Post on 08-Dec-2015
description
Pendahuluan
Saat ini para praktisi perminyakan banyak yang menunggu sampai berapa lama lagi harga
minyak berada dibawah level $50.0/bbl. Ditengah ketidakpastian harga minyak kedepan , para
profesional keekonomian perminyakan menghadapi tantangan untuk mencari cara bagaimana
meningkatkan kemampuan metode DCF yang selama ini digunakan agar lebih baik dalam
memetakan komplesitas dari parameter-parameter teknis dan komersial dalam industri
perminyakan.
Pendekatan dengan metode dynamic Discounted Cash Flow (DCF) dan Real Option (RO)
berusaha untuk memperkirakan pengaruh ketidakpastian harga minyak terhadap nilai dan risiko
dari suatu proyek. Perbedaan dari dua metode ini adalah dalam menyesuaikan risiko terhadap
arus kas proyek dimana hal ini akan memberikan nilai proyek yang berbeda.
Tulisan ini ingin melihat bagaimana aplikasi dari kedua metode ini dalam suatu kasus PSC di
Indonesia. Simulasi montecarlo terhadap model harga minyak kedepan akan digunakan untuk
melihat bagaimana eksposure kontraktor dan pemerintah terhadap risiko dari ketidakpastian arus
kas kedepan yang akan mereka terima dari proyek itu.
Konsep Perbedaan antara DCF dan RO
Perbedaan mendasar antara metode DCF dan RO adalah bagaimana pendekatannya dalam
mempertimbangkan faktor risiko terhadap arus kas suatu proyek
Dalam metode DCF, faktor risiko dipertimbangkan dengan menggunakan suatu tingkatan
diskonto tertentu yang merupakan gabungan antara faktor risiko itu sendiri dan faktor akibat
adanya penurunan nilai uang akibat waktu (time value of money). Tingkat diskonto inilah yang
digunakan untuk mempertimbangkan risiko terhadap arus kas yang akan diterima didepan dari
suatu proyek untuk mendapatkan nilai ekonomis saat ini (NPV versi DCF).
Berbeda dengan metode RO, metode ini berusaha memisahkan faktor-faktor diatas digabungkan
dalam metode DCF, dimana risiko atas ketidakpastian suatu proyek akan diaplikasikan ke
sumber parameter yang menyebabkan ketidakpatian tersebut sehingga arus kas yang didapatkan
sudah didiskonto dengan faktor risiko tersebut sebelum akhirnya akan didiskonto kembali
dengan faktor diskonto atas waktu (time value of money) untuk mendapatkan nilai ekonomis
saat ini (NPV versi RO).
Skema dibawah ini memperlihatkan perbedaan mendasar antara metode DCF dan RO
Skema diatas terlihat perbedaannya sangat kecil tetapi mempunyai implikasi yang penting dalam
keekonomian suatu project.
Pada metode DCF, terlihat bahwa tingkat diskonto atau yang dikenal dengan ”risk adjusted rate”
akan diterapkan pada arus kas dengan dasar bahwa investor umumnya menolak risiko (risk
averse) sehingga mereka akan mengurangi harapan yang akan diterima dari arus kas dimasa
depan
Berbeda dengan metode RO, dimana risiko akibat adanya ketidakpastian akan diterapkan pada
sumber parameter yang menyebabkan ketidakpastian tersebut yaitu dengan mendiskonto sumber
parameter tersebut. Sebagai contoh, diasumsikan satu-satunya sumber parameter yang
menyebabkan ketidakpastian suatu proyek kedepan adalah harga minyak. Maka harapan harga
minyak kedepan (expected oil price) akan dikenakan faktor diskonto tertentu, sehingga arus kas
yang kita dapat sudah disesuaikan dengan faktor risiko adanya ketidakpastian dari parameter
harga minyak. Selanjutnya arus kas ini akan didiskonto lagi dengan tingkat diskonto bebas risiko
(risk-free discount rate).
Metode Dynamic DCF dan Real Options
Tujuan kita melakukan suatu simulasi pada suatu model perhitungan adalah untuk melihat
seberapa jauh keterkaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya secara simultan dalam
menghasilkan suatu distribusi nilai yang kemungkinan akan dihasilkan pada proyek tersebut.
Dalam metode Dynamic DCF dan Real Options ini, kita akan melakukan simulasi terhadap suatu
model harga minyak kedepan (forward price model) dengan menggunakan beberapa parameter
yang kita dapatkan dari pasar.
Salah satu model harga forward adalah lognormal single factor stochastic processdengan rumus
sebagai berikut
Untuk melihat bagaimana aplikasi model forward diatas dengan menggunakan simulasi, mari
kita lihat kasus berikut ini.
Sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini, sejak tahun 2000 kita harga minyak bergerak naik
sehingga menembus level $100/bbl pada quarter pertama tahun 2008, namun demikian, pada
quarter keempat harga minyak turun drastis dari level $140/bbl ke $40/bbl.
Namun demikian pada akhir desember 2008, meski harga pada level $40.0/bbl , OPEC sebagai
organisasi negara pengekspor minyak masih berharap bahwa harga berada level $70.0/bbl. Hal
ini didukung dengan situasi pasar komoditas minyak saat itu yang menunjukkan harga forward
yang berpola contango, dimana harga kedepan lebih tinggi dibandingkan harga saat ini.
Dengan menggunakan model forward price diatas, tingkat ketidakpastian dari harga minyak
kedepan digambarkan dengan proses difusi satu faktor. Salah satu karakteristik yang penting dari
proses ini adalah adanya partisipasi pasar dalam memperbaharui prediksi harga kedepan setelah
adanya informasi baru.
Sebagimana terlihat pada gambar diatas, pada akhir desember 2000, kita asumsikan parameter
yang ada dalam model forward price sebagai berikut:
S = $ 25/bbl; S* = $70.0/bbl, * = 0%, s = 25%, = 3 years , Market price of Risk = 0.50,
Oil Market correlation = 0.80
Berdasarkan data diatas kita mendapatkan bahwa prediksi harga minyak pada desember 2000
akan bergerak sebagaimana terlihat dengan garis hitam solid dimana range ketidakpastian pada
tingkat kepercayaan (confidence boundaries) 90% dan 10% digambarkan dengan garis putus-
putus ungu.. Disini terlihat sampai dengan akhir tahun 2007, model harga ini dapat memprediksi
dengan baik harga minyak kedepan setidaknya masih didalam confidence boundaries.
Mulai memasuki tahun 2008, terlihat harga minyak aktual sudah diluar dari confidence
boundariesnya.. Jika pada harga minyak tertinggi dibulan Oktober bahwa harga kesetimbangan
jangka panjang adalah $ 70/bbl, maka pergerakan harga minyak kedepan akan bergerak dengan
pola backwardation dimana harga kedepan lebih rendah dari harga sekarang, sebagaimana
digambarkan dengan garis hijau putus-putus ketika kita ada berada pada harga tertinggi pada
tahun 2008.
Pergerakan harga minyak dengan pola contango atau backwardation menunjukkan adanya harga
kesetimbangan yang disepakati oleh pelaku pasar dalam jangka panjang akibat adanya supply
dan demand. Jika terjadi ketidakkeseimbangan antara supply dan demand, maka harga minyak
akan selalu mencari harga kesetimbangannya. Fenomena ini dikenal dengan price reversion
(pembalikan harga) dimana pada jangka panjang pertumbuhan tingkat ketidakpastian
(uncertainty) dari harga minyak menjadi semakin kecil.
Dengan menggunakan asumsi model forward price yang sama seperti yang terjadi tahun 2000,
maka kita dapat menggambarkan model harga forward setelah desember 2008 sebagaimana
terlihat pada grafik berikut ini.
Sebagaimana terlihat pada gambar diatas, garis hijau terputus menggambarkan kondisi harga
minyak yang diharapkan setelah akhir tahun 2008 dengan batas confidence boundary sebesar
80% dimana untuk batas atas berada pada level $100/bbl dan batas bawah berada pada level
$40/bbl.
Setelah kita mendapatkan model harga minyak ini, kita akan aplikasikan model ini untuk menilai
suatu lapangan minyak. Kita akan menganalisa bagaimana pengaruh metode DCF dan RO
terhadap karakteristik ketidakpastian dan nilai dari arus kas yang dihasilkan oleh kontraktor dan
pemerintah.
Berikut ini adalah hasil simulasi dari studi kasus pada suatu blok PSC.
Kita akan menggunakan a coeffiecent of variation (CoV) untuk menghitung tingkat
ketidakpastian dari arus kas kontraktor dan pemerintah setiap tahunnya.
CoV adalah standar deviasi dari variable yang memiliki ketidakpastian dibagi dengan nilai yang
diharapkan, dimana variabel yang kita akan lihat adalah arus kas bersih tiap tahunnya. Semakin
tinggi nilai CoV semakin tinggi tingkat ketidakpastiannya.
Gambar diatas memperlihatkan nilai CoV dari arus kas yang terjadi selama proyek berlangsung.
Garis hitam menunjukkan nilai CoV dari arus kas kontraktor selama proyek. Tingginya nilai
CoV di awal proyek disebabkan tingginya investasi yang harus dilakukan untuk pengeboran dan
pembangunan fasilitas produksi. Namun pada tahun kedua, nilai CoV dari arus kas kontraktor
menurun tajam dan bergerak stabil setelah tahun 7.
CoV dari arus kas pemerintah ditunjukkan dengan garis coklat, dimana tingkat ketidakpastian
dari arus kas pemerintah meningkat secara bertahap selama proyek berlangsung. Hal ini
dipengaruhi dengan meningkatnya tingkat ketidakpastian harga minyak kedepan.
CoV dari arus kas pajak digambarkan dengan garis biru yang menunjukkan trend yang sama
dengan arus kas pemerintah, bahkan setelah tahun ketujuh mempunyai nilai CoV yang sama
dengan arus kas kontraktor.
