- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TENTANG ² 20...
Transcript of - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TENTANG ² 20...
- 1 -
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 6 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN DAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 – 2032
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir dan pulau-pulau kecil diperlukan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah
secara berkelanjutan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7
ayat (3) dan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil Tahun 2012 - 2032;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan
Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan
Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
3. Undang
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5073);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
10. Undang
- 3 -
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
13. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
15. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4925);
16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4966);
17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025);
18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059);
19. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188);
20. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
21. Peraturan
- 4 -
21. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata
Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Zonasi pesisir dan
pulau-pulau kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3660);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3934);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4385);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4779);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4987);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5070);
31. Peraturan
- 5 -
31. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5093);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5097);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5151);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang
Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5154);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
39. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;
40. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
41. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998
tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses
Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
42. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
43. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
44. Peraturan
- 6 -
44. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
45. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.20/MEN/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil
dan Perairan di Sekitarnya;
46. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor PER.12/MEN/2010 tentang Minapolitan;
47. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung
di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1991 Nomor 1
Seri C);
48. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1 Seri E);
49. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011
Nomor 2 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 2);
50. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun
2011-2031 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2012 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 15);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
dan
GUBERNUR JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DAN RENCANA
ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN
2012 – 2032.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.
2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Timur.
3. Gubernur
- 7 -
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
6. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang
selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang
merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, dan yang berisi tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang
wilayah provinsi; rencana pola ruang wilayah provinsi;
penetapan kawasan strategis provinsi; arahan pemanfaatan
ruang wilayah provinsi; dan arahan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
7. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
8. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem
darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan
laut.
9. Batas wilayah pesisir provinsi adalah batas wilayah nergy
laut ditetapkan sejauh 12 (dua belas) mil laut di ukur dari
garis pantai; sedangkan nergy daratan ditetapkan sesuai
batas Kecamatan untuk kewenangan provinsi.
10. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama
dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta
kesatuan ekosistemnya.
11. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil
yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan
disekitarnya.
12. Sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber
daya hayati, sumber daya non-hayati; sumber daya buatan,
dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan,
terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain;
sumberdaya non-hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar
laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang
terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa
lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut
tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan
perikanan serta nergy gelombang laut yang terdapat di
wilayah pesisir.
13. Perairan
- 8 -
13. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan
meliputi perairan sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai,
perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau,
estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
14. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat RSWP-3-K
adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor
untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui
penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target
pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau
rencana tingkat nasional.
15. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat dengan
RZWP-3-K adalah rencana yang menentukan arah
penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan
disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada
kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang
hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
16. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat RPWP-3-K
adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan,
prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka
pengkoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai
lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan
penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di
zona yang ditetapkan.
17. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Provinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disingkat
RAPWP-3-K adalah tindak lanjut rencana pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memuat tujuan,
sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa
tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan
berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna
mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil di setiap kawasan perencanaan.
18. Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan
kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk
dipertahankan keberadaannya.
19. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama
antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan
status hukumnya.
20. Zonasi
- 9 -
20. Zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu bentuk
rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-
batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya
dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai
satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
21. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan,
hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang
menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas.
22. Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu
hamparan kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas
alam, seperti daerah aliran sungai, teluk, dan arus.
23. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut
dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup
melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
24. Struktur Ruang adalah susunan sistem pusat pelayanan dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.
25. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
26. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah
Pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor
kegiatan.
27. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri
khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.
28. Kawasan Strategis Nasional Tertentu yang selanjutnya
disingkat KSNT adalah Kawasan yang terkait dengan
kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau
situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan
bagi kepentingan nasional.
29. Alur laut adalah perairan yang dimanfaatkan, antara lain
untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi
biota laut.
30. Kawasan Strategis Provinsi adalah bagian wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Provinsi yang penataan ruang Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diprioritaskan, karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Provinsi
terhadap ekonomi, sosial budaya, dan/atau lingkungan.
31. Sempadan
- 10 -
31. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai,
minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat.
32. Daya dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
kemampuan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
33. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi resiko
bencana, baik secara struktur atau fisik melalui
pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil.
34. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa Provinsi.
35. Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat WP adalah
suatu kesatuan wilayah yang terdiri atas satu dan/atau
beberapa kabupaten/kota yang membentuk kesatuan
struktur pelayanan secara berhierarki yang didalamnya
terdapat pusat pertumbuhan dan wilayah pendukung.
36. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala Provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
37. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disingkat
PKWp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk
kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKW.
38. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala kabupaten/kota atau beberapa Kecamatan.
39. Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang
menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan
kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang
berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu.
40. Masyarakat tradisional adalah masyarakat perikanan
tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya
yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan
kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.
41. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat.
BAB II
- 11 -
BAB II
RUANG LINGKUP, ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup pengelolaan dan rencana zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan; dan
c. pengawasan dan pengendalian.
Bagian Kedua
Asas
Pasal 3
Pengelolaan dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan:
a. keberlanjutan;
b. konsistensi;
c. keterpaduan;
d. kepastian hukum;
e. kemitraan;
f. pemerataan;
g. peran serta masyarakat;
h. keterbukaan;
i. desentralisasi;
j. akuntabilitas; dan
k. keadilan.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 4
Pengelolaan dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan dengan
tujuan untuk:
a. melindungi
- 12 -
a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan
dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah
serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5
(1) Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a terdiri
atas:
a. RSWP-3-K;
b. RZWP-3-K;
c. RPWP-3-K; dan
d. RAPWP-3-K.
(2) Prinsip perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
yaitu:
a. merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dari sistem perencanaan pembangunan daerah;
b. mengintegrasikan kegiatan antara Pemerintah dengan
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, antar sektor, antara pemerintahan, dunia
usaha dan masyarakat, antara ekosistem darat dan
ekosistem laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-
prinsip manajemen;
c. dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi
yang dimiliki masing-masing daerah, serta dinamika
perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan
d. melibatkan peran serta masyarakat setempat dan
pemangku kepentingan lainnya.
Pasal 6
- 13 -
Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah Provinsi wajib menyusun perencanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan
berpedoman pada norma, standar dan pedoman penyusunan
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan.
(2) Perencanaan yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijadikan
acuan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam
menyusun perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Kabupaten/Kota.
BAB IV
RSWP-3-K
Pasal 7
(1) RSWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Provinsi.
(2) Tahapan penyusunan RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pembentukan kelompok kerja;
b. penyusunan dokumen awal;
c. konsultasi publik;
d. penyusunan dokumen antara;
e. konsultasi publik;
f. perumusan dokumen final; dan
g. penetapan.
Pasal 8
(1) RSWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan
susunan sistematika:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. kerangka kebijakan strategi; dan
d. kaidah pelaksanaan.
(2) RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 9
- 14 -
Pasal 9
RSWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku
selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak ditetapkan dan
dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
BAB V
RZWP-3-K
Pasal 10
RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil untuk:
a. mewujudkan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
berdaya saing tinggi dan berkelanjutan; dan
b. memberikan arahan perencanaan zonasi, pemanfaatan zona,
pengendalian pemanfaatan zona wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
Bagian Kesatu
Kebijakan dan Strategi RZWP-3-K
Pasal 11
Kebijakan dan strategi dalam RZWP-3-K meliputi:
a. pengembangan wilayah;
b. pengembangan struktur ruang;
c. pengembangan pola ruang; dan
d. pengembangan kawasan strategis.
Paragraf 1
Pengembangan Wilayah
Pasal 12
(1) Kebijakan pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi:
a. peningkatan konservasi ekosistem wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
b. pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir dan pulau-
pulau kecil; dan
c. peningkatan keberlanjutan ekosistem wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi
- 15 -
(2) Strategi peningkatan konservasi ekosistem wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. penetapan zonasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil melalui penetapan batas-batas fungsional
sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta
proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu
kesatuan dalam ekosistem pesisir, wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil; dan
b. membatasi kegiatan yang mengakibatkan terganggunya
ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Strategi pengoptimalan pengembangan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. melakukan optimalisasi pemanfaatan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil pada kawasan pemanfaatan umum;
b. mengembangkan sarana dan prasarana di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil;
c. meningkatkan operasionalisasi perwujudan pengembangan
kawasan strategis di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
laut melalui pengembangan produk unggulan sektor
kelautan dan perikanan;
d. meningkatkan kapasitas dan peran serta masyarakat di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
e. mengembangkan kota-kota pesisir di Provinsi.
(4) Strategi peningkatan keberlanjutan ekosistem wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, meliputi:
a. meningkatkan kerjasama antara pemerintah dengan
masyarakat setempat;
b. melindungi, mengkonservasi, dan merehabilitasi sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. meningkatkan pengawasan dan/atau pengendalian di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil atau wilayah
hukumnya.
Paragraf 2
Pengembangan Struktur Ruang
Pasal 13
Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf b meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan pusat pelayanan di
darat;
b. kebijakan dan strategi pengembangan sistem jaringan
prasarana wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. kebijakan dan strategi pengembangan alur laut.
Pasal 14
- 16 -
Pasal 14
(1) Kebijakan pengembangan pusat pelayanan di darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dilakukan
dengan mengintegrasikan dan menyelaraskan pusat-pusat
kegiatan dan wilayah pengembangan di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi pengembangan pusat pelayanan di darat meliputi:
a. pengembangan dan pemantapan PKN;
b. pengembangan dan pemantapan PKW;
c. pengembangan dan pemantapan PKL; dan
d. pengembangan dan pemantapan WP.
Pasal 15
(1) Kebijakan pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf b dilakukan dengan meningkatkan pelayanan
prasarana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Strategi pengembangan jaringan prasarana wilayah meliputi:
a. membangun prasarana wilayah di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sesuai kebutuhan; dan
b. memelihara dan mengembangkan prasarana wilayah yang
telah ada.
Pasal 16
(1) Kebijakan pengembangan alur laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf c dilakukan dengan meningkatkan
pelayanan dan keselamatan alur laut di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi pengembangan alur laut meliputi:
a. menetapkan alur laut sesuai dengan kebutuhan;
b. mengintegrasikan dan mensinergikan pelayanan alur laut;
dan
c. meningkatkan pengawasan dan pengendalian alur laut.
Paragraf 3
Pengembangan Pola Ruang
Pasal 17
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
huruf c meliputi:
a. kebijakan dan strategi kawasan pemanfaatan umum; dan
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan konservasi.
Pasal 18
- 17 -
Pasal 18
(1) Kebijakan kawasan pemanfaatan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdiri atas:
a. penetapan kawasan pemanfaatan umum yang sinergis dan
terintegrasi antara kebutuhan dan daya dukung
lingkungannya;
b. pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pulau terluar sesuai
dengan fungsi yang telah ditetapkan; dan
c. Pengembangan kawasan pemanfaatan umum dengan
metode reklamasi dilakukan dalam rangka meningkatkan
manfaat dan/atau nilai tambah wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan dan
sosial ekonomi.
(2) Strategi kawasan pemanfaatan umum meliputi:
a. mengembangkan kawasan permukiman, pariwisata,
pelabuhan, pertambangan, industri, hutan, pertanian,
perikanan budidaya, perikanan tangkap sesuai dengan
kebutuhan, daya dukung lingkungan, dan selaras dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota;
b. menyelaraskan kegiatan-kegiatan budidaya pada kawasan
pemanfaatan umum yang telah ditetapkan;
c. mengembangkan pola kemitraan dalam mengelola dan
menjaga pulau-pulau terkecil dan terluar; dan
d. menetapkan kawasan yang dapat direklamasi untuk
meningkatkan kualitas ekonomi, sosial, dan lingkungan
sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Pasal 19
(1) Kebijakan pengembangan kawasan konservasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf b meliputi:
a. penetapan kawasan konservasi sesuai dengan kebutuhan
dan daya dukung lingkungan;
b. penetapan kawasan rawan bencana sebagai kawasan
konservasi; dan
c. mempertahankan wilayah yang telah ditetapkan sebagai
kawasan konservasi.
(2) Strategi pengembangan kawasan konservasi, meliputi:
a. mengembangkan dan melindungi kawasan konservasi
perairan, konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil,
konservasi maritime, dan konservasi sempadan pantai;
b. mengembangkan sistem mitigasi bencana di kawasan
rawan bencana;
c. mengatur
- 18 -
c. mengatur kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kawasan
konservasi; dan
d. melibatkan masyarakat dalam mengelola, memelihara, dan
mempertahankan kawasan konservasi.
Paragraf 4
Pengembangan Kawasan Strategis
Pasal 20
(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf d, meliputi:
a. mengembangkan KSNT berupa kawasan instalasi militer
serta kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil sesuai
dengan potensi dan kebutuhan; dan
b. mengembangkan Kawasan Strategis Provinsi berupa
kawasan strategis pertumbuhan ekonomi, kawasan
strategis lingkungan hidup sesuai dengan potensi dan
kebutuhan.
(2) Strategi pengembangan KSNT, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. memantapkan fungsi pertahanan dan keamanan; dan
b. memantapkan fungsi ekonomi, konservasi, dan pertahanan
keamanan pada kawasan perbatasan dan pulau-pulau
kecil.
(3) Strategi pengembangan Kawasan Strategis Provinsi,
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. mengembangkan kawasan ekonomi potensial yang dapat
mempercepat perkembangan wilayah;
b. mempercepat perkembangan dan kemajuan kawasan
tertinggal; dan
c. melestarikan dan meningkatkan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup.
Bagian Kedua
Rencana Struktur Ruang
Pasal 21
(1) Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
terdiri atas:
a. Rencana Sistem Pusat Pelayanan;
b. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah;
c. Rencana
- 19 -
c. Rencana Sistem Alur Pelayaran;
d. Rencana Sistem Alur Kabel Bawah Laut;
e. Rencana Sistem Alur Pipa Air Bersih;
f. Rencana Sistem Alur Pipa Minyak; dan
g. Rencana Sistem Alur Migrasi Biota Laut.
(2) Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dengan
ketelitian peta skala 1:250.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Rencana Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 22
Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf a terdiri atas rencana sistem perkotaan
disertai dengan penetapan fungsi wilayah pengembangannya.
Pasal 23
(1) Rencana sistem perkotaan pada wilayah Kabupaten/Kota
yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, meliputi:
a. PKN : Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan,
Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan.
b. PKW : Kawasan Perkotaan Probolinggo, Tuban,
Banyuwangi, Jember, Pamekasan, dan Pacitan.
c. PKWp : Kawasan Perkotaan Pasuruan.
d. PKL : Kawasan Tulungagung, Kraksaan Kabupaten
Probolinggo, Lumajang, Sumenep, Situbondo,
Trenggalek, Bangil Kabupaten Pasuruan,
Kepanjen Kabupaten Malang, Kanigoro
Kabupaten Blitar dan Sampang.
(2) WP pada wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:
a. WP Germakertosusila Plus, meliputi : Kabupaten Tuban,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Sumenep, Kota Pasuruan dan Kota Surabaya;
b. WP Malang Raya, yaitu Kabupaten Malang;
c. WP
- 20 -
c. WP Kediri dan sekitarnya, meliputi : Kabupaten Trenggalek
dan Kabupaten Tulungagung;
d. WP Blitar, yaitu Kabupaten Blitar;
e. WP Madiun dan sekitarnya, yaitu Kabupaten Pacitan;
f. WP Probolinggo–Lumajang, meliputi : Kota Probolinggo,
Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang;
g. WP Jember dan sekitarnya, meliputi: Kabupaten Jember,
dan Kabupaten Situbondo; dan
h. WP Banyuwangi, yaitu Kabupaten Banyuwangi.
Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Pasal 24
(1) Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b yang
mendukung pemantapan struktur ruang dalam jangka
panjang diarahkan pada:
a. peningkatan prasarana wilayah untuk melayani
kebutuhan perkembangan; dan
b. pengembangan sistem prasarana wilayah untuk
mendukung pemerataan pembangunan antar wilayah dan
peningkatan keterkaitan antara wilayah pertumbuhan
dengan wilayah belakang (hinterland).
(2) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Sistem jaringan prasarana transportasi, terdiri atas:
1. Rencana sistem jaringan transportasi darat;
2. Rencana sistem jaringan transportasi laut; dan
3. Rencana sistem jaringan transportasi udara.
b. Sistem jaringan prasarana lainnya, terdiri dari:
1. Sistem jaringan energi;
2. Sistem jaringan telekomunikasi; dan
3. Sistem jaringan sumber daya air.
Pasal 25
(1) Pembagian jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a angka 1 meliputi:
a. Rencana sistem jaringan jalan; dan
b. Rencana penyeberangan.
(2) Rencana
- 21 -
(2) Rencana sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Jalan arteri primer yang menghubungkan antar provinsi
berada di sepanjang jalur Pantura, menghubungkan
Surabaya – Gresik – Lamongan – Tuban – Semarang (Jawa
Tengah);
b. Jalan arteri primer antar kabupaten dalam provinsi yang
menghubungkan Surabaya – Pasuruan – Probolinggo –
Situbondo – Banyuwangi;
c. Jalan arteri primer Pulau Madura yang menghubungkan
Kamal, Bangkalan – Sampang – Pamekasan – Sumenep,
Kalianget;
d. Jalan kolektor primer antar kabupaten dalam provinsi
yang menghubungkan Banyuwangi – Jember – Lumajang –
Malang – Blitar – Tulungagung – Trenggalek – Pacitan;
e. Jaringan kolektor primer yang menghubungkan beberapa
kawasan yang berada di wilayah kabupaten dan antar
kabupaten, yaitu Jalur Kediri-Tulungagung-Trenggalek;
f. Jaringan jalan lokal primer yang menghubungkan bagian
kawasan dengan lingkup yang paling kecil, yaitu Jalur
Pacitan – Trenggalek, Jalur Malang – Kondangmerak, Jalur
Jember ke arah selatan dan Jalur Banyuwangi ke arah
selatan; dan
g. Jalan Lintas Selatan (JLS) diarahkan untuk berkembang
disekitar Pantai Selatan mulai dari Pacitan – Trenggalek –
Tulungagung – Blitar – Malang – Lumajang – Jember –
Banyuwangi.
(3) Rencana penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. Pelabuhan penyeberangan yang sudah ada, yaitu:
1. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarprovinsi, meliputi:
a) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
dan
b) Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya.
2. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarkabupaten/ kota dalam provinsi meliputi:
a) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
b) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
c) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo; dan
d) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep.
3. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten/kota, meliputi:
a) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Kangean dan
Pelabuhan Sapudi di Kabupaten Sumenep; dan
b) Pelabuhan Gresik dan Pelabuhan Bawean di
Kabupaten Gresik.
b. Rencana
- 22 -
b. Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) terdiri
atas:
1. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarprovinsi, meliputi:
a) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
dan
b) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
2. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarkabupaten/kota dalam provinsi meliputi:
a) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
b) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
c) Pelabuhan Bawean di Kabupaten Gresik;
d) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo;
e) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Raas, Pelabuhan
Kangean dan Pelabuhan Sapudi di Kabupaten
Sumenep;
f) Pelabuhan Gili Ketapang di Kabupaten Probolinggo;
g) Pelabuhan Probolinggo di Kota Probolinggo; dan
h) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
3. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten dikembangkan sesuai kebutuhan di
masing-masing kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pasal 26
(1) Rencana sistem jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a angka 2 dilakukan
dengan mengembangkan pelabuhan laut untuk kepentingan
angkutan laut.
(2) Pelabuhan laut untuk kepentingan angkutan laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah ada terdiri
atas:
a. Pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Tanjung Perak di Kota
Surabaya.
b. Pelabuhan pengumpul meliputi:
1. Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
2. Pelabuhan Bawean dan Pelabuhan Gresik di
Kabupaten Gresik;
3. Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi;
4. Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan;
5. Pelabuhan Paiton di Kabupaten Probolinggo;
6. Pelabuhan Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo;
7. Pelabuhan Kalbut di Kabupaten Situbondo; dan
8. Pelabuhan Kangean, Pelabuhan Sapudi, dan
Pelabuhan Sepeken di Kabupaten Sumenep.
c. Pelabuhan pengumpan meliputi:
1. Pengumpan Regional, yaitu:
a) Pelabuhan Boom Banyuwangi di Kabupaten
Banyuwangi;
b) Pelabuhan
- 23 -
Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo;
c) Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan;
d) Pelabuhan Branta dan Pelabuhan Pasean di
Kabupaten Pamekasan;
e) Pelabuhan Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan;
f) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep; dan
g) Pelabuhan Boom di Kabupaten Tuban.
2. Pengumpan Lokal, yaitu:
a) Pelabuhan Masa Lembu, Pelabuhan Gayam,
Pelabuhan Giliraja, dan Pelabuhan Keramaian, dan
Pelabuhan Raas di Kabupaten Sumenep;
b) Pelabuhan Gilimandangin dan Pelabuhan Tanlok di
Kabupaten Sampang;
c) Pelabuhan Jangkar dan Pelabuhan Besuki di
Kabupaten Situbondo; dan
d) Pelabuhan Sepulu di Kabupaten Bangkalan.
(3) Rencana pengembangan pelabuhan untuk kepentingan
angkutan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelabuhan utama yang terdiri atas:
1. Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya dalam satu
sistem dengan rencana pengembangan pelabuhan di
wilayah antara Teluk Lamong sampai Kabupaten
Gresik, Pelabuhan Socah di Kabupaten Bangkalan, dan
untuk jangka panjang diarahkan ke Pelabuhan
Tanjung Bulupandan di Kabupaten Bangkalan; dan
2. Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi.
b. pelabuhan pengumpul meliputi:
1. pelabuhan Gelon di Kabupaten Pacitan;
2. Pelabuhan Sampang/Taddan di Kabupaten Sampang;
3. Pelabuhan Sendang Biru di Kabupaten Malang;
4. Pelabuhan Prigi di Kabupaten Trenggalek; dan
5. Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan.
c. pelabuhan pengumpan meliputi:
1. Pelabuhan pengumpan regional berupa Pelabuhan
Tuban di Kabupaten Tuban; dan
2. Pelabuhan pengumpan lokal berupa Pelabuhan
Dungkek, Pelabuhan Pagerungan dan Pelabuhan
Nunggunung di Kabupaten Sumenep.
Pasal 27
Pengembangan pelabuhan selain untuk memenuhi kepentingan
angkutan laut yang bersifat umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) juga dapat dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat khusus dengan memperhatikan
persyaratan teknis, ekonomi, dan lingkungan.
Pasal 28
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a
angka 3 meliputi:
a. bandar
- 24 -
a. bandar udara umum; dan
b. bandar udara khusus.
(2) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. bandar udara pengumpul (hub); dan
b. bandar udara pengumpan (spoke).
Pasal 29
(1) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) huruf a yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer,
yaitu bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo untuk
penggunaan internasional utama, regional, dan haji.
b. bandar udara pengumpan meliputi:
1. bandar udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi;
2. bandar udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep; dan
3. bandar udara Bawean di Kabupaten Gresik.
(2) Rencana pengembangan bandar udara umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer,
yaitu:
1. bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo; dan
2. alternatif pembangunan bandar udara baru di
Kabupaten Lamongan;
b. bandar udara pengumpan meliputi:
1. pengembangan bandar udara Trunojoyo di Kabupaten
Sumenep;
2. pengembangan bandar udara Blimbingsari di
Kabupaten Banyuwangi;
3. pengembangan bandar udara Bawean di Kabupaten
Gresik; dan
4. pengembangan bandar udara di Kabupaten Blitar.
(3) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) huruf b yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara khusus militer terdiri atas:
1. Lapangan Udara TNI AU Pacitan di Kabupaten Pacitan;
2. Lapangan Udara TNI AL Raci di Kabupaten Pasuruan;
dan
3. Lapangan Udara TNI AD Melik Kabupaten Situbondo.
b. bandar udara khusus sipil, yaitu bandar udara khusus di
Pagerungan Kabupaten Sumenep.
Pasal 30
(1) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b angka 1 dimaksudkan untuk
menunjang penyediaan energi listrik dan pemenuhan energi
lainnya.
(2) Rencana
- 25 -
(2) Rencana pengembangan energi baru dan terbarukan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam menunjang penyediaan sumber daya
energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. energi angin di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten
Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember,
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bangkalan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Sumenep, Kabupaten Tuban, dan kabupaten lainnya di
wilayah pesisir dan kepulauan;
b. energi gelombang laut di Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar,
Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Tuban,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten
Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep.
Pasal 31
(1) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi.
(2) Rencana pengembangan pembangkit tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Plant di Grindulu PS (4x250 MW);
b. Percepatan di PLTU Tanjung Awar-Awar (2x350 MW);
c. PLTU Jatim Selatan (2x315 MW);
d. PLTU Paiton Baru (1x660 MW); dan
e. Penanganan Krisis di Madura (2x100 MW), Panas bumi di
Ngebel (3x55 MW), dan Belawan Ijen (2x55 MW).
(3) Rencana pengembangan jaringan transmisi untuk
pengembangan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan dengan cara:
a. pengembangan sistem transmisi 500 kV; dan
b. pengembangan sistem transmisi 150 kV.
(4) Rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Manyar – Panceng dengan panjang 30,13 km;
b. Kota Pasuruan dengan panjang 11,08 km; dan
c. Panceng–Tuban dengan panjang 70,2 km.
(5) Selain
- 26 -
(5) Selain rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas
bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terdapat rencana
pengembangan sumber dan prasarana minyak dan gas bumi
yang meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Gresik;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kabupaten Pamekasan;
e. Kabupaten Sidoarjo;
f. Kabupaten Sampang;
g. Kabupaten Sumenep;
h. Kabupaten Tuban; dan
i. Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi.
Pasal 32
(1) Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b angka 2 merupakan
perangkat komunikasi dan pertukaran informasi yang
dikembangkan untuk tujuan pengambilan keputusan dan
peningkatan kualitas pelayanan publik ataupun privat.
(2) Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika yang
dikembangkan meliputi:
a. jaringan terestrial; dan
b. jaringan satelit.
(3) Rencana jaringan terestrial sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi:
a. jaringan terestrial yang menggunakan sistem kabel yang
diarahkan untuk melayani seluruh wilayah
kabupaten/kota sampai wilayah terpencil; dan
b. jaringan terestrial yang menggunakan sistem nirkabel atau
base transceiver station (BTS) diarahkan untuk melayani
seluruh wilayah kabupaten/kota.
(4) Rencana sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dapat menggunakan tower ataupun nontower
yang melayani wilayah terpencil.
Pasal 33
Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) huruf b angka 3 meliputi:
a. jaringan sumber daya air untuk mendukung air baku
pertanian;
b. jaringan
- 27 -
b. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air baku industri
dan kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air minum; dan
d. pengelolaan sumber daya air untuk pengendalian daya rusak
air di wilayah provinsi serta mendukung pengelolaan sumber
daya air lintas provinsi.
Paragraf 3
Rencana Sistem Alur Pelayaran
Pasal 34
(1) Rencana Sistem Alur pelayaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf c terintregasi dengan rencana
pengembangan pelabuhan, terdiri atas:
a. Alur Pelayaran Barat Surabaya; dan
b. Alur Pelayaran Timur Surabaya.
(2) Alur Pelayaran Barat Surabaya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) merupakan alur pelayaran yang dilewati oleh kapal
dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan
sekitarnya yaitu Gresik, Socah, Teluk Lamong bagi pelayaran
internasional dan antar pulau.
(3) Alur Pelayaran Timur Surabaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan alur pelayaran yang melayani pelayaran
rakyat dari Pelabuhan Tanjung Perak ke pelabuhan
pelabuhan di bagian Timur Indonesia.
Paragraf 4
Rencana Sistem Alur Kabel Bawah Laut
Pasal 35
(1) Rencana alur kabel bawah laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf d, meliputi:
a. rencana alur kabel bawah laut yang menghubungkan
Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik dan Pulau Madura
di Bangkalan untuk memberi layanan kebutuhan sumber
tenaga untuk Pulau Madura; dan
b. rencana alur kabel bawah laut yang menghubungkan
Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo dengan Pulau
Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih Kabupaten
Probolinggo untuk memberi layanan kebutuhan sumber
tenaga listrik Pulau Gili Ketapang.
