Post on 21-Mar-2019
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Henricus Bangun Purwono
NIM : 038114021
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Persetujuan Skripsi
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN BANTUL
Oleh : Henricus Bangun Purwono
NIM : 038114021
Skripsi ini telah disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Sulasmono, Apt. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengesahan Skripsi
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI APOTEK-APOTEK KABUPATEN BANTUL
Oleh : HENRICUS BANGUN PURWONO
NIM : 038114021
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal : 21 Januari 2008
Mengetahui. Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Dekan
Rita Suhadi, M.Si., Apt
Tanda tangan
Pembimbing I : Drs. Sulasmono, Apt. ………………….. Pembimbing II : Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. ………………….. Panitia Penguji : Tanda tangan 1. Drs. Sulasmono, Apt. ………………….. 2. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. …………………..
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. .…………………. 4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. …………………..
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah
jalan pengertian.”
(Amsal 9:6)
“Di bibir orang berpengertian terdapat hikmat, tetapi pentung
tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal-budi. Orang
bijak menyimpan pengetahuan, tetapi mulut orang bodoh
adalah kebinasaan yang mengancam.”
(Amsal 10:13-14)
ku persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus,
kepada keluargaku, kepada teman-temanku
dan kepada almamaterku.
“Aku akan bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati. Aku akan
bersyukur kepadaMu dengan hati jujur.”
(Mazmur 111:1a, 110:7a)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Apotek-Apotek
Kabupaten Bantul”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Sanata
Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan
saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang juga telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan
kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku pencetus ide awal penelitian ini dan
selaku dosen penguji. Terimakasih atas kritik dan saran yang telah diberikan.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji. Terima kasih atas
kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Pemerintah Kabupaten Bantul yang telah memberikan izin sehingga penelitian
ini dapat terlaksana.
7. Bapak dan Ibu Apoteker di Kabupaten Bantul yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
8. Keluarga, terutama kedua orang tua, Bapak A. Isdiarto dan Ibu C. Siti Zuriati
atas segala dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan. Adik Arya &
Kharisma atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan : Adi, Totok, Bambang dan Monica atas
kerjasama, bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
10. Teman-teman Fakultas Farmasi Sanata Dharma angkatan 2003 kelas A atas
kebersamaan dan keceriaan selama empat setengah tahun ini.
11. Teman-teman Mudika Stasi Tambran, terima kasih atas doanya.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak
atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh karena itu
dengan rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang
membangun.
Yogyakarta, 13 Januari 2008
Penulis
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Pelayanan kefarmasiaan pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi serta melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan yang digunakan adalah deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang bersedia mengisi kuesioner yang merupakan instrumen penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul
Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Apotek.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Pharmaceutical care orientation has changed from drug oriented to patient
oriented which refers to pharmaceutical care. The Pharmaceutical care activities has, which previously only focused on the drugs management as a commodity, become more focused in to a comprehensive care that aimed at increasing the quality of patient’s life. Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004 about Pharmaceutical Care Standards in Dispensary aims at as guidance of pharmacist practice in performing the profession and also protects society of service which is not professional and protects profession in pharmacy practice.
This research aimed at knowing the description of the implementation of Pharmaceutical Care Standards based on the Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004 in dispensaries in Bantul. This research was non eksperimental research type in which the device used was descriptive. This respondents of this research were Administrator Pharmacist or Co-Pharmacist that willingly filled in the questionnaire which was the instrument of the research. The analysis performed was descriptive statistic.
The result of the study showed that the Pharmaceutical Care Standards in Dispensary based on the Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Bantul was not well performed yet by pharmacists in dispensaries in Bantul. Key words : Pharmaceutical Care Standard, Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004, Dispensary.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Januari 2008
Penulis,
Henricus Bangun Purwono
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… iv
PRAKATA………………………………………………………………… v
INTISARI………………………………………………………………….. vii
ABSTRACT……………………………………………………………….. viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………... ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xvii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xx
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1. Perumusan masalah………………………………………………… 3
2. Keaslian penelitian…………………………………………………. 4
3. Manfaat penelitian………………………………………………….. 6
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apoteker ………………………………………………………………. 7
1. Pengertian Apoteker ………………………………………………. 7
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Apoteker sebagai suatu profesi…………………………………….. 10
3. Peran apoteker……………………………………………………… 14
B. Apotek ………………………….…………………………………….. 16
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek…………………………….. 18
1. Asuhan kefarmasian………………………………………………... 18
2. Akuntabilitas praktek farmasi……………………………………… 18
3. Manajemen praktis farmasi………………………………………… 19
4. Komunikasi farmasi……………………………………………….. 19
5. Pendidikan dan pelatihan farmasi…………………………………. 20
6. Penelitian dan pengembangan kefarmasian……………………….. 20
7. Peraturan perundang-undangan…………………………………… 20
D. Sumpah Apoteker………………………………………………………. 24
E. Kode Etik Apoteker……………………………………………………. 25
F. Keterangan Empiris……………………………………………………. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………… 29
B. Batasan Operasional Penelitian………………………………………… 29
C. Instrumen Penelitian…………………………………………………….. 30
D. Populasi dan Sampel……………………………………………………. 30
1. Populasi…………………………………………………………….. 30
2. Sampel……………………………………………………………… 31
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Tata Cara Pengumpulan Data ………...……………………………….. 32
1. Pembuatan kuesioner………………………………………………. 32
2. Pengujian kuesioner………………..………………………………. 32
3. Penyebaran kuesioner……………………………………………… 34
4. Pengumpulan kuesioner……………………………………………. 34
5. Wawancara ………………………………………………………… 35
F. Tata Cara Menampilkan Data…………………………………………. 35
G. Kesulitan Penelitian……………………………………………………. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Responden…………………………………………….................. 38
1. Posisi responden…………………………………………………… 38
2. Usia responden…………………………………………………….. 39
3. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek………….. 39
4. Adanya pekerjaan lain dari responden selain sebagai apoteker …… 40
5. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu………………… 40
6. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari……………………. 41
B. Pengelolaan Sumber Daya…………………………………………….. 42
1. Sumber daya manusia……………………………………………… 42
2. Sarana dan prasarana………………………………………………. 43
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya….. 51
4. Administrasi……………………………………………………….. 61
C. Pelayanan………………………………………………………………. 67
1. Pelayanan resep…………………………………………………… 67
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Promosi dan edukasi …………………………………………….. 81
3. Pelayanan residensial (Home Care)……………………………….. 82
D. Evaluasi Mutu Pelayanan………………………………………………. 83
1. Tingkat kepuasan konsumen……………………………………….. 83
2. Dimensi waktu……………………………………………………... 84
3. Prosedur tetap……………………………………………………… 85
E. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Kabupaten Bantul …………………………………………………….. 87
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul
Berdasarkan Karakteristik Responden ……………………………….. 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 110
B. Saran…………………………………………………………………… 110
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 112
LAMPIRAN……………………………………………………………… 116
BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………… 136
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel I Data apotek yang mengembalikan kuisioner ……….. 37
Tabel II Data posisi responden di apotek…………………….. 38
Tabel III Data adanya pekerjaan lain dari responden……......... 40
Tabel IV Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu…. 41
Tabel V Pengambilan keputusan di apotek berdasarkan
persetujuan APA…………………………………….. 43
Tabel VI Ketersediaan papan yang tertulis kata apotek pada
muka apotek …………………………………........... 44
Tabel VII Pemisahan produk kefarmasian dengan produk
lainnya.……………………........................................ 45
Tabel VIII Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien ……………. 46
Tabel IX Ketersediaan brosur/informasi mengenai kesehatan … 46
Tabel X Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi. 47
Tabel XI Ketersediaan ruang tertutup untuk konseling ……… 48
Tabel XII Ketersediaan ruang racikan di apotek ……………… 49
Tabel XIII Ketersediaan keranjang sampah untuk staf dan pasien 50
Tabel XIV Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan
Farmasi di Apotek……………………………………. 53
Tabel XV Sumber Perolehan Obat di Apotek…………………… 56
Tabel XVI Pemindahan isi obat ke wadah lain ………………… 57
Tabel XVII Informasi yang disertakan pada wadah baru ………… 58
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XVIII Ketersediaan tempat penyimpanan khusus ………….. 59
Tabel XIX Penyertaan bukti/faktur pembelian dan mencatat
setiap obat yang dibeli ………………………………. 62
Tabel XX Penyertaan Faktur/Nota Penjualan ………………….. 62
Tabel XXI Pencatatan setiap penjualan dalam buku penjualan … 63
Tabel XXII Pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika 64
Tabel XXIII Penyimpanan resep secara berurutan ………………. 65
Tabel XXIV Pengisian medication record ……………………….. 65
Tabel XXV Skrining resep mengenai persyaratan administratif… 68 Tabel XXVI Skrining resep mengenai kesesuaian farmasetik …… 69
Tabel XXVII Skrining resep mengenai pertimbangan klinis ……… 71
Tabel XXVIII Konsultasi dengan dokter apabila ada ketidakjelasan
dalam penulisan resep ………………………………. 72
Tabel XXIX Keluhan tentang etiket oleh pasien ………………… 74
Tabel XXX Pengecekan resep sebelum diserahkan ke pasien…… 75
Tabel XXXI Apoteker selalu terlibat langsung dalam penyerahan
obat ke pasien………………….................................. 76
Tabel XXXII Informasi obat yang diberikan apoteker……………. 77
Tabel XXXIII Ketersediaan jam konseling setiap hari di apotek ….. 79
Tabel XXXIV Konseling secara berkelanjutan ……………………. 79
Tabel XXXV Diseminasi informasi kesehatan…............................. 81
Tabel XXXVI Tindak lanjut terapi………………………………… 82
Tabel XXXVII Survey tingkat kepuasan konsumen ……………….. 83
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXXVIII Bentuk survey……………………………………… 84
Tabel XXXIX Penetapan lama pelayanan ………………………… 85
Tabel XXXX Ketersediaan prosedur tetap ……………………… 85
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Diagram usia responden………………………………….. 39
Gambar 2. Diagram pengalaman responden bekerja sebagai apoteker
di apotek…………………………………………………… 39
Gambar 3. Diagram waktu kerja responden di apotek dalam sehari ….. 41
Gambar 4. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang sarana
dan prasarana ……………………………………………… 50
Gambar 5. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian pengelolaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya ……….. 60
Gambar 6. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian administrasi……… 66
Gambar 7. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep
bagian skrining resep ……………………………………… 73
Gambar 8. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep
bagian penyiapan obat …………………………………….. 80
Gambar 9. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang evaluasi mutu
pelayanan ………………………………………………….. 86
Gambar 10. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul 87 Gambar 11. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan posisi responden….. 89
Gambar 12. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul
berdasarkan posisi responden………………………………. 90
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 13. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan usia responden …... 92
Gambar 14. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten
Bantul berdasarkan usia respoden …………………………. 93
Gambar 15. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan pengalaman respoden 95
Gambar 16. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten
Bantul berdasarkan pengalaman responden……………….. 96
Gambar 17. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan adanya pekerjaan
lain respoden ………………………………………………. 99
Gambar 18. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten
Bantul berdasarkan adanya pekerjaan lain respoden ……… 100
Gambar 19. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja
respoden dalam seminggu…………………………………. 102
Gambar 20. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten
Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam seminggu 103
Gambar 21. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten
Bantul berdasarkan waktu kerja respoden di apotek dalam
sehari………………………………………………………. 106
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 22. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja
respoden dalam seminggu…………………………………. 107
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian………………………. 116
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian……………………………………….. 117
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian……………………………………….. 123
Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker……………………………………. 124
Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia…………………………….. 126
Lampiran 6. Contoh Alur Pelayanan Resep…………………………….. 129
Lampiran 7. Jalur Distribusi Obat……………………............................. 130
Lampiran 8. Tabulasi Data ……..……………………............................. 131
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
1
A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan
obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Anonim, 2004a).
Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada
penyiapan obat dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan interaksi
dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya, dengan melaksanakan
pelayanan kefarmasian secara menyeluruh oleh tenaga farmasi (Muliawan, 2004).
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker dalam menjalankan prakteknya
harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pelayanan. Selain itu Apoteker harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga medis dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2004a).
Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan
kefarmasian dengan baik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia (ISFI) menyusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat seperti yang tertuang
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Standar tersebut
diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman praktik Apoteker dalam
menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak
profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian
(Anonim, 2004a).
Apoteker di apotek dalam menjalankan profesinya harus berpedoman pada
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menurut Standar Kompetensi
Farmasis Indonesia tahun 2004, salah satu standar prosedur operasional Apoteker
di apotek hal manajemen praktis farmasi adalah merancang, membuat,
mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran
dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional
kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku
dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Berdasarkan
keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban Apoteker di
apotek adalah melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek, termasuk di dalamnya
melaksanakan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 sebagai
pedoman praktek Apoteker di apotek.
Apotek di Kabupaten Bantul menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantul tahun 2006 berjumlah 55 apotek yang tersebar 10 kecamatan. Persebaran
lokasi apotek ini dinilai kurang merata dikarenakan Kabupaten Bantul terdiri dari
17 kecamatan. Oleh karena itu, pelayanan kefarmasian di apotek harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dilaksanakan dengan baik sehingga dapat menjamin mutu pelayanan kefarmasian
dan mencakup seluruh masyarakat di Kabupaten Bantul.
Berdasarkan kenyataan di atas maka dilakukan penelitian mengenai
KepMenKes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 untuk melihat seberapa jauh
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
a. Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara
menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul ?
b. Parameter manakah dari Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 yang telah dilaksanakan dengan baik, cukup
dan kurang dengan masing-masing persentase ?
c. Apakah karakteristik responden memberikan perbedaan dalam
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek
Kabupaten Bantul?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Keaslian Penelitian
Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai Kajian
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI
nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.
Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu :
a. Pemahaman Apoteker Tentang Pelayanan Apoteker dalam Praktek
Kefarmasian Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Apotek di
Apotek-Apotek Kota Yogyakarta (Tobondo, 2000).
