Post on 01-Jan-2016
description
KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP
PESERTA ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS
KECAMATAN PASAR REBO TAHUN 2013
Disusun Oleh: Monalisa Marsaulina (03-154)
Debora Natalia Marbun (04-078)
Dian Rizki Rahayu (08-008)
Ni Ketut Ayu Maharani (08-012)
Julita Melisa Dewi (08-015)
Putrie Dwi Pratiwi (08-022)
Maria Yosephine Tita (08-025)
Duma Lamriris Panjaitan (09-002)
Juli Jilianti (09-033)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan MasyarakatPeriode 01 April 2013 – 25 Mei 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaJakarta
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
penelitian yang berjudul “KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP
PESERTA ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS KECAMATAN PASAR REBO
TAHUN 2013”dengan baik.
Sebelumnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing
kami dr. Herke J. O Sigarlaki, MKM (Epid) yang telah memberikan tugas ini dan
membimbing kami dalam penyelesaian tugas kelompok ini, sehingga kami dapat
menyelesaikannya dengan baik.
Kami menyadari berbagai kelemahan dan keterbatasan yang ada, sehingga
terbuka kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan Penelitian ini. Kami sangat
terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca Penelitian ini.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami berharap semoga Penelitian ini
bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Jakarta, 4 April 2013
Penulis
Judul : karakteristik, pengetahuan, dan sikap peserta ANC di Puskesmas Kecamatan
Pasar Rebo tahun 2013
Tujuan umum : Mengetahui karakteristik, pengetahuan, dan sikap peserta ANC di
Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun 2013
Tujuan khusus :
1. Mengetahui karakteristik ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
tahun 2013
2. Mengetahui pengetahuan ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
tahun 2013
3. Mengetahui sikap ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun
2013
4. Mengetahui praktek ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun
2013
Kerangka teoritis
1. Karakteristik
2. Pengetahuan
3. Sikap ANC
4. Praktek
5. Kualitas pelayanan
6. Fasilitas
7. Sumber Daya Manusia
Kerangka konsep
Variabel independen Variabel dependen
1. Karakteristik
2. Pengetahuan
3. Sikap
4. Praktek Antenatal Care
5. Kualitas pelayanan
6. Fasilitas
7. Sumber Daya Manusia
Metode Penelitiaan :
Jenis penelitian : cross sectional
Teknik Sampeling : Non Random Sampilng (accidental sampling)
Cara pengumpulan data : wawancara
Instrumen : kuesioner
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau
dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan atau asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal care (ANC),
petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi Ibu melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan
intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, dkk, 2002).
Menurut Wiknjosastro (2005), pada pengawasan wanita hamil hubungan dan
pengertian baik antara dokter dan wanita hamil tersebut harus ada. Sedapat mungkin
wanita tersebut diberi pengertian sedikit tentang kehamilan. Tujuan pengawasan
wanita hamil ialah menyiapkan wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental, serta
menyelamatkan ibu dan janin, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan
postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental. Ibu hamil
dianjurkan untuk melakukan pengawasan antenatal sedikitnya sebanyak 4 kali, yaitu
1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester ke II, dan 2 kali pada trimester III
(DEPKES RI, 2009).
Pemanfaatan pelayanan antenatal care oleh seorang ibuhamil dapat dilihat dari
cakupan pelayanan antenatal care. Peningkatan pelayanan kesehatan antenatal
dipengaruhi oleh pemanfaatan pengguna pelayanan antenatal. Dengan tidak
dimanfaatkannya sarana pelayanan antenatal dapat disebabkan oleh banyak faktor
seperti : ketidakmampuan dalam hal biaya, lokasi pelayanan yang jaraknya terlalu
jauh, atau petugas kesehatan tidak pernah datang secara berkala (Wiknjosastro,2005).
Pelayanan Antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal rutin
dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas
departemen kesehatan yang diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan
antenatal.(DEPKES,RI. 2009).
1.2 Perumusan Masalah
Kurangnya pengetahuan ibu hamil terhadap ANC di Kecamatan Pasar Rebo.
Apa yang menyebabkan pengetahuan ibu hamil di Kecamatan Pasar Rebo tentang
ANC rendah.
Praktek peserta ANC di puskesmas Pasar Rebo yang tidak teratur.
Faktor faktor apa saja yang membuat peserta ANC di Puskesmas Pasar Rebo tidak
teratur.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktek ibu hamil peserta ANC di
Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun 2013
Tujuan Khusus
1 Mengetahui karakteristik ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
tahun 2013
2 Mengetahui pengetahuan ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
tahun 2013
3 Mengetahui sikap ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun
2013
4 Mengetahui praktek ibu dengan ANC di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun
2013
1.4 Manfaat Penelitian
1. Melatih peneliti untuk membuat penelitian yang baik dan benar
2. Hasil penelitian ini berguna untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang ANC
3. Menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi ibu khususnya ANC
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antenatal care
1. Pengertian
Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk
memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya
koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan.
Kunjungan ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan ANC sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak
hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan,
tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik diposyandu, pondok bersalin
desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan ANC
sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
Ante Natal Care merupakan cara penting untuk memonitoring dan
mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan
normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini
mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan
asuhan antenatal.
2. Tujuan pelayanan antenatal care
Menurut Mansjoer (2005), tujuan ANC adalah:
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial
ibu dan bayi.
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang.
3. Penatalaksanaan Antenatal Care
Pelayanan Ante Natal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan Ante Natal
Care (ANC), selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik baik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium atas
indikasi serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada. Namun
dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal ”7T” untuk pelayanan
Ante Natal Care (ANC) yang terdiri atas:
a. (Timbang) berat badan
Ukuran berat badan dalam kg tanpa sepatu dan memakai pakaian yang
seringan-ringannya. Berat badan kurang dari 45 kg pada trimester III
dinyatakan ibu kurus kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah.
b. Ukur (tekanan) darah
Untuk mengetahui setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan
mengenali tanda-tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil
tindakan yang tepat dan merujuknya.
c. Ukur (tinggi) fundus uteri
Pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah,
memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke
dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan
tepat waktu.
d. Pemberian imunisasai (Tetanus Toksoid) TT lengkap.
Untuk mencegah tetanus neonatorum.
Keterangan : apabila dalam waktu tiga (3) tahun WUS tersebut
melahirkan maka bayi yang dilahirkan akan terlindungi dari tetanus
neonatorum.
e. Pemberian (tablet besi) minimnal 90 tablet selama kehamilan
Pemberian tablet tambah darah dimulai setelah rasa mual hilang satu tablet
setiap hari, minimal 90 tablet. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat
besi 60 mg) dan asam folat 500 μg. Tablet besi sebaiknya tidak minum
bersama kopi, teh karena dapat mengganggu penyerapan.
f. (Tes) terhadap penyakit menular seksual
Melakukan pemantauan terhadap adanya PMS agar perkembangan janin
berlangsung normal.
g. (Temu) wicara dalam rangka pensiapan rujukan.
Memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya
tentang tanda-tanda resiko kehamilan.
4. Standar Pelayanan Ante Natal Care (ANC)
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi
setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama
kehamilannya.
Bidan dan tenaga medis harus dapat mengenali perubahan yang mungkin
terjadi, sehingga kelainan yang ada dapat dikenali lebih dini. Ibu diberi tahu
tentang kehamilannya, perencanaan tempat bersalin, juga perawatan bayi dan
menyusui
Standar 1 : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan
dengan langkah : Pengumpulan data dan analisa data, penentuan diagnosa
perencanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar 2 : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara
sistematis berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil
Bidan melakukan kunjungan rurnah dan berinteraksi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan
anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya
sejak dini dan secara teratur.
Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan
meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai
apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal
kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS
(Penyakit Menular Seksual) / infeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus) ;
memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas
terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data yang
tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan rnerujuknya untuk tindakan selanjutnya.
Standar 5: Palpasi Abdominal dan pemeriksaan dalam
Lihat apakah uterus berkontraksi atau tidak. Bila berkontraksi, harus
ditunggu sampai dinding perut lemas agar dapat diperiksa dengan teliti. Agar
tidak terjadi kontraksi dinding perut akibat perbedaan suhu dengan tangan
pemeriksa, sebelum palpasi kedua tangan pemeriksa digosokkan dahulu.
Cara pemeriksaan yang umum digunakan cara Leopold yang dibagi dalam
4 tahap. Pada pemeriksaan Leopold I, II, dan III pemeriksa menghadap ke arah
muka ibu, sedangkan pada Leopold IV ke arah kaki. Pemeriksaan Leopold I untuk
menentukan tinggi fundus uteri, sehingga usia kehamilan dapat diketahui. Selain
secara anatomi, tinggi fundus uteri dapat ditentukan dengan pita pengukur.
Bandingkan usia kehamilan yang didapat dengan hari pertama haid terakhir.
Selain itu, tentukan pula bagian janin pada fundus uteri: Kepala teraba sebagai
benda keras dan bulat, sedangkan bokong lunak dan tidak bulat.
Dengan pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping uterus dan
posisi punggung pada bayi letak memanjang. Pada letak lintang ditentukan
kepala. Pemeriksaan Leopold III menentukan bagian janin yang berada di bawah.
Leopold IV selain menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga
bagian kepala yang telah masuk pintu atas panggul (PAP). Bila kepala belum
masuk PAP teraba balotemen kepala.
Dengarkan DJJ pada daerah punggung janin dengan stetoskop monoaural
atau doppler. Dengan stetoskop monoaural BJJ terdengar pada kehamilan 18-20
minggu, sedangkan dengan Doppler terdengar pada kehamilan 12 minggu.
Dari pemeriksaan luar diperoleh data berupa usia kehamilan, letak janin,
persentase janin, kondisi janin, serta taksiran berat janin.
Taksiran berat janin ditentukan berdasarkan rumus Johnson Toshack.
Perhitungan penting sebagai pertimbangan memutuskan rencana persalinan
pervaginam secara spontan. Rumus tersebut:
Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm) – N) X 155.
N = 13 bila kepala belum melewati PAP
N = 12 bila kepala masih berada di atas spina iskiadika
N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika.
Pada pemeriksaan dalam, siapkan ibu dalam posisi-litotomi lalu bersihkan
daerah vulva dan perineum dengan larutan antiseptik. Inspeksi vulva dan vagina
apakah terdapat luka, varises, radang, atau tumor. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan inspekulo. Lihat ukuran dan warna porsio, dinding, dan sekret
vagina. Lakukan pemeriksaan colok vagina dengan memasukan telunjuk dan jari
tengah. Raba adanya tumor atau pembesaran kelenjar di liang vagina. Periksa
adanya massa di adneksa dan parametrium. Perhatikan letak, bentuk, dan ukuran
uterus serta periksa konsistensi, arah, panjang, porsio, dan pembukaan servik.
Pemeriksaan dalam ini harus dilakukan dengan cara palpasi bimanual.
Ukuran uterus wanita yang tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada
kehamilan 8 minggu sebesar telur bebek, 12 minggu sebesar telur angsa, dan 16
minggu sebesar kepala bayi atau tinju orang dewasa.
Kemudian pada pemeriksaan panggul di lakukan, Lakukan penilaian
akomodasi panggul bila usia kehamilan 36 minggu karena jaringan dalam rongga
panggul lebih lunak, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Masukkan telunjuk
dan jari tengah ke dalam liang vagina. Arahkan ujung kedua jari ke
promontorium, coba untuk merabanya. Bila teraba, tentukan panjang konjugata
diagonalis. Dengan ujung jari menelusuri linea inominata kiri dan kanan sejauh
mungkin, tentukan bagian yang teraba. Raba lengkung sakrum dan tentukan
apakah spina iskiadika kiri dan kanan menonjol ke dalam. Raba dinding pelvik,
apakah luruh atau konvergen ke bawah dan tentukan panjang distansia
interspinarum. Arahkan bagian palmar jari-jari tangan ke dalam simfisis dan
tentukan besar sudut yang dibentuk antara os pubis kiri dan kanan.
Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau
rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsi lainnya, serta mengambil
tindakan yang tepat dan merujuknya.
Standar 8 : Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta
keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan
yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan
dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-
tiba terjadi kadaan gawat darurat. Bidan hendaknya kunjungan rumah untuk hal
ini.
5. Tempat Pelayanan Antenatal Care
Pelayanan antenatal care bisa didapatkan di Rumah Sakit, Puskesmas,
Bidan Praktek Swasta, Dokter Praktek Swasta, Posyandu. Pelayanan antenatal
care hanya diberikan oleh tenaga kesehatan dan bukan dukun bayi.
6. Kunjungan Antenatal
Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional
untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang
ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil
yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga
kesehatan baik diposyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu
hamil tidak memberikan pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai dengan standar
dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil
Menurut kebijakan dari Pemerintah kunjungan antenatal sebaiknya
dilakukan paling sedikit 4 kali selama hamil. Dengan ketentuan minimal satu kali
pada trimester pertama, minimal satu kali pada trimester kedua, minimal dua kali
pada trimester ketiga.
Menurut WHO, Pemeriksaan kehamilan di lakukan berulang-ulang dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika
haidnya terlambat satu bulan.
b. Periksa ulang 1 x sebelum sampai kehamilan 7 bulan.
c. Periksa ulang 2 x sebulan sampai kehamilan 9 bulan.
d. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
e. Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, ibu hamil secara
ideal melaksanakan perawatan kehamilan maksimal 13 sampai 15 kali. Dan
minimal 4 kali, yaitu l kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester II dan 2 kali
pada trimister III. Namun jika terdapat kelainan dalam kehamilannya, maka
frekuensi pemeriksaan di sesuaikan menurut kebutuhan masing- masing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dikatakan teratur jika ibu hamil melakukan
pemeriksaan kehamilan ≥4 kali kunjungan, kurang teratur : pemeriksaan
kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya melakukan
pemeriksaan kehamilan < 2 kali kunjungan.
Standar waktu pelayanan tersebut ditentukan untuk menjamin mutu
pelayanan antenatal dan untuk memberi kesempatan yang cukup kepada pemberi
asuhan antenatal dalam menangani kasus risiko tinggi yang ditemukan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kunjungan antenatal:
a. Kurangnya pengetahuan ibu tentang antental care
b. Kesibukan
c. Tingkat sosial ekonomi yang rendah
d. Dukungan suami yang kurang
e. Kurangnya kemudahan untuk pelayanan
Kunjungan antenatal merupakan salah satu bentuk dari perilaku. Perilaku
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidan diamati oleh pihak luar. Menurut Green dalam Notoatmodjo
(2003) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku:
a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Misalnya
pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan
kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi
kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang
kepercayaan, tradisi dan system nilai masyarakat dapat mendorong
atau menghambat ibu periksa hamil. Faktor-faktor ini terutama yang
positif mempermudah terwujudnya perilaku.
b. Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Sarana dan prasarana dapat
mendukung masyarakat berperilaku sehat. Misalnya: perilaku
pemeriksaan hamil. Ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya
karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil, melainkan ibu tersebut
dengan mudah harus memperoleh fasilitas periksa hamil, misalnya
Puskesmas, Polindes, Bidan praktik, ataupun Rumah sakit.
c. Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para
petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang, peraturan-
peraturan baik dari pusat maupun Pemerintah Daerah yang terkait
dengan kesehatan. Masyarakat kadang-kadang tidak hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama, para petugas, lebih-lebih petugas kesehatan. Disamping itu
undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku
masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan
memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan
perundang-undang yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa
hamil.
7. Dampak ibu hamil yang tidak melakukan ANC
a. Meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas ibu
b. Tidak terdeteksinya kelainan-kelainan kehamilan
c. Kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak dapat dideteksi
secara dini.
8. Factor factor yang mempengaruhi kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan
Kontak ibu hamil diartikan sebagai kepatuhan dalam pelaksanaan antenatal care
Faktor internal
a. Paritas
Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang ANC, sehingga dari
pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan
kehamilannya.
b. Usia
Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya
daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia
seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa. Ibu yang
mempunyai usia produktif akan lebih berpikir secara rasional dan matang tentang
pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan.
Faktor eksternal
a. Pengetahuan
Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan
berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas
kesehatan.
b. Sikap
Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keteraturatan ANC. Adanya sikap lebih baik tentang ANC ini
mencerminkan kepedulian ibu hamil terhadap kesehatan dirinya dan janin.
c. Ekonomi
Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, keluarga dengan tingkat
ekonomi yang rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan
kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah,
yaitu ibu hamil akan kekurangan energi dan protein (KEK). Hal ini disebabkan
tidak mampunya keluarga untuk menyediakan kebutuhan energi dan protein yang
dibutuhkan ibu selama kehamilan.
d. Sosial budaya
Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu
dalam memeriksakan kehamilannya. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan
seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya
merupakan budaya yang menghambat keteraturan kunjungan ibu hamil
memeriksakan kehamilannya. Perubahan sosial budaya terdiri dari nilai-nilai
kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim
dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi
kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat
terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.
Tatanan budaya mempengaruhi dalam keputusan ibu dalam memeriksakan
kehamilan pada tenaga kesehatan.
e. Geografis
Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat yang
terpencil ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena transportasi
yang sulit menjangkau sampai tempat terpencil.
f. Informasi
Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai pemberitahuan
seseorang, biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pendekatan ini biasanya
digunakan untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang
berpengaruh terhadap perilaku, biasanya melalui media massa. Ibu yang pernah
mendapatkan informasi tentang antenatal care dari tenaga kesehatan, media
massa, maupun media elektronik akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil
tentang pentingnya melakukan antenatal care, sehingga ibu dapat teratur dalam
melakukan kunjungan antenatal care.
g. Dukungan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang berarti sokongan dan bantuan, disini
dukungan dalam penentuan sikap seseorang berarti bantuan atau sokongan dari
orang terdekat untuk melakukan kunjungan ulang.
Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami
mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada
kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami
istrinya, tidak menyakiti istri, berdo’a untuk keselamatan istri dan suami
menunggu ketika istri dalam proses persalinan.
B. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
1. Genetalia Eksterna (vulva)
Yang terdiri dari:
a. Tundun (Mons veneris)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini
mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak,
terletak di atas simfisis pubis
b. Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu
di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutp rambut,
yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam
tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran
labia mayora pada wanita dewasa à panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm.
Pada anak-anak dan nullipara à kedua labia mayora sangat berdekatan.
c. Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa
rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna
kemerahan;Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum
clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya
akan bersatu membentuk fourchette
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif.
Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan
panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.
e. Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula
terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara
kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi
untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar
bartholini juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-
bakteri patogen.
f. Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi
sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi
dapat mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada
yang berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya
ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama
sekali dapat terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior
g. Perineum (kerampang)
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-
otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga
kerja dari sphincter ani
2. Genetalia Interna
a. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan
vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan
muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan.
Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar
9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian serviks yang menonjol ke dalam
vagina disebut portio. Portio uteri membagi puncak (ujung) vagina menjadi:
-Forniks anterior -Forniks dekstra
-Forniks posterior -Forniks sisistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu
dengan pH 4,5. keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama
vagina:
1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.
2) Alat hubungan seks.
3) Jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung kemih
dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium, sedangkan
bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari
arteri uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika
interna).
Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.
1) Korpus uteri : berbentuk segitiga
2) Serviks uteri : berbentuk silinder
3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba.
Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan
ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran
anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil.
Uterus dapat menahan beban hingga 5 liter.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
a) Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan penebalan
yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum meliputi
tuba dan mencapai dinding abdomen.
b) Lapisan otot
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan
dalam. Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.
Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot
ini membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit
rapat, dengan demikian pendarahan dapat terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim
makin berkurang, dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara
osteum uteri internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis
servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir
kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan
menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan.
c) Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar
endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium
ditentukan oleh perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi
endometrium mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan terjadi
implantasi (nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan
cairan secara terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam
tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang
menyangga, tonus otot-otot panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:
Ligamentum latum
Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.
Ligamentum rotundum (teres uteri)
Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat. Fungsinya menahan uterus dalam posisi
antefleksi.
Ligamentum infundibulopelvikum
Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.
Ligamentum kardinale Machenrod
Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri. Tempat masuknya
pembuluh darah menuju uterus.
Ligamentum sacro-uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju os.sacrum.
Ligamentum vesiko-uterinum
Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan
uterus saat hamil dan persalinan.
d. Tuba Fallopii
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan
diameternya antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk
menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa
ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan
perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap melakukan
implantasi.
e. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di
bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus.
Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-
kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel
de graaf dan mengeluarkan ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan
ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya, bila habis menopause.
Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:
a. Memproduksi ovum
b. Memproduksi hormone estrogen
c. Memproduksi progesteron
Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan
folikel primordial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen
merupakan hormone terpenting pada wanita. Pengeluaran hormone ini
menumbuhkan tanda seks sekunder pada wanita seperti pembesaran payudara,
pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi
pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche.
Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum
melepaskan ovum yang disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan
kesempatan pada estrogen untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Pada
usia 17-18 tahun menstruasi sudah teratur dengan interval 28-30 hari yang
berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan ovulasi, sebagai kematangan organ
reproduksi wanita.
C. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Hormon Reproduksi pada wanita
Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel
sekitar sel ovum.
Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses
pematangan sel ovum).
Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH
1. Siklus Menstruasi
Siklus mnstruasi terbagi menjadi 4. Wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap
bulan akan mengeluarkan darah dari alat kandungannya.
Stadium menstruasi (Desquamasi), dimana endometrium terlepas dari rahim
dan adanya pendarahanselama 4hari.
Staduim prosmenstruum (regenerasi), dimana terjadi proses terbentuknya
endometrium secara bertahap selama 4hari
Stadium intermenstruum (proliferasi), penebalan endometrium dan kelenjar
tumbuhnya lebih cepat.
Stadium praemenstruum (sekresi), perubahan kelenjar dan adanya
penimbunan glikogen guna mempersiapkan endometrium.
D. Hormon-Hormon Reproduksi
1. Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi
yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk
pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan
payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus
menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan
kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
2. Progesteron
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone
mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi
zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan
sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG.
3. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak.
GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di
hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan
umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah,
begitupun sebaliknya.
4. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi
oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan
pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum.
Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk
waktu tertentu oleh LH.
5. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH
berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan
juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama
fase luteal siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum
pascaovulasi dalam menghasilkan progesteron. Pelepasannya juga periodik /
pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh
eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja sangat cepat dan singkat.
6. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan
trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12
minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua
(sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir trimester ketiga
(sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi
korpus luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa
kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada
darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan.
7. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu /
meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium,
prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi
korpus luteum.
E. Anatomi panggul wanita pembentuk, fungsi dan jenisnya
OS PELVIS (TULANG PANGGUL)
Selama ini kita tahu bahwa bidan merupakan tenaga kesehatan yang
memegang peranan penting dalam pelayanan maternal dan perinatal. Keberadaan
bidan memiliki posisi strategis, mengingat sebagian besar persoalan reproduksi
berhubungan dengan kaum perempuan. Salah satu tantangan yang harus dihadapi
adalah tuntutan masyarakat terhadap pelayanan berkualitas. Untuk dapat
memberikan pelayanan berkualitas, bidan harus terlebih dahulu terampil serta
memiliki kompetensi yang luas termasuk dalam anatomi khususnya wanita dalam
memberikan asuhan kebidanan yang bekualitas.
Untuk dapat memberikan asuhan persalinan, terlebih dahulu bidan harus
menguasai anatomi panggul.
A. Panggul wanita terdiri dari :
1. Panggul besar (Pelvis Mayor)
Panggul besar dibentuk oleh 4 buah tulang :
2 tulang pangkal paha (Os Coxae), terdiri dari tiga buah tulang :
Tulang Usus (Os. Ilium)
Merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk bagian
atas dan bagian belakang tulang panggul.
Batas atasnya merupakan penebalan tulang yang disebut crista
iliaca
Ujung depan dan belakang crista iliaca menonjol : spina iliaca
anterior superior dan spina iliaca posterior superior
Tulang Duduk (Os. Ischium)
Terdapat disebelah bawah tulang usus
Pinggir belakang menonjol : spina ischiadica
Pinggir bawah tulang duduk sangat tebal, yang mendukung badan
saat duduk disebut tuber ischiadicum
Tulang Kemaluan (Os. Pubis)
Terdapat disebelah bawah dan depan tulang usus
Dengan tulang duduk dibatasi foramen obturatum
Tangkai tulang kemaluan yang berhubungan dengan tulang usus:
ramus superior ossis pubis, 1 tulang kelangkang (Os. Sacrum)
Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar dibagian atas dan
mengecil dibagian bawahnya. Tulang kelangkang terletak di
antara kedua tulang pangkal paha. Terdiri dari lima ruas
tulang yang berhubungan erat.
1 tulang tungging (Os. Coccygis)
Berbentuk segitiga dengan ruas tiga sampai lima buah dan bersatu. Pada
saat persalinan tulang tungging dapat didorong ke belakang sehingga
memperluas jalan lahir.
2. Panggul kecil (Pelvis Minor) terbentuk oleh 4 buah tulang
Panggul kecil dalam ilmu kebidanan mempunyai arti yang penting karena
merupakan tempat alat reproduksi wanita yang membentuk jalan
lahir. Panggul kecil dibentuk oleh 4 buah bidang yaitu :
a. Pintu atas panggul (PAP)
Pap dibentuk oleh :
1. Promontorium
2. Sayap Os. Sacrum
3. Linea terminalis I nominata kanan dan kiri
4. Ramus superior Ossis Pubis kanan dan kiri
5. Pinggir atas simfisis pubis
b. Pintu tengah panggul (PTP)
PTP dibentuk oleh 2 buah bidang yaitu :
1. Bidang luas panggul
Bidang luas panggul dibentuk oleh pertengahaan simfisis
menuju pertemuan Os. Sacrum 2 dan 3.
2. Bidang sempit panggul
Bidang sempit panggul dibentuk oleh tepi bawah simfisis
menuju kedua spina ischiadica dan memotong Os. Sacrum
setinggi 1-2 cm diatas ujungnya.
c. Pintu bawah panggul (PBP)
Pintu bawah panggul bukanlah merupakan satu bidang tetapi terdiri
dari dua segitiga dengan dasar yang sama. Segitiga depan dasarnya
tuber ossis ischiadica dengan dibatasi arcus pubis, sedangkan segitiga
belakang dasarnya tuber ossis ischiadica denga dibatasi oleh
ligamentum sacrotuberosum kiri dan kanan.
F. Fungsi Panggul Wanita
Fungsi umum panggul wanita adalah :
a. Panggul besar (Pelvis Mayor)
Fungsi dari panggul besar adalah menyangga isi abdomen
b. Panggul kecil (Pelvis Minor)
Fungsi panggul kecil adalah :
1. Membentuk jalan lahir
2. Tempat alat genitalia
G. Bentuk-bentuk Panggul Wanita
Bentuk Panggul
Menurut Caldwell-Moloy ada 4 bentuk panggul :
a. Panggul Gynecoid: bentuk panggul ideal, bulat dan merupakan jenis
panggul tipikal wanita
b. Panggul Android : bentuk PAP seperti segitiga, merupakan
jenis jenis panggul tipikal pria
c. Panggul Antropoid : bentuk PAP seperti elips, agak lonjong seperti telur
d. Panggul Platipeloid: bentuk PAP seperti kacang atau ginjal, picak,
menyempit arah muka belakang.
H. Persalinan
Fase – Fase Proses Kelahiran (Parturition). Fase-fase dalam parturition,
merupakan suatu proses fisiologis dalam kelahiran yang terdiri dari empat fase
yaitu fase 0 (fase awal menuju kelahiran), fase 1( persiapan untuk kelahiran), fase
2 (proses dari kelahiran), fase 3 (fase akhir dari kelahiran). Adanya perbedaan
alamiah dari fase-fase fisiologis ini membuktikan bahwa dalam uterus terjadi
transformasi fungsi uterus secara multipel yang hanya dapat dibuktikan dengan
waktu-waktu dalam setiap proses kelahiran. Keempat fase ini bertanggung jawab
terhadap perubahan fisiologis dari miometrium dan serviks pada masa kehamilan.
Fase persalinan berbeda dengan stadium kelahiran (clinical stages) yang terdiri
dari stage 1,2,3.
Fase 0 = Fase Laten
Fase ini ditemukan pada 95 % kehamilan normal, dimana pada fase ini
miometrium berada dalam keadaan relaksasi dengan struktur serviks yang masih
kaku. Oleh karena itu, pada keadaan ini, miometrium kurang responsif terhadap
rangsangan alamiah serta tokolitik. Proses miometrium yang tidak responsif pada
fase 0 ini berlanjut hingga akhir daripada kehamilan.
Selama fase 0 dalam persalinan, miometrium dalam keadaan tenang (quiescent
state) dan serviks dalam keadaan kaku (firm). Apabila terjadi dilatasi servikal dini
(prematur), struktur serviks yang tidak adekuat dan atau keduanya, maka mungkin
akan terjadi persalinan prematur. Pemendekan serviks antara minggu ke-24 -28
dikaitkan dengan peningkatan resiko persalinan premature.
Terkadang pada fase 0 ini, terjadi kontraksi miometrium, namun kontraksi
tersebut tidak menyebabkan dilatasi serviks. Kontraksi tersebut biasanya ditandai
dengan kontraksi yang tidak teratur, kuat kontraksi yang lemah dan waktu
kontraksi yang singkat. Adanya kontraksi ringan pada fase ini menimbulkan
gejala ketidaknyamanan pada perut bagian bawah dan lipat paha. Mendekati akhir
dari kehamilan, uterus akan mempersiapkan diri menuju proses kelahiran, dan
pada saat itu, intensitas kontraksi menjadi lebih sering, terutama pada multipara.
Kontraksi tersebut dikenal dengan istilah kontraksi Braxton-Hicks atau persalinan
palsu. Kontraksi ini mulai terasa pada minggu ke-26 kehamilan.
Fase 1: Persiapan Untuk Kelahiran
Untuk mempersiapkan proses kelahiran, uterus yang pada fase 0 berada dalam
keadaan relaksasi mulai menunjukkan aktifitas kontraksinya, pada periode ini
dikenal dengan istilah uterine awakening activation. Fase ini terjadi kurang lebih
6-8 minggu sebelum proses kelahiran. Pada fase ini perlu diperhatikan secara
lebih teliti karena adanya perubahan kontraksi uterus dari fase 0 ke 1 dapat
menyebabkan kelahiran prematur atau persalinan memanjang. Fase 1 terjadi
perubahan servikal dan miometrium.
1. Perubahan serviks
Pada masa kehamilan dan kelahiran terjadi perbedaan dalam serviks,
walaupun organ yang dituju sama yaitu corpus atau fundus uteri dan
serviks. Secara khusus, pada masa kehamilan, miometrium dapat
meregang, namun dalam keadaan tenang serta serviks sulit dilatasi dan
relatif kaku. Sedangkan pada inisiasi kelahiran, serviks menjadi lebih
kenyal, lembut, dan lebih mudah dilatasi. Fundus uteripun mengalami
perubahan dari keadaan relaksasi (masa kehamilan) yang tidak bereaksi
dengan kontraksi, menjadi organ yang dapat memproduksi kontraksi
secara efektif sehingga dapat memandu jalannya fetus melalui serviks
yang berdilatasi dan jalan lahir. Kegagalan koordinasi interaksi dari
fungsi fundus dan serviks merupakan indikator hasil akhir kehamilan
yang kurang baik.
Modifikasi serviks pada fase 1 kelahiran mempengaruhi perubahan
dalam jaringan penunjang sekitar uterus yang disertai dengan invasi sel-
sel radang ke sekitarnya. Ada dua perubahan mendasar jaringan ikat di
sekitar serviks yang melunak. Pertama, pada akhir kehamilan, serat-serat
kolagen pada miometrium dan serviks mengalami penghancuran dan
terjadi pembentukan serat-serat kolagen baru yang tidak beraturan
sehingga menyebabkan penurunan jumlah dan ukuran kolagen dalam
serviks dan akhirnya serviks menjadi lebih lunak. Pada periode ini juga,
terjadi perubahan glikosaminoglikan, terutama asam hialuronat, dimana
pada fase ini terjadi peningkatan jumlah asam hialuronat yang berefek
serviks melunak karena fungsi asam hialuronat adalah menahan jumlah
dan kadar air dalam serviks. Selain itu terjadi penurunan jumlah
dermatan sulfat, yang berperan dalam proses pembentukkan serat
kolagen. Pada saat serviks melunak, produksi sitokin juga ditemukan
meningkat sehingga menimbulkan infiltrasi leukosit yang
mengakibatkan degradasi kolagen. Hasil dari semua proses di atas
adalah penipisan, pelunakan, relaksasi dari serviks sehingga dapat
menginisiasi serviks untuk dilatasi. Serviks terutama atas jaringan ikat
dan hanya sedikit mengandung jaringan otot tidak mempunyai fungsi
sebagai sphincter. Pada partus serviks membuka saja mengikuti tarika-
tarika corpus uteri ke atas dan tekanan bagian bawah janin tidak
menutup seperti ditemukan pada spincter.
Mekanisme teoritis yang dapat mempercepat pelunakan serviks masih
belum dipastikan namun beberapa ahli telah mencoba secara klinis.
Prostaglandins E2 (PGE2) dan F2a (PGF2a) diletakkan secara langsung
di sekitar serviks (secara intravaginal) akan menginduksi proses
pematangan dari serviks. Proses yang terjadi yaitu modifikasi kolagen,
perubahan konsentrasi dari glikosaminoglikan sehingga menfasilitasi
proses induksi kelahiran.
1. Perubahan miometrium
Terjadi perubahan kontraksi uterus yang jarang dan tidak nyeri menjadi kontraksi
yang lebih sering. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan ekspresi protein
CAPs (Contraction-associated proteins) yang mengawasi kontraktibilitas
miometrium. Pada fase 1 terjadi peningkatan reseptor oksitosin pada miometrium,
peningkatan jumlah dan luas permukaan dari gap junction sel miometrium seperti
connesin-43. Adanya proses perubahan pada miometrium tersebut menyebabkan
peningkatan iritabilitas dan responsivitas terhadap uterotonin.
Pada fase 1 terjadi perubahan segmen bawah rahim. Pada perkembangan segmen
bawah rahim yang baik, kepala janin akan turun ke atau melalui inlet (PAP),
dikenal dengan istilah lightening. Perut akan mengalami perubahan bentuk,
terkadang keadaan ini dideskripsikan sebagai ‘the baby dropped’. Hal ini
menunjukkkan bahwa miometrium pada segmen bawah rahim sangat unik
dibandingkan miometrium pada segmen atas rahim pada wanita hamil menjelang
persalinan. Gambaran lightening pada primigravida menunjukan hubungan
normal antara ketiga P yaitu, power (kekuatan his), passage (jalan lahir normal),
dan passanger (janinnya dan plasenta). Pada multipara gambarannya tidak jelas,
karena kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
Fase 2: Proses Dari Kelahiran
Fase 2 ini merupakan fase aktif persalinan (active labor), dimana uterus
berkontraksi sehingga menimbulkan dilatasi servikal yang progresif dan
kelahiran. Secara klinis, fase 2 kelahiran dibagi menjadi tiga stadium.
1. Stadium satu kelahiran dimulai pada saat uterus kontraksi dengan frekuensi,
intensitas, dan durasi yang cukup yang menimbulkan pendataran serviks.
Stadium ini diakhiri dengan adanya dilatasi serviks yang maksimal (kurang
lebih 10 cm) yang dapat menyebabkan kepala fetus turun. Oleh karena itu
stadium 1 ini dikenal dengan stadium pendataran servikal dan dilatasi.
2. Stadium dua kelahiran dimulai pada saat dilatasi serviks telah lengkap dan
diakhiri dengan lahirnya fetus. Oleh karena itu stadium dua dikenal dengan
istilah ekspulsi fetus.
3. Stadium tiga dimulai pada saat segera setelah kelahiran fetus dan diakhiri
dengan kelahiran dari placenta dan membrana placenta, oleh karena itu
stadium ini dikenal dengan stadium separasi dan ekspulsi placenta.
Stadium Satu Kelahiran: Onset Klinis Kelahiran
Pada beberapa wanita, kontraksi kuat uterus dapat berefek pada dilatasi serviks,
penurunan kepala fetus, kelahiran fetus yang dimulai secara mendadak dan
terlihat seperti tanpa peringatan. Pada sebagian wanita, inisiasi terjadinya
kelahiran ditandai dengan keluarnya sekret berupa bercak darah dan lendir vagina
secara spontan. Disebabkan karena timbulnya robekan-robekan kecil pada ostium
internum yang mulai membuka dan juga karena selaput lendir rahim sekitar
ostium internum itu mulai terlepas dari selubung janin. Pada fase ini menunjukkan
ekstruksi mucus plug yang berasal dari canalis servikalis dan dikenal dengan
istilah ‘bloody show’. Keluarnya mucus plug menandakan bahwa proses kelahiran
akan segera berlangsung atau akan terjadi persalinan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari kemudian.
Pada fase ke-2, stadium ke-1 kelahiran terjadi proses-proses:
- Kontraksi uterus
- Perubahan segmen bawah dan atas rahim
- Perubahan bentuk uterus
- Tekanan mengendan
- Perubahan serviks.
Kontraksi uterus, merupakan karakteristik dari proses kelahiran.
Kontraksi uterus menjelang persalinan bersifat nyeri. Penyebab nyeri tidak diketahui
secara pasti, namun ada beberapa kemungkinan seperti:
- Terjadi hipoksia pada saat kontraksi miometrium (seperti angina pectoris)
- Kompresi saraf nervus ganglia pada serviks dan uterus bagian bawah oleh jepitan antar
serabut miometrium
- Peregangan serviks akibat dilatasi serviks
- Peregangan peritonium yang melindungi fundus.
Kompresi saraf ganglia pada serviks dan segmen bawah rahim merupakan suatu hipotesis
yang cukup menarik. Infiltrasi para-servikal dengan anestesi lokal biasanya dapat
mengurangi kadar nyeri pada saat kontraksi.
Nyeri persalinan biasanya dikaitkan dengan regangan, tekanan, dan robekan struktur-
struktur lokal. Walaupun karaktristik yang berbeda dikaitkan dengan nyeri pada pada kala
persalinan yang berbeda, namun tidak jelas apakah karakteristik ini ditentukan oleh
pengkajian nyeri, status emosional dan oleh intervensi perawat.5
Kontraksi uterus tidak disadari dan pada kebanyakkan wanita, kontraksi bersifat
independen, diluar kontrol ekstra-uterin. Blokade neural dengan menggunakan analgesia
epidural tidak mengurangi frekuensi atau intensitas.
Proses peregangan serviks meningkatkan aktivitas uterus, hal ini disebabkan karena
refleks Ferguson. Proses peregangan serviks diduga karena adanya pelepasan oksitosin,
namun hal ini masih belum dapat dibuktikan secara akurat. Manipulasi serviks dan
‘stripping of the membrane’ berkaitan dengan peningkatan kadar metabolit prostaglandin
F2 (PGFM) dalam darah yang dapat meningkatkan kontraksi uterus.
Interval kontraksi meningkat secara bertahap dari sekitar 10 menit pada onset stadium
pertama kelahiran menjadi kurang dari 1 menit pada stadium dau. Periode relaksasi
diantara tiap kontraksi penting untuk menandakan kesejahteraan fetus dalam rahim.
Kontraksi uterus yang terus menerus tanpa atau sedikit periode relaksasi menimbulkan
uteroplasental insufisiensi yang menyebabkan hipoksia fetus. Pada fase aktif dari proses
kelahiran, durasi kontraksi berkisar antara 30-90 detik,rata-rata sekitar 1 menit. Tekanan
cairan amnion juga ikut berperan dalam proses persalinan, jika tekanan sekitar 40mmHg
maka akan terjadi kelahiran spontan.
Perubahan segmen bawah dan atas rahim
Pada fase aktif, bagian uterus yang terinisiasi pada fase 1 kelahiran meningkat, ditandai
adanya kontraksi segmen atas rahim sehingga menjadi lebih tebal. Bagian serviks dan
segmen bawah rahim merupakan bagian yang kurang aktif dibandingkan segmen atas
rahim sehingga dinding jalan lahir menjadi lebih tipis dan fetus lebih mudah melewati
jalan lahir. Pada wanita non-hamil, segmen bawah rahim dianalogikan sebagai isthmus
yang tipis dan dapat berekspansi. Segmen bawah rahim pada wanita hamil berkembang
terus menerus hingga proses persalinan.
Dengan palpasi abdomen, kedua segmen rahim dapat dibedakan pada saat kontraksi
bahkan pada saat ruptur membrana uteri pun dapat dibedakan. Segmen atas rahim cukup
keras atau kaku pada saat kontraksi. Konsistensi dari segmen bawah rahim kurang kaku
dan dapat berdilatasi dan bersifat pasif. Jika miometrium pada segmen bawah rahim dan
serviks berkontraksi secara simultan dengan intensitas kontraksi yang hampir mirip,
kekuatan ekspulsi akan menurun.
Kontraksi segmen atas rahim menimbulkan retraksi dan ekspulsi fetus. Adanya kontraksi
miometrium pada segmen atas rahim, menyebabkan pelunakan segmen bawah rahim dan
dilatasi serviks dan membentuk miometrium yang terekspansi, rongga fibromuskular,
dinding otot yang tipis sehingga fetus dapat melewati jalan lahir. Miometrium pada
segmen atas rahim tidak pernah berelaksasi pada ukuran normal setelah kontraksi.
Perkembangan segmen atas dan bawah rahim.
Segmen atas rahim (bagian aktif) akan terus berkontraksi sehingga dapat menurunkan isi
rahim ke bawah, namun tegangan miometrium tetap konstan. Pada otot miometrium akan
tetap memiliki tonus, dan tetap meregang dan tetap berkontraksi jika terdapat stimulasi.
Pada pemanjangan serat dari segmen bawah rahim akibat dari pregresifitas proses
kelahiran ditandai dengan penipisan dari otot pada segmen bawah rahim sehingga
ketebalan dinding rahim hanya sekitar beberapa milimeter. Sebagai hasil dari penipisan
segmen bawah rahim dan penebalan segmen atas rahim timbul jarak diantara keduanya
yang ditandai dengan adanya jembatan pada permukaan dalam uterus yang dikenal
dengan istilah cincin retraksi fisiologis. Pada saat penipisan segmen bawah rahim terjadi
secara berlebihan, yang disebabkan karena persalinan terhambat (obstruksi persalinan),
cincin retraksi akan semakin jelas dan membentuk cincin retraksi patologis. Pada keadaan
abnormal, dikenal dengan istilah cincin Bandl.
Perubahan bentuk uterus selama persalinan
Setiap kontraksi menghasilkan elongasi dari uterus (pemanjangan uterus), dan mencegah
ukuran diameter horizontal uterus. Adanya perubahan bentuk tersebut, akan memberikan
efek pada proses persalinan. Pertama, penurunan diameter horizontal mengakibatkan
columna vertebralis fetus menjadi lurus. Hal ini menekan kutub atas dari fetus sehingga
melawan arah fundus, dimana arah kutub bawah berada di panggul. Kedua, fetus pada
posisi memanjang akan menyebabkan serat miometrium longitudinal teregang serta
karena segemen bawah rahim dan serviks merupakan bagian uterus yang fleksibel,
sehingga keadaan tersebut mendukung proses ekspulsi fetus.
Tekanan mengedan dalam persalinan
Setelah serviks berdilatasi maksimal, hal terpenting lainnya yaitu kekuatan ekspulsi fetus
yang diproduksi dari tekanan intra-abdominal dari maternal yang dapat dirangsang
dengan melakukan respirasi paksa dengan menutup glotis. Tenaga paksa alamiah dapat
diperoleh dari perasaan mengedan.
Setelah kepala memasuki ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot
dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan
pula tekanan pada rectum dan hendak buang air besar. Kemudia perineum mulai
menonjol menjadi lebar dengan anus membuka.
Perubahan serviks
Pada fase 2, stadium 1 terdapat tiga komponen struktur serviks yang prinsipal yaitu
kolagen, otot polos, dan matriks ekstra-selular. Matriks ektra-selular yang penting pada
proses persalinan yaitu glikosaminoglikan, dermatan sulfat, asam hialuronat. Otot polos
pada serviks lebih sedikit dibandingkan pada fundus. Sebelum onset persalinan, selama
fase inisiasi dan persiapan, serviks melunak, merupakan tanda dilatasi serviks dan
kontraksi miometrium.
Bagian corpus uterus memiliki resistensi lebih tinggi dibandingkan dengan segmen
bawah rahim dan serviks. Oleh karena itu, selama kontraksi, dorongan sentrifugal akan
menyebabkan serviks mengalami distensi, dikenal dengan istilah distensi servikal. Saat
terjadi kontraksi uterus akan mengalami perubahan tekanan pada membran plasenta,
tekanan hidrostatik meningkat pada kantung amnion sehingga menimbulkan dilatasi
kanalis servikalis seperti segitiga. Saat membran plasenta tidak intak, tekanan untuk
mempertahankan dilatasi serviks dan segmen bawah rahim cukup efektif.
Terdapat dua fase dilatasi servikal yaitu fase laten dan aktif. Fase aktif dibagi menjadi
fase akselerasi dan fase lengkungan maksimum, fase deselerasi. Durasi dari fase laten
bervariasi dan senstif terhadap perubahan faktor-faktor ekstra seperti sedasi, akan
memperpanjang fase laten dan memperpendek stimulasi miometrium. Dilatasi servikal
akan diikuti dengan proses retraksi servikal.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada
yang pertama ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu, sehingga serviks
akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada
multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.
Stadium Dua: Penurunan Fetus
Pada beberapa nulipara, penurunan kepala fetus terjadi sebelum persalinan dimulai.
Namun pada sebagian wanita, penurunan kepala tidak lengkap hingga akhir dari stadium
pertama.
Stadium Tiga: Kelahiran Placenta dan Membrana Placenta
Stadium tiga persalinan diawali segera setelah kelahiran fetus dan ekspulsi plasenta dan
membrana placenta. Pada saat bayi lahir, uterus akan berkontraksi secara spontan
mengelilingi struktur di sekitar rahim. Secara normal, segera setelah bayi dilahirkan,
rongga uterus akan mengalami obliterasi dan fundus uteri akan berkontraksi (otot-ototnya
akan menebal hingga beberapa meter) sehingga fundus uteri berada di bawah umbilicus.
Adanya penurunan ukuran uterus yang terjadi secara mendadak akan disertai dengan
proses penurunan area tempat implantasi plasenta sehingga akan meningkatkan kontraksi
uterus untuk melepaskan placenta dari sisa implantasinya. Oleh karena itu, pelepasan
plasenta sebenarnya karena disproporsi antara ukuran plasenta dan pengurangan area
implantasi plasenta. Pada persalinan sectio caesaria, fenomena ini mungkin akan terjadi
jika plasenta berimplantasi di dinding posterior. 1
Pembersihan plasenta difasilitasi oleh kehilangan struktur desidua spogiosus dimana
fungsi dari decidua spongiosa adalah sebagai perekat membrana plasenta pada
miometrium. Selain itu ada saat terjadi pelepasan membrana plasenta terbentuk
hematoma antara plasenta dan desidua. Hematoma ini akan menyebabkan separasi dan
menyebabkan perdarahan. Hematoma akan memicu proses pembersihan placenta.
Separasi plasenta secara normal akan terjadi beberapa menit setelah kelahiran.
Selain itu pada stadium tiga terjadi separasi amniochorion. Penurunan area permukaan
dari rongga uterus secara bertehap menyebabkan membrana fetus (amniochorion) dan
decidua parietale membentuk lapisan dinding rahim lapis demi lapis dari ketebalam 1mm
sampai dengan 3-4 mm hingga mencapai ketebalan 4-5cm dengan otot miometrium yang
padat.
Ekstruksi plasenta juga merupakan salah satu proses pada fase ke-dua. Setelah plasenta
lepas dari tempat implantasinya, tekanan pada uterus menyebabkan plasenta terdorong ke
segmen bawah rahim atau ke vagina bagian atas. Dibawah bagian plasenta yang lepas itu
bertumpuklah darah; makin banyak terlepas, makin banyak perdarahan, sampai seluruh
plasenta itu terlepas dari dinding plasenta. Metode yang biasaya digunakan yaitu
mengkompresi dan elevasi fundus pada saat melakukan traksi minimal dari tali
umbilicus.
Jika bagian tengah plasenta yang terlepas terlebih dahulu, maka akan terjadi
retroplasental hematoma, hematoma tersebut akan menginiasi separasi plasenta sehingga
plasenta terdorong ke dalam rongga uterus. Kemudian plasenta akan terinversi dan
menahan darah hematoma kemudian placenta keluar. Karena sel desidua masih
menempel pada sekitar membran maka plasenta dapat turun hanya dengan pelepasan
membran hanya dengan pelepasan bagian tepi dari membran sehingga akan terbentuk
kantung sebagai hasil dari membran yang terinversi. Hematoma retroplasental biasanya
didahului dengan lahirnya plasenta atau ditemukan dalam kantung membran plasenta
yang terinversi. Proses ini dikenal dengan mekanisme ekspulsi plasenta dari Schultze.
Selain itu terdapat metode ekstruksi atau pelepasan plasenta yang dikenal dengan
mekanisme Duncan, dimana pelepasan sebagian plasenta dimulai dari bagian perifer
(tepi) sehingga darah akibat pelepasan plasenta terkumpul di antara membrana plasenta
dan dinding uterus dan keluar lewat vagina. Pada mekanisme ini, plasenta akan turun
pada sisi vagina dan sisi maternal plasenta akan terlebih dahulu terlihat di vulva.
Fase 3: Masa Nifas
Segera setelah kelahiran bayi, dan sekitar beberapa jam kemudian, miometrium harus
berada dalam kondisi kaku dan kontraksi yang persisten dan retraksi sehingga dapat
mengkompresi pembuluh darah besar uterus dan trombosis dari lumen uterus. Adanya
koordinasi dari otot-otot miometrium post-partum akan menghindari perdarahan berat
post-partum. Pada masa ini terjadi onset dari laktogenesis dan pengeluaran air susu ibu
dari kelenjar payudara. Akhir dari masa nifas yaitu terjadinya involusi uterus yang akan
mengembalikan fungsi dan bentuk rahim seperti saat tidak hamil dan persiapan
pematangan ovulasi juga terjadi pada masa nifas sebagai persiapan untuk hehamilan
berikutnya. Untuk memperoleh involusi uterus secara lengkap dibutuhkan waktu empat
sampai enam minggu, namun sebenarnya proses ini bergantung pada durasi dari
pemberian asi. Infertilitas biasanya bertahan selama pemberian air susu ibu dilanjutkan
karena hormon prolaktin menginduksi anovulasi dan amenore.
Adapun rahim perempuan yang baru bersalin itu masih membesar, jika diraba dar luar
tingginya fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah pusat sedangkan beratnya lebih kurang 1
kg. Hal ini disebabkan banyaknya darah dalam dinding rahim mengalir dalam pembuluh-
pembuluh darah yang membesar. Sampai hari kedua uterus masih membesar kemudian
berangsur-angsur menurun. Kalau diukur tingginya fundus uteri dalam waktu nifas
(sesudah kencing) pada hari :
Ketiga : Kira-kira 2-3 jari dibawah pusat
Kelima : Pada pertengahan antara pusat dan sympysis
Ketujuh : Kira-kira 2-3 jari di atas sysmphisis
Kesembilan : Kira-kira satu jari di atas sysphisis
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 KERANGKA TEORITIS
3.2 KERANGKA KONSEP
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Praktek
4. Karakteristik
5. Sumber Daya Manusia
6. Kualitas pelayanan
7. Fasilitas
8. Tenaga Ahli
9.
Antenatal Care
3.2 Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
1. Karakteristik
2. Pengetahuan
3. Sikap
4. Praktek Antenatal Care
BAB IV
METODE PENELITIAN
I. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan jenis cross
sectional.
II. Populasi dan Sampel
Populasi yang diteliti adalah ibu hamil di kecamatan Pasar Rebo Jakarta Tmur.
Sampel yang diteliti adalah ibu-ibu yang hamil dalam jangka waktu 8 April 2013 – 11
Mei 2013 yang melakukan ANC di puskesmas kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
III. Cara pengambilan sampel
Sampel yang diteliti adalah masyarakat Pasar Rebo, khususya masyarakat yang berobat
ke puskesmas kecamatan Pasar Rebo. Pengambilan sampel secara non-random
(accidental sampling) yaitu dengan cara mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia.
IV. Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan metode primer dan sekunder.
V. Waktu Pengumpulan Data
Waktu pengumpulan data dimulai dari tanggal 8 April 2013 sampai dengan 11 Mei
2013
VI. Instrument pengumpulan data
Instrument pengumpulan data penelitian adalah kuesioner dan wawancara.
VII. Rencana pengolahan data dan analisis data
Secara manual dengan menggunakan editing, coding, dan tabulating
Serta penyajiannya dalam bentuk table.
Menggunakan analisis data univariat dan bivariat
BAB V
KEPUSTAKAAN
I. RENCANA KEGIATAN
KEGIATAN MINGGU KE
1 2 3 4 5
Penyusunan proposal
Penyususnan Instrumen
Persiapan Lapangan
Uji coba Instrumen
Pengumpulan data
Analisisi Data
Penyusunan laporan
II. ORGANISASI PENELITIAN