Post on 26-Dec-2020
i
VARIASI KEFORMALAN CAMPUR KODE
PADA HOMILI MISA BAHASA INDONESIA
DI GEREJA GANJURAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Theresia Margyanti Handayani Pratiwi
NIM: 151224034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTTO
Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya
kepada Tuhan!
(Yeremia 17:7)
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan
bertekunlah dalam doa
(Roma 12:12)
Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian
(Peribahasa)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya tulis ini ku persembahkan untuk
Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih-Nya yang tiada tara
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Bapak Ibu tercinta, Tri Subagyo dan Yuliana Winarti, yang tidak
pernah berhenti memberikan dukungan dan doanya selama
ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Oktober 2019
Penulis,
Theresia Margyanti Handayani Pratiwi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Theresia Margyanti Handayani Pratiwi
NIM : 151224034
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
VARIASI KEFORMALAN CAMPUR KODE
PADA HOMILI MISA BAHASA INDONESIA
DI GEREJA GANJURAN
Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 21 Oktober 2019
Yang menyatakan,
Theresia Margyanti Handayani Pratiwi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Pratiwi, Theresia Margyanti Handayani. 2019. Variasi Keformalan Campur
Kode pada Homili Misa Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran. Skripsi.
Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Campur kode sering terjadi ketika menyampaikan sebuah pesan atau
gagasan dalam situasi formal maupun non formal. Hal ini dapat ditemukan dalam
penyampain pesan kehidupan melalui situasi keagamaan. Peristiwa campur kode
menyebabkan adanya variasi dari setiap kode ragam bahasanya
Penelitian ini mengkaji tentang (1) jenis campur kode, (2) jenis variasi
keformalan, dan (3) faktor campur kode pada Homili Misa bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang jenis
campur kode, jenis variasi keformalan dan faktor campur pada kode Homili Misa
bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran.
Jenis penelitian ini adalah penelitan deskriptif kualitatif. Data penelitian
berupa rangkaian kalimat, dan objek penelitiannya adalah variasi keformalan
campur kode yang terdapat dalam kalimat-kalimat Homili Romo di Gereja
Ganjuran. Data ini berjumlah 35 yang terdapat data faktor penyebab, data jenis
campur kode, dan data jenis variasi keformalan. Metode pengumpulan data yaitu
simak, rekam, dan wawancara. Kemudian, analisis data yang digunakan, yaitu
teknik bagi unsur langsung dan baca markah.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya tiga unsur yang terdapat
dalam Homili Misa bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran. Unsur yang pertama,
jenis campur kode yaitu ke dalam dan keluar. Unsur yang kedua, jenis variasi
keformalan yaitu (1) ragam santai+ragam santai, (2) ragam resmi+ ragam resmi,
(3) ragam resmi+ragam santai, (4) ragam resmi+ragam akrab, (5) ragam akrab +
ragam resmi, (6) ragam santai+ragam akrab, (7) ragam akrab+ragam santai, (8)
ragam usaha+ragam usaha, dan (9) ragam santai+ragam resmi. Unsur yang ketiga,
faktor penyebab campur kode; faktor kebahasaan yang ditemukan antara lain,
faktor penggunaan istilah yang lebih populer, satu ragam dan tingkat tutur bahasa,
mitra pembicara, pokok pembicara, fungsi dan tujuan.
Kata kunci: campur kode, variasi keformalan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Pratiwi, Theresia Margyanti Handayani. 2019. Formality Variation of Code
Mixing at Indonesian Mass Homily at Ganjuran Church. Thesis.
Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Education,
Departments of Languages and Arts, Faculty of Teachers Training and
Education, Sanata Dharma University.
Code mixing often occurs when conveying a message or idea in a formal
or informal situation. This can be found in the delivery of messages of life through
religious situations. Code mixing events cause variations in each language code
variety.
This research examines the types of code mixing, types of formality
variations, and code mixing factors at the Indonesian Mass Homily at Ganjuran
Church. The purpose of this research is to describe the types of code mix, types of
formality variations, and code mixing factors in the Indonesian Mass Homily in
Ganjuran Church.
The type of this research is a qualitative descriptive research. The
research data is a series of sentences, and the object of research is the formality
variation of code mixing that contained in the sentences of the Father's Homily in
Ganjuran Church. This data amounted 35 which contained causative factor data,
type of code mixing data, and type of formality variation data. Data collection
methods are refer, record, and interview. Then, the data analysis use agih method
with direct division elements technique and read markers.
The results of this research showed that there are three elements found
in the Indonesian Mass Homily at Ganjuran Church. The first element, the type of
code mix i.e. in and out. The second element, types of formality variations;
relaxed, effortless, familiar and official variety. In addition, nine variations of
formality were found, i.e. (1) relaxed variety + relaxed variety, (2) official variety
+ official variety, (3) official variety + relaxed variety, (4) official variety +
familiar variety, (5) familiar variety + official variety, (6) relaxed variety +
familiar variety, (7) familiar variety + relaxed variety, (8) effortless variety +
effortless variety, and (9) relaxed variety + official variety. The third element,
factors that cause code mixing; linguistic factors that found i.e. more popular
term usage factors, one variety and level of speech, speaker partner, speaker
point, function, and purpose.
Keywords: code mixing, variations in formality.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc.Ph.D selaku Rektor Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan.
3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd.,M.Hum selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra.
4. Dr. B. Widharyanto, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan saran dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A. selaku triangulator dalam skripsi
ini.
6. Dosen Penguji yang telah memberikan masukan bagi perbaikan skripsi
ini.
7. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat PBSI yang membant
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
penulis dalam mengurus keperluan sistem dan pendaftaran ujian
skripsi.
8. Staf dan karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang
telah membantu penulis mendapatkan literatur yang menunjang
penyelesaian skripsi ini.
9. Romo Kresna Handoyo dan Romo Eko Santosa selaku subjek
penelitian di Gereja Ganjuran.
10. Orang tua tercinta, Ibu Yuliana Winarti dan Bapak Tri Subagyo, yang
telah memberikan segala dukungan berupa cinta dan kasih sayang,
nasihat, motivasi, perhatian, materi dan doa selama ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
11. Warung Kopi Berkah Dalem yang telah berperan menjadi berkat
kelancaran dalam menyelesaikan skripsi.
12. Keluarga besar Trah Sastro Sudarmo yang sudah memberikan
motivasi maupun doanya.
13. Teman-teman SMA, Gabriela Eka Devinta, Maria Vita Azaria, Evelin
Aprilia Pratiwi, Marita Milu Pratiwi,Rena Regita, Achilia Budi Pratiwi
yang selalu mengingatkan, memberikan dorongan semangat, motivasi, dan
selalu menemani berdiskusi.
14. Sahabat saya Danu Chrismanto, Christison Deva Elieser, Peter Gigih
dan Angela Nadia yang selalu memberikan motivasi, perhatian dan
mengingatkan untuk mengerjakan skripsi.
15. Teman-teman seperjuangan Meylina Barus, Theresia Alvincia, Erena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
Nawang, Lusiana Meliana, Emiya Hartanta, Cindy Yulia, dan Cristina
Dian Puspita Sari, yang selalu mengingatkan dan menemani penulis
berdiskusi.
16. Teman-teman PPL Adrianus Subari, Suri Leon, Marcellino Ricardo,
dan Regina Utami yang selalu memberikan dorongan semangat.
17. Teman-teman PBSI 2015 yang selalu memberikan semangat dan
menemani penulis berdiskusi.
18. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 21 Oktober 2019
Penulis,
Theresia Margyanti Handayani Pratiwi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN MOTO ....................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
PERNYATAAN LEMBAR KEASLIAN KARYA...................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
HALAMAN BAGAN ..................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 3
1.3Tujuan Penelitian.......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah ............................................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 6
2.1 Penelitian yang Relevan............................................................................... 6
2.2 Landasan Teori............................................................................................. 7
2.2.1 Sosiolinguistik........................................................................................... 7
2.2.2 Kedwibahasaan.......................................................................................... 8
2.2.3 Campur Kode ............................................................................................. 9
2.2.4 Jenis-jenis Campur Kode ........................................................................... 10
2.2.5 Latar Belakang Terjadinya Campur Kode ................................................ 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2.2.6 Faktor Penyebab Campur Kode ............................................................... 14
2.2.7 Variasi Bahasa dari Segi ke Formalan ..................................................... 23
2.2.8 Homili ...................................................................................................... 27
2.3 Kerangka Berfikir ...................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 31
3.1 Jenis Penelitian............................................................................................ 31
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian .............................................................. 32
3.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 32
3.4 Teknik Analisis Data.................................................................................. 33
3.5 Triangulasi Data ......................................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 36
4.1 Deskripsi Data............................................................................................ 36
4.1.1 Jenis Campur Kode ................................................................................. 36
4.1.2 Data Jenis Variasi Keformalan ............................................................... 37
4.1.3 Data Faktor Penyebab Campur Kode .................................................... 38
4.2 Analisis Data ............................................................................................. 38
4.2.1 Jenis Campur Kode ................................................................................ 39
4.2.1.1 Jenis Campur Kode ke Dalam ............................................................ 39
4.2.1.2 Jenis Campur Kode ke Luar ............................................................... 42
4.2.2 Jenis Variasi Keformalan ....................................................................... 47
4.2.2.1 Jenis Variasi Keformalan Ragam Resmi ............................................ 47
4.2.2.2 Jenis Variasi Keformalan Ragam Resmi dan Santai ........................... 48
4.2.2.3 Jenis Variasi Keformalan Ragam Santai dan Akrab ........................... 50
4.2.2.4 Jenis variasi Keformalan Ragam Akrab dan Santai ............................ 51
4.2.2.5 Jenis Variasi Keformalan Ragam Usaha ............................................. 52
4.2.2.6 Jenis Variasi Keformalan Ragam Santai ............................................. 53
4.2.2.7 Jenis Variasi Keformalan Ragam Resmi dan Akrab ........................... 53
4.2.2.8 Jenis Variasi Keformalan Ragam Akrab dan Resmi ........................... 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.2.2.9 Jenis Variasi Keformalan Ragam Santai dan Resmi ........................... 56
4.2.3 Jenis Faktor Penyebab Campur Kode .................................................... 57
4.2.3.1 Faktor Penggunaan Istilah yang Lebih Populer.................................. 57
4.2.3.2 Faktor Adanya Mitra Bicara ................................................................ 59
4.2.3.3 Faktor Adanya Pokok Pembicara ....................................................... 60
4.2.3.4 Faktor Adanya Fungsi dan Tujuan yang sama ................................... 61
4.2.3.5 Faktor Adanya Ragam dan Tingkat Tutur Bahasa .............................. 62
4.3 Pembahasan............................................................................................... 63
BAB V KESIMPULAN ................................................................................ 70
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 70
5.2 Saran ......................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 72
LAMPIRAN................................................................................................... 75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
HALAMAN BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir. .................................................. 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keterangan SPEAKING ……………………………………. 21
Tabel 4.1.1. Data jenis campur kode dalam homili…………………….... 36
Tabel 4.1.2. Data jenis variasi keformalan dalam homili………………... 37
Tabel 4.1.3. Faktor campur kode dalam homili…………………………. 38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi sosial yang bisa digunakan secara variasi
tergantung dari penuturnya. Syamsuddin (1986: 2), mengemukakan dua
pernyataan mengenai pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang
dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-
perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua,
bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk,
tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi
kemanusiaan.
Pengabean (1998: 5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang
mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf.
Pendapat terakhir dari makalah singkat tentang bahasa diutarakan oleh Soejono
(1983: 1), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting
dalam hidup bersama. Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah
komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan,
maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain. Hal ini dapat kita simpulkan
bahwa bahasa merupakan menyampaian maksud dan tujuan melalui tanda-tanda
atau kode yang ada pada setiap kata yang diucapkan. Bahasa juga dipakai untuk
menyampaikan sebuah pesan dalam kehidupan melalui keagamaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Pemakaian suatu bahasa sering kali adanya ketidaksengajaan oleh kata-
kata yang diucapkan. Adanya campuran yang secara tidak sadar maupun secara
sadar Salah satunya campuran dalam penggunaan bilingual atau multilingual
yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal dan lawan tutur, sehingga kita
secara tidak langsung terbentuk oleh campuran dalam penggunanaan bahasa
tersebut. Percampuran bahasa sering terjadi dalam situasi formal maupun non
formal, seperti situasi dalam rapat, wawancara, pidato, dan situasi keagamaan.
Situasi keagamaan atau ibadah sering terjadi saat pengkhotbahan kepada lawan
tutur atau biasa yang disebut umat. Ibadah dan pengkhotbahan dalam setiap
agama mempunyai istilah yang berbeda-beda. Seperti halnya dalam agama
katholik, yang disebut dengan misa dan homili.
Percampuran tersebut disebut juga dengan istilah campur kode. Pada
situasi formal, seperti halnya dalam homili sering terjadi percampuran dalam
penggunaan bahasa. Campur kode, juga sering terjadi percampuran dari variasi-
variasi atau ciri kas kalimat dari setiap bahasanya. Menurut Chaer dan Agustina
(2010 dalam Rifai dan Rusminto, 2017: 2), campur kode adalah percampuran
serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan.
Campur kode juga melihat adanya variasi keformalan. Variasi keformalan tersebut
terdiri percampuran ragam ragam-ragam yang ada. Contohnya dalam homili
adanya kalimat “sehingga kalau saya mengatakan, wis raiso“. Contoh tuturan
tersebut merupakan percampuran dua bahasa yang termasuk dalam ragam resmi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dan ragam santai. Ragam resmi terjadi di kalimat bahasa Indonesia dan ragam santai
terjadi di kalimat bahasa Jawa. Mengapa ragam resmi dan ragam santai? Karena
dalam kalimat ragam resmi ditandai adanya penggunaan bahasa baku, sesuai
dengan ejaan yang disempurnakan. Kalimat bahasa Jawa ditandai adanya kata-kata
santai. Penggunaan kalimat bahasa Jawa termasuk tataran rendah atau biasa yang
digunakan dalam situasi santai.
Campur kode merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih, yang terjadi
karena situasi sekitar. Penggunaan bahasa yang lebih dari satu, atau bahasa satu
bercampur dengan bahasa kedua. Bahasa pertama atau biasa disebut dengan bahasa
ibu, sedangkan bahasa kedua adalah bahasa di negara tempat tinggal kita. Bahasa
ketiga merupakan bahasa internasional, atau bahasa diluar negara yang kita tempati.
Pemakaian bahasa juga merupakan salah satu ilmu sosiolinguistik. Menurut KBBI
sosiolinguistik merupakan ilmu tentang bahasa yang digunakan dalam interaksi
sosial. Fungsi bahasa sangat penting untuk komunikasi dengan mitra tutur atau
lawan tutur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas ada dua masalah yang perlu
dicari jawabannya, yakni adalah sebagai berikut:
1) Apa sajakah jenis-jenis campur kode pada Homili Misa bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran?
2) Apa sajakah jenis-jenis variasi keformalan pada Homili Misa bahasa
Indonesia di Gereja Ganjuran?
3) Apa sajakah faktor penyebab campur kode pada Homili Misa bahasa
Indonesia di Gereja Ganjuran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian tentang campur kode pada Homili Misa Bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran, bertujuan untuk:
1) Mendeskripsikan jenis-jenis campur kode pada Homili Misa bahasa
Indonesia di Gereja Ganjuran.
2) Mendeskripsikan jenis-jenis variasi keformalan pada Homili Misa bahasa
Indonesia di Gereja Ganjuran.
3) Mendeskripsikan faktor penyebab campur kode pada Homili Misa bahasa
Indonesia di Gereja Ganjuran.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk menambah
informasi dan pengetahuan terkait campur kode yang terjadi dalam homili saat misa
di Gereja.
2. Manfaat praktis
Bagi pembaca masyarakat umum, dapat menjadikan penelitian ini untuk
menambah informasi yang positif, bahwa seringkali terjadi campur kode saat
homili.
1.5 Batasan Istilah
1. Sosiolinguistik
Menurut Nababan (1984:2 dalam Chaer dan Agustin, 2014:3),
sosiolinguistik merupakan pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Campur Kode
Menurut KBBI campur kode merupakan penggunaan satuan bahasa dari
satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa,
pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya.
3. Homili
Homili adalah khotbah yang berisikan ajaran-ajaran moral kitab suci,
yang berasal dari agama katholik.
4. Variasi Keformalan
Variasi keformalan adalah macam-macam ragam bahasa berdasarkan
situasinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini diuraikan oleh beberapa hal, yaitu (a) Penelitian yang relevan
(b) Sosiolinguistik (c) campur kode (d) jenis-jenis campur kode (e) faktor-faktor
terjadinya campur kode (f) variasi keformalan dan (g) kerangka berfikir
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Martiningsih (2012) berjudul Alih
Kode dan Campur Kode dalam Pengajian di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Erma Martiningsih merupakan mahasiswi Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Pada
penelitian ini, yang membedakan adalah subjek dan objek dari penelitian. Penelitian
yang dilakukan Erna Murtiningsih dilakukan di dalam sebuah pengajian di Lombok
Nusa Tenggara Barat. Persamaannya adalah mencari faktor-faktor dan jenis-jenis
campur kode.
Penelitian yang kedua oleh Setyanirum (2019) berjudul Jenis, Bentuk,
Faktor Penyebab Campur Kode dalam Perbincangan Pengisi Acara “Ini Talk
Show” di Net Tv. Kristina Dewi Arta Setyanirum merupakan mahasiswi dari
Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Indonesia, Universitas Sanata
Dharma. Dalam penelitian yang di lakukan oleh Kristina yang membedakan adalah,
objeknya dan bentuk. Objek penelitian tersebut adalah salah satu acara pertelevisian
di Net TV, yaitu “Ini Talk Show” dan mencari bentuk-bentuk yang ada dalam
campur kode acara tersebut. Penelitian tersebut juga mencari faktor-
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
faktor penyebab dan jenis dari campur kode. Persamaan dengan penelitian ini
adalah sama-sama mencari faktor-faktor penyebab dan jenis-jenis campur kode.
Penelitian yang ketiga oleh Putra (2012) berjudul Analisis Penggunaan
Campur Kode dalam Ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo. Eko Mandala Putra
merupakan mahasiswi dari Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Indonesia dan Daerah, Universitas Mataram. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Eko Mandala Putra yang membedakan adalah, objeknya dan fungsi. Objek
penelitian tersebut Ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo dan mencari fungsi-fungsi yang
ada dalam campur kode tersebut. Penelitian tersebut juga mencari faktor-faktor
penyebab dan jenis dari campur kode. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti yaitu, sama-sama mencari faktor-faktor penyebab dan jenis-jenis
campur kode.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan
penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat (Nababan, 1984: 2). Menurut
Sumarsono (2002: 5), sosiologi mempelajari antara lain struktur sosial, organisasi
kemasyarakatan, hubungan antaranggota masyarakat, tingkah laku masyarakat
seperti keluarga, suku, dan bangsa. Menurut KBBI, sosiologi adalah pengetahuan
atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat; ilmu tentang
struktur sosial, proses sosial dan perubahannya.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat ketahui ilmu bahasa yang
sangat penting yang digunakan dalam berkomunikasi. Sosiolinguistik sangat erat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
hubungannya dengan interaksi dengan lawan tutur atau mitra tutur. Interaksi
tersebut menggunakan bahasa yang alat penting untuk mencapai maksud dan tujuan
seorang penutur. Negara Indonesia berasal dari bermacam-macam suku, ras, adat
dan bahasa. Oleh sebab itu, banyak sekali aneka bahasa ibu dari setiap suku di
daerah.
2.2.2 Kedwibahasaan
Pada kehidupan bermasyarakat sering kali kita temui adanya penggunaan
dua bahasa ketika berkomunikasi. Penggunaan dua bahasa tersebut dilakukan
dilakukan menggunakan cara percampuran dalam setiap kalimat yang diucapkan.
Menurut Tarigan (1990: 7), pengertian kedwibahasaan berkembang dan berubah
mengikuti situasi dan kondisi. Menurut Kridalaksana (2008: 36), kedwibahasaan
atau bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau
oleh suatu masyarakat.
Kedua pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa kedwibahasaan
penggunaan dua bahasa atau lebih, yang mencirikan sebagai pengungkapan yang
mengikuti situasi dan kondisi. Kedwibahasaan berasal dari kata dwi dan bahasa,
yang artinya dua bahasa. Kedwibahasaan juga sering disebut dengan istilah
bilingualisme. Secara harfiah bilingualisme berkenaan dengan penggunaan dua
bahasa atau dua kode bahasa. Bilingual (-itas atau –isme) terdiri dari dua kata
bahasa Latin, yaitu bi- yang artinya dua, dan lingual (bahasa Perancis: lingua) yang
artinya bahasa. Dalam hal ini, bilingualitas merupakan bagian dari bilingualisme.
Kemudian dalam bahasa Indonesia, bilingulitas disebut kedwibahasaan dan
bilingualisme disebut kedwibahasaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2.2.3 Campur Kode (Code Mixing)
Campur kode merupakan campuran bahasa yang di dalamnya terdapat
unsur-unsur dalam setiap katanya. Menurut Suwito (1985 dalam Mustikawati,
2015: 26), campur kode pada umumnya terjadi dalam suasana santai atau terjadi
karena faktor kebiasaan. Menurut Sumarsono (2002: 202-203), campur kode
terjadi apabila penutur menyelipkan unsur bahasa lain ketika sedang memakai
bahasa tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
campur kode terjadi ketika si penutur menyelipkan unsur bahasa lain atau
penguasaan dua bahasa ketika suasana santai berlangsung.
Campur kode sering terjadi di dalam situasi formal maupun informal.
Menurut Kridalaksana (1982: 32 dalam Suandi, 2014: 139), memberikan batasan
campur kode atau interferensi sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa
ke bahasa yang lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk
di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya. Menurut Istiati
(1985 dalam Suandi, 2014: 140), campur kode dilakukan oleh penutur bukan
semata-mata karena alasan situasi pada saat terjadinya interaksi verbal, melainkan
oleh sebab-sebab yang bersifat kebahasaan. Tidak jauh berbeda dengan beberapa
pendapat sebelumnya. Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa campur
kode digunakan untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa dan terjadi
karena sebab kebahasaan. Maka dari itu ciri yang menonjol dalam campur kode
menurut Nababan (dalam Aslindan dan Syafyahya, 2007: 87) adalah kesantaian
atau informal. Terjadinya campur kode biasanya untuk memahami apa yang akan
disampaikan si penutur kepada lawan tutur. Namun dalam homili, si penutur atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
romo biasanya ingin menyampaikan maksud dari kalimat-kalimat yang ada pada
kitab kepada audience atau umat. Maka dibuat suasana santai atau informal, agar
tidak terlalu tegang serta audience atau umat mengerti apa yang sampaikan si
penutur atau romo saat homili.
2.2.4 Jenis-jenis Campur Kode
Pada campuran berbahasa atau campur kode, bisa diketahui jenis-jenis
campur kode yang digunakan dalam tuturan. Jenis-jenis atau macam-macam
campur kode diketahui untuk membedakan campur ke dalam atau campur kode
keluar. Suandi (2014: 140-141), mengungkapkan beberapa ciri-ciri campur kode
(Code Mixing), yaitu:
a. Campur kode tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan seperti yang
terjadi dalam alih kode, tetapi bergantung kepada pembicaraan (fungsi bahasa).
b. Campur kode terjadi karena kesantaian pembicara dan kebiasaannya dalam
pemakaian bahasa.
c. Campur kode pada umumnya terjadi dan lebih banyak dalam situasi tidak resmi
(informal).
d. Campur kode berciri pada ruang lingkup di bawah klausa pada tataran yang
paling tinggi dan kata pada tataran yang rendah.
Unsur bahasa sisipan dalam peristiwa campur kode tidak lagi mendukung
fungsi sintaksis bahasa Indonesia secara mandiri, tetapi sudah menyatu dengan
bahasa yang disisipi. Menurut Suandi (2014: 140-141), membagi macam-macam
campur kode berdasarkan asal unsur serapannya. Campur kode dapat dibedakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
menjadi tiga jenis yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing), campur kode
ke luar (auter code mixing), dan campur kode campuran (hybrid code mixing).
2.2.4.1 Campur Kode ke Dalam (inner Code Mixing)
Campur kode ke dalam (inner code mixing) adalah jenis campur kode yang
menyerap unsur-unsur bahasa asli yang masih sekrabat. Peristiwa campur kode
tuturan bahasa Indonesia biasanya terdapat unsur di dalamnya. Unsur tersebut
seperti bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan bahasa daerah lainnya.
2.2.4.2 Campur Kode ke Luar (Outer Code Mixing)
Campur kode ke luar (Outer Code Mixing) adalah campur kode yang
menyerap unsur-unsur bahasa asing. Unsur-unsur bahasa asing misalnya gejala
campur kode. Pada pemakaian bahasa Indonesia terdapat sisipan bahasa Belanda,
Inggris, Arab, bahasa Sansekerta.
2.2.4.3 Campur Kode Campuran (Hybrid Code Mixing)
Campur kode campuran (hybrid Code Mixing) adalah campur kode yang di
dalamnya telah menyerap unsur bahasa asli (bahasa-bahasa daerah) dan bahasa
asing. Campur kode juga bisa diklasifikasikan berdasarkan tingkat perangkat
kebahasan. Berdasarkan kategori tersebut campur kode juga dapat dibedakan
menjadi tiga jenis Jendra (2007: 169-170 dalam Suandi, 2014: 141).
1. Campur Kode pada tataran Klausa (Campur Kode Klausa)
Campur kode pada tataran klausa merupakan campur kode yang berada
pada tataran paling tinggi. Contoh “memberikan dukungan dari belakang bisa
diartikan Tut Wuri Handayani”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2. Campur kode pada tataran Frasa (Campur Kode Frasa)
Campur kode pada tataran frasa setingkat lebih rendah dibandingkan dengan
campur kode pada tataran klausa. Contoh:“selamat Paskah”. Campur kode yang
terjadi memiliki arti hari raya umat Kristen dan Katholik, untuk mengenang kisah
sengsara Tuhan dan terjadi sekali dalam setahun. Campur kode bisa juga bersifat
campuran (hybrid,baster) seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut.“Rini
melakukan studi banding ke Amerika”. Campur kode pada tataran frasa ini dapat
juga berupa ungkapan (idiom) seperti contoh berikut:.the last but not least (terakhir,
tetapi tidak kalah pentingnya).
3. Campur kode pada tataran kata (Campuran Kode Kata)
Campur kode kata pada tataran kata merupakan campur kode yang paling
banyak terjadi pada setiap bahasa. Campur kode pada tataran kata bisa berwujud
kata dasar (kata tunggal), bisa berupa kata kompleks, kata berulang, dan kata
majemuk.
Pada kata kompleks bisa terjadi campur kode baster (hybrid), demikian pula
pada kata berulang. Berikut beberap contoh campur kode yang terjadi pada tataran
kata.
(1) Show kemarin ini menampilkan penyanyi top Raisa
(2) Follower di media sosial Rina bertambah banyak.
Pada contoh (1) dan (2) memiliki campur kode, contoh kalimat pertama
merupakan campur kode ke dalam (inner code mixing). Contoh kalimat kedua
merupakan campur kode ke luar (outer code mixing). Contoh campur kode (hybrid)
pada kata kompleks termasuk kata ulang dan kata majemuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(1) Fashion show bulan depan akan berlangsung di Hotel Plaza
Ambarukmo.
2.2.5 Latar Belakang Terjadinya Campur Kode
Menurut Suwito (1983 dalam Suandi, 2014: 142-146), menyatakan bahwa
terdapat 3 alasan terjadinya campur kode, antara lain: (1) identifikasi peranan, (2)
identifikasi ragam, dan (3) untuk menjelaskan dan menafsirkan. Menurut Suwito
(1983 dalam Suandi, 2014: 142), ketiga hal tersebut saling bergantung dan tidak
jarang mengalami tumpang tindih. Ukuran dalam identifikasi peranan adalah sosial,
registral, dan edukasional. Campur kode yang terjadi ditunjukkan untuk
mengidentifikasi peranan penutur, baik secara sosial, regional, maupun
registrasional. Misalnya dalam pemakaian bahasa Jawa, pemilihan variasi bahasa
dan cara mengekspresikan variasi bahasa tersebut dapat memberikan dan kesan
tertentu baik tentang status sosial dan identifikasi keinginan untuk menjelaskan dan
menafsirkan tampak dan sikap penutur. Penutur yang bercampur kode dengan
unsur-unsur bahasa Inggris dapat memberi kesan bahwa si penutur berpendidikan
dan memiliki hubungan yang luas.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Jendra (2008 dalam Suandi,
2014: 142:146), menyatakan bahwa latar belakang terjadinya sebuah campur kode
pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) peserta pembicara, (2)
media bahasa yang digunakan, dan (3) tujuan pembicara. Ketiga hal tersebut masih
dapat diringkas lagi menjadi dua pokok bagian, misalnya peserta pembicara
menjadi (1) penutur dan dua faktor yang lain, yaitu media bahasa dan tujuan
pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
disatukan menjadi (2) Faktor kebahasaan. Kedua faktor tersebut saling berkaitan
dan mengisi satu sama lain.
1. Faktor Penutur
Seorang penutur berlatar belakang bahasa ibu bahasa Jawa yang memiliki
sikap bahasa yang positif dan kadar kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa Jawa bila
ia berbicara bahasa Indonesia tentu akan terjadi campur kode ke dalam. Artinya,
bahasa Indonesianya akan sering disisipi unsur bahasa Jawa. Bisa juga karena ia
kurang menguasai bahasa Indonesia dengan baik, maka bahasa Indonesia yang
digunakannya akan sering tercampur dengan kode bahasa Jawa atau ragam bahasa
Indonesianya kurang tepat pada situasi. Contoh lain ditujukkan ketika orang
terpelajar sering kali memasukan kata-kata asing dalam tuturanya.
2. Faktor kebahasaan.
Penutur dalam memakai bahasanya sering berusaha untuk mencampur
bahasanya dengan kode bahasa lain untuk mempercepat penyampaian pesan.
Adapun beberapa faktor kebahasaan yang menyebabkan campur kode antara lain:
2.2.6 Faktor Penyebab Campur Kode
1. Keterbatasan Penggunaan Kode
Faktor keterbatasan kode terjadi apabila penutur melakukan campur kode,
karena tidak mengerti pada non frasa atau klausa dalam bahasa dasar yang
digunakannya. Campur kode karena faktor ini lebih dominan terjadi ketika penutur
bertutur dengan kode dasar BI dan BJ. Keterbatasan ini menyebabkan penutur
menggunakan kode yang lain dengan kode dasar pada pemakaian kode sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Fenomena campur kode dengan kode dasar BI yang disebabkan karena keterbatasan
penggunaan kode tampak pada tuturan-tuturan berikut.
(1). “Kita pun juga dipanggil untuk menjadi nabi-nabi pada jaman now,
jaman sekarang ini “.
(2). “Apakah panjenengan, bapak ibu sekalian, ketika masih
kanak-kanak itu menghidupkan bulan purnama”.
Tuturan (1) dan (2) menunjukan adanya peristiwa campur kode BJ pada
kode dasar B.Ingg. Tuturan (1) merupakan tuturan seorang romo, mengenai arti
istilah jaman sekarang, tuturan (2) terjadi pada pertanyaan untuk masa lampau. Pada
peristiwa tutur tersebut, penutur melakukan campur kode dengan memasukkan
kode B.Ingg now „sifat‟. Tuturan (2) penutur memasukan kode BJ panjenengan
„sekalian‟. Faktor penyebab terjadinya campur kode itu adalah keterbatasan kode
penutur dalam kode B.Ingg. Penutur tidak memahami padanan dalam B.Ingg
sehingga memasukkan kode yang diketahuinya dalam kode BJ. Fenomena campur
kode dapat juga terjadi karena penutur lebih sering menggunakan kode tersebut,
dalam bertutur walaupun penutur sebenarnya mengetahui padanannya dalam
B.Ingg. Penggunaan kode B.J mengakibatkan penutur lebih mudah mengingat kode
tersebut, dibandingkan dengan penandanya dalam kode B.Ingg. Faktor keterbatasan
kode penutur yang menyebabkan terjadinya campur kode juga tampak ketika
penutur menggunakan kode BJ dalam berkomunikasi dan verbal. Campur kode
yang disebabkan oleh penutur sulit mencari padanannya dalam kode BJ tampak
pada tuturan-tuturan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
(1). Jelas mobile mlaku pelan pas neng tikungan, kan dalane nanjak nek.
Jelas mobilnya jalan pelan pas di tikungan, kan jalannya menanjak.
2. Penggunaan istilah yang Lebih Populer.
Pada kehidupan sosial, terdapat kosakata tertentu yang dinilai mempunyai
padanan yang lebih populer. Tuturan berikut menunjukan adanya fenomena campur
kode karena penggunaan istilah lebih populer.
(1). Anak-anak jaman sekarang, atau jaman now
(2). Cuek is the best
3. Tempat tinggal dan Pembicaraan berlangsung
Pembicara terkadang sengaja melakukan campur kode terhadap mitra
bahasa karena dia memiliki maksud dan tujuan tertentu. Dipandang dari pribadi
pembicara, ada berbagai maksud dan tujuan melakukan campur kode antara lain
pembicara ingin mengubah situasi pembicaraan, yakni dari situasi formal yang
terikat ruang dan waktu. Pembicara juga terkadang melakukan campur kode dari
suatu bahasa ke bahasa lain karena faktor kebiasaan dan kesantaian.
4. Mitra Bicara
Mitra bicara dapat berupa individu atau kelompok. Pada masyarakat bilingual,
seorang pembicara yang mula-mula menggunakan satu bahasa. Namun, bisa juga
melakukan campur kode menggunakan bahasa lain, dengan mitra bicaranya yang
memiliki latar belakang daerah yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
5. Pembicara dan Pribadi Pembicara
Pembicara merupakan seseorang yang dipercaya untuk menyampaikan
suatu hal atau informasi di depan umum. Kedudukan pembicara dapat
menyampaikan isi pembicaraannya secara baik. Dalam hal ini pembicara dapat
menyampaikan pengetahuan, serta memotivasi dan mempersuasi pendengarnya
untuk melakukan sesuatu. Ketika penyampaian, harus antusias dan
terlihat memiliki dedikasi yang tinggi. Pembicara akan dikatakan berhasil apabila
pembicara tersebut berhasil memberikan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi
para pendengarnya.
6. Modus Pembicaraan
Modus pembicaraan merupakan sarana yang digunakan untuk berbicara.
Modus lisan (tatap muka, melalui telepon atau audio visual) lebih banyak
menggunakan ragam non formal. Modus lisan lebih sering terjadi campur kode
dibandingkan dengan modus tulis.
7. Topik
Campur kode dapat disebabkan faktor topik. Topik ilmiah disampaikan dengan
menggunakan ragam formal. Topik non ilmiah disampaikan dengan “bebas” dan
dengan menggunakan ragam non formal. Dalam ragam non formal terkadang
terjadi “penyisipan” unsur bahasa lain, disamping isi topik pembicaraan nonilmiah
(percakapan sehari-hari) menciptakan pembicaraan yang santai. Pembicaraan yang
santai tersebutlah yang kemudian mendorong adanya campur kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
8. Fungsi dan Tujuan
Fungi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan didasarkan pada tujuan
berkomunikasi. Fungsi bahasa merupakan ungkapan yang berhubungan dengan
tujuan tertentu, seperti memerintah, menawarkan, mengumumkan, memarahi dan
lain sebagainya. Pembicara menggunakan bahasa meniru fungsi yang
dikehendakinya sesuai dengan konteks dan situasi berkomunikasi. Campur kode
dapat terjadi karena situasi dipandang tidak sesuai atau relevan. Oleh sebab itu,
campur kode menunjukkan adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual
dan situasional yang relevan dalam pemakaian dua bahasa atau lebih.
9. Ragam dan Tingkat Tutur Bahasa
Pemilihan ragam dan tingkat tutur bahasa banyak didasarkan pada
pertimbangan pada mitra bicara. Pertimbangan ini menunjukan suatu pendirian
terhadap topik tertentu atau relevansi dengan situasi tertentu. Campur kode lebih
sering muncul pada penggunaan ragam non formal dan tutur bahasa daerah jika
dibandingkan dengan penggunaan ragam bahasa tinggi.
10. Hadirnya Penutur Ketiga
Dua orang berasal dari etnis yang sama pada umumnya saling berinteraksi
dengan bahasa pokok etnis. Tetapi jika hadir orang ketiga dalam pembicaraan
tersebut memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda, biasanya dua orang
pertama beralih kode ke bahasa yang dikuasai oleh orang ketiga. Hal tersebut
dilakukan untuk menetralisasi situasi dan sekaligus menghormati hadirnya orang
ketiga tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
11.Pokok Pembicara
Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor dominan yang menentukan
terjadinya campur kode. Pokok pembicaraan pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi dua golongan besar yaitu:
a. Pokok pembicaraan yang bersifat formal
b. Pokok pembicaraan yang bersifat informal.
12. Membakitkan Rasa Humor
Campur kode sering dimanfaatkan pemimpin rapat untuk menghadapi
ketegangan mulai timbul dalam memecahkan masalah atau kelesuan. Dalam hal ini,
ketika cukup lama bertukar pikiran memerlukan rasa humor. Bagi pelawak hal
tersebut berfungsi untuk membuat penonton merasa senang dan puas.
13. Sekedar Bergengsi
Sebagian penutur ada yang melakukan campur kode sekedar untuk bergengsi.
Hal itu terjadi apabila faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosio
situasional yang lain. Dalam hal ini tidak mengharuskan penutur untuk melakukan
campur kode atau dengan kata lain, fungsi kontekstualnya maupun situasi
relevansinya.
Situasi tutur atau tuturan juga menjadi salah satu penyebab campur kode.
Menurut Leech (1983 dalam Suandi, 2014: 82-83), mengengemukakan sejumlah
aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam berkomunikasi. Aspek-aspek
itu adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
1. Penutur dan Lawan Tutur
Aspek yang bersangkutan dengan penutur dan lawan tutur adalah usia, latar
belakang sosial ekonomi jenis kelamin dan tingkat keakraban.
2. Konteks Tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek
fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang
bersifat fisik lazim disebut konteks (context), sedangkan konteks setting sosial
disebut konteks.
3. Tujuan Tuturan
Merupakan hal yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan
tutur. Tujuan tuturan merupakan hal yang melatar belakangi tuturan dan semua
tuturan orang normal memiliki tujuan.
4. Tuturan Sebagai Bentuk Tindakan atau aktivitas
Dalam tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas yaitu tindak tutur itu
merupakan tindakan juga. Menurut Gunarwan (dalam Rustono, 1999:33), sebuah
tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan. Pendapat tersebut dapat kita
ketahui bahwa tuturan bisa dilihat dari suatu gerakan tubuh.
5. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal
Tindakan manusia dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan
tindakan non verbal. Memukul atau berjalan merupakan contoh dari tindakan
nonverbal. Sementara berbicara merupakan tindakan verbal. Tindak verbal adalah
tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Menurut Dell Hymes (dalam Sumarsono, 2002: 334-335), suatu peristiwa
tutur dalam campur kode harus memenuhi komponen, yang huruf-huruf
pertamanya dirangkai menjadi akronim “SPEAKING”. Kedelapan komponen itu
adalah sebagai berikut.
2.1 Tabel SPEAKING
NO SPEAKING KETERANGAN
1 S Setting and Scene
2 P Participants
3 E Ends: purpose and goal
4 A Act sequences
5 K Key:tone or spirit of act
6 I Instrumentalities
7 N Norms of interaction and interpretation
8 G Genre
Setting and scene berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung,
sedangkan scene mengacu pada situasi, dan waktu atau situasi psikologis
pembicaraan.Waktu, tempat tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan
variasi bahasa yang berbeda juga. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada
pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan
pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam
keadaan sunyi. Ketika di lapangan sepak bola kita bisa berbicara dengan keras tapi
di ruang perpustakaan harus bicara seperlahan mungkin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan.
Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau
pendengar, tetapi dalam khotbah masjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah
sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat
menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan
menggunakan ragam atau gaya bahasa akan berbeda berbicara dengan orang tuanya
atau gurunya, bila dibandingkan dia berbicara dengan teman-teman sebayanya.
End, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang
terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara.
Ketika para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.
Misaalnya, jaksa ingin membutukan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha
membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha
memberikan keputusan yang adil.
Act sequence, mengacu pada bentuk ujuaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran
dan isi ujaran berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana
penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dan topik pembicaraan.
Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta
berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.
Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan
disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dengan mengejek dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak
tubuh dan isyarat.
Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur
lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada
kode ujuaran yang digunakan, seperti bahasa, dialeg ragam atau register.
Norm of Interaction dan Interpretation, mengacu pada norma atau aturan
dalam interaksi. Misalnya yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya,
dan sebagainya. Mengacu pada norma penafiran terhadap ujuran dari lawan bicara.
Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, doa dan sebagainya. Penyampain tersebut dapat terjadi disituasi formal
maupun non formal.
2.2.7 Variasi Bahasa dari Segi ke Formalan
Berdasarkan tingkat keformalanya, Martin Joos (1967 dalam Chaer dan
Agustina, 2014: 70-72), membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (inggris
style). Gaya tersebut yaitu, gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi
(formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan
gaya atau ragam akrab (intimate).
Ragam Beku (frozen) adalah variasi bahasa yang paling formal, yang
digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya,
dalam upacara kenegaraan, khotbah masjid, tata cara pengambilam sumpah;kitab
undang-undang, aktenotaris, dan surat-surat keputusan. Disebut ragam baku karena
pola-pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Bentuk ragam beku ini memiliki ciri kalimatnya panjang-panjang, tidak
mudah dipotong atau dipenggal, dan sulit sekali dikenai ketentuan tata tulis dan
ejaan standar. Bentuk ragam beku yang seperti ini menuntut penutur dan pendengar
untuk serius dan memperhatikan apa yang ditulis atau dibicarakan. Tekanan
pelafalannya pun tidak boleh berubah sama sekali. Bahasa yang digunakan dalam
ragam ini berciri sangat formal.
Ragam Resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam
pidato kenegaraan, rapat dinas,surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-
buku pelajaran, dan sebagainya. Pola kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara
mantap sebagai suatu standar. Ragam resmi pada dasarnya sama dengan ragam
bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak
dalam situasi yang tidak resmi. Berikut contoh ragam resmi
(1) Saya sudah mengerjakan tugas kuliah.
(2) Misa hari ini menyenangkan
Karakteristik kalimat dalam ragam ini yaitu lebih lengkap dan kompleks,
adanya kata penghubung, menggunakan pola tata bahasa yang tepat dan juga kosa
kata standar atau baku. Menggunakan tata bahasa yang baik (sesuai PEUBI), lugas,
sopan, menggunakan bahasa yang baku, baik itu dalam bahasa lisan maupun tertulis. Jadi,
percakapan antarteman yang sudah karib atau percakapan dalam keluarga tidak
menggunakan ragam resmi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Ragam Usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim
digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan
yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Berikut contoh ragam usaha.
Reno : “Selamat siang, Pak. Ada yang ketinggalan?”
Dosen : “Tolong teman-teman yang lain diberi tahu makalahnya
harus dikumpulkan paling lambat besok ya”.
Reno : “Baik, Pak. Nanti saya sampaikan kepada teman-teman
yang lain”.
Dosen : “Oke, terima kasih”.
Reno dan Riki : “Terima kasih kembali, Pak”.
Percakapan tersebut, merupakan contoh percakapan ragam usaha yang dilakukan
oleh mahasiswa dan dosen. Dalam penggunaan bahasanya lebih formal. Jadi, ragam usaha
adalah ragam yang paling operasional. Wujud ragam usaha ini berbeda diantara
ragam formal dan ragam informal atau ragam santai.
Ragam Santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan
dalam situasi tidak resmi atau berbicang-bincang dengan keluarga atau teman karib
pada waktu beristirahat, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Ragam santai
banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang
dipendekkan. Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa
daerah. Berikut contoh ragam santai:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Adi : “Saya kayaknya gak jadi ikut ntar”. (mungkin nanti tidak bisa ikut
Futsal).
Riki : “Lha ngopo?” (mengapa tidak jadi ikut futsal?)
Adit : “Ada sodara datang dari Lombok”. (Ada saudara saya datang
dari Lombok).
Riki : “Ya lain kali aja”. (Ya sudah lain kali ikut futsal ya)
Adit :” Siap”.
Percakapan tersebut, merupakan percakapan antara teman sekelas tetapi
hubungan keduanya tidak sedekat seperti pada ragam intim. Demikian juga dengan
struktur morfologi dan sintaksis yang normatif tidak digunakan.
Ragam Akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan
oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga,
atau antarteman yang sudah karib. Ragam akrab ditandai dengan penggunaan
bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek dengan artikulasi yang sering tidak
jelas. Berikut contoh ragam akrab:
Reno : “Jadi, Cin?” (jadi ikut futsal tidak?)
Riki : “Yoi, janji jadi koor” (Jadi, karena saya sudah janji mau menjadi
koordinator)
Percakapan tersebut merupakan contoh ragam bahasa akrab antara dua sahabat
karib. Keakraban ini dapat kita ketahui dari bahasa yang digunakan seperti sapaan Cin dan
penggunaan bahasa pendek-pendek yang diketahui kedua penutur. Hal ini terjadi karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
diantara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang
sama.
Pendapat lain juga disebutkan oleh, Utorodewo mengenai ragam bahasa.
Ragam bahasa menurut Utorodewo (2010: 3 dalam Purwaningrum 2018) terbagi
dalam dua kelompok yaitu:
a. Ragam Bahasa Berdasarkan Media Pengantarnya
Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya terbagi dalam ragam
lisan dan ragam tulis. Ragam tulis adalah bahasa yang benar-benar ditulis atau
dicetak. Dalam ragam tulis juga bisa disebut dengan ragam tulis dan lisan
semiformal, maksudnya tidak terlalu formal ataupun tidak terlalu nonformal
b. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya
Ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya dikelompokkan menjadi
ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Dalam ragam formal
sifatnya terikat, memenuhi aturan, begitu juga dengan nonformal sifatnya tidak
resmi, bisa bisa digunakan dalam situasi santai. Berdasarkan kedua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa ragam-ragam bahasa dari variasi keformalan,
seringkali penggunaannya dalam situasi formal maupun infomal atau non formal.
Terjadi sesuai dengan konteksnya dalam penggunaan ragam-ragam tersebut.
2.2.8 Homili
Homili adalah khotbah yang berisikan ajaran-ajaran moral kitab suci, yang
berasal dari agama katholik. Secara harfiah homili berasal dari bahasa Yunani yaitu
homilia, yang berarti percakapan dalam suasana akrab dengan pribadi lain. Menurut
Hennry George (dalam Komisi Liturgi, 2011: 15) homilia berarti kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
bersama, persatuan, persekutuan, hubungan suami istri yang mesra, pertemuan atau
sidang, penjelasan atau petunjuk, upaya menyadarkan atau meyakinkan orang lain.
Pada arti klasik, homili merupakan penafsiran Kitab Suci ayat demi ayat. Pendapat
tersebut dapat kita ketahui bahwa setiap penyampaian itu berguna untuk kehidupan
bersama. Pada lingkup gereja, khususnya sebuah perayaan atau misa, homili
dipakai untuk menyampaikan penjelasan berkaitan isi kitab suci.
Menurut Origenes (dalam komisi Liturgi, 2011: 16), tujuan dari penjelasan
homili adalah memahami pesan-pesan rohani dengan kesimpulan praktis untuk
dihayati, baik dalam perayaan maupun kehidupan sehari-hari. Pesan rohani yang
disampaikan, biasanya dijadikan renungan untuk mempetimbang suatu hal secara
tuntas. Persamaan dari homili adalah khotbah yang biasanya memberikan
penjelasan mengenai ajaran agama. Maka dari itu, khotbah lebih bersifat secara
umum. Homili tidak bisa dipakai sebagai pengganti khotbah diluar perayaan atau
misa.
2.3 Kerangka Berfikir
Penelitian yang berjudul “variasi keformalan campur kode pada homili misa
bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran” menggunakan kajian teori sosiolinguistik,
kedwibahasaan, campur kode dan variasi keformalan. Pada campur kode terbagi
atas tiga jenis, yaitu campur kode ke dalam, ke luar dan campuran. Faktor penyebab
dari campur kode itu sendiri yaitu, keterbatasan penggunaan kode, penggunaan
istilah yang lebih populer, pembicara dan pribadi pembicara, mitra pembicara,
tempat tinggal dan waktu pembicaraan berlangsung, modus pembicaraan, topik,
fungsi dan tujuan, ragam dan tingkat tutur bahasa, hadirnya penutur ketiga, untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
membakitkan rasa humor, untuk sekedar bergengsi. Variasi keformalan yang
terbagi dalam lima variasi yaitu, variasi keformalan ragam beku, variasi keformalan
ragam santai, variasi keformalan ragam usaha, variasi keformalan ragam santai dan
variasi keformalan ragam akrab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
VARIASI KEFORMALAN CAMPUR KODE
PADA HOMILI BAHASA INDONESIA
DI GEREJA GANJURAN
SOSIOLINGUISTIK
KEDWIBAHASAAN
VARIASI KEFORMALAN CAMPUR KODE
Jenis Campur Ko de
Suandi (2014: 140-141)
Jenis Variasi Keformalan Chaer dan Agustina
(2014: 70-72)
Faktor Penyebab
Campur Kode
Suandi (2014: 142-146)
1.Campur Kode Kedalam
2.Campur Kode Keluar
3. Campur Kode Campuran
1. Variasi Keformalan
Ragam Beku
2. Variasi Keformalan
Ragam Santai
3. Variasi Keformalan
Ragam Usaha
4. Variasi Keformalan
Ragam Santai
5. Variasi Keformalan
Ragam Akrab.
1. Keterbatasan
Penggunaan Kode
2. Penggunaan Istilah
yang Lebih Populer
3. Pembicara dan
Pribadi Pembicara
4. Mitra Pembicara
5. Tempat Tinggal dan
Waktu Pembicaraan
Berlangsung
6. Modus Pembicaraan
7. Topik
8. Fungsi dan Tujuan
9. Ragam dan Tingkat
Tutur Bahasa
10. Hadirnya Penutur
Ketiga
11. Pokok Pembicara
12. Membakitkan Rasa
Humor
13. Sekedar Bergengsi
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain lain. Dalam bahasa homili yang diteliti sesuai dengan ciri-ciri
penelitian kualitatif salah satunya mengkaji peristiwa-peristiwa di situasi sosial.
Deskriptif yaitu mendeskripsikan hasil homili yang sudah dikelompokkan ke dalam
jenis campur kode, jenis variasi keformalan dan faktor penyebab campur kode.
Secara holistik dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah (Moleong, 2007: 6).
Secara konteks, data yang diperoleh yaitu beberapa kalimat dalam khotbah.
Kalimat-kalimat tersebut merupakan hasil transkrip dari sebuah tuturan. Tuturan
tersebut merupakan tuturan satu arah, karena subjek hanya menjelaskan point-point
penting saat misa berlangsung dengan percampuran bahasa. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Bogdan dan Taylor dalam Moelong (2007: 7) mengenai kualitatif.
Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata
tulisan atau lisan dari orang lain atau perilaku yang diamati.
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari homili romo-romo di Gereja
Ganjuran. Terdapat dua romo yang menjadi sumber data, dimana romo-romo
tersebut merupakan Romo paroki di Gereja Ganjuran. Romo tersebut adalah Romo
Krisna Handoyo dan Romo Eko Santosa. Kemudian setelah itu dilakukannya
wawancara kepada Romo setelah ibadah selesai. Data dalam penelitian ini adalah
rangkaian kalimat yang mengandung fenomena variasi keformalan dalam campur
kode yang akan diteliti.
Objek penelitian ini adalah variasi keformalan campur kode yang terdapat
dalam kalimat-kalimat homili romo-romo di Gereja Ganjuran. Rangkain kalimat
dalam homili akan dicari jenis campur kode, jenis variasi korformalan dan faktor
penyebabnya campur kode.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan yaitu simak, rekam, catat
dan wawancara. Pemerolehan menggunakan teknik simak atau obeservasi dengan
bantuan rekaman untuk pengambilan data saat homili berlangsung. Teknik analisis
data dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih yang penting dan
dipelajari, dan membuat simpulan agar mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain Sugiyono (2010: 335). Adapun langkah-langkahnya yaitu:
1. Mentranskripsikan data,
2. Memilih data yang tidak mengandung unsur sara,
3. Mengumpulkan data berdasarkan kategorinya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
4. Menandai tuturan yang mengandung campur kode dengan tanda CK dan
variasi keformalan dengan tanda VK,
5. Mengklasifikasikan jenis campur kode dan jenis campur kode dengan
tanda, CK I untuk campur kode internal, campur kode eksternal dengan
tanda CK dan campur kode campuran dengan tanda CK C. Sedangkan jenis
variasi keformalan ragam beku dengan tanda VK BK, variasi keformalan
ragam santai dengan tanda VK RR, variasi keformalan ragam usaha dengan
tanda VK RU, variasi keformalan ragam santai dengan tanda VK RS dan
variasi keformalan ragam akrab dengan tanda VK RA,
6. Menganalisis faktor penyebab terjadinya variasi keformalan campur kode
pada homili misa bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain Bogdan (dalam Sugiyono, 2013: 244). Analisis data kualitatif Bogdan
dan Biklen (1982: 52) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa, analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dapat kita peroleh dari berbagai macam cara, tentunya dengan upaya-upaya yang
ada. Berikut teknik analisis yang digunakan oleh peneliti:
1. Mencatat hasil yang diperoleh dari hasil penutur,
2. Mengumpulkan, dan memilah data yang perlu digunakan,
3. Membuat kategori-kategori terhadap data yang telah dipilah,
4. Menentukan data yang teridentifikasi ke dalam campur kode, variasi keformalan,
dan faktor campur kode,
5. Mengklasifikasikan data ke dalam campur kode, variasi keformalan dan fakor
campur kode,
6. Membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari makna campur kode,
variasi keformalan dan faktor campur kode,
7. Menarik kesimpulan.
Dalam hal ini, peneliti juga menggunakan teknik bagi unsur langsung untuk
menentukan variasi keformalan campur kode. Menurut Kesuma (2007: 55), teknik
bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara membagi suatu
konstruksi menjadi beberapa bagian atau bagian-bagian dan unsur-unsur yang
langsung membentuk kontruksi yang dimaksud. Menurut Kesuma (2007: 66),
teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan cara “membaca pemarkah”
dalam suatu konstruksi. Peneliti menggunakan tanda “iiii” untuk memberikan
markah pada analisis faktor penyebab campur kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Adapun pendapat lain mengenai teknik analisis data, yaitu menurut
sudaryanto. Menurut Sudaryanto (1993: 13), metode analisis data yang alat
penentunya adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses analisis
data dapat diambil melalui wawancara, catat lapangan dan lain-lain dengan cara
memilah-milah atau mengorganisasikan yang telah ditemukan. Proses analisis data
ditentukan pada bahasa itu sendiri.
3.5 Triangulasi Data
Penelitian ini, peneliti memerlukan pemeriksaan keabsahan data.
Keabsahan data ini disebut juga dengan triangulasi data. Menurut Moleong (2013:
330), triangulasi merupakan pemeriksaan keabsahan sebuah data yang
memanfaatkan suatu yang lain di luar data, untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding data. Pengamatan data sangat diperlukan dalam penelitian.
Proses triangulasi dalam penelitian ini akan dilakukan oleh ahli dalam bidang kajian
sosiolinguistik yaitu Danang Satria Nugraha S.S., M.A.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini disampaikan hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi
(1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan.
4.1 Deskripsi Data
Data ini berupa rangkaian kalimat dari 8 kali homili misa Bahasa Indonesia
yang diteliti. Hasil rekaman diambil saat homili misa di Gereja Ganjuran, pada
perioede Januari-Februari 2019. Data digolongkan menjadi tiga, yaitu data jenis
campur kode, jenis variasi keformalan, dan faktor penyebab campur kode. Data ini
berjumlah 35 yang terdapat data faktor penyebab, data jenis campur kode, dan data
jenis variasi keformalan.
4.1.1. Data Jenis Campur Kode dalam Homili Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran
Campur kode merupakan terjadinya campuran bahasa. Data jenis campur
kode dibedakan menjadi tiga, yaitu campur kode ke luar, dalam, dan campuran.
Berikut adalah data ketiga jenis campur kode yang ditemukan.
Tabel 1.1. Data Jenis Campur Kode dalam Homili Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran
NO DATA KODE
1 “sampai muncul cuek is the best” H1/512019
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Selain data di atas, masih ada dua puluh dua data lain yang memperlihatkan jenis
campur kode, yakni terdapat pada tabel 1.1.
4.1.2. Data Jenis Variasi Keformalan Kode dalam Homili Bahasa Indonesia
di Gereja Ganjuran
Variasi keformalan adalah macam-macam ragam bahasa berdasarkan
situasinya. Data jenis variasi keformalan campur kode dibedakan menjadi lima,
yaitu variasi keformalan ragam beku, variasi keformalan ragam santai, variasi
keformalan ragam usaha, variasi keformalan ragam santai dan variasi keformalan
ragam akrab. Berikut adalah data kelima jenis variasi keformalan campur kode yang
ditemukan.
Tabel 1.2. Data Jenis variasi Keformalan dalam Homili Bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran
NO DATA KODE
1 “sampai muncul cuek is the best” H1/512019
Selain data diatas, masih ada tiga puluh empat data lain yang memperlihatkan jenis
variasi keformalan, yakni terdapat pada tabel 1.2.
4.1.3. Data Faktor Penyebab Campur Kode dalam Homili Bahasa Indonesia
di Gereja Ganjuran
Data faktor campur kode dibedakan menjadi tiga belas. Berikut adalah data
ketiga faktor campur kode yang ditemukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Tabel 1.3. Faktor Campur Kode dalam Homili Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran
NO DATA Konteks
1 “sampai muncul cuek is the best” Penjelasan dalam bacaan injil,
dengan adanya contoh-contoh
tindakan yang dominan.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
Selain data diatas, masih ada dua puluh dua data lain yang memperlihatkan faktor
penyebab campur kode yakni terdapat pada tabel 1.3.
4.2 Analisis Data Peneliti menggunakan analisis data jenis dan faktor penyebab variasi
keformalan campur kode dalam homili Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran.
Peneliti menggunakan teknik baca markah dan teknik bagi unsur langsung Kesuma
(2007: 66), untuk menganalisis data jenis campur kode, jenis variasi keformalan
dan faktor penyebab campur kode. Berikut ini uraian hasil analisis jenis dan faktor
penyebab variasi keformalan campur kode dalam homili Bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
4.2.1 Jenis Campur Kode Homili Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran
Dalam analisis data jenis campur kode, peneliti menggunakan beberapa
tahap yang dilalui. Pada tahap pertama, menentukan data yang teridentifikasi ke
dalam campur kode. Kedua, mengklasifikasikan data ke dalam jenis campur kode.
Ketiga, membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari makna penggunaan
jenis campur kode. Berikut ini uraian analisis jenis campur kode homili Bahasa
Indonesia di Gereja Ganjuran.
4.2.1.1 Jenis Campur Kode ke Dalam
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
campur kode ke dalam yang meliputi:
(1)“Apakah di antara panjenengan yang sama sekali belum pernah nonton
film?” (H3/1312019)
Data (1) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah panjenengan. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata
panjenengan termasuk campur kode jenis ke dalam. Ketiga, peneliti membagi
konstruksi data, menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur
kode. Kata panjenengan merupakan campur kode yang berupa kata dasar yang
berkategori nomina atau kata benda. Panjenengan berasal dari bahasa jawa. Kata
panjenengan dalam bahasa Indonesia adalah panggilan untuk orang yang lebih tua,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
atau bentuk kata ganti orang kedua tunggal maupun jamak, yaitu kamu. Pada bahasa
jawa kata panjenengan berguna untuk menghormati yang lebih tua.
(2) “bapak ibu sekalian, anak-anak jaman sekarang lebih ngeyel apa lebih
manut? “ (H7/922019)
Data (2) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah ngeyel dan manut.
Kedua, peneliti mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode
jenis ke luar dan ke dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan
bahwa kata ngeyel dan manut termasuk campur kode jenis ke dalam. Ketiga,
peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari makna penggunaan
jenis campur kode. Kata ngeyel merupakan campur kode yang berupa kata dasar
yang berkategori kata kerja. Kata ngeyel berasal dari bahasa Jawa. Kata ngeyel
dalam bahasa Indonesia adalah eyel atau ngeyel, yang artinya tidak mau mengalah.
Kata manut merupakan campur kode yang berupa kata dasar yang berkategori kata
kerja. Kata manut berasal dari bahasa Jawa. Kata manut dalam bahasa Indonesia
adalah patuh, yang artinya taat pada aturan atau perintah.
(3) “Bapak ibu saudara sekalian, kira-kira kalau kita menghitung, bapak ibu
saudara yang sudah sepuh ingat jaman dahulu” (H2/612019)
Data (3) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah sepuh. Kedua, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata sepuh
termasuk campur kode jenis ke dalam. Ketiga, peneliti membagi konstruksi data,
menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur kode. Kata sepuh
merupakan campur kode yang berupa kata dasar yang berkategori nomina atau kata
benda. Sepuh berasal dari bahasa Jawa. Kata sepuh dalam bahasa Indonesia adalah
panggilan untuk orang yang lebih tua atau lebih tepatnya orang tua yang sudah
lanjut usia. Dalam bahasa Jawa kata panjenengan berguna untuk menghormati yang
lebih tua atau lanjut usia.
(4) “Langsung nyaut kalau begini to?” (H3/1312019)
Data (4) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah nyaut dan to. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata nyaut dan
to termasuk campur kode jenis ke dalam. Ketiga, peneliti membagi konstruksi data,
menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur kode. Kata nyaut
dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti menanggapi. Sedangkan kata to dalam
Bahasa Indonesia mempunyai arti kan.Jadi kata-kata nyaut to artinya menanggapi
kan.
(5) “spontan tidak mau mengikuti perintah Yesus, tetapi hanya untuk
ngeyem-nyemi daripada rame, daripada macam-macam” (H7/922019)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Data (5) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah ngeyem-nyemi. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata ngeyem-
nyemi termasuk campur kode jenis ke dalam. Keempat, peneliti membagi
konstruksi data, menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur
kode. Kata ngeyem-nyemi dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti menyenangkan.
Kata tersebut termasuk kata sifat dalam Bahasa Indonesia. Selain kelima data
diatas, masih ada dua puluh dua data lain yang memperlihatkan jenis campur kode
ke dalam, yakni terdapat pada Tabel 4.1.1.
4.2.1.2 Jenis Campur Kode Ke Luar
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
campur kode ke luar yang meliputi:
(6) “kita pun juga dipanggil untuk menjadi nabi-nabi pada jaman now,
jaman sekarang ini” (H5/322019)
Data (6) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah kata now. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata now
termasuk campur kode jenis ke luar. Keempat, peneliti membagi konstruksi data,
menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur kode. Kata now
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
merupakan campur kode yang berupa kata dasar yang berkategori keterangan
waktu. Kata now berasal dari bahasa Inggris. Kata now dalam bahasa Indonesia
artinya sekarang atau saat ini. Dalam bahasa Inggris kata now berguna untuk
menunjukan keterangan waktu.
(7)“bahkan bisa dicek melalui, android, smartphone atau leptop”
(H8/1022019)
Data (7) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah kata android, smartphone dan laptop.
Kedua, peneliti mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke
luar dan ke dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa
kata kata android, smartphone dan laptop termasuk campur kode jenis ke luar.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis campur kode. Kata kata android, smartphone dan laptop
merupakan campur kode yang berupa kata dasar yang berkategori kata benda. Kata
android, smartphone dan laptop berasal dari bahasa Inggris. Kata android dalam
bahasa Indonesia artinya robot manusia. Dalam bahasa Inggris kata android
berguna menunjukkan sistem operasi, yang dirancang untuk perangkat bergerak
atau layar sentuh, pada telepon atau komputer tablet. kata benda dan jenis mesin
yang menjalankan. Kata smartphone dalam bahasa Indonesia artinya telepon
genggam. Pada bahasa Inggris smartphone berguna untuk menerangkan telepon
genggam yang dilengkapi dengan fitur dan sebagai alat komunikasi. Kata laptop
dalam bahasa Indonesia memiliki arti komputer pribadi yang berukuran kecil. Kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
laptop berguna untuk menerangkan suatu benda yang berukuran kecil dan bisa
dibawa kemana-mana.
(8) “sampai muncul cuek is the best” (H1/512019)
Data (8) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah is the best. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata kata is
the best termasuk campur kode jenis ke luar. Ketiga, peneliti membagi konstruksi
data, menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur kode. Kata is
merupakan kata kerja yang menghubungkan kata “cuek” dan “the best”. Kata-kata
the best merupakan frasa kata sifat yang menjelaskan kata “cuek”. Jadi, kata-kata
is the best artinya dalam Bahasa Indonesia adalah yang terbaik.
(9) “Walaupun sebetulnya kalau orang berdoa itu, jawabannya cuma tiga,
yes no and wait.” (H4/2012019)
Data (9) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah yes no and wait. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata kata yes
no and wait termasuk campur kode jenis ke luar. Ketiga, peneliti membagi
konstruksi data, menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kode. Pada Bahasa Indonesia kata yes mempunyai arti ya. Kata no mempunyai arti
tidak. Kata and mempunyai arti, sedangkan kata wait mempunyai arti tunggu.
(10) “Bukan tempatnya untuk online dengan yang bukan God” (H1/512019)
Data (10) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah online dan God. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata online
dan God termasuk campur kode jenis ke luar. Ketiga, peneliti membagi konstruksi
data, menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis campur kode. Dalam
bahasa Indonesia mempunyai arti kata online memiliki arti terhubung internet.
Sedangkan God memiliki arti Tuhan.
(11) “Ya langsung dikabulkan, no tidak, tetapi diberi yang lain.
(H4/2012019)
Data (11) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah no. Kedua, peneliti mengklasifikasikan
data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke dalam yang
teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata no termasuk campur
kode jenis ke luar. Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan
mencari makna penggunaan jenis campur kode. Pada dasarnya kata tersebut
termasuk campur kode keluar, karena terdapat percampuran unsur dua bahasa, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
unsur Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata no memiliki arti tidak dalam
Bahasa Indonesia.
(12) Atau wait tunggu untuk menguji ketekunan kesetiaan iman.”
(H4/202019)
Data (12) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah wait. Kedua, peneliti mengklasifikasikan
data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke dalam yang
teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata wait termasuk campur
kode jenis ke luar. Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan
mencari makna penggunaan jenis campur kode. Pada dasarnya kata tersebut
termasuk campur kode keluar, karena terdapat percampuran unsur dua bahasa, yaitu
unsur Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata wait memiliki arti tunggu dalam
Bahasa Indonesia.
(13) “maka a fear adalah kenyataan palsu yang tampak nyata”
(H8/1022019)
Data (13) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
empat langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan campur kode.
Unsur yang termasuk campur kode adalah a fear. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut dalam jenis campur kode jenis ke luar dan ke
dalam yang teridentifikasi campur kode. Peneliti menentukan bahwa kata a fear
termasuk campur kode jenis ke luar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis campur kode. Pada dasarnya kata tersebut termasuk
campur kode keluar, karena terdapat percampuran unsur dua bahasa, yaitu unsur
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata a dalam Bahasa Inggris memiliki arti
sebuah. Kata fear dalam Bahasa Indonesia memiliki arti ketakutan. Jadi kata-kata
a fear memiliki arti sebuah kenyataan.
4.2.2 Jenis Variasi Keformalan dalam Homili Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran
Dalam analisis data jenis variasi keformalan campur kode, peneliti
menggunakan beberapa tahap yang dilalui. Pada tahap pertama, menentukan data
yang teridentifikasi ke dalam variasi keformalan. Kedua, mengklasifikasikan data
ke dalam jenis variasi keformalan. Ketiga, membagi konstruksi data,
menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis variasi keformalan campur
kode. Berikut ini uraian analisis jenis variasi keformalan, dalam homili Bahasa
Indonesia di Gereja Ganjuran.
4.2.2.1 Jenis Variasi Keformalan Ragam Resmi
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam resmi meliputi:
(14) “apakah panjenengan, bapak ibu sekalian, ketika masih kanak-
kanak itu menghidupkan bulan purnama?” (H2/612019)
(B. J=ragam resmi)-(B. I = ragam resmi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Data (14) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat“apakah
panjenengan, bapak ibu sekalian, ketika masih kanak-kanak itu menghidupkan
bulan purnama?”. Kedua, peneliti menentukan jenis ragam beku, ragam santai,
ragam usaha, ragam santai dan ragam akrab yang teridentifikasi variasi keformalan.
Peneliti mengklasifikasikan data tersebut ke dalam dua jenis variasi keformalan.
Peneliti menentukan data (14) termasuk jenis variasi keformalan ragam resmi.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Kalimat apakah panjenengan, bapak
ibu sekalian, ketika masih kanak-kanak itu menghidupkan bulan purnama?”
merupakan variasi keformalan ragam resmi. Selain situasinya resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan bahasa baku, sopan, sesuai dengan ejaan yang
disempurnakan. Dalam bahasa Jawa kata panjenengan merupakan tingkatan
tertinggi, yaitu krama inggil. Kata panjenengan penyebutan untuk orang yang lebih
tua, yang berupa pernyataan berdasarkan suatu hal yang telah diresmikan.
4.2.2.2 Jenis Variasi Keformalan Ragam Resmi dan Santai
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam resmi dan santai meliputi:
(15) “Semua ruangan mungkin banyak diyan,lampu kecil, senthir atau
mungkin teplok paling banter petromak yang paling terang”
(H2/612019)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
(B.I=ragam resmi)-(B.J=ragam santai)
Data (15) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat“Semua
ruangan mungkin banyak diyan, lampu kecil, senthir atau mungkin teplok paling
banter petromak yang paling terang”. Kedua, peneliti menentukan jenis ragam
beku, ragam santai, ragam usaha, ragam santai dan ragam akrab yang teridentifikasi
variasi keformalan. Peneliti menentukan data (15) termasuk jenis variasi
keformalan ragam resmi dan santai.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Kata “Semua ruangan mungkin
banyak diyan,lampu kecil, senthir atau mungkin teplok paling banter petromak
yang paling terang” merupakan variasi keformalan ragam resmi dan santai. Ragam
resmi terletak pada Bahasa Indonesia. Selain situasinya resmi, kalimatnya
lengkap,menggunakan bahasa baku, sopan, sesuai dengan ejaan yang
disempurnakan. Ragam santai terletak pada Bahasa Jawa. Pada kalimatnya
menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah. Kata-
kata diyan, senthir, teplok paling banter, merupakan bahasa secara umum yang
digunakan dalam bahasa Jawa. Dalam hal ini, kata-kata tersebut termasuk kata
benda, kata sifat dan konjungsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
4.2.2.3 Jenis Variasi Keformalan Ragam Santai dan Akrab
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam santai dan akrab meliputi:
(16) “Atau wait tunggu untuk menguji ketekunan kesetiaan iman.”
(H4/202019)
(B.Ingg=ragam santai)- (B.I =ragam akrab)
Data (16) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat“Atau wait
tunggu untuk menguji ketekunan kesetiaan iman”.Kedua, peneliti menentukan jenis
ragam beku, ragam santai, ragam usaha, ragam santai dan ragam akrab yang
teridentifikasi variasi keformalan. Peneliti mengklasifikasikan data (16) termasuk
dalam jenis variasi keformalan ragam santai dan akrab.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Ragam akrab terdapat pada kalimat
Bahasa indonesia. Dalam kalimat ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak
lengkap, pendek-pendek dengan artikulasi yang sering tidak jelas. Ragam santai
terdapat pada kata Bahasa Inggris. Dalam kalimatnya menggunakan bentuk alergro,
yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan. Kata wait termasuk kata umum
yang digunakan. Pada kata bahasa Ingris merupakan kata langsung atas kalimat
perintah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
4.2.2.4 Jenis Variasi Keformalan Ragam Akrab dan Santai
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam akrab dan santai meliputi:
(17) “tetapi guru mengajak melatih siswa –siswinya untuk ngliwet, tatapi
nasihat beli saja” (H7/922019)
(B.I=ragam akrab)- (B.J=ragam santai)
Data (17) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat “tetapi guru
mengajak melatih siswa –siswinya untuk ngliwet, tatapi nasihat beli saja”. Kedua,
peneliti menentukan jenis ragam beku, ragam santai, ragam usaha, ragam santai dan
ragam akrab yang teridentifikasi variasi keformalan. Peneliti menentukan data (17)
termasuk jenis variasi keformalan ragam akrab dan santai.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Ragam akrab terdapat pada bahasa
Indonesia. Kalimat tersebut termasuk jenis variasi keformalan ragam akrab. Dalam
kalimat ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek
dengan artikulasi yang sering tidak jelas. Ragam santai terdapat pada Bahasa Jawa.
Dalam kalimatnya menggunakan bentuk alergro, yakni bentuk kata atau ujaran
yang dipendekkan. Kata ngliwet dalam bahasa jawa termasuk tingkatan rendah,
yaitu ngoko. Jika digunakan dalam situasi resmi kata ngliwet berubah menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
tataran tinggi, yaitu krama. Dalam bahasa Jawa halus atau krama, kata ngliwet
disebut mbethak.
4.2.2.5 Jenis Variasi Keformalan Ragam Usaha
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam usaha meliputi:
(18) Romo: “anak-anak cowok, lebih ngeyel“ (H7/922019)
(B.I=ragam usaha)-(B.J=ragam usaha)
Data (18) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat “anak-anak
cowok, lebih ngeyel“. Kedua, peneliti menentukan jenis ragam beku, ragam santai,
ragam usaha, ragam santai dan ragam akrab yang teridentifikasi variasi keformalan.
Peneliti mengklasifikasikan data tersebut ke dalam jenis variasi keformalan.
Peneliti menentukan percampuran dua bahasa pada data (18) termasuk variasi
keformalan ragam usaha. Ketiga, peneliti membagi konstruksi data,
menerjemahkan dan mencari makna penggunaan jenis variasi keformalan. Dalam
kalimatnya pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Kata ngeyel
dalam bahasa Jawa termasuk tataran rendah atau secara umum digunakan. Kata
ngeyel menerangkan anak laki-laki yang suka membantah dibandingkan anak
perempuan. Selain kelima data diatas, masih ada tiga puluh data lain yang
memperlihatkan jenis variasi keformalan, yakni terdapat pada Tabel 4.1.2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
4.2.2.6 Jenis Variasi Keformalan Ragam Santai
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam santai meliputi:
(19) “sampai muncul cuek is the best” (H1/512019)
(B.I=ragam santai)- (B.Ingg=ragam santai)
Data (18) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat “sampai muncul
cuek is the best”. Kedua, peneliti menentukan jenis ragam beku, ragam santai, ragam
usaha, ragam santai dan ragam akrab yang teridentifikasi variasi keformalan.
Peneliti menentukan data (18) termasuk jenis variasi keformalan ragam santai.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Kalimat bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris termasuk jenis variasi keformalan ragam santai. Dalam kalimatnya
menggunakan bentuk alergro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
Kata is merupakan kata kerja yang menghubungkan kata “cuek” dan “the best”.
Kata-kata the best merupakan frasa kata sifat yang menjelaskan kata “cuek”. Jadi,
kata-kata is the best artinya dalam Bahasa Indonesia adalah yang terbaik.
4.2.2.7 Jenis Variasi Keformalan Ragam Resmi dan Akrab
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam resmi dan akrab meliputi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
(20)“Hanya sekarang terang bulan itu menjadi makanan, iya toh”
(H2/612019)
“ (B.I=ragam resmi)- (B.J=ragam akrab)
Data (20) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat“Hanya
sekarang terang bulan itu menjadi makanan, “toh”. Kedua, peneliti menentukan
jenis ragam beku, ragam santai, ragam usaha, ragam santai dan ragam akrab yang
teridentifikasi variasi keformalan. Peneliti menentukan data (20) termasuk jenis
variasi keformalan ragam resmi dan akrab.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Ragam resmi terdapat pada bahasa
Indonesia. Kalimat tersebut termasuk jenis variasi keformalan ragam resmi. Selain
situasinya resmi, kalimatnya lengkap, menggunakan bahasa baku, sopan, sesuai
dengan ejaan yang disempurnakan. Sedangkan ragam santai terletak pada bahasa
Jawa Ragam akrab terdapat pada bahasa Jawa. Dalam kalimat ditandai dengan
penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek dengan artikulasi yang
sering tidak jelas. Kata toh dalam bahasa jawa termasuk tingkatan rendah, yaitu
ngoko. Kata toh merupakan dielek dari bahasa daerah Jawa dan mempunyai maksud
konfirmasi. Mengonfirmasi bahwa dari kalimat, “Hanya sekarang terang bulan itu
menjadi makanan.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
4.2.2.8 Jenis Variasi Keformalan Ragam Akrab dan Resmi
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam akrab dan resmi meliputi:
(21)“Kalau boleh dari pengalaman, siapa yang tiap hari diantara panjenengan,
barang sejenak nonton televisi” (H3/1312019)
(B.I=ragam akrab)- (B.J=ragam resmi)
Data (21) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat“Kalau boleh
dari pengalaman, siapa yang tiap hari diantara panjenengan, barang sejenak
nonton televisi”. Kedua, peneliti menentukan jenis ragam beku, ragam santai,
ragam usaha, ragam santai dan ragam akrab yang teridentifikasi variasi keformalan.
Peneliti menentukan data (21) termasuk jenis variasi keformalan ragam akrab dan
resmi.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Ragam akrab terdapat pada bahasa
Indonesia. Kalimat tersebut termasuk jenis variasi keformalan ragam resmi. Dalam
kalimat ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek
dengan artikulasi yang sering tidak jelas.Sedangkan ragam resmi terletak pada
bahasa Jawa. Selain situasinya resmi, kalimatnya lengkap, menggunakan bahasa
beku, sopan, sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Dalam bahasa Jawa kata
panjenengan merupakan tingkatan tertinggi, yaitu krama inggil. Kata panjenengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
penyebutan untuk orang yang lebih tua, yang berupa pernyataan berdasarkan suatu
hal yang telah diresmikan.
4.2.2.9 Jenis Variasi Keformalan Ragam Santai dan Resmi
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
jenis variasi keformalan ragam santai dan resmi meliputi:
(22) “timbang rame, timbang repot-repote wis yo, akhirnya apa?” (H7/922019)
(B.J=ragam santai)-(B.I=ragam resmi)
Data (22) dapat dianalisis menggunakan teknik bagi unsur langsung melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan unsur yang merupakan variasi
keformalan. Unsur yang termasuk variasi keformalan adalah kalimat “timbang rame,
timbang repot-repote wis yo, akhirnya apa?”. Kedua, peneliti menentukan jenis ragam
beku, ragam santai, ragam usaha, ragam santai dan ragam akrab yang teridentifikasi
variasi keformalan. Peneliti menentukan data (22) termasuk jenis variasi
keformalan ragam resmi dan santai.
Ketiga, peneliti membagi konstruksi data, menerjemahkan dan mencari
makna penggunaan jenis variasi keformalan. Kata “timbang rame, timbang repot-
repote wis yo, akhirnya apa?” merupakan variasi keformalan ragam santai dan resmi.
Ragam santai terletak pada bahasa Jawa. Pada kalimatnya menggunakan bentuk
alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan. Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai, karena kata –kata yang digunakan termasuk tataran rendah.
