ﺮﻳﺮـﺤﺘﻟﺍ ﺏﺰﺣ - hizbut- · PDF filebarpandangan bahwa tugas seorang muslim...

128
ﻣﻨﺸﻮﺭﺍﺕ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺤـﺮﻳﺮ ﺣﺰﺏ

Transcript of ﺮﻳﺮـﺤﺘﻟﺍ ﺏﺰﺣ - hizbut- · PDF filebarpandangan bahwa tugas seorang muslim...

Mafahim Hizbut Tahrir 1

من منشورات

حزب التحـرير

2

Mafahim Hizbut Tahrir 3

(Edisi Mu’tamadah)

Cetakan ke-61421 H - 2001 M

Dikeluarkan olehHizbut Tahrir

Taqiyuddin an-Nabhani

4

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)An-Nabhani, TaqiyuddinMafahim Hizbut Tahrir/Taqiyuddin an-Nabhani; Penerjemah,

Abdullah; Penyunting, Abu Fadhlan. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia,2011.128 hlm.; 17,5 cm

Judul Asli: Mafahim Hizbut TahrirISBN : 979-97293-1-9

Judul Asli: Mafahim Hizbut TahrirPengarang: Taqiyuddin An-Nabhani

Dikeluarkan oleh Hizbut TahrirCetakan ke-1: 1953 M/ 1373 HCetakan ke-6: 2001 M/ 1421 H

Edisi Mu’tamadah

Edisi IndonesiaPenerjemah: Abdullah

Penyunting: Abu FadhlanPenata Letak: AnwariDesain Sampul: Rian

Penerbit: Hizbut Tahrir IndonesiaCrown Palace Jl. Prof. Soepomo No.231 Tebet,

Jakarta Selatan, Telp. 021-83787370

Cetakan ke-4, Desember 2008Cetakan ke-5, Februari 2010

Cetakan ke-6, Desember 2011

Mafahim Hizbut Tahrir 5

Sejak pertengahan abad XII Hijriyah (ke-18 Masehi)dunia Islam mengalami kemerosotan dan kemunduranyang paling buruk dari masa kejayaannya dengan sangatcepat. Sekalipun telah dilakukan berbagai upaya untukmembangkitkannya kembali atau setidaknya mencegahagar kemerosotan dan kemundurannya tidak berlanjutterus, akan tetapi tidak satupun upaya-upaya tersebutmembuahkan hasil. Sementara itu, dunia Islam masihtetap berada dalam kebingungan di tengah-tengahkegelapan akibat kekacauan dan kemundurannya, danmasih terus merasakan pedihnya keterbelakangan danberbagai goncangan.

Sebab-sebab kemunduran dunia Islam ini dapat kitakembalikan kepada satu hal, yaitu lemahnya pemahamanumat terhadap Islam yang amat parah, yang merasuk kedalam pikiran kaum Muslim secara tiba-tiba. Ini berawaltatkala bahasa Arab mulai diremehkan peranannya untukmemahami Islam sejak awal abad VII Hijriyah, sehinggakekuatan yang dimiliki bahasa Arab dengan kharisma

m

MAFAHIM HIZBUT TAHRIR

6

Islam terpisah. Selama kekuatan yang dimiliki bahasa Arabtidak disatukan dengan kharisma Islam, yaitu dengan caramenempatkan bahasa Arab —yang merupakan bahasaIslam— sebagai unsur yang sangat penting yang tidakterpisahkan dari Islam, maka kemunduruan itu akan tetapmelanda kaum Muslim. Mengapa demikian? Karenabahasa Arab memiliki kekuatan besar yang telah turutmengembangkan kharisma Islam. Islam dan bahasa Arabmerupakan satu kesatuan. Islam tidak mungkin dapatdilaksanakan secara sempurna kecuali dengan bahasaArab. Meremehkan bahasa Arab akan menghilangkanijtihad terhadap syari’at, karena ijtihad terhadap syari’attidak mungkin dilaksanakan tanpa terpenuhinya salah satusyarat mendasar yaitu bahasa Arab. Kedudukan ijtihaditu sendiri teramat penting bagi umat Islam, sehingga umattidak akan memperoleh kemajuan tanpa adanya ijtihad.

Kegagalan berbagai upaya untuk membangkitkankaum Muslim dapat dikembalikan pada tiga sebab.Pertama, tidak adanya pemahaman yang mendalammengenai fikrah Islamiyah di kalangan para aktiviskebangkitan Islam. Kedua, tidak adanya gambaran yangjelas mengenai thariqah Islamiyah dalam menerapkanfikrah. Ketiga, tidak adanya usaha untuk menjalin fikrahIslamiyah dengan thariqah Islamiyah sebagai satuhubungan yang solid, yang tidak mungkin terpisahkan.

Apabila kita telusuri mengenai fikrah, ternyatabanyak unsur-unsur terselubung telah menyelinap

Mafahim Hizbut Tahrir 7

masuk ke dalam fikrah Islamiyah yang tidak banyakdiketahui secara rinci oleh sebagian besar kaumMuslim. Unsur-unsur terselubung ini mulai menyusupsejak awal abad II Hijriyah sampai munculnya periodepenjajahan. Filsafat-filsafat asing, seperti filsafat India,Persia dan Yunani telah mempengaruhi sebagian kaumMuslim dan menyeret mereka terjerumus dalamkesalahan dengan berupaya mengkompromikan Islamdengan filsafat-filsafat ini. Padahal jelas, filsafat-filsafatini bertentangan secara keseluruhan dengan Islam.Usaha-usaha untuk mengkompromikan Islam denganfi lsafat- fi l safat ini telah menimbulkan adanyainterpretasi dan penafsiran yang menjauhkan sebagianar ti dan hakikat Islam yang sebenarnya, danmemperlemah pengetahuan Islam dari benak kaumMuslim. Lebih dari itu, masuk Islamnya sekelompokorang-orang munafik yang menyimpan rasa dendamdan kebencian terhadap Islam telah mengakibatkanmunculnya manipulasi terhadap ajaran-ajaran Islam,berupa pemikiran dan pemahaman yang bukan berasaldari Islam, bahkan sangat bertentangan dengan Islam.Hal ini melahirkan kesalahpahaman terhadap Islamdalam diri sebagian besar umat. Ditambah lagi dengankelalaian umat terhadap penguasaan bahasa Arabdalam pengembangan Islam yang terjadi pada abadVII Hijriyah. Faktor-faktor inilah yang mendorongkemunduran kaum Muslim. Belum lagi sejak akhir abad

8

XI Hijriyah (abad ke-17 Masehi) sampai sekarangdengan munculnya ghazwu ats-tsaqafi (invasi budaya),kristenisasi dan serangan politik yang datang dari Baratsemakin menambah parahnya kemerosotan, sekaligusmenjadi problema baru dalam masyarakat Islam.Faktor-faktor tersebut memberikan andil yang cukupbesar terhadap kesalahpahaman kaum Muslimmengenai f ikrah Is lamiyah , sehingga mampumelenyapkan kejernihan fikrah Islamiyah yang hakikidari benak kaum Muslim.

Sedangkan terhadap thariqah Islamiyah, umat Islamsecara berangsur-angsur telah kehilangan gambaran yangjelas mengenai thariqah Islamiyah. Dahulu, kaum Muslimmengetahui bahwa keberadaannya dalam hidup iniadalah hanya untuk Islam saja; dan bahwasanya tugasDaulah Islamiyah adalah menerapkan Islam, menjalankanhukum-hukum Islam di dalam negeri sertamenyebarluaskan dakwah Islam ke luar negeri; dansesungguhnya metoda praktis untuk merealisasikannyaadalah dengan jihad yang dilakukan oleh negara. Namundemikian, kenyataan sebenarnya menunjukkan bahwaumat Islam —setelah mengetahui semua itu— mulaibarpandangan bahwa tugas seorang muslim di dunia iniadalah mencari kesenangan dunia terlebih dahulu, barusetelah itu sebagai tugas yang kedua menyampaikannasehat dan petunjuk. Itu pun jika keadaannyamengijinkan. Di sisi lain, negara sudah tidak

Mafahim Hizbut Tahrir 9

mempedulikan lagi kesalahan dan kelalaiannya dalammelaksanakan hukum-hukum Islam. Negara tidak lagimerasa bersalah atas kelalaiannya dan berpangku tangandari aktivitas jihad fi sabilillah dalam rangka menyebarkanIslam. Kaum Muslim sendiri, setelah kehilangan negaranya—disamping kekurangan dan kelemahannya—, mulaiberanggapan bahwa kebangkitan Islam dapat diraihkembali dengan cara membangun masjid-masjid;menerbitkan buku-buku, tulisan atau karangan; sertamemdidik akhlak. Sementara mereka pada saat yangsama tetap berdiam diri terhadap kepemimpinan kufuryang menguasai dan menjajah mereka.

Begitulah yang menyangkut aspek fikrah (konsep)dan thariqah (metoda penerapan). Sedangkan jika dilihatmengenai hubungan fikrah dan thariqah, ternyata kaumMuslim hanya memperhatikan hukum-hukum syari’atyang berkaitan dengan pemecahan problematikakehidupan yang menyangkut aspek fikrah saja. Merekatidak lagi memperhatikan hukum-hukum yangmenjelaskan cara praktis pemecahan problematikatersebut, yaitu hal-hal yang menjelaskan thariqah.Pandangan seperti ini menjadikan kaum Muslim hanyamenitikberatkan pada studi hukum-hukum syari’at denganmeninggalkan metode operasionalnya. Mereka lebihbanyak memfokuskan perhatian dengan mempelajarihukum-hukum yang berkaitan dengan masalah shalat,shaum, nikah, dan talak, sedangkan mempelajari hukum-

10

hukum yang berkaitan dengan jihad, ghanimah1, hukum-hukum yang menyangkut Khilafah, qadla (peradilan),hukum-hukum tentang kharaj2, dan sebagainyaterlupakan. Cara mempelajari Islam seperti ini dengansendirinya telah memisahkan antara fikrah denganthariqah, antara teori dan praktek, sehingga hasilnyaadalah kemustahilan penerapan fikrah karena tidakdisertai dengan thariqah-nya.

Semua itu menjadi lebih parah lagi denganmunculnya kesalahan dalam memahami syari’at Islamyang akan diterapkan ke tengah-tengah masyarakat dipenghujung abad XIII Hijriyah (ke-19 Masehi). Islamakhirnya ditafsirkan tidak selaras dengan isi kandungannash-nashnya, dengan tujuan agar dapat disesuaikandengan kondisi masyarakat yang ada saat itu. Padahalseharusnya, masyarakatlah yang harus diubah agar sesuaidengan Islam, bukan sebaliknya. Jadi, bukan denganmembuat interpretasi baru mengenai Islam agar sesuaidengan keadaan masyarakat. Cara pemahaman sepertiini tidak dapat dibenarkan. Alasannya, karena yangmenjadi masalah adalah bahwa di sana terdapat satumasyarakat yang rusak dan hendak diperbaiki dengansuatu mabda (ideologi). Mabda ini harus diterapkan sesuai

1. Harta rampasan perang2. Pendapatan negara dari tanah/lahan di daerah taklukan

Mafahim Hizbut Tahrir 11

dengan apa yang dikandung oleh mabda itu sendiri,kemudian mengubah masyarakat seluruhnya secarainqilabi (revolusioner) berdasarkan mabda tersebut.Dengan kata lain, adalah suatu keharusan bagi para aktivispembaharuan untuk menerapkan hukum-hukum Islamsesuai dengan makna ajaran yang sebenarnya, tanpamemperhatikan keadaan masyarakat, waktu, maupuntempat. Namun kenyataannya mereka tidak berbuatdemikian. Mereka malah melangkah lebih jauh denganmenginterpretasikan hukum-hukum Islam agar sesuaidengan kondisi sekarang. Bahkan kesalahan yang merekalakukan sudah melampui batas, baik dalam masalahumum maupun dalam hal-hal yang terperinci. Merekamengeluarkan kaidah-kaidah kulliyat (umum) dan hukum-hukum yang terperinci sesuai dengan pandangan tersebut.Misalnya dengan membuat kaidah umum yang salahseperti:

Tidak ditolak adanya perubahan terhadap hukum,dengan adanya perubahan zaman.

atau:

Adat-istiadat dapat dijadikan patokan hukum.dan sebagainya.

»ال ينكر تغير األحكام بتغير الزمان«

»العادة محكمة«

12

Disamping itu mereka juga mengeluarkan fatwatentang hukum-hukum yang tidak berlandaskan hukumsyara’, malah bertentangan dengan nash al-Quran yangqath’i. Mereka menghalalkan riba yang nilai bunganya kecildengan alasan asal tidak berlipat ganda dan dalam keadaandarurat, apalagi itu dilakukan untuk kepentingan harta anakyatim. Akhirnya, hakim yang dikenal dengan sebutan hakimsyar’i pun (pada masa Daulah Turki Utsmani) melakukanriba terhadap dana-dana sosial yatim piatu sebagaimanayang dilakukan oleh hakim sipil. Selain itu, mereka punmelontarkan fatwa yang membolehkan penghentianpelaksanaan hukum hudud, serta membolehkan mengambilundang-undang pidana dari luar Islam. Demikianlah, merekatelah membuat hukum-hukum yang bertentangan dengansyari’at Islam dengan dalih untuk menyesuaikan diriterhadap situasi dan kondisi. Hukum syara’, menurutmereka, harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi,kondisi dan tempat.

Tindakan yang mereka lakukan ini tentu sajasemakin menjauhkan Islam dari kehidupan. Musuh-musuhIslam lalu menggunakan faham-faham yang salah danhukum-hukum yang bathil ini, sebagai alat untukmenyusupkan undang-undang dan prinsip-prinsip merekakepada umat Islam, yang tanpa disadari bahwa hal inibertentangan dengan agama mereka. Ini disebabkankarena telah mengakarnya pemahaman yang salah dalambenak pikiran umat, bahwa Islam itu up to date (sesuai

Mafahim Hizbut Tahrir 13

dengan perkembangan zaman). Islam kemudiandita’wilkan oleh banyak orang agar sesuai denganmazhab, aliran, dan ideologinya; atau disesuaikan dengansetiap peristiwa yang terjadi, atau dengan tolok ukurmasing-masing, sekalipun bertentangan dengan mabdadan arah pandangan Islam. Semua itu telah memberikanandil bagi usaha-usaha menjauhkan Islam dari kehidupan.Satu hal yang pasti, bahwa kegagalan setiap harakahIshlahiyah (gerakan reformasi) senantiasa sejalan denganpemahaman yang sudah salah-kaprah ini.

Keadaan ini semakin menjadi-jadi ketika memasukiabad XX M, dengan munculnya banyak penghalang yangmemisahkan Islam dengan kehidupan, sehingga semakinmenambah kesulitan baru bagi gerakan-gerakan Islam,disamping kesulitan-kesulitan yang telah ada sebelumnya.Hal ini terjadi karena kaum Muslim terutama kalanganulama dan kaum terpelajarnya sedang dikuasai oleh tigaunsur:

Pertama, mereka mempelajari Islam dengan cara yangbertentangan dengan metoda kajian yang telah digariskanIslam. Metoda kajian menurut Islam menyatakan bahwahukum-hukum syari’at Islam dipelajari sebagai perkara yangbersifat praktis, agar dapat diterapkan oleh negara dalamurusan pemerintahan, dan oleh individu dalam urusan yangmenyangkut pribadi. Atas dasar inilah para ulama (ushulfiqih) mendefinisikan ilmu fiqih sebagai:

14

Ilmu yang membahas masalah-masalah syariat yangbersifat praktis, dan digali dari dalil-dalilnya yang rinci.

Dengan metode seperti ini, kajian tentang Islam akanmenghasilkan ilmu bagi yang mempelajarinya dan amalperbuatan bagi masyarakat, baik negara maupun individu.Sayangnya, kenyataan yang ada menunjukkan bahwapara ulama dan kaum terpelajar, bahkan mayoritas kaumMuslim mempelajari Islam hanya sekedar sebagai ilmubelaka, seakan-akan Islam adalah filsafat yang bersifatkhayal dan teoritis semata. Dengan begitu hukum-hukumfiqih kemudian hanya menjadi sekumpulan teori murni,dan syariat dipelajari sebagai masalah-masalah ritual danakhlak saja, bukan lagi sebagai hukum-hukum yangmampu mengatasi problematika kehidupan. Ini dilihat dariaspek kajian Islam. Dilihat dari sisi dakwah Islam, apayang sering dilakukan oleh kaum Muslim serupa denganyang dilakukan para misionaris, yaitu dengan cara hanyamemberi nasehat dan petunjuk saja, bukan denganmetoda pengajaran yang dikehendaki oleh Islam. Dengancara dakwah seperti ini, orang-orang yang mempelajariIslam akan menjadi ulama-ulama jumud, ibarat buku-bukuyang bergerak, atau menjadi penasehat dan pemberi

ــة « من أدلتها المستنبطة علم بالمسائل الشرعية العملي

لية » التفصي

Mafahim Hizbut Tahrir 15

petunjuk yang selalu mengulang-ulang ucapan danpidatonya yang menjemukan, tanpa ada pengaruhsedikitpun terhadap masyarakat. Mereka tidak memahamihakikat mencerdaskan umat dengan Islam, yang berartimengajarkan seluruh perkara yang berkaitan denganagama Islam terhadap mereka, dengan cara yang dapatmenyentuh perasaannya dan membuat mereka takutterhadap azab dan murka Allah, sehingga seorang muslimakan berubah menjadi satu tenaga penggerak yangberpengaruh tatkala perasaannya terpaut dengan akalnya,berkat mempelajari ayat-ayat Allah melalui cara yangditempuhnya itu. Memang benar, mereka belummemahami hal semacam ini. Oleh sebab itulah merekamengganti metoda pengajaran yang sangat mendalamdan membekas ini dengan metoda nasehat dan petunjuk,yang terbatas dalam bentuk wejangan, pidato dankhutbah-khutbah yang dangkal lagi membosankan,karena telah berulang kali disampaikan. Akibatnya,muncullah anggapan bahwa antara pemecahan berbagaipersoalan yang terjadi di masyarakat dengan Islam adalahsuatu hal yang saling berseberangan, atau seakan-akanberseberangan, sehingga membutuhkan penyesuaian.Sampai pada akhirnya pena’wilan agar Islam bisadisesuaikan dengan keadaan, menjadi sesuatu yanglumrah dan dianggap sah-sah saja oleh masyarakat.

Lebih dari itu, mereka juga keliru memahami firmanAllah Swt.:

16

Tidak patut orang-orang mukmin keluar semuanya.Tetapi alangkah baiknya jika keluar sebagian (saja) daritiap-tiap golongan dari mereka, supaya merekamenerima pelajaran tentang agama, dan untuk merekaingatkan pada kaumnya apabila mereka telah kembalikepada mereka, agar supaya mereka bisa hati-hati.(TQS. At-Taubah [9]: 122)

Ayat ini mereka tafsirkan bahwa hendaklah dari setiapkelompok masyarakat ada segolongan orang yangmempelajari ilmu agama, kemudian mereka kembaliuntuk mengajarkan ilmu tersebut kepada kaumnya.Penafsiran seperti ini telah menjadikan usaha untukmempelajari agama itu hukumnya fardlu kifayah. Dengandemikian jelas, mereka telah menyalahi hukum syara’,sekaligus menyalahi makna ayat itu sendiri.

Menurut hukum syara’, setiap muslim yang balighdan berakal wajib hukumnya memahami agama, terutamaperkara-perkara yang dibutuhkan dalam kehidupannya,karena ia diperintahkan untuk menyesuaikan seluruh amal

$tΒ uρ šχ%x. tβθãΖ ÏΒ ÷σßϑ ø9$# (#ρã ÏΨ uŠÏ9 Zπ©ù!$Ÿ2 4 Ÿωöθn=sù t xtΡ ÏΒ

Èe≅ä. 7πs%ö Ïù öΝ åκ÷] ÏiΒ ×πxÍ←!$sÛ (#θßγ¤) x tGuŠÏj9 ’ Îû ǃÏe$!$# (#ρâ‘É‹Ψ ãŠÏ9uρ

óΟßγtΒöθs% #sŒÎ) (#þθãèy_ u‘ öΝÍκ ö s9 Î) óΟßγ= yès9 šχρâ‘x‹ øt s† ∩⊇⊄⊄∪

Mafahim Hizbut Tahrir 17

perbuatannya dengan perintah dan larangan Allah.Padahal, tidak ada jalan lain untuk melaksanakan hal inikecuali dengan mengetahui hukum-hukum syara’ yangberkaitan dengan seluruh amal perbuatan manusia.Dengan demikian, tafaquh fiddîn3 tentang hal-hal yangdibutuhkan oleh seorang muslim dalam kehidupannyaadalah fardlu ‘ain4 bukan fardlu kifayah5. Sedangkanijtihad untuk menggali hukum merupakan fardlu kifayah.Kesalahan mereka dalam memahami makna ayat ini ialahbahwasanya ayat tersebut adalah ayat jihad. Dengan katalain, yang dimaksudkan adalah bahwa kaum Muslim tidakdiperkenankan keluar seluruhnya ke medan perang untukberjihad. Hendaklah sekelompok orang keluar untukberjihad, dan sekelompok lainnya tinggal untukmempelajari hukum-hukum bersama Rasulullah saw.Apabila para mujahid yang terjun ke medan perang itutelah kembali, kelompok yang tinggal dapat mengajarkankepada mereka hukum-hukum yang belum merekadapatkan dengan metoda pengajaran yang sangatmembekas. Bukti lain mengenai hal ini adalah adanyakeinginan dan kesungguhan dalam diri para shahabatuntuk mempelajari hukum-hukum agama dan adanyasikap untuk selalu ingin menyertai Rasulullah saw. Kadang-

3. Mempelajari hukum-hukum Islam4. Kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu muslim5. Kewajiban yang dibebankan kepada kaum Muslim secara kolektif

18

kadang sebagian sahabat keluar mengikuti peperangansaraya6, sedangkan sebagian lainnya tinggal untukmempelajari hukum-hukum agama. Setelah para mujahiditu kembali, maka mereka yang tinggal akanmengajarkannya kembali kepada pasukan yang belummendapatkan pelajaran.

Kedua, bahwasanya dunia Barat yang dengki danmembenci Islam dan kaum Muslim terus menerusmenyerang agama Islam. Di satu sisi mereka mencelaIslam dengan cara mengada-adakan sesuatu yang tidakada dalam Islam, sementara di sisi lain mereka menjelek-jelekan sebagian hukum-hukum Islam, padahal semuanyaadalah hukum-hukum yang tidak diragukan lagikebenarannya dalam memecahkan masalah danpersoalan hidup. Menghadapi serangan seperti ini, kaumMuslim —terutama kalangan intelektualnya— beradapada posisi yang sangat lemah. Mereka rela menerimaIslam sebagai pihak tertuduh, lalu mereka berusaha untukmembelanya. Dalam rangka menghindari tuduhan sepertiitu, mereka berusaha menginterpretasikan hukum-hukumIslam. Sebagai contoh, mereka menginterpretasikan jihaddengan makna peperangan defensif, bukan peperanganofensif. Pena’wilan semacam ini menyalahi makna danhakikat jihad yang sebenarnya. Jihad adalah aktivitas

6. Ekspedisi pasukan kecil yang dikirim Rasulullah saw.

Mafahim Hizbut Tahrir 19

memerangi pihak manapun yang berdiri menentangdakwah Islam, baik yang menyerang Islam lebih dahulu(jihad defensif) atau yang tidak (jihad ofensif). Dengankata lain, jihad adalah menyingkirkan segala bentukrintangan yang menghambat dakwah Islam. Jihad jugamemiliki makna seruan dan dakwah kepada Islam sertaberperang demi tegaknya dakwah, yaitu jihad fi sabilillah.Sejarah menunjukkan, tatkala kaum Muslim hendakmenguasai bangsa Persia, Romawi, Mesir, Afrika Utara,dan Andalusia serta bangsa-bangsa yang lainnya, merekamengadakan penyerbuan ke wilayah itu karena dakwahmemang membutuhkan adanya jihad, agar dakwahtersebar di negeri-negeri tersebut. Jadi, penafsiran jihadseperti di atas merupakan penafsiran yang salah, sebagaiakibat sikap yang lemah karena menerima Islam sebagaipihak tertuduh. Pembelaan terhadap Islam dengan caraseperti itu, menunjukkan sikap yang malah memuaskanpara penuduhnya. Begitu pula sikap mereka menghadapituduhan orang-orang kafir dalam masalah poligami,potong tangan bagi pencuri, dan sebagainya. Untukmenghadapi tuduhan orang-orang kafir ini, kaum Muslimberusaha menginterpretasikan Islam dengan cara yangbertentangan dengan hakikat ajarannya. Semua itumenjadi sebab semakin jauhnya kaum Muslim daripemahaman yang benar terhadap Islam, bahkan padaakhirnya Islam dijauhkan dari pengamalan ajaran-ajarannya.

20

Ketiga, sebagai akibat menyusutnya DaulahIslamiyah karena banyaknya negeri-negeri Islam yangmelepaskan diri lalu tunduk kepada pemerintahan kufur,apalagi disusul dengan runtuh dan lenyapnya DaulahIslamiyah, maka terciptalah dalam benak kaum Muslimgambaran yang memustahilkan terwujudnya kembaliDaulah Islamiyah berikut terlaksananya kembali hukumIslam sebagai satu-satunya hukum yang harus diterapkan.Inilah yang mengakibatkan mereka bersedia menerimabegitu saja hukum lain yang bukan berasal dari Allah Swt.Mereka tidak melihat hal ini sebagai suatu bencana dandosa, selama nama baik Islam tetap dijaga, sekalipunhukum Islam tidak diterapkan lagi. Mereka jugamenyerukan agar aliran dan ajaran selain Islam harusdimanfaatkan guna membantu penerapan ajaran Islamdi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkankaum Muslim hanya duduk berpangku tangan tanpaberbuat apa-apa untuk mengembalikan Daulah Islamiyah,serta berdiam diri melihat hukum kufur yang diterapkandi tengah-tengah kehidupan kaum Muslim oleh orang-orang Islam itu sendiri.

Ketiga masalah tadi menjadi penyebab kegagalanseluruh gerakan reformasi yang didirikan untukmembangkitkan kembali umat Islam sekaligusmengembalikan kejayaan Islam. Wajar apabila kegagalanini terjadi, karena sekalipun gerakan-gerakan tersebutadalah gerakan Islam, namun kesalahpahamannya

Mafahim Hizbut Tahrir 21

terhadap Islam makin menambah ruwetnya problematika,yang makin mempersulit untuk mengatasinya, bahkandapat menjauhkan umat dari Islam, sebagai ganti dariusaha-usaha untuk menerapkan ajarannya.

Bertolak dari penjelasan ini maka sudah seharusnyaterdapat sebuah gerakan yang memahami Islam, baikdalam aspek fikrah (konsep) maupun thariqah (metodapenerapan)-nya, lalu mengkaitkan keduanya danberusaha melangsungkan kembali kehidupan Islam disalah satu wilayah diantara wilayah-wilayah Islam,sehingga wilayah ini menjadi titik awal pergerakan yangmemancarkan sinar dakwah Islam, dan kemudian menjadititik tolak penyebaran dakwah Islam.

Atas dasar inilah Hizbut Tahrir berdiri. Hizbut Tahrirberusaha untuk melangsungkan kembali kehidupan Islamdi kawasan negeri-negeri Arab. Dari sanalah tujuan untukmelangsungkan kehidupan Islam di seluruh dunia Islam—secara alami— akan tercapai, yaitu dengan jalanmendirikan Daulah Islamiyah di satu atau beberapawilayah sebagai titik sentral Islam dan sebagai benihberdirinya Daulah Islamiyah yang besar yang akanmengembalikan kehidupan Islam, dengan menerapkanIslam secara sempurna di seluruh negeri-negeri Islam, sertamengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.

Setelah mengadakan pengkajian, analisis danpembahasan, Hizbut Tahrir kemudian memilih danmenentukan hukum-hukum syara’, yang diantaranya

22

berkaitan dengan pemecahan masalah-masalah individuyang muncul dalam masyarakat dan yang terjadi antarasesama individu dalam masyarakat, seperti laranganmenyewa lahan pertanian. Ada juga yang berkaitandengan masyarakat umum yang terjadi antara umat Islamdengan umat lain, atau yang berhubungan dengan aspekinternasional, seperti bolehnya negara mengadakanperjanjian-perjanjian mendesak (dalam keadaan lemah)atau menyampaikan dakwah Islam sebelum memulaipeperangan, dan lain-lain. Ada juga yang berkaitandengan ide-ide, yang tidak lain merupakan hukum-hukumsyara’, misalnya tentang kaidah-kaidah kulliyat dandefinisi-definisi syara’. Seperti kaidah kulliyat yangmengatakan:

Suatu kewajiban tidak akan terlaksana tanpa sesuatu,maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.

atau seperti definisi mengenai hukum syara’, yaitu:

Seruan Pembuat hukum (Allah) yang berkaitan denganperbuatan hamba.

Hizbut Tahrir telah memilih dari berbagai macam hukumini beberapa hukum tertentu, dan berusaha

»خطاب الشارع المتعلق بأفعال العباد «

»ماال يتم الواجب االبه فهو واجب «

Mafahim Hizbut Tahrir 23

mengembangkannya. Karena hal ini pada hakikatnya jugamengembangkan Islam. Semuanya berupa pandangan-pandangan, pemikiran-pemikiran dan hukum-hukumyang Islami dan hanya berasal dari Islam. Tidak ada didalamnya hal-hal yang tidak Islami bahkan tidakterpengaruh sedikit pun oleh sesuatu yang berasal dariluar Islam; semata-mata Islam dan hanya berdasarkanpada dasar-dasar Islam serta nash-nashnya secara murni.Hizbut Tahrir dalam menyampaikan dakwahnya berusahamembangkitkan dan menggerakkan pemikiran. HizbutTahrir berpendapat, dakwah Islam harus dibangun atasdasar pembentukan pemikiran dan wajib dikembangkansebagai sebuah qiyadah fikriyah7. Pemikiran cemerlanglah(al-fikru al- mustanir) yang amat dibutuhkan dalam hidupini. Dan manusia akan bangkit di atas landasan tersebut,yaitu berupa suatu pemikiran yang mampumemperlihatkan hakikat segala sesuatu sehingga dapatdipahami dengan benar. Suatu pemikiran agar bisamenjadi pemikiran cemerlang (al-mustanir) harus berupapemikiran yang mendalam (al-‘amiq). Yang dimaksuddengan pemikiran yang mendalam (al-fikru al-’amiq)adalah pandangan yang teliti dan mendalam mengenaisegala sesuatu. Dengan demikian, pemikiran yangcemerlang (al-fikru al-mustanir) adalah pandangan yang

7. Kepemimpinan umat yang di dasarkan pada pemikiran

24

teliti dan mendalam mengenai segala sesuatu besertasegala hal ikhwal dan setiap hal yang berkaitandengannya, untuk mencapai suatu kesimpulan yang benarberdasarkan proses tersebut. Dengan kata lain, pemikiranyang cemerlang (al-fikru al-mustanir) adalah pandanganyang teliti, mendalam dan cemerlang terhadap segalasesuatu. Dengan demikian harus ada pandangan yangteliti, mendalam, dan cemerlang mengenai alam, hidup,dan manusia. Demikian juga harus ada pandangan yangteliti, mendalam dan cemerlang mengenai manusia dantingkah lakunya, sehingga dapat ditemukan hukum-hukum yang berkaitan dengan unsur-unsur ini.

Pandangan yang mendalam mengenai alam, hidup(nyawa), dan manusia akan memberikan pemikiran yangmenyeluruh terhadap ketiganya. Pemikiran yangmenyeluruh inilah yang akan memecahkan problematikaterbesar bagi manusia. Pemikiran ini pula yang akanmembentuk akidah bagi manusia, yang akan menentukantujuan hidupnya dan tujuan dari aktivitas yangdilakukannya dalam kehidupan ini. Sebab, manusia ituhidup di muka bumi (alam semesta); maka, selama belumterpecahkan problema terbesar mengenai dirinya sendiri;fenomena hidup yang dialaminya; dan mengenai alamsemesta sebagai tempat hidup dan keberadaannya, tentudia tidak akan mungkin mengetahui sikap apa yang harusditempuhnya. Karena itulah akidah menjadi dasar segalasesuatu.

Mafahim Hizbut Tahrir 25

Pandangan yang mendalam dan cemerlangmengenai alam semesta, hidup, dan manusia pasti akanmenghantarkan kepada akidah Islam. Sangat jelas bahwaketiga unsur ini semuanya merupakan hasil ciptaan darial-Khaliq (Sang Pencipta). Dan bahwasanya al-Khaliqinilah satu-satunya yang mengendalikan, menjaga, sertamengaturnya sesuai dengan sistem tertentu. Bahwasanyakehidupan dunia tidak bersifat azali (tidak berawal danberakhir) dan tidak abadi. Ada kehidupan sebelumnya,yaitu Allah Swt. yang menciptakannya dan yangmengaturnya; disamping ada kehidupan sesudahnya yaituhari Kiamat. Begitu pula aktivitas manusia di dalamkehidupan dunia ini, harus berjalan sesuai denganperintah Allah dan larangan-Nya. Bahwa manusia akandihisab atas perbuatannya pada hari Kiamat nanti, yaituyaumul hisab. Berdasarkan hal ini, menjadi kewajibanmanusia untuk selalu terikat dengan syari’at Allah yangtelah disampaikan oleh junjungan kita Nabi Muhammadsaw. kepada manusia.

Dengan pandangan yang mendalam dan cemerlangterhadap alam, hidup, dan manusia, akan nampak bahwaketiganya berupa materi, bukan ruh. Ketiganya juga bukanterbentuk dari campuran materi dan ruh. Yang dimaksuddengan materi di sini adalah sesuatu yang dapat dijangkaudan diindera; baik materi itu didefinisikan sebagai sesuatuyang menempati ruang dan memiliki massa, ataudidefinisikan sebagai tenaga yang dapat menggerakkan

26

—baik tampak maupun tidak. Yang menjadi topikpembahasan bukanlah bentuk materi itu sendiri,melainkan hal yang terkait dengan alam, hidup, danmanusia —yaitu ketiga unsur yang dapat diindera dandijangkau— dilihat dari sisi keberadaannya sebagaiciptaan al-Khaliq. Sedangkan yang dimaksudkan denganruh, adalah kesadaran manusia akan hubungannyadengan Allah. Jadi, bukan ruh yang dimaknai sebagaisirrul hayat (rahasia hidup/nyawa). Sebab, yang menjaditopik pembahasan memang bukan ruh dalam arti nyawa,melainkan mengenai hubungan alam, hidup, dan manusiadengan sesuatu yang ghaib, yaitu al-Khaliq. Jugamengenai apakah kesadaran terhadap hubungan alam,hidup, dan manusia dengan Khaliqnya itu termasukbagian dari ketiganya atau bukan. Dengan pandanganyang teliti, mendalam dan cemerlang terhadap alam,hidup, dan manusia —dilihat dari segi pengertian ruhsebagai kesadaran hubungan manusia dengan Allah,bukan dari segi ruh sebagai nyawa— ternyata semuanyaitu berupa materi, bukan ruh, juga bukan terbentuk daricampuran materi dan ruh. Bahwa semuanya tergolongmateri, itu adalah suatu hal yang nyata, bukan hal yangsamar, karena ketiganya dapat dijangkau oleh indera.Ketiganya juga bukan ruh, karena ruh adalah kesadaranmanusia akan hubungannya dengan Allah Swt. Padahalkesadaran yang timbul dari manusia terhadaphubungannya dengan Allah ini bukanlah bagian dari alam,

Mafahim Hizbut Tahrir 27

manusia, dan hidup, melainkan sesuatu di luar itu. Bahwaketiganya bukan terbentuk dari campuran materi dan ruh,telah jelas pada alam dan kehidupan. Sedangkan padadiri manusia, kesadarannya terhadap hubungannyadengan Allah bukanlah asli bagian dari prosesbentukannya, melainkan sesuatu yang baru. Buktinya,orang kafir yang ingkar terhadap Allah tidak akanmengenal hubungannya dengan Allah, kendati demikiania tetap sebagai manusia.

Berdasarkan penjelasan di atas, apa yang dikatakanoleh sebagian orang bahwa manusia itu terbentuk daricampuran materi dan ruh adalah salah; sehingga apabilamateri yang ada padanya mampu mendominasi ruhjadilah ia orang jahat; dan jika ruh yang mendominasidalam dirinya, jadilah ia orang baik; dan bahwasanyamanusia harus berusaha memenangkan ruh atas materiagar menjadi orang baik. Manusia bukan terbentuk daricampuran materi dan ruh. Ruh yang menjadi pokokbahasan di sini (yang terdapat pada diri orang yangberiman terhadap adanya Tuhan) adalah adanyapengaruh dari Sang Pencipta, atau pengaruh yang dapatdijangkau berkaitan dengan hal-hal ghaib, atau adanyasesuatu yang dapat diketahui, yang tidak mungkin munculkecuali dari Allah, atau yang semakna dengan hal-hal yangmempunyai arti kerohanian maupun aspek rohani.Sedangkan ruh dengan pengertian kerohanian atau aspekrohani yang terdapat dalam diri manusia bukan berupa

28

rahasia hidup (nyawa), bahkan tidak ada kaitannyadengan rahasia hidup. Ruh dalam pengertian ini jelas-jelas merupakan sesuatu yang lain. Buktinya, hewan punmempunyai rahasia hidup, tetapi hewan tidak mempunyaikerohanian dan aspek rohani. Lebih dari itu tidak adaseorang pun yang mengatakan bahwa binatang ituterbentuk dari campuran materi dan ruh. Ini membuktikanbahwa ruh dalam pengertian ini artinya bukanlah rahasiahidup, bukan pula muncul dari rahasia hidup, serta tidakada kaitannya dengan rahasia hidup. Sama seperti hewan,manusia tidak terbentuk dari campuran materi dan ruh,walaupun di dalamnya terdapat rahasia hidup. Ruh yangterdapat dalam diri manusia dan yang membedakannyadengan manusia lain (kafir) tidak berkaitan dengan rahasiahidup, dan bukan pula muncul dari rahasia hidup.Pengertian yang dimaksudkannya adalah kesadaranhubungan manusia dengan Allah. Dengan demikian tidakbisa dikatakan bahwa ruh merupakan bagian daribentukan manusia, dengan alasan bahwa manusiamemiliki rahasia hidup (nyawa).

Selama ruh yang menjadi pokok bahasan dalammasalah ini dimaknai sebagai kesadaran hubunganmanusia dengan Allah dan tidak ada kaitannya denganrahasia hidup, maka sudah jelas bahwa ruh bukan bagiandari bentukan manusia. Kesadaran hubungan denganAllah tidak termasuk bagian dari bentukan manusia,melainkan sifat yang datang dari unsur luar. Alasannya,

Mafahim Hizbut Tahrir 29

bahwa orang kafir yang ingkar terhadap Allah tidak akanmengenal hubungannya dengan Allah, meski demikiantetap saja ia disebut sebagai manusia.

Walaupun alam semesta, manusia, dan hidupmerupakan materi, bukan ruh, tetapi ketiganya memilikiaspek kerohanian, yaitu keberadaanya sebagai ciptaan al-Khaliq. Dengan kata lain, ketiganya sebagai makhluk Allah,yang diciptakan-Nya. Alam semesta adalah materi.Keberadaanya sebagai ciptaan al-Khaliq merupakan aspekrohani yang harus disadari oleh manusia. Manusia adalahmateri. Keberadaanya sebagai ciptaan al-Khaliq merupakanaspek rohani yang harus disadari oleh manusia. Demikianpula halnya dengan hidup adalah materi. Keberadaanyasebagai ciptaan al-Khaliq merupakan aspek rohani yangharus disadari oleh manusia. Jadi, aspek kerohaniandatangnya bukan dari zat/unsur alam, hidup, dan manusiaitu sendiri, melainkan dari keberadaan ketiganya sebagaimakhluk al-Khaliq, yaitu Allah Swt. Hubungan inilah yangdimaksudkan dengan aspek kerohanian.

Mengenai arti ruh, orang-orang yang berimandengan adanya Tuhan berulang kali menggunakan lafadzruh, kerohanian dan aspek rohani. Sebenarnya, yangdimaksudkan mereka adalah adanya pengaruh dari sangPencipta di suatu ruang/tempat; atau apa yang dapatdisaksikan dari tanda-tanda yang berkaitan dengan hal-hal yang ghaib; atau keberadaan sesuatu yang dapatdiketahui dan tidak mungkin muncul kecuali dari Allah;

30

atau yang semakna dengan hal ini. Semua makna yangmereka sebut sebagai ruh, kerohanian dan aspek rohani,serta yang sejenisnya, ini merupakan makna-makna yangumum, kabur dan belum jelas. Makna-makna ini memangnyata dalam pikiran mereka, juga memiliki fakta di luarpikiran mereka. Hanya saja, ada perkara-perkara ghaibyang terjangkau keberadaannya tetapi tidak terjangkauZatnya, serta memiliki pengaruh terhadap segala sesuatu.Tetapi sesuatu yang nyata dan dapat mereka rasakandengan inderanya itu ternyata tidak mampu merekadefinisikan, bahkan bagi mereka amat kabur. Sebagaiakibat ketidakjelasan makna-makna ini, muncullahkekacauan dalam pandangan mereka. Ada sebagian orangyang mencampur adukkannya dengan ruh, yang berartirahasia hidup (nyawa). Mereka mengatakan bahwamanusia terbentuk dari campuran materi dan ruh(sebagaimana ajaran spiritualisme), karena merasakanadanya ruh sebagai rahasia hidup dalam dirinya, danadanya ruh dalam arti kerohanian dan aspek rohani. Lalumereka mengira bahwa ruh dengan pengertiankerohanian sama dengan ruh yang berarti rahasia hidupatau yang muncul dari rahasia hidup. Mereka lupa bahwapada hewan pun terdapat ruh yang berarti rahasia hidup.Kendati demikian, hewan tidak mempunyai kerohanianatau aspek rohani. Disamping itu akibat dari ketidakjelasanpengertian ini adalah penggunaan istilah kerohanian untukseseorang yang merasakan kepuasan jiwa, sehingga ada

Mafahim Hizbut Tahrir 31

orang yang mengatakan tentang dirinya “Aku telahmerasakan kerohanian yang tinggi”, atau “Si fulanmempunyai suatu kerohanian yang agung”. Implikasilainnya adalah tatkala seseorang mendatangi suatu tempatkemudian ia merasakan kepuasan/kenikmatan di tempatitu, maka tempat itu dikatakan sebagai mengandung aspekrohani atau kerohanian. Ada juga sementara orang yangpada akhirnya melaparkan diri, menyengsarakanbadannya dan menelantarkan tubuhnya dengan maksuduntuk memperkuat ruhnya, karena kesalahan pemahamanini. Semua ini muncul karena ketidakjelasan arti ruh,kerohanian dan aspek rohani. Kasus ini mirip denganpengertian akal yang menjadi polemik banyak orang dimasa lalu. Akal adalah lafadz yang mempunyai maksudmemahami dan menetapkan sesuatu, atau mempunyaipengertian serupa dengan ini. Akan tetapi orang-orangterdahulu menggambarkan segala sesuatu yang ada —baik terjangkau maupun tidak— sebagai pengaruh dariakal, bukan akal itu sendiri. Akal memang memiliki faktadan dapat mereka rasakan, akan tetapi hakikatnya tetapsaja tidak jelas. Akibat ketidakjelasan ini munculperbedaan pandangan dan kekacauan gambaran tentangtempat dan keberadaan akal, sehingga pengertian akalbagi mereka menjadi bercampur aduk. Sebagian orangmengatakan bahwa akal itu tempatnya di dalam hati;sebagian lagi mengatakan ada di kepala; yang lainmengatakan bahwa akal adalah otak; bahkan ada pula

32

diantara mereka yang berpendapat lain dari pendapat-pendapat tadi. Dalam perkembangannya —pada awalabad ini— para pemikir berusaha menjelaskan arti dandefinisi akal. Namun, yang muncul adalah kekacauanakibat tidak jelasnya pemahaman terhadap faktamengenai akal. Sebagian mengatakan bahwa akal adalahrefleksi otak terhadap materi; sebagian lagi mengatakansebaliknya, bahwa akal adalah refleksi materi terhadapotak. Sampai pada akhirnya ditemukan definisi yangbenar, yaitu, bahwa akal adalah pemindahan gambaransuatu kenyataan (obyek) ke dalam otak melalui pancaindera, disertai pengetahuan sebelumnya tentangkenyataan tersebut, sehingga dapat ditafsirkan. Dengandefinisi ini sampailah pada pengertian akal yangsebenarnya. Demikian pula halnya dengan masalah ruh,kerohanian dan aspek rohani. Para pemikir harusberusaha mencari kejelasan arti ruh, kerohanian dan aspekrohani sehingga dapat diterima oleh pemikiran (manusia)dan dapat dijangkau realitasnya. Sebab, ruh, kerohanian,dan aspek rohani memiliki realitas. Dan segala sesuatuyang dapat diindera dan disaksikan oleh manusia ternyataada hal-hal yang bersifat materi yang dapat dirasakan,bahkan kadang-kadang dapat diraba; misalnya roti.Kadang-kadang ada juga sesuatu yang dapat dirasakantetapi tidak dapat diraba, seperti pelayanan dokter. Malahada juga hal-hal yang bersifat maknawi (bukan materi)yang dapat dirasakan tetapi tidak dapat diraba, seperti

Mafahim Hizbut Tahrir 33

kebanggaan atau pujian. Ada juga hal-hal yang bersifatrohani yang dapat dirasakan tetapi tidak dapat diraba,seperti takut kepada Allah dan berserah diri kepada-Nyadi saat-saat susah. Ketiga makna ini seluruhnya memilikirealitas yang dapat dirasakan oleh manusia, yang tentusaja antara satu dengan lainnya berbeda. Jadi, ruh,kerohanian dan aspek rohani merupakan realita yang jelasyang dapat diindera/dirasakan. Karena itu, kenyataan iniharus didefinisikan agar dapat dijelaskan kepadamesyarakat sebagaimana halnya dengan akal yang sudahdide­finisikan dan jelas di tengah-tengah masyarakat.

Dengan pandangan yang teliti mengenai realita ruh,kerohanian, dan aspek rohani tampak jelas bahwaketiganya tidak akan terdapat pada diri orang atheis yangmengingkari adanya Allah. Ketiganya hanya akan adapada diri orang-orang yang telah beriman terhadapadanya Allah. Ini berarti bahwa ruh, kerohanian, danaspek rohani berkaitan dengan keimanan kepada Allah.Ada tatkala iman bersemayam dalam diri seseorang, danhilang ketika tidak ada iman. Iman terhadap adanya Allahadalah pembenaran yang pasti dengan seyakin-yakinnyabahwa segala sesuatu adalah makhluk al-Khaliq. Dengandemikian yang menjadi pokok bahasan adalah segalasesuatu, dari segi bahwa segala sesuatu itu merupakanmakhluk yang diciptakan al-Khaliq. Pengakuan bahwasegala sesuatu diciptakan oleh Khaliq adalah Iman, danpengingkaran terhadap hal ini berarti kufur. Dalam

34

keadaan mengakui serta membenarkan secara pastiterdapatlah aspek rohani. Yang mewujudkan aspek iniadalah pembenaran tersebut. Pada saat tidak adanyapengakuan atau ingkar, maka tidak akan didapati aspekrohani. Yang menjadikan tidak adanya aspek rohaniadalah pengingkarannya. Ringkasnya, aspek rohaniadalah pengakuan bahwa segala sesuatu merupakanmahkluq yang diciptakan oleh al-Khaliq. Dengan kata lain,aspek rohani adalah hubungan antara segala sesuatudengan al-Khaliq dilihat dari aspek penciptaan dankeberadaannya dari hal yang sebelumnya tidak ada.Hubungan ini —yaitu bahwa segala sesuatu diciptakanoleh al-Khaliq— jika disadari oleh akal, maka akanmelahirkan perasaan pengagungan terhadap al-Khaliq,rasa takut kepada-Nya dan perasaan untuk mensucikan-Nya. Kesadaran yang melahirkan perasaan terhadapadanya hubungan dengan Allah inilah yang disebut ruh.Jadi, ruh adalah kesadaran (manusia) terhadaphubungannya dengan Allah. Jelaslah apa yangdimaksudkan dengan makna ruh dan aspek rohani. Ruhdan aspek rohani bukanlah kata-kata yang memilikipengertian lughawi yang mengacu pada aspek bahasasaja; dan bukan pula istilah yang dapat dipakai oleh setiapgolongan sekehendaknya, melainkan memiliki maknayang khas, kendati diungkapkan dengan berbagai lafadz.Yang dibahas di sini adalah mengenai realitas makna ini,bukan dilihat dari sisi makna lafadznya menurut bahasa.

Mafahim Hizbut Tahrir 35

Realitasnya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas,yaitu bahwa ruh dilihat dari aspek rohani pada dirimanusia adalah kesadaran hubungannya dengan Allah.Sedangkan aspek rohani pada alam, manusia dan hidup,semuanya itu merupakan makhluk yang diciptakan olehal-Khaliq. Apapun lafadz yang digunakan (secararedaksional) untuk mengungkapkannya maka yangdimaksud adalah makna-makna yang disebut di atas.Sebab, inilah realitas yang terindera yang didasarkan padabukti-bukti. Realitas yang terindera ini terdapat di dalampikiran (manusia) dan terdapat pula kenyataannya di luarpikiran; yang dimiliki oleh manusia-manusia yang berimanakan adanya Tuhan, Pencipta segala sesuatu.

Adapun yang dimaksud ruh sebagai rahasia hidup(nyawa) telah jelas keberadaannya secara pastiberdasarkan nash al-Quran yang qath’i (pasti). Imanterhadap adanya ruh merupakan hal yang wajib ada, dandalam hal ini bukan menjadi topik pembahasan.

Lafadz ruh adalah lafadz yang bermakna ganda(musytarak) seperti kata “‘ain” yang mempunyai beberapaarti. ‘Ain dapat diartikan dengan mata air, alat penglihatan,atau mata-mata, bisa juga berarti mata uang emas danperak, dan lain sebagainya. Demikian pula halnya denganruh, ia memiliki beberapa arti. Di dalam al-Quran terdapatlafadz ruh dengan arti yang berbeda-beda. Ada ruh yangbermakna nyawa/rahasia hidup, seperti:

36

Mereka bertanya kepadamu tentang ruh (nyawa).Katakanlah: ‘ruh itu termasuk urusan Rabbku, dantidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.’(TQS. Al-Isra’ [17]: 85).

Juga terdapat ruh yang bermakna Jibril, seperti padaayat:

Dia (al-Quran) dibawa turun oleh ar-ruhul amin (Jibril),dan diilhamkan kedalam hatimu (Muhammad) agarkamu menjadi orang yang memberi peringatan. (TQS.Asy-Syu’araa [26]: 193-194).

Juga terdapat lafadz ruh yang bermakna syariah, sepertipada ayat:

štΡθè= t↔ó¡o„uρ Çtã Çyρ”9$# ( È≅è% ßyρ”9 $# ôÏΒ Ì øΒ r& ’În1 u‘ !$tΒ uρ

Ο çF Ï?ρé& zÏiΒ ÉΟù= Ïèø9 $# ωÎ) WξŠÎ= s% ∩∇∈∪

tΑ t“tΡ ÏµÎ/ ßyρ”9 $# ßÏΒ F{$# ∩⊇⊂∪ 4’ n?tã y7 Î7ù= s% tβθä3tGÏ9 zÏΒ

tÍ‘ É‹Ζ ßϑø9$# ∩⊇⊆∪

y7 Ï9≡x‹x. uρ !$uΖ ø‹ ym÷ρr& y7ø‹ s9Î) %[nρâ‘ ôÏiΒ $tΡ ÌøΒ r&

Mafahim Hizbut Tahrir 37

Demikianlah kami wahyukan kepadamu (Muhammad)ruh (syari’at) dengan perintah Kami. (TQS. Asy-Syura[42]: 52).

Seluruh makna-makna yang disebutkan di atasbukanlah yang dimaksudkan oleh lafadz aspek ruhiyahatau sesuatu yang bersifat rohani atau pemisahan materidari ruh, atau yang sejenisnya. Begitu pula tidak adahubungan antara pengertian ruh yang telah dibahasdengan seluruh makna yang terdapat dalam al-Quran.Yang dimaksud dengan ruh menurut penggunaannya yangterakhir ini adalah arti yang berkaitan dengan penciptaanmateri, dilihat dari pandangan bahwa segala sesuatu telahdiciptakan oleh al-Khaliq, yaitu Allah Swt., serta kesadaranmanusia terhadap hubungan segala sesuatu itu denganKhaliqnya.

Pandangan yang mendalam dan cemerlangmengenai manusia, menunjukkan bahwa manusia hidupdi dalam dua lingkaran, yaitu lingkaran yang menguasaimanusia dan lingkaran yang dikuasai manusia. Lingkaranyang menguasai manusia adalah lingkaran yang didalamnya berlaku nizhamul wujud (sunnatullah/hukumalam) atas manusia. Manusia berjalan bersama alam dankehidupan, sesuai dengan aturan tertentu yang tidakberubah. Karena itu, dijumpai beberapa kejadianmenimpa manusia di dalam lingkaran ini, yang terjadi diluar keinginannya. Di sini, manusia bersifat musayyar

38

(dikendalikan), bukan mukhayyar (diberi pilihan).Misalnya, manusia lahir ke dunia ini bukan ataskehendaknya. Ia juga akan meninggalkan dunia ini, bukanatas kehendaknya. Dalam hal ini ia tidak mampumelepaskan diri dari hukum alam. Atas dasar ini manusiatidak akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatan yang berasal dari dirinya sendiri atau yangmenimpanya yang tercakup di dalam lingkaran ini.Adapun lingkaran yang dikuasai oleh manusia, adalahlingkaran dimana manusia bebas berjalan di dalamnya,sesuai dengan sistem yang dipilihnya; apakah itu syari’atAllah atau syari’at yang lainnya. Di dalam lingkaran initerjadi perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia atauyang menimpanya sesuai dengan keinginannya. Misalnya,ia berjalan, makan, minum atau pergi pada saat yangdiinginkannya. Ia pun mampu untuk tidak melakukanperbuatan-perbuatan itu pada saat yang diinginkannyapula. Ia bebas untuk menentukannya. Karena itu, ia akandiminta pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatanyang dilakukannya di dalam lingkaran ini.

Manusia senantiasa mencintai sesuatu yang berasaldarinya atau yang menimpanya di dalam lingkaran yangdikuasainya ataupun yang menguasainya. Begitu pulamanusia kadang-kadang membenci sesuatu di dalamkedua lingkaran tersebut. Maka ia berusaha menafsirkankecintaan dan kebenciannya ini dengan predikat baik(khair) dan buruk (syarr). Manusia cenderung

Mafahim Hizbut Tahrir 39

menggolongkan apa yang disenanginya sebagai baik, danapa yang dibencinya sebagai buruk. Demikian jugaterhadap beberapa perbuatan dikatakan baik danperbuatan lain dikatakan buruk atas dasar manfaat yangdidapatnya atau kemudharatan yang dijumpainya.

Pada hakikatnya perbuatan-perbuatan yangdilakukan manusia dalam lingkaran yang dikuasainya,tidak diberikan predikat baik atau buruk karenaperbuatannya itu sendiri. Sebab, semua itu hanya sekedarperbuatan saja, tanpa mempunyai nilai baik atau burukdilihat dari zat perbuatannya. Yang menjadikannya baikatau buruk justru didasarkan pada unsur luar (di luarperbuatan). Membunuh orang, misalnya, tidak dikatakanbaik maupun buruk, melainkan dikatakan pembunuhansaja. Adanya sifat baik atau buruk pada pembunuhan,tidak lain karena terdapatnya unsur luar. Karena itu,membunuh kafir harbi8 adalah baik, sedangkanmembunuh warga negara (yang menjadi warganegaraDaulah Islamiyah), atau yang negaranya mengadakanperjanjian dengan pemerintahan Islam (kafir mu’ahid),atau membunuh orang yang meminta perlindungan,adalah buruk. Pembunuhan pada contoh pertamamendapatkan pahala, sedangkan yang kedua akanmendapatkan sanksi; walaupun kedua perbuatan itu

8. Orang kafir yang memerangi kaum Muslim

40

sejenis dan tidak berbeda. Dalam hal ini baik dan burukitu datangnya dari unsur-unsur yang mendorong manusiauntuk melakukan suatu perbuatan dan tujuan yanghendak dicapai dari perbuatan tersebut. Hal-hal yangmendorong manusia untuk berbuat sesuatu dan tujuanyang hendak dicapainya adalah dua hal yang menentukanpredikat perbuatan itu tergolong baik atau buruk; baikhal itu disukainya maupun tidak, mendatangkan manfaatatau malah menimbulkan mudharat.

Karena itu, suatu keharusan bagi kita untuk mencariunsur-unsur yang mampu mendorong manusiamelakukan suatu perbuatan, disamping mencari tujuanyang hendak dicapainya. Dengan demikian kita akanmemahami kapan suatu perbuatan itu dikatakan baik dankapan dikatakan buruk. Untuk mengetahui unsur-unsurpendorong serta tujuan yang hendak dicapainya, ternyatabergantung pada jenis akidah yang diyakini oleh manusiaitu sendiri. Bagi seorang muslim yang telah berimankepada Allah Swt. serta beriman bahwa Allah telahmengutus Nabi Muhammad saw. dengan syari’at Islamyang menjelaskan perintah-perintah serta larangan Allah,dan mengatur hubungannya dengan Allah, atau dengandirinya sendiri, ataupun dengan manusia yang lainnya;maka seorang muslim yang meyakini hal ini wajibmenyesuaikan seluruh amal perbuatannya denganperintah dan larangan Allah. Tujuan yang hendak diraihdari penyesuaian ini adalah mendapatkan ridha Allah Swt.

Mafahim Hizbut Tahrir 41

Karena itu, setiap perbuatan mungkin akan mendatangkanmurka Allah dan ridha-Nya. Apabila amal perbuatantersebut mengundang murka Allah, karena menyalahiperintah-parintah-Nya dan melanggar larangan-Nya,maka amal perbuatan tersebut dikategorikan buruk. Danapabila amal perbuatan tersebut mendatangkan ridhaAllah melalui ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya,serta menjauhi larangan-Nya, maka amal perbuatan itudikategorikan baik.

Atas dasar ini kita dapat mengatakan bahwapredikat baik (khair) dalam penilaian seorang muslimadalah sesuatu yang diridhai Allah Swt., sedangkan buruk(syarr) adalah sesuatu yang dimurkai Allah Swt.

Hal ini berlaku atas seluruh perbuatan yangdilakukan oleh manusia atau yang menimpanya dalamlingkaran yang dapat dikuasainya.

Adapun perbuatan-perbuatan yang dilakukanmanusia atau yang menimpanya dalam lingkaran yangmenguasainya, maka manusia memberikan predikatbaik atau buruk sesuai dengan kecintaan dankebenciannya, atau kemanfaatan dankemudharatannya. Hal ini diungkapkan oleh Allahdengan firman-Nya:

¨βÎ) z≈ |¡Σ M} $# t,Î= äz % ·æθè= yδ ∩⊇∪ #sŒÎ) 絡¡tΒ • ¤³9 $# $Yãρâ“y_ ∩⊄⊃∪

# sŒÎ)uρ 絡¡tΒ ç ö sƒ ø:$# $ãθãΖ tΒ ∩⊄⊇∪

42

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesahlagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluhkesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.(TQS. Al-Ma’arij [70]: 19-21)

Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanyakepada harta. (TQS. Al-‘Adiyaat [100]: 8)

Meski demikian, predikat baik-buruk ini bukan merupakansifat sesungguhnya dari suatu perbuatan. Adakalanyaseseorang melihat sesuatu itu baik, padahal buruk, dansebaliknya kadang-kadang melihat sesuatu itu buruk,padahal baik. Firman Allah Swt:

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amatbaik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukaisesuatu padahal itu amat buruk bagimu. Allahmengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.(TQS.Al-Baqarah [2]: 216)

#|¤tã uρ βr& (#θèδ tõ3s? $\↔ø‹ x© uθèδ uρ × ö yz öΝ à6©9 ( #|¤tã uρ βr&

(#θ™6Åsè? $\↔ø‹ x© uθèδ uρ @Ÿ° öΝä3©9 3 ª! $# uρ ãΝn= ÷ètƒ óΟçFΡ r&uρ Ÿω šχθßϑn= ÷ès?

∩⊄⊇∉∪

… çµΡÎ) uρ Éb=ßsÏ9 Î ö sƒ ø: $# ω t±s9 ∩∇∪

Mafahim Hizbut Tahrir 43

Pandangan yang teliti, mendalam dan cemerlangterhadap perbuatan manusia menunjukkan bahwaperbuatan manusia dilihat dari sisi zatnya, tanpa dilihatlagi faktor-faktor dan pertimbangan-pertimbangan lainadalah materi belaka. Keberadaannya sebagai materiberarti tidak mempunyai predikat terpuji (hasan) atautercela (qabih) karena zatnya, melainkan didapat darifaktor-faktor luar atau pertimbangan-pertimbangan lain.Pertimbangan lain ini bisa berasal dari akal saja atausyari’at saja. Bisa juga berasal dari akal yang dibenarkansyara’, atau berasal dari syara’ dan akal yangmemperkuatnya. Penilaian terpuji atau tercela yangdidasarkan pada akal semata, jelas merupakan perkarayang bathil. Sebab, pendapat akal memungkinkanterjadinya perbedaan, perselisihan pendapat, dankontradiksi. Ukuran-ukuran akal yang menentukan terpujiatau tercelanya sesuatu, dipengaruhi oleh lingkunganhidupnya, bahkan berbeda-beda di setiap kurun waktu.Apabila ukuran terpuji dan tercela itu diserahkan kepadaakal, maka sesuatu yang tercela bagi sekelompok orangmungkin menjadi terpuji bagi yang lain. Bahkan kadang-kadang, sesuatu yang sama dipandang terpuji pada suatuwaktu, tetapi dipandang tercela di lain waktu. Islamsebagai suatu mabda yang universal dan abadimengharuskan adanya sifat perbuatan sebagai terpuji dantercela berlaku atas seluruh manusia di setiap zaman.Karena itu, penjelasan suatu perbuatan apakah terpuji atau

44

tercela harus ditentukan oleh kekuatan yang ada di luarakal, yakni berasal dari syara’. Dengan demikian, predikatsuatu perbuatan manusia dikatakan terpuji atau terceladatangnya harus dari syara’. Atas dasar inilah perbuatankhianat dikatakan tercela; menepati janji dikatakan terpuji;berbuat fasik adalah tercela; sedangkan bertakwa (padaAllah) adalah terpuji; membelot dari Daulah Islamiyahadalah tercela; sedangkan meluruskan kesalahan-kesalahan Daulah apabila menyimpang adalah terpuji.Semua ini karena syara’ telah mejelaskan demikian.Adapun menjadikan syara’ sebagai dalil terhadap apayang telah ditunjuk oleh akal, maka hal ini berartimenjadikan akal sebagai tolok ukur terhadap nilai terpujidan tercelanya sesuatu, dan hal ini telah kita jelaskankebathilannya. Menjadikan akal sebagai dalil terhadapsesuatu yang telah ditunjuk oleh syara’, berarti menjadikanakal sebagai dalil terhadap hukum syara’, padahal hukumsyara’ dalilnya adalah nash, bukan akal. Fungsi akal dalamhal ini adalah untuk “memahami syara’”, bukanmenjadikannya sebagai dalil terhadap hukum syara’.Dengan demikian, terpuji dan tercela semata-mata harusberdasarkan syara’ saja, bukan akal.

Perbedaan antara predikat suatu perbuatan sebagaibaik (khair) atau buruk (syarr) dengan predikat terpuji(hasan) atau tercela (qabih) adalah bahwa predikat baikatau buruk tidak lain ditentukan oleh akibat perbuatantersebut menurut pandangan manusia, juga ditentukan

Mafahim Hizbut Tahrir 45

dari segi melakukan-tidaknya perbuatan tersebut.Seseorang, biasa menyebut suatu perbuatan itu sebagaiberbahaya atau dibenci dengan sebutan buruk.Sedangkan sesuatu yang memberi manfaat dan disenangi/dicintai sebagai sesuatu yang baik. Hal itu didasarkan padapengaruh perbuatan tersebut terhadap dirinya, tanpamemperhatikan lagi predikat terpuji dan tercela, malahanhal itu tidak dijadikan sebagai perhitungannya.Berdasarkan pandangan seperti ini, maka seseorangmampu bertindak untuk berbuat sesuatu ataupun tidakmelakukannya. Untuk meluruskan pandangan seperti iniperlu dikatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapatdisebut baik dan buruk menurut cinta ataupun benci,manfaat ataupun madharat. Yang menjadi ukuran baikdan buruk adalah ridha Allah Swt. Jadi, pembahasandalam topik ini adalah dilihat dari segi nilai-nilai ukuranbaik atau buruk yang biasa digunakan orang, bukanberdasarkan perbuatan itu sendiri.

Mengenai sifat suatu perbuatan disebut terpuji atautercela, adalah di pandang berdasarkan ketentuanmanusia terhadap perbuatan tersebut, di sampingberdasarkan sanksi dan imbalan terhadap perbuatantersebut. Manusia berwenang memberikan keputusanterhadap suatu perbuatan bahwasanya perbuatan tersebutdisebut terpuji dan tercela dengan menganalogkannyaterhadap benda-benda. Pada saat mendapati dirinyamampu menyatakan terhadap suatu benda yang pahit

46

maka benda tersebut disebut tercela, dan terhadap suatubenda yang manis dikatakannya sebagai terpuji. Begitupula terhadap bentuk yang menyeramkan disebutnyasebagai tercela, dan terhadap yang elok dan cantikdisebutnya terpuji. Hal ini mendorong manusia mampumenentukan bahwa kejujuran itu terpuji dan dusta itutercela, memenuhi janji itu terpuji sedangkan khianat itutercela. Selanjutnya manusia menganggap dirinyaberwenang menentukan terhadap sebagian perbuatandengan predikat terpuji dan tercela tanpa memandangbaik dan buruk. Dalam hal ini baik dan buruk tidakdijadikan sebagai perhitungan. Berdasarkan ketentuanhukum seperti itulah dibuat imbalan bagi perbuatan yangterpuji, dan sanksi terhadap perbuatan yang tercela. Untukmeluruskan anggapan di atas tadi, perlu dijelaskan bahwasuatu perbuatan tidak dapat dianalogkan dengan benda,karena benda secara inderawi dapat dirasakan; pahit,manis, seram, elok/cantik, dan memungkinkan untukditentukan. Sedangkan suatu perbuatan, di dalamnyatidak terdapat sesuatu yang dapat diindera seseorang agardapat ditentukan hukumnya, apakah terpuji ataukahtercela. Karena itu, tidak mungkin menentukan perbuatantersebut terpuji atau tercela secara mutlak berdasarkanperbuatan itu sendiri. Penentuan seperti ini harus diambildari zat lain, yaitu Allah Swt. Jadi, pembahasan dalamtopik ini ditinjau dari aspek penentuan terhadap suatuperbuatan, bukan dari segi ukuran atau nilainya.

Mafahim Hizbut Tahrir 47

Pembahasan di sini juga berkaitan dengan sanksi atauimbalan terhadap suatu perbuatan, bukan dari aspekdorongan untuk melakukan perbuatan atau tidak. Dengandemikian, terdapat perbedaan antara terpuji dan terceladengan baik dan buruk. Keduanya merupakanpembahasan yang terpisah satu sama lain.

Demikianlah topik mengenai predikat suatuperbuatan. Adapun mengenai tujuan dilakukannya suatuperbuatan, maka sudah barang tentu setiap orang memilikitujuan atas perbuatan yang dilakukannya. Tujuan inilahyang biasa disebut qimatul ‘amal (nilai perbuatan). Karenaitu, suatu hal yang pasti bahwa setiap perbuatan memilikinilai tertentu yang ingin dicapai oleh seseorang tatkala iamelakukannya. Kalau tidak, tentulah perbuatan itu akansia-sia. Sungguh tidak pantas seseorang melakukan suatuperbuatan yang sia-sia tanpa ada tujuannya. Bahkansebaliknya ia harus memperhatikan tercapainya nilai-nilaiperbuatan yang melatarbelakanginya.

Nilai suatu perbuatan bisa berupa nilai materi, sepertiaktivitas-aktivitas di bidang perdagangan, pertanian, industridan sejenisnya. Maka, maksud dilakukannya perbutan-perbuatan itu adalah untuk mendapatkan hasil berupamateri, yaitu memperoleh keuntungan. Nilai ini memilikiperanan tersendiri dalam kehidupan. Nilai suatu perbuatanbisa pula berupa nilai kemanusiaan, seperti menolong orangyang tenggelam, ataupun orang yang berada dalamkesulitan. Maka dalam hal ini, yang menjadi tujuan

48

perbuatan tersebut adalah meyelamatkan manusia, tanpamelihat warna kulit, ras, maupun agamanya, ataupertimbangan-pertimbangan lain selain kemanusiaan.Adakalanya nilai suatu perbuatan berupa nilai akhlaqiyah,seperti jujur, amanah, ataupun rahmah (kasih sayang). Maka,semua perbuatan itu dimaksudkan untuk meraih nilaiakhlakiyah, tanpa memperhatikan aspek keuntungan materiataupun kemanusiaan. Sebab, kadangkala sifat khuluq iniditujukan kepada selain manusia, seperti rasa sayangterhadap hewan dan burung-burung. Dan bisa jugaperbuatan yang bersifat akhlaqiyah ini ternyata malahmendatangkan kerugian materi. Namun demikian, untukmencapai nilai akhlaqiyah adalah suatu keharusan.Adakalanya nilai suatu perbuatan bersifat ruhiyah, sepertiibadah. Dalam hal ini kegiatan ibadah tidak dimaksudkanuntuk mendapatkan keuntungan materi, tidak untukkemanusiaan, dan bukan soal-soal khuluqiyah, melainkansemata-mata untuk beribadah. Karena itu, harus selalu dijagapencapaian nilai ruhiyah ini tanpa memperhatikan lagi nilai-nilai lainnya.

Demikianlah topik mengenai berbagai nilai perbuatanyang diusahakan setiap orang untuk mencapainya pada saatmelakukan berbagai macam perbuatan.

Ukuran bagi kelompok-kelompok masyarakatdalam kehidupan di dunia selalu sesuai dengan nilai-nilaidi atas, atau sesuai dengan realisasi nilai-nilai tersebut didalam suatu masyarakat, serta jaminan atas

Mafahim Hizbut Tahrir 49

pelaksanaannya yang akan mendatangkan kemakmurandan ketenangan. Karena itu, setiap muslim harus berusahasekuat mungkin mendapatkan nilai-nilai yang menjaditujuan dari setiap perbuatan yang hendak dilakukannyapada saat perbuatan itu berlangsung, sehingga dapatberperan dalam mensejahterakan dan mengangkat harkatmasyarakat, disamping untuk dirinya.

Nilai-nilai semacam ini tidak memiliki kelebihanatau kesamaan berdasarkan nilai (zat)-nya sendiri. Sebab,di dalamnya tidak terdapat ciri-ciri yang dapat dijadikanpatokan untuk mengutamakan atau menyamakannya satudengan yang lainnya, melainkan merupakan hasil yangmenjadi tujuan manusia di saat melakukan suatuperbuatan. Karena itu, kita tidak bisa meletakkannyasecara bersama-sama pada suatu timbangan, atau diukursecara bersama-sama dalam satu ukuran. Sebab, nilai-nilai itu berbeda-beda, terkadang malah bertolakbelakang. Namun demikian, manusia dapat memilih diantara nilai-nilai tersebut dengan alasan untuk memilihyang paling utama, sekalipun tidak ada kesamaan dankeutamaan antara satu dengan yang lain. Meskipundemikian, nyatanya banyak yang tidak merasa puasdengan hal ini, sehingga tetap mengutamakan ataumenyamakan keduanya. Ini disebabkan karenapengutamaan dan penyamaan ini bukan didasarkan padanilai itu sendiri, melainkan didasarkan pada apa yangdiperoleh dari nilai tersebut. Akibatnya, manusia

50

menyandarkan pada dirinya dalam menentukankeutamaan atau kesamaan suatu nilai, berdasarkan hasilyang diperolehnya dari nilai tersebut, baik berupa manfaatataupun mudharat. Pada akhirnya mereka menjadikandirinya dan apa yang didapatkannya dari nilai-nilaitersebut sebagai ukuran; sehingga yang terjadi sebenarnyaadalah pengutamaan antara pengaruh nilai-nilai tersebutterhadap dirinya, bukan atas dasar nilai-nilai itu sendiri.Dan karena kesiapan manusia dilihat dari segi pengaruhterhadap nilai-nilai itu berbeda, maka pengutamaan nilai-nilai tersebut pun berbeda pula.

Orang-orang yang perasaan kerohaniannyadominan dan ingin untuk selalu mencapainya denganmengabaikan nilai materi, akan lebih mengutamakan nilaiibadah dan tidak mementingkan nilai materi. Karena itulahmereka mengabaikan kehidupan dunia, sebab, kehidupandunia bersifat materi. Akibat tindakan dan pandanganmereka seperti ini, terjadilah kemunduran kehidupan dibidang materi; disamping keterbelakangan kehidupanmasyarakat, termasuk timbulnya kemalasan dankebodohan di dalamnya.

Sementara orang-orang yang kecenderunganmaterinya lebih dominan dan selalu dikuasai oleh hawanafsu syahwat, serta mengabaikan nilai-nilai ruhiyah, akanlebih mengutamakan nilai materi dan berusaha untukmendapatkannya. Karena itu, mereka memiliki banyaksekali cita-cita (angan-angan). Dan karena tindakan

Mafahim Hizbut Tahrir 51

mereka dan pandangan merekalah terjadi kekacauan ditengah-tengah masyarakat tempat mereka hidup,termasuk timbulnya berbagai kejahatan dan kerusakan.

Dengan demikian, suatu kesalahan apabila manusiadibiarkan menentukan nilai-nilai ini. Seharusnya nilai-nilaiitu ditentukan oleh Zat yang menciptakan manusia, yaituAllah Swt. Dari sini maka yang menentukan nilai-nilai bagimanusia, serta menentukan waktu pelaksanannya tidaklain adalah syara’, dan atas dasar syara’lah manusia dapatmengambilnya.

Syara’ telah menjelaskan pemecahan berbagaiproblematika kehidupan melalui perintah-perintah danlarangan Allah Swt. dan telah mewajibkan kepadamanusia agar menempuh kehidupan ini sesuai denganperintah-perintah dan larangan-larangan tersebut. Begitupula syara’ telah menjelaskan perbuatan-perbuatan yangakan menghasilkan nilai ruhiyah, berupa ibadah-ibadahyang diwajibkan dan disunahkan; sebagaimana halnyatelah menjelaskan sifat-sifat perbuatan yang akanmelahirkan nilai-nilai akhlak. Dan syara’ membiarkanmanusia meraih nilai-nilai materi yang diperlukannyauntuk memenuhi kebutuhan pokoknya (primer), bahkankebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai denganperaturan tertentu yang telah dijelaskan syara’ kepadanya,dan diperintahkan agar manusia tidak menyimpang dariaturan ini. Sementara, tugas manusia tidak lain hanyalahberupaya untuk meraih nilai-nilai ini sesuai dengan perintah

52

dan larangan Allah, serta menilainya sesuai dengan nilaiyang telah dijelaskan oleh syara’.

Dengan, demikian akan tercapailah di dalammasyarakat nilai-nilai yang sesuai dengan ukuran yangdiperlukannya sebagai suatu masyarakat yang khas.Kemudian, masyarakat tersebut diberi penilaianberdasarkan terealisirnya nilai-nilai tadi. Oleh karena, ituharus dilakukan usaha untuk mencapai nilai-nilai yangmelahirkan masyarakat Islam sesuai dengan pandanganIslam dalam kehidupan.

Atas dasar ini maka perbuatan manusia itu adalahmateri, dan dilakukan oleh seseorang dengan langkah-langkah yang juga bersifat materi. Meskipun demikian, padasaat melakukannya ia harus menyadari hubungannyadengan Allah, yaitu dengan mengetahui apakah perbuatantersebut halal ataukah haram, sehingga ia akanmelaksanakannya atau menghindarinya. Kesadaranmanusia terhadap hubungannya kepada Allah inilah yangdimaksud dengan ruh. Dan ruh inilah yang mengharuskanmanusia mengetahui syari’at Allah Swt. agar dapatmembedakan perbuatannya, sehingga mengerti mana yangterpuji dan mana yang tercela; perbuatan-perbuatan apasaja yang diridlai Allah Swt. dan apa saja yang dibenci-Nya. Ia dapat membedakan antara hal-hal yang terpujidan tercela pada saat syara’ menetapkan mana perbuatanyang terpuji dan mana yang tercela; juga agar ia dapatmengetahui nilai-nilai yang diperlukan di dalam kehidupan

Mafahim Hizbut Tahrir 53

Islam yang mewarnai masyarakat Islam sesuai denganketentuan syara’. Dengan demikian, pada saat melakukansuatu perbuatan yang disertai dengan kesadaran akanhubungannya dengan Allah, memungkinkan untukmemutuskan apakah akan melakukan perbuatan tersebutatau menghindarinya sesuai dengan kesadarannyatersebut. Sebab ia telah mengetahui jenis, sifat, dan nilaisetiap perbuatan. Dari sini terbentuklah falsafah Islam,yaitu penyatuan materi dengan ruh, dengan menjadikanberbagai perbuatan berjalan sesuai dengan perintah danlarangan Allah. Falsafah ini bersifat kekal dan tetap bagisetiap perbuatan, baik itu sedikit maupun banyak, kecilmaupun besar. Ia memberikan gambaran tentangkehidupan. Karena itu, akidah Islam adalah sebagai asaskehidupan, asas falsafah dan asas dari seluruh peraturan,maka hadharah (peradaban) Islam —yang tidak lainadalah kumpulan ide (yang mempunyai kebenaran fakta)tentang kehidupan dari segi pandangan Islam— dibangunatas dasar rohani yang satu, yaitu akidah. Ringkasnya,pandangan akidah mengenai kehidupan adalahpenyatuan materi dan ruh. Arti kebahagiaan dalampandangan akidah Islam adalah mendapatkan ridha AllahSwt.

Apabila akidah Islam mampu memecahkanproblematika besar manusia yang menjadi dasar seluruhperbuatan manusia dan yang menjadi pusatpandangannya dalam kehidupan serta falsafah yang

54

mengatur perbuatannya ini, maka sesungguhnyaperaturan-peraturan yang terpancar dari akidah akanmampu memecahkan problema-problema manusia, danmengatur seluruh perbuatannya dengan peraturan yangteliti. Karena itu, palaksanaan akidah merupakan ukuransuatu negara disebut sebagai Dârul Islam atau Dârul kufur.

Negeri yang menerapkan sistem Islam danmemberlakukan hukum sesuai dengan apa yangditurunkan Allah, dinamakan Dârul Islam, walaupunmayoritas penduduknya bukan muslim. Sedangkan negeriyang memberlakukan hukum selain yang diturunkanAllah, dinamakan Dârul Kufur, walaupun mayoritaspenduduknya muslim. Telah menjadi suatu keperluanyang mendasar —tentunya sesudah akidah— adanyaperaturan Islam dan pelaksanaanya dalam kancahkehidupan. Sebab, dengan melaksanakan peraturan-peraturan ini —yang dijalin dengan akidah secarabersamaan— akan membentuk umat yang memilikiaqliyah (pola pikir) Islam dan nafsiyah (pola sikap) Islam,yang terbentuk secara wajar, yang akan menjadikanseorang muslim memiliki syakhsiyah (kepribadian) Islamyang tinggi dan unik.

Islam memandang manusia sebagai satu kesatuanyang tidak terpisah-pisah. Islam mengatur seluruh perbuatanmanusia dengan hukum syara’, dengan suatu peraturanyang harmonis dan bersifat tetap, walaupun perbuatan-perbuatan itu banyak sekali macamnya. Hukum-hukum

Mafahim Hizbut Tahrir 55

syara’ yang berupa peraturan Islam inilah yang mengatasiberbagai problematika manusia. Pada saat memecahkanmasalah manusia, hukum syara’ memecahkannya dengansuatu pandangan bahwa setiap problematika memerlukansuatu pemecahan, yaitu dengan suatu persepsi bahwaproblematika tersebut merupakan suatu masalah yangmemerlukan hukum syara’. Dengan kata lain seluruhproblematika kehidupan dipecahkan dengan cara yangsama, yaitu sebagai problematika yang bersifat manusiawi,bukan dengan sifat-sifat yang lain. Islam, misalnya, tatkalamemecahkan masalah ekonomi seperti nafkah, ataumasalah pemerintahan seperti pengangkatan Khalifah, ataumasalah sosial seperti perkawinan, tidak diatasi berdasarkansifat-sifatnya sebagai masalah ekonomi, masalahpemerintahan ataupun masalah sosial saja, melainkan diatasidengan suatu pandangan bahwa hal itu sebagaiproblematika kemanusiaan secara keseluruhan; lalu diambilsuatu hukum bagi masalah tersebut untuk dipecahkan,sebagai suatu masalah yang memerlukan ketentuan hukumsyara’. Dalam hal ini, Islam memiliki cara yang tetap dalammengatasi berbagai macam problematika manusia.Memahami masalah yang terjadi, lalu mencari hukum Allahmengenai masalah tersebut dari dalil-dalil syari’at secaraterperinci.

Peraturan-peraturan Islam merupakan hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadah, akhlak,makanan, pakaian, mu’amalah dan ‘uqubat.

56

Hukum-hukum syara’ yang berkaitan denganibadat, akhlak, makanan, dan pakaian tidak boleh dicari-cari ‘illat-nya. Sabda Rasulullah saw:

Khamar itu diharamkan karena zatnya.

Sedangkan hukum-hukum syara’ yang berkaitan denganmu’amalat dan ‘uqubat dikaitkan berdasarkan ‘illat-nya,karena hukum syara’ dalam hal ini didasarkan pada suatu‘illat yang melatarbelakangi adanya hukum. Sudah menjadikebiasaan umum, banyak orang mencari ‘illat terhadapseluruh hukum-hukum berdasarkan unsur keuntungan,karena terpengaruh oleh kepemimpinan berpikir Barat dankebudayaannya, yang menjadikan manfaat semata-matasebagai dasar terhadap seluruh perbuatan. Hal inibertentangan dengan kepemimpinan berpikir Islam, yangmenjadikan ruh sebagai asas seluruh perbuatan. Sedangkanpenyatuan materi dan ruh merupakan pengendali bagiseluruh perbuatan. Hukum-hukum syara’ yang berkaitandengan ibadah, akhlak, makanan, dan pakaian tidak bolehdikaitkan dengan ‘illat sama sekali. Sebab, hukum-hukumsemacam ini tidak mengandung ‘illat. Hukum seperti inidiambil sesuai dengan apa yang terdapat dalam nash saja,tanpa dikaitkan sama sekali dengan ‘illat, seperti halnyashalat, shaum, haji, zakat, tata cara shalat, bilangan raka’atshalat, manasik haji, nishab zakat, dan yang sejenisnya,

»حرمت الخمر لعينها«

Mafahim Hizbut Tahrir 57

diambil secara tauqifi sebagaimana adanya, dan diterimadengan penuh kepasrahan tanpa melihat aspek ‘illat-nya.Bahkan, tidak mencari-cari ‘illat-nya. Begitu pulapengharaman memakan bangkai, daging babi, dan yangsejenisnya, sekali-kali tidak dicari-cari ‘illat-nya. Bahkantermasuk suatu kesalahan yang cukup berbahaya apabilamencari ‘illat bagi hukum-hukum tadi. Sebab, apabila adausaha untuk mencari ‘illat bagi suatu hukum atas perkara-perkara tersebut, tentu implikasinya adalah apabila hilang‘illat-nya, hukumnya pun akan hilang, sebab “‘illat itusenantiasa mengikuti ma’lulnya, ada atau tidaknya.”Seandainya ‘illat wudlu itu kebersihan, ‘illat shalat adalaholah raga, ‘illat shaum itu kesehatan dan seterusnya, tentuhal ini akan mengakibatkan bahwa disaat tidak didapati ‘illat-nya maka tidak akan didapati hukumnya. Jadi, masalahnyatentu tidaklah demikian. Karena itu, mencari-cari ‘illat dalammasalah ini akan membahayakan eksistensi hukum danpelaksanaannya. Maka hukum-hukum ibadat wajib diterimasebagaimana adanya tanpa mencari-cari ‘illat-nya. Adapunmengenai hikmah (tujuan dan akibat perbuatan), makasesungguhnya Allah sendirilah yang mengetahuinya. Akalkita tidak mungkin menjangkau hakikat Zat Allah dan tidakakan mampu menjangkau hikmahnya. Apa yang disebutkandalam nash-nash al-Quran dan as-Sunah mangenai hikmahuntuk beberapa hukum, seperti firman Allah Swt:

χÎ) nο4θn= ¢Á9 $# 4‘sS ÷Ζ s? Ç∅tã Ï !$t±ósx ø9 $# Ì s3Ζ ßϑø9$# uρ 3

58

Sesungguhnya shalat itu mencegah manusia dariperbuatan keji dan munkar (TQS. Al-Ankabut [29]:45)

Supaya orang-orang yang melakukan ibadah hajimemperoleh berbagai manfaat dari mereka (TQS. Al-Hajj [22]: 28)

Apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamumaksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yangmelipat gandakan pahalanya. (TQS. Ar-Rûm [30]:39)

Begitu pula ayat-ayat lain yang sejenisnya, tentang hikmahyang disebutkan dalam nash-nash syara’, maka pengertianhikmahnya terbatas (apa yang tercantum) pada nash itusaja, dan diambil hanya dari nash tersebut, tidakdianalogikan kepada yang lain. Apa yang tidak disebuthikmahnya oleh nash, kita tidak boleh mencari-carihikmahnya sebagaimana kita tidak boleh mencari-cari‘illat-nya.

(#ρ߉ yγô±uŠÏ9 yìÏ≈ oΨ tΒ öΝßγs9

!$tΒ uρ ΟçF÷ s?#u ÏiΒ ;ο4θx. y— šχρ߉ƒÌ è? tµô_uρ «!$# y7Í× ¯≈s9 'ρé' sù ãΝèδ

tβθà ÏèôÒßϑø9$#

Mafahim Hizbut Tahrir 59

Demikian dalam masalah ibadah. Sementara,dalam masalah akhlak, ternyata bahwa akhlak memilikinilai yang dijadikannya sebagai hukum dalammenerangkan beberapa keutamaan dan keluhuran,maupun hal-hal yang bertolak belakang. Begitu pulahalnya bahwa akhlak dijadikan sebagai salah satu hasildari ibadah, dan termasuk perkara yang harusdiperhatikan dalam masalah mu’amalah. Sebab, Islam didalam tasyri’nya bermaksud untuk mengantarkanmanusia menuju jalan kesempurnaan hingga mencapaitingkat yang paling tinggi yang dapat diraihnya. Laluberusaha untuk memiliki sifat-sifat mulia dan berupayaagar tetap dalam kondisi memiliki kemuliaan tersebut.Perilaku yang baik merupakan nilai yang harusmendapatkan perhatian pada saat seseorang berbuatuntuk memiliki sifat-sifat yang mulia. Perilaku yang baikterbatas pada perbuatan yang terpuji (fadhilah) yang telahditentukan oleh syara’, dan nilai-nilai tersebut harusdiperhatikan pada saat melakukan berbagai perbuatanyang terpuji dan pada saat seseorang berusaha memilikisifat-sifat tersebut. Akhlak merupakan bagian dari syari’atIslam serta bagian dari perintah dan larangan Allah yangharus diwujudkan dalam diri seorang muslim agarsempurna pengamalan Islamnya serta mampumelaksanakan secara sempurna perintah dan laranganAllah.

60

Sifat-sifat khuluqiyah yang dimiliki seorang muslimbukan semata-mata karena akhlak itu sendiri, dan bukanpula karena sesuatu manfaat. Seorang muslim berpredikatdemikian karena Allah telah memerintahkannya agarmempunyai sifat-sifat tadi, dan bukan karena hal-hal lain.Karena itu, seorang muslim tidak mensifati dirinya dengansifat jujur karena kejujuran itu sendiri, dan bukan pulakarena adanya manfaat dalam kejujuran, melainkankarena syara’ telah memerintahkannya.

Seorang muslim tidak dapat mensifati dirinya dengansifat khuluqiyah karena semata-mata akhlak itu sendiri, harusdikembalikan pada sifat perbuatan. Kadang-kadangperbuatan yang dilakukan seseorang itu adalah perbuatanburuk, tapi ia menyangka baik, maka ia melakukannya.Kadang-kadang sifat yang ada pada dirinya —yang diamensifati dengan sifat itu—, adalah sifat yang jahat;sedangkan ia mengira sifat itu baik, maka ia mensifati dirinyadengan sifat (baik) itu. Dari sini muncul kesalahan daritindakan manusia terhadap akhlak karena semata-mataakhlak. Selama Islam tidak menentukan sifat-sifat terpuji/baik dan tercela/buruk, kemudian seorang muslimmelaksanakannya atas dasar penjelasan tersebut, maka iatidak mungkin menjadi orang yang memiliki sifat-sifattersebut sesuai dengan hukum-hukum syara’. Karena itu,seorang muslim tidak dibolehkan bersifat jujur karenasemata-mata kejujuran, atau mengasihi yang lemah semata-mata karena kasihan. Seorang muslim tidak akan melakukan

Mafahim Hizbut Tahrir 61

nilai-nilai akhlak ini karena semata-mata akhlak, akan tetapikarena sadar bahwa Allah telah memerintahkan sifat-sifattersebut, dimana akhlak tersebut hanya bersandar kepadaakidah Islam. Hal inilah yang menjadi persoalan pokokdalam masalah akhlak. Dengan demikian akan menjaminkemampuan akhlak dalam mengendalikan nafsu, dankelestarian akhlak tetap dalam keadaan bersih, bebas daripencemaran, dan dapat menjauhkan hal-hal yang dapatmerusaknya. Jadi, untuk menjamin kelestarian akhlakhendaklah membatasi dengan apa yang terdapat dalam nashdan terbatas pada azas ruhi yang dibangun diatas landasanakidah Islam.

Seseorang tidak dapat dikategorikan berakhlak baikkarena dorongan satu manfaat. Sebab, manfaat bukanmenjadi tujuan dari akhlak, dan memang tidak pantasmenjadi tujuan. Semua itu agar tidak merusak akhlak danagar manfaat tidak menjadi tumpuan akhlak. Akhlakadalah sifat yang harus dimiliki seseorang dengan senanghati dan dengan pilihannya sendiri, disertai dorongantakwa kepada Allah. Seorang muslim tidak akanmelakukan perbuatan akhlak hanya semata-mataperbuatan tadi bermanfaat atau mendatangkankemudharatan dalam kehidupan, akan tetapi ia lakukankarena memenuhi perintah dan larangan Allah. Hal inilahyang akan menjadikan seseorang memiliki sifat-sifat akhlakyang baik secara terus-menerus dan tetap; dan tidakberjalan hanya karena adanya manfaat.

62

Akhlak yang dibangun atas dasar pertukaranmanfaat akan menjadikan pelakunya munafik, dimanabatinnya berbeda dengan zhahirnya. Ketika menurutnyaakhlak itu didasarkan pada nilai manfaat, maka jika adamanfaat, akhlak akan terwujud dalam dirinya. Manusiadapat memutarbalikkan hukum-hukum sesuai dengan‘illat-nya yang telah ditentukan. Ia tidak akan meyakiniadanya akhlak, bahkan keharusan berakhlak, apabila iamelihat ‘illat-nya telah hilang.

Karena itu, akhlak tidak mempunyai ‘illat dan tidakdibolehkan untuk dicari-cari ‘illat-nya. Sudah seharusnyadiambil sebagaimana yang disebutkan oleh syara’ tanpaperlu meneliti ada atau tidaknya ‘illat. Termasuk suatukekeliruan, bahkan berbahaya, apabila mencari-cari ‘illatpada masalah akhlak, agar tidak terjadi kasus pembatalanakhlak dengan hilangnya ‘illat.

Dari sini dapat dijelaskan bahwa tujuan dariibadah semata-mata adalah nilai ruhani, sedangkantujuan akhlak adalah nilai akhlak. Kedua nilai tersebuthendaknya menjadi tujuan dari ibadah atau akhlak,tanpa ada tujuan-tujuan lain. Tidak dibolehkanmenjelaskan apa yang terdapat dalam ibadah danakhlak dengan mengedepankan faedah-faedah danmanfaatnya, karena penjelasan yang demikian sangatberbahaya terhadap akhlak, dan akan menyebabkantimbulnya nifaq pada orang-orang yang beribadat danyang memiliki akhlak. Bahkan akan mendorong untuk

Mafahim Hizbut Tahrir 63

meninggalkan ibadat dan akhlak, jika tidak ada manfaatdan faedahnya.

Adapun hukum-hukum syara’ yang berkaitandengan perbuatan manusia yang berhubungan antarasesama manusia, maka nash-nash yang mengandungtopik-topik itu di antaranya ada yang menyebutkan ‘illat-nya, seperti firman Allah mengenai pemberian harta fa’iBani Nadhir, yaitu kepada orang-orang Muhajirin saja,tidak kepada Anshar.

Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. (TQS. Al-Hasyr [59]:7)

Terdapat pula hukum yang tidak menyebutkan ‘illat-nya,seperti:

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba. (TQS. Al-Baqarah [2]: 275)

Nash yang menyebutkan sebagian hukum denganmenyertakan ‘illat-nya, maka hukum tersebut berkaitandengan ‘illat serta dapat diqiyaskan (dianalogkan)kepada yang lainnya. Sedangkan nash yang tidakmenyebutkan ‘illat-nya, maka ‘illat-nya sama sekali

ö’ s1 Ÿω tβθä3tƒ P's!ρߊ t÷t/ Ï !$uŠÏΨ øî F{$# öΝä3Ζ ÏΒ 4

¨≅ymr&uρ ª! $# yìø‹ t7 ø9$# tΠ§ ymuρ (# 4θt/ Ìh9 $#

64

tidak boleh dicari-cari dan tidak dapat dianalogkankepada yang lain. ‘Illat yang sah adalah ‘illat syar’iyah,yaitu yang berdasarkan kepada nash syara’ yangdiambil dari Kitab dan Sunah, karena hanya al-Qurandan Sunahlah yang menjadi nash-nash syara’. Karenaitu, ‘illat yang menjadi dasar hukum syara’ harus ‘illatsyar’iyyah, bukan ‘illat aqliah. Dengan kata lainkeberadaan ‘illat wajib berdasarkan nash, baikdiperoleh secara jelas, maupun dengan dalalah(penunjukkan), atau melalui istinbath (pengambilan)maupun qiyas (analogi). ‘Illat inilah yang selalu beredarbersama ma’lul-nya (obyek hukum), baik itu adaataupun tidak. Berdasarkan hal ini maka hukum ituberjalan bersama ‘illat-nya, sehingga jika didapati suatuperkara yang dilarang dalam suatu keadaan tertentukarena ditemukan ‘illat syar’iyah­nya, maka apabila‘illat tersebut telah hilang, perkara tersebut menjadiboleh. Jadi, hukum syara’ berjalan sesuai dengan ‘illat-nya, baik ‘illat-nya ditemukan maupun tidak. Apabilaterdapat ‘illat-nya, maka hukumnya ada, dan apabilatidak ada ‘illat-nya, maka hukumnya juga tidak berlaku.

Namun demikian, hilangnya hukum karena tidakditemukannya ‘illat, tidak bisa diartikan bahwa hukumnyaberubah. Hukum syar’i terhadap suatu masalah tetap itu-itu juga, tidak berubah. Hilangnya hukum disebabkankarena hilangnya ‘illat, akan kembali berlaku denganmunculnya ‘illat.

Mafahim Hizbut Tahrir 65

Walaupun hukum beredar bersama ‘illat-nya, baikdijumpai maupun tidak ‘illat-nya, bukan berarti hukum-hukum syara’ berubah sesuai dengan perubahan waktudan tempat, dengan alasan bahwa mendatangkanmaslahat (manfaat) dan menolak mafsadat (kerugian)merupakan ‘illat bagi hukum-hukum syara. Padahal, nilaikemaslahatan dan kemafsadatan dapat berubah-ubahsesuai dengan perubahan waktu dan tempat. Jika hal inidijadikan patokan, dengan sendirinya hukum itu akanberubah sesuai dengan perubahan yang terjadi. Tentu sajahal itu tidak boleh terjadi. Sebab, mendatangkankemaslahatan dan menolak mafsadat, keduanya samasekali bukan merupakan ‘illat bagi hukum-hukum syara’,karena tidak terdapat satu nash pun yang menunjukkanbahwa mendatangkan maslahat dan menolak mafsadatadalah ‘illat bagi hukum-hukum syara’. Tidak terdapatsatu nash pun yang menunjukkan bahwa hal tersebutmerupakan ‘illat bagi hukum tertentu. Karena itu, hal inibukanlah ‘illat syar’iyah.

‘Illat syar’iyah adalah apa yang tercantum dalamnash syara’, yang harus terikat dengan nash dan terbataspada penunjukan maknanya. Dalam hal ini nash syara’tidak pernah menunjukkan bahwa mendatangkanmashlahat dan menolak mafsadat sebagai ‘illat. Jadi, ‘illatsyar’iyah adalah apa yang telah tercantum di dalam nash,dan bukan didasarkan pada sesuatu yang mandatangkanmaslahat atau menolak mafsadat. Apa yang disebut oleh

66

suatu nash tidak merujuk (tergantung) pada waktu dantempat, bukan pula karena perbuatan itu sendiri.Penunjukkannya semata-mata tercantum di dalam nashsyara’ yang menjelaskan ‘illat suatu hukum. Nashnyasendiri sama sekali tidak akan berubah. Dengan demikian,waktu dan tempat bukanlah sesuatu yang patutdipertimbangkan, begitu pula halnya dengan alasanmendatangkan maslahat dan menolak mafsadat.

Berdasarkan hal ini, maka hukum-hukum syara’tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.Hukum-hukum syara tetap itu-itu saja, tidak berubahwalaupun terdapat perubahan waktu dan tempat.

Adapun perubahan ‘urf (tradisi) dan adat-istiadatmanusia, tidak juga mempengaruhi perubahan hukum,karena tradisi bukanlah ‘illat hukum dan bukan dasar suatuhukum. Tradisi adakalanya bertentangan dengan syara’,adakalanya juga tidak. Apabila bertentangan dengan syara’,maka syara’lah yang menghapus dan mengubahnya. Sebab,salah satu fungsi syari’at adalah untuk mengubah tradisi danadat-istiadat yang rusak, yang menjadi penyebab rusaknyamasyarakat. Inilah yang menyebabkan tradisi dan adat-istiadat tidak bisa dijadikan dasar maupun ‘illat hukum syara’.Hukum tidak berubah karena tradisi. Apabila tradisi danadat-istiadat tidak bertentangan dengan syara’, maka hukumtersebut ditetapkan berdasarkan dalilnya dan ‘illatsyar’iyah­nya; bukan karena tradisi; walaupun tradisi tersebuttidak menyalahi syara’. Dengan demikian, tradisi tidak bisa

Mafahim Hizbut Tahrir 67

mengangkangi syara’, akan tetapi syara’lah yang mengaturtradisi dan adat istiadat manusia. Berdasarkan hal ini,hukum-hukum syara’ memiliki dalil yaitu nash, dan memiliki‘illat syar’iyah; dan tidak ada kaitannya sama sekali dengantradisi maupun adat-istiadat.

Kesesuaian syari’at Islam untuk setiap waktu dantempat disebabkan karena syariat Islam mampu mengatasidan memecahkan berbagai problematika manusia disetiapwaktu dan tempat dengan berbagai macam hukum-hukumnya. Bahkan mampu memecahkan semua masalahmanusia walau bagaimanapun luas dan beranekaragamnya, sejalan dengan masalah-masalah manusia. Halini tidak lain karena, tatkala syara’ memecahkan masalah-masalah manusia maka pemecahannya itu denganmemperhatikan predikatnya sebagai manusia, bukandengan predikat lainnya.

Manusia pada setiap masa dan tempat predikatnyatetap sebagai manusia. Gharizah (naluri) dan kebutuhanjasmani manusia, selamanya tidak akan berubah.Demikian pula dengan hukum-hukum pemecahannya,juga tidak berubah. Yang berubah hanyalah bentukkehidupan manusia yang tidak berpengaruh terhadappandangannya mengenai kehidupan. Adapun tuntutankehidupan yang senantiasa bermunculan, maka hal ituberasal dari gharizah dan kebutuhan jasmani. Syari’atsecara luas telah mengatasi dan memecahkan tuntutan-tuntutan yang bermunculan dan berbeda-beda

68

macamnya, bagaimanapun bentuk dan variasinya, danbagaimanapun hebatnya tuntutan kehidupan. Hal sepertiinilah yang menjadi salah satu faktor perkembangan fiqih.Namun demikian, keluasan dalam syariat tidak berartisyariat itu ‘fleksibel’ sehingga dapat disesuaikan dengansegala sesuatu walaupun bertentangan dengan syara’.Tidak berarti juga bahwa syari’at itu berubah secaraberangsur-angsur, sehingga dapat diubah sesuai denganperkembangan zaman. Yang dimaksudkan dengankeluasan nash-nash syara’ adalah keberadaannya sebagaisumber pengambilan berbagai macam hukum, ataukeluasan hukum untuk mengatasi beraneka ragamnyaproblematika manusia. Sebagai contoh, firman Allah:

Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)muuntukmu, maka berilah kepada mereka upahnya,(TQS. Ath-Thalaq [65]: 6)

Dari ayat ini dapat diambil hukum syara’ bahwa wanitayang ditalak berhak mendapatkan upah menyusukananaknya. Dapat pula diambil hukum syara’, bahwaseorang pekerja, apapun bentuknya, berhak menerimaupah apabila melakukan pekerjannya, baik ia sebagaipekerja umum (public worker) maupun khusus (privateworker). Hukum ini juga dapat berlaku terhadap beberapamasalah hukum lainnya, diantaranya bahwa seorang

÷βÎ* sù z÷è|Êö‘ r& ö/ ä3s9 £èδθè?$t↔ sù £èδ u‘θã_é& (

Mafahim Hizbut Tahrir 69

pegawai negeri, pekerja pabrik, petani di ladang, dansejenisnya, masing-masing berhak menerima upahnyaapabila telah menyempurnakan pekerjannya, karenastatusnya sebagai pekerja khusus. Juga seorang tukangkayu yang membuat lemari, penjahit yang menjahit baju,tukang sepatu yang membuat sepatu dan yang sejenisnya,masing-masing berhak menerima upah apabila telahmelakukan pekerjaannya, karena statusnya sebagaipekerja umum. Mengingat bahwa ijârah adalah akad/transaksi antara orang yang mempekerjakan dan yangbekerja, maka tidak termasuk dalam topik ini parapenguasa. Sebab, penguasa bukanlah abdi negara (yangdiupah). Penguasa adalah “pelaksana hukum syara’” atauorang yang melaksanakan Islam. Dengan demikian,seorang Khalifah tidak berhak menerima upah karenapelaksanaan tugas-tugasnya, sebab ia dibai’at untukmelaksanakan syara’ dan mengemban dakwah Islam.Khalifah bukanlah abdi negara (yang di upah). Demikianpula mu’awin (pembantu) Khalifah dan para wali, tidakberhak menerima upah atas pelaksanaan tugas-tugasnya,karena tugas-tugas mereka adalah tugas pemerintahan.Mereka bukan para pekerja. Karena itu, mereka tidakmengambil upah. Meskipun demikian, terhadap merekadiberikan ‘santunan’ sebatas keperluannya hidupnya,karena mereka tidak sempat melakukan urusan-urusanpribadi mereka sendiri.

70

Keluasan nash syara’ seperti contoh diatas, untukpengambilan hukum-hukum yang beraneka ragam; dankeluasan hukum untuk mengatasi beraneka macamproblematika manusia inilah yang menjadikan syari’atIslam mampu memecahkan seluruh problematikakehidupan di setiap zaman dan tempat, di setiap umatserta generasi. Keluasan hukum itu sendiri tidak bersifatelastis dan berubah-ubah.

Dalil hukum syara’ yang berasal dari nash, baikKitab maupun Sunah bertujuan untuk mengatasi setiapproblema baru yang terjadi. Syâri’ (Pembuat Hukum/Allah) dalam hal ini menetapkan untuk mengikutimakna-makna dari nash, bukan terbatas padakeharfiahan (teks) nash itu sendiri. Karena itu, dalampengambilan hukum harus diperhatikan segi ‘illat darisuatu hukum, yaitu memperhatikan ‘ il lat yangterkandung dalam nash pada saat melakukan istinbathukum. Hal ini dilihat dari segi makna/maksud syara’(kontekstual) ‘illat.

Suatu dalil adakalanya memuat suatu ‘illat hukum,atau bisa juga ‘illat diambil dari suatu dalil yang lain,ataupun dari sekumpulan dalil-dalil. Walaupun hukumdiistinbat (diambil) dari suatu dalil tertentu, akan tetapiharus tetap memperhatikan segi ‘illat-nya, dan bukanterbatas pada bentuk harfiah yang terdapat di dalam nashyang ditujukan untuk mengatasi problema yang terjadisaat itu. Sebagai contoh, firman Allah Swt:

Mafahim Hizbut Tahrir 71

Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apasaja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatuntuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamumenggetarkan musuh Allah dan musuhmu. (TQS. Al-Anfal [8]: 60)

Hukum yang terdapat dalam ayat ini adalah mengenaipersiapan kekuatan. Sedangkan masalah yang terjadi saatitu diatasi dengan mempersiapkan kekuatan fisik,diantaranya dengan cara menambatkan kuda-kuda. Adapunbentuk (arah) ‘illat dari hukum tersebut adalah untukmenakut-nakuti musuh. Karena itu, apabila saat ini kitahendak mengambil hukum mempersiapkan kekuatan daridalil tersebut, kita harus memperhatikan segi ‘illat dari hukumtersebut, yaitu mempersiapkan segala hal yang dapatmenakut-nakuti musuh. Kita tidak boleh terikat dengan apayang telah dilakukan untuk mengatasi masalah yang pernahterjadi pada saat itu, sebagaimana yang tercantum dalamnash, yaitu harus menambatkan kuda.

Begitulah, apa yang dilakukan terhadap setiap dalilyang diistinbat hukumnya. Karena yang kehendaki adalahmerealisir segi ‘illat dari suatu hukum. Dengan demikian,

(#ρ‘‰Ïã r&uρ Νßγs9 $Β ΟçF÷èsÜ tGó™$# ÏiΒ ;ο§θè% ∅ÏΒ uρ ÅÞ$t/ Íh‘ È≅ø‹ y⇐ ø9$#

šχθç7 Ïδ öè? ϵÎ/ ¨ρ߉ tã «! $# öΝà2ρ߉ tã uρ

72

syari’at Islam mengharuskan dalam hal hukum yangberkaitan dengan hubungan sesama manusia dalammuamalah, supaya berlandaskan kepada ‘illat yang ada.Dan pada saat mengambil hukum dari nash-nash syara’hendaknya memperhatikan aspek tasyri’iyah (maknakontekstual)nya, bukan teks-teksnya.

Sebagaimana nash-nash dalam Kitab dan Sunah yangmerupakan dalil syara’ untuk menentukan suatu hukum;ijma’ dan qiyas juga merupakan dalil syara’. Dengandemikian, dalil-dalil syara’ yang memerinci hukum-hukumsyar’i terdiri dari Kitab, Sunah, Ijma’, dan Qiyas. Adapunmadzhab sahabat dalam beberapa masalah ijtihad bukantermasuk dalil syara’. Sebab, seorang sahabat termasuk ahliijtihad, yang memiliki kemungkinan untuk berbuat salah.Selain itu, para sahabat pun berbeda pendapat dalamberbagai masalah yang masing-masing memiliki pendapatyang berlainan antara satu dengan lainnya. Seandainyamadzhab sahabat dijadikan sumber dalil syara’, maka akanbanyak sekali hujjah Allah yang berbeda dan bertolakbelakang. Karena itu, madzhab sahabat tidak bisa dijadikansebagai dalil syar’i (sumber pengambilan hukum).Kedudukannya sama dengan madzhab-madzhab lainnyayang diakui dan dibolehkan untuk mengikutinya. Adapunmengenai sesuatu yang menjadi kesepakatan para sahabatterhadap berbagai hukum, maka hal ini berupa ijma’, bukantermasuk madzhab sahabat.

Mafahim Hizbut Tahrir 73

Mengenai syari’at yang diturunkan sebelum Islam(aturan umat terdahulu, penj.) tidak dianggap sebagai syari’atuntuk kita; juga tidak dapat di kategorikan sebagai dalilsyara’. Walaupun akidah Islam mengharuskan iman kepadapara Nabi dan Rasul secara keseluruhan beserta Kitab-kitabyang telah diturunkan kepada mereka, akan tetapi yangdimaksudkan dengan Iman kepada mereka adalah hanyamembenarkan ke-Nabian dan Risalahnya, sertamembenarkan apa yang telah diturunkan kepada mereka,berupa Kitab. Iman terhadap mereka bukan berartimengikuti mereka. Sebab, setelah diutusnya NabiMuhammad saw., seluruh manusia dituntut untukmeninggalkan agama mereka dan memeluk Islam. Karenaagama selain agama Islam tidak ada artinya (tertolak). Halini dapat dipahami dengan jelas dari firman Allah Swt:

Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allahhanyalah Islam.(TQS. Ali ‘Imran [3]: 19)

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, makasekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 85)

¨βÎ) šÏe$!$# y‰ΨÏã «!$# ÞΟ≈ n= ó™M} $# 3

tΒ uρ ÆtGö;tƒ u öxî ÄΝ≈n= ó™M}$# $YΨƒÏŠ n= sù Ÿ≅t6ø)ムçµ÷Ψ ÏΒ uθèδ uρ ’Îû

Íοt ÅzFψ$# zÏΒ zƒÌ Å¡≈ y‚ø9 $# ∩∇∈∪

74

Dari ayat-ayat tadi muncullah suatu kaedah ushul:

Syariat bangsa sebelum kita bukan syariat bagi kita.

Sebagai bukti atas hal ini adalah, para sahabat secaraijma’ menyatakan bahwa syariat Nabi Muhammad saw.menghapuskan seluruh syari’at terdahulu, jugaberdasarkan firman Allah Swt:

Kami talah menurunkan kepadamu Kitab al-Qurandengan membawa kebenaran, membenarkan apa yangsebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumal-Quran) dan yang menghapus kitab-kitab yang lainitu. (TQS. Al-Maidah [5]: 48)

Yang dimaksud dengan “muhaiminan ‘alaihi” dalamayat tersebut adalah menundukkan (musayithiran) danmenguasai (mushallithan). Penguasaan al-Quranterhadap kitab-kitab terdahulu artinya menghapus(nasakh) syariat-syariat sebelumnya. Dengan kata lain,al-Quran membenarkan keberadaan kitab-kitabterdahulu dan sekaligus menasakh-nya. Diriwayatkanhadits dari Rasulullah saw., bahwasanya beliau melihat

»شرع من قبلنا ليس شرعالنا«

!$uΖ ø9 t“Ρ r&uρ y7 ø‹s9 Î) |=≈ tGÅ3ø9 $# Èd,ysø9 $$Î/ $]%Ïd‰ |ÁãΒ $yϑÏj9 š÷t/ ϵ÷ƒy‰ tƒ

zÏΒ É=≈tGÅ6ø9 $# $·Ψ Ïϑø‹yγãΒ uρ ϵø‹ n= tã (

Mafahim Hizbut Tahrir 75

Umar bin Khaththab membawa selembar kertas Tauratyang sedang dibacanya, maka beliau murka serayabersabda :

Tidakkah aku datang dengan membawa kertas putihbersih, seandainya saudaraku Musa melihatku, tentuIa tak akan berbuat apa-apa selain mengikutiku. (HR.Imam Ahmad, Ibnu Syaibah dan al-Bazzaar).

Banyak diantara aktivitas manasik haji, seperti thawaf(mengelilingi ka’bah), mengusap hajar aswad (batuhitam) serta menciumnya, sa’i (lari-lari kecil) antaraShafa dan Marwa, kesemuanya telah ada sejak masajahiliah. Pada saat kita melakukan dan melaksanakanibadah itu sesuai dengan cara tersebut, kita tidakmelakukannya sebagai manasik yang telah ada dalamsyariat terdahulu, melainkan dilakukan berdasarkansyariat Islam. Karena Islam telah menentukannyasebagai hukum-hukum syara’ yang baru, dan hal inibukan pengakuan terhadap syari’at sebelumnya.Demikian pula halnya terhadap segala sesuatu yangberasal dari agama-agama terdahulu, sama sekali tidakboleh dilakukan. Yang kita lakukan semata-mata apayang dibawa oleh syariat Islam. Karena itu, orang-orang

موسي لما وسعه أخيألم آت بها بيضاء نقية ولوأدركني «»اال اتباعي

76

Nasrani dan Yahudi menjadi sasaran seruan syariatIslam. Mereka diperintahkan untuk meninggalkansyariatnya, karena Islam telah menghapus syari’atkeduanya. Apabila hal ini merupakan kewajiban bagipengikut syari’at Talmud, yaitu orang-orang Yahudi danNasrani, untuk mengikuti syari’at Islam; bagaimanamungkin seorang muslim dituntut untuk menjadikansyari’at bangsa yang sebelumnya sebagai syari’at bagiumatnya?

Mengenai firman Allah Swt:

Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyukepadamu sebagaimana Kami telah memberikannyakepada Nabi Nuh. (TQS. An-Nisaa [4]: 163);

Yang dimaksud dalam ayat ini adalah bahwa Allah Swt.telah mewahyukan kepadanya (Nabi Muhammad saw.),sebagaimana diwahyukan kepada yang lain darikalangan Nabi-nabi sebelumnya. Sedangkan firmanAllah Swt:

Telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apayang telah diwasiatkan-Nya kepada Nabi Nuh. (TQS.Asy-Syuura [42]: 13)

!$Ρ Î) !$uΖø‹ ym÷ρr& y7ø‹ s9 Î) !$yϑx. !$uΖ ø‹ ym÷ρr& 4’ n< Î) 8yθçΡ

tíu Ÿ° Νä3s9 zÏiΒ ÈÏe$!$# $tΒ 4œ» uρ ϵÎ/ % [nθçΡ

Mafahim Hizbut Tahrir 77

Maksudnya, yang telah disyariatkan adalah ajaran-ajaranpokok Tauhid, sebagaimana yang telah diwasiatkankepada Nabi Nuh. Adapun firman Allah Swt:

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad):‘Ikutilah millah (dasar) Ibrahim’ (TQS. An-Nahl [16]:123)

Maksudnya, ikutilah dasar Tauhid. Sebab, millah artinyadasar Tauhid. Maksud dari ayat-ayat ini dan yangsejenisnya adalah menjelaskan bahwa Nabi Muhammadsaw. bukanlah Rasul yang baru, akan tetapi Allah Swt.telah mengutus Rasul-rasul yang lain selain Rasulullah.Dan yang dimaksud dengan ad-din dalam ayat, adalahsama seperti halnya yang dibawa seluruh Nabi dan Rasul.Adapun selain dari itu, maka setiap Rasul telah diutusdengan membawa din/syariat yang berbeda-bedasebagaiman firman Allah Swt:

Untuk tiap-tiap umat diantara kamu (kaum Muslim danAhli kitab), Kami berikan aturan dan jalan hidup yangkhas. (TQS. Al-Maidah [5]: 48)

Dengan demikian maka syariat sebelum kita bukanmerupakan syariat bagi kita, dan tidak termasuk salah satu

§Ν èO !$uΖ øŠym÷ρr& y7 ø‹ s9Î) Èβr& ôìÎ7 ¨? $# s'©# ÏΒ zΟŠÏδ≡t ö/Î)

9e≅ä3Ï9 $oΨ ù= yèy_ öΝ ä3Ζ ÏΒ Zπtã ÷ Å° % [`$yγ÷ΨÏΒ uρ

78

dalil syara’ yang dapat dijadikan sebagai sumberpengambilan hukum.

Pada dasarnya, istinbat (pengambilan) hukumdilakukan oleh para mujtahid. Untuk mengetahui hukumAllah dalam suatu masalah, tidak lain dilakukan hanyadengan jalan ijtihad. Karena itu, ijtihad amat diperlukan.Para ulama ushul telah menentukan bahwa ijtihadmerupakan fardlu kifayah atas kaum Muslim. Di setiapmasa tidak boleh kosong dari adanya para mujtahid.Apabila umat secara keseluruhan sepakat untukmeninggalkan ijtihad, maka mereka berdosa. Sebab, carauntuk mengetahui hukum-hukum syara’ hanya melaluiijtihad. Seandainya di suatu masa tidak ada seorangmujtahid yang dapat dijadikan sandaran untukmengetahui hukum-hukum, maka hal ini akanmengakibatkan tidak berfungsinya syari’at dan hilangnyahukum. Keadaan seperti ini tentu tidak boleh terjadi.Hanya saja, untuk berijtihad diperlukan berbagaipersyaratan sebagaimana disebutkan oleh para ulamaushul secara terperinci, antara lain diperlukan penelaahanyang luas, pemahaman yang benar terhadap nash, danmemiliki pengetahuan yang cukup terhadap bahasa Arab,diperlukan pemahaman yang luas terhadap berbagaimasalah syari’at, serta menguasai dalil-dalilnya.

Karena itu, pengambilan hukum tanpa dilakukanpengamatan terlebih dahulu tidak dapat dinamakanistinbat. Demikian pula adanya maslahat secara sekilas

Mafahim Hizbut Tahrir 79

dalam suatu hukum, kemudian memutarbalikkan nashserta menyesuaikannya terhadap sesuatu yang tidakdimaksudkan oleh nash tersebut, untuk menetapkan suatuhukum, juga bukan disebut ijtihad. Hal itu tak lainmerupakan kecerobohan terhadap agama Allah, yangpelakunya berhak mendapatkan siksa Allah.

Memang benar, bahwa pintu ijtihad senantiasaterbuka, akan tetapi terbuka hanya untuk para ulama,bukan untuk orang-orang yang jahil/bodoh. Mujtahidterdiri dari tiga macam. Pertama, mujtahid mutlak dankedua, mujtahid madzhab. Keduanya memilikipersyaratan khusus. Yang ketiga adalah mujtahid al-mas’alatu al-wahidah (mujtahid yang berijtihad hanyadalam suatu masalah). Ia adalah orang yang mampumemahami suatu nash dan meneliti suatu masalah berikutdalil-dalilnya serta dalil para mujtahidin dalam masalahtersebut. Yang demikian ini sudah menjadi keharusan bagiseorang Muslim yang hendak mengetahui hukum-hukumAllah. Sebab, syara’ pada dasarnya menjadikan seorangMuslim mampu mengambil hukum dari dalil syara’, agaria menjadi seorang mujtahid dalam agama, terutamaterhadap masalah-masalah yang diperlukannya.

Sayangnya, setelah masa penulisan dan kodifikasimadzhab-madzhab mujtahidin, serta pembentukankaedah-kaedah (ushul) dan hukum-hukum (furu’), konsepijtihad mulai lemah dalam jiwa kaum Muslim, dan paramujtahid mulai langka, bahkan sampai-sampai kaum

80

Muslim diwarnai oleh taqlid9, dan sedikit sekali yangmelakukan ijtihad. Sedemikian parahnya dominasipemikiran taqlid sampai ada yang mengatakan bahwapintu ijtihad harus ditutup, dan wajib bertaqlid. Karenaitu, mayoritas kaum Muslim —walaupun tidaksemuanya— telah menjadi orang-orang yang bertaqlid(Muqallid).

Muqallid terdiri dari dua macam, yaitu muqallidmuttabi’ dan muqallid ‘ami. Yang membedakan antaramuqallid muttabi’ dengan muqallid ‘ami, bahwasanyamuqallid muttabi’ adalah orang yang mengambil hukumdari hasil istinbat seorang mujtahid, setelah ia merasa puasterhadap dalil yang menjadi sandarannya. Ia tidak akanmengikuti hukum sebelum mengetahui dalilnya.Sedangkan muqallid ‘ami yaitu orang yang mengikutipendapat mujtahid terhadap suatu hukum syara’, tanpameneliti dalilnya. Seorang muttabi’ lebih baik keadaannyadari pada ‘ami. Sebagian besar generasi terdahulu terdiridari para muqallid muttabi’ karena perhatiannya yangbesar terhadap dalil. Tatkala datang masa kemundurandan kemerosotan, sehingga sulit bagi orang untukberittiba’, mereka pun mulai bertaqlid kepada para imamdan mujtahidin, terhadap beberapa hukum tanpa menelitidalilnya. Yang mendorong mereka adalah diamnya para

9. Mengikuti hasil ijtihad para Mujtahid (tidak berijtihad sediri)

Mafahim Hizbut Tahrir 81

ulama dan kerelaan mereka agar seseorang menjadimuqallid ‘ami walaupun mereka berasal dari kalanganintelektual. Para ulama telah membiarkan saja keadaanini, mengingat taqlid itu sendiri dibolehkan, baik itu taqlidittiba’ maupun taqlid ‘ami. Namun demikian, perludiketahui bahwa pada dasarnya seorang muslim itu harusmengambil hukum dari dalilnya, walaupun iadiperbolehkan untuk bertaqlid. Dengan kata lain,dibolehkan pula baginya menjadi muttabi’, yaitumengetahui hukum beserta dalilnya dan merasa puasterhadapnya. Hal ini menjadikan seorang muslim layakuntuk berijtihad, walaupun dalam satu masalah saja. Inilahyang sangat diperlukan di masa sekarang. Fatwa tidakdapat dikategorikan ke dalam ijtihad masalah, sebab fatwaitu sendiri tidak termasuk ijtihad. Bahkan nilainya palingrendah diantara jenis karangan (karya fiqih). Periode inimuncul setelah para mujtahidin, yang disusul denganmasa murid-muridnya, dan yang belajar terhadap mereka,telah beralih perhatiannya dengan melakukan syarah(penjelasan) terhadap pendapat (pendiri) madzhab, danmenjelaskan kaedah-kaedah ushul madzhab tersebutdisamping memperkokoh pendapat-pendapatnya.Periode ini merupakan masa dominasi bagi ilmu fiqih.Pada saat itu disusun kitab-kitab pokok fiqih dalamberbagai madzhab yang menjadi rujukan utama dalammasalah-masalah fiqih. Keadaan ini berlangsung sampaiabad ke-VII Hijriyah, menyusul datangnya masa

82

kemunduran fiqih, yaitu masa bermunculannya kitab-kitabsyarah dan hasyiah (catatan pinggir) yang kebanyakankosong dari penemuan-penemuan baru. Tidakmengandung hal-hal yang baru dalam istinbat dan ijtihad,bahkan dalam satu masalah tertentu. Setelah itu datangmasa yang lebih parah lagi, dimana para ulamamenempuh cara dalam mengemukakan masalah-masalahdan hukum-hukum tanpa menyebut bagian-bagiannyaatau dalil-dalilnya. Masalah-masalah inilah yang disebutdengan istilah fatwa. Karena itu, kitab-kitab fiqih yangberbentuk syarah dan hasyiah tidak dapat dijadikanrujukan dalam pengambilan hukum; sama seperti halnyadengan fatwa, yang tidak dapat dijadikan sebagai sumber/rujukan hukum, karena menyimpang jauh dari metodeijtihad dalam pengambilan hukum.

Sesuatu yang disusun berdasarkan metodekodifikasi hukum tidak dapat dijadikan rujukan dansandaran dalam pengambilan hukum, sebab termasuksalah satu bentuk penyerupaan terhadap perundang-undangan Barat. Selain itu, kodifikasi semacam inimerupakan bentuk ringkasan dari fiqih yang lebih banyakmengambil masa’il fiqhiyah yang tidak ada dalilnya, ataudalilnya lemah; juga diwarnai dengan penyesuaianterhadap zaman dan adanya ta’wil, agar selaras denganpandangan Barat dalam hal pemecahan problematikanya,disamping adanya kelangkaan dari segi tasyri’ dan ijtihad.Kodifikasi semacam ini tidak layak untuk diterapkan dan

Mafahim Hizbut Tahrir 83

tidak layak pula dijadikan sumber rujukan, bahkan halseperti ini merupakan bencana bagi fiqih dan tasyri’.Karena ia berupa usaha yang bersifat taqlid, yang dapatmelemahkan pengetahuan kaum Muslim terhadap fiqihIslam, walaupun khazanah fiqih Islam sangat kaya dan iamerupakan kekayaan terbesar di bidang fiqih/hukum bagiseluruh umat manusia. Sudah menjadi keharusan bagipara qadli dan penguasa untuk merujuk kepada khazanahfiqih tersebut. Dengan adanya kodifikasi dalam bentukpenyerupaan terhadap Barat telah mengerdilkan danmempersempit fiqih, sehingga para qadli tidak akanmengenal fiqih apabila mereka hanya mencukupkan diriterhadap perundang-undangan semacam ini. Disampingitu, kodifikasi semacam ini tidak memiliki bentuk undang-undang, tetapi hanya berupa kumpulan dari nash-nashfiqih yang diambil dari sebagian fuqaha, dan dimuatsecara berurutan dalam bentuk bab, pasal, dan ayat. Inimenyebabkan tidak ada usaha untuk melahirkan kaedah-kaedah umum yang menjadi topik dari pasal-pasal dalamperundang-undangan, sekalipun sebagai landasanberbagai masalah. Yang mereka lakukan malahanmenjadikan masalah-masalah tersebut sebagai pasal-pasaldalam perundang-undangan. Inilah yang menyebabkanketidaksesuaiannya dalam bentuk redaksi perundang-undangan, sehingga apa yang disebut dalam sebagianpasal-pasal yang berbentuk kaedah umum hanyadisebutkan melalui kaedah-kaedah yang tidak

84

menyeluruh, dan hanya merupakan beberapa definisiyang dinukil dari kitab-kitab fiqih. Bahkan dapat dikatakanhampir secara keseluruhan berbentuk demikian. Karenaitu, undang-undang semacam ini tidak dapat diambil dandigunakan sebagai bahan rujukan, karena kekacauanuslub (susunannya) dan kelemahan bobotnya, disampingkarena adanya jarak dengan hukum syara’ yang diakuiberdasarkan dalil-dalil yang terperinci.

Untuk menyusun Undang-undang Dasar danUndang-undang demi tercapainya pemahaman para qadlidan penguasa, perlu ditempuh cara-cara sebagai berikut:

1. Hendaknya problema-problema manusia dipelajariterlebih dulu, kemudian dibuat Undang-undangDasar Umum dalam bentuk kaedah-kaedah umumyang bersifat menyeluruh, atau hukum-hukumsyara’ yang bersifat menyeluruh. Semua itudisandarkan pada fiqih Islam, yang diambil dariseorang mujtahid, dengan mempelajari danmengkajian dalil-dalilnya. Atau diambil dari al-Quran, Sunah, Ijma’, maupun Qiyas, akan tetapidengan cara ijtihad yang syar’i walaupun ijtihaditu bersifat juz’i (parsial) yaitu ijtihad masalah.Hendaknya pada setiap pasal disebutkan madzhabyang menjadi landasannya, berikut dalilnya, ataudalil syara’ yang diistinbath. Hendaknya tidakmempertimbangkan keadaan kaum Muslim yang

Mafahim Hizbut Tahrir 85

buruk, juga bukan pada keadaan bangsa-bangsalain atau sistem/peraturan lain selain Islam.

2. Hendaknya hukum-hukum syara’ dijadikan sebagaiacuan bagi perundang-undangan dalam uqubat(sanksi pidana), huquq, bayyinat (pembuktian), dansebagainya atas dasar apa yang ada dalam poinpertama, sesuai dengan konstitusi dengan menunjukkepada madzhab berikut dalil-dalilnya. Hendaknyamemakai redaksi perundang-undangan denganmenggunakan kaedah-kaedah umum, agar dapatdijadikan rujukan fiqih bagi para qadli dan penguasa.

3. Hendaknya nash-nash syara’, fiqih Islam, dan ilmuushul fiqih dijadikan sebagai sumber rujukan bagipenafsiran konstitusi dan Undang-undang untuk paraqadli dan penguasa, sehingga tersedia bagi merekasarana untuk memahaminya secara mendalam.

Seorang qadli tidak dibenarkan memutuskan sesuatuyang bertentangan dengan apa yang telah ditabani(diadopsi) Daulah dari hukum-hukum syara’. Sebab,perintah imam harus berlaku dzahir maupun batin.Adapun perkara-perkara yang akan diputuskan olehqadli, yang tidak ditabani Daulah, maka seorang qadliharus mengambil keputusan berdasarkan hukumsyara’ yang sesuai dengan permasalahannya, baikyang diambil dari pendapat mujtahid lain, maupunpendapat yang digalinya sendiri melalui ijtihad.

86

4. Hendaknya pada saat menggali hukum-hukum danmentabaninya senantiasa memperhatikanpemahaman terhadap fakta dan faqih terhadap faktatersebut. Juga harus memahami wajibnyamemecahkan fakta persoalan itu berdasarkan dalilsyara’, yaitu memahami hukum Allah yang telahditetapkan terhadap masalah yang sedang dihadapi;kemudian hukum tersebut diterapkan terhadap faktayang ada. Dengan kata lain, dengan mengetahui faktadan bertafaquh terhadap fakta itu, akanmenyampaikan pengetahuan kepada hukum Allah.

Negara melaksanakan syari’at Islam bagi setiaporang yang memiliki kewarganegaraan, baik muslimmaupun non muslim. Warganegara non muslim dibiarkanmenjalankan hal-hal yang berkaitan dengan akidah danibadahnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan denganmakanan dan pakaian, diperlakukan sesuai ketentuanagama mereka yang dijamin oleh aturan umum yangberlaku. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan hukumkeluarga diantara mereka, seperti nikah dan talak, diurussesuai dengan agamanya. Urusan syari’at Islam yang lain,seperti masalah mua’malah, uqubat, pemerintahan,ekonomi, dan lain-lain, berlaku sama bagi semuanya, baikterhadap kaum Muslim maupun non muslim. Mengenaikaum Muslim, negara memberlakukan syari’at Islamterhadap mereka secara keseluruhan, baik yang

Mafahim Hizbut Tahrir 87

menyangkut urusan ibadah, akhlak, mu’amalah, uqubatataupun yang lain. Kewajiban Negara adalah menerapkanIslam secara keseluruhan. Pelaksanaannya terhadap nonmuslim hendaknya dianggap sebagai salah satu caramengajak mereka kepada agama Islam, sebab syara’berlaku umum bagi seluruh umat manusia. Negaramemberlakukannya di setiap negeri yang dikuasainya agardapat menyebarluaskan dakwah Islam. Sebab, rahasiadari aktivitas penaklukkan (futuhat) Islam adalah untukmengemban dakwah Islam.

Islam adalah akidah yang memancarkan peraturan.Peraturan ini merupakan hukum-hukum syara’ yang telahdigali dari dalil-dalil yang terperinci. Islam telahmenjelaskan di dalam peraturan tersebut tata carapelaksanaan hukumnya yang berupa hukum syara’.Hukum-hukum syara’ yang menjelaskan tata carapelaksanaan dinamakan thariqah, dan yang lain berupafikrah. Dengan demikian, Islam terdiri dari fikrah danthariqah. Aqidah dan hukum syara’ yang memecahkanproblematika manusia disebut fikrah. Sedangkan hukumsyara’ yang menjelaskan cara pelaksanaan pemecahanproblematika manusia, cara memelihara aqidah, dan caramengemban dakwah disebut thariqah. Thariqah Islammerupakan bagian yang tidak tepisahkan dari fikrahnya.Karena itu, dalam dakwah Islam tidak boleh mencukupkandiri hanya dengan menerangkan fikrah-fikrahnya saja,melainkan juga harus mencakup thariqahnya. Mabda

88

(ideologi) adalah kumpulan dari fikrah dan thariqah.Keimanan kepada thariqah sama halnya dengankeimanan kepada fikrah. Sudah menjadi keharusan untukmenyatukan fikrah dan thariqah, dan tidak memisahkanantara keduanya. Keduanya harus diikat dalam satuikatan, dimana sebuah fikrah Islamiyah tidak bolehdilaksanakan kecuali dengan menggunakan thariqahIslamiyah. Gabungan keduanya itulah yang akanmembentuk Islam, yang diterapkan dan dikembangkandakwahnya. Selama thariqah telah ada dalam syari’at,maka wajib membatasinya pada hal-hal yang telahdisebutkan oleh syara’, dan apa yang telah digali dari nash-nashnya. Hukum-hukum tentang fikrah terdapat dalamKitab dan Sunah, demikian pula hukum-hukum tentangthariqah, seperti firman Allah Swt.:

Jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatugolongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepadamereka dengan cara yang jujur. (TQS. Al-Anfal [8]:58)

Ayat di atas mengandung hukum thariqah, sama sepertisabda Rasulullah saw.:

$Β Î) uρ  ∅sù$sƒ rB ÏΒ BΘöθs% ZπtΡ$uŠÅz õ‹ Î7/Ρ $$sù óΟ Îγø‹ s9 Î) 4’ n?tã > !# uθy™

»ال تتمنوا لقاء العدو فإذا لقيتموهم فاصبروا«

Mafahim Hizbut Tahrir 89

Janganlah kamu mengharap-harap bertemu denganmusuh, tetapi jika kalian telah bertemu dengan musuhmaka bersikap teguhlah. (HR. Bukhari dan Muslimdari Abu Hurairah)

Hukum-hukum thariqah dapat digali melalui ijtihad dari Kitab,Sunah, Ijma Sahabat dan Qiyas, sebagaimana hukum-hukumyang lainnya. Ketika Sunah berperan sebagai penjelas terhadapal-Quran, maka di dalam al-Quran kadangkala terdapat fikrahdalam bentuk yang global, lalu dirinci oleh Sunah. Kadangkaladi dalam al-Quran terdapat thariqah dalam bentuk global, laludirinci di dalam Sunah. Karena itu, kita harus menggunakanpetunjuk Nabi saw. sebagai pelita, agar kita dapat mengambilhukum-hukum thariqah dari perbuatan-perbuatan beliauyang terdapat di dalam sirahnya; juga ucapan, dan sikapdiamnya, sebagaimana kita mengambilnya dari al-Quran.Sebab, semua itu merupakan syari’at. Kita juga harusmenjadikan para Khulafa ar-Rasyidin sebagai teladan dalammemahami sirah, termasuk para sahabat lainnya,sebagaimana kita jadikan akal kita sebagai alat yang efektifuntuk memahami serta menggali hukum sesuai dengan carayang telah ditentukan oleh syara’.

Hukum syara’ yang menjelaskan tatacarapelaksanaan, menunjukkan pada amal yang harusdilakukan, baik yang menyangkut cara penerapanhukum maupun cara mengemban dakwah. Maka, cara-cara ini harus dilaksanakan. Perbuatan-perbuatan

90

semacam ini bukan tergolong sarana (wasilah), karenasarana itu merupakan alat yang digunakan untukmengerjakan suatu perbuatan. Sarana dapat berubahsesuai keadaan, dan dapat ditetapkan menurut jenisperbuatan. Karenanya, sarana tidak harus digunakansecara baku menurut kondisi tertentu. Adapunperbuatan-perbuatan yang berupa thariqah, maka halini tidak berubah; bahkan harus dilakukan sesuaipetunjuk nash, dan tidak boleh melakukan hal-hal diluar yang telah dijelaskan oleh syara’. Suatu perbuatanjuga tidak boleh dikerjakan di luar konteks yang telahdijelaskan oleh hukum syara’.

Dengan melihat secara teliti mengenai seluruhperbuatan yang telah ditunjuk oleh hukum-hukum syara’yang berkaitan dengan thariqah, akan dijumpai bahwaperbuatan yang tergolong thariqah adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat fisik, dan dapat menghasilkansesuatu yang nyata dalam kehidupan; bukan perbuatanyang menghasilkan sesuatu yang tidak nyata, sekalipunkedua jenis perbuatan ini akan menghasilkan nilai amalyang sama. Sebagai contoh, do’a merupakan perbuatanyang dapat menghasilkan nilai rohani, dan jihad jugamerupakan perbuatan fisik yang dapat menghasilkan nilairohani. Walaupun do’a merupakan perbuatan fisik, akantetapi hasilnya tidak berbentuk fisik, yaitu berupa pahala;sekalipun tujuan orang berdo’a adalah untukmendapatkan nilai rohani. Berbeda halnya dengan jihad.

Mafahim Hizbut Tahrir 91

Jihad adalah aktivitas memerangi musuh, yangmerupakan perbuatan fisik yang akan menghasilkansesuatu yang nyata, yaitu berupa penakhlukkan benteng-benteng, pertahanan kota-kota atau membunuh musuh,dan sejenisnya; walaupun tujuan dari seorang mujahidadalah untuk mendapatkan nilai rohani. Karena itu,perbuatan yang terkait dengan thariqah merupakanperbuatan yang bersifat nyata, yang akan menghasilkansesuatu yang bersifat fisik dan berbeda dengan perbuatanperbuatan lain. Maka dari itu, do’a tidak dapat dijadikanthariqah untuk berjihad, walaupun seorang mujahidsenantiasa berdo’a kepada Allah. Demikian pula halnyadengan nasehat, tidak dapat dijadikan thariqah bagiseorang pencuri, sekalipun ia dinasehati dan diarahkan.Firman Allah Swt:

Perangilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi fitnah(syirik) dan (sehingga) agama seluruhnya hanya untukAllah saja. (TQS. Al-Anfal [8]: 39)

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,potonglah tangan keduanya. (TQS. Al-Maidah [5]:38)

öΝèδθè= ÏG≈s%uρ 4®Lym Ÿω šχθä3s? ×πuΖ ÷GÏù tβθà6tƒuρ ߃Ïe$!$#

… ã&—#à2 ¬!

ä−Í‘$¡¡9 $# uρ èπs%Í‘$¡¡9 $# uρ (# þθãèsÜ ø%$$sù $yϑßγtƒÏ‰ ÷ƒr&

92

Berdasarkan hal ini, setiap perbuatan yangmenghasilkan sesuatu yang tidak nyata harus ditolak, jikadimaksudkan untuk melaksanakan fikrah Islam, sebab halitu bertentangan dengan thariqah Islam. Yang demikian initidak ada perbedaan antara perbuatan-perbuatan yangdilakukan untuk melaksanakan hukum-hukum yangberkaitan dengan pemecahan berbagai problem kehidupandengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan untukmengemban dakwah Islam. Sebagai contoh, shalatmerupakan bagian dari fikrah, dan thariqah pelaksanaannyamelalui negara. Maka, negara tidak boleh menjadikanpendidikan dan pengarahan sebagai satu-satunya thariqahagar manusia menjalankan shalat. Akan tetapi negara wajibmenjatuhkan hukuman kepada orang yang meninggalkanshalat, berupa hukuman fisik seperti kurungan/penjara;walaupun negara tetap melakukan pendidikan danpengarahan. Contoh lain, bahwa mengemban dakwah Islamadalah bagian dari fikrah, dan cara pelaksanaannyadibebankan pada negara, yaitu dengan jihad memerangimusuh. Maka, tidak dibenarkan negara melawan musuhhanya dengan cara membaca shahih Bukhari untukmenghilangkan hambatan-hambatan yang bersifat fisik yangmenghadang dakwah. Yang harus dilakukan negara adalahberjihad, yaitu memerangi musuh dengan cara fisik. Begitupula perbuatan-perbuatan lainnya.

Perlu diketahui, walaupun perbuatan yangditunjukkan oleh thariqah adalah perbuatan fisik yang

Mafahim Hizbut Tahrir 93

menghasilkan sesuatu yang nyata, akan tetapi perbuatansemacam ini harus diatur sesuai dengan perintah Allahdan larangan-Nya. Pengaturan yang didasarkan padaperintah dan larangan-Nya ini harus ditujukan semata-mata untuk meraih ridla Allah. Seorang muslim harusselalu menyadari hubungannya kepada Allah, sehinggaia selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan shalat dando’a, membaca al-Quran dan yang sejenisnya. Seorangmuslim wajib meyakini bahwa kemenangan datangnyahanya dari Allah. Karena itu, amat dibutuhkan adanyatakwa yang terhunjam di dalam dada untuk melaksanakanhukum Allah. Begitu pula dibutuhkan doa dan dzikirkepada Allah, serta terus menjaga hubungan dengan Allahsetiap kali melakukan suatu aktivitas.

Hal ini dilihat dari segi thariqah sebagai kumpulanhukum syara’, yang harus selalu terikat kepadanya dantidak boleh dilanggar. Juga dari segi thariqah yangmerupakan perbuatan untuk mewujudkan hal-hal yangnyata. Adapun dari segi pencapaian hasil, harus mengikutikaedah amaliah, yaitu hendaknya suatu perbuatandidasarkan pada suatu pemikiran dan tujuan tertentu.Penginderaan terhadap suatu realita yang didahului olehpengetahuan sebelumnya akan menghasilkan suatupemikiran. Pemikiran seperti ini harus dibarengi denganperbuatan. Dan hendaknya pemikiran dan perbuatandilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Semuaini harus didasarkan pada keimanan, sehingga seseorang

94

tetap berjalan dalam suasana iman secara terus menerus.Sekali-kali tidak dibenarkan memisahkan perbuatandengan pemikiran, atau dengan tujuan tertentu, atau pundengan keimanan. Pemisahan semacam ini —walaupunsedikit— akan membahayakan perbuatan itu sendiri,tujuan-tujuannya serta kelestariannya. Karenanya, orangyang akan mengerjakan suatu perbuatan harusmemahami terlebih dahulu tujuan-tujuannya dengan jelas,baru kemudian mulai mengerjakannya. Dengan demikianperbuatan harus dilandasi suatu perasaan yang dijalindengan pemikiran. Dengan kata lain, hendaknyapemahaman dan pemikiran itu lahir dari suatupenginderaan, bukan sekedar prasangka terhadapmasalah-masalah yang bersifat khayalan belaka.Hendaknya penginderaan terhadap realita berproses didalam otak, yang jika digabungkan dengan pengetahuanyang telah ada sebelumnya dapat menghasilkan prosesberpikir di dalam otak, yang biasa dinamakan pemikiran.Inilah yang akan menghasilkan kedalaman berpikir dankreatifitas dalam perbuatan. Perasaan yang disertaidengan pemikiran akan melahirkan kepekaan berpikir,yaitu suatu kepekaan yang dapat diperkuat oleh pemikiranseseorang. Kepekaan para pengemban dakwah, misalnya,sesudah memahami masalah-masalah dakwah, akan lebihkuat dibandingkan dengan sebelumnya.

Adalah hal yang berbahaya memindahkan suatuperasaan menjadi bentuk perbuatan secara langsung

Mafahim Hizbut Tahrir 95

tanpa dipikirkan terlebih dahulu, karena hal ini tidak akanmengubah realita, bahkan menjadikan manusia berpikirmundur dan terbelakang. Ia berjalan dengan pemikiranyang rendah/mundur dengan menempatkan realitas(kenyataan) sebagai sumber pemikiran, bukan sebagaiobyek pemikiran. Jadi, penginderaan/perasaan harusdibawa sampai ke tahap berpikir, baru kemudianpemikiran tersebut akan membawanya menjadi suatuperbuatan. Inilah yang memungkinkan seseorangmelepaskan diri dari keadaan, kemudian bangkit sertaberusaha untuk beralih menuju kondisi yang lebih baiksecara revolusioner. Orang yang mengindra/merasakansebuah realita dan langsung bertindak, makaperbuatannya itu tidak akan dapat mengubah realita,malahan akan menyesuaikan dirinya dengan realita.Akhirnya ia tetap terbelakang dan tertinggal. Sedangkanorang yang merasakan suatu realita, kemudian berpikirmengenai cara untuk mengubah realita itu, lalu ia berbuatberdasarkan pemikirannya, maka tindakan inilah yangakan mengubah realita sesuai dengan ideologinya, denganperubahan yang totalitas. Inilah cara yang sesuai denganmetode revolusioner, yang tidak lain adalah satu-satunyametode untuk melanjutkan kehidupan Islam. Metode inimengharuskan pemikiran terbentuk sebagai hasil daripenginderaan, kemudian memperjelas pemikiran inisehingga dapat menggambarkan bentuk-bentuk yangsistematika fikrah dan thariqah di dalam otak. Memahami

96

ideologi dengan cara yang benar, akan mendorongseseorang untuk melakukan suatu perbuatan, sehinggapemikiran ini dapat menghasilkan perubahan yangsempurna. Pada saat itu, ia akan berusaha untukmempersiapkan individu-individu dan kelompokmasyarakat serta lingkungannya dengan pemikirantersebut, agar terjadi perubahan total dalam opini umum;setelah sebelumnya terwujud kesadaran umum terhadapideologi ini, baik dari segi fikrah maupun thariqah-nya.Kemudian akan mulai menerapkan ideologi secara praktismelalui pemerintahan, dengan penerapan yang bersifatrevolusioner, tanpa bertahap, dan tambal sulam. Metoderevolusioner ini mengharuskan munculnya pemikiran dariproses penginderaan, yang disetai aktivitas untuk meraihtujuan tertentu. Hal ini tidak akan tercapai kecuali denganpemikiran yang mendalam.

Pemikiran yang dalam seperti ini memerlukanfaktor-faktor untuk mewujudkan, menumbuhkan, danmenyuburkannya. Metode revolusioner ini membutuhkanpersiapan individu maupun masyarakat dengan mabda(ideologi) Islam. Usaha yang ditempuh untuk mewujudkanpemikiran yang mendalam dan persiapan individu untukmenerima mabda memerlukan studi tentang Islam darimereka yang hendak berjuang, disamping memerlukanstudi tentang keadaan masyarakat. Ini tidak akan terjadikecuali dengan metode membina otak dengan berbagaipengetahuan. Belajar merupakan jalan yang termudah

Mafahim Hizbut Tahrir 97

dan paling dekat untuk mendapatkan pengetahuan bagiotak guna membantu mewujudkan pemikiran yang dalam.

Islam mempunyai metode yang khas dalampengajaran. Apabila metode ini dijalankan akanmenghasilkan pengaruh dari pelaksanaan metodepengajaran tersebut. Metode ini menyatakan bahwapengetahuan harus dipelajari untuk dipraktekkan.Pelajaran harus disampikan kepada pelajar melalui prosesberpikir yang membekas dan memberikan pengaruhterhadap perasaannya, sehingga pembawaan dantanggung jawab dalam hidupnya dihasilkan olehpemikiran yang membekas, sampai di dalam dirinyaterwujud semangat yang berkobar-kobar. Disaat yangbersamaan terwujud pula pemikiran dan pengetahuanyang amat luas, sekaligus upaya untuk mengamalkannyayang muncul secara alami. Dengan metode pendidikanseperti ini, akan muncul pemahaman dan kemampuanpada diri pelajar, yang berasal dari pemahamannya yangmembekas. Bahkan pemikirannya akan semakin luas danterpadu dengan perasaannya. Dengan metoda itu pula,seorang pelajar akan mengetahui hakikat-hakikat yangmemungkinkan dia biasa memecahkan problematikakehidupan. Karena itu, sistem belajar harus dijauhkan darisekedar menuntut ilmu belaka, agar pelajar tidak hanyamenjadi buku yang berjalan. Begitu pula sistem belajartidak boleh menjadi sekedar nasehat dan petunjuk. Jikatidak, akan mengakibatkan kedangkalan berpikir,

98

disamping kosong dari semangat iman. Pelajar pun tidakboleh menganggap bahwa belajar Islam hanya sekedarilmu dan nasehat belaka. Ia harus sadar bahwamempelajari Islam sekedar ilmu dan nasehat merupakanperkara yang membahayakan aspek pengamalannya,bahkan akan melalaikan dan mengabaikannya.

Untuk mencapai tujuan yang ingin diraih dalamsuatu aktivitas, harus tergambar bahwa tujuan tersebutmemerlukan keseriusan, perhatian, dan keterikatanterhadap ketentuan-ketentuan kepartaian (at-tabi’atulhizbiyah); disamping harus tetap terikat kepada Islam.Islam mempunyai ketentuan yang berbentuk larangan danperintah, disamping tuntutan berupa pengorbanan harta,jiwa maupun raga. Diantara ketentuan ini ada yang wajibbagi setiap individu, ada pula yang lebih dari pada itu.Masing-masing dapat memilihnya. Bagi yang ingin lebihmendekatkan diri kepada Allah Swt., maka hal itu bisameraih ketinggian jiwa dan pemikiran. Melaksanakanketerikatan terhadap ketentuan-ketentuan tadi adalahsuatu keharusan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan halini, jiwa harus dibiasakan dan dipaksa untukmelaksanakan seluruh ketentuan yang wajib dalamseluruh aspek; baik harta, jiwa maupun raga, hinggaterwujud harapan untuk mencapai tujuan.

Untuk menghasilkan aktivitas dakwah harusditentukan tempat memulainya dan sekelompok jama’ahyang mengawali usaha tersebut. Memang benar Islam itu

Mafahim Hizbut Tahrir 99

bersifat internasional. Begitu pula dalam dakwah, Islammemandang seluruh manusia dengan pandangan yangsama dan tidak membedakan antara yang satu denganyang lainnya, serta tidak memperhatikan lagi perbedaanlingkungan, iklim, serta tempat. Bahkan setiap manusiaitu layak menerima dakwah, dan menganggap bahwasetiap muslim mempunyai tanggung jawab dalampenyampaian dakwah ini ke seluruh umat manusia.Meskipun demikian, dakwah tidak bisa di mulai dimanasaja di muka bumi, karena cara semacam ini sama sajadengan mengusahakan kegagalan dan tidak akanmembawa keberhasilan sama sekali. Dakwah bahkanharus dimulai dari seorang individu, kemudian menyebarke seluruh dunia. Dakwah harus dikembangkan di satutempat tertentu, sehingga layak dijadikan sebagai titikawal. Baru kemudian tempat tersebut atau tempat lainnya(dimana dakwah telah berkembang) dapat dijadikansebagai titik tolak dakwah. Dari situlah dakwah akanmenyebar pada jalan yang seharusnya, lalu tempattersebut ataupun yang lain dijadikan sebagai titik sentraltempat tegaknya Daulah, yang akan memusatkan kegiatandakwahnya, dan akan menyebar di jalan yang semestinya,yaitu melalui jalan jihad. Meskipun beberapa tempatditetapkan sebagai wilayah dakwah untuk setiap titik (titikawal, titik tolak, dan titik sentral), namun yang berpindahdari titik yang satu ke titik yang lain adalah dakwah, bukantempatnya. Dakwah akan menyebar ke berbagai tempat

100

yang telah ditentukan pada saat yang bersamaan.Sekalipun sudah lazim menentukan tempat yang dijadikansebagai titik awal, lalu menjadi titik tolak, dan titik sentral,akan tetapi penentuan tempat di masing-masing titiktersebut bukan termasuk wilayah yang dikuasai olehmanusia. Manusia tidak mampu menjaungkaunya dantidak mampu menguasainya. Semua itu termasuk kedalam wilayah yang menguasai manusia. Dalam hal ini,manusia hanya berusaha dan bertindak sebatas wilayahyang mampu dikuasainya. Sedangkan perbuatan-perbuatan yang masuk di wilayah lain, maka hal itu sesuaidengan kehendak dan ketentuan Allah Swt.

Penentuan titik awal pasti dilakukan di tempatmunculnya seseorang yang pertama kali memilikigambaran yang cemerlang tentang dakwah, dan iadipersiapkan oleh Allah Swt. untuk mengembannya.Mungkin banyak orang yang telah merasakan hal ini, tetapiyang dipersiapkan Allah untuk mengemban dakwah initidak diketahui sampai kemunculannya. Kemudiandakwah di mulai di tempat ia hidup, dan tempat itulahyang menjadi titik awal.

Sedangkan mengenai titik tolak, hal itu tergantungdari persiapan masyarakat, karena masyarakat itu berbedadalam pemikiran, perasaan maupun sistemnya. Jika disuatu tempat terdapat masyarakat yang sudah siap, dansuasana dakwah lebih baik dari pada tempat lainnya,maka tempat tersebut layak dijadikan sebagai titik tolak.

Mafahim Hizbut Tahrir 101

Pada umumnya yang menjadi tempat bagi titik awal akanmenjadi tempat bagi titik tolak, walaupun bukan suatukepastian. Sebab, tempat yang paling layak bagi titik tolakadalah tempat yang di dalamnya berkembang kedzaliman,baik dalam aspek politik maupun ekonomi, dan yang didalamnya merajalela atheisme/kekufuran dan kerusakanmoral.

Titik sentral juga tergantung pada keberhasilandakwah dalam masyarakat. Tempat dimana dakwahbelum berhasil mengubah masyarakat dan belummenunjukkan suasana dakwah yang kondusif, tidak cocokdijadikan sebagai titik sentral, walaupun disana terdapatpengemban mabda Islam dalam jumlah yang banyak.Sedangkan tempat yang telah menerima fikrah danthariqah (mabda ini, penj.), serta kondisi masyarakatnyakondusif, juga fikrah dan thariqah tadi telah mendominasilingkungan tersebut, maka tempat itu cocok sebagai titiksentral, tanpa memperhatikan lagi jumlah pengembanmabda Islam di dalamnya.

Karena itu, para pengemban mabda tidak bolehmengukur (keberhasilan) dakwahnya dengan jumlahpengikutnya. Ukuran seperti ini jelas salah danmembahayakan dakwah, karena akan mengalihkanperhatian para pengemban dakwah dari masyarakat keindividu-individu. Keadaan ini bisa mengakibatkankelambanan, bahkan bisa mengakibatkan kegagalandakwah di tempat itu. Rahasianya mengapa hal ini bisa

102

terjadi, karena masyarakat itu tidak tersusun dari individu-individu saja, sebagaimana anggapan kebanyakan orang.Individu adalah bagian dari kelompok masyarakat,sedangkan yang mempersatukan individu-individu dalamsuatu kelompok masyarakat adalah faktor-faktor lain, yaituberupa pemikiran, perasaan dan peraturan hidup. Karenaitu, dakwah harus ditujukan untuk meluruskan pemikiran,perasaan dan peraturan hidup. Aktivitas ini termasukdalam dakwah jama’iyah dan dakwah untuk masyarakat,bukan dakwah untuk individu. Usaha memperbaikiindividu dilakukan tidak lain untuk menjadikan merekabagian dari kutlah (kelompok) dakwah, yang akanmengemban dakwah di masyarakat. Para pengembandakwah yang telah memahami hakikat dakwah akanmengkonsentrasikan kegiatannya terhadap masyarakat.Mereka berpandangan bahwa perbaikan individu tidakmungkin menghasilkan perbaikan masyarakat, danindividu tersebut tidak mungkin berada dalam keadaanbaik terus menerus. Perbaikan individu akan tercapaidengan jalan memperbaiki masyarakatnya. Apabilamasyarakatnya telah diperbaiki, dengan sendirinyaindividu akan dapat diperbaiki pula. Karena itu pentinguntuk mewujudkan semangat dakwah kepadamasyarakat, dan tetap berpegang pada kaedah yangseharusnya, yaitu:

»أصلح المجتمع يصلح الفرد ويستمر إصالحه«

Mafahim Hizbut Tahrir 103

“Perbaikilah masyarakat, niscaya individu akan menjadibaik, dan terus menerus dalam keadaan baik.”

Masyarakat itu seperti halnya air yang berada dalamsebuah tempayan besar. Apabila disekelilingnya diletakkansesuatu yang membekukan, maka air itu akan membekulalu mengeras (menjadi es). Begitu pula masyarakat,apabila dilontarkan berbagai mabda (ideologi) yang rusak,tentu masyarakat tersebut akan dikungkung kerusakan,dan akan terus merosot, serta terbelakang. Dan jika ditengah-tengah masyarakat dilontarkan mabda yangbersifat kontradiktif, maka akan tampak berbagaipertentangan; dan senantiasa diliputi oleh kekacauandalam konflik dan ketidakpastian. Jika di bawah tempayanitu diletakkan api yang membara dan berkobar, maka akanmenghangatkan air, kemudian mendidih, lalu menguapmenjadi tenaga yang menggerakkan. Begitu pula halnyajika di tengah-tengah masyarakat dilontarkan mabda yangbenar, maka akan menghangatkan masyarakat dankemudian membara, yang akhirnya mampu mengubah,menggerakkan serta mendorong masyarakat. Masyarakatinilah yang akan menerapkan mabda tadi, sekaligusmenyebarkannya kepada masyarakat yang lain, meskipundijumpai perubahan dari suatu keadaan kepada keadaanlain yang saling bertentangan. Proses perubahannya darisatu kondisi ke kondisi lainnya tidak dapat disaksikan,seperti halnya perubahan air dalam tempayan yang

104

tidak mampu diamati. Namun demikian bagi orang-orang yang sangat mengetahui keadaan masyarakat,dan percaya bahwa mabda yang diembannya itu ibaratapi yang membakar dan cahaya yang menyinari,mereka akan mengetahui bahwa masyarakat itu sedangberproses menuju suatu perubahan, dan bahwamasyarakat itu suatu saat pasti akan mencapai derajatmendidih/bergolak dan bergerak serta mendorong danmeledak. Karena itu, masyarakat harus senantiasamendapatkan perhatian dari para pengemban dakwah.

Berdasarkan penjelasan di atas maka tempat yanglayak untuk dijadikan titik sentral tidak dapat diketahui,karena tergantung pada kesiapan masyarakat, bukansemata-mata pada kekuatan dakwah. Dahulu, dakwahIslam di Makkah sangatlah kuat. Walaupun Makkah layakuntuk dijadikan sebagai titik awal dan sangat cocokdijadikan sebagai titik tolak dakwah, akan tetapi tempattersebut tidak layak dijadikan sebagai titik sentral.Kenyataannya, yang menjadi titik sentral adalah Madinah.Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah setelah beliau yakindengan kesiapan masyarakatnya. Kemudian, di sanaditegakkan Daulah, tempat di mana kekuatan dakwahbertolak menyebar luas ke seluruh jazirah Arab yangbelum terjamah, barulah kemudian ke seluruh pelosokdunia.

Dengan demikian, dapat kita katakan bahwapengemban dakwah tidak mungkin mengetahui tempat

Mafahim Hizbut Tahrir 105

yang dapat dijadikan sebagai titik tolak dan titik sentral.Mereka tidak mungkin mengetahuinya meskipundiberikan kepadanya kecerdasan dan kepandaian, sertamemiliki daya analisis yang tajam. Yang mengetahui halini hanyalah Allah Swt. Pengemban dakwah harusmenyandarkan dirinya hanya kepada Allah, danmenjadikan setiap perbuatannya terfokus hanya darikeimanan ini, dan bukan kepada yang lainnya. Dengankeimanan kepada Allah dan tidak kepada yang lain, akandiperoleh keberhasilan dakwah.

Iman kepada Allah mengharuskan tawakkal yangsempurna, dengan senantiasa meminta pertolongankepada Allah, karena hanya Allah-lah yang mengetahuisegala sesuatu, baik yang dirahasiakan maupun yangtersembunyi. Dialah yang memberi taufiq dan petunjukkepada pengemban dakwah, menunjuki mereka di jalanyang benar, dan jalan yang penuh hidayah. Keimanan ituharus kuat disertai tawakkal yang sempurna kepada Allahdan senantiasa memohon pertolongan kepada AllahRabbul ‘izati. Keimanan mengharuskan seorang mukminberiman terhadap mabda, yaitu beriman kepada Islam,karena Islam itu sendiri berasal dari sisi Allah. Keimananini pula yang mengharuskan kedalaman dan kekokohaniman, tidak terdapat sedikitpun keraguan di dalamnya,bahkan tidak memberi peluang munculnya jalan-jalanyang dapat meragukan. Sebab, setitik keraguan terhadapmabda tentu akan mendorong kepada suatu kegagalan,

106

malahan bisa jadi menyebabkan kekufuran danpembangkangan. Kita berlindung kepada Allah dari haltersebut.

Iman yang kuat, yang di dalamnya tidak terbetikkeraguan sedikitpun, merupakan suatu perkara yang yangwajib bagi pengemban dakwah, karena hanya denganiman seperti inilah yang akan mampu menjaminkelangsungan dakwah dengan langkah yang cepat danpanjang di jalan yang lurus. Iman semacam inimengharuskan dakwah bersifat terbuka dan menantangsegala sesuatu; menantang adat istiadat dan kebiasaanmasyarakat, menantang pemikiran yang renta danpersepsi yang salah, bahkan menantang opini umum yangkeliru, walaupun hal ini dilakukan secara frontal,menentang segala macam akidah dan agama-agama diluar Islam, meskipun akibatnya akan menghadapifanatisme para pengikutnya. Karena itu, dakwah yangberlandaskan akidah Islam mempunyai ciri yang tegas,berani dan kuat, analitis; serta menentang segala sesuatuyang bertentangan dengan fikrah dan thariqah, serta siapmenghadapi dan menjelaskan kepalsuannya tanpamelihat lagi hasil maupun situasi dan kondisinya. Begitupula tanpa mempedulikan lagi apakah mabda itu sesuaidengan keyakinan masyarakat atau malah bertentangan,apakah diterima masyarakat, ditolak atau malah dilawan.Dengan demikian, pengemban dakwah tidak akanmemihak suatu bangsa manapun, atau pun bersikap

Mafahim Hizbut Tahrir 107

kompromi. Ia tidak peduli lagi dengan beratnyamenghadapi masyarakat dan para penguasa yang jahat,tidak bergaul dengan mereka, tidak berbasa-basi ataubermanis muka. Namun demikian mereka tetapberpegang teguh pada mabda tanpa memperhitungkanuntung-ruginya, kecuali mabda itu sendiri.

Iman seperti ini mengharuskan penempatan bahwakedaulatan itu hanya untuk mabda semata, dengan katalain hanya untuk Islam saja, bukan untuk yang lain. Danmenganggap mabda selain Islam adalah kufur, apapunbentuknya dan bagaimanapun macam perbedaannya.Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya agama (yang sah) di sisi Allah ialahIslam. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 19)

Maka setiap orang yang tidak beriman kepada Allahadalah kafir menurut pandangan Islam. Karena itu,pengemban dakwah sama sekali tidak boleh mengatakankepada penganut selain Islam, baik itu berupa agamamaupun berbentuk mabda: “Pegang teguhlah mabda danagama kalian!.” Yang seharusnya dilakukan adalahmenyeru mereka masuk Islam dengan jalan hikmah(dengan hujjah, penj.) dan nasehat yang baik, supayamereka meyakini Islam. Karena dakwah mengharuskanpara pengembannya memposisikan kedaulatan hanya

¨βÎ) šÏe$!$# y‰ΨÏã «!$# ÞΟ≈ n= ó™M} $# 3

108

untuk Islam saja. Membiarkan orang-orang non muslimdalam agama dan keyakinannya, tidak berarti sebuahpengakuan terhadap agama mereka, tetapi dalam rangkamemenuhi perintah Allah, yang mewajibkan tidakadanyapaksaan untuk memeluk Islam. Allah juga mewajibkanuntuk membiarkan seseorang berada dalam keyakinan,agama, dan peribadatannya, selama dilakukan secaraindividual, bukan secara kolektif. Mereka (non muslim,penj.) tidak diijinkan memiliki institusi/organisasi di dalamDaulah Islam. Karena itu, Islam melarang adanya partai-partai atau kelompok-kolompok politik yang tidak Islami,yang asasnya bertentangan dengan Islam. Islam hanyamembolehkan adanya partai-partai atau kelompok-kelompok yang mengikuti ketentuan Islam. Demikianlah,iman terhadap mabda mengharuskan adanya satu mabda(Islam) saja dalam masyarakat, tidak bercampur denganyang lainnya.

Iman terhadap Islam berbeda dengan pemahamanterhadap hukum-hukum dan syari’at Islam. Imanditimbang dan ditetapkan melalui jalan akal atau denganjalan yang pokok-pangkalnya ditetapkan dengan akal.Jadi, di dalamnya tidak terbetik keraguan sedikitpun.Sedangkan pemahaman terhadap hukum Islam tidakhanya tergantung pada akal, tetapi diperlukan jugapengetahuan tentang bahasa Arab, kemampuan menggalihukum, dan pengetahuan terhadap hadits-hadits yangshahih maupun yang dha’if (lemah). Berdasarkan hal ini

Mafahim Hizbut Tahrir 109

maka para pengemban dakwah hendaknya menganggapbahwa pemahaman mereka terhadap hukum-hukumsyara’ adalah pemahaman yang benar, meski adakemungkinan salah. Begitu pula hendaknya menganggappemahaman orang lain itu salah, meski ada kemungkinanbenar. Hal ini akan membuka peluang kepada merekauntuk berdakwah menyampaikan Islam dan hukum-hukumnya sesuai dengan pemahaman dan istinbathmereka terhadap hukum-hukum tersebut. Hendaknyamereka mencoba mengubah pemahaman orang lain yangdinilai salah, meski ada kemungkinan benar; lalu dialihkanagar mengikuti pemahamannya, yaitu pemahaman yangdianggapnya benar, meski ada kemungkinan salah.Berdasarkan hal ini, pengemban dakwah tidak bolehmengatakan mengenai pendapatnya, bahwa pendapat iniadalah pendapat Islam. Yang seharusnya mereka katakanadalah pendapat ini merupakan pendapat yang Islami.Para pemuka madzhab dari kalangan mujtahidinmenganggap bahwa istinbath mereka terhadap hukum-hukum syara’ adalah benar, namun ada kemungkinansalah. Mereka masing-masing selalu mengatakan: “Apabilahadits tersebut benar (shahih) itulah madzhabku danbuang jauhlah pendapatku”. Pengemban dakwah harusmenganggap bahwa pendapat yang ditentukannya atauyang telah mereka usahakan dan sampai pada pendapatyang dipilihnya itu berasal dari Islam dan sesuai denganapa yang mereka pahami, dan itu adalah pendapat yang

110

benar meski ada kemungkinan salah. Sementara itu,keimanannya terhadap Islam dari sudut akidah tidak adakeraguan. Para pengemban dakwah menganggappendapatnya seperti ini karena dakwah menumbuhkandalam diri mereka upaya menuju kesempurnaan. Dakwahjuga mengharuskan mereka mengoreksi/mengevaluasikembali secara terus menerus hakikat kebenaran, sertasenantiasa menilai setiap hal yang mereka ketahui danfahami, sehingga dapat menyeleksi setiap perkara yangmungkin dipengaruhi oleh hal-hal yang asing (bukan dariIslam); dan berusaha menjauhkan ide-ide dan pemahamanmereka sehingga menjadi bagian dari tsaqafah gerakan.Semua itu dilakukan agar pemahaman mereka tetap dalamkebenaran, dan fikrah-nya tetap mendalam, jernih danbersih. Dengan jernih dan bersihnya fikrah, memungkinkandilakukan aktivitas dakwah. Sebab, jernihnya fikrah danjelasnya thariqah dakwah adalah satu-satunya jaminanmeraih keberhasilan sekaligus mampu menjagakeberhasilan.

Meskipun demikian, melakukan seleksi (pemikiran)untuk mencapai kebenaran, tidak berarti harus berliku-liku dan terombang-ambing bagaikan diterpa angin.Bahkan pemikiran (hasil seleksi) tersebut harus menjadipemahaman yang baku, karena dihasilkan dari pemikiranyang mendalam, dan pemahaman tersebut lebih bakudibanding pemahaman-pemahaman yang lain. Parapengemban dakwah harus selalu waspada terhadap

Mafahim Hizbut Tahrir 111

dakwahnya dan terhadap pemahaman mereka tentangdakwah. Mereka juga harus senantiasa berhati-hatiterhadap fitnah orang-orang yang ingin memalingkanmereka dari pemahamannya. Fitnah semacam ini amatberbahaya dalam dakwah. Allah mengingatkan Nabi saw.akan fitnah semacam ini.

Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya supayamereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apayang telah diturunkan Allah kepadamu. (TQS. Al-Maidah [5]: 49)

Sayyidina ‘Umar ra. telah berkata kepada qadli Syuraih,seraya berwasiat agar merujuk kepada kitabullah danberkata: “(dan) Janganlah mereka memalingkanmu darikitab Allah.” Jadi, pengemban dakwah harus selaluwaspada terhadap ucapan yang mungkin muncul dariorang-orang yang ikhlas, atau pendapat yang dianut olehseseorang yang selalu memperhatikan dakwah danmenyampaikannya dengan dalih maslahat, sedangkanpendapatnya bertentangan dengan Islam. Hendaknyamereka waspada terhadap hal-hal semacam ini dan tidakmemberi peluang kepada seorang pun untuk berbuatdemikian, karena hal seperti itu adalah bentuk kesesatanyang nyata. Harus dibedakan antara dakwah untukmengajak masuk Islam dan dakwah untuk melanjutkan

öΝ èδö‘ x‹ ÷n$# uρ βr& š‚θãΖÏFø tƒ .tã ÇÙ÷èt/ !$tΒ tΑ t“Ρr& ª!$# y7 ø‹ s9Î)

112

kehidupan Islam. Juga, harus dibedakan antara dakwahyang diemban oleh jama’ah di tengah-tengah umat,seperti kutlah (kelompok/partai) Islam, dengan dakwahyang diemban oleh Daulah Islam.

Perlunya pembedaan antara dakwah menyerukepada Islam dengan dakwah melanjutkan kehidupanIslam, tidak lain untuk mengetahui tujuan yang hendakdicapai oleh dakwah. Perbedaan antara keduanya adalahbahwa dakwah mengajak masuk Islam ditujukan kepadanon muslim. Mereka diseru untuk memeluk dan masukke pangkuan Islam. Metode praktis dakwah kepadamereka dilakukan dengan menegakkan hukum-hukumIslam di tengah-tengah mereka oleh Daulah Islam,sehingga mereka melihat cahaya Islam. Mereka diserudangan menjelaskan akidah serta hukum-hukum Islam,sampai mereka dapat mengetahui keagungan Islam. Makadari itu, sudah menjadi keharusan bahwa dakwahmenyeru kepada Islam harus dilakukan oleh Daulah Islam.

Adapun dakwah untuk melanjutkan kehidupanIslam wajib diemban oleh kutlah, bukan individu. Dakwahuntuk melanjutkan kehidupan Islam ditujukan padamasyarakat yang individu-individunya mayoritas muslim,tetapi menerapkan hukum selain Islam. Masyarakat yangdemikian ini digolongkan dalam masyarakat yang tidakIslami, sehingga layak disebut sebagai Dârul Kufur.Dakwah di tengah-tengah masyarakat seperti ini dilakukandalam rangka mendirikan Daulah Islam yang akan

Mafahim Hizbut Tahrir 113

menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat tersebut,serta mengemban dakwah kepada masyarakat lainnya(non-Islam). Ini dilakukan apabila tidak ada Daulah Islam.Apabila di dunia ada Daulah Islam yang menerapkanIslam secara sempurna, maka dakwah dilakukan untukmenggabungkan berbagai wilayah menjadi wilayahDaulah Islam, lalu diterapkan Islam di dalamnya, sertadijadikan bagian dari Daulah Islam yang mengembandakwah Islam, sehingga menjadi masyarakat Islam.Dengan demikian wilayah tersebut layak disebut DârulIslam. Hal ini karena seorang muslim tidak diperbolehkanhidup di Dârul Kufur, bahkan wajib baginya bila negaratempat dia tinggal —yang semula Dârul Islam— telahmenjadi Dârul Kufur, maka wajib berjuang untukmungubahnya menjadi Dârul Islam, atau berhijrah keDârul Islam.

Mengenai perlunya pembedaan antara dakwahyang diemban oleh jama’ah, di tengah-tengah umat Islam,dengan dakwah yang diemban oleh Daulah Islam adalahuntuk mengetahui bentuk-bentuk aktivitas yang dilakukanpara pengemban dakwah. Dakwah yang diemban DaulahIslam akan menonjolkan aspek praktisnya, yaitupenerapan Islam secara total dan sempurna, sehinggakaum Muslim mengenyam kebahagiaan di dalamnya.Begitu pula kalangan non muslim (kafir dzimmi, penj.)yang hidup dalam naungan dan lindungan Daulah Islam,dapat melihat cahaya Islam, yang pada akhirnya mereka

114

akan berbondong-bondong masuk Islam secara suka rela,tanpa dipaksa, penuh kerelaan dan ketentraman. DaulahIslam juga akan mengemban dakwah keluar wilayah Islam,bukan hanya dengan cara menyeru dan menjelaskanhukum-hukum Islam saja, tetapi dengan mempersiapkankekuatan militer untuk berjihad fi sabilillah. Selain itu, jugauntuk menerapkan hukum-hukum Islam di negeri-negeriyang baru saja ditaklukkan, dengan prinsip bahwapenerapan hukum atas mereka adalah upaya dakwah yangbersifat praktis. Metode tersebut telah ditempuh olehRasulullah saw. beserta para Khalifah sesudahnya, hinggamasa terakhir Daulah Islamiyah. Jadi, dakwah yang diembanoleh Daulah lebih bersifat melaksanaan hukum Islam secarapraktis, baik di dalam maupun di luar wilayah Daulah.

Sedangkan dakwah yang diemban oleh suatujama’ah atau kutlah berupa aktivitas fikriyah (pemikiran),bukan aktivitas-aktivitas yang lain. Jadi, kutlah dakwahmelakukan aktivitas dalam aspek pemikiran, bukan dalamaspek amaliyah praktis. Kutlah dakwah terus melakukanaktivitas semacam ini, sebagaimana yang dituntut hukumsyara’, sampai terwujudnya Daulah Islamiyah. Setelah itu,barulah dilakukan menerapkan Islam secara praktis olehDaulah. Dakwah yang diserukan kutlah kepada kaumMuslim tidak lain adalah untuk memahamkan Islam, agarmereka mampu melanjutkan kehidupan Islam, disampingberjuang melawan setiap unsur yang merintangi dakwahdengan cara-cara yang diharuskan oleh perjuangannya.

Mafahim Hizbut Tahrir 115

Diharuskan meneladani kehidupan Rasulullah saw.di Makkah dan mengikuti langkahnya dalam berdakwah.Dakwah diawali dengan aktivitas pengkajian danpemahaman tsaqafah Islam yang disertai denganmelaksanakan kewajiban-kewajiban Islam, persis dengankeadaan di Dârul Arqam. Kemudian orang-orang mukmindan jujur yang telah mempelajari dan memahami Islamberalih ke fase berikutnya, yaitu tafa’ul (berinteraksi)dengan umat, sampai umat dapat memahami Islam danmengerti keharusan terwujudnya Daulah Islam. Kelompokdakwah hendaknya memulai terjun ke tengah-tengahmasyarakat dengan membeberkan kerusakan-kerusakanmasyarakat, mengkritik dan menyerang pemahaman-pemahaman mereka yang salah, serta pendapat-pendapat mereka yang rusak. Kelompok dakwahhendaknya juga menjelaskan hakikat Islam kepada umatdan inti dari dakwahnya, agar terbentuk kesadaran secaraumum terhadap dakwah. Para pengemban dakwah harusmenjadi bagian dari masyarakat. Umat bersama merekamerupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dengandemikian umat secara keseluruhan akan berusaha secaraproduktif —di bawah pimpinan kelompok dakwah—meraih kekuasaan, sehingga terwujudlah Daulah Islam.Disaat itulah, dakwah mulai meneladani kehidupanRasulullah saw. di Madinah dalam penerapan Islam danpengembangan dakwah. Kelompok Islam yangmengemban dakwah tidak perlu memperhatikan berbagai

116

aktivitas yang sifatnya amaliyah (praktis), dan hendaknyatidak disibukkan oleh hal-hal lain kecuali dakwah.Melakukan aktivitas selain dakwah adalah laksana hiburanyang membius dan memperlambat dakwah. Karena itu,tidak diperbolehkan menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan (praktis) tersebut sama sekali. Ketika Rasulullahsaw. menyerukan Islam di Makkah yang penuh denganberbagai kefasikan/kemaksiatan dan kekejian, beliau tidakmengambil tindakan (fisik) apapun untukmenghilangkannya. Demikian pula dengan berbagai bentukkezhaliman, penyelewengan, kefakiran, dan kemiskinanyang tampak secara nyata. Tidak terdapat bukti bahwa beliaumelakukan langkah-langkah praktis untuk menghapuskansemua itu. Begitu juga berhala-berhala yang ada di sekelilingdan di atas Ka’bah tetap tegak, dan tidak terbukti beliauberusaha memusnahkannya. Yang dilakukan beliau hanyamencela tuhan-tuhan mereka, menganggap dungu akalpikiran mereka dan merendahkan perbuatan mereka. Beliauhanya membatasi diri dengan ucapan dan aspekpengembangan pemikiran semata. Namun, pada saatDaulah tegak dan kota Makkah berhasil ditaklukkan, tidaksatu pun berhala-berhala tersebut disisakan. Demikian jugapemberantasan terhadap berbagai kefasikan, kedurhakaan,kezhaliman, penyelewengan, kefakiran, dan kemiskinantidak satu pun beliau tinggalkan.

Karena itu, tidak diperbolehkan bagi suatukelompok yang mengemban dakwah —sebagai sebuah

Mafahim Hizbut Tahrir 117

kelompok— untuk melakukan aktivitas lain, selaindakwah. Hendaknya kelompok tersebut membatasidirinya dalam aspek ide dan dakwah. Meskipun demikian,tidak ada larangan bagi individu-individu anggota suatukelompok dakwah untuk mengerjakan aktivitas sosial ataukemasyarakatan. Kelompok dakwah tidak diperkenankanmelakukannya, karena tugasnya tidak lain adalahmenegakkan Daulah Islam agar dapat mengembandakwah ke seluruh dunia.

Walaupun sudah menjadi kewajiban untukmeneladani kehidupan Rasulullah saw. di kota Makkahsesuai dengan perilaku kehidupan mereka, tetapi tidakperlu mempersoalkan perbedaan antara dakwah menyerupenduduk Makkah kepada Islam dengan dakwah menyerukaum Muslim untuk melangsungkan kehidupan Islam.Saat itu beliau menyeru orang-orang kafir untuk beriman,sedangkan dakwah pada masa kini adalah menyeru kaumMuslim untuk memahami Islam dan mengamalkannya.

Karena itu, menjadi keharusan bagi sebuahkelompok dakwah untuk tidak membedakan dirinyadengan umat, tempat dia beraktivitas di dalamnya.Bahkan kelompok dakwah tersebut harus menjadikandirinya bagian dari umat. Sebab, kaum Muslim adalahsama seperti mereka. Mereka tidak lebih tinggikedudukannya dari kaum Muslim, meskipun merekalahyang memberikan pemahaman Islam dan beraktivitasuntuk umat. Mereka pula yang mengemban kepentingan

118

kaum Muslim, dan mengemban tanggung jawab dihadapan Allah yang lebih berat untuk membelakepentingan kaum Muslim dan Islam. Para pengembandakwah harus memahami bahwa tanpa (dukungan) umatkeberadaan mereka tidak ada artinya, meskipunjumlahnya banyak. Wajib pula menjauhkan kutlah dariperbuatan, perkataan ataupun isyarat-isyarat lainnya yangmemberi kesan memisahkan kutlah dari umat dalamsegala aspek, baik itu kecil maupun besar. Karena hal inidapat menjauhkan umat dari kutlah dakwah, serta dapatmenimbulkan hambatan bagi kutlah di tengah-tengahmasyarakat yang hendak diupayakan yaitu tiadanyakebangkitan. Sesungguhnya umat merupakan satukesatuan yang tidak terpisahkan, di mana kutlah berdiriuntuk membangun Daulah. Mereka (kutlah) akan tetapmenjaga Islam di tengah-tengah umat dan Daulah. Merekatetap mengawasi tubuh umat jika terdapat kemunduran.Mereka akan selalu membangun keimanan dan kecerdasanumat. Mereka senantiasa memperhatikan setiappenyimpangan dalam Daulah, yang bersama-sama denganumat meluruskannya sesuai dengan apa yang telahdiwajibkan oleh Islam. Berdasarkan hal ini dakwah Islamyang dikembangkan oleh sebuah kutlah akan berjalan dijalurnya secara alami dengan perjalanan yang sempurna.

Tujuan kutlah adalah melanjutkan kembalikehidupan Islam di negeri Islam dan mengembangkandakwah Islam ke seluruh dunia. Metode yang ditempuh

Mafahim Hizbut Tahrir 119

untuk mencapai hal ini ialah melalui pemerintahan/kekuasaan. Dan metode untuk mencapai kekuasaanadalah dengan mempelajari dan memahami Islam,membina masyarakat dengan Islam dengan pembinaanyang membekas/berpengaruh, untuk mewujudkan akliyah(pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) yang Islami, sehinggaterbentuk syakhsyiyah Islamiyah (kepribadian Islam).Begitu juga dengan cara berinteraksi di tengah-tengahumat dengan cara memberi pemahaman Islam terhadapmereka, menanamkan pengertian tentang hakikatkemaslahatan mereka, dan bagaimana Islam memberipemecahan terhadapnya kemaslahatan tersebut,menjamin hak-hak mereka serta memilih dan menentukankepentingan umat. Aktivitas berinteraksi dan berjuang dijalan dakwah dilakukan beriringan dengan aktivitaspengkajian. Dari sini dapat dimengerti bahwa aktivitaskutlah hizbiyah (kelompok kepartaian) merupakanaktivitas politik. Berdasarkan hal ini maka ciri yang palingmenonjol dalam kutlah ini adalah aspek politiknya, karenapolitik menjadi metode praktis yang pertama yang dimulaidalam dakwah mengajak kepada Islam. Hal ini tidakberarti dakwah terbatas pada aspek politik saja, atauhanya memfokuskan kegiatan untuk meraih kekuasaansemata. Akan tetapi yang pokok dan seharusnya dilakukanadalah mengajak kepada Islam; dan melakukanperjuangan politik untuk mencapai kekuasaan secarasempurna dalam rangka mewujudkan Daulah Islam, yang

120

akan menerapkan Islam dan mengembangkan dakwahIslam. Karena itu, sebuah kutlah dakwah tidak dibolehkanbersifat ruhiyah (ritual), atau kutlah yang mementingkanaspek akhlak semata; bukan pula kutlah Ilmiyah(pengkajian), maupun kutlah yang bersifat ta’limiyah(pendidikan), dan yang semacamnya. Bahkan sebuahkutlah dakwah wajib baginya bersifat politik. Hizbut Tahrirselaku partai Islam adalah partai politik yang bergerak dilapangan politik, serta melakukan aktivitas membina umatdengan tsaqafah Islam, yang sangat menonjol aspekpolitiknya. Hizbut Tahrir menentang dan membongkar apayang dilakukan para penjajah dan para agen kakitangannya tatkala mereka menghalangi para pelajar danpegawai terlibat dalam politik, serta memalingkan jauh-jauh masyarakat secara umum dari politik. Hizbut Tahrirmemandang bahwa masyarakat wajib mengetahui danmengerti politik, dan perlu melakukan pembinaan politikpada umat. Aktivitas politik yang dimaksud di sini bukanhanya menjelaskan bahwa Islam mencakup juga masalahpolitik, atau menjelaskan bahwa pokok pemikiran politikdalam Islam itu begini dan begitu. Tetapi, yang dimaksuddengan politik adalah pengaturan dan pemeliharaanurusan umat secara keseluruhan, baik di dalam maupundi luar negeri; dimana semua itu harus berjalan sesuaiaturan Islam, bukan yang lain. Hal ini dilakukan olehNegara, sedangkan umat berkewajiban menasehati danmeluruskan negara dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.

Mafahim Hizbut Tahrir 121

Agar hal-hal di atas terlaksana, mau tidak mau harus adahizb (partai) yang bertanggung jawab dalam hal ini ditengah-tengah umat, termasuk setelah adanya DaulahIslam nanti. Karena itu, dakwah mengajak kepada Islamharus disertai penjelasan kepada umat tentang hukum-hukum syara’ yang akan memecahkan problematikakehidupan, serta mengharuskan penerapan hukum Islamsaja, dan berjihad melawan para penjajah kafir sekaligusmencabut mereka dari akarnya, juga memberantas kakitangan dan agen kafir yang mengemban kepemimpinanberpikir penjajah dan ideologinya, maupun yangmengembangkan aspek politik dan pemikirannya.

Mengemban dakwah Islam dan berjuang secarapolitik di tengah-tengah masyarakat, mengharuskansebuah hizb (partai) menentukan wilayah gerakannya.Hizbut Tahrir menganggap bahwa masyarakat di seluruhdunia Islam adalah masyarakat yang satu. Karena masalahyang dihadapi oleh mereka adalah sama, yaitu bagaimanakembalinya Islam di tengah-tengah umat. Namundemikian, Hizbut Tahrir telah menentukan titik awal(dakwah)-nya di negeri-negeri Arab, yang merupakanbagian dari negeri-negeri Islam, dan berpendapat bahwamendirikan Daulah Islam di negeri-negeri Arab merupakanbenih unggul bagi Daulah Islam. Hal ini telah menjadilangkah yang wajar.

Masyarakat di negeri-negeri Islam sekarang beradapada keadaan politik yang paling buruk, karena pada

122

hakikatnya masih dikuasai dan dijajah oleh negara-negaraBarat, walaupun pemerintahannya tampak seakan-akanberdiri sendiri. Mereka tunduk di bawah qiyadah fikriyah(kepemimpinan berpikir) demokrasi kapitalis, denganketundukan yang membabi-buta. Sistem demokrasiditerapkan di tengah-tengah masyarakat, baik dalamaspek pemerintahan maupun politik. Dalam bidangekonomi diterapkan sistem ekonomi kapitalis; sedangkandi bidang militer bergantung pada negara asing (Barat),baik dari segi pesenjataan, latihan-latihan militer, maupunhal-hal yang menyangkut teknik serta keahlian militer.Adapun di bidang politik luar negeri selalu membebekdengan politik penjajah asing. Karena itu, kita dapatmenyatakan bahwa negeri-negeri Islam adalah negeriyang belum terbebas dari penjajahan. Memang parapenjajah tidak lagi bercokol di negeri-negeri Islam, akantetapi para penjajah secara de facto masih menguasaibidang militer, politik, ekonomi, kebudayaan, danmengeksploitasi bangsa-bangsa lemah yang dijajahnya.Mereka menggunakan seluruh kekuasaannya untukmemaksakan kepemimpinan ideologinya danmemantapkan segenap pandangannya dalam kehidupanpolitik. Bentuk penjajahan itu berbeda-beda, termasukdiantaranya adalah penggabungan negeri-negeri yangdikalahkan dalam peperangan menjadi bagian dariwilayah negeri-negeri penjajah, dan membangun koloni-koloni baru; begitu pula membentuk pemerintahan yang

Mafahim Hizbut Tahrir 123

dikatakan merdeka, padahal kenyataanya tunduk dibawah negara-negara penjajah. Hal ini merupakankenyataan yang terjadi dan menimpa negeri-negeri Islam.Secara keseluruhan negeri-negeri Islam ini tunduk dibawah pengaruh dan kekuasaan Barat. Dalam bidangkebudayaan negeri-negeri Islam selalu berjalan sesuaidengan apa yang telah diprogramkan para penjajah Barat.Walaupun ia tunduk di bawah kekuasaan dan pengaruhpenjajah Barat, tetapi pada waktu yang bersamaan negeri-negeri Islam juga menjadi sasaran ekspansi Uni Sovietpada saat itu. Hal itu dilakukan melalui para agen kakitangannya yang menanamkan pemikiran sosialismekepada masyarakat. Mereka ingin menjadikan ideologitersebut sebagai qiyadah fikriyah dan pandangan hidupmasyarakat, dengan cara mendakwahkan mabdasosialisme.

Karena itu, negeri-negeri Islam telah menjadijajahan negara-negara Barat dan obyek permainankepemimpinan ideologi asing. Negeri-negeri Islam jugamenjadi incaran Uni Soviet saat itu, dan menjadi sasaranuntuk diperangi dan dikuasai. Bahkah tidak sekadarmenjajah, mereka juga menguasai dan mengubah negeri-negeri Islam menjadi negeri-negeri komunis; jugamengubah masyarakatnya secara keseluruhan manjadimasyarakat komunis, sekaligus membasmi segalapeninggalan yang berbau Islam. Hanya saja denganruntuhnya Uni Soviet, lenyap pula semua itu, meskipun

124

masih terdapat sebagian partai yang menyerupai partaikomunis di negeri Islam, tapi tidak memiliki pengaruh.

Maka dari itu, melakukan aktivitas politik untukmelawan penjajahan saat ini merupakan keharusan. Halini dilakukan untuk memerangi kepemimpinan ideologiasing dan senantiasa mewaspadai bahaya serangan asingyang ditujukan ke negeri-negeri Islam. Mengembandakwah secara benar dilakukan dengan melawan bahayakepemimpinan berfikir asing. Karena itu, perlawananterhadap penjajahan asing wajib dijadikan sebagai hirjuaz-zawiyah (sudut pandang perspektif) dalam perjuanganpolitik.

Perjuangan politik mengharuskan tidak adanyapermintaan bantuan kepada negara-negara asingmanapun, dalam bentuk dan jenis apapun. Setiap upayameminta bantuan politik kepada negara asing manapundan setiap propaganda untuk mereka, merupakanpengkhianatan terhadap umat. Begitu pula wajibmenggalang kekuatan dunia Islam dengan penggalanganyang bersih (bebas dari ketergantungan asing, penj.),sehingga mampu menjadi kekuatan global, yang memilikiciri yang khas, sekaligus menjadi masyarakat yangbermartabat mulia. Kekuatan inilah yang akan merebutkembali peranan dan kendali dari dua kekuatan militer(Barat dan Timur), untuk menyebarluaskan dakwah Islamke seluruh dunia dan memimpin dunia secarakeseluruhan. Perjuangan politik juga mengharuskan

Mafahim Hizbut Tahrir 125

adanya penentangan terhadap sistem kehidupan, undang-undang dan peraturan Barat, serta segala bentukketetapan penjajah. Wajib pula menolak seluruh program-program dan rencana yang telah dibuat Barat, terutamayang dilakukan oleh Inggris dan Amerika, baik program-program teknik dan keuangan dalam berbagai bentuknya,ataupun rencana politik dengan berbagai macamnya.Begitu pula wajib menentang hadlarah (peradaban) Baratsecara mutlak. Hal ini tidak berarti menghilangkan segalamacam bentuk madaniah (produk sains dan teknologi,penj.), karena madaniyah dapat diambil apabila hal itumerupakan hasil sains dan teknologi. Wajib pula mencabutal-qiyadah al-fikriyah (kepemimpinan berfikir) asing dariakar-akarnya. Juga wajib membuang tsaqafah asingapabila hal ini bertentangan dengan pandangan hidupIslam, kecuali Ilmu Pengetahuan (sains), karena sainsbersifat universal. Sains bahkan perlu diambil darimanapun, karena sains merupakan salah satu sebab darisebab-sebab kemajuan materi dalam kehidupan.

Perjuangan politik mengharuskan kita mengetahuibahwa para penjajah barat, terutama Inggris dan Amerika,selalu memberikan dukungan di negeri jajahan, kepadakaki-tangannya dari kelompok statusquo, kelompokpropagandis, dan kelompok yang berkuasa untukmempropagandakan kebijakan politiknya dankepemimpinan ideologinya. Dengan cepat merekamenawarkan bantuan kepada agen-agennya di berbagai

126

negeri untuk membendung harakah (gerakan) Islam.Mereka membantu dengan harta dan bantuan lainnya,disamping menggunakan seluruh kekuatan yangdiperlukan untuk memberantas harakah Islam. Parapenjajah beserta para kaki-tangannya membentuk danmenyebarluaskan panji-panji dan propaganda untukmenentang gerakan pembebasan Islam, dan melontarkanbermacam-macam tuduhan, antara lain: harakah tersebutadalah upahan para penjajah yang selalu menyulutkerusuhan di dalam negeri dan berusaha menghimpunserta mengajak seluruh dunia untuk melawan kaumMuslim; bahwa gerakan tersebut juga bertentangandengan Islam; serta tuduhan-tuduhan lain yang serupa.Berdasarkan hal ini para pengemban dakwah harusmenyadari strategi politik penjajah dengan berbagaicaranya, sehingga mereka dapat mengungkap rencana-rencana penjajah, baik di dalam maupun di luar negeripada waktunya. Karena membongkar rencana penjajahmerupakan salah satu sisi penting dari bentuk perjuanganpolitik.

Atas dasar inilah Hizbut Tahrir melakukan aktivitasuntuk membebaskan dunia Islam dari bentuk penjajahansecara keseluruhan. Hizbut Tahrir “memerangi” penjajahdengan peperangan tanpa basa-basi; tidak hanyamenuntut agar penjajah keluar dari negeri-negeri Islam,dan tidak hanya menuntut kemerdekaan yang semu.Bahkan Hizbut Tahrir menghendaki mencabut keadaan

Mafahim Hizbut Tahrir 127

yang diciptakan oleh penjajah kafir dari akar-akarnya,yaitu dengan membebaskan negeri-negeri Islam, lembaga-lembaga pendidikan, dan pemikiran umat dari berbagaipengaruh dan bentuk penjajahan; baik itu penjajahanmiliter, ideologi, kebudayaan, ekonomi, dan sebagainya.Hizbut Tahrir juga “memerangi” siapa saja yang membelaberbagai bentuk penjajahan, hingga berhasil melanjutkankehidupan Islam dengan mendirikan kembali DaulahIslam, yang akan mengemban risalah Islam ke seluruhdunia secara total. Hanya kepada Allah kami memohondan hanya kepada-Nya kami berdo’a, semoga Diaberkenan mengulurkan pertolongan-Nya kepada kamidalam mengemban tugas besar ini. Sesungguhnya AllahMaha Mendengar dan Maha Mengabulkan.

HIZBUT TAHRIR

Hizbut Tahrir adalah par tai pol i t ik yangberideologi Islam. Bercita-cita untuk melanjutkankembali kehidupan Islam melalui tegaknya DaulahIslam, yang akan menerapkan sistem Islam sertamengemban dakwah ke seluruh dunia. Hizbut Tahrirjuga telah mempersiapkan tsaqafah khusus untukgerakan, berupa hukum-hukum Islam dalam seluruhaspek kehidupan. Hizbut Tahrir menyerukan Islamsebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan berfikir), yang

128

melahirkan peraturan-peraturan, yang dapatmemecahkan berbagai problematika manusia secarakeseluruhan, baik itu problematika dalam bidangpolitik, ekonomi, budaya, kemasyarakatan dan lain-lain. Hizbut Tahrir adalah partai politik yang merekrutanggota dari kalangan laki-laki dan perempuan. HizbutTahrir menyerukan Islam kepada seluruh lapisanmasyarakat, agar mereka terikat dan mengambilmafahim (ide-ide) dan sistem Islam. Hizbut Tahrirmemandang mereka dengan pandangan Islam,walaupun mereka terdiri dari berbagai suku danmadzhab. Hizbut Tahri r melakukan interaksiperjuangan bersama-sama umat untuk meraih apa yangdicita-citakannya. Hizbut Tahrir menentang penjajahandalam segala bentuk dan isti lahnya, untukmembebaskan umat dari qiyadah fikriyah penjajah, danmencabut dari akar-akarnya; baik aspek budaya,politik, militer, ekonomi, dan sebagainya, dari tanahnegeri kaum Muslim. Hizbut Tahrir berjuang mengubahmafahim (ide-ide) yang telah tercemari oleh penjajah,yang membatasi Islam hanya pada aspek ibadah danakhlak semata. []