Post on 02-Mar-2019
i
PENDIDIKAN KARAKTER
Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh :
FITRI NUR CHASANAH
NIM : 11112250
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NRGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
ii
iii
PENDIDIKAN KARAKTER
Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh :
FITRI NUR CHASANAH
NIM: 11112250
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NRGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
iv
v
vi
vii
MOTTO
Menuntut ilmu adalah taqwa, Menyampaikan ilmu adalah ibadah, Mengulang-ulamg
ilmu adalah zikir, Mencari ilmu adalah jihad
(Imam Al-Ghazali)
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Almamaterku tercinta, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Ayahanda (Sulasno) dan Ibunda (Istikomah) tercinta yang tak pernah henti-hentinya
memberikan do‟a dan jalan petunjuk untuk meraih kesuksesan hidup.
3. KH. Nasafi dan Ibu Nyai Hj.Asfiyah selaku pengasuh pesantren Nurul Asna Pulutan
Salatiga.
4. Kakakku tercinta Wahid Fatoni, S.Pdi yang senantiasa mencurahkan kasih sayang
memberikan doa dan dukungan yang tiada henti kepada penulis demi terselesaikannya
skripsi ini.
5. Kakak ipar tercinta Alfiah, S.Pdi yang selalu mendukungku.
6. Keponakan-keponakanku tersayang “Nezza Farra Putri Wahid & M. Haikal al-
Wahid” yang selalu menghibur hatiku.
7. Para guru terhormat yang telah memberikan ilmu dan jembatan hati.
8. Teman-teman PAI G angkatan 2012
9. Sahabat-sahabatku di pondok Nurul Asna
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq dan hidayahnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Salam dan
sholawat selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, segenap keluarga, dan para
pengikutnya.
Skripsi ini berjudul: “PENDIDIKAN KARAKTER KAJIAN PEMIKIRAN AL-
GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL WALAD” ini, disusun guna memenuhi salah satu
syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari banyak pihak yang ikut serta dalam
memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materiil. Untuk itu pada kesempatan
kali ini penulis mengucapkan terima kasih tiada terhingga pada :
1. Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga.
2. Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku pembimbing yang penuh kesabaran membimbing
penulis sehingga terwujudlah skripsi ini.
5. Dr. Mukti Ali, S.Ag, M.Hum selaku dosen pembimbing akedemik selama menuntut
ilmu di IAIN Salatiga yang telah memberikan pengarahan dalam melaksanakan kuliah
selama ini.
6. Kedua orang tua dan keluarga besar penulis yang telah mendoakannku,
pengorbananmu yang penuh keikhlasan sehingga berdampak luar biasa bagi penulis.
7. Bapak dan ibu dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga yang telah
memberikan bekal ilmu dalam menuntut ilmu.
8. Staf Perpustakaan dan staf Akademik Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang telah
berpartisipasi dalam penyususnan skripsi ini.
9. KH. Nasafi dan Ibu Hj. Nyai Asfiyah yang selalu mendorong dan mendoakan
terselesainya skripsi ini.
x
10. Teman-teman PAI G angkatan 2012, teman-teman pondok pesantren Nurul Asna
Pulutan Salatiga.
11. Semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung membatu dalam penulisan
skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan yang diharapkan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demkian, penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Salatiga, 14Maret 2017
xi
ABSTRAK
FITRI NUR CHASANAH, 2017, Pendidikan Karakter Kajian Pemkiran Imam Al-Ghazali
dalam Kitab Ayyuhal Walad. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama
Islam Negeri. Dosen Pembimbing Dr. Imam Sutomo, M.Ag.
Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Imam Al-Ghazali, Kitab Ayyuhal Walad.
Penelitian ini membahas pendidikan karakter dalam kitab Ayyuhal Walad. Kajiannya
dilatarbelakangi karya Imam Al-Ghazali yang sangat signifikan dengan tuntutan pendidikan
karakter era modern.
Dunia pendidikan sekarang mengabaikan aspek pendidikan karakter peserta didik,
pendidikan lebih sibuk dengan urusan akademik agar siswa mendapat nilai yang lebih tinggi.
Keberadaan nila-nilai moral mulai dipertanyakan lagi. Padahal karakter merupakan kunci
perubahan individu, sosial, atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Penelitian.ini
dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan : (1) Bagaimana Pemikiran Imam Al-
Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad (2)Bagaimana Muatan Pendidikan Karakter Kajian
Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad (3) Bagaimana Relevansi
Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan
Pendidikan Islam di Indonesia kontemporer. Skripsi ini merupakan jenis penelitian library
research atau studi kepustakaan dengan mengambil objek kitab Ayyuhal Walad berkaitan
dengan pendidiian karakter. sumber data primer dan sekunder diperolah melalui penelitian
kepustakaan dengan alat pengumpul data berupa metode dokumentasi. Setelah data
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis. Adapun analisisnya dengan data kualitatif dengan
dua langkah yaitu metode deduktif dan induktif.
Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali, didalamnya antara lain berisi : tentang
akidah yaitu beriman kepada Allah SWT, anjuran beribadah kepada Allah, dan nasihat-
nasihat yang edukatif terhadap anak. Khusus dengan pendidikan meliputi : materi (subject
matter) tentang akhlak, metode dan tujuan pendidikan. Pendidikan karakter kajian pemikiran
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad mencakup dua nilai yakni : nilai individu yang
meliputi karakter religius dan nilai kolektif atau sosial yang meliputi karakter peduli sosial,
tanggung jawab, kerja keras, menghargai prestasi. Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad sangat relevan dengan Pendidikan Agama
Islam seperti materi, metode dan tujuan. Terkait dengan materi, yang paling relevan adalah
bahasan tentang akhlak, untuk membentuk manusia yang berkarakter. Adapun metode yang
ditawarkan Imam Al-Ghazali memiliki kesamaan dalam konteks penyesuaian metode
terhadap perkembangan anak. Tujuan pendidikan yang dikemukakan Imam Al-Ghazali
memiliki relevansi dengan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu tumbuhnya nilai-nilai moral
dalam pribadi anak.
xii
DAFTAR ISI
Sampul ............................................................................................................................. i
Lembar Berlogo ....................................................................................................... ........ ii
Judul ................................................................................................................................. iii
Persetujuan Pembimbing .................................................................................................. iv
Pengesahan ............................................................................................................... ......... v
Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................................... ......... vi
Halaman Motto ...................................................................................................... ......... vii
Halaman Persembahan ............................................................................................ ......... viii
Kata Pengantar .......................................................................................................... ......... ix
Abstrak ..................................................................................................................... ......... xi
Daftar Isi ........................................................................................................................... xii
Daftar Lampiran ................................................................................................................ xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... ......... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
E. Penegasan Istilah .......................................................................................... 5
F. Telaah Kepustakaan ....................................................................................... 7
G. Metode Penelitian ........................................................................................ 9
H. Sistematika Penulisan ................................................................................... 11
BAB II : BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI
A. Latar Belakang Imam Al-Ghazali ........................................................ ......... 12
B. Latar Belakang Pendidikan Imam Al-Ghazali ............................................ 14
xiii
C. Kondisi Sosio Kultural pada Masa Imam Al-Ghazali.................................... 16
D. Kondisi Pendidikan pada Masa Imam Al-Ghazali ....................................... 18
E. Hasil Karya-karya Imam Al-Ghazali ............................................................ 19
BAB III : MUATAN ISI KITAB AYYUHAL WALAD
A. Penulisan Sistematika Kitab Ayyuhal Walad ............................................ 24
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Ayyuhal Walad ....................................... 24
C. Kandungan Isi Kitab Ayyuhal Walad ........................................................ 26
D. Metode Pendidikan dalam kiitab Ayyuhal Walad .................................... 31
E. Tujuan pendidikan menurut Imam Al-Ghazali .......................................... 33
BAB VI : ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN
KARAKTER DALAM KONTEKS KEKINIAN
A. Analisis Kitab Ayyuhal Walad .............................................................. 34
B. Muatan Pendidikan Karakter dalam Kitab Ayyuhal Walad ................... 54
C. Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali .... 59
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 61
B. Saran-saran ............................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Halaman Judul Kitab Ayyuhal Walad
Lampiran 2 Lembar Kunsultasi Skripsi
Lampiran 3 Nilai SKK Mahasiswa
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena itu merupakan
kebutuhan manusia yang sangat esensial. Pendidikan dapat mengembangkan potensi
yang ada pada diri manusia, baik potensi jasmani/rohani. Hal tersebut sesuai yang
diungkapkan oleh Ramayulis (2002: 69) bahwa tujuan umum pendidikan harus
diarahkan untuk mencapai pertumbuhan, keseimbangan, kepribadian manusia yang
menyeluruh melalui latihan jiwa intelektual, jiwa rasional, perasaan dan penghayatan
lahir .
Pendidikan juga merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (karakter),
pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiganya tidak boleh dipisahkan, agar anak dapat
tumbuh dan berkembang secara baik terutama pada akhlaknya. Anak yang masih kecil
perlu adanya penekanan pada pendidikan karakter, karena pendidikan karakter
merupakan hal penting untuk menanamkan nilai-nilai perilaku (karakter). Pendidikan
karakter pada anak meliputi pendidikan karakter yang berhubungan dengan
Tuhannya, dirinya, sesama manusia maupun lingkungannya.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian yang mantap dan mandiri, sehat jasmani dan rohani, serta bertanggung
jawab pada masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di
setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Hal tersebut terkait dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu
2
bersaing, beretikat baik, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Tetapi dunia pendidikan mengabaikan aspek pendidikan karakter peserta didik,
pendidikan lebih sibuk dengan urusan akademik agar siswa mendapat nilai yang
tinggi. Keberadaan pembelajaran nilai-nilai moral dan karakter mulai dipertanyakan
lagi.
Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia
melupakan pendidikan karakter (Muslih,2011: 1). Sebagai contoh antara lain:
terjadinya tawuran antar pelajar, antar warga, penggunaan obat-obat terlarang,
pencurian dan tindakan asusila. Hal tersebut mengintimidasikan bahwa anak bangsa
sudah kehilangan rasa malu. Sekolah menjadi kambing hitam atas kemerosotan watak
karakter bangsa. Sekolah hanya menjadi ajang transfer of knowledge bukan character
building.
Pendidikan karakter dalam perspektif Islam secara teoretik sebenarnya telah
ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya para Nabi untuk
memperbaiki dan menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Penggagas pendidikan
karakter dalam masyarakat Muslim sekarang adalah Nabi Muhammad Saw, yang
merupakan teladan bagi umat manusia. Tidak ada satu orang pun di dunia yang
berkarakter semulia Nabi Muhammad Saw.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan sikap urusan manusia, salah
satunya yaitu tata cara dalam mempelajari kehidupan ini. Banyak tokoh Islam yang
memiliki kepedulian dan menyumbangkan pemikirannya tentang aktivitas belajar dan
pembelajarannya, di antaranya adalah Imam Al-Ghazali. Tokoh ini telah banyak
mewarnai pendidikan masyarakat Islam Indonesia.
Imam Al-Ghazali adalah ulama besar yang terkemuka dan menyejarah hingga
kini dalam bidang agama. Imam Al-Ghazali termasuk salah seorang terpenting dalam
3
sejarah pemikiran agama secara keseluruhan. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali yang bergelar Syaikh Al Ajal Al
Imam Al Zahid, Al Said Al Muwafaq Hujjatul Islami (Nata, 2001: 55).
Imam Al-Ghazali merupakan ulama yang produktif dalam menulis. Secara garis
besar karangan Imam Al-Ghazali terbagi dalam empat bidang : Ilmu Kalam, Falsafah,
Batiniyah, Tassawuf. Dari sebagian banyak buku Imam Al-Ghazali yang terkenal
diantaranya adalah : Muqisdul Falasifah, Tahafutul Falasifah, Al Munqidz Minandh
Dhalal dan Ihya‟ Ulumudin (Munir, 1991: 114).
Salah satu kitab karangan Imam Al-Ghazali yang tak kalah fenomenal di dunia
pendidikan adalah kitab Ayyuhal Walad. Kitab tersebut membahas beberapa pokok
bahasan tentang beragama. Salah satu yang menarik dalam pembahasan kitab ini
adalah tentang konsep pendidikan akhlak untuk menjadikan manusia yang
berkarakter.
Kitab Ayyuhal Walad berisikan tentang adab dalam belajar. Sehingga dalam
pembahasan kitab Ayyuhal Walad dapat membantu dalam memperbaiki pendidikan
karakter saat ini yang mulai mengalami kemerosotan. Serta dapat memberikan
sumbangsih dalam Pendidikan Agama Islam.
Dengan latar belakang yang telah terpapar di atas penulis termotivasi untuk
mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan nilai karakter dalam penelitian ini dengan
judul “Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab
Ayyuhal Walad”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka selanjutnya penulis mengemukakan
pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas, supaya dapat mempermudah
penelitian ini, antara lain yaitu :
4
1. Bagaimana pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad ?
2. Bagaimana muatan pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam
kitab Ayyuhal Walad ?
3. Bagaimana relevansi pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al Ghazali
dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia kontemporer?
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapaun dalam
penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad
2. Untuk mengetahui muatan pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali
dalam kitab Ayyuhal Walad
3. Untuk mengetahui relevansi pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-
Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia
kontemporer
D. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat dijadikan referensi dalam upaya pengembangan pendidikan pada umumnya
dan pendidikan Islam pada khususnya.
2. Dapat dijadikan rujukan yang tepat untuk mengembangkan pendidikan ke arah
yang lebih baik.
3. Memberikan informasi dan memperkaya wacana mengenai pemikiran tentang
cendekiawan muslim Imam Al-Ghazali.
4. Bagi pendidikan Islam, penelitian ini menjadi salah satu sumbangan pemikiran
bagi perbaikan pendidikan Islam di masa yang akan datang untuk mewujudkan
manusia yang seutuhnya (insan kamil) dengan mempertahankan konsep hidup
5
yang selalu berdasarkan ilmu yang sekaligus menjadi pikiran dalam kehidupan di
dunia dan bimbingan menuju Illahi Rabbi.
5. Memberikan manfaat bagi guru Pendidikan Agama Islam.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah adalah untuk mendapatkan kejelasan tentang judul skripsi di
atas, supaya tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis perlu memberikan batasan-
batasan dan penegasan secukupnya terhadap istilah-istilah yang ada, yaitu :
1. Tinjauan dari Pendidikan Karakter
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingannnya, pengajaran atau latihan bagi peranannya di
masa yang akan datang (Mansur,2004: 57). Pendidikan merupakan upaya
mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentuan dalam menjalani
kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradapan umat manusia
(Mansur, 2001: 1).
Jadi pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan berarti
proses bimbingan oleh pendidik (guru, orang tua, masyarakat ataupun lingkungan)
kepada anak didik baik jasmani maupun rohani yang dilakukan secara sadar dan
sengaja agar terbentuk kepribadian yang sempurna serta untuk memperbaiki
kualitas hidup manusia.
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter juga bisa dipahami tabiat atau
watak. Dengan demikian orang yang memiliki karakter adalah orang yang
memiliki kepribadian atau watak.
