Post on 14-Mar-2019
REALISASI TUJUAN PERNIKAHAN MENURUT SYARIAT ISLAM PADA
KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA
(Penelitian Terhadap Kehidupan Berumah Tangga Pada Masyarakat
Di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk
Mencapai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Mawardi
NIM :108044100076
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H / 2015M
REALISASI TUJUAN PERNIKAHAN MENURUT SYARIAT ISLAM PADA
KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA
(Penelitian Terhadap Kehidupan Berumah Tangga Pada Masyarakat
Di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk
Mencapai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Mawardi
NIM : 108044100076
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436H / 2015M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul REALISASI TUJUAN PERNIKAHAN MENURUT SYARIAT
ISLAM PADA KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA (Penelitian Terhadap
Kehidupan Berumah Tangga Pada Masyarakat Di Desa Pusaka Rakyat
Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi) telah diujikan dalam Sidang
Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta (UIN) pada tanggal 19 Maret 2015. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada program
studi Hukum Keluarga.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mawardi
NIM : 108044100076
Program Studi : Hukum Keluarga
Fakultas : Syariah dan Hukum
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini asli hasil karya atau
penelitian saya sendiri dan bukan jiplakan dari hasil karya orang lain.
Bekasi, 30 Januari 2015
v
ABSTRAK
Mawardi. NIM: 108044100076. Realisasi Tujuan Pernikahan Menurut Syariat
Islam Pada Kehidupan Berumah Tangga ( Penelitian Terhadap Kehidupan
Berumah Tangga di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Taruma Jaya Kabuoaten
Bekasi). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H /
2015 M.
Keluarga yang harmonis merupakan tujuan utama dari sebuah perkawinan
yang didambakan setiap pasangan suami isteri. Namun, yang terjadi pada beberapa
pasangan keluarga di desa Pusaka Rakyat, melainkan aneka kekurangan seperti
ekonomi, intervensi dan miskomunikasi antara suami dan isteri. Keharmonisan dalam
rumah tangga itu telah tiada; yang ada hanya percekcokan dan penderitaan lahir batin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui realitas kehidupan berumah tangga
di Desa Pusaka rakyat, faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan
pernikahan menurut syariat Islam, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
tidak tercapainya tujuan pernikahan menurut syariat Islam terhadap keluarga di Desa
Pusaka rakyat.
Penelitian ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa tujuan pernikahan dalam
Islam adalah untuk menciptakan keluarga yang mawaddah, sakinah dan rahmah.
Percekcokan dalam keluarga dan faktor-faktor lain yang bisa memperburuk keadaan
rumah tangga harus dihindarkan dengan berbagai upaya seperti telah diatur dalam
hukum Islam guna mewujudkan tujuan perka winan di atas.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
dengan sumber data primernya adalah 80 pasangan suami isteri yang terdapat di Desa
Pusaka rakyat dan sumber data sekundernya adalah bagian-bagian tertentu yang
terdapat dalam referensi bidang fiqh munakahat. Dari sumber primer, data
dikumpulkan dengan teknik penyebaran angket dan wawancara. Data kemudian
dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak tercapainya tujuan pernikahan
yang sesuai dengan syariat islam, yaitu tidak tercapainnya keluarga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah pada beberapa keluarga di Desa Pusaka Rakyat , faktor-
faktor yang menimbulkan kekurang harmonisan keluarga di Desa Pusaka rakyat,
adalah faktor ekonomi, seks, intervensi dan komunikasi, menurut hukum Islam Tanpa
Komunikasi yang baik keluarga yang harmonis sulit dpertahankan, sebab mereka
hanya akan menjalani kehidupan berumah tangga dalam suasana ketertutupan,
kesunyian, prasangka yang buruk, kesalahpahaman, bahkan boleh jadi saling
bermusuhan.
Kata kunci : Pernikahan, Keluarga, Rumah Tangga, hak, kewajiban,
Sakinah, Mawaddah, Rahmah, Hamonis.
Pembimbing : Sri Hidayati, M. Ag.
Daftar Pustaka : 1978 s.d 2015
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Assalamu‟alaikum, Wr, Wb.
Puji Syukur saya persembahkan kehadirat Allah SWT., atas perkenan-Nya
penulis telah diberikan kekuatan lahir dan batin untuk menulis Skripsi ini. Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW.,
Terwujudnya skripsi ini merupakan satu proses yang panjang dan tidak lepas
dari bantuan banyak pihak, bantuan tersebut sangat besar arti dan nilainya.
Pada kesempatan ini hanya ucapan terima kasih yang mendalam dari
penyusun untuk dihaturkan kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepuddin, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, yang telah berkenan meluangkan waktunya
yang berharga untuk membimbing penyusunan skripsi ini.
3. Bapak H. A. Basiq Djalil dan Bapak H. M. Riza Afwi, Lc, MA.,
Selaku penguji skripsi penulis, yang telah memberi masukan untuk
kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak JM. Muslimin, Ph.D., Selaku Dosen penasihat akademik
penulis yang telah banyak memberikan nasihat dan motivasinya untuk
penulis dalam melaksanakan perkuliahan.
vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Hukum Keluarga UIN Jakarta
yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Masyarakat Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten
Bekasi yang telah sudi meluangkan waktunya untuk berwawancara dan
melengkapi dalam pengambilan data penyelesaian skripsi ini.
7. Terima kasih kepada Bapak Drs. H. Abdul Choir dan ibu Hj. Zulaicho
sebagai orang tua penyusun, yang sangat banyak memberikan bantuan
moril, materil, arahan, dan selalu mendoakan keberkahan dan
keselamatan unuk penulis.
8. Kepada kakak-kakakku dan keponakan-keponakanku yang senantiasa
memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi
ini.
9. Dan semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu
dalam membantu sekaligus mendukung pembuatan skripsi ini, sekali
lagi disampainkan banyak terima kasih.
Semoga seluruh bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis
selama menyelesaikan skripsi ini, dicatat oleh Allah sebagai bagian amal shaleh
yang akan mengalir di akhirat kelak, dan semoga buah karya penyusun lewat skripsi
ini dapat bermanfaat dan memiliki nilai pengabdian di sisi Allah yang maha
penyayang. aamiin yaa rabbal 'alamin.
Wassalamu‟alaikum, Wr, Wb.
viii
Bekasi, 30 Januari 2015
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 8
D. Metode Penelitian ....................................................................... 10
E. Teknik dan Sistematika Penulisan ............................................... 14
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DALAM
ISLAM............................................................................................. 16
A. Pengertian dan Tujuan Pernikahan .............................................. 16
B. Konsep Keluarga Ideal dalam Islam ............................................ 23
C. Hak dan Kewajiban Suami Istri menurut Hukum Positif .............. 32
D. Hukum meninggalkan Hak dan Kewajiban Suami-Istri ............... 41
x
BAB III GAMBARAN UMUM DESA PUSAKA RAKYAT KECAMATAN
TARUMA JAYA KABUPATEN BEKASI .................................... 44
A. Profil Desa Pusaka Rakyat .......................................................... 44
B. Eksistensi Desa Pusaka Rakyat ................................................... 48
C. Pemahaman masyarakat tentang Keagamaan dan Hukum Keluarga
................................................................................................... 52
BAB IV TUJUAN PERNIKAHAN MENURUT SYARIAT ISLAM PADA
KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA DI DESA PUSAKA
RAKYAT KECAMATAN TARUMA JAYA KABUPATEN
BEKASI ........................................................................................... 59
A. Realitas tujuan pernikahan menurut syariat Islam pada kehidupan
berumah tangga ........................................................................... 59
B. Analisis Faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan
pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam ............................... 63
C. Tinjauan Hukum Islam terhadap Penyebab tidak tercapainya
tujuan pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam .................... 73
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 83
A. Kesimpulan ................................................................................. 83
B. Saran-saran ................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. xii
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
1. ANGKET .................................................................................................... I
2. PEDOMAN WAWANCARA ..................................................................... IV
xi
3. GAMBAR ................................................................................................... V
4. CURRICULUM VITAE ............................................................................ IX
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang utuh dan universal, yang memerintahkan
kepada umatnya untuk mendirikan sebuah rumah tangga melalui suatu syariat yaitu
dengan melaksanakan perkawinan terlebih dahulu secara resmi.
Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya melalui penciptaan manusia hidup
dengan berpasang-pasangan (suami-istri) dengan dibarengi perasaan kasih dan
sayang. Dengan demikian, manusia akan merasa tentram dalam kehidupan
keluarganya, sehingga terbentuklah keluarga yang sakinah atau harmonis
sebagaimana yang di cita-citakan oleh ajaran Islam.
Dalam pasal 3 KHI disebutkan pula bahwa perkawinan bertujuan “untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang Sakinah, mawaddah dan rahmah”.1
Sebagaiman kita ketahui bahwa yang dinamakan perkawinan adalah suatu
perjanjian perikatan antara suami dan isteri yang sudah barang tentu akan
mengakibatkan timbulnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak.
Jadi yang dimaksud dengan hak di sini adalah sesuatu yang merupakan milik atau
dapat dimiliki oleh suami atau isteri yang diperolehnya dari hasil perkawinan. Hak ini
1 Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), cet. 4, hal.
114
2
juga dapat dihapus apabila yang berhak rela, apabila haknya tidak dipenuhi atau
dibayar oleh pihak lain. Adapun yang dimaksud dengan kewajiban adalah hal-hal
yang wajib dilakukan atau diadakan oleh salah seorang dari suami isteri, untuk
memenuhi haknya dari pihak yang lain.2
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 77 ayat (1) menjelaskan bahwa “Suami
istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.3 Dengan
demikian menurut Undang-undang bahwa dalam pengelolaan rumah tangga antara
suami dan istri memiliki kewajiban yang sama.
Peranan suami istri sudah digariskan secara baku oleh aturan agama dan
negara. Di mana para istri berperan didalam rumah tangga dan bertanggung jawab
dalam pengelolaan nafkah yang diberikan suaminya, sementara suami mencari nafkah
diluar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Pada intinya, menurut Ibnu Musthafa,4 jika keluarga didalam masyarakat itu
baik, akan baiklah masyarakat itu sebaliknya, jika keluarga itu buruk, maka akan
buruklah masyarakat itu. Untuk menciptakan keluarga yang tentram, senang dan
bahagia tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan, tetapi terlebih dahulu
harus menghadapi pahit manisnya kehidupan dunia. Hal tersebut dapat terwujud
2Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty, 1998), cet. 4, hlm. 87
3Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Hal. 132
4Ibnu Musthafa, Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, (Bandung: Al-Bayan,1993), hlm. 95.
3
apabila hubungan dan pergaulan antara anggota keluarga berjalan baik. Hubungan
antara anggota akan bertambah erat jika masing-masing anggota keluarga mengetahui
dan merealisasikan hak-hak dan kewajibannya.
Seorang suami dalam menjalankan kewajibannya, terbagi kedalam dua
bentuk, yaitu pertama kewajiban dalam bentuk materi atau kebendaan, dan kedua
kewajiban dalam bentuk moral spiritual atau bukan kebendaan (imateriil).
Selengkapnya Djauharuddin,5 merinci kewajiban tersebut sebagai berikut:
a. Memberi nafkah lahir dan bathin kepada istri dan anak sesuai dengan
kemampuannya.
b. Memperlakukan isteri dan menghormati keluarga istrinya dengan cara dan
sikap yang baik.
c. Membantu tugas istri terutama dalam hal mendidik dan memelihara serta
membina anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
d. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak kepada istri sesuai dengan ajaran
islam.
e. Dapat mengatasi keadaan, mencari solusi dengan cara yang ma‟ruf dan
bijaksana.
f. Berusaha untuk menciptakan ketentraman, kedamaian, dan keruklunan dalam
keluarga.
5Djauharudin, Hak dan Kewajiban Suami Isteri, (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 9.
4
g. Memelihara, memimpin dan membimbing serta membina keluarga agar
menjadi keluarga yang shaleh.
Penanaman dan pembinaan nila-nilai keislaman amat tepat dimulai dari
keluarga. Apabila rumah tangga berdiri di atas landasan taqwa dan seluruh anggota
keluarganya diajak berkhidmat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya terwujudlah
sebuah kekuatan asasi dalam masyarakat. Jika masyarakat menjadi baik karena terdiri
keluarga-keluarga baik, niscaya terbentuklah kekuatan asasi bagi sebuah bangsa.
Untuk itu, maka ide menghadirkan konsep manajemen keluarga, menjadi suatu hal
yang sangat penting.
Abu A‟la Maududi seperti dikutip oleh Kaswan6 menyatakan bahwa keluarga
merupakan lembaga yang penting utama dan fundamental dalam masyarakat manusia
dalam setiap kurun dan zaman manpun. Oleh sebab itu jika sebuah keluarga itu dapat
diibaratkan sebuah bangunan yang tersusun dari berbagai batu bata, maka kumpulan
batu bata yang ada, berhubungna satu sama lain. Bangunan (keluarga) akan kuat bila
batu bata itu tersusun dengan kuat dan kokoh, demikian pula bangunan itu akan
runtuh bila batu batanya rapuh. Begitu pula halnya bangsa, kuat bila segenap keluarga
itu utuh serta kuat, dan bangsa itu akan lemah bila rumah tangga (keluarga) itu rapuh
dan lemah.7
6Kaswan, Membina Keluarga dalam Islam. (Bandung: Pustaka, 1991), hlm. 23.
7Mahmud Syalthout, Aqidah wa al-Syari‟ah, terj. M Yunus, Aqidah dan Syariat Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara), hlm.149.
5
Karena begitu urgennya peranan keluarga dalam kehidupan rumah tangga
serta bermasyarakat secara umum, maka ia perlu dibangun serta ditata dengan baik
untuk tetap dijaga kelestarian dan keharmonisannya, agar pada akhirnya nanti yang
menjadi tujuan dari pernikahan itu senantiasa ada dalam keluarga itu yaitu rumah
tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Pada kasus yang terjadi di desa Pusaka Rakyat kecamatan Taruma Jaya
banyak terjadi ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga misalnya adanya kasus
seorang isteri yang tidak mau melayani suaminya dalam berhubungan biologis
dengan alasan suami sering tidak memberikan nafkah lahir atau biaya hidup dan tidak
pernah memikirkan keadaan keluarganya. Yang lebih parah lagi adalah hak dan
kewajiban lainnya antara pasangan suami istri itu yang kurang dijalankan
sebagaimana mestinya, dan itu diduga menjadi salah satu faktor keluarganya menjadi
kurang harmonis.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kelancaran rumah tangga
dipengaruhi oleh kelancaran dan kestabilan ekonomi. Segala kebutuhan rumah tangga
dapat terpenuhi jika ekonominya lancar tapi sebaliknya kericuhan-kericuhan rumah
tangga dapat sering terjadi yang kadang-kadang diakhiri oleh perceraian, ini
disebabkan oleh masalah ekonomi yang tidak stabil/morat-marit8.
Secara umum, tantangan yang dihadapi oleh sebuah keluarga adalah persoalan
ekonomi (nafkah), karena itu kebahagiaan dan keharmonisan sebuah rumah tangga
8Anonimous,Modul Fasilitator Kursus Calon Pengantin,(Bandung: Departemen Agama,
2002), hlm. 128.
6
banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi tersebut. Meski sebenarnya masalah
ekonomi tidaklah selalu menjadi faktor utama bagi suatu kebahagiaan. Kenyataan
juga membuktikan bahwa seseorang tidak akan pernah bisa membina suatu
kedamaian dan kebahagiaan hidup berumah tangga hanya bermodalkan cinta dan
kasih sayang semata.
Ketika sepasang laki-laki dan perempuan melangsungkan perkawinan atau
bahkan sebelumnya, sewaktu dalam pertunangan, tentunya sudah terpancar harapan-
harapan dan cita-cita yang ingin dicapai, yaitu kebahagiaan dan ketentraman serta
kesejahteraan lahir dan batin yang dinikmati bersama. Kemudian, kalau kita
mengamati dan memahami lebih mendalam tentang keluarga, tentunya dalam
keluarga itu terdapat fungsi-fungsi sebagai pengendali roda rumah tangga. Diantara
fungsi-fungsi itu adalah fungsi ekonomi, fungsi sosial, fungsi protektif, fungsi
religius, fungsi rekreatif, fungsi afektif, fungsi reproduktif (pelanjut generasi), dan
fungsi edukatif.9
Keadaan keluarga akan kokoh apabila seluruh fungsi di atas berjalan seperti
seharusnya. Apabila pelaksanaan fungsi di atas dihilangkan atau bahkan dikurangi,
maka terjadilah krisis rumah tangga.10
Keluarga tanpa memiliki fungsi reproduktif
akan hilang, keluarga tanpa memiliki fungsi ekonomi akan kacau dan jauh dari
ketentraman, keluarga tanpa fungsi edukatif (menanamkan norma-norma ke-Islam-
an), anak yang lahir dalam keluarga itu tidak akan berhasil untuk disosialisasikan,
9Nina Surtiretna, Bimbingan Seks bagi Remaja, (Bandung: Rosada Karya, 2000), hlm. 173.
10Ibid.
7
hubungan antara anak dan orang tua akan mengalami gangguan dan ketidakteraturan
dalam rumah tangga.
Dari penjelasan diatas penulis ingin melihat sejauh mana realisasi tujuan
pernikahan menurut syariat Islam pada kehidupan berumah tangga, khususnya di
Kabupaten Bekasi dan dikaitkan dengan KHI Pasal 77 Ayat 1 tentang Hak dan
Kewajiban Suami Isteri, Maka dari itu penulis ingin menuangkan permasalahan ini
serta menguraikanya dalam skripsi yang berjudul: “Realisai Tujuan Pernikahan
Menurut Syariat Islam Pada Kehidupan Berumah tangga. (Penelitian Terhadap
Kehidupan Berumah Tangga di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Taruma Jaya
Kabupaten Bekasi)
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Persoalan mengenai realisasi pernikahan menurut syariat Islam sangatlah
menarik dalam menilai kualitas keluarga yang baik. Agar tidak terjadi pembahasan
yang melebar serta tidak ada titik temu pangkal ujungnya, maka dari itu penulis
membatasi permasalahan hanya pada tujuan pernikahan menurut syariat Islam pada
masayarkat di desa Pusaka Rakyat kecamatan Taruma jaya kabupaten bekasi.
2. Perumusan Masalah
8
Undang-undang menjelaskan bahwa “Suami isteri memikul kewajiban yang
luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.11
Tapi ada kasus seorang istri yang tidak mau melayani suaminya dalam
berhubungan biologis dengan alasan suami sering tidak memberikan nafkah lahir atau
biaya hidup dan tidak pernah memikirkan keadaan keluarganya.
Berdasarkan rumusan masalah dan uraian di atas, maka dalam penelitian
skripsi ini penulis menagjukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah tujuan kehidupan berumah tangga masyarakat di desa Pusaka Rakyat
kecamatan Taruma Jaya kabupaten Bekasi sudah sesuai dengan syariat Islam?
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan kehidupan
berumah tangga yang sesuai dengan syariat Islam pada masyarakat di desa
Pusaka Rakyat kecamatan Taruma Jaya kabupaten Bekasi?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penyebab ketidak harmonisan
kehidupan berumah tangga?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
11Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, hlm. 132.
9
a. Untuk mengetahui apakah tujuan kehidupan berumah tangga
masyarakat di desa Pusaka Rakyat kecamatan Taruma Jaya kabupaten
Bekasi sudah sesuai dengan syariat Islam
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya
tujuan kehidupan berumah tangga yang sesuai dengan syariat Islam
pada masyarakat di desa Pusaka Rakyat kecamatan Taruma Jaya
kabupaten Bekasi
c. Bagaimana tinjauan Hukum Islam Islam terhadap penyebab tidak
tercapainya tujuan pernikahan menurut syariat Islam terhadap keluarga
di Desa Pusaka rakyat?
2. Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa memperkaya teori tentang tathbiq
syari‟ah khususnya pada masyarakat di desa Pusaka Rakyat kecamatan
Taruma Jaya kabupaten Bekasi.
b. Kegunaan Praktis
1) Menambah wawasan peneliti tentang pelaksanaan kehidupan
berumah tangga di desa Pusaka Rakyat kecamatan Taruma Jaya
Kabupaten Bekasi;
10
2) Memberi informasi ilmiah mengenai pelaksanaan kehidupan
berumah tangga di desa Pusaka Rakyat kecamatan Tarumajaya
kabupaten Bekasi, faktor-faktor yang menyebabkan tidak
tercapainya tujuan pernikahan yang sesuai dengan syariat islam,
tinjauan hukum Islam terhadap tidak tercapainya tujuan
pernikahan menurut syariat Islam terhadap keluarga di Desa
Pusaka rakyat, dan
3) Sebagai penelitian skripsi Program Studi Hukum Keluarga (Al-
Ahwal Al-Syakhsiyyah), penelitian ini diharapkan menjadi
sumbangan postitif terhadap pengembangan ilmu fikih munakahat
khususnya tentang bagaimana menciptakan keluarga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah.
D. Metode Penelitian
Skripsi ini merupakan penelitian terhadap pelaksanaan kehidupan berumah
tangga dikaitkan dengan tujuan pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Penulis membatasi penelitian ini dengan memfokuskan diri terhadap pelaksanaan
kehidupan berumah tangga yang terjadi di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan
Tarumajaya Kabupaten Bekasi.
1. Metode Pendekatan
11
Penelitian ini merupakan corak penelitian yang menggabungkan antara
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan (field research) yaitu menelaah buku-
buku dan tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, juga
melakukan wawancara dan diskusi dengan beberapa responden yaitu beberapa
keluarga yang ada di wilayah penelitian.
Maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu metode penelitian
ilmiah yang didasarkan pada alur berfikir induktif dalam mendekati kebenaran ilmiah.
Berfikir induktif terkait dengan perkembangan generalisasi dari hasil observasi-
observasi yang spesifik. Dengan kata lain, metode penelitian yang akan dilakukan
adalah deskriptif-analitik.
Alur berfikir ini terdiri dari tiga langkah: (1) Pengamatan (observation) adalah
melakukan pengamatan secara cermat ata objek penelitian, (2) Penemuan pola
(finding a pattern) adalah menemukan berbagai pola yang berkaitan dengan objek
penelitian, dan (3) Simpulan tentative-sementara (tentative conclution) adalah
menarik kesimpulan dari berbagai rangkaian dan pola objek penelitian.12
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi dua jenis sumber data, yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer
12Earl Babbie, The Practice of Social Research, (Belmont-USA: Wadsworth/Thomson
Learning, 1986), hlm. 33.
12
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah ungkapan-ungkapan dari
responden yang menggambarkan realitas tujuan pernikahan di Desa responden
terdiri dari Kepala Desa, tokoh masyarakat setempat, dan beberapa pasangan
suami istri yang dijadikan responden.
b. Sumber data sekunder
Yaitu bagian-bagian tertentu dari buku-buku dan kitab fiqh munakahat
serta pendapat ahli hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang
diteliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi kepustakaan.
a. Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mendalami permasalahan yang timbul yang
dijadikan topik penelitian.
b. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan tanya jawab secara lisan dimana
dua orang atau lebih berhadapan secara langsung. Dalam proses interview ada
dua pihak yang menempati kedudukan berbeda. Satu pihak berfungsi sebagai
pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai
pemberi informasi atau informan (Responden)13
13 Soemitro Romy H. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), Hlm.
71.
13
c. Angket atau Kuisoner
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang di gunakan untuk
memperoleh informasi tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.14
Dalam hal ini penulis menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertutup
yaitu pertanyaan-pertanyaan, dimana responden tinggal memilih jawaban
yang tersedia, jawaban telah terikat dan responden tidak dapat memberikan
jawaban secara bebas. Metode ini penyusun gunakan untuk mendapatkan data
mengenai Realisasi dan tujuan pernikahan menurut syariat islam pada
masyarakat di desa pusaka rakyat kecamatan taruma jaya kabupaten bekasi.
4. Analisis Data
Untuk menganalisis data, penulis menggunakan teknik deskriptif
interpretative, yaitu mendeskripsikan pelaksanaan kehidupan berumah tangga di
Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi dengan cara
merekontruksikan dan menghubungkan dengan tujuan pernikahan yang terdapat
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Langkah yang penulis tempuh adalah menetapkan komponen-komponen
atau aspek-aspek yang akan membentuk pemikiran-pemikiran tersebut sehingga
mendapat gambaran yang detail terutama tentang kehidupan berumah tangga di
Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi.
Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
14 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian,Suatu pendekatan praktek. (Jakarta: PT.Rieneka
Cipta,2006), hlm. 153.
14
a. Menelaah semua data yang terkumpul dari berbagai sumber, baik
sumber primer maupun sumber sekunder;
b. Mengelompokkan seluruh data dalam satuan-satuan sesuai dengan
masalah yang diteliti;
c. Menghubungkan data dengan teori yang sudah dikemukakan dalam
kerangka pemikiran; dan
d. Menafsirkan serta menarik kesimpulan dari data yang dianalisis
dengan memperhatikan rumusan masalah dan kaidah-kaidah yang
berlaku dalam penelitian.
E. Teknik dan Sistematika Penulisan
1. Teknik Penulisan
Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini
adalah Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Tahun 2012.
2. Sistematika Penulisan
Pendahuluan dalam sub bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitan, teknik dan
sistematika penulisan.
Sedangkan dalam bab dua menjelaskan tentang pengertian dan tujuan
pernikahan, konsep keluarga ideal dalam Islam, hak dan kewajiban suami isteri
15
menurut hukum islam dan perundang-undangan, hukum meninggalkan hak dan
kewajiban suami isteri.
Dalam bab tiga ini penulis membahas tentang profil desa Pusaka Rakyat,
eksistensi desa Pusaka Rakyat dan pemahaman masyarakat tentang keagamaan
dan hukum keluarga.
Dalam bab empat ini penulis menganalisis tentang realitas tentang
kehidupan berumah tangga di desa Pusaka Rakyat kecamatan Taruma Jaya
bekasi, kemudian menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan tidak
harmonisnya kehidupan berumah tangga di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan
Taruma Jaya dan tinjauan hukum Islam terhadap penyebab ketidak harmonisan
kehidupan berumah tangga.
Sedangkan dalam bab terakhir penulis memberikan kesimpulan serta
saran-saran dalam skripsi ini.
16
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERNIKAHAN DALAM ISLAM
A. Pengertian dan Tujuan Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul. Menurut istilah
Syara‟ ialah Ijab dan Qabul (Akad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki
dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang ditentukan oleh Islam.1
Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna.2 Pernikahan itu bukan hanya untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan antara suatu
kaum dengan kaum yang lainnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3
1 Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1998)
hal.537
2 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, ( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 374
3 Mohd. Idris Ramulyo,S.H, M.H, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama, dan Zakat menurut Hukum Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 1995), Hlm. 43
17
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan
yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan
pelaksanaanya adalah merupakan ibadah.4
Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku.5
2. Tujuan Pernikahan
Menurut fitrahnya, manusia dilengkapi tuhan dengan kecenderungan seks
(libido seksualitas).Oleh karena itu, Tuhan menyediakan wadah yang legal untuk
terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat kemanusiaan. Akan
tetapi, perkawinan tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk menunaikan hasrat
biologis tersebut. Kalau hanya itu, tujuan perkawinan memiliki nilai yang sama
dengan perkawinan yang dianut biologi, yaitu mempertemukan jantan dan betina
untuk sekedar memenuhi kebutuhan reproduksi generasi. Perkawinan yang diajarkan
Islam meliputi multiaspek.6
Diantara aspek-aspek tersebut adalah:
1. Aspek personal
4 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), cet.4, hlm.
114
5 YLBH APIK, Undang- undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, diakses pada
tanggal 12 Desember 2014, http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm.
6 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 15.
18
a. Penyaluran kebutuhan biologi
Sebagai suatu sunnatullah, manusia selalu hidup berpasangan akibat adanya
daya tarik, nafsu syahwat diantara dua jenis kelamin yang berlainan.Hidup bersama
dan berpasangan tadi tidaklah harus selalu dihubungkan dengan masalah seks
walaupun faktor ini merupakan factor yang dominan.7
Wirjono Projodikoro8 mengatakan, “mungkin saja sebagai kekecualian
kehidupan perkawinan tanpa hubungan seks. ”Hal ini, karena kekuatan melakukan
hubungan seks tidak selalu ada pada setiap orang, disamping seks bukan merupakan
persyaratan perkawinan.
Dalam hal ini, undang-undang membolehkan perkawinan antara dua orang,
yang salah seorang diantaranya atau keduanya sangat lanjut usia. Dalam usia seperti
ini, kemungkinan untuk melakukan hubungan seks kecil. Peraturan juga
membolehkan suatu perkawinan yang salah satunya berada dalam keadaan yang
sangat kritis (in extremis) atau dalam keadaan sekarat.
Tidak diperolehnya keturunan karena ketidakmampuan salah satu pihak bukan
sebab resmi untuk bercerai.Apabla lebih lanjut terjadi, itu hanyalah hak untuk
memilih, yang dapat dipergunakan atau mungkin tidak.
Namun demikian, tak dapat disangkal lagi bahwa faktor hubungan badan ini
merupakan faktor utama. Wirjono Projodikoro dalam buku hukum perkawinan di
7Ibid.
8Wirjono Projodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Voorkink Van Hoove, t.th),
hlm. 40.
19
Indonesia, lebih lanjut mengatakan: “…pada umumnya dapat dikatakan bahwa hal
persetubuhan ini faktor pendorong yang penting untuk hidup bersama tadi, dengan
maksud mendapatkan anak turunan ataupun hanya untuk hawa nafsu belaka. Jadi,
jelaslah bahwa faktor yang satu ini sangat mempengaruhi manusia disamping factor-
faktor lain untuk melakukan perkawinan.”9
b. Reproduksi Generasi
Hal ini, karena akibat yang ditimbulkan dari persetubuhan adalah kehamilan
yang diakhiri dengan kelahiran keturunan. Akan tetapi, persetubuhan diluar
perkawinan jelas dilarang oleh ajaran Islam. Oleh karena itu, meskipun persetubuhan
yang illegal itu membuahkan keturunan, hal itu dianggap tidak ada. Keturunan yang
dimaksud adalah keturunan yang sah melalui perkawinan, seperti yang disabdakan
Rasulullah saw:
ا إ ج جا اج ز جا تز ومزا او إ ز ز إا ا ج ز تىن ر ا تز ز و ج و ا ز إ ىن
Artinya: “Nikahlah kamu, sesungguhnya aku menginginkan darimu umat yang
banyak”.10
Bahkan, Nabi Muhammad Saw menyuruh umatnya untuk memilih wanita yang
subur peranakannya.11
2. Aspek Sosial
9Ibid., hlm. 42.
10Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam., hlm. 17.
11Ibid.
20
a. Rumah tangga yang baik sebagai fondasi masyarakat yang baik
Perkawinan diibaratkan sebagai ikatan yang sangat kuat, bagaikan ikan
dengan airnya, dan bagaikan beton bertulang yang sanggup menahan getaran gempa.
Kalau kita amati, pada awalnya mereka yang melakukan pernikahan tidak saling
kenal dan kadangkala mereka mendapatkan pasangan yang berjauhan. Akan tetapi,
tatkala memasuki dunia perkawinan, mereka begitu menyatu dalam keharmonisan,
bersatu dalam menghadapi tantangan dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Mahmud Syaltut memperumpamakan keluarga sebagai batu-batu dalam
tembok suatu bangunan. Apabila batu-batu itu rapuh karena kualitas batu itu sendiri
ataupu karena kualitas perekatnya, maka akan rapuhlah seluruh bangunan itu.
Sebaliknya apabila batu-batu serta perekat itu baik, maka akan kokohlah bangunan
tersebut. Keluarga sebagai bagian dari struktur suatu bangsa, mempunyai kontribusi
yang sangat besar terhadap bangsa itu sendiri.Jadi kalau suatu bangsa terdiri atas
kumpulan keluarga yang kokoh, kokoh pulalah bangsa tersebut, tetapi sebaliknya
apabila keluarga sebagai fondasi suatu bangsa itu lemah, lemahlah bangsa tersebut.12
b. Membuat manusia kreatif
Perkawinan juga mengajarkan kepada kita tanggung jawab akan segala akibat
yang timbul karenanya. Dari rasa tanggung jawab dan perasaan kasih saying terhadap
keluarga inilah timbul keinginan untuk mengubah keadaan kea rah yang lebih baik
dengan berbagai cara. Orang yang telah berkeluarga selalu berusaha untuk
12
Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Al-Syari‟ah, trj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 65.
21
membahagiakan keluarganya. Hal ini mendorongnya untuk lebih kreatif dan
produktif, tidak seperti pada masa lajang.
Sikap tersebut akan memberikan dampak yang baik terhadap lingkungannya.
Sebagai makhluk social, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Jadi,
tatkala berkreasi dan berproduksi, dia pasti akan melibatkan orang lain. Akibatnya
terbentuklah dinamika pribadi-pribadi yang pada gilirannya akan mendinamisasikan
bangsanya.13
3. Aspek Ritual
Ajaran Islam mengenai pernikahan, yang kita pahami dari tujuan, hikmah dan
prinsip-prinsipnya tidak menitikberatkan pada kebutuhan biologis semata dan bukan
sekedar tertib administrasi. Pernikahan adalah bagian syari‟at Islam. Pernikahan
adalah suatu ibadah dan berarti pelaksanaan perintah syari‟, sebagai refleksi ketaatan
makhluk kepada khaliknya, bagian yang tak terpisahkan dari seluruh ajaran agama
dan sama sekali bukan sekedar tertib administrative. Dalam ajaran Islam diterapkan
aturan yang rinci dalam perkawinan, akibat yang mungkin terjadi selama dan
setelahnya terputusnya perkawinan.14
4. Aspek Moral
Seperti kita telah ketahui bahwa libido seksualitas pada dasarnya adalah suatu
fitrah kemanusiaan dan juga fitrah bagi makhluk hidup lainnya.Oleh karena itu, baik
manusia maupun makhluk hidup lainnya sama-sama memerlukan pelampiasan
13Rahmat Hakim., Hukum Perkawinan Islam., hlm. 20.
14Ibid., hlm. 22.
22
terhadap lawan jenisnya. Jadi, dari segi kebutuhan biologis, manusia dan hewan
mempunyai kepentingan yang sama. Adapun yan membedakannya dalam
melaksanakan kebutuhan tersebut.Manusia dituntut untuk mengikuti aturan atau
norma-norma agama, moralitas agama, sedangkan hewan tidak dituntut demikian.
Jadi, perkawinan adalah garis demarkasi yang membedakan manusia dengan hewan
untuk menyalurkan kepentingan yang sama.15
5. Aspek Kultural
Perkawinan disamping membedakan manusia dengan hewan juga
membedakan antara manusia yang beradab dengan manusia yang biadab, ada juga
antara mansia primitive dan manusia modern.Walaupun pada dunia primitive
mungkin terdapat aturan-aturan perkawinan dipastikan aturan-aturan kita jauh lebih
baik daripada aturan-aturan mereka. Itu menunjukkan bahwa kita mempunyai kultur
yang lebih baik daripada manusia-manusia purba atau primitif.
Apalagi dalam praktek kesehariaan, peristiwa perkawinan sepertinya tidak
cukup dengan persyaratan-persyaratan agamis semata.Hampir diseluruh tempat di
dunia ini, peristiwa keagamaan tersebut selalu dibumbui oleh kultur-kultur okal yang
syarat dengan symbol. Sesuatu yang oleh Islam dibolehkan selama tidak mengarah
pada hal-hal yang terlarang. Bahkan, simbol-simbol keagamaan sering terkubur oleh
15Ibid.
23
banyaknya muatan lokal yang mewarnai seremonial perkawinan. Apalagi selepas
seremonial tersebut, keduanya akan lebur dalam percampuran budaya.16
B. Konsep Keluarga Ideal Menurut Islam
Keluarga ideal dalam Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah dan
rahmah sebagaimana digambarkan oleh Al-Qur‟an dalam surah Ar-Ruum ayat 21.
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,
dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar-Ruum:[30]:21).
Keluarga sakinah adalah keluarga bahagia yang penuh dengan ketenangan,
kedamaian dan penuh kasih. Mawaddah adalah cinta birahi. Ia adalah yang pertama
kali menarik seorang pria terhadap seorang wanita, begitupu sebaliknya, suatu tarikan
yang kuat yang mengikat pria dan wanita mendorong untuk berkenalan atau
berpacaran. Itulah naluri cinta birahi yang bersumber pada nafsu libido. Mawaddah
juga bermakna penuh cinta. Dengan demikian mawaddah ialah kelapangdadaan dan
kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Dia adalah cinta plus bukanlah yang
mencintai, sekali hatinya kesal sehingga hatinya pudar bahkan putus. Tetapi yang
16Ibid., hlm 25.
24
bersemi dalam hati mawaddah, tidak lagi akan memutuskan hubungan seperti yang
terjadi pada orang yang bercinta. Ini disebabkan karena hatinya yang begitu lapang
dan kosong dari keburukan sehingga pintu-pintunyapun telah tertutup untuk
dihinggapi keburukan lahir dan bathin yang mungkin datang dari pasanganya.
Rahmah dari segi bahasa ialah kasih sayang. Jadi rahmah adalah kondisi
psikologis yang muncul di dalam hati, akibat menyaksikan ketidakberdayaan
sehingga mendorong yang bersangkutan untuk memberdayakannya. Karena itu dalam
kehidupan keluarga, masing-masing suami isteri akan bersungguh-sungguh bahkan
bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala
sesuatu yang mengganggu dan mengeruhkannya.
Untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah
diperlukan suatu proses yang cukup panjang. Ajaran Islam telah memberikan
petunjuk lengkap untuk mewujudkannya melalui langkah-langkah yang sangat jelas,
yaitu dari segi agama untuk asfek rohani dan dari segi ekonomi dan sosial untuk segi
fisik.17
Agama adalah fondasi utama dari keberlangsungan setiap kegiatan kehidupan.
Hidup tanpa agama yang hak membuat apa yang telah dan akan dicapai tidak akan
memberikan kebaikan, bahkan menjerumuskan manusia ke dalam neraka
sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Thariim ayat 6 yang berbunyi:
17 http:// ariana-myjourney.blogspot.com/2009/04/sakinah-mawaddah-wa-rahmah.html?m=1,
Diakses pada tanggal 1 Januari 2015
25
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahriim:[66]:6).
Perkawinan tanpa dilandasi oleh agama, adalah bagaikan rumah tangga tanpa
pondasi yang kuat. Artinya bila perkawinan tidak didasari oleh agama dan
pendidikan, maka kekuatan sebuah keluarga mungkin tidak sekuat apabila dilandasi
dengan agama. Dalam ini Islam telah memebrikan petunjuk yang sangat jelas, di
antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah
harus dimulai sejak pemilihan calon isteri atau calon suami. Allah Swt. berfirman
dalam surah An-Nuur ayat 32:
Artinya: ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
26
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS. An-Nūr:[24]:32).
Dalam kaitan dengan masalah ini Nabi Muhammad Saw. telah memberikan
ciri-ciri wanita yang baik untuk dijadikan isteri, beliau bersabda:
حدثيناسع داأيباسع داعناأ واعناأيبا:احدثن ا سدد،احدثن احيياعناعب دا هلل حلسبه ،ا اد نه ،ا,ا ن حا مل أةاار عامل هل :اى ةارضيا هللاعنواعنا انيباص اق ل
18ا(ر ها ابخ ري).ا ضف ا ذ تا اد نا تا د ك
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad. Telah menceritakan kepada
kami Yahya dari 'Ubaidillah bahwa dia telah berkata: Telah menceritakan kepadaku
Sa'id bin Abi Sa'id, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw. bahwa
beliau telah bersabda: Perempuan dinikahi karena empat hal: (1) hartanya, (2)
keturunannya, (3) kecantikannya, dan (4) agamanya. Oleh karena itu persuntinglah
perempuan yang beragama, (jika tidak), binasalah kedua tanganmu.”
Kedua, setelah perempuan itu dinikahi, seorang suami tidak boleh tinggal
diam terhadap kepribadian isteri. Meskipun dia sudah baik, seorang suami harus
selalu berupaya untuk meningkatkannya. Apabila isteri itu adalah orang yang saleh,
18Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail. 1981. Shahih al-Bukhari, Jilid VII. Mesir:
Dar al-Fikr.
27
maka itu adalah suatu kenikmatan, anugrah dari Allah. Sebaliknya, jika tidak saleh,
maka merupakan kewajiban suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga untuk
memperbaikinya. Kita wajib berusaha untuk memperbaikinya, tapi para suami pun
harus mengetahui terlebih dahulu bahwa memberikan hidayah (petunjuk) itu adalah
mutlak wewenang Allah dan Allah lah yang sebenarnya memperbaiki keadaan.
Hidayah itu termasuk salah satu anugrah Allah yang diberikan-Nya kepada hamba-
Nya, seperti yang diberikan kepada Nabi Zakaria, sebagaimana dikemukakan dalam
Al-Qur‟an surah Al-Anbiyā ayat 90:
Artinya: “Maka Kami memperkenankan do'anya, dan Kami anugerahkan kepada nya
Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu' kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya:[21]:90).
Memperbaiki isteri dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memberikan perhatian untuk memperbaiki berbagai bentuk peribadatannya
kepada Allah;
2. Berusaha untuk memperbaiki aspek keimanan seperti:
28
a. Menganjurkan untuk melakukan qiyamul lail;
b. Menganjurkan untuk selalu membaca al-Qur‟an;
c. Menyuruh untuk menghapal do‟a-do‟a dan dzikir-dzikir serta
mengingatkannya untuk melakukannya pada waktu-waktu tertentu;
d. Menganjurkan untuk rajin bersedekah;
e. Menganjurkan untuk membaca buku-buku tentang Islam;
f. Menyuruh untuk mendengarkan siaran-siaran TV, radio atau menyetel kaset-
kaset yang bermanfaat;
g. Menyuruh untuk memilih sahabat-sahabat yang baik-baik;
h. Mencegah dia dari melakukan kejahatan dan menutup pintu ke arah itu
dengan cara menjauhkannya dari pergaulan dengan teman0teman yang
berakhlak jelek.19
Ketiga, menjadikan rumah sebagai tempat mengingat Allah. Dengan selalu
dzikir atau mengingat Allah, maka hati akan tentram. Allah berfirman dalam surah
Ar-Ra‟d ayat 28:
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram” (QS. Ar-Ra‟d:[13]:28).
19Muhammad al-Munajjid, 40 Cara Mencapai Keluarga Bahagia, trj. (Jakarta: Gema Insani,
1998), hlm. 24-25.
29
Di samping menggunakan pendekatan agama, untuk mewujudkan keluarga
ideal atau keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, perlu dilakukan
pendekatan ekonomi. Karena indikator dari sebuah keluarga ideal itu tidak cukup
dilihat dari segi keagamaan tepi juga kesejahteraan ekonomi. Tidaklah berlebihan
bahwa kelancaran rumah tangga dipengaruhi oleh kelancaran dan kestabilan
ekonomi. Segala kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi jika ekonominya lancar
tapi sebaliknya kericuhan-kericuhan rumah tangga sering terjadi yang kadang-kadang
diakhiri oleh perceraian, ini disebabkan oleh masalah ekonomi yang tidak
stabil/morat-marit.20
Pada umumnya tantangan yang dihadapi oleh sebuah keluarga adalah
persoalan ekonomi (nafkah), karena itu kebahagiaan dan keharmonisan sebuah rumah
tangga banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi tersebut. Meski sebenarnya masalah
ekonomi bukanlah faktor utama bagi suatu kebahagiaan. Kenyataan juga
membuktikan bahwa seseorang tidak akan pernah bisa membina suatu kedamaian dan
kebahagiaan hidup rumah tangga hanya bermodalkan cinta dan kasih sayang semata.
Aspek-aspek non-religious berikut ini menjadi unsur penting dari kriteria
keluarga idela dalam Islam.
Pertama aspek ekonomi. Kebutuhan ekonomi sangat penting untuk dipenuhi
bagi terciptanya sebuah keluarga yang ideal. Dalam Al-Qur‟an surah An-Nuur ayat
32 sebagai berikut:
20Anonimous,Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Humaniora Utama Press, 1992), hlm. 128.
30
Artinya: ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS. An-Nūr:[24]:32).
Ayat itu menunjukkan bahwa meskipun kesejahteraan ekonomi merupakan
salah satu syarat bagi terwujudnya keluarga yang ideal, tetapi setiap muslim tidak
boleh enggan untuk menikah jika hal itu sudah diinginkannya karena keadaan
ekonomi masih belum memungkinkan atau pendapatn yang ada belum cukup untuk
menafkahi isteri apa lagi dengan anak. Perkawinan yang dilandasi dengan niat yang
ikhlas akan melahirkan kemudahan dalam masalah mencari rizki. Kekurangan dalam
masalah ekonomi akan melahirkan keruntuhan rumah tangga. Data dari berbagai
pengadilan agama di jawa barat menunjukkan bahwa salah satu faktor terkuat yang
melatarbelakangi perceraian adalah faktor ekonomi keluarga yang serba kekurangan.
Kedua, aspek pemenuhan kebutuhan seksual suami isteri. Hasrat biologis
atau keinginan melakukan hubungan seks bagi suami isteri adalah suatu fitrah dan
rahmat yang patut disyukuri. Suami dan isteri harus berhati-hati dalam menyikapi
31
permasalahan seks, karena pada tingkat tertentu, dari sinilah ketegangan rumah
tangga muncul.
Ketiga, faktor komunikasi. Bahtera keluarga bagaikan sebuah perahu yang
akan berlayar mengarungi luasnya samudera kehidupan. Sudah menjadi kewajaran
ketika dalam perjalanan sebuah rumah tangga terjadi perselisihan kecil, bahkan orang
sering menyebut itu dengan bumbu dalam berumah tangga. Akan tetapi,
permasalahannya bagaimana kita menyikapi perselisihan-perselisihan kecil itu agar
jangan menjadi besar sehingga menjadi malapetaka, dan hanya menjadi bumbu dalam
berumah tangga.
Setiap permasalahan yang dihadapi manusia, sebenarnya pasti ada jalan
keluarnya, dan hal yang penting adalah untuk bisa menemukan jalan keluar dari itu
adalah dengan komunikasi, yaitu didiskusikan, karena walaupun hak seorang suami
sebagai pemimpin untuk ditaati pendapatnya, tidak berarti harus mengabaikan
pendapat atau masukan yang datang dari isteri. Karena, bisa saja justeru pendapat
isteri lebih baik dan bisa menjadi jalan keluar bagi permasalahan keluarga yang
sedang dihadapi.
Jadi keluarga yang ideal atau keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah
adalah keluarga yang segala kebutuhannya baik kebutuhan jasmani maupun ruhani
sudah terpenuhi.
32
C. Hak dan Kewajiban Suami Isteri menurut Hukum Positif
1. Menurut Undang-Undang Perkawinan
Negara Indonesia merupakan negara yang mendasarkan segala kegiatan
kehidupan pada peraturan perundang-undangan hukum yang berlaku dengan ancaman
akan dikenakan suatu sanksi atau tindakan apabilamelanggarnya.21
Salah satu produk Nasional adalah pada tanggal 7 Januari tahun1974,
disahkannya Undang-undang perkawinan, yaitu Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 yang dimuat dalam lembaran negara Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974, tambahan lembaran negara republik Indonesia Nomor 3019
Tahun 1974. Undang-undang perkawinan tersebut pada penerapanya dirasakan sudah
mantap sekalipun masih di perlukan upaya lain untuk mempertahankan eksistensinya
dalam pengakuan hukum perkawinan.22
Adapun dasar hukum dikeluarkanya Undang-undang nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan diantaranya adalah Undang-undang dasar 1945 pasal 5 ayat
1(satu), pasal 20 ayat 1(satu) pasl 27 ayat 1(satu) dan pasal 29. Selain itu sebagai
dasar hukum di keluarkanya undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
adalah ketetapan MPR nomor: IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Halauan
Negara (GBHN) yang berisi landasan, modal dasar agama dan kepercayaan terhadap
21R. Badri, perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan dan KUHP, Surabaya: CV.
Amin, 1985, hlm.11
22Ibid
33
Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan keluarga sejahtera dan hukum.23
Sedangkan dasar pertimbangan yang digunakan dalam mengeluarkan Undang-
undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sesuai dengan falsafah
Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional sehingga perlu
dikeluarkanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi seluruh warga
Republik Indonesia.24
Undang-undang perkawinan terdiri dari 14 bab dengan 67 pasal. Dalam
Undang-undang perkawinan mengatur hak dan kewajiban suami-isteri dalam bab V
pasal 30 sampai dengan pasal 34.25
Undang-undang perkawinan pasal 30 menyatakan: ”Suami-istri memikul
kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari
susunan masyarakat”.26
Undang-undang perkawinan pasal 31 mengatur tentang kedudukan suami-
isteri yang menyatakan:
1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
23C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum di Indonesia, Cet.ke-18, Jakarta:
Balai pustaka, 1982, hlm 207
`24Ibid, hlm. 208.
25R.subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang hukum perdata dengan Tambahan
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan, Cet.ke-18, (Jakarta:
pradnyaParamita,1984)., hlm.547-548.
26 YLBH APIK, Undang- undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, diakses pada
tanggal 12 Desember 2014, http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm.
34
2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
3) Suami adalah kepala rumah tangga dan isteri adalah ibu rumah tangga. Inilah
yang membedakan antara hukum perkawinan dengan Undang-undang hukum
perdata.
Di dalam Undang-undang perkawian menyatakan secara tegas bahwa
kedudukan suami isteri itu seimbang, dalam melakukan perbuatan hukum.Sedangkan
dalam hukum perdata apabila izin suami tidak diperoleh karena ketidak hadiran suami
atau sebab-sebab lainya,pengadilan dapat memberikan izin kepada isteri untuk
menghadap hakim dalam melakukan perbuatan hukum.27
Undang-undang perkawinan mengatakan dengan tegas bahwa suami adalah
kepala rumah tangga, berbeda dengan hukum adat dan hukum Islam.Menurut R.
Wirdjona Prodjodikoro yang dikutip oleh Lili Rasjidi, menyatakan bahwa dalam
hukum adat dan hukum Islam tidak menyatakan secara tegas.28
Kemudian pasal 32 Undang-undang perkawinan menerangkan:
1) Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tepat.
2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh
suami-isteri bersama.29
Tempat kediaman dalam ayat (1) dalam artian tempat tinggal atau rumah, yang
27Lili Rasjidi, hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaisia dan Indonesia, Cet ke-1,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1991)., hlm.125-126 28Ibid.
29 YLBH APIK, Undang- undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, diakses pada
tanggal 12 Desember 2014, http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm.
35
bisa di tempati pasangan suami-isteri dan juga anak-anak mereka.
Pasal 30 Undang-undang perkawinan merupakan prolog bagi pasal 32
Undang-undang perkawinan menyatakan bahwa: Suami-isteri memikul kewajiban
yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat. Oleh karena itu, mereka (suami-isteri) harus mempunyai tempat
kediaman yang tetap yang ditentukan bersama, di samping mereka (suami-isteri)
harus saling mencintai, hormat-menghormati dan saling memberi bantuan secara lahir
dan batin. Suami sebagai kepalarumah tangga melindungi istrinya dan memberikan
segala keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan sang suami.
Demikian pula isteri dia wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-
baiknya.Kemudian apabila salah satu dari keduanya melalaikan kewajibannya,
mereka dapat menuntut ke pengadilan di wilayah mereka berdomisili.30
Hal ini sesuai
dengan pasal 33 dan pasal 34 Undang-undang perkawinan.
Pada pasal 33 Undang-undang perkawinan menerangkan bahwa suami-istri
wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia memberi bantuan lahir batin
yang satu kepada yang lain.31
Sedangkan pasal 34 Undang-undang perkawinan menegaskan:
1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatukeperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
30Ibid, hlm. 127.
31 YLBH APIK, Undang- undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, diakses pada
tanggal 12 Desember 2014, http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm.
36
2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya
3) Jika suami atau istrei melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan.32
Kewajiban suami dalam pasal 34 ayat (1) menegaskan suami wajib
melindungi isteri dan keluarganya, yaitu memberikan rasa aman dan nyaman, dan
isteri wajib mengurus urusan rumah tangga sebaik mungkin.Jika keduanya
malakukan sesuatu yang akibatnya melalaikan kewajibanya maka baik isteri atau
suaminya maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Menurut HM.Tahir Azhari sebagai mana dikutip oleh Eman Sulaeman dalam
hasil penelitianya “hukum kewarisan dalam KHI di Indonesia-studi tentang sumber-
sumber hukum” bahwa yang dimaksud dengan KHI adalah suatu himpunan kaidah-
kaidah hukum Islam yang di susun secara sistematis selengkap mungkin dengan
berpedoman pada rumusan kalimat-kalimat atau pasal-pasal yang lazim digunakan
dalam peraturan perundang-undangan.33
Salah satu sebab kemunculan KHI adalah, karena hukum materiil dari
peradilan Agama masih variatif dalam berbagai kitab fiqih sebagai pedoman dalam
mengambil keputusan oleh para hakim. Hal ini membuka peluang bagi terjadinya
pembangkangan bagi orang yang kalah dalam berperkara seraya menanyakan
32 Ibid
33Eman Sulaeman, Hukum Kewarisan Dalam KHI di Indonesia (Study Tentang sumber-
Sumber Hukum), Semarang: Balai Penelitian IAIN Wali Songo,t.t, hlm.47,t,d.
37
pendapat yang dipakai dengan menunjukkan kitab lain sebagai penyelesaian perkara
untuk memenangkan perkaranya.34
Inilah sebab kemunculan KHI agar orang dalam berperkara memiliki hukum
positif dan kongkrit, karena pada hakekatnya peradilan Agama itu sendiri telah lahir
dari lebih dari se-abad lamanya.35
Kemunculan Kompilasi Hukum Islam mengatur hak dan kewajiban suami-
isteri dalam bab VII pasal 77 sampai dengan pasal 84.
Pasal 77 Kompilasi Hukum Islam menyatakan:
1. Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan keluarga yang
sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.
2. Suami-istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu dengan yang lain.
3. Suami-isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasa dan
pendidikan agamanya.
4. Suami-istri wajib memelihara kehormatanya
5. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibanya, masing-masing dapat mengajukan
gugatan ke pengadilan agama. 36
Adapun pasal 78 KHI menjelaskan:
34Ibid,hlm.48-50.
35HM. Djamil Latif, Kedudukan dan kekuasaan peradilan agama Di Indonesia,cet ke 1,
Jakarta: bulan Bintang,1983, hlm.9-10.
36 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, hlm. 132
38
1) Suami-istri harus mempunyai kediaman yang sah.
2) Rumah kediaman yang dimaksud oleh ayat (1) ditentukan oleh suami isteri
bersama. 37
Dalam Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang kedudukan Suami-
isteri terdapat dalam pasal 79, yaitu:
1) Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga.
2) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat.
3) Masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.
Pasal 80 KHI menjelaskan tentang kewajiban suami terhadap isteri dan
keluarganya, yaitu:
1) Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah- tangga yang penting di putuskan oleh suami-isteri
bersama.
2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
3) Suami wajib memberikan pendidikan dan kesempatan belajar pengetahuan yang
berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4) Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:
(a) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.
(b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.
37 Ibid.
39
(c) Biaya pendidikan anak.
5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut dalam ayat (4) huruf a dan b
diatas berlaku sesudah ada tamkin dari istrinya.
6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana
tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.38
KHI Pasal 81 terdiri atas empat ayat yang menjelaskan tentang tempat
kediaman yang menyatakan:
1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya
atau bekas isteri yang masih dalam masa iddah
2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama
dalam ikatan atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya
dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram.
Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta
kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah-tangga.
4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya
serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik
berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang
lainnya.39
38 Ibid, hlm. 132-133
40
Dalam pasal 82 KHI menerangkan tentang kewajiban suami yang beristeri
lebih dari seorang, yaitu:
1) Suami yang mempunya isteri lebih dari seorang berkewajiban memberi
tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang
menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing
isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
2) Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya
dalam satu tempat kediaman.40
Pasal 83 dan pasal 84 KHI menjelaskan tentang kewajiban isteriterhadap
suaminya, yaitu:
Pasal 83
1) Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin di dalam
batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam
2) Isteri menyelanggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.41
Pasal 84
1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika Ia tidak mau melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah.
39 Ibid.
40 Ibid, hlm.134
41 Ibid.
41
2) Selama isteri dalam keadaan nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya
tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal
untuk kepentingan anaknya.
3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah isteri
tidak nusyuz.
4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan
atas bukti yang sah.42
Agar tidak dianggap nusyuz maka isteri harus melaksanakan kewajiban dalam
rumah tangga yaitu, berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang
di benarkan oleh hokum Islam.Di samping itu isteri berkewajiban pula
menyelenggarakan pula dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan
sebaik-baiknya.
D. Hukum Meninggalkan Hak dan Kewajiban Suami-Isteri
Dalam menjaga kelangsungan hidup dan meneruskan keturunannya, manusia
disyariatkan untuk menikah sebagai jalan dalam rangka mewujudkan keluarga yang
sakinah, mawadah dan rahmah.
Sebagai pasangan dalam mengarungi bahtera rumah tangga, suami isteri
dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawahdah dan rahmah, maka hakdan
kewajiban suami dan isteri harus dijalankan secara proporsional. Dalam kaitannya
dengan hak dan kewajiban suami isteri, baik di dalam Undang-undang perkawinan
42 Ibid.
42
atau di dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa suami merupakan kepala
keluarga sedang isteri merupakan ibu rumah tangga.43
Sekalipun suami berperan disektor publik, sedangkan isteri berperan dalam
sektor domestik,44
namun hal tersebut tidak dipahami secara dogmatis.
Dalam kaitannya dengan isteri yang bekerja untuk mencari nafkah, menurut
Sayyid Sabiq yang mengutip pendapat Ibnu Abidin, salah satu ulama Imam Hanafi
berpendapat bahwa apabila istri bekerja untuk mencari nafkah keluarga selama tidak
merugikan hak suami maka hal itu diperbolehkan.45
Hal ini senada dengan para ulama‟ NU dalam hasil muktamarnya yang ke-14
di magelang. Kebolehan istri yang bekerja disamakan dengan mahar,46
yang telah
disebutkan oleh Allah S.W.T. dalam firmanNYA sebagai berikut:
Artinya: ”Kemudian jika (isteri-isteri) menyerahkan kepada kamu sebagiandari mas
kawin itu dengan senang hati makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya”(Q.S. An-Nisaa:[4]:4)
43Undang-undang Perkawinan Pasal 31 ayat 3 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 79 ayat1
44Bagus Hariyono, Kekuasaan Isteri Tergantung Suami, Surakarta: Yayasan Pustaka Cakra,
cet.1 2000, hlm.15
45Sayyid Sabyq., Fiqh Sunnah, Jilid 2, (Alih bahasa: Moh. Thalib), Bandung: PT. Al-Ma‟arif,
hlm. 131
46KH.A Azis Masyuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar NU, Surabaya: PP, Rabithah
Ma‟hadil islamiyah, 1997, hlm.179
43
Dalam bukunya Ibrahim Muhammad Al-Jamal terjemahan Anshori Umar
Sitanggal sebagaimana dikutip oleh Azis Masyuri, yakni fiqih wanita dalam kaitanya
dengan hak dan kewajiban suami isteri salah satunya pergi keluar negeri untuk suatu
tugas (bekerja) denganadanya izin oleh pihak yang bersangkutan maka
diperbolehkan. Karenanantinya akan membawa oleh-oleh dan uang yang cukup
banyak.47
Dari uraian tersebut di atas maka pengertian bahwa suami berperan di bidang
publik sedangkan isteri berperan di bidang domestik tidak dipahami secara dogmatis,
diantara suami- isteri dalam sebuah rumah tangga di perbolehkan untuk melakukan
pertukaran peran selama masing-masing pihak tidak merasa terganggu haknya.
47Ibid.
44
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA PUSAKA RAKYAT KECAMATAN TARUMA
JAYA KABUPATEN BEKASI
A. Profil Desa Pusaka Rakyat
1. Sejarah Keberadaan Desa Pusaka Rakyat
Desa Pusaka Rakyat pada awal berdirinya bersama Desa Suka Mulya
bersamaan dengan berdirinya Kabupaten Bekasi pada tanggal 15 Agustus 1950, yang
bernaung di bawah koordinasi asisten Wedana Kecamatan Cilingcing di kampung
Marunda Kabupaten Daerah Swantara tingkat II Bekasi. Desaka Pusaka Rakyat,
dengan luas wilayah 1.571 Ha. Dengan batas wilayah sebelah utara Desa segera
Makmur dan Kelurahan Cilingcing DKI Jakarta, sebelah selatan Desa Gapura Muka,
sebelah Barat Kampung Rawa Gatel kelurahan Pegangsaan II DKI Jakarta, dan
sebelah timur Desa Pahlawan Setia Babelan Bekasi. Pada saat itu Desa Pusaka
Rakyat terdiri dari beberapa kampung antara lain:
a. Kampung Suka Pura sebelah Barat
b. Kampung Kandang Sampi sebelah Timur
c. Kampung Malaka I, II, III, IV, sebelah Utara
45
d. Kampung Karang Tengah sebelah Selatan1
Seiring dengan perkembangan laju pertumbuhan penduduk maka atas usul
beberapa tokoh masyarakat desa, maka tahun 1964 Desa Suka Mulya berganti nama
menjadi Desa Pusaka Rakyat. Pertumbuhan tersebut terjadi ketika Desa dipimpin
oleh Alm. H. Nawi dengan tanpa ada penambahan luas wilayah dari luas sebelumnya.
Pada bulan Oktober 1967 dilakukan pemilihan kepala Desa yang pertama setelah
pergantian nama, dari hasil pemilihan tersebut H. Amrullah terpilih secara deifinitive
menjadi kepala Desa Pusaka Rakyat dan berkantor di Kampung Malaka IV.
Pada masa kepemimpinan H. Amrullah ini, kantor Desa dipindahkan ke
Kampung Kandang sapi karena lokasi awalnya dianggap sudah tidak straegis lagi
karena terletak di dalam kampung dengan luas tanah yang tidak standar. Pada tahun
1972 atas inisiatif kepala Desa pada waktu itu, maka kantor kepala Desa dipindahkan
ke kampung Kandang Sapi (sekarang SMPN 200) dengan pertimbangan letaknya ada
di tengah wilayah dan mudah dijangkau dari semua jurusan/arah.
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 45 tahun 1974
tanggal 28 Desember 1974 tentang perubahan atas batas-batas wilayah daerah khusus
Ibu Kota Jakarta dan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No. 151 tahuun 1975
tentang pelaksanaan penetapan batas-batas baru secara pasti daerah khusus Ibu Kota
Jakarta dengan daerah tingkat 1 Jawa Barat, maka dalam hal ini Desa Pusaka Rakyat
termasuk Desa yang termasuk dalam Surat Keputusan tadi, akbatnya luas wilayah
1 Selayang pandang Desa Pusaka Rakyat Kec. Tarumajaya, 2013, hlm. 1.
46
Desa semakin mengkecil karena hampir 85% areal Desa Pusaka Rakyat masuk dalam
wilayah Provinsi DKI Jakarta, dan hanya tersisa 215 hektar dari total 1.572 hektar.2
Oleh karena masih areal tanah dan penduduk maka untuk membentuk menjadi
suatu wilayah Desa, sebagian dari Desa tetangga yang terdekat atau tepatnya Desa
Pahlawan Setia dilimpahkan ke Desa Pusaka Rakyat 519 hektar berikut
penduduknya, dan saat ini Desa Pusaka Rakyat menjadi seluuas 734 hektar termasuk
dalam wilayah Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi.
Wilayah Desa Pusaka Rakyat adalah wilayah penyatuan dari sebagian wilayah
Desa Pahlwan Setia yang saat ini sangat jauh berbeda perkembangannya dibanding
dengan beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini perlu terus menerus dikembangkan
sejalan dengan perubahan zaman, karena wilayah ini masih mempunyai karakteristik
tersendiri, baik keadaan alam maupun kehidupan masyarakatnya. Dari pola
kehidupan yang statis tradisional kepada tata kehidupan yang dinamis representative
serta upaya menyesuaikan diri kepada kehidupan yang social religius.
Adapun kepala Desa yang pernah menjabat di Desa Pusaka Rakyat yaitu:
a. H. Amrullah (1967-1975 dan 1976-1985)
b. H. M. Naman (1984-1991 dan 1992-2001)
c. H. Mursalih (2001-2006)
d. Irfan Dadi (2006-2011
2Selayang pandang Desa Pusaka Rakyat Kec. Tarumajaya, 2013, hlm. 4.
47
e. Abdul Wahid. SE (2011 s/d sekarang)3
2. Kegiatan Ekonomi Masyarakat
Kegiatan ekonomi masyarakat Desa Pusaka Rakyat sebagian besar
bekerja sebagai petani namun seiring dengan semakin pesatnya mobilitas penduduk
dan banyaknya pabrik yang dibangun. Di sekitar Desa Pusaka Rakyat yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, jika pada 5 tahun sebelumnya penduduk
mayoritas adalah petani maka kini bergeser menjadi buruh tani dan buruh pabrik,
untuk lebih jelasnya seperti yang tertera dalam tabel dibawah ini:
NO PEKERJAAN PRESENTASE
1 PETANI 15%
2 BURUH TANI 30%
3 BURUH 25%
4 PEDAGANG 8%
5 PEGAWAI/KARYAWAN 12%
6 LAIN-LAIN 10%
Sumber: Laporan Desa Pusaka Rakyat Tahun 2014
3 Selayang pandang Desa Pusaka Rakyat Kec. Tarumajaya, 2013, hlm. 6
48
B. Eksistensi Desa Pusaka Rakyat
1. Letak Geografis Desa
Desa Pusaka Rakyat merupakan salah satu Desa yang ada di Kec. Tarumajaya
yang dibatasi oleh beberapa Desa, diantaranya Desa Segera Makmur di sebelah utara,
Desa Setia Asih sebelah timur, Desa Medan Satria di sebelah Selatan dan DKI Jakarta
di sebelah barat. Hal ini menunjukan bahwa eksistensi Desa atau keberadaan Desa
Pusaka Rakyat berada di tengah-tengah wilayah Kecamatan Tarumajaya Bekasi dan
berbatasan langsung dengan Ibu Kota DKI Jakarta.
Sedangkan antara jarak Desa denga usat pemerintahan Kecamatan sejauh 3
Km, pusat pemerintahan kabupaten 50 Km, pusat pemerintahan propinsi 170Km, dan
pusat pemerintahan Ibu Kota Neegara 2 Km, sarana transportasinya menggunakan
seperti, angkot, ojek dan lain-lain.
Keadaan topografi Desa adalah daratan dengan dengan ketinggian tanah dari
permukaan laut sejauh 2 m dpl, ini menunjukan Desa Pusaka Rakyat berdekatan
dengan laut Marunda, sehingga rawan banjir.
Desa ini sekarang mampunyai luas wilayah 734.747 Ha yang terbagi menjadi
empat dusun, yaitu sebagai berikut:
a. Dusun 1 : 276.322 Ha
b. Dusun II : 12.214 Ha
c. Dusun III : 335.211 Ha
49
d. Dusun IV : 05.122 Ha4
2. Demografi
Keadaan penduduk Desa Pusaka Rakyat cukup padat, Desa ini di diami oleh
sekitar 15.372. hal ini dikarenakan banyak penduduk yang datang dari luar Desa,
sehingga terhitung sampai bulan Desember 2014 Desa didiami oleh sekitar 4.831
kepala keluarga yang terdiri dari 7.736 laki-laki dan 7.636 perempuan, tercatat pula
penduduk yang lahir pada tahun tersebut sekitar 83 jiwa dan kematian mancapai 18
jiwa pada bulan dan tahun tersebut.5
3. Fasilitas Sosial Desa Pusaka Rakyat
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, maka perlu di
imbangi dengan pembangunan fasilitas sosial baik fisik maupun non fisik, fasilitas
jalan. Kesehatan, sosial, penerangan, air bersih, dan olah raga.
Fasilitas sosial yang mulai ada atau sedang dikerjakan adalah Banjir kanal
Timur (BKT), PNPM Mandiri ataupun oleh lembaga lain yang bersifat swadaya
masyarakat. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang agama disediakan
Madrasah Ibtiddaiyah, Majlis Ta‟lim ataupun lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan Keagamaan di hari-hari besar islam seperi,
menyelenggarakan maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi‟raj, dll. Sedangkan untuk
memelihara keamanan dan kenyamanan masyarakat Desa diadakan kegiatan sistem
4 Laporan Desa Pusaka Rakyat Kec. Tarumajaya 2014, hlm. 2.
5Laporan Desa Pusaka Rakyat Kec. Tarumajaya 2014, hlm. 6
50
keamanan lingkungan (Pos Kamling), secara bergilir yang dilaksanakkan disetiap RT
dalam masing-masing Dusun.6
4. Administrasi Pemerintahan Desa/Perangkat Desa
Administrasi Desa Pusaka Rakkyat tahun 2014 di titik bertakan pada
administrasi umum yaitu surat masuk dan keluar, adapun jumlah produk surat keluar
dan surat masuk selama bulan januari s/d Desember 2014 sebagai berikut:
Surat Masuk : 113 Nomor
Surat Keluar : 703 Nomor
Pemerintahan Desa Pusaka Rakyat di kepalai oleh Kepala Desa yang dibantu
oleh beberapa staf pemerintahan dengan status pegawai, non pegawai Negeri. Sama
halnya dengan status Kepala Desa sendiri yaitu sebagai pegawai swasta. Perangkat
pemerintahan Desa Rakyat terdiri dari:
Daftar Perangkat Desa
No NAMA PENDIDIKAN JABATAN KET
1 Abdul Wahid. SE SLTA KEPALA DESA ADA
2 H.A.Hafidi SLTA SEK DES ADA
6Laporan Desa Pusaka Rakyat Kec. Tarumajaya 2014, hlm. 8
51
3 Mardani SLTA KAUR
PEMERINTAHAN
ADA
4 Uci Sanusi SLTA KAUR KESRA ADA
5 Hanafi HN SLTA KAUR UMUM ADA
6 Jojo Sudirjo.SE SI KAURR
KEUANGAN
ADA
7 Eko Karmaji SLTA KAUR EKBANG ADA
8 Alex. S SLTA KAUR TRANTIB ADA
9 H.A.Zarkasi SLTA KADUS I ADA
10 M. Arus SLTA KADUS II ADA
11 M. Zainuddin SLTA KADUS III ADA
12 Ahmad. Djastin SLTA KADUS IV ADA
Sedangkan peranggkat pemerintahan yang ada di Desa Pusaka Rakyat adalah
sebagai berikut:
1. Kepala Urusan : 7 Orang
2. Kepala Dusun : 4 Orang
52
3. Staf Desa : 13 Orang
4. Ketua Rukun Warga (RW) : 18 Orang
5. Ketua Rukun Tetangga : 64 Orang
C. Pemahaman Masyarakat tentang Keagamaan dan Hukum Keluarga
Penduduk Desa Pusaka Rakyat mayoritas beragama Islam. Hal ini dapat
dilihat dari tabel berikut:
No Agama Jumlah Jiwa Persentase
1. Islam 12.297 80%
2. Kristen 1.537 10%
3. Hindu/Budha/Lainnya 1.537 10%
Sumber: Laporan Desa Pusaka Rakyat Tahun 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Desa Pusaka Rakyat
adalah beragama Islam. Oleh karena itu di Desa Pusaka Rakyat banyak dibangun
fasilitas-fasilitas ibadah umat Islam karena masyarakat muslim mencapai 80%.
Dengan banyaknya fasilitas tersebut idealnya pembinaan pemahaman keagamaan
masyarakat berjalan dengan baik.
Fasilitas-fasilitas keagamaan yang ada di Desa Pusaka Rakyat dapat dilihat
pada tabel berikut:
53
No Nama Dusun
Fasilitas Keagamaan
Masjid Musholla
Majelis
Taklim
Gereja Lainya
1.
Dusun I (Kp. Karang
Tengah)
1 3 5 0 0
2.
Dusun II (Tambun
Permata)
1 2 4 0 0
3. Dusun III (Bogor) 1 3 5 0 0
4. Dusun IV (Harapan Indah) 1 2 2 0 0
Fasilitas keagamaan yang dibangun seperti mesjid, musholla dan majelis
taklim menjadi sarana bagi masyarakat untuk untuk memperdalam ilmu-ilmu
keagamaan. Selai adanya sarana-sarana keangaan, ditunjang pula dengan banyaknya
kiyai, ustadz dan ustadzah maupun tokoh masyarakat lainnya. Hal ini menjadikan
masyarakan Desa Pusaka Rakyat kental dengan nuansa Islami. Berkenaan dengan
pemahaman masyarakat tentang keagamaan khususnya tentang hak dan kewajiban
suami isteri, berdasarkan hasil pengamatan penulis, pengetahuan tersebut sangatlah
minim.
54
Hal ini berdasarkan hasil waawancara penulis dengan tokoh masyarakat. Ust.
H. Abidullah Abdullah misalnya, mengatakan bahwa masyarakat Desa Pusaka Rakyat
sangat minim dalam mengetahui dan memahami fikih keluarga khususnya berkaitan
dengan hak dan kewajiban suami isteri. Masyarakat tidak mengetahui secara detail
tentang hak dan kewajiban suami isteri karena para ustadz hanya menyampaikannya
secara umum dan baru sebatas teori tanpa menghiraukan praktik yang terjadi di
masyarakat.7
Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat belum menyadari sepenuhnya
bahwa pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri adalah kunci dari terbangunnya
keluarga yang harmonis. Selanjutnya beliau pun mengatakan bahwa sebagian para
suami di Desa Pusaka Rakyat memiliki egoisme yang tinggi sehingga banyak
pemperlakukan isteri-isteri mereka semaunya, yang mereka tuntut hannyalah ketaan
isteri tanpa mereka melaksanakan kewajiban sebagai suami secara sempurna.
Hal senada diungkapkan oleh tokoh keagamaan lainnya seperti Ust. Payumi.
Beliau mengatakan bahwa sekalipun masyarakat Desa Pusaka Rakyat telah
mengetahui secara garis besar tentang hak dan kewajiban suami isteri, namun mereka
belum mampu mempraktekannya dalam kehidupan berumah tangga, hal ini terbukti
dengan banyaknya pasangan yang menjalani kehidupan berumah tangga dalam
kadaan tidak harmonis.8
7 Ust. H. Abidullah Wawancara Pribadi, Bekasi, 24 Januari, 2015.
8 Ust. Payumi Wawancara Pribadi, Bekasi, 25 Januari, 2015.
55
Berbeda dengan Ust. H. Abidullah Abdullah yang mengatakan bahwa faktor
utama yang menjadi penyebab ketidak harmonisan kehidupan berumah tangga di
Desa Pusaka Rakyat adalah egoisme para suami, Ust. Payumi mengatakan bahwa
faktor utama munculnya ketidak harmonisan rumah tangga di Desa Pusaka adalah
faktor kemampuann ekonomi suami dalam memberikan nafkan kepada keluarganya.
Dari persoalam nafkah tersebut menyebabkan tidak terlaksananya kewajiban-kewajin
pasangan suami isteri.
Berkaitan dengan minimnya pengetahuan tentang kewajiban suami
isteri,seorang ibu rumah tangga mengatakan:
“saya melayani suami saya dalam setiap hal apabila suami saya memberikan
nafkah yang cukup bagi keluarganya. Sedangkan bila Minimnya pengetahuan
masyarakat tentang hak dan kewajiban selain karena kurang penjelasan yang
mendalam dari para tokoh agama, juga disebabkan oleh ketidak ingin tahuan
masyarakat itu sendiri mengenai fiqih keluarga. Sejauh ini masyarakat hanya tahu
secara garis besarnya saja maka tidak mengherankan ada pandanngan seperti yang
dikemukakan oleh Jaronah tersebut di atas.
Hal yang sama di alami oleh responden lainnya yaitu Ibu Saomah ketika
penulis mewawancarainya. Ia mengatakan pemahaman agama sangat baik secara
keseluruhan akan tetapi masalah fiqih keluarga hanya sedikit yang memahami karena
para tokoh agama baik kiayi, maupun ustad dan ustadzah. Hanya memberikan
pemahaman terkait fiqih keluarga secara umum saja sebagai berikut penurutannya:
56
“Saya mengetahui tentang hak dan kewajiban suami isteri, saya tahu dari
beberapa ustadz yang berbicara tentang hak dan kewajiban suami isteri. Tetapi
kebanyakan ustadz hanya memberikan gambaran hukum keluarga secara umum
saja”.9
Senada dengan pendapat di atas, sebut saja Nur, yang mengatakan bahwa
pemahaman masyarakat Desa Pusaka tentang Fiqih keluarga masih minim sehingga
para suami tidak menjalankn kewajibannya sebagai suami dan hal itu menyebabkan
para isteri pun tidak melakukan kewajibanya terhadap suami-suami mereka.
Oleh karena itu menurutnya para tokoh agama harus memberikan pemahaman
yang mendalam mengenai fiqih keluarga dan dalam pelaksanaanya suami dan isteri
wajib melaksanakan kewajibannya masing-masing dengan demikian hak-hak mereka
pun akan terpenuhi. Berikut penuturan ibu Nur:
“Suami saya melaksanakan kewajibannya sebagai seorang kepala keluarga,
maka atas dasar hal tersebut, saya pun melaksanakan kewajiban saya sebagai seorang
isteri”.10
Sama halnya juga dengan pendapat dari responden lain yaitu ibu wirdah yang
mengatakan bahwa pengetahuan tentang fiqih keluarga masih banyak yang belum
mengetahuii terutama para laki-laki yang sering berbuat semena-mena terhadap
istrinya, oleh karena itu suami wajib mengetahui sehingga tidak menelantarkan
istrinya begitu saja berikut penurutannya:
9 Ibu SR, Responden, Wawancara Pribadi, Bekasi, 27 Januari, 2015.
10 Ibu Nur, Responden, Wawancara Pribadi, Bekasi, 27 Januari 2015
57
“Suami harus melaksanakan kewajibannya terutama masalah nafkah.
Kehidupan berumah tangga sangat bergantung kepada nafkah tersebut, nafkah sangat
kepada pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri dalam berumah tangga.11
Permasalahan seperti ini terkait terjadinya ketidak harmonisan beberapa
keluarga yang disebabkan karena tidak terlaksananya kewajiban suami isteri, yang
penulis ambil dari beberapa responden bahwa minimnya pengetahuan yang diketahui
oleh kebanyakan masyarakat Desa Pusaka Rakyat menjadi salah satu penyebabnya.
Akan tetapi dalam permasalahan agama secara umum sudah banyak yang tahu,
seperti Sholat, puasa, fiqih terkait dengan tharah (bersuci, dan zakat.).
Hal lain yang menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat Desa Pusaka
Rakyat minim pengetahuan tentang hukum keluarga adalah mengenai perceraian.
Sebagian besar kasus penceraian sebagian besar terjadi tidak melalui pengadilan
agama melainkan terjadi secara hukum adat dengan kesepakatan kedua belah pihak
dengan disaksikan oleh pihak keluarga, dengan fenomena ini secara otomatis
ketetapan nafkah untuk istri tidak direalisasikan dekalangan masyarakat Desa Pusaka
Rakyat secara umum, dikarenakan proses perceraian tidak melalui Pengadilan
Agama.
Para istri yang ditalaq pun, tidak mengadukan permasalahan ini kepada yang
pihak yang berwenang, umumnya mereka menyelesaikan permasalahan melalui
kesepakatan dari pihak keluarga saja, permusyawarahan tanpa adanya pengikat
hukum yang pasti terkadang manusia bisa melakukan pelanggaran yang disepakati
11Ibu Wirdah, Responden, Wawancara Pribadi, Bekasi, 27 Januari 2015.
58
bersama, ini sering dilakukan kepada orang-orang yang melakukan perjanjian di atas
kertas, pelanggaran ini umumnya dilakukan oleh para mantan suami, banyak hal yang
melatar belakangi para mantan suami untuk mengingkari kewajiban ini, di antranya
tidak mampu membayar, tidak ada tuntutan dari pihak istri dan alasan lainnya yang
didasari oleh sikap keegoisan mereka. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran
masyarakat dan tanggung jawab tokoh masyarakat terkait permasalahn ini, sebab
ketidak-tahuan masyarakat tentang fiqih agama dipacu oleh ketidak tahuan masyrakat
mempelajari fiqih keluarga.
59
BAB IV
TUJUAN PERNIKAHAN MENURUT SYARIAT ISLAM PADA KEHIDUPAN
BERUMAH TANGGA DI DESA PUSAKA RAKYAT KECAMATAN
TARUMAJAYA KAUPATEN BEKASI
A. Realitas Tujuan Pernikahan Menurut Syariat Islam Pada Kehidupan
Berumah Tangga
Seperti kita ketahui bahwa setiap keluarga itu terdiri dari beberapa anggota
keluarga, dimana masing-masing anggota keluarga mempunyai tugas sesuai dengan
kedudukan dalam keluarga yang bersangkutan. Pelaksanaan masing-masing peranan
sebagaimana mestinya itu membantu mengukuhkan dan menambah keharmonisan
kehidupan keluarga, membantu anggota keluarga lainnya serta unit keluarga sebagai
suatu kesatuan dalam melaksanakan peranannya masing-masing. Sebaliknya, ketika
salah satu bagian atau anggota keluarga tidak dapat menjelankan fungsinya dengan
baik, maka bangunan rumah tangga akan rapuh dan keharmonisan rumah tangga akan
dapat dirasakan oleh seluruh anggotanya.1
Apabila telah terjadi ketidakharmonisan dalam sebuah rumah tangga, dimana
masing-masing dari suami dan isteri telah keluar dari fungsinya masing-masing,
maka akan mengalami pergeseran nilai, baik dari segi hak dan kewajiban suami
1 Fenna Marliasari, Suami vs Istri, Diakses pada tanggal 1 Januari 2015, http://
fennamarliasari.blogspot.com//suami-vs-istri.html?m=l
60
terhadap isteri maupun hak dan kewajiban isteri kepada suami dalam menjalankan
bahtera rumah tangga. Keharmonisan rumah tangga sesungguhnya merupakan buah
atau hasil dari pelaksanaan hak dan kewajiban secara utuh oleh seluruh komponen
keluarga.
Mengenai kewajiban dan tanggung jawab seorang suami terhadap isteri
khususnya dalam pemberian nafkah itu tidak boleh dikesampingkan atau ditinggalkan
apabila terjadi konflik yang mengakibatkan ketidakharmonisan sebuah rumah
tangga. Islam telah mengatur bahwa kewajiban pemberian nafkah tetap harus
dilaksanakan oleh seorang suami dalam keadaan bagaimana pun, termasuk kepada
seorang isteri yang telah diceraikan ketika dia masih menjalani masa iddah yang
disebut dengan nafakah iddah. Allah SWT. dalam surat al-Thalaq ayat 1 telah
berfirman:
Artinya: ”Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan
61
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke
luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum
Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu
tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.”
(At-thalaq:[65]:6)
Ayat dapat difahami secara jelas bahwa kewajiban seorang mantan suami
untuk memberikan nafkah dan perumahan kepada mantan isterinya yang baik dalam
menjalankan iddahnya. Selama masa iddahnya para mantan isteri harus terus
dinafkahi dengan baik agar mereka juga dapat menjalankan masa iddahnya sesuai
dengan aturan yang telah digariskan dalam ajaran Islam. Pendapat para ulama
tersebut didasarkan pada kalimat: “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah
mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang”.
Di Desa Pusaka Rakyat Kecamatam Tarumajaya berdasarkan hasil wawancara
yang penulis lakukan dengan responden mengenai pemenuhan hak dan kewajiban
pada keluarga, terbukti bahwa pasangan-pasangan tersebut kurang begitu
memperhatikan hak dan kewajiban mereka masing-masing. Banyak diantara
pasangan suami isteri yang memiliki utang akibat suami tidak memberikan nafkah
atau nafkah yang diberikan tidak mencukupi. Bahkan ada suami yang jarang sekali
62
memberikan nafkah atau biaya hidup terhadap isteri dan keluarganya.2 Menurut hasil
pengamatan penulis, hal itu terbukti sampai sekarang. Dan karena permasalahan
itulah banyak para isteri yang kurang memenuhi kewajibannya terhadap
suaminya.Bentuk penolakan tersebut misalnya isteri tidak mau melakukan hubungan
seksual hanya merupakan respon atau reaksi atas keteledoran suami dalam memenuhi
kewajiban, seperti memberikan nafkah terhadap keluarga. Keadaan seperti itu telah
memaksa para isteri untuk berperan ganda di dalam menjalankan kehidupan rumah
tangganya baik sebagai ayah yang mencari nafkah untuk kebutuhan anaknya
(meskipun anak angkat) dan dia sendiri maupun sebagai ibu yang mengurus dan
mendidik anaknya. Dengan kata lain, dalam kehidupan rumah tangganya, secara
spesifik dalam hal pemenuhan kebutuhan pengurusan anak, isteri harus menjalankan
peran isteri sekaligus peran suami. Keadaan itu cukup memberatkan perjalanan hidup
seorang isteri.
Sebagai seorang suami yang mempunyai tanggung jawab terhadap
keluarganya, sudah semestinya suami memberikan nafkah. Terkadang pula terjadi
intervensi terhadap kehidupan sebuah rumah tangga, intervensi tersebut
mengakibatkan kehidupan rumah tangga tersebut kurang harmonis.3
Faktor lain yang sering mengganggu kehidupan rumah tangga adalah faktor
hubungan seks yang tidak seimbang dan komunikasi yang kurang terjalin dengan
baik. Ketidak puasan dalam hubungan seks biasanya akan mengurangi tingkat
2Ibu DN, Responden, Wawancara tanggal 24 Januari 2015.
3Wawancara dengan I, tanggal 28 April 2015.
63
keharmonisan rumah tangga begitu juga dengan komunikasi, misalnya karena
komunikasi yang kurang terjalin dengan baik, seorang suami atau isteri yang
memberi kepada kerabatnya akan dianggap salah oleh salah satu pasangannya.
B. Analisis Faktor-faktor Yang Menyebabkan Tidak Tercapainya Tujuan
Pernikahan Menurut Syariat Islam Pada Kehidupan Berumah Tangga
Perjalanan rumah tangga akan sangat tergantung kepada suami sebagai kepala
rumah tangga dan isteri dengan anak-anak (jika ada) sebagai anggotanya. Atau
diumpakan kepada sebuah kapal laut, suami adalah seorang nakhoda sedangkna anak
dan isterinya adalah penumpang. Dalam kehidupan rumah tangga adalah sangat
penting bagi suami dan isteri untuk bisa mengungkapkan sebab-sebab dan akar
terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Sama sekali tidak ada yang
berharap pernikahan yang suci harus tergores oleh permasalahan, apalagi sampai
menyebabkan pertengkaran yang menakutkan. Sama sekali tidak ada yang
menginginkan pernikahan yang kokoh dan kuat harus hancur berantakan. Juga tidak
ada yang mendambakan pernikahan yang suci harus berwarna kelam karena tidak ada
lagi tempat untuk bersatu.
Singkatnya sangat banyak hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
benturan keras dalam rumah tangga. Sebagian sebab-sebab itu memang tidak
sepatutnya terjadi. Sesungguhnya hanya Allah Yang Maha Tahu kebaikan dibalik
segala ketetapan-Nya, namun sebagai makhluk-Nya, kita harus berusaha untuk
64
mempertahankan kehidupan keluarga, jangan sampai hancur berantakan, karen ahal
itu bertentangan dengan semangat Syari‟at Islam.
Demikian halnya dengan keberadaan pasangan pasangan yang ada di Desa
Pusaka Rakyat, sebagaimana setiap keluarga pada hakikatnya masing-masing
mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Mereka sama sekali tidak
menginginkan keadaan rumah tangganya seperti telah dideskripsikan pada bagian
sebelumnya. Mereka sebagaimana masyarakat Muslim pada umumnya mendambakan
kehidupan rumah tangga yang berjalan normal yang penuh dengan kebahagiaan lahir
dan batin. Tetapi diantara perjalanan hidup rumah tangga mereka ditakdirkan lain;
mereka jauh dari atmospir bahagia atau harmonis; yang ada hanyalah penderitaan-
penderitaan yang berkepanjangan yang dirasakan oleh isteri dan anak.
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan
ketidakharmonisan sebuah rumah tangga. Penyebab ketidakharmonisan dalam rumah
tangga di Desa Puakajaya bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomi
Secara empirik, bagi sebagian besar pasangan suami isteri, ketidaksiapan
ekonomi menjadi faktor penyebab utama terjadinya masalah dalam kehidupan rumah
tangga. Walaupun tingkat keyakinan agama pasangan itu kuat, bahwa Tuhan akan
memurahkan rezekinya kepada mereka setelah menjalani pernikahan, tetapi hal ini
bisa menolak fakta bahwa salah satu penyebab terjadinya masalah dalam rumah
tangga adalah masalah ekonomi. Dalam al-Qur‟an surat al-Nur ayat 32 Allah
berfirman sebagai berikut:
65
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.”(An-Nur:[24]:32)
Konon, menurut cerita orang tua, para isteri tempo dulu yang perkawinannya
tidak bahagia, pada umumnya tidak mempunyai pilihan lain untuk menyelesaikan
kemelut rumah tangga, kecuali tetap hidup bersama suami. Pada masa sekarang, para
isteri yang tidak bahagia bisa melakukan banyak pilihan, antara lain mencari
pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Dalam keluarga yang isterinya bekerja di
luar rumah, tingkat ketergantungan terhadap suami menjadi kurang dan hal ini
memungkinkan rumah tangga menjadi lebih rapuh.4
Di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Tarumajaya faktor ekomoni ini pun
menjadi salah satu faktor ketidak harmonisan kehidupan berumah tangga. Hal ini
dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1.
4Hendi Suhendi & Ramdani Wahyu, Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, (Bandung: Pustaka
Setia, 2001), hlm.134
66
Ketidakhaarmonisan Kehidupan Berumah Tangga Disebabkan karena
Faktor Ekonomi di Desa Pusaka Rakyat Tahun 2014
Faktor Ekonomi Frekuensi Persentasi
Berpengaruh terhadap keharmonisan 56 70%
Tidak berpengaruh terhadap keharmonisan 24 30%
Jumlah 80 100%
Faktor Ekonomi Frekuensi Persentasi
Bepengaruh terhadap keharmonisan 56 70%
Tidak berpengaruh terhadap keharmonisan 24 30%
Jumlah 80 100%
Data diperoleh berdasarkan Angket yang disebar kepada responden yang
berjumlah 160 orang yang terdiri dari 80 pasangan suami isteri.
Berdasarkan tabel 1 diatas, 56 (70%) responden menyatakan bahwa faktor
ekonomi/nafkah yang diberikan suami terhadap isterinya berpengaruh terhadap
keharmonisan rumah tangga. Sedangkan 24 (30%) responden menyatakan bahwa
faktor ekonomi/nafkah yang diberikan suami tidak berpengaruh terhadap
keharmonisan rumah tangga.
Sebagai deskripsi dari data diatas penulis melakukan wawancara dengan salah
satu pasangan yaitu pasangan D dan I. Sebenarnya, kualitas kehidupan pasangan D
67
dan I seharusnya relatip cukup, hal ini dapat dilihat dari pekerjaan masing-masing
yang sehari-hari berprofesi sebagai PNS guru SD yang keduanya sudah bergolongan
IV(a). Dalam suasana perekonomian Indonesia seperti sekarang ini, dimana laju
pertumbuhan angkatan kerja jauh lebih cepat daripada perkembangan lapangan kerja,
sehingga banyak penganggur, bahkan mereka yang sudah bekerja pun banyak yang
di-PHK, pasangan D dan I seharusnya serba cukup dari segi ekonomi untuk hidup.
Bahkan dengan adanya kenaikkan gaji PNS dan pegawai lain mulai Januari 2006
seharusnya kehidupan rumah tangga D dan I semakin mantap, menatap masa depan
dengan penuh optimis.
Tetapi, menurut I (isteri dari D) mengatakan bahwa masalah yang sering
dialaminya adalah justeru yang berkaitan dengan ekonomi keluarga, karena D yang
jarang sekali memberikan gajinya kepada isterinya pada setiap bulannya. I sebagai
isteri tidak pernah diberi tahu, tentang penggunaan uang gaji yang diperoleh
suaminya setiap bulan. Yang jelas, dia tidak pernah memberikan gajinya kepada I
sebagai kewajiban dalam memberikan nafkah terhadap keluarga. Disamping
menderita tidak mendapatkan nafkah, I juga merasa khawatir dan lebih tersiksa oleh
ketidakterusterangan D terhadap dirinya tentang penggunaan uang yang dia peroleh
setiap bulan. Kadang-kadang, I berburuk sangka apakah suaminya memiliki isteri
lain, atau senang berjudi atau bersenang-senang dengan cara lainnya.5
2. Faktor Intervensi
5Wawancara dengan I, tanggal 28 April 2015.
68
Faktor intervensi juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya masalah
dalam kehidupan rumah tangga. Intervensi dapat berasal dari orang tua suami dan
isteri, juga dapat berasal dari saudara-saudara suami atau isteri yang lebih tua, bahkan
yang muda sekali pun.
Pada masyarakat di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Tarumajaya faktor
intervensi ini pun nenjadi salah satu faktor ketidak harmonisan kehidupan berumah
tangga. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:
Ketidakhaarmonisan Kehidupan Berumah Tangga Disebabkan karena
Faktor intervensi di Desa Pusaka Rakyat Tahun 2014
Tabel 2
Faktor Intervensi Frekuensi Persentasi
Berpengaruh terhadap keharmonisan 46 57,5%
Tidak berpengaruh terhadap keharmonisan 34 42,5%
Jumlah 80 100%
Data diperoleh berdasarkan Angket yang disebar kepada responden yang
berjumlah 160 orang yang terdiri dari 80 pasangan sumi isteri.
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa 46 (57,5%) responden menyatakan bahwa
faktor intervensi berpengaruh terhadap keharmonisan kehidupan rumah tangga.
Sedangkan 34 (42,5%) responden menyatakan bahwa faktor intervensi tidak
berpengaruh terhadap keharmonisan kehidupan rumah tangga.
69
Seperti halnya yang dialami oleh pasangan T dan R, permasalahan yang
timbul dalam keluarganya itu tidak terlepas dari adanya intervensi yang dilakukan
oleh orang tua dan kerabat dari T, terutama dari ayah T.6 Intervensi mereka terutama
menyangkut keuangan rumah tangga. Sudah seharusnya mereka tidak terlalu ikut
campur pada urusan rumah tangga T dan R, karena mereka sudah memberikan
amanat yang setulusnya sejak berlangsungnya akad nikah. Orang tua cukup
mengawasi dan memberikan saran untuk perbaikkan jika diperlukan. Intervensi
terlalu dalam justeru akan memperkeruh kehidupan rumah tangga anak. Hal itu dapat
menipiskan rasa percaya diri anak yang tengah membangun rumah tangga yang
membutuhkan sikap kemandirian dan percaya diri yang tinggi.
3. Faktor seks
Hasrat biologis atau keinginan melakukan hubungan seks bagi suami isteri
adalah suatu fitrah dan rahmat yang patut disyukuri. Suami dan isteri harus berhati-
hati dalam menyikapi permasalahan seks, karena pada tingkat tertentu, dari sinilah
ketegangan rumah tangga muncul.7
Pada masyarakat di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Tarumajaya faktor seks
ini pun nenjadi salah satu faktor ketidak harmonisan kehidupan berumah tangga. Hal
ini dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 3
6Wawancara dengan T, tanggal 28 April 2015
7 http://Indonesian.irib.ir/islam/keluarga/item/80927_Pentingnya_Pernikahan_Dalam_Islam,
Diakses pada tanggal 2 Januari 2015
70
Ketidakhaarmonisan Kehidupan Berumah Tangga Disebabkan karena
Faktor sek di Desa Pusaka Rakyat Tahun 2014
Faktor Sex Frekuensi Persentase
Berpengaruh terhadap keharmonisan 42 52,2%
Tidak berpengaruh terhadap keharmonisan 36 47,5%
Jumlah 80 100%
Data diperoleh berdasarkan Angket yang disebar kepada responden yang
berjumlah 160 orang yang terdiri dari 80 pasangan sumi isteri.
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa 42 (52,5%) responden menyatakan bahwa
faktor seks berpengaruh terhadap keharmonisan kehidupan rumah tangga. Sedangkan
38 (47,5%) responden menyatakan bahwa faktor seks tidak mempengaruhi
keharmonisan kehidupan rumah tangga. Faktor seks ini (biasanya pelayanan yang
diberikan isteri terhadap suaminya) merupakan kepanjangan dari tidak terlaksananya
kewajiban suami dalam hal pemberian nafkah/faktor ekonomi.
Seperti yang diungkapkan oleh E bahwa kemunculan masalah yang dialami
oleh keluarganya salah satunya adalah masalah seks juga, bahwa Y (isteri E) selalu
bersikap dingin, tidak mau atau enggan sekali untuk melayani hasrat biologis
suaminya.8
8Wawancara dengan E, tanggal 26 Januari 2015.
71
Memperhatikan macam-macam faktor di atas dapat diambil pemahaman
bahwa masalah yang terjadi dalam pasangan E dan Y di atas semuanya berkaitan
dengan tidak terpenuhinya hak seseorang yang berkedudukan sebagai suami dan
isteri, atau terganggunya hak seseorang dari partnernya.
4. Faktor Komunikasi
Kehidupan keluarga bagaikan sebuah perahu yang akan berlayar mengarungi
luasnya samudera kehidupan. Sudah menjadi kewajaran ketika dalam perjalanan
sebuah rumah tangga terjadi perselisihan kecil, bahkan orang sering menyebut itu
dengan bumbu dalam berumah tangga. Akan tetapi, permasalahannya bagaimana kita
menyikapi perselisihan-perselisihan kecil itu agar jangan menjadi besar sehingga
menjadi malapetaka, dan hanya menjadi bumbu dalam berumah tangga.
Setiap permasalahan yang dihadapi manusia, pasti ada jalan keluarnya, dan
hal yang penting adalah untuk bisa menemukan jalan keluar dari itu adalah dengan
komunikasi, yaitu didiskusikan atau dimusyawarahkan, karena walaupun hak seorang
suami sebagai pemimpin untuk ditaati pendapatnya, tidak berarti harus mengabaikan
pendapat atau masukan yang datang dari isteri. Karena, bisa saja justeru pendapat
isteri lebih baik dan bisa menjadi jalan keluar bagi permasalahan keluarga yang
sedang dihadapi.9
Tabel 4.
9 TRIPOD, Peran Komunikasi (Suami-Istri) dalam mebina keluarga sakinah, Diakses pada
tanggal 1 Januari 2015, http://ukhuwah-i.tripod.com/kelu11.htm
72
Ketidakhaarmonisan Kehidupan Berumah Tangga Disebabkan karena
Faktor komunikasi di Desa Pusaka Rakyat Tahun 2014
Faktor Komunikasi Frekuensi Persentasi
Tidak berpengaruh terhadap keharmonisan 27 33,75%
Tidak berpengaruh terhadap keharmonisan 53 66,25%
Jumlah 80 100%
Data diperoleh berdasarkan Angket yang disebar kepada responden yang
berjumlah 160 yang terdiri dari 80 pasangan sumi isteri.
Misalnya yang terjadi pada pasangan S dan F adalah sebaliknya. S dan F
sudah merasa bahwa permasalahan sudah tidak bisa diselesaikan lagi, maka yang ada
hanya egoisme masing-masing. S tidak mau mendengarkan pendapat F; begitupun F
tidak mau jika terus-terusan selalu menjadi pihak yang disalahkan oleh S. Alhasil,
komunikasi di antara mereka untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga menjadi
mandeg, sudah tidak ada harapan bahwa kehidupan rumah tangga mereka akan
membaik. Menurut, istilah I “dah mati-matian” mengusahakan agar kebuntuan dalam
komunikasi menjadi mencair, tapi hasilnya tetap nihil.10
10Wawancara dengan F, tanggal 25 Januari 2015.
73
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penyebab Tidak Tercapainya Tujuan
Pernikahan Yang Sesuai Dengan Syariat Islam Dalam Kehidupan Berumah
Tangga
Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa ketika terjadinya
suatu ikatan perkawinan maka ketika itu pula telah terjadi suatu kesepakatan dari
kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sebagai
suami isteri. Apalagi setelah hadirnya anak sebagai buah kasih dari ikatan perkawinan
tersebut, sudah pasti kewajiban masing-masing pihak akan bertambah dengan
hadirnya anak tersebut. Ikatan perkawinan adalah ikatan yang sakral yang tidak boleh
dipermainkan dan dikotori oleh masing-masing pihak.11
Dalam setiap tindakan mukallaf, Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kemampuan yang telah diberikan Allah kepadanya. Dalam surat al-
Baqarah ayat 286 Allah SWT. berfirman:
11 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty, 1998), cet.4, hlm. 87.
74
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo'a): "Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah
kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (Al-Baqarah:[2]:286).
Munculnya masalah dalam sebuah rumah tangga adalah sesuatu yang biasa,
yang membedakannya adalah bagaimana cara kita menyikapinya dan menyelesaikan
masalah tersebut dengan ikhlas dan sabar agar hasil yang diperolehnya itu sesuai
dengan kehendak Allah SWT. yang sudah memberikan petunjuk kepada seluruh
manusia ketika dihadapkan kepada masalah dalam kehidupan ini, yaitu harus
menghadapinya dengan penuh kesabaran, berserah diri kepada Allah dan tetap
berusaha sekuat tenaga.12
Dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 155 Allah SWT.
berfirman:
12 Hikmatun,”Konflik Rumah Tangga dan Kaedah Mengatasinya, Diakses pada tanggal 2
Januari 2015, https://hikmatun.wordpress.com/2007/10/22/konflik-rumahtangga-dan-kaedah-
mengatasinya/
75
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Al-
Baqarah:[2]:155)
Kemudian, dalam ayat 156 surat yang sama Allah SWT. berfirman:
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”.” (Al-Baqarah:[2]:156)
Tetapi, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kalau sekiranya terjadi
ketidakharmonisan di antara suami isteri tersebut, apabila suami tidak sanggup
memberi nafkah isterinya, tentu si isteri tidak menerima haknya. Selama dia
merelakannya ini tidak menjadi persoalan, tetapi sebaliknya jika isteri itu tidak
senang dan tidak suka dengan keadaan suaminya seperti itu, maka akan menjadi
masalah besar dan berkepanjangan.
76
Seluruh kewajiban suami dari mulai membimbing keluarga sampai
menafkahinya itu harus bisa dijalankan dengan sebaiknya dan harus bisa diimbangi
dengan pemenuhan kewajiban oleh isteri agar terjadi sebuah keharmonisan yang
berupa kerjasama dalam rumah tangga untuk bisa mengarungi kehidupan ini dengan
aman, selamat dan bahagia. Akan tetapi, jika kewajiban itu tidak bisa dijalankan
dengan baik oleh masing-masing, yang ada adalah perselisihan atau bahkan mengarah
pada perceraian.13
Demikian pula yang terjadi pada pasangan-pasangan yang tidak harmonis
dalam keluarganya di Desa Pusaka Rakyat, di antara mereka sudah tidak bisa lagi
menjalankan kewajibannya masing-masing secara baik, sehingga sering terjadi
percekcokan yang tidak bisa didamaikan lagi (syiqaq). Islam dalam hal ini
memberikan solusi dengan jalan komunikasi di antara keduanya, apabila di antara
keduanya sudah tidak memungkinkan lagi untuk bisa berdialog, maka bisa memilih
hakam dari masing-masing sebagai penengah untuk bisa mencari jalan keluar dari
perselisihan mereka.14
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT. dalam surat al-
Nisa ayat 35:
13 Cahaya Islam, “Kewajiban Suami Terhadap Istri”,
https://andrezyrus.wordpress.com/2012/08/29/kewajiban-suami-terhadap-istri/
14 Hikmatun,”Konflik Rumah Tangga dan Kaedah Mengatasinya, Diakses pada tanggal 2
Januari 2015, https://hikmatun.wordpress.com/2007/10/22/konflik-rumahtangga-dan-kaedah-
mengatasinya/
77
Artinya: ”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (An-Nisaa:[4]:35)
Ayat di atas menerangkan bahwa hakam berfungsi sebagai mediator untuk
bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi di rumah tangga dan niscaya jika para
pihak berkeinginan keras untuk mencapai kemaslahatan, Allah akan memberi taufiq
kepada suami dan isteri.
Jika jalan perdamaian dengan komunikasi tidak berhasil juga, karena
bagaimana pun juga kehidupan rumah tangga itu harus bisa berjalan seiring antara
suami dan isteri, maka apabila tidak bisa beriringan lagi, maka dengan memohon
keridhaan Allah SWT. dibukakannya suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu,
yakni dengan jalan thalaq atau perceraian. Mudah-mudahan dengan adanya jalan itu
terjadilah ketertiban dan ketentraman antara kedua belah pihak, dan supaya masing-
masing dapat mencari susunan atau pasangan yang cocok, yang dapat mencapai
segala yang dicita-citakan dalam sebuah perkawinan.
78
Masalah thalaq, meskipun ia dibolehkan namun karena kelanggengan suatu
perkawinan itu yang diharapkan, maka kebolehan tersebut tidak mutlak, tetapi di
dalamnya mengandung sifat yang tidak disukai oleh Allah SWT. (bersifat makruh).15
Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Abu
Dawud dan al-Hakim:
غضا حلاللا ىلا هللا اطالق:اعنا ناعم اعنا انيباصلىا هللاعل وا سل اق ل
Artinya: “Dari Ibnu „Umar, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: „Perbuatan halal
yang sangat dibenci Allah „Azza wajalla ialah talak”
Apabila dilihat dari kronologis yang terjadi pada pasangan D dan I, mereka
tidak sepenuhnya memiliki keinginan untuk memperbaiki rumah tangga mereka. Itu
terbukti dengan sangat kuatnya keegoisan masing-masing. Suami tidak memberikan
gajinya yang secara otomatis tidak menafkahi isteri secara lahir dan ini dibalas oleh
isteri yang juga egois dengan tidak mau melayani baik sebagai ibu rumah tangga
ataupun sebagai isteri yang melayani kebutuhan batin (bersetubuh). Hal ini
diperparah lagi dengan adanya intervensi orang tua yang seharusnya bisa ikut
menyelesaikan konflik malah memperparah konflik. Maka dari itu, menurut hemat
penulis ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pasangan-pasangan yang tidak
harmonis dalam keluarganya di Desa Pusaka Rakyat,apabila mereka punya i‟tikad
15Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan, (Jakarta: Akapress, 2002)., hlm. 252.
79
baik untuk menyelesaikan permasalahan di rumah tangganya, di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Komunikasi
Menjalin komunikasi yang baik antara pasangan-pasangan yang tidak
harmonis dalam keluarganya sebagaimana firman Allah. SWT:
لليو ل و ينو و ك ا لو ل الل ذ رو نل تو مل مذ يل ة و ل ذ ذ افةا رر عو اف ا ضذ مل و ق ا و ويل ذ تل و فو ليو هللال
ق ل ا لليو ال و ا قو ل يدة دذ سو
Artinya: ”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”
Bicarakan segala permasalahan secara damai dan dengan fikiran yang tenang
sehingga akan menghasilkan dialog yang benar-benar keluar dari hati nurani masing-
masing. Sebelum melibatkan orang lain maka harus diusahakan terlebih dahulu oleh
kedua belah pihak, karena yang benar-benar faham permsalahan itu adalah suami dan
isteri itu sendiri.16
2. Menggunakan hakam
16 Hikmatun,”Konflik Rumah Tangga dan Kaedah Mengatasinya, Diakses pada tanggal 2
Januari 2015, https://hikmatun.wordpress.com/2007/10/22/konflik-rumahtangga-dan-kaedah-
mengatasinya/
80
Sekiranya perselisihan pasangan-pasangan yang tidak harmonis dalam
keluarganya di Desa Pusaka Rakyat, tersebut sudah tidak bisa lagi membuat mereka
berdialog dengan baik, malah jika itu dilakukan akan semakin tambah ribut, maka
bisa diselesaikan dengan menggunakan hakam. Suami bisa mencari orang yang bisa
dipercaya untuk bisa berdialog dengan wakil dari pihak isteri supaya permasalahan
itu bisa dibicarakan kembali dan setidaknya ada jalan keluar terbaik yang
dihasilkan.17
Dalam surat al-Nisa ayat 35 Allah SWT. berfirman:
Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.”(An-Nisaa:[4]:35)
3. Dengan perceraian
Sesungguhnya, dalam Islam tujuan perkawinan adalah terciptanya keluarga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Apabila hal itu tidak tercapai malah menjadi
17 Hizbut Tahrir Indonesia, “Islam Solusi Tuntas Masalah Rumah Tangga”, Diakses pada
tanggal 2 Januari 2015, http://hizbut-tahrir.or.id/2013/12/20/islam-solusi-tuntas-masalah-rumah-
tangga-3/
81
hal buruk bagi suami dan isteri jika perkawinan dipertahankan, maka Allah SWT.
sebagaimana dikemukakan dalam surat al-Baqarah ayat 231 memberikan jalan keluar
yaitu dengan jalan thalaq atau perceraian. Allah SWT. berfirman:
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka
dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa
berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah ni'mat Allah
padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al
Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang
diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah:[2]:231)
82
Hal itu dilakukan untuk mencegah kemadharatan yang terus berlanjut apabila
keadaan rumah tangga sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Hal ini sesuai dengan
kaidah fiqh yang menyebutkan:
اض را لاKemadharatan harus dihilangkan”
18
Pada konteks ini, perceraian diposisikan dengan tujuan yang sebenarnya, yaitu
mencegah kemdharatan yang terus berlanjut apabila perkawinan dipertahankan dan
untuk mencari kemaslahatan di kemudian hari dengan mencari lagi pasangan hidup
yang lebih sesuai sehingga bisa mencapai tujuan dari sebuah perkawinan yaitu
keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah.
18A.Jazuli, Ushul Fiqh, Ushul Fiqh. (Bandung: Gilang Aditya Press, 1997), hlm. 37.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Merujuk kepada pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kehidupan berumah tangga pada beberapa pasangan keluarga
di Desa Pusaka Rakyat tidak berjalan sesuai dengan syariat islam yaitu
Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah. Hal itu bermula dari Hak dan
Kewajiban yang tidak berjalan dengan baik, seperti kurangnya tanggung
jawab para suami dalam hal pemberian nafkah terhadap keluarga-
keluarga mereka. Disamping itu para suami pun tidak transparan dalam
menggunakan uang yang dihasilkannya. Keadaan seperti itu membuat
para isteri menjadi enggan untuk menunaikan kewajibannya sebagai isteri
termasuk dia selalu menolak untuk diajak berhubungan seks. Jadi, para
suami pun tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan berbagai
pelayanan termasuk pelayanan akan pemenuhan kebutuhan seksual dari
isteri-isteri mereka.
2. Faktor-faktor yang yang menimbulkan tidak harmonisnya rumah tangga
beberapa pasangan keluarga di Desa Pusaka Rakyat adalah faktor
84
ekonomi, seks intervensi dan komunikasi. Faktor ekonomi sebagaimana
tercermin dari kurang terpenuhinya kebutuhan rumah tangga disebabkan
oleh para suami yang jarang memberikan uang belanja kepada para isteri
dari hasil pekerjaannya. Faktor komunikasi yang memperburuk faktor
ekonomi adalah ketidak transparanan para suami dalam menggunakan
uang yang dia peroleh yang juga seharusnya diserahkan kepada para isteri
dan anak-anaknya sebagai nafkah. Akibat kekurangan dalam pemenuhan
hak dan kewajiban terhadap suami-istri kekurang harmonisan keluarga
beberapa pasangan keluarga di Desa Pusaka Rakyat sangat tampak.
Kekurang harmonisan dalam beberapa pasangan tersebut sebenarnya
merupakan perwujudan nyata dari tidak atau kurang terpenuhinya hak dan
kewajiban dalam keluarga. Suami yang tidak menunaikan kewajiban
membuat isteri tidak menerima hak-haknya sehingga dia menderita.
Sebaliknya, isteri tidak menunaikan kewajiban, maka suami tidak bisa
menerima hak-haknya sehingga menderita juga. Dengan demikian
hilanglah atau berkuranglah keharmonisan dalam keluarga pasangan-
pasangan tersebut.
3. Tinjauan hukum Islam terhadap penyebab tidak tercapainya tujuan
pernikahan yang sesuai dengan syariat islam, Salah satu kunci
pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan Rahmah adalah
komunikasi. Tanpa Komunikasi yang baik keluarga yang harmonis sulit
dpertahankan, sebab mereka hanya akan menjalani kehidupan berumah
85
tangga dalam suasana ketertutupan, kesunyian, prasangka yang buruk,
kesalahpahaman, bahkan boleh jadi saling bermusuhan.
B. Saran
1. Kepada pasangan-pasangan yang keadaan rumah tangganya tidak
harmonis hendaknya kembali kepada tujuan awal membangun rumah
tangga dan senantiasa memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing.
2. Kepada tokoh masyarakat hendaknya lebih banyak menyampaikan hal-
hal yang berkaitan dengan kehidupan secara praktis termasuk tentang hak
dan kewajiban suami isteri.
3. Kepada intansi terkait dalam hal ini BP4 hendaknya memberikan
penyuluhan secara terus menerus dan memanfaatkan Kursus Catin
sebagai sarana untuk menanamkan kesadaran tentang hak dan kewajiban
suami isteri.
xii
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. Cet. 4. Jakarta: Akademika Pressindo. 2010.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Prkatek. Jakarta: PT. Rieneka
Cipta, 2006.
Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail. 1981. Shahîh al-Bukhârî, Jilid VII. Mesir:
Dar al-Fikr.
Al-Nawawi, Syeikh Muhammad bin Umar. Terjemah „Uqudullujain: Etika Berumah Tangga.
Jakarta: Pustaka Amani. 1999.
Anonimous. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Departemen Agama RI. 1993.
Anonimous. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Departemen Agama RI.
1978.
Anonimous. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Humaniora Utama Press. 1992
Anonimous. Modul Fasilitator Kursus Calon Pengantin. Bandung: Departemen
Agama. 2002.
Anonymous. Selayang Pandang Desa Pusaka Rakyat Kec. Taruma Jaya. t.t, t.p: 2013.
---------------. Laporan Desa Pusaka Rakyat Kec. Taruma Jaya. t.t, t.p: 2014.
Babbie, Earl. The Practice Of Social Research. Belmont-USA: Wadsworth/Thomson, 1986.
C.S.T. Kasnsil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet. 18. Jakarta: Balai
Pustaka, 1982.
Dedi Junaedi. Bimbingan Perkawinan. Jakarta: Akapres. 2002.
Djauharudin. Hak dan Kewajiban Suami Istri. Bandung: Mizan, 1991.
xiii
Hakim, Rahmat. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Harun Nasution. Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press. 1985.
Haryono, Bagus. Kekuasaan Istri Tergantung Suami, cet. 1. Surakarta: Yayasan Pustaka
Cakra, 2000.
Husain Ali Turkamani. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam. Terjemahan M.S. Nasrulloh
dan Ahsin M. Jakarta: Pustaka Hidayah. 1988.
Ibnu Musthafa. Keluarga Islam Menyongsong Abad 21. Bandung: Al-Bayan, 1993.
Jazuli, A. Ushul Fiqh. Bandung: Aditya Press. 1997.
Kaswan. Membina Keluarga dalam Islam. Bandung: Pustaka, 1991.
Latif, Djami. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, cet. 1. Jakarta:
Bulan Bintang, 1983.
Mahmud Syalthout. Aqidqh dan Syariat Islam (Terjemah). Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Masyuri, A. Azis. Masalah Keagamaan Hasil Muktamar NU. Surabaya: PP. Rabithah
Ma‟hadil Islamiyah. 1997.
Muhammad al-Munajjid. 40 Cara Mencapai Keluarga Bahagia. Terjemahan Abu Fildza M.
Sasaky. Jakarta: Gema Insani, 1998.
Muhammad „Uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998
Nina Surtiretna. Bimbingan Seks Bagi Remaja. Bandung: Rosda Karya. 2000.
R. Badri. Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan dan KUHP. Surabaya: CV.
Amin, 1985.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Tambahan
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Pradnya
Paramita,1984.
Ramulyo, Mohd. Idris. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan
Agama, dan Zakat Menurut Islam. Jakarta: Sinar Grafika, t.t
xiv
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Cet.22. Bandung: Sinar Baru, 2010.
Rasjidi, Lili. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 1991.
Sabyq, Sayyid. Fiqh Sunnah, (Alih Bahasa), Jilid.2. Bandung: PT. Al-Ma‟arif. t.th.
Soemitro, Romy. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.
Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cet. 4. Yogyakarta:
Liberty, 1998.
Suhendi, Hendi dan Ramdani Wahyu. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung:
Pustaka Setia. 2001.
Sulaeman, Eman. Hukum Kewarisan Dalam KHI di Indonesia (Studi Tentang Sumber-
Sumber Hukum). Semarang: Balai Penelitian IAIN Wali Songo, t.th.
Projodikoro, Wirjiono. Hukum Perkawinan di Indonesia. Bandung: Voorking Van Hoove,
t.th.
ARTIKEL/WEBSITE
Ariana My Journey, “Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah”. Diakses pada tanggal 1 Januari
2015 dari http://ariana-myjourney.blogspot.com/2009/04/sakinah-mawaddah-wa-
rahmah.html?m=I.
Cahaya Islam. “Kewajiban Suami Terhadap Istri”. Diakses pada tanggal 2 Januari 2015 dari
https://andrezyruz.wordpress.com/2012/08/29/kewajiban-suami-terhadap-istri/.
Fenna Marliasari. “Suami vs Istri”. Diakses pada tanggal 1 Januari 2015 dari
http://fennamarliasari.blogspot.com//suami-vs-istri.html?m=I.
Hikmatun. “Konflik Rumah Tangga dan Kaedah Mengatasinya”. Diakses pada tanggal 2
Januari 2015 dari
https://hikmatun.wordpress.com/200710/22/konflik/rumahtangga/dan/kaedah/mengat
asinya/
xv
Hizbut Tahrir Indonesia. “Islam Solusi Tuntas Masalah Rumah Tangga”. Diakses pada
tanggal 2 Januari 2015 dari http://hizbut.tahrir.or.id/2013/12/20/islam-solusi-tuntas-
masalah-rumah-tangga--3/.
Indonesian. “Pentingnya Pernikahan Dalam Islam”. Diakses pada tanggal 2 Januari 2015 dari
http://Indonesian.irib.ir/islam/keluarga/item/80927_pentingnya_pernikahan_dalam_is
lam.
TRIPOD. “Peran Komunikasi (Suami-Istri) Dalam Membina Keluarga Sakinah Mawaddah
Wa Rahmah”. Diakses pada tanggal 1 Januari 2015 dari http://ukhuwah-
tripod.com/kelu11.htm.
YLBH APIK, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Diakses pada
tanggal 12 Desember 2015 dari http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm.
I
ANGKET
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia Perkawinan :
B. Petunjuk Pengisian Angket
1. Bapak/ibu yang terhormat maksud dan tujuan pengisian angket (Instrumen
Penelitian) ini adalah mendapatkan gambaran tentang kehidupan berumah
tangga di Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi.
2. Dalam menjawab setiap pertanyaan sangat dibutuhkan kejujuran
Bapak/ibu sebagaimana yang telah dirasakan atau dialami, dengan
kejujuran yang Bapak/ibu berikan akan memberikan manfaat bagi
penelitian ini.
3. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti, kemudian pilihlah salah satu
jawaban yang tersedia.
4. Berikan tanda (X) pada jawaban yang benar-benar Bapak/Ibu alami.
C. Soal Angket
1. Apakah anda mengetahui tentang tujuan penikahan menurut syariat
islam?
a. Ya
b. Tidak
II
2. Apakah kewajiban anda sebagai suami sudah anda penuhi?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah kewajiban anda sebgai istri sudah anda penuhi?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah keadaan ekonomi yang kurang baik mempengaruhi
keharmonisan rumah tangga anda?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah intervensi pihak lain berpengaruh terhadap keharmonisan
rumah tangga anda?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah kejujuran berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga
anda?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah komunikasi berpengaruh terhadap keharmonisan rumah
tangga anda?
a. Ya
b. Tidak
III
8. Apakah hubungan seksual berpengaruh terhadap keharmonisan rumah
tangga anda?
a. Ya
b. Tidak
Dasar Keagamaan
1. Apakah anda sering melaksanakan shalat lima waktu?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda sering menyuruh atau mengajarkan anak anda pelajaran
agama?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda sering dating ke pengajian?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda sering membaca buku-buku islam?
a. Ya
b. Tidak
c.
IV
PEDOMAN WAWANCARA
Khususnya Tokoh Masyarakat
1. Apa yang anda ketahui tentang tujuan perkawinan menurut syariat islam dan
bagaimana pendapat anda?
2. Menurut anda kenapa kehidupan berumah tangga di desa pusaka rakyat masih
banyak yang tidak harmonis?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keharmonisan keluarga di desa pusaka
rakyat?
4. Bagaimana peran bapak kiyai dalam kehidupan anda?
V
GAMBAR
Gambar 1: Responden pasangan T dan R.
VI
Gambar 2: Responden pasangan Y dan E
VII
Gambar 3: Resonden Pasangan S dan F
VIII
Gambar 4: Responden Pasangan D dan I
IX
CURRICULUM VITAE
Nama : Mawardi
Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi, 27 Juni 1989
Alamat : Kp. Bogor RT. 09 RW. 03 Desa Pusaka Rakyat
: Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi
No. HP : 085817062014
Nama Ayah : Drs. H. Abdul Choir
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Nama Ibu : Hj. Zulaicho
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat Orang Tua : Kp. Bogor RT. 09 RW. 03 Desa Pusaka Rakyat
: Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi
Pendidikan :
MI : MI “At-Taqwa 19” Bekasi
MTs : MTs “At-Taqwa 01 Putera” Bekasi
MA : MA “At-Taqwa 01 Putera” Bekasi
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masuk tahun 2008