Post on 29-Jun-2015
LAPORAN KASUS
HEMORAGI ANTE PARTUM
Disusun oleh:
Yudha Jusliansyah .S
0910221018
Pembimbing :
Dr. Djoni Taher. Sp.OG
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP PERSAHABATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
JANUARI 2011
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny Dwi Kusumawati
Usia : 26 tahun
No RM : 1273519
Agama : Islam
Alamat : Jln Pakembangan Barat 04/05, Palmerah, Jakarta Barat
Telp : 95962652
Status : menikah
Pendidikan : SMA
Pembayaran : jamsostek
Masuk : 17/01/2011
Anamnesis
Keluhan utama : Pasien rujukan bidan Uktari (Jatinegara) karena perdarahan dari
kemaluan sejak 1 jam SMRS.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengaku hamil 7 bulan. Hari pertama haid terakhir 25 Juni 2010. Taksiran
persalinan 1 April 2011. Pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan sejak 1 jam SMRS,
jumlah darah sekitar ½ pembalut, darah cair dan berwarna merah segar, tidak ada
gumpalan darah. Berobat ke bidan Uktari (Cipinang Lontar I RT/RW 8/8 No 8 Jatinegara)
dirujuk ke RSP. Perut tidak terasa sakit. Tidak ada cairan lain yang keluar dari kemaluan.
Gerakan janin ada dan makin kencang. Tidak ada demam, keputihan (+) sedikit, warna
putih dan tidak berbau. Selama ini ANC di bidan sudah 5 kali dengan bidan Nani/Suryati
(Slipi) hasilnya normal. Pasien belum pernah USG.
Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi, diabetes mellitus, asma, jantung, alergi disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi, diabetes mellitus, asma, jantung, alergi disangkal
Riwayat obstetri
G2P1A0 hamil 29-30 minggu
G I : perempuan, usia 4 tahun, lahir spontan ditolong bidan, BL 2900 gram, sehat
G 2: kehamilan sekarang
Riwayat menstruasi
Menars usia 15 tahun, teratur, siklus 30 hari, lamanya 7 hari, ganti pembalut 3 x sehari,
tidak nyeri saat haid.
RIwayat menikah
Istri : tahun 2005, pernikahan pertama, usia 21 tahun, pekerjaan catering
Suami : tahun 2005, pernikahan pertama, usia 22 tahun, pekerjaan pes control
Riwayat KB
Tahun 2006 dengan KB suntik selama 1 tahun, berhenti karena tidak haid.
Tahun 2007 (lanjutan KB suntik) menggunakan pil KB sampai Februari 2010, berhenti
karena ingin punya anak.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : kompos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,3 0C
Status generalis
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
THT : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Jantung : bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur maupun gallop
Paru : vesikular pada kedua lapang paru, tidak ada mengi maupun rhonki
Abdomen : membuncit sesuai usia kehamilan, bising usus (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, tidak edema, CRT <2”
Pemeriksaan obstetri
Abdomen : TFU 27 cm, presentasi kepala, punggung kanan, 5/5, kontraksi
iregular, DJJ: 148 dpm.
Inspeksi : vulva dan uretra tampak tenang, darah mengalir dari ostium vagina.
Inspeksi spekulum: portio livide, ostium tertutup, tidak ada fluor, perdarahan (+), tampak
darah beku di vagina.
Periksa dalam : tidak dilakukan.
Pemeriksaan penunjang
USG 17/1/2011
Interpretasi USG : JPKTH, BPD 71,4, HC 267,9, FL 55,1, AC 248,1, ICA 152. Plasenta
di korpus belakang, meluas menutupi OUI, TBJ 1342 gram, sesuai hamil 28-29 minggu,
PPT.
