Post on 10-Apr-2016
description
Laporan Kasus
I. Identitas Pasien
Nama : An. M. A.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 06 Desember 2011
Usia : 3 tahun, 3 bulan
Agama : Islam
Bangsa : Bugis
Nomor Rekam Medis : 705339
Alamat : Dusun Pakkita, Desa Salohe, Sinjai Timur
Pemeriksa : dr. S
Tempat Pemeriksaan : RSUP Wahidin Sudirohusodo
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Bengkak pada bola mata kanan.
Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,
tampak keluar seperti daging dari bola mata kanan. Anak rewel (+). Awalnya ± 2
bulan yang lalu, mata pasien sering merah dan pasien juga rewel dan sering
menangis. Riwayat terdapat bintik putih, mengkilat seperti mata kucing pada mata
kanan, diperhatikan oleh ibu pasien pada umur 2 tahun. Riwayat berobat sebelumnya
tidak ada.
Riwayat mata merah (+), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-), gatal (-),
nyeri (-), silau (-), rasa mengganjal (-), rasa berpasir (-), Riwayat trauma (-).
Riwayat kehamilan: Ibu kontrol teratur di bidan, tidak pernah mengonsumsi obat-
obatan maupun jamu-jamuan. Tidak pernah sakit saat hamil.
Riwayat kelahiran cukup bulan.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
1
III. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang/ Gizi cukup/ compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 90/60 mmHg Nadi : 118 ×/menit
Pernasapan : 24×/menit Suhu : 36,8 °C
Foto Klinis pasien
OD OS
IV. Pemeriksaan Oftalmologi
a. InspeksiPemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (+) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (+) Sekret (-)
KonjungtivaHiperemis (+) ,
Kemosis (+)Hiperemis (-)
2
Bola Mata Proptosis (+) Proptosis (-)
MekanismeMuskular
Sulit Dievaluasi normal
Kornea Keruh, tampak massa tumor jernih
Bilik Mata Depan Sulit Dievaluasi normal
Iris Sulit Dievaluasi Coklat, kripte (+)
Lensa Sulit Dievaluasi jernih
b. Palpasi
Palpasi OD OS
Tensi Okuler Tn Sulit Dievaluasi
Nyeri Tekan (+) (+)
Massa Tumor
Teraba Massa Tumor
berukuran 4cm x 4cm x 2cm,
konsistensi padat, permukaan
tidak rata, nyeri tekan (+),
mobile (-)
(-)
Glandula Preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)
c. Tonometri
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
d. Visus
VOD : FT (-)
VOS : FT (+)
e. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
3
Konjuctiva Hiperemis (+), edema (+) Hiperemis (-)
Kornea keruh jernih
Bilik Mata Depan Sulit Dievaluasi normal
Iris Sulit Dievaluasi Coklat, kripte (+)
Pupil Sulit Dievaluasi Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Sulit Dievaluasi jernih
f. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Slit Lamp
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
j. Oftalmoskopi
Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Resume
Seorang anak laki-laki umur 3 tahun 3 bulan datang ke RS. Wahidin
Sudirohusodo dengan keluhan massa tumor pada oculi dextra yang dialami
sejak 2 minggu yang lalu. Tampak keluar seperti daging dari bola mata kanan.
Anak rewel (+). Awalnya ± 2 bulan yang lalu, mata pasien sering merah dan
pasien juga rewel dan sering menangis. Riwayat terdapat bintik putih,
4
mengkilat seperti mata kucing pada mata kanan, diperhatikan oleh ibu pasien
pada umur 2 tahun.
Riwayat berobat sebelumnya tidak ada. Riwayat mata merah (+), lakrimasi
(-), kotoran mata berlebih (-), Riwayat trauma (-). Riwayat kehamilan: Ibu kontrol
teratur di bidan, tidak pernah mengonsumsi obat-obatan maupun jamu-jamuan. Tidak
pernah sakit saat hamil. Riwayat kelahiran cukup bulan. Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama (-)
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien gizi cukup, compos mentis, dengan tanda
vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan inspeksi OD
tampak palpebra edema (+), silia sekret (+), proptosis (+), konjungtiva hiperemis (+),
organ lain sulit dievaluasi. OS dalam batas normal. Pada palpasi OD teraba massa
tumor berukuran 4cm x 4cm x 2cm, konsistensi padat, permukaan tidak rata, nyeri
tekan (+), mobile (-), palpasi OS dalam batas normal. Visus OD: FT (-) OS : FT (+).
Pemeriksaan Penyinaran oblik OD konjungtiva hiperemis (+), organ lain sulit
dievaluasi. OS dalam batas normal.
Diagnosis Kerja
OD Susp. Retinoblastoma stadium II
Diagnosis Banding
Tumor Retrobulbar
Penatalaksanaan
Rencana OD USG
Laboratorium
Foto thorax
Ct-scan kepala
5
Prognosis
• Quo ad Vitam : Malam
• Quo ad Visam : Malam
• Quo as Sanationam : Malam
• Quo ad Comesticam : Malam
Diskusi
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit dengan kelainan pada mata, maka
diperlukan suatu langkah penegakan diagnosis yang dimulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisis umum, pemeriksaan oftalmologis, serta pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya benjolan pada mata kanan yang
berlangsung progresif. Dimana benjolan ini muncul ± 2 minggu yang lalu. Dari
keluhan tersebut, kita dapat menduga penyakit yang dialami pasien kemungkinan
adalah suatu keganasan.
Setelah mengetahui gejala utama, sebaiknya digali gejala penyerta lainnya yang
dapat membantu kita mengarahkan diagnosis yang kita duga untuk sementara. Pada
pasien ini, diduga pasien mengidap penyakit retinoblastoma dilihat dari gejala dan
faktor resiko seperti usia < 5 tahun (3 tahun) dan adanya riwayat leukokorea
sebelumnya (± 1 tahun yang lalu) yang merupakan gejala dini penyakit
retinoblastoma pada anak.
Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak
tidak memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan
retinoblastoma. Lebih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali
dicatat mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang
seolah bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau
strabismus, atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma).
Jika dalam perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat
6
menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9% pasien
retinoblastoma dapat berkembang dengan simptom ini. Tanda lain yang jarang
diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris
(heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak,
dan pergerakan mata abnormal (nistagmus).
Pada kasus ini, tumor sudah semakin membesar pada mata kanan. Anak yang
sudah mencapai stadium lanjut biasanya lebih rewel akibat rasa sakit atau nyeri
daerah mata. Hal ini dikarenakan tumor yang sudah memenuhi ruang orbita sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Hal ini sudah mencapai stadium II (stadium glaukoma).
Untuk memperkuat diagnosis kerja retinoblastoma, dilakukan pemeriksaan
fisis oftalmologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada inspeksi tampak massa
ekstra orbital pada mata kanan. Jadi berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien, didapatkan diagnosis susp. OD Retinoblastoma berdasarkan Klasifikasi
Internasional Retinoblastoma (ICRB).
7
RETINOBLASTOMA
I. Pendahuluan
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan
pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Dua pertiga kasus muncul
sebelum akhir tahun ketiga. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat
terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat
herediter yang diwariskan melalui kromosom.1,2,3
Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan
autosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus di dalam pita
kromosom 13q14 yang mengontrol tumor bentuk herediter dan non-herediter.1,3
Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofilik) atau ke dalam (endofilik).
Retinoblastoma endofilik kemudian meluas ke dalam korpus vitreum. Kedua jenis ini
secara bertahap akhirnya mengisi mata dan meluas melalui saraf optikus ke otak dan
di sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emisari di sclera ke jaringa orbita yang
lain.1,2,3
Pengobatan retinoblastoma tergantung dari stadium, gambaran patologi anatomi
dan ada tidaknya komplikasi. Jenis pengobatan dapat berupa operasi (enukleasi bulbi
dan eksenterasi orbita), penyinaran, khemoterapi, fotokoagulasi, dan krioterapi yang
dapat diberikan secara tersendiri atau kombinasi.4,5
Prognosis retinoblastoma sangat ditentukan oleh diagnosis dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat. Retinoblastoma bisa terjadi secara unilateral dan bilateral.
Frekuensi retinoblastoma bilateral kira-kira 20%-90% dari seluruh kasus
retinoblasma yang bertahan hidup, timbul tumor ganas primer kedua terutama
osteosarkoma, setelah beberapa tahun. Pada pasien ini harus dievaluasi secara cermat
seumur hidup.1,2,3
8
II. Definisi
Retinoblastoma adalah blastoma (suatu neoplasma yang terdiri dari sel-sel
embrionik yang berasal dari blastema suatu organ atau jaringan) kongenital ganas
yang terdapat baik dalam bentuk herediter maupun sporadik, terdiri dari sel-sel tumor
yang berasal dari retinoblas, muncul pada salah satu atau kedua mata anak di bawah
usia 5 tahun dan biasanya didiagnosis pertama kali berdasarkan adanya refleks pupil
putih atau kuning terang (leukokoria).4
III.Epidemiologi
Insiden pada retinoblastoma adalah 1:18.000 sampai 1:30.000 pada setiap
kelahiran di dunia. Pada beberapa negara, inciden retinoblastoma diperkirakan ada
pada 3.6 kasus pada beberapa juta anak di usia kurang dari 15 tahun. Insiden
retinoblastoma secara herediter sungguh menjadi penyebab konstan diantara berbagai
populasi di dunia, tanpa memandang jenis kelamin dan ras serta lingkngan yang
signifikan maupun faktor predisposisi social ekonomi.5
IV. Etiologi
Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan
autosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus di dalam pita
kromosom 13q14 yang mengontrol tumor bentuk herediter dan non-herediter. Gen
retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki suatu alel yang
terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang
tumbuh mengalami mutasi spontan, trebentuklah tumor.1,3
Pada bentuk yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel
retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan. Pada penderita yang
bertahan hidup (5% dari kasus baru yang orang tuanya sakit atau mereka mengalami
9
mutasi sel germinativum) memiliki kemungkinan hampir 50% menghasilkan anak
yang sakit. 1,3
V. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.
Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat
lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera
adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah
untuk memberi makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina,
yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan
syaraf di dalam.Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang
mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.
Gambar 1 : Anatomi Mata6
10
a. Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serata.6
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama
vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk
berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar
akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan
lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.6.,7
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel
pigmen retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen
dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel
fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas
rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan
sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi
dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai
nutrient dan oksigen pada sel retina. 6,7
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam : 6,7
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping
dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
11
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat
sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller.Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik.Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah
retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch.Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.Arteri retina sentralis masuk
ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.
Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
12
retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada
difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.6,7
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf
sensoris pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan
subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan
pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram
(EOG), dan visual evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.6,7
Gambar 2 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah temporal dan sedikit
dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri.7
VI. Patogenesis
Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu:
1. Pertumbuhan endofitik
Pertumbuhan endofitik terjadi saat tumor menembus membrane limitans
interna dan memiliki gambaran massa berwarna putih sampai krem yang
13
menunjukkan tidak adanya pembuluh darah superfisial atau pembuluh darah tumor
irregular yang kecil. Pola pertumbuhan ini biasanya berhubungan dengan vitreous
seeding, dimana fragmen kecil dari jaringan menjadi terpisah dari tumor utama. Pada
beberapa keadaan, viteous seeding dapat meluas menyebabkan sel tumor terlihat
sebagai massa-massa spheroid yang mengapung pada viteous dan bilik depan mata,
menyerupai endoftalmitis atau iridosiklitis dan mengaburkan massa tumor primer.6
Gambar 3: Retinoblastoma endofitik.7,8
2. Pertumbuhan eksofitik.
Pertumbuhan eksofitik terjadi pada celah subretinal. Pola pertumbuhan ini
biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan subretinal dan terjadinya sobekan
pada retina. Sel tumor menginfiltrasi melalui membran bruch ke koroid dan kemudian
menginvasi nervus siliaris.8
14
Gambar 4: Retinoblastoma eksofitik7,8
3. Pertumbuhan infiltrasi difus.
Jenis pertumbuhan ini merupakan jenis pertumbuhan yang jarang dimana
hanya 1,5% dari seluruh pola pertumbuhan retinoblastoma. Pertumbuhan ini
dikarakteristikkan dengan infiltrasi datar pada retina oleh sel tumor tanpa massa
tumor yang tampak jelas. Massa putih yang biasanya yang terlihat pada jenis pola
pertumbuhan retinoblastoma jarang terjadi.8
Gambar 5: Retinoblastoma infiltrat difus9,10
VII. Klasifikasi
15
Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma
intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan
Retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran,
lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding.6
Klasifikasi Reese-Ellswort6
• Group I
a. Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang
equator
b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau
dibelakang equator
• Group II
a. Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator
b. Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator
• Group III
a. Ada lesi dianterior equator
b. Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator.
• Group IV
a. Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc
b. Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata
• Group V
a. Massive Seeding melibatkan lebih dari setengah retina
b. Vitreous seeding
Pada retinoblastoma didapatkan empat stadium, yaitu:7
1. Stadium tenang
Pada stadium ini berlangsung selama 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Selama
stadium ini, memungkin akan menunjukkan gejala antara lain:
a. Leukokoria atau yellowish-white papillary reflex.
16
Pada pupil tampak refleks kuning yang disebut “amauroticcat’s eye”. Hal
inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian berobat. Ini
merupakan gejala yang paling umum terlihat pada stadium ini.
b. Strabismus
Biasanya konvergen. Dapat terjadi pada beberapa kasus.
c. Nystagmus
Merupakan gejala yang jarang terjadi. Biasanya terlihat pada kasus
retinoblastoma yang bilateral.
d. Gangguan penglihatan.
Ini sangat jarang terjadi. Gangguan penglihatan terjadi apabila tumor baru
muncul pada usia 3-5 tahun, anak mungkin akan mengeluhkan adanya
gangguan penglihtan.
e. Opthalmoscopi
Pada pemeriksaan ophalmoscopi terdapat 2 tipe retinoblastoma, yaitu
endofilik retinoblastoma dan eksofilik retinoblastoma
2. Stadium glaukoma
Tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meningkat (glaukoma
sekunder) yang disertai rasa sakit yang sangat. Media refrakta keruh, pada funduskopi
sukar menentukan besarnya tumor.
3. Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan eksoftalmus
kemudian dapat pecah ke depan sampai ke luar dari rongga orbita disertai nekrosis di
atasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi ke belakang sepanjang N. II dan masuk ke
ruang tengkorak. Penyebaran kekelenjar getah bening, dapat masuk ke pembuluh
darah untuk kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
17
4. Stadium metastasis
Hal ini ditandai dengan keterlibatan struktur yang jauh, antara lain:
a. Limfogen, pertama terjadi di preaurikuler dan kelenjar gentah bening yang
terdekat.
b. Direct extension, pada umum mengenai saraf optik dan otak.
c. Hematogen, melibatkan tengkorak dan tulang lainnya. Metastasis ke organ
lain biasanya ke hati, ini relatif jarang.
18
Gambar 6: Leukokoria pada stadium I
(stadium tenang) 5Gambar 7: stadium II (stadium
glaukoma) 4
Gambar 8: stadium III (stadium
ekstraokuler) 4
VIII. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dari retinoblastoma intraokuler hanya
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi, akan tetapi karena tindakan
biopsy merupakan kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan
beberapa sarana pemeriksaan sebagai sarana penunjang.11
Gejala Klinik
Gejala klinik subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak
tidak memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan
retinoblastoma. Ledih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali
dicatat mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang
seolah bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau
strabismus, atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma).
Jika dalam perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat
menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9% pasien
retinoblastoma dapat berkembang dengan simptom ini. Tanda lain yang jarang
diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris
(heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak,
dan pergerakan mata abnormal (nistagmus).1,6,7
Penyakit ini jarang sekali didapatkan dalam stadium dini. Hal ini disebabkan
massa tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan menimbulkan gejala
gangguan penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor hanya pada satu mata, sehingga
mata yang normal dapat mengatasi fungsi penglihatan. Di samping itu, penyakit
ini biasanya mengenai bayi dan anak kecil yang belum mampu mengemukakan
keluhan-keluhan apabila terdapat gangguan fungsi mata, misalnya penglihatan
menjadi kabur. Orang tua tidak menyadari kelainan yang terjadi pada anaknya.
Stadium dini biasanya didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin secara
kebetulan atau apabilatumor terdapat di makula retina dan menyebabkan mata juling
19
karena binokuler vision penderita terganggu. Gejala juling inilah membawa penderita
atau orang tua penderita pergi ke dokter.1,6
Examination under anaesthesia.
Pemeriksaan ini dilakukan pada setiap kasus yang dicurigai retinoblastoma.
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan fundus pada kedua bola mata setelah
pupil dimidriasiskan dengan menggunakan atropin, untuk mengukur tekanan
intraokuler dan diameter dari kornea.7
Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari orang
tua untuk analisa DNA. Ada metode direk dan indirek untuk analisis gen
retinoblastoma. Metode direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang
mempercepat pertumbuhan tumor, jadi pemeriksaan ini menentukan apakah mutasi
terjadi pada sel benih pasien. Metode indirek digunakan pada kasus dimana mutasi
awal tidak dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi tersebut ada. Assays level
Enzyme Humor Aqeous digunakan untuk memperoleh informasi pada pasien dengan
kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim glikolitik
yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim ini terdapat dalam
konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara metabolis. Secara normal,
konsentrasinya di dalam serum dan aqeous humor rendah. Pada pasien dengan
retinoblastoma menunjukkan peningkatan aktivitas LDH.6
Radiologi
1. CT- scan Kranial dan Orbital metode sensitif untuk diagnosis dan deteksi
kalsifikasi intraokuler dan menunjukkan perluasan tumor intraokuler bahkan
pada keadaan tidak adanya kalsifikasi.6,7
2. USG berguna dalam membedakan retinoblastoma dari keadaan non
neoplastik. USG berguna juga untuk mendeteksi kalsifikasi.6,7
20
3. MRI dapat berguna untuk memperkirakan derajat diferensiasi retinoblastoma
namun tidak sespesifik CT-Scan karena kurangnya sensitivitas mendeteksi
kalsium. MRI juga berguna dalam mengidentifikasi retinoblastoma yang
berhubungan dengan perdarahan atau ablasio retina eksudatif.6
4. X-ray, pada daerah dimana USG dan CT-Scan tidak tersedia, pemeriksaan X-
ray dapat merupakan modalitas untuk mengidentifikasi kalsium intraokular
pada pasien dengan
media opaq.6,7
Gambaran Histologi
Khas gambaran histopatologis Retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya
Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes yang jarang. Keduanya
dijumpai pada derajat terbatas pada diferensiasi sel retina. Homer-Wright rosettes
juga sering dijumpai tapi kurang spesifik untuk retinoblastoma karena sering juga
dijumpai pada tumor Neuroblastik lain. Kalsifikasi luas biasa dijumpai. 6,7,9
Tumor terdiri dari sel basofilik kecil ( retinoblast), dengan nukleus
hiperkhromotik besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan retinoblastoma tidak dapat
21
Gambar 9: Gambaran CT-Scan Kepala pada
penderita retinoblastoma std. galukoma, tampak
perluasan tumor pada intracranial
Gambar 10: Gambaran CT-Scan Kepala pada
penderita retinoblastoma (intraocular)
dibedakan, tapi macam-macam derajat diferensiasi Retinoblastoma ditandai oleh
pembentukan Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe : 6,7
1. Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central yang dikelilingi
oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen.
2. Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk
mengelilingi masa proses eosinophilik
3. Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan differensiasi
fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak
menyerupai karangan bunga.
Gambar 11: gambaran histopatologi retinoblastoma
IX. Diagnosis Banding
Katarak congenital
Merupakan kekeruhan pada lensa yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir.9,10
22
Gambar 12: gambaran katarak kongenital9
Retinopaty of Prematurity
Hal ini merupakan gangguan mata pada bayi yang lahir prematur yang
disebabkan pertumbuhan pembuluh darah retina yang tidak sempurna sehingga
dapat menyebabkan jaringan parut dan ablasio retina. Semua bayi dengan berat
lahir kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu
berisiko mengalami retinophaty of prematurity. Terdapat lima stadium pada
penyakit ini, yaitu : stadium 1 garis batas kabur (demarcation line), stadium 2
demarcation ridge atau elevated ridge, stadium 3 external fibrovascular tissue,
stadium 4 subtotal retinal detachment, stadium 5 total retinal detachment.9,10
Gambar 13: gambaran stadium retinophaty of prematurity11
Persistent Hyperplastic Primary Vitreous
23
Merupakan kelainan kongenital yang sangat jarang terjadi. Disebabkan
karena terjadi persisten jaringan hyaloid vascular dan mesenkim dari vitreous
primer embrio. Biasanya terjadi hanya pada satu mata dan ditemukan adanya
mikroftalmus. 9,10
Gambar 14: gambaran PHVP10
X. Penatalaksanaan
Saat Retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami bahwa
Retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka
harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran
ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya
dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah
menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya
menyelamatkan visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini
dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi,
Eksenterasi, Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan
Plaque Radiotherapy.11
Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu
dan terus berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi
24
utama Retinoblastoma Intraokular karena berhubungan dengan deformitas
kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada
Retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk menghindari efek
samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bola
mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke
Ekstraokular.11
1. Enukleasi
Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun
beberapa dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus
unilateral maupun bilateral 12. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang
tepat jika :
Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular. 7,11
2. Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular
Bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer.
Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat
menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi,
perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak
dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam
seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang
mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus
kemoterapi.11
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal
(gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique.
Kebanyakan studi Chemoreduction untuk Retinoblastoma menggunakan Vincristine,
25
Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan
lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus
menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri,
tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser Photocoagulation,
Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa Kemoterapi. Efek
samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok,
tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut
pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide.
Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi
sistemik.11
3. Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial
berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi
Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding
dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor
berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva
dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik
atropi pernah dilaporkan.5,11
4. Photocoagulation dan Hyperthermia
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi
Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari
10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya
mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada
permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia.
Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai
45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan
Kemoterapi dan Radioterapi.11
26
5. Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan
ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan
Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor
pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi
tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow
up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi.11
6. External-Beam Radiation Therapy
Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang
dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-SparingTechnique,
untuk melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu.
Khusus untuk terapi pada anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap
Laser atau Krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%.
Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi
sekunder.6,11
Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam
Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah:11
1. Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada
resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma)
yang dieksaserbasisi oleh paparan External Beam Radiotherapy.
2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface
hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy dan
Vasculopathy.
3. Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan
External Beam Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan
untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas
27
radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik dapat
memperlambat kebutuhan External Beam Radiotherapy, memberikan
perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko
malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.
7. Plaque Radiotherapy ( Brachytherapy )
Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata
dimana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor
aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif
kecil sampai sedang. Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang
dengan diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang
lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium 106.11
XI. Prognosis
Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi medis yang tepat. Angka
ketahanan hidup seluruh pasien retinoblastoma di Amerika dan Inggris saat ini lebih
dari 85%. Angka kesembuhan hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat dan
enukleasi dilakukan sebelum tumor melewati lamina kribrosa. Angka ketahanan
hidup menurun menjadi 60% jika tumor meluas melewati lamina kribrosa, bahkan
jika batas pemotongan nervus optikus bebas dari tumor. Kematian terjadi sekunder
karena perluasan intrakranial. Pengobatan dengan EBRT menghasilkan angka
kesembuhan sebesar 85%.6,12
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Daniel G. Vaughan et all. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta.
2010: 207-11, 360-3, 368-71
2. Arief Mansjoer dkk. Retinoblastoma dalam Kapita Selekta
Kedotekteran Jilid I Edisi ketiga. Media Aesculapius. Jakarta, 2001 : 75-6
3. American Academy of Ophtalmology, Ophthalmic Phatology and Intraocular
Tumors, Section 4 th, 17th edition, 2011-2012:P.299-313
4. Alberth Daniel M, Poland A. Clinical Overview Retinoblastoma. In: Ocular
Oncology. New York.2003:P.19-34
5. Kiss S, Leiderman YI, Mukai S. Diagnosis, Classification, and Treatment of
Retinoblastoma. In: International Ophtalmologhy Clinic. P 135-47
6. Manchelle AventuraIsidro. Retinoblastoma. [online] March 2015. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1222849-overview
7. Khurana, AK. Retinoblastoma. In: Comprehensive Ophthalmology. 4 th edition.
2007:P.279-85
8. K.Lang, Gerald, Ophtalmology A Short Text Book, Thieme Stuttgart, New
York,2000:P.353-7
9. Razek A K K A, Elkhamary S, MD. MRI of Retinoblastoma. The British Journal
of Radiology. Saudi Arabia. 2011:775-84. [online] March 2015. Available from:
http://bjr.birjournals.org/content/84/1005/775.full.pdf+html
10. Jr. Eagle, C Ralph. Retinoblastoma and Simulating Lesions. Chapter 21. [online]
March 2015. Available from:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v9/ch021/012f.ht
ml
11. Anonim. [online] March 2015. Available from: http://www.psychologymania.com/2012/04/retina-mata.html
12. Anonim. [online] March 2015. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20319/3/Chapter%20II.pdf
29