Post on 24-Nov-2015
description
Perbandingan Radioisotope Thermoelectric Generator (RTG) dan Sel Surya
Mulyanto; Muhamad Ilyas; Budiono
10210070; 10210086; 10210105
I. Radioisotope thermoelectric Generator (RTG)
Radioisotope thermoelectric generator (RTG) adalah sumber bahan bakar atau pendorong utama
untuk satelit luar angkasa dan misi luar angkasa lainnya. Prinsip utamanya adalah dengan memanfaatkan
peluruhan radioaktif. Unsur radioaktif yang sering digunakan sebagai bahan bakar adalah plutonium-238.
Waktu paruh plutonium-238 adalah sekitar 87 tahun, hal ini membuat plutonium-238 cocok digunakan
sebagai bahan bakar RTG karena rasio tenaga yang dihasilkan dengan umurnya seimbang. Banyak unsur
radioaktif yang memiliki waktu paruh lebih lama akan tetapi umur paruh yang lama menyebabkan tenaga
yang dihasilkan kurang untuk misi luar angkasa yang jauh untuk pengambilan data. Panas yang dihasilkan
dari peluruhan akan diubah menjadi listrik menggunakan thermocouples, yang diterapkan dengan
memanfaatkan efek seebeck. Oleh karena itu untuk mengetahui prinsip utama RTG, dibutuhkan
pemahaman prinsip peluruhan radioaktif dan efek Seebeck.
Gambar 1. Radioisotope Thermoelectric Generator.
A. Peluruhan radioaktif
peluruhan radioaktif terjadi saat isotope yang tidak stabil secara spontan mengeluarkan partikel
dan berubah menjadi nuklida yang berbeda. Emisi tersebut menghasilkan panas untuk menghasilkan
listrik. Bahan bakar yang cocok untuk RTG adalah plutonium-238 karena mempunyai beberapa
keunggulan sebagai berikut: waktu paruh lama, mudah menyerap radiasi, rasio power terhadap massa
yang bagus. Selama peluruhan, partikel alpha dikeluarkan dari inti sehingga menghasilkan panas yang
digunakan untuk menghasilkan listrik.
Gambar 2. Nucleus memancarkan partikel alpha.
B. Efek Seebeck
Efek Seebeck ditemukan oleh seorang fisikawan dari Jerman bernama Thomas Johann Seebeck
pada tahun 1821. Pada percobaannya didapatkan fenomena arus listrik dihasilkan oleh dua metal yang
berbeda yang mempunyai temperature yang berbeda. Efek ini merupakan basis dari penggunaan
thermocouple.
Gambar 3. Thermocouple menunjukkan efek Seebeck.
Setelah peluruhan plutonium-238, panas dari peluruhan akan digunakan untuk menghasilkan listrik
menggunakan thermocouple. Panas ini digunakan untuk membuat perbedaan temperature pada
sambungan metal dalam thermocouple.
Dengan menggunakan koefisien Seebeck, atau dengan mengukur induced voltage yang
berhubungan dengan gradient temperature, dapat diturunkan persamaan untuk produksi tegangan melalui
dua metal ;
( ( ) ( ))
dengan T1 dan T2 adalah temperature dari dua metal, dan SA dan SB adalah koefisien Seebeck.
II. Sel Surya
Sel surya adalah alat yang dapat mengkonversi cahaya menjadi listrik. Pada sel surya digunakan
semikonduktor sebagai bagian utamanya. Pada semikonduktor terjadi penyerapan cahaya untuk
mengeksitasi electron menuju pita konduksi, kemudian electron diusahakan agar tidak berekombinasi
kembali dengan hole yang ada di pita konduksi sehingga dapat menghasilkan arus listrik.
Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau sambungan, dimana saat kondisi
gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat
menghasilkan tegangan. Ketika disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan dc
sebesar 0,5 sampai 1 volt, dan arus short-circuit dalam skala milliampere per cm2. Besar tegangan dan
arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel surya disusun secara seri
membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan
tegangan DC sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran standar.
Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara
semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat
elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron (muatan
negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur
atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan mendoping material dengan
atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom
boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor.
Gambar 4. Sel surya.
Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron (dan hole)
bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n
terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor tipe-n ke tipe-p sehingga
membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif pada semikonduktor
tipe-p. Akibat dari aliran elektron dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang mana ketika cahaya
matahari mengenai susuna p-n junction ini maka akan mendorong elektron bergerak dari semikonduktor
menuju kontak negatif, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya hole bergerak
menuju kontak positif menunggu elektron datang, seperti diilustrasikan pada gambar dibawah.
III. Perbandingan RTG dan Sel Surya
Teknologi RTG sudah banyak digunakan sebagai sumber energi dan bahan bakar pesawat luar
angkasa, hal ini karena energi yang dihasilkan RTG ini cukup menjanjikan. Sumbaer energi untuk benda-
benda yang diluncurkan ke luar angkasa seperti satelit, pesawat ruang angkasa, dan hal lainnya umumnya
adalah sel surya dan RTG. Keduanya memiliki fungsi sama yaitu menghasilkan energi, akan tetapi
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Lingkungan luar angkasa untuk daerah yang berbeda
keadaannya bisa sangat berbeda, misalnya posisi planet di tata surya menentukan tingkat intensitas sinar
matahari dan juga temperatur. Secara umum kelebihan dan kekurangan sel surya dan RTG mencakup
beberapa aspek, yaitu: aspek keselamatan, aspek kelayakan, aspek lingkungan luar angkasa, aspek massa,
dan aspek ukuran.
Sebagai perbandingan, diambil beberapa eksplorasi dan misi luar angkasa yaitu satelit
komunikasi, eksperimen di permukaan bulan, pendaratan di Mars, dan misi ke planet Neptunus. Satelit
digunakan untuk mengirim dan menerima informasi, misalnya satelit Viking I dan Viking II yang
diluncurkan NASA ke orbit planet Mars pada tahun 1975. Tujuan keilmuan utama pada proses
peluncuran satelit ini adalah untuk mendapatkan gambar resolusi tinggi dari permukaan mars,
mengkarakterisasi struktur dan komposit dari atmosfir dan permukaan, serta mencari bukti kehidupan di
mars. Satelit yang mengorbit menggunakan sel surya dan pendaratan menggunakan RTG.
Gambar 5. Viking Orbiter releasing the lander
Eksperimen di permukaan bulan telah dilakukan pada misi Apollo, paket eksperimen ini
dinamakan Apollo Lunar Surface Experiments Package (ALSEP) yang berisi instrumen kelimuan yang
diletakan oleh para astronot pada situs pendaratan dari masing-masing misi Apollo dimulai dari Apollo
11, sumber energi yang digunakan untuk paket instrumen tersebut adalah RTG.
Gambar 6. ALSEP Apollo 16
Teknologi RTG juga digunakan dalam misi Mars Science Laboratory, RTG digunakan untuk
power sistem penghasil listrik yang dibutuhkan untuk mengoperasikan rover dan instrumen-instrumen
lainnya. Orbit neptunus merupakan salah satu misi NASA lainnya, misi tersebut juga direncanakan untuk
eksplorasi Triton, satelit terbesar Neptunus. Meskipun NASA berencana untuk menggunakan tenaga
listrik sel surya daya tinggi, tapi panel surya tidak mungkin karena letak Neptunus yang relatif jauh dari
Matahari.
Gambar 7. Mars Science Laboratory Curiosity Rover
A. Aspek Keselamatan
Keselamatan merupakan aspek yang selalu menjadi pertimbangan utama karena menyangkut
kehidupan makhluk hidup, terutama manusia. Dalam hal ini ulasan aspek keselamatan untuk semua misi
akan dibahas sekaligus karena pada dasarnya faktor keselamatan dalam penggunaan teknologi lebih
karena instrumen-instrummen, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat teknologi tersebut, serta
perlengkapan keselamatan yang disediakan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
Aspek keselamatan untuk RTG dibandingkan dengan Solar Cell ditentukan oleh karakteristik
material penyusunnya. Untuk Sel Surya material yang digunakan sudah dapat dibuat dengan aman
sedangkan untuk RTG membutuhkan bahan yang cukup sulit dari tinjauan keselamatan apabila untuk
digunakan dalam skala besar serta membutuhkan perizinan yang sangat ketat. Jelaslah bahwa RTG
mengandung resiko terdapatnya kontaminasi radioaktif. Jika ruang dimana tempat bahan radioaktif yang
digunakan pada RTG bocor maka material radioaktif dapat keluar ke lingkungan.
Dalam eksplorasi ke planet mars atau ke luar angkasa masalah utama terdapat pada pesawat luar
angkasa saat peluncuran, material berbahaya dapat lepas diatmosfer. Plutonium-238 yang digunakan pada
RTGs misalnya, mempunyai waktu paro 87.74 tahun jika dibandingkan dengan waktu paruh plutonium-
239 yang digunakan dalam reaktor dan senjata nuklir yang mempunyai waktu paruh 24.110 tahun maka
untuk RTG tersebut 275 kali lebih radioaktif . misalnya 3.6 kg plutonium-238 mempunyai jumlah
peluruhan radioaktif per detik yang sama dengan 1 ton plutonium-239. Oleh karena itu bahan plutonium
yang digunakan dalam misi luar angkasa sangat membutuhkan regulasi yang sangat ketat terkait
keselamatan pekerja dan kebocoran kelingkungan dan jumlah peluruhan radioaktif per detik yang besar.
Radiasi alpha yang dihasilkan dapat berbahaya apabila masuk dalam tubuh manusia .
Pada dua dekade terakhir NASA telah meluncurkan paling tidak tiga misi yang menggunakan
RTG, yaitu Cassini, Mars Science Laboratory, dan New Horizons. NASA bahkan telah mempublikasikan
kemungkinan dampak lingkungan yang juga berisi perkiraan angka kematian kanker laten pada skenario
terjadinya kasus terburuk.Faktor-fakor keselamatan telah dibangun untuk melindungi pesawat dan
awaknya dari bahaya. Untuk menjaga keselamatan masyarakat dunia, seperti halnya perlindungan
pesawat, RTG beberapa kali diuji coba sebelum digunakan. Pemeriksaan dan analisis teliti dilakukan,
selain itu juga briefing keselamatan dan training termasuk cara pengoperasian dan perawatan RTG.
Semua orang yang bekerja dengan RTG telah dilatih dengan baik, sebelum peluncuran bahkan dilakukan
persetujuan dengan dilakukan check out sistem terlebih dahulu oleh Interagency Nuclear Safety Review
Panel (INSRP). grup ini terdiri dari orang-orang bagian akademisi, industri, pemerintahan, dan spesialis
lingkungan untuk meyakinkan semua paket sistem operasi RTG aman. Di luar itu semua, RTG juga telah
dirancang dan sukses melewati beberapa kali crash test.
B. Aspek Kelayakan
Seperti halnya teknologi sel surya, teknologi RTG juga sekarang ini sudah jauh berkembang dari
prototipe awal. Perhatian utama selain keselamatan adalah aspek kelayakan, karena tentu saja penggunaan
teknologi bukan hanya memperhatikan faktor keuntungan, tapi juga faktor-faktor lain sebagai dampak
penggunaan teknologi tersebut. Penggunaan sel surya secara umum tidak berdampak buruk terhadap
lingkungan, karena menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi dan tidak adanya limbah yang
bisa mencemari lingkungan. Sebagaimana namanya, sel surya ini efektif jika intensitas sinar mataharinya
cukup besar.
Perbandingan utama yang sangat mencolok antara RTG dan sel surya adalah apabila
menggunakan satelit bertenaga surya atau powersats maka keuntungan yang didapat adalah kenyataan
bahwa pengumpulan energy tenaga surya tidak dipengaruhi oleh siklus hari siang dan malam dari
matahari dan efekdari gerhana orbital sangatlah kecil. Di permukaan bumi, panel surya hanya dapat
mengumpulkan energi dari matahari maksimal 9 jam per hari angka ini dapat lebih rendah ketika ada
awan menutupi. Satelit bertenaga surya yang berada dalam luar angkasa dapat mengumpulkan energy
matahari selama 24 jam per hari sehingga energy yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari sel surya yang
berada pada permukaan bumi.
Penggunaan sel surya di bumi masih cukup efektif, tentu saja termasuk penggunaannya untuk
sumber energi satelit komunikasi bumi dan eksplorasi bulan. Akan tetapi untuk daerah yang jauh dari
matahari penggunaannya tidak efektif karena intensitas sinar mataharinya juga sangat rendah, misalnya
untuk planet mars yang jaraknya dari matahari lebih jauh daripada bumi ke matahari. Apalagi untuk
planet-planet yang lebih jauh seperti Neptunus dan orbit-orbit satelitnya, meskipun sel surya ini dapat
diluncurkan tetapi percuma saja jika tidak bisa digunakan.
RTG sangat berbeda dengan sel surya, karena RTG tidak dipengaruhi jarak dari matahari. Konsen
utama RTG mengenai kelayakan adalah sistem keamanannya, model RTG terbaru adalah Multi-Mission
Radioisotop Thermoelectric Generator (MMRTG). Ini berdasarkan tipe RTG yang telah diluncurkan
sebelumnya pada pendaratan dua Viking dan pesawat luar angkasa Pioner 10 dan 11 (SNAP-19 RTG).
RTG ini didesain untuk digunakan pada ruang hampa ataupun pada atmosfer planet. Kelebihan energi
panas dari sebuah MMRTG dapat digunakan sebagai sumber penghangat untuk menjaga suhu operasi
pesawat luar angkasa dan instrumen-instrumennya pada lingkungan yang dingin.RTG itu sendiri memiliki
banyak lapisan dari material pelindung untuk melindungi komponen pesawat luar angkasa lain dari level
temperatur tinggi dan output radiasi. Sebuah tameng panas aeroshell berisi karbon yang berikatan dengan
serat karbon dan cakram, komponen-komponen ini memiliki kulit grafit yang berisi butir-butir bahan
bakar dan instrumen-instrumen internal RTG yang lainnya.
Karena bahan bakar disimpan dalam unit independen, masing-masing bahan bakar tersebut
memiliki tameng panas masing-masing, sehingga kesempatan untuk pelepasan bahan bakar menjadi
minimum. Lapisan-lapisan dari meterial pelindung, dinamakan kapsul iridium dan balok grafik
berkekuatan tinggi, membantu mencegah kebocoran bahan bakar. Bagian luar grafit sebagai pelindung
struktur, termal, dan situasi pusat tumbukan. Lapisan iridium membantu isi butiran bahan bakar pada
saat terjadi kerusakan atau hal-hal lain yang bersifat merusak. Grafit dan iridium merupakan resistan
panas yang terbaik, menjadikan keduanya pilihan ideal sebagai pelindung dari lingkungan panas yang
sangat tinggi.
Perkembangan teknologi membuat sel surya dan RTG keduanya semakin layak dan baik untuk
digunakan daripada versi-versi sebelumnya, walaupun demikian hanya karena layak pakai bukan berarti
cukup efektif karena ada faktor-faktor lain yang bisa mengubah efektifitas sumber energi tersebut.
Terutama di luar angkasa yang kondisinya bervariasi sesuai posisi dan keadaan sistem di sekitarnya.
C. Aspek Lingkungan Luar Angkasa
NASA mengklasifikasikan sampah luar angkasa ke dalam dua grup yaitu partikel alami
(meteorid) dan partikel buatan (buatan manusia). Sampah buatan paling banyak ditemulan di sekitar orbit
Bumi, karena itu disebut sampah orbital. NASA kemudian mendefinisikan sampah orbital sebagai objek
buatan manusia apapun pada orbit sekitar Bumi yang tidak memiliki fungsi berguna lagi. Ini termasuk
pesawat luar angkasa yang tidak berfungsi, peluncuran pesawat yang ditinggalkan, misi yang
berhubungan dengan sampah, serta kepingan-kepingan sampah. Sekarang ini, NASA dan Depertement of
Defence (DOD) mengamati sampah luar angkasa paling kecil berukuran 5cm. NASA memperkirakan ada
lebih dari 500000 kepinngan sampah yang lebih besar dari kelereng dan bahkan sampai 20000 kepingan
yang lebih besar dari softball melayang di atmosfir Bumi.
Sampah luar angkasa mendapat perhatian penting karena ini bisa menimbulkan kecelakaan
seperti bertabrakan dengan satelit luar angkasa yang masih berfungsi ataupun bertabrakan dengan pesawat
luar angkasa yang sedang meluncur. Aspek lingkungan luar angkasa yang akan dibahas disini adalah
lingkungan atmosfir dan tempat landasan ketika mendarat di planet yang akan dieksplorasi. Secara umum
penggunaan sel surya dan RTG keduanya juga beresiko menimbulkan sampah, hanya saja untuk kedua
hal ini faktor ukuran juga bisa dipertimbangkan. Instrumen-instrumen yang menggunakan sel surya relatif
lebih besar dibandingkan instrumen-instrumen yang menggunakan RTG, hal ini karena sel surya terdiri
dari lebih banyak komponen seperti panel surya dan yang lainnya yang dalam hal ukuran juga lebih besar.
Perbandingan paling jelas adalah pada satelit, sel surya dapat menimbulkan sampah luar angkasa
lebih banyak daripada RTG karena pertama ukurannya yang lebih besar, serta yang kedua adalah daya
tahannya ataupun waktu hidupnya lebih pendek daripada RTG. Analoginya adalah RTG dengan ukuran
yang lebih kecil bisa memberikan energi dalam rentang waktu yang lebih lama dibanding sel surya yang
ukurannya juga lebih besar, sehingga sampah yang dihasilkan RTG tidak lebih banyak daripada sampah
yang dihasilkan sel surya. Begitu juga untuk instrumen-instrumen yang digunakan untuk eksplorasi,
perbandingannya akan hampir mirip dengan masalah satelit. Sampah berukuran besar ataupun kecil,
selama keduanya masih dapat menghasilkan sampah maka tetap saja perlu perhatian khusus karena
walaupun kecil dalam waktu yang lama tetap akan jadi menumpuk.
D. Aspek Massa dan Ukuran
Jika ditanya manakah yang lebih baik digunakan antara RTG dan solar maka jawabannya dapat
kita dapatkan darin hasil investigasi di Mars Science Laboratory Environmental Impact Statement. Dari
hasil investigasi tersebut didapatkan hasil bahwa solar array akan membatasi MSL beroperasi antara 5N
dan 20N dan untuk satuMarsTahunhanya tepat sekitar 15N sementara RTGakan mampu beroperasi
setidaknya untuk satu tahun mars sampai 60S ke 60N dimana saja. Berikut adalah perbandingan data
antara RTG dan Solar saat misi ke mars dengan alternative satu adalah menggunakan radioisotope power
sebagai sumber tenaga utama sedangkan alternative dua menggunakan tenaga surya
Tabel 1. Data perbandingan antara RTG dan Solar saat misi ke mars.
Dari data diatas terlihat bahwa Rover bertenaga RTG akan mampu mencapai semua target
dengan kemampuan operasional lebih baik dibandingkan dengan menggunakan tenaga surya, termasuk
mendarat di lokasi yang berpotensi menjadi bahan penelitian di mars misalnya antara 60 dan 60
Selatan Lintang Utara dan mampu beroperasi setidaknya satu tahun Mars. Sedangkan untuk alternative 2
untuk melakukan penelitian atau eksplorasi di Mars akan dibatasi oleh kemampuan dari solar array untuk
menghasilkan listrik yang akan digunakan rover bertahan hidup dilingkungan yang panas dan ekstrim.
Pada lokasi tertentu misalnya pada lintang antara 60 Selatan dan 5 Utara dan antara 20 Lintang Utara
dan 60 Utara rover bertenaga surya tidak akan mampu bekerja secara optimal dikarenakan tenaga yang
tidak akan cukup.
Tabel 2. Perbandingan RTG dan sel surya dalam kasus Casinni saat eksplorasi ke saturnus.
Dari data diatas terlihat bahwa RTG mempunyai kelebihan dibandingkan dengan solar panels dari
ukuran jelas lebih kecil sehingga memudahkan dalam proses transfer dari bumi ke tempat tujuan dan
massa yang lebih ringan dibandingkan panel surya namun RTG mempunyai kekurangan dalam persepsi
public yang masih memperdebatkan dampak-dampak yang dihasilkan dari radiasi bahan bakar. Berikut
ini adalah data karakteristik kemampuan RTG pada kasus Cassini
Tabel 3. Karakteristik performance RTG pada Cassini.