Post on 12-Jun-2015
A. JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian yang akan diambil adalah “Penerapan Model
Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pokok Bahasan
Penerapan Listrik AC dan DC dalam kehidupan untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Penelitian kelas menunjukkan bahwa makin tinggi jenjang pendidikan
pada tingkat pra-universitas, sains makin tidak menyenangkan bagi siswa.
Akibatnya, karena setiap siswa tidak harus mengambil semua mata pelajaran
sains, makin sedikit yang mengambil kelas sains khususnya kelas fisika dan
kimia. Kelas biologi dan kelas sains terintegrasi banyak diminati siswa.
(Poedjiadi Anna, 2005).
Dalam Standards for Science Teacher Preparation yang
diselenggarakan oleh National Science Teachers Association (NSTA) pada
tahun 1988 dan bekerja sama dengan The Association for The Education of
Teacher in Science, dinyatakan bahwa satu aspek yang harus diperhatikan
oleh guru sains adalah konteks sosial. NSTA menyatakan bahwa guru sains
harus dapat mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber dari luar
sekolah. Pembelajaran kontekstual diharapkan mampu meningkatkan motivasi
siswa, partisipasi orangtua dan masyarakat di lingkungan sekolah tertentu.
(Poedjiadi Anna, 2005).
Dalam KTSP Fisika untuk SMA/MA dijelaskan bahwa fisika
merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi
maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Ini dapat dilihat dari pesatnya
perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang dipicu
oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti
mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran
sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga
memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras
berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
1
serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal
tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
pembelajaran Fisika harus dikaitkan dengan perkembangan teknologi di
masyarakat karena pada dasarnya siswa sendiri akan berkiprah di dalam dunia
sosial bersama masyarakat dan tentu akan langsung berhubungan dengan
permasalahan lingkungan dan teknologi. Namun pada kenyataanya,
kemampuan siswa untuk mengaplikasikan ilmu fisika dalam kehidupan masih
kurang.
Telah dikemukakan beberapa pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan antara suatu bidang yang dikaji dengan masalah aktual dalam
kehidupan, agar pengetahuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian diharapkan konsep-konsep
akan lebih mudah dikonstruk oleh siswa dan memiliki retensi yang lama.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan
pembelajaran dalam konteks masyarakat adalah pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM). Pendekatan STM dalam pembelajaran sains telah
diperkenalkan sejak tahun 1985 di Bandung. Setelah melalui penelitian-
penelitian yang cukup lama diperoleh kesimpulan bahwa pendekatan STM
dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok berkemampuan
rendah dalam kelas karena dirasakan oleh siswa lebih menarik, nyata dan
aplikatif. (Poedjiadi Anna, 2005).
Dari analisis terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan, tampak
adanya pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
pembelajarannya. (Poedjiadi Anna, 2005). Maka STM yang tadinya berupa
pendekatan sekarang bergeser menjadi model.
Untuk dapat memecahkan persoalan dalam kehidupan sering kali kita
dituntut untuk membuat keputusan berdasarkan pilihan-pilihan yang ada.
Maka selain memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep sains siswa juga
harus memiliki keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis ini
merupakan hal yang penting dalam pembelajaran modern. Semua guru
2
diharapkan tertarik untuk memberikan keterampilan berpikir kritis ini kepada
siswanya. (Schafersman, 1991). Tujuan khusus dari mengajar berpikir kritis
dalam sains atau disiplin ilmu lain adalah untuk mengembangkan
keterampilan berpikir siswa dan mempersiapkan mereka untuk menjadi
sumberdaya manusia yang bermutu.
Clement dan Lochhead (Schafersman, 1991) mengatakan “We should
be teaching the students how to think. Instead, we are teaching them what to
think”. Dari kalimat tersebut kita mendapatkan dua hal penting yaitu bahwa
biasanya guru mengajarkan kepada muridnya what to think (apa yang harus
dipikirkan), artinya guru hanya menyampaikan materi subjek saja atau biasa
disebut dengan transfer pengetahuan. Tetapi di jaman sekarang guru harus
mengajarkan pada siswa how to think (bagaimana cara berpikir) atau berpikir
kritis, sehingga siswa bukan lagi hanya menerima materi subjek tetapi juga
anak mampu menggali pengetahuan untuk dirinya. (Schafersman, 1991).
Seperti pepatah cina mengatakan “Berilah ikan dan kau akan memberinya
makan untuk satu hari, atau berikan kail dan kau akan memberinya makan
seumur hidupnya”
Selama kita mengajarkan what to think kemampuan siswa untuk
memcahkan masalah tidak akan pernah meningkat. Ini dikarenakan siswa
akan memusatkan sebagian besar perhatian dan waktunya untuk menerima
sebanyak mungkin pengetahuan dasar yang guru berikan tanpa tahu
bagaimana menerapkannya. Padahal, siswa dapat memahami materi tersebut
dengan membaca sendiri saja. Tetapi dengan mengajarkan how to think anak
memperoleh keterampilan bagaimana cara mengolah informasi dan kemudian
menjadikannya bahan referensi dalam membuat keputusan untuk
memecahkan permasalahan.
3
C. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran STM dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa?
b. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran Fisika dengan model
pembelajaran Sains Tekonologi Masyarakat?
D. BATASAN MASALAH
Agar penelitian lebih optimal dan tidak terlalu melebar kemana-mana
maka peneliti membatasi masalah dalam peneltian pada hal-hal berikut:
a. Penelitian ini akan dilaksanakan pada siswa SMA kelas X semester 2
pokok bahasan Penerapan Listrik AC dan DC dalam kehidupan.
b. Kemampuan berpikir kritis yang akan diukur hanya 12 dari indikator-
indikator yang diberikan oleh Ennis (1996) yang secara rinci akan
dijelaskan pada metode penelitian.
E. TUJUAN PENELITIAN
a. Menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa setelah menggunakan
model pemebelajaran STM.
b. Menganalisis tanggapan siswa selama mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model STM.
c. Menganalisis kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam
pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran STM.
F. MANFAAT PENELITIAN
a. Mendapat informasi tentang hubungan pembelajaran Fisika dengan Model
STM dengan keterampilan berpikir kritis siswa.
b. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pebelajaran Fisika
dengan Model STM dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa maka diharapkan guru yang menggunakan model ini dapat lebih
yakin dan percaya diri dalam melaksanakan pembelajarannya.
c. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk peneliti lain sebagai acuan
untuk penelitian selanjutnya.
4
G. DEFINISI OPERASIONAL
Keterampilan berpikir kritis
Keterampilan berpikir kritis yang dimaksud adalah proses, dalam
membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang harus diyakini
dan dilakukan. Keputusan diambil secara hati-hati berdasarkan kriteria
tertentu, dengan memilih alternatif yang paling tepat dari beberapa
alternatif ada.
Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model
pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah yang akan diteliti. Pada
model konvensional biasanya pembelajaran berpusat pada guru dan guru
lebih banyak ceramah.
Model Pembelajaran STM
Model pembelajaran STM adalah suatu strategi pembelajaran yang
mengangkat isu-isu yang ditemui siswa di masyarakat ke dalam
pembelajaran dan mengaitkannya dengan konsep-konsep sains yang ada,
topik-topik yang dipelajari kemudian dihubungkan dengan isu-isu yang
sedang berkembang dengan ini diharapkan pembelajaran akan lebih
menarik minat siswa.
H. HIPOTESIS
H1 Model pembelajaran STM dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa
H0 Model pembelajaran STM tidak dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa
I. RINGKASAN TINJAUAN TEORITIS
MODEL PEMBELAJARAN STM.
STM sebagai pendekatan
Suatu pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan berbagai usaha
untuk mendekati tujuan pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.
5
Poedjiadi (2005) mencontohkan dengan pendekatan pendaratan yang
dilakukan seorang pilot ketika cuaca tidak memungkin untuk saat itu
mendarat, pilot akan berusaha mencari jalan lain atau bila perlu berkeliling
terlebih dahulu untuk mencari celah agar dapat mendarat dengan aman.
Ada banyak pendekatan diantaranya pendekatan lingkungan,
pendekatan inquiry, pendekatan masalah, pendekatan interaktif, keterampilan
proses, pendekatan nilai dan lain-lain. Suatu pendekatan dapat menggunakan
lebih dari satu metode atau bahkan lebih dari satu pendekatan dapat dilakukan
bersama-sama dalam satu pembelajaran.
Sains, teknologi dan masyarakat adalah hal yang tidak dapat
dipisahkan dan selalu saling mempengaruhi. Teknologi lahir karena
kebutuhan dan sains berawal dari sifat ingin tahu manusia. Tapi penemuan-
penemuan di bidang sains kemudian memicu perkembangan teknologi sabagai
contoh penemuan dalam bidang kelistrikan tadinya hanya dari sifat keingin
tahuan tentang gejala-gejala yang ditimbulkan misalnya listrik statis sampai
tercipta alat-alat canggih yang menggunakan listrik. Tetapi perkembangan
teknologi misalnya dibuatnya mikroskop elektron memicu perkembangan
sains yang lain. Sedangkan masyarakat yang selalu memiliki kebutuhan dan
banyak rasa ingin tahu siap menggunakan teknologi dan menjelajahi sains.
Adapun pendekatan STM telah diperkenalkan di Bandung sejak tahun
1985 sebagai salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam
pembelajaran dalam konteks masyarakat. Pendekatan STM dalam
pembelajaran dapat digunakan dalam pembelajaran sains atau pun sosial,
dilaksanakan oleh guru melalui topic yang dibahas dengan menghubungkan
antara sains dan teknologi yang terkait dengan kegunaannya di masyarakat.
Tujuannya antara lain untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar di
samping memperluas wawasan siswa. Dari wawancara terhadap guru di
lapangan diketahui bahwa pada umumnya guru merasa telah melaksanakan
tugasnya dengan baik, apabila telah dapat mengantarkan peserta didik
menguasai konsep-konsep dalam studi yang diajarkannya meskipun belum
6
tentu ia telah mengaitkan konsep-konsep tersebut dengan kepentingan
masyarakat. (Poedjiadi Anna, 2005).
Tujuan yang ingin dicapai dari pendekatan STM dalam pembelajaran
adalah pendekatan interdisiplin ilmu dalam pembelajaran sains, memberikan
siswa pengetahuan tentang keadaan dunia yang sebenarnya, memberikan
kesempatan siswa untuk membentuk pemahaman yang kritis tentang
hubungan sains, teknologi dan masyarakat, dan mengembangkan kapasitas
dan kepercayaan diri siswa untuk mengaplikasikan sains dalam kehidupan
sehari-harinya. (wikipedia article, 2008).
Menurut Yager (dalam Sugianti,2001) karakteristik pendekatan STM
adalah sebagai berikut:
1. Adanya masalah yang diidentifikasi
2. Penggunaan sumber daya masyarakat dan lingkungan sebagai bahan
pemecahan masalah.
3. Siswa aktif turut serta dalam pemecahan masalah.
4. Belajar dapat dilakukan di luar kelas, tidak harus selalu di dalam kelas.
5. Terfokus pada dampak sains dan teknologi yang dirasakan siswa.
6. Sains tidak hanya berisi konsep-konsep saja, malainkan juga proses baik
proses penemuan, pengembangan dan pengendalian.
7. Penekanan pada keterampilan proses.
8. Penekanan pada kesadaran karier yang berkaitan dengan Sains dan
Teknologi.
9. Turut serta sebagai warga negara dalam pemecahan masalah yang ada di
masyarakat
10. Siswa memiliki kebebasan dalam proses belajar.
STM sebagai Model Pembelajaran
Suatu model pembelajaran merupakan rencana, pola atau pengaturan
kegiatan guru dan siswa yang menunjukkan adanya interaksi antara unsur-
unsur yang terkait dalam pembelajaran yakni guru, peserta didik dan media
termasuk bahan ajar atau materi subjek. Terdapat berbagai macam model
pembelajaran diantaranya yang disebutkan dalam Models of Teaching
7
karangan Bruche Joyce dan Marsha Weil dan dikelompokkan menjadi empat
rumpun besar yaitu model pemrosesan informasi, pribadi, interaksi sosial dan
tingkah laku.
Disamping model-model yang diperkenalkan oleh Bruche Joyce dan
Marsha Weil, dalam buku karangan Anna Poedjiadi diperkenalkan model
pembelajaran STM. Pada awalnya STM merupakan pendekatan sebelum
akhirnya menjadi model setelah melalui proses yang lama melalui hasil-hasil
penelitian, skripis, tesis dan disertasi diperoleh kesimpulan bahwa STM
sebagai pendekatan dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok
berkemampuan rendah dalam kelas karena dirasakan oleh siswa lebih
menarik, nyata dan aplikatif. Dari analisis terhadap penelitian-penelitian
tersebut tampak adanya pola-pola tertentu dari langkah-langakah yang
dilakukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, suatu hal yang tidak boleh
diabaikan adalah adanya pemantapan konsep yang menuntut kejelian guru,
untuk mencegah terjadinya miskonsepsi. Dengan demikian pendekatan STM
layak di sebut sebagai model.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran STM dapat dilihat dari
bagan pada gambar 1.
8
Gambar 1. Bagan model pembelajaran STM
Tahap 1. Kekahsan model ini adalah dikemukakannya isu-isu yang
ada dimasyarakat yang dapat digali dari siswa, tetapi apabila guru tidak
berhasil memperoleh tanggapan dari siswa dapat saja dikemukakan oleh guru
sendiri. Isu yang dikemukakan dapat bermasah atau tidak bermasalah
merupakan pernyataan yang mengundan pro dan kontra sehingga
mengharuskan siswa berpikir untuk menganalisis isu tersebut.
Tahap 2. Proses pembentukan konsep dapat dilakukan dengan
berbagai macam metode, misalnya ceramah, demonstrasi atau diskusi
kelompok. Pada akhir tahap ini diharapkankonstruksi dan rekonstruksi siswa
menemukan konsep-konsep yang benar atau merupakan konsep-konsep para
ilmuan.
Tahap 3. Berbekal pemahaman konsep siswa melakukan analisis
terhadap isu tersebut yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan. Pada
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Pendahuluan: Inisiasi/invitasi/apersepsi/ eksplorasi thd siswa
Pembentukan/ pengembangan konsep
Analisis konsep dalam kehidupan: penyelesaian masalah atau analisis isu
Penilaian
Pemantapan konsep
Pemantapan konsep
Pemantapan konsep
Isu/masalah
9
tahap ini anak harus mengambil contoh tindakan atas isu atau masalah yang
dikemukakan di awal tetapi harus bisa menjelaskan alasan mengapa tindakan
tersebut diambil.
Tahap 4. Pada pemantapan konsep ini guru perlu meluruskan jika ada
miskonsepsi yang dialami siswa pada saat pembelajaran. Bila tidak ada
miskonsepsi pada saat siswa melakukan pembelajaran guru cukup memberi
penekanan pada konsep-konsep yang harus siswa pahami.
Tahap 5. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan tes untuk mengetahui
tingkat keberhasilan pembelajaran.
Ada enam ranah yang terlibat dalam model pembelajaran STM ini
yaitu sebagai berikut 1) Konsep, fakta, generalisasi, diambil dari bidang ilmu
tertentu dan merupakan kekhasan masing-masing bidang ilmu 2) Proses
diartikan dengan bagaimana cara memperoleh konsep-konsep dalam bidang
ilmu tertentu 3) Kreativitas mencakup kelancaran, fleksibilitas, originalitas,
elaborasi dan sensitivitas 4) Aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari
(aplikasi yang lebih luas dari C3 taksonomi Bloom) 5) Sikap, diantaranya
menyadari kebesaran Tuhan, mengargai penemuan para ilmuan dan produk
teknologi, peduli terhadap masyarakat, dan memelihara kelestarian
lingkungan 6) Cenderung untuk melakukan tindakan nyata apabila terjadi
sesuatu dalam lingkunganya.
Kekurangan menggunakan model pembelajaran STM diantaranya
apabila dirancang dengan baik, memakan waktu lebih lama bila dibandingkan
model-model lain. Bagi guru tidak mudah untuk mencari isu-isu yang terkait
topik yang akan dibahas. Untuk itu diperlukan kreativitas yang tinggi dari
guru jika ingin pembelajaran ini optimal.
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITISBerpikir merupakan aktivitas psikis yang intensional, dan terjadi
apabila seseorang menjumpai problema atau masalah yang harus dipecahkan
(Ahmadi, 2003). Seperti yang kita rasakan bahwa dalam kehidupan semua
orang tidak akan pernah lepas dari permasalahan sehingga selama dalam
10
keadaan sadar kita tidak akan pernah berhenti berpikir. Dalam berpikir kita
dituntut untuk menghubungkan satu pengertian dengan pengertian yang
lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan masalah. Kita juga harus dapat
mengklasifikasikan, mempersatukan dan berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang muncul. (Ahmadi, 2003).
Berpikir pada umumnya diasumsikan sebagai salah satu proses
kognitif yang tidak dapat dilihat secara fisik, yaitu berupa suatu tindakan
mental dalam usaha memperoleh pengetahuan. (Presseisen dalam Rustini,
2005). Sehingga berpikir dipengaruhi oleh tingkat perkembangan intelektual.
Piaget (Dahar, 1989) membagi empat tingkatan perkembangan intelektual,
diantaranya: sensori-motori (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun),
operasional kongkret (7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun keatas).
Fraenkel (Rustini, 2005) mengungkapkan bahwa sejak tingkat operasional
konkret hingga tingkat operasional formal terdapat empat tahapan berpikir.
Pertama tahap berpikir konvergen (logis/deduktif), pada saat ini pengambilan
keputusan dilakukan setelah memperoleh berbagai informasi lalu
mengorganisasi informasi tersebut sehingga menghasilkan keputusan yang
tepat. Kedua tahap berpikir divergen (induktif), pada tahap ini dalam
memecahkan masalah sebelumnya sudah ada alternatif jawaban tetapi tidak
mengandung kebenaran seratus persen, kemudian keputusan diambil
berdasarkan tingkat representative jawaban yang mewakili. Ketiga tahap
berpikir kritis, pemilihan keputusan dari beberapa alternatif pilihan
berdasarkan kriteria tertentu. Dan keempat tahap berpikir kreatif, pengambilan
keputusan dengan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang tidak dibatasi
oleh fakta-fakta.
Menurut Beyer (1985) proses berpikir terbagi menjadi dua, yaitu
berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir dasar merupakan
gambaran dari proses rasional yang mempunyai sekumpulan proses mental
dari yang sederhana menuju yang kompleks. Selanjutnya Cohen (Beyer, 1985)
menyatakan bahwa setidaknya ada empat proses berpikir kompleks, yaitu
pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.
11
Keterampilan berpikir kompleks ini kemudian disebut juga keterampilan
berpikir konseptual tingkat tinggi yang merupakan proses berpikir yang
dilandasi oleh keterampilan-keterampilan dasar untuk tujuan lebih spesifik.
Berpikir kritis termasuk di dalam kemampuan berpikir kompleks atau
bisa juga disebut sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus
didasarkan pada keterampilan dasar untuk tujuan lebih spesifik.
Ennis mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses,
dalam membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang harus
diyakini dan dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
menganalisis fakta, menghasilkan dan mengorganisasi ide, mempertahankan
pendapat, membuat kesimpulan, mengevaluasi pendapat, menyelesaikan
masalah, dan self-regulation (pengaturan pribadi).
Pendidikan jaman sekarang dituntut untuk mengembangkan cara
berpikir tingkat tinggi dan salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis.
Dengan berpikir kritis seseoarang menggunakan proses berpikir kompleks
untuk menganalisis argumen dan menghasilkan pengertian dan interpretasi
tertentu. Selain itu dengan berpikir kritis seseorang juga dapat
mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis dalam memahami
asumsi-asumsi, menintikberatkan pada posisi-posisi khusus yang mendasar,
mendapatkan gaya presentasi yang mantap.
Pada intinya definisi berpikir kritis menintik beratkan pada beberapa
aspek, yaitu pemahaman, analisis, evaluasi, dan sintesis (Rustini, 2005).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis ternyata mampu
mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin ilmu, serta dapat
dipakai untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi
peserta didik. (Liliasari dalam Kurniati, 2001).
Kemampuan berpikir kritis tidak dapat diperoleh begitu saja,
melainkan harus melalui proses pembiasaan dan pelatihan untuk mengasah
kemampuannya sehingga seseorang terbiasa dengan berpikir tersebut dan
kemudian jika sewaktu-waktu menemukan masalah ia dengan cepat dapat
menemukan alternatif pemecahan masalah yang tepat.
12
Dalam Ennis (2000) dijelaskan bahwa orang yang berpikir kritis
idealnya memiliki kecenderungan sebagai berikut:
1. Peduli pada kebenaran dari apa yang mereka yakini, dan dapat
memberikan alasan mengapa ia meyakini hal tersebut. Mereka selalu ingin
memahami secara benar. Dalam kecendungan ini termasuk diantaranya:
a. Mencari alternatif hipotesis, penjelasan-penjelasan, kesimpulan,
perencanaan, sumber-sumber, dan sebagainya.
b. Mendukung pengembangan hal-hal diatas, tetapi hanya hal yang dapat
dijelaskan oleh informasi-informasi yang ada.
c. Menyampaikan dengan baik
d. Memperhatikan dengan serius sudut pandang yang lain.
2. Peduli pada kejujuran dan kejelasan dalam berbicara. Dalam
kecenderungan ini termasuk diantaranya:
a. Jelas dalam menyampaikan maksud dalam berbicara, menulis, atau
berkomunikasi, mencari dengan sangat teliti situasi-situasi yang
dibutuhkan.
b. Tekun dan tetap fokus pada permasalahan (pada kesimpulan atau
pertanyaan).
c. Mencari dan mengajukan alasan-alasan.
d. Dapat masuk kedalam situasi keseluruhan
e. Reflektif terhadap keyakinan dasar yang ia miliki.
3. Peduli untuk menghormati dan menghargai setiap orang. Dalam
kecenderungan ini termasuk diantaranya:
a. Mengetahui dan mendengarkan alasan dan pandangan orang lain
b. Menghindari agar tidak menyinggung atau membingungkan orang
lain dengan keberanian mereka dalam berpikir kritis, dapat membuat
orang lain untuk ikut merasakan dan memahamimi.
c. Peduli terhadap kepuasan orang lain
13
Kemudian orang yang berpikir kritis juga idealnya memiliki
kemampuan-kemampuan yang dapat dilihat dengan indikator-indikator
sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification)
Memfokuskan pertanyaan:
1. Mengidentifikasi atau merumuskan masalah.
2. Mengidentifikasi/merumuskan kriteria untuk jawaban yang mungkin.
3. Menjaga kondisi pikiran.
Menganalisis argument:
4. Mengidentifikasi kesimpulan
5. Mengidentifikasi alasan yang dikemukakan.
6. Mengidentifikasi alasan yang tidak dikemukakan.
7. Mencari persamaan dan perbedaan.
8. Mengidentifikasi dan menangani kerelevanan dan ketidakrelevanan.
9. Mencari sruktur dari suatu argumen.
10. Merangkum.
Bertanya dan menjawab suatu pertanyaan tantangan, contohnya:
11. Mengapa?
12. Apa intinya?
13. Apa yang dimaksud dengan …?
14. Apa saja contohnya dan apa saja yang bukan contohnya?
15. Mengapa terjadi perbedaan?
16. Apa faktanya?
b. Membangun keterampilan dasar (basic support)
Menyesuaikan dengan sumber:
17. Sumber ahli
18. Tidak ada konflik interes
19. Kesesuaian diantara beberapa sumber
20. Reputasi
21. Menggunakan prosedur yang diakui
22. Mengetahui resiko berdasarkan reputasi
14
23. Kemampuan memberikan alasan
24. Teliti
Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi:
25. Terlibat dalam menyimpulkan.
26. Interval waktu yang singkat antara observasi dan pembuatan laporan.
27. Laporan dibuat oleh pengamat itu sendiri.
28. Merekam hal yang sangat penting.
29. Bukti-bukti yang kuat.
c. Menyimpulkan (inference)
Mendeduksi dan mempertimbangakan hasil deduksi:
30. Kondisi logis
31. Kelompok logis
32. Menafsirkan suatu pernyataan
Menginduksin dan mempertimbangkan hasil induksi:
33. Membuat generalisasi
34. Membuat kesimpulan dan hipotesis
Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan:
35. Latar belakang fakta
36. Konsekuensi
37. Penerapan prinsip-prinsip
38. Mempertimbangkan alternatif
39. Menyesuaikan, menimbang, dan memutuskan.
d. Membuat penjelasan lebih lanjut (advaced clarification)
Membuat defines dari suatu istilah dan mempertimbangkannya:
40. Bentuk: sinonim, klasifikasi, jarak, kesamaan pernyataan, operasional,
contoh dan bukan contoh.
41. Definisi strategi: tindakan dan mengidentifikasi serta menangani
kebohongan.
Mengidentifikasi asumsi:
42. Alasan-alasan yang tidak dikemukakan implisit
43. Asumsi yang diperlukan; membangun argumen
15
e. Menyusun taktik dan strategi (strategy and tactic)
Menentukan tindakan:
44. Mendefinisikan maslah
45. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi
46. Merumuskan alternatif tindakan yang mungkin
47. Menentukan hal-hal yang dapat dilakukan sementara
48. Mereview
49. Memantau pelaksanaan
Berinteraksi dengan orang lain:
50. Memeberikan label
51. Strategi logika
52. Retorika logika
53. Presentasi posisi, lisan, atau tulisan.
APLIKASI LISTRIK AC DAN DC DALAM KEHIDUPAN
Dari semua materi fisika SMA salah satu yang cocok menggunakan
model STM dalam pembelajarannya adalah Aplikasi Listrik AC dan DC
dalam kehidupan. Materi tersebut terdapat pada KTSP SMA kelas X semester
2 pada standar kompetensi 5 dan kompentensi dasar 5.2. Standar kompetensi 5
yaitu: “Menerapkan konsep kelistrikan dalam berbagai penyelesaian masalah
dan berbagai produk teknologi”. Kompetensi dasar 5.2 yaitu:
“Mengidentifikasi penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan sehari”.
Model STM sangat cocok untuk standar kompetensi dan kompentesi
dasar tersebut diatas. Listrik AC dan DC sangat akrab dengan kehidupan
siswa dan mudah sekali ditemui, sehingga diharapkan dapat memperoleh
perhatian siswa.
J. METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilaksanakan ini merupakan penelitian eksperimental
dengan menggunakan Randomized Pretest-Postest Control-Group Design
yaitu dengan menggunakan 2 kelas dengan perlakuan berbeda yang dapat
16
dilihat pada gambar 1 (Pangabean, 1996). Dua kelas tersebut yaitu kelas
kontrol dengan pembelajaran konvensional dan kelas eksperimen dengan
pembelajaran model STM. Pemilihan desain ini adalah untuk mendapatkan
pembading (kelas kontrol) sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana
pembelajaran dengan model STM dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Kelas Pretest Perlakuan Pos Test
Kontrol T1 X1 T2
Eksperimen T1 X2 T2
Dengan T1 : pretes X1 : pembelajaran konvensional
T2 : postes X2 : model STM
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Kelas X dengan penentuan
sampel penelitian dilakukan dengan teknik sampling acak (random sampling).
Variabel Penelitian
Variabel bebas: Model pembelajaran STM.
Variabel terikat: Hasil belajar siswa berupa hasil tes keterampilan berpikir.
Instrument Penelitian
Instrument penelitian yang akan digunakan ada dua jenis yaitu soal tes
(pretes dan postes) untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dan
angket untuk mengetahui tanggapan siswa serta kesulitan siswa dalam
melaksanakan pembelajaran.
Soal tes berupa soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis siswa
dalam materi penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan. Berikut ini
adalah daftar Indikator kemampuan berpikir kritis yang akan diukur.
17
Tabel 1.
Daftar indikator kemampuan berpikir kritis yang akan diukur dalam
penelitian ini
Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification)
- Memfokuskan pertanyaan
1. Mengidentifikasi atau merumuskan masalah
2. Mengidentifikasi/merumuskan kriteria untuk jawaban yang mungkin
- Menganalisis argumen
3. Mengidentifikasi alasan yang dikemukakan
4. Mengidentifikasi dan menangani kerelevanan dan ketidakrelevanan.
Membangun keterampilan dasar (basic support)
- Menyesuaikan dengan sumber
5. Kesesuaian diantara beberapa sumber
6. Kemampuan memberikan alasan
Menyimpulkan (inference)
- Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan
7. Penerapan prinsip-prinsip
8. Mempertimbangkan alternatif
Membuat penjelasan lebih lanjut (advaced clarification)
- Mengidentifikasi asumsi.
9. Asumsi yang diperlukan; membangun argumen
Menyusun taktik dan strategi (strategy and tactic)
- Menentukan tindakan
10. Merumuskan alternatif tindakan yang mungkin
Instrument yang lain yang akan digunakan adalah berupa angket.
Angket diberikan setelah postes. Angket berisi pertanyaan dan pernyataan
siswa tentang penerapan model STM dalam pembelajaran.
Pengolahan data
Pengolahan data pada hasil penelitian akan dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
18
1. Untuk melihat peningkatan keterampilan berpikir kritis kelas
eksperimen dan kontrol maka digunakan gain ternormalisasi (Hake dalam
Mertzel, 2003) dengan rumus
dan kriteria gain ternormalisasi (Hake, …) seperti pada tabel berikut.
Tabel 2
Kriteria Gain Ternormalisasi
Indeks Interpretasi
0,00 – 0,30 Rendah
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Tinggi
Kemudian pada indeks gain didapat dilakukan pengolahan data.
2. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Uji prasyarat berupa uji normalitas dan homogenitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan
salah satunya dengan cara menghitung Chi-square (2). Jika 2hitung
< 2tabel maka populasi normal dan jika 2
hitung > 2tabel tidak
terdistribusi.
Uji homogenitas dua varians dilakukan dengan menentukan
varians data penelitian dan menghitung homogenitas (F) dengan
mengunakan rumus berikut
dengan : varians terbesar dan : varians terkecil.
Jika F hit < F tabel , maka varians homogen dan jika F hit > F tabel,
maka varians tidak homogen.
2) Uji hipotesis
19
Jika pada uji prasyarat data terdistribusi normal dan
homogen maka uji hipotesis dilakukan dengan uji paramtrik.
Namun jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen
maka digunakan uji nonparametrik.
Untuk pengujian parametrik dapat dilakukan dengan
menghitung z-score (Z) menggunakan rumus
dengan : mean skor kelas ekperimen, : mean skor kelas
kontrol, : varians kelompok eksperimen, : varians kelompok
kontrol, : jumlah sampel kelompok ekperimen, dan : jumlah
sampel kelompok kontrol. Jika nilai Zhitung < Ztabel maka terdapat
perbedaan yang signifikan pada peningkatan rata-rata skor
keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
Jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen
maka dilakukan uji non parametrik berupa ujin Wilcoxon. Uji
Wilcoxon digunakan untuk menguji apakah dua grup sample
(bertipe interval, rasio) yang berpasangan (dependent) berasal dari
populasi yang sama. Statistik uji dari Wilcoxon Test
menggunakan pendekatan peringkat dan tanda dari selisih
pasangan data. (Winner Statistik, 2008). Apabila sampel
berpasangan besar (n ≥ 25), digunakan pendekatan distribisi
normal pada statistic ujinya (Santosa,2004). Uji hipotesis huji rank
bertanda Wilcoxon untuk n ≥ 25 adalah:
- Uji hipotesis
a. H0: D1 dan D2 identik Vs H1: D1 lebih ke kiri atau ke kanan
dari D2
b. H0: D1 dan D2 identik Vs H1: D1 lebih ke kanan dari D2
20
c. H0: D1 dan D2 identik Vs H1: D1 lebih ke kiri dari D2
- Tingkat siginifikansi
- Statistik uji
- Daerah penolakan
a. H0 ditolak jika
b. H0 ditolak jika
c. H0 ditolak jika
3. Menganalisis tanggapan siswa pada angket untuk bagaimana
minat siswa pada pembelajaran dengan model STM ini
21
Gambar 2. Bagan alur penelitian penerapan Model Pembelajaran STM
Analisis Penelitian yang relevan
Identifikasi Masalah
Tahap Persiapan
Analisis materi subjek
Penyusunan instrument penelitian
Menentukan subjek penelitian
Uji coba instrumen
Analisis hasil uji coba
Pretest
Post test
Perlakuan: Penerapan model pembelajaran STM di dalam kelas
Menyusun Silabus, RPP dan skenario
Menentukan isu pada pembelajaran
Mempersiapkan media pembelajaran
Analisis data
Kesimpulan
Tahap Pelaksanaan
Menentukan variabel penelitian
Tahap Refleksi
22
K. JADWAL PENELITIAN
Secara garis besar jadwal kegiatan penelitian yang akan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3
Jadwal Penelitian
NoTahap
PelaksanaanBULAN
I II III IV V VI VII VIII IX X
Persiapan 1 Analisis
Penelitian yang relevan
2 Identivikasi Masalah
3 Menentukan
Variabel penelitian
4 Analisis materi subjek
5 Menentukan
subjek penelitian
6 Menentukan Topik Pembelajaran
7 Menyusun silabus RPP dan scenario
8 Menyiapkan media
9 Penyusunan
Instrumen
10 Uji coba instrument
11 Analisis hasil
uji coba instrument
23
NoTahap
PelaksanaanBULAN
I II III IV V VI VII VIII IX X Pelaksanaan
12 Pretest 13 Perlakuan:
penerapan Model Pembelajaran STM dalam kelas
14 Post test Finishing
15 Analisis data 16 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Beyer, B.K. (1985). Practical strategies for the direct teaching of thinking skills,
dalam Costa, A.L. (1985), Developing minds: a resource book for
teaching thinking. Virginia, USA: ASCD.
Dahar, R.W. (1989). Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.
Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Ennis RH. 2000. An outline of goals for a critical thinking curriculum and its
assessment. [online]. Tersedia dari URL:
http://www.criticalthinking.net/goals.html [3 Desember 2008]
Hake RR. ___ . Analyzing change/gain scores. [online]. Tersedia dari URL:
http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf
[3 Desember 2008]
Kurniati, T. (2001). Pembelajaran pendekatan keterampilan proses saians untuk
meningkatakan kemampuan berpikir kritis siswa. Tesis PPS UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Mertzel, D. (2003). The relationship between mathematics preparation and
conceptual gain in physics a possible hidden variable in diagnostic.
[online]. Tersedia dari URL: http://jps.aip.org/ajp. [31 Oktober 2008]
Pangabean, Luhut. 1996. Penelitian Pendidikan. Bandung: FPMIPA IKIP
24
Poedjiadi, Anna. (2005). Sains Teknologi Masyarakat model pembelajaran
bermutu nilai. Bandung: Rosda.
Rustini, Intang. (2005). Keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran
kooperatif teknik Think-Pair-Squaredalam kegiatan praktikum materi
penceramaran air. Skripsi Sarjana Pendidikan Biologi FPMIPA UPI
Bandung (tidak diterbitkan).
Santonsa, R Gunawan. (2004). Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi
Schafersman, S.D. (1991). An introduction to critical thinking. Tersedia di URL:
http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html [23 September 2008]
Sugiatni, Yatni. (2001). Peningkatan hasil belajar siswa dalam respirasi anaerob
dan aerob dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat.
Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Utomo, Pristiadi. Pembelajaran dengan pendekatan SETS. Tersedia dari URL:
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pembelajaran-fisika-dengan-
pendekatan-sets/ [1 September 2008]
Wikipedia Article. Science, technology, society and environment education.
Tersedia dari URL:
http://www.powerset.com/explore/semhtml/Science,_technology,_society
_and_environment_education?query=Science%2C+technology
%2C+society+and+environment+education [23 September 2008]
Winner Statistik: Significant test non paramtrik. [online]. Tersedia di URL: ___
[31 Oktober 2008]
25