Dengan melihat profile dari tingkat ketidakpastian arus kas masing-masing party, kita dapat
melihat bahwa tiap-tiap tahun arus kas memiliki tingkat ketidakpastian yang berbeda. Hal ini
tentunya akan memberikan risiko yang berbeda pada arus kas tiap tahunnya dimana arus kas
pada tahun tertentu yang memiliki tingkat ketidak pastian yang tinggi, tidak akan menggunakan
discount rate yang sama dengan arus kas yang memiliki tingkat ketidakpastian yang lebih
rendah.
Grafik dibawah ini membandingkan faktor risiko pada metode DCF dan RO yang diaplikasi
pada suatu arus kas yang dihubungkan dengan tingkat ketidakpastian setiap tahunnya.
Pada grafik, sumbu vertical yang ada disebelah kiri menujukkan tingkat ketidakpastian dari arus
kas tiap tahunnya dimana digambarkan dengan garis hitam diambil dari grafik sebelumnya. Pada
sumbu vertical yang kanan menunjukkan nilai NCFRDF untuk masing-masing metode.
NCFRDF DCF dan RO dilot dengan garis abu-abu, dimana garis yang tidak ditandai
menunjukan DCF NCFRDF sedangkan garis dengan tanda kotak menunjukkan RO NCFRDF.
Ketidakpastian dari arus kas akan meningkat seiring dengan dimana produksi akan menurun
serta biaya operasi yang meningkat. Pada gambar diatas ada suatu loncatan pada tahun 1 dimana
biaya investasi yang tinggi pada awal proyek.
Nilai RO NCFRDFs menunjukkan efektifitas risiko dari arus kas yang menggambarkan adanya
ketidakpastian dari arus kas. Sebagai contoh, pada tahun kedua nilai diskonto risiko turun
menjadi $0.40 per dollar, ini artinya untuk setiap dollar pada tahun kedua akan berharga $0.60
karena ada penyesuaian risiko bukan time value of money basis
Berlawanan dengan DCF NCFRDF dimana penyesuain risiko akan terus meningkat seiring
dengan berjalannya waktu. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketidakpastian arus kas akab
tumbuh seiring dengan umur dari proyek itu. Padahal kalau kita lihat dari nilai CoV contractor,
tingkat ketidakpastian naik dan turun selama proyek berlangsung.
Dari grafik diatas terlihat secara rata-rata, metode RO menggunakan faktor diskonto risiko yang
lebih kecil daripada metode DCF sehingga perhitungan NPV nya akan lebih tinggi dibandingkan
metode DCF. Hal ini dibuktikan dengan hasil keekonomian untuk lapangan PSC sebagaimana
terlihat pada tabel dibawah ini
Dari tabel ini terlihat hasil keekonomian untuk masing-masing party dengan menggunakan
model single point forecast (static) dan Monte Carlo simulation.
Sebagaimana terlihat dalam table kumulatif arus kas dengan model static menghasilkan nilai $
US$ 111.4 juta. Pada model monte Carlo memperkirakan nilai sebesar US$119.4 juta. Perbedaan
yang terjadi salah satunnya karena metode static selalu merendahkan besarnya pajak
penghasilan.
Arus kas sebesar US$111.42 juta yang diterima kontraktor mempunyai nilai NPV sebesar
US$54.6 juta dengan pendekatan statis dengan faktor disikonto sebesar 15%. Sedangkan dengan
Monte Carlo NPV yang dihasilkan pada diskonto yang sama adalah sebesar US58.3 juta.
Perbedaan ini biasa terjadi karena arus kas yang bersifat non linearities akibat adanya pajak.
Hasil yang didapatkan dari metode DCF masih bias dikarenakan dari grafik sebelumnya diakui
bahwa arus kas yang lebih sensitive terhadapa variasi harga harus didiskonto dengan rate yang
lebih tinggi. Jika kita lihat grafik sebelumnya
Dalam metode RO yang menggunakan informasi pasar, kontraktor akan mendapatkan NPV
sebesar US65.6 juta. Hasil yang lebih tinggai dari DCF menunjukan tingkat diskonto sebesar 15
% dalam metode DCF terlalu tinggi untuk proyek ini.
Penutup
Tulisan ini berusaha melihat pengaruh dari ketidakpastian harga minyak kedepan terhadap risiko
arus kas yang akan diterima masing-masing oleh kontraktor.
Adanya perbedaan tingkat risiko dari arus kas kedepan setiap tahunnya menyebabkan tingkat
diskonto yang akan digunakan akan bervariasi.
Tulisan ini memperlihatkan bahwa metode RO dengan simulasi monte carlo akan dapat
menempatkan faktor diskonto yang lebih tepat tiap tahunnya dibandingkan dengan DCF.
Dengan penempatan faktor diskonto yang tepat terlihat metode RO dapat menilai suatu proyek
lebih tepat dibandingkan DCF