Ragam santai terletak pada bahasa Indonesia. Selain situasinya resmi, kalimatnya
lengkap,menggunakan bahasa baku, sopan, sesuai dengan ejaan yang
disempurnakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
4.2.3 Jenis Faktor Penyebab Campur Kode dalam Homili Bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran
Dalam faktor penyebab campur kode dibedakan menjadi dua, yaitu faktor
penutur dan faktor kebahasaan. Faktor penutur terdiri dari faktor latar belakang
bahasa daerah dan faktor tingkat pendidikan seseorang. Faktor kebahasaan
digolongkan menjadi tiga belas, yaitu faktor keterbatasan penggunaan kode,
penggunaan istilah yang lebih populer, pembicara dan pribadi pembicara, mitra
bicara, tempat tinggal dan waktu pembicaraan berlangsung, modus pembicaraan,
topik, fungsi dan tujuan, ragam dan tingkat tutur bahasa, hadirnya penutur ketiga,
pokok pembicaraan, untuk meningkatkan rasa humor, dan untuk sekadar bergengsi.
Pada analisis faktor penyebab variasi keformalan campur kode, peneliti
menggunakan beberapa tahap yang dilalui. Pertama, menentukan data yang
teridentifikasi ke dalam jenis variasi keformalan campur kode. Kedua, menentukan
jenis faktor penyebab variasi keformalan campur kode. Ketiga, memberikan tanda
pada data yang sudah diklasifikasikan jenis faktor penyebabnya. Berikut ini uraian
analisis jenis faktor penyebab variasi keformalan campur kode, dalam homili
Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran.
4.2.3.1 Faktor Penggunaan Istilah yang Lebih Populer
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
faktor penyebab campur kode berupa penggunaan istilah yang lebih populer,
yaitu:
(23) “sampai muncul cuek is the best” (H1/512019)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Konteks: Penjelasan dalam bacaan injil, dengan adanya contoh-contoh
tindakan yang dominan.
H1: Homili pertama ( Romo Krisno Handoyo)
P: Umat Ganjuran
Umat Ganjuran yang mengikuti misa saat itu mayoritas remaja-
remaja katholik.
Data (23) dapat dianalisis menggunakan teknik baca markah melalui tiga
langkah. Pertama, peneliti menentukan jenis campur kode ke luar, ke dalam atau
campuran yang teridentifikasi campur kode. Unsur yang termasuk campur kode
adalah kata – kata is the best. Kedua, peneliti mengklasifikasikan data tersebut ke
dalam faktor penyebab campur kode. Peneliti menentukan bahwa is the best
disebabkan adanya faktor penggunaan istilah yang lebih populer, karena penutur
dan mitra tutur mempunyai wawasan mengenai istilah yang lebih populer saat itu.
Ketiga, peneliti memberi tanda pada data. Data faktor penyebab ditandai dengan
(iiii) sehingga menjadi iiiiis iiiithe iiiibest. Keempat, peneliti memberikan kode pada
data yang sudah diklasifikasikan.
(24) “Bukan tempatnya untuk online dengan yang bukan God” (H1/512019)
Konteks: Penegasan diakhir, homili berdasarkan injil yang telah dibacakan.
H1: Homili pertama ( Romo Krisna Handoyo)
P: Umat Ganjuran
Umat Ganjuran mempunyai latar belakang bahasa Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Pada data (24) dapat dianalisis menggunakan teknik baca markah melalui
tiga langkah. Pertama, peneliti menentukan jenis campur kode ke luar, ke dalam
dan campuran yang teridentifikasi campur kode. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut ke dalam faktor penyebab campur kode. Peneliti
menentukan bahwa kata-kata online dan God disebabkan adanya faktor istilah lebih
populer. Pada dasarnya mitra tutur menggunakan istilah tersebut karena, lawan
tutur atau pendengarnya adalah kalangan anak muda. Dalam hal tersebut populer
dikalangannya, karna menggunakan bahasa negara lain. Ketiga, peneliti memberi
tanda pada data. Data faktor penyebab ditandai dengan (iiii) sehingga menjadi iiii
online dan iiii God.
4.2.3.2 Faktor Adanya Mitra Bicara
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
faktor penyebab campur kode adanya mitra bicara, yaitu:
(25) “Bapak ibu saudara sekalian, kira-kira kalau kita menghitung, bapak
ibu saudara yang sudah sepuh ingat jaman dahulu.” (H2/612019)
Konteks: Romo mengajak umat yang sudah tua, untuk mengingat kembali
jaman dahulu, yang berkaitan dengan bacaan injil.
H2: Homili kedua ( Romo Eko Santosa)
P: Umat Ganjuran
Umat Ganjuran yang mengikuti misa saat itu mayoritas bapak ibu
katholik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Data (25) dapat dianalisis menggunakan teknik baca markah melalui tiga
langkah. Pertama, peneliti menentukan jenis campur kode ke luar, ke dalam atau
campuran yang teridentifikasi campur kode. Unsur yang termasuk campur kode
adalah kata sepuh. Kedua, peneliti mengklasifikasikan data tersebut ke dalam faktor
penyebab campur kode. Peneliti menentukan bahwa sepuh disebabkan adanya
faktor mitra bicara, karena penutur memberikan homilinya kepada bapak ibu yang
sudah tua maupun lanjut usia. Ketiga, peneliti memberi tanda pada data. Data faktor
penyebab ditandai dengan (iiii) sehingga menjadi iiiisepuh.
4.2.3.3 Faktor Adanya Pokok Pembicara
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
faktor penyebab campur kode adanya topik pembicaraan, yaitu:
(26)“Karna semua ruangan mungkin banyak diyan,lampu kecil, senthir atau
mungkin teplok paling banter petromak yang paling terang” (H2/612019)
Konteks:Penghidupan ketika belum ada listrik, peggunaan penerangan
menggunakan diyan, senthir, teplok dan petromak.
H2: Homili kedua ( Romo Eko Santosa)
P: Umat Ganjuran
Umat Ganjuran mempunyai latar belakang bahasa Jawa
Data (26) dapat dianalisis menggunakan teknik baca markah melalui tiga
langkah. Pertama, peneliti menentukan jenis campur kode ke luar, ke dalam atau
campuran yang teridentifikasi campur kode. Unsur yang termasuk campur kode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
adalah kata-kata diyan, senthir, teplok, paling dan banter. Kedua, peneliti
mengklasifikasikan data tersebut ke dalam faktor penyebab campur kode. Peneliti
menentukan bahwa diyan, senthir, teplok, paling dan banter disebabkan adanya
faktor topik pembicaraan, karena penutur memberikan homilinya mengenai
penerangan jaman dahulu dengan yang sekarang. Berkaitan dengan bacaan injil hari
itu. Ketiga, peneliti memberi tanda pada data. Data faktor penyebab ditandai dengan
(iiii) sehingga menjadi iiiidiyan, iiiisenthir, iiiiteplok, iiiipaling dan iiiibanter.
4.2.3.4 Faktor Adanya Fungsi dan Tujuan yang sama
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
faktor penyebab campur kode adanya fungsi dan tujuan yang sama, yaitu:
(27) “Nek sing paling aman, memang kedua-duanya yang paling
aman”(H3/1312019)
Konteks: Menanyakan ketika menonton film, yang dilihat cerita atau
pemain filmnya.
H3: Homili ketiga (Romo Eko Santosa)
P: Umat Ganjuran
Umat Ganjuran mempunyai latar belakang bahasa Jawa
Data (27) dapat dianalisis menggunakan teknik baca markah melalui tiga
langkah. Pertama, peneliti menentukan jenis campur kode ke luar dan ke dalam
yang teridentifikasi campur kode. Unsur yang termasuk campur kode adalah kata
nek sing. Kedua, peneliti mengklasifikasikan data tersebut ke dalam faktor
penyebab campur kode. Peneliti menentukan bahwa nek sing disebabkan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
faktor fungsi dan tujuan yang sama, karena penutur memberikan pertanyaan kepada
mitra tutur untuk memperoleh jawaban yang menjadi maksud dan tujuan. Ketiga,
peneliti memberi tanda pada data. Data faktor penyebab ditandai dengan (iiii)
sehingga menjadi iiii nek iiiising.
4.2.3.5 Faktor Adanya Ragam dan Tingkat Tutur Bahasa
Pada bagian ini disajikan analisis data yang telah diolah. Berikut analisis
faktor penyebab campur kode adanya fungsi dan tujuan yang sama, yaitu:
(28) “Hanya sekarang terang bulan itu menjadi makanan, iya toh”
(H2/612019)
Konteks: Perbedaan terang bulan dengan terang bulan sekarang. Dahulu
terang bulan itu maksudnya cahaya bulan. Kalau sekarang terang bulan
diajadikan sebagai nama makanan.
H2: Homili kedua (Romo Eko Santosa)
P: Umat Ganjuran
Umat Ganjuran mempunyai latar belakang bahasa Jawa
Data (28) dapat dianalisis menggunakan teknik baca markah melalui tiga
langkah. Pertama, peneliti menentukan jenis campur kode ke luar dan ke dalam
yang teridentifikasi campur kode. Unsur yang termasuk campur kode adalah kata
toh. Kedua, peneliti mengklasifikasikan data tersebut ke dalam faktor penyebab
campur kode. Peneliti menentukan bahwa toh disebabkan adanya faktor ragam dan
tingkat tutur bahasa. Kata toh mempunyai arti kan. Menegaskan kembali dari cara
berkata. Ketiga, peneliti memberi tanda pada data. Data faktor penyebab ditandai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
dengan (iiii) sehingga menjadi iiii toh. Selain kelima data diatas, masih ada tiga puluh
data lain yang memperlihatkan jenis faktor penyebab campur kode, yakni terdapat
pada Tabel 4.1.3.
4.3 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis dan faktor variasi
keformalan campur kode pada homili misa Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran
periode Januari – Februari 2019. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan beberapa
jenis yang terdapat dan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya variasi
keformalan campur kode dalam homili misa Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran.
Faktor yang menyebabkan campur kode, yaitu faktor penutur atau sikap dan faktor
kebahasaan.
Secara keseluruhan jenis campur kode yang ditemukan berjumlah dua jenis
campur kode, yaitu campur kode ke luar dan dalam. Jenis variasi keformalan
berjumlah sembilan jenis, yaitu (1) ragam santai+ ragam santai, (2) ragam resmi+
ragam resmi, (3) ragam resmi+ragam santai, (4) ragam resmi+ragam akrab, (5)
ragam akrab + ragam resmi, (6) ragam santai+ragam akrab, (7) ragam akrab+ragam
santai, (8) ragam usaha+ragam usaha, dan (9) ragam santai+ragam resmi. Teori
yang digunakan peneliti untuk menganalisis jenis campur kode adalah teori Suwito
(dalam Suandi, 2014). Kemudian teori yang digunakan untuk menganalisis faktor
variasi keformalan campur kode adalah teori Jendra (dalam Suandi, 2014: 142-
146). Jenis variasi keformalan campur kode peneliti menganalisis menggunakan
teori dari Martin Joos (dalam Chaer dan Agustina, 2014: 70-72).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Penelitian terdahulu yang relevan yang digunakan peneliti adalah penemuan
dari Martiningsih (2012) berjudul Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Pengajian
Di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat edisi April 2019, Setyanirum (2019)
berjudul Jenis, Bentuk, Faktor Penyebab Campur Kode Dalam Perbincangan
Pengisi Acara “Ini Talk Show” Di Net Tv, dan Putra (2012) berjudul Analisis
Penggunaan Campur Kode Dalam Ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo.
4.3.1 Jenis Campur Kode dalam Homili Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran periode Januari-Februari 2019
Peneliti mengelompokkan menjadi dua pembahasan mengenai jenis campur
kode. Campur kode berdasarkan segi teori dan segi penelitian yang relevan,
diuraikan sebagai berikut:
1) Segi Teori
Peneliti menemukan dua acuan teori mengenai jenis campur kode, yaitu
teori dari Suandi berdasarkan unsur serapannya (2014: 140-141), yang menyatakan
bahwa jenis campur kode dibedakan menjadi tiga yaitu (1) jenis campur kode ke
luar, (2) jenis campur kode ke dalam, dan (3) jenis campur kode campuran.
Berdasarkan penelitian ini, peneliti menemukan dua jenis campur kode dalam
homili Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran periode Januari-Februari 2019, yaitu
jenis campur code ke luar dan ke dalam. Campur kode ke dalam terjadi dari Bahasa
Indonesia ke Bahasa Jawa. Campur kode keluar terjadi dari Bahasa Inggris ke
dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini sejalan dengan teori dari Suandi (2014: 142-
146) sehingga penelitian ini bersifat mendukung teori Suandi (2014: 142-146).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
2) Segi Penelitian yang Relevan
Pada penelitian terdahulu pertama yaitu Martiningsih (2012) menganalisis
jenis campur kode berdasarkan pendapat Suwito (1983: 78-80) yang membedakan
campur kode menjadi kata, frasa, baster, idiom, klausa, dan kalimat. Campur kode
ke dalam terjadi dari Bahasa Indonesia ke bahasa sasak. Bahasa sasak adalah bahasa
daerah Nusa Tenggara Timur. Sedangkan campur kode keluar terjadi dari Bahasa
Arab dan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Jadi dalam penelitian ini,
peneliti hanya bersifat membandingkan dan menambahkan dari penelitian
Martiningsih (2012).
Penelitian terdahulu kedua Setyanirum (2019) menganalisis jenis campur
kode berdasarkan pendapat Suandi (2014: 141), yang membedakan campur kode
ke dalam, ke luar dan campuran. Namun dalam hal ini Setyanirum (2019) hanya
menemukan dua campur kode, yaitu ke dalam dan keluar. Campur kode ke dalam
terjadi dari bahasa Sunda, Jawa ke dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan campur
kode keluar terjadi dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Jadi dalam
penelitian ini, peneliti hanya bersifat membandingkan dan menambahkan dari
penelitian Setyanirum (2019)
Penelitian terdahulu ketiga Putra (2012) menganalisis jenis campur kode
berdasarkan pendapat Suwito (1983: 76), yang membedakan campur kode menjadi
ke dalam (inner code-mixing) dan ke luar (outer code-mixing). Campur kode ke luar
terjadi dari Bahasa Pali dan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Namun
dalam penelitian Putra (2012) tidak menemukan campur kode ke dalam, karena
semua data yang ditemukan merupakan jenis campur kode ke luar. Jadi dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
penelitian ini, peneliti hanya bersifat membandingkan dan menambahkan dari
penelitian Putra (2012).
4.3.2 Jenis Variasi Keformalan dalam Homili Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran periode Januari-Februari 2019
Peneliti membahas mengenai jenis variasi keformalan dalam homili. Variasi
keformalan berdasarkan segi teori dan segi penelitian yang relevan yang diuraikan
sebagai berikut:
1) Segi Teori
Peneliti menemukan dua acuan teori mengenai jenis variasi keformalan
campur kode, yaitu teori Martin Joos (1967 dalam Chaer dan Agustina, 2014: 70-
72), yang menyatakan bahwa jenis variasi keformalan campur kode dibedakan
menjadi lima, yaitu variasi keformalan ragam beku, variasi keformalan ragam
santai, variasi keformalan ragam usaha, variasi keformalan ragam santai dan variasi
keformalan ragam akrab. Berdasarkan penelitian ini, peneliti menemukan sembilan
variasi keformalan dalam homili Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran, yaitu (1)
ragam santai+ ragam santai, (2) ragam resmi+ ragam resmi, (3) ragam resmi+ragam
santai, (4) ragam resmi+ragam akrab, (5) ragam akrab + ragam resmi, (6) ragam
santai+ragam akrab, (7) ragam akrab+ragam santai, (8) ragam usaha+ragam usaha,
dan (9) ragam santai+ragam resmi. Penelitian ini sejalan dengan teori Martin Joos
(1967), sehingga penelitian ini bersifat mendukung teori Martin Joos (dalam Chaer
dan Agustina 2014: 70-72) mengenai jenis variasi keformalan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
2) Segi Penelitian yang Relevan
Pada penelitian terdahulu pertama mengenai jenis variasi keformalan yaitu
Martiningsih (2012). Peneliti hanya menggunakan teori jenis variasi keformalan
campur kode berdasarkan teori Chaer dan Agustina (2004: 61-72) menyatakan
bahwa jenis variasi terjadi dari segi penutur, pemakaian, sarana dan keformalan.
Dalam variasi keformalan menurut Martin Joos campur kode dibedakan menjadi
lima, yaitu variasi keformalan ragam resmi, santai, usaha, santai dan akrab. Namun
untuk bagian analisis Martiningsih (2012), tidak memasukan adanya jenis variasi.
Sedangkan penelitian terdahulu kedua Setyanirum (2019) dan penelitian
terdahulu ketiga Putra (2012) tidak menggunakan teori variasi keformalan maupun
bagian analisisnya. Maka dapat disimpulkan, dalam penelitian variasi keformalan
ini, peneliti bersifat menemukan.
4.3.3 Faktor Penyebab Variasi Keformalan Campur Kode dalam Homili
Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran periode Januari-Februari 2019
Peneliti mengelompokkan menjadi dua pembahasan mengenai faktor
penyebab variasi keformalan campur kode. Variasi keformalan berdasarkan segi
teori dan segi penelitian yang relevan, diuraikan sebagai berikut:
1) Segi Teori
Peneliti menemukan dua acuan teori mengenai faktor penyebab campur
kode, yaitu teori dari Dell Hymes (dalam Chaer dalam Agustina, 1995: 62) dan
Jendra (dalam Suandi, 2014: 142-146). Pada teori Dell Hymes (dalam chaer dalam
Agustina, 1995: 62) menyebutkan bahwa penyebab campur kode antara lain,
setting and scene, participan, end (merujuk pada maksud dan tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
petuturan) sequence (mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran), key (mengacu
pada nada, cara), instrumentalities (mengacu pada jalur bahasa yang digunakan),
norm of interaction dan interpretation mengacu pada norma atau aturan) dan
genre, (mengacu pada jenis bentuk penyampaian). Pada teori Jendra (dalam Suandi,
2014: 141), menyatakan bahwa faktor penyebab campur kode dibedakan menjadi
dua, yaitu (1) faktor penutur (latar belakang bahasa daerah dan keterpelajaran
seseorang) dan (2) faktor kebahasaan, keterbatasan penggunaan kode, penggunaan
istilah yang lebih popular pembicaraan dan pribadi pembicara, mitra bicara, tempat
tinggal dan waktu pembicaraan berlangsung, modus pembicaraan, topik, fungsi dan
tujuan, ragam dan tingkat tutur bahasa, hadirnya penutur ketiga, pokok pembicara,
untuk membangkitkan rasa humor, untuk sekadar bergengsi.
Berdasarkan penelitian ini, peneliti hanya menemukan faktor kebahasaan
yang penyebab campur kode dalam homili Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran
periode Januari-Februari 2019. Faktor kebahasaan yang ditemukan antara lain,
faktor penggunaan istilah yang lebih populer, fungsi dan tujuan, satu ragam dan
tingkat tutur bahasa, pokok pembicara dan mitra pembicara. Penelitian ini sejalan
dengan teori dari Jendra (dalam Suandi, 2014: 142-146) sehingga penelitian ini
bersifat mendukung.
2) Segi Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu pertama yaitu Martiningsih (2012) mengenai faktor
penyebab terjadinya campur kode, menggunakan teori Thelander (dalam Chaer
dan Agustin, 2010: 142) menyatakan faktor campur kode dapat dilihat dari segi
tempat tinggal penutur, pembicaraan yang sedang berlangsung, topik pembicara,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
perubahan ragam dan tingkat tuturan. Namun dalam hal ini, Martiningsih (2012)
menemukan faktor campur kode yaitu, fungsi dan tujuan, ketiadaan padanan kata
yang tepat, pencapaian tujuan tertentu, kesulitan mencari padanan kata, pengaruh
bahasa asli, perubahan topik pembicaraan, dan peniruan kalimat lain. Jadi dalam
penelitian ini, peneliti hanya bersifat membandingkan dari penelitian Martiningsih
(2012).
Penelitian terdahulu kedua oleh Setyanirum (2019), menganalisis data
faktor campur kode berdasarkan pendapat Suandi (2014: 142), yang menyatakan
bahwa faktor campur kode dibedakan menjadi dua, yaitu faktor penutur dan faktor
kebahasaan. Namun dalam hal ini Setyanirum (2019) hanya menemukan faktorr
penutur, penutur kaum terpelajar, sekedar bergengsi. Faktor kebahasaan meliputi
faktor keterbatasan kode, penggunaan istilah yang lebih populer, pembicara dan
pribadi pembicara, mitra bicara, fungsi dan tujuan dan untuk membangkitkan rasa
humor. Jadi dalam penelitian ini, peneliti hanya bersifat menambahkan dari
penelitian Setyanirum (2019).
Penelitian terdahulu ketiga Putra (2012) menganalisis jenis faktor penyebab
campur kode berdasarkan pendapat Suwito (1985: 72) yang menyatakan bahwa
campur kode di lihat dari segi penutur, lawan tutur, situasi dan kebiasaan. Namun
dalam hal ini, hasil analisis Putra (2012) hanya menemukan dua faktor, yaitu segi
penutur dan kebiasaan. Jadi dalam penelitian ini, peneliti hanya bersifat
menambahkan dan membandingkan dari penelitian Putra (2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5.1 Kesimpulan
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan penelitian yang berjudul ”Variasi Keformalan Campur Kode
Pada Homili Misa Bahasa Indonesia Di Gereja Ganjuran“ membahas tiga
masalah, yaitu jenis campur kode, jenis variasi keformalan dan faktor campur kode
Homili Misa Bahasa Indonesia Di Gereja Ganjuran. Berikut ini kesimpulan data
yang meliputi tiga hal:
1. Jenis campur kode dalam Homili misa Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran, yaitu campur kode ke dalam dan keluar. Campur kode ke dalam
terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Campur kode keluar terjadi
dari bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia.
2. Jenis variasi keformalan dalam Homili misa Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran, yaitu (1) ragam santai+ ragam santai, (2) ragam resmi+ ragam
resmi, (3) ragam resmi+ragam santai, (4) ragam resmi+ragam akrab, (5)
ragam akrab + ragam resmi, (6) ragam santai+ragam akrab, (7) ragam
akrab+ragam santai, (8) ragam usaha+ragam usaha, dan (9) ragam
santai+ragam resmi.
3. Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam Homili misa
bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran adalah faktor kebahasaan. Faktor
kebahasaan yang ditemukan antara lain, faktor penggunaan istilah yang
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
4. lebih populer, satu ragam dan tingkat tutur bahasa, mitra pembicara, pokok
pembicara, fungsi dan tujuan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian variasi keformalan campur kode ini, dapat
diperoleh saran dari peneliti. Adapun saran yang diberikan, yaitu:
1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk menambah
informasi dan pengetahuan, terkait campur kode yang terjadi dalam homili
saat misa di Gereja.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi yang positif bagi
masyarakat umum, bahwa seringkali terjadi campur kode saat homili.
3. Penelitian ini juga bisa dijadikan untuk menambah wawasan, mengenai
variasi keformalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda dan Syafyahya, L. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Aditama.
Atmaja, Velisia Krisna Murti. 2018. Campur Kode dan Alih Kode Dalam Interaksi
Perdagangan di Pasar Bringharjo Yogyakarta. [Online].
Tersedia:https://repository.usd.ac.id:/17753/2/134114015_full.pdf[1Desem
ber 2018]
Bogdan, B. 1982. Pengantar Studi Penelitian. Bandung: PT Alfabeta.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2004. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2014. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Harimurti, K. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Huri, D. 2014. Penguasaan Kosakata Kedwibahasaan Antara Bahasa Sunda dan
Bahasa Indonesia Pada Anak-Anak. [Online]. Tersedia:
https://journal.unsika.ac.id:/index.php/judika/article/download/122/126 [11
April 2019]
Indrastuti, N. S. 1997. Campur Kode dan Alih Kode dalam Siaran Radio. [Online].
Tersedia: https://jurnal.ugm.ac.id:/jurnalhumaniora/article/view/1878/1685
[1 Desember 2018]
Moleong, J. Lexi. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Kesuma, T. M. 2007. Pengantar Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta:
Crasvatibooks.
Komisi Liturgi KWI. 2011. Homiletik Panduan Berkhotbah Efektif. Jakarta: PT
Kanisius.
Maleong, L. J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Marlyn. 2018. Campur Kode Ceramah Ustad Maulana dalam Acara “Islam
ItuIndah”DiTransTv. [Online],Vol 3 (3), 13 Halaman. Tersedia:
http://jurnal.untad.ac.id:/jurnal/index.php/BDS/article/download/10040/79
87 [10 Febuari 2019]
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Martiningsih, E. 2012. Alih Kode dan Campur Kode dalam Pengajian di Lombok
Timur Nusa Tenggara Barat. [Online]. Tersedia:
https://eprints.uny.ac.id:/22229/1/Erma%20Martiningsih%2008210144
015.pdf. [1 Desember 2018]
Mustikawati, D. 2015. Alih Kode Dan Campur Kode Antara Penjual dan Pembeli
Analisis Pembelajaran Berbahasa Melalui Studi Sosiolinguistik
[Online]Vol 3 (3), 32 Halaman. Tersedia: http://journal.umpo.ac.id:
/index.php/dimensi/article/viewFile/154/141#
Nababan. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Oktavianus. 2013. Bahasa yang Membentuk Jati Diri dan Karakter Bangsa.
[Online].Tersedia:https://www.researchgate.net:/publication/319241439_B
ahasa_yang_Membentuk_Jati_Diri_dan_Karakter_Bangsa, [10 Febuari
2019]
Pangabean, M. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: PT Gramedia.
Partinem, S. 2011. Alih Kode dan Campur Kode. [Online]. Tersedia:
https://sastrapuisi.wordpress.com:/2011/12/11/kode-alih-kode-dan-
campur-kode-disusun-untuk-disajikan-dalam-diskusi-mata-kuliah-
sosiolinguistik-dosen-pengampu-prof-fathurahman-dan-dr-ida-zulaida/ [1
Desember 2018]
Purwaningrum, C. A. 2018. Jenis Ragam dan Karakteristik Ragam Tutur Guru dan
Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII A. [Online].
Tersedia: http://repository.usd.ac.id: /31186/2/131224096_full.pdf [20
Agustus 2019]
Putra, E. M. 2012. Analisis Penggunaan Campur Kode dalam Ceramah Y.M.
Bhikkhu Uttamo. [Online]. Tersedia:
https://mandala991.files.wordpress.com:/2013/01/analisis-penggunaan-
campur-kode-dalam-ceramah-y-m-bhikkhu-uttamo.pdf [10 Febuari 2019]
Bala, Robert.2016. Homili yang membumi. Yogyakarta: PT Kanisius.
Rosa, E. E. 2013. Campur Kode Dan Alih Kode Dalam Ujian Skripsi Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa. [Online]. Tersedia:
https://eprints.uny.ac.id:/44427/1/Ema%20Eliya%20Roza_08205244017.p
df [23 Oktober 2019]
Rusminto, R. D. 2017. Alih Kode dan Campur Kode Rubrik ”Buras” dan
Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa.[Online], 12 Halaman. Tersedia:
file:///C:/Users/eft260819/Downloads/13969-30518-1-PB.pdf. [15 Agustus
2019]
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Setyaningrum, K. D. 2019. Jenis, Bentuk, Faktor Penyebab Campur Kode Dalam
Perbincangan Pengisi Acara “Ini Talk Show” Di Net Tv. [Online].
Tersedia: http://repository.usd.ac.id:/33141/2/141224008_full.pdf [ 13
Febuari 2019]
Soejono, A.G. 1983. Metodik Khusus Bahasa Indonesia. Bandung: Bina Karya.
Suandi. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa:Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sugiyono. 2010. Metode Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif,Kualitatif,dan .
Bandung: Alfabeta.
Sumarsono. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarsono, D. P. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Pelajar.
Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta:
UNS Press.
Suwito. 1985. Sosiolinguistik. Surakarta: Henary Offset.
Syamsuddin, A. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, H. G. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP
Muhammadiyah Jakarta Pre.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Krisna Handoyo Pr. di Geraja Ganjuran
(Sabtu, 5 Januari 2018)
“Namun melalui kedatangan tiga orang majus yang menurut tradisi bernama Baltasar, Melkion dan
Gaspar dari Euthopia. Dimana ketiganya mewakili ketiga besar bangsa manusia kepada dunia hendak
dinyatakan bahwa kehadiran Yesus itu bukan untuk bangsa Yahudi, tetapi seluruh bangsa di Bumi. Dengan
kata lain panampakan Tuhan atau Ephifania hendak menyatakan akan iman kita atas universalitas
keselamatan dari Yesus. Bahwa keselamatan itu diperuntukan untuk semua, Yesus adalah penyelamat
seluruh umat manusia yang mau menerima dia dan percaya kepadaNya. Oleh bacaan pertama dalam kitab
nabi Yesaya penampakan Tuhan itu dinyatakan sebagai..dinyatakan sebagai terangmu datanvg dan kemuliaan
Tuhan telah terbit atas-Mu.
Dalam ayat 1. Sebab Yesus adalah terang dunia berkat kehadirannya di tengah-tengah kita hidup
dan masadepan kita yang menyelimuti kegelapan karna dosa maka maut menjadi terang dan penuh
pengharapan. Kita diterangi untuk memperoleh keselamatan dan kekal. Terang Kritus dan penyelamatan
berlaku untuk selaruh dunia, sebagaimana juga yang ditegaskan oleh Santo Paulus dalam bacaan kedua
bahwa orang-orang Yahudi pun turut menjadi ahli waris, menjadi anggota-anggota tubuh, serta peserta dalam
janji yang diberikan oleh Yesus Kristus (efesus 3:6). Nah, saudari-saudari terkasih..untuk mengalami Tuhan
yang membawa keselamatan dalam hidup kita, kita diajar menghayati sikap iman seperti orang majus itu.
Ada 3 hal yang bisa kita renungkan dalam sepekan ini, yang pertama: Mereka ingin disebut orang majus,
bahasa yunaninya makus. Dalam bahasa Yunani, kata markus makhoeng jamak, mempunyai 4 arti: salah
satunya adalah iman persia yang ahli dalam astrologi dan astronomi. Jadi, kalau matius menyebut mereka
sebagai orang majus, kemungkinan merujuk pada para iman persia. Dalam anstronomi dan atrologi ini yang
khususnya mengenai ilmu perbintangan. Mereka membenarkan keahliannya tersebut untuk mencari dan
menyembah Yesus.
Dalam ayat 2. Seperti para majus berarti apa.... berarti kita menggunakan keahlian kita masing-
masing untuk mencari dan menyembah mengambdi Tuhan. Atas apa yang kita miliki, kita tidak
memanfaatkan yang baik untuk kepentingan dan kesenangan kita sendiri. Supaya kita tidak jatuh dalam
egoisme, individualisme atau cueksime, sampai muncul cueks is the best. Apa arti kita mempunyai semboyan
surga menjadi berkat bagi siapa saja dan apa saja. Tetapi apapun profesi, ketrampilan dan keahlian, bakat dan
talenta kita, marilah kita gunakan sebagai sarana untuk mencari dan mengabdi Tuhan. Itu yang pertama, yang
kedua:Para majus dapat berjumpa dengan Yesus karna ada petunjuk yang ada pada mereka, yaitu bintang.
Dalam mengatakan begini dalam ayat 2 tadi, Kami telah melihat bintangnya.. N nya besar..di ufuk timur, dan
kami datang untuk menyembah dia. Disitu dikatakan, bintangnya berarti bintang Tuhan karnanya K besar.
Artinya, Tuhan sendirilah yang memberikan petunjuk kepada mereka untuk mencari dan menemukan dia.
Kekita Tuhan juga selalu memberikan bintangnya untuk mencari dan menemukan Tuhan. Namun yang sering
dialami para majus itu, bintang itu tidak selalu jelas dan tampak.
Maka kita selalu berusaha untuk peka terhadap kearah Tuhan membimbing saya dan diamana saya
mesti berhenti untuk melakukan susuatu untuk melakukan perjalanan lagisue untuk melakukan bimbingan
dengan Tuhan. Kita diajak untuk mengasah kepekaan kita. Diatas keluarga kita, diatas lingkungan wiliyah
dan masyarakat kita, diatas geraja kita, diatas tempat kerja kita, dan yang lain-lain. Sehingga ditempat –
tempat itu, itu menemukan Tuhan dan berjumpa dengan-Nya. Kalau saya mengutip, salah satu tempat
spiritual Ignatius, ,menemukan Tuhan di dalam segala hal. Iso nemokake Gusti Allah nenggone sokongan opo
wae, luwih-luwih..lebih-lebih mereka yang tergolong terkriwah yang termasuk KLMTD, disanalah Tuhan.
Apalagi Yesus pernah mengatakan “barangsiapa yang melakukan kepada saudaraku, yang paling hina ini,
kamu lakukan juga untuk aku.” Menemukan Tuhan dalam segala hal, yang ketiga, terakhir: Setelah berjumpa
dengan Yesus, para majus itu apa? Sujud menyembah dia, dan mempersembahkan persembahan kepada anak
itu. Mereka mempersembahkan apa? Mereka mempersembahkan emas. Sebagaimana para majus yang sujud
menyembah Tuhan dan mempersembahkan persembahan kepadanya, kitapun diajak supaya dengan tekun dan
setia kepada Tuhan untuk mewujudkan persembahan kepada kepadaNya.
Dalam hal ini perayaan ekaristi mesti mendapatkan tempat yang utama dalam hidup kita. Sehabis
itulah Yesus hadir dan kita sujud menyembah serta menunjukan persembahan kepadaNya, berupa kolekte
dan persembahan lainnya. Tetapi juga, seluruh niat hidup kehendak, supaya dalam korban Kritus yang dicara
alam, untuk menyelamatkan kita rayakan. Namun ekaristi juga mesti kita jadikan sumber perayaan dan
puncak hidup kita. Artinya apa? Artinya sembah sujud dan persembahan yang kita wujudkan kepada Tuhan
untuk dala perayaan ekaristi mesti menjadi pendorong kita, baik kita untuk mengabdi Tuhan melakukan
kepada sesama, dalam hidup sehari-hari. Itulah makanya harus tambahkan yang keempat, maka tidak jadi
yang terakhir.“yang keempat, apa yang keempat ? orang-orang majus setelah berjumpa dengan Yesus, dalam
ayat 12, mereka pulang ke negerinya lewat jalan lain. Ora baleni meneh dalan sing niki. Dalam ini mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pulang lewat jalan lain karna, dilarang untuk kembali kepada Herodes.Tetapi secara simbolis, hal ini
menegaskan bahwa, mereka yang benar-benar mengalami menampakan Tuhan dan berjumpa denganNya,
tidak akan lagi hanya menapaki jalan yang sama, apalagi manusia lama, apalagi hal-hal yang gelap, hal-hal
yang salah,hal-hal bosan, hal-hal yang keliru.Tidak, tidak kembali kepada manusia lama, tidak kembali
ketidakadilan. Menuju dalam roh, sebab pengelaman perjumpaan dengan Tuhan itu, membeharui dan
mengubah.
Maka setelah kita berjumpa dengan Tuhan dan sujud menyembah kepadanya dalam perayaan
ekaristi, kita mesti kembali dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun dalam kehidupan sehari-hari itu mesti
kita jalani dalam secara lain dan baru. Sesuai dengan roh, sesuai dengan semangat yang kita dapatkan dalam
jumpa dalam ekaristi. Sebagai kesimpulan, apa yang didapat kalau kita mencari Tuhan ? cari Tuhan berarti
mau mencari tau apa yang Tuhan mau. Cari Tuhan berarti mau mendengar apa yang Tuhan maksudkan, cari
Tuhan berarti mau mengalahkan apa yang saya pikir. Cara Tuhan berarti mau it line and online with God.. it
line and online with God .. Maka dalam kesempatan ekaristi, bukan tempatnya untuk online dengan yang
bukan God.. in line dan online with God disanalah kita akan sungguh-sungguh menemukan Tuhan,
bagaimana ia mau berkehendak, bagaimana ia mau bermaksud untuk hidup kita.”
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Eko Santosa Pr. di Geraja Ganjuran (Minggu,
13 Januari 2018)
“Kalau boleh dari pengalaman, siapa yang tiap hari diantara panjenengan, barang sejenak nonton
televisi? Tidak sempat nonton telivisi? Sempat tidak sempat dan tidak sempat tidak apa-apa? Apakah diantara
panjenengan yang sama sekali belum pernah nonton film? Sudah? kalau sudah nonton film, paling tidak
entah film di televisi atau di gedung bioskop, atau dimana saja kita bisa nonton film. Apakah diantara
panjenengan-panjengan di waktu-waktu senggang, buka hp nonton you tube? ada ndak? Yah baik! Sekarang,
panjenengan nonton itu kurang lebih film yang di pilih itu bermacam-macam. Sekarang ketika nonton film,
yang panjenengan perhatikan bintang filmnya atau ceritanya? coba, yang diperhatikan sejak awal sampai
akhir, itu kisahnya atau ceritanya atau justru malah memperhatikan bintang filmnya? Yang mana? Bintang
filmnya atau ceritanya? Opo? Cerita atau bintang film? Kalau prodiakon, cerita atau bintang film ? nen
?napa? Lhah pun nate ningali nonton nopo mboten? Pun nate to riyen? Gek nate nonton dangdut to? Sing di
tonton, kalau kita nonton film yang tetap menjadi perhatian kita bintang filmnya, atau tetap kisahnya? Yang
mana? Nek sing paling aman, memang kedua-duanya yang paling aman.Tapi saya mememinta untuk
memilih, tidak usah dijawab kalau memang malu untuk menjawab.
Sekarang siapa yang hafal kata-kata yang diucapkan bintang film itu? ada yang hafal? Contohnya,
siapa? Anak-anak, anak-anak atau bapak atau bapak ibulah, yang belum pernah nonton film upin ipin? Siapa
yang belum pernah? Oh semua sudah pernah. Baik. Sudah pernah nonton atau sekilas. Siapa yang pernah
mendengar, orang mengucapkan kata-kata yang diucapkan ipin atau upin yang diulang tiga kali berturut-
turut? Langsung nyaut kalau begini to? Ini kan contoh yang sangat sederhana. Bahwa ketika saya menonton
film, akhirnya yang menjadi pusat perhatian adalah bintangnya. Sehingga saya dengan mudah mengingat
kembali apa yang diucapkan si bintang film tadi. Bagaimana gerak-geriknya, juga kadang-kadang ditirukan.
Ucapan kata-kata juga ditirukan. Karna begitu menonton, saya seolah-olah pernah menyamakan dengan
bintang yang ada disana. Sekarang tidak nonton film. Siapa yang pernah nonton sepak bola? Sekarang kalau
nonton sepak bola, di sana ada bintang lapangan yang menjadi idola panjenengan anda semua. Ketika ada
bola datang, tidak cepat-cepat. Apakah muni, Ayo to cepet to, ayo to cepet to, ayo to, ayo to cepet. Seperti
itukah? Hal yang sangat sederhana. Kecewa? Waduh? Tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bahwa disana
seolah-solah, panjenengan semua ikut terlibat, dalam peristiwa itu.
Lepas dari itu mencoba menirukan kata-kata, tingkah laku, gerak-gerik yang semakin menyerupai
sang idola. Bahkan pakaian juga bisa ditiru. Inilah peristiwa yang sangat sederhana, yang bisa kita temukan
dalam hidup harian kita masing-masing.Tapi sekarang, coba kita lihat, kita perhatikan, film yang begitu
indah, yang selalu diulang-ulang. Dalam peristiwa hidup kita sebagai seorang iman. Sebelum film dimulai,
akan bertanya-tanya bagaimana bintangnya kira-kira menarik atau tidak, dan sebagainya. Pada awal mula,
kita diajak untuk melihat bintang itu. Ketika Yesus dilahirkan, para gembala datang untuk bersembah sujud,
ditunjukan oleh apa? Tandanya? Bintang, yang kemudian bersinar terang merujuk pada kanak-kanak Yesus.
Ketika sang jana dari timur mengalami kebingungan, dan bertanya-tanya kepada herodes, dimana anak itu
dilahirkan? Karna apa? Mereka telah menemukan bintangnya. Tandanya bintang itu tadi. Setelah diberitahu
dibethlehem, mereka keluar dan sungguh mengarah pada kanak-kanak Yesus. Mereka datang berjumpa
dengan kanak-kanak Yesus, bersujud, dan memberikan persembahan. Kemudian, hari ini kita rayakan pesta
pembaptisan. Orang-orang banyak datang berbondong-bondong kepada Yohanes, dan bertanya-tanya kepada
Yohanes. Apakah Yohones ini mesias? Tetapi Yohanes mengatakan, saya bukan mesias. Tetapi tandanya
jelas ditunjukkan kepada pribadi Yesus, yang pada waktu baptis, setelah baptis, ia berdoa dan ada suarana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Roh kudus turun dalam rupa lidah-lidah api. “Engkaulah anak yang ku kasihi, kepadaMulah aku berkenan”.
Jelas kita diajak untuk memusatkan perhatian, kepada sang bintang sejati, yaitu Kristus. Lhah nanti kita akan
melihat selama satu malam penuh, yang mau menunjukan tokoh bintang sejati, yaitu Kristus sendiri. Dengan
segala tutur kata, dengan gerak geriknya, segala tindakannya yang bermacam-macam yang kita temukan
dalam hari-hari yang akan datang, sampai nanti, saat kita merayakan Kristus Raja semesta Alam. Kita diajak
nonton fim seperti itu. Kita diajak untuk melihat sang tokoh utama, yaitu kristus sendiri, yang kemudian
dikatakan. “Engkaulah anak yang ku kasihi kepadaMu lah aku berkenan”. Bapak ibu dan sudara sekalian
yang terkasih, kita semua telah menerima sakramen baptis.
Ketika dibaptis, saya diangkat menjadi anak-anak Allah. Karna rahmat baptis yang sudah anda
terima, bisa diangkat menjadi anak-anak Allah. Maka dengan situasi inilah saya sudah tidak ada pilihan lain.
Kecuali menjaga jiwa tetap menjadi anak Allah, Bagaimana tetap menjaganya supaya berkenan kepada
Allah? Apa yang saya lakukan? apa yang saya perbuat? Tetap berkenan kepada Allah. Siapa yang menjadi
contoh idola kita? Sang bintang sejati? Yaitu Kristus sendiri. Sehingga, hidup kita, perjalanan hidup kita,
sikap kita, semakin lama tanpa kita sadari mestinya menyerupai sang bintang idola, yaitu menyerupai kristus.
Sudah tidak ada pilihan lain, jika saya sungguh menyerupai sebagai anak-anak Allah. Hidup saya harus
berkenan kepada Allah dan tidak ada pilihan lain. Segala tindakan, tutur kata, tingkah laku, apa yang
diperbuat semakin menyerupai Kristus sendiri. Maka, ,mau tidak mau saya akan mengarahkan perhatian saya
kapada idola, kepada sang bintang sejati, yaitu Kristus itu sendiri. Karna saya tidak punya pilihan lain, dan ini
saya bangun terus menerus, supaya hidup saya berkenan bagi Allah, dan saya sungguh sadar sebagai anak
Allah, anak yang dikasihi. Dengan peristiwa baptis, yaitu setiap kali saya meneliti batin.
Saya akan melihat suluruh apa yang saya alami, di dalam hidup saya. ...yang kurang baik saya
mohon ampun kepada Tuhan, dan saya akan memperbaiki dihari kemudian. Supaya hidup saya semakin
berkenan bagi dia, dan sesama kita. Saya akan memperbuat, memperbaiki diri terus menerus, semakin
menyerupai Kristus sang bintang. Abadi, bintang sejati dan juga yang menjadi tokoh dalam film, dan saya
tidak punya pilihan lain. Saya hanya bisa mengarah kepada Kristus sendiri, saya haru mengikuti Kritus, dan
hidup saya kepada Kristus. Karna itulah yang menjadi tumpuhan harapan hidup. Dia anak yang dikasihi, dan
hidupnya berkenan kepada Allah. Kita juga diangkat menjadi anak yang dikasihi ketika dibaptis. Maka,
bagaimana membangun supaya hidup saya berkenan bagi Allah.. dan akhirnya kita tidak bisa dengan
sekehendak hati, tidak bisa. Saya harus membangun sikap hidup seperti anak Allah sendiri. Seperti Kristus
sendiri, agar hidup kita semakin lama berkenan bagi Allah. Dalam tindakan, dalam tutur kata, dan dalam
perbuatan harian kita, dan selalu saya perbaiki ketika saya menitih batin. Sehingga tampaklah hidup saya
semakin tumbuh dan berkembang, dan kalau berkenan di hati Allah, hidup kita bagi Allah dan kemudian kita
akan menjadi berkat bagi sesama kita. Usaha! Sebagai perjuangan bagi hidup kita sebagai umat beriman,
yang ingin mengikut Yesus Kristus secara sederhana yang dirumuskan pada bacaan injil tadi, hidup yang
berkenan. Inilah perjuangan hidup kita, sebagai anak-anak Allah. Karna martabat baptis yang telah kita
terima.”
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Krisna Handoyo Pr. di Geraja Ganjuran
(Minggu, 20 Januari 2019)
Namun hendak saya sampaikan nyaris tidak langsung berkaitan dengan hidup berkeluarga. Saya
akan melihat hal lain, yang mungkin jarang muncul ketika bacaan-bacaan tadi kita dengar. Saya akan
mengawali dengan sebuah cerita, ada seorang bapak yang selalu berdoa untuk anaknya, sebut saja nama
anaknya adalah Toni.. waton muni yang susah diatur. Kira-kira demikan,“Tuhan tolonglah anak laki-laki saya
putra satu-satunya jadikanlah dia yang tau aturan, jadikanlah dia yang anak yang rajin belajar, jadikan dia
anak yang suka mendengar dan melaksanakan nasihat saya dan nasihat guru-gurunya. Tuhan kiranya engkau
menolong dia, agar kelak dia menjadi seorang sarjana yang segera mendapatkan pekerjaan yang baik”.
Setelah seperti itu berulang-ulang diucapaka oleh bapak tadi hampir setiap hari. Dalam doa itu bapa kami
menyampaikan apa yang mesti dapat untuk anaknya. Tadinya bapak tadi Tuhan melakukan pekerjaan lain
untuk anaknya. Tuhan harus mengikuti kemauan bapak tadi, dan bukan bapak tadi yang harus ikut kemauan.
Saudari-saudaraku terkasih, ada banyak persoalan yang terjadi dalam kehidupan manusia, dan dalam setiap
persoalan orang beriman ingin agar Tuhan turut campur tangan.
Dalam doa orang selalu menyebut kemauan, agar Tuhan laksanakan. Apabila tidak terlaksana orang
membuat kesimpulan doanya tidak dikabulkan. Walaupun sebetulnya kalau orang berdoa itu, jawabannya
cuma tiga, yes no and wait..Ya langsung dikabulkan, no tidak tetapi diberi yang lain. Atau wait tunggu untuk
menguji ketekunan kesetian iman. Toni telah lama menantikan mukzizat dari Tuhan untuk studynya. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
banyak berdoa, agar lulus, lulus, lulus ujian akhir meski ia jarang belajar. Ia begitu percaya bahwa Tuhan
akan membuat mukzizat baginya. “Bukankah Tuhan dapat mengerjakan segalanya, karna ia memang Maha
Kuasa”. Demikan ia berkeyakinan.”
“Pada saat ujian, Toni memang bingung, karna semua soal yang ditanyakan penguji terasa asing, ia
keluar kamar ujian dengan lumlet. Dalam hati ia bertanya, “ mengapa Tuhan tidak membuat mukzizat bagi
saya? Apakah Tuhan tidak mencintai saya?”, demikan hatinya terucap. Saudari-saudaraku terkasih, orang
sering tidak sadar bahwa Tuhan jauh lebih bijaksana dari manusia. Tuhan lebih tau jalan yang tepat untuk
setiap persoalan. Karena itu doa yang benar ialah mohon jalan keluar yang dikehendaki Tuhan. Bukan minta
Tuhan menyetujui jalan keluar kita. Doa yang baik hanya berupa persoalan kita, lalu minta Tuhan beri jalan
keluarnya. Bisajadi jalan keluar, atau harapan kita sesuai dengan kebijaksanaan Tuhan, bisa juga tidak sesuai
bahkan mungkin juga sulit untuk dipahami atau dimengerti. Saudari-saudaraku terkasih, ketika mengahadiri
pesta perkawinan di Cana. Maria tahu bahwa ada persoalan yaitu Tuan pesta kehabisan anggur, ini masalah,
ini persoalan. Maria datang ke Yesus, Maria tidak mengajukkan persoalan sebagai jalan keluar. Misalnya,
Maria tidak menyatakan, “anakmu tolong beli anggur, buatan mukzizat, pinjam anggur di rumah tetangga”
dan sebagainya, tidak mengatakan begitu.
Maria datang, dan hanya memberitahuan persoalan kehabisan anggur. Maria hanya menumpahkan
persoalan, apakah jalan keluarnya, pendek kata terserah, dengan artian kurang pas. Hanya saja maria memberi
pesan kepada para pelayan. “Lakukanlah apa yang perintah-Nya kepadamu”. Pesanan Maria adalah pesanan
taat kepada Allah. Maria sendiri hidup kepada ketaatan sabda Allah, “Aku ini hamba Tuhan terjadilah
kepadaku menurut perkaaanMu”. Saudari-saudaraku terkasih, setiap hari kita berdoa, barangkali kita sering
mengharapkan supaya kita terima bersih. Tetapi Maria memberi nasihat supaya kita melakukan sabda Tuhan.
Tuhan mengabulkan doa kita, tetapi dari kita dituntut sesuatu taat kepada sabda Allah. Bukan Yesus yang
mengisi air ke dalam tempayang, tetapi manusia, para pelayan. Pelayan-pelayan mesti taat, akibatnya
terjadilah mukzizat. Dari doa Maria di Cana kita dapat belajar, bahwa kepada Tuhan kita menyampaikan
kesulitan kita, bukan kemauan kita. Pendek kata terserah, dalam arti kurang pas. Tuhan mau berbuat apa,
selanjutkan doa kita harus didukung kepada sabda Allah. Karena itu, setiap kali kita selesai berdoa Maria
berpesan, “Lakukanlah apa yang perintah-Nya kepadamu”. Saudari-saudaraku yang terkasih, yang menarik
adalah bahwa Yesus membuat mukzizat tidak dari suatu yang kosong. Melainkan dari ada yang disitu, dari
suatu yang disiapakan yaitu air, dan yang pasti ada tempatnya tempayang.
Orang-orang atas nasihat bunda Maria dan juga atas permintaan Yesus, mengisi tempayang itu
penuh dengan air. Itulah usaha-usaha dari manusia, dan karena usaha itulah Yesus membuat mukzizat.
Tampak bahwa Tuhan akan membuat mukzizat, bukan dari suatu yang kosong seperti tukang obat atau ahli
ujum. Tetapi ia menggunakan sesuatu yang sudah ada disitu. Waktu yang sudah ada itu, disiapakan oleh
orang yang menerima mukzizat tersebut. Ini berarti bahwa mukzizat hanya atau akan terjadi, bila ada
kerjasama antara manusia dengan Tuhan. Manusia mempersiapkan berapa hal, barang diri yang diperlukan,
dan Tuhan melengkapi dengan memenuhi keinginan manusia. Unsur keaktifan dan usaha manusia sangat
penting disini. Usaha diwujud bahwa manusia percaya akan kuasa Tuhan. Dalam kehidupan kita sebagai
manusia Kristen yang katholik. Tuhan juga selalu membuat mukzizat dalam kehidupan kita. Namun
diperlukan usaha dari kita yaitu ungkapan kepercayaan kepada Tuhan. Ungkapan tersebut berwujujud dalam
segala ungkapan kita. Untuk menjauhkan diri, usaha kita untuk maju dan untuk semakin mengenal Tuhan.
Seorang kudus mengatakan bekerjalah mati-matian, seakan-akan keberhasilmu itu tergantung dari usahamu.
Berdoalah mati-matian seakan-akan seluruh kebersamaan keberhasilan itu adalah dari Tuhan melulu.
Disinilah letak kerja sama antara manusia dengan Tuhan meskipun dalam parkasatuka. Kerna manusia bisa
berkerja sama karena anugrah, karena pemberian, karena rahmat, karena telenta yang juga Tuhan berikan.
Maka tinggal bagaimana kita mempergunakan anugrah rahmat talenta itu, untuk bersama Tuhan
mewujudkan sesuatu yang baik, demi kehidupan bersama baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan
maupan masyarakat. Moga-moga sabda Allah ini memberikan penegasan dan inspirasi yang baik buat kita
bagiamana semestinya ketika mengupayakan sesuatu yang baik demi kepentingan bersama.”
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Eko Santosa Pr. di Geraja Ganjuran (Minggu,
27 Januari 2019)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Pada waktu itu dimana Yesus menang tampil di depan banyak orang. Dalam pembaptisan yang
dilakukan oleh Yohanes, dia dinyatakan sebagai anak yang dikasihi oleh Allah dan supaya semua orang
mendengarkan dia. Ia menerima Roh Kudus yang turun atas dia, ini dalam peristiwa pembaptisan. Hari ini
kita diajak juga menyimak sosok pribadi Yesus yang juga mengalami turunnya Roh Kudus. Digambarkan
oleh bacaan injil tadi, “sesudah dicobai dipandang gurun dalam kuasanya kembalilah Yesus ke Galilea dalam
kuasa Roh”. Kemudian dia diminta untuk membaca alkitab, dan diberikan kitab nabi Yesaya. Kemudian
dibacakan, “ Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab itu ia telah mengurapi aku”. Lalu menunjukan lagi bahwa
Yesus mendapatkan anugrah Roh Kudus. Roh Kudus turun atas dia. Kemudian apa yang dilakukan
menyampaikan kabar baik, memberitakan kabar baik, membebaskan orang tertindas, memberitakan rahmat
Tuhan telah datang. Kemudian pada bagian terakhir Yesus berkata kepada orang lain,”pada hari ini genaplah
nastadi sewaktu kamu mendengarkan, ,”pada hari ini genaplah nastadi sewaktu kamu mendengarkan,”pada
hari ini genaplah nastadi sewaktu kamu mendengarnya”. Penting pada hari ini kita mendengarkan, bukan
kemarin pada hari ini.
Apa yang mau disampaikan Yesus, mengapa mengatakan pada hari ini, dan ini secara khusus
banyak pada kata hari ini dalam injil Lukas. Baik saudara-saudara sekalian bahwa kita lebih mudah untuk
mengolah pengalaman ini semua. Saya akan mengambil contoh yang dialami oleh bapak ibu sekalian. Bapak
ibu, apakah coba bisa sedikit mengingat kembali, ketika panjenengan mengucapkan janji nikah. Masih
ingatkah ? masih ? masih ingat bapak ibu? (umat menjawab, “masih”). Bagaimana kata-katanya? Bagaimana
kata-katanya? Atau masih ingat? bagaimana? coba, benar tidak yang saya katakan, diahadapan iman dan para
saksi, saya memilih engkau disebut namanya menjadi suami atau menjadi istri saya. Saya berjanji setia
padanya dan seterusnya ndak diarani keminter. Karena apa, kok iso apalmen, tapi ini bukan hal yang penting
bagi saya. Bahwa disitu ada suatu janji yang diucapkan, dihadapan iman dan para saksi bagi bapak ibu
sekalian didepan altar mengucapkan janji setia membangun keluarga. Menerima sakremen pernikahan,kata-
kata ini tidak pernah dilewatkan, dan kemudian masing-masing menyatakan itu semua baik dari pihak calon
suami ataupun calon istri. Dihadapan iman dan para saksi, saya memilih engkau nyebut namanya siapa.
Menjadi istri atau suami saya, saya berjanji dan seterusnya, menjadi suatu peristiwa yang sungguh
luar biasa. Kemudian imam menyatakan, atas nama gereja Allah dan dihadapan para saksi, saya menyatakan
bahwa perkawinan ini adalah perkawinan yang sah menurut gereja. Kemudian yang bagian akhir, apa yang
telah dipersatukan Allah tidak bisa diceraikan manusia. Janji yang diucapkan oleh bapak ibu sekalian ini,
akan diwujudakan besok atau hari ini? Janji yang dicapak tadi, janji dihadapan iman dan para saksi dan
seterusnya, itu diwujudkan besok, setelah hidup bersama atau hari ini? Heh? Besok apa hari ini ? (umat
menjawab “hari ini”). Sungguh? Sungguh? Kalau jujur hari ini apa besok? (umat menjawab”hari ini”) oh
besok. Ndak papa, besok, besok juga mengatakan besok, mau diwujudkan hari ini jur kalone kapan? Kerena
apa, janji ini mesti selalu aktual, atau selalu bergema di dalam hidup saya. Saya tidak bisa menunda
mewujudkan janji itu. Sesok wae yo, sesok wae yo, koyo nyaur utang. Justru disinilah kita tidak bisa menunda
sebuah janji. Apalagi yang erat kaitannya suatu bernilai bagi hidup kita masing-masing. Maka dalam bacaan
injil tadi kita dengarkan, bahwa ketika membaca kita suci yang sungguh dinubuatkan perjanjian lama nabi
Yesaya, Roh Tuhan ada padaku.Ia telah mengurapi aku, untuk apa? Menyampaikan kabar baik,
memberitakan kabar baik, membebaskan orang tertindas, dan lain lain tugas itu. Kemudian pada hari ini,
genaplah nastadi sewaktu kamu mendegarnya, tidak kemaren, tidak besok.
Hari ini, besokpun juga akan dikatakan hari ini. Hari ini juga akan berlangsung untuk selamanya.
Maka janji ini selalu baru dalam perwujudtan, dan kita semua sebagai orang beriman juga mengucapkan janji
baptis. Karena kita masing-masing mengucapakan janji baptis dengan sendirinya. Kita mesti hari ini
mewujudkannya, bukan besok. Kita juga menjadi dengan peristiwa baptis itu, kita menjadi anak Allah, kita
dibebaskan dari dosa, kita menjadi anggota gereja, ini semua bukan besok. Tetapi hari ini kita menerima
pembaptisan, besok juga hari ini tetap menjadi anggota gereja. Hari ini tadi dikuduskan, hari ini saya
dibebaskan, hari ini saya diselamatkan, hari ini saya menerima kehadirat Tuhan, semuanya dalam hari ini.
Saudara-saudaraku yang terkasih, dalam hidup berkeluarga bahwa itu tidak bisa ditunda. Apalagi Yesus tidak
pernah menunda janji, dan kitapun sebagai pengikut-pengikut Yesus. Ucapkan janji, janji baptis bagi
semuanya, dan selalu diperbarui janji itu di malam Paskah, dan saya mengingat kembali peristiwa itu,
setidak-tidaknya dalam peristiwa baptis dengam percikan air berkat. Supaya apa? Janji itu terwujud hari ini,
bukan besok. Dengan demikin saya selalu memperbarui diri, mengaktualkan diri terus menerus untuk
mewujudkan janji itu menjadi semakin nyata. Bahwa saya sebagai murid-murid Kristus saya sungguh
mengalami, menyimak Kristus dengan seksama sehingga saya mengalami Kristus yang menyelematkan, yang
kemudian saya berani mengakui, setiap saat setiap waktu bahwa dialah sang penyeleamat. Dialah yang saya
ikuti, yang membawa pembebasan, yang membawa penebusan bagi siapapun juga, dan terus menerus saya
tidak akan meninggalkan, saya tidak akan menunda lagi untuk pengikut Kristus, dan mewartakan apa yang
sudah kita alami, bahwa dialah penyelamat.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Krisna Handoyo Pr. di Geraja Ganjuran
(Minggu, 3 Febuari 2019)
“Saudara-saudari terkasih, oleh karena itu sebagaimana Yeremia, panggil untuk menggenapi supaya
menyampaikan sabda dan kehendak Tuhan kepada bangsa-bangsa.Kitapun juga dipanggil untuk menjadi
nabi-nabi jaman now, jam sekarang ini. Setidaknya ada tiga pokok tugas pokok nabi,tugasnya adalah tiga M.
M yang pertama adalah meneguhkan, M yang kedua adalah mengkritik, dan M yang ketiga adalah
menghibur. Setidaknya tugas tiga pokok nabi adalah meneguhkan mengkritik dan menghibur. Kalau kita
melihat segala sesuatunya sudah berjalan dengan benar dan baik, apalagi kalau menggunakan rumllusan
Aristoteles masih ada berguna. Maka tugas kita meneguhkan, supaya yang benar, apa yang baik, apa yang
bergutina dapat bertahan baik dalam kuantitas maupun kualitas. Namun kalau yang terjadi itu melenceng dari
prinsip kebenaran, kebaikan serta kebergunaan, maka kita wajib menyampaikan kritik yang membangun demi
terciptanya kebaikan bersama. Namun kalau kita melihat terjadinya kesulitan, masalah, bencana, kesedihan
dan kita turut ambil untuk memberikan penghiburan, yang semua tadi untuk honum komonom.”
“Saudara-saudari terkasih, menjalankan tritugas kenabihan tersebut tidak selalu mudah seperti yang
dialami Yeremia. Pelaksanaan kenabihan tersebut mengandung berbagai resiko, karena disini yang dibangun
bukan sikap plourisasi. Plourisasi atau dengan istilah dikotomi, pokoknya kalau ini mesthi sebaik apapun
mesti jelek. Putih dan hitam, padahal sebetulnya hidup ini sifatnya abu-abu. Kerena yang jelas putih itu
adalah Allah, yang jelas-jelas hitam adalah setan atau iblis. Tergantung kecendurungan kita kepada yang
putih yang baik benar berguna. Maka pelaksanaan tugas itu mengandung berbagai resiko, kesulitan dan
penolakan. Sebab Tuhan sungguh mengenal kita ayat lima, ia tidak mungkin memberikan tantangan dan
tuntutan yang tidak mampu kita panggul. Kalau kita mesti menghadapi kesulitan, tantangan bahkan bahaya.
Tuhan berjanji, dalam ayat 19 “aku menyertai engkau untuk melepaskan kelimpa”.Saudara-saudari terkasih,
penolakan, cibiran dan kata-kata sinis yang merendahkan, meremehkan juga dialami Yesus sendiri. Hal ini
tampak jelas dalam bacaan injil hari ini. Semakin jelaslah penolakan kepada Yesus, bahkan mereka tidak
hanya menolak tetapi di usir Yesus, dan bermaksud membunuhnya, dan melemparkannya dari atas
tebing.Kekerasan tidak boleh dilawan dengan kekerasan, ia memilih pergi karena konflik yang terjadi sudah
tidak menggunakan akal, dan itu susana plourisasi. Sebaik apapun yang dilakukan, selalu dianggap jelek. Satu
pertanyaan untuk tetap menjalani hidup, mengapa Yeremia dan Yesus tetap menjalani tuga perutusan.
Meskipun banyak mengalami tantangan, mengalami banyak kesulitan, mengalami banyak bahaya. Mereka
sungguh digerakan dan kobarkan oleh semangat cinta, kasih. Kerena Yesus sangat mengasihi kita, maka ia
rela berkorban sampai sehabis-habisnya untuk kita, sampai tuntas. Semoga semangat kasih, selalu berkorbar
dalam diri kita, sehingga diri kita rela melakukan pengorbanan apapun. “
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Eko Santosa Pr. di Geraja Ganjuran (Minggu,
9 Febuari 2019)
“Bapak ibu dan saudara-saudara sekalian terkasih, kalau kita mencoba melihat pengalaman hidup
harian, dan mecoba membandingkan ketika kita masih kanak-kanak. Anak-anak jaman sekarang lebih ngeyel
apa lebih manut? (umat menjawab “lebih ngeyel”)Anak e sopo? anak-anak cowok, lebih ngeyel hee. Kira-kira
kalau panjenengena dieyeli marah atau ngalah? Ngalah nuruti kemauan mereka? Timbang geger, timbang
ribut, timbang rewel, timbang rame, nak ra trimo. Kerena ada kata-kata yang lain, wong ngalah nggula
wesengi. Tetapi sekarang, kalau kita semua melihat anak –anak itu lebih manut diberitahu orang tua atau
guru? (umat menjawab”guru”) baik. Kalau dulu guru katanya kena digugu, kena ditiru. Tetapi guru sekarang,
guru jaman sekarang sulit, bisa dikatakan apakah ini guru yang baik. Kata-katanya bagus, tetapi dalam
praktiknya, sulit untuk diikuti. Sebagai contoh, gurunya mengajak, untuk melatih siswa-siswinya untuk
ngeliwet, tatapi nesehat beli saja, ini contoh. Maka sekarang, anak-anak itu lebih manut dengan orang tua apa
guru? Ra mesti to. Sekarang, kalau kita lanjutkan bapak ibu sekalian, panjenengan lebih manut nasihat dokter
apa lebih manut nggugu karepe dewe? Manut dokter apa munut awake dewe kalau sakit? Dospundi, manut
dokter, nggungu karepe dewe kalau sakit. Apa? (umat menjawab” dokter”) tenan? Sakestu?. Kalau memang
sungguh, sungguh siapa diantara panjenengan yang pernah merasa bosen minum obat? Atau malas minum
obat?. Awas ati-ati mengko ndak konangan, tiwas konangan, ndak diminyak i suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebenarnya dari contoh-contoh yang sederhana ini, pertanyaannya, lalu siapa yang dinut? Anak-
anak sudah, atau sering kali ngeyel dengan orang tua, atau dengan gurunya kadang-kadang, atau sudah atau
sering kali ngeyel, jebule seperti itu, kemudian dihadapannya nggih, nggih neng ora kepanggih. Kemudian
bapak ibu sekalian, periksa dokter, kadang-kadang iya, kadang-kadang tidak, jur sing digugu ki sopo?, ini
sesuatu yang perlu kita lihat seksama. Karena apa, ketika saya mempunyai harapan, ketika saya mempunyai
cita-cita yang menarik, akhirnya kalau saya mengatakan wis raiso. Banyak orang datang menemui Yesus
ingin mendengarkan khotbah Allah. sekarang yo rapapolah tak ngalah, wong iki dawuh. Dari pada repot,
daripada ketok ngeyele, ketoke elek,daripada ribut, yowis aku tak ngalah, tapi karna perintahmu aku akan
menebarkan jalaku. spontan tidak mau mengikuti perintah Yesus, tatapi hanya untuk ngeyem-nyemi daripada
rame, daripada macem-macem. Tetapi justru disinilah, mereka mendapatkan pengalaman. Pengalaman baru,
sadar bahwa dia sebagai orang berdosa, karena mau mendengarkan.Dia sungguh mengikuti Kristus.
Mengikuti apa yang dikehendaki Yesus, disuruh apa saja mau, maka semuanya sangat istimewa. Orang tua
pun kadang bingung untuk mendapatkan kesehatan opo sing tak arep-arep keturutan, opo sing tetapi
kemudian saya butuh telinga untuk mendengarkan Tuhan. Sehingga pasukan-pasukan itu sulit untuk
menerima, sulit menangkap, sulit untuk memahami. Dengan penuh keseganan, aku ora ana pilihan liyo,
gejobo mung matur karo Gusti. Tetapi ketika saya berfikir hanya untuk saat ini, sing penting ketok, sing
penting ngadek.”
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Krisna Handoyo Pr. di Geraja Ganjuran
(Minggu, 10 Febuari 2019)
“Ibu, bapak, saudara-saudaraku terkasih, ada seorang guru SD, sebut saja namanya bapak Paulus
bejo. Alangkah bahagianya bapak Paulus Bejo, mengapa? Sebab pada suatu hari ia mendapat kabar baik,
kabar baik naik pangkat. Sebagai guru SD, ia sudah mengabdi selama dua puluh tahun. Apalagi, selama itu
hidupnya serba pas-pasan, pas ada atau pas tidak ada. Sampai sering bermimpi, “kapan yo keluarga saya
merasa bahagia sedikit?”, dan malam itu tiba-tiba ada kabar dari atasan. “ Bapak Paulus Bejo, bapak usulkan
menjadi kepala sekolah, dan ini sudah diterima. Jadi bapak mulai besok naik pangkat, tinggal nunggu
peresmian atau pelantikannya.” Alangkah terkejut bercampur bahagia, pikirnya “sepeserpun aku tidak
kehilangan uang. Ya orang lain itu, untuk menjadi tungkang sapu saja terkadang kena ratusan ribu
rupiah.Terima kasih Tuhan.”
“Saudara-saudariku terkasih, apakah petrus dan kawan-kawan pernah bermimpi untuk menjadi
orang penting? Seperti yang ada dalam sabda tadi? Mereka hanya para nelayan, setatus hidup yang paling
rendah. Kalau diibaratkan setera dengan gembala domba. Jelas Petrus campur takut, tetapi amat bahagia. Oleh
sebab itu, ia diangkat menjadi penjala manusia. Ia tidak hanya mengumpulkan ikan untuk menghidupi
keluarganya, kini ia mengumpulkan manusia, untuk mengikuti perintah, memberikan gambar gembira,
kemerdekaan dari penjajahan setan. Tentu pada saat itu belum terbayangkan, bagaimana ia akan berkarya,
tentunya berat dan sukar. Demikian juga bapak Paulus Bejo, malam itu belum tau, tentunya dirasa berat dan
sukar. Namun, martabat itu membesarkan hatinya. Bukankah martabat memberikan berkat? Artinya berkat
untuk mampu melaksanakan tugas dengan baik. Maka percayalah saja menanggapi sabda Yesus. “Mulai
sekarang engkau akan menjadi penjala manusia. Jangan takut!.” Kata anak itu. Dalam injil tertulis beberapa
kata, bahkan bisa dicek malalui, android, semartphone atau leptop. Kata-kata itu kurang lebih muncul tiga
ratus enam puluh lima kali, itu kan artinya jumlah hari dalam setahun. Maksudnya adalah menjadi pengikut
Kristus, jangan takut. Takut dalam istilah bahasa lain a fear kuanta, eropa, alpa, fear..fear, itu mempunyai
kepanjangan, atau v itu fals. Nah, a fear adalah kenyataan palsu yang tampak nyata, itu yang namanya takut,
kawatir, cemas. Saya rasa, kita semua punya pengalaman komplit, betapa kita sering kawatir, takut. Tetapi
setelah kita melihat kenyataan, ternyata ketakutakan yang kita alami jauh dari kenyataan yang ada. Maka
sepanjang hari, dalam setahun, Yesus menyatakan diri, “jangan takut!”. Kembali ke soal pak Bejo, pak
apakah Paulus Bejo mendapatkan cinongko? Ia dianggap layak oleh atasannya untuk memandu jabatan
kepala sekolah. Nah ia terkenal bijaksana dan sabar, murah hati tetapi sangat disiplin, sederhana dan jujur.
Sifat itu cocok mendukung untuk menjadi kepala sekolah. Seperti Petruspun demikian, ia sudah lama
merindukan ketrentaman batinnya. Ia merasa tergantung dari kemurahan Tuhan. Kerena pekerjaannya
addalah pekerjaan berat, dan lebih menggantungkan diri kemurahan Tuhan, dari pada kempuan dan
perpecahan diri. Maka di samping bekerja keras ia sudah biasa berdoa, sebelum dan sesudah bekerja untuk
keselamatan diri dan keluarganya. “
Transkrip Homili Misa kedua Bahasa Indonesia, Romo Krisna Handoyo Pr. di Geraja Ganjuran
(Minggu, 17 Febuari 2019)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Bapak ibu dan saudara-saudara sekalian yang terkasih, kalau kita mencermati istilah jaman dahulu.
Sekarang, rupa-rupanya kalau kita cermati semuanya serba indah, maksudnya bahwa apa yang kita butuhkan
juga kita peroleh, mudah kita dapat, meskipun kadang-kadang harus menangkal kemampuan kita. Tapi
semuanya serba ada, disamping itu apa yang kita inginkan bisa dikatakan serba kemewahan. Sekarang ini
kalau kita cermati, orang-orang bersusah payah, begitu bekerja keras untuk melayani anak-anaknya. Sehingga
akibatnya semua serba tersedia, serba melayani, yang harus melayani orang tua dengan berbagai
pertimbangan. Maka banyak hal untuk kedepan orang tidak berpikir lagi, bahwa orang tidak takut
menghadapi kesulitan. Orang tidak mempersiapkan diri, bahwa akan menghadapi suatu tantangan dimasa
yang akan datang. Kerena sekarang ini, saya mengalami merasa serba tersedia dan serba melayani atau boleh
dikatakan tidak mau atau enggan mau berusaha, enggan untuk bekerja keras. Saudara-saudara sekalian, kalau
diminta memilih barang atau bendatertentu.
Saya memilih mengangsur untuk mendapatkan barang itu, atau saya lebin memilih menabung untuk
mendapatkan benda itu. Milih nabung atau milih ngangsur? Milih yang mana? Milih yang ngangsur atau
menabung? Napa? Ngangsur po nabung? (umat menjawab”nabung”) baik. Tapi praktiknya, napa? ( umat
menjawab”nabung”) nabung po ngangsur? Tapi coba bayangkan, tidak sedikit, contohnya naik sepeda motor,
sekarang naik sepeda motor kemana-kemana. Neng sasete abot, njajal enak ngangsur, mbayarnya besok.
Sehingga kemudian selama bertahun-tahun, sehinga saya pikir enak ngangsur. Kerena kalau tidak jelas
semakin banyak. Sekarang makanan enak, semua serba tersedia, serba melayani, kalau menanak nasi juga
tinggal makan. Coba suatu saat nasi dirumah habis, kon ngliwet mboh. Sekarang, saya bisa jajan di warung itu
cari nasi goreng. Coba sekarang sudah merasakan enak gampang tinggal beli. Suatu saat kemudian, ngliwet
lali terus dibuang, ini contoh, karna apa? Tidak pernah tau cara menanak nasi, ora tau gelem ngewangi.
Akhirnya apa? Terus beli. Sehingga besok akan mengalami kesulitan, dan ini diingatkan.
Berbahagialah kamu yang miskin, karna kamulah. Orang miskin itu, secara sederhana semuanya
serba terbatas. Serba tidak tercukupi dan semuanya tidak terlayani. Lalu bagaiamana, ketika meninginkan
suatu supaya mendapatkan barang itu bisa muncul? Sehingga kalau saya punya beras, karna saya miskin tidak
bisa mencukupi, piye carane sakcukup-cukupe. Karena kemudian kreatifitasnya muncul, sehingga tidak
miskin lagi karena punya daya kreatifitas. Punya daya juang yang sekarang sangat dekat. Sehingga semua
semakin serba kesulitan, dan kreatifitas semakin jelas, daya juangnya juga semakin kuat. Kemudian mau
tidak mau, ngrasake merasakan kepenak. Lah bagaimana saya mempunyai daya juang ketika saya sungguh
mengalami ketidakberdayaan menjadi sakit. Maka kita semua ketika diajak untuk mencermati, supaya kita
bisa berfikir jauh lagi. Bagaimana saya membangunkan daya juang. Jika kita mengalami kesulitan, kita
mampu mengatasi kesulitan. Sakarang ini lapar, sekarang miskin, supaya apa? Saya muncul daya juang. Tapi
bagaimana dengan pengalaman hidup saya, dengan istilah muspus, kemudian mendekat kembali dengan
orang tua, agar keinginan tercapai. Timbang rame, timbang repot-repote wis yo, akhir nya apa? Tidak ada
daya juang”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 4.1.1. Data jenis campur kode dalam homili Bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran
NO DATA KODE
1 “sampai muncul cuek is the best” H1/512019
2 “Bapak ibu saudara sekalian, kira-kira kalau kita
menghitung, bapak ibu saudara yang sudah sepuh ingat
jaman dahulu”
H2/612019
3 “apakah panjenengan, bapak ibu sekalian, ketika masih
kanak-kanak itu menghidupkan bulan purnama ?”
H2/612019
4 “Karna semua ruangan mungkin banyak diyan,lampu
kecil, senthir atau mungkin teplok paling banter petromak
yang paling terang”
H2/61/2019
5 “Hanya sekarang terang bulan itu menjadi makanan iya
toh”
H2/612019
6 “kalau boleh saya bertanya penjenengan siapa yang
belum pernah mengalami kegegalapan ?”
H2/162019
7 “Kalau boleh dari pengalaman, siapa yang tiap hari
diantara panjenengan, barang sejenak nonton televisi”
H3/1312019
8 “Apakah di antara panjenengan yang sama sekali belum
pernah nonton film?”
H3/1312019
9 “Sekarang ketika nonton film, yang panjenengan
perhatikan bintang filmnya atau ceritanya ?”
H3/1312019
10 Nek sing paling aman, memang kedua-duanya yang
paling aman”
H3/1312019
11 “Langsung nyaut kalau begini to?” H3/1312019
12 “Walaupun sebetulnya kalau orang berdoa itu,
jawabannya cuma tiga, yes no and wait.”
H4/2012019
13 “Ya langsung dikabulkan, no tidak tetapi diberi yang lain. H4/2012019
14 “Atau wait tunggu untuk menguji ketekunan kesetian
iman.”
H4/202019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15 “kitapun juga dipanggil untuk menjadi nabi-nabi pada
jaman now, jaman sekarang ini”
H5/322019
16 “tetapi guru mengajak melatih siswa –siswinya untuk
ngliwet, tatapi nesehat beli saja”
H7/922019
17 “kadang-kadang, atau sudah atau sering kali ngeyel,
jebule seperti itu.”
H7/922019
18 “sehingga kalau saya mengatakan, wis raiso “ H7/922019
19 “tapi kami tidak mendapatkan apa-apa, wis ngeyel” H7/922019
20 “spontan tidak mau mengikuti perintah Yesus, tatapi
hanya untuk ngeyem-nyemi daripada rame, daripada
macem-macem”
H7/922019
21 “bahkan bisa dicek malalui, android, smartphone atau
leptop”
H8/1022019
22 “maka a fear adalah kenyataan palsu yang tampak nyata” H8/1022019
23 “coba suatu saat nasi dirumah habis, kon ngliwet,mboh.” H7/922019
24 “Sehigga saya pikir enak ngangsur” H8/1022019
25 “sehingga kalau saya punya beras, karna saya miskin
tidak bisa mencukupi, piye carane cukup-cukupe”
H8/1022019
26 “mau tidak mau, ngrasake merasakan kepenak” H8/1022019
27 “timbang rame, timbang repot-repote wis yo, akhir nya
apa? “
H7/922019
28 Romo: “bapak ibu sekalian, anak-anak jaman sekarang
lebih ngeyel apa lebih manut ? “
H7/922019
29 Umat:“lebih ngeyel “ H7/922019
30 Romo: “anak-anak cowok, lebih ngeyel “ K7/922019
31 “karna janji ini mesthi selalu aktual, atau selalu bergema
dalam hidup saya”
H5/2712019
32 “Bahwa disana seolah-solah, panjenengan semua ikut
terlibat, dalam peristiwa itu.”
H3/1312019
33 “Opo? Cerita atau bintang film? Kalau prodiakon, cerita
atau bintang film”
H3/1312019
34 “Sing di tonton, kalau kita nonton film yang tetap
menjadi perhatian kita bintang filmnya, atau tetap
kisahnya?”
H3/1312019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 4.1.2. Data jenis variasi keformalan dalam homili Bahasa Indonesia di
Gereja Ganjuran
35 “Bukan tempatnya untuk online dengan yang bukan God” H1/512019
NO DATA KODE
1 “sampai muncul cuek is the best” H1/512019
2 “Bapak ibu saudara sekalian, kira-kira kalau kita
menghitung, bapak ibu saudara yang sudah sepuh ingat
jaman dahulu”
H2/612019
3 “apakah panjenengan, bapak ibu sekalian, ketika masih
kanak-kanak itu menghidupkan bulan purnama ?”
H2/612019
4 “Karna semua ruangan mungkin banyak diyan,lampu
kecil, senthir atau mungkin teplok paling banter petromak
yang paling terang”
H2/61/2019
5 “Hanya sekarang terang bulan itu menjadi makanan iya
toh”
H2/612019
6 “kalau boleh saya bertanya penjenengan siapa yang
belum pernah mengalami kegegalapan ?”
H2/162019
7 “Kalau boleh dari pengalaman, siapa yang tiap hari
diantara panjenengan, barang sejenak nonton televisi”
H3/1312019
8 “Apakah di antara panjenengan yang sama sekali belum
pernah nonton film?”
H3/1312019
9 “Sekarang ketika nonton film, yang panjenengan
perhatikan bintang filmnya atau ceritanya ?”
H3/1312019
10 Nek sing paling aman, memang kedua-duanya yang
paling aman”
H3/1312019
11 “Langsung nyaut kalau begini to?” H3/1312019
12 “Walaupun sebetulnya kalau orang berdoa itu, H4/2012019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
jawabannya cuma tiga, yes no and wait.”
13 “Ya langsung dikabulkan, no tidak tetapi diberi yang lain. H4/2012019
14 “Atau wait tunggu untuk menguji ketekunan kesetian
iman.”
H4/202019
15 “kitapun juga dipanggil untuk menjadi nabi-nabi pada
jaman now, jaman sekarang ini”
H5/322019
16 “tetapi guru mengajak melatih siswa –siswinya untuk
ngliwet, tatapi nesehat beli saja”
H7/922019
17 “kadang-kadang, atau sudah atau sering kali ngeyel,
jebule seperti itu.”
H7/922019
18 “sehingga kalau saya mengatakan, wis raiso “ H7/922019
19 “tapi kami tidak mendapatkan apa-apa, wis ngeyel” H7/922019
20 “spontan tidak mau mengikuti perintah Yesus, tatapi
hanya untuk ngeyem-nyemi daripada rame, daripada
macem-macem”
H7/922019
21 “bahkan bisa dicek malalui, android, smartphone atau
leptop”
H8/1022019
22 “maka a fear adalah kenyataan palsu yang tampak nyata” H8/1022019
23 “coba suatu saat nasi dirumah habis, kon ngliwet,mboh.” H7/922019
24 “Sehigga saya pikir enak ngangsur” H8/1022019
25 “sehingga kalau saya punya beras, karna saya miskin
tidak bisa mencukupi, piye carane cukup-cukupe”
H8/1022019
26 “mau tidak mau, ngrasake merasakan kepenak” H8/1022019
27 “timbang rame, timbang repot-repote wis yo, akhir nya
apa? “
H7/922019
28 Romo: “bapak ibu sekalian, anak-anak jaman sekarang
lebih ngeyel apa lebih manut ? “
H7/922019
29 Umat:“lebih ngeyel “ H7/922019
30 Romo: “anak-anak cowok, lebih ngeyel “ H7/922019
31 “karna janji ini mesthi selalu aktual, atau selalu bergema
dalam hidup saya”
H5/2712019
32 “Bahwa disana seolah-solah, panjenengan semua ikut H3/1312019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 4.1.3. Faktor campur kode dalam homili Bahasa Indonesia di Gereja
Ganjuran
terlibat, dalam peristiwa itu.”
33 “Opo? Cerita atau bintang film? Kalau prodiakon, cerita
atau bintang film”
H3/1312019
34 “Sing di tonton, kalau kita nonton film yang tetap
menjadi perhatian kita bintang filmnya, atau tetap
kisahnya?”
H3/1312019
35 “Bukan tempatnya untuk online dengan yang bukan God” H1/512019
NO DATA Konteks
1 “sampai muncul cuek is the best” Penjelasan dalam bacaan injil,
dengan adanya contoh-contoh
tindakan yang dominan.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
2 “Bapak ibu saudara sekalian, kira-kira
kalau kita menghitung, bapak ibu
saudara yang sudah sepuh ingat jaman
dahulu”
Romo mengajak umat yang sudah
tua, untuk mengingat kembali
jaman dahulu, yang berkaitan
dengan bacaan injil.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
3 “apakah panjenengan, bapak ibu
sekalian, ketika masih kanak-kanak itu
menghidupkan bulan purnama ?”
Romo mengajak umat untuk
mengingat kembali jaman dahulu.
Ketika bapak ibu masih kecil,
sering menghidupakan bulan
purnama. Kata menghidupkan
bulan purnama maksudnya
menyalakan penerangan. Kata
bulan purnama sebagai cahaya
yang terang.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
4 “Karna semua ruangan mungkin
banyak diyan,lampu kecil, senthir atau
mungkin teplok paling banter
petromak yang paling terang”
Penghidupan ketika belum ada
listrik, peggunaan penerangan
menggunakan diyan, senthir,
teplok dan petromak.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P: Umat Gereja Ganjuran
5 “Hanya sekarang terang bulan itu
menjadi makanan iya toh”
Perbedaan terang bulan dengan
terang bulan sekarang. Dahulu
terang bulan itu maksudnya
cahaya bulan. Kalau sekarang
terang bulan diajadikan sebagai
nama makanan.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
6 “kalau boleh saya bertanya
penjenengan siapa yang belum pernah
mengalami kegegalapan ?”
Menanyakan tentang siapa yang
belum pernah mengalami
kegelalapa, untuk mengawali
topik yang akan dibicarakan.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
7 “Kalau boleh dari pengalaman, siapa
yang tiap hari diantara panjenengan,
barang sejenak nonton televisi”
Menanyakan tentang
pengaalaman, untuk mengawali
topik yang akan dibicarakan.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran 8 “Apakah diantara panjenengan yang
sama sekali belum pernah nonton
film?”
9 “Sekarang ketika nonton film, yang
panjenengan perhatikan bintang
filmnya atau ceritanya ?”
10 Nek sing paling aman, memang kedua-
duanya yang paling aman”
Menegaskan mengenai mononton
film, sebaiknya yang dilihat
bintang film dan kisahnya.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
11 “Langsung nyaut kalau begini to?” Merespon atas jawaban umat yang
cepat meanggapi dari topik yang
dibicarakan.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
12 “Walaupun sebetulnya kalau orang
berdoa itu, jawabannya cuma tiga, yes
no and wait.”
Menjelaskan ketika orang berdoa
itu seperti apa
P1:Penutur (Romo Krisna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
13 “Ya langsung dikabulkan, no tidak
tetapi diberi yang lain.
Menjelaskan ketika orang berdoa
itu seperti apa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P1:Penutur (Romo Krisna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
14 Atau wait tunggu untuk menguji
ketekunan kesetian iman.”
Menjelaskan ketika orang berdoa
itu seperti apa.
P1:Penutur (Romo Krisna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
15 “kitapun juga dipanggil untuk menjadi
nabi-nabi pada jaman now, jaman
sekarang ini”
Penjelasan megenai, kewajiban
kita sebagai umat, diharapkan
untuk bisa mewartakan sabda-
sabda Tuhan.
P1:Penutur (Romo Krisna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
16 “tetapi guru mengajak melatih siswa –
siswinya untuk ngliwet, tatapi nesehat
beli saja”
Mengumpamakan dalam sekolah
kejuruan memasak, sering adanya
latihan menanak nasi. Tetapi
sebenarnya guru menganjurkan
untuk membeli nasi saja, agar
tidak sulit.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
17 “kadang-kadang, atau sudah atau
sering kali ngeyel, jebule seperti itu.”
Contoh dalam kehidupan sehari-
hari ketika seseorang disuruh
melakukan sesuatu.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
18 “sehingga kalau saya mengatakan, wis
raiso “
Contoh dalam kehidupan sehari-
hari ketika manusia sudah merasa
tidak sanggup.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
19 “tapi kami tidak mendapatkan apa-
apa, wis ngeyel”
Penjelasan bacaan injil mengenai
murid-murid Yesus sedang
menjala ikan dan belum
mendapatkan apa-apa.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
20 “spontan tidak mau mengikuti Penjelaasan mengenai bacaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perintah Yesus, tatapi hanya untuk
ngeyem-nyemi daripada rame,
daripada macem-macem”
injil, tentang mengalah untuk
menyenangkan seseoranng.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
21 “bahkan bisa dicek malalui, android,
smartphone atau leptop”
Menjelaskan istilah yang ada
dibacaan injil.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
22 “maka a fear adalah kenyataan palsu
yang tampak nyata”
Penjelasan mengenai bacaan injil,
yang mengaitkan dengan
kehedupan sekarang tentang
mencari informasi.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
23 “coba suatu saat nasi dirumah habis,
kon ngliwet,mboh.”
Mengumpakan ketika suatu hari
nasi habis, dan kita disuruh untuk
menanak nasi tidak bisa.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
24 “Sehigga saya pikir enak ngangsur” Penjelasan mengenai implikasi
dari bacaan inji, ketika ingin
membeli sesuatu, dan uangnya
belum mencukupi. Jalan
keluarnya adalah mengkredit atau
mencicil.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
25 “sehingga kalau saya punya beras,
karna saya miskin tidak bisa
mencukupi, piye carane cukup-
cukupe”
Usaha gimana caranya
mendapatkan beras demi
mencukupi kebutuhan keluarga.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
26 “mau tidak mau, ngrasake merasakan
kepenak”
Menjelaskan mengenai khotbah
yang membahas tentang
kehidupan kekal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
27 “timbang rame, timbang repot-repote
wis yo, akhir nya apa? “
Penegasan atas injil yang telah
dibacakan, yang sebelumnya
terdapat contoh-contoh dalam
kehidupan sehari-hari.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
28 Romo: “bapak ibu sekalian, anak-anak
jaman sekarang lebih ngeyel apa lebih
manut ? “
Romo bertanya diawal menganai
anak-anak jaman sekarang, umat
menjawab, dan romo menanggapi.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
29 Umat:“lebih ngeyel “
30 Romo: “anak-anak cowok, lebih
ngeyel “
31 “karna janji ini mesthi selalu aktual,
atau selalu bergema dalam hidup
saya”
Romo memberikan penjelasan
mengenai janji pernikahan yang
telah diucapakan pasangan yang
telah menikah.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
32 “Bahwa disana seolah-solah,
panjenengan semua ikut terlibat,
dalam peristiwa itu.”
Ketika sedang menonton film,
sering ikut merasakan dalam
cerita yang sedang ditayangkan.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
33 “Opo? Cerita atau bintang film? Kalau
prodiakon, cerita atau bintang film”
Menanyakan ketika menonton
film, yang dilihat cerita atau
pemain filmnya.
P2:Penutur (Romo Eko Santosa)
P: Umat Gereja Ganjuran
34 “Sing di tonton, kalau kita nonton film
yang tetap menjadi perhatian kita
bintang filmnya, atau tetap kisahnya?”
35 “Bukan tempatnya untuk online
dengan yang bukan God”
Membahas saat ibadah ada yang
menyalakan telepon.
P1:Penutur (Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Triangulasi Data
Variasi Keformalan Campur Kode pada Homili Misa
Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran
Edisi Januari-Febuari 2019
Oleh: Theresia Margyanti Handayani Pratiwi (151224034)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NO
Data
Jenis Campur Kode
Jenis Variasi
Keformalan Faktor Penyebab
Campur Kode
Konteks
Triangulasi
Jenis
Campur
Kode
Jenis
Variasi
Keformal
an
Faktor
Penyebab
Campur
Kode
S TS S TS S TS
1 “sampai muncul
cuek is the best”
H1/512019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
tercampur adalah is the
best. Kata is merupakan
kata kerja yang
menghubungkan kata
“cuek” dan “the best”.
the best merupakan frasa
kata sifat yang
menjelaskan kata “cuek”.
Jadi, kata-kata is the best
artinya dalam Bahasa
Indonesia adalah yang
terbaik.
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan.
Kosakatanya banyak
dipenuhi unsur leksikal
dialek dan unsur bahasa
daerah.
“sampai muncul cuek is
the best”
(B.I=ragam santai)-
(B.Ingg= Ragam
santai)
Sampai muncul cuek
merupakan ragam
santai karena dari
kalimatnya tidak
Penggunaan is the best
dipengaruhi adanya
penggunaan istilah
yang lebih populer,
dikalangan mitra tutur.
Kata is merupakan
kata kerja yang
menghubungkan kata
“cuek” dan “the best”.
the best merupakan
frasa kata sifat yang
menjelaskan kata
“cuek”.
Pada dasarnya mitra
tutur menggunakan
istilah tersebut karena,
lawan tutur atau
pendengarnya adalah
kalangan anak muda.
Is the best populer
dikalangannya, karna
menggunakan bahasa
negara lain.
Penjelasan
dalam bacaan
injil, dengan
adanya contoh-
contoh
tindakan yang
dominan.
P1:Penutur
(Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lengkap, dan kata cuek
termasuk tidak baku.
Is the best merupakan
ragam santai karena
gaya bahasa yang
digunakan. Is the best
merupakan kata sifat
yang menjelaskan kata
cuek.
2 “Bapak ibu
saudara sekalian,
kira-kira kalau
kita menghitung,
bapak ibu
saudara yang
sudah sepuh
ingat jaman
dahulu?”
H2/612019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah sepuh.
Dalam bahasa Indonesia
kata sepuh artinya tua atau
orang yang lebih tua.
“Bapak ibu saudara
sekalian, kira-kira
kalau kita
menghitung,bapak ibu
saudara yang sudah
sepuh ingat jaman
dahulu?”
(B.I=ragam resmi)-
(B.J=ragam resmi)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam resmi.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
resmi. Selain situasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
bahasa baku, sopan,
sesuai dengan ejaan
Penggunaan kata
sepuh dipengaruhi
adanya mitra bicara,
yang berlatarbelakang
daerah yang sama.
Sepuh dalam bahasa
jawa artinya orang
yang sudah tua.
Romo
mengajak umat
yang sudah tua,
untuk
mengingat
kembali jaman
dahulu, yang
berkaitan
dengan bacaan
injil.
P1:Penutur
(Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang disempurnakan.
Dalam bahasa Jawa
kata sepuh merupakan
tingkatan tertinggi,
yaitu krama inggil.
Kata sepuh penyebutan
untuk orang yang sudah
tua atau lanjut usia.
3 “apakah
panjenengan,
bapak ibu
sekalian, ketika
masih kanak-
kanak itu
menghidupkan
bulan purnama
?”
H2/612019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
panjenengan.
Kata panjenengan
penyebutan untuk orang
yang lebih tua.
“apakah
panjenengan,bapak
ibu sekalian, ketika
masih kanak-kanak
menghidupkan bulan
purnama?”
(B.I=ragam resmi)-
(B.J=ragam resmi)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam resmi.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
resmi. Selain situasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
bahasa baku, sopan,
sesuai dengan ejaan
yang disempurnakan.
Penggunaan kata
panjenengan
dipengaruhi adanya
mitra bicara,yang
berlatarbelakang
daerah yang sama.
Panjenengan dalam
bahasa jawa artinya
kamu. Kata
panjenengan
menghormati yang
lebih tua.
Romo
mengajak umat
untuk
mengingat
kembali jaman
dahulu. Ketika
bapak ibu
masih kecil,
sering
menghidupaka
n bulan
purnama. Kata
menghidupkan
bulan purnama
maksudnya
menyalakan
penerangan.
Kata bulan
purnama
sebagai cahaya
yang terang.
P2:Penutur
(Romo Eko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam bahasa Jawa
kata panjenengan
merupakan tingkatan
tertinggi, yaitu krama
inggil. Kata
panjenengan
penyebutan untuk
orang yang lebih tua.
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
4 “semua ruangan
mungkin banyak
diyan,lampu
kecil, senthir
atau mungkin
teplok paling
banter petromak
yang paling
terang”
H2/61/2019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah diyan,
senthir, teplok paling
banter.
Diyan yang mempunyai
arti lilin.
Senthir yang mempunyai
arti lampu kecil dengan
bahan bakar minyak tanah.
Teplok yang mempunyai
arti lampu tempel yang
bersumbu.
Banter yang mempunyai
arti kencang, kuat dan
mampu
“ Semua ruangan
mungkin banyak
diyan,lampu kecil,
senthir atau mungkin
teplok paling banter petromak yang paling
terang”
(B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut,
memiliki dua ragam.
Ragam resmi terletak
pada Bahasa Indonesia.
Selain situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sopan, sesuai
dengan ejaan yang
disempurnakan.
Sedangkan ragam
santai terletak pada
Penggunaan kata
diyan, senthir,teplok
paling banter
,dipengaruhi adanya
topik pembicaraan.
Diyan yang
mempunyai arti lilin.
Senthir yang
mempunyai arti lampu
kecil dengan bahan
bakar minyak tanah.
Teplok yang
mempunyai arti lampu
tempel yang
bersumbu.
Banter yang
mempunyai arti
kencang, kuat dan
mampu.
Penghidupan
ketika belum
ada listrik,
peggunaan
penerangan
menggunakan
diyan, senthir,
teplok dan
petromak.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bahasa Jawa. Kata-kata
diyan, senthir, teplok
paling banter,
merupakan bahasa
secara umum yang
digunakan dalam
bahasa Jawa. Dalam hal
ini, kata-kata tersebut
termasuk kata benda,
kata sifat dan
konjungsi.
5 “Hanya sekarang
terang bulan itu
menjadi
makanan, iya
toh”
H2/612019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah toh. Kata
toh dalam Bahasa
Indonesia mempunyai arti
kan.
“Hanya sekarang
terang bulan itu
menjadi makanan, iya
toh?” (B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam akrab)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut,
memiliki dua ragam.
Ragam resmi terletak
pada Bahasa Indonesia.
Selain situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sopan, sesuai
dengan ejaan yang
disempurnakan.
Sedangkan ragam akrab
terlatak pada Bahasa
Jawa, karena terdapat
penekanan pada toh.
Penggunaan kata toh
dipengaruhi adanya
ragam dan tingkat
tutur bahasa. Kata toh
mempunyai arti kan.
Menegaskan kembali
dari cara berkata.
Perbedaan
terang bulan
dengan terang
bulan sekarang.
Dahulu terang
bulan itu
maksudnya
cahaya bulan.
Kalau sekarang
terang bulan
diajadikan
sebagai nama
makanan.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kata toh merupakan
dielek dari bahasa
daerah Jawa.
6 “kalau boleh
saya bertanya
penjenengan
siapa yang belum
pernah
mengalami
kegegalapan ?”
H2/162019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
panjenengan.
Dalam bahasa Jawa kata
panjenengan merupakan
tingkatan tertinggi, yaitu
krama inggil. Kata
panjenengan penyebutan
untuk orang yang lebih
tua.
kalau boleh saya
bertanya penjenengan
siapa yang belum
pernah
mengalami
kegegalapan ?
(B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam resmi)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam resmi.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
resmi. Selainsituasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
bahasa baku, sopan,
sesuai dengan ejaan
yang disempurnakan.
Dalam bahasa Jawa
kata panjenengan
merupakan tingkatan
tertinggi, yaitu krama
inggil. Kata
panjenengan
penyebutan untuk
orang yang lebih tua.
Penggunaan kata
panjenengan
dipengaruhi adanya
mitra bicara,yang
berlatarbelakang
daerah yang sama.
Panjenengan dalam
bahasa jawa artinya
kamu. Kata
panjenengan
menghormati yang
lebih tua.
Menanyakan
tentang siapa
yang belum
pernah
mengalami
kegelalapa,
untuk
mengawali
topik yang
akan
dibicarakan.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7 “Kalau boleh
dari pengalaman,
siapa yang tiap
hari diantara
panjenengan,
barang sejenak
nonton televisi”
H3/1312019
Kalau boleh dari
pengalaman, siapa
yang tiap hari diantara
panjenengan, barang
sejenak nonton televisi” (B.I=ragam akrab) –
(B.J=ragam resmi)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut,
memiliki dua ragam.
Ragam akrab terletak
pada Bahasa Indonesia.
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
akrab. Dalam kalimat
ditandai dengan
penggunaan bahasa
yang tidak lengkap,
pendek-pendek dengan
artikulasi yang sering
tidak jelas.
Dalam bahasa Jawa
kata panjenengan
merupakan tingkatan
tertinggi, yaitu krama
inggil. Kata
panjenengan
penyebutan untuk
orang yang lebih tua.
Menanyakan
tentang
pengaalaman,
untuk
mengawali
topik yang
akan
dibicarakan.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
8 “Apakah diantara
panjenengan
Apakah diantara
panjenengan yang
Menanyakan
tentang siapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sama sekali
belum pernah
menonton film?”
H3/1312019
sama sekali belum
pernah
menonton film?
(B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam resmi)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam resmi.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
resmi. Selain situasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
bahasa baku, sopan,
sesuai dengan ejaan
yang disempurnakan.
Dalam bahasa Jawa
kata panjenengan
merupakan tingkatan
tertinggi, yaitu krama
inggil. Kata
panjenengan
penyebutan untuk
orang yang lebih tua.
yang belum
pernah
mengalami
kegelalapa,
untuk
mengawali
topik yang
akan
dibicarakan.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
9 “Sekarang ketika
nonton film,
yang
panjenengan
perhatikan
bintang filmnya
“Sekarang ketika
nonton film, yang
panjenengan perhatikan
bintang filmnya atau
ceritanya?”
Penggunaan kata
panjenengan
dipengaruhi adanya
mitra bicara,yang
berlatarbelakang
daerah yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
atau ceritanya ?”
H3/1312019
(B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam resmi)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam resmi.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
resmi. Selainsituasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
bahasa baku, sopan,
sesuai dengan ejaan
yang disempurnakan.
Dalam bahasa Jawa
kata panjenengan
merupakan tingkatan
tertinggi, yaitu krama
inggil. Kata
panjenengan
penyebutan untuk
orang yang lebih tua.
Panjenengan dalam
bahasa jawa artinya
kamu. Kata
panjenengan
menghormati yang
lebih tua.
10 “Nek sing paling
aman, memang
kedua-duanya
yang paling
aman”
H3/1312019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
“Nek sing paling aman,
memang kedua-duanya
yang paling aman”
Ragam santai Ragam santai
(B.I=ragam santai) –
(B.J=ragam santai)
Penggunaan kata nek,
sing dipengaruhi
adanya fungsi dan
tujuan. Kata nek dan
sing mempunyai arti
kalau yang. Dalam
fungsi bahasa,
merupakan konjungsi
Menegaskan
mengenai
mononton film,
sebaiknya yang
dilihat bintang
film dan
kisahnya.
P2:Penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jawa. Kata yang
tercampur adalah nek sing.
Kata-kata nek sing
mempunyai arti dalam
Bahasa Indonesia yaitu
kalau yang. Oleh karena
itu, kalau yang termasuk
konjungsi atau kata
penghubung.
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam santai.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan.
Kosakatanya banyak
dipenuhi unsur leksikal
dialek dan unsur bahasa
daerah. Pada kata-kata
Bahasa jawa,
merupakan konjungsi
dan digunakan secara
santai.
Dalam tataran bahasa
Jawa kata-kata nek sing
termasuk kata
ngokoNgoko
merupakan tataran
jenis-jenis kata dalam
Bahasa Jawa, yaitu
tataran yang rendah.
Dalam hal ini, tataran
rendah digunakan
dalam pembicaraan
atau kata sambung.
Kata nek sing
mengarah pada pada
maksud tujuan
dimaksud.
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mitra tutur dengan
lawan tutur, yang
seumuran
11 “Langsung nyaut
kalau begini to?”
H3/1312019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1) nyaut
(2) to
Kata nyaut dalam Bahasa
Indonesia mempunyai arti
menanggapi. Sedangkan
kata to dalam Bahasa
Indonesia mempunyai arti
kan.
Jadi kata-kata nyaut to
artinya menanggapi kan.
“Langsung nyaut kalau
begini to?”
(B.I=ragam santai) –
(B.J=ragam santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam santai
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan.
Kosakatanya banyak
dipenuhi unsur leksikal
dialek dan unsur bahasa
daerah.
Penggunaan kata (1)
nyaut (2) to adanya
fungsi dan tujuan.
Kata Nyaut
mempunyai arti
menanggapi. Kata to
adanya fungsi dan
tujuan. Kata to
mempunyai arti kan.
Kedua kata tersebut
mengarah pada
pertanyaan yang akan
ditujukan.
Merespon atas
jawaban umat
yang cepat
meanggapi dari
topik yang
dibicarakan.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
12 “Walaupun
sebetulnya kalau
orang berdoa itu,
jawabannya
cuma tiga, yes no
and wait.”
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
“Walaupun sebetulnya
kalau orang berdoa itu,
jawabannya cuma
tiga, yes no and wait” (B.I=ragam santai) –
(B.Ingg=ragam
santai)
Penggunaan kata (1)
yes (2) no (3) and (4)
wait di pengaruhi
adanya penggunaan
istilah yang lebih
populer.
Kata yes mempunyai
Menjelaskan
ketika orang
berdoa itu
seperti apa
P1:Penutur
(Romo Krisna
Handoyo)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H4/2012019 tercampur adalah
(1)yes
(2) no
(3) and
Dalam Bahasa Indonesia
kata yes mempunyai arti
ya. Kata no mempunyai
arti tidak. Kata and
mempunyai arti,
sedangkan
kata wait mempunyai arti
tunggu.
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam santai
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan. Pada kata
bahasa Ingris
merupakan kata-kata
langsung atas kalimat
perintah.
arti ya.
Kata no mempunyai
arti tidak.
Kata and mempunyai
arti dan.
Kata wait mempunyai
arti tunggu.
P: Umat Gereja
Ganjuran
13 “Ya langsung
dikabulkan, no
tidak, tetapi
diberi yang lain.
H4/2012019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
tercampur adalah no. Kata
no memiliki arti tidak
dalam Bahasa Indonesia
“Ya langsung
dikabulkan, no tidak,
tetapi diberi yang lain” (B.I=ragam resmi) –
(B.Ingg=ragam
santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam resmi
dan ragam
santai.Ragam resmi
terdapat pada kalimat
bahasa Indonesia.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
Menjelaskan
ketika orang
berdoa itu
seperti apa.
P1:Penutur
(Romo Krisna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
resmi. Selain situasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
bahasa baku, sesuai
dengan ejaan yang
disempurnakan.
Ragam santai terdapat
pada kata Bahasa
Inggris. Kata no
termasuk kata umum
yang digunakan. Pada
kata bahasa Ingris
merupakan kata
langsung atas kalimat
perintah.
14 Atau wait tunggu
untuk menguji
ketekunan
kesetian iman.” H4/202019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
tercampur adalah wait.
Kata wait mempunyai arti
tunggu dalam Bahasa
Indonesia.
“Atau wait tunggu
untuk menguji
ketekunan kesetian
iman” (B.Ingg=ragam
santai) – (B.I=ragam
akrab)
Ragam akrab terdapat
pada kalimat Bahasa
indonesia. Kalimat
tersebut termasuk jenis
variasi keformalan
ragam akrab. Dalam
kalimat ditandai dengan
penggunaan bahasa
yang tidak lengkap,
pendek-pendek dengan
Menjelaskan
ketika orang
berdoa itu
seperti apa.
P1:Penutur
(Romo Krisna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
artikulasi yang sering
tidak jelas.
Ragam santai terdapat
pada kata Bahasa
Inggris. Kata wait
termasuk kata umum
yang digunakan. Pada
kata bahasa Ingris
merupakan kata
langsung atas kalimat
perintah.
15 “kitapun juga
dipanggil untuk
menjadi nabi-
nabi pada jaman
now, jaman
sekarang ini”
H5/322019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
tercampur adalah
now. Kata now dalam
Bahasa Indonesia
mempunyai arti sekarang,
termasuk kata proposisi.
Kata yang menunjukan
keterangan waktu saat ini.
“kitapun juga dipanggil
untuk menjadi nabi-
nabi pada jaman now,
jaman sekarang ini”
(B.I=ragam resmi) –
(B.Ingg=ragam
santai)
Ragam resmi terdapat
pada kalimat Bahasa
Indonesia.Kalimat
tersebut termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Ragam santai terdapat
Penggunaan kata now
di pengaruhi adanya
penggunaan istilah
yang lebih populer.
Kata now dalam
bahasa indonesia
mempunyai arti
sekarang.
Penjelasan
megenai,
kewajiban kita
sebagai umat,
diharapkan
untuk bisa
mewartakan
sabda-sabda
Tuhan.
P1:Penutur
(Romo Krisna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada kata Bahasa
Inggris. Kata now
termasuk kata
keterangan dalam
bahasa ingris karena
menunjukan waktu.
Kata now termasuk
santai digunakan secara
langsung
16 “tetapi guru
mengajak
melatih siswa –siswinya untuk
ngliwet, tatapi
nesihat beli saja” H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah ngliwet.
Kata ngliwet dalam
Bahasa Indonesia
mempunyai arti menanak
nasi, yang termasuk kata
kerja.
“tetapi guru mengajak
melatih siswa –siswinya untuk ngliwet,
tatapi nasihat beli saja” (B.I=ragam akrab) –
(B.J=ragam santai)
Dalam percampuran
dua bahasa terdapat
ragam akrab dan santai.
Ragam akrab terdapat
pada bahasa Indonesia.
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
akrab. Dalam kalimat
ditandai dengan
penggunaan bahasa
yang tidak lengkap,
pendek-pendek dengan
artikulasi yang sering
tidak jelas.
Ragam santai terdapat
pada Bahasa Jawa.
Penggunaan kata
ngliwet di pengaruhi
adanya mitra bicara.
Kata ngliwet
mempunyai arti
menanak nasi.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara.
Mengumpamak
an dalam
sekolah
kejuruan
memasak,
sering adanya
latihan
menanak nasi.
Tetapi
sebenarnya
guru
menganjurkan
untuk membeli
nasi saja, agar
tidak sulit.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kata ngliwet termasuk
kata kerja yang
digunakan secara
umum.
17 “kadang-kadang,
atau sudah atau
sering kali
ngeyel, jebule
seperti itu.”
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1) ngeyel
(2) jebule
Dalam tataran bahasa Jawa
kata-kata ngeyel dan
jebule termasuk kata
ngoko. Ngoko merupakan
tataran jenis-jenis kata
dalam Bahasa Jawa, yaitu
tataran yang rendah.
Dalam hal ini, tataran
rendah digunakan dalam
pembicaraan mitra tutur
dengan lawan tutur, yang
seumuran. Kata ngeyel
dalam Bahasa Indonesia
mempunyai arti
membantah. Kata jebule
dalam Bahasa Indonesia
“kadang-kadang, atau
sudah atau sering kali
ngeyel, jebule seperti
itu.”
(B.I=ragam akrab) –
(B.J=ragam akrab)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk dalam ragam
akrab. Kalimat tersebut
merupakan variasi
keformalan ragam
akrab Dalam kalimat
ditandai dengan
penggunaan bahasa
yang tidak lengkap,
pendek-pendek dengan
artikulasi yang sering
tidak jelas. Kata –kata
yang digunakan dalam
Bahasa Jawa termasuk
tataran rendah. Tetapi
dalam Bahasa
Indonesia termasuk
kata sifat.
Penggunaan kata
ngeyel dan jebule
dipengaruhi adanya
mitra bicara.
Kata ngeyel
mempunyai arti
membantah.
Kata jebule
mempunyai arti
ternyata.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah.
Contoh dalam
kehidupan
sehari-hari
ketika
seseorang
disuruh
melakukan
sesuatu.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempunyai arti ternyata.
18 “sehingga kalau
saya
mengatakan, wis
raiso “
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1) wis
(2) raiso
Dalam tataran bahasa Jawa
kata-kata wis dan raiso
termasuk kata ngoko.
Ngoko merupakan tataran
jenis-jenis kata dalam
Bahasa Jawa, yaitu tataran
yang rendah. Dalam hal
ini, tataran rendah
digunakan dalam
pembicaraan mitra tutur
dengan lawan tutur, yang
seumuran. Kata wis dalam
Bahasa Indonesia
mempunyai arti sudah.
Kata raiso dalam Bahasa
Indonesia mempunyai arti
tidak bisa.
“sehingga kalau saya
mengatakan, wis raiso” (B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk dalam ragam
resmi dan ragam santai.
Dalam kalimat bahasa
Indonesia termasuk
ragam resmi.Kalimat
tersebut termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Dalam kata-kata bahasa
Jawa termasuk ragam
santai. Kata –kata yang
digunakan dalam
Bahasa Jawa termasuk
tataran rendah. Tetapi
dalam Bahasa
Indonesia termasuk
konjungsi dan kata
sifat.
Penggunaan kata- kata
(1)wis (2) raiso
dipengaruhi adanya
mitra bicara.
Kata wis atau uwis
mempunyai arti sudah.
Kata raisa mempunyai
arti sudah tidak bisa.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara
Contoh dalam
kehidupan
sehari-hari
ketika manusia
sudah merasa
tidak sanggup.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19 “tapi kami tidak
mendapatkan
apa-apa, wis
ngeyel”
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1)wes
(2) ngeyel.
Dalam tataran bahasa Jawa
kata-kata wes dan ngeyel
termasuk kata ngoko.
Ngoko merupakan tataran
jenis-jenis kata dalam
Bahasa Jawa, yaitu tataran
yang rendah. Dalam hal
ini, tataran rendah
digunakan dalam
pembicaraan mitra tutur
dengan lawan tutur, yang
seumuran. Kata wis dalam
Bahasa Indonesia
mempunyai arti sudah.
Kata ngeyel dalam Bahasa
Indonesia mempunyai arti
membantah.
“tapi kami tidak
mendapatkan apa-apa,
wis ngeyel”
(B.I=ragam santai) –
(B.J=ragam santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam santai
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan.
Dalam kata-kata bahasa
Jawa termasuk ragam
santai. Kata –kata yang
digunakan dalam
Bahasa Jawa termasuk
tataran rendah. Tetapi
dalam Bahasa
Indonesia termasuk
konjungsi dan kata sifat
Penggunaan kata- kata
(1)wis (2)ngeyel
dipengaruhi adanya
mitra bicara. Kata wis
atau uwis mempunyai
arti sudah.
Kata ngeyel
mempunyai arti
membantah.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara.
Penjelasan
bacaan injil
mengenai
murid-murid
Yesus sedang
menjala ikan
dan belum
mendapatkan
apa-apa.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
20 “spontan tidak
mau mengikuti
perintah Yesus,
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
“spontan tidak mau
mengikuti perintah
Yesus, tatapi hanya
Penggunaan nyem-
nyemi dipengaruhi
adanya mitra bicara.
Penjelaasan
mengenai
bacaan injil,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tatapi hanya
untuk ngeyem-
nyemi daripada
rame, daripada
macam-macam”
H7/922019
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah ngayem-
nyemi. Kata ngeyem-nyemi
dalam Bahasa Indonesia
mempunyai arti
menyenangkan. Kata
tersebut termasuk kata
sifat dalam Bahasa
Indonesia.
untuk
ngeyem-nyemi daripada rame, daripada
macem-macem”
(B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam santai)
Dalam kalimat Bahasa
Indonesia termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai,
karena kata –kata yang
digunakan termasuk
tataran rendah. Tetapi
dalam Bahasa
Indonesia termasuk
konjungsi dan kata
sifat.
Kata ngeyem-yemi
mempunyai arti
menyenangkan.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah,
yang bahasa ibunya
adalah Bahasa Jawa.
tentang
mengalah
untuk
menyenangkan
seseoranng.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
21 “bahkan bisa
dicek malalui,
android,
smartphone atau
leptop”
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
“bahkan bisa dicek
malalui, android,
smartphone atau
leptop” (B.I=ragam usaha) –
(B.Ingg=ragam usaha)
Dalam percampuran
Penggunaan kata-kata
(1) android (2)
smarthphone di
pengaruhi adanya
penggunaan istilah
yang lebih populer.
Kata android
Menjelaskan
istilah yang ada
dibacaan injil.
P1:Penutur
(Romo Kresna
Handoyo)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H8/1022019 tercampur adalah
(1) android
(2) smartphone
Dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti, yaitu:
Kata android mempunyai
arti robot manusia.
Android dalam Bahasa
Inggris merupakan kata
benda.
Kata smartphone
mempunyai arti telepon
genggam.Smartphone
dalam Bahasa Inggris
merupakan kata benda.
dua bahasa termasuk
variasi keformalan
ragam usaha.
Pembicaraan yang
berorientasi kepada
hasil atau produksi.
Dalam penggunaan
bahasanya lebih formal
dan baku.
mempunyai arti robot
manusia. Android
dalam Bahasa Inggris
merupakan kata
benda.
Kata smartphone
mempunyai arti
telepon genggam.
Smartphone dalam
Bahasa Inggris
merupakan kata
benda.
Pada dasarnya mitra
tutur menggunakan
istilah tersebut karena,
lawan tutur atau
pendengarnya adalah
kalangan anak muda.
Is the best populer
dikalangannya, karna
menggunakan bahasa
negara lain
P: Umat Gereja
Ganjuran
22 “maka a fear
adalah kenyataan
palsu yang
tampak nyata”
H8/1022019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
tercampur adalah a fear.
Dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti, yaitu:
“maka a fear adalah
kenyataan palsu yang
tampak nyata”
(B.I=ragam usaha) –
(B.Ingg=ragam usaha) Dalam percampuran
dua bahasa termasuk
variasi keformalan
ragam usaha.
Penggunaan kata-kata
a fear di pengaruhi
adanya penggunaan
istilah yang lebih
populer.
Kata a dalam bahasa
Inggris memiliki arti
sebuah.
Kata fear dalam
bahasa Inggris
Penjelasan
mengenai
bacaan injil,
yang
mengaitkan
dengan
kehedupan
sekarang
tentang
mencari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kata a dalam bahasa
Inggris memiliki arti
sebuah.
Kata fear dalam bahasa
Inggris memiliki arti
ketakutakan. Jadi kata-kata
a fear memiliki arti sebuah
kenyataan.
Pembicaraan yang
berorientasi kepada
hasil atau produksi.
Dalam penggunaan
bahasanya lebih formal
dan baku.
A fear diartikan
sebagai kata benda
yang berarti ketakutan
atau rasa takut.
memiliki arti
ketakutakan. Jadi kata-
kata a fear memiliki
arti sebuah kenyataan
Pada dasarnya mitra
tutur menggunakan
istilah tersebut karena,
lawan tutur atau
pendengarnya adalah
kalangan anak muda.
Is the best populer
dikalangannya, karna
menggunakan bahasa
negara lain.
informasi.
P1:Penutur
(Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
23 “coba suatu saat
nasi di rumah
habis, kon
ngliwet,mboh.”
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah kon
ngliwet mboh.
“coba suatu saat nasi di
rumah habis, kon
ngliwet,mboh” (B.I=ragam akrab) –
(B.J=ragam santai)
Dalam kalimat bahasa
Indonesia termasuk
jenis variasi keformalan
ragam akrab. Dalam
kalimat ditandai dengan
penggunaan bahasa
yang tidak lengkap,
pendek-pendek dengan
artikulasi yang sering
tidak jelas. Kalimat
bahasa Jawa termasuk
ragam santai, karena
kata –kata yang
Penggunaan kalimat
“kon ngliwet, mboh”
dipengaruhi adanya
mitra bicara.
Kon mempunyai arti
disuruh.
Ngliwet mempunyai
arti menanak nasi.
Mboh atau emboh,
mempunyai arti tidak
tau.
Jadi, kalimat kon
ngliwet, mboh
mempunyai arti
“disuruh menanak
nasi, tidak tau”.
Maksudnya jika
disuruh menanak nasi
Mengumpakan
ketika suatu
hari nasi habis,
dan kita
disuruh untuk
menanak nasi
tidak bisa.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan termasuk
tataran rendah. Tetapi
dalam Bahasa
Indonesia termasuk
konjungsi dan kata
sifat.
tidak bisa. Pengaruh
tersebut menyesuaikan
dengan asal daerah
dari mitra bicara.
24 “Sehigga saya
pikir enak
ngangsur”
H8/1022019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
ngangsur. Kata ngangsur
dalam Bahasa Indonesia
mempunyai arti mencicil,
yang termasuk kata kerja.
“Sehigga saya pikir
enak ngangsur” (B.I=ragam santai) –
(B.J=ragam santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam santai
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan.
Penggunaan ngangsur
dipengaruhi adanya
mitra bicara. Kata
ngangsur berasal dari
bahasa Jawa. Secara
lengkap maksudnya
adalah mengangsur
yang mempunyai arti
mencicil. Pengaruh
tersebut menyesuaikan
dengan asal daerah
dari mitra bicara.
Penjelasan
mengenai
implikasi dari
bacaan inji,
ketika ingin
membeli
sesuatu, dan
uangnya belum
mencukupi.
Jalan keluarnya
adalah
mengkredit
atau mencicil.
P1:Penutur
(Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
25 “sehingga kalau
saya punya
beras, karna saya
miskin tidak bisa
mencukupi, piye
carane cukup-
cukupe”
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
“sehingga kalau saya
punya beras, karna
saya miskin tidak bisa
mencukupi, piye
carane cukup-
cukupe” (B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam santai)
Penggunaan kalimat
piye carane sak
cukup-cukupe
dipengaruhi adanya
mitra bicara.
Piye mempunyai arti
bagaimana.
Carane mempunyai
Usaha gimana
caranya
mendapatkan
beras demi
mencukupi
kebutuhan
keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H8/1022019 Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1)piye
(2)carane
(3) cukup-cukupe.\
Kalimat piye carane
cukup-cukupe mempunyai
arti dalam Bahassa
Indonesia yaitu
bagaimana caranya
cukup.
Dalam kalimat Bahasa
Indonesia termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai,
karena kata –kata yang
digunakan termasuk
tataran rendah.
arti caranya.
Cukup-cukupe
mempunyai arti pas
atau cukup
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah,
yang bahasa ibunya
menggunakan Bahasa
Jawa.
P1:Penutur
(Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
26 “mau tidak mau,
ngrasake
merasakan
kepenak”
H8/1022019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1) ngrasake,
(2) kepenak.
Kata ngrasake dan
kepanak mempunyai arti
dalam Bahasa Indonesia
yaitu merasakan dan enak.
Dalam hal ini, kata
“mau tidak mau,
ngrasake merasakan
kepenak” (B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam santai)
Dalam kalimat Bahasa
Indonesia termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai,
Penggunaan kata-kata
(1) ngrasake (2)
kepenak dipengaruhi
adanya mitra bicara.
Ngrasake mempunyai
arti merasakan.
Kepenak mempunyai
arti enak atau bahagia.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah,
yang bahasa ibunya
menggunakan Bahasa
Jawa
Menjelaskan
mengenai
khotbah yang
membahas
tentang
kehidupan
kekal.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merasakan dan enak
termasuk kata sifat. karena kata –kata yang
digunakan termasuk
tataran rendah.
27 “timbang rame,
timbang repot-
repote wis yo,
akhirnya apa? “
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
1)timbang
(2)rame
(3)wis
(4)yo
Dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti, yaitu:
Timbang mempunyai arti
daripada.
Reme mempunyai arti
ramai. Kata merupakan
bentuk tidak baku dari
kata ramai. Kata rame
digunakan dalam bahasa
jawa.
Wis atau uwis mempunyai
arti sudah
Yo mempunyai arti ya.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
resmi. Selain situasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
bahasa baku, sesuai
dengan ejaan yang
disempurnakan.
“timbang rame,
timbang repot-repote
wis yo, akhirnya apa?” (B.J=ragam santai) –
(B.I=ragam resmi)
Dalam kalimat Bahasa
Indonesia termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai,
karena kata –kata yang
digunakan termasuk
tataran rendah.
Penggunaan (1)
timbang (2) rame (3)
wis (4) yo, dipengaruhi
adanya mitra bicara.
Timbang mempunyai
arti daripada.
Reme mempunyai arti
ramai. Kata
merupakan bentuk
tidak baku dari kata
ramai. Kata rame
digunakan dalam
bahasa jawa.
Wis atau uwis
mempunyai arti sudah
Yo mempunyai arti ya.
Jadi pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah,
yang bahasa ibunya
menggunakan Bahasa
Jawa
Penegasan atas
injil yang telah
dibacakan,
yang
sebelumnya
terdapat
contoh-contoh
dalam
kehidupan
sehari-hari.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28 Romo: “bapak
ibu sekalian,
anak-anak jaman
sekarang lebih
ngeyel apa lebih
manut ? “
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1)ngeyel
(2) manut
Kata ngeyel dan manut
mempunyai arti dalam
Bahasa Indonesia yaitu,
membantah dan nurut.
Kedua kata tersebut
termasuk kata sifat.
“bapak ibu sekalian,
anak-anak jaman
sekarang lebih ngeyel
apa lebih manut ? “
(B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam santai)
Dalam kalimat Bahasa
Indonesia termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai,
karena kata yang
digunakan termasuk
tataran rendah.
Penggunaan kata (1)
ngeyel (2) manut
dipengaruhi adanya
mitra bicara.
Ngeyel mempunyai
arti membantah.
Manut mempunyai arti
nurut atau patuh.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah,
yang bahasa ibunya
menggunakan Bahasa
Jawa
Romo bertanya
diawal
menganai anak-
anak jaman
sekarang, umat
menjawab, dan
romo
menanggapi.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
29 Umat:“lebih
ngeyel “
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
“lebih ngeyel “
(B.I=ragam usaha) –
(B.J=ragam usaha)
Percampuran dua
bahasa termasuk variasi
keformalan ragam
usaha. Pembicaraan
yang berorientasi
Penggunaan kata (1)
ngeyel (2) manut
dipengaruhi adanya
mitra bicara.
Ngeyel mempunyai
arti membantah.
Manut mempunyai arti
nurut atau patuh.
Pengaruh tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tercampur adalah
(1)ngeyel
kepada hasil atau
produksi. Dalam
penggunaan bahasanya
lebih formal dan baku.
Kata ngeyel dalam
bahasa Jawa termasuk
tataran rendah atau
secara umum
digunakan.
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah,
yang bahasa ibunya
menggunakan Bahasa
Jawa
30 Romo: “anak-
anak cowok,
lebih ngeyel “
H7/922019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
(1)ngeyel
“ anak-anak cowok,
lebih ngeyel” (B.I=ragam usaha –
(B.J=ragam usaha)
Percampuran dua
bahasa termasuk variasi
keformalan ragam
usaha. Pembicaraan
yang berorientasi
kepada hasil atau
produksi. Dalam
penggunaan bahasanya
lebih formal dan baku.
Kata ngeyel dalam
bahasa Jawa termasuk
tataran rendah atau
secara umum
digunakan.
Penggunaan kata (1)
ngeyel (2) manut
dipengaruhi adanya
mitra bicara.
Ngeyel mempunyai
arti membantah.
Manut mempunyai arti
nurut atau patuh.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara.
Dalam hal ini mitra
bicara berasal dari
Jawa Tengah, yang
bahasa ibunya
menggunakan Bahasa
Jawa
31 “karena janji ini
mesthi selalu
aktual, atau
selalu bergema
dalam hidup
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
“karena janji ini
mesthi selalu aktual,
atau selalu bergema
dalam
hidup saya”
Penggunaan kata
mesthi dipengaruhi
adanya mitra bicara.
Kata mesthi
mempunyai arti pasti.
Romo
memberikan
penjelasan
mengenai janji
pernikahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
saya” H5/2712019
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah mesthi.
Kata mesthi dalam Bahasa
Indonesia mempunyai arti
pasti.
(B.I=ragam santai) –
(B.J=ragam resmi)
Dalam kalimat Bahasa
Indonesia termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai,
karena kata yang
digunakan termasuk
tataran rendah.
Pengaruh tersebut
menyesuaikan dengan
asal daerah dari mitra
bicara. Dalam hal ini
mitra bicara berasal
dari Jawa Tengah,
yang bahasa ibunya
menggunakan Bahasa
Jawa.
yang telah
diucapakan
pasangan yang
telah menikah.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
32 “Bahwa disana
seolah-solah,
panjenengan
semua ikut
terlibat, dalam
peristiwa itu.” H3/1312019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah
panjenengan. Dalam
bahasa Jawa kata
panjenengan merupakan
tingkatan tertinggi, yaitu
krama inggil. Kata
“Bahwa disana seolah-
olah, panjenengan
semua ikut terlibat,
dalam peristiwa itu” (B.I=ragam resmi) –
(B.J=ragam resmi)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam resmi.
Kalimat tersebut
termasuk variasi
keformalan ragam
resmi. Selainsituasinya
resmi, kalimatnya
lengkap, menggunakan
Penggunaan kata
panjenengan
dipengaruhi adanya
mitra bicara,yang
berlatarbelakang
daerah yang sama.
Panjenengan dalam
bahasa jawa artinya
kamu. Kata
panjenengan
menghormati yang
lebih tua.
Ketika sedang
menonton film,
sering ikut
merasakan
dalam cerita
yang sedang
ditayangkan.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
panjenengan penyebutan
untuk orang yang lebih tua
bahasa baku, sopan,
sesuai dengan ejaan
yang disempurnakan.
Dalam bahasa Jawa
kata panjenengan
merupakan tingkatan
tertinggi, yaitu krama
inggil. Kata
panjenengan
penyebutan untuk
orang yang lebih tua.
33 “Opo? Cerita
atau bintang
film? Kalau
prodiakon, cerita
atau bintang
film?”
H3/1312019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah opo.
Kata opo dalam Bahasa
Indonesia mempunyai arti
apa. Kata apa dalam
merupakan kata tanya.
Penjelesan kata apa untuk
mencari jawaban dari
suatu peristiwa yang
terjadi.
“Opo? Cerita atau
bintang film? Kalau
prodiakon, cerita atau
(B.J=ragam santai) –
(B.I=ragam resmi)
Dalam kalimat Bahasa
Indonesia termasuk
variasi keformalan
ragam resmi. Selain
situasinya resmi,
kalimatnya lengkap,
menggunakan bahasa
baku, sesuai dengan
ejaan yang
disempurnakan.
Kalimat bahasa Jawa
termasuk ragam santai,
karena kata yang
digunakan termasuk
tataran rendah.
Penggunaan kata opo
dipengaruhi adanya
mitra bicara,yang
berlatarbelakang
daerah yang sama.
Kata opo mempunyai
arti apa. Pengaruh
tersebut menyesuaikan
dengan asal daerah
dari mitra bicara.
Menanyakan
ketika
menonton film,
yang dilihat
cerita atau
pemain
filmnya.
P2:Penutur
(Romo Eko
Santosa)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34 “Sing di tonton,
kalau kita nonton
film yang tetap
menjadi
perhatian kita
bintang filmnya,
atau tetap
kisahnya?” H3/1312019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode ke
dalam, karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa daerah
tersebut adalah Bahasa
Jawa. Kata yang
tercampur adalah sing.
Kata sing dalam bahasa
Indonesia mempunyai arti
yang. Kata yang termasuk
konjungsi atau kata
penghubung.
“Sing ditonton, kalau
kita nonton film yang
tetap menjadi perhatian
(B.J=ragam santai) –
(B.I=ragam santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam santai.
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan.
Penggunaan kata sing
dipengaruhi adanya
fungsi dan tujuan. Sing
mempunyai arti yang.
Dalam fungsi bahasa,
merupakan konjungsi
atau kata sambung.
Kata sing mengarah
pada pertanyaan yang
akan ditujukan.
35 “Bukan
tempatnya untuk
online dengan
yang bukan God”
H1/512019
Kalimat tersebut termasuk
jenis campur kode keluar,
karena terdapat
percampuran unsur dua
bahasa, yaitu unsur Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris. Kata yang
tercampur adalah
(1) online
(2) God
Dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti, yaitu:
online memiliki arti
terhubung internet.
God memiliki arti Tuhan
“Bukan tempatnya
untuk online dengan
yang bukan God” (B.I=ragam santai) –
(B.Ingg=ragam
santai)
Dalam percampuran
dua bahasa tersebut
termasuk ragam santai.
Kalimat tersebut
termasuk jenis variasi
keformalan ragam
santai. Dalam
kalimatnya
menggunakan bentuk
Penggunaan kata (1)
online (2) God
dipengaruhi adanya
penggunaan istilah
yang lebih populer.
online memiliki arti
terhubung internet.
God memiliki arti
Tuhan.
Pada dasarnya mitra
tutur menggunakan
istilah tersebut karena,
lawan tutur atau
pendengarnya adalah
kalangan anak muda.
Membahas saat
ibadah ada
yang
menyalakan
telepon.
P1:Penutur
(Romo Kresna
Handoyo)
P: Umat Gereja
Ganjuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
alergro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang
dipendekkan. Kata
Online merupakan kata
kerja dalam bahasa
Inggris.Kata God
merupakan kata benda
dalam bahasa Inggris.
Dalam hal tersebut
populer
dikalangannya, karna
menggunakan bahasa
negara lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIODATA PENULIS
Theresia Margyanti Handayani Pratiwi lahir di
Bantul, 19 Juni 1997. Penulis menyelesaikan pendidikan
di TK Pangudiluhur Kalirejo, Samigaluh, Kulon Progo.
Penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SD Kanisius
Ganjuran dan lulus pada tahun 2009. Penulis kemudian
melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP
Kanisius Ganjuran dan lulus tahun 2012. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah
Atas di SMA Stelladuce Bantul dan selesai tahun 2015.
Pada tahun 2015 penulis juga melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi
swasta, tepatnya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis mengambil
jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis menyelesaikan tugas
akhir yang berjudul “Variasi Keformalan Campur Kode pada Homili Misa
Bahasa Indonesia di Gereja Ganjuran”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI