Post on 31-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak adalah penyebab utama kebutaan di dunia dengan angka kejadian medekati
48%.1 Katarak didefinisikan sebagai setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terajadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat keduanya.2
Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan
menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal
lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan
heredier).3
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevelensi kebutaan secara global
adalah 0,57%, dengan lebih dari 82% terjadi pada individu usia >50 tahun.1 Sebanyak 90%
kejadian katarak ditemukan di negara berkembang.1 Berdasarkan studi potong lintang prevalensi
katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih
dari 75 tahun.3 Di Indonesia berdasarkan data RISKESDAS 2013, prevalensi katarak (kekeruhan
lensa) semua umur adalah 5,5% dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), DI Yogyakarta
(10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Angka terdendah dilaporkan di Papua Barat (2,0%) dan
DKI Jakarta (3,1%).4
Ketika katarak berdampak pada aktivitas sehari-hari seseorang, operasi pengangkatan
lensa dengan implantasi intraokular lensa pada umumnya dianjurkan untuk mengatasi
keterbatasan fungsional sesorang.5
Sebagian besar penderita katarak di Indonesia belum menjalani operasi katarak karena
ketidak tahuan penderita mengenai penyakit katarak dan mereka tidak tahu bahwa buta katarak
bisa dioperasi. Alasan kedua yaitu tidak dapat membiayai operasi katarak.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan ketajaman
penglihatan dan/atau beberapa gangguan fungsional yang dirasakan oleh pasien.5
Katarak didefinisikan sebagai setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terajadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat keduanya.2
2.2 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di
belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat aqueous humor; disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lemeral subepitel terus
diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan
korteks dibentuk dari lamella konsentris yang panjang. 3
Enam puluh lima persen lensa terdiri ata air, sekitar 35%-nya protein (kandungan
proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sedikit sekali mineral.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.3
Gambar 1. Anatomi lensa
Sumber : Lecture notes on ophtalmology 9 th edition p.13
2.3 Epidemiologi
Katarak adalah penyebab utama kebutaan di dunia dengan angka kejadian medekati
48%.1 World Health Organization (WHO) memperkirakan prevelensi kebutaan secara global
adalah 0,57%, dengan lebih dari 82% terjadi pada individu usia >50 tahun.1 Sebanyak 90%
kejadian katarak ditemukan di negara berkembang.1
Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan
prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun.3 Di Indonesia berdasarkan
data RISKESDAS 2013, prevalensi katarak (kekeruhan lensa) semua umur adalah 5,5% dengan
prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), DI Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%).
Angka terdendah dilaporkan di Papua Barat (2,0%) dan DKI Jakarta (3,1%).4
Data RISKESAS 2013, menunjukkan prevalensi katarak sedikit lebih tinggi pada laki-
laki (5,5%) dibandingkan perempuan (5,4%). Prevalens katarak juga ditemukan paling tinggi
pada responden yang tidak sekolah (13,6%). Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi
katarak tertinggi dibanding dengan kelompok kerja lain (9,7%). Tingginya prevalensi katarak
pada kelompok kerja tersebut mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau
kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum optimal
dilaksanakan di Indonesia.4
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang
mungkin terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik (mis, diabetes), merokok dan
herediter.3
Seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko seseorang untuk terbentuknya katarak,
antara lain:5
Diabetes melitus. Orang dengan diabetes melitus mempunya resiko yang tinggi untuk
terbentuk katarak dan pasien diabetes yang mempunyai katarak mempunyai morbiditias
lebih tinggi dibanding dengan mereka yang tidak mempunyai katarak.
Obat-obatan. Beberapa obat-obatan ditemukan memiliki hubungan dengan karatogenesis
dan hilangnya penglihatan. Ada hubungan antara pemakaian kortikosteroid dengan
katarak subcapsular posterior. Obat-obatan seperti phenothiazine atau golongan tiazine
lainnya dan chlorpromazine memiliki hubungan dengan indisen terbentuknya katarak.
Radiasi ultraviolet. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemungkinan
terbentuknya katarak dengan eksposur langsung terhadap ultraviolet. Penelitian ini
menemukan bahwa orang yang tinggal di lingkungan dengan radiasi sinar UV-B yang
tinggi mempunyai insiden katarak yang tinggi. Jika tidak menggunakan alat pelindung
diri, orang yang pekerjaannya terekspos dengan sinar UV memiliki resiko katarak yang
lebih tinggi.
Merokok. Hubungan antara merokok dengan meningkatnya katarak nuklear telah
dilaporkan.
Alkohol. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan pembentukan katarak pada
orang yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dibanding dengan mereka yang
mengkonsunsi alkohol dalam jumlah sedikit atau tidak mengkonsumsi alkohol.
Nutrisi. Meskipun hasilnya belum dapat dipastikan, penelitian-penelitian menunjukkan
kemungkinan hubungan antara terbentuknya katarak dan rendahnya ladar antioksidan
(misalnya, vitamin C, vitamin E, karotenoid).
2.5 Patogenesis
Proses Penuaan
Katarak terkait usia paling sering ditemukan pada kelainan mata yang menyebabkan
gangguan penglihatan. Patogenesis dari katarak terkait usia sebenarnya multifaktor dan
belum sepenuhnya dimengerti. Seriring dengan pertambahan usia sekitar 40 tahun,
serabut lensa akan kekurangan air, lebih padat dan kemampuan akomodasi berkurang.
Sebagai lapisan baru, serat kortikal berbentuk konsentris, akibatnya nukleus dari lensa
mengalami penekanan dan pergeseran (nucleus sclerosis). Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuan akommodasi berkurang. Kristalisasi (protein
lensa) adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein lensa
menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein mengakibatkan
fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga cahaya yang datang akan menyebar dan
terjadi penurunan pandangan.3
Teori Radikal Bebas
Oksidasi dari protein lensa adalah salah satu faktor penting. Serat-serat protein halus
yang membentuk lensa internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan lensa secara
keseluruhan bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat ini serta
keteraturan dan kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak, keseragaman
struktur ini menghilang dan serat-serat bukannya meneruskan cahaya secara merata,
tetapi menyebabkan cahaya terpencar dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah gangguan
penglihatan.
Diabates Melitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan dari lensa, refraktif index dan
kemampuan akomodasi. Jika glukosa darah meningkat akan meningkatkan juga
komposisi glukosa dalam aqueous humor. Glukosa pada aqueous akan berdifusi masuk
ke dalam lensa, sehingga komposisi glukosa dalam lensa akan meningkat. Enzim aldotase
reduktase akan mereduksi glukosa menjadi sorbitol. Pada lensa, sorbitol diproduksi lebih
cepat daripada konfersinya menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase.
Peningkatan akumulasi sorbitol mengakibatkan timbulnya efek hiperosmolar pada lensa
menyebabkan infux cairan ke dalam lensa, sehingga akan berdampak pada
pembengkakan lensa. Fase saat terjadinya hidrasi lensa dapat memnyebabkan perubahan
kekuatan refraksi dari lensa.6
Merokok
Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti cadmium. Zat-zat ini
akan mengoksidasi protein lensa.
2.6 Gejala Klinis
Gejala-gejala yang berhubungan dengan katarak, antaralain3,5,6
Penglihatan kabur (tanpa nyeri) dan berkabut
Glare
Mungkin terdapat perubahan kelainan refraksi
2.7 Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasi menjadi katarak kongenital, katarak juvenil
dan katarak senil.
a. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Fakta penting mengenai kondisi ini adalah 33%
kasusnya idiopatik dan bisa unilateral atau bilateral. Kemudian 33% diwariskan dan
keadaan ini biasanya bilateral. Sedangkan 33% lagi dikaitkan dengan penyakit sistemik
dan biasannya bersifat bilateral. Separuh dari kasus katarak kongenital disertai anomali
mata lainnya berupa PHPV (primary hyperplastic posterior vitreous), aniridia, koloboma,
mikroftalmos dan buftalmos (pada glaukoma infantil).2
Katarak pada neonatus yang sehat bisa timbul karena pewarisan (yang biasanya
dominan). Namun kadang tidak diketahui sebabnya.2
Penyebab katarak pada neonatus tidak sehat adalah infeksi intrauteri (Rubella,
toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan varisela), maupun adanya gangguan
metabolik (galaktosemia, hipoglikemia dan hipokalsemia, serta sindrom Lowe). 2
b. Katarak juvenil
Katarak yang terjadi pada usia > 1 tahun sampai < 45 tahun. Katarak juvenil tidak terlalu
memerlukan penanganan segera karena usia anak sudah lebih tua dan sistem
penglihatannya sudah lebih matang.3
c. Katarak senilis
Pada katarak senilis terdapat berbagai perubahan pada lensanya. Katarak senilis terjadi
pada usia > 45 tahun. Terdapat tiga tipe katarak senilis menurut lokasi terbentuknya,
yaitu nuklearis, kortikal dan subkapsular posterior.1,2,3
Katarak nuklearis
Katarak nuklearis cenderung progresif perlahan-lahan dan secara khas
mengakibatkan gangguan penglihatan jauh yang lebih besar daripada penglihatan
dekat. Pada awal terjadinya katarak nuklearis, sering terjadi miopisasi: pandangan
jauh tiba-tiba kabur. Miopisasi terjadi karena pada katarak nuklearis, nukleus
mengeras secara progresif sehingga mengakibatkan naiknya indeks refraksi.3
Pada beberapa kasus, justru miopisasi mengakibatkan penderita presbiopia
mampu membaca dekat tanpa menggunakan kacamata, kondisi ini disebut
“second sight”. Perubahan mendadak indeks refraksi dapat mengakibatkan
diplopia monokular. Kekuningan lensa progresif yang dijumpai pada katarak
nuklearis mengakibatkan penderita sulit membedakan corak warna.3 Kekuningan
lensa ini meruapakan karakteristik stage awal katarak nuklearis yang berhubungan
dengan deposit pigmen unchrome.6
Katarak kortikal
Katarak kortikal biasanya terjadi bilateral namun juga dapat terjadi secara
asimetris dan berpengaruh terhadap fungsi visual tergantung lokasi kekeruhan
terhadap aksis.2 Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-
celah dalam pola radial di sekeliling ekuator.3 Keluhan yang paling sering
dijumpai pada penderita katarak kortikal adalah silau ketika melihat cahaya.2,6
Katarak subkapsular
Katarak ini bisa terjadi di subkapsular anterior dan posterior.2 Penglihatan dekat
lebih banyak mengalami gangguan dibanding penglihatan jauh.6 Kekeruhan lensa
di sini dapat timbul akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topikal atau
sistemik), peradangan atau pajanan radiasi pengion.3
Gambar 2. Tipe-tipe katarak berdasarkan lokasi
Sumber: Lecture notes on ophtalmology 9 th edition p.83
Secara klinis dikenal empat stadium katarak berdasarkan tingkat kematangannya, yaitu3,6
Katarak imatur. Sebagaian proteinnya transparan. Jika mengambil air, lensa akan
menjadi intumesen
Katarak matur. Bentuk katarak yang seluruh proteinnya mengalami kekeruhan.
Katarak hipermatur. Protein-protein di bagian korteks lensa telah mencair. Cairan
ini bisa keluar dari kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang mengerut dengan
kapsul keriput.
Katarak morgagni. Katarak hipermatur yangg nukleus lensanya mengambang
dengan bebas di dalam kantung kapsulnya
2.8 Tatalaksana
Keputusan pengambilan tindakan terapi pada pasien dengan katarak tergantung dari
gangguan penglihatan yang dideritanya.5
a. Non-Bedah
Tatalaksana non bedah hanya berisfat elektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk
sementara waktu.3 Pada beberapa orang tidak terdapat penurunan ketajaman penglihatan
atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga tindakan bedah
mungkin belum diperlukan.5 Hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti
mampu memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia.
Beberapa agen yang mungkin dapat memperlambat pertumbuhan katarak adalah
penurunan kadar sorbitol, antioksidan vitamin C dan E.3
Sangat pentng bagi pasien untuk memahami proses pembentukan katarak, gejala yang
timbul dan resiko dan keuntungan terapi bedah dan nonbedah.5
b. Bedah
Indikasi bedah pada pasien katarak yaitu3,6
1. Keinginan pasien untuk memperbaiki fungsi visual
2. Indikasi medis, bila terjadi komplikasi dari katarak antara lain: glaukoma
fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantogenik dan dislokasi lensa dibilik
depan. Indikasi medis lainnya adalah katarak yang sangat padat sehingga
menghalangi gambaran fundus. Hal ini dapat menghambat untuk diagnosis
kelainan pada mata seperti retinopati diabetika ataupun glaukoma.
Beberapa jenis tindakan bedah katarak
Ekstrasi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK, operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan.
EKIK juga cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil,
menggembung, hipermatur dan terluksasi. Kontrainikasi mutlak untuk EKIK
adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena trauma.2
Beberapa keuntungan EKIK adalah tidak diperlukan operasi tambahan karena
membuang seluruh lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, memerlukan
peralatan yang relatif sederhana daripada EKEK, dan pemulihan penglihatan
segera setelah operasi dengan menggunakan kacamata +10 dioptri. Kerugian
EKIK yaitu penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang dilakukan,
pemulihan penglihatan yang lama, merupakan pencetus astigmatisma dan dapat
menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.2
Ekstrasi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui kapsula anterior. Pada operasi EKEK, kantong kapsul ditinggal sebagai
tempat untuk menempatkan lensa tanam (intra ocular lens atau IOL). 2
Keuntungan EKEK yaitu dilakukan dengan irisan dengan irisan kecil sehingga
menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel kornea, menimbulkan
astigmatisme lebih kecil dibanding EKIK dan menimbulkan luka yang lebih stabil
dan aman. 2
Operasi EKIK tidak boleh dilakukan apabila kekuatan zonula lemah atau tidak
cukup kuat untuk membuang nukleus dan korteks lensa. 2
Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Irisan operasi pada SICS dilakukan dengan irisan kecil sehingga terkadang hampir
tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi, memungkinkan dilakukan dengan
anestesi topikal. Penyembuhan relatif lebih cepat dan resiko astigmarisma yang
lebih kecil juga merupakan keunggulan SICS diabnding EKEK.2
Fakoemulsifikasi
Teknik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat yang disebut
“tip” yang dikendalikan secara ultrasonik untuk memecah nukleus dan
mengaspirasi lensa. Pada fakoemulsifikasi, luka akibat operasi lebih ringan
sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat, disamping perbaikan
penglihatan juga jauh lebih baik. Kerugiannya kurve pembelajaran lebih lama,
biaya tinggi dan komplikasi saat operasi lebih serius.2
2.9 Komplikasi
Sumber: Optometic clinical practice guideline : care of the adult patient with
cataract.p.27
DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham, Alison G., Condon, Nathan G., Gower, Emily West. The new epidemiology of
cataract. Ophthalmology clinics of north america 2006; 19. P.415-7.
2. Subardjo., Hartono. Ilmu kesehatan mata : lensa mata dan katarak. Fakultas kedokteran
universitas gajah mada: Yogyakarta; 2012. h.65-80.
3. Riordan-Eva, Paul., Whitcher, John P. Vaughan & asbury’s general ophthalmology 17th
edition (edisi bahasa indonesia,penerjemah Brahm U. Pendit., Diana Susanto). McGraw
hill’s : USA; 2008. p.169-77.
4. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehatan RI. Riset kesehatan
dasar 2013. Departmen kesehatan RI: Jakarta;2013.h239-40.
5. Ameican Optometic Association. Care of the adult patient with catarat. USA;2004.p.1-
5,9,11,17.
6. Kanski, Jack J., Bowling, Bard. Clinical ophthalmology 7th edition. Elsevier: UK;2011