Post on 09-Nov-2021
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
515
PENGEMBANGAN DESA PANDANSARI MENUJU DESA
INOVASI WISATA MELALUI LOCAL COMMUNITY BASED
ECOTOURISM
Widiartanto
Departemen Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
fafanabil@gmail.com
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi adanya urgensi berkaitan dengan relevansi ekowisata
terhadap dukungan bagi pelaksanaan pembangunan daerah sehingga akan berdampak pada pengelolaan sumberdaya publik yang lebih baik. Masalah yang dihadapi antara lain
berkaitan dengan kurangnya partisipasi komunitas lokal, manajemen usaha yang kurang
baik, pemasaran, kualitas SDM, kualitas kelembagaan dan peralatan yang sangat minim. Research question yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah a) Bagaimana potensi
wisata di Desa Pandansari? b) Bagaimana kesiapan masyarakat lokal dalam pengembangan
CBT (community based tourism)? c) Bagaimana dampak sosial pada kawasan ekowisata? d) Bagaimana preferensi wisatawan terhadap ekowisata? e) Bagaimana perhitungan cost
and benefit pengembangan ekowisata? dan f) Bagaimana strategi pengembangan ekowisata
berbasis masyarakat lokal? Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Desa Pandansari
memiliki potensi fisik dan non fisik wisata seperti Pasar Desa, Kawasan Perikanan (Kampung Iwak), Sungai (Pandansari Tubing), Pondok Pesantren dan Spot Pemancingan,
kesenian rebana, tarian lokal (sedang akan digali dan dikembangkan), institusi dan
organisasi berupa BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna dan Kelompok Deswita. Kesiapan dan pengetahuan masyarakat lokal terhadap pengembangan desa inovasi wisata adalah
sangat baik, terbukti dengan keterlibatan segenap komponen masyarakat dalam program
pemberdayaan melalui desa inovasi wisata. Harapan masyarakat lokal terhadap
pengembangan desa inovasi wisata antara lain pembangunan infrastruktur jalan dan sarana bersifat fisik, keterlibatan sebagai sumber mata pencaharian (juru parkir, penjual, pengrajin
souvenir, penyedia kuliner, pemandu outbond, dan lain-lain). Dampak sosial lingkungan
dari pengembangan desa inovasi wisata adalah berpengaruh positif, terbukti dengan penanaman pohon di sepanjang aliran sungai yang dijadikan objek wisata dan perbaikan
talud serta jembatan desa. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengembangan desa
inovasi wisata antara lain dikembangkannya kerajinan lokal, diberikannya kesempatan masyarakat lokal untuk berjualan di lokasi wisata, daur ulang sampah untuk produk bernilai
ekonomis, memberikan lapangan pekerjaan bagi para pembuat opak, sumber pemasukan
bagi Kelompok Deswita dan Pemerintah Desa serta memberikan lapangan pekerjaan bagi
sebagian penduduk seperti guide, juru parkir, pemandu outbond dan camping. Preferensi wisatawan lebih fokus pada perbaikan akses jalan dan fasilitas, Secara umum, strategi
pengembangan Desa Inovasi Wisata di Pandansari saat ini berfokuskan pada pembangunan
infrastruktur dan sarana prasarana wisata. Salah satu rekomendasi yang diusulkan adalah menjalin kerjasama dengan investor swasta dalam rangka mengembangkan potensi wisata
di Deswita Pandansari dengan pola kerja sama yang saling menguntungkan.
Kata Kunci : ekowisata, pengembangan komunitas, Desa Pandansari
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
516
PENDAHULUAN
Inovasi merupakan upaya menciptakan cara/metode, proses dan produk baru yang
memberikan nilai tambah bagi kehidupan manusia. Nilai tambah dapat berupa nilai
ekonomis maupun nilai sosial. Pergeseran peradaban dan perekonomian dunia saat ini
terjadi dari struktur ekonomi berbasiskan sumberdaya (modal, manusia, mesin) menjadi ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) yang mengandalkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai keunggulan kompetitif.
Perkembangan yang begitu pesat dalam sistem perekonomian berbasiskan pengetahuan didorong oleh terus berkembangnya inovasi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
secara cepat. Baik di negara-negara maju maupun negara berkembang, kekuatan inovasi
merupakan penggerak utama pertumbuhan. Oleh karena itu pemerintah telah menetapkan sistem inovasi nasional yang kemudian diteruskan ke daerah menjadi sistem inovasi
daerah. Balitbang Provinsi Jateng telah melakukan berbagai upaya strategis dalam rangka
penguatan sistem inovasi di daerah, atau disebut sebagai Sistem Inovasi Daerah (SIDa).
SIDa berbentuk jaringan koordinasi, informasi dan komunikasi serta kejasama inovasi yang fokus pada sektor ekonomi unggulan daerah.
Provinsi Jawa Tengah cq Badan Penelitian dan Pengembangan bekerjasama
dengan BPPT sejak 2010 telah berinisiasi mengembangkan Sistem Inovasi Daerah (SIDa)
sebagai penjabaran dan difusi program Sistem Inovasi Nasional sebagai upaya peningkatan
daya saing daerah sebagaimana amanat RPJM Jawa Tengah 2013-2018. SIDa berbentuk jaringan koordinasi, informasi dan komunikasi serta kerjasama inovasi yang fokus pada
sektor ekonomi unggulan daerah. Program SIDa Jawa Tengah yang telah dilaunching pada
September 2011 memiliki 3 pilar program prioritas: Pengembangan Kabupaten/Kota Inovatif, Pengembangan SIDa berbasis klaster dan Pengembangan Desa Inovatif. Inovasi
diarahkan pada sasaran wilayah dan sektor yang diwujudkan dalam 3 pilar SIDa, yaitu: 1).
Kabupaten/Kota Inovatif, 2). Desa Inovatif, dan 3). Pengembangan UMKM berbasis
Klaster.
Implikasi diberlakukannya sistem desentralisasi pada sistem pemerintahan telah membuka peluang bagi setiap daerah untuk mengoptimalkan setiap sumber daya yang ada.
Daerah akan didorong untuk menggali setiap potensi dalam rangka meningkatkan
Pendapatan Asli Daerahnya (PAD). Pemerintah daerah yang memiliki kawasan wisata,
berupaya mengembangkan destinasi wisata di wilayahnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Batang dalam rangka mengembangkan wilayah di semua
kecamatan dan desa di Kabupaten Batang.
Pengembangan sumber daya alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan
berkelanjutan perlu diprioritaskan dan dalam bidang pariwisata maka pengembangan
seperti ekowisata harus menjadi pilihan utama. Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya
dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh
masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat
setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi
masyarakat setempat.
Desa Inovatif merupakan wilayah yang mampu memanfaatkan sumberdaya dengan
cara yang baru berdasarkan iptek serta kearifan lokal untuk kesejahteraan masyarakat, kemajuan desa dan peningkatan taraf hidup masyarakat dengan melibatkan segenap unsur
desa. Konsep Desa Inovasi dilatarbelakangi kenyataan bahwa sumber daya alam semakin
menurun, jumlah penduduk bertambah, kebutuhan meningkat, sehingga perlu upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya desa untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
517
Dalam konteks pengembangan Desa Inovasi, Kabupaten Batang memiliki
keinginan untuk mengembangkan 11 Desa Inovasi sebagai pilot project pengembangan
wilayah di Batang. Salah satu Desa Unggulan yang direncanakan untuk dijadikan sebagai Desa Inovasi adalah Desa Pandansari Kecamatan Warungasem. Desa Pandansari memiliki
8 dusun/lingkungan yang terdiri dari Dusun Kedungluke, Dusun Limbangan, Dusun Jetak,
Dusun Sudimoro, Dusun Pandansari Krajan, Dusun Kepritan, Dusun Watubelah dan Dusun Mrico, dan memiliki 4 RW dan 13 RT. Desa ini terletak di dataran yang memiliki luas
wilayah 184,946 ha dengan ketinggian 50 m di atas permukaan laut beriklim tropis.
Pekerjaan dan mata pencaharian utama penduduk adalah petani, buruh, wiraswasta,
karyawan swasta, PNS, pensiunan dan TNI POLRI. Jumlah penduduk miskin di kelurahan/desa ini sebesar 478 KK (2.231 jiwa).
Desa Pandansari memiliki potensi yang sangat besar berkaitan dengan sumber daya
alam pariwisata dan paling tidak dapat dilihat dari 5 potensi daya tarik wisata yang ada
yaitu :
1. PASAR DESA (Pasar Tradisional Dukuh Sudimoro)
2. KAWASAN PERIKANAN (Kampung Iwak Dukuh Sudimoro)
3. SUNGAI (Pandansari Tubing)
4. PONDOK PESANTREN (Ponpes Nurul Huda Pandansari Krajan )
5. SPOT PEMANCINGAN ALAMI (Kedung Lanjaran Dukuh Mrico)
Semua potensi tersebut belum dikembangkan secara optimal dan saat ini sedang
dalam masa perintisan oleh komunitas lokal dengan pembentukan Kelompok Deswita (Desa Wisata) Pandansari.
Perumusan Masalah
Berbagai potensi wisata tersebut hingga saat ini sudah mulai digarap walaupun
beberapa permasalahan atau kendala dihadapi oleh Kelompok Deswita Pandansari dalam
rangka mengembangan desa inovasi wisata, yaitu antara lain:
Masih kurangnya partisipasi dari komunitas lokal dalam mendukung program desa
wisata
Banyak penduduk desa yang masih acuh dengan keberadaan atau eksistensi desa
mereka yang sesungguhnya memiliki potensi sangat luar biasa di bidang pariwisata.
Mereka lebih senang dengan menjadi pengangguran dari pada ikut andil mengelola
kelompok desa wisata.
Manajemen usaha yang kurang baik
Di dalam pengelolaannya, Kelompok Deswita Pandansari belum menerapkan
prinsip-prinsip manajemen modern dan seringkali masih terjadi pola multi tasking atau satu
orang mengerjakan banyak pekerjaan serta belum di atur dalam job description masing-masing bidang.
Pemasaran
Pemasaran hanya mengandalkan word of mouth atau gethok tular serta sedikit
sentuhan periklanan melalui brosur dan pamflet. Untuk menjangkau pasar yang lebih luas
maka perlu dipikirkan untuk melakukan komunikasi pemasaran terpadu dengan
pemanfaatan virtual communication seperti situs/web, facebook, dan situs online lainnya.
Kualitas SDM
Rata-rata kualitas SDM adalah berpendidikan SLTP dan SLTA serta sangat minim
pengetahuan tentang dunia dan pengelolaan pariwisata modern.
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
518
Kualitas kelembagaan
Kapasitas kelembagaan secara keseluruhan adalah belum baik, tercermin dari
kapasitas organisasi, kapasitas SDM pengelola, kapasitas program dan kapasitas kegiatan.
Peralatan sangat minim
Peralatan untuk menunjang beberapa objek wisata sangat minim, contoh peralatan
untuk Tubing Sungai masih sangat sederhana dengan memanfaatkan bekas ban mobil serta
pelampung sederhana.
Melihat fenomena dan permasalahan di atas maka research question yang bisa
dirumuskan dalam penelitian ini adalah a) Bagaimana potensi desa inovasi wisata di Desa
Pandansari? b) Bagaimana kesiapan masyarakat lokal dalam pengembangan desa wisata berbasis CBT (community based tourism) di Desa Pandansari? c) Bagaimana dampak
lingkungan pada kawasan desa wisata di Desa Pandansari? d) Bagaimana preferensi
wisatawan terhadap desa wisata di Desa Pandansari? e) Bagaimana perhitungan cost and benefit pengembangan desa wisata berbasis masyarakat lokal di Desa Pandansari? dan f)
Bagaimana strategi pengembangan desa wisata berbasis masyarakat lokal di Desa
Pandansari?
KERANGKA TEORI
Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan rencana penelitian ini
adalah terangkum dalam Tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1. Rangkuman Penelitian Terdahulu
No. Peneliti//Judul Tujuan Hasil
1 Kreg Linberg (1996)
“Ecotourism Questioned: Case
studies from Belize”
Mengevaluasi dampak
pengembangan
ecotourism pada tiga aspek yaitu support
finansial untuk
perlindungan kawasan, kemanfaatan pada
dukungan konservasi
dan kemanfaatan untuk
komunitas lokal
Terdapat dampak
yang signifikan
pada tiga aspek yang dievaluasi
2 Agnes Kiss (1996)
“Is community-based
ecotourism a good use of biodiversity conservation
funds?”
Mengkaji peran
ekowisata berbasis
komunitas dalam pendanaan konservasi
keanekaragaman hayati
Terdapat peran
yang terbatas
dikarenakan kecilnya area,
sedikit
masyarakat yang
terlibat, keterbatasan
pendapatan, dan
keterbatasan jaringan
3 Regina Scheyyens (1999)
“Ecotourism and the
empowerment of local communities”
Meneliti dampak
ekowisata terhadap
pemberdayaan komunitas lokal
Dihasilkan
kerangka
pengembangan komunitas lokal
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
519
No. Peneliti//Judul Tujuan Hasil
dari berbagai
perspektif yaitu sosial, ekonomi,
psikilogi, dan
politik
4 Lisa M. Champbell (1999) “Ecotourism in rural
developing communities”
Mengkaji tentang potensi benefit dari
pengembangan
ekowisata di Ostional Costa Rica
Teridentifikasi berbagai potensi
sosial, ekonomi,
psikilogi, dan politik serta
adanya intervensi
pemerintah dlam
pengembangan ekowisata
5 Tony Binns and Etienne Nel
(2002)
“Tourism as a local development strategy ini South
Africa”
Meneliti bagaimana
sumber daya ekonomi,
sosial dan lingkungan digunakan untuk
promosi wisatawan
sebagai strategi pengembangan
ekonomi lokal
Sumber daya
ekonomi, sosial
dan lingkungan mempunyai
dampak signifikan
dalam strategi promosi wisata
6 Fred Nelson (2004)
“The Evolution and impacts of community-based ecotourism
in northern Tanzania”
Mengkaji tentang
evolusi dampak ekowisata berbasis
masyarakat di Tanzania
Utara
Terdapat evolusi
dampak atau pengaruh pada
pengelolaan
ekowisata oleh komunitas lokal
7 Samantha Jones (2005)
“Community based
ecotourism: The significane of social capital
Meneliti tentang
dampak ekowisata
berbasis masyarakat terhadap modal sosial
Semakin tinggi
level modal sosial
maka semakin baik pengelolaan
sumber-sumber
ekowisata
8 Agus Muriawan Putra (2006)
“Konsep Desa Wisata”
Melakukan studi
pustaka tentang
konsepsi desa wisata
Dihasilkan
pengertian tentang
desa wisata
beserta dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
9 Gyan P. Nyaupane et al (2006) “The role of community
involvement and number/type
of visitors on tourism impacts:
A controlled comparison of Annapurna, Nepal and
Northwest Yunnan, China”
Mengeksplorasi peran keterlibatan komunitas
lokal dan tipe
pengunjung terhadap
dampak kunjungan wisata pegunungan
Level dari keterlibatan tuan
rumah/komunitas
lokal dalam
pengelolaan wisata dan tipe
wisatawan
membantu menjelaskan
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
520
No. Peneliti//Judul Tujuan Hasil
tingkat kunjungan
wisatawan
10 Andrew Lepp (2007) “Residents’ attitudes towards
tourism ini Bigodi village,
Uganda”
Meneliti sikap komunitas lokal
terhadap wisatawan di
Desa Bigodi Uganda
Masyarakat mempunyai sikap
yang positif dan
konsisten terhadap
wisatawan serta
mayarakat yakin bahwa wisatawan
akan menciptakan
pengembangan
masyarakat, meningkatkan
pasar pertanian,
meningkatkan income dan
wisatawan
membawa
keberuntungan buat komunitas
lokal
11 Glenn Laverack and Sopon Thangphet (2007)
“Building community capacity
for locally managed ecotourism
in Northern Thailand”
Mengkaji bagaimana membangun kapasitas
masyarakat dalam
pengelolaan ekowisata
di Thailand Utara
Menunjukkan bahwa strategi
perencanaan
untuk
menginisiasi aksi masyarakat
merupakan faktor
penting dalam keberlangsungan
pengelolaan
ekowisata
12 Susi Lestari (2009) “Pengembangan Desa Wisata
Dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat (Studi di Desa Wisata Kembang Arum
Sleman)”
Memberikan pemahaman mengenai
usaha mengembangkan
sektor pariwisata di Desa Wisata Kembang
Arum
Terdapat partisipasi aktif
dari komunitas
lokal dalam hal perencanaan,
pelaksanaan
hingga pemeliharaan desa
wisata
Sumber: Disarikan dari Berbagai Jurnal
Desa Inovasi
Desa Inovasi merupakan wilayah yang mampu memanfaatkan sumberdaya dengan
cara yang baru berdasarkan iptek serta kearifan lokal untuk kesejahteraan masyarakat,
kemajuan desa dan peningkatan taraf hidup masyarakat dengan melibatkan segenap unsur desa. Konsep Desa Inovasi dilatarbelakangi kenyataan bahwa sumber daya alam semakin
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
521
menurun, jumlah penduduk bertambah, kebutuhan meningkat, sehingga perlu upaya
optimalisasi pemanfaatan sumber daya desa untuk memenuhi kebutuhan hidup (Peraturan
Bersama Menristek dan Mendagri Nomor 03 dan 36 Tahun 2012).
Desa Wisata
Desa Wisata merupakan "Suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan
suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa
yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi
untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi,
akomodasi, makanan-minuman, cindera-mata, dan kebutuhan wisata lainnya.
Pengertian Ekowisata
Apa yang disebut dengan ekowisata atau sering juga ditulis atau disebut dengan
ekoturisme, wisata ekologi, ecotoursism, eco-tourism, eco tourism, eco tour, eco-tour dan sebagainya? Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan
oleh Hector Ceballos-Lascurain dalam www.ekowisata.info yaitu sbb:
"Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to
relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of
studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plants and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas."
Pengertian community-based ecotourism
Sedangkan pengertian ekowisata berbasis komunitas (community-based ecotourism) merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat.
Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak
mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata (Nugroho, 2007).
Partisipasi Masyarakat
Kata partisipasi berasal dari kata to participate, yang dapat diartikan ikutserta (Wojowasito dalam Madiun, 2010). Menurut Tosun (2004) partisipasi dapat membuat
masyarakat, penduduk melakukan berbagai kegiatan, baik itu berskala lokal maupun
nasional. Partisipasi yang dilakukan masyarakat berbeda-beda tingkatannya, akibat dari
perbedaan skala kegiatan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dengan jenis
penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif serta digunakan data primer dan sekunder.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, recorder, kuesioner serta panduan wawancara semi terstruktur.
HASIL
Potensi Fisik
Beberapa potensi fisik di Desa Pandansari yang telah diidentifikasi dan
direncanakan akan dikembangkan sebagai daya tarik wisata adalah:
1. Pasar Desa (Pasar Tradisional)
Desa Pandansari memiliki pasar tradisional yang bisa dikembangkan
menjadi pasar yang modern dengan konsep tradisional artinya perlu
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
522
penataan infrastruktur agar ada daya tarik bagi pengunjung untuk masuk ke
Pasar Pandansari, Dengan letak desa yang strategis, yakni di segi tiga emas
perbatasaan antara Kecamatan Warungasem, Kecamatan Wonotunggal,
Kecamatan Talun dan Kecamatan Karangdadap serta perbatasan antara
Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan
dengan pengelolaan/manajemen yang baik ditunjang dengan infrastuktur
yang memadai akan memberikan daya tarik tersendiri bagi pengunjung
sehingga omset akan naik sebanding dengan jumlah pengunjung pasar.
2. Kawasan Perikanan (Kampung Iwak)
Kampung Iwak merupakan kawasan yang ada di Dusun Sudimoro RT 04
Desa Pandansari. Dengan melimpahnya air di wilayah ini, sedang dirintis
sentra ikan air tawar dengan konsep setiap rumah di wilayah ini melakukan
budidaya ikan sehingga akan menjadikan daya tarik tersendiri bagi
wisatawan. Adapun konsep yang digagas di wilayah ini adalah wisata
kuliner, pemancingan dan wisata edukatif dengan tema ikan air tawar.
3. Sungai (Pandansari Tubing)
Sejak akhir tahun 2011 telah dirintis Wisata Sungai dengan nama
Pandansari Tubing. Kegiatan ini sudah berjalan dengan keterbatasan
peralatan. Dengan letak desa yang tidak jauh sekitar ± 10 km dari Batang
Kota, Pandansasri memiliki tempat wisata yang luar biasa. Di samping desa
pengrajin opak ternyata Pandansari memiliki alam yang jarang ditemukan
di daerah lain, di Kabupaten Batang ini, yaitu airnya yang bening alami dan
tak pernah mengalami kekeringan. Dengan potensi alam yang dimiliki
sekarang oleh penduduk setempat terutama yang tergabung di ETOM
Adventure Team mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk mengangkat
Pandansari sebagai desa wisata (Deswita).
Berdasarkan wawancara dengan Ketua Pengelola Deswita Pandansari,
Aminudin, dijelaskan bahwa dalam aktivitas Tubing, peserta akan diajak
meluncur bebas di alur sungai yang berarus ringan dengan ban bagian dalam dari
roda truk atau bus. Layaknya rafting atau arung jeram, peserta juga dilengkapi
helm, pelampung, dan pelindung kaki. ”Perbedaaan antara tubing dan arung
jeram itu hanya pada sarananya. Kalau arung jeram menggunakan perahu,
sedangkan tubing river dengan ban dalam bus. Kegiatanya sama, yaitu
mengarungi sungai dan tubing river Pandansari diberi nama Kopal Etom yang
merupakan singkatan dari Kelompok Pecinta Alam Enak Tentrem Ora
Mendem,” ujar Aminudin.
Meski demikian, risikonya pun tidak seperti arung jeram. Resiko tubing
relatif rendah, biasanya ban dalam yang digunakan bisa saja tersangkut di atas
batu. ”Memang kalau belum biasa tentu merasa ngeri melakukan olahraga yang
satu ini. Kalau tidak bisa menyeimbangkan badan ngimbangi bisa kecemplung
dan jatuh di air sungai. Meski demikian, akan merasakan asyiknya berendam di
air yang jernih,” tandas Aminudin.
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
523
Untuk itu, pengelola menyediakan pemandu agar kegiatan tubing bisa
lancar. Petualangan air itu bertambah asyik apabila mampu melewati rintangan,
terutama saat meluncur di terjunan. ”Tubing river di Pandansari ini satu-satunya
di Jateng. Kami memilih lokasi Sungai Pandansari ini karena penuh tantangan
dan rintangan yang mengasyikkan, terutama saat melampui terjunan,” masih
menurut Aminudin. Selain airnya jernih, peserta juga akan dimanjakan oleh
pemandangan alam yang hijau serta persawahan yang membentang luas. Start
dimulai dari Bendung Kupang menuju pintu air di Pandansari. Permainan itu
bisa dilakukan sendiri atau dengan digandeng. ”Permainan tubing kami banderol
Rp 45.000/orang dengan fasilitas helm, rompi, ban dalam dan pemandu. Selain
itu, juga kami sediakan makan dengan menu khas Pandansari, opak sambal,”
ujar Aminudin. Di samping tubing sambil menunggu giliran, peserta bisa
menikmati terapi ikan gratis di area pintu air Desa Pandansari. Di tempat itu ada
ribuan ikan nilem, nila, dan emas.
4. Pondok Pesantren (Ponpes Nurul Huda Pandansari Krajan)
Merupakan perpaduan konsep wisata reliji terutama di dunia pendidikan
Islam yang masih menganut metode Salaf diharapkan ini bisa menjadi tempat
fieldtrip/studi banding dunia pendidikan Islam yang dikelola secara swakelola
oleh Yayasan Ponpes Nurul Huda Desa Pandansari.
5. Spot Pemancingan (Kedung Lanjaran Dukuh Mrico)
Ini merupakan kegiatan pemanfaatan sungai yang ada kedungnya sepanjang
± 200 meter dengan lebar 9 meter sebagi lokasi pemancingan alami.
Potensi sosial budaya merupakan potensi yang terdapat di kehidupan
masyarakat. Berbagai jenis kesenian daerah dan adat istiadat merupakan contoh
potensi sosial budaya. Menurut keterangan Bapak Sutamto Ali selaku Kades
Pandansari, ”untuk saat ini kebudayaan di Desa Pandansari tidak terlalu mencolok,
akan tetapi ada kesenian rebana tradisional. Pada zaman dulu ada satu kebudayaan
khas dari Desa Pandansari yaitu semacam tarian lokal dan saya merupakan salah
satu pelaku dari kesenian budaya tersebut. Sekarang belum ada yang bisa
melestarikannya, rencananya kami akan mengembangkan kebudayaan tersebut.
