Post on 13-Mar-2019
9
BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
2.1 TINJAUAN UMUM
2.1.1 Gambaran Universitas Bina Nusantara
Binus University pada awalnya adalah sebuah lembaga pendidikan
komputer jangka pendek yang berdiri pada tanggal 21 Oktober 1974 dengan
nama Modern Computer Course. Berkat landasan yang kuat, visi yang jelas, dan
dedikasi tinggi yang berkesinambungan, lembaga ini terus berkembang. Pada
tanggal 1 Juli 1981, karena banyaknya peminat dan pesatnya pertumbuhan,
lembaga pendidikan komputer ini berkembang menjadi Akademi Teknik
Komputer (ATK) dengan jurusan Manajemen Informatika dan Teknologi
Informasi. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 13 Juli 1984, ATK
mendapat status Terdaftar dan berubah menjadi Akademi Manajemen
Informatika dan Komputer (AMIK) Jakarta. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1985,
dibuka jurusan Komputerisasi Akuntansi, dan pada tanggal 21 September 1985,
AMIK Jakarta berganti nama menjadi AMIK Bina Nusantara.
Dalam usia mudanya, sebuah prestasi emas ditoreh AMIK Bina
Nusantara dengan terpilih sebagai Akademi Komputer Terbaik oleh Depdikbud
melalui Kopertis Wilayah III Jakarta pada tanggal 17 Maret 1986. Berkat makin
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tenaga-tenaga andal dalam bidang
teknologi informasi, pada tanggal 1 Juli 1986, Sekolah Tinggi Manajemen
Informatika dan Komputer (STMIK) Bina Nusantara didirikan dengan Program
Strata-1 (S1) jurusan Manajemen Informatika dan Teknik Informatika.
Bersamaan dengan itu juga dibuka jurusan Teknik Komputer (S1). Pada tanggal
9 November 1987, AMIK Bina Nusantara dilebur ke dalam STMIK Bina
Nusantara sehingga terbentuk sebuah lembaga yang menyelenggarakan Program
Diploma III (DIII) dan Strata-1 (S1). STMIK Bina Nusantara berhasil
memperoleh status "Disamakan" untuk semua jurusan dan jenjang pada tanggal
18 Maret 1992, dan pada tanggal 10 Mei 1993 mendapat kepercayaan untuk
10
membuka Program Magister Manajemen Sistem Informasi, salah satu Program
Pascasarjana pertama di Indonesia di bidang tersebut.
Pada tanggal 8 Agustus 1996, Binus University berdiri dan secara sah
diakui oleh pemerintah. STMIK Bina Nusantara kemudian melebur ke dalam
Binus University pada tanggal 20 Desember 1998, sehingga memiliki beberapa
fakultas diantaranya adalah fakultas ilmu komputer, fakultas ekonomi, fakultas
teknik, fakultas sastra, fakultas MIPA, dan program pascasarjana.
2.1.2 Gambaran Sekolah dan Studi Arsitektur
Definisi Sekolah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI3), sekolah adalah
bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan
memberi pelajaran (menurut tingkatannya), watu atau pertemua ketika murid
diberi pelajaran, usaha menuntut kepandaian.
Definisi Sekolah Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu dan seni merancangan bangunan. Menurut
Vitruvius dalam bukunya yang berjudul De Architectura, bangunan yang baik
seharunya memiliki 3 aspek yaitu Estetika (Venustas), kekuatan (Firmitas), dan
kegunaan (Utilitas), arsitektur dapat dikatakan sebagai penyeimbang dan
kooordinator antara ketiga aspek tersebut. Bila diterkaitkan dengan sekolah
maka sekolah arsitektur merupakan wadah bagi mahasiswanya untuk belajar
merancangan bangunan dengan berbagai bidang multi-disiplin termasuk
diantaranya matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah,
filsafat, dan lain-lain. Dalam proyek ini, Pembangunan sekolah arsitektur akan
menjadikan jurusan arsitektur binus berubah menjadi fakultas yang berdiri
sendiri dengan berbagai peminatan penjurusan di dalamnya.
Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
11
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru,2006).
Dikenal dalam reputasi yang baik dalam hal Teknologi Informasi,
Universitas Binus pun memiliki jurusan arsitektur yang tidak lepas dari muatan
teknologi informasinya, baik itu dalam tahap proses desainnya ataupun dalam
proses pembangunannya. Sejalan dengan pengembangan teknologi informasi
yang dikembangkan di jurusan arsitektur, beberapa perusahaan besar dewasa ini
memerlukan karyawan yang menguasai teknologi informasi. Tiap arsitek harus
menguasai baik desain arsitektur maupun teknologi informasi. Kecakapan-
kecakapan dasar pada program studi arsitektur mempunyai pendekatan yang
berbeda dalam kurikulum di mana teknologi informasi dimanfaatkan semaksimal
mungkin dan harus dikuasai oleh tiap lulusan. Kurikulum itu didasarkan pada
Kurikulum Nasional dan Kriteria Kompetensi menurut studi banding dengan
beberapa Perguruan Tinggi di luar negeri. Di samping itu untuk menanggapi
kebutuhan fasilitas perumahan di kota–kota besar, Jurusan Arsitektur Binus juga
menambahkan "pembangunan perumahan" sebagai suatu bagian dari kurikulum.
Seluruh kurikulum didukung oleh sistem MCL (Multi Channel Learning), maka
siswa dapat dengan mudah belajar, secara sistematis, variatif, dan terintegrasi
dengan Binusmaya.
Program Inti
Program studi arsitektur dikelompokkan ke dalam tiga kelompok untuk
memaksimalkan efektivitas dari tiap hal. Pokok materi yang tercakup di
kelompok ini adalah Perencanaan dan Perancangan, Teknologi Bangunan, Teori
dan Komunikasi Arsitektur.
Program Pilihan
Sasaran dari kelompok adalah ini untuk mendukung para siswa dengan
pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan oleh bisnis dan
industri. Materi untuk kelompok ini akan selalu disesuaikan dengan tuntutan
pasar terkini, sehingga para lulusan disiapkan untuk berkompetisi dalam pasar
dunia kerja.
12
Peminatan
Di dalam penjurusan terdapat tiga pilihan konsentrasi, yaitu :
1. Aplikasi Komputer
Pembelajaran Aplikasi Komputer diperkaya dengan basis Teknologi
Informasi, Multimedia dan perangkat lunak yang berhubungan dengan
arsitektur (Auto CAD, 3d-Max, Revit, Rhino, Sketch-Up, ArchiCAD,
Ecotect, Adobe). Pengetahuan ini, memberi kemampuan mengembangkan
rancangan dengan memanfaatkan Teknologi Informasi. Pilihan ini
menyiapkan para siswa untuk menjadi arsitek profesional dengan ketrampilan
Teknologi Informasi.
2. Interior
Pembelajaran Interior akan diperkaya dengan modul-modul materi Interior
dan presentasi Interior. Maksud dari peminatan ini, adalah untuk menguasai
cara menciptakan suasana nyaman bagi pemakai ruang. Tujuannya adalah
untuk untuk menyiapkan para siswa menjadi arsitek profesional dengan
wawasan Interior yang baik.
3. Real Estate
Pembelajaran Real Estate diperkaya dengan program pembangunan
perumahan. Tujuan dari peminatan ini adalah untuk menyiapkanan siswa
menjadi arsitek profesional dengan wawasan perumahan.
Berikut adalah kurikulum arsitektur yang sudah diterapkan di Binus University :
1. Semester 1 berisi mata kuliah pengantar arsitektur, estetika, teknik
komunikasi arsitektur, mdetode perancangan arsitektur, perancangan
arsitektur I, bahasa inggris dan character building I
2. Semester 2 berisi mata kuliah bahasa inggris II, komputasi design I, teknologi
banhan, perancangan arsitektur II, arsitektur tradisional, teknologi bangunan
I, dan character building II
3. Semester 3 berisi mata kuliah bahas inggris III, komputasi desain II,
perancangan tapak , perancangan arsitektur III, arisktetur modern, teknologi
bangunan II, dan perilaku dalam arsitektur
13
4. Semester 4 berisi mata kuliah character building III, entrepreneurship,
arsitektur tropis, perancangan arsitektur IVdan teknologi bangunan III.
Kemudian akan dilakukan pembukaan kelas peminatan yaitu real estate,
digital arsitektur, dan interior dengan mata kuliah peminatan khusus.
5. Semester 5 berisi character building IV, fisika bangunan, perancangan
arsitektur V, utilitas, dan teknologi bangunan IV serta mata kuliah khusus
kelas peminatan
6. Semester 6 berisi arsitektur perkotaan, menegemen proyek, arsitektur
berkelanjutan, metode penelitian arsitektur, dan mata kuliah peminatan.
7. Semester 7 berisi mata kuliah seminar, kota dan pemukiman serta proses
kerja praktek
8. Semester 8 hanya berisi tugas akhir
Ruang Kelas
Ruang kelas adalah suatu ruangan tempat kegiatan belajar mengajar
dilangsungkan. Dalam sekolah arsitektur Binus terdapat kelas-kelas diantaranya
yaitu:
1. Kelas teori, kelas yang digunakan untuk mata kuliah yang bersifat teori
14
Foto 2.1.1. Kelas teori binus.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
2. Kelas studio, kelas yang berisi meja khusus untuk menggambar.
Foto 2.1.2. Kelas StudioArsitektur
Sumber : Dokumentasi Pribadi
3. Lab komputer, kelas yang digunakan untuk pembelajaran yang menggunakan
komputer.
Foto 2.1.3. Laboratorium komputer
Sumber : Dokumentasi Pribadi
2.1.3 Gambaran Sekolah Berasrama
15
Menurut Sutrisno Muslimin (2008), seorang dosen ilmu sosial
Universitas Negeri Jakarta, Sekolah Berasrama adalah alternatif terbaik buat
para orang tua menyekolahkan anak mereka dalam kondisi apapun. Selama 24
jam anak hidup dalam pemantauan dan control yang total dari pengelola, guru,
dan pengasuh di seklolah-sekolah berasrama. Anak betul-betul dipersiapkan
untuk masuk kedalam dunia nyata dengan modal yang cukup, tidak hanya
kompetensi akademis, tapi skill-skill lainnya dipersiapkan sehingga mereka
mempunyai senjata yang ampuh untuk memasuki dan manaklukan dunia ini. Di
sekolah berasrama anak dituntut untuk dapat menjadi manusia yang
berkontribusi besar bagi kemanusiaan. Oleh sebab itu dukungan fasilitas terbaik,
tenaga pengajar berkualitas, dan lingkungan yang kondusif harus didorong untuk
dapat mencapai cita-cita tersebut. Ada beberapa keunggulan Boarding School
jika dibandingkan dengan sekolah regular yaitu:
1. Program Pendidikan Paripurna
Umumnya sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada kegiatan-
kegiatan akademis sehingga banyak aspek hidup anak yang tidak tersentuh.
Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan
program pendidikan pada sekolah regular. Sebaliknya, sekolah berasrama
dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistic dari
program pendidikan keagamaan, academic development, life skill(soft skill
dan hard skill) sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran
tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam
konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
2. Fasilitas Lengkap
Sekolah berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap; mulai dari
fasilitas sekolah yaitu kelas belajar yang baik(AC, 24 siswa, smart board,
mini library, camera), laboratorium, clinic, sarana olah raga semua cabang
olah raga, Perpustakaan, kebun dan taman hijau. Sementara di asrama
fasilitasnya adalah kamar(telepon, TV, AC, Pengering Rambut, tempat
handuk, karpet diseluruh ruangan, tempat cuci tangan, lemari kamar mandi,
gantungan pakaian dan lemari cuci, area belajar pribadi, lemari es, detector
16
kebakaran, jam dinding, lampu meja, cermin besar, rak-rak yang luas, pintu
darurat dengan pintu otomatis. Sedangkan fasilitas dapur terdiri dari: meja
dan kursi yang besar, perlengkapan makan dan pecah belah yang lengkap,
microwape, lemari es, ketel otomatis, pembuat roti sandwich, dua toaster
listrik, tempat sampah, perlengkapan masak memasak lengkap, dan kursi
yang nyaman.
3. Guru yang Berkualitas
Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan
kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional.
Kecerdasan intellectual, social, spiritual, dan kemampuan paedagogis-
metodologis serta adanya ruh mudarris pada setiap guru di sekolah
berasrama. Ditambah lagi kemampuan bahsa asing: Inggris, Arab, Mandarin,
dll. Sampai saat ini dalam penilaian saya sekolah-sekolah berasrama(boarding
school) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan guru asrama.
Masih terdapat dua kutub yang sangat ekstrim antara kegiatan pendidikan
dengan kegiatan pengasuhan. Pendidikan dilakukan oleh guru sekolah dan
pengasuhan dilakukan oleh guru asrama.
4. Lingkungan yang Kondusif
Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam komplek
sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau
bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran, tapi semua orang
dewasa yang ada di boarding school adalah guru. Siswa tidak bisa lagi
diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek
kehidupan dalam berbagai aspek. Guru tidak hanya dilihatnya di dalam kelas,
tapi juga kehidupan kesehariannya. Sehingga ketika kita mengajarkan tertib
bahasa asing misalnya maka semuanya dari mulai tukang sapu sampai
principal berbahasa asing. Begitu juga dalam membangun religius socity,
maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan agama secara baik.
5. Siswa yang heterogen
Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar
belakang yang tingkat heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal dari berbagai
17
daerah yang mempunyai latar belakang social, budaya, tingkat kecerdasan,
kempuan akademik yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk
membangun wawasan national dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-
temannya yang berbeda sehingga sangat baik bagi anak untuk melatih
wisdom anak dan menghargai pluralitas.
6. Jaminan Keamanan
Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan
siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah asrama yang mengadop pola
pendidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib
dibuat sangat rigid lengkap dengan sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Daftar
“dosa” dilist sedemikan rupa dari dosa kecil, menengah sampai berat.
Jaminan keamanan diberikan sekolah berasarama, mulai dari jaminan
kesehatan(tidak terkena penyakit menular), tidak NARKOBA, terhindar dari
pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik(tauran dan perpeloncoan), serta
jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.
7. Jaminan Kualitas
Sekolah berasrama dengan program yang komprehensif-holistik,
fasilitas yang lengkap, guru yang berkualitas, dan lingkungan yang kondusif
dan terkontrol, dapat memberikan jaminan kualitas jika dibandingkan dengan
sekolah konvensional. Dalam sekolah berasrama, pintar tidak pintarnya anak,
baik dan tidak baiknya anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam
anak bersama sekolah. Hampir dapat dipastikan tidak ada variable lain yang
“mengintervensi” perkembangan dan progresivits pendidikan anak, seperti
pada sekolah konvensional yang masih dibantu oleh lembaga bimbingan
belajar, lembaga kursus dan lain-lain. Sekolah-sekolah berasrama dapat
melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejikan bakat
dan potensi individunya.
2.2 TINJAUAN KHUSUS
2.2.1 Pengertian Arsitektur Berkelanjutan
18
Arsitektur berkelanjutan diibaratkan interseksiional dari 3 buah lingkaran
yang menghubungkan permasalahan komunitas sosial, ekonomi, dan
lingkungan, sebagaimananya yang dapat menyelesaikan ketiga permasalahan
tersebut adalah seorang arsitek.
Gambar 2.2.1. Diagram Sustainable Daniel EW.
Sumber : Google Books
Arsitektur berkelanjutan dikategorikan untuk menggambarkan strategi,
komponen, dan teknologi dimana semuanya mengacu untuk menciptakan
bangunan yang mempunyai efek baik kepada lingkungan sekitarnya, kategori
tersebut adalah berdasarkan:
1. Cahaya matahari
2. Penghawaan ruang dalam
3. Panas matahari
4. Ventilasi alami
5. Efisiensi energy
6. Menciptakan energi
7. Bangunan minim limbah
8. Konservasi air
9. Management sampah kering
19
10. Pembaharuan energi
11. Pembaharuan lahan
Sustainable architecture : principles, Paradigms, and Case Study karya
dari James Steele
Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan
kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu
karyawan ke karyawan lain dan paling baik bila ditentukan oleh masyarakat
terkait. Dari 2 buah buku yang diambil pengertiannya mengenai sustainable
desain mereka membahas hal yang sama yaitu bagaimana keterkaitan aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam mendesain. Berikut adalah aspek-aspek
tersebut bila dijabarkan :
1. Keberlanjutan berdasarkan aspek lingkungan sekitar
Pengertian arsitektur berkelanjutan yang pembangunan
mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama karena
memungkinkan terjadinya keterpaduan antarekosistem, yang dikaitkan
dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis
manusia, seperti iklim planet, keberagaman hayati, dan perindustrian.
Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf
pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin
kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari
berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.
2. Keberlanjutan berdasarkan aspek sosial
Pengertian arsitektur berkelanjutan berdasarkan keadaan sosial sekitar
adalah pembangunan yang minimal mampu mempertahankan karakter dari
keadaan sosial setempat. Namun, akan lebih baik lagi apabila pembangunan
tersebut justru meningkatkan kualitas sosial yang telah ada. Setiap orang yang
terlibat dalam pembangunan tersebut, baik sebagai subjek maupun objek,
20
haruslah mendapatkan perlakuan yang adil. Hal ini diperlukan agar tercipta
suatu stabilitas sosial sehingga terbentuk budaya yang kondusif.
3. Keberlanjutan berdasarkan aspek ekonomi
Pengertian arsitektur berkelanjutan berdasarkan keadaan ekonomi
sekitar adalah Yaitu pembangunan yang relatif rendah biaya inisisi dan
operasinya. Selain itu, dari segi ekonomi bisa mendatangkan profit juga,
selain menghadirkan benefit seperti yang telah dilakukan pada aspek-aspek
yang telah disebutkan sebelumnya. Pembangunan ini memilki ciri produktif
secara kuantitas dan kualitasnya, serta memberikan peluang kerja dan
keuntungan lainnya untuk individu kelas menengah dan bawah.
Dapat dikatakan desain yang sustainable adalah desain yang memiliki
kemampuan untuk menjalankan fungsinya secara terus menerus, mampu
meningkatkan taraf hidup penggunanya dan ramah lingkungan. Ramah
lingkungan berarti tidak mengganggu ekosistem, menurut Kisho Kurokawa
dalam prinsip pemikirannya sustainable design adalah grow and recycle,
tumbuh dan dapat mendaur ulang, sustainable design akan berkembang pada
setiap bangunan baru dengan sendirinya akibat merambahnya isu pemanasan
global sekarang ini. Menurut sub-komite dari bangunan sustainable, definisi
sustainable architecture adalah sebuah bangunan yang didesain dengan (Ando
et al.19) :
1. Untuk menghemat penggunaan energi dan sumber daya yang ada serta
meminimalkan racun yang merupakan emisi polutan dalam rumah
2. Untuk mengharmonisasikan desain dengan iklim lokal, tradisi, budaya
dan lingkungan sekitar.
3. Untuk dapat terus berkelanjutan dan dapt meningkatkan kualitas hidup
manusia sementara menjaga kapasitas dari ekosistem pada level lokal
maupun global
Bangunan Hemat Energi
21
Sebuah wacana tentang perlawanan terhadap Global warming pun segera
menjadi sorotan dunia saat ini, tidak terkecuali negara Indonesia yang tercatat
memiliki nilai respon tertinggi 12,6% dari 9 negara lainnya (China, Australia
dan Negara Asia Tenggara) dalam green building survey awal tahun lalu.
Meskipun demikian, Indonesia menempati posisi ke-8 dengan nilai Green
Building Involvemen yang hanya bernilai 38% (konferensi BCI Asia FuturArc
Forum 2008). Itu berarti bahwa penerapan konsep desain yang berwawasan
lingkungan di Indonesia masih sangat perlu ditingkatkan.
Praktisi arsitek, Henry Feriadi mengatakan, pendidikan tentang arsitektur
hemat energi sebenarnya telah diperkenalkan sejak 1970. Namun, dalam
perkembangannya tidak lagi dipedulikan, karena murahnya tarif sumber
energi.”TDL ( tarif dasar listrik ) di Indonesia masih relatif murah, sehingga
orang2 tidak berpikir harus berhemat,”
Arsitektur yang ekologis akan tercipta apabila dalam proses berarsitektur
menggunakan pendekatan desain yang ekologis (alam sebagai basis desain).
Proses pendekatan desain arsitektur yang menggabungkan alam dengan
teknologi, menggunakan alam sebagai basis design, strategi konservasi,
perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada semua tingkatan dan skala untuk
menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap, permukiman dan kota yang
revolusioner dengan menerapkan teknologi dalam perancangannya. Perwujudan
dari desain ekologi arsitektur adalah bangunan yang berwawasan lingkungan
yang sering disebut dengan green building. Hal ini erat kaitannya dengan konsep
arsitektur hijau yang merupakan bagian dari arsitektur berkelanjutan (sustainable
architecture).
Melalui studi banding dan kelompok kerja, SNI Gedung Hemat Energi
yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi (DJEBTKE) akan dilengkapi dengan building
code konservasi energi pada bangunan. SNI yang telah disusun oleh DJEBTKE
adalah:
1. Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung
2. Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada Bangunan Gedung
22
3. Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung
4. Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah
lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green
building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang
mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah
lingkungan (green product).
Bangunan hijau mensyaratkan layout desain bangunan (10 persen),
konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 persen), pemenuhan energi listrik (30
persen), bahan bangunan (15 persen), kualitas udara dalam (20 persen), dan
terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 persen.
Bangunan dirancang dengan massa ruang, keterbukaan ruang, dan
hubungan ruang luar-dalam yang cair, teras lebar, ventilasi bersilangan, dan void
berimbang yang secara klimatik tropis berfungsi untuk sirkulasi pengudaraan
dan pencahayaan alami merata ke seluruh ruangan agar hemat energi.
2.2.2 Pengertian Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami diartikan sebagai cahaya yang masuk ke dalam
ruangan pada bangunan yang berasal dari cahaya matahari. Sebelum masuk
kedalam ruangan melalui bukaan, cahaya ini dapat diproses terlebih dahulu
dengan menggunakan ”shading”. Shading dimaksudkan sebagai penyaring
cahaya yang masuk kedalam ruangan sehingga menghasilkan kualitas
pencahayaan pada ruang yang diinginkan.
Pengertian Cahaya
Menurut The Concise Oxford English Dictionary Cahaya didefinisikan
sebagai unsur alam yang mampu merangsang indera penglihat (mata) atau media
atau kondisi dari ruang dimana memungkinkan mata untuk melihat atau bagian
dari spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata.
23
Cahaya didefinisikan sebagai bagian dari spektrum elektromagnetik yang
dapat ditangkap oleh mata. Cahaya yang nampak adalah cahaya yang dapat
dirasakan oleh mata. Penglihatan adalah kemampuan mata untuk merasakan
cahaya. Cara kerjanya dapat dianalogikan seperti cara kerja video kamera.
Semua cahaya yang terlihat seolah-olah terdiri dari kumpulan satu atau
lebih photon yang menyebar melalui ruang seperti gelombang elektromagnetik.
Pada saat gelap total, mata mampu untuk merasakan photon tunggal, tetapi
secara umum apa yang terlihat pada kehidupan sehari-hari adalah cahaya yang
terbentuk dari milyaran photon yang dihasilkan oleh sumber cahaya dan dari
pantulan objek. Bila melihat ke sekeliling ruangan, kemungkinan sumber cahaya
di dalam ruang memproduksi photon dan objek dalam ruang yang memantulkan
photon tersebut. Mata dapat menyerap beberapa dari photon ini mengalir melalui
ruang dan inilah cahaya yang terlihat.
Satuan kuat cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya adalah lumen,
namun lumen tidak mendeskripsikan bagaimana keluaran cahaya
didistribusikan. Kandela (Candlepower) mendeskripsikan intensitas sinar pada
semua arah. Lumen dari suatu sumber cahaya akan menerangi permukaan, maka
Iluminasi adalah satuan dari jumlah kekuatan cahaya yang jatuh pada setiap
meter persegi permukaan semu suatu sumber cahaya atau suatu permukaan yang
diterangi. Pada saat gelombang cahaya menyentuh sebuah objek, apa yang
terjadi padanya tergantung energi yang terdapat pada gelombang cahaya
tersebut.
Berdasarkan tiga faktor, empat hal yang berbeda dapat terjadi saat
cahaya menyentuh sebuah objek adalah sebagai berikut:
1. Gelombang dapat dipantulkan atau menyebar pada objek.
2. Gelombang dapat diserap oleh objek.
3. Gelombang dapat dibelokkan melalui objek.
4. Gelombang dapat melewati objek tanpa ada efek dan lebih dari satu dari
beberapa kemungkinan dapat terjadi dengan segera.
Tranmisi adalah bila frekuensi atau energi dari gelombang cahaya
berikutnya lebih tinggi atau lebih rendah dari frekuensi yang dibutuhkan untuk
24
membuat elektron dalam material bergetar, kemudian elektron tidak akan
menangkap energi dalam cahaya dan gelombang akan melewati material tanpa
berubah. Sebagai hasil, material akan transparan pada frekuensi cahaya. Berikut
adalah skema pemasukan cahaya dapat masuk ke dalam bangunan:
Gambar 2.2.2. Diagram cahaya masuk dalam ruang
Sumber : Sustainable Design”ecology,architecture, and Planning
Keterangan :
1. Cahaya langsung dari matahari pada bidang kerja.
2. Cahaya pantulan dari benda-benda sekitar.
3. Cahaya pantulan dari halaman, yang untuk kedua kalinya dipantulkan
oleh langit-langit dan/atau dinding ke arah bidang kerja.
4. Cahaya yang jatuh dilantai dan dipantulkan lagi oleh langit-langit
Difraksi dan Diagram Matahari
Sudut jatuh ditentukan oleh posisi relatif matahari dan tempat
pengamatan di bumi serta tergantung pada sudut lintang geografis tempat
25
pengamatan, musim dan lama penyinaran harian yang ditentukan oleh garis
bujur geografis tempat pengamatan. Menurut Lippsmeier untuk orientasi
bangunan dan perlindungan terhadap cahaya matahari, berlaku aturan-aturan
dasar berikut:
1. Sebaiknya fasade terbuka menghadap ke selatan atau utara, agar meniadakan
radiasi langsung dari cahaya matahari rendah dan konsentrasi tertentu yang
menimbulkan panas
2. Pada daerah iklim tropika basah diperlukan pelindung untuk semua lubang
bangunan terhadap cahaya langsung dan tidak langsung, bahkan bila perlu
untuk seluruh bidang bangunan, karena bila langit tertutup awan, seluruh
bidang langit merupakan sumber cahaya.
3. Di daerah iklim tropika kering dalam musim panas diperlukan pelindung
untuk lubang-lubang pada dinding bangunan tertutup. Dalam musim dingin
kadang-kadang dibutuhkan juga Sudut jatuhnya cahaya matahari dapat
ditentukan melalui pengamatan langsung, perhitungan matematis dan
penggambaran grafis.
2.2.3 Pemanfaatan Pencahayaan dan Aplikasi
Memanfaatkan cahaya mahari yang masuk ke dalam bangunan dapat
mengontrol pula penggunaan energi pada bangunan, namun pemasukan cahaya
kedalam bangunan menimbulkan banyak permasalahan terutama dikaitkan
dengan panas dan visual. Panas yang masuk ke dalam bangunan akibat cahaya
matahari yang masuk langsung ke dalam sehingga suhu dalam ruang
meninggkat. Dalam visualisasi juga berpengaruh misal sebuah ruangan yang
membutuhkan kaca besar untuk mengambil view sebesar-besarnya namun hal
tersebut dapat membuat cahaya matahari masuk langsung. Berikut adalah hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam mengontrol cahaya matahari yang masuk ke
dalam bangunan untuk memperoleh kenyamanan pengguna ruangnya:
1. Pembayangan
Bayangan dari cahaya matahari diperlukan dalam mengurangi panas
akibat cahaya matahari yang terkena ke bangunan, bila digabungkan dengan
26
konsep arah peletakan bangunan yang tepat maka pembayangan akan lebih
efektif. Penggunaan kaca hemat energi (low-transmission glass) tidak dapat
mengalahkan keefektifan dari penggunaan pembayangan pada bangunan
karena kaca hemat energi hanya mampu mencegah cahaya matahari yang
masuk sebanyak 10% (William. M, 2003)
Gambar 2.2.3. Perbandingan pembayangan dan kaca rendah energi
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
2. Pengalihan pencahayaan matahari
Distribusi cahaya dimana cahaya dibutuhkan untuk meminimalisir
penggunaan cahaya buatan, namun dalam keadaan nyata distribusi cahaya
matahari pada bangunan tidak tersebar secara merata, hanya daerah dekat
jendela memiliki pencahayaan paling kuat, yang dapat dilakukan adalah
dengan mengalihkan cahaya agar tingkat penerangan setiap area ruang
merata.
27
Gambar 2.2.4. Pemantulan cahaya dalam ruang
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
3. Pengambilan view ke luar
Maksimalkan view ke luar bangunan dengan membuka bukaan ke arah
view bagus dan menghalangi view ke arah area tidak bagus. Penggunaan kisi-
kisi pada bukaan merupakan solusi untuk membiarkan cahaya masuk namun
view yang tidak bagus dapat terhalangi
Gambar 2.2.5. Ilustrasi penghalangan view
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
Penggunaan langit-langit sebagai elemen pemantulan cahaya
Pada umumnya bangunan tidak memperhatikan lapisan atas ruangan
padahal bagian plafon merupakan elemen penting dalam pemantulan cahaya
yang masuk. Dalam menerapkan elemen pemantulan cahaya pada langit-langit
bangunan diperlukan beberapa hal yang diperhatikan yaitu:
1. Letakan sumber cahaya sejauh mungkin dari langit-langit
Hal ini dapat dilakukan dengan menaikan tinggi plafon atau menurunkan
sumber masuknya cahaya.
28
Gambar 2.2.6. ilustrasi plafon tinggi dan sumber cahaya rendah
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
2. Letak dan pilih bentuk elemen pemantul untuk mengarahkan cahaya
Untuk menghindari silau cahaya matahari yang masuk maka bentuk dan
letak elemen pemantul perlu di perhatikan nantinya agar tepat dipantulkan
langit-langit.
Gambar 2.2.7. ilustrasi elemen pemantul cahaya
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
3. Penggunaan material yang memiliki daya reflektif tinggi
Gambar 2.2.8. ilustrasi perbandingan material reflektif dan tidak reflektif
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
4. Perluas area pemantulan pada langit-langit
29
Dengan memberikan elemen bentuk tambahan pada langit-langit akan
memperluasan area pantulan cahaya dari luar
Gambar 2.2.9. ilustrasi perbandingan material reflektif dan tidak reflektif pada langit-
langit
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
Penggunaan lightshelf dalam pemasukan cahaya
Lightshelf memiliki bentuk seperti 2 buah kanopi dengan membantu
pembayangan pada bukaan tanpa menghalangi view, lightshelf juga membantu
pemantulan cahaya ke dalam ruang secara tidak langsung. Penggunaan
lightshelft pada bangunan memang mahal dalam konstruksinya disbanding
menggunakan kisi-kisi namun dari sisi perawatannya sangat minim dibanding
elemen pelindung cahaya matahari lainnya. Berikut adalah jenis-jenis lightshelf
yang dapat diterapkan pada bangunan:
1. Penerapan lightshelf dengan meletakannya diatas jendela kemudian elemen
horizontal diletakan seperti kanopi dan diberi penerusan hingga ke dalam
banguan sehingga pemantulan dapat terjadi dengan baik
Gambar 2.2.10. ilustrasi elemen pemantul cahaya 1
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
30
2. Penerapan lightshelf dengan meletakannya diatas jendela kemudian elemen
horizontal dibuat menurun untuk memantulkan cahaya keluar, tipe lightshelf
seperti ini digunakan untuk ruangan yang tidak membutuhkan cahaya terlalu
banyak tetapi menginginkan bentuk fasade bukaan yang sama seperti
ruangan yang memerlukan cahaya lebih.
Gambar 2.2.11. ilustrasi elemen pemantul cahaya 2
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
3. Penerapan lightshelf dengan meletakannya diatas jendela kemudian elemen
horizontal dibuat menghadap ke dalam ruang untuk memantulkan cahaya
matahari lebih banyak.
Gambar 2.2.12. ilustrasi elemen pemantul cahaya 3
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
4. Penerapan lightshelf sama dengan seperti contoh-contoh diatasnya namun
ada penambahan elemen vertikal guna menambah pantulan cahaya matahari
ke dalam bangunan, tipe lightshelf ini biasanya diterapkna bagi bangunan
31
yang susah utnuk mendapat pencahayaan dari luar ataupun pada bagunan
yang menghadap sisi utara dan selatan.
Gambar 2.2.13. ilustrasi elemen pemantul cahaya 4
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
Penggunaan cahaya matahari central dari atas bangunan
Pemasukan cahaya dari atas (toplighting) memiliki banyak manfaat
diataranya adalah dapat diletakan dimana saja dengan pengaruh yang kecil
terhadap struktur atas bangunan, biaya lebih murah karena tidak perlu
menghasilkan bentukan-bentukan bukaan pada massa bangunan, efisien dalam
menjangkau area gelap dalam bangunan, dan sekaligus memberikan view ke atas
langit. Namun, pencahayaan pun memiliki kelemahan yaitu dapat menyebabkan
panas berlebih pada dalam bangunan akibat cahaya dari atas dapat masuk
dengan langsung ke bangunan. Pengatasan cahaya yang masuk secara langsung
tersebut dapat diatasi dengan membuat cahaya tersebut dipantulkan melalui
dinding samping bangunannya.
Gambar 2.2.14. ilustrasi pemantulan cahaya dari atas melalui dinding
32
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
Selain dinding samping bangunan, elemen estetika dalam bangunan pun
dapat diterapkan hal yang sama dalam teori pemantulan matahari langsung,
diantaranya adalah kolam pantul, kolam ikan, sculpture dan lain-lain.
Gambar 2.2.15. ilustrasi pemanatulan cahaya melalui elemen lain
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
Berikut adalah jenis-jenis bukaan dari atas yang digunakan untuk
pemasukan cahaya matahari dari atas bangunan:
6
33
Gambar 2.2.16. Jenis bukaan pemasukan cahaya dari atas
Sumber : Sunlight as Formgiver For Architecture
Keterangan:
1. Court, adalah sebuah area terbuka keatas dan disekitarnya dikelilingi
dinding bangunan
2. Atrium, adalah bagian tengah ruangan atau bangunan yang bagian
atasnya dibuka hingga atap
3. Lightcourt, sebuah area lapang yang dirancang untuk memaksimalkan
pencahayaan pada bangunan yang berdekatan
4. Litrium, sebuah atrium yang dirancang untuk memaksimalkan cahaya
pada bangunan yang berdekatan
5. Lightwell, bukaan vertikal yang melewati satu atau beberapa lantai
dalam bangunan untuk menyalurkan cahaya alami pada area yang
berdekatan.
6. Pengamplikasian elemen tegak terhadap bukaan atas untuk
pemantulan cahaya matahari masuk ke dalam ruang
Bentuk bangunan dan massa bangunan mempengaruhi bagaimana cara
cahaya matahari dapat masuk ke dalam bangunan. Bukaan bangunan adalah
faktor utama dalam element fasade yang membentuk komposisi tampak suatu
bangunan, dan bukaan tersebut menjadi faktor penting untuk membuat cahaya
matahari masuk ke dalam bangunan contohnya skylight, clerestory light, jendela,
dan pantulan cahaya dari ruangan lain. Antara skylight dan clerestory light
(jendela yang berada di dinding atas) sama-sama memberikan peluang cahaya
masuk lebih banyak karena berasal dari atas. Berikut adalah contoh-contoh
bukaan berdasarkan cara pemasukan cahayanya :
1. Bukaan yang diletakan tinggi sekitar 2,5 kali tinggi dari jendela, bukaan ini
mengoptimalkan cahaya matahari yang masuk
34
Gambar 2.2.17. Cahaya jendela tinggi
Sumber : Gelfand Partners Architect
2. Bukaan yang biasa pada bangunan-bangunan umumnya yang diletakan
ditengah tinggi dindingnya, jenis bukaan ini untuk mengoptimalkan view ke
sekitar.
Gambar 2.2.18. Cahaya jendela tengah
Sumber : Gelfand Partners Architect
3. Bukaan dari atas / skylight pada tengah bangunan menciptakan
sumber cahaya masuk ketika skylight berikutnya membantu
menyeimbangkan pencahayaan ruangan
35
Gambar 2.2.19. Cahaya skylight
Sumber : Gelfand Partners Architect
Jendela dan Ruang Kelas
Kata jendela “Window” berasal dari Old Norse vindauga, asal kata vindr
"wind" dan auga "eye". Kata "Vindauga" masih digunakan di Icelandic, dialek
bangsa Norwegia yang digunakan untuk menyebut window. Kata window
dikenal pada awal abad 13, dimaksudkan kepada lubang tanpa kaca pada bagian
dalam atap. Secara historis “windows” dirancang dengan permukaan paralel
pada dinding vertikal bangunan. Rancangannya membolehkan cahaya matahari
dan panas menekan masuk kedalam bangunan. Rancangan umum
kemiringannya kira-kira 45-35 derajat dari sudut datangnya cahaya matahari.
Gambar 2.2.20. Jenis-jenis jendela
Sumber : Gelfand Partners Architect
Jendela/bukaan barangkali salah satu aspek paling kompleks dari
lingkungan kelas. Jendela dapat menyediakan suatu kelas dengan pencahayaan
alami, pandangan- pandangan, ventilasi dan komunikasi dengan dunia luar.
Mereka dapat juga membiarkan ketidak nyamanan termal, silau, kebisingan dan
kebingungan- kebingungan
menuju kelas.
36
Gambar 2.2.21. Macam-macam shading bangunan
Sumber : Gelfand Partners Architect
Menurut Mary Guzowski rancangan dan bentuk jendela adalah
pertimbangan yang paling akhir. Ukuran, posisi, karakteristik seksional, dan
berhubungan dengan permukaan lainnya akhirnya mendefinisikan pengalaman
luminasi di dalam ruang. Jendela memainkan banyak peran dan mengambil
banyak tugas. Jendela dapat ditempatkan didalam, penyaring dari bagian luar,
bingkai dari pemandangan danbanyak lainnya. Banyak program, estetika dan
faktor pengalaman dipertimbangkan dalam menentukan bentuk jendela yang
sesuai. Perhatian tertentu adalah ukuran jendela, lokasi dan detail.
Ukuran Jendela
Perhatian selalu kepada ukuran jendela (atau Glazing Area/daerah kaca)
karena dampak dari daerah kaca pada konsumsi energi. Ukuran jendela dan
pengaruhnya pada pencahayaan alami harus selalu dipertimbangkan dari
perspektif yang lebih luas dimana mungkin termasuk hubungan pada lokasi,
potensi lokasi atau mood dari cahaya, kenyamanan manusia, wayfinding,
artikulasi dari bentuk, dan relief visual.
Jendela yang kecil secara tipikal menciptakan kutub yang berbeda dari
pencahayaan yang menghadirkan ruang dengan irama dari cahaya dan bayangan.
Jendela yang kecil mendefinisikan batasan antara bagian dalam dan bagian luar
yang mana ditekankan oleh kontras antara Massa dan Dinding dan daerah kecil
dari kaca. Apabila ukuran jendela ditambah akan bersesuaian dengan
pengurangan keduanya kontras cahaya dan bayangan dan batasan antara bagian
dalam dan bagian luar. Jendela yang kecil dapat digunakan untuk membingkai
pemandangan tertentu atauhubungan pada bagian luar, fokus perhatian pada
tampilan lingkungan yang spesial atau unik. Sebaliknya ukuran jendela yang
37
besar menciptakan kekurangan batasan diskriminasi antara bagian luar dan
bagian dalam-hal itu memasukkan lokasi dan landscape kepada interior.
Posisi Jendela
Posisi jendela pada dinding atau plafon berpengaruh bagaimana cahaya
akan didistribusikan dan hubungan apa yang akan terjadi dengan pekerjaan,
aktivitas dan pengalaman dalam ruang. Jendela rendah, sebagai contoh,
menyediakan kesempatan untuk mengambil keuntungan dari pemantulan cahaya
dari tanah, yang mana dapat dilangsungkan kembali dari permukaan eksterior
dan lantai untuk membawa cahaya kedalam ruang (mengasumsikan bahwa
warna-cahaya permukaan digunakan dan lantai tidak dihalangi oleh objek).
Posisi jendela yang rendah, kesempatan yang terbaik untuk memberikan
hubungan visual langsung kepada lokasi dan landscape. Posisi jendela yang
sedang sangat populer untuk mengkombinasikan pemandangan, pemantulan
cahaya, dan optimalisasi lokasi untuk ventilasi dalam yang dekat dengan
penghuni. Apabila tinggi jendela ditambah, menjadi sangat privasi. Jendela yang
tinggi menggantikan hubungan visual dari bumi menuju langit, yang juga
membolehkan cahaya untuk menekan kedalam pada ruang. Harus lebih hati-hati
dengan jendela yang tinggi karena permukaan dibawah jendela mungkin keluar
dari pembayangan, dapat menciptakan kontras yang berlebihan antara jendela
dan dinding.
2.2.4 Hubungan Cahaya dengan Aspek Lainnya
Hubungan Cahaya dan Manusia
Cahaya matahari dengan kecepatan rambat kira-kira 360.106 km/jam dan
energi kalor sebesar 6 juta kkal akan menciptakan energi dalam wujud dan
bentuk yang berbeda. Area pencahayaan melingkupi banyak cara. Tiap lapisan
cahaya dapat dijelajahi dan kembangkan. Infleksi (perubahan) cahaya dapat
menjadi inspirasi dan motivasi dalam ruang, mengantarkan imaginasi dan
mensublimasi (menaikkan) impian menjadi alam kenyataan.
38
Perancangan pencahayaan yang baik harus diperuntukkan tidak hanya
bagi kebutuhan akan tampilan visual, tetapi juga untuk kebutuhan biologis
manusia akan cahaya yang juga berhubungan dengan gaya hidup dan
kebudayaan.
1. Kebutuhan akan orientasi spasial, sistem pencahayaan harus dapat membantu
menunjukkan tempat dan arah.
2. Kebutuhan akan orientasi waktu, sistem pencahayaan harus dapat
memberikan feedback akan jalannya waktu yang dibutuhkan oleh jam internal
dalam tubuh manusia.
3. Kebutuhan untuk mengerti bentuk struktur , kebutuhan untuk mengerti bentuk
fisik dapat dikacaukan oleh pencahayaan yang bertentangan dengan realita
fisik, dengan kegelapan yang pekat, maupun dengan penerangan tersebar
yang meratakan penampilan objek.
4. Kebutuhan untuk fokus pada kegiatan, pencahayaan dapat membantu
membentuk susunan kegiatan dan dengan memberikan penerangan lebih pada
area kegiatan yang paling relevan.
5. Kebutuhan untuk ruang personal, cahaya dan daerah gelap pada ruang besar
dapat membantu mendefinisikan ruang personal bagi setiap individu.
Hubungan Cahaya dan Ruang
Ruang selalu melingkupi keberadaan manusia. Melalui pewadahan
ruanglah manusia bergerak, melihat bentuk-bentuk dan benda-benda, mendengar
suara-suara, merasakan angin bertiup, mencium bau semerbak bunga-bunga
kebun yang mekar. Itulah ruang seperti kayu atau batu, meskipun sifatnya tak
berbentuk. Pada ruang, bentuk visual, kualitas cahaya, dimensi dan skala
ditentukan oleh batas-batas yang telah ditentukan oleh unsur-unsur bentuk.
Ruang ada disebelah dalam dan luar bangunan, disekitar dan diantara
bangunan-bangunan. Itulah elemen dimana manusia bereaksi apabila mengalami
lingkungan mereka.
39
Hubungan Cahaya, Bentuk, dan Massa Bangunan
Menurut Mary Guzowski Rancangan Massa Bangunan yang bijaksana
selalu memperhatikan pemanfaatan pencahayaan alami untuk menghemat biaya,
cara perawatan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk iluminasi. Banyak
preseden yang berkembang pada bangunan sekolah dari abad 19 dan awal abad
20 yang mengungkapkan strategi pencahayaan alami yang sukses melalui Massa
Bangunan yang tipis, atrium, lightwells dan courtyard. Strategi ini digunakan
untuk memanfaatkan pencahayaan alami, mengurangi kelebihan kontras dari
cahaya secara sepihak (satu-sisi), menambah distrbusi pencahayaan alami, dan
memberikan view yang baik. Beragam konfigurasi untuk pencahayaan
diantaranya bentuk L, bentuk U, Donut, dan bentuk tipis linear.
1. Bentuk Linear
Massa Bangunan dengan konfigurasi linear memiliki rasio panjang-
lebar yang menempatkan sidelighting dengan batasan yang cukup. Orientasi
menjadi sangat penting karena satu aspek dari bangunan lebih panjang dari
aspek lainnya. Bila panjang memiliki orientasi ke arah Timur-Barat,
pencahayaan alami dapat dipasangkan dengan pemanasan pasif atau
pendinginan menurut musim. Berlawanan apabila panjang memiliki orientasi
ke arah sumbu Utara-Selatan, dapat membentuk simetri, antara bentuk
bangunan dan pergerakan matahari Timur-Barat, dimana mengacu kepada
pergerakan matahari harian. Pada orientasi yang lain, lokasi jendela
membutuhkan pertimbangan secara hati-hati di dalam konteks luminasi dan
objektermal. Apabila Bentuk Linear memiliki aspek panjang dan pendek,
kesempatan yang berbeda pada setiap sisi bangunan. Tergantung kepada
orientasi, iklim, arah mata angin, dan program, setiap façade mungkin
ditampilkan secara berbeda untuk memasukkan atau mengendalikan
pencahayaan, pemanfaatan matahari, dan ventilasi.
2. Bentuk Terpusat
Bentuk Terpusat memiliki internal core yang secara tipikal sebuah
vocal point disekitarnya dimana ruang yang lain terorganisasi.
40
Kecenderungan kepada fokus internal, dimana melihat bagian sebaik melihat
bagian dalam. Massa Bangunan yang tebal dihasilkan dari pemusatan dimana
secara umum sama dengan rasio panjang- lebar. Biasanya untuk mengurangi
kedalamna yang nyata dari bentuk terpusat dengan memasukkan atrium,
lightwells atau courtyard, secara keseluruhan cenderung menjadi focal point
dari bangunan. Bentuk Terpusat mungkin hanya menggunakan satudari
strategi ini, meskipun tidak biasa untuk menemukan atrium, lightwells atau
courtyard pada bangunan yang sama, profil bangunan yang tipis dan zoning
aktivitas luminasi secara hati-hati (penempatan wilayah servis, gudang dan
sirkulasi pada interior melawan pencahayaan didekat selubung batas) dapat
membantu untukmenyediakan pencahayaan. Dimana massa yang tebal
dengan banyak lantai tidak dapat dihindarkan pada lokasi, programmatic,
estetika dan perhatian ekonomis.
3. Bentuk Cluster
Bentuk Bangunan Cluster tidak terpisahkan lebih sedikit sulit untuk
pencahayaan alami dibandingkan Bentuk Bangunan Tebal. Karena Bentuk
Cluster adalah susunan dari rangkaian massa-massa kecil dalam beragam
konfigurasi,wilayah permukaan yang luas sangat baik untuk toplighting atau
sidelighting. Ruang negative antara massa (bagian dalam dan bagian luar) dan
sayap bangunan dapat juga digunakan untuk menghasilkan dan membawa
cahaya menuju ruang yang bersebelahan.
Hubungan Cahaya dan Orientasi Bangunan
Perlu diperhatikan dalam orientasi banguan dapal tapak karena dengan
kita memperhatikan arah orientasi banguunan maka dapat mempertahankan
keseimbangan antara periode kekurangan panas dimana radiasi diperlukan dan
periode kelebihan panas dimana radiasi matahari harus dihindari. Lintasan
matahari pun bervariasi tergantung pada musim dan lokasi tapak, Indonesia
terletak di daerah tropis lembab sehingga membutuhkan perlakuan khusus,
berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Bentuk bangunan memanjang arah timur-barat dengan bidang timur
41
2. dan barat sekecil mungkin
3. Mengurangi pemanasan matahari
4. Memanfaatkan angin agar terjadi pendinginan karena penguapan.
5. Sebaiknya memasang kisi peneduh matahari pada jendela dan ruang outdoor.
Gambar 2.2.22. Orientasi Matahari Tropis Lembab
Sumber : Buku Fisika Jl2
2.2.5 Standar Besar Kekuatan Cahaya Berdasarkan Ruang
Standar tingkat pencahayaan dalam ruang akan mempengaruhi
bagaimana desain besarnya bukaan bangunan nantinya, sehingga kekuatan
cahaya tidak akan berlebihan dan ditempatkan pada sesuai fungsi ruang sehingga
tidak akan menimbulkan efek panas yang berlebih dalam ruang namun akan
menghemat pemakaian pencahayaan buatan dalam ruangan. Dalam tingkatan
pencahayaannya diatur oleh SNI, berikut adalah rincian garis besarnya:
No Fungsi RuangTingkat
Pencahayaan (Lux)
1 Hunian (Asrama) Teras 60 Ruang Tamu 120 - 250 Ruang Makan 120 - 250 Ruang Kerja 120 - 250 Kamar Tidur 120 - 250
42
Kamar Mandi 250 Dapur / Pantry 250 Lobby, koridor 100 Ballroom 200 Cafetaria 250
2 Sekolah Ruang Guru 350 Ruang Komputer 350 Ruang rapat 300 Ruang gambar Kerja kasar dengan detail besar 200 Kerja Umum detail wajar 400 Kerja Lumayan detail 600 Kerja detail kecil (rakit barang,jahit) 900
Kerja sangat detail (potong batu, ukur benda
kecil) 1300-2000 Kerja luar biasa detail (arloji, instrumen kecil) 2000-3000 Gudang Arsip 150 Ruang arsip aktif 300 Ruang kelas 250 Perpustakaan 300 Laboratorium 500 Kantin 200
Tabel 2.2.1. Kekuatan standar pencahayaam
2.2.6 Pengaruh Pencahayaan pada Thermal Ruang
Pencahayaan yang masuk secara tidak langsung menyebabkan kondisi
themal ruang menjadi meningkat, prinsip ini ditulis oleh Robert Vale dalam
bukunya yang berjudul Green Architecture for A Sustainable Future dengan
menyebutkan bagaimana pencahayaan tidak lepas dengan pengaruh themal dari
matahari itu sendiri. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kenyaman
thermal dalam ruangan :
1. Transmisi Panas
Mengurangi transmisi panas dari dinding-dinding massif yang
terkena radiasi matahari langsung, dengan melakukan penyelesaian
rancangan tertentu, misalnya:
a. Membuat dinding lapis (berongga) yang diberi ventilasi pada rongganya.
43
b. Menenpatkan ruang-ruang service (tangga, toilet, pantry, gudang, dan
sebgainya).
c. Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit-langit (pada
bangunan rendah) agar tidak terjadi akumulasi panas pada ruang tersebut.
2. Orientasi Bangunan Utara-Selatan (Memanjang Timur-Barat)
Efek dari orientasi bangunan, ketebalan dinding, dan warna dinding
terhadap suhu udara di dalam bangunan diperlihatkan oleh percobaan
Givoni. Di kawasan sekitar equator, sisi barat-timur mendapatkan panas
yang lebih tinggi disbanding sisi utara-selatan. Dalam percobaan dengan
dinding warna putih, terlihat bahwa suhu udara ruang berfluktuasi terhadap
suhu udara luar. Pada siang hari umumnya suhu udara di dalam bangunan
lebih rendah dibanding suhu luar, sementara malam hari suhu udara di
dalam bangunan lebih tinggi disbanding suhu luar.
Semakin tebal dinding, fluktuasi semakin kecil, karena kondisi suhu
udara di dalam bangunan semakin stabil. Efek orientasi bangunan terhadap
suhu udara di dalam bangunan juga tampak jelas. Suhu ruang rata-rata pada
sisi dinding timur-barat lebih tinggi disbanding suhu ruang pada sisi selatan.
Perbedaan suhu ruang rata-rata timur-barat dengan ruang sisi selatan
mencapai hamper 1°C untuk dinding tipis (10cm) dan lebih dari 1,5°C untuk
dinding tebal (20cm).
3. Organisasi ruang
Dengan meletakan aktivitas/ruang utama di tengah tangunan, diapit
oleh ruang-ruang penunjang/service di Sisi timur-barat. Dinding ruang di
bagian barat akan mendapatkan radiasi matahari siang dan sore yang sangat
tinggi, dan membuat ruang di dalamnya panas.
4. Memaksimalkan Pelepasan Panas Bangunan
Pelepasan panas bangunan ke udara di sekitarnya terjadi melalui
proses radiasi, konduksi, dan konveksi. Pelepasan panas bangunan melalui
proses radiasi umumnya terjadi pada malam hari ketika suhu udara sekitar
bangunan turun, maka terjadi perpindahan panassecara radiasi dari
bangunan ke udara di sekitarnya. Pelepasan panas melalui proses konduksi
44
terjadi dari bangunan ke tanah, dimana panas bangunan mengalir melalui
struktur, dinding, dan lantai ke tanah di bawahnya. Sementara itu, pelepasan
panas melalu konveksi terjadi setiap waktu, dimana angin yang bersuhu
lebih rendah dari suhu bangunanakan bersinggungan dengan bagian-bagian
bangunan seperti atap, dinding, termasuk bagian dalam bangunan (melalui
proses ventilasi). Udara yang bergerak (angin) mengambil panas dari
bagian-bagian bangunan yang disentuhnya sehingga bagian bangunan
teresebut menjadi lebih dingin.
Salah satu hal penting adalah membuat rancangan bangunan yang
memungkinkan perpindahan panas secara konveksi berlangsung optimal,
yakni membuat bukaan, jendela, jalusi, dan sebagainya yang memungkinkan
ventilasi udara silang terjadi secara optimal di dalam bangunan. Aliran
udara sangat berpengaruh menciptakan ‘efek dingin’ pada tubuh manusia
sehingga sangat membantu pencapaian kenyamanan termis manusia.
5. Meninimalkan Radiasi Panas dari Plafon (untuk Lantai Teratas)
Untuk meminimalkan radiasi panas yang berasal dari plafon, perlu
diusahakan agar ‘ruang atap’, yakni ruang diantara penutup atap dan langit-
langit, diberi ventilasi semaksimal mungkin. Dalam membuat bukaan perlu
dicegah masuknya burung atau kelelawar ke dalam ‘ruang atap’, untuk itu
lubang-lubang ventilasi perlu diberi kawat (ayakan pasir). Atap yang cukup
tinggi (volume ruang antara penutup atap dan langit-langit besar) membantu
mengurangi pemanasan ruang-ruang yang berada di bawahnya.
6. Hindari Radiasi Matahari Memasuki Bangunan atau Mengenai Bidang Kaca
Ketika sinar matahari secara langsung menembus bidang kaca,
radiasi yang dipancarkan matahari dalam bentuk gelombang pendek akan
memanaskan benda-benda di dalam bangunan tersebut seperti lantai, meja,
kursi, manusia, serta kaca itu sendiri. Akibat pemanasan tersebut, benda-
benda akan memancarkan kembali radiasinya, dalam bentuk gelombang
panjang, ke udara di sekelilingnya.
Karena bahan kaca umumnya tidak dapat meneruskan gelombang
panjang, panas yang ditimbulkan oleh benda-benda tersebut akhirnya tidak
45
dapat keluar dari bangunan dan terperangkap di dalamnya. Hal ini
mengakibatkan kenaikan suhu ruang akibat radiasi. Peristiwa ini disebut
dengan the green house effect. Rumah kaca memanaskan ruang akibat dari
pemanasan benda-benda di dalam ruang. Pemanasan ini sering kali dijawab
dengan memasang mesin pendingin (AC), sehingga memerlukan energi
yang seharusnya tidak perlu. Selasar di tepi bangunan mencegah masuknya
radiasi matahari secara langsung ke bidang kaca, dapat mencegah
terjadinya efek rumah kaca.
7. Manfaatkan Radiasi Matahari Tidak Langsung untuk Menerangi Ruang
dalam Bangunan
Untuk menerangi ruang, usahakan mengambil cahaya langit, bukan
cahaya langsung matahari. Cahaya langit adalah cahaya yang dihasilkan dari
cahaya diffuse matahari. Cahaya ini tidak memberikan efek pemanasan
terhadap ruang yang diterangi.
Untuk daerah di wilayah selatan equator seperti Bandung dan
Jakarta, sisi selatan banguan tidak akan mendapatkan cahaya langsung
matahari antara April hingga September. Sementara untuk sisi utara tidak
akan mendapatkan cahaya langsung antara Oktober hingga Maret. Sky light
plafon merupakan penerangan alami yang diciptakan dari plafon yang
diemnsinya dibuat optimal agar cahaya masuk secukupnya tanpa
memanaskan ruang.
8. Optimalkan Ventilasi Silang (untuk Bangunan Non-AC)
Jika ruang tidak menggunakan AC, usahakan agar terjadi aliran
udara yang menerus (ventilasi silang) di dalam rumah, terutama bagi ruang-
ruang yang dirasa panas. Dari sisi akustik hal ini memang kurang
menguntungkan, namun ini merupakan pilihan, mana yang perlu
dikalahkan. Aliran udara penting untukmenciptakan efek dingin bagi tubuh
manusia. Ventilasi silang terjadi jika ada sedikit dua bukaan di sisi yang
berbeda di bangunan.
9. Warna dan Tekstur Dinding Luar Bangunan
46
Warna terang cenderung memantulkan panas, sementara itu warna
gelap menyerap lebih banyak panas. Tekstur kasar menyerap lebih banyak
panas disbanding tekstur halus.
10. Rancangan Ruang Luar
Meminimalkan penggunaan material keras (beton, aspal) untuk
menutup permukaan halaman, taman atau parkir tanpa adanya peneduh.
Material keras yang terkena radiasi matahari langsung akan menaikkan suhu
udara di sekitar rumah dan akhirnya membuat ruangan di dalam rumah
panas.
2.3 STUDI BANDING
2.3.1 Bangunan Asrama
1. Asrama Mahasiswa Institut Pertanian Bogor
Deklarasi UNESCO merumuskan empat pilar konsep pendidikan
perguruan tinggi, yaitu selalu belajar untuk mencari tahu guna menguasai bidang
ilmu (learning how to know), selalu belajar belajar melatih diri untuk
memperoleh keterampilan dalam mengaplikasikan bidang ilmu (learning to do),
selalu belajar untuk memerankan profesi bidang ilmu (learning to be), dan selalu
belajar untuk bagaimana hidup bermasyarakat (learning how to live together).
Dalam pelaksanaan pendidikan perguruan tinggi, IPB menjabarkan dan
mengaplikasikan deklarasi tersebut dalam lima pilar konsep pendidikan, yaitu
profesionalisme, kepekaan sosial, kepedulian terhadap lingkungan, jiwa
kewirausahaan dan moral.
Oleh karena itu, didirikan Asrama TPB IPB sebagai perwujudan dari
pelaksanaan lima pilar konsep pendidikan tersebut. Dalam pelaksanaannya
asrama ini diwajibkan bagi mahasiswa baru tingkat 1 program sarjana IPB
dengan masa kepenghunian 1 tahun.
47
Gambar 2.3.1. Asrama Mahasiswa IPB
Sumber : google
Asrama TPB IPB telah menjadi benchmark bagi berbagai perguruan
tinggi dalam pengelolaan asrama serta pembinaan mahasiswa. Hal ini terlihat
pada berbagai kunjungan ke asrama TPB untuk melakukan studi banding. Selain
telah menjadi benchmark bagi berbagai perguruan tinggi, Asrama Tingkat
Persiapan Bersama memiliki berbagai keunggulan lainnya diantaranya :
1. Mahasiswa mendapatkan pembinan akademik, multibudaya dan kesempatan
mengikuti program-program pengembangan diri.
2. Mahasiswa mempunyai peluang berinteraksi dengan berbagai latar belakang
bidang ilmu, budaya, agama dan suku.
3. Tersedianya jasa layanan terpadu berupa klinik kesehatan, cyber asrama
(internet gratis), kantin, dan warung.
4. Akses pada fasilitas akademik dengan waktu lebih leluasa baik siang
maupun malam hari.
Asrama TPB IPB merupakan Asrama yang wajib dihuni oleh Mahasiswa
Tingkat Pertama selama satu tahun (2 semester). Fasilitas Asrama TPB IPB :
1. Fasilitas Gedung
Asrama TPB IPB memiliki dua lokasi, yaitu : Asrama Putri dan Asrama
Putra.
48
Asrama Putri terdiri dari empat Gedung, yaitu : Gedung A1, Gedung A2,
Gedung A3, Gedung Rusunawa.
Asrama Putra terdiri dari tiga Gedung, yaitu : Gedung C1, Gedung C2,
Gedung C3.
Fasilitas Gedung : Televisi, Ruang bersama, Mushola, Halaman tempat
jemuran, kamar mandi, tempat mencuci pakaian, dll.
Setiap gedung memiliki 10 lorong. Masing-masing lorong teridiri dari
13-14 kamar
Fasilitas Lorong : Setrika, Pemanas air / Dispenser, dll.
2. Fasilitas Kamar
Kamar Asrama TPB IPB dihuni oleh 4 orang mahasiswa.
Fasilitas kamar : Tempat tidur susun, meja belajar (@1 meja belajar),
Lampu Belajar, Rak Handuk, Lemari Pakaian (@1 lemari), Gantungan
Pakaian.
3. Fasilitas Penunjang
Londry / Bibi cuci
Penyediaan Minuman Galon
Lapangan Olahraga (Lap.Basket, Lap. Volly, dll.)
Ambulance
Kantin Asrama
Mini Market (Agri Mart)
Pusat Fotocopy
Koperasi
Bus Transportasi
Lab Komputer/ Cyber Mahasiswa Asrama
Penjernihan Air, dll
2. Asrama Mahasiswa Binus University (Binus Square)
Asrama Binus atau dinamakan Binus Square merupakan desain
hasilkompetisi terbatas dengan mengundang beberapa konsultan arsitektur untuk
mendesain bangunan 4 tower (hall) Binus – Hall of Residence. Dari kompetisi
49
terbatas ini, Aaronpurbo Architecture Studio kemudian memenangkan kompetisi
ini pada tahun 2008. Dari tahun 2008 sampai tahun 2009, pihak arsitek banyak
mengadakan penyesuaian desain bangunan berkaitan dengan persyaratan tata
kota di DKI Jakarta. Menurut Aaron Purbo, Principal Architect dari Aaronpurbo
Architecture Studio, kendala yang ditemui ketika mendesain Binus Square
adalah jumlah kamar yang banyak. Ada sekitar 1.750 kamar
termasuk guest room. Bangunan yang difungsikan sebagai asrama ini terdiri
dari 4 hall, dimana 2 hall untuk pria dan 2 hall untuk wanita, sehingga perlu
solusi yang baik untuk mengontrolnya.
Site bangunan banyak terpotong GSB. Dari 1,5 Ha yang dimiliki, hanya
9.000m² yang digunakan, yang 5.000m² diberikan ke Pemda untuk perencanan
jalan dan daerah hijau. Hal ini juga menyebabkan orientasi bangunan menjadi
berbeda. Setiap kamar di bangunan ini mendapatkan pencahayaan alami.
Bahkan, setiap kamar juga mempunyai view dan jendela yang dilengkapi dengan
balkon. Selain untuk menikmati pemandangan kota Jakarta, di salah satu dinding
area balkon juga dimanfaatkan untuk menempatkan outdoorpendingin udara
(AC) individual. Setiap lantai bangunan memiliki koridor yang panjang, oleh
karenanya diperlukan bukaan di area tengah koridor. Bukaan ini dibuat setinggi
2 lantai, yang kemudian dijadikan aksen pada fasade dan berfungsi sebagai teras
bersama. Fungsi dari void ini adalah sebagai sirkulasi udara dan pencahayaan
alami koridor, sehingga area koridor tidak perlu menggunakan AC dan
penerangan buatan pada siang hari. Void-void ini menjadi aksen bangunan yang
juga menjadi salah satu kelebihan arsitektur bangunan.
Gambar 2.3.2. Gedung Binus Square
50
Sumber : google
Konsep awal yang ditawarkan arsitek kepada owner adalah meletakkan
posisi bangunan dengan menghindari hadap barat dan timur. Jadi orientasi
bangunan menghadap ke arah utara dan selatan. Kemudian membagi dua hall
perempuan dan dua hall laki-laki dengan kontrol hanya satu, yaitu di lantai
dasar. Di lantai dasar ada lobby besar yang digunakan bersama. Dari lobby besar
kemudian masuk lagi ke lobby kecil untuk masuk ke masing-masing hall.
Lobby utama dilengkapi dengan fasilitas lounge, game room, ruang baca,
ruang meeting/conference room, kantor pengelola, dan di bagian depan
ada tenant-tenant kecil. Semua fasilitas di lantai dasar dipakai bersama-sama.
Area besmen dimanfaatkan terutama untuk ruang mekanikal elektrikal, STP,
dan ground water tank. Area bersama di lantai 2-3 dilengkapi dengan fasilitas
ruang makan. Di area belakang yang berdekatan dan kolam renang, terdapat
gym dan BBQ area. Dari sini para penghuni tidak bisa masuk ke kamar. Untuk
dapat ke kamar, mereka harus turun terlebih dahulu ke lobby.
Gambar 2.3.3. Fasilitas Binus Square
Sumber : google
Void membuat cahaya dan angin bisa masuk. Pada area tempat
menunggu lift juga di buat dengan menggunakan material kaca sehingga cahaya
alami tetap bisa masuk di siang hari. Berdasarkan hasil survey, fasilitas yang ada
di Binus Square yaitu:
keamanan security selama 24 jam
51
restaurant/kantin/foodcourt
laundry
ruang fitness
ruang permainan
ruang baca
meeting room
lapangan basket/futsal
beberapa toko retail (circle dan tempat fotocopy)
lounge
kolam renang
bus shelter
bbq area
Spesifikasi bangunan dalam tapak adalah sebagai berikut :
Lift : 7 Unit
Luas Lahan : 1,4 ha
Luas bangunan : 50.000 m2
Jumlah hall : 4 hall / tower
Jumlah lantai : 18 Lantai
Jumlah kamar : 1540 kamar
Luas kamar single : 7,5 m2
Luas kamar double : 12,5 m2
Jumah guest room : 138 unit
Kesimpulan dari membandingkan 2 contoh bangunan asrama ini adalah
dengan membandingkan fasilitas apa saja yang berada dalam suatu asrama,
tipikal tata ruang dalam bangunannya, dan lain-lain diharapkan dapat menjadi
pedoman dalam menrancang suatu asrama. Terutama pada Binus Square, karena
pada bangunan binus square peneliti melakukan survey langsung berbeda
dengan asrama IPB yang pengumpulan datanya menggunakan studi literature.
Pada asrama Binus suasana ruang lebih modern dibanding asrama IPB yang
52
terkesan kusam dan kumuh, dengan penataan eksterior yang futuristic dan
interior yang modern menambah daya jual dan daya tarik bagi mahasiswa yang
ingin tinggal di asrama Binus.
2.3.1 Bangunan sekolah
Austin E. Knowlton School of Architecture
Contoh sekolah arsitektur karya dari Mack Scogin Merrill Elam
Architects, sekolah ini mengajarkan arsitektur berkelanjutan kepada
mahasiswanya melalui contoh nyata dengan menerapkannya pada konsep
bangunan langsung. Sekolah ini menerapkan ruang sosialisasi yang besar,
bentuk arsikektural yang unik, penempatan kawasan, dan bangunan yang
interaktif.
Sekolah ini merupakan bagian dari Ohio State University kampus lama,
sekat dengan suangai dan stadium sepak bola. Bentuk dasar dari bangunan
sekolah yang kota menggambarkan keadaan kota sekitar dengan menempatkan
bangunan sekolahnya menjadi bangunan yang hijau. Berdampingan dengan
sekolah bisnis Ohio University membuat sekolah arsitektur ini menawarkan
sebuah jalur pedestrian yang nyaman dengan menempatkan dirinya menjadi
bagian dari pedestrian yang menghubungakan kedua fakultas tersebut.
Gambar 2.3.4. Eksterior Sekolah Arsitektur Austin E.K
Sumber : Archdaily
53
Pada pintu masuk utama, sikulasi vertikal dimulai, sistem sirkulasi
bergerak keatas dan melalui bangunan, kelas studio dan menunjukan beberapa
ruang dalam bangunan, kantor fakultar diletakan disepanjang sirkulasi tersebut
dan langsung dapat melihat ke area studo agar dapat mengawasi keadaan dalam
kelas studio.
Fasilitasnya diantara lain adalah 45 studio, 65 kantor, sebuah auditorium,
dan perpustakaan, dengan beberapa tempat workshop kayu, kafe, lab komputer,
kelas dan tempat pameran.
Gambar 2.3.5. Interior Sekolah Arsitektur Austin E.K
Sumber : Archdaily
54
High Performance Schools Workshop Twenhofel Middle School
Gambar 2.3.6. Twenhofel Middle School
Sumber : Archdaily
Twenhofel Middle School adalah sekolah yang mengadopsi pencahayaan
alami sebagai sistem dalam penghematan energi pada bangunan. Twenhofel
Middle School terletak di Kenton, Inggris, berikut adalah spesifikasi bangunan
sekolah yang menjadikannya bagunan berarsitektur berkelanjutan:
1. Pencahaayaan alami pada bangunan
2. Sistem penangkapan air hujan
3. Penggunaan solar panel pada bangunan
4. Seritfikasi LEED
Gambar 2.3.7. Ruang Twenhofel Middle School
Sumber : Archdaily
55
Bangunan didirikan pada sumbu Utara-Selatan untuk menyediakan
rancangan pencahayaan alami yang optimal. Gymnasium, perpustakaan, Ruang
yang bersifat umum dan semua ruangan kelas adalah menggunakan pencahayaan
alami dengan glass clearstories. Memberikan pencahayaan alami 70% setiap
waktu, jadi mengurangi biaya energi. Penyaring silau elektrik dioperasikan
diantara clearstoryglass didalam gymnasium untuk mengelapkan untuk
penampilannyya. Pencahayaan alami dari ruang kelas kualitas kesehatan udara
ruang dalam diperhatikan secara kritis untuk menyediakan lingkungan belajar
yang efektif. Penelitian sudah menunjukkan pencahayaan alami didalam ruang
kelas meningkatkan prestasi siswa dan meningkatkan kepuasan staf. Penelitian ini
menunjukkan prestasi meningkat 20 % untuk matematika dan 26 % dalam
membaca lebih dari periode satu tahun.