Post on 02-Aug-2015
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. ABP
Usia : 3 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Suku bangsa : Batak
Agama : Protestan
Alamat : Jl. Perintis Jakarta timur
I.2 IDENTITAS ORANG TUA
AYAH IBU
Nama Tn. I Ny. T
Usia 35 tahun 30 tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Suku bangsa Batak Batak
Agama Protestan Protestan
Pendidikan S1 D3
Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga
Alamat Jl. Perintis Jaktim Jl. Perintis Jaktim
Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.
1
I.3 ANAMNESIS
Didapatkan keterangan secara allo anamnesis melalui orang tua pasien :
Hari dan tanggal : 3 Agustus 2012
Tempat : Bangsal Anggrek 2
Keluhan utama : Buang air besar cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan : Muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengalami buang air besar cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Frekuensi buang air besar cair 7-8x/hari, berwarna kuning, menyemprot, berbau asam,
lendir -, darah -, air > ampas. Pasien mengalami demam naik turun sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, demam turun setelah diberi obat penurun panas namun kemudian
naik lagi, suhu tidak diukur, demam dirasakan tidak terus menerus. 1 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien juga mengalami mual dan muntah, muntah 2x/hari berisi air dan
makanan. Nafsu makan pasien menurun sejak 2 hari SMRS, pasien masih mau minum
susu namun makan hanya sedikit. Kedua orang tua pasien kemudian membawa pasien
berobat ke dokter terdekat dengan rumahnya. Pasien diberikan obat oleh dokter tersebut
yaitu proris, antibiotik dan domperidone. Setelah berobat namun keluhan pasien tidak
kunjung membaik. Lalu orang tua pasien membawanya ke IGD RS Polri untuk berobat
dan dinyatakan oleh dokter jaga IGD, untuk dirawat inap.
Riwayat penyakit dahulu:
Penyakit Keterangan Penyakit Keterangan
Faringitis / tonsillitis (-) Enteritis (-)
Pneumonia (-) Desentri basiler (-)
Bronchitis (-) Desenteri amuba (-)
Morbili (-) Tifoid (-)
Kejang (-) Cacing (-)
2
Varicela (-) Operasi (-)
Difteri (-) Polio (-)
Malaria (-) Reaksi Obat (-)
Riwayat kehamilan ibu
Riwayat antenatal : Ibu teratur memeriksakan kandungan ke dokter setiap
bulan
Penyakit selama kehamilan : Selama mengandung, ibu pasen tidak pernah sakit.
Obat yang dikonsumsi : Ibu pasien mengaku mengkonsumsi vitamin dan
obat penambah darah sebanyak 1 kali sehari.
Riwayat kelahiran
Tempat kelahiran Rumah bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Persalinan spontan pervaginam
Masa gestasi 37 minggu
Keadaan bayi
-Berat badan lahir
-Panjang badan lahir
3375 gr
50 cm
Riwayat postnatal
Pemeriksaan oleh : dokter
Keadaan anak : sehat
Riwayat perkembangan:
Pertumbuhan gigi pertama : usia 5 bulan
Perkembangan psikomotor pasien
Senyum : Ibu pasien tidak ingat
3
Miring : Ibu pasien tidak ingat
Tengkurap : usia 3 bulan
Duduk : usia 7 bulan
Merangkak : usia 9 bulan
Berdiri : usia 11 bulan
Berjalan : usia 12 bulan
Kesan : status perkembangan pasien sesuai usia
Riwayat makanan
Usia ASI / PASI Buah / biscuit Makanan padat
dan lauk
0 – 2 bulan ASI - -
2 – 4 bulan ASI - -
4 – 6 bulan ASI Buah -
6 – 8 bulan ASI + PASI Biskuit, buah -
8 – 10 bulan PASI Biskuit, buah -
10 – 12 bulan PASI Biskuit, buah +
Riwayat imunisasi
Vaksin Dasar Ulangan
BCG 1x -
Hepatitis B 3x -
DPT 4x -
Polio 4x -
Campak 1x -
Riwayat keluarga
4
Pernikahan orang tua
Ayah Ibu
Perkawinan ke 1 1
Usia saat menikah 31 tahun 26 tahun
Keadaan kesehatan Sehat sehat
Corak reproduksi
Anak ke Tahun Jenis
persalinan
Usia Jenis
kelamin
Berat badan
lahir
1 2009 PPspt 3 tahun 6
bulan
Perempuan 3375 gram
Riwayat penyakit dalam keluarga
Ayah : saat ini ayah pasien dalam keadaan sehat.
Ibu : saat ini ibu pasien dalam keadaan sehat.
Riwayat penyakit anggota keluarga
Anggota keluarga : -
Sekitar rumah : tidak ditemukan warga yang memiliki penyakit yang berarti
Data perumahan
Rumah berukuran 12 x 12 m bertingkat satu dihuni oleh kedua orang tua pasien,
pasien dan kakek nenek. Terdiri dari 3 buah kamar tidur berukuran 3 x 4 meter satu
dapur, satu ruang tamu, dan dua kamar mandi. Kamar tidur orang tua dan pasien terletak
di bagian depan, dengan 1 buah jendela berukuran 1 x 1 meter menghadap ke halaman
rumah ditutup dengan kasa nyamuk berukuran 1x1 meter. Kamar kakek nenek terletak di
5
bagian tengah dengan 1 buah jendela berukuran 1 x 1 meter ditutup dengan kasa nyamuk
berukuran 1 x1 meter.
Di ruang tamu dan dapur masing-masing terdapat 1 jendela berukuran 1 x1 meter
dengan kasa nyamuk. Di kamar mandi terdapat ventilasi berukuran 50 x 30 cm. Di dalam
kamar mandi terdapat kloset jongkok dan bak mandi yang dikuras setiap 3 kali sehari
dengan cara disikat.
Atap rumah terbuat dari asbes dan lantai dilapisi keramik. Rumah disapu dan
dipel dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Air yang digunakan untuk minum dan
masak adalah air isi ulang. Air yang digunakan untuk mandi dan mencuci adalah air
sumur yang cukup bersih. Jarak antara sumber air dengan septic tank ± 8 meter
I.4 Pemeriksaan fisik
Tanggal : 3 Agustus 2012
Jam : 22.00 WIB
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
Laju nadi : 110 x / menit
Laju pernafasan : 18 x/ menit
Suhu : 36,5 0C
Data antropometri
Berat badan : 23 kg
Tinggi badan : 102 cm
6
Pemeriksaan darah tepi 3 agustus 2012
Pemeriksaan Hasil
3/8/2012
Nilai Normal
Hemoglobin 14.2 g/dl L : 13 - 16 P : 12 - 14
Leukosit 20.900 /ul 5.000 - 10.000
Hematokrit 41 % L : 40 - 48 P : 37 - 43
Trombosit 626.000/ ul 150.000 - 450.000
Natrium 143 135 - 145 mmol/L
Kalium 5.3 3.8 - 5.0 mmol/L
Chlorida 108 98 - 106 mmol/L
Pemeriksaan Urin 4 Agustus 2012
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Reaksi / pH 6.0 5 – 8,5
7
Berat jenis 1.020 1.000 – 1.030
Protein - Negatif
Bilirubin - Negatif
Glukosa - Negatif
Keton - Negatif
Darah / Hb - Negatif
Nitrit - Negatif
Urobilinogen 0.1 0.1 - 1.0 IU
Leukosit + Negatif
Sedimen:
Leukosit
Banyak / LPB
Sedimen :
Eritrosit
1-2 / LPB
Sedimen : Sel
epitel
+
Sedimen : Kristal -
Sedimen : - / LPK
8
Silinder
Lain - lain :
Bakteri
+
Pemeriksaan faeces 4 agustus 2012
Pemeriksaan Hasil
Warna Kuning
Konsistensi Lunak
Lendir +
Leukosit 3 - 5
Eritrosit 1 - 2
Amoeba -
Telur cacing -
Lain - lain -
Pemeriksaan hematologi 6 agustus 2012
9
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11.3 g/dl L : 13 - 16 P : 12 - 14
Leukosit 7400 / ul 5.000 - 10.000
Hematokrit 35 % L : 40 - 48 P : 37 - 43
Trombosit 369.000 / ul 150.000 - 450.000
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 1 0 - 1 %
Eosinofil - 1 - 3 %
Batang - 2 - 6 %
Segmen 53 50 - 70 %
Limfosit 42 20 - 40 %
Monosit 4 2 - 8 %
LED Kurang darah < 20 mm/jam
Eritrosit 4.13
Pemeriksaan urinalisa 7 agustus 2012
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Reaksi / pH 7.0 5 – 8,5
Berat jenis 1.010 1.000 – 1.030
Protein - Negatif
Bilirubin - Negatif
10
Glukosa - Negatif
Keton + Negatif
Darah / Hb - Negatif
Nitrit - Negatif
Urobilinogen 0.1 0.1 - 1.0 IU
Leukosit - Negatif
Sedimen:
Leukosit
1 - 2 / LPB
Sedimen :
Eritrosit
0 - 1 / LPB
Sedimen : Sel
epitel
+
Sedimen : Kristal -
Sedimen :
Silinder
- / LPK
Lain - lain -
Pemeriksaan fungsi ginjal 8 agustus 2012
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
11
Ureum 13 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 0.3 0.5 - 1.3 mg/dl
I.5 Diagnosis kerja
Diare Akut dehidrasi ringan-sedang, suspect infeksi saluran kemih
I.6 Tata laksana
IVFD Kaen 3B 20 tpm
Injeksi ceftriaxone 2 x 500 mg
Injeksi actacef 2 x 500 mg
Paracetamol syrup 3 x 10 ml
Domperidone syrup 2 x 5 ml
Zinkid syrup 2 x 5 ml
Lacto B 3 x 1 sachet
Bicarbonat 3 x 15 mg
I.7 Prognosis:
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
I.8 Follow up harian
3 agustus 2012 4 agustus 2012 5 agustus 2012 6 agustus 2012
12
S Buang air besar cair
2x/hari, warna
kuning. ,menyemprot
, berbau asam, air >
ampas +, Mual -,
muntah -.
Buang air besar
cair 2x/hari, warna
kuning. ,menyempr
ot, berbau asam, air
> ampas +, Mual -,
muntah -.
Buang air besar
cair 1x/hari, warna
kuning. ,menyempr
ot, berbau asam, air
< ampas +, Mual -,
muntah -.
Buang air besar cair
1x/hari, warna
kuning. ,menyempro
t, berbau asam, air <
ampas +, Mual -,
muntah -.
O Nadi: 100x/menit
Laju nafas:
25x/menit
Suhu: 36,50C
Nadi: 120x/menit
Laju nafas:
28x/menit
Suhu: 380C
Nadi: 120x/menit
Laju nafas:
26x/menit
Suhu: 370C
Nadi: 100x/menit
Laju nafas:
24x/menit
Suhu: 36,50C
A Diare akut dehidrasi
ringan-sedang
Diare akut
dehidrasi ringan-
sedang dengan
perbaikan
Diare akut
dehidrasi ringan-
sedang dengan
perbaikan
Diare akut dehidrasi
ringan-sedang
dengan perbaikan
P - IVFD K3B
→ 20 tpm
- Inj.
Ceftriaxon
2x500 mg
- Lacto B 3x1
sachet
- Zinkid syr
2x1 cth
- Domperidone
syr 2x1 cth
- Paracetamol
syr 3x1 cth
- IVFD K3B
→ 20 tpm
- Inj.
Ceftriaxon
2x500 mg
- Lacto B 3x1
sachet
- Zinkid syr
2x1 cth
- Domperido
ne syr 2x1
cth
- Paracetamol
syr 3x1 cth
- IVFD K3B
→ 20 tpm
- Inj.
Ceftriaxon
2x500 mg
- Lacto B 3x1
sachet
- Zinkid syr
2x1 cth
- Paracetamol
syr 3x1 cth
(k/p)
-
- IVFD K3B
→ 20 tpm
- Inj.
Ceftriaxon
2x500 mg
- Lacto B 3x1
sachet
- Zinkid syr
2x1 cth
- Paracetamol
syr 3x1 cth
- (k/p)
13
7 agustus 2012 8 agustus 2012
S Buang air besar cair 1x/hari, warna
kuning. ,menyemprot, berbau asam, air < ampas
+, Mual -, muntah -.
Demam
O Nadi: 104x/menit
Laju nafas: 24x/menit
Suhu: 360C
Nadi: 120x/menit
Laju nafas: 24x/menit
Suhu: 380C
A Diare akut dehidrasi ringan-sedang dengan
perbaikan
Diare akut dehidrasi ringan-sedang
dengan perbaikan, suspect infeksi
saluran kencing
P - IVFD K3B → 20 tpm
- Inj. Actacef 2x500 mg
- Lacto B 3x1 sachet
- Zinkid syr 2x1 cth
- Paracetamol syr 3x1 cth (k/p)
- IVFD K3B → 20 tpm
- Inj. Actacef 2x500 mg
- Lacto B 3x1 sachet
- Zinkid syr 2x1 cth
- Paracetamol syr 3x1 cth (k/p)
- Bicnat 3 x 1 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
A. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan atau tanpa darah dan atau lendir.3
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang
air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih
bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut
tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1, 4
B. Cara penularan dan faktor resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).1
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain tidak
memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
15
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik. 1
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.1
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.1
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah
tropis (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.1
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemik dan
pandemik yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada 16
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v. cholera
0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia,
Timur Tengah, dan beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di
Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada tahun
1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemik di
Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1
C. Mekanisme daya tahan tubuh
Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare
karena tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang
berfungsi sebagai baris terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang berbahaya
yang masuk ke dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen
toksin, dan lain-lain. Jika bahan-bahan ini dapat menembus barier mekanisme daya tahan
tubuh dan masuk kedalam sirkulasi sistemis, terjadilah bermacam-macam reaksi seperti
infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.3
1. Daya pertahanan tubuh nonimunologi3
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat
mencegah pertumbuhan yang berlebihan dari kuman patogen yang secara
potensial dapat menyebabkan penyakit. Setelah lahir, usus sudah dihuni oleh
bermacam-macam mikroorganisme yang merupakan flora usus normal.
Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat mengganggu keseimbangan
flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari kuman-kuman non
patogen yang mungkin juga telah resisten terhadap antibiotika.
Pertumbuhan kuman patogen dalam usus akan dihambat karena adanya
persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi
terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman yang optimal (pH
menurun, daya oksidasi reduksi menurun, dan sebagainya) atau karena
terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman patogen yang disebut colicines.
b. Sekresi usus
17
Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk
mencegah perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacilus
pada mukosa mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat dihambat dan
dengan sendirinya mengurangi jumlah mikrooganisme yang masuk ke dalam
lambung. Mucin serupa terdapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel
epitel usus atau disekresi oleh usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan
berkembang biaknya mikroorganisme di epitel usus. Selain itu mucin juga dapat
mencegah penetrasi zat-zat toksik seperti alergen, enterotoksin dan lain-lain.
c. Pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan
masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen ke dalam usus.
d. Gerak peristaltik
Gerak peristaltik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha
mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus. Dan juga ikut mempercepat
pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karena sesuatu sebab gerak
peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan bawaan dan sebagainya),
sehingga menimbulkan stagnasi isi usus.
e. Filtrasi hepar
Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap bahan-
bahan yang berbahaya. Yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah bahan-bahan
yang berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik.
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman
- Natural antibodi : menghambat perkembangan beberapa bakteri pathogen,
tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal. Natural antibody ini
mungkin merupakan hasil dari reaksi cross imunity terhadap antigen yang
sama yang terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.
2. Pertahanan imunologik lokal3
18
Saluran pencernaan dilengkapi dengan sistem imunologik yang terdapat penetrasi
antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasama terdapat dalam jumlah yang
berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque peyeri di ileum dan apendiks
maupun tersebar secara difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar.
Reaksi imunologik lokal ini tidak tergantung dari sistem imunologik sistemik. Reaksi
ini terjadi karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus. Yang termasuk
dalam pertahanan imunologik lokal adalah:
a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)
IgA diketahui terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG dalam
cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibodi yang terdapat
dalam serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai polipeptida. Dimer
IgA ini dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah permukaan epitel usus
yang kemudian akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan sekretori
komponen (SC). Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap
pengrusakan oleh enzim proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat dalam
usus. Bagaimana proses proteksi dari SigA ini yang sesungguhnya belum jelas,
walaupun ada yang menyatakan bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa
usus halus dapat mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel
usus sehingga bakteri tidak dapat berkembangbiak. Sejumlah SIgA terdapat pula
pada kolostrum. Hal ini sangat penting sebagai proteksi terhadap usus bayi yang
baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque peyeri di
ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam taraf
penelitian.
c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen usus.
Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel
plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan merupakan proteksi
19
temporer terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi
IgA bila karena suatu sebab terjadi defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya
dalam proteksi usus.
D. Anatomi dan fisiologi
1) Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga caecum. pada neonatus memiliki panjang 275 cm
dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun atas
lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. Permukaan epitel ini menjadi 300
kali lebih luas dengan adanya villus dan kripta. Villus berbeda dalam bentuk dan densitas
pada masing-masing regio usus halus. Di duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih
lebar, dan lebih sedikit, meyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum, serta
menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di ileum. Densitas terbesar didapatkan di
jejunum. Diantara villus tersebut terdapat kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat
proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel. terdapat perbedaan tight junction antara
jejunum dan ileum, tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel
dengan melakukan kontrol terhadap aliran air dan solute paraseluler. Terdapat berbagai
macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu: 1
Sel Goblet
Merupakan sel penghasil mucus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel
goblet menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinu, membentuk
barier fisikokimia, memberi perlindungan pada epitel permukaan. Mucus ini
paling banyak didapatkan pada gaster dan duodenum
Sel Kripta
Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak
terdapat di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursor sel penyerap villus, sel
paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang
tidak berdiferensiasi ini mensistesis dan mengekspresikan komponen sekretori
pada membrane basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk
sintesis IgA oleh lamina propria sel plasma.
20
Sel Paneth
Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basofil.
Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi
sekretori sel panet belum diketahui, diduga membunuh bakteri dengan lisosom
dan immunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan flora normal usus.
Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus neuroskretori, sel enteroendokrin terdapat di
mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan kripta usus. Sel
enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin,
neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin
dan somatostatin.
Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.
Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara : 5
a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh enterosit
yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul glukosa dan
Na+, dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara aktif juga
terabsorbsi air. Glukosa masuk ke dalam ruang interseluler atau subseluler, kemudian
masuk peredaran darah. Na+ masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik
Na-K-ATPase yang terdapat pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal
dengan istilah pompa Na (sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke
dalam peredaran darah, tekanan osmotik meningkat dan memperbanyak terjadinya
penyerapan air.
b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik. Setelah Na+
masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotik plasma
meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.
E. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
21
diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah
golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi
adalah non-inflamatory dan inflammatory.1
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.1,6
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
22
Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anak usia <5 tahun
Tabel 3. Tabel Enteropatogen patogen penyebab diare yang tersering berdasarkan
umur 7
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain:
Kesulitan makan Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis
Malrotasi
Lain-lain:
Infeksi non gastrointestinal
23
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Stricture
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Malabsorbsi
Defesiensi disakaridase
Malabsorbsi glukosa dan galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Keracunan makanan
logam berat
Mushrooms
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital
Tabel 4. Penyebab diare non infeksi pada anak
F. Patofisiologi
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik.
Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering
ditemukan pada infeksi saluran cerna. Begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat
terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan
ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas.
Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus
24
jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kearah jejunum, sehingga akan
banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen,
dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa,
sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbsi kolon,
sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.1
2. Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorbsi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi
klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit
keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan
oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V.
cholera.01.7
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. Beda osmotik
dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan
kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan
mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan
osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotik 290-2
(Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L) dan
beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare
mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotikum kurang dari 20
mOsm/L.6
Osmotik Sekretorik
25
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja
dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang
selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran
ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa
natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.1
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang
menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh
terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat
menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan
absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada
anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus
kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik
26
dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare
akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
sekretorik.1
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek
infeksi bakterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan fungsi
absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Bakes J dkk
2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak perubahan
barier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada celualar
cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh ini bisa pada kedua komponen tersebut
atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida yang
akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi
proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight
junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.1,9
G. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
27
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik tromboplebitis. Gejala neurologik dari infeksi
usus bisa berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate),
hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri
perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum
menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang nonspesifik
akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi
saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin,
giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit.
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
28
Gejala klinis :
Masa Tunas
Panas
Mual, muntah
Nyeri perut
Nyeri kepala
lamanya sakit
17-72 jam
+
Sering
Tenesmus
-
5-7 hari
24-48 jam
++
Jarang
Tenesmus, kramp
+
>7hari
6-72 jam
++
Sering
Tenesmus,kolik
+
3-7 hari
6-72 jam
-
+
-
-
2-3 hari
6-72 jam
++
-
Tenesmus, kramp
-
variasi
48-72 jam
-
Sering
Kram
-
3 hari
Sifat tinja:
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Lain-lain
Sedang
5-10x/hari
Cair
-
Langu
Kuning hijau
-
anorexia
Sedikit
>10x/hari
Lembek
+
-
Merah-hijau
+
Kejang+
Sedikit
Sering
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan
+
Sepsis +
Banyak
Sering
Cair
-
-
Tak berwarna
-
Meteorismus
Sedikit
Sering
Lembek
+
-
Merah-hijau
-
Infeksi sistemik+
Banyak
Terus menerus
Cair
-
Amis khas
Seperti air cucuian beras
-
-
Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah
volume dan frekuensinya. Kencing biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang
29
telah dilakukan ibu selama anak diare memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas
atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
tambahan lainya ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau
tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King dan MMWR.1
Symptom Minimal atau tanpa
dehidrasi, kehilangan
BB<3%
Dehidrasi ringan sedang,
kehilangan BB 3%-9%
Dehidrasi berat, kehilangan
BB>9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah,
irritable
Apatis, letargi, idak sadar
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi, (kasus
berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
30
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus
Baik,sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa,tidak haus
*Gelisah,rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
*haus ingin minum banyak
*lesu,lunglai/tidak sadar
Sangat cekung
Kering
Sangat kering
*malas minum atau tidak
bias minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang
Bila ada 1 tanda* ditambah
1 atau lebih tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda* ditambah
1 atau lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Skor Maurice King
Bagian Tubuh
Yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau, ko
ma atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
31
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & siarrosis
Denyut nadi/menit kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140
Skor Maurice King.
Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat
dehidrasinya :
- Jika mendapat nilai 0 - 2 : dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3 - 6 : dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7 - 12: dehidrasi berat
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh pemeriksaan darah lengkap, kultur urine
dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja:
32
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga
mengandung darah atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adanya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yang berbusa menunjukkan
adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket,
dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang
sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob di kolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk
menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap
di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
komensial. Bila pH tinja <6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim laktosa sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim laktase.
33
Enzim laktase merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di mukosa usus halus. Salah satu
cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi
dengan pemeriksaan pH tinja.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan
leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan
diberi ½ tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5
bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negatif
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)
I. Terapi
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan
pengobatan:8
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah
diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc
34
Tata Laksana yang diberikan
1. Pengobatan Diare tanpa dehidrasi
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi seperti larutan gula garam, kuah sayr-sayuran dansebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita.Jumlah cairan yang
diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1 tahun50-100 ml, 1-5 tahun
dalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dandewasa adalah 300-400 ml
setiap BAB.Untuk anak dibawah umur 2 thun cairan harus diberikan dengan
sendok setiap 1-2menit. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dengan
gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10
menit kemudianmulai lagi perlahan – lahan misalnya 1 sendok setia 2-3 menit.
Pemberian cairan dilanjutkan sampai diare berhenti. Selain cairan rumah tangga
ASI dan makananyang biasa tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-
sedikit tapi sering( lebih kurang 6 kali sehari ) serta rendah serat.
2. Pengobatan Diare dehidrasi Ringan-sedang
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan
dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang
diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Apabila oleh karena satu hal pemberian
oralit tidak dapat diberikan per oral, oralit dapat diberikan nelalui nasogasterik
dengan volume yang sama dengan kecepatan20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam
keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik,tetap atau memburuk. Bila
keadaan membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di rumah
dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan
diare tanpa dehidrasi.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP ( Terap Rehidrasi Parenteral )
35
Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi oralit sampai
cairan infus terpasang. Selain itu semua anak harus diberi oralit selama pemberian
cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apabila anak dapat minum dengan baik
biasanya dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar).
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan
dosis100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama
30cc/kgBB,dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam
pertama30cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 cc/kgBB.Lakukan evaluasi
tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapatdipercepat. Setelah 6 jam
pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukanevaluasi, pilih pengobatan
selanjutnya yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasiringan-sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi
4. Seng ( Zinc )
Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh yang
penting antara lain untuk sinreis DNA. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF
telah merekomendasikan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan
dosis20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi<6 bulan dengan dosis 10
mg per hari selama 10-14 hari
5. Pemberian makanan selama dan setelah diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak
mampu menerima. Meneruskan pemberian makanan aan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat
dicegahatau paling tidak dikurangi. Bayi yang minum ASI harus diteruskan
sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak mium ASI harus diberi
susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.Bila anak umur 4 bulan atau
lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus
diteruskan. Diberikan dalam porsi kecil atau sering ( 6kali ataulebih ).
6. Terapi Medikamentosa
36
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus.
Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya
mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan
untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat
tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
- Antibiotik
Antibiotik pada umunya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan
tidak dapat dibunuh dengan antibiotik. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang
disebabkan oleh bakteri patogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik
E.coli, Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,1
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Erythromycin 12,5
mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kg
BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB
37
3xs ehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
- Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.
Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori
ini adalah:1,3
Adsorben
Contoh kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine.
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau
bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai
kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada
bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture
opiii, paregoric, codein. Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi
dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal.
Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak
dengan diare.
Bismuth subsalicylate
38
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja
pada anak dengan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.
- Obat Lain
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi
oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan
diare, muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi
PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan
efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikrolumen usus,
kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin
atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan
imunomodulasi. Pemberian makanan selama diare harus diteruskan dan ditingkatkan
setelah sembuh, tujuanya adalah memberikan makanan yang kaya nutrient sebanyak
anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul
kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi
berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak
dapat dikurangi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam
mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan menunjukkan adanya
kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit
yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi
39
dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh
bakteri patogen. Lactobacillus strain pada manusia mempunyai kemampuan melekat
pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus
acidophilus LA1 dan LA3 mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung
pada calcium, sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya
rendah. Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain
LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic Eschercia coli
(EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis.
Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum atau
bersamaan dengan infeksi E. coli daripada setelah infeksi E. coli. Disamping mekanisme
perlekatan dengan reseptor pada epitel usus untuk mencegah pertumbuhan bakteri
patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena
produksi substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin,
volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.1,8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau
parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk
sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek
terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi
40
penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi untuk mencegah virus menggangu
pertumbuhan akibat diare.
Rotavirus merupakan penyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik dinegara
berkembang maupun negara maju. Di Indonesia menurut penelitian Soenarto yati dkk
pada anak yang dirawat di rumah sakit karena diare 60% disebabkan oleh Rotavirus.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare
dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia dan berkurangnya
kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan
berdampak pada pertumbuhan dan kesehatan anak.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan
perkembangan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai
infeksi di vesika urinaria dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. Bakteriuria dapat
dikatakan bermakna bila pada kultur urin ditemukan pertumbuhan bakteri sejumlah >
41
100.000 koloni/ml urin yang diperoleh dengan cara pengambilan steril atau tanpa
kontaminasi., hal ini merupakan gold standard untuk mendiagnosis ISK.1
ISK dapat dibagi menjadi ISK atas / bawah dan ISK simpleks / kompleks. Batas
saluran kemih atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter. ISK atas adalah infeksi
pada ureter, tubulus ginjal, dan terutama infeksi pada parenkim ginjal yang biasa disebut
sebagai pielonefritis.4 Pada ISK bawah terjadi infeksi di vesika urinaria (sistitis) dan
uretra. ISK simpleks adalah infeksi pada saluran kemih tanpa disertai adanya penyulit
anatomi maupun fungsi saluran kemih. ISK kompleks adalah infeksi saluran kemih
disertai kelainan anatomi atau fungsi saluran kemih, yaitu sumbatan pada uretra, refluks
vesikoureter, urolitiasis, parut ginjal, dan lain sebagainya.1
4.2 Etiologi
Penyebab utama ISK adalah bakteri usus. Pada perempuan, 75 - 90% dari semua
infeksi disebabkan oleh E. coli. Staphylococcus saprophyticus dan enterococcus adalah
patogen baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Infeksi virus, biasanya adenovirus,
juga dapat muncul, terutama sebagai penyebab sistitis.2
Penyebab patogen ISK lainnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Patogen yang sering ditemukan pada ISK4
Gram-Negatif Gram-Positif
Escherichia coli Enterococcus
Klebsiella Group β streptococcus
Proteus Staphylococcus aureus
Serratia Staphylococcus saprophyticus (pada
remaja perempuan)
Enterobacter
Pseudomonas (pemakaian kateter yang
42
berkepanjangan)
4.3 Faktor Risiko
Pada anak perempuan, ISK sering terjadi pada awal toilet training karena
disfungsi berkemih terjadi pada usia tersebut. Anak akan berusaha untuk menahan urin,
namun vesika urinaria mengalami kontraksi sebagai usaha untuk mengeluarkan urin. Hal
ini dapat mengakibatkan turbulensi aliran urin yang bertekanan tinggi dan juga
pengosongan vesika urinaria yang tidak tuntas, sehingga urin masih tersisa dalam vesika
urinaria. Hal tersebut akan meningkatkan risiko bakteriuria. Disfungsi berkemih dapat
terjadi pada anak yang sedang menjalani toilet training karena jarang berkemih dan
mungkin timbul pada anak usia sekolah yang menolak menggunakan kamar mandi
sekolah.2,5 Uropati obstruktif yang menyebabkan hidronefrosis dapat meningkatkan risiko
ISK karena terjadi stasis urin.5
Instrumentasi uretra selama sistouretrogram atau kateterisasi nonsteril dapat
menyebabkan infeksi vesika urinaria. Pemasangan kateter urin merupakan faktor risiko
mayor infeksi nosokomial. Pada orang dewasa, 5% dari pasien yang dikateterisasi per
hari memiliki risiko terbentuknya infeksi. Organisme yang menyebabkan infeksi meliputi
E. coli, Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, dan Serratia. Rute infeksi dapat terjadi secara
intraluminal atau periuretral.5
Pada anak laki-laki, insiden ISK lebih jarang terjadi pada anak yang telah
disirkumsisi. Hal ini dikaitkan dengan berkurangnya kolonisasi bakteri di daerah
periuretra pada anak yang telah mengalami sirkumsisi.2,3 Selain hal tersebut, adanya
kelainan anatomi pada saluran kemih juga faktor risiko ISK.2
4.4 Patogenesis
Secara umum, ISK disebabkan oleh infeksi yang terjadi secara asenden. Bakteri
berasal dari flora fekal yang berkolonisasi di perineum. Bakteri tersebut masuk ke vesika
urinaria melalui uretra. Bakteri uropatogenik yang melekat pada sel uroepitel, dapat
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter sehingga terjadi gangguan
43
peristaltik. Pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi, bakteri patogen berasal dari
bawah preputium.1,2
Bakteri penyebab sistitis juga dapat naik ke ginjal dan menyebabkan pielonefritis.
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh suatu lapisan glycoprotein mucin layer yang
berfungsi sebagai antibakteri. Rusaknya lapisan ini, menyebabkan bakteri dapat melekat
dan membentuk koloni di permukaan mukosa, kemudian masuk menembus epitel dan
terjadi proses inflamasi. Pada kasus yang jarang, infeksi ginjal juga dapat terjadi secara
hematogen, seperti pada endokarditis. Infeksi asenden dari vesika urinaria ke ginjal, dapat
menyebabkan terjadinya pielonefritis akut.1,2
Papila ginjal memiliki mekanisme antirefluks untuk mencegah urin di dalam
pelvis renalis memasuki tubulus kolektivus. Namun, pada sebagian daerah papila dapat
terjadi refluks intrarenal. Urin yang terinfeksi kemudian merangsang respon inflamasi
dan imunologis. Akhirnya dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan jaringan parut. Anak
dari segala usia dengan ISK yang disertai demam mungkin mengalami pielonefritis akut,
yang selanjutnya dapat terbentuk jaringan parut ginjal. Hal ini terutama terjadi pada anak
berusia < 2 tahun.2
Sistitis akibat infeksi yang berulang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan
dinding vesika dan menyebabkan inkompetensi katup vesiko ureter. Kerusakan katup ini
dapat menyebabkan urin naik kembali (refluks) pada saat adanya proses berkemih dan
terjadi kontraksi vesika urinaria. Refluks dapat menyebabkan dilatasi ureter, urin sampai
ke ginjal dan menyebabkan pielonefritis. Apabila hanya terjadi infeksi pada vesika
urinaria saja, maka dapat terjadi spasme otot polos pada vesika dan mengakibatkan rasa
ingin miksi terus menerus, miksi berulang kali, dan disuria. Pada keadaan yang lebih
berat dapat terjadi hematuria.1
Identifikasi komponen genetik memungkinkan identifikasi individu yang berisiko
dan rekurensi pada keturunan mereka. Pada penelitian, telah terdeteksi enam gen pada
manusia yang mungkin terkait dengan kerentanan seseorang terhadap ISK berulang,
antara lain: HSPA1B, CXCR1, CXCR2, TLR2, TLR4, dan TGFβ1. Genetika juga
mungkin memainkan peran dalam perkembangan sistitis sederhana menjadi pielonefritis.7
44
4.5 Manifestasi Klinis2
Terdapat tiga bentuk dasar ISK, yaitu pielonefritis, sistitis, dan bakteriuria
asimptomatik.
Pielonefritis secara klinis ditandai oleh nyeri abdomen atau pinggang, demam,
malaise, mual, muntah, dan terkadang diare. Terkadang demam dapat menjadi satu-
satunya gejala. Neonatus dapat menunjukkan gejala nonspesifik seperti toleransi makan
buruk, rewel, dan penurunan berat badan. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri serius
tersering pada anak usia < 24 bulan yang mengalami demam tanpa fokus yang jelas.
Gejala - gejala ini adalah indikasi bahwa ada keterlibatan bakteri pada saluran kemih atas.
Bila parenkim terlibat, maka disebut pielonefritis. Bila tidak ada keterlibatan parenkim
ginjal, kondisi ini disebut pielitis. Pielonefritis akut dapat mengakibatkan parut ginjal.
Sistitis gejalanya termasuk disuria, urgensi, frekuensi, nyeri suprapubik,
inkontinensia, dan urin berbau busuk. Sistitis tidak menyebabkan demam dan tidak
menyebabkan kerusakan ginjal. Urin bau busuk tidak spesifik untuk ISK.
Sistitis hemorrhagik akut biasanya disebabkan oleh E. coli, juga dapat disebabkan
oleh adenovirus tipe 11 dan 21. Sistitis adenovirus lebih sering terjadi pada laki - laki,
bersifat self-limiting, dengan hematuria berlangsung kurang lebih selama empat hari.
Sistitis eosinofilik merupakan jenis sistitis yang jarang ditemui. Anak yang
menderita sistitis eosinofilik kemungkinan disebabkan karena paparan alergen. Gejala
yang dapat timbul berupa hematuria disertai dengan adanya dilatasi ureter, terkadang
dengan hidronefrosis, dan adanya masa yang secara histologis ditemukan adanya infiltrat
eosinofil.
Sistitis interstisial ditandai dengan gejala berkemih iritatif seperti urgensi,
frekuensi, disuria, nyeri vesika urinaria dan pelvis saat berkemih dengan kultur urin
negatif. Kelainan ini paling sering menyerang remaja perempuan dan idiopatik.
Bakteriuria asimptomatik adalah kondisi adanya kultur urin positif tanpa adanya
manifestasi klinis infeksi. Hal ini paling sering terjadi pada perempuan. Kondisi ini
ringan dan tidak menyebabkan kerusakan ginjal, kecuali pada perempuan hami yang
dapat berkembang menjadi ISK simptomatis bila tidak diberikan terapi.
45
4.6 Diagnosis
Penderita ISK dapat disuspek berdasarkan gejala-gejala atau penemuan pada
urinalisis, atau keduanya. Kultur urin diperlukan untuk konfirmasi dan menentukan terapi
yang tepat.2 ISK atas dan bawah dapat dibedakan dengan cara direk maupun indirek.
Metode direk untuk menentukan ISK atas adalah (1) biakan urin diambil dari kateter urin,
(2) biakan urin dari kandung kemih yang sudah disterilkan dengan pencucian vesika
urinaria, (3) biakan langsung dari biopsi ginjal.
Prevalensi ISK pada bayi yang mengalami demam tanpa adanya sumber demam
yang jelas berdasarkan anamnesis atau pemeriksaan fisik diperkirakan mencapai 5%.
Beberapa faktor risiko untuk menentukan kecenderungan rendah atau tingginya seorang
anak terkena ISK dapat dikatikn dengan adanya faktor risiko tertentu. Pada perempuan
terapat lima faktor risiko, yaitu:9
Ras kulit putih
Umur kurang dari 12 bulan
Temperatur paling rendah 39oC
Demam selama paling sedikit 2 hari
Tidak adanya sumber infeksi lain
Faktor risiko mayor pada bayi laki-laki adalah tidak disirkumsisi. Kemungkinan
adanya ISK pada anak laki-laki dapat diperkirakan berdasarkan empat faktor risiko ,
yaitu:9
Ras selain kulit hitam
Temperatur paling rendah 39oC
Demam lebih dari 24 jam
Tidak adanya sumber infeksi lain
Urinalisis tidak dapat dijadikan pengganti kultur urin untuk mengakkan diagnosis
ISK tetapi dibutuhkan untuk digunakan sebagai pemeriksaan yang menyeluruh. Hasil
kultur baru tersedia setelah 24 jam, sehingga dapat dipertimbangkan pemberian terapi
awal pada pasien yang hasil kultur urinnya dapat diprediksi. Urinalisis dapat dilakukan
pada spesimen apapun, termasuk dari kantong urin yang direkatkan pada perineal.
Namun, spesimen harus fresh (<1 jam setelah BAK dan disimpan pada temperatur
46
ruangan atau < 4 jam setelah BAK dengan pembekuan), untuk memastikan sensifisitas
dan spesifisitas dari urinalisis. Tes yang cukup baik untuk pemeriksaan cepat adalah
analisis biokimia dari leukosit esterase dan nitrit melalui rapid dipstick method dan
pemeriksaan mikroskopik urin untuk sel darah putih dan bakteri.9
Urine dipsticks dapat menyediakan hasil yang cepat dan tidak memerlukan
mikroskop. Terdapatnya leukosit esterase (sebagai tanda dari pyuria) dan nitrit urin (yang
dikonversi dari nitrat makanan oleh bakteri enterik gram negatif yang terdapat di urin).
Konversi dari nitrat makanan menjadi nitrit oleh bakteri memerlukan waktu kira-kira 4
jam pada kantung kemih. Tes nitrit memiliki sensitivitas yang cukup baik namun
spesifitas yang rendah, khususnya bayi karena sering mengosongkan kantung kemihnya.9
Diagnosis dari ISK dibuat berdasarkan hasil kultur urin kuantitatif sebagai
tambahan terhadap adanya pyuria dan/atau bakteriuria. Jika spesimen tidak diproses
segera atau jika spesimen harus dikirim ke tempat lain, maka harus dibekukan untuk
mencegah pertumbuhan organisme yang dapat terjadi pada suhu ruangan. Spesimen yang
dikumpulkan harus diinokulasi pada medium kultur yang dapat mengidentifikasi patogen
di traktus urinarius. Hasil kultur urin dinyatakan positif atau negatif berdasarkan jumlah
CFUs yang tumbuh pada medium kultur. Bakteri patogen yang ditemukan pada uretra
distal dan periuretra biasanya sama. Jumlah koloni yang rendah dapat terjadi pada
spesimen yang didapatkan melalui berkemih atau kateterisasi meskipun bakteri tidak
terdapat pada kantung kemih. Definisi dari kultur negatif atau positif tidak absolut.
Waktu pengambilan urin juga berpengaruh terhadap jumlah pertumbuhan kuman. Konsep
yang menyatakan bahwa pertumbuhan >105 CFUs/ml mengindikasikan ISK didasarkan
pada pengambilan sampel urin wanita pada pagi hari. Pada anak biasanya dapat dikatakan
bakteriuria jika terdapat setidaknya 50.000 CFUs/ml dari patogen urin tunggal. Kriteria
saat ini untuk menyatakan positif ISK didasarkan adanya bukti terdapatnya pyuria dengan
kultur urin yang positif. Kultur urin yang positif saja biasanya hanya didiagnosa sebagai
bakteriuria asimtomatik. Pada beberapa kasus, hasil 10.000-100.000 CFUs per ml harus
dievaluasi apakah hasil urinalisis mendukung diagnosis ISK.2,9 Interpretasi hasil biakan
urin terdapat pada tabel 3.
47
Tabel 3. Interpretasi hasil biakan urin.1
Cara Penampungan Jumlah Koloni Kemungkinan Infeksi
Aspirasi Suprapubik Bakteri gram - negatif:
asal ada kuman
Bakteri gram – positif:
Beberapa ribu
> 99%
Kateterisasi Kandung
Kemih
> 105
104 - 105
103 - 104
<103
95%
Diperkirakan ISK
Diragukan, ulangi
Tidak ada ISK
(kontaminasi)
Urin Pancar Tengah
Laki-laki > 104 Diperkirakan ISK
Perempuan 3 x biakan > 105
2 x biakan > 105
1 x biakan > 105
5 x biakan 104 - 105
104 – 5 x biakan 104:
Klinis simtomatik
Klinis asimtomatik
< 104
95%
90%
80%
Diragukan, ulangi
Diperkirakan ISK, ulangi
Tidak ada ISK
Tidak ada ISK
4.7 Terapi
Terapi ISK bervariasi bergantung kepada gejala ISK yang muncul. Saat memulai
terapi, diperlukan memberikan terapi yang sesuai dengan keadaan pasien. Terapi
antimikroba pada tahap awal secara oral maupun parenteral memiliki efektifitas yang
sama. Penggunaan antimikroba perlu disesuaikan dengan pola sensitivitas antimikroba di
wilayah tersebut sebagai terapi empiris lalu disesuaikan dengan patogen pada hasil kultur.
Durasi penggunaan antibiotik dapat berkisar antara 7-14 hari.9 Algoritma tatalaksana ISK
pada anak dapat dilihat pada gambar 1.
48
Gambar 1. Algoritme tatalaksana ISK pada anak16
Pengobatan secara oral atau parenteral memiliki efektivitas yang sama. Pemilihan
obat harus berdasarkan pola sensitivitas jika tersedia pada wilayah tersebut dan tes
sensitivitas dari uropatogen yang diisolasi. Tujuan dari tatalaksana ISK akut adalah
mengeliminasi infeksi akut, mencegah komplikasi, dan mengurangi kecenderungan
kerusakan ginjal. Sebagian besar anak dapat diterapi secara oral. Pasien yang tidak dapat
mentoleransi secara oral harus mendapatkan terapi secara parenteral sampai didapatkan
perbaikan klinis, biasanya dalam 24-48 jam, hingga mampu menerima pengobatan dan
cairan secara oral. Pilihan obat oral untuk ISK antara lain sefalosporin, amoksisilin
dengan asam klavulanik, atau trimethoprim sulfametoksasol (TMP-SMX). Rute
pengobatan baik secara oral maupun parenteral (yang kemudian berubah menjadi oral)
harus berlangsung selama 7 sampai 14 hari.9
Tabel 4. Agen Antimikroba Empiris untuk Terapi Oral ISK9
Agen antimikroba Dosis
Amoksisilin klavulanat 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis
Sulfonamid
TMP-SMX 6-12 mg/kg TMP dan 30-60 mg/kg SMX per hari dalam
2 dosis
Sulfisoksasol 120-150 mg/kg/hari dalam 4 dosis
Sefalosporin
Cefixime 8 mg/kg/hari dalam 1 dosis
Cefpodoxime 10 mg/kg/hari dalam 2 dosis
Cefprozil 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis
Cefuroxime axetil 20-30 mg/kg/hari dalam 2 dosis
Cefalexin 50-100 mg/kg/hari dalam 4 dosis
49
Tabel 5. Agen Antimikroba Empiris untuk Terapi Parenteral ISK9
Agen Antimikroba Dosis
Ceftriaxone 75 mg/kg/24 jam
Cefotaxime 150 mg/kg per hari, dibagi tiap 6-8 jam
Ceftazidime 100-150 mg/kg per hari dibagi tiap 8 jam
Gentamicin 7.5 mg/kg per hari dibagi tiap 8 jam
Tobramycin 5 mg/kg per hari dibagi tiap 8 jam
Piperacillin 300 mg/kg per hari dibagi tiap 6-8 jam
Hingga saat ini sering digunakan antibiotik untuk profilaksis kemungkinan
terjadinya rekurensi di masa mendatang. Studi yang dilakukan di Australia oleh Craig
dkk (2009), menggunakan dosis TMP-SMX 2 mg/kg TMP dan 10 mg/kg SMX selama
satu tahun menunjukkan adanya penurunan terjadinya rekurensi.12 Pada studi Cochrane
juga menunjukkan adanya penurunan terjadinya rekurensi dengan diberikan antibiotik
profilaksis, namun hal ini tidak memberikan keuntungan yang cukup baik dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya resistensi.17
4.8 Komplikasi ISK
Pada anak - anak dengan ISK dapat terjadi sepsis , sepsis dapat terjadi pada 18%
anak usia 1 - 3 bulan dan 6% pada anak usia 4 - 8 bulan. Meningitis dapat terjadi
terutama pada anak usia kurang dari 3 bulan karena adanya sepsis. Sepsis jarang terjadi
pada anak usia di atas satu tahun. Komplikasi lainnya adalah abses ginjal dan batu.
Eradikasi awal dari infeksi mencegah terjadinya parut ginjal / renal scarring dan
insufisiensi ginjal. Parut ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal dengan konsekuensi
kegagalan pertumbuhan dan hipertensi. Risiko komplikasi tersebut setelah ISK berulang
tidak diketahui, tetapi meningkat pada anak dengan uropati obstruktif dan refluks
vesikoureter / vesicoureteral refluks (VUR) derajat tinggi.18
Piliasi bakteri adalah faktor penting yang berpengaruh terhadap derajat renal
scarring. Scarring terbesar terjadi akibat rekombinan E. coli mannose-sensitive-piliated,
sedangkan scarring derajat rendah terjadi akibat E. coli nonpiliated. Perbedaan ini, secara
hipotesis, mungkin merupakan reaksi inflamasi dari bakteri dengan pili. Pili bakteri
50
mempengaruhi produksi superoksida oleh PMN. Radikal bebas tersebut bermigrasi ke
ginjal, dan kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan parenkim ginjal yang pada
akhirnya menyebabkan renal scarring. Obat anti inflamasi, seperti glukokortikoid,
ulinastatin, dan dapsone, menghambat renal scarring secara signifikan. Obat - obatan
tersebut memiliki aktivitas anti inflamasi kuat melalui berbagai jalur, termasuk
menghambat produksi radikal bebas oleh polimorfonuklear (PMN).12
VUR adalah aliran refluks urin dari kandung kemih ke ginjal. Kelainan ini sering
ditemukan pada penderita ISK. Dalam keadaan normal urin dapat melewati
ureterovesical junction memasuki kandung kemih, namun mencegah regurgitasi kembali
ke ureter terutama pada saat berkemih. Dengan mekanisme ini, ginjal terlindung dari
tekanan tinggi di dalam kandung kemih dan infeksi. Fungsi valvular ini terganggu dan
menyebabkan terjadinya refluks. Selain itu, tekanan kandung kemih yang lebih tinggi
secara abnormal semakin meningkatkan terjadinya refluks dan pada beberapa kasus
menyebabkan terjadinya pielonefritis sekunder.16
Refluks vesikoureter dibagi menjadi derajat I-V:1
Derajat I: Zat kontras sampai ureter saja, ureter tidak dilatasi.
Derajat II: Kontras sampai pielum dan kaliks, juga tidak ada dilatasi, dan
kaliks masih normal.
Derajat III: Ureter dan pelvis dilatasi dan berkelok-kelok (bisa ringan atau
sedang).
Derajat IV: Ureter dilatasi sedang, dan berkelok-kelok, pielum, dan kaliks
dilatasi sedang. Sudut forniks menjadi tumpul.
Derajat V: Ureter berdilatasi hebat dan berkelok-kelok, pielum, dan kaliks
berdilatasi dan pada beberapa kaliks terlihat papillary impressions.
Adanya VUR dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kerusakan ginjal
hingga pada akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Refluks yang terjadi dapat
dalam keadaan steril maupun terkontaminasi. Pada keadaan steril dapat terjadi reaksi
autoimun, menimbulkan reaksi fibrotik, dan terjadi kerusakan akibat adanya tubulus yang
mengalami dilatasi. Pada keadaan terkontaminasi refluks dapat menimbulkan reaksi
inflamasi yang hebat sehingga menyebabkan kerusakan pada ginjal lebih cepat terjadi.
51
Pada akhirnya dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut berupa hipertensi dan end
stage renal disease.1,19
Gambar 2. Derajat VUR16
52
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak merupakan infeksi yang sering terjadi pada
anak. Manifestasi klinis yang terjadi seringkali memberikan gambaran yang tidak khas
dapat menyebabkan adanya kemungkinan untuk tidak mendapatkan terapi. Hal ini
tentunya memerlukan kemampuan diagnosis yang baik sehingga terapi dapat diberikan
secara tepat. Komplikasi yang terjadi dapat bersifat kompleks dan dapat berbahaya.
Diagnosis dan penanganan awal yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi dan
penyembuhan yang maksimal
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. [diunduh
tanggal 10 agustus 2012]
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal of
Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
8. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota.
Jakarta: WHO Indonesia.2009.
9. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
10. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam
Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
11. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku ajar nefrologi anak edisi kedua. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2010: 142-63.
12. Elder JS. Urinary tract infections in Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition.
Philadelphia: WB Saunders Company. 2011.
54
13. Shortliffe LMD, McCue JD. Urinary Tract Infection at Age Extremes: Pediatrics
and Geriatrics. The American Journal of Medicine 2002; 113 (1A), p 55s – 66s.
14. Heffner VA, Gorelick MH. Pediatric Urinary Tract Infection. Clin Ped Emerg
Med 2008; 9, p 233-7.
15. Wald ER. Genitourinary infection in Feigin & Cherry’s Textbook of Pediatric
Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2009: 549-69.
16. Yang SSD, Chiang IN, Lin CD, Chang SJ. Advances in non-surgical treatments
for urinary tract infections in children. World J Urol 2012; 30, p 69–75.
17. Zaffanello M, Malerba G, Cataldi L, et al. Genetic risk for recurrent urinary tract
infections in humans: a systematic review. J Biomed Biotechnol. 2010; 321082.
18. Avner JR. Acute fever. Pediatr Rev 2009: 30, p 5-11.
19. Roberts KB, Downs SM, Finnel ME, et al. Urinary tract infection: Clinical
practice guideline for the diagnosis and management of the initial UTI in febrile
infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3), p 595-610.
20. Rodriguez LM, Robles B, Marugan JM, Suarez A, Santon F. Urinary interleukin 6
is useful in distinguishing between upper and lower urinary tract infections.
Pediatr Nephrol 2008: 23, p 429-33.
21. Supavekin S, Kucivilize K, Hunnangkul S, Sriprapaporn J, Pattaragan A,
Sumboonnanonda A. The relation of vesicoureteral reflux and renal scarring in
childhood urinary tract infection. J Med Assoc Thai 2006; 89(2), p S41-7.
22. Craig JC, Simpson JM, Williams GJ. Antibiotic prophylaxis and recurrent urinary
tract infection in children. N Engl J Med 2009; 361, p 1748-59.
23. Brian SA dan Sarah HC. Urinary tract infection in children. Am Fam Physician;
72(12), p 2483-8.
24. Kassis I, Kovalski Y, Magen D, Berkowitz D, Zelikovic I. Early Performance of
Voiding Cystourethrogram after Urinary Tract Infection in Children. IMAJ
2008;10, p 453–6.
25. Preda I, Jedal U, Sixt R, Stokland E, Hansson S. Value of Ultrasound in
Evaluation of Infants With First Urinary Tract Infection. The Journal of Urology
2010; 183, p 1984-8.
55
26. Feld LG. Mattoo TK. Urinary tract infections and vesicoureteral reflux in infants
and children. Pediatr Rev 2010; 31, p 451-63.
27. Williams G, Craig JC. Long-term antibiotics for preventing recurrent urinary tract
infection in children. Cochrane Database of Systematic Reviews 2011, Issue 3.
Art. No.: CD001534. DOI: 10.1002/14651858.CD001534.pub3.
28. Hoberman A, Keren R. Antimicrobial prophylaxis for urinary tract infection in
children. N Engl J Med 2009; 361, p 1804-6.
29. Tambunan T. Nefropati refluks. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editor. Buku ajar nefrologi anak edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2010: 164-81.
56