Post on 19-Jan-2016
description
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEABSAHAN PERJANJIAN
PERKAWINAN YANG MENGATUR KEPEMILIKAN TANAH OLEH
WARGA NEGARA ASING (WNA) SECARA NOMINEE DIKAITKAN
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960
TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
A. Latar Belakang
Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri,
namun sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
karena manusia sejak lahir, hidup dan berkembang bersama-sama oleh masyarakat
dan diciptakan untuk hidup bersama-sama. Manusia untuk memulai kehidupannya
dalam berpasangan yakni terikat dengan yang namanya perkawinan, laki-laki dan
perempuan secara ilmiah memiliki daya tarik tersendiri antara satu dengan yang
lainnya. Daya tarik tersebut kemudian menjadi sebuah hasrat bagi keduanya untuk
membentuk suatu ikatan lahir dan batin dengan tujuan baik yaitu menciptakan
kehidupan rumah tangga yang rukun, kekal, dan abadi, sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 untuk selanjutnya
disebut Undang-Undang perkawinan yang menyatakan bahwa:
1
2
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.1
Semua agama mensyaratkan pernikahan dilakukan oleh pejabat sebagai syarat
sahnya perkawinan, perkawinan menurut agama Islam itu sah apabila perkawinan itu
sesuai dengan syariat islam. Dalam islam perkawinan dianggap sah apabila
memenuhi beberapa unsur di antaranya laki-laki maupun perempuan sudah layak
kawin, akil baligh, sudah teruji, siap mental, siap materi, saling mencintai,
menyayangi, melindungi dan tidak ada tekanan dari pihak manapun. Manusia dalam
menempuh jalan hidup dalam masyarakat ternyata tidak dapat terlepas dari adanya
saling ketergantungan antara manusia dengan yang lainnya. Hal itu sesuai dengan
kedudukan manusia sebagai makhluk sosial yang suka berkelompok atau berteman
dengan manusia lainnya. Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun
rohani. Demikian pula bagi seorang laki-laki maupun perempuan yang telah
mencapai usia tertentu, maka tidak akan lepas dari permasalahan tersebut, bila ingin
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melaluinya bersama dengan orang lain yang
bisa dijadikan curahan hati penyejuk jiwa, tempat berbagi suka dan duka.
Hidup bersama antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai pasangan
suami isteri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya, ini yang lazim disebut sebagai
1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Bandung, Citra Umbara, 2007, hlm 13
3
sebuah perkawinan. Perkawinan pada hakekatnya adalah merupakan ikatan lahir dan
batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang
kekal dan abadi berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Suatu perkawinan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia
dikarenakan:
1. Dalam suatu perkawinan yang sah selanjutnya akan menghalalkan hubungan
atau pergaulan hidup manusia sebagai suami dan isteri. Hal itu adalah sesuai
dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang memiliki derajat dan
kehormatan.
2. Adanya amanah dari Tuhan mengenai anak-anak yang dilahirkan. Anak-anak
yang telah dilahirkan hendaknya dijaga dan dirawat agar sehat jasmani dan
rohani demi kelangsungan hidup keluarga secara baik-baik dan terus menerus.
3. Terbentuknya hubungan rumah tangga yang tenteram dan damai dalam suatu
rumah tangga yang tenteram dan damai diliputi rasa kasih sayang selanjutnya
akan menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur.
4. Perkawinan merupakan suatu bentuk perbuatan ibadah. Perkawinan
merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera
melaksanakannya, karena dengan perkawinan dapat mengurangi perbuatan
maksiat penglihatan, memelihara diri dari perzinahan.
Dengan sisi positif di atas, maka hukum dasar perkawinan adalah
diperbolehkan. namun demikian, perkawinan bisa dihukumi wajib bila seseorang
4
khawatir tertimpa perzinahan, sementara ia telah mampu untuk melaksanakan
pernikahan. Sebaliknya, perkawinan menjadi haram bila dilakukan oleh orang yang
hanya melampiaskan nafsu seksualnya saja tanpa ada kemampuan untuk perkawinan.
Kemampuan tersebut dinilai dari kesanggupan seseorang untuk memberikan
tanggung jawab lahir dan batin kepada pasangan hidupnya.
Salah satu contoh permasalah di bidang hukum adalah hukum perkawinan.
