Post on 11-Feb-2016
description
Nama : Lisa Febrina
NIM : 03053130029
Heat Exchanger
Heat Exchanger adalah alat yang difungsikan untuk mengakomodasi
perpindahan sejumlah tertentu panas dari fluida panas ke fluida dingin. Tujuan
penggunaan Heat Exchanger dalam industri proses diantaranya adalah:
a. Memanaskan atau mendinginkan fluida sehingga mencapai temperatur
tertentu yang digunakan dalam proses selanjutnya, seperti : pemanasan
reaktan, pendinginan produk dan lain-lain.
b. Mengubah sifat fluida, yaitu : distilasi, evaporasi, kondensasi dan lain-lain.
Berdasarkan arah relatif aliran kedua fluida tersebut, Shell and Tube Heat Exchanger
Jenis-jenis Heat Exchanger :
1. Chiller
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperatur sangat
rendah. Temperatur pendingin di dalam chiller jauh lebih rendah bila di
bandingkan dengan pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air.media
pendinginnya adalah amoniak atau Freon.
2. Condensor
Alat ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau
campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang di
pakai air,uap atau campuran uap itu akan melepaskan panas latent kepada
pendingin.
3. Cooler
Alat ini digunakan untuk mendinginkan ( menurunkan suhu ) cairan atau gas
dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Pada alat ini tidak terjadi
perubahan fase tidak seperti kondensor.
4. Reboiler
Alat ini di gunakan untuk mendidihkan kembali seta menguapkan sebagian
cairan yang di proses. Media pemanasnya uap atau zat panas yang di proses itu
sendiri.
5. Shell and Tube Exchanger
Alat ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk
pamanasan aliran fluida yang lain.
6. Heater
Alat ini betujuan untuk memanaskan/menaikan suhu suatu fluida proses. Zat
pemanas yang di gunakan uapa atau fluida panas lain. Pada alat ini uap tersebut
melepaskan sensible heat sehingga menjadi kondensat.
7. Steam generator atau pembangkit uap
Alat ini dikenal dengan ketel uap dimana terjadi pembentukan uap dalam unit
pembangkit .
8. Superheater
Alat ini digunakan untuik mengubah saturated steam menjadi superheated
steam.
9. Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada larutan sehingga
dari suatu larutan diperoleh thick liquor. Media pemanasnya adalah uap dengan
tekanan rendah yang di gunakan adalah latent heat.
10. Vaporizer
Sama seperti evaporator tetapi untuk menguapkan cairan pelarut yang bukan
air.
11. Ekonomizer
Pemanas air pengisi ketel untuk menaikan suhu air pengisi ketel, sebelum air
masuk kedalam drum uap guna meringankan beban ketel. Perpindahan panas
yang terjadi secara konveksi dan konduksi.
Sheel and Tube Heat Exchanger
Exchanger dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) kelompok dasar, yaitu:
1. Heat Exchanger Counter Current (Aliran Berpapasan).
2. Heat Exchanger Co Current (Aliran Searah).
3. Heat Exchanger Cross Current (Aliran Silang).
Sumber: Perry H. Robert and Don W. Green, 7th Edition (1997: 11-36,11-38)
Gambar.4.1 Shell and Tube Exchanger
Komponen Dasar Penyusun Shell and Tube Heat Exchanger
Pada dasarnya sebuah Shell and Tube Heat Exchanger tersusun dari 7 (tujuh)
komponen utama, yaitu:
1. Tube
2. Tube Sheet
3. Shell dan Shell Side Nozzle
4. Tube Side Channel dan Nozzle
5. Channel Cover
6. Pass Divider
7. Baffle
Standarisasi Shell and Tube Heat Exchanger Menurut TEMA
Tubular Exchanger Manufacturer Association (TEMA) telah menetapkan standar Shell
and Tube Heat Exchanger mengenai penamaan, tolerasi dimensi, petunjuk instalasi
dan operasi desain.
Sumber: Perry H. Robert and Don W. Green, 7th Edition (1997: 11-36,11-34)
Gambar 4.2 Figure Shell and Tube TEMA
Berdasarkan kondisi kerjanya, Shell and Tube Heat Exchanger diklasifikasikan dalam
3 (tiga) kelas besar, yaitu:
1. Kelas R
Kelas yang dioperasikan pada kondisi relatif berat, biasanya digunakan dalam
industri petroleum.
2. Kelas B
Kelas yang dioperasikan pada kondisi ringan.
3. Kelas C
Kelas yang dioperasikan pada kondisi sedang dan biasanya digunakan dalam
industri proses kimia.
Nama Shell and Tube Heat Exchanger menurut standar TEMA dinyatakan dengan 3
(tiga) huruf, yang berurutan menyatakan tipe Stationary Head, Shell dan Rear Head.
1. Tipe Stationary Head
a.Stationary Head Tipe A
b. Stationary Head Tipe B
c. Stationary Head Tipe C
d. Stationary Head Tipe N
e. Stationary Head Tipe D
2. Tipe Shell
a. Shell Tipe E
b. Shell Tipe F
c. Shell Tipe G
d. Shell Tipe H
e. Shell Tipe J
f. Shell Tipe K
g. Shell Tipe X
3. Tipe Rear Head
a. Fixed Tube Sheet
b. Tipe U Bundle
c.Floating Head
Di dalam pemilihan Heat Exchanger Shell and Tube, harus diperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerjanya, yaitu:
1. Fouling
Fouling adalah peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak dikehendaki di
permukaan Heat Exchanger yang berkontak dengan fluida kerja, termasuk
permukaan heat transfer. Peristiwa tersebut adalah pengendapan, pengerakan,
korosi, polimerisasi dan proses biologi.
Fouling mengakibatkan kenaikan tahanan heat transfer, sehingga meningkatkan
biaya, baik investasi, operasi maupun perawatan. Akibat terjadinya fouling,
ukuran Heat Exchanger menjadi lebih besar, kehilangan energi meningkat, waktu
shutdown lebih panjang dan biaya perawatan meningkat.
Antisipasi terhadap terjadinya fouling dalam perancangan dengan memilih
variabel operasi dan konfigurasi yang tepat. Variabel operasi yang berpengaruh
terhadap fouling adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan Linier Fluida (Velocity)
Semakin tinggi kecepatan linier fluida, semakin rendah kemungkinan
terjadinya fouling. Semakin tinggi kecepatan linier fluida semakin tinggi
pressure drop fluida dan semakin tinggi biaya pemompaan yang dibutuhkan
b. Temperatur Permukaan dan Temperatur Fluida
Fouling terbentuk dari hasil reaksi, baik di permukaan maupun di dalam
fluida. Kecepatan terbentuknya fouling akan meningkat dengan meningkatnya
temperatur. Fouling dapat dicegah dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1) Menekan potensi fouling, misalnya dengan penyaringan.
2) Menggunakan bahan kontruksi yang tahan terhadap korosi.
3) Menempatkan nozzle dipermukaan tertinggi atau terendah pada Heat
Exchanger.
Fouling tidak dapat sama sekali dihindari, maka tindakan penanggulangan harus
dipikirkan sejak perancangan Heat Exchanger, seperti:
1) Mengalirkan fluida berpotensi fouling yang relatif tinggi di dalam tube.
2) Menggunakan stationary head yang dilengkapi dengan channel cover yang
mudah dibuka.
3) Meletakkan Heat Exchanger pada posisi horizontal.
2. Kebocoran di dalam Heat Exchanger
Kebocoran kecil dari sisi tube ke shell dan sebaliknya dapat berkibat fatal,
sehingga perancang harus memahami proses yang akan melibatkan Heat Exchanger
yang dirancangnya. Kebocoran diakibatkan oleh keretakan sambungan dan penipisan
permukaan yang disebabkan oleh tegangan termal dan mekanik, korosi, vibrasi
dan erosi.
a. Tegangan Termal
Keretakan sambungan tube dan tubesheet dapat disebabkan oleh adanya
tegangan termal akibat, yaitu:
1). Perbedaan ekspansi termal tube dan shell.
2). Siklus termal akibat frekuensi shutdown yang tinggi/ pada operasi batch.
Heat Exchanger tipe floating head dan U tube bundle merupakan pilihan
utama pertama untuk operasi dengan kemungkinan ekspansi termal yang
tinggi.
Kebocoran dapat dicegah dengan penggunaan double tubesheet, tetapi akan
menimbulkan persoalan perawatan, cara ini diterapkan apabila pencampuran
fluida shell dan tube benar-benar tidak dikehendaki.
b. Korosi
Korosi dapat dibatasi dengan penggunaan bahan konstruksi yang sesuai,
seperti pada tabel berikut ini:
No Sifat/ Jenis Fluida Bahan Konstruksi
1. Hidrokarbon Carbon Steel
2. Fluida Akuatik (Aqueous) Cu-Ni
3. Fluida Korosif, Temperature
Tinggi
Stainless Steel
4. Fluida Sangat Korosif,
Temperature Sangat Tinggi
Paduan Khusus: Hasteloy,
dan lain-lain
Tabel 4.1 Bahan Kontruksi
c. Vibrasi
Penyebab utama vibrasi tube pada Shell and Tube Heat Exchanger adalah
persilangan aliran fluida shell dan fluida tube. Vibrasi dapat menyebabkan
penipisan tube pada bagian baffle dan bagian tersangga lainnya. Penipisan lebih
lanjut akan berakibat kebocoran tube. Cara-cara yang diajurkan untuk
menanggulangi vibrasi antara lain, yaitu:
1) Pengurangan kecepatan fluida shell dengan meperhatikan faktor fouling.
2) Penambahan jumlah baffle dengan memperhatikan batas maksimum
pressure drop yang diperbolehkan.
3) Penggunaan baffle dan tube yang lebih tebal dibandingkan dengan standar
TEMA.
4) Pemasangan penyangga tambahan pada bagian belokan U jika tipe yang
digunakan adalah U tube bundle.
5) Penggunaan Heat Exchanger tipe jendela baffle tanpa tube (no tube in
baffle window).
Upaya menekan kehilangan energi, fouling, korosi, vibrasi, dan biaya perawatan
dapat dilakukan dengan mengalokasikan fluida secara tepat, yaitu:
1). Fluida bertekanan tinggi dialirkan di dalam tube karena tube standar cukup
kuat menahan tekanan yang tinggi. Apabila ingin mengalirkan fluida
bertekanan tinggi di dalam shell, maka harus dipilih diameter shell yang kecil
dengan panjang yang dapat memenuhi luas heat transfer yang dibutuhkan.
2). Fluida berpotensi fouling dialirkan di dalam tube agar pembersihan lebih
mudah dilakukan.
3). Fluida korosif dialirkan di dalam tube karena pengaliran di dalam shell
membutuhkan bahan konstruksi yang mahal yang lebih banyak. Apabila
korosif tidak dapat dihindarkan, maka diusahakan perbaikan dapat secara
mudah dilakukan.
4). Fluida bertemperatur tinggi dan diinginkan untuk memanfaatkan panasnya
dialirkan di dalam tube karena dengan ini kehilangan panas dapat
dihindarkan.
5). Fluida dengan viskositas yang lebih rendah dialirkan di dalam tube karena
pengaliran fluida dengan viskositas tinggi di dalam penampang alir yang
kecil membutuhkan energi yang lebih besar.
6). Fluida dengan laju alir rendah dialirkan di dalam tube. Diameter tube yang
kecil menyebabkan kecepatan linier fluida masih cukup tinggi, sehingga
menghambat fouling dan mempercepat perpindahan panas
Gambar 4.3 Layout sebuah Shell and Tube Heat Exchanger