Post on 08-Feb-2018
UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MENINGKATKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA
DI SD PUTRA JAYA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
HASBULLOH NIM 18100110000042
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
ABSTRAK
HASBULLOH, NIM 18100110000042.UPAYA GURU PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN AKHLAKUL KARIMAH
SISWA DI SD PUTRA JAYA (Jl. KH. Abd Rahman Pondok Jaya, Depok. Jawa
Barat). Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Dual Mode Sistem, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Akhlakul karimah merupakan tujuan dari risalah Islam. Dalam UU tentang
SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan salah
satunya adalah meningkatkan akhlak atau budi pekerti yang baik. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi seorang guru, khususnya guru PAI dalam
meningkatkan akhlakul karimah siswa. Oleh karena itu, segala upaya yang
dilakukan oleh guru PAI dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa harus
sangat diperhatikan, agar siswa mempunyai akhlak yang baik (akhlakul karimah).
Karena seorang guru akan menjadi contoh bagi siswanya, maka guru tersebut
harus membekali dirinya dengan akhlak yang baik seseuai yang telah diajarkan
oleh Rasulullah Saw.
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah minimnya pengetahuan
agama siswa tentang ajaran Islam, karena kurangnya jam pelajaran PAI sehingga
upaya yang dilakukan oleh guru PAI belum sepenuhnya dilaksanakan atau
diterapkan oleh seluruh siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-
upaya apa sajakah yang dilakukan oleh guru PAI dalam meningkatkan akhlakul
karimah siswa serta mengetahui bagaimana akhlak siswa di SD Putra Jaya.
Kemudian, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan
metode deskriptif. Dalam pengumpulan data, penulis melakukan penelitian
kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field Research).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, menunjukan
bahwa upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul
karimah siswa di SD Putra Jaya sudah sangat baik. Hal ini terbukti dengan
seringnya anak mendoakan orang tua setelah salat, siswa menggunakan tangan
kanan ketika makan dan minum, siswa meminta maaf ketika melakukan kesalahan
terhadap orang lain dan sebagainya
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang senantiasa
melimpahkan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis, sehingga
karya ini bisa selesai dan hadir ke hadapan para pembaca. Salawat serta Salam
semoga selalu tercurahkan kepada teladan alam semesta, Kanjeng Rasulullah
Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat. Semoga kita mendapatkan
curahan syafaatnya di hari akhir nanti.
Tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang Penulis alami dalam menyusun
Penelitian ini, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak Penulis
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Dan karena itu pada kesempatan ini
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu Penulis dalam menyusun
Penelitian ini baik bantuan dalam bentuk moril ataupun materil. Semoga bantuan
dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala dan keridloan Allah SWT.
Khususnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Hj. Marhamah Shaleh, Lc. MA. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Bapak Dr. Khalimi, MA, selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan
pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan hingga
terselesaikan PTK ini.
5. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen-dosen
di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
6. Bapak M Lutfi, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD Putra Jaya, Depok. Yang
iii
telah memberikan izin dan kesempatan penulis untuk melaksanakan
penelitian.
7. Guru dan karyawan SD Putra Jaya, Depok. Terima kasih atas doanya.
8. Untuk ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan doa dan restu
tiada henti.
9. Teristimewa untuk Istriku tercinta Siti Hamidah, S.S dan anak-anak tersayang
Dzikri Muhammad Hasbulloh dan Anisa Syakira. Semoga menjadi Istri dan
anak-anak yang sholih dan sholihah yang bisa mendoakan kepada kedua
orang tuanya.
10. Terima kasih juga dihaturkan kepada pihak yang tidak tersebutkan namun
telah memberikan konstribusi yang berharga untuk penulis. Semoga Allah
SWT membalas kebaikan kalian.
Akhirnya hanya kepada Allah Swt sajalah penulis berharap semoga apa
yang penulis kerjakan mendapatkan keridhaan-Nya. Semoga skripsi yang masih
jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran serta kritik
konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.
Jakarta, Desember 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .. 1
B. Identifikasi Masalah 5
C. Pembatasan Masalah . 6
D. Perumusan Masalah . 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .. . 6
BAB II KAJIAN TEORI . 7
A. Akhlakul Karimah Siswa . 7
1. Pengerian Akhlak . . 7
2. Ruang Lingkup Ajaran Akhlak .. 8
3. Pengertian Akhlakul karimah .. .. 16
4. Manfaat Akhlakul Karimah . .. 17
5. Pengertian Siswa .... 20
6. Akhlakul Karimah Siswa. ... 22
B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Akhlakul
karimah Siswa. .............................................. 26
C. Hasil Penelitian Yang Relevan 28
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN . . 31
A. Tempat dan Jadwal Penelitian... 31
B. Metode Penelitian 31
C. Teknik Pengumpulan Data 32
D. Instrument penelitian 32
E. Teknik Analisis Data .. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN .. 41
A. Deskripsi Data.. 41
B. Analisis data 41
C. Interpretasi Data... 63
BAB V PENUTUP.. 68
A. Kesimpulan . 68
B. Saran-saran 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum pendidikan agama Islam (PAI) bertujuan untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang
agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.1
Dari beberapa tujuan pendidikan agama Islam tersebut, Peneliti memfokuskan
diri pada masalah akhlak mulia. Akhlak merupakan buah keimanan jika
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang berakhlak mulia akan
menunjukan kualitas keimanannya kepada Allah Swt.
Seseorang yang berakhlak mulia akan lebih meningkatkan kualitas ibadahnya,
dan berlomba-lomba mengerjakan kebaikan. Allah berfirman dalam Al-Quran:
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.
Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian
(pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
(Q.S. Al- Baqarah: 148)2
Akhlak merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang
kehadirannya hingga saat ini semakin dibutuhkan. Secara historis dan teologis
akhlak tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat
1 Nuraida dan Zahara, Psikologi Pendidikan Untuk Guru PAI, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. I, h. 21. 2 Al-Quran dan Terjemahnya (Madinah Munawwaroh: Mujamma al-Malik Fahd Li
Thibaat Al-Mush-haf Asy Syarif, 1990), Juz 2, h. 38.
2
dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad
Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat
bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau antara lain karena dukungan
akhlaknya yang terpuji.3
Seorang guru pendidikan agama Islam harus menjadi teladan yang baik bagi
peserta didiknya, agar ia memiliki pengaruh dalam mendidik, sehingga peserta
didik akan mencoba untuk meneladani perbuatan yang baik yang dilakukan oleh
guru tersebut. Seorang guru yang mengajak peserta didik untuk berakhlak mulia,
sedang akhlaknya sendiri tidak terpuji, maka tidak aka nada peserta didik yang
mau merespons ajakannya, melainkan akan menjatuhkan wibawanya sendiri
sebagai seorang guru.
Rasulullah Saw melalui sunahnya menganjurkan agar pembentukan dilakukan
melalui keteladanan. Hal ini didasarkan pada realita bahwa bahasa tubuh lebih
efektif dan berdampak lebih besar dibandingkan dengan bahasa lisan.
Dalam hal akhlakul karimah (akhlak mulia), selayaknya kita meneladani
akhlak Rasulullah Saw. Beliau senantiasa merendah dan berdoa sepenuh hati.
Beliau selalu memohon kepada Allah Swt agar menghiasi dirinya dengan adab-
adab yang baik dan akhlak mulia.
Saad bin Hisyam berkata, aku datang menemui Aisyah ra. Lalu bertanya
kepadanya mengenai akhlak Rasulullah Saw. Aisyah menjawab, apakah engkau
membaca Al-Quran, aku menjawab, benar, aku membaca Al-Quran. Aisyah
berkata, akhlak Rasulullah Saw adalah Al-Quran. Sesungguhanya Al-Quran
mengajarinya adab4.
Seorang guru yang baik hendaknya mencontoh kepribadian Nabi Muhammad
Saw, karena beliau adalah uswatun hasanah dan figur yang sempurna bagi semua
umat manusia di sepanjang masa. Allah Swt berfirman:
3 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),
cet. I, h. 149. 4 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak/ Budi pekerti Dalam Ibadah dan
tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005), Cet. II, h. 38-39.
3
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri taudan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.5
Menurut imam Al-Ghazali, guru pendidikan agama Islam perlu memiliki
kompetensi personal religious dan kompetensi professional religious. Kompetensi
personal religious menurut Al-Ghazali mencakup: kasih sayang terhadap peserta
didik dan memperlakukannya sebagai anak sendiri, peneladanan pribadi
Rasulullah, bersikap objektif, bersikap luwes dan bijaksana dalam menghadapi
peserta didik, dan bersedia mengamalkan ilmunya.