Penelitian dari Tobondo ini menekankan pada pemahaman
apoteker tentang pelayanan apoteker dalam praktek kefarmasian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan
apoteker di apotek. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada
penelitian Tobondo tidak mengkhususkan diri atau berpedoman pada suatu
undang-undang tertentu, sedangkan pada penelitian ini berpedoman pada
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
b. Pendapat Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah
Istimewa Yogyakarta Terhadap Peran Apoteker (Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit) (Regziana, 2007).
Penelitian dari Regziana ini menekankan pada penerimaan dokter
umum terhadap peran apoteker berdasarkan Kepmenkes Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 dan harapan dokter umum terhadap peran
apoteker di masa mendatang. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
pada penelitian Regziana subyek penelitian merupakan dokter umum,
sedangkan pada penelitian ini subyek penelitian adalah apoteker di apotek.
Penelitian Regziana meneliti mengenai peran apoteker di Rumah Sakit
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, sedangkan penelitian ini
meneliti mengenai pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
c. Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota
Yogyakarta (Sukmajati, 2007).
Penelitian dari Sukmajati memberi gambaran pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek-apotek Kota Yogyakarta, sedangkan
penelitian ini memberi gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek-apotek Kabupaten Bantul. Perbedaannya hanya
terletak pada lokasi penelitian dan adanya hubungan karakteristik
responden dengan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasia di Apotek.
d. Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di
Kabupaten Sleman (Soedarsono, 2007).
Penelitian dari Soedarsono memberi gambaran pelaksanaan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-apotek Kabupaten Sleman,
sedangkan penelitian ini memberi gambaran pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek-apotek Kabupaten Bantul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Perbedaannya hanya terletak pada lokasi penelitian dan adanya hubungan
karakteristik responden dengan pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Memberi gambaran mengenai Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :
1) bahan evaluasi bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam
pengelolaan apotek;
2) bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon apoteker yang
tertarik dalam pelayanan perapotekkan; dan
3) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan
pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
B. Tujuan Penelitian
Mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah
dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten
Bantul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apoteker
1. Pengertian Apoteker
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
Kepmenkes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 mencantumkan
bahwa :
Sesuai perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek atau SIA. Surat Izin Apotek adalah surat izin yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik
sarana apotek untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.
Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada
jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk Apoteker
Pendamping. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
samping apoteker pengelola apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam
tertentu pada hari buka apotek. Apabila APA dan Apoteker Pendamping
karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, maka APA harus
menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker pengganti adalah apoteker yang
menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga
bulan secara terus-menerus dan telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) serta
tidak bertindak sebagai APA di apotek lain (Anonim, 2002).
Adapun persyaratan untuk menjadi seorang Apoteker Pengelola
Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922 tahun 1993 (pasal 5) yaitu :
a. ijazahnya telah terdaftar pada Departemen kesehatan b. telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker c. memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri d. memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksakan
tugasnya, sebagai Apoteker e. tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotik di Apotik lain.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 922 tahun 1993, maka Apoteker
berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi
yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan
farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau
dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau
dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal. Pemusnahan dilakukan
Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti dibantu oleh sekurang-
kurangnya seorang karyawan apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922 tahun 1993 pasal 15 ayat 4,
menyebutkan bahwa Apoteker wajib memberikan informasi :
a. yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien b. penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesi secara baik. Hal ini juga ditegaskan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 22 ayat 1 (c) yang menyebutkan
bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas
profesinya berkewajiban untuk :
a. menghormati hak pasien b. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang
akan dilakukan.
Kode Etik apoteker Indonesia pasal 7 juga menyatakan bahwa seorang
Apoteker hendaknya menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya bagi
masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan kesehatan.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan. Permenkes Nomor 922 tahun 1993 menyebutkan bahwa
apoteker wajib memberikan informasi :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
a. yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. b. penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker
harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-
kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari
selama terapi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu
tugas apoteker adalah memberikan informasi kepada pasien yang datang ke
apotek, sehingga kewajiban apoteker, baik apoteker pengelola apotek atau
apoteker pendamping atau apoteker pengganti adalah berada di apotek selama
jam buka apotek dan memberikan informasi kepada pasien yang datang ke
apotek. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 menyatakan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada
pasal 86 yaitu barang siapa dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1, telah diuraikan sebelumnya,
dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
2. Apoteker Sebagai Suatu Profesi
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut suatu pengetahuan
dan keterampilan yang sangat khusus yang diperoleh melalui pelajaran yang
bersifat teoritis dan praktek serta diuji oleh lembaga perguruan tinggi dan
kepada yang bersangkutan diberi kewenangan guna pemberian layanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
konsumen atau kliennya (Harding, 1993). Banyak kriteria untuk menentukan
suatu pekerjaan adalah suatu profesi, menurut Sulasmono (1997) antara lain :
a. unusual learning, yaitu dididik dan menerima pengetahuan yang khas dan
merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga tidak diperoleh di
tempat lain atau bidang yang berbeda
b. pelayanannya bersifat altruistik (tidak mementingkan diri sendiri dan
mementingkan kepentingan orang lain)
c. telah mengucapkan sumpah
d. memiliki kode etik
e. memiliki standar profesi, yaitu pedoman yang harus digunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (Anonim, 1992)
f. memiliki pengakuan hukum (adanya undang-undang maupun ketentuan
peraturan perundang-undangan lain)
g. memiliki perijinan (Surat Ijin Praktek atau Surat Ijin Kerja)
h. memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesional
i. bersifat otonomi dan independensi
j. bertemu dan berinteraksi dengan klien atau penderita
k. confidental relationship dalam pelayanannya
Menurut ISFI, profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas
b. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi
c. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian
d. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
e. memberlakukan kode etik keprofesian
f. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan
g. proses pembelajaran seumur hidup
h. mendapat jasa profesi (Anonim, 2004b)
Menurut Trait Theory, Apoteker dapat digolongkan sebagai suatu
profesi karena menunjukkan beberapa ciri khusus, yaitu :
a. memiliki ilmu pengetahuan khusus yang berasal dari pelatihan
jangka panjang (specialized knowledge and lengthy training). Agar
dapat diterima menjadi salah satu anggota profesi, seseorang harus
menjalani pendidikan intensif yang bervariasi dengan spesialisasi tinggi.
Untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan
di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang
pendidikan profesi. Pada saat menempuh masa pendidikan, apoteker
dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan khusus yang disesuaikan
dengan tugasnya dalam mempersiapkan dan menerapkan penggunaan obat
secara klinis (Harding, dkk, 1993). Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi
mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada
masa-masa selanjutnya (Sirait, 2001).
b. monopoli dalam praktek (monopoly of practice). Monopoli pekerjaan
yang dilakukan profesi dijamin dan dilindungi oleh Negara (Harding,
1993). Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai
apoteker. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa
pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pada pasal 63 ayat (1) disebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam
pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan
bahwa profesi farmasi dan pekerjaan kefarmasian memiliki pengakuan
secara hukum di Indonesia, dan bahwa pekerjaan kefarmasian tersebut
hanya apoteker yang memiliki kewenangan untuk menjalankannya.
c. pengaturan diri (self regulation). Organisasi profesi diperbolehkan untuk
mengatur sistem pendidikan, memutuskan seseorang yang memenuhi
persyaratan untuk menjadi anggota profesi dan memperkirakan seseorang
yang berkompeten dalam menjalankan pekerjaannya (Harding, 1993).
Organisasi profesi farmasi adalah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI).
Surat Kepmenkes Nomor 41846/KB/121 tanggal 16 September 1965
menyatakan bahwa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia disingkat ISFI
sebagai organisasi tunggal/satu-satunya organisasi sarjana apoteker
Indonesia yang menghimpun seluruh tenaga kesehatan sarjana di bidang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
farmasi yakni sarjana apoteker. Wujud pengaturan diri tersebut antara lain
dengan adanya Sumpah/Janji Apoteker, Kode Etik Apoteker Indonesia dan
Standar Kompetensi Farmasis Indonesia.
d. orientasi pelayanan (service orientation). Pernyataan ini menandakan
bahwa anggota profesi harus bekerja sebaik-baiknya untuk memenuhi
keinginan klien dan tidak diperbolehkan memaksa klien hanya demi
keuntungan pribadi semata. Hal ini ditegaskan pada pasal 53 Undang-
Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang menyebutkan
bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3. Peran Apoteker
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyatakan
bahwa sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang Apoteker yang profesional dan dalam pengelolaan apotek tersebut,
apoteker harus senantiasa memiliki kemampuan menyediakan dan
memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat,
kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan
dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif,
selalu belajar sepanjang karier, membantu memberi pendidikan dan memberi
peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan
istilah “Seven Stars of Pharmacist” meliputi :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
a. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara
individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan
dan pelayanan apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
b. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,
keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh
penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan
kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai
tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk
kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan
pelatihan yang diperlukan.
c. Communicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam
berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh
karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.
Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar
dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan
kebutuhan.
d. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
e. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia,
fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin
orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus
tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
f. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan
semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk
menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date)
dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara
belajar yang efektif.
g. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan
melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam
berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan
memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan.
(Anonim, 2004b)
B. Apotek
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 pasal 1 menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan apotek ialah suatu tempat dimana dilakukan usaha-usaha
dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian. Pasal 2 menyebutkan bahwa
tugas dan fungsi apotek, ialah :
1. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
2. penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi : obat, obat asli Indonesia, kosmetika, alat-alat kesehatan dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Pasal 3 menyebutkan bahwa apotek dapat diusahakan oleh :
1. Lembaga atau Instansi Pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di Pusat dan di Daerah;
2. Perusahaan milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah; 3. Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja
dari Menteri Kesehatan.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur
tugas dan fungsi apotek yaitu :
a. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Kepmenkes RI nomor 1332 tahun 2002 pasal 4,menyebutkan bahwa izin
apotek diberikan oleh Menteri. Menteri melimpahkaan wewenang pemberian izin
apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada
kepada menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi.
Persyaratan apotek menurut Kepmenkes RI nomor 922 tahun 1993 adalah
(pasal 6) :
1. untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain
2. sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi
3. apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Sistem praktek kefarmasian dapat diartikan sebagai bagian integral dari
sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan terpadu, terdiri dari struktur dan fungsi
jaringan pelayanan kefarmasian. Praktek kefarmasian adalah upaya
penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan atau
masyarakat. Sistem pelayanan kefarmasian meliputi struktur sistem pelayanan
kefarmasian dan fungsi sistem pelayanan kefarmasian (Anonim, 2004b).
1. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal asuhan
kefarmasian, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal;
b. memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri;
c. memberikan pelayanan informasi obat; d. memberikan konsultasi obat; e. melakukan monitoring efek samping obat; f. pelayanan klinik berbasis farmakokinetik.
(Anonim, 2004b)
2. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal akuntabilitas
praktek farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi; b. merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan
standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku; c. bertanggung jawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil; d. melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak
mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat; dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
e. melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”.
(Anonim, 2004b)
3. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal manajemen
praktis farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional;
b. merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja (Plan of Action);
c. merancang, membuat ,melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi di atas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan;
d. merancang organisasi kerja yang meliputi : arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen;
e. merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian; dan
f. memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah kepada kepuasan konsumen.
(Anonim, 2004b)
4. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal komunikasi
farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien;
b. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat;
c. memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat kefarmasian; dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
d. memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
(Anonim, 2004b)
5. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal pendidikan dan
pelatihan farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah :
a. memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian;
b. merencanakan dan melakukan aktifitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan;
c. berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian; dan
e. mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
(Anonim, 2004b)
6. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal penelitian dan
pengembangan kefarmasian, standar prosedur operasional apoteker di
apotek adalah:
a. melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain; dan
b. menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian.
(Anonim, 2004b)
7. Menurut peraturan perundang-undangan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :
a. Pengelolaan sumber daya
1) Sumber daya manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus
dikelola oleh seorang apoteker yang profesional . Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2) Sarana dan prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi
dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien
4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
3) Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
4) Administrasi.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1. Administrasi umum.
Pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.2. Administrasi pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
b. Pelayanan 1) Pelayanan resep.
1.1. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1. Persyaratan administratif :
- Nama,SIP dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. - Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya.
1.1.2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1.1.3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
1.2. Penyiapan obat. 1.2.1. Peracikan.
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2. Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
1.2.4. Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
1.2.5. Informasi obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
1.2.6. Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
1.2.7. Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes ,TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
2) Promosi dan edukasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi . Apoteker ikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
3) Pelayanan residensial (Home Care).
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
c. Evaluasi mutu pelayanan
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1) Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket
atau wawancara langsung. 2) Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah
ditetapkan). 3) Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang
telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk : • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan
lain yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: • Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang
dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan
dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk
penerapan standar. • Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.
(Anonim, 2004a)
D. Sumpah Apoteker
Sumpah adalah ikrar yang diucapkan dengan sungguh-sungguh dan akan
melaksanakannya sesuai dengan yang telah diucapkan (Salim, 1991). Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1962 pasal 1 sumpah apoteker harus
diucapkan sebelum apoteker melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker
dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan
keahliannya hendaknya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji apoteker
(Anonim, 2004b).
Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan
bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau
pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya,
sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan
membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun
akhirat (Budiharjo, 1981). Lafal sumpah atau janji apoteker dapat dilihat pada
lampiran 4.
E. Kode Etik Apoteker
Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-
rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan
keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker
dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184
tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang melanggar Kode Etik Apoteker oleh sebab itu seorang apoteker perlu
memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil Keputusan
Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal 18 Juni 2005
dapat dilihat pada lampiran 5.
Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu :
1. sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented)
Apoteker di apotek wajib memberikan pelayanan kefarmasian sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan
masyarakat dalam pelayanan sosial (social oriented). Apoteker dalam
menjalankan fungsi apotek ini harus patuh terhadap etika kefarmasian sebagai
penjabaran Kode Etik Apoteker dan sebagai apoteker yang telah mengucapkan
sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Apoteker juga harus
mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan
memperhatikan harga, kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya
yang dijual di apotek agar tidak ada resep atau permintaan konsumen yang
ditolak karena ketidaklengkapan sediaan farmasi maupun alat kesehatan
lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2. sebagai sarana bisnis (profit/business oriented)
Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat
memberi keuntungan. Dalam hal ini apoteker harus mampu bertindak sebagai
manajer untuk mampu mengembangkan modal dan keuntungan yang
diperoleh dengan bekal ilmu manajerial demi kelangsungan “hidup” apotek itu
sendiri. (Anief, 1995)
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa apotek
melakukan bisnis yang beretika.
Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam
menerapkan prinsip etika dalam mengkaji dan memecahkan berbagai masalah
moral yang kompleks. Meski belum ada definisi terbaik dari etika bisnis, namun
telah muncul konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan
penalaran dan penilaian, baik berdasarkan atas prinsip maupun kepercayaan
dalam proses pengambilan keputusan dalam menyeimbangkan kepentingan
ekonomi terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan (Isdaryadi, 2005).
Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan
bisnis adalah :
1. prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil
keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai dengan
tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada pemilik
perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan mayarakat
yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2. prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak,
mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan.
3. prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence).
Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal,
minimal tidak merugikan orang lain.
4. prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan
sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra.
5. prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan
orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi lain.
(Isdaryadi, 2005)
Etika biasanya dirumuskan oleh asosiasi atau organisasi yang
bersangkutan dan dilaksanakan secara sukarela oleh para anggotanya. Jika ada
anggota yang melanggar etika, sanksi paling berat yang diterima adalah
dikeluarkan dari keanggotaan asosiasi tersebut (Wahyuni, 2005).
F. Keterangan Empiris
Standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI
nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 mempunyai tiga parameter utama yaitu :
pengelolaan sumber daya, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan. Dari hasil
penelitian diharapkan dapat diperleh gambaran mengenai pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian berdasarkan KepMenKes RI nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian
yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa
adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Praktiknya, 2001).
Sedangkan rancangan penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang
memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada
perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kontour, 2003).
Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk
mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ditekankan pada penggambaran secara
obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki (Nawawi, 1998).
B. Batasan Operasional Penelitian
1. Kajian adalah studi yang dilaksanakan untuk memperdalam atau mengetahui
dengan lebih jelas suatu hal.
2. Pelaksanaan adalah proses melaksanakan.
3. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah ukuran tertentu yang digunakan
sebagai patokan, dalam hal ini berdasarkan pada KepMenKes Nomor
1027/MENKES/SK/X/2004 dikatakan telah dilaksanakan dengan baik apabila
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50% maka
dikatakan belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik.
4. Apotek adalah 55 apotek yang berada di wilayah Kabupaten Bantul.
5. Responden adalah Apoteker baik Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker
Pendamping yang bersedia mengisi kuisioner.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang :
1. karakteristik responden.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan penelitian yang terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-
peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam
suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi dari penelitian ini adalah semua
apotek yang ada di Kabupaten Bantul.
Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantul, diketahui bahwa jumlah apotek di Kabupaten Bantul tahun 2006
adalah sebanyak 55 apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data
sebenarnya dalam penelitian. Ada dua pertimbangan pokok untuk penetapan
besar sampel, yaitu pertimbangan representativitas dan pertimbangan analisis.
Pertimbangan representativitas ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah
minimum sampel yang masih menjamin representativitasnya terhadap
populasi. Pertimbangan analisis ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah
minimum sampel sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap data
(hasil penelitian) secara adekuat (Pratiknya, 2001).
Menurut Notoatmodjo, sampel dapat diperoleh dengan rumus :
n = )(1 2dN
N+
dimana :
n = besar sampel yang diambil
N = besar populasi
d = tingkat signifikansi (10%) (Notoatmodjo, 2002).
Penelitian ini tidak digunakan teknik sampling dikarenakan penelitian
dapat mencakup seluruh populasi, dikarenakan populasi berjumlah kurang dari
seratus responden yaitu 55 responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
E. Tata Cara Pengumpulan Data
1. Penyusunan Kuisioner
Kuesioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data dalam
penelitian sosial. Dengan kuesioner tersebut peneliti menggali informasi dari
responden (orang yang menjadi subyek penelitian) (Adi, 2004).
Kuisioner yang digunakan memuat sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab secara tertulis oleh responden. Kuisioner disusun dengan mengacu
KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 dan terbagi menjadi empat
bagian yaitu : deskripsi responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan dan
evaluasi mutu pelayanan.
2. Pengujian kuesioner
a. Uji pemahaman bahasa
Uji pemahaman bahasa berfungsi untuk mengetahui sejauh mana
bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner
dapat dipahami oleh responden, termasuk di dalamnya kesalahan
pengetikan, pengejaan kata-kata dan susunan kalimat. Uji pemahaman
bahasa dilakukan dengan cara menyebar kuesioner tersebut kepada lima
apotek di luar populasi penelitian.
b. Uji validitas isi
Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003).
Suatu alat ukur dikatakan valid (benar/sahih) jika alat ukur tersebut jitu
untuk mengukur konsep/variabel yang diukur (Adi, 2004).
Validitas yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan tingkat representativitas isi atau substansi
pengukuran terhadap konsep (pengertian) variabel sebagaimana
dirumuskan (Praktiknya, 1991). Validitas isi kuesioner ini diuji dengan
analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi
validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan
hanya dengan analisis teoritik. Maka tidaklah diharapkan setiap orang
akan sama atau sependapat mengenai sejauh mana validitas isi kuesioner
akan tercapai.
c. Uji reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliable (dapat dipercaya) jika alat ukur
tersebut mantap, tepat dan homogen. Suatu alat ukur dikatakan mantap
apabila dalam mengukur sesuatu berulang kali, alat ukur tersebut
memberikan hasil yang sama, dengan syarat kondisi pengukuran tidak
berubah. Suatu pertanyaan (alat ukur) dikatakan tepat apabila pertanyaan
tersebut mudah dimengerti dan terperinci. Suatu alat ukur dikatakan
homogen apabila pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk mengukur
suatu karakteristik mempunyai kaitan yang erat satu sama lain (Adi, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena
pertanyaan dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung
terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas
data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden
menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan
asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang
mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi
reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).
3. Penyebaran Kuisioner
Penyebaran kuisioner langsung kepada responden dan peneliti akan
mendampingi dalam pengisian kuisioner agar dapat menjelaskan kepada
responden maksud dari kuisioner dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di
dalamnya serta apabila responden mengalami kesulitan dalam mengisi
kuesioner tersebut. Jika responden berhalangan mengisi saat itu juga, maka
kuesioner tersebut akan ditinggal selama beberapa waktu untuk kemudian
diambil kembali setelah diisi oleh responden. Periode penyebaran kuisioner
dilakukan pada bulan Februari-Maret 2007.
4. Pengumpulan Kuisioner
Kuisioner langsung dikumpulkan saat itu juga, sehingga kuisioner
yang dikembalikan jumlahnya sama dengan jumlah kuisioner yang
disebarkan. Kuesioner langsung dikumpulkan saat itu juga dan ada yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
diambil setelah ditinggal selama beberapa waktu. Jumlah kuesioner yang
dikembalikan yaitu sebanyak 35 buah.
5. Wawancara
Menurut Nawawi (1998), wawancara adalah usaha mengumpulkan
informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab
secara lisan pula. Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data yang
diperoleh (Mardalis, 2006). Wawancara ini dilakukan dengan dititikberatkan
pada tiga hal, yaitu ketersediaan ruang tertutup untuk konseling, medication
record dan tindak lanjut terapi melalui home care.
F. Tata Cara Menampilkan Data
Menampilkan data dilakukan menggunakan metode deskrptif non analisis,
yaitu dengan cara dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga parameter
utama Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 kemudian menghitung
jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Hasil perhitungan data ditampilkan
dalam bentuk tabel dan diagram. Dikatakan telah melaksanakan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 secara menyeluruh apabila persentasenya lebih dari
50% dan jika kurang dari 50% maka dikatakan belum melaksanakan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2007 secara menyeluruh..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
G. Kesulitan Penelitian
Terdapat beberapa kesulitan dalam penelitian ini, yaitu :
1. sulit untuk meminta kesediaan apoteker menjadi responden
2. tidak dilakukannya wawancara secara mendalam kepada responden berkaitan
dengan alasan responden terhadap tiap jawaban yang diberikan
3. sulit untuk mengetahui perbandingan tingkat pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek dari setiap responden.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Apotek yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Bantul pada tahun 2006
berjumlah 55 Apotek. Jumlah tersebut merupakan populasi apotek yang akan
diteliti mengenai “Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan KepMenKes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten
Bantul”. Dari 55 kuisioner yang disebarkan untuk penelitian hanya dikembalikan
oleh 35 responden.
Tabel I. Data apotek yang mengembalikan kuisioner
No Kecamatan Jumlah apotek
1 Bantul 9
2 Sewon 3
3 Banguntapan 6
4 Imogiri 1
5 Piyungan 4
6 Sedayu 1
7 Bambanglipuro 1
8 Kasihan 6
9 Plered 1
10 Srandakan 3
Total 35
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Hasil yang diperoleh dari 35 responden tersebut kemudian ditampilkan dengan
metode deskriptif non analisis dimana jawaban yang sama dikelompokkan dan
dihitung persentasenya. Data tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel
atau diagram (gambar). Berikut hasil tampilan data :
A. Data Responden
1. Posisi Responden
Gambaran mengenai posisi responden di apotek dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel II. Data posisi responden di apotek
No Posisi responden di apotek Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Apoteker Pengelola Apotek 32 91
2 Apoteker Pendamping 3 9 Total 35 100
Menurut Permenkes 922 tahun 1993, Apoteker di apotek ada yang
disebut dengan Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti. Hasil penelitian didapatkan bahwa 91% responden
sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan sembilan persen responden sebagai
Apoteker Pendamping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2. Usia Responden
Gambaran mengenai usia responden dapat dilihat pada gambar berikut:
Usia Responden
80%
17% 3%
21-35 tahun36-50 tahun>50 tahun
Gambar 1. Diagram Usia Respoden
Hasil penelitian mengenai usia responden diatas menunjukkan bahwa
delapan puluh persen responden berusia 21-35 tahun, tujuh belas persen
responden berusia 36-50 tahun dan tiga persen responden berusia di atas 50
tahun.
3. Pengalaman responden bekerja sebagai apoteker di apotek
Gambaran mengenai pengalaman responden bekerja sebagai apoteker
di apotek dapat dilihat pada gambar berikut:
Pengalaman bekerja sebagai Apoteker di apotek
17%23%
3%
57%
< 1 tahun
1-5 tahun
6-10 tahun
> 10 tahun
Gambar 2. Diagram pengalaman responden bekerja sebagai apoteker di
apotek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki
pengalaman kerja sebagai Apoteker di apotek selama kurang dari satu tahun
sebesar tujuh belas persen, satu sampai lima tahun sebesar 57%, enam sampai
sepuluh tahun sebesar 23% dan yang bekerja lebih dari sepuluh tahun sebesar
tiga persen.
4. Adanya pekerjaan lain dari responden selain sebagai apoteker
Gambaran mengenai jumlah responden yang memiliki pekerjaan lain
selain apoteker di apotek yang bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel III. Data adanya Pekerjaan Lain dari Responden
No Adanya pekerjaan lain selain sebagai apoteker Jumlah Persentase (%)
n = 35 1 Ya 11 31
2 Tidak 24 69 Total 35 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 31% responden memiliki
pekerjaan lain selain sebagai Apoteker di apotek, sedangkan 69% responden
tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai Apoteker di apotek.
5. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu
Gambaran mengenai waktu kerja responden di apotek dalam seminggu
dapat dilihat pada tabel berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel IV. Data waktu kerja responden dalam seminggu
No Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu Jumlah Persentase (%)
n = 35 1 3 - 5 hari 5 14
2 6 - 7 hari 30 86 Total 35 100
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa empat belas persen responden
bekerja sebagai apoteker di apotek selama tiga sampai lima hari dalam
seminggu dan 86% responden bekerja selama enam sampai tujuh hari dalam
seminggu. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang
bekerja sebagai apoteker di apotek telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
6. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari
Gambaran mengenai waktu kerja responden di apotek dalam sehari
dapat dilihat pada gambar berikut:
Rata-rata Apoteker berada di apotek dalam satu hari
12%
34%54%
< 4 jam 4-6 jam > 6 jam
Gambar 3. Diagram waktu kerja responden di apotek dalam sehari
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 54% apoteker berada di apotek
selama lebih dari enam jam. Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu waktu kerja dalam sehari adalah
7 (tujuh) jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan apoteker sebagian besar
telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
B. Pengelolaan Sumber Daya
1. Sumber daya manusia
Dalam Permenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang
profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam
situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu
belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi
peluang untuk meningkatkan pengetahuan. WHO sebagai badan kesehatan
dunia menyatakan dalam seven stars pharmacist, yaitu Apoteker atau farmasis
sebagai leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 20 menyebutkan bahwa
Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam
pengelolaan apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja asisten
apoteker dan karyawan lain (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Tabel V. Pengambilan keputusan di apotek berdasarkan persetujuan APA
No Pengambilan keputusan berdasarkan persetujuan APA Jumlah Persentase(%)
n = 35 1 Ya 29 83
2 Tidak 5 17
Total 35 100
Hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 83% pengambilan
keputusan di apotek selalu berdasarkan persetujuan APA dan tujuh belas
persen tidak selalu berdasarkan keputusan APA. Keputusan yang diambil
berdasarkan persetujuan APA dalam penelitian ini mencakup perencanaan,
pengadaan dan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian sumber daya manusia telah dilaksanakan dengan baik karena
memiliki persentase lebih dari 50 %, yaitu sebanyak 83 %.
2. Sarana dan prasarana
a. Papan petunjuk apotek
Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian menyebutkan bahwa “Apotek berlokasi pada
daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman
terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.” Dalam
lampiran Form Apt-3 Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 disebutkan papan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam
di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm. Pada pasal 6
ayat 3 Kepmenkes No. 278 tahun 1981 tentang persyaratan apotek
disebutkan bahwa “Papan nama harus memuat : Nama apotek, nama
Apoteker Pengelola Apoteker, Nomor Surat Izin Apotek, Alamat apotek
dan nomor telepon, kalau ada.”
Tabel VI. Ketersediaan papan yang tertulis kata apotek pada muka apotek
No Ketersediaan papan apotek Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 35 100
2 Tidak 0 0
Total 35 100
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 100% apotek yang terdapat di
Kabupaten Bantul sudah terpasang papan bertuliskan apotek yang sesuai
dengan ketentuan pada Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 dan Kepmenkes
No. 278 tahun 1981. Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi apotek
dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya
Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 6 tentang “Persyaratan
Apotek” : ayat 2 “Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama
dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi” dan
ayat 3 “Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
luar sediaan farmasi”. Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
diberi batasan antara produk kefarmasian dengan produk lainya dengan
menyebutkan bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat
yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal
ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta
mengurangi resiko kesalahan penyerahan.
Tabel VII. Pemisahan produk kefarmasian dengan produk lainnya
No Tempat yang terpisah dari produk lain
Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 24 69
2 Tidak 11 31
Total 35 100
Hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa 69% responden
melakukan pemisahkan produk kefarmasian dengan produk lainnya sesuai
dengan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, sedangkan 31% responden tidak
melakukan pemisahkan produk kefarmasian dengan produk lainnya.
Produk lain yang dimaksud antara lain pembalut wanita, alat kontrasepsi,
peralatan bayi, dan lain-lain.
c. Ruang tunggu bagi pasien
Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien,
yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Hal ini
juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 ayat 2 yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
pada salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki
ruang tunggu.
Tabel VIII. Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien
No Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 35 100
2 Tidak 0 0
Total 35 100
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa semua apotek telah memiliki
ruang tunggu. Hal ini telah sesuai dengan yang tertera dalam Kepmenkes
No. 1027 tahun 2004.
d. Tempat untuk mendisplai informasi kesehatan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi
pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. Informasi disini
mungkin obat-obatan baru atau isu-isu kesehatan yang beredar di
masyarakat.
Tabel IX. Ketersediaan brosur/informasi mengenai kesehatan
No Ketersediaan brosur / informasi mengenai kesehatan Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 34 97
2 Tidak 1 3
Total 35 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 97% responden menyediakan
brosur/informasi bagi pasien dan tiga persen tidak menyediakan informasi
bagi pasien.
Tabel X. Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi
No Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 32 91
2 Tidak 3 9
Total 35 100
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 91% apotek mempunyai
tempat khusus untuk mendisplai brosur/informasi bagi pasien dan
sembilan persen apotek tidak mempunyai tempat khusus untuk mendisplai
brosur/informasi bagi pasien.
e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kepmenkes Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan ruang tertutup untuk konseling
bagi pasien dilengkapi dengan meja dan kursi untuk menyimpan catatan
medikasi pasien. Konseling yang dilakukan dapat mengenai sediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau
perbekalan kesehatan lainnya (Hartini dan Sulasmono, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tabel XI. Ketersediaan ruang tertutup untuk konseling
No Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 6 17
2 Tidak 29 83
Total 35 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya tujuh belas persen
apotek yang mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien,
sedangkan 83% apotek tidak mempunyai ruangan tertutup untuk konseling
bagi pasien dikarenakan keterbatasan bangunan yang dipakai untuk
apotek, sehingga tidak memungkinkan membuat ruang khusus untuk
konseling. Selain itu ada juga Apoteker yang belum mengetahui adanya
peraturan mengenai ketersediaan ruang tertutup untuk konseling. Hal ini
jelas tidak sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 8 yang
menyatakan bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di
bidang farmasi pada khususnya.
f. Ruang racikan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3
Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruang peracikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Tabel XII. Ketersediaan ruang racikan di apotek
No Ruang racikan Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Kering dan basah 21 60
2 Kering saja 10 29
3 Tidak ada ruang racikan 4 11
Total 35 100
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 60% apotek memiliki ruang
racikan kering dan basah; 29% hanya memiliki ruang racikan kering; dan
sebanyak 11% tidak mempunyai ruang racikan. Alasannya dikarenakan
keterbatasan bangunan sehingga ruang racikan kering dan basah dijadikan
satu dalam suatu ruangan.
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien
Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya dan apotek harus
bebas dari hewan pengerat, serangga / pest. Sehingga apotek harus
memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Pada
lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 disebutkan
bahwa bangunan apotek sekurang-kurangnya harus memiliki sanitasi yang
baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah
merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga sanitasi di apotek agar dapat
terjaga dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Tabel XIII. Ketersediaan keranjang sampah untuk staf dan pasien
No Keranjang sampah Jumlah Persentase (%) n = 35
1 staf dan pasien 30 86
2 staf saja 5 14
Total 35 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek yang memiliki
keranjang sampah untuk staf dan pasien sebanyak 86%. Sedangkan
sebanyak empat belas persen apotek hanya memiliki keranjang sampah
untuk staf, karena dianggap waktu yang diperlukan untuk antri atau
menunggu pelayanan obat hanya sebentar sehingga keranjang sampah
untuk pasien dianggap kurang perlu.
h. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bagian sarana dan prasarana
100% 100%
60%
86%
17%
91%69%
0%
50%
100%
Papan petunjuk apotekTempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnyaRuang tunggu bagi pasienTempat untuk mendisplai informasi kesehatanRuangan tertutup untuk konseling bagi pasienRuang racikanKeranjang sampah untuk staf maupun pasien
Gambar 4. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang sarana dan prasarana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Berdasarkan keterangan di atas, sarana dan prasarana yang telah ada
atau dilaksanakan, yaitu dengan persentase pelaksanaan di atas 50%,
meliputi ketersediaan papan petunjuk apotek (100%), tempat yang terpisah
antara produk kefarmasian dengan produk lainnya (69%), tersedianya
ruang tunggu bagi pasien (100%), tersedianya tempat untuk mendisplai
informasi kesehatan (91%), tersedianya ruang racikan (60%) dan
tersedianya keranjang sampah untuk staf dan pasien (86%). Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian pengelolaan sarana dan prasarana sebagian besar telah
dilaksanakan dengan baik kecuali ketersediaan ruangan tertutup untuk
konseling (17%). Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian perlu
ditingkatkan lagi terutama dalam penyediaan ruangan tertutup untuk
konseling.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, yang
meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.
a. Perencanaan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan pola
penyakit, tingkat perekonomian masyarakat dan budaya masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
1) Pola penyakit
Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang
timbul di masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tertentu.
2) Kemampuan masyarakat
Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar apotek juga akan
mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar
memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah, maka apotek
perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau seperti obat
generic berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar
memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung
memilih obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat
paten yang sering diresepkan.
3) Budaya masyarakat
Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan
obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya
obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat uang
lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan
obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.
(Hartini dan Sulasmono, 2006)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Tabel XIV. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan
Farmasi di Apotek
No Perencanaan pengadaan sediaan farmasi Jumlah Persentase (%)
n = 35 1 Pola penyakit, kemampuan
masyarakat dan budaya masyarakat
29 83
2 Pola penyakit dan kemampuan masyarakat
5 14
3 Kemampuan dan budaya masyarakat
1 3
Total 35 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan pengadaan
sediaan farmasi sebanyak 83% responden telah memperhatikan pola
penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat; empat belas
persen hanya memperhatikan pola penyakit dan kemampuan masyarakat;
sedangkan tiga persen hanya memperhatikan kemampuan dan budaya
masyarakat.
Selain itu ada juga metode yang sering digunakan dalam
perencanaan pengadaan sediaan farmasi yaitu metode epidemiologi,
metode konsumsi, metode kombinasi dan metode just in time.
1) Metode epidemiologi
Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola penyebaran
penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi daloam
masyarakat.
2) Metode konsumsi
Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan data pengeluaran
barang periode lalu. Selanjutnya data tersebut dapat dikelompokkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dalam kelompok fast moving (cepat beredar) maupun yang slow
moving (lambat beredar).
3) Metode kombinasi
Metode ini merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan metode
konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola
penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode
sebelumnya
4) Metode just in time
Perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang ada di
apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan ini untuk obat-obat yang
jarang dipakai atau diresepkan dan harganya mahal serta memiliki
waktu kadaluwarsa yang pendek.
b. Pengadaan
Permenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
Pengadaan barang berdasarkan perencanaan yang telah di buat dan
disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang
meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang. Ada 3
macam pengadaan yang biasa dilakukan di apotek, yaitu pengadaan
pengadaan dalam jumlah terbatas, pengadaan secara berencana, dan
pengadaan spekulatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
1) Pengadaan dalam jumlah terbatas
Pengadaan dalam jumlah yang terbatas dimaksudkan apabila
persediaan barang dalam hal ini adalah obat-obatan sudah menipis.
Barang-barang yang dibeli hanyalah obat-obatan yang dibutuhkan saja,
dalam waktu satu sampai dua minggu.Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi stok obat dalam jumlah besardan pertimbangan masalah
biaya yang minimal. Namun perlu pula adanya pertimbangan
pengadaan obat dalam jumlah terbatas ini dilakukan apabila PBF
tersebut ada di dalam kota dan selalu siap mengirimkan obat dalam
waktu cepat.
2) Pengadaan secara berencana
Pengadaan secara berencana adalah perencanaan pembelian
obat berdasarkan penjualan perminggu atau perbulan. Sistem ini
dilakukan pendataan obat-obat mana yang laku banyak dan tergantung
pula pada kondisi cuaca, misalnya saat pergantian musim banyak
orang yang menderita penyakit batuk dan pilek. Hasil pendataan
tersebut diharapkan dapat memaksimalkan prioritas pengadaan obat.
Cara ini biasa dilakukan apabila supplier atau PBF berada di luar kota.
3) Pengadaan secara spekulatif
Cara ini dilakukan apabila akan ada kenaikan harga serta bonus
yang ditawarkan jika mengingat kebutuhan, namun resiko ini
terkadang tidak sesuai dengan rencana, karena obat dapat rusak,
apabila stok obat di gudang melapaui kebutuhan. Di sisi lain obat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
obatan yang mempunyai ED akan menyebabkan kerugian yang besar,
namun apabila spekulasinya benar dapat mendatangkan keuntungan
yang besar.
Menurut Hartini dan Sulasmono (2006), pengadaan sediaan
farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika dapat berasal langsung dari
pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (pasal 3 Permenkes 918 Nomor
918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi) maupun ke apotek lain.
Sediaan farmasi berupa golongan obat bebas dapat pula dibeli dari toko
obat berijin/pedagang eceran obat. Semua pembelian harus dengan faktur
pembelian resmi. Bagan jalur distribusi obat dapat dilihat pada lampiran 6.
Tabel XV. Sumber Perolehan Obat di Apotek
No Sumber perolehan obat Jumlah Persentase (%) n = 35
1 PBF, pabrik, apotek lain, toko obat, swalayan 2 6
2 PBF, pabrik, apotek lain, toko obat 3 9
3 PBF, pabrik, toko obat 1 3
4 PBF, pabrik 2 6
5 PBF, apotek lain, toko obat, swalayan 6 16
6 PBF, apotek lain, toko obat 9 26
7 PBF, apotek lain, swalayan 2 6
8 PBF, apotek lain 8 22
9 PBF saja 2 6
Total 35 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Hasil penelitian didapatkan bahwa responden memperoleh obat-
obatan melalui jalur resmi sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 72%, sedangkan responden yang lain
memperoleh obat-obatan dari jalur resmi dan jalur tidak resmi, misalnya
swalayan.
c. Penyimpanan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Tabel XVI. Pemindahan isi obat ke wadah lain
No Pemindahan isi obat ke wadah lain Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 20 57
2 Tidak 15 4
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 43% responden selalu
menyimpan obat dalam wadah asli dari pabrik, sedangkan 57% responden
pernah memindahkan isi obat ke wadah lain.
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya
memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Pemindahan obat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
wadah aslinya bertujuan untuk meningkatkan waktu pelayanan sehingga
lebih efisien. Gambaran mengenai informasi yang disertakan apoteker
pada wadah baru dapat dilihat pada Tabel XVII berikut.
Tabel XVII. Informasi yang disertakan pada wadah baru
No Informasi yang disertakan Jumlah Persentase (%) n = 20
1 Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, cara penyimpanan
5 25
2 Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai 2 10
3 Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa 4 20
4 Nomor batch, tanggal kadaluwarsa 2 10
5 Tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, cara penyimpanan 2 10
6 Tanggal kadaluwarsa 1 5
7 Aturan pakai, cara penyimpanan 2 10
8 Tidak ada informasi 2 10
Total 20 100
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, informasi yang harus
dicantumkan pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch
dan tanggal kadaluwarsa. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
responden yang mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa
sesuai yang tertera dalam Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 sebesar 55%, sedangkan 45% responden
tidak mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa seperti yang
telah ditentukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 juga
menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278
tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang
penyimpan obat.
Tabel XVIII. Ketersediaan tempat penyimpanan khusus
No Ketersediaan tempat penyimpanan khusus Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 34 97
2 Tidak 1 3
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 97% apotek mempunyai tempat
penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Dalam Kepmenkes Nomor
278 tahun 1981 pasal 7, tempat penyimpanan khusus yang dimaksud
dalam penelitian ini contohnya adalah tempat penyimpanan khusus untuk
narkotika dan pasal 9, lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan
obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar seperti
serum dan vaksin. Adanya tempat penyimpanan khusus di apotek tersebut
secara tidak langsung dapat menggambarkan kesesuaian dan kelayakan
tempat dengan kestabilan obat pada saat penyimpanan.
