Post on 01-Oct-2021
PERENCANAAN PRECAST CONCRETE I GIRDER PADA
JEMBATAN PRESTRESSED POST TENSION DENGAN
BANTUAN PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana teknik sipil
08 0404 014 DINI FITRIA ANNUR
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA
2012
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil
bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara, dengan judul “Perencanaan Precast Concrete I Girder pada Jembatan
Prestressed Post Tension dengan Bantuan Program Microsoft Office Excel”
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
terutama kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, mereka adalah motivator
terbesar bagi saya. Tiada balasan yang dapat diberikan selain membahagiakannya
dengan menyelesaikan perkuliahan ini dengan hasil yang memuaskan.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa
pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing, yang telah
banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrizal, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya selama ini
kepada saya.
5. Kakak saya Annisa Thoyyibah, ST dan adik saya Aldino Gusmuhar Nasution
yang telah banyak membantu dan mendukung.
6. Sahabat saya yang selalu mendukung dan mengingatkan untuk segera
menyelesaikan tugas akhir, Meliza Sari Hutabarat, S. Farm.
7. Temen dekat saya, yang tanpa dia sadari selalu menemani saya mengerjakan
tugas akhir sampai pagi dan selalu ada untuk saya disaat saya butuh kapanpun
dan dimanapun, Imam Bukhari Nasution, SH.
8. Senior saya yang sudah saya anggap seperti abang saya sendiri, yang sangat
banyak membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, Singgar M. Wibowo, ST.
9. Saudara/i seperjuangan Ayu Rezita, Sadvent M. Purba, Rama Miranda Pasaribu,
Yelena Hartanti Depari, Triyana Puji Astuti Ritonga, Eka Desy Pratiwi, Kiki
Komalia, Ade Sri Rezeki, Gea Geby Aurora, Raisa Muharrisa, Deyva Marina
Marpaung, Christina Romauli Siregar, Nurul Hamidah Gurning, Ratih Dewanti,
Ester Linda Sembiring, Astri Natalia Situmorang, Imam Effendi, Ibnu Sifa,
Michael Mario Sinaga, Alfrendi Chairudi, Anisya Mardhatila, Handiman,
Iskandar, Wira Kesuma, Felix Winardi, Vivi Anggraini, Ikhwan & Akhwatifillah
serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2008 atas semangat dan bantuannya
selama ini.
10. Buat adik-adik junior yang selalu memberikan dukungan dan semangat luar
biasa.
Universitas Sumatera Utara
11. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas
dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
pemahaman saya dalam hal ini. Untuk itu, saya sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa akan datang.
Akhir kata saya mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga tugas
akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2012
Dini Fitria Annur Penulis
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pada jembatan beton pratekan, kemampuan dan kehandalan sebuah jembatan
sangat dipengaruhi oleh jenis dan kekuatan balok girder. Pada tugas akhir ini, penulis
merencanakan sebuah jembatan beton pratekan dengan metode post-tension yang
menggunakan I girder sebagai struktur utamanya.
Dasar-dasar perencanaan PCI girder ini mengacu pada Perencanaan Struktur
Beton untuk Jembatan (SNI T-12-2004), Pembebanan untuk Jembatan (SNI T-02-
2005), Bridge Management System (BMS), AASHTO 1992 dan ACI. Kabel
prestress pada desain PCI Girder ini menggunakan kawat jenis Uncoated Stress
Relieve Seven Wires Strand, ASTM A 416 Grade 270 Low Relaxation. Analisa
beban yang terjadi yaitu analisa beban mati, beban mati tambahan, beban hidup dan
analisa pengaruh waktu seperti rangkak dan susut serta kehilangan prategang.
Kemudian hasil dari analisa tersebut dilakukan kontrol tegangan yang terjadi pada
struktur. Untuk mempermudah perhitungan, penulis menggunakan bantuan Program
Microsoft Excel.
Hasil akhir dari perencanaan ini adalah didapat bentuk dan dimensi
penampang I girder yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada jembatan
sehingga didapat suatu struktur jembatan yang aman.
Kata kunci : jembatan, beton pratekan, PCI girder, post-tension, microsoft
excel
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... x
DAFTAR NOTASI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 UMUM ............................................................................................... 1
1.2 LATAR BELAKANG ....................................................................... 4
1.3 BATASAN MASALAH ................................................................... 5
1.4 TUJUAN ........................................................................................... 6
1.5 MANFAAT ....................................................................................... 7
1.6 METODE PENULISAN ................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9
2.1 UMUM ............................................................................................ .. 9
2.1.1 Pengertian Jembatan ............................................................ 10
2.1.2 Klasifikasi Jembatan ........................................................ ... 11
2.1.3 Dasar Pemilihan Tipe Jembatan ...................................... .... 14
2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN BETON PRATEGANG (PRESTRESS CONCRETE) ............................................................. 16
2.3 BETON PRATEGANG (PRESTRESS CONCRETE) ..................... 18
2.4 SISTEM BETON PRATEGANG ..................................................... 22
2.5 TAHAPAN PEMBEBANAN ........................................................... 26
Universitas Sumatera Utara
2.6 MATERIAL BETON PRATEGANG ............................................... 27
2.6.1 Beton ................................................................................... 27
2.6.2 Baja ..................................................................................... 35
BAB III METODOLOGI .......................................................................................... 39
3.1 PEMILIHAN SISTEM BETON PRATEGANG .............................. 40
3.2 ANALISA PENAMPANG ................................. ............................... 41
3.3 DESAIN PEMBEBANAN ............................................................. ... 42
3.4 MOMEN DAN GESER DI TENGAH BENTANG ........................... 46
3.5 MOMEN ULTIMATE ....................................................................... 47
3.6 BESAR GAYA PRATEGANG ........................................................ 47
3.7 PERHITUNGAN LENDUTAN ......................................................... 55
3.8 MICROSOFT OFFICE EXCEL ....................................................... 56
BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN .................................................................... 59
4.1 DATA AWAL PERENCANAAN .................................................... 59
4.2 PERHITUNGAN PRECAST CONCRETE I GIRDER .................... 61
4.2.1 Beton .................................................................................. 61
4.2.2 Kabel Prategang ................................................................ 64
4.2.3 Tulangan ........................................................................... 64
4.3 ANALISA PENAMPANG BALOK GIRDER .............................. ... 65
4.3.1 Balok Precast (Sebelum Komposit) .................................... 65
4.3.2 Balok Komposit .................................................................. 67
4.4 ANALISA PEMBEBANAN BALOK GIRDER ........................... ... 70
4.4.1 Dead Load .......................................................................... 71
4.4.2 Live Load ......................................................................... .. 72
Universitas Sumatera Utara
4.5 ANALISA MOMEN (M) DAN GESER (D) DI TENGAH BENTANG ............................. ........................................................... 73
4.5.1 Dead Load ........................................................................ .. 74
4.5.2 Additional Dead Load ........................................................ 74
4.5.3 Live Load ......................................................................... 75
4.5.4 Ultimate Total .................................................................. 76
4.6 KABEL PRESTRESS .................................................................... ... 77
4.6.1 Profil Kabel ...................................................................... .. 77
4.6.2 Gaya Dongkrak Awal (Jacking Force) ............................... 79
4.6.3 Kehilangan Gaya Prategang ............................................. 81
4.7 ANALISA TEGANGAN ............................................................... ... 87
4.7.1 Tegangan Saat Initial ........................................................ .. 87
4.7.2 Tegangan Saat Service...................................................... .. 88
4.8 KONTROL TEGANGAN .............................................................. ... 91
4.8.1 Kontrol Tegangan Saat Initial .......................................... 91
4.8.2 Kontrol Tegangan Saat Service ....................................... ... 91
4.9 PERHITUNGAN LENDUTAN ......................................................... . 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 95
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 95
5.2 Saran .................................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Metode pemberian pra-tarik 23
Gambar 2.2 Metode pemberian pasca-tarik 24
Gambar 2.3 Strands prategang 36
Gambar 3.1 Beban lajur ‘D’ 43
Gambar 3.2 Beban Truk 44
Gambar 3.3 Penyebaran beban truk 45
Gambar 4.1 Sketsa bentang girder 60
Gambar 4.2 Potongan melintang jembatan 60
Gambar 4.3 Sketsa cross section I girder 60
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI
σbk tegangan tekan beton
σtop tegangan pada bagian atas balok
σbott tegangan pada bagian bawah balok
µ koefisien gesekan
α pengubah sudut kabel dari gaya ke jarak
β deviasi angular wobble terhadap variasi selongsong tendon
Ac luas penampang balok
As luas penampang baja prategang
D lintang
e eksentrisitas
Ec modulus elastisitas beton
Es modulus elastisitas baja
fc’ kuat tekan beton pada saat awal penegangan kabel
fcir tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah transfer
fcds tegangan di beton pada level pusat berat baja akibat semua beban mati
tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan
fr modulus ruptur
fu tegangan tarik ultimate
fy tegangan leleh
Ix momen inersia sumbu x
Kcr 2.0 untuk komponen struktur pratarik
1.6 untuk struktur pascatarik
L panjang bentang
Universitas Sumatera Utara
M momen
M1 beban dari precast, slab, diaphragm, dan prestress dari balok
M2 live load dan aspal dari komposit
P gaya prategang sisa (akibat gesekan) x = L
Po gaya pada tendon di ujung dongkrak (jacking force)
Pi initial prestress force
Pe effective prestress force
Px gaya tendon di titik x
q beban yang bekerja
R faktor reduksi dari benda uji kubus ke silinder
s jarak antar girder
t kekuatan beton umur t hari
w berat jenis beton
Wa modulus section bagian atas balok precast
Wb modulus section bagian bawah balok precast
Wa’ modulus section bagian atas kondisi balok komposit
Wb’ modulus section bagian bawah kondisi balok komposit
Y jarak letak sumbu x dari alas balok girder
Yb jarak titik berat balok terhadap alas balok girder
Yx jarak titik berat balok yang ditinjau terhadap sumbu x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis bahan 5
Tabel 2.1 Nilai-nilai Koefisien Wobble (K) dan Koefisien Kelengkungan (µ) 51
Tabel 4.1 Perhitungan Jarak Y 65
Tabel 4.2 Perhitungan Inersia 67
Tabel 4.3 Perhitungan Inersia Balok Komposit 70
Tabel 4.4 Rekapitulasi inersia balok 70
Tabel 4.5 Perhitungan Momen untuk setiap jarak x 76
Tabel 4.6 Perhitungan Geser untuk setiap jarak x 77
Tabel 4.7 Perhitungan jacking force 78
Tabel 4.8 Analisa Tegangan pada saat Initial 88
Tabel 4.9 Analisa Tegangan pada saat Service 90
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Perkembangan ekonomi Indonesia, memberi tantangan dalam pemenuhan
kebutuhan insfrastruktur pendukung mobilisasi barang dan jasa. Dimana diperlukan
pergerakan yang dinamis dalam rangka pemerataan pertumbuhan ekonomi nusantara.
Transportasi merupakan salah satu sarana yang kita gunakan dalam melakukan
berbagai kegiatan. Peningkatan jumlah penduduk akibat perkembangan jaman
menjadikan peningkatan kebutuhan masyarakat. Peningkatan kebutuhan masyarakat
ini harus ditunjang dengan kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi yang
memadai, baik transportasi darat, laut, maupun udara. Jembatan adalah salah satu
bagian dari prasarana transportasi, dalam arti faktor yang menunjang kelancaran
transportasi.
Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan
seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, jalan kereta api, jalan
raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain.
Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur
sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman
dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Salah satu jenis jembatan berdasarkan bahan konstruksinya adalah jembatan beton
prategang.
Universitas Sumatera Utara
Aspek-aspek pemilihan tipe jembatan (Arie Irianto dan Reza Febriano, 2008) :
• Kekuatan dan stabilitas struktur
• Ekonomis
• Kenyamanan
• Durabilitas (keawetan dan kelayakan jangka panjang)
• Hemat pemeliharaan
• Estetika
• Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar / minimal
• Kemudahan dan kecepatan pelaksanaan
Beton dewasa ini sudah banyak dikenal di dunia konstruksi, karena selain
perawatannya yang mudah beton juga dapat menahan beban yang cukup besar bila
dibandingkan dengan material lainnya. Beton adalah material yang kuat dalam
kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik. Kuat tariknya bervariasi dari 8% -
14% dari kuat tekannya. Seiring dengan kemajuan teknologi, dunia konstruksi terus
berupaya menciptakan suatu struktur yang kuat dan dapat menekan biaya serta tanpa
mengabaikan unsur mutu dan waktu.
Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan tegangan
dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu yang
bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat
yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang
ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai
gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik
yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik
sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).
Universitas Sumatera Utara
Balok girder merupakan balok utama yang berfungsi menahan beban yang berada
di atasnya. Balok girder prategang ini telah diperhitungkan mampu menahan beban-
beban yang bekerja di atasnya seperti berat diafragma, pelat lantai, trotoar, sandaran,
manusia dan lain-lain. Girder merupakan balok struktural yang langsung menerima
beban lalu lintas setelah slab, yang kemudian menyalurkan beban tersebut ke kolom
dan diteruskan ke pondasi. Kemampuan dan kehandalan sebuah jembatan sangat
dipengaruhi oleh jenis dan kekuatan balok girder.
Beton prategang adalah jenis beton dimana tulangan baja ditarik/ditegangkan
terhadap betonnya. Penarikan ini menghasilkan sistem kesetimbangan pada tegangan
dalam (tarik baja dan tekan pada beton) yang akan meningkatkan kemampuan beton
menahan beban luar. Beton prategang merupakan kombinasi yang ideal dari dua
bahan yang berkekuatan tinggi modern, yaitu beton dan baja mutu tinggi.
Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih baik dari individu kedua bahan
itu sendiri. Keuntungan penggunaan struktur beton prategang antara lain :
1. Balok yang lebih ringan, langsing dan kaku
2. Retak kecil dapat mencegah terjadinya korosi pada baja sehingga lebih tahan
terhadap lingkungan yang agresif
3. Lintasan tendon bisa diatur untuk menahan gaya lintang
4. Penghematan maksimum dapat dicapai pada struktur bentang panjang, lebih
ekonomis bila dibandingkan dengan konstruksi beton bertulang biasa dan baja.
5. Dapat digunakan untuk struktur pracetak yang dapat memberikan jaminan
kualitas yang lebih baik, kemudahan dan kecepatan dalam pelaksanaan
konstruksi serta biaya awal yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
Jika dibandingkan dengan kayu, beton bertulang, atau baja, penggunaan beton
prategang pada struktur atas jembatan masih tergolong relatif baru. Hal ini
tidak terlepas dari kemajuan teknologi bahan.
1.2 Latar Belakang
Dalam tugas akhir ini penulis akan merencanakan struktur I girder prestressed
segmental pada jembatan beton prategang dengan metode post tensioning. Struktur
beton prategang lebih ekonomis karena pada beban dan bentang yang sama dapat
digunakan profil girder yang lebih kecil. Penggunan profil I girder dipilih karena
dianggap mudah dalam proses pembuatan, lebih efisien dan mudah pelaksanaannya
di lapangan. Hanya saja profil I girder tidak memiliki nilai estetika yang baik selain
itu penggunaan profil I girder hanya bisa dilakukan di daerah yang memiliki sarana
dan prasarana yang memadai dikarenakan proses pengangkutan balok-baloknya yang
harus menggunakan alat-alat berat.
Dalam pengerjaan perhitungan struktur, penulis mengacu pada perhitungan Edgar
G. Nawy. Perhitungan dilakukan secara manual dan juga dengan menggunakan
bantuan program Microsoft Office Excel, hal ini dikarenakan program tersebut
mudah digunakan, mudah dipahami dan mudah didapat karena tidak memerlukan
lisensi untuk mendapatkannya. Selain itu tingkat ketelitian perhitungan dengan
menggunakan program ini juga sangat baik.
Tabel 1.1 berikut menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi dan
bentang maksimum jembatan standar Bina Marga yang ekonomis dalam keadaan
normal yang sering dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis bahan
BAHAN JENIS BENTANG MAX (m)
Beton Culvert
Slab bridge
T-Girder, I-Girder
4.00-6.00
6.00-8.00
6.00-25.00
Beton Prategang PCI-Girder
Prestressed Box Girder
15.00-35.00
40.00-50.00
Baja Truss bridge 60.00-100.00
Komposit Composite bridge 10.00-40.00
Dalam merencanakan strukutur I girder prestressed segmental, permasalahan
yang ditinjau antara lain :
1. Merencanakan pendimensian profil I girder prestressed
2. Menganalisa tegangan yang terjadi pada saat transfer maupun pada saat
kondisi beban kerja (layan)
3. Menganalisa beban-beban yang bekerja
4. Merencanakan penempatan tendon yang tepat
5. Menganalisa kehilangan gaya prategang yang terjadi
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam perencanaan jembatan ini adalah :
1. Perencanaan hanya meliputi struktur atas (struktur primer)
2. Tidak membahas penulangan geser balok
3. Tidak membahas end block
Universitas Sumatera Utara
4. Data-data yang digunakan untuk menentukan dimensi profil I girder
prestressed ialah :
• Panjang jembatan : 35 meter
• Lebar melintang jembatan : 11.5 meter
• Mutu beton balok : K-600
• Mutu beton slab : K-350
5. Sistem penarikan (jacking) tendon dilakukan dengan sistem pasca tarik (post-
tension)
6. Mutu baja yang digunakan kabel jenis strand seven wires stress relieved (7
kawat untaian) yang mengacu pada ASTM A 416.
1.4 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :
1. Merencanakan profil I girder prestressed segmental pada jembatan beton
prategang yang sesuai dengan SNI T-12-2004, RSNI T-02-2005 dan ACI.
2. Mengetahui bentuk diagram tegangan dan regangan yang terjadi pada
tengah bentang.
3. Mengetahui penempatan posisi kabel (tendon).
4. Menghasilkan program analisa penampang I girder dengan bantuan
program Microsoft Office Excel.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Dapat merencanakan struktur jembatan dengan profil I girder prestressed
yang sesuai dengan persyaratan struktur yang aman
2. Sebagai alternatif dalam teknik perencanaan jembatan dengan bentang
yang cukup panjang.
3. Memberikan contoh perhitungan kepada para pembaca khususnya
mahasiswa Teknik Sipil USU.
1.6 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Metode studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan
keterangan dari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan tugas
akhir. Perhitungan dalam perencanaan ini menggunakan bantuan
software sederhana Microsoft Office Excel. Analisa struktur balok
dihitung berdasarkan pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan
SNI T-12 2004, SNI T-02-2005 Pembebanan untuk Jembatan dan ACI.
2. Metode studi bimbingan, yaitu melakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing tugas akhir yang memegang peranan penting dalam
penulisan tugas akhir ini, selain itu berkonsultasi dengan teman tentang
tugas akhir sekaligus mengumpulkan data-data yang dibutuhkan hingga
tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Universitas Sumatera Utara
Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan uraian pembahasan sebagai
berikut ini :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODOLOGI
BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Jembatan dikatakan sebagai peralatan yang tertua di dalam peradaban manusia.
Pada zaman dahulu, jembatan dibuat untuk menyeberangi sungai kecil dengan
menggunakan balok kayu atau batang pohon yang besar dan kuat. Menurut Degrand,
jembatan pertama sekali tercatat pernah dibangun di sungai Nil oleh raja Manes dari
Mesir pada tahun 2650 SM. Suatu deskripsi jembatan kayu yang dibangun Ratu
Semiwaris dari Babilonis yang melintasi sungai Efhrat pada tahun 783 SM juga
pernah disusun oleh Diodrons Siculus. Jembatan ini berlantai kayu, dan bertumpu
pada pier dari batu. Lantai kayu ini dapat dipindahkan atau digeser pada malam hari
untuk mencegah pencuri memasuki kota. Jembatan terapung, yang terbuat dari
rangkaian perahu untuk menyeberangkan tentara pada masa-masa perang pernah
dibangun oleh raja Alexander dari Cyprus pad tahun 556 SM. Jembatan kayu
digunakan telah lama, disebabkan materialnya banyak, dan pelaksanaannya mudah.
Perkembangan Jembatan semakin maju, antara lain dikarenakan penemuan-
penemuan material yang baru seperti kayu atau batu digabungkan dengan besi.
Jembatan pelengkung beton yang pertama dibangun pada tahun 1776 melintas sungai
Severn di Inggris. Belakangan pada tahun 1824 jembatan gelagar baja dibangun pada
jalan kereta api Dublin Drogheda.
Jembatan beton hanya digunakan untuk bentuk pelengkung, karena tidak kuat
menahan tegangan tarik. Dengan penemuan baja pada tahun 1825, masa
pembangunan jembatan modern dimulai. Pada tahun 1964, dibangunlah suatu
Universitas Sumatera Utara
jembatan yang terpanjang di dunia pada saat itu, yaitu Jembatan Verazano di New
York - USA dengan bentang total adalah 2038 meter, dengan bentang utama adalah
1298 meter. Di banyak negara, jembatan umumnya dibuat dari beton bertulang,
walaupun mulai digantikan oleh beton pratekan.
2.1.1 Pengertian Jembatan
Berdasarkan UU 38 Tahun 2004 bahwa jalan dan juga termasuk jembatan
sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting
terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan
yang dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai
keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah. Konstruksi jembatan
adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana trasportasi jalan yang
menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang dapat dilintasi oleh
sesuatu benda bergerak misalnya suatu lintas yang terputus akibat suatu rintangan
atau sebab lainnya, dengan cara melompati rintangan tersebut tanpa
menimbun/menutup rintangan itu dan apabila jembatan terputus maka lalu lintas
akan terhenti. Lintas tersebut bisa merupakan jalan kendaraan, jalan kereta api atau
jalan pejalan kaki, sedangkan rintangan tersebut dapat berupa jalan kenderaan, jalan
kereta api, sungai, lintasan air, lembah atau jurang.
Jembatan juga merupakan suatu bangunan pelengkap prasarana lalu lintas
darat dengan konstruksi terdiri dari pondasi, struktur bangunan bawah dan struktur
bangunan atas, yang menghubungkan dua ujung jalan yang terputus akibat bentuk
rintangan melalui konstruksi struktur bangunan atas. Jembatan adalah jenis bangunan
yang apabila akan dilakukan perubahan konstruksi, tidak dapat dimodifikasi secara
Universitas Sumatera Utara
mudah, biaya yang diperlukan relatif mahal dan berpengaruh pada kelancaran lalu
lintas pada saat pelaksanaan pekerjaan.
Jembatan dibangun dengan umur rencana 100 tahun untuk jembatan besar,
minimumnya jembatan dapat digunakan 50 tahun. Ini berarti, disamping kekuatan
dan kemampuan untuk melayani beban lalu lintas, perlu diperhatikan juga bagaimana
pemeliharaan jembatan yang baik. Karena perkembangan lalu lintas yang ada relatif
besar, jembatan yang dibangun, biasanya dalam beberapa tahun tidak mampu lagi
menampung volume lalu lintas, sehingga biasanya perlu diadakan pelebaran. Untuk
memudahkan pelebaran perlu disiapkan desain dari seluruh jembatan agar
dimungkinkan dilakukan pelebaran dikemudian hari, sehingga pelebaran dapat
dilaksanakan dengan biaya yang murah dan konstruksi menjadi mudah. Pada saat
pelaksanaan konstruksi jembatan harus dilakukan pengawasan dan pengujian yang
tepat untuk memastikan bahwa seluruh pekerjaan dapat diselesaikan, sesuai dengan
tahapan pekerjaan yang benar dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku,
sehingga dicapai pelaksanaan yang efektif dan efisien, biaya dan mutu serta waktu
yang telah ditentukan.
2.1.2 Klasifikasi Jembatan
Ditinjau dari berbagai aspek, maka jembatan diklasifikasikan atas :
1. Dari material yang digunakan, jembatan bisa dibedakan, yakni :
a. Jembatan Kayu
b. Jembatan Gelagar Baja
c. Jembatan Beton Bertulang
d. Jembatan Komposit
Universitas Sumatera Utara
e. Jembatan Beton Prategang
Jembatan Khusus, misalnya jembatan dimana mutu bahannya berbeda
untuk konstruksi utama dan sekunder / jembatan gelagar baja pratekan.
2. Dari bentuk struktur konstruksi, jembatan bisa dibedakan, yakni :
a. Jembatan batang kayu (Log bridge)
b. Jembatan gelagar biasa (Beam bridge)
c. Jembatan lengkung ( Arch bridge)
d. Jembatan gantung (Suspension bridge)
e. Jembatan portal (Rigid frame bridge)
f. Jembatan penyangga (Cantilever bridge)
g. Jembatan kerangka (Truss bridge)
h. Jembatan kabel penahan (Cable-stayed bridge)
i. Jembatan baja berdinding penuh (Plat girder bridge)
j. Jembatan gelagar segmental beton atau beton pratekan
Jembatan gelagar sederhana merupakan suatu jembatan, yang konstruksi
utama (bagian atas) terdiri dari beberapa buah gelagar, yang
dikonstruksikan dan diletakkan di atas dua buah tumpuan atau
perletakkan dengan anggapan satu sendi dan satu rol. Pada bagian bawah
gelagar dibuat beberapa buah profil melintang dan menyilang yang
berfungsi sebagai penyatu gelagar. Pada bagian atas diletakkan papan
lantai jembatan dan kemudian dilapisi dengan aspal.
Universitas Sumatera Utara
3. Berdasarkan analisa struktur (statika konstruksi) maka jembatan dapat di bagi
atas dua bagian yaitu :
a. Jembatan statis tertentu
b. Jembatan statis tak tertentu
4. Ditinjau dari fungsi atau kegunaannya, jembatan bisa dibedakan antara lain :
a. Jembatan untuk lalu lintas kereta api (railway bridge)
b. Jembatan untuk lalu lintas biasa atau umum (highway bridge)
c. Jembatan untuk pejalan kaki (foot path)
d. Jembatan berfungsi ganda, misalnya untuk lalu lintas kereta api dan
mobil, untuk lalu lintas umum dan air minum, dan sebagainya.
e. Jembatan khusus, misalnya untuk pipa-pipa air minum, pengairan, pipa
gas, jembatan militer dan lain-lain.
5. Menurut sifat-sifatnya, jembatan bisa dibedakan antara lain :
a. Jembatan sementara atau darurat
b. Jembatan tetap atau permanen
c. Jembatan bergerak, yaitu jembatan yang dapat digerakkan misalnya agar
penyeberangan kapal-kapal di sungai tidak terganggu.
6. Menurut letak atau posisinya, jembatan bisa dibedakan antara lain:
a. Jembatan di atas saluran sungai, saluran irigasi atau drainase
b. Jembatan di atas perairan (Aquaduct)
c. Jembatan di atas lembah
d. Jembatan di atas jalan yang sudah ada (Viaduct)
Universitas Sumatera Utara
7. Menurut letak lantainya, jembatan bisa dibedakan antara lain :
a. Jembatan dengan lantai kenderaan di bawah
b. Jembatan dengan lantai kenderaan di atas
c. Jembatan dengan lantai kenderaan di tengah
d. Jembatan lantai kenderaan di atas dan bawah (Double deck bridge)
2.1.3 Dasar Pemilihan Tipe Jembatan
Banyak beberapa faktor yang menentukan tipe dari jembatan yang akan
dibangun agar bangunan yang akan dibangun efisien dan ekonomis. Adapun
faktor tersebut antara lain :
a. Keadaan Struktur Tanah Pondasi
Untuk tanah pondasi lunak adalah kurang cocok bila dibuat suatu
jembatan pelengkung, mengingat gaya horizontal yang besar dan
memerlukan pondasi tiang pancang miring, yang sulit dilaksanakan.
Untuk tanah keras atau batu cadas yang menghubungkan jurang yang
dalam, sangat cocok bila dibangun jembatan pelengkung. Selain itu juga
sangat cocok di bangun di pegunungan yang memiliki tanah pendasar
atau pondasi yang curam. Dengan adanya gaya horizontal pada pondasi,
maka gaya geser vertikal pada tanah pondasi bisa diimbangi oleh gaya
horizontal, sehingga bahaya longsoran dapat dikurangi.
b. Faktor Peralatan dan Tenaga Teknis
Perencanaan jembatan gelagar sederhana, tidak memerlukan keahlian
khusus dalam bidang tertentu. Peralatan berat harus dipikirkan dalam
perencanaan sebuah jembatan beton yang dicor di tempat lain. Jembatan
Universitas Sumatera Utara
beton pratekan (pre-cast) dengan bentang 20 meter, yang akan dibangun
di daerah pedalaman atau pegunungan tentunya kurang relevan karena
akan sulit dalam pengangkutan dan pelaksanaannya yang akan melalui
jalan berliku.
c. Faktor Bahan dan Lokasi
Ada kalanya di sungai tertentu, bila akan dibangun jembatan, dijumpai
banyak sekali batu kerikil yang baik untuk beton dan juga pasir dan batu
koral yang bermutu tinggi. Di sana mungkin akan sangat ekonomis bila
jembatan di buat dari beton bertulang, pondasi dari pasangan batu koral
dan sebagainya. Di daerah pantai laut, dimana udara sekeliling
mengandung garam, maka perlu dipertimbangkan pemakaian konstruksi
baja apakah masih sesuai mengingat faktor perkaratan.
d. Faktor Lingkungan
Sebaiknya bentuk jembatan harmonis dengan sekitarnya, agar indah
dipandang. Ketentraman batin menentukan dalam ruang gerak kehidupan
manusia. Bentuk dan warna alam sekitar mempengaruhi ketentraman
jiwa. Selain faktor di atas, maka perlu dipertimbangkan prinsip pemilihan
konstruksi jembatan, sebagai berikut :
• Konstruksi sederhana (bisa dikerjakan masyarakat)
• Harga murah, kuat dan tahan lama (manfaatkan material lokal)
• Perencanaan abutment yang dihindari terlalu tinggi.
• Perawatan udah & murah (bisa dilakukan masyarakat)
• Stabil & mampu menahan gerusan air
• Bentang yang direncanakan adalah yang terpendek
Universitas Sumatera Utara
Tipe jembatan umumnya ditentukan oleh faktor seperti beban yang
direncanakan, kondisi geografi sekitar, jalur lintasan dan lebarnya, panjang dan
bentang jembatan, estetika, persyaratan ruang di bawah jembatan, transportasi
material konstruksi, prosedur pendirian, biaya dan masa pembangunan.
2.2 Sejarah Perkembangan Beton Prategang
Penerapan pertama dari beton prategang rupa-rupanya dimulai oleh P. H. Jackson
dari California pada tahun 1886 dan telah dibuat hak patennya. Pada waktu yang
hampir sama ialah tahun 1888 C. E. W. Doehring dari Jerman memperoleh paten
untuk memprategangkan pelat beton dengan kawat baja. Tetapi gaya prategang yang
diterapkan dalam waktu yang singkat menjadi hilang, karena rendahnya mutu
kekuatan baja.
Untuk mengatasi hal ini oleh G. R. Steiner pada tahun 1908 diusulkan
dilakukannya penegangan kembali (USA). Sedangkan J. Mandl dan M. Koenen dari
Jerman menyelidiki identitas dan besarnya kehilangan gaya prategang.
Eugen Freyssinet dari Perancislah yang pertama-tama menemukan pentingnya
kehilangan gaya prategang dan usaha untuk mengatasinya. Berdasarkan
pengalamannya membangun jembatan pelengkung tahun 1907 dan 1927, maka
disarankan untuk memakai baja dengan kekuatan yang sangat tinggi dan
perpanjangan yang besar. Kemudian pada tahun1940 diperkenalkan sistim prategang
yang pertama yang masih dipakai sampai sekarang.
Pada tahun 1949 dibangun jembatan beton prategang yang pertama dengan
bentang 47 m di Philadelphia (Walnut Lane Bridge). Setelah Freyssinet, para sarjana
lain juga telah menemukan metode-metode prategang. Mereka adalah :
Universitas Sumatera Utara
• G. Magnel, Belgia
• Y. Guyon, Perancis
• P. Abeles, Inggris
• F. Leonhardt, Jerman
• V. V. Mikhailov, Rusia
• T. Y. Lin, USA
Sekarang telah dikembangkan banyak sistim dan teknik prategang. Dan beton
prategang sekarang telah diterima dan banyak dipakai, setelah melalui banyak
penyempurnaan hampir pada setiap elemen struktur atau sistim bangunan didapatkan
penerapan beton prategang, seperti misalnya : jembatan, komponen bangunan seperti
balok, pelat dan kolom, pipa dan tiang pancang, terowongan dan lain sebagainya.
Dengan beton prategang dapat dibuat bentang yang besar tetapi langsing.
Parrots Ferry Bridge di California mempunyai bentang utama 195 m. Precast
Prestressed Hollow–Corred slabs, Balok T dan Balok T–dobel dengan bentang
sampai 31 m banyak dipakai di USA.
Berikut ini adalah beberapa jembatan prategang yang ada di dunia :
- Bay Area Rapid Transit (BART), San Fransisco dan Oackland, California.
Jalan penuntun terdiri atas girder boks pracetak prategang yang ditumpu
sederhana dengan panjan 70 ft dan lebar 11 ft.
- Jembatan Sunshine Skyway, Tampa Bay, Florida. Didesain oleh Figg dan
Muller Engineers, Inc., jembatan ini mempunyai bentang utama canle stayed
1200 ft dengan pilon tunggal, tinggi bersih 175 ft, dan panjang total 21878 ft.
Universitas Sumatera Utara
Jembatan ini mempunyai dua jalan raya selebar 40 ft dan mempunyai bagian
segmental pracetak berbentang 135 ft dan elevasi mendekati +130 ft.
- Jembatan beton prategang cable-stayed Tianjin Yong-Hae, Tianjin, Cina.
Jembatan dengan panjang total 1673 ft dan panjang tergantung 1535 ft,
selesai dibangun pada tahun 1988.
- Jembatan East Huntington diatas Sungai Ohio. Jembatan cable-stayed beton
prategang pracetak yang dirakit secara segmental dengan bentang 200-900-
608 ft.
- Rel tunggal Walt Disney World, Orlando, Florida. Sederetan girder boks 100
ft beton prategang pracetak berlubang yang masing-masing diberi pascatarik
untuk membentuk struktur menerus enam bentang. Didesain oleh ABAM
Engineers, Tacoma, Washington.
(Sumber : Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar, Edgar G. Nawy)
2.3 Beton Prategang (Prestressed Concrete)
Seperti halnya pada beton bertulang, beton prategang juga merupakan struktur
komposit antara dua bahan, ialah beton dan baja, tetapi dengan mutu tinggi. Baja
yang dipakai disebut tendon yang dikelompokkan dan membentuk kabel.
Defenisi beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut :
a. Menurut PBI-1971
Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangan-
tegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga
tegangan-tegangan akibat beton-beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf
yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
b. Menurut Draft Konsensus Pedoman Beton 1988
Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah diberikan tegangan
dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat
pemberian beban yang bekerja.
c. Menurut ACI
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan
besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai
batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.
Dapat ditambahkan bahwa beton prategang dalam arti seluas-luasnya, dapat juga
termasuk keadaan (kasus) dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh
regangan-regangan internal diimbangi sampai batas tertentu.
Seperti sudah diketahui, beton tidak dapat menahan tarik, tetapi dapat menerima
tekanan besar. Sedangkan tegangan tarik yang besar selalu terjadi pada struktur yang
besar atau mempunyai bentang besar, atau beban yang berat. Dengan pertimbangan
itulah maka didaerah yang diperkirakan akan timbul tegangan tarik dipasang tendon
yang diberi tegangan awal. Yang dimaksud dengan tegangan awal disini adalah
tegangan tarik.
Seringkali pada beton prategang juga dipakai tulangan biasa sebagai tulangan
memanjang dan tulangan melintang. Kabel baja mutu tinggi ditempatkan dalam
selubung (duct) yang kemudian dijangkar dikedua dikedua ujungnya setelah
ditegangkan.
Struktur beton prategang mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
a. Terhindarnya retak di daerah tarik, sehingga konstruksi lebih tahan terhadap
korosi.
Universitas Sumatera Utara
b. Kedap air, cocok untuk pipa dan tangki.
c. Karena terbentuknya lawan lendut sebelum beban rencana bekerja maka
lendutan akhirnya akan lebih kecil dibandingkan dengan pada beton
bertulang.
d. Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh luas penampang
dipakai secara efektif.
e. Jumlah baja prategang jauh lebih kecil daripada jumlah berat besi beton
biasa.
f. Ketahanan terhadap geser dan puntir bertambah, akibat pengaruh prategang
meningkat.
g. Hampir tidak memerlukan perawatan.
h. Untuk bentang > 30 m dapat dibuat secara segmental sehingga mudah untuk
transportasi dari pabrikasi ke lokasi proyek.
i. Memiliki nilai estetika.
Beton prategang dan beton bertulang tidak dapat dianggap saling bersaingan
karena keduanya saling melengkapi dalam fungsi dan penerapannya. Sejak beton
prategang dibuat di pabrik dan dapat dipakai untuk bentang yang lebih besar, maka
beton prategang lebih bersaing terhadap baja daripada terhadap beton bertulang.
Ada beberapa keuntungan beton prategang dibandingkan beton bertulang :
a. Karena pada beton prategang dipakai bahan baja dan beton mutu tinggi maka
jumlah bahan yang dipakai lebih sedikit. Peningkatan mutu beton dua kali
lipat hanya menghemat biaya 30%.
b. Pada beton prategang seluruh penampang aktif menerima beban, sedangkan
pada beton bertulang hanya penampang yang tidak retak.
Universitas Sumatera Utara
c. Karena kedua hal diatas maka beton prategang lebih ringan, lebih langsing,
dan secara estetis lebih menarik. Berat yang lebih ringan ini penting pada
balok bentang besar dan jembatan dimana beban mati sangat besar
pengaruhnya.
d. Karena tidak terjadi retak pada beton prategang maka baja lebih terlindung
terhadap korosi dan sangat cocok untuk struktur yang berisi zat cair dan
reaktor atom.
e. Lendutan efektif akibat beban jangka panjang dapat terkontrol baik pada
prategang penuh maupun sebagian.
f. Akibat kemiringan tendon di dekat perletakan, ketahanan terhadap beban
lebih baik dan prategangan akan mengurangi tarikan diagonal. Jadi sengkang
yang dipakai akan berkurang.
g. Bila pada percobaan awal pada masa initial struktur dapat bertahan terhadap
beban yang paling bahaya, maka struktur juga akan cukup aman pada beban
kerja.
Tidak dapat dikatakan secara umum mana yang lebih ekonomis karena banyak
faktor yang berpengaruh.
Dalam pemakaiannya, beton prategang juga memiliki kekurangan, beberapa
diantaranya :
a. Konstruksi memerlukan pengawasan dan pelaksanaan dengan ketelitian yang
tinggi.
b. Untuk bentang > 40 m mengalami kesulitan pada saat erection karena bobot
dan bahaya patah getaran.
c. Membutuhkan teknologi tinggi dan canggih.
Universitas Sumatera Utara
d. Sangat sensitif dan peka terhadap pengaruh luar.
e. Biaya awal tinggi.
2.4 Sistem Beton Prategang
Ada beberapa macam sistem pemberian tegangan pada beton prategang ditinjau
dari berbagai segi ;
A. Keadaan distribusi tegangan pada beton
Ditinjau dari keadaan distribusi tegangan pada beton, sistem beton prategang
dibagi atas dua, yaitu :
1. Sistem pemberian prategang penuh (fully prestressed) adalah sistem
pemberian prategang dimana tidak mengijinkan terjadinya tegangan tarik
pada serat terluar dari tiap-tiap potongan penampang sepanjang bentang.
Dengan kata lain, seluruh bentang tersebut, tegangannya harus berada
dalam keadaan tekan.
2. Sedangkan sistem prategang sebagian (partially prestressed) adalah
sistem pemberian prategang dimana tegangan tarik diperbolehkan terjadi
pada serat terluar dari penampang dengan syarat tidak melewati
ketentuan tegangan ijin dari peraturan SNI maupun ACI.
B. Cara penarikan baja prategang
Ditinjau dari cara penarikan baja prategangnya, sistem beton prategang dibagi
atas dua, yaitu :
1. Pre-tensioning, yaitu stressing dilakukan pada awal/sebelum beton
mengeras. Pada metode penegangan pratarik, kabel/strands prategang
Universitas Sumatera Utara
diberi gaya dan ditarik lebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton
dalam perangkat cetakan yang telah disiapkan. Setelah beton cukup
keras, penjangkaran dilepas dan terjadi pelimpahan gaya tarik baja
menjadi gaya tekan pada beton. Transfer tegangan tekan dari tendon pada
beton melalui lekatan (bond) antara tendon dengan beton, dimana tendon
terikat pada konstruksi angker tanah. Pada metode ini lay out tendon
dapat dibuat lurus atau patahan.
Gambar 2.1. Metode Pemberian Pra-tarik (Pre-tension)
(Sumber : Desain Beton Prategang. Lin, T.Y)
Setelah gaya prategang ditransfer ke beton, balok beton tersebut akan
melengkung ke atas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja
bekerja, maka balok beton tersebut akan rata.
Universitas Sumatera Utara
2. Post-tensioning, stressing dilakukan pada akhir/setelah beton mengeras.
Pada metode ini beton lebih dahulu dicetak dan dengan disiapkan lubang
(duct) atau alur untuk penempatan kabel/strands dalam beton. Apabila
beton sudah cukup kuat, kemudian kabel/strands ditarik, ujung-ujungnya
diangkurkan, selanjutnya lubang di-grouting. Transfers tegangan tekan
dari tendon pada beton melalui penjangkaran (angker). Lay out tendon
dapat dibuat lurus atau parabola.
Gambar 2.2. Metode Pemberian Pasca-tarik
(Sumber : Struktur Beton Prategang, Ir.Winarni hadipratomo)
Keterangan :
Stage 1 : beton dicor dengan menempatkan tendon pada alur
Stage 2 : baja ditegangkan setelah beton mencapai kekuatan yang
diperlukan.
Stage 3 : gaya desak dilimpahkan ke dalam beton dengan penegangan
Universitas Sumatera Utara
Karena alasan transportasi dari pabrik beton, maka biasanya beton
prategang dengan sistem post tension ini dilaksanakan secara segmental
(balok dibagi-bagi, misalnya dengan jarak 1 m - 1.5 m), kemudian pemberian
prategang dilaksanakan di lokasi, setelah balok segmental tersebut dirangkai.
C. Posisi penempatan kabel
Ditinjau dari posisi penempatan kabel, sistem beton prategang dibagi atas
dua, yaitu :
1. Internal Prestressing
Kabel prategang ditempatkan di dalam tampang beton
2. External Prestressing
Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton
D. Penempatan kabel
Berdasarkan pada ikatan tendon dengan betonnya, sistem beton prategang
dibagi atas dua, yaitu :
1. Bonded Tendon
Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen
kedalam selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah
lekatan antara tendon dan beton di sekelilingnya.
2. Unbounded Tendon
Setelah gaya prategang diaplikasikan pada beton, ruang kosong antara
lubang dan tendon dibiarkan begitu saja. Adapun perlindungan tendon
dari korosi biasanya dilakukan dengan sistem pelapisan yang tahan air
(waterproof). Kabel prategang hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan
dengan beton
Universitas Sumatera Utara
Untuk bonded tendon dan unbonded tendon, biasa dilakukan pada sistem
postension atau pasca tarik.
Ditinjau dari bentuk geometri lintasan kabel, sistem beton prategang dibagi
atas tiga macam, yaitu :
1. Lengkung, biasanya digunakan pada sistem pascatarik (post-tensioning).
2. Lurus, banyak dijumpai pada sistem pratarik (pre-tensioning).
3. Patah, dijumpai pada sistem balok pracetak.
2.5 Tahapan Pembebanan
Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami beberapa tahap
pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus dilakukan pengecekan pada
bagian tertekan dan tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku
tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap
pembebanan pada beton prategang, yaitu initial (transfer) dan service.
1. Initial
Tahap initial adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan
dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja
hanya beban mati struktur. Pada tahap ini beban hidup belum bekerja
sehingga momen yang bekerja adalah minimum, sementara gaya yang
bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.
2. Service
Kondisi service (servis) adalah kondisi pada saat beton prategang digunakan
sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan
Universitas Sumatera Utara
gaya prategang dipertimbangkan. Pada tahap ini beban luar mengalami
kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati nilai minimum.
2.6 Material Beton Prategang
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menghitung besar gaya
dongkrak (jacking force). Adapun hal-hal tersebut adalah :
2.6.1 Beton
Beton merupakan gabungan semen, air, dan agregat dan jika diperlukan
ditambahkan campuran admixture ke dalamnya. Dimana besarnya perbandingan
diantara ketiga bahan tersebut tergantung kepada mutu beton yang akan
digunakan. Beton yang digunakan untuk membuat elemen struktur beton
prategang harus mempunyai kuat tekan yang tinggi. Kekuatan dan daya tahan
lama yang dicapai melalui kontrol kualitas dan jaminan kualitas pada tahap
produksi adalah dua faktor penting dalam mendesain struktur beton prategang.
Saat ini beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan
dalam konstruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tulangan
baja ditarik/ditegangkan terhadap betonnya. Penarikan ini menghasilkan sistem
kesetimbangan pada tegangan dalam (tarik pada baja dan tekan pada beton) yang
akan meningkatkan kemampuan beton menahan beban luar. Beton prategang
merupakan kombinasi yang sangat ideal dari dua bahan bermutu tinggi, yaitu
beton dan baja mutu tinggi. Kombinasi ini mengahasilkan perilaku yang lebih
baik dari masing-masing kedua bahan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Besaran-besaran mekanis beton yang telah keras dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka
panjang. Besaran jangka pendek meliputi kuat tekan, tarik dan kuat geser
sebagaimana diukur dengan modulus elastisitas. Sedangkan besaran jangka
panjang meliputi rangkak dan susut beton.
a. Kuat Tekan
Kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, besaran agregat, waktu
dan kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas lebih
menguntungkan. Kuat tekan beton fc’ didasarkan pada pengujian benda uji
silinder standar dengan diameter 6 in. dan tinggi 12 in. yang diolah pada
kondisi laboratorium standar dan diuji pada laju pembebanan tertentu selama
28 hari. Spesifikasi standar yang digunakan di Indonesia adalah dari SNI.
Mutu beton yang biasa digunakan dalam perhitungan beton bertulang
adalah mutu beton normal sampai mutu tinggi. Beton mutu tinggi
sebagaimana disebutkan dalam RSNI T-12-2004 adalah beton yang
mempunyai kuat tekan silinder, fc’ melebihi 60 Mpa, sedangkan beton
normal adalah beton dengan berat isi ± 2400 kg/m3, fc’ antara 20 Mpa s.d. 60
Mpa. Adapun kekuatan beton untuk struktur prategang, SNI mensyaratkan fc’
tidak boleh kurang dari 30 MPa (RSNI T-12-2004, 4.4.1.1.1).
Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada
serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan,
memiliki modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak yang kecil.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengetahui mutu dan penampang balok maka kuat tekan beton
dapat dihitung dengan :
- Saat awal : 𝑓𝑓𝑓𝑓′ = �0.76 + 0.2 log �𝜎𝜎𝑏𝑏𝑏𝑏150�� × 𝜎𝜎𝑏𝑏𝑏𝑏 (2.1)
- Saat initial : 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓′ = 85% 𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.2)
- Tegangan ijin pada saat initial ;
Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer
gaya prategang
Tegangan tekan = 0.6 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.3)
- Tegangan ijin pada saat service ;
Tegangan ijin tekan pada kondisi layan (untuk semua kombinasi beban)
Tegangan tekan = 0.45 𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.4)
Dimana :
σbk = tegangan pada benda uji kubus
fci’ = kuat tekan beton initial pada saat transfer gaya prategang
b. Kuat Tarik
Kuat tarik beton relatif kecil. Kuat tarik lebih sulit diukur dibandingkan
dengan kuat tekan karena adanya masalah penjepitan pada mesin-mesin tarik.
Untuk komponen struktur yang mengalami lentur, nilai modulus ruptur
(modulus of rupture) fr digunakan dalam desain. Modulus ruptur diukur
dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6 in. hingga
gagal, dengan bentang 18 in., dan dibebani di titik-titik sepertiga bentang
Universitas Sumatera Utara
(ASTM C-78). Nilai modulus ruptur lebih tinggi dibanding kuat tarik belah
beton.
Berdasarkan Pedoman Beton 1988, Chapter 3, besarnya modulus ruptur
adalah:
𝑓𝑓𝑓𝑓 = 0.7 �𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.5)
Sedangkan dalam menghitung tegangan izin pada beton, digunakan
peraturan SNI T-12-2004, yaitu :
- Tegangan ijin pada saat initial ;
Tegangan tarik = 0.8 �𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.6)
- Tegangan ijin pada saat service ;
Tegangan tarik = 1.59 �𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.7)
c. Kuat Geser
Balok yang terlentur pada saat bersamaan juga menahan gaya geser akibat
lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya
tegangan-regangan tarik tambahan di tempat tertentu pada komponen struktur
terlentur. Apabila gaya geser yang bekerja pada struktur beton bertulang
cukup besar hingga di luar kemampuan beton, maka perlu dipasang baja
tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut. Kuat geser lebih sulit
ditentukan dengan cara eksperimental dibandingkan dengan pengujian-
pengujian lainnya, dikarenakan sulitnya untuk mengisolasi tegangan geser
dari tegangan lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan hasil besarnya kuat
geser beton yang dilaporkan berbagai studi literatur, mulai dari 20 persen
Universitas Sumatera Utara
hingga 85 persen dari kuat tekan pada kasus-kasus dimana geser langsung
terjadi bersamaan dengan tekan.
d. Modulus Elastisitas Beton (Ec)
Nilai modulus elastisitas beton (Ec) tergantung pada mutu beton, terutama
dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk
analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan
kuat tekan yang tidak melampaui 60 Mpa, atau beton ringan dengan berat
jenis tidak kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40
Mpa. Sesuai ketentuan SNI Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SNI
T-12-2004), nilai Ec diambil sebagai berikut :
- 𝐸𝐸𝑓𝑓 = 𝑤𝑤𝑓𝑓1.5 × 0.043 �𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.8)
- 𝐸𝐸𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝑤𝑤𝑓𝑓1.5 × 0.043 �𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓′ (2.9)
Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi ± 20 persen, wc menyatakan
berat jenis beton dalam satuan kg/m3, fc’ menyatakan kuat tekan beton dalam
satuan Mpa, dan Ec dinyatakan dalam satuan Mpa. Untuk beton normal
dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3 maka Ec dapat diambil sebesar
4700 �𝑓𝑓𝑓𝑓′ dan dinyatakan dalam Mpa.
e. Rangkak
Rangkak (creep) atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan
terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja terus menerus. Deformasi
awal akibat beban adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan
akibat beban yang sama terus menerus bekerja adalah regangan rangkak.
Universitas Sumatera Utara
Susut serta rangkak beton pada dasarnya sama asalnya, sebagian besar adalah
akibat perpindahan tempat air di dalam lubang-lubang kapiler pasta semen.
Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban
relatif, tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan,
lamanya tegangan, perbandingan air/semen, dan tipe semen serta agregat
pada beton.
Rangkak mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan
mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih
lama lagi rangkak dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton
yang mengakibatkan kehancuran pada beton.
Rangkak tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan
dengan mengurangkan regangan elastisitas dengan regangan susut dan
deformasi total. Meskipun rangkak dan susut merupakan fenomena yang
tidak independent, dapat diasumsikan bahwa superposisi tegangan berlaku,
sehingga :
Reg.total (εt) = Reg.elastis (εe) + rangkak (εc) + susut (εsh) (2.10)
f. Susut
Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan.
Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton
segar di cetakan. Permukaan yang diekspos seperti slab lantai akan lebih
dipengaruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan kontak.
Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton apabila
terjadi kehilangan kandungan air akibat penguapan. Penyusutan sedikit
Universitas Sumatera Utara
berbeda dengan rangkak, jika pada rangkak beton dapat kembali seperti
semula jika beban dilepaskan maka pada susut beton tidak akan kembali ke
volume awal jika beton tersebut direndam.
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya susut pengeringan adalah :
a. Agregat
Agregat beraksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan lebih
banyak kandungan agregat akan lebih sedikit mengalami susut. Selain
itu, derajat pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat.
Beton dengan modulus elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar
lebih dapat menahan proses susut.
b. Rasio air/semen
Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek susut.
c. Ukuran elemen beton
Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen
beton semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama untuk
komponen struktur yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang
dibutuhkan dalam pengeringan untuk mencapai daerah dalam.
d. Kondisi kelembaban sekitar
Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi
besarnya susut; laju penyusutan lebih lebih kecil pada kelembaban
relatif yang tinggi.Temperatur lingkungan juga nerupakan salah satu
faktor. Itulah sebabnya susut menjadi stabil pada temperatur rendah.
e. Banyaknya penulangan
Universitas Sumatera Utara
Penyusutan pada beton bertulang lebih sedikit dibandingkan dengan
beton polos.
f. Bahan tambahan
Efek ini bervariasi tergantung pada jenis bahan tambah yang diberikan
pada beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang digunakan
untuk mempercepat pengerasan beton, memperbesar susut. Pozzolan
juga dapat memperbesar susut pengeringan, sedangkan bahan-bahan
pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit pengaruh.
g. Jenis semen
Efek ini bervariasi tergantung pada jenis bahan tambah yang diberikan
pada adukan beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang
digunakan untuk mempercepat pengerasan beton, memperbesar susut.
Pozzolan juga dapat memperbesar susut pengeringan, sedangkan
bahan-bahan pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit pengaruh.
h. Karbonasi
Susut karbonasi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2)
yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut
gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pengeringan.
Jika keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang terjadi akan
lebih sedikit.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Baja
a. Baja Prategang
Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan gaya
prategang dan memberikan gaya tarik pada beton prategang. Baja mutu-tinggi
untuk sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk
kawat (wire), untaian kawat (strand), batang (bar). Untuk sistem pasca tarik
banyak digunakan kawat, yang digabungkan secara paralel menjadi kabel.
Strand dibuat di pabrik dengan memuntir beberapa kawat bersama-sama; jadi
mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan pada operasi penarikan.
Strand, seperti juga batang baja mutu tinggi, digunakan pula untuk sistem
pasca-tarik.
Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) dan susut (shrinkage) pada
beton cukup besar, sehingga pemberian tegangan tekan pada beton akan lebih
efektif bila menggunakan baja mutu tinggi dengan kisaran lebih dari 1862
Mpa.
1. Tendon untuk tulangan prategang harus memenuhi salah satu spesifikasi
berikut :
a. Kawat yang memenuhi “Spesifikasi untuk baja stress-relieved tanpa
lapisan untuk beton prategang” (ASTM A 421)
b. Kawat dengan relaksasi rendah, yang memenuhi “Spesifikasi untuk kawat
baja stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang” termasuk
suplemen “Kawat dengan relaksasi rendah” (ASTM A 421)
c. Strand yang sesuai dengan “Spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat
tanpa lapisan untuk beton prategang” (ASTM A 416M).
Universitas Sumatera Utara
d. Tulangan, yang sesuai “Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa
lapisan untuk beton prategang” (ASTM A 722)
2. Kawat, strand dan batang tulangan yang tidak secara khusus tercakup dalam
ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722, diperkenankan untuk
digunakan bila tulangan tersebut memenuhi persyaratan minimum spesifikasi
tersebut di atas dan tidak mempunyai sifat yang membuatnya kurang baik
dibandingkan dengan sifat-sifat seperti terdapat pada ASTM A 421, ASTM A
416, atau ASTM A 722.
Strand dengan tujuh-kawat mempunyai sebuah kawat di tengah yang
sedikit lebih besar dari keenam kawat di sebelah luarnya yang
membungkusnya dengan erat dalam bentuk spiral dengan jarak merata antara
12 dan 16 kali diameter nominal strand. Pelepasan tegangan dilakukan setelah
kawat-kawat dijalin menjadi strand.
(a). Penampang strand standar (b). Penampang strand yang dipadatkan
Gambar 2.3. Strands prategang
Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya
pemendekan pada beton yang disebabkan oleh pengaruh rangkak dan susut.
Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja
akibat gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw in)
Universitas Sumatera Utara
akan mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup
signifikan.
Untuk tujuan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus
relatif kecil dibandingkan dengan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini
dipengaruhi oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstuksi. Pada
tugas akhir ini, direncanakan penggunaan baja strand sebagai tulangan
prategang. Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis
Uncoated Stress Relieve Seven Wire Strands Low Relaxation.
b. Relaksasi Baja
Relaksasi baja adalah kehilangan prategang apabila kawat-kawat atau
strand mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Relaksasi baja
tergantung pada tingkat tegangan pada baja dan bertambah secara konsisten
ketika tegangan pada baja bertambah. Pada suatu sistem prategang sering kali
terjadi kehilangan prategang akibat relaksasi baja. Jika baja prategang ditarik
hingga mencapai perpanjangan yang konstan dan dijaga tetap pada selang
waktu tertentu maka terlihat gaya prategang pada baja tersebut akan
berkurang perlahan, besarnya kehilangan tergantung waktu dan suhu.
Baja terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan besar nilai relaksasinya, yaitu
baja prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Baja
prategang relaksasi rendah umumnya sering digunakan untuk
pemakaian jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi relaksasi baja adalah sebagai berikut:
1) Pengaruh Suhu
Suhu juga berpengaruh terhadap relaksasi baja. Perubahan temperatur
yang besar dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis baja, tetapi perubahan
yang tidak signifikan (kurang dari 10̊C) tidak banyak berpengaruh pada
sifat-sifat tersebut. Penambahan temperatur biasanya dapat mengurangi
kekuatan, modulus elastisitas dan relaksasi baja. Pengurangan temperatur
akan berakibat kebalikanya serta mengakibatkan berkurangnya daktilitas
baja.
2) Kelelahan
Kelelahan adalah ketahanan material baja terhadap perubahan dan
pengulangan tegangan. Tegangan yang berulang ini terjadi akibat
bekerjanya beban hidup pada struktur. Ketahanan baja terhadap kelelahan
dinyatakan dengan kurva yang menghubungkan batasan tegangan dan
jumlah pengulangan hingga keruntuhan.
3) Korosi
Pengaruh korosi pada baja prategang lebih berbahaya daripada baja
nonprategang. Hal ini disebabkan karena korosi dapat mengurangi luas
penampang baja. Pada baja prategang penguragan penampang lebih
berbahaya, karena tegangan yang bekerja lebih tinggi daripada baja
nonprategang.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI
Metodologi pengerjaan Tugas Akhir dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini
MULAI
Pemilihan Sistem Beton Prategang
Tafsiran Dimensi I Girder
Perhitungan Lintang dan Momen
Menentukan Gaya Prategang
Tata Letak Kabel (Tendon)
Kehilangan Gaya Prategang
NOT OK
OK
SELESAI
Kontrol tegangan setelah kehilangan prategang
Kontrol Lendutan
Universitas Sumatera Utara
3.1 Pemilihan Sistem Beton Prategang
Sistem prategang yang digunakan pada tugas akhir ini adalah sistem
perimbangan beban (balancing). Girder didesain dengan sistem prategang penuh
yang berarti komponen struktur didesain pada beban kerja tidak terjadi tegangan
tarik.
Konsep ini menggunakan prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang
gaya-gaya pada sebuah gelagar. Pada keseluruhan desain struktur beton prategang,
pengaruh beton prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga
balok girder yang mengalami lenturan tidak akan mengalami tegangan lentur pada
kondisi terbebani.
Untuk penegangan tendon, pada tugas akhir ini digunakan sistem post tension
(pasca tarik). Sistem pasca tarik adalah suatu sistem prategang kabel tendon dimana
kabel ditarik setelah tendon mengeras. Jadi sistem prategang hampir selalu
dikerjakan pada beton yang telah mengeras, dan tendon-tendon diangkurkan pada
beton tersebut segera setelah gaya prategang dilakukan. Dalam tugas akhir ini
menggunakan beton precast segmental.
Pada sistem post tension, untuk mengalihkan gaya prategang ke beton diperlukan
bantuan alat mekanis yaitu angkur ujung (struktur dengan pengangkuran ujung).
Komponen struktur post tension menyelubungi tendonnya dengan cara
penggroutingan selongsong. Grouting adalah proses penginjeksian air semen dan
pasir halus yang dilakukan setelah selesai proses stressing. Rekatan pada tendon
sistem penegangan post tension dicapai dengan pelaksanaan grouting.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Analisa Penampang
(1) Tampang I Balok Girder (Precast)
a. Luas
Luas bangunan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana yaitu
dengan menggunakan rumus luas trapesium.
𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑡𝑡𝑓𝑓𝑙𝑙𝑡𝑡𝑡𝑡𝑙𝑙𝑓𝑓𝑙𝑙𝑡𝑡 = 12
(𝑙𝑙𝑓𝑓𝑙𝑙𝑓𝑓 𝑙𝑙𝑡𝑡𝑙𝑙𝑙𝑙 + 𝑙𝑙𝑓𝑓𝑙𝑙𝑓𝑓 𝑏𝑏𝑙𝑙𝑤𝑤𝑙𝑙ℎ) × 𝑡𝑡 (3.1)
b. Jarak titik berat
Letak titik berat, 𝑌𝑌𝑏𝑏 = ∑(𝐴𝐴×𝑌𝑌𝑏𝑏)∑𝐴𝐴
(3.2)
c. Inersia Ix
Momen Inersia trapesium, Io = a2+4ab +b2
36(𝑙𝑙+𝑏𝑏)ℎ3 (3.3)
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑙𝑙2+4𝑙𝑙𝑏𝑏+𝑏𝑏2
36(𝑙𝑙+𝑏𝑏)ℎ3 + 𝐴𝐴(𝑌𝑌𝐼𝐼 − 𝑌𝑌𝑏𝑏)2
(3.4)
d. Modulus tampang (W)
Besarnya modulus tampang dapat dihitung dengan membagikan inersia arah
x (Ix) dengan jarak titik berat keseluruhan, atau secara matematis dapat
ditulis :
𝑊𝑊𝑙𝑙 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑌𝑌𝑙𝑙
(3.5)
𝑊𝑊𝑏𝑏 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑌𝑌𝑏𝑏
(3.6)
(2) Tampang Komposit
Untuk nilai-nilai pada analisa tampang komposit besarnya dapat dihitung
dengan menjumlahkan komponen precast dengan slab nya.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Desain Pembebanan
Beban-beban yang bekerja pada desain struktur girder dalam tugas akhir ini
adalah beban mati tetap, beban mati tambahan dan beban hidup yang mengacu
pada RSNI T-02-2005 dan T-12-2004.
a. Beban Mati Tetap dan Beban Mati Tambahan (Dead Load)
Beban sendiri jembatan adalah semua beban tetap yang berasal dari berat
sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala
unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya
yang terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemen-
elemen nonstruktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap
sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa
dan faktor beban yang terkurangi.
Beban mati tetap dan beban mati tambahan merupakan berat sendiri beton
girder, slab lantai, aspal dan diaphragma.
1) Berat sendiri dari balok (q1)
𝑞𝑞1 = 𝐴𝐴𝑓𝑓 𝑡𝑡𝑓𝑓𝑡𝑡𝑓𝑓𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡 𝑔𝑔𝑓𝑓𝑓𝑓𝑔𝑔𝑡𝑡𝑓𝑓 × 𝛾𝛾𝑓𝑓𝑐𝑐𝑐𝑐𝑓𝑓 .𝑡𝑡𝑓𝑓𝑡𝑡𝑓𝑓𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡
2) Berat sendiri dari plat (q2)
𝑞𝑞2 = 𝐴𝐴𝑓𝑓 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑏𝑏 × 𝛾𝛾𝑓𝑓𝑐𝑐𝑐𝑐𝑓𝑓 .𝑡𝑡𝑓𝑓𝑡𝑡𝑓𝑓𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡
3) Plat deck (q3)
𝑞𝑞3 = 𝐴𝐴𝑓𝑓 𝑔𝑔𝑡𝑡𝑓𝑓𝑏𝑏 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑏𝑏 × 𝛾𝛾𝑙𝑙
4) Aspal (q4)
𝑞𝑞4 = 𝐴𝐴𝑓𝑓 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡ℎ𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡𝑓𝑓𝑓𝑓 × 𝛾𝛾𝑙𝑙
5) Diafragma (q5)
𝑡𝑡 = 𝑉𝑉𝑐𝑐𝑙𝑙.𝑔𝑔𝑓𝑓𝑙𝑙𝑡𝑡ℎ × 𝛾𝛾𝑔𝑔𝑓𝑓𝑙𝑙𝑡𝑡 ℎ
Universitas Sumatera Utara
b. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-
kendaraan yang bergerak/lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang mana
dianggap bekerja pada struktur jembatan. Beban hidup pada jembatan
merupakan beban bergerak yang bekerja pada jembatan.
Beban hidup (Live Load) terdiri atas beban dinamik izin (DLA), Knife Edge
Load (KEL), distribution load, dan live load. Dari Bridge Management
System (BMS) Volume 1, Chapter 2.3.2 – Traffic Loads ditentukan :
1) Beban Lajur “D” terdiri atas Uniform Distributed Load (UDL) dengan
intensitas q, yang digabung dengan Knife Edge Load (KEL) dengan
intensitas p, seperti terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 3.1. Beban Lajur “D”
2) Distribution Load atau Beban Terbagi Rata (BTR), mempunyai intensitas
q t/m2 dimana besarnya q tergantung pada panjang total wilayah yang
dibebani, L (span), seperti berikut :
q = 0.9 t/m2 span ≤ 30 m
q = 0.9 x (0.5 + 15/L) t/m2 > 30 m (3.7)
Universitas Sumatera Utara
Dengan pengertian q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam
arah memanjang jembatan, sedangkan L adalah panjang total jembatan
yang dibebani (m).
3) Knife Edge Load (KEL) atau Beban Garis (BGT), dengan intensitas p
ton/m’ harus ditempatkan tegak lurus terhadap lalu lintas jembatan. Besar
intensitas p = 4.90 ton/m’. (3.8)
4) Beban Truk “T” terdiri atas kendaraan semi trailer. Menurut BMS 1992
Bagian 2 menyatakan hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa
ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana, yang harus ditempatkan di
tengah-tengah lajur lalu lintas rencana. Untuk lebar jalur kendaraan
berkisar antara 5.5 m – 8.25 m, jumlah lajur lalu lintas adalah dua.
Gambar 3.2. Beban Truk “T”
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3. Penyebaran Beban Truk
5) Dynamic Load Allowance (DLA) atau Faktor Beban Dinamis (FBD)
merupakan interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan.
Faktor beban dinamis berlaku pada BGT pada beban lajur D dan beban
truk T untuk simulasi kejut dari kendaraan yang bergerak pada struktur
jembatan. FBD diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas
ultimate.
Faktor beban dinamis untuk BGT pada lajur D tergantung pada panjang
bentang sebagai berikut :
DLA = 1 + 0.4 = 1.40 span ≤ 50 m
DLA = 1 + (0.0025 x span) + 0.175) 50 < span < 90 m
DLA = 1 + 0.3 = 1.30 span ≥ 90 m (3.9)
6) Distribution Factor (DF), dari peraturan ini ditetapkan nilainya sebesar
1.0. (3.10)
Maka, Beban Hidup (Live Load) yang terjadi sebesar :
- Uniform Distribution Load
qudl = DF x q x s (3.11)
Universitas Sumatera Utara
- Line Load atau Beban Lajur (D) terdiri dari DLA dan KEL,
PKEL = DLA x KEL x DF x s (3.12)
Dimana, s = lebar balok komposit
Dalam perencanaan ini Beban Angin dan Gaya akibat Gempa Bumi tidak
diperhitungkan karena pada umumnya beban-beban ini mengakibatkan
tegangan-tegangan relatif lebih kecil, dan biasanya perhitungan tergantung
dari bentang, bahan, sistem konstruksi, tipe jembatan serta keadaan setempat.
3.4 Perhitungan momen dan geser di tengah bentang
Momen tengah bentang dihitung sesuai dengan persamaan untuk mengetahui
momen tengah bentang balok diatas dua perletakan
𝑀𝑀 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 × 𝐼𝐼 − 12
× 𝑞𝑞 × 𝐼𝐼2 (3.13)
Geser tengah bentang dihitung sesuai persamaan :
𝐷𝐷 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 − 12
× 𝑞𝑞 × 2𝐼𝐼 (3.14)
Dimana :
M = momen mid span
x = jarak dari pinggir bentang ke titik perhitungan
L = lebar bentang
q = beban yang bekerja
Universitas Sumatera Utara
3.5 Perhitungan momen ultimate
Analisa momen ultimate diperlukan untuk menentukan besarnya momen
yang mampu dipikul oleh penampang. Berdasarkan peraturan Bridge
Management System (BMS), besarnya momen ultimate total dapat dihitung
dengan persamaan (3.15) berikut:
Ultimate total = 1.2*(beam+diaph+deck slab)+1.3*slab+2*DL+1.8(LL+I)
3.6 Besar Gaya Prategang
a. Jacking Force
Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupakan gaya prategang
initial (jacking force) yang besarnya belum dikurangi oleh besar kehilangan
gaya prategang akibat kehilangan jangka pendek dan jangka panjang.
Besarnya gaya prategang initial (jacking force) adalah :
Po = 75% Ultimate Tensile Strength (3.16)
Gaya dongkrak awal (Initial jacking force)
- Saat transfer di tengah bentang
Tegangan atas : 𝜎𝜎𝑡𝑡𝑐𝑐𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑓𝑓𝐴𝐴𝑓𝑓− 𝑃𝑃𝑓𝑓 . 𝑡𝑡
𝑊𝑊𝑙𝑙+ 𝑀𝑀𝑏𝑏𝑙𝑙
𝑊𝑊𝑙𝑙 (3.17)
Tegangan bawah : 𝜎𝜎𝑏𝑏𝑐𝑐𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑓𝑓𝐴𝐴𝑓𝑓
+ 𝑃𝑃𝑓𝑓 . 𝑡𝑡𝑊𝑊𝑏𝑏
− 𝑀𝑀𝑏𝑏𝑙𝑙𝑊𝑊𝑏𝑏
(3.18)
- Saat servis di tengah bentang
Tegangan atas : 𝜎𝜎𝑡𝑡𝑐𝑐𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑡𝑡𝐴𝐴𝑓𝑓𝑡𝑡
− (𝑃𝑃𝑡𝑡 . 𝑡𝑡−𝑀𝑀𝑏𝑏𝑡𝑡 )𝑊𝑊𝑙𝑙𝑡𝑡
+ 𝑀𝑀𝑏𝑏ℎ𝑊𝑊𝑙𝑙𝑓𝑓
(3.19)
Tegangan bawah : 𝜎𝜎𝑏𝑏𝑐𝑐𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑡𝑡𝐴𝐴𝑓𝑓𝑡𝑡
+ (𝑃𝑃𝑡𝑡 . 𝑡𝑡−𝑀𝑀𝑏𝑏𝑡𝑡 )𝑊𝑊𝑏𝑏𝑡𝑡
− 𝑀𝑀𝑏𝑏ℎ𝑊𝑊𝑏𝑏𝑓𝑓
(3.20)
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
Pi = initial prestress force
Wa = modulus section bagian atas balok precast
Mbs = momen akibat berat sendiri
e = eksentrisitas
Wb = modulus section bagian bawah balok precast
Pe = gaya prategang efektif
Wac = modulus section bagian atas balok komposit
Mbp = momen akibat berat beton (beam + slab + diaphragma)
Mbc = modulus section bagian bawah balok komposit
Wap = modulus section bagian atas balok precast
Wbp = modulus section bagian bawah balok precast
Mbp = momen akibat beban tambahan (aspal + live load)
b. Kehilangan Gaya Prategang
Kehilangan gaya prategang terbagi dalam dua tahapan yaitu saat gaya
prategang diberikan pada beton (saat transfer) yang disebut kehilangan seketika
(Pj) dan kehilangan yang dipengaruhi oleh waktu (kehilangan jangka panjang).
Kehilangan seketika = Pj – Pi
Dimana, Pi adalah kehilangan gaya prategang sesaat setelah transfer
Kehilangan jangka panjang = Pj – Pe
Dimana, Pe adalah total kehilangan gaya prategang pada tendon.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang menyebabkan kehilangan gaya prategang seketika adalah:
7) Perpendekan elastis pada beton
8) Gesekan pada selongsong beton
9) Slip anchorage
Sedangkan hal-hal yang menyebabkan kehilangan jangka panjang yaitu :
10) Pengaruh rangkak pada baja
11) Pengaruh susut pada baja
12) Relaksasi pada baja
(1) Kehilangan Jangka Pendek
Kehilangan jangka pendek merupakan kehilangan elastis segera yang terjadi
pada saat proses fabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekkan elastis beton,
kehilangan karena slip pada pengangkeran, dan kehilangan karena gesekkan
(friksi) dan wooble.
a. Perpendekan elastis pada beton (ES)
Pada sistem penarikan post tension dengan jumlah kabel banyak, pemendekan
elastis pada beton terjadi pada proses tendon diangkurkan. Pemendekan elastis
dengan nilai maksimum pada tendon yang pertama kali stressing, dan nilai
minimum pada tendon yang terakhir kali stressing. Besarnya pemendekan elastis
pada beton dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dari ACI 318-95,
Chapter 18.6, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
𝐸𝐸𝐸𝐸 = �𝐾𝐾𝑡𝑡𝑙𝑙×𝐸𝐸𝑙𝑙×𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝐸𝐸𝑓𝑓
� × 𝐴𝐴𝑙𝑙 (3.21)
Dimana :
Kes = rasio kehilangan, untuk post tension bernilai 0.5
As = luasan baja strand, 0.987 cm2
fcir = tegangan pada pusat berat dari gaya prategang segera setelah transfer
b. Gesekan di sepanjang tendon (W)
Kehilangan prategang terjadi pada komponen struktur pascatarik akibat
adanya gesekan antara tendon dan beton di sekelilingnya. Besarnya kehilangan
ini merupakan fungsi dari alinemen tendon, yang disebut efek kelengkungan, dan
deviasi lokal di dalam alinemen tendon, yang disebut efek wobble. Besarnya
koefisien kehilangan sering dihitung dengan teliti dalam menyiapkan gambar
kerja dengan memvariasikan tipe tendon dan ketepatan alinemen saluran. Efek
kelengkungan dapat ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan efek wobble
merupakan hasil dari penyimpangan alinemen yang tak sengaja atau yang tak
dapat dihindari, karena saluran tidak dapat secara sempurna diletakkan.
Perlu diperhatikan bahwa kehilangan tegangan friksional maksimum terjadi
di ujung balok jika pendongkrakan dilakukan dari satu ujung, dengan demikian
kehilangan akibat adanya gesekan bervariasi secara linier disepanjang bentang
blok dan dapat diinterpolasi untuk lokasi tertentu jika dikehendaki perhitungan
yang lebih teliti. Besar kehilangan gaya prategang akibat hal ini menurut
AASHTO 1992, Chapter 9.16.1 dapat dihitung dengan menggunakan prsamaan :
𝑃𝑃𝐼𝐼 = 𝑃𝑃𝑐𝑐 × 𝑡𝑡−(𝜇𝜇 . 𝛼𝛼+𝑏𝑏 . 𝐼𝐼) (3.22)
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
Px = gaya pada tendon di tiap titik x
Po = gaya pada tendon di ujung dongkrak (jacking force)
µ = koefisien gesekan
α = pengubah dari sudut kabel dari gaya ke jarak x
Tabel 3.1 Nilai-nilai Koefisien Wobble (K) dan Koefisien Kelengkungan (µ)
(T.Y. Lin, 200)
Tipe Tendon Koefisien Wobble
K per meter
Koefisien
Kelengkungan µ
Tendon di selubung metal fleksibel
- Tendon kawat
- Strand 7 kawat
- Batang mutu tinggi
0.0033-0.0049
0.0016-0.0066
0.0003-0.0020
0.15-0.25
0.15-0.25
0.08-0.30
Tendon di saluran metal yang rigid
- Strand 7 kawat
0.0007
0.15-0.25
Tendon yang dilapisi mastic
- Tendon kawat dan strand 7 kawat
0.0010-0.0066
0.05-0.15
Tendon yang dilumasi dahulu
- Tendon kawat dan strand 7 kawat
0.0033-0.0066
0.05-0.15
c. Slip Anchorage
Slip atau draw in pada tendon terjadi setelah proses stressing dilakukan dan
tendon akan diangkurkan ke beton. Besarnya slip tergantung pada jenis angkur.
Untuk menghitung besarnya kehilangan slip angkur yang terjadi sejauh x meter
dari ujung balok, digunakan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
𝐼𝐼 = �𝑔𝑔 × 𝐴𝐴𝑙𝑙 × �𝐸𝐸𝑙𝑙𝑡𝑡� (3.23)
𝑡𝑡 = (𝑃𝑃𝑐𝑐−𝑃𝑃)𝐿𝐿
(3.24)
Dengan :
d = draw in
As = luas penampang baja prategang
Es = elastisitas baja strand
Po = gaya prategang awal
P = gaya prategang sisa (akibat gesekan) x = L
L = panjang bentang
(2) Kehilangan jangka panjang
Kehilangan jangka panjang merupakan kehilangan yang bergantung pada
waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan yang diakibatkan karena efek
temperatur dan relaksasi baja, yang kesemuanya dapat ditentukan pada kondisi
limit tegangan akibat beban kerja di dalam elemen beton prategang.
a. Rangkak pada baja (CR)
Rangkak adalah peristiwa perubahan bentuk / volume beton akibat
pembebanan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Deformasi
atau regangan yang berasal dari perilaku yang bergantung pada waktu ini
merupakan fungsi dari besarnya beban yang bekerja, lamanya, serta sifat beton
Universitas Sumatera Utara
yang meliputi proporsi campurannya, kondisi perawatannya, umur elemen pada
saat dibebani pertama kali dan kondisi lingkungan.
Penelitian yang telah dilakukan dan diinformasikan melalui banyak literatur
mengindikasikan bahwa aliran pada material terjadi disepanjang waktu apabila
ada beban atau tegangan. Deformasi atau aliran lateral akibat tegangan
longitudinal disebut rangkak. Besarnya nilai kehilangan gaya prategang yang
terjadi akibat rangkak dapat dihitung melalui persamaan (ACI 318-95, Chapter
18.6)
𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝐾𝐾𝑓𝑓𝑓𝑓 × �𝐸𝐸𝑙𝑙𝐸𝐸𝑓𝑓� (𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 − 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑔𝑔𝑙𝑙) (3.25)
Dimana :
Kcr = 2.0 untuk komponen struktur pratarik
= 1.6 untuk komponen struktur pasca tarik
fcir = tegangan di beton pada level pusat berat baja segera
setelah transfer
fcds = tegangan di beton pada level pusat berat baja akibat
semua beban mati tambahan yang bekerja setelah prategang
diberikan
b. Susut pada beton (SH)
Seperti halnya pada rangkak beton, besarnya susut beton dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut tersebut meliputi proporsi campuran, tipe
agregat, tipe semen, waktu perawatan, waktu antara akhir perawatan eksternal
dan pemberian prategang. Ukuran komponen struktur dan kondisi lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran dan bentuk komponen struktur juga mempengaruhi susut. Kira kira 80%
dari susut terjadi pada tahun pertama.
Kehilangan gaya prategang akibat susut pada baja dipengaruhi oleh besarnya
regangan susut baja (εc). Regangan susut pada beton di bagian tendon
dipengaruhi oleh tegangan pada beton di daerah tersebut. Tegangan beton
bervariasi terhadap waktu, maka akan sulit ditentukan besarnya.
Susut (Shrinkage) terbagi dua yaitu susut plastis yang terjadi selama beberapa
jam pertama setelah pengecoran beton segar di cetakan dan susut pengeringan
yaitu berkurangnya volume beton karena hilangnya kandungan air pada beton
akibat penguapan. Nilai kehilangan gaya prategang yang hilang akibat susut pada
beton dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (ACI 318-95, Chpt 18.6)
𝐸𝐸𝑆𝑆 = 8.2𝐸𝐸 − 6 × 𝐾𝐾𝑙𝑙ℎ × 𝐸𝐸𝐸𝐸 �1 − 0.06 𝑉𝑉𝐸𝐸� (100 − 𝐶𝐶𝑆𝑆) (3.26)
Dimana :
Ksh = 0.68 (tanpa perawatan lembab)
RH = 80
V/S = (area / perimeter) cm
c. Relaksasi pada baja
Tendon stress-relieved mengalami kehilangan pada gaya prategang sebagai
akibat dari perpanjangan konstan terhadap waktu. Besar pengurangan prategang
bergantung tidak hanya pada durasi gaya prategang yang ditahan, melainkan juga
pada rasio antara prategang awal dan kuat leleh baja prategang.
Universitas Sumatera Utara
Kehilangan gaya pada tendon akibat relaksasi dipengaruhi oleh tegangan izin
baja strand. Seperti halnya dengan rangkak dan susut, tegangan pada baja
menurun sejalan dengan waktu. Penurunannya akan semakin cepat jika ditambah
lagi dengan pengaruh relaksasi. Untuk mengetahui besarnya kehilangan gaya
prategang akibat relaksasi baja yang dipengaruhi oleh rangkak dan susut, dapat
digunakan persamaan beriku (ACI 318-95, Chapter 18.6)
𝐶𝐶𝐸𝐸 = [𝐾𝐾𝑓𝑓𝑡𝑡 − 𝐽𝐽 (𝐸𝐸𝑆𝑆 + 𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝐸𝐸𝐸𝐸)] × 𝐶𝐶 (3.27)
Dimana :
Kre = 5000 (for 270 grade, low relaxation strand)
J = 0.04 (for 270 grade, low relaxation strand)
C = 0.70 (refer to fpi/fpu, fpi=stress after friction and anchor slip)
3.7 Perhitungan Lendutan
Lendutan yang terjadi pada kombinasi jembatan tidak boleh lebih dari
𝑦𝑦 = 𝐿𝐿800
dimana L adalah panjang bentang jembatan yang ditinjau. Kontrol
lendutan dilakukan pada saat transfer dimana beban luar belum bekerja dan juga
pada saat servis setelah beban luar bekerja. Lendutan yang terjadi pada struktur
jembatan diakibatkan antara lain :
- Beban mati (berat sendiri, beban mati tambahan)
- Beban hidup (BTR, BGT, Truk)
- Gaya prategang
Universitas Sumatera Utara
Lendutan tengah-bentang pada balok yang ditumpu sederhana yang dibebani
terbagi rata adalah :
𝛿𝛿 = 5 𝑞𝑞 𝐿𝐿4
384 𝐸𝐸𝐼𝐼 (3.28)
Dimana : δ = lendutan yang terjadi (mm)
q = beban merata (t/m)
L = panjang balok girder (m)
Ec = modulus elastisitas beton (kg/cm2)
I = momen inersia penampang girder (cm4)
3.8 Microsoft Office Excel
Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi
lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft
Coorporation untuk sistem operasi Microsoft Windows dan Mac OS. Aplikasi ini
memiliki fitur kalkulasi dan pembuatan grafik yang, dengan menggunakan
strategi marketing Microsoft yang agresif, menjadikan Microsoft Excel sebagai
salah satu program komputer yang populer digunakan di dalam komputer mikro
hingga saat ini. Bahkan, saat ini program ini merupakan program spreadsheet
paling banyak digunakan oleh banyak pihak, baik di platform Macintosh berbasis
Mac OS, semenjak versi 5.0 diterbitkan pada tahun 1993. Aplikasi ini merupakan
bagian dari Microsoft Office System, dan versi terakhir adalah versi Microsoft
Office Excel 2007 yang diintegrasikan di dalam paket Microsoft Office System
2007.
Universitas Sumatera Utara
Excel merupakan program spreadsheet pertama yang mengizinkan pengguna
untuk mendefenisikan bagaimana tampilan dari spreadsheet yang mereka
sunting: font, atribut karakter, dan tampilan setiap sel. Excel juga menawarkan
penghitungan kembali terhadap sel-sel secara cerdas, dimana hanya sel yang
berkaitan dengan sel tersebut saja yang akan diperbaharui nilainya (dimana
program-program spreadsheet lainnya akan menghitung ulang keseluruhan data
atau menunggu perintah khusus dari pengguna). Selain itu, Excel juga
menawarkan fitur pengolahan grafik yang sangat baik.
Microsoft Excel adalah program aplikasi yang bisa digunakan untuk
menghitung, memproyeksikan, menganalisa dan mempresentasikan data. Disini
kita akan banyak bersinggungan dengan metode pembuatan tabel, formula dan
grafik yang sangat dibutuhkan sekali dalam penyusunan data-data penelitian,
data usaha dan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan fungsi Excel dalam
kehidupan sehari-hari.
Beberapa fungsi dari Microsoft Excel adalah sebagai berikut :
1. Kalkulator
Microsoft Excel adalah satu-satunya program dalam Office yang
memungkinkan pengguna secara otomatis menghitung angka. Kita dapat
menambahkan, mengalikan, membagi dan mengurangi dengan
menggunakan rumus sederhana.
2. Database
Universitas Sumatera Utara
Selain menjadi kalkulator, Excel juga berfungsi sebagai sebuah database.
Kita dapat menyimpan daftar informasi dalam program ini. Data numerik
dapat ditambahkan dan dimanipulasi dalam database Excel.
3. Tabel dan Grafik
Microsoft Excel berfungsi sebagai pembuat tabel dan grafik.
Menggunakan informasi yang dikumpulkan dan dikompilasi ke Excel,
kita dapat membuat grafik visual dari data, lalu meng-copy paste tabel ke
program lain, atau menghasilkan laporan yang lebih menarik dengan fitur-
fitur yang tersedia di dalamnya.
Beberapa alasan kenapa menggunakan Microsoft Excel dalam tugas akhir ini
diantaranya adalah :
1. Kemampuannya untuk menghasilkan perhitungan serta analisa statistik
dalam bentuk teks maupun diagram grafis secara otomatis dari semua
rumus yang telah dimasukkan sehingga fitur tersebut sangat
mempermudah pekerjaan yang berurusan dengan lembar kerja.
2. Dapat mengurutkan data, menjumlahkan subtotal dan grand total,
mengedit teks secara langsung di sel, menjumlah secara otomatis dengan
autosum serta membuat grafik secara cepat dan mudah dengan fungsi
chard wizard.
3. Program tersebut mudah digunakan, mudah dipahami dan mudah didapat
karena tidak memerlukan lisensi untuk mendapatkannya. Selain itu
tingkat ketelitian perhitungan dengan menggunakan program ini juga
sangat baik.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
APLIKASI PERHITUNGAN
4.1 Data Awal Perencanaan
Dalam perencanaan profil I girder, perhitungan besarnya gaya dongkrak (jacking
force) harus dilakukan dengan teliti. Bentuk dan spesifikasi balok girder yang
digunakan sesuai dengan yang ada di pasaran. Adapun data-data yang dipakai
dalam perencanaan dimensi profil I girder ini adalah :
- Panjang bentang : 3500 cm (panjang balok 3580 m)
- Mutu beton balok : K-600
- Mutu beton plat : K-350
- Tebal plat : 25 cm
- Tebal aspal : 5 cm
- Tebal plat deck : 7 cm
- Tinggi balok H : 170 cm
- Jarak balok (ctc) : 185 cm
- Lantai kendaraan : 2 lajur 1 arah
- Lebar lajur lalu lintas : 2 x 3.5 m
- Lebar bahu luar : 2.5 m
- Lebar bahu dalam : 1.0 m
- Concrete barier : 2 x (0.5 m)
- Lebar melintang jembatan : 11.5 m
Universitas Sumatera Utara
0,4
L = 35,00 M
0,4
Gambar 4.1. Sketsa bentang girder
Gambar 4.2. Potongan Melintang Jembatan
Gambar 4.3 Sketsa Cross Section I Girder
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan dimensi girder sesuai dengan tabel WIKA :
H = 170 cm tfl-1 = 20 cm
A = 80 cm tfl-2 = 12 cm
B = 70 cm tfl-3 = 25 cm
tweb = 20 cm tfl-4 = 25 cm
4.2 Perhitungan Precast Concrete I Girder
4.2.1 Beton
Perencanaan balok girder adalah Full Prestressing, sehingga pada penampang
tidak diijinkan adanya gaya tarik yang bekerja pada kondisi awal ataupun
pada kondisi akhir.
Mutu beton (σbk) yang digunakan dalam perencanaan konstruksi jembatan ini
adalah :
- Balok : K-600 (kg/cm2)
- Plat : K-350 (kg/cm2)
Kuat tekan beton (fc’) :
fc′ = �0.76 + 0.2 log �σbk150�� × σbk (2.1)
- Balok
fc′ = �0.76 + 0.2 log �600150�� × 600 kg cm2⁄ = 528.247 kg cm2⁄
- Plat
fc′ = �0.76 + 0.2 log �350150�� × 350 kg cm2⁄ = 291.758 kg cm2⁄
Universitas Sumatera Utara
Tegangan tekan beton (f’ci)
fci′ = 85% fc′ (2.2)
- Balok
fci′ = 85% fc′ = 85% (528.247) kg cm2⁄ = 449.010 kg cm2⁄
- Plat
fci′ = 85% fc′ = 85% (291.758) kg cm2⁄ = 247.995 kg cm2⁄
Tegangan izin pada saat initial
Adalah tahap dimana gaya prategang dipindahkan pada beton dan belum
memiliki beban luar yang bekerja selain berat sendiri. Pada tahap ini gaya
prategang bekerja secara maksimal sebab belum ada gaya prategang yang
hilang.
Tegangan tekan = 0.6 fci′ (2.3)
Tegangan tarik = 0.8 √fci′ (2.6)
- Balok
Tegangan tekan = 0.6 fci′ = 0.6 (449.010) kg cm2⁄ = 269.406 kg cm2⁄
Tegangan tarik = 0.8 √fci′ = 0.8 √449.010 kg cm2⁄ = 16.914 kg cm2⁄
- Plat
Tegangan tekan = 0.6 fci′ = 0.6 (247.995) kg cm2⁄ = 148.797 kg cm2⁄
Tegangan tarik = 0.8 √fci′ = 0.8 √247.995 kg cm2⁄ = 12.571 kg cm2⁄
Universitas Sumatera Utara
Tegangan ijin pada keadaan servis
Adalah tahap beban kerja setelah memperhitungkan kehilangan gaya
prategang. Pada tahap ini gaya prategang mencapai nilai terkecil dan
kombinasi beban luar mencapai nilai terbesar yang meliputi berat sendiri,
beban mati, beban hidup dan beban-beban lainnya.
Tegangan tekan = 0.45 fc′ (2.4)
Tegangan tarik = 1.59 √fc′ (2.7)
- Balok
Tegangan tekan = 0.45 fc′ = 0.45 (528.2) kg cm2⁄ = 237.711 kg cm2⁄
Tegangan tarik = 1.59 √fc′ = 1.59 √ 528.2 kg cm2⁄ = 36.691 kg cm2⁄
- Plat
Tegangan tekan = 0.45 fc′ = 0.45 (291.758) kg cm2⁄ = 131.291 kg cm2⁄
Tegangan tarik = 1.59 √fc′ = 1.59 √291.758 kg cm2⁄ = 27.268 kg cm2⁄
Modulus Elastisitas
Ec = wc1.5 × 0.043 √fc′ (2.8)
Eci = wc1.5 × 0.043 √fci′ (2.9)
- Balok
Ec = 25001.5 × 0.043 √528.247 kg cm2⁄ = 394423.307 kg/cm2
Eci = 25001.5 × 0.043 √449.010 kg cm2⁄ = 363640.321 kg/cm2
Universitas Sumatera Utara
- Plat
Ec = 25001.5 × 0.043 √291.758 = 293126.872 kg/cm2
Eci = 25001.5 × 0.043 √247.995 = 270273.3 kg/cm2
4.2.2 Kabel Prategang
Kabel prategang yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut :
Diameter strand (dia) : 12.7 mm
Eff. Section area (Ast) : 0.987 cm2
Modulus elastisitas (Es) : 1960000 kg/cm2
Tegangan tarik ultimate (fu) : 19000 kg/cm2
Jenis kabel Uncoated stress relieve seven wires strand, ASTM A 416 Grade
270 Low Relaxation atau JIS G 3536.
4.2.3 Tulangan
Tulangan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah tulangan yang ada di
pasaran dengan alasan mudah didapat dan umum bagi pelaksana di lapangan.
Diameter (dia) : 13 mm
Eff. Section area (Ast) : 1.267 cm2
Modulus elastisitas (Es) : 2100000 kg/cm2
Tegangan leleh (fy) : 3900 kg/cm2
Universitas Sumatera Utara
4.3 Analisa Penampang Balok Girder
4.3.1 Balok Precast (sebelum komposit)
a. Central Grafity of Concrete (cgc)
Perhitungan letak cgc pada sumbu x adalah dengan rumus :
𝑌𝑌𝑏𝑏 = ∑(𝐴𝐴×𝑌𝑌)∑𝐴𝐴
Dimana : Y = jarak letak sumbu x dari alas balok girder (cm3)
A = luas balok girder prategang (cm2)
Yb = jarak titik berat balok terhadap alas balok girder (cm)
Tabel 4.1 Perhitungan Jarak Y
Zone Section Width Area Level Yb Area*Yb
Height (h) Bottom Upper cm2 Cm (H) Cm cm3
6 7,0 64,0 64,0 448,0 163,0 166,500 74592,000 5 13,0 80,0 80,0 1040,0 150,0 156,500 162760,000 4 12,0 20,0 80,0 600,0 138,0 145,200 87120,000 3 88,0 20,0 20,0 1760,0 50,0 94,000 165440,000 2 25,0 70,0 20,0 1125,0 25,0 35,185 39583,333 1 25,0 70,0 70,0 1750,0 0,0 12,500 21875,000
Total 170,0 6723,0 82,013 551370,333 *dalam cm
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan 1 :
Jarak titik berat girder ke tepi bawah girder (Ybalok girder)
𝑌𝑌𝑏𝑏 = 2𝑙𝑙+𝑏𝑏𝑙𝑙+𝑏𝑏
�ℎ3� + H
𝑌𝑌𝑏𝑏 = 2(70)+7070+70
�253� cm + 0 cm
𝑌𝑌𝑏𝑏 = 12.5 𝑓𝑓𝑡𝑡
𝑌𝑌𝑏𝑏𝑡𝑡𝑐𝑐𝑡𝑡𝑙𝑙𝑙𝑙 = ∑(𝐴𝐴×𝑌𝑌𝑏𝑏)∑𝐴𝐴
= 551370 .333 cm 3
6723 cm 2
𝑌𝑌𝑏𝑏𝑡𝑡𝑐𝑐𝑡𝑡𝑙𝑙𝑙𝑙 = 82.013 𝑓𝑓𝑡𝑡
Maka, 𝑌𝑌𝑙𝑙 = 170 − 82.013 = 87.987 𝑓𝑓𝑡𝑡
b. Momen Inersia Sumbu x (Ix)
Perhitungan momen inersia terhadap sumbu x balok girder digunakan
rumus :
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑙𝑙2+4𝑙𝑙𝑏𝑏+𝑏𝑏2
36(𝑙𝑙+𝑏𝑏)ℎ3 + 𝐴𝐴(𝑌𝑌𝐼𝐼 − 𝑌𝑌𝑏𝑏)2 (3.4)
Dimana :
Ix = momen inersia sumbu x (cm4)
a, b = lebar bagian balok yang ditinjau (cm)
h = tinggi bagian balok yang ditinjau (cm)
A = luas bagian balok yang ditinjau (cm2)
Yx = jarak titik berat balok yang ditinjau terhadap sumbu x (cm)
Yb = jarak titik berat balok terhadap alas balok girder (cm)
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan 1 :
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐼𝐼𝑐𝑐 + 𝐴𝐴(𝑔𝑔)2
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑙𝑙2+4𝑙𝑙𝑏𝑏+𝑏𝑏2
36(𝑙𝑙+𝑏𝑏)ℎ3 + 𝐴𝐴(𝑌𝑌𝐼𝐼 − 𝑌𝑌𝑏𝑏)2
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 702+4(70×70)+702
36(70+70)253 + 1750(12.5 − 82.013)2
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 91145.833 cm4 + 8456100.046 cm4
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 8547245.879 𝑓𝑓𝑡𝑡4
Tabel 4.2 Perhitungan Inersia
Zone Section Width Area Yb Area*Yb Io Area*d2 Ix
Height Bottom Upper cm2 cm cm3 cm4 cm4 cm4
6 7,0 64,0 64,0 448,0 166,500 74592,000 1829,333 3197882,339 3199711,672
5 13,0 80,0 80,0 1040,0 156,500 162760,000 14646,667 5770316,345 5784963,012
4 12,0 20,0 80,0 600,0 145,200 87120,000 6336,000 2395592,757 2401928,757
3 88,0 20,0 20,0 1760,0 94,000 165440,000 1135786,667 252910,418 1388697,085
2 25,0 70,0 20,0 1125,0 35,185 39583,333 52565,586 2466901,726 2519467,312
1 25,0 70,0 70,0 1750,0 12,500 21875,000 91145,833 8455989,104 8547134,937
Total 170,0 6723,0 82,013 551370,333 1302310,086 22539592,689 23841902,775 *dalam satuan cm
4.3.2 Balok Komposit
a. Luas Plat Ekivalen
- Dicari lebar efektif plat lantai
be = ¼ L = ¼ x 3500 cm = 875 cm
be = b + 16 tslab = 20 cm + 16(25) cm= 420 cm
be = jarak antar balok = 185 cm .......... bef
- Nilai beton ekivalen (n) adalah :
𝑐𝑐 = 𝐸𝐸𝑓𝑓𝑡𝑡𝑡𝑡𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡𝐸𝐸𝑓𝑓𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙𝑐𝑐𝑏𝑏
= 293126.872 kg cm 2⁄394423.307 kg cm 2⁄
= 0.743
Universitas Sumatera Utara
- Lebar plat ekivalen (bef)
beff = n x bef = 0.743 x 185 cm = 137.488 cm
- Luas plat ekivalen (Aplat)
Aplat = tslab x bef = 25 cm x 137.488 cm = 3437.2 cm2
- Jarak titik berat plat ke tepi bawah girder (Yplat)
𝑌𝑌𝑏𝑏 = 2𝑙𝑙+𝑏𝑏𝑙𝑙+𝑏𝑏
�ℎ3� + 𝑆𝑆𝑔𝑔𝑓𝑓𝑓𝑓𝑔𝑔𝑡𝑡𝑓𝑓
𝑌𝑌𝑏𝑏 = 2(137.488)+137.488137.488+137.488
�253� cm + 170 cm
𝑌𝑌𝑏𝑏 = 182.5 𝑓𝑓𝑡𝑡
b. Central Grafity of Concrete (cgc)
Perhitungan letak cgc pada sumbu x adalah dengan rumus :
𝑌𝑌𝑏𝑏 = ∑(𝐴𝐴×𝑌𝑌)∑𝐴𝐴
Dimana : Y = jarak letak sumbu x dari alas balok girder (cm3)
A = luas balok girder prategang (cm2)
Yb = jarak titik berat balok terhadap alas balok girder (cm)
𝑌𝑌𝑏𝑏 = ∑(𝐴𝐴×𝑌𝑌)∑𝐴𝐴
= 1178659 ,331 cm 3
10160,200 cm 2
𝑌𝑌𝑏𝑏 = 116.007 𝑓𝑓𝑡𝑡
Maka, Ya = Y-Yb
= 195 cm - 116.007 cm
= 78.993 cm
Universitas Sumatera Utara
c. Momen Inersia Balok Komposit (Ix)
Perhitungan momen inersia terhadap sumbu x balok girder digunakan
rumus :
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑙𝑙2+4𝑙𝑙𝑏𝑏+𝑏𝑏2
36(𝑙𝑙+𝑏𝑏)ℎ3 + 𝐴𝐴(𝑌𝑌𝐼𝐼 − 𝑌𝑌𝑏𝑏)2
Dimana :
Ix = momen inersia sumbu x (cm4)
a, b = lebar bagian balok yang ditinjau (cm)
h = tinggi bagian balok yang ditinjau (cm)
A = luas bagian balok yang ditinjau (cm2)
Yx = jarak titik berat balok yang ditinjau terhadap sumbu x (cm)
Yb = jarak titik berat balok terhadap alas balok girder (cm)
Perhitungan 2 :
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐼𝐼𝑐𝑐 + 𝐴𝐴(𝑔𝑔)2
𝐼𝐼𝑐𝑐 = 𝑙𝑙2+4𝑙𝑙𝑏𝑏+𝑏𝑏2
36(𝑙𝑙+𝑏𝑏)ℎ3
𝐼𝐼𝑐𝑐 = 137,4882+4(137,488×137,488)+137,4882
36(137,488+137,488)253
𝐼𝐼𝑐𝑐 = 179020,833 𝑓𝑓𝑡𝑡4
𝐴𝐴(𝑔𝑔)2 = 𝐴𝐴(𝑌𝑌𝐼𝐼 − 𝑌𝑌𝑏𝑏)2
𝐴𝐴(𝑔𝑔)2 = 3437,200(182,500 − 116,007)2
𝐴𝐴(𝑔𝑔)2 = 15196732,333 𝑓𝑓𝑡𝑡4
Universitas Sumatera Utara
Maka,
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐼𝐼𝑐𝑐 + 𝐴𝐴(𝑔𝑔)2
𝐼𝐼𝐼𝐼 = 179020,833 𝑓𝑓𝑡𝑡4 + 15196732,333 𝑓𝑓𝑡𝑡4 = 15375753,165 𝑓𝑓𝑡𝑡4
Tabel 4.3 Perhitungan Inersia Balok Komposit
Zone Height Width Area Level Yb Area*Yb Io Area*d2 Ix
Section Bottom Upper cm2 Cm Cm cm3 cm4 cm4 cm4
2 25,0 137,488 137,488 3437,200 170,000 182,500 627288,997 179020,833 15196732,333 15375753,165
1 170,0 70,000 80,000 6723,000 0,000 82,013 551370,333 23841902,775 7769479,125 31611381,901
Total 195,0 10160,200 116,007 1178659,331 24020923,608 22966211,458 46987135,066
*dalam satuan cm
Dari persamaan (2.17) dan (2.18), maka di dapat nilai Wa dan Wb :
𝑊𝑊𝑙𝑙 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑌𝑌𝑙𝑙
… … 𝑓𝑓𝑡𝑡3 (3.5)
𝑊𝑊𝑏𝑏 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑌𝑌𝑏𝑏
… … 𝑓𝑓𝑡𝑡3 (3.6)
Dan hasilnya dapat disimpulkan pada Tabel 4.4 berikut ini :
Description Area (cm2)
Ya (cm)
Yb (cm) Ix (cm4) Wa (cm3) Wb (cm3)
Precast Beam 6723,000 87,987 82,013 23841902,775 270969,339 290710,440
Composite Beam [composite] 10160,200 78,993 116,007 46987135,066 594830,282 405035,345
[precast] 53,993 870252,890 *dalam satuan cm
4.4 Analisa Pembebanan Balok Girder
Balok girder merupakan komponen struktur yang menerima beban kombinasi,
baik itu beban hidup dan beban mati. Oleh karena itu dalam perencanaan suatu
balok girder harus diperhitungkan dengan cermat dan teliti. Kegagalan balok
Universitas Sumatera Utara
girder dalam menahan beban yang bekerja berarti kehancuran struktur pada
jembatan khususnya struktur atas pada jembatan.
Beban-beban struktur balok girder prategang pada perencanaan fly over ini
digunakan dengan acuan pembebanan pada balok tengah, hal ini dikarenakan
pada balok girder bagian tengah menerima beban lebih besar dibandingkan beban
yang diterima oleh balok girder bagian tepi.
Pembebanan diuraikan satu persatu dibawah ini :
4.4.1 Dead Load
- Berat jenis beton balok precast : 2.5 t/m3
- Berat jenis beton plat : 2.5 t/m3
- Berat jenis aspal : 2.2 t/m3
- Berat jenis beton diaphragma : 2.4 t/m3
a. Balok Precast
q1 = Ac precast girder x γ conc. Precast
q1 = 0.6723 m2 x 2.50 t/m3 = 1.681 t/m
b. Plat
q2 = Ac slab x γ conc. Slab
q2 = 0.463 m2 x 2.50 t/m3 = 1.156 t/m
c. Plat Deck
q3 = Ac deck slab x γs
q3 = 0.0840 m2 x 2.50 t/m3 = 0.210 t/m
Universitas Sumatera Utara
d. Aspal
q4 = Ac aspal x γs
q4 = 0.09 m2 x 2.20 t/m3 = 0.204 t/m
e. Diaphragma
Dimensi diaphragma
Vertikal x horizontal = 1.25 m x 1.58 m ; tebal : 0.15 m
p = vol. diaph x γdiaph
p = 0.30 m3 x 2.40 t/m3 = 0.711 ton
q5 = p/L = 0.711t / 35m = 0.020 t/m
4.4.2 Live Load
a. Dari persamaan (3.7), maka nilai Distribution Load (DL) adalah :
DL = q = 0.9 x (0.5 + 15/span) t/m > 30 m
= 0.9 x (0.5 + 15/35)
= 0.84 t/m
b. Berdasarkan persamaan (3.8), maka nilai Knife Edge Load (KEL) didapat
: KEL = 4.9 ton/m
c. Dari persamaan (3.9), maka nilai Dynamic Load Allowance (DLA)
didapat : DLA = 1 + 0.4 = 1.4 span ≤ 50 m
d. Dari persamaan (3.10), maka nilai Distribution Factor (DF) ditetapkan 1.0
e. Live Load
Berdasarkan persamaan (3.11) dan (3.12), maka :
Distribution Load, qudl = DF x q x s = 1.0 x 0.84 x 1.85 = 1.55 t/m
Line Load, PKEL = DLA x KEL x DF x s = 1.4 x 4.9 x 1 x 1.85 = 12.69 t
Universitas Sumatera Utara
4.5 Analisa Momen (M) dan Geser (D) di Tengah Bentang
4.5.1 Dead Load
Balok precast (beam) menerima beban mati di tengah bentang (M1) sebesar :
𝑀𝑀1 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 × 𝐼𝐼 − 12
× 𝑞𝑞 × 𝐼𝐼2 (3.13)
= 12
× (1.681)t/m × 35m × 17.5m − 12
× (1.681)t/m × 17.52m2
= 257.365 𝑡𝑡𝑡𝑡
Untuk perhitungan geser (D) menggunakan rumus :
𝐷𝐷1 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 − 12
× 𝑞𝑞 × 2𝐼𝐼 (3.14)
= 12
× (1.681)t/m × 35m − 12
× (1.681)t/m × 2(17.5)m
= 0 𝑡𝑡
Pelat (slab) menerima beban mati di tengah bentang (M2) sebesar :
𝑀𝑀2 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 × 𝐼𝐼 − 12
× 𝑞𝑞 × 𝐼𝐼2
= 12
× 1.156t/m × 35m × 17.5m − 12
× 1.156t/m × 17.52m2
= 177.051 𝑡𝑡𝑡𝑡
Untuk menghitung geser (D) digunakan rumus :
𝐷𝐷2 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 − 12
× 𝑞𝑞 × 2𝐼𝐼
= 12
× (1.156)t/m × 35m − 12
× (1.156)t/m × 2(17.5)𝑡𝑡
= 0 𝑡𝑡
Universitas Sumatera Utara
Diaphragma dan deck slab menerima beban mati di tengah bentang (M3)
sebesar :
𝑀𝑀3 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 × 𝐼𝐼 − 12
× 𝑞𝑞 × 𝐼𝐼2
= 12
× 0.230t/m × 35m × 17.5m − 12
× 0.230t/m × 17.52m2
= 35.267 𝑡𝑡𝑡𝑡
Untuk menghitung besarnya nilai geser (D) digunakaan rumus :
𝐷𝐷3 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 − 12
× 𝑞𝑞 × 2𝐼𝐼
= 12
× (0.230)t/m × 35m − 12
× (0.230)t/m × 2(17.5)𝑡𝑡
= 0 𝑡𝑡
4.5.2 Additional Dead Load (ADL)
Lapisan aspal merupakan beban mati tambahan, maka besarnya momen
tengah bentang akibat ADL Aspal adalah :
𝑀𝑀4 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 × 𝐼𝐼 − 12
× 𝑞𝑞 × 𝐼𝐼2
= 12
× 0.204t/m × 35m × 17.5m − 12
× 0.204t/m × 17.52m2
= 31.161 𝑡𝑡𝑡𝑡
Untuk menghitung nilai geser (D) menggunakan rumus :
𝐷𝐷4 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 − 12
× 𝑞𝑞 × 2𝐼𝐼
= 12
× (0.204)t/m × 35m − 12
× (0.204)t/m × 2(17.5)𝑡𝑡
= 0 𝑡𝑡
Universitas Sumatera Utara
4.5.3 Live Load
a. Distribution load
Besar momen tengah bentang akibat beban hidup terdistribusi q (M5) adalah :
𝑀𝑀5 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 × 𝐼𝐼 − 12
× 𝑞𝑞 × 𝐼𝐼2
= 12
× 1.546t/m × 35m × 17.5m − 12
× 1.546t/m × 17.52m2
= 236.742 𝑡𝑡𝑡𝑡
Untuk menghitung nilai geser (D) menggunakan rumus :
𝐷𝐷5 = 12
× 𝑞𝑞 × 𝐿𝐿 − 12
× 𝑞𝑞 × 2𝐼𝐼
= 12
× (1.546)t/m × 35m − 12
× (1.546)t/m × 2(17.5)𝑡𝑡
= 0 𝑡𝑡
b. Line load
Line load yang bekerja sebagai beban hidup mengakibatkan terjadinya
momen di tengah bentang (M6), besarnya momen yang terjadi adalah:
𝑀𝑀6 = 𝑞𝑞 × 𝐼𝐼 × �𝐿𝐿−𝐼𝐼𝐿𝐿�
= 12.691t/m × 17.5m × �35−17.535
�m
= 111.046 𝑡𝑡𝑡𝑡
Untuk menghitung nilai geser (D) menggunakan rumus :
𝐷𝐷5 = (𝐿𝐿−𝐼𝐼)𝐿𝐿
× 𝑞𝑞
= (35−17.5)35
m × 12.691 t/m = 6.346 𝑡𝑡
Universitas Sumatera Utara
4.5.4 Ultimate total
Besar momen tengah bentang ultimate dari berbagai pembebanan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (3.15) :
Ultimate total = 1.2*(Beam+Diaphragm+Deck Slab)+1.3*Slab+2*Non Comp
DL+1.8*(LL+I)
Ult.tot = 1.2*(257.365+35.267)+1.3*177.051+2*31.161+1.8*(236.742+111.046)
= 351.158 + 230.166 + 62.322 + 626.018
= 1269.664 tm
Besar geser tengah bentang ultimate dari berbagai pembebanan, dihitung
dengan persamaan :
Ultimate total = 1.2*(Beam+Diaphragm+Deck Slab)+1.3*Slab+2*Non
Comp DL+1.8*(LL+I)
Ultimate.tot = 1.2 (0) + 1.3 (0) + 2 (0) + 1.8 (6.346)
= 11.422 ton
Tabel 4.5. Perhitungan Momen untuk setiap jarak x (satuan : tm)
Type Description Mid Sec
1-1 Sec 2-2 Sec 3-3 Sec 5-5 Sec 6-6 Sec 4-4
span 0,00 6,60 13,60 21,40 28,40 17,50 DL Precast beam 257,365 0,000 157,520 244,583 244,583 157,520 257,365
Subtotal 257,365 0,000 157,520 244,583 244,583 157,520 257,365 DL Slab 177,051 0,000 108,364 168,258 168,258 108,364 177,051
ADL Asphaltic Layer 31,161 0,000 19,072 29,613 29,613 19,072 31,161 DL Diaphragm+deck slab 35,267 0,000 21,585 33,516 33,516 21,585 35,267
Subtotal 243,479 0,000 149,021 231,386 231,386 149,021 243,479 LL Distribution load 236,742 0,000 144,898 224,984 224,984 144,898 236,742
KEL 111,046 0,000 67,966 105,531 105,531 67,966 111,046 Subtotal 347,788 0,000 212,864 330,515 330,515 212,864 347,788
Total (DL + LL) 848,632 0,000 519,404 806,485 806,485 519,404 848,632 Ultimate total 1269,666 0,000 777,097 1206,607 1206,607 777,097 1269,666
Ultimate total = 1,2*(Beam+Diaphragm+Deck Slab)+1,3*Slab+2*Non Comp DL+1.8*(LL+I)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Perhitungan Geser untuk setiap jarak x (satuan : ton)
Type Description Mid Sec 1-1 Sec 2-2 Sec 3-3 Sec 5-5 Sec 6-6 Sec 4-4 Span 0,00 6,60 13,60 21,40 28,40 17,50
DL Precast beam 0,000 29,413 18,320 6,555 -6,555 -18,320 0,000 Subtotal 0,000 29,413 18,320 6,555 -6,555 -18,320 0,000
DL Slab 0,000 20,234 12,603 4,509 -4,509 -12,603 0,000 ADL Asphaltic Layer 0,000 3,561 2,218 0,794 -0,794 -2,218 0,000 DL Diaphragm+Deck slab 0,000 4,031 2,510 0,898 -0,898 -2,510 0,000
Subtotal 0,000 27,826 17,332 6,201 -6,201 -17,332 0,000
LL Distribution load 0,000 27,056 16,852 6,030 -6,030 -16,852 0,000 KEL 6,346 12,691 10,298 7,760 -7,760 -10,298 6,346
Subtotal 6,346 39,747 27,150 13,789 -13,789 -27,150 6,346 Total (DL + LL) 6,346 96,987 62,802 26,546 -26,546 -62,802 6,346
Ultimate total 11,422 145,105 94,687 41,214 -41,214 -94,687 11,422 Ultimate total = 1,2*(Beam+Diaphragm+Deck Slab)+1,3*Slab+2*Non Comp DL+1.8*(LL+I)
4.6 Kabel Prestress
4.6.1 Profil Kabel
Dari data yang diberikan pada sub bab 4.2.2 dan persamaan (3.23) dapat
dihitung besar jacking force maksimum yang dapat diberikan pada kabel
prategang. Besarnya gaya prategang initial (jacking force) adalah :
Po = 75% Ultimate Tensile Strength (3.16)
Kurva parabolik tendon menggunakan persamaan berikut ini :
Y = Ax2 + Bx + C
Dimana :
Y = rata-rata posisi strand vertikal dari bawah balok (nilai sumbu Y)
A = ( (Ytengah + Ytepi) / (L/2)2)
B = ( L x A )
C = rata-rata posisi strand ketika kurva parabola mencapai sumbu Y
Universitas Sumatera Utara
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini :
Tendon Nos Profile Asp fu % Jacking Force
(kg)
strand Tepi tengah cm2 kg/cm2
0 0 150,00 30,00 0,987 19000 75% 0,00 1 19 95,00 15,00 0,987 19000 75% 267230,25 2 19 65,00 10,00 0,987 19000 75% 267230,25 3 19 35,00 10,00 0,987 19000 75% 267230,25
Total 57 65,00 11,667 75% 801690,75 *dalam satuan cm
Maka nilai dari :
A = ((-11.667 + 65):100) / (35.5/2)2 = 0.001693
B = (-35.5 x 0.001693) = -0.060094
C = 65 : 100 = 0.65
Sehingga persamaan parabola tendon rata-rata adalah :
Y = 0.001693 x2 + (-0.060094) x + 0.65
Dan besar perubahan sudut kabel tendon setelah pemberian tegangan :
Y’ = 0.003386 x + (-0.060094)
tg φ = 0.003386 x + (-0.060094)
Besar nilai eksentrisitas (e) adalah melalui persamaan :
(e) = Yb – Ys = 82.013 cm – 11.667 cm = 70.346 cm
Dimana :
Yb = jarak garis netral dari bawah balok non komposit (cm)
Ys = jarak tendon dari bawah balok pada daerah tengah bentang (cm)
Universitas Sumatera Utara
4.6.2 Gaya dongkrak awal (Initial jacking force)
a. Pada saat transfer di tengah bentang
Tegangan atas
𝜎𝜎𝑡𝑡𝑐𝑐𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑓𝑓𝐴𝐴𝑓𝑓− 𝑃𝑃𝑓𝑓 . 𝑡𝑡
𝑊𝑊𝑙𝑙+ 𝑀𝑀𝑏𝑏𝑙𝑙
𝑊𝑊𝑙𝑙 (3.17)
−16.914 kg/cm2 = 𝑃𝑃𝑓𝑓6723cm 2 −
𝑃𝑃𝑓𝑓 × 70.346 cm270969.339 cm 3 + 257.365 × 105kgcm
270969.339cm 3
𝑃𝑃𝑓𝑓 = 1009.270 𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐
Tegangan bawah
𝜎𝜎𝑏𝑏𝑐𝑐𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑓𝑓𝐴𝐴𝑓𝑓
+ 𝑃𝑃𝑓𝑓 . 𝑡𝑡𝑊𝑊𝑏𝑏
− 𝑀𝑀𝑏𝑏𝑙𝑙𝑊𝑊𝑏𝑏
(3.18)
269.406 kg/cm2 = 𝑃𝑃𝑓𝑓6723cm 2 + 𝑃𝑃𝑓𝑓 ×70.346 cm
290710.440C− 257.365 × 105 kgcm
290710.440 cm 3
𝑃𝑃𝑓𝑓 = 916.087 𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐
Kesimpulan : diambil nilai Pi terkecil yaitu, Pi = 916.087 ton [1]
b. Saat servis di tengah bentang
Tegangan atas
𝜎𝜎𝑡𝑡𝑐𝑐𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑡𝑡𝐴𝐴𝑓𝑓𝑡𝑡
− (𝑃𝑃𝑡𝑡 . 𝑡𝑡−𝑀𝑀𝑏𝑏𝑡𝑡 )𝑊𝑊𝑙𝑙𝑡𝑡
+ 𝑀𝑀𝑏𝑏ℎ𝑊𝑊𝑙𝑙𝑓𝑓
(3.19)
237.711kg/cm2 = 𝑃𝑃𝑡𝑡6723 cm 2 −
�(𝑃𝑃𝑡𝑡 ×70.346 cm )− 469.683 × 105kgcm �
270969.339 cm 3 + 378.949 × 105kgcm594830 .282 cm 3
𝑃𝑃𝑡𝑡 = −6.042 𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐
Tegangan bawah
𝜎𝜎𝑏𝑏𝑐𝑐𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑡𝑡𝐴𝐴𝑓𝑓𝑡𝑡
+ (𝑃𝑃𝑡𝑡 . 𝑡𝑡−𝑀𝑀𝑏𝑏𝑡𝑡 )𝑊𝑊𝑏𝑏𝑡𝑡
− 𝑀𝑀𝑏𝑏ℎ𝑊𝑊𝑏𝑏𝑓𝑓
(3.20)
−36.691kg/cm2 = 𝑃𝑃𝑡𝑡6723cm 2 + �𝑃𝑃𝑡𝑡 × 70.346 cm )− 469.683 ×105kgcm �
290710 .440cm 3 − 378.949 × 105
405035 .345cm 3
𝑃𝑃𝑡𝑡 = 559.049 𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐
Kesimpulan : diambil nilai Pe terbesar yaitu, Pe = 559.049 ton [2]
Universitas Sumatera Utara
Asumsi awal
Kehilangan gaya prategang jangka panjang = 20%
Dari hasil [1] dan [2] maka tidak diperlukan penegangan
Maka digunakan kabel prategang dengan Ø 12.7”
Pi = 801690.750 kg (57 kabel)
Pe = 80% Pi = 641352.6 kg (57 kabel)
= 641.353 ton
Jadi, gaya prestress : 641.353 ton ≤ 916.087 ton .................. (aman)
Dimana :
Pi = initial prestress force
Wa = modulus section bagian atas balok precast
Mbs = momen akibat berat sendiri
e = eksentrisitas
Wb = modulus section bagian bawah balok precast
Pe = gaya prategang efektif
Wac = modulus section bagian atas balok komposit
Mbp = momen akibat berat beton (beam + slab + diaphragma)
Mbc = modulus section bagian bawah balok komposit
Wap = modulus section bagian atas balok precast
Wbp = modulus section bagian bawah balok precast
Mbp = momen akibat beban tambahan (aspal + live load)
Universitas Sumatera Utara
4.6.3 Kehilangan Gaya Prategang
1) Kehilangan Gaya Prategang Jangka Pendek
a. Pemendekan Elastis
Besarnya pemendekan elastis pada beton dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
𝐸𝐸𝐸𝐸 = �𝐾𝐾𝑡𝑡𝑙𝑙×𝐸𝐸𝑙𝑙×𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝐸𝐸𝑓𝑓
� × 𝐴𝐴𝑙𝑙 (3.21)
Dimana :
Kes = rasio kehilangan, untuk post tension bernilai 0.5
As = luasan baja strand, 0.987 cm2
fcir = tegangan pada pusat berat dari gaya prategang segera setelah transfer
fcir = (fbottom-ftop) * (H-ed)/H + ftop
= (205.367kg/cm2 – 11.588 kg/cm2) * (170 cm-11.667cm)/170 + 11.588 kg/cm2
= 192.068 kg/cm2
Maka:
𝐸𝐸𝐸𝐸 = �0.5 ×1960000 kg
cm2×192.068 kgcm2
394423.307 kgcm2
� × 0.987cm2
𝐸𝐸𝐸𝐸 = 471.017 𝑏𝑏𝑔𝑔
b. Akibat gesekan
Gesekan yang terjadi antara kabel dan selongsong mengakibatkan gaya
prategang saat inisial berbeda dengan saat akhir. Besarnya gaya prategang
sisa akibat gesekan sejauh x dapat dihitung dengan persamaan :
𝑃𝑃𝐼𝐼 = 𝑃𝑃𝑐𝑐 × 𝑡𝑡−(𝜇𝜇 . 𝛼𝛼+𝑏𝑏 . 𝐼𝐼) (3.22)
Universitas Sumatera Utara
Dimana koefisien gesek µ untuk tendon yang terbuat dari bahan metal dan
akan digrouting, 7 wire strand adalah bernilai 0.20
Faktor pengubah sudut kabel α dari titik tensile ke x section :
α = 2 * arctg ( 0.003386 x + (-0.060094) ) = 0.122 rad
Koefisien wobble k untuk tendon yang terbuat dari bahan metal dan akan
digrouting, 7 wire strand adalah 0.003
Po (Jacking Force) = 75% UTS
= 0.75 x 0.987 cm2 x 19000 kg/cm2
= 14064.750 kg
Maka besar gaya prategang sisa pada x = 35.8 m adalah :
𝑃𝑃𝐼𝐼 = 14064.750 kg × 2.7183 −(0.2 × 0.122 +0.003 × 35.8)
Px = 12327.816 kg
c. Akibat Slip Aungker
Slip aungker terjadi setelah pengangkeran pc strand yang terjadi pada ujung
balok. Karena gesekan ini, kehilangan tidak seluruhnya terdistribusi di
sepanjang balok. Kehilangan akibat slip aungker yang paling besar terjadi
sejauh x dari pinggir balok. Nilai x dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan :
𝐼𝐼 = �𝑔𝑔 × 𝐴𝐴𝑙𝑙 × �𝐸𝐸𝑙𝑙𝑡𝑡� (3.23)
Dimana : 𝑡𝑡 = (𝑃𝑃𝑐𝑐−𝑃𝑃)𝐿𝐿
(3.24)
=14064.750 kg − 12327.816 kg
35.8 m × 102 = 0.485 𝑏𝑏𝑔𝑔 𝑓𝑓𝑡𝑡�
Universitas Sumatera Utara
Dengan :
d = draw in, asumsi 8 mm
As = luas penampang baja prategang, 0.987 cm2
Es = elastisitas baja strand, 1960000 kg/cm2
Po = gaya prategang awal (kg)
P = gaya prategang sisa (akibat gesekan) x = L (kg)
L = panjang bentang (m)
Maka 𝐼𝐼 = �8 × 0.987 × �19600000.485
� = 1786.33 𝑓𝑓𝑡𝑡 = 17.86 𝑡𝑡
Dan nilai gaya prategang pada x = 17.86 m adalah :
𝑃𝑃 = 𝑃𝑃𝑐𝑐 − 𝐼𝐼𝐿𝐿
(𝑃𝑃𝑐𝑐 − 𝑃𝑃𝐼𝐼)
= 14064.750 kg − 17.86 m35.8 m
(14064.750 kg − 12327.816 kg)
= 13198.224 kg
2) Kehilangan Gaya Prategang Jangka Panjang
a. Rangkak (CR)
Besarnya nilai kehilangan gaya prategang yang terjadi akibat rangkak dapat
dihitung melalui persamaan :
CR = Kcr × �EsEc� (fcir− fcds) (3.25)
Dimana :
Kcr = 1.60 untuk komponen pasca tarik
fcir = tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah
transfer
Universitas Sumatera Utara
fcds = tegangan di beton pada level pusat berat baja akibat semua beban
mati tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan
= Msd (e) / Ig = 243.479 x 105 x 70.346 / 23841902.775
= 71.839 kg
Maka besarnya CR adalah :
CR = 1.6 × � 1960000 kg /cm 2
394423 .307kg /cm 2 × 0.987cm2� (192.068kg/cm2 − 71.839kg/cm2)
CR = 943.501 kg
b. Susut (SH)
Susutnya beton karena waktu akan mengurangi gaya prategang, besarnya
kehilangan gaya prategang tersebut adalah :
SH = 8.2E − 6 × Ksh × ES �1 − 0.06 VS� (100 − RH) (3.26)
Dimana :
Ksh = 0.68 (tanpa perawatan lembab)
RH = 80
V/S = 2.029 (area / perimeter) ; area = 6723 cm2 ; perimeter = 3312.897 cm
Maka :
SH = 0.0000082 × 0.68 × 1960000 (1 − 0.06(2.029) )(100 − 80)
SH = 208.101 kg
Universitas Sumatera Utara
c. Relaxation (RE)
Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja dapat dihitung dengan
persamaan :
RE = [Kre− J (SH + CR + ES)] × C (3.27)
Dimana :
Kre = 5000 (for 270 grade, low relaxation strand)
J = 0.04 (for 270 grade, low relaxation strand)
C = 0.70 (refer to fpi/fpu, fpi=stress after friction and anchor slip)
Fpi = 13196.283 kg fpi/fpu = 0.695
RE = [5000 − 0.04 (208.101 kg + 943.501 kg + 471.017 kg)] × 0.7
RE = 200.617 kg
d. Gaya Prategang di tengah bentang
Dimana x = 17.5 m
- Jacking force
57 x 14064.750 kg = 801690.750 kg (75%)
- Intial
57 x 13196.283 kg = 752188.140 kg (70.369%)
- Servis
57 x 11373.047 kg = 648263.684 kg (60.647%)
Total persentasi kehilangan prategang pada jangka panjang :
100 − �648263 .684 kg801690.750 kg
� x100% = 𝟏𝟏𝟏𝟏.𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏% ≤ 𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 = 𝟐𝟐𝟐𝟐% OK
Universitas Sumatera Utara
e. Gaya Prategang efektif
- Prategang eff = gaya prategang servis – kehilangan prategang
= 60.647% - 19.138%
= 41.509 %
- Kondisi transfer
P = 752188.140 kg
Asp = jumlah strand x luas kabel prestress (Ast)
= 57 x 0.987 cm2
= 56.259 cm2
Tegangan kabel = P / Asp
= 752188.140 kg / 56.259 cm2
= 13370.094 kg/cm2
Persentase teg. tarik = (tegangan kabel / fustrand) x 100
= (13370.094 kg/cm2 / 19000 kg/cm2) x 100%
= 70.369 %
- Kondisi servis
P = 648263.684 kg
Asp = jumlah strand x luas kabel prestress (Ast)
= 57 x 0.987 cm2
= 56.259 cm2
Universitas Sumatera Utara
Tegangan kabel = P / Asp
= 648263.684 kg / 56.259 cm2
= 11522.844 kg/cm2
Persentase teg. tarik = (tegangan kabel / fustrand) x 100
= (11522.844 kg/cm2 / 19000 kg/cm2) x 100%
= 60.647 %
4.7 Analisa Tegangan
4.7.1 Tegangan saat initial
- Momen akibat berat sendiri = 257.365 tm
- Pi (gaya prategang awal) = 752.188 t
- Eksentrisitas (e) = 0.703 m
- Pi x e = 752.188 t x 0.703 m
= -529.133 tm
- Pi / A = 752.188 t x 103 / 6723m2
= 111.883 kg/cm2
- Momen net. = -271.769 tm
- Mnet / Wa = -271.769 tm x 105 / 2709969.339 cm3
= -100.295 kg/cm2
- Mnet / Wb = 271.769 tm x 105 / 2910710.440 cm3
= 93.484 kg/cm2
Universitas Sumatera Utara
Tegangan initial
• Top (σT) = Pi / A + Mnet / Wa
= 111.883 kg/cm2 + -100.295 kg/cm2
= 11.588 kg/cm2
• Bottom (σB) = Pi / A + Mnet / Wb
= 111.883 kg/cm2 + 93.484 kg/cm2
= 205.367 kg/cm2
Tabel 4.8 Analisa Tegangan pada saat Initial
Description Middle SEC 1-1 SEC 2-2 SEC 3-3 SEC 4-4 SEC 5-5 SEC 5-6 x - [m] Span 0,00 6,60 13,60 21,40 28,40 17,50 Moment DL [ton.m] 257,365 0,000 157,520 244,583 244,583 157,520 257,365 Pi [ton] 752,188 752,188 752,188 752,188 752,188 752,188 752,188 e (eccentricity) [m] 0,703 0,185 0,502 0,678 0,678 0,502 0,703
Pi.e [ton.m] -529,133 -139,187 -377,853 -509,767 -509,767 -377,853 -529,133
Moment Net. [ton.m] -271,769 -139,187 -220,333 -265,184 -265,184 -220,333 -271,769
Pi / A [kg/cm2] 111,883 111,883 111,883 111,883 111,883 111,883 111,883
M / Wa [kg/cm2] -100,295 -51,366 -81,313 -97,865 -97,865 -81,313 -100,295
M / Wb [kg/cm2] 93,484 47,878 75,791 91,219 91,219 75,791 93,484
Initial Stresses top ( sT ) 11,588 60,516 30,570 14,018 14,018 30,570 11,588
[kg/cm2] bottom(sB) 205,367 159,761 187,674 203,102 203,102 187,674 205,367
4.7.2 Tegangan saat service
- Momen DL = 469.683 tm
- P = 648.264 t
- Eksentrisitas (e) = 0.703 m
- P x e = -648.264 t x 0.703 m
= -456.027 tm
Universitas Sumatera Utara
- P / A = 648.264 t x 103 / 6723 cm2
= 96.425 kg/cm2
- M1 = 13.656 tm x 105
- M2 = 378.949 tm x 105
- M1 / Wa = 13.656 tm x 105 / 2709969.339 cm3
= 5.040 kg/cm2
- M1 / Wb = -13.656 tm x 105 / 2910710.440 cm3
= -4.697 kg/cm2
- M2 / Wa’ = 378.949 tm x 105 / 870252.890 cm3
= 43.545 kg/cm2
- M2 / Wb’ = -378.949 tm x 105 / 405035.345 cm3
= -93.560 kg/cm2
Tegangan service
• Slab (σS) = 378.949 tm x 105 / 594830.282 cm3
= 63.707 kg/cm2
• Top (σT) = P / A + M1 / Wa + M2 / Wa’
= 96.425 kg/cm2 + 5.040 kg/cm2 + 43.545 kg/cm2
= 145.009 kg/cm2
• Bottom (σB) = P / A + M1 / Wb + M2 / Wb’
= 96.425 kg/cm2 - 4.697 kg/cm2 - 93.560 kg/cm2
= -1.832 kg/cm2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9 Analisa Tegangan pada saat Service
Description Middle SEC 1-1 SEC 2-2 SEC 3-3 SEC 4-4 SEC 5-5 SEC 5-5 x - [m] Span 0,00 6,60 13,60 21,40 28,40 17,50 Moment DL [t-m] 469,683 0,000 287,469 446,356 446,356 287,469 469,683 P [t] 648,264 648,264 648,264 648,264 648,264 648,264 648,264 P . e [t-m] -456,027 -119,957 -325,648 -439,336 -439,336 -325,648 -456,027 Moment --- M1 [t-m] 13,656 -119,957 -38,179 7,020 7,020 -38,179 13,656 Moment --- M2 [t-m] 378,949 0,000 231,936 360,129 360,129 231,936 378,949 P / A [kg/cm2] 96,425 96,425 96,425 96,425 96,425 96,425 96,425 M 1 / Wa [kg/cm2] 5,040 -44,269 -14,090 2,591 2,591 -14,090 5,040 M 1 / Wb [kg/cm2] -4,697 41,263 13,133 -2,415 -2,415 13,133 -4,697 M 2 / Wa' [kg/cm2] 43,545 0,000 26,652 41,382 41,382 26,652 43,545 M 2 / Wb' [kg/cm2] -93,560 0,000 -57,263 -88,913 -88,913 -57,263 -93,560
Stress at Service slab ( sS ) 63,707 0,000 38,992 60,543 60,543 38,992 63,707
[kg/cm2] top ( sT ) 145,009 52,155 108,986 140,398 140,398 108,986 145,009
bottom
(sB) -1,832 137,688 52,295 5,097 5,097 52,295 -1,832
Dimana :
Moment DL = total momen akibat beban mati
Momen Bal = momen akibat beban dalam keadaan seimbang (Pi x e)
Momen net = momen DL(precast) + momen balance (bal)
Pi = initial prestress force
Wa = modulus section bagian atas balok precast
Wb = modulus section bagian bawah balok precast
M1 = beban dari precast, slab, diaphargm, dan prestress dari balok
M2 = live load dan aspal dari komposit
e = eksentrisitas
A = luas balok precast
Wa’ = modulus section bagian atas kondisi balok komposit
Wb’ = modulus section bagian bawah kondisi balok komposit
Universitas Sumatera Utara
4.8 Kontrol Tegangan
4.8.1 Kontrol tegangan saat initial (tinjauan tengah bentang)
Teg. Top (σT) = 11.588 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = -16.914 kg/cm2 .......... OK
Teg. Bott (σB) = 205.367 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = 269.406 kg/cm2 ...... OK
4.8.2 Kontrol tegangan saat servis (tinjauan tengah bentang)
a. Beton
Teg. Top (σT) = 145.009 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = 237.711 kg/cm2 ....... OK
Teg. Bott (σB) = -1.832 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = -36.691 kg/cm2 ......... OK
b. Slab
σS = 63.707 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = 131.291 kg/cm2 ......... OK
4.9 Perhitungan Lendutan
𝛿𝛿 = 5 𝑞𝑞 𝐿𝐿4
384 𝐸𝐸𝐼𝐼 (3.28)
Dimana : δ = lendutan yang terjadi (mm)
q = beban merata (t/m)
L = panjang balok girder (m)
Ec = modulus elastisitas beton (kg/cm2)
I = momen inersia penampang girder (cm4)
Universitas Sumatera Utara
Intensitas beban penyeimbang ekivalen w yang berasal dari tekanan dari tendon
parabolik di beton adalah :
𝑤𝑤 = 8.𝑃𝑃.𝑡𝑡′𝑙𝑙2
Dimana : P = gaya pratekan
e = jarak antara strand paling ujung dengan titik terendah strand
l = jarak antar angkur
w = beban merata untuk gaya prategang
Saat initial ;
𝑤𝑤 = − 8.𝑃𝑃.𝑡𝑡′𝑙𝑙2 = − 8 (752.188)(65−11.667)0.01
35.52 = −2.547 𝑡𝑡/𝑡𝑡
Beban merata yang dihasilkan :
𝑤𝑤 + 𝑞𝑞𝑡𝑡𝑓𝑓𝑡𝑡𝑓𝑓𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡 = −2.547 𝑡𝑡/𝑡𝑡 + 1.681𝑡𝑡/𝑡𝑡 = −0.866 𝑡𝑡/𝑡𝑡
Beban terpusat yang dihasilkan = 0 t/m
Maka, 𝛿𝛿 = 5 𝑞𝑞 𝐿𝐿4
384 𝐸𝐸𝐼𝐼= 5 (−0.866 ×10)(35 ×100)4
384 (363640 .321)(23841902 .775)= −1.951 𝑓𝑓𝑡𝑡 (lendutan ke atas)
Saat service ;
𝑤𝑤 = − 8.𝑃𝑃.𝑡𝑡′𝑙𝑙2 = − 8 (648.264)(65−11.667)0.01
35.52 = −2.195 𝑡𝑡/𝑡𝑡
Beban merata yang dihasilkan :
𝑞𝑞 = 𝑤𝑤 + 𝑞𝑞𝑡𝑡𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡 + 𝑞𝑞𝑙𝑙𝑙𝑙𝑡𝑡𝑙𝑙𝑙𝑙 + 𝑞𝑞𝑔𝑔𝑓𝑓𝑙𝑙𝑡𝑡 ℎ
= −2.195 + 1.156 + 0.204 + 0.020 = −0.815 𝑡𝑡/𝑡𝑡
Universitas Sumatera Utara
Beban terpusat yang dihasilkan = 12.691 t/m
𝛿𝛿 = 5 𝑞𝑞 𝐿𝐿4
384 𝐸𝐸𝐼𝐼= 5 (−0.815 ×10)(35 ×100)4
384 (394423.307)(46987135 .066)= −0.859 𝑓𝑓𝑡𝑡
𝑡𝑡𝑙𝑙3
48 𝐸𝐸𝐼𝐼= (12.691 ×1000)(35×100)3
48 (394423.307)(46987135 .066)= 0.612 𝑓𝑓𝑡𝑡
Maka defleksi yang terjadi sebesar :
5 𝑞𝑞 𝐿𝐿4
384 𝐸𝐸𝐼𝐼+ 𝑡𝑡𝑙𝑙3
48 𝐸𝐸𝐼𝐼= −0.859 𝑓𝑓𝑡𝑡 + 0.612 𝑓𝑓𝑡𝑡 = −0.247 𝑓𝑓𝑡𝑡 (lendutan ke atas)
Akibat beban hidup ;
Beban merata yang dihasilkan = qbeban hidup = 1.546 t/m
Beban terpusat yang dihasilkan = 12.691 t/m
𝛿𝛿 = 5 𝑞𝑞 𝐿𝐿4
384 𝐸𝐸𝐼𝐼= 5 (1.546 ×10)(35 ×100)4
384 (394423.307)(46987135 .066)= 1.629 𝑓𝑓𝑡𝑡
𝑡𝑡𝑙𝑙3
48 𝐸𝐸𝐼𝐼= (12.691 ×1000)(35×100)3
48 (394423.307)(46987135 .066)= 0.612 𝑓𝑓𝑡𝑡
Maka defleksi yang terjadi sebesar :
5 𝑞𝑞 𝐿𝐿4
384 𝐸𝐸𝐼𝐼+ 𝑡𝑡𝑙𝑙3
48 𝐸𝐸𝐼𝐼= 1.629 𝑓𝑓𝑡𝑡 + 0.612 𝑓𝑓𝑡𝑡 = 2.241 𝑓𝑓𝑡𝑡 (lendutan ke bawah)
Final lendutan = lendutan saat servis + lendutan akibat beban hidup
= - 0.247cm + 2.241 cm
= 1.994 cm (ke bawah) ≤ (L/800) lendutan ijin
= 1.994 cm ≤ 4.375 cm...........OK
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan dari hasil perancangan
pada bab-bab sebelumnya adalah sebagai berikut :
a. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa tegangan yang diperoleh lebih
kecil dari tegangan yang diijinkan, baik dalam kondisi transfer (initial)
maupun pada saat beban kerja (servis), maka perencanaan jembatan
memenuhi syarat dan aman.
b. Total kehilangan prategang yang terjadi sebesar 19.138%, lebih kecil dari
asumsi awal yaitu 20%.
c. Terdapat perbedaan hasil antara perhitungan yang dilakukan secara
manual dan perhitungan yang dilakukan dengan bantuan program
Microsoft Excel akibat penggunaan jumlah nilai di belakang koma yang
terbatas jika dilakukan dengan perhitungan manual. Oleh karena itu
perhitungan dengan Microsoft Excel jauh lebih baik karena lebih akurat.
5.2 SARAN
a. Penulis ingin menyarankan kepada pembaca yang berniat untuk
mengambil tugas akhir yang berhubungan dengan prestress concrete agar
mendesain struktur dengan mengubah tipe girder, misalnya dengan
menggunakan PC U Girder atau jenis girder lainnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menghitung RAB dari
penggunaan PCI girder atau struktur bawah jembatan seperti abutmen dan
pier yang dibutuhkan untuk menopang struktur PC I Girder.
c. Ada baiknya para pembaca yang berniat mengambil tugas akhir untuk
menggunakan software dengan ketelitian analisa yang lebih baik sehingga
hasil yang diperoleh jauh lebih akurat.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO 1992
ACI Comitte 318. Building Code Requirements for Structural Concrete. (ACI 318-
95).
Bridge Management System (BMS). Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Bina
Program Jalan.
Budiandi, Andri. 2008. Desain Praktis Beton Prategang. Jogjakarta : Andi.
Hadipratomo, Winarni. 1994. Struktur Beton Prategang Teori dan Prinsip Desain.
Bandung : Nova.
Lin, T. Y dan Burns, Ned. H. 2000. Desain Struktur Beton Prategang Edisi Ketiga
Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara.
Nawy, Edward. G. 2001. Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar. Jilid I Edisi
III. Terjemahan Bambang Suryoatmono. Jakarta : Erlangga.
Nawy, Edward. G. 2001. Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar. Jilid II
Edisi III. Terjemahan Bambang Suryoatmono. Jakarta : Erlangga.
Raju, N. Krishna. 1988. Beton Prategang. Jakarta : Erlangga.
RSNI T-02-2005. Standar Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum.
Universitas Sumatera Utara
SNI T-12-2004. Standar nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum.
Sunggono, K. H. Buku Teknik Sipil. Bandung : Nova.
Website : http://id.wikipedia.org./wiki/Microsoft_Excel
Universitas Sumatera Utara