Post on 01-Jul-2020
SKRIPSI
PELAKSANAAN BAGI HASIL
SYIRKAH KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)
DENGAN PETANI UDANG PERSPEKTIF EKONOMI
SYARIAH
(Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur)
Oleh:
AMIR MAHMUD
NPM. 13102174
Jurusan Ekonomi Syari’ah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H/ 2019 M
PELAKSANAAN BAGI HASIL
SYIRKAH KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)
DENGAN PETANI UDANG PERSPEKTIF EKONOMI
SYARIAH
(Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur)
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh :
AMIR MAHMUD
NPM. 13102174
Pembimbing I : Drs. H. A. Jamil, M.Sy
Pembimbing II : Siti Zulaikha, S.Ag.,MH
Jurusan Ekonomi Syari’ah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H/ 2019 M
PELAKSANAAN BAGI HASIL SYIRKAH KELOMPOK USAHA
BERSAMA (KUBE) DENGAN PETANI UDANG PERSPEKTIF
EKONOMI SYARIAH (STUDI KASUS DESA BUMI DIPASENA JAYA
KECAMATAN RAWAJITU TIMUR)
ABSTRAK
Oleh:
AMIR MAHMUD
Lembaga keuangan berfungsi sebagai media penghimpun dana dari
masyarakat untuk kemudian dikelola bagi kemaslahatan anggotanya antara lain
dengan memberi fasilitas pinjaman usaha berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi
Islam. Islam sendiri mengajarkan untuk saling bekerjasama melalui akad-akad
yang telah di perbolehkan dalam Islam, banyak sekali akad-akad dalam Islam
yang dapat dipraktikan oleh masyarakat pada umumnya, salah satunya adalah
akad Syirkah. Kube 6 Alpa dan 6 Infra merupakan sebagian contoh bentuk
kelompok usaha bersama yang menerapkan akad syirkah dengan prinsip bagi
hasil. Kube 6 Alpa dan 6 Infra ini tumbuh dan berkembang di desa Bumi
Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur.
Penelitian ini secara umum membahas mengenai pelaksanaan bagi hasil
syirkah pada kelompok usaha bersama dengan petani udang dalam perspektif
ekonomi syariah dengan menggunakan teori-teori sebagai pijakan dalam
menjawab permasalahan yang ada dilapangan. Teori yang digunakan peneliti guna
menjawab pertanyaan peneliti ialah prinsip-prinsip bagi hasil syirkah. Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan sifat penelitiannya
adalah deskriptif. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode
wawancara dan dokumentasi sehingga akan didapatkan data penelitian, yang
kemudian data tersebut diolah menggunakan teknis analisis kualitatif dengan pola
pikir induktif.
Dalam pelaksanaan bagi hasil syirkah terdapat dua pelaku usaha dimana
satu pihak selaku pemberi modal (shahibul maal) dan satu pihak lagi ialah
pengelola (mudharib). Perhitungan pembagian keuntungan dalam akad ini
menggunakan persentase sesuai dengan yang disepakati kedua belah pihak.
Apabila terjadi kerugian dalam usaha karena selain faktor kesalahan atau kelalaian
pengelola (mudharib), maka ditanggung oleh pemberi modal (shahibul maal).
Praktik bagi hasil syirkah yang di laksanakan oleh Kube 6 Alpa dan 6 Infra sudah
baik dalam penerapannya, karena sama-sama menggunakan persentase dalam
pembagian keuntungan dan pemilik modal juga sama-sama menanggung kerugian
apabila terjadi kegagalan dalam usaha bersama tersebut.
MOTTO
ادقين وكونوا مع الص يا أيها الذين آمنوا اتقوا للا
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
bersamalah kamu dengan orang-orang yang jujur. (Q.S At-Taubah:
119).
PERSEMBAHAN
Puji syukur alhamdulillah atas Rahmat Allah SWT yang telah
dianugerahkan kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaiakan tugas
skripsi, dalam rangka memenuhi tugas sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Syariah (S.E).
Hasil ini peneliti persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua saya Bapak Sutrisno dan Ibu Sumilih, juga adik tercinta
Anis Hamidah yang telah mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan
selalu mendoakan yang terbaik untuk keberhasilan saya.
2. Cici Purnama Sari dan Ibu Titin Sudi Prihartini orang terdekat sekaligus
orang tua di kota Metro yang selalu menasehati dan memberi semangat
untuk saya.
3. Teman-teman seperjuangan yang telah sama-sama berjuang dan
memberikan motivasi, terimakasih atas dukungan teman-teman semua.
4. Almamater Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Lampung.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................ v
HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN ................................... vi
HALAMAN MOTTO .......................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7
D. Penelitian Relevan .................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Syirkah
1. Pengertian Syirkah ............................................................ 11
2. Dasar Hukum Syirkah ....................................................... 14
3. Rukun dan syarat Syirkah .................................................. 15
4. Macam-macam Syirkah ..................................................... 17
B. Bagi Hasil
1. Pengeretian Bagi Hasil ..................................................... 20
2. Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil ............................ 21
3. Nisbah Bagi Hasil ............................................................. 21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat Penelitian .......................................................... 24
B. Sumber Data.............................................................................. 25
C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 27
D. Teknik Analisis Data................................................................. 28
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kelompok Usaha Bersama 6 Alpa dan
6 Infra ....................................................................................... 30
B. Pelaksanaan Bagi Hasil Syirkah Kelompok Usaha Bersama
(KUBE) 6 Alpa dan Infra dengan Petani Udang ..................... 35
C. Analisis Pelaksanaan Bagi Hasil Syirkah Kelompok Usaha
Bersama (Kube) Dengan Petani Udang Perspektif Ekonomi
Syariah ( Studi Kasus Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan
Rawajitu Timur) ........................................................................ 40
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ........................................................................ 44
B. SARAN ..................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber
dari kenyataan manusia mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada
umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa menggunakan faktor-faktor produksi
diantaranya sumber daya manusia, modal, tanah (sumber alam) dan usaha.
Apabiala manusia memiliki sarana tidak terbatas untuk memenuhi
semua jenis kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak akan timbul. Beraneka
ragamnya kegiatan dan kekurangan sarana memaksa seseorang untuk
mengadakan pilihan diantara kebutuhan-kebutuhan beserta alat pemuasnya.
Guna menetapkan daftar prioritas dan kemudian mendistribusikan sumber daya
manusia sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan dengan
optimal.
Dari faktor produksi tersebut salah satunya adalah modal, berbicara
mengenai modal tak terlepas dari harta. Salah satu bentuk pengelolaan uang
atau harta yang dibenarkan oleh Allah SWT adalah menyalurkan dengan cara
memberikan modal kepada seseorang atau lembaga. Modal tersebut kumudian
dikelola dalam suatu usaha yang layak. Salah satu bentuk Mu’amalahnya
dalam pengelolaan tersebut adalah Syirkah.1
1Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalah, Perbankan syri’ah perspektif
Praktis, Muamalat Institusi, 1999, h. 69.
Syirkah adalah persekutuan atau perkongsian dua pihak atau lebih
dalam menjalankan sebuah usaha, baik dalam bidang perdagangan atau jasa
dimana modal bisa dari semua pihak yang bersekutu atau dari sebagian mereka.
Pekerjaan untuk menjalankan modal juga dapat dilakukan oleh semua pihak
yang terlibat dalam perkongsian atau sebagian mereka, sementara risiko
ditanggung bersama. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi bersama secara
proporsional dan sesuai dengan kesepakatan.2
Syirkah atau kerja sama penting untuk diketahui hukum-hukumnya,
karena banyaknya praktek kerja sama dalam model ini. Praktek kerja sama
sampai dengan saat ini masih banyak dipraktekkan oleh masyarakat, ini
merupakan salah satu bentuk tolong menolong dalam mencari rezeki dari
Allah, dengan mengembangkan dan menginvestasikan harta, serta saling
menukar keahlian. Kerja sama merupakan hal yang dibolehkan berdasarkan
nash-nash Al-Qur’an. Arti ini terdapat dalam firman Allah dalam surat An-
Nisa’ ayat 100:
Artinya:
“Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan
mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezki) yang banyak.
Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah
dan Rasul Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ketempat
2 Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Konteporer, (Jakarta; Rajawali Pers, 2016), h. 128-
129
yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan
Allah maha pengampun, maha penyayang.” (Q.S. An-Nisa’[4]:100).3
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa Allah SWT menghimbau hamba-
hamba-Nya yang mukmin agar berhijrah meninggalkan kampung
halaman kaum musyrikin dan setiap mukmin yang berhijrah hendaknya
dapat menemukan tempat berlindung serta memperoleh rezeki yang
banyak. Dengan berhijrah ia akan keluar dari kesempatan menempuh
jalan yang terang dan benar, serta memperoleh kehidupan yang layak
(yang labih baik) sebagai pengganti kemiskinan dan penderitaan yang
dialami di dalam kampung halaman kaum musyrikin. Di samping itu
barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan niat berhijrah ke jalan
Allah dan Rasul-Nya, kemudian ia menemui ajalnya di tengah
perjalanan, maka tersedia baginya di sisi Allah pahala seperti orang yang
sudah berhijrah.4
Tujuan Syirkah adalah menghindari kebekuan modal orang yang
mempunyai harta atau modal dan menghindari kesia-siaan keahlian seseorang
yang kompeten dalam bidangnya, sedangkan dia tidak memiliki modal untuk
memanfatkan skill yang dimiliki. Bentuk kerja sama sangat dibutuhkan dalam
masyarakat untuk mengangkat kepentingan kesejahteraan bersama.5
Perkembangan era globalisasi saat ini banyak masyarakat yang ingin
melakukan usaha dengan modal yang dimiliki sendiri, tetapi pada
kenyataannya sebagian dari masyarakat hanya bermodalkan keahlian tanpa
didampingi dengan adanya modal yang dibutuhkan. Disamping masyarakat
yang tidak memiliki modal untuk melakukan atau memulai usaha sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, berbeda halnya dengan masyarakat yang
3Departemen Agama RI, Al Hikmah Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Bandung: CV
Diponegoro, 2010), h. 94 4 Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier 2, Edisi Revisi, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
2005), h. 532. 5 Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung;Pustaka
Setia,2015), h. 117.
memiliki modal tetapi tidak memiliki kemampuan atau keinginan untuk
melakukan atau membuka usaha tersebut.
Islam sendiri diajarkan untuk saling bekerjasama melalui akad-akad
yang telah di perbolehkan dalam Islam, banyak sekali akad-akad dalam Islam
yang dapat dipraktikan oleh masyarakat pada umumnya, salah satunya adalah
akad Syirkah, dimana pihak pertama sebagai pemodal (shahibul maal),
sedangkan pihak kedua sebagai pelaksana usaha (mudharib). Praktik syirkah
secara tidak langsung tanpa diketahui dan tanpa disadari telah dilakukan oleh
sebagian masyarakat antara yang memiliki kelebihan modal dan memiliki
keahlian dalam usaha atau diantra sesama pemilik modal dan sama-sama ingin
menjalankan usaha dengan cara kerja sama, dan cara dalam memperoleh
keuntungannya dengan konsep bagi hasil. Adapun hal itu telah dijadikan
budaya karena terbiasanya masyarakat dalam melakukan praktik tersebut.
Syirkah adalah akad yang telah dikenal oleh umat Islam sejak zaman
Nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam.6
Dalam pembiayaan syirkah yang notabennya dilakukan oleh sebagian besar
orang Islam, membuat perkembangan pembiayaan syirkah mengalami
kemajuan yang pesat. Praktik yang dilakukan, masyarakat tidak mengetahui
konsep atau aturan dalam pembiayaan syirkah yang sebenarnya, baik dalam
memperoleh bagian dari keuntungan yang di dapat, maupun dalam menghadapi
risiko dalam kegagalan usaha.
6Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2014), h. 204
Dalam hal ini Masyarakat awam kurang mengerti manajemen usaha
dan manajemen bagi hasil yang baik. Jumlah keuntungan hendaknya jelas,
dengan kata lain bagian keuntungan tiap-tiap mitra harus jelas, seperti
seperlima, sepertiga, atau sepuluh persen. Jika keuntungan tidak jelas, maka
akad syirkah menjadi tidak sah, karena keuntungan itulah yang menjadi objek
transaksi. Salah satu manajemen bagi hasil ialah bagaimana mekanisme
pembagian keuntungan apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan.
Mekanisme adalah suatu rangkaian kerja sebuah alat yang digunakan dalam
menyelesaikan sebuah masalah yang berkaitan dengan proses kerja, tujuannya
adalah menghasilkan hasil yang maksimal serta mengurangi kegagalan.7
Hasil survei yang telah dilakukan oleh peneliti, bahwa akad syirkah
yang ada saat ini yang dilakukan oleh Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Dengan Petani Udang di Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu
Timur. Pada praktiknya, yang bertindak sebagai shahibul maal disini adalah
Kelompok Usaha Bersama 6 Alpha dan Kelompok Usaha Bersama 6 Infra
dengan penanggung jawab Bapak Umam Alhuda dan Bpak Sujito, sedangkan
yang bertindak sebagai mudharib adalah petani tambak udang yaitu Bapak
Buang Wahyudi, Bapak Agus, dan Bapak Hendrik di Kelompok Usaha
Bersama 6 Alpha dan Bapak Misno, Bapak Soleh, dan Bapak Suyitno di
Kelompok Usaha Bersama 6 Infra.
. Praktek syirkah yang dilakukan petani adalah budidaya udang yang
dalam pengeluaran modal seluruhnya ditanggung oleh Kelompok Usaha
7 Moenir, Manajemen Penyelesaian Umum Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h.
16
Bersama 100%. Namun, apabila dalam usaha budidaya udang tersebut
mengalami keuntungana, keuntungan tersebut dibagi dengan kesepakatan yang
ditetapkan oleh Kelompok Usaha Bersama. Kedua shahbul maal ini memiliki
persentase bagi hasil yang berbeda dimana Kelompok Usaha Bersama 6 Alpha
menerapkan 30% untuk Kelompok Usaha Bersama, dan 70% untuk petani
udang, sedangkan Kelompok Usaha Bersama 6 Infra 40% untuk Kelompok
Usaha Bersama dan 60% untuk petani udang.
Melihat dari perbedaan nisbah bagi hasil yang diterapkan oleh dua
kelompok usaha bersama selaku shahibul maal tersebut, memiliki jumlah
petambak selaku mudharib yang sama-sama ingin bekerjasama dalam
memperoleh keuntungan dengan cara menjalin akad syirkah. Sekilas bila
dilihat dari jumlah nisbah bagi hasil yang di terapakan kedua kelompok usaha
bersama tersebut petambak akan lebih banyak memperoleh keuntungan jika
memilih bekerja sama dengan Kelompok Usaha Bersama 6 Alpha, dimana
petambak memperoleh 70% keuntungannya dibandingkan bekerjasama dengan
Kelompok Usaha Bersama 6 Infra yang hanya membagi keuntungannya 60%
kepada petambak.
Dalam hal ini, peneliti ingin meneliti kegiatan pembiayaan syirkah
tersebut yang dilakukan oleh petambak dengan Kelompok Usaha Bersama
untuk melihat mekanisme bagi hasil. Sehingga peneliti mengangkat judul
“Mekanisme Bagi Hasil Syirkah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Dengan
Petani Udang (Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur)”.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan tersebut di
atas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut;
Bagaimana Pelaksanaan Bagi Hasil Syirkah Kelompok Usaha Bersama
(KUBE) Dengan Petani Udang (Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan
Rawajitu Timur)?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini, sesuai dengan
pertanyaan penelitian di atas adalah; untuk mengetahui mekanisme bagi
hasil pembiayaan syirkah pada Kelompok Usaha Bersama dengan petambak
di Bumi Dipasena Jaya Kecmatan Rawajitu Timur.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna, di
antaranya:
a. Diharapkan bermanfaat dan berguna untuk pembangunan ilmu
pengetahuan dalam arti membangun, memperkuat dan menyempurnakan
teori yang telah ada.
b. Diharapkan dapat dijadikan rujukan di dalam kehidupan bermasyarakat
dan beragama, khususnya yang berkaitan dengan masalah pembiayaan
syirkah, agar masyarakat mampu memahami dengan jelas tentang aturan-
aturan pembiayaan syirkah tersebut dan untuk menghindari terjadinya
sengketa di masa yang akan datang.
D. Penelitian Relevan
Bagian ini memuat uraian secara sistematis mengenai hasil penelitian
terdahulu (Prior Research) tentang persoalan yang akan dikaji. Peneliti
mengemukakan dan mengajukan dengan tegas bahwa masalah yang akan
dibahas belum pernah diteliti sebelumnya. Untuk itu, tinjauan kritis terhadap
hasil kajian terdahulu perlu dilakukan di dalam bagian ini, sehingga dapat
ditentukan di mana posisi penelitian yang akan dilakukan berada.8
Berkaitan dengan penelitian relevan, maka dapat dikembangkan
penelitian yang berkaitan dengan penelitian sebelumnya yaitu peneliti melihat
dan melakukan peninjauan sehingga mendapat judul yang mengangkat tentang
pembiayaan mudharabah, yaitu; "Sistem Kemitraan (Syirkah) Plasma Ayam
CV. Bina Mulya Argo Bisnis dengan Masyarakat Batanghari Lampung Timur
Menurut Perspektif Ekonomi Islam”, yang diteliti oleh Nanin Sunarni.
Pada skripsi tersebut Nanin Sunarni memaparkan mengenai adanya
kecurangan yang terjadi pada perjanjian yang dilakukan oleh CV. Bina Mulya
Argo Bisnis dengan para peternak ayam yang bersyirkah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pelanggaran perjanjian terhadap sistem kemitraan
pada CV. Bina Mulya Argo Bisnis ditinjau dari ekonomi Islam. Dalam skripsi
tersebut dapat disimpulkan bahwa syirkah yang dilakukan oleh kedua belah
pihak tersebut tidak sesuai dengan perspektif ekonomi Islam, dikarenakan
adanya kecurangan dari salah satu pihak.
Sedangkan menurut Zumaroh dalam Skripsinya yang berjudul
“Pelaksanaan Sistem Kemitraan (Syirkah) Peternak Sapi di Kelompok Tani
8Zuhairi, et. al., Pedoman Penelitian Karya Ilmiah, Edisi Revisi, Cet. 1, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), h.39
Ternak Brahman Astomulyo Kecamatan Punggur Lampung Tengah Tahun
2003 Ditinjau dari Etika Bisnis dalam Islam”, mendiskripsikan mengenai
pelaksanaan kemitraan di kelompok Brahman yang dilihat dari proses kerja
samanya. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses
pelaksanaan sistem kemitraan (syirkah) peternak sapi di kelompok tani ternak
Brahman Astomulyo Kecamatan Punggur Lampung Tengah Tahun 2003.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah peneliti gambarkan
tersebut di atas, terdapat beberapa persamaan yakni sama-sama
mendeskripsikan tentang pembiayaan syirkah, namun perbedaan-perbedaan
ini dengan skripsi sebelumnya, jika dilihat dari penelitian yang dilakukan
oleh Nanin Sunarni, menekankan bahwa bagi hasil disepakati di awal
kerugian tetap ditanggung oleh pemilik modal, di mana pemilik modal itu
adalah BMT Barokah. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Kartika
Soetopo, dkk, menekankan bahwa akad mudharabah dan musyarakah sama-
sama menerapkan bagi hasil dan kerugian.
Dengan tegas bahwa masalah yang akan dibahas berbeda dengan
penelitian sebelumnya dibandingkan di dalam penelitian yang dilakukan
peneliti menekankan pada mekanisme bagi hasil syirkah Kelompok Usaha
Bersama (KUBE) dengan petani udang (Desa Bumi Dipasena Jaya
Kecamatan Rawajitu Timur).
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Syirkah
1. Pengertian Syirkah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Syirkah
adalah persekutuan, perhimpunan, perkumpulan, bergabung atau
mendirikan sesuatu bersama-sama.9
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya
campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taquyuddin.
Maksud percampuran disini ialah seseorang mencampurkan hartanya
dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin dibedakan.
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha
berbeda pendapat sebagai berikut.
a. Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah akad
antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan
keuntungan.
b. Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib, yang dimaksud dengan
syirkah ialah ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih
dengan cara yang masyhur (diketahui).
c. Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira, yang dimaksud
dengan syirkah ialah penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang
atau lebih.
9Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), h. 1115.
d. Menurut Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibn Muhammad al-Husaini,
yang dimaksud dengan syirkah ialah ibarat penetapan suatu hak
pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara
yang diketahui.
e. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan
syirkah ialah akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk
ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi
keuntungannya.
f. Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang,
yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama
dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing di mana
keuntungan dan kerugiannya diperhitungkankan menurut besar
kecilnya modal masing-masing.10
Beberapa pengertian syirkah secara terminologis yang
disampaikan oleh ahli fiqih Mazhab empat adalah sebagai berikut:
Menurut ahli fiqih Hanafiyah, syirkah adalah : akad antara
pihak-pihak yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.
Menurut ahli fiqih Malikiyah, syirkah adalah kebolehan (atau izin)
bertasharruf bagi masing-masing pihak yang berserikat. Maksudnya
masing-masing pihak saling memberikan izin kepada pihak lain dalam
mentasharrufkan harta (obyek) syirkah. Menurut ahli fiqih
10 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta; Rajawali Pers, 2010), h. 125-127
Syafi‟iyyah, syirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua
pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan.11
Syirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES)
Pasal 20 didefinisikan sebagai berikut:
“Adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati
oleh pihak-pihak yang berserikat.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa syirkah
adalah persekutuan atau perkongsian dua pihak atau lebih dalam
menjalankan sebuah usaha, baik dalam bidang perdagangan atau jasa
dimana modal bisa dari semua pihak yang bersekutu atau dari
sebagian mereka. Pekerjaan untuk menjalankan modal juga dapat
dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam perkongsian atau
sebagian mereka, sementara risiko ditanggung bersama. Keuntungan
dari usaha tersebut dibagi bersama secara proporsional dan sesuai
dengan kesepakatan.12
11 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 192 12 Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Konteporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 128-
129.
2. Dasar Hukum Syirkah
Syirkah atau kerja sama penting untuk diketahui hukum-
hukumnya, karena banyaknya praktek kerja sama dalam model ini.
Praktek kerja sama sampai dengan saat ini masih banyak
dipraktekkan oleh masyarakat, ini merupakan salah satu bentuk
tolong menolong dalam mencari rezeki dariAllah, dengan
mengembangkan dan menginvestasikan harta, serta saling menukar
keahlian.
Kerja sama merupakan hal yang dibolehkan berdasarkan nash-
nash Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’, yaitu dapat dijelaskan sebagai
Berikut merupakan ayat yang dapat dijadikan dasar hukum dalam
syirkah yaitu:
Artinya : Daud berkata: “Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim
kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan
kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat ini sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui
bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun Kepada Tuhannya
lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (QS. Shaad (38): 24).
Penggalan ayat tersebut ditafsirkan bahwa kebanyakan orang
yang kerja sama selalu ingin merugikan mitra usahanya kecuali
mereka yang beriman dan melakukan amal shaleh. Merekalah yang
tidak mau mendzalimi orang lain.13
3. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama
Hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab
ijab kabul (akad) yang menentukan adanya syirkah. Adapun yang lain
seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada di luar
pembahasan akad seperti terdahulu dalam akad jual beli.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut
Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian berikut ini:
a. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan
harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua
syarat, yaitu yang berkenaan dengan benda yang dilakukan adalah
harus dapat diterima sebagai perwakilan, dan yang berkenaan
dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan
dapat diketahui oleh dua belah pihak, misalnya setengah, sepertiga,
dan yang lainnya.
b. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini
terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu bahwa modal yang
dijaidakan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud),
seperti Junaih, Riyal, dan Rupiah, dan yang dijadikan modal (harta
13 T. M Hasbi Ashshidieqy, Tafsir Al-Qur’anul Masjid An-Nur IV, (Semarang: Pustaka
Rizki, 2000), h. 3505.
pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama
maupun berbeda.
c. Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam
mufawadhah di syaratkan, modal (pokok harta) dalam syirkah
mufawadhah harus sama, bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah,
bagi yang dijadikan objek akad di syaratkan syirkah umum, yakni
pada semua macam jual beli atau perdagangan.
d. Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan
syarat-syarat syirkah mufawadhah.
Menurut Malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang
yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).
Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah
syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal.
Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun
syirkah adalah dua orang (pihak) yang berserikat, sighat dan objek
akad syirkah baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah dijelaskan
oleh Idris Ahmad berikut ini.
a. Mengeluarkan kata-kata yang menunjukan izin masing-masing
anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
b. Anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing
mereka adalah wakil yang lain.
c. Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-
masing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya.14
4. Macam-macam Syirkah
Menurut Ibrahim Lubis dalam bukunya “Ekonomi Islam Suatu
Pengantar 2”, membagi syirkah menjadi dua macam yaitu:
a. Syirkah Harta (Syirkah Mufawadhah)
Syirkah harta ialah “akad dari dua orang atau lebih untuk
berserikat pada harta yang telah ditetapkan oleh keduanya dengan
maksud mendapatkan keuntungan”.
b. Syirkah Kerja (Syirkah ‘Inaan)
Syirkah Kerja (Syirkah ‘Inaan) adalah dua pihak yang sama-
sama ahli kerja melaksanakan sesuatu pekerjaan dan sama-sama
menanggung resikonya.15
Sedangkan dalam pandangan lain mengelompokkan syirkah
menjadi dua bentuk yaitu syirkah hak milik (syirkatul amlak) dan
syirkah transaksi (syirkatul uqud).
a. Syirkah hak milik (syirkah amlak) adalah persekutuan antara dua
orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan
salah satu sebab kepemilikannya, seperti jual beli, hibah atau
warisan.16
14 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah., h. 127-129 15 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar 2, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), h. 375.
16 Adiwarman A. Karim, Fiqh Ekonomi., h. 148.
b. Syirkah transaksi (syirkatul uqud) adalah kerja sama antara dua
orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan. Syirkah
transaksi (syirkatul uqud) dapat dibagi menjadi beberapa bentuk
yaitu:
1) Syirkah al-Mudharabah ialah kontrak dalam kerja sama
bisnis antara kapital pada satu sisi dan usaha personal/pekerja
pada sisi lain. Bentuk kerja sama semacam ini mengharuskan
pembagian hasil yang jelas harus disetujui pada saat pertama
kali melakukan kesepakatan. Pada saat terjadi kerugian maka
kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan para
pekerja dan pelaksana hanya menderita kerugian kerja dan
waktunya. Para pekerja tidak boleh dibebani dengan kerugian
yang diderita dalam bisnis tersebut.
2) Syirkah al-‘Inaan. Ini adalah bentuk kerja sama bisnis antara
dua pihak atau lebih, dimana keduanya adalah sebagai
pemilik modal dan sekaligus sebagai pekerja. Bentuk kerja
sama seperti ini hasil yang diperoleh dibagi sesuai dengan
rasio mutualistik yang disetujui, namun kerugian yang
diderita hendaknya dibagi sesui dengan proporsi investasi
yang dilakukan oleh masing-masing pihak.
3) Syirkah al-Wujuh adalah bentuk kerja sama bisnis yang
dibenarkan antara dua pihak atau lebih, atas dasar kredit,
yakni tanpa menambahkan modal apapun dari pihak pembeli
dan perdagangan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dalam
perdagangan yang semacam ini dibagikan sesuai dengan
kesepakatan yang proposional diantara pihak-pihak yang
terlibat. Tanggung jawab (liabilitas, jika terjadi kerugian,
ditetapkan berdasarkan atas proporsi komoditas yang
diperoleh dari kredit antara dua partner).
4) Syirkah al-Mufawadhah adalah bentuk kerja sama bisnis
dimana tiap pihak yang terlibat kontrak sepakat untuk
menyatukan semua sumber keuangan mereka dalam rangka
untuk melakukan sebuah kegiatan bisnis. Dalam kerja sama
ini semua pihak yang terlibat mandapatkan kerugian dan
keuntungan yang sama. Mereka juga menanggung kafalah
dan wakalah secara sama-sama.
5) Syirkah al-‘Abdan adalah bentuk kerja sama bisnis antara dua
pihak atau lebih yang didasarkan atas keahlian dan kerja
mereka, baik itu berupa fisik ataupun intelektual. Dalam kerja
sama ini tidak ada modal dari kedua belah pihak. Dalam kata
lain, ini adalah asosiasi para pekerja yang bertujuan untuk
menghasilkan produksi bersama. Mereka yang terlibat dalam
kerja sama ini mendapatkan hasil sesuai dengan kesepakatan
yang dilakukan bersama.17
17 Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h.
120-121.
B. Bagi Hasil
1. Pengertian Bagi Hasil
Ekonomi Islam menawarkan sistem bagi (profit and loss
sharing) ketika pemilik modal bekerjasama dengan pengusaha untuk
melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha tersebut untung,
maka keuntungan dibagi dua, dan apabila kegiatan usaha mengalami
kerugian maka kerugian ditanggung bersama.18
Bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan ciri utama bagi
lembaga keuangan syariah.19 Bagi hasil menurut terminologi asing
(Inggris) dikenal dengan profit sharing dalam kamus ekonomi
diartikan pembagian laba.20
Profit Sharing secara istilah adalah perbedaan yang timbul
ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar
dari biaya total (total cost).21 Pada perbankan Syariah istilah yang
sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat
diartikan sebagai pembagian untung dan rugi dari pendapatan yang
diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Pengertian bagi hasil (profit sharing) secara definitif diartikan:
“distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal ini dapat dibentuk
18 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008) h. 26 19Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, (Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2005) h. 113 20 Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah,
(Yogyakarta: UII Press,2004), h. 26 21 Cristopher pass, Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, Ed. 2, (Jakarta: Erlangga,
1994), h. 534
suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang
diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk
pembayaran mingguan atau bulanan.
Bentuk-bentuk pembagian laba yang tidak langsung mencakup
alokasi saham-saham (penyertaan) perusahaan pada para pegawai,
dibayar melalui laba perusahaan, dan memberikan para pegawai opsi
untuk membeli saham-saham sampai pada jumlah tertentu dimasa yang
akan datang pada tingkat harga sekarang, sehingga memungkinkan
para pegawai memperoleh keuntungan baik dari pembagian deviden
maupun setiap pertumbuhan dalam nilai saham yang dihasilkan dari
peningkatan dalam kemampuan memperoleh laba.22
2. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Faktor yang mempengaruhi bagi hasil menurut Antonio terdiri
dari faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung terdiri dari
investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil
(profit sharing ratio). Adapun faktor tidak langsung terdiri dari
penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah serta
kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting).23
3. Nisbah Bagi Hasil
Nisbah bagi hasil merupakan persentase keuntungan yang akan
diperoleh oleh shahibul maal dan mudharib yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan antaranya keduanya. Jika usaha tersebut
22 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, h. 106 23 Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah, h. 98
merugi akibat resiko bisnis, bukan akibat kelalaian mudharib, maka
pembagian kerugiannya berdasarkan porsi modal yang disetor oleh
masing-masing pihak. Karena seluruh modal yang ditanam dalam
usaha mudharib milik shahibul maal, maka kerugian dari usaha
tersebut ditanggung sepenuhnya oleh shahibul maal. Oleh karena itu
nisbah bagi hasil juga disebut dengan nisbah keuntungan.
Adapun karakteristik nisbah bagi hasil menurut Karim,
terdapat lima karakteristik nisbah bagi hasil yang terdiri dari24:
a. Persentase
Nisbah bagi hasil harus dinyatakan dalam persentase (%), bukan
dalam nominal uang tertentu (Rp).
b. Bagi Untung dan Bagi Rugi
Pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati,
sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-
masing pihak.
c. Jaminan
Jaminan yang akan diminta terkait dengan charachter risk yang
dimiliki oleh mudharib karena jika kerugian diakibatkan oleh
keburukan karakter mudharib, maka yang menanggungnya adalah
mudharib. Akan tetapi, jika kerugian diakibatkan oleh business
risk, maka shahibul maal tidak diperbolehkan untuk meminta
jaminan kepada mudharib.
24 Ibid., h. 101
d. Besaran Nisbah
Angka besaran nisbah bagi hasil muncul sebagai hasil tawar-
menawar yang dilandasi oleh kata sepakat dari pihak shahibul maal
dan mudharib.
e. Cara Menyelesaikan Kerugian
Kerugian akan ditanggung dari keuntungan terlebih dahulu karena
keuntungan adalah pelindung modal. Jika kerugian melebihi
keuntungan, maka akan diambil dari pokok modal.25
25 Ibid., 99-102
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang dilakukan di lapangan atau
di lokasi untuk menyelidiki gejala objektif sebagaimana terjadi di lokasi
tersebut, yang dilakukan juga untuk penyusunan laporan ilmiah. Penelitian
lapangan pada penelitian ini berjenis deskriptif dengan sifat penelitian
kualitatif, menurut Sumadi Suryabrata, penelitian deskriptif adalah
penelitian penelitian yang bermaksud untuk membuat perencanaan
(deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian.26
Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian lapangan
untuk mengetahui tentang pelaksanaan bagi hasil syirkah Kelompok Usaha
Bersama (KUBE) dengan petani udang di Desa Bumi Dipasena Jaya
Kecamatan Rawajitu Timur.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat deskriptif
kualitatif, yaitu “merupakan format penelitian yang bertujuan untuk
26Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h.
76
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai
variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek peneliti itu”.27
Penelitian deskripsi kualitatif ini berupa keterangan-keterangan
bukan berupa angka-angka atau hitungan. Artinya, di dalam penelitian ini
hanya berupa gambaran dan keterangan-keterangan mengenai pelaksanaan
bagi hasil syirkah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan petani
udang di Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur.
B. Sumber Data
Sumber data ialah subjek data yang diperoleh dari sebuah
penelitian.28 Berdasarkan teori tersebut, peneliti mengunakan sumber data
yakni:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber pertama dimana sebuah data
dihasilkan.29 Guna memperoleh data yang tepat digunakan tehnik purpossiv
sampling, untuk menentukan objek yang akan diteliti digunakan kriteria-
kriteria sebagai berikut. Pertama, lamanya menjadi anggota usaha bersama.
Kedua, besarnya jumlah pembiayaan yang diminta. Dari kedua kriteria
tersebut maka diambil dua Kelompok Usaha Bersama yang sesuia dengan
27Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2013),
h. 48. 28Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009), h.22 29Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi, (Jakarta: Kencana Perdana
Media Group, 2013), h.129.
kebutuhan penelitian yaitu Kelompok Usaha Bersama 6Alpa dan Kelompok
Usaha Bersama 6Infra.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber penunjang dan perbandingan
yang berkaitan dengan masalah.30 Sumber data sekunder juga adalah
sumber data kedua sesudah sumber data primer. Menurut Lexy J Moloeng
sumber data tambahan berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas
sumber buku, dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan
dokumen resmi.31 Dengan demikian sumber data sekunder atau sumber
data penunjang dalam penelitian ini adalah berbagai literatur buku, buku
utama yang digunakan Moenir Manajemen Penyelesaian Umum
Indonesia, Hendi Suhendi Fiqh Muamalah, Muhamad Teknik Perhitungan
Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah, artikel penelitian, jurnal, media
kabar, data dokumentasi dan lainnya yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti.
C. Teknis Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara dan
dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti
maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui
wawancara dan di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi
(tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).
30Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, h.39.
31Lexy j Moloeng, Metodelagi Penelitian Kualitatif, h. 159.
1. Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang
dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan di dalam
setting alamiah, di mana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang
telah ditetapkan dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama di
dalam proses memahami.32 Jenis wawancara terdiri dari:
a. Wawancara bebas (wawancara tak terpimpin)
b. Wawancara terpimpin
c. Wawancara bebas terpimpin.
Sedangkan di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara
terpimpin. Ciri pokok wawancara terpimpin ialah bahwa pewawancara terikat
oleh suatu fungsi bukan saja sebagai pengumpul data relevan dengan maksud
penelitian yang telah dipersiapkan.
Peneliti menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan
kepada dua orang pengurus Kelompok Usaha Bersama 6 Alpha (KUBE) yaitu
Bapak Umam Al Huda dan Bapak Yudo, beserta tiga orang petambak yaitu
Bapak Buang Wahyudi, Bapak Agus, Bapak Hendrik (petani tambak udang),
dan dua orang pengurus Kelompok Usaha Bersama 6 Infra (KUBE) Bapak
Sujito dan Bapak Angga, beserta tiga orang petambak yaitu Bapak Misno,
Bapak Soleh, dan Bapak Suyitno berkaitan dengan pelaksanaan bagi hasil
32Haris herdiansyah, wawancara, observasi, dan focus groups, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013), h. 31
syirkah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan petani udang di Desa
Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur.
2. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, berarti: “barang-barang
tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, penulis menyelediki
benda- benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-
peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.”33
Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk membantu proses
penelitian, sehingga penelitian dapat dilakukan dan dapat memecahkan
masalah yang diteliti. Teknik dokumentasi ini menggunakan catatan yang
dimiliki Kelompok Usaha Bersama seperti transaksi pemberian modal,
laporan laba atau rugi dan lain-lain.
D. Teknis Analisis Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis data bersifat kualitatif yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.34
33Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, h. 149.
34Moh. Kasiran, Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press,
2010) h.175.
Proses analisis data dilakukan dengan cara berfikir induktif adalah
pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan/fakta khusus didasarkan
pengamatan di lapangan/pengalaman empiris disusun, diolah dan dikaji
kemudian untuk ditarik maknanya dalam bentuk pernyataan/kesimpulan yang
bersifat umum.35
Berdasarkan keterangan di atas, maka dalam menganalisis data
peneliti menggunakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
dokumentasi dalam bentuk uraian-urain kemudian dianalisis dengan cara
berpikir induktif, berangkat dari fakta-fakta khusus yang ada di lapangan
tentang mekanisme bagi hasil syirkah Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
dengan petani udang di Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
35 Nana Sudjana, Tuntunan Penyusunan Karia Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru, 2011) h. 7.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kelompok Usaha Bersama 6 Alpa dan 6 Infra
Desa Bumi Dipasena Jaya adalah salah satu desa di antara 8 desa yang
berada di kecamatan Rawajitu Timur Kabupaten Tulang Bawang. Terdapat 7
KUBE yang berdiri di Desa Bumi Dipasena Jaya, di antaranya KUBE 6 Alpa
dan 6 Infra selaku shahibul maal yang masing-masing memiliki petani udang
selaku mudharib dimana kube 6 Alpa memiki petani udang (mudharib) 25
orang36, dan kube 6 Infra memiki petani udang (mudharib) 21 orang37.
Adapun latar belakang terbentuknya kube 6 Alpa dan 6 Infra adalah sebaga
berikut:
1. Kelompok Usaha Bersama 6 Alpa
a. Sejarah Kelompok Usaha Bersama 6 Alpa
Sejarah singkat Kelompok Usaha Bersama 6 Alpa berawal dari
proses panjang sejarah pengelolaan lahan budidaya udang di bumi
dipasena jaya yang telah begitu banyak memberikan warna hidup bagi
ribuan keluarga petambak, dari pengalaman cara berbudidaya, tehnis
pengelolaan hingga pola usaha yang dijalankan. Masa-masa kelam dari
beberapa kali hubungan kemitraan telah memberikan sebuah pelajaran
36 Wawancara Dengan Bapak Firdaus Pada Tanggal 1 Juni 2019 37 Wawancara Dengan Bapak Kuntoro Pada Tanggal 1 Juni 2019
yang sangat berharga, tentang baik dan buruknya sebuah hubungan
kerja sama dalam usaha budidaya udang.
Keinginan dari beberapa masyarakat 6 Alpa unutk mewujudkan
pengelolaan dan mengembangkan usaha budidaya udang menjadi lebih
baik dan maju, hal itu yang mendorong sehingga munculah gagasan
sehingga terbentuknya KUBE 6 Alpa. Proses terbentuknya KUBE 6
Alpa tidaklah mudah, karena sebagian besar masyarakat tidak paham
dan takut untuk bekerjasama. Setelah berjalan kurang lebih setengah
tahun pengenalan kepada masyarakat terkait sistem pengelolaan KUBE
6 Alpa, barulah terbentuk dan mengalami banyak pembenahan-
pembenahan pengelolaan kerja sama yang di lakukan demi terwujudnya
manajemen yank baik.
Setelah KUBE 6 Alpa terbentuk pada 20 Mei 2016, banyak
permasalahan-permasalahan yang dihadapi, salah satunya adalah faktor
jumlah anggota dan modal untuk memenuhi kebutuhan kerja sama
budidaya udang yang di jalin dengan masyarakat 6 Alpa. Membuthkan
waktu lama setelah terbentuknya KUBE sehingga saat ini mengalami
pertumbuhan yang pesat, memiliki modal dan anggota yang cukup.
Untuk kube 6 Alpa jumlah iuran yang harus diberikan Rp.
10.000.000,00 dan jumlah anggota di awal terbentuknya 10 orang.
Selain dari iuran, sumber dana kube 6 alpa juga diperoleh dari
pengajuan proposal ke lembaga-lembaga setempat.38
38 Wawancara Dengan Bapak Umam Al Huda Pada Tanggal 1 Juni 2019
2. Kelompok Usaha Bersama 6 Infra
Kelompok Usaha Bersama 6 Infra di dirikan setelah PT. Aruna
Wijaya Sakti yang menaungi Bumi Dipasena terdiri dari enam desa dari
tahun 2008 sampai dengan 2012. Banyaknya permasalah yang dialami
petani udang dengan PT. Aruan Wijaya Sakti menuntut petani udang
perlahan berusaha mandiri dalam budidaya udang. Namun dengan putusnya
kontrak petani udang dengan PT. Aruna Wijaya Sakti munculah
permasalah baru, yaitu modal usaha.
Sehingga munculah keinginan untuk membuat kelompok usaha
bersama demi memenuhi kebutuhan budidaya udang. Penggagas dalam
pembentukan kube ini adalah Bpk. Sujito, yang di bantu dengan lingkup
rukun tetangganya. Tepatnya kube ini didirikan pada tanggal 12 Januari
2013, yang sudah di awali dalam pembentuakan kepengurusan dan
pengumpulan dana dua bulan sebelum kube didirikan. Sesudah berdiri dan
berjalan juga banyak permasalah terkait kurangnya modal dan pengelolaan
yang kurang maksimal. Dana yang bersumber dari anggota usaha bersama
hanya dapat memenuhi usaha budidaya udang anggota dan beberapa petani
udang saja. Untuk kube 6 Infra sumber modal awal hanya diperoleh dari
iuran masing-masing anggota atau pengurus sebesar Rp. 20.000.000 dari 14
orang.39
39 Wawancara Dengan Bapak Sujito Pada Tanggal 1 Juni 2019
Pelaksanaan bagi hasil yang di jalin antara petani udang dengan
KUBE diawali dengan kesepakatan bergabung menjadi anggota kelompok
usaha bersama. Setelah bergabung dan memahami kontrak kerja juga
menyepakati ketentuan-ketentuan tertulis, maka langkah selanjutnya adalah
dilaksanakannya proses kerja mulai dari persiapan lahan, persiapan air,
proses tebar, proses pemeliharaan, proses panen dan paska panen.
Kesepakatan menjalin kerja sama bukanlah perkara yang mudah,
sebelum proses ini ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh petambak
sebagai bagian dari kelompok usaha bersama. Memiliki lahan yang layak
sesuai standar keperluan tebar adalah persyaratan penting karena KUBE
tidak memberikan lahan. Selain lahan, petambak juga harus memiliki bukti
bahwa lahan yang akan dipakai usaha harus bersertifikat.40
40 Wawancara Dengan Bapak Ari Setiawan Pada Tanggal 2 Juni 2019
3. Struktur Organisasi
a. Kelompok Usaha Bersama 6 Alpa
Gambar 4.1.
Struktur Pengurus Kelompok Usaha Bersama 6 Alpa
UMAM AL HUDA
Penanggungjawab Program
ARI SETIAWAN
KETUA
YUDO PRAKOSO
Penanggungjawab Keuanagan
HASBUNA
Pengawas Administrasi
FIRDAUS
Petugas Penyuluh Lapangan
ANANG
Kepala Administrasi Gudang
AGUS ARIYANTO
Pengurus Pengadaan Gudang
BAMBANG JATMIKO
Wakil Ketua
b. Kelompok Usaha Bersama 6 Infra
Gambar 4.2.
Struktur Pengurus Kelompok Usaha Bersama 6 Infra
B. Pelaksanaan Bagi Hasil Syirkah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) 6
Alpa dan Infra dengan Petani Udang
Pelaksanaan bagi hasil syirkah di kube 6 alpa yang sudah dilakukan
sejak kube di dirikan memiliki perhitungan persentase 70/30. Persentase itu
telah di sepakati oleh petani udang selaku mudharib dan kube selaku shahibul
ANGGA APRIYANTO
Penanggungjawab Program
M. SUJITO
KETUA
ASEP SUNANDAR
Penanggungjawab Keuanagan
SUGIYONO
Pengawas Administrasi
KUNTORO
Kepala Administrasi Gudang
SUTRISNO
Pengurus Pengadaan Gudang
JOKO HANDONO
Wakil Ketua
maal. Untuk modal yang diberikan seluruhnya di tanggung oleh kube, hanya
saja petani udang di sini harus memiliki kolam atau tambak pribadi yang harus
layak untuk di jadikan media budidaya udang.41
Adapun proses bagi hasil dilakukan ketika sudah dilakukannya proses
panen sehingga kedua belah pihak dapat mengetahui berapa total pendapatan
yang diperoleh. Dari total pendapatan penjualan, terlebih dahulu dipotong
modal yang sudah di berikan oleh kube, kemudian di sini pihak kube 6 Alpa
memberikan tambahan potongan 5% untuk di jadikan infak. Setelah di potong
modal dan infak tersebut, maka di hitunglah berapa keuntungan dari masing-
masing pihak sesuai dengan persentase yang telah di sepakati yaitu 70% untuk
mudharib dan 30% untuk shahibul maal.42
Selain dari proses bagi hasil, masalah lain ialah penyelesaian apabila
terjadi masalah dalam proses budidaya udang ini berlangsung. Langkah awal
untuk penyelesaian apapun permasalahannya, kedua belah pihak menyepakati
untuk mediasi atau musyawarah. Adapun permasalahan-permasalahan yang
kerap terjadi di akibatkan dari petani udang selaku mudharib yang kurang
maksimal atau melakukan kelalaian dalam menjalankan usaha.43
Mengetasi permasalah lain yaitu kerugian adalah proses yang penting
dalam pelaksanaan kerja sama tersebut. Kedua kube sama-sama menanggung
kerugian apabila terjadi di dalam usaha, namun apabila faktornya adalah
faktor alam, seperti panen dini yang di akibatkan karena penyakit atau karena
faktor pertumbuhan dan populasi yang kurang maksimal. Selain dari faktor
41 Wawancara Dengan Bapak Umam Al Huda pada tanggal 4 Juli 2019 42 Wawancara Dengan Bapak Yudo pada tanggal 4 Juli 2019 43 Wawancara Dengan Bapak Sujito pada tanggal 4 Juli 2019
alam, permasalahan kerugian juga bisa terjadi karena kelalaian atau
kecurangan petani udang yang mengelola, sepert mangambil udang atau
menyisakan ketika proses panen untuk di jual secara pribadi tanpa
sepengetahuan kube.44
Petani udang dalam memilih mitra untuk melakukan kerjasama dengan
menggunakan perhitungan bagi hasil berbeda beda, tergantung dari
kemampuan si petani udang untuk mengelola, dan pihak kube kemampuannya
dalam memenuhi jumlah modal yang di minta untuk di gunakan sebagai
kebutuhan petani udang itu sendiri.45
Ketikan hasil dari proses budidaya udang tidak sesuai dengan apa yang
di harapkan, petani udang melihat apa penyebabnya. Jika karena faktor alam,
maka biasanya petani udang beralih ke budidaya ikan atau mengkosongkan
tambaknya utuk satu atau dua periode. Apabila permasalahannya di akibatkan
karena ketidak puasan dalam kerja sama yang di lakukan dengan kube, bisa
saja memilih untuk keluar dan bekerja sma dengan kube lain.46
Ketidak puasan pernah di alami oleh setiap petani udang, namun
penyebab yang sering terjadi bukan karena permasalahan internal antara kube
dengan patani udang. Ketidak puasan akibat hasil budidaya yang sedikit atau
hanya sekedar balik modal itulah yang sering di alami petani udang, dan
penyebabnya adalah faktor cuaca dan penyakit yang kerap terjadi.47
44 Wawancara Dengan Bapak AnggaApriyanto pada tanggal 4 Juli 2019 45 Wawancara Dengan Bapak Buang Wahyudi pada tanggal 4 Juli 2019 46 Wawancara Dengan Bapak Hendrik pada tanggal 4 Juli 2019 47 Wawancara Dengan Bapak Suyitno pada tanggal 4 Juli 2019
1. Sumber dan Pengelolaan Dana Kelompok Usaha Bersama (KUBE) 6 Alpa
dan Infra
Sumber dan Pengelolaan Dana Kelompok Usaha Bersama
(KUBE) 6 Alpa dan Infra memiliki perbedaan, dimana dari hasil
wawancara dilapangan dengan masing-masing pengurus kelompok usaha
bersama. Pelaksanaan bagi hasil syirkah kube dengan petani udang
dilaksanakan ketika proses kerja sama berakhir sesuai kesepekatan
dimana diantara kedua KUBE memiliki persentase bagi hasil yang
berbeda.
Sumber dana diantara kedua KUBE memiliki kesamaan yaitu dari
hasil iuran kelompok, hanya saja jumlah besar kecilnya dan banyaknya
anggota yang berbeda. Untuk kube 6 Alpa jumlah iuran yang harus
diberikan Rp. 10.000.000,00 dan jumlah anggota di awal terbentuknya 10
orang. Selain dari iuran, sumber dana kube 6 alpa juga diperoleh dari
pengajuan proposal ke lembaga-lembaga setempat.48
Untuk kube 6 Infra sumber modal awal hanya diperoleh dari iuran
masing-masing anggota atau pengurus sebesar Rp. 20.000.000 dari 14
orang. Untuk pengelolaan dana dari masing-masing kube, memilki
perbedaan dalam mengelolanya. Kube 6 Alpa tidak memberiakan modal
kepada petani udang dalam jumlah yang besar ketika kondisi keuangan
kube sedang tidak baik, ada batasan batasan dalam pemberian modal.
Bagi hasil ialah 70% untuk petani udang sebagai mudharib dan 30%
48 Wawancara Dengan Bapak Yudo Prakoso Pada Tanggal 2 Juni 2019
untuk kube. Selain itu, dari bagi hasil yang diterima kube 5% dimasukan
infak.49
Sedangkan untuk kube 6 Infra dalam memberikan modal kepada
petani udang tidak diberikan batasa modal dalam kebutuhan usaha kerja
samanya tersebut.
Mengenai persyaratan pengajuan pembiayaan masing-masing
kelompok hanya memberikan foto copy identitas seperti foto copy kartu
tanda penduduk, foto copy kartu keluarga dan sertifikat kepemilikan
tambak yang sah, agar tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan.
Masalah yang sering muncul dalam kelompok bersama adalah
komitmen para petambak karena melalukan kecurangan dengan cara
menyisakan dan menjual sendiri hasil tambak sebelum dan sesudah panen,
akibat gagal panen juga bisa karena kelalaian para petambak dalam
merawat dan mengurus alat budidaya, seperti kincir dan pompa air,
kemudaian yang lain faktor alam yang tidak bisa dibebankan kepada
petani udang dan kelompok usaha bersama.
Mengenai permasalahan di atas penyelesaiannya pihak kube
memberikan sanksi atas apa yang dilakukan para anggota ketika
melakukan kecurangan baik secara pidana maupun denda sesuai dengan
peraturan kelompok usaha bersama yang berlaku. Kerugian-kerugian
karena kelalaianpun memberikan dampak yang buruk dalam proses kerja
49 Wawancara Dengan Bapak Asep Sunandar Pada Tanggal 2 Juni 2019
sama berlangsung, karena mempengaruhi dari hasil keuntungan yang akan
di dapat dan di bagikan sesuai dengan persentase yang di sepakati.
2. Penggunaan dan pencatataan dana kelompok usaha bersama (KUBE) 6
Alpa dan Infra.
Penggunaan dana dari kedua kube 6 Alpa dan Infra pada umumnya
sama, namun memiki sedikit perbedaan. Perbedaannya adalah penyaluran
infak yang ada di 6 Alpa yang tidak ada di 6 Infra sebesar 5%, dan dalam
pembagian keuntungan dimana kube 6 Alpa menggunakan bagi hasil 70,
30% sedangkan kube 6 Infra 60, 40%. Penggunaan yang lain antara kedua
kube sama yaitu, kebutuhan keperluan budidaya udang seperti pakan
udang, obat-obatan, dan perlengkapan budidaya udang.
Pencatatan yang digunakan diantara kedua kube masih
menggunakan cara yang sama, yaitu secara manual. Mulai dari pencatatan
keuangan, administrasi, pencatatan kebutuhan gudang dan lain-lain. Hal
ini dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang mampu
mengoperasikan komputer dan pertimbangan dalam pembelanjaan
perlengkapan serta aliran listrik yang tidak memadai. Faktor-faktor
tersebut yang membut terhabatnya perkembangan sistem manajemen yang
baik.
C. Analisis Pelaksanaan Bagi Hasil Syirkah Kelompok Usaha Bersama
(Kube) Dengan Petani Udang Perspektif Ekonomi Syariah ( Studi Kasus
Desa Bumi Dipasena Jaya Kecamatan Rawajitu Timur)
Kerja sama yang dijalin oleh kedua kube 6 Alpa dan 6 Infra dengan
petani udang dalam pelaksanaannya memiliki keunggulan masing-masing.
Kedua kube tersebut melakukan kerja sama di bidang usaha budidaya udang
yang dilakukan dengan petani udang dengan menggunankan prinsip bagi hasil.
Adapun pelaksanaan perhitungan bagi hasil yang diterapkan diantara kedua
kube memiliki persentase yang berbeda.
Perbedaan persentasenya adalah 10%, dimana kube 6 Alpa
menerapkan bagi hasil 70% untuk petani udang dan 30% untuk kube,
sedangkan kube 6 Infra menerapkan bagi hasil 60% untuk petani udang dan
40% untuk kube. Perbedaan persentase di antara kedua kube tersebut sama-
sama diterima dan di minati petani udang. Jika dilihat dari persentase bagi
hasil seharusnya petani udang banyak memilih bermitra dengan kube 6 Alpa
yang lebih besar menerima bagi hasilnya di banding dengan kube 6 Infra.
Permodalan lebih besar yang di tawarkan 6 Infralah yang menjadikan
petani udang lebih memilih menjalin kemitraan dengan kube 6 Infra di
banding dengan kube 6 Alpa. Dimana kube 6 Infra memberikan berapapun
modal yang di inginkan petani udang untuk memenuhi kebutuhan
budidayanya dengan harapan memperoleh hasil yang besar juga. Sedangkan
kube 6 Alpa memberikan modal kepada petani udang sesuai dengan kualitas
lahan dan kemampuan petani udang dalam mengelola usaha budidaya udang
tersebut, juga menjadikan kondisi keuangan sebagai pertimbangan besar
kecilnya modal yang bisa diberikan kube untuk para mitra petani udang yang
ingin bekerja sama.
Pelaksanaan bagi hasil syirkah yang di jalankan oleh kedua kube
tersebut memiliki strategi masing-masing dalam memperoleh mitra untuk
bekerja sama. Dalam hal ini keduanya memiliki keunggulan masing-masing,
dimana kube 6 Alpa meminimalisir resiko kerugian besar yang terjadi dengan
membatasi permodalan, dan kube 6 Infra memberikan kepercayaan untuk
mitranya demi sama-sama memperoleh hasil yang besar.
Pelaksanaan bagi hasil yang diterapkan oleh kedua kube tersebut
memang memiliki perbedaan persentase, namun hal itu tidak menjadi masalah
dalam teori nisbah bagi hasil. Teori bagi hasil itu sendiri dalam
karakteristiknya adalah menggunakan persentase. Berapun pembagian
persentasenya jika disepakati oleh kedua belah pihak antara shahibul maal dan
mudharib maka diperbolehkan. Selain dari pada perhitungan bagi hasil yang
diterapkan, pembagian kerugian apabila terjadi dalam proses pelaksanaan
usaha menjadi faktor penting yang harus di perhatiakan. Kedua kube sama-
sama membagi kerugian dengan porsi modal masing-masing.
Dari keterangan hasil wawancara dengan pihak kube selaku shahibul
maal dan petani udang selaku mudharib memiliki kesamaan dalam penjelasan
terkait pelaksanaan bagi hasil syirkah yang di terapkan oleh pihak kube.
Adanaya kelalaian dan kecuragan dalam proses budidaya udang yang di
lakukan oleh petani udang itu sendiri memiliki dampak yang buruk dalam
perolehan hasil keuntungan. Melihat hal tersebut, dalam perspektif ekonommi
syariah tidak di perbolehkan, karenan mengandung salah satu hal yang di
larang dalam bermuamalah yaitu nubuwwah yang di dalamnya terdapat
perilaku sidiq, harus benar dan jujur. Jika dikaitkan maka hal tersebut sudah
melanggar norma-norma perilaku sidiq itu sendiri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan bagi hasil syirkah kelompok usaha bersama
(KUBE) dengan petani udang di kube 6 Alpa dan 6 Infra memiliki persamaan
dan juga memiliki perbedaan. Kedua kube tersebut melakukan kerja sama di
bidang usaha budidaya udang yang dilakukan dengan petani udang dengan
menggunankan prinsip bagi hasil. Adapun pelaksanaan perhitungan bagi hasil
yang diterapkan diantara kedua kube memiliki persentase yang berbeda.
Perbedaan persentasenya adalah 10%, dimana kube 6 Alpa
menerapkan bagi hasil 70% untuk petani udang dan 30% untuk kube,
sedangkan kube 6 Infra menerapkan bagi hasil 60% untuk petani udang dan
40% untuk kube. Perbedaan persentase di antara kedua kube tersebut sama-
sama diterima dan di minati petani udang. Jika dilihat dari persentase bagi
hasil seharusnya petani udang banyak memilih bermitra dengan kube 6 Alpa
yang lebih besar menerima bagi hasilnya di banding dengan kube 6 Infra.
Permodalan lebih besar yang di tawarkan 6 Infralah yang
menjadikan petani udang lebih memilih menjalin kemitraan dengan kube 6
Infra di banding dengan kube 6 Alpa. Dimana kube 6 Infra memberikan
berapapun modal yang di inginkan petani udang untuk memenuhi kebutuhan
budidayanya dengan harapan memperoleh hasil yang besar juga. Sedangkan
kube 6 Alpa memberikan modal kepada petani udang sesuai dengan kualitas
lahan dan kemampuan petani udang dalam mengelola usaha budidaya udang
tersebut, juga menjadikan kondisi keuangan sebagai pertimbangan besar
kecilnya modal yang bisa diberikan kube untuk para mitra petani udang yang
ingin bekerja sama.
Kedua kube yaitu kube 6 Alpa dan kube Infra sudah melakukan
pelaksanaan bagi haasil syirkah dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari proses
bagi hasilnya, cara penyelesaian apabila terjadi masalah dalam proses kerja
sama, dan juga proses dalam menanggung kerugian yang seluruhnya di
tanggung oleh pihak kube.
Pelaksanaan bagi hasil syirkah yang di jalankan oleh kedua kube
tersebut memiliki strategi masing-masing dalam memperoleh mitra untuk
bekerja sama. Dalam hal ini keduanya memiliki keunggulan masing-masing,
dimana kube 6 Alpa meminimalisir resiko kerugian besar yang terjadi dengan
membatasi permodalan, dan kube 6 Infra memberikan kepercayaan untuk
mitranya demi sama-sama memperoleh hasil yang besar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka peneliti ingin
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. KUBE 6 Alpa selaku shahibul maal seharusnya tidak terlalu memberikan
batasan peminjaman modal kepada petani udang selaku mudharib dengan
alasan sumber daya manusia yang di anggap kurang mampu, sedagnkan
KUBE 6 Infra mengontrol keuangan dengan menyesuaikan antara jumlah
pendapatan dengan pinjaman yang di ajukan oleh petani udang.
2. KUBE 6 Alpa dan 6 Infra harus lebih menigkatkan pengelolaan dan
pencatatan keungan denga menggunakan komputer agar lebih mudah dan
cepat.
3. KUBE 6 Alpa dan 6 Infra harus mencoba sistem pinjaman dengan prinsip
yang berbeda atau dengan usaha selain budidaya udang, contoh dengan
pedagang.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2014
Alwi Hasan, Kamus BesarBahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka,
2002
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo, 2008
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, Jakarta: Kencana,
2013
Cristopher pass, Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, Ed. 2, Jakarta:
Erlangga, 1994
Departemen Agama RI, Al Hikmah Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: CV
Diponegoro, 2010
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002
Haris herdiansyah, wawancara, observasi, dan focus groups, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,Jakarta: Rajawali Pers, 2016
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar 2, Jakarta: Kalam Mulia, 1995
Imam Mustofa, Fiqih Mu'amalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2016
Moenir, Manajemen Penyelesaian Umum Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Moh. Kasiran, Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif, Malang: UIN Maliki
Press, 2010
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2005
Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah,
Yogyakarta: UII Press,2004
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001
Nana Sudjana, Tuntunan Penyusunan Karia Ilmiah, Bandung: Sinar Baru, 2011
Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, Bandung;
Pustaka Setia,2015
Skripsi, Ayu Pacasari, Analisis Manajemen Pembiayaan Mudharabah, Metro:
STAIN, 2006
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2009
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009
Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier 2, Edisi Revisi, Surabaya: PT Bina Ilmu,
2005
T. M. Hasbi Ashshidieqy, Tafsir Al-Qur’anul Masjid An-Nur IV, (Semarang:
Pustaka Rizki, 2000), h. 3505
Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalah, Perbankan syri’ah
perspektif Praktis, Muamalat Institusi, 1999
Zuhairi, et. al., Pedoman Penelitian Karya Ilmiah, Edisi Revisi, Cet. 1, Jakarta:
Rajawali Pers, 2016