metwally (2004), Hoang, et al. (2010), Freckleton, et al. (2012), Arısoy (2012), Chaudhry,

et al. (2013) dan Lau & Yip (2019). Mereka menyimpulkan penanaman modal asing memiliki pengaruh positif (+) terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan Gambar 4.6 peningkatan investasi asing dari I1 ke I2 akan mendorong ouput

per pekerja dari sf(k1) ke sf(k2) dan Outpu meningkat dari Y1 ke Y2. Dalam jangka panjang investasi

asing harus memberikan keuntungan melalui peningkatan daya saing bangsa. Ada tiga keuntungan bagi Indonesia jika FDI ditingkatkan. Pertama, investasi dalam rangka untuk datangkan devisa dalam

jangka panjang. Kedua, ya menciptakan lapangan kerja yang banyak, dan ketiga adalah investasi

asing harus melibatkan usaha kecil dan menengah.

Page 84: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

76

C

C Y2

Y1 I2

I1

0 Modal per pekerja, k Sumber : Mankiw, 2003

Gambar 4.6 Peningkatan Investasi Asing Meningkatkan Output Per Pekerja

1. Impuls Respon Function (IRF) Berdasarkan Gambar 4.7.a dapat dijelaskan bahwa, respon PDRB terhadap shock PDRB

adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-20. Hal ini ditunjukan dari garis

IRF yang berada diatas garis horizontal periode ke-1 sampai periode ke-20, dan cenderung

mengalami penurunan pada periode ke-20. Memasuki periode ke-21 sampai periode ke-0 respon PDRB terhadap shock PDRB menurun terus (negatif).

Gambar 4.7.a

Respon PDRB terhadap PDRB

Gambar 4.7.b

Respon Pop terhadap PDRB

Gambar 4.7.c

Respon Pov terhadap PDRB

Gambar 4.7 Respon PDRB, Penduduk Miskin (Pov) dan Pengeluaran Pendidikan (EDUC) terhadap Perubahan

PDRB

Berdasarkan Gambar 4.7.b dapat dijelaskan bahwa, respon jumlah penduduk terhadap shock

PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-5. Hal ini ditunjukan dari garis IRF yang berada diatas garis horizontal periode ke-1 sampai periode ke-5, dan cenderung

mengalami penurunan pada periode ke-5 hingga periode-30 (ditunjukan dengan hasil IRF yang

berada dibawah garis horizontal). Memasuki periode ke-5 sampai periode ke-30 respon jumlah penduduk terhadap shock PDRB adalah negatif.

Ouput per

pekerja, Y Ouput, f(k1)

Investasi, sf(k1)

Investasi, sf(k2)

Ouput, f(k2)

Page 85: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

77

Berdasarkan Gambar 4.7.c dapat dijelaskan bahwa, respon penduduk miskin terhadap shock

PDRB adalah negatif dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-17. Periode ke-1 sampai

dengan periode ke-10 cenderung menurun dan berada di bawah garis horizontal. Pada periode ke-18 sampai periode ke-30 respon penduduk miskin terhadap shock PDRB adalah positif.

Gambar 4.8.a Respon DAU terhadap PDRB

Gambar 4.8.b Respon Educ terhadap PDRB

Gambar 4.8.c Respon Health terhadap PDRB

Gambar 4.8

Respon Pengeluaran Kesehatan (HEALTH), Pengeluran Pertanian (AGRIC) dan Pengeluaran

Perikanan dan Kelautan (MARINE) terhadap Perubahan PDRB

Berdasarkan Gambar 4.8.a dapat dijelaskan bahwa, respon DAU terhadap shock PDRB

adalah meningkat dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-30 dan peningkatan tajam terjadi pada period eke 15, artinya dalam jangka panjang respon DAU terhadap shock PDRB adalah

positif dengan asumsi penggunaan DAU digunakan dengan optimal sesuai dengan potensi wilayah

masing-masing. Berdasarkan Gambar 4.8.b dapat dijelaskan bahwa, respon pengeluaran daerah untuk

pendidikan terhadap shock PDRB adalah meningkat dari periode ke-1 hingga memasuki periode ke-

30, peningkatan tajam terjadi pada periode 20. Dalam jangka panjang respon pengeluaran daerah

untuk pendidikan terhadap shock PDRB adalah positif. Pendidikan adalah salah satu cara untuk meningkan sumber daya manusia, peningkatan sumber daya manusia mengakibatkan peningkatan

produktivitas kerja dan selanjunya berdampak pada peningkatan PDRB.

Berdasarkan Gambar 4.8.c dapat dijelaskan bahwa, respon pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap shock PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki periode ke-5,

peurunan tajam terjadi pada periode 10 hingga periode 30. Dalam jangka panjang respon pengeluaran

daerah untuk kesehatan terhadap shock PDRB adalah negatif. Sistem kesehatan adalah istilah yang mencakup pribadi, lembaga, pembiayaan, informasi, komoditas dan strategi pemerintahan dalam

menyediakan layanan pencegahan dan perawatan kepada masyarakat. Sistem kesehatan diciptakan

dengan tujuan dapat merespon kebutuhan dan harapan kesehatan yang dimiliki masyarakat dalam

pemenuhan yang adil dan merata. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya pada masyarakat miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena

mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah.

Asuransi kesehatan adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketidakmampuan terhadap pembiayaan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan Gambar 4.9.a dapat dijelaskan bahwa, respon perubahan pengeluaran

pemerintah untuk pertanian terhadap shock PDRB adalah negatif dari periode ke-1 hingga memasuki

periode ke-7. Memasuki periode 8 sampai dengan periode 30 cenderung mengalami peningkatan dan peningkatan tajam terjadi mulai periode ke-20. Pertanian merupakan komponen utama yang

menopang kehidupan pedesaan dan perkotaan di Indonesia. Apa yang terjadi di pertanian akan secara

langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan pedesaan, dan juga sebaliknya. Pertanian tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam artian luas yaitu penghasil produk primer

yang terbarukan. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan sangat penting dalam

perekonomian; menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin

Page 86: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

78

ketahanan pangan; menyediakan bahan baku bagi industry; sumber tenaga kerja; mengurangi

kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan, dan menyumbang secara nyata bagi pembangunan

pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup.

Gambar 4.9.a

Respon Agric terhadap PDRB

Gambar 4.9.b

Respon Marine terhadap

PDRB

Gambar 4.9.c

Respon FDI terhadap PDRB

Gambar 4.9 Respon Dana Alokasi Umum (DAU), Investasi Asing (FDI) dan Opini BPK (OPN) terhadap

Perubahan PDRB

Berdasarkan Gambar 4.9.b dapat dijelaskan bahwa, respon pengeluaran untuk perikanan dan kelautan terhadap shock PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki periode ke-5,

mulai periode ke-6 cenderung menurun hingga periode ke-30, dan penurunan tajam terjadi pada

periode ke-17. Permasalahan yang dihadapi negara kepulauan seperti Indonesia adalah penangkapan ikan ilegal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, ekonomi dan kelembagaan. Negara yang

paling rentan mengalami kasus penangkapan ikan ilegal adalah negara dengan tata kelola yang buruk

dan kapasitas yang kurang memadai untuk mengawasi wilayah perairan. Selain itu, kondisi sosial

ekonomi yang buruk dan kelompok masyarakat nelayan juga menjadi sasaran empuk perekrutan kegiatan kriminal. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab dilakukannya penangkapan ikan ilegal,

seperti penggunaan armada melebihi kapasitas, pengelolaan yang tidak efektif dan penyalahgunaan

subsidi yang dalam jangka panjang akan merugikan penerimaan di sektor perikanan dan kelautan. Berdasarkan Gambar 4.9.c dapat dijelaskan bahwa, respon FDI terhadap shock PDRB

adalah positif dari periode ke-1 hingga periode ke-30, dan peningkatan tajam terjadi pada periode ke-

15. Secara keseluruhan respon FDI terhadap PDRB terus meningkat. Penanaman modal asing sebagai bentuk aliran modal mempunyai peran penting bagi pertumbuhan perekonomian suatu Negara dalam

jangka panjang, khususnya negara berkembang. Hal ini disebabkan investor asing tidak hanya

memindahkan modal barang, tetapi juga mentransfer pengetahuan dan modal sumber daya manusia.

Dalam jangka panjang akan meningkatkan sumber daya pekerja lokal dan kemampuan untuk menghasilkan barang di dalam negeri, sehngga dapat mengurangi impor barang (substitusi impor).

2. Variance Decomposition Prediksi varian dekomposisi adalah alat yang menonjol dalam menafsirkan model rangkaian

waktu multivariat linier dan non linier bersama dengan respons impuls (Lanne dan Nyberg, 2016).

Analisis Varian Decomposition (VDC) bertujuan untuk mengukur besarnya komposisi atau

kontribusi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Dalam penelitian ini analisis VDC difokuskan untuk melihat pengaruh variabel independen.

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa pada periode pertama PDRB sangat

dipengaruhi oleh shock PDRB itu sendiri sebesar 100%. Sementara itu pada periode pertama variabel populasi (POP), penduduk miskin (POV), Dana Alokasi Umum (DAU), pengeluaran pendidikan

(EDUC), pengeluaran kesehatan (HEALT), pengluaran pertanian (AGRIC), pengeluaran kelautan

(MARINE), penanaman modal asing (FDI) belum memberikan pengaruh terhadap PDRB. Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel populasi (POP) memberikan kontibusi shock sebesar 0,042%,

pada periode ke-5 menjadi 0,77%, dan selalu mengalami peningkatan sampai pada periode ke-10

Page 87: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

79

yaitu menjadi 1,31%. Periode ke-20 meningkat menjadi 1,033%. Periode ke-25 kontribusi populasi

(Pop) terhadap PDRB menurun menjadi sebesar 0,88%.

Pada periode ke-2 variabel kemiskinan (Pov) memberikan kontibusi shock sebesar 0,148%, pada periode ke-5 menjadi 13,37%, dan selalu mengalami peningkatan sampai pada periode ke-10

yaitu menjadi 10,12%. Periode ke-20 meningkat menjadi 0,64%. Periode ke-25 kontribusi penduduk

miskin (Pov) menurun terhadap PDRB menjadi sebesar 0,344%.

Pada periode ke-2 variabel Dana Alokasi Umum (DAU) memberikan kontibusi shock sebesar 0,3122%, pada periode ke-5 menjadi 3,305%, dan selalu mengalami peningkatan kontribusi sampai

pada periode ke-10 yaitu menjadi 11,11%. Periode ke-20 meningkat menjadi 22,59%. Periode ke-25

kontribusi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap PDRB meningkat menjadi sebesar 23,317%.

Tabel 4.4.

Page 88: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

80

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dengan menggunakan metode data panel, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengaruh belanja pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebagai berikut : a. Belanja pemerintah daerah untuk pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi (jangka

panjang) memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini

membuktikan bahwa belanja pendidikan yang dialokasikan untuk infrastuktur pendidikan dapat meningkatkan sumber daya manusia, dan berdampak pada peningkatan produktivitas

pekerja. Peningkatan produktivitas pekerja akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil ini

menjelaskan bahwa alokasi belanja pendidikan yang diprioritaskan untuk kepentingan infrastruktur publik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Amanat Undang-Undang

belanja pendidikan minimal 20 persen dari APBN).

b. Belanja pemerintah daerah untuk kesehatan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi, sedangkan untuk jangka panjang belanja pemerintah untuk kesehatan memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan bahwa dalam

jangka pendek peningkatan anggaran yang dialokasikan lebih besar untuk infrastruktur akan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jangka panjang penelitian ini

menjelaskan belanja kesehatan memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan. Indonesia

memiliki wilayah yang sangat luas tetapi anggaran kesehatan terendah di ASEAN, akibatnya infrastruktur kesehatan per daerah di Indonesia mengalami disparitas yang cukup tinggi.

Belanja kesehatan di Indonesia memang tumbuh pesat sekitar 10 sampai 20 persen per tahun,

terlebih lagi didorong program JKN sejak 2015. Namun percepatan pertumbuhan itu belum

mampu membuat Indonesia mengejar ketertinggalan dibanding negara lain. c. Belanja pemerintah daerah untuk pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi (jangka panjang)

memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan

bahwa alokasi anggaran untuk infrastruktur sektor pertanian dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan pada Agustus 2019

untuk sektor pertanian sebesar 27,33 persen dengan kontribusi sektor pertanian sebesar 12,72

persen terhadap PDB. Penelitian ini menjelaskan sektor pertanian masih menjadi andalan

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. d. Belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan memiliki pengaruh positip terhadap

pertumbuhan ekonomi, sedangkan untuk jangka panjang memiliki pengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan pilihan sektor perikanan dan kelautan merupakan urusan konkuren pilihan, sehingga anggaran APBD untuk sektor nelayan

atau kelautan rasionya masih sangat kecil dibandingkan dengan sektor lain. Anggaran

perikanan tahun 2017 hingga 2020 hanya sebesar 1,27 persen dari APBN. Dengan anggaran yang sangat kecil maka infrastruktur yang ideal sulit untuk diwujudkan, dan terbukti

produksi ikan nomor dua di dunia, tapi tidak masuk negara pengekspor ikan 10 besar

dunia.

2. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang memiliki pengaruh positip terhadap

pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan dalam jangka pendek alokasi Dana Alokasi

Umum yang tidak diawasi berdampak pada penggunaan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran (lebih banyak digunakan untuk pengeluaran rutin pegawai) berdampak pada rendahnya

pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini menjelaskan penggunaan DAU yang dikontrol (jangka

80

Page 89: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

81

panjang) sesuai dengan mandatory spending akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan

ekonomi.

3. Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini membuktikan jumlah penduduk merupakan modal

dasar pembangunan bagi suatu daerah. Peningkatan penduduk diartikan sebagai peningkatan

tenaga kerja, dan peningkatan tenaga kerja dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil ini

menjelaskan peningkatan penduduk yang dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

4. Jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini membuktikan peningkatan penduduk miskin (standar hidup cenderung rendah) akan menyebabkan rendahnya produktivitas.

Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi. Hasil ini menjelaskan

penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki keterbatasan terhadap faktor produksi menyebabkan akses terhadap nilai tambah (PDB) juga minimal.

5. Penanaman modal asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, maupun dalam jangka

panjang memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan

peran PMA pada suatu perekonomian negara akan menentukan perkembangan perekonomian. Apabila PMA hanya sebagai tambahan modal untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat

ditutupi oleh PMDN, maka PMA hanya akan berdampak pada jangka pendek. Hal tersebut

dikarenakan peran penting PMA dalam mentransfer aset akan semakin efisien. Sebaliknya, PMA dapat membawa inovasi kepada negara tuan rumah sehingga dapat mendorong perekonomian

melalui kegiatan usaha yang lebih efisien dan efektif

6. Opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Tanda positif ini menunjukkan bahwa

tingginya peringkat opini Badan Pemeriksa Keuangan (tidak terjadi penyelewengan penggunaan

anggaran) akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan hasil monitoring

dan evaluasi atas pengelolaan keuangan yang tercermin dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi salah satu tolok ukur kinerja dalam pengelolaan keuangan

daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan mewujudkan tercapainya target

pembangunan. 7. Status daerah memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Tanda positif ini

menunjukkan bahwa semakin daerah memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah akan

mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung pernyataan Bank Dunia terhadap

Indonesia dalam literatur dianggap sebagai contoh negara pengekspor minyak yang telah seimbang berhasil menghindari kutukan sumberdaya. Indonesia berhasil mempertahankan tingkat

pertumbuhan rata-rata PDB sekitar 5%, jauh di atas rata-rata tingkat pertumbuhan PDB negara-

negara industri selama periode pengamatan (Coutinho, 2011).

B. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, dapat diidentifikasi hasil temuan penelitian ini sebagai berikut:

Pertama, dalam jangka panjang anggaran kesehatan menyebabkan biaya kesehatan yang

sangat mahal. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah pusat

diwajibkan mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sedangkan pemerintah daerah sebesar 10 persen di dalam Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Anggaran yang dialokasikan selama ini mencakup alokasi gaji

pegawai di sektor kesehatan. Padahal, pemerintah harus mengalokasikan 5% dari APBN di luar dari gaji pegawai. Akibatnya peningkatan anggaran tidak meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

kesehatan masyarakat, apalagi di daerah terpencil.

Page 90: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

82

Kedua, Infrastruktur distribusi logistik laut yang ada saat ini belum mampu menurunkan

biaya angkut yang efisien. Mahalnya biaya logistik disebabkan minimnya infrastruktur yang tersedia,

hal itu menyebabkan harga komoditas pangan termasuk ikan selalu tinggi di pasaran. Berdasarkan data RPJM Nasional 2015-2019 belanja pembangunan insfrastruktur kelautan masih minim atau 63

persen dari total belanja perikanan dan kelautan. Disamping itu peran swasta dalam insfrastruktur

kelautan masih minim.

Ketiga, penggunaan Dana Alokasi Umum dalam jangka pendek tidak tepat sasaran. Dari segi akuntabilitas, alokasi DAU menimbulkan sejumlah tanda tanya. Dana yang berasal dari APBN

harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Alokasi dana DAU sebagian besar dialokasikan

untuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil di daerah dan sisanya diserahkan kepada daerah untuk digunakan dengan persetujuan DPRD. Untuk mengurangi penggunaan anggaran yang

salah sasaran maka dana yang berasal dari DAU perlu diawasi pengalokasiannya oleh lembaga

tertentu dan lebih diprioritaskan untuk kepentingan publik. Keempat, pernyataan profesional pemeriksa keuangan (BPK) mengenai kewajaran

informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi pendorong pembangunan

daerah. Kriteria pemberian opini yaitu kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan kecukupan

pengungkapan (adequatedisclosures), kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian eksternal efektif untuk pencegahan korupsi yang terjadi di

lingkungan pemerintah kabupaten dan kota. Efektifitas pencegahan korupsi dapat terjadi apabila ada

kolaborasi antara hasil audit laporan BPK, Kepolisian Nasional, Kejaksaan Tinggi, Komisi Pemberasan Korupsi dan masyarakat pengguna jasa pemerintah. Selain itu pemerintah pusat dan

pemerintah daerah harus membuat dan memberlakukan sistem penganggaran berbasis kinerja.

Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat

memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi

dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.

Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya

penampilan hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah

ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan, selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.

C. Keterbatasan dan Rekomendasi

Pelaksanaan penelitian ini diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan metodologi yang dipergunakan. Namun masih dirasakan adanya keterbatasan dan kelemahan yang tidak dapat

dihindari antara lain :

1. Tidak semua provinsi yang ada di Indonesia dijadikan kasus dalam riset ini. Sampel digunakan hanya 20 provinsi dari 34 provinsi yang ada. Data tidak tersedia lengkap untuk 14 provinsi,

kemungkinan pemerintah daerah lambat dalam melaporkan Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (LKPD), sehingga tidak masuk dalam laporan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan. Diharapkan ke depan ada penelitian serupa yang dapat

mengakomodasi seluruh provinsi menjadi sampel dalam penelitian selanjutnya.

2. Tahun yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tahun 2008 sebagai awal dilakukan

penelitian dan berakhir 2018 sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal. Ke depan ada penelitian yang menggunakan tahun 2000 sebagai awal tahun penelitian, karena pada tahun

tersebut Indonesia melakukan perubahan dari perencanaan terpusat ke otonomi daerah sesuai

dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014. 3. Variabel opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

digunakan sebagai variabel pengganti persepsi korupsi (jika opini BPK tehadap laporan keuangan

tinggi berarti indikasi penyelewengan penggunaan uang rendah, dan sebaliknya jika opini BPK

Page 91: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

83

tehadap laporan keuangan rendah berarti indikasi penyelewengan penggunaan uang tinggi).

Penulis berharap ke depan ada peneliti yang menggunakan variabel korupsi dengan indeks

persepsi korupsi di masing-masing provinsi. 4. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal menangkap peran sektor ekonomi terutama

pertanian dan manufaktur (industri) yang di banyak daerah berperan dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi di daerah. Ada daerah yang memiliki peran industri terbesar di Indonesia

tidak masuk dalam sampel daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur, serta daerah provinsi yang menjadi lumbung beras juga tidak masuk dalam sampel seperti Lampung, Jawa

Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Penulis berharap agar ke depan ada peneliti lain yang

memasukkan provinsi tersebut dalam penelitiannya. 5. Literatur keuangan publik menjelaskan bahwa fungsi belanja pemerintah banyak ditujukan untuk

fungsi distribusi yaitu sebagai mekanisme melakukan redistribusi sumber daya pada provinsi

yang memiliki sumber daya yang rendah dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, mungkin ada peneliti selanjutnya yang memasukan variabel dependen yang lebih

relevan seperti IPM yang tidak semata-mata mengukur kontribusi belanja pemerintah pada

pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, dapat diambil beberapa rekomendasi bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai berikut:

1. Melalui kebijakan fiskal, pemerintah daerah dapat memastikan bahwa anggaran negara

dialokasikan lebih maksimum untuk mengatasi ketimpangan dalam memperoleh kesempatan pada sektor pendidikan dan kesehatan melalui peningkatan pelayanan infrastruktur publik. Hal ini

bertujuan agar semua warga negara, tanpa dibatasi oleh status sosial ekonomi dan letak geografi,

dapat memperoleh kesamaan kesempatan dalam bidang pendidikan dan layanan kesehatan. 2. Jumlah penduduk miskin harus dikurangi melalui pemberdayaan sektor agraris, karena sebagian

besar tenaga kerja Indonesia masih diserap oleh sektor pertanian. Menurut data BPS, pada tahun

2017 jumlah tenaga kerja sektor pertanian mencapai 35,93 juta orang. Sektor ini merupakan

penyerap tenaga kerja terbesar dengan prosentase dari seluruh tenaga kerja mencapai 29,69%. Bila disandingkan dengan data kemiskinan pada tahun yang sama, maka sebanyak 26,58 juta

orang adalah penduduk miskin yang tinggal di desa (dengan prosentase mencapai 61,4%) dan

sebesar 49,9% adalah petani. Selayaknya bila pemerintah mengarahkan kebijakan anggaran APBN dan APBD agar lebih berpihak kepada sektor pertanian.

3. Dalam jangka pendek DAU menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Penggunaan Dana

Alokasi Umum yang sebagian besar dialokasikan untuk penambahan gaji para PNS, yang tujuan

utama penyerapan anggaran DAU, sedangkan untuk alokasi DAU untuk program pembangunan infrastruktur terabaikan hal ini dibuktikan dengan sebagian besar alokasi belanja DAU

pemerintah daerah untuk infrastruktur publik kurang dari 25 persen (Amanat Undang-Undang

dana DAU minimal 25 persen untuk infrastruktur). 4. Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah pusat diwajibkan mengalokasikan

anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),

sedangkan pemerintah daerah sebesar 10 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan data APBD 2017, dari 542 daerah provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh

Indonesia, daerah yang telah memenuhi kewajiban minimal 10 persen anggaran kesehatan baru

177 daerah dari 548 provinsi/kabupaten/kota atau baru sekitar 32 persen. Pemerintah pusat

melalui Kementrian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan mengamati satu persatu, apakah benar-benar APBD itu sudah betul-betul bermanfaat untuk meningkatkan sistem kesehatan. Baik

untuk peralatan infrastruktur, maupun kemampuan tenaga kesehatan dan kesejahteraan tenaga

kesehatan. Peran pemerintah ini akan meningkatan peran kesehatan masyarakat dalam meningkatakan produktivitas tenaga kerja, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Page 92: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

84

DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah, O. S. 2016. Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Agenor, P.-R. (2004). The Economic of Adjustment and Growth (2 ed.). Cambridge: Harvard University Press.

Ahmad, E., Ullah, M. A., & Arfeen, M. I. (2012). Does corruption affect economic growth?. Latin

american journal of economics, 49(2), 277-305.

Ahmad, I. (2011). Regional Fiscal Independence In East Java Province Post Regional Autonomy. Economic Journal of Emerging Markets, 3(2), pp.189-198.

Ahmad, I., Arif, M. Z., & Khalid, M. (2016). From Fiscal Decentralisation to Economic Growth: The

Role of Complementary Institutions. The Pakistan Development Review, 761-780 Aikins, S. (2011). An examination of government internal audits' role in improving financial

performance. Public Finance and Management, 11(4), 306-337

Akanbi, O. A. (2017). Impact of Migration on Economic Growth and Human Development. International Journal of Social Economics.

Akingba, I. O. I., Kaliappan, S. R., & Hamzah, H. Z. (2018). Impact of Health Capital on Economic

Growth in Singapore: an ARDL Approach to Cointegration. International Journal of Social

Economic. Alhowaish, A. K. (2014). Healthcare Spending and Economic Growth in Saudi Arabia: A Granger

causality approach. International Journal of Scientific & Engineering Research, 5(1), 1471-

1476. Ali, H., & Asgher, M. T. (2016). The Role of the Sectoral Composition of Foreign Direct Investment on

Economic Growth: A Policy Proposal for CPEC and Regional Partners. The Pakistan

Development Review, 89-103. Ali, S., Ahmad, N., & Khalid, M. (2010). The effects of fiscal policy on economic growth: empirical

evidences based on time series data from Pakistan [with comments]. The Pakistan Development

Review, 497-512.

Ali, S., Ali, A., & Amin, A. (2013). The Impact of Population Growth on Economic Development in Pakistan. Middle-East Journal of Scientific Research, 18(4), 483-491.

Alon, I., Chang, J., Lattemann, C., McIntyre, J. R., Zhang, W., Zhang, J., & Chen, Y. (2014). Does

Chinese Investment Affect Sub-Saharan African Growth?. International Journal of Emerging Markets.

Al-Shatti, A.S., (2014). The Impact of Public Expenditures on Economic Growth in Jordan. International

Journal of economics and Finance, 6(10), p.157.

Amusa, K., & Oyinlola, M. A. (2019). The Effectiveness of Government Expenditure on Economic Growth in Botswana. African Journal of Economic and Management Studies.

Anetor, F. O. (2020). Financial Development Threshold, Private Capital Inflows and Economic Growth.

International Journal of Development Issues. Angelopoulou, A., & Liargovas, P. (2014). Foreign Direct Investment and Growth: EU, EMU and

Transition Economies. Journal of Economic Integration, 470-495.

Ansar, A., Flyvbjerg, B., Budzier, A., & Lunn, D. (2016). Does infrastructure investment lead to economic growth or economic fragility? Evidence from China. Oxford Review of Economic

Policy, 32(3), 360-390.

Arısoy, İ. (2012). The Impact of Foreign Direct Investment on Total Factor Productivity and Economic

Growth in Turkey. The Journal of Developing Areas, 17-29. Armas, E.B., Osorio, C.G., Moreno-Dodson, B. and Abriningrum, D.E., 2012. Agriculture public

spending and growth in Indonesia. The World Bank.

Arsyad, L. (2014). Ekonomi pembangunan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Astria, S. A. 2014. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Di Sumatera Selatan. Journal of Economics & Development Policy, 12(1), 41-54.

Page 93: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

85

Attinasi, M. G., & Klemm, A. (2016). The growth impact of discretionary fiscal policy measures. Journal

of Macroeconomics, 49, 265-279.

Auty, R. (2004). The political economy of growth collapses in mineral economies. Minerals & Energy-Raw Materials Report, 19(4), 3-15.

Awosusi, O. O., & Awolusi, O. D. (2014). Technology Transfer, Foreign Direct Investment and

Economic Growth in Nigeria. Africa Development, 39(2), 1-20.

Azam, M., & Ahmed, A. M. (2015). Role of Human Capital and Foreign Direct Investment in Promoting Economic Growth. International Journal of Social Economics.

