Post on 22-Oct-2021
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
1
PEMANFAATAN CNC UNTUK PRODUK KERAJINAN PADA LIMBAH KAYU
PERKEBUNAN
Utilization of CNC on Craft Products at Wood Plantation Waste
Agung Eko Sucahyono, Hadi Sumarto
Balai Besar Kerajinan dan Batik
Korenspondesi Penulis
Email : agungeko30@gmail.com
Kata kunci: CNC, Limbah kayu perkebunan, Produk kerajinan
Keywords: CNC, Wood Plantation waste, Craft Products
ABSTRAK
Kayu perkebunan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan kayu yang berasal dari hutan alam.
Kayu perkebunan seringkali mempunyai kelemahan pada sifat fisik dan mekanisnya. Kayu karet
misalnya, biasanya mudah melengkung dan sangat keras sehingga sulit untuk dibentuk dan diukir
menjadi produk kerajinan. Di lain sisi kayu kelapa sawit justru mempunyai sifat yang getas dan rapuh
sehingga sulit untuk diproses menjadi produk kerajinan. Pada penelitian kali ini, akan dibuat produk
kerajinan dengan memanfaatkan CNC hasil rekayasa Balai Besar Kerajinan dan Batik. Produk yang
dibuat diantaranya Kursi, meja, kaligrafi dan hiasan dinding. CNC dipergunakan untuk membuat
bentuk ukiran pada benda kerja sehingga akan menaikkan nilai ekonomisnya. Dari hasil penelitian
diperoleh kesimpulan bahwa kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kursi, meja dan
hiasan dinding seperti kaligrafi maupun papan nama; sedangkan kayu kelapa sawit dapat digunakan
menjadi hiasan dinding. Untuk kayu karet didapatkan hasil optimal menggunakan CNC pada putaran
19.000 RPM dan kecepatan makan 5 mm/s; sedangkan pada kayu kelapa sawit hasil optimal diperoleh
pada 22.000 RPM dengan 10 mm/s.
ABSTRACT
Plantation wood has different characteristics from natural wood forests. Plantation wood often has
weaknesses in its physical and mechanical properties. Rubber wood, for example, is usually easily
curved and very hard, making it difficult to shape and carve into handicraft products. On the other
hand, palm oil wood usually brittle, making it difficult to process into handicraft products. In this
research, craft products will be made by utilizing CNC from Balai Besar Kerajinan dan Batik. Products
made include chairs, tables, calligraphy and wall hangings. The using of CNC is to make a carving on
wood so the price will increase. From the results of the study it was concluded that rubber wood can
be used as raw material for chairs, tables and wall hangings such as calligraphy and signage; while oil
palm wood can be used as a wall decoration. For rubber wood the optimum results are obtained using
CNC at a rotation of 19,000 RPM and a feeding speed of 5 mm/s; whereas for optimal oil palm wood
obtained at 22,000 RPM with 10 mm/s.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
2
PENDAHULUAN
Sampai saat ini kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam.
Persediaan kayu dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi mutu
maupun volumenya. Hal ini disebabkan kecepatan pemanenan yang tidak seimbang dengan
kecepatan penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin besar. Di sisi lain
kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat, hal ini berarti pasokan bahan
baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau hanya mengandalkan kayu yang berasal
dari hutan alam, terutama setelah kayu ramin, meranti putih, dan agathis dilarang untuk
diekspor dalam bentuk kayu gergajian. Kondisi ini perlu ditanggulangi sedini mungkin agar
tidak terjadi kesenjangan antara potensi pasokan kayu hutan dengan besarnya kebutuhan
kayu. Usaha untuk memenuhi permintaan kayu tersebut dapat dipenuhi melalui
pengusahaan hutan produksi, seperti pembangunan hutan tanaman industri, walaupun
hasilnya belum memuaskan. Oleh karena itu perlu dicari jenis kayu substitusi yang dapat
memenuhi persyaratan untuk berbagai keperluan. Kayu perkebunan mempunyai durasi
peremajaan tertentu sehingga ketersediaanya dapat kontinyu. Diantara kayu perkebunan
yang banyak terdapat di Indonesia adalah kayu karet dan kayu kelapa sawit.
a) Kayu Karet
Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis yang berasal
dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia.
Padahal jauh sebelum tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat
seperti: Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga
menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman
Castillaelastica (Family Moraceae). Secara umum tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis
yang mencakup luasan antara 15o LU- 10o LS. Tanaman karet tumbuh baik pada daerah
dengan curah hujan per tahun diatas 2.000 mm optimal antara 2.500 – 4000 mm, temperatur
26 – 28oC dan sangat cocok ditempat yang mempunyai ketinggian tidak lebih dari 700 mdpl.
Pada akhir abad ke 19 tanaman ini telah terintroduksikan ke wilayah Asia Tenggara dan
Afrika Barat, dapat tumbuh dengan baik sebagai karet alam. Kedua kawasan tersebut
ternyata saat ini merupakan daerah penyebaran yang sangat penting. Di Indonesia kayu
karet banyak ditemukan pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat di Sumatera, Jawa
dan Kalimantan untuk diambil getahnya (Haryanto & Suheryanto, 2009). Ditinjau dari sifat
fisis dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat II yang berarti setara dengan kayu
hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang,
keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh, Sedangkan untuk kelas awetnya, kayu karet
tergolong kelas awet V atau setara dengan kayu ramin (Seng, 1951); (Boerhendhy, Nancy, &
Gunawan, 2003), namun tingkat kerentanan kayu karet terhadap serangga penggerek dan
jamur biru (blue stain) lebih besar dibandingkan dengan kayu ramin. Oleh karena itu untuk
pemanfaatannya diperlukan pengawetan yang lebih intensif dari kayu ramin, terutama
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
3
setelah digergaji (Budiman, 1987), (Boerhendhy et al., 2003). Pengawetan kayu ramin setelah
digergaji biasanya cukup dengan cara pencelupan, sedangkan pada kayu karet selain
pencelupan juga harus dilakukan dengan cara vakum dan tekan (Sutigno & Mas’ud, 1989)
(Boerhendhy et al., 2003).
Dalam pengelolaan kayu karet di lapangan terdapat berbagai kendala di antaranya
masih banyak kebun karet terutama karet rakyat yang tidak mempunyai akses jalan,
rendemen kayu karet yang rendah, suplai kayu karet umumnya hanya tersedia pada musim-
musim tertentu saja, dan lokasi pabrik pengolahan jauh dari lokasi kebun sehingga nilai guna
dan nilai ekonomis kayu karet masih rendah (Boerhendhy et al., 2003).
b) Kayu Kelapa Sawit
Komponen utama yang terkandung pada batang kelapa sawit adalah selulosa, lignin, air,
pati dan abu. Kadar air dan pati yang tinggi menyebabkan kestabilan dimensi kayu, sifat fisik,
sifat mekanik rendah sehingga mudah patah, retak dan berjamur (Bakar, 2003). Jamal Balfas,
peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan (Pustekolah) Balitbang Kementerian Kehutanan, mencoba memberi solusi dengan
mengolah batang sawit menjadi kayu solid dan kayu lapis. Seperti umumnya tanaman ”tak
berkayu”, batang sawit memiliki struktur lunak. Hampir mirip batang sagu atau kelapa,
bagian tengah (parenkim) tersusun atas tepung pati berkadar hingga 40 persen. Batang kayu
sawit memiliki karakteristik fisis, mekanis, dan keawetan kurang baik dibandingkan kayu
biasa. Salah satu masalah adalah sifat higroskopis berlebihan, dapat mencapai kadar air 500
persen, meskipun telah dikeringkan, batang sawit dapat kembali menyerap uap air dari
udara hingga berkadar air lebih dari 20 persen. Berdasarkan klasifikasi kelas awet, kayu
kelapa sawit termasuk kelas awet V. Ini berarti bahwa kayu kelapa sawit sangat rentan
terhadap serangan faktor-faktor perusak kayu terutama dari faktor biologis. Menurut (Bakar,
Rachman, Darmawan, & Hidayat, 1999), batang kayu kelapa sawit dapat membusuk akibat
serangan jenis cendawan Ganoderma seperti G. applanatum, G. cochlear, G. laccatum, dan G.
tropicum (Tomlinson, 1961). Bagian batang kelapa sawit di atas ketinggian 3 meter dapat
lapuk secara alami dalam jangka waktu satu tahun setelah penebangan. Beberapa hama
yang sering menyerang pohon kelapa sawit antara lain kumbang (Oryctes rhinoceros L.),
rayap (Coptotermes curvignatus Holmg.), cacing (Mahasena corbetti Tams), belalang
(Valanga nigricornis Brunn.) dan sebagainya (Purseglove, 1972).
Ada beberapa teknik untuk meningkatkan kekerasan kayu kelapa sawit, salah satunya
yaitu dengan pengempaan. Pemadatan kayu merupakan upaya memipihkan kayu dengan
cara mengempa kayu menggunakan mesin kempa pada suhu, tekanan dan waktu tertentu.
Pemadatan kayu solid ditujukan untuk: meningkatkan sifat-sifat kayu baik sifat fisis maupun
mekanisnya, kerapatan, kekerasan sisi, kekuatan geser dan memperbaiki stabilitas dimensi
kayu. Produk yang dihasilkan dikenal dengan densified wood. Pada pembuatan produk
komposit kegiatan pengempaan lebih ditujukan untuk membantu meningkatkan ikatan rekat
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
4
antar kayu dengan perekatnya (Kollman, Kuenzi, & Stamm, 1975). Menurut Kollman et al.
(1975), kayu dapat dipadatkan dengan dua cara, yaitu dengan impregnasi (densifying by
impregnation) dan pengempaan (densifying by compression). Melalui impregnasi, rongga
kayu diisi dengan berbagai zat yang menyebabkan kayu menjadi lebih padat. Zat-zat
tersebut dapat berupa polimer resin phenol formaldehyde, larutan vinil, resin alam cair, lilin,
sulfur dan logam ringan. Sedangkan dengan pengempaan dapat memodifikasi sifat-sifat
kayu dibawah kondisi plastis tanpa merusak struktur sel kayu. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemadatan kayu tersebut mampu meningkatan sifat fisis dan sifat
mekanis secara signifikan pada kayu Sugi (Inoue & Norimoto, 1991); (Dwiiyanto, Inoue, &
Norimoto, 1997)); Agathis (Surjokusumo, Nugroho, & Sulistyono, 2003); kayu Japanese cedar
(Ishimaru, Hata, Bronsveld, & Imamura, 2007). Sedangkan pada kayu kelapa dengan tingkat
pemadatan 10-30 % mampu meningkatkan kerapatan sebesar 4,43-27,21 % (Wardhani,
Surjokusumo, Hadi, & Nugroho, 2006). Namun proses pengempaan itu sendiri
membutuhkan biaya yang tidak murah sehingga sulit dilakukan oleh industri kecil perkayuan.
c) CNC (Computer Numerical Control)
CNC router (Atau Computer Numerical Control router) adalah mesin pemotong yang
dikendalikan komputer yang prinsip kerjanya hampir sama dengan router tangan yang
digunakan untuk memotong berbagai bahan keras, seperti kayu, komposit, aluminium, baja,
plastik, dan busa. CNC singkatan kontrol numerik komputer. CNC router dapat melakukan
tugas-tugas dari banyak mesin pertukangan seperti gergaji panel (panel saw), moulder
spindle, mesin bor dan mesin router.
Sebuah router CNC biasanya menghasilkan kerja yang konsisten dan berkualitas tinggi
dan meningkatkan produktivitas pabrik. Tidak seperti router jig, router CNC dapat
menghasilkan produksi identik yang berulang. Otomatisasi dan kepresisian adalah manfaat
utama yang didapat dari tabel router cnc. Sebuah router CNC dapat mengurangi limbah,
frekuensi kesalahan, dan waktu produk barang jadi untuk sampai ke pasar.
Mesin CNC (Computer Numerically Controlled) merupakan mesin yang dikontrol oleh
komputer dengan menggunakan bahasa numerik (data perintah dengan kode angka, huruf
dan simbol) sesuai standar ISO. Sistem kerja teknologi CNC lebih sinkron antara komputer
dan mekanik bila dibandingkan dengan mesin perkakas yang sejenisnya, maka mesin
perkakas CNC lebih teliti, lebih tepat, lebih fleksibel dan cocok untuk produksi massal (Firsa,
Tadjuddin, Syahriza, & Husaini, 2014) (Prabowo, 2016).
Mesin CNC ini memiliki 3 axis utama yaitu X, Y dan Z. Sehingga pergerakan dari spindle
akan dibatasi oleh ketiga axis tersebut. Nantinya spindle ini akan digerakkan oleh 3 motor
stepper yang menggunakan rantai sebagai sarana transmisi ke arah X dan Y. sedangkan
pada arah Z akan menggunakan ulir penggerak sebagai sarana transfer transmisinya
(Saputra, Muqorobin, Santoso, & Purwanto, 2012) (Sudarno, Martono, & Mauladin, 2016).
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
5
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kayu perkebunan untuk produk interior
dengan penambahan ukiran melalui mesin CNC untuk menaikkan nilai ekonomis produk.
Tujuan penelitian ini adalah terciptanya produk ukiran yang ekonomis dari kayu karet dan
kayu kelapa sawit dengan memanfaatkan mesin CNC.
METODOLOGI PENELITIAN
a) Bahan dan Alat
Bahan baku berupa kayu kelapa sawit dan kayu karet diambil dari daerah piyungan,
Bantul, DIY. Sedangkan bahan pendukung berupa bahan pengawet menggunakan
permithrine, bahan finishing menggunakana produk biocolours, lem kayu menggunakan
presto. Sedangkan peralatan yang dipergunakan adalah klemp kayu, pisau tatah, hand
grinder, hand polish, dan, hand boor, CNC dan alat-alat pertukangan.
b) Prosedur Kerja
Gambar 1. Prosedur Kerja
MULAI
PERUMUSAN MASALAH
STUDI PUSTAKA DAN SURVEY LOKASI
PENGADAAN ALAT, BAHAN BAKU DAN PEMBANTU
PEMBAHANAN AWAL
PENGERINGAN/PENGOVENAN
PENGAWETAN
PEMBENTUKAN
PEMBUATAN UKIRAN DENGAN CNC
PERAKITAN
FINISHING
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
6
Pengadaan bahan baku utama yaitu kayu karet dan kayu kelapa sawit menjadi poin
penting dalam penelitian ini, mengingat kedua jenis kayu tersebut tidak banyak terdapat di
yogyakarta. Namun setelah survei 3 bulan maka dapat diperoleh keberadaan tanaman
tersebut di daerah Piyungan pada areal milik Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP)
Magelang. Hal ini cukup penting agar kayu yang diperoleh masih segar dan prosesnya dapat
diikuti mulai dari penebangan hingga finishing. Pembahanan awal yaitu proses pembelahan
dari kayu gelondongan menjadi papan dan balok kayu, dilakukan di salah satu sawmill yang
ada di daerah Berbah. Proses kerja selengkapnya dapat dilihat pada gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan interior dari Kayu Perkebunan
Proses pengolahan kayu karet dan kayu kelapa sawit diawali dari penebangan hingga
pembuatan produk telah dilakukan. Adapun tahapan prosesnya adalah sebagai berikut:
a) Pembelahan/Pembahanan awal
Kayu Karet yang sudah ditebang akan dibelah menjadi potongan-potongan papan dan
balok yang berukuran relatif besar dan tebal. Diantaranya 6 x 10 x 200 cm, 5 x 5 x 200 cm, 12
x 10 x 200 cm. Tujuannya agar ketika terjadi penyusutan maka kayu tidak melengkung terlalu
signifikan. Hal ini juga berlaku untuk kayu kelapa sawit. Namun ternyata kayu kelapa sawit
tidak dapat menjadi balok karena bentuknya menjadi tidak beraturan atau tidak lurus.
Selanjutnya yang diproses pada penelitian kali ini hanya kayu kelapa sawit yang berbentuk
papan.
b) Pengawetan
Kayu karet yang sudah dalam bentuk potongan besar, akan diawetkan. Pengawetan
dilakukan pada kondisi dingin. Bahan pengawet yang digunakan adalah permethrine.
Pengawetan dilakukan dalam rendaman dingin selama 1-3 minggu. Untuk kayu kelapa sawit
tidak kita awetkan karena tidak menampakkan gejala berjamur. Namun kayu kelapa sawit
tersebut tetap kita tempatkan pada tempat yang kering dan cukup cahaya dalam posisi
berdiri.
c) Pengeringan
Setelah diawetkan, kayu karet dikeringkan dengan cara diberdirikan di dalam ruangan
pada suhu ruangan. Kayu tidak terkena sinar matahari secara langsung. Namun cahaya
matahari dapat masuk bebas pada ruangan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kayu
melengkung atau retak.
d) Pengovenan
Kayu kemudian dioven pada suhu 700C selama 1 minggu hingga diperoleh kadar
kekeringan yang diinginkan yaitu antara 12-14 ppm.
e) Penstabilan
Selepas dari oven, kayu dibiarkan kembali dalam ruangan sehingga kayu menjadi stabil.
f) Pembahanan
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
7
Setelah 1 minggu maka kayu dapat diproses sesuai ukuran bahan baku yang diinginkan
untuk produk interior.
g) Pembuatan Produk
Dalam pembuatan produk sebaiknya dilakukan pemilihan kualitas terlebih dahulu. Kayu
yang lurus dan tidak retak sebaiknya dipisahkan, agar lebih mudah ketika kita membutuhkan.
Mulailah dengan pembuatan komponen yang besar. Untuk komponen yang kecil bisa
diambil dari kayu yang kurang sempurna. Pada penelitian ini produk telah dibuat dengan
ukuran sebenarnya, berupa meja dan kursi.
Gambar 2. Meja TV dari kayu karet sebelum difinishing
Gambar 3. Kursi risban dari kayu karet sebelum difinishing
h) Penambahan Komponen Ukiran dengan CNC
Seperti yang telah diuraikan pada pendahuluan di atas, maka untuk menambah nilai jual
produk kerajinan kayu karet dan kayu kelapa sawit ini ditambahkan komponen ukiran yang
diukir menggunakan mesin CNC router. Mesin CNC router yang digunakan hasil rekayasa
Balai Besar Kerajinan dan Batik yang sudah disesuaikan fungsinya untuk membuat ukiran
pada media kayu. Sehingga mesin CNC ini tahan terhadap debu maupun getah. Juga
mempunyai dimensi kerja yang cukup besar yaitu 1300x1300 mm.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
8
Untuk kursi dan meja tidak semua bagian diukir atau diberi tulisan, melainkan hanya
bagian tertentu saja. Untuk kaligrafi dan hiasan dinding dari kayu kelapa sawit, semua
bagiannya dibuat dengan CNC.
Proses pembuatan ukiran menggunakan CNC terdiri dari 3 tahapan yaitu:
⚫ Pembuatan desain: Desain dapat dibuat secara manual berupa sketsa gambar untuk
selanjutnya discan dalam format JPEG, maupun menggunakan software desain dan
disimpan dalam format gambar.
⚫ Mengubah kedalam bentuk G Code: Gambar desain yang dibuat harus dibuat dalam
bentuk G Code agar dipahami oleh software pembaca gambar pada mesin CNC. Dalam
penelitian kali ini software pengubah (converter) ke dalam bentuk G Code menggunakan
V Carve Pro 6.
⚫ Memasukkan G Code ke dalam software MACH3: Software penggerak mesin CNC hasil
rekayasa di BBKB adalah MACH3. File desain gambar yang telah diubah ke dalam G
Code dimasukkan ke dalam MACH3. Kemudian dilakukan setting alat sebelum program
dijalankan. Ada 2 parameter utama yang harus ditentukan yaitu kecepatan putar spindle
dan kecepatan makan.
Gambar 4. CNC router di BBKB
i) Finishing
Bagian terakhir adalah finishing produk. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai bahan
finishing adalah produk waterbase dari biocolour. Pemilihan produk waterbase ini untuk
sebagai salah satu syarat meminimalisasi pencemaran lingkungan. Mengingat produk
waterbase ini ramah lingkungan karena berbasis air sebagai media pengencernya. Adapun
gambar-gambar produk hasil finishing dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
9
Gambar 5. Kaligrafi dari kayu karet
Gambar 6. Kursi risban dari kayu karet setelah difinishing
Gambar 7. Hiasan dinding dari kayu kelapa sawit setelah difinishing
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
10
Gambar 8. Meja TV dari kayu karet setelah difinishing
Pengawetan Kayu Karet
Tabel 1. Nilai retensi kayu karet dengan pengawetan kimia (KK) (Kg/m3)
Keterangan :
C1 : konsentrasi larutan pengawet permetrine sebesar 2%
C2 : konsentrasi larutan pengawet permetrine sebesar 4%
C3 : konsentrasi larutan pengawet permetrine sebesar 6%
t1 : waktu pengawetan selama 1 jam (kimia); 1 minggu (alami)
t2 : waktu pengawetan selama 2 jam (kimia); 2 mnggu (alami)
t3 : waktu pengawetan selama 3 jam (kimia); 3 minggu (alami)
n1, n2, n3 : pengulangan ke-1, ke-2 dan ke-3
KK n t1 t2 t3
n1 = 0.0021 0.0208 0.0155
n2 = 0.0025 0.0101 0.013
n3 = 0.0059 0.0084 0.0142
n1 = 0.006 0.0106 0.0152
n2 = 0.0085 0.0105 0.0129
n3 = 0.0051 0.0123 0.0124
n1 = 0.0036 0.0061 0.0122
n2 = 0.0041 0.0062 0.0089
n3 = 0.0028 0.01 0.0142
C1
C2
C3
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
11
Parameter Permesinan CNC
Tabel 2. Data parameter mesin CNC
No Jenis kayu RPM CNC Feed Rate
1 Karet 19.000 5 mm/s
2 Kelapa Sawit 22.000 10 mm/s
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari data diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa mesin CNC dapat digunakan pada
produk kayu perkebunan untuk membuat ukiran maupun tulisan, baik untuk kayu keras
maupun kayu lunak.
Saran
Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya adalah menentukan optimalisasi dan pengaruh
dari kecepatan putar spindle dan kecepatan makan agar diperoleh hasil yang optimal dari
sisi kualitas ukiran maupun waktu pengerjaan.
KONTRIBUSI PENULIS
Kontributor utama: Agung Eko Sucahyono, ST, M.MT
Kontributor Anggota: Hadi Sumarto, S.Sn.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Bapak Ir. Isananto Winursito, M.Eng, Ph.D dan Ibu Ir. Titik Purwati
Widowati,MP selaku Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan sehingga penelitian ini bisa berhasil. Juga kepada semua
anggota tim proyek litbang prioritas 2018 atas kerjasamanya. Tak lupa juga kepada semua
rekan yang ada di balai Besar Kerajinan dan Batik atas semua dukungan dan bantuannya.
Juga kepada bapak Tegap dan bapak pimpinan dari STPP Magelang yang telah berkenan
memberikan bantuannya kepada kami.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, E. S. (2003). Kayu Sawit Sebagai Substitusi Kayu Dari Hutan Alam. Bogor: Forum
Komunikasi Teknologi Dan Industri Kayu. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan IPB.
Bakar, E. S., Rachman, O., Darmawan, W., & Hidayat, I. (1999). Pemanfaatan batang kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai bahan bangunan dan furniture (II): Sifat mekanis
kayu kelapa sawit. Jurnal Teknologi Hasil Hutan, 12(1), 13–20.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
12
Boerhendhy, I., Nancy, C., & Gunawan, A. (2003). Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu
Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis, 1, 35–46.
Budiman. (1987). Perkembangan pemanfaatan kayu karet. Majalah Sasaran, 1(4), 5–9.
Dwiiyanto, W., Inoue, M., & Norimoto, M. (1997). Fixation of compresive deformation of
wood by heat treatment. Mokuzai Gakkaishi, 43(4).
Firsa, T., Tadjuddin, M., Syahriza, & Husaini, S. (2014). Perancangan Dan Pembuatan Prototipe
Mesin CNC 4 Axis Berbasis PC (Personal Computer). Seminar Nasional Hasil Riset Dan
Standardisasi Industri IV- Penguatan Kemampuan Inovasi Dan Penguasaaan Teknologi
Berbasis Sumber Daya Alam Dalam Rangka Mendukung Pengembangan Industri
Subtitusi Impor. Banda Aceh: Balai Riset dan Standardisasi Aceh.
Haryanto, T., & Suheryanto, D. (2009). Pemanfaatan Kayu Karet Untuk Furniture. Seminar,
Prosiding Penelitian, Nasional Yogyakarta, Universitas Negeri, 1–8. Yogyakarta: Fakultas
MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Inoue, M., & Norimoto, M. (1991). Heat treatment and steam treatment of wood. Wood Ind.,
49, 588–592.
Ishimaru, K., Hata, T., Bronsveld, P., & Imamura, Y. (2007). Microstructural study of carbonized
wood after cell wall sectioning. Journal of Materials Science, 42(8), 2662–2668.
https://doi.org/10.1007/s10853-006-1361-4
Kollman, F. P., Kuenzi, E. W., & Stamm, A. . (1975). Principle of Wood Science and Technology.
In Wood Based Materials (I, p. 703). New York Heidelberg, Berlin: Springer-Verlag.
Prabowo, G. (2016). Analisa pengaruh sumbu x Proses kalibrasi pada mesin cnc router 3 axis.
Tugas Akhir. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Purseglove, J. W. (John W. (1972). Tropical crops : monocotyledons. London: Longman.
Saputra, R. P., Muqorobin, A., Santoso, A., & Purwanto, T. P. (2012). Desain dan Implementasi
Sistem Kendali CNC Router Menggunakan PC untuk Flame Cutting Machine. Journal of
Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology, 2(1), 41.
https://doi.org/10.14203/j.mev.2011.v2.41-50
Seng, O. D. (1951). Perbandingan Berat dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian
Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Bogor.
Sudarno, Martono, & Mauladin, S. (2016). Rancang Bangun Mesin CNC Router Berbasis
Arduino. Politeknosains, 15(2), 51–55.
Surjokusumo, S., Nugroho, N., & Sulistyono, S. (2003). Teknik Rekayasa Pemadatan Kayu II :
Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Agatis (Agathis /orantifolia Salisb.) Terpadatkan dalam
Konstruksi Bangunan Kayu. Jurnal Keteknikan Pertanian, 17(1).
Sutigno, P., & Mas’ud, A. . (1989). Alternatif Pengolahan Kayu Hutan Tanaman Industri Karet.
Prosiding Lokakarya Nasional HTI Karet. Medan: Pusat Penelitian Perkebunan Sungei
Putih.
Tomlinson, P. B. (1961). Morphological and anatomical characteristics of the Marantaceae.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
13
Journal of the Linnean Society of London, Botany, 58(370), 55–78.
https://doi.org/10.1111/j.1095-8339.1961.tb01080.x
Wardhani, I. Y., Surjokusumo, S., Hadi, Y. S., & Nugroho, N. (2006). Penampilan Kayu Kelapa (
Cocos nucifera Linn ) Bagian Dalam yang Dimampatkan Performance of Densified Inner-
Part of Coconut Wood ( Cocos nucifera Linn ). Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis, 4(2), 50–
54.