Post on 11-Dec-2014
STUDI KASUS
KONDISI RIPARIAN SUNGAI PESANGGRAHAN
( DARI KEBUN JERUK – KEDOYA)
Tugas Matakuliah Ekohidrolika
HADI SUHATMANF451120121
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGANSEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013
1. Pendahuluan
Pembangunan wilayah keairan (sungai, danau, dan pantai) di seluruh dunia dewasa ini
besar masih menggunakan pola pendekatan rekayaa teknik sipil secara parsial (hidraulik
murni), sehingga hasil rekayasa tersebut sangat terkesan lepas bahkan bertentangan dengan
pendekatan ekologi.
Usaha eksploitasi sungai secara besar-besaran semakin intensif pada akhir abad 19 sampai
pertengahan abad 20. Pada pertengahan abad 20 sampai akhir abad 20 timbul kesadaran
lingkungan yang sangat tinggi. Bertepatan dengan hal tersebut, muncul dampak negatif dari
eksploitasi sungai yang dilakukan dekade sebelumnya berupa banjir di hilir setiap tahun,
erosi dasar sungai, longsor, bantaran sungai yang hilang, morfologi sungai alamiah dan
elemen-elemennya seperti pulau, delta, riffle, dan dune rusak hebat, berkurangnya keragaman
hayati wilayah sungai, muka air tanah, dan konservasi air menurun, dan lain-lain.
2. Definisi Riparian
Riparia berasal dari bahasa Latin riparius. Menurut Kamus Webster, riparia artinya
“milik tepi sungai”. Istilah riparia secara umum menggantikan bahasa Latin tersebut. Riparia
biasanya menggambarkan komunitas biotik yang menghuni tepian sungai, kolam, danau dan
lahan basah lainnya. Naiman et al. (2005) menggunakan istilah “riparian” sebagai kata sifat
dan istilah “riparia” sebagai kata benda tunggal atau majemuk. Istilah riparia untuk
menekankan pada perpaduan biotik dari zona transisi akuatik-teresterial yang berasosiasi
dengan air mengalir.
zona riparian adalah area semiteresterial transisional/peralihan yang secara reguler
dipengaruhi oleh air tawar, biasanya meluap dari tepian badan perairan ke tepian komunitas
daratan atas (upland).
3. Fungsi dan Nilai Riparian
Gordon et al. (2004) menyebutkan bahwa sungai memiliki 2 nilai. Nilai yang dimiliki
ekosistem sungai juga dimiliki oleh ekosistem riparian. Nilai riparia tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu:
1. Nilai ulitarian
Nilai pemanfataan konsumtif
Nilai pemanfaatan produktif
Nilai jasa
Nilai pendidikan dan penelitian
Nilai budaya, spiritual, eksperensial dan eksistensi
Nilai estetika, rekreasi dan wisata
2. Nilai intrinsik
Etika ekosentris
Etika biosentris
4. Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan
DAS Pesanggrahan bentuknya memanjang dan ramping. Bagian hulu lebih runcing dan
melebar menuju bagian tengah kemudian menyempit dan melebar kembali menuju hilir.
Bagian hilir bentuknya lebih oval dan lebih luas dibandingkan
bagian hulu dan tengah. Hulu DAS Pesangrahan terletak di
perumahan Budi Agung, Tanah Sareal Kota Bogor dan bagian
hilirnya bertemu dengan saluran Cengkareng Drain. Luas
kawasan DAS ini ±17.737 Ha.
Tipe penutupan lahan di DAS Pesanggrahan lebih di dominasi
oleh lahan terbangun (± 60%). Daerah pemukiman lebih
banyak di temukan di bagian tengah sampai hilir. Diantara
lahan terbangun yang ada daerah Bogor, yaitu Bojong Gede,
Cilebut, Depok, Sawangan, Pondok Cabe, Kebayoran Lama,
Cileduk, Kebon Jeruk dan Srengseng di Jakarta Barat.
Pemukiman padat paling banyak ditemukan kurang lebih
38,43% dari luasan DAS adalah daerah pemukiman padat
yang tersebar paling banyak di daerah hilir, khususnya
disekitar Kebayoran lama, Kedoya dan kebon jeruk di Jakarta
Barat. Berdasarkan hasil analisis hanya terdapat Kurang lebih 7% Kawasan
hijau hanya sebagian kecil berada di bagian hilir dan sebarannya tidak
merata termasuk hutan kota di Srengseng Jakarta Barat.
Sungai Pesanggrahan mengalir di antara Kali Ciliwung dan Cisadane. Di bagian hulu,
Sungai Pesanggrahan mendapat suplesi dari Kali Pekancilan di Kota Depok dan saluran Kali
Baru di daerah Bojongsari. Pada bagian tengah, Kali Pesanggrahan mendapat pasokan dari
Kali Grogol melalui sudetan Grogol-Pesanggrahan. Sungai Pesanggrahan melalui daerah
pemukiman yang kepemilikannya sudah sedemikian rupa hingga menyebabkan sulitnya
membuat tampang basah sungai yang memadai untuk mengalirkan air maupun untuk
memelihara kualitas badan air agar masih memenuhi persyaratan. Sejalan dengan
Gambar 1. Batas dan Bentuk DAS Pesanggrahan
Penanggulan sungai
perkembangan pemukiman di wilayah Jabodetabek, terjadi perubahan daerah tangkapan yang
semula dapat menyerap air hujan (infiltrasi) menjadi aliran permukaan (excess run-off) yang
membebani daya tampung sungai. Akibatnya, debit aliran sungai yang tadinya kecil semakin
lama semakin besar dan pada lokasi tertentu terjadi luapan dan genangan sebagai akibat tidak
tertampungnya excess run-off yang semakin besar. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya
banjir pada lokasi tertentu yang pada umumnya terjadi di daerah pemukiman.
5. Riparian Sungai Pesanggrahan (dari Kebun Jeruk – Kedoya)
Pengamatan dilakukan di tiga titik yaitu Jembatan Kebun Jeruk Jalan Lapangan Bola,
Jembatan Jalan Sanggrahan, depan kantor MetroTV dan Jembatan Kedoya. Arah aliran dari
Jembatan Kebun Jeruk menuju Jembatan Kedoya, jadi posisi Jembatan Kebun Jeruk paling
hulu.
Dari Gambar 2a, lebar sungai ± 8 – 10 meter, Kedua sisinya masih terdapat pohon yang
rindang dengan tingkat kepadatan
pepohonan yang relatif rendah. Di sisi kiri
terdapat pusat jasa yaitu Kebun Jeruk
Busness Park (Gambar 2b) dengan vegetasi
yang sudah tidak alamiah karena sudah di
tanam dengan pohon sejenis akasia oleh
developer.
Penanggulan sudah dilakukan pada sisi
tersebut sehingga mengurangi atau
menghilangkan vegetasi riparian terutama
sekali semak-semak sebagai tempat hidup
binatang seperti kadal, ular, jangrik dan lain-
lain. Penanggulan mengakibatkan aliran air
mengalir lebih cepat karena tidak adanya
barrier alami seperti batu-batu atau tanah
yang menjorok sehingga menciptakan
turbulensi dan menurunkan kecepatan aliran
air serta energi air.
Pada sisi kanan (Gambar 2c), tidak dilakukan
penanggulan yang merupakan daerah
Gambar 2 (a). Sungai Pesanggrahan melewati sisi Ruko Kebun Jeruk Bisniss Park
Gambar 2 (b). Sisi Kiri dari Jembatan Kebun Jeruk
Gambar 2 (c). Sisi kanan dari Jembatan Kebun Jeruk
pemukiman penduduk sehingga tampak ada aliran yang mengalami turbulensi. Di sisi ini
masih terdapat vegetasi semak belukar walaupun dengan tingkat kepadatan yang rendah dan
vegetasi pepohonan rindang, di tempat ini masih dijumpai binatang seperti kadal.
Gambar 3a dan Gambar 3b memperlihatkan kondisi riparian yang berbeda. Gambar 3a
memiliki vegetasi riparian yang lebih banyak. Pemanfaatan Sungai Pesanggrahan bukan saja
untuk mengairi lahan pertanian (aspek produktif) tetapi juga riparian di sini dapat difungsikan
sebagai tempat parkir air pada saat volume air naik sehingga dapat mengurangi dampak
banjir pada daerah lebih hilir (aspek nilai etika ekosentris). Pada Gambar 3b pemanfaatan
lahan untuk konstruksi pembangunan apartemen mengakibatkan terjadinya hilang sebagian
besar vegetasi riparian dan penyempitan lebar sungai karena proses urug untuk pembangunan
tanggul.
Lahan pertanian dan tempat parkir air
Pengurug dan Penanggulan
Gambar 3 (a). Foto dari Jembatan Depan MetroTVGambar 3 (b). Foto dari Jembatan Sanggrahan
Dari Gambar 4a dan Gambar 4b dapat diamati vegetasi riparian cukup lebat baik tanaman
merambatnya sebagai semak belukar dan pepohonan yang cukup tinggi ± 5-7 meter di kedua
sisinya. Lebar riparian tidak terlalu luas sekitar 3 – 4 meter dengan keterjalan yang cukup
curam.
Pemanfaatan untuk aspek penelitian dan pendidikan dapat dikembangkan untuk memberikan
pengetahuan dan pendidikan mengenai lingkungan hidup dan pengaruhnya terhadap manusia
serta nilai etika biosentris.
Daftar Pustaka
Faza, Mohammad Faiz. 2012. STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI SUNGAI PESANGGRAHAN DARI BAGIAN HULU ( BOGOR, JAWA BARAT) HINGGA BAGIAN HILIR (KEMBANGAN, DKI JAKARTA). Skripsi. Depok: Universitas Indonesia
Waryono, Tarsoen. 2008. KONSEPSI RESTORASI EKOLOGI KAWASAN PENYANGGA SEMPADAN SUNGAI DI DKI JAKARTA. Seminar Nasional Evaluasi Pasca dan Rancang Tindak Penanggulangan Banjir Wilayah Perkotaan. Kedutaan Belanda (Kuningan Jakarta).
Gambar 4(a). Foto Dari Jembatan Kedoya Gambar 4(b). Vegetasi Riparian