Post on 26-Aug-2019
STRATEGI MEMPERTAHANKAN SILAT CINGKRIK
DALAM PELESTARIAN BUDAYA BETAWI (Studi kasus Perguruan Cingkrik Rawa Belong, Jakarta Barat)
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Disusun Oleh:
Radita Milati
NIM. 1112015000009
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Radita Milati
NIM : 1112015000005
Jurusan : Pendidikan IPS/Sosiologi
Judul Skripsi : Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik dalam Pelestarian
Budaya Betawi (Studi Kasus Perguruan Cingkrik Rawa
Belong, Jakarta Barat)
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 April 2019
Radita Milati
NIM. 1112015000009
i
ABSTRAK
Radita Milati, 1112015000009, “Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik dalam
Pelestarian Budaya Betawi (Studi Kasus Sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong,
Jakarta Barat)”, Skripsi, Konsentrasi Sosiologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini meneliti tentang strategi sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong
dalam mempertahankan silat cingkrik untuk melestarikan budaya Betawi. Tujuannya
adalah untuk mengetahui 3 tahapan strategi dalam mempertahankan silat cingkrik,
yakni perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi yang digunakan
oleh Perguruan Cingkrik Rawa Belong sebagai sebuah sanggar yang menggeluti
bidang silat, terlebih silat cingkrik di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dan peneliti mengambil data dengan teknik wawancara, observasi dan
dokumentasi. Hasil penelitian menerangkan bahwa sanggar Perguruan Cingkrik Rawa
Belong memakai 3 tahapan strategi dalam mempertahankan sanggar tersebut. Yakni,
perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Dalam perumusan
strategi, yang dilakukan oleh sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong adalah (1)
menentukan cakupannya terlebih dahulu agar memudahkan penyampaian sasaran,
yakni remaja. (2) rencana melakukan pengenalan silat cingkrik melalui festival-
festival budaya. (3) rencana tahapan pelaksanaan latihan. Dalam tahapan
implementasi strategi sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong memasukkan silat
cingkrik ke dalam ektrakulikuler di berbagai sekolah, karena sasaran yang ingin
dirangkul adalah para remaja. Dan tahapan strategi yang ketiga adalah evaluasi
strategi, dalam tahapan yang terakhir ini sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong
melakukan evaluasi dari pelaksanaan setiap rencana yang dibuat. Menurut sanggar
Perguruan Cingkrik Rawa Belong mereka telah berhasil dalam melaksanakan semua
rencana yang dibuat walau dengan beberapa hambatan dan kekurangan.
Kata kunci : Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA), Strategi, Budaya
Betawi
iii
KATA PENGANTAR
ب الر س م ب الر ب س ب ب س ب اهلل
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir
zaman, aamiin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul yang penulis ajukan adalah “Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik dalam
Pelestarian Budaya Betawi (Studi Kasus Perguruan Cingkrik Rawa Belong, Jakarta
Barat)”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd.
3. Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si.
4. Dosen pembimbing akademik, Drs. A. Banajid atas bimbingannya selama
penulis menjalani perkuliahan.
5. Dosen pembimbing skripsi I, Bapak Dr. Abdul Rozak, M.Si yang sudah luar
biasa sabar dalam memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berguna
dalam menyelesaikan penelitian ini.
iv
6. Dosen pembimbing skripsi II, Ibu Cut Dhien Nourwahida, M.A yang sangat
sabar dalam memberikan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
7. Seluruh dosen dan staf FITK yang sangat luar biasa, semoga ilmu-ilmu yang
telah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.
8. Ketua sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong Robi Indra yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di organisasi tersebut.
9. Seluruh badan pengurus dan anggota sanggar Perguruan Cingkrik Rawa
Belong yang telah berkenan menjadi informan wawancara dalam penelitian
ini
10. Orang tua penulis, Bapak Hasanuddin dan Ibu Bazlah atas jasa-jasanya,
kesabaran, serta do’a yang tidak pernah lelah mendidik dan memberi cinta
yang tulus dan ikhlas kepada penulis semenjak kecil hingga saat ini.
11. Bikry Haitami (abang), Siti Mariatul Ulfa (kakak), M. Ahyat Syarofi
(abang), Aisya Ridla (kakak), M. Fadhly Kamal (Adik), Baswara Raka
Permana (keponakan), Damar Langit Sambara (keponakan), dan Alula
Khanza Azkira (keponakan) yang selalu mewarnai hari-hari penulis di rumah
dengan keceriaan dan kebahagiaan.
12. Desty Rahmayanti, Muhammad Hikmah Nikmatulloh, dan Nur Aini yang
selalu mewarnai hari-hari penulis selama menyelesaikan skripsi dengan
kebahagiaan yang tiada terkira dan selalu menjadi pelipur lara ketika penulis
mulai sedih dan bosan.
13. Muhammad Fajar Rialdi yang tanpa ia tahu bahwa ia adalah salah satu
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan menjadi pelipur hati penulis
dalam situasi apapun.
14. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2012 dan khususnya
teman-teman SOSIOLOGI - ANTROPOLOGI 2012 yang telah memberikan
ribuan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan
v
15. Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) dan rekan-rekan anggota yang telah
membantu menyemangati penulis dalam melakukan penelitian ini khususnya
untuk elemen Lingkar Sastra Tarbiyah dimana penulis belajar nari pertama
kali.
16. Keluarga DDPAW; Desty, Dita, Feby, Aini, Winda yang menemani penulis
selama kuliah dan memberikan kenangan indah yang tak akan pernah
penulis lupakan.
17. Dori Alom Siregar dan Desi Sulistiani sahabat SMA yang selalu menjadi
penghibur disaat penulis mulai kehilangan semangat.
18. Lisha Hasanah dan Julmy Ardiansyah saudara penulis yang selalu
menyemangati untuk menyelesaikan skripsi ini.
19. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya.
Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima
dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya,
mudah-mudahan dapat bermanfaat khusunya bagi penulis umumnya bagi kita semua.
Jakarta, 22 April 2019
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 6
D. Perumusan Masalah ................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................... 9
A. Kajian Teori ............................................................................... 9
1. Pencak Silat dalam Budaya Masyarakat Betawi ................. 9
2. Revitalisasi Budaya ............................................................ 20
3. Strategi Mempertahankan Budaya ..................................... 21
B. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 34
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 34
B. Latar Penelitian (Setting) .......................................................... 35
C. Metode Penelitian...................................................................... 36
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................... 37
1. Data dan Sumber Data ....................................................... 37
vii
2. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ......................... 39
a. Observasi ..................................................................... 39
b. Wawancara .................................................................. 40
c. Studi Dokumentasi ...................................................... 45
E. Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................... 45
F. Analisis Data ............................................................................. 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 49
A. Gambaran Umum Perguruan Cingkrik Rawa Belong ............... 49
1. Sejarah Singkat .................................................................. 49
2. Karakteristik Informan ....................................................... 50
B. Hasil Penelitian ......................................................................... 52
1. Hasil Observasi .................................................................. 52
2. Hasil Wawancara ............................................................... 54
a. Gambaran Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) ................................................................. 54
b. Revitalisasi Budaya Pencak Silat Cingkrik ................. 59
c. Perumusan Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
Sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) ................................................................ 62
d. Implementasi Strategi Mempertahankan Silat
Cingkrik Sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) ................................................................ 65
e. Evaluasi Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) ................................................................ 67
C. Pembahasan ............................................................................... 72
1. Gambaran Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) ....................................................................... 72
viii
2. Revitalisasi Budaya Pencak Silat Cingkrik ........................ 73
3. Perumusan Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
Sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) ... 73
4. Implementasi Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
Sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) ... 74
5. Evaluasi Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) .. 75
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .............................. 77
A. Kesimpulan ............................................................................... 77
B. Implikasi .................................................................................... 78
C. Saran .......................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah satu negara kepulauan di Asia Tenggara yang
wilayahnya sangat luas, dari Sabang sampai Merauke, dengan penduduknya
yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan
budaya yang berbeda. Salah satu dari suku bangsa yang banyak itu adalah
suku Betawi yang merupakan penduduk asli di kota Jakarta dan wilayah
sekitarnya.
Suku Betawi adalah penduduk asli di kota Jakarta, keberadaannya
sedikit berbeda dengan suku-suku lain yang ada di Indonesia. Perbedaan
yang paling mencolok adalah suku Betawi berada di Ibukota Jakarta dimana
beragam suku, latar belakang budaya yang berbeda mendiami kota Jakarta.
Suku Betawi ini terus berkembang dengan ciri-ciri budaya yang khas dan
mudah dibedakan dengan suku-suku lainnya terutama dari bentuk-bentuk
kesenian, bahasa, pakaian, serta beladirinya.
Suku Betawi sebagai penduduk yang berada di pusat kekuasaan
sejak berabad-abad lalu, suku Betawi mempunyai keberuntungan dan
ketidakberuntungan. Keberuntungan karena dapat berkenalan dengan
berbagai suku yang datang dari seluruh wilayah Indonesia, seperti Sunda,
Jawa, Batak, Makassar, Minang, dan Aceh. Mereka juga dapat berkenalan
dengan berbagai ras asing, seperti Cina, India, Jepang, Arab, Eropa dan lain-
lain. Mereka pun beruntung dapat mengikuti dan melihat sendiri berbagai
pergolakan politik yang terjadi di pusat kekuasaan negeri ini.
Namun, ketidakberuntungannya adalah mengancam eksistensi etnis
dan budaya Betawi itu sendiri. Sejak proklamasi kemerdekaan, datangnya
2
berbagai suku bangsa dari seluruh penjuru tanah air tampak seperti tidak
terbendung. Suku Betawi yang bersifat toleransi dan egaliter turut larut
dalam pergaulan dengan suku-suku tersebut. Dari waktu ke waktu terjadilah
perkawinan campur antara suku Betawi dengan suku lain-suku lain.
Perkawinan campuran yang jumlahnya relatif banyak dari tahun ke tahun
melahirkan generasi yang melupakan budaya Betawi sebagai budaya asal
mereka. Dari hal tersebut, menyebabkan suku Betawi telah termajinalkan
oleh budaya dan suku lain dari Indonesia maupun luar.
Keberadaan budaya Betawi pada saat ini dirasakan mengalami
kemunduran atau tidak terlihat lagi, mengingat semakin besar arus
urbanisasi serta pembangunan kota tanpa berlandaskan wawasan lingkungan
dan budaya yang terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta. Apabila suku Betawi
berdiam diri saja, kebudayaan Betawi lambat laun akan menurun
eksistensinya. Keberadaan budaya Betawi di tengah-tengah berbagai macam
kultur, agama, dan adat istiadat membuat suku Betawi sulit untuk
berkembang di tengah-tengah berbagai macam kultur mengikuti
perkembangan zaman yang ada.
Kota Jakarta memiliki jumlah penduduk yang terus bertambah setiap
tahunnya. Berikut Tabel 1.1 adalah jumlah penduduk DKI Jakarta.
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk DKI Jakarta1
Tahun Jumlah Penduduk
1961 2.906.533
1971 4.576.018
1980 6.480.645
1990 8.227.745
2000 8.347.083
1 www.bps.go.id, Jumlah Penduduk DKI Jakarta, diakses pada 10 Juli 2016
3
2010 9.607.787
2014 10.075.030
Sumber : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Jakarta
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat pertumbuhan penduduk Jakarta
dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Penduduk DKI Jakarta
terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Terdapat lima besar etnis yang
paling banyak berada di DKI Jakarta. Berikut ini adalah Tabel 1.2 yaitu
Data penduduk berdasarkan suku bangsa di DKI Jakarta pada tahun 2010.
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk DKI Jakarta menurut Suku Bangsa2
Suku Bangsa Jumlah
Jawa 3.453.453
Betawi 2.700.722
Sunda 1.395.025
Tionghoa 632.372
Batak 326.645
Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta 2010
Berdasarkan Tabel 1.2 hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut
mengungkapkan bahwa penduduk Provinsi DKI Jakarta didominasi oleh
Suku Jawa (3,453 juta jiwa), baru pada posisi kedua sampai kelima berturut-
turut ditempati oleh Suku Betawi (2,700 juta), Sunda (1,395 juta), Cina (632
ribu), dan Batak (327 ribu).
Peringkat 6-10 berturut-turut Suku Minangkabau (272 ribu), Melayu
(92 ribu), Madura (80 ribu), Suku Asal Sumsel (72 ribu), dan Bugis (68
ribu), Peringkat 11-15 berturut-turut Suku Asal Lampung (45 ribu), Suku
Asal Maluku (45 ribu), Minahasa (37 ribu), Suku Asal Kalimantan Lain (di
2 www.bps.go.id, Jumlah Penduduk DKI Jakarta menurut Suku Bangsa, diakses pada 10 Juli 2016
4
luar Suku Dayak dan Banjar, 33 ribu), dan Suku Asal Sulawesi Lain (di
luar Suku Makassar, Bugis, Minahasa dan Gorontalo, 32 ribu).
Sedangkan peringkat 16-20 ditempati Suku Asal Aceh (30 ribu),
Makassar (29 ribu), Suku Asal Nusa Tenggara Timur (29 ribu), Suku Asal
Banten (29 ribu), dan Suku Asal Sumatera Lain (24 ribu).3
Dengan demikian, sekitar 35,94 persen penduduk DKI Jakarta
merupakan Suku Jawa, berikutnya 28,11 persen Suku Betawi, 14,62 persen
Suku Sunda, dan 21,43 persen suku-suku lainnya.
Dapat dilihat bahwa suku yang paling banyak menghuni kota Jakarta
adalah Suku Jawa sedangkan suku Betawi menempati urutan kedua sebagai
suku terbesar yang menghuni kota Jakarta. Melihat hal ini semakin
mengkhawatirkan tentang pelestarian budaya Betawi saat ini dikarenakan
kelompok-kelompok Betawi sudah tidak ada lagi akibat penggusuran-
penggusuran tanah Betawi untuk keperluan pembangunan, juga akibat
banyaknya kawin campur antara suku Betawi dengan suku lain sehingga
membuat budaya Betawi termarjinalkan. Terdapat banyak sekali
kebudayaan dalam Betawi, seperti khasnya ondel-ondel, palang pintu,
rumah adat, dan silat cingkrik. Dari semua khas budaya Betawi silat
cingkrik sudah mulai tidak terlihat eksistensinya, padahal silat cingkrik ini
yang mengangkat nama Betawi.
Silat merupakan beladiri rakyat Indonesia yang sampai sekarang
masih bertahan. Silat Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-6
Masehi. Pada waktu itu penduduk yang mendiami lebih dari 3000 buah
pulau yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia masih hidup secara primitif
karena pengetahuan mereka masih sangat rendah. Keganasan binatang buas,
peperangan antar suku, penjarahan dan perampokan yang masih merajalela,
selalu mengancam kelangsungan hidup mereka. Maka dibuatlah sebuah
sistem pertahanan diri yang terinspirasi dari berbagai gerakan binatang yang
3 Hasan Na’im dan Hendry Syaputra, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa
Sehari-hari Penduduk Indonesia Hail Sensus Penduduk 2010, (Jakarta:Badan Pusat Statistik)
5
ada di alam. Akhirnya sistem tersebut mengkristal dalam sebuah bentuk
yang dinamakan sebagai Silat.
Terdapat banyak sejarah dari terbentuknya silat cingkrik ini, banyak
masyarakat yang meyakini bahwa silat cingkrik ini adalah silat yang dipakai
oleh si Pitung yang menjadi legenda di masyarakat Betawi. Pitung di
masyarakat Betawi adalah pendekar dan pahlawan pembela kaum lemah
dari kesewenang-wenangan penjajah Belanda dan Pitung diyakini
menggunakan silat cingkrik dalam menghadapi para penjajah tersebut.
Namun, banyak pula yang percaya bahwa silat cingkrik ini lahir jauh setelah
zaman Pitung, yang ditemukan oleh Ki Maing. Ki Maing menemukan jurus
silat cingkrik ini dari seekor Kera yang berhasil mencuri tongkat yang Ia
bawa, sampai terjadi perebutan tongkat antara Ki Maing dan Kera tersebut
yang kemudian gerakan-gerakan Kera itu dijadikan jurus-jurus dan
dinamakan silat cingkrik.
Selain berfungsi sebagai sebuah sistem bela diri, silat cingkrik juga
merupakan faktor penyatu dan pengikat dari masyarakat Betawi. Hal ini bisa
dibuktikan bahwa silat cingkrik digunakan dalam adat Betawi pada acara
perkawinan yaitu palang pintu. Banyak sekali masyarakat yang mengetahui
dan mengenal palang pintu namun tidak mengetahui apa itu silat cingkrik
yang dipakai dalam mengisi tradisi tersebut. Jika, eksistensi dari silat
cingkrik semakin menurun dan sedikit demi sedikit menghilang maka
budaya Betawi akan kehilangan satu ciri khasnya. Dan semakin lama
budaya yang lain akan ikut menghilang dan digantikan oleh budaya luar
yang disenangi oleh generasi-generasi zaman ini. Maka dari itu sangatlah
dibutuhkan strategi dalam mempertahankan silat cingkrik ini di kalangan
masyarakat terutama masyarakat Betawi untuk melestarikan budaya Betawi
yang ada.
Dari paparan di atas, peneliti menarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Strategi mempertahankan silat cingkrik dalam pelestarian
6
budaya Betawi (studi kasus sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong,
Jakarta Barat)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, penulis
mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Rendahnya minat dan krisis kesadaran masyarakat Betawi untuk
mempertahankan silat cingkrik sebagai produk untuk melestarikan
budaya Betawi.
2. Transformasi budaya asing mempunyai dampak yang luar biasa
sehingga mempengaruhi kecintaan pada kebudayaan daerah,
masyarakat enggan mempelajari budayanya sendiri.
3. Banyaknya sanggar silat cingkrik yang terancam tutup karena
kekurangan guru, murid, dan dana.
4. Kurangnya strategi yang digunakan untuk mempertahankan silat
cingkrik.
5. Kerjasama yang kurang baik antara Pemerintah daerah, lembaga
Betawi, dan masyarakat Betawi terhadap pelestarian kebudayaan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,
maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah untuk
menjelaskan permasalahan dan sekaligus menghindari ketidak fokusan
dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis memberikan pembatasan
masalah yaitu pada ruang lingkup upaya yang dilakukan Perguruan Silat
Cingkrik (PERCIRA) dalam mempertahankan silat cingkrik untuk
melestarikan budaya Betawi.
7
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah utama
dalam penelitian ini adalah Strategi apa yang digunakan oleh Perguruan
Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) mempertahankan silat cingkrik dalam
pelestarian budaya Betawi?
Sedangkan perumusan dasar dari masalah ini adalah:
1. Bagaimana perumusan strategi mempertahankan silat cingkrik
Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)?
2. Bagaimana implementasi strategi mempertahankan silat cingkrik
Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)?
3. Bagaimana evaluasi strategi mempertahankan silat cingkrik Perguruan
Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perumusan strategi mempertahankan silat cingkrik Perguruan
Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
2. Implementasi strategi mempertahankan silat cingkrik Perguruan
Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
3. Evaluasi strategi mempertahankan silat cingkrik Perguruan Cingkrik
Rawa Belong (PERCIRA)
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat bermanfaat bagi peneliti, bagi pembaca, dan
peneliti lain. Manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
8
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan di
bidang pendidikan, sehingga dapat mengetahui bagaimana strategi
dalam mempertahankan silat cingkrik untuk melestarikan budaya
Betawi.
b. Bagi peneliti lebih lanjut, dapat dijadikan referensi dalam
mengembangkan pengetahuan tentang silat cingkrik dan strateginya
dalam melestarikan budaya Betawi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan arahan dan minat
serta motivasi untuk menjadi manusia yang kaya peduli dengan
budaya yang ada demi tercapainya bangsa yang maju.
b. Bagi Sanggar Betawi, sebagai sumbangsi pemikiran dalam
memajukan Budaya Betawi dan melestarikan silat cingkrik untuk
generasi-generasi berikutnya.
c. Bagi PEMDA, diharapkan dapat menjadikan masukan dalam
melaksanakan program kerja yang ada untuk melestarikan budaya
Betawi.
d. Bagi seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan dimasa yang akan datang.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pencak Silat dalam Budaya Masyarakat Betawi
a. Budaya dan Masyarakat Betawi
“Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti
cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya berasal dari bahasa Sansakerta
budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal”.1
Kebudayaan merupakan posisi penting dalam kehidupan manusia,
masyarakat adalah sebuah wadah bagi kebudayaan tersebut dengan
berbagai pendukungnya, sehingga fungsi kebudayaan itu sendiri dapat
dijadikan sebagai faktor pendorong daalam perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat atau masyarakat dapat menentukan sikapnya
sendiri terhadap dunia berdasarkan pada pengetahuan yang ada pada
kebudayaan.
Budaya atau kebudayaan menurut para tokoh antara lain:
1) E.B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2) Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
3) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan
bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.2
1 Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008) hlm. 27
2Ibid, hlm. 27
10
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan dibagi atau digolongkan
dalam tiga wujud, yaitu:
1) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, dan peraturan. Wujud tersebut menunjukan wujud
ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang,
ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di
mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud tersebut
dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan
berpola dari manusia itu sendiri.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud ini disebut wujud fisik, di mana wujud budaya ini hampir
seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyrakat).3
Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan
yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang
dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu
adalah:
1) Bahasa
2) Sistem pengetahuan
3) Organisasi sosial
4) Sistem peralatan hidup dan teknologi
5) Sistem mata pencaharian hidup
6) Sistem religi
7) Kesenian4
Masing-masing unsur kebudayaan sudah tentu juga menjelma
dalam ketiga wujud kebudayaan yang terurai di atas, yaitu wujudnya
yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa
3 Ibid, hlm. 28-30
4 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Fa. Aksara Baru, 1983) cet. 4, hlm. 206
11
unsur-unsur kebudayaan fisik. Dalam penelitian ini penulis akan
mencoba meneliti salah satu unsur kebudayaan Betawi yaitu dalam
unsur kesenian budaya Betawi.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada kebudayaan tanpa
masyarakat dan sebaliknya tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai
kebudayaan sebagai wadah pendukungnya, walaupun secara teoritis dan
untuk kepentingan analitis, kedua persoalan tersebut dapat dibedakan
dan dipelajari secara terpisah. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.5
“Mayarakat adalah sehimpunan manusia yang hidup bersama
dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan-aturan tertentu”.6
Dinamakan masyarakat jika lebih dari dua orang yang memiliki aturan
tentang nilai dan norma yang disepakati bersama.
Menurut Hasan Shadily masyarakat adalah golongan besar atau
kecil dari beberapa manusia yang dengan atau karena sedirinya
bertalian secara bergolongan atau pengaruh mempengaruhi satu sama
lain.7 Masyarakat yang hidup bersama maka akan saling mempengaruhi
satu sama lain dari pola pikir hingga gaya hidupnya. Pendapat ini
didukung oleh Selo Sumardjan yang berpendapat masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan”.8
Masyarakat yang hidup bersama akan menghasilkan kebudayaan
melalui nilai dan norma yang ada.
Pada dasarnya masyarakat mencakup beberapa unsur sebagai
berikut:
5 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: LkiS, 2003), hlm. 3
6 Kamus Besar Bahasa Indonesia
7 Hasan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1998), hlm. 7
8 Ibid, hlm. 26
12
1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran
mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah
manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis angka
minimalnya adalah dua orang yang hidup bersama.
2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama.
3) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota
kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya.9
Dari pengertian-pengertian di atas masyarakat dapat diartikan dua
orang atau lebih yang berkumpul dalam waktu lama dan memiliki nilai
dan norma yang mengaturnya.
Ketika kota Jakarta secara resmi dinyatakan sebagai ibukota
negara, konon mulai muncul dan mengemukakan berbagai komunitas
yang menamakan diri sebagai komunitas yang menamakan diri sebagai
masyarakat Betawi. Diduga masyarakat Betawi sudah cukup lama
bermukim di Jakarta, dan mereka diperkirakan sudah tinggal di Jakarta
semenjak zaman prasejarah, yaitu zaman batu bara atau neolitikum.
Diperkirakan mereka mulai tinggal di Jakarta tahun 2500 SM.10
“Suku Betawi adalah salah satu etnis di Indonesia yang dikenal
sebagai penduduk asli kota Jakarta. Secara geografis suku Betawi
tinggal di pulau Jawa, namun secara sosiokultural, mereka kelihatannya
lebih dekat dengan budaya Melayu Islam”.11
Terdapat beberapa
pendapat seputar suku Betawi ini. Pertama yaitu Yasmine Zaki Shahab
seorang antropolog Universitas Indonesia, beliau memperkirakan
bahwa etnis Betawi baru terbentuk sekitar tahun 1815-1893.
Kedua yaitu Parsudi Suparlan mengemukakan bahwa kesadaran
mereka itu sebagai orang Betawi pada awal pembentukan etnis ini
9 Ibid, hlm. 26-27
10 Eni Setiati dkk, Ensiklopedia Jakarta 6, (Jakarta: PT. Lentera Abadi, 2009), hlm. 4
11 Ibid, hlm. 7
13
tampaknya belum mengakar. Ketiga yaitu Ridwan Saidi seorang
sejarawan, budayawan, dan sekaligus seorang politikus asal Betawi
beliau membantah pendapat kedua antropolog tersebut. Ia mengatakan
bahwa orang-orang Betawi sudah ada jauh sebelum J.P Coen membakar
Jayakarta tahun 1619 dan menjadikan Jayarkarta menjadi Batavia.
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan menunjukkan keberadaan orang-
orang Betawi secara geografis, arkeologis serta sejarah perkembangan
bahasa dan budayanya.
Ada berbagai anggapan mengenai seseorang layak disebut orang
Betawi atau masyarakat Betawi. Pertama seseorang layak disebut orang
Betawi atau masyarakat Betawi apabila orang tersebut merupakan
keturunan generasi ke-3, yang semuanya hidup di Jakarta. Kedua, yang
dapat disebut sebagai orang Betawi atau masyarakat Betawi adalah
orang yang lahir dan hidup persis seperti orang Betawi asli, entah
bahasa maupun budayanya. Ada juga yang mengatakan bahwa
seseorang itu lahir di Jakarta, tinggal di Jakarta, makan dan minum di
bumi Jakarta. Namun bagi orang Betawi, polemik semacam itu tidak
penting. Yang penting bagi mereka adalah memikirkan bagaimana
mengisi kehidupan sebelum mereka meninggal. Ini dapat terjadi karena
mereka memiliki keyakinan yang kuat terhadap agama Islam sebagai
nafas hidup dan budaya mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka
toleran terhadap para imigran dari etnis lain yang masuk ke Jakarta.
Bagi mereka, kualitas manusia tidak ditentukan oleh keturunan
siapa, tetapi oleh isi hati, dan perilakunya. Itulah sebabnya walaupun
secara geografis mayoritas wilayahnya telah diambil orang lain
sehingga mereka semakin tergusur, namun orang Betawi masih tetap
eksis. Mereka tidak pernah merasa diri mereka tergusur dari Jakarta
sebagai kampung halaman mereka. Mereka beranggapan bahwa selama
14
Jakarta masih ada, maka selama itu pula akan muncul orang-orang
Betawi.12
Masyarakat Betawi dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu: Betawi Tengah, Betawi Pinggir, dan Betawi Udik.
Kelompok Betawi Tengah adalah penduduk Betawi yang bermukim
daerah kota. Kebanyakan dari mereka tinggal secara berkelompok
berdasarkan keturunan. Ada dua kelompok besar orang yang tinggal di
kota, yaitu Betawi gedong dan Betawi kampung. Betawi gedong adalah
mereka yang secara ekonomi tergolong mampu atau orang kaya dan
tinggal di rumah-rumah mewah yang disebut gedong. Sedangkan
Betawi kampung adalah mereka yang hidup sederhana dan tidak
memiliki kekayaan yang dapat dibanggakan.
Betawi Pinggir memiliki nilai Islami yang sangat tinggi
dibandingkan dengan kedua kelompok Betawi lainnya, cara pandang
mereka adalah cara pandang Islam. Orang Betawi Pinggir menolak bila
mereka dianggap tertinggal dalam bidang pendidikan, sebab mereka
mempunyai prioritas pendidikan tersendiri, yaitu pesantren. Dan yang
terakhir adalah Betawi Udik, kelompok Betawi Udik terbagi dalam dua
kelompok, yaitu orang Betawi yang tinggal di Jakarta bagian utara,
bagian barat Jakarta, dan Tangerang. Budaya mereka sangat
dipengaruhi oleh budaya tionghoa. Kelompok kedua yaitu mereka yang
tinggal di sebelah timur dan selatan Jakarta yang terpengaruhi budaya
Jawa Barat.
Namun pada dasarnya semua masyarakat Betawi adalah
masyarakat terbuka. Terutama setelah kedatangan Islam. Dalam hal
perkawinan masyarakat Betawi tidak bersifat endogam, yang penting
sama-sama beragama Islam. Tidak ada larangan pernikahan dengan
suku budaya lain, bahkan oleh bangsa lainnya tetapi yang paling
terpenting ada kesamaan agama yaitu Islam. Di masa lalu banyak
12
Ibid, hlm. 8
15
terjadi perkawinan perempuan Betawi dengan bangsa-bangsa Eropa
setelah yang bersangkutan memnyatakan dirinya masuk ke dalam
agama Islam.13
b. Pencak Silat sebagai Produk Budaya Betawi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Silat adalah “kepandaian
berkelahi, seni bela diri yang berasal dari Indonesia dengan ketangkasan
membela dan untuk pertandingan atau perkelahian”.14
Menurut Ochid Aj, Pencak Silat adalah istilah baku yang
digunakan untuk menyebut sebuah seni bela diri khas Indonesia. Seni
bela diri sendiri mengandung dua makna, yaitu seni dan pembelaan diri.
Seni merujuk pada keindahan tata gerak, pola langkah, serang-bela,
bahkan seni dalam pencak silat lebih khusus diartikan sebagai seni
pertunjukan, dimana keindahan gerak dan langkah dipadu dengan
iringan musik gendang pencak (nayaga). Seni juga diartikan sebagai
teknik; teknik menyerang, teknik menghindar, menangkis, memukul,
dan sebagainya.15
Pencak silat adalah salah satu cabang olahraga beladiri yang
terdapat di Indonesia. Olahraga beladiri pencak silat adalah warisan
nenek moyang bangsa Indonesia. Karena pencak silat lahir dari
kebudayaan bangsa Indonesia, maka perkembangannya dipengaruhi
oleh watak, selera, dan bakat masyarakat yang ada di daerahnya
masing-masing. Selain keadaan masyarakat dan sifatnya, faktor alam
juga dapat memengaruhi perkembangan pencak silat itu sendiri,
misalnya keadaan tempat, iklim, keadaan sosial, dan lain
sebagainya. Pencak silat adalah suatu cara beladiri yang menggunakan
akal sepenuhnya. Akal yang dimiliki manusia lebih sempurna bila
dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Oleh karena itu,
13
Ridwan Saidi, Potret Budaya Manusia Betawi, (Jakarta: Perkumpulan Renaissance Indonesia,
2011), hlm. 16 14
Ochid Aj, Bunga Rampai Pencak Silat, (Ebook, 2010), hlm. 8 15
Ibid, hlm. 8
16
tidak mustahil jika manusia dapat menguasai segala macam ilmu di
dunia ini.16
Setiap daerah memiliki pengertian tentang silat yang berbeda-beda,
berikut beberapa pengertian yang berkaitan dengan silat:
Menurut guru pencak silat Bawean, Abdus Syukur:
“Pencak adalah gerakan keindahan dengan menghindar, yang
disertakan gerakan berunsur komedi. Pencak dapat dipertontonkan
sebagai sarana hiburan. Sedangkan, silat adalah unsur teknik bela diri
menangkis, menyerang dan mengunci yang tidak dapat diperagakan
didepan umum”.
Penjelasan serupa diajukan pula oleh guru besar Hasan Habudin,
yang juga pendiri Perguruan Pamur di Madura:
Pencak adalah seni bela diri yang diperagakan dengan diatur,
padahal silat sebagai inti sari dari pencak silat tidak dapat
diparagakan. Di kalangan suku Madura pencak dianggap berakar
dari bahasa Madura “apengkarepang laju alonjak”, yaitu bergerak
tanpa aturan sambil meloncat. Sedangkan silat berasal dari
“seamaen alat mancelat”, yaitu sang pemain berloncat kian kemari
seperti kilat.
Ikatan Pencak Silat Indonesua (IPSI), memiliki pengertian sebagai
berikut:
“Pencak adalah gerakan serang bela yang berupa taria dan berirama
dengan peraturan adat kesopanan tertentu, yang biasa dipertunjukkan di
depan umum. Silat adalah inti sari dari pencak, ilmu untuk perkelahian
atau membela mati-matian yang tidak dapat dipertunjukkan di depan
umum”.
Pendapat yang juga dilontarkan oleh Sukowandi, pendiri Perpi
Harimukti, sebuah perguruan yang bertempat di Yogyakarta:
Pada waktu itu di tanah jawa istilah silat tidak terkenal. Rakyat
hanya mengetahui istilah pencak. Pencak berasal dari istilah „pen‟
16
Ibid, hlm. 11
17
yang berarti titik atau tujuan, dan „cak‟ yang berarti tindakan. Yaitu
tindakan yang memiliki tujuan, karena tindakan tanpa tujuan tidak
ada artinya dalam bela diri. Istilah silat banyak diperkenalkan oleh
penyadur Kho Ping Ho. Mulai menyebarkan komiknya mulailah
istilah silat dikenal di Jawa. Sekarang kebanyakan orang
mencampurbaurkan silat dengan pencak sehingga mereka bersatu.
Perguruan Phasadja Mataram di Yogyakarta mendefinisikan kedua
istilah tersebut sebagai berikut:
Pencak adalah gerakan bela-serang, yang teratur menurut sistem,
waktu, tempat dam iklim dengan selalu menjaga kehormatan masing-
masing dengan kesatria, tidak mau melukai perasaan. Jadi pencak lebih
menunjuk kepada segi lahiriah. Silat adalah gerakan bela-serang yang
erat hubungannya dengan rohani, sehingga menghidupsubukkan naluri,
menggerakan hati nurani manusia, langsung menyerah kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Dalam kata pengamat pencak silat dan dosen ASKI Padang
Panjang, Indra Utama:
Di minangkabau ada „pencak‟ dan ada pula „silek‟. Keduanya
adalah serupa tetapi tidak sama. „pencak‟ tangko lape, artinya kunci
dapat dilepas karena permainan sudah diatur sebagai pertunjukkan.
Sedangkan „silek‟ menangkap mati, artinya kuncian tidak dapat
dibuka, lawan ditangkap untuk dibunuh. Silek ini tidak dapat
dipertunjukkan karena sangat berbahaya.17
Silat lebih banyak menitik beratkan pembentukan sikap dan watak
kepribadian pesilat yang sesuai dengan falsafah budi pekerti luhur,
karena ajaran falsafah budi pekerti luhur tersebut di perlukan agar silat
sebagai ilmu “berkelahi” tidak di salah gunakan oleh orang-orang
tertentu untuk membahayakan masyarakat dan mengganggu
ketentraman masyarakat di sekitarnya.
17
O‟ong Maryono, Pencak Silat Merentang Waktu, (Yogyakarta: Galang Press, 2000), cet. Ke-2,
hlm. 4-8
18
Empat aspek dalam gerakan-gerakan khas silat yang terdiri dari
beberapa komponen utama atau dasar, secara garis besar bisa dibedakan
menjadi empat macam, yaitu:
1) Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan
mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para
pendekar dan maha guru pencak silat zaman dahulu seringkali harus
melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk
mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
2) Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat
ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada
umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan
musik dan busana tradisional.
3) Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat
penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat,
cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak
silat.
4) Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak
silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah
tubuh. Kompetisi ialah bagian aspek ini. Aspek olah raga meliputi
pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk jurus, baik untuk tunggal,
ganda atau regu.18
Dalam praktek, teknik-teknik dasar akan dikombinasikan
sedemikian rupa bahwa mereka membentuk suatu kaidah yang sangat
khas dimana mereka membentuk suatu kaidah yang sangat khas dimana
gerak olah raga dan bela diri menyatu dengan unsur seni maupun nafas
dan perasaan batin.
Dalam salah satu unsur kebudayaan yakni kesenian pencak silat
adalah salah satu produk kebudayaan Betawi yang sudah sangat
ternama. Dalam kebudayaan Betawi pencak silat terbagi lagi menjadi
18
Ibid, hlm. 10
19
banyak aliran silat. Terdapat beberapa aliran silat yang terkenal di
kebudayaan Betawi ini, yaitu aliran silat Cingkrik, Gie Sau, Beksi,
Kelabang Nyebrang dan Merak Ngigel, Naga Ngerem.
Silat Betawi terkenal dengan aliran silatnya yang beragam sesuai
asal kampung atau daerah perkembangan aliranya. Karena itu pula
masyarakat Betawi sering menyebut kelompok mereka berdasarkan
tempat tinggalnya, seperti Orang Rawa Belong, Orang Kemayoran, atau
Orang Senen. Perubahan penamaan berdasarkan daerah ini baru
bergeser tahun 1923 sejak Moh Husni Thamrin dan tokoh masyarakat
Betawi mendirikan Perkumpulan Kaum Betawi sebagai sebuah
kelompok etnis sosial yang lebih luas dan dikenal dengan nama orang
Betawi.
Hampir di setiap kampung di Betawi terdapat jagoan silat, mereka
menjaga kampung dan disegani karena tingkah lakunya yang terpuji.
Jagoan kampung ini menggunakan ilmu beladiri untuk mengajak pada
kebaikan dan menjauhi kezaliman. Keberadaan mereka sangat di
hormati masyarakat Betawi, terlebih karena dekat dengan ulama dan
mengayomi masyarakat.
Saat ini salah satu aliran silat Betawi yang khas dan dikenal dengan
cukup khas sebagai silat Betawi pada umumnya adalah silat cingkrik.
silat cingkrik telah masuk ke berbagai pelosok kampung Betawi dan
memiliki banyak turunan alirannya. Hal inilah yang membuat peneliti
mengambil silat cingkrik sebagai obyek dalam penelitian ini.
2. Revitalisasi Budaya
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses,
cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya
kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu
20
atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti
sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya).19
Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses,
cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan
kembali berbagai program/kegiatan, atau lebih jelas revitalisasi itu
adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalitas ini
secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi
penting dan perlu sekali.
Dalam bidang kebudayaan pun masalahnya tentu mengalami
pasang-surut, sama seperti bidang-bidang lainnya. Maka di saat-saat
tertentu revitalisasi juga menjadi penting dilakukan. Hal ini bisa disebut
bagian dari proses penyegaran agar cita-cita yang hendak dicapai bisa
terus berlangsung. Revitalisasi dalam konteks kebudayaan adalah
memaksimalkan semua unsur sebuah budaya menjadi lebih vital atau
terbedaya lagi, sehingga sasaran dan tujuan dari sebuah budaya bisa
dicapai dan dilangsungkan dengan maksimal pula.
3. Strategi Mempertahankan Budaya
a. Pengertian Strategi
“Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu strategos, yang
berasal dari kata Stratos, yang berarti militer dan Ag, yang berarti
memimpin. Dan pada konteks awalnya, strategi diartikan sebagai
generalship atau sesuatu yang dilakukan oleh para jenderal dalam
membuat rencana untuk menaklukkan musuh dan memenangkan
perang.20
Secara etimologi strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
Strategos yang berarti Jendral. Strategi pada mulanya berasal dari
peristiwa peperangan yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan 19
https://id.wikipedia.org/wiki/Revitalisasi, Pengertian Revitalisasi Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, diakses pada 6 Januari 2017 20
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkie flimansyah, Manajemen Strategi Sebuah Konsep Pengantar,
(Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, 1999), hlm. 8
21
musuh. Namun, pada akhirnya strategi berkembang untuk semua
kegiatan organisasi termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan
agama.21
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan strategi adalah
seni atau ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan
kegiatan tertentu.22
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengertian
strategi, penulis mengedepankan pengertian strategi yang dikemukakan
beberapa pakar diantaranya:
1) Menurut A.M. Kardiman, strategi adalah penentuan tujuan
utama yang berjangka panjang dan sasaran dari suatu perusahaan atau
organisasi serta pemilikan cara-cara bertindak dan mengalokasikan
sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan
tersebut.23
2) Menurut Stainer dan Minner, strategi adalah penetapan misi
perusahaan, penetapan sasaran organisasi, dengan mengingat kekuatan
eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk
mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat,
sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai.
3) Menurut William F. Glueck, Strategi merupakan sesuatu yang
dipersatukan, bersifat komprehensif terintegrasi yang menghubungkan
atau lembaga terhadap tantangan lingkungan dan dirancang untuk
meyakinkan bahwa sejarah dasar perusahaan atau organisasi akan
dicapai dengan pelaksanaan yang tepat oleh organisasi yang
menerapkannya.24
4) Pengertian strategi menurut Dini Syamsudin mengandung arti
antara lain:
21
Rafiudin dan Manan Abd. Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia), hlm.
76 22
Dikutip dari http://kbbi.web.id/, diakses pada 28 September 2015, pukul 07:43 23
A.M Kardiman, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta: Pronhallindo, t.t.), hlm. 58 24
Amirullah dan Sri Budi Cantika, Manajemen Strategi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2000) Cet. Ke-
1, hlm. 4
22
a) Rencana dan cara yang seksama untuk mencapai tujuan.
b) Seni dalam menyiasati pelaksanaan rencana atau program
untuk mencapai tujuan.
c) Sebuah penyesuaian terhadap lingkungan untuk menampilkan
fungsi dan peran penting dalam mencapai keberhasilan
bertahap.25
Dari beberapa definisi strategi di atas, penulis menyimpulkan
strategi adalah rencana yang akan dilakukan oleh suatu organisasi
dimana strategi dapat dilakukan secara terencana atau yang telah
disusun secara sistematis dan strategi yang timbul secara spontan.
Strategi dibutuhkan agar sesuatu yang telah terencana dengan
sempurna dapat mencapai hasil yang diinginkan. Oleh sebab itu
dibutuhkan pengawasan terhadap hal-hal yang sifatnya dapat berubah.
Dalam hal tersebut strategi yang dibutuhkan oleh suatu organisasi
adalah strategi yang muncul secara spontan. Dimana hal-hal yang
belum direncanakan harus dilakukan.
Dalam strategi mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan,
program, dan kegiatan yang nyata dengan mengantisipasi
perkembangannya. Kurangnya aplikasi atau penerapan sebuah strategi
yang baik dapat menyebabkan strategi yang tersusun sempurna bukan
saja akan meraih kesuksesan, melainkan dapat mengokohkan strategi
yang pada awalnya diragukan. Hasil baik yang didapat bukan semata-
mata karena strategi yang dimiliki, namun hal tersebut dikarenakan
kemampuan dalam menerapkan strategi yang efektif.
b. Tahapan-tahapan Strategi
Joel Ross dan Michael mengungkapkan, bahwa sebuah organisasi
tanpa adanya strategi seperti kapal tanpa ada kemudinya, bergerak
25
Din Syamsudin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Lagos, 2000)
Cet. Ke-1, hlm. 127
23
berputus pada lingkaran. Organisasi yang dimiliki seperti pengembara
tanpa adanya tujuan tertentu.26
Adapun tahapan-tahapan strategi terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
1) Perumusan Strategi
Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya adalah
pengembangan tujuan, menganali peluang dan ancaman eksternal,
menetapkan suatu objektivitas, menghasilkan strategi untuk
dilaksanakan.27
Dalam perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap
untuk memutuskan, memperluas, menghindari atau melakukan suatu
keputusan dalam satu proses kegiatan. Teknik perumusan strategi yang
penting dapat dipadukan menjadi kerangka kerja berikut ini:
a) Tahap Input (masukan)
Dalam tahap ini proses yang dilakukan adalah meringkas
informasi sebagai masukan awal, dasar yang diperlukan untuk
merusmuskan strategi.
b) Tahap Pencocokan
Proses yang dilakukan adalah memfokuskan pada menghasilkan
strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor
eksternal dan internal.28
c) Tahap Keputusan
Menggunakan semacam teknik, diperoleh dari input sasaran
dalam mengevaluasi strategi alternatif yang telah
diidentifikasikan dalam tahap kedua.29
Perumusan strategi
haruslah selalu melihat ke arah depan dengan tujuan, artinya
perencanaan amatlah penting dan mempunyai andil yang besar.
26
Fred R David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta, Prenhalindo, 2002) hlm. 3 27
Ibid, hlm. 15 28
Ibid, hlm. 183 29
Ibid, hlm. 198
24
2) Tahap Pengimplementasian Strategi
Implementasi strategi termasuk pengembangan budaya dalam
mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif,
mengubah arah, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan
memanfaatkan sistem informasi yang masuk.30
Implementasi strategi sering pula disebut sebagai tindakan dalam
strategi karena implementasi berarti memobilisasi untuk mengubah
strategi yang dirumuskan menjadi sebuah tindakan. Menetapkan tujuan,
melengkapi kebijakan, mengalokasikan sumber daya dan
mengembangkan budaya yang mendukung strategi merupakan usaha
yang dilakukan dalam mengimplementasikan strategi. Implementasi
yang sukses memerlukan dukungan disiplin, motivasi dan kerja keras.
Implementasi strategi merupakan proses pelaksanaan strategi. Yang
mana dalam pelaksanaannya perlu konsistensi yang tinggi dari masing-
masing anggota yang terlibat didalamnya. Komitmen serta kerjasama
dari seluruh unit diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan.
3) Evaluasi Strategi
Tahap akhir dalam strategi adalah evaluasi. Tiga macam aktivitas
mendasar untuk mengevaluasi strategi adalah:31
a) Meninjau faktor-faktor eksternal yang menjadi dasar strategi.
Adanya perubahan faktor eksternal seperti tindakan yang
dilakukan. Perubahan yang ada akan menjadi suatu hambatan
dalam mencapai tujuan begitu pula dengan faktor internal yang
diantaranya strategi yang tidak efektif atau aktifitas
implementasi yang buruk dapat berkaibat pula bagi hasil yang
akan dicapai.
30
Ibid, hlm. 5 31
Ibid¸ hlm. 104
25
b) Mengukur Prestasi (Membandingkan hasil yang diharpakan
dengan kenyataan)
Menyelidiki penyimpangan dari rencana, mengevaluasi
prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat ke arah
pencapaian sasaran yang dinyatakan. Kriteria untuk evaluasi
strategi haruslah dapat diukur dan mudah dibuktikan, kriteria
yang meramalkan hasil lebih penting dari pada kriteria yang
mengungkapkan apa yang telah terjadi.
c) Mengambil tindakan korektif untuk memastikan bahwa prestasi
sesuai dengan rencana.
Dalam mengambil tindakan korektif tidak harus berarti
bahwa strategi yang sudah ada akan ditinggalkan atau bahkan
strategi harus dirumuskan. Tindakan korektif diperlukan bila
tindakan atau hasil tidak sesuai dengan yang dibayangkan
semula atau pencapaian yang direncanakan, maka disitulah
tindakan korektif diperlukan.
Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan
merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan. Evaluasi strategi
mungkin berupa tindakan yang kompleks dan peka, karena terlalu
banyak penekanan pada evaluasi strategi akan merugikan suatu hasil
yang dicapai, evaluasi strategi sangat penting untuk memastikan sasaran
yang dinyatakan telah dicapai.
Evaluasi perlu untuk semua organisasi dari semua kegiatan dengan
mempertanyakan pertanyaan dan asumsi menejerial, harus memicu
tinjauan dari nilai-nilai yang merangsang sebuah kreativitas. Evaluasi
menjadi tolak ukur dari keberhasilan strategi yang akan diterapkan
kembali dimasa mendatang oleh suatu organisasi. Manfaat evaluasi
pada proses tahapan strategi ketiga ini adalah untuk:
26
a) Meninjau faktor eksternal dan internal
b) Mengukur prestasi yang dicapai dengan cara membandingkan
antara hasil yang ingin dicapai dengan kenyataan yang ada.
c) Mengambil tindakan korektif bagi suatu organisasi.32
Kesadaran bagi setiap orang baik individu atau kelompok
organisasi, baik organisasi sosial maupun organisasi bisnis tentang
tujuan yang hendak dicapai akan dirubah. Suatu usaha untuk mancapai
tujuan tersebut dan usaha-usaha yang mengarahkan pada penyampaian
tujuan disebut strategi.
Suatu strategi harus efektif dan jelas karena akan mengarahkan
organisasi kepada tujuannya, untuk itu suatu strategi harus
memperhatikan faktor-faktor penetapan strategi, diantaranya:
1) Lingkungan
Lingkungan tak pernah berada pada kondisi tetap dan selalu
berubah. Perubahan yang terjadi berpengaruh sangat luas kepada segala
sendi kehidupan manusia. Sebagai individu masyarakat, tidak hanya
kepada cara pikir tetapi tingkah laku, kebiasaan, kebutuhan, dan
pandangan hidup.
2) Lingkungan Organisasi
Lingkungan organisasi yang meliputi segala sumber daya dan
kebijakan organisasi yang ada. Lingkungan dalam organisasi terdiri dari
pemimpin, para pengikut pemimpin tersebut, atasan, rekan sejawat,
organisasi dan tuntunan pekerjaan. Daftar itu tidaklah insklusif, tetapi
berisi beberapa komponen yang saling berinteraksi yang penting
diketahui pemimpin.33
32
S.P Siagian, Manajemen Modern. (Jakarta: Masagung, 1994) Cet. Ke-2, hlm. 21 33
Paul Harsey dan Ken Blanchard, Manajemen Prilaku Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 1982),
edisi Ke-4, hlm. 149
27
3) Kepemimpinan
S.P. Siagian memberikan definisi tentang kepemimpinan yakni
“Seorang pemimpin orang tertinggi dalam mengambil keputusan. Oleh
karena itu setiap pemimpin dalam menilai perkembangan yang ada
dalam lingkungan baik eksternal dan internal berbeda.34
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang strategi mempertahankan suatu budaya ini,
sebelumnya telah dilakukan beberapa penelitian yang terkait hal tersebut,
diantaranya adalah:
1. Penelitian Doni Endri (2008) yang berjudul “Strategi Mempertahankan
Silat Pauh (Studi Terhadap Tuo Silat Pauh Di Tapian Caniago Kel.
Korong Gadang Kec. Kuranji Padang)” menyimpulkan Upaya
mempertahankan ini dilakukan oleh para Tuo silat Pauh dengan
beberapa hal yaitu mempermudah dalam penerimaan anak sasian,
merubah metode pelatihan, melakukan propaganda kepada masyarakat
luas, memasukkan silat Pauh pada upacara Urak Balabek, dan strategi
lainnya adalah dengan berintegrasi dengan beladiri lain melalui
kompetisi dengan beladiri lain seperti Judo, Karate, dan Taekwondo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan tipe
deskriptif. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan
observasi dan wawancara. Pemilihan informan dilakukan dengan
sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yang
sesuai dengan tujuan penelitian.35
2. Penelitian Eka Yuliana (2014) yang berjudul “Strategi
Mempertahankan Eksistensi Komunitas Virginity Jogja” menyimpulkan
strategi yang dilakukan diantaranya dengan pemanfaatan media sosial
secara maksimal, selalu memprioritaskan member yang aktif, sikap
aktif yang ditunjukkan para member dalam usaha perekrutan anggota
34
S.P. Siagian, Manajemen Modern, (Jakarta: Masagung, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 9 35
Doni Endri, Strategi Mempertahankan Silat Pauh (Studi Terhadap Tuo Silat Pauh Di Tapian
Caniago Kel. Korong Gadang Kec. Kuranji Padang), (Padang, 2008), hlm. iii
28
baru, dan yang terakhir adalah melakukan variasi kegiatan. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Tekhnik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipan yang di
dukung oleh wawancara mendalam dan dokumentasi. Sesuai dengan
tujuan penelitian, subjek penelitian ditentukan dengan tekhnik
purposive sampling untuk memilih informan berdasarkan kriteria yang
sudah ditetapkan peneliti yaitu pengurus Virginity Jogja dan para
member. Validitas data pada penelitian ini diperkuat dengan triangulasi
sumber. Sedangkan tekhnik analisis data menggunakan Model
Interaktif Miles dan Hubberman yaitu pengumpulan data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.36
3. Penelitian Yulia Kartika (2008) yang berjudul “Peran Perkampungan
Budaya Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan dan
Mengembangkan Budaya Betawi” menyimpulkan Setu Babakan dapat
dikatakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi karena Pelestarian
dan Pengembangan yang dilakukan untuk kebudayaan Betawi baik dari
segi sosial masyarakat, keagamaan dan kesenian yang menonjol adalah
dalam bidang kesenian seperti: adanya pertunjukkan-pertunjukkan seni
musik, teater, dan tari yang masing-masing mendapatkan pengaruh dari
Negara lain seperti: pealtihan, lomba atau festival kesenian Betawi baik
musik, teater, dan tari. Dalam bidang keagamaan dengan
menyelenggarakan perayaan-perayaan hari besar Islam seperti: Maulid,
Isra Mi‟raj, dan adanya sarana peribadatan Islam seperti masjid Baitul
Ma‟mur dan mushollah PBB (Perkampungan Budaya Betawi), adanya
kegiatan di bulan Ramadhan dan juga pekan lebaran dan sebagainya.
Dalam bidang sosial masyarakat, masyarakat ikut berpatisipasi dengan
cara mewariskan adat istiadat Betawi dengan ikut melestarikan budaya
Betawi dengan membangun rumah-rumah tradisional Betawi serta
lingkungan asri Betawi dengan penanaman pepohonan yang bermanfaat
36
Eka Yuliana, Strategi Mempertahankan Eksistensi Komunitas Virginity Jogja, (Yogyakarta,
2014), hlm. iii
29
yang kita jumpai apabila kita melihat film-film dokumenter Betawi
tanaman-tanaman langka yang jarang kita lihat di kota-kota besar serta
menjadi cerita-cerita orang-orang zaman dahulu. Setu Babakan
dikatakan berhasil dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya
Betawi walaupun masih kurang disana sini misalnya fasilitas-fasilitas,
keberhasilannya dapat dilihat dari banyaknya kegiatan-kegiatan seperti
pelatihan-pelatihan pertunjukkan, festival, lomba, parade dan
sebagainya. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan juga sudah
dikalangan masyarakat mancanegara yang berkunjung kesana
khususnya pada hari libur sabtu dan minggu bahkan pada hari besar
Nasional. Walaupun demikian Tim Pengelola Setu Babakan tetap terus
berusaha. Apabila terdengar kabar-kabar yang kurang enak itu karena
para pengunjungnya yang kurang mengerti, memahami serta
menghormati tempat ini dan yang menjadi tugas kita bersama untuk
menjaga dari hal-hal tersebut.37
4. Penelitian Putri Cellia (2014), dengan judul peran “Peran Teater
Lenong Betawi Dalam Pembentukan Identitas Budaya Masyarakat
Betawi (Studi Kultural Historis: Teater Lenong Marong Group Di
Ciater, Tangerang Selatan)”.38
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana peran teater lenong Marong dalam pembentukan
identitas Betawi di Kelurahan Ciater. Penelitian ini dilaksanakan di
perkumpulan teater lenong Marong yang berlokasi di Kelurahan Ciater.
Penelitian ini merupakan suatu studi yang menggunakan pendekatan
kualitatif, dan metode yang digunakan meliputi observasi, wawancara
dan studi pustaka terhadap masyarakat Betawi pada umumnya dan
perkumpulan teater lenong Marong pada khususnya untuk
mengungkapkan aspek historis dan fungsional teater lenong. Hasil
37
Yulia Kartika, Peran Perkampungan Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan
Budaya Betawi, (Jakarta: 2008), hlm. iii 38
Putri Cellia, Peran Teater Lenong Betawi Dalam Pembentukan Identitas Budaya Masyarakat
Betawi (Studi Kultural Historis: Teater Lenong Marong Group Di Ciater, Tangerang Selatan),
Skripsi Program Studi Pendidikan IPS, FITK, Universitas Islam Negeri Jakarta (Jakarta: 2014),
Tidak Diterbitkan
30
analisis atas temuan di lapangan menunjukkan bahwa perkumpulan
teater lenong Marong berperan dalam pembentukan identitas Betawi
dengan cara menunjukkan bahwa masyarakat Betawi sangat mencintai
Islam dan sangat memegang teguh pedoman hidup tersebut,
penggunaan dialek Betawi dalam pementasan, menampilkan karakter-
karakter masyarakat Betawi, pakaian adat Betawi dan lain sebagainya
dapat dijadikan sebuah bukti bahwa melalui teater Marong Budaya
betawi dapat tetap lestari hingga saat ini.
Tabel 2.1
Tabel Hasil Penelitian yang Relevan
No
Nama
Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
1
Doni
Endri
(2008)
Strategi
Mempertahankan
Silat Pauh (Studi
Terhadap Tuo
Silat Pauh Di
Tapian Caniago
Kel. Korong
Gadang Kec.
Kuranji Padang)
Penelitian ini
sama-sama
untuk mencari
cara atau strategi
untuk
mempertahankan
suatu budaya
Perbedaan
terdapat pada
obyek yang akan
diteliti, yakni
Silat Pauh,
sehingga
membedakan
pula tempat
penelitiannya.
Upaya
mempertahankan
ini dilakukan
oleh para Tuo
silat Pauh
dengan beberapa
hal yaitu
mempermudah
dalam
penerimaan anak
sasian, merubah
metode
pelatihan,
melakukan
propaganda
kepada
masyarakat luas,
memasukkan
silat Pauh pada
upacara Urak
Balabek, dan
strategi lainnya
adalah dengan
berintegrasi
dengan beladiri
lain melalui
kompetisi
dengan beladiri
31
lain seperti Judo,
Karate, dan
Taekwondo.
2
Eka
Yuliana
(2014)
Strategi
Mempertahankan
Eksistensi
Komunitas
Virginity Jogja
Persamaan
dalam penelitian
ini sama-sama
mencari cara
atau strategi
dalam
mempertahankan
suatu hal
Perbedaan dalam
penelitian ini
pada obyek yang
akan diteliti,
peneliti meneliti
apakah cara
dalam
mempertahankan
suatu budaya
sedangkan
penelitian Eka
Yuliana (2014)
meneliti cara
dalam
memperthankan
suatu komunitas.
Strategi yang
dilakukan
diantaranya
dengan
pemanfaatan
media sosial
secara maksimal,
selalu
memprioritaskan
member yang
aktif, sikap aktif
yang
ditunjukkan para
member dalam
usaha perekrutan
anggota baru,
dan yang
terakhir adalah
melakukan
variasi kegiatan.
3
Yulia
Kartika
(2008)
Peran
Perkampungan
Budaya Betawi
Setu Babakan
dalam
Melestarikan dan
Mengembangkan
Budaya Betawi
Persamaan dari
penelitian ini
adalah bertujuan
untuk
melestarikan
Budaya Betawi
Perbedaan dari
penelitian ini
adalah penelitian
Yulia Kartika
(2008) untuk
mengukur
apakah
Perkampungan
Budaya Betawi
Setu Babakan
sudah berhasil
dalam
melestarikan dan
mengembangkan
budaya Betawi,
sedangkan
peneliti mencari
cara dalam
melestarikan
budaya Betawi
melalui silat
cingkrik.
Setu Babakan
dikatakan
berhasil dalam
Melestarikan dan
Mengembangkan
Budaya Betawi
walaupun masih
kurang disana
sini misalnya
fasilitas-fasilitas,
keberhasilannya
dapat dilihat dari
banyaknya
kegiatan-
kegiatan seperti
pelatihan-
pelatihan
pertunjukkan,
festival, lomba,
parade dan
sebagainya.
Perkampungan
Budaya Betawi
32
Setu Babakan
juga sudah
dikalangan
masyarakat
mancanegara
yang berkunjung
kesana
khususnya pada
hari libur sabtu
dan minggu
bahkan pada hari
besar Nasional.
Walaupun
demikian Tim
Pengelola Setu
Babakan tetap
terus berusaha.
Apabila
terdengar kabar-
kabar yang
kurang enak itu
karena para
pengunjungnya
yang kurang
mengerti,
memahami serta
menghormati
tempat ini dan
yang menjadi
tugas kita
bersama untuk
menjaga dari
hal-hal tersebut.
4.
Putri
Cellia
(2014)
Peran Teater
Lenong Betawi
Dalam
Pembentukan
Identitas Budaya
Masyarakat
Betawi (Studi
Kultural
Historis: Teater
Lenong Marong
Group di Ciater,
Tangerang
Selatan
Persamaan
dalam penelitian
ini Putri Cellia
menggunakan
pendekatan yang
sama yaitu
kualitatif. Dan
juga subjek yang
di teliti adalah
suatu komunitas
(organisasi)
yang
berkecimpung
Perbedaan dalam
penelitian
peneliti, objek
yang diteliti
ialah silat
cingkrik yang
ada di Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong,
sedangkan
dalam penelitian
Putri Cellia,
objek yang di
Hasil analisis
atas temuan di
lapangan
menunjukkan
bahwa
perkumpulan
teater lenong
Marong berperan
dalam
pembentukan
identitas Betawi
dengan cara
menunjukkan
33
dalam
pelestarian
budaya daerah,
yakni Teater
Lenong Marong.
Sedangkan
peneliti,
organisasi
Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong.
teliti ialah Teater
Lenong Betawi.
bahwa
masyarakat
Betawi sangat
mencintai Islam
dan sangat
memegang teguh
pedoman hidup
tersebut.
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti, 2016
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sanggar Perguruan Cingkrik Rawa
Belong atau sering disebut dengan PERCIRA, yang berlokasi di Aula Pasar
Bunga Rawa Belong, Jalan Sulaiman, Kelurahan Sukabumi Utara,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Ada beberapa alasan yang membuat peneliti memilih tempat tersebut,
yang paling mendasar adalah karena di tempat tersebut sudah mencakup
aspek-aspek yang peneliti butuhkan dalam mengumpulkan data sehingga
penelitian bisa berjalan dengan baik dan lancar.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan secara bertahap mulai dari kegiatan
pendahuluan, pelaksanaan, sampai kegiatan akhir penelitian. Peneliti datang
langsung kelapangan dengan maksud untuk observasi, wawancara serta
studi dokumentasi terhadap objek yang diteliti. Waktu yang dibutuhkan
dalam proses penelitian adalah enam bulan mulai Januari 2017 sampai
dengan Juni 2017. Namun waktu dapat berubah mengikuti kebutuhan data
peneliti, penelitian ini akan berakhir jika semua data telah cukup lengkap
untuk diolah oleh penulis. Tetapi batas waktu tersebut masih bersifat
tentatif, sehingga jika sewaktu-waktu masih memerlukan data, penulis dapat
mengunjungi lokasi penelitian.
35
Tabel 3.1
Waktu Penelitian
Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni
Izin di lokasi
Penelitian √
Observasi
Lokasi
Penelitian
√ √ √
Penyusunan
Bab 1-3 √ √
Pengumpula
n Data √ √ √ √
Pengolahan
Data dan
Bab 4
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penarikan
Kesimpulan
dan Bab 5
√ √ √
Penulisan
Laporan √
B. Latar Penelitian (Setting)
Penelitian ini dilaksanakan di sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) Jakarta Barat. terdapat lebih dari 10 perguruan silat cingkrik yang
tersebar di Kabupaten Jakarta Barat. Dipilihnya Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) sebagai tempat penelitian karena Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) telah masuk ke sekolah-sekolah dan menjadi salah satu
ekstrakulikuler di sekolah-sekolah tersebut. Ada 7 sekolah yang sudah menjadikan
silat cingkrik Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) sebagai
ekstrakulikuler, yaitu SD Alhasanah, SMP Alhasanah, SMPN 189, SMPN 191,
SMPN 17, SMAN 112, dan SMP 1 Meruya. Selain pusatnya yang berada di Aula
36
Pasar Bunga Rawa Belong, Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) juga
memiliki cabang di tempat-tempat lain, yakni Domang, Harun, Sasak,
Kemandoran, Joglo, Salam, Jl Zakaria, dan Gelanggang Olahraga Kebon Jeruk.
Perguruan Pencak Silat Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) telah berdiri
sejak tahun 2009 dan resmi terdaftar atau heregitrasi dalam Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI) pada Oktober 2012, serta telah terdaftar di Lembaga Kebudayaan
Betawi (LKB) pada 4 Maret 2016. Perguruan yang didirikan oleh Suawarno atau
yang biasa dikenal dengan sebutan “Babe Warno” ini telah memiliki total murid
450 anggota, yang terdiri dari bermacam-macam usia dan berasal dari berbagai
daerah.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan penulis adalah metode kualitatif.
Sugiyono mendefinisikan metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data yang dilakukan
secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan maksa daripada generalisasi.1
Secara umum dalam penelitian kualitatif terdapat hal-hal berikut:
1. Data disikapi sebagai data verbal atau sebagai sesuatu yang dapat
ditransposisikan sebagai data verbal.
2. Diorientasikan pada pemahaman makna baik itu merujuk pada ciri,
hubungan sistematika, konsepsi, nilai, kaidah, dan abstraksi
formulasi pemahaman.
3. Mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan hal
yang diteliti.
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014), cet
ke-21, hlm. 9
37
4. Mengutamakan peran peneliti sebagai instrumen kunci. 2
Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan. Dalam hal ini Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.3 Menurut
mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik.
Sependapat dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
dalam peristilahannya.4
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan model studi kasus,
yakni sebuah model penelitian kualitatif yang menekankan pada eksplorasi dari
suatu “sistem yang terbatas” (bounded system) pada satu kasus / beberapa kasus
secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang
melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks.5 Bogdan
mendefiniskan studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar/ peristiwa
tertentu.6 Model penelitian ini digunakan untuk meneliti suatu tempat secara lebih
mendetai dan rinci.
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Data dan Sumber Data
Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai semua hal yang
berkaitan dengan tujuan penelitian. Dengan demikian, tidak semua
informasi atau keterangan merupakan data penelitian. Data hanyalah
2 Baswori dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008) hlm. 20
3 Ibid, hlm. 21
4 Ibid, hlm. 21
5 Haris Herdiyansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2012) hlm. 76 6 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
(Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 57
38
sebagian saja dari informasi, yakni hanya hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian.7 Dalam penelitian ini data yang akan di cari adalah strategi
mempertahankan silat cingkrik dalam pelestarian budaya Betawi.
Adapun sebagai sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder sebagai berikut :
a. Sumber data primer
Data primer adalah data dari penelitian yang langsung dari sumber
asli (tidak melalui perantara). Data ini berupa teks hasil wawancara dan
diperoleh melalui wawancara dengan informan yang sedang dijadikan
sampel dalam penelitian. Adapun dalam penelitian ini, yang dimaksud
dengan sumber data primer adalah, sumber data yang diperoleh dari
pihak pertama yaitu pendiri, ketua, dan anggota Perguruan Cingkrik
Rawa Belong (PERCIRA), dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam dan tidak terstruktur dan melakukan observasi pada bagian
yang berkaitan dengan obyek penelitian.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau
penunjang dalam penelitian ini. Data ini berupa data-data yang sudah
tersedia dan dapat diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca,
melihat atau mendengarkan. Data yang diperoleh dari penelitian, namun
berbeda dengan data primer, data sekunder adalah data yang diperoleh
dari dokumen yang ada, contoh data yang ada pada sekretariat Sanggar
Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA), seperti banyaknya
pelatih, banyaknya anak didik dan hal-hal mengenai informasi terkait
kegiatan Sanggar tersebut.
Berikut ini rincian data dan sumber data penelitian yang akan diperoleh
di lapangan.
7 Baswori dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hlm.
61
39
Tabel 3.2
Data dan Sumber Data
No Variabel Data Teknik
1
Strategi
mempertahankan silat
cingkrik dalam
pelestarian budaya
Betawi
- Primer
- Sekunder
- Wawancara
- Observasi
- Dokumentasi
2. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Untuk memperoleh ketepatan data dan keakuratan informasi yang
mendukung penelitian, peneliti akan melakukan pengumpulan data melalui
beberapa cara diantaranya:
a. Observasi
Menurut Nasution Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.
Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai
dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.8 Kegiatan observasi
meliputi melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian,
perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam
mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada tahap awal observasi
dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi
sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi
yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang
diperlukan.
Observasi yang dilakukan adalah jenis pengamat penuh (the complete
observer), peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subyeknya
sedangkan subyek sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang
8 Ibid, hlm. 226
40
diamati atau tidak.9 Penulis melakukan observasi dengan mengikuti kegiatan
sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA).
b. Wawancara
Esterberg mendefinisikan Wawancara merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.10
Wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara
sebagai pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai pemberi
jawaban atas pertanyaan itu. Maksud diadakannya wawancara ditegaskan
oleh Lincoln dan Guba antara lain, mengonstruksi perihal orang, kejadian,
kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian,
merekonstruksi kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan datang;
memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain baik
manusia maupun bukan manusia; dan memverifikasi, mengubah, dan
memperluas kosntruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai
pengecekan anggota.11
Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur.
Wawancara ini mirip dengan percakapan informasi. Metode ini bertujuan
untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi, tetapi susunan kata urutannya
disesuaikan dengan ciri-ciri setiap instrumen. Pelaksanaannya lebih bebas
bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara tak berstruktur adalah untuk menentukan
permasalahan secara terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat, dan ide-idenya. Dalam wawancara ini penulis perlu
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh
informan. Penulis melakukan wawancara berbentuk dialog dengan
9 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
Cet. 1, hlm. 146 10
Baswori dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hlm.
231 11
Ibid, hlm. 127
41
informan, dengan tetap berpatokan kepada sejumlah pertanyaan yang telah
disiapkan. Wawancara mendalam dilakukan kepada narasumber yaitu ketua,
dan anggota Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA). Untuk
wawancara, sumber dan data yang dikumpulkan dapat dijabarkan melalui
tabel berikut.
Tabel 3.3
Pedoman Wawancara
No Dimensi Variabel Informan Indikator
1. Konteks Sejarah
dan Perkembangan
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA)
1. Sejarah
perkembangan silat
cingkrik di daerah
sekitar Sanggar
2. Posisi silat cingkrik
dalam masyarakat
Betawi setempat
3. Awal terbentuknya
perguruan silat
cingkrik Rawa
Belong
4. Alasan dalam
membentuk
perguruan silat
cingkrik Rawa
Belong
2. Revitalisasi
Budaya
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA)
1. Pandangan
mengenai
revitalisasi silat
Betawi
2. Pandangan
42
seberapa penting
sebuah revitalisasi
3. Pandangan
seberapa penting
silat cingkrik
dalam kehidupan
4. usaha yang
dilakukan untuk
revitalisasi budaya
5. Kegiatan yang
telah dilaksanakan
untuk revitalisasi
budaya
6. Harapan yang
hendak dicapai
dalam upaya
revitalisasi
3. Tahapan Strategi
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA),
Anggota
Perguruan Cingkrik
Rawa Belong
(PERCIRA
1. Tahapan
Perumusan Strategi
2. Tahapan
Pengimplementasi
an Strategi
3. Tahapan Evaluasi
Strategi
4.
Faktor penghambat
pelaksanaan
strategi
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
1. Faktor penghambat
dalam
melaksanakan
43
(PERCIRA),
Anggota
Perguruan Cingkrik
Rawa Belong
(PERCIRA)
strategi
2. Faktor yang terkait
dengan masyarakat
pendukung
kebudayaan
3. Faktor yang terkait
dengan di luar
masyarakat
pendukung
kebudayaan
4. Tindakan dalam
menghadapi dan
menyiasati faktor
penghambat
5. Pandangan silat
cingkrik sebagai
produk budaya
yang harus
dipertahankan
5. Orientasi
Pembelajaran
Anggota Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA)
1. Motivasi untuk
mengikuti silat
cingkrik
2. Sistem
pembelajaran silat
cingkrik di sanggar
PERCIRA
3. Kegiatan yang
telah diikuti di
44
PERCIRA
4. Pandangan tentang
kegiatan yang
dilaksanakan di
PERCIRA
5. Pandangan tentang
seberapa penting
pelestarian budaya
6. Pandangan
seberapa penting
pendidikan budaya
7. Tujuan mengikuti
silat cingkrik
8. Harapan yang
hendak dicapai
dalam
keikutsertaan
dalam silat
cingkrik
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.12
Hasil penelitian dari
observasi dan wawancara akan semakin kredibel apabila didukung oleh
foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.
Penyusunan form pencatatan dokumen perlu dilakukan, supaya data
dari sesuatu sumber/dokumen bisa dikumpulkan secara terseleksi sesuai 12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014), cet
ke-21, hlm. 240
45
dengan keperluan peneliti yang bersangkutan. Dengan adanya form
dokumentasi yang telah disiapkan, peneliti hanya tinggal mencatat data
tertentu yang diperlukan pada form yang telah disusun dan dipersiapkan
oleh peneliti. Dengan demikian dokumentasi bisa lebih sistematis dan
terfokus.
Dalam penelitian ini dokumen-dokumen yang diperlukan adalah
dokumentasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
E. Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila
tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Dalam pengujian keabsahan data,
metode penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal),
transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan comfirmability
(obyektivitas).13
Uji kreadibilitas data antara lain dapat dilakukan dengan perpanjangan
pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat,
analisis kasus negative, dan membercheck.14
Dalam penelitian ini peneliti
melakukan uji kreadibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
Triangulasi data yaitu bertujuan untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Data-data dalam penelitian ini diperoleh oleh
peneliti melalui berbagai prosedur, mengingat data-data tersebut sangat
dibutuhkan sebagai rangkaian penopang hasil penelitian. Data-data terkait dengan
program kerja, visi-misi, struktural, jumlah anggota, dan kegiatan-kegiatan silat
cingkrik peneliti peroleh dari Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) milik
Bapak Suwarno. Berdasarkan data tersebut peneliti mengkroscek informasi
tersebut dengan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan.
13
Ibid, hlm. 247 14
Ibid, hlm. 270
46
Peneliti melakukan triangulasi dengan membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode kualitatif. Pada metode triangulasi dapat diperoleh dengan
cara:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan narasumber yang satu dan yang
lainnya
F. Analisis Data
Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah
dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi-materi tersebut
dan untuk memungkinkan menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang
lain.15
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah aktifitas yang dilakukan
secara terus menerus selama penelitian berlangsung, dilakukan mulai
pengumpulan data sampai pada tahap penulisan laporan.16
Teknik analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu Observasi, Wawancara, yang sudah dituliskan dalam
catatan lapangan dan Dokumentasi. Langkah berikutnya adalah mereduksi data,
menyajikan data, dan penarikan kesimpulan, sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Pada penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dilakukan sebelum
penelitian, pada saat penelitian, dan di akhir penelitian. Creswell
menyarankan bahwa peneliti kualitatif sebaiknya sudah berpikir dan
15
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 85 16
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian
Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 176
47
melakukan analisis ketika penelitian kualitatif baru dimulai.17
Dalam
penelitian ini, penulis mulai melakukan pengumpulan data dengan studi
pendahuluan ke sekolah dengan mewawancarai ketua Perguruan Cingkrik
Rawa Belong (PERCIRA).
2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian,
pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.18
Proses ini berlangsung
selama penelitian dilakukan, dari awal sampai akhir penelitian. Data yang
diperoleh dari lapangan cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara
teliti dan rinci. Untuk itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data.
Dalam proses reduksi data ini peneliti benar-benar mencari data yang valid,
ketika peneliti menyangsikan kebenaran data yang diperoleh akan dicek
ulang dengan informan lain yang dirasa peneliti lebih mengetahui.
3. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, matriks, grafik dan sejenisnya.19
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Miles dan Huberman, bahwa
yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks
yang bersifat naratif.20
Tujuannya adalah untuk memudahkan membaca dan
menarik kesimpulan, sehingga sajiannya harus tertata dengan apik.
17
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 129 18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2014), cet
ke-21, hlm. 247 19
Ibid, hlm. 249 20
Ibid, hlm. 249
48
4. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan bersifat
interaktif, hipotesis, atau teori.21
Penarikan kesimpulan ini adalah langkah
ketiga dalam analisis data.
Dalam tahap ini, peneliti membuat rumusan proposisi yang terkait
dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian
dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada,
pengelompokkan data yang telah terbentuk, dan proposisi yang telah
dirumuskan. Langkah berikutnya yaitu melaporkan hasil penelitian lengkap,
dengan temuan baru yang berbeda dari temuan yang sudah ada.22
21
Ibid, hlm. 253 22
Baswori dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008) hlm.
210
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Perguruan Cingkrik Rawa Belong
1. Sejarah Singkat
Aliran silat cingkrik merupakan aliran silat yang diciptakan tahun
1920-an oleh Ki Maing1. Nama "Cingkrik" sendiri diambil dari kata bahasa
Betawi jingkrak-jingkrik atau cingrak-cingkrik, yang artinya lincah, yaitu
menggambarkan gerakan lincah sang monyet2
.Ki Maing mempunyai tiga
murid utama, yaitu Ki Saari, Ki Ajid, dan Ki Ali3. Dari ketiga murid utama Ki
Maing tersebutlah Silat Cingkrik kemudian menyebar dari Rawa Belong ke
berbagai tempat lainnya di Jakarta melalui murid-murid selanjutnya.
Perguruan Pencak Silat Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
merupakan perguruan silat di bawah asuhan danbimbingan Suwarno yang biasa
di kenal dengan sebutan “Babe Warno”. Babe Warno mempelajari silat
cingkrik dari H. Uming yang mendapatkan ilmu silat langsung dari Ki Ajid,
salah satu murid utama Ki Maing. Pada awalnya, silat cingkrik hanya
diwariskan & diajarkan hanya kepada kerabat sendiri ataupun dengan kata lain
merupakan silat keluarga. Namun seiring berjalannya waktu, semakin banyak
masyarakat yang mendaftar sebagai murid sehingga muncullah inisiatif dari
para siswa untuk membentuk suatu perguruan pencak silat.
Pada tahun 2009, terbentuklah Perguruan Pencak Silat Cingkrik Rawa
Belong (PERCIRA).PERCIRA resmi terdaftar di Lembaga Kebudayan Betawi
(LKB) dengan No. Pend : 039 1104 04 B 16 pada tanggal 4 Maret
1Windoro Adi,Batavia 1740: menyisir jejak Betawi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2010), hlm. 35. 2
G.J. Nawi,Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2016), hlm. 103-104. 3Erik R. Prabowo, Silat Nusantara (Jakarta: Litera, 2016), hlm. 22.
50
2016.Perguruan Pencak Silat Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) terletak di Jl.
Sulaiman, Aula Pasar Bunga Rawa Belong Sukabumi Utara, Kebon Jeruk
Jakarta Barat.
2. Karakteristik Informan
Berikut merupakan gambaran mengenai informan yang diwawancarai
oleh peneliti.
a. Subjek A (Robi Indra)
Subjek A adalah seorang yang berusia 28 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek A tinggal di Jalan Salam II yang
mengemban amanah sebagai ketua Perguruan Silat Cingkrik Rawa Belong.
b. Subjek B (Indri Hariyanto)
Subjek B alah seorang yang berusia 20 ahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek B tinggal di Jalan Pulomawar 1
No.32 RT.004/004, Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama,
Jakarta. Subjek B menjabat sebagai asisten pelatih di Perguruan Silat Cingkrik
Rawa Belong.
c. Subjek C (Bazar Rizkillah)
Subjek C adalah seorang yang berusia 15 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek C tinggal di Jalan Daud 1 No.680
Jakarta Barat dan merupakan murid ekstrakurikuler SMPN 189.
d. Subjek D (Imam Achmad Mirza)
Subjek D adalah seorang yang berusia 16 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek D tinggal di Jalan Yunus no. 30, RT.
002 RW. 006, Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang mengemban
amanah sebagai asisten pelatih cabang SMPN 71 Jakarta Pusat.
51
e. Subjek E (Mega Nur Halimah)
Subjek E adalah seorang yang berusia 16 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek E tinggal di Jalan Kelapa 2, gg. Hj.
Kemet No. 57, RT.007/005II. Subjek E merupakan murid PERCIRA.
f. Subjek F (Aditya Saputra)
Subjek F adalah seorang yang berusia 20 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek F tinggal di Jalan Sasak II dalam,
Rt.004/002, Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang mengemban amanah
sebagai anggota.
g. Subjek G (Romi)
Subjek G adalah seorang yang berusia 28 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek G tinggal di Jalan Salam Raya,
Rawa Belong yang mengemban amanah sebagai anggota.
h. Subjek H (Ruslandi)
Subjek H adalah seorang yang berusia 27 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek H tinggal di Madrasah I yang
mengemban amanah sebagai anggota.
i. Subjek I (Alfian)
Subjek I adalah seorang yang berusia 25 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek I tinggal di Jalan Sasak II yang
mengemban amanah sebagai anggota.
j. Subjek J (Udin)
Subjek J adalah seorang yang berusia 28 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek J tinggal di Jalan Salam Raya,
Rawabelong yang mengemban amanah sebagai asisten pelatih.
52
k. Subjek K (Fairuz)
Subjek K adalah seorang yang berusia 26 tahun yang tergabung dalam
Perguruan Cingkrik Rawa Belong. Subjek K tinggal di Masjid Al-Madinah,
yang mengemban amanah sebagai asisten pelatih.
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Observasi
Pada penelitian ini, penulis melakukan observasi pada sanggar
Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) Jakarta Barat dan juga dua
sekolah tempat kegiatan ekstrakurikuler silat Cingkrik, yaitu SMPN 189 dan
SDN 02 Kelapa Dua. Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) adalah
sanggar betawi yang fokus kepada silat cingkrik yang melakukan latihan di
sanggar maupun sekolah-sekolah dengan cara memasukkan silat cingkrik ke
dalam salah satu ektrakulikuler mereka. Dalam perjalanannya Perguruan
Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA) sudah memiliki banyak perkembangan
yang cukup pesat termasuk mengembangkan potensi para remaja berbentuk
silat cingkrik sehingga budaya Betawi tetap terjaga dan dapat dilestarikan.
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Hasil Kegiatan Observasi
Waktu Kegiatan Keterangan
Kamis, 5 Januari
2017
Mengamati latihan
PERCIRA disanggar
Rawa Belong
Latihan silat cingkrik dilakukan di aula
pasar Rawa Belong, diawali dengan
berdoa bersama sebagai pembukaan.
Kemudian latihan dipimpin oleh ketua
PERCIRA sampai akhirnya dibagi
menjadi beberapa level dan dipimpin
oleh masing-masing mentor dari level-
level tersebut.
Anggota yang datang cukup banyak, dan
latihan berlangsung dari pukul 19.00-
22.00 WIB.
53
Waktu Kegiatan Keterangan
Sabtu, 7 Januari
2017
Mengamati latihan
ekstrakulikuler silat
cingkrik di SMPN 189
Latihan ekstrakulikuler silat cingkrik
yang berlangsung di SMPN 189 dimulai
pada pukul 10.00 WIB. Banyak murid-
murid dari sekolah tersebut yang datang
untuk mengikuti ekstrakulikuler silat
cingkrik ini.
Mereka memakai baju seragam hitam
bertuliskan PERCIRA dan sabuk.
Pada saat itu peserta yang mengikuti
ekstrakulikuler ini lebih banyak
perempuan dibandingkan dengan jumlah
laki-laki.
Latihan dimulai dengan berdoa bersama
dan kemudian dibagi menjadi beberapa
level dengan pelatih di masing-masing
levelnya. Latihan selesai pada pukul
12.00 WIB
Selasa, 10 Januari
2017
Mengamati latihan
ekstrakulikuler silat
cingkrik di SDN 02
Kelapa Dua
Latihan dimulai pada sore hari yaitu
pukul 16.00 WIB, sehingga murid-murid
peserta ekstrakulikuler silat cingkrik ini
memakai baju bebas tanpa seragam.
Latihan diawali dengan berdoa yang
kemudian melakukan pemanasan.
Latihan untuk siswa SDN 02 Kelapa
Dua ini tidak dibagi menjadi beberapa
kelompok dikarenakan masih
mempelajari geraka dasar sehingga
dipimpin oleh 2 orang pelatih dan
melakukan latihan gerakan dasar
bersama-sama. Latihan berlangsung
selama jam dan selesai pada pukul
17.00 WIB.
Kamis, 12 Januari
2017
Mengamati latihan
PERCIRA disanggar
Rawa Belong
Latihan dilakukan di aula pasar Rawa
Belong. Latihan didatangi oleh para
pelatih yang mengisi ekstrakulikuler di
sekolah-sekolah. Awal latihan adalah
pembincangan mengenai kondisi
ektrakulikuler di masing-masing sekolah
yang mereka latih. Perbincangan dibuka
oleh ketua PERCIRA yaitu Robi Indra,
dan diakhiri dengan pencarian solusi dari
hambatan-hambatan yang telah
dibicarakan.
Latihan diteruskan dengan pemanasan
dan pembagian kelompok.
Latihan berlangsung pada pukul 19.00-
23.00 WIB.
54
Waktu Kegiatan Keterangan
Minggu, 15
Januari 2019
Mengamati jalannya
latihan gabungan di
GOR Kecamatan Kebon
Jeruk
Pada tiga bulan sekali PERCIRA
mengadakan latihan gabungan yang
berisi dari gabungan-gabungan sekolah
yang didalamnya sudah terdapat
ekstrakulikuler. Latihan dimulai pada
pukul 08.00 WIB di GOR Kecamatan
Kebon Jeruk.
Latihan dimulai dengan pengenalan tiap
anggota dan pelatih dari Perguruan
Cingkrik Rawa Belong tersebut.
Sebelum melakukan gerakan fisik,
kegiatan yang dilakukan adalah
perbincangan dan pembagian kelompok
tiap level.
Level dibagi menjadi 3, (1) gerakan
dasar, (2) gerakan inti, (3) gerakan
lanjutan.
Latihan fisik dimulai dengan pemanasan
dan dilanjutkan dengan duel satu lawan
satu menggunakan gerakan yang telah
dipelajari di ekstrakulikuler sekolah
masing-masing.
Latihan selesai pada pukul 11.00 WIB.
Sumber: Olahan Peneliti
2. Hasil Wawancara
Peneliti melakukan wawancara untuk mengumpulkan informasi
mengenai strategi yang dilakukan Perguruan Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA) dalam mempertahankan budaya silat Cingkrik. Berikut merupakan
uraian hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap 11 orang
responden.
a. Gambaran Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
Perguruan Cingkrik Rawa Belong atau yang dikenal dengan
PERCIRA dibentuk pertama kali oleh Babe Warno. Perguruan Silat Cingkrik
Rawa Belong sempat vakum, dan bangkit kembali pada tahun 2005 dan terus
berkembang. Hingga tahun 2007, murid-murid silat Cingkrik mencoba
mengikuti atraksi sebagai lomba hingga akhirnya terbentuklah jadwal latihan.
55
Hal ini memberi gambaran bahwa Perguruan Cingkrik Rawa Belong
merupakan perguruan turun menurun dan sebagai budaya leluhur seruapa
dengan penuturan yang diungkapan oleh responden.
“Jadi PERCIRA ini dibentuk pertama kali sama Babe Warno namanya.
Babe Warno dulu sempat menjadi salah satu tenaga pengajar
perguruan tumbal pitung jat ayu membantu kong uming mengajar
cingkrik rawa belong di lapangan bola kecap bango rawa belong
bersama bang hasan kumis sampai tahun dari tahun 1974 s/d 1976
dikarnakan beberapa hal latihan tidak dilanjutkan. Namun Babe warno
terus mengembang silat cingkrik di daerah (di bendhil, tanah abang,
pluit, kebayoran baru, kemayoran, cidodol, kemondoran,sukabumi ilir,
kemanggisan) Sejak tahun (1973)s/d (1978). Tapi karena kecelakaan
mobil Babe Warno ga bisa lanjut ngelatih dan istirahat selama dua
tahun. Tahun 2005 Baba Warno udah mulai ngelatih lagi dengan murid
yang sedikit dan akhirnya ga berjalan lagi. Sampai akhirnya tahun
2007 saya bersama teman-teman saya sebagai murid Baba Warno
diminta buat ikut atraksi, akhirnya kita buat jadwal latihan lagi dan
berlangsung sampe sekarang.”4
Pembelajaran di Perguruan Cingkrik Rawa Belong memiliki dasar-
dasar yang meliputi sambut, bombang, detik dan lain sebagainya dimana setiap
teknik memiliki manfaat tersendiri.
“Jadi pertama dari dulu basicnya kita ajarin jurus dulu, setelah
menguasai jurus baru kita fokus sama sambut, sambut ini adalah
simulasi buat bertarung. Nah kalau udah naik tingkat dari sambut nanti
kita pelajarin yang namanya Bombang, bombang itu gabungan dari
beberapa jurus dijadikan satu kemudian naik tingkat lagi namanya
sambut detik, sambut detik itu maksudnya kalau lawan sekali nyerang
nanti sudah dipastikan lawan itu akan langsung jatuh. Nah masih
banyak lagi sih yang lainnya kurang lebih ada 5 tingkatan, selepas dari
5 tingkatan itu kita masih bisa gali lagi karena sebenarnya ilmu silat
cingkrik itu gak monoton jadi bisa digali dan digali lagi”.5
Selain sebagai ilmu bela diri, di perguruan Perguruan Cingkrik Rawa
Belong juga diajarkan mengaji dimana dengan mengaji tersebut memberikan
nilai positif bagi anggotanya.
4 Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di Sanggar
PERCIRA 5Hasil wawancara dengan Indri Hariyanto pada 12 Januari 2017 pukul 20.30-21.30 WIB di
Sanggar PERCIRA
56
“Tujuan awal masuk PERCIRA karena memang ingin memperdalam
beladiri asli Betawi ini, dan juga untuk menjalin silaturahmi, dan
mengembangkan diri. Kalau dibilang fungsi mah banyak ya fungsinya
dalam kehidupan, selain satu untuk bela diri kan yang pasti, kedua kan
yang namanya orang Betawi itu dari dulu ga pernah lepas sama yang
namanya ngaji, jadi disini itu sebelum kita latihan silat kita pengajian
dulu, ibaratnya silat itu goloknuya sedangkan ngaji itu sarung
goloknya jadi bisa buat menahan diri.”6
Perguruan Cingkrik Rawa Belong awalnya tidak memiliki
administrasi akan tetapi dengan berjalannya waktu dan berlajar dari
pengalaman maka sudah terbentuk susuan organisasi yang baik dan tercatat
administrasi. Saat ini, Perguruan Cingkrik Rawa Belong sudah memiliki
cabang perguruan dimana-mana.
“Awalnya pasti belum ya, karena dulu ya sekedar latihan aja. Tapi
semakin berjalan kita memperbaiki cara administrasi kita. Dari
dibentuk susunan organisasi sampai akhirnya seperti yang dilihat
sekarang PERCIRA sudah memiliki cabang yang lumayan banyak.”7
Selain itu, Pencak Silat Cingkrik juga merupakan salah satu kegiatan
ekstrakurikuler yang dilaksanakan di beberapa sekolah, antara lain SMPN 189
dan SMPN 71.Pencak Silat Cingkrik Rawa Belong digunakan sebagai
ekstrakurikuler karena pencak silat ini memiliki fungsi banyak diantaranya
menambah percaya diri, kesehatan serta teman karena dapat menjalin
silahturahmi antara sesama.
“Apa ya? Sebenernya sih jadi nambah percaya diri, buat kesehatan
juga bagus sih jadi lebih tinggi deh sekarang setelah 2 tahun masuk
PERCIRA karena olahraga terus, nambah temen juga jadi banyak
temennya sekarang”.8
“Kekeluargaannya kuat banget, saya jadi punya keluarga kedua disini.
Disini juga seru aja gitu gak kayak yang lain, kalau yang lain kan
6Hasil wawancara dengan Indri Hariyanto pada 12 Januari 2017 pukul 20.30-21.30 WIB di
Sanggar PERCIRA 7Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di Sanggar
PERCIRA 8Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189
57
menangin gengsi kalau disini engga, kita sama-sama belajar. Makanya
saya mau masuk sini dan akhirnya nyaman dan bertahan disini.”9
Selain itu, keikutsertaan siswa juga didasari pada pengaruh dari
lingkungan sekitar. Siswa mempelajari silat Cingkrik salah satunya karena
mengikuti teman-teman di lingkungan sekitar yang juga mempelajari pencak
silat Cingkrik karena tinggal di sekitar wilayah Rawa Belong.
“Alasannya sih dulu niat pengen punya mainan juga, yang kedua
karena dari lingkungan sendiri, tinggal kan di Rawa Belong nah
disetiap gang itu punya mainannya dan rata-rata semuanya itu Silat
Cingkrik Rawa Belong.”10
Siswa mengikuti ekstrakulikuler pencak silat tidak hanya sebagai
keikutsertaan saja, akan tetapi juga atas dasar ingin melestarikan budaya
pencak silat dengan perkembangan pencak silat yang ada. Siswa pun berharap
dapat terus mempelajari silat Cinkrik hingga menjadi atlit beladiri.
“Saya tuh mikirnya pengen majuin tuh budaya Indonesia sendiri,
jangan sampai tuh budaya Indonesia punah dimakan waktu”.11
“Harapan saya tuh awalnya pengen nambah keluarga dan saya benar-
benar menemukan itu di PERCIRA, sampai akhirnya timbul keinginan
untuk menjadi atlet beladiri”12
“Alasan ikut percira untuk mempertahankan budaya leluhur orang-
orang Rawa Belong.”13
Mengenai sistem pembelajaran, pencak silat Cingkrik Rawa Belong
dilakukan bertahap satu persatu dari dasar, tahap menengah hingga tahap
tinggi. Sistem pembelajaran pun disesuaikan dengan kemampuan siswa.
9Hasil wawancara dengan Mega Nur Halimah pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di
Sanggar PERCIRA 10
Hasil wawancara dengan Udin pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 11
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 12
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 13
Hasil wawancara dengan Aditya Saputra pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di
Sanggar PERCIRA
58
“Cara latihannya sih yang pasti harus sabar dulu yang penting, karena
yang namanya ngajarin orang itu gak gampang. Itu setiap mau
ngelakuin satu jurus aja itu ada step-stepnya dulu, berupa pemanasan
dulu baru nanti kita praktek. Dan kalau sekali ngajarin juga pasti rada
susah kalau ngajarinnya anak yang pertama kali ikut, itu wajar. Udah
gitu murid juga kadang-kadang kan kemampuannya beda-beda ada
yang sekali langsung ngerti tapi ga dikit juga yang harus berkali-kali.
Nah, disini guru-gurunya baik-baik dan sabar-sabar dalam ngajarin
kita jadi kitanya juga nyaman dalam latihannya”.14
“Sistem pembelajaran disini itu enak, gimana ya. Gak terlalu keras ga
terlalu lembut jadi sedang-sedang aja. Kita juga ngukur anak dari segi
jurusnya, kan kita mengarah ke tradisional jadi kita kerahkan
semuanya nih apapun yang kita bisa tuh latihan-latihan jadi ga
ngerasa bosen, biasanya kan anak tuh kalau latihan bilangnya, ya gini
gini doang. Sedangkan kalau kita tuh kenalin kalau ada event, kita
kenalin ini loh festival Betawi, ini loh jurus-jurus Betawi”.15
Selain itu, sistem pembelajaran dalam silat Cingkrik mengenal sosok
guru yang dituakan, yang menjadi panutan bagi murid-murid hingga dianggap
sebagai sosok pengganti orang tua.Sistem pembelajaran dalam silat Cangkrik
juga menekankan pada kedisiplinan, adab terhadap guru dan senior, serta
semangatuntuk latihan.
“Sistem pembeljarannya itu gurunya itu menjadi sosok orang tua
dengan memberi ajaran yang positif dan saran yang baik dan
mengajarkan dengan metode kekeluargaan.”16
“Kalau dari sistem pembelajaran ga jauh beda, dari saya pribadi kita
tekanin banget kedisiplinan, kedua jaga adab sama senior-senior
terutama sama guru, ketiga ya ngasih semangat biar rajin latihannya.
Tapi kalau jurus turun temurun dikasih sama Baba Warno yang dikasih
ya yang kita ajarin jadi turun temurun.”17
Subjek juga menuturkan bahwa dahulu anak-anak memiliki minat
untuk belajar. Akan tetapi seiring dengan waktu, anak-anak terahlikan dengan
14
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189 15
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 16
Hasil wawancara dengan Romi pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 17
Hasil wawancara dengan Fairuz pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA
59
dunia lain sehingga mereka enggan untuk latihan. Hal ini yang menyebabkan
sistem Perguruan Cingkrik Rawa Belong mengalami perubahan dengan
mencoba mengajak anak-anak muda lain buat ikut partisipasi di silat ini dan
teman-temannya dapat ikut. Sistem ini pun mampu menarik minat anak-anak
remaja.
“Kalau menurut saya pribadi nih, dulu silat sangat bagus karena
emang anak-anaknya minat buat belajar. Tapi makin kesini anak-anak
penerus kita ini udah semakin gak mau gitu buat ikut hal-hal kayak
gini, karena mereka merasa ada yang lebih menyenangkan daripada
silat. Makanya disini saya mengajak anak-anak muda lain buat ikut
partisipasi di silat ini, jadi nanti temen-temennya yang lain bisa ikutan.
Dan alhamdulillah udah mulai keliatan hasilnya.”18
b. Revitalisasi Budaya Pencak Silat Cingkrik
Perguruan Cingkrik Rawa Belong atau yang dikenal dengan
PERCIRA merupakan budaya Betawi. Budaya Betawi memiliki banyak
macamnya seperti silat, seni tari, alat musik dan lainnya. Akan tetapi dalam
perkembangannya Ondel-Ondel dan kerak telor yang sangat familiar di
masyarakat sebagai budaya Betawi. Hal inilah yang membuat silat yang
menjadi budaya Betawi sedikit terlewatkan dan tidak dikenal oleh anak-anak
remaja setempat.
“Pandangannnya sih jadi budaya Betawi itu mempunyai ciri khasnya
masing-masing dan mempunyai keunikannya masing-masing, jadi juga
intinya sih budaya Betawi itu selain hal-hal yang dapat dibanggakan
itu masyarakat Betawi sangat kental dengan Agama”19
“Wah ngomongin budaya Betawi, budaya Betawi ini banyak ya gak
cuma silat aja, ada seni tarinya, alat musiknya, macem-macem dah.
Tapi coba sekarang kita liat. Yang dikenal orang cuma Ondel-ondel
sama kerak telor palingan. Palang pintu aja banyak yang ga tau kalau
bukan orang sini. Seprihatin itu budaya Betawi sekarang ini. Padahal
sangat beragam dan bermanfaat. Ini kayak yang tadi saya bilang,
sangat memprihatinkan. Mentang-mentang di Jakarta adanya. Dan
18
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 19
Hasil wawancara dengan Indri Hariyanto pada 12 Januari 2017 pukul 20.30-21.30 WIB di
Sanggar PERCIRA
60
rawan banget masuk budaya-budaya lain sampe akhirnya budaya
sendiri dilupain.”20
“Kebetulan saya juga bukan orang Betawi tapi orang Jawa yang besar
di Betawi ini, yang saya liat budaya Betawi itu banyak beragam. Udah
gitu semua budayanya itu unik-unik mulai dari ondel-ondel, dari
lagunya juga semua keren gitu. Dan kalau buat penampilannya itu
semua unik-unik dan khas kalau buat nunjukin asal dari daerah Betawi
itu sendiri.”21
Alasan mengapa budaya silat Cingkrik harus dipertahankan karena
silat Cingkrik merupakan salah budaya nenek luhur serta memiliki manfaat
banyak bagi diri sendiri yang mengamalkan maupun orang lain yang berada
disekitar kita.
“Silat cingkrik ini salah satu budaya yang zaman dulu paling disenangi
orang-orang dan yang paling banyak manfaatnya bagi diri sendiri
maupun buat orang lain. Jadi kalau ditanya apa yang bikin silat ini
harus dipertahankan? Ya tadi itu. Segala sesuatu yang baik itu harus
dipertahankan.”22
Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Revitalisasi budaya merupakan salah
satu upaya yang dilakukan untuk mengembalikan silat Cingkrik ke masa
kejayaannya.
“Itu salah satu cara paling ampuh untuk buat ngembaliin silat cingkrik
ke masa jayanya.”23
Revitalisasi budaya merupakan suatu hal penting sebab dengan
revitalisasi kita mampu mengangkat kembali budaya terdahulu. Dengan
melestarikan silat Cingkrik, masyarakat turut membantu dalam revitalisasi
budaya khususnya budaya Betawi.
20
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 21
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189 22
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 23
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA
61
“Penting lah, karena kan budaya itu aset negara yang cuma dipunyai
oleh negara itu sendiri, jadi simbol khasnya Indonesia ya pencak silat.
Apalagi dari Betawi yang terkenal ya pencak silat.”24
“Sangat penting. Dan menurut saya yang sedang saya lakukan itu juga
revitalisasi budaya kan.”25
“Ya kalau menurut saya sendiri sih itu penting banget, jadi ya kita
sebagai anak muda penerus bangsa kan orang-orang terdahulu
leluhur-leluhur kita yang menciptakan silat cingkrik ini, kalau ga ada
leluhur-leluhur kita yang sudah berjuang maka Indonesia pasti ga bisa
merdeka, ibaratnya gitu kan. Jadi kenapa kita ga berterimakasih
dengan terus melestarikan apa yang mereka ciptakan, itu intinya sih”26
“Sangat sangat penting bahkan bisa dikatakan wajib untuk kita sebagai
generasi muda melestarikan budaya Betawi”27
Pentingnya revitalisasi budaya antara lain juga agar mencegah
pengakuan budaya oleh negara lain. Selain itu, responden juga berpendapat
bahwa warisan budaya adalah untuk diturunkan kepada anak cucu kelak.
Perkembangan silat Cingkrik yang cukup pesat juga membuat silat Cingkrik
dikenal sebagai ikon dari Rawa Belong.
“Sangat penting dikarenakan apabila kita tidak melestarikan akan ada
resiko pengakuan budaya oleh negara lain, seperti banyak contoh yang
sudah terjadi”28
“Oh penting, biar ga punah. Kita kan pasti bakal punya keturunan
kayak kita punya anak punya mantu punya cucu. Nah kita jaga buat
mereka”29
“Kalau pandangannya, pada perkembangannya sangat pesat terutama
di bidang silat untuk di Rawa Belong ya, terutama silat cingkriknya ini
24
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189 25
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 26
Hasil wawancara dengan Indri Hariyanto pada 12 Januari 2017 pukul 20.30-21.30 WIB di
Sanggar PERCIRA 27
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 28
Hasil wawancara dengan Ruslandi pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 29
Hasil wawancara dengan Udin pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA
62
sendiri seperti yang saya bilang tadi setiap gang itu punya pegangan
mainannya sendiri, itu bohong kalau dia gak punya. Bahkan ini fakta
sendiri saya naik Grabbike itu orangnya orang Jagakarsa dia nanya
dari mana? Saya jawab dari Rawa Belong, terus dia bilang wah saya
pernah belajar Cingkrik itu susah bener. Nah dari sini keliatan kan
kalau Cingkrik emang udah jadi iconnya Rawa Belong”30
Revitalisasi budaya diimbangi dengan tiga tahapan yang terdiri
tahapan perumusan, tahapan implementasi dan tahapan evaluasi strategi.
Masing-masing tahapan akan dijelaskan dalam uraian berikut.
c. Perumusan Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik Perguruan
Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
Dalam upaya mempertahankan silat Cingkrik, hal pertama yang
dilakukan adalah menentukan cakupanya terlebih dahulu agar memudahkan
penyampaian sasaran.
“Yang pertama kita pikirin dulu, yang mau kita rangkul siapa?
Cakupan apa? Anak-anakkah, remajakah, atau orang dewasa? Itu yang
paling penting.karena kalau kita udah nemuin siapa yang mau kita
rangkul kita baru bisa pakai cara apa buat mengambil perhatian dan
membuat mereka ingin gabung ke kita.”31
Revitalisasi silat PERCIRA ini adalah dengan merangkul remaja-
remaja. Sasarannya remaja karena remaja merupakan elemen yang paling
berpengaruh dalam pembawaan budaya kedepannya. Sementara kalau anak-
anak agak susah pemahamannya sementara orang dewasa sudah agak sibuk
dengan rutinitasnya sehingga agak sulit menerapkannya. Selain itu ruang
lingkup remaja juga luas untuk dijangkau, salah satunya melalui festival-
festival yang merupakan tempat remaja-remaja untuk berkumpul.
“Nah ini, setelah kita tentuin kita mau rangkul remaja-remaja nih,
karena menurut kita remaja ini yang paling berpengaruh nantinya.
Kalau anak-anak kan mereka belum terlalu ngerti, sedangkan orang
30
Hasil wawancara dengan Fairuz pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 31
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA
63
dewasa ya sudah sedikit susah karena sibuk kan. Karena ruang lingkup
kita nih remaja, ya caranya kita ngadain festival-festival dimana
remaja-remaja itu kumpul. Atau kita ajak ngobrol yang akhirnya bikin
dia mau ikutan. Dan cara yang paling mateng yang kita pikirin itu
adalah masukin silat cingkrik ini ke ekstrakulikuler di sekolah-
sekolah.”32
Setelah ditentukan bahwa sasaran utama silat Cingkrik adalah remaja,
kemudian anggota PERCIRA menentukan tahap berikutnya yang harus
dilakukan yaitu pengenalan. Pengenalan silat Cingkrik juga bertujuan untuk
meluruskan asumsi yang selama ini beredar di masyarakat bahwa silat Cingkrik
bertujuan untuk membunuh, padahal semestinya silat Cingkrik digunakan
untuk membela diri.
“Berawal dari pengenalan, kita dari awal harus ngenalin dulu apa tuh
silat cingkrik dan silat cingkrik ini adalah budaya ali dari Betawi. Silat
cingkrik dikenal jurusnya bisa ngebunuh orang jadi orang-orang
apalagi orang tua takut untuk ngasih anaknya belajar silat cingkrik,
nah disitu kita harus beri penjelasan bahwa itu salah, walaupun emang
bener jurus-jurusnya mematikan dan dapat membunuh orang tapi disini
kita juga mengajarkan cara menahan dirinya dan belajar silat ini
bukan dengan tujuan membunuh tapi untuk pertahanan diri sekaligus
melestarikan budaya asli punya kita sendiri”33
Pengenalan pencak silat Cingkrik pada remaja salah satunya dilakukan
dengan memasukkan silat Cingkrik sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler
di beberapa sekolah. Hal tersebut bertujuan untuk menarik minat remaja usia
sekolah untuk mempelajari ataupun sekedar mengetahui tentang silat Cingkrik.
“Strateginya kan kayak masuk ke sekolah-sekolah kayak gini, terus nih
buat orang minat buat masuk sini mesti buat lebih banyak pertunjukan
festival-festival gitu buat narik minat orang lain, jadi kita harus narik
minat orang-orang dulu buat tau apa itu silat cingkrik soalnya masih
banyak yang gatau silat cingkrik itu apa”34
32
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 33
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 34
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189
64
Selain itu, pengenalan juga dilakukan dengan mengajarkan silat
Cingkrik pada masyarakat sekitar khususnya masyarakat di Rawa Belong. Hal
tersebut bertujuan agar masyarakat lebih mengenal tentang warisan budaya di
daerah tempat tinggalnya.
“Saya akan mengajarkan atau melestarikan silat cingkrik disekitar
tempat tinggal dan mengikuti acara acara yang diadakan atau
dilombakan”35
“Karena didaerah rawa belong terkenal dengan silat cingkring dan
kebanyakan orang-orang dirawa belong mempertahan silat cingkrik
dan saya juga warga rawa belong”36
Setelah dilakukan pengenalan, barulah direncanakan tahapan
pelaksanaan latihan silat Cingkrik khususnya bagi remaja. Para pelatih juga
harus bersiap dengan kemungkinan hambatan dari pelaksanaan latihan silat
Cingkrik.
“Kalau sudah pengenalan kan banyak yang masuk, dari sini proses
pelaksaannya baru dapat dimulai, kerjasama kita sebagai pengurus
harus kuat apalagi dengan seleksi alam yang pasti akan muncul,
banyak anak-anak mulai jenuh dengan latihannya, nah tugas kita
adalah mencari cara latihan yang efektif lagi sehingga anak-anak ini
tidak kembali bosan dan semangat lagi latihannya”37
Responden yang merupakan asisten pelatih juga mengungkapkan kunci
strategi dalam silat Cingkrik, di antaranya adalah disiplin, adab terhadap guru,
dan mengikuti metode pembelajaran dari guru.
“Satu disiplin dari senior-senior yang ngajarin dan anak-anak yang
diajar, kedua jaga adab sama guru, ketiga ya metode-metode
pembelajaran dari guru-guru kita sendiri khususnya dari Baba Warno
seperti itu ngajarnya ya kita ngikutin. Jadi semakin berkembang dan
berfikirnya nyari berkahnya dulu aja itu semua kunci strategi kita”38
35
Hasil wawancara dengan Alfian pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 36
Hasil wawancara dengan Romi pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 37
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 38
Hasil wawancara dengan Udin pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA
65
d. Implementasi Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
Perguruan Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
Pengelola Perguruan Cingkrik Rawa Belong mencoba untuk
mempertahankan budaya Betawi dengan merangkul anak-anak muda agar tidak
lupa dengan budaya sendiri khususnya silat ini. Salah satu cara merangkul
anak-anak muda adalah dengan menerapkan silat PERCIRA ini sebagai
ekstrakurikuler di sekolah dengan hal ini anak-anak akan lebih mudah
mengenal dan memahaminya.
“Usaha saya ya salah satunya membangun PERCIRA ini ya. PERCIRA
saya bangun bersama teman-teman saya dan kami merangkul anak-
anak muda supaya mereka gak lupa dengan budaya mereka sendiri.
Budaya yang ada di daerah mereka. Kita berusaha mati-matian
membuat silat cingkriknya diterima di sekolah-sekolah sebagai
ekstrakurikuler dan kami gak membatasi siapapun yang ingin
mengikuti silat cingkrik ini walau bukan dari orang Betawi.”39
Proses pengenalan silat Cingkrik dilakukan dengan berbagai cara,
utamanya adalah memberi informasi pada masyarakat mengenai kegunaan dan
sistem pembelajaran dari silat Cingkrik.
“Prosesnya kita ngasih tau kegunaan dan sistem pembelajaran,
jurusnya, presentasiin manfaatnya jadi bisa membuat orang-orang
tertarik. Seperti presentasi ke sekolah-sekolah, lalu kekampung-
kampung bisa lewat festival atau undang orang-orang pentingnya”40
Sedangkan dari pihak siswa, implementasi pelestarian budaya silat
Cingkrik adalah dengan cara ikut berpartisipasi secara aktif dalam mempelajari
dan mengembangkan aliran pencak silat ini.
“Mungkin usaha pertama ya ikut ini, ikut pencak silat ini. Saya kan
generasi muda saya ikut ini dan ingin mengembangkan diri disini untuk
mempertahankan budaya Betawi ini jangan sampai hilang sampai
nanti-nanti. Dan nanti saya ingin buka di sekolah-sekolah lain juga,
mungkin kalau sekarang masih di Jakarta Barat, tapi nanti kita akan
39
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 40
Hasil wawancara dengan Fairuz pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA
66
menyebar kita akan buka di seluruh Jakarta, pokoknya nanti di seluruh
Jakarta insha Allah akan ada nama PERCIRA.”41
Anggota PERCIRA juga berupaya untuk memperluas organisasi, salah
satunya dengan membuka cabang PERCIRA di Jakarta Pusat. Hal tersebut
dilakukan agar silat Cingkrik semakin meluas dan menyebar. Selain itu,
anggota PERCIRA juga sering berkumpul di acara Car Free Daydi Bundaran
HI, dengan tujuan untuk memperkenalkan silat Cingkrik sebagai budaya
Betawi.
“Saya mencoba membuka cabang PERCIRA di Jakarta Pusat untuk
membuat nama PERCIRA semakin meluas dan menyebar, dari awalnya
saya ikut PERCIRA, ngembangin diri disini, belajar lagi-dan lagi,
menangin perlombaan-perlombaan itu adalah usaha saya untuk
mengharumkan nama Betawi. Kami juga suka berkumpul dengan tema
1000 pesilat biasanya kami kumpul di HI, kenapa di HI? Karena
sengaja biar yang lagi pada carfreeday liat ini loh Betawi ini loh
budaya Betawi jadi secara gak langsung kita juga ngenalin dan jadi
pusat perhatian disitu”42
Hal tersebut dilakukan karena anggota PERCIRA sadar bahwa silat
Cingkrik merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan agar tidak putus
asal usulnya.
“Yang namanya warisan ya, warisan ini sebagaimana ilmu yang
diwariskan dari guru ke kita itu biar gak putus, harus kita kembangin
ke orang yang lain lagi. Biar, ilmu itu tetep ada, ga mati gak padam.
Jadi harus diturunin ke generasi yang baru, karena kalau ga ada
penerusnya sudah dapat dipastikan silat cingkrik ini akan punah”43
Kemudian, PERCIRA juga membuka cabang di berbagai daerah tempat
tinggal murid dengan tujuan untuk memperluas silat Cingkrik ke wilayah lain
selain Rawa Belong. Selain itu, murid silat Cingkrik juga mengajak warga
sekitar wilayah tersebut untuk turut bergabung dalam aliran silat tersebut.
41
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189 42
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 43
Hasil wawancara dengan Mega Nur Halimah pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di Sanggar PERCIRA
67
“Strategi yang dilaksanakan di PERCIRA ini dengan membuka
beberapa cabang diantara tempat murid tinggal, jadi di setiap murid-
murid yang belajar silat cingkrik dibuka beberapa cabang, jadi murid-
murid yang dibuka cabang bisa ngajak warga sekita untuk bergabung
ke silat cingkrik ini”44
Perkembangan cabang-cabang di wilayah lain pun selalu dipantau,
untuk mengetahui kemajuan dari cabang-cabang tersebut dan strategi yang
tepat untuk mengembangkan silat Cingkrik di wilayah tersebut.
“Dalam proses pelaksanannya kita akan melihat perkembangan
cabang tempat silat cingkrik yang udah dibuka, jadi apabila ada
cabang yang menglami kemajuan dalam menarik minta warga sekitar
kita akan terapin metode ke cabang yang kurang maju”45
Dalam pelaksanaannya, pengelola dan juga siswa PERCIRAselalu
berupaya memperbaiki kondisi internal dan meningkatkan kekeluargaan
sehingga dapat konsisten melakukan pelatihan silat. Selain itu juga dilakukan
kerjasama antar anggota untuk merangkul orang lain agar ikut bergabung dan
tertarik untuk mempelajari silat Cingkrik tersebut.
“Dalam prosesnya sih pasti ada kekurangan disana-sini, tapi karena
kami konsisten dalam jalanin strategi yang sudah dirembukan
kekurangannya bisa dikurangin, terus juga kerjasama tiap anggota
disini kuat dan mereka ngerjainnya tulus jadi proses pelaksanaannya
bisa berjalan dengan lancar”46
e. Evaluasi Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik Perguruan
Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
Setelah implementasi dilakukan, maka penting untuk melakukan
evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui kekurangan pada organisasi sehingga
segera dapat dicari pemecahan masalahnya. Menurut responden, ecara umum
44
Hasil wawancara dengan Aditya Saputra pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di
Sanggar PERCIRA 45
Hasil wawancara dengan Romi pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 46
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189
68
strategi yang dilakukan dalam mempertahankan silat Cingkrik dianggapsudah
berhasil meskipun masih terdapat kekurangan.
“Menurut saya sih sudah berhasil, tapi ya ada aja kurangnya, dan dari
dalam diri kita juga pasti banyak kurangnya, evaluasi itu penting biar
kita tau mana yang salah dan apa yang harus dibenerin. Biasanya kita
bikin rapat rame-rame, biacarain sambil ngobrol dan sekalian benerin
internalnya, karena biasanya yang bikin hancur sebuah organisasi
bukan dari luar melainkan dari dalam dan itu lebih sulit untuk
dibenahi. Makanya harus banget jaga kekompakan”47
“Untuk saat ini sih semua sudah berhasil ya, tapi tetep ga mau puas
karena kita yakin kita bisa lebih dari ini dan berkembang lagi dan
lagi”48
Responden lain juga berpendapat bahwa penerapan silat Cingkrik
dalam kegiatan ekstrakurikuler telah mengalami keberhasilan sehingga dapat
saling menguntungkan pihak sekolah maupun PERCIRA.
“Alhamdulillah saya rasa kita mengalami keberhasilan tapi belum
besar, namun cukup buat bikin orang sadar kalau kita ada. Karena
setelah masuk di ekstrakulikuler sekolah sekolah ini kita bisa ajak
mereka buat ikut pertandingan-pertandingan yang akhirnya
mengangkat nama silat dan sekolah itu juga. Jadi sama-sama
menguntungkan gitu.”49
Responden menilai bahwa silat Cingkrik berhasil dalam memberi
dampak positif bagi dirinya, yaitu memperluas pertemanan hingga pengalaman
berorganisasi, serta memperdalam ketaatan dalam beragama.
“Hasil yang sudah saya dapatkan yaitu makin banyak teman-teman,
pengalaman belajar di silat cingkrik, mengerti caranya dalam
berorganisasi dan mendapatkan prestasi yang sudah didapat”50
“Kalau bicara hasil mah udah banyak banget hasil yang didapetin,
dari temen baru, saudara baru, murid baru, pribadi baru, lebih taat
47
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71 48
Hasil wawancara dengan Udin pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 49
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 50
Hasil wawancara dengan Alfian pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA
69
pada agama karena ditanamanin semua hal yang baik selain
silatnya”51
Responden berpendapat bahwa keberhasilan silat Cingkrik juga dapat
dilihat dari berkembangnya jumlah anggota PERCIRA.Meskipun demikian
responden mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam dalam
organisasi. Namun, anggota PERCIRA selalu melakukan musyawarah untuk
membahas mengenai kekurangan-kekurangan tersebut.
“Kalau menurut saya sudah berhasil ya, karena bisa dilihat dari yang
anggotanya hanya sedikit bisa menjadi banyak seperti ini, lalu juga
bisa dari yang hanya latihan ngampung jadi bisa berorganisasi sampai
ikut IPSI dan tercatat di LKB juga, walau banyak kekurangan ya kita
musyawarahin apa yang kurang”52
“Kalau dilihat sekarang di cabang cabang yang udah dibuka
alhamdulillah sih cukup berhasil, jadi cabang yang sepi peminatnya
setelah di evaluasi mengalami peningkatan dalam menarik minat
warga sekitar”53
Beberapa hambatan yang dialami berasal dari faktor internal maupun
eksternal. Faktor internal berasal dari anggota, dimana anggotanya sendiri
sering malas untuk latihan.Rasa malas dari para anggotanya seringkali
disebabkan karena rasa jenuh dan kelelahan akibat kesibukan lain selain belajar
silat Cingkrik.
“Satu ada sifat jenuh, Kedua jenuh itu datangnya karena cape, Ketiga
ya karena kesibukan masing-masing soalnya semua disini sibuk bukan
karena di cingkrik aja bukan karena di sanggar aja, pasti punya acara
lain keperluan lain, seperti kerja terus pulang kerja dia cape”54
“Ya paling faktor dari dalam diri sendiri sih mungkin, soalnya sih ya
kan orang kalau sudah terlalu lama gitu dia suka jenuh itu mungkin
ngelakuin latihannya, terus juga kayak punya kesibukan yang lain,
51
Hasil wawancara dengan Udin pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 52
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189 53
Hasil wawancara dengan Ruslandi pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 54
Hasil wawancara dengan Fairuz pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA
70
seneng ngelakuin yang lain daripada silat ini namanya seleksi alam.
Dari yang anggotanya banyak terus berkurang-berkurang”55
Selain itu, masalah eksternal yang dihadapi salah satunya adalah
kesulitan dalam mengajukan perizinan untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Terlebih, silat identik dengan kekerasan jika dilihat oleh orang awam.
“Banyak banget ya, dari masalah internal yang kadang anggotanya
sendiri yang suka males dateng buat latihan, sampai ke masalah
eksternal ketika kita mengajukan silat ini sebagai ekstrakulikuler di
sekolah. Banyak sekolah yang awalnya menolak karena dirasa ga
memberikan manfaat apapun dan mereka mikirnya kekerasan karena
silat ya mereka mikirnya berantem.”56
Selain itu, responden berpendapat bahwa minat masyarakat untuk
mempelajari silat Cingkrik masih rendah. Hambatan lain adalah adanya stigma
negatif dari masyarakat bahwa silat Cingkrik digunakan untuk membunuh. Hal
tersebut menyebabkan sebagian orangtua tidak mengijinkan anaknya untuk
mengikuti latihan silat Cingkrik, terlebih jika latihan dilakukan pada malam
hari.
“Yaitu kemauan atau minat masyarakat dalam mempelajari silat
cingkrik”57
“Selain yang tadi ya banyak orang suka salah paham sama silat
cingkrik yang dibilang tujuannya untuk ngebunuh orang, faktor
penghambat yang lainnya itu kita suka ga dikasih latian sama orang
tua apalagi kalau latihannya malam, itu kadang susah untuk diizinin.
Masalah waktu dan tempat itu paling rumit”58
Meskipun demikian, anggota PERCIRA tetap berupaya untuk
mengajarkan silat Cingkrik kepada masyarakat secara perlahan-lahan. Anggota
PERCIRA juga berupaya untuk meyakinkan orangtua bahwa silat Cingkrik
55
Hasil wawancara dengan Bazar Rizkillah pada 12 Januari 2017 pukul 15.30-16.45 WIB di
SMPN 189 56
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA 57
Hasil wawancara dengan Aditya Saputra pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di
Sanggar PERCIRA 58
Hasil wawancara dengan Imam Achmad Mirza pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di SMPN 71
71
merupakan kegiatan positif yang memiliki banyak manfaat. Hal tersebut
dilakukan sembari meminta restu dari orangtua sebelum melakukan latihan.
“Cara menghadapinya kita harus pelan pelan dalam mengajari silat
cingkrik dan mengajarkan manfaat yang didapat di silat cingkrik”59
“Kita minta ridho dulu sama orang tua sebelum berangkat latian,
tanya dulu boleh atau engga. Kalau engga ya kenapa? Apa alsannya
kalau emang ternyata salah paham kan kita udah paham nih udah tau
yang benernya apa ya jelasin pelan-pelan kalau ini kegiatan yang
positive daripada habisin waktu buat mabok-mabokan, narkoba,
sedangkan kegiatan ini malah olahraga dan menyehatkan badan.
Kalau masih ga dibolehin untuk latihan malam kan sudah ada ekskul
jadi anak-anak itu bisa ikut di ekskul karena ekskul ini kan latihannya
gak mungkin malam dan berurusan dengan sekolah juga”60
Adapun permasalahan internal dapat diatasi dengan mengingatkan
secara pribadi, sementara masalah eksternal dilakukan dengan mendaftarkan
silat Cingkrik ke IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) untuk memperoleh
pengakuan sehingga pihak sekolah maupun orangtua dapat mempercayai.
“Untuk internal tadi saya hanya melakukan pendekatan secara pribadi
aja, karena saya yang mimpin dan saya ga mau ngomongin temen-
temen saya di depan banyak orang karena nanti dia yang ada ga mau
gabung lagi. Jadi saya ajak ngomong sendiri-sendiri. Kalau masalah
eksternalnya itu bisa dilewatin dengan kerja sama yang bagus di
Organisasi ini. Kita berjuang mendaftarkan silat kita ke IPSI (Ikatan
Pencak Silat Indonesia), kita juga buat presentasi yang nunjukin
manfaat-manfaat dari silat cingkrik ini apa, dan susunan organisasi
kita yang rapi. Pokoknya ga nyerah itu kuncinya, sampai akhirnya
sekolah itu ngizinin kita buat masukin ekstrakulikuler ini ke sekolah.”61
59
Hasil wawancara dengan Romi pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB di Sanggar
PERCIRA 60
Hasil wawancara dengan Mega Nur Halimah pada 12 Januari 2017 pukul 18.45-19.30 WIB
di Sanggar PERCIRA 61
Hasil wawancara dengan Robi Indra pada 12 Januari 2017 pukul 19.30-20.45 WIB di
Sanggar PERCIRA
72
C. Pembahasan
1. Gambaran Perguruan Silat Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
Pencak silat adalah salah satu cabang olahraga beladiri yang terdapat
di Indonesia. Olahraga beladiri pencak silat adalah warisan nenek moyang
bangsa Indonesia. Karena pencak silat lahir dari kebudayaan bangsa Indonesia,
maka perkembangannya dipengaruhi oleh watak, selera, dan bakat masyarakat
yang ada di daerahnya masing-masing. Selain keadaan masyarakat dan
sifatnya, faktor alam juga dapat memengaruhi perkembangan pencak silat itu
sendiri, misalnya keadaan tempat, iklim, keadaan sosial, dan lain sebagainya.
Dalam salah satu unsur kebudayaan yakni kesenian pencak silat
adalah salah satu produk kebudayaan Betawi yang sudah sangat ternama.
Dalam kebudayaan Betawi pencak silat terbagi lagi menjadi banyak aliran silat.
Terdapat beberapa aliran silat yang terkenal di kebudayaan Betawi ini, yaitu
aliran silat Cingkrik, Gie Sau, Beksi, Kelabang Nyebrang dan Merak Ngigel,
Naga Ngerem.
Silat Betawi terkenal dengan aliran silatnya yang beragam sesuai asal
kampung atau daerah perkembangan aliranya. Karena itu pula masyarakat
Betawi sering menyebut kelompok mereka berdasarkan tempat tinggalnya,
seperti Orang Rawa Belong, Orang Kemayoran, atau Orang Senen. Perubahan
penamaan berdasarkan daerah ini baru bergeser tahun 1923 sejak Moh Husni
Thamrin dan tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkumpulan Kaum Betawi
sebagai sebuah kelompok etnis sosial yang lebih luas dan dikenal dengan nama
orang Betawi.
Saat ini salah satu aliran silat Betawi yang khas dan dikenal dengan
cukup khas sebagai silat Betawi pada umumnya adalah silat Cingkrik. silat
Cingkrik telah masuk ke berbagai pelosok kampung Betawi dan memiliki
banyak turunan alirannya. Hal inilah yang membuat peneliti mengambil silat
Cingkrik sebagai obyek dalam penelitian ini.
73
2. Revitalisasi Budaya Silat Cingkrik
Melihat perkembangan zaman saat ini, revitalisasi budaya diperlukan
guna melestarikan budaya. Revitalisasi dalam konteks kebudayaan adalah
memaksimalkan semua unsur sebuah budaya menjadi lebih vital atau terbedaya
lagi, sehingga sasaran dan tujuan dari sebuah budaya bisa dicapai dan
dilangsungkan dengan maksimal pula.
Oleh sebab itu diperlukan strategi khusus untuk merevitalisasi budaya
Betawi pencak silat ini. Terdapat tahapan strategi yang meliputi perumusan
strategi, pengimplementasikan strategi dan evaluasi stategi.
3. Perumusan Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
Menurut Joel Ross dan Michael Kami Perumusan strategi termasuk
didalamnya adalah pengembangan tujuan, menganalisis peluang dan ancaman
eksternal, menetapkan suatu objektivitas, menghasilkan strategi untuk
dilaksanakan. Dalam perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk
memutuskan, memperluas, menghindari atau melakukan suatu keputusan
dalam satu proses kegiatan.
Dalam hal ini Perguruan Cingkrik Rawa Belong merumuskan untuk
menentukan target yang ingin dituju terlebih dahulu supaya dapat
menghasilkan strategi yang sesuai untuk dilaksanakan dalam mencapai tujuan,
dan target yang dipilih yaitu anak-anak usia remaja meliputi usia sekolah SD,
SMP dan SMA karena dengan usia remaja masa depan Silat Cingkrik masih
bisa dipertahankan dan tetap dilestarikan ketika mereka dewasa nanti. Setelah
menentukan target maka langkah selanjutnya adalah dilakukan penyusunan
rencana pelaksanaan yang meliputi mencoba memasukan Silat Cingkrik ke
dalam ekstrakulikuler sekolah-sekolah, mengadakan festival-festival yang
bertempat dimana remaja-remaja mudah ditemukan, salah satunya adalah
Taman Kota dan penetapan di lembaga silat untuk memperoleh pengakuan.
74
Selain itu, pengenalan juga dilakukan dengan mengajarkan silat
Cingkrik pada masyarakat sekitar khususnya masyarakat di Rawa Belong. Hal
tersebut bertujuan agar masyarakat lebih mengenal tentang warisan budaya di
daerah tempat tinggalnya.
4. Implementasi Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
Menurut Joel Ross dan Michael Kami implementasi strategi
termasuk pengembangan budaya dalam mendukung strategi, menciptakan
struktur organisasi yang efektif, mengubah arah, menyiapkan anggaran,
mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi yang masuk.
Implementasi strategi sering pula disebut sebagai tindakan dalam strategi
karena implementasi berarti memobilisasi untuk mengubah strategi yang
dirumuskan menjadi sebuah tindakan. Menetapkan tujuan, melengkapi
kebijakan, mengalokasikan sumber daya dan mengembangkan budaya yang
mendukung strategi merupakan usaha yang dilakukan dalam
mengimplementasikan strategi. Implementasi yang sukses memerlukan
dukungan disiplin, motivasi dan kerja keras.
Implementasi strategi merupakan proses pelaksanaan strategi. Yang
mana dalam pelaksanaannya perlu konsistensi yang tinggi dari masing-masing
anggota yang terlibat didalamnya. Komitmen serta kerjasama dari seluruh unit
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Dalam Perguruan Cingkrik Rawa Belong Implementasi yang
dilakukan adalah dengan melaksanakan rencana yang telah dibuat pada tahapan
perumusan strategi yaitu door to door ke sekolah-sekolah untuk
menjadikannya sebagai ekstrakurikuler sekolah. Dengan hal ini remaja akan
mengenal dan belajar sehingga revitalisasi dapat tercapai. Kegiatan ini pula
telah membuahkan hasil dimana banyak remaja mendaftar dan digunakan
sebagai ilmu wawasan.
75
Selain itu, anggota PERCIRA telah melakukan perluasan cabang di
berbagai daerah, salah satunya adalah Jakarta Pusat. Hal tersebut dilakukan
untuk memperkenalkan silat Cingkrik kepada masyarakat selain di wilayah
Rawa Belong. Pengenalan silat Cingkrik juga dilakukan dengan berpartisipasi
pada Car Free Day yang berlokasi di Bundaran HI.
5. Evaluasi Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik
Menurut Joel Ross dan Michael Kami, Evaluasi perlu untuk semua
organisasi dari semua kegiatan dengan mempertanyakan pertanyaan dan
asumsi menejerial, harus memicu tinjauan dari nilai-nilai yang merangsang
sebuah kreativitas. Evaluasi menjadi tolak ukur dari keberhasilan strategi yang
akan diterapkan kembali dimasa mendatang oleh suatu organisasi. Evaluasi
yang dilakukan meliputi mengamati internal dan mencoba memperbaiki
internal sehingga dapat bekerjasama membangun kekeluargaan dan para
anggota betah untuk bertahan dan melestarikannya.
Strategi mempertahankan silat Cingkrik dinilai telah berhasil karena
hingga saat ini, jumlah anggota Perguruan Silat Cingkrik Rawa Belong terus
mengalami peningkatan. Namun dalam pelaksanaanya, strategi yang telah
dilakukan memiliki banyak kekurangan, antara lain rasa malas dan jenuh yang
timbul pada siswa yang mempelajari silat Cingkrik. Selain itu, masyarakat
masih memiliki stigma negatif terhadap ilmu silat yang identik dengan
kekerasan. Sehingga, tidak jarang orangtua yang tidak memperbolehkan
anaknya dalam mengikuti latihan silat Cingkrik.
Permasalahan-permasalahan tersebut diatasi diantaranya dengan cara
mengingatkan secara pribadi pada anggotanya, serta berupaya mendaftarkan
silat Cingkrik pada Ikatan Persatuan Silat Indonesia (IPSI) agar memperoleh
kepercayaan dari pihak sekolah dan orangtua, serta memberikan penjelasan
lebih kepada sekolah dan orang tua bahwa Silat Cingkrik bertujuan untuk
menjadi pertahanan diri dan melestarikan Budaya, dan Perguruan Cingkrik
76
Rawa Belong selalu memberikan arahan kepada para muridnya untuk
menggunakan latihan-latihan yang telah dipelajari dengan baik.
Perguruan Cingkrik Rawa Belongpun mengadakan latihan gabungan
setiap 3 bulan sekali yang bertujuan untuk membuat murid-murid semakin
semangat karena bertemu dengan orang baru dari berbagai sekolah. Hal ini
diharapkan dapat mengatasi hambatan-hambatan internal karena berkumpul
bersama dengan berbagai sekolah dapat membuat masing-masing sekolah
belajar segala hal baru dari sekolah-sekolah yang lain. Mereka dapat berbagi
pengalaman, berbagi ilmu, berbagi cerita, dan berbagi solusi dari
permasalahan-permasalahan yang ada.
77
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Peguruan Silat Cingkrik Rawa Belong merupakan salah satu warisan
budaya Betawi yang penting untuk dilestarikan. Revitalisasi budaya perlu
dilakukan dengan beberapa strategi yang meliputi:
1. Perumusan strategi, yaitu dengan cara menentukan sasaran pengenalan
pencak silat Cingkrik, dalam hal ini adalah remaja, dan langkah
selanjutnya adalah dilakukan penyusunan rencana pelaksanaan yang
meliputi mencoba memasukan Silat Cingkrik ke dalam ekstrakulikuler
sekolah-sekolah, mengadakan festival-festival yang bertempat dimana
remaja-remaja mudah ditemukan, salah satunya adalah Taman Kota dan
penetapan di lembaga silat untuk memperoleh pengakuan.
2. Implementasi strategi, yaitu dengan cara mengenalkan silat Cingkrik
kepada remaja salah satunya melalui kegiatan ekstrakurikuler serta
festival-festival budaya.
3. Evaluasi strategi, dalam hal ini menilai bahwa strategi yang digunakan
telah berhasil dengan pembuktian Silat Cingkrik yang telah masuk ke 7
sekolah dan memiliki anggota sebanyak 450 anggota. Namun, dalam
pelaksanaannya terdapat kekurangan dari pelaksanaan silat Cingkrik,
salah satunya adalah permasalahan internal yaitu berasal dari
anggotanya dan juga permasalahan eksternal terkait dengan perizinan.
Dan diselesaikan dengan cara mendaftarkan Silat Cingkrik pada IPSI
(Ikatan Pencak Silat Indonesia) dan memberikan penjelasan kepada
Orang Tua dan Sekolah tentang baiknya mempelajari Silat Cingkrik
sebagai pertahanan diri agar mendapatkan kepercayaan dari Orang Tua
dan Sekolah. Serta, melaksanakan kegiatan latihan gabungan setiap 3
78
bulan sekali guna menyelesaikan hambatan internal dengan berbagi
solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada.
B. Implikasi
Dari hasil penelitian tentang Strategi mempertahankan silat cingkrik
dalam pelestarian budaya Betawi yang dilaksanakan pada Perguruan Cingkrik
Rawa Belong, Jakarta Barat dapat dilihat adanya dampak baik penggunaan
tahapan strategi itu sendiri pada keberlangsungan Perguruan Cingkrik Rawa
Belong dalam mempertahankan Silat Cingkrik. Denagn tahapan pertama yaitu
perumusan masalah Perguruan Cingkrik Rawa Belong dapat membuat cakupan
dan target yang jelas sebelum pada akhirnya memikirkan strategi apa yang
cocok digunakan untuk menarik orang-orang mendaftar pada sanggar
Perguruan Cingkrik Rawa Belong tersebut. Kemudian, dilanjutkan dengan
memilih strategi yang cocok untuk mengenalkan silat cingkrik pada target yang
sudah ditentukan yakni para remaja dengan cara membuat festival-festival
ditempat para remaja berkumpul, hingga akhirnya membuat rumusan strategi
memasukkan silat cingkrik pada ekstrakulikuler-ekstrakulikuler sekolah.
Rumusan strategi tidak akan berjalan tanpa adanya implementasi
strategi. Implementasi strategi adalah pelaksanaan dari rumusan strategi yang
telah dibuat oleh Perguruan Cingkrik Rawa Belong, yakni membuat festival-
festival budaya Betawi dan mendatangi sekolah-sekolah untuk memasukkan
silat cingkrik ke dalam ekstrakulikuler sekolah.
Dalam pelaksanaan implementasi strategi ditemukan beberapa
hambatan yang membuat strategi harus dievaluasi sehingga tujuan awal dapat
tercapai. Disinilah fungsi dari tahapan ketiga yakni evaluasi strategi
dibutuhkan. Pada Perguruan Cingkrik Rawa Belong ditemukan beberapa
hambatan yaitu perizinan dari orang tua dan masalah-masalah internal seperti
jenuh dan bosan. Pada evaluasi strategi ditemukan solusi yakni mendaftarkan
Perguruan Cingkrik Rawa Belong pada IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia)
79
dan menjelaskan kepada orang tua tentang hal positif dalam mempelajari silat
cingkrik sehingga orang tua tidak merasa khawatir ketika sang anak
mempelajari silat cingkrik ini. Perguruan Cingkrik Rawa Belong juga
melaksanakan latihan gabungan stiap 3 bulan sekali sehingga jenuh dan bosan
dapat diatasi dengan bertemu orang-orang baru, dan tempat latihan yang
berbeda seperti biasanya, selain itu juga dapat saling berbagi solusi dengan
masalah-masalah yang ada.
Dengan hal-hal yang disebutkan diatas, tahapan-tahapan strategi pada
teori yang dipaparkan oleh Joel Ross dan Michael Kami sangat berdampak
baik dalam keberlangsungan Perguruan Cingkrik Rawa Belong dalam
mempertahankan silat cingkrik dalam pelestarian budaya Betawi.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka berikut merupakan saran
yang dapatdiberikan oleh penulis.
1. Bagi Perguruan Silat Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
Diharapkan Perguruan Silat Cingkrik Rawa Belong (PERCIRA)
mampu mempertahankan atau bahkan mengembangkan strategi yang
telah dilakukan untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya
Betawi silat Cingkrik di mata masyarakat.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian
lanjutan yang lebih mendetail mengenai persepsi masyarakat tentang
silat Cingkrik sebagai warisan budaya Betawi untuk mengetahui sejauh
mana silat Cingkrik dikenal oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Adi, Windoro. Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2010
Afrizal. Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: Rajawali
Pers. 2015
Aj, Ochid. Bunga Rampai Pencak Silat. (Ebook). 2010
Amirullah dan Budi Cantika, Sri. Manajemen Strategi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2000
Baswori dan Suwardi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rineka
Cipta. 2008
David, Fred R. Manajemen Strategi Konsep. Jakarta, Prenhalindo. 2002
Emzir. Metodologi Penelitian Kualiatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers.
2010
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara. 2013
Hari Purnomo, Setiawan dan Zulkieflimansyah. Manajemen Strategi Sebuah
Konsep Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
UI. 1999
Harsey, Paul dan Blanchard, Ken. Manajemen Prilaku Organisasi. Jakarta:
Erlangga. 1982
Herdiyansyah, Haris. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika. 2012
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. 2009
Kardiman, A.M. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta: Prohalindo, t.t
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
1995
Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta:
LkiS. 2003
Maryono, O’ong. Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Galang Press, Cet
2, 2000
M. Setiadi, Elly. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana. 2008
Na’im, Hasan dan Syaputra, Hendry. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama
dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk
2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2012
Nawi, G.J. Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia. 2016
Prabowo, Erik R. Silat Nusantara. Jakarta: Litera. 2016
Rafiudin dan Abd. Djaliel Manan. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung:
Pustaka Setia, 1997
Saidi, Ridwan. Potret Budaya Manusia Betawi. Jakarta: Perkumpulan
Renaissance Indonesia. 2011
Setiati, Eni dkk. Ensiklopedia Jakarta 6. Jakarta: PT. Lentera Abadi. 2009
Shadily, Hasan. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
1998
Siagian, S.P. Manajemen Modern. Jakarta: Masagung. 1994
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D Bandung: Alfabeta.
2014
Syamsudin, Din. Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Jakarta:
Lagos. 2000
Tamburaka, Rustam E. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah
Filsafat & Iptek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002
PENELITIAN dan SKRIPSI:
Cellia, Putri. Peran Teater Lenong Betawi Dalam Pembentukan Identitas Budaya
Masyarakat Betawi (Studi Kultural Historis: Teater Lenong Marong
Group Di Ciater, Tangerang Selatan), Skripsi Program Studi
Pendidikan IPS, FITK, Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta:
2014, tidak dipublikasikan
Endri, Doni. Strategi Mempertahankan Silat Pauh (Studi Terhadap Tuo Silat
Pauh Di Tapian Caniago Kel. Korong Gadang Kec. Kuranji Padang),
Padang: 2008, tidak dipublikasikan
Yuliana, Eka. Strategi Mempertahankan Eksistensi Komunitas Virginity Jogja.
Yogyakarta: 2014, tidak dipublikasikan
Kartika, Yulia. Peran Perkampungan Setu Babakan dalam Melestarikan dan
Mengembangkan Budaya Betawi. Jakarta: 2008, tidak dipublikasikan
WEBSITE:
www.bps.go.id, Jumlah Penduduk DKI Jakarta, diakses pada 10 Juli 2016
www.bps.go.id, Jumlah Penduduk DKI Jakarta menurut Suku Bangsa, diakses
pada 10 Juli 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Revitalisasi, Pengertian Revitalisasi Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 6 Januari 2017
LAMPIRAN
SURAT BIMBINGAN
SKRIPSI, SURAT IZIN
PENELITIAN
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-082
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERMOHONAN BIMBINGAN SKRIPSI
Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/......../2019 Jakarta, 01 Februari 2016 Lamp. : - Hal : Bimbingan Skripsi
Kepada Yth.
1. Dr. Abdul Rozak, M.Si 2. Cut Dhien Nourwahida, M.A
Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi Pembimbing
I/II (materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:
Nama : Radita Milati
NIM : 1112015000009
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial/Sosiologi
Semester : VIII (Delapan)
Judul Skripsi : Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik dalam Pelestarian Budaya Betawi (Studi Kasus Perguruan Cingkrik Rawa Belong, Jakarta)
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal
11 Januari 2016, abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan
perubahan redaksional pada judul tersebut. apabila perubahan subtansi
dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan
dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat
perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-082
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERMOHONAN BIMBINGAN SKRIPSI
Tembusan:
1. Dekan FITK 2. Mahasiswa yang bersangkutan
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-082
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/......../2017 Jakarta, 6 Januari 2017 Lamp : Proposal Penelitian Hal : Permohonan Izin Penelitian
Kepada Yth. Ketua PERCIRA (Perguruan Cingkrik Rawa Belong) di Tempat
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan hormat kami sampaikan bahwa,
Nama : Radita Milati
NIM : 1112015000009
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Sosiologi)
Semester : IX (Sembilan)
Judul Skripsi : Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik dalam Pelestarian
Budaya Betawi (Studi kasus sanggar Perguruan Cingkrik Rawa
Belong, Jakarta Barat)
adalah benar mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta
yang sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di
sanggar Bapak pimpin.
Untuk itu kami mohon Bapak dapat mengizinkan mahasiswa tersebut
melaksanakan penelitian dimaksud.
Atas perhatian dan kerja sama Bapak, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Tembusan:
1. Dekan FITK 2. Pembantu Dekan Bidang Akademik 3. Mahasiswa yang bersangkutan 4. Jurusan Pendidikan IPS
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA,
KISI-KISI WAWANCARA,
TRANSKIP WAWANCARA
PEDOMAN WAWANCARA
No Dimensi Variabel Informan Indikator
1. Konteks Sejarah
dan Perkembangan
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA)
1. Sejarah
perkembangan silat
cingkrik di daerah
sekitar Sanggar
2. Posisi silat cingkrik
dalam masyarakat
Betawi setempat
3. Awal terbentuknya
perguruan silat
cingkrik Rawa
Belong
4. Alasan dalam
membentuk
perguruan silat
cingkrik Rawa
Belong
2. Revitalisasi
Budaya
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA)
1. Pandangan
mengenai
revitalisasi silat
Betawi
2. Pandangan
seberapa penting
sebuah revitalisasi
3. Pandangan
seberapa penting
silat cingkrik
dalam kehidupan
4. usaha yang
dilakukan untuk
revitalisasi budaya
5. Kegiatan yang
telah dilaksanakan
untuk revitalisasi
budaya
6. Harapan yang
hendak dicapai
dalam upaya
revitalisasi
3. Tahapan Strategi
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA),
Anggota
Perguruan Cingkrik
Rawa Belong
(PERCIRA
1. Tahapan
Perumusan Strategi
2. Tahapan
Pengimplementasi
an Strategi
3. Tahapan Evaluasi
Strategi
4.
Faktor penghambat
pelaksanaan
strategi
Ketua Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA),
Anggota
Perguruan Cingkrik
Rawa Belong
1. Faktor penghambat
dalam
melaksanakan
strategi
2. Faktor yang terkait
dengan masyarakat
pendukung
(PERCIRA) kebudayaan
3. Faktor yang terkait
dengan di luar
masyarakat
pendukung
kebudayaan
4. Tindakan dalam
menghadapi dan
menyiasati faktor
penghambat
5. Pandangan silat
cingkrik sebagai
produk budaya
yang harus
dipertahankan
5. Orientasi
Pembelajaran
Anggota Perguruan
Cingkrik Rawa
Belong
(PERCIRA)
1. Motivasi untuk
mengikuti silat
cingkrik
2. Sistem
pembelajaran silat
cingkrik di sanggar
PERCIRA
3. Kegiatan yang
telah diikuti di
PERCIRA
4. Pandangan tentang
kegiatan yang
dilaksanakan di
PERCIRA
5. Pandangan tentang
seberapa penting
pelestarian budaya
6. Pandangan
seberapa penting
pendidikan budaya
7. Tujuan mengikuti
silat cingkrik
8. Harapan yang
hendak dicapai
dalam
keikutsertaan
dalam silat
cingkrik
KISI-KISI WAWANCARA
Anggota dan Murid Perguruan Pencak Silat Cingkrik Rawa Belong
(PERCIRA)
1. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
2. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
3. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
4. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
5. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
6. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
7. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
8. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi?
9. Apa pandangan Anda terhadap perkembangan budaya Betawi saat ini?
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
12. Apa pandangan Anda mengenai revitalisasi budaya?
13. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
14. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
15. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
16. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
17. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
18. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
19. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
20. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
21. Apa harapan Anda untuk sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong?
DATA RESPONDEN
Nama : Robi Indra
Umur : 28 Tahun
Tanggal : 23 Januari 2017
Alamat : Jalan Salam II
Jabatan : Ketua PERCIRA
PERTANYAAN
1. Bagaimana awal terbentuknya Perguruan Cingkrik Rawa Belong ini?
“Jadi PERCIRA ini dibentuk pertama kali sama Baba Warno namanya.
Babe Warno dulu sempat menjadi salah satu tenaga pengajar perguruan
tumbal pitung jat ayu membantu kong uming mengajar cingkrik rawa
belong di lapangan bola kecap bango rawa belong bersama bang hasan
kumis sampai tahun dari tahun 1974 s/d 1976 dikarnakan beberapa hal
latihan tidak dilanjutkan. Namun Babe warno terus mengembang silat
cingkrik di daerah (di bendhil, tanah abang, pluit, kebayoran baru,
kemayoran, cidodol, kemondoran,sukabumi ilir, kemanggisan) Sejak tahun
(1973)s/d (1978). Tapi karena kecelakaan mobil Babe Warno ga bisa
lanjut ngelatih dan istirahat selama dua tahun. Tahun 2005 Baba Warno
udah mulai ngelatih lagi dengan murid yang sedikit dan akhirnya ga
berjalan lagi. Sampai akhirnya tahun 2007 saya bersama teman-teman
saya sebagai murid Baba Warno diminta buat ikut atraksi, akhirnya kita
buat jadwal latihan lagi dan berlangsung sampe sekarang.”
2. Sejak kapan Anda menjabat sebagai Ketua Perguruan Cingkrik Rawa
Belong ini?
“Menjabat jadi ketua dari dibentuk dan alhamdulillah sampe sekarang
masih pada percaya. Jadi dari tahun 2009, karena tahun 2009 itu
PERCIRA resmi dibentuk dan terdaftar di IPSI.”
3. Apa Perguruan Cingkrik Rawa Belong memiliki administrasi yang baik?
“Awalnya pasti belum ya, karena dulu ya sekedar latihan aja. Tapi
semakin berjalan kita memperbaiki cara administrasi kita. Dari dibentuk
susunan organisasi sampai akhirnya seperti yang dilihat sekarang
PERCIRA sudah memiliki cabang yang lumayan banyak.”
4. Menurut Anda, bagaimana perkembangan silat cingkrik dari tahun ke
tahun?
“Kalau menurut saya pribadi nih, dulu silat sangat bagus karena emang
anak-anaknya minat buat belajar. Tapi makin kesini anak-anak penerus
kita ini udah semakin gak mau gitu buat ikut hal-hal kayak gini, karena
mereka merasa ada yang lebih menyenangkan daripada silat. Makanya
disini saya mengajak anak-anak muda lain buat ikut partisipasi di silat ini,
jadi nanti temen-temennya yang lain bisa ikutan. Dan alhamdulillah udah
mulai keliatan hasilnya.”
5. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi?
“Wah ngomongin budaya Betawi, budaya Betawi ini banyak ya gak cuma
silat aja, ada seni tarinya, alat musiknya, macem-macem dah. Tapi coba
sekarang kita liat. Yang dikenal orang cuma Ondel-ondel sama kerak telor
palingan. Palang pintu aja banyak yang ga tau kalau bukan orang sini.
Seprihatin itu budaya Betawi sekarang ini. Padahal sangat beragam dan
bermanfaat.”
6. Apa pandangan Anda terhadap perkembangan budaya Betawi saat ini?
“Ini kayak yang tadi saya bilang, sangat memprihatinkan. Mentang-
mentang di Jakarta adanya. Dan rawan banget masuk budaya-budaya lain
sampe akhirnya budaya sendiri dilupain.”
7. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Usaha saya ya salah satunya membangun PERCIRA ini ya. PERCIRA
saya bangun bersama teman-teman saya dan kami merangkul anak-anak
muda supaya mereka gak lupa dengan budaya mereka sendiri. Budaya
yang ada di daerah mereka. Kita berusaha mati-matian membuat silat
cingkriknya diterima di sekolah-sekolah sebagai ekstrakulikuler dan kami
gak membatasi siapapun yang ingin mengikuti silat cingkrik ini walau
bukan dari orang Betawi.”
8. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Silat cingkrik ini salah satu budaya yang zaman dulu paling disenangi
orang-orang dan yang paling banyak manfaatnya bagi diri sendiri
maupun buat orang lain. Jadi kalau ditanya apa yang bikin silat ini harus
dipertahankan? Ya tadi itu. Segala sesuatu yang baik itu harus
dipertahankan.”
9. Apa pandangan Anda mengenai revitalisasi budaya?
“Itu salah satu cara paling ampuh untuk buat ngembaliin silat cingkrik ke
masa jayanya.”
10. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Sangat penting. Dan menurut saya yang sedang saya lakukan itu juga
revitalisasi budaya kan.”
11. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Yang pertama kita pikirin dulu, yang mau kita rangkul siapa? Cakupan
apa? Anak-anakkah, remajakah, atau orang dewasa? Itu yang paling
penting.karena kalau kita udah nemuin siapa yang mau kita rangkul kita
baru bisa pakai cara apa buat mengambil perhatian dan membuat mereka
ingin gabung ke kita.”
12. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Nah ini, setelah kita tentuin kita mau rangkul remaja-remaja nih, karena
menurut kita remaja ini yang paling berpengaruh nantinya. Kalau anak-
anak kan mereka belum terlalu ngerti, sedangkan orang dewasa ya sudah
sedikit susah karena sibuk kan. Karena ruang lingkup kita nih remaja, ya
caranya kita ngadain festival-festival dimana remaja-remaja itu kumpul.
Atau kita ajak ngobrol yang akhirnya bikin dia mau ikutan. Dan cara yang
paling mateng yang kita pikirin itu adalah masukin silat cingkrik ini ke
ekstrakulikuler di sekolah-sekolah.”
13. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Alhamdulillah saya rasa kita mengalami keberhasilan tapi belum besar,
namun cukup buat bikin orang sadar kalau kita ada. Karena setelah
masuk di ekstrakulikuler sekolah sekolah ini kita bisa ajak mereka buat
ikut pertandingan-pertandingan yang akhirnya mengangkat nama silat
dan sekolah itu juga. Jadi sama-sama menguntungkan gitu.”
14. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Kalau untuk diri saya sendiri yang pasti kebanggan sebagai orang
Betawi ya, dan gak lupa juga kesehatan yang pasti bagus karena mengikut
silat. Dua hal itu yang membuat saya gak bisa lepas dari PERCIRA ini.”
15. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Ada, dan banyak.”
16. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Banyak banget ya, dari masalah internal yang kadang anggotanya
sendiri yang suka males dateng buat latihan, sampai ke masalah eksternal
ketika kita mengajukan silat ini sebagai ekstrakulikuler di sekolah. Banyak
sekolah yang awalnya menolak karena dirasa ga memberikan manfaat
apapun dan mereka mikirnya kekerasan karena silat ya mereka mikirnya
berantem.”
17. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Untuk internal tadi saya hanya melakukan pendekatan secara pribadi
aja, karena saya yang mimpin dan saya ga mau ngomongin temen-temen
saya di depan banyak orang karena nanti dia yang ada ga mau gabung
lagi. Jadi saya ajak ngomong sendiri-sendiri. Kalau masalah eksternalnya
itu bisa dilewatin dengan kerja sama yang bagus di Organisasi ini. Kita
berjuang mendaftarkan silat kita ke IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia),
kita juga buat presentasi yang nunjukin manfaat-manfaat dari silat
cingkrik ini apa, dan susunan organisasi kita yang rapi. Pokoknya ga
nyerah itu kuncinya, sampai akhirnya sekolah itu ngizinin kita buat
masukin ekstrakulikuler ini ke sekolah.”
18. Seberapa penting silat cingkrik bagi kehidupan Anda?
“Sangat penting, karena tahun-tahun produktif saya, saya habiskan untuk
membangun silat cingkrik demi penerus selanjutnya.”
19. Bagaimana implementasi nilai-nilai budaya Betawi dalam kehidupan
sehari-hari Anda?
“Saya nerapinnya di kehidupan sehari-sehari lewat hal-hal kecil aja.”
20. Apa harapan Anda untuk sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong?
“Harapan saya, supaya silat ini ga berenti dan ilang dimakan zaman,
setelah saya pensiun dari silat semoga ada banyak anak-anak lain yang
meneruskan perjuangan kami membangun kembali budaya Betawi.”
DATA RESPONDEN
Nama : Indri Hariyanto
Umur : 20 tahun
Tanggal : 12 Januari 2017
Alamat : Jalan Pulomawar 1 no.32 Rt.004/004, Kelurahan Grogol Utara
Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta
Jabatan : Asisten Pelatih
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Pertama kali masuk PERCIRA itu dari kelas 3 SMP sampai sekarang
kurang lebih sih sekitar 7 atau 8 tahun gabungnya, berarti dari tahun
2009an. Pada saat itu organisasi udah tersusun baru saya masuk”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Alasan yang paling kuat sih bisa dibilang kan dulu pengen belajar bela
diri juga kan pengen ngelestariin juga, emang dulu pengen belajar bela
diri tapi bingung beladiri apa. Kebetulan nemu bela diri silat cingkrik ini
yang memang asli dari Betawi, saya itu langsung tertuju sama yang
namanya silat cingkrik terus saya juga mikir daripada saya belajar
beladiri dari tempat lain kenapa ga saya pelajari aja bela diri asli dari
Indonesia ini gitu. Kebetulan saya orang Jawa tapi udah netep disini lama
jadi saya mau ambil bagian untuk melestarikan salah satu kearifan lokal
dari daerah sini”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“Kebetulan dulu sebelum di PERCIRA pernah saya ikut silat-silat
ditempat lain, ada sekitar 3 sampai 4 sanggar yang saya ikuiti sebelum
masuk sini. Tapi tertarik masuk ke PERCIRA dan nyaman karena disini
orang-orangnya asik-asik Betawi asik, terus yang kedua orangnya open
mereka terbuka buat nerima dan mau ngajarin kita dengan baik”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Tujuan awal masuk PERCIRA karena memang ingin memperdalam
beladiri asli Betawi ini, dan juga untuk menjalin silaturahmi, dan
mengembangkan diri”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Kalau dibilang fungsi mah banyak ya fungsinya dalam kehidupan, selain
satu untuk bela diri kan yang pasti, kedua kan yang namanya orang
Betawi itu dari dulu ga pernah lepas sama yang namanya ngaji, jadi disini
itu sebelum kita latihan silat kita pengajian dulu, ibaratnya silat itu
goloknuya sedangkan ngaji itu sarung goloknya jadi bisa buat menahan
diri”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapannya sih pengen biar PERCIRA mampu bersaing dengan pencak
silat dari luar Jakarta sebagai menyumbang potensi atlit dan juga bisa
mengharumkan nama Betawi itu sendiri. Sebenarnya kita sering mengikuti
pertandingan di IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) tapi yang mengikuti
bukan orang asli Betawi, padahal kita dulu punya pahlawan silat
namanya Bang Pitung ya kan, nah kenapa kita gak bawa brand dia buat
nunjukin nih orang-orang Betawi, nih silatnya Betawi obornya pun gak
padam sampai sekarang”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Jadi pertama dari dulu basicnya kita ajarin jurus dulu, setelah
menguasai jurus baru kita fokus sama sambut, sambut ini adalah simulasi
buat bertarung. Nah kalau udah naik tingkat dari sambut nanti kita
pelajarin yang namanya Bombang, bombang itu gabungan dari beberapa
jurus dijadikan satu kemudian naik tingkat lagi namanya sambut detik,
sambut detik itu maksudnya kalau lawan sekali nyerang nanti sudah
dipastikan lawan itu akan langsung jatuh. Nah masih banyak lagi sih yang
lainnya kurang lebih ada 5 tingkatan, selepas dari 5 tingkatan itu kita
masih bisa gali lagi karena sebenarnya ilmu silat cingkrik itu gak
monoton jadi bisa digali dan digali lagi”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Ya kalau menurut saya sendiri sih itu penting banget, jadi ya kita
sebagai anak muda penerus bangsa kan orang-orang terdahulu leluhur-
leluhur kita yang menciptakan silat cingkrik ini, kalau ga ada leluhur-
leluhur kita yang sudah berjuang maka Indonesia pasti ga bisa merdeka,
ibaratnya gitu kan. Jadi kenapa kita ga berterimakasih dengan terus
melestarikan apa yang mereka ciptakan, itu intinya sih”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Pandangannnya sih jadi budaya Betawi itu mempunyai ciri khasnya
masing-masing dan mempunyai keunikannya masing-masing, jadi juga
intinya sih budaya Betawi itu selain hal-hal yang dapat dibanggakan itu
masyarakat Betawi sangat kental dengan Agama”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Kalau usaha yang pengen dilakukan sih, Alhamdulillah kan kita udah
masuk ke ekskul-ekskul sekolah, dengan memperkenalkan silat cingkrik
dan budaya-budaya lainnya kepada generasi muda itu sangat efektif untuk
mempertahankan budaya Betawi”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Kenapa harus dipertahanin nih ya, yang pertama kan karena ini warisan
dari leluhur kita, yang kedua nih ciri khas dari daerah Rawa Belong juga
ya salah satu pahlawan kita Bang Pitung kan juga dari Rawa Belong
lantas kenapa kita gak bangga sama silat dari Rawa Belong ini, kenapa
kita malah bangga sama bela diri bela diri yang ada di luar Indonesia
ini”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Penting banget, Ya emang tugas kita sebagai penerus bangsa buat terus
melestarikan salah satu ciri khas dari budaya Betawi ini dan kenapa sih
beberapa orang berfikir tidak begitu tertarik dengan masuk IPSI, masih
banyak sanggar-sanggar yang tidak tertarik untuk masuk ke IPSI.
Sekarang jadi modelnya gini, jaman dulu kan memang latihan silat itu gak
dipungut biaya tapi zaman dulu sebelum silat harus nimba air dulu, harus
cari kayu bakar dulu. Nah jadi kalau sekarang tuuh sistemnya tidak
dengan pekerjaan seperti itu tapi diganti dengan ada beberapa sumbangsi
kepada PERCIRA itu sendiri. Jadi, pesan buat sanggar-sanggar lain sih
pokoknya jangan terpaku pada leluhur-leluhur kita yang dulu, kalau mau
ngembangin ya dikembangin dengan mengikuti zaman sekarangnya
jangan sampai silat di negeri kita padam dikalahkan oleh beladiri-beladiri
dari luar Indonesia ini”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“kalau dibilang strategi memang harus ada strategi, strategi pertama kita
adalah memasukan silat cingkrik ini menjadi ekstrakulikuler di sekolah-
sekolah, kami mengambil target anak-anak dan generasi muda karena
merekalah yang nantinya akan meneruskan perjuangan kita dan orang-
orang yang terdahulu, tapi beberapa orang berkata ada yang namanya
tuh program kerja. Kalau menurut saya sendiri jangan terlalu terpaku
pada program kerja dulu kalau ingin maju dan ngembangin. Intinya kita
berani dulu buat ngajuin ngajuin silat kearifan lokal dari budaya Betawi
ke sekolah-sekolah di Jakarta, kita berani dulu baru kita buat program
kerja jadi pelan-pelan. Jadi gak harus kita punya program kerja dulu nih
baru kita jalan, melainkan bebarengan ayo kita cari sekolahnya sama-
sama, sekalian kita revisi lagi gimana caranya buat bikin program kerja.
Jadi intinya niat, tekat, berani modal utama”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“kalau dalam pelaksanaannya kita pelan-pelan berjalan sekalian kita
revisi lagi, jadi pelaksanaannya boleh dari awal kita masih berantakan
tapi pelan-pelan kita diskusiin lagi bareng-bareng sama perguruan apa
nih jalan keluar yang baik dari masalah ini, ya kita rembukin, kasih
nasihat. Ketika udah ketemu baru kita terapin, kalau masih gagal juga ya
kita revisi lagi apa sih yang masih salah dalam program kerja kita ini
kenapa ga jalan dan kenapa ga bekerja, kita revisi lagi sampai dirasa
sudah cukup pas baru kita jalanin terus”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“kalau diliat dari evaluasi strateginya mah, kira-kira udah 85% bisa
dikatakan sudah berhasil ya, Alhamdulillah. Cuma masih ada beberapa
kekurangan yang akan terus kita revisi karena itu adalah fungsi dari
evaluasi sebuah strategi. Tetep dirembukin bersama-sama untuk mencari
jalan keluar dari sebuah masalah. Kekurangan-kekurangan itu selain satu
dari segi pelatihan, jadi kan kalau dibandingkan dari beladiri lain pencak
silat itu kan memang dari kearifan budaya Indonesia jadi jatohnya ga
begitu keras sama yang namanya fisik, apalagi kalau anak-anak kan kalau
kita kerasin sedikit kadang-kadang males keluar nah gitu. Jadi ya kita lagi
revisi bagaimana sih cara latihan fisik yang baik, terus kalau mau jadi
atlit tuh mesti keras. Nah intinya gitu sih”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Alhamdulillah saya sebagai asisten pelatih ini mempunyai banyak murid
kan, jadi semakin banyak sodara juga itungannya. Enaknya kalau ketemu
dijalan juga kita bisa saling menegur sapa. Juga ibaratnya punya saudara
dimana-mana jadi bisa lebih saling tolong-menolong kalau ada yang
sedang dilanda musibah atau kesusahan”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Faktor penghambatnya pasti ada, malah banyak”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Nah salah satunya nih tenaga pengajar kita. Jadi kan penghasilan dari
para pelatih kan gak cuma dari sini mereka juga harus bekerja diluar
juga, lalu anak-anaknya juga masih pada males, kalau dikasih tau juga
masih pada kurang paham padahal kan niatnya baik untuk mereka. Lalu
ada juga yang kurang seneng sama tekhnik pengajaran kita. Ada juga
yang bilang kalau PERCIRA salah nih kenapa silat cingkrik dimasukan ke
IPSI dibuat untuk bertanding, walaupun emang bener kalau silat-silat
yang lain kan jurus mereka tidak mematikan, sedangkan kalau silat
cingkrik ini Alhamdulillah semua jurusnya tuh mematikan. Nah, jadi yang
namanya pertandingan kan ada aturannya, nah ada aturan yang membuat
silat cingkrik ga bisa ikut pertandingan karena jurusnya mematikan
semua”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Cara menghadapinya kita rembukin kembali bareng-bareng sama
perguruan dengan cara yang lebih baik dalam melakukan pembelajaran
baiknya gimana, dan pinter-pinter bagi waktu bagi kami para pelatih
untuk disini dan juga bekerja diluar yakinin hati kalau kami memang
berniat untuk mengabdi. Kalau masalah IPSI itu ya kita kembangi jurus-
jurus kita kan ada tahapan untuk menjadi jurus yang mematikan, kita
berhenti sampai jurus kita tidak mematikan dan juga harus ada latihan
menahan diri itu dia fungsinya kita buat pengajian juga, jadi tahu
menahan diri dalam memakai jurus tersebut”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong?
“Harapannya sih yang pasti semoga PERCIRA makin sukses, terus juga
bisa ngangkat nama silat cingkrik dan silat cingkrik ini mengangkat nama
budaya Betawi, jadi masih bisa nunjukin ini loh Bbetawi itu belum padam
dan masih bisa bangkit lagi dan lebih baik lagi dari silat silat atau
beladiri dari luar”.
DATA RESPONDEN
Nama : Bazar Rizkillah
Umur : 15 tahun
Tanggal : 12 Januari 2017
Alamat : Jalan Daud 1 no. 680, Jakarta Barat
Jabatan : Murid ekstrakulikuler sekolah SMPN 189
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Dari awal dibuka disekolah ini, sudah sekitar 2 tahun yang lalu. Pas
PERCIRA bikin ekstrakulikuler langsung berminat untuk masuk
PERCIRA”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Awalnya sih emang minatnya lebih ke pencak silat daripada ekskul
ekskul yang lain, lebih tertarik untuk ngembangin bealdiri”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“dari awal sampai sekarang cuma di PERCIRA aja satu-satunya”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Tujuannya karena emang pengen beladiri, dan ikut silat gara-gara asik
banyak temennya, udah gitu orang-orangnya juga baik-baik dan nyaman
dalam melaksanakannya”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Apa ya? Sebenernya sih jadi nambah percaya diri, buat kesehatan juga
bagus sih jadi lebih tinggi deh sekarang setelah 2 tahun masuk PERCIRA
karena olahraga terus, nambah temen juga jadi banyak temennya
sekarang”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapannya sih saya mau jadi salah satu yang melestarikan ini, dan
berharap lebih banyak lagi yang mau ngelestariin silat ini. Dan saya
pengen banget jadi atlit”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Cara latihannya sih yang pasti harus sabar dulu yang penting, karena
yang namanya ngajarin orang itu gak gampang. Itu setiap mau ngelakuin
satu jurus aja itu ada step-stepnya dulu, berupa pemanasan dulu baru
nanti kita praktek. Dan kalau sekali ngajarin juga pasti rada susah kalau
ngajarinnya anak yang pertama kali ikut, itu wajar. Udah gitu murid juga
kadang-kadang kan kemampuannya beda-beda ada yang sekali langsung
ngerti tapi ga dikit juga yang harus berkali-kali. Nah, disini guru-gurunya
baik-baik dan sabar-sabar dalam ngajarin kita jadi kitanya juga nyaman
dalam latihannya”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Penting lah, karena kan budaya itu aset negara yang cuma dipunyai oleh
negara itu sendiri, jadi simbol khasnya Indonesia ya pencak silat. Apalagi
dari Betawi yang terkenal ya pencak silat”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Kebetulan saya juga bukan orang Betawi tapi orang Jawa yang besar di
Betawi ini, yang saya liat budaya Betawi itu banyak beragam. Udah gitu
semua budayanya itu unik-unik mulai dari ondel-ondel, dari lagunya juga
semua keren gitu. Dan kalau buat penampilannya itu semua unik-unik dan
khas kalau buat nunjukin asal dari daerah Betawi itu sendiri”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Mungkin usaha pertama ya ikut ini, ikut pencak silat ini. Saya kan
generasi muda saya ikut ini dan ingin mengembangkan diri disini untuk
mempertahankan budaya Betawi ini jangan sampai hilang sampai nanti-
nanti. Dan nanti saya ingin buka di sekolah-sekolah lain juga, mungkin
kalau sekarang masih di Jakarta Barat, tapi nanti kita akan menyebar kita
akan buka di seluruh Jakarta, pokoknya nanti di seluruh Jakarta insha
Allah akan ada nama PERCIRA”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Kalau menurut saya pribadi mah di daerah sini kan emang terkenalnya
silat cingkrik, jadi ditiap daerah punya aliran silatnya masing-masing,
nah saya sebagai orang sini membuat silat cingkrik itu harus
dipertahanin, karena kalau bukan kita yang orang sini terus siapa lagi”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Penting banget, kan kita generasi-generasi muda yang memang harus
mempertahankan apa yang sudah diperjuangin sama orang-orang
terdahulu, kayak cingkrik kan udah digunakan buat mempertahankan
daerah buat lawan penjajah juga, masa kita ga mau ngidupin lagi dan
biarin itu hilang gitu aja”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Strateginya kan kayak masuk ke sekolah-sekolah kayak gini, terus nih
buat orang minat buat masuk sini mesti buat lebih banyak pertunjukan
festival-festival gitu buat narik minat orang lain, jadi kita harus narik
minat orang-orang dulu buat tau apa itu silat cingkrik soalnya masih
banyak yang gatau silat cingkrik itu apa”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Dalam prosesnya sih pasti ada kekurangan disana-sini, tapi karena kami
konsisten dalam jalanin strategi yang sudah dirembukan kekurangannya
bisa dikurangin, terus juga kerjasama tiap anggota disini kuat dan mereka
ngerjainnya tulus jadi proses pelaksanaannya bisa berjalan dengan
lancar”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Kalau menurut saya sudah berhasil ya, karena bisa dilihat dari yang
anggotanya hanya sedikit bisa menjadi banyak seperti ini, lalu juga bisa
dari yang hanya latihan ngampung jadi bisa berorganisasi sampai ikut
IPSI dan tercatat di LKB juga, walau banyak kekurangan ya kita
musyawarahin apa yang kurang”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Pertama sih ya rasa percaya diri yang makin tinggi itu pasti, saya dulu
buat mimpin diri-diri didepan orang banyak itu takut gak berani,tapi lama
kelamaan karena dibuat nyaman dan jadi kebiasaan bisa deh kayak
sekarang ini. Pokoknya rasa takut dan deg-degan itu udah ilang. Kedua
juga bisa nambah temen banyak, jadi kenal-kenal juga. Murid baru juga
jadi cepet kenal dari berawal demo ekskul sampe akhirnya deket”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Faktor penghambatnya sih ada ya”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Ya paling faktor dari dalam diri sendiri sih mungkin, soalnya sih ya kan
orang kalau sudah terlalu lama gitu dia suka jenuh itu mungkin ngelakuin
latihannya, terus juga kayak punya kesibukan yang lain, seneng ngelakuin
yang lain daripada silat ini namanya seleksi alam. Dari yang anggotanya
banyak terus berkurang-berkurang”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Hadapinnya pake konsisten sih ya, konsisten kalau kita udah milih ini ya
dijalanin dengan sebaik-baiknya. Terus juga kalau seleksi alam kan walau
berkurang anggota berarti anggota-anggota yang tersisa itu yang paling
kuat mentalnyadan yang dibutuhkan itu ya orang-orang yang seperti itu.
Karena kalau kita jalaninnya konsisten dan nunjukin anggota-anggota
yang setia lama kelamaan juga bertambah lagi orang-orangnya sedikit
demi sedikit”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Harapannya moga-moga perguruannya bisa jadi lebih luas lagi, moga-
moga semua gurunya bisa saling bantu dan tolong menolong juga. Sukses
terus buat perlombaan-perlombaannya”.
DATA RESPONDEN
Nama : Imam Achmad Mirza
Umur : 16 tahun
Tanggal : 12 Januari 2017
Alamat : Jalan Yunus no. 30, Rt. 002 Rw. 006, Sukabumi Utara, Kebon Jeruk,
Jakarta Barat
Jabatan : Asisten pelatih cabang SMPN 71 Jakarta Pusat
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Ikut PERCIRA udah dari kelas 8 dari tahun 2014, waktu masih sekolah
disini (SMPN 189) sampai lulus dan nerusin latihan di pusatnya”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Saya tuh mikirnya pengen majuin tuh budaya Indonesia sendiri, jangan
sampai tuh budaya Indonesia punah dimakan waktu”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“Saya ditempat lain juga, saya baru masuk ditempat lain namanya Setia
Hati Terate, saya pengen ngembangin tuh pengen nunjukin kalau anak
Betawi tuh bisa, bisa ngelampaui silat cingkrik dan buat seluruh
perguruan silat cingkrik itu dikenal sama seluruh Indonesia, pengen
ngasih tahu taringnya anak-anak Betawi”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Saya dari dulu mau jadi atlet”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Ya selain buat beladiri, kita juga bisa tahu apa yang namanya saudara,
apa itu silat, apa itu beladiri. Kita juga diajarin kita ditanamin tuh sikap
disiplin. Selain itu kita juga mau ngembangin, jadi dikasih tau caranya
gimana nih ngembangin yang namanya budaya Indonesia. Kita diadain
festival untuk mengenal lagi budaya Indonesia itu. Menurut saya ini
berguna sekali untuk hidup saya dan PERCIRA ini bermakna banyak
banget buat saya”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapan saya tuh awalnya pengen nambah keluarga dan saya benar-
benar menemukan itu di PERCIRA, sampai akhirnya timbul keinginan
untuk menjadi atlet beladiri”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Sistem pembelajaran disini itu enak, gimana ya. Gak terlalu keras ga
terlalu lembut jadi sedang-sedang aja. Kita juga ngukur anak dari segi
jurusnya, kan kita mengarah ke tradisional jadi kita kerahkan semuanya
nih apapun yang kita bisa tuh latihan-latihan jadi ga ngerasa bosen,
biasanya kan anak tuh kalau latihan bilangnya, ya gini gini doang.
Sedangkan kalau kita tuh kenalin kalau ada event, kita kenalin ini loh
festival Betawi, ini loh jurus-jurus Betawi”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Sangat sangat penting bahkan bisa dikatakan wajib untuk kita sebagai
generasi muda melestarikan budaya Betawi”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Saya ini Betawi tulen, Bapak saya asli Rawabelong dan Ibu saya orang
asli Kemanggisan. Budaya Betawi itu sudah menjadi jati diri saya sendiri,
Betawi ini sendiri udah seperti singkatan BETAh di WIlayah. Tapi kurang
gimana ya, orang Betawi jaman sekarang itu udah jarang keliatan, udah
kegusur sama orang yang merantau dari daerah, lama kelamaan
tersingkir sedikit demi sedikit jumlah orang Betawi asli berkurang
padahal di daerah kita sendiri, tapi saya salut sama orang-orang luar
yang bukan orang Betawi sendiri malah mau ngembangin, pelajarin dan
ngelestariin budaya kita”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Saya mencoba membuka cabang PERCIRA di Jakarta Pusat untuk
membuat nama PERCIRA semakin meluas dan menyebar, dari awalnya
saya ikut PERCIRA, ngembangin diri disini, belajar lagi-dan lagi,
menangin perlombaan-perlombaan itu adalah usaha saya untuk
mengharumkan nama Betawi. Kami juga suka berkumpul dengan tema
1000 pesilat biasanya kami kumpul di HI, kenapa di HI? Karena sengaja
biar yang lagi pada carfreeday liat ini loh Betawi ini loh budaya Betawi
jadi secara gak langsung kita juga ngenalin dan jadi pusat perhatian
disitu”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Yang namanya warisan ya, warisan ini sebagaimana ilmu yang
diwariskan dari guru ke kita itu biar gak putus, harus kita kembangin ke
orang yang lain lagi. Biar, ilmu itu tetep ada, ga mati gak padam. Jadi
harus diturunin ke generasi yang baru, karena kalau ga ada penerusnya
sudah dapat dipastikan silat cingkrik ini akan punah”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Benar kalau dibilang silat ini butuh revitalisasi, karena anak-anak jaman
sekarang lebih senang sama teknologi lebih seneng main game berantem
di hp di laptop daripada bener-bener ngembangin diri mereka di dunia
nyatanya, jadi sangat penting untuk merevitalisasi budaya ini, tunjukin
kalau disini banyak manfaatnya, bisa beladiri, bisa nambah saudara, bisa
banggain orang tua lewat prestasi yang dia dapetin disini, banyak
kegiatan yang lebih baik dan bermanfaat daripada dia harus main gadget,
main sosmed terus-terusan yang gak ada gunanya”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Berawal dari pengenalan, kita dari awal harus ngenalin dulu apa tuh
silat cingkrik dan silat cingkrik ini adalah budaya ali dari Betawi. Silat
cingkrik dikenal jurusnya bisa ngebunuh orang jadi orang-orang apalagi
orang tua takut untuk ngasih anaknya belajar silat cingkrik, nah disitu kita
harus beri penjelasan bahwa itu salah, walaupun emang bener jurus-
jurusnya mematikan dan dapat membunuh orang tapi disini kita juga
mengajarkan cara menahan dirinya dan belajar silat ini bukan dengan
tujuan membunuh tapi untuk pertahanan diri sekaligus melestarikan
budaya asli punya kita sendiri”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Kalau sudah pengenalan kan banyak yang masuk, dari sini proses
pelaksaannya baru dapat dimulai, kerjasama kita sebagai pengurus harus
kuat apalagi dengan seleksi alam yang pasti akan muncul, banyak anak-
anak mulai jenuh dengan latihannya, nah tugas kita adalah mencari cara
latihan yang efektif lagi sehingga anak-anak ini tidak kembali bosan dan
semangat lagi latihannya”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Menurut saya sih sudah berhasil, tapi ya ada aja kurangnya, dan dari
dalam diri kita juga pasti banyak kurangnya, evaluasi itu penting biar kita
tau mana yang salah dan apa yang harus dibenerin. Biasanya kita bikin
rapat rame-rame, biacarain sambil ngobrol dan sekalian benerin
internalnya, karena biasanya yang bikin hancur sebuah organisasi bukan
dari luar melainkan dari dalam dan itu lebih sulit untuk dibenahi.
Makanya harus banget jaga kekompakan”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Saya Alhamdulillah sudah mengikuti pertandingan-pertandingan, dari 3
kali saya ikut pertandingan Alhamdulillah saya mendapatkan satu
perunggu dan satu mendali emas. Saya juga bisa mendapatkan mendali-
mendali itu dengan melewati proses yang berat, dengan selalu ditanamkan
hal-hal yang baik, diajarkan bagaimana untuk jadi orang yang berguna,
dan harus wajib taat sama orang tua. Jadi banyak hasil-hasil positif yang
saya dapatkan disini”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Faktor penghambat disetiap langkah kita pasti ada”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Selain yang tadi ya banyak orang suka salah paham sama silat cingkrik
yang dibilang tujuannya untuk ngebunuh orang, faktor penghambat yang
lainnya itu kita suka ga dikasih latian sama orang tua apalagi kalau
latihannya malam, itu kadang susah untuk diizinin. Masalah waktu dan
tempat itu paling rumit”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Kita minta ridho dulu sama orang tua sebelum berangkat latian, tanya
dulu boleh atau engga. Kalau engga ya kenapa? Apa alsannya kalau
emang ternyata salah paham kan kita udah paham nih udah tau yang
benernya apa ya jelasin pelan-pelan kalau ini kegiatan yang positive
daripada habisin waktu buat mabok-mabokan, narkoba, sedangkan
kegiatan ini malah olahraga dan menyehatkan badan. Kalau masih ga
dibolehin untuk latihan malam kan sudah ada ekskul jadi anak-anak itu
bisa ikut di ekskul karena ekskul ini kan latihannya gak mungkin malam
dan berurusan dengan sekolah juga”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Harapan saya buat PERCIRA, agar lebih dari ini, lebih dari sekedar
silat Betawi yang biasa, lebih dari segalanya deh. Bagi saya dari sini saya
dapat banyak sekali pengalaman dan saya ingin sekali PERCIRA bisa
sukses dan sukses lagi kedepannya”.
DATA RESPONDEN
Nama : Mega Nur Halimah
Umur : 16 tahun
Tanggal : 12 Januari 2017
Alamat : Jalan Kelapa 2, gg. Hj. Kemet no. 57, Rt.007/005
Jabatan : Murid
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Dari kelas 8, saya sudah ikut sekitar 3 tahun. Tapi karena sekarang udah
lulus jadi ikutnya gak ekskul lagi, sekarang ikutnya latihan di pusat yang
di aula pasar kembang”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Kekeluargaannya kuat banget, saya jadi punya keluarga kedua disini.
Disini juga seru aja gitu gak kayak yang lain, kalau yang lain kan
menangin gengsi kalau disini engga, kita sama-sama belajar. Makanya
saya mau masuk sini dan akhirnya nyaman dan bertahan disini”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“Di PERCIRA aja sampai sekarang”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Saya punya mimpi untuk jadi atlet”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Pertama buat ngejaga diri juga sih, kan kita cewek tuh suka dijail-jailin
sama cowok jadi buat jaga diri. Terus yang kedua itu buat ngejar impian
karena saya punya mimpi jadi atlet, dan disini dikasih wadah buat ikut
perlomabaan-perlombaan jadi bisa bikin prestasi, saya juga udah sering
ikut lomba-lombanya”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapan awalnya emang pengen jadi atlet, tapi setelah masuk dan dapat
kekeluargaan yang kentel jadi pengen ngembangin PERCIRA, pengen
terus disini sampai bisa kasih hal yang bermanfaat buat PERCIRA”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Sebenernya asik, asik banget sih. Kita kan dibedain tuh apalagi sabuk-
sabuknya, jadi belajarnya juga cepet sesuai kemampuan masing-masing
orang karena ga disama ratain, ajdi buat yang belum ngerti masih bisa
terus belajar sedangkan yang udah ngerti langsung dikasih naik jenjang
yang lebih tinggi”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Pentinglah kan kita lahir disini, kita juga tinggal disini, masa kita udah
diizinin buat tinggal disini tapi gak mau ngelestariin budaya nya juga, toh
kita ngelestariin bukan buat diri kita aja tapi buat orang lain juga”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Saya ini asli Jawa, orang tua campuran Madura dan Surabaya. Tapi
saya disini sudah dari saya lahir. Sebenernya budaya Betawi itu seru,
budaya ini ngajarin kita buat tetep sopan sama orang dan sampai saat ini
yang saya lihat budaya masih kentel, masih kuat supaya gak ilang.
Budaya Betawi itu beragam”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Kalau dari PERCIRA nya sendiri, kan PERCIRA suka jual-jualin
souvenir-souvenir gitu kayak miniatur ondel-ondel nah kita disini juga
bantu kan, yang ceweknya juga dikembangin lagi silatnya diajak ikut
event juga, terus kita juga bikin latihan gabungan biar orang-orang tahu
dan bisa bersatu walaupun dari bermacam-macam perguruan, itu
biasanya di senayan, dan bundaran HI”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Menurut aku sih karena silat ini salah satu budaya yang udah ada dari
lama ya, walau bukan cuma ini aja yang harus dipertahanin tapi kalau
orang daerah sini mah wajib buat pertahanin silat cingkrik karena
cingkrik juga asalnya dari sini”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Penting, hampir mirip sama pertahanin. Kita mah wajib buat hidupin
lagi karena kita emang sadar kalau silat cingkrik ini udah hampir hilang
kalau ga dihidupkan lagi kasian yang nanti-nanti gatau sama sekali
tentang silat cingkrik ini”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Sebelum kita kaitin sama strategi kita juga harus sadar sama diri kita
sendiri dulu, soalnya kita yang ngejalanin kita yang ngerasain manfaatnya
buat kita juga, sadarin itu dulu baru kita bisa buat strategi untuk narik
orang-orang datang. Kita bisa buat festival buat narik orang-orang, terus
dengan masuk ke sekolah-sekolah gini bisa nambah anggota juga.
Pokoknya yang penting awalnya sadarin diri kita sendiri dulu kalau kita
emang mau ngembangin dan ngelestariin budaya ini”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Nah kalau udah yakin dan niat awal kita udah bener, kita juga udah tau
targetnya mau siapa, baru deh kita harus konsisten jalanin prosesnya ini,
jangan sampai nanti kita udah punya anggota banyak malah pengurusnya
yang males-malesan, dan sosok pemimpin ini penting banget buat
berjalanannya strategi biar bisa berjalan terus. Alhamdulillahnya disini
kita punya pemimpin yang baik dan bijak dalam semua halnya deh. Disini
kita bikin event-event yang bisa narik orang-orang dan diadakan sama
hadiahnya juga, jadi kan kita tunjukin kalau disini bukan cuma latian-
latian aja tapi bisa buat nambah penghasilan juga, jadi orang tertarik.
Bukan cuma orang-orang dewasa aja, anak-anak juga bisa dapat
penghasilan dari sini”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Alhamdulillah udah nih ka, udah berhasil sih menurut aku. Buktinya
udah banyak cabang-cabang yang kita buka, ekskul-ekskul juga udah, dari
awalnya niat, yakin, dilanjut dengan konsisten dan tekun, bisa berakhir
dengan keberhasilan yang bisa dibanggakan. Kita ga akan pernah
sempurna tapi ya, jadi kita harus tetep terus-terusan berevaluasi dari
kekurangan-kekurangan yang ada buat nutupin kesalahan itu dan walau
gak sempurna seenggaknya bisa menghampiri kesempurnaan itu”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“yang pasti itu aku jadi lebih ngerti gimana pentingnya ngelestariin hal
yang udah ada dari dulu ka, ada rasa bangga tersendiri gitu, apalagi kan
ini budaya aku, budaya Betawi. Dan karena aku aktif, aku jadi lebih kenal
banyak orang lagi dan bisa ikut event-event yang diadain sama PERCIRA
ini”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Banyak ya kalau penghambatnya mah”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Kayak sekarang nih ka, kan aku sekolah dan pulangnya sore, sedangkan
kalau disini latihannya jam 3 sedangkan aku pulang jam 3 lewat belum
juga sama rapat-rapat dan keperluan-keperluan yang lain, jadi suka
ketinggalan latihan. Dan bukan cuma saya aja yang ngerasain kayak gini
masih banyak angggota-anggota lain yang ngerasa kayak gini”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Kalau saya ngambil solusinya saya pindah jam latihan, jadi saya ambil
latihan yang malam. Karena di PERCIRA ini mereka nyediain waktu buat
yang ga bisa latihan sore bisa latihan malam, dan sebaliknya yang ga
diizinin latihan malam bisa latihan sore di ekskul sekolahnya. Jadi saya
pinter-pinter bagi waktu aja, sore saya undah sempetin belajar rapi-rapi
dan beres-beres rumah, jadi malamnya saya bisa fokus sama latihan aja
dan ga mengganggu apapun itu”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Harapan saya suatu saat nanti, kalau saya bener-bener udah bisa
wujudin itu, saya pengen banget bener-bener bikinin sanggar buat
PERCIRA. Banyak banget kan perguruan yang udah punya sanggar
sendiri, jadi kalau mau kumpul atau mau ketemu anggota lain gampang
dan bisa kapan aja, sedangkan kalau PERCIRA masih ga punya kita
masih pindah-pindahan tempatnya dari tempat satu ke tempat yang
lainnya makanya saya mau banget bikin sanggar supaya chemistry kita
bisa dapet dan kita bisa saling berbagi soalnya yang namanya organisasi
penting banget untuk menjalin intern yang lebih baik supaya bisa
bertahan lebih lama dan kita bisa satu visi satu tujuan buat ngembangin
PERCIRA buat lebih sukses lagi dan lagi.
DATA RESPONDEN
Nama : Aditya Saputra
Umur : 20 tahun
Tanggal : 17 Januari 2017
Alamat : Jalan Sasak II dalam, Rt.004/002, Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta
Barat
Jabatan : Anggota
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Masuk PERCIRA udah ada 3 tahun, sekitar tahun 2014”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Kalau alasan buat masuk PERCIRA itu satu dari silat cingkrik ya
khususnya nih kan cingkrik kalau ditanya tanah kelahirannya kan ada
disini nih Rawabelong nih, saya juga orang Rawabelong asli gitu ya mau
mempertahankan warisan dari leluhur yang ada”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“Cuman di PERCIRA kalau silat cingkrik sih sampai sekarang”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Tujuannya yang pasti ya pengen beladiri dulu, terus juga pengen
ngembangin lagi budaya-budaya Betawi sedangkan didaerah sini ya
budaya nya silat cingkrik”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Ya kalau di cingkrik jangan naro mainsetnya buat berantem doang gitu
ya, tapi masukin unsur-unsur yang lain kayak sabar, terus tenang hadepin
masalah itu juga dipelajarin di silat jadi bukan cuma buat beladiri”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapannya sih ya pengen buat diri sendiri itu bisa lebih sabar, lebih
kuat lagi, terus bisa jadi salah satu orang yang melestariin budaya Betawi
ini”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Kegiatan belajar mengajarnya sih sama kayak abang ngajarin adek, jadi
kalau gak bisa nanya pokoknya dari guru khususnya ngasih jurus nih ntar
diterapin kita yang mau ngajarin jalanin dulu jurus-jurusnya ntar baru
dikasih liat ke murid-murid berstep-step. Sistem pembelajaran kita pake
kekeluargaan jadinya”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Penting sih, soalnya ini kan aset kalau udash gak ada mati gitu punah
yang dibawahan kita kaga tau yang namanya silat Betawi, tari topeng,
makanan Betawi, dan adat istiadatnya”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Budaya Betawi alhamdulillah ya kalau sekarang udah maju, ya cuman
agak harus diperhatiin lagi buat masalah di budayanya, soalnya ini aset
juga buat kita. Jangan sampe dah orang Jakarta kehilangan orang
pribuminya. Ya kan orang Jakarta ya pribuminya itu orang Betawi”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Kalau buat usaha-usahanya palingan nih kita nih buat semacem
alhamdulillah sekarang banyak acara-acara, bikin pagelaran buat
nunjukin silat-silatnya gimana, pokoknya banyakin tampil-tampil dah buat
ngenalin budaya budaya Betawi ini”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Kan cingkrik lahirnya dari Rawabelong, sedangkan kita dari
Rawabelong juga ya udah harus di pertahanin”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Penting banget ya, soalnya kan budaya ini harus banget dipertahanin
terus kalau dibiarin mati dan hilang generasi setelah kita ga bisa ngapa-
ngapain dong taunya main gadget aja”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Ya awalnya sih ngenalin dulu apaan sih itu cingkrik, jadi prosesnya
kalau kita liat misalnya dia masih sekelas SD masih kecil gitu kita ajak
main dulu, kita kasih liat, lama-lama kan dia ketertarikan tuh, lama-lama
dia makinan rasa pengen taunya lebih tinggi lagi. Abis itu biarin dia
cerita ke orang tuanya, kan jadi kena juga ke orang tua apalagi yang
Betawi juga pasti kalau pernah belajar silat bakal kangen lagi. Ya intinya
awalnya kita rangkul dulu aja orang-orang”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Kita harus saling nguatin satu sama lain, kita yang dari pengurusnya
langsung ini harus kuat internnya, dari kepemimpinannya,
kekompakannya, kekeluargaannya, saling ngehargain tiap masukan orang
lain. Kunci proses di PERCIRA ya itu”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Alhamdulillah si udah ya, yang jadi kebanggaan banget buat PERCIRA
nih kita udah resmi terdaftar di IPSI, kita juga punya sertifikat label dari
Lembaga Kebudayaan Betawi ya, ya prestasi-prestasi kita udah keliatan
dah. Tapi tetep kita masih jalan, masih mau berhasil-berhasil lagi”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Hasil yang didapet? Ya satu sih awalnya nih nambah saudara udah pasti
dah, apalagi disekitar sini kegiatan anak kecil nih ngumpul maen ngerinya
kan zaman sekarang ngumpulnya yang ga bener mending kita ajak buat
kegiatan yang manfaat ye kan, disini juga Alhamdulillah banyak
kegiatannya, jadi hasil yang didapet buat diri sendiri ya banyak banget
apalagi buat pribadi yang lebih baik itu hasil yang pertama”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Faktor penghambat ya? Kalau kita bicara di budaya ya ada”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Palingan kalau gini sih urusan hati, penghambatnya sih dari diri sendiri
tentang kepedulian kita tentang budaya ini sendiri. Kadang kita mikir buat
apaan ga ada untungnya buat kita ngurusin hal-hal begituan”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Caranya nih ya, ya sadar diri kita ini orang pribumi, giliran budaya
diambil orang marah kalau gamau diambil ya pertahanin harusnya. Dan
inget terus kebanyakan masalah yang paling berbahaya itu dari dalam
bukan dari luar. Yang bisa menghancurkan budaya itu kita bukan orang
lain. Nah kalau udah inget ini mudah-mudahan bisa semangat lagi buat
ngelestariin budaya kita”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Ya semoga aja PERCIRA semakin kedepan semakin berhasil semakin
sukses, dan temen-temen yang senior ini semakin semangat buat ngajarin
adek-adeknya, pokoknya makin makin lagi dah”.
DATA RESPONDEN
Nama : Ruslandi
Umur : 27 tahun
Tanggal : 17 Januari 2017
Alamat : Madrasah I
Jabatan : Anggota
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Di percira sudah sekitar 8 tahun, sejak 2009 saat itu kelas 1 SMA”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Alasan ikut percira untuk mempertahankan budaya leluhur orang-orang
Rawa Belong”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“Selama 8 tahun ini saya hanya mengikuti silat cingkrik di percira tidak
pernah di tempat lain”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Tujuan awal ikut PERCIRA adalah untuk memperdalam ilmu beladiri
cingkrik dan memperbanyak teman-teman”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Fungsi cingrik ini untuk menyambung silaturahmi pada saudara-
saudara atau temen temen dan juga untuk menjaga diri dan juga bisa
untuk mencari rezeki”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapannya semoga semakin banyak orang orang untuk belajar dalam
mempertahankan budaya silat cingkrik ini dan juga semoga semakin
meluas”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Sistem pembeljarannya itu gurunya itu menjadi sosok orang tua dengan
memberi ajaran yang positif dan saran yang baik dan mengajarkan
dengan metode kekeluargaan”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Sangat penting dikarenakan apabila kita tidak melestarikan akan ada
resiko pengakuan budaya oleh negara lain, seperti banyak contoh yang
sudah terjadi”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Sepertinya semakin lama semakin mengurang minat seseorang untuk
mengikuti atau melestarikan budaya betawi dikarenakan kurang
moderan”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Saya akan mengajarkan atau melestarikan silat cingkrik disekitar tempat
tinggal dan mengikuti acara acara yang diadakan atau dilombakan”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Karena didaerah rawa belong terkenal dengan silat cingkring dan
kebanyakan orang-orang dirawa belong mempertahan silat cingkrik dan
saya juga warga rawa belong”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Sangat penting, dikarenakan ini adalah warisan nenek moyang kita ,
kalo bukan kita sebagai pemuda yang nerusin warisan siapa lagi yang
akan melestarikan budaya silat cingkrik ini”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Strategi yang dilaksanakan di PERCIRA ini dengan membuka beberapa
cabang diantara tempat murid tinggal, jadi di setiap murid-murid yang
belajar silat cingkrik dibuka beberapa cabang, jadi murid-murid yang
dibuka cabang bisa ngajak warga sekita untuk bergabung ke silat cingkrik
ini”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Dalam proses pelaksanannya kita akan melihat perkembangan cabang
tempat silat cingkrik yang udah dibuka, jadi apabila ada cabang yang
menglami kemajuan dalam menarik minta warga sekitar kita akan terapin
metode ke cabang yang kurang maju”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Kalau dilihat sekarang di cabang cabang yang udah dibuka
alhamdulillah sih cukup berhasil, jadi cabang yang sepi peminatnya
setelah di evaluasi mengalami peningkatan dalam menarik minat warga
sekitar”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Hasil yang sudah saya dapatkan yaitu makin banyak teman-teman,
pengalaman belajar di silat cingkrik, mengerti caranya dalam
berorganisasi dan mendapatkan prestasi yang sudah didapat”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Faktor penghambat mah pasti ada dalam mempertahankan budaya
cingkrik”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Yaitu kemauan atau minat masyarakat dalam mempelajari silat
cingkrik”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Cara menghadapinya kita harus pelan pelan dalam mengajari silat
cingkrik dan mengajarkan manfaat yang didapat di silat cingkrik”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Harapannya supaya meluas silat cingkrik ini dijakarta, makin banyak
yang belajar dan makin banyak prestasi yang didapat dan semakin
terkenal”.
DATA RESPONDEN
Nama : Alfian
Umur : 25 tahun
Tanggal : 17 Januari 2017
Alamat : Salam II
Jabatan : Anggota
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Ikut percira dari tahun 2011 sudah lima tahun sampe sekarang”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Mengembangkan budaya betawi agar tidak punah tertelan zaman”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“Awalnya pernah ikut belajar ditempat lain tapi belom mateng banget,
setelah itu baru saya ikut ke percira matengin semua jurus jurus”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Tujuan saya sih awal ikut cingkrik di PERCIRA untuk nerusin silat yang
pernah saya belajar di tempat lain”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Fungsinya untuk menyambung silaturahim dari silat ini kita bisa banyak
temen dan nambah temen dan juga bisa menjaga diri”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Pengen dapet ilmu dan ngembangin budaya betawi agar maju”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Sistemnya itu bagus karna menaungi muridnya dan guru gurunya pun
dekat dengan muridnya ”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Penting banget dong, apalagi saya sebagai orang asli betawi udah
kewajiban saya untuk ngelestariin budaya betawi”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Budaya Betawi semakin maju karna silat betawi sudah masuk ke ikatan
silat indonesia”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Usahanya yah harus dilestarikan kepada anak cucu dan warga – warga
betawi tentang budaya betawi supaya berkembang budaya betawi, jadi
kita sama sama melestarikan”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Karna saya orang asli orang rawa belong dan cingkrik asli rawa belong
makannya saya harus pertahin dan sudah sepatutnya sebagai pemuda kita
melestarikan budaya betawi”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Penting banget lah, karna di zaman sekarang ini banyak kebudayaan
betawi yang sudah hampir hilang seperti contohnya ketimpring ”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Strategi yang dilakuin itu mengikuti festival, ikut lomba – lomba dan
banyak acar acara kebudayaan silat biar bisa dapet juara dan dikenal
orang”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Pelaksanainnya mah jadi kalo ada lomba di suatu tempat yah kita ikut
aja walau emang ga bisa juara intinya kita kenalin dulu cingkri PERCIRA
ke semua orang kalo untuk bisa juara kita bisa evaluasi dari kesalahan
dan yang pentingnya itu orang lain udah kenal dan tau cingkri kita jadi
banyak orang penasaran dan mau gabung ke kita jadi secara ga langsung
kita undah pertahanin silat cingkrik”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Kalo menurut saya sih sudah berhasil tetapi kita ga boleh puas diri jadi
harus terus maju”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Banyak banget yang saya dapetkan di PERCIRA, saya bisa jadi jaga
diri, bisa nambah penghasilan sampingan dan paling penting sih bisa
tambah banyak temen dan saudara”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Menurut saya sih faktor yang menjadi penghambat mungkin dari segi
pemerintah kurang mendukung dalam melestarikan budaya betawi”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Hambatannya sih dalam pertahanin silat cingkrik sih yah kemajuan
zaman, karna sekarang pemuda sekarang kurang suka namanya belajar
silat cingkrik lebih suka nongkrong ke mall, ikut geng-geng motor”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Cara nyiasatinnya yah kita masukin silat cingkrik ini ke eskul eskul biar
anak-anak muda yang masih pada sekolah tertarik mencoba, jadi kan dari
awanlnya hanya pengen coba-coba lama-kelamaan jadi demen dah tuh
silat cingkrik”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Semoga PERCIRA bisa pergi go international, bisa menjadi juara di
tiap-tiap lomba yang diikuti”.
DATA RESPONDEN
Nama : Ka Udin
Umur : 28 tahun
Tanggal : 21 Januari 2017
Alamat : Salam Raya, Rawa Belong
Jabatan : Asisten Pelatih
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Kalo bergabung di PERCIRA insha Allah kalau gak khilaf, ane udah dari
tahun 2009 akhir”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Kalau kenapa mau masuk PERCIRA, soalnya disini silaturahminya kuat
jarang ada di perrguruan-perguruan lain. Pertama, eee sebelum mulai
belajar silat diutamain ngaji kita bentuk akhlaknya dulu, selain dihari
latihan ngajinya PERCIRA juga suka buat pengajian dihari-hari lain.
Disini itu persaudaraannya, silaturahminya kuat saling tolong-menolong,
apalagi dalam segi pembelajaran disini ga terfokus guru langsung turun
tangan itu enggak, tapi sesama temen atau gimana kalau mereka tau
mereka ngasih tau kita jadi kita gak nebak-nebak, ga terpaku sama guru
kalau temen bisa ya kita diajarin sama temen. Seperti itu”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“Sebelumnya pernah, sebelum masuk PERCIRA ane ngikut persilatan-
persilatan Betawi laen atau Jawa Baratan. Pertama ikut silat Jawaan
sekitar setahun, kemudian pindah beralih ke silat Tanah Abang Sabeni,
terakhir disini di PERCIRA”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Tujuan ane ya awalnya emang bener-bener buat pegangan diri sendiri
sampai akhirnya ternyata ane bisa dapatkan yang lebih dari yang ane
inginkan”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Nah istilah kasarnye laki ini kan harus punya pegangan ya atau mainan
buat jaga diri sendiri, kan hidup ini ga mungkin lurus-lurus aje. Kalau
dulu masih kecil kita dilindungin orang tua, pas disekolah kita dijagain
sama guru, ya kalau dijalan yang jagain siapa? Kan diri kita sendiri yang
bisa jaga. Kita belajar beladiri untuk diri sendiri dan bisa lindungin orang
lain pula”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapannya sih dulunya emang murni buat pegangan diri sendiri, tapi
sekarang liat kondisi yang saat ini itu hal-hal yang seperti demikian itu
udah bertambah lagi, udah bukan buat lindungin diri sendiri lagi tapi
untuk melestarikan budaya”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Sistem pembelajaran disini istilahnya simple ya ga susah-susah amat
dibanding yang lain, eeee tetep urut dasar setiap latihan seni beladiri gak
langsung masuk ke jurus, itu dasar yang mana dasar-dasarnya ini
menyangkut ke jurus. Jadi belum tentu nih kita udah latihan sebulan bisa
masuk ke jurus, kadang ampe setahun juga baru dapet 11 jurus atau
berapa”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Oh penting, menurut ane penting apalagi ane orang Betawi ya, nah
kenapa penting? Karena kan yang namanya budaya itu aset gitu ya, harta,
warisan, dari orang tua terdahulu bisa dikatakan sebagai sejarah. Dan
kita ini ada karena sejarah, maka dari itu kita harus melestarikan dan
menjaga sejarah tersebut ”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Budaya Betawi yang ane liat saat ini udah banyak banget ya udah ada
kemajuan apalagi sekarang dibantu dari pemerintah, disekolah-sekolah
juga sekarang udah wajib pelajaran bahasa Betawi ya, atau jenis-jenis
beladirinya juga. Udah ada kemajuan bocah-bocah sekarang udah banyak
yang ikutan latihan silat gak kayak beberapa tahun belakangan susah
banget kayaknya. Terus orang tua itu pemikirannya maaf-maaf ya masih
berfikir kalau silat ini boleh dituruninnya kekeluarga aja ga boleh ke
orang lain. Nah dengan perkembangan zaman akhirnya mulai sadar mulai
memikirkan bagaimana mau berkembang kalau hanya itu-itu aja yang tau
baru dah diajarin ke yang lain jadi ruang lingkupnya luas”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Usaha-usahanya ya itu tadi ngajar murid-murid dari kampung ke
kampung, dari sekolah ke sekolah, dari sekolah kita ajak ke GOR
Bulungan kita kasih liat kita presentasiin kenapa sih harus dipelajari silat
cingkrik ini, manfaatnya apa kegunaannya apa, sampai akhirnya kan
Alhamdulillah sekarang PERCIRA udah banyak masuk di sekolah-
sekolah”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Sebenernya yang harus dipertahankan gak harus silat cingkrik aja, tapi
masih banyak silat-silat Indonesia lain yang harus dipertahankan, karena
ada 300 lebih yang masih ada dan sisanya sudah mati sudah punah.
Cuma, memang kita kan ini tertariknya tergeraknya sama silat Betawi ini
cingkrik kan setiap orang punya kesukaan yang beda-beda, entah
tariannya entah apanya tapi itu gak masalah yang penting sama-sama
mengembangkan budaya Betawi”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Sangat penting dong, apalagi dalam merevitalisasi silat cingkrik ini”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Pertama pendekatan kita adain pemdekatan ke anak-anak ataupun ke
remaja-remajanya dari ngobrol-ngobrol yang lama-lama menyangkut ke
silat ini, maka muncullah keinginan darin orang tersebut untuk ikut,
istilahnya ketika pentas-pentas seni kan kita bakal tampilin keahlian kita.
Nah disitu kita tampilan sebaik-baiknya, sebagus-bagusnya sehingga
menarik minat anak-anak kecil. Seperti itu”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Yang pertama, kita lari ke kampung-kampung, yang kedua ke sekolah-
sekolah kita masuk ke sekolah merangkul semua generasi dari anak-anak
di tingkat SD sampai ke tingkat SMA, dan yang paling penting pula kita
harus membuat sampul yang dapat menarik orang lain, nuat sampul
sebagus-bagusnya supaya pada melirik kekita dan gak kalah sama
budaya-budaya luar”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“eeee berhasil bisa dibilang berhasil, ga sedikit yang akhirnya tertarik
dan ikut bergabung sama kita dari cara-cara yang kita lakuin, banyak
yang cari tahu dan kita jelaskan dengan baik bagaimana cara bergabung
dan lain sebagainya”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Ane disini udah ngikutin banyak kegiatan PERCIRA yang gak bisa
disebutin satu persatu, seperti festival, pernikahan, dan lain-lain jadi
hasilnya ya banyak ya, bisa nambah pemasukan juga”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Faktor penghambat sudah pasti ada untuk ini”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Faktor penghambatnya itu ya yang paling besar rasa malas aja sih,
karena kan anak-anak ini gampang jenuhnya, tiap hari kayak gini latihan
jadi rasa malas”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Nah itu yang sedang kita cari caranya, untuk saat ini sih kita imbangi
kegiatan-kegiatannya seperti dengan pengajian terus kegiatan lainnnya
yang bisa membuat rasa jenuh mereka hilang, misalnya kita biasanya
setahun sekali pergi tour untuk lebih mendekatkan diri satu sama lain”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Harapan ane sih PERCIRA ini harus lebih bangkit lagi, dalam hati ane,
ane pengen banget PERCIRA ada dimana-mana, gak harus di Jakarta aja
kalau bisa diluar jakarta juga. Intinya PERCIRA harus ada dimana-
mana”.
DATA RESPONDEN
Nama : Ka Fairuz
Umur : 26 tahun
Tanggal : 21 Januari 2017
Alamat : Masjid Al-Madinah
Jabatan : Asisten Pelatih
PERTANYAAN
1. Sejak kapan Anda bergabung dalam silat cingkrik PERCIRA?
“Genapin aja ya, belajar dan gabung dari tahun 2010, sebenernya pas
aliyah pernah ikut ini silat cingkrik Baba Warno tapi setahun atau dua
tahun sempet vakum dan akhirnya tahun 2009 akhir itu aktif lagi setelah
dibentuk organisasinya PERCIRA di Aula Pasar Kembang Rawa Belong”.
2. Apa alasan terkuat Anda untuk bergabung dengan PERCIRA?
“Alasannya sih dulu niat pengen punya mainan juga, yang kedua karena
dari lingkungan sendiri, tinggal kan di Rawa Belong nah disetiap gang itu
punya mainannya dan rata-rata semuanya itu Silat Cingkrik Rawa
Belong”.
3. Apakah Anda hanya mengikuti silat cingkrik di PERCIRA?
“PERCIRA aja, dari awal kenal sama silat juga dikenalin sama Baba
Warno langsung, jadi ga pernah kemana-mana dan mengabdi disini”.
4. Apa tujuan Anda ikut serta dalam PERCIRA?
“Tujuan masuk PERCIRA awalnya karena penasaran, dan ngeliat-liat
tertarik belajar sampai akhirnya nyaman disini”.
5. Bagaimana fungsi silat cingkrik dalam hidup Anda?
“Fungsi silat cingkrik, satu buat silaturahim, kedua buat olahraga juga
kesehatan, dan ketiga kita ga menutup kemungkinan main silat itu buat
jaga diri juga”.
6. Apa harapan yang hendak Anda capai dalam keikutsertaan di PERCIRA?
“Harapan awalnya mah cuma biar bisa jaga diri aja, karena awal
ngeliatnya kan buat beladiri aja tapi nyatanya lebih dari itu dapet
kekeluargaan dan penanaman pribadi yang baik dan taat agama”.
7. Bagaimana sistem pembelajaran silat cingkrik PERCIRA?
“Kalau dari sistem pembelajaran ga jauh beda, dari saya pribadi kita
tekanin banget kedisiplinan, kedua jaga adab sama senior-senior terutama
sama guru, ketiga ya ngasih semangat biar rajin latihannya. Tapi kalau
jurus turun temurun dikasih sama Baba Warno yang dikasih ya yang kita
ajarin jadi turun temurun”.
8. Menurut Anda, apakah melestarikan budaya itu penting?
“Oh penting, biar ga punah. Kita kan pasti bakal punya keturunan kayak
kita punya anak punya mantu punya cucu. Nah kita jaga buat mereka”.
9. Apa pandangan Anda terhadap budaya Betawi pada saat ini?
“Kalau pandangannya, pada perkembangannya sangat pesat terutama di
bidang silat untuk di Rawa Belong ya, terutama silat cingkriknya ini
sendiri seperti yang saya bilang tadi setiap gang itu punya pegangan
mainannya sendiri, itu bohong kalau dia gak punya. Bahkan ini fakta
sendiri saya naik Grabbike itu orangnya orang Jagakarsa dia nanya dari
mana? Saya jawab dari Rawa Belong, terus dia bilang wah saya pernah
belajar Cingkrik itu susah bener. Nah dari sini keliatan kan kalau
Cingkrik emang udah jadi iconnya Rawa Belong”.
10. Apa saja usaha yang Anda lakukan untuk mempertahankan budaya
Betawi?
“Kalau diliat usaha dari saya sendiri, saya sampai saat ini dan untuk
beberapa tahun kedepan akan terus aktif dibidang kayak palang pintunya
dan silatnya ini kayak ngajar-ngajar anak-anak barunya, ya kurang lebih
gitu dan doain bisa berkembang dan bisa ngajar di sekolah-sekolah
lainnya”.
11. Menurut Anda, Apa yang membuat silat cingkrik harus dipertahankan?
“Kenapa? Jawabannya karena silat cingkrik ini salah satu silat asli
Betawi yang sudah populer dikalangan silat-silat lain. Ya jadi kalau
sampai ga dilestariin sama orang asli Betawinya sendiri ya sayang dan
bodoh aja kalau sampai diem”.
12. Revitalisasi budaya adalah proses atau cara menghidupkan kembali
kebudayaan yang perlahan menghilang. Menurut Anda apa itu penting?
“Oh sangat penting dong, kalau ga kayak gitu pasti udah hilang seperti
silat-silat yang sudah ga kedengeran lagi namanya atau bisa dibilang
dibawa mati karena punah”.
13. Dalam melaksanakan strategi terdapat tiga tahapan, tahapan perumusan,
pengimplementasian, dan tahapan evaluasi strategi. Pada awal membentuk
sebuah strategi apa yang Anda rumuskan dalam strategi yang ingin
dilaksanakan?
“Satu disiplin dari senior-senior yang ngajarin dan anak-anak yang
diajar, kedua jaga adab sama guru, ketiga ya metode-metode
pembelajaran dari guru-guru kita sendiri khususnya dari Baba Warno
seperti itu ngajarnya ya kita ngikutin. Jadi semakin berkembang dan
berfikirnya nyari berkahnya dulu aja itu semua kunci strategi kita”.
14. Dalam melaksanakan strategi untuk mempertahankan silat cingkrik
disanggar Anda, Bagaimana proses pelaksaannya?
“Prosesnya kita ngasih tau kegunaan dan sistem pembelajaran, jurusnya,
presentasiin manfaatnya jadi bisa membuat orang-orang tertarik. Seperti
presentasi ke sekolah-sekolah, lalu kekampung-kampung bisa lewat
festival atau undang orang-orang pentingnya”.
15. Menurut Anda, setelah melaksanakan strategi yang Anda rancang apakah
mengalami keberhasilan?
“Untuk saat ini sih semua sudah berhasil ya, tapi tetep ga mau puas
karena kita yakin kita bisa lebih dari ini dan berkembang lagi dan lagi”.
16. Apa saja hasil yang Anda dapatkan dalam kemajuan silat cingkrik di
sanggar PERCIRA?
“Kalau bicara hasil mah udah banyak banget hasil yang didapetin, dari
temen baru, saudara baru, murid baru, pribadi baru, lebih taat pada
agama karena ditanamanin semua hal yang baik selain silatnya”.
17. Adakah faktor penghambat dalam upaya revitalisasi budaya?
“Faktor penghambat udah pasti ada ya, segala sesuatunya pasti ada
faktor penghambatnya”.
18. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam usaha untuk mempertahankan
silat cingkrik sebagai kebudayaan Betawi?
“Satu ada sifat jenuh, Kedua jenuh itu datangnya karena cape, Ketiga ya
karena kesibukan masing-masing soalnya semua disini sibuk bukan
karena di cingkrik aja bukan karena di sanggar aja, pasti punya acara
lain keperluan lain, seperti kerja terus pulang kerja dia cape”.
19. Apa tindakan Anda dalam menghadapi dan menyiasati faktor penghambat
tersebut?
“Cara ngadepinnya ya balik ke pribadi masing-masing lagi, jadi harus
pinter-pinter bagi waktu dan jaga kesehatan juga karena itu penting
banget”.
20. Apa harapan Anda untuk sanggar PERCIRA?
“Harapannya semoga makin sukses, makin kompak, jaga kekeluargaan
dan silaturahminya”.
LAMPIRAN FOTO
DOKUMENTASI
Foto-foto Dokumentasi
1. Proses Wawancara bersama Anggota sanggar Perguruan Cingkrik Rawa Belong
2. Proses Latihan sanggar Perguruan Cingrik Rawa Belong dalam ekstrakulikuler sekolah.
3. Proses latihan Perguruan Cingkrik Rawa Belong di sanggar Rawa Belong
BIODATA PENULIS
Penulis yang bernama lengkap Radita Milati, lahir di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1995
dari pasangan Bapak Hasanuddin dan Ibu Bazlah. Penulis anak ke 3 dari 4 bersaudara
dengan keturunan Betawi. Penulis tinggal di Qrisdoren 1 no. 14c, yang terletak di
daerah Jakarta Barat. Penulis menempuh pendidikan di RA Al-Hidayah, Madrasah
Ibtidaiyah Al-Fakhriyyah, Madrasah Tsanawiyah Negeri 12 Jakarta, Madrasah Aliyah
Negeri 22 Jakarta. Setelah lulus SMA penulis melanjutkan ke UIN Jakarta jurusan
Pendidikan IPS konsentrasi Sosiologi-Antropologi. Selama kuliah, penulis aktif
organisasi di Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) sebagai anggota dan diberi kesempatan
menjabat sebagai Koordinator elemen Lingkar Sastra Tarbiyah (periode 2014-2015).
Skripsi yang berjudul “Strategi Mempertahankan Silat Cingkrik dalam
Pelestarian Budaya Betawi (Studi kasus Perguruan Cingkrik Rawa Belong,
Jakarta Barat)” ini di bawah bimbingan Bapak Dr. Abdul Rozak, M.Si dan Ibu Cut
Dhien Nourwahida, M.A. Diharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua kalangan.
Info lebih lanjut: @raditamilati_ (IG)