Menurut Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 pasal 25, izin apotek
dicabut apabila Apoteker tidak memenuhi kewajiban seperti yang
dimaksud pasal 12 ayat 1 : “Apoteker berkewajiban menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
yang keabsahannya terjamin” dan pasal 12 ayat 2 : ”Sediaan farmasi yang
karena sesuatu hal tidak dapat dipergunakan lagi atau dilarang
dipergunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam, atau
dengan cara lain yang ditetapkan oleh menteri”.
d. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
83%72%
43%
97%
0%
50%
100%
Perencanaan, meliputi : pola penyakit, tingkat perekonomian masyarakatdan budaya masyarakatPengadaan melalui jalur resmi
Penyimpanan dalam wadah asli dari pabrik
Informasi yang disertakan pada wadah baru, meliputi : nomor batch dantanggal kadaluwarsa
Gambar 5. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya sebagian telah dilaksanakan dengan baik.
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%,
meliputi perencanaan sebesar 83%, pengadaan melalui jalur resmi sebesar
72% dan penyertaan informasi pada wadah baru sebesar 97%. Namun
demikian masih terdapat pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lainnya yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki
persentase pelaksanaan di bawah 50%, meliputi penyimpanan dalam
wadah asli pabrik sebesar 43% sehingga perlu ditingkatkan lagi
pelaksanaannya.
4. Administrasi
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan
administrasi pelayanan.
a. Administrasi umum
Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
1) Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (e) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Tabel XIX. Penyertaan bukti/faktur pembelian dan mencatat setiap obat yang dibeli
No Selalu disertai bukti atau
faktur pembelian dan dicatat
Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 35 100
2 Tidak 0 -
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden (100%)
selalu menyertakan bukti/faktur pembelian untuk setiap obat yang
mereka pesan/beli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan
2) Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan
Pasal 12 Kepmenkes RI Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan
bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. Pasal 13
(d) menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur
dan blangko nota penjualan.
Tabel XX. Penyertaan Faktur/Nota Penjualan
No Dilengkapi faktur/nota penjualan Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 20 57
2 Tidak 15 43
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 57% responden selalu
menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan
yang mereka lakukan, sedangkan 43% responden tidak selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan
yang mereka lakukan.
Tabel XXI. Pencatatan setiap penjualan dalam buku penjualan
No Pencatatan dalam buku penjualan Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 33 94
2 Tidak 2 6
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat 94% responden selalu
mencatat setiap transaksi penjualan dalam buku penjualan, sedangkan
enam persen responden tidak selalu mencatat setiap transaksi
penjualan yang terjadi.
3) Pengeluaran narkotika dan psikotropika
Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (g) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan
psikotropika. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997
menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada
pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa
apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran
narkotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Tabel XXII. Pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika
No Dicatat dalam buku pencatatan Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 33 94
2 Tidak 2 6
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 94% responden selalu
melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika
dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika. Sedangkan enam
persen responden tidak selalu melakukan pencatatan setiap
pengeluaran narkotika dan psikotropika dalam buku pencatatan
narkotika dan psikotropika.
b. Administrasi pelayanan
Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep,
pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring
penggunaan obat.
1) Pengarsipan resep
Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 pasal 7 menyebutkan bahwa
Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan
menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus
disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Tabel XXIII. Penyimpanan resep secara berurutan
No Selalu menyimpan resep secara berurutan Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 35 100
2 Tidak 0 0
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden (100%)
selalu menyimpan resep menurut urutan tanggal dan nomor resep.
2) Medication record
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,
medication record adalah pengarsipan catatan pengobatan pasien.
Medication record berisi tentang data pribadi pasien (nama, usia, jenis
kelamin, alamat), nomor resep, nama dokter, riwayat obat yang pernah
digunakan pasien dan riwayat penyakit pasien. Catatan pengobatan
setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan
informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber bagi apoteker
untuk melaksanakan pelayanan residensial (home care)
Tabel XXIV. Pengisian medication record
No Pengisian medication record Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 16 46
2 Tidak 19 54
Total 35 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Hasil penelitian didapatkan bahwa 46% responden selalu
melakukan pengisian medication record dan 54% responden tidak
selalu melakukan pengisian medication record. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa pelaksanaan pengisian medication record
hanya dilakukan pada pasien tertentu, yaitu pasien yang lansia dan
pasien dengan penyakit tertentu seperti cardiovascular, TBC, diabetes,
asma dan penyakit kronis lainnya. Selain itu juga dikarenakan
keterbatasan waktu dan sumber daya manusia untuk melakukan
pencatatan pengobatan setiap pasien.
3) Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bagian administrasi
100% 100%
57%
94% 94%
46%
0%
50%
100%
Pencatatan dan pengarsipan pembelian Penyertaan bukti/faktur penjualanPencatatan penjualanPencatatan narkotika dan psikotropikaPengarsipan resepPelaksanaan pengisian medication record
Gambar 6. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian administrasi
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi, meliputi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah
dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan,
yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi
pencatatan dan pengarsipan pembelian (100%), penyertaan bukti/faktur
penjualan (57%), pencatatan penjualan (94%), pencatatan narkotika dan
psikotropika (94%), pengarsipan resep (100%), Namun demikian, masih
terdapat kegiatan administrasi yang belum sepenuhnya dilaksanakan, yaitu
yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%, meliputi pengisian
medication record (46%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
C. Pelayanan
1. Pelayanan resep
Pelayanan resep meliputi skrining resep dan penyiapan obat.
a. Skrining resep
Skrining resep dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi
terjadinya medication error. Menurut Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang
berusaha diminimalisir melalui skrining resep ini adalah dispensing error
yang merupakan lingkup tanggung jawab farmasis. Kepmenkes RI Nomor
1027 tahun 2004 apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
1) Persyaratan administratif
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa skrining resep mengenai persyaratan administrasi
meliputi :
a) nama,SIP dan alamat dokter
b) tanggal penulisan resep
c) tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d) nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
e) nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta
f) cara pemakaian yang jelas
g) informasi lainnya.
Tabel XXV. Skrining resep mengenai persyaratan administratif
No Persyaratan administrasi Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 33 94
2 Tidak 2 6
Total 35 100
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 94%
responden selalu melakukan skrining resep mengenai persyaratan
administrasi dan sebanyak 6% responden tidak selalu melakukan
skrining resep mengenai persyaratan administrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
2) Kesesuaian farmasetik
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa skrining resep mengenai kesesuaian farmasetik
meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas,
cara dan lama pemberian.
Tabel XXVI. Skrining resep mengenai kesesuaian farmasetik
No Kesesuaian farmasetik Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
21 60
2 Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian.
1 3
3 Bentuk sediaan, dosis,potensi, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1 3
4 Bentuk sediaan, dosis,potensi, cara dan lama pemberian.
3 8
5 Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian. 1 3
6 Bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1 3
7 Bentuk sediaan, dosis, cara dan lama pemberian. 3 8
8 Bentuk sediaan, potensi, cara dan lama pemberian. 1 3
9 Dosis,potensi, cara dan lama pemberian. 2 6
10 Tidak melakukan 1 3
Total 35 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Hasil penelitian didapatkan bahwa bahwa enam puluh persen
responden telah melakukan skrining resep mengenai kesesuaian
farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian sesuai dengan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, sedangkan 37%
responden belum melakukan skrining resep kesesuaian farmasetik
secara menyeluruh, termasuk tiga persen sama sekali tidak melakukan
skrining resep kesesuaian farmasetik sehingga kemungkinan terjadinya
medication error masih relatif besar.
3) Pertimbangan klinis
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa skrining resep mengenai pertimbangan klinis
meliputi : alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi dan jumlah
obat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa enam puluh persen responden
telah melakukan skrining resep tentang pertimbangan klinis yang
meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat sesuai
dengan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,
sedangkan sebanyak empat puluh persen responden hanya melakukan
sebagian skrining resep sehingga kemungkinan terjadinya medication
error relatif besar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Tabel XXVII. Skrining resep mengenai pertimbangan klinis
No Pertimbangan klinis Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi dan jumlah obat
21 60
2 Alergi, efek samping, interaksi, dosis dan jumlah obat
4 11
3 Alergi, efek samping, interaksi, dosis dan durasi obat
1
3
4 Alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat
1
3
5 Alergi, efek samping, dosis, durasi dan jumlah obat
3 8
6 Alergi, interaksi, durasi dan jumlah obat 1
3
7 Alergi, efek samping, interaksi, dosis dan jumlah obat
1
3
8 Efek samping, interaksi, dosis dan jumlah obat 1
3
9 Efek samping, dosis, durasi dan jumlah obat 1
3
10 Efek samping, dosis dan jumlah obat 1
3
Total 35 100
4) Konsultasi dengan dokter penulis resep
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi terjadinya medication error. Menurut Kode Etik
Apoteker Indonesia pasal 13, dinyatakan bahwa setiap Apoteker harus
mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai, dan
menghormati sejawat petugas kesehatan. Sehingga konsultasi dengan
dokter penulis resep juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan dengan rekan sejawat petugas kesehatan.
Tabel XXVIII. Konsultasi dengan dokter apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep
No Konsultasi dengan dokter penulis resep Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 29 83
2 Tidak 6 17
Total 35 100
Hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebanyak 83% responden
selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada
ketidakjelasan dalam penulisan resep dan sebanyak 17% responden
tidak selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila
ada ketidakjelasan dalam penulisan resep.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
5) Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep
60% 60%
94%83%
0.00%
50.00%
100.00%
Persyaratan administratif Kesesuaian farmasetikPertimbangan klinisKonsultasi dengan dokter penulis resep
Gambar 7. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep bagian skrining resep
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang pelayanan bagian
skrining resep telah dilaksanakan dengan baik. Pelayanan skrining
resep yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase
pelaksanaan di atas 50%, meliputi skrining resep persyaratan
administratif (94%), skrining resep kesesuaian farmasetik (60%),
skrining resep pertimbangan klinis (60%) dan konsultasi dengan dokter
penulis resep (83%).
b. Penyiapan obat
1) Etiket
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menebutkan
bahwa etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket yang tidak jelas dapat
menyebabkan terjadinya medication error karena pasien salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
membaca/mengartikan apa yang tertulis di etiket, karena itulah maka
etiket harus jelas dan dapat dibaca
Kepmenkes No. 280 tahun 1981 pasal 11 menyatakan bahwa
obat yang diserahkan atas dasar resep,. harus dilengkapi dengan etiket
berwarna putih untuk obat dalam dan warna biru untuk obat luar.
Pada etiket, harus dicantumkan :
a) nama dan alamat apotek
b) nama dan nomor Surat Izin Pengelolaan Apotek Apoteker
Pengelola Apotek
c) nomor dan tanggal pembuatan
d) nama pasien
e) aturan pemakaian
f) tanda lain yang diperlukan, misalnya : “Kocok dulu…”, “ tidak
boleh diulang tanpa resep dokter” dan sebagainya.
Tabel XXIX. Keluhan tentang etiket oleh pasien
No Keluhan dari pasien mengenai etiket Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 6 17
2 Tidak 29 83
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 83% responden
belum pernah mendapatkan keluhan mengenai etiket dan 17%
responden pernah mendapatkan keluhan mengenai etiket.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
2) Penyerahan Obat.
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus
dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan
resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Hal ini juga tertera pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia
hal asuhan kefarmasian yang menyebutkan bahwa salah satu standar
prosedur operasional apoteker di apotek adalah memberikan pelayanan
informasi obat dan memberikan konsultasi obat. Pasal 7 Kode Etik
Apoteker Indonesia menyebutkan bahwa seorang Apoteker harus
menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Berdasarkan
keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban
apoteker adalah memberikan informasi mengenai obat kepada pasien
sehingga apoteker sebaiknya selalu terlibat langsung dalam penyerahan
obat kepada pasien agar dapat menjalankan kewajiban tersebut.
Tabel XXX. Pengecekan resep sebelum diserahkan ke pasien
No Pengecekan sebelum diserahkan ke pasien Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 35 100
2 Tidak 0 0
Total 35 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden (100%)
selalu melakukan pengecekan terhadap kesesuaian obat dan etiket
terhadap resep sebelum diserahkan kepada pasien. Pemeriksaan akhir
(medication review) dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
terjadinya medication error terutama dispensing error yang
merupakan tanggung jawab pihak farmasis.
Tabel XXXI. Apoteker selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat ke pasien
No Apoteker selalu terlibat dalam penyerahan obat Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 20 57.
2 Tidak 15 43
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 57% responden selalu terlibat
langsung dalam penyerahan obat ke pasien dan 43% responden tidak
selalu terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien sehingga
tidak bisa menjalankan kewajibannya untuk memberikan informasi
kepada pasien.
3) Informasi obat
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi
obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Tabel XXXII. Informasi obat yang diberikan apoteker
No Informasi obat yang diberikan Jumlah Persentase (%)
n = 35
1
cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan, minuman dan aktivitas yang harus dihindari.
20
57
2
cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari.
4
11
3
cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan dan aktivitas yang harus dihindari.
2
5
4
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat dan jangka waktu pengobatan
3
8
5
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, dan aktivitas yang harus dihindari.
1
3
6
cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari
1
3
7 cara pemakaian obat dan jangka waktu pengobatan 3 8
8 Tidak ada informasi 1 3
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 57% responden telah
memberikan informasi kepada pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
1027/MENKES/SK/IX/2004 yaitu meliputi cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman
yang harus dihindari dan aktivitas yang harus dihindari. Sedangkan
43% responden belum memberikan informasi secara menyeluruh
kepada pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004.
Pemberian informasi ini seharusnya lebih diperhatikan oleh
apoteker karena melalui pemberian informasi apoteker dapat
meminimalisasi terjadinya medication error yang mungkin dilakukan
oleh pasien pada saat pasien mengkonsumsi obat.
4) Konseling
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa konseling adalah suatu proses komunikasi dua
arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan
obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling,
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan
salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Tabel XXXIII. Ketersediaan jam konseling setiap hari di apotek
No Jam konseling bagi pasien Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 32 91
2 Tidak 3 9
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebanyak 91%
responden telah menyediakan jam konseling bagi pasien setiap hari
dan sembilan persen responden tidak menyediakan jam konseling bagi
pasien setiap hari.
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa untuk penderita penyakit tertentu seperti
cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya,
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Tabel XXXIV. Konseling secara berkelanjutan
No Konseling secara berkelanjutan Jumlah Persentase (%)
n = 35
1 Ya 21 60
2 Tidak 14 40
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa enam puluh persen responden
memberikan konseling secara berkelanjutan untuk penderita penyakit
tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma dan penyakit
kronis lainnya. Sedangkan empat puluh persen rersponden tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
memberikan konseling secara berkelanjutan. Konseling berkelanjutan
sangat penting bagi proses penyembuhan, dikarenakan penyakit yang
disebutkan di atas membutuhkan jangka waktu pengobatan yang lama
untuk dapat sembuh. Selain itu juga meningkatkan kepatuhan pasien
untuk meminum obat yang telah diberikan.
5) Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bagian penyiapan obat
100%
60%
83%
57% 57%
91%
0.00%
50.00%
100.00%
Etiket jelas dan dapat dibaca
Pengecekan resep sebelum diserahkan
Keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
Informasi obat, meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangkawaktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindariJam konseling setiap hari
Konseling secara berkelanjutan
Gambar 8. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang pelayanan resep bagian penyiapan obat
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
persentase pelaksanaan di atas 50%, meliputi penulisan etiket yang jelas
dan dapat dibaca (83%), pengecekan resep sebelum diserahkan kepada
pasien (100%), keterlibatan apoteker secara langsung dalam penyerahan
obat (57%), pemberian informasi oleh apoteker kepada pasien (57%),
adanya jam konseling setiap hari (91%), dan adanya konseling secara
berkelanjutan (60%).
2. Promosi dan edukasi
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan
dan lain-lainnya.
Tabel XXXV. Diseminasi informasi kesehatan
No Diseminasi informasi kesehatan Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 9 26
2 Tidak 26 74
Total 35 100
Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa 26% responden pernah
melakukan diseminasi (penyebaran) informasi kesehatan dan 74% responden
tidak pernah melakukan diseminasi (penyebaran) informasi kesehatan.
Promosi dan edukasi yang berupa diseminasi informasi kesehatan belum
sepenuhnya dilaksanakan dengan baik, yaitu yang memiliki persentase
pelaksanaan di bawah 50%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
3. Pelayanan residensial (Home Care)
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah (pelayanan
residensial), khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan
berupa catatan pengobatan (medication record)
Tindak lanjut terapi merupakan salah satu bentuk perhatian yang
seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker. Tindak lanjut terapi dengan
kunjungan rumah atau komunikasi dengan telepon akan sangat banyak
membantu pasien, terutama bagi pasien lansia atau pasien yang karena
penyakit yang dideritanya tidak memungkinkan untuk datang dan melakukan
konseling secara langsung ke apotek.
Tabel XXXVI. Tindak lanjut terapi
No Melakukan tindak lanjut terapi Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 12 34.
2 Tidak 23 66
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 34% responden melakukan tindak
lanjut terapi, misalnya dengan mengunjungi pasien atau komunikasi melalui
telepon untuk memantau keadaan pasien. Sedangkan 66% responden tidak
melakukan tindak lanjut terapi. Pelayanan residensial yang dilakukan dengan
tindak lanjut terapi belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik, yaitu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50%. Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa responden merasa kesulitan dalam melakukan tindak lanjut
terapi dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber daya manusia. Selain itu
pasien juga tidak selalu menggunakan jasa apotek yang bersangkutan.
D. Evaluasi Mutu Pelayanan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan ada tiga
indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan yaitu tingkat
kepuasan konsumen, dimensi waktu dan prosedur tetap
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket atau
wawancara langsung.
Tabel XXXVII. Survey tingkat kepuasan konsumen
No Survey tingkat kepuasan konsumen Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 9 26
2 Tidak 26 74
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 26% responden pernah melakukan
survey tentang tingkat kepuasan konsumen. Sedangkan 74% responden belum
pernah melakukan survey tentang kepuasan konsumen.
Survey ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat pasien/pengunjung
apotek mengenai kinerja di apotek dan dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi oleh APA agar dapat meningkatkan mutu pelayanan di apotek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
mereka. Survey yang dimaksud dalam Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 dapat berupa angket atau wawancara langsung.
Tabel XXXVIII. Bentuk survey
No Bentuk survey Jumlah Persentase (%) n = 9
1 Angket dan wawancara 2 22
2 Angket 1 11
3 Wawancara 6 67
Total 9 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari responden yang pernah
melakukan survey tersebut, 22% responden diantaranya melakukan survey
dengan angket dan wawancara, 11% responden melakukan survey dengan
angket dan 67% responden melakukan survey dengan wawancara.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).
Penetapan lama pelayanan (waktu pelayanan maksimal per pasien)
bertujuan agar apoteker cepat tanggap dalam melayani pasien sehingga pasien
tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan obat. Salah satu caranya
adalah dengan menetapkan lama waktu untuk tiap pembuatan dan
pengambilan setiap sediaan, misalnya salep, puyer, kapsul, sirup, baik dalam
sediaan tunggal maupun campuran sehingga pasien mendapatkan kepastian
waktu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Tabel XXXIX. Penetapan lama pelayanan
No Penetapan lama pelayanan Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 9 26
2 Tidak 26 74
Total 35 100
Hasil penelitian didapatkan bahwa 26% responden menetapkan lama
pelayanan (waktu pelayanan maksimal per pasien) sedangkan 74% responden
tidak menetapkan lama pelayanan per pasien.
3. Prosedur tetap : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa prosedur tetap ini antara lain bermanfaat untuk memastikan bahwa
praktek yang baik dapat tercapai setiap saat, adanya pembagian tugas dan
wewenang, memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan
lain yang bekerja di apotek, dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf
baru dan membantu proses audit.
Tabel XXXX. Ketersediaan prosedur tetap
No Prosedur tetap Jumlah Persentase (%) n = 35
1 Ya 8 23
2 Tidak 27 77
Total 35 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Hasil penelitian didapatkan bahwa 23% apotek yang mempunyai
prosedur tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien dan 77% sisanya tidak
mempunyai prosedur tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien.
4. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang evaluasi mutu pelayanan
26% 26% 23%
0.00%
50.00%
100.00%
Survey ingkat kepuasan konsumen Waktu pelayanan per pasien
Prosedur tetap
Gambar 9. Standar Pelayanan Kefarmasian bidang evaluasi mutu pelayanan
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang evaluasi mutu pelayanan belum
sepenuhnya dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase
pelaksanaan di bawah 50%, yaitu untuk pelaksanaan survey tingkat kepuasan
konsumen sebesar 26%, penetapan waktu pelayanan per pasien sebesar 26%
dan penetapan prosedur tetap sebesar 23%, sehingga perlu ditingkatkan
pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
E. Rangkuman Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul
0.00%
50.00%
100.00%
1 2 3
Pengelolaan sumber daya pengambilan keputusan di apotek (83%)Pengelolaan sumber daya papan petunjuk apotek (100%)Pengelolaan sumber daya penempatan produk yg terpisah (69%)Pengelolaan sumber daya ruang tunggu (100%)Pengelolaan sumber daya tempat display informasi (97%)Pengelolaan sumber daya ruang konseling tertutup (17%)Pengelolaan sumber daya ruang racikan (60%)Pengelolaan sumber daya keranjang sampah (86%)Pengelolaan sumber daya perencanaan (83%)Pengelolaan sumber daya pengadaan (72%)Pengelolaan sumber daya penyimpanan (43%)Pengelolaan sumber daya informasi pada wadah baru (97%)Pengelolaan sumber daya pencatatan&pengarsipan pembelian (100%)Pengelolaan sumber daya penyertaan bukti/faktur penjualan (57%)Pengelolaan sumber daya pencatatan penjualan (94%)Pengelolaan sumber daya pencatatan narkotika&psikotropika (94%)Pengelolaan sumber daya pengarsipan resep (100%)Pengelolaan sumber daya pengisian medication record (46%)Pelayanan persyaratan administratif (94%)Pelayanan kesesuaian farmasetik (60%)Pelayanan pertimbangan klinis (60%)Pelayanan konsultasi dengan dokter (83%)Pelayanan etiket jelas&dapat dibaca (83%)Pelayanan pengecekan resep sebelum diserahkan (100%)Pelayanan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (57%)Pelayanan informasi yg diberikan pada pasien (57%)Pelayanan jam konseling setiap hari (91%)Pelayanan konseling secara berkelanjutan (60%)Pelayanan diseminasi informasi kesehatan (26%)Pelayanan tindak lanjut terapi (34%)Evaluasi mutu pelayanan survey tingkat kepuasan konsumen (26%)Evaluasi mutu pelayanan waktu pelayanan per pasien (26%)Evaluasi mutu pelayanan prosedur tetap (23%)
Gambar 10. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh
apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul karena masih terdapat persentase
pelaksanaan yang di bawah 50% pada tiga parameter utama Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Persentase pelaksanaan dibawah 50% pada
bidang pengelolaan sumber daya meliputi ketersediaan ruang tertutup untuk
konseling (17%), penyimpanan dalam wadah asli dari pabrik (43%) dan pengisian
medication record (46%). Persentase pelaksanaan dibawah 50% pada bidang
pelayanan meliputi diseminasi informasi kesehatan (26%) dan tindak lanjut terapi
(34%). Persentase pelaksanaan di bawah 50% pada bidang evaluasi mutu
pelayanan meliputi semua bagian yaitu survey tingkat kepuasan konsumen (26%),
penetapan waktu pelayanan per pasien (26%) dan penetapan prosedur tetap
(23%). Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang paling
rendah tingkat pelaksanaannya berdasarkan tiga parameter utama Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tersebut adalah bagian evaluasi mutu
pelayanan, karena semua persentase pelaksanaannya masih di bawah 50%
sehingga perlu perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan BPOM diharapkan melakukan
pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 dengan melibatkan ISFI
sebagai organisasi profesi, untuk menghindari terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul
Berdasarkan Karakteristik Responden
1. Posisi Responden
Di apotek, apoteker dapat bertugas sebagai :
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA). Setiap apotek harus ada satu APA dan seorang
Apoteker hanya bisa menjadi APA di satu apotek saja.
b. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di apotek disamping
APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka
apotek. Menurut Kepmenkes No. 1332 tahun 2002, “Apabila APA
berhalangan hadir pada jam buka apotek, maka harus harus menunjuk
apoteker pendamping”. Apabila APA tidak bisa selalu ada di apotek
selama jam buka apotek, maka apoteker pendamping ini dapat
menggantikannya.
POSISI RESPONDEN
75.5%83.3%
66.0%53.0%
27.0%
0.0%0.00%
50.00%
100.00%
ApotekerPengelola
Apotek (n=32)
ApotekerPendamping
(n=3)
ApotekerPengelola
Apotek (n=32)
ApotekerPendamping
(n=3)
ApotekerPengelola
Apotek (n=32)
ApotekerPendamping
(n=3)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 11. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan posisi responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
POSISI RESPONDEN
0.00%
50.00%
100.00%
ApotekerPengelola Apotek
(n=32)
ApotekerPendamping (n=3)
ApotekerPengelola Apotek
(n=32)
ApotekerPendamping (n=3)
ApotekerPengelola Apotek
(n=32)
ApotekerPendamping (n=3)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada wadah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen waktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 12. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan posisi responden
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Gambaran di atas, dapat kita lihat adanya hubungan antara posisi
responden dengan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian menurut
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Perbandingan yang
terlihat pada gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping lebih
baik dibandingkan Apoteker Pengelola Apotek pada bidang pengelolaan
sumber daya karena mempunyai persentase rata-rata yang lebih tinggi. Namun
Apoteker Pendamping mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang
konseling tertutup (0%), sedangkan Apoteker Pengelola Apoteker juga
mempunyai kekurangan dalam hal adanya ruang konseling tertutup (16%) dan
pengisian medication record (44%).
Bidang pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan, pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 yang dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek
lebih baik dibandingkan Apoteker Pendamping karena mempunyai persentase
rata-rata yang lebih tinggi. Bidang pelayanan, Apoteker Pengelola Apotek
masih mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan
(25%) dan tindak lanjut terapi (35%) Sedangkan Apoteker Pendamping
mempunyai kekurangan dalam hal informasi yang diberikan kepada pasien
(0%), diseminasi informasi kesehatan (0%) dan tindak lanjut terapi (0%).
Bidang evaluasi mutu pelayanan, Apoteker Pengelola Apotek mempunyai
kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (28%), penetapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
waktu pelayanan per pasien (28%) dan penetapan prosedur tetap (25%).
Sedangkan pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan oleh Apoteker Pendamping
sebesar 0%.
1. Usia Responden
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Havard Growth Study, proses
pertumbuhan dan perkembangan intelegensi diawali pada usia remaja dan
mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Pada usia tersebut seseorang mampu
berfikir hipotetik dan dapat menguji secara sistematik mengenai kejadian-
kejadian tertentu dan dapat memahami prinsip abstrak yang berlaku (Azwar,
1999).
USIA RESPONDEN
77.4% 79.6% 77.8%
67.0% 67.0%
58.0%
28.7%
11.0%
0.0%0.00%
50.00%
100.00%
21 s.d. 35(n=28)
35 sd 50(n=6)
> 50 (n=1) 21 s.d. 35(n=28)
35 sd 50(n=6)
> 50 (n=1) 21 s.d. 35(n=28)
35 sd 50(n=6)
> 50 (n=1)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 13. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan usia responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
USIA RESPONDEN
0.00%
50.00%
100.00%
21 s.d. 35(n=28)
35 sd 50 (n=6) > 50 (n=1) 21 s.d. 35(n=28)
35 sd 50 (n=6) > 50 (n=1) 21 s.d. 35(n=28)
35 sd 50 (n=6) > 50 (n=1)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
konsultasi dengan dokter
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
informasi yg diberikan pada pasien
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap Gambar 14. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan usia respoden
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang
berusia 35-50 tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di
bandingkan responden yang berusia 21-35 tahun dan lebih dari 50 tahun.
Namun responden dengan usia 36-50 tahun mempunyai kekurangan dalam hal
ketersediaan ruang konseling tertutup (17%), informasi pada wadah baru
(33%), dan pengisian medication record (33%). Sedangkan responden yang
berusia 21-35 tahun mempunyai kekurangan dalam hal ruang konseling
tertutup (18%). Responden dengan usia lebih dari 50 tahun mempunyai
persentase 0% dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup, ruang
racikan, perencanaan, pengadaan dan pengisian medication record.
Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
dilaksanakan oleh responden yang berusia 21-35 tahun dan 36-50 tahun lebih
baik dibandingkan oleh responden yang berusia di atas 50 tahun, dikarenakan
mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi. Responden yang berusia
21-35 tahun mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi
kesehatan (25%) dan tindak lanjut terapi (38%), sedangkan responden yang
berusia 36-50 tahun mempunyai kekurangan dalam hal informasi yang
diberikan pada pasien (33%) diseminasi informasi kesehatan (17%) dan tindak
lanjut terapi (33%). Responden dengan usia lebih dari 50 tahun mempunyai
persentase 0% dalam hal kesesuaian farmasetik, pertimbangan klinis,
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat, konseling secara berkelanjutan,
tindak lanjut terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Bidang evaluasi mutu pelayanan, responden yang berusia 21-35 tahun
mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden
yang berusia 36-50 tahun dan lebih dari 50 tahun, walaupun persentase
pelaksanaannya kurang dari 50%. Responden yang berusia 21-35 tahun
mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (32%),
penetapan waktu pelayanan per pasien (25%) dan penetapan prosedur tetap
(29%). Sedangkan pada responden dengan usia 36-50 tahun mempunyai
kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (0%), penetapan
waktu pelayanan per pasien (33%) dan penetapan prosedur tetap (0%).
Responden dengan usia di atas 50% mempunyai persentase 0% pada bidang
evaluasi mutu pelayanan.
1. Pengalaman bekerja sebagai apoteker di apotek
PENGALAMAN KERJA
76.8% 74.4% 77.1%
100.0%
65.0%69.0% 68.0%
58.0%
17.0%
31.7%
12.5%
33.3%
0.00%
50.00%
100.00%
< 1 th(n=6)
1~5 th(n=20)
6~10 th(n=8)
>10 th(n=1)
< 1 th(n=6)
1~5 th(n=20)
6~10 th(n=8)
>10 th(n=1)
< 1 th(n=6)
1~5 th(n=20)
6~10 th(n=8)
>10 th(n=1)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 15. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan pengalaman respoden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGALAMAN RESPONDEN
0%
50%
100%
< 1 th (n=6) 1~5 th (n=20) 6~10 th (n=8) >10 th (n=1) < 1 th (n=6) 1~5 th (n=20) 6~10 th (n=8) >10 th (n=1) < 1 th (n=6) 1~5 th (n=20) 6~10 th (n=8) >10 th (n=1)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek papan petunjuk apotek penempatan produk yg terpisah ruang tunggutempat display informasiruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah perencanaan pengadaan penyimpanan informasi pada wadah baru pencatatan&pengarsipan pembelian penyertaan bukti/faktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotika&psikotropika pengarsipan reseppengisian medication recordpersyaratan administratif kesesuaian farmasetik pertimbangan klinis konsultasi dengan dokter etiket jelas&dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien jam konseling setiap hari konseling secara berkelanjutan diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi survey tingkat kepuasan konsumen waktu pelayanan per pasienprosedur tetap
Gambar 16. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan pengalaman respoden
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang
mempunyai pengalaman lebih dari 10 tahun mempunyai rata-rata persentase
yang lebih tinggi di bandingkan responden yang mempunyai pengalaman
kurang dari 1 tahun, 1-5 tahun dan 6-10 tahun. Responden dengan pengalaman
kurang dari 1 tahun mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang
konseling tertutup (17%), informasi pada wadah baru (33%), dan penyertaan
bukti atau faktur penjualan (33%). Responden dengan pengalaman 1-5 tahun
mempunyai kekurangan dalam hal ruang konseling tertutup (15%), informasi
pada wadah baru (35%) dan pengisian medication record (45%). Sedangkan
responden dengan pengalaman 6-10 tahun mempunyai kekurangan dalam hal
ketersediaan ruang konseling tertutup (12,5%), informasi pada wadah baru
(0%) dan pengisian medication record (25%).
Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
dilaksanakan oleh responden yang mempunyai pengalaman lebih dari 1-5
tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan
responden yang mempunyai pengalaman kurang dari 1 tahun, 6-10 tahun dan
lebih dari 10 tahun. Namun responden dengan pengalaman 1-5 tahun
mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (25%) dan
tindak lanjut terapi (40%). Responden dengan pengalaman kurang dari 1 tahun
mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (17%) dan
tindak lanjut terapi (0%). Responden dengan pengalaman 6-10 tahun
mempunyai kekurangan dalam hal skrining resep bagian kesesuaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
farmasetik (37,5%) dan pertimbangan klinis (25%), serta diseminasi informasi
kesehatan (37,5%). Sedangkan responden dengan pengalaman lebih dari 10
tahun mempunyai persentase 0% dalam hal etiket yang jelas dan dapat dibaca,
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat, informasi yang diberikan pada
pasien, diseminasi informasi kesehatan dan tindak lanjut terapi.
Bidang evaluasi mutu pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang mempunyai pengalaman
lebih dari 10 tahun mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di
bandingkan responden yang mempunyai pengalaman kurang dari 1 tahun, 1-5
tahun dan 6-10 tahun. Namun responden dengan pengalaman lebih dari 10
tahun mempunyai persentase 0% dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen
dan prosedur tetap. Responden dengan pengalaman kurang dari 1 tahun
mempunyai persentase 17% pada semua bidang evaluasi mutu pelayanan.
Responden dengan pengalaman 1-5 tahun mempunyai kekurangan dalam hal
survey tingkat kepuasan konsumen (40%), waktu pelayanan per pasien (25%)
dan prosedur tetap (30%). Sedangkan responden dengan pengalaman dari 6-
10 tahun mempunyai persentase 0% dalam hal survey tingkat kepuasan
konsumen, serta waktu pelayanan per pasien (25%) dan prosedur tetap
(12,5%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
1. Adanya pekerjaan lain dari responden selain sebagai apoteker
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan
bahwa apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Menurut
Surat Kepmenkes RI Nomor 831/Ph/64/b apotek-apotek yang didirikan
berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang dikeluarkan sesudah tanggal 1
September 1964 harus dipimpin oleh seorang apoteker yang bekerja penuh
(full-time).
ADANYA PEKERJAAN LAIN
78.3% 78.5%68.0% 67.0%
21.0%26.3%
0.00%
50.00%
100.00%
ya (n=11) tidak (n=24) ya (n=11) tidak (n=24) ya (n=11) tidak (n=24)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 17. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan adanya pekerjaan lain respoden
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang besar
dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian antara responden yang
mempunyai pekerjaan lain selain sebagai apoteker dan responden yang tidak
mempunyai pekerjaan lain. Ada ataupun tidak suatu pekerjaan lain seharusnya
tidak mengganggu pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian, dikarenakan
responden sebagai apoteker harus profesional dalam mengelola suatu apotek
sesuai yang tertera dalam Permenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PEKERJAAN LAIN
0.00%
50.00%
100.00%
ya (n=11) tidak (n=24) ya (n=112) tidak (n=24) ya (n=11) tidak (n=24)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
konsultasi dengan dokter
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
informasi yg diberikan pada pasien
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap Gambar 18. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan adanya pekerjaan
lain respoden
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang
tidak mempunyai pekerjaan lain mempunyai rata-rata persentase yang lebih
tinggi di bandingkan responden yang mempunyai pekerjaan lain. Namun
respondenyang tidak mempunyai pekerjaan lain mempunyai kekurangan
dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup (25%) dan pengisian
medication record (46%). Sedangkan responden mempunyai pekerjaan lain
mempunyai persentase 0% dalam hal ruang konseling tertutup.
Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
dilaksanakan oleh responden yang mempunyai pekerjaan lain mempunyai
rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang tidak
mempunyai pekerjaan lain. Responden yang mempunyai pekerjaan lain
mempunyai kekurangan dalam hal keterlibatan apoteker dalam penyerahan
obat (45%), diseminasi informasi kesehatan (45%) dan tindak lanjut terapi
(45%). Sedangkan responden yang berusia tidak mempunyai pekerjaan lain
mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (17%) dan
tindak lanjut terapi (29%).
Bidang evaluasi mutu pelayanan, responden yang tidak mempunyai
pekerjaan lain mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan
responden yang mempunyai pekerjaan lain, walaupun persentase
pelaksanaannya kurang dari 50%. Responden yang tidak mempunyai
pekerjaan lain mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan
konsumen (17%), penetapan waktu pelayanan per pasien (33%) dan penetapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
prosedur tetap (29%). Sedangkan pada responden yang mempunyai
kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (45%), penetapan
waktu pelayanan per pasien (9%) dan prosedur tetap (9%).
1. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu
Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, waktu kerja dalam seminggu adalah 40 (empat
puluh) jam untuk 6 (enam) hari kerja.
Responden yang bekerja enam sampai tujuh hari setiap minggu secara
keseluruhan mempunyai rata-rata persentase pelaksanaan yang lebih tinggi di
bandingkan responden yang bekerja hanya tiga sampai lima hari, seperti yang
terlihat pada gambar berikut.
WAKTU KERJA DALAM SATU MINGGU
76.7% 78.9%
53.3%
69.7%
0.0%
29.0%
0.00%
50.00%
100.00%
3 sd 5 hari(n=5)
6 sd 7 hari(n=30)
3 sd 5 hari(n=5)
6 sd 7 hari(n=30)
3 sd 5 hari(n=5)
6 sd 7 hari(n=30)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 19. Rata-rata Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam
seminggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
WAKTU KERJA DALAM SATU MINGGU
0%
50%
100%
3 sd 5 hari(n=5)
6 sd 7 hari(n=30)
3 sd 5 hari(n=5)
6 sd 7 hari(n=30)
3 sd 5 hari(n=5)
6 sd 7 hari(n=30)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
konsultasi dengan dokter
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelumdiserahkan keterlibatan apoteker dalampenyerahan obat informasi yg diberikan pada pasien
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap
Gambar 20. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden dalam
seminggu
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang
bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di
bandingkan responden yang bekerja 3-5 hari seminggu. Namun responden
yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai kekurangan dalam hal ruang
konseling tertutup (20%) dan pengisian medication record (47%). Sedangkan
responden yang bekerja 3-5 hari seminggu mempunyai kekurangan dalam hal
ketersediaan ruang konseling tertutup (0%), ruang racikan (20%) dan
pengisian medication record (40%).
Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
dilaksanakan oleh responden yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai rata-
rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja 3-5
hari seminggu. Namun responden yang bekerja 6-7 hari seminggu mempunyai
kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (27%) dan tindak lanjut
terapi (40%). Sedangkan responden yang yang bekerja 3-5 hari seminggu
mempunyai kekurangan dalam hal skrining resep bagian kesesuaian
farmasetik (40%) keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (0%),
informasi yang diberikan pada pasien (40%), diseminasi informasi kesehatan
(20%) dan tindak lanjut terapi (0%).
Bidang evaluasi mutu pelayanan, responden yang bekerja 6-7 hari
seminggu mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan
responden yang bekerja 3-5 hari seminggu, walaupun persentase
pelaksanaannya kurang dari 50%. Responden yang bekerja 6-7 hari seminggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (30%),
penetapan waktu pelayanan per pasien (30%) dan prosedur tetap (27%).
Sedangkan responden yang bekerja 3-5 hari seminggu mempunyai persentase
0% dalam semua bagian evaluasi mutu pelayanan.
1. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari
Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam.
Ketentuan tentang jam buka minimal suatu apotek diatur dalam Permenkes
Nomor 244 tahun 1990 tentang Ketentuan dan Tatacara Perizinan Apotek
‘Apotek wajib melayani masyarakat minimal dari jam 08.00 s,d. 22.00’ Pada
Permenkes No. 922 yang mencabut Permenkes tersebut tidak diatur lagi
tentang ketentuan jam buka apotek, demikian juga di Kepmenkes No. 1332
tahun 2002 maupun di Kepmenkes No. 1027 tahun 2004. Dalam Bab Penutup
dari Permenkes dari Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 33 yang mencabut
Permenkes tersebut di atas disebutkan bahwa “Semua ketentuan menteri
tentang apotek lainnya yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkan peraturan
ini masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dengan peraturan ini.”
Oleh karena itu ketentuan tentang jam buka apotek minimal antara jam 08.00-
22.00 mestinya masih berlaku (Hartini dan Sulasmono, 2006). Jam buka
apotek selama 14 jam tersebut setidaknya membutuhkan dua apoteker setiap
harinya sesuai pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu
waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
WAKTU KERJA DALAM SATU HARI
0%
50%
100%
< 4 jam (n=4) 4-6 jam (n=12) > 6 jam (n=19) < 4 jam (n=4) 4-6 jam (n=12) > 6 jam (n=19) < 4 jam (n=4) 4-6 jam (n=12) > 6 jam (n=19)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
pengambilan keputusan di apotek
papan petunjuk apotek
penempatan produk yg terpisah
ruang tunggu
tempat display informasi
ruang konseling tertutup
ruang racikan
keranjang sampah
perencanaan
pengadaan
penyimpanan
informasi pada w adah baru
pencatatan&pengarsipan pembelian
penyertaan bukti/faktur penjualan
pencatatan penjualan
pencatatan narkotika&psikotropika
pengarsipan resep
pengisian medication record
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik
pertimbangan klinis
konsultasi dengan dokter
etiket jelas&dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
informasi yg diberikan pada pasien
jam konseling setiap hari
konseling secara berkelanjutan
diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
survey tingkat kepuasan konsumen
w aktu pelayanan per pasien
prosedur tetap
Gambar 21. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden di apotek dalam sehari
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Responden yang bekerja lebih dari enam jam setiap hari secara
keseluruhan mempunyai rata-rata persentase pelaksanaan yang lebih tinggi di
bandingkan responden yang kurang dari empat jam dan 4-6 setiap hari, seperti
yang terlihat pada gambar berikut.
WAKTU KERJA DALAM SATU HARI
69.4% 71.6%
81.8%
58.0%64.0%
71.0%
16.7% 16.7%
31.7%
0.00%
50.00%
100.00%
< 4 jam(n=4)
4-6 jam(n=12)
> 6 jam (n=19)
< 4 jam(n=4)
4-6 jam(n=12)
> 6 jam (n=19)
< 4 jam(n=4)
4-6 jam(n=12)
> 6 jam (n=19)
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan Evaluasi Mutu Pelayanan
Gambar 22. Rata-rata Pelaksanan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kabupaten Bantul berdasarkan waktu kerja respoden di apotek
dalam sehari
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian bidang pengelolaan sumber daya, responden yang
yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai rata-rata persentase yang
lebih tinggi di bandingkan responden yang bekerja kurang dari 4 jam dan 4-6
jam setiap hari. Namun responden yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari
mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup
(21%). Responden yang bekerja kurang dari 4 jam setiap hari mempunyai
persentase 0% dalam hal ruang konseling tertutup, informasi pada wadah baru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
dan pengisian medication record. Sedangkan responden yang bekerja 4-6 jam
setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan ruang konseling
tertutup (17%), ruang racikan (42%), informasi pada wadah baru (14%) dan
penyertaan bukti atau faktur penjualan (42%).
Bidang pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
dilaksanakan oleh responden yang yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari
mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di bandingkan responden
yang bekerja kurang dari 4 jam dan 4-6 jam setiap hari. Namun responden
yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal
mempunyai kekurangan dalam hal diseminasi informasi kesehatan (21%) dan
tindak lanjut terapi (37%). Responden yang bekerja kurang dari 4 jam setiap
hari mempunyai persentase 25 % dalam hal skrining resep bagian kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis, serta keterlibatan apoteker dalam
penyerahan obat, konseling secara berkelanjutan dan tindak lanjut terapi.
Responden yang bekerja 4-6 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam
hal keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (42%), informasi yang
diberikan pada pasien (42%) diseminasi informasi kesehatan (17%) dan tindak
lanjut terapi (37%).
Bidang evaluasi mutu pelayanan, pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang dilaksanakan oleh responden yang yang bekerja lebih dari 6
jam setiap hari mempunyai rata-rata persentase yang lebih tinggi di
bandingkan responden yang bekerja kurang dari 4 jam dan 4-6 jam setiap hari.
Namun responden yang yang bekerja lebih dari 6 jam setiap hari mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (26%), waktu
pelayananan per pasien (37%) dan prosedur tetap (32%). Responden yang
bekerja kurang dari 4 jam setiap hari mempunyai kekurangan dalam hal survey
tingkat kepuasan konsumen (25%), waktu pelayananan per pasien (0%) dan
prosedur tetap (25%). Sedangkan responden yang bekerja 4-6 jam setiap hari
mempunyai kekurangan dalam hal survey tingkat kepuasan konsumen (25%),
waktu pelayanan per pasien (17%) dan prosedur tetap (8%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1. Apoteker di apotek-apotek di Kabupaten Bantul belum sepenuhnya
melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Namun pada bagian
tertentu telah dilaksanakan sepenuhnya (100%) meliputi ketersediaan papan
petunjuk apotek, ruang tunggu, pencatatan dan pengarsipan pembelian,
pengarsipan resep dan pengecekan kesesuaian resep sebelum diserahkan.
2. Parameter dari Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang telah
dilaksanakan dengan baik, cukup dan kurang secara berurutan adalah
pengelolaan sumber daya (78%), pelayanan (67%) dan evaluasi mutu
pelayanan (25%).
3. Karakteristik responden memberikan perbedaan dalam pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul, terletak
pada pengelolaan sumber daya dan pelayanan.
B. Saran
1. Dalam rangka menindak lanjuti hasil penelitian ini, diharapkan adanya respon
positif dari pihak Departemen Kesehatan, ISFI dan Dinas Kesehatan
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Kabupaten Bantul untuk mensosialisasikan pelaksanaan Kepmenkes RI
Nomor 1027/MENKES/IX/2004 dengan mengadakan bimbingan dan
pelatihan sehingga Apoteker di Kabupaten Bantul dapat mendapatkan persepsi
dan pemahaman yang sama tentang Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/IX/2004.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan BPOM melakukan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 dengan melibatkan ISFI
sebagai organisasi profesi.
3. Universitas sebagai lembaga pendidikan harus berperan aktif dalam
mempersiapkan calon apoteker mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian,
terutama dalam hal ketersediaan ruang konseling tertutup, penyimpanan,
diseminasi informasi kesehatan, tindak lanjut terapi dan evaluasi mutu
pelayanan.
4. Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Bantul perlu meningkatan kesadaran
akan pentingnya pemahaman perundang-undangan terutama Keputusan
Menteri Kesehatan mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
5. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada tingkat populasi yang lebih besar
seperti penelitian pada tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
dengan responden karyawan apotek maupun pengguna jasa apotek.
6. Perlu diadakannya wawancara pada penelitian selanjutnya, mengenai alasan
responden untuk tiap jawaban yang diberikan sehingga dapat diketahui latar
belakang pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta
Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1965, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 278/MENKES/SK/V/1981 Tentang Persyaratan Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26/MENKES/ PER/I/1981, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti da Izin Kerja Apoteker, Depkes RI, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Depkes RI, Jakarta
Anonim , 2001, Draft Hasil Rapat Kerja Nasional I, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Semarang
Anonim, 2002, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Azwar, S., 2003, Reliabilitas dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan Departemen Kesehatan Republik Indonesua, Jakarta
Harding, 1993, Sociology for Pharmacists; an Introduction, The Macmillan, London
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Isdaryadi, F. Wisnu., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11
Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105, PPM, Yogyakarta
Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Notoatmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, 92, Rhieka Cipto,
Jakarta
Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 67-68, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Regziana, 2007, Pendapat Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Peran Apoteker (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit), Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Salim, P. dan Yenny Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi III, Modern English Press, Jakarta
Sirait, M., 2001, Tiga Dimensi Farmasi: Ilmu-Teknologi, Pelayanan Kesehatan dan Potensi Ekonomi, Institut Darma Mahardika, Jakarta
Soedarsono, A.K., 2007, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman Periode Oktober-Desember 2006, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Sukmajati, M.A., 2007, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis
SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Tobondo, 2000, Pemahaman Apoteker Tentang Pelayanan Apoteker dalam Praktek Kefarmasian Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Apotek di Apotek-Apotek Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Wahyuni, B., 2005, Publik Tidak Boleh Ditipu Lagi, Ombudsman, No.II, 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Kepada Yth
Apoteker Pengelola Apotek
Kabupaten Bantul
Dengan hormat,
Dalam rangka menyelesaikan jenjang studi S-1, saya bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul “Kajian Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Bantul”.
Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kerelaan Bapak/Ibu untuk
menjawab pertanyaan berikut dengan lengkap dan sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga
kerahasiannya demi kepentingan ilmiah.
Atas bantuan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Henricus Bangun Purwono
NIM: 038114021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
KAJIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI KABUPATEN BANTUL
I. Data Responden Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar
No Pertanyaan Jawaban
1. Berapakah umur Anda? a. 21-35 tahun
b. 36-50 tahun
c. >50 tahun
2. Apakah posisi Anda di apotek ? a. APA
b. Apoteker Pendamping
c. Apoteker Pengganti
3. Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai
Apoteker di apotek yang sekarang?
a. <1 tahun
b. 1-5 tahun
c. 6-10 tahun
d. >10 tahun
4. Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain? a. Ya
b. Tidak
5. Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam seminggu?
a. <3 hari
b. 3-5 hari
c. 6-7 hari
6. Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam satu hari?
a. <4 jam
b. 4-6 jam
c. >6 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
II. Kuesioner Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
1 Apakah pada halaman depan apotek Anda terdapat
papan yang tertulis kata apotek?
2 Apakah apotek Anda memiliki ruang tunggu bagi pasien?
a. Apakah di apotek Anda tersedia informasi berupa
brosur, leaflet atau poster mengenai kesehatan
(misalnya obat-obat baru)?
3 b. Jika ya, apakah ada tempat khusus untuk
mendisplay informasi tersebut (misalnya
penempatan brosur dalam suatu wadah)?
4 Apakah apotek Anda memiliki ruangan tertutup untuk
konseling bagi pasien?
Apakah apotek Anda memiliki :
a. ruang racikan kering? 5
b. ruang racikan basah?
6 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk staf?
7 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk pasien?
Apakah dalam perencanaan pengadaan sediaan
farmasi Anda memperhatikan :
a. pola penyakit?
b. kemampuan masyarakat?
8
c. budaya masyarakat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
1. Dari manakah Anda memperoleh obat-obatan?
a. PBF
b. Pabrik farmasi
c. Apotek lain
d. Toko obat
e. Swalayan
2. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
disertai bukti/faktur pembelian?
9
3. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
dicatat dalam buku penerimaan?
10
Adakah tempat penyimpanan khusus (misalnya lemari
pendingin atau tempat penyimpanan narkotika dan
psikotropika) untuk obat tertentu (misalnya serum,
vaksin)?
1. Apakah apotek Anda pernah memindahkan isi obat
dari wadah asli ke wadah lain?
2. Jika ya, apakah informasi di bawah ini Anda sertakan
pada wadah baru tersebut?
a.Produsen (pabrik)
b.Nomor batch
c.Tanggal kadaluarsa
d.Aturan pakai
11
e.Cara penyimpanan
12
Apakah pelayanan produk kefarmasian (misalnya obat,
kosmetik, makanan) diberikan pada tempat yang terpisah
dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya
(misalnya pembalut wanita, alat kontrasepsi, popok bayi)?
13 Apakah setiap penjualan selalu dilengkapi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
faktur atau nota penjualan?
14 Apakah setiap penjualan selalu dicatat dalam buku
penjualan?
15
Apakah setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika
selalu dicatat dalam buku pencatatan narkotika dan
psikotropika?
16 Apakah setiap resep selalu disimpan menurut urutan
tanggal dan nomor urut resep?
17 Apakah Anda selalu melakukan medication record?
IV. Kuesioner Tentang Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
Apakah Anda selalu melakukan skrining resep, meliputi :
1. PERSYARATAN ADMINISTRATIF
2. KESESUAIAN FARMASETIK :
a. Bentuk sediaan
b. Dosis
c. Potensi
d. Stabilitas
e. Inkompatibilitas
f. Cara pemberian
g. Lama pemberian
3. PERTIMBANGAN KLINIS :
a. Alergi
b. Efek samping
18
c. Interaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
e. Durasi
f. Jumlah obat
19
Apakah Anda selalu melakukan konsultasi dengan
dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam
penulisan resep?
20
Apakah anda selalu melakukan pengecekan
kesesuaian antara obat dan etiket terhadap resep
sebelum diserahkan kepada pasien?
21 Apakah apoteker selalu terlibat langsung dalam
penyerahan obat kepada pasien?
Apakah Anda selalu memberikan infomasi mengenai:
a. Cara pemakaian obat
b. Cara penyimpanan obat
c. Jangka waktu pengobatan
d. Makanan dan minuman yang harus dihindari
22
e. Aktivitas yang harus dihindari
23 Apakah pernah terjadi keluhan dari pasien mengenai
etiket (tidak jelas/sulit dibaca)?
24
Apakah keputusan yang diambil di apotek (mencakup
perencanaan, pegadaan dan penyimpanan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya) selalu
berdasarkan persetujuan APA ?
25 Apakah Anda menyediakan jam konseling setiap hari
bagi pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
26
Apakah Anda juga menyediakan jam konseling secara
berkelanjutan, terutama untuk penderita penyakit
tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC,
asthma, dan penyakit kronis lainnya?
27
Apakah Anda melakukan tindak lanjut terapi (misalnya
melalui komunikasi telepon dengan pasien atau
mengunjungi pasien)?
28
Apakah Anda pernah melakukan diseminasi
(penyebaran) informasi kesehatan (misalnya
penyebaran brosur dan poster, melakukan
penyuluhan)?
V. Kuesioner Tentang Evaluasi Mutu Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
29 1. Apakah pernah dilakukan survey mengenai tingkat
kepuasan konsumen?
2. Jika ya, apakah survey tersebut berupa:
a.Angket
b.Wawancara
30 Apakah Anda menetapkan lama pelayanan (waktu
pelayanan maksimal per pasien)?
31 Apakah ada prosedur yang tertulis dan tetap dalam
pelayanan pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker
LAFAL SUMPAH/JANJI APOTEKER
PERATURAN PEMERINTAH NO.20 TAHUN 1962 TANGGAL 20
SEPTEMBER 1962
Pasal 1
(1) Sebelum seorang apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus
mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau
mengucapkan janji. Ucapan sumpah dimulai dengan, kata-kata “Demi Allah”
bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian
kata-kata “Demi Allah”…..disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-
masing.
(2) Sumpah/Janji itu berbunyi sebagai berikut :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
terutama dalam bidang kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsyafan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia
KODE ETIK APOTEKER/FARMASIS INDONESIA
KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL XVII ISFI NO.007/KONGRES
XVII/ISFI/2005 TANGGAL 18 JUNI 2005
Mukadimah
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
BAB I
Kewajiban Umum
Pasal 1 : sumpah/janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5 Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya.
BAB II Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarkat dan menghormati hak azasi penderita dan melindungi mahluk hidup insani.
BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan
Lainnya
Pasal 13 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
BAB V Penutup
Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Lampiran 7. Jalur Distribusi Obat
JALUR DISTRIBUSI OBATJALUR DISTRIBUSI OBAT
INDUSTRI FARMASI
PBF/DISTRIBUTOR
SUB-DISTRIBUTOR
RS TANPA INSTALASI FARMASI
APOTEK INSTALASIFARMASI RS
TOKO OBAT BERIJIN
OBAT KERAS OBAT BEBAS VAKSIN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI