Post on 06-Dec-2015
description
BAB II. Tinjauan Pustaka
Anatomi dan fisiologi mata
Secara struktural anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam
dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar Gambar 1.1
Gambar 1. Bagian-bagian struktur dari bola mata
Bagian-bagian mata mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Fungsi-fungsi dari anatomi mata
adalah sebagai berikut:
• Sklera: Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melekatnya bola
mata.
• Otot-otot mata, adalah Otot-otot yang melekat pada mata, terdiri dari: muskulus rektus
superior (menggerakan mata ke atas) dan muskulus rektus inferior (mengerakan mata ke
bawah).
• Kornea: memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya.
• Badan Siliaris: Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan lensa untuk
beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk mengsekreskan aqueus humor.
• Iris: Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung pigmen.
• Lensa: Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa.
• Bintik kuning (Fovea): Bagian retina yang mengandung sel kerucut.
• Bintik buta: Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata
• Vitreous humor: Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata
• Aquous humor: Menjaga bentuk kantong bola mata.1
Otot, Saraf dan Pembuluh darah
Pada Mata
Otot yang menggerakan bola mata
dengan fungsi ganda dan untuk
pergerakan mata
tergantung pada letak
dan sumbu penglihatan
sewaktu aksi otot. Otot
penggerak bola mata
terdiri enam otot, Gambar 2.2
Gambar 2. Enam otot mata yang berfungsi sebagai mobilitas bola mata.
• Muskulus oblik inferior memiliki aksi primer eksotorsi dalam abduksi, dan memiliki aksi
sekunder elevasi dalam adduksi, abduksi dalam elevasi.
• Muskulus oblik superior memiliki aksi primer intorsi dalam aduksi, dan aksi sekunder berupa
depresi dalam aduksi, dan abduksi dalam depresi.
• Muskulus rektus inferior memiliki aksi primer berupa gerakan depresi pada abduksi, dan
memiliki aksi sekunder berupa gerakan ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam depresi.
• Muskulus rektus lateral memiliki aksi gerakan abduksi.
• Muskulus rektus medius memiliki aksi gerakan aduksi
• Muskulus rektus superior memiliki aksi primer yaitu elevasi dalam abduksi dan aksi sekunder
berupa intorsi dalam aduksi serta aduksi dalam elevasi.2
Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial
tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya.
• Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak
• Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
• Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada
tulang orbita.1,2
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini
masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.2
Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata. Ketiga lapis
dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut, Gambar 3:
Gambar 3. Sclera, choroid, retina merupakan lapisan vital bola mata
Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat
dengan serat yang kuat; berwarna putih
buram (tidak tembus cahaya), kecuali di
bagian depan bersifat transparan, disebut
kornea. Konjungtiva adalah lapisan
transparan yang melapisi kornea dan kelopak mata. Lapisan ini berfungsi melindungi bola
mata dari gangguan.3
Koroid
Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan yang berisi banyak
pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna gelap pada
koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid
membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk iris yang berwarna. Di bagian
depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata). Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi
sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan
siliaris membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan relaksasi
dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa.3
Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang melapisi
bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir
sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora
serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di
belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan
epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan
sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga
membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus
optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga
membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang
subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera.
Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars
plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris
merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina
menghadap ke vitreus. 3
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut Gambar 4:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan
sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah
basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel
pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.2,3
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut
meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.
Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga
pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan
menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel
kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut responsif
terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau merah). Sel
batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan
adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat
dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang.3
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor .
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar .
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua
neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.
9. Lapisan serat saraf, yang
mengandung akson –
akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.
10. Membrana limitans interna. Ini
adalah lapisan paling dalam
dan memisahkan retina dari
vitreous. Itu terbentuk oleh
persatuan ekspansi terminal dari
serat yang Muller, dan pada
dasarnya adalah
dasar membran.3
Gambar 4. Lapisan retina
dari luar ke dalam
Retina mempunyai tebal
0,1 mm pada ora serrata dan 0,23
mm pada kutub posterior. Di
tengah – tengah retina posterior
terdapat makula. Secara klinis
makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi
kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian
retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah
bagian yang dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula
sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas – jelas
merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.3
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,
fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan parenkim
karena akson – akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian
paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling
tipis Gambar 5. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.
Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan penyakit
yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal
sekali.3
Gambar 5. Makula dengan fove yang paling tebal dengan gambaran gelap
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang
dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya
diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki
kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak
berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat
ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3
Tractional retinal detachment (TRD)
Retinal Detachmen (RD) dapat terjadi apabila terdapat akumulasi carian subtretina
kapanpun antara space neurosensory retina dan Epithelium Pigment Retina (EPR). Retinal
detachment (RD) diklasifikasikan menjadi rhegmatogenous, tractional dan exudative tergantung
dari mekanisme dari akumulasi cairan pada subretina.4
Etiologi
RD tractional merupakan type dari RD yang paling seing kedua setelah RD
rhegmatogenous. Ablasi retina jenis ini disebabkan oleh tarikan retina ke dalam badan kaca
(vitreous). Keadaan ini ditemukan pada retinopati diabetika proliferatif, vitreoretinopati proliferatif,
retinopati of prematurity (ROP). Penangan abalasi jenis ini adalah tindakan bedah vitrektomi dan
sclera buckle jika diperlukan.4,5
Pathophysiologi
Tractional Retinal Detachment (TRD) sekunder dari Proliferative vitreoretinopathy (PVR)
dan trauma penetrasi menimbulkan kontraksi, membran epiretina, intraretina sangat jarang dan
membrane subretinal memisahkan neurosensory retina dari EPR. Proliferative vitreoretinopathy
bisa terbentuk dari sel glial atau sel EPR. Namun sel EPR merupakan sel yang paling utama pada
membran ini.4
Sel- sel ini masuk ke cavitas vitreous pada saat retina robek atau rusak oleh beberapa
penyebab. Diantaranya bisa disebabkan oleh trauma penetrasi, proliferative diabetic retinopaty, atau
pada saat tindakan cryotherapy yang berlebihan. Ini menunjukkan bahwa jumlah dari sel EPR
berkorelasi dengan derajat kerusakan atau robekan retina. Semakin besar derajat robekan retina
semakin besar pula jumlah sel EPR di vitreous. Pada saat EPR masuk ke cavitas vitreous, sel-sel
EPR mengalami perubahan morphologic dimana sel-sel ini memiliki kemampuan fibroblastlike,
mensekresi growth factor yang menstimulasi produksi kolagen dan fibronectin.4
Cryotherapy selain merusak lapisan retina, tindakan ini juga menyebabkan kerusakan pada
blood-ocular barrier, mengakibatkan serum darah masuk ke intraocular. Komponen-kompone serum
seperti fibronectin dan platele-derived growth factor (PDGF) yang merupakan chemoattractant kuat
untuk sel-sel EPR lainnya, astrocyte dan fibrocyte. Oleh sebab itu, kita dapat mengerti bahwa resiko
perdarahan pada vitreous menunjukkan kesempatan terbentuknya membran periretina. Sekali
terbentuknya lapisan kolagen, sel ini mengerut atau menarik sekitarnya dan hal ini menimbulkan
terjadinya Tractional Retinal Detachment (TRD). Transforming Growth factor beta (TGF-B) juga
merupakan chemmoatractan potent untuk monocytes dan fibroblasts. TGF B menstimulasi sintesis
fibronectin dan kontraksi collagen oleh sel-sel EPR. Fibronectin mungkin sebagai penyedia matrix
sementara atau perancah/rangka untuk sel-sel EPR pada membran PVR. PVR dapat menyebabkan
respon penyembuhan luka tidak baik. PVR merupakan proses perbaikan atau penyembuhan sama
seperti keloid, di awali dengan kerusakan retina baik full maupun partial akibat retinopexy atau tipe
lain yang menyebabkan kerusakan retina. Adanya kerusakan ini menimbulkan kehilangan hambatan
hubungan menyebabkan EPR
bermigrasi pada lapisan-lapisan retina.4
Awalnya terjadi penarikan retina
sensorik menjauhi lapisan epitel di
sepanjang daerah vascular yang kemudian
dapat menyebar ke bagian retina midperifer
dan makula. Pada ablasio tipe ini
permukaan retina akan lebih konkaf dan
sifatnya lebih terlokalisasi tidak
mencapai ke ora serata. 4
Selain itu TRD mungkin terjadi pada banyak kejadian kondisi patholigic ocular lainnya
seperti : Proliveratife Diabetic Retinopathy (PDR), sickling hemoglobinopaties, retinal venous dan
retinopathy of prematurity, dimana keadaan pathologic tersebut dikarakteristikan dengan ischemia
retinal progressive. Berikut contoh gambar dari berbagai pathologic Gambar 6,7,8.4
Gambar 6. Pasien dengan occlusi vena
retina centralis menimbulkan komplikasi neovaskularisasi di dekat disc dengan diikuti kejadian
Tractional Retinal Detachment. Diambil dari Medscape android ; dalam pembahasan
Tractional Retinal Detachment pathophysiologi.
Gambar 7. Pasien ini pernah menjalani tindakan scleral buckle untuk Rhegmatogenous
Retinal Detachmentnya. Sekarang kondisi pasien menunjukkan Vitreoretinopathy
proliferative dengan membran menancap retina. Diambil dari Medscape ; dalam
pembahasan Tractional Retinal Detachment - pathophysiologi.
Gambar 8. Pasien
dengan Proliferative Diabetic
Retinopathy menimbulkan
komplikasi Retinal Detachment pada
daerah superotemporal. Diambil
dari Medscap android ; pada
pembahasan Tractional Retinal
Detachment - pathophysiology.
Ischemia retinal progressive memicu sekresi dari grpwth factor, terutama vascular
endothelial growth factor (VEGF). Neovascularisasi terjadi kemudian, dan vitreous menyediakan
rangka atau penggantung dimana disana terjadi adhesi vitreoretinal sangat kuat. Dengan
berjalannya waktu, vitreous menarik, menimbukan pemisahan mechanik dari neurosensory retina
dari EPR.4
Dalam segi level molecular, VEGF merupakan pendorong utama terjadinya angiogenesis
dan menghasilak neovascularisasi. VEGF meregulasi profibrotic growth factor - connetive tissue
growth factor (CTGF) pada beberapa type sel pada awal pembentukan novascular membrane.
Peningkatan level dari CTGF menginaktivasi VEGF, dan ketika keseimbangan terjadi antara dua
faktor ini pada beberapa ratio tertentu, membran neovascular menjadi lebih fibrotic dan kurang
perdarahan. Fibrosis terjadi akibat kelebihan CTGF menimbulkan scarring dan kebutaan.4
Pada beberapa tahun sebelumnya, intravitreal anti VEGF agent memberikan keuntungan
dalam pengobatan dari beberapa penyakit yang berada pada segment posterior mata seperti edema
macular dan noevaskularisasi intraocular seperti pada Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) dan
Retinopathy of Prematurity (ROP). Ini digunakan sebenarnya sebagai adjuvat presurgical pada
diabetic vitrectomi dan ROP.4
Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area proliferasi
fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi progresif dari membran
fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang apabila menyebabkan traksi pembuluh darah
baru akan menimbulkan perdarahan vitreus.4,6
Traksi vitroretinal statis dibagi menjadi; (1) Traksi tangensial, disebabkan oleh kontraksi
membran fibrovaskular epiretina pada bagian retina dan distorsi pembuluh darah retina. (2) Traksi
anteroposterior, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang memanjang dari retina
bagian posterior. (3) Traksi bridging disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang akan
melepaskan retina posterior dengan bagian lainnya atau arkade vaskular.6
PVR dapat menyebabkan respon penyembuhan luka tidak baik. PVR merupakan proses
perbaikan atau penyembuhan sama seperti keloid, di awali dengan kerusakan retina baik full
maupun partial akibat retinopexy atau tipe lain yang menyebabkan kerusakan retina. Adanya
kerusakan ini menimbulkan kehilangan hambatan hubungan menyebabkan EPR bermigrasi pada
lapisan-lapisan retina.4,6
Pada pemeriksaan microscopic pada membran ini menunjukkan komposisi celluernya
diantaranya terdapat : sel-sel EPR, sel-sel glial, fibrocyte, macrhopage, dan fibril collagen. EPR
dapat masuk ke cavitas vitreous pada saat kerusakan retina terjadi, dan ini membuktikan bahwa
jumlah dari sel-sel EPR pada cavitas vitreous berkolerasi dengan ukuran kerusakan retina. Semakin
besar kerusakan, semakin banyak jumlah sel-sel EPR intravitreal.4,6
Diagnosis
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita
adalah:
a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri, meskipun ini jarang atau tidak ditemukan pada
Tractional Retinal Detachment.
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di
sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam
keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang
telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
d. Lapang pandang menurun secara progressif, dan menetap perbulan atau
tahunan. Apabila traksi vitreoretinal dan mengenai makula, pasien akan
mengalami penglihatan seperti titik.6
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan oftalmoskop direk, detachment tampak seperti concave
configuration. Cairan subretina lebih dangkal dibandingkan dengan
Rhegmatogen Retinal Detachment dan tidak memanjang sampai mengenai
ora serrata. Elevasi paling tinggi pada retina terjadi pada traksi vitreoretinal.
Pergerakan retina berkurang, dan tidak tampak adanya pergerakan cairan.
Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila
makula lutea ikut terangkat. 4,6
Diagnosis banding diantaranya Oclusi cabang vena retina, Retinal Detachment
Exudative, Retinal detachment rhegmatogenous, retinopathy of prematurity.4,6
Penatalaksanaan
Tergantung dari peyebab dasar dan luasnya TRD, intervensi surgical biasanya
tindakan untuk penatalaksanaan retinal detachment. Prinsip tindakan operasi pada retinal
detachment adalah :
1. Menemukan semua robekan
2. Menutup semua robekan
3. Membuat parut korioretina di sekeliling masing-masing robekan
Satu dari beberapa hal terpenting dari penatalaksanaan Retinal Detachment (RD)
adalah pemeriksaan sebelm dan pada saat operasi yang hati-hati dan seksama.5,6
Robekan retina dapat ditutup dengan beberapa cara. Beberapa robekan. terutama
yang kecil dan tidak terdapat traksi vitreus, dapat diberikan tamponade sementara. Prosedur
melekatkan kembali retina dapat menggunakan krioterapi, laser fotokoagulasi dan diatermi.5
Pada TRD sekunder terhadap PVR, tindakan yang biasa dilakukan adalah scleral
buckle seperti element melingkar 287 buckle ditempatkan. Kemudian diikuti dengan
tindakan vitrectomy.5
Prosedur penyabukan sclera (scleral buckling) dilakukan dengan menekan sclera
dengan suatu pita atau sabuk yang terbuat dari silikon sehingga retina yang lepas dapat
melekat kembali. Scleral buckle (SB) yang mendorong retina dibawah robekan retina akan
menunjang terjadinya perlekatan retina pada EPR dengan mengurangi traksi vitreus dan
menghentikan aliran cairan vitreus melalui robekan retina. Tingkat keberhasilan pada
penempelan kembali retina berkisar 83% - 95%. Pengeluaran cairan sub retina dapat
dilakukan dengan membuat lubang pada sklera pada daerah ablasi. Penutupan robekan retina
dilakukan dengan melekatkan kembali retina sensoris pada epitel pigmen retina dengan
menimbulkan trauma termal baik panas maupun dingin dengan menggunakan kriopeksi,
diatermi atau fotokoagulasi. Indentasi sklera dapat dilakukan dengan pemasangan eksoplant,
implan atau pemasangan circumferential buckle yang terbuat dari silikon yang mengelilingi
bola mata. Pemasangan eksoplant memungkinkan terjadinya indentasi skleral tanpa harus
dilakukan diseksi sklera sehingga cara ini merupakan cara yang banyak dipakai. Eksoplant
dapat berupa busa silikon padat yang tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Eksoplant
dieratkan pada sklera dengan jahitan sklera. Teknik scleral buckling ini dapat dilakukan
tersendiri atau dengan keadaan yang kompleks dilakukan bersama dengan vitrektomi pars-
plana. SB paling efektif dilakukan pada kasus dengan media yang cukup jernih untuk
melihat retina perifer, pada RD primer, RD yang berulang dengan traksi perifer yang
ringan.4,5
Vitrektomi dapat dilakukan pada RD dengan media yang keruh yang menghalangi
retina. Vitrektomi juga dapat dilakukan pada mata dengan miopia berat dengan sklera yang
tipis atau stafiloma yang mana resiko terjadinya perforasi sklera pada saat penjahitan
menjadi tinggi, RD dengan robekan posterior, RD dengan vitreoretinopati proliferative yang
lanjut, RD yang berhubungan dengan trauma dengan benda asing intraokuler. Teknik ini
memberi perlekatan anatomi pada 90% kasus. Vitrektomi dilakukan dengan menggunakan
alat pemotong vitreous, lampu fibre optic dan cairan infus yang dimasukkan melalui
skleretomi. Penggunaan tamponade pasca operasi ( gas SF6, C3F8 dan minyak silikon),
penggunaan endolaser dan indirek laser, cairan perfluorocarbon dan alat untuk membantu
visualisasi lapangan operasi dapat membantu keberhasilan operasi ini.5
Pada TRD sekunder terhadap Proliferative Diaetic Retinopathy (PDR),beberapa
teknik operasi sudah dikembangkan. SB biasanya tidak digunakan kecuali terdapat bagian
anterior yang robek atau rusak. VItrectomy biasanya dilakukan pada kasus ini dengan
tindakan central vitrectomy. Teknik lainnya yaitu dengan menggunakan en bloc
dissection.Intra vitreal bevacizumab dilaporkan dapat menjadi terapi tambahan pada
vitrectomy dalam kasus PDR. Bevacizumab dapat mengurangi perdarahan akibat pemisahan
atau segementasi dari membran fibrovaskular. Akan tetapi, pada mata dengan ischemia
berat, neovaskularisasi dapat surut secara cepat, tapi jaringan fibrous scar yang dihasilkan
mungkin memicu perkembangan kemajuan dari TRD. Oleh karena itu, injeksi bevacizumab
harus dilanjutkan dengan tindakan operasi.4,5
BAB III. Penutup
Kesimpulan
Traksional Retinal Detachment (TRD) dapat diakibatkan oleh beberapa sebab.
Diantaranya karena Proliveratif Vitreoretinopathy, Proliferative Diabetic Retinopathy,
Retinopathy of Prematurity. Pengenalan gejala secara dini diperlukan untuk mencegah
derajat keparahan penyakit. Gejala pada TRD dapat berupa penurunan lapang pandang
progressive dan menetap. Apabila traksi mengenai makula, pasien akan mengeluhka
penglihatannya seperti titik. Penurunan ketajaman penglihatan juga dapat terjadi, floater
atau titik-titik hitam yang berterbangan juga dapat terjadi.
Penatalaksanaan terhadap TRD dapat berupa tindakan surgery. Penatalaksanaan
dengan medikamentosa tidak meningkatkan kesembuhan. Scleral Buckle dan vitrectomy
dapat dilakukan pada kasus TRD. Variasi TRD yang disebabkan oleh penyebab yang
berbeda, memiliki tindakan surgery yang berbeda pula. Injeksi bevacizumab pada TRD yang
disebabkan oleh PDR dapat mengurangi perdarahan pada saat pemisahan.
Daftar pustaka
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta,2010.
2. Lang GK, Amann J, Gareis O, Lang GE. Atlas of Ophtalmology. Lang, ophtalmology : Thieme
Stuttgart, 2000.
3. Vaughan, Asbury DG, Taylor. Oftalmologi umum (General ophthalmology). edisi 17. Jakarta :
EGC, 2007.
4. Wu L, Pakalnis VA, Roy H, Law SK. Tractional Retinal Detachment dalam Medscape. Ed.
2015.
5. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian ilmu kesehatan mata Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2012.
6. Kwon OW, Roh MI, Song JH. Retinal detachment and proliferative vitreoretinopathy. Retin
Pharmacother [Internet]. 2010;147–51. Available from: http://scholar.google.com/scholar?
hl=en&btnG=Search&q=intitle:Retinal+detachment+and+proliferative+vitreoretinopathy#3