PRESIDENSIAL TRESHOLDdwhwuhd

Post on 15-Jul-2016

11 views 1 download

description

dwhdghwgd

Transcript of PRESIDENSIAL TRESHOLDdwhwuhd

A.Pendahuluan

A.1 Latar Belakang

Threshold merupakan persyaratan minimal dukungan yang harus diperoleh partai

politik untuk mendapatkan perwakilah yang biasanya dilihat dari persentase perolehan suara

di pemilu. Ada dua istilah Threshold yang dipraktikan dalam pemilu di beberapa negara:

Electoral Threshold(ET) dan Parlemetary threshold (PT). Electoral Threshold merupakan

ambang batas persyaratan minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mengikuti

pemilu periode pemilu berikutnya. Sedangkan Parlemetary Threshold merupakan ambang

batas persyartan minimal harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di

parlemen. Electoral Threshold telah diterapkan di Pemilu 2004 sedangkan Parlementary

Threshold Pada pemilu 2009. (Hanta Yuda: 2010: 282)

Dalam perjalanan Demokrasi di Indonesia (PT) dan (ET) masi menimbulkan beberapa

permasalahan dalam hubungan lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif. Persidensial

Treshold atau ambang batas perolehan suara dalam pengajuan calon Presiden dan Wakil

Presiden oleh partai Politik dalam pemiihan umum adalah usulan beberapa Fraksi di DPR

dalam upaya meningkatkan tingkat selektifitas Partai politik dalam mengusulkan Pasangan

Calon Presiden dan wakil Presiden. Hal ini dikarenakan syarat pengajuan Pasangan Calon

Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat 2 memberikan kemungkinan banyaknya

keturutsertaan partai politik peserta pemilu yang mengusulkan pasangan calon Presiden dan

wakil Presiden dari masing-masing Partai Politik.

Dalam UU NO 42 Tahun 2008 Pasal 9, mengatakan “Pasangan Calon diusulkan oleh

Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan

perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan

Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden”. Hal ini juga memberikan penguatan dalam menjalankan Sistem pemerintahan

Presidensial, karena dalam hubungan lembaga negara Presiden sangat membutuhkan

keseimbangan, dan kekuatan Politik dalam parlemen demi menjalankan roda pemerintahan

yang mulus tanpa ada desakan politik dari Parlemen atau beda pandangan yang menghambat

roda pemerintahan berbjalan efektif. Hal ini tentu berjalan seiring dengan perkembangan

demokrasi yang di anut negara Indonesia sebagai negara yang memberikan kebebasan

berpendapat serta kebebasan memilih dan dipiih oleh setiap warga negaranya.

1

Berdasarkan teori, rencana Presidensial Treshold fersi Indonesia dalam UU NO 42

Tahun 2008 memberikan Pandangan atau warna baru pada kajian Ilmu Tata Negara. pada

negara-negara demokrasi lainnya Presidensial Treshold merupakan batasan minimum

Perolehan suara Pasangan Calon Presiden dan Wakli Presiden dinyatakan menang dalam

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Seperti di yang diterapkan di Negara Brazil dan

Ekuador

Beda halnya dengan Konsep Presidensial Treshoal yang di rancang untuk dianut

Indonesia, dalam mengusung pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Partai Politik

diharuskan memiliki Persen Kursi atau suara di parlem sehingga, Presiden yang dipilih sudah

Memiliki kekuatan Politik dalam kursi Prlemen. Hal ini menimbulkan Pro-Kontra pada

Kalangan Akademis baik dari ahli Hukum Tata Negara, Pakar Ilmu Politik dan juga beberapa

Politisi atau simpatisan Partai di Indonesia.

Pipit R Kartawidjaja menilai, saat Dialog Publik Menyoal Presidential Threshold,

Menjaring Capres Pilihan Rakyat, "Di manapun di dunia, tidak memakai presidential

threshold seperti di Indonesia. PT yang dipasarkan di Indonesia itu istilah salah kaprah," kata

Pipit, Dia mengaku bingung dengan penerapan ambang batas pencalonan presiden. Dia

mengaku sudah mencari aturan atau undang-undang terkait dasar penerapannya, namun

hasilnya tidak ada satupun yang menyebutkan secara gamblang.Hal senada juga diungkapkan

Direktur Eksekutif Seven Strategic Studies, Mulyana Wirakusumah. Menurutnya, tidak ada

pengertian ambang batas presiden dalam kamus politik dinegara manapun selain Indonesia.

"Pertama saya bolak-balik baca buku, tidak ada presidential threshold. Yang ada

parlementary Treshold. Bahkan negara demokratis seperi Venezuela, Argentina, dan Brazil

juga tidak pernah memakai istilah ambang batas presiden dalam pemilihan eksekutif.

(Sumber: Merdeka.com: 2012)

Sejalan dengan itu Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon

mempertanyakan Dasar Hukum Penerapan Presidensial Treshold. Sebab dalam Pasal 6 UUD

1945, tidak menetapkan ambang batas suara atau Kursi dalam Parlemen. Selain beliau

mengemukakan Presidensial Treshold yang begitu tinggi adalah lambang oligarki Partai

Politik yang bertantangan dengan Semangat Demokrasi. Dan hal ini hanyalah Kepentingan

subjektif jangka pendek Partai tertentu yang bertantangan dengan hak setiap warga negara

untuk dipiliah dan memilih.

Berbanding terbalik, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan agar syarat

mengusung calon presiden seperti Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen diturunkan

2

menjadi 3,5 persen, sama dengan syarat Parliamentary Threshold. Dikatakannya, partai

politik harus legowo untuk memudahkan pencalonan, termasuk menurunkan presidential

threshold untuk memastikan tokoh-tokoh terbaik bangsa mendapatkan kemudahan tiket untuk

dikenal dan dipilih langsung olehrakyat. 

"Kritik terhadap oligarki partai politik, harus dijawab dengan amandemen yang

aspiratif,"katadia. Ketua Komisi IV DPR RI itu menambahkan, dalam revisi UU Pilpres,

calon presiden harus pernah mengepalai organisasi dengan personel minimal tertentu atau

mengelola aset senilai jumlah minimal tertentu yang cukup besar, baik organisasi negara

(kementerian/lembaga)atauswasta. "Ini dibutuhkan karena presiden akan memimpin hampir 4

juta PNS, lebih dari Rp3 ribu triliun aset negara, dan hampir 400 ribu anggota TNI dan Polri,"

kata Romi. Poin penting lainnya, adalah cara memilih calon presiden pada saat hari

pemilihan. "Cara memilih bukan lagi mencontreng/memberi tanda, tapi harus memilih,"ujar

dia. PPP, katanya, juga mengusulkan agar pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilihan

Presiden dilaksanakan secaraserentak. "Dengan menggunakan hasil perolehan suara dan

kepesertaan pemilu 2009, maka pileg dan pilpres bisa digelar serentak pada 2014," kata dia.

Selain itu, pola rekrutmen capres di setiap internal parpol harus dipastikan terbuka dan

memberi kesempatan kepada seluruh anak bangsa."Kampanye yang dilakukan di luar masa

kampanye harus diatur. Agar tidak terjadi capres instan yang hanya berbekal kemampuan

membayar iklan," kata Romi. (Sumber: Antara News)

1. Pro Terhadap Presidensial Threshold

Hemat penulis Presidensial Treshold merupakan suatu reaksi kongkret yang diberikan

dalam menanggadagapi persoalah kedewasaan demokrasi dalam bernegara, namun ambang

batas perolehan suara atau kursi di Parlemen dalam mengusung Pasangan Calon Presiden dan

Wakil Presiden oleh Partai Politik Memberikan dua sisi yang berbeda, yang harus dilihat dari

beberapa apek baik segi kemanfaatan maupun kepastian Hukum, karena kita ketahui bersama

negara selain sebagai wadah dalam memberikan kesejahteraan, keamanan dan ketentraman,

negara dalam setiap kebijakan haruslah memiliki kekuatan hukum formil yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Oleh karena itu, rancangan Presidensial Treshold sebagai upaya meningkatkan

selektifitas perlu di dukung sebagai langkah koongkret undang-undang dalam membendung

banyaknya keterlibatan partai Politik pada pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. selain

dari itu langkah ini merupakan suatu metode dalam membentuk keserasian atau

keseimbangan politik Eksekutif dengan Legislatif, sehingga dalam proses kenegaraan

3

legislatif dan eksekutif dapat berjalan sinergi dan memiliki kesepahaman dan kesamaan

pendapat.

Dalam teori Check and Balence, Relasi Politik antara Presiden dan Parlemen dalam

Sistem Presidensial adalah setara dan mandiri. Pada prinsipnya Presiden tidak dapat

membubarkan Parlemen dan sebaliknya Parlemen tidak dapat menjatuhak Presiden. Parlemen

hanya dapat menuntut Pemberhentian Presiden jika Presiden terbukti melaukan pelanggaran

hukum.( Hanta Yudha: 2010: 19) Hal ini sangat berpengaruh terhadap sistem

ketatanegaraan yang dianut Negara Indonesia, karena sistem Presidensial yang dipadukan

dengan sistem multipartai memiliki implikasi politis terhadak kestabilan dan kemandirian

dalam mekanisme kenegaraan, sepertihalnya Bamabang Cipto mengemukakan Koalisi adalah

sebuah keharusan dalam membentuk pemerintahan yang kuat. Hakekat dari Koalisi itu

sendiri adalah untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat (Strong), Mandiri

(Autonomous), dan Tahan Lama (Durable). Pemerintahan yang kuat juga bisa diartikan

sebagai Pemerintahan yang mampu menciptakan dan mengimplementasikan kebijakannya

tanpa khawatir mendapat penolakan atau perlawanan di Parlemen. Bahkan ia juga

menegaskan “Partai Politik dituntut untuk dapat memahami makna Pemerintahan Koalisi

sebagai persyaratan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar dalam sistem Multi Partai.

pasal 5 UUD 1945 yang memberikan hak terhadap Presiden dalam mengajukan

rancangan Undang-Undang sangat berdampak politis ketika hubungan Presiden dengan

Parlemen tidak sinergi ataukah kekuatan Partai Politik presiden tidak memiliki banyak kursi

pada parlemen. Maka dari itu Presidensial Treshold merupakan langkah perubahan untuk

meminimalisir dan membentuk pemerintahan yang kuat (Strong)), Mandiri (Autonomous),

dan Tahan Lama (Durable).

2.Kontra Terhadap Presidensial Threshold

Seperti halnya pendapat penulis di atas. Penerapan Presidensial Treshold dipandang

dari sudut pandang landasan hukum, UUD 1945 Pasal 6 menerangkan “Pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik”.

Dengan menelaah “Frasa diusung oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik” penulis

melihat setiap partai politik memiliki hak constitutional untuk mengusung pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilihan Umum tanpa adanya ambang batas perolehan

suara ataukah kekuatan politik lainnya. Untuk dapat mengajukan Pasangan Calon Presiden

dan Wakil Presiden dalam pemilihan. Mulyana W Kusumah berpendapat Presidensial

Treshold cendrung Inkonstitutional, menurutnya Presidensial Treshold fersi DPR

bertantangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28, Pasal 28C ayat 1 dan Pasal 28 D ayat 1 UUD

4

1945. Pada Pasal 28D ayat 1 tersebut menyebutkan bahwa “setiap Orang Berhak atas

pengakuan jaminan, Perlindungan dan kekuatan hukum yang adil atas perlakuan sama

dihadapan hukum”, oleh karena itu setiap Parpol punya hak Konstitutional untuk mengusung

calon Presiden, tidak hanya Parpol besar.(Vivanews.10.oktober 2012) .Dalam Pasal 28D

ayat 3 Setiap warga Negara Berhak memiliki kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Dengan frasa berhak memiliki kesempatan yang sama penulis berpendapat Presidensial

Treshold merupakan suatu bentuk pembatasan atas hak yang dimiliki setiap anggota Partai

Politik yang di jamin dalam Undang-undang Dasar 1945. Selain dari itu “Tidak ada istilah

Presidensial Treshold dalam Undang-undang Negara-negara demokrasi sekarang”, yang ada

hanya Parlementery Treshold, partai-partai politik didorong untuk berkoalisi dari awal

menjadi perserta pemilihan umum untuk mencalonkan Presiden.

Dalam Logika politik pemerintahan, sebenarnya bukan jumlah parpol peserta pemilu

yang harus dibatasi, tetapi jumlah ideal kekuatan parpol yang perlu diberdayakan atau

dirampingkan di Parlemen. Dalam politik keseharian, Presiden atau pemerintah berhadapan

dengan Partai politik yang berada di parlemen bukan seluruh partai politik peserta pemilu.

Karena itu, penerapan (PT) jauh lebih efektif ketimbang (ET). (PT) lebih jelas Konsekuensi

politiknya. Partai Politik yang tidak mampu mencapai ambang batas persyaratan minimal

untuk mendapatkan kursi di parlemen yang ditetapkan, misalnya 2,5 persen (PT) di pemilu

2009, tak diperbolehkan wakilnya ke parlemen. Penerapan (PT) di beberapa negara memiliki

angka persentase yang bereda-beda terbukti berhasil mengurangi jumlah partai politik di

parlemen jerman misalnya, menerapkan ambang batas 5 persen, polandia 7 persen, swedia

dan Norwegia 4 Persen, Turki bahkan menerapkan ambang batas 10 Persen.

Buktilain efektivitas (PT) menyederhanakan jumlah partai politik di parlemen terlihat

dari hasil Pemilu 2009 konfigurasi kekuatan Politik di DPR hasil Pemilu 2009 semkin

Ramping. Jika sebelumnya Konfigurasi DPR hasil Pemilu 2009 dan pemilu 2004 masing-

masing 19 partai politik dan 16 partai politik, hasil pemilu 2009 hanya 9 Partai Politik yang

lolos ke DPR. Seandainya persyaratan (PT) 2,5 Persen yang telah disimulasikan ini diperluka

pada Pemilu 1999 yang berhasil masuk keParlemen tidak sebanyak 19 Partai Politik

melainkan hanya 6 Partai saja yaitu, yaiitu PDIP, Partai GOLKAR, PKB, PPP, dan PAN. Jika

Persyaratan (PT) 2,5 Persen juga dismuasikan pada Pemilu 2004, hasilnya tidak sebanyak 16

Partai Politik, tetapi hanya 7 Partai Politik saja ke DPR yaitu Partai GOLKAR, PDIP, PKB,

Partai Demokrat, PPP, PKS dan PAN. Dbandingkan 19 Parpol di DPR hasil pemilu 1999 dan

16 parpol hasil Pemilu 2004, Pemberlakuan persyaratan (ET) 2,5 Persen jauh lebih efektif

menyederhanakan kekuatan Parpol di Parlemen. (A.R.hanta Yuda.2010.hal,283-284 )

5

Selain dari itu penulis berpendapat (PT) memiliki kekeurangan dalam penerapannya.

Terbukti Indonesia miskin mencetak kader-kader potensial kedepannya yang mana apabila

menjadi calon Presiden harus dibatasi oleh Presidensial Threshold ini. Diaturnya ketentuan

ini membatasi kehadiran pemimpin-pemimpin nasional kedepannya yang mana ini

merupakan fungsi dari partai politik. Selalu itu-itu saja yang terlihat dipermukaan untuk

membangun negara ini, padahal banyak orang-orang yang berkompeten dalam membangun

negara. Apalagi partai politik di Indonesia memiliki banyak masalah, seperti banyaknya

kader parpol yang terkungkung masalah hukum seperti korupsi, wakil parpol di eksekutif dan

legislatif dari sektor pusat hingga daerah terkadang melupakan konstituen yang memilihnya

saat pemilu dulu. Dengan banyaknya masalah yang berada dalam lingkar partai politik ini

yang membuat urung manusia-manusia Indonesia yang memiliki rekam jejak yang bagus

dalam kepemimpinan masuk dalam lingkaran parpol. Jadi sulit menciptakan generasi

kepemimpinan seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Cokrominoto, dan lain lain. Sulit sekali

melihat pemimpin negarawan seperti mereka dizaman modern sekarang. PT merupakan

penghalang bagi kelahiran pemimpin cerdas dimasa datang.

Kehadiran PT juga membuat oligarki di lingkaran kekuasaan pasca reformasi. Para

tokoh yang berada dalam lingkaran kekuasaan terkesan itu-itu saja. Reformasi yang cita-

citanya untuk melahirkan generasi cerdas dan bermanfaat sulit tercapai karena dibatasinya

para pemimpin muda untuk maju. PT yang dipertahankan hanya oleh para penguasa yang

berasal dari partai politik merupakan jalan untuk mempatenkan kontrak-kontrak politik.

Karena dipaksakannya partai politik untuk berkoalisi maka terkesan bagi-bagi kue kekuasaan

bagi pemimpin yang menjadi Presiden kedepannya. Janji Presiden kita saat ini untuk

memasukkan orang-orang profesionalitas dalam pembantunya (Menteri) terkesan ucapan

belaka, toh faktanya para menteripun didominasi oleh orang-orang yang berasal dari partai

politik yang katanya profesional. Bagi-bagi kue ini merupakan implikasi terhadap

dipaksakannya partai politik untuk berkoalisi mengusung calon Presiden, Calon Presiden pun

berasal dari lingkaran itu-itu saja. Padahal harapan masyarakat ada kandidat Presiden yang

tak terpagari oleh partai politiknya untuk berkreasi mensejahterahkan rakyatnya dikemudian

hari.

Harapan penulis sama dengan harapan Yusril Ihza Mahendra, Negarawan lain, dan para

masyarakat yang merindukan pemimpin yang dekat dengan masyarakat. Pemilu Presiden dan

Pileg tahun 2019 kedepan akan dilaksanakan secara serentak. Saat ini penulis belum

mengetahui apakah presidensial Threshold masih berlaku atau tidak. Karena secara otomatis

apabila pemilu dilaksanakan secara serentak maka PT sudah tidak berlaku. Karena tidak

6

mungkin pemilihan presiden menunggu hasil dari pemilihan legislatif/pemilihan partai

politik. Namun ini semua ditentukan oleh pembuat undang-undang Pilpres 2019 nanti. Para

pembuat UU akan mengkreasikan UU Pilpres sesuai dengan Putusan MK tersebut untuk

melaksanakan Pemilu serentak, adanya kemungkinan PT tetap ada mungkin dari pembuat UU

yang berasal dari parlemen asal parpol yang memiliki kepentingan individu bagaimana

mempertahankan kekuasaannya.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan penulis menyimpulkan , penerapan Prsesidensial Threshold dalam

UU NO 42 tahun 2008 haruslah berlandaskan hukum sebagai konsekuensi dari

pengejewantahan pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Dan juga Rencana Penerpan (PrT) haruslah

berangkat dari hasil kajian para ahli Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik sehingga

penerapannya benar-benar teruji secara teoritik.

Referensi

A.R.Hanta Yuda. 2010. Presidensialisme Setengah Hati PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Antara News.com

Viva News.com

Merdeka.com

7