Perkawinan dalam kehidupan manusia merupakan kebutuhan biologis bagi setiap
manusia. Perkawinan dapat dikatakan sebagai suatu permasalahan hukum dalam
masyarakat karena masyarakat terdiri dari suatu kumpulan orang-orang yang
merupakan subjek hukum, juga dapat dikatakan bahwa : “salah satu hal yang dapat
mempengaruhi kedudukan seseorang sebagai subjek hukum adalah perkawinan yang
menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban dibidang hukum keluarga”.2 Dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dikemukakan bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami dan isteri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan
diperlukan tanah, begitupun dalam membangun rumah tangga, tanah merupakan
komponen yang penting dan dapat dijadikan rumah untuk tempat tinggal.
Tanah merupakan komponen terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Hampir semua aspek kehidupan manusia memerlukan tanah,
2 Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Syarif (1), Hukum Perkawinan dan Keluarga Di Indonesia, Cet.1, Jakarta, Rizkita, 2002, hlm. 1
5
baik untuk kepentingan tempat tinggal dan berbagai kepentingan lainnya. Demikian
pula dengan pembangunan, semua kegiatan untuk pembangunan yang dilakukan
memerlukan areal tanah sebagai prasarananya.
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan semakin pesatnya
pembangunan menyebabkan kebutuhan terhadap tanah terus menerus meningkat,
sementara luas tanah yang tersedia sangatlah terbatas. Oleh karena itu, permasalahan
di bidang pertanahan perlu mendapatkan perhatian serius serta pengaturan yang yang
jelas haruslah terus menerus agar sumber daya tanah dapat dimanfaatkan. Fungsi
tanah sangat penting maka pemerintah mengatur dan mengurus masalah pertanahan
agar tidak menimbulkan berbagai permasalahan penggunanaan, peruntukan dan
pemilikan tanah sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat (3), bahwa semua kekayaan
alam dikuasai oleh Negara.
Ditetapkannya UUPA berarti telah diletakkan landasan yang kokoh bagi
penyelenggaraan administrasi pertanahan guna mewujudkan tujuan nasional.
Maka pengaturan mengenai pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah diharapkan
dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Di dalam
UUPA terdapat pembatasan kepemilikan orang asing terhadap tanah yang berkaitan
dengan harta perkawinan, yaitu dalam pasal 21 UUPA.
Pada perkembangannya WNA dapat menguasai tanah dengan menggunankan
perjanjian nominee, pinjam nama yang dilakukan oleh WNA terhadap WNI dalam
upayanya menguasai tanah yang berada di Bali.
6
Perkawinan antar bangsa atau yang disebut juga perkawinan campuran karena
berbeda kewarganegaraan, secara tidak langsung akan berhubungan dengan
kewarganegaraan masing-masing pihak dengan negaranya, di mana dari hal tersebut
akan menimbulkan hak dan kewajibannya yang bersifat timbal balik antar Negara dan
warganya. Dari kewarganegaraan yang diperoleh karena perkawinan tersebut, akan
menentukan hukum publik maupun hukum perdata yang berlaku bagi masing-masing
pihak.3
Salah satu hal yang biasanya menjadi kendala bagi orang yang melaksanakan
pernikahan beda kewarganegaraan, baik di dalam maupun di luar negeri, adalah
mengenai perlindungan hukum apabila dalam perkawinan di Indonesia misalnya
terjadi perceraian yang berimbas dalam hal pembagian harta, hak asuh anak dan
sebagainya. Hal ini tentu saja menyulitkan lembaga perkawinan di Indonesia dalam
proses penyelesaiannya karena melangsungkan perkawinannya di luar negeri.
Keadaan ini memberikan anggapan bahwa Undang-Undang perkawinan dinilai tidak
memberikan perlindungan terhadap warganya yang melangsungkan pernikahan
berbeda kewarganegaraan, permasalahan yang sering timbul dalam hal perkawinan
campuran adalah status kewarganegaraan anak. Anak yang dilahirkan dari
perkawinan campuran memiliki status kewarganegaraan ganda hingga dia si anak
berusia 18 tahun atau menikah.
3 http://www.jurnalhukum.blogspot.com/2007/03/ ”perkawinan campuran”-2.html diakses 15 September 2013 pkl. 13.32
7
Sepanjang sepengetahuan penulis, belum pernah ada yang menulis mengenai
keabsahan perjanjian perkawinan yang mengatur kepemilikan tanah oleh Warga
Negara Asing (WNA) secara nominee dengan judul seperti yang penulis ajukan.
Nominee adalah seseorang yang ditunjuk oleh pihak lain untuk mewakilinya dalam
melakukan suatu perbuatan hukum tertentu sesuai dengan kesepakatan para pihak,
dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh nominee terbatas pada apa yang telah
diperjanjikan sebelumnya dengan pihak pemberi kuasa.