Badrudin, R. and Kuncorojati, I. (2017). The Effect of District Own-Source Revenue and Balance Funds

on Public Welfare by Capital Expenditure and Economic Growth as an Intervening Variable in Special District of Yogyakarta. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 19(1), pp.54-59.

Baltagi, B. (2008). Econometric analysis of panel data. John Wiley & Sons.

Banik, A., & Bhaumik, P. K. (2006). Aging Population, Emigration and Growth in Barbados. International Journal of Social Economics.

Bardhan, P.K. (1997). Role of Governance in Economic Development. Development Centre of the

Organisation for Economic Cooperation and Development.

Barro, R. J. (1990). Government Spending in A Simple Model of Endogeneous Growth. Journal of political economy, 98(5, Part 2), S103-S125.

Barro, R. J. (1996). Democracy and growth. Journal of economic growth, 1(1), 1-27.

Barro, R.J. and Sala-i-Martin, X. (1990). Economic Growth and Convergence Across the United States (No. w3419). National Bureau of Economic Research.

Basri, F.H. (1995). Perekonomian Indonesia menjelang abad XXI: distorsi, peluang, dan kendala.

Erlangga. Bastian, I. (2006). Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia. Salemba

Empat.

Basu, S. R. (2002, April). Does governance matter. In Some Evidence from Indian States, VIIth Spring

Meeting of Young Economists, University of Paris-1. Bendavid-Val., Avrom, (1991). Regional and Local Economic Analysis for. Practitioners, Fourth edition,

New York: Prager Publisher.

Besarria, C. N., Araujo, J. M., Da Silva, A. F., Sobral, E. F. M., & Pereira, T. G. (2018). Effects of Income Inequality on The Economic Growth of Brazilian States. International Journal of

Social Economics.

Blakely, E. J. (1989). Planning Local Economic Development: Theory and Practice. California: SAGE

Publication, Inc. Bloom, D. E., Canning, D., & Fink, G. (2010). Implications of Population Ageing for Economic Growth.

Oxford review of economic policy, 26(4), 583-612.

Boediono, (1999). Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE. Boushey, H., & Price, C. C. (2014). How Are Economic Inequality and Growth Connected? A review of

Recent Research. Washington Center for Equitable Growth, Washington DC.

Boussalem, F., Boussalem, Z., & Taiba, A. (2014). The Relationship Between Public Spending on Health and Economic Growth in Algeria: Testing for Co-integration and Causality. International

journal of business and management, 2(3), 25.

Brunnschweiler, C. N., & Bulte, E. H. (2008). The Resource Curse Revisited and Revised: A Tale of

Paradoxes and Red Herrings. Journal of Environmental Economics and Management, 55(3), 248-264.

Chaudhry, N. I., Mehmood, A., & Mehmood, M. S. (2013). Empirical Relationship between Foreign

Direct Investment and Economic Growth. China Finance Review International. Cordato, R. E. (1980). The Austrian Theory of Efficiency and The Role of Government. The Journal of

Libertarian Studies, 4(4), 393-403.

Page 94: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

86

Corden, W. M. (1984). Booming Sector and Dutch Disease Economics: Survey and Consolidation.

Oxford Economic Papers, 36(3), 359-380.

Coutinho, Leonor. "The Resource Curse and Fiscal Policy." Cyprus Economic Policy Review 5, no. 1 (2011): 43-70.

Dao, M.Q., 2012. Population and Economic Growth in Developing Countries. International Journal of

Academic Research in Business and Social Sciences, 2(1), p.6.

Din, M., Ghozali, I., & Achmad, T. (2017). The follow up of auditing results, accountability of financial reporting and mediating effect of financial loss rate: an empirical study in Indonesian local

governments.

Djojohadikusumo, S. (1994). Perkembangan pemikiran ekonomi: dasar teori ekonomi pertumbuhan dan ekonomi pembangunan. LP3ES.

Donaldson, L., & Davis, J. H. (1991). Stewardship Theory or Agency Theory: CEO Governance and

Shareholder Returns. Australian Journal of management, 16(1), 49-64. Doran, J. (2012). An Analysis of The Interdependence of Demographic Factors, Labour Effort and

Economic Growth in Ireland. International Journal of Social Economics.

Dosti, B., Grabova, P., Shera, A., & Shahini, L. (2015). The Impact of Informal Economy in The Pension

System, Empirical Analysis. The Albanian Case. Journal of Knowledge Management, Economics and Information Technology, 5(1).

Dudzevičiūtė, G., Šimelytė, A., & Liučvaitienė, A. (2018). Government Expenditure and Economic

Growth in The European Union Countries. International Journal of Social Economics, 45(2), 372-386.

Ebeling, R. M. (2006). Milton Friedman and the Chicago School of Economics. FREEMAN-NEW

SERIES-FOUNDATION FOR ECONOMIC EDUCATION-, 56(10), 2. Ebong, F., Ogwumike, F., Udongwo, U. and Ayodele, O. (2016). Impact of Government Expenditure on

Economic Growth in Nigeria: A Disaggregated Analysis. Asian Journal of Economics and

Empirical Research, 3(1), pp.113-121.

Engle, R. F., & Granger, C. W. (1987). Co-Integration and Error Correction: Representation, Estimation, and Testing. Econometrica: Journal of the Econometric Society, 251-276.

Ezcurra, R., & Rodríguez-Pose, A. (2011). Decentralization of Social Protection Expenditure and

Economic Growth in the OECD. Publius: The Journal of Federalism, 41(1), 146-157. Fasoranti, M. M. (2012). The Effect of Government Expenditure on Infrastructure on The Growth of the

Nigerian Economy, 1977-2009. International Journal of Economics and Financial Issues, 2(4),

513-518.

Forte, R. and Moura, R., (2013). The Effects of Foreign Direct Investment on The Host Country's Economic Growth: Theory and Empirical Evidence. The Singapore Economic Review, 58(03),

p.1350017.

Freckleton, M., Wright, A., & Craigwell, R. (2012). Economic Growth, Foreign Direct Investment and Corruption in Developed and Developing Countries. Journal of Economic Studies.

Gemmell, N., & Kneller, R. (2008). Fiscal Policy in the European Union. (1 ed.). (J. Ferreiro, G.

Fontana, & F. Serrano, Eds.) Hampshire: Palgrave MacMillan. Grabova, P. (2014). Corruption Impact on Economic Growth: An Empirical Analysis. Journal of

Economic Development, Management, IT, Finance, and Marketing, 6(2), p.57. Greene, W.H.,

2003. Econometric analysis. Pearson Education India.

Gujarati, D.N. (2003). Basic Econometrics, McGraw-Hill. New York. Gupta, H. (2014). Public Expenditure and Economic Growth. Afican Journal of Social Science, vol, 6 No.

1. P. 114-122

Gupta, S., Verhoeven, M., & Tiongson, E. R. (2002). The Effectiveness of Government Spending on Education and Health Care in Developing and Transition Economies. European Journal of

Political Economy, 18(4), 717-737.

Page 95: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

87

Gyimah-Brempong, K. (2002). Corruption, Economic Growth, and Income Inequality in

Africa. Economics of Governance, 3(3), pp.183-209.

Hakim, A. (2002). Ekonomi Pembangunan. ekonisia. Hassan, S. A., Zaman, K., & Gul, S. (2015). The Relationship between Growth-Inequality-Poverty

Triangle and Environmental Degradation: Unveiling The Reality. Arab Economic and Business

Journal, 10(1), 57-71.

Hemming, R., Mahfouz, S. and Kell, M. (2002). The Effectiveness of Fiscal Policy in Stimulating Economic Activity- a Review of The Literature (Vol. 2). International Monetary Fund.

Hendarmin, 2012. Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Daerah dan Investasi Swasta terhadap

Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat . Jurnal EKSOS, Volume 8, Nomor 3, p.144-155.

Hoang, T. T., Wiboonchutikula, P., & Tubtimtong, B. (2010). Does Foreign Direct Investment Promote

Economic Growth in Vietnam?. ASEAN Economic Bulletin, 295-311. Hossain, A., & Hossain, M. K. (2012). Empirical Relationship between Foreign Direct Investment and

Economic Output in South Asian Countries: A Study on Bangladesh, Pakistan and India.

International Business Research, 5(1), 9.

Hsiao, C. (2006). Panel Data Analysis–Advantage and Challenges [iepr Working Paper no. 06.49]. Institute of Economic Policy Research (iepr), Los Angeles, CA.

Hurlin, C. and Venet, B. (2001). Granger Causality Tests in Panel Data Models with Fixed

Coefficients. Cahier de Recherche EURISCO, September, Université Paris IX Dauphine. Hussain, M. N. (2014). Empirical Econometric Analysis of Relationship between Fiscal-Monetary

Policies and Output on SAARC Countries. The Journal of Developing Areas, 209-224.

Ibhagui, O. (2020). How Does Foreign Direct Investment Affect Growth in Sub-Saharan Africa? New Evidence From Threshold Analysis. Journal of Economic Studies.

Iqbal, Z., & Zahid, G. M. (1998). Macroeconomic Determinants of Economic Growth in Pakistan. The

Pakistan Development Review, 125-148.

Iswara, P. N., Meydianawathi, L.G., Indrajaya, I.G.B., dan Adigorim, I.M. (2016). Analisis Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Bali: Model TSLS. E-Jurnal EP Unud.

Joseph, O., Ajegi Simeon, O., Samuel, O., & John, A. (2015). An Empirical Investigation of Malthusian

Population Theory in Nigeria. Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences (JETEMS), 6(8), 367-375.

Kao, C. (1999). Spurious Regression and Residual-Based Tests for Cointegration in Panel Data. Journal

of econometrics, 90(1), 1-44.

Khalid, M., & Ahsan ul Haq Satti. (2016). Fiscal Policy Effectiveness for Pakistan: A Structural VAR Approach. The Pakistan Development Review, 309-324.

Klevmarken, N.A. (1989). Introduction: Panel Studies. European Economic Review, Elsevier, 33, pp.2-3.

Kobrin, S. J. (1977). Foreign direct investment, industrialization, and social change (Vol. 9). Jai Press. Kosor, M. M., Perovic, L. M., & Golem, S. (2019). Efficiency of public spending on higher education: a

data envelopment analysis for eu-28. Problems of education in the 21st century, 77(3), 396.

Kuncoro, M., (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Erlangga.

Landau, D. (1983). Government expenditure and economic growth: a cross-country study. Southern

economic journal, 783-792.

Lanne, M. and Nyberg, H. (2016). Generalized Forecast Error Variance Decomposition for Linear and Nonlinear Multivariate Models. Oxford Bulletin of Economics and Statistics, 78(4), pp.595-

603.

Lau, W. Y., & Yip, T. M. (2019). The Nexus between Fiscal Deficits and Economic Growth in ASEAN. Journal of Southeast Asian Economies, 36(1), 25-36.

Leibenstein, H. (1974). An interpretation of the economic theory of fertility: promising path or blind

alley?. Journal of Economic Literature, 12(2), 457-479.

Page 96: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

88

Li, H., & Liang, H. (2010). Health, Education, and Economic Growth in East Asia. Journal of Chinese

Economic and Foreign Trade Studies.

Lin, J. Y., & Liu, Z. (2000). Fiscal Decentralization and Economic Growth in China. Economic Development and Cultural Change, 49(1), 1-21.

Lipsey, R. G., Steiner, P. O., & Purvis, D. D. (1987). Economics: Eight Edition. New York.

Lütkepohl, H. (2005). New Introduction to Multiple Time Series Analysis. Springer Science & Business

Media. Machaj, M. (2007). Friedman for Government Intervention: The Case of the Great Depression. Mises

Daily, January, 23, 2007.

Maddala, G. S., & Wu, S. (1999). A Comparative Study of Unit Root Tests with Panel Data and A New Simple Test. Oxford Bulletin of Economics and statistics, 61(S1), 631-652.

Maddala, G.S. and Lahiri, K., (1992). Introduction to Econometrics (Vol. 2). New York: Macmillan.

Malik, S., Mahmood-ul-Hassan, & Hussain, S. (2006). Fiscal Decentralisation and Economic Growth in Pakistan. The Pakistan Development Review, 845-854.

Mangkoesoebroto, G. (2002). Ekonomi Publik. BPFE, Yogyakarta.

Mankiw, N. G. (2003). Teori Makroekonomi edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Mankiw, N.G., Romer, D. and Weil, D.N. (1992). A Contribution to The Empirics of Economic Growth. The quarterly journal of economics, 107(2), pp.407-437.

Mardiasmo, (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi Yogyakarta.

Mariyanti, T., & Mahfudz, A. A. (2016). Dynamic Circular Causation Model in Poverty Alleviation. Humanomics.

Mauro, P., & Zilinsky, J. (2015). Fiscal Tightening and Economic Growth: Exploring Cross-Country

Correlations. Policy Brief, 15-15. McCloud, N., & Kumbhakar, S. C. (2012). Institutions, Foreign Direct Investment and Growth: A

Hierarchical BayesianAapproach. Journal of The Royal Statistical Society: Series A (Statistics

in Society), 175(1), 83-105.

Mehanna, R.A. (2003). The Temporal Causality between Investment and Growth in Developing Economies. Journal of Business and Economics Research, 1(3), p.85.

Meier, G. M., & Rauch, J. E. (1995). Leading issues in economic development (Vol. 6). New York:

Oxford University Press. Merrick, T. W. (2002). Population and Poverty: New Views on An Old Controversy. International

Family Planning Perspectives, 28(1), 41-46.

Metwally, M. M. (2004). Impact of EU FDI on Economic Growth in Middle Eastern Countries. European

Business Review. Mitchell, D. J. (2005). The Impact of Government Spending on Economic Growth. The Heritage

Foundation (1831), 1-18.

Mo, P.H. (2001). Corruption and Economic Growth. Journal of comparative economics, 29(1), pp.66-79. Mohapatra, S. (2017). Economic Growth, Public Expenditure on Health and IMR in India. International

Journal of Social Economics

Muda, I., Harahap, A. H., Erlina, S. G., Maksum, A., & Abubakar, E. (2018, March). Factors of quality of financial report of local government in Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and

Environmental Science (Vol. 126, No. 1, p. 012067).

Murova, O., & Khan, A. (2017). Public Investments, Productivity and Economic Growth. International

Journal of Productivity and Performance Management. Murphy, K.M., Shleifer, A. and Vishny, R.W. (1993). Why Is Rent-seeking so Costly to Growth?. The

American Economic Review, 83(2), pp.409-414.

Musgrave, R. M., & Musgrave, P. PB (1989): Public finance in theory and practice. International Edition McGraw-hill Book Company.

Nachrowi, D. Nachrowi. 2006. Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: FE-UI.

Page 97: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

89

Naidu, S., & Chand, A. (2013). Does Central Government Health Expenditure and Medical Technology

Advancement Determine Economic Growth Rates in The Pacific island Countries?. Asia-

Pacific Journal of Business Administration. Nelson, R. R. (1956). A theory of the low-level equilibrium trap in underdeveloped economies. The

American Economic Review, 46(5), 894-908.

Nworji I. D., Okwu A. T., Obiwuru T. C. & Nworji L. O. (2012). “Effects of Public Expenditure on

Economic Growth in Nigeria: A Disaggregated Time Series Analysis”.International Journal of Management Sciences and Business Research, Vol. 1, Issue 7.

Odhiambo, N. (2015). Government Expenditure and Economic Growth in South Africa: an Empirical

Investigation. Atlantic Economic Journal, 3(43), 393-406 Ogawa, H., & Yakita, S. (2009). Equalization Transfers, Fiscal Decentralization, and Economic Growth.

FinanzArchiv/Public Finance Analysis, 122-140.

Ogbuagu Matthew, I. and Ekpenyong Udom, I. (2015). Estimating The Impact of The Component of Public Expenditure on Economic Growth in Nigeria (A Bound Testing Approach).

International Journal of Economics, Commerce and Management. Vol. III, Issue 3. P:1-8.

Olaoye, O. O., Orisadare, M., & Okorie, U. U. (2019). Government Expenditure and Economic Growth

Nexus in ECOWAS Countries. Journal of Economic and Administrative Sciences. Otaha, J. I. (2012). Dutch disease and Nigeria oil economy. African Research Review, 6(1), 82-90.

Oyinbo, O., Zakari, A. and Rekwot, G.Z., 2013. Agricultural Budgetary Allocation and Economic Growth

in Nigeria: Implications for Agricultural Transformation in Nigeria. Journal of Sustainable Development, 10(1), pp.16-27.

Palei, T. (2015). Assessing the impact of infrastructure on economic growth and global

competitiveness. Procedia Economics and Finance, 23(2015), 168-175. Peacock, A. T., & Wiseman, J. (1979). Approaches to The Analysis of Government Expenditure

Growth. Public Finance Quarterly, 7(1), 3-23.

Pedroni, P. (2004). Panel Cointegration: Asymptotic and Finite Sample Properties of Pooled Time Series

Tests with An Application to the PPP Hypothesis. Econometric theory, 20(3), 597-625. Pereira, A. M., Pereira, R. M., & Rodrigues, P. G. (2019). Health Care Investments and Economic

Performance in Portugal: An Industry Level analysis. Journal of Economic Studies.

Perović, L. M., & Golem, S. (2019). Government Expenditures Composition And Growth In Eu15: A Dynamic Heterogeneous Approach. Regional Science Inquiry, 95.

Prettner, K. (2013). Population Aging and Endogenous Economic Growth. Journal of population

economics, 26(2), 811-834.

Purbadharmaja, I. B. P., Ananda, C. F., & Santoso, D. B. (2019). The Implications of Fiscal Decentralization and Budget Governance on Economic Capacity and Community Welfare.

foresight.

Quy, N.H. (2016). Relationship between Economic Growth, Unemployment and Poverty: Analysis at Provincial Level in Vietnam. International Journal of Economics and Finance, 8(12), p.113.

Rahman, M. M., Saidi, K., & Mbarek, M. B. (2017). The Effects of Population Growth, Environmental

Quality and Trade Openness on Economic Growth. Journal of Economic Studies. Vol. 44 (3) Ramey, V. A. (2011). Can government purchases stimulate the economy?. Journal of Economic

Literature, 49(3), 673-85.

Robinson, T. (2005). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.

Sabir, S., & Qamar, M. (2019). Fiscal Policy, Institutions and Inclusive Growth: Evidence From The Developing Asian Countries. International Journal of Social Economics.

Sasmal, R., & Sasmal, J. (2016). Public Expenditure, Economic Growth and Poverty Alleviation.

International Journal of Social Economics. Schaltegger, A., & Torgler, B. (2006). Growth Effects of Public Expenditure on State and Local Levels:

Evidence from a Sample of Rich Governments. Applied Economic, 38, 1181-1192

Page 98: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

90

Scott-Joseph, A., & Turner, T. F. 2019. Does The Composition of Government Expenditure Matter for

Eastern Caribbean Economies’ Long-run Sectoral Output Growth?. International Journal of

Development Issues. Shahbaz, M., Shabbir, M. S., & Butt, M. S. (2013). Effect of Financial Development on Agricultural

Growth in Pakistan. International Journal of Social Economics.

Shuaib, I.M., Igbinosun, F.E. and Ahmed, A.E. 2015. Impact of Government Agricultural Expenditure on

The Growth of The Nigerian Economy. Asian Journal of Agricultural Extension, Economics and Sociology, 6(1), pp.23-33.

Silva, F. R., Simões, M., & Andrade, J. S. (2018). Health Investments and Economic Growth: A Quantile

Regression Approach. International Journal of Development Issues. Sjafrizal, (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, cetakan pertama, Rajagrafindo Persada.

Škare, M. and Družeta, R.P. (2016). Poverty and Economic Growth: A Review. Technological and

Economic Development of Economy, 22(1), pp.156-175. Soetrisno, P. H. (1981). Dasar-dasar ilmu keuangan negara. Bagian Penerbitan, Fakultas Ekonomi,

Universitas Gadjah Mada.

Srinivasan, P., Kalaivani, M., & Ibrahim, P. (2011). An Empirical Investigation of Foreign Direct

Investment and Economic Growth in SAARC Nations. Journal of Asia Business Studies. Srithongrung, A., & Kriz, K. A. (2014). The Impact of Subnational Fiscal Policies on Economic Growth:

A Dynamic Analysis Approach. Journal of Policy Analysis and Management, 33(4), 912-928.

Stimson, R. J., Stough, R. R., & Roberts, B. H. (2006). Regional economic development: analysis and planning strategy. Springer Science & Business Media.

Sugiyono, D. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas.

Sukirno, S. (2000). Ekonomi Pembangunan Proses masalah dan Dasar Kebijakan, cetakan ketiga, Penerbit Kencana, Jakarta.

Suparmoko. (1987). Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: PFE Universitas Gajah

Mada.

Suryana, E.P. (2000). Problematika dan Pendekatan. Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat. Sutopo, B., Wulandari, T. R., Adiati, A. K., & Saputra, D. A. (2017). E-government, audit opinion, and

performance of local government administration in Indonesia. Australasian Accounting,

Business and Finance Journal, 11(4), 6-22. Sylwester, K. (2000). Income Inequality, Education Expenditures and Growth. Journal of development

economics, 63(2), pp.379-398.

Tarigan, R. (2018). Perencanaan pembangunan wilayah. Bumi Aksara.

Thimmaiah, G. (2000). Decentralization and Economic Development: Indian Experience. Hitotsubashi Journal of Economics, 123-136.

Todaro, M.P. (2000). Economic Development, New York, Addition Wesley Longman.

Tsen, W. H., & Furuoka, F. (2005). The Relationship between Population and Economic Growth in Asian Economies. ASEAN Economic Bulletin, 314-330.

Verbeck, W. (2000). “The Nature of Government Expenditure and its Impact on Sustainable Economic

Growth”. Middle Eastern Finance and Economic Journal, 4(3), 25-56. Wang, L., Xue, X., Zhao, Z., & Wang, Z. (2018). The impacts of transportation infrastructure on

sustainable development: emerging trends and challenges. International journal of

environmental research and public health, 15(6), 1172.

Widarjono, A. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Ekonisia. Xu, S., Zhang, Y., Diao, X., & Chen, K. Z. (2011). Impacts of Agricultural Public Spending on Chinese

Food Economy: A General Equilibrium Approach. China Agricultural Economic Review, 3(4),

518-534. Yusuf, M., Malarvizhi, C. A., Mazumder, M. N. H., & Su, Z. (2014). Corruption, Poverty, and Economic

Growth Relationship in The Nigerian Economy. The Journal of Developing Areas, 95-107.

Page 99: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

91

CURICULUM VITAE

Agus Tri Basuki terlahir di Yogyakarta, 14 Oktober 1968. Menyelesaikan pendidikan formal S1 jurusan Ekonomi Pembangunan tahun 1993 di Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta dan S2 di Pasca Sarjana tahun 2000 di Universitas

Padjadjaran Bandung. Penulis melanjutkan studi S3 pada Program Doktor Ilmu

Ekonomi di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan menyelesaikan studi pada akhir tahun 2020.

Mengawali karir tahun 1994 sebagai dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis pernah menjabat sebagai Kepala Program Studi Ekonomi Pembangunan FE UMY periode 2004-2008. Selain sebagai dosen

penulis juga pernah menjadi konsultan dan bergabung dengan Pusat Studi

Pariwisata Universitas Gadjah Mada tahun 2004-2010. Penulis juga pernah menjabat sebagai Direktur Cendekia Utama Konsuktan tahun 2007-2012.

Publikasi Artikel di Jurnal :

1. Basuki, A.T. (2018). DETERMINANT OF ECONOMIC GROWTH IN INDONESIA: PANEL VECM APPROACH. International Journal of Management and Applied Science. ISSN: 2394-

7926. Volume-4, Issue-6, Jun-2018.

2. Basuki, A. T., Purwaningsih, Y., & Susilo, A. M. (2019). THE ROLE OF LOCAL GOVERNMENT EXPENDITURE ON ECONOMIC GROWTH: A REVIEW OF PANEL

DATA IN INDONESIA. Humanities & Social Sciences Reviews, 7(5), 1293-1303.

3. Basuki, A., Purwaningsih, Y., & Soesilo, A. (2019, October). The Role of Regional Government Expenditures on Regional Economic Growth in Indonesia. In Third International Conference on

Sustainable Innovation 2019–Humanity, Education and Social Sciences (IcoSIHESS 2019).

Atlantis Press.

4. Basuki, A. T., Purwaningsih, Y., Soesilo, A. M., & Mulyanto, M. (2020). The Effect of Fiscal Policy and Foreign Direct Investment on Regional Economy in Indonesia. Jurnal Ekonomi &

Studi Pembangunan, 21(1), 53-68.

5. BASUKI, A. T., PURWANINGSIH, Y., SOESILO, A. M., & MULYANTO, M. (2020). Determinants of Economic Growth in Indonesia: A Dynamic Panel Model. The Journal of Asian

Finance, Economics and Business (JAFEB), 7(11), 147-156.

6. Prawoto, N., & Basuki, A. T. (2020). The influence of macroeconomic variables, processing

industry, and education services on economic growth in Indonesia. Entrepreneurship and Sustainability Issues, 8(1), 1029-1040.

7. Prawoto, N., & Basuki, A. T. (2020). Effect of Macroeconomic Indicators and CO2 Emission on

Indonesian Economic Growth. International Journal of Energy Economics and Policy, 2020, 10(6), 354-358

Pembicara Seminar Internasional : 1. ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE ECONOMIC GROWTH IN REGIONAL

YOGYAKARTA INDONESIA (VECM APPROACH OF THE YEAR 1983 – 2013), 4th

International Conference Of Business, Economics, Management, Information Technology and

Social Science 3-4 Sep 2016 , Phuket , Thailand 2. THE ANALYSIS OF MACROECONOMIC VARIABLES, REGIONAL STOCK INDEX, AND

GOLD PRICE IMPACT ON JAKARTA ISLAMIC INDEX: AN APPROACH OF VECTOR

ERROR CORRECTION MODEL (VECM), Conference on Management and Social Sciences, on 14th Aug,2017. Osaka, Japan.

Page 100: ekonometrikblog.files.wordpress.com...ii Disertasi ini dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Universitas Sebelas Maret guna memenuhi sebagian persyaratan

92

3. DETERMINANT OF ECONOMIC GROWTH IN INDONESIA: panel VECM approach, ISER- -

355th International Conference on Economics and Business Research (ICEBR-2018),

Amsterdam, Netherlands. 4. THE EFFECT OF REGIONAL GOVERNMENT EXPENDITURE ON ECONOMIC GROWTH

(CASE STUDY OF SUMATERA ISLAND: DYNAMIC PANEL APPROACH). UNIMED

International Conference on Economics and Management 12th Des 2018. Medan, Indoneia.

Buku Ajar dan Buku Referensi :

1. Agus Tri Basuki dan Imamudin Yuliadi, Pengantar Ekonomi Mikro, Penerbit Gosyen Publishing

Yogyakarta 2019 ISBN 978-602-5411-63-2 2. Agus Tri Basuki dan Imamudin Yuliadi, Elektronik Data Prosesing, Penerbit Danisa Media

Yogyakarta, 2014 ISBN 979-602-7577-31-2

3. Ietje Nazaruddin dan Agus Tri Basuki, Analisis Statistik dengan SPSS, Penerbit Danisa Media Yogyakarta, 2014 ISBN : 978-602-7577-41-1

4. Agus Tri Basuki dan Nano Prawoto, Statistik untuk Ekonomi dan Bisnis, Penerbit Ombak,

Yogyakarta Tahun 2016 ISBN 602-258-352-3

5. Agus Tri Basuki dan Nano Prawoto, Analisis Regresi Dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis, PT RajaGrafindo Jakarta, 2016 ISBN 9789797699161

6. Agus Tri Basuki, Ekonometrika dan Aplikasi Dalam ekonomi, Penerbit Danisa Media

Yogyakarta, Tahun 2017.