Saya sebagai pelatihnya dan di rumah saya tersedia ruang khusus untuk kesenian
tersebut. Akan tetapi kami terkendala dengan anggaran untuk pembelian alat seperti
gendhing dan lainnya. Ini akan menjadi potensi wisata yang sangat besar, yaitu
ketika para wisatawan datang kami ingin menyajikan tarian tersebut sebagai ciri
khas tarian di Desa Pandansari.”
Sistem Sosial
Sistem jaringan sosial yang ada di masyarakat Desa Pandansari sangat
mendukung terhadap pembangunan desa wisata akan tetapi jaringan sosial yang
bersifat privat/swasta belum ada yang masuk untuk pengembangan Deswita. Untuk
jaringan sosial masyarakat di Desa Pandansari yang cukup berpengaruh terhadap
pengembangan Deswita Pandansari adalah Karang Taruna dan PKK. Karang
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
524
Taruna sebagai penggerak kelompok-kelompok pemuda biasa ikut serta dalam
pengembangan Deswita Pandansari. Sedangkan PKK mengkoordinasikan para
perempuan di Desa Pandansari kaitannya dengan potensi kuliner. Selain itu mereka
juga ikut serta dalam memasarkan adanya wahana wisata air di Desa Pandansari.
Mereka juga tergabung dalam Pokdarwis yang kemarin juga mendapatkan Juara 1
tingkat Kabupaten Batang. Dan saat ini juga sedang mempersiapkan untuk Lomba
Pokdarwis tingkat Provinsi Jawa Tengah pada bulan Agustus mendatang.
Institusi dan Organisasi
Institusi dan Organisasi yang ada di Desa Pandansari yaitu antara lain BPD,
LPMD, PKK, Karang Taruna dan Kelompok Deswita. Hubungan antar institusi dan
organisasi tersebut selama ini berjalan dengan baik. Hal ini berdasarkan wawancara
dengan Kepala Desa Pandansari, Sutamto Ali, dikatakan bahwa “hubungan
organisasi yang ada di Desa Pandansari seperti BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna
dan lainnya sangat baik dan saling mendukung terhadap program pembangunan
pemerintah Desa Pandansari. Hal ini juga sama halnya dengan hubungan
Pemerintah Desa Pandansari dengan Pengelola Deswita Pandansari. Jika ada
kegiatan rutin mereka selalu melibatkan warga maupun organisasi-organisasi yang
ada di Desa Pandansari ini. Seperti warga atau anggota Karang Taruna dijadikan
sebagai juru parkir, ibu-ibu PKK sebagai produsen yang memproduksi opak dan
sambelnya untuk para pengunjung Deswita tersebut.”
Hal ini dipertegas oleh Aminudin selaku Ketua Deswita, “untuk hubungan
dengan pemda harus berlangsung dengan baik, sebagai contoh berkaitan dengan
informasi-informasi dan juga pengajuan bantuan seperti pelampung kita
mengajukan ke pemerintah kabupaten yang otomatis mengetahui kepala desa dan
kecamatan.”
Kesiapan Masyarakat
Pengetahuan Masyarakat
Secara umum masyarakat umum di Desa Pandansari cukup mengetahui
akan keberadaan objek wisata di desanya. Menurt Samidah, salah satu perajin opak,
“wisata di sini ya itu wisata air, berenang dengan ban. Menurut Ponidi, salah
seorang petani, “saya tahu itu wisata air seperti berenang tapi memakai ban bekas
mobil besar. Sekitar tahun 2013-an mulai beroperasi yang dikelola oleh sejumlah
masyarakat di Desa Pandansari yang tergabung dalam komunitas pecinta alam.”
Menurut Aminudin, Ketua Kelompok Deswita, “jadi kami sejak awal sudah
memimpikan hal itu, karena suatu hal maka akhir tahun 2013 baru bisa dirintis. Kita
rilis dengan adanya komunitas Kopal Etom atau komunitas pecinta alam yang ada
di Pandansari. Tujuan yang pertama memang fokus pada pelestarian alam. Kalau
ibarat sampeyan punya kebun kalau tidak difungsikan maka banyak yang buang
sampah di situ, tapi seandainya dirawat dan dibersihkan jadi orang sungkan untuk
membuang sampah di situ. Artinya sejak awal kami sudah berfikir sebelum ada
perumahan dan pencemaran maka sungai ini kami fungsikan sebagaimana mestinya
saat ini. Dengan semaksimal mungkin tanpa mengurangi, merusak dan merubah
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
525
sungai tersebut.”
Masih menurut Aminudin, “secara umum masyarakatnya baik-baik. Akan
tetapi sempat ada orang yang mencemooh terhadap kegiatan kita seperti bilang
“wes tuwo-tuwo kok dolanan banyu” ada juga yang bilang seperti “pasukan
lingsang” semacam hewan di air yang suka makan ikan. Akan tetapi pada akhir
tahun 2013 kita buka untuk umum, itu ternyata ramai dan tahun 2014 kita full
kegiatan serta sudah menghasilkan juga. Terlepas itu sebenarnya sudah ada
kegiatan seperti itu ketika saya kecil, istilahnya sekarang hanya inovasi dari hal itu.
Seperti jaman dulu saya dan teman-teman banyak yang “langenan” atau berenang
mengarungi sungai, nah sekarang ibaratnya inovasi dengan ban yang berstandar
rafting tidak seperti dulu yang masih menggunakan pelepah pisang. Ternyata kok
bagus dan kita kembangkan sehingga punya nilai tambah dan jual sendiri.”
Menurut Erni Sulastri, Ketua PKK, “setahu saya mulai akhir tahun 2013
muncul adanya pengembagan wisata air yang masyarakat menyebutnya Desa
Wisata atau Deswita. Deswita dikembangkan oleh para pemuda yang sudah
berumur dengan kerjasama beberapa orang asli Desa Pandansari. Sejauh ini sudah
lumayan para pengunjungnya terutama pada hari libur seperti hari Sabtu dan
Minggu. Sebagai ketua lembaga desa atau PKK di sini saya sangat bangga ada
masyarakat yang mempunyai peran sertanya dalam memajukan desanya yang
melalui pemanfaatan potensi desa. Ya memang sumber air tersebut bukan berasal
dari Desa Pandansari tapi berasal dari desa lain. Akan tetapi aliran sungainya
melewati desa kami dan itu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat mencuci
baju dan mandi. Ya mungkin dari situlah para pengelola tersebut
mengembangkannya menjadi wisata air seperti menyusuri air menggunakan ban
(body rafting).”
Mengenai peran perempuan di desa, Erni Sulastri menambahkan “kalau
ditanya peran perempuan khususnya yang tergabung dalam PKK dalam
pengembangan Deswita ini belum terlalu terlihat. Ya kami hanya sekadar
mengapresiasi masyarakat yang mempunyai ide tersebut. Dukungannya ya ikut
memasarkan wisata tersebut. Seperti kemarin kelompok sadar wisata (pokdarwis)
Desa Pandansari juara 1 tingkat Kabupaten Batang dan besok bulan Agustus akan
mengikuti lomba sejenis tingkat Provinsi Jawa Tengah. Itu merupakan satu prestasi
desa kami yang memang terbilang baru dalam pengembangan desa wisata.”
Ditambahkan oleh Nasrudin, Ketua Karang Taruna, “potensi wisata di Desa
Pandansari yang sedang dikembangkan saat ini adalah wisata tubing atau wisata
pengarungan sungai menggunakan ban bekas. Sungai ini sumbernya berasal dari
desa lain akan tetapi alirannya mengaliri Desa Pandansari. Oleh karena itu sungai
tersebut difungsikan oleh para pemuda khususnya yang terlibat dalam kegiatan
pecinta alam yang disebut Kopal Etom untuk dijadikan wisata air. Wisata ini
awalnya beroperasi pada tahun 2013-an dan sampai saat ini pengunjungnya juga
cukup banyak, baik dari wisatawan lokal maupun wisatawan luar kota.”
Persepsi dan Harapan Masyarakat
Harapan masyarakat terhadap pembangunan di Desa Pandansari sangat
tinggi, di mana pembangunai masih difokuskan pada infrastruktur jalan dan sarana
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
526
yang bersifat fisik. Pembangunan yang berfokus pada Deswita belum begitu ada,
karena terkendala masalah anggaran. Menurut Kades Pandansari, “dari pemerintah
saja untuk tahun 2014 untuk pengembangan Deswita hanya sekitaran 5 – 7 juta saja.
Sebenarnya kami sudah mengusulkan pada Musrenbangdes meskipun bukan untuk
pembangunan prioritas, akan tetapi pada skala Musrenbangkec kami selalu kalah
dan akhirnya alokasi anggaran untuk pembangunan Deswita tersebut juga tidak ada.
Sedangkan hasil dari para pengunjung yang menikmati wahana wisata Deswita
hanya cukup untuk biaya pemeliharaan, pembelian alat dan kesejahteraan para
guidenya. Belum ada kontrak yang jelas mengenai bagi hasil pendapatan dari
Deswita dengan desa apalagi untuk pembangunannya. Ya tadinya sulit untuk
menyatukan persepsi tentang kesiapan masyarakat dengan adanya Deswita
Pandansari, akan tetapi saya bekerja dengan para lembaga yang ada di desa
berembug bersama warga berbicara tentang potensi yang ada di desa kami. Toh
nantinya ini juga kembali lagi ke mereka hasilnya.”
Hal ini dipertegas oleh Aminudin, Ketua Kelompok Deswita, “masyarakat
sangat antusias, ya mungkin kendala kita kan susah untuk merubah mindset
masyarakatnya dalam waktu satu sampai lima tahun ini. Kami mempunyai harapan
desa wisata ini menjadi wisata yang komplit tidak hanya wisata tubing saja. Kita
sudah memetakan ada lima potensi pengembangan dari wisata ini. Pertama tubing
sendiri, kemudian pasar desa bagaimana agar terlihat seperti pasar modern tetapi
transaksi dan cara jualnya masih secara tradisional, ada kampung ikan, kampung
konservasi dan kampung pondok pesantren. Kalau pondok di sini kan masih
menganut salaf atau pengelolaan secara tradisional. Jadi jika para pengunjung ada
yang ingin tahu tentang bagaimana mengelola pondok salaf di era modern, hal itu
akan mempunyai daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Deswita kita kan ada
logonya, ini kan logo yang kita buat dan diharapkan menjadi logo resmi dari desa
wisata itu dengan backgroundnya sungai. Jadi deswita bukan tubing, tapi tubing itu
bagian dari kegiatan di Deswita. Itu yang masyarakat belum menyadari hal itu.
Terus kampung konservasi itu kita sudah mulai tanam bekas galian C dengan pohon
pinus dari swadaya pemerintah sebesar 15 hektare, lahan itu milik perorangan
bukan dari perusahaan. Itu kan dulunya-dulunya ladang, karena sulit air jadinya di
jual tanah dan materialnya, kan menjadi habis kandungannya tanahnya. Jadi
kemarin bulan Pebruari kita siasati dan sosialisai kepada para pemilih lahan itu
kami kumpulkan bagaimana kalau saya punya bibit anda tanam sampai besar dan
jual kembali ke kami, kami tidak meminta untungnya berapa tapi yang penting jual
ke kami. Dan disitu juga ada semacam spot untuk para wisatawan yang dikonsep
sebagai pemancingan alami, itulah sebabnya kami sebut sebagai kampung
konservasi. Sebenarnya pemikiran itu sudah kami cetuskan seperti dengan pemdes
dan masyarakat akan tetapi terkadang kita masih berjalan sendiri-sendiri.”
Menurut Nasrudin, Ketua Karang Taruna, “sebaiknya para pemuda yang
ada jangan hanya difokuskan sebagai juru parkir saja, masih banyak profesi yang
bisa dikembangkan seperti guide, pengrajin, penjual dan pengelola home stay.”
Masih menurut Nasrudin, “ untuk infrastruktur yang perlu dikembangkan kalau
menurut saya yang pertama adalah akses jalan sepanjang sungai menuju start
pointnya. Kemudian kami harapkan ada semacam blok-blok untuk masyarakat
Pandansari jualan. Perlu juga semacam home stay bagi mereka yang ingin
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
527
menikmati suasana malam dan pagi di Desa Pandansari. Masalah blok untuk jualan
itu kan merupakan upaya meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan untuk
mendukung pengembangan Deswita itu sendiri, sehingga para pengunjung ketika
datang kesini tidak hanya menikmati wahananya tapi juga kuliner khas sini
misalnya seperti opak sambel dan mungkin kuliner lainnya yang nanti akan kami
kembangkan di sini.”
Menurut Ponidi, salah seorang warga, “ya kami sangat mendukung adanya
wisata ini, selain itu biasanya saya diajak sama pengelola untuk ikut serta jika ada
pengunjung yang ingin belajar menanam padi di sawah garapan yang sudah
disediakan. Biasanya pengelola itu bekerjasama denga para pemilik sawah untuk
lahannya digunakan, ya biasanya kami sebagai para buruh tani untuk ikut serta
dalam kegiatan itu. Saya sangat mengapresiasi para masyarakat yang tergabung
dalam komunitas pecinta alam itu yang mengembangkan dan mengelola wisata di
Pandansari. Ya kita maunya untuk ke depannya wisata ini dibangun warung-warung
kecil sepanjang jalan menuju area wisata itu untuk jualan masyarakat disini. Jadi
kan mereka diuntungkan, pengelola juga untung, masyarakat juga untung dan
senang baik untuk secara pendapatan maupun kepuasan. Perbaruhi jalan di Desa
Pandansari yang masih jelek, agar pengunjung juga tidak susah untuk menuju ke
area wisatanya.”
Masih menurut Ponidi, mengenai tanggapan pengunjung, “ya mereka
senang dengan adanya wisata di sini apalagi dengan adanya wisata menanam padi.
Mereka senang belajar di desa ini. Ada juga yang bilang ini harus ditambah
fasilitasnya seperti tempat jualan dan juga penginapan yang tradisional. Seperti
bentuknya rumah dengan dinding bambu atau apa itu lah.”
Harapan dari Samidah, salah seorang perajin opak, “ya sebisa mungkin
untuk operasi wisatanya bisa setiap hari dan tidak hanya akhir pekan saja atau jika
ada event saja. Selain itu juga dibuatkan tempat-tempat untuk jualan di sepanjang
jalan atau di lokasi wisatanya. Kalau persiapan produksi sebenarnya memang bahan
baku singkong jadi sebuah kendala kami disini. Tapi biasanya sudah kami pesan
jauh-jauh hari. Selain itu para pekerja yang siap setiap saat untuk memproduksi
opak itu. Kalau persiapan untuk membangun tempat jualan kami tidak punya modal
untuk hal itu.”
Kelembagaan Masyarakat
Secara umum kelembagaan di Desa Pandansari mulai dari LPMD, BPD
hingga PKK semuanya ada dan saling bersinergi. Sedangkan untuk partisipasi
kelembagaan yang paling menonjol adalah Karang Taruna di mana anggotanya
berasal dari para pemuda khususnya mereka yang mengembangkan Deswita yang
diketuai oleh Pak Aminuddin. Melalui kerja sama yang baik terbukti bahwa Desa
Pandansari berhasil memenangkan lomba Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata)
tingkat Kabupaten Batang dan nanti pada bulan Agustus akan maju dalam tingkat
Provinsi Jawa Tengah.
Menurut Nasrudin, Ketua Karang Taruna, “hubungan antar lembaga yang
ada di Desa Pandansari khususnya Karang Taruna sangat baik. Kami selalu
bermusyawarah ketika ada kegiatan atau informasi baru. Dan kami rutinitas setiap
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
528
hari Sabtu atau malam Minggu mengadakan pertemuan. Begitu juga dengan
pengelola Deswita itu, dengan jalinan dan koordinasi jika mereka ada kegiatan
selalu berkoordinasi tentang keamanan dan juga lainnya.”
Dampak Sosial
Dampak sosial yang timbul karena aktivitas wisata di Desa Pandansari bisa
dikatakan sangat positif, misalnya sebagian besar pengembangan Deswita ini ramah
lingkungan dan tidak ada yang merubah atau bahkan merusak lingkungan
alamnnya. Semua dikembangkan masih asli atau sama seperti semula. Justru malah
tahun kemarin pengelola yang tergabung dalam Kopal Etom menanam pohon di
sepanjang aliran sungai yang dijadikan objek wisatanya. Untuk pengembangan
memang sedikit ada perubahan yaitu renovasi terhadap talud yang sudah rusak dan
yang diperkirakan membahayakan para pengunjung. Selain itu jembatan tradisional
masih dibikin asli agar ketika pengunjung melewatinya masih terasa dan sedang
mengarungi desa yang masih alami dengan pemandangan gunung dan sawah yang
membentang. Juga dikenalkan konsep TANDUR atau “tanam mundur” dalam
menanam padi dengan tujuan memberikan edukasi kepada para pengunjung
bagaimana cara menanam padi sebagai warisan nenek moyang kita. Intinya secara
sosial dan lingkungan tidak ada yang dirubah atau dirusak untuk pengembangan
Deswita dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Bupati Batang juga sudah
meninjau ke lokasi dan disimpulkan bahwa berkaitan dengan alam dan kerusakan
lingkungan belum ditemukan hal-hal negatif.
Dampak Ekonomi
Sebagian masyarakat Desa Pandansari adalah para buruh tani dan petani, di
mana pada periode kemarin petani mengalami gagal panen 3 kali berturut-turut.
Secara umum, masyarakat Pandansari bisa dikatakan cukup sejahtera terbukti
dengan banyaknya rumah penduduk yang terbuat dari tembok dan keramik. Selain
itu ada juga sebagian masyarakat yang mata pencahariannya membuat tempat
makanan dari anyaman bambu seperti tempat nasi, tampah dan sebagainya.
Berbicara masalah potensi ekonomi yang mungkin bisa dikembangkan di Desa
Pandansari melalui Kelompok Deswita adalah perencanaan membangun tempat
jualan sederhana di sepanjang jalan menuju tempat wisata dengan harga jual yang
murah dan harus memenuhi standar perjanjian antara Pengelola Deswita dengan
Pemerintah Desa. Hal ini dipertegas oleh Aminudin, Ketua Kelompok Deswita,
“tidak boleh mahal dan tidak boleh terlalu murah. Seperti jualan makanan khas opak
sambel, kemudian anyaman bambu yang dibuat gelang atau apa yang lebih unik
sehingga pengujung mempunyai oleh-oleh khas dari Pandansari.”
Masih menurut Aminudin, “harapan kami semua bidang kehidupan bisa
dikembangkan potensinya. Seperti contohnya jika kita membangun tempat sampah,
hal itu akan kami jadikan satu isu sebagai pelestarian alam dengan cara belajar
mengolah sampah-sampah yang mempunyai nilai ekonomi tersendiri, misal
sampah plastik. Sudah dibangun tempat pembuangan sampah tapi masyarakat tidak
sadar akan hal itu. Ini merupakan hal pokok yang sedang kami kaji bagaimana
memanfaatkan potensi sampah plastik itu menjadi nilai ekonomi seperti menjadi
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
529
tas, dompet, bunga, hiasan lainnya dan sebagainya.”
Bagi para pembuat makanan opak ternyata tempat wisata yang ada
memberikan penghasilan tersendiri bagi mereka. Seperti dikatakan Samidah, salah
satu pembuat opak, “ya syukur pendapatan kami mulai bertambah dengan adanya
para pengunjung wisata di sini. Selain itu biasanya ada yang pesan opak sambal
sampai banyak untuk dijadikan oleh-oleh khas dari Desa Pandansari. Sebelumnya
kan biasanya opak kami jual ke kota atau dikirim ke luar kota. Ada juga untuk
konsumsi sendiri dan dijual di warung-warung yang ada di Pandansari.” Juga
dilakukan kerjasama antara pengelola wisata dengan para pembuat opak, seperti
ditegaskan oleh Samidah, “ada, kerjasamanya ya jika mereka ada tamu yang
booking untuk wisatanya biasanya pengelola mengabari kami untuk memproduksi
opak lebih banyak dari pada biasanya. Kalau bagi hasil memang belum ada mas,
namanya juga penjual kecil-kecilan, yang penting bagi kami adalah kepuasan
pengunjung dan pengelola wisatanya juga terbantu dan kami sebagai penjual juga
terbantu.”
Bagi pengelola wisata, dengan menyajikan perjalaan river tubing sekitar 4
kilo meter yang ditempuh sekitar 1 jam maka per trip dikenakan biaya Rp 300.000,-
untuk tiap 10 orang. Penghasilan yang terkumpul dishare ke pemerintah desa serta
ke pengelola wisata. Bagi anggota komunitas Kopal Etom, selain bisa berpartisipasi
sebagai guide, juga membantu sebagi juru parkir, dan sebagai event organizer untuk
kegiatan outbond dan camping. Sedangkan untuk masyarakat umum, biasanya
berjualan di sekitar objek wisata untuk menjajakan makanan kecil, minuman dan
makanan besar lainnya.
Potensi dan Preferensi Wisatawan
Untuk pengunjung kebanyakan dari wisatawan lokal dan wisatawan dari
luar kota. Pertama kali dibuka justru kebanyakan pengunjungan dari luar kota
seperti Madiun, Jogja, Solo, Semarang, Cirebon dan Jakarta. Secara umum sampai
saat ini pengunjung di Deswita Pandansari semakin bertambah. Beberapa kritik dan
saran banyak sekali dari pengunjung terutama berkaitan dengan akses jalan dan
fasilitas seperti tempat bilas yang masih sangat minim jumlahnya sehingga kalau
pengunjung banyak maka timbul antrian yang panjang. Untuk rest area jika
pengunjung banyak maka disediakn tenda untuk istirahat.
Menurut Nasrudin, Ketua Karang Taruna, “sejauh ini para pengunjung
sangat antusias terhadap wisata baru di Pandansari, malahan ada yang tidak hanya
sekali ke sini. Ya mereka menganggap di sini suasananya masih alami tanpa
sentuhan alam yang diubah atau dirusak. Selain itu dengan adanya wisata alam
seperti menanam padi bersama petani menjadi daya tarik tersendiri bagi para
pengunjung, khususnya mereka yang ingin belajar cara menanam padi seperti
kemarin itu anak TK yang berkunjung dan mencoba wahana menanam padi
bersama petani.”
Strategi Pengembangan Desa Inovasi Wisata
Secara umum, strategi pengembangan Desa Inovasi Wisata di Pandansari
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
530
saat ini berfokuskan pada pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. Seperti
akses jalan khususnya yang menuju ke lokasi Deswita. Selain itu sarana tempat
mandi atau bilas yang sedang direncanakan ke depannya bersamaan dengan
pembangunan penginapan sederhana untuk para pengunjung/wisatawan. Menurut
Bapak Sutamto Ali, Kades Pandansari, “berkaitan dengan strategi khusus kami
selalu mempromosikan desa kami sebagai Desa Wisata dengan daerah lain dan juga
keterlibatan pemerintah khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di mana
informasi eksistensi Deswita Pandansari sudah masuk dalam website dan katalog
pariwisata mereka. Ya kedepannya jika ada anggaran untuk mengembangkan apa
yang sudah kami rencanakan dalam pembangunan dan pengembangan Deswita itu
ya akan segera kami laksanakan pembangunan dan pengembangannya toh nanti
akan kembali lagi ke masyarakat hasilnya”.
Menurut, Aminudin, Ketua Deswita, “kalau hitungan dananya dari
perintisan hingga saat ini, kami petakan seperti tubing river, body, dan perahu karet.
Ada lagi outbond anak dan dewasa, kemudian kampung konservasi sekitar 500
meter persegi hibah dari pemerintah desa, di mana di kampung itu banyak kolam
ikan sehingga kami sebut sebagai kampung konservasi baik ikan air tawar maupun
ikan sisik. Ya dari total lahan hibah tersebut kami bangun saung dengan suasana
kampung sekaligus pemancingan, dan hal ini bisa dijadikan sebagai studi banding
dari masyarakat luar. Untuk pondok pesantren tinggal di konsep bersama antara
masyarakat dan pengelola pondok pesantren. Untuk pengembangan pasar
dibutuhkan dana yang besar. Konsep kami tentang pasar adalah dibangun secara
modern tapi masih terlihat tradisional. Pasar itu kan milik desa dan seharusnya
sudah ada lembaga sendiri yang mengurusi pasar tersebut, akan tetapi sampai saat
ini kan hanya sebatas retribusi saja. Hal itu juga sama dengan halnya desa wisata
ini yang harus ada kelembagaannya sendiri atau pokjanya. Kalau ditotal dari
anggaran untuk ke lima potensi wisata yang akan dikembangkan itu ya bisa
mencapai miliyaran rupiah.”
Beberapa investor swasta dari Solo dan Semarang sempat menawarkan
kerjasama berupa sharing untuk pembangunan dan perijinan yang menjadi porsi
investor kemudian pengelolaan menjadi porsi masyarakat. Tetap pihak pengelola
Deswita masih menitikberatkan pada upaya pemberdayaan masyarakat di mana
konsepnya dari, oleh dan untuk masyarakat sehingga tawaran tersebut sementara
ditolak. Hal ini dipertegas oleh Aminudin, Ketua Deswita, “artinya kalau
masyarakat suka jualan ya silakan jualan dan lainnya. Kami juga ingin mengarah
ke penyediaan home stay. Artinya setiap rumah menyediakan kamar untuk tamu-
tamu tersebut.”
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Pemda Batang telah memberikan
bantuan stimulan dana sebesar Rp 5 juta untuk memotivasi Kelompok Deswita.
Dana itu digunakan oleh kelompok untuk pembelian alat kemudian dari dana kas
kelompok serta swadaya anggota dan masyarakat terkumpul dana untuk kegiatan
sosial seperti pembagian takjil gratis pada bulan puasa. Jadi fokus kegiatan
kelompok bukan hanya untuk wisata saja, tapi juga untuk kegiatan yang positi
dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Untuk strategi pemasaran menggunakan jaringan, mulai dari jaringan
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
531
organisasi, kenalan, pertemanan seperti di media sosial, dan media cetak. Kemudian
yang kedua adalah secara pribadi maupun organisasi berusaha mengikuti event-
event di kabupaten seperti lomba dan sebagainya dan beberapa kali juara 1 di
tingkat kabupaten, sehingga akan memunculkan stigma bahwa di Pandansari ada
wisata baru dan seterusnya. Kelompok Deswita berusaha untuk menjadi wahana
berkumpulnya semua kelompok masyarakat yang ada di Desa Pandansari sehingga
penguatan organisasi juga selalu dilakukan.
Walaupun demikian, partisipasi masyarakat masih menjadi kendala salama
ini. Hal ini dikeluhkan oleh Nasrudin, Ketua Karang Taruna Pandansari,
“masyarakat belum terlalu berpengaruh. Memang kemarin-kemarin beberapa kali
kami coba kumpulkan masyarakat, ya namanya masyarakat belum semuanya bisa
sepenuhnya untuk berkumpul. Jadi itu kendala kita di tengah masyarakat. Ya kalau
masyarakat semua oke maka untuk mengembangkan Deswita ini pastinya akan
lebih baik lagi dan cepat. Jadi ke lima pengembangan itu bukan hanya kami yang
menangani. Harapanya seperti ada pasar, di situ kan ada pemdes, ada pengurus
pasar dan sebagainya yang akan berpikir mencari celah contohnya ada budget yang
harus dicari ke pihak ke tiga dan itu mereka yang punya wewenang, tidak mungkin
dari komunitas kami yang menangani itu semua. Kemudian ada kampung
konservasi yang sudah sosialisasikan di Dukuh Mrico di mana ada Sekdes sebagai
penasehatnya tapi belum jalan kalau kami yang bukan cari kegiatan dan seterusnya.
Kemudian ada pondok pesantren yang telah ada bantuan rusunawa. Kemudian yang
dibutuhkan itu adalah sinergi dan kerja ikhlas, jangan harapkan yang namanya
rintisan akan langsung mendapatkan uang.”
Strategi Diversifikasi Produk Wisata
Beberapa pemikiran yang muncul di Kelompok Deswita berkaitan dengan
diversifikasi produk wisata antara lain pembuatan cindera mata berupa wayang
kertas; jasa sablon kaos khas Pandansari dan Kabupaten Batang; souvenir berupa
kerajinan besek yaitu tempat nasi yang dianyam dari bambu, selain itu ada juga alat-
alat lainnya seperi wakul, tampah, dunak dan sebagainya; dan produk daur ulang
sampah. Kendala yang dihadapi untuk mewujudkan hal tersebut adalah pelatihan
dan pendampingan yang membutuhkan instruktur dari luar serta faktor pendanaan.
Sedangkan potensi kuliner yang bisa dikembangkan antara lain makanan
opak, sejenis kerupuk yang terbuat dari bahan dasar singkong. Hal ini ditegaskan
oleh Ibu Erni Sulastri, Isteri Kepala Desa sekaligus sebagai Ketua PKK, “dahulu
banyak rumah-rumah yang memproduksi opak tersebut akan tetapi sekarang hanya
beberapa rumah saja yang masih beroperasi. Ya keinginan kita mengembangkan
makanan kecil tersebut agar menjadi ciri khas dari desa kita, akan tetapi masih ada
beberapa kendala baik secara lembaga maupun sumber dayanya. Bahan dasarnya
saja kami harus beli dari desa lain. Pengolahan dari bahan hingga menjadi opak
juga masih menggunakan alat tradisional. Tapi sayang dalam packingnya belum
bagus. Untuk ke depanya kami sangat berharap dari pemerintah atau dinas terkait
khususnya untuk mengadakan pelatihan khusus untuk masalah kuliner dalam
mendukung wisata baru di Desa Padansari. Kalau kesenian disini adanya rebanan
yang biasa dimainkan oleh anak-anak sekolah.”
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
532
Proses produksi opak ini juga menarik untuk menjadi salah satu atraksi
wisata, hal ini sesuai dengan pernyataan Samidah, salah satu pembuat makanan
opak, “pengunjung wisatawan cukup baik, ada juga yang terkagum-kagum dengan
kuliner opak sambel bagi mereka yang belum tahu. Mereka juga ada yang beberapa
kali ke sini untuk mencoba wisatanya ada juga yang khusus untuk membeli serta
melihat bagaimana cara memproduksi opaknya”.
Strategi Peningkatan Kompetensi Masyarakat Lokal
Keterampilan yang menonjol di masyarakat yaitu berupa perajin besek yaitu
tempat nasi yang dianyam dari bambu. Selain itu ada juga alat-alat lainnya seperi
wakul, tampah, dunak dan sebagainya. Menurut Bapak Sutamto Ali, Kades
Pandansari, “kami belum mampu mengembangkan anyaman tersebut menjadi
souvenir untuk para wisatawan. Akan tetapi kami mempunyai rencana
mengembangkan anyaman tersebut menjadi oleh-oleh seperti gelang dan kalung.
Kendalanya terdapat pada sumber daya manusianya serta dukungan pelatihan untuk
kegiatan tersebut. Masalah bahan bakunya kami sangat siap dan melimpah. Jadi
untuk sementara ini untuk pengembangan souvenir Deswita belum mampu kami
wujudkan, tapi kedepannya kita sudah terpenuhi sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya kami siap.”
Untuk ketrampilan di bidang kuliner yang khas di Desa Pandansari adalah
pembuatan opak yang berbahan dasar singkong. Masih menurut Kades Pandansari,
“kekurangannya ada pada packingnya yang belum ada selain itu nomor registrasi
dari dinas terkait juga belum ada. Untuk kedepannya kami sangat berharap kepada
instansi terkait untuk bisa mengembangkan potensi kuliner khususnya opak yang
ada di Desa Pandansari sebagai ciri khas makanan kecil yang bisa dijadikan oleh-
oleh para pengunjung wisata di Desa Pandansari ini.”
Masyarakat lokal yang terlibat aktif dalam Kelompok Deswita ada sekitar
80 orang. Tahun 2015 ini telah dibuka pendaftaran baru untuk tahun ke-3. Sebagian
besar anggota Deswita adalah penduduk Desa Pandansari, sedangkan anggota
komunitas Kopal Etom boleh dari penduduk luar sedangkan pengelolanya dari
warga setempat. Pemberdayaan anggota Deswita misalnya dalam hal kebutuhan
guide untuk aktifitas tubing, misalkan ada tamu luar berupa rombongan sejumlah
250 orang dan maka diperlukan pemandu sekitar 20 orang.
Beberapa pelatihan organisasi yang rutin dilakukan antara lain pelatihan
dasar kepemimpinan, kemudian untuk pendakian ada pelatihan survival pecinta
alam, karena Kopal Etom berbasis pecinta alam. Khusus untuk pelatihan tubing
sendiri ada pelatihan sekitar 1 minggu dan dilanjutkan dengan on job training untuk
permulaan. Instruktur pelatihan biasanya berasal dari anggota yang secara sukarela
menularkan pengetahuan dan ketrampilannya misalnya dalam hal pelatihan
olahraga arung jeram air serta pelatih khusus bekerja sama dengan pihak Pemda
Batang.
Untuk menumbuhkan kebanggaan korps maka diciptakan lagu wajib berupa
mars berjudul “Kopal Etom Tak Memandang Status Sosial” yang bermakna bahwa
komunitas Kopal Etom terdiri dari orang-orang dengan berbagai macam hobby dan
ketrampilan dan dari berbagai macam status. Misalkan ada anggota yang interest
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
533
untuk beternak maka diarahkan untuk terjun di sektor peternakan.
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Potensi fisik wisata di Desa Pandansari adalah berupa Pasar Desa, Kawasan
Perikanan (Kampung Iwak), Sungai (Pandansari Tubing), Pondok
Pesantren dan Spot Pemancingan.
2. Potensi sosial budaya yang ada di Desa Pandansari adalah kesenian rebana,
tarian lokal (sedang akan digali dan dikembangkan), institusi dan organisasi
berupa BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna dan Kelompok Deswita.
3. Kesiapan dan pengetahuan masyarakat lokal terhadap pengembangan desa
inovasi wisata adalah sangat baik, terbukti dengan keterlibatan segenap
komponen masyarakat dalam program pemberdayaan melalui desa inovasi
wisata.
4. Harapan masyarakat lokal terhadap pengembangan desa inovasi wisata
antara lain pembangunan infrastruktur jalan dan sarana bersifat fisik,
keterlibatan sebagai sumber mata pencaharian (juru parkir, penjual,
pengrajin souvenir, penyedia kuliner, pemandu outbond, dan lain-lain).
5. Dampak sosial lingkungan dari pengembangan desa inovasi wisata adalah
berpengaruh positif, terbukti dengan penanaman pohon di sepanjang aliran
sungai yang dijadikan objek wisata dan perbaikan talud serta jembatan desa.
6. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengembangan desa inovasi wisata
antara lain dikembangkannya kerajinan lokal seperti membuat tempat
makanan dari anyaman bambu seperti tempat nasi, tampah dan sebagainya
untuk dijadikan sebagai souvenir wisata, diberikannya kesempatan
masyarakat lokal untuk berjualan di lokasi wisata, daur ulang sampah untuk
produk bernilai ekonomis, memberikan lapangan pekerjaan bagi para
pembuat opak, sumber pemasukan bagi Kelompok Deswita dan Pemerintah
Desa serta memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian penduduk seperti
guide, juru parkir, pemandu outbond dan camping.
7. Preferensi wisatawan lebih fokus pada perbaikan akses jalan dan fasilitas
tempat bilas serta rest area dan tempat parkir.
8. Secara umum, strategi pengembangan Desa Inovasi Wisata di Pandansari
saat ini berfokuskan pada pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana
wisata. Secara khusus, strategi diversifikasi produk wisata antara lain
pembuatan cindera mata berupa wayang kertas; jasa sablon kaos khas
Pandansari dan Kabupaten Batang; souvenir berupa kerajinan besek yaitu
tempat nasi yang dianyam dari bambu, selain itu ada juga alat-alat lainnya
seperi wakul, tampah, dunak dan sebagainya; dan produk daur ulang
sampah.
9. Strategi peningkatan kompetensi masyarakat lokal diarahkan pada
peningkatan ketrampilan pembuatan souvenir wisata, pembuatan kuliner
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
534
khas Pandansari, pelatihan dasar kepemimpinan dan pelatihan survival
pencinta alam.
Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang bisa diberikan dalam penelitian ini antara lain
adalah:
1. Perlu digali lagi dan dikembangkan kesenian khas lokal berupa tarian yang
dulu sempat eksis untuk dijadikan sebagai atrakasi pertunjukan di tempat
wisata. Perlu bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
setempat untuk pengembangan kesenian tradisional tersebut dalam rangka
mengintegrasikan kesenian lokal untuk mendukung destinasi wisata di
Pandansari.
2. Menyediakan homestay yang dikelola oleh masyarakat untuk menyediakan
penginapan bagi wisatawan yang akan menginap dengan konsep kuliner
atau makanan yang disuplay oleh komunitas sekitarnya.
3. Bentuk-bentuk cinderamata hasil kerajinan masyarakat setempat
diupayakan mencerminkan hal-hal yang khas dari berbagai objek wisata
yang tersedia.
4. Memperbanyak papan nama, spanduk, baliho dan tanda pengenal maupun
promosi wisata mulai dari arah Kendal-Batang-Pekalongan sehingga
masyarakat akan mengetahui keberadaan objek wisata Deswita Pandansari.
5. Memperbaiki infrastruktur jalan dan jembatan serta pengadaan tempat bilas,
rest area serta tempat parkir bagi wisatawan.
6. Menjalin kerjasama dengan investor swasta dalam rangka mengembangkan
potensi wisata di Deswita Pandansari dengan pola kerja sama yang saling
menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, 2011
Anonymous, Peraturan Bersama Menristek dan Mendagri Nomor 03 dan 36 Tahun
2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi daerah
Ardiwidjaja, R., 2006, Pariwisata Budaya, Mengapa Tidak Sekarang?
www.budpar.go.id/filedata/747_88-pariwisatabudaya.pdf
Binns, Tony and Nel, Etienne, 2002, Tourism as a local development strategy ini
South Africa, The Geographical Journal, Vol. 168, Issues 3, Pages 235-247
Bobi, 2002, Modul Latihan Pelatihan Pengelolaan Perkotaan Tingkat Dasar:
Permasalahan Keuangan, Kelembagaan dan Peraturan, Magister
Perencanaan Kota dan Daerah, UGM
Champbell, Lisa M., 1999, Ecotourism in rural developing communities, Annals of
Tourism Research, Vol. 26, Issues 3, July, Pages 534-553
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata dan WWF-Indonesia, 2009, Prinsip dan Kriteria Ekowisata
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
535
Berbasis Masyarakat
Jones, Samantha, 2005, The Evolution and impacts of community-based
ecotourism in northern Tanzania, Annals of Tourism Research, Vol. 32,
Issues 2, April, Pages 303-324
Kiss, Agnes, 1996, Is community-based ecotourism a good use of biodiversity
conservation funds?, Annals of Tourism Research, Vol. 23, Issues 3, July,
Pages 455-465
Laverack, Glenn, and Thangphet, Sopon, 2007, Building community capacity for
locally managed ecotourism in Northern Thailand, Community
Development Journal, Oxford University
Lepp, Andrew, 2007, Residents’ attitudes towards tourism ini Bigodi village,
Uganda, Tourism Management, Vol. 28, Issues 3, June, Pages 876-885
Lestari, Susi, 2009, Pengembangan Desa Wisata Dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat (Studi di Desa Wisata Kembang Arum Sleman), Skripsi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, Ygyakarta
Linberg, Kreg, 1996, Ecotourism Questioned: Case studies from Belize, Annals of
Tourism Research, Vol. 23, Issues 3, July, Pages 543-562
Madiun, 2010, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern,
Udayana University Press, Denpasar
Ndraha, T., 1987, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal
Landas, Bina Aksara, Jakarta
Nelson, Fred, 2004, The Evolution and impacts of community-based ecotourism in
northern Tanzania, International Institute for Environment and
Development, Issues Paper No. 131, November
Nugroho, Iwan, 2007, Ekowisata: Sektor Riil Pendukung Pembangunan
Berkelanjutan, Majalah Perencanaan Pembangunan-BAPPENAS Jakarta,
Edisi 2 tahun ke XII (Januari-Maret): 44-57
Nyaupane, Gyan P., Morais, Duarte B., and Dowler, Lorraine, 2006, The role of
community involvement and number/type of visitors on tourism impacts: A
controlled comparison of Annapurna, Nepal and Northwest Yunnan, China,
Tourism Management, Vol. 27, Issues 6, December, Pages 1373-1385
Pokja Wasantara, 2010, Konsepsi Wawasan Nusantara, Pokja Wasantara,
Lemhannas, Jakarta
Putra, Agus Muriawan, 2006, Konsep Desa Wisata, Jurnal Manajemen Pariwisata,
Juni, Vol. 5, Nomor 1
Scheyvens, Regina, 1999, Ecotourism and the empowerment of local communities,
Tourism Management, 20, 245-249
Subbiah, Kannan and Kannan, Suriyaprabha, 2012, The Management Strategies of
Ecotourism Development in Papua New Guinea, International Journal of
Economics and Management Studies, Vol.1, No.3 (September), 114-120
Tosun, 2004, Expected Nature of Community Participation In Tourism
Development, School of Tourism and Hotel Management, Turkey
Prosiding Seminar Nasional ASBIS 2017
Politeknik Negeri Banjarmasin
ISSN Cetak : 2541-6014 ISSN Online : 2541-6022 Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
536
Wall, Geofrey, 1999, Ecotourism: Change, Impact, and Opportunities, Yale F&ES
Bulletin
Wiendu, Nuryanti, 1993, Concept, Perspective and Challenges, Makalah bagian
dari Laporan Konferensi Internasional Mengenai Pariwisata Budaya,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press