Hal-hal tersebut di atas menjadikan peneliti tertarik untuk mengambil judul
penelitian sebagai berikut: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEABSAHAN
PERJANJIAN PERKAWINAN YANG MENGATUR KEPEMILIKAN TANAH
OLEH WARGA NEGARA ASING (WNA) SECARA NOMINEE DIKAITKAN
DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974
DAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA”.
B. Identifikasi Masalah
Masalah utama yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimanakah status hukum perjanjian kepemilikan atas tanah tersebut
yang diberikan kepada pihak asing menurut undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria?
8
2. Bagaimanakah akibat hukum apabila terjadi perceraian dalam perkawinan
campuran terhadap status kepemilikan hak atas tanah menurut undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menentukan status hukum perjanjian kepemilikan hak atas tanah
menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1960.
b. Untuk menentukan akibat hukum kepemilikan hak atas tanah apabila
terjadi perceraian menurut Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974.
D. Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai sumbangan pemikiran dalam usaha mengembangkan ilmu hukum
pada umumnya serta hukum perkawinan dan hukum agrarian pada
khususnya.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
di bidang perdata, khususnya bagi pihak-pihak yang terkait seperti
masyarakat
9
E. Kerangka Pemikiran
Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia tetapi juga terjadi pada tumbuhan
dan juga hewan. Oleh karena itu manusia adalah makhluk yang berakal, maka
perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan yang mengikuti
perkembangan budaya manusia dalam kehidupan masyarakat yang maju budaya
perkawinannya maju, luas dan terbuka.
Pembentukan keluarga yang menjadi hak dari setiap warga Negara diatur
dalam Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar hukumnya. Adapun yang
merupakan dasar hukum mengenai perkawinan adalah pasal 28 B ayat (2) yang
berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah".
Tata tertib dan kaedah tentang perkawinan di Indonesia telah dirumuskan
dalam Undang-undang, yaitu Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara soerang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.4 Pernikahan
dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama
dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-
undangan yang berlaku.
4 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
10
Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut tata
tertib aturan hukum yang berlaku dalam masing-masing agama. Kalimat “hukum
masing-masing agamanya” berarti hukum dari salah satu agama itu masing-masing,
bukan berarti “hukum agamanya masing-masing” yaitu hukum agama yang dianut
oleh kedua mempelai dan keluarga.
Dalam hukum perkawinan menurut islam, perkawinan diistilahkan dengan
pernikahan. Ada dua makna nikah secara bahasa: persetubuhan dan pernyataan ikatan
(akad). Secara istilah, nikah yang mencakup rukun dan syarat perkawinan.5 Secara
luas pernikahan dalam islam memiliki arti sebagai berikut:
1. Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan
benar.
2. Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan.
3. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah.
4. Mempunyai fungsi sosial.
5. Mendekatkan hubungan antar keluarga dan solidaritas kelompok.
6. Merupakan perbuatan menuju takwa.
7. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada Allah SWT dan
mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarga-negaraan dan salah
5 Ghazzi, Muhammad bin Qasim al. Fath al-Qarib al-Mujib. Indonesia: Maktabah al-Nur Asia,
satu pihak berkawarganegaraan Indonesia.6 Harta perkawinan tercantum dalam
Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 G, setiap orang berhak atas harta benda yang di
bawah kekuasaannya. Harta benda dapat berupa hak milik disebutkan dalam Undang-
undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (4) yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun"
Pasal 35 Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menjelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta
benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dalam
perkawinan ada yang disebut dengan perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan
adalah perjanjian yang dibuat oleh pasangan calon pengantin, baik laki-laki maupun
perempuan, sebelum perkawinan mereka dilangsungkan, dan isi perjanjian tersebut
mengikat hubungan perkawinan mereka.7
Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan berbagai macam kekayaan alam.
Oleh karena itu, tanah yang merupakan bagian dari kekayaan alam dalam kehidupan
manusia memegang peranan yang sangat penting seperti halnya mendirikan rumah,
sektor pertanian/ perkebunan/ perindustrian serta pembangunan jalan dan sebagainya.
6 Pasal 57 undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan7 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, Visimedia, 2008, hlm.
78.
11
12
Dengan adanya pertambahan penduduk maupun perkembangan ekonomi, maka
kebutuhan akan tanah dalam kegiatan-kegiatan pembangunan akan terus meningkat.8
Sistem ketatanegaraan Indonesia dalam hal tanah secara mendasar diatur
dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sistem ini kemudian pokok-
pokoknya dijabarkan lebih lanjut dalam UUPA. Dasar konstitusional tersebut terdapat
dalam pasal 2 UUPA yang berbunyi:
1) “Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 bumi air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu
pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat
2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
member wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi air dan ruang angkasa
tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.