CTG (17/1/2011)
Interpretasi CTG
o Frek Dasar : 150
o Aselerasi : +
o Deselerasi : -
o Gerak janin : +
o Kontraksi : ireguler ST 3
o Kesan : gawat janin (-)
o Sikap : konservatif dengan
pematangan paru
Laboratorium (17/1/2011)
Leu 9,62 (5-10)
Neutrofil 73,1 (50-70)
Lim 20,5 (25-40)
Mon 5,9 (2-8)
Eusi 0,4 (2-4)
Bas 0,1 (0-1)
Erit 3,79 (3,6-5,8)
Hb 10,9 (12-16)
Ht 33 (35-47)
MCH/MCV/MCHC 28,8/87,1/33 (26-
34)/(80-100)/(32-36)
Rdw 12,8 (11,5-14,5)
Trom 223 (150-440)
BT 3’30” (1-6’)
CT 6’30” (6-11)
GDS 74 (<180)
Urinalisis (17/1/2011)
Warna kuning
Kejernihan keruh
BJ 1010 (1005-1030)
PH 6,5 (5,5-8)
Protein (-)
Glukosa (-)
Keton (++)
Bilirubin (-)
Urobilinogen 0,2 (0,1-1)
Nitrit (-)
Darah samar (++)
Leu 1-3 (1-4)
Erit 2-4 (0-1)
Epitel (+)/n(5-15)
Silinder (-)
Bakteri (+)
Kristal amorf (++)/(-)
Diagnosis kerja
G2P1A0 hamil 29 minggu, JPKTH, PPT
Tatalaksana
Observasi TNSP/jam, suhu/4 jam, kontraksi, DJJ, perdarahan/jam
USG konfirmasi di IPDS
Bedrest
Hidrasi cukup
Tokolitik : nifedipin 10 mg max 4x, rumatan nifedipin 4 x 10 mg
Pematangan paru : deksametason 2 x 6 mg IV (2 hari)
Antibiotik : klindamisin 2 x 300 mg
Follow up
17/1/2011 pk 07.00
S = Mules + jarang, gerak janin + perdarahan –
O = TD : 120/80 mmHg, HR : 88x /menit, RR : 20x/menit, S: afebris
Status Generalis : dbn
Status Obstetri : HIS ireguler, DJJ : 146x/menit
Status Ginekologis :inspeksi v/u tenang, perdarahan (-)
Io porsio livid, OUE tertutup, fl (-), flx (+)
vt tidak dilakukan
A = HAP dd/ PPT pada G2P1H30 mgg, JPKTH, kontraksi ST 3.
P = ren/ : obs TV, Kontraksi, DJJ
r/ terapi : USG kongfirmasi,
Med : tokolitik : Nifedipin 10 mg / 20’ 4x.
Maintanance 4 x 10 mg
Pematangan porsio : dexametason inj 2 x 6 mg iv
AB : klindamisin 2x 300 mg
bed rest
hidrasi cukup
17/1/2011 pk 11.00
S = Mules -, gerak janin +, perdarahan –
O = TD : 120/80 mmHg, HR : 88x /menit, RR : 20x/menit, S: afebris
Status Generalis : dbn
Status Obstetri : kontraksi (-), DJJ : 146x/menit
Status Ginekologis : :inspeksi v/u tenang, perdarahan (-)
Io porsio livid, OUE tertutup, fl (-), flx (-)
vt tidak dilakukan
A = HAP dd/ PPT pada G2P1H30 mgg, JPKTH, kontraksi ST 3.
P = ren/ : obs TV, Kontraksi, DJJ
r/ terapi : USG konfirmasi,
Med : tokolitik : Nifedipin 10 mg / 20’ 4x.
Maintanance 4 x 10 mg
Pematangan porsio : dexametason inj 2 x 6 mg iv
AB : klindamisin 2x 300 mg
bed rest hidrasi cukup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan Antepartum
Perdarahan pada kehamilan secara garis besar dibagi dua golongan besar, yaitu obstetri dan
nonobstetri. Penyebab nonobstetrik, yaitu luka-luka pada jalan lahir karena terjatuh, akibat
koitus atau varises yang pecah dan oleh kelainan serviks, seperti karsinoma, erosio, dan polip.
Penyebab utama perdarahan pada kehamilan muda, yaitu abortus, kehamilan ektopik,
dan mola hidatidosa. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada trimester terakhir dari
kehamilan. Penyebab nonobstetrik, yaitu luka-luka pada jalan lahir karena terjatuh, akibat
koitus atau varises yang pecah dan oleh kelainan serviks, seperti karsinoma, erosio, dan polip.
Diagnosis Perdarahan Antepartum
Gejala dan tanda utama Faktor predisposisi Penyulit lain Diagnosis– Perdarahan tanpa nyeri,
usia gestasi > 22 mgg.– Darah segar atau
kehitaman dengan bekuan– Perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks atau Koitus
Grande Multipara – Syok– Perdarahan setelah koitus– Tidak ada kontraksi
uterus– Bagian terendah janin
tidak masuk pintu atas panggul
– Kondisi janin normal atau terjadi gangguan janin
Plasenta previa
– Perdarahan dengan nyeri intermiten atau menetap
– Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin ada bekuan jika solusio relatif baru
– Jika ostium terbuka, terjadi perdarahan berwarna merah
– Hipertensi– Versi luar– Trauma abdomen– Polihidroamnion– Gemelli– Defisiensi Besi
– Syok yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar (tipe tersembunyi)
– Anemia berat– Melelah atau hilangnya
gerakan janin– Gawat janin atau
hilangnya denyut jantung janin
– Uterus tegang dan nyeri
Solusio Plasenta
– Perdarahan intra abdominal dan/atau vaginal
– Nyeri hebat sebelum perdarahan dan syok, yang kemudian hilang setelah terjadi regangan hebat pada perut bawah
– Riwayat SC– Partus lama atau
kasep– Disproporsi
kepala/fetopelvik– Kelainan
letak/presentasi– Persalinan
traumatik
– Syok atau trakikardi– Adanya cairan bebas
intraabdominal– Hilangnya gerak dan
denyut jantung janin– Bentuk uterus abnormal
atau konturnya tidak jelas– Nyeri raba/tekan dinding
perut dan bagian-bagian janin mudah dipalpasi
Ruptur uteri
– Perdarahan berwarna merah segar
– Uji pembekuan darah tidak menunjuukkan adanya bekuan darah setelah 7 hari
– Solusio Plasenta– Janin mati dalam
rahim– Eklampsia– Emboli air ketuban
– Perdarahan gusi– Gambaran memar bawah
kulit– Perdarahan dari tempat
suntikan dan jarum infus
Gangguan pembekuan darah.
– Rendahnya faktor pembekuan darah, fibrinogen, trombosit, fragmentasi sel darah merah
Tabel 2.1. Diagnosis perdarahan antepartum
Plasenta Previa
Pendahuluan
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa
sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri eksternum. Pada plasenta previa,
plasenta terletak di sekitar atau sangat dekat dengan ostium serviks interna. Plasenta previa
dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Plasenta previa totalis: seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis: hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis: hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan plasenta.
Klasifikasi plasenta previa yang dialami bisa berubah pada masa antenatal dan intranatal,
karena:
Bertambah tuanya usia gestasi. Sejalan dengan bertambah usia gestasi maka rahim
akan membesar dan segmen bawah rahim juga bertumbuh ke arah proksimal.
Keadaan ini akan membuat posisi plasenta bergeser.
Ostium uteri yang meluas dan mendatar dalam persalinan kala satu.
Karenanya perlu dilakukan pemeriksaan USG maupun pemeriksaan digital yang berulang
dalam asuhan antenal maupun intranatal.
Gambar 2.1. Plasenta previa totalis
Insidens
Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab terbanyak.
Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus
dipikirkan lebih dahulu.Disebutkan bahwa insidens plasenta previa di Indonesia berkisar dari
1,7-2,9%. Dengan semakin meluasnya penggunaan USG akan sangat mungkin terjadi
peningkatan insidens plasenta previa. Di Amerika serikat sendiri insidens plasenta previa
berkisar dari 0,26-0,33%. Beberapa kondisi yang menjadi faktor risiko plasenta previa, yaitu:
1. Jumlah paritas yang tinggi. Keadaan ini meningkatkan risiko untuk mengalami
plasenta previa sampai 2,2 kali. Ibu dengan jumlah paritas di atas empat memiliki
risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami plasenta previa.
2. Usia ibu hamil di atas 30 tahun. Risiko mengalami plasenta previa meningkat sampai
40%.
3. Kehamilan ganda. Pada kehamilan ganda plasenta akan tumbuh lebih besar sampai ke
bagian bawah segmen uteri sehingga dapat menutup ostium uteri internum.
4. Uterus bercacat. Misalnya cacat bekas sesar pada uterus dapat meningkatkan kejadian
plasenta previa sampai dengan 8 kali lipat pada wanita yang mengalami operasi sesar
lebih dari 4 kali.
5. Perokok. Ditemuakn insidens plasenta previa meningkta sampaiu dua kali lipat pada
wanita yang merokok. Hal ini mungkin disebabkan oleh hipoksemia akibat CO hasil
pembakaran rokok sehingga sebagai kompensasinya plasenta harus tumbuh hipertrofi.
Etiologi
Tempat implantasi plasenta ditentukan oleh tempat awal implantasi blastokista. Belum ada
kepastian kenapa blastokista dapat memilih untuk berimplantasi pada segmen bawah uterus.
Salah satu teori yang mencoba untuk menjelaskan kenapa hal ini dapat terjadi adalah
vaskularisasi yang tidak cukup pada desidua akibat radang dan atrofi.
Patofisiologi
Desidua basalis merupakan bagian rahim ibu yang akan bergabung dengan plasenta sebagai
tapak plasenta. Semakin tua usia kehamilan, saat serviks mendatar (effacement) dan
membuka (dilatation) akan menyebabkan pelepasan tapak plasenta dari uterus sehingga
memungkinkan terjadinya perdarahan. perdarahan ini tidak dapat dihindari sehingga disebut
unavoidable hemorrhage. Perdarahan berasal dari ruangan intervillus dari plasenta (sirkulasi
maternal). Jika laserasi mengenai bagian sinus dari plasenta akan terjadi perdarahan yang
lebih banyak dan lebih lama. Karena kemampuan kontraksi segmen bawah uterus yang
terbatas (elemen otot yang dimilki sangat minimal) maka pembuluh darah yang terluka tidak
akan menutup dengan sempurna, sehingga hanya proses pembekuan darahlah yang dapat
menghentikan perdarahan pada plasenta previa. Berbeda dengan abrupsio plasenta, pada
plasenta previa tidak terdapat kelainan kuagulopati karena tromboplastin dapat masuk ke
dalam sirkulasi ibu. Perlu diwaspadai jika terjadi perdarahan dekat dengan ostium uteri
eksternum karena dapat menyebabkan kerusakan organ yang lebih luas.
Gejala Klinis
Gambaran klinis paling sering adalah perdarahan yang tidak nyeri, yang biasanya terjadi pada
akhir trimester kedua atau lebih. Ketika plasenta terletak di sekitar ostium serviks interna,
formasi segmen bawah uterus dan dilatasi serviks menyebabkan robekan pada perlekatan
plasenta. Perdarahan ditambah dengan ketidakmampuan dari otot miometrium pada segmen
bawah uterus untuk berkontraksi agar pembuluh darah yang robek berkonstriksi. Perdarahan
berulang yang biasanya akan semakin banyak, berwarna merah segar, tidak disertai sakit,
muncul tidak tentu, dan tanpa riwayat trauma pada ibu sebelumnya. Perdarahan pertama
umumnya dapat berhenti secara spontan. Dengan pemeriksaan Leopold tiga didapatkan
bahwa kepala janin pada masa kehamilan lanjut akan tetap mengambang diatas PAP dan
tidak masuk ke dalam panggul. Tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam pada pasien yang
dicurigai mengalami plasenta previa karena dapat memicu perdarahan yang lebih banyak.
Keadaan ini sangatlah perlu diantisipasi sedini mungkin selagi perdarahan dapat
membahayakan nyawa ibu. Diperlukan antenatal care yang baik untuk keadaan ini dapat
dideteksi pada masa prenatal.
Pada keadaan plasenta letak rendah akan dapat terjadi perdarahan yang sangat hebat
pada masa postpartum. Kejadian ini sangat mirip dengan abrupsio plasenta. Perdarahan dapat
terjadi meskipun persalinan kala 3 telah selesai karena kontraksi yang terjadi pada segmen
uterus bagian bawah lebih lemah dibanding dengan korpus uteri. Laserasi yang terjadi akibat
pelepasan plasenta dari uterus juga dapat menjadi sumber perdarahan pada plasenta previa
maupun plasenta letak rendah.
Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul. Pada plasenta previa,
ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan
letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral dan marginal serta robekan
marginal.
Diagnosis
Perdarahan yang terjadi mulai dari akhir trimester kedua biasanya disebabkan oleh
placenta previa atau abrupsio plasenta. Kemungkinan plasenta previa tidak boleh diabaikan
sampai terbukti memang tidak ada dengan pemeriksaan USG. Pemeriksaan dalam dengan jari
tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan perdarahan yang lebih banyak.
Cara yang paling mudah, paling tepat, dan paling aman untuk menentukan letak
plasenta melalui USG transabdomen. Ketepatan pemeriksaan dapat mencapai 98%.
Penggunaan USG transvaginal ternyata dapat dengan lebih tepat mendiagnosis ada tidaknya
plasenta previa. Pemeriksaan USG transvaginal terbukti aman dan tidak meningkatkan risiko
perdarahan pada kasus plasenta previa. Didapatkan bahwa USG transvaginal lebih baik
daripada USG transabdomen.
Beberapa hal dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan USG
transabdominal, yaitu:
Hasil positif palsu didapatkan karena adanya distensi kandung kemih, sehingga perlu
mengingatkan ibu untuk kencing terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan
USG.
Plasenta yang kebanyakan terimplantasi pada fundus uteri. Dalam keadaan seperti ini
kebanyakn pemeriksa lupa untuk memperkirakan bahwa plasenta yang ada dapat
tumbuh sampai ke dalam ostium uteri interna.
Plasenta previa yang terdapat pada dinding posterior akan sulit untuk ditemukan.
Selain itu dapat digunakan MRI untuk mendiagnosis plasenta previa. Namun
dibandingkan dengan USG. MRI tidaklah praktis apalagi dalam keadaan yang mendesak.
Bila diagnosis belum pasti ditegakkkan dan belum terdapat fasilitas USG dapat dilakukan
double set up examination saat inpartu atau sebelum inpartu.
Gambar 2.2. (A) Plasenta previa parsial anterior pada usia kehamilan 36 minggu. (B) Plasenta
previa total pada usia kehamilan 18 minggu.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada plasenta previa, antara lain:
1. Anemia sampai syok. Hal ini dapat terjadi karena perdarahan yang terjadi akan
semakin sering dan semakin banyak.
2. Plasenta inkreta sampai plasenta perkreta. Plasenta inkreta terjadi jika trofoblas
menembus sampai ke miometrium. Plasenta perkreta terjadi bila trofoblas menmbus
sampai perimetrium. Dalam keadaan yang lebih ringan dapat dijumpai plasenta
arkreta dimana vili lebih kuat tertanam namun belum menembus miometrium. Faktor
risiko meningkat pada uterus yang pernah mengalami seksio sesaria.
3. Kelainan letak anak.
4. Kelahiran prematur dan gawat janin.
5. Peningkatan risiko untuk mengalami solusio plasenta, operasi sesar, kematian
meternal, DIC.
Tatalaksana
Ibu hamil dengan plasenta previa dapat dijumpai dalam keadaan sebagai berikut:
1. Ibu hamil dengan fetus yang preterm dan tidak ada indikasi untuk melahirkan.
2. Ibu hamil dengan fetus yang sudah matur.
3. Ibu hamil dalam persalinan.
4. Ibu hamil dengan fetus yang belum matur dengan perdarahan yang berat.
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut, misalnya
kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien dan anak mati. Rencana terminasi
kehamilan jika (1) janin matur (2) janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang
mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali) (3) Pada perdarahan aktif dan
banyak, segera dilakukan terapi tanpa memandang maturitas janin.
Jika kehamilan masih belum matur (kurang dari 37 minggu) tujuan penatalaksanaan
adalah untuk merawat secara konservatif. Selama pasien dalam proses observasi di dalam
rumah sakit pasien diinstruksikan untuk tirah baring, dan dilakuka pemeriksaan darah
(termasuk golongan darah dan faktor Rhesus). Pasien dengan faktor rhesus negatif dan belum
perlu disentisisasi harus diberikan RhoGam. Pasien dapat dipulangkan bila perdarahan telah
berhenti dan janin dalam kondisi yang sehat, namun kadangkala pasien harus dirawat inap
dan darah dengan golongan yang sama harus tersedia. Untuk pasien rawat jalan ingatkan dan
siapkan pasien dan keluarganya untuk melakukan transportasi pasien ke rumah sakit sesegera
mungkin bila pasien mengalami perdarahan lagi. Ingatkan pasien untuk tidak dulu melakukan
hubungan seksual dengan suaminya dan memperbanyak istirahat sampai pemeriksaan USG
berikutnya menunjukkan migrasi plasenta. Untuk follow up pasien rawat jalan dapat
dilakukan 4 minggu setelah pasien keluar dari rumah sakit.
Dapat pula dilakukan pemeriksaan MSAFP (maternal serum alfa feto protein) pada
kehamilan trimester 2 untuk menentukan pasien yang harus diawasi lebih ketat. Nilai MSAFP
yang lebih tinggi dua kali dibanding dengan nilai median dapat diinterpretasikan bahwa
kemungkinan pasien harus dirawat di rumah sakit sebelum usia kehamilam mencapai 30
minggu meningkat sampai 50%, harus dilahirkan premature sebelum usia 34 minggu, dan
harus dilakukan terminasi kehamilan dengan indikasi hipertensi sebelum kehamilan saat usia
kehamilan kurang dari 34 minggu. Bila perdarahan menjadi lebih berat maka persalinan
preterm harus segera dilakukan. Dari berbagai penelitian yang dilakukan tidak terdapat
perbedaan morbiditas dan mortalitas antara pasien plasenta previa yang dirawat inap dan
dirawat jalan.
Plasenta previa dapat menyebabkan kelahiran preterm and perdarahan hebat sehingga
perlu perawatan di rumah sakit. Kelahiran dengan section caesaria dibutuhkan pada plasenta
previa sering dengan insisi tranversal pada uterus. Karena perdarahan janin dapat disebabkan
oleh insisi pada anterior plasenta, insisi vertikal kadang-kadang direkomendasikan. Karena
buruknya kontraksi segmen bawah uterus, dapat terjadi perdarahan yang tidak terkontrol
mengikuti pengangkatan plasenta, sehingga dapat dilakukan penjahitan atau ligasi arteri
iliaka interna. Jika metode konservatif gagal dan perdarahan makin berisiko, maka
histerektomi dibutuhkan.
BAB III
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pasien Ny D, 26 tahun datang dirujuk oleh bidan karena terdapat perdarahan dari
kemaluan sejak 1 jam SMRS. Darah cair berwarna merah, tidak ada gumpalan, jumlah darah
½ pembalut, tidak ada nyeri perut. Pasien mengaku hamil 7 bulan. HPHT 25/6/2010 (usia
kehamilan 29-30 minggu). Berdasarkan keluhan perdarahan pada kehamilan tua (trimester 3),
hal yang mungkin terjadi adalah plasenta previa atau solusio plasenta. Namun demikian,
pengakuan pasien bahwa perdarahannya tidak disertai nyeri lebih mengarahkan diagnosis
kepada plasenta previa.
Pada pemeriksaan obstetrik ditemukan janin dengan letak memanjang, presentasi
kepala namun bagian terendahnya masih belum masuk panggul. Inspeksi pada daerah
kemaluan menunjukkan adanya darah mengalir dari vagina. Lebih lanjut, dengan spekulum
diketahui perdarahan aktif berasal dari ostium uteri. Kedua hal ini merupakan gambaran
klinis yang khas dari plasenta previa. Berdasarkan hasil USG yaitu adanya implantasi
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum sehingga diagnosis pasien ini plasenta
previa totalis.
Berdasarkan pemeriksaan hematologi, ditemukan kadar hemoglobin yang rendah pada
pasien (10,9 g/dl) dapat disebabkan oleh perdarahan namun penurunan Hb tidak signifikan
dengan jumlah darah yang keluar, kondisi ibu pun baik. Sedangkan pada pemeriksaan CTG
tidak ditemukan tanda-tanda gawat janin. Pada pasien ini perdarahan terjadi pada kehamilan
preterm, yaitu usia kehamilan 29-30 minggu. Dengan indikasi ketiga hal tersebut di atas,
maka pilihan tata laksana terbaik adalah menunda pengeluaran janin.
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien yaitu dengan dirawat bedrest dan
mengatasi anemia. Karena anemia dapat menyebabkan perdarahan berikutnya. Pemeriksaan
Hb dan Ht berkala juga dilakukan untuk memantau apakah perdarahan pada pasien sudah
membahayakan. Karena janin masih preterm, maka diberi kortikosteroid untuk pematangan
parunya. Dan untuk menunda kelahiran dan mencegah perdarahan lanjutan, diberikan
tokolitik.
Pada pemeriksaan lanjutan, perdarahan sudah berhenti, kondisi pasien dalam keadaan
baik, janin hidup, preterm, waktu untuk mencapai 37 minggu atau berat janin 2500 gram
masih jauh, sehingga pasien tidak dirawat lama sampai 7 minggu lagi. Namun pasien dirawat
untuk pengawasan sementara dan memperbaiki anemianya. Bila sudah teratasi, pasien dapat
diperbolehkan pulang dengan catatan agar kembali bila ada keluhan dan saat usia kandungan
37 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams
obstetrics, edisi ke-23. New York: McGraw-Hill Professional; 2009.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Obstetri Patologi, edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2002.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu kebidanan Sarwono
Prawirohardjo, edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.