Lebih jauh, kompetensi professional religious juga menyajikan pelajaran
sesuai taraf kemampuan peserta didik, dan kepada peserta didik yang tidak
mampu, sebaiknya diberikan ilmu-ilmu yang global dan tidak detail.6
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam,
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.7
Secara umum pada tingkat sekolah dasar (SD), pendidikan agama Islam
mendapat porsi yang sedikit sekali, yaitu seminggu sekali. Padahal pada masa ini
peserta didik memerlukan pendidikan agama yang banyak, mengingat pendidikan
agama Islam yang mereka peroleh akan menjadi dasar untuk mereka ke depan.
Hal ini sangat memperihatinkan dunia pendidikan agama Islam pada zaman
sekarang, kerena tidak sesuai lagi dengan hakikat pendidikan, yaitu pendidikan
5 Al-Quran dan Terjemahnya, op. cit., h. 670.
6 Nuraida dan Zahara, op. cit., h. 25-26.
7 Ibid., h. 21.
4
bukan hanya mencerdaskan otak, akan tetapi mampu merubah tingkah laku
(akhlak) seseorang dari akhlak yang buruk menjadi akhlak yang baik.
Oleh karena itu, ada sekolah dasar yang mencoba menambahkan porsi
pelajaran agama Islamnya dengan memasukan pelajaran Fikih, akidah akhlak, Al-
Quran hadis, dan bahasa Arab pada pelajaran muatan lokalnya guna memfasilitasi
kebutuhan siswa akan pelajaran agama Islam, diantaranya SD Putra Jaya.
Dengan adanya penambahan pelajaran tersebut diharapkan para siswa
akan tercukupi denan baik kebutuhan tentang pelajaran agama sehingga
diharapkan menjadi siswa yang tidak hanya pintar secara kognisi tetapi juga
memiliki akhlak yang mulia.
Dari observasi yang penulis lakukan di SD Putra Jaya, terlihat para siswa
bersikap sopan kepada guru dan teman, meskipun ada beberapa anak yang terlihat
bercandanya keterlaluan terhadap temannya. Ketika sudah masuk waktu salat
zuhur para siswa bergegas menuju aula serbaguna sekolah untuk salat zuhur
berjamaah, ada juga siswa yang harus disuruh terlebih dahulu oleh guru. Di
ruang kelas terlihat bersih dan rapih meskipun ada meja atau bangku yang ada
coretannya sedikit. Ketika ada guru yang melintas terlihat ada siswa yang
menghampiri untuk mengucap salam dasn mencium tangan guru dan ada juga
siswa yang tidak memperdulikan kehadiran gurunya
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang: UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI SD PUTRA JAYA
.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dikemukakan dengan jelas apa
saja yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini, yaitu:
5
1. Kurangnya kesadaran guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan
dan mengembangkan kompetensinya.
2. Makna atau pengertian pendidikan yang tercantum dalam UU RI no 20
tahun 2003 belum sepenuhnya terlaksana, terutama dalam hal memiliki
akhlak mulia (akhlakuk karimah)
3. Pada tingkat sekolah dasar (SD), pendidikan agama Islam hanya
mendapatkan porsi yang sangat sedikit, sehingga pengajaran yang
diberikan belum mencapai sasaran.
4. Kurangnya keteladanan yang baik dari guru pendidikan agama Islam
kepada siswanya.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari terjadinya perluasan dan salah tafsir terhadap penelitian
ini, maka peneliti memberi batasan sebagai berikut:
1. Upaya guru Pendidikan Agama Islam yang dimaksud di sini adalah: a)
pendidikan dan pengajaran agama yang diberikan di kelas. b) metode
pembelajaran yang digunakan guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan akhlakul karimah siswa SD Putra Jaya.
2. Akhlakul karimah yang dimaksud di sini adalah: a) akhlak terhadap Allah
Swt. b) akhlak terhadap manusia. c) akhlak terhadap lingkungan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang
peneliti buat adalah:
1. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam
meningkatkan akhlakul karimah siswa SD Putra Jaya?
2. Bagaimana akhlakul karimah siswa SD Putra Jaya?
6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui dengan jelas upaya-upaya apa sajakah yang dilakukan
guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah
siswa SD Putra Jaya.
b. Mengetahui dengan jelas bagaimanakah akhlakul karimah siswa SD
Putra Jaya.
2. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain:
a. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada para pendidik untuk
selalu memberikan suri tauladan yang baik kepada siswa, agar mereka
mempunyai akhlak yang mulia.
b. Hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi guru
bidang studi agama Islam untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah
dan akhlaknya.
c. Menjadi bahan masukan bagi para peserta didik agar meningkatkan
kualitas akhlaknya menjadi lebih baik.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Akhlakul Karimah Siswa
1. Pengertian Akhlak
Secara bahasa, pengertian akhlak diambil dari bahasa Arab yang berarti:
(a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar khuluqun), (b) kejadian, buatan,
ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun). Adapun pengertian akhlak secara
terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, di antaranya Ibn
Maskawaih dalam bukunya Tahdzib al-Akhlak, beliau mendefinisikan akhlak
adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan
tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-
Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah
gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.19
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlak,
bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis (bersangkutan
dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan-
perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang
melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.20
Hal ini dikarenakan bahwa akhlak yang ditimbulkan sesuai dengan kadar
keimanan seseorang kepada Allah Swt. Jika iman seseorang sedang bertambah,
maka yang muncul adalah akhlak yang baik. Sebaliknya, jika iman seseorang
sedang berkurang, maka yang muncul adalah akhlak yang buruk.
Dalam pengertian lain, Akhlak secara etimologi (arti bahasa) berasal dari
kata khalaqa, yang kata asalnya khuluqun, yang berarti perangai, tabiat, adat atau
19
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
September 2006), cet. I, h. 151. 20
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), h.346.
8
khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu
berarti perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat.21
Suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat
dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak
berarti bahwa pada saat melakukan suatu perbuatan yang bersangkutan dalam
keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, mabuk. atau gila. Ketiga perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, berpura-pura
atau karena bersandiwara.22
Jadi, apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak ada
dalam perbuatan atau sikap seseorang, maka tidak dapat disebut sebagai akhlak.
2. Ruang Lingkup Ajaran Akhlak
Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran
Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak dalam
ajaran Islam mencakup berbagai aspek. dimulai akhlak terhadap Allah, hingga
kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda
tak bernyawa). Lebih jelasnya dapat disimak paparan berikut ini:
a. Akhlak Terhadap Allah Swt
Akhlak terhadap Allah Swt dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan sebagai
khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki
sebagaimana telah dijelaskan di atas.
21
Abu Ahmadi, dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, Agustus 2004), Cet. IV, h. 198. 22
Muhammad Alim, Op. cit., h. 151-152.
9
Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan
mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu: pertama, karena Allah
yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air yang
ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. Dalam ayat
lain Allah mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian
diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Setelah
itu menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut
dengan daging, dan selanjutnya diberi roh. Dengan demikian, sudah sepantasnya
manusia berterima kasih kepada yang menciptakan-Nya.
Kedua. karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping
anggota badan yang kokoh dan sempurna. Perlengkapan itu diberikan kepada
manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Penglihatan
dan pendengaran adalah sarana observasi, yang dengan bantuan akal mampu
untuk mengamati dan mengartikan kenyataan empiris. Hanya dengan proses
generalisasi empiris ini akan mengarahkan manusia bersyukur kepada pencipta-
Nya. Bersyukur berarti mampu memanfaatkan perlengkapan panca indera tersebut
menurut ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT.
Ketiga, karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya.
Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan menguasai daratan dan lautan. Maka, dengan kemampuan yang Allah
Swt berikan kepada manusia, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan
umat manusia, bukan untuk melakukan kerusakan dan menimbulkan mudharat
(bahaya) ke semua orang.
Meski Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia
sebagaimana disebutkan di atas, bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati.
Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan
tetapi sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah sewajarnya manusia menunjukkan
sikap akhlak yang pantas kepada Allah.
10
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dan
kegiatan menanamkan nilai-nilai akhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan
membentuk pendidikan keagamaan. Di antara nilai-nilai ketuhanan yang sangat
mendasar ialah:
1) Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi tidak
cukup hanya percaya kepada adanya Tuhan, melainkan harus meningkat
menjadi sikap mempercayai Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.
2) Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir
atau bersama manusia dimanapun manusia berada. Bertalian dengan ini, dan
karena menginsafi bahwa Allah selalu mengawasi manusia. maka manusia
harus berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik
mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak
dengan sikap sekadarnya saja.
3) Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia.
Kemudian manusia berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah,
dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya.
Takwa inilah yang mendasari budi pekerti luhur (al-akhlakul karimah).
4) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi
memperoleh keridhaan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup
mapun terbuka. Dengan sikap ikhlas, manusia akan mampu mencapai tingkat
tertinggi nilai karsa batinnya dan karsa lahirnya, baik pribadi maupun sosial.
5) Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh
harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa dia akan menolong manusia dalam
mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena manusia mempercayai
atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu
kemestian.
6) Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini
atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang
dianugerahkan Allah kepada manusia. Bersyukur sebenarnya sikap optimis
dalam hidup, senantiasa mengharap kepada Allah. Karena itu bersyukur
11
kepada Allah hakikatnya bersyukur kepada diri sendiri, karena manfaat yang
besar akan kembali kepada yang bersangkutan.
7) Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil,
lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis, karena keyakinan yang tak
tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-
Nya. Jadi, sabar adalah sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal
dan tujuan hidup, yaitu Allah SWT.
Semantara itu Quraish Shihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak
terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan kecuali Allah.
Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia,
malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Berkenaan akhlak kepada Allah
dilakukan dengan cara banyak memujinya. Selanjutnya sikap tersebut diteruskan
dengan senantiasa bertawakal kepada-Nya, yakni menjadikan tuhan sebagai satu-
satunya yang menguasai diri manusia.
b. Akhlak terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan
perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya
dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti
badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga kepada
sikap tidak menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di
belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Hal ini sesuai dengan Firman
Allah Swt dalam Al-Quran:
12
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-
cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang
menggunjing sebagian yang lain. (QS. Al-Hujurat: 12)23
Di sisi lain Al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya
melakukan perbuatan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin,
jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah
yang baik. Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar. jangan
mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk
tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau
memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan
hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa
yang dimaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Selain itu pula dianjurkan
agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah.
Untuk pegangan operasional dalam menjalankan pendidikan keagamaan,
kiranya nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia (nilai-nilai kemanusiaan)
berikut ini patut sekali untuk dipertimbangkan, antara lain:
1) Silaturahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia,
khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya.
Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahm, rahmah) sebagai satu-satunya sifat
ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta
kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya.
2) Persaudaraan (ukhuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara
sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah Islamiyah). Intinya adalah agar
manusia tidak mudah merendahkan golongan lain. Tidak merasa lebih baik
atau lebih rendah dari golongan lain, tidak saling menghina, saling mengejek,
banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain dan suka
mengumpat (membicarakan) keburukan orang lain. Karena pada dasarnya
umat Islam adalah bersaudara, maka jika terjadi perselisihan diantara mereka,
23
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 517.
13
sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mendamaikannya. Hal ini
sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Quran:
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah
kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.24
3) Persamaan (al-musawah), yaitu pandangan bahwa semua manusia sama harkat
dan martabatnya. Tanpa memandang jenis kelamin, ras, ataupun suku bangsa.
Tinggi rendah manusia hanya berdasarkan ketakwaannya yang penilaian dan
kadarnya hanya Tuhan yang tahu.
4) Adil, yaitu wawasan yang seimbang (balance) dalam memandang, menilai
atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Jadi, tidak secara apriori (masa
bodoh) dalam menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada sesuatu
atau seseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkannya dari berbagai
segi secara jujur dan seimbang, penuh itikad baik dan bebas dari prasangka.
5) Baik sangka (husnu-zhan), yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama
manusia. Berdasarkan ajaran agama, pada hakikat aslinya bahwa manusia itu
adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian
asal yang suci. Sehingga manusia adalah makhluk yang memiliki
kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan (hanif).
6) Rendah hati (tawadhu), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa
segala kemuliaan hanya milik Ailah. Maka, tidak sepantasnya manusia
mengklaim kemuliaan kecuali dengan pikiran dan perbuatan yang baik, yang
itu pun hanya Allah yang akan menilainya. Sikap rendah hati selaku orang
beriman adalah suatu kemestian, hanya kepada mereka yang jelas-jelas
menentang kebenaran, manusia dibolehkan untuk bersikap tinggi hati.
7) Tepat janji (al-wafa). Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah
sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian. Dalam masyarakat
24
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 516.
14
dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji
merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji.
8) Lapang dada (insyiraf), yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan
pandangan orang lain. Ketika ada seseorang yang memberikan pendapat
terhadap suatu masalah, maka hendaknya mendengarkan terlebih dahulu
pendapatnya sampai selesai, sebelum mengomentari pendapat orang tersebut.
9) Dapat dipercaya (al-amanah). Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau
penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah
lawan dari khianat yang amat tercela.
10) Perwira (iffah atau taaffuf). yaitu sikap penuh harga diri namun tidak
sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas
atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan
pertolongan orang lain.
11) Hemat (qawamiyah), yaitu sikap tidak boros (isyraf) dan tidak pula kikir
(qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam) antara keduanya.
Yaitu menggunakan harta seperlunya saja dan lebih mendahulukan kebutuhan
daripada keinginan.
12) Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infaq), yaitu sikap kaum beriman yang
memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama
mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta
benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab
manusia tidak akan memperoleh kebajikan sebelum mendermakan sebagian
dari harta benda yang dicintainya.
Sama halnya dengan nilai-nilai ketuhanan yang membentuk ketakwaan,
maka nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk akhlak mulia di atas tentu masih
dapat ditambah dengan deretan nilai yang banyak sekali. Namun, kiranya apa
yang telah disampaikan di atas dapat menjadikan pijakan ke arah pemahaman dan
dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bersosial.
15
c. Akhlak terhadap Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di
sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya
interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan
mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap
makhluk mencapai tujuan penciptanya. Karena pada dasarnya, Allah Swt
menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, untuk mengelola dan
mengambil manfaat dari segala sesuatu yang dianugerahkan (diberikan) Allah Swt
di muka bumi ini. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Quran:
Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi
dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk
mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha
Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Anam: 165)25
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah
sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak
memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptanya.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses
yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang
demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan
pengrusakan, bahkan dengan kata lain, setiap pengrusakan terhadap lingkungan
harus dinilai sebagai pengrusakan pada diri manusia sendiri.
25
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 150.
16
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya
diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki
ketergantungan kepada-Nya. Hal ini dapat menambah keyakinan seorang muslim.
untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang Allah Swt ciptakan di alam semesta
ini, pasti semuanya akan kembali kepada-Nya.
Dari uraian di atas memperlihatkan bahwa akhlak Islam sangat
komprehensif (menyeluruh) dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan
Tuhan. Hal yang demikian dilakukan karena secara fungsional seluruh makhluk
tersebut satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu
bagian dari makhluk Tuhan akan berdampak negatif bagi makhluk lainnya.26
3. Pengertian Akhlakul Karimah
Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya
khuluqun yang berarti perangai, tabiat, adat atau khalqun yang berarti kejadian.
buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, adat, tabiat, atau
sistem perilaku yang dibuat. Sedangkan menurut terminologi (istilah), akhlak
merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa sebagai hasil dari proses pendidikan,
yang dalam melakukannya berlangsung secara spontan (tanpa melalui
pertimbangan) terlebih dahulu.
Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung
kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di
Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, jadi orang yang
berakhlak berarti orang yang berakhlak baik.
Akhlak atau sistem perilaku ini terjadi melalui satu konsep atau
seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu harus
terwujud. Konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana
sebaiknya akhlak itu seharusnya disusun oleh manusia di dalam sistem ideanya.
Sistem idea ini adalah hasil proses (penyebaran) dari pada kaidah-kaidah yang
dihayati dan dirumuskan sebelumnya (norma yang bersifat normatif dan norma
yang bersifat deskriptif). Kaidah atau norma yang merupakan ketentuan ini timbul
26
Ibid, h. 152-158.
17
dari satu sistem nilai yang terdapat pada Al-Quran atau Sunnah yang telah
dirumuskan melalui wahyu ilahi maupun yang disusun oleh manusia sebagai
kesimpulan dari hukum-hukum yang terdapat dalam alam semesta yang
diciptakan Allah SWT.
Setelah pola perilaku terbentuk maka sebagai kelanjutannya akan lahir
hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk material (artifacts) maupun
non-material (konsepsi, idea). Jadi akhlak yang baik itu (Akhlakul Karimah) ialah
pola perilaku yang dilandaskan dan dimanifestsikan pada nilai-nilai Iman, Islam
dan Ihsan. Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang ihsan disebut muhsin berarti
orang yang berbuat baik.
Setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan perilaku
yang sesuai atau dilandaskan kepada aqidah dan syariah Islam disebut ihsan.
Dengan demikian akhlak dan ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu
sistem yang lebih besar yang disebut akhlakul karimah. Dengan perkataan lain,
akhlak adalah pranata perilaku yang mencerminkan struktur dan pola perilaku
manusia dalam segala aspek kehidupan, sedangkan ihsan adalah pranata nilai yang
menentukan attribute kualitatif dari pada pribadi (akhlak). Jadi, akhlak yang
berkualitas Ihsan adalah akhlakul karimah. Dan orang yang berakhlakul karimah
disebut muhsin.27
4. Manfaat Akhlakul Karimah
Suatu ilmu dipelajari karena ada kegunaannya. Di antara ilmu-ilmu
tersebut ada yang memberikan kegunaan dengan segera dan ada pula yang dipetik
buahnya setelah agak lama diamalkan dengan segala ketekunan. Jadi, semua ilmu
pengetahuan yang dipelajari pasti ada manfaatnya, baik secara cepat maupun
lambat.
Demikian pula ilmu akhlak sebagai salah satu cabang ilmu agama Islam
yang juga menjadi kajian filsafat, mengandung berbagai kegunaan dan manfaat.
27
Zakiah Daradjat, dkk., Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), cet.
X. h. 253-256.
18
Oleh karena itu, mempelajari ilmu ini akan membuahkan hikmah yang besar bagi
yang mempelajarinya di antaranya:
a. Kemajuan Rohaniah
Tujuan ilmu pengetahuan ialah meningkatkan kemajuan manusia di bidang
rohaniah (mental spiritual). Orang yang berilmu tidaklah sama derajatnya dengan
orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu, praktis memiliki keutamaan
dengan derajat yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam
Al-Quran:
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha
teliti apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah: 11)28
Dengan demikian, tentulah orang-orang yang mempunyai pengetahuan
dalam ilmu akhlak lebih utama daripada orang-orang yang tidak mengetahuinya.
Dengan pengetahuan ilmu akhlak dapat mengantarkan seseorang kepada jenjang
kemuliaan akhlak. Karena dengan ilmu akhlak, seseorang akan dapat menyadari
mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang jahat. Dengan ilmu akhlak
yang dimilikinya, seseorang akan selalu berusaha memelihara diri agar senantiasa
berada pada garis akhlak yang mulia, dan menjauhi segala bentuk tindakan yang
tercela yang dimurkai oleh Allah.
b. Penuntun Kebaikan
Ilmu akhlak bukan sekedar memberitahukan mana yang baik dan mana
yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong manusia supaya
membentuk hidup yang lurus dengan melakukan kebaikan yang mendatangkan
manfaat bagi sesama manusia.
28
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 543.
19
c. Kebutuhan Primer dalam Keluarga
Sebagaimana halnya makanan, minuman, pakaian dan rumah, akhlak juga
sebagai panduan moral adalah kebutuhan primer bagi manusia, terutama dalam
keluarga. Karena pendidikan yang pertama dan utama adalah dari lingkungan
keluarga terlebih dahulu.
Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga sejahtera.
Keluarga yang tidak dibina dengan tonggak akhlak yang baik, tidak akan dapat
bahagia, sekalipun kekayaan materilnya melimpah ruah. Sebaliknya terkadang
suatu keluarga serba kekurangan dalam ekonomi namun dapat bahagia berkat
pembinaan akhlak.
Keharmonisan keluarga, jalinan cinta kasih dan kasih sayang, terlahir dari
akhlak yang luhur. Segala tantangan dan badai rumah tangga yang sewaktu-waktu
datang melanda, dapat diatasi dengan rumus-rumus akhlak.
d. Kerukunan Antartetangga
Tidak cuma dalam keluarga, pada lingkungan yang lebih luas, dalam hal
ini hubungan antar tetangga pun memerlukan akhlak yang baik. Untuk membina
kerukunan antar tetangga diperlukan pergaulan yang baik, dengan jalan
mengindahkan kode etik bertetangga.
e. Pembinaan Para Remaja
Para orang tua, kaum pendidik dan aparat penegak hukum seringkali
dipusingkan oleh masalah kenakalan remaja. berbagai kasus kenakalan remaja,
seperti penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba), pemerkosaan, perkelahian,
perampokan, dan sebagainya. Masalahnya kembali kepada akhlak remaja itu
sendiri. Remaja yang nakal biasanya remaja yang tidak mengenal akhlak dan
salah dalam memilih pergaulan.
Sebaliknya tidak sedikit pula remaja yang menyejukkan pandangan mata.
karena kesopanan dan tingkah lakunya yang baik dan selalu berbuat kebaikan.
Remaja yang demikian adalah remaja yang saleh dan berakhlak.
20
Dengan mempelajari akhlak ini akan dapat menjadi sarana bagi
terbentuknya insan kamil (manusia sempurna, ideal). Insan kamil dapat diartikan
sebagai manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat
berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan Allah dan dengan
makhluk lainnya secara benar sesuai dengan ajaran akhlak. Manusia yang akan
selamat hidupnya di dunia dan akhirat.29
5. Pengertian Siswa
Banyak sinonim (persamaan kata) yang digunakan dalam menyebut kata
siswa, yaitu peserta didik, anak didik, dan murid. Dengan berpijak pada
paradigma belajar sepanjang masa, maka istilah yang tepat untuk menyebut
individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik. Peserta
didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga
pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikhususkan bagi
individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik ini juga
mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di sekolah (pendidikan
formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti Majlis Talim,
Paguyuban, dan sebagainya.
Sama halnya dengan teori Barat, peserta didik dalam pendidikan Islam
adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis,
sosial, dan religious dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.
Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang
belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya
dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta
didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik masyarakat sekitarnya,
dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.
Dalam istilah tasawuf, peserta didik sering kali disebut dengan murid
atau thalib. Secara etimologi, murid berarti orang yang menghendaki.
Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah
bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan
29
Muhammad Alim. Op. cit., h. 158-162.
21
thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedang menurut istilah tasawuf
adalah penempuh jalan spiritual, di mana ia berusaha keras menempuh dirinya
untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut
peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk
perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa (thalib).
Istilah murid atau thalib ini sesungguhnya memiliki kedalaman makna
daripada penyebutan siswa. Artinya, dalam proses pendidikan itu terdapat
individu yang secara sungguh-sungguh menghendaki dan mencari ilmu
pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa istilah murid dan thalib menghendaki
adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada
pendidik. Namun, dalam pepatah dinyatakan: tiada tepuk sebelah tangan.
Pepatah ini mengisyaratkan adanya active learning bagi peserta didik dan active
teaching bagi pendidik, sehingga kedua belah pihak menjadi gayung
bersambung dalam proses pendidikan agar tercapai hasil secara maksimal.30
Murid atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Di dalam proses belajar-
mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan
kemudian ingin mencapainya secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu,
sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai
tujuan belajarnya.
Selanjutnya, murid atau anak didik juga memiliki kepribadian yang unik,
yaitu mempunyai potensi dan mengalami proses perkembangan. Dalam proses
perkembangan itu, anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan
coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu
kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain.31
Terlepas dari berbagai pengertian tentang siswa atau penyebutan nama lain
dari siswa, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa siswa merupakan
seseorang yang mempelajari suatu ilmu pengetahuan kepada seorang guru, agar
30
Abdul Mujib dan Mudzakkir, Op. cit, h. 103-104. 31
Zakiah Daradjat. dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), h. 268.
22
mereka mengalami perkembangan, baik secara Psikologis (kejiwaan) maupun
Intelektual (kecerdasan).
6. Akhlakul Karimah Siswa
Akhlakul karimah siswa merupakan pedoman yang baik dalam bertingkah
laku, sesuai dengan norma-norma yang bersumber dari ajaran Islam. Akan tetapi,
yang dimaksud dengan akhlakul karimah siswa atau peserta didik dalam hal ini
bukan hanya berkaitan dengan ucapan, sikap, dan perbuatan yang harus
ditampakkan oleh peserta didik dalam pergaulan di lingkungan sekolah maupun di
luar sekolah, melainkan berbagai ketentuan lainnya yang memungkinkan dapat
mendukung efektivitas proses belajar mengajar. Pengetahuan terhadap akhlakul
karimah peserta didik ini bukan hanya perlu diketahui oleh setiap peserta didik
dengan tujuan agar menerapkannya, melainkan juga perlu diketahui oleh setiap
pendidik, agar dapat mengarahkan dan membimbing para peserta didik untuk
mengikuti akhlakul karimah tersebut.
Akhlakul karimah siswa itu ada yang berhubungan dengan akhlak terhadap
Allah Swt, sesama manusia dan dengan lingkungan. Akhlakul karimah siswa
terhadap Allah Swt antara lain berkaitan dengan kepatuhan dalam melaksanakan
semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Adapun akhlakul karimah siswa
terhadap manusia, antara lain berkaitan dengan kepatuhan dalam melaksanakan
semua perintah orang tua dan guru, menaati peraturan pemerintah, menghargai
dan menghormati kerabat, teman dan manusia pada umumnya, adat istiadat dan
kebiasaan positif yang berlaku di masyarakat. Adapun akhlakul karimah siswa
terhadap lingkungan, antara lain berkaitan dengan kepedulian terhadap
pemeliharaan lingkungan alam dan lingkungan sosial, seperti peduli terhadap
kebersihan, ketertiban, keindahan, keamanan, dan kenyamanan.
Di samping akhlakul karimah secara umum sebagaimana tersebut di atas,
terdapat pula akhlakul karimah yang secara khusus berkaitan dengan tugas dan
fungsi sebagai siswa. Akhlak yang secara khusus ini penting dimiliki setiap siswa
dalam rangka mendukung efektivitas atau keberhasilannya dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Di kalangan para ahli pendidikan terdapat gagasan
23
yang berkaitan dengan rumusan tentang akhlakul karimah yang khusus ini dengan
menggunakan latar belakang pendekatan yang berbeda-beda. Dengan
menggunkan pendekatan tasawuf dan fiqh, Imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip
Fathiyah Hasan Sulaiman misalnya menganjurkan agar siswa memiliki niat
ibadah dalam menuntut ilmu, menjauhi kecintaan terhadap duniawi (zuhud),
bersikap rendah hati (tawadhu), menjauhkan diri dari pemikiran para ulama yang
saling bertentangan, mengutamakan ilmu-ilmu yang terpuji untuk kepentingan
akhirat dan dunia, memulai belajar dari yang mudah menuju yang sukar, dari yang
konkret menuju yang abstrak, dari ilmu yang fardhu ain menuju ilmu yang fardhu
kifayah, tidak berpindah pada pelajaran yang lain sebelum menuntaskan pelajaran
yang terdahulu, mengedepankan sikap ilmiah (scientific) dalam mempelajari suatu
ilmu, mendahulukan ilmu agama daripada ilmu umum, mengenal nilai-nilai
pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, serta mengikuti nasihat pendidik.
Selanjutnya, Mohammad Athiyah al-Abrasyi lebih jauh menyebutkan dua
belas kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap peserta didik yang ingin
memperoleh keberkahan dan manfaat ilmu. Kedua belas kewajiban ini sebagai
berikut:
a. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela
Sebelum mulai belajar, siswa harus terlebih dahulu membersihkan dirinya
dari segala sifat yang buruk, karena belajar dan mengajar dianggap sebagai ibadah,
dan setiap ibadah tidak sah kecuali disertai hati yang suci, berhias dengan moral
yang baik, seperti berkata benar, ikhlas, takwa, rendah hati, zuhud, menerima apa
yang ditentukan tuhan, serta menjauhi sifat-sifat yang buruk seperti iri, dengki,
benci, sombong, tinggi hati, angkuh, dan menipu.
b. Memiliki niat yang mulia
Seorang peserta didik agar menghias dirinya dengan sifat-sifat yang utama,
selalu mendekatkan diri kepada Allah, tidak menggunakan ilmu yang dipelajari
untuk menonjolkan atau menyombongkan diri, bermegah-megah atau pamer
kepandaian.
24
c. Meninggalkan kesibukan duniawi
Dalam rangka memperdalam ilmu pengetahuan, seorang pelajar harus rela
dan bersedia meninggalkan kampung halaman, tanah air dan keluarganya, tidak
ragu-ragu dan siap berpergian ke tempat yang paling jauh sekalipun.
d. Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru
Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru merupakan salah satu
akhlak terpuji yang harus dilakukan oleh peserta didik. Caranya antara lain
dengan tidak terlalu banyak berganti-ganti guru. Pada dasarnya berganti guru
tidak dilarang. Namun jika terlalu sering berganti-ganti guru, selain akan
menyebabkan terganggunya kesinambungan pelajaran, juga dapat menimbulkan
hubungan yang kurang harmonis dengan guru.
e. Menyenangkan hati guru
Menyenangkan hati para guru merupakan salah satu akhlak yang perlu
dilakukan oleh peserta didik. Caranya antara lain tidak terlalu banyak bertanya
yang merepotkan guru. Bertanya tentang sesuatu yang belum diketahui kepada
para guru pada dasarnya merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Namun jika
pertanyaan tersebut sifatnya menguji guru atau memotong pembicaraan guru,
serta merepotkannya, maka sebaiknya dihindari. Demikian pula berjalan-jalan di
depan guru, menempati tempat duduknya, dan mendahului dalam pembicaraan
adalah perbuatan yang kurang sopan terhadap guru.
f. Memuliakan guru
Menghormati, memuliakan, dan mengagungkan para guru atas dasar
karena Allah SWT merupakan perbuatan yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Hal yang demikian penting dilakukan, karena selain akan menimbulkan kecintaan
dan perhatian guru terhadap murid, juga akan meningkatkan martabat murid itu
sendiri.
25
g. Menjaga rahasia guru
Menjaga rahasia atau privasi guru merupakan perbuatan mulia yang harus
dilakukan peserta didik. Untuk itu hendaknya jangan membuka rahasia guru,
menipu guru, dan meminta membukakan rahasia kepada guru. Selain itu
hendaknya menerima permintaan maaf dari guru bila terselip kesalahan.
h. Menunjukkan sikap sopan dan santun kepada guru
Menunjukkan sikap sopan dan santun kepada guru merupakan akhlak
mulia yang harus dilakukan para siswa. Caranya antara lain dengan memberi
salam kepada guru, mengurangi percakapan dihadapan guru, tidak menceritakan
atau menggunjingkan keburukan orang lain dihadapan guru dan lainnya, dan
jangan pula menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
pribadi (privasi) guru. Hal yang demikian dilakukan, agar kehormatan dan
martabat guru dapat terpelihara dengan baik yang selanjutnya akan memuliakan
dan meninggikan martabat peserta didik.
i. Tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar
Tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar merupakan akhlak yang
mulia, karena ketekunan dan kesungguhan merupakan kunci sukses dalam segala
usaha. Caranya antara lain dengan menunjukkan tanggung jawab, komitmen, dan
kesungguhan dalam memanfaatkan waktu secara efesien dan efektif untuk
memperoleh ilmu pengetahuan, dengan terlebih dahulu mengutamakan ilmu yang
lebih penting, ilmu-ilmu dasar yang dapat digunakan untuk memperdalam ilmu
lainnya.
j. Memilih waktu belajar yang tepat
Memilih waktu belajar yang tepat akan memberi pengaruh bagi
keberhasilan dalam menguasai pengetahuan. Selain harus belajar tekun dan
bersungguh-sungguh, seorang peserta didik juga harus mengulangi pelajaran di
waktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara Isya dan makan sahur merupakan
waktu yang penuh berkah.
26
k. Belajar sepanjang hayat
Memiliki tekad yang kuat untuk belajar sepanjang hayat merupakan akhlak
terpuji. Hal yang demikian perlu dilakukan. karena dari waktu ke waktu
perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, teknologi, desain dan lainnya
selalu mengalami perkembagan yang amat pesat. Untuk itu setiap peserta didik
agar bertekad untuk belajar hingga akhir hayat, tidak meremehkan sesuatu cabang
ilmu, tetapi hendaknya menganggap bahwa setiap ilmu ada faedahnya, jangan
meniru-niru apa yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang
mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantik dan filsafat.
l. Memelihara rasa persaudaraan dan persahabatan.
Memelihara rasa persaudaraan, persahabatan, saling menyayangi, saling
mencintai, saling menolong, saling melindungi di antara teman dalam hal
kebaikan dan ikhlas karena Allah SWT merupakan akhlak mulia yang harus
dilakukan oleh para peserta didik. Hal yang demikian penting dilakukan, karena
akan dapat memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapi selama menuntut ilmu.
serta dalam perjalanan hidup selanjutnya.32
B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan
Akhlakul Karimah Siswa
Guru merupakan orang yang digugu (dipatuhi) dan ditiru, banyak istilah
untuk menyebut namakan guru yang menjadi tugas dan fungsi guru. Eksistensi
(keberadaan) guru dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan dengan
apapun. Terutama masalah figur dan keteladanannya, hal ini mengingat guru
bukan hanya sekedar transfer ilmu saja melainkan lebih dari itu dalam konsep
Islam adalah sebagai penginternalisasian nilai yang bersumber dari ajaran Islam.
Dalam Islam juga sosok guru harus memahami karakteristik peserta didik
sehingga pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan jiwa anak didik. Karenanya
setiap guru dituntut memiliki berbagai ilmu pengetahuan kecakapan baik
32
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, November 2010). cet. I, h.
181-186.
27
kepribadian maupun seperangkat ilmu yang mendukung kelancaran tugas dan
fungsinya sebagai pencerah dan pembina jasmani dan rohani siswa.
Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul
karimah siswa dapat dilakukan, apabila guru PAI tersebut telah meningkatkan
kompetensinya dalam mengajar. Karena bagaimanapun juga siswa akan mengikuti
segala sesuatu yang diberikan maupun yang dicontohkan oleh guru PAI tersebut.
Menurut Abdul Mujib dan Mudzakkir, dalam bukunya Ilmu Pendidikan
Islam, menyebutkan bahwa, ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah
siswa, yaitu:
1. Kompetensi Personal-Religius
Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah
menyangkut kepribadian agamis atau kesalehan pribadi. artinya pada dirinya
melekat nilai-nilai baik yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta
didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab,
musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban, dan sebagainya.
Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi
(pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan peserta didik, baik
langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih
tindakan) antara keduanya.
2. Kompetensi Sosial-Religius
Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya
terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap
gotong-royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia),
sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim dalam
rangka transinternalisasi sosial atau interaksi sosial antara pendidik dan peserta-
peserta didik.
3. Kompetensi Profesional-Religius
Kemampuan dasar ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan
tugas keguruannya secara professional, dalam arti mampu membuat keputusan
28
29
30
31
32
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Sekolah yang dijadikan tempat untuk melakukan kegiatan penelitian ialah
SD Putra Jaya (Jalan KH Abdurrahman Rt 01/01 Desa Pondok Jaya Kec.
Cipayung, Depok), dan waktu penelitian dilakukan pada tanggal 01-06 September
2014. Peneliti memilih sekolah tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Peneliti sudah mengenal keadaan sekolah tersebut, sehingga memudahkan
dalam melakukan penelitian.
2. Sekolah tersebut memungkinkan dalam melaksanakan penelitian, baik dari
segi jarak maupun keadaan sekolah.
3. Penulis mengajar pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan untuk
mendapatkan informasi yang relevan.
B. Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti, maka metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analisis
deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran tentang upaya guru pendidikan
agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya (Jalan
KH. Abdurrahman Rt 01/01 Desa Pondok Jaya Kec. Cipayung, Depok).
Untuk memudahkan data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan
menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian
kepustakaan (Library research), yaitu pengumpulan data dan informasi dengan
bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan,
misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah, catatan kisah sejarah, surat kabar,
internet dan sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Dan penelitian
lapangan (Field research)1, yaitu penulis menghimpun informasi, data dan fakta
dari objek yang diteliti untuk menemukan secara khusus dari realitas yang tengah
terjadi di lapangan agar lebih obyektif dan akurat, tentang upaya guru pendidikan
1 Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), Cet. I, h.4.
31
32
agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya (Jalan
KH. Abdurrahman Rt 01/01 Desa Pondok Jaya Kec. Cipayung, Depok).
C. Teknik pengumpulan data
Berdasarkan apa yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka peneliti
hanya mengambil teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Angket atau kuesioner
Angket atau kuesioner adalah suatu pengumpulan data dengan
memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan kepada responden
dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan tersebut.2 Dalam
penelitian ini, penulis menjadikan siswa kelas V (Lima) SD Putra Jaya sebagai
responden. Hal ini sangat penting bagi penulis untuk mendapatkan informasi
tentang upaya guru PAI dan akhlakul karimah siswa.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan kepada responden dan mencatat atau merekam jawaban-jawaban
responden.3
Dalam penelitian ini, penulis menjadikan guru PAI sebagai objek
yang diwawancarai untuk mendapatkan informasi tentang upaya guru PAI dalam
meningkatkan akhlakul karimah siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan seperangkat alat untuk menggali atau
mencari data primer dari responden sebagai sumber data dalam sebuah
penelitian.4
Di bawah ini tabel instrument kisi-kisi penelitian upaya guru pendidikan
agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa.
2 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Februari 2011), cet. XI, h. 49. 3 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), cet. X, h.
173. 4 Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana. 2007), cet.
III. h. 59.
33
TABEL 3.1
Instrumen Kisi-kisi Angket
Pokok Pertanyaan: Upaya Guru PAI dalam Meningkatkan Akhlakul
Karimah Siswa.
Sub Pokok
Pertanyaan Aspek yang Diungkap
Butir
Soal
Jumlah
Soal
Pendidikan dan
pengajaran agama
yang diberikan di
kelas.
1. Ranah Kognitif:
Memberikan pemahaman tentang
akhlak yang baik dan buruk.
Memberikan pemahaman tentang
keuntungan orang yang
berakhlak baik.
Memberikan pemahaman tentang
mudharat (bahaya) orang yang
berakhlak buruk.
2. Ranah Psikomotorik:
Mengajarkan siswa berakhlak
yang baik.
Memberikan bimbingan yang
baik kepada siswa dalam
melakukan perbuatan.
3. Ranah Afektif:
Memberikan apresiasi
(penghargaan) kepada siswa
yang berakhlakul karimah.
Memberikan motivasi kepada
siswa untuk berakhlakul
karimah.
Memberikan teguran dan
arahan kepada siswa yang
1
2
3
4
5
6
7
8
1
1
1
1
1
1
1
1
34
berakhlak buruk.
Metode
Pembelajaran yang
Digunakan Guru
PAI dalam
Meningkatkan
Akhlakul Karimah
Siswa.
1. Pengajaran:
Memberikan pemahaman
tentang berakhlak yang baik.
Memberikan pemahaman
tentang keuntungan orang
yang berakhlakul karimah.
2. Bimbingan:
Memberikan nasehat yang
baik kepada siswa.
Memberikan suri tauladan
(contoh) yang baik kepada
siswa.
3. Pelatihan:
Melatih dan membiasakan
siswa untuk berakhlak yang
baik.
Memperbaiki kebiasaan-
kebiasaan buruk siswa
dengan kebiasaan-kebiasaan
yang baik.
9
10
11,12
1
1
2
JUMLAH 12
TABEL 3.2
Instrumen Kisi-kisi Angket
Pokok Pertanyaan: Akhlakul Karimah Siswa Kelas V SD Putra Jaya
Sub Pokok
Pertanyaan Aspek yang Diungkap
Butir
Soal
Jumlah
Soal
Akhlak Terhadap Berdoa kepada Allah SWT 1, 2 2
35
Allah SWT ketika akan melakukan segala
perbuatan baik.
Membaca wirid-wiridan setelah
selesai sholat.
Melaksanakan sholat fardhu lima
waktu secara berjamaah.
Melaksanakan sholat-sholat
sunnah.
Melaksanakan puasa-puasa
sunnah.
Berpakaian rapih dan suci ketika
akan melaksanakan sholat.
Menggunakan tangan kanan saat
makan dan minum.
3
4
5, 6
7
8, 9
10
1
1
2
1
2
1
Akhlak Terhadap
Manusia
Saling tolong-menolong ketika
seseorang mengalami kesulitan.
Selalu berbuat adil dalam
memutuskan perkara atau
masalah.
Bersedekah kepada orang lain.
Senantiasa memaafkan kesalahan
orang lain.
Selalu menepati janji dengan
orang lain.
Saling memberikan nasehat
untuk melakukan kebaikan.
Mengucapkan salam ketika
bertemu dengan orang lain.
Menghadiri undangan orang lain.
11
12
13
14, 15
16
17, 18
19, 20, 21
22
1
1
1
2
36
Akhlak Terhadap
Lingkungan
Senantiasa menjaga kebersihan
dan keindahan lingkungan.
Ikut serta dalam merawat dan
memelihara lingkungan.
Menjaga kebersihan di
lingkungan masyarakat.
Menjaga kebersihan anggota
badan dan pakaian.
23, 24, 25
26, 27
28
29, 30
3
2
1
2
JUMLAH 30
TABEL 3.3
Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran
Pokok Pertanyaan: Pendidikan dan Pengajaran Agama yang
diberikan di Kelas.
Sub Pokok
Pertanyaan Aspek yang Diungkap Pertanyaan
Pendidikan dan
pengajaran agama
yang diberikan di
kelas.
1. Ranah Kognitif:
Memberikan pemahaman
tentang akhlak yang baik dan
buruk.
Memberikan pemahaman
tentang keuntungan orang
yang berakhlak baik.
Memberikan pemahaman
tentang mudharat (bahaya)
orang yang berakhlak buruk.
2. Ranah Psikomotorik:
Mengajarkan siswa
berakhlak yang baik.
Memberikan bimbingan
1. Bagaimanakah
akhlakul karimah
dikenalkan kepada
para siswa?
2. Dengan cara apa
bapak
mengajarkan siswa
berakhlak yang
baik?
37
yang baik kepada siswa
dalam melakukan perbuatan.
3. Ranah Afektif:
Memberikan apresiasi
(penghargaan) kepada siswa
yang berakhlakul karimah.
Memberikan motivasi
kepada siswa untuk
berakhlakul karimah.
Memberikan teguran dan
arahan kepada siswa yang
berakhlak buruk.
3. Bagaimanakah
tanggapan atau
respon bapak
terhadap siswa
yang berakhlak
baik dan buruk?
TABEL 3.4
Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran
Pokok Pertanyaan: Metode Pembelajaran yang Digunakan Guru PAI dalam
Meningkatkan Akhlakul Karimah Siswa.
Sub Pokok
Pertanyaan Aspek yang Diungkap Pertanyaan
Metode
Pembelajaran yang
Digunakan Guru
PAI dalam
Meningkatkan
Akhlakul Karimah
Siswa.
1. Pengajaran:
Memberikan pemahaman
tentang berakhlak yang baik.
Memberikan pemahaman
tentang keuntungan orang
yang berakhlakul karimah.
2. Bimbingan:
Membimbing dan
mengarahkan siswa untuk
berakhlak yang baik.
4. Bagaimanakah
akhlak ditanamkan
kepada para
siswa?
5. Bimbingan dan
arahan seperti apa
yang bapak
berikan kepada
siswa agar
38
Memberikan suri tauladan
(contoh) yang baik kepada
siswa.
3. Pelatihan:
Melatih dan membiasakan
siswa untuk berakhlak yang
baik.
Memperbaiki kebiasaan-
kebiasaan buruk siswa
dengan kebiasaan-kebiasaan
yang baik.
mempunyai akhlak
yang baik?
6. Cara atau metode
apa yang sering
bapak lakukan
untuk
memperbaiki
akhlak siswa yang
buruk agar
memiliki akhlak
yang baik?
7. Bagaimanakah
bapak
mempertahankan
atau meningkatkan
siswa yang telah
berakhlak baik?
TABEL 3.5
Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran Pokok
Pertanyaan: Akhlakul Karimah Siswa di SD Putra Jaya
Sub Pokok
Pertanyaan Aspek yang Diungkap Pertanyaan
1. Akhlak Kepada
Allah SWT.
Berdoa kepada Allah SWT
ketika akan melakukan
segala perbuatan baik.
Membaca wirid-wiridan
setelah selesai sholat.
Melaksanakan sholat fardhu
8. Bagaimanakah
menurut bapak
akhlak siswa
kepada Allah Swt
terutama masalah
sholat?
39
lima waktu secara
berjamaah.
Melaksanakan sholat-sholat
sunnah.
Melaksanakan puasa-puasa
sunnah.
Berpakaian rapih dan suci
ketika akan melaksanakan
sholat.
Menggunakan tangan kanan
saat makan dan minum.
2. Akhlak Kepada
Sesama
Manusia.
Saling tolong-menolong
ketika seseorang mengalami
kesulitan.
Selalu berbuat adil dalam
memutuskan perkara atau
masalah.
Bersedekah kepada orang
lain.
Senantiasa memaafkan
kesalahan orang lain.
Selalu menepati janji dengan
orang lain.
Saling memberikan nasehat
untuk melakukan kebaikan.
Mengucapkan salam ketika
bertemu dengan orang lain.
Menghadiri undangan orang
lain.
9. Bagaimanakah
menurut bapak
akhlak siswa
kepada sesama
manusia terutama
kepada temannya?
3. Akhlak Kepada Senantiasa menjaga 10. Bagaimanakah
40
Lingkungan. kebersihan dan keindahan
lingkungan.
Ikut serta dalam merawat
dan memelihara lingkungan.
Menjaga kebersihan di
lingkungan masyarakat.
Menjaga kebersihan anggota
badan dan pakaian.
menurut bapak
akhlak siswa
kepada
lingkungan?
E. Teknik Analisis Data
Data angket dan data hasil wawancara yang peneliti peroleh akan
dianalisis dengan analisis data deskriptif, dengan tujuan untuk membuat deskriptif
atau gambaran secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat yang diteliti. Teknik perhitungan angket akan dianalisis dengan
menggunakan rumus berupa prosentase atau frekuensi relative. Rumus persentase
yang digunakan dalam penelitian ini ialah:5
P = F/N x 100%
Keterangan:
P = Prosentase untuk setiap kategori jawaban
F = Frekuensi jawaban responden
N = Number of case atau jumlah responden.
5 Anas Sudjono. Pengantar Statistik Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), cet. XIV, h. 43.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Dalam mengumpulkan data, Penulis menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data, di antaranya angket dan wawancara. Angket diberikan atau
disebarkan kepada sebagian siswa kelas V SD Putra Jaya, Depok. Angket atau
kuesioner yang disebar terdiri dari 42 pertanyaan. Masing-masing 12 pertanyaan
untuk penilaian guru PAI dan 30 pertanyaan untuk penilaian siswa. Hasil angket
yang telah disebar kemudian dipersentasikan dengan menggunakan rumus
prosentase atau frekuensi relative. Hal ini dilakukan agar data yang telah
diperoleh dapat dengan mudah dimengerti dan dapat dianalisis untuk kemudian
dijelaskan.
Sedangkan wawancara dilakukan kepada guru PAI sebanyak 2 orang dan
guru non PAI sebanyak 2 orang yang mengajar di V SD Putra Jaya, Depok. Hal
ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.
karena, guru PAI dan guru non PAI turut ikut serta dalam mengajar dan mendidik
siswa agar mempunyai akhlak yang baik.
B. Analisis Data
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis kepada siswa kelas V
SD Putra Jaya Depok dan guru PAI serta guru non PAI yang mengajar di sekolah
tersebut. Maka, Penulis melakukan analisis data yang merupakan bagian penting
dalam metode ilmiah untuk menjawab masalah penelitian. Dalam menganalisa
data, penulis memberikan nilai berupa prosentase pada setiap jawaban dari angket
yang telah disebar kepada 60 siswa kelas V SD Putra Jaya Depok, mengenai
upaya guru PAI dalam meningkatkan Akhlakul Karimah Siswa di SD Putra Jaya,
Depok. Berikut ini prosentase hasil angket atau kuesioner tersebut, berdasarkan
setiap pertanyaan dan jawaban yang diberikan responden:
42
1. Upaya Guru PAI dalam Meningkatkan Akhlakul Karimah
Siswa.
Tabel 4.1
Saat menjelaskan tentang akhlak yang baik dan buruk, guru
menjelaskannya dengan baik.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 56 93 %
TIDAK 4 7 %
Jumlah 60 100 %
Berdasarkan tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa saat menjelaskan tentang
akhlak yang baik dan buruk, guru menjelaskannya dengan sangat baik. Terbukti
dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 93% dan yang
menyatakan TIDAK hanya sebesar 7% saja. Hal ini menunjukkan bahwa guru
PAI telah memiliki kompetensi mengajar sangat baik.
Tabel 4.2
Guru menjelaskan tentang keuntungan orang yang berakhlak baik.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 59 98 %
TIDAK 1 2 %
Jumlah 60 100%
Berdasarkan label 4.2, dapat disimpulkan bahwa dalam menjelaskan
tentang keuntungan orang yang berakhlak baik, guru PAI telah menjelaskannya
dengan sangat baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA
sebesar 98% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 2% saja. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme guru PAI dalam mengajar sangat
baik.
43
Tabel 4.3
Guru menjelaskan tentang mudharat (bahaya) orang yang beraknlak buruk.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 56 94%
TIDAK 4 6%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa dalam menjelaskan
tentang mudharat (bahaya) orang yang buruk, guru PAI telah menjelaskannya
dengan sangat baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA
sebesar 94% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 6% saja. Hal ini
menunjukkan bahwa kompetensi guru PAI dalam mengajar sangat profesional.
Tabel 4.4
Ketika di dalam kelas, siswa diajarkan untuk berakhlak baik.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 58 97%
TIDAK 2 3%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.4, dapat disimpulkan bahwa hampir semua siswa
ketika berada di dalam kelas diajarkan untuk berakhlak baik oleh gurunya.
Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 97% dan yang
menyatakan TIDAK hanya sebesar 3% saja. Hal ini menunjukkan bahwa guru
setiap mengajar dari satu kelas ke kelas lainnya, selalu mengajarkan kepada
siswanya untuk berakhlak baik.
Tabel 4.5
Guru berusaha memberikan bimbingan kepada siswa dalam melakukan
segala perbuatan yang baik.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
44
YA 58 97%
TIDAK 2 3%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.5, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa
selalu mendapatkan bimbingan dalam melakukan segala perbuatan yang baik.
Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 97% dan yang
menyatakan TIDAK hanya sebesar 3% saja. Hal ini menunjukkan tingkat
perhatian guru terhadap siswanya sudah sangat baik.
Tabel 4.6
Guru memberikan apresiasi (penghargaan) kepada siswa yang
berakhlakul karimah.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 37 62%
TIDAK 23 38%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.6. dapat disimpulkan bahwa guru hampir selalu
memberikan apresiasi (penghargaan) kepada siswanya yang berakhlak baik.
Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 62% dan yang
menyatakan TIDAK hanya sebesar 38% saja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
perhatian guru sudah sangat baik.
Tabel 4.7
Ketika ada siswa yang berakhlak buruk, guru selalu memberikan motivasi
(dorongan) untuk berakhlak baik.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 55 91%
TIDAK 5 9%
Jumlah 60 100%
45
Berdasarkan tabel 4.7, dapat disimpulkan bahwa ketika ada siswa yang
mempunyai akhlak yang buruk, guru selalu memberikan motivasi (dorongan)
untuk berakhlak baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA
sebesar 91% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 9% saja. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kepeduliaan dan perhatian seorang guru terhadap
siswanya sudah sangat baik.
Tabel 4.8
Guru memberikan sanksi berupa teguran dan arahan kepada siswa yang
berakhlak buruk.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 54 90%
TIDAK 6 10%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.8. dapat disimpulkan bahwa ketika ada siswa yang
berakhlak buruk, guru selalu memberikan sanksi berupa teguran dan arahan
kepada siswa tersebut. Terbukti dengan Jawaban responden yang menyatakan YA
sebesar 90% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 10% saja. Hal ini
menunjukkan bahwa memberikan sanksi itu sangat penting bagi seorang guru
untuk merubah akhlak siswa yang buruk.
Tabel 4.9
Guru selalu menasehati siswa untuk berakhlak baik.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 55 92%
TIDAK 5 8%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.9, dapat disimpulakan bahwa guru selalu memberikan
nasehat kepada siswa untuk berakhlak baik. Terbukti dengan jawaban responden
yang menyatakan YA sebesar 92% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar
46
8% saja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepeduliaan guru kepada siswanya
sudah sangat baik.
Tabel 4.10
Sebelum menyuruh kebaikan kepada siswanya, guru selalu memberikan
suri tauladan (contoh) yang baik terlebih dahulu.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 55 92%
TIDAK 5 8%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.10, dapat disimpulkan bahwa guru selalu memberikan
suri tauladan (contoh) yang baik terlebih dahulu sebelum menyuruh kebaikan
kepada siswanya. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA
sebesar 92% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 8% saja. Hal ini
menunjukkan bahwa perkataan baik guru kepada siswanya itu sesuai dengan
perbuatannya.
Tabel 4.11
Siswa dilatih oleh guru untuk berakhlak baik dengan melakukan amal
sholeh seperti melakukan sholat, puasa, shodaqoh, dan lain-lain.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 57 95%
TIDAK 3 5%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.11, dapat disimpulkan bahwa siswa selalu dilatih oleh
guru untuk berakhlak baik dengan melakukan amal sholeh seperti melakukan
sholat, puasa, shodaqoh, dan lain-lain. Terbukti dengan jawaban responden yang
menyatakan YA sebesar 95% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 5%
saja. Hal ini menunjukkan bahwa guru telah menyadari akan pentingnya sholat,
47
puasa, shodaqoh dan amal sholeh lainnya dalam membentuk kepribadian seorang
siswa.
Tabel 4.12
Agar siswa berakhlak baik, guru selalu membiasakan siswa untuk
melakukan segala perbuatan yang baik.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
YA 58 96%
TIDAK 2 4%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.12, dapat disimpulkan bahwa agar siswa berakhlak
baik, guru selalu membiasakan siswa untuk melakukan segala perbuatan yang
baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 96% dan
yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 4% saja. Hal ini menunjukkan bahwa
guru menyadari pentingnya pembiasaan bagi siswa untuk berakhlak baik.
2. Akhlakul Karimah Siswa SD Putra Jaya
Tabel 4.13
Ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik, saya senantiasa
membaca doa.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
Selalu 27 45%
Kadang-kadang 27 45%
Pernah 4 7%
Tidak Pernah 2 3%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.13, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
selalu membaca doa ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik. Terbukti
48
dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 45%, kadang 45%,
pernah 7% dan tidak pernah 3%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran siswa
untuk membaca doa ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik sudah
cukup baik.
Tabel 4.14
Ketika selesai sholat, saya senantiasa mendo'akan kedua'orang tua.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
Selalu 50 84%
Kadang-kadang 5 9%
Pernah 4 6%
Tidak Pernah 1 1%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.14, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa
selalu mendoakan kedua orang tuanya ketika selesai melaksanakan sholat.
Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 84%, kadang
9%, pernah 6% dan tidak pernah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kesadaran siswa untuk senantiasa mendoakan kedua orang tuanya sudah sangat
baik.
Tabel 4.15
Setelah selesai sholat, saya senantiasa membaca wirid-wiridan sholat.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
Selalu 10 16%
Kadang-kadang 35 58%
Pernah 10 17%
Tidak Pernah 5 9%
Jumlah 60 100%
49
Berdasarkan tabel 4.15, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian
siswa saja yang selalu membaca wirid-wiridan setelah selesai melaksanakan
sholat. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 16%,
kadang 58%, pernah 17% dan tidak pernah 9%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kesadaran siswa untuk membaca wirid-wiridan setelah selesai sholat masih
kurang. Dan siswa yang menjawab kadang-kadang, karena siswa selalu dibimbing
oleh guru dalam membaca wirid-wiridan setelah melaksanakan sholat zuhur di
sekolah.
Tabel 4.16
Saya berusaha melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjamaah.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
Selalu 10 17%
Kadang-kadang 38 63%
Pernah 10 16%
Tidak Pernah 2 4%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.16, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian
siswa saja yang selalu berusaha melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara
berjamaah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar
17%, kadang 63%, pernah 16% dan tidak pernah 4%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kesadaran siswa untuk melaksanakan sholat fardhu secara berjamaah
masih kurang. Dan siswa yang menjawab kadang-kadang, karena ada peraturan
yang mewajibkan siswa untuk sholat zuhur secara berjamaah di sekolah.
Tabel 4.17
Saya berusaha bangun malam untuk mengerjakan sholat sunnah tahajjud.
Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase
Selalu 2 4%
50
Kadang-kadang 15 24%
Pernah 15 25%
Tidak Pernah 28 47%
Jumlah 60 100%
Berdasarkan tabel 4.17, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian
siswa saja yang berusaha bangun malam untuk mengerjakan sholat sunah tahajjud.
Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan sel