8 Sunaryati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum Tanah, Bandung, Alumni, 1998, hlm. 8.
13
3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut
pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur;
4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat
dikuasakan pada daerah-daerah swantatra dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan
pemerintah.”
Sistem itu, pertama-tama menempatkan tanah dalam arti luas yaitu benda
alam yang merupakan kesatuan tanah air dengan unsur-unsur dasarnya yaitu bumi,
air, ruang angkasa, termasuk kekayaan nasional bangsa Indonesia sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa, karena itu sifat hubungan antara bangsa dan tanahnya
menjadi sifat abadi. Kemudia tanah dalam arti sempit diartikan sebagai symbol
kesatuan bagi keutuhan bangsa dan Negara. Maka tanah tidak boleh dijadikan objek
penguasaan yang menimbulkan disintegrasi atau perpecahan bangsa dan Negara.
Pasal 4 UUPA berdasarkan hak menguasai dari Negara yang tercantum dalam
pasal 2 UUPA, kemudian menentukan adanya macam-macam hak atas tanah, yang
dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak atas tanah adalah hak yang
member wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau
14
mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Atas dasar pasal 2 UUPA Juncto
Pasal 4 UUPA, Negara mengatur adanya macam-macam hak atas tanah dalam pasal
16 ayat (1) UUPA.9
Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA
adalah:
a) Hak milik;
b) Hak guna-usaha;
c) Hak guna-bangunan;
d) Hak pakai;
e) Hak sewa;
f) Hak membuka tanah;
g) Hak memungut hasil hutan;
h) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas
yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53
Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA, hak milik adalah hak turun menurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik merupakan hak yang paling kuat atas tanah, yang
memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak
9 Bachtiar Effendie, pendaftaran Tanah Di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993, hlm. 5.
15
lain di atas bidang tanah hak milik yang dimilikinya tersebut, Pasal 21 ayat (1) UUPA
menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.
Asas nasionalitas yang dipegang oleh bangsa indoensia memberikan
konsekuensi terhadap pemilikan atau pemegang hak milik atas tanah di Indonesia,
yaitu yang diperbolehkan mempunyai hak milik adalah hanya warga Negara
Indonesia (WNI) sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 ayat (1) UUPA yang
menyatakan bahwa:
“hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas
ketentuan pasal 1 dan 2.”
Negara Indonesia memberikan 2 macam hak penguasaan atas tanah dan/atau
bangunan kepada Warga Negara Asing (WNA) salah satunya adalah hak pakai yang
diatur dalam pasal 42 UUPA ialah:
Yang dapat mempunyai hak pakai adalah:
a. Warga-negara Indonesia;
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
16
Perjanjian nominee adalah penggunaan nama seseorang WNI sebagai pemilik
tanah dengan status hak milik atau hak guna bangunan di Indonesia. Warga Negara
Asing yang ingin mempunyai sebidang tanah di Indonesia terbentur dengan
pemerintah melarang warga Negara asing untuk menguasai sebidang tanah dengan
status hak milik. Yang menjadi dasar pelarangan tersebut adalah dasar hukum
pertanahan nasional, yaitu bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan milik bangsa
indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut timbul nominee agreement. Dengan nominee
agreement ini, warga Negara asing dapat membeli dan menguasai bidang tanah yang
berada di Indonesia dengan hak milik, yaitu dengan cara membeli tanah dengan
menggunakan nama salah seorang warga Negara Indonesia.
F. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan
maupun teknologi, hal ini karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematik, metodelogis dan konsisten. Melalui proses penelitian
tersebut diadakan analisis dan kontruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan
diolah.
Metode penelitian merupakan unsur yang mutlak dalam suatu penelitian dan
perkembangan ilmu pengetahuan, dmeikian pula hubungannya dalam penulisan
skripsi ini langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut:
17
1. Metode pendekatan
Dalam penelitian ini akan digunakana metode penelitian dengan pendekatan
yuridis normatif artinya penelitian dititik beratkan pada penggunaan bahan pustaka
atau data sekunder yang mungkin mencakup bahan primer, sekunder dan tersier.10
Penelitian ini dilakukan dengan meneliti ketentuan-ketentuan mengenai hak milik
atas tanah dalam perkawinan campuran.
2. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analistis, yaitu penelitian yang
bertujuan menggambarkan, menelaah dan menganalisis secara sistematis tentang
suatu keadaan tertentu. Metode ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran
yang sistematis, faktual secara akurat dari objek penelitian itu sendiri.
3. Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh penulis melalui tahap-tahap penelitian sebagai
berikut:
a. Penelitian kepustakaan, yaitu dengan mencari, mengumpulkan dan
mengkaji data sekunder yang terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan
yaitu:
a) Undang-Undang Dasar 1945
10 ? Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, Hlm. 52.
18
b) Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria
c) Undang-Undang No 1 Tahun 1874 tentang Perkawinan
d) Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas
Tanah
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu menganalisis dan memahami bahan hukum
primer.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan acuan di
dalam bidang hukum maupun diluar bidang hukum yang
memberikan informasi penunjang bahan hukum primer dan
sekunder maupun informasi penunjang lainnya yang dapat
digunakan dalam penulisan ini, misalnya:
a) Ensiklopedia
b) Artikel dari surat kabar
c) Majalah
d) Situs internet
19
b. Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
mendukung data sekunder yang telah diperoleh yang memiliki
korelasi dengan penelitian yang sedang dilakukan, yaitu dengan
cara wawancara dengan Notaris/PPAT yang berpengalaman dalam
membuat perjanjian nominee.
4. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan melalui:
a. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data
dari peraturan perundang-undangan, studi literature atau dokumen-
dokumen kepustakaan untuk memperoleh data sekunder.
b. Wawancara (interview) dilakukan langsung dengan instansi yang
terkait antara lain Notaris/PPAT melalui proses Tanya jawab untuk
memperoleh data-data yang dapat menunjang data-data sekunder.
5. Metode Analisis Data
Seluruh data yang telah terkumpul dianalisis secara yuridis kualitatif.
Yuridis berarti penelitian didasarkan pada asas-asas hukum serta norma-
norma hukum. Kualitatif berarti penelitian yang telah dilakukan dengan
mempelajari dokumen-dokumen dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, literatur-literatur dan tulisan-tulisan ilmiah dengan tidak
menggunakan rumus maupun angka.
6. Lokasi Penelitian
a. CISRAL (Centre Of Information Scientific Resources and Library)
20
b. Perpustakaan Hukum Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum
Padjadjaran, Bandung.
c. Kantor Notaris
d. Media Internet
G. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun skripsi ini, peneliti akan membuat suatu sistematika, untuk
memudahkan pemahaman dan pembahasan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Maka sistematika penulisan dabagi dalam lima bab, yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas secara sistematis mengenai latar
belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM PERKAWINAN
Pada bab ini akan membahas pemahaman teoritis mengenai pengertian
perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan serta
pengertian dari hak milik tanah.
BAB III PELAKSANAAN PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA
DAN HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PERKAWINAN
CAMPURAN
21
Pada bab ini akan membahas tentang pemahaman obyek yang diteliti
antara lain gambaran pelaksanaan perkawinan campuran di Indonesia
dan hak milik atas tanah dalam perkawinan campuran
BAB IV ANALISIS KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK DALAM
HAL PERKAWINAN CAMPURAN
Pada bab ini akan membahas bagaimana akibat hukum apabila terjadi
perceraian terhadap status kepemilikan terhadap hak tanah menurut
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan status hukum
perjanjian kepemilikan atas tanah menurut UUPA.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini akan membahas kesimpulan dari hasil penelitian dan
saran peneliti sebagai usaha member masukan terhadap permasalahan
yang didapatkan dari penelitian yang berguna bagi masyarakat pada
umumnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan, Jakarta, 2009
Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-
peraturan Hukum Tanah), Cet 16, Jakarta
Ghazi Muhammad bin Qasim. al Fathal al-Qarib al-Mujib. Indonesia,
Maktabah al-nur Asia, t.t
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian,
Visimedia, 2008
H. Hilman Hadikusumah, Hukum Perkawinan Indonesia menurut
Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Cv Mandar Maju,
Bandung, 2007
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,
1986
23
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria
Undang-Undang Dasar 1945
C. SUMBER LAIN
http://www.jurnalhukum.blogspot.com/2007/03/”perkawinancampuran”-
2.html
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-perkawinan-pernikahan-
dan-dasar-tujuan-nikah-kawin-manusia
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEABSAHAN PERJANJIAN PERKAWINAN
YANG MENGATUR KEPEMILIKAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING
(WNA) SECARA NOMINEE DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum
DISUSUN OLEH
FERDIANSYAH 110113080203
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG