Post on 26-Oct-2020
PRAKTEK KERJASAMA PENGELOLAAN SAWAH DI DESA
WARGASETRA KECAMATAN TEGALWARU KABUPATEN KARAWANG
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
G
KONS
PROGRAM
FA
PRAKTEK KERJASAMA PENGELOLAAN SAWAH DI DESA
KECAMATAN TEGALWARU KABUPATEN KARAWANG
JAWA BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
MUHTAR NASIR APANDI
NIM 1111046100008
NSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
M STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM
AKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M /1437 H
PRAKTEK KERJASAMA PENGELOLAAN SAWAH DI DESA
KECAMATAN TEGALWARU KABUPATEN KARAWANG
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
M)
i
ii
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Desember 2015
Muhtar Nasir Apandi
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan segala rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban studinya. Shalawat beserta
salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW.
beserta para keluarganya, sahabat-sahabatnya juga para pengikut-pengikutnya.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang terulur
memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat dan terima kasih atas segala kepedulian
mereka yang telah memberikan bantuan, baik berupa sapaan moril, kritik, saran,
dorongan semangat, dukungan financial maupun sumbangan pemikiran dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis secara khusus mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku ketua Pogram Studi Muamalat (Hukum
Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak H. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku sekretaris Program Studi Muamalat
(Hukum Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M selaku dosen
v
pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan moral kepada penulis
dari penulis masih jadi mahasiswa baru hingga penulis menyelesaikan studi.
5. Tim penguji selaku penguji pada sidang skripsi yang telah membantu saya dalam
mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam penelitian saya.
6. Bapak M. Bukhori Muslim, Lc, MA, selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta kesabarannya
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen serta civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmunya kepada penulis.
8. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum,
serta Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
9. Seluruh staf kelurahan Desa Wargasetra dan Kelompok Tani Desa Wargasetra
yang telah membantu penulis dalam mencari data dan tak lupa kepada
Narasumber yang telah sudi untuk diwawancarai.
10. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak H. Abdurrahman Ilyas dan Ibu Titin
Fatmawati yang tak henti-hentinya mendoakan penulis, memberikan support baik
moril maupun materil. Setiap pesan dan nasihat yang disampaikan selalu
memberikan inspirasi serta motivasi bagi penulis.
11. Saudara-saudara penulis yaitu Ate Muhtar Lutfi, Fitriani Rifah dan Anisa Muhtar
vi
Lutfi yang selalu menanyakan “kapan wisuda?” serta memberikan arahan dan
semangat kepada penulis. Dan tak lupa kepada keponakan yang selalu ceria Zara
Zafirah Muhtar Lutfi.
12. Teman hidup penulis yaitu Reni Anggraeni yang selalu menemani penulis dikala
susah maupun senang, yang selalu memberikan dorongan semangat agar cepat-
cepat menyelesaikan skripsi ini dan yang tak pernah bosen mendoakan penulis
agar dilancarkan segala urusan penulis.
13. Sahabat-sahabat penulis para penghuni pondok anasti kamar no 15 yaitu Imam
Syuhada, M. Iskandar Zulkarnain, Zakaria Arrazy, Ahmad Dwi Mukti, Nuril
Huda, M. Firdaus, Ramadan, Abdul Latief, Akiko Lohandra dan yang paling
utama yaitu sodara Mumin Billah serta sahabat-sahabat lainnya dari PS A 2011
yang selalu membuat penulis tertawa.
14. Teman-teman Lingkar Studi Ekonomi Islam (LISENSI) terutama divisi
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) 2013-2014 Iskandar,
Devri, Ni’ma, Kartini, Dwi, Desi dan Zia serta teman-teman KKN Bima Sakti
Desa Sukamakmur.
15. Teman-teman seperjuangan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya mahasiswa/i Perbankan Syariah angkatan 2011
yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam skripsi ini. Terima kasih
atas semua kenangan yang tidak terlupakan, semoga silaturahim kita dapat tetap
terjalin sampai kapanpun.
vii
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini,
penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT mencatatnya
sebagai amal dan membalasnya dengan yang lebih baik. Selain itu, penulis akui
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar harapan
penulis munculnya saran untuk menunjang kesempurnaan atas skripsi ini di waktu
mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan.
Aamiin.
Jakarta, Desember 2015
Muhtar Nasir Apandi
viii
ABSTRAKSI
Muhtar Nasir Apandi. 1111046100008. Praktek Kerjasama Pengelolaan Sawah di Desa Wargasetra Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang. Strata 1 Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2015.
Pekerjaan masyarakat Desa Wargasetra mayoritas sebagai petani dan bergerak dibidang pertanian terutama sawah. Disamping mengelola lahan sawah itu sendiri, tidak sedikit masyarakat yang mempercayakan lahan sawahnya untuk dikelola oleh orang lain. Disana praktek kerjasama pengelolaan sawah itu disebut dengan maparo. Praktek kerjasama ini berdasarkan kata sepakat atau kepercayaan antara kedua belah pihak dan dengan akad secara lisan, sehingga memberi peluang salah satu pihak untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan pihak lain, seperti dalam isi perjanjian, hak dan kewajiban kedua pihak, pembagian bagi hasil yang belum tentu sama dan sesuai dengan prinsip hukum Islam.Tidak ada pembagian tugas untuk kedua belah pihak secara merinci, pembagian porsi bagi hasil ditentukan setelah perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak. Dari sinilah penyusun mencoba menelusuri dan meneliti apakah pelaksanaan praktek kerjasama maparo di Desa Wargasetra tersebut terdapat unsur-unsur yang tidak diperbolehkan seperti penipuan dan eksploitasi salah satu pihak terhadap pihak lain.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan informasi berdasarkan pada fakta yang diperoleh dilapangan yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata dari kejadian-kejadian yang diteliti atau dari orang-orang yang berkompeten dibidangnya. Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan wawancara yang berkaitan dengan permasalahan melalui sumber primer yang selanjutnya dikomparasikan dengan ketentuan teori yang berlaku sebagai sumber sekunder.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penyusun, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama pengelolaan sawah yang dilakukan di Desa Wargasetra cenderung menyerupai konsep akad muzara’ah dan mukhabarah. Akan tetapi banyak poin-poin yang harus diperbaharui atau diubah agar praktek kerjasama pengelolaan sawah di Desa Wargasetra ini terhindar dari praktek gharar dan merugikan salah satu pihak supaya praktik tersebut sesuai dengan syariat Islam.
Kata Kunci : Kerjasama, Pengelolaan Sawah, Kualitatif Deskriptif
Pembimbing : Moch. Bukhori Muslim, Lc, MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1979 s/d 2013
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah ..................................... 10
1. Identifikasi Masalah ........................................................................... 10 2. Pembatasan Masalah .......................................................................... 10 3. Rumusan Masalah .............................................................................. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 11 D. Review Studi Terdahulu ............................................................................ 12 E. Metode Penelitian ..................................................................................... 15 F. Sistematika Penulisan ............................................................................... 18
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 20
A. Pertanian Indonesia .................................................................................. 20 B. Asas Transaksi Syariah ............................................................................ 22 C. Karakteristik Transaksi Syariah ............................................................... 23 D. Akad Kerjasama dalam Hukum Islam ..................................................... 25
1. Muzara’ah dan Mukhabarah ............................................................. 26 a. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah ..................................... 26
x
b. Dasar Hukum Muzara’ah dan Mukhabarah ................................ 29 c. Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah ............................................ 30 d. Rukun Muzara’ah dan Mukhabarah ............................................ 30 e. Berakhirnya Akad Muzara’ah dan Mukhabarah ......................... 32
2. Musaqoh ............................................................................................. 33 a. Pengertian Musaqoh ..................................................................... 33 b. Dasar Hukum Musaqoh ................................................................ 34 c. Syarat Musaqoh ............................................................................ 34 d. Rukun Musaqoh ........................................................................... 34 e. Berakhirnya Akad Musaqoh ........................................................ 35
E. Kerangka Kerja Penelitian ....................................................................... 38
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ................................ 39
A. Gambaran Umum Kabupaten Karawang ................................................. 39 B. Gambaran Umum Kecamatan Tegalwaru ................................................ 41 C. Gambaran Umum Desa Wargasetra ......................................................... 42
1. Batas Wilayah ..................................................................................... 43 2. Kondisi Geografis .............................................................................. 43 3. Jumlah Penduduk ............................................................................... 44 4. Potensi Sumber Daya Manusia .......................................................... 44 5. Kondisi Sosialisasi Desa Wargasetra ................................................. 47
D. Ilustrasi Praktek Kerjasama Maparo Sawah ............................................ 48
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ......................................... 53
A. Mekanisme Pelaksanaan Kerjasama Pengelolaan Sawah “Maparo” di Desa Wargasetra ....................................................................................... 53
B. Kesesuaian Asas Transaksi Syariah dari Praktek Maparo di Desa Wargasetra ................................................................................................ 55
C. Karakteristik Praktek Maparo di Desa Wargasetra Ditinjau Secara Syariah....................................................................................................... 60
D. Kesesuaian Akad Kerjasama Pengelolaan Sawah “Maparo” di Desa Wargasetra dengan Akad dalam Ekonomi Islam ..................................... 62
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 71
A. Kesimpulan .............................................................................................. 71 B. Saran ......................................................................................................... 71
xi
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74
LAMPIRAN ........................................................................................................ 77
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Batas Wilayah Kecamatan Tegalwaru ................................................... 51
Tabel 2. Batas Wilayah Desa Wargasetra ............................................................. 52
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Wargasetra ................................... 54
Tabel 4. Pekerjaan Penduduk Desa Wargasetra ................................................... 55
Tabel 5. Perbandingan Maparo dengan Akad Muzaraah dan Mukhabarah ........ 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Kerja Penelitian ................................................................. 47
Gambar 2. Skema Pelaksanaan Kerjasama .......................................................... 57
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Transkrip Wawancara ...................................................................... 77
Lampiran 2. Surat Permohonan Pembimbing ..................................................... 85
Lampiran 3 Surat Permohonan Data dan Wawancara . ....................................... 86
Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian ........................................................... 87
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agraria merupakan hal-hal yang terkait dengan pembagian, peruntukan,
dan pemilikan lahan. Agraria sering pula disamakan dengan pertanahan. Dalam
banyak hal, agraria berhubungan erat dengan pertanian (dalam pengertian luas,
agrikultur), karena pada awalnya, keagrariaan muncul karena terkait dengan
pengolahan lahan.1
Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk
Indonesia mempunyai mata pencarian di bidang pertanian atau bercocok tanam.
Data statistik pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 45% penduduk Indonesia
bekerja di bidang agrikultur. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara ini
memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta hektar yang telah siap tanam, dimana
sebagian besarnya dapat ditemukan di Pulau Jawa.2
Sektor pertanian memiliki peran yang sangat strategis dalam
pembangunan nasional. Melihat pentingnya sektor pertanian, selain sebagai
andalan mata pencaharian sebagian besar penduduk, sektor pertanian juga mampu
meningkatkan sumbangan kepada PDB (Produk Domestik Bruto), memberikan
1 Wikipedia, "Agraria", Artikel diakses pada 8 Maret 2015 dari Id.wikipedia.org/ wiki/
agrarian. 2 Academia, "Indonesia Negara Agraris", Artikel diakses pada 16 maret 2015 dari http://
www.academia.edu/5894300/INDONESIA_NEGERI_AGRARIS.
2
kontribusi terhadap ekspor (devisa), bahkan ketika terjadi krisis moneter, sektor
pertanian dan pedesaan mampu menjadi penyangga perekoomian nasional.3
Kita bisa melihat pada lingkungan sekitar kita bahwa luas lahan pertanian
dari hari ke hari semakin berkurang, lahan yang tadinya digunakan untuk
pertanian kini mulai beralih fungsi menjadi perumahan atau pabrik-pabrik.
Penurunan luas lahan untuk pertanian ini bisa disebabkan karena berbagai
keterbatasan.
Pertama, keterbatasan modal atau dana. Masalah permodalan ini karena
akses yang tidak dimiliki petani yang disebabkan ketidakmampuannya
menyediakan agunan, terbatasnya jumlah dan jangkauan bank sementara petani
rata-rata hidup di pedesaan, kondisi pertanian yang bersifat long term (jangka
panjang) sementara perbankan menghadapi kebutuhan short term untuk
memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Saat ini keberpihakan bank nasional terhadap
sektor pertanian sangat rendah. Berdasarkan data BI, penyaluran kredit bank
nasional, hanya 5,4% dari total kredit sebesar Rp. 800, 373 miliar. Selebihnya,
kredit didominasi oleh sektor jasa sebesar 37,21%, sektor perindustrian 22,39%,
perdagangan 20,93%.4
3 Soekartwi, Agribisnis Teori dan Aplikasinya, cet. VI (Jakarta: PT Raja Gafindo
Persada, 2010) h. 10 4 Aam Slamet Rusydiana, dkk, Ekonomi Islam Substantif, (Bogor: Gaung Persada¸2009),
h.75
3
Kedua, sumber daya lahan. Tidak semua petani mempunyai sumber daya
lahan yang luas untuk mengembangkan usaha pertaniannya. Ketiga, pengetahuan
rata-rata para petani mengenyam pendidikan hanya sampai pada level yang sangat
rendah. Dampaknya pengelolaan petani tidak berjalan optimal, sulit mendapat
akses pembiayaan karena terbatasnya pengetahuan untuk membuat proposal atau
cash flow rendah.
Islam sebagai ajaran yang mengajarkan kehidupan yang seimbang antara
material dan spiritual, dunia dan akhirat, memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap kegiatan pertanian dan cabangnya. Perhatian tersebut terlihat dari
banyaknya ayat Al-Qur’an, matan hadits, dan kehidupan Rasulullah SAW dan
para sahabatnya yang berkaitan dengan pertanian. Kegiatan pertanian dalam Islam
bukan hanya semata-mata kegiatan duniawi dan material, melainkan bersifat
ukhrawi spiritual. Dengan demikian kegiatan pertanian dalam Islam harus
ditujukan untuk menyakini adanya Allah SWT dan mengagungkan kebesaran-
Nya. 5
Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia
setelah China, India dan Amerika6. 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total
5 Jusuf Sutanto, dkk, Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban (Jakarta: Kompas,
2006), h. 693-694 6 Detik Finance, “Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar”
Artikel diakses pada 16 Maret 2015 dari http:// finance.detik.com/ read/ 2014/ 03/ 06 1 34053/ 2517461/4/negara-dengan -penduduk -terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar.