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimnsi hati, pikir, raga,
6
serta rasa dan karsa. Pandidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk untuk memberikan keputusan
yang baik maupun yang buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan
kebaikan itu alam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai upaya yang terncana untuk
menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai
sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
Pendidikan nilai karakter yang menjadi kunci keberhasilan dalam mencetak
generasi bangsa yang berkarakter baik adalah sifat utama Rasullulah SAW yaitu
shidiq, amanah, fathonah dan tabligh.
2. Imam Al Ghazali
Nama Imam Al-Ghazali yang dimaksud adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad at Tusi Al Ghazali, Imam Al-Ghazali termasuk seorang pemikir
Islam, teolog, filsuf dan sufi yang termasyhur. Imam Al-Ghazali dilahirkan di kota
Gazalah, sebuah kota kecil dekat Tus di Khurasan, yang pada waktu itu sebagai
salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Imam Al-Ghazali meninggal di
kota Tus setelah perjalanan mencari ilmu dan ketenangan batin, kemudian nama
Al-Ghazali dan at Tusi itu dinitsbatkan kepada tempat kelahirannya (Ensiklopedi
Islam, 1994 : 25).
3. Kitab Ayyuhal Walad
Kitab Ayyuhal Walad adalah kitab kecil berbahasa Arab dan termasuk salah
satu karya Hujjatul Islam Al-Ghazali. Di dalam kitab ini dari segi isinya
menggunakan metode mauziah atau pemberian nasehat dengan memberikan
arahan-arahan kepada anak meliputi teori-teori yang disandarkan pada al-Qur‟an
7
maupun hadist juga dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali
itu sendiri dengan pengalamannya sebagai seorang pendidik yang profesional.
Kitab ini muncul karena permintaan dari salah satu siswa zaman dahulu, yang
meminta kepada Imam Al-Ghazali untuk menulis kitab yang didalamnya memuat
ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat bagi dirinya di dunia maupun di
akhirat.
F. Telaah Kepustakaan
Untuk mencapai hasil penelitian ilmiah diharapkan data-data yang digunakan
dalam penyusunan skripsi ini dan menghindari tumpang tindih dari pembahasan
penelitian. Dalam kajian pustaka yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa
hasil penelitian yang temanya hampir sama dan dari pengarang yang sama dengan
judul penelitian ini, yaitu tokoh “Imam Al-Ghazali”. Diantara hasil penelitian
terdahulu adalah sebagai berikut :
1) Skripsi Paryono, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam
(PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2014, yang
mengangkat tema dengan pendididkan akhlak dengan judul “ Konsep Pendidikan
Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis kitab Ihya‟ Ulumudin)” ( Paryono, 2014).
Kesimpulan dari skripsi ini konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ihya‟ Ulumudin
antara lain : Pengajaran Keteladan dan Kognifistik, Mengolaborasi Behavioristik
dengan pendekatan Humanistik serta relevansinya terhadap Pendidikan Agama
Islam dam membentuk akhlak yang mulia.
2) Skripsi Muhammmad 'Athoillah, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tasawuf dan
Psikoterapi, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, 2015, yang
mengangkat tema pendidikan karakter sufistik dengan judul “Pendidikan Karakter
Sufistik menurut Imam Al-Ghazali (Studi Analisis dalam Kitab Ihya‟ Ulumudin
8
Bab Riyadlatun al-Nafs)” („Athoillah, 2015). Kesimpulan dari skripsi ini
pendidikan karakter sufistik dalam kitab Ihya‟ Ulumudin bab Riyadlatun al-Nafs
antara lain: pentingnya akhlak dan dengan hati bersih yang didalamnya terdapat
keimanan yang kuat akan menghasailkan karakter yang baik yang religius,
humanis, sosialis, tidak sombong yang bisa menjaga hawa nafsu amarah serta
relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam dalam memebentuk manusia yang
berkarakter.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, tentunya berbeda dengan
penelitian sebelumnya. Perbedaanya yaitu :
1) Paryono mengangkat tema tentang pendidikan akhlak, sedang penelitian yang
dilakukan penulis mengangkat tema tentang pendidikan karakter. Skripsi Paryono
berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis kitab Ihya‟
Ulumudin)”. Fokus penelitian skripsi Paryono adalah mengenai konsep
pendidikan akhlak, sedang fokus penelitian penulis adalah menenai pendidikan
karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta relevansinya dengan
pendidikan Agama Islam. Jadi, baik secara tema, judul serta fokus pembahasan
sangat jelas sekali perbedaanya.
2) Muhammmad 'Athoillah, mengangkat tema tentang pendidikan karakter sufistik,
sedaang penulis mengangkat tema tentang pendidikan karakter. Skripsi
Muhammmad 'Athoillah berjudul “ Pendidikan Karakter Sufistik menurut Imam
Al-Ghazali (Studi Analisis dalam Kitab Ihya‟ Ulumudin Bab Riyadlatun al-
Nafs)”. Fokus penelitian skripsi Muhammmad 'Athoillah adalah menganai
Pendidikan Karakter Sufistik, sedang fokus penelitian penulis adalah menenai
pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta relevansinya
9
dengan pendidikan Agama Islam. Jadi, baik secara tema, judul serta fokus
pembahasan sangat jelas sekali perbedaanya.
Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa
sudah ada skripsi yang mengkaji tentang pemikiran Imam Al-Ghazali. Namun judul
dan fokus pembahasannya berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Skripsi
ini mengkaji tentang pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta
relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam.
G. Metode Penelitian
Proses dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode sebagai
acuan dalam penulisan karya ilmiah, diantaranya yaitu :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bibliografi, karena dengan metode sejarah untuk
mencari, menganalisa, membuat interprestasi serta generalisasi dari fakta-fakta
yang merupakan pendapat para ahli dan mencakup hasil-hasil para pemikir dan
ahli-ahli (Nasir,1995: 62). Penelitian literer lebih dimaksudkan studi
“kepustakaan” dan bukan studi “perpustakaan” (Arifin, 1990 : 135).
Jadi penelitian ini menggali datanya dari bahan-bahan tertulis (khususnya
berupa teori-teori). Penelitian didasarkan pada studi literer dari buku-buku yang
ada hubungannnya langsung dengan penelitian ini.
2. Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini diperoleh dari riset
kepustakaan (library research) yaitu hasil dari penelitian sebagai buku dan karya
ilmiah yang ada relevansinya dengan permasalahan, terutama buku-buku tentang
pendidikan karakter baik itu karya Imam Al-Ghazali maupun lainnya.
Adapun sumber data dibagi menjadi dua :
10
a. Sumber Data Primer
Yaitu sumber data yang secara langsung berkaitan dengan obyek riset
(Dharaha, 1985 : 60). Dalam penelitien ini sumber data primernya adalah kitab
Ayyuhal Walad karya Imam Al Ghazali.
a. Sumber Data Sekunder
Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data primer
dalam penelitian ini dan merupakan bacaan yang ada kaitannya dengan
permasalahan dalam penelitian.
3. Teknik Pengelolaan Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan
data pustaka yaitu membaca bahan dan mencatat serta mengolah bahan penelitian
(Zed, 2004:3) dari berbagai buku dan karya ilmiah yang ada hubungannnya
dengan permasalahan dengan mengutamakan data pokoknya yaitu Kitab Ayyuhal
Walad kemudian data ari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan.
4. Analisis Data
Melihat obyek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk
dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah merupakan
library reseacrh.
Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisa dengan menggunakan
teknik analisa kualitatif dengan cara :
a. Deduktif
Maksudnya adalah dari hal-hal atau teori yang bersifat umum untuk
menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam arti pengambilan
kesimpulan yang berawal dari suatu pernyataan tentang pendidikan karakter
secara umum kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari pendidikan nilai
11
karakter menurut Imam Al Ghazali sehingga menghasilkan kesimpulan yang
bersifat khusus.
b. Induktif
Maksudnya adalah mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari hal-hal
yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik kesimpulan yang bersifat ke
dalam berangkat dari uraian-uraian khusus Imam Al-Ghazali, kemudian
diformulasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum.
a. Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan ini dibagi lima bab yang perinciannnya sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan membahas tentang latar belakang dan dasar-dasar
aktivitas pokok penelitian.
Bab II Berisi tentang pengenalan tokoh yang diteliti.
Bab III Mengenal kitab Ayyuhal Walad, yang membahas tentang latar
belakang penulisan Ayyuhal Walad dan isi pokok kitab Ayyuhal
Walad.
Bab IV Analisis karya Imam Al-Ghazali yang secara khusus membahas
pendidikan karakter.
Bab V Penutup yang berisi tentang kesimpulan serta saran.
12
BAB II
BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI
A. Latar Belakang Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al-Tusi Al-Ghazali. Versi lain menyebutkan bahwa nama lengkap Imam
Al-Ghazali dengan gelarnya adalah Syaikh al-Ajal al-Iman al-Zahid, al-Said al-
Mawafaq Hujjatul Islam. Zainul Syaraf mengatakan bahwa nama lengkap Imam Al-
Ghazali adalah al-Ummah bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali al-Tusi
(Nata,2001: 55). Imam Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 (1058) dibesarkan di
kota Tus, sekarang dekat Masyhad, sebuah kota kecil di Khurasan yang sekarang
adalah Iran.
Imam Al-Ghazali lahir dari keluarga yang sederhana, ayahnya Muhammad
adalah seorang pengusaha yang bekerja memintal wol dan menjual di tokonya sendiri.
Muhammad seorang yeng mempunyai tipe pecinta ilmu, sehingga disamping
menekuni pekerja‟anya, juga sering mengunjungi mejelis-majelis pengajian untuk
menuntut ilmu agama. Disinilah Muhammad berkeinginan dan berdoa supaya
dikaruniai anak yang kelak menjadi orang besar dan berpengetahuan luas seperti
ulama-ulama tempat ia mengambil ilmu (Ghofur, 2006: 25-26).
Imam Al-Ghazali memiliki saudara laki-laki yang bernama Abu al-Futuh
Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at Tusi Al Ghazali, dengan gelar
Majdudin, keduanya menjadi ulama besar. Hanya saja, Majdudin lebih berprofesi
pada kegiatan dakwah sedangkan Imam Al-Ghazali lebih berkonsentrasi menjadi
penulis dan pemikir. Pendidikan Imam Al-Ghazali pada masa kecil berlangsung di
kampung halamannya. Setelah ayahnya meninggal dunia, Imam Al-Ghazai dan
saudaranya dididik oleh salah seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayah keduanya
13
untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad ar Razikani at Tusi, ahli
tasawuf dan fiqh dati Tus. Mula-mula sufi ini mendidik keduanya secara langsung.
Tatapi, setelah harta keduanya habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka
dimasukkan ke sebuah madrasah di Tus (Ensiklopedia Hukum Islam, 1997 : 404).
Setelah itu Imam Al-Ghazali pindah ke Naisabur, Imam Al-Ghazali belajar
kepada al Juwaini yang terkenal dengan sebutan Imam Al Haramin, seorang teolog
Asy‟ariyah. Imam Al Ghazali belajar ilmu fiqih dan ilmu kalam kepada gurunya. Dari
Naisabur Imam Al-Ghazali pindah ke Mu‟skar kemudian ia berkenalan dengan
Nizamul Mulk, perdana Mentri bani Saljuk. Nizamul Mulk menjadikan Imam Al-
Ghazali sebagai guru pada tahun 1091 m di madrasah al Nizamiyah Baghdad yang
telah didirikan Nizamul Mulk sendiri. Di kota Baghdad ini Imam Al-Ghazali menjadi
terkenal. Pengajian halaqahnya semakin ramai. Imam Al-Ghazali pun telah menulis
banyak karya ilmiah. Pada tahun 1095 M, Imam Al-Ghazali meninggalkan jabatan
terhormat di Baghdad, kemudian menuju kota Makkah (Zuhri, 1997 : 31), guna
menunaikan ibadah haji. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Syam dan tinggal
sementara di kota Baitul Maqdis. Selanjutnya Imam Al-Ghazali pergi ke Damaskus
dan ber‟uzlah di sebuah Zawwiyah di dalam masjid raya Al Umawi Zawiyah tempat
Imam Al-Ghazali uslah tersebut dengan sebutan Az Zawiyat Al Ghazaliyah. Di
tempat inilah Imam Al-Ghazali menggunakan waktunya untuk menulis kitab Ihya‟
Ulumuddin (An Nadwi, 1418 H : 11).
Akhirnya Imam Al-Ghazali kembali ke Tus. Sampai di sana Imam Al-Ghazali
mendirikan lembaga pendidikan. Di lembaga pendidikan tersebut Imam Al-Ghazali
mengajar dan beribadah. Kemudian di akhir kehidupannya tepatnya pada tanggal 14
Jumadil Akhir tahun 505 H, setelah selesai berwudhu dengan sempurna, lalu
14
berbaring meluruskan badan dan tidak lama setelah itu Imam Al-Ghazali meninggal
dunia (Ibrohim, 1987 : 192).
Demikianlah sekelumit sejarah hidup dari ulama besar ini, dimana Imam Al-
Ghazali memiliki saham yang tidak kecil baik dalam bidang pendidikan, tasawuf, fiqh
dan lain-lain. Semoga pusaka ilmiah yang titinggalkan Imam Al-Ghazali dapat
kiranya diambil faidahnya oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada
khususnya.
B. Latar Belakang Pendidikan Imam Al-Ghazali
Latar belakang pendidikan Imam Al-Ghazali dimulai dari belajar al- Qur‟an
pada ayahnya sendiri Muhammad. Sepeninggal ayahnya Imam Al-Ghazali dan
saudaranya (Abu al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at Tusi
Al Ghazali) dititipkan kepada teman ayahnya, Ahmad bin Muhammad al-Rizkani,
seorang sufi besar. Imam Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqh, riwayat hidup para wali,
dan kehidupan spiritual mereka, selain itu Imam Al-Ghazali belajar tentang syair-
syair tentang mahabbah (cinta) kepada Tuhan, belajar al-Qur‟an dan sunnah
(Nata,2001: 58).
Kerena harta peninggalan ayah Imam Al-Ghazali cepat habis, maka Imam Al-
Ghazali dimasukkan ke sebuah sekolah yang menyediakan beasiswa bagi para
muridnya, gurunya adalah Yusuf al-Nassj juga seorang sufi. Setelah tamat Imam Al-
Ghazali melanjutkan sekolah ke kota Jurjan yang ketika itu juga menjadi pusat
kegiatan ilmiah. Disini Imam Al-Ghazali mempelajari ilmu bahasa Arab dan Persia,
disamping mempelajari pejaran agama. Di antara gurunya adalah Imam Abu Nasr al-
Ismaili. Guna memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuannya Imam Al-Ghazali
pergi ke Nahipur dan disana memasuki Madrasah Nidzamiyah yang dipimpin ulama
besar Imam al-Haramain al-Juwaini seorang tokoh aliran Asy‟ariyah (Nata, 2001: 5).
15
Di Baghdad Imam Al-Ghazali mulai menekuni kehidupan formal sebagai
seorang tenaga pengajar di Universitas an-Nizdamiyah, Baghdad ketika itu
merupakan pusat perkembangan ilmu pengetahuan sejak Dinasti Abbasiyah masih
jaya, serta aliran ang beraneka ragam, sangat pesat, sebagaimana yang digambarkan
oleh Imam Al-Ghazali sendiri.
Melalui al-Juwaini inilah Imam Al-Ghazali memperoleh ilmu fiqh, ilmu mantiq
dan ilmu kalam, karena Imam Al-Ghazali dinilai berbakat dan berprestasi kemudian
diangkat sebagai asistennya al-Juwaini sebagai gurunya merasa kagum dan sering
memuji-muji Imam Al-Ghazali. Dalam menempuh pendidikan itu Imam Al-Ghazali
selalu memohon kepada Allah SWT agar diberi pengetahuan yang berguna dan
berbuah selama hidupnya. Ia kemudian memperdalam pengetahuannya di Tus selama
tiga tahun, yaitu memperdalam ilmu yang diperolehnya dengan jalan muzakarah dan
muthala‟ah sehingga hafal semua apa yang ada di benaknya.
Dalam bidang tasawuf Imam Al-Ghazali belajar kepada Imam Yusuf al-Nassj
dan Imam al-Zahid Abi Alial Fadhlu bin Muhammad bin Ali al-Farmudzi al-Thusi,
yaitu sebagian murid Abi al-Qasimal-Qusyairi. Selanjutnya dalam bidang hadist
Imam Al-Ghazali belajar kepada Abi Sahl Muhammad bin Ahmad al-Hifsi al-
Maruzis. Kepadanya Imam Al-Ghazali belajar kitab Shahih Bukhari. Guru lainnnya
dalam bidang hadist adalah Abu al-Fath Nasr bin Ali bin Ahmad al-Hakimi al-Thusi,
Abu Muhammad bin Muhammad al-Khuri, Muhammad bin Yahya bin Muhammad
al-Suja‟i al-Zu‟zini, al-Hafidz Abu al-Fiyan Umar bin abi-hasan al-Ruaisi al-
Dahastani dan nasr bin Ibrahim al-Maqdisi (Nata, 2001: 60).
Dengan demikian tuntaslah studi yang Imam Al-Ghazali lakukan, termasuk
bidang kepemimpinan politik, dan berhak mendapatkan gelar kebesaran dan guru-
guru, orang-orang yang hidup sezaman dengannya dan yang datang kemudian,
16
sehingga seorang muridnya bernama Muhammad bin Yahya al-Naisaburi
menyatakan, tidaklah dikenal Imam Al-Ghazali menilai seorang yang telah mendekati
mencapai kesempurnaan akalnya. Sementara gurunya Imam al-Haramain menyatakan
kekagumannya dan menyimpatinya sebagai Bahrun Mudghah (lautan yang tidak
bertepi). Hal ini tidak lain karena banyaknya bidang pengetahuan yang dikuasai Imam
Al-Ghazali, baik tentang aliran-aliran, perbedaan-perbedaan, pokok-pokok agama,
fiqh, mantiq, hikmah, filasafat, dan semua itu dupahami secara benar, menguasai
semuanya, sangat cerdas, tajam daya analisisnya, kuat hafalanya dan argumentasinya
(Nata,2001: 59).
C. Kondisi Sosio-Kultural pada Masa Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali adalah seorang tokoh Islam yang hidup pada zaman raja-raja
Daulat Saljuk Raya (Turki) yang telah menguasai daerah Khurasan, Ray, Jibal, Irak,
Jazirah, Persia dan Ahwaz. Kemudian yang mendirikan Daulat Saljuk Raya tersebut
adalah Rukunuddin Abu Thalib Thughrul Bek, dan Imam Al-Ghazali sendiri pada
waktu itu telah menyaksikan masa Adududdin Abu Syuja‟ Alp Arsalan, jalaludin Abil
Fatah Malik Syah, Nasiruddin Mahmud, Rukunuddin Abul Muzafar Barkiaruk,
Rukunuddin Malik Syah (11) dan Muhammad bin Malik Syah. Kelahiran Imam Al-
Ghazali bertepatan pada akhir pemerintahan Thughrul Bek yang telah mengusai kota
Baghdad (Bahreis, 1981: 17).
Imam Al-Ghazali, secara politik hidup dan bekerja pada zaman kekacauan.
Menurut sejarawan Abu Al Fida‟, pemerintahan Abbasiyah tengah mengalami posisi
kemerosotan, kekuasaan Arab di daerah kota Baghdad telah hilang atau hampir
hilang, Spanyol tengah melakukan pemberontakan melawan para pejabat muslimnya.
Peter Sang Pertapa menyeru Eropa ke dalam Perang Salib. Pada masa itu pula
masyarakat (umum) terbagi menjadi kelompok Syiah dan Sunnah berdasarkan
17
perbadaan-perbedaan keagamaan dan politik. Sementara aliran Asy‟ariyah dan filsafat
Skolastik Islam, dengan mendapatkan dukungan orang-orang Seljuk, guna menentang
terhadap orang-orang Mu‟tazilah. Rezim politik di daerah Baghdad sangat rumit dan
membingungkan. Satu sisi di dalamnya terdapat Khalifah, yang luas kekuasaannya
sebatas perebutan namanya pada shalat Jum‟at, dan di sisi yang lain terdapat Sultan
Seljuk, yang telah menguasai pasukan dan politik .
Imam Al-Ghazali mendengar tentang peristiwa kehancuran dan menimpa dunia
Islam pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, yaitu peristiwa serangan yang
dilakukan oleh tentara salib yang mengarah ke Raha (di lembah Eufrat) pada tahun
490 H dan di Antioch pada tahun 491 H dan Tripoli (Lebanon) pada tahun 595 H.
Peristiwa-peristiwa ini tidak tercatat pada karya-karya Imam Al-Ghazali berada di
Khusaran, yang letaknya jauh dari tempat pertempuran, dan pada saat itu kawasan-
kawasan Islam semuanya terlibat dalam permusuhan dan pertikaian. Sedangkan
perebutan kekuasaan antara para penguasa tidak kunjung usai dan peristiwa ini yang
telah memisahkan orang-orang muslim di satu negeri dari berbagai peristiwa yang
telah terjadi di negeri-negeri muslim yang lain. Dalam masa hal ini juga muncul
ancaman teror kelompok Bathiniyah yang telah merajalela, yang ujung-ujungnya
berpuncak pada pembunuhan terhadap Nizam al Mulk pada 485 H dan putranya.
Fakhr al Dawla pada tahun 500 H juga terhadap Wazir dari Sultan Barkyaruq pada
tahun 495 H.
Masa Imam Al-Ghazali hidup, banyak sekali para pemimpin negara dan ulama-
ulama sebagai penjilat yang menipu masyarakat guna memperoleh keuntungan-
keuntungan dunia. Adapun bukti nyata peristiwa ini yaitu munculnya kitab Imam Al-
Ghazali yang berjudul “ Al Munqidz Minandh Dhalal” (Pembebasan Kesesatan) yang
telah berusaha membebaskan masyarakat dari kesesatan yang telah terjadi pada waktu
18
itu. Hal ini diakibatkan banyaknya ulama pada masa itu yang saling mengadu
kekuatan dengan perdebatan untuk memamerkan ilmu dan agamanya, dibalik semua
itu sebenarnya berkeinginan meminta sanjungan dari masyarakat, karena mereka
termasuk ulama-ulama yang mencari harta semata. Sehingga Imam Al-Ghazali
menggambarkan masyarakat pada waktu itu sebagai orang-orang yang takwa tapi
palsu, juga sebagai orang-orang sufi palsu yang menipu manusia dengan
ketakwaannya, kedudukan menteri-menteri dan raja-raja Islam pada masa itu
kebanyakan berusaha memperalat rakyat guna berperang atas nama agama, sehingga
terjadi perang saudara dalam Islam yang dipimpin oleh rajanya masing-masing, yang
sebenarnya keadaan masyarakat Islam cukup baik, tetapi fitnah yang sengaja
dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin mereka baik di Mesir, Siria, Irak, Khurasan
dan lain-lain telah dikuasai oleh pemimpin-pemimpin tercela (Bahreis, 1881: 18-19).
D. Kondisi Pendidikan pada Masa Imam Al-Ghazali
Abu Hamid Al-Ghazali hidup pada masa Nizamul Mulk, seorang wazir besar
dari kalangan Bani Saljuk, pada waktu itu wazir telah berhasil mendirikan sekolah-
sekolah tinggi yang disediakan untuk memperdalam penyelidikan tentang agama dan
perkembangannya. Ini membuktikan bahwa kondisi pendidikan pada masanya
mengalami kemajuan (Hamka, 1993: 120).
Abad ke 5/11 merupakan masa terjadinya konflik antara kelompok-kelompok
beragama dalam Islam, seperti halnya Mu‟tazilah, Syi‟ah, Asy‟ariyah, Hanafiyah, dan
Syafi‟iyah. Wazir Saljik sebelum Nizham Al Mulk yaitu Al Kunduri salah seorang
yang menganut mazhab Hanafi dan pendukung Mu‟tazilah, termasuk dalam
kebijakannya sebagai wazir adalah mengusir dan menganiaya para penganut
Asy‟ariyah yang sering kali juga berarti penganut madzhab Syafi‟i. Al Kunduri
selanjutnya digantikan posisinya sebagai wazir oleh Nizham Al Mulk, salah seorang
19
yang menganut madzhab Syafi‟i Asy‟ariyah, oleh karena itu secara alamiah
berhadapan dengan kelompok yang bermadzhab Mu‟tazilah, Hambaliyah dan
Hanafiyah. Tidak atau bukti bahwa Nidzam Al Mulk sebagai seorang Syafi‟iyah,
seluruh sekolah yang ia bangun diperuntukan secara khusus bagi penganut madzhab
yang sama. Jelas bahwa hal ini posisi madzhab Syafi‟iyah Asy‟ariyah menjadi
semakin kuat dan secara tidak langsung melemahkan. Walaupun para pengkaji yang
dahulu menyimpulkan bahwa pembangunan sekolah atau madrasah oleh Nidzam Al
Mulk guna menghancurkan madzhab-madzhab yang lain terutama Mu‟tazilah dan
Syi‟ah. Hal ini tidak didasari alasan dan bukti yang kuat. Bahwa dirinya
menginginkan kuatnya posisi Syafi‟iyah Asy‟ariyah yang sebelumnya telah dianiaya,
tetapi hal ini tidak berarti Nidzam Al Mulk menghancurkan yang lain. Jadi pada
dasarnya, percecokan kelompok inilah yang melatarbelakangi usahanya lewat
pembangunan sekolah, guna memperbaiki keadaan kelompok yang bermadzhab
Syafi‟iyah Asy‟ariyah guna mencapai stabilitas yang diinginkan dengan jalan
pendidikan (Asari, 1994: 51-52).
Teladan yang dilakukan oleh Nizham Al Mulk segera menjadi terkenal. Para
penguasa, bangsawan juga para hartawan lainnya segera mengikuti tindakannya
dengan mendirikan berbagai sekolah. Jika Nizham Al Mulk membangun sekolahnya
untuk golongan Syafi‟iyah maka pada waktu selanjutnya para mazhab lainya masing-
masing juga membangun jaringan sekolahnya sendiri guna mendukung penyebaran
ajarannya (Asari, 1994: 55).
E. Hasil Karya-Karya Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali adalah ulama yang produktif dalam menyampaikan
pemikirannya lewat tulisan-tulisan (karya ilmiah) yang banyak jumlahnya mencapai
300 buah karangan. Betapa rajinnya Imam Al-Ghazali menulis (selama 30 tahun,
20
diselingi 10 tahun pengembaraan). Sejak umur 25 sampai 55 tahun telah menulis
sebanyak 300 buah karya, dapat dibayangkan betapa kesanggupan dan kesungguhan
hatinya, kekerasan dan kemampuannya dalam berkarya (Munir, 1991: 114).
Secara garis besar Al-Ghazali terbagi dalam empat bidang: Ilmu Kalam,
Falsafah, Batiniyah, Tasawuf.
Sebagian banyak buku Imam Al-Ghazali, yang terkenal di antaranya adalah :
Muqisdul Falsafah, Tahafutul Falasifah, Al Munqidz Minandh Dhalal dan yang
terakhir adalah Ikhya‟ Ulumuddin (Munir, 1991: 114).
Sebagaian para peneliti menerangkan bahwa Imam Al-Ghazali menulis hampir
100 buku yang meliputi berbagai pengetahuan, seperti ilmu kalam (Theologi Islam),
Fiqih (Hukum Islam), Tasawuf, Filsafat, Akhlaq dan Otobiografi, karangannya itu
ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, sebagaian pendapat lain mengatakan bahwa
karangan Al-Ghazali mencapai kira-kira 70 buku. Sementara buku yang benar-benar
dapat disebut sebagai karangan Al-Ghazali 69 buah yaitu :
1. Kitab al-ta‟liqat fi furu alz fi madzhabab
2. Al-Mausbul fi al-Ushul
3. Al-Basith fi al-ushul
4. Al-Basith
5. Al-Wajiz
6. Khulashah al-Mutakhatashar wa Nuqawh al-Mutakhashar
7. Al-Mantabul fi Ilm al-Jadal
8. Ma‟akhidz al-khilaf
9. Lubab al-Nadzar
10. Tahsin al-ma‟akhidz fi ilm khilaf
11. Kitab al-mabadi wa al-ghayah
21
12. Syifa‟al-ghalil i al-qiyas wa al-ta‟lil
13. Fatwa al-ghazali
14. Fatwa
15. Ghayah al-Ghaur fi dirayah al-Dur
16. Muqhasid al-filsafah
17. Talsafut al-falsifah
18. Miyar al-amfi fann al-mantiq
19. Miyar al-ma‟qul
20. Mibak al-nazrfi al-mantiq
21. Mizan al-amal
22. Al-mustadzhiri fi al radd ala al-batiniyah
23. Hujjat al-haq
24. Qawashim al-batiniyah
25. Al aqtisbad fi al-ittiqad
26. Al-risalah al-qudsiyah fi qawaid al-aqaid
27. Al-mu‟arif al-aqliyah
28. Ikhya‟ ulum al-din
29. Fi mas‟alah kulli mujtahid masib
30. Jawab li al-Ghazali „an da‟wah al-ma ayyad al-mulklabu li muawwidah al-
tadris bi al-mudzamiyah
31. Jawab mufassal al-khilaf
32. Jawab al-masail
33. Jawab al-masail al-arba‟a alhu al-batiniyah bil hamdan min al ayaikh li ajl
Abi Hamid Muhammad bin Mukammad al-Ghazali
34. Al-Maqsud al-asnasyarh asma Allah Al Husna
22
35. Risalah fi raju asma Allah swt. Ila zat wahidah ala ra‟yi al-mu‟tazilah wa al-
falsafah
36. Bidayah al-bidayah
37. Al-Wajiz fi al-fiqh
38. Jawabil al-Qur‟an
39. Al-arbain fi usul ad-din
40. Al-madlnun bihi ala ghair ahlihi
41. Al-madlnun bihi al-jawadil
42. Al-Darj al-marqum bin al-jawadil
43. Al-Qisthas al-mustaqim
44. Faisal al-taeriqiyah bain al-Islam wa al-zindiqiyah
45. Al-qannun al-qulli fa al-ta‟wil
46. Kimiya sa‟adah
47. Ayyuhal al-walad
48. Nasihat al-mulk
49. Zad akhirat
50. Al-risalah
51. Risalah ala ba‟di ahl al-dzikir
52. Misykatul anwar
53. Tafsir yaqut al-ta‟wil
54. Al-kasyfa al-tabyin fi gharur al-khalaq ajmain
55. Tablis iblis
56. Al munqidz min al-Dialal wa al-mufhasa
57. Khutub fi sirh wa al khasawaah wa al kimiya
58. Ghur al-Dur fi al-mas‟alah al-syari‟iyah
23
59. Tahzib al-ushul
60. Hakikat Al-Qur‟an
61. Asas al-Qiyas
62. Hakikat al-Qoulain
63. Al-Mushtasbfa min iml usul
64. Al-amla‟ ala musykil al ikhya
65. Al-Istidraj
66. Al-Dhurrah al-Faqhirrah fi kasyf ulum al-Akhitah
67. Sir al-Alamin wakasyf ma fi al-darain
68. Asrary al-Muamalat al-Din
69. Jawab al-masail saula anha finashah (Nata, 2001 : 64-65).
Karya-karya Imam Al-Ghazali dapat dibaca sebagai khazanah ilmu
pengetahuan dan dijadikan rujukan kegiatan ilmiah. Hal ini menujukkan bahwa karya
Imam Al Ghazali punya arti besar pada perkembangan dunia ilmu dan pengetahuan.
Buku-buku yang dan risalah-risalah Imam Al-Ghazali mencapai ratusan, bahkan sulit
di hitung , tidak mudah orang yang ingin mengenal nama-nama kitabnya.
Pada urutan nomor 46 (empat puluh enam) itulah karya imam Al-Ghazali
yang berkaitan dengan pendidikan akhlak. Salah satu yang terkenal adalah kitab
Ayyuhal Walad yang mengulas akhlak. Di kitab tersebut membahas bagaimana
berakhlak yang baik dengan penjelasan secara komprehensif dan luas dalam semua
bidang, baik secara vertical maupun horizontal.
24
BAB III
MUATAN ISI KITAB AYYUHAL WALAD
A. Sistematika Penulisan Kitab Ayyuhal Wallad
Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali memiliki sistematika penulisan
pertama-tama adalah halaman judul yang diikuti dengan nama pengarangnya yaitu
Imam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Halaman berikutnya adalah tentang
latar belakang penulisan kitab Ayyuhal Walad. Dengan gaya bahasa yang halus dan
sopan penulisannya didahului dengan bacaan basmalah dan hamdalah kemudian
diikuti dengan penjelasan tentang permulaan kejadian yang mendorong untuk
penulisan kitab Ayyuhal Walad tersebut.
Pembahasan berikutnya tentang materi yang berhubungan dengan akhlak anak
didik yang diakhiri dengan materi doa. Kitab tersebut menjelaskan sistem pergantian
antara pembahasan masalah yang satu dengan pembahasan masalah yang lain tidak
ditandai dengan bab-bab tertentu yang sesuai dengan pembahasan masalah, tetapi
ditandai dengan kalimat “Ayyuhal Walad” (wahai anakku) kemudian baru
menyampaikan materi yang disampaikan.
Sistematika penulisan kitab Ayyuhal Walad dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu :
1. Halaman judul
2. Latar belakang penulisan kitab
3. Isi atau kandungan kitab, yang diakhiri dengan do‟a
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Ayyuhal Walad
Kitab Ayyuhal Walad yang ditulis oleh seorang yang sangat berkompeten dalam
berbagai bidang keilmuan. Seorang yang mendapat gelar Hujjatul Islam (Pembela
25
Kebenaran Ajaran Islam), dilatar belakangi dari salah satu siswa (yang tidak
disebutkan namanya) yang selalu memberikan pelayanan kepada Syeikh Al Imam
Zamuddin Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali, ia telah sibuk
dengan menghasilkan dan membaca ilmu di hadapan Imam Al-Ghazali. Sehingga ia
berhasil mengumpulkan berbagai macam ilmu yang lembut serta telah berhasil
menyempurnakan beberapa keutamaan jiwanya.
Siswa tersebut pada suatu hari merenung dan berfikir tentang keadaan jiwanya
serta berkata-kata dalam hati dan mengucapkan : “Saya telah membaca berbagai
macam ilmu, dan mengarahkan keutamaan umurku untuk mempelajari dan
mengumpulkannya. Sekarang sebaiknya bagiku mengetahui manakah ilmu yang
bermanfaat bagiku dikemudian hari serta menjadikanku tentram di dalam kuburku ?
dan apakah ilmu yang tidak memberikan manfaat bagiku, sehingga aku
meninggalkannya”, sebagimana sabda Rasullulah SAW: (Al-Ghazali,1420 H: 2-4).
عيفىنػيػىلىمولعنمكىبذيوعياىم هيللاى
Artinya :
“ Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak
bermanfaat”.
Renungan fikiran tersebut terus-menerus pada jiwanya, sehingga pada akhirnya
ia mengirim sepucuk surat kepada gurunya yaitu Hujattul Islam Abu Hamid bin
Muhammad Al Ghazali, isi surat tersebut yaitu :
Meskipun kitab-kitab Syeikh seperti Ihya‟ dan lain sebagainya telah memuat
jawaban masalah-masalah saya, tetapi saya berkeinginan agar Syeikh
menuliskan kebutuhan-kebutuhan saya pada beberapa lembaran-lembaran
yang ada bersamaku selama hidup ”. Maka kemudian Syeikh Imam Al-
Ghazali menulis kitab Ayyuhal Walad sebagai jawaban dari surat yang telah
dikirimkan oleh salah satu siswa beliau tersebut (Al-Ghazali, 1420 H: 4-5).
26
C. Kandungan Isi Kitab Ayyuhal Walad
Imam Al-Ghazali dengan pemikirannya dalam kitab Ayyuhal Walad lebih
menekankan pada aspek akhlak yang harus ditanamkan pada anak didik supaya
memiliki jiwa yang tenang dan tidak khawatir untuk menghadapi kehidupan
selanjutnya di akhirat.
Dua jalur komunikasi yang sangat penting untuk dihadapi manusia dalam
kehidupannya yaitu jalur vertikal dan horisontal. Jalur vertikal adalah jalur
komunikasi antara manusia dengan Tuhannya, sedangkan jalur horisontal adalah jalur
komunikasi antara manusia dengan alam sekitarnya, terutama dengan manusia itu
sendiri (Tatapangarsa: 181), Begitu pula dengan pemikiran Imam Al-Ghazali dalam
kitab Ayyuhal Walad yang memuat jalur vertikal dan jalur horisontal, sebagaimana
yang akan disajikan berikut ini :
1. Akhlak Anak Didik Kepada Tuhan
a. Beriman kepada Allah
يىافي اؿكىال افكىدىليليالىعمى بالىنىافكىعىمىلهبالىركى بالسىافكىتىصديقه قػىوؿهمو رى اهللتػىعىاىلكىكى الىن ةىبفىضل ليغي يػىبػ العىبدي كىافى اىفييصىىكىاف اىكثػىريمن
اىفيىستىعد بطىاعىتوكىعبىادىتولىف الميحسنيىلكنبػىعدى منى رىحىةىاهللقىرويبه (Al-Ghazali, 1420 H: 15-16)
Artinya :
“Iman adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati
dan mengamalkannya dengan anggota badan dalil-dalilnya amal itu
lebih banyak daripada sesuatu yang dibatasi, walaupun hamba itu
bisa masuk surga dengan anugerah dan kemulyaan Allah tetapi
setelah mempersiapkan dengan ketaatan kepada Allah dan beribadah
kepadaNya karena sesungguhnya rahmat Allah itu sangat dekat
dengan orang-orang yang berniat baik”.
27
b. Taat dan Beribadah kepada Allah
اعلىماىف الط اعىةى صىةيالعلماىفتػىعلىمىالط اعىةىكىالعبىادىةىمىاىىى لىدي،خيلى يػهىاالوى اى
ليكىالعبىادىةىميتىابػىعىةيالش ارعفالىكىامركىالنػ وىاىى,بالقىوؿكىالفعل.يػىعن:كيلكىتػىفعىـىالت شريقتىكيوفي اىي ا ـىالعيدكى يػىو كىمىالىوصيمتى اءالش رع يىكيوفيباقتدى ؾي كىتػىتػري
. كىانىتصيورىةىعبىادىةوتىأثىي ,كىاف مىغصيوبو فثػىوبو عىاصينا,اىكصىل يتى(Al-Ghazali, 1420 H: 35-36)
Artinya :
“wahai anak, inti sari ilmu yaitu apabila engkau mengetahui apa itu
taat dan ibadah, ketahuilah bahwa taat dan ibadah itu adalah
mengikuti terhadap yang membuat syariat (aturan agama) baik itu
perintah-perintahNya maupun larangan-larangaNya, dengan ucapan
maupun perbuatan serta apa yang kamu tinggalkan itu semua
mengikuti syariat (aturan agama). Seperti halnya kamu berpuasa di
hari tasriq maka kamu termasuk maksiat, atau apabila kamu
melaksanakan sholat memakai pakaian yang kamu ghasab walaupun
bebtuknya ibadah tetapi engkau berdosa”.
c. Menambah Ketaatan kepada Allah dengan ibadah Shalat Tahajud, Membaca
Al-Qur‟an dan Beristighfar.
حبىويفىقيػرنايػىوـىالقيىامىة بالل يليىدىعيصى ثػرىةىالنػ وـ كى تيكثرالنػ وـىبالل يلفىاف فيلى .يىافيلى,كىبالىسحىارىيميىستػىغفريكفى ,اىمره لىدي,كىمنىالل يلفػىتػىهىجدبونىافلىةنلىكى يػهىاالوى اىثىةياىصوىات ـيثىلى ةيكىالس لى عىلىيواص لى ,قىاؿى بالىاسحىار,ذكره ,كىالميستػىغفرينى شيكره
,صى تػىعىاىلى بػهىااهللي يستػىغفرينىييامل ال ذميػىقرىأيالقيرانػىوىصىوتي الديككىصىوتي وتي
سحىار. بالى(Al-Ghazali, 1420 H: 31-32)
Artinya :
“Wahai fulan, janganlah engkau memperbanyak tidur di waktu
malam, karena sesungguhnya banyaknya tidur di malam hari akan
menyebabkan pelakunya menjadi fakir di hari kiamat yang akan
datang. Wahai anak, ingatlah firman Allah yang artinya “ di
28
sebagian malam, sholatlah tahajud sebagai tambahan bagimu, ini
adalah perintah, dan di waktu sahur orang-orang sama-sama
memohon ampun, ini adalah syukur, dan orang-orang yang
membaca istighfar adalah zikir. Nabi saw bersabda : ada tiga suara
yang disukai Allah, yakni suara ayam jago, suara orang yang
membaca Al-Qur‟an, dan orang yang membaca istighfar di waktu
sahur”.
2. Akhlak Anak Didik kepada Sesama Manusia.
ستقىامىةيمىعىاهللتػىعىلى،كىالسكيوفىعىنالىلق لىويخىصلىتىاف.ال ؼى اىعلىماىف الت صىو ثي صيوفه ـىمىعىاهللعىز كىجىل كىاىحسىنىخيليقىويبالنىاسكىعىامىليهيمباللمفػىهيوى فىمىناستػىقىا
كىالستقىامىةياى اليليقمىعىالن اساىل كىحيسنى نػىفسوعىلىىاىمراهللتػىعىاىلى فيػىفدلىحىظ ييىالفيواالش رعى. عىلىىميرىادىممىالى بىلنػىفسىكى عىلىىميرىادنػىفسكى ملىالن اسى تى
(Al-Ghazali, 1420 H: 65-66)
Artinya :
“Kemudian ketahuilah bahwa ilmu tasawuf itu memilki dua tingkah
laku yaitu istiqamah (selalu) beribadah kepada Allah dan tenang
menghadapi masyarakat, maka barang siapa yang beristiqamah
beribadah keapada Allah baik budi pekertinya terhadap masyarkat dan
mempergauli dengan lemah lembut, orang itulah ahli tasawuf, yang
dinamakan istiqamah yaitu apabila orang menebus bagian nafsunya
terhadap perintah Allah SWT dan baik budi pekertinya dengan sesama
manusia, itu apabila kamu tidak membebani manusia untuk menuruti
keinginanmu, tetapi dirimulah yang menuruti kehendak masyarakat
selagi tidak melanggar syariat (aturan agama)”.
3. Akhlak Guru terhadap Anak Didik
يىعىلي ؽالس يئىةىمنويبتػىربيىتوكى لييخرجىالىخلى يػىنبىعىللس الكشىيخهميرشدهميرىب مىكىانػىهىاخيليقناحىسىننا.
(Al-Ghazali, 1420 H: 57)
Artinya :
“Sebaiknya bagi orang yang belajar memiliki guru yang mampu
mendidik dan menunjukkan untuk mengeluarkan budi pekerti yang
buruk darinya dengan proses pendidikan, serta menjadikan tempat
akhlak buruk tersebut dengan akhlak yang baik”.
29
4. Akhlak Anak Didik terhadap Gurunya
ييىادلىوي ـيالظ اىرفػىهيوىاىفلى مىويظىاىرناكىبىاطننا.اىم ااحتىا كىقىبلىوالش يخييػىنبىغىاىنػيىحتىحتجىاجمىعىوىف يىشىتىغليبال بػىيكىلى يػيلقىى كىلى قي كيلمىسئػىلىةو،كىافعىلمىخىطىأى
ييكثرىنػىوىافلىالص لىة ةفىاذىافػىرىغىيػىرفػىعيهىا،كىلى اىدىاءالص لى كىقتى يوسىج ادىتىويال يىدى
العىمىلبقى ميريهيالش يخيمنى دركيسعوكىطىاقىتهؤ،كىاىم ااحتىابىضرىتو،كىيػىعمىليمىايىأفىالبىاطن قي يػينكري كيل مىايىسمىعيكىيػىقبىليمنويفالظ اىرلى اىف طنفػىهيوى ـيالبى
يىستىطعيػىتػريؾصيحبىتىويا بالنػفىاؽ،كىافلى يػىت سمى قػىولن،لئىل لىفعلنكىلى ىلىاىفيػيوىافقىطيى يىةىشىياى كلى السوءلىيػىقصيرى توصىاحبى عىنميىالىسى يىتىزي كى قي بىاطنيويظىاىرى
النكىالنسعىنصىحنقػىلبوفػىييصىف ىمنلىوثالش يطىنة،(Al-Ghazali, 1420 H: 62-63)
Artinya :
“Dan guru menerima murid, sebaiknya murid memuliakan guru baik
secara lahir maupun secara batin. Adapun memuliakan lahir yaitu
murid dengan tidak berdebat dengan gurunya pada tiap-tiap masalah
walaupun mengetahui bahwa gurunya adalah salah. Tidak
membentangkan sajadah gurunya dihadapannya kecuali pada waktu
melaksanakan sholat, apabila selesai shalat maka ia mengangkat
sajadah gurunya. Tidak memperbanyak sholat sunah disanping
gurunya. Mengerjakan apa yang diperintahkan gurunya dengan
sekedar waktu luang dan kemampuannya. Sedangkan memuliakan
secara batin yaitu setiap sesuatu yang didengar atau diterima dari
gurunya tidak diingkarinya dengan batinnya baik berupa perbuatan
maupun ucapan, supaya tidak membuat tanda munafik apabila tidak
kuat melaksanakan perintah gurunya supaya ia meninggalkan diri
menemani gurunya sehibgga batinnya cocok denga zahirnya. Dan
menjaga dan berteman dengan orang yang buruk untuk
mempersempit kekuasaan setan, jin, manusia dan lubuk hatinya.
Kemudian dibersihkan dari jiratan kotoran setan”.
5. Ahklak Terhadap Ilmu
a. Giat dalam Belajar
30
اىحيػىيتػىهىابتىكرىارالعلمكىميطىالىعىةالكيتيبكىحىرىمتى كىممنلىيىاؿو لىدي: يػهىاالوى اىالنػ وـى. نػىفسكى عىلىى
(Al-Ghazali, 1420 H: 21).
Artinya :
“Wahai anak, berapa banyak kamu menghidupkan malam dengan
mengulang-ulang ilmu, muthalaah beberapa kitab dan jagalah
dirimu dari tidur Mengamalkan Ilmu”.
b. Mengamalkan Ilmu
حوى الى منى عمىاؿميفلسناكىلى ى الى تىكينمنى لىدي،لى يػهىاالوى اؿخىالينااى
(Al-Ghazali, 1420 H: 10-11)
Artinya:
“Wahai anak, janganlah kamu menjadi orang yang rugi amal (tidak
memiliki amal) dan janganlah kamu menjadi ornga yang sepi dari
tingkah (gerak hati)”.
6. Akhlak yang Baik dan Akhlak yang Tercela
a. Akhlak yang baik (mahmudah)
كىاليىقيكىالقىنىاعىة كلو كىالص بكىالصلىةكىالشكركىالتػ وى الىخلىقلىويسيػرىةن ميىاسنى
نىةالنػ فسكىاللمكىالتػ وىاضيعكىالعلمكىالصدؽكىالىيىاءكىالوىفىاءكىالوىقى أنيػ اركىطيمى كىالسكيوفكىالت أىن
(Al-Ghazali, 1420 H: 61).
Artinya :
“Contoh akhlak yang baik : sabar, sholat, syukur, tawakal yakin,
qanaah, tenag jiwanya, santun, tawadhu, mengetahui, benar, malu,
menepati, sopan, tenang, dan tidak tergesa-gesa”.
a. Akhlak yang tercela (mazmumah)
يىاءكىالىسىدكىالكبكىالقدكىالعىدىاكىةكىالميبىاىى كىالر ذىميمو ةاخيليقو
31
(Al-Ghazali, 1420: 74)
Artinya :
“Ahklak yang tercela seperti riya, dengki, sombong, iri,
permusuhan, dan bermegah-megahan”.
D. Metode Pendidikan dalam Kitab Ayyuhal Walad
Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan
dalam pendidikan. Metode untuk membentuk akhlak yang terpuji terhadap anak didik
dalam proses pendidikan anatara lain:
1. Metode Keteladanan
ىل اى كىمىكىةونىسىةوايىفىكىنمرىثػىكااىيىنػالدنىمعىمى ةيص عىلىيواىلاهللؿيوسيرىافىا لىـي دوم ميىاؿتىوقػيلعىجاىمىهيللاى:اؿىقىكىوتاىرىجيحيضعبػىلوكىلذد عييكىالس لى
ا.افنفىكى (Al-Ghazali, 1420 H: 105).
Artinya:
“Janganlah engkau mengumpulkan harta dunia lebih banyak dari
kecukupan satu tahun, sebagaimana yang dilaksanakan Rasullulah
SAW yaitu mempersiapkan kebutuhan dalam jangka satu tahun untuk
beberapa istrinya, dan beliau bersabda berdo‟a : ya Allah, jadikanlah
baham makanan keluarga Nabi Muhammad secukupnya”.
2. Metode Pemberian Nasehat
كىميلعفىوكييىل ئىلنامهىلبػىقػ:اىاءىيىشاىةيىانمىثىبكىحيصىناىن,اديلىوىاالهىيػاى
.ةامىيىقالـىويػى (Al-Ghazali, 1420 H: 72-73).
Artinya :
“Wahai anak, sesungguhnya saya menasehatimu dengan delapan
perkara, terimalah dariku supaya ilmumu tidak memusuhimu di hari
kiamat".
32
3. Metode Pemberian Wasiat
ن نىوكييى:لىاؿىقىوين اىونبلميكلىاافىمىقاليايىصىكىفلىكري,ديلىوىاالهىيػاىئمه.انىتىناىكىارحىسالىلبادنىيػيكىنمسىيكىاىكييالد
(Al-Ghazali, 1420 H: 34)
Artinya:
“Wahai anak, diceritakan dalam wasiatnya Luqman Al Hakim kepada
putranya, ia berkata:” janganlah anak ayam jantan itu lebih pandai
daripada dirimu. Ayam jantan itu berkokok di waktu sahur sedang
engkau nyenyak tidur”.
4. Metode Cerita
ؼةالىعىبػىراىتيأرى:قػىؿىقاىكىاذوتىسايةائىمىعبىراىـىدىهللخىويحىرىي لبالشف اىيىكحي
نلىقياوىاسىمىتييل خىكىوبتيلمعىاكىدناحاكىثنيػداحىهىنػمتيرتػىخاثي ثويدحى
.ويفىاتنىىكىىصلىخىتيدجىوىفػىويتيلم أىتى (Al-Ghazali, 1420 H: 42-43).
Artinya:
“Diceritakan bahwa Imam Al-Syibli rahimatulullah itu telah membantu
empat ratus guru. Ia berkata: saya telah membaca empat ribu hadist
kemudian saya memilih satu hadist dari empat ribu hadist tersebut dan
mengamalkannya serta meninggalkan lainnaya karena saya berfikiran
dan yakin bahwa lulusku dan keslamatanku itu ada pada satu hadist
tersebut”.
5. Metode Perintah dan Larangan
ىت حىويفرىك فىتػىكىرىااخىمنلىكىنمعسىا,ديلىوىاالهىيػاى ا.صنلىخىدى (Al-Ghazali,1420 H: 102-103)
Artinya:
“Wahai anak, dengarkanlah perkataanku yang lain dan berfikirlah di
dalamnya sehingga ia menemukan keselamatan”.
.فبىااالافسىلبل اكىيلىعىلىكساايمىنلأىستىلى،ـويػىالدىعبػى¸ديلىوىاالهىيػاى (Al-Ghazali, 142- H: 70).
33
Artinya:
"Wahai anak, setelah hari ini kamu jangan tanya kepadaku tentang apa
yang kamu anggap sulit untukmu kecuali dengan ucapan hati".
E. Tujuan Pendidikan menurut Imam Al-Ghazali
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pendidikan. Setelah
melihat materi pendidikan akhlak dalam kitab Ayyuhal Walad maka penulis
merumuskan tujuan pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali bahwa tujuan
pendidikan Islam dapat diklasifikasikan:
1. Membentuk manusia purna sehingga pada akhirnya dapat mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
2. Membentuk manusia purna untuk mendapatkan hidup, baik di dunia maupun
di akhirat.
Melihat dua tujuan pendidikan di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan
menurut Imam Al-Ghazali tidak hanya bersifat ukhrawi saja (mendekatkan diri
kepada Allah), tetapi juga mengandung tujuan yang mengandung duniawi. Imam Al-
Ghazali memberikan tempat yang luas dalam sistem pendidikannya bagi
perkembangan duniawi tetapi dunia yang dimaksudkan hanya untuk mencapai
kebahagiaan hidup di akhirat yang lebih utama dan kekal di dalamnya.
Pemaparan isi kitab Ayyuhal Walad yang tersebut di atas, merupakan beberapa
pokok pesan yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali kepada murid kesayangannya
agar lebih mudah untuk dipahami dan dilaksanakan. Dapat dipahami bahwa Imam Al-
Ghazali dalam memberi nasihat kepada muridnya lebih mengorientasikan berbagai
hal yang harus dilaksanakan oleh seorang peserta didik dalam proses belajarnya
sehingga dapat tercapai sesuai dengan tujuannya
34
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI
TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS KEKINIAN
A. Analisis Kitab Ayyuhal Walad
Kitab Ayyuhal Walad yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali merupakan kitab yang
lebih menekankan pada pendidikan akhlak terhadap anak didik yang bertujuan untuk
menyempurnakan akhlak, dan mengandung makna yang tinggi.
1. Analisis Kitab Ayyuhal Walad berkenaan dengan Materi
a. Akhlak Anak Kepada Allah SWT
1) Beriman kepada Allah SWT
Beriman kepada Allah SWT adalah merupakan suatu hal yang paling
pokok dan mendasar dari seluruh ajaran agama Islam yang harus diyakini
dengan ilmu yang pasti. Al-Qur‟an adalah sebagai pokok dan sumber
ajaran Islam.
Iman kepada Allah yaitu dengan cara memepercayai keesaan zat, sifat
dan faalNya. Artinya hanya Allah sajalah yang pantas dan berhak
disembah, karena hanya Allah yang menciptakan alam semesta yang
bersifat dengan segala sifat kesempurnaan dan berbeda dengan sifat yang
ada pada makhluknya. Segala apa yang diciptakan oleh Allah itu
merupakan ciptaanNya sendiri tanpa campur tangan lainnya, dan tidak ada
seorangpun dapat meniru dan menyerupainya (Depag RI, 2002: 63).
Bagi bangsa Indonesia bukan masalah lagi untuk mempercayai
adanya Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini jelas telah tercantum di dalam
bunyi Pancasila pada sila pertama. Bangsa Indonesia percaya bahwa kita
35
adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan mempercayai akan
kekuasaaNya . Bagi umat Islam percaya kepada Tuhan Allah SWT adalah
merupakan rukun iman yang pertama dan mutlak harus dipercayai dan
tidak bisa ditawar .
Kepercayaan secara mutlak kepada Allah SWT ialah membenarkan
dan mengakui adanya (eksistensi) Allah SWT, sifat-sifatNya,
kekuasaanNya, pereturan-peraturanNya dan lain sebagainya. Kepercayaan
yang mutlak itu harus mengandung tiga unsur, yaitu :
a) Diikrarkan dengan lisan
b) Dipatrikan dalam hati
c) Dilaksanakan dengan anggota badan
Upaya penanaman nilai-nilai iman kepada peserta didik, maka perlu
dilakukan sejak usia lebih dini sehingga peserta didik akan selalu punya
ingatan yang senantiasa membekas dalam hatinya. Adapun metode yang
bisa diterapkan dalam penanaman iman tersebut bisa menggunakan metode
pembiasaan. Misalnya peserta didik dibiasakan untuk senantiasa berdo‟a
dalam setiap akan melakukan suatu perbuatan. Selain itu juga, metode kisah
juga bisa diterapkan dengan memberikan kisah-kisah tentang penciptaan
manusia, penciptaan alam dan penciptaan makhluk-makhluk seperti hewan,
tumbuhan dan benda-benda langit. Sebagai contoh kisah tentang penciptaan
Nabi Adam dan Siti Hawa sebagai manusia yang pertama kali diciptakan
oleh Allah.
Pendidik juga bisa menerapkan nilai keimanan dengan menggunakan
metode targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut) semisal
dengan memberi penjelasan akan karunia akan diperoleh oleh seseorang
36
jika ia beriman kepada Allah secara sungguh maka Allah akan
memasukannya ke surga. Sedangkan orang yang tidak mau beriman kepada
Allah maka orang tersebut adalah orang akan celaka karena ia akan
dimasukan kedalam neraka jahanam yang mana tidak terkira siksaannya.
Dengan begitu maka nilai-nilai keimanan dalam diri peserta didik akan
semakin tertanam dan akan mengantarkannya sebagai insan yang telah
mampu mengimani bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah
ciptaan-Nya. Sehingga manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah
akan selalu beribadah kepada-Nya.
2) Taat dan Beribadah kepada Allah
Taat kepada Allah SWT berarti melaksanakan perintahNya dan
menjauhi laranganNya, apabila seseorang yang beriman dan taat kepada
Allah SWT itu dinamakan hamba Allah, sedangkan beribadah adalah
melaksanakan sesuatu untuk menghambakan diri kepada Allah SWT.
Taat dan beribadah tentu saja tidak meninggalkan konsep syari‟at,
syariat menurut bahasa berarti “ jalan yang lurus”. Para ahli dalam bidang
fiqih memaknai kata syari‟at ini sebagai nama hukum yang telah ditetapkan
Allah SWT untuk para hambaNya dengan perantara Rasullulah SAW
supaya hamba tersebut melaksanakan dengan dasar iman.
Syari‟at merupakan dasar dari ajaran maupun hukum Islam sebagai
ketetapan yang harus dijalani oleh umat manusia yang meliputi semua
aspek ajaran, termasuk aspek akidah atau keyakinan agama. Tetapi
kemudian mengalami penyempitan arti yang hanya mengenai hukum Islam
yang bersumber pada al-Qur‟an dan Sunnah Rasul, kemudian diwajibkan
untuk ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya (Su‟ud, 2003: 163).
37
3) Menambah Ketaatan dengan Ibadah Shalat Tahajud, Membaca al-Qur‟an
dan Beristighfar
Bagi orang muslim sudah selayaknya meraih kenikmatan munajat
kepada Allah SWT. Di saat ia bangun malam dan melakukan shalat
malam.
Shalat tahajud merupakan shalat sunnah yang dilaksanakan di waktu
malam. Yang lebih baik lagi jika dilaksanakan sesudah shalat malam, di
saat suasana sunyi sepi hingga bisa tenang melakukannya hingga, dan
menambah kekhusyukan. Sedang bilangan raka‟atnya tidak terbatas
(Faruoq: 152).
Allah SWT menjadikan waktu menjadi siang dan malam. Waktu
siang adalah waktu yang digunakan manusia untuk bekerja mencari nafkah
dengan berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya di dunia dan aktivitas
lainnya. Sedangkan waktu malam adalah waktu untuk beribadah dan
berdo‟a memohon pengampunan dan keridhaan-Nya. Dengan demikian,
maka dapat dikatakan bahwa waktu siang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan jasmani dan waktu malam untuk kebutuhan rohaninya.
Keutamaan malam dalam beribadah ataupun berdo‟a kepada Allah karena
pada waktu malam menjelang pagi atau waktu menjelang sahur Allah
SWT turun ke langit dunia dan berseru kepada umat manusia untuk
beribadah dan berdo‟a memohon ampunan kepada-Nya. Dan hal tersebut
dilakukan Allah SWT terus menerus hingga fajar menyingsing. Oleh
karena itu, setiap manusia yang berdo‟a pada waktu tersebut akan
dikabulkan do‟anya dan orang yang melewatkan waktu tersebut termasuk
dari orang-orang yang rugi.
38
Upaya orang tua agar anak mau menggunakan waktu malam untuk
perbuatan yang baik maka perlu keteladanan dari orang tua agar dalam
menggunakan waktu malam hari untuk belajar. Semisal dengan menemani
anaknya belajar atau dengan sama-sama melakukan tugasnya masing-
masing, semisal orang tua menyelesaikan tugas kantornya maka anaknya
mengerjakan tugas sekolahnya. Selain itu juga, setiap mau melakukan
sholat malam hendaknya dilakukan dengan berjamaah sehingga anakpun
akan selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya.
Sementara itu, anak juga dibiasakan dengan melakukan sholat malam
ketika orang tua akan melakukan sholat-sholat sunnah, semisal sholat hajat
dan tahajud. Dengan pembiasaan tersebut maka anak akan terbiasa bangun
malam walaupun tanpa dibangunkan oleh orang tuanya.
Selain shalat tahajud, bentuk-bentuk ibadah itu bisa dengan membaca
al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan sumber kehidupan bagi orang yang
beriman, oleh karena itu hendaknya selalu dobaca, ditelaah kemudian
amalkan isi kandungannya yang luar biasa. Dengan membacanya akan
mendapatkan pahala. Bagi orang-orang yang beriman, al-Qur‟an berfungsi
sebagai obat, penentram hati. Al-Qur‟an juga sebagai rahmat. Sedangkan
bagi orang zalim, al-Qur‟an hanya menembah penyakit baginya
(Takariawan, 2005: 50).
Manusia hidup di dunia, tentu saja tidak lepas dari suatu kesalahan.
Baik itu kesalahan dengan sesama manusia ataupun dengan Allah.
Pernyataan penyesalan terhadap kesalahan yang telah dilakukan atau
pernyataan permohonan ampun kepada Allah SWT yang disebut dengan
istighfar sebagai pernyataan taubat kepadaNya.
39
Kebiasaan mengucap istighfar akan lebih sempurna bila diikuti
kebiasaan meminta maaf dan memberi maaf kepada orang lain. Karena
dengan kesadaran sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan.
Membaca istighfar hendaknya diikuti dengan perbuatan baik dan
meninggalkan perbuatan yang buruk.
b. Akhlak Anak terhadap Sesama Manusia
Manusia adalak makhluk yang hidup bermasyarakat dan saling
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dalam Islam terdapat hak-hak
bertetangga yaitu berbuat baik kepadanya dan menjauhkan diri dari
mengganggunya walaupun berbeda.
Tetangga adalah orang yang mendiami rumah berdampingan dengan
rumah kita dan mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan kita,
sebagaimana yang kita rasakan selama ini. Karena sangat pentingnya, kadang-
kadang peranannya melebihi peranan keluarga dan saudara yang tempatnya
jauh.
Jar atau tetangga itu meliputi semua orang yang berdekatan tempatnya.
Termasuk di dalamnya orang muslim atau kafir, abid atau fasik, teman, seteru,
pribumi, orang asing baik kerabat maupun bukan, baik dekat maupun jauh
rumahnya. Sedangkan mememuliakan tetangga itu merupakan sebagian dari
iman itu merupakan upaya dalam pembinaan iman (Depag RI, 2001: 201).
Kewajiban kita terhadap tetangga antara lain :
1) Hendaklah memulai perjumpaan dengan mengucapkan salam
2) Tidak memeperpanjang percakapan dengan tetengga dan tidak banyak
bertanya kepadanya
3) Menjenguk den mendoakannya ketika sakit
40
4) Berduka cita ketika tertimpa musibah
5) Menegurnya dengan ramah tamah ketika melakukan kekeliruan
6) Menundukkan pandangan
7) Menolongnya ketika membutuhkan pertolongan
8) Tidak membiasakan memandangi pelayan perempuannnya
(Al-Ghazali, 1997: 40)
Dalam kehidupan bertetangga ada beberapa tingkatan tetangga. Yang
pertama adalah tetangga yang memeiliki satu hak saja (hak ketetanggaan saja)
yaitu tetangga yang musyrik, yang kedua adalah tetangga yang memiliki dua
hak yaitu hak ketetanggaan dan hak keislaman, yang ketiga yaitu memiliki tiga
hak yaitu hak ketetanggaa, hak keislaman dan hak kekerabatan.
Berbuat baik kepada tetangga (jar) adalah dengan cara menyampaikan
bermacam-macam kebijakan sesuai dengan kesanggupannya, seperti memberi
hadiah, memberi salam, bermanis muka dikala berjumpa dan lain sebagainya
(Depag RI, 2001: 202).
Bertetangga atau bersosialaisasi sejak dini sangat penting diajarkan
pendidik kepada anak didik guna menjadikan anak didik yang mempunyai
jiwa sosial dan mampu hidup bermasyarakat kelak.
c. Akhlak Guru terhadap Anak Didik
Guru ataupun pendidik menurut Islam adalah siapa saja yang memilki
tanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Orang yang pertama-tama
kali bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik disebabkan
karena qadrat yaitu ditakdirkan sebagai orang tua anak dan karena kemajuan
perkembangan yaitu suksesnya seorang anak berarti juga suksesnya orang tua
41
tersebut. menurut teori pendidikan Barat, tugas pendidikan menurut
pandangan islam secara umum yaitu dengan mendidik dengan selalu
mengembangkan potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif maupun
afektif secara seimbang sampai ke tingkat setinggi-tingginya (an Nahlawi,
1992: 74).
Seorang guru yang lebih mengetahui tentang ilmu pengetahuan akan
lebih efektif dalam proses transfer nilai pengetahuan terhadap anak didiknya.
Kemudian lebih wara‟ akan lebih mendorong untuk mengajarkan akhlak yang
mulia dengan cara memberikan contoh yang baik. Sedangkan guru yang lebih
tua umurnya akan lebih dihormati oleh anak didiknya, karena berwibawa
daripada guru yang lebih muda dihadapan anak didik. Sehingga akan mudah
untuk mengajarkan ilmu pengetahuan.
Syarat-syarat tertentu yang harus dimiliki oleh guru antara lain :
1) Tentang umur sudah dewasa
Tugas mendidik sanagtlah penting, karena berhubungan dengan
perkembangan anak didik dalam menentukan nasibnya. Maka tanggung
jawab harus dilaksanakan, dan yang dapat bertanggung jawab adalah orang
dewasa sedang anak-anak belum bisa dimintai pertanggung jawaban.
2) Tentang kesehatan harus sehat jasmani dan sehat rohani
Jasmani yang mengalami sakit dan tidak sehat akan menghambat
pelaksanaan proses pendidikan, dan dapat membahayakan dengan
menularnya penyakit pada peserta didik, sedang orang yang tidak sehat
rohaninya (gila) akan membahayakan bagi anak didik, dan orang yang
ediot tidak dapat bertanggung jawab dalam mendidik anak.
42
3) Tentang kemampuan mengajar ia harus ahli
Ahli dalam mengajar sangat penting bagi pendidik ataupun guru
orang tua di lingkungan keluarga perlu mempelajari teori-teori ilmu
pendidikan. Dengan pengetahuan itu diharapkan supaya orang tua lebih
mampu menyelenggarakan pendidikan bagi anak didik di lingkungan
keluarga.
4) Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Seorang guru atau pengajar harus baik peragainya. Sehingga dapat
menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya , dedikasi (pengorbanan)
tinggi diperlukan dalam mendidik serta dalam meningkatkan mutu
mengajar.
Seorang pendidik merupakan orang yang selalu menjadi panutan bagi
peserta didiknya atau bagi masyarakat pada umumnya. Oleh karena sudah
sepatutnya seorang pendidik harus memiliki kepribadian yang baik
sehingga dia bisa menjadi contoh bagi peserta didik dan lingkungannya.
Pendidik merupakan unsur pokok dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan proses belajar mengajar merupakan penterjemahan dan
tranformasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi. Hal ini menunjukan
bahwa ketercapaiannya tujuan pendidikan berdasar dari kompetensi guru
dalam menyampaikannya. Oleh karena itu pendidikan yang bukan hanya
sekedar transfer pengetahuan saja melainkan juga bagaimana seorang
pendidik bisa mengolah rasa dan melatihnya sehingga peserta didik juga
mempunyai kepribadian sesuai yang diharapkan oleh pendidiknya.
Seorang pendidik atau guru haruslah seorang yang mempunyai budi
pekerti yang mulia sehingga pendidik atau guru yang sudah mencapai
43
tingkatan akhlak tersebut pantas dijadikan panutan dan pantas juga untuk
diikuti. Hal ini dimaksudkan agar seorang pendidik yang mempunyai gelar
pewaris para Nabi senantiasa memberikan cahaya-cahaya kenabian kepada
peserta didiknya. Cahaya-cahaya kenabian inilah yang merupakan pokok
dari suatu pengajaran atau pendidikan yakni pembentukan pribadi peserta
didik yang baik dan mulia. Dalam hal ini menunjukan bahwa kepribadian
seorang pendidik harus senantiasa melekat dalam dirinya sehingga tingkah
laku dan budi yang luhur akan selalu tampak pada dirinya.
Dalam pandangan umum, pribadi seseorang sering digambarkan
seperti layaknya sebuah baju. Baju adalah penutup bagian tubuh manusia
sehingga ia dikatakan sebagai seorang manusia. Jika seorang manusia
tidak memakai baju dalam suatu keramaian maka harkat dan martabatnya
sebagai manusia akan hilang. Begitu halnya dengan kepribadian seorang
pendidik yang tentu ia akan selalu menjadi bahan pengamatan dan contoh
bagi peserta didiknya. Jika seorang pendidik tidak memiliki kepribadian
yang baik maka wibawa dan kelayakannya akan hilang dimata peserta
didik dan orang lain. Oleh karena itu, pendidik sebagai figur yang tentu
saja menjadi panutan dan teladan bagi peserta didiknya maka ia pun harus
memiliki kepribadian yang baik sehingga ia mampu menjadi seorang yang
yang dicontoh dan ditauladani baik bagi peserta didik, teman sejawatnya
maupun masyarakat secara umum.
d. Akhlak Anak Didik terhadap Gurunya
Seorang murid yang sudah diterima oleh seorang guru untuk belajar
kepadanya maka dia harus menghormati guru baik secara lahir maupun secara
batin. Menghormati secara lahir berarti murid tidak mendebat dan beradu
44
argument dengannya dalam persoalan apapun, sungguh pun kau telah tahu
bahwa dia telah salah menurutmu dan melakukan setiap perintah-perintahnya
sebisa mungkin dan sekuat tenaga. Sedangkan menghormati secara batin
berarti sang murid tidak menyangkal dalam hati terhadap setiap hal yang dia
dengar dan terima darinya baik berupa tindakan maupun ucapan, sehingga hati
murid tidak bercampur dengan kemunafikan.
Menghormati guru adalah kewajiban bagi seorang murid. Hal ini tidak
lain karena guru adalah orang yang mengarahkan, membimbing dan mendidik
murid sehingga menuju cita-cita yang ingin dicapainya. Selain itu juga,
seorang guru adalah seorang pemilik ilmu yang mana berarti orang tersebut
mempunyai kehormatam yang agung dan kedudukan yang tinggi disisi Allah
SWT. Oleh karena Allah mewajibkan mengagungkan apa-apa yang terhormat
di sisi Allah SWT.
Seorang anak didik yang sedang mencari ilmu haruslah bersikap sopan
santun atau tata krama terhadap pembimbingnya sebagai wujud penghormatan
terhadap gurunya. Sebab hal itu merupakan suatu perkara yang sangat penting.
Bagi para anak didik sendiri, jika hati seorang pembimbing atau guru terusik
oleh akhlak atau budi pekerti seorang anak didik yang menyimpang dari
kemulyaan, atau tata krama yang tercela, maka hal tersebut bisa menghambat
jalannya pendidikan, dalam arti ilmu yang disampaikan oleh pembimbing atau
guru itu akan terasa sulit diterimanya.
Islam pun menyuruh murid untuk menghormati dan memuliakan guru.
Seorang guru dimuliakan karena guru adalah orang yang sangat mulia. guru
adalah orang yang sangat banyak jasanya, kemudian dari segi usia guru pada
45
umumnya usianya lebih tua, sedang orang yang lebih muda wajib
menghormati gurunya (Tatapangarsa: 118).
Adap anak didik terhadap gurunya, antara lain:
1) Patuh Terhadap perintahnya
Patuh atau taat terhadap guru di sini adalah selama apa yang
diperintahkan itu tidak bertentangan dengan syara‟ dan prinsip-prinsip
akidah Islam.
2) Menjauhi apa yang dibencinya
Menjauhi apa yang dibenci tersebut dengan syarat tidak bertentangan
dengan syara‟.
3) Sabar dalam menjalani pendidikan
Kaitannya sabar dalam belajar maka seseorang yang belajar dia harus
mau melalui proses dan tidak terburu-buru dalam belajar karena setiap
pelajaran ada waktu yang tepat kapan diajarkan oleh gurunya.
4) Memelihara Ilmu yang diberikan
Memilahara ilmu yang dimaksud adalah dengan mengamalkan ilmu
yang diperoleh.
e. Akhlak terhadap Ilmu
1) Giat dalam Belajar
Belajar merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang kompleks,
maka proses belajar itu hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah
sebagai penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Sedangkan
proses belajar itu terjadi berkat siswa telah memperoleh sesuatu yang ada
di sekitarnya. Sehingga kemudian dapat dipelajarinya (Dimyati &
Mudjiono, 2002: 7).
46
Belajar merupakan salah satu sarana untuk mempermudah penerimaan
materi pembelajaraan dari guru terhadap anak didik, sehingga anak didik
mampu menerima, memahami, dan menghayati materi yang diterima. Oleh
sebab itu belajar juga efektif untuk dilaksanakan di masa sekarang ini, dan
sangat dianjurkan belajar sejak dini sebagaimana yang telah dilaksanakan
oleh Imam Al-Ghazali dalam mendidik akhlak anak.
2) Mengamalkan Ilmu
Ilmu dalam Islam, harus selalu berkaitan dengan kegunaan ilmu itu
sendiri, yaitu amal. Amal dapat dimaknai dengan perilaku, perbuatan,
pekerjaan, dan produktivitas. Lebih sempurnanya lagi amal dapat berarti
perbuatan, tindakan, aktivitas, pekerjaan, prestasi, kemajuan, produktivitas
dan semacamnya. Suatu amal menjadi tuntutan, dan ilmu pada hakikatnya
adalah untuk mewujudkan amal perbuatan. Lebih jelasnya lagi bahwa ilmu
itu haruslah diamalkan dan amal harus berlandaskan ilmu. Di dalam Islam,
ajaran mengenai amal saleh sangat fundamental, sehingga ilmu bukan
untuk ilmu tetapi ilmu untuk amal (Azizi, 2003: 97).
Mengamalkan ilmu sejak dini sangat penting diajarkan pendidik
kepada anak didik guna menjadikan anak didik yang mempunyai jiwa
sosial untuk berinteraksi dengan saling bertukar pikiran tentang ilmu yang
didapat atau membantu orang yang membutuhkan.
f. Akhlak mahmudah (baik) dan akhlak madzmumah (tercela)
Akhlak mahmudah adalah akhlak terpuji yang harus dimilki oleh
semua orang. Sedangkan akhlak madzmumah adalah akhlak tercela yang harus
dujauhi oleh semua orang.
47
Pada masa Rasuluulah, keluarganya dan para sahabatnya, akhlak
menunjuk pada suatu konsep yang mengandung arti kehidupan yang mulia
sebagai jalan menuju kebahagiaan manusia.
Apabila akhlak terpuji tertanam dalan jiwa setiap orang pasti akan
tercipta sesuatu kehidupan yang aman, tentram dan damai. Bahwa Rasullulah
saw berkata kepada Ali bin Abi Thalib antara lain berbunyi : “hendaklah
engkau berakhlak yang baik dan terapkanlah, dan jauhkanlah dirimu dari
perangai buruk dan jangan engkau terapkan hal itu. Kemudian, jika engkau
tidak melakukan itu, maka janganlah engkau mencela, kecuali dirimu sendiri”
(Subaiti, 2002: 22).
Akhlak yang baik sebagai jiwa agama, yang merupakan bentuk
keindahan yang dijadikan bentuk dan pakaian manusia sekaligus sebagai
hiasan bagi dirinya maka akhlak yang buruk adalah bentuk yang menakutkan
apabila dipakai oleh orang, maka orang itu menjadi sosok yang menakutkan
pula.
Sedangkan ciri-ciri orang yang berakhlak buruk antara lain bila bergaul
dengan orang lain ia bertindak zalim, apabila melakukan perjanjian maka ia
mengingkari, bila berkata ia berbohong, jika dipercaya ia berkhianat, bila ada
kesempatan ia menyimpang dan jauh dengan kebaikan dan dekat dengan
keburukan, cepat menyebar fitnah dan tidak mempu menciptakan persatuan.
Maka dari itu seorang pendidik membutuhkan materi tentang akhlak yang baik
dan akhlak yang buruk dalam mendidik anak didik. Hal tersebut dipergunakan
supaya bisa memilah manakah hal-hal yang baik dan manakan hal-hal yang
buruk.
48
2. Analisis Kitab Ayyuhal Walad berkenaan dengan Metode
Metode pendidikan yaitu prosedur dalam penyampaian materi untuk
mencapai tujuan pendidikan yang didasarkan atas asumsi tertentu. Dapat dipahami
bahwa metode adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru
dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri
perkembangan murid-muridnya, suasana alam sekitarnya, dengan maksud
menolong murid-muridnya mencapai proses belajar yang diinginkan dan
perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Seorang pendidik harus tahu bagaimana cara mengajar yang baik dan
bagaimana menggunakan metode yang pas untuk menyampaikan suatu pelajaran
sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik. Dalam
pendidikan Islam ada banyak metode yang bisa digunakan sehingga setiap
pendidik berbeda-beda dalam penggunaan metode pembelajaran.
Berkaitan dengan penggunan metode dalam pendidikan Islam, Imam Al-
Ghazali sendiri dalam kitab Ayyuhal Walad menggunakan beberapa metode yang
digunakannya, antara lain:
a. Metode Keteladanan
Keteladanan berarti perbuatan atau barang yang patut ditiru atau di
contoh. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau
dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud
disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai pendidikan islam, yaitu
pendidikan yang baik (Arief, 2002: 117).
Metode keteladan merupakan metode yang paling ampuh membentuk
kepribadian peserta didik baik secara moral, sosial maupun spiritual. Tidak
dapat dipungkiri bahwa seorang pendidik sebagai tokoh figur dalam
49
pendidikan sehingga sikap dan tingkah laku harus sesuai apa yang
dikatakannya.
Metode keteladaan sangat aplikatif apabila diterapkan dalam pendidikan
Islam. Pendidikan yang ada di sekolah tentu tidak lepas dari peran pendidik
sebagai orang yang akan selalu menjadi sorotan oleh peserta didiknya.
Keteladanan harus dilakukan oleh pendidik setiap saat dan sepanjang waktu.
Hal ini, bisa dilakukan memberikan peraturan-peraturan yang wajid diteladani
oleh semua pendidik atau peserta didik.
Oleh karena itu, metode keteladanan sangat efektif sekali jika digunakan
dalam pendidikan terutama pada masa sekarang. Hal tersebut tidak lain karena
keteladanan merupakan faktor penentu baik buruknya peserta didik. Jika
seorang pendidik seorang yang jujur dan dapat dipercaya, berakhlak mulia,
pemberani dan tidak berbuat maksiat maka kemungkinan besar peserta didik
akan tumbuh dengan sifat-sifat mulia tersebut.
b. Metode Pemberian Nasehat
Pemberian nasihat terhadap anak mengenai kebaikan sering juga disebut
dengan al mau‟izhah al hasanah (nasihat yang baik). Bahwa sesungguhnya
nasihat yang baik adalah menasihati seseorang dengan tujuan tercapainya
suatu manfaat atau kemaslahatan baginya.
Menurut Qosim (1997: 48) nasihat yang baik adalah nasihat yang dapat
masuk ke dalam hati disertai dengan penuh kasih sayang dan ke dalam
perasaan yang penuh kelembutan, tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang
tidak harus dilarang, tidak menjelek-jelekkan atau membongkar suatu
kesalahan. Karena lemah lembut dalam memberi nasihat sering kali dapat
50
meluluhkan hati yang keras dan mampu menjinakkan hati yang liar serta lebih
mudah melahirkan kemudahan.
Metode nasihat yang merupakan bagian dari beberapa metode yang
digunakan dalam pendidikan Islam. Metode ini sangat penting digunakan oleh
para pendidik bagi masa dulu sekarang maupun masa depan. Pentingnya
metode ini, dikarenakan pendidikan Islam yang merupakan proses
transformasi nilai-nilai pendidikan, baik itu bersifat keagamaan, alam dan
sosial. Sehingga seorang pendidik bisa menggunakan metode ini untuk
memberi penjelasan kepada peserta didik mengenai perbuatan-perbuatan
terkait ibadah, muamalah, pergaulan dan perbuatan-perbuatan yang lainnya.
Pendidikan Islam dari jaman dahulu sampai saat ini masih menggunakan
metode nasihat. Di mulai dari Nabi Muhammad Saw, sahabat, tabiin dan
hingga saat ini metode ini dipakai dalam merespon semua perubahan yang
terjadi pada manusia. Perubahan tersebut, bisa terjadi karena dampak dari
pertemanan, perkembangan industri dan Intelektual.
Dengan demikian maka metode nasihat menjadi sangat aplikatif bila
diterapkan dan digunakan dalam pendidikan Islam, karena anak didik sangat
membutuhkan kasih sayang.
c. Metode Pemberian Wasiat
Pendidikan terhadap anak didik dapat dilaksanakan dengan
menggunakan metode wasiat. Sebagaimana telah dikisahkan dalam al-Qur‟an
tentang wasiat Luqman terhadap anaknya dalam surat Luqman ayat 13
Yang artinya :
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
diwaktu ia membaeri pelajaran kepadanya: “Hei anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
51
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang
besar” (Depag RI, 2001: 654).
Dari arti surat diatas, diterangkan tentang salah satu cara memberikan
pendidikan yaitu dengan metode wasiat, dengan metode ini seorang pendidik
memberikan suatu pelajaran yang diharapkan tetap dilaksanakan walaupun
yang mendidik telah meninggal dunia karena wasiat merupakan pesan tentang
suatu kebaikan yang akan dijalankan setelah seseorang yang berwasiat
meninggal dunia (Rasjid, 1996: 371).
Melihat keterangan tersebut, maka pendidikan akhlak anak dengan
menggunakan metode wasiat sanagtlah penting dilaksanakan, karena anak
secara umum bertmbah dewasa sedangakan pendidik membutuhkan metode
sabaimana yang dilakukan Imam Al-Ghazali.
d. Metode Cerita atau kisah
Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar
mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau.
Metode ini digunakan untuk mengambil hikmah dalam pesan yang
terdapat kisah. Metode kisah merupakan salah satu dari metode lain yang
digunakan oleh Imam Al-Ghazali. Hal ini dapat diterapkan dalam sebuah
pendidikan lantaran pada hakikatnya secara alamiah setiap manusia pasti
menyukai cerita. Dan sebuah cerita atau kisah bisa mempunyai daya tarik
dalam menyentuh perasaan orang yang mendengarnya. Oleh karena itulah,
dalam pendidikan Islam cerita atau kisah dieksploitasi untuk dijadikan teknik
pendidikan.
Kisah yang bisa dibawa dalam sebuah pendidikan adalah kisah yang
banyak mengandung nilai-nilai Islam sehingga nilai-nilai pendidikan Islam
tersebut dapat diterima oleh peserta didik menggunakan sebuah cerita yang
52
menarik. Adapun kisah tersebut bisa diambil dari Al-Qur‟an, hadist atau dari
kisah-kisah para sahabat, tabi‟in dan ulama-ulama yang yang bisa diambil
nilai-nilai pendidikan Islam. Jika dikaitkan dengan pendidikan sekarang, maka
metode inipun masih sangat relevan bila diterapkan dalam pendidikan terlebih
lagi pendidikan Islam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pesan-pesan yang
terkandung dalam cerita atau kisah, terlebih jika kisah itu diambil dari al-
Qur‟an atau hadist Nabi yang banyak mengandung nilai-nilai pendidikan
Islam untuk ditransformasikan kepada peserta didik.
Setelah suatu kisah disampaikan kepada anak didik, maka seorang guru
bertanya kepada peserta didiknya tentang berbagai manfaat dan hikmah yang
dapat diambil dari kisah yang telah disampaikan. Hal yang demikian memiliki
pengaruh yang besar demi terserapnya hikmah atas kisah yang disampaikan ke
dalam pikiran dan terlukis dalam pemahaman (Syaikhah, 2007: 77).
Guru diharuskan untuk menjauhkan anak didiknya dari kisah-kisah yang
tidak bermanfaat, seperti kisah-kisah yang menakutkan tentang syaitan, jin dan
hantu. Karena kisah-kisah yang demikian akan menimbulkan rasa pengecut
pada diri anak didik (Syaikhah, 2007: 78).
Melihat uraian diatas menunjukkan bahwa metode cerita sangat
dibutuhkan dalam mendidik anak, dan sangat efektif untuk dipergunakan
dalam mendidik anak.
e. Metode Perintah dan Larangan
Memberi perintah kepada anak didik untuk melaksanakan kewajiban dan
melarang anak didik untuk meninggalkan kejelekan harus dilakukan oleh
seorang pendidik. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Luqman ayat 17
Yang artinya :
53
“Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah)” (Depag RI, 2001: 655).
Bersumber dari arti ayat di atas, dapat dipahami bahwa memberikan
perintah kepada seseorang untuk melaksanakan kebaikan dan melarang
melaksanakan keburukan merupakan suatu keharusan, karena kebaikan
merupakan perintah dari Allah dan keburukan adalah larangan dari Allah
3. Analisis Kitab Ayyuhal Walad berkenaan dengan Tujuan
Tujuan adalah suatu yang diharapkan setelah usaha atau kegiatan selesai
dilaksanakan. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang bersifat tetap atau
statis, tetapi merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang yang
berhubungan dengan seluruh aspek kehidupannya.
Tujuan pendidikan dilaksanakan oleh seseorang adalah sebagai wujud untuk
beribadah kepada Allah, melatih akhlak sehingga berakhlak yang baik dan
mencari kebahagian dunia dan akhirat. Beribadah kepada Allah dilakukan oleh
orang Islam dengan senantiasa menjalankan perintah Allah dan menghidupkan
syari‟at Nabi Muhammad Saw. Manusia yang melakukan ibadah kepada Allah
maka berarti ia telah menjalin hubungan yang baik dengan Allah (habluminallah).
Sedangkan akhlak yang baik berupa kesempurnaan kepribadian manusia untuk
berinteraksi dengan orang lain. Dengan interaksi tersebut maka ia telah menjalin
hubungan dengan sesama manusia dengan baik (habluminannas). Adapun
konsekuensi dari terciptanya hubungan yang baik kepada Allah maupun sesama
manusia berarti ia telah menjadi orang bahagia baik didunia dan akhirat. Islam pun
mengatur kehidupan manusia agar seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
Akhlak Islam tidak mengorbankan kepentingan jasmani untuk rohani, begitu juga
54
sebaliknya. Islam memberikan kebebasan manusia untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akherat.
B. Analisis Pendidikan Karakter dalam Kitab Ayyuhal Walad
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003: 16).
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (Marimba, 1980: 19).
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat diambil kesimpulan pendidikan yaitu
memberi, menjaga dan memelihara fitrah anak hingga dewasa (baligh),
mengembangkan seluruh potensi, dan mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju
kesempurnaan.
Secara etimologi (bahasa), kata karakter (inggris: character) berasal dari bahasa
dari bahasa yunani, charassein yang berarti “to engrave” dapat diterjemahkan
menjadi mengukir, melukis, memenggoreskan (Suyadi,2013: 5).
Menurut terminologi (istilah), karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, persoalan, sifat, tabiat, tempramen, watak. Berkarakter adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak (Zubaedi, 2012: 8).
Doni Koesoma (2007: 80) menyatakan bahwa karakter sama dengan
kepribadian. Kepribadian dianggap “ ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas
dari diri seseorang yang bersumber dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa
kecil atau sifat yang dibawa seseorang sejak kecil”.
Karakter yang dimiliki manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa dirubah
atau dibentuk. Karakter manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat yang lain
55
sebaliknya menjadi jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara
potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kondisi lingkungannya, sosial
budaya, pendidikan dan alam.
Karakter atau kualitas diri seseorang tidak berkembang dengan sendirinya.
Perkembangan karakter pada setiap individu dipengarui oleh faktor bawaan (nature)
dan faktor lingkungan (nuture). Seorang anak adalah gambaran awal manusia menjadi
manusia, yaitu masa kebijakan berkembang secara perlahan tapi pasti. Dengan kata
lain, bila dasar-dasar kebajikan gagal ditanamkan pada anak usia dini, maka ia akan
menjadi orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebajikan. Usia dua tahun
pertama adalah usia kritis bagi pembentukan pola penyesuaian dan sosial.
Nilai-nilai dalam pengembangan karakter menurut kemendiknas (Kemendiknas,
2010: 9-10). Seluruh tingkat pendidikan seharusnya menyelipkan pendidikan karakter
tersebut dalam proses pendidikannya, diantaranya :
1. Religius 10. Semangat Kebangsaan
2. Jujur 11. Cinta tanah air
3. Toleransi 12. Menghargai prestasi
4. Disiplin 13. Bersahabat / komunikatif
5. Kerja keras 14. Cinta damai
6. Kreatif 15. Gemar membaca
7. Mandiri 16. Peduli lingkungan
8. Demokratis 17. Peduli sosial
9. Rasa ingin tahu 18. Tanggung jawab
Dari ke-18 nilai karakter menurut kemendiknas diatas, maka pendidikan nilai
karakter menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
56
1. Nilai Individu
a. Religius
Religius yakni sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya.
Religius berarti mengadakan hubungan dengan sesuatu yang Adi
Kodrati, hubungan antara makhluk dengan Sang Kholik. Hubungan ini
mewujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya
dan tercermin pula dalam kesehariannya (Shihab, 1992: 210). Semua yang
religius tidak bisa dipungkiri keluar dari seseorang yang sudah mahir
mamaknai agama yaitu dengan teori-teori tentng iman, islam dan ihsan.
Berikut ungkapan Imam Al-Ghazali :
“Iman adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati
dan mengamalkannya dengan anggota badan dalil-dalilnya amal itu
lebih banyak daripada sesuatu yang dibatasi, walaupun hamba itu
bisa masuk surga dengan anugerah dan kemulyaan Allah tetapi
setelah mempersiapkan dengan ketaan kepada Allah dan beribadah
kepadaNya karena sesungguhnya rahmat Allah itu sangat dekat
dengan orang-orang yang berniat baik” (Al Ghazali, 1420 H: 15-16).
“Wahai anak, inti sari ilmu yaitu apabila engkau mengetahui apa itu
taat dan ibadah, ketahuilah bahwa taat dan ibadah itu adalah
mengikuti terhadap yang membuat syariat (aturan agama) baik itu
perintah-perintahNya maupun larangan-larangaNya, dengan ucapan
maupun perbuatan serta apa yang kamu tinggalkan itu semua
mengikuti syariat (aturan agama). Seperti halnya kamu berpuasa di
hari tasriq maka kamu termasuk maksiat, atau apabila kamu
melaksanakan sholat memakai pakaian yang kamu ghasab walaupun
bebtuknya ibadah tetapi engkau berdosa” (Al-Ghazali, 1420 H: 35-
36).
“Wahai fulan, janganlah engakau memperbanyak tidur di waktu
malam, karena sesungguhnya banyaknya tidur di malam hari akan
menyebabkan pelakunya menjadi fakir di hari kiamat yang akan
datang. Wahai anak, ingatlah firman Allah yang artinya “ di sebagian
malam, sholatlah tahajut sebagai tambahan bagimu, ini adalah
perintah, dan di waktu sahur orang-orang sama-sama memohon
ampun, ini adalah syukur, dan orang-orang yang membaca isytighfar
adalag zikir. Nabi saw bersabda : ada tiga suara yang disukai Allah,
57
yakni suara ayam jago, suara orang yang membaca Al-Qur‟an, dan
orang yang membaca isytighfar diwaktu sahur” (Al-Ghazali, 1420 H
:31-32).
Uraian diatas menunjukkan bahwa Imam Al-Ghazali menegaskan untuk
memperkuat dan menjaga keimanan karena iman yang terletak dihati
merupakan sumber dari semua akhlak. Dengan iman yang kuat diharapkan
menjadi solusi kebobrokan di zaman sekarang.
Disamping tentang iman, Imam Al-Ghazali juga menegaskan tentang
keharusan ketaatan kepada Allah sebagai pencipta alam semesta untuk
senantiasa beribadah kepadaNya karena manusia diciptakan untuk senantiasa
beribadah kepada Allah, dan menambah ketaatan kita dengan ibadah shalat
tahajud untuk mermunajat dengan Allah, membaca al-Qur‟an dan beristighfar
memohon ampun kepada Allah atas kesalahan kita baik terhadap Allah
maupun sesama manusia.
2. Nilai Kolektif / Sosial
a. Peduli sosial
Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin berinteraksi antar
sesama, tidak menutup diri dan berusaha memberi bantuan pada siapapun
yang membutuhkan (Zubaedi, 2012: 76).
Imam Al-Ghazli mengatakan :
“Kemudian ketahuilah bahwa ilmu tasawuf itu memilki dua tingkah
laku yaitu istiqamah (selalu) beribadah kepada Allah dan tenang
menghadapi masyatakat, maka barang siapa yang beristiqamah
beribadah keapada Allah baik budi pekertinya terhadap masyarkat
dan mempergauli dengan lemah lembut, orang itulah ahli tasawuf,
yang dinamakan istiqamah yaitu apabila orang menebus bagian
nafsunya terhadap perintah Allah SWT dan baik budi pekertinya
dengan sesama manusia, itu apabila kamu tidak membebani manusia
untuk menuruti keinginanmu, tetapi dirimulah yang menuruti kehendak
58
masyarakat selagi tidak melanggar syareat (aturan agama)” (Al-
Ghazali, 1420 H: 65-66)
Melihat uraian diatas dapat dipahami dengan bersosialisasi diharapkan
seseorang peduli terhadap masyarakat sekitar. Sikap peduli terhadap siapapun
merupakan hal yang sangat diidamkan oleh seseorang, di zaman sekarang
dimana sifat egois, menang sendiri dan menutup diri sudah merajalela
dikarenakan sikap peduli tersebut sudah menghilang. Dengan ini maka
perlulah untuk menghadirkan kembali sikap peduli agar tercipta masyarakat
yang ramah tamah, saling tolong menolong dan sebagainya.
b. Tanggung jawab
Tanggung jawab yaitu sikap dan tindakan untuk melaksanakan tugas dan
kwajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri,. masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
(Zubaedi, 2012: 76).
Imam Al-Ghazali mengatakan :
“Sebaiknya bagi orang yang belajar memiliki guru yang mampu
mendidik dan menunjukkan untuk mengeluarkan budi pekerti yang
buruk darinya dengan proses pendidikan, serta menjadikan tempat
akhlak buruk tersebut dengan akhlak yang baik” (Al-Ghazali, 1420 H:
57).
Melihat uraian di atas menunjukkan nilai tanggung jawab yang tinggi
dengan mengajar anak dengan sebaik-baiknya agar anak mempunyai
kepribadian yang baik disamping nilai kognitif yang baik.
c. Kerja keras
Kerja keras adalah tindakan atau perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi sesuatu dan menyelesaikannya dengan
sebaik-baiknya, semua itu didasari niat keberhasilan yang tinggi, profesional
dan pantang menyerah (Zubaedi, 2012: 75).
Seorang muslim seharusnya mempunyai upaya yang sungguh-sungguh,
dengan mengerahkan semua aset, pikir, dan dzikirnya untuk
mengktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang
59
harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagia bagian dari
masyarakat yang terbaik.
Berikut ungkapan Imam Al-Ghazali tentang bersungguh-sungguh (kerja
keras) dalam belajar :
“Wahai anak, berapa banyak kamu menghidupkan malam dengan
mengulang-ulang ilmu, muthalaah beberap kitab dan jagalah dirimu dari
tidur Mengamalkan Ilmu” (Al-Ghazali, 1420 H: 21).
Menurut ungkapan diatas bahwa dengan kerja keras akan memperoleh
hasil yang maksimal terhadap apa yang diinginkan.
d. Menghargai prestasi
Mengargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui
serta menghormati keberhasilan orang lain (Zubaedi, 2012: 75).
Ungkapan Imam Al-Ghazali tentang menghargai ilmu :
“Wahai anak, janganlah kamu menjadi orang yang rugi amal (tidak
memiliki amal) dan janganlah kamu menjadi ornga yang sepi dari
tingkah (gerak hati)” (Al-Ghazali, 1420 H: 10-11)
Menurut uraian diatas pentingnya mengamalkan ilmu adalah disamping
untuk mengajarkan kepada orang lain juga sebagai mengingat-ingat ilmu yang
kita punya.
C. Analisis Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali
dalam Kitab Ayyuhal Walad dengan Pendidikan Islam di Indonesia
Kontemporer
Sosok ulama seperti Imam Al-Ghazali merupakan agamawan, ilmuan dan ahli
filsafat sudah pasti ikut andil dalam peradaban manusia. Imam Al-Ghazali
60
mencurahkan ilmunya dalam kitab-kitabnya. Dalam kitab Ayyuhal Walad
mengarahkan pentingnya pendidikan yang didasari keimanan.
Konsep pendidikan karakter yang ditawarkan Imam Al-Ghazali adalah suatu
usaha untuk memperkuat keimanan yang sangat berguna bagi manusia sebagai media
pembinaan akhlak dan bimbungan moral yang positif. sehingga akan tercipta
kehidupan yang agamis, sosialis dan humanis. Imam memiliki pengaruh yang
signifikan alam meluruskan perbuatan manusia dan membersihkan diri dari
kecenderungan pada kebejatan dan kekejian.
Pendidikan karakter Imam Al-Ghazali didalamnya tedapat point sosial, seorang
muslim yang menyadari dan melakukan ajaran-ajaran agamanya akan menjadi pribadi
yang berjiwa sosial. Karena dalam ajaran Islam terdapat juga tata cara bermasyarakat,
sopan santun, tolong menolong, saling mengingatkan dan sebagainya. Kepribadian
muslim adalah kepribadian sosial yang berkualitas tinggi yang terdiri dari karakter
mulia.
Sehingga cukup relevan jika pendidikan karakter Imam Al-Ghazali dalam kitab
Ayyuhal Walad diaplikasikan dalam pendidikan Islam di Indonesia sekarang.
Walaupun pendidikan karakter memiliki proses panjang, namun ibarat pohon yang
ditanam dengan kesabaran dan pelehiraan yang baik, maka pohon dan subur dan baik
buahnya. Karena untuk mencapai dan mewujudkan kehidupan yang berkarakter baik
bukanlah dengan cara instant, namun butuh kesabaran dan keseriusan.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisis yang telah penulis paparkan tentang pendidikan
karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad, maka dapat
ditarik kesimpulan :
1. Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali, didalamnya antara lain berisi :
tentang akidah yaitu beriman kepada Allah SWT, anjuran beribadah kepada Allah,
dan nasihat-nasihat yang edukatif terhadap anak. Khusus dengan pendidikan
meliputi : materi (subject matter) tentang akhlak, metode dan tujuan pendidikan.
2. Pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal
Walad mencakup dua nilai yakni : nilai individu yang meliputi karakter religius
dan nilai kolektif atau sosial yang meliputi karakter peduli sosial, tanggung jawab,
kerja keras, menghargai prestasi.
3. Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab
Ayyuhal Walad sangat relevan dengan Pendidikan Agama Islam seperti materi,
metode dan tujuan. Terkait dengan materi, yang paling relevan adalah bahasan
tentang akhlak, untuk membentuk manusia yang berkarakter. Adapun relevansi
metode yang ditawarkan Imam Al-Ghazali memiliki kesamaan dalam konteks
penyesuaian metode terhadap perkembangan anak. Tujuan pendidikan yang
dikemukakan Imam Al-Ghazali memiliki relevansi dengan tujuan Pendidikan
Agama Islam yaitu tumbuhnya nilai-nilai moral dalam pribadi anak.
62
B. Saran-saran
Pendidikan nilai karakter dalam kitab Ayyuhal Walad yang telah penulis
paparkan diatas sangat relevan dengan Pendidikan Agama Islam baik materi, metode
meupun tujuan yang digunakan dalam pembelajaran isi kitab tersebut.
Dengan demikian kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali sangat cocok
digunakan sebagai reverensi dalam mengajarkan pendidikan nilai karakter saat ini.
Khusussnya pendidikan nilai karakter yang dilaksanakan di sekolah umum maupun
pesentren guna penerapan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut.
63
64
65
66
67
68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : FITRI NUR CHASANAH
Tempat / Tanggl Lahir : Temanggung, 19 April 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Pongangan (04/05), Ds. Tegowanuh, Kec. Kaloran,
Kab. Temanggung
Latar Belakang Pendidikan
1998 – 2000 : TK Mardi Rahayu Tegowanuh
2000 – 2006 : SD N 02 Tegowanuh
2006 – 2009 : SMP N 06 Temanaggung
2009 – 2012 : MAN Parakan Temanggung
2012 – sekarang : IAIN Salatiga, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan
Pendidikan Agama Islam
69
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers.
Arifin, Tatang. M. 1990. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: CV. Rajawali.
Asari, Hasan, 1994. Menyingkap Zaman Keemasan Islam Kajian Atas Lembaga-
lembagaPendidikan, Bandung: Mizan.
„Athoillah, Muhammad. 2015. Pendidikan Karakter Sufistik Menurut Imam Al-Ghazali (Stusi
Analisis dalam Kitab Ihya‟ Ulumudin Bab Riyadhatun al-Nafs), Fakultas Ushuluddin UIN
Walosongo Semarang.
Azizy, Qodry A. 2003. Pendidikann Agama untuk Membangun Etika Sosial, Semarang:
Aneka Ilmu.
Bahreis, Hussein, 1981. Ajaran-ajaran Akhlak Imam Al-Ghazali, Surabaya: Al Ikhlas.
Dharaha, Tahzidulum. 1985. Research Teory, Metodologi Administrasi, Jakart: Bina Aksara.
Departemen Agama RI. 2001. Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Dirjend
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
____________. 2002. Kapita Selekta Pengetahuan Agama Islam, Jakarta: Dirdjen
Kelembagaan Agama Islam.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Doni, Koesoma A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
Jakarta: Grasindo.
Ensiklopedia Hukum Islam. 1997. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ensiklopedi Islam. 1994, Jakarta: PT. Ictiahar Baru Van Hoeve.
Farouq, Umar. Kunci Ibadah, Surabaya: Mahkota.
Al-Ghazali. Abu Hamid Muhammad . Ayyuhal Walad, (Penyadur dalam bahasa Jawa Abi
Kamali Khalil Mustafa Kamali), Surabaya: Al Hidayah.
_____________ . 1997. Risalah-risalah Al-Ghazali, Bandung: Pustaka Hidayah.
Ghofur, Waryono Abdul. 2006. Kristologi Islam Telaah Kritis Kitab Rad al Jamil Karya Al-
Ghazali, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamka. 1993. Tasawuf Perkembangan dan Permuniannya, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Ibrohim, Mahyudin. 1987. Nasehat 125 Ulama Besar, Jakarta: Darul Ulum Press.
70
Kememndiknas. 2010. Membangun Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Puskur.
Kurniawan, Syamsul & Mahrus, Erwin. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
______. 2004. Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Munir, Mulham, Abdul. 1991.Mencari Tahun dan Tujuh Jalan Kebenaran, Jakarta: Bumi
Aksara.
Muslich, Mansur. 2011. Pendidikan Karakter Manjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
An Nad‟wi, H.M. Fadlil Sa‟d. 1418 H. Tuntunan Mencapai Hidayah Ilahi, Surabaya: Al
Hidayah.
An Nahlawi. Abdurrahman. 1992. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung:
CV Diponegoro.
Nasir, Muh, 1995. Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nata, Abbudin. 2001. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid StudiPemikiran
Tasawuf Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Paryono. 2014. Konsep Pendidikan Akhlak Al-Ghazali (Studi Analisis Kitab Ihya‟ Ulumudin),
Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
Qosim, Tarmana Ahmad. 1997. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur‟an, Jakarta: PT. Lentera
Baristama.
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Rasjid, Sulaiman. 1996. Fikih Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algensinda.
Shihab, Quraish. 1992. Membumikan al-Qur‟an, Bandung: Mizan.
Subaiti, Musa. 2002. Akhlak Keluarga Muhammad Saw, Jakarta: Lentera Basritama.
Su‟ud, Abu. 2003. Islamologi Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat
Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdaya.
Syaikhah binti Abdillah. 2007. Mencetak Generasi Berkualitas, Surakarta: Aulia Press Solo.
Takariawan, Cahyadi. 2005. Prinsip-prinsip Dakwah, Yogyakarta: Izzan Pustaka.
Tatapangarsa, Humaidi, Akhlak yang Mulia, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
71
Undang-undang Nomor. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Penjelasannya, Yogyakarta: Media Wacana Perss.
Zed, Mestika, 2004. Metode Penelitiaan Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor.
Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana.
Zuhri, Muh. 1997. Hukum Islam dalam Lintas Sejarah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
72