Post on 26-Apr-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu usaha dalam menyiapkan
peserta didik untuk menghadapi perkembangan zaman. Melalui pendidikan
peserta didik dapat mengembangkan kemampuan secara optimal dan dapat
mewujudkan fungsi dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan lingkungan
sekitar. Untuk mencapai fungsi tersebut perlu diadakan peningkatan mutu
pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah
indonesia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu
pendidikan adalah melakukan perubahan dan pembaharuan kurikulum.
Pada kurikulum 2006 salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan
penting adalah matematika. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan mata pelajaran
matematika merupakan pelajaran wajib pada kelompok ilmu pengetahuan alam
(IPA) maupun pada kelompok ilmu pengetahuan sosial (IPS). Matematika sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan kemajuan teknologi. Menurut
Muchlis (2012: 136) mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerja sama. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut,
pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan
kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri.
2
Mengajarkan matematika kepada siswa berarti mengajar siswa untuk
memiliki kemampuan berpikir. Salah satu kemampuan yang penting adalah
kemampuan berpikir kritis. Husnidar, dkk (2014: 72) menyatakan bahwa
mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai
sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu
dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Kemampuan
berpikir kritis yang tinggi akan memudahkan siswa dalam meyelesaikan
permasalahan matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Somakim (2011: 42)
menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan oleh siswa
dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Noer (2009: 424) juga menambahkan bahwa berpikir kritis merupakan
sebuah proses yang bermuara pada penarikan kesimpulan tentang apa yang harus
kita percayai dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Bukan untuk mencari
jawaban semata, tetapi yang terlebih utama adalah mempertanyakan jawaban,
fakta, atau informasi yang ada. Pentingnya kemampuan berpikir kritis juga
disebutkan oleh Liberma yaitu berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat
penting bagi setiap orang yang digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan
dengan berpikir serius, aktif, teliti dalam menganalisis semua informasi yang
mereka terima dengan menyertakan alasan yang rasional sehingga setiap tindakan
yang akan dilakukan adalah benar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir kritis sangat penting pada pembelajaran matematika agar
3
siswa terbiasa dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan alasan
yang rasional dalam memberikan alasan setiap permasalahan yang mereka hadapi.
Namun faktanya, rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika masih ditemukan. Banyak siswa yang kurang
terampil dalam menyelesaikan masalah dan tidak menyertakan alasan-alasan
dalam penyelesaian masalah hal ini merupakan pertanda rendahnya kemampuan
berpikir kritis siswa.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa diperkuat dengan hasil riset
awal yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Bandar Pulau dengan memberikan
soal-soal uraian yang berkaitan dengan materi perbandingan trigonometri.
Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling yakni 5 siswa dari kelas
XI IPA-1 dan 5 siswa dari kelas IPA-2. Dari 10 siswa tersebut hanya 3 orang yang
menyelesaikan permasalahan dengan tepat dan benar. Permasalahan yang
disajikan oleh peneliti, yakni:
1. Pada sebuah segitiga KLM, dengan siku-siku di L. Jika besar sinus M adalah
3
2dan panjang sisi KL = 10 cm. Tentukanlah panjang sisi segitiga yang lain.
Salah satu dari hasil penyelesaian masalah oleh siswa dapat dilihat pada
Gambar 1.1 berikut.
4
Gambar 1.1 Hasil Jawaban Siswa
Gambar 1.1 adalah jawaban salah satu dari siswa yang menjawab salah.
Berdasarkan pola jawaban siswa di atas terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa masih rendah. Karena indikator berpikir kritis tidak seluruhnya dipenuhi
siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal ini dilihat dari indikator fokus, pada
proses penyelesaian masalah terlihat dengan jelas bahwa kemampuan siswa dalam
menghubungkan hal-hal yang diketahui dengan gambar masih belum tepat.
Kemudian siswa tidak menyesuaikan alasannya dengan situasi permasalahan
sehingga kesimpulan yang diambil siswa salah. Siswa juga tidak memeriksa
jawaban secara keseluruhan (tinjauan ulang). Hal-hal tersebut membuat siswa
tidak mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.
Alasan yang dikemukakansiswa sudah benar, tetapisiswa tidak menyesuaikanalasan tersebut dengan situasipermasalahan sehingga siswasalah menyimpulkan jawaban
Siswa salah menempatkan hal-hal yangdiketahui dari soal
Siswa tidakmelakukantinjauan ulang
5
Selain dari hasil tes di atas dapat diperkuat lagi dari hasil nilai ujian
semester ganjil tahun ajaran 2014/ 2015 di kelas X-1 yaitu nilai terendah 45, nilai
tertinggi 95 dan nilai rata-rata 60,2 sehingga yang memenuhi kriteria ketuntasan
minimal (KKM) hanya 45,6% dari keseluruhan siswa.
Selain berpikir kritis, ada hal lain yang juga penting dimiliki peserta didik
dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut berkaitan dengan sikap peserta
didik terhadap pembelajaran matematika yaitu Self-Efficacy. Menurut Bandura
(Tansil, 2009:184) Self-Efficacy adalah keyakinan yang dimiliki oleh seseorang
akan kemampuan dirinya sendiri dalam melakukan suatu perilaku apakah mampu
atau tidak untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Rachmawati (2012: 3) Self-Efficacy adalah faktor penting dalam
menentukan kontrol diri dan perubahan perilaku dalam individu. Lebih lanjut
dijelaskan oleh Marlina (2014: 38) Self-Efficacy merupakan suatu keyakinan yang
harus dimiliki siswa agar berhasil dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai
dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercatat didalam KTSP, yaitu
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam mengemukakan kemampuan komunikasi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Self-Efficacy
sangat penting bagi peserta didik karena seseorang yang memiliki Self-Efficacy
yang tinggi akan lebih giat dalam melakukan perubahan dan meningkatkan
kemampuan untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran.
6
Akan tetapi pentingnya Self-Efficacy bagi peserta didik masih menjadi
permasalahan dalam pembelajaran matematika dan mengakibatkan Self-Efficacy
peserta didik rendah. Rendahnya Self-Efficacy siswa berakibat pada kurangnya
keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam menyampaikan gagasan atau
ide-ide yang ia miliki. Informasi rendahnya Self-Efficacy siswa diperoleh
berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada salah satu guru matematika di
sekolah tersebut. Selain itu juga dapat dilihat dari hasil observasi awal yang
dilakukan peneliti dikelas X-1 dengan memberikan angket Self-Efficacy berupa
skala angket tertutup yang berisikan 5 butir pernyataan dengan pilihan jawaban
sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS)
kepada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Bandar Pulau yang berjumlah 36 siswa.
Pada Tabel 1.1 berikut ini akan disajikan hasil jawaban angket Self-Efficacy siswa
Tabel. 1.1. Hasil Observasi Angket Self-Efficacy SiswaNo Pernyataan Banyak siswa yang
menjawabSS S TS STS
1 Saya yakin dapat memahami pelajaranmatematika, meskipun matematika dianggappelajaran sulit
6 4 11 15
2 Saya tidak mencoba menyelesaikan tugas yangtampak sulit
11 11 8 6
3 Saya kurang percaya diri ketika guru menyuruhsaya ke depan kelas untuk mengerjakan soal
10 14 6 6
4 Saya merasa jengkel ketika tidak bisamemecahkan masalah matematika
5 7 15 9
5 Saya selalu cemas terhadap pelajaranmatematika
9 12 9 6
Pada pernyataan nomor (1), yang menjawab tidak setuju 11 siswa dan
sangat tidak setuju 15 siswa, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka
tidak memiliki rasa kepercayaan diri unttuk mampu memahami pelajaran
7
matematika, meskipun matematika dianggap pelajaran yang sulit.
Ketidakpercayaan diri tersebut akan menyebabkan siswa benar-benar sulit
memahami pelajaran matematika. Selanjutnya pada pernyataan nomor (2) terlihat
bahwa 22 siswa tidak mencoba menyelesaiakan tugas matematika yang tampak
sulit. Pada pernyataan nomor (3) terlihat bahwa sebanyak 24 siswa kurang
percaya diri ketika guru menyuruh ke depan kelas untuk mengerjakan soal. Untuk
pernyataan nomor (4) sebanyak 24 siswa tidak merasa jengkel ketika tidak bisa
memecahkan masalah matematika. Sedangkan untuk pernyataan nomor (5)
sebanayak 21 orang siswa merasa cemas terhadap pelajaran matematika. Hal ini
menunjukkan bahwa Self-Efficacy siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa disebabkan
oleh banyak faktor, salah satu faktor yang menjadi penyebab rendahnya
kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa adalah guru hanya
menggunakan buku yang disediakan sekolah sebagai satu-satunya bahan ajar.
Materi yang disajikan dalam buku tersebut bersifat abstrak sehingga siswa enggan
untuk membacanya. Salah satu dari materi pada buku yang disediakan sekolah
dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.
8
Gambar 1.2 Buku Siswa Pada Materi Trigonometri
Berdasarkan Gambar 1.2 terlihat bahwa dalam menemukan definisi 1 tidak
melibatkan siswa akan tetapi dengan pemberitahuan secara langsung. Sehingga
materi pada buku ini menjadi hal yang abstrak bagi siswa. Selain itu, soal-soal
yang terdapat dalam buku cetak tersebut merupakan soal yang bersifat rutin dan
memaksa siswa untuk menjawab sesuai dengan ketentuan dalam buku tersebut.
Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Karena
tidak ada bahan ajar lain yang digunakan dalam pembelajaran dan guru juga
kurang mampu mengembangkan bahan ajar karena mengalami kesulitan dalam
mengembangkan bahan ajar.
9
Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa untuk
menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan-alasan yang rasional
dalam menyelesaikan masalah dan meningkatkan Self-Efficacy siswa terhadap
kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan masalah. Maka diperlukan suatu
pendekatan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy
siswa dalam pembelajaran matematika. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan adalah pendekatan Scientific. Pada pendekatan Scientific proses
pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk
konsep melalui tahapan pembelajaran. Pendekatan Scientific memiliki lima
tahapan yaitu 1) mengamati (Observing), 2) menanya (Questioning), 3)
mengumpulkan informasi (Experimenting), 4) mengolah informasi (Associating),
dan 5) Mengomunikasikan konsep yang ditemukan. Pendekatan Scientific
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal,
memahami berbagai materi bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan
saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi
pembelajaran yang diharapkan tercipta dan diarahkan untuk mendorong peserta
didik dalam mencari tahu dari berbagai observasi, bukan hanya diberitahu.
Selain dari pendekatan yang digunakan guru dalam pembelajaran
matematika maka guru perlu mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar adalah
segala bentuk bahan yang digunakan guru/instruktur dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar dikelas. Menurut Santyasa (Somayasa, 2013: 4)
keuntungan yang diperoleh dari pembeljaran dengan penerapan bahan ajar adalah:
1) meningkatkan motivasi peserta didik, karena setiap kali mengerjakan tugas
10
pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan; 2) setelah
dilakukan evaluasi, pendidik dan peserta didik mengetahui benar pada bahan ajar
yang mana peserta didik telah berhasil dan pada bagian mana mereka belum
berhasil; 3) peserta didik mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya; 4) bahan
pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester dan 5) pendidikan lebih
berdaya guma, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik.
Bahan ajar yang akan dikembangkan pada penelitian ini berorientasi dengan
pendekatan Scientific dan dapat disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Karena
bahan ajar dirancang dalam bentuk kontekstual sehingga meningkatkan rasa ingin
tahu peserta didik dan proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Pengembangan bahan ajar dapat membantu peserta didik tertarik dalam belajar
dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa.
Pengembangan bahan ajar ini mengacu pada model penelitian
pengembangan yang disarankan oleh Thiagarajan, Semmel dan Semmel (Trianto,
2013: 93) adalah model 4D yang terdiri dari 4 tahap yaitu: Define, Design,
Develop, dan Desseminate.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa serta
kaitannya dengan keberadaan bahan ajar matematika. Oleh karena itu penelitian
ini diberi judul “Pengembangan Bahan Ajar dengan Pendekatan Scientific Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self-Efficacy Siswa
SMA Negeri 1 Bandar Pulau”.
11
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, beberapa masalah dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Siswa belum mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.
2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam pembelajaran di kelas
termasuk kategori rendah.
3. Self-Efficacy siswa dalam dalam pembelajaran matematika di kelas termasuk
kategori rendah.
4. Hasil belajar siswa masih rendah
5. Guru kurang mampu mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan
Scientific.
1.3. Batasan Masalah
Masalah yang diidentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan
kompleks, agar penelitian lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis
membatasi masalah pada:
1. Validitas pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk
meningkatakan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-Efficacy siswa.
2. Efektivitas pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-Efficacy siswa.
3. Pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang dibatasi pada Buku Siswa.
4. Pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk meningkatkan
Self-Efficacy siswa yang dibatasi pada Buku Siswa.
12
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
batasan masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana Validitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan
Scientific yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis dan Self-Efficacy siswa?
2. Bagaimana efektivitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan
Scientific yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis dan Self-Efficacy siswa?
3. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir ktitis matematis siswa dengan
menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific?
4. Bagaimana peningkatan Self-Efficacy siswa dengan menggunakan bahan ajar
yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific?
1.5. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang ditetapkan, maka yang menjadi
tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Validitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific yang
digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan
Self-Efficacy siswa.
2. Efektivitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific yang
digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan
Self-Efficacy siswa.
13
3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan bahan ajar yang
dikembangkan dengan pendekatan Scientific.
4. Peningkatan Self-Efficacy matematis siswa dengan bahan ajar yang
dikembangkan dengan pendekatan Scientific.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi banyak pihak
diantaranya: memberikan informasi tentang kemampuan berpikir kritis siswa
pada materi pokok trigonometri.
2. Memberikan informasi tentang Self-Efficacy matematis siswa sebagai bahan
pertimbangan bagi para pendidik untuk meningkatkan Self-Efficacy
matematis.
3. Tersedianya bahan ajar dengan pendekatan Scientific dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
4. Menjadikan acuan bagi guru dalam mengimplementasikan pengembangan
bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk materi yang lain, yang relevan
bila diajarkan dengan pendekatan Scientific.
5. Memberikan referensi dan masukan bagi pengayaan ide-ide penelitian
mengenai kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy matematis dalam
memecahkan masalah siswa yang dikembangkan dimasa yang akan datang.
14
1.7 Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari
beberapa istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep atau
istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pendekatan Scientific
Pendekatan Scientific adalah pendekatan yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja,
kapan saja, tidak tergantung pada informasi searah dari guru. Pendekatan ini
terdiri dari lima langkah, yaitu: mengamati, menanya, pengumpuulan data,
mengasosiasi dan mengomunikasikan.
2. Bahan ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Bahan ajar yang akan
dikembangkan adalah buku siswa. Pengembangan bahan ajar ini mengacu
pada model penelitian pengembangan yang disarankan oleh Thiagarajan,
Semmel dan Semmel (Trianto, 2013: 93) yaitu model 4D yang terdiri dari 4
tahap : Define, Design, Develop, dan Desseminate.
3. Kemampuan berpikir kritis
Berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji,
mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada
dalam suatu situasi ataupun suatu masalah. Kemampuan berpikir kritis dapat
dikembangkan dengan cara melatih peserta didik melihat dan mengatasi
15
masalah-masalah sederhana yang kontekstual pada lingkungan sekitar. Adapun
indikator berpikir kritis adalah: fokus, alasan , kesimpulan dan tinjauan ulang.
4. Self-Efficacy
Self-Efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang akan kemampuan
dirinya sendiri dalam melakukan suatu perilaku apakah mampu ataupun tidak
untuk mencapai tujuan tertentu. Self-Efficacy seseorang dipengaruhi oleh
empat faktor yaitu: (1) pengalaman keberhasilan, (2) pengalaman orang lain,
(3) pendekatan sosial, dan (4) keadaan psikologis dan emosional.