(2) Arahan
- 28 -
(2) Arahan pengembangan sistem alur kabel bawah laut selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 5
Rencana Sistem Alur Pipa Air Bersih
Pasal 36
(1) Rencana sistem alur pipa air bersih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e, menghubungkan Kecamatan
Dringu, Kabupaten Probolinggo dengan Pulau Gili Ketapang,
Kabupaten Probolinggo, untuk memberi layanan kebutuhan
air bersih untuk Pulau Gili Ketapang.
(2) Arahan pengembangan sistem alur pipa air bersih selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 6
Rencana Sistem Alur Pipa minyak
Pasal 37
(1) Rencana Sistem Alur Pipa Minyak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf f, meliputi:
a. jaringan pipa minyak dan gas, dan bangunan lepas pantai
direncanakan untuk pengembangan pelayanan diarahkan
sampai ke Jawa Tengah dan Kalimantan;
b. jaringan pipa bawah laut milik negara yang
menghubungkan Kepulauan Kangean ke Stasiun Penerima
Utama Main Receiving Station MR/S di Porong Kabupaten
Sidoarjo, dan Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik; dan
c. jaringan gas milik PT. Perusahaan Gas Negara, ke arah
utara menjangkau Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik;
ke arah barat terbatas Kota Mojokerto; ke arah selatan
terbatas Pandaan; dan ke arah timur berkembang ke
Probolinggo dan Leces.
(2) Arahan pengembangan sistem alur pipa minyak selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 7
- 29 -
Paragraf 7
Rencana Sistem Alur Migrasi Biota Laut
Pasal 38
Alur migrasi biota laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf g, berdasarkan wilayah perairan laut di Jawa Timur
meliputi:
a. Perairan Laut Jawa merupakan tempat migrasi ikan Lemuru
dan ikan Layang yang bermigrasi dari Selat Makasar ke
Perairan Masalembo, Kabupaten Sumenep dan ke Perairan
Bawean;
b. Perairan Selat Madura merupakan tempat migrasi ikan
tongkol dari Samudra Hindia ke perairan Kepulauan
Sumenep;
c. Perairan Selat Bali merupakan tempat migrasi ikan tongkol
dari perairan Kepulauan Sumenep ke Selat Bali, migrasi ikan
Lemuru dari Samudra Hindia ke Selat Bali; dan
d. Perairan Samudra Hindia merupakan tempat migrasi ikan
tongkol dari perairan Selat Bali ke Samudra Hindia dan
migrasi ikan Lemuru dari Selat Bali ke Samudera Hindia.
Bagian Ketiga
Rencana Pola Ruang
Pasal 39
(1) Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Provinsi terdiri atas rencana kawasan pemanfaatan umum,
rencana kawasan konservasi, dan Rencana kawasan strategis.
(2) Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dengan ketelitian peta skala 1:250.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Rencana Kawasan Pemanfaatan Umum
Pasal 40
Rencana kawasan pemanfaatan umum Provinsi terdiri atas:
a. zona perikanan budidaya;
b. zona perikanan tangkap di laut;
c. Zona
- 30 -
c. zona permukiman;
d. zona industri;
e. zona pelabuhan perikanan;
f. zona pertanian;
g. zona hutan;
h. zona pertambangan;
i. zona tambak garam;
j. zona pariwisata; dan
k. reklamasi.
Pasal 41
Zona perikanan budidaya di Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 huruf a ditetapkan sebagai:
a. budidaya tambak; dan
b. budidaya laut.
Pasal 42
(1) Zona perikanan budidaya tambak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 huruf a, meliputi:
a. Kabupaten Tuban di Kecamatan Bancar, Tambakboyo,
Jenu, dan Palang;
b. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong, dan
Paciran;
c. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujung Pangkah, Sedayu,
Manyar, Bungah, dan Sangkapura;
d. Kota Surabaya di Kecamatan Benowo, Asemrowo,
Kenjeran, Sukolilo, Rungkut, dan Gunung Anyar;
e. Kabupaten Sidoarjo di Kecamatan Sedati, Buduran,
Sidoarjo, dan Jabon;
f. Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Bangil, Kraton,
Rejoso, dan Lekok;
g. Kota Pasuruan di Kecamatan Gadingrejo, Purworejo dan
Bugulkidul;
h. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Tongas, Sumberasih,
Gending, Pajarakan, Kraksaan, dan Paiton;
i. Kota Probolinggo di Kecamatan Mayangan, dan
Kademangan;
j. Kabupaten Situbondo di Kecamatan Suboh, Mlandingan,
Mangaran, Arjasa, Jangkar, dan Widuri;
k. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Banyuwangi, dan
Kabat;
l. Kabupaten
- 31 -
l. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Tanjungbumi,
Klampis, dan Sepuluh;
m. Kabupaten Sampang di Kecamatan Torjun, Sreseh,
Camplong, Pangarengan, Jrengik, dan Banyuates;
n. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Galis, Pademawu,
Tlanakan; dan
o. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Giligenting, Talango,
Kalianget, Dungkek, Saronggi, Praga`an, Ra`as, Sapeken,
Gapura, Arjasa, dan Kangayan.
(2) Arahan pengelolaan budidaya tambak, meliputi:
a. mengaktifkan kembali tambak tradisional;
b. mengaktifkan tambak intensif yang tidak beroperasi;
c. meningkatkan teknologi budidaya dari tradisional menjadi
semi intensif, menggunakan teknologi sistem resirkulasi
tertutup; dan
d. mengembangkan komoditas alternatif pada tambak-
tambak intensif yang sesuai dengan komoditas yang
dikembangkan.
(3) Usaha budidaya tambak yang tidak produktif dioptimalkan
untuk usaha budidaya rumput laut Gracillaria yang
dikembangkan di:
a. Kabupaten Pasuruan;
b. Kota Pasuruan;
c. Kabupaten Banyuwangi;
d. Kabupaten Sidoarjo;
e. Kabupaten Probolinggo;
f. Kabupaten Bangkalan; dan
g. Kabupaten Sampang.
(4) Pengembangan sentra usaha budidaya tambak didasarkan
pada RTRW tiap Kabupaten/Kota.
Pasal 43
(1) Zona perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 huruf b, meliputi:
a. Kabupaten Gresik di Kecamatan Tambak, dan
Sangkapura;
b. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Tongas, Sumberasih,
Dringu, Gending, Pajarakan, Kraksaan, dan Paiton;
c. Kota Probolinggo di Kecamatan Mayangan, dan
Kademangan;
d. Kabupaten Situbondo di Kecamatan Banyuglugur, Besuki,
Suboh, Kendit, Panarukan, Mangaran, dan Banyuputih;
e. Kabupaten Blitar di Kecamatan Bakung;
f. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Tanggunggunung;
g. Kabupaten
- 32 -
g. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Watulimo dan
Panggul;
h. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Sidomulyo;
i. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Modung, Kwanyar,
Labang, dan Klampis; dan
j. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Bluto, Saronggi,
Talango, Giligenting, Gapura, Dungkek, Raas, Arjasa,
Kangayan, dan Masalembu.
(2) Arahan pengelolaan dan/atau pengembangan budidaya laut,
meliputi:
a. meningkatkan kegiatan usaha karamba dan jumlah
pembudidaya dengan dukungan kemudahan permodalan,
teknologi, dan pasokan benih, pada lokasi budidaya laut
yang sudah ada di Kabupaten Situbondo, Banyuwangi dan
Sumenep;
b. melakukan studi pengembangan dan sosialisasi terhadap
para pembudidaya pada lokasi yang memenuhi
persyaratan budidaya laut di Pulau Bawean Kabupaten
Gresik, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Blitar Kabupaten
Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan
dan wilayah kepulauan Kabupaten Sumenep;
c. mengembangkan kawasan budidaya yang terintegrasi
dengan usaha-usaha terkait lainnya, baik dikawasan
yang sudah ada maupun kawasan pengembangan;
d. mengembangkan sentra usaha budidaya laut didasarkan
pada RTRW Kabupaten/Kota; dan
e. mengembangkan budidaya rumput laut, usaha budidaya
laut untuk komoditas ikan karang.
(3) Pengembangan usaha budidaya rumput laut jenis Eucheuma
cottoni, meliputi:
a. Kabupaten Sumenep;
b. Kabupaten Pamekasan;
c. Kabupaten Sampang;
d. Kabupaten Bangkalan;
e. Kabupaten Situbondo;
f. Kabupaten Banyuwangi;
g. Kabupaten Pacitan; dan
h. Kabupaten Blitar.
(4) Pengembangan perikanan budidaya laut melalui optimalisasi
kawasan lama dan ektensifikasi pada lokasi baru, meliputi:
a. Kabupaten Gresik di Kecamatan Sangkapura dan Kec.
Tambak Pulau Bawean;
b. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Sidomulyo;
c. Kabupaten Situbondo di Desa Klatakan Kecamatan Kendit
dan Desa Gelung Kecamatan Panarukan;
d. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Tegaldlimo;
e. Kabupaten
- 33 -
e. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Watulimo dan
Kecamatan Panggul; dan
f. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Giligenting, Bluto,
Saronggi, Talango, Gapur, Dungkek, Ra'as, Sapeken,
Kangayan, Arjasa, dan Kecamatan Masalembu.
Pasal 44
(1) Zona perikanan tangkap di laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 huruf b meliputi:
a. Jalur penangkapan ikan; dan
b. Daerah penangkapan ikan (fishing ground).
(2) Jalur penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dibedakan menjadi 3 (tiga) jalur, yaitu:
a. Jalur penangkapan ikan I dengan batas 0 – 6 mil laut,
terbagi atas:
1. Jalur 0 sampai 3 mil laut, diperuntukkan bagi nelayan
dengan klasifikasi peralatan alat penangkap ikan
menetap dan alat penangkap ikan tidak menetap yang
tidak dimodifikasi.
2. Jalur 3 sampai 6 mil laut, diperuntukkan bagi nelayan
dengan klasifikasi peralatan:
a) Alat penangkap ikan tidak menetap yang tidak
dimodifikasi;
b) Kapal perikanan tanpa motor atau bermotor tempel
dengan ukuran kurang dari 12 meter atau kurang
5 GT;
c) Pukat Cincin (purse seine) dengan ukuran kurang
dari 150 meter; dan/atau
d) Jaring Insang hanyut dengan ukuran kurang dari
1000 meter.
b. Jalur Penangkapan Ikan II dengan batas perairan diluar
Jalur Penangkapan Ikan I sampai 12 mil ke arah laut,
dengan klasifikasi peralatan:
1. Kapal motor dengan maksimum 60 GT:
a) menggunakan pukat cincin, maksimum 600 meter
(1 kapal) maksimum 1000 meter (2 kapal);
dan/atau
b) jaring insang hanyut, dengan ukuran maksimum
2.300 meter.
c. Jalur Penangkapan Ikan III dengan batas perairan diluar
Jalur Penangkapan Ikan II sampai batas terluar ZEE
Indonesia.
(3) Daerah
- 34 -
(3) Daerah penangkapan ikan sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. Laut Jawa sebelah Utara Jawa Timur, meliputi:
1. Daerah penangkapan ikan utama di sebelah barat
Pulau Bawean mendekati gugus kepulauan Bawean
Kabupaten Gresik dan Pulau Masalembo Kecil
Kabupaten Sumenep dengan alat tangkap cantrang
box dan pukat cincin;
2. Daerah penangkapan ikan di sepanjang pantai Pulau
Bawean, Utara Bawean, Utara Masalembo Kecil, dan
Selatan Masalembo dan di perairan Utara Bangkalan
dengan alat tangkap cantrang;
3. Daerah penangkapan ikan di perairan pantai Bawean
dan daerah larangan operasi penangkapan ikan di
Selatan Pulau Bawean dengan alat tangkap pukat
cincin;
4. Daerah penangkapan ikan di sepanjang pantai Pulau
Bawean dengan alat tangkap Payang dan daerah
penangkapan ikan di perairan Laut Jawa
menggunakan alat tangkap pancing prawe, cantrang
box, pukat cincin, dan payang;
5. Daerah penangkapan ikan di perairan kurang dari 4
mil dengan alat tangkap jaring insang (gill net), jaring
dasar (trammel net), jaring pendem (gill net dasar),
dogol, bagan tancap, jaring klitik, dan cantrang harian;
dan
6. Daerah penangkapan ikan di perairan lebih dari 12 mil
dengan alat tangkap pancing prawe.
b. Selat Madura, meliputi:
1. Daerah penangkapan ikan dipisahkan menjadi
Paparan Madura dan Paparan Jawa, melewati lokasi
Karang Kokop dan Karang Congkeh dengan alat
tangkap payang, cantrang;
2. Daerah penangkapan ikan di perairan Pasuruan,
Sidoarjo, Probolinggo dengan jenis alat tangkap pukat
cincin, payang, dan cantrang;
3. Daerah penangkapan ikan utama dengan kedalaman
bervariasi antara 30 – 50 m di perairan Pulau Gili
Ketapang, Srasah, Etong, Renggis, Aliman, Kremesan,
Menilaan, dan Karang Cino dengan jenis alat tangkap
pukat cincin;
4. Daerah
- 35 -
4. Daerah penangkapan ikan di wilayah 0 sampai 4 mil
Pasuruan dan Sidoarjo terdiri atasalat tangkap jarring
dasar (trammel net), jaring kepiting, bagan, payang
jurung, payang alit, dan payang oras; dan
5. Daerah penangkapan ikan wilayah perairan antara 4-
12 mil Karang Kokop dan Karang Congkeh dengan alat
tangkap jaring tengah.
c. Selat Bali, meliputi:
1. Daerah penangkapan ikan di daerah pantai Desa
Sumbersewu, berbatasan dengan Kali Bomo di bagian
utara dan terumbu karang Sumbersewu di bagian
selatan, dibagi atas sub area Kali Bomo, sub area
Tambak, dan sub area batas karang (Gumuk Kantong)
dengan alat tangkap, alat pukat pantai (jaring tarik);
2. Daerah penangkapan ikan di bagian Utara Desa
Sumbersewu dan Teluk Pangpang (Kedungringin,
Wringinputih) dibagian Selatan dengan alat tangkap
sotok;
3. Daerah penangkapan ikan di perairan dekat karang di
Candikusuma, Prancak, Candi 1 (Pura), Tanjung Atab,
sampai daerah Bukit (Tanjung Mebulu) dengan alat
tangkap pancing layur;
4. Fishing ground disekitar perairan Tanjung
Sembulungan sampai Karang Ente dengan alat
tangkap pancing eret dan ancet untuk menangkap
jenis ikan karang dan pelagis oseanik (tongkol,
cakalang dan tuna);
5. Fishing ground di perairan Tanjung Wringinan, Teluk
Banyubiru (Senggrong), Tanjung Keben, Tanjung
Kucur, Karang Ente, Batu Mandi sampai wilayah
Grajagan dibagian selatan (Paparan Jawa dalam Selat
Bali) dengan alat tangkap pukat cincin; dan
6. Daerah penangkapan di paparan Bali mulai dari
Candikusuma, Pengambengan, Prancak, Candi 1
(Pura), Tanjung Atab, Candi 2 (Pura) sampai daerah
bukit (Tanjung Mebulu); bagian utara di Tanjung Pasir,
Celukan Bawang dan Tanjung Bungkulan (Paparan
Bali Utara) dengan alat tangkap pukat cincin.
d. Samudera
- 36 -
d. Samudera Hindia (Selatan Jawa Timur), meliputi:
1. Daerah penangkapan di perairan selatan Jawa Timur
di bagian timur (Banyuwangi) berada di wilayah
perairan 4 mil dan teluk yang terlindung di sekitar
Pulau Nusa Barong dengan alat tangkap jaring dasar
(trammel net), jaring insang (gill net), jaring barong,
pancing, dan payang;
2. Daerah penangkapan di bagian tengah (Malang) di
pesisir pantai Pulau Sempu; wilayah pancing tonda di
luar wilayah perairan 12 mil dengan alat tangkap
jarring insang (gill net); dan
3. Daerah penangkapan di bagian barat (Trenggalek) di
perairan teluk (Teluk Prigi dan Sumbreng), perairan di
antara gugus pulau-pulau kecil, perairan di luar gugus
pulau-pulau kecil dan di luar wilayah 12 mil dengan
alat tangkap pukat cincin, pancing dan jaring insang
(gill net).
(4) Arahan pengelolaan perikanan tangkap, meliputi:
a. mempertahankan, merehabilitasi dan merevitalisasi
tanaman bakau/mangrove dan terumbu karang;
b. pengembangan perikanan tangkap ke perairan yang
potensial seperti ke Samudera Hindia;
c. penjagaan kelestarian sumber daya hayati perairan pantai
terhadap pencemaran limbah industri;
d. pengendalian pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir
melalui penetapan rencana pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil;
e. peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan
prasarana perikanan; dan
f. peningkatan nilai ekonomi perikanan dengan
meningkatkan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
(sistem bisnis perikanan).
Pasal 45
(1) Zona permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf c direncanakan dan dilengkapi sarana dan prasarana
permukiman sesuai hierarki dan tingkat pelayanan masing-
masing, membentuk cluster-cluster permukiman untuk
menghindari penumpukan dan penyatuan antar zona
permukiman, pengembangan permukiman perkotaan kecil
melalui pembentukan pusat pelayanan Kecamatan.
(2) Zona permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
a. permukiman perdesaan; dan
b. permukiman
- 37 -
b. permukiman perkotaan.
(3) Zona permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a direncanakan tersebar di seluruh zona
perdesaan.
(4) Arahan pengelolaan zona permukiman perdesaan meliputi:
a. pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang sudah
ada;
b. pengembangan permukiman perdesaan sedapat mungkin
menghindari terjadinya alih fungsi lahan produktif; dan
c. Penanganan zona permukiman kumuh di perdesaan
melalui perbaikan rumah tidak layak huni.
(5) Zona permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b direncanakan tersebar di seluruh zona
perkotaan.
(6) Arahan pengelolaan zona permukiman perkotaan meliputi:
a. pengaturan perkembangan pembangunan permukiman
perkotaan baru;
b. pengembangan permukiman perkotaan dengan
memperhitungkan daya tampung perkembangan
penduduk, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan; dan
c. penanganan zona permukiman kumuh perkotaan dapat
dilakukan melalui pembangunan rumah susun.
(7) Rencana pengembangan zona permukiman yang terkait
dengan pengembangan industri, pertambangan, pelabuhan,
perdagangan, pariwisata, sekitar gerbang jalan tol, dan zona
rawan bencana diatur lebih lanjut dalam rencana tata ruang
yang lebih rinci.
Pasal 46
(1) Zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf
d direncanakan untuk pengembangan industri maritim,
industri kimia, industri agro dan industri pengolahan hasil
perikanan.
(2) industri maritim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan industri yang bergerak pada sektor transportasi
laut meliputi pembuatan, pemeliharaan, perbaikan, dan
perawatan serta pengembangan teknologi dan rekayasa yang
direncanakan untuk dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Gresik;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kota Surabaya;
e. Kabupaten
- 38 -
e. Kabupaten Tuban;
f. Kabupaten Banyuwangi; dan
g. Kabupaten Probolinggo.
(3) Industri kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan industri yang mengolah bahan baku menjadi
produk kimia meliputi kimia hulu maupun kimia hilir yang
direncanakan untuk dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Gresik;
b. Kabupaten Pasuruan;
c. Kabupaten Probolinggo;
d. Kabupaten Sidoarjo; dan
e. Kabupaten Tuban.
(4) Industri Agro sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Industri yang mengolah bahan baku pertanian
dan kehutanan meliputi industri makanan, minuman,
tembakau, hasil hutan dan perkebunan yang direncanakan
untuk dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Sidoarjo;
b. Kabupaten Gresik;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kabupaten Tuban;
e. Kabupaten Situbondo;
f. Kabupaten Banyuwangi;
g. Kabupaten Pasuruan;
h. Kabupaten Probolinggo;
i. Kabupaten Sidoarjo;
j. Kota Pasuruan;
k. Kota Surabaya;
l. Kota Probolinggo;
m. Kabupaten Malang; dan
n. Kabupaten Pacitan.
(5) Zona Industri pengolahan hasil perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan industri
pengolahan hasil perikanan tangkap dan budidaya di:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Pasuruan;
c. Kabupaten Sidoarjo;
d. Kota Surabaya;
e. Kabupaten Gresik;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kota Probolinggo;
h. Kabupaten Malang; dan
i. Kabupaten Pacitan.
(6) Arahan
- 39 -
(6) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan industri meliputi:
a. pengembangan zona industri dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek ekologis;
b. pengembangan zona industri harus didukung oleh adanya
jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan;
c. pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang
jalan arteri atau kolektor harus dilengkapi dengan jalan
pengantar (frontage road) untuk kelancaran aksesibilitas;
d. pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh
sarana dan prasarana industri pengelolaan kegiatan
industri yang dilakukan dengan mempertimbangkan
keterkaitan proses produksi mulai dari industri
dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara, yang
dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya
produksi, biaya keseimbangan lingkungan dan biaya
aktivitas sosial;
e. setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya
pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana
industri; dan
f. relokasi industri yang terkena dampak bencana lumpur
Sidoarjo dan infrastruktur yang dibutuhkannya ke arah
barat menjauhi semburan lumpur, khususnya di sebelah
utara Sungai Porong yang merupakan batas Kabupaten
Sidoarjo dan Pasuruan.
Pasal 47
(1) Zona pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 huruf e merupakan zona yang dialokasikan untuk
pelabuhan perikanan dan fasilitas pendukungnya termasuk
kawasan luar perairan dan alur pelayaran.
(2) Zona pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan zona yang terdiri atas daratan dan
perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis
perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan
bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang perikanan.
(3) Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Pelabuhan Perikanan Nusantara;
b. Pelabuhan Perikanan Pantai; dan
c. Pangkalan Pendaratan Ikan.
(4) Pelabuhan
- 40 -
(4) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a meliputi PPN Brondong Kabupaten
Lamongan dan PPN Prigi Kabupaten Trenggalek.
(5) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b meliputi:
a. PPP Pondokdadap Kabupaten Malang;
b. PPP Muncar Kabupaten Banyuwangi;
c. PPP Bawean Kabupaten Gresik;
d. PPP Mayangan Kota Probolinggo;
e. PPP Tamperan Kabupaten Pacitan;
f. PPP Puger Kabupaten Jember;
g. PPP Lekok Kabupaten Pasuruan; dan
h. PPP Paiton Kabupaten Probolinggo.
(6) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf c meliputi:
a. PPI Pancer Kabupaten Banyuwangi;
b. PPI Pasongsongan Kabupaten Sumenep; dan
c. PPI Bulu Kabupaten Tuban.
Pasal 48
(1) Zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf f merupakan zona yang diprioritaskan untuk lahan
pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan.
(2) Lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan
hortikultura.
Pasal 49
(1) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (2) merupakan sawah beririgasi teknis dan sederhana
yang tersebar di masing-masing wilayah sungai.
(2) Pengembangan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikembangkan sesuai dengan kondisi irigasi di
masing-masing wilayah kabupaten/kota, meliputi wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten
- 41 -
h. Kabupaten Pacitan;
i. Kabupaten Pamekasan;
j. Kabupaten Pasuruan;
k. Kabupaten Probolinggo;
l. Kabupaten Sampang;
m. Kabupaten Sidoarjo;
n. Kabupaten Sumenep;
o. Kabupaten Trenggalek;
p. Kabupaten Tuban; dan
q. Kabupaten Tulungagung.
(3) Pertanian lahan basah ditetapkan sebagai lahan pertanian
pangan berkelanjutan, berlokasi di seluruh kabupaten/kota di
Jawa Timur yang dilakukan dengan memperhatikan
kecenderungan tingkat konsumsi penduduk terhadap
komoditas padi, tingkat produksi padi, serta kecukupan
kebutuhan pangan dengan membandingkan tingkat produksi
dan konsumsi.
Pasal 50
(1) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 ayat (2) tersebar di wilayah yang memiliki
keterbatasan sumber daya air seperti Pulau Madura dan
kawasan pesisir utara Jawa Timur.
(2) Lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
untuk pertanian tanaman setahun, tanaman tahunan,
tanaman pangan, dan tanaman industri.
(3) Selain peruntukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sub
zona pertanian lahan kering juga digunakan untuk
pengembangan hutan rakyat dan tanaman perkebunan.
(4) Rencana pengembangan pertanian lahan kering dilaksanakan
di daerah-daerah yang belum terlayani oleh jaringan irigasi.
Pasal 51
(1) Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1)
dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensi yang
ada pada daerah masing-masing berdasarkan prospek
ekonomi yang dimiliki, meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten
- 42 -
e. Kabupaten Jember;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Malang;
i. Kabupaten Pacitan;
j. Kabupaten Pamekasan;
k. Kabupaten Pasuruan;
l. Kabupaten Probolinggo;
m. Kabupaten Sampang;
n. Kabupaten Sidoarjo;
o. Kabupaten Situbondo;
p. Kabupaten Sumenep;
q. Kabupaten Trenggalek;
r. Kabupaten Tuban;
s. Kabupaten Tulungagung; dan
t. Kota Probolinggo.
(2) Pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan peran serta,
efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan.
(3) Pengembangan tanaman perkebunan dibagi menjadi
perkebunan tanaman semusim dan perkebunan tanaman
tahunan.
(4) Arahan pengelolaan kawasan perkebunan meliputi:
a. penyediaan lahan perkebunan abadi yang dipertahankan
sesuai dengan potensi kearifan lokal, serta
meminimumkan luas lahan tidur dan terlantar dengan
memperhatikan kaidah – kaidah lingkungan hidup;
b. peningkatan produktivitas, nilai tambah dan daya saing
produk perkebunan;
c. pengembangan wilayah Madura, Pantura, wilayah tengah
dan wilayah selatan sesuai dengan potensinya; dan
d. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah
kelembagaan ekonomi/koperasi melalui upaya penguatan
modal, kewirausahaan, membuka akses pasar, kemitraan,
serta pemberdayaan asosiasi petani.
Pasal 52
(1) Pengembangan zona peternakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (1) meliputi pengembangan kawasan:
a. sentra peternakan ternak besar;
b. sentra peternakan ternak kecil; dan
c. sentra peternakan unggas.
(2) Pengembangan
- 43 -
(2) Pengembangan sentra peternakan ternak besar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pengembangan kawasan
sentra ternak besar dan pengembangan pusat pembibitan
ternak desa.
(3) Pengembangan sentra ternak besar sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), meliputi wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Jember;
e. Kabupaten Lamongan;
f. Kabupaten Lumajang;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten Pamekasan;
i. Kabupaten Pasuruan;
j. Kabupaten Probolinggo;
k. Kabupaten Sampang;
l. Kabupaten Situbondo;
m. Kabupaten Sumenep;
n. Kabupaten Trenggalek;
o. Kabupaten Tuban; dan
p. Kabupaten Tulungagung.
(4) Pengembangan pusat pembibitan ternak desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), meliputi wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Sampang;
c. Kabupaten Pamekasan; dan
d. Kabupaten Sumenep.
(5) Kawasan sentra peternakan ternak kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan di seluruh
kabupaten di Jawa Timur.
(6) Kawasan sentra peternakan unggas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Blitar;
b. Kabupaten Pasuruan;
c. Kabupaten Sidoarjo; dan
d. Kabupaten Tulungagung.
(7) Pengembangan zona peternakan yang memerlukan
persyaratan khusus diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota
di masing-masing kabupaten/kota.
(8) Arahan pengelolaan zona peternakan meliputi:
a. pengembangan zona peternakan yang mempunyai
keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak;
b. pertahanan ternak plasma nuftah sebagai potensi daerah;
c. pengembangan zona peternakan diarahkan kepada
pengembangan komoditas ternak unggulan yang dimiliki
oleh daerah yaitu komoditi ternak yang memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif;
d. pemisahan
- 44 -
d. pemisahan zona budidaya ternak yang berpotensi
menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau
sebaliknya pada permukiman padat penduduk, sesuai
standar teknis kawasan usaha peternakan, dengan
memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi
daerah permukiman penduduk dari penularan penyakit
hewan menular; dan
e. peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan
mengolah hasil ternak.
Pasal 53
(1) Zona hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf g
keberadaannya untuk menjaga keseimbangan iklim mikro,
direncanakan di seluruh Kabupaten di Jawa Timur.
(2) Hutan produksi berfungsi untuk menyediakan komoditas
hasil hutan keperluan industri, sekaligus melindungi zona
hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan
konservasi dari kerusakan akibat pengambilan hasil hutan
yang tidak terkendali.
(3) Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang secara
ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan
tanaman.
(4) Rencana zona hutan yang secara ruang digunakan untuk budi
daya hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berada di
wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten Pacitan;
i. Kabupaten Pamekasan;
j. Kabupaten Pasuruan;
k. Kabupaten Probolinggo;
l. Kabupaten Sampang;
m. Kabupaten Situbondo;
n. Kabupaten Sumenep;
o. Kabupaten Trenggalek;
p. Kabupaten Tuban; dan
q. Kabupaten Tulungagung.
(4) Arahan
- 45 -
(4) Arahan pengelolaan zona hutan produksi, meliputi:
a. pengusahaan hutan produksi di Provinsi Jawa Timur
dilakukan oleh Perum Perhutani dengan menerapkan
sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan
(THPB);
b. pelaksanaan reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas
tebangan dan tidak dapat dialih fungsikan ke budidaya
non kehutanan;
c. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan
hutan serta gangguan keamanan hutan lainnya;
d. pengembalian pada fungsi hutan semula dengan reboisasi
bila pada kawasan ini terdapat perambahan atau bibrikan;
e. percepatan reboisasi dan pengkayaan tanaman
(enrichment planting) pada kawasan hutan produksi yang
mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah;
f. pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan
produksi yang berbatasan dengan hutan lindung;
g. pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui
reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis; dan
h. penerapan arahan di setiap wilayah kabupaten/kota
mewujudkan hutan kota.
Pasal 54
Zona pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf h, meliputi:
a. sub zona pertambangan mineral; dan
b. sub zona pertambangan minyak dan gas bumi.
Pasal 55
(1) Sub zona pertambangan mineral sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 huruf a dibagi menjadi kawasan
pertambangan:
a. mineral logam;
b. mineral non logam;
c. batuan; dan
d. batu bara.
(2) Pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdapat di wilayah:
a. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Pesanggrahan;
b. Kabupaten Blitar di Kecamatan Bakung;
c. Kabupaten
- 46 -
c. Kabupaten Jember di Kecamatan Tempurejo, Kencong,
Gumukmas, dan Puger;
d. Kabupaten Lumajang di Kecamatan Pasirian, Tempeh,
Tempursari, dan Yosowilangun;
e. Kabupaten Malang di Kecamatan Sumbermanjing,
Gedangan, dan Donomulyo;
f. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Tulakan;
g. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Munjungan, Panggul,
Watulimo; dan
h. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Kalidawir,
Tanggunggunung, Pucanglaban, dan Besuki.
(3) Pertambangan mineral non logam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b direncanakan di wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Modung,
Tanjungbumi, Labang, dan Kamal;
b. Kabupaten Blitar di Kecamatan Wonotirto, Wates, dan
Panggungrejo;
c. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujungpangkah, Tambak,
dan Sangkapura;
d. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong;
e. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Pringkuku. Tulakan,
dan Sudimoro;
f. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Waru;
g. Kabupaten Sampang di Kecamatan Sampang, Ketapang,
Sukobanah, dan Camplong;
h. Kabupaten Tuban di Kecamatan Bancar, Jenu,
Tambakboyo; dan
i. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Pucanglaban dan
Kalidawir.
(4) Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c tersebar di wilayah:
a. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Rogojampi,
Banyuwangi, Tegaldlimo, Kalipuro, Purwoharjo, Kabat,
Wongsorejo, Muncar, dan Pesanggrahan;
b. Kabupaten Jember di Kecamatan Puger, Wuluhan,
Ambulu, dan Gumuk Mas;
c. Kabupaten Lumajang di Kecamatan Pasirian, Candipuro,
dan Tempeh;
d. Kabupaten Malang di Kecamatan Donomulyo,
Ampelgading, Sumbermanjing, Bantur, Gedangan, dan
Tirtoyudo;
e. Kabupaten Blitar di Kecamatan Wonotirto, Wates, dan
Panggungrejo;
f. Kabupaten
- 47 -
f. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Besuki, dan
Kalidawir;
g. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Panggul, Watulimo,
dan Munjungan;
h. Kabupaten Pacitan di Kecamatan Pacitan, Sudimoro,
Pringkuku, Ngadirejo, Tulakan, dan Kebonagung;
i. Kabupaten Tuban di Kecamatan Jenu, Palang, dan
Tambakboyo;
j. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong dan
Paciran;
k. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujungpangkah, Sedayu,
Bungah, Tambak, Sangkapura, dan Panceng;
l. Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Nguling dan Bangil;
m. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Pajarakan, Tongas,
Paiton, Kotaanyar, Kraksaan, dan Sumberasih;
n. Kabupaten Situbondo di Kecamatan Arjasa, Jangkar,
Situbondo, Asembagus, Banyuputih, Kendit, Subah, dan
Besuki;
o. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Tanjungbumi,
Sepuluh, dan Klampis;
p. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Batumarmar,
Tlanakan, dan Pademawu; dan
q. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Batuputih, Bluto,
Pasongsongan, Batang-Batang, dan Ambunten.
(5) Pertambangan batu bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d direncanakan di wilayah:
a. Kabupaten Tulungagung di Kecamatan Besuki; dan
b. Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Panggul dan
Watulimo.
Pasal 56
(1) Pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 huruf b, direncanakan dikembangkan di
wilayah:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Lamongan;
e. Kabupaten Malang;
f. Kabupaten Pacitan;
g. Kabupaten Pamekasan;
h. Kabupaten Pasuruan;
i. Kabupaten
- 48 -
i. Kabupaten Probolinggo;
j. Kabupaten Sampang;
k. Kabupaten Sidoarjo;
l. Kabupaten Situbondo;
m. Kabupaten Sumenep;
n. Kabupaten Trenggalek;
o. Kabupaten Tuban; dan
p. Kabupaten Tulungagung.
(2) Arahan pengelolaan zona pertambangan minyak dan gas
bumi, meliputi:
a. pengembangan zona pertambangan dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi
dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian
lingkungan;
b. pengelolaan kawasan bekas penambangan yang telah
digunakan harus direhabilitasi dengan melakukan
penimbunan tanah subur sehingga menjadi lahan yang
dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun
kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan hidup; dan
c. setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan
dan mengamankan lapisan tanah atas (top soil) untuk
keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas
penambangan.
Pasal 57
(1) Zona tambak garam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf i merupakan kawasan penghasil garam meliputi:
a. Kabupaten Sumenep;
b. Kabupaten Pamekasan;
c. Kabupaten Sampang;
d. Kabupaten Bangkalan;
e. Kabupaten Gresik;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Tuban;
h. Kabupaten Probolinggo;
i. Kabupaten Pasuruan;
j. Kota Pasuruan; dan
k. Kota Surabaya.
(2) Rencana
- 49 -
(2) Rencana Pengembangan Tambak Garam meliputi wilayah:
a. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Kalianget, Dungkek,
Gapura, Saronggi, Praga`an, Giligenting, Ra`as, Talango,
dan Sapeken;
b. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Galis, Pademawu,
dan Tlanakan;
c. Kabupaten Sampang di Kecamatan Sampang, Torjun,
Camplong, Pangarengan, Jrengik, Sreseh, dan Banyuates;
d. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Sepulu,
Tanjungbumi, Klampis, dan Kwanyar;
e. Kabupaten Gresik di Kecamatan Panceng, Kebomas, dan
Manyar;
f. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong dan
Paciran;
g. Kabupaten Tuban di Kecamatan Tambakboyo, dan Palang;
h. Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Bangil dan Kraton;
i. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Gending, Pajarakan,
Kraksaan dan Paiton;
j. Kota Pasuruan di Kecamatan Gadingrejo, Purworejo dan
Bugulkidul; dan
k. Kota Surabaya di Kecamatan Benowo, Asemrowo, Pakal
dan Tandes.
(3) Pengembangan kawasan garam terdiri dari:
a. kawasan strategis, berada di kawasan Pulau Madura yaitu
Pamekasan, Sampang, Sumenep; dan
b. Kawasan pengembang, berada di Kabupaten Gresik,
Lamongan, dan Tuban, Kota Surabaya, Kabupaten
Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo dan
Kabupaten Bangkalan.
(4) Arahan pengembangan kawasan garam untuk mencukupi
kebutuhan masyarakat dan industri sehingga layak
diposisikan sebagai komoditi strategis.
Pasal 58
(1) Zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf j, merupakan zona pesisir untuk kegiatan rekreasi,
olahraga air, dan pengembangan kawasan komersial.
(2) Zona Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelompokkan menjadi zona wisata alam, wisata budaya,
wisata hasil buatan manusia.
(3) Rencana
- 50 -
(3) Rencana pengembangan zona pariwisata terdiri atas:
a. Jalur pengembangan koridor A dengan pusat pelayanan
wisata di Kabupaten Tuban dan Kota Surabaya, meliputi:
1. Gua Akbar dan Makam Sunan Bonang di Kabupaten
Tuban;
2. Makam Sunan Drajat, Wisata Bahari Lamongan (WBL),
Pantai Tanjung Kodok, dan Gua Maharani di
Kabupaten Lamongan;
3. Makam Aer Mata Ebu, Pantai Rongkang, dan Kawasan
Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kabupaten
Bangkalan;
4. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;
5. Pantai Slopeng dan Pantai Lombang di Kabupaten
Sumenep; dan
6. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kota
Surabaya.
b. Jalur pengembangan koridor B dengan pusat pelayanan di
Kabupaten Pacitan, meliputi:
1. Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
2. Pantai Prigi dan Pantai Karanggongso di Kabupaten
Trenggalek; dan
3. Pantai Balekambang dan Pantai Ngliyep di Kabupaten
Malang.
c. Jalur pengembangan koridor C dengan pusat pelayanan di
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, dan Kota
Probolinggo, meliputi:
1. Pantai Plengkung, Pantai Grajagan, dan Pantai
Sukamade di Kabupaten Banyuwangi;
2. Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;
3. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
4. Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo; dan
5. Pantai Watu Godeg di Kabupaten Lumajang.
Pasal 59
(1) Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf k
merupakan pengembangan kegiatan di wilayah pesisir dan
laut yang dilakukan dengan menambah daratan baru.
(2) Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan dengan cara:
a. menyambung dengan daratan, dapat dilakukan pada
kawasan yang merupakan bukan kawasan penanganan
khusus atau kawasan lindung.
b. terpisah
- 51 -
b. terpisah dengan Daratan, dilakukan pada kawasan yang
merupakan kawasan khusus atau kawasan lindung,
seperti:
1. kawasan permukiman nelayan;
2. kawasan hutan mangrove;
3. kawasan hutan pantai;
4. kawasan perikanan tangkap;
5. kawasan terumbu karang, padang lamun, dan/atau
biota laut yang dilindungi;
6. kawasan larangan/rawan bencana;
7. kawasan taman laut; dan
8. kawasan lain yang berfungsi lindung.
c. gabungan antara cara terpisah dan menyambung dengan
daratan, pelaksanaannya disesuaikan dengan kriteria
peruntukan kawasan daratannya.
(3) Pengembangan kegiatan di wilayah pesisir dan laut yang
dilakukan melalui reklamasi harus didasarkan pada
ketentuan:
a. merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budidaya
yang telah ada di sisi daratan dan/atau bagian wilayah
dari kawasan perkotaan yang cukup padat sehingga
membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk
mengakomodasikan kebutuhan yang diusulkan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur untuk
wilayah laut 0 – 12 mil dari garis pantai dan kepada
Menteri Dalam Negeri untuk reklamasi pada wilayah
perkotaan;
b. berada di luar kawasan yang berfungsi lindung dan/atau
konservasi, kecuali untuk kepentingan mitigasi bencana;
c. memiliki keuntungan ekonomi, sosial, lingkungan yang
lebih besar apabila dibandingkan sebelum dilakukan
reklamasi; dan
d. kawasan pesisir yang sudah tidak produktif, yang
mengalami penurunan kualitas lingkungan.
(4) Persyaratan dalam melakukan pengembangan kegiatan
dengan reklamasi mengikuti peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Paragraf 2
- 52 -
Paragraf 2
Rencana Kawasan Konservasi
Pasal 60
Kawasan konservasi terdiri atas:
a. Konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. Konservasi perairan;
c. Sempadan pantai; dan
d. Mitigasi bencana.
Pasal 61
Konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 huruf a, meliputi:
a. hutan lindung;
b. cagar alam darat;
c. taman nasional darat;
d. suaka pesisir mangrove; dan
e. suaka pulau kecil;
Pasal 62
(1) Hutan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf a, merupakan kawasan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan.
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Malang;
h. Kabupaten Pacitan;
i. Kabupaten Pamekasan;
j. Kabupaten Pasuruan;
k. Kabupaten Probolinggo;
l. Kabupaten Sampang;
m. Kabupaten
- 53 -
m. Kabupaten Situbondo;
n. Kabupaten Sumenep;
o. Kabupaten Trenggalek;
p. Kabupaten Tuban; dan
q. Kabupaten Tulungagung.
(2) Arahan pengelolaan untuk hutan lindung meliputi:
a. pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan
konservasi dan hutan lindung;
b. penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan
hasil alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung;
c. pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;
d. pengembangan kerjasama antar wilayah dalam
pengelolaan kawasan lindung;
e. percepatan rehabilitasi hutan dan lahan milik masyarakat;
f. pembukaan jalur wisata jelajah/pendakian untuk
menanamkan rasa memiliki terhadap alam; dan
g. pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan
penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam.
Pasal 63
Cagar alam darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b
meliputi:
a. Cagar Alam Pulau Bawean; pada kawasan hutan di
Kecamatan Tambak dan Sangkapura Kabupaten Gresik; dan
b. Cagar Alam Pulau Sempu di perairan Samudera Indonesia di
Desa Tambakrejo dan Kecamatan Sumbermanjing Wetan
Kabupaten Malang, terdiri dari:
1. ekosistem hutan mangrove;
2. ekosistem hutan pantai;
3. ekosistem danau daratan; dan
4. ekosistem hutan tropis dataran rendah.
Pasal 64
(1) Taman Nasional darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf c, merupakan kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
(2) Taman Nasional darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan/
satwa, dan pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.
(3) Taman
- 54 -
(3) Taman Nasional darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi:
a. Taman Nasional Baluran terletak di Kecamatan
Banyuputih Situbondo dan Kecamatan Wongsorejo
Banyuwangi; dan
b. Taman Nasional Alas Purwo di ujung Banyuwangi Selatan
tepatnya di Kecamatan Tegal Dlimo, merupakan kawasan
perlindungan mutlak dan tidak dapat dialih fungsikan.
(4) Arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional darat, meliputi:
a. arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional Baluran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, antara lain
perlindungan wilayah Pantai Bama dengan pengelolaan
hutan bakau yang terkendali untuk melindungi hamparan
karang;
b. arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, antara lain
di kawasan pesisir Sukamade dikembangkan
pembudidayaan penanaman hutan bakau untuk
melindungi habitat satwa bawah laut; dan
c arahan kegiatan pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, antara lain
mengembangkan sarana prasarana wisata bahari di
sekitar Pantai Plengkung, serta memelihara dan terus
membudidayakan tanaman bakau terutama di Kawasan
Segoro Anak.
Pasal 65
(1) Suaka Pesisir Mangrove sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 huruf d merupakan pantai berhutan bakau, yang
berfungsi untuk:
a. melindungi habitat, ekosistem, dan aneka biota laut;
b. melindungi pantai dari sedimentasi, abrasi dan proses
akresi (pertambahan pantai); dan
c. mencegah terjadinya pencemaran pantai.
(2) Rencana pengembangan Suaka Pesisir Mangrove di sepanjang
pantai Utara dan Timur Jawa Timur meliputi:
a. Kabupaten Lamongan di Kecamatan Brondong dan
Paciran;
b. Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujung Pangkah, Sedayu,
dan Bungah;
c. Kota Surabaya di Kecamatan Benowo, Asemrowo,
Krembangan, Pabean Cantikan, Kenjeran, Bulak,
Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, dan Gunung Anyar;
d. Kabupaten
- 55 -
d. Kabupaten Sidoarjo di Kecamatan Sedati, Buduran,
Sidoarjo, dan Jabon;
e. Kabupaten Pasuruan di Kecamatan Kraton, Rejoso, dan
Lekok;
f. Kabupaten Probolinggo di Kecamatan Tongas, Sumberasih,
Dringu, Gending, Pajarakan, dan Kraksaan;
g. Kabupaten Situbondo di Kecamatan Banyuglugur, Suboh,
Panarukan, Mangaran, Arjasa, dan Banyuputih;
h. Kabupaten Banyuwangi di Kecamatan Wongsorejo,
Ronggojampi, Muncar, Tegaldlimo, dan Purwoharjo;
i. Kabupaten Bangkalan di Kecamatan Modung, Kwanyar,
Socah, Bangkalan, Arosbaya, Klampis, dan Tanjung Bumi;
j. Kabupaten Sampang di Kecamatan Torjun, Sampang, dan
Camplong;
k. Kabupaten Pamekasan di Kecamatan Tlanakan,
Pademawu, Galis, dan Larangan;
l. Kabupaten Sumenep di Kecamatan Pragaan, Kalianget,
Gapura, dan Raas;
m. Kota Pasuruan di Kecamatan Purworejo; dan
n. Kota Probolinggo di Kecamatan Mayangan dan
Kademangan.
(3) Arahan pengelolaan Suaka Pesisir Mangrove meliputi:
a. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau dilakukan
melalui penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai,
pengembangan kegiatan budidaya terbatas di kawasan
pantai berhutan bakau;
b. pelaksanaan kegiatan budidaya yang dikembangkan harus
disesuaikan dengan karakteristik setempat dan tetap
mendukung fungsi lindungnya;
c. rekayasa teknis dalam pengembangan kawasan pantai
berhutan bakau untuk tetap menjaga fungsi lindungnya;.
d. pengembangan kawasan pantai berhutan bakau harus
disertai dengan pengendalian pemanfaatan ruang; dan
e. pemanfaatan untuk kegiatan budidaya terhadap luas
hutan bakau maksimum 30 % (tiga puluh persen).
Pasal 66
Suaka Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf e, meliputi:
a. Konservasi Pulau Nusa Barong;
b. Konservasi kawasan tanah timbul (tanah oloran) di muara
sungai Lamong perbatasan antara Kota Surabaya dengan
Kabupaten Gresik;
c. Konservasi
- 56 -
c. Konservasi pulau-pulau kecil, meliputi pulau-pulau kecil di
wilayah:
1. Kabupaten Sumenep;
2. Kabupaten Probolinggo;
3. Kabupaten Banyuwangi;
4. Kabupaten Jember;
5. Kabupaten Malang; dan
6. Kabupaten Trenggalek.
Pasal 67
Rencana Pengembangan Konservasi Pulau-Pulau Kecil di Jawa
Timur, meliputi:
a. Pulau Galang, Nusa, Gili, Menuri, dan Noko Kabupaten
Gresik;
b. Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo;
c. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Tegaldlimo, Wongsorejo, dan
Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi;
d. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Gumukmas, Ambulu, dan
Tempurejo Kabupaten Jember;
e. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Sumbermanjing Wetan
Kabupaten Malang;
f. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Wates dan Panggungrejo
Kabupaten Blitar;
g. Pulau-Pulau Kecil Di Kecamatan Besuki Kabupaten
Tulungagung;
h. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Watulimo, Munjungan, dan
Panggul Kabupaten Trenggalek;
i. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Kebonagung dan Pringkuku
Kabupaten Pacitan;
j. Pulau Kambing Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang;
dan
k. Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Giligenting, Talango,
Dungkek, Nonggunong, Kangean, Sapeken dan Raas
Kabupaten Sumenep.
Pasal 68
(1) Konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
huruf b, meliputi:
a. Perairan di sekitar Pulau Sepanjang Kabupaten Sumenep;
b. Perairan Selat Bali;
c. Perairan Pasir Putih Prigi Kecamatan Watulimo,
Kabupaten Trenggalek;
d. Perairan sekitar Pulau Bawean Kabupaten Gresik;
e. Perairan
- 57 -
e. Perairan sekitar Pulau Gili Ketapang Kabupaten
Probolinggo;
f. Perairan Binor Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo;
g. Perairan Bangsring Kecamatan Wongsorejo (Kabupaten
Banyuwangi) dan Perairan sekitar Tanjung Sembulungan
Selat Bali;
h. Perairan Sekitar Pulau Nusa Barong Kabupaten Jember;
i. Perairan Pantai Pasir Putih Desa Tasikmadu Dusun
Karanggongso Kecamatan Watulimo Kabupaten
Trenggalek;
j. Perairan sekitar Pulau Gili Mandangin Kabupaten
Sampang di perairan Selat Madura; dan
k. Perairan sekitar Pasir Putih Situbondo.
(2) Rencana Pengembangan Konservasi Perairan, meliputi:
a. Perairan Pulau Bawean, perairan Kecamatan Tambak,
perairan Kecamatan Sangkapura di Kabupaten Gresik;
b. Perairan Pulau Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih dan
Perairan Binor Kecamatan Paiton di Kabupaten
Probolinggo;
c. Kecamatan Tegaldlimo dan Wongsorejo di Kabupaten
Banyuwangi;
d. Perairan Pulau Nusa Barong di Kabupaten Jember;
e. Perairan Kecamatan Watulimo di Kabupaten Trenggalek;
f. Perairan Pulau Mandangin atau Pulau Kambing
Kecamatan Sampang di Kabupaten Sampang;
g. Perairan kepulauan Kangean di Kabupaten Sumenep; dan
h. Perairan Pasir Putih di Kecamatan Besuki Kabupaten
Situbondo.
Pasal 69
(1) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
huruf c, meliputi:
a. wilayah pesisir kepulauan;
b. sempadan pantai utara Jawa Timur;
c. sempadan pantai timur Jawa Timur; dan
d. sempadan pantai selatan Jawa Timur.
(2) Wilayah pantai selatan merupakan daerah rawan tsunami,
penetapan sempadan pantai masuk katagori Daerah Bahaya I
yakni sejauh 3.500 (tiga ribu lima ratus) meter dari garis
pasang tertinggi ke arah darat, terdiri ataszona mangrove,
perikanan darat/tambak, dan perkebunan, permukiman tidak
diijinkan berada di zona ini.
(3) Sempadan
- 58 -
(3) Sempadan pantai untuk wilayah pulau-pulau kecil ditetapkan
130 (seratus tiga puluh) dikalikan perbedaan pasang tertinggi
dan surut terendah berdasarkan pertimbangan perlindungan
ekosistem pesisir, pengatur iklim global, siklus hidrologi dan
bioekokimia, penyerap limbah, serta sumber plasma nutfah
dan sistem penunjang kehidupan di daratan.
(4) Kawasan sempadan pantai daerah kabupatan/kota meliputi:
a. Kabupaten Tuban;
b. Kabupaten Lamongan;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kota Surabaya;
e. Kabupaten Sidoarjo;
f. Kabupaten Pasuruan;
g. Kota Pasuruan;
h. Kota Probolinggo;
i. Kabupaten Probolinggo;
j. Kabupaten Situbondo;
k. Kabupaten Banyuwangi;
l. Kabupaten Jember;
m. Kabupaten Lumajang;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Blitar;
p. Kabupaten Tulungagung;
q. Kabupaten Trenggalek;
r. Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Bangkalan;
t. Kabupaten Sampang;
u. Kabupaten Pamekasan; dan
v. Kabupaten Sumenep.
(5) Arahan pengelolaan zona sempadan pantai dilakukan dengan:
a. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 (seratus)
meter dari pasang tertinggi dan dilarang mengadakan alih
fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas
pantai;
b. perlindungan sempadan pantai dan sebagian kawasan
pantai yang merupakan pesisir terdapat ekosistem bakau,
terumbu karang, padang lamun, dan estuaria dari
kerusakan;
c. pengaturan re-orientasi pembangunan di kawasan
permukiman baik di kawasan perdesaan dan perkotaan
dengan menjadikan pantai dan laut sebagai bagian dari
latar depan;
d. penanaman
- 59 -
d. penanaman bakau di kawasan yang potensial untuk
menambah luasan area bakau;
e. pemanfaatan kawasan sepanjang pantai di dalam kawasan
konservasi disesuaikan dengan rencana tata ruang
kawasan pesisir;
f. penyediaan sistem peringatan dini terhadap kemungkinan
terjadinya bencana;
g. pemantapan fungsi lindung di daratan untuk menunjang
kelestarian kawasan konservasi pantai;
h. pengarahan lokasi bangunan di luar sempadan pantai,
kecuali bangunan yang harus ada di sempadan pantai;
i. penetapan zona konservasi sepanjang pantai yang
memiliki nilai ekologis sebagai daya tarik wisata dan
penelitian.
Pasal 70
(1) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
huruf d adalah mitigasi bencana tsunami, banjir rob, abrasi
dan sedimentasi.
(2) Bentuk mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
mitigasi struktural dan mitigasi non struktural di zona rawan
bencana.
Pasal 71
Zona rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
ayat (2) terdiri atasbeberapa sub zona meliputi:
a. Sub Zona Rawan Gelombang Pasang;
b. Sub Zona Rawan Banjir;
c. Sub Zona Rawan Bencana Tsunami; dan
d. Sub zona Rawan Abrasi dan Sidementasi.
Pasal 72
(1) Sub Zona Rawan Gelombang Pasang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf a berada di kawasan sepanjang pantai
di wilayah Jawa Timur baik yang berbatasan dengan Laut
Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera Hindia maupun di
kawasan kepulauan.
(2) Pengelolaan zona rawan bencana gelombang pasang meliputi
pembangunan pemecah ombak (break water), penataan
bangunan disekitar pantai, pengembangan kawasan hutan
bakau, dan pembangunan tembok penahan ombak di
Kabupaten Tuban, Lamongan, Pasuruan, Probolinggo,
Situbondo, Banyuwangi, Jember, Trenggalek, dan Pacitan.
Pasal 73
- 60 -
Pasal 73
Sub Zona Rawan Bencana Banjir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 huruf b adalah:
a. Rawan Bencana Banjir dengan potensi tinggi di Kecamatan
Gresik Kabupaten Gresik;
b. Rawan Bencana Banjir dengan potensi sedang meliputi:
1. Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan;
2. Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar;
3. Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo;
4. Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan;
5. Kecamatan Benowo, Asemrowo, Kenjeran, dan
Gununganyar Kota Surabaya;
6. Kecamatan Sumberasih dan Dringu Kabupaten
Probolinggo;
7. Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi;
8. Kecamatan Bangkalan Kabupaten Bangkalan;
9. Kecamatan Sreseh, Jrengik, dan Sampang Kabupaten
Sampang; dan
10. Kecamatan Bancar, dan Tuban di Kabupaten Tuban.
c. Rawan Bencana Banjir dengan potensi rendah berada di
Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan.
Pasal 74
(1) Sub Zona Rawan Bencana Tsunami sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf c, meliputi kawasan pesisir selatan yang
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di Kabupaten
Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung,
Trenggalek dan Pacitan.
(2) Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya bahaya tsunami
dilakukan dengan mempertahankan bentuk alami sebagai
pelindung alami, berupa hutan produksi, hutan mangrove
dengan sistem wanamina, terumbu karang buatan, serta
pembagian zona peruntukan budidaya, dilengkapi sistem
peringatan tsunami dini.
(3) Pembagian zona peruntukan budidaya pesisir di kawasan
rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Zona I, yaitu zona konservasi kawasan pesisir rawan
tsunami, berfungsi untuk:
1. kegiatan
- 61 -
1. kegiatan yang berhubungan langsung dengan laut atau
ekosistem pesisir dan laut, seperti hutan mangrove,
pertambakan, prasarana kelautan dan perikanan,
wisata alam bahari;
2. kegiatan yang tidak menciptakan munculnya
perkembangan penduduk secara besar-besaran, seperti
tempat latihan militer, pos keamanan, jalan dan
perkebunan; dan
3. kegiatan yang tidak berperan vital bagi wilayah yang
lebih luas.
b. Zona II, yaitu zona penyangga kawasan pesisir rawan
tsunami, berfungsi untuk:
1. kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan laut
tetapi berkaitan dengan produksi hasil laut dan
perikanan, seperti permukiman nelayan, dan industri
hasil perikanan;
2. kegiatan yang tidak menciptakan munculnya
pemusatan penduduk secara besar-besaran dalam 24
(dua puluh empat) jam, seperti perkebunan, perhotelan,
pasar ikan, dan fasilitas lingkungan; dan
3. kegiatan yang tidak berperan vital bagi wilayah yang
lebih luas
c. Zona III, yaitu zona bebas bahaya tsunami, berfungsi
untuk:
1. kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan laut,
seperti perkotaan, perindustrian, pemerintahan,
perdagangan dan jasa;
2. kegiatan yang merupakan pusat kegiatan penduduk
perkotaan, seperti fasilitas pendidikan, perdagangan
dan jasa; dan
3. kegiatan berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas,
seperti kelistrikan, telekomunikasi, pemerintahan,
keuangan, logistik, dan lain-lain.
Pasal 75
Sub Zona Rawan Abrasi dan sidementasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 huruf d di sepanjang pantai utara Jawa yang
merupakan daerah rawan abrasi dan di muara sungai sebagai
daerah rawan sidementasi.
Paragraf 3
- 62 -
Paragraf 3
Kawasan Strategis
Pasal 76
(1) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (1), merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung
kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap:
a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang
lainnya; dan/atau
c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(2) Kawasan strategis pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:
a. KSNT; dan
b. kawasan strategis provinsi.
Pasal 77
KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Pertahanan dan Keamanan; dan
b. Kawasan strategis pulau-pulau terluar.
Pasal 78
(1) Kawasan strategis pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 huruf a, memiliki spesifikasi:
a. lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan;
b. masyarakat umum tidak diizinkan memakai atau
menempati lahan yang ada; dan
c. merupakan suatu ruang tertutup (enclave) dimana
terdapat zona penyangga antara kawasan ini dengan
kawasan budidaya di sekitarnya.
(2) Kawasan strategis pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersebar di wilayah perairan Laut
Jawa dan Selat Madura.
(3) Kawasan strategis pertahanan dan keamanan di Perairan
Provinsi Jawa Timur, meliputi:
a. Laut Jawa berfungsi untuk Daerah Ranjau, Daerah
Larangan dan Daerah Latihan; dan
b. Selat
- 63 -
b. Selat Madura berfungsi untuk Daerah Ranjau, Daerah
Larangan, Daerah Latihan, dan Daerah Pembuangan
Amunisi.
Pasal 79
Kawasan strategis Pulau-Pulau Terluar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 huruf b meliputi Pulau-pulau terluar Provinsi
yang secara astronomis dan geografis terletak di Kabupaten
Trenggalek yaitu Pulau Sekel dan Panekan serta di Kabupaten
Jember yaitu Pulau Nusa Barong.
Pasal 80
Kawasan strategis Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi; dan
b. Kawasan strategis dari sudut pandang daya dukung
lingkungan.
Pasal 81
(1) Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf a, meliputi:
a. kawasan minapolitan;
b. kawasan ekonomi pulau-pulau kecil;
c. kawasan ekonomi potensial;
d. kawasan pengembangan komoditi utama perikanan; dan
e. kawasan potensial lainnya.
(2) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi di Muncar;
b. Kabupaten Malang di Sendang Biru;
c. Kabupaten Pacitan di Tamperan;
d. Kabupaten Tuban di Bulu;
e. Kabupaten Trenggalek di Prigi;
f. Kabupaten Lamongan di Brondong;
g. Kabupaten Sumenep di Bluto;
h. Kabupaten Gresik di Sidayu;
i. Kabupaten Sidoarjo di candi;
j. Kota Probolinggo di Mayangan;
k. Kabupaten Malang di Pondok dadap; dan
l. Kabupaten Jember di Puger.
(3) Kawasan ekonomi pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kabupaten Sumenep di Pulau Kangean, Pulau Masalembo,
Pulau Sapudi, dan Pulau Raas;
b. Kabupaten
- 64 -
b. Kabupaten Gresik di Pulau Bawean;
c. Kabupaten Sampang di Pulau Gili Mandangin; dan
d. Kabupaten Probolinggo di Pulau Gili Ketapang.
(4) Kawasan ekonomi potensial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c merupakan kawasan yang kegiatannya memiliki
potensi dan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi baik skala regional Provinsi Jawa
Timur maupun skala Nasional yang berada di kawasan Teluk
Lamong.
(5) Kawasan pengembangan komoditi utama perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Malang
di Pondokdadap, Kabupaten Jember di Puger.
(6) Kawasan potensial lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi Kabupaten Gresik di Ujungpangkah,
Kabupaten Lamongan di Brondong, Kabupaten Situbondo di
Pondokmimbo, Kabupaten Tuban di Bulu dan Kabupaten
Sumenep di Pasongsongan.
Pasal 82
Kawasan strategis provinsi dari sudut pandang daya dukung
lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 huruf b,
meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi, dengan rencana strategis lindung
pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri atas:
1. Zona perlindungan hutan mangrove terletak di perairan
Wongsorejo, Teluk Pang-Pang, Grajagan, Teluk Rajegwesi,
Pesanggaran, Rawa Taruna Jajag di perbatasan
Kecamatan Tegaldlimo dengan Purwoharjo, dan Rawa Biru
Kecamatan Pesanggaran.
2. Kawasan konservasi perairan yang berfungsi sebagai
perlindungan terhadap keragaman biota, tipe ekosistem,
kepentingan plasma nutfah di sekitar pantai Pulau
Tabuhan dan kawasan konservasi perairan Kayu Aking di
Kabupaten Banyuwangi.
b. Kabupaten Sumenep sebagai kawasan konservasi perairan di
Kepulauan Kangean;
c. Kabupaten Gresik sebagai kawasan konservasi perairan di
Pulau Bawean;
d. Kabupaten Sampang sebagai kawasan konservasi perairan di
Pulau Gili Mandangin; dan
e. Kabupaten Probolinggo sebagai kawasan konservasi perairan
di Pulau Gili Ketapang.
Bagian
- 65 -
Bagian Keempat
Arahan Pemanfaatan Zona
Pasal 83
(1) Pemanfaatan zona dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan zona beserta pembiayaannya.
(2) Pemanfaatan zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana
zonasi, dan dilaksanakan dengan menyelenggarakan
penatagunaan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Pasal 84
(1) Program pemanfaatan zona sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 ayat (1) terdiri atas:
a. Program utama;
b. Lokasi;
c. Instansi pelaksana;
d. Sumber pembiayaan: APBN, APBD Provinsi, APBD
Kota/Kabupaten, investasi swasta, dan/atau kerjasama
pendanaan; dan
e. Jangka Waktu Pelaksanaan 5 tahunan.
(2) Prioritas pelaksanaan pembangunan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil disusun berdasarkan atas perkiraan
kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek
mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah.
(3) Indikasi pemanfaatan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Provinsi Lima Tahunan dicantumkan dalam Lampiran III
(tiga) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kelima
Pengendalian Pemanfaatan Zona
Pasal 85
Pengendalian pemanfaatan zona diselenggarakan melalui
penetapan indikasi:
a. arahan peraturan zonasi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Paragraf 1
- 66 -
Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi
Pasal 86
(1) Arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 huruf a disusun sebagai:
a. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang;
b. penyeragaman arahan peraturan zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Provinsi untuk peruntukan zonasi
yang sama; dan
c. Arahan peraturan zonasi mengatur kegiatan yang
diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang,
pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan.
(2) Arahan Peraturan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Provinsi Jawa Timur dicantumkan dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Paragraf 2
Arahan Perizinan
Pasal 87
(1) Arahan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85
huruf b merupakan perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan zona yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan zona.
(2) Untuk pemanfaatan zona yang izinnya diterbitkan sebelum
penetapan rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil dan
dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan
prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
(3) Dalam memberikan pertimbangan secara substansi,
pelaksanaan perizinan ini, pemberi izin melakukan kajian dan
evaluasi teknis dan yuridis berdasarkan antara lain pada:
a. kesesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
Wilayah Provinsi;
b. kesesuaian dengan peraturan zonasi;
c. kesesuaian dengan peraturan perundangan bidang teknis
lainnya;
d. kesesuaian rencana penggunaan tanah dengan jenis hak
atas tanahnya;
e. terjaminnya hak akses publik;
f. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan/atau Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup bagi kegiatan-kegiatan yang
diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan
pesisir; dan
g. kelayakan desain dan lokasi lahan.
(4) Arahan
- 67 -
(4) Arahan Perizinan berfungsi untuk:
a. dasar pemerintah kabupaten/kota pesisir dalam
menyusun ketentuan perizinan;
b. alat pengendali pengembangan kawasan;
c. menjamin pemanfaatan zona sesuai dengan peraturan
zonasi, standar pelayanan dan kualitas minimal yang
ditetapkan;
d. menghindari dampak negatif; dan
e. melindungi kepentingan umum.
(5) Arahan perizinan zonasi Provinsi terdiri atas:
a. bentuk-bentuk izin pemanfaatan zonasi yang mengacu
pada RZWP3-K yang menjadi kewenangan Provinsi dan
rekomendasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
b. mekanisme perizinan pemanfaatan zonasi yang menjadi
wewenang Pemerintah Daerah Provinsi; dan
c. aturan-aturan lain mengenai keterlibatan lembaga
pengambil keputusan dalam mekanisme perizinan.
(6) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilarang
menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(7) Penjabaran dari setiap butir bentuk perizinan pemanfaatan
zonasi, mekanisme perizinan, dan aturan terkait lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Gubernur.
Paragraf 3
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 88
(1) Arahan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 huruf c merupakan perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana zonasi, sedangkan disinsentif
merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana zonasi.
(2) Arahan insentif berfungsi sebagai:
a. arahan penyusunan perangkat untuk mendorong kegiatan
yang sesuai dengan rencana zonasi;
b. katalisator
- 68 -
b. katalisator perwujudan pemanfaatan zonasi; dan
c. stimulan untuk mempercepat perwujudan struktur ruang
dan pola pemanfaatan zonasi.
(3) Arahan insentif diberikan dalam bentuk:
a. arahan insentif fiskal berupa keringanan atau pembebasan
pajak atau retribusi daerah; dan
b. arahan insentif non fiskal berupa arahan penambahan
dana alokasi khusus, pemberian kompensasi, subsidi
silang, kemudahan prosedur perizinan, imbalan, sewa
ruang, urun saham, pembangunan dan pengadaan
infrastruktur, pengurangan retribusi, prasarana dan
sarana, penghargaan dari pemerintah kepada masyarakat,
swasta, dan/atau pemerintah daerah, dan /atau publisitas
atau promosi.
(4) Arahan insentif meliputi:
a. arahan insentif kepada pemerintah daerah lainnya;
b. arahan insentif dari pemerintah provinsi kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Pemerintah
Daerah Provinsi lainnya dalam bentuk pemberian
kompensasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
penerima manfaat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten
/Kota pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh
pemerintah penerima manfaat; arahan penyediaan sarana
dan prasarana; serta arahan pemberian publisitas atau
promosi daerah;
c. arahan insentif dari pemerintah provinsi kepada
masyarakat umum dalam bentuk arahan untuk pemberian
kompensasi insentif; arahan untuk pengurangan retribusi;
arahan untuk pemberian imbalan, pemberian sewa ruang
dan urun saham, penyediaan sarana dan prasarana,
pemberian kemudahan perizinan dari pemerintah provinsi
penerima manfaat kepada masyarakat umum; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta
dan/atau pemerintah daerah.
(5) Arahan disinsentif berfungsi untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sesuai
dengan rencana zonasi.
(6) Arahan disinsentif diberikan dalam bentuk:
a. arahan disinsentif fiskal berupa arahan pengenaan
pajak/retribusi daerah yang tinggi yang disesuaikan
dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi
dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan
b. arahan
- 69 -
b. arahan disinsentif non fiskal berupa arahan untuk
pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan
kompensasi, pemberian penalti, pengurangan dana alokasi
khusus, persyaratan khusus dalam perizinan, dan/atau
pemberian status tertentu dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah Provinsi.
(7) Arahan disinsentif meliputi:
a. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah
Provinsi dan kepada wilayah provinsi lainnya, diberikan
dalam bentuk arahan untuk pengajuan pemberian
kompensasi dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pelanggar zonasi
pesisir dan pulau-pulau kecil yang berdampak pada
wilayah kabupaten/kota pemberi kompensasi, dan/atau
arahan untuk pembatasan penyediaan sarana dan
prasarana; dan
b. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada
masyarakat umum (investor, lembaga komersial,
perorangan, dan lain sebagainya) yang diberikan dalam
bentuk arahan untuk pemberian kompensasi disinsentif,
arahan untuk ketentuan persyaratan khusus perizinan
dalam rangka kegiatan pemanfaatan ruang oleh
masyarakat umum/lembaga komersial arahan untuk
ketentuan kewajiban membayar imbalan, dan atau arahan
untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana
infrastruktur.
(8) Penetapan insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.
Paragraf 4
Arahan Sanksi
Pasal 89
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 huruf d
merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap
pemanfaatan zona yang tidak sesuai dengan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pihak yang melakukan penyimpangan dapat
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pengenaan
- 70 -
(3) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan
perizinan pemanfaatan zona, tetapi dikenakan pula kepada
pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
pemanfaatan zona yang tidak sesuai dengan rencana zonasi.
BAB VI
RPWP-3-K
Pasal 90
(1) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf c merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi.
(2) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. kebijakan tentang pengaturan serta prosedur administrasi
penggunaan sumber daya yang diizinkan dan yang
dilarang;
b. skala prioritas pemanfaatan sumber daya sesuai dengan
karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. jaminan terakomodasinya pertimbangan-pertimbangan
hasil konsultasi publik dalam penetapan tujuan
pengelolaan kawasan serta revisi terhadap penetapan
tujuan dan perizinan;
d. mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis untuk
menjamin tersedianya data dan informasi yang akurat dan
dapat diakses; dan
e. ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih untuk
mengimplementasikan kebijakan dan prosedurnya.
(3) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mengacu pada RSWP-3-K dan RZWP-3-K.
Pasal 91
Tahapan penyusunan RPWP-3-K meliputi:
a. pembentukan kelompok kerja;
b. inventarisasi kegiatan/program PWP-3-K;
c. penyusunan dokumen awal;
d. kerjasama antar instansi;
e. konsultasi publik;
f. perumusan dokumen final; dan
g. penetapan.
Pasal 92
- 71 -
Pasal 92
(1) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dengan
susunan sistematika:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. kebijakan pengelolaan dan prosedur administrasi;
d. rekomendasi perizinan; dan
e. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.
(2) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 93
RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 berlaku
selama 5 (lima) tahun terhitung mulai sejak ditetapkan dan dapat
ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) kali.
BAB VII
RAPWP-3-K
Pasal 94
(1) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf d merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dengan Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD) Provinsi.
(2) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. kegiatan/program antar sektor yang disusun sesuai
prioritas kegiatan pemanfaatan, lokasi, ketersediaan
anggaran, kemampuan melaksanakan dari Pemerintah
Daerah Provinsi ;
b. kegiatan-kegiatan fisik dan non fisik yang berdampak
langsung dalam peningkatan kualitas lingkungan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir; dan
c. indikator kinerja pencapaian sasaran.
(3) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mengacu pada RSWP-3-K , RZWP-3-K dan RPWP-3-K.
Pasal 95
Tahapan penyusunan RAPWP-3-K meliputi:
a. pembentukan Tim Teknis;
b. pengumpulan dan analisis data;
c. penyusunan
- 72 -
c. penyusunan dokumen awal;
d. pengkajian;
e. konsultasi publik;
f. perumusan dokumen final; dan
g. penetapan.
Pasal 96
(1) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dengan
susunan sistematika:
a. pendahuluan;
b. gambaran umum kondisi daerah;
c. keterkaitan dengan rencana lain;
d. program kerja; dan
e. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.
(3) RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 97
RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 berlaku
selama 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun terhitung sejak
mulai ditetapkan.
BAB VIII
PEMANFAATAN
Pasal 98
(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
merupakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi:
a. eksplorasi;
b. eksploitasi;
c. budidaya sumber daya hayati dan buatan;
d. pembangunan sarana/prasarana;
e. pemanfaatan jasa lingkungan; dan
f. pendayagunaan sumberdaya perairan pesisir.
(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada:
a. orang perseorangan;
b. badan hukum; dan
c. masyarakat adat.
(3) Pemanfaatan
- 73 -
(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
kegiatan:
a. bukan untuk tujuan usaha; dan
b. untuk tujuan usaha.
Pasal 99
(1) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil bukan untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (3) huruf a merupakan pemanfaatan yang
dilakukan oleh masyarakat tradisional dan/atau masyarakat
lokal.
(2) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil bukan untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diprioritaskan untuk kepentingan:
a. konservasi;
b. penelitian dan pengembangan; dan
c. pendidikan dan pelatihan;
(3) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak wajib
memiliki izin, kecuali dalam kondisi dan kegiatan yang
bersifat khusus.
Pasal 100
Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (3) huruf b dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan
ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau-pulau
besar yang terdekat.
Pasal 101
(1) Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
100 wajib memiliki Izin Pemanfaatan Pengusahaan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (IP-4-K).
(2) Pemanfatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi usaha:
a. budidaya laut;
b. perikanan
- 74 -
b. perikanan yang tidak memiliki kerentanan tinggi terhadap
perubahan ekosisitem;
c. pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga;
d. kepariwisataan;
e. permukiman;
f. perkebunan; dan
g. kegiatan usaha tradisional.
(3) IP-4-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
(4) Bentuk, jenis, tata cara dan persyaratan pemberian IP-4-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 102
Warga negara asing yang akan memanfaatkan sumber daya
pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya wajib mengajukan
permohonan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan setelah
mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya.
BAB IX
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 103
(1) Pemerintah Daerah Provinsi melakukan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c terhadap
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil .
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara koordinasi dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk menjamin pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil dilaksanakan secara terpadu, sinergis
dan berkelanjutan.
Pasal 104
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui pemantauan, pengamatan lapangan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau
kecil.
(3) Ketentuan
- 75 -
(3) Ketentuan mengenai pemantuan, pengamatan lapangan dan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 105
Pengendalian pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
a. pengendalian pemberian izin; dan
b. akreditasi.
Pasal 106
(1) Pengendalian pemberian izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 105 huruf a dilakukan dengan cara
memberikan persyaratan-persyaratan teknis, administratif
dan operasional.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. kesesuaian dengan RZWP-3-K dan RPWP-3-K;
b. hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan
volume pemanfaatannya; dan
c. pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternatif
prakarsa atau kegiatan yang berpotensi merusak
sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. menyediakan dokumen administratif;
b. menyusun rencana pelaksanaan pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan puau-pulau kecil sesuai
dengan daya dukung ekosistem;
c. membuat sistem pengawasan dan melaporkan hasilnya
kepada instansi pemberi izin; dan
d. dalam hal kegiatan di lokasi yang berhubungan
langsung dengan pantai, pemohon wajib memiliki hak
atas tanah.
(4) Persyaratan operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c mencakup kewajiban pemegang izin
untuk:
a. memberdayakan masyarakat sekitar lokasi kegiatan;
b. mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak
masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal;
c. memperhatikan
- 76 -
c. memperhatikan hak masyarakat untuk mendapatkan
akses ke sempadan pantai dan muara sungai; dan
d. melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami
kerusakan dilokasi izinnya.
Pasal 107
(1) Gubernur menyusun dan mengajukan usulan akreditasi
program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
kepada Menteri Kelautan dan Perikanan yang mencakup:
a. relevansi isu prioritas;
b. proses konsultasi publik;
c. dampak positif terhadap pelestarian lingkungan;
d. dampak terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
e. kemampuan implementasi yang memadai; dan
f. dukungan kebijakan dan program Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Penyusunan dan pengajuan akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada:
a. wilayah diatas 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua
belas) mil laut; dan
b. wilayah pesisir sampai dengan 4 (empat) mil laut yang
merupakan wilayah lebih dari 1 (satu)
Kabupaten/Kota.
(3) Ketentuan mengenai penyusunan dan mekanisme
pengajuan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.
BAB X
PENETAPAN BATAS WILAYAH PERAIRAN PESISIR
Pasal 108
(1) Penentuan batas wilayah perairan pesisir yang berbatasan
langsung dengan wilayah perairan pesisir Provinsi tetangga
dilakukan secara bersama-sama.
(2) Penentuan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang letaknya saling berhadapan yang lautnya kurang dari 24
(dua puluh empat) mil laut, batas luar wilayah perairan pesisir
masing-masing Provinsi ditetapkan melalui penarikan garis
tengah.
(3) Dalam
- 77 -
(3) Dalam hal wilayah perairan pesisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang berbatasan langsung dengan wilayah
perairan pesisir Provinsi tetangga yang letaknya saling
berdampingan, penentuan batas perairan pesisir ditetapkan
berdasarkan musyawarah.
Pasal 109
Batas wilayah perairan pesisir kewenangan Provinsi berupa daftar
titik-titik koordinat geografis yang dihubungkan dengan garis lurus
dan menunjukkan batas luar wilayah pesisir kewenangan Provinsi
dengan Provinsi tetangga ditetapkan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 110
Penetapan batas wilayah perairan pesisir kewenangan
Kabupaten/Kota dilakukan setelah batas wilayah perairan pesisir
kewenangan Provinsi ditetapkan secara definitif.
Pasal 111
Ketentuan mengenai batas wilayah perairan pesisir, tidak berlaku
terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
BAB XI
PEMBERDAYAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Pemberdayaan
Pasal 112
Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil
dilaksanakan dengan:
a. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendampingan,
supervisi, sosialisasi, serta peragaan dalam peningkatan
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. penerapan teknologi dan pengembangan budidaya sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. kerja sama antar Kabupaten/Kota untuk meningkatkan
potensi dan produktivitas masyarakat; dan
d. lembaga
- 78 -
d. lembaga swadaya masyarakat dan/atau organisasi
kemasyrakatan dalam pemberian bantuan teknis dan
pendampingan kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Pasal 113
(1) Setiap orang, badan, lembaga dan/atau organisasi
kemasyarakatan, dapat berperan serta dalam pemberdayaan
masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertujuan:
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan, dan peran serta
masyarakat lokal;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan
masyarakat lokal;
c. menumbuhkan kesigapan masyarakat lokal untuk
melakukan pengawasan sosial;
d. memberikan saran dan pendapat;
e. menyampaikan informasi dan/atau laporan;
f. mengembangkan sistem pengelolaan pesisir dan pulau-
pulau kecil terpadu berbasis masyarakat sesuai dengan
tridharma perguruan tinggi; dan
g. membantu pemerintah dalam melaksanakan pendidikan
dan pelatihan pengelolaan lingkungan hidup.
Bagian Kedua
Hak
Pasal 114
Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap
orang berhak untuk:
a. memperoleh informasi tentang pengelolaan pesisir dan pulau-
pulau kecil;
b. memperoleh pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan
tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana zonasi;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi di
wilayahnya;
e. mengajukan
- 79 -
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi
kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada
Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana zonasi menimbulkan kerugian.
Bagian Ketiga
Kewajiban
Pasal 115
Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap
orang wajib:
a. berpartisipasi aktif dalam musyawarah masyarakat untuk
menentukan arah dan kebijakan pengelolaan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. berperanserta dalam upaya perlindungan dan pelestarian
serta rehabilitasi fungsi-fungsi ekologis wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
c. menjaga dan mempertahankan objek-objek sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil yang bernilai ekonomi dan
bernilai ekologis;
d. melindungi dan mempertahankan nilai ekonomi dan ekologi
atas sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. mencegah terjadinya kerusakan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil;
f. menaati rencana zonasi yang telah ditetapkan;
g. memanfaatkan zona sesuai dengan izin pemanfaatan zona
dari pejabat yang berwenang;
h. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan zona; dan
i. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.
BAB XII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 116
(1) Penyelenggaraan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dengan
melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran
- 80 -
(2) Peran masyarakat dalam zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan,
antara lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana zonasi;
b. partisipasi dalam pemanfaatan zona; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan zona.
Pasal 117
Partisipasi dalam penyusunan rencana zonasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) huruf a dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai:
1. penentuan arah pengembangan wilayah;
2. potensi dan masalah pembangunan;
3. perumusan rencana zonasi; dan
4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana
zonasi; dan
c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau sesama unsur masyarakat.
Pasal 118
Partisipasi dalam pemanfaatan zona sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 116 ayat (2) huruf b dapat berupa:
a. melakukan kegiatan pemanfaatan zona yang sesuai dengan
kearifan lokal dan rencana zonasi yang telah ditetapkan;
b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan
zona;
c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau
dana dalam pengelolaan pemanfaatan zona;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan zona darat, dan ruang laut, dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. melakukan kerjasama pengelolaan zona dengan pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lainnya secara
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
f. menjaga fungsi pertahanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumber daya
alam; dan
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian.
Pasal 119
- 81 -
Pasal 119
Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan zona sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) huruf c dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan zona, rencana zonasi yang telah ditetapkan, dan
pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. melaporkan kepada instansi atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan zona yang
melanggar rencana zonasi yang telah ditetapkan dan adanya
indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak
memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah
yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik
yang dipandang tidak sesuai dengan rencana zonasi.
Pasal 120
(1) Peran masyarakat di bidang zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil dapat disampaikan secara langsung dan/atau
tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
disampaikan kepada:
a. Gubernur, untuk rencana zonasi Provinsi; dan/atau
b. Bupati/Walikota, untuk rencana zonasi Kabupaten/Kota.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
dapat disampaikan melalui unit kerja terkait pada
Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 121
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah
Daerah Provinsi membangun sistem informasi dan dokumentasi
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dapat diakses
dengan mudah oleh masyarakat.
Pasal 122
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
BAB XIII
- 82 -
BAB XIII
KOORDINASI PELAKSANAAN
Pasal 123
(1) Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilaksanakan secara terpadu dan dikoordinasikan oleh dinas
yang membidangi Kelautan dan Perikanan.
(2) Jenis kegiatan yang perlu dikoordinasikan secara terpadu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil;
b. rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan
instansi vertikal, dinas daerah atau badan usaha;
c. pengkajian terhadap kondisi lingkungan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, yang berkaitan dengan rencana
pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
d. upaya menumbuhkan ketaatan masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya terhadap hukum di bidang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Fungsi koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan dengan mengakomodir aspirasi pemangku
kepentingan dari tingkat Kabupaten/Kota.
(4) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dengan Pemerintah
dalam rangka percepatan pembangunan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 124
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 115 huruf c, huruf d, huruf f, huruf h
dan huruf i dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan
- 83 -
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf i dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama
dengan pengenaan sanksi administratif yang lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara serta penetapan
sanksi administratif diatur dalam Peraturan Gubernur
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 125
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi diberi wewenang untuk
melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana
di bidang zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap
dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
d. memeriksa buku-buku catatan-catatan dan dokumen–
dokumen lain berkenaan tindak pidana di bidang zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen
lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
g. menyuruh
- 84 -
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana
dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
di bidang zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil menurut hukum yang dapat
dipertanggung jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 126
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 101 ayat (1),
Pasal 102, Pasal 115 huruf g dikenai pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 127
Peraturan Daerah ini dapat dilakukan peninjauan kembali
minimum 5 (lima) tahun sekali.
BAB XVIII
- 85 -
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 128
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini,
sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
(2) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya
Peraturan Daerah ini.
Pasal 129
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 21 Juni 2012
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
PENJELASAN
- 86 -
Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 22 Juni 2012
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
ttd.
Dr. H. RASIYO, M.Si
LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2012 NOMOR 4 SERI D.
Sesuai dengan aslinya
a.n. SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum
ttd.
SUPRIANTO, SH, MH
Pembina Utama Muda
NIP 19590501 198003 1 010
- 1 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 6 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN DAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 – 2032
I UMUM
1. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Jawa Timur merupakan bagian
dari sumberdaya alam dan merupakan kekayaan yang perlu dijaga
kelestariannya serta dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat, generasi sekarang dan yang akan datang. Potensi demikian
memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah, seperti potensi
perikanan, potensi jasa lingkungan, potensi energi kelautan dan
pertambangan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
memerlukan perencanaan sehingga pengelolaan dan pemanfaatannya
tidak berdampak terhadap perubahan ekosistem dan menurunnya mutu
lingkungan.
Terdapat kecenderungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengalami
kerusakan akibat aktivitas pemanfaatan oleh masyarakat atau akibat
bencana alam, ditambah akumulasi berbagai kegiatan eksploitasi bersifat
parsial/ sektoral ataupun dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir
Sementara itu, kesadaran nilai strategis pengelolaan berkelanjutan,
terpadu, berbasis masyarakat serta relatif kurang dihargainya hak
masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-
pulau kecil, menyebabkan pola tersebut belum mampu mengeliminasi
faktor-faktor penyebab kerusakan dan belum memberi kesempatan
sumberdaya hayati pulih secara alami, atau sumberdaya non-hayati
disubstitusi dengan sumberdaya lain.
Kurangnya tingkat kesadaran semua pihak yang terkait (stakeholders)
dengan pelestarian sumberdaya alam (SDA) khususnya di daerah pesisir
dan pulau-pulau kecil serta kelangsungan pelaksanaan pembangunan
masa lalu, menyebabkan terjadinya perusakan SDA sehingga memerlukan
waktu lama serta biaya sangat besar untuk memulihkannya.Menghindari
terulangnya pengalaman pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan pulau-
pulau kecil yang kurang memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan,
perlu pendekatan pengelolaan dan perencanaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil terarah dan terpadu.Wilayah pesisir memiliki arti
penting dan strategis karena merupakan peralihan (interface) antara
ekosistem darat dan laut, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-
jasa lingkungan; menimbulkan daya tarik memanfaatkan serta niatan
berbagai instansi meregulasinya. Paradoksi pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil harus segera di akhiri, dimulai dengan
mengembangkan sistem pengelolaan secara terpadu; diharapkan akan
terwujud sistem pengelolaan wilayah pesisir yang optimal, efisien,
terkoordinasi, dan berkelanjutan.
Pengelolaan
- 2 -
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil sebagai satu kesatuan
wilayah memberikan peluang banyak hal, khususnya keterpaduan
perencanaan serta perkembangan kawasan yang lebih cepat didukung
potensi masing-masing sumberdaya. Perpaduan kewilayahan akan
membuka peluang tumbuh dan berkembangnya pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Guna mewujudkan sistem pengelolaan dan perencanaan zonasi terpadu
perlu landasan hukum tersendiri berupa Peraturan Daerah yang mengacu
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, untuk memberikan kepastian hukum
kepada pengguna atau pemanfaatan sumberdaya melalui pendekatan
sektoral yang menguntungkan instansi sektor dan dunia usaha terkait,
Propinsi Jawa Timur memiliki 446 pulau-pulau kecil yang terpusat di
wilayah Madura Kepulauan atau sekitar 0,44% jumlah pulau di Indonesia
yang mencapai 17.000 buah. Secara ekologi, pulau-pulau kecil sangat
rentan, sebagian belum didiami penduduk, memiliki keanekaragaman
hayati yang perlu dilindungi. Wilayah pesisir Jawa Timur mempunyai
peran sangat penting bagi kesejahteraan masyarakat pedesaan pantai dan
pembangunan ekonomi wilayah secara keseluru¬han.Wilayah ini
mengandung berbagai sumberdaya dan potensi ekonomi seperti aneka
jenis ikan, obyek wisata dan potensi geografis yang mendu¬kung jalur
lalulintas angkutan laut. Selain daripada itu wilayah perairan pantai
secara ekologis sangat kompleks dan rumit serta peka terhadap berbagai
macam gangguan alam dan gangguan oleh manusia.
Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki kawasan laut hampir
empat kali luas daratannya dengan garis pantai kurang lebih 2.916 km.
memiliki kawasan pesisir dan laut yang luas beserta kandungan kekayaan
sumberdaya hayati laut melimpah, seperti ikan, rumput laut, hutan
mangrove, terumbu karang, dan biota lainnya. Sumberdaya hayati laut ini
merupakan sumber pangan masa depan yang wajib dikembangkan dan
dilestarikan agar tetap menjadi penunjang utama bagi kesejahteraan
masyarakat.
Usaha peningkatan pendayagunaan sumberdaya hayati laut berperan
ganda; selain meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat
nelayan, penyediaan pangan khusus protein hewani, dan dapat
meningkatkan pendapatan negara.Berbagai permasalahan dapat muncul
oleh pemanfaatan pesisir dan lautan yang mengabaikan prinsip-prinsip
lingkungan.Laut sering diperlakukan sebagai penampung sampah, limbah
industri dan limpasan bahan kimia pertanian.Eksploitasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil kian meluas, sehingga mempunyai dampak negatif
terhadap sumberdaya hayati laut.
Permasalahan
- 3 -
Permasalahan yang dihadapi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dewasa ini adalah adanya pemanfaatan ganda, pemanfaatan yang
tak seimbang, pengaruh kegiatan manusia, dan pencemaran. Konsep
pemanfaatan ganda perlu memperhatikan keterpaduan dan keserasian
berbagai macam kegiatan, sisi lain batas kegiatan perlu ditentukan secara
terukur. Dengan cara demikian pertentangan antar kegiatan dalam
jangka panjang dapat dihindari atau dikurangi. Salah satu contoh
misalnya penggunaan wilayah pesisir untuk pertanian, kehutanan,
perikanan, alur pelayaran, rekreasi, pemukiman, lokasi industri bahkan
sebagai tempat pembuangan sampah maupun air limbah.Pemanfaatan
ganda dapat berjalan untuk jangka waktu tertentu, namun demikian
persaingan dan pertentangan mulai timbul dengan berjalannya waktu,
pemanfaatan sumber daya yang melampaui daya dukung lingkungan.
Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan teknologi mutakhir, yang
dibarengi dengan perencanaan zonasi yang tepat dan akurat, sehingga
pada gilirannya pemanfaatan lahan menjadi lebih baik dan terukur.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir Provinsi Jawa
Timur menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability), mengingat
wilayahnya terdapat beraneka ragam sumberdaya yang memungkinkan
pemanfaatan secara berganda.Dari itu pengelolaan harus secara terpadu
dan berkesinambungan (sustainable) karena memiliki nilai strategis yakni
potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang kaya dan
beragam. Besar serta beragamnya potensi tersedia memberikan motivasi
kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk
mengoptimalisasi secara rasional dan bertanggung jawab dalam
pemanfaatannya. Oleh karena itu perlu ada kesatuan wawasan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir melalui perencanaan
yang rasional dan terintegrasi antara sektor dan pemangku kepentingan,
diwujudkan dalam rencana zonasi yang menentukan arah penggunaan
sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan
struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat
kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan
yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Serta pemberian
sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam pemanfaatannya.
II PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
- 4 -
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Asas berkelanjutan” adalah pembangunan
yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Asas keterpaduan” adalah:
a. Keterpaduan antara pertimbangan ekonomi dengan pertimbangan
ekologi;
b. Keterpaduan antara ekosistem darat dengan ekosistem laut;
c. Keterpaduan antara ilmu pengetahuan dengan manajemen;
d. Keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal, dengan
mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan
instansi terkait;
e. Keterpaduan perencanaan secara vertikal, dengan
mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level
pemerintahan yang berbeda, seperti pusat, provinsi dan
kabupaten/kota;
f. Keterpaduan antar pemangku kepentingan dari berbagai lapisan
masyarakat;
g. Keterpaduan antar negara di wilayah pesisir, laut dan pulau-
pulau kecil yang bertetangga;
h. Keterpaduan perencanaan Tata Ruang dilakukan secara
partisipatif dan transparan, yang mengakomodir kepentingan
arus bawah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Asas berbasis masyarakat” adalah proses
pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil melalui
desentralisasi pengelolaan sumberdaya yang menjadi penopang
masyarakat setempat dan melalui pemberian suara yang efektif pada
masyarakat itu mengenai penggunaan sumberdaya tersebut, dengan
prinsip-prinsip: sukarela bukan persyaratan atau keharusan;
insentif, bukan sanksi; penguatan, bukan birokrasi; proses, bukan
substansi; dan, penunjuk arah, bukan jalan spesifik.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Asas wilayah dan ekosistem” adalah wilayah
dan ekosistem merupakan dua pokok yang menyatu (convergent), di
mana secara yuridis berlakunya Peraturan Daerah ini terbatas pada
Wilayah Daerah Provinsi Jawa Timur tetapi karena pencemaran dan
perusakan di suatu tempat akan langsung memiliki dampak terhadap
lokasi yang berdekatan maka sekalipun bukan merupakan hak
pengelolaan namun Daerah memiliki hak untuk setidaknya
mengetahui dan mengawasi kegiatan di lokasi yang kemungkinan
besar akan berdampak pada Daerah.
Huruf e
- 5 -
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Asas keseimbangan dan berkelanjutan”
adalah tiap kegiatan yang dijalankan harus memperhatikan
pemulihan fungsi ekosistem sehingga pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya mempertimbangkan kelestarian
sumberdaya yang ada.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Asas pemberdayaan masyarakat pesisir” adalah kegiatan dijalankan bertujuan untuk membangun kapasitas
dan kemampuan masyarakat melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan sehingga masyarakat memiliki akses yang adil dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
Huruf g Yang dimaksud dengan “Asas tanggunggugat (akuntabel) dan
transparan” adalah mekanisme kegiatan ditetapkan secara transparan, demokratis, dapat dipertanggung-jawabkan, menjamin kesejahteraan masyarakat, serta memenuhi kepastian hukum,
dijalankan oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta serta berbagai pihak lain yang berkepentingan.
Huruf h Yang dimaksud dengan “Asas pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir
dan pulau-pulau kecil” adalah penerimaan oleh pemerintah tentang kenyataan adanya ketentuan-ketentuan memelihara lingkungan alam sekitar oleh kelompok masyarakat yang telah dijalani turun-temurun
dan telah menunjukkan adanya manfaat yang diterima masyarakat maupun lingkungan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
- 6 -
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e Yang dimaksud dengan “Jaringan kolektor prima” adalah merupakan jalan dengan fungsi yang lebih rendah dari arteri
primer. Huruf f
Yang dimaksud dengan “Jaringan jalan lokal primer” adalah merupakan jalan yang berfungsi sebagai penghubung bagian kawasan dengan lingkup yang paling kecil.
Huruf g
- 7 -
Huruf g
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cuup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
- 8 -
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hasil komoditi rumput laut : Kabupaten Gresik, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sumenep. Hasil Komoditi Kabupaten Banyuwangi meliputi ikan kerapu, rumput
laut, dan udang barong. Hasil Komoditi Kabupaten Trenggalek meliputi Kerang Mutiara,
Lobster, dan rumput laut. Hasil Komoditi Kabupaten Trenggalek di Kecamatan Watulimo dan Kecamatan Penggul dikembangkan Budidaya Kerang Mutiara,
Lobster dan rumput laut. Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45 Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Industri Pengolahan hasil perikanan tangkap dan budidaya seperti
pengalengan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
- 9 -
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat(2)
Cukup jelas.
Ayat(3)
Cukup jelas.
Ayat(4)
Cukup jelas.
Ayat(5)
Cukup jelas.
Ayat(6)
Cukup jelas.
Ayat(7)
Cukup jelas.
Ayat(8)
Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah
hasil ternak, seperti pembuatan industri pengolahan hasil ternak,
mengolah kulit dan sebagainya.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
- 10 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “penurunan kualitas lingkungan” adalah
pantai yang mengalami sedimentasi yang tinggi sehingga
menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir dan kondisi lainnya
yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan pantai.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Percepatan rehabilitasi hutan dan lahan milik masyarakat yang
termasuk kriteria kawasan lindung dengan melakukan
penanaman pohon lindung yang dapat digunakan sebagai
perlindungan kawasan bawahannya yang dapat di ambil hasil
hutan non-kayunya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 63
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
- 11 -
Huruf b
Kawasan tetap difungsikan sebagai kawasan konservasi dan tidak
dikembangkan sebagai kawasan pemanfaatan umum.
Huruf c
Struktur hutan mangrove terdiri dari satu lapisan tajuk pohon
adalah bakau (Rhizophora sp) dan Api-api (Avicenia sp), jenis satwa di
daerah perairan hutan mangrove adalah ikan glodok, kepiting dan
udang.
Huruf d
Ekosistem Hutan Pantai di Pulau Sempu terdapat dibagian utara,
barat dan selatan merupakan pantai yang landai, jenis tumbuhan
terdiri dari ketapang (Terminalia catapa), Baringtonia asitica, Waru
laut (Hebicus tidiacus) dan Pandan (Pandannum tectorius); jenis satwa
liar di kawasan pantai : burung elang laut (helicetus leucogaster),
burung dara laut (Sterna albiforn), Biawak (varanus sp), Umang laut
dan lain-lain.
Huruf e
Ekosistem Danau daratan cagar alam Pulau Sempu adalah Danau
Telaga Lele, merupakan danau air tawar dan danau Segoro Anakan
memiliki peranan yang penting sebagai sumber air bagi kehidupan
satwa liar, terutama musim kemarau.
Huruf f
Ekosistem Hutan Tropis Dataran Rendah Cagar Alam Pulau Sempu,
ditandai adanya tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari tiga atau empat
lapis tajuk pohon dengan komposisi yang beragam; jenis pohon yang
dominan yaitu Bendo (artocarpus elasticus), Triwulan (Mishocarpatus
sundaica), wedang (Pterocarpus javanicus) dan Buchanania
arborescens.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Huruf a
Konservasi Pulau Nusa Barong:
1. Pulau Nusabarong berada di Samudera Hindia merupakan pulau
tidak berpenghuni; sejak tahun 1920 ditetapkan sebagai kawasan
konservasi atau cagar alam berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.46 Stbld. 1920 No.736
tanggal 9 Oktober 1920;
2. Kawasan pantai merupakan habitat peneluran reptilia penyu
hijau (Chelonia midas), di pantai Teluk Endog-endogan, Plirik, dan
Gilem, serta Teluk Bandealit;
3. Ekosistem
- 12 -
3. Ekosistem laut di belahan pantai utara banyak terumbu karang
yang mempunyai keragaman jenis ikan karang ekonomis penting,
seperti kerapu (Serranidae), ekor kuning dan pisang-pisang
(Caessionidae), baronang (Siganidae);
4. Terdapat 18 (delapan belas) jenis terumbu karang familia
Mussidae, Faviidae, Pocilloporidae, Acroporidae, Pectinidae,
Agariciidae, Poritidae, Fungiidae, dan Dendrophyllidae;
5. Ekosistem padang lamun di pantai utara merupakan ekosistem
laut di perairan dangkal.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Huruf a
Mewujudkan kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya,
melindungi dan mengelola ekosistem perairan di Kepulauan
Kangean sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).
Huruf b
Konservasi sumberdaya habitat hutan mangrove maupun
kawasan lindung ikan (fish sanctuary) pada terumbu karang
Tanjung Aking di Perairan Kayu Aking Kecamatan Muncar
Kabupaten Banyuwangi sebagai Kawasan Laut Lindung.
Huruf c
Sebagai daerah perlindungan laut (fish sanctuary) di kawasan
Teluk Prigi dengan batas garis lurus antara Watu Dhukun di
sebelah Timur dan Karang Pegat di sebelah Barat; Kawasan
teluk Prigi adalah wilayah laut di dalam teluk dengan garis
terluar dibatasi oleh garis lurus antara Karang Malang dan
Pulau SiklapaPasir Putih Prigi Kecamatan Watulimo, Kabupaten
Trenggalek.
Huruf d
Berupa hamparan terumbu karang di perairan Pulau Noko,
Pulau Noko Gili, dan Pulau Nusa dengan beberapa jenis karang
Leptoseris mycetoseroides, Lobophylia corymbosa, Mycedium
elephantotus karang batu yang mendominasi tipe Acropora, sp.
Ikan hias beberapa spesies di antaranya ikan ekor kuning
(Pomacentrus coelestis).
Huruf e
Meliputi:
1. Titik I di barat daya Pulau Gili Ketapang, pantai pasir putih
dengan kedalaman yang landai sampai dengan 5 meter
dengan kemiringan antara 10° - 20°;
2. Titik
- 13 -
2. Titik Iiberada pada bagian tenggara dari pulau Gili Ketapang,
kondisi dasar laut berpasir dan karang mati dominasi coral
massive dan rock coral;
3. Titik III terletak di sebelah timur laut Pulau Gili Ketapang.
Merupakan pasir putih kasar dengan dasar karang mati dan
pasir kasar, di sebelah timur laut pulau merupakan
ekosistem hutan mangrove.
4. Titik IV berada di barat laut Pulau Gili Ketapang banyak
terdapat terumbu karang dengan ukuran yang besar dan
sebarannya tidak merata, sebagai tempat berlindung atau
tempat hidup beberapa jenis ikan, penutupan karang hidup
10,3 %dan terdapat 88,5% rock coral sepanjang garis
transek.
Huruf f
Luas tutupan karang kurang lebih 30%-60%, hamparan
terumbu karang terletak di sebelah utara pantai Binor, mulai
dari perumahan Paiton, ke Timur, sampai di sebelah utara
rivetment.
Huruf g
Terumbu karang di Sumbersewu dipertahankan sebagai daerah
preservasi atau marine reserves (taman laut) terumbu karang
yang terdapat Pasir Putih Pendek, Pasir Putih Panjang, Perepat
dan Tanjung Pasir sebagai Marine Protected Area (MPA), Karang
Ente dan Taka sebagai kawasan lindung ikan.
Huruf h
Terdapat beberapa jenis terumbu karang yang menyebar secara
merata diseluruh perairan yaitu : Caulastrea echinulata, Povites
abdita, Acropora digitifera, dan Porites lobat; sedangkan jenis
Montipora aequituberculata tersebar secara tidak merata.
Huruf i
Cross sectional transect wilayah pasang surut dengan penutupan
karang rendah, tebing karang atau draw down dengan populasi
karang hidup, dan bagian datar substract keras untuk
penempatan terumbu karang buatan.
Huruf j
kaya akan ikan hias dan baik bagi pertumbuhan terumbu
karangpaling bagus di perairan sebelah timur dan selatan Pulau
Mandangin, sekitar Bouy Pura kondisi karang masih relatif
bagus di dominasi Acropora.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
- 14 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Seperti dermaga, tower penjaga keselamatan pelayaran dan
pengunjung pantai.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Mitigasi struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengutamakan pencegahan bencana yang bersifat fisik, misal untuk
bencana tsunami dapat dilakukan dengan pembangunan penahan
gelombang di kawasan pantai pesisir selatan; sedangkan mitigasi non
struktural lebih mengutamakan sistem informasi yang cepat dan
pemberdayaan masyarakat terhadap penyelamatan dan evakuasi;
misal early warning system dengan alat pendeteksi gelombang
tsunami, dengan pembuatan jaringan jalur evakuasi.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
- 15 -
Huruf c
Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak
tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau
genangan pada lahan yang semestinya kering; air yang berlebihan
tersebut dikategorikan : meningkatnya permukaan air sungai akibat
pasang laut, kegagalan bangunan buatan manusia, kegagalan
bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai Rawan Bencana
Banjirdenganpotensi rendah berada di Kecamatan Rejoso Kabupaten
Pasuruan.
Pasal 74
Ayat (1)
Kawasan yang sering dilanda gempa bersumber dari perairan
samudera merupakan kawasan rawan bencana Tsunami.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Kegiatan yang tidak berperan vital, artinya jika terjadi
kerusakan menyebabkan kelumpuhan total, yaitu tidak
menempatkan fasilitas kelistrikan, telekomunikasi,
pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
- 16 -
Pasal 79
KSNT pulau terluar Provinsi yaitu Pulau Sekel dan Panekan di
Kabupaten Trenggalek Kecamatan Munjungan serta KSNT Pulau Terluar
Nusa Barong di Kabupaten Jember Kecamatan Gumukmas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas. Pasal 85
Cukup jelas. Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87 Cukup jelas.
Pasal 88 Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas. Pasal 92
Cukup jelas. Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94 Cukup jelas.
Pasal 95 Cukup jelas.
Pasal 96
- 17 -
Pasal 96
Cukup jelas. Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98 Cukup jelas.
Pasal 99 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan kondisi yang bersifat khusus ialah kondisi dimana suatu wilayah pesisir masih berstatus darurat yang
disebabkan adanya bencana alam dan/atau keadaan darurat lainnya sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan yang bersifat khusus ialah kegiatan tersebut dilakukan oleh warga negara asing.
Pasal 100
Cukup jelas. Pasal 101
Cukup jelas. Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103 Cukup jelas.
Pasal 104 Cukup jelas.
Pasal 105 Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas. Pasal 108
Ayat (1). Yang dimaksud dengan Provinsi tetangga ialah Provinsi yang perairan pesisirnya berbatatan langsung dengan perairan pesisir
provinsi Jawa Timur. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 109
- 18 -
Pasal 109
Yang dimaksud dengan titik-titik koordinat geografis ialah berupa titik-
titik yang berada di wilayah laut sejauh 12 (dua belas) mil diukur dari
garis pantai yang merupakan batas luar perairan pesisir kewenangan
provinsi.
Pasal 110
Yang dimaksud dengan nelayan kecil ialah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan
berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
Ketentuan ini juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
hukum bagi nelayan kecil yang berada di Kabupaten/Kota yang wilayah
lautnya kurang dari 4 (empat) mil karena berbatasan dengan wilayah
laut Kabupaten/Kota.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
- 19 -
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16
LAMPIRAN I
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR : 6 TAHUN 2012
TANGGAL : 21 JUNI 2012 I. PETA STRUKTUR RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR : 6 TAHUN 2012
TANGGAL : 21 JUNI 2012 II. PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI LIMA TAHUNAN
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
A Program Utama Pengembangan Wilayah
1 Pengembangan kerjasama antar wilayah, sektor, dan pemangku kepentingan kabupaten / kota dalam pengelolaan sumberdaya pesisir
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur
APBD Propinsi APBD Kabupaten
V
2 Pengoptimalan peranan rencana tata ruang (RTRW dan RZWP) sebagai basis perijinan
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur 1. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur
2. Dinas Perikanan Dan Kelautan Provinsi Jawa Timur
APBD Propinsi
V
3 Pemberdayaan peranan LSM dan lembaga non formal lainnya dalam memberikan edukasi dan advocacy kepada masyarakat
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur Dinas Perikanan Dan Kelautan Provinsi Jawa Timur
APBD Propinsi
V V V V
4 Sosialisasi kebijakan, aturan, dan ketentuan pengelolaan wilayah pesisir kepada masyarakat, pengelola / pengembang
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur Dinas Perikanan Dan Kelautan Provinsi Jawa Timur
APBD Propinsi
V
5 Meningkatkan peran serta masyarakat lokal dalam pengawasan dan pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
APBD Propinsi
V V V V
6 Pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi secara proporsional
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur
APBD Provinsi V
7 Pengembangan kegiatan ekonomi produktif di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur
Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Timur
APBD Provinsi V V V V
8 Pengembangan kegiatan wisata alam/budaya/buatan/minat khusus di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Seluruh Kabupaten / Kota pesisir Jawa Timur Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur
APBD Provinsi V V V V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
9 Pengembangkan kawasan industri maritim berbasis industri perikanan
Kota Surabaya, Kabupaten Banyuwangi Dinas Perindustrian APBN APBD Provinsi
V V
10 Pengembangan industry garam Kabupaten Pamekasan dan Sumenep Dinas Perindustrian APBN APBD Provinsi
V V
B Program Utama Pengembangan Struktur Ruang
1 Pengembangan fungsi dan pelayanan PKN
Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan, Surabaya, Sidoarjo,dan Lamongan
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBN V V
2 Pengembangan fungsi dan pelayanan PKW
Kawasan Perkotaan Probolinggo, Tuban, Banyuwangi, Jember,Pamekasan, dan Pacitan
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBD Provinsi V V
3 Peningkatan dan pengembangan fungsi serta pelayanan PKWp
Kawasan Perkotaan Pasuruan Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBD Provinsi V
4 Pengembangan fungsi dan pelayanan PKL
Kawasan Tulungagung, Kraksaan Kabupaten Probolinggo, Lumajang, Sumenep, Situbondo, Trenggalek,Bangil Kabupaten Pasuruan, Kepanjen Kabupaten Malang, Kanigoro Kabupaten Blitar dan Sampang
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBD Provinsi APBD Kabupaten
V V V V
5 Pengembangan jalan arteri primer yang menghubungkan antar Provinsi
di jalur Pantura, menghubungkan Surabaya – Gresik – Lamongan – Tuban – Semarang (Jawa Tengah)
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBN V
6 Pengembangan jalan arteri primer antar kabupaten dalam Provinsi
Jalur yang menghubungkan Surabaya – Pasuruan – Probolinggo – Situbondo – Banyuwangi
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBN V
7 Pengembangan arteri primer Pulau Madura
Jalur yang menghubungkan Kamal, Bangkalan – Sampang – Pamekasan – Sumenep
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBN V
8 Pengembangan jalan kolektor primer antar kabupaten dalam Provinsi
Jalur yang menghubungkan Banyuwangi – Jember – Lumajang – Malang – Blitar – Tulungagung – Trenggalek – Pacitan
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBD Provinsi APBD Kabupaten
V V V V
9 Percepatan Pembangunan Jalan
Lintas Selatan (JLS)
Di sekitar Pantai Selatan mulai dari Pacitan – Trenggalek – Tulungagung – Blitar – Malang – Lumajang – Jember – Banyuwangi
Dinas PU Cipta Karya Provinsi
APBN V V
10 Pengembangan penyebrangan antar provinsi
Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya,
Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan
Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBN V V V V
11 Pengembangan penyebrangan antar kabupaten/kota dalam provinsi
Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya; Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan; Pelabuhan Bawean di Kabupaten Gresik; Pelabuhan Probolinggo di Kota Probolinggo; Pelabuhan Gili
Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBN APBD Provinsi, APBD Kabupaten
V V V V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
Ketapang di Kabupaten Probolinggo; Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan; Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo; dan Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep
12 Pengembangan penyebrangan di dalam wilayah kabupaten
Pelabuhan Kalianget, Kangean, Sapudi, dan Raas di Kabupaten Sumenep
Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBN APBD Provinsi, APBD Kabupaten
V V V V
13 Pembangunan pelabuhan utama Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya dalam satu sistem dengan rencana pengembangan pelabuhan di wilayah antara Teluk Lamong sampai Kabupaten Gresik, Pelabuhan Socah di Kabupaten Bangkalan, dan untuk jangka panjang diarahkan ke Pelabuhan Tanjung Bulupandan di Kabupaten Bangkalan; Pelabuhan Sendangbiru di Kabupaten Malang; Pelabuhan Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo; dan Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi.
Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBN APBD Provinsi, APBD Kabupaten
V V V V
14 Pembangunan Pelabuhan Pengumpul
Pelabuhan Pasean di Kabupaten Pamekasan, Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep;Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan; Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan; Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo; pelabuhan Gelon di Kabupaten Pacitan.
Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBD Provinsi, APBD Kabupaten
V V V
15 Pembangunan Pelabuhan Pengumpan
Pelabuhan Boom di Kabupaten Tuban; Pelabuhan Dungkek dan Keramaian di Kabupaten Sumenep
Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBD Provinsi, APBD Kabupaten
V V
16 Pengembangan Bandara Pengumpul dengan skala pelayanan primer
bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo; dan alternatif pembangunan bandar udara baru di Kabupaten Lamongan;
Dinas Perhubungan dan LLAJ
APBN V V
17 Pengembangan Bandara pengumpan
pengembangan bandar udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep; pengembangan bandar udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi; pengembangan bandar udara Bawean di Kabupaten Gresik; pengembangan bandar udara di Kabupaten Blitar
Dinas Perhubungan dan LLAJ
APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten
V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
18 Pengembangan Bandara Udara Khusus Militer
Lapangan Udara TNI AU Pacitan di Kabupaten
Pacitan; Lapangan Udara TNI AL Raci di
Kabupaten Pasuruan; dan Lapangan Udara TNI
AD Melik Kabupaten Situbondo;
TNI AL, Lantamal V, Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBN,
V V
19 Pengembangan bandara khusus sipil
Bandar udara khusus di Pagerungan Kabupaten
Sumenep.
Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur
APBD Provinsi dan APBD Kabupaten
V
20 Pengembangan energi listrik baru dan terbarukan dengan tenaga angin
energi angin di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban, dan kabupaten lainnya di wilayah pesisir dan kepulauan
PLN APBN V V V V
21 Pengembangan energi listrik baru dan terbarukan dengan gelombang laut
di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Tuban, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep
PLN APBN V V V V
22 Pengembangan pembangkit listrik Plant di Grindulu PS (4x250MW); Percepatan di
PLTU Tanjung Awar-Awar (2x350MW); PLTU Jatim
Selatan (2x315MW); PLTU Paiton Baru
(1x660MW); dan Penanganan Krisis di Madura
(2x100 MW), Panas bumi di Ngebel (3x55MW), dan
Belawan Ijen (2x55MW).
PLN APBN V
23 pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi
Manyar - Panceng dengan panjang 30,13 km; Kota Pasuruan dengan panjang 11,08 km; Panceng–Tuban dengan panjang 70,2 km
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur
APBN V V
24 pengembangan sumber dan prasarana minyak dan gas bumi
Kabupaten Bangkalan; Kabupaten Gresik; Kabupaten Lamongan; Kabupaten Pamekasan; Kabupaten Sidoarjo; Kabupaten Sampang; Kabupaten Sumenep; Kabupaten Tuban; dan
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur
APBN V V V V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi
25 Pengembangan jaringan telekomunikasi jenis terrestrial
Di seluruh kabupaten / kota pesisir Jawa Timur Telkom APBN V V V V
26 Pengaturan dan pengembangan sistem nirkabel atau base transceiver station (BTS)
Di seluruh kabupaten / kota pesisir Jawa Timur Bappeda, Telkom, provider swasta
APDB Provinsi dan Kerjasama swasta
V V V V
27 Pengembangan dan pengendalian sumber daya air untuk bahan baku air minum, pertanian, dan industry
Di seluruh kabupaten / kota pesisir Jawa Timur Bappeda Jawa Timur, PDAM, BLH Jawa Timur
APDB Provinsi dan Kerjasama swasta
V V V V
28 Pengaturan Alur Pelayaran Alur Pelayaran Barat Surabaya dan Alur Pelayaran Timur Surabaya
Dinas Perhubungan dan LLAJ
APBN V
29 Pengembangan Alur Kabel Bawah Laut
Selat Madura yang menghubungkan Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik dan Pulau Madura di Bangkalan untuk memberi layanan kebutuhan sumber tenaga untuk Pulau Madura. Serta alur kabel laut menghubungkan Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggodengan Pulau Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo untuk memberi layanan kebutuhan sumber tenaga listrik Pulau Gili Ketapang
Bappeda, PLN APBN V V
30 Pengembangan alur pipa air bersih Menghubungkan Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo dengan Pulau Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, untuk memberi layanan kebutuhan air bersih untuk Pulau Gili Ketapang
Bappeda, PDAM APBN V V
31 Pengembangan jaringan pipa bawah laut milik negara
Menghubungkan Kepulauan Kangean ke Stasiun
Penerima Utama Main Receiving Station MR/S di
Porong Kabupaten Sidoarjo, dan Kecamatan
Gresik, Kabupaten Gresik.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur
APBN V V
32 Pengembangan dan pengaturan jaringan gas
Di lokasi Jaringan gas milik PT. Perusahaan Gas Negara, ke arah utara menjangkau Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik; ke arah barat terbatas Kota Mojokerto; ke arah selatan terbatas Pandaan; dan ke arah timur berkembang ke Probolinggo dan Leces
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur
APBN V V
33 Pengelolaan alur migrasi ikan a. Perairan Laut Jawa merupakan tempat migrasi
ikan Lemuru dan ikan Layang yang bermigrasi
BLH dan Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur
APBN dan APBD Provinsi
V V V V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
dari Selat Makasar ke Perairan Masalembo,
Kabupaten Sumenep dan ke Perairan Bawean;
b. Perairan Selat Madura merupakan tempat
migrasi ikan tongkol dari Samudra Hindia ke
perairan Kepulauan Sumenep;
c. Perairan Selat Bali merupakan tempat migrasi
ikan tongkol dari perairan Kepulauan Sumenep
ke Selat Bali, migrasi ikan Lamuru dari
Samudra Hindia ke Selat Bali;
d. Perairan Samudra Hindia merupakan tempat
migrasi ikan tongkol dari perairan Selat Bali ke
Samudra Hindia dan migrasi ikan Lemuru dari
Selat Bali ke Samudera Hindia.
C Program Utama Pengembangan Pola Ruang
1 Pengembangan perikanan budidaya tambak
Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan,
Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Banyuwangi,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang,
Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep
Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
2 Pengembangan perikanan budidaya laut
Kabupaten Gresik, Kabupaten Probolinggo, Kota
Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten
Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Sumenep
Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
3 Pengembangan perikanan tangkap Laut Jawa (utara Jawa Timur), Selat Madura, Selat Bali, dan Samudra Hindia (selatan Jawa Timur)
Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
4 Pengembangan permukiman di kawasan pesisir
Di seluruh Kabupaten dan Kota Pesisir Jawa timur Bappeda, Dinas PU Cipta Karya, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas PU Bina Marga
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
5 Pengembangan dan pengelolaan industri di kawasan pesisir
Kabupaten Bangkalan, Gresik, Lamongan, Kota
Surabaya, Tuban, Banyuwangi, Probolinggo,
Pasuruan, Sidoarjo Situbondo, Kota Pasuruan,
Kota Surabaya, Kota Probolinggo, Kabupaten
Malang, Kabupaten Pacitan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, BLH
APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
6 Pengembangan zona pelabuhan perikanan
PPN Brondong Kabupaten Lamongan, PPN Prigi
Kabupaten Trenggalek, PPP Pondokdadap
Kabupaten Malang, PPP Muncar Kabupaten
Banyuwangi, PPP Bawean Kabupaten Gresik, PPP
Mayangan Kota Probolinggo, PPP Tamperan
Kabupaten Pacitan, PPP Puger Kabupaten Jember,
PPP Lekok Kabupaten Pasuruan, PPP Paiton
Kabupaten Probolinggo, PPI Pancer Kabupaten
Banyuwangi, PPI Pasongsongan Kabupaten
Sumenep, dan PPI Bulu Kabupaten Tuban
Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Perhubungan dan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
7 Pengembangan pertanian di kawasan pesisir
Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Blitar, Gresik,
Jember, Lamongan, Malang, Pacitan, Pamekasan,
Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Sidoarjo,
Sumenep, Trenggalek, Tuban; Tulungagung
Dinas Pertanian APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
8 Pengembangan Perkebunan di Kawasan Pesisir
Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Blitar, Gresik,
Jember, Lamongan, Lumajang, Malang, Pacitan,
Pamekasan, Pasuruan, Probolinggo, Sampang,
Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Trenggalek,
Kabupaten Tuban, dan Kota Probolinggo.
Dinas Perkebunan APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
9 Pengembangan peternakan di kawasan pesisir
Kabupaten Bangkalan. Banyuwangi, Blitar, Jember,
Lamongan, Lumajang, Malang, Pamekasan,
Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Situbondo,
Sumenep, Trenggalek, Tuban, Tulungagung
Dinas Peternakan APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
Pamekasan, Sumenep, Pasuruan, Sidoarjo dan
Tulungagung
10 Pengelolaan hutan produksi Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Blitar, Gresik,
Jember, Lamongan, Malang, Pacitan, Pamekasan,
Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Situbondo,
Sumenep, Trenggalek, Tuban, dan Tulungagung.
Dinas Kehutanan, Perhutani, dan BLH
APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
11 Pengelolaan pertambangan Kabupaten Banyuwangi, Blitar, Jember, Lumajang, Malang, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Bangkalan, Gresik, Lamongan, Pamekasan, Sampang, Tuban, Tulungagung, Probolinggo, Situbondo, Sumenep
Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral dan BLH
APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
12 Pengembangan tambak garam Kabupaten Sumenep, Pamekasan, Sampang,
Bangkalan, Gresik, Lamongan, Tuban, Probolinggo,
Pasuruan, Kota Pasuruan; dan Kota Surabaya.
Dinas Pertanian serta Dinas Kelautan dan Perikanan
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
13 Pengembangan pariwisata di pesisir Koridor pariwisata Jawa Timur: Koridor A, B, dan C Bappeda dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
14 Pengelolaan reklamasi pantai Kawasan yang sesuai dengan persyaratan reklamasi
Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas PU Cipta Karya, BLH
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
15 Pengelolaan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil
Pada zona hutan lindung, cagar alam darat, taman
nasional darat, suaka pesisir mangrove, dan suaka
pulau kecil;
Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas PU Cipta Karya, BLH, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
16 Pengelolaan kawasan konservasi perairan
Pada zona konservasi perairan Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas PU Cipta Karya, BLH
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
17 Pengelolaan kawasan sempadan pantai
wilayah pesisir kepulauan, sempadan pantai utara,
pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur.
Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas PU Cipta Karya, BLH
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber Pembiayaan
Waktu (Periode 5 Tahunan)
I II III IV
18 Pengelolaan kegiatan mitigasi bencana di kawasan pesisir
Pada wilayah Sub Zona Rawan Gelombang
Pasang, Rawan Banjir, Rawan Bencana Tsunami,
dan Rawan Abrasi dan Sidementasi.
Badan Penanggulangan Bencana Alam Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang, Ditpol Air Polda Jatim, ASOPS Laut V Surabaya, Dinas Perikanan Dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, Badan SAR Nasional
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
D Program Utama Pengembangan Kawasan Strategis
1 Penyusunan Rencana Rinci RZWP Pada Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Provinsi
Dinas Kelautan dan Perikanan
APBN, APBD Provinsi
V V
2 Pengembangan prasarana wilayah Pada Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Provinsi
Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas PU Cipta Karya, Dinas Bina Marga
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
3 Penegakan Kedaulatan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil
Kawasan Strategis Pertahanan Keamanan dan Kawasan Strategis Pulau-Pulau Terluar
Lantamal V Surabaya
4 Pemberdayaan masyarakat Pada Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Provinsi
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Kelautan dan Perikanan Bappeda, Dinas Koperasi dan Usaha, Mikro, Kecil, Menengah(UMKM)
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab / Kota
V V V V
IV. ARAHAN PERATURAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 1
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad A2
Blad A2 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BLAD A2
Kawasan Koordinat Pola ruang/arahan
KPU Laut
112°32'31,445"E - 112°48'56,575"E 5°31'59,91"S - 5°34'48,314"S
pola ruang laut: fishing ground, perikanan tangkap
Pemanfaatan Umum Pertambangan I B - - B I B T T B - - Pertambangan I B - - B B B T B B - -
Pertambangan
I T T T I B T T T T T B
Alur Pelayaran B T T T B I B T I T T T
Keterangan/Koreksi : 1.Fishing ground p.b dan wilayah potensi pertambangan (East Muriah-Exploration) overlap 2.Perikanan tangkap laut dan pertambangan minyak lepas pantai(PC Muriah Ltd- Tahap development) overlap Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Bersyarat : Fishing Ground kondisi ideal fishing ground : Perairan jernih; bebas pencemaran; pada dasarnya lingkungan kondusif bagi kehidupan ikan (pelagis maupun demersal); menggunakan “alat tangkap ramah lingkungan”.
1. Pertambangan :
- Tidak boleh menimbulkan bahan pencemar terhadap perairan
- Dilarang menggunakan bahan peledak dan bahan kimia/beracun
- Meminimalkan kekeruhan perairan
- Memberi tanda larangan bagi nelayan untuk tidak masuk ke “zona terlarang bagi
operasional pertambangan”
- Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi akan keberadaan pertambangan
2. Alur Laut
- Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di perairan fishing ground
- Menjaga dan memprioritaskan operasional penangkapan ikan oleh nelayan
- Memasang tanda khusus pada alur perhubungan laut
- Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi berkaitan dengan keberadaan dan
kegiatan perhubungan laut di perairan fishing ground
3. Prasarana Umum
- Tidak boleh menimbulkan bahan pencemar di perairan fishing ground
- Prasarana fisik tidak boleh mengganggu kegiatan penangkapan ikan di periaran fishing
ground
- Menjaga dan memprioritaskan operasional penangkapan ikan oleh nelayan
- Memasang tanda khusus “larangan” apabila dibutuhkan
- Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan prasarana umum di
perairan fishing ground
4. Wisata :
- Tidak boleh menimbulkan sampah/bahan pencemar maupun dampak limbah buangan
wisata di perairan fishing ground
- Aktivitas wisata tidak boleh menimbulkan ganggunan terhadap populasi ikan, serta
mengganggu kegiatan penangkapan ikan di perairan fishing ground
- Menjaga dan memprioritaskan operasional penangkapan ikan oleh nelayan
- Wisata yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan dilarang menggunakan alat
tangkap yang merusak kelestarian sumberdaya ikan (alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan)
- Izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan wisata di perairan fishing
ground
Tabel 2
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad A3
Blad A3 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum
Pertambangan I B - - T B B T B B - - Fishing Ground Pukat Berkapal
I B - - B I B T T B - -
Alur
Alur Migrasi Biota
I B T T B I T T I B T T
Pelayaran B T T T B I B T I T T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambangan (East Bawean I-Exploration) overlap dengan alur migrasi dan fishing ground pancing 2. Pertambangan (East Bawean II- Exploration) overlap dengan fishing ground pancing Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 3
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad A4
Blad A4 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum
BLAD A4
Kawasan Koordinat
KPU Laut 1 (P. Keranian)
114°25'30,703"E - 114°47'26,341"E 4°52'9,334"S - 5°15'45,973"S
KPU Laut 2 (P. Masalembu Kecil-Besar)
114°13'45,935"E - 114°38'23,564"E 5°14'40,306"S - 5°34'22,297"S
KPU Darat 1 (P.Keranian)
114°35'44,332"E - 114°37'4,639"E 5°2'27,137"S - 5°5'17,869"S
KPU Darat 2 (P. Masalembu Kecil-besar
114°24'9,506"E - 114°27'50,129"E 5°25'15,196"S - 5°34'22,297"S
Budidaya Laut B I - - T B B T I B - -
F.G Pancing I B - - T B B T B B - -
F.G Pukat Berkapal
I B - - B I B T T B - -
Potensi Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Pertambangan Sibaru - Exploration
B B T T B I B T I B T B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T B B B
Pelabuhan
T T T T T I B T B B B B
Alur Pelayaran B T T T B I B T I T T T
Konservasi Pesisir
Konsevasi Laut 1 (P. keranian)
114°33'39,822"E - 114°39'18,155"E 5°1'8,92"S - 5°7'15,658"S
Konservasi Laut 2 (P. Masalembu Kecil-Besar
114°21'59,355"E - 114°30'20,608"E 5°23'10,551"S - 5°34'22,297"S
Pengembangan Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
Keterangan / Koreksi : Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian Bersyarat :
Budidaya Laut : Kondisi lingkungan budidaya laut harus mempertimbangkan aspek fisika.
Kimia, dan bio;ogi perairan yang cocok untuk biota aut; seperti salinitas, oksigen terlarut,
tingkat keasaman (pH), ammonia, nitrit, kecerahan air, kecepatan arus, dan kedalaman.
1. Perikanan Tangkap
- Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di perairan laut sekitar lokasi budidaya
- Tidak mengganggu pelaksanaan operasional budidaya laut, dalam hal ini lokasi
budidaya diberi tanda sebagai batas diperbolehkannya perikanan tangkap
beroperasi
- Operasi penangkapan ikan tidak boleh menggunakan alat tangkap yang dapat
merusak jaring budidaya laut maupun menyebabkan kekeruhan perairan
- Batas operasi penangkapan ikan dtentukan minimal 500 meter dari lokasi
pembudidayaan
2. Kehutanan
- Dilarang melakukan penebangan hutan mangrove atau sejenisnya yang
mengakibatkan erosi pantai karena berdampak pada t9ngkat kejernihan perairan
- Penebangan dan rehabiiitasi mangrove dengan izin gubernur berdasarkan analisis
faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi serta pengaruhnya pada
perairan lokasi budidaya
3. Alur Laut
- Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di perairan laut sekitar lokasi budidaya
- Tidak mengganggu pelaksanaan operasional budidaya laut, dalam hal ini lokasi
budidaya diberi tanda sebagai batas diperbolehkannya perhubungan laut/kapal
beroperasi
- Operasional perhubungan laut/kapal dlsb diatur dan diberi tanda khusus agar
supaya tidak mengganggu operasional budidaya laut
- Batas operasi penangkapan ikan dtentukan minimal 500 meter dari lokasi
pembudidayaan
4. Prasarana Umum
- Prasarana fisik tidak boleh mengganggu kegiatan pembudidayaan ikan
- Izin pembangunan prasarana gisik dari gubernur berdasarkan analisis “bio-
tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan
ekonomi keberadaan prasarana umum di perairan lokasi budidaya laut
5. Wisata
- Tidak boleh menimbulkan sampah/bahan pencemar maupun dampak limbah
buangan wisata di perairan laut lokasi budidaya
- Aktivitas wisata tidak menimbulkan ganggunan terhadap proses produksi
budidaya laut
- Aktivitas wisata yang langsung berkaitan dengan pengelolaan budidaya harus
mendapat rekomendasi pihak berwenang, serta izin dari pengelola
Tabel 4
Arahaan Pemanfaatan Ruang Blad B1
Blad B1 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BLAD B1
Kawasan Koordinat
KPU Laut
111°37'7,515"E - 111°50'45,952"E 6°34'49,088"S - 6°37'37,337"S
KPU Daerah Ranjau
111°27'56,803"E - 111°50'45,952"E 6°34'44,432"S - 6°42'47,192"S
Pemanfaata Umum Pertambangan (Rembang-Exploration)
B B T T B B B T I B T B
Pertambangan (Rembang-Exploration)
I B T T B I B T I B T B
Alur Pelayaran B T T T B I B T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Daerah Ranjau overlap dengan pertambangan (Rembang-Exploration) Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 5
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B2
Blad B2 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
BLAD B2
Kawasan Koordinat
KPU Darat (P. Bawean)
112°34'27,083"E - 112°44'6,541"E 5°42'25,694"S - 5°50'58,764"S
KPU Daerah Ranjau
111°50'51,076"E - 112°17'28,948"E 6°37'55,515"S - 6°42'46,558"S
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Tambak - I T B T - B T T B B B
Pelabuhan perikanan pantai
T T T T T I B T T B B B
Pelabuhan
T T T T T I B T T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 2 111°50'51,076"E - 112°40'4,563"E 6°35'19,675"S - 6°42'46,558"S
KPU Laut 1 (P. Bawean)
112°24'0,505"E - 112°57'3,885"E 5°34'57,605"S - 6°1'33,085"S
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Fishing Ground Pukat Berakapal
I B - - B I B T T B - -
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Budidaya Laut B I - - T B B T I B - -
Pertambangan B T T T I B B T B T T B
Bangunan Lepas Pantai
B T T T I T T T T T T B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T B T B
Daerah Ranjau
B B T T B B B T I B T B
Konservasi Darat
Konservasi Darat
112°36'58,461"E - 112°43'2,485"E 5°43'32,836"S - 5°49'27,4"S
Cagar Alam - - B T T - T T I B T T
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
Konservasi Laut
Konservasi Laut
112°30'59,029"E - 112°51'27,51"E 5°40'53,872"S - 5°52'54,716"S
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
PPK B B I T T B B T I B B T
Alur Pipa Minyak dan Gas Rencana
B B T T I B T T T T T T
Alur Pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.East Muriah (Development-Exploration) overlap dengan fishing ground 2. Alur Rencana Pelayaran overlap dengan Pipa Minyak dan Gas Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian Bersyarat : Tambak :
Pada prinsipnya daya dukung lingkungan budidaya tambak dipengaruhi gabungan berbagai
hal, seperti kualitas sumber air (tawar dan asin) dan air tanah, arus air di pantai, pasang
surut, ketinggian lahan, iklim, serta kondisi tanah pantai (berlumpur, berpasir atau
berkarang).
1. Pertanian
- Izin pembukaan lahan dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan analisis
“bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan
ekonomi keberadaan sector pertanian;
- Pembukaan lahan pertanian tetap memperhatikan aspek perlindungan lingkungan
sehingga tidak berdampak negative pada pengelolaan tambak maupun pertanian itu
sendiri;
- Tidak boleh menimbulkan penurunan kualitas air di pesisir akibat masuknya bahan
pencemar seperti inseksisida, pestisida, maupun fungisida melalui saluran/drainase
tambak;
- Kegiatan-kegiatan konstruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian seperti pmbuatan
saluran/irigasi, penebangan hutan pantai dapat menggangu aliran alami pengairan
berikut kualitasnya seperti penurunan salinitas, timbul kekeruhan dlsb.
2. Prasarana Umum
- Prasarana fisik tidak boleh mengganggu kegiatan operasional tambak
- Izin pembangunan prasarana umum/fisik dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk
berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi,
teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan prasarana umum di kawasan pertambakan
3. Wisata
- Tidak boleh menimbulkan sampah/bahan pencemar maupun dampak limbah buangan
wisata di kawasan pertambakan
- Aktivitas wisata tidak menimbulkan ganggunan terhadap proses produksi budidaya
tambak
- Aktivitas wisata yang langsung berkaitan dengan pengelolaan budidaya tambak harus
mendapat rekomendasi pihak berwenang, serta izin dari pengelola
4. Permukiman
- Prasarana permukiman yang dibangun tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan pertambakan
- Izin pembangunan dan pengembangan permukiman dari gubernur atau pejabat yang
ditunjuk berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-
faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi keberadaan prasarana umum di kawasan
pertambakan
- Penentuan lokasi permukiman harus mempertimbangkan kepentingan pengelolaan
sistem aliran air di kawasan pertambakan, pencegahan proses erosi, pengendalian
pemadatan permukan tanah, serta pengendalian buangan limbah permukiman, serta
perlindungan terhadap sumber air tanah
5. Industri
- Pembangunan kawasan industri tidak ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
berpengaruh langsung terhadap kawasan pertambakan
- Lokasi pembuagan limbah industri tidak boleh mencemari lingkungan, serta tidak
mengganggu higienitas dan estitika
- Semua jenis limbah industri terutama yang bersifat toksik terhadap komoditas
budidaya tambak, dilarang dibuang di sungai, saluran tambak, perairan pantai maupun
lepas pantai, tanpa melalui proses pengelolaan terlebih dahulu
- Semua jenis industri terutama yang menghasilkan limbah beracun, harus mendirikan
harus mendirikan fasilitas pengolahan limbah untuk meminimalkan pengaruhnya
terhadap degradasi lingkungan pertambakan
- Izin pembangunan dan pengembangan industri dari gubernur atau pejabat yang
ditunjuk berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-
faktor biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi akan keberadaan industri di kawasan
pertambakan
Tabel 6
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B3
Blad B3 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BLAD B3
Kawasan Koordinat
KPU Laut 112°59'0,311"E - 113°59'41,294"E 6°41'31,312"S - 6°42'34,037"S
Pemanfaatan Umum Laut Fishing Ground Jaring Insang Hanyut
I B - - B I B T T B - -
Fishing Ground Pukat Berkapal
I B - - B I B T T B - -
Pertambangan B B T T I B T T B T T B
Konservasi Pengembangan Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
Alur Migrasi Biota I B T T B I T T I B T T
Pelayaran Ke Kalimantan dan Sulawesi
B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi :
1. Bawean-Production dan Bulu-Exploration overlap dengan terumbu karang 2. Alur Migrasi Biota overlap dengan Pertambangan 3. Pertambangan berada di wilayah rencana alur pelayaran
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 7 Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B4
Blad B4 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat (P. Masalembu besar)
114°25'48,324"E - 114°26'55,911"E 5°34'30,642"S - 5°34'50,774"S
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Pelabuhan T T T T T I B T T B B B
KPU Laut 1 (P. Masalembu besar)
114°13'47,195"E - 114°38'22,656"E 5°34'30,642"S - 5°45'27,537"S
KPU Laut 2 115°9'5,787"E - 115°14'7,236"E 6°40'36,495"S - 6°41'47,191"S
Pemanfaatan Umum Laut Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Fishing Ground Tangkul
I B - - B I B T T B - -
Potensi Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Konservasi
Konservasi Laut (P. Masalembu Besar)
114°22'13,941"E - 114°29'46,131"E 5°34'30,642"S - 5°36'55,933"S
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang B B - - T B T T I B - -
Alur Alur Pelayaran
B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Sempadan Pantai dan terumbu karang overlap dengan alur rencana pelayaran 2.Rencana alur pelayaran overlap dengan pertambangan (North east Madura I&II) Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 8
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad B5
Blad B5 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
KPU Laut 115°14'11,745"E - 115°55'45,843"E 6°20'1,274"S - 6°41'43,185"S
Pemanfaatan Umum Perikanan Tangkap I B - - B B B T B B - -
Konservasi
Konservasi Laut
115°24'28,453"E - 115°55'18,448"E 6°32'1,37"S - 6°41'38,025"S
Konservasi B B I T T B B T I B B T
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
Keterangan/Koreksi : 1.North Kangean-Exploration overlap dengan PPK,Sempadan Pantai dan Terumbu Karang 2.East Kangean-Exploration overlap dengan Terumbu Karang Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian Bersyarat :
Kawasan Konservasi Laut
Kawasan konservasi laut mempunyai cirri khas tertentu sebagai suatu ekosistem yang dilindungi, dilestarikan
dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pemintakatan kawasan konservasi terdiri dari (a) kawasan preservasi,
(b) kawasan konservasi, dan (c) kawasan pemanfaatan; dalam hal ini kawasan preservasi dan konservasi
merupakan kawasan lindung, sedangkan kawasan pemanfaatan merupakan kawasan budidaya.
1. Kawasan Sempadan Pantai
Sempadan pantai meliputi daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus)
meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah laut, yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam
atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
- Perikanan Budidaya
Dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas pantai,
tanpa rekomendasi/izin yang berwenang
Perikanan budidaya dapat dilakukan dengan izin dari gubernur berdasarkan analisis “bio-
tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi, teknologi, sosial, dan
ekonomi keberadaan budidaya perikanan
2. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang pada perairan yang dangkal; untuk mencapai pertumbuhan maksimum
memerlukan perirn yang jernih, dengan suhu perairan hangat, gerakan gelombang yang besar, dan
sirkulasi air yang lancer dan terhindar dari proses sedimentasi.
- Perikanan Tangkap
Tidak boleh menggunakan bahan kimia, bahan peledak untuk melakukan penangkapan
ikan di ekosistem terumbu karang
Tidak boleh membuang sisa bahan bakar/minyak serta bahan yang menimbulkan
pencemaran di ekosisem perairan ekosistem terumbu karang
Batas operasi penangkapan ikan dtentukan minimal 500 meter dari lokasi terumbu karang
- Perikanan Budidaya
Perikanan budidaya dapat dilakukan dengan jarak tertentu ( 500 meter) dari lokasi
ekosistem terumbu karang dengan izin gubernur dan/atau pejabat berwenang
berdasarkan analisis “bio-tekniko-sosio-ekonomiko” yaitu analisis faktor-faktor biologi,
teknologi, sosial, dan ekonomi atas keberadaannya
Perikanan budidaya yang sudah mendapat izin beroperasi dilarang membuang limbah
pakan serta limbah budidaya lainnya ke perairan disekitarnya yang dapat berdampak
terhadap pencemaran perairan
Tabel 9
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C1
Blad C1 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 111°38'35,558"E - 111°50'46,075"E 6°42'52,295"S - 6°47'58,312"S
Daerah Ranjau B B T T B B B T I B T B
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat 111°39'32,499"E - 111°50'46,075"E 6°45'15,256"S - 6°54'32,936"S
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Industri - T T T T - B B T B B I
Tambak garam
- I T T T - B T T T B B
Pariwisata alam
- T I B T - B T B I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Minapolitan - I B B T - B B T B B B
KSNT
KPU Daerah Ranjau
111°38'35,558"E - 111°50'46,075"E 6°42'52,295"S - 6°47'58,312"S
Daerah latihan
B B T T B B T B B B T B
Alur Pipa Gas B T T T I B T T T T T T
Keterangan/Koreksi : 1.Alur rencana pipa gas overlap dengan permukiman, industri dan kehutanan-produksi 2.Randugunting block-exploration dan jawa bagian timur area 3-production overlap dengan pemanfaatan umum darat. Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 10
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C2
Blad C2 Kawasan Eksisting Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
Kawasan Koordinat Pola
ruang/arahan
KPU Darat 1 (Kab. Tuban - Kab. Lamongan)
111°50'51,884"E - 112°26'44,291"E 6°45'50,827"S - 6°59'9,208"S
KPU Darat 2 (Kab. Gresik- Kota Surabaya)
112°24'32,109"E - 112°50'44,075"E 6°50'8,307"S - 7°20'45,932"S
KPU Darat 3 (Kab. Sidoarjo - Kab. Pasuruan)
112°38'34,333"E - 112°58'52,553"E 7°20'33,184"S - 7°43'40,164"S
KPU Darat 4 (Kab. Bangkalan)
112°40'22,14"E - 112°58'40,376"E 6°53'5,512"S - 7°11'57,383"S
1.Hutan Produksi Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
2.Hutan Rakyat Hutan Rakyat - T I B B - B T I B T B
3.Pertanian Pertanian - B B I T - B T T B B B
4.Perkebunan Perkebunan - T I B T - B T I B B T
5.Permukiman Permukiman - T T B T - B B T B I T
6.Industri Industri - T T T T - B B T B B I
7.Tambak Tambak - I T B T - B T T B B B
8.Tambak Garam Tambak Garam
- I T T T - B T T T B B
9.Pariwisata Alam
Pariwisata Alam
- T I B T - B T B I B T
10.Pariwisata Buatan
Pariwisata Buatan dan Minat Khusus
- T T T T - B B T I B T
11.Pertambangan Pertambangan T T T T I T T T T B B B
12. Pelabuhan Pelabuhan T T T T T I B T T B B B
13.Pelabuhan khusus
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
14.Pelabuhan perikanan
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
15.Pipa Minyak dan Gas
Pipa Minyak dan Gas
T T T T B T B T I T B B
16. Minapolitan Minapolitan - I B B T - B B T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
111°50'51,121"E - 112°58'38,805"E 6°42'51,26"S - 7°39'18,134"S
17.Fishing Ground Tangkul
Fishing Ground Tangkul
I B - - B I B T T B - -
18.Fishing Ground Jaring Insang Menetap
Fishing Ground Jaring Insang Menetap
I B - - B I B T T B - -
19.Fishing Ground Pukat Berkapal
Fishing Ground Pukat Berkapal
I B - - B I B T T B - -
20.Fishing Ground Jaring Insang Hanyut
Fishing Ground Jaring Insang Hanyut
I B - - B I B T T B - -
21.Perikanan Tangkap
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
22.Daerah ranjau Daerah ranjau B B T T B B B T I B T B
23.Pelabuhan khusus
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T T B
24.Pipa Minyak dan Gas
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab. Tuban, Kec. Palang)
112°9'7,249"E - 112°9'41,846"E 6°57'48,39"S - 6°58'11,03"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 2 (Kab. Tuban, Kec. Palang)
112°9'48,277"E - 112°11'5,371"E 6°58'54,827"S - 6°59'4,849"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 3 (Kab. Lamongan, Kec. Brondong)
112°10'15,83"E - 112°14'47,745"E 6°52'19,838"S - 6°53'55,285"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 4 (Kab. Lamongan, Kec. Brondong)
112°14'54,762"E - 112°15'26,536"E 6°55'28,538"S - 6°55'59,42"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 5 (Kab. Lamongan, Kec. Paciran)
112°19'13,675"E - 112°19'51,412"E 6°51'50,172"S - 6°52'7,966"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 6 (Kab. Gresik, Kec Ujung Pangkah, Kec Sedayu, Kec Bungah, Kec Manyar)
112°31'20,497"E - 112°39'8,111"E 6°50'7,691"S - 7°5'54,47"S
Konservasi Mangrove
25.PPK PPK B B I T T B B T I B B T
26.Mangrove Mangrove - I I T T - T T I B T T
Konservasi Darat 7 (Kab. Gresik, Kec Kebomas - Kota Surabaya, Kec Benowo, Kec Asemrowo, Kec Krembangan, Kec Pabean Cantikan)
112°39'28,132"E - 112°43'17,935"E 7°11'39,002"S - 7°13'50,058"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 8 (Kota Surabaya, Kec Kenjeran, Kec Bulak)
112°45'12,055"E - 112°47'11,936"E 7°11'45,074"S - 7°13'15,555"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 9 (Kota Surabaya, Kec Mulyorejo, Kec Sukolilo, Kec Rungkut, Kec Gunung Anyar)
112°48'13,554"E - 112°50'45,134"E 7°15'13,468"S - 7°20'29,879"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 10 (Kab. Sidoarjo, Kec Sedati, Kec Buduran)
112°48'10,705"E - 112°50'26,778"E 7°20'6,197"S - 7°28'44,475"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 11 (Kab. Sidoarjo, Kec Sidoarjo, Kec Jabon)
112°45'33,49"E - 112°52'21,19"E 7°28'51,664"S - 7°34'43,599"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 12 (Kab. Pasuruan, Kec Kraton)
112°51'5,051"E - 112°52'35,537"E 7°35'0,582"S - 7°35'59,169"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 13 (Kab. Pasuruan, Kec Purworejo)
112°54'32,981"E - 112°55'5,594"E 7°37'39,834"S - 7°37'47,859"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 14 (Kab. Pasuruan, Kec Rejoso, Kec Lekok)
112°57'6,549"E - 112°58'47,409"E 7°37'45,822"S - 7°39'20,78"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 15 (Kab. Bangkalan, Kec Klampis)
112°48'57,455"E - 112°53'59,424"E 6°53'25,717"S - 6°56'54,814"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 16 (Kab. Bangkalan, Kec Arosbaya, Kec Bangkalan)
112°42'46,481"E - 112°49'14,365"E 6°56'53,498"S - 7°2'34,797"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 17 (Kab. Bangkalan, Kec Socah)
112°40'21,595"E - 112°40'45,949"E 7°3'43,691"S - 7°4'43,154"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 18 (Kab. Bangkalan, Kec Socah, Kec Kamal)
112°41'31,112"E - 112°42'51,814"E 7°5'50,445"S - 7°10'11,307"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 19 (Kab. Bangkalan, Kec Kwayar)
112°50'35,279"E - 112°53'18,274"E 7°9'49,031"S - 7°10'33,051"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 20 (Kab. Bangkalan, Kec Modung)
112°55'4,174"E - 112°58'44,016"E 7°11'1,053"S - 7°11'57,721"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 (Kab. Tuban)
111°51'20,075"E - 111°57'3,714"E 6°44'52,934"S - 6°47'54,341"S
Konservasi Laut 2 (Kab. Bangkalan)
112°44'21,898"E - 112°56'39,724"E 6°51'20,011"S - 7°0'10,431"S
27.Sempadan Pantai
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
28.Terumbu Karang
Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
KSNT 29.Daerah Latihan
Daerah Latihan
B B T T B B T B B B T B
KSP 30.LIS LIS - T T T T - B B T T B I
31.Kawasan Kaki Jembatan Suramadu
Kaki Suramadu
I B T I T I I B I I I I
32.SIER SIER - T T T T - B B T T B I
Alur 33.Pipa Minyak dan Gas
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
34. Alur Pelayaran
Alur pelayaran T T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1. Daerah terlarang overlap dengan alur pelayaran, kabel laut dan pipa minyak dan gas eksisting 2. Terumbu karang overlap dengan daerah latihan militer
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 11
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C3
Blad C3 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
BLAD C3
Kawasan Koordinat
KPU Darat 1 (Kab. Bangkalan - Kab. Sampang - Kab. Pamekasan - Kab. Sumenep)
112°58'41,982"E - 114°6'38,723"E 6°51'56,418"S - 7°15'19,225"S
KPU Darat 2 (Kab. Pasuruan - Kab. Probolinggo - Kota Probolinggo - Kab. Situbondo)
112°58'41,982"E - 114°6'38,723"E 7°36'23,317"S - 7°49'58,518"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat - T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Industri - T T T T - B B T B B I
Tambak - I T B T - B T T B B B
Tambak Garam
- I T T T - B T T T B B
Pariwisata Alam
- T I B T - B T B I B T
Pariwisata Buatan
- T T T T - B B T I B T
Minapolitan - I B B T - B B T B B B
Pelabuhan T T T T T I B T B B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Pipa Minyak dan Gas T T T T B T B T I T B B
Pemanfaatan Umum Laut KPU Laut 1 (Kab. Bangkalan - Kab. Sampang - Kab. Pamekasan - Kab. Sumenep)
112°58'41,982"E - 114°6'38,723"E 6°42'39,836"S - 7°29'20,695"S
KPU Laut 2 (Kab. Pasuruan - Kab. Probolinggo - Kota
112°58'41,982"E - 114°6'38,723"E 7°25'54,166"S -
Fishing Ground Jaring Lingkar Bertali Kerut
I B - - B I B T T B - -
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Fishing Ground
I B - - B I B T T B - -
Probolinggo - Kab. Situbondo)
7°46'53,519"S
Tangkul
Fishing Ground Pukat Berkapal
I B - - B I B T T B - -
Daerah Ranjau B B T T B B B T I B T B
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Perikanan Budidaya
B I - - T B B T I B - -
Pertambangan
B T T T I B B T I B T B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T T B
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab. Bangkalan, Kec Tanjung Bumi)
112°59'49,798"E - 113°2'38,315"E 6°52'50,619"S - 6°53'26,172"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 2 (Kab. Sumenep, Kec Gapuro)
113°54'36,067"E - 113°57'10,704"E 7°0'43,433"S - 7°2'19,57"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 3 (Kab. Sumenep, Kec Kalianget)
113°51'36,578"E - 113°54'20,136"E 7°2'50,073"S - 7°5'38,374"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 4 (Kab. Sumenep, Kec Pragan)
113°36'41,356"E - 113°40'11,206"E 7°6'49,383"S - 7°7'47,463"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 5 (Kab. Pamekasan, Kec Galis, Kec Larangan)
113°33'15,761"E - 113°35'4,961"E 7°8'48,642"S - 7°12'53,894"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 6 (Kab. Pamekasan, Kec Tlanakan, Kec Pademawu)
113°27'13,728"E - 113°33'0,194"E 7°13'18,637"S - 7°15'21,791"S Konsevasi Mangrove
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
Taman Nasional
- - I T T - T T I B T T
PPK B B I T T B B T I B B T
Mangrove
- I I T T - T T I B T T
Konservasi Darat 7 (Kab. Sampang, Kec Complang)
113°15'15,906"E - 113°17'1,77"E 7°12'53,755"S - 7°13'31,645"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 8 (Kab. Sampang, Kec Sampang)
113°11'14,833"E - 113°12'1,892"E 7°13'17,73"S - 7°13'31,961"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 9 (Kab. Sampang, Kec Torjun)
113°8'36,89"E - 113°10'9,249"E 7°12'18,802"S - 7°13'14,29"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 10 (Kab. Bangkalan, Kec Modung)
112°58'48,732"E - 7°11'58,767"S 7°11'58,732"S - 7°12'7,553"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 11 (Kab. Probolinggo, Kec Tongas, Kec Sumber Asih, Kec Kademangan, Kec Mayangan, Kec Dringu, Kec Gending, Kec Pajarakan, Kec Kraksaan)
113°7'19,43"E - 113°26'35,463"E 7°43'22,953"S - 7°47'13,533"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 12 (Kab. Situbondo, Kec Banyulugur)
113°37'37,594"E - 113°38'40,888"E 7°43'29,031"S - 7°43'38,358"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 13 (Kab. Situbondo, Kec Banyulugur)
113°37'19,016"E - 113°39'44,235"E 7°44'18,886"S - 7°45'56,643"S Htuan Lindung
Konservasi Darat 14 (Kab. Situbondo, Kec Suboh)
113°42'53,804"E - 113°43'7,927"E 7°42'46,786"S - 7°43'2,315"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 15 (Kab. Situbondo, Kec Mandingan, Kec Bangutan, Kec Kendit, Kec Panarukan)
113°44'41,187"E - 113°58'45,51"E 7°41'5,607"S - 7°48'47,963"S
Konservasi Darat 16 (Kab. Situbondo, Kec Panarukan)
113°56'24,936"E - 113°56'59,341"E 7°40'40,393"S - 7°41'5,087"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 17 (Kab. Situbondo, Kec Mangaran)
114°1'11,796"E - 114°3'21,423"E 7°36'21,693"S - 7°37'35,903"S Konsevasi Mangrove
Konservasi Darat 18 (Kab. Situbondo, Kec Arjasa)
114°4'53,853"E - 114°5'45,844"E 7°49'18,297"S - 7°49'59,277"S Hutan Lindung
Konservasi Laut Konservasi Laut 1 (Kab. Bangkalan, Kec Sepulu, Kec Tanjung Bumi - Kab. Sampang, Kec Banyuates)
112°59'33,5"E - 113°8'47,176"E 6°51'10,551"S - 6°53'41,685"S
Konservasi Laut 2 (Kab Sumenep, Kec Pragan, Kec Bluto, Kec Saronggi, Kec Kalianget, Kec Gapuro, Dungkek, P. Puteran, P. Genteng)
113°40'54,466"E - 114°6'31,574"E 6°56'43,921"S - 7°15'19,331"S
Konservasi Laut 3 (Kab. Sumenep)
114°1'32,42"E - 114°5'3,433"E 7°10'30,781"S - 7°13'29,776"S
Konservasi Laut 4 (Giligilingan)
113°41'44,971"E - 113°50'2,022"E 7°11'31,522"S - 7°16'49,486"S
Konservasi Laut 5 (Kab. Pamekasan, Kec Pademawu, Kec Galis)
113°31'57,011"E - 113°35'35,107"E 7°10'6,944"S - 7°15'43,442"S
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
Konservasi Laut 6 (Kab. Sampang, Kec Complang - Kab. Pamekasan, Kec Tlanakan)
113°15'1,186"E - 113°28'3,026"E 7°12'56,217"S - 7°15'4,897"S
Konservasi Laut 7 (Kab. Bangkalan, Kec Modung - Kab. Sampang, Kec Sreseh)
112°58'55,286"E - 113°7'10,939"E 7°12'7,644"S - 7°15'17,226"S
Konservasi Laut 8 (P. Kambing)
113°10'52,706"E - 113°14'29,839"E 7°17'45,67"S - 7°19'54,973"S
Konservasi Laut 9
113°33'30,389"E - 113°36'41,233"E 7°19'54,363"S - 7°21'39,695"S
Konservasi Laut 10 (P. Katapang)
113°13'30,291"E - 113°16'52,385"E 7°39'36,683"S - 7°42'22,926"S
Konservasi Laut 11 (Kab. Situbondo, Kec Banyulugur, Kec Besuki)
113°36'49,143"E - 113°41'0,931"E 7°40'41,408"S - 7°44'15,584"S
Konservasi Laut 12 (Kab. Situbondo, Kec Suboh, Kec Mandingan)
113°43'9,402"E - 113°46'5,945"E 7°42'21,88"S - 7°44'19,764"S
Konservasi Laut 13 (Kab. Situbondo, Kec Bangutan, Kec Kendit, Kec Panarukan)
113°47'15,892"E - 113°55'44,929"E 7°38'15,036"S - 7°43'14,568"S
Konservasi Laut 14 (Kab. Situbondo, Kec Panarukan)
113°57'4,426"E - 113°59'14,234"E 7°37'27,633"S - 7°39'42,573"S
Konservasi Laut 15 (Kab. Situbondo, Kec Mangaran)
114°1'0,144"E - 114°3'13,824"E 7°35'14,825"S - 7°36'58,886"S
KSNT Daerah B B T T B B T B B B T B
Latihan
Daerah Terlarang
T T T T T T T T T T T T
Alur Pelayaran B T T T T I T T I B T T
Pipa Air Bersih B B T T T I B T I B T T
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T T
Keterangan/Koreksi : 1. Daerah latihan overlap dengan kegiatan pertambangan 2. Daerah ranjau dengan kegiatan pertambangan overlap 3. Daerah terumbukarang dengan pertambangan overlap 4. Daerah mangrove dengan pertambangan overlap
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 12
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C4
Blad C4 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab Sumenep, P. Sapudi)
114°16'32,267"E - 114°24'6,607"E 7°3'26,24"S - 7°10'58,025"S
KPU Darat 2 (Kab Sumenep, P. Raas)
114°28'55,536"E - 114°37'13,959"E 7°6'41,928"S - 7°9'23,359"S
KPU Darat 3 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°11'33,555"E - 115°14'13,433"E 6°50'23,952"S - 6°58'34,187"S
KPU Darat 4 (Kab. Situbondo)
114°6'56,403"E - 114°27'27,281"E 7°41'59,132"S - 7°49'53,273"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat - T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Tambak - I T B T - B T T B B B
Pariwisata Alam
- T I B T - B T B I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Pelabuhan T T T T T I B T B B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan T T T T T I B T T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (Kab Sumenep, P. Sapudi, P. Raas)
114°6'36,333"E - 114°58'13,978"E 6°45'4,226"S - 7°21'46,709"S
KPU Laut 2 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°0'23,927"E - 115°14'19,056"E 6°41'49,467"S - 7°15'1,95"S
KPU Laut 3 (Kab. Situbondo)
114°6'36,333"E - 114°38'11,783"E 7°27'5,404"S - 7°49'45,966"S
Fishing Ground Kangean
I B - - B I B T B B - -
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Budidaya Laut B I - - T B B T I B - -
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Pertambangan B B T T I B T T B T T B
Daerah Ranjau B B T T B B B T I B T B
Konservasi Darat Konservasi Darat 1 (Kab. Sumenep, P. Raas)
114°28'55,332"E - 114°37'14,693"E 7°8'29,992"S -
Konservasi Mangrove
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
Taman Nasional
- - I T T - T T I B T T
Mangrove - I I T T - T T I B T T
7°9'38,582"S
Konservasi Darat 2 (Kab. Sumenep, P. Raas)
114°30'29,52"E - 114°37'7,814"E 7°7'11,047"S - 7°8'8,678"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 3 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°11'3,328"E - 115°14'15,52"E 6°53'42,802"S - 6°56'58,989"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 4 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°20'0,821"E - 114°22'34,231"E 7°44'55,016"S - 7°45'33,384"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 5 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°25'15,353"E - 114°27'44,931"E 7°47'12,261"S - 7°49'48,75"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 6 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°18'10,406"E - 114°27'32,404"E 7°45'18,535"S - 7°49'48,75"S
Taman Nasional
Konservasi Darat 7 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°7'34,944"E - 114°7'59,409"E 7°49'9,528"S - 7°49'42,882"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 8 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°8'34,162"E - 114°8'48,55"E 7°49'3,87"S - 7°49'17,784"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 9 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°9'23,487"E - 114°9'47,205"E 7°49'3,466"S - 7°49'56,89"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 10 (Kab. Situbondo, Kec Widuri)
114°10'21,858"E - 114°11'8,945"E 7°49'10,158"S - 7°49'56,954"S
Hutan Lindung
PPK
B B I T T B B T I B B T
Konservasi Darat 11 (Kab. Situbondo, Kec Widuri)
114°11'52,447"E - 114°12'26,53"E 7°49'1,103"S - 7°49'56,597"S
Hutan Lindung
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 (Kab. Sumenep, Kec Dungkek, P. Giliyang)
114°6'35,989"E - 114°12'55,202"E 6°56'20,299"S - 7°1'12,537"S
Konservasi Laut 2 (Kab. Sumenep, P. Sapudi, P. Raas, P. Palayang, P. Bulumanuk, P. Ayer, P. Goadaya)
114°13'56,14"E - 114°48'28,56"E 6°55'56,394"S - 7°12'48,983"S
Konservasi Laut 3
114°12'46,318"E - 114°15'15,074"E 6°51'43,885"S - 6°54'19,044"S
Konservasi Laut 4
114°8'23,433"E - 114°10'33,28"E 7°5'3,702"S - 7°7'9,205"S
Konservasi Laut 5
114°14'53,024"E - 114°17'23,098"E 7°15'42,09"S - 7°17'20,229"S
Konservasi Laut 6
115°0'26,287"E - 115°4'30,886"E 7°0'43,199"S - 7°4'27,933"S
Konservasi Laut 7
115°9'53,83"E - 115°12'8,749"E 6°47'22,844"S - 6°48'57,062"S
Konservasi Laut 8
114°6'53,926"E - 114°8'22,164"E 7°41'20,205"S - 7°42'50,51"S
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu karang
B B - - T B T T I B - -
KSNT Daerah latihan B B T T B B T B B B T B
ALUR Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Alur pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambangan di darat overlap dengan pemanfaatan umum dan konservasi 2.Daerah latihan militer overlap dengan pertambangan yang di laut Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Blad C4 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab Sumenep, P. Sapudi)
114°16'32,267"E - 114°24'6,607"E 7°3'26,24"S - 7°10'58,025"S
KPU Darat 2 (Kab Sumenep, P. Raas)
114°28'55,536"E - 114°37'13,959"E 7°6'41,928"S - 7°9'23,359"S
KPU Darat 3 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°11'33,555"E - 115°14'13,433"E 6°50'23,952"S - 6°58'34,187"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat - T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Tambak - I T B T - B T T B B B
Pariwisata Alam
- T I B T - B T B I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Pelabuhan T T T T T I B T B B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
KPU Darat 4 (Kab. Situbondo)
114°6'56,403"E - 114°27'27,281"E 7°41'59,132"S - 7°49'53,273"S
Pelabuhan perikanan T T T T T I B T T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (Kab Sumenep, P. Sapudi, P. Raas)
114°6'36,333"E - 114°58'13,978"E 6°45'4,226"S - 7°21'46,709"S
KPU Laut 2 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°0'23,927"E - 115°14'19,056"E 6°41'49,467"S - 7°15'1,95"S
KPU Laut 3 (Kab. Situbondo)
114°6'36,333"E - 114°38'11,783"E 7°27'5,404"S - 7°49'45,966"S
Fishing Ground Kangean
I B - - B I B T B B - -
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Budidaya Laut B I - - T B B T I B - -
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Pertambangan B B T T I B T T B T T B
Daerah Ranjau B B T T B B B T I B T B
Konservasi Darat Konservasi Darat 1 (Kab. Sumenep, P. Raas)
114°28'55,332"E - 114°37'14,693"E 7°8'29,992"S - 7°9'38,582"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 2 (Kab. Sumenep, P. Raas)
114°30'29,52"E - 114°37'7,814"E 7°7'11,047"S - 7°8'8,678"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 3 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°11'3,328"E - 115°14'15,52"E 6°53'42,802"S - 6°56'58,989"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 4 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°20'0,821"E - 114°22'34,231"E 7°44'55,016"S - 7°45'33,384"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 5 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°25'15,353"E - 114°27'44,931"E 7°47'12,261"S - 7°49'48,75"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 6 (Kab. Situbondo, Kec
114°18'10,406"E - 114°27'32,404"E
Taman Nasional
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
Taman Nasional
- - I T T - T T I B T T
Mangrove - I I T T - T T I B T T
PPK
B B I T T B B T I B B T
Banyuputih) 7°45'18,535"S - 7°49'48,75"S
Konservasi Darat 7 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°7'34,944"E - 114°7'59,409"E 7°49'9,528"S - 7°49'42,882"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 8 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°8'34,162"E - 114°8'48,55"E 7°49'3,87"S - 7°49'17,784"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 9 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°9'23,487"E - 114°9'47,205"E 7°49'3,466"S - 7°49'56,89"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 10 (Kab. Situbondo, Kec Widuri)
114°10'21,858"E - 114°11'8,945"E 7°49'10,158"S - 7°49'56,954"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 11 (Kab. Situbondo, Kec Widuri)
114°11'52,447"E - 114°12'26,53"E 7°49'1,103"S - 7°49'56,597"S
Hutan Lindung
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 (Kab. Sumenep, Kec Dungkek, P. Giliyang)
114°6'35,989"E - 114°12'55,202"E 6°56'20,299"S - 7°1'12,537"S
Konservasi Laut 2 (Kab. Sumenep, P. Sapudi, P. Raas, P. Palayang, P. Bulumanuk, P. Ayer, P. Goadaya)
114°13'56,14"E - 114°48'28,56"E 6°55'56,394"S - 7°12'48,983"S
Konservasi Laut 3
114°12'46,318"E - 114°15'15,074"E 6°51'43,885"S - 6°54'19,044"S
Konservasi Laut 4
114°8'23,433"E - 114°10'33,28"E 7°5'3,702"S - 7°7'9,205"S
Konservasi Laut 5 114°14'53,024"E - 114°17'23,098"E
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu karang
B B - - T B T T I B - -
7°15'42,09"S - 7°17'20,229"S
Konservasi Laut 6
115°0'26,287"E - 115°4'30,886"E 7°0'43,199"S - 7°4'27,933"S
Konservasi Laut 7
115°9'53,83"E - 115°12'8,749"E 6°47'22,844"S - 6°48'57,062"S
Konservasi Laut 8
114°6'53,926"E - 114°8'22,164"E 7°41'20,205"S - 7°42'50,51"S
KSNT Daerah latihan B B T T B B T B B B T B
ALUR Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Alur pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambangan di darat overlap dengan pemanfaatan umum dan konservasi 2.Daerah latihan militer overlap dengan pertambangan yang di laut Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Blad C4 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab Sumenep, P. Sapudi)
114°16'32,267"E - 114°24'6,607"E 7°3'26,24"S - 7°10'58,025"S
KPU Darat 2 (Kab Sumenep, P. Raas)
114°28'55,536"E - 114°37'13,959"E 7°6'41,928"S - 7°9'23,359"S
KPU Darat 3 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°11'33,555"E - 115°14'13,433"E 6°50'23,952"S - 6°58'34,187"S
KPU Darat 4 (Kab. Situbondo)
114°6'56,403"E - 114°27'27,281"E 7°41'59,132"S - 7°49'53,273"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat - T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Tambak - I T B T - B T T B B B
Pariwisata Alam
- T I B T - B T B I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Pelabuhan T T T T T I B T B B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan T T T T T I B T T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut 1 (Kab Sumenep, P. Sapudi, P. Raas)
114°6'36,333"E - 114°58'13,978"E 6°45'4,226"S - 7°21'46,709"S
KPU Laut 2 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°0'23,927"E - 115°14'19,056"E 6°41'49,467"S - 7°15'1,95"S
KPU Laut 3 (Kab. Situbondo)
114°6'36,333"E - 114°38'11,783"E 7°27'5,404"S - 7°49'45,966"S
Fishing Ground Kangean
I B - - B I B T B B - -
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Budidaya Laut B I - - T B B T I B - -
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Pertambangan B B T T I B T T B T T B
Daerah Ranjau B B T T B B B T I B T B
Konservasi Darat Konservasi Darat 1 (Kab. Sumenep, P. Raas)
114°28'55,332"E - 114°37'14,693"E 7°8'29,992"S - 7°9'38,582"S
Konservasi Mangrove
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
Taman Nasional
- - I T T - T T I B T T
Mangrove - I I T T - T T I B T T
PPK B B I T T B B T I B B T
Konservasi Darat 2 (Kab. Sumenep, P. Raas)
114°30'29,52"E - 114°37'7,814"E 7°7'11,047"S - 7°8'8,678"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 3 (Kab. Sumenep, P. Kangean)
115°11'3,328"E - 115°14'15,52"E 6°53'42,802"S - 6°56'58,989"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 4 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°20'0,821"E - 114°22'34,231"E 7°44'55,016"S - 7°45'33,384"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 5 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°25'15,353"E - 114°27'44,931"E 7°47'12,261"S - 7°49'48,75"S
Konservasi Mangrove
Konservasi Darat 6 (Kab. Situbondo, Kec Banyuputih)
114°18'10,406"E - 114°27'32,404"E 7°45'18,535"S - 7°49'48,75"S
Taman Nasional
Konservasi Darat 7 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°7'34,944"E - 114°7'59,409"E 7°49'9,528"S - 7°49'42,882"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 8 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°8'34,162"E - 114°8'48,55"E 7°49'3,87"S - 7°49'17,784"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 9 (Kab. Situbondo, Kec Jangkar)
114°9'23,487"E - 114°9'47,205"E 7°49'3,466"S - 7°49'56,89"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 10 (Kab. Situbondo, Kec Widuri)
114°10'21,858"E - 114°11'8,945"E 7°49'10,158"S - 7°49'56,954"S
Hutan Lindung
Konservasi Darat 11 (Kab. Situbondo, Kec Widuri)
114°11'52,447"E - 114°12'26,53"E 7°49'1,103"S - 7°49'56,597"S
Hutan Lindung
Konservasi Laut Sempadan - T I T T - T T I B T T
Konservasi Laut 1 (Kab. Sumenep, Kec Dungkek, P. Giliyang)
114°6'35,989"E - 114°12'55,202"E 6°56'20,299"S - 7°1'12,537"S
Konservasi Laut 2 (Kab. Sumenep, P. Sapudi, P. Raas, P. Palayang, P. Bulumanuk, P. Ayer, P. Goadaya)
114°13'56,14"E - 114°48'28,56"E 6°55'56,394"S - 7°12'48,983"S
Konservasi Laut 3
114°12'46,318"E - 114°15'15,074"E 6°51'43,885"S - 6°54'19,044"S
Konservasi Laut 4
114°8'23,433"E - 114°10'33,28"E 7°5'3,702"S - 7°7'9,205"S
Konservasi Laut 5
114°14'53,024"E - 114°17'23,098"E 7°15'42,09"S - 7°17'20,229"S
Konservasi Laut 6
115°0'26,287"E - 115°4'30,886"E 7°0'43,199"S - 7°4'27,933"S
Konservasi Laut 7
115°9'53,83"E - 115°12'8,749"E 6°47'22,844"S - 6°48'57,062"S
Konservasi Laut 8
114°6'53,926"E - 114°8'22,164"E 7°41'20,205"S - 7°42'50,51"S
Pantai
Terumbu karang
B B - - T B T T I B - -
KSNT Daerah latihan B B T T B B T B B B T B
ALUR Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Alur pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambangan di darat overlap dengan pemanfaatan umum dan konservasi 2.Daerah latihan militer overlap dengan pertambangan yang di laut
Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 13
Arahan Pemanfaatan Ruang Blas C5
Blad C5 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat KPU Darat 1 (Kab.
Sumenep, P. Kangean, P. Sepeken, P. Saubi, P. Sabunten, P. Sapankur)
115°14'12,514"E - 115°41'1,488"E 6°50'21,092"S - 7°3'0,987"S
KPU Darat 2 (P. Sepanjang)
115°44'39,165"E- 115°54'20,251"E 7°5'41,918"S - 7°11'4,083"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Tambak - I T B T - B T T B B B
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Pelabuhan T T T T T I B T B B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
115°14'12,514"E - 116°21'56,186"E 6°41'48,048"S - 7°21'32,621"S
Fishing Ground Kangean
I B - - B I B T B B - -
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Perikanan Budidaya
B I - - T B B T I B - -
Pertambangan B B T T I B T T B T T B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T T B
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Konservasi Darat
Konservasi Darat (Mangrove)
115°14'12,514"E - 115°54'9,005"E 6°50'18,371"S - 7°8'59,625"S
PPK B B I T T B B T I B B T
Mangrove
- I I T T - T T I B T T
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 115°20'43,579"E - 115°23'0,294"E
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang B B - - T B T T I B - -
6°47'42,187"S - 6°49'16,088"
Konservasi Laut 2
115°28'28,647"E - 115°29'57,006"E 6°50'2,123"S - 6°51'29,745"S
Konservasi Laut 3
115°27'50,821"E - 115°29'29,308"E 6°44'32,989"S - 6°46'9,844"S
Konservasi Laut
115°24'15,527"E - 115°28'25,524"E 6°41'42,214"S - 6°43'38,479"S
Konservasi Laut
115°35'10,713"E - 115°43'35,737"E 6°44'1,918"S - 6°51'7,279"S
Alur Migrasi Biota I B T T B I T T I B T T
Pipa Minyak dan Gas
B B T T B I B T I T T B
Alur pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambagan overlap dengan alur migrasi, konservasi perairan, budidaya laut, terumbu karang dan potensi perikanan tangkap Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 14
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad C6
Blad C6 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
116°21'53,751"E - 116°26'32,871"E 6°47'28,278"S - 7°4'52,884"S
Pertambangan
B B T T I B T T B T T B
Keterangan /Koreksi : Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 15
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D1
Blad D1 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat
110°53'45,19"E - 111°50'58,16"E 8°3'30,688"S - 8°20'6,233"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat - T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Pariwisata - T I B T - B T B I B T
Pariwisata Buatan
- T T T T - B B T I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Minapolitan - I B B T - B B T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
110°42'54,245"E - 111°50'58,16"E 8°13'6,048"S - 8°34'50,796"S
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Potensi Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Budidaya Laut B I - - T B B T I B - -
Konservasi darat
Konservasi Darat 111°50'58,16"E 8°22'54,502"S
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
PPK B B I T T B B T I B B T
Konservasi Laut
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
KSNT PPK B B I T T B B T I B B T
Alur Migrasi Biota I B T T B I T T I B T T
Alur pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambangan overlap dengan hutan-kpu dan hutan-konservasi Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Konservasi Laut
111°41'27,054"E - 111°44'55,557"E 8°17'14,855"S - 8°22'38,984"S
Blad D1 Kawasan Rencana Penggunaan Catatan Pokja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat
110°53'45,19"E - 111°50'58,16"E 8°3'30,688"S - 8°20'6,233"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat - T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Pariwisata - T I B T - B T B I B T
Pariwisata Buatan
- T T T T - B B T I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Minapolitan - I B B T - B B T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
110°42'54,245"E - 111°50'58,16"E 8°13'6,048"S - 8°34'50,796"S
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Potensi Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Budidaya Laut B I - - T B B T I B - -
Konservasi darat
Konservasi Darat 111°50'58,16"E 8°22'54,502"S
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
PPK B B I T T B B T I B B T
Konservasi Laut
Konservasi Laut
111°41'27,054"E - 111°44'55,557"E 8°17'14,855"S - 8°22'38,984"S
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang B B - - T B T T I B - -
KSNT PPK B B I T T B B T I B B T
Alur Migrasi Biota I B T T B I T T I B T T
Alur pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambangan overlap dengan hutan-kpu dan hutan-konservasi Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 16
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D2
Blad D2 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum darat
KPU Darat
111°51'1,026"E - 112°59'5,647"E 8°8'57,683"S - 8°26'52,007"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat
- T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Pariwisata Alam
- T I B T - B T B I B T
Dalam Negeri
T T T T T I B T I B B B
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Minapolitan - I B B T - B B T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
111°51'1,026"E - 112°59'5,647"E 8°16'9,231"S - 8°38'23,152"S
Fishing Ground Jaring Lingkar Bertali Kerut
I B - - B I B T T B - -
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Konservasi darat
Konservasi Darat
111°51'1,026"E - 112°56'22,379"E 8°9'32,998"S - 8°27'46,079"S
Hutan Lindung
- - I T T - T T I B T T
Cagar Alam - - B T T - T T I B T T
PPK B B I T T B B T I B B T
Konservasi Laut
Konservasi Laut
112°39'59,963"E - 112°43'41,927"E 8°25'13,198"S - 8°28'39,107"S
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang B B - - T B T T I B - -
KSP Pelabuhan Internasional
T T T T T I B T I B B B
Alur Migrasi Biota I B T T B I T T I B T T
Alur pelayaran
B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : 1.Pertambangan overlap dengan KPU darat dan konservasi darat Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Blad D3 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab. Lumajang - Kab. Banyuwangi)
112°59'9,752"E - 114°7'17,685"E 8°5'29,966"S - 8°35'49,277"S
KPU Darat 2 (Kab. Situbondo)
114°5'36,613"E - 114°6'55,264"E 7°50'3,592"S - 7°54'21,791"S
Hutan Produksi - B I B T - B T I B T T
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Pariwisata Alam - T I B T - B T B I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Dalam Negeri T T T T T I B T I B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I T T T T T T
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
112°59'9,752"E - 114°7'17,685"E 8°16'53,776"S - 8°50'32,315"S
I B - - B I B T T B - -
I B - - T B B T B B - -
I B - - B B B T B B - -
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab. Jember - Kab. Banywangi)
113°28'36,63"E - 114°6'38,991"E 8°20'11,348"S - 8°38'21,299"S
Konservasi Darat 2 (Kab. Situbondo)
114°4'48,337"E - 114°6'55,264"E 7°50'3,592"S - 7°58'33,233"S
Konservasi Darat 3 (P. Nusa Barong, Kab. Jember)
113°15'45,274"E - 113°25'14,853"E 8°26'39,058"S - 8°30'24,799"S
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
Taman Nasional - - I T T - T T I B T T
Cagar Alam - - B T T - T T I B T T
PPK B B I T T B B T I B B T
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 - P. Nusa Barong, Kab. Jember
113°14'31,323"E - 113°26'35,036"E 8°24'43,497"S - 8°30'2,366"S
Konservasi Laut 2 - Kab. Banyuwangi
114°5'41,339"E - 114°7'15,94"E 8°36'47,808"S - 8°38'40,007"S
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu karang
B B - - T B T T I B - -
KSNT
KSNT (Pulau-Pulau Terluar) - P. Nusa Barong
113°15'45,274"E - 113°25'14,853"E 8°26'39,058"S - 8°30'24,799"S
PPK
T B I I B I I T I B I B
Alur Migrasi biota I B T T B I T T I B T T
Ke Australia B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : Pelabuhan Khusus tidak mempunyai kewenangan wilayah, kewenangan oleh OP atau UPP 1.Pertambangan darat overlap dengan perumahan,pertanian,perkebunan Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Perhubungan laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Tabel 17
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D3
Blad D3 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat 1 (Kab. Lumajang - Kab. Banyuwangi)
112°59'9,752"E - 114°7'17,685"E 8°5'29,966"S - 8°35'49,277"S
KPU Darat 2 (Kab. Situbondo)
114°5'36,613"E - 114°6'55,264"E 7°50'3,592"S - 7°54'21,791"S
Hutan Produksi - B I B T - B T I B T T
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Pariwisata Alam - T I B T - B T B I B T
Pertambangan T T T T I T T T T B B B
Dalam Negeri T T T T T I B T I B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I T T T T T T
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut
112°59'9,752"E - 114°7'17,685"E 8°16'53,776"S - 8°50'32,315"S
I B - - B I B T T B - -
I B - - T B B T B B - -
I B - - B B B T B B - -
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab. Jember - Kab. Banywangi)
113°28'36,63"E - 114°6'38,991"E 8°20'11,348"S - 8°38'21,299"S
Konservasi Darat 2 (Kab. Situbondo)
114°4'48,337"E - 114°6'55,264"E 7°50'3,592"S - 7°58'33,233"S
Konservasi Darat 3 (P. Nusa Barong, Kab. Jember)
113°15'45,274"E - 113°25'14,853"E 8°26'39,058"S - 8°30'24,799"S
Hutan Lindung - - I T T - T T I B T T
Taman Nasional - - I T T - T T I B T T
Cagar Alam - - B T T - T T I B T T
PPK B B I T T B B T I B B T
Konservasi Laut Sempadan - T I T T - T T I B T T
Konservasi Laut 1 - P. Nusa Barong, Kab. Jember
113°14'31,323"E - 113°26'35,036"E 8°24'43,497"S - 8°30'2,366"S
Konservasi Laut 2 - Kab. Banyuwangi
114°5'41,339"E - 114°7'15,94"E 8°36'47,808"S - 8°38'40,007"S
Pantai
Terumbu karang
B B - - T B T T I B - -
KSNT
KSNT (Pulau-Pulau Terluar) - P. Nusa Barong
113°15'45,274"E - 113°25'14,853"E 8°26'39,058"S - 8°30'24,799"S
PPK
T B I I B I I T I B I B
Alur Migrasi biota I B T T B I T T I B T T
Ke Australia B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : Pelabuhan Khusus tidak mempunyai kewenangan wilayah, kewenangan oleh OP atau UPP 1.Pertambangan darat overlap dengan perumahan,pertanian,perkebunan Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Perhubungan laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
Berikut adalah matriks untuk kawasan bersyarat untuk Blad D-3 :
Tabel 18
Kawasan Bersyarat Blad D3
NO. SYARAT YANG DIUSULKAN
1. Perikanan Tangkap
Untuk kegiatan Perikanan Tangkap, tidak ada persyaratan khusus yang harus dipenuhitetapi dalam pelaksanaannya harus mentaati segala rambu-rambu yang terdapat diseki tar alur pelayaran baik itu pelampung suar (bouy)atau rambu suar.
5,7 Pertambangan dan Prasarana Umum
Alur Pelayaran
Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran pasal 40 dijelaskan bahwa pemberian ijin pembangunan, pemindahan dan/atau pembongkaran bangunan atau instalasi di alur pelayaran diberikan oleh Direktur Jenderalsetelah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Persyaratan Administrasi
● Akte Pendirian Perusahaan
● Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
● Domisili Perusahaan
b. Persyaratan Teknis
● Hasil survei teknis yang mencakup :
- Posisi geografis bangunan atau instalasi
- Bathimetric
- Data hidrografi
- Data jenis dan kondisi sub soil
- Penentuan titik koordinat geografis landing point
● Perhitungan teknis dan gambar desain bangunan atau instalasi
● Lama waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan
● Metode kerja dan analisis teknis
● Rekomendasi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan terdekat
● Rekomendasi dari Distrik Navigasi terdekat
● Studi lingkungan yang sudah mendapat pengesahan oleh pejabat berwenang.
● Rekomendasi dari Distrik Navigasi terdekat
● Pemasangan kabel dan pipa dilakukan dengan pemendaman dengan persyaratan :
- Penempatannya di luar alur pelayaran
- Alur pelayaran yang kedalamannya < 20 m,kabel dan pipa harus dipendam sedalam 4 m di bawah permukaan air laut (natural seabed)
- Alur pelayaran yang kedalamannya antara 20 m - 40 m, kabel dan pipa harus dipendam sedalam 2 m di bawah permukaan air laut (natural seabed)
- Alur pelayaran yang kedalamannya antara > 40 m, kabel dan pipa harus dipendam 1 m di bawah permukaan air laut (natural seabed)
● Untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan dan kepadatan lalu lintas pelayaran perlu dilakukan penilaian resiko (risk assesment) anatar lain dengan melakukankegiatan penjatuhan jangkar tersebar (anchor drop test)
● Pembangunan jembatan atau bangunan sejenisnya di alur pelayaran wajib memperhatikan ruang bebas, dihitung dengan memperhatikan :
- Bentangan jembatan
- Kepadatan lalu lintas kapal
- Dimensi kapal
- Kondisi alur
- Air pasang tinggi
- Tinggi tiang utama kapal
- Gelombang
- Kedalaman perairan
- Pilar konstruksi jembatan
● Pada setiap bangunan atau instalasi di laut wajib membangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
● Pembangunan SBNP dilakukan oleh pemilik bangunan dengan ijin Direktur Jenderal
NO. SYARAT YANG DIUSULKAN
5,7,10, 12 Pertambangan, Prasarana Umum, Wisata dan IndustriPelabuhan
Didalam setiap pembangunan diwilayah perairan laut akan diadakan pekerjaan reklamasi, baik itu jenis bangunan pelabuhan, wisata, industri dan parasarana umum lainnya.
Didalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi, ijin untuk pelaksanaan reklamasi adalah :
a. Persyaratan Administrasi
● Akte Pendirian Perusahaan
● Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
● Domisili Perusahaan
● Keterangan penanggung jawab kegiatan
b. Persyaratan Teknis
● Keterangan mengenai maksud dan tujuan reklamasi
● Lokasi dan koordinat geografis areal yang akan direklamasi
● Peta pengukuran kedalaman awal (pedredge sounding) dari lokasi reklamasi
● Hasil studi dari analisis dampak lingkungan
● Surat pernyataan bahwa pekerjaan reklamasi akan dilakukan oleh perusahaan yang memiliki izin usaha dan kemampuan dan kompetensi melakukan pek. reklamasi.
● Rekomendasi dari Syahbandar setempat dan berkoordinasi dengan Distrik Navigasi setempat terhadap aspek keselamatan pelayaran.
● Rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan dari pelabuhan setempat akan kesesuaian dengan dengan Rencana Induk Pelabuhan bagi pekerjaan yang berada didalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.
● Rekomendasi dari bupati/walikota setempat akan kesesuaian dengan rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/wilayah yang bersangkutan.
Untuk setiap kegiatan pembangunan pelabuhan khusus multiporpose yang berfungsi untuk pelabuhan khusus pertambangan dan industri, diperlukan persyaratan-persyaratan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan antara lain :
a. Persyaratan Administrasi
● Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
● Bukti penguasaan tanah
● Bukti kemampuan finasial
● Proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang
● Rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat
b. Persyaratan Teknis Kepelabuhanan
● Gambar hidrografi, topografi, dan ringkasa laporan hasil survei mengenai pasang surut dan arus
● Tata letak dermaga
● Perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok
● Hasil survei kondisi tanah
● Hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur pelayaran dan kolam pelabuhan
● Batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu
c. Persyaratan Keselamatan dan Keamanan
● Alur pelayaran
● Kolam pelabuhan
● Rencana penempatan SBNP
● Rencana kunjungan kapal
d. Persyaratan Kelestarian lingkungan
● Berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan peraturan lingkungan hidup
Tabel 19
Arahan Pemanfaatan Ruang Blad D4
Blad D4 Kawasan Rencana Penggunaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pemanfaatan Umum Darat
KPU Darat
114°7'22,043"E - 114°25'42,272"E 7°49'53,878"S - 8°37'52,837"S
Hutan Produksi
- B I B T - B T I B T T
Hutan Rakyat
- T I B B - B T I B T B
Pertanian - B B I T - B T T B B B
Perkebunan - T I B T - B T I B B T
Permukiman - T T B T - B B T B I T
Industri - T T T T - B B T B B I
Tambak - I T B T - B T T B B B
Pariwisata Alam
- T I B T - B T B I B T
Pariwisata Buatan
- T T T T - B B T I B T
Dalam Negeri
T T T T T I B T I B B B
Pelabuhan khusus
T T T T T I B T T T B B
Pelabuhan perikanan
T T T T T I B T T B B B
Minapolitan - I B B T - B B T B B B
Pemanfaatan Umum Laut
KPU Laut (Kab. Banyuwangi - Kab.
Situbondo)
114°7'22,043"E - 114°46'35,274"E 7°49'53,878"S - 8°57'24,601"S
Fishing Ground Pancing
I B - - T B B T B B - -
Fishing Ground Jari Lingkar Bertali Kerut
I B - - B I B T T B - -
Perikanan Tangkap
I B - - B B B T B B - -
Konservasi Darat
Konservasi Darat 1 (Kab. Banyuwangi)
114°10'11,299"E - 114°36'2,617"E
Hutan Lindung
- - I T T - T T I B T T
Taman - - I T T - T T I B T T
8°26'53,451"S - 8°47'2,021"S
Konservasi Darat 2 (Kab. Banyuwangi)
114°20'19,302"E - 114°23'24,557"E 8°12'19,89"S - 8°25'21,565"S
Konservasi Darat 3 (Kab. Banyuwangi)
114°10'11,481"E - 114°18'9,652"E 8°2'16,363"S - 8°6'47,088"S
Konservasi Darat 4 (Kab. Banyuwangi)
114°21'15,348"E - 114°23'26,114"E 8°4'29,674"S - 8°6'38,175"S
Konservasi Darat 5 (Kab. Situbondo)
114°25'8,554"E - 114°26'2,107"E 7°56'52,626"S - 8°2'25,463"S
Konservasi Darat 6 (Kab. Situbondo)
114°7'22,043"E - 114°15'33,372"E 7°49'53,878"S - 7°58'32,346"S
Konservasi Darat 7 (Kab. Situbondo)
114°19'39,477"E - 114°27'42,464"E 7°49'53,878"S - 7°54'36,61"S
Nasional
Mangrove - I I T T - T T I B T T
PPK
B B I T T B B T I B B T
Konservasi Laut
Konservasi Laut 1 (Kab. Banyuwangi)
114°7'22,043"E - 114°9'58,159"E 8°37'18,315"S - 8°38'52,819"S
Konservasi Laut 2 (Kab. Banyuwangi)
114°20'27,132"E - 114°22'38,731"E 8°40'12,808"S - 8°44'0,623"S
Konservasi Laut 3 (Kab. Banyuwangi)
114°32'8,845"E - 114°37'49,827"E 8°41'43,433"S - 8°48'3,882"S
Konservasi Laut 4 (Kab. Banyuwangi)
114°23'9,717"E - 114°24'47,295"E
Sempadan Pantai
- T I T T - T T I B T T
Terumbu Karang
B B - - T B T T I B - -
8°28'3,803"S - 8°30'27,106"S
Konservasi Laut 5 (Kab. Banyuwangi)
114°20'29,495"E - 114°22'23,136"E 8°21'3,216"S - 8°24'57,263"S
Konservasi Laut 6 (Kab. Banyuwangi)
114°25'27,3"E - 114°27'11,639"E 7°57'53,743"S - 8°3'30"S
Alur Migrasi biota
I B T T B I T T I B T T
pelayaran B T T T T I T T I B T T
Keterangan/Koreksi : Keterangan :
Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sumber Daya
1 Perikanan tangkap 7 Prasarana umum
2 Perikanan budidaya 8 Pembuangan limbah/sampah
3 Kehutanan 9 Konservasi
4 Pertanian 10 Wisata
5 Pertambangan 11 Permukiman
6 Alur laut 12 Industri
Pengendalian : I : kegiatan utama dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena bersesuaian
B : kegiatan lain yang diperbolehkan dengan pembatasan karena masih bersesuaian
T : kegiatan lain yang tidak diperbolehkan karena tidak bersesuaian
GUBRNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
GUBERNUR JAWA TIMUR
PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011
TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
TAHUN 2011 - 2030
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perlu membentuk Peraturan Gubernur tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2011 - 2030;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438)
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 1
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
10.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
11.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
12.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
13.Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
15.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
16.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 2
17.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020)
18.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
19.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
20.Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
21.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);
22.Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
23.Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
24.Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
25.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
26.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ;
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 3
27.Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4749);
28.Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
29.Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
30.Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
31.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
32.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
33.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
34.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18/MEN/2008 tentang Akreditasi Terhadap Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
35.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.20/MEN/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau kecil dan Perairan di Sekitarnya;
36.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
37.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sumber Daya di Wilayah Laut;
38.Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur;
39.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Hutan di Jawa Timur;
40.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;
41.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2025. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 4
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2011-2030
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan :1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur5. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi
Jawa Timur yang selanjutnya disingkat RSWP-3-K Provinsi adalah rencana yang memuat kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat guna memantau rencana pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Jawa Timur.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur yang terkait dengan RSWP-3-K
7. lnstansi/Lembaga terkait adalah instansi/lembaga yang terkait dengan RSWP-3-K
BAB II KEDUDUKAN
Pasal 2
(1) RSWP-3-K Provinsi Jawa Timur merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Timur merupakan komplemen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Timur;
(2) RSWP-3-K Provinsi Jawa Timur mengintegrasikan kegiatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasar prinsip-prinsip manajemen;
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 5
(3) RSWP-3-K Provinsi Jawa Timur direncanakan dan dilaksanakan dengan melibatkan peranserta Masyarakat Adat dan/ atau Masyarakat Lokal maupun pemangku kepentingan lainnya.
BAB III MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3
RSWP-3-K Provinsi ditetapkan dengan maksud :a. untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka mencapai tujuan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara menyeluruh;
b. untuk memberikan kerangka dasar sebagai landasan bagi penyusunan Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan, dan Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Wilayah Provinsi;
c. sebagai norma, standar dan pedoman bagi pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa Timur dalam rangka perencanaan pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan;
d. sebagai strategi dasar dan keserasian dalam rangka pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bagi kesejahteraan masyarakat
Pasal 4
RSWP-3-K Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bertujuan untuk mengakomodasi :a. upaya memulihkan dan menjamin hak serta kewajiban
masyarakat mengelola sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan;
b. upaya melindungi dan memperbaiki ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. upaya mengembangkan system pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara optimal, efisien dan berkelanjutan, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
d. upaya meminimalkan konflik pemanfaatan dan kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga dapat dicapai keterpaduan dan keberlanjutan program pembangunan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 6
BAB IV VISI DAN MISI
Pasal 5
(1) Visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi adalah "Terwujudnya Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang Terintegrasi, Aman, serta Berkelanjutan untuk meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Jawa Timur"
(2) Misi dalam mewujudkan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi :a. meningkatkan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;b. meningkatkan keamanan dan stabilitas sosial serta ketahanan
terhadap bencana;c. melindungi keaneka - ragaman hayati di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Jawa Timur;d. meningkatkan daya saing potensi ekonomi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan tidak mengganggu fungsi konservasi setempat;
e. meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan melalui penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
f. meningkatkan kerjasama sinergi antar sektor.
BAB V SISTEMATlKA
Pasal 6
Sistematika RSWP-3-K Provinsi meliputi :a. BAB I : PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, maksud, tujuan dan sasaran, landasan hukum, ruang lingkup kegiatan, istilah dan definisi yang berkaitan dengan wilyah pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Memuat deskripsi umum ten tang keadaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi meliputi perairan, ekosistem pesisir, sumberdaya pesisir, jasa kelautan, energy dan sumberdaya kelautan, pulau-pulau kecil, dan kelembagaan, penggunaan ruang wilayah, fasilitas pelayanan umum, infrastruktur wilayah, transportasi darat, laut, udara, kondisi sosial ekonomi, dan rumah tangga nelayan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 7
c. BAB III : KERANGKA KEBIJAKAN STRATEGIS Memuat visi dan misi, isu pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari : integrasi penataan ruang, mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim global, pengembangan sarana dan prasarana social, ekonomi, dan hankam, pemanfaatan pulau kecil dan pulau terluar, pengembangan transportasi laut, penataan kesadaran, kepastian penegakan dan kedaulatan hukum, reklamasi pantai yang berdampak kerusakan pada lingkungan, penataan pemukiman, pencemaran dan konservasi sumberdaya hayati, pengembangan ekonomi, wisata bahari, dan peningkatan kesejahteraan, pengelolaan perikanan tangkap dan perikanan budidaya, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, pengembangan kawasan industry, pengelolaan pertambangan, minyak dan gas bumi, kualitas sumberdaya manusia; termasuk tujuan dan sasaran, strategi dan arah kebijakan, serta target dan indikator.
b. BAB IV : KAIDAH PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN PEMBANGUNAN Memuat langkah-Iangkah pelaksanaan dan pemantauan terhadap pelaksanaan RSWP-3-K Provinsi. RSWP-3-K Provinsi merupakan acuan penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur, Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur, dan Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur, serta menjadi acuan penyusunan RSWP-3-K Kabupaten/Kota. RSWP3-K Provinsi disusun dalam jangka waktu 20 tahun dengan 4 (empat) tahapan prioritas :Prioritas 1 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2011 - 2015;Prioritas 2 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2016 - 2020;Prioritas 3 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2021 - 2025;Prioritas 4 : Program yang dilaksanakan mulai tahun 2026 – 2030;
c. BAB V : PENUTUPMemuat penjelasan bahwa RSWP-3-K Provinsi harus dilengkapi dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, dan Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan dapat dijadikan pedoman untuk mengelola sumber daya pesisir secara berkelanutan.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 8
DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAHPROVINSI JAWA TIMUR
Tgl 28 - 12 - 2011 No. 97 Th 2011 / D
BAB VI ISI DAN URAIAN RSWP-3-K PROVINSI
Pasal 7
Isi beserta uraian RSWP-3-K Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, tercantum dalam Lampiran yang sebagai bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini
BAB VII PEMANTAUAN
Pasal 8
(1) Pemantauan pelaksanaan RSWP-3-K Provinsi dilaksanakan secara terintegrasi, terpadu, dan berkesinambungan
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD dan atau lembaga/instansi terkait dengan melibatkan masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya sesuai dengan kewenangannya
BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 9
RSWP-3-K Provinsi memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak ditetapkan dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali
BAB IXKETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di SurabayaPada tanggal 28 Desember 2011
GUBERNUR JAWA TIMURttd
Dr. H. SOEKARWO
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 9
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim 10