4
234.693.997 jiwa penduduknya adalah beragama Islam.7 Dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam sistem perekonomian berbasis Islam sangat
dibutuhkan di Indonesia. Sebab, umat Islam perlu memiliki tata nilai yang
mengatur tingkah laku umat Islam agar tidak terjerumus kedalam hal-hal yang
haram, nista, dengan cara menetapkan nilai haram atau halal.
Ilmu ekonomi yang selama ini dipelajari di Indonesia pada umumnya
tidak dapat menjelaskan beberapa transaksi dilarang, seperti riba, spekulasi,
rekayasa jual-beli yang dilarang. Demikian juga mengapa kepemilikan baik
individu, umum dan negara diatur sedemikian rupa, sehingga membantu
pemerataan pendapatan atau kekayaan dikalangan umat Islam.
Penyusunan, pengembangan dan penerapan ekonomi Islam di Indonesia
dimaksudkan agar umat Islam mendapat kepastian kesertaanya dalam
pembangunan ekonomi yang dipandu oleh pemerintah. Umat Islam itu juga
berkepentingan antara lain, adanya pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja
penuh, efisiensi ekonomi, pemantapan tingkat harga, distribusi pendapatan yang
merata. Kecuali itu perlu memperhatikan masalah-masalah antara lain
kemiskinan, polusi, pengangguran dan inflasi, pengawasan harga, serta kesehatan.
Keinginan dilaksanakannya ekonomi Islam timbul dari kesadaran bahwa
Islam adalah ajaran yang komprehensif dan universal yang di dalamnya memuat
7 Wikipedia, “Islam di Indonesia” arikel di akses pada tanggal 16 Maret 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia.
5
ajaran segenap aspek kehidupan manusia termasuk bidang ekonomi. Selain itu,
kegagalan sistem ekonomi sosialis dan kapitalis dengan terjadinya krisis moneter
sejak tahun 1997 berdampak pada perekonomian hampir semua negara di dunia.
Krisis yang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi menjadikan setiap Negara
mencari solusi dalam mengatasi krisis agar mampu bertahan.
Di Indonesia sendiri dampak krisis global menimpa hampir semua sektor
kehidupan, terutama bidang ekonomi, hal ini dapat dilihat dari ketidakstabilan
nilai tukar rupiah, gelombang PHK yang semakin kencang bahkan banyaknya
usaha-usaha ekonomi mikro yang mengalami kebangkrutan. Dalam kondisi
seperti ini, sistem Ekonomi Islam dijadikan sebagai salah satu solusi dalam
mengatasi krisis. Islam jelas dalam setiap sektornya, termasuk sektor ekonomi,
sangat memperhatikan moral dan norma-norma syariah, sehingga apapun yang
bertentangan dengan syariat akan ditolak.
Tanah atau lahan adalah hal yang penting dalam sektor pertanian.
Pertanian harus mendapatkan perhatian, karena melalui pertanian manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal mendapatkan makanan.8
Pertanian juga sangat penting keberadaannya dalam masyarakat. Kemajuan suatu
bangsa, khususnya bangsa yang penduduknya besar seperti Indonesia, ditentukan
oleh kemajuan pertaniannya. Sejarah mencatat bahwa fungsi pertanian bukan
sekedar menghasilkan komoditas yang nilainya sebatas pada nilai pasar atau nilai
8 Izzudin khatib al-Tamim, Bisnis Islami, cet. I (Jakarta: Fikahara Aneska, 1992) h. 56
6
ekonomi semata. Lebih jauh lagi dari itu pertanian, menghasilkan apa yang Prof.
Amartya Sen namakan fungsi dasar berkelanjutan kehidupan dan kapabilitas suatu
masyarakat (basic functionings) yang beradab. Misalnya, kesehatan masyarakat
akan sangat tergantung bukan hanya dari konsumsi pangan yang jumlahnya
cukup, tetapi juga yang menjamin keseimbangan konsumsi gizi. 9
Tidak cukup sampai disitu, cara mendapatkan pangan tersebut akan sangat
berpengaruh pada kelanjutan kehidupan dan kapabilitas suatu masyarakat. Jika
pangan tersebut didapatkan dengan cara yang tidak baik –syubhat, haram,
makruh- tentu darah yang mengalir keseluruh tubuh keluarga kita menjadi haram.
Karena makanan yang kita makan akan berubah menjadi sari-sari makanan dan
sari-sari tersebut dibawa oleh darah keseluruh tubuh, darah yang mengalir
keseluruh anggota tubuh kita tersebut menggerakan seluruh fikiran dan sikap
dalam keseharian. Jelaslah bahwa makanan yang kita makan akan mempengaruhi
perilaku kita. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun ayat 51 dijelaskan bahwa:
�� ���ا � ا��� ���ن ���� �� أ��� ا���� ��(�ت وا����ا &��%� إ"!
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun:51)
9 Rudi Wibowo, Pertanian dan Pangan Bunga Rampai Menuju Ketahanan Pangan
Cet.ke-1, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), h. 70
7
Ajaran Islam mengatur praktek-prakteknya agar sesuai dengan syariat.
Selain itu juga Islam menganjurkan apabila seseorang memiliki tanah atau lahan
pertanian maka ia harus memanfaatkannya dan mengolahnya. Pengolahan lahan
pertanian tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana yang telah
diajarkan oleh Islam seperti halnya dengan cara diolah sendiri oleh yang punya
lahan atau dengan cara dipinjamkan kepada orang lain untuk dikelola dengan
menggunakan sistem bagi hasil.
Hal ini dilakukan karena dalam masyarakat ada sebagian diantara mereka
yang mempunyai lahan pertanian, tetapi tidak mempunyai keahlian bertani. Ada
juga yang mempunyai keahlian bertani akan tetapi dia tidak mempunyai lahan.
Agar tidak ada tanah pertanian yang menganggur, maka Islam menganjurkan
kepada setiap pemilik lahan untuk memanfaatkannya. Jika pemilik tidak dapat
mengerjakan dengan kemampuannya sendiri, maka pengelolaan dapat diserahkan
kepada orang lain yang lebih ahli dalam pengeleloaan pertanian, dengan demikian
keduanya bisa bekerjasama dan hidup lebih baik.10
Kesyariahan pengelolaan sawah pun berpengaruh terhadap halal haramnya
hasil panen yang didapat. Termasuk didalamnya kesyariahan praktek kerjasama
pengelolaan sawah tersebut. Maka kesyariahan dari setiap proses yang dilakukan
harus diperhatikan secara detail agar dapat menghasilkan hasil panen yang
melimpah dan halal.
10 Ibid h. 57
8
Di Desa Wargasetra, yang 99% penduduknya beragama Islam dan
sebagian besar bermata pencarian sebagai petani sudah sering terjadi praktek-
praktek pengelolaan sawah, dan penulis tertarik dengan salah satu praktek
kerjasama pengelolaan sawah yang oleh penduduk Desa Wargasetra disebut
Maparo atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut paruhan. Praktek kerjasama
ini cukup unik, jika biasanya kerjasama pengelolaan sawah sudah ditentukan dari
awal bahwa benih berasal dari orang yang mempunyai lahan (Muzara’ah) atau
bisa juga benih itu berasal dari pengelola lahan (Mukhabarah) kali ini berbeda,
tidak ada kesepakatan dari awal bahwa benih itu harus dari orang yang
mempunyai lahan atau pengelola, akan tetapi jika pada saat benih itu dibutuhkan,
pemilik lahan yang mampu mengadakan benih tersebut maka benih dari pemilik
lahan yang dipakai. Sebaliknya, jika pada saat benih itu dibutuhkan pengelola
lahan yang mampu mengadakan benih tersebut maka benih dari pengelola lahan
yang dipakai. Begitu juga dengan pupuk dan hal-hal yang lain seperti penyewaan
traktor untuk membajak sawah dan lain-lain.11
Kemudian untuk bagi hasil tidak ditentukan dari awal pembagian
porsinya, porsi dihitung dari seberapa besar kontribusi dan seberapa besar biaya
yang dikeluarkan pada pengelolaan sawah tersebut. Pada transaksi tersebut
11 Hasil wawancara sementara dengan Petani Desa Wargasetra pada tanggal 4 februari
2015.
9
terdapat celah ketidakpastian pada bagi hasil. Salah satu pihak bisa saja
mengklaim bahwa dirinya telah berkontribusi lebih demi mendapatkan
keuntungan yang lebih besar, dan lebih buruknya lagi salah satu pihak bisa
mengandalkan pihak lain dalam segi pengelolaan dan pada waktu pembagian
hasil panen dia mengaku berkontribusi lebih banyak. Hal ini dapat merugikan
salah satu pihak.
Melihat seperti itu, penulis tertarik untuk lebih mendalami praktek
kerjasama pengelolaan sawah tersebut. Karena, praktek tersebut terjadi
dilingkungan sekitar tempat tinggal penulis. Penulis ingin mengetahui seperti apa
praktek kerja sama pengelolaan tersebut? Kemudian bagaimana hukum Islam
menanggapi transaksi tersebut? apakah praktek kerjasama pengelolaan sawah di
Desa Wargasetra itu sudah sesuai syariah? Untuk menjawab semua pertanyaan itu
penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Praktek Kerjasama
Pegelolaan Sawah di Desa Wargasetra Kecamatan Tegalwaru Kabupaten
Karawang”.
10
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, masalah yang dapat
diidentifikasi penyusun adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pemahaman para petani tentang kerjasama pengelolaan
sawah?
b. Apakah para petani memahami hukum Islam mengenai kerjasama
pengelolaan sawah?
c. Jika ditinjau dari segi fiqih muamalah termasuk kedalam akad apakah
praktek kerjasama pengelolaan sawah di Desa Wargasetra?
d. Sejauh manakah kerjasama pengelolaan lahan sawah di Desa Wargasetra
memenuhi kaidah fiqih muamalah?
e. Bagaimana manajemen pengelolaan praktek kerjasama pengelolaan lahan
sawah di Desa Wargasetra?
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini mengarah kepada pembahasan yang diharapkan
dan tidak menyimpang dari judul dan tujuan penelitian. Maka penyusun
membatasi permasalahan hanya pada masalah pelaksanaan kerjasama
pengelolaan sawah di Desa Wargasetra menurut kaidah fiqih muamalat.
11
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, bahwa rumusan masalah dari
penelitian ini adalah bagaimana praktek kerjasama pengelolaan sawah di Desa
Wargasetra dalam perspektif fiqih muamalat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah,
makan penelitian ini memiliki beberapa tujuan dan manfaat diantaranya adalah:
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui akad apa yang digunakan dalam praktek kerjasama
pengelolaan sawah di Desa Wargasetra.
b. Mengetahui apakah praktek kerjasama tersebut sudah sesuai dengan
kaidah fiqih muamalah.
c. Mengetahui akad apa saja yang berkaitan dengan kerjasama, terutama
kerjasama dibidang pertanian.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
a. Dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca maupun peneliti
pribadi.
b. Dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian sejenis dan dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan dari penelitian yang telah ada
maupun yang akan dilakukan.
12
c. Dapat memperluas khazanah ilmu pengetahuan mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tentang praktek-praktek pertanian di Indonesia.
d. Dapat memberikan saran dan masukan bagi pelaku kerjasama
pengelolaan sawah di Desa Wargasetra agar berlaku adil dan tidak
merugikan salah satu pihak.
e. Menambah informasi dan pengetahuan masyarakat tentang akad-akad
kerjasama, terutama dalam bidang agraria/pertanian.
D. Review Studi Terdahulu
1. Skripsi Yurike Apringga, mahasiswi Jurusan Perbankan Syariah Fakultas
Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 dengan
Judul Sistem Bagi Hasil (Paruhan) pada Usaha Pembesaran Kambing dan
Domba di Desa Babakan menurut Perspektif Ekonomi Islam. Skripsi ini
membahas tentang sistem bagi hasil (paruhan) pada usaha pembesaran
kambing di Desa Babakan, penulis ingin mengetahui akad-akad bagi hasil apa
saja yang terdapat di dalam ekonomi Islam, lalu akad apakah sebenarnya yang
dipakai pada praktek paruhan pembesaran kambing tersebut?
Dan hasil dari penelitian tersebut yaitu akad yang digunakan pada
praktek pembesaran kambing di Desa Babakan tersebut adalah akad
Mukhabarah. Ada satu kesamaan dengan skripsi yang sedang penulis susun
yaitu sama-sama mencari akad yang digunakan pada sebuah praktek
kerjasama. Akan tetapi, perbedaannya ada pada objek kerjasama itu sendiri,
13
Sdri. Yurike meneliti tentang praktek paruhan pengembangan kambing
sedangkan penulis meneliti praktek pengelolaan sawah, dari segi lokasi
penelitianpun berbeda.
2. Skripsi Muhammad Jamroni, Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang Tahun 2010, dengan judul Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik
Gadai Sawah Studi Kasus Gadai di Desa Penyalahan Kecamatan Jatinegara
Kabupaten Tegal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan
hukum Islam terhadap praktek gadai yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Penyalahan.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa praktek gadai yang dilakukan
oleh masyarakat di Desa Penyalahan sudah memenuhi rukun dan syarat gadai.
Namun, ada beberapa hal yang perlu dibenahi seperti pengolahan barang
jaminan dan pembagian hasil barang jaminan. Karena dengan ketidakjelasan
hal tersebut, pada akhirnya timbul prasangka bahwa salah satu pihak merasa
diuntungkan dan dirugikan.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan ingin
mengetahui pandangan hukum Islam pada suatu praktek. Akan tetapi
perbedaannya terletak pada prakteknya beliau mengambil praktek gadai sawah
sedangkan penulis praktek kerjasama pengelolaan sawah.
3. Skripsi Erwin Erwanto, Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang Tahun 2008, dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Perjanjian Penggarapan Sawah di Desa Lebak Kecamatan Bringin
14
Kabupaten Semarang. Skripsi ini membahas tentang perilaku kerjasama
pertanian yang berbeda dengan yang lainnya. Apabila biasanya yang
memberikan benih berasal dari salah satu pihak saja, yaitu dari pihak pemilik
lahan atau dari pihak penggarap saja. Akan tetapi yang terjadi di desa tersebut
adalah adanya penyertaan benih bersama dari masing-masing pihak, dan bagi
hasil yang dilakukan adalah adanya istilah "disisihkan" terlebih dahulu
sebelum di bagi.
Hasil dari penelitian tersebut adalah transaksi tersebut diperbolehkan
dalam Islam karena itu merupakan adat kebiasaan maka kegiatan tersebut
diperbolehkan. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama ingin mengetahui
kesyariahaan dalam praktek kerjasama pertanian akan tetapi yang
membedakan adalah objek penelitian dan titik permasalahannyapun berbeda.
4. Skripsi Muhammad Nurbadruddin, Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah
dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2010, Prinsip Keadilan Dalam Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Mudharabah pada Bank Syariah (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia tbk.)
Skripsi ini membahas tentang konsep dan indikator keadilan dalam penetapan
nisbah bagi hasil.
Dalam hal ini akad Mudharabah menurut ekonomi Islam, serta
aplikasi dan implementasi nyata di Bank Muamalat Indonesia memenuhi
unsur keadilan tersebut atau tidak. Persamaan dengan penilitian ini adalah
15
sama-sama membahas tentang prinsip keadilan bagi hasil dalam sebuah akad,
akan tetapi yang membedakan adalah objek akad pada penelitiannya.
E. Metode Penelitian
Mengingat pentingnya metode dalam penelitian, maka dalam usaha
menyusun proposal penelitian ini digunakan cara-cara berfikir dalam rangka
membahas pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan agar penelitian ini dapat
terlaksana secara objektif ilmiah dan mencapai hasil yang optimal.
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan Metodologi ialah suatu
pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Dengan
demikian, Metode penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-
peraturan baru yang terdapat dalam penelitian.12
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum
empiris. Metode penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum
empiris berupa perilaku masyarakat.13 Pokok kajiannya adalah hukum yang
dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang
sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup
12 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1998) Cet. Ke II h. 42. 13 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, cet. 1 (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2004), h. 40
16
bermasyarakat. Sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum
tertulis, melainkan hasil observasi dilokasi penelitian. 14
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang merupakan
penelitian yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata atau lisan dari
fenomena yang diteliti atau dari orang-orang yang berkompeten
dibidangnya.15 Data-data dari metode kualitatif biasanya berbentuk narasi atau
gambar-gambar. Penelitian ini tergolong pada penelitian deskriptif, yaitu salah
satu jenis peneltian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap
mengenai hukum setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji.
Dalam hal ini penyusun ingin menggambarkan apakah dari praktek
kerjasama pengelolaan sawah tersebut ada salah satu pihak yang dirugikan?.
Dan apakah praktek kerjasama pengelolaan sawah tersebut sudah sesuai
dengan kaidah fiqih muamalat?
2. Jenis Data/Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Data Primer adalah data pokok yang diperoleh langsung dari petani Desa
Wargasetra. Untuk memperoleh data tersebut penulis melakukan
wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan kerjsama pengelolaan
sawah tersebut.
14 Ibid., h. 54 15 Lexy. J. Moeloeng. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2001), h. 3
17
b. Data Sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung, melainkan
telah tertulis atau dibuat oleh pihak lain yang telah tersedia. Dapat
diperoleh dari buku, majalah, koran, jurnal, internet dan lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer diperoleh dengan cara: wawancara, yaitu melakukan Tanya
jawab dengan pihak-pihak terkait yang memiliki informasi yang
diperlukan dalam penelitian.
b. Data Sekunder diperoleh dengan cara:
1. Proses membaca literatur, jurnal, dan beberapa penelitian terdahulu
yang memiliki hubungan dengan penelitian ini.
2. Mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.
3. Mencermati makalah, jurnal, maupun bahan-bahan kuliah lain yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu
menggambarkan data dan informasi berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di
lapangan mengenai analisis system kerjasama pengelolaan sawah di Desa
Wargasetra. Analisis perspektif dilakukan dengan menyesuaikan sistem
kerjasama pengelolaan sawah dengan kaidah-kaidah fiqih muamalat.
18
F. Sistematika Penulisan
Metode penulisan penelitian ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Jakarta pada tahun 2012, maka pembahasan dibagi menjadi 5 (lima) bab.
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini memuat uraian mengenai latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II: KERANGKA TEORI
Bab ini merupakan bagian dari bab uraian yang menyajikan kajian
kepustakaan yaitu meliputi kerangka teori atau kerangka konseptual yang relevan
dengan tema penelitian dalam hal ini yaitu teori terkait Pertanian Indonesia, asas-
asas transaksi syariah, karakteristik transaksi syariah dan akad-akad yang terkait
dengan praktek kerjasama, terutama praktek kerjasama dibidang agraria.
BAB III: GAMBARAN UMUM
Bab ini menjelaskan tentang objek penelitian baik dari gambaran umum
lokasi penelitian, gambaran umum objek penelitian (pertanian) serta ilustrasi
pelaksanaan kerjasama pengelolaan sawah di Desa Wargasetra.
BAB IV: ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang penyajian data yang telah didapatkan kemudian
mendeskripsikannya secara objektif sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang
19
ambigu dan juga menjelaskan data yang telah didapat untuk diinterpretasikan kedalam
analisi-analisis teori yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini dan mengujinya
dengan menggunakan metode penelitian yang tepat.
BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dibahas
pada bab-bab sebelumnya, keterbatasan penelitian, dan saran-saran peneliti yang
diharapkan berguna bagi peneliti, akademisi, keperpustakaan, para petani dan
masyarakat.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pertanian Indonesia
Kemajuan suatu bangsa, khususnya bangsa yang penduduknya besar
seperti Indonesia, ditentukan oleh kemajuan pertaniannya. Sejarah mencatat
bahwa fungsi pertanian bukan sekedar menghasilkan komoditas yang nilainya
sebatas pada nilai pasar atau nilai ekonomi semata. Lebih jauh lagi dari itu
pertanian, menghasilkan apa yang Prof.Amartya Sen namakan fungsi dasar
berkelanjutan kehidupan dan kapabilitas suatu masyarakat (basic
functionings) yang beradab. Misalnya, kesehatan masyarakat akan sangat
tergantung bukan hanya dari konsumsi pangan yang jumlahnya cukup, tetapi
juga yang menjamin keseimbangan konsumsi gizi. 1
Fungsi pertanian semacam ini tentu tidak terekam dalam makro
ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB). Memang benar transformasi
ekonomi akan menurunkan kontribusi relatif pertanian terhadap PDB,
kesempatan kerja dan sumber devisa cenderung sebagaimana yang telah
berlaku di Negara maju, namun perannya dalam menghasilkan fungsi dasar
tadi tidak pernah menurun atau bahkan meningkat.
Fungsi pertanian untuk Negara kita tentunya lebih jauh dari itu, yaitu
fungsi pertanian juga masih sebagai sumber kehidupan terbesar rakyat
1 Rudi Wibowo, Pertanian dan Pangan Bunga Rampai Menuju Ketahanan Pangan
Cet.ke-1, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), h. 70
21
Indonesia. Walaupun pertanian sedikit demi sedikit semakin tergerus oleh
industri akan tetapi masih banyak masyarakat kita yang menggantungkan
nasibnya dibidang pertanian. Sudah semakin banyak lahan pertanian yang
beralih fungsi menjadi lahan-lahan industri, tapi tidak sedikit juga yang
dengan sekuat tenaga mempertahankan lahan pertanian mereka dari godaan
para pembeli lahan pertanian untuk dijadikan lahan industri. Karena hanya
itulah satu-satunya lahan investasi mereka untuk anak-anaknya kelak.
Ada banyak masyarakat yang mempunyai lahan pertanian tapi tidak
bisa menggarap lahan tersebut. Alasannya bermacam-macam bisa karena
sibuk dengan pekerjaan lainnya, atau bisa juga karena memang tidak memiliki
keahlian dibidang pertanian. Solusinya adalah mereka para pemilik lahan
pertanian mempercayakan lahannya tersebut untuk digarap oleh para buruh
tani dengan model kerjasama pengelolaan lahan pertanian agar lahannya tetap
digarap dan pada musim panen mereka tetap mendapatkan hasil panen dari
lahan mereka walaupun mereka tidak menggarapnya sendiri.
Indonesia sebagai urutan pertama Negara dengan populasi muslim
tertinggi didunia2 haruslah mempunyai sistem-sistem yang berbasis Islami.
Termasuk pada praktek pengelolaan lahan pertanian pun jika pelakunya
2Republika Onine, “Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia”
Artikel diakses pada 17 September 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/islam-nusantara/15/05/27/noywh5-inilah-10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-
di-dunia
22
seorang muslim maka haruslah berbasis Islami atau Syariah. Setiap transaksi-
transaksi seorang muslim haruslah sesuai dengan asas dan karakteristik
transaksi syariah.
B. Asas Transaksi Syariah3
1. Persaudaraan (ukhuwah)
Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam
memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan diatas kerugian orang lain. Ukhuwah dalan
transaksi syariah berdasarkan prinsip-prinsip saling mengenal (ta’aruf),
saling memahami, (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling
menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf)
2. Keadilan (‘adalah)
Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip
muamalah yang melarang adanya unsur riba, kezaliman, maysir, gharar
dan haram.
3. Kemaslahatan (Maslahah)
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni
kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan
(thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan
kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus
3 Dwi Nur’aini Ihsan Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah Cet.ke-1,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), h. 11
23
memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan
syariah (maqasid syariah) yaitu berupa:
a. Akidah, keimanan dan ketakwaan (dien),
b. Akal (‘aql),
c. Keturunan (nasl),
d. Jiwa (nafs) dan
e. Keselamatan harta benda (mal)
4. Keseimbangan (Tawazun)
Esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual,
aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial
dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian.
5. Universalisme
Esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak
yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan,
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin)
C. Karakteristik Transaksi Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas
transaksi harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut4:
4 ibid, h. 12
24
a. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling faham dan saling
ridha.
b. Prinsip kebebasan bertransaksi dakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib).
c. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan
seagai komoditas.
d. Tidak mengandung unsur riba.
e. Tidak mengandung unsur kedzaliman
f. Tidak mengandung unsur maysir
g. Tidak mengandung unsur gharar
h. Tidak mengandung unsur haram
i. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money)
karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan
risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip
al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk)
j. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar
serta keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak
diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta
tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’aluluq)
dalam satu akad.
k. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najazy), maupun
melalui rekayasa penawaran (ihtikar) dan
25
l. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
D. Akad Kerjasama Dalam Hukum Islam
Akad adalah pertalian ijab (yang diucapkan salah satu pihak yang
mengadakan kontrak) dengan qobul (yang diucapkan pihak lain) yang
menimbulkan pengaruh pada objek kotrak. Pertalian ijab dan qobul ini
mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yaitu masing-masing
pihak dalam akad terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-
masing sesuai dengan kesepakatan. Akad memiliki 3 rukun, yaitu adanya dua
orang atau lebih yang melakukan akad, objek akad, dan lafazh (shigat) akad.5
Menurut undang-undang nomor 2 tahun 1960 dalam pasal 1
mengemukakan bahwa: “perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama
apapun juga yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang
atau badan hukum pada pihak lain, yang dalam undang-undang ini disebut
“penggarap” berdasarkan perjanjian dimana penggarap diperkenankan oleh
pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah
pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak”. Di dalam
ekonomi berbasiskan Islam atau Ekonomi Islam sistem bagi hasil
diperbolehkan berdasarkan kepada perbuatan Nabi Muhammad SAW dan
5 Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,
(Jakarta: Darul Haq, 2004) h. 27
26
juga pernah dipraktekan oleh para sahabat beliau.6 Seperti pernah dilakukan
Nabi SAW bersama dengan khadijah sebelum beliau menikah dengan nya.
Khadijah sebagai pemodal, sementara nabi sebagai pengelola. Berikut adalah
akad-akad kerjasama atau bagi hasil yang terdapat pada ekonomi Islam:
1. Muzara’ah dan Mukhabarah
a. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah
Menurut etimologi muzara’ah memiliki arti al-inbat yakni
menumbuhkan. Sedangkan menurut terminologi muzara’ah adalah
akad kerjasama dalam usaha pertanian dimana pemilik lahan
pertanian menyerahkan lahannya berikut bibit yang diperlukan
kepada pekerja tani untuk diusahakan sedangkan hasil yang diperoleh
dibagi sesuai kesepakatan bersama, seperti setengah, sepertiga atau
lebih dari itu.7
Ulama Malikiyah menjelaskan muzara’ah adalah perserikatan
atau perkongsian dalam bidang pertanian, sedangkan ulama
Hanabilah menjelaskan bahwa muzara’ah adalah penyerahan lahan
6 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardik Lubis, Hukum Perjanjian
dalamIslam, (Jakarta: Sinar Grafika offset, 2004) h. 61
7 Ah.Azharuddin Latif, Fiqh Muamalat, Cet.ke-1, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005), h. 139.
27
pertanian kepada penggarap untuk diolah atau dikelola dan hasilnya
dibagi dua (antara pemilik lahan dan penggarap).8
Syafi’iyah mendefinisikan muzara’ah yaitu pengolahan tanah
oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit dari
penggarap.9 Sedangkan Hanabilah mengartikan muzara’ah adalah
penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk digarap dan
hasilnya dibagi berdua (paroan). 10
Kerjasama muzara'ah ini biasanya dilakukan dalam bidang
tanaman yang benih dan biayanya relatif murah dan terjangkau,
seperti tanaman padi, jagung, gandum, kacang, dsb. Hukum
muzara'ah pada dasarnya mubah (boleh), bahkan ada sebagian ulama
yang menyebutkan sunnah.
Mukhabarah adalah akad kerjasama di bidang pertanian
dimana pemilik lahan pertanian menyerahkan lahannya untuk
diusahakan kepada pekerja tani sedangkan bibit tanaman dan biaya
8 Wahbah Zuhaily, “Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Maulana
Hasanudin dan Jaih Mubarak, Perkembangan Akad Musyarakah (Jakarta: Prenada
Media Group, 2012), h. 166
9 Syamsudin Muhammad Ibn al-Khatib al-Syarbini, “Mughni Al-Muhtaj
ila Ma’rifah Ma’ani Alfazh al-minhaj”, dalam Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh
Muamalat dan Aplikasinya pada LKS, cet I., (Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah: 2011), h. 134
10 Ibnu Qudamah, “Al-Qudamah”, dalam Isnawati Rais dan Hasanuddin,
Fiqh Muamalat dan Aplikasinya pada LKS, cet., I (Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah: 2011), h. 134
28
garapan ditanggung pekerja tani. Hasilnya menjadi milik kedua
belah pihak dengan pembagian berdasarkan persentase yang telah
disepakati.11
Imam Syafi’i mendefinisikan mukhabarah dengan:
��� ا�رض ���� �����ج ���� وا���ر�� ا�����
“Pengelolaam lahan oleh petani dengan imbalan hasil
pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan pengolah lahan” 12
Penduduk Irak biasa menyebut muzara’ah dengan sebutan
mukhabarah, jadi menurut mayoritas ulama, keduanya memiliki
pengertian yang sama. Akan tetapi ada yang berpendapat lain yakni
menurut al-Rafi’i dan al-Nawawi, bahwa muazara’ah dan
mukhabarah mempunyai makna yang berbeda. Dari segi arti
memang sama yang menjadi pembeda hanyalah sebatas masalah asal
bibit pertanian, dimana pada muzara’ah bibit berasal dari pemilik
tanah, sedangkan pada mukhabarah bibit berasal dari pengelola lahan
(petani).13
11 Sulaeman Rasyid, fiqh islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994)
h. 89 12 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (fiqh
Muamalat) (Jakarta: Rajawali Pers, 2002) h. 272
13 Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat dan Aplikasinya pada
LKS, cet.I. (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah: 2011), h. 134
29
b. Dasar Hukum Muzara’ah dan Mukhabarah
Praktek Muzara’ah pernah dilakukan oleh Rasulullah dan
para sahabat setelahnya. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari
Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW mempekerjakan penduduk
Khaibar dengan upah sebagian dari buji-bijian dan buah-buahan yang
bisa dihasilkan tanah Khaibar. 14
Dalam kitab al-Mughni disebutkan, “Pekerjaan tersebut
sangat popular, Rasulullah SAW sendiri mengerjakannya hingga tiba
wafatnya, kemudian dilakukan pula oleh para khalifahnya sampai
mereka meninggal dunia, kemudian keluarga mereka, dan sesudah
mereka.”
Dasar Hukum yang dipergunakan para ulam dalam
menetapkan hukum Mukhabarah dan Muzara’ah adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas ra.:
“sesungguhnya Nabi SAW tidak mengharamkan
bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian
menyanyangi sebagian yang lain, dengan katanya: Barangsiapa
yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan
14
Abdul Rahman Ghazali, dkk, Fiqh Muamalat, Cet. Ke-1, (Jakarta:
Kencana Prenadda Media Group, 2010), h. 114-115
30
faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau maka tahanlah
tanah itu”.
Menurut Syafi’iyah, haram hukumnya melakukan Muzarah.
Ia beralasan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh muslim dari
Tsabit Ibn Al Dhahak:
“Bahwa Rasulullah SAW. Telah melarang bermuzarah dan
memerintah untuk sewa menyewa saja dan Rasulullah SAW bersada:
itu tidak mengapa”.
c. Rukun Muzara’ah dan Mukhabarah
Rukun muzara’ah dan Mukhabarah ada menurut jumhur
ulama yang membolehkan akad ini sehingga dianggap sah yaitu: 15
1) Pemilik Tanah
2) Petani Penggarap
3) Objek akad, yaitu antara manfaat tanah dan hasil kerja petani
4) Ijab dan Qobul
d. Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah
Adapun syarat-syarat muzara’ah dan mukhabarah, menurut
jumhur ulama sebagai berikut: 16
1) Syarat yang menyangkut orang yang berakad yaitu keduanya
harus sudah baligh dan berakal.
15 Ibid, h. 115-116 16 Ibid, h. 116-117
31
2) Syarat yang menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas,
sehingga benih yang akan ditanam itu jelas dan akan
menghasilkan.
3) Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:
a) Menurut adat dikalangan para petani, tanah itu boleh
digarap dan dihasilkan. Jika tanah itu tandus dan kering
sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan tanah
pertanian, maka akad muzara’ah atau mukhabarah tidak
sah.
b) Batas-batas tanah jelas.
c) Tanah diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk
digarap, apabila disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut
mengolah pertanian itu maka akad menjadi tidak sah.
4) Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai
berikut:
a) Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus
jelas.
b) Hasil itu harus benar-benar milik bersama orang yang
berakad, tanpa boleh ada pengkhususan.
c) Pembagian hasil panen itu ditentukan: setengah, sepertiga
atau seperempat sejak awal akad sehingga tidak timbul
perselisihan dikemudian hari.
32
5) Syarat yang menyangkut jangka waktu juga harus dijelaskan
semenjak awal akad. Untuk penentuan jangka waktu ini
biasanya disesuaikan dengan kebiasaan setempat.
e. Berakhirnya akad Muzara’ah dan Mukhabarah
Akad ini akan berakhir apabila maksud dan tujuannya
tercapai, yaitu:
1) Apabila jangka waktu yang disepakati pada waktu awal akad
berakhir. Namun, bila jangka waktu sudah habis, sedangkan
belum layak panen, maka akad tidaklah batal melainkan tetap
dilanjutkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai
kesepakatan bersama.
2) Meninggalnya salah satu dari kedua orang yang berakad,
menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah bila salah satu dari
dua pihak tadi wafat maka akad ini dianggap batal, baik
sebelum maupun sesudah dimulainya proses penanaman.
Namun Malikiyah dan Syafi’iyah memandangnya tidak batal.
3) Berakhir sebelum maksud dan tujuannya tercapai dengan
adanya berbagai halangan atau uzur, seperti:17
17 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada
LKS, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, 2011), h.
141-142.
33
a) Pemilik tanah terlibat utang, sehingga tanah tersebut
harus dijual.
b) Petani uzur, dikarenakan sakit atau sedang dalam
bepergian jauh yang menyebabkan dia tidak dapat
melakukan tugas dan kewajibannya sebagai petani.
2. Musaqoh
a. Pengertian Akad Musaqoh
Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorang bekerja
pada pohon tamar, anggur (mengurusnya), atau pohon-pohon yang
lainnya supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian
tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalan.18
Secara istilah musaqoh dapat diartikan sebuah bentuk
kerjasama antara pemilik kebun dan petani penggarap dengan tujuan
agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga memberikan hasil
yang maksimal. Kemudian, segala sesuatu yang dihasilkan pihak
kedua berupa buah merupakan hak bersama antara pemilik dan
penggarap sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.19
18 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Ed. 1-3(Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 145.
19 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, Cet. Ke-1
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), h.109
34
b. Dasar Hukum Akad Musaqoh
Menurut jumhur ulama, hukum musaqoh adalah boleh atau
mubah, berdasarkan sabda Rasulullah SAW : “Dari Ibnu Umar,
sesungguhnya Nabi SAW telah memberikan kebun beliau kepada
penduduk Khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian
mereka akan memperoleh dari penghasilannya, baik berupa buahnya
maupun tanamannya” (HR. Muslim). 20
c. Rukun Akad Musaqoh
Jumhur ulama menetapkan bahwa rukun Musaqoh ada lima,
yaitu:
1) Dua orang yang berakad (al-‘aqidani)
2) Objek musaqoh, menurut ulama hanafiah objek musaqoh
adalah pohon-pohon yang berbuah, seperti kurma. Ada juga
sebagian ulama hanafiah yang lainnya yang membolehkan
musaqoh atas pohon-pohon yang tidak berbuah sebab sama-
sama membutuhkan pengurusan dan siraman.
Ulama Malikiah berpendapat bahwa objek musaqoh adalah
tumbuh-tumbuhan seperti kacang, pohon yang berbuah dan memiliki
akar yang tetap ditanah, seperti anggur, kurma yang berbuah dan
lain-lainnya dengan syarat:
20 Ibid. h.110
35
a. Akad dilakukan sebelum buah tampak dan dapat
diperjualbelikan.
b. Akad ditentukan dengan waktu tertentu.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa musaqoh dimaksudkan
pada pohon-pohon berbuah yang dapat dimakan. Ulama Syafi’i
dalam qaul jadid nya berpendapat bahwa musaqoh hanya dapat
dilakukan pada kurma dan anggur saja. Kurma didasarkan pada
perbuatan Rasulullah SAW terhadap orang Khaibar, sedangkan
anggur hampir sama hukumnya dengan kurma bila ditinjau dari segi
wajib zakatnya.
d. Syarat Akad Musaqoh
Syarat-syarat musaqoh sebenarnya tidak berbeda dengan
persyaratan yang ada dalam muzara’ah. Hanya saja, pada musaqoh
tidak disyaratkan untuk menjelaskan jenis benih, pemilik benih,
kelayakan kebun, serta ketetapan waktu.
Beberapa syarat yang ada dalam muzaraah dan dapat
diterapkan dalam musaqoh adalah: 21
1) Ahli dalam akad.
2) Menjelaskan bagian penggarap.
3) Membebaskan pemilik dari pohon.
21 Ibid h. 111
36
4) Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang
melangsungkan akad.
5) Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
e. Berakhirnya Akad Musaqoh
Menurut para ulama fiqih, akad musaqoh berakhir apabila:
1) Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.
2) Salah satu pihak meninggal dunia
3) Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh
melanjutkan akad.
Uzur yang dimaksud dalam hal ini diantaranya adalah petani
penggarap itu dikenal sebagai pencuri hasil tanaman atau petani
penggarap itu sakit yang tidak mungkin untuk dia bekerja. Jika petani
wafat, maka ahli warisnya boleh melanjutkan akad itu jika tanaman
itu belum sampai panen. Adapun jika pemilik perkebunan yang
wafat, maka pekerjaan petani harus dilanjutkan. Jika kedua belah
pihak yang berakad meninggal dunia, kedua belah pihak ahli waris
boleh memilik antara meneruskan atau menghentikannya.22
Akan tetapi, Ulama Malikiah menyatakan bahwa akad
musaqoh ialah akad yang boleh diwarisi, jika salah satu pihak
meninggal dunia dan tidak boleh dibatalkan hanya karena uzur dari
pihak petani. Ulama Syafi’iyah juga menyatakan bahwa akad
22 Ibid h. 112
37
musaqoh tidak boleh dibatalkan karena adanya uzur. Jika petani
penggarap mempunyai uzur, maka harus ditunjuk salah seorang yang
bertanggung jawab untuk melanjutkan pekerjaan itu. Menurut Ulama
Hanabilah, akad musaqoh sama dengan akad muzara’ah yaitu akad
yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu,
masing-masing pihak boleh saja membatalkan akad itu. Jika
pembatalan akad itu dilakukan setelah pohon berbuah, maka buah itu
dibagi antara pemilik kebun dan petani penggarap, sesuai dengan
kesepakatan yang telah ada.23
23 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, cet. Ke-1
(Jakarta:kencana Prenada Media Group, 2010) h. 113
38
E. Kerangka Kerja
Gambar 1
Kerangka Kerja Penelitian
39
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang adalah sebuah kabupaten di Tatar Pasundan
Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Bekasi
dan Kabupaten Bogor di Barat, Laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur,
Kabupaten Purwakarta di tenggara, serta Kabupaten Cianjur di selatan ini memiliki
luas wilayah 1.737,53 km2, dengan jumlah penduduk 2.125.234 jiwa (sensus 2010)
yang berkepadatan 1.223 jiwa per km2.1
Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar dataran pantai yang luas,
terhampar dibagian pantai utara yang merupakan endapan batuan sedimen bahan-
bahan lepas terutama endapan laut dan avulium vulkanik. Sedangkan dibagian tengah
kawasan perbukitan yang sebagian besar terbentuk oleh batuan sedimen, sedang di
bagian selatan terdapat Gunung Sanggabuana dengan ketinggian 1.291 m diatas
permukaan laut.2
Sesuai dengan morfologinya Kabupaten Karawang terdiri dari dataran
rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari
66 persen dan kelembaban nisbi 80 persen. Catatan rata-rata curah hujan di
Kabupaten Karawang selama 2005 mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan
1 Wikipedia, "Kabupaten Karawang", Artikel diakses pada 24 Agustus 2015 dari https:
//id. wikipedia. org/ wiki /Kabupaten _Karawang#Potensi 2 Ibid.
40
per bulan sebesar 127mm, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata hujan pada
tahun 2004 yang mencapai 1.677 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya
mencapai 104 mm. Pada tahun 2005 rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di
Kecamatan Tegalwaru yaitu mencapai 318 mm perbulan dan yang terendah di
Kecamatan Talagasari yaitu hanya 51mm.3
Kabupaten Karawang dilalui oleh beberapa sungai yang bermuara di Laut
Jawa. Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang dengan
Kabupaten Bekasi, sedangkan sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan
Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat tiga buah saluran irigasi yang besar, yaitu:
Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah, dan Saluran Induk Tarum
Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak dan tenaga lsitrik.4 Berkat
saluran irigasi itulah bertani di Kabupaten Karawang menjadi lebih mudah karena
dialiri saluran air yang memadai.
Sejak zaman dahulu masyarakat mengenal Kabupaten Karawang sebagai
lumbung padi Jawa Barat. Kabupaten Karawang selain sebagai lumbung padi Jawa
Barat juga merupakan salah satu daerah yang dapat memberikan kontribusi
kebutuhan beras nasional setiap tahunnya mecapai 865.000 ton/tahun. 5
Tingkat produksi padi Karawang tidak lepas dari dukungan sistem
pengairan yang memadai, saluran irigasi yang berasal dari Bendungan Walahar dan
3 Ibid. 4 Pemerintah Kabupaten Karawang “Gambaran Umum”, Artikeldiakses pada 24 Agustus
2015 dari http://www.karawangkab.go.id/dokumen/gambaran-umum 5 Ibid.
41
Bendungan Curug. Sistem irigasi serta sarana dan prasarana lain mendukung kegiatan
pertanian menjadikan lapangan usaha ini memegang peranan dalam pembentukan
PDRB Karawang.6
Kini industri pengolahan menempati posisi sebagai penyumbang utama,
perdagangan, hotel, dan restoran tetap diurutan kedua sedangkan pertanian
dibawahnya. Kegiatan industri di Karawang berlokasi di beberapa Daerah yakni di
Kecamatan Klari, Telukjambe, Jatisari, Pangkalan dan Cikampek. Berdasarkan sarana
dan prasarana kegiatan industri, lokasi industri karawang dibedakan dalam tiga
kategori yaitu kawasan industri, zona industri dan kota industri. Industri mesin dan
logam dasar merupakan jenis industri yang menyerap investasi terbesar. Meskipun
industri sudah merajalela tapi Karawang akan tetap mempertahankan predikat
lumbung padi dengan tidak alergi dengan industi.7
B. Gambaran Umum Kecamatan Tegalwaru
Kecamatan Tegalwaru adalah salah satu kecamatan dari 30 Kecamatan di
Kabupaten Karawang yang ada saat ini. Yang letak geografisnya berada di sebelah
selatan Ibu Kota Kabupaten yang jaraknya kurang lebih 37 Km.
Kecamatan Tegalwaru adalah kecamatan pemekaran dari kecamatan
induk yaitu kecamatan pangkalan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah
6 Info Karawang “Profil Kabupaten Karawang”, artikel diakses pada 26 Agustus 2015
dari http://aa-karawang.blogspot.com/2009/12/profil-kabupaten-karawang_22.html
7 Ibid.
42
Kabupaten Karawang Nomor 7 Tahun 2004 tentang pembentukan dan pemekaran
Kecamatan, adapun peresmiannya pada tangal 10 Mei 2005 oleh Bupati Karawang
pada saat itu Drs. H. Dadang S. Muchtar. Saat ini Kecamatan Tegalwaru membawahi
Sembilan Desa, meliputi 30 dusun, 40 RW dan 111 RT dengan batas wilayah
Kecamatan sebagai berikut8:
Tabel 3.1
Batas Wilayah Kecamatan Tegalwaru
Sebelah Utara Kecamatan Pangkalan
Sebelah Selatan Kabupaten Cianjur
Sebelah Barat Kecamatan Pangkalan
Sebelah Timur Kecamatan Ciampel Kab. Purwakarta
Luas wilayah Kecamatan Tegalwaru 10.165.592 Ha yang terdiri dari tanah
darat seluas kurang lebih 7.580.363 Ha dan tanah sawah/pertanian kurang lebih
2.214.820 Ha.9
C. Gambaran Umum Desa Wargasetra
Desa wargasetra merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan
Tegalwaru Kabupaten Karawang. Desa Wargasetra ini memiliki luas sebesar 382
ha/m2 yang terdiri atas sawah, pekarangan, pemukiman dan gunung. Dan luas tanah
yang dipakai untuk persawahan sekitar 20% dari luas tanah Desa Wargasetra yaitu
8 Profil Kecamatan Tegalwaru
9 Ibid
43
±76,4 ha/m2. Desa Wargasetra juga di pisahkan oleh sebuah sungai yang bernama
sungai Cigeuntis dan dua aliran irigasi.
1. Batasan Wilayah
Dari luas wilayah daerah tersebut ada bagian perbatasan antara satu Desa
dengan Desa yang lainnya, adapun batas-batas wilayah Desa Wargasetra yaitu:
Tabel 3.2
Batas wilayah Desa Wargasetra
Sebelah Utara Desa Cinta Asih Kecamatan Tegalwaru
Sebelah Selatan Desa Mekarbuana Kecamatan Tegalwaru
Sebelah Barat Desa Cigunungsari Kecamatan Tegalwaru
Sebelah Timur Desa Cintalaksana Kecamatan Tegalwaru
2. Kondisi Geografis
Wilayah Desa Wargasetra merupakan dataran rendah yang berada pada
ketinggian tanah 75 mdpl dari permukaan laut. Dengan banyaknya curah hujan
rata-rata 3454 mm/thn dan suhu udara 28oC. Untuk tanah pertanian
menggunakan tadah hujan dan menggunakan pengairan dengan irigasi secara
teknis. Letak Desa Wargasetra tidak jauh dari pusat pemerintahan kecamatan
hanya berkisar 1 Km. Sedangkan jarak dengan pusat Ibu Kota Kabupaten
berjarak sekitar 98 Km. Sedangkan jarak antara Desa Wargasetra dengan ibu
Kota Negara berjarak 98 Km.10
10 Profil Desa Wargasetra
44
3. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian dikantor Balai Desa
Wargasetra jumlah penduduk Desa Wargasetra sesuai sensus penduduk pada
bulan September tahun 2011 adalah 5.970 jiwa. Dari jumlah tersebut terdiri dari
2.878 jiwa laki-laki dan sisanya jumlah penduduk perempuan yang berjumlah
3.092 jiwa dengan 1.838 Kepala Keluarga.11
Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Wargasetra adalah sebagai
petani yang berjumlah 978 orang, sedangkan yang berprofesi sebagai buruh tani
kurang lebih 1651 orang sisanya sebagai guru, pengusaha, pegawai negeri sipil,
pedagang, buruh industri dan buruh bangunan. Seiring dengan dijadikannya
Karawang sebagai kota industri, hal ini juga berpengaruh pada peningkatan
profesi sebagai buruh industri yang semakin hari semakin bertambah banyak.
4. Potensi Sumber Daya Manusia
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor penting dalam pelaksanaan
pembangunan daerah, dengan tersedianya Sumber Daya Manusia yang
berkualitas dapat memacu percepatan pembangunan Desa Wargasetra.
Keadaan penduduk Desa Wargasetra berdasarkan tingkat pendidikan pada
tahun 2011 menurut jenis pendidikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
11 Data Sensus Penduduk Desa Wargasetra September 2011
45
Tabel 3.3
Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Wargasetra12
No Jenis Pendidikan Jumlah
1 Tidak/Belum Sekolah 455 Orang
2 Belum Tamat SD/ 1232 Orang
3 SD/Sederajat 2038 Orang
4 SLTP/Sederajat 1566 Orang
5 SLTA/Sederajat 476 Orang
6 Diploma III/Sederajat 28 Orang
7 Strata I 154 Orang
8 Strata II 23 Orang
9 Strata III 8 Orang
b. Mata Pencaharian Pokok
Setiap manusia haruslah berkembang biak, untuk berkembang biak
manusia tersebut harus makan dan minum, dan untuk memenuhi kebutuhan
sandang pangan manusia tersebut haruslah bekerja. Oleh karena itu manusia
haruslah memiliki mata pencaharian masing-masing agar memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mata pencaharian merupakan aktivitas
manusia untuk memperoleh taraf hidup yang layak dimana antara daerah
yang satu dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan
12
Data Sensus Penduduk Desa Wargasetra September 2011
46
penduduk dan keadaan demografinya. Tabel dibawah ini berisi data
mengenai berbagai macam mata pencaharian di Desa Wargasetra.
Tabel 3.4
Pekerjaan Penduduk Desa Wargasetra13
No Jenis Pendidikan Jumlah
1 Petani14 978 Orang
2 Buruh tani15 1651 Orang
3 Pegawai Negeri Sipil 57 Orang
4 Guru Swasta 109 Orang
5 Dosen swasta 1 Orang
6 Buruh Pabrik 337 Orang
7 Perawat/ Bidan/Dokter 7 Orang
8 TNI 2 Orang
9 Wiraswasta 489
10 Lain-lain -
13 Data Sensus Penduduk Desa Wargasetra September 2011
14 Orang yang bekerja sebagai tani dan dia memiliki sawah atau lahan untuk digarap,
yang kemudian akan memperoleh keuntungan dari hasil panen sawah tersebut.
15 Orang yang bekerja sebagai tani dan dia bekerja untuk sawah orang lain, yang nantinya akan memperoleh upah dari sang pemilik sawah.
47
5. Kondisi Sosialisasi Desa Wargasetra
Masyarakat Desa Wargasetra dalam memenuhi kebutuhannya
kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani. Profesi sebagai petani tidak
semua orang mempunyai lahan sendiri yang bisa dikelola, maka dari itu
masyarakat Desa Wargasetra banyak yang melakukan praktek kerja sama bagi
hasil. Pihak yang memiliki lahan dan tidak mempunyai kemampuan dalam
mengolahnya dengan suka rela memberikan kepercayaan kepada petani yang
mempunyai keahlian dalam bidang pertanian dan tidak mempunyai banyak lahan
untuk mengolahnya.
Perjanjian bagi hasil antara petani penggarap dan petani pemilik di desa
ini diadakan secaran lisan atau dengan cara kekeluargaan untuk mufakat diantara
pihak-pihak yang berkepentingan dan tidak pernah menghadirkan saksi sehingga
mempunyai kekuatan hukum yang cukup lemah. Alasannya karena ada rasa
saling percaya dan kebiasaan yang pada umumnya terjadi di desa tersebut.
Kerjasama pengelolaan sawah ini terjadi karena ada beberapa alasan
diantaranya karena pemilik lahan ada pekerjaan lain seperti merantau ke luar
negeri, ada juga yang memang usia yang sudah tua, ada juga yang karena
ditinggal meninggal dunia oleh suaminya yang dia sendiri tidak memiliki
kemampuan dalam mengelola lahannya sendiri. Dari paparan tentang kondisi
sosial masyarakat Desa Wargasetra tersebut, dapat dikaji lebih lanjut bagaimana
praktek kerjasama pengelolaan sawah yang dipakai di Desa tersebut.
48
D. Ilustrasi Praktek Kerjasama Pengelolaan Sawah di Desa Wargasetra
Pada dasarnya praktek maparo ini tidak jauh dengan praktek kerjasama
pengelolaan sawah pada umumnya. Akan tetapi yang membedakan praktek ini adalah
pembagian tugas-tugas dan pembagian porsi tidak dijelaskan diawal akad seperti pada
umumnya. Untuk lebih jelasnya berikut adalah ilustrasi praktek maparo di Desa
Wargasetra Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang.
Awalnya pemilik lahan mencari buruh tani untuk mengelola lahannya, biasanya
pemilik lahan mencari buruh tani yang mau mengelola lahannya dari saudaranya
terlebih dahulu atau dari tetangga sekitar rumah. Jika tidak ada, pemiik lahan mencari
dari rekomendasi orang lain yang pernah melaksanakan praktek maparo juga. Setelah
pengelola bersedia melakukan pekerjaan, maka dengan secara otomatis praktek
kerjasama dimulai tanpa adanya perjanjian secara tertulis. Setelah mendapatkan
pengelola yang mau mengelola lahannya, pemilik lahan menunjukan letak dan batas-
batas lahan sawah yang mau digarap.
Kemudian setelah itu, pemilik lahan dan pengelola berunding untuk
menentukan pihak mana yang mengeluarkan bibit, jenis bibit nya apa dan berapa
jumlah bibit yang akan dipakai, jumlah bibit yang dipakai disesuaikan luas lahan
sawah yang akan digarap. Biasanya untuk 1 ha sawah diperlukan benih sebanyak 25-
30 kg/ha. Setelah hal itu disepakati kemudian pengelola mulai bekerja. Mula-mula
bibit yang sudah disepakati tadi di rendam didalam sebuah empang sekitar 7-10 hari
sampai bibit tersebut siap untuk digunakan. Hal itu dilakukan agar mempercepat
perkecambahan benih. Sambil menunggu bibit itu direndam, pengelola mulai
49
penyiapkan pawinian 16. Pawinian biasanya berukuran lebar 1 m dan panjang 4 m
dengan ketinggian 20-30 cm dapat menampung benih sebanyak 7-8 kg. Lokasi untuk
pawinian harus dipilih tanah yang subur dengan intensitas cahaya matahari yang cukup
karena pembuatan persemaian atau pawinian adalah bagian paling penting dalam budidaya
padi sawah karena benih yang dihasilkan akan menentukan pertumbuhan tanaman padi di
sawah.
Setelah pawinian itu siap dan bibit sudah siap, sebelum pawinian di tanami bibit
alangkah baiknya pawinian diberi pupuk NPK terlebih dahulu untuk menghindari serangan
hama tikus. Kemudian setelah itu pengelola menyebarkan bibit yang sudah direndam tadi ke
seluruh pawinian secara merata setelah itu ditunggu hingga bibit tersebut berubah menjadi
benih siap tanam. Untuk perawatanya hanya diberi pengairan yang cukup dan biasanya
perubahan dari bibit menjadi benih memerlukan waktu 18 hari.
Sambil menunggu bibit berubah menjadi benih, pengelola menyiapkan lahan sawah
yang akan ditanami dengan mentraktor sawah. Untuk mentraktor sawah ini sudah ada jasa
yang khusus mentraktor sawah, pemilik atau pengelola tinggal memberi upah kepada tukang
traktor tersebut sebesar yang mereka sepakati, biasanya upah traktor sawah diseusaikan
dengan luas lahan sawah yang ditraktor. Setelah pembajakan sawah dengan traktor itu
selesai berarti sawah sudah siap ditanami benih padi. Pada waktu penanaman, kondisi lahan
tidak perlu tergenang air. Cukup sedikit becek saja. Cara tanam dengan menggunakan metode
jajar legowo 2-1. Dengan jarak 15x25 dan tanaman perlubang cukup 1 rumpun. Cara tanam
padi sawah menggunakan metode ini memang terlihat sedikit jarang, tapi nantinya akan
sangat bagus bagi perkembangan dan pertumbuhannya karena ada ruang cukup untuk
16 Pawinian adalah tempat untuk persemaian benih yang telah direndam dan akan menjadi bibit.
50
pengaturan air, pemupukan dan optimasi cahaya matahari. Lahan sawah siap ditanami,
baiknya sawah itu diberi pupuk urea terlebih dahulu, jumlah pupuk yang siberkan sebelum
tanam 25% dari total kebutuhan pupuk. Jadi misalkan kebutuhan keseluruhan pupuk itu satu
kwintal, maka 25 kg yang disebar sebelum tanam sisanya disebarkan 15 hari setelah proses
tandur selesai. Setelah itu pengelola pun mulai menanami lahan sawah tersebut.
Di Desa Wargasetra proses penanaman padi biasa disebut dengan tandur. Pengelola
biasanya meminta bantuan orang lain atau mempekerjakan orang lain untuk membantu dalam
proses tandur ini, upah untuk pekerja tandur ini sebesar Rp.50.000 per hari. Untuk satu
hektar sawah cukup 4-5 orang yang mengerjakan tandur ini dan memerlukan waktu sekitar 2-
3 hari.
Setelah 15 hari tandur selesai, padi sudah mulai tumbuh dan disekitar padi pun sudah
mulai tumbuh hama rumput liar. Hal ini tidak bisa dibiarkan karena akan mengganggu
pertumbuhan padi. Maka pengelola pun mulai membersihkan rumput-rumput liar tersebut.
Proses pembersihan rumput liar tersebut oleh penduduk sekitar biasa disebut dengan
ngarambet. Proses ngarambet ini biasa dikerjakan sendiri oleh pengelola, akan tetapi jika
pengelola merasa tidak sanggup mengerjakan sendiri maka pengelola meminta bantuan
kepada orang yang sudah sering melakukan ngarambet, upah nya sama dengan upah tandur.
Kemudian setelah ngarambet selesai pengelola mulai menyiapkan pupuk urea untuk
disebarkan keseluruh lahan sawah. Jumlah pupuk yang dipakai biasanya ±100 kg pupuk urea
dengan kisaran harga Rp. 300.000/100kg. Karena 25% pupuk sudah dipakai ketika sebelum
tandur, maka sisa 75% lagi pupuk yang harus disebar kesawah. Proses pemupukan biasanya
dikerjakan sendiri oleh pengelola tanpa meminta bantuan orang lain. Karena proses ini tidak
terlalu memakan tenaga akan tetapi memerlukan keahlian. Sebelum pupuk disebar sebaiknya
51
sirkulasi air dikurangi terlebih dahulu supaya ketika pupuk disebar tidak terbawa air dan
pupuk bisa lebih cepat meresap kedalam tanah.
Setelah proses tersebut selesai maka pengelola hanya tinggal menunggu waktu
panen saja. Akan tetapi ketika menunggu masa panen pengelola harus tetap
mengontrol sirkulasi air, perkembangan padi apakah terserang hama atau tidak.
Biasanya ketika padi sedang berkembang sering terjangkit hama. Hama tersebut bisa
dibasmi dengan penyemprotan obat anti hama yang bisa di beli di toko pupuk dengan
kisaran harga Rp. 30.000 – Rp.50.000.
Proses penanaman padi membutuhkan waktu ±120 hari, dimulai dari
penyebaran bibit ke lahan pawinian. Setelah 120 hari itu terlewati maka siaplah untuk
memanen hasil sawah. Proses memanen hasil sawah oleh penduduk sekitar biasa
disebut dengan babut. Babut sendiri mencakup proses pemotongan batang padi dan
pelepasan biji padi dari batang padi. Proses pelepasan ini masih dilakukan secara
manual dengan memukulkan batang padi tersebut pada sebuah kayu yang dibentuk
segitiga denga diberi alas karung atau terpal. Setelah itu selesai dilakukan biji-biji
padi yang sudah terlepas dimasukan kedalam karung. Setelah semuanya selesai
seluruh hasil diukur dengan ditimbang untuk mengetahui berapa total hasil yang
didapat. Setelah itu maka pengelola dan pemilik lahan mulai berunding untuk
menentukan berapa porsi bagi hasil dari masing-masing pihak. Menurut narasumber
porsi itu bisa menjadi tiga kemungkinan. Jika pengelola dan pemilik lahan
mengeluarkan biaya yang sama besar maka porsi pembagiannya 50:50. Yang kedua
jika pemilik lahan mengeluarkan biaya lebih banyak maka porsi bagi hasilnya 70:30
52
untuk pemilik lahan. Yang ketiga jika pengelola mengeluarkan biaya lebih banyak
maka porsi bagi hasilnya 40:60 untuk pengelola lahan. Pembagian porsi bagi hasil
dibagikan setelah pemotongan zakat dari hasil panen. Setelah pembagian selesai
maka berakhir pula praktek kerjasama maparo tersebut.
53
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Mekanisme Pelaksanaan Kerjasama Pengelolaan Sawah “Maparo” di Desa
Wargasetra
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anggota dari kelompok
tani Desa Wargasetra yaitu Pak Baban, ada beberapa macam praktek kerjasama
pengelolaan sawah yang dipakai di Desa Wargsetra salah satunya adalah sistem
kerjasama pengelolaan sawah yang oleh warga sekitar biasa disebut dengan
Maparo atau paruhan. Berikut adalah skema pelaksanaan kerjasama pengelolaan
maparo tersebut.
Gambar 2.
Skema Pelaksanaan Kerjasama
PERJANJIAN
PEMILIK LAHAN PENGGARAP LAHAN
BIBIT
HASIL GARAPAN
PERHITUNGAN BEBAN
BAGI HASIL
LAHAN KEAHLIAN
54
Dari skema pengelolaan maparo sawah di atas dapat diuraikan menjadi
sebagai berikut: 13
1. Pertama-tama pemilik lahan meminta pengelola untuk menggarap
lahan sawahnya. Biasanya ketika menanyakan hal tersebut pemilik
lahan sekaligus memberitahukan letak lahan dan dimana batas-batas
lahan yang boleh digarap. Jika pengelola sepakat maka perjanjian pun
secara otomatis dimulai.
2. Tahap kedua yaitu penentuan bibit, biasanya pada tahap ini kedua
pihak saling berunding pihak mana yang bisa mengeluarkan bibit.
Pada tahap ini tidak ada penentuan pihak mana yang harus
mengeluarkan bibit. Hal ini dilakukan karena tidak semua pihak
mempunyai bibit. Jadi pihak mana yang mempunyai bibit maka dialah
yang mengeluarkan bibit. Konsep seperti ini berlaku juga untuk
pengeluaran biaya-biaya lainnya seperti pembelian pupuk, sewa
traktor, pembelian obat pemusnah hama dan lain sebagainya.
3. Tahap ketiga yaitu proses pengelolaan sawah, pada tahap inilah
keahlian pengelola sangat dibutuhkan. Pengelola menggarap lahan
sawah tersebut dengan sebaik mungkin agar hasil panennya berlimpah
dan mendapatkan keuntungan yang banyak. Pengelola menggarap
13 Hasil wawancara bersama Ibu Lala dan Bapak Jajuli
55
lahan tersebut hingga tiba masa panen. Jika sudah tiba pada musim
panen, pengelola akan segera memanen hasil garapannya.
4. Tahap keempat yaitu penghitungan beban-beban selama pengelolaan.
Pada tahap ini kedua belah pihak mengkalkulasikan pengeluaran yang
mereka keluarkan masing-masing. Dari pengkalkulasian tersebut
maka ditentukanlah porsi bagi hasil masing-masing pihak.
5. Tahap terakhir yaitu bagi hasil. Setelah penentuan porsi bagi hasil
pada tahap sebelumnya, langkah selanjutnya adalah pembagian hasil
panen yang diraih. Biasanya bagi hasilnya dalam bentuk gabah basah
yang belum dijemur, dan bukan pula dalam bentuk uang. Dengan
selesainya pembagian bagi hasil tersebut, maka selesai juga tugas
pengelola menggarap sawah dan secara otomatis perjanjian
pengelolaan maparo sawah berakhir.
B. Kesesuaian Asas Transaksi Syariah dari Praktek Maparo di Desa
Wargasetra
Setiap muslim dan muslimat harus melakukan segala kegiatan sesuai
dengan aturan yang telah Allah berikan, supaya mendapatkan keberkahan dari
setiap kegiatan yang dilakukan dan mendapatkan surga pada akhirnya, begitu juga
dengan muamalah. Setiap kegiatan muamalah harus sesuai dengan asas transaksi
syariah yang meliputi persaudaraan, keadilan, kemaslahatan, keseimbangan dan
universalisme. Dalam kerja sama maparo sendiri, sudah seharusnya sesuai
56
dengan asas transaksi syariah sehingga muslim yang melaksanakannya pun
mendapat keberkahan. Oleh karena itu, kerja sama maparo dilihat dalam asas
transaksi syariah adalah sebagai berikut:
1. Persaudaraan (ukhuwah).
Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam
memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan diatas kerugian orang lain. Ukhuwah dalan
transaksi syariah berdasarkan prinsip-prinsip saling mengenal (ta’aruf),
saling memahami, (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin
(takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
Pada praktek kerjasama pengelolaan sawah di Desa Wargasetra sangat
menjunjung tinggi nilai persaudaraan, terlihat dari hasil wawancara pemilik
lahan yang seringkali mempercayakan pengelolaan lahan sawah kepada
saudaranya sendiri yang otomatis sudah sangat kenal, sudah saling faham
karena dalam satu lingkungan keluarga. Akan tetapi tidak jarang juga
pemilik lahan mempercayakan pengelolaan lahan sawahnya kepada orang
lain yang dia perlakukan seperti saudaranya sendiri. Kemudian, antara
pemilik lahan dan pengelola pun memiliki rasa saling tolong menolong,
pemilik lahan menolong pengelola dengan memberikan pekerjaan dan
pengelola menolong pemilik lahan dengan membantu pengelola lahan
sawahnya. Mereka saling bersinergi dalam berusaha menjamin pengelolaan
sawah tersebut berhasil dan mendapatkan hasil panen yang melimpah. Hal
57
itu cukup membuktikan bahwa praktek maparo sudah memenuhi asa
persaudaraan.
2. Keadilan (‘adalah)
Setiap transaksi syariah harus mempunyai implementasi keadilan
dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang
adanya unsur riba, kezaliman, maysir, gharar dan haram.
Berdasarkan hasil dari wawancara penulis dengan narasumber,
tidak terdeteksi adanya unsur riba maupun maysir. Akan tetapi ada
indikasi kecil yang bisa menimbulkan gharar bahkan kezaliman. Hal itu
dapat muncul karena masih dipakainya sistem pembagian porsi bagi hasil
yang ditentukan setelah kalkulasi biaya-biaya selama pelaksanaan
kerjasama pengelolaan sawah tersebut. Hal itu terjadi mungkin karena
kurangnya pemahaman para pelaku terhadap konsep traksaksi syariah,
para pelaku kerjasama maparo sawah ini tidak terlalu menghiraukan
masalah ini karena dari kedua belah pihak tidak merasa ada yang
dirugikan dan sama-sama saling ridho.
Menurut pemahaman penulis yang didapatkan dari studi literatur,
alangkah baiknya pembagian porsi bagi hasil ditentukan pada awal akad
agar tidak terdapat unsur yang diharamkan seperti gharar dan maysir.
Alangkah baiknya pula kita menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang
diharamkan walaupun hanya indikasi-indikasi kecil.
58
3. Kemaslahatan (Maslahah)
Kemaslahan harus ada dalam setiap transaksi syariah, karena setiap
usaha hanya mencari kemasalah, untuk apa kita capek-capek usaha tapi
tidak maslahat?. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur
yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan
(thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan
kemudharatan.
Pada praktek kerjasama maparo sawah ini menjungjung tinggi asas
kemaslahatan, hal itu dapat dibuktikan dari dilaksanakannya praktek
kerjasama ini sangat bermanfaat dan membawa kebaikan bagi kedua
belah pihak. Pengelola sangat membantu pemilik lahan untuk menggarap
lahannya agar tetap dipakai untuk pertanian dan tidak menjadi lahan yang
mubazir, karena pemilik lahan tidak mampu mengelola lahan tersebut
sendiri. Pemilik lahan juga sangat membantu pengelola karena sudah
memberikan lahan pekerjaan yang halal dan menambah sedikit
penghasilan bagi pengelola.
Pemilik lahan dan pengelola pun sangat mengedepankan kepatuhan
syariah walaupun pada pelaksanaan praktek kerjasama ini tidak ada
pedoman khusus yang dipakai. Akan tetapi pemilik lahan dan pengelola
sudah mempunyai dasar-dasar pengetahuan agama yang sedikit
banyaknya membahas tentang kehalalan dan menjauhi hal-hal yang
diharamkan.
59
4. Keseimbangan (Tawazun)
Keseimbangan meliputi dua aspek, yaitu keseimbangan aspek
material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan
sektor riil, bisnis dan sosial dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan
pelestarian.
Tidak jauh berbeda dengan asas keadilan yang telah disebutkan
diatas dimana dalam kerjasama maparo ini terdapat unsur gharar yang
menyebabkan ketidak seimbangan pada berbagai aspek yaitu pembagian
porsi dan pembagian tugas. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan
narasumber dijelaskan bahwa pada praktek kerjasama maparo ini tidak
dijelaskan tugas-tugas untuk masing-masing pihak yang menyebabkan
pembagian porsi bagi hasil dilakukan diakhir masa panen setelah
penghitungan biaya-biaya selama pengelolaan.
Menurut pemahaman penulis yang didapatkan dari studi literatur,
alangkah baiknya pembagian tugas kedua belah pihak itu dijelaskan
secara rinci dan adil supaya tidak ada pihak yang mendapatkan beban
tugas lebih berat. Pembagian tugas yang adil juga dapat mengurangi
keghararan dan transaksi dan bisa juga meniadakan ada pihak yang
terdzalimi.
5. Universalisme
Setiap transaksi syariah harus mempunyai azas universal yang
berarti dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang
60
berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai
dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). Akan
kerjasama maparo sawah ini bisa dilakukan dilakukan oleh semua pihak
yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan
dan akad ini pula sudah terbukti bisa membawa manfaat bagi banyak
orang (rahmatan lil alamin).
C. Karakteristik Praktek Maparo di Desa Wargasetra ditinjau Secara Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas
transaksi harus memenuhi karakteristik dan persyaratan transaksi syariah.
Kerjasama maparo ini jika dilihat karakteristik dan persyaratan transaksi syariah
adalah sebagai berikut:
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling faham dan saling
ridha. Sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa praktek kerjasama
maparo ini sudah memenuhi karakter saling saling faham dan saling ridho.
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib). Sudah jelas objek kerjasama maparo ini halal karena objek milik
pribadi tidak berdiri diatas lahan orang lain, dan biasanya pengelola sudah
mengetahui atau diberitahu sebelumnya batasan-batasan lahan untuk
digarap.
61
3. Tidak mengandung unsur riba, haram dan maysir. Pada sub bab sebelumnya
sudah dijelaskan bahwa praktek kerjasama maparo ini tidak mengandung
ketiga unsur tersebut.
4. Tidak mengandung unsur kedzaliman dan gharar. Pada poin ini memang
harus ada sedikit perbaikan konsep agar unsur gharar dan kedzaliman
tersebut hilang dari konsep kerjasama ini.
5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena
keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang
melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil
ghurmi (no gain without accompanying risk). Pada praktek kerjasama ini
tidak ada hubungannya dengan time value of money karena biaya yang
mereka keluarkan sama saja dengan modal yang mereka tanamkan pada
kerjasama ini.
6. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak
diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak
menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’aluq) dalam satu
akad. Pada dasarnya praktek kerjasama ini memiliki perjanjian yang sudah
cukup jelas. Tetapi sangat disayangkan tidak ada perjanjian secara tertulis
yang membuat perjanjian kerjasama ini kuat secara hukum Negara.
62
7. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najazy), maupun
melalui rekayasa penawaran (ihtikar). Tidak ada distorsi harga maupun
rekayasa permintaan pada praktek kerjasama ini.
8. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah). Tidak ada
indikasi suap menyuap pada praktek kerjasama ini yang secara otomatis
terbebas dari Risywah.
D. Kesesuaian Akad Kerjasama Pengelolaan Sawah “Maparo” di Desa
Wargasetra dengan Akad dalam Ekonomi Islam
Kegiatan usaha dengan cara kerjasama atau bagi hasil atau disebut juga
sistem maparo yang dilakukan oleh para petani Desa Wargastera adalah salah
satu bagian dari ekonomi Islam dibidang muamalah yang mengatur perilaku
manusia dalam menjalankan hubungan ekonominya, sedangkan bentuk
kegiatannya dalam Islam disebut kerjasama.
Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh kelompok tani Desa Wargasetra
pada pelaksanaannya terdapat konsep kerjasama yang sudah jelas dan dibenarkan
oleh syara’ selama kegiatan usaha tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai
syariat Islam. Pada konsepnya dimana antar individu atau kelompok manusia
yang melakukan kerjasama dengan sistem bagi hasil pertanian tersebut terjalin
ikatan yang menimbulkan akibat hukum dari bentuk kegiatannya. Yakni pihak
pemilik lahan menyatakan kehendaknya dalam menyerahkan lahannya kepada
63
orang lain yang bisa dan setuju untuk menjalankan kegiatan pengelolaan sawah.
Seperti telah di jelaskan dalam Al-Qur’an Surat Shad ayat 24:
¨βÎ) uρ #Z��ÏV x. z ÏiΒ Ï !$sÜ n= èƒ ø: $# ‘ Éóö6u‹ s9 öΝ åκÝÕ ÷èt/ 4’ n?tã CÙ÷èt/ āωÎ) tÏ% ©!$# (#θãΖ tΒ#u (#θè= Ïϑ tãuρ ÏM≈ ysÎ=≈ ¢Á9 $#
“Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh” (QS. Shad :24)
Dari hasil penelitian yang penulis peroleh baik dari data lapangan
(mengenai kerjasama pengelolaan sawah) maupun data yang penulis dapat dari
studi literatur (mengenai konsep-konsep bagi hasil pada ekonomi Islam) dan
setelah penulis analisis maka dapat disimpulkan bahwasannya sistem kerjasama
pengelolaan sawah di Desa Wargasetra bisa dikatakan dengan bentuk kerjasama
dalam akad Musaqoh, Muzara’ah dan Mukhabarah pada ekonomi Islam.
Mengapa tidak akad Mudharabah atau Musyarakah? Karena untuk akad
Mudharabah dan Musyarakah lebih menitik beratkan pada perjanjian kerjasama
dibidang jual-beli atau perdagangan. Sedangkan perjanjian kerjasama bagi hasil
yang dilakuakan oleh para petani Desa Wargasetra ini adalah dalam bentuk
kerjasama pengelolaan sawah yang akan lebih tepatnya jika disebut bentuk
kerjasama dalam bidang pertanian. Maka dari itu penulis lebih konsen pada akad
muzaraah, mukhabarah dan musaqoh. Kemudian, akad musaqoh pun tidak bisa
64
dimasukan kedalam akad kerjasama maparo ini. Karena akad musaqoh lebih
konsen terhadap perkebunan dan akad musaqoh mempunyai spesifiksi objek
yaitu pohon-pohon yang berbuah. Maka dari itu penulis memutuskan untuk
hanya membandingkan praktek maparo ini dengan akad muzaraah dan
mukhabarah. Berikut pemaparan kesesuaian akad bagi hasil muzaraah,
mukhabarah dan praktek kerjasama pengelolaan sawah maparo di Desa
Wargasetra dengan menggunakan tabel:
65
Tabel 4.1 Perbandingan Akad Muzaraah, Mukhabarah dan Praktek Maparo
No.
Keg
iata
n
Muzaraah Mukhabarah Maparo
1.
Tuj
uan
Untuk mempertemukan
antara pemilik modal
(tanah) dengan pemilik
keahlian (petani
penggarap) agar lebih
mudah dan saling
menguntungkan
diantara keduanya
Untuk mempertemukan
antara pemilik modal
(tanah) dengan pemilik
keahlian (petani
penggarap) agar lebih
mudah dan saling
menguntungkan
diantara keduanya
Memanfaatkan sumber
daya alam yang tersedia,
membuka lapangan
usaha sebagai sumber
penghasilan bagi
masyarakat sekitar, untuk
Untuk mempertemukan
antara pemilik modal
(tanah) dengan pemilik
keahlian (petani
penggarap) agar lebih
mudah dan saling
menguntungkan diantara
keduanya
2.
Obj
ek
Tanaman yang relative
mudah dan terjangkau
seperti padi, jagung
gandum dan kacang
Tanaman yang relative
mudah dan terjangkau,
seperti padi, jagung,
gandum dan kacang
Hanya pada tanaman
padi
3.
pem
ilik
Obj
ek
Dari Pemilik lahan Dari Pemilik lahan Dari Pemilik Lahan
66
4. P
emel
ihar
a
Petani Penggarap Petani Penggarap Petani Penggarap
5.
Por
si B
agi h
asil 1/2, 1/3, 1/4, 1/5 dan
seterusnya (sesuai
kesepakatan dan
ditetapkan diawal akad
1/2, 1/3, 1/4, 1/5 dan
seterusnya (sesuai
kesepakatan dan
ditetapkan diawal akad
1/2, 1/3, 1/4, 1/5 dan
seterusnya
berdasarkan nominal
biaya yang
dikeluarkan
kesepakatan dan
ditetapkan diakhir
akad
6.
Beb
an
Bia
ya Biaya ditanggung oleh
pemilik modal
Biaya ditanggung
Petani Penggarap
Biaya ditanggung
bersama
7.
Pem
ilik
Bib
it Pengelola Pemilik Lahan Tidak dijelaskan
67
8.
Ber
akhi
rnya
aka
d
Akad ini berakhir
ketika habis masa
perjanjian, salah
seorang yang berakad
meninggal dunia,
adanya uzur seperti
pemilik tanah yang
terlihat hutang atau
petani yang sedang
dalam perjalanan jauh
atau sakit sehingga
tidak bisa
melaksanakan
kewajibannya
Akad ini berakhir ketika
habis masa perjanjian,
salah seorang yang
berakad meninggal
dunia, adanya uzur
seperti pemilik tanah
yang terlilit utang atau
petani yang sedang
dalam perjalanan jauh
atau sedang sakit
sehingga tidak bisa
melaksanakan
kewajibannya
Akad ini berakhir
ketika habis masa
perjanjian yaitu
ketika padi sudah
dipanen.
68
Tabel diatas bisa diuraikan sebagai berikut :
1. Dari segi tujuan praktek kerjasama maparo termasuk kedalam dua akad itu
(muzaraah dan mukhabarah) karena pada dasarnya sama-sama ingin
mempertemukan kedua pihak yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan.
2. Dari segi objek praktek kerjasama maparo juga bisa termasuk kedalam dua
akad tersebut yaitu pada gandum dan kacang. Sedangkan objek maparo yaitu
hanya tanaman padi saja yang juga termasuk pada kategori objek dua akad
tersebut.
3. Pada pemilik objek dan pemelihara lahan praktek kerjasama maparo sama
dengan dua akad tersebut yakni muzaraah, mukhabarah yaitu pemilik lahan
sebagai pemilik objek lahan dan petani penggarap sebagai pemelihara.
4. Pada porsi bagi hasil memang pembagian porsi bagi hasil praktek kerjasama
maparo dengan pembagian porsi akad muzarah dan mukhabarah hampir sama
yaitu 1/2, 1/3, 1/4, 1/5 dan seterusnya akan tetapi yang membuat berbeda
dengan yang lain adalah penetuan porsi bagi hasil praktek kerjasama maparo
ditentukan diakhir setelah kalkulasi biaya-biaya pengeluaran selama
pelaksanaan. Jadi pada pembagian porsi bagi hasil praktek kerjasama maparo
tidak termasuk kedalam salah satu dari dua akad tersebut.
5. Untuk beban biaya praktek maparo ini tidak termasuk kedalam kedua akad
tersebut. Karena beban biaya akad muzaraah dan mukhabarah sudah ditentukan
69
pada awal akad, muzaraah oleh pemilik lahan sedangkan mukhabarah oleh
pengelola. Sedangkan praktek maparo belum ditentukan pada awal akad, hanya
saja ketika kebutuhan beban sedang diperlukan siapa yang mampu dialah yang
mengeluarkan lebih kepada sistem gotong royong. Jadi pada poin ini praktek
maparo tidak termasuk kedalam dua akad tersebut.
6. Pada praktek kerjasama maparo tidak dijelaskan siapa yang harus
mengeluarkan bibit . Sedangkan akad muzaraah ditanggung oleh pengelola dan
mukhabarah ditanggung oleh pemilik lahan yang wajib mengeluarkan bibit.
Akan tetapi setelah praktek itu dimulai akan diketaui siapa yang mengeluarkan
akad. Dari situ dapat diketahui termasuk kedalam akad manakah praktek
maparo pada poin ini. Yang menjadi pembeda adalah kedua akad itu (muzaraah
dan mukhabarah) penentuannya sudah diawal akad, sedangkan praktek maparo
ditentukan ketika praktek tersebut berjalan.
7. Pada dasarnya berakhirnya akad praktek kerjasama ini sama, yaitu sama-sama
berakhir ketika habis masa perjanjian. Jadi pada poin ini praktek kerjasama
maparo bisa masuk kedalam akad muzaraah dan mukhabarah.
Berdasarkan uraian poin-poin diatas dapat disimpulkan bahwa praktek
kerjasama pengelolaan maparo sawah yang ada di Desa Wargasetra ini belum
bisa ditentukan kedalam akad muzaraah atau mukhabarah. Karena dari 8 poin
yang dicantumkan didalam tabel kedua akad tersebut sama-sama memiliki 5 poin
yang sama dengan praktek maparo. Akan tetapi hal itu akan menjadi berbeda jika
70
penetuan siapa yang mengeluarkan bibit pada praktek maparo sudah ditentukan.
Jika benih itu dikeluarkan oleh pemilik lahan, maka praktek maparo ini termasuk
kedalam akad muzaraah. Sebaliknya, jika yang mengeluarkan benih itu si pemilik
lahan maka praktek maparo ini termasuk kedalam akad mukhabarah.
71
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan kajian, pembahasan dan analisis pada bab sebelumnya
terhadap permasalahan yang telah diteliti, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
Praktek kerjasama pengelolaan maparo sawah yang dilakukan oleh
penduduk Desa Wargasetra sudah memenuhi prinsip-prinsip transaksi secara
syariah. Hal tersebut dijelaskan pada bab anilis dan pembahasan bahwa praktek
kerjasama pengelolaan maparo sawah ini sudah memenuhi azas persaudaraan,
keadilan, kemaslahatan, keseimbangan dan universalisme yang menjadi dasar pada
transaksi secara syariah.
Untuk pengklasifikasian praktek kerjasama Maparo terhadap akad
kerjasama dalam fiqih muamalat tergantung pada siapa yang mengeluarkan benih.
Jika benih itu dikeluarkan oleh pemilik lahan, maka praktek maparo ini termasuk
kedalam akad Muzaraah. Sebaliknya, jika yang mengeluarkan benih itu si pemilik
lahan maka praktek Maparo ini termasuk kedalam akad Mukhabarah.
B. Saran
1. Alangkah baiknya dibuat surat perjanjian kerjasama secara tertulis yang
jelas disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Tujuannya
agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dikemudian hari, jika terjadi
72
selisih faham atau kejadian-kejadian tak terduga (musibah) yang tidak
diinginkan selama masa waktu pertjanjian.
2. Alangkah baiknya bila dilaksanakan lafazh ijab dan qobul secara
langsung agar sama-sama saling memberi dan menerima, sama-sama
ikhlas dan tidak ada rasa keterpaksaan dalam menjalankan kerjasama
tersebut.
3. Sebaiknya pembagian porsi bagi hasil ditentukan pada awal akad. Jadi
nantinya setelah panen selesai kedua belah pihak mengkalkulasikan
seberapa besar biaya-biaya yang dikeluarkan masing-masing pihak.
Kemudian total hasil hasil panen dikurangi terlebih dahulu oleh total
biaya dan sisanya dibagi sesuai porsi yang telah ditentukan pada awal
akad. Contohnya seperti Bapak A pemilik lahan dan Bapak B pengelola
sepakat melakukan kerjasama pengelolaan sawah dengan porsi bagi hasil
50:50 yang ditentukan pada awal akad. Kemudian panen raya tiba dan
lahan sawah tersebut menghasilkan sebesar 1000 kg atau satu ton gabah.
Setelah pengkalkulasian biaya-biaya, Bapak A mengeluarkan biaya
sebesar Rp. 1.500.000 dan Bapak B mengeluarkan biaya sebesar
Rp.500.000 total biaya yang dikeluarkan kedua pihak yaitu Rp.
2.000.000,- yang jika dikonversikan kedalam gabah yaitu sekitar 200 kg
gabah. Hasil gabah satu ton dikurangi 200kg untuk biaya operasional,
sisanya 800kg dibagi 50:50 sesuai porsi bagi hasi yang telah ditentukan
73
pada awal akad. Pada akhirnya bapak A mendapatkan 400kg gabah dan
Bapak B mendapatkan 400kg gabah.
74
DAFTAR PUSTAKA
Qudamah, Abdullah Ibn Ahmad. Mughni wa Syarh Kabir, cet.V. Beirut:Darul-Fikr, 1979
Al-Muslih, Abdullah dan Ash-Shawi, Shalah. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2004
Al-Tamim, Izzudin khatib. Bisnis Islami, cet.I. Jakarta: Fikahara Aneska, 1992
Al-Syarbini, Syamsudin Muhammad Ibn al-Khatib. “Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani Alfazh al-minhaj”, dalam Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalat dan Aplikasinya pada LKS, cet.I., Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah: 2011
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, cet.1. Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, cet.1. Jakarta: Tazkia Institute, 1999.
Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta: DSN, 2000
Ghazali, Abdul Rahman, dkk, Fiqh Muamalat, cet.1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (fiqh Muamalat) Jakarta: Rajawali Pers, 2002
Ihsan, Dwi Nur’aini. Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah cet.1. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013
Latif, Ah.Azharuddin. Fiqh Muamalat, cet.1. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012
Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum., cet.1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004
75
Moeloeng, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001
Qudamah, Ibnu. “Al-Qudamah”, dalam Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat dan Aplikasinya pada LKS, cet.I. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah: 2011: h.134
Qal’ai, Muhammad Rawas Mu’jam Lughat al-fuqaha, Beirut: Darun-Nafs, 1985
Rahmat, Syafe’I. Fiqh Muamalat, Bandung: Pestaka Setia, 2001
Rusydiana, Aam Slamet. dkk, Ekonomi Islam Substantif, Bogor: Gaung Persada¸ 2009
Rasyid, Sulaeman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994
Rais, Isnawati. dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat dan Aplikasinya pada LKS, cet.I. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah: 2011
Soekarwi. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, cet.VI. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, 2010)
Sutanto, Jusuf, dkk, Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban . Jakarta: Kompas, 2006
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, cet. 1-3 Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. cet.II. Jakarta: Bumi Aksara, 1998
Pasaribu, Chairuman dan Lubis, Suhrawardik. Hukum Perjanjian dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika offset, 2004
Wibowo, Rudi. Pertanian dan Pangan Bunga Rampai Menuju Ketahanan Pangan cet.1. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000
Zuhaily, Wahbah. “Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu”, dalam Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, ed. Perkembangan Akad Musyarakah Jakarta: Prenada Media Group, 2012.
76
Academia, "Indonesia Negara Agraris", Artikel diakses pada 16 maret 2015 dari http:// www.academia.edu/5894300/INDONESIA_NEGERI_AGRARIS.
Detik Finance, “Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar” Artikel diakses pada 16 Maret 2015 dari http:// finance.detik.com/ read/ 2014/ 03/ 06 1 34053/ 2517461/4/negara-dengan -penduduk -terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar.
Info Karawang “Profil Kabupaten Karawang”, artikel diakses pada 26 Agustus 2015 dari http://aa-karawang.blogspot.com/2009/12/profil-kabupaten-karawang_22.html
Kuliah Nurinfo, "Akad Musyarakah", Artikel diakses pada 10 September 2015 dari http://kuliahnurinfo.wordpress.com/
Pemerintah Kabupaten Karawang “Gambaran Umum”, Artikeldiakses pada 24 Agustus 2015 dari http://www.karawangkab.go.id/dokumen/gambaran-umum
Republika Onine, “Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia” Artikel diakses pada 17 September 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/05/27/noywh5-inilah-10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia
Wikipedia, "Agraria", Artikel diakses pada 8 Maret 2015 dari Id.wikipedia.org/ wiki/ agrarian.
Wikipedia, “Islam di Indonesia” arikel di akses pada tanggal 16 Maret 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia.
Wikipedia, "Kabupaten Karawang", Artikel diakses pada 24 Agustus 2015 dari https: //id. wikipedia. org/ wiki /Kabupaten _Karawang#Potensi
77
Transkrip wawancara Ibu Hj. Lala (Pemilik Lahan)
1. Apa alasan ibu mempercayakan lahan sawah ibu untuk digarap oleh
orang lain?
Ibu punya lahan sedikit, tapi ibu gak bisa garap sendiri sawahnya, maklum
kan ibu mah sudah gak punya suami, jadi lumayan sedikit oge dari pada gak
dipake lahannya.
2. Apa tujuan ibu melakukan kerjasama maparo ini?
Yaaa kalo ibu mah supaya lahannya kepake aja, sayang kan kalo ada lahan
tapi gak digarap, ya walaupun lahannya kecil tapi lumayan lah cukup buat
makan hasilnya.
3. Sejak kapan ibu mulai mempercayakan lahan sawah ibu untuk digarap
orang lain?
Yaaa semenjak si bapak gak ada aja, biasanya suka digarap sama si bapak.
Tapi dulu juga pernah sih cuman kadang-kadang aja. Kalo sekarang kan
hampir tiap nyawah di maparokeun ku ibu.
4. Apakah ibu ada ikatan kekeluargaan dengan pengelola?
Oh pak jajuli mah adek ipar ibu.
5. Selain kepada saudara apakah ibu pernah mempercayakan kepada
orang lain?
Pernah, tapi ya gak kesembarang orang, yaa minimal kenal baiklah walaupun
bukan saudara, tetangga aja banyak yang mau.
78
6. Apakah pada saat ibu meminta pak jajuli untuk menggarap sawah ibu
ada perjanjian secara tertulis?
Gak ada.
7. Selama pelaksanaan apakah ada pedoman pelaksanaan yang digunakan?
Gak ada, yaaa dilaksanakan seperti biasanya aja
8. Sebelum akad dimulai, apakah ada penunjukan batasan-batasan lahan
yang boleh dipakai?
Paling cuman nunjukin sawah ibu yang mana yang bakal digarap, gitu doing
palingan.
9. Apakah ada penentuan kapan berakhirnya akad?
Yaaa kita mah ngikutin masa panen aja, kalo panennya udah selesai hasilnya
udah dibagi udahan deh.
10. Selama pelaksanaan, apa yang ibu lakukan? Apakah ibu juga ikut terjun
langsung mengelola?
Paling lihat-lihat aja, gak sampai turun langsung, palingan kalo perlu biaya
aja sih
11. Apa kendala selama ibu melakukan praktek kerjasama pengelolaan
sawah ini?
Kendalanya mah paling gak ada air aja, susah pengairannya sekarang mah
apalagi pas musim kemarau kaya gini, airnya kecil jadi harus nyedot pake
mesin air, dan harus nambah biaya lagi.
79
12. Biasanya sekali panen dapet berapa? Apakah pembagian hasil itu sudah
adil menurut ibu?
Gak tentu sih, yaaaah lumayan lah buat makan sehari-hari, kalo ibu mah kan
nyawah bukan buat dijual buat dimakan sehari-hari palingan kalo lagi butuh
uang aja baru dijual, itu juga cuman sebagian.
13. Apakah selama praktek kerjasama pengelolaan sawah ini ibu merasa
rugi atau malah untung?
Sebenrnya sih kalo ibu mah merasa kebantu, cuman kalo dari hasil suka
kebanyakan modal, maklumlah sekarang jadi petani susah, apa-apa mahal
sekarang.
14. Apakah selama ibu melakukan kerjasama tersebut ibu pernah dicurangi
oleh pengelola?
Alhamdulillah sih ibu belum pernah dicurangi, jangan sampe deh, yang
penting mah saling percaya aja, khusnudzon aja.
15. Apakah ibu akan terus melakukan praktek kerjasama ini?
Kayanya sih bakal terus kaya gini, yaaa mau gimana kondisi ibu juga kan
sudah tua, dari pada lahannya didiemin kan.
80
Transkrip wawancara dengan Bapak Jajuli (Pengelola)
1. Apa alasan bapak mau mengelola lahan sawah milik orang lain?
Buat nambah-nambah aja, saya juga ada sedikit lahan, yaa sekalian aja
mumpung tenaga saya masih kuat itung-itung bantu-bantu juga.
2. Apa tujuan bapak melakukan kerjasama maparo ini?
Ya seperti yang saya bilang tadi, buat nambah penghasilan, hasil dari sawah
saya kurang cukup ditambah gaji saya sebagai guru madrasah kecil banget,
buat menyambung hiduplah
3. Sejak kapan bapak mulai mengelola lahan sawah milik orang lain?
Waduh sejak kapan yah, udah lama banget juga, saya lupa tepatnya kapan
yaaa anggap aja setelah saya menikahlah
4. Apakah bapak mempunyai ikatan kekeluargaan dengan pemilik lahan?
Kalo ibu lala itu kaka ipar saya, jadi bisa dihitung saudara saya.
5. Selain kepada saudara apakah bapak pernah mengelola lahan milik
orang lain?
Pernah, malahan saya lebih banyak ngelola lahan bukan milik saudara saya,
6. Apakah pada saat diminta untuk menggarap sawah ibu lala ada
perjanjian secara tertulis?
Tidak ada, ya sama-sama saling percaya aja.
7. Selama pelaksanaan apakah ada pedoman pelaksanaan yang digunakan?
Tidakk ada, saya ngikutin apa yang sudah-sudah aja
81
8. Sebelum akad dimulai, apakah ada penunjukan batasan-batasan lahan
yang boleh dipakai?
Ada dong pastinya, yaaa biaar gak salah
9. Apakah ada penentuan kapan berakhirnya akad?
Tidak ada, yaaa selama belum panen akadnya belum selesai
10. Selama pelaksanaan, apa yang bapak lakukan? Apakah pemilik lahan
ikut turun langsung mengelola?
Yang saya lakukan yaaa ngelola sawah seperti biasanya, kalo pemilik lahan
sih biasanya ngontrol-ngontrol aja jarang turun langsung.
11. Apa kendala selama bapak melakukan praktek kerjasama pengelolaan
sawah ini?
Kendalanya sih sekarang itu sulit banget air, harus nunggu hujan dulu, itu
kalo musim hujan, kadang kalo musim kemarau saya harus nyewa mesin air
buat ngairin sawah.
12. Biasanya sekali panen dapet berapa? Apakah pembagian hasil itu sudah
adil menurut bapak?
Tergantung luas lahannya, kadang sekarang mah susah diprediksi kalo
kurang air hasilnya dikit, adil-adil aja sih kalo kata saya mah
13. Apakah selama praktek kerjasama pengelolaan sawah ini bapak merasa
rugi atau malah untung?
Rugi? Tidak ah yang mentingmah iklas, niatnya baik kalo kita baik insya
Allah orang lain juga baik sama kita
82
14. Apakah selama bapak melakukan kerjasama tersebut bapak pernah
dicurangi oleh pengelola?
Alhamdulillah belum pernah, jangan sampe deh dicurangin
15. Apakah bapak akan terus melakukan praktek kerjasama ini?
Yaaa selama masih ada yang mau mempercayakan lahannya untuk digarap
sama saya insya Allah saya siap selama saya masih sehat, yaaa say amah
bisanya cuman nanem sawah doang atuh dapet duit dari mana lagi
83
Transkrip Wawancara Bersama Bapak Baban (Salah Satu Anggota Kelompok
Tani Desa Wargasetra)
1. Bagaimanakah skema pelaksanaan Kerjasama Maparo sawah ini?
Yaaaa seperti biasa, awalnya kedua belah pihak sepakat buat kerjasama, terus
nentuin tuh siapa yang bisa ngeluarin bibit, sisanya jalanin seperti ngelola
sawah kaya biasa dah, nanti kalo biaya-biaya selama pengelolaan dikeluarin
sama yang siapa aja yang mampu pas waktu itu, nanti kalo udah panen tinggal
tentuin dah berapa pengeluaran-pengeluarannya, abis itu ngitung porsi, agi
hasil deh.
2. Sudah berapa lama praktek kerjasama ini berlangsung?
Sudah lama banget, mungkin dari sebelum saya lahir, yaaa bisa dibilang
sejak jaman nenek moyang dluu, soalnya ini udah berlangsung secara turun
temurun.
3. Apa saja alasan para petani mau melakukan kerjasama in?
Banyak sih alesannya, kalo buat pemilik lahan biasanya yang punya kerja
diluar kota gak bisa ngegarap sendiri, kalo enggak suaminya kerja jadi TKI
sawahnya banyak tapi gak bisa ngegarap sendiri, ada juga yang suaminya
sudah meninggal sauminya ninggalin warisan sawah istrinya gak bisa
ngegarap sendiri makanya kaya gitu, masih masih banyak sih.
Kalo buat pengelola sih biasanya factor ekonomi yah, buat tambah-tambah
penghasilan aja gitu.
84
4. Selama ini pernah ada laporan gak perihal ada yang merasa dirugikan
gitu misalnya?
Selama ini belum ada laporan sih Alhamdulillah, biasanya para petani itu
lapor palingan yaaa tentang sulit air atau pupuk mahal yang palingsering sih
biasanya modal kurang hehe
5. Untuk menjawab keluhan-keluhan para petani apakah ada tanggapan
dari pemerintah desa?
Sekarang sih lagi ada program buat pembuatan irigasi, Alhamdulillah nih
bendungannya sudah jadi kan tinggal irigasinya aja.
85
86
87