Post on 12-Apr-2022
PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN
DI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF CIPUTAT TANGERANG
SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh :
Tamala Utami
11150340000178
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKUKTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF
CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh :
Tamala Utami
11150340000178
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2020 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Nama : Tamala Utami
NIM : 11150340000178
Fakultas/ Jurusan : Ushuluddin/ Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Dengan kesadaran dan tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,
saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
(S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul PROBLEMATIKA SANTRI DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF CIPUTAT TANGERANG SELATAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 November 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 25 Januari 2021
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Eva Nugraha, M.Ag
Fahrizal Mahdi Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Dr. Abdul Hakim Wahid S.H.I, M.A
Hasanuddin Sinaga, M.A. NIP. 19780424 201503 1 001 NIP. 19701115 199703 1 002
Pembimbing,
Maulana M. Ag NIP. 19650207 199903 1 001
iv
ABSTRAK
Tamala Utami 11150340000178
Problematika Santri Dalam Menghafal Al-Qur`an Di Pesantren
Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan
Skripsi ini ingin menjelaskan jawaban atas pertanyaan bagaimana
kendala santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif dalam menghafal al-Qur`an. Hal
ini dilakukan karena capaian hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif belum
maksimal. Alasan penulis memilih Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah Pesantren
dengan program menghafal al-Qur`an 30 juz selama dua tahun dan
dikhususkan untuk mahasiswi yang ingin menghafal al-Qur`an namun
masih tetap bisa melanjutkan aktivitas perkuliahan sehingga lokasinya
sengaja dibangun sekitar lingkungan kampus UIN Jakarta, IIQ Jakarta dan
UMJ. Efektifitas program yang ditawarkan Pesantren Taḥfiẓ Alif ternyata
masih kurang mengingat santri yang sudah tinggal selama dua tahun
mendapatkan hasil yang berbeda-beda sehingga terdapat santri yang tidak
mampu mencapai khatam dua tahun tetap terjadi di tahun-tahun
berikutnya. Penelitian ini ingin menguji pertanyaan Bagaimana proses
pencapaian santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif dalam program dua tahun
khatam 30 juz?
Untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah di atas, penulis
menempuh penelitian lapangan (field research). Subjeknya terdiri dari 12
santri yang sudah tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alifselama dua tahun. Data
ini dianalisis dengan pendekatan metode kualitatif dengan cara memilah
data yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman santri tentang menghafal
al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif, baik dari segi kendala maupun unsur
pendukung melalui wawancara online menggunakan voice note, koding
data, deskripsi hasil koding, dan klasifikasi.
Adapun hasil penelitian ini adalah program khatam dua tahun terdapat
tiga pencapaian yaitu tepat waktu, lebih cepat dan tidak tercapai.
Problematika yang dialami oleh santri dalam menghafal al-Qur`an terbagi
menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
adalah rasa malas dan hati yang kotor sedangkan faktor eksternal adalah
kegiatan kuliah, mengajar, dan terdapat ayat-ayat yang sulit. Cara santri
untuk menghadapi kendala tersebut adalah memotivasi diri dengan
mengingat kembali niat awal menghafal dan mengatur waktu kondusif
sehari-hari.
Kata kunci: Problem Menghafal al-Qur`an, Pesantren Taḥfiẓ al-Qur`an.
v
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Segala puji hanya milik Allah, Dia adalah Zat Yang Maha
Mencukupi, dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis
sehingga skripsi ini berhasil penulis selesaikan. Salawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw., pembawa pelita hati
bagi manusia, parasahabat dan para keluarganya serta kepada orang-orang
yang hingga hari berbangkit nanti, hari perjumpaan dengan Allah Swt.
Skripsi dengan judul “Tradisi Menghafal al-Qur`an di Pesantren
Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan” penulis susun dalam rangka
memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Agama Islam (S. Ag.) pada Program Studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
skripsi ini. Kepada mereka semua, penulis tidak lupa mengucapkan
jazākumullāh aḥsanal jazā.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis.
Namun berkat bantuan, motivasi dan doa dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu sebagai tanda
syukur dan penghargaan yang tulus, penulis menghaturkan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA, selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
vi
jajarannya, dan bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin, dan Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku Ketua Jurusan
Ilmu al-Qur`an dan Tafsir. Serta Bapak Fahrizal Mahdi Daulay, Lc.
MA selaku Sekertaris Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kusmana Ph.D
selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin, Dr.
Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Wakil Dekan II Bagian
Administrasi Umum Fakultas Ushuluddin dan Dr. Media Zainul
Bahri, MA selaku Wakil Dekan III Bagian Kemahasiswian Fakultas
Ushuluddin.
3. Maulana, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus menjadi
dosen penasehat akademik yang yang telah membuka jalan saya
menuju ujian seminar proposal skripsi dengan menyetujui judul
skripsi yang saya ajukan.serta dengan besar hati meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan, saran dan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga akhirnya bisa
sampai ke meja Munaqasyah.
4. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqasyah baik Ketua Sidang, Penguji
I, Penguji II, Sekertaris dan Pembimbing.
5. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah khususnya Jurusan Tafsir Hadis yang telah
mentransfer ilmu pengetahuan dan pengalaman yang tak ternilai
harganya kepada penulis. Serta kepada seluruh civitas Akademik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan
terbaiknya selama penulis menyelesaikan administrasi.
6. Pimpinan dan staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Pusat Studi
vii
Al-Qur`an (PSQ), Perpustakaan LTTQ Fathullah, yang membantu
penulis mendapatkan referensi yang dibutuhkan.
7. Teristimewa kepada orang tua tercinta, Ayahanda alm. Uta Sutari.
Terimakasih karena telah menjadi sosok yang sangat menginspirasi
dalam hidup penulis sehingga penulis bisa berdiri sekuat baja sampai
penulis bisa menyelesaikan studi S1, kepada Ayahanda Ahmad Rifa’i
dan Ibunda Lely Leana Puspita. Terima kasih atas kasih sayang,
dukungan materi, nasihat dan doa-doa yang tak pernah usai
dipanjatkan untuk penulis. Kepada emak Jumsiti yang selalu
memberikan semangat untuk bisa wisuda kepada penulis setiap kali
bertemu dan senantiasa memberikan doa terbaik setiap waktu. Terima
kasih karena telah sabar menunggu penulis sampai tahap akhir ini.
8. Adik-adikku tersayang, Febry Nur’alifah dan Wulandari Siti
Khalidiyah yang telah memotivasi, memberikan perhatian yang luar
biasa sehingga selalu menjadi support sistem terbaik dan atas doa
terbaik yang telah selalu dipanjatkan untuk penulis.
9. Aang Ahmad Ali Fauzi S.Ag, yang telah banyak berkontribusi untuk
skripsi ini sehingga skripsi ini bisa selesai. Terimakasih atas doa yang
selalu terpanjat, waktu yang sudah terbuang, tenaga yang telah
terkuras, materi yang ikut diberikan, fikiran yang telah tercurah dan
semua yang telah dikerahkan untuk skripsi penulis. Terimakasih juga
karena tetap bertahan menemani penulis di akhir studi ini, sudah
banyak memberi nasihat, motivasi, dan energi positif lainnya yang
sangat mempengaruhi produktivitas penulis sehingga penulis tetap
bisa menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi termasuk
menyelesaikan skripsi ini. Semua yang telah diberikan kepada penulis
tidak akan pernah terlupakan, semoga Allah balas kebaikan dan
keberkahan yang banyak untuknya dan untuk keluarganya.
viii
10. Ustadz Fu’ad dan Ustdzah Malih Laila Najihah, Lc. MA, seluruh
keluarga Rumah Taḥfiẓ Alif dan Ibu Hj. Maria Ulfa, seluruh keluarga
Pondok Pesantren al-Qur`an Baitul Qurro, dan Mah’had Al-Jami’ah
Pesantren Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakata, Bunda atas segala bimbingan, nasihat dan kebersamaannya
selama ini yang telah memberi warna baru kepada kehidupan penulis,
juga tempat tinggal yang baik kepada penulis selama menjadi
mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakata.
11. Keluarga Besar Bidikmisi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakata 2015, Keluarga Besar Ikatan Pemuda Pelajar
Mahasiswi Kuningan, Lembaga Gurungaji.id, lembaga IQRA, dan
Kak Lufaefi S.Ag atas kebersamaan dalam berbagi informasi, arahan
positif dan diskusi akademik sehingga penulis memiliki jaringan
untuk mencari wawasan yang lebih luas dalam bidang organisasi
maupun bidang studi penulis.
12. Bapak KH. Cucun Mansyur Abbas dan Ibu Hj. Lilis Faizah dan
keluarga Besar Pondok Pesantren Miftahutthalibin Kuningan yang
telah mengarahkan penulis untuk kuliah di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakata dan senantiasa memberikan nasihat dan
doa terbaiknya.
13. Teman-teman Pesantren Taḥfiẓ Alif, yang telah menemani hari-hari
saat masak, dan berjuang dengan setoran serta skripsian, KKN 026
INK SQUAD, dan teman-teman satu perjuangan IAT 2015 dan TH-D
2015 yang telah menginspirasi dan menjadi keluarga baru untuk
penulis.
14. Kepada ning Siti Ar-Risalatus Sa`diyah, Idayanti Hasibuan, Amira
Balqis, Zakiya Zahara, Salma Itsnaini dan Laila terimakasih telah
selalu memberikan support agar penulis bisa semangat menyelesaikan
ix
skripsi. Tak lupa Ayu Zaeni Lestari S.Pd, yang selalu memberi
nasihat saat penulis merasa duka maupun suka saat mengerjakan
skripsi.
15. Serta seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan ilmu yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan
bahkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat, khususnya kepada penulis, dan umumnya
kepada para pecinta studi keislaman. Semoga Allah Swt. meridainya.
Jakarta, 1 Januari 2021
Tamala Utami
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nomor:158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987
1. Padana Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ṡ es dengan titik di atas ث
J Je ج
ḥ ha dengan titik di bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Ż zet dengan titik di atas ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
xi
ṣ es dengan titik di bawah ص
ḍ de dengan titik di bawah ض
ṭ te dengan titik di bawah ط
ẓ zet dengan titik di bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan “ ع
gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Qi ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ` ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
xii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatḥah
I Kasrah
U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي Ai a dan i
و Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ا Ā a dengan topi di atas
ي Ī i dengan topi di atas
و Ū u dengan topi di atas
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf ال dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-diwān
bukan ad-diwān.
xiii
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydīd ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan
dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda
syaddah itu. Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darūrah melainkan al-
darūrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbūtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta’ marbūtah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta’
marbūtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,
jika ta’ marbūtah tersebut diikuti oleh kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Tarīqah طريقة 1
al-jāmī’ah al-islāmiyyah الجامعة الأسلامية 2
waḥdat al-wujūd وحدة الوجود 3
xiv
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal, nama tempat, nama
bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥāmid al-
Ghazālī bukan Abū Ḥāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis
dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani, Nuruddin
al-Raniri tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (isim), maupun huruf
(ḥarfu) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan di atas.
xv
Kata Arab Alih Aksara
Wallahu ja’ala lakum min والله جعل لكم من ان فسكم
anfusikum
م احل لكم الطيبت الي و Alyawma uḥilla lakumu al-
ṭayyibātu
Wa al-ṭayyibātu li al-ṭayyibīna wa يب ون للطيبت والطيبت للطيبي والط
al-ṭayyibūna li al-ṭayyibāti
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholis Madjid, bukan Nūr Khālia Majīd;
Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fazl al-
Rahmān.
9. Singkatan
Huruf Latin Keterangan
Swt Subḥanahu wa ta`ālā
Saw Ṣalla Allāh `alaihi wa sallam
QS. Quran Surat
M Masehi
H Hijriah
W Wafat
xvi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................ii
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH .....................iii
ABSTRAK ............................................................................iv
KATA PENGANTAR ..........................................................v
PEDOMAN TRANSLITERASI .........................................x
DAFTAR ISI ........................................................................xvi
DAFTAR TABEL ................................................................xix
DAFTAR BAGAN ...............................................................xx
BAB I PENDAHULUAN ....................................................1
A. Latar Belakang .............................................................1
B. Permasalahan ................................................................5
1. Identifikasi Masalah ................................................5
2. Pembatasan Masalah ................................................6
3. Rumusan Masalah ....................................................6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ....................6
D. Tinjauan Pustaka ...........................................................8
E. Metode Penelitian .........................................................15
1. Jenis Penelitian ........................................................15
2. Sumber Data ............................................................16
3. Metode Pengumpulan Data .....................................17
F. Sistematika Penulisan ....................................................19
xvii
BAB II HAFALAN AL-QUR`AN DI PESANTREN
A. TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN
1. Pengertian Tradisi ....................................................... 38
2. Sejarah Munculnya Tradisi Menghafal di Pesantren .. 42
B. Menghafal Al-Qur`an
1. Pengertian Menghafal Al-Qur`an ........................... 48
2. Metode-metode Menghafal Al-Qur`an .................. 51
3. Penghafal Ideal ....................................................... 55
4. Keutamaan Menghafal Al-Qur`an.......................... 58
BAB III BIOGRAFI DAN POTRET PESANTREN
A. POTRET PESANTREN TAḤFIẒ ALIF CIPUTAT
TANGERANG SELATAN
1. Sejarah Singkat Pesantren Taḥfiẓ Alif ................... 64
2. Visi dan Misi Pesantren Taḥfiẓ Alif....................... 65
3. Legalitas Pesantren Taḥfiẓ Alif .............................. 67
4. Pembimbingan Menghafal al-Qur`an ..................... 69
5. Kegiatan Menghafal al-Qur`an .............................. 73
6. Fasilitas .................................................................. 75
7. Ekstrakurikuler ....................................................... 76
8. Profil Alumni ......................................................... 77
9. Profil Informan ...................................................... 78
BAB IV TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI
PESANTREN ALIF CIPUTAT TANGERANG SELATAN
xviii
A. Pengetahuan Menghafal al-Qur`an Santri dan Pandangan
terhadap Penghafal al-Qur`an ....................................... 78
B. Faktor Penghambat dan Pendukung Santri Dalam
Menghafal Al-Qur`an
1. Faktor Penghambat .................................................. 90
2. Solusi Menghadapi Kendala Menghafal Al-Qur`an 93
3. Faktor Pendukung .................................................. 96
C. Manfaat dan Dampak Menghafal al-Qur`an bagi Santri
Pesantren Taḥfiẓ Alif
1. Manfaat Menghafal al-Qur`an .............................. 100
2. Dampak Menghafal al-Qur`an ............................. 103
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ............................................................... 110
B. SARAN ........................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 112
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Setoran ..................................... 70
Tabel 3.2. Profil Alumni ...................................................... 77
Tabel 3.3. Profil Informan .................................................... 78
Tabel 4.1. Argumen Santri Terkait Menghafal Al-Qur`an .. 83
xx
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pesantren ............................. 72
Bagan 4.1 Argumen Santri Terkait Penghafal Al-Qur`an ... 83
Bagan 4.2 Motivasi Santri Dalam Menghafal al-Qur`an .... 89
Bagan 4.3 Faktor Penghambat Santri Dalam Menghafal Al-
Qur`an ................................................................................. 93
Bagan 4.3 Faktor Pendukung Santri Dalam Menghafal Al-
Qur`an ................................................................................. 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu keistimewaan al-Qur`an adalah kemudahan yang
diberikan Allah kepada orang yang mau dengan sungguh-sungguh
mempelajarinya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah al-
Qamar/54: 40.
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur`an untuk pelajaran,
maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.1
Di dalam surat al-Qamar, ayat tersebut disebutkan sebanyak 4 kali.
Hal ini bertujuan untuk menegaskan bahwa Allah telah memudahkan
al-Qur`an untuk dibaca dan dihafalkan serta mudah untuk dipahami
makna yang terkandung di dalamnya. Selain itu, agar al-Qur`an juga
mudah untuk dihayati bagi siapa saja yang ingin mengambil pelajaran
darinya.2
Seorang muslim wajib mengimani bahwa al-Qur`an adalah benar
dengan tanpa meragukan sedikitpun kebenaran isinya. Selain
mengimani kebenarannya, terdapat lima tanggung jawab lain yang
1 Ahmad bin Salim Baduwailan, Menjadi Hafizh Tips dan Motivasi Menghafal
al-Qur’an, (Yogtakarta: Qirtas, 2016), h. vii. 2 Yahya Abdul Fattah al-Zawawi, Revolusi Menghafal al-Qur’an, (Surakarta:
Insan Kamil, 2015), h. 7-8.
2
harus direalisasikan terhadap al-Qur`an, yatu: Tilāwah3, Tafsīr4,
Taṭbiq5, Tablig6, dan Tahfiż. Setiap muslim wajib memiliki hafalan al-
Qur`an walaupun hanya sebagian, bisa sebagian kecil atau sebagian
besar. Hal ini karena menghafalkan al-Qur`an secara keseluruhan
hukumnya farḍu kifāyah, sedangkan menghafal sebagian dari al-
Qur`an hukumnya farḍu ‘ayn.7
Pada zaman Nabi Saw, para sahabat memiliki semangat yang
tinggi dalam membaca dan menghafalkan al-Qur`an. Dari kalangan
3 Tilāwah al-Qur`an adalah membaca ayat suci al-Qur`an dengan baik dan benar.
Baik dan benar yang dimaksud adalah tartil. Tartil yaitu menampakkan huruf-hurufnya
dan berhati-hati melafalkannya. Lihat Titin Setiyawati, “Hubungan antara Tilawah Al-
Qur`an dengan Kesiapan Belajar Siswa Kelas IX di MTs Muhammadiyah Wangon Tahun
Pelajaran 2016/2017” (Skripsi S1., Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2017), h 7. 4 Tafsīr adalah ilmu yang membahas tentang kandungan al-Qur`an baik dari segi
pemahaman makna atau artinya. Tafsīr bertujuan untuk menjelaskan, menerangkan,
menyingkap kandungan al-Qur`an sehingga dapat dijumpai suatu hikmah, hukum
ketetapan, dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Lihat Listiawati, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan: Edisi 1, (Depok: PT. Kharisma Putra Utama, 2017), h. 2,
https://books.google.co.id/books?id=H-
VNDwAAQBAJ&pg=PA2&dq=tafsir+adalah&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwi9z8_M4O
zoAhWPaCsKHWCyAUsQ6AEIMTAC#v=onepage&q=tafsir%20adalah&f=false.
membaca ayat suci al-Qur`an dengan baik dan benar. Baik dan benar yang
dimaksud adalah tartil. Tartil yaitu menampakkan huruf-hurufnya dan berhati-hati
melafalkannya. Lihat Titin Setiyawati, “Hubungan antara Tilawah Al-Qur`an dengan
Kesiapan Belajar Siswa Kelas IX di MTs Muhammadiyah Wangon Tahun Pelajaran
2016/2017” (Skripsi S1., Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2017), h 7. 5 Taṭbiq adalah menerapkan, mengimplementasaikan, dan mengamalkan al-
Qur`an dalam kehidupan sehari-hari. Lihat D. M. Makhyaruddin, Rahasia Nikmatnya
Menghafal Al-Qur`an, (Jakarta: Mizan Digital Publishing, 2013), h. 273,
https://books.google.co.id/books?id=JQhQDAAAQBAJ&pg=PA273&lpg=PA273&dq=t
atbiq+adalah+menerapkan+alquran&source=bl&ots=BPtOI9_Qjc&sig=ACfU3U3wtKM
w9WWaBrQW17_T9Qk5tS7lBw&hl=jv&sa=X&ved=2ahUKEwjveyV8OzoAhWXWX
0KHX3xBAYQ6AEwB3oECAoQAQ#v=onepage&q=tatbiq%20adalah%20menerapkan
%20al-Qur`an&f=false. 6 Tablig adalah menyampaikan. Dalam aktivitas dakwah, tablig berarti
menyampaikan ajaran islam kepada orang lain. Lihat Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah,
(Jakarta: Kencana, 2017), h. 17,
https://books.google.co.id/books?id=zcq2DwAAQBAJ&pg=PA17&dq=tablig+adalah&h
l=jv&sa=X&ved=0ahUKEwi2yOHUkO3oAhXTWisKHSKBBo8Q6AEIMTAC#v=onep
age&q&f=false. 7 Arham bin Ahmad Yasin, Agar Sehafal Al-Fatihah, (Bogor: CV Hilal Media
Grup, 2014), h. 11.
3
kaum Muhajirin seperti Abū Bakr, ‘Umar ibn al-Khattāb, Uṡmān, ‘Alī
ibn Abī Ṭālib, ‘Abd Allah ibn Mas’ūd, Abū Hurayrah, ‘Abd Allah ibn
‘Abbās, ‘Abd Allah ibn ‘Umar, ‘Abd Allah ibn Zubayr, dan ‘Abd
Allah ibn ‘Amrin, dan dari kalangan Anshar seperti ‘Ubādah ibn al-
Ṣāmit, Majmaʻ ibn Jāryyah, Fuḍālah ibn ‘Ubayd, dan Maslāmah ibn
Makhlād mereka adalah nama-nama sahabat penghafal al-Qur`an.8
Semangat kebaikan yang dibawa oleh para sahabat tersebut
ternyata melekat sampai ke zaman mendatang secara turun temurun
sehingga menjadi sebuah tradisi. Hal ini terlihat dari banyaknya
lembaga pendidikan islam yang memperdalam ilmu tentang al-Qur`an
sebagai kurikulum utamanya seperti lembaga pesantren dan lembaga
pendidikan al-Qur`an yang menyebar luas di seluruh Indonesia.9
Pada umumnya, pembangunan pesantren al-Qur`an yang berfokus
pada menghafal al-Qur`an dilatar belakangi oleh tujuan untuk
mencetak generasi yang mempunyai hafalan al-Qur`an oleh siapa saja
yang ingin menjadi peserta atau santri di lembaga tersebut. Namun
dalam wawancara penulis dengan pembimbing Pesantren Taḥfiẓ Alif
Ciputat, penulis menemukan hal yang menarik untuk dikaji yaitu
ketika sebuah pesantren al-Qur`an memiliki latar belakang
mentradisikan menghafal al-Qur`an yang dikhususkan untuk kalangan
8 Banyaknya para sahabat yang menghafal al-Qur`an adalah karena Nabi Saw.
telah mengobarkan semangat kepada mereka untuk berlomba menghafal al-Qur`an. Salah
satu dari cara Nabi menyebarkan ilmu tentang al-Qur`an adalah Nabi mengutus para
qurrā` atau ahli al-Qur`an ke berbagai kota untuk mengajarkan dan membacakan al-
Qur`an kepada penduduknya. Salah satu sahabat yang diutus adalah Mūsā ibn Umayr dan
Ibn Ummī Maktūm ke Madinah serta mengutus juga Muʻāż ibn Jabal ke Mekkah untuk
mengajarkan agama Islam dan al-Qur`an serta menghafalkannya. Sebagaimana yang
dijelaskan al-Qurṭubī bahwa pada pertemuan Yamāmah dan Maunah menyebabkan
masing-masing 70 qurrā` meninggal dunia. Lihat al-Suyūṭī, Al-Itqān fī ‘Ulum al-Qur`an,
Jilid 1, (Mesir: Musṭafā al-Halabī, 1370), h. 72. 9 Jumlah dari statistik data pesantren yang terdapat di 34 Propinsi di Indonesia
per 2019 mencapai 26.965 pesantren. Lihat Pangkalan Data Pondok Pesantren, Diakses,
19 April 2020, https://ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik.
4
mahasiswi dengan menjadikan tradisi tersebut bagian dari aktivitas
wajib selain dari kegiatan di dalam kampus maupun di luar kampus.
Dengan aktivitas yang padat, mereka mampu mengagendakan secara
khusus kegiatan membaca dan menghafal al-Qur`an di sela-sela waktu
senggang yang ada dalam kesehariannya. Dari latar belakang tersebut,
berdirilah Pondok Pesantren guna mewadahi dan memfasilitasi
mahasiswi yang bersedia untuk mentradisikan kegiatan membaca dan
menghafal al-Qur`an ke dalam agenda rutin sehari-hari.
Pondok Pesantren atau Pesantren merupakan bagian dari ragam
lembaga pendidikan yang terdapat di Indonesia dengan jumlah yang
begitu banyak.10 Pesantren sudah menjadi bagian dari masyarakat
karena Pesantren mampunyai peran yang besar sebagai lembaga
pendidikan bagi masyarakat. Karena dalam perjalananannya,
Pesantren mampu menjadikan masyarakat yang agamis, rukun dan
berbudaya.
Pada kasus Pesantren yang berdiri pada lingkungan kampus,
Pesantren menjadi sarana favorit untuk menunjang keberlangsungan
aktivitas di luar perkuliahan agar pada saat mahasiswi memiliki waktu
luang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang terdapat di
Pesantren. Hal ini akan sangat berbeda dengan mahasiswi yang
tinggal di tempat kos. Ia tidak harus melaksanakan kegiatan produktif
yang membuat ia menjadi dekat dengan al-Qur`an karena tidak ada
aturan yang mengikatnya.
Berdasarkan fakta tersebut, salah satu alasan Pesantren Taḥfiẓ Alif
berdiri adalah untuk memaksimalkan kegiatan mahasiswi pada saat
10 Indonesia memiliki 26973 jumlah Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh
provinsi. Lihat Pangkalan Data Pondok Pesantren,
https://ditpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik.
5
tidak sedang berada di dalam kampus oleh aktivitas yang melibatkan
al-Qur`an yaitu dengan mentradisikan kegiatan membaca dan
menghafalkan al-Qur`an. Pesantren Taḥfiẓ Alif menawarkan program
khatam dua tahun kepada para santri sehingga program ini dapat
menarik para mahasiswi yang ingin memanfaatkan waktu kuliahnya
untuk intens bersama al-Qur`an.
Namun pada praktiknya, setelah penulis melakukan penelusuran di
Pesantren Taḥfiẓ Alif, para santri yang sudah tinggal selama dua
tahun tidak semuanya mampu mengkhatamkan hafalannya sesuai
program yang ditawarkan tersebut. Artinya, program khatam dua
tahun tidak terealisasikan secara maksimal oleh Pesantren. Namun,
terdapat santri yang berhasil bahkan mampu menyelesaikan
hafalannya tepat waktu atau lebih cepat dari yang telah ditargetkan
oleh Pesantren. Dalam kasus yang lain, terdapat santri yang tidak
mampu menyelesaikan hafalannya dan berhenti di tengah jalan
sehingga ia memilih untuk keluar dari Pesantren.
Ini menjadi masalah ketika santri yang sudah tinggal di Pesantren
Taḥfiẓ Alif dengan waktu yang sama namun memiliki hasil yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, penulis tertarik ingin mengangkat
penelitian dengan judul “Problematika Santri dalam Menghafal al-
Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan”.
B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Untuk lebih terfokus pada penelitian ini, maka penulis
merumuskan pokok permasalahan yang teridentifikasi, sebagai
berikut:
a. Terdapat santri yang tidak mencapai target dua tahun khatam.
6
b. Terdapat santri yang kurang mendapat dorongan menghafal al-
Qur`an.
c. Terdapat santri yang tidak mempunyai metode menghafal al-
Qur`an.
d. Terdapat santri yang memiliki banyak kendala dalam
menghafal al-Qur`an.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penulis membatasi
masalah berupa kegiatan menghafal al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ
Alif terhadap faktor penghambat dan pendukung santri dalam
pencapaian program khatam 30 juz selama dua tahun.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan penelitian yaitu, “Bagaimana proses
pencapaian santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang
Selatan atas program dua tahun khatam 30 juz?”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui
bahwa tujuan penelitian ini yaitu:
a. Menganalisis motivasi dan latar belakang santri atas
pendidikan sebelum menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif
Ciputat Tangerang Selatan.
7
b. Mendeskripsikan tentang problematika dan dorongan
menghafal santri selama dua tahun di Pesantren Taḥfiẓ Alif
Ciputat Tangerang Selatan.
c. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh santri di Pesantren
Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan dalam menghadapi
problem menghafal al-Qur`an dan upaya santri
mendapatkan dorongan menghafal al-Qur`an.
d. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1
(S1) Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis
1) Penelitian ini merupakan satu sumbangan sederhana bagi
pengembangan studi al-Qur`an dan untuk kepentingan
studi lanjutan yang diharapkan berguna bagi bahan acuan,
referensi dan lainnya bagi penulis lain yang ingin
mengkaji lebih dalam tentang bagaimana problematika
santri dalam menghafal al-Qur`an. Penelitian ini juga
menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk
meningkatkan keberhasilan Lembaga Pesantren dalam
program yang tersedia dan meningkatkan kualitas
menghafal al-Qur`an bagi para santri sebagai mahasiswi
generasi Qur`ani.
8
3. Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
meningkatktan pencapaian program dua tahun khatam 30
juz.
b. Bagi Ustadzah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai evaluasi untuk meningkatkan motivasi santri
dalam menghafal al-Qur`an.
c. Bagi santri
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur untuk
meningkatkan kemampuan santri dalam menghafal al-
Qur`an.
d. Bagi peneliti yang akan datang
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi
tambahan pengetahuan tentang model of view mahasiswi
yang memiliki kegemaran membaca maupun menghafal al-
Qur`an sebagaimana yang terjadi di Pesantren Taḥfiẓ Alif
Ciputat Tangerang Selatan.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk memahami posisi penelitian yang akan dilakukan, penulis
melakukan tinjauan pustaka atas beberapa karya tulis yang membahas
tema yang sama atau mempunyai kemiripan dengan yang dibahas oleh
penulis, di antaranya adalah:
9
1. Addini Rahmayani,11 mengkaji tentang “Motivasi dan
Problematika Menghafal Al-Qur`an Di SMA Plus Al-Athiyah
Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh”. Jurnal ini
membahas tentang motivasi menghafal al-Qur`an sekaligus
problematika di SMA Plus tersebut. Sekilas seperti mirip dengan
penelitian penulis yaitu membahas tentang problematika
menghafal dan pembahasan terkait motivasi menghafal.
Sementara penelitian penulis, tidak terfokus pada motivasi
melainkan faktor pendukung yang menjadikan santri mampu
mencapai target khatam selama dua tahun. Titik fokus penelitian
penulis adalah pencapaian program menghafal khatam dua tahun
di Pesantren Taḥfiẓ Alif yang menghasilkan capaian berbeda-
beda dengan durasi waktu yang sama. Oleh karena itu, skripsi
Addini jelas perbedaannya dengan skripsi penulis.
2. Mohammad Yazid Robbani,12 memberikan judul penelitiannya
dengan “Kesulitan Mahasiswa Dalam Program Taḥfiẓ Al-Qur`an
(Analisis Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan Mahasiswa
Fakultas Dirosat Islamiyyah)”. Hasil penelitiannya adalah
kesulitan yang dirasakan mahasiswa Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
serta mahasiswa Dirasat Islamiyah dapat dibagi kepada beberaoa
bagian: pertama, untuk mahasiswa Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir,
kesulitan tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai
cara menghafal al-Qur`an, mengingat bahwa sebagian mahasiswa
Fakultas Ushuluddin Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir adalah
11 Addini Rahmayani, ”Motivasi dan Problematika Menghafal Al-Qur’an Di
SMA Plus Al-Athiyah Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh”, (Skripsi S1 Institut
Agama Islam Negeri Surakarta, 2018). 12 Mohammad Yazid Robbani, ”Kesulitan Mahasiswa Dalam Program Tahfiz
Al-Qur`an (Analisis Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan Mahasiswa Fakultas Dirosat
Islamiyyah)”, (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020).
10
alumni Sekolah Menengah Atas yang secara kultural tidak begitu
akrab dengan tradisi hafalan. Namun berbeda jika mereka alumni
Madrasah Aliyah atau Pesantren. Sedangkan bagi mahasiswa
Dirasat Islamiyah yang secara kultural sudah mengenyam
pendidikan Pesantren maka mereka sudah terbiasa dengan
hafalan. Dampaknya, mereka bisa dengan mudah menyelesaikan
tugas-tugas hafalan al-Qur`an sebagai mata kuliah. Kedua, pola
komunikasi yang malah terasa seperti sebuah peringatan atau
bahkan teguran yang tinggi bagi mahasiswa sehingga berdampak
pada psikologi mahasiswa, khususnya adalah mahasiswa Ilmu Al-
Qur`an dan Tafsir. Meski sama-sama membahas mengenai
kesulitan atau problematika menghafal al-Qur`an, namun terlihat
jelas dari objek dan tempat penelitian yang berbeda orientasinya
dengan penulis yaitu di kalangan mahasantri di sebuah Pesantren.
3. Anis Musyafa`ah,13 meneliti tentang “Taḥfiẓ Al-Qur`an Dalam
Pandangan Mahasiswa IAT : Studi Kasus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta”. Penelitian ini menemukan
perbedaan yang signifikan antara Prodi IAT UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta dalam perkuliahan/program
taḥfiẓ al-Qur`an yaitu pada Prodi IAT UIN Jakarta taḥfiẓ al-
Qur`an hanya ditawarkan sau semester dengan pilihan dosen yang
sangat terbatas sehingga dari capaian keberhasilan masih kurang
dari yang ditargetkan karena dalam proses perkuliahannya
terdapat beberapa problem yang harus diperbaiki. Kemudian
untuk Prodi IAT IIQ Jakarta dalam program taḥfiẓ al-Qur`an
13 Anis Musyafa`ah, ”Tahfiz Al-Qur`an Dalam Pandangan Mahasiswa IAT :
Studi Kasus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta”, (Skripsi S1 Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020).
11
sudah ditawarkan sejak mahasiswa pertama mendaftarkan diri di
IIQ Jakarta, maka capaian yang ditargetkan dapat berhasil karena
dari sistem yang dilakukan sudah maksimal sehingga ridak
mendapati banyak problem. Perbedaan dengan penelitan penulis
ada pada sasaran penelitian dan pembahasan sub bab tema yang
diangkat. Jika penulis mencari dorongan dan problematika secara
langsung, sedangkan skripsi Anis membahas praktik yang
dilaksanakan pada program taḥfiẓnya.
4. Afiyanti Harirah Jamil,14 memberikan judul penelitiannya dengan
Peran Lembaga Keagamaan Dalam Membumikan Al-Qur`an:
Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Qur`aniyyah”. Hasil penelitian
Afiyanti menemukan dampak dari praktik pembelajaran tahsin
dan taḥfiẓ yang dirasakan para santri al-Qur`aniyyah yaitu:
Pembelajaran Tahsin memberikan dampak yang sangat
mempengaruhi kualitas bacaan para santri. Kemampuan hafalan
yang memberikan dampak peningkatan dalam menghafal santri,
mengetahui ilmu-ilmu al-Qur`an yang meningkat seperti hukum
tajwid, makhroj, sifat huruf dan sebagainya. Meskipun sama-
sama meneliti tentang Pesantren, namun penelitian Afiyanti
berbeda dengan penulis. Afiyanti menemukan dampak dari
pembelajaran al-Qur`an tanpa meneliti problematika yang
dihadapi para santri atas pembelajaran al-Qur`an tersebut.
14 Afiyanti Harirah Jamil, ”Peran Lembaga Keagamaan Dalam Membumikan
Al-Qur`an: Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Qur`aniyyah”, (Skripsi S1 Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020).
12
5. Taufik Akbar,15 memberikan judul penelitiannya dengan “Tradisi
Membaca dan Menghafal al-Qur`an Studi atas Resepsi
Masyarakat Desa Bulu Pitu, Kecamatan Gondang Legi
Kabupaten Malang terhadap Al-Qur`an” yang berisi tentang
bagaimana pandangan atau resepsi masyarakat di Bulu Pitu
terhadap al-Qur`an yang membuat masyarakat tersebut
menjadikan membaca dan menghafalkan al-Qur`an sebagai
tradisi. Hasil penelitiannya adalah terdapat faktor-faktor yang
menjadikan masyarakat gemar berinteraksi dengan al-Qur`an di
antaranya yaitu faktor agama, faktor sosio-kultural dan faktor
sosiologis. Meski sama-sama membahas dan meneliti terkait
menghafal al-Qur`an, namun Taufik fokus membahas pada
resepsi pemahaman masyarakat sehingga mampu menciptakan
tradisi membaca dan menghafal al-Qur`an. Sementara, penulis
berfokus pada faktor-faktor yang menjadi dorongan dan
hambatan bagi mahasiswi yang sedang berjuang mencapai
program khatam dua tahun di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Ini menjadi
jelas terlihat berbeda karena sasaran penelitian penulis adalah
mahasiswi penghafal al-Qur`an dan lingkungan kampus.
6. Laila Ngindana Zulfa,16 meneliti tentang “Tradisi Menghafal Al-
Qur`an di Pondok Pesantren (Studi Living Qur`an di Pondok
Pesantren al-Mubarok Mranggen Demak)”. Jurnal ini membahas
tentang bagaimana pengalaman santri dalam menghafal al-
Qur`an, dan bagaimana pelaksanaannya. Penelitian ini
15 Taufik Akbar, ”Tradisi Membaca dan Menghafal al-Qur`an Studi atas
Resepsi Masyarakat Desa Bulu Pitu, Kecamatan Gondang Legi Kabupaten Malang
terhadap Al-Qur`an”, (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014). 16 Laila Ngindana Zulfa, ”Tradisi Menghafal Al-Qur`an di Pondok Pesantren
(Studi Living Qur`an di Pondok Pesantren al-Mubarok Mranggen Demak)”, (Jurnal
Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2019).
13
menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu pelaksanaan program
Taḥfiẓ sudah terjadwal, semangat yang dimiliki santri dalam
menghafal terdapat pada diri sendiri, orang tua, guru, atau tokoh
karismatik dan teman. Penelitian ini memiliki beebrapa
persamaan dengan penulis karena hasil penelitiannya menemukan
beberapa faktor pendorong santri dalam menghafal al-Qur`an,
sementara yang menjadi pembeda adalah penulis memberikan
bahasan terkait problematika yang dialami santri sehingga
program khatam dua tahun di Pesantren Taḥfiẓ Alif.
7. Ahmad Rosidi17 dengan judul “Motivasi Menghafal Al-Qur`an
(Studi Multi Kasus di Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ)
PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Pondok Pesantren
Taḥfiẓhul Al-Qur'an Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar
Malang)”. Skripsi ini hanya membahas tentang motivasi
menghafal saja, sedangkan dalam penelitian penulis
menambahkan penelitian lebih lanjut tentang faktor penghambat
serta faktor pendukung sehingga santri bisa mencapai program
khatam menghafal selama dua tahun yang disediakan oleh
Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.
8. Andy Wiyarto18 menulis skripsi berjudul “Motivasi Menghafal
Al-Qur`an Pada Mahasantri Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur’an di
Surakarta”. Skripsi ini sama dengan penelitian penulis dalam
membahas tentang menghafal al-Qur`an di kalangan mahasantri,
17 Nur Hidayah,”Motivasi Menghafal Al-Qur’an (Studi Multi Kasus di Pondok
Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Pondok
Pesantren Tahfizhul Al-Qur'an Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”, (Skripsi
S1 Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018). 18 Andy Wiyarto, ”Motivasi Menghafal Al-Qur’an Pada Mahasantri Pondok
Pesantren Tahfizhul Al-Qur`an di Surakarta”, (Skripsi S1 Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2012).
14
namun skripsi Andy hanya sekedar membahas motivasinya saja,
sedangkan dalam skripsi penulis diberikan pembahasan mengenai
problematika dan faktor-faktor pendukung yang dialami
mahasantri terhadap pencapaian program khatam dua tahun di
Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.
9. Dwi Wulandari,19 “Pengaruh Metode An-Nashr Terhadap
Motivasi Menghafal Al-Qur`an Siswa Kelas IV Di Madrasah
Ibtidaiah Wajak”. Skripsi ini membahas tentang pengaruh suatu
metode terhadap motivasi menghafal al-Qur`an dikalangan siswa
MI. Dalam skripsi ini jelas sangat berbeda dengan skripsi penulis
yang membahas mengenai problematika menghafal al-Qur`an dan
faktor-faktor pendukung terhadap program menghafal al-Qur`an
di Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.
10. Fitri Irmawati, 20 mengkaji tentang “Hubungan Antara Intensitas
Menghafal Al-Qur`an dan Motivasi Menghafal Al-Qur`an Pada
Mahasiswi Di Rumah Taḥfiẓ Daarul Ilmi Mangunsari, Sidomukti,
Salatiga Tahun 2018”. Skripsi ini membahas tentang hubungan
intensitas menghafal al-Qur`an dengan motivasi menghafal al-
Qur`an di kalangan mahasiswi. Meskipun sama-sama menjadikan
mahasiswi sebagai objek kajian penelitian, namun penelitian Fitri
berbeda dengan penulis. Penulis membahas lebih dalam tentang
problematika dan faktor pendukung yang dialami santri saat
19 Dwi Wulandari, ”Pengaruh Metode An-Nashr Terhadap Motivasi Menghafal
Al-Qur’an Siswa Kelas IV Di Madrasah Ibtidaiah Wajak”, (Tesis S2 Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2018). 20 Fitri Irmawati, ”Hubungan Antara Intensitas Menghafal Al-Qur’an dan
Motivasi Menghafal Al-Qur’an Pada Mahasiswi Di Rumah Tahfiz Daarul Ilmi
Mangunsari, Sidomukti, Salatiga Tahun 2018”, (Skripsi S1 Institut Agama Islam Negeri
Salatiga, 2018).
15
menghafal al-Qur`an, namun penelitian Fitri tidak mencantumkan
ke dalam topik pembahasan skripsinya.
11. Nur Hidayah,21 mengkaji tentang “Motivasi Menghafal Al Qur’an
Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang Angkatan 2015/2016”.
Skripsi ini hanya membahas tentang motivasi menghafal al-
Qur`an di kalangan mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Hal ini menunjukkan bahwa skripsi Nur berbeda dengan skripsi
penulis yang tidak hanya membahas terkait motivasi di kalangan
mahasiswi saja, namun penulis membahas lebih dalam terkait
problematika dan faktor pendukung mahasiswi dalam
menghafalkan al-Qur`an.
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang diaplikasikan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Jenis Penelitian
Dilihat dari bentuknya, jenis penelitian22 ini adalah penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang diarahkan untuk mencari makna,
pemahaman, pengertian, kejadian, maupun kehidupan manusia dengan
terlibat langsung dalam objek yang diteliti, kontekstual dan
21 Nur Hidayah,”Motivasi Menghafal Al-Qur’an (Studi Multi Kasus di Pondok
Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Pondok
Pesantren Tahfizhul Al-Qur'an Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”, (Skripsi
S1 Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018). 22 Secara umum, penelitian diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif. Lihat Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif,
Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2017). h, 43.
16
menyeluruh.23 Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif
karena berdasarkan fokus rencana penelitian mengharuskan untuk
mengkaji secara menyeluruh atau terfokus pada perolehan data yang
lengkap dan rinci tentang objek yang akan diteliti.24 Prosedur penelitian
ini nantinya akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari objek yang diamati.
Apabila dilihat dari tempatnya, penelitian ini adalah penelitian
lapangan atau field research dan didukung oleh studi kepustakaan.
Sedangkan dari kedalaman analisisnya, penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yang analisanya hanya dilakukan sampai taraf pendeskripsian
yaitu menganalisis dan meyajikan fakta secara sistematis dengan tujuan
agar mudah dipahami dan disimpulkan. Penelitian lapangan ini pada
hakikatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik
tentang apa yang terjadi pada objek penelitian. 25
2. Sumber Data
Dalam pengumpulan data, sebanyak mungkin data yang diperoleh
atau dikumpulkan mengenai masalah-masalah yang berhubungan
dengan penelitian ini. Data yang penulis gunakan yaitu data primer dan
data sekunder.
Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari objek
penelitian melalui wawancara terhadap pengasuh pesantren Taḥfiẓ dan
santri yang tinggal selama dua tahun kemudian penulis juga melakukan
observasi dalam praktik menghafal al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif
23 Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. h, 328. 24 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: SIC, 2001). h.
43. 25 Emriz, Metodologi Pendidikan: Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 169.
17
Ciputat Tangerang Selatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak
lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diperoleh
melalui kajian pustaka26 yang berupa buku, skripsi, artikel, dan jurnal-
jurnal.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa cara
yaitu sebagai berikut.
a) Observasi
Merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitiannya. Observasi menyaratkan
pencatatan dan perekaman sistematis mengenai sebuah peristiwa dan
perilaku informan yang terjadi dalam situasi tertentu.27 Observasi
dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung.
Observaasi atau pengamatan bertujuan untuk memperoleh informasi
mengenai tindakan manusia sebagaimana dalam kenyataannya.28
Observasi ini dilakukan di Pondok Pesantren Taḥfiẓ Alif Jl. Abdul
Ghani Komplek BPKP 2 RT 6 RW 5 No. 83 Cempaka Putih,
Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
26 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, (Bandung: Al-Fabeta, 2010), h. 193. 27 Christine Daymon dan Immy Holloway, Metode-Metode Riset Kualitatif
dalam Public Relation & Marketing Communication. Penerjemah Cahya Wiratama,
(Bandung: Penerbit Bentang, 2008), h. 321. 28 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, h. 59.
18
b) Wawancara
Ketika wawancara29 berlangsung, informan dipilih berdasarkan
tingkat keterpengaruhannya di pesantren yang dalam hal ini adalah
pengasuh pesantren. Dalam hal ini, komunikasi yang dilakukan
penulis terbagi menjadi dua yaitu secara langsung dan melalui pesan
suara. Hal ini karena terhalang oleh pandemi covid-19. Sebelum
adanya covid, komunikasi terjadi secara langsung dalam tanya jawab
secara tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden yang
merupakan pola media dapat melengkapi kata-kata verbal. Oleh
karena itu, wawancara tidak hanya menangkap soal pemahaman ide,
tetapi juga menangkap pemrasaan, pengalaman, emosi dan motif yang
dimiliki informan.30 Sedangkan untuk data tambahan yang dianggap
perlu wawancara lebih lanjut, penulis akan meminta informan untuk
mengirimkan pesan suara melalui whatsapp karena terhalang wabah
covid-19. Dalam hal ini, penulis mewawancarai pengasuh beserta 10
sampel santri di Pondok Pesantren Taḥfiẓ Alif yang sudah tinggal
selama kurang lebih dua tahun.
c) Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode yang dipergunakan dalam
mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,
transkip, surat kabar, dan sebagainya.31 Dalam penelitian ini,
dokumentasi atau data tertulis yang penulis peroleh berupa dokumen
resmi maupun dokumentasi pribadi untuk dijadikan bahan acuan dan
menjadi sumber data tertulis. Data dokumentasi yang lain diambil
29 Wawancara adalah percakapan dengan bertatap muka baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan tujuan memperoleh informasi aktual, untuk menaksir dan
menilai kepribadian individu. Lihat Ambo Upe, Asas-Asas Multiple Research,
(Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, 1996), h. 73. 30W Gulo, Metodologi Penelitian, (T.PT: Grasindo t.t), h. 119. 31Faisol, Pendidikan Perspektif Islam, (Jakarta: Guepedia, t.t), h. 110.
19
melalui dokumen yang tergambarkan seperti berita di majalah
Pesantren, foto kegiatan dan rekaman baik dalam bentuk audio
maupun video.
d) Verifikasi dan Simpulan
Setelah data-data dikumpulkan, selanjutnya adalah proses analisis
data. Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara teliti serta
memberi interpretasi terhadap semua data yang dikumpulkan dengan
tujuan supaya dapat dilihat berbagai kecenderungan yang terjadi
berdasarkan fenomena yang berkembang.
Adapun teknik penulisan skripsi ini di bawah panduan Buku
Panduan Akademik dan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017. Yang
disusun oleh tim penyusun dan diterbitkan pada tahun 2017.32
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam beberapa bab dan setiap babnya terdiri
dari beberapa sub bab yang sesuai dengan keperluan kajian yang akan
dilakukan. Dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sistematis
dengan perincian sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah mengapa penelitian ini perlu untuk dibahas, kemudian
dirumuskan dan dibatasi supaya pembahasannya terstuktur dan tidak
melebar. Pada bab ini juga memaparkan kegunaan dan manfaat
penelitian serta menunjukan kajian pustaka untuk mengetahui masalah
utama dan temuan yang telah dihasilkan pada penelitian sebelumnya
pun menjadi referensi dalam melakukan penelitian yang akan
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang akan dibahas.
32Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2017.
20
Bab kedua, memuat teori dasar sebagai kerangka teori yang akan
dijadikan landasan penelitian. Pada bab ini berisi tentang pengertian
tradisi, sejarah munculnya tradisi menghafal al-Qur`an di pesantren,
pengertian menghafal al-Qur`an, metode-metode menghafal al-Qur`an,
dan keutamaan menghafal al-Qur`an.
Bab ketiga, berisi tentang profil Pesantren Taḥfiẓ Alif termasuk di
dalamnya adalah profil pendiri pesantren, sejarah berdirinya pesantren,
kegiatan yang biasa di lakukan oleh pesantren, fasilitas, ekstrakulikuler
serta profil alumni dan profil informan.
Bab ke empat, berisi tentang penjelasan dari problematika
menghafal al-Qur`an yang mencakup latar belakang menghafal atau
motivasi menghafal al-Qur`an, hambatan-hambatan santri dalam
menghafal al-Qur`an, cara santri menghadapi hambatan menghafal al-
Qur`an, faktor-faktor yang menjadi pendorong santri dalam menghafal
al-Qur`an, dan cara santri mendapatkan dorongan tersebut.
Bab ke lima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan
penelitian, kritik dan saran yang diharapkan dapat menjadi perhatian
untuk penelitian selanjutnya.
38
BAB II
TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN
A. Tradisi Menghafal Al-Qur`an
1. Pengertian Tradisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tradisi
adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang
masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisi diartikan pula
sebagai penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan yang pagling baik dan benar.33
Tradisi merupakan unsur dari sistem budaya yang ada pada
masyarakat. Ia merupakan suatu warisan berwujud budaya dari
nenek moyang yang telah menjalani waktu ratusan tahun dan
tetap diikuti oleh orang-orang yang lahir belakangan. Sebagian
dari tradisi memiliki nilai-nilai religi terutama negara-negara
Timur termasuk di Indonesia.34
Dari pengertian tradisi di atas dapat diketahui bahwa tradisi
dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan. Jika
diurai, tradisi sendiri berarti kebiasaan yang dilakukan secara
turun temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat.35
Sedangkan pengertian kebudayaan menurut Selo Soemardjan
33 Dendy Sugono, dkk, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), h. 1543. 34 Bungaran Antonius Simanjuntak, Tradisi, Agama, dan Akseptasi
Modernasi Pada Masyarakat Pedesaan Jawa, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2016), h. 145. 35 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokrasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 22.
39
dan Soelaeman Soemardi adalah semua hasil dari karya, rasa,
dan cipta masyarakat. 36
Dengan demikian, tradisi dan kebudayaan keduanya sama-
sama terbentuk oleh masyarakat dan keberadaannya tetap
terjaga. Kebudayaan memiliki sifat hakikat, yaitu kebudayaan
baru bisa terwujud dan tersalurkan hanya dari perilaku manusia
yang lebih dulu ada dan tetap dilestarikan oleh generasi
setelahnya sehingga tidak akan mati jika generasi pendahulunya
hilang. Kebudayaan ini bisa berupa aturan, kewajiban, tindakan
yang akan diterima atau ditolak, serta tindakan yang dilarang
atau yang diizinkan.37
Tradisi sering diartikan oleh masyarakat sebagai adat
kebiasaan yang sudah sering dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari. Menurut Ferdinad Tonnies, kebiasaan muncul karena tiga
faktor sebagai berikut.
a) Kebiasaan mun34cul pada suatu kenyataan yang bersifat
objektif maka seseorang bisa melakukan perbuatan-
perbuatan sesuai dengan tata cara hidupnya sendiri.
b) Kebiasaan muncul akibat seseorang menciptakan suatu
perilaku yang berguna bagi dirinya sendiri.
c) Kebiasaan muncul sebagai perwujudan kemauan atau
keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu.38
Dari beberapa faktor tersebut, maka dapat ditarik sebuah
pengertian bahwa kebiasaan adalah perilaku pribadi yang ada
36 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
(Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 1964), h. 149. 37 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
h. 149. 38 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
h. 154.
40
pada seseorang dan kebiasaan yang ada pada seseorang
mempunyai kebiasaan yang berbeda meskipun hidupnya
bersama pada satu tempat. Karena setiap individu cenderung
ingin melakukan hal-hal yang dilaksanakan secara teratur.
Namun, berbeda dengan pendefinisian tradisi menurut Heinz
Frick dan Petra Widmer. Menurutnya, tradisi yaitu sesuatu yang
identik dengan adat istiadat dan karena itu biasanya bersifat
ganjil. Disebut ganjil karena tidak bisa menjadi sesuatu yang
akan ditiru oleh generasi yang akan datang. Sebagaimana
misalnya dalam tradisi Jawa ada penguburan ari-ari bayi di
sebelah pintu rumah untuk menjadi malaikat penjaga bayi
tersebut.39 Maka, terlihat jelas bahwa definisi tradisi menurut
pendapat Heinz Frick dan Petra Widmer sangat berbeda dengan
definisi tradisi pada umumnya, sebab kedua tokoh tersebut
mendefinsikan tradisi sebagai sesuatu yang terkesan negatif dan
terbatas pada hal-hal mistis yang merupakan peninggalan masa
lalu.
Dalam ruang lingkup bermasyarakat, tradisi akan selalu ada
berdampingan dengan kehidupan masyarakat karena tradisi
memiliki beberapa fungsi penting di antaranya adalah sebagai
berikut.
a) Sebagai kebijakan turun temurun.
b) Memberikan pengesahan terhadap pandangan hidup,
keyakinan, sistem tingkah laku sosial masyarakat, dan aturan
yang sudah ada.
39 Heinz Erick dan Petra Widmer, Membangun, Membentuk, Menghuni:
Pengantar Aritektur 1, (Jakarta: Kanisius, 2006), h. 10.
41
c) Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan,
memperkuat loyalitas dasar terhadap bangsa, komunitas, dan
kelompok.
d) Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan,
ketidakpuasan dan kekecewaan kehidupan.40
Dari penjelasan berbagai definisi tradisi di atas, penulis
menarik kesimpulan bahwa tradisi dalam arti sempit merupakan
kumpulan benda, material, dan gagasan yang diberi makna
khusus yang berasal dari masa lalu.
Pengertian tradisi yang akan penulis gunakan dalam
menguatkan pembahasan pada penelitian ini adalah pengertian
tradisi menurut Bungaran Antonius Simanjuntak bahwa tradisi
adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek moyang yang
memiliki nilai religi dan telah menjalani perjalanan ratusan tahun
dan tetap terjaga sampai ke generasi mendatang.
Senada dengan pendapatnya, tradisi menghafal al-Qur`an pun
berasal dari nenek moyang yaitu Nabi Muhammad dan para
sahabatnya yang sampai sekarang masih digunakan. Tradisi
menghafal al-Qur`an tidak hanya mengandung nilai-nilai religi,
namun hal tersebut merupakan sentral bagi seseorang untuk
mengenal al-Qur`an.
Dalam menghafal al-Qur`an, ternyata tidak lepas dari sebuah
tradisi. Hal ini dilandasi oleh kisah-kisah para sahabat yang
sudah menghidupkan tradisi menghafal al-Qur`an sejak masa
awal turunnya ayat al-Qur`an. Tentunya kegiatan seperti ini
karena contoh dan anjuran dari Nabi Saw. Karena pada masa itu,
40 Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun
Agama dan Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 244.
42
menghafal al-Qur`an merupakan salah satu cara terpenting dari
penjagaan ayat al-Qur`an agar tidak lupa dan hilang setelah
diturunkan.41 Mengingat bahwa hanya sedikit para sahabat yang
mampu membaca dan menulis aksara.
2. Sejarah Munculnya Tradisi Menghafal di Pesantren
Pada abad ke-11 dan ke-14 telah menjadi masa awal tradisi
pembangunan pesantren. Di masa tersebut merupakan masa
transisi dari peradaban Hindu Budha Majapahit ke masa periode
peradaban Melayu Nusantara.42 Peristiwa sejarah yang terjadi di
masa ini sangat kuat akan terbentuknya identitas nusantara
dalam mengadopsi peradaban asing yang mampu membawa
kebaikan dan dianggap akan berdampak pada hal positif bagi
negara Indonesia.
Pada umumnya, proses masuknya Islam ke Nusantara yang
ditandai dengan masuknya pedagang-pedagang Arab dan Persia
pada abad ke-7 masehi, diduga telah mengalami kendala pada
proses permulaan masuknya Islam sampai abad ke-15 masehi.
Karena dalam rentang waktu ini, agama Islam belum dianut
secara tersebar oleh penduduk pribumi Nusantara.43
Di dalam buku Dinamika Pesantren, menurut Prof. Ricklefs
di antara rentang waktu kedatangan Islam secara menyeluruh
tersebut, berdiri sebuah kerajaan Islam bernama Kesultanan
Lamre. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam yang pertama di
Nusantara tepatnya di pulau Sumatera sekitar tahun 1200
41 Teguh Iman Perdana, Nge-friends Sama Islam, (Bandung: Mizan,
2005), h. 48. 42 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai, Cet 2, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 27. 43 Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Depok: Pustaka Iman, 2016), h. 55.
43
masehi. Kemudian, dari kerajaan inilah pendidikan islam mulai
diterapkan. Kemunculan pondok pesantren sudah mulai muncul
pada zaman walisongo. Pondok pesantren digunakan sebagai
tempat berlangsungnya interaksi antara guru, murid dan santri
dalam rangka mentransfer ilmu-ilmu keislaman.44
Dalam sejarah perkembangannya, selain menjadi lembaga
pendidikan Islam tertua di Indonesia pesantren juga mempunyai
peran yang sangat besar sebagai lembaga perjuangan, lembaga
pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga spiritual keagamaan dan
lembaga dakwah.45 Tidak hanya itu, pesantren merupakan
sebuah anak panah dari penyebaran agama Islam di Nusantara.46
Pada tahun 1290 M adalah tahun berdirinya Kerajaan Pasai
yang merupakan permulaan Islam masuk ke Aceh dan
sekitarnya. Para ulama seperti Teungku Cot Mamplam dan
Teungku di Geureudog mendirikan banyak surau untuk memulai
mengajarkan al-Qur`an kepada masyarakat. Sekitar abad ke-7 M,
surau-surau yang sudah dibangun mengalami kemajuan karena
mendapat antusias yang baik dari masyarakat. Hal ini kemudian
melahirkan ulama-ulama besar yang terkenal seperti Nuruddin
al-Raniri, Ahmad Khatib Langin, Syamsuddin al-Sumatrani,
Hamzah Fansuri, ‘Abd al-Rauf al-Sinkili, dan Burhanuddin. 47
Di dalam buku Khazanah Tafsir Indonesia karya Islah
Gusmian, dijelaskan bahwa membaca dan menghafal al-Qur`an
menjadi pelajaran yang dikenalkan pertama kali kepada murid-
44 Fatah Ismail , Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2002), h. 25. 45 Hasani Ahmad Said, Kebudayaan Islam, (2011), h. 179. 46 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai, Cet 2, h. 36. 47 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Hidakarya Agung, 1984), h. 24.
44
murid sebelum ilmu fiqih. Biasanya, guru yang mendampingi
mereka adalah laki-laki. Sedangkan murid yang sudah mulai ikut
mengaji berkisar antara usia 6 sampai 10 tahun. Mereka
diajarkan menghafal mulai dari juz 30 dengan cara talaqqi di
satu surau, rumah guru, langgar dan semacamnya. Durasinya
bisa mencapai 30 menit dalam satu murid. Sambil menunggu
antrian mengaji, murid akan mengulang pelajaran sebelumnya
dengan suara keras, sehingga orang dapat mendengar banyak
suara yang tercampur menjadi satu. Dalam praktik talaqqi
membaca al-Qur`an, guru juga mengajarkan beberapa unsur ilmu
tajwid yang bermanfaat untuk melafalkan ayat suci al-Qur`an.
Setelah itu, mereka diajarkan bacaan-bacaan shalat yang wajib
untuk dihafal dan disetorkan kepada guru. Terakhir, setelah
pembelajaran al-Qur`an selesai, mereka akan melanjutkan ke
pengajian kitab dari berbagai disiplin ilmu keislaman. Dalam
pengajian kitab inilah pembelajaran mengenai ilmu al-Qur`an
dipelajari lebih detail melalui kitab-kitab tafsir yang telah ada.48
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa metode awal
pembelajaran al-Qur`an ternyata sebagian besar masih dipakai
sampai sekarang terutama di pesantren-pesantren kecil di desa
terpencil seperti Kuningan. Penulis masih menemukan
pengajaran dengan metode yang serupa di beberapa mushalla
berjarak cukup jauh dari pusat kota. Bahkan, kegiatan menghafal
al-Qur`an sudah ada sejak awal kedatangan Islam ke Indonesia
yang bersandingan dengan pembelajaran membaca al-Qur`an.
48 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2013), h. 17-19.
45
Tokoh-tokoh yang tergolong dalam Wali Sanga menjadi
sentral pengajaran al-Qur`an khususnya di daerah Pulau Jawa.
Sekitar tahun 1475 M, Raden Rahmat (Sunan Ampel) memulai
membangun pesantren Ampel di Ampel Denta, yang kemudian
disusul oleh tokoh Wali Sanga yang laiinya dan mulai di sudut-
sudut Jawa.49
Kemudian pada abad-abad selanjutnya, pengajaran al-Qur`an
menjadi semakin berkembang pesat. Pengajaran tersebut
berlangsung di tempat yang disebut nggon ngaji yang artinya
adalah tempat murid belajar membaca al-Qur`an. Jenjang yang
paling dasar, dimulai sejak anak berusia 5 tahun. Usia ini,
biasanya mereka diajarkan menghafal surat-surat pendek dalam
al-Qur`an. Setelah usia mereka beranjak 7 atau 8 tahun, anak
diperkenalkan cara menulis dan membaca tulisan Arab hingga
mereka mampu membaca al-Qur`an.50
Dalam sejarah perkembangannya, pesantren-pesantren yang
pertama menggunakan metode pengajaran menghafal al-Qur`an
dan lembaga khusus menghafal al-Qur`an adalah sebagai
berikut.51
1. Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta yang didirikan oleh
KH. Muhammad Munawwir. Berdirinya pesantren Krapyak
49 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi, h. 20.
50 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi, h. 23. 51 Ahmad Fathoni, “Sejarah & Perkembangan Pengajaran Tahfiz Al-
Qur`an di Indonesia,” Diakses, 29 Februari, 2020,
http://www.baq.or.id/2015/04/sejarah-perkembangan-pengajaran
taḥfiẓ.html?m=1
46
dilatarbelakangi oleh minimnya wawasan masyarakat desa
terhadap al-Qur`an.52
2. Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur`an, Gresik. Pesantren ini
didirikan oleh KH. Munawar pada tahun 1910 M. Santri
yang datang untuk belajar dan menghafal al-Qur`an di sini
ada yang menetap di pesantren dan ada yang tidak.
3. Pondok Pesantren Taḥfiẓul Qur`an yang didirikan oleh KH.
Ismail di Sampang Madura pada tahun 1917 M.
4. Pondok Pesantren As’adiyah yang didirikan pertama kali
oleh KH. As’ad A. Rasyid pada tahun 1928 M di Singkang
Wajo Sulawesi Selatan.
Pemerintah Belanda pernah mencatat bahwa pada tahun 1831
setidaknya sudah terdaftar 1.853 nggon ngaji dengan jumlah
murid 16.556 murid tersebar di berbagai kabupaten di daerah
Jawa. Jumlah ini terus mengalami peningkatan hingga 14.929
nggon ngaji dengan jumlah murid berkisar 222.663 orang di
tahun 1885. Fenomena ini terjadi karena komunikasi antara
Indonesia dan Saudi Arabia semakin meningkat semenjak
dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869. Oleh sebab itu, proses
penyebaran Islam ke Indonesia khususnya daerah Jawa menjadi
semakin meningkat pesat.53
Perkembangan dan pertumbuhan pesantren begitu pesat
menyebar di Nusantara. Seperti di Jawa Timur, lahirnya
Pesantren Tebuireng, Pesantren Rejoso Jombang, Pondok
Modern Gontor Ponorogo dan beberapa pesantren lain
52 Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren,
(Yogyakarta: Gama Media, 2008), h. 102. 53 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi, h. 23.
47
sekitarnya. Kemudian di wilayah Jawa Tengah, muncul beberapa
madrasah seperti Madrasah Aliyatus Saniyah Mu’awanatul
Muslimin Kanepan, dan Madrasah Qudsiyah, Madrasah
Tasywiqut Tullab Balai Tengah School, dan Madrasah
Ma’ahidud Diniyah Al-Islamiyah Al-Jawiyah. Untuk daerah
Yogyakarta, berdiri Pondok Pesantren Krapyak, dan Madrasah
Mu’allimin Muhammadiyyah. Selanjutnya, di wilayah Jawa
Barat, lahir Madrasah Mu’allimin Majalengka, Pesantren
Gunumg Puyuh Sukabumi, dan Pesantren Persis Bandung. Di
Banten, terdapat Madrasah Khairiyah Banten. Menyebar ke
daerah Jakarta, terdapat Madrasah Jam’iat Kheir, Madrasah Al-
Irsyad, dan Madrasah Dakwah Islamiyah. Menyusul di wilayah
Sulawesi, berdiri Madrasah Amiriah Bone, dan Madrasah
Tarbiyah Islamiyah. Di Nusa Tenggara berdiri Madrasah
Nahdlatul Wathan, di Kalimantan berdiri Madrasah An-Najah
wal Falah, dan Madrasah Raudlatul Islamiyah.54
Pada tahun 1951 tepatnya bulan September di Yogyakarta,
berdiri PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam) melalui aturan
pemerintah No. 34 tahun1950 yang kemudian di susul berdirinya
Institut Agama Islam Negeri pada 9 Mei 1960 melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 11 tahun 1960 dengan
bangunan Fakultas Ushuluddin di Yogyakarta, dan Fakultas
Adab dan Tarbiyah di Jakarta. Kemudian sekitar tahun 1980,
54 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi, h. 24-26.
48
munculah Lembaga Tilawatil Qur’an (LPTQ) dan Institut Ilmu
al-Qur`an (IIQ) di Jakarta.55
B. Menghafal Al-Qur`an
1. Pengertian Menghafal Al-Qur`an
Menurut Sa’dullah sebagaimana dikutip dari buku Quantum
Taḥfiẓ karya Fauzan Yahya al-Hafiz, menghafal al-Qur`an
adalah proses mengingat keseluruhan dari semua materi ayat
seperti waqaf, nomor, arti dan segala rincian-rinciannya
haruslah diingat dengan sempurna. Maka, seluruh proses harus
dilakukan dengan tepat dan cepat dalam mengingat bagian-
bagian pada permulaan sampai akhir ayat.56
Menghafal Al-Qur`an terdiri dari dua kata yaitu menghafal
dan Al-Qur`an. Kata hafal adalah serapan dari lafaz hifzh. Hifzh
adalah susunan kata dari huruf “ha-fa-zha” yang artinya
menunjuk kepada memperhatikan dan menjaga sesuatu
sehingga ia tidak lepas, hilang atau terlupakan.57 Di dalam kitab
“Mu’jam Maqayis al-Lughah”, Ibn Faris menjelaskan bahwa
ha-fa-za adalah suatu akar kata yang bermakna dasar menjaga
sesuatu. Tahaffuzh berarti kondisi jauh dari lupa atau lupa yang
55 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi, h. 27.
56 Masagus Fauzan Yahya, Quantum Tahfizh, (Jakarta: Emir, 2015), h.
17. 57 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop
Printing, 2013), h. 2.
49
hanya sedikit. Kemudian al-Hifaazh adalah menekuni, yaitu
menjaga sesuatu secara terus menerus.58
Lafaz Haafiz merupakan isim fa’il (kata pelaku aktif) dari
isim maf’ul (kata obyek pasif) yaitu al-Hafiiz yang bermakna
menjaga sesuatu. Allah mempunyai nama al-Hafiiz yang berarti
Dzat yang selalu menjaga langit dan bumi dengan segala isinya,
tidak pernah lalai dan lupa, sehingga peredaran planet di
antariksa mampu berjalan pada porosnya dengan baik tanpa
pernah berbenturan satu sama lain.59
Lafaz Haafiz memiliki bentuk jamak yaitu Haafizuun. Di
dalam Al-Qur`an, lafaz haafizuun terdapat pada Surah al-
Mu’minun/23: 5.
و الذين هم لفروجهم حافظون
Dan orang-orang yang menjaga kemaluan-kemaluan mereka.60
Maksud dari kata menjaga pada ayat tersebut adalah menjaga
kemaluannya dari segala perbuatan yang haram seperti zina.
Artinya mereka harus menahan diri dari melakukan segala
perbuatan yang telah dilarang Allah.
Lafaz lain yang diambil dari tiga kata ha-fa-za yaitu mahfuz.
Di dalam Al-Qur`an terdapat pada surah al-Anbiya/21: 32.
...و جعلنا السماء سقفا مفوظا
Dan Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara.61
58Abi Al-Husain Ahmad ibn Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Juz 2,
(Dar al-Fikr, 1979), h. 87. 59 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 3. 60 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 3. 61 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 3.
50
Maksud ayat tersebut adalah langit telah ditinggikan agar
terjaga dari kerusakan ataupun kejatuhan.
Sedangkan Al-Qur`an didefenisikan oleh Imam al-Zarqani
sebagaimana dikutip oleh A. Muhaimin Zein adalah
القرآن هو كلام الله المعجز المن ز على خات الانبياء والمرسلي بواسطة الامي
صحف الم ت عبد بتلاوته جبيل عليه السلام المكتب ف الم
ن قول بالت واتر الم
ختتم بسورة النس بدوء بسورة الفاتة الم
الم
Al-Qur`an adalah firman Allah yang merupakan mukjizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat
Jibril, yang ditulis di mushaf, dinukil secara mutawatir dan
membacanya merupakan suatu ibadah, diawali dari surah al-
Fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas.62
Sebagaimana menurut Ahsin Sakho Muhammad, Al-Qur`an
adalah Haq, kebenaran sejati yang sesuai dengan kenyataan dan
muncul dari Dzat Yang Haq. Al-Qur`an merupakan sumber
kebenaran, kebaikan, dan sumber nilai yang paripurna.63
Al-Qur`an yang dimaksudkan dari definisi di atas adalah Al-
Qur`an yang telah dikodifikasikan oleh Utsman bin Affan
sehingga menjadi dasar dari berbagai hukum syariat Islam
sekaligus menjadi pedoman bagi kelangsungan hidup manusia.
Maka dapat disimpulkan bahwa Al-Qur`an adalah dasar
62 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 8. 63 Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-Qur’an Penyejuk Kehidupan,
(Jakarta: Qaf Media Kreativa, 2018), h. 10.
51
kebenaran yang mengatur seluruh kelangsungan hidup manusia
di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari definisi dua kata tersebut yaitu hifzh dan Al-Qur`an,
dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-Qur`an adalah upaya
sseorang dalam memelihara, menjaga, dan melindungi Al-
Qur`an dari lupa terhadap ayat yang telah diingat.
2. Metode-Metode Menghafal Al-Qur`an
Salah satu cara agar dalam proses menghafal menjadi mudah
dan terstruktur adalah dengan menggunakan metode menghafal
yang tepat. Metode adalah cara yang dinilai paling tepat untuk
melakukan sesuatu.64 Metode yang tepat adalah metode yang
sesuai dengan kemampuan seseorang. Oleh karena itu, beberapa
orang berlomba-lomba menciptakan dan menyusun metodenya
sendiri. Karena beragamnya metode yang ditawarkan dalam
menghafal Al-Qur`an, menjadikan beberapa orang lainnya
terlihat bingung dalam menentukan metode yang pas untuk
dipakai. Di antara beberapa metode menghafal Al-Qur`an yang
berkembang saat ini adalah sebagai berikut.
a. Metode ODOA
Metode one day one ayat atau biasa disingkat dengan
metode ODOA adalah sebuah metode menghafal Al-Qur`an
yang digagas pertama kali oleh Yusuf Mansur. Ia merupakan
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Quran Nusantara, Jakarta.
Menurutnya, sebagaimana yang dikutip oleh Khoirul Anwar
64 Ahmad Tafsir, Metode Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosydakarya, 2012), h. 9.
52
dan Mufti Hafiyana dalam artikelnya menyebutkan bahwa
metode one day one ayat adalah program menghafal satu hari
satu ayat yang dimulai dari surah-surah pendek di dalam Al-
Qur`an. Namun, jika pada surah yang mempunyai ayat
sedikit dan mudah dihafal bisa lebih dari satu ayat bahkan
satu surah. Sedangkan jika terdapat ayat yang cukup panjang
untuk dihafalkan, bisa lebih dari satu hari hingga benar-benar
hafal.65
b. Metode STIFIn
Metode STIFIn ditemukan pertama kali oleh Farid
Poniman bersama Indrawan Nugroho. Mereka adalah salah
satu tokoh pendiri Kubik Leadership yang merupakan sebuah
lembaga training yang dikenal unik karena pada sebelum
melakukan trainingnya, mereka memetakan peserta training
sesuai dengan tingkat kecerdasan masing-masing. Di dalam
bukunya, Farid Poniman menjelaskan bahwa ia
menggunakan empat kecerdasan yaitu S, T, I, dan F. S
adalah uraian dari sensing, T adalah thinking, I adalah
intuiting dan F adalah feeling. Kekuatan utamanya terletak
pada konsep yang simple, akurat dan aplikatif. Jadi, konsep
STIFIn memetakan dari 5 belahan otak manusia, 1 yang
menjadi dominan yang menjadi pengendali manusia dari
65 Khoirul Anwar dan Mufti Hafiyana, Implementasi Metode ODOA (One
Day One Ayat) Dalam Meningkatkan Kemampuan Mneghafal Al-Qur’an,
(Situbondo: Universitas Ibrahimy, 2018), h. 185.
53
pembentuk bakat alaminya. 1 yang dominan tersebut adalah
insting yang disingkat In.66
Konsep STIFIn yang ditemukan oleh Farid Poniman
merupakan hasil kompilasi dari berbagai teori psikologi,
neurosiciene, dan SDM. Prinsip besarnya mengacu pada
konsep kecerdasan tunggal yang digagas oleh seorang tokoh
bernama C.G Jung. Tes yang dilakukan untuk mengetahui
kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang adalah dengan cara
men-scan sidik jari dari kesepuluh ujung jari. Sidik jari
mengandung beberapa informasi dari komposisi susunan
syaraf yang dominan dan mampu berperan sebagai sistem
operasi sekaligus menjadi jenis dari sebuah kecerdasan.67
Kemudian, metode ini diaplikasikan ke dalam proses
menghafal Al-Qur`an. Proses mengingat dalam menghafal
Al-Qur`an sangat erat kaitannya dengan memori otak,
sehingga dapat memungkinkan bagi para penghafal Al-
Qur`an untuk diingat kembali dalam beberapa saat atau
dalam jangka waktu yang panjang.68
Memori berkaitan erat dengan proses belajar sehingga
jika diaplikasikan dalam menghafal Al-Qur`an, maka proses
mengenal dan memahami melalui panca indera diubah
menjadi simbol-simbol tertentu yang disebut dengan istilah
encoding. Setelah proses encoding, selanjutnya yang akan
dilakukan adalah proses penyimpanan (storage). Dalam
66 Farid Poniman dan Rahman Adi Mangussara, Konsep Palugada,
(Jakarta: STIFIn Institute, 2013), h. 1. 67 Farid Poniman, Penjelasan Hasil Tes STIFIn, Cet. 5, (Bekasi, STIFIn
Fingerptint, 2012), h. iv. 68 Gita Sekar Prihantini, Strategi Belajar, (Malang: UMM Press, 2015), h.
361.
54
bagian penyimpanan inilah yang menurut Prihatini termasuk
dalam sistem limbik dalam otak (memori jangka panjang).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa memori yang
terdapat dalam proses menghafal Al-Qur`an berfungsi untuk
menyimpan, menerima dan memproduksi informasi ketika
proses retrieval (memori jangka pendek).69
c. Metode Kauny
Metode Kauny Quantum Memori adalah metode
menghafal Al-Qur`an yang dipelopori oleh al-Hafiz Bobby
Herwibowo. Metode ini diambil dari motto “Menghafal Al-
Qur`an Semudah Tersenyum” dan dikenalkan pada tahun
2011. Kemunculan metode ini dilatar belakangi oleh
berbagai keluhan yang datang dari umat Islam yang
mendapat kesulitan dan mudah lupa dalam menghafal Al-
Qur`an, sehingga mereka menganggap bahwa menghafal Al-
Qur`an adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Kemudian
ia ingin memasyarakatkan slogan bahwa menghafal Al-
Qur`an itu mudah dan menyenangkan. Selain itu, melihat
fakta bahwa kesadaran dan kebutuhan umat muslim untuk
belajar menghafal Al-Qur`an semakin meningkat pun
menjadi latar belakang yang memperkuat kemunculan
metode ini.70
Metode Kauny Quantum Memory dapat digunakan oleh
semua kalangan penghafal Al-Qur`an, tidak mengenal
69 Magda Bhinnety, “Sruktur dan Proses Memori” Buletin Psikologi,
Vol. 16, No. 2, (2008), h.74- 88. 70 Bobby Herwibowo, Menghafal Al-Qur’an Semudah Tersenyum,
(Sukoharjo: CV Farishma Indonesia, 2014), h. 7.
55
batasan usia, tempat belajar, stasus sosial dan ekonomi, jenis
kesibukan pekerjaan dan jenjang pendidikan. Bahkan metode
ini dapat digunakan bagi yang sudah bisa membaca Al-
Qur`an maupun yang buta huruf sekalipun. Metode ini akan
lebih optimal jika diterapkan untuk anak-anak, karena daya
ingat saat usia anak-anak sangat kuat dan mudah hilang
karena tidak terganggu dengan problematika hidup.71
Cara kerja Metode Kauny Quantum Memory yaitu
pertama calon penghafal akan menirukan bacaan yang telah
didengarkan secara talaqqi oleh guru, kemudian mengartikan
setiap kata dengan melakukan gerakan tangan sesuai
visualisasi dari arti ayat tersebut. Setelah itu, dibuatkan
ilustrasi dari ayat-ayat Al-Qur`an yang telah dihafal untuk
menyambungkan ayat satu dengan ayat lainnya. Metode ini
menyatukan cara kerja otak kiri yang berhubungan dengan
data, angka, urutan, dengan cara kerja otak kanan yang
berhubungan dengan ritma, irama, musik, gambar, dan juga
imajinasi.72
Berdasarkan metode dari ketiga tokoh di atas, dapat
disimpulkan bahwa metode berguna untuk mempermudah
proses menghafal al-Qur`an agar mampu disimpan dalam
jangka waktu yang panjang dan bisa digunakan untuk semua
kalangan usia.
3. Penghafal Ideal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideal adalah
memuaskan karena sesuai dengan yang dicita-citakan atau
71 Bobby Herwibowo, Menghafal Al-Qur’an Semudah Tersenyum, h. 322. 72 Bobby Herwibowo, Menghafal Al-Qur’an Semudah Tersenyum, h. 21.
56
diangan-angankan.73 Hal ini erat kaitannya dengan seorang
penghafal al-Qur`an. Karena pada praktiknya, untuk mencapai
seorang penghafal yang diharapkan adalah dengan mencukupi
unsur-unsur ideal dalam menghafalkan al-Qur`an.
Menurut Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf, penghafal al-
Qur`an yang ideal adalah mereka yang mempunyai adab dalam
kesehariannya termasuk adab terhadap al-Qur`an. Mereka tidak
akan menggunakan al-Qur`an sebagai sumber pencaharian
karena mereka sangat memuliakan al-Qur`an. Mereka akan
terbiasa membaca al-Qur`an sesering mungkin baik di waktu
siang maupun malam hari karena mereka benar-benar
menghindari dari lupa terhadap semua ayat yang telah mereka
hafalkan serta membiasakan diri mengikat hafalannya dengan
membaca pada saat sedang shalat atau menjadikannya sebagai
wirid harian.74
Adapun menurut al-Hafiz Ahmad bin Salim Baduwailan,
seorang penghafal ideal adalah dalam prosesnya tidak
membutuhkan waktu yang lama dan dalam hafalnya adalah
membaca ayat-ayat secara berkesinambungan tanpa terbata-bata
sama sekali. Kemudian dalam kehidupannya senantiasa selalu
mendapatkan keberkahan.75
Dalam pendapat yang lain, al-Hafiz Muhaimin Zen
menyebutkan dalam bukunya bahwa penghafal yang ideal adalah
penghafal yang mampu istiqamah dalam hal-hal terpuji dan
menjauhi hal-hal yang tercela. Ia juga mampu menjaga
73 Dendy Sugono, dkk, Kamus Bahasa Indonesia, h. 538. 74 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal
Al-Qur’an, (Solo: Al-Qowam, 2014), h. 48. 75 Ahmad Baduwailan, Menjadi Hafiz. Tips dan Motivasi Menghafal Al-
Qur’an, (Solo: Aqwam, 2019), h. 169.
57
hafalannya dengan mengulang-ulang ayat secara kontinu tanpa
merasa lelah, serta bersedia mengorbankan waktu dan tenaga
untuk menjaganya.76
Seorang pakar Qiraat Indonesia, al-Hafiz Ahsin Sakho
Muhammad memberikan definisi penghafal ideal dengan cukup
unik. Menurutnya, selain pengertian-pengertian yang telah
disebutkan penulis dari al-Hafiz sebelumnya, penghafal al-
Qur`an yang ideal adalah orang yang mampu membuat masa
depannya menjadi cemerlang. Karena seorang yang sudah diberi
karunia oleh Allah menjadi penghafal al-Qur`an 30 juz
sebenarnya telah menggenggam sebongkah emas yang dapat
dijadikan perhiasan apa saja yang ia inginkan tergantung dari
keahlian yang ia miliki. Artinya, ia bisa menjadi seorang ahli
ilmu dalam bidang apa saja tergantung dari apa yang sedang ia
kembangkan saat itu. Oleh karena inilah, seorang penghafal al-
Qur`an perlu meningkatkan kapasitas ilmiahnya agar dapat
meraih masa depan yang cemerlang.77
Dari penjelasan-penjelasan yang dikemukakan oleh beberapa
tokoh di atas, maka penulis menarik sebuah kesimpulan bahwa
seseorang bisa dikatakan sebagai penghafal al-Qur`an yang ideal
apabila ia sudah mampu menjadikan seluruh ayat-ayat al-Qur`an
sebagai wirid dan bacaan harian di setiap waktunya, memuliakan
al-Qur`an dengan tidak menjadikannya sebagai ladang mata
pencaharian pribadinya, serta mengamalkan apa yang telah ia
hafalkan ke dalam kehidupannya dengan mencerminkan
keluhuran adab dan sifat-sifat terpuji. Hal seperti ini tentu akan
76 Muhaimin Zen, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, h. 50. 77 Ahsin Sakho Muhammad, Menghafalkan Al-Qur’an (Jakarta: Qaf
Media Kreativa, 2018), h. 22.
58
menjadikannya takut akan melakukan kemaksiatan dan juga
dosa.
4. Keutamaan Menghafal Al-Qur`an
Di dalam kitab at-Tibyan Adab Penghafal Al-Qur`an karya
Abu Zakaria Yahya bin Syaraf, telah terangkum berbagai
keutamaan menghafal Al-Qur`an, di antaranya:78
a. Memberikan mahkota kepada orang tua di akhirat
من ق رأ القرآن و عمل با فيه ألبس والداه تاجا ي وم القيامة ضوؤه أحسن
ن يا لو كانت فيكم فما ظنكم بالذى من ضوء الشمس ف ب ي وت الد
عمل بذا
“Siapa yang membaca Al-Qur`an dan mengamalkan
isinya, ia akan mengenakan mahkota kepada kedua orang
tuanya pada Hari Kiamat, yang cahayanya lebih baik
daripada cahaya mentari yang menerpa rumah-rumah di
dunia. Andaikata hal itu terjadi pada kalian, bagaimana
menurut kalian jika hal tersebut didapatkan oleh orang yang
mengamalkan Al-Qur`an?” 79
b. Tidak akan mendapat Azab
اق رؤوا القرآن فإن الله ت على لاي عذب ق لبا وعى القرآن وإن هذا القرآن
مأدبة الله ت على فمن دخل فيه ف هو آمن ومن أحب القرآن ف ليبشر
78 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal
Al-Qur’an, h. 13. 79 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal
Al-Qur’an, h. 13.
59
“Bacalah al-Qur`an karena Allah benar-benar tidak akan
mengazab hati orang yang menghafal al-Qur`an benar-
benar merupakan jamuan Allah. Maka barangsiapa
mendatanginya ia akan aman, bergembiralah siapa saja
yang sangat mencintai Al-Qur`an”. 80
Kemudian, Muhaimin Zein dalam bukunya yang berjudul
Taḥfiẓ Al-Qur`an Metode Lauhun menambahkan beberapa
keterangan mengenai keutamaan-keutamaan menghafal al-
Qur`an, di antaranya adalah:
c. Menjadi umat Nabi Muhammad yang mulia
Kemuliaan yang akan didapatkan oleh para penghafal
Al-Qur`an telah diucapkan secara langsung oleh Nabi.
Sebagaimana hadis berikut.
عن الضحاك عن ابن عباس رضى الله تعالى عنهما قال : قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم : أشراف امت حلة القرآن وأصحاب اليل
Nabi Saw. bersabda yang paling mulia di antara umatku
adalah orang yang hafal Al-Qur`an dan ahli shalat malam.81
d. Mendapat keberuntungan di dunia dan di akhirat
Selain diberikan kemuliaann oleh Nabi Muhammad,
penghafal Al-Qur`an juga diberikan keberuntungan oleh
80 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal
Al-Qur’an, h. 13. 81 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop
Printing, 2013), h. 12-15.
60
Allah di dunia dan di akhirat. Di antara keberuntungan
tersebut adalah mereka termasuk hamba-hamba yang mulia
di dunia sedangkan di akhirat mereka akan meraih pahala
sebagaimana pahala para nabi. Hal ini sebagaimana yang
dijelaskan di dalam hadis sebagai berikut.
ن يا ب عد الانبياء العلماء العاملون ث إن أكرم العباد عند الله ف هذه الد
ن يا كما يرجون الانبياء وهم حلة القرآن هم يرجون من هذه الد
نبياء ويأخذون الث واب كما يأخذ الث واب يشرون من ق ب ورهم مع الا
الأنبياء فطوب لملة القرآن )او كما قال(
Hamba yang paling mulia di sisi Allah di dunia ini
setelah para Nabi adalah para ulama yang mengamalkan
ilmu mereka. Berikutnya adalah para penghafalan Al-
Qur`an. Mereka keluar dari dunia (meninggal dunia) sama
dengan meninggalnya para nabi. Mereka akan dibangkitkan
dari kubur mereka dan dikumpulkan di padang Mahsyar
bersama-sama para nabi. Mereka pun meraih pahala seperti
raihan pahala para nabi. Betapa beruntungnya para
penghafal Al-Qur`an.82
e. Tidak merasa cemas saat di hari kiamat
Di antara kondisi yang akan dirasakan para penghafal
Al-Qur`an di hari kiamat kelak adalah mereka tidak akan
peduli terhadap hisab, tidak terkejut saat sangkakala ditiup,
82 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop
Printing, 2013), h. 12-15.
61
dan tidak akan risau pada hari kecemasan yang paling besar
tiba. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadis
berikut.
عن ابن عباس رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
فزعهم الصيحة ولا يزن هم الفزع : ثلاثة لا يكتث ون للحساب ولا ت
الأكب : حامل القرآن ي ؤديه إلى الله ي قدم على ربه سيدا شري فا حت
ي رافق المرسلي ومن أذن سبع سني لا يأخذ على أذنه طمعا وعبد
لوك أدى حق الله من ن فسه وحق مواليه م
Ada tiga orang yang tidak peduli terhadap hisab, tidak
terkejut saat sangkakala ditiup, dan tidak susah pada hari
kecemasan paling besar. (1) orang yang hafal Al-Qur`an.
Dia datang ke hadapan Allah sebagai hamba yang mulia
sehingga menemani para utusan Allah, (2) orang yang
beradzan selama tujuh tahun, dia melakukannya bukan
karena tamak, dan (3) hamba sahaya yang memenuhi hak
Allah dan tuannya.83
f. Akan dibangkitkan bersama para malaikat dan para nabi di
akhirat kelak.
Kedudukan yang Allah berikan bagi para penghafal Al-
Qur`an sangatlah tinggi. Salah satunya sebagaimana yang
terdapat dalam hadis berikut ini.
83 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop
Printing, 2013), h. 12-15.
62
عن اسماعيل بن عبيد الله عن وهب الدمارى قال : قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : من اتاه الله القرآن ف قام به أناء الليل وأناء الن هار وعمل
السفرة با فيه ومات على الطاعة ب عثه الله ت عالى ي وم القيمة مع
والاحكمز قال سعد : السفرة الملائكة والاحكام
Barang siapa dianugerahi hafalan Al-Qur`an oleh Allah
kemudian dia membacanya dan mengamalkannya
sepanjang malam dan siang lalu dia meninggal dalam
keadaan taat kepada Allah, maka Allah akan
membangkitkannya pada hari kiamat kelak bersama-sama
dengan para malaikat dan para Nabi. Berkatalah Said: السفرة
: malaikat, sedangkan الاحكام : para Nabi.84
g. Para penghafal Al-Qur`an adalah keluarga Allah, dan
orang-orang terdekat Allah.
Di riwayatkan dari Anas bin Malik ra. dia berkata,
Rasulullah saw. bersabda:
من الناس قالوا : يا رسول الله من هم؟ قال : هم أهل ه أهلي إن لل
القرآن أهل الله وخاصته
Sesungguhnya Allah mempunyai para ahli (wali) dari
kalangan manusia. Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, siapakah mereka itu? Beliau menjawab,
84 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop
Printing, 2013), h. 12-15.
63
“Mereka adalah ahlullah (keluarga Allah) dan orang-orang
terdekat denganNya”.85
Terhitung masih banyak keutamaan-keutamaan lain
yang akan diperoleh para penghafal Al-Qur`an. Namun,
penulis hanya merangkumnya menjadi beberapa keutamaan
yang penulis anggap paling penting dan agung di antara
keutamaan yang lainnya.
Di dalam hadis yang cukup populer, para pembaca al-
Qur`an akan tetap mendapat syafaat di hari kiamat
meskipun mereka tidak menghafalnya. Tidak hanya itu,
mereka akan menjadi sahabat dekat al-Qur`an. Hadis yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
عا لأصحا به اق رءوا القرآن فإنه يأت ي وم القيامة شفي
Bacalah al-Qur`an karena ia akan datang pada Hari
Kiamat sebagai pemberi syafaat bagi sahabatnya.86
Kata sahabat yang dimaksudkan pada hadis ini adalah
orang-orang yang senantiasa selalu membaca al-Qur`an
ketika di dunia.87 Tidak cukup hanya dengan membaca, ia
juga selalu berinteraksi dengan al-Qur`an dimanapun ia
berada.88
85 Ahmad Baduwailan, Menjadi Hafiz. Tips dan Motivasi Menghafal Al-
Qur’an, h. 34. 86 Muhaimin Zein, Tahfiz Al-Qur’an Metode Lauhun, (Jakarta: Transhop
Printing, 2013), h. 12-15. 87 Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyan Adap Penghafal
Al-Qur’an, h. 8. 88 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak: Membaca, Menulis dan
Mencintai Al-Qur`an, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 47.
64
BAB III
PROFIL PESANTREN
A. Profil Pendiri Pesantren
Pesantren89 dalam penelitian ini bernama Pesantren Taḥfiẓ Alif.
Pendirinya adalah Malih Laila Najihah Lc. MA. Ia lahir tanggal 18
April 1979 di Lumajang. Pendidikan S1 nya di Universitas Al-Azhar
Kairo Mesir dan melanjutkan S2 di Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama di Kairo, ia menambah
pendidikan nonformal dengan belajar Qirā`at Asyrah.
Malih Laila Najihah Lc. MA merupakan murid Syaykhah Amīrah
bint ʻAbd al-Ḥamīd ibn Musṭafā al-Sīs.90 Malih Laila Najihah
bertalaqqi Qira`at Asyrah al-Mutawātirah melalui ṭarīq al-Syāṭibī
wa al-Durrah dari Syekh Dr. ʻAbd ʻAzīz ibn ʻAbd Ḥafīż ibn
Muḥammad ibn Sulayman91 dan bertalaqqi Qirā`t Asyrah al-
Mutawātirah dari Syekh Dr. Ibn Muḥammad Tawfīq al-Nuhās 92.
89 Pesantren adalah nama lain dari surau yaitu sebuah nama kelembagaan
pendidikan Islam tradisional. Karakteristik dasar sistem pendidikan pesantren yaitu
pengasramaan (boarding system) atau yang dikenal sebagai sistem santri mukim. Lihat di
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernasi di Tengah Tantangan
Milenium III (Jakarta: Kencana, 2012), 129,
https://books.google.co.id/books?id=TTvNDwAAQBAJ&pg=PA129&dq=pengertian+pe
santren+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiF76eapt3oAhXKfX0KHaQeBiQQ6AEIP
DAD#v=onepage&q=pengertian%20pesantren%20adalah&f=false. 90 Amīrah bint ʻAbd al-Ḥamīd ibn Musṭafā al-Sīs adalah seorang guru Qirā`at
Asyrah yang berasal dari Swiss. Gurunya bernama ʻAbd al-ʻAzīz ibn Hafīż dan juga
kepada Dr. Ibn Muḥammad Tawfīq al-Nuhās. Amīrah berguru qira`āt Ḥafṣ kepada al-
Syaykh al-Ziyāt dari ṭarīq al-Syāṭibiyah dan kepada Aḥmad ibn Muṣṭafā ibn Ahmad Abū
al-Ḥasan dari ṭarīq al-Ḥamāmī di al-Fīl. Amīrah berguru qira`āt Nāfiʻ kepada Ṣalāh ibn
Sayd ibn Ḥusayn Miftāh. Amīrah berguru qira`āt ibn Kaṡīr kepada al-Syaykh Muhammad
ibn Sayid ibn ‘Abd Allah ibn Fath al-Bab dan Abū ‘Amr dan Ya’qūb di masjid al-Badr di
Imbabah dan juga di masjid al-Tawhīd di Gumroh. Amīrah al-Sīs tidak pernah meminta
bayaran jika mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Lihat Multaqā Ahl al-Hadīṡ.
Diakses, 10 April, 2020, https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=274131. 91 Syekh Dr. ʻAbd ʻAzīz ibn ʻAbd Ḥafīż ibn Muḥammad ibn Sulayman adalah
seorang ulama Qirā`at al-‘Asyr al-Ṣugrā wa al-Kubrā al-Mutawāttirah dari Syekh
65
Qirā`at Asyrah adalah bentuk dari sepuluh bacaan al-Qur`an
yang berbeda dan telah disepakati oleh para ulama Qirā`at akan
keabsahannya. Jalur qirā`at nya menggunakan ṭarīq al-Syāṭibī wa
al-Durrah dan ṭarīq al-Taḥbīr wa al-Tafsīr. Adapun sanad silsilah
talaqqi Malih Laila Najihah sampai dan bersambung pada
Rasulullah SAW.93
1. Sejarah Singkat Pesantren Taḥfiẓ Alif
Awal berdirinya Pesantren Taḥfiẓ Alif bernama Ma’had
Dzin Nurain. Ma’had ini telah berdiri selama 10 tahun di bawah
binaan AMCF94. Maʻhad ini memiliki kegiatan utama yaitu
menghafal al-Qur`an yang dibarengi dengan pembelajaran
bahasa Arab.
Pada tahun 2017, Ma’had Dzin Nurain mengalami
keterbatasan kuota santri karena AMCF mempunyai kuota santri
Aḥmad ibn ‘Abd al-‘Azīz al-Ziyāt dari Kairo, Mesir. Dr. ʻAbd ʻAzīz ibn ʻAbd Ḥafīż ibn
Muḥammad ibn Sulayman lahir pada 17 September 1939 di Darb al-Aḥmar Mesir. Lihat
https://m.facebook.com/pg/%D8%A3%D8%AD%D8%A8%D8%A7%D8%A8-
%D9%88%D8%AA%D9%84%D8%A7%D9%85%D9%8A%D8%B0-
%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%83%D8%AA%D9%88%D8%B1-
%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%AE-%D8%B9%D8%A8%D8%AF-
%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%B2%D9%8A%D8%B2-%D8%A8%D9%86-
%D8%B9%D8%A8%D8%AF-
%D8%A7%D9%84%D8%AD%D9%81%D9%8A%D8%B8-%D8%A8%D9%86-
%D8%B3%D9%84%D9%8A%D9%85%D8%A7%D9%86-
203171499702204/about/?ref=page_internal&mt_nav=0. Diakses 12 April 2020. 92 Syekh Dr. Ibn Muḥammad Tawfīq al-Nuhās adalah seorang ulama Qirā`at al-
Ṣugrā wa al-Kubrā al-Mutawāttirah. Al-Nuhās lahir di Faraskur provinsi Dimyat pada
1939. Lihat Multaqā Ahl al-Hadīṡ. Diakses, 12 April, 2020,
https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=34855&page=13. 93 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 2. Lihat di lembar lampiran. 94 AMCF merupakan singkatan dari Asia Muslim Charity Foundation adalah
pendirian Sekretariat Kerjasama Dar al-Bīr Society (DBS) di Indonesia pada 11 Januari
1992. Pada 28 Juni 2002, Sekretariat Kerjasama Dar al-Bīr Society bertransformasi
secara institusional sebagai badan hukum menjadi Asia Muslim Charity Foundation.
Diakses 11 April, 2020, https://www.amcf.or.id/.
66
yang sudah menjadi ketetapan lembaga. Saat itu, santri yang
mendaftar mencapai 50 orang.
Malih Laila yang bertugas menerima setoran santri di
lembaga tersebut berinisiatif untuk mendirikan sendiri lembaga
Taḥfiẓ dan berlepas dari naungan AMCF. Beliau ingin
mendirikan Rumah Taḥfiẓ Alif. 95
Akhirnya, pada tahun 2017, telah diresmikan Rumah Taḥfiẓ
Alif oleh Yayasan Sahabat Shalawat dengan nomor SK:
AHU.0004872 AH.01.12 pada hari Minggu, 26 Februari 2017
sebagai rumah pertama. Kemudian dibentuklah Rumah Taḥfiẓ
Alif 2, yang awalnya berdiri atas nama Ma’had Dzin Nurain di
bawah binaan AMCF selama 10 tahun. Kemudian, pada tanggal
1 Maret 2017, AMCF menyerahkan seluruh pengelolaan
tersebut secara mandiri kepada pembimbing dan dibina oleh
Yayasan Sahabat Shalawat.96
Rumah Taḥfiẓ Alif memiliki beberapa cabang yang berbeda.
Walau pun demikian, tetap dalam satu kesatuan dan di bawah
lembaga dan nama yang sama. Pembagian tempat tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pesantren Taḥfiẓ Alif 1 berada di Perumahan Saung
Gintung, Blok E No. 9 Pisangan Raya Cirendeu, Ciputat Timur.
Tempat ini berjarak sekitar 1,4 km dari kampus 2 Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Pesantren Taḥfiẓ Alif 2 berada di Jl. BPKP 2 No. 83 B
Kampung Utan, Ciputat, Tangerang Selatan. Tempat ini
95 Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.
96 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 2. Lihat di lembar lampiran.
67
berjarak sekitar 0,5 km dari kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
c. Pesantren Taḥfiẓ Alif 3 berada di Jl. Pepaya No. 77A
Cempaka Putih Ciputat Tangerang Selatan. Tempat ini berjarak
sekitar 0,7 km dari kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
d. Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 berada di Jl. Masjid Baitul Ula I,
Cirendeu, Ciputat Timur Tangerang Selatan. Tempat ini
berjarak sekitar 1,2 km dari kampus dari kampus 2 Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
e. Pesantren Taḥfiẓ Alif Riau Bersedekah berada di Jl.
Swakarya Depan YPI Al-Azhar, Panam Pekan Baru, di bawah
bimbingan Yayasan Darussa’adah Riau.
2. Visi dan Misi Pesantren Taḥfiẓ Alif
Lembaga pendidikan sudah seharusnya memiliki visi dan
misi guna menjadi acuan dasar sekaligus mampu menjadi
sesuatu yang dapat menarik calon santri yang akan
mendaftarkan ke lembaga tersebut.
Dalam wawancara penulis dengan pengasuh pesantren,97
Pesantren Taḥfiẓ Alif juga memiliki visi dan misi sebagai
berikut.
Visi:
Mencetak generasi-generasi hafīzah 30 juz terutama di kalangan
mahasiswi dan menebar pendidikan dan sanad Qirā`at.
97 Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.
68
Misi:
1) Menampung mahasiswi-mahasiswi yang ingin
menghafalkan al-Qur`an dengan tempat yang dekat dari
area kampus yang mudah terjangkau.98
2) Mencetak generasi al-Qur`an yang mutqin serta qurani.
3) Membentuk dan membina muslimah yang taat dan patuh
kepada Allah dan meneladani Rasulullah dalam kehidupan
sehari-hari.
4) Menjadikan al-Qur`an sebagai prioritas layanan pendidikan
dengan mengedepankan akhlāq al-Karīmah.
5) Mengamalkan kandungan al-Qur`an dalam kehidupan
sehari-hari.
6) Mewujudkan lembaga al-Qur`an yang berkualitas.
Selain visi dan misi tersebut, Pesantren Taḥfiẓ Alif juga
mempunyai program unggulan yaitu program dua tahun khatam.
Program inilah yang menjadi daya tarik tersendiri di kalangan
mahasiswi yang ingin menghafalkan al-Qur`an. Karena, dengan
waktu yang terhitung singkat tersebut membuat mahasiswi bisa
lebih memanfaatkan waktu untuk dekat dengan al-Qur`an
seperti membaca dan menghafal al-Qur`an.
3. Legalitas Pesantren Taḥfiẓ Alif
Mendirikan suatu lembaga pendidikan atau madrasah wajib
memiliki izin dari badan hukum. Hal ini tentulah harus dengan
melewati beberapa rangkaian persyaratan administratif, teknis
dan lainnya. Nampaknya, Pesantren Taḥfiẓ Alif sudah
98 Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.
69
memenuhi seluruh rangkaian tersebut. Data yang penulis
temukan yaitu Akta Notaris No. 143 Tanggal 04 September
2019/SK. MENKUMHAM No. AHU-0012603.AH.01.04
Tahun 2019 yang berada di Jl. Masjid Baitul Ula No. 61,
Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan-Banten. 15419 dengan
Nomor Statistik Pondok Pesantren izin operasional Pesantren
yaitu 500336740081.99
4. Pembimbingan Menghafal Al-Qur`an
Metode pengajaran di Rumah Taḥfiẓ Alif dalam proses
menghafal al-Qur`an masih menggunakan metode klasik, yaitu
metode talaqqi100. Artinya, seorang murid di hadapan guru atau
pembimbing secara berkesinambungan.
Program Taḥfiẓ 30 juz mengambil jalur riwayat Abu ʻUmar
Ḥafṣ ibn Sulaymān ibn al-Mugīrah ibn al-Bazzār al-`Asdi al-
Kūfī al-Tabiʻī. Program tersebut berlangsung selama empat
semester, dua tahun dengan alokasi waktu Taḥfiẓ pagi, siang dan
sore. Berikut ini adalah tabel pembagian setoran hafalan di
Rumah Taḥfiẓ Alif. 101
99 Nashihatul Muhtadina. Santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 16 Maret 2020, Banten. Lihat di lembar lampiran surat legalitas
Pesantren. 100 Secara bahasa, talaqqi bermakna penerimaan. Lihat Manna` al-Qaṭṭān.
Pengantar Studi al-Qur`an (Jakarta: Pustaka al-Kauṡar, 2018), h. 428.
Secara istilah, metode talaqqi adalah metode pengajaran dengan cara seorang guru
membacakan, sementara murid mendengarkan. Lihat D. M Makhyaruddin, Rahasia
Nikmatnya Menghafal Al-Qur`an (Jakarta: Penerbit Noura, 2016), h. 80. 101 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 3.
70
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Setoran
Tempat Talaqqi Waktu
Taḥfiẓ Alif 1 17.00 – 18.00 oleh Pengasuh
06.00 – 07.00 oleh Musyrifah102
Taḥfiẓ Alif 2 10.00 – 11.00 oleh Pengasuh
21.00 – 22.00 oleh Musyrifah103
Taḥfiẓ Alif 3 09.00 – 10.00 oleh Pengasuh
20.00 – 21.00 oleh Musyrifah104
Taḥfiẓ Alif 4 16.00 – 17.00 oleh Pengasuh
20.00 – 21.00 oleh Musyrifah105
Selama mengikuti program Taḥfiẓ para santriwati dilazimkan
untuk murāja`ah106 harian, mingguan, dan bulanan. Karena
102 Musyrifah adalah seorang musyrif yang memimpin organisasi dan kegiatan
Pesantren dan bertanggungjawab atas jalannya kegiatan di Pesantren. Musyrifah Alif 1
bernama Nashihatul Muhtadina berusia 25 tahun. Nasihatul adalah santri di Pesantren
Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-Qur`an selama 5 bulan. Lihat
Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.
Nashihatul juga merupakan mahasiswi S2 program studi Pengkajian Islam di
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta. Nashihatul Muhtadina, Wawancara. 103 Musyrifah Alif 2 bernama Krisdayanti berusia 21 tahun. Krisdayanti adalah
santri di Pesantren Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-Qur`an
selama 1 tahun 9 bulan. Lihat Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5. Krisdayanti juga
merupakan mahasiswi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi program Studi Bimbingan
Penyuluhan Islam di Universitas Islam Negeri Jakarta. Krisdayanti, Wawancara. 104 Musyrifah Alif 2 bernama Zahratul Firdaus berusia 21 tahun. Krisdayanti
adalah santri di Pesantren Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-
Qur`an selama 1 tahun 5 bulan. Lihat Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.
Zahratul juga merupakan mahasiswi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum program
studi Hukum Keluarga di Universitas Islam Negeri Jakarta. Zahratul, Wawancara. 105 Musyrifah Alif 2 bernama Ikramatun Ni’mah berusia 25 tahun. Ikramatun
adalah santri di Pesantren Tahfiz Alif yang telah menyelesaikan setoran hafalan al-
Qur`an selama 2 tahun. Lihat Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.
Ikramatun juga merupakan mahasiswi S1 Fakultas Psikologi program Studi
Psikologi di Universitas Islam Negeri Jakarta. Deni Kurniawati, Wawancara. 106 Murāja`ah yaitu mengulang hafalan yang telah diperdengarkan kepada guru
atau kiyai yang semula sudah menjadi seorang penghafal 30 juz dengan baik dan lancar.
71
murāja`ah merupakan suatu kegiatan yang sangat dianjurkan
untuk mengulang bacaan dan hafalan al-Qur`an sepanjang
hayat.107
Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki empat tempat yang berbeda.
Hal ini dikarenakan Pesantren belum mempunyai tempat yang
tetap dan masih menggunakan sistem sewa rumah tahunan.
Masing-masing tempat, terdapat satu musyrifah yang berperan
sebagai pengganti tugas pengasuh dan mengatur santri di tempat
ia berada.
Untuk menjadi musyrifah, tidak ada seleksi terlebih dahulu
karena musyrifah ditentukan langsung oleh Pengasuh Pesantren.
Adapun kriteria yang mendukung untuk menjadi musyrifah
adalah santri tersebut telah menyelesaikan setoran 30 juz terlebih
dahulu di Pesantren Taḥfiẓ Alif.
Tugas musyrifah selanjutnya adalah memusyawarahkan
kepengurusan organisasi di tempat yang ia tugaskan. Adapun
struktur organisasi yang dimiliki oleh masing-masing tempat
adalah sebagai berikut.
Lihat Anisa Ida Khusniyah, “Menghafal Al-Qur`an dengan Metode Murāja’ah Studi
Kasus di Rumah Tahfiz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung” (Skripsi S1., Institut
Agama Islam Negeri Tulungagung, 2014), h. 60. 107 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 3. Lihat lampiran h. 107.
72
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pesantren
Pembimbingan yang terdapat di Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah
dengan cara pengasuh pesantren yaitu Malih Laila Najihah
berkeliling ke empat pesantren Alif sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Tetapi, apabila pengasuh berhalangan untuk
menerima setoran para santri, tugas musyrifah selain mengatur
santri di setiap tempat masing-masing adalah menjadi pengganti
dalam bimbingan penerimaan setoran.
Kemudian, jika musyrifah tidak bisa menggantikan pengasuh
untuk menerima setoran para santri, akan ada pengganti lain
yang ditentukan oleh pengasuh sebelumnya dengan kriteria yaitu
santri pengganti tersebut terlebih dahulu telah menyelesaikan
hafalan al-Qur`an 30 juz. Sehingga, dalam sehari tidak pernah
kosong kegiatan setoran hafalan al-Qur`an kecuali hanya ada
acara dan keadaan-keadaan tertentu yang tidak memungkinkan
untuk dilaksanakan setoran.
Pengasuh Musyrifah
Bendahara Uang Bulanan
Bendahara Uang Kas
Kebersihan
73
5. Kegiatan Menghafal Al-Qur`an
a. Setoran hafalan dan murāja`ah
Pesantren Taḥfiẓ Alif mempunyai kegiatan menghafal al-
Qur`an yang tetap yaitu dua kali dalam sehari meskipun pada
masing-masing tempat waktunya berbeda-beda. Selain itu, di
Pesantren ini juga terdapat kegiatan belajar Qira`at yang
dilaksanakan pada hari Sabtu, namun tidak menjadi kewajiban
yang dibebankan kepada para santrinya karena Pesantren ini
lebih memfokuskan pada kegiatan menghafal al-Qur`an.
Model pembelajaran yang terdapat di Pesantren Taḥfiẓ Alif
merupakan setoran hafalan al-Qur`an yang dilakukan oleh para
santri kepada ketua Pesantren sebagai pengajar. Pengajar
melakukan pembelajaran dengan berkeliling mengunjungi empat
tempat di Pesantren Taḥfiẓ Alif.108
Menghafal al-Qur`an akan selalu bersandingan dengan
kegiatan murāja`ah. Maka, kegiatan murāja`ah di Pesantren
Taḥfiẓ Alif dibebankan pada kesadaran santri masing-masing.
Artinya, pesantren ini tidak mengkhususkan kegiatan muraja’ah
yang spesifik. Adapun untuk menunjang kualitas dan kegiatan
murāja`ah di Pesantren, pengasuh Pesantren mengadakan tasmīʻ
akbar 30 juz bagi semua santri setiap tiga bulan atau bahkan
satu bulan sekali tergantung pada kondisi para santri. 109
108 Pesantren Tahfiz Alif dibagi menjadi empat dan masing-masing memiliki
tempat yang berbeda. Pesantren Tahfiz Alif 1 berlokasi di Cirendeu, Pesantren Tahfiz
Alif 2 di Jl. Abd Ghani, Pesantren Tahfiz Alif 3 di Kampung Utan, dan Pesantren Tahfiz
Alif 4 berlokasi di Jl. Masjid Baitul Ula. 109 Data yang penulis dapatkan adalah dari Musyrifah Pesantren Tahfiz Alif 2
bernama Krisdayanti melalui telpon whatsapp pada tanggal 3 April 2020 pukul 21.30.
74
b. Tasmīʻ setiap bulan
Kegiatan pesantren yang diadakan oleh pengajar untuk
menguatkan hafalan para santri yaitu tasmīʻ atau sima’an yang
dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Model kegiatannya
adalah pengajar membiarkan santri untuk memilih sendiri juz
yang akan dibaca dengan membagikan postingan melalui grup
whatsapp sebulan sebelum kegiatan dilaksanakan. Kemudian
para santri akan berlomba-lomba mengisi postingan tersebut
untuk diisi dengan nama masing-masing pada urutan juz.
Untuk santri yang tidak mengisi postingan yang telah
dibagikan oleh pengajar tersebut, mereka terbagi menjadi dua
tugas, sebagian akan ikut membantu mempersiapkan
pelaksanaan kegiatan dengan menyiapkan makanan, minuman,
dan alat-alat yang diperlukan pada saat kegiatan berlangsung,
sedangkan sebagian yang lain akan membantu menyimak
bacaan dengan mengoreksi ayat yang mungkin terlewat, lupa
dan keliru membacanya.
Pada hari yang ditentukan, kegiatan dibagi menjadi tiga
majelis dengan ketentuan majelis satu diisi dengan membaca
juz 1-10, majelis 2 untuk membaca juz 11-20, dan majelis 3
untuk membaca juz 21-30. Ini merupakan upaya pesantren
untuk meningkatkan kualitas hafalan para santri dalam menjaga
dan mengingat hafalan al-Qur`an. Kegiatan ini diikuti oleh para
santri yang menghafal di Pesantren dan dilakukan dengan
sistem bergilir tujuannya agar semua santri mendapat bagian
untuk membaca juz yang telah dihafalkannya pada saat sima`an
diadakan.
75
c. Ujian taḥfiẓ setiap semester
Pesantren Taḥfiẓ Alif akan mengadakan ujian Taḥfiẓ bagi
seluruh santri per enam bulan sekali. Materi yang diujikannya
adalah hasil dari selama enam bulan santri tersebut dalam
menyetorkan hafalannya. Santri akan diberikan antara nilai-
nilai mumtāz, jayyid jiddān, jayyid, maqbūl, ḍaīf dan ḍaīf
jiddān tergantung pada kelancaran bacaan saat diberikan soal
untuk melanjutkan satu ayat oleh penguji Taḥfiẓ. Petugas
penguji Taḥfiẓ tersebut adalah pengasuh Pesantren itu sendiri.
Sebagai bentuk apresiasi Pesantren terhadap santri yang
nilai ujiannya di atas maqbūl, pesantren akan memberikan
reward berupa potongan uang bulanan asrama. Semakin tinggi
nilai yang diperoleh, potongannya semakin tinggi pula.
Setelah selesai setoran sampai 30 juz, santri akan diberi
tawaran wisuda Taḥfiẓ dengan ijazah yang ia peroleh sebagai
santri yang telah selesai menyetorkan hafalan 30 juz.
6. Fasilitas
Lokasi yang strategis dan dekat dengan kampus, nyaman dan
administrasi yang murah, menjadikan Pesantren Taḥfiẓ Alif
banyak digemari mahasiswi yang ingin belajar maupun
melanjutkan hafalan al-Qur`annya. Selain dari itu, Pesantren ini
menyediakan fasilitas perlengkapan pribadi bagi santri seperti
lemari pakaian, kasur busa, dapur dan peralatannya. Hal ini
menjadi daya tarik tambahan yang menarik perhatian
mahasiswi-mahasiswi untuk mendapatkan tempat tinggal
sekaligus untuk menghafal al-Qur`an.
76
7. Ekstra Kulikuler
Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki kegiatan di luar menghafal
al-Qur`an. Kegiatan tersebut adalah mengkaji kitab kuning
berjudul Durroh al-Nāṣihīn yang menjadikan kegiatan ini
sebagai bagian dari ekstra kulikuler. Kajian ini diadakan oleh
pengasuh dengan mengundang pengajar atau ustadz dari luar.
Kajian ini dilaksanakan setiap hari Sabtu. Kegiatan ini tidak
mengharuskan semua santri ikut berpartisipasi. Hal ini
disebabkan oleh penetapan hari yang jatuh pada hari weekend
yang bersamaan dengan sebagian santri mempunyai agenda
tersendiri seperti pulang ke rumahnya masing-masing bagi yang
rumahnya dekat dari Pesantren.
Jika kegiatan yang diadakan hanya saat weekend dan tanpa
mengharuskan seluruh santri untuk ikut serta, maka nasihat dan
ilmu yang telah disampaikan hanya diterima oleh santri yang
ikut menjadi peserta saja. Padahal, kajian kitab tersebut berisi
nasihat-nasihat yang penting untuk diketahui oleh semua santri.
Sebaiknya, pesantren mencari jadwal yang tepat dan kondusif
agar semua santri bisa ikut hadir sebagai peserta kajian.
8. Profil Alumni
Pesantren Taḥfiẓ Alif telah mencetak wisudawati angkatan
pertama pada tahun 2019110. Berikut adalah tabel aktivitas para
alumni setelah berkiprah ke masyarakat sebagai berikut.
110 Profil Rumah Tahfiz Alif Edisi 2019 h. 5.
77
Tabel 3.2 Profil Alumni
No. Nama Tahun
lulus
Aktivitas saat ini
1. Andayani 2019
Guru Taḥfiẓ di SMP
al-Qur`an
2. Dedeh Sa’adah 2019
Menikah, Guru al-
Qur`an di MI
3. Jumasih 2019 Guru al-Qur`an
4. Khanifatur Rahma 2019
S2, Guru al-Qur`an
di MI, Guru Taḥfiẓ
di Yayasan Taḥfiẓ
dan Guru Privat
membaca al-Qur`an
5. Rabiatul Adawiyah 2019
Guru Taḥfiẓ di
Pesantren dan
pegawai di KUA
6. Raida Rumaisa 2019
Guru al-Qur`an di al-
Adzkar
7. Rodiah Hasibuan 2019
Menikah, S2 dan
Guru Taḥfiẓ di TPQ.
8. Sherin Ardhiani 2019 Guru al-Qur`an
9. Tajwidatul Amanah 2019 Guru di MI, Guru
Takhosus Taḥfiẓ
78
Putri di MTs dan
Guru Privat al-
Qur`an
10. Tsaibatul
Aslamiyah 2019
PNS di MAN
Darussalam Ciamis
9. Profil Informan
Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki santri yang sudah menetap
selama dua tahun. Pada program yang ditawarkan Pesantren
Taḥfiẓ Alif sejak awal santri mendaftar adalah program dua
tahun khatam 30 juz. Sehingga, penulis menentukan kriteria
santri yang dijadikan informan adalah yang sudah menetap
selama dua tahun untuk dilihat pencapaiannya dalam menghafal
al-Qur`an dan santri yang belum mencapai target namun sudah
berhenti dan tidak tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Santri yang
termasuk ke dalam kriteria tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3 Profil Informan
No Nama Hafalan Latar
Belakang
Lama
Menghafal
Ket
1. Anis Musyafa’ah 30 juz Pesantren
Al-Qur`an
18
bulan
Lebih
cepat
2. Fadhilah Rahmi 30 juz Pesantren
Al-Qur`an
24
bulan
Tepat
waktu
3. Novi Laila Athiya 30 juz Sekolah
Al-Qur`an
23
bulan
Lebih
cepat
4. Riv`atul
Mahmudah
30 juz Pesantren
al-Qur`an
9
bulan
Lebih
cepat
5. Vina Izzatul 30 juz Pesantren
Al-Qur`an
24
bulan
Tepat
waktu
6. Rohaniyah 30 juz Sekolah
Umum
32
bulan
Lebih
lama
7. Diana Faricha 30 juz Sekolah
Al-Qur`an
5
bulan
Lebih
cepat
79
8. Idayanti Hasibuan 30 juz Pesantren 27
bulan
Lebih
lama
9. Haifa Nadwa 27 juz Boarding
School
24
bulan
Tidak
tercapai
10. Zahro Sa’adun 15 juz Madrasah
Aliyah
30
bulan
Tidak
tercapai
11. Aini Syibyati 8 juz Pesantren 13
bulan
Tidak
tercapai
12. Aisyah Chairul 15 juz Madrasah
Aliyah
78
BAB IV
TAḤFIẒ AL-QUR`AN BAGI SANTRI PESANTREN TAḤFIẒ ALIF
CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Sub ini berisi temuan hasil penelitian atas pemahaman santri
terkait menghafal al-Qur`an, faktor penghambat dan faktor pendukung
santri dalam menghafal al-Qur`an, solusi dari kendala menghafal al-
Qur`an serta manfaat dan dampak yang dirasakan santri setelah
menghafal al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Adapun perinciannya
adalah sebagai berikut.
A. Pengetahuan Menghafal Al-Qur`an Santri dan Pandangan Santri
terhadap Penghafal al-Qur`an
Cara pandang seseorang dalam melihat suatu peristiwa akan
berpengaruh pada motivasi yang ia miliki dalam mencapai tujuan
yang hendak diraihnya. Hal ini seperti yang terdapat pada santri di
Pesantren Taḥfiẓ Alif. Beragamnya cara pandang santri dalam
memahami seorang penghafal al-Qur`an ternyata didasari oleh latar
belakang pendidikan santri tersebut. Penulis menemukan dua kategori
santri yang mempunyai latar belakang pendidikan berbeda yaitu santri
yang berasal dari lulusan pesantren dan santri dari lulusan non
pesantren.
Penulis memilih sub tema ini karena saat melakukan observasi
mereka memiliki jawaban dan pemahaman yang sama terkait
menghafal al-Qur`an. Menurut mereka111, menghafal al-Qur`an yaitu
111 Penulis mewawancara seluruh santri di Pesantren Tahfiz Alif 2.
79
proses mengkhatamkan al-Qur`an sejumlah 30 juz dengan harapan
akan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat.
Sedangkan, hal berbeda terjadi ketika penulis menanyakan terkait
bagaimana pandangan mereka tentang seorang penghafal al-Qur`an.
Mereka mempunyai jawaban berbeda-beda yang didasari oleh latar
belakang pendidikan masing-masing. Santri lulusan non pesantren
cenderung memahami seorang penghafal al-Qur`an dari sifat
kepribadiannya saja, seperti yang dikatakan oleh Salwa Salsabil
Nabilah, Ayu Zaeni Lestari, Novi Laila, Zahro, Krisdayanti, dan
Amalia112 bahwa penghafal al-Qur`an adalah orang yang memiliki
kecerdasan.
Lain halnya dengan santri yang sebelumnya pernah belajar di
Pesantren, mereka cenderung menjawab bahwa penghafal al-Qur`an
adalah tentang hal-hal terkait balasan apa yang akan didapatkan oleh
penghafal al-Qur`an jika ia mampu menjaga hafalan dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang
dikatakan oleh Ida Nur Laila Sari113 bahwa “Penghafal al-Qur`an
adalah orang yang telah diangkat derajatnya. Ia akan mendapat
kedudukan yang tinggi di langit, dan ia akan dirindukan oleh
penduduk langit. Di bumi, ia akan didahulukan kebutuhannya oleh
Allah dibandingkan dengan orang-orang yang belum menghafalkan
al-Qur`an.”
Dari uraian pandangan di atas, terlihat bahwa latar belakang
pendidikan dapat memengaruhi cara pandang seseorang dalam
memahami sesuatu termasuk memahami seorang penghafal al-Qur`an.
112 Mereka adalah santri yang memiliki latar belakang non pesantren seperti
SMA, MA dan SMK. 113 Ida Nurlaila Sari merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020.
80
Oleh karena itu, penulis merangkum ragam pandang tersebut menjadi
beberapa bagian di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Penghafal al-Qur`an adalah orang yang cerdas
Tidak bisa dipungkiri bahwa penghafal al-Qur`an adalah orang
yang memiliki kecerdasan yang tinggi, karena ia mampu mengingat
banyaknya ayat di dalam al-Qur`an tanpa keliru harakat dan
lafaznya. Kecerdasan juga tidak hanya meliputi kemampuan
mengingat keseluruhan ayat dengan sempurna, tetapi kecerdasan
artinya mampu melawan kemalasan dan hawa nafsu yang mampu
menghambat proses menghafal dengan cara memiliki kesabaran yang
tinggi. Karena jika sifat sabar tidak ada pada dirinya tentu ia akan
mudah lelah dan putus asa sebelum hafalannya selesai.
Beberapa kategori kecerdasan yang dimiliki oleh penghafal al-
Qur`an ialah kemampuan untuk mengontrol diri dan juga terampil
mengatur waktu. Seorang penghafal al-Qur`an harus bisa mengontrol
dirinya, maksudnya ialah seorang penghafal harus sabar dalam
menghadapi berbagai kesulitan dalam menghafal, karena hafalan
haruslah dibaca berulang-ulang kali dan tidak cukup jika hanya
dibaca sekali. Di sinilah salah satu bentuk pengendalian diri seorang
penghafal yang nantinya akan berpengaruh juga pada kehidupan
sehari-hari. Bertanggung jawab adalah salah satu karakteristik
seseorang yang mempunyai kecerdasan, karena ia mampu mengatur
waktu dalam setiap aktivitasnya. Dalam konteks menghafal al-
Qur`an, artinya ia mampu membagi waktu yang dikhususkan untuk
menghafal dan mengulang hafalannya. Hal ini perlu dilakukan secara
berkelanjutan dan konsisten setiap hari agar hafalannya tidak hilang
81
atau lupa. Oleh karena itu, kecerdasan seorang penghafal al-Qur`an
juga dapat dilihat dari komitmen yang ia miliki.
Mengemban amanah termasuk kecerdasan yang dimiliki oleh
penghafal al-Qur`an. Karena ia tidak mudah lupa maupun lalai
terhadap amanah yang sedang ia tanggung seumur hidupnya. Karena
sejatinya, seorang penghafal al-Qur`an adalah orang yang sedang
diberi amanah oleh Allah atas ayat yang ia hafalkan.114 Sebagaimana
yang dikatakan oleh Amalia115 bahwa “Seorang penghafal al-Qur`an
adalah seorang pengemban amanah. Karena jika orang sudah
memutuskan untuk menghafal al-Qur`an berarti ia sudah siap dan
menyanggupi untuk menjaga ayat yang telah ia hafal agar tidak
mudah lepas dari ingatannya.”
b. Penghafal al-Qur`an adalah ahl Allah
Di dalam hadis, Allah telah berjanji bahwa seorang penghafal al-
Qur`an adalah orang yang akan menjadi keluarga Allah.116 Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Amirah Balqis Azzanirfi dan
Krisdayanti, bahwa “Seorang penghafal al-Qur`an akan senantiasa
bergembira di dunia dan di akhirat karena ia telah menjadi bagian dari
keluarga Allah. Sebagaimana seorang keluarga pada umumnya, kita
akan saling menyayangi, mengasihi, melindungi, menjaga dan saling
berbagi kebaikan. Sedangkan, semua itu mereka dapatkan dari Allah
langsung. Betapa menakjubkannya hal seperti itu.”117
114 Eza Setia Cahyo Utomo, Hafalkan! Renungan dan Motivasi Bagi Para
Penghafal Kalam-Nya, (Bogor: Guepedia, 2019), h. 33. 115 Amalia, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 116 Lihat pada bab III tentang keutamaan menghafal al-Qur`an h. 39. 117 Amirah Balqis Azzanirfi, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020.
82
Diambil dari pendapat Amira, yang dimaksud dengan keluarga
Allah adalah mereka sudah menyertakan Tuhan dalam segala
aktivitasnya.118 Maka, ia akan terhindar dari menyia-nyiakan waktu
dalam kesehariannya. Kedudukan keluarga Allah adalah kedudukan
yang tinggi dan karunia yang besar sehingga ia diberikan derajat yang
tinggi119 baik di sisi Allah maupun di sisi makhluk yang lain. Oleh
karena itu, penghafal al-Qur`an adalah kumpulan dari orang-orang
yang mulia.120
c. Penghafal al-Qur`an adalah orang yang menjaga al-Qur`an
Penjagaan terhadap al-Qur`an yang dilakukan para santri
bermacam-macam bentuknya. Pada umumnya, bentuk dari menjaga
al-Qur`an adalah sama dengan menjaga hafalan ayat yang telah
disetorkan agar tidak hilang dari ingatan sehingga menjadi lupa atau
dengan cara menjaga akhlak yang baik agar pancaran cahaya al-
Qur`an mampu dirasakan oleh lingkungan di sekitarnya. Salah satu
cara penjagaannya adalah dengan berakhlak seperti al-Qur`an.121
Berakhlak seperti al-Qur`an yang dimaksud adalah orang yang
senantiasa berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah,122
118 Salma Itsnaini, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 29 Juli 2020. 119 Ida Nurlaila Sari, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 120 Fatihatur Rahma, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 121 Ayu Agung, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 20 Juli 2020. 122 Nisa Safitri, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020.
83
baik dengan cara meraih cintanya Allah123 atau dengan memahami
makna yang terkandung di dalam al-Qur`an itu sendiri.124
Menurut Hayatin Nufus, menjaga al-Qur`an adalah sama dengan
menjaga dirinya sendiri.125 Artinya, ketika seseorang membaca,
menghafal, memahami dan mengaplikasikan al-Qur`an dalam
kehidupannya, maka orang tersebut secara tidak langsung telah
menjaga dirinya dan agamanya. Karena salah satu fungsi
diturunkannya al-Qur`an adalah sebagai petunjuk ke jalan yang lurus
dan memperbaiki akhlak manusia.
Bagan 4. 1 Argumen Santri terkait Penghafal Al-Qur`an.
No Kategori Argumen
1. Lulusan
Pesantren
Penghafal al-Qur`an adalah:
- orang yang berusaha memahami al-
Qur`an
- orang yang diberi kemuliaan oleh Allah
- orang yang selalu menyertakan Allah
dalam setiap aktivitasnya sehari-hari
- orang yang mampu memancarkan akhlak
seperti al-Qur`an
- orang yang sedang menjaga al-Qur`an
sebagaimana ia menjaga dirinya sendiri
- orang yang berusaha mendapatkan cinta
dari Allah
123 Syabila, Pendapat merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020. 124 Idayanti Hasibuan, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 125 Hayatin Nufus, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020.
84
- orang yang berusaha mendekatkan diri
kepada Allah
2. Lulusan Non
Pesantren
Penghafal al-Qur`an adalah:
- orang yang memiliki kecerdasan tinggi
- orang yang mempunyai kesabaran yang
tinggi
- orang yang terampil mengatur waktu
- orang yang bertanggung jawab atas
segala sesuatu
- orang yang selalu berkomitmen penuh
- seorang pengemban amanah
d. Motivasi
Dalam proses menghafal Al-Qur`an, motivasi memiliki peran yang
sangat penting dalam terselesaikannya hafalan. Karena motivasi dapat
menjadi acuan untuk bangkit ketika dalam proses menghafal
dihadapkan dengan berbagai kesulitan dan halangan. Oleh karena itu,
motivasi sangat berpengaruh pada proses dan juga hasil. Dari data
yang didapatkan, bahwa para santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki
motivasi yang berbeda-beda dalam menghafal al-Qur`an. Dari
perbedaan tersebut, penulis menemukan dua macam faktor yang
dijadikan motivasi oleh para penghafal Al-Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ
Alif yaitu dari faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang
muncul dari diri seseorang atau individu tanpa paksaan atau pengaruh
dari orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Faktor ini berupa sikap
dan juga sifat yang melekat pada diri seseorang yang sangat berambisi
85
untuk mencapai target atau cita-cita yang diinginkan. Dalam
praktiknya, seseorang yang mendapatkan motivasi dari faktor internal
akan lebih bersemangat dan berpegang teguh atas keinginanya
sehingga hasilnya pun dapat terlihat.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang asalnya dari luar
diri seseorang atau individu. Faktor ini dipengaruhi oleh orang-orang
terdekat atau lingkungan yang mendukung, dapat berupa dorongan
untuk melakukan sesuatu atau terkonstruk dari lingkungan tempat ia
tinggal.
a. Faktor Internal
Sebagian santri ingin mempelajari dan mendalami pesan yang
terkandung dalam al-Qur`an untuk diterapkan pada diri sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Menghafal al-Qur`an menjadi salah satu
jembatan untuk mendekatkan diri kepada Allah seperti yang telah
dikatakan oleh Deni Kurniawati.126 Selain itu, menghafal al-Qur`an
juga dapat menimbulkan rasa cinta yang mendalam terhadap al-
Qur`an itu sendiri karena sesungguhnya ia sedang berusaha merayu
cintanya Allah.127
Banyak santri yang menjadi termotivasi untuk mempelajari al-
Qur`an bahkan ingin menghafalkannya dengan harapan bisa
mendapat berkah dari al-Qur`an yang berupa kemudahan dan
ketenangan dalam kehidupannya. Seperti yang diungkapkan oleh
Salwa Salsabil Nabilah bahwa “menghafal al-Qur`an mampu
membuat penghafalnya mendapat keberkahan di dunia maupun di
126 Deni Kurniawati, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 127 Syabila Aprila Zakaria, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020.
86
akhirat. Saya sangat meyakini hal ini sejak saya mulai menghafal al-
Qur`an. Karena memang itu yang saya lihat dari orang-orang yang
sudah menghafal al-Qur`an, hidupnya menjadi penuh dengan
kemudahan saat mereka mempunyai masalah ataupun keinginan
dalam hidupnya.”
Hal yang serupa juga penulis temukan dari ungkapan oleh
Fatihatur Rahma dan Zulfa Amalia. Mereka meyakini bahwa
menghafal al-Qur`an mampu membuat waktu dalam hidupnya
menjadi berkah128 dan diliputi dengan banyak kemudahan.129
Berdasarkan pandangan dari dua santri tersebut, penulis melihat
bahwa keyakinan tentang keberkahan dan kemudahan yang akan
didapatkan oleh penghafal al-Qur`an berdasar pada fakta yang
dialami serta dirasakan oleh para penghafal al-Qur`an baik dirasakan
secara langsung maupun baru terasa di kemudian hari.
Motivasi yang cukup mendominasi para santri dalam menghafal
al-Qur`an adalah keinginan mereka untuk memberikan mahkota
kepada kedua orang tua di akhirat kelak yang berlandaskan hadis
Nabi terkait keutamaan menghafal al-Qur`an.130
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa faktor internal
adalah dorongan pertama yang didapatkan santri saat memutuskan
untuk menghafal al-Qur`an yang terjadi ketika seseorang berada
dalam hubungan yang dekat dengan Tuhan kemudian dalam dirinya
muncul kesadaran untuk mengambil peran menjaga al-Qur`an
dengan cara menghafalkan al-Qur`an. Selain karena ia sedang
128 Zulfa Amalia, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 129 Fatihatur Rahma, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 130 Penjelasan terkait hadis keutamaan menghafal al-Qur`an lihat bab III terkait
keutamaan menghafal al-Qur`an.
87
berada dalam hubungan yang dekat dengan Allah, faktor internal
bisa jadi muncul akibat ia mendapat informasi dari buku yang ia
baca sehingga dalam sadarnya ia tertarik ingin berkontribusi untuk
al-Qur`an dengan cara menjadi seorang penghafal al-Qur`an
kemudian dari situlah ia memutuskan untuk mulai menghafalkan al-
Qur`an.
b. Faktor Eksternal
Motivasi tidak selalu datang dan lahir dari kesadaran diri sendiri.
Hal ini seperti yang dirasakan oleh Salma Itsnaini saat diwawancara
oleh penulis. Salma mengatakan, “Saya merasa ingin menghafal al-
Qur`an ketika melihat kakak saya sedang menghafal. Saya
memperhatikan caranya menghafal seperti sangat menikmati
meskipun dalam keadaan kesulitan. Akhirnya saya termotivasi dan
langsung menghafal seperti caranya menghafal.”131 Hal ini
mengindikasikan bahwa orang terdekat seperti keluarga, teman, dan
guru bisa menjadi motivasi seseorang untuk menghafal al-Qur`an.
Beberapa santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif132 memiliki dorongan
menghafal al-Qur`an tidak dari diri sendiri melainkan dari
lingkungan sekitarnya. Tak dapat dipungkiri bahwa peran orang tua
sangat penting dalam menghafal al-Qur`an baik pada saat
memutuskan untuk menjadi penghafal atau selama proses menghafal
itu dilakukan. Hal ini disebabkan oleh doa dan keridhaan dari orang
tua mampu membawa berkah dan kemudahan. Sama halnya dengan
orang tua, peran sang guru atau kiyai yang disegani dan dipatuhi pun
131 Salma Itsaini, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 29 Juli 2020. 132 Mereka adalah Ayu Zaeni Lestari, Zahro, Imroatus Sholihah, Dina Ulyah
Handayani, Ida Nur Laila Sari, dan Nisa Safitri.
88
menjadi salah satu faktor terpenting dalam proses santri saat sedang
belajar menghafal al-Qur`an.
Penulis menemukan informan yang mendapatkan dorongan atau
keinginan untuk menghafal al-Qur`an dari orang lain. Mereka adalah
Zahro, Imroatus Sholihah, Dina Ulyah Handayani, Ida Nur Laila
Sari, dan Nisa Safitri. Zahro menjelaskan, “Orang tua saya
menginginkan ada anaknya yang menjadi seorang penghafal al-
Qur`an. Akhirnya mereka memilih saya untuk mewujudkan
keinginannya.”133 Berbeda dengan Zahro, Ida Nur Laila Sari
mendapat dorongan menghafal al-Qur`an dari seseorang yang ia
patuhi setelah orang tuanya. Ida mengatakan. “Orang tua saya telah
menitipkan saya kepada Pak Kiai selama saya pesantren. Oleh
karena itu, keputusan atau saran dari Kiai saya adalah keputusan
orang tua saya juga. Pak Kiai menyuruh saya untuk menjadi
penghafal al-Qur`an. Alhamdulllah atas ridha mereka, saya berhasil
mengkhatamkan al-Qur`an.”
Tidak hanya disebabkan oleh dorongan dari orang-orang terdekat
yang dipatuhi, menghafal bisa terjadi sebab tuntutan dari Kampus
tempat menuntut ilmu. Beberapa kampus Islam memiliki program
yang mengharuskan mahasiswi mempunyai hafalan dengan jumlah
tertentu. Hal tersebut menuntut seseorang untuk belajar menghafal
al-Qur`an. Seperti yang dirasakan oleh Ayu Zaeni Lestari, “Saya
menghafalkan al-Qur`an karena saya diterima di Kampus Institut
Ilmu al-Qur`an Jakarta. Kampus ini mempunyai program yang
mengharuskan saya mempunyai hafalan al-Qur`an, akhirnya saya
133 Zahro, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala Utami,
Ciputat 19 Juli 2020.
89
mencoba mengambil program 10 juz dan mulai menghafal saat saya
menjadi mahasiswi di Kampus IIQ.”134
Hasil dari pernyataan di atas, terlihat bahwa dorongan untuk
menghafal al-Qur`an tidak hanya berasal dari kesadaran diri sendiri
melainkan atas dukungan dan keinginan orang lain. Meski demikian,
hal tersebut tidak menjadi sebuah hambatan, karena dukungan yang
mereka dapatkan tidak berupa paksaan dan ancaman sehingga
mereka mampu menikmati proses menghafalkan al-Qur`an dengan
nyaman dan terus berusaha sampai khatam.
Bagan 4.1 Motivasi Santri Dalam Menghafal Al-Qur`an
134 Ayu Zaeni Lestari, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020.
Motivasi Menghafal
Al-Qur`an
Internal Eksternal
Orang Tua, Guru dan Kampus
90
B. Faktor Penghambat dan Pendukung Santri Dalam Menghafal
Al-Qur`an
Dalam menghafal al-Qur`an di lingkungan mahasiswa, para santri
memiliki beberapa hambatan sehingga program khatam dua tahun
yang diadakan oleh Pesantren Taḥfiẓ Alif. Hal ini penulis temukan
saat melaksanakan wawancara kepada beberapa santri yang sudah
tinggal selama dua tahun, yang sudah khatam, dan santri yang
bekum khatam al-Qur`an namun sudah tidak tinggal lagi di
Pesantren Taḥfiẓ Alif.
Dalam membahas faktor penghambat, penulis membagi menjadi
dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah
faktor yang murni muncul dari dirinya sendiri. Sedangkan faktor
internal adalah faktor yang datang dari pengaruh luar seperti
lingkungan, teman dal lain-lain. Adapun perinciannya adalah
sebagai berikut.
1. Faktor Penghambat
a. Internal
Hambatan menghafal al-Qur`an yang paling banyak penulis
temukan melalui wawancara dengan beberapa santri adalah rasa
malas yang datang dari diri sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan
oleh Vina Izzatul135 bahwa “Kendala terbesar saya ada pada diri
saya sendiri yaitu rasa malas untuk menghafal dan malas untuk
membaca”. Senada dengan Vina, Novi Laila juga menuturkan
“Kendala saya dalam menghafal hanya ada pada rasa malas yang
ada pada diri saya sendiri. Meski pun tugas kuliah agaknya
135 Vina Izzatul Awaliyah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.
91
mengganggu, tapi saya masih bisa menghandle itu”.136 Ternyata
dampak dari rasa malas mampu membuat santri menjadi putus asa
dalam menghafal al-Qur`an. Sebagaimana telah dikemukakan oleh
Haifa Nadwa137 bahwa, “Jadi kendala yang saya hadapi sudah jelas
banyak sekali baik itu dari internal maupun eksternal. Kendala
internal seperti malas, putus asa karena tidak hafal-hafal. Saya heran
kepada teman saya yang hanya baru sebentar duduk, namun bisa
langsung hafal sampai dua halaman dan langsung disetorkan secara
lancar. Sedangkan saya hanya untuk hafal satu halaman saja harus
membaca sejak subuh.”.
Berbeda dengan penulis, hambatan internal yang penulis rasakan
saat menghafal al-Qur`an adalah hati yang tidak bersih karena
memiliki masalah perasaan. Ketika perasaan penulis belum pada
kondisi hati yang baik-baik saja artinya tidak ada rasa sakit hati
kepada teman, perasaan rindu pada orang terdekat penulis yang
sudah tiada dan lain-lain, maka penulis akan ikut terbawa hanyut
pada perasaan tersebut sehingga melalaikan kewajiban di Pesantren
yaitu menghafal al-Qur`an. Sebaliknya, jika penulis hatinya sedang
baik-baik saja, penulis akan sangat semangat menghafal dan cepat
mendapat hafalan untuk bisa disetorkan pada musyrifah.
b. Eksternal
Selain faktor internal atau faktor yang datang dari diri sendiri,
terdapat faktor eksternal yang datangnya karena terdapat pengaruh
dari luar seperti kegiatan kuliah yang bentrok dengan kegiatan
136 Novi Laila, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 137 Haifa, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 29 November2020.
92
setoran di Pesantren. Hal ini dikemukakan oleh Fadhilah Rahmi138
bahwa “Kendala utama saya saat menghafal adalah jadwal setoran
kampus yang bentrok dengan jadwal setoran di Alif. selain jadwal,
saya juga kesulitan untuk fokus pada juz yang berbeda antara di
kampus dan di Alif. Misalnya, di Alif sudah juz 2 namun di kampus
masih juz 1 jadi berat untuk saya untuk fokus pada keduanya di
waktu yang bersamaan”. Selain jadwal kuliah yang bentrok dengan
Pesantren, kegiatan lain yang menjadi faktor penghambat adalah
aktivitaas mengajar. Seperti yang terjadi pada Diana Faricha139, ia
mengemukakan bahwa “Kendala saya pada saat itu adalah ngajar
dan kuliah. Jadi saya harus betnar-benar bisa membagi waktu agar
semuanya bisa kondusif”.
Penghambat yang lain adalah karena para santri menemukan ayat
yang asing dan kosakata yang sulit untuk diucapkan. Hal ini seperti
yang telah diungkapkan oleh Aini Shibyati140. Aini mengatakan
“Kendala saya dalam menghafal al-Qur`an di antaranya adalah
mufradat yang terasa asing, fikiran saya yang bercabang sehingga
saya susah fokus dalam menghafal.”
Dibandingkan dengan penulis, faktor penghambat eksternal yang
sangat mengganggu adalah ketika teman mengajak pergi untuk
sekedar makan atau jalan-jalan. Karena tertarik dan tidak enak untuk
menolak, penulis besedia untuk ikut. Hal ini membuat penulis
banyak menghabiskan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk
menambah atau mengulang hafalan.
138 Fadhilah Rahmi, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 139 Diana Faricha, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 140 Aini Shibyati, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.
93
Bagan 4.2 Faktor Penghambat Santri Dalam Menghafal Al-
Qur`an
2. Solusi Menghadapi Kendala Menghafal Al-Qur`an
Meskipun dihadapkan dengan berbagai kendala tersebut, para
santri juga mampu menyelesaikannya dengan cara mereka masing-
masing. Adapun pembahasan lebih rincinya adalah sebagai berikut.
a. Memotivasi diri
Sesuatu yang sangat berpengaruh untuk mengubah
kebiasaan seseorang adalah dirinya sendiri. Begitupun dalam
kebiasaan menghafal al-Qur`an, memotivasi diri sendiri adalah
tindakan pertama yang harus dilakukan ketika menghadapi
hambatan-hambatan dalam menghafal al-Qur`an.
Salah satu cara memotivasi diri sendiri adalah dengan
memperbarui niat. Hal ini penulis rangkum dari pernyataan
Faktor Penghambat Menghafal
Al-Qur`an
Internal
Rasa malas dan Hati yang kotor
Eksternal
Kuliah, Ngajar dan Ayat-ayat
yang sulit
94
Haifa141 dan Vina Izzatul142 saat wawancara melalui aplikasi
whatsapp. Haifa mengatakan “Untuk menghadapinya, saya
harus memperbaiki niat lagi, sering-sering mendengarkan
ceramah tentang penghafal al-Qur`an, tentang motivasi-
motivasi menghafal al-Qur`an, dan mendekati teman yang giat
menambah hafalan sehingga saya bisa ikut bangkit lagi
menghafal”. Sedangkan Vina mengatakan “.Cara agar
menepisnya adalah dengan mengingat tujuan awal menghafal
saya itu apa, tinggal di sini untuk apa, jika masih malas maka
tidak akan terwujud, jika kamu ga ngaji al-Qur`an juga tidak
akan terpegang dan kamu akan dosa, ingat orang tua bahwa
taunya saya di sini ngaji jadi saya tidak ingin membuat mereka
kecewa. Intinya untuk muhasabah diri”.
Sama halnya dengan penulis, mengingat tujuan awal adalah
cara terampuh agar semangat bisa bangkit lagi. Tujuan awal
penulis untuk menghafal adalah bisa membahagiakan orangtua
terutama ayah yang telah wafat.
b. Mengatur waktu
Selain perlu untuk memotivasi diri sendiri, mengatur waktu
juga tidak kalah penting untuk dilaksanakan agar kegiatan-
kegiatan bisa teratur dan tidak banyak waktu yang terbuang
sia-sia. Mengatur waktu bisa dengan berbagai cara salah
satunya adalah dengan mengatur ulang daftar kegiatan sehari-
hari dan ditaati dengan disiplin. Seperti yang dikatakan oleh
141 Haifa, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 29 November2020. 142 Vina Izzatul Awaliyah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.
95
Fadhilah Rahmi143 bahwa “Cara menghadapi kendala-kendala
tersebut biasanya saya memotivasi diri saya untuk bisa menata
kembali waktu untuk setoran dan mengerjakan tugas agar bisa
singkron”. Karena dengan menata ulang waktu yang tepat,
dapat membuat seluruh kegiatan menjadi mempunyai durasi
porsi yang telah ditentukan sehingga aktivitas bisa berjalan
dengan kondusif termasuk pada saat menyiapkan hafalan al-
Qur`an.
Mengatur ulang jadwal harian berarti mampu menyiapkan
hafalan hafalan yang akan disetorkan pada hari atau malam
sebelumnya. Hal ini sama seperti yang dilakukan oleh Riv`atul
Mahmudah144. Ia mengatakan “Saya tidak bisa ikut setoran
karena waktu untuk menghafal terlalu sempit. Biasanya, saya
menyiapkan hafalan pada malam hari sehingga kapanpun ada
setoran, saya sudah siap untuk menyetorkannya karena hanya
tinggal dibaca sedikit setelah malamnya sudah saya
persiapkan”.
Di bandingkan dengan penulis, meskipun sudah berkali-kali
membuat jadwal aktivitas yang baru namun penulis selalu
gagal untuk bisa menerapkan jadwal yang telah ditulis. Hal ini
disebabkan oleh jadwal pulang dan jalan-jalan yang tidak
menentu namun tidak pernah bisa dihindari sehingga aktivitas
menghafal al-Qur`an menjadi terabaikan.
143 Fadhilah Rahmi, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 144 Riv`atul Mahmudah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.
96
3. Faktor Pendukung
Sama halnya dengan faktor penghambat, pembahasan faktor
pendukung pun terbagi menjadi dua macam yaitu faktor internal
dan eksternal. Karena, pembagian tersebut penulis dapatkan dari
hasil analisa penulis atas wawancara dengan beberapa informan.
Adapun perinciannya adalah sebagai berikut.
a. Internal
Dorongan santri dalam menghafal al-Qur`an biasa muncul
dari motivasi awal saat mereka memutuskan untuk memilih
menghafal al-Qur`an. Keinginan untuk cepat khatam
mendominasi faktor-faktor yang mendukung para santri
mampu menekan semangat dalam menghafal al-Qur`an. Hal ini
seperti yang telah dikatakan oleh Novi Laila145 dan Diana
Faricha146. Novi mengatakan “Dorongan yang sangat
mempengaruhi semangat saya yaitu datang dari diri sendiri.
Dorongan tersebut adalah keinginan untuk bisa cepat selesai 30
juz. Karena saya berpikir bahwa jika sudah memulai
mengahfal, maka jangan sampai putus di tengah jalan.
Meskipun sampai saat ini saya belum mutqin dalam hafalan,
namun setidaknya saya harus menyelesaikannya sampai 30 juz
terlebih dahulu”.
Senada dengan Novi, Diana juga menuturkan dengan
singkat bahwa “Karena sejak awal menghafal adalah keinginan
dan pilihan saya, maka saya akan berfikir untuk ingin cepat
mencapai dan menyelesaikannya”.
145 Novi Laila, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 146 Diana Faricha, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.
97
Tidak ingin terburu-buru agar bisa cepat khatam 30 juz,
keinginan untuk menjadi penghafal al-Qur`an yang tertanam
sejak kecil justru membuat Vina sangat menikmati proses
menghafal al-Qur`an yang tentu penuh perjuangan. Vina
mengatakan “Dorongan saya adalah prinsip saya sendiri. Saya
mempunyai prinsip bahwa siapapun saya nantinya, apapun
cita-cita saya jangan pernah lupa bahwa keinginan saya sejak
kecil adalah ingin menjadi menghafal al-Qur`an”.
b. Eksternal
Faktor pendukung yang datangnya bukan dari diri sendiri
merupakan kategori faktor eksternal. Adapun perinciannya
adalah sebagai berikut.
1) Orang tua
Orang tua merupakan dorongan utama yang mampu
mensukseskan keinginan anaknya. Tanpa dukungan dari orang
tua, proses dan hasil yang dicapai menjadi kurang maksimal
dan terkesan biasa saja. apalagi seorang anak yang mempunyai
hubungan yang erat dan baik dengan orangtuanya maka
dorongan dari orang tua akan menjadi hal terpenting bagi masa
depan anak. Dalam menghafal al-Qur`an, dukungan dari orang
tua adalah pengaruh besar agar hafalannya menjadi tuntas dan
tetap terjaga. Hal ini seperti yang dirasakan oleh Anis
Musyafa`ah147. Anis berkata “Dorongan yang pertama
pastinya adalah orangtua, karena orang tua yang sangat ingin
anaknya menjadi penghafal al-Qur`an dibuktikan dengan
147 Anis Musyafa’ah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 21 November 2020.
98
banyaknya kasih sayang yang telah beliau berikan untuk saya
dan banyak lagi”.
Senada dengan pendapat Anis, Riv`atul Mahmudah148
juga mengatakan “Bagi saya, hal yang paling mempengaruhi
saya untuk semangat menghafal adalah dorongan orang tua.
Karena salah satu tujuan utama saya dalam menghafal adalah
untuk membahagiakan orang tua, jadi dorongan dan doa dari
mereka akan sangat membantu saya untuk bisa terus maju agar
selesai sampai 30 juz”.
Berbeda dengan penulis, orang tua tidak tahu bahwa
penulis sedang menghafal al-Qur`an. Karena pada saat itu,
penulis berniat ingin memberi kejutan kepada orang tua jika
penulis sudah menyelesaikan hafalan 30 juz.
2) Lingkungan
Faktor yang tak kalah berpengaruh dalam semangat
menghafal al-Qur`an adalah faktor lingkungan. Apalagi jika
lingkungan tersebut sudah produktif dengan kegiatan-kegiatan
menghafal al-Qur`an. Seperti yang dirasakan oleh Aini
Shibyati149, ia mengatakan “Karena di Alif 4 setiap harinya
melihat teman yang semangat mengaji yang tinggi dan sudah
menjadi kebiasaan, saya menjadi terdorong untuk ikut mengaji
seperti mereka juga. Hasilnya, ketika di Alif 4 saya lebih
sering mencapai target yang disediakan Alif setiap bulan”.
148 Riv`atul Mahmudah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November2020. 149 Aini Shibyati, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 17 November2020.
99
Senada dengan Aini, penulis merasa ikut bersemangat
ketika melihat teman-teman bersemangat menghafal al-
Qur`an. Namun, penulis terlalu banyak kegiatan di luar
Pesantren sehingga jarang melihat teman-teman yang sedang
menghafal.
Selain terdorong oleh lingkungan yang produktif dengan
al-Qur`an, melihat teman yang sangat semangat dalam
menghafal al-Qur`an pun menjadi salah satu alternatif yang
bisa mempengaruhi semangat menghafal. Seperti halnya yang
dirasakan oleh Haifa150, ia mengatakan “Untuk
membangkitkan semangat menghafal kembali, saya akan
mendekati teman yang semangat menambah hafalannya sangat
tinggi. Sehingga saya bisa termotivasi dan tidak putus asa
lagi”.
Sama seperti Haifa, Aisyah juga sangat terpengaruh
semangatnya dalam menghafal al-Qur`an apabila melihat
teman yang semangat. Aisyah mengatakan151, “Lingkungan
yang kondusif membuat saya terdorong untuk bisa menghafal
seperti teman-teman yang lain. Dengan tempat yang sama,
aktivitas yang sama, dan waktu yang sama yaitu 24 jam, maka
saya berfikir jika mereka bisa mengapa saya tidak bisa. Jadi itu
yang nentinya membuat saya malu yang akhirnya bisa
membuat saya termotivasi sekali. Selain itu, ustadzah yang
selalu memberikan motivasi, nasihat dan semangat untuk
melancarkan hafalan kita”
150 Haifa, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 29 November2020. 151 Aisyah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 29 November2020.
100
Untuk melihat faktor yang menjadi pendukung santri dalam
menghafal al-Qur`an, dapat dilihat dari bagan berikut ini.
Bagan 4.3 Faktor Pendukung Santri Dalam Menghafal
Al-Qur`an
C. Manfaat dan Dampak Menghafal Al-Qur`an bagi Santri
Pesantren Taḥfiẓ Alif
Pada pembahasan kali ini, akan penulis urai mengenai manfaat
dan dampak menghafal al-Qur`an. Keduanya hanya memiliki
sedikit perbedaan makna. Manfaat adalah akibat baik yang terjadi
setelah seseorang menyibukan diri dengan al-Qur`an seperti
membacanya, menghafalnya dan mendengarkannya, akibat baik ini
Faktor Pendukung Menghafal al-Qur`an
Internal Eksternal
Motivasi diri sendiri
Keinginan untuk cepat
khatam
Memperbarui niat
Orang tua
Lingkungan yang produktif
dengan Al-Qur`an
Teman yang semangat
dalam menghafal
101
mampu bersifat logis atau tidak logis. Sedangkan dampak adalah
bagian dari manfaat yang bersifat langsung terjadi.152
Dalam sub ini, penulis mencari tau apa manfaat dan dampak
yang dirasakan santri dari menghafal al-Qur`an selama berada di
Pesantren Taḥfiẓ Alif. Penulis telah mengumpulkan data-data dari
form yang telah disebar dan mewawancarai beberapa informan
yang di dalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan untuk dijadikan
data pada pembahasan sub ini.
1. Manfaat Menghafal Al-Qur`an
a. Bertanggung jawab dalam murajaah
Seorang muslim akan bertanggung jawab ketika ia
diberikan amanah yang besar, begitu pula sama halnya dengan
seorang penghafal al-Qur`an yang harus mengemban amanah
amat besar yaitu menjaga ayat yang telah dihafalkannya.
Berdasarkan data yang penulis temukan, santri penghafal al-
Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif menjadi lebih bertanggung
jawab dalam mengatur waktu yang dikhususkan untuk
murāja`ah ayat yang telah dihafalkannya. Seperti yang
dikatakan oleh Laila “karena di Pesantren Taḥfiẓ Alif belum
ada program khusus untuk mengulang hafalan, tanggung
jawab saya terhadap hafalan yang telah saya setorkan menjadi
semakin ketat. Saya menjadi lebih harus bertanggung jawab
untuk tetap menjaga ayat yang sudah saya ingat agar tidak lupa
152 Eva Nugraha, “Ngalap Berkah Qur`an: Dampak Membaca al-Qur`an Bagi
Pembacanya”, Jurnal Ilmu Ushuluddin. Vol 5 no. 2 (2018), h. 123.
102
meskipun kesibukan saya di kampus terhitung padat. Karena
kebiasaan ini, saya menjadi pusing jika tidak mengaji.”.153
b. Mendapat ilmu baru
Dalam kajiannya di youtube, Quraish Shihab
menyampaikan bahwa mengkaji satu ayat al-Qur`an akan
mendapat satu ilmu, namun ketika mengkaji ulang ayat yang
sama maka akan mendapat ilmu yang baru begitu seterusnya.
Sama halnya dengan santri di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saat
menghafal al-Qur`an dan memahami isi kandungannya
mereka mendapat ilmu baru yang bermanfaat untuk bisa
diterapkan di kehidupan sehari-hari. Tidak hanya ilmu baru,
namun seolah al-Qur`an mampu menjadi pengingat dan
nasihat yang dibutuhkan.
Ilmu lain yang didapatkan oleh santri saat menghafal di
antaranya adalah ilmu tajwid dan ilmu qirā`at. Saat
menghafal dengan suara yang lantang, maka santri yang lain
akan ikut mendengarkan bacaan tersebut. Akibatnya, jika
terdapat suatu kesalahan, maka santri yang lain akan
memberi tahu terutama dari segi ilmu tajwid.
Sebagian santri menganggap ilmu qirā`at adalah hal yang
baru mereka temukan dan pelajari. Maka, ilmu ini menjadi
ilmu baru yang mereka dapatkan setelah menghafal al-
Qur`an di Pesantren Taḥfiẓ Alif.
Masing-masing santri memiliki metode menghafal yang
berbeda-beda. Hal ini dianggap santri sebagai penemuan baru
153 Laila, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 30 Juli 2020.
103
yang sekaligus bisa mengukur standar kemampuan individual
santri dalam menerapkan cara menghafal al-Qur`an. Artinya,
metode menghafal al-Qur`an adalah salah satu ilmu baru
yang ditemukan oleh masing-masing santri.
c. Mampu mengatur waktu dalam aktivitas sehari-hari
Menambahkan agenda mengulang dan menambah hafalan
ke dalam aktivitas keseharian para santri ternyata
memberikan manfaat yang signifikan. Hal ini mengharuskan
santri untuk mengatur ulang jadwal agar tidak digunakan
dengan hal yang tidak berguna. Karena kebiasaan inilah,
santri menjadi mampu mengatur waktu sehingga
kesehariannya terisi oleh hal-hal yang bermanfaat sesuai
dengan jadwal aktivitas yang telah dibuat.
2. Dampak Menghafal Al-Qur`an
a. Menjadi dekat dengan Allah
Hampir semua santri mengaku menjadi lebih dekat
dengan Allah setelah mereka mulai menghafalkan al-Qur`an
dibandingkan dengan sebelum menghafal al-Qur`an. Di
antara kedekatan yang dirasakan adalah tercegah dari
perbuatan buruk. Nisa Safitri mengatakan,154 selama
menghafal al-Qur`an ia tidak pernah ingin mendekati sesuatu
yang statusnya masih syubhat155, ia tidak lagi menghabiskan
154 Nisa Safitri, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020. 155 Syubhat adalah sesuatu yang masih samar atau tidak jelas. Artinya, syubhat
adalah perkara-perkara yang kurang/tidak jelas hukumnya, apakah halal atau haram.
Lihat Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syari`ah: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama, 2016), h. 182.
104
waktu untuk mengobrol hal-hal yang tidak bermanfaat
dengan teman dan mampu menjaga diri dari berbuat dosa.
Hal yang serupa juga dikatakan oleh Maulidya Qurrata
A`yun156 bahwa ia bisa menahan diri untuk tidak
mengganggu urusan orang lain, mampu menghindari
berbagai maksiat dan mampu meningkatkan bakti terhadap
orang tua.
Selain itu, menghafal al-Qur`an mampu membuat hati
senantiasa selalu mengingat Allah. Hal ini berdampak pada
kedekatan spiritual antara seseorang dengan Tuhannya.
Seperti yang dirasakan oleh Anis Musyafa’ah bahwa dampak
tersebut membuat dirinya merasa selalu diawasi oleh Tuhan
dalam segala aktivitas sehari-harinya.157
b. Hidup menjadi lebih baik
Dampak dari menghafal al-Qur`an yang paling banyak
dirasakan oleh santri di Pesantren Taḥfiẓ adalah kehidupan
yang menjadi lebih baik dari sebelum menghafal al-Qur`an.
seperti yang dirasakan oleh Imaratus Sholihah bahwa ia
merasa hidupnya menjadi tenang dan damai. Hal yang sama
juga dirasakan oleh Krisdayanti dan Salsabila Rafidah,
ketenangan hati menjadikan mereka lebih berhati-hati dalam
segala hal dan dalam menyikapi segala persoalan
kehidupan.158 Akibatnya, jika dihadapkan dengan suatu
persoalan mereka akan dengan mudah menemukan solusi
156 Maulidya Qurrata A`yun, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif.
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020. 157 Anis Musyafa’ah, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 10 Agustus 2020. 158 Data didapatkan dari hasil pengisian google form.
105
dari berbagai sudut pandang sehingga hasilnya menjadi tepat
sasaran.
c. Pribadi yang positif
Hampir semua santri menjadi pribadi positif setelah
menghafal al-Qur`an. Menjadi pribadi yang lebih positif
artinya tidak mudah gelisah, mengurangi prasangka buruk,
bisa menghalau kesedihan, tidak mudah marah dan lain-lain.
Seperti yang dirasakan oleh Ayu Zaeni Lestari bahwa “Dulu
sebelum menghafal al-Qur`an, saya kesulitan mengontrol
amarah dan mudah bersedih atas hal-hal kecil, namun setelah
menghafal, saya lebih bisa mengontrol itu semua menjadikan
saya sebagai pribadi yang lebih periang dan penyabar”.159
Senada dengan Ayu Zaeni Lestari, Ayu Agung pun
memberikan penjelasan bahwa, “Sebelum menghafal al-
Qur`an, saya sering menangis secara tiba-tiba, mudah
bersedih dan mudah marah, namun setelah dekat dan
menghafal ayat-ayat al-Qur`an, hati saya mudah berdamai
dengan diri saya sehingga saya tidak seperti itu lagi”.160
159 Ayu Zaeni Lestari, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020. 160 Ayu Agung, merupakan santri di Pesantren Tahfiz Alif. Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 20 Juli 2020.
110
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika yang dihadapi oleh para santri membuat program
yang terdapat di Pesantren Taḥfiẓ Alif mencetak hasil yang berbeda-
beda. Penulis menemukan, problematika yang dihadapi santri
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal di antaranya adalah rasa malas dan hati yang kotor.
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah kegiatan kuliah,
mengajar dan terdapat ayat-ayat yang sulit.
Untuk menghadapi berbagai kendala tersebut, penulis menemukan
cara ampuh yang terbukti telah dilakukan santri yaitu memotivasi diri
dengan mengingat tujuan awal menghafal dan mengatur ulang waktu
untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain problematika, penulis juga menemukan beberapa faktor
pendukung dalam menghafal al-Qur`an. Faktor pendukung tersebut
terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Yang termasuk dalam kategori faktor pendukung internal adalah
motivasi dari diri sendiri, keinginan kuat untuk cepat khatam dan
memperbarui niat. Sedangkan yang termasuk dalam faktor pendukung
eksternal adalah orang tua, lingkungan yang produktif dengan al-
Qur`an dan teman yang bersemangat dalam menghafal al-Qur`an.
Oleh sebab itu, kesimpulan dari rumusan masalah penelitian ini bahwa
terdapat santri yang berhasil menyelesaikan program yang diadakan
Pesantren Taḥfiẓ Alif karena mereka menemukan solusi ketika
mendapatkan problem dalam menghafal al-Qur`an. Selain itu, mereka
yang berhasil disebabkan oleh faktor pendorong yang dijadikan
senjata utama dalam membangkitkan semangat ketika menghafal al-
111
Qur`an sedang mengalami penurunan. Adapun mereka yang tidak
berhasil dalam melaksanakan program yang diadakan Pesantren
Taḥfiẓ Alif adalah karena mereka tidak menemukan solusi dan
dorongan yang kuat ketika dihadapkan dengan kendala-kendala dalam
menghafal al-Qur`an.
B. Saran
Setelah penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi lapangan
ini, penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini jauh dari cukup
apalagi sempurna. Sehingga, penulis yakin bahwa penelitian ini
meninggalkan banyak kekurangan. Dengan begitu, penulis
menyarankan agar dapat mengkaji lebih dalam serta mendetail
mengenai metode yang belum dimiliki serta keberhasilan menghafal
al-Qur`an santri dalam program dua tahun khatam 30 juz oleh
Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.
112
DAFTAR PUSTAKA
Artikel, Buku dan Jurnal
Anwar, Khoirul dan Mufti Hafiyana. Implementasi Metode ODOA (One
Day One Ayat) Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-
Qur`an. Situbondo: Universitas Ibrahimy. 2018.
Asia Muslim Charity Foundation. Diakses 11 April, 2020,
https://www.amcf.or.id/.
Aziz, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. 2017.
https://books.google.co.id/books?id=zcq2DwAAQBAJ&pg=PA17
&dq=tablig+adalah&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwi2yOHUkO3oA
hXTWisKHSKBBo8Q6AEIMTAC#v=onepage&q&f=false.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernasi di Tengah
Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana. 2012.
https://books.google.co.id/books?id=TTvNDwAAQBAJ&pg=PA1
29&dq=pengertian+pesantren+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUK
EwiF76eapt3oAhXKfX0KHaQeBiQQ6AEIPDAD#v=onepage&q
=pengertian%20pesantren%20adalah&f=false.
Baduwailan, Ahmad. Menjadi Hafiz. Tips dan Motivasi Menghafal Al-
Qur`an. Solo: Aqwam. 2019.
Bhinnety, Magda. “Sruktur dan Proses Memori” Buletin Psikologi. Vol.
16, No. 2. 2008.
Daymon, Christine dan Immy Holloway. Metode-Metode Riset Kualitatif
dalam Public Relation & Marketing Communication. Penerjemah
Cahya Wiratama. Bandung: Penerbit Bentang. 2008.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai, Cet 2. Jakarta: LP3ES. 1994.
113
Emriz, Metodologi Pendidikan: Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2008.
Erick, Heinz dan Petra Widmer. Membangun, Membentuk, Menghuni:
Pengantar Aritektur 1. Jakarta: Kanisius. 2006.
Esack, Farid. Membebaskan Yang Tertindas: al-Qur`an, Liberalisme,
Pluralisme, terj. Watung A. Budiman. Bandung: Mizan. 2000.
Faisol. Pendidikan Perspektif Islam. Jakarta: Guepedia. 2010.
Faris, Abi Al-Husain Ahmad. Mu’jam Maqāyis al-Lughah, Juz 2. Dar al-
Fikr, 1979.
Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. 2007.
Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang. 2013.
Herwibowo, Bobby. Menghafal Al-Qur`an Semudah Tersenyum.
Sukoharjo: CV Farishma Indonesia. 2014.
Ismail, Fatah. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka
Belajar. 2002.
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun
Agama dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana, 2013.
Listiawati, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Edisi 1. Depok: PT. Kharisma
Putra Utama. 2017. https://books.google.co.id/books?id=H-
VNDwAAQBAJ&pg=PA2&dq=tafsir+adalah&hl=jv&sa=X&ved
=0ahUKEwi9z8_M4OzoAhWPaCsKHWCyAUsQ6AEIMTAC#v=
onepage&q=tafsir%20adalah&f=false.
Makhyaruddin, Deden Muhammad. Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-
Qur`an. Jakarta: Mizan Digital Publishing. 2013.
https://books.google.co.id/books?id=JQhQDAAAQBAJ&pg=PA2
73&lpg=PA273&dq=tatbiq+adalah+menerapkan+Al-
Qur`an&source=bl&ots=BPtOI9_Qjc&sig=ACfU3U3wtKMw9W
114
WaBrQW17_T9Qk5tS7lBw&hl=jv&sa=X&ved=2ahUKEwjveyV
8OzoAhWXWX0KHX3xBAYQ6AEwB3oECAoQAQ#v=onepage
&q=tatbiq%20adalah%20menerapkan%20al-Qur`an&f=false.
Makhyaruddin, Deden Muhammad. Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-
Qur`an. Jakarta: Penerbit Noura, 2016.
Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syari`ah: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama. Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama. 2016.
Muhammad, Ahsin Sakho. Menghafalkan Al-Qur`an. Jakarta: Qaf Media
Kreativa. 2018.
Muhammad, Ahsin Sakho. Oase Al-Qur`an Penyejuk Kehidupan. Jakarta:
Qaf Media Kreativa. 2018.
Nahrawi, Amiruddin Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Yogyakarta:
Gama Media, 2008.
Al-Nawawi, Abu Zakaria Yahya Syaraf. At-Tibyān: Adab Penghafal Al-
Qur`an. Solo: Al-Qowam. 2014.
Nugraha, Eva. “Ngalap Berkah Qur`an: Dampak Membaca al-Qur`an Bagi
Pembacanya”, Ilmu Ushuluddin. Vol 5 no. 2 (Juli 2018): 123.
Al-Nuhās, Muḥammad Tawfīq. “Multaqā Ahl al-Hadīṣ.” Diakses, 12
April, 2020,
https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=34855&page=
13.
Pangkalan Data Pondok Pesantren. Diakses, 19 April 2020,
https://ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik.
Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2017
Perdana, Teguh Iman. Nge-friends Sama Islam. Bandung: Mizan. 2005.
Poniman, Farid dan Rahman Adi Mangussara. Konsep Palugada. Jakarta:
STIFIn Institute. 2013.
115
Poniman, Farid. Penjelasan Hasil Tes STIFIn. Cet. 5. Bekasi, STIFIn
Fingerptint. 2012.
Prihantini, Gita Sekar. Strategi Belajar. Malang: UMM Press. 2015.
Profil Rumah Taḥfiẓ Alif. 2019.
Al-Qaṭṭān, Manna`. Pengantar Studi al-Qur`an. Jakarta: Pustaka al-
Kauṡar. 2018.
Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokrasi Institusi. Jakarta: Erlangga, 2002.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalisme Hingga Posstrkturalisme Perspektif Wacana
Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008.
Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC. 2001.
Salim Baduwailan, Ahmad. Menjadi Hafizh Tips dan Motivasi Menghafal
al-Qur`an.Yogtakarta: Qirtas. 2016.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. Tradisi, Agama, dan Akseptasi
Modernasi Pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia. 2016.
Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 1964.
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Bandung: Al-Fabeta. 2010.
Sugono, Dendy. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.
Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo. Depok: Pustaka Iman. 2016.
Al-Suyūṭī, Al-Itqān fī ‘Ulum al-Qur`an, Jilid 1. Mesir: Musṭafā al-Halabī.
1370.
Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak: Membaca, Menulis dan Mencintai
Al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani. 2004.
116
Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak: Membaca, Menulis dan Mencintai
al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani. 2004.
Tafsir, Ahmad. Metode Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja
Rosydakarya. 2012.
Upe, Ambo. Asas-Asas Multiple Research. Yogyakarta: Gajah Mada
Universitas Press. 1996.
Utomo, Eza Setia Cahyo. Hafalkan! Renungan dan Motivasi Bagi Para
Penghafal Kalam-Nya. Bogor: Guepedia. 2019.
Yahya, Masagus Fauzan. Quantum Taḥfiẓh. Jakarta: Emir. 2015.
Yasin, Arham Ahmad. Agar Sehafal Al-Fatihah. Bogor: CV Hilal Media
Grup. 2014.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Hidakarya Agung, 1984.
Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Kencan. 2017.
Al-Zawawi, Yahya Abdul Fattah. Revolusi Menghafal al-Qur`an.
Surakarta: Insan Kamil. 2015.
Zein, Muhaimin. Taḥfiẓ Al-Qur`an Metode Lauhun. Jakarta: Transhop
Printing. 2013.
Zulfa, Laila Ngindana. “Tradisi Menghafal Al-Qur`an di Pondok
Pesantren (Studi Living Qur`an di Pondok Pesantren al-Mubarok
Mranggen Demak)” Universitas Wahid Hasyim Semarang. 2019.
Desertasi, Tesis, Skripsi
Akbar, Taufik. ”Tradisi Membaca dan Menghafal al-Qur`an Studi atas
Resepsi Masyarakat Desa Bulu Pitu, Kecamatan Gondang Legi
117
Kabupaten Malang terhadap Al-Qur`an”. Skripsi S1 Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014.
Hidayah, Nur. ”Motivasi Menghafal Al-Qur’an (Studi Multi Kasus di
Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid
Paiton Probolinggo, dan Pondok Pesantren Tahfizhul Al-Qur'an
Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”. Skripsi S1
Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018.
Irmawati, Fitri. “Hubungan Antara Intensitas Menghafal Al-Qur`an dan
Motivasi Menghafal Al-Qur`an Pada Mahasiswi Di Rumah Taḥfiẓ
Daarul Ilmi Mangunsari, Sidomukti, Salatiga Tahun 2018”. Skripsi
S1 Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2018.
Jamil, Afiyanti Harirah. ”Peran Lembaga Keagamaan Dalam
Membumikan Al-Qur`an: Studi Kasus Pondok Pesantren Al-
Qur`aniyyah”. Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2020.
Musyafa`ah, Anis. ”Tahfiz Al-Qur`an Dalam Pandangan Mahasiswa IAT :
Studi Kasus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan IIQ Jakarta”.
Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020.
Rahmayani, Addini. “Motivasi dan Problematika Menghafal Al-Qur`an Di
SMA Plus Al-Athiyah Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda
Aceh”. Skripsi S1 Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2018.
Robbani, Mohammad Yazid. ”Kesulitan Mahasiswa Dalam Program
Tahfiz Al-Qur`an (Analisis Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan
Mahasiswa Fakultas Dirosat Islamiyyah. Skripsi S1 Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020.
Rosidi, Ahmad. “Motivasi Menghafal Al-Qur`an (Studi Multi Kasus di
Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PPIQ) PP. Nurul Jadid Paiton
Probolinggo, dan Pondok Pesantren Taḥfiẓhul Al-Qur'an
118
Raudhatusshalihin Wetan Pasar Besar Malang)”. Sekolah Tinggi
Agama Islam, 2016.
Wiyarto, Andy. ”Motivasi Menghafal Al-Qur’an Pada Mahasantri
Pondok Pesantren Tahfizhul Al-Qur`an di Surakarta”. Skripsi S1
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.
Wulandari, Dwi. “Pengaruh Metode An-Nashr Terhadap Motivasi
Menghafal Al-Qur`an Siswa Kelas IV Di Madrasah Ibtidaiah
Wajak”. Tesis S2 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang, 2018.
Zulfa, Laila Ngindana. ”Tradisi Menghafal Al-Qur`an di Pondok
Pesantren (Studi Living Qur`an di Pondok Pesantren al-Mubarok
Mranggen Demak)”. Jurnal Universitas Wahid Hasyim
Semarang, 2019.
Observasi dan Wawancara
Aini Shibyati, (Santri Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.
Aisyah, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 29 November 2020, Banten.
Amalia (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala Utami,
Ciputat 19 Juli 2020, Banten.
Amirah Balqis Azzanirfi (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.
Anis Musyafa’ah (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 10 Agustus 2020, Banten.
Ayu Agung (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 20 Juli 2020, Banten.
119
Ayu Zaeni Lestari (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.
Deni Kurniawati (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020, Banten.
Diana Faricha, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.
Fadhilah Rahmi, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.
Fatihatur Rahma (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.
Haifa, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 29 November 2020, Banten.
Krisdayanti (Musyrifah Pesantren Taḥfiẓ Alif 2). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 3 April 2020, Banten.
Malih Laila Najihah (Ketua sekaligus Pengajar Pesantren Taḥfiẓ Alif).
Diwawancarai oleh Tamala Utami, Ciputat 14 Maret 2020, Banten.
Maulidya Qurrata A`yun (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020, Banten.
Nashihatul Muhtadina (Musyrifah Pesantren Taḥfiẓ Alif 1). Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 16 Maret 2020, Banten.
Nisa Safitri (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.
Novi Laila, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.
Riv`atul Mahmudah, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.
Salma Itsaini (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 29 Juli 2020, Banten.
120
Sari, Ida Nurlaila (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 30 Juli 2020, Banten.
Syabila Aprila Zakaria (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh
Tamala Utami, Ciputat 1 Agustus 2020, Banten.
Vina Izzatul Awaliyah, (Santri di Pesantren Tahfiz Alif). Diwawancarai
oleh Tamala Utami, Ciputat 17 November 2020, Banten.
Zahro (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala Utami,
Ciputat 19 Juli 2020, Banten.
Zulfa Amalia (Santri Pesantren Taḥfiẓ Alif). Diwawancarai oleh Tamala
Utami, Ciputat 19 Juli 2020, Banten.
PEDOMAN WAWANCARA
PENELITIAN
“TRADISI MENGHAFAL AL-QUR`AN DI PESANTREN TAḤFIẒ
ALIF CIPUTAT TANGERANG SELATAN”
Penelitian ini diajukan atas nama Tamala Utami pada santri di
Pesantren Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ Alif Ciputat Tangerang Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban secara langsung mengenai
pengalaman santri terkait menghafal di Pesantren Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ
Alif, dorongan dan kendala yang dihadapi ketika menghafal..
Keterlibatan saudari sebagai informan/responden menjadi penting
untuk membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Kerahasiaan
jawaban dan tanggapan yang diberikan oleh saudari akan dijaga sesuai
kode etik penelitian.
Nama Tanda Tangan
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Jabatan :
3. Alamat :
Lampiran 1
4. Telepon :
B. Pertanyaan
1. Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik untuk
menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih Pesantren
Taḥfiẓ Alif untuk anda percaya?
2. Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal anda sejak
awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai menghafal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif?
3. Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala yg anda
rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara
anda menghadapi kendala tersebut?
4. Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yg dapat
mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal diPesantren
Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu anda dapatkan?
5. Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan menghafal
sehingga anda bisa selesai menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
Transkip Wawancara
Data dari informan
Nama Fadhilah Rahmi
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta
Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020
Keterangan:
P: Pewawancara
N: Narasumber
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Ketika saya berada di Pondok, saya melihat beberapa teman saya
sudah hafal al-Qur`an sehingga saya tertarik untuk menghafalkan al-
Qur`an. selain itu, saya juga mendapatkan motivasi dari guru saya
tentang nikmatnya menghafal al-Qur`an yaitu akan memberi mahkota
kepada ke dua orang tua di akhirat kelak, akan dijauhkan dari siksa
kubur dan jasad dari seorang penghafal al-Qur`an akan tetap utuh.
Jadi, saya menghafal karena saya ingin membanggakan orang tua saya
di dunia dan di akhirat. Menurut saya, apa lagi yang mampu saya
persembahkan untuk kedua orang tua yang telah berjasa dalam hidup
saya. Oleh karena itu, ketika saya kuliah di IIQ, saya berfikir harus
memaksimalkan kegiatan saya untuk menghafal dengan cara mencari
tempat yang mendukung saya untuk bisa fokus menghafal. Oleh
karena ini, saya mencari dan menemukan teman saya yang sudah ada
Lampiran 2
di Pesantren Taḥfiẓ Alif. dari teman saya itulah saya tau bahwa
Pesantren Taḥfiẓ Alif memiliki program target bulanan. Kemudian
saya yakinkan diri bahwa saya bisa mencapai target yang disediakan
Pesantren Taḥfiẓ Alif lalu saya memutuskan untuk ingin tinggal di
sana.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: saya berada di Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 sejak saya semester 4 pada
tahun 2018 dan alhamdulillah genap dua tahun saya bisa
menyelesaikan hafalan saya sesuai dengan program yang disediakan
di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Dalam perjalanan menghafal saya di
Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya agak kesulitan menyingkronkan jadwal
setoran saya dengan di kampus karena jadwal yang bentrok. Akhirnya
saya lebih banyak mengedepankan setoran di kampus dan setoran di
Pesantren Taḥfiẓ Alif agak terabaikan. Namun, lama kelamaan saya
berfikir untuk apa saya tinggal di asrama jika saya tidak setoran dan
akhirnya saya meyakinkan diri saya agar bisa tetap setoran di
Pesantren Taḥfiẓ Alif terus menerus. Karena jadwal setoran yang
bentrok antara di Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 dan di kampus, akhirnya
saya memutuskan untuk pindah ke Pesantren Taḥfiẓ Alif 3 agar
jadwal setoran di antara keduanya tidak sama. Semenjak saya di
Pesantren Taḥfiẓ Alif 3, saya menjadi bisa istiqomah mengatur
kembali jadwal setoran di kampus, di Pesantren Taḥfiẓ Alif, dan
mengerjakan tugas.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendala utama saya saat menghafal adalah jadwal setoran kampus
yang bentrok dengan jadwal setoran di Pesantren Taḥfiẓ Alif. selain
jadwal, saya juga kesulitan untuk fokus pada juz yang berbeda antara
di kampus dan di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Misalnya, di Pesantren Taḥfiẓ
Alif sudah juz 2 namun di kampus masih juz 1 jadi berat untuk saya
untuk fokus pada keduanya di waktu yang bersamaan. Kendala yang
kedua adalah tugas kampus yang banyak dan menuntut deadline untuk
dikerjakan. Jika seperti itu, biasanya saya memilih untuk mengerjakan
tugas kampus terlebih dahulu karena harus segera dikumpulkan
sehingga hafalan saya jadi terbengkalai. Kendala ketiga adalah teman-
teman. Saya tipe orang yang jika menghafal harus fokus, jadi jika
saya sedang menghafal namun teman saya berisik akan sangat
terganggu dan membuat hafalan saya kurang maksimal. Oleh karena
itu, cara menghadapi kendala-kendala tersebut biasanya saya
memotivasi diri saya untuk bisa menata kembali waktu untuk setoran
dan mengerjakan tugas agar bisa singkron. Sedangkan untuk
mengembalikan fokus menghafal saya saat teman-teman saya berisik,
saya biasanya mencari tempat yang aman untuk menghafal.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: agar saya selalu mendapatkan dorongan menghafal al-Qur`an
biasanya dengan cara mengingat kembali niat awal saya ketika
hendak menghafal al-Qur`an yaitu untuk membahagiakan kedua
orang tua saya bukan hanya di dunia namun di akhirat nanti.
- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan
menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: setiap saya sedang berada di titik terendah diri saya, saya selalu
bertafakur untuk mengingat sebenarnya apa tujuan saya untuk
menghafal al-Qur`an. Maka, saya mampu kembali ingat dan semangat
setiap saya lengah dalam mencapai target setoran,
Nama Novi Laila
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Pertama kali saya menghafal al-Qur`an yaitu ketika saya duduk di
bangku Aliyah. Aku Aliyah jurusan Agama, jadi diwajibkan
mempunyai hafalan al-Qur`an minimal 3 juz untuk 3 tahun. Jadi, pada
saat itu niat saya menghafal hanya karena untuk mengejar nilai agar
bisa bagus. Pada masa menghafal saat itu sangat tidak terasa menjadi
sebuah beban bagi saya karena menghafal menjadi salah satu mata
pelajaran yang diadakan satu minggu dalam sekali, saya bisa
menempuh hafalan sebanyak hampir 4 juz selama tiga tahun di
Aliyah. Setelah lulus Aliyah, saya melanjutkan kuliah ke UIN Jakarta
dan tinggal di Pesantren Mahasiswi UIN Jakarta selama 1 tahun. Di
Pesantren ini, tidak ada program khusus untuk menghafal al-Qur`an,
jadi saya hanya memuraja`ah hafalan yang sudah saya dapatkan
sewaktu Aliyah kemarin. Karena kuliah saya jurusan IAT, saya
merasa tidak puas jika hafalan saya tidak ditambah, akhirnya saya
mencari-cari Pesantren di sekitar UIN namun belum menemukan
Pesantren yang cocok seperti yang saya harapkan. Akhirnya, sampai
semester 3 selesai saya memilih tinggal di kos bersama teman.selama
menjalani hari-hari sebagai anak kos, saya merasa banyak waktu saya
yang terbuang sia-sia dan saya takut jika sampai lulus saya tetap
tinggal di kos, saya tidak akan mendapatkan ilmu apa-apa. Akhirnya
saya memutuskan untuk mencari lagi Pesantren yang mempunyai
program tidak terlalu memberatkan mahasiswi. Kemudian saya
menemukan Pesantren Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ Alif atas rekomendasi
teman saya yang sebelumnya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Saya
tertarik tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif karena pesantren ini masih
membolehkan santrinya memegang gawai dan kegiatannya tidak
terlalu padat.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Saat menghafal di juz awal, saya masih merasa mudah karena
sebelumnya sudah pernah dihafalkan. Memasuki juz 4 dan 5 saya
mulai merasa sedikit kesulitan namun akhirnya bisa saya tempuh
karena saya mentargetkan dalam satu hari harus setoran 2 halaman,
namun jika tidak mampu, saya akan setor hanya satu halaman saja
asalkan setiap hari saya bisa menyetorkan hafalan saya.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendala saya dalam menghafal hanya ada pada rasa malas yang
ada pada diri saya sendiri. Meski pun tugas kuliah agaknya
mengganggu, tapi saya masih bisa menghandle itu. Cara yang saya
lakukan adalah saya hanya membolehkan tidak setoran dua kali dalam
sebulan. Sisanya, saya harus menyempatkan setoran setiap harinya
karena sudah ada jatah untuk istirahat tidak setoran sebanyak dua kali
dalam setiap bulannya.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Dorongan yang sangat mempengaruhi semangat saya yaitu datang
dari diri sendiri. Dorongan tersebut adalah keinginan untuk bisa cepat
selesai 30 juz. Karena saya berpikir bahwa jika sudah memulai
mengahfal, maka jangan sampai putus di tengah jalan. Meskipun
sampai saat ini saya belum mutqin dalam hafalan, namun setidaknya
saya harus menyelesaikannya sampai 30 juz terlebih dahulu.
Dorongan yang kedua datang dari orang tua. Mereka selalu
menyemangati saya dengan “ayo! Pasti bisa selesai” yang membuat
saya terus maju pantang menyerah untuk menyelesaikan target
hafalan. Dorongan pendukung lainnya datang dari kakak-kakak yang
sudah ada di Pesantren Taḥfiẓ Alif. melihat mereka sudah selesai
hafalannya, saya juga menjadi ingin cepat selesai. Teman saya yang
lain juga ikut memberikan tips menghafal pada ayat tertentu disaat
saya menemukan kesulitan pada ayat yang sedang saya hafal karena
teman saya itu sudah lebih dulu melewati surat yang saat itu sedang
saya hafalkan.
- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan
menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Saat saya sedang merasa badmood dan malas untuk setoran
biasanya saya akan jalan-jalan untuk mengembalikan mood saya
kembali menjadi baik. Jika sudah baik, saya akan melakukan aktivitas
menghafal seperti biasa. Kunci saat saya sedang malas untuk
menghafal adalah dipaksa untuk terus menghafal dan mempunyai
target. Saya mengikuti target yang disediakan di Pesantren Taḥfiẓ Alif
yaitu satu perempat halaman setiap bulan yasudah saya targetkan itu.
Jadi tidak akan memberatkan diri saya untuk bisa melewati target,
asalkan saya sudah mampu target tersebut, saya akan merasa tenang
dan merasa baik untuk diri saya.
Nama Aini Shibyati
Alamat Tinggal Cibinong
Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta
Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Awal mula terbesit ingin menghafal al-Qur`an adalah ketika saya
SMA kemudian saya mulai menghafal yang dimulai dari surat-surat
pendek. Kemudian saya melanjutkan kuliah dan saya diterima di
kampus IIQ. Karena IIQ mewajibkan untuk menghafal, akhirnya saya
mulai serius menghafal di sini sekaligus tinggal di asrama IIQ yang
menunjang saya untuk bisa fokus menghafal. Dua tahun saya tinggal
di IIQ, saya memutuskan untuk pindah dan mencari tempat yang bisa
untuk menghafal namun masih berada disekitaran kampus. Setelah
mencari, saya menemukan Pesantren Taḥfiẓ Pesantren Taḥfiẓ Alif
karena kegiatannya yang tidak terlalu mengekang dan semua
santrinya adalah perempuan. P: Ceritakan pengalaman anda
tentang perjalanan menghafal anda sejak awal tinggal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai menghafal di Pesantren
Taḥfiẓ Alif?
N: Selama saya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya merasa berat
untuk menambah hafalan karena bentrok dengan setoran yang wajib
di kampus IIQ. saya merasa kesulitan untuk mengatur dan membagi
waktu untuk menambah hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
murajaah untuk setor ke kampus. Ini berdampak pada hafalan saya di
Pesantren Taḥfiẓ Alif karena saya lebih mengutamakan kualitas
hafalan saya untuk disetorkan ke kampus. Karena saya tinggal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif 2 yang jadwal setorannya adalah pagi,
sedangkan pada pagi hari saya harus berangkat ke kampus untuk
menyetorkan hafalan saya yang harus benar-benar siap dan lancar.
Jadi, setoran di Pesantren Taḥfiẓ Alif tidak terkondisikan sehingga
saya menjadi jarang menambah hafalan.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendala saya dalam menghafal al-Qur`an di antaranya adalah
mufradat yang terasa asing, fikiran saya yang bercabang sehingga
saya susah fokus dalam menghafal. Nah, fikiran yang bercabang
itulah yang merupakan kendala terbesar saya dalam menghafal.
karena menurut saya, menghafal al-Qur`an sebaiknya tidak boleh
dicampur dengan urusan dunia yang lain agar bisa tetap kaffah.
Meskipun seringnya saya tidak fokus, saya biasanya akan memaksa
diri saya untuk fokus dengan mengganti metode menghafal saya
dengan cara listening yaitu mendengarkan murattal perayat sambil
melihat pojok ayat tersebut di dalam al-Qur`an, setelah merasa cukup
terbayang, saya baru akan mulai menghafal. Biasanya cara ini juga
membuat saya tidak mudah lupa atas ayat yang telah saya hafalkan
meskipun prosesnya terlihat lama.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Lingkungan seperti teman dan kebiasaan mereka adalah salah satu
faktor yang sangat berpengaruh untuk semangat mengaji saya.
Sebelum saya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2, saya tinggal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif 4. Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 mempunyai
lingkungan yang individualis dalam arti tidak berkelompok untuk
melakukan hal-hal yang harus bersama-sama sehingga bisa lebih
produktif di banding lingkungan di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2. Karena di
Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 setiap harinya melihat teman yang semangat
mengaji yang tinggi dan sudah menjadi kebiasaan, saya menjadi
terdorong untuk ikut mengaji seperti mereka juga. Hasilnya, ketika di
Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 saya lebih sering mencapai target yang
disediakan Pesantren Taḥfiẓ Alif setiap bulan di bandingkan dengan
saya tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2. Selain teman, faktor dari sikap
musyrifah yang selalu memberikan perhatian kepada setiap santri
yang hafalnnya belum sempurna juga mampu membuat saya merasa
diberi perhatian lebih sehingga saya menjadi semangat untuk
memperbaiki bacaan dan kualitas hafalan saya.
- P: Ceritakan mengapa anda bisa memutuskan untuk berhenti
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: salah satu faktor utama saya memutuskan untuk tidak tinggal lagi
di Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah karena ekonomi. Saya adalah anak
pertama yang memiliki dua adik yang masih sekolah. Menurut saya,
biaya kuliah di IIQ sudah cukup mahal belum lagi ditambah biaya
adik saya yang lain. Saya kasihan dengan umi dan abi. Akhirnya saya
sebagai kakak mengalah untuk tidak melanjutkan tinggal di Pesantren
Taḥfiẓ Alif. Saya tetap melanjutkan menghafal hanya untuk
menunaikan kewajiban di kampus saja. Selain ekonomi, saya juga
merasa belum bisa fokus tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif yang
berakibat pada setoran saya yang terbengkalai dan waktu yang
menjadi kurang produktif.
Nama Diana Faricha
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Institul Ilmu Al-Qur`an Jakarta
Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Sebenarnya terbesit keinginan pertama kali untuk menghafal
semenjak saya SMA, namun belum terealisasikan waktu itu. Akhirnya
ketika saya melanjutkan kuliah, orang tua saya memberikan dua
pilihan, yang pertama untuk fokus menghafal saja yang ke dua
menghafal sambil kuliah. Waktu itu saya berfikir ingin cepat selesai
akhirnya saya memilih nomor dua yaitu kuliah sambil menghafal.
oleh sebab inilah saya memilih kampus IIQ sebagai tujuan saya
melanjutkan pendidikan. Ternyata setelah dijalani, tidak sesuai
dengan apa yang saya inginkan. Saya lebih dominan fokus untuk
kuliah di banding dengan menghafal. Akhirnya hafalan saya belum
selesai setelah saya lulus kuliah. Sejak saat itu, saya mulai berfikir
bagaimana caranya agar saya bisa menyelesaikan hafalan saya.
Kemudian saya mencari pesantren yang dikhususkan untuk menghafal
dan memutuskan untuk tinggal di sana. Ternyata karena program yang
ada tidak sesuai dengan kemampuan saya, saya memutuskan untuk
mencari tempat lain dan bertemu dengan teman yang
merekomendasikan untuk tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif.
Selanjutnya saya memilih tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
alhamdulillah bisa menyelesaikan hafalan saya di Pesantren Taḥfiẓ
Alif.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Awal menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif biasa saja artinya saya
hanya melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang ada. Namun,
karena ketika itu banyak teman-teman saya yang ingin mengejar
wisuda di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya menjadi termotivasi untuk ikut
wisuda juga pada tahun tersebut. Akhirnya, saat itu benar-benar saya
hanya mengejar setoran seperti teman-teman yang lain. Padahal ketika
itu kesibukan saya yang lainnya adalah ngajar dan kuliah, jadi saya
harus bisa mencari cara agar saya masih bisa tetap setoran namun
tidak mengganggu aktivitaas yang lain.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendala saya pada saat itu adalah ngajar dan kuliah. Jadi saya
harus betnar-benar bisa membagi waktu agar semuanya bisa kondusif.
Kendala kedua adalah ketika saya bertemu ayat-ayat yang asing
menurut saya. Kendala ketiga adalah rasa malas. Biasanya jika saya
sudah malas, saya akan langsung ingat lagi bagaimana niat awal saya
ketika ingin menghafal. Karena saya berfikir, jika saya akan terus
malas, maka akan sampai kapan hafalan ini akan selesai?.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Karena sejak awal menghafal adalah keinginan dan pilihan saya,
maka saya akan berfikir untuk ingin cepat mencapai dan
menyelesaikannya. Selain itu, motivasi dari orang tua juga tidak kalah
penting dalam pencapaian ini.
- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan
menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Saya harus tetap menjaga semangat saya untuk menghafal dengan
cara berbicara pada diri sendiri untuk mengingat kembali niat awal
untuk menghafal al-Qur`an itu untuk apa. Karena sejak awal
menghafal adalah keputusan saya, maka saya yang harus
menyelesaikannya juga.
Nama Vina Izzatul Awaliyah
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Institul Ilmu Al-Qur`an Jakarta
Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Pertama kali saya terbesit ingin menghafal sudah dari kecil. Sejak
dulu, di kampung saya jika mengadakan acara syukuran selalu
mengundang para penghafal al-Qur`an untuk membaca al-Qur`an.
Dari situ saya mulai merasa kagum kepada para penghafal sehingga
bisa membaca al-Qur`an secara persis tanpa melihat muhsaf. Saya
menjadi semakin tertarik bagaimana proses mereka dalam menghafal
al-Qur`an. semakin sering mereka membaca al-Qur`an dengan
hafalannya di rumah saya, saya rasanya selalu ingin menjadi orang
yang menyimak bacaannya. Selain sejak kecil saya sudah termotivasi
dengan kehebatan para penghafal al-Qur`an, keinginan itu juga
didukung dengan adanya pesantren baru yang ada di kampung saya.
Di Pesantren tersebut, baru ada 10 santri yang mayoritas santrinya
adalah tingkat SMP sedangkan saya waktu itu baru berumur 8 tahun
alias masih SD. Setelah khatam al-Qur`an secara binazhar 30 juz,
saya disuruh pak Kiyai untuk melanjutkan menghafal al-Qur`an. Atas
izin dari orang tua saya juga, saya mampu menghafal sampai 2 juz
sampai kelas 5 SD. Saat SMP, saya tidak bisa fokus dan memulai
untuk melanjutkan hafalan saya karena terhambat organisasi.
Akhirnya saat SMA saya dicarikan oleh orang tua saya Pesantren di
daerah Kudus. Di sana target utamanya adalah tahsin dalam membaca
al-Qur`an dan harus khatam al-Qur`an bi nadhor selama tiga tahun
jadi saya juga belum bisa memulai untuk melanjutkan hafalan
kembali. Saat kuliah, saya mengambil jurusan kedokteran, awal
kuliah saya tinggal di asrama putri selama satu setengah tahun.
Keinginan menghafal saya masih tetap ada, meskipun saat itu asrama
putri mempunyai program tahfiz, namun hanya diadakan satu minggu
sekali itu pun tidak selalu diadakan pertemuan sedangkan saya adalah
tipe orang yang harus termotivasi oleh kegiatan yang dirutinkan. Jadi,
saya dan teman saya yang satu jurusan mencari pesantren khusus al-
Qur`an yang penting saya bisa menjaga tabungan hafalan saya dan
saya masih bisa tetap mengaji. Akhirnya, saya menemukan broadcast
di whatsapp tentang Pesantren Taḥfiẓ Alif. tak menunggu lama, saya
dan teman saya langsung ke lokasi dan mendaftar di sana.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Saya memilih tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif 4 karena kegiatan
setoran diadakan sore hari tidak seperti Pesantren Taḥfiẓ Alif yang
lain. Hal ini saya sesuaikan dengan jadwal kuliah saya yang dimulai
setiap jam 7 pagi sampai jam 4 sore setiap harinya. Saat setoran pada
juz-juz awal masih sangat produktif, artinya saya bisa cukup banyak
menyetorkan hafalan dalam satu pertemuan. Karena sebelumnya juga
pernah dihafalkan. Dalam satu minggu, saya selalu setoran mungkin
pernah bolong satu atau dua hari saja. Saya menghafal setiap pagi,
namun jika tidak sempat, saya biasanya menyiapkan setoran beberapa
jam sebelum setoran diadakan. Saya selalu menyisakan waktu
tersendiri untuk murajaah yaitu pada malam hari setelah hafalan
disetorkan. Meskipun saya belum bisa istiqamah, tapi saya selalu
berusaha melakukan rutinitas tersebut terus menerus hingga akhirnya
saya khatam. Dalam proses pencapaian hingga 30 juz, juz yang paling
sulit dilalui adalah pada bagian pertengahan karena belum familiar
ayatnya. Juz awal kan pernah dihafal, sedangkan juz akhir banyak
surat pilihan yang sering dibaca sejak dulu.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendala terbesar saya ada pada diri saya sendiri yaitu rasa malas
untuk menghafal dan malas untuk membaca. Cara agar menepisnya
adalah dengan mengingat tujuan awal menghafal saya itu apa, tinggal
di sini untuk apa, jika masih malas maka tidak akan terwujud, jika
kamu ga ngaji al-Qur`an juga tidak akan terpegang dan kamu akan
dosa, ingat orang tua bahwa taunya saya di sini ngaji jadi saya tidak
ingin membuat mereka kecewa. Intinya untuk muhasabah diri. Tak
lupa saya juga berdoa, biasanya yang sering saya baca adalah doa
yang dikhususkan untuk menghilangkan rasa malas. Jadi, doa juga
penting untuk mendampingi usaha saya. Faktor lainnya adalah
lingkungan kuliah yang banyak tugas, banyak praktik, organisasi dan
mental juga. Semua itu membuat saya agak kerepotan mengatur
jadwal. Namun saya tetap membuat list jadwal kegiatan sehari-hari
yang saya atur dantetapkan setiap jamnya harus ngapain. Meski
praktiknya tidak sesuai, namun setidaknya saya sudah berusaha untuk
mengatur jadwal saya sendiri. Kendala saya yang lain adalah saya
yang suka berorganisasi. Saya selalu senang mengatur sesuatu,
terkadang saya juga berfikir mengapa saya terlalu mengambil
semuanya, yang akhirnya saya terlalu mmbuang waktu untuk selaim
al-Qur`an.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Dorongan saya adalah prinsip saya sendiri. Saya mempunyai
prinsip bahwa siapapun saya nantinya, apapun cita-cita saya jangan
pernah lupa bahwa keinginan saya sejak kecil adalah ingin menjadi
menghafal al-Qur`an. Dorongan saya yang lain dan yang tak kalah
penting adalah dari orang tua saya, karena saya adalah anak satu-
satunya, saya menjadi sering berkomunikasi dengan mereka, mulai
dari kegiatan sehari-hari saya mereka tau, kebutuhan dan kendala pun
saya komunikasikan. Inilah yang menjadi motivasi saya juga bahwa
ada orang tua yang menunggu dan yang tidak mungkin akan saya
kecewakan di rumah. Motivasi lainnya adalah dari ustadzah di
Pesantren Taḥfiẓ Alif. Beliau adalah panutan saya, melihat
kegigihannya mengajar dan menerima setoran anak-anak dari
Pesantren Taḥfiẓ Alif 1 sampai 4 dengan keliling setiap hari,
membuat saya sebagai peremuan juga ingin seperti beliau, belum lagi
beliau sangat mutqin dalam membaca hafalan al-Qur`annya. Itu juga
salah satu cita-cita yang sedang saya perjuangkan sekarang.
- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan
menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Cara menempuhnya adalah saya akan selalu ingat tujuan
menghafal untuk apa, saya akan selalu memupuk semangat dari dalam
diri sendiri, orang tua dan belajar dari lingkungan, apapun yang saya
lihat, saya dengar, saya bisa harus bisa ambil pelajaran dari sana,
kemudian saya harus bisa manage waktu, saya harus bisa menjaga
akhlak karena saya akan ingat ada sesuatu yang harus kita jaga yaitu
al-Qur`an. dan saya juga akan ingat bahwa saya nantinya akan
memberikan mahkota untuk orang tua di akhirat kelak. Terakhir, saya
juga menyadari bahwa khatam al-Qur`an bukanlah akhir dari
segalanya, namun ini merupakan awal perjuangan yang sebenarnya.
Nama Riv`atul Mahmudah
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hari/Tanggal Kamis, 17 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Sejak kecil saya udah didoktrin untuk menghafal al-Qur`an oleh
orang tua saya karena background orang tua saya adalah seorang
penghafal al-Qur`an. Saya menghafal sejak kecil dengan didikan
orang tua saya, saya pun masuk sekolah ke sekolah yang mempunyai
kurikulum menghafal al-Qur`an sampai saya dijenjang SMA.
Sehingga, saat saya kuliah pun saya mencari asrama yang khusus
menyediakan kegiatan menghafal al-Qur`an dan bertemu dengan
asrama Pesantren Taḥfiẓ Alif. saya memilih asrama Pesantren Taḥfiẓ
Alif karena lokasinya yang dekat dengan kampus.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Karena saya sudah mempunyai hafalan cukup banyak sebelum
tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya diberi pilihan oleh ustadzah
untuk melanjutkan hafalan atau mengulang kembali dari awal. Saya
memilih untuk mengulang hafalan saya dari awal karena saya merasa
belum cukup lancar atas hafalan yang sudah saya miliki.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendala terbesar saya adalah dalam mengatur waktu. Saat saya
harus kuliah dari pagi sampai sore sedangkan di Pesantren Taḥfiẓ Alif
4 setorannya pun sore, saya tidak bisa ikut setoran karena waktu untuk
menghafal terlalu sempit. Biasanya, saya menyiapkan hafalan pada
malam hari sehingga kapanpun ada setoran, saya sudah siap untuk
menyetorkannya karena hanya tinggal dibaca sedikit setelah
malamnya sudah saya persiapkan.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Bagi saya, hal yang paling mempengaruhi saya untuk semangat
menghafal adalah dorongan orang tua. Karena salah satu tujuan utama
saya dalam menghafal adalah untuk membahagiakan orang tua, jadi
dorongan dan doa dari mereka akan sangat membantu saya untuk bisa
terus maju agar selesai sampai 30 juz. Jadi, ketika saya sedang merasa
malas atau galau gitu, saya akan ingat kepada mereka agar saya bisa
kembali bersemangat untuk melanjutkan perjuangan menghafal al-
Qur`an.
- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan
menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: Di antara rintangan yang paling umum dalam menghafal al-Qur`an
adalah muncul rasa malas. Maka yang akan saya lakukan saat itu
adalah memaksakan diri saya untuk bisa menepisnya. Cara yang
paling ampuh bagi saya adalah mengingat orang tua. Karena pada
mereka ada harapan agar anaknya bisa menghafal al-Qur`an sampai
selesai. Maka, saya akan merasa sangat berdosa jika di sini saya tidak
melakukan apa-apa sedangkan di rumah, orang tua saya
mengharapkan anaknya bisa berhasil menghafal.
Nama Anis Musyafa`ah
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hari/Tanggal Senin, 21 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Awal saya menghafal karena diiming-iming beasiswa karena sejak
kecil saya ingin dapat beasiswa ke Mesir. Akhirnya sejak saya kelas 5
SD, saya sudah mulai menghafal namun secara diam-diam. Kegiatan
ini tidak berjalan lama karena saya berhenti menghafal sendiri. SMP
dan SMA saya pilih sekolah yang sekaligus ada asrama khusus untuk
menghafalnya. Tamat SMA, ternyata hafalan saya belum selesai,
akhirnya saya memutuskan untuk menghafal satu tahun lagi untuk
menyelesaikan hafalan saya sekaligus mengabdi di asrama itu.
Alhamdulillah saya selesai selama setahun itu. Belum sempat saya
diwisuda tahfiz, saya sudah melanjutkan kuliah di UIN. Saat kuliah,
saya dan dengan dorongan orang tua ingin sama-sama agar saya bisa
kuliah tapi tetap bisa mengaji. Akhirnya saya mencari asrama yang
dekat dengan kampus dan bisa mengaji. Alhamdulillah saya diberi
informasi oleh teman saya tentang Pesantren Taḥfiẓ Alif dan saya
memutuskan tinggal di sana.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: bagi santri yang tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif sambil kuliah di
Kahfi membuat khawatir ustdzah karena beliau takut akan
mengganggu kegiatan di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Akhirnya, selama
perjalanan saya menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif, saya fokus untuk
membuktikan kepada ustadzah bahwa saya bisa tetap memegang
hafalan meski saya sambil kuliah di Kahfi caranya adalah dengan
sering mengaji, sering ikut sima’an, dan sering setoran meskipun
kegiatan di luar banyak. Jadi saya selalu berusaha untuk bisa
menyelesaikan. Tapi saya juga pernah merasakan semangat saya
menurun saat dipertengahan menghafal karena motivasi yang kurang
dari dalam diri dan banyaknya kegiatan di luar. Namun semangat itu
kembali muncul pada masa akhir menghafal.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: yang menjadi kendala pertama menghafal saya adalah karena
banyaknya kegiatan yang saya punya, yang kedua adalah tempat
tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif yang tidak menetap jika kontraknya
habis, kami para santri menjadi pindah, nah itu bisa mempengaruhi
motivasi menghafal saya. Yang ketiga adalah lingkungan termasuk di
dalamnya adalah teman-teman saya. Untuk menghadapinya, semua itu
kembali kepada diri saya, saya yang akan menata motivasi saya
kembali.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: riv`yang kedua adalah sindiran dari ustadzah yang itu merupakan
sebuah nasihat untuk saya. Ketiga adalah keberkahan dari al-Qur`an
yang saya rasakan selama saya menghafal al-Qur`an seperti apa yang
tidak pernah saya pinta, namun saya bisa dapatkan.
- P: Ceritakan bagaimana cara anda menempuh rintangan
menghafal al-Qur`an sehingga anda bisa selesai menghafal di
Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: saya selalu mengisi waktu dengan menambah hafalan dan tidak
menunggu waktu yang longgar untuk bisa menambah hafalan.
Adapun jika waktu longgar saya gunakan untuk fokus saya,
selebihnya saya tidak akan membiarkan waktu saya menjadi
senggang.
Nama Siti Zahro
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta
Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Awal mula saya menghafal karena mendapat paksaan dari orang
tua. Kemudian saya kuliah di IIQ, dan memilih Pesantren Taḥfiẓ Alif
karena supaya bisa kuliah sambil menghafal. Di Pesantren Taḥfiẓ Alif
juga karena bisa sambil ngajar dan tempatnya strategis yang dekat
dengan kampus.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga selesai
menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif?
N: saya merasa di Pesantren Taḥfiẓ Alif ini sudah seperti keluarga.
Meski hafalan saya belum selesai, namun saya selalu mendapat
dorongan dari teman-teman agar saya bisa terus melanjutkan ngaji,
menghafal dan murajaah.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendalanya adalah seperti saat jadwal menjadi bentrok yaitu saat
mendapat tugas kampus, pas jadwal ngajar dan lain sebagainya.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Tergantung pribadi. Biasanya saat saya sedang bener, saat saya
sedang mendapat hidayah, saya jadi sadar sendiri kok saya rasanya
segini-gini aja progresnya seperti ga ada peningkatan. Hidayah itu
datang dari ustadzah yang selalu memberikan nasihat-nasihat yang
baik, teman-teman yang sangat semangat dalam meghafal dan
mengingat lagi tujuan pertama menghafal itu untuk apa.
Nama Haifa
Alamat Tinggal Tanah Baru Jakarta
Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Karena banyaknya keutamaan menghafal al-Qur`an, saya menjadi
tertarik menjadi seorang penghafal al-Qur`an agar saya bisa lebih
intens berinteraksi dengan al-Qur`an. Itu berarti saya akan banyak
membaca al-Qur`an, menambah hafalan ayat baru, memurajaah al-
Qur`an dan lain-lain. Saya juga berharap, saya bisa meninggal dalam
keadaan menghafal dan bercengkrama dengan al-Qur`an. Jadi awal
mula saya bergabung di pesantren ini, Pesantren Taḥfiẓ Alif masih
berada di bawah naungan Dzin Nurain. saya langsung mendaftar dan
melengkapi persyaratan untuk bisa belajar di sana. Lalu saya mulai
menghafal. Saat itu masih pulang pergi kosan namun lama kelamaan
saya memilih untuk pindah tempat tinggal juga di sana.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga tidak di
Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?
N: perjalanannya cukup panjang dan berliku. Saat saya mulai
menghafal pada juz-juz awal masih terasa semangat meskipun
terkadang harus selalu pulang kuliah sore hari karena banyaknya
praktikum di kampus. Setelah beranjak juz 5 dan 6 semangat saya
mulai kendor. Saya jadi jarang dan malas setoran ke ustadzah. Saat
saya sudah mencapai semester atas san mulai ada PPKT, mulai
menyususn proposal skripsi dan lain-lainnya, proses menghafal saya
di Pesantren Taḥfiẓ Alif mulai riweuh dan hampir tidak terpegang.
Bahkan saat PPKT, saya sempat keluar dari Pesantren Taḥfiẓ Alif
karena takut tidak bisa mengemban amanah sebagai penghuni
Pesantren Taḥfiẓ Alif. setelah PPKT, saya mulai melanjutkan kembali
di juz 8. Meski semangat saya masih kendor-kendor dalam
menghafal, namun saat itu ustadzah membuat program atau kebijakan
bagi santri yang hafalannya tidak mencapai target yaitu 1,5 juz dalam
sebulan, maka akan dikeluarkan dari Pesantren Taḥfiẓ Alif atau akan
di pindah ke rumah Tahfiz lainnya. Atas kebijakan tersebut, mau tidak
mau saya sangat mengejar untuk tetap bisa setoran tapi akhirnya saya
menjadi kembali semangat menghafal. Saya bisa terus mampu
melanjutkan juz saya ke juz belasan dan juz puluhan. Pada detik-detik
terakhir di juz 26 bertepatan dengan lulusnya saya di kampus dan saya
sedang mengurus pendaftaran CPNS. Alhamdulillah saya diterima
sebagai PNS lalu sudah mulai harus kerja di Jakarta. Jadi saya
memutuskan untuk keluar dari Rumah Tahfiz Pesantren Taḥfiẓ Alif
sebelum setoran saya selesai. Kemudian saya menyempatkan diri
untuk tetap bisa setoran ke ciputat bertemu ustadzah. Alhamdulillah
akhirnya juz 26 dan juz 27 bisa selesai. Setelah itu pandemi Covid-19
datang, kemudian setoran menjadi via online. Alhamdulillah beberapa
kali bisa menyempatkan untuk setoran sehingga juz 27 menjadi
selesai dan mulai masuk juz 28. Nah, sekarang di juz 28 mulai
mandeg karena ustadzah sudah mulai tidak menerima setoran online
lagi dan posisi saya saat ini ada di Majalengka. Mudah-mudahan bisa
setoran lagi bisa sampai selesai.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Jadi kendala yang saya hadapi sudah jelas banyak sekali baik itu
dari internal maupun eksternal. Kendala internal seperti malas, putus
asa karena tidak hafal-hafal. Saya heran kepada teman saya yang
hanya baru sebentar duduk, namun bisa langsung hafal sampai dua
halaman dan langsung disetorkan secara lancar. Sedangkan saya
hanya untuk hafal satu halaman saja harus membaca sejak subuh
kemudian dibaca lagi nanti setelah pulang kuliah dan itu pun harus
diulang terus sampai tidak ada yang salah jadi tidak bisa seinstan itu.
Karena susahnya menghafal inilah yang membuat saya putus asa
sehingga memutuskan untuk tidak setoran pada hari tersebut.
Kemudian dari faktor eksternalnya adalah karena aktivitas, karena
tanggung jawab yang lain seperti ngajar dan lain-lain. Untuk
menghadapinya, saya harus memperbaiki niat lagi, sering-sering
mendengarkan ceramah tentang penghafal al-Qur`an, tentang
motivasi-motivasi menghafal al-Qur`an, dan mendekati teman yang
giat menambah hafalan sehingga saya bisa ikut bangkit lagi
menghafal.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Untuk membangkitkan semangat menghafal kembali, saya akan
mendekati teman yang semangat menambah hafalannya sangat tinggi.
Sehingga saya bisa termotivasi dan tidak putus asa lagi. Selain itu,
saya juga akan memperbarui niat dan mendengarkan ceramah di
youtube mengenai penghafal al-Qur`an.
- P: Ceritakan apa alasan anda mengapa memilih untuk tidak
menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif terlebih dahulu
dan memilih untuk tidak di Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?
N: Sebetulnya ini bukan pilihan yang sejak awal direncanakan. Saya
awalnya merencanakan setelah wisuda di kampus, saya akan
memfokuskan diri saya untuk tetap di Pesantren Taḥfiẓ Alif
menyelesaikan dan memurajaah hafalan lalu nanti ingin lanjut S2.
Namun ketika itu saya hanya memanfaatkan kesempatan yang ada
yaitu mendaftar CPNS, dan alhamdulillah lolos. Akhirnya, karena
itulah saya harus mengorbankan salah satunya.
Nama Nanda
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Sejak SMP dan SMA memang sekolah sambil Diniyah. Di Diniyah
ada program menghafalnya. Jadi pas kuliah, pengen sekalian nerusin
aja gitu. Kenapa di Pesantren Taḥfiẓ Alif, karena dulu saya tinggal di
pesantren mahasiswi di UIN, kebetulan ustadzah Malih adalah salah
satu pengajar agama di asrama UIN tersebut. Jadi saya dapat
rekomendasi langsung dari ustadzah dan saya saat itu ditanya selesai
dari asrama UIN hendak menjadi mudabbiroh atau engga, waktu itu
saya jawab engga, kemudian ustadzah menawarkan saya untuk tinggal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif. Kemudian saya melakukan survey terlebih
dahulu, lalu saya tertarik untuk mendaftar di sana.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga tidak di
Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?
N: jika dibandingkan dengan pengalaman saya menghafal saat di
Diniyah waktu itu, sangatlah berbeda. Di diniyah saya menghafal
persurat, jadi tidak boleh pindah ke surat lain sebelum hafal satu surat
dulu. Sedangkan di Pesantren Taḥfiẓ Alif, setorannya perlembar dan
programnya dua tahun khatam, sangat nyaman untuk orang-orang
yang fokusnya ingin menambah hafalan sehingga mereka bisa cepet-
cepetan. Namun saat itu saya hanya bertahan 1,5 tahun dan hanya
mendapat 8 juz saja.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Karena saya waktu itu ikut organisasi, jadi bagi waktunya agak
susah dan juga sesekali ngajar. Intinya hanya di bagi waktu aja yang
kurang maksimal.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Orang tua saya senang jika melihat anaknya menghafal al-Qur`an.
Itu yang bisa jadi dorongan untuk saya terus menghafal al-Qur`an.
- P: Ceritakan apa alasan anda mengapa memilih untuk tidak
menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif terlebih dahulu
dan memilih untuk tidak di Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?
N: karena pada waktu itu saya sudah mempunyai pekerjaan di
organisasi, sehingga setorannya menjadi terbengkalai. Semakin
kesini, semakin jarang dan akhirnya saya putuskan untuk pindah dan
keluar dari Pesantren Taḥfiẓ Alif.
Nama Aisyah
Alamat Tinggal Ciputat
Instansi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta
Hari/Tanggal Minggu, 29 November 2020
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang mengapa anda tertarik
untuk menghafal al-Qur`an sampai anda memutuskan memilih
Pesantren Taḥfiẓ Alif untuk anda percayai?
N: Saya tertarik menghafal al-Qur`an karena ketika saya memutuskan
untuk menghafal, orang tua saya merasa sangat senang. Kebahagiaan
mereka adalah kebahagiaan saya juga. Awalnya seperti itu. Tapi lama
kelamaan Allah menunjukkan kebesaranNya melalui al-Qur`an dan
membuat saya lebih tertarik lagi untuk menghafal al-Qur`an.
Kemudian saya memilih di Pesantren Taḥfiẓ Alif karena melihat
review dari kakak kelas bahwa Pesantren Taḥfiẓ Alif adalah tempat
yang bagus baik dan kondusif untuk menghafal dan untuk murajaah.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang perjalanan menghafal
anda sejak awal tinggal di Pesantren Taḥfiẓ Alif hingga tidak di
Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?
N: Saya merasa kesulitan saat harus menyetorkan hafalan dengan
sistem yang dipakai oleh ustadzah. Karena ustadzah bisa menerima
setoran 5 santri sekaligus. Saya kira dengan banyaknya santri yang
disimak hafalannya, tidak akan terpantau semua. Ternyata ustadzah
bisa sangat peka terhadap bacaan santri yang kurang tepat dan akan
langsung meluruskan bacaan santri tersebut.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai macam kendala
yg anda rasakan ketika menghafal di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan
bagaimana cara anda menghadapi kendala tersebut?
N: Kendala yang saya rasakan hanya pada jadwal kuliah yang tidak
sesuai dengan jam setoran di Pesantren Taḥfiẓ Alif sehingga membuat
saya jarang bertemu dengan ustadzah dan hanya bisa bertemu dengan
musyrifah untuk setoran. Itu sih kendala yang tidak bisa saya cari
solusinya.
- P: Ceritakan pengalaman anda tentang berbagai dorongan yang
dapat mempengaruhi semangat anda mencapai target menghafal
di Pesantren Taḥfiẓ Alif dan bagaimana cara agar dorongan itu
anda dapatkan?
N: Lingkungan yang kondusif membuat saya terdorong untuk bisa
menghafal seperti teman-teman yang lain. Dengan tempat yang sama,
aktivitas yang sama, dan waktu yang sama yaitu 24 jam, maka saya
berfikir jika mereka bisa mengapa saya tidak bisa. Jadi itu yang
nentinya membuat saya malu yang akhirnya bisa membuat saya
termotivasi sekali. Selain itu, ustadzah yang selalu memberikan
motivasi, nasihat dan semangat untuk melancarkan hafalan kita.
- P: Ceritakan apa alasan anda mengapa memilih untuk tidak
menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif terlebih dahulu
dan memilih untuk tidak di Pesantren Taḥfiẓ Alif lagi?
N: Sebenarnya ingin menyelesaikan hafalan di Pesantren Taḥfiẓ Alif,
namun waktu saya yang terbagi-bagi untuk ngajar, ngaji di tempat
lain, ke kampus dan lain-lain. Dari kegiatan tersebut, kualitas setoran
saya menjadi menurun, sedangkan di Pesantren Taḥfiẓ Alif banyak
santri yang ingin masuk ke sana. Sehingga saya takut akan menjadi
penghambat untuk orang-orang yang benar-benar ingin menghafal al-
Qur`an. Oleh karena inilah, saya memilih untuk keluar dari Pesantren
Taḥfiẓ Alif.
Lampiran 3
DOKUMENTASI
Kegiatan rutin tasmi` di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2
Kegiatan rutin tasmi` di Pesantren Taḥfiẓ Alif 1
Kegiatan rutin tasmi` di Pesantren Taḥfiẓ Alif 2
Lampiran 4
Perwakilan Pesantren Taḥfiẓ Alif dalam workshop yang diselenggarakan
oleh Kemenag terkait UU tentang Pesantren
Kegiatan tasmi` kajian kitab al-Arba`īn al-Nawawiyyah Pesantren Taḥfiẓ
Alif
Brosur Pesantren Taḥfiẓ Alif
Kegiatan tasmi` Pesantren Taḥfiẓ Alif 4
Profil Pesantren Taḥfiẓ Alif
Legalitas Pesantren Taḥfiẓ Alif