$-'4 DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN …ditjenpktn.kemendag.go.id/app/repository/upload/eselon...

26
"'l/2 > | -_ !- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l,Ridwan Rais No. 5 Jakarta '101 10 fel. 021 -23528520 (Langsung) Tel.021-385817'l {Sentral), Fax.021-3857338 Menimbang Mengingat KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR 40lPDl.r/t(BP /5/2a1o TENTANG SYARAT TEKNIS ANAK TIMBANGAN KETELITIAN BIASA DANKHUSUS DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI. a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentangAlat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) YangWajibDitera dan Ditera Ulang, perlumengatur syarat teknis anak timbangan ketelitian biasa dan khusus; b. bahwapenetapan syarat teknis anak timbangan ketelitian biasadan khusus, dipedukanuntuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan anak timbangan ketelitian biasadan khusus, sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran MASSA; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821), 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135,Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4884), 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan LembaranNegara Republik IndonesiaNomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang- Undang Nomor '12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)', 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 20OO tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6? Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a633);

Transcript of $-'4 DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN …ditjenpktn.kemendag.go.id/app/repository/upload/eselon...

" ' l /2>|

-_ ! -

fi/\\$-'"4 l.

DEPARTEMEN PERDAGANGANREPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI

J l . M. l , R idwan Ra is No. 5 Jakar ta '101 10fel. 021 -23528520 (Langsung)Tel. 021-385817'l {Sentral), Fax. 021-3857338

Menimbang

Mengingat

KEPUTUSANDIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI

NoMoR 40lPDl.r/t(BP /5/2a1oTENTANG

SYARAT TEKNIS ANAK TIMBANGAN KETELITIAN BIASA DAN KHUSUS

DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI.

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan MenteriPerdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-alat Ukur,Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera danDitera Ulang, perlu mengatur syarat teknis anak timbangan ketelit ianbiasa dan khusus;

b. bahwa penetapan syarat teknis anak timbangan ketelit ian biasa dankhusus, dipedukan untuk mewujudkan kepastian hukum dalampemeriksaan, pengujian, dan penggunaan anak timbangan ketelit ianbiasa dan khusus, sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuranM A S S A ;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf adan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur JenderalPerdagangan Dalam Negeri;

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal(Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11,Tambahan Lembaran Negara Republ ik Indonesia Nomor 3193);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Per l indungan Konsumen(Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821),

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus BagiProvinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republ ik lndonesia Nomor4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republ ik IndonesiaTahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republ ikIndonesia Nomor 4884),

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah beberapa kal i d iubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor '12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republ ik IndonesiaTahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4844)',

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 20OO tentang Pemerintahan Aceh(Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6?Tambahan Lembaran Negara Republ ik Indonesia Nomor a633);

* 10 .

o .

7 .

8 .

9 .

14 .

15.

16 .

1 - lI I

18.

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam NegeriNomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan ProvinsiDaerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara KesatuanRepublik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4744)',

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun '1985 tentang Wajib danPembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syaratBagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (LembaranNegara Republ ik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan LembaranNegara Republ ik Indonesia Nomor 3283);

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan,Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran NegaraRepubl ik lndonesia Tahun 1987 Nomor lT,Tambahan Lembaran NegaraRepubl ik Indonesia Nomor 3351);

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, danPemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republ ikf ndonesia Nomor 4737)',

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi danTugas Eselon I Kementer ian Negara Republ ik Indonesia sebagaimanatelah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50Tahun 2008;

Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang PembentukanKabinet Indonesia Bersatu l l;

Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan danOrganisasi Kementerian Negara;

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor61/MPP/Kepl2l1998 tentang Penyelenggaraan Kemetrologiansebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian danPerdagangan Nomor 251 IMPP lKep/6/1 999;

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor635/MPP/K epl 1 0 12004 tentang Tanda Tera;

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG lPERl3l2005 tentangOrganisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri PerdaganganN om or 24 | M-D AG/P E R/6/2009 ;

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor SO/M-DAG/PER/1 0/2009 tentangUnit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal;

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/1 0/2009 tentangPeni la ian Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana TeknisDaerah Metrologi Legal;

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAG lPERl3l2010 tentangAlat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) YangWajib Ditera dan Ditera Ulang;

11 .

t z

13.

Menetapkan

PERTAMA

KEDUA

,KETIGA

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam NegeriNomor : 4olpDN/KE" /t/201a

MEMUTUSKAN:

Memberlakukan Syarat Teknis Anak Timbangan Ketel i t ian Biasa dan Khususyang selanjutnya disebut ST Anak Timbangan Ketel i t ian Biasa dan Khusussebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian t idakterpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini.

ST Anak Timbangan Ketel i t ian Biasa dan Khusus sebagaimana dimaksuddalam Diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi petugas dalammelaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan anaktimbangan ketel i t ian biasa dan khusus.

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini mulai berlakupada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 1 Flae"et 2010

SUBAGYO

DIREKTUR JENDERALPERDAGANGAN DALAM NEGERI,

l t

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI

NoMoR : 4olPou thzp/tlzo'roTANGGAL: J l { a re t2010

Daftar lsi

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

1.2" Maksud dan Tujuan

1.3. Pengert ian

BAB ll Persyaratan Administrasi

2 .1 . Ruang L ingkuP

2.2. Penerapan

2.3. ldent i tas

2.4. Persyaratan Anak Timbangan Ketelit ian Biasa dan Khusus SebelumP.eneraan

BAB ll l Persyaratan Teknis dan Persyaratan Kemetrologian

3.1. Persyaratan Teknis

3.2. Persyaratan Kemetrologian

BAB lV Pemeriksaan dan Pengujian

4.1. Pemeriksaan

4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang

BAB V Pembubuhan Tanda Tera

5.1. Penandaan Tanda Tera

5.2. Tempat Tanda Tera

BAB Vl PenutuP

DIREKTUR JENDERALPERDAGANGAN DALAM NEGERI,

SUBAGYO

5  

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal

adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada syarat teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun syarat teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP.

1.2. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera

ulang Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus.

2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan

tera ulang serta pengawasan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus. 1.3. Pengertian Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Anak Timbangan adalah benda ukur massa yang diatur berdasarkan

karakteristik fisik dan kemetrologiannya yang meliputi: harga nominal, bahan, konstruksi, dimensi, massa jenis, kondisi permukaan, penandaan dan kesalahan maksimumnya.

2. Perangkat Anak Timbangan adalah kumpulan Anak Timbangan yang tersusun dalam suatu wadah yang memungkinkan untuk dipergunakan menimbang massa dengan harga nominal terkecil sampai dengan massa dan jumlah seluruh anak timbangan dengan harga nominal terkecil sebagai nilai kelipatannya.

6  

3. Massa sebenarnya adalah massa yang mencerminkan suatu massa yang terdefinisi secara sempurna dalam kondisi massa tersebut ditentukan.

4. Massa konvensional adalah hasil penimbangan di udara antara suatu benda dengan massa standar dengan massa jenis konvensional yang ditentukan pada temperatur konvensional, pada temperatur referensi yang massa jenis udaranya dipilih secara konvensional, yang nilai konvensionalnya adalah sebagai berikut:

a. temperatur referensi 20 °C; b. massa jenis massa standar pada 20 °C 8000 kg/m3; c. massa jenis udara (ρ) = 1,2 kg/m3.

5. Massa nominal adalah nilai yang dipergunakan untuk menandai karakteristik atau sebagai petunjuk massa suatu benda.

6. Kelas ketelitian (accuracy) Anak Timbangan adalah kelas Anak Timbangan yang memenuhi syarat-syarat metrologi tertentu agar kesalahannya masih dalam batas yang diizinkan.

a. Kelas E2 dan F1 adalah kelas ketelitian Anak Timbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas I;

b. Kelas F2 dan M1 adalah kelas ketelitian Anak Timbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas II (kelas F2 untuk menimbang obat dan kelas M1 untuk menimbang logam mulia dan batu adi);

c. Kelas M2 adalah ketelitian Anak Timbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas Ill; dan

d. Kelas M3 adalah kelas ketelitian Anak Tirnbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas III dan IIII.

7. Kesalahan adalah hasil pengujian dikurangi dengan nilai sebenarnya dan standar pembanding (nilai konvensional).

8. Koreksi adalah nilai yang ditambahkan untuk mendapatkan nilai yang benar.

9. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu perkiraan (estimate) daerah kerja yang di dalamnya berada nilai yang sebenarnya.

10. Ketidaktetapan (repeatibility) adalah selisih antara hasil pengujian yang berurutan dan dilakukan pada kondisi sebagai berikut:

a. metode pengujian sama; b. operatornya sama; c. alat ukurnya sama; d. tempatnya sama; e. kondisi pemakaiannya sama; dan f. dilakukan pada tenggang waktu yang tidak jauh.

7  

BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI

2.1. Ruang Lingkup Syarat teknis ini mengatur mengenai persyaratan teknis dan persyaratan

kemetrologian untuk Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus.

2.2. Penerapan Syarat teknis ini mengatur tentang karakteristik fisik dan syarat-syarat

kemetrologian bagi Anak Timbangan yang dipergunakan sebagai perlengkapan timbangan dan berlaku bagi Anak Timbangan yang mempunyai kelas ketelitian E2, F1, F2, M1, M2 dan M3 dengan massa nominal 1 mg sampai dengan 50 kg.

2.3. Identitas

1. Umum a. Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g dan kelipatannya harus

ditandai dengan massa nominalnya dengan jelas kecuali untuk Anak Timbangan kelas E2;

b. penulisan satuan massa nominalnya adalah sebagai berikut: lambang satuan kilogram untuk massa nominal 1 kg ke atas dan lambang satuan gram untuk massa nominal 1 g sampai dengan 500 g;

c. duplikat maupun triplikat dalam satu perangkat harus dibedakan dengan jelas misalnya dengan satu atau dua bintang atau titik, kecuali pada Anak Timbangan yang berupa kawat berbentuk satu atau dua kaitan; dan

d. Anak Timbangan lemping dengan massa nominal 1 mg sampai dengan 1 g harus diberi angka massa nominalnya, kecuali kelas E2 dan kelas F1;

2. Anak Timbangan kelas E2 a. Anak Timbangan kelas E2 tidak boleh ditandai dengan massa

nominalnya maupun kelasnya; b. kelas Anak Timbangan ditulis pada kotaknya; dan c. Anak Timbangan kelas E2 dapat diberi titik pada tepi bagian atas

badannya untuk membedakan dengan Anak Timbangan kelas E1.

3. Anak Timbangan kelas F1 dan F2 a. Anak Timbangan dengan massa nominal 1 kg sampai dengan 50 kg

harus dibubuhi angka arab massa nominalnya secara jelas dan permanen (berupa lekukan, timbul dan/atau digrafir) tanpa diikuti unit satuannya.

b. Anak Timbangan kelas F1 tidak boleh ditandai kelasnya. c. Anak Timbangan kelas F2 dari 1 g sampai dengan 50 kg harus

mempunyai tanda kelasnya dengan bentuk “F” berdampingan dengan tanda massa nominalnya.

8  

4. Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 a. Anak Timbangan yang berbentuk persegi dari 5 kg sampai dengan 50 kg

harus ditandai dengan massa nominalnya diikuti dengan satuannya berbentuk huruf timbul atau lekukan di bagian atas.

b. Anak Timbangan yang berbentuk silinder 1 g sampai dengan 10 kg harus ditandai dengan massa nominalnya dengan satuannya berbentuk huruf timbul atau lekukan pada bagian atas knob.

c. Anak Timbangan yang berbentuk silinder dari 500 g sampai dengan 10 kg boleh diberi tanda massa nominal lagi pada badan Anak Timbangan.

d. Anak Timbangan kelas M1 harus dibubuhi tanda “M1” atau “M” timbul atau lekukan berdampingan dengan tanda massa nominalnya.

e. Anak Timbangan kelas M2 harus dibubuhi tanda “M2” timbul maupun lekukan berdampingan dengan massa nominalnya.

f. Anak Timbangan kelas M3 harus dibubuhi tanda “X” atau “M3” timbul maupun lekukan berdampingan dengan tanda massa nominalnya.

g. Anak Timbangan kelas F1, F2, M1, M2 dan M3 dengan massa nominal 10 g ke atas harus dibubuhi dengan merek/tanda pabrik pembuatnya baik timbul maupun lekukan dan diletakkan pada bagian bawah.

2.4. Persyaratan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus Sebelum

Peneraan 1. Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus yang akan ditera harus

memiliki Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Label tipe harus terlekat pada Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus

asal impor yang akan ditera. 3. Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus yang diproduksi di dalam

negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik.

4. Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik dan label tipe untuk Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus asal impor sebelum ditera.

5. Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya.

9  

BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN

3.1. Persyaratan Teknis 1. Umum a. massa nominal Anak Timbangan harus sama dengan 1 x 10n kg, atau

2 x 10n kg, atau 5 x 10n kg dengan n merupakan bilangan bulat negatif atau positif atau nol;

b. susunan massa nominal dalam satu perangkat Anak Timbangan dengan n merupakan bilangan bulat negatif atau positif atau nol adalah sebagai berikut:

1) (1; 1; 2; 5) x 10n kg; 2) (1; 1; 1; 2; 5) x 10n kg; 3) (1; 2; 2; 5) x 10n kg; dan 4) (1; 1; 2; 2; 5) x 10n kg.

2. Bentuk a. Anak Timbangan harus mempunyai bentuk yang sederhana tanpa

pinggiran yang tajam dan tanpa lekukan untuk mencegah kotoran melekat pada permukaannya;

b. seperangkat Anak Timbangan: 1) suatu perangkat Anak Timbangan, pada prinsipnya harus

mempunyai bentuk yang sama kecuali Anak Timbangan yang mempunyai massa nominal 1 g atau kurang; dan

2) seperangkat Anak Timbangan boleh mempunyai rangkaian bentuk yang berbeda satu sama lain, tetapi rangkaian bentuk yang berbeda ini tidak boleh disisipkan antara dua rangkaian yang berbentuk sama.

c. bentuk Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g atau kurang adalah sebagai berikut:

1) bentuk Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g adalah berupa silinder sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan dapat juga berbentuk lemping atau berupa kawat;

2) bentuk Anak Timbangan dengan massa nominal kurang dari 1 g adalah berupa lemping rata persegi banyak atau berupa kawat, dan bentuk ini sudah menunjukkan massa nominalnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Bentuk Lemping Berdasarkan Nilai Massa Nominal Anak Timbangan

Massa Nominal (mg) Lemping Segi Banyak/Kawat

5 – 50 – 500 Pentagon/Segi Lima

2 – 20 – 200 Bujur Sangkar

1 – 10 – 100 – 1000 Segi Tiga

10  

d. bentuk anak timbangan dengan massa nominal 1 g atau lebih adalah sebagai berikut:

1) selain bentuk sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1), Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g boleh berbentuk seperti kelipatan ke atasnya atau kelipatan ke bawahnya;

2) Anak Timbangan dengan massa nominal lebih dari 1 g adalah berupa silinder atau kerucut terpancung dengan tinggi antara 0,75 sampai 1,25 diameter rata-rata dan boleh diberi knob yang tingginya antara setengah sampai satu diameter dari knob tersebut;

3) Anak Timbangan dengan massa nominal 5 kg sampai dengan 50 kg boleh berbentuk lain apabila bentuk pegangannya bukan knob, seperti bentuk pipa atau sejenisnya; dan

4) Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 dengan massa nominal 5 kg sampai dengan 50 kg boleh berbentuk persegi dengan pinggiran yang lengkung dan pegangan yang kuat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.

3. Bahan a. bahan Anak Timbangan harus tahan karat dan kualitasnya sedemikian

rupa, sehingga perubahan massanya dapat diabaikan dibandingkan kesalahan maksimum yang diizinkan pada penggunaan yang normal;

b. bahan Anak Timbangan kelas E2 harus non magnetik, dengan kepekaan magnetik (susceptibility magnetic) tidak melebihi 0,03. Kekerasan dan ketahanan bahannya harus sama atau lebih baik dari baja tahan karat (stainless steel);

c. bahan Anak Timbangan kelas F1 dan F2 harus non magnetik dengan kepekaan magnetik (susceptibility magnetic) tidak melebihi 0,05 serta mempunyai kekerasan dan ketahanan minimal sama dengan kuningan tarik (kuningan berkekuatan tarik yang tinggi);

d. bahan Anak Timbangan kelas M1 dengan massa nominal: 1) dari 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus

terbuat dari bahan tahan karat dan kekerasannya sama dengan besi cor kelabu, tetapi kerapuhannya tidak boleh lebih dari kerapuhan besi cor kelabu;

2) 10 kg atau kurang yang berbentuk silinder harus dari kuningan; dan 3) 1 g atau kurang harus dari bahan yang tahan terhadap korosi,

oksidasi dan permukaannya tidak boleh dilapisi kecuali hanya untuk Anak Timbangan dengan massa 1 g yang berbentuk silinder.

e. bahan Anak Timbangan kelas M2 dengan massa nominal: 1) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi sekurang-

kurangnya harus dari besi cor kelabu; 2) 10 kg atau kurang yang berbentuk silinder sekurang-kurangnya

harus dari kuningan cor; dan 3) 1 g atau kurang harus dari bahan yang tahan terhadap korosi,

oksidasi dan permukaannya tidak boleh dilapisi kecuali hanya untuk Anak Timbangan dengan massa 1 g yang berbentuk silinder.

f. bahan Anak Timbangan kelas M3 dengan massa nominal: 1) 200 g atau lebih bentuk silinder dan 5 kg sampai dengan 50 kg

bentuk persegi sekurang-kurangnya dari besi cor kelabu;

11  

2) 50 g dan 100 g bentuk silinder sekurang-kurangnya dari besi massive; dan

3) 20 g atau kurang bentuk silinder harus dari kuningan. g. bahan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 yang dari besi massive

dan besi cor kelabu harus dihitamkan; h. bahan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 tidak boleh bersifat

magnet; dan i. bahan pegangan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 yang berbentuk

persegi harus dari tabung baja tanpa sambungan atau besi cor dan menjadi satu dengan Anak Timbangan tersebut.

4. Konstruksi a. Anak Timbangan kelas E2 harus massive dan dibuat dari satu benda

kerja dari bahan yang sama tanpa lubang terbuka; b. Anak Timbangan kelas F1 dan F2 dengan massa nominal 1 g sampai

dengan 50 kg boleh mempunyai lubang justir dengan syarat bahwa volumenya tidak melebihi 0,2 dari volume Anak Timbangan dan tertutup dengan baik dengan knob atau alat lain;

c. Anak Timbangan kelas M1 dengan massa nominal: 1) 100 g sampai dengan 50 kg harus mempunyai lubang justir; 2) 1 g sampai dengan 50 g boleh diberi lubang justir; 3) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus

mempunyai lubang justir dan ditutup dengan sumbat atau lemping berulir yang terbuat dan kuningan atau bahan Iainnya yang sesuai;

4) 100 g sampai dengan 10 kg yang berbentuk silinder harus mempunyai Iubang justir dan ditutup dengan sumbat atau Iemping berulir yang terbuat dan kuningan dan di atasnya ditutup dengan sumbat timah; dan

5) volume lubang justir tidak boleh melebihi 0,2 volume total Anak Timbangan dan setelah penjustiran pada tera 2/3 lubang justir harus kosong.

d. Anak Timbangan kelas M2 dengan massa nominal: 1) 10 g atau kurang harus tanpa lubang justir; 2) 20 g dan 50 g boleh tanpa lubang justir; 3) 100 g sampai dengan 50 kg harus mempunyai lubang justir; dan 4) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus

mempunyai lubang justir yang: a) berupa lubang yang berulir pada pegangannya; dan b) berupa lubang pada bagian atas atau pada bagian samping

salah satu sisinya, apabila pegangannya massive. e. Anak Timbangan kelas M3 dengan massa nominal: 1) 20 g atau kurang tanpa lubang justir; 2) 50 g sampai dengan 50 kg harus mempunyai lubang justir; dan 3) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus

mempunyai lubang justir sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 4).

12  

f. untuk Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3: 1) setelah penjustiran pada tera, maka dua pertiga volume lubang justir

harus kosong; dan: a) apabila lubang justirnya terletak pada pegangan yang berbentuk

pipa maka lubangnya harus ditutup dengan sumbat/lemping berulir yang terbuat dari kuningan atau bahan logam lainnya yang sesuai dan ditutup dengan sumbat timah; dan

b) apabila lubang justirnya terletak pada pegangan massive, maka Iubangnya harus ditutup dengan lemping yang terbuat dari baja lunak atau bahan logam yang sesuai dan ditutup dengan sumbat timah yang dimasukkan pada tempat yang berbentuk kerucut terpancung.

2) 20 g sampai dengan 10 kg yang berbentuk silinder lubang justirnya dibuat pada poros Anak Timbangan dan menghadap ke atas. Setelah penjustiran pada tera, maka dua pertiga volume lubang justir harus tetap kosong dan ditutup dengan sumbat berulir yang terbuat dari kuningan dan diberi sumbat timah di atasnya untuk pembubuhan tanda tera.

g. Anak Timbangan kelas M3 bahan besi massive/besi cor kelabu berbentuk silinder dengan massa nominal 50 g sampai dengan 10 kg harus mempunyal sumbat cap di bagian samping berbentuk lubang berulir diisi timah dan ukurannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6.

5. Dimensi Dimensi dan toleransi Anak Timbangan harus sesuai sebagaimana tercantum

dalam Lampiran 4.

6. Massa Jenis Massa jenis bahan Anak Timbangan harus sedemikian rupa, sehingga

penyimpangan 10% dari massa jenis yang seharusnya tidak menimbulkan kesalahan lebih dari 0,25 kesalahan maksimum yang diizinkan. Batas harga massa jenis Anak Timbangan adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.2.

13  

Tabel 3.2. Batas Harga Massa Jenis Anak Timbangan

ρmin..... ρmaks (103 kg/m3)

Massa Nominal Kelas E2 Kelas F1 ≥ 100 g

50 g 20 g 10 g

5 g 2 g 1 g

500 mg 200 mg 100 mg 50 mg 20 mg

7,81..... 8,21 7,74..... 8,28 7,50..... 8,57 7,27..... 8,89 6,9 ..... 9,6 6,0 .....12,0 5,3 .....16,0

≥ 4,4 ≥ 3,0 ≥ 2,3

7,39..... 8,73 7,27..... 8,89 6,6 .....10,1 6,0 .....12,0 5,3 .....16,0

≥ 4,0 ≥ 3,0 ≥ 2,2

Massa Nominal Kelas F2 Kelas M1 Kelas M2

≥ 100 g 50 g 20 g 10 g

5 g 2 g

6,4 .....10,7 6,0 .....12,0 4,8 .....24,0

≥ 4,0 ≥ 3,0 ≥ 2,0

≥ 4,4 ≥ 4,0 ≥ 2,6 ≥ 2,0

≥ 2,3

7. Kondisi Permukaan a. kualitas permukaan Anak Timbangan harus sedemikian rupa, sehingga

pada penggunaan normal perubahan massanya dapat diabaikan dibandingkan kesalahan maksimumnya;

b. permukaan Anak Timbangan termasuk bagian bawah harus halus dan tepinya harus lengkung. Permukaan Anak Timbangan kelas E2, F1 dan F2 tidak terlihat tanda berpori dan harus mengkilat;

c. permukaan Anak Timbangan kelas M1, M2, M3 yang berbentuk silinder dengan massa nominal 1 g sampai dengan 10 kg harus halus dan tidak terlihat tanda berpori;

d. permukaan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 yang berbentuk persegi dengan massa nominal 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 50 kg harus sama dengan kualitas besi cor kelabu yang dicetak dengan cetakan pasir halus; dan

e. dalam hal terjadi keragu-raguan terhadap kualitas permukaan Anak Timbangan, maka ditentukan harga maksimum kekasaran permukaan sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Harga Maksimum Kekasaran Permukaan Anak Timbangan Kelas E2 F1 F2

µm 1 2 5

14  

8. Kotak Anak Timbangan a. Umum 1) kotak Anak Timbangan kelas E2, F1, F2 dan M1 terbuat dari kayu

dan harus dibubuhi dengan kelas Anak Timbangannya serta merek pabrik; dan

2) semua Anak Timbangan yang merupakan bagian dari suatu perangkat harus mempunyai kelas yang sama.

b. Anak Timbangan kelas E2, F1, F2 dan M1 1) perangkat Anak Timbangan maupun Anak Timbangan harus

terlindung dari kemungkinan kerusakan atau keausan akibat benturan atau getaran;

2) Anak Timbangan diletakkan dalam kotak yang terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan lubang untuk meletakkan Anak Timbangan; dan

3) Anak Timbangan bentuk lemping maupun kawat diletakkan dalam kotak yang dilengkapi dengan lubang tempat Anak Timbangan dan kelasnya dicantumkan pada tutup kotak.

c. Anak Timbangan kelas M2 dan M3 1) Anak Timbangan kelas M2 dan M3 boleh diberi kotak; dan 2) kotak untuk timbangan kelas M2 dan M3 boleh terbuat dari bahan

yang bukan kayu. 3.2. Persyaratan Kemetrologian 1. Dasar klasifikasi Anak Timbangan diklasifikasikan untuk membedakan nilai kesalahan yang

diizinkan untuk setiap kelas sebagai tingkat keakurasian pengukuran. 2. Klasifikasi Anak Timbangan diklasifikasikan berdasarkan kelas akurasi sebagaimana

tercantum pada bab I sub bab 1.3 angka 6. 3. Batas Kesalahan a. kesalahan maksimum Anak Timbangan untuk tera maupun tera ulang

adalah sebagaimana tencantum dalam Lampiran 5; b. kesalahan sebagaimana dimaksud pada huruf a berdasarkan pada

kesalahan massa konvensionalnya; c. ketidakpastian masing-masing Anak Timbangan, U untuk k=2 baik

berdasarkan massa konvensional maupun massa sebenarnya tidak boleh lebih dari 1/3 kesalahan maksimumnya; dan

d. massa konvensionalnya, mo (ditentukan sesuai dengan ketidakpastian sebagaimana tercantum pada huruf c) tidak boleh lebih dari selisih kesalahan maksimum, δm, dan ketidakpastiannya dari harga nominal, m0:

m0 - (δm - U) ≤ mc ≤ m0 + (δm - U)

15  

BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

4.1. Pemeriksaan

Pemeriksaan Anak Timbangan dilakukan untuk memastikan bahwa Anak Timbangan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam syarat teknis ini.

4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Persiapan a. mass comparator selalu terjaga keakuratannya di meja tahan getar; b. sebelum dipergunakan, mass comparator harus menunjuk nol; c. Anak Timbangan Standar selalu terkondisi pada suhu 20 oC ± 0,5 oC dan

kelembaban 55 % ± 10 %; d. sebelum diuji Anak Timbangan dicuci dengan wash benzyne atau uap

air; e. Anak Timbangan yang sudah bersih dikondisikan ke dalam desikator; f. waktu pengkondisian adalah sebagai berikut: 1) Apabila suhu ruangan 20 °C ± 0,5 °C, waktu pengkondisian

sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Waktu pengkondisian Anak Timbangan setelah dicuci

Kelas E1 E2 F1 F2 s.d. M3 Setelah dicuci dengan wash benzyne 7-10 hari 3-6 hari 1-2 hari 1 jam

Setelah dicuci dengan uap air 4-6 hari 2-3 hari 1 hari 1 jam

2) Apabila tidak dilakukan pencucian, maka pengkondisian dapat mengikuti Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Waktu pengkondisian Anak Timbangan tanpa dicuci

∆T* Nominal E1 E2 F1 F2

± 20 °C

10, 20, 50 kg 36 jam 24 jam 12 jam 6 jam 1, 2, 5 kg 18 jam 12 jam 6 jam  3 jam 

100, 200, 500 g 6 jam 5 jam 3 jam  2 jam 10, 20, 50 g 2 jam 2 jam 1 jam  1 jam 

< 10 g 1 jam

± 5 °C

10, 20, 50 kg 24 jam 12 jam 6 jam  3 jam 1, 2, 5 kg 12 jam 6 jam 2 jam  1 jam 

100, 200, 500 g 4 jam 3 jam 2 jam  1 jam 10, 20, 50 g 2 jam 2 jam 1 jam  1 jam 

< 10 g 1 jam

± 2 °C

10, 20, 50 kg 12 jam 6 jam 3 jam 1 jam 1, 2, 5 kg 6 jam 3 jam 1 jam  1 jam 

100, 200, 500 g 3 jam 2 jam 1 jam  1 jam < 100 g 1 jam

± 0,5 °C

10, 20, 50 kg 6 jam 3 jam 1 jam  0,5 jam 1, 2, 5 kg 3 jam 1 jam 1 jam  0,5 jam 

100, 200, 500 g 2 jam 1 jam 0,5 jam  0,5 jam < 10 g 0,5 jam

16  

2. Pelaksanaan a. catat kondisi suhu dan kelembaban ruangan pengujian; b. set mass comparator, agar menunjuk nol; c. letakkan Anak Timbangan Standar pada lantai muatan; d. catat penunjukan mass comparator setelah penunjukannya stabil (S); e. turunkan Anak Timbangan Standar, dan tunggu selama 20 sekon

kemudian timbanglah Anak Timbangan yang diuji untuk massa yang sama dengan massa standar;

f. catat penunjukan mass comparator setelah penunjukannya stabil (M); g. angkat Anak Timbangan dan tunggu selama 20 sekon kemudian timbang

kembali; h. catat untuk yang kedua kalinya penunjukan mass comparator setelah

penunjukannya stabil (M); i. turunkan Anak Timbangan yang diuji tunggu selama 20 sekon kemudian

timbanglah Anak Timbangan standar; j. catat untuk yang kedua kalinya penunjukan mass comparator setelah

stabil (S). Catatan: a. langkah-langkah pengujian dari a s.d. j adalah metoda perbandingan

langsung dengan 4 penimbangan sebagai 1 (satu) seri penimbangan; b. komposisi seri penimbangan untuk setiap kelas adalah: 1) untuk Anak Timbangan kelas E dan F dilakukan dengan ≥ 3 seri

penimbangan; 2) untuk Anak Timbangan kelas M dilakukan dengan ≥ 1 seri

penimbangan. c. untuk kelas M, pengujian dapat diparalelkan pada setiap seri

penimbangan dengan ”n” buah Anak Timbangan yang diuji, sehingga komposisi penimbangannya adalah sebagai berikut: S, M1, M2, M3 ... Mn, S dengan n maksimal 5 (lima).

17  

BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA

5.1. Penandaan Tanda Tera Pada Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus dipasang lemping tanda tera

sebagai tempat pembubuhan Tanda Daerah, Tanda Pegawai Yang Berhak, dan Tanda Sah. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. Bentuk tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.2. Tempat Tanda Tera

1. Tera a. untuk Anak Timbangan yang wajib ditera dan ditera ulang kecuali Anak

Timbangan kelas E2, pembubuhan tanda teranya adalah sebagai berikut: 1) Anak Timbangan kelas F1 dengan massa nominal 1 mg sampai

dengan 50 kg dibubuhi Tanda Daerah ukuran 8 mm, Tanda Pegawai Yang Berhak (H) dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada surat keterangan/label di atas lak, sedangkan Tanda Jaminan dibubuhkan pada lubang justir dengan ketentuan seperti di bawah ini:

a) 500 g sampai dengan 50 kg dibubuhi Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm;

b) 100 g dan 200 g dibubuhi Tanda Jaminan (J) ukuran 5 mm; dan c) kurang dari 100 g tidak dibubuhi Tanda Jaminan. 2) Anak Timbangan kelas F2, M1, M2 dan M3 a) yang berbentuk silinder dari bahan kuningan dengan massa

nominal: (1) 10 kg, Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam

(SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan, sedangkan Tanda Jaminan (J) 8 mm pada lubang justirnya;

(2) 500 g sampai dengan 5 kg, Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm pada lubang justirnya;

(3) 100 g dan 200 g, Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 5 mm pada lubang justirnya;

(4) 20 g dan 50 g, Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan; dan

(5) 1 g, 2 g, 5 g dan 10 g, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan.

18  

b) yang berbentuk persegi dengan massa nominal 5 kg sampai dengan 50 kg, Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada sumbat cap dan Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm pada lubang justir;

c) yang berbentuk kawat dengan massa nominal 1 g atau kurang, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada label Anak Timbangan atau pada amplop;

d) yang berbentuk lemping dengan massa nominal: (1) 50 mg sampai dengan 1 g, Tanda Sah Logam (SL) ukuran

2 mm dibubuhkan pada lempingnya; dan (2) 20 mg atau kurang tidak dibubuhi Tanda Sah. e) Anak Timbangan miligram dari 1 mg sampai dengan 1 g

tersebut dimasukkan ke dalam kotak atau amplopnya dan dibubuhi Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada lak.

3) Anak Timbangan bentuk silinder kelas M3 bahan besi cor kelabu atau besi massive, dengan massa nominal:

a) 1 kg sampai dengan 10 kg Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada lubang sumbat cap di bagian samping, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm pada lubang justir;

b) 100 g sampai dengan 500 g Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm pada lubang sumbat cap di bagian samping, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 5 mm pada lubang justir; dan

c) 50 g Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm pada lubang sumbat cap di bagian samping, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 4 mm pada lubang justir.

4) Anak Timbangan bentuk kerucut terpancung kelas M3 bahan besi cor kelabu dengan massa nominal 500 g sampai dengan 10 kg, Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada sumbat cap yang terletak pada bagian atas.

b. Anak Timbangan kelas E2 tidak dibubuhi tanda tera melainkan diberi surat keterangan sebagaimana dimaksud pada sub bab 5.1 angka 2. Pada surat keterangan tersebut harus dicantumkan sekurang-kurangnya massa konvensional, ketidakpastian dan faktor pengali “k”.

2. Tera ulang a. untuk Anak Timbangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b,

Tanda Sah dibubuhkan pada surat keterangan atau label di atas lak sebagai pengganti surat keterangan/label sebelumnya;

b. untuk Anak Timbangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, Tanda Sah dibubuhkan di bawah Tanda Sah sebelumnya, kecuali:

1) Anak Timbangan kelas F1 dengan massa nominal 1 mg sampai dengan 50 kg dibubuhi Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm di atas lak pada surat keterangan/label baru;

2) Anak Timbangan kelas F2, M1, dan M2 yang berbentuk kawat dan bentuk lemping dengan massa nominal 1 g atau kurang, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan di atas lak pada label atau amplop baru Anak Timbangan tersebut;

19  

3) Anak Timbangan bentuk silinder kelas M3 bahan besi cor kelabu atau besi massive, dengan massa nominal:

a) 1 kg sampai 10 kg Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada lubang justir;

b) 100 g sampai dengan 500 g Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm pada lubang justir; dan

c) 50 g Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm pada lubang justir.

3. Jangka waktu tera ulang Jangka waktu tera ulang dan masa berlaku tanda tera sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

20  

BAB VI PENUTUP

Syarat teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus serta pengawasan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus dalam menentukan massa suatu barang serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

21  

Lampiran 1. Anak Timbangan Bentuk Silinder

22  

Lampiran 2. Anak Timbangan Bentuk Persegi (Tipe 1)

23  

Lampiran 3. Anak Timbangan Bentuk Persegi (Tipe 2)

24  

Lampiran 4. Dimensi Anak Timbangan (dalam mm)

25  

Lampiran 5. Kesalahan Maksimum Anak Timbangan

26  

Lampiran 6. Dimensi Sumbat